pengelolaan limbah ternak
DESCRIPTION
materi---TRANSCRIPT
Perencanaan dan Pengelolaan
Limbah Ternak
Oleh :
Drh. Dodik Prasetyo, M.Vet.
Sebuah usaha peternakan harus melihat aspek – aspek apa saja yang harus
diperhatikan sebelum mendirikan perusahaan salah satunya adalah pembuangan limbah hal
ini diperlukan adanya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) limbah ternak adalah sisa
buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah
potong hewan, pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah
cair.
AMDAL diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy
Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk
pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL:
1. aspek fisik-kimia
2. ekologi
3. sosial-ekonomi
4. sosial-budaya
5. dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan upaya untuk mengurangi
pengaruh negatif dan resiko pada tingkat yang mungkin terjadi serta mengelola resiko
tersebut melalui mekanisme dan sistem hukum lingkungan. AMDAL dilakukan bukan hanya
melalui pendekatan ilmu ekologi saja, akan tetapi juga melalui pendekatan multi-disiplin ilmu
dengan mempergunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk menerangkan hubungan kausal masalah
lingkungan dan pemecahannya. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk
hidup dengan lingkungan hidupnya. Ekologi dapat pula diartikan sebagai ekonomi alam yang
melakukan transaksi dalam bentuk materi, energi dan informasi, dimana ekosistem menjadi
konsep sentralnya. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Dengan demikian, ekosistem terbentuk
oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang teratur. Tempat hidup dari suatu mahluk hidup disebut dengan habitat. Dalam
kaitannya dengan peternakan, maka ekologi bisa didefinisikan sebagai hubungan timbal balik
peternakan dengan lingkungan hidupnya, yang kemudian diistilahkan sebagai ekologi
peternakan.
Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan
serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan
demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan
rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan analisis
diatas dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau
kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan
mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan
penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :
Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
Luas wilayah penyebaran dampak
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
Sifat kumulatif dampak berbalik (reversible) atau dampak tidak berbalik (irreversible)
Peternakan adalah salah satu subsektor pembangunan, dimana pembangunan pada
prinsipnya adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik. Namun pada kenyataannya,
limbah peternakan seringkali disebut-sebut sebagai sumber terjadinya pencemaran
lingkungan, bahkan akhir-akhir ini lebih hebat lagi disebut juga sebagai sumber terjadinya
pemanasan global. Padahal peranan ternak sebagai sumber protein hewani berupa daging,
telur dan susu dipandang sangat penting. Hal itu mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan
dari peternak dan pengusaha di bidang industri peternakan dalam hal pentingnya
perencanaan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Usaha dan/atau
kegiatan peternakan pada skala tertentu merupakan salah satu sektor yang wajib melakukan
kegiatan AMDAL sebelum memulai usaha/kegiatannnya. Dikatakan demikian karena usaha
peternakan adalah sektor yang paling disorot dalam hubungannya dengan isu pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh limbah peternakan dan juga isu pemanasan global. Hal
yang paling menyedihkan bagi yang berkecimpung dalam dunia peternakan adalah adanya
laporan FAO pada tahun 2006 yang memvonis peternakan sebagai penyebab utama
pemanasan global. Selain isu pemanasan global, peternakan juga disebut-sebut sebagai sektor
yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari adanya limbah
peternakan.
Pasal 15 (1) UU No. 23/1997 menyatakan bahwa setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Hal ini
kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
meliputi:
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan
4. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
6. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
7. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik
Tahapan-tahapan pelaksanaan AMDAL adalah sebagai berikut:
1. Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal – hal penting yang berkaitan
dengan dampak penting.
2. Kerangka acuan (KA AMDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
3. Analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
4. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.
5. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan.
Agar pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan benar dan memberikan kontribusi
terhadap nilai tambah pendapatan, harus dipahami terlebih dahulu pengertian dasar dan
batasan limbah itu sendiri. Ada 4 pengertian pokok dari limbah, yaitu:
1. Limbah merupakan bahan buangan sisa dari suatu proses atau kegiatan,
artinya sebelumnya merupakan bagian dari bahan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan.
2. Limbah merupakan hasil dari suatu proses atau kegiatan,
artinya tidak mungkin dihasilkan limbah tanpa adanya proses atau kegiatan tersebut.
3. Limbah merupakan bahan yang sudah tidak digunakan lagi dalam proses atau
kegiatan tersebut,
artinya apabila diinginkan untuk digunakan lagi maka harus diperbaiki atau digunakan
untuk proses/kegiatan jenis lain yang membutuhkan.
4. Limbah merupakan bahan yang tidak memiliki atau sedikit sekali nilai
ekonominya,
artinya apabila bahan tersebut digunakan lagi untuk proses/kegiatan yang serupa tidak
akan memberikan keuntungan.
Berdasarkan 4 pokok pengertian dasar di atas maka limbah dapat didefinisikan
sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia, tidak
digunakan lagi pada proses atau kegiatan tersebut dan tidak memiliki atau sedikit sekali nilai
ekonominya. Dari definisi itu dapat dijelaskan batasan limbah peternakan dan limbah ternak,
yaitu sebagai berikut: Limbah peternakan adalah bahan buangan yang dihasilkan dari sisa
semua kegiatan yang dilakukan dalam usaha peternakan. Sedangkan limbah ternak adalah
bahan buangan yang dihasilkan dari sisa kegiatan metabolisme ternak, yang terdiri atas feses,
urin, dan sisa metabolisme yang lain.
Banyak usaha peternakan yang tidak berhasil dikarenakan timbulnya kerugian yang
disebabkan oleh limbah yang tidak dikelola dengan benar. Oleh karena itu, sudah saatnya
dalam usaha peternakan ke depan harus dipikirkan sistem pengelolaan limbah peternakan
terpadu agar usaha peternakan dapat dibangun secara berkesinambungan. Agar usaha
peternakan dapat memberi kontribusi pendapatan yang besar dan berkelanjutan, maka limbah
peternakan yang dihasilkan tidak lagi menjadi beban biaya usaha akan tetapi menjadi hasil
ikutan yang memiliki nilai ekonomi. Dalam pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan
suatu sistem yang dapat mengubah karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban biaya
tanpa hasil menjadi beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan. Limbah peternakan
yang selama ini dibuang begitu saja harus diubah menjadi bahan yang sangat dibutuhkan
sebagai sarana kegiatan baru yang menguntungkan pada usaha peternakan tersebut.
Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi
pupuk organik, bahan bakar (gas metan) dan biomassa protein sel tunggal. Dari ketiga produk
tersebut, konversi limbah menjadi pupuk organik paling sering dilakukan. konversi limbah
menjadi pupuk organik akan sangat berperan dalam pemulihan daya dukung lingkungan,
terutama di bidang pertanian. Apalagi dewasa ini sedang gencar-gencarnya dilakukan upaya
pengembangan pertanian organik yang mensyaratkan penggunaan pupuk organik alami untuk
meningkatkan produksi pertanian.
Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah cair pada peternakan, pada prinsipnya yaitu:
1.Proses sedimentasi tahap awal (kolam penampungan I), merupakan pengelolaan secara
fisik. Dengan proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan limbah
cair
2.Limbah dari kolam penampungan I, kemudian dialirkan ke kolam penampungan II.
Pada kolam penampungan ini limbah akan mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu
proses sedimentasi yang waktunya diperpanjang (Extended Aeration)
3.Selanjutnya limbah ditampung pada kolam penampungan III. Kolam penampungan ini
ditanami dengan eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk membantu menguraikan
limbah cair tersebut, sehingga mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah
cair.
4.Selanjutnya air dari kolam penampungan III dialirkan ke kolam penampungan IV,
dimana kolam penampungan IV diberi bibit ganggang Chlorella untuk meningkatkan
oksidasi dan diisi ikan. Dengan adanya chlorella bisa untuk pakan ikan dan
mengetahui daya hidup ikan di air kolam tersebut, merupakan parameter kualitas
standar air untuk bisa dialirkan / dibuang ke sungai.
5.Akhirnya limbah padat yang sudah mengendap di dasar penampungan diangkat ke atas
pelataran dan dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan
untuk diproses menjadi pupuk organik/kompos.
Banyaknya peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasa mulai
menggangu oleh warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman
penduduk. Sebelum suatu usaha memperoleh ijin untuk menjalankan usaha, maka perlu
adanya AMDAL sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut akan menimbulkan dampak
buruk pada lingkungan sekitarnya atau tidak. Dampak yang mungkin ditimbulkan adalah
kerusakan yang bersifat fisik, kerusakan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut
juga berlaku pada usaha peternakan ayam. Seperti kita ketahui bahwa untuk mendirikan
usaha peternakan ayam harus memperoleh ijin AMDAL terlebih dahulu, selain itu harus ada
persetujuan atas pendirian peternakan ayam tersebut dengan pihak pemerintah daerah dan
masyarakat sekitarnya. Dampak yang sering ditimbulkan oleh adanya peternakan ayam
adalah sebagai berikut:
Polusi udara (bau) yang ditimbulkannya membuat warga tidak nyaman.
Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi pengelolaan lingkungan bagi peternak ayam
yang berpotensi mencemari lingkungan. Keluhan tentang polusi bau sering muncul
karena letak areal peternakan sangat dekat dengan pemukiman, sementara penanganan
limbah tidak dilakukan dengan baik. Namun yang paling penting dalam penanganan
polusi udara dari peternakan ayam adalah peternakan harus dijaga kebersihannya.
Jangan sampai alasnya (kotoran ayam) sampai basah sebab hal ini sangat berpengaruh
terhadap timbulnya bau. Selain itu, peternakan ayam harus sekurang-kurangnya
berjarak 50 meter dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi polusi udara
(bau).
Timbulnya lalat yang sangat banyak.
Lalat timbul karena kurangnya kebersihan dari kandang ayam, namun lalat tersebut
dapat ditanggulangi dengan penyeprotan secara berkala pada kandang ayam.
Ketakutan akan penyebaran virus Avian Influenza (AI).
Saat ini untuk memperoleh perijinan pendirian peternakan ayam akan semakin sulit
sebab masih takut akan menjangkitnya virus flu burung, dimana salah satu
penularannya melalui kontak langsung dengan unggas. Masyarakat, kususnya para
peternak unggas (ayam) perlu diberi pengarahan secara terperinci mengenai pedoman
pencengahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa
pada unggas (Avian Influenza) sehingga dapat diambil tindakan secara dini bila
dilaporkan adanya unggas yang mati disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit
influenza pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus influensa A dari family
Orthomyoviridae yang dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein
haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal
sebanyak 15 jenis HA (H1-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di
antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas.
Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas
berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus
yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit
influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan,
virus ini umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai
reservoir sekaligus sumber penularan. Virus AI dapat menimbulkan sindrom penyakit
pernafasan pada unggas mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang berdifat
fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat
menyerang organ pencernaan dan sistem syaraf. Mengingat penyakit ini telah
menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan
dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, maka perlu adanya kebijakan
yang mengatur akan tata letak peternakan dan cara untuk meminimalisasi penyebaran
virus tersebut.
Cara penanganan limbah peternakan ayam berupa pembuatan kompos memerlukan
sejumlah bahan baku. Bahan baku untuk pembuatan kompos, yaitu:
• limbah organik (kotoran ayam) sebanyak 83%;
• abu sebanyak 10%;
• serbuk gergaji (kayu lunak) sebanyak 5 %;
• kalsit (dolomit) sebannyak 3%; dan
• bakteri pengurai (dekomposer) sebanyak 0,25%.
Teknik dan cara penanganan limbah seperti ini dilakukan dengan cara menyatukan
kotoran ayam yang telah dicampur dengan serbuk gergaji serta dicampur juga dengan bahan
lainnya. Setelah itu, susunlah secara berlapis-lapis. Susunan ini kemudian diaduk sampai
homogen dan dibiarkan dengan tumpukan yang tingginya minimal satu meter. Sementara itu,
pembalikan dikerjakan sekali dalam satu minggu dan kompos akan jadi setelah delapan kali
pembalikan.
Limbah ternak sapi perah terdiri dari limbah padat berupa feces/kotoran ternak dan
sisa pakan, serta limbah cair berupa air limbah pencucian kandang, air limbah sanitasi ternak
dan air kencing sapi. Dalam satu hari setiap ekor sapi dapat menghasilkan limbah padat
sebanyak 30-45 kg dan limbah cair sebanyak 100-250 liter. Limbah peternakan umumnya
meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa
limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan
dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua
limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau
isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan
atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah
gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Bila tidak dikelola
dengan baik, limbah yang dihasilkan akan menimbulkan masalah pada aspek produksi dan
lingkungan seperti menurunkan kualitas susu yang dihasilkan, menimbulkan bau, dan
menjadi sumber penyebaran penyakit bagi ternak dan manusia. Selain itu bila berdekatan
dengan lokasi perumahan akan menimbulkan protes dari masyarakat, dan pencemaran air.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan limbah ternak yang tepat adalah:
- menciptakan kondisi kegiatan/usaha budidaya sapi perah dan produksi susu berjalan
secara optimal,
- meniadakan unsur pencemar di dalam lokasi kegiatan,
- menghasilkan produk susu yang lebih berkualitas karena lingkungan usaha bersih
dan sehat,
- menghindari gangguan lingkungan berupa pencemaran di lokasi peternakan dan
lingkungan sekitar,
- menciptakan kondisi yang harmonis dengan masyarakat sekitar
Secara umum pengelolaan limbah ternak dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama, mengolahnya menjadi biogas.
Limbah ternak yang dapat diolah menjadi biogas adalah kotoran ternak (feces) dan
limbah cair dari pencucian, sanitasi dan urin sapi. Sedangkan sisa pakan berupa jerami atau
hijauan lainnya perlu dipisahkan dan tidak masuk ke dalam reaktor digester biogas agar tidak
terjadi sumbatan pada saluran dan reaktornya. Selanjutnya gas yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar kompor atau dirubah menjadi listrik dengan bantuan
generator.
Kedua, mengolahnya menjadi pupuk kompos (padat atau cair).
Untuk menghasilkan pupuk kompos padat diperlukan bahan berupa kotoran ternak
dan sisa pakan atau hijauan. Sebaiknya bahan tersebut sejak awal telah dipisahkan agar tidak
tercampur dengan air cucian, sanitasi dan urin ternak. Selanjutnya bahan tersebut dapat
dikomposkan langsung atau ditambah arang sekam, serbuk gergaji, kapur dan aktivator untuk
membantu proses pengomposan dan memperkaya unsur hara dalam kompos yang dihasilkan.
Sedangkan untuk menghasilkan kompos/pupuk cair bahan yang digunakan terdiri dari urin
sapi dan cairan sisa biogas. Cairan tersebut perlu ditambahkan beberapa bahan lain seperti
dedak, nira atau tetes, dll untuk selanjutnya difermentasi selama 3-7 hari.
Melalui pemulihan manfaat, limbah peternakan bukan lagi merupakan bahan yang
dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, akan tetapi merupakan
sumberdaya yang sangat potensial untuk mendatangkan keuntungan usaha di bidang
peternakan. Usaha peternakan di masa yang akan datang bukan lagi merupakan ancaman bagi
terjadinya kerusakan lingkungan karena eksploatasi bahan baku hayati, akan tetapi menjadi
komponen kegiatan dalam ekosistem yang mendukung keseimbangan ekologis lingkungan
hidup. Sumberdaya hayati yang membutuhkan pupuk organik dan nutrisi yang bersifat alami
dapat dicegah kepunahannya. Penggunaan bahan bakar yang terbaharui dapat diciptakan
sepanjang waktu tanpa harus bergantung pada bahan bakar minyak.
Pengelolaan limbah peternakan yang ramah lingkungan adalah pengelolaan yang
tidak berakibat terhadap menurunnya daya dukung lingkungan. Dalam pengelolaannya harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Cara pengelolaannya berkesinambungan
• Hasil yang diperoleh dari pengelolaan limbah dapat menjamin proses berikutnya
• Teknologi yang digunakan dapat meningkatkan nilai sumber daya limbah yang dikelola
• Dampak negatif akibat pengelolaan limbah dapat dihindari