pengelolaan limbah ternak

9
Perencanaan dan Pengelolaan Limbah Ternak Oleh : Drh. Dodik Prasetyo, M.Vet. Sebuah usaha peternakan harus melihat aspek aspek apa saja yang harus diperhatikan sebelum mendirikan perusahaan salah satunya adalah pembuangan limbah hal ini diperlukan adanya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair. AMDAL diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL: 1. aspek fisik-kimia 2. ekologi 3. sosial-ekonomi 4. sosial-budaya 5. dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan upaya untuk mengurangi pengaruh negatif dan resiko pada tingkat yang mungkin terjadi serta mengelola resiko tersebut melalui mekanisme dan sistem hukum lingkungan. AMDAL dilakukan bukan hanya melalui pendekatan ilmu ekologi saja, akan tetapi juga melalui pendekatan multi-disiplin ilmu dengan mempergunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk menerangkan hubungan kausal masalah lingkungan dan pemecahannya. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Ekologi dapat pula diartikan sebagai ekonomi alam yang

Upload: dhilaniana

Post on 23-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

materi---

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

Perencanaan dan Pengelolaan

Limbah Ternak

Oleh :

Drh. Dodik Prasetyo, M.Vet.

Sebuah usaha peternakan harus melihat aspek – aspek apa saja yang harus

diperhatikan sebelum mendirikan perusahaan salah satunya adalah pembuangan limbah hal

ini diperlukan adanya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) limbah ternak adalah sisa

buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah

potong hewan, pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah

cair.

AMDAL diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy

Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah

kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan

pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan

penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk

pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL:

1. aspek fisik-kimia

2. ekologi

3. sosial-ekonomi

4. sosial-budaya

5. dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha

dan/atau kegiatan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan upaya untuk mengurangi

pengaruh negatif dan resiko pada tingkat yang mungkin terjadi serta mengelola resiko

tersebut melalui mekanisme dan sistem hukum lingkungan. AMDAL dilakukan bukan hanya

melalui pendekatan ilmu ekologi saja, akan tetapi juga melalui pendekatan multi-disiplin ilmu

dengan mempergunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk menerangkan hubungan kausal masalah

lingkungan dan pemecahannya. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk

hidup dengan lingkungan hidupnya. Ekologi dapat pula diartikan sebagai ekonomi alam yang

Page 2: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

melakukan transaksi dalam bentuk materi, energi dan informasi, dimana ekosistem menjadi

konsep sentralnya. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Dengan demikian, ekosistem terbentuk

oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu

kesatuan yang teratur. Tempat hidup dari suatu mahluk hidup disebut dengan habitat. Dalam

kaitannya dengan peternakan, maka ekologi bisa didefinisikan sebagai hubungan timbal balik

peternakan dengan lingkungan hidupnya, yang kemudian diistilahkan sebagai ekologi

peternakan.

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan

serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan

demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan

rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan analisis

diatas dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan

hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau

kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan

mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan

penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan

Luas wilayah penyebaran dampak

Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak

Sifat kumulatif dampak berbalik (reversible) atau dampak tidak berbalik (irreversible)

Peternakan adalah salah satu subsektor pembangunan, dimana pembangunan pada

prinsipnya adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik. Namun pada kenyataannya,

limbah peternakan seringkali disebut-sebut sebagai sumber terjadinya pencemaran

lingkungan, bahkan akhir-akhir ini lebih hebat lagi disebut juga sebagai sumber terjadinya

pemanasan global. Padahal peranan ternak sebagai sumber protein hewani berupa daging,

telur dan susu dipandang sangat penting. Hal itu mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan

dari peternak dan pengusaha di bidang industri peternakan dalam hal pentingnya

perencanaan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Usaha dan/atau

kegiatan peternakan pada skala tertentu merupakan salah satu sektor yang wajib melakukan

kegiatan AMDAL sebelum memulai usaha/kegiatannnya. Dikatakan demikian karena usaha

peternakan adalah sektor yang paling disorot dalam hubungannya dengan isu pencemaran

lingkungan yang disebabkan oleh limbah peternakan dan juga isu pemanasan global. Hal

Page 3: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

yang paling menyedihkan bagi yang berkecimpung dalam dunia peternakan adalah adanya

laporan FAO pada tahun 2006 yang memvonis peternakan sebagai penyebab utama

pemanasan global. Selain isu pemanasan global, peternakan juga disebut-sebut sebagai sektor

yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari adanya limbah

peternakan.

Pasal 15 (1) UU No. 23/1997 menyatakan bahwa setiap rencana usaha dan/atau

kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap

lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Hal ini

kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang

kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup

meliputi:

1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu

3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan

4. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam

dalam pemanfaatannya

5. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan

buatan, serta lingkungan sosial dan budaya

6. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan

konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya

7. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik

Tahapan-tahapan pelaksanaan AMDAL adalah sebagai berikut:

1. Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal – hal penting yang berkaitan

dengan dampak penting.

2. Kerangka acuan (KA AMDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai

dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.

3. Analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan

mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

4. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak

besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana

usaha dan/atau kegiatan.

Page 4: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

5. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen

lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha

dan/atau kegiatan.

Agar pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan benar dan memberikan kontribusi

terhadap nilai tambah pendapatan, harus dipahami terlebih dahulu pengertian dasar dan

batasan limbah itu sendiri. Ada 4 pengertian pokok dari limbah, yaitu:

1. Limbah merupakan bahan buangan sisa dari suatu proses atau kegiatan,

artinya sebelumnya merupakan bagian dari bahan yang diperlukan untuk melakukan

kegiatan.

2. Limbah merupakan hasil dari suatu proses atau kegiatan,

artinya tidak mungkin dihasilkan limbah tanpa adanya proses atau kegiatan tersebut.

3. Limbah merupakan bahan yang sudah tidak digunakan lagi dalam proses atau

kegiatan tersebut,

artinya apabila diinginkan untuk digunakan lagi maka harus diperbaiki atau digunakan

untuk proses/kegiatan jenis lain yang membutuhkan.

4. Limbah merupakan bahan yang tidak memiliki atau sedikit sekali nilai

ekonominya,

artinya apabila bahan tersebut digunakan lagi untuk proses/kegiatan yang serupa tidak

akan memberikan keuntungan.

Berdasarkan 4 pokok pengertian dasar di atas maka limbah dapat didefinisikan

sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia, tidak

digunakan lagi pada proses atau kegiatan tersebut dan tidak memiliki atau sedikit sekali nilai

ekonominya. Dari definisi itu dapat dijelaskan batasan limbah peternakan dan limbah ternak,

yaitu sebagai berikut: Limbah peternakan adalah bahan buangan yang dihasilkan dari sisa

semua kegiatan yang dilakukan dalam usaha peternakan. Sedangkan limbah ternak adalah

bahan buangan yang dihasilkan dari sisa kegiatan metabolisme ternak, yang terdiri atas feses,

urin, dan sisa metabolisme yang lain.

Banyak usaha peternakan yang tidak berhasil dikarenakan timbulnya kerugian yang

disebabkan oleh limbah yang tidak dikelola dengan benar. Oleh karena itu, sudah saatnya

dalam usaha peternakan ke depan harus dipikirkan sistem pengelolaan limbah peternakan

terpadu agar usaha peternakan dapat dibangun secara berkesinambungan. Agar usaha

peternakan dapat memberi kontribusi pendapatan yang besar dan berkelanjutan, maka limbah

peternakan yang dihasilkan tidak lagi menjadi beban biaya usaha akan tetapi menjadi hasil

ikutan yang memiliki nilai ekonomi. Dalam pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan

Page 5: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

suatu sistem yang dapat mengubah karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban biaya

tanpa hasil menjadi beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan. Limbah peternakan

yang selama ini dibuang begitu saja harus diubah menjadi bahan yang sangat dibutuhkan

sebagai sarana kegiatan baru yang menguntungkan pada usaha peternakan tersebut.

Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi

pupuk organik, bahan bakar (gas metan) dan biomassa protein sel tunggal. Dari ketiga produk

tersebut, konversi limbah menjadi pupuk organik paling sering dilakukan. konversi limbah

menjadi pupuk organik akan sangat berperan dalam pemulihan daya dukung lingkungan,

terutama di bidang pertanian. Apalagi dewasa ini sedang gencar-gencarnya dilakukan upaya

pengembangan pertanian organik yang mensyaratkan penggunaan pupuk organik alami untuk

meningkatkan produksi pertanian.

Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah cair pada peternakan, pada prinsipnya yaitu:

1.Proses sedimentasi tahap awal (kolam penampungan I), merupakan pengelolaan secara

fisik. Dengan proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan limbah

cair

2.Limbah dari kolam penampungan I, kemudian dialirkan ke kolam penampungan II.

Pada kolam penampungan ini limbah akan mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu

proses sedimentasi yang waktunya diperpanjang (Extended Aeration)

3.Selanjutnya limbah ditampung pada kolam penampungan III. Kolam penampungan ini

ditanami dengan eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk membantu menguraikan

limbah cair tersebut, sehingga mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah

cair.

4.Selanjutnya air dari kolam penampungan III dialirkan ke kolam penampungan IV,

dimana kolam penampungan IV diberi bibit ganggang Chlorella untuk meningkatkan

oksidasi dan diisi ikan. Dengan adanya chlorella bisa untuk pakan ikan dan

mengetahui daya hidup ikan di air kolam tersebut, merupakan parameter kualitas

standar air untuk bisa dialirkan / dibuang ke sungai.

5.Akhirnya limbah padat yang sudah mengendap di dasar penampungan diangkat ke atas

pelataran dan dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan

untuk diproses menjadi pupuk organik/kompos.

Banyaknya peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasa mulai

menggangu oleh warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman

penduduk. Sebelum suatu usaha memperoleh ijin untuk menjalankan usaha, maka perlu

Page 6: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

adanya AMDAL sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut akan menimbulkan dampak

buruk pada lingkungan sekitarnya atau tidak. Dampak yang mungkin ditimbulkan adalah

kerusakan yang bersifat fisik, kerusakan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut

juga berlaku pada usaha peternakan ayam. Seperti kita ketahui bahwa untuk mendirikan

usaha peternakan ayam harus memperoleh ijin AMDAL terlebih dahulu, selain itu harus ada

persetujuan atas pendirian peternakan ayam tersebut dengan pihak pemerintah daerah dan

masyarakat sekitarnya. Dampak yang sering ditimbulkan oleh adanya peternakan ayam

adalah sebagai berikut:

Polusi udara (bau) yang ditimbulkannya membuat warga tidak nyaman.

Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi pengelolaan lingkungan bagi peternak ayam

yang berpotensi mencemari lingkungan. Keluhan tentang polusi bau sering muncul

karena letak areal peternakan sangat dekat dengan pemukiman, sementara penanganan

limbah tidak dilakukan dengan baik. Namun yang paling penting dalam penanganan

polusi udara dari peternakan ayam adalah peternakan harus dijaga kebersihannya.

Jangan sampai alasnya (kotoran ayam) sampai basah sebab hal ini sangat berpengaruh

terhadap timbulnya bau. Selain itu, peternakan ayam harus sekurang-kurangnya

berjarak 50 meter dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi polusi udara

(bau).

Timbulnya lalat yang sangat banyak.

Lalat timbul karena kurangnya kebersihan dari kandang ayam, namun lalat tersebut

dapat ditanggulangi dengan penyeprotan secara berkala pada kandang ayam.

Ketakutan akan penyebaran virus Avian Influenza (AI).

Saat ini untuk memperoleh perijinan pendirian peternakan ayam akan semakin sulit

sebab masih takut akan menjangkitnya virus flu burung, dimana salah satu

penularannya melalui kontak langsung dengan unggas. Masyarakat, kususnya para

peternak unggas (ayam) perlu diberi pengarahan secara terperinci mengenai pedoman

pencengahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa

pada unggas (Avian Influenza) sehingga dapat diambil tindakan secara dini bila

dilaporkan adanya unggas yang mati disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit

influenza pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus influensa A dari family

Orthomyoviridae yang dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein

haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal

sebanyak 15 jenis HA (H1-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di

antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas.

Page 7: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas

berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus

yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit

influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan,

virus ini umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai

reservoir sekaligus sumber penularan. Virus AI dapat menimbulkan sindrom penyakit

pernafasan pada unggas mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang berdifat

fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat

menyerang organ pencernaan dan sistem syaraf. Mengingat penyakit ini telah

menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan

dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, maka perlu adanya kebijakan

yang mengatur akan tata letak peternakan dan cara untuk meminimalisasi penyebaran

virus tersebut.

Cara penanganan limbah peternakan ayam berupa pembuatan kompos memerlukan

sejumlah bahan baku. Bahan baku untuk pembuatan kompos, yaitu:

• limbah organik (kotoran ayam) sebanyak 83%;

• abu sebanyak 10%;

• serbuk gergaji (kayu lunak) sebanyak 5 %;

• kalsit (dolomit) sebannyak 3%; dan

• bakteri pengurai (dekomposer) sebanyak 0,25%.

Teknik dan cara penanganan limbah seperti ini dilakukan dengan cara menyatukan

kotoran ayam yang telah dicampur dengan serbuk gergaji serta dicampur juga dengan bahan

lainnya. Setelah itu, susunlah secara berlapis-lapis. Susunan ini kemudian diaduk sampai

homogen dan dibiarkan dengan tumpukan yang tingginya minimal satu meter. Sementara itu,

pembalikan dikerjakan sekali dalam satu minggu dan kompos akan jadi setelah delapan kali

pembalikan.

Limbah ternak sapi perah terdiri dari limbah padat berupa feces/kotoran ternak dan

sisa pakan, serta limbah cair berupa air limbah pencucian kandang, air limbah sanitasi ternak

dan air kencing sapi. Dalam satu hari setiap ekor sapi dapat menghasilkan limbah padat

sebanyak 30-45 kg dan limbah cair sebanyak 100-250 liter. Limbah peternakan umumnya

meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa

limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan

dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua

Page 8: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau

isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan

atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah

gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Bila tidak dikelola

dengan baik, limbah yang dihasilkan akan menimbulkan masalah pada aspek produksi dan

lingkungan seperti menurunkan kualitas susu yang dihasilkan, menimbulkan bau, dan

menjadi sumber penyebaran penyakit bagi ternak dan manusia. Selain itu bila berdekatan

dengan lokasi perumahan akan menimbulkan protes dari masyarakat, dan pencemaran air.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan limbah ternak yang tepat adalah:

- menciptakan kondisi kegiatan/usaha budidaya sapi perah dan produksi susu berjalan

secara optimal,

- meniadakan unsur pencemar di dalam lokasi kegiatan,

- menghasilkan produk susu yang lebih berkualitas karena lingkungan usaha bersih

dan sehat,

- menghindari gangguan lingkungan berupa pencemaran di lokasi peternakan dan

lingkungan sekitar,

- menciptakan kondisi yang harmonis dengan masyarakat sekitar

Secara umum pengelolaan limbah ternak dapat dilakukan dengan dua cara:

Pertama, mengolahnya menjadi biogas.

Limbah ternak yang dapat diolah menjadi biogas adalah kotoran ternak (feces) dan

limbah cair dari pencucian, sanitasi dan urin sapi. Sedangkan sisa pakan berupa jerami atau

hijauan lainnya perlu dipisahkan dan tidak masuk ke dalam reaktor digester biogas agar tidak

terjadi sumbatan pada saluran dan reaktornya. Selanjutnya gas yang dihasilkan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar kompor atau dirubah menjadi listrik dengan bantuan

generator.

Kedua, mengolahnya menjadi pupuk kompos (padat atau cair).

Untuk menghasilkan pupuk kompos padat diperlukan bahan berupa kotoran ternak

dan sisa pakan atau hijauan. Sebaiknya bahan tersebut sejak awal telah dipisahkan agar tidak

tercampur dengan air cucian, sanitasi dan urin ternak. Selanjutnya bahan tersebut dapat

dikomposkan langsung atau ditambah arang sekam, serbuk gergaji, kapur dan aktivator untuk

membantu proses pengomposan dan memperkaya unsur hara dalam kompos yang dihasilkan.

Sedangkan untuk menghasilkan kompos/pupuk cair bahan yang digunakan terdiri dari urin

Page 9: PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK

sapi dan cairan sisa biogas. Cairan tersebut perlu ditambahkan beberapa bahan lain seperti

dedak, nira atau tetes, dll untuk selanjutnya difermentasi selama 3-7 hari.

Melalui pemulihan manfaat, limbah peternakan bukan lagi merupakan bahan yang

dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, akan tetapi merupakan

sumberdaya yang sangat potensial untuk mendatangkan keuntungan usaha di bidang

peternakan. Usaha peternakan di masa yang akan datang bukan lagi merupakan ancaman bagi

terjadinya kerusakan lingkungan karena eksploatasi bahan baku hayati, akan tetapi menjadi

komponen kegiatan dalam ekosistem yang mendukung keseimbangan ekologis lingkungan

hidup. Sumberdaya hayati yang membutuhkan pupuk organik dan nutrisi yang bersifat alami

dapat dicegah kepunahannya. Penggunaan bahan bakar yang terbaharui dapat diciptakan

sepanjang waktu tanpa harus bergantung pada bahan bakar minyak.

Pengelolaan limbah peternakan yang ramah lingkungan adalah pengelolaan yang

tidak berakibat terhadap menurunnya daya dukung lingkungan. Dalam pengelolaannya harus

diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• Cara pengelolaannya berkesinambungan

• Hasil yang diperoleh dari pengelolaan limbah dapat menjamin proses berikutnya

• Teknologi yang digunakan dapat meningkatkan nilai sumber daya limbah yang dikelola

• Dampak negatif akibat pengelolaan limbah dapat dihindari