pengaruh waktu pemanenan terhadap produksi …repository.ub.ac.id/3836/1/melati fitriana.pdf ·...

59
PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP GLUTATHION PADA Saccharomyces cerevisiae WIL OVEREKSPRESI gshI SKRIPSI oleh MELATI FITRIANA 135090101111031 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 P PRODUKSI LD TYPE DAN AHUAN ALAM

Upload: others

Post on 12-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI

GLUTATHION PADA Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE

OVEREKSPRESI gshI

SKRIPSI

oleh MELATI FITRIANA

135090101111031

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI

Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE DAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Page 2: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI GLUTATHION PADA Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE

OVEREKSPRESI gshI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

oleh MELATI FITRIANA

135090101111031

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE DAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Page 3: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI GLUTATHION PADA Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE DAN

OVEREKSPRESI gshI

MELATI FITRIANA

135090101111031

Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada tanggal 29 Agustus 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

Menyetujui Pembimbing

Widodo, S.Si., MSi., Ph.D. Med. Sc NIP. 197308112000031002

Mengetahui Ketua Program Studi S1 Biologi

Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Rodliyati Azrianingsih, S.Si., M.Sc., Ph.D

NIP. 197001281994122001

Page 4: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

SUSUNAN PEMBIMBING DAN PENGUJI SKRIPSI

Judul Skripsi:

PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI GLUTATHION PADA Saccharomyces cerevisiae WILD TYPE DAN OVEREKSPRESI gshI

Nama : Melati Fitriana NIM : 135090101111031

PEMBIMBING:

Nama : Widodo, S.Si., MSi., Ph.D. Med. Sc

TIM DOSEN PENGUJI:

Penguji I : Prof. Muhaimin Rifa’I, S.Si., PhD.Med.Sc. Penguji II : Dra. Sri Widyarti, M.Si.

Tanggal Ujian : 29 Agustus 2017

Page 5: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

ii

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Melati Fitriana NIM : 135090101111031 Jurusan : Biologi Penulis Skripsi berjudul : Pengaruh Waktu Pemanenan terhadap Produksi

Glutathion pada Saccharomyces cerevisiae Wild

Type dan Overekspresi gshI

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah benar-benar karya sendiri dan bukan hasil

plagiat dari karya orang lain. Karya – karya yang tercantum

dalam Daftar Pustaka Skripsi ini semata-mata digunakan sebagai

acuan atau referensi.

2. Apabila kemudian hari diketahui bahwa isi Skripsi saya

merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung segala

resiko.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 30 Agustus 2017 Yang menyatakan, Melati Fitriana

135090101111031

Page 6: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan namun terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Daftar Pustaka diperkenankan untuk dicatat, tetapi pengutipan hanya dapat dilakukan seizin penulis dan harus disertai kebiasaan ilmiah untuk menyebutkannya.

Page 7: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Melati Fitriana, Malang 12 Maret 1995 merupakan anak dari Bapak Sokhiful Rahman dan Ibu Rorita. Pendidikan SD ditempuh di SDN 2 Kepanjen, pendidikan SMP ditempuh di SMPN 4 Kepanjen, dan pendidikan SMA ditempuh di SMAN 1 Kepanjen. Lulus SMA pada tahun 2013, dan melanjutkan studi di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 2013 hingga tahun 2017.

Page 8: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

v

Pengaruh Waktu Pemanenan Terhadap Produksi Glutathion pada Saccharomyces cerevisiae Wild Type dan Overekspresi gshI

Melati Fitriana, Widodo Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang

2017

ABSTRAK

Glutathion dimanfaatkan dalam industri makanan, farmasi, dan

kosmetik. Rekayasa metabolisme melalui penyisipan gen gshI ke dalam vektor ekspresi plasmid pESC-TRP serta peningkatan biomassa yeast melalui perpanjangan waktu panen menjadi upaya yang efektif dalam meningkatkan produksi GSH. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh waktu pemanenan glutathion pada jam ke-44 dan ke-48 terhadap produksi glutathion, biomassa dan ukuran sel Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan mutan gshI. Metode penelitian meliputi preparasi media pertumbuhan, pembuatan kurva standard dan kurva pertumbuhan S.cerevisiae strain wild type dan mutan gshI, pengukuran glutathion intraselular, pengukuran biomassa, dan penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar glutathion, biomassa sel, densitas sel, dan ukuran sel Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI perlakuan kontrol dan perlakuan albumin ikan yang masing – masing dipanen pada jam ke-44 dan jam ke-48 inkubasi. Rata – rata kadar glutathion kedua strain stabil pada 1,5 – 2,5 mg/L. Total biomassa kedua strain menurun di jam ke-48 inkubasi yaitu sebesar 13,33 % pada strain wild type dan 14,08 % pada strain overekspresi gshI. Densitas S.cerevisiae wild type dan overekspresi gshI stabil pada 8,4 – 10 CFU/ml. Panjang sel Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI setara pada tiap perlakuan, yaitu antara 5 – 6 µm.

Kata kunci: glutathion, gshI, pESC-TRP, Saccharomyces cerevisiae,

transformasi

Page 9: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

vi

The Effect of Harvesting Time Towards Glutathion Production of Saccharomyces cerevisiae Wild Type and gshI Overexpression

Melati Fitriana, Widodo

Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Brawijaya University

2016

ABSTRACT

Glutathion is widely used in the food, pharmaceutical, and cosmetic industries. Metabolic engineering through the insertion of the gshI gene into the pESC-TRP plasmid expression vector and increasing yeast biomass through the extension of the harvest time had been effective to increase GSH production. This study aims to analyze the effect of glutathione harvesting time at the 44th and 48th hours towards production of glutathione, biomass and cell size of Saccharomyces cerevisiae wild strain and gshI mutant. The methods included growth medium preparation, generation of standard curve and growth curve of S.cerevisiae wild type and gshI mutants strains, intracellular glutathione measurements, biomass measurements, and cell size determination. The results showed that there were no significant differences of glutathione production, cell biomass, cell density and cell size in control and fish albumin treatment of Saccharomyces cerevisiae wild type and gshI overexpressed harvested in 44 hour and ke-48 hour incubation time. The average of glutathion production of both strain was stable at 1,5 – 2,5 mg/L. Total biomass of both strain decreased 13,33 % in wild type strain and 14,08 % in gshI overexpressed strain in 48 hour incubation. Density of S.cerevisiae wild type and gshI overexpressed was stable at 8,4 – 10 CFU/ml. Cell length of Saccharomyces cerevisiae wild type and gshI overexpressed similar in every treatment between 5 – 6 µm.

Keywords: glutathione, gshI, pESC-TRP, Saccharomyces cerevisiae,

transformation

Page 10: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga seluruh proses pengerjaan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

Proses pengerjaan skripsi ini telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D. Med.Sc. yang telah

membimbing, memberikan nasihat dan motivasi, serta membiayai penelitian ini.

2. Bapak Prof. Muhaimin Rifa’I, S.Si., Ph.D. Med.Sc. dan Ibu Dr. Sri Widyarti, M.Si. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam rangka penyempurnaan naskah skripsi ini.

3. Ibu Rorita, Bapak Sokhiful Rahman dan Romadhon Aulia Rahman yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan kasih sayang.

4. Nurul Dluha, S.Pd., M.Si., Nadya Veronica M.A., S.Si, Karimatul Himmah, S.Si., M.Si.., Farida Dwi N., S.Si., M.Si., Yunita Dyah S., S.Si., M.Si., Mochammad, F.A.F., S.Si., M.Si., Bambang Pristiwato, S.Si., M.Si., Esti Rizkiana P., S.Si., Risnadia Ramadhanil L., S.Si., dan seluruh tim Laboratorium Fisiologi Hewan, Biologi Molekular, dan Mikrobiologi yang telah mendukung dan memberikan fasilitas selama proses penelitian ini berlangsung.

6. Della Putri A., S.T., Restu Ulfa S., S.Si, Anggita Ratih I., S.Si., Chalissa Nuruzzulfa, S.Si., Dea Esaayu M. S.Si., Ramdhani Intania N., S.Si., Nihayatul Lutfiana, S.Si. dan Yuke Pamelasari, S.T. sebagai sahabat yang senantiasa memberikan doa dan motivasi selama penelitian ini berlangsung.

Naskah skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat

diperlukan kritik dan saran yang membangun. Dengan demikian, semoga naskah skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat.

Malang, 29 Agustus 2017

Penulis

Page 11: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................

ABSTRACT ...........................................................................................

KATA PENGANTAR ...........................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................

DAFTAR TABEL .................................................................................

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN .......................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1. Saccharomyces cerevisiae .................................................. 2.2. Glutathion .......................................................................... 2.3. Biosintesis Glutathion ........................................................ 2.4. Transformasi pada Saccharomyces cerevisiae ...................

2.4.1. Macam – macam metode transformasi ...................... 2.4.2. Transformasi plasmid pESC-TRP ..............................

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 3.1. Waktu dan Tempat ............................................................. 3.2. Media Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae ...............

3.2.1. Pembuatan ekstrak kaldu daging ................................ 3.2.2. Pembuatan ekstrak pepaya .........................................

3.3. Pembuatan Stok Albumin Ikan ........................................... 3.4. Media dan Kondisi Kultur Saccharomyces cerevisiae Wild

Type (wt) dan Overekspresi gshI ......................................... 3.5. Kurva Standar dan Kurva Pertumbuhan Saccharomyces

cerevisiae Wild Type (wt) dan Overekspresi gshI .............. 3.6. Pengukuran Glutathion Intraselular ....................................

v

vi

vii

viii

x

xi

xii

xiii

1 1 3 3 3

4 4 8 12 15 15 17

21 21 21 21 21 21 22 22 23

Halaman

Page 12: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

ix

3.7.Pengukuran Biomassa Sel, Penentuan Densitas dan Ukuran Sel ........................................................................................

3.8. Kerangka Operasional .........................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................... 4.1. Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Wild Type

(wt) dan Overekspresi gshI ................................................. 4.2. Produksi Glutathion Intraselular ........................................ 4.3. Biomassa Saccharomyces cerevisiae ................................. 4.4. Ukuran Sel Saccharomyces cerevisiae ...............................

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 5.1. Kesimpulan ........................................................................ 5.2. Saran ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

LAMPIRAN ...........................................................................................

23 24

25 25 27 31 34

37 37 37

38

44

Page 13: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Kandungan Asam Amino Prekursor Sintesis GSH pada

Ikan Gabus ............................................................................... 15 2 Ukuran Sel S.cerevisiae Wild Type dan Overekspresi gshI ..... 35

Page 14: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Saccharomyces cerevisiae ....................................................... 5 2 Siklus Reproduksi Seksual Saccharomyces cerevisiae ........... 7 3 Struktur Glutathion Berupa Tripeptida: L- γ – glutamil – L

- sisteinglisin ........................................................................... 10 4 Jalur Metabolisme GSH ........................................................... 13 5 Peta Plasmid Ekspresi Vektor pESC-TRP yang Telah

Disisipi Gen gshI ..................................................................... 19 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Wild Type ..... 25 7 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

Overekspresi gshI .................................................................... 26 8 Produksi Glutathion pada Saccharomyces cerevisiae Strain

Wild Type dan Overekspresi gshI ............................................ 28 9 Biomassa pada Saccharomyces cerevisiae Strain Wild Type

dan Mutan gshI ....................................................................... 32 10 Densitas Sel pada Saccharomyces cerevisiae Strain Wild

Type dan Mutan gshI ............................................................... 33 11 Bentuk Sel Saccharomyces cerevisiae Wild Type dan

Overekspresi gshI .................................................................... 36

Page 15: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Certificate of Analysis ............................................................. 44 2 Kurva Standar Densitas Saccharomyces cerevisiae ................ 46 3 Kurva Standar Glutathion ........................................................ 47 4 Perhitungan Konsentrasi Albumin Ikan ................................... 48 5 Koloni Saccharomyces cerevisiae W303-1b Wild Type dan

Overekspresi gshI .................................................................... 49 6 Hasil Pengukuran Kadar Glutathion, Berat Kering Sel,

Densitas dan Diameter Sel Saccharomyces cerevisiae Wild Type dan Overekspresi gshI ..................................................... 50

Page 16: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

xiii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Simbol/ Singkatan Keterangan ATP adenosin trifosfat DNA deoxyribonucleid acid DTNB 5,5'-dithio-bis-[2-nitrobenzoic acid] GGT gamma-glutamiltransferase GSH glutathion GSHI gamma-glutamilsistein sintetase GSHII glutathion sintetase GPx glutathion peroxidase GR glutathion reductase GTP gamma-glutamiltranspeptidase MCS multiple cloning site NAD nicotinamide adenine dinucliotide NADP nicotinamide adenine dinucliotide

phosphate ORF open reading frame PEG polyethylene glycol RNS reactive nitrogen species ROS reactive oxygen species Simbol / Singkatan Nama Unit bp base pair g gram gshI gen pengkode GSHI M molar mg miligram ml mililiter mM milimolar µl mikroliter µM mikromolar µm mikrometer nm nanometer γ gamma

Page 17: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Glutathion (GSH) merupakan tripeptida (L-γ-glutamil-L-sisteinilglisin) yang terdistribusi secara luas pada makhluk hidup, mulai dari prokariot hingga eukariot (Meister & Anderson, 1983; Zhang dkk, 2016). Terdapat dua jenis bentuk glutathion, yaitu dalam bentuk tereduksi (GSH) dan teroksidasi (GSSG). Sebagian besar glutathion yang terdapat di dalam tubuh adalah dalam bentuk tereduksi (Watanabe dkk., 2014). Adanya gugus aktif thiol dalam bentuk residu sistein menjadikan GSH sebagai antioksidan melalui interaksi secara langsung dengan ROS/RNS dan elektrofil atau menjadi kofaktor untuk berbagai enzim (Lushchak, 2012).

Biosintesis GSH dari prekursor asam amino glutamat, sistein, dan glisin dikatalisis oleh dua enzim sitosolik, yaitu γ-glutamilsistein sintetase (GCS, GSHI) dan GSH sintetase (GS, GSHII) (Wu dkk., 2004). Enzim GSHI mengkatalis pembentukan senyawa dipeptida γ-glutamilsistein dari asam L-glutamat dan L-sistein. Senyawa dipeptida γ-glutamilsistein diligasi dengan glisin pada site C-terminal dari untuk membentuk GSH dengan bantuan enzim GSH sintetase (GSHII) (Bacchawat dkk., 2009).

Glutathion telah banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Produksi glutathion juga meningkat dari 254,4 ton di tahun 2011 menjadi 399,6 ton pada tahun 2016 (Medgagdet, 2017). Banyak negara pusat pengembangan onkologi seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat yang memanfaatkan glutathion sebagai suplemen intramuskular dan intravenous kepada pasien kemoterapi untuk meningkatkan panjang harapan hidup, memperbaiki respon tumor dan mengurangi neurotoksisitas (Jack, 2015).

Saat ini harga glutathion di pasaran masih relatif mahal karena biaya produksinya yang tinggi, sedangkan permintaan glutathion di berbagai negara semakin meningkat. Produksi glutathion dilakukan melalui reaksi enzimatik dan fermentasi mikroba. Biaya produksi glutathion secara enzimatik lebih mahal sehingga dikembangkan metode alternatif melalui fermentasi mikroba menggunakan yeast karena dianggap lebih efisien dan praktis (Liang dkk., 2012). Kelebihan lainnya adalah bahan gula yang dipakai sebagai substrat pada proses fermentatif lebih murah harganya sehingga biaya produksi dapat ditekan. Beberapa strain yeast seperti

Page 18: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

2

Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis telah digunakan untuk produksi glutathion pada skala industri (Navarro dkk., 1999). S. cerevisiae merupakan mikroorganisme yang cocok dimanfaatkan dalam produksi glutathion karena kandungan glutathion yang dihasilkan tinggi serta pengaturan strain yeast selama proses kultur relatif mudah (Ohtake dkk., 1998). S. cerevisiae juga memiliki jalur glikolisis yang mencakup sistem regenerasi ATP sehingga tambahan ATP tidak diperlukan untuk produksi GSH (Murata & Kimura, 1982; Zhang dkk., 2016).

Rekayasa metabolisme telah terbukti sebagai upaya yang efektif dalam meningkatkan produksi glutathion setelah adanya identifikasi dan karakterisasi gen yang terlibat dalam metabolisme glutathion (Tang dkk., 2015). Gen target yang menjadi target rekayasa metabolisme dalam penelitian ini adalah gen pengkode GSHI (gshI) yang menjadi regulator biosintesis glutathion (GSH). Hasil kloning gen gshI pada Eschericia coli oleh Murata & Kimura (1982) telah berhasil meningkatkan aktivitas biosintesis glutathion. Ohtake dkk. (1988) berhasil meningkatkan akumulasi glutathion hingga sebesr 3 kali lipat (1,5 % berat kering sel) melalui transformasi plasmid E.coli yang mengandung gen gshI. Pada studi serupa, Dluha (2016) telah menyisipkan gen gshI ke dalam vektor ekspresi plasmid pESC-TRP yangselanjutnya ditransformasikan ke dalam sel S. cerevisiae sebagai upaya dalam meningkatkan produksi glutathion.

Selain melalui penyisipan gen gshI, produksi glutathion dapat ditingkatkan melalui optimasi media kultur dengan penambahan albumin ikan yang mengandung tiga prekursor asam amino (asam glutamat, glisin dan sistein). Dluha (2016) membuktikan bahwa konsentrasi optimal albumin ikan sebesar 5 mg/ml yang ditambahkan ke dalam media kultur S. cerevisiae dapat meningkatkan kadar glutathion 36,36 % dari perlakuan kontrol tanpa penambahan albumin ikan. Selain penambahan asam amino, kadungan glutathion sebagai produk intraselular yeast juga dapat ditingkatkan melalui peningkatan biomassa sel (teknik high cell density cultivation) (Wen dkk., 2006).

Waktu pemanenan sel juga sangat berpengaruh terhadap yield GSH yang didapat. Pemanenan GSH pada penelitian Dluha (2016) dilakukan pada jam ke-36 dan jam ke-44 setelah penanaman karena pada jam tersebut pertumbuhan S. cerevisiae berada pada fase stationer saat nutrisi dalam media pertumbuhan menjadi berkurang sehingga menyebabkan terjadinya stress pada sel S. cerevisiae yang memicu akumulasi GSH sebagai mekanisme dalam melawan stress oksidatif. Pada penelitian Wen

Page 19: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

3

dkk. (2006), penambahan amino prekursor biosintesis glutathion (10 mM asam glutamat; 3,35 mM sistein dan 18 mM glisin) yang dilakukan pada jam ke-12 dengan pemanenan yang dilakukan pada jam ke-48 menghasilkan biomassa sebesar 38,4 g/L dan yield glutathion sebesar 146,6 mg/L.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa waktu panen pada fase stasioner akhir S. cerevisiae berdampak pada peningkatan kandungan glutathion dan biomassa sel. Dengan demikian, pada penelitian ini dilakukan pemanenan glutathion pada jam ke-44 dan ke-48 setelah penanaman sebagai upaya meningkatkan produksi glutathion pada S. cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalahpada penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh waktu pemanenan glutathion pada jam ke-44 dan ke-48 terhadap produksi glutathion, biomassa dan ukuran sel Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI? 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: Menganalisis pengaruh waktu pemanenan glutathion pada jam ke-44

dan ke-48 terhadap produksi glutathion, biomassa dan ukuran sel Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI. 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Menurunkan biaya produksi glutathion melalui penggunaan

bahan – bahan alami sebagai sumber alternatif dalam media kultur.

2. Meningkatkan produksi glutathion dalam memenuhi permintaan pasar yang semakin tinggi.

3. Memenuhi permintaan pasar untuk produk berbasis glutathion yang berasal dari bahan halal.

Page 20: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saccharomyces cerevisiae

Model eukariot yang populer adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae merupakan anggota Kingdom Fungi dengan ukuran kecil dan bersel tunggal yang memiliki kekerabatan dekat dengan hewan maupun tumbuhan (Alberts, 2002). Strain wild type dapat ditemukan pada permukaan buah yang matang, saluran pencernaan, permukaan tubuh insekta dan hewan – hewan berdarah panas, tanah, serta di lingkungan aquatik (Kovacevic, 2015). Taksonomi dari Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut (Walker, 2012):

Kingdom : Fungi Divisi : Ascomycota Subdivisi : Ascomycotina Kelas : Hemiascomycete Ordo : Endomycetales Famili : Saccharomycetacae Subfamili : Saccharomyetoidae Genus : Saccharomyces Spesies : cerevisiae S. cerevisiae merupakan eukariot uniselular yang memiliki sifat – sifat ultrastruktural yang mirip dengan sel- sel eukariot tingkat tinggi. Ukuran yeast secara luas bervariasi tergantung pada spesies dan kondisi pertumbuhan. S. cerevisiae berbentuk ellipsoid atau lonjong dengan diameter besar antara 5 – 10 µm dan diameter kecil antara 1 – 7 µm. Koloninya datar, permukaan halus, lembab, mengkilap atau dull, dan berwarna krem (Walker, 2012; Kovacevic, 2015). Umumnya sel yeast memiliki organel (Gambar 1B) yang terdiri dari dinding sel, nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma (ER), apparatus Golgi, vakuola, vesikel sekretori. Beberapa organel tidak secara lengkap beerja secara independen satu sama lain, melainkan merupakan derivat dari sistem intramembran yang diperpanjang. Contohnya pergerakan posisi organel tergantung pada sitoskeleton dan pengangkutan protein ke dalam dan keluar sel bergantung pada komunikasi vesikular antara ER, apparatus Golgi, vakuola dan membran plasma. Pada sitoplasma yeast terdapat

Page 21: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

5

ribosom dan plasmid. Organisasi struktural sel diatur oleh sitoskeleton mikrotubul dan mikrofilamen aktin. Envelope yeast yang menyelubungi sitoplasma terdiri atas membran plasma, periplasma, dan dinding sel. Spora terdapat dalam ascus atau kantong spora yang differensiasinya diikuti oleh konjugasi seksual dan pembelahan meiosis (Walker, 2012).

(Alberts, 2002)

Gambar 1. Saccharomyces cerevisiae. Keterangan: (A) Scanning electron micrograph dari sel yang membentuk cluster. (B) transmission electron micrograph potongan melintang sel yeast yang menunjukkan nukleus, mitokondria, dan dinding sel.

S. cerevisiae mudah tumbuh dengan cepat dalam media nutrien sederhana. Ketika nutrisi dalam media cukup, maka sel yeast dapat tumbuh dan membelah secepat bakteri (Alberts, 2002). Yeast dapat dikultur pada media dengan pH netral atau agak asam, di bawah kondisi aerobik dengan suplai nutrien yang cukup pada suhu optimal 28 - 30 ºC. Koloni yeast akan terlihat dalam 2-3 hari setelah ditanam dalam media YPD padat (O’Kennedy & Reid, 2008). Jalur glikolisis pada S. cerevisiae termasuk ke dalam sistem regenerasi ATP yang berguna dalam produksi senyawa – senyawa penting seperti glutathion, NADP dan S-adenosil-L-methionin, sehingga S. cerevisiae dimanfaatkan sebagai mikroorganisme dalam produksi glutathion secara

A B

10 µm 2 µ 10 µm 2 µm

Page 22: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

6

fermentatif (Murata dkk., 1981). Yeast mampu menggunakan substrat organik (gula) secara anaerob sebagai donor elektron, aseptor elektron, dan sumber karbon. Selama fermentasi alkoholik gula, S. cerevisiae melakukan reoksidasi koenzim NADH yang tereduksi menjadi NAD (nicotinamide adeninde dinucleotide) pada reaksi terminal step dari asam piruvat. Reaksi terminal pertama dikatalis oleh piruvat dekarboksilase, lalu asam piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid, kemudian direduksi oleh alkohol dehidrogenase menjadi ethanol. Regenerasi NAD diperlukan untuk mengatur keseimbangan redoks dan mencegah berhentinya glikolisis. Respirasi aerobik tersebut merupakan jalur metabolik penghasil energi yang melibatkan glikolisis, siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron, serta fosforilasi oksidatif/ siklus asam sitrat (siklus Krebs) yang menghasilkan oksidasi lengkap molekul piruvat menjadi 2CO2, 3NADH, 1FADH2, 4H+, dan 1GTP (Walker, 2012). S. cerevisiae dapat bereproduksi baik secara vegetatif (pembelahan sel sederhana) maupun secara seksual melalui fusi dua sel haploid untuk membentuk sel diploid, serta sel diploid membelah dalam proses meiosis untuk menghasilkan sel – sel haploid. Siklus reproduksi S. cerevisiae bergantung pada kondisi dan detail genotip. Sel spesies ini dapat hidup pada fase diploid dengan set kromosom ganda maupun pada fase haploid dengan set kromosom tunggal. Sel dalam fase diploid dapat membelah melalui siklus pembelahan sel biasa atau melalui pembelahan meiosis untuk menghasilkan sel – sel haploid. Sel dalam fase haploid dapat membelah melalui siklus pembelahan sel biasa atau di bawah fusi seksual dengan sel haploid lainnya untuk membentuk sel diploid. Meiosis dipicu oleh stress kelaparan sel dan meningkatkan produksi spora sel – sel haploid pada fase dormansi sehingga resisten terhadap kondisi lingkungan yang buruk (Albert dkk., 2002). Pembelahan meiosis merupakan siklus sel yang bersifat reduktif, ketika masing – masing pasangan kromosom terbagi pada spora primeval dan diikuti oleh pembelahan mitotik untuk menghasilkan empat sel haploid yang disebut ascospora (Gambar 2). Ascospora terdapat di dalam ascus. Ascus berubah dan kehilangan rigiditasnya sehingga mudah ditembus ascospora. Empat spora memiliki dua jenis kelamin yaitu a dan α. Sel – sel haploid tersebut memiliki tipe mating berlawanan dan dapat melakukan konjugasi dan menjadi sel diploid tunggal yang dapat meneruskan siklus hidupnya secara vegetatif melalui mode budding. Spora S. cerevisiae termasuk jenis homothallic sehingga spora mampu mengadakan self-fertilization diikuti dengan pembelahan sel. Sel parental

Page 23: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

7

haploid dapat mengubah tipe mating. Sel parental dan progeny dapat mating dan menjadi diploid. Bentuk dari spora Saccharomycodes adalah bulat dengan permukaan halus (Panda, 2012).

(Walker, 2012)

Gambar 2. Siklus reproduksi seksual Saccharomyces cerevisiae Budding merupakan bentuk umum reproduksi vegetatif pada S. cerevisiae (Gambar 1A). Pembentukan tunas yeast diawali ketika sel induk mencapai ukuran sel maksimum dan melakukan sintesis DNA. Hal ini diikuti oleh melemahnya dinding sel dan secara bersamaan tekanan dikeluarkan oleh tekanan turgor sehingga terjadi ekstursi sitoplasma di area yang diikat oleh material dinding sel baru. Sel induk dan anakan hidup bersama selama perkembangan tunas. Multilateral budding adalah yang paling umum dimana tunas anakan muncul di lokasi berbeda pada permukaan sel induk. Ukuran sel S. cerevisiae saat membelah adalah asimetris, dengan tunas yang berukuran lebih kecil dari sel induk ketika

Page 24: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

8

tunas tersebut memisah. Bekas luka pada jaringan di dinding sel dikenal sebagai bud dan birth scar, yang membekas pada sel akan dan induk. Banyaknya jumlah bekas luka menunjukkan jumlah siklus pembelahan yang telah terjadi (Walker, 2012).

2.2 Glutathion

Glutathion (GSH) merupakan tripeptida (L-γ-glutamil-L-sisteinilglisin) yang terdapat pada makhluk hidup, mulai dari prokariot hingga hampir semua jenis eukariot kecuali beberapa jenis protozoa parasit seperti Entamoeba histolycaand dan Giardia duodenalis. Glutathion juga disintesis oleh bakteri seperti cyanobacteria, proteobacteria, dan beberapa jenis bakteri Gram positif. Archaebacteria diketahui tidak dapat mensintesis glutathion (Bacchawat dkk., 2009; Zhang dkk., 2016). Glutathion terdapat dalam bentuk senyawa thiol yang tereduksi (GSH) dan senyawa disulfida yang teroksidasi (GSSG). Bentuk GSH adalah predominan pada sebagian besar sel. Sel – sel eukariot memiliki tiga tempat penyimpanan utama GSH, yaitu hampir 90 % GSH selular terdapat di sitosol, 10 % di mitokondria, serta di retikulum endoplasma dalam presentase yang sangat kecil (Lu, 2009). Konsentrasi ekstraselular glutathion termasuk relatif rendah, yaitu 2 – 20 mmol/L di dalam plasma (Lu, 2012). Glutathion telah banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Banyak produk kecantikan berbasis glutathion seperti pemutih kulit dan produk anti aging. Beberapa Negara yang menjadi konsumen glutathion terbesar di dunia antara lain Amerika Serikat, Eropa, Cina dan Jepang. Produksi glutathion juga meningkat dari 254,4 ton di tahun 2011 menjadi 399,6 ton pada tahun 2016 (Medgagdet, 2017). Negara - negara pusat onkologi seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat memanfaatkan glutathion sebagai suplemen intramuskular dan intravena kepada pasien kemoterapi untuk mempernbaiki respon tumor dan mengurangi neurotoksisitas (Jack, 2015). Fungsi selular glutathion menurut Anderson (1998) antara lain berhubungan dengan transpor asam amino, perlindungan terhadap stress oksidatif, xenobiotik dan detoksifikasi metabolit toksik endogenous, aktivitas enzim, metabolisme sulfur dan nitrogen, sinyal transduksi, ekspresi gen, sintesis gen, poliferasi sel dan apoptosis, produksi sitokin, respon imun, dan glutathionilasi protein. Kekurangan glutathion dapat berakibat pada stress oksidatif yang menyebabkan proses penuaan serta

Page 25: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

9

pathogenesis berbagai macam penyakit yang mencakup kwashiorkor, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, penyakit liver, cystic fibrosis, sickle cell anemia, AIDS, kanker, serangan jantung, stroke, dan diabetes (Wu dkk., 2004). Glutathion bersifat esensial bagi pertumbuhan sel – sel eukariot. Apabila first enzyme pada yeast yang terlibat dalam biosintesis glutathion dihilangkan, maka terjadi auxothrophy glutathion. Sementara pada mencit, knockout first enzyme menyebabkan lethal pada embrio (Bucchawat dkk., 2009). Glutathion termasuk senyawa thiol dengan berat molekul rendah (0,5 – 10 mmol/L) dan predominan pada sel – sel hewan. Karena adanya residu sistein, glutathion teroksidasi secara non-enzimatis menjadi gluathion disulfida (GSSG) oleh substansi elektrofilik (radikal bebas dan ROS/RONS). Adanya efluks dari sel berkontribusi dalam berkurangnya GSH intraselular. Konsentrasi selular glutathion berkurang sebagai respon terhadap malnutrisi protein, stress oksidatif, dan banyak kondisi pathologis lainnya (Lu, 2000). Dua sifat kimia penting yang dimiliki oleh glutathion adalah potensi redoks yang rendah serta stabilitas tripeptida karena adanya ikatan γ-glutamil yang membuat glutathion resisten terhadap enzim peptidase di sel. Peran glutathion sebagai buffer redoks merupakan kunci penting dalam respon stress oksidatif dan pada detoksifikasi logam serta xenobiotik (Ganguli dkk., 2007). Pembentukan superoksida (O2

-.) dan hidrogen peroksida (H2O2) memicu produksi radikal oksigen toksik yang menyebabkan peroksidasi lipid serta cell injury. Hal tersebut dapat dicegah melalui reduksi hidrogen peroksida secara endogenus oleh glutathion (Lu, 2009). Meskipun GSH tidak bereaksi secara langsung dengan hidrogen peroksida, namun glutathion digunakan sebagai substrat bagi glutathion peroksidase (GPx) dalam mekanisme reduksi hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida (Dickinson & Forman, 2002). Fungsi antioksidan glutathion dijalankan melalui reaksi yang dikatalis oleh GSH peroksidase (GPx), yang mereduksi hidrogen peroksida dan lipid peroksida saat GSH teroksidasi menjadi GSSG. Sebaliknya, GSSG direduksi kembali menjadi GSH (glutathion) oleh GSSG reduktase saat NADPH bertambah sehingga membentuk siklus redoks. Peroksida organik juga dapat direduksi oleh GPx dan GSH S-transferase. Katalase juga dapat mereduksi hidrogen peroksida, namun hanya pada peroksisom. Mekanisme tersebut menjadikan peran GSH sangat penting dalam mitokondria dalam melawan stress oksidatif secara fisologis maupun pathologis. GSSG dapat secara aktif diekspor keluar sel atau bereaksi

Page 26: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

10

dengan suatu protein yang memiliki gugus sulfihidril untuk membentuk ikatan disulfida campuran (Lu, 2012). Rasio GSH/GSSG sering digunakan sebagai indikator reaksi redoks selular yang dapat menentukan kapasitas antioksidatif sel, akan tetapi nilainya juga dapat dipengaruhi oleh pasangan redoks lainnya termasuk NADPH/NADP+ dan thioredoxinred/thioredoxinox (Wu dkk., 2004).

(Lushchak, 2012)

Gambar 3. Struktur glutathion berupa tripeptida: L-γ-glutamil-L-sisteinglisin (a) N-terminal glutamat dan sistein pada bentuk molekul tereduksi diikat oleh gugus γ-karboksil pada glutamat, (b) struktur ikatan dipeptida intermolekular yang dibentuk oleh residu sistein yang terdapat pada molekul glutathion dalam bentuk teroksidasi.

Sruktur GSH termasuk unik dengan adanya ikatan peptida yang berikatan dengan glutamat serta sistein melalui gugus γ-karboksil pada glutamat, sedangkan protein pada umumnya berikatan pada gugus α-karboksil (Gambar 3). Ikatan spesifik tersebut mencegah agar GSH tidak terhidrolisis oleh sebagian besar enzim peptidase yang memotong ikatan

Page 27: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

11

peptide α-karboksil pada N-terminal asam amino. Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan tersebut adalah γ-glutamiltranspeptidase (GGT), yang hanya terdapat pada permukaan luar beberapa jenis sel. Akibatnya GSH bersifat resisten terhadap degradasi intraselular sehingga hanya dapat dimetabolisme secara ekstraselular oleh sel yang mengekspresikan enzim GGT. Hal tersebut menyebabkan GSH yang dihasilkan dapat dipecah dan asam amino penyusunnya dapat digunakan oleh sel untuk memproduksi GSH kembali, atau disebut juga dengan siklus glutamil (Lu, 2012). Salah satu pendekatan dalam meningkatkan produksi glutathion adalah melalui metode enzimatik. Prinsipnya, elemen – elemen esensial untuk membentuk sintesis enzimatik seperti GSHI, GSHII, prekursor asam amino (L-asam glutamat, L-sistein dan glisin), ATP, kofaktor yang diperlukan (Mg2+) untuk menjaga aktivtas GSHI dan GSHII, serta pH yang sesuai (pH 7,5). Keuntungan produksi secara enzimatik adalah konsentrasi GSSH yang didapatkan tergolong tinggi (Li dkk., 2004). Biaya produksi secara enzimatik relatif tinggi sehingga metode ini tidak dikomersialisasikan. Metode alternatif dikembangkan melalui fermentasi mikroba menggunakan yeast karena dianggap lebih efisien dan praktis (Liang dkk., 2012). Meskipun glutathion yang dihasilkan dari produksi fermentatif lebih rendah daripada produksi secara enzimatik, yaitu hanya sekitar 9 g/L, namun bahan gula yang dipakai sebagai substrat dalam proses fermentatif menjadi lebih murah daripada proses enzimatik (Musatti, 2011). Beberapa strain yeast seperti Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis telah digunakan untuk produksi glutathion pada skala industri (Navarro dkk., 1999). Kebutuhan ATP merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi GSH. Hal ini menyebabkan biaya produksi GSH secara enzimatik menjadi mahal. Masalah tersebut dapat diatasi melalui produksi fermentatif menggunakan yeast karena dianggap lebih efisien dan praktis (Liang dkk., 2012). Yeast telah menjadi pilihan dalam produksi komersial glutathion melalui fermentasi karena beberapa yeast mengandung glutathion intraselular yang tinggi (sekitar 0,1 – 1 % berat kering sel). Yeast merupakan organisme yang tumbuh cepat, dapat ditumbuhkan hingga kerapatan selnya tinggi pada substrat yang murah seperti glukosa, serta mudah untuk ditangani dalam produksi skala besar. Selain itu, yeast juga aman karena tidak menyebabkan reaksi endotoksik pada manusia. S. cerevisiae merupakan strain yeast yang umum digunakan karena

Page 28: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

12

S.cerevisiae memiliki kemampuan dalam regenerasi ATP (Bacchawat dkk., 2009; Zhang dkk., 2016). S. cerevisiae dimanfaatkan sebagai mikroorganisme dalam produksi glutathion secara fermentatif. Hasil penelitian Murata dkk. (1981) menunjukkan bahwa jalur glikolisis pada S. cerevisiae termasuk ke dalam sistem regenerasi ATP yang paling sederhana serta berguna dalam produksi senyawa – senyawa penting seperti glutathion, NADP dan S-adenosil-L-methionin. Kelebihan S. cerevisiae lainnya yaitu toleran terhadap nilai pH rendah, serta toleran terhadap konsentrasi gula dan ethanol yang tinggi yang dapat mengurangi risiko kontaminasi dalam fermentasi skala industri (Nevoigt, 2008). 2.3 Biosintesis Glutathion

Biosintesis GSH dari dua reaksi secara enzimatik di dalam sel terjadi melalui sintesis non-ribosomal di sitosol. Kedua jalur reaksi enzimatik tersebut membutuhkan ligase ATP (Gambar 4). Reaksi pertama (persamaan 1) merupakan pembentukan dipeptida γ - glutamilsistein ( γ-GC) dari asam glutamat-L dan pembentukan L-sistein dari enzim γ – glutamilsistein sintetase atau (Gsh1p/GshA) atau glutamat-sistein ligase (GCL, E.C.6.3.2.2., atau GSHI). GCL merupakan homodimer yang dapat terdisosiasi dibawah kondisi non-denaturasi menjadi subunit modulator atau light (GCLM) dan subunit katalitik atau heavy (GCLC) (Bacchawat dkk., 2009).

L-glutamat+ L-sistein + ATP →γ –L- glutamil-L-sistein + ADP + Pi (1)

γ – L-glutamil-L-sistein + glisin + ATP →

Enzim GCL dapat mengalami feedback inhibition oleh GSH. Reaksi kedua (persamaan 2) dikatalis oleh enzim glutathion sintase atau glutathionsintetase (GS, E.C.6.3.2.3.) atau Gsh2/GshB atau GSHII yang terlibat dalam penambahan glisin pada C-terminal site γ-GC untuk membentuk GSH. Biosintesis tersebut membentuk bagian dari siklus γ-glutamil pada biosintesis dan degradasi glutathion (Dickinson & Forman, 2002; Bacchawat dkk., 2009; Lu, 2012).

GCL

GS γ–L-glutamil-L-sistenil- glisin + ADP + Pi

(2)

Page 29: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

13

(Li dkk., 2004)

Gambar 4. Jalur metabolisme GSH. Keterangan: L-Glu: L-glutamat, L-Cys: L-sistein, GSHI: γ-glutamilsistein sintetase, GSHII: Glutathion sintetase, G6PDH: glucose-6-phosphatedehydrogenase, GPx: glutathione peroxidase, GR: glutathione reductase, GRX glutaredoxin, GSHI γ-glutamylcysteine synthetase,GTP: γ-glutamyltransferase, ROOH peroxides, ROH reduced peroxides, S–Sdisulfide bond

Kontrol produksi GSH intraselular dilakukan melalui feedback inhibition oleh GSHI (γ – glutamilsistein sintetase). Beberapa penelitian secara in-vtro, enzim ini dihambat oleh konsentrasi GSH yang tinggi. Secara alami, feedback inhibition merupakan non-alosterik karena glutathion berikatan pada glutamat dan sistein pada binding pockets daripada berikatan pada site terpisah pada enzim. Gugus γ – glutamil dan sulfihidril dari GSH berperan sangat penting pada feedback inhibition oleh GSHI. Pengikatan glutamat pada glutamat site juga menghasilkan perubahan konformasi enzim yang memfasilitasi pengikatan sistein pada sistein site (Richman & Meister, 1975; Bacchawat dkk., 2009). Feedback inhibition dari γ-glutamilsistein sintetase oleh GSH dapat dicegah secara parsial oleh glutamat yang memblokir regulatory site pada enzim. Penghambatan GSH sintetase menyebabkan akumulasi γ-

Page 30: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

14

glutamilsistein, yang dikonversi oleh γ-glutamilsiklotrasferase menjadi sistein dan oxoprolin. Oxoprolin dikonversi menjadi asam glutamat melalui reaksi 5-oxoprolinase (Deneke & Fanburg, 1989). Residu sistein pada GSH yang teroksidasi merupakan kunci fungsional dalam komponen glutathion karena menyediakan gugus thiol reaktif yang berperan esensial. Modifikasi gugus thiol pada residu sistein dapat mengubah fungsi protein karena banyak protein yang mengandung residu sistein pada active site atau motif fungsionalnya (Lushchak, 2012; Aoyama & Nakaki, 2015). S. cerevisiae mampu memfermentasi sumber karbon seperti glukosa dan galaktosa atau melakukan respirasi pada sumber karbon yang tidak terfermentasi seperti gliserol dan ethanol (Stahl dk., 2004). Meskipun bahan gula menjadi substrat utama pada produksi fermentatif, penambahan prekursor asam amino juga dibutuhkan untuk meningkatkan produksi GSH. Meskipun sistein merupakan asam amino kunci dalam meningkatkan laju produksi spesifik GSH, namun sistein juga dapat menghambat pertumbuhan pada fase kedua pertumbuhan S. cerevisiae, yaitu ketika glukosa digunakan sebagai sumber karbon. Penghambatan tersebut disiasati melalui strategi penambahan sistein yang tepat agar produksi GSH dapat meningkat hingga dua kali lipat tanpa menyebabkan penghambatan pertumbuhan (Alfafara dkk., 1992). Waktu optimal untuk penambahan asam amino juga ikut berperan penting dalam peningkatan produksi GSH, yaitu pada fase stasioner. Prekursor asam amino dan ATP dapat memperbaiki akumulasi GSH ketika ditambahkan di awal dan 12 jam setelah penanaman sebanyak 2,0 gram/L ATP dan 9 mmol/L prekursor asam amino, menaikkan konsentrasi serta kandungan GSH intraselular menjadi 24 %, yaitu 1,4 kali lebih besar tanpa penambahan ATP dan prekursor asam amino (Li dkk., 2004). Hasil penelitian Liang dkk. (2008) menunjukkan bahwa sistein, asam glutamat dan glisin merupakan tiga asam amino prekursor penting untuk meningkatkan kandungan GSH intraselular pada S. cerevisiae. Penambahan 2 mmol/L sistein pada jam ke-10 setelah penanaman menghasilkan yield GSH maksimum 140 mg/L, dengan peningkatan sebesar 36 % dibandingakan dengan yield GSH kontrol. Wen dkk. (2005) berhasil meningkatkan kandungan GSH secara kontinyu menjadi 1,67 % pada jam ke-20 setelah penambahan komposisi asam amino optimum (10 mM asam glutamat, 18 mM glisin, 3,35 mM sistein) yang dilakukan pada jam ke-12.

Page 31: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

15

Tabel 1. Kandungan asam amino prekursor sintesis GSH pada ikan gabus

Asam amino Kandungan (µg/mg)

Asam glutamat 3,093 Sistein 0,016 Glisin 0,728

(Mustafa dkk., 2012)

Penambahan asam amino prekursor dalam produksi GSH dapat meningkatkan biaya produksi sehingga diperlukan bahan alternatif sebagai pengganti asam amino tersebut. Albumin ikan yang berasal dari ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dipilih sebagai pengganti asam amino karena mengandung tiga asam amino prekursor (asam glutamat, sistein dan glisin) yang dibutuhkan dalam biosintesis glutathion (tabel 1). Dluha (2016) telah membuktikan bahwa konsentrasi optimal albumin ikan sebesar 5 mg/ml dapat meningkatkan kadar glutathion 36,36 % dari perlakuan kontrol tanpa penambahan albumin ikan. Selain penambahan asam amino, kadungan GSH sebagai produk intraselular yeast juga dapat ditingkatkan melalui biomassa sel (teknik high cell density cultivation) yang dikombinasikan dengan penambahan asam amino prekursor biosintesis GSH. Asam amino yang terdiri dari 2 mmol sistein ditambahkan pada jam ke-6 setelah penanaman serta kombinasi asam amino (10 mM asam glutamat; 3,35 mM sistein dan 18 mM glisin) ditambahkan pada jam ke-24, 44 dan 56 setelah penanaman oleh Wen dkk. (2006) telah berhasil meningkatkan kandungan GSH sebesar 1,64 % setelah 60 jam fermentasi dengan biomassa sel yang mencapai 133,25 g/L pada akhir proses fermentasi.

2.4 Transformasi pada Saccharomyces cerevisiae 2.4.1 Macam – macam metode transformasi pada Saccharomyces

cerevisiae a. Metode Sferoplas

Sel – sel yeast memiliki struktur dinding sel yang biasanya diatur secara parsial pada sferoplas. Permukaannya harus dihancurkan lebih dulu agar DNA plasmid dapat masuk ke dalam

Page 32: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

16

sel (Beran dkk., 2006). Metode sferoplas pertama kali ditemukan oleh Hinnen pada tahun 1978. Plasmid yang digunakan pada awalnya adalah pYEleu10 yang mengandung gen LEU2 untuk mentransformasi overekspresi yeast Leu2 3-112 pada prototrofi (Kawai dkk., 2010). Dinding sel dihilangkan secara enzimatis dan sferoplas yang dihasilkan distabilkan dengan sorbitol 1,0 M sebelum diberi perlakuan dengan PEG dan plasmid DNA. Sel – sel yeast ditumbuhkan pada media regenerasi dan ditumbuhkan pada medium seleksi untuk sel – sel LEU+ (Gietz & Woods, 2001). Efisiensi transformasi hanya pada 30-50 transforman/μg DNA plasmid, yang harus berintegrasi ke dalam DNA kromosomal untuk menstabilkan transforman (Kawai dkk., 2010). Fusi sel yang distimulasi oleh polyethylene glycol (PEG) menghasilkan pertukaran informasi genetik pada yeast secara nonseksual. Metode transformasi sferoplas dengan cepat telah menjadi standar untuk transformasi S. cerevisiae. Uptake DNA transformasi berasosasi dengan fusi protoplasma memicu terjadinya poliploidi selama proses transformasi. Fusi sel juga dapat dihindari melalui kontrol sferoplas dan kondisi transformsi yang hati – hati. Beberapa kelemahan dari metode sferoplas adalah prosedurnya tidak efisien dan memakan waktu, serta perlunya langkah – langkah spesifik regenerasi dinding sel yang hasilnya seringkali tidak konsisten (Suga dkk., 2000; Gietz & Woods, 2001; Suga & Hatakeyama, 2003).

b. Metode lithium asetat (LiAc)

Metode lithium asetat pertama kali ditemukan oleh Ito dkk. pada tahun 1983. Salah satu penemuan pentingnya yaitu kation alkali monovalen seperti Na+, K+, Rb+, Cs+, serta Li+ dapat meningkatkan efisiensi transformasi pada sel intact S. cerevisiae. Prinsip dari metode ini antara lain inkubasi sel – sel intact dengan polyethylene glycol (PEG) dan DNA plasmid sifatnya esensial untuk transformasi, inkubasi jangka pendek pada sel intact dengan PEG dan DNA plasmid dengan heat shock pada suhu 42 ºC meningkatkan efisiensi transformasi, serta transformasi sel – sel paling efektif dilakukan pada pertengahan fase log (OD 610 nm). Yield yang dihasilkan dari metode ini mencapai 450

Page 33: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

17

transforman/µg. Perlakuan dengan PEG dan heat shock esensial untuk transformasi, namun hasil terbaik didapatkan dari tambahan perlakuan dengan Lithium asetat (LiAc). Metode transformasi Li ini lebih cepat, lebih sederhana dan mudah (Gietz & Woods, 2001; Kawai dkk., 2010).

c. Metode elektroporasi

Metode elektroporasi pertama kali digunakan oleh Neumann dalam menginduksi uptake DNA dan transformasi pada sel – sel mencit. Metode ini telah digunakan secara luas untuk transformasi pada sel – sel hewan, tumbuhan, serta telah menjadi prosedur strandar dalam transformasi bakteri pada banyak laboratorium. Kejutan listrik dipercaya menyebabkan pembentukan pori transien pada membran sel sehingga dapat membuat makromolekul masuk ke dalam sel (Gietz & Woods, 2001). Umumnya, metode elektroporasi sangat efisien (105 - 107 transforman/µg) dan dapat digunakan baik pada sferoplas maupun sel – sel intact. Metode ini juga lebih sederhana, cepat serta bersifat reproduktif, namun ketika sel intact dibekukan, terjadi penurunan efisiensi dari metode tersebut (Suga & Hatakeyama, 2003). Pada metode elektroporasi, DNA asing ditransformasikan ke dalam yeast pada fase logaritmik awal. Efisiensi transformasi dipengaruhi oleh kekuatan medan listrik, strain yeast, jumlah dan kondisi sel, volume elektroporasi dan buffer yang digunakan. Protokol untuk S. cerevisiae telah dikembangkan secara ekstensif melalui optimasi beberapa kondisi untuk efisiensi maksimal transformasi. Hal ini mencakup kombinasi penggunaan lithium asetat (LiAc) dan dithiothreitol (DTT), sorbitol dan kalsium klorida sebagai agen kondisi sel yang dapat meningkatkan frekuensi transformasi yeast (Benatuil dkk., 2010).

2.4.2 Transformasi plasmid pESC-TRP pada Saccharomyces

cerevisiae Identifikasi dan karakterisasi gen yang terlibat dalam metabolisme GSH menjadikan rekayasa metabolisme sebagai upaya efektif dalam meningkatkan produksi GSH. Kandungan

Page 34: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

18

glutathion pada strain yeast wild type umumnya antara 0,1 – 1 %, dan yield glutathion pada strain overekspresi adalah antara 3-5 % berat kering sel (Musatti, 2011; Tang dkk., 2015). Rekayasa metabolisme pada jalur biosintesis glutathion telah terbukti sebagai metode efektif dalam memperbaiki produksi glutathion. Rekayasa metabolisme merupakan upaya perbaikan langsung pada sifat – sifat selular melalui modifikasi reaksi biokimia spesifik atau pengenalan sifat baru melalui teknologi DNA rekombinan serta bidang multidisipliner teknik kimia, biokimia, biologi molekular dan biologi sel, serta ilmu komputer (Yang dkk., 1998; Stephanopoulos, 1999). Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dluha (2016), gen target yang menjadi target rekayasa metabolisme adalah gen pengkode GSHI (gshI) yang menentukan biosintesis glutathion (GSH). Ketika jumlah GSH di dalam sel tinggi, maka akan terjadi mekanisme feedback inhibition pada aktivitas GSHI oleh GSH untuk mengurangi akumulasi GSH yang berlebihan (Richman & Meister, 1975). Hasil kloning gen gshI pada Eschericia coli yang dilakukan oleh Murata & Kimura (1982) telah berhasil meningkatkan aktivitas biosintesis GSH, sehingga pada penelitian ini dilakukan insersi gen gshI hasil konstruksi Dluha (2016) sebagai gen target ke dalam plasmid ekspresi vektor pESC-TRP (Gambar 5), yang selanjutnya ditransformasikan pada yeast sebagai upaya produksi glutathion. Plasmid ekspresi vektor pESC merupakan vektor seri epitope-tagging yang didesain untuk ekspresi dan analisis fungsional gen – gen eukariotik pada S. cerevisiae. Plasmid ekspresi vektor pESC-TRP memiliki dua origins of replication dan selectable marker sehingga vektor tersebut dapat berfungsi pada bakteri maupun yeast. Dua gen dapat disisipkan secara bersamaan pada plasmid ekspresi vektor ini karena terdapat dua multiple cloning site (MCS). Gen gshI yang disisipkan ke dalam vektor pESC-TRP diregulasi oleh promoter GAL1 yang diinduksi oleh keberadaan galaktosa (Agilent Tech, 2017). Promoter gen GAL pada S. cerevisiae merupakan promoter yang paling banyak. Galaktosa merupakan penginduksi utama promoter tersebut (Weinhandl dkk., 2014). Promoter GAL1 dan GAL10 secara luas digunakan pada S. cerevsiae untuk produksi protein rekombinan. Kedua promoter tersebut merupakan promoter native yang paling

Page 35: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

ketat regulasinya pada gen S. cerevisiae karena berfungsi dengan keberadaan galaktosa sekitar 1000 kali lipat dari keberadaan glukosa. Rendahnya kadar glukosa sangat penting dalam aktivasi jalur penggunaan galaktosa dalam metabolisme S. cerevisiae (DaSilva & Srikrishnan, 2012).

(Dluha, 2016)

Gambar 5. Peta plasmid ekspresi vektor pESCdisisipi gen gshI

Penelitian ini menggunakan ekstrak pepaya sebagai alternatif pengganti galaktosa yang bertujuan untuk menekan biaya produksi glutathion. Berdasarkan penelitian Dluha (2016), ekstrak pepaya yang digunakan sebagai media pertumbuhan S. cerevisiae dicampur dengan bahan lain sehingga didapatkan komposisi media kultur yang terdiri atas ekstrak yeast 1 %, kaldu daging 0,04 % (w/v) dan ekstrak pepaya 0,26 % (w/v). Gross & Acosta (1991) membuktikan bahwa buah pepaya (

19

karena hanya dapat berfungsi dengan keberadaan galaktosa sekitar 1000 kali lipat dari keberadaan glukosa. Rendahnya kadar glukosa sangat penting dalam aktivasi jalur penggunaan galaktosa dalam

(DaSilva & Srikrishnan, 2012).

(Dluha, 2016)

Gambar 5. Peta plasmid ekspresi vektor pESC-TRPyang telah

Penelitian ini menggunakan ekstrak pepaya sebagai alternatif pengganti galaktosa yang bertujuan untuk menekan biaya produksi glutathion. Berdasarkan penelitian Dluha (2016), ekstrak pepaya yang

dicampur dengan bahan lain sehingga didapatkan komposisi media kultur yang terdiri atas

1 %, kaldu daging 0,04 % (w/v) dan ekstrak pepaya 0,26 % (w/v). Gross & Acosta (1991) membuktikan bahwa buah pepaya (Carica

Page 36: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

20

papaya) memiliki kandungan galaktosa yang tinggi yaitu 28,6 gram galaktosa pada 100 gram pepaya.

Page 37: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2017 bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan, Laboratorium Biologi Molekular dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. 3.2 Preparasi Media Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae 3.2.1 Pembuatan ekstrak kaldu daging

Daging sapi ditimbang sebanyak 500 gram kemudian direbus dalam 2,5 liter aquades selama 1,5 jam. Air kaldu disaring dan dimasukkan ke dalam botol kultur. Sterilisasi dilakukan dengan autoclave pada suhu 121 ºC selama 20 menit. Air kaldu yang telah didinginkan diekstrak menggunakan freeze drying hingga diperoleh pasta ekstrak kaldu (Dluha, 2016). 3.2.2 Pembuatan ekstrak pepaya

Daging buah pepaya ditimbang sebanyak 200 g kemudian dihaluskan dalam 1 liter air menggunakan blender. Buah pepaya yang telah halus lalu disaring dan dimasukkan ke dalam botol kultur, selanjutnya didinginkan dalam freezer. Air pepaya dingin diekstrak menggunakan freeze drying hingga diperoleh ekstrak pepaya berupa padatan (Dluha, 2016). 3.3 Pembuatan Stok Albumin Ikan

Stok albumin ikan (No.Cat P140116A02 & P150415A09: VipAlbumin®) dibuat dari 12 kapsul (500 mg) yang dicampur ke dalam 120 ml aquades steril. Larutan dihomogenkan kemudian dipindah ke dalam tabung propilen dan disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm dengan suhu 25 ºC selama satu jam. Supernatan dipindah ke tabung lain kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan dan suhu yang sama selama 10 menit. Supernatan disaring menggunakan membran filter berdiameter 0,45 µm dan disimpan pada suhu -20 ºC (Dluha, 2016).

Page 38: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

22

3.4 Media dan Kondisi Kultur Saccharomyces cerevsiae wild type dan Overekspresi gshI

Sel Saccharomyces cerevsiae strain W303-1b wild type diperoleh dari Universitas Kassel, Jerman. Strain overekspresi gshI diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Dluha (2016) melalui metode transformasi elektroporasi. S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI ditumbuhkan dalam 25 ml medium cair yang terdiri atas Yeast extract 1 % (w/v) (BactoTM), ektrak kaldu daging 0,04 % (w/v) dan 0,26 % (w/v) ekstrak pepaya. Kedua strain yeast tersebut ditumbuhkan pada suhu 30 ºC dengan kecepatan 200 rpm. Albumin ditambahkan pada akhir fase logaritmik menjelang awal fase stasioner. Konsentrasi albumin ikan yang digunakan adalah 5 mg/ml (Dluha, 2016).

3.5 Kurva Standar dan Kurva Pertumbuhan Saccharomyces

cerevisiae Wild Type (WT) dan Overekspresi gshI

Pembuatan kurva standar S. cerevisiae dilakukan dengan menumbuhkan koloni S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI pada media cair yang terdiri dari yeast extract 1 % (w/v) (BactoTM), ektrak kaldu daging 0,04 % (w/v) dan 0,26 % (w/v) ekstrak pepaya. Medium cair berisi koloni diinkubasi pada suhu 30 ºC dengan kecepatan 200 rpm selama overnight. Selanjutnya kultur isolat S. cerevisiae dibagi ke dalam media baru dengan pengenceran 0:8, 1:7, 2:6, 3:5, 4:4, 5:3, 6:2, 7:1, 8:0. Masing – masing pengenceran S. cerevisiae diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm dan jumlah koloni dihitung menggunakan haemositometer. Selanjutnya dibuat kurva regresi linier antara hasil absorbansi (y) dan perhitungan jumlah koloni (x) kemudian ditentukan nilai regresi linier (r) beserta persamaan regresinya (persamaan 3). Persamaan regresi bertujuan untuk menentukan densitas sel pada pembuatan kurva pertumbuhan berdasarkan nilai absorbansi yang telah diukur (Dluha, 2016).

y = ax ± b ..............................................................................................(3)

Pembuatan kurva pertumbuhan S. cerevisiae dilakukan dengan menumbuhkan koloni S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI pada media cair yang terdiri dari Yeast extract 1 % (w/v) (BactoTM), ektrak

Page 39: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

23

kaldu daging 0,04 % (w/v) dan 0,26 % (w/v) ekstrak pepaya. Medium cair berisi koloni diinkubasi pada suhu 30 ºC dengan kecepatan 200 rpm selama 48 jam. Konsentrasi sel ditentukan melalui pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 600 nm yang dilakukan pada jam ke– 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 15, 18, 21, 24, 28, 32, 36, 40, 44 dan jam ke-48 setelah inokulasi. Kurva pertumbuhan dibuat berdasarkan nilai absorbansi OD600 (Dluha, 2016). 3.6 Pengukuran Glutathion Intraselular

Kultur S. cerevisiae dipanen berdasarkan kurva pertumbuhan, lalu diambil sebanyak 20 ml untuk disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 4000 rpm dalam suhu 25 ºC. Supernatan dibuang, pellet dicuci menggunakan aquades sebanyak dua kali. Sel diekstrak dengan 20 ml ethanol 40 % selama 2 jam dalam waterbath suhu 30 ºC. Sel disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit dalam suhu 25ºC. Kadar glutathion diukur dengan metode DTNB. Sampel berupa supernatan sebanyak 5 µl diinkubasi dengan 90 µl DTNB 0,1 mM selama dua menit dalam suhu ruang. Sampel blanko terdiri dari 10 µl ethanol 40%. Absorbansi diukur dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm menggunakan ELISA reader. Kadar glutathion dihitung berdasarkan persamaan kurva standar glutathion (Dluha, 2016).

3.7 Pengukuran Biomassa Sel, Penentuan Densitas dan Ukuran Sel

Sel diamati dan diukur panjangnya melalui titik – titik yang ditentukan menggunakan di mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran mikroskopik 400 kali. Densitas sel ditentukan melalui hasil absorbansi pada panjang gelombang 600 nm. Konsentrasi biomassa sel ditentukan melalui berat kering sel. Pellet sel hasil ekstraksi glutathion dicuci dua kali dengan 20 ml aquades steril sebanyak dua kali dan dikeringkan pada suhu 105 ºC overnight untuk menghilangkan air lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering konstan.

Page 40: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

24

3.8 Kerangka Operasional

Saccharomyces cerevisiae W303-1b wild type dan overekspresi gshI

Kurva standar

Kurva pertumbuhan

Penambahan Albumin Ikan di jam ke-24

0 mg/ml 5 mg/ml

Panen jam ke-44 dan 48

Pengukuran kadar GSH, densitas sel, biomassa dan

ukuran sel

Hasil

Kurva dan nilai regresi linier (r)

Page 41: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Wild Type dan

Overekspresi gshI

Pembuatan kurva pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui fase lag, fase logaritmik, dan fase stasioner Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI sehingga dapat digunakan untuk menentukan waktu optimal dalam penambahan albumin ikan dan waktu panen glutathion. Kurva pertumbuhan dibuat dari nilai absorbansi dan dihitung berdasarkan persamaan dari kurva standar sel. Kurva standar yang dijadikan acuan adalah kurva standar sel S. cerevisiae W303-1b wild type dan overekspresi gshI sehingga diperoleh persamaan regresi linier yang berbeda.

Gambar 6. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Wild Type. Berdasarkan kurva pertumbuhan (Gambar 6), kultur S. cerevisiae wild type berada pada fase lag di jam ke-0. Fase logaritmik awal dimulai pada jam ke-4 inkubasi. Fase logaritmik akhir menjelang fase stasioner awal dimulai pada jam ke-24 inkubasi. Puncak fase stasioner terjadi pada jam ke-36, dan fase stasioner akhir dicapai pada jam ke- 44 inkubasi. Jam ke-

0123456789

10

0 10 20 30 40 50 60

Den

sita

s se

l L

og10

(C

FU

/ml)

Waktu Inkubasi (Jam)

2 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60

Page 42: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

26

48 inkubasi merupakan awal fase death bagi kedua strain karena sama – sama terjadi penurunan densitas sel. S. cerevisiae overekspresi gshI mencapai fase logaritmik akhir menjelang fase stasioner di jam ke-24 inkubasi, puncak fase stasioner terjadi pada jam ke-36 dan fase stasioner akhir dicapai pada jam ke- 44 inkubasi (Gambar 7).

Gambar 7. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae overekspresi gshI.

Fase stasioner kedua strain yeast tersebut dimulai pada waktu inkubasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI memiliki kemampuan adaptasi yang sama dalam mengatasi stress lingkungan. Kesamaan strain yeast, kesetaraan kandungan nutrien dan kondisi lingkungan di dalam media pertumbuhan diduga berperan dalam pertumbuhan S. cerevisiae yang sama untuk kedua strain yeast tersebut. Kondisi lingkungan sangat berperan dalam menentukan aktifitas metabolik, pertumbuhan serta ketahanan hidup yeast karena baik faktor abiotik maupun biotik dapat memunculkan stress lingkungan yang membuat sel harus beradaptasi agar mampu bertahan hidup. Adaptasi tersebut memunculkan variasi mekanisme resistensi sel dalam menghadapi faktor stress (Deak, 2006). Selama fase awal logaritmik, yeast tumbuh melalui fermentasi glukosa. Ketika kandungan glukosa di dalam media menjadi terbatas, sel

01

23

45

678

910

0 10 20 30 40 50 60

Den

sita

s se

l L

og

10

(C

FU

/ml)

Waktu Inkubasi (Jam)

0 2 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60

Page 43: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

27

– sel yeast mengalami arrest growth dan terjadi perubahan sistem respirasi untuk menghasilkan energi yang dikenal sebagai diauxic shift. Diauxic shift terjadi ketika glukosa berkurang dari medium dan sel beradaptasi dengan melakukan respirasi metabolisme. Selama fase postdiauxic pertumbuhan sel masih berlanjut namun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah melalui penggunaan energi yang tersedia dari proses respirasi. Saat sel memasuki fase stasioner terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan serta akumulasi simpanan karbohidrat, glikogen, penurunan laju transkripsi dan translasi, dan peningkatan resistensi terhadap stress lingkungan (Washburne dkk., 1993; Herman, 2002). Hasil penelitian Wen dkk. (2005), menunjukkan bahwa terdapat tiga fase dalam produksi glutathion berdasarkan penggunaan ethanol yaitu fase I (0-8 jam), fase II (8-14 jam) dan fase III (14-24 jam). Pada fase I, konsentrasi ethanol mencapai titik puncak. Pada fase ini terjadi proses konsumsi glukosa dan produksi ethanol yang menyebabkan konsentrasi glukosa menurun secara bertahap. Fase II merupakan proses penggunaan ethanol sebagai sumber pertumbuhan sel dan sintesis GSH. Pada fase II, sel tumbuh lebih lambat. Fase III merupakan fase stasioner dimana glukosa dan ethanol telah dikonsumsi dan sel – sel mulai berhenti membelah. Setelah 24 jam, laju pertumbuhan sel menurun secara signifikan sehingga waktu pemberian albumin ikan yang optimal adalah pada ke-24 ketika sel mengalami fase pertumbuhan logaritmik akhir menjelang fase stasioner awal. Glutathion terakumulasi pada fase III karena kandungan glutathion di dalam sel meningkat secara kontinyu pada jam ke-22 hingga ke-24. Penambahan asam amino yang optimal adalah pada jam ke-24 karena dapat menstimulasi sintesis glutathion intraselular sehingga dapat yield glutathion yang lebih tinggi (Wen dkk., 2005; Wen dkk., 2006). 4.2 Produksi Glutathion Intraselular

Kadar glutathion intraselular pada Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI tidak menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan albumin ikan konsentrasi 5 mg/ml dengan perlakuan kontrol pada waktu inkubasi 44 dan 48 jam (Gambar 8). Rata – rata kadar glutathion pada S. cerevisiae wild type yang diperoleh dari kedua waktu panen tersebut antara 1,5 – 2 mg/L yang setara dengan 4 – 6 µM. Rata – rata kadar glutathion pada strain overekspresi gshI dari kedua waktu panen antara 1,6 – 2,5 mg/L yang setara dengan 5 – 8 µM.

Page 44: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

28

Pada strain wild type, kadar glutathion untuk perlakuan kontrol tanpa albumin ikan naik 17,83 % dari 1,509 mg/L pada jam ke- 44 menjadi 1,778 mg/L pada jam ke- 48. Kadar glutathion overekspresi gshI mengalami penurunan sebesar 45,28 % pada inkubasi 48 jam, yaitu dari 2,357 mg/L menjadi 1,623 mg/L. Setelah penambahan albumin ikan dengan konsentrasi 5 mg/ml, kadar glutathion strain wild type penurunan sebesar 30,3 % pada inkubasi jam ke-48 yaitu dari 1,96 mg/L menjadi 1,47 mg/L. Kadar glutathion overekspresi gshI mengalami peningkatan sebesar 35,95 % pada inkubasi jam ke-48 dari 1,87 mg/L menjadi 2,54 mg/L. Kadar glutation tertinggi secara berturut – turut dihasilkan oleh S.cerevisae overekspresi gshI pada perlakuan kontrol dengan waktu inkubasi 44 jam sebesar 2,35 mg/L atau setara dengan 7,67 µM dan pada perlakuan albumin ikan dengan inkubasi 48 jam, yaitu sebesar 2,54 mg/L atau setara dengan 8,73 µM.

Gambar 8. Produksi glutathion pada Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI. Kadar glutathion diukur dengan metode DTNB. Data diperoleh dari rata – rata ± SD pada masing – masing perlakuan.

0.00.5

1.01.52.02.53.03.54.04.5

44 jam 48 jam 44 jam 48 jam

0 mg/ml 5 mg/ml

Ka

da

r G

luta

thio

n (

mg/

L)

Wild type

Overekspresi gshI

Waktu Inkubasi

(jam)

Konsentrasi

Albumin Ikan

(mg/ml)

Page 45: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

29

Penambahan albumin ikan pada penelitian ini didasarkan pada konsentrasi asam amino yang digunakan oleh Wen dkk. (2005) yaitu 10 mM glutamat, 18 mM glisin, dan 3,35 mM sistein yang telah disesuaikan konsentrasinya dengan kandungan asam amino pada albumin ikan (Lampiran 4). Albumin ikan yang ditambahkan ke dalam media mengandung asam glutamat, sistein dan glisin yang dibutuhkan dalam biosintesis glutathion (Tabel 1). Hasil penelitian Liang dkk.(2008) menunjukkan bahwa sistein, asam glutamat dan glisin merupakan tiga asam amino prekursor yang penting untuk meningkatkan kandungan GSH intraselular pada S. cerevisiae. Sistein merupakan asam amino yang paling penting karena dapat meningkatkan kandungan glutathion intraselular, namun secara bersamaan juga dapat menghambat pertumbuhan sel. Penambahan kombinasi asam amino merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan kandungan glutahtion intraselular tanpa menghambat pertumbuhan sel (Wen dkk., 2004). Hasil penelitian Liang dkk. (2008) menunjukkan bahwa penambahan 2 mmol/L sistein pada jam ke-10 setelah penanaman menghasilkan yield GSH maksimum 140 mg/L, dengan peningkatan sebesar 36 % dibandingakan dengan yield GSH kontrol. Wen dkk. (2005) berhasil meningkatkan kandungan GSH secara kontinyu menjadi 1,67 % setelah penambahan komposisi asam amino optimum (10 mM asam glutamat, 18 mM glisin, dan 3,35 mM sistein) pada jam ke-12. Waktu pemanenan pada jam ke-48 menghasilkan yield glutathion sebesar 146.6 mg/L. Kadar glutathion yang diperoleh dari penelitian ini termasuk rendah, namun apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dluha (2016), kadar glutathion strain overekspresi gshI pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dengan rata – rata konsentrasi yang mencapai 1,6 – 2,5 mg/L atau setara dengan 5 – 8 µM. Kadar glutathion strain overekspresi gshI pada penelitian Dluha memiliki rata – rata konsentrasi sebesar 1 mg/L atau setara dengan 2 – 4 µM. Penambahan albumin ikan dengan konsentrasi 5 mg/ml pada penelitian tersebut terbukti dapat meningkatkan kadar glutahtion S. cerevisiae sebesar 36,36 % dibandingkan perlakuan kontrol. Kadar glutathion pada perlakuan albumin ikan dalam penelitian ini hanya meningkat sebesar 7,38 % dibandingkan perlakuan kontrol. Perbedaan waktu pemanenan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya berdampak pada peningkatan kadar glutathion yang jauh lebih rendah. Hal ini dikarenakan akumulasi glutathion secara optimal terjadi fase III (14-24 jam inkubasi) (Wen dkk., 2005).

Page 46: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

30

Rendahnya kadar glutathion diduga karena komposisi media yang digunakan dalam penelitian ini masih belum optimum dalam meningkatkan produksi glutathion S. cerevisiae sehingga sumber karbon dan nitrogen tambahan, garam inorganik, serta vitamin perlu ditambahkan ke dalam media agar memacu pertumbuhan dan akumulasi produk metabolik di dalam sel (Zhang dkk., 2007). Selain itu konsentrasi ethanol di dalam media pertumbuhan yang berasal dari proses fermentasi juga mempengaruhi yield glutathion. Konsentrasi ethanol yang rendah sangat menguntungkan dalam akumulasi glutathion pada yeast karena konsentrasi ethanol yang tinggi dapat menghambat produksi glutathion (Wen dkk., 2006). Tidak adanya perbedaan signifikan pada kadar glutathion S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain selisih waktu panen yang relatif sedikit sehingga sel masih dalam fase pertumbuhan yang sama, terjadinya feedback inhibition yang menyebabkan dipecahnya glutathion menjadi asam amino, serta homeostasis sel yang menyebabkan berkurangnya produksi glutathion oleh sel. Laju pertumbuhan sel, transkripsi dan translasi sel mengalami penurunan pada fase stasioner. Sel juga mengakumulasi simpanan karbohidrat dan glikogen, serta mengalami peningkatan resistensi terhadap stress lingkungan (Washburne dkk., 1993; Herman, 2002). Penurunan produksi glutathion intraselular dihubungkan oleh beberapa faktor yang mencakup degradasi, konjugasi, oksidasi, efflux atau ekskresi, dan penurunan laju sintesis. Sel - sel S. cerevisiae yang terdisrupsi untuk biosintesis glutathion menunjukkan penurunan toleransi terhadap jangkauan luas stress lingkungan karena laju apoptosis yang tinggi pada sel – sel parental. Glutathion berperan penting dalam memperlambat proses penuaan sel S. cerevisiae melalui peningkatan oksigen di lingkungan. Penggunaan atau degradasi glutathion diperlukan untuk kompartementalisasi dan pemecahan γ-glutamil linkage melalui mekanisme spesifik γ-glutamiltranspeptidase sehingga kadar glutathion sel dapat terkontrol (Perrone dkk., 2005). Kontrol produksi GSH intraselular yang berlebihan dilakukan melalui feedback inhibition oleh GSHI (γ – glutamilsistein sintetase) sehingga glutathion dapat dipecah kembali menjadi asam amino prekursor. Gugus γ – glutamil dan sulfihidril dari GSH berperan sangat penting pada feedback inhibition oleh GSHI (Richman & Meister, 1975; Bacchawat dkk., 2009).

Page 47: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

31

Feedback inhibition dari γ-glutamilsistein sintetase oleh GSH dapat dicegah secara parsial oleh glutamat yang memblokir regulatory site pada enzim. Penghambatan GSH sintetase menyebabkan akumulasi γ-glutamilsistein, yang dikonversi oleh γ-glutamilsiklotrasferase menjadi sistein dan oxoprolin. Oxoprolin dikonversi menjadi asam glutamat melalui reaksi 5-oxoprolinase (Deneke & Fanburg, 1989). 4.3 Biomassa Saccharomyces cerevisiae

Biomassa sel S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI tidak terdapat perbedaan signifikan antara perlakuan albumin ikan dan perlakuan kontrol dengan waktu inkubasi 44 dan 48 jam (Gambar 9). Pada strain wild type, biomassa sel untuk perlakuan kontrol adalah sebesar 27,67 g/L pada inkubasi 44 jam dan 15,67 g/L pada inkubasi 48 jam. Biomassa sel overekspresi gshI pada perlakuan kontrol dengan inkubasi 44 jam adalah sebesar 13,33 g/L dan terjadi penurunan sebesar 48,15 % di jam ke-48 menjadi 9 g/L. Penurunan biomassa sel pada overekspresi gshI lebih kecil dibandingkan dengan strain wild type yang mengalami penurunan sebesar 76,6 % di jam ke-48. Penambahan albumin ikan dengan konsentrasi 5 mg/ml menghasilkan biomassa sel wild type sebesar 17,67 g/L pada waktu inkubasi 44 jam dan 24,33 g/L pada waktu inkubasi 48 jam. Biomassa sel S. cerevisiae overekspresi gshI pada inkubasi 44 jam adalah sebesar 13,67 g/L dan mengalami kenaikan sebesar 7,32 % pada jam ke- 48 menjadi 14,67 g/L. Kenaikan biomassa sel pada overekspresi gshI lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan biomassa sel pada strain wild type yang mencapai 37,74 %. Biomassa sel tertinggi secara berturut – turut dihasilkan oleh S. cerevisae wild type pada perlakuan kontrol dengan inkubasi 44 jam dan pada perlakuan albumin ikan dengan inkubasi 48 jam, yaitu sebesar 27,67 g/L dan 24,33 g/L. Total biomassa sel pada waktu inkubasi 44 jam adalah 45,33 g/L pada strain wild type dan 27 g/L untuk overekspresi gshI. Penurunan total biomassa yang terjadi pada strain wild type dan overekspresi gshI dalam inkubasi 48 jam yaitu sebesar 13,33 % dan 14,08 %. Biomassa sel S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI yang diperoleh dari penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Wen dkk. (2006) menunjukkan bahwa biomassa sel setelah jam ke– 48 mencapai 38,4 g/L. Yield maksimum biomassa sel adalah sebesar 96,25 g/L pada jam ke- 47. Hal ini diduga

Page 48: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

32

karena selisih waktu panen yang relatif sedikit sehingga sel masih dalam fase pertumbuhan yang sama, yaitu pada fase stasioner akhir. Menurut Wen dkk.(2005), kandungan glukosa dan ethanol telah dikonsumsi pada fase III tersebut dan sel – sel mulai berhenti membelah.

Gambar 9. Biomassa pada Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI. Data diperoleh dari rata – rata ± SD pada masing – masing perlakuan.

Kesetaraan kandungan media pertumbuhan juga berpengaruh pada kemampuan metabolisme kedua strain yang sama. Selama fase awal logaritmik, yeast tumbuh melalui fermentasi glukosa. Ketika kandungan glukosa di dalam media menjadi terbatas terjadi diauxic shift yang bertujuan agar sel beradaptasi melalui respirasi metabolisme. Selama fase post diauxic pertumbuhan sel masih berlanjut namun dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah melalui penggunaan energi yang tersedia dari proses respirasi (Herman, 2002). Keberadaan oksigen selama proses fermentasi menyebabkan yeast mengoksidasi ethanol yang berasal dari fermentasi alkohol saat kandungan sukrosa berkurang sehingga memicu perubahan metabolisme dari fermentasi menjadi respirasi dan mengurangi

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

44 jam 48 jam 44 jam 48 jam

0 mg/ml 5 mg/ml

Ber

at k

erin

g S

el (

g/L

)

Wild type

Overekspresi gshI

Waktu Inkubasi

(jam)

Konsentrasi

Albumin Ikan

(mg/ml)

Page 49: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

33

0

2

4

6

8

10

12

44 jam 48 jam 44 jam 48 jam

0 mg/L 5 mg/L

Den

sita

s se

l lo

g1

0 (

CF

U/m

l)

Wild type

Overekspresi gshI

kandungan ethanol dari media. Ketika kandungan ethanol menurun, sel mengurangi konsumsi ethanol dari media pertumbuhan sehingga menyebabkan penurunan yield biomassa. Kondisi pertumbuhan optimum dengan oksigen terlarut bersifat esensial untuk meningkatkan yield biomassa sel sehingga diperlukan media dengan kandungan oksigen terlarut yang cukup (Gómez-Pasteur dkk., 2011). Namun konsentrasi ethanol yang terlalu tinggi berdasarkan penelitian Wen dkk. (2004) memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan sel dan produksi glutathion yang menyebabkan turunnya densitas sel sehingga konsentrasi ethanol harus dikontrol pada kadar yang rendah untuk memperoleh densitas sel yang tinggi sehingga kadar glutathion dan biomassa dapat meningkat secara kontinyu.

Gambar 10. Densitas sel Saccharomyces cerevisiae strain wild type dan overekspresi gshI. Data diperoleh dari rata – rata ± SD pada masing – masing perlakuan.

Tidak terdapat perbedaan signifikan pada densitas sel S.cerevisiae wild type dan overekspresi gshI antara perlakuan albumin ikan dan perlakuan kontrol dengan masing – masing waktu inkubasi 44 dan 48 jam (Gambar

Waktu

Inkubasi (jam)

Konsentrasi

Albumin Ikan

(mg/ml)

Page 50: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

34

10). Densitas S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI stabil pada 8,4 – 10 CFU/ml. Densitas S. cerevisiae wild type untuk perlakuan kontrol tanpa albumin ikan meningkat dari 9,34 CFU/ml menjadi 9,4 CFU/ml pada waktu inkubasi 48 jam. Densitas sel S. cerevisiae overekspresi gshI menurun pada inkubasi 48 jam dari 9,18 CFU/ml menjadi 8,47 CFU/ml. Pada penambahan albumin ikan konsentrasi 5 mg/ml, densitas sel overekspresi gshI meningkat dari 8,36 CFU/ml menjadi 9,57 CFU/ml pada jam ke-48. Densitas sel S. cerevisiae wild type menurun dari 9,52 CFU/ml menjadi 9,24 CFU/ml pada jam ke-48. Konsentrasi glutathion dan biomassa yang selisihnya relatif tinggi dalam tiap perlakuan diduga berkaitan dengan nilai absorbansi yang didapatkan dari pengukuran OD600 untuk kurva pertumbuhan. Nilai absorbansi tersebut dijadikan acuan dalam produksi glutathion. Rentang nilai absorbansi kultur awal (jam ke-0) yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,6 – 0,65. Nilai tersebut cukup tinggi untuk dipakai sebagai kultur awal sehingga menyebabkan tingginya densitas sel di jam ke-0. Hal tersebut berdampak pada kenaikan densitas sel menuju fase logaritmik menjadi tidak signifikan. Oleh sebab itu densitas kultur starter awal harus diatur agar nilainya rendah sehingga kenaikan densitas sel di fase logaritmik dapat berlangsung secara signifikan. Selain itu kesamaan nilai absorbansi dari pengukuran OD600 disetiap ulangan sangat penting untuk memperoleh hasil yang lebih presisi. Selisih nilai absorbansi pada penelitian ini masih cukup tinggi sehingga menyebabkan adanya selisih yang cukup besar pada hasil pengukuran kadar glutathion dan biomassa sel. 4.4 Ukuran Sel Saccharomyces cerevisiae

Ukuran sel S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI antara perlakuan albumin ikan konsentrasi 5 mg/ml dan perlakuan kontrol dengan masing – masing waktu inkubasi 44 dan 48 jam tidak menunjukkan beda nyata. Diameter sel S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI yang diukur menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX51 di penelitian ini antara 5 – 6 µm (Tabel 3). Morfologi sel S. cerevisiae W303-1b wild type dan overekspresi gshI pada penelitian ini adalah sama, yaitu sel berbentuk bulat hingga oval dengan koloni yang datar serta permukaan yang halus. Sel S. cerevisiae yang diamati pada perbesaran 400x terdiri atas sel tunggal maupun sel yang membentuk koloni setelah proses budding (Gambar 10). Pada umumnya S. cerevisiae

Page 51: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

35

berbentuk ellipsoid atau lonjong dengan diameter besar 5 – 10 µm dan diameter kecil antara 1 – 7 µm dan koloninya datar, permukaan halus, lembab, mengkilap atau dull, dan berwarna krem (Walker, 2012; Kovacevic, 2015). Tabel 2. Ukuran sel S. cerevisiae wild type dan overekspresi gshI. Data

diperoleh dari rata – rata ± SD pada masing – masing perlakuan.

Konsentrasi albumin (mg/ml)

Waktu (Jam)

Wild Type Overekspresi

R (µm) R (µm)

0 mg/L 44 6,34 ± 1,9 6,19 ± 1,1 48 5,35 ± 0,77 5,06 ± 1,02

5 mg/L 44 6,09 ± 0,91 6,43 ± 0,39 48 6,14 ± 1,3 5,84 ± 1,57

Penyesuaian permukaan sel terhadap rasio volume merupakan suatu

bentuk adaptasi pada organisme uniselular terhadap kondisi lingkungan dengan proses transpor yang terbatas. Ukuran sel menjadi sifat selektif yang penting dalam mekanisme bertahan hidup dalam lingkungan dengan sumber nutrien yang terbatas. Ukuran sel juga mempengaruhi arsitektur internal selular pada S. cerevisiae (Turner dkk., 2012). Ukuran buds cell proporsional terhadap laju pertumbuhan. Variasi ukuran sel pada pembelahan budding diregulasi oleh respon sel terhadap perbedaan kondisi lingkungan karena ukuran sel yang sangat kecil dapat diakibatkan oleh kurangnya sumber nitrogen di dalam media. Media pertumbuhan yang mendukung bagi laju pertumbuhan sel yang tinggi sangat dibutuhkan agar sel dapat mencapai ukuran lebih besar ketika proses budding berlangsung (Johnston dkk., 1979).

Page 52: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

36

Gambar 11. Bentuk sel Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi

gshI. Keterangan: bentuk sel diamati di bawah mikroskop perbesaran 400x. A:

Wild type tanpa albumin ikan jam ke-44, B: Wild type tanpa albumin ikan jam ke-48,

C: Wild type dengan albumin ikan 5 mg/ml jam ke-44, D: Wild type dengan albumin

ikan 5 mg/ml jam ke-48, E: Overekspresi gshI tanpa albumin ikan jam ke-44, F:

Overekspresi gshI tanpa albumin ikan jam ke-48, G: Overekspresi gshI dengan

albumin ikan 5 mg/ml jam ke-44, H: Overekspresi gshI dengan albumin ikan 5

mg/ml jam ke-44.

A B

C D

E 30 µm

F

G H

Page 53: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar glutathion, biomassa sel, densitas sel, dan ukuran sel Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI antara perlakuan kontrol dan perlakuan albumin ikan yang masing – masing dipanen pada jam ke-44 dan jam ke-48 inkubasi.

2. Rata – rata kadar glutathion kedua strain stabil pada 1,5 – 2,5 mg/L. Total biomassa kedua strain menurun di jam ke-48 inkubasi yaitu sebesar 13,33 % pada strain wild type dan 14,08 % pada strain overekspresi gshI.

3. Densitas Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI stabil pada 8,4 – 10 CFU/ml.

4. Panjang sel Saccharomyces cerevisiae wild type dan overekspresi gshI setara pada tiap perlakuan, yaitu antara 5 – 6 µm.

5.2 Saran

Kesamaan nilai absorbansi dari pengukuran OD600 disetiap ulangan sangat penting untuk memperoleh hasil yang presisi. Absorbansi kultur starter yeast kurva pertumbuhan pada penelitian ini masih tinggi oleh sebab itu densitas kultur starter awal harus diatur agar nilainya rendah sehingga kenaikan densitas sel di fase logaritmik dapat berlangsung secara signifikan. Pemanenan sel sebaiknya dilakukan dalam rentang waktu jam ke- 14 hingga jam ke- 24 fermentasi yang dikombinasikan dengan penambahan albumin ikan sebesar 5 mg/ml pada jam ke-12 setelah penanaman sesuai dengan fase pertumbuhan yeast dengan akumulasi glutathion tertinggi. Pengecekan overekspresi gen gshI secara kualitatif melalui native-PAGE juga diperlukan untuk melihat pengaruh penambahan albumin ikan dan waktu pemanenan terhadap aktivitas enzim GSHI Saccharomyces cerevisiae W303-1b.

Page 54: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

37

DAFTAR PUSTAKA

Agilent Tech. 2017. pESC yeast epitope tagging vectors: instruction manual. Agilent Technologies, Inc. https://www.agilent.com. Diakses 14 Maret 2017.

Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter, P. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th Edition. Garland Science. New York.

Alfafara, C.G, Kanda, A., Shioi, T., Shimizu, H., Shioya, S., & Suga, K. 1992. Effect of amino acids on glutathione production by Saccharomyces cerevisiae. Applied Microbiology and Biotechnology. 36:538–540.

Anderson, M.E. 1998. Glutathione: an overview of biosynthesis and modulation. Chemico-Biological Interactions. 111:1–14.

Aoyama, K. & Nakaki, T. 2015. Glutathione in cellular redox homeostasis: association with the excitatory amino acid carrier 1 (EAAC1). Molecules. 20: 8742-8758.

Bacchawat, A. K., Ganguli, D., Kaur, J., Kasturia, N., Thakur, A., Kaur, H., Kumar, & A.,Yadav, A. 2009. Glutathione production in yeast.Dalam T. Satyanarayana dan G. Kunze (Ed.). Yeast Biotechnology: Diversity and Applications. Springer. India. Hal.259-278.

Benatuil, L., Perez, J. M., Belk, J., & Hsieh, C. M. 2010. An improved yeast transformation method for the generation of very large human antibody libraries. Protein Engineering, Design & Selection. 23 (4): 155– 159 doi:10.1093/protein/gzq002

Beran, V., Havelkova, M., Kaustova, J., Dvorska, L., & Pavlik, I. 2006. Cell wall deficient forms of mycobacteria: a review. Veterinarni Medicina. 51 (7): 365–389.

Da Silva, N.A. & Srikrishnan, S. 2012. Introduction and expression of genes for metabolic engineering applications in Saccharomyces cerevisiae. Federation of European Microbiological Societies Yeast Research. 12 (2): 197 – 214.

Deak, Tibor. 2006. Enviromental factors influencing yeasts. Dalam G. Péter dan C. Rosa (Ed.). Biodiversity and Ecophysiology of Yeast. Springer. Berlin. Hal.155-156.

Deneke, S.M. & Fanburg, B. L. 1989. Regulation of cellular glutathione. The American Physiological Society: 163-173.

Page 55: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

38

Dickinson, D. A., & Forman, H. J. 2002. Cellular glutathione and thiols metabolism. Biochemical Pharmacology. 64: 1019 – 1026.

Dluha, N. Upaya Produksi Glutathion Melalui Insersi Gen gshI dan Stimulasi Albumin Ikan pada Saccharomyces cerevisiae. Universitas Brawijaya. Malang. Tesis.

Ganguli, D., Kumar, C., & Bacchawat, A.K. 2007. The alternative pathway of glutathione degradation is mediated by a novel protein complex involving three new genes in Saccharomyces cerevisiae. Genetics. 175:1137–1151.

Gietz, R.D., & Woods, R. A. 2001. Genetic transformation of yeast. BioTechniques. 30:816-831

Gómez-Pastor, R., Pérez-Torrado, R., & Matallana, E. 2011. Recent advances in yeast biomass production. Dalam Darko Matovic (Ed.). Biomass – detection, production and usage. InTechOpen Publisher. Kroasia.

Gross, K.C., & Acosta, P.B. 1991. Fruits and vegetables are a source of galactose: implications in planning the diets of patients with galactosaemia. Journal of Inherited Metabolic Disease. 14: 253-258.

Herman, P.K. 2002. Stationary phase in yeast. Current Opinion in Microbiology. 5: 602–607.

Jack, D. 2015. Glutathione: Dr. Jack details the efficacy and clinical uses of the glutathione antioxidant. Aesthetics Journals. Online.Vol 2. No.(10). https://aestheticsjournal.com/feature/glutathion. Diakses 14 Maret 2017.

Johnston, G.C., Erhardt, C., W., Lorincz, A., & Carter, B.L.A. 1979. Regulation of cell size in Saccharomyces cerevisiae. Journal of Bacteriology. 137 (1): 1-5.

Kawai, S., Hashimoto, W., & Murata, K.. 2010. Transformation of Saccharomyces cerevisiae and other fungi methods and possible underlying mechanism. Bioengineered Bugs. 1(6): 395-403.

Kovačević, Marina. 2015. Morphological and physiological characteristics of the yeast Saccharomyces cerevisiae cells differing in the life span. University of Zagreb. Zagreb. Thesis.

Li, Y., Wei, G., & Chen, J. 2004. Glutathione: a review on biotechnological production. Applied Microbiology and Biotechnology. 66: 233–242.

Page 56: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

39

Liang, G., Liao, X., Du, G., & Chen, J.. 2008. Optimization of Amino Acids Addition for Efficient Production of Glutathione in Candida utilis. Biochemical Engineering Journal. 41: 234–240.

Liang, G., Wang, B., Xie, J., & Mo, Y.. 2009. Novel pH control strategy for glutathione overproduction in batch cultivation of Candida utilis. African Journal of Biotechnology. 8 (22):6337-6345.

Liang, G., Liao, X., Du, G., & Chen, J. 2012. Elevated glutathione production by adding precursor amino acids coupled with ATP in high cell density cultivation of Candida utilis. Journal of Applied Microbiology. 105:1432–1440.

Lu, S. C. 2000 Regulation of glutathione synthesis. Current Topics in Cellular Regulation. 36: 95–116.

Lu, S. C. 2009. Regulation of glutathione synthesis. Molecular Aspects of Medicine. 30 (1-2): 42–59.

Lu, S. C. 2012. Glutathione synthesis. Biochimica et Biophysica Acta. 1830 (5): 3143–3153.

Lushchak, V. I. 2012. Glutathione homeostasis and functions: potential targets for medical interventions. Journal of Amino Acids. 2012: 1 – 26. doi:10.1155/2012/736837

Medgagdet. 2017. Glutathione Market Sales Growth Opportunities by Regions, Type & Application; Trend Forecast by 2022. http://www.medgadget.com/2017/03/glutathione-market-sales-growth-opportunities-by-regions-type-application-trend-forecast-by-2022.html. Diakses pada 14 Maret 2017.

Meister, A., & Anderson, M. E. 1983. glutathione. Annual Review of Biochemistry. 52: 711–60.

Murata, K., Tani, K., Kato, J., & Chibata, I.. 1981. Glycolytic pathway as an ATP generation system and its application to the production of glutathione and NADP. Enzyme and Microbial Technology. 3: 233-242.

Muratta, K., & Kimura, A.. 1982. Cloning of a gene responsible for the biosynthesis of glutathione in Escherichia coli B. Applied and Enviromental Microbiology. 44(6):1444-1448.

Musatti, A. 2011. Enhanchement of Saccharomyces cerevisiae Glutathione and Micromutrients Content for Nutraceutical Applications. Università Degli Studi Di Milano. Milan. Disertasi.

Mustafa, A., Widodo, M.A., & Kristianto, Y. 2012. Albumin and zinc content of snakehead fish (Channa striata) extract and its role in

Page 57: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

40

health. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE). 1(2): 1-8.

Navarro, J., Obrador, E., Carretero, J., Petschen, I., Avino, J., & Perez, P. 1999. Changes in glutathione status and the antioxidant system in blood and in cancer cells associate with tumour growth in vivo. Free Radical Biology and Medicine. 26: 410-418.

Nevoigt, E. 2008. Progress in Metabolic Engineering of Saccharomyces cerevisiae. Microbiology and Molecular Biology Reviews 72 (3): 379–412.

O’Kennedy, K. & Reid, G. 2008. Yeast nutrient management in wine making. Grapegrow and Winemak. New Zealand.

Ohtake,Y., Watanabe, K., Tezuka, H., Ogata, T., Yabuuchi, S., Murata, K.,& Kimura, A.1988. The expression of the y-glutamylcysteine synthetase gene of Escherichia coli B in Saccharomyces cerevisiae. Agricultural and Biological Chemistry. 52 (2):2753-2762.

Panda, H. 2011. The complete book on wine production. NPCS. New Delhi.

Perrone, G.G., Grant, C.M., & Dawes, I. 2005. Genetic and environmental factors influencing glutathione homeostasis in Saccharomyces cerevisiae. Molecular Biology of the Cell.16: 218 – 230.

Richman, P.G. & Meister, A. 1975. Regulation of gamma-glutamyl–cysteine synthetase by nonallosteric feedback inhibition by glutathione. J Biol Chem. 250:1422–6.

Stahl, G., Salem, S.N., Ben, C., Lifeng, Z., Bing, F. & Philip, J. 2004. translational accuracy during exponential, postdiauxic, and stationary growth phases in Saccharomyces cerevisiae. Eukaryotic Cell. 3 (2): 331 – 338.

Stephanopoulos, G. 1999. Metabolic fluxes and metabolic engineering, Metabolic Engineering. 1:1-11.

Struhl, K., Stinchcomb, D.T., Scherer, S., & Davis, R.W. 1979. High-frequency transformation of yeast: autonomous replication of hybrid DNA molecules. Proceedings of the National Academy of Sciences. 76: 1035-1039.

Suga, M., Isobe, M., & Hatakeyama, T.. 2000. Cryopreservation of competent intact yeast cells for efficient electroporation. Yeast. 16: 889-896.

Page 58: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

41

Suga, M., & Hatakeyama,T.. 2003. High-efficiency electroporation by freezing intact yeast cells with addition of calcium. Current Genetics. 43: 206–211

Tang, L., Wag, W., Zhou, W., Cheng, K., Yang, Y., Liu, M., Cheng, K., & Wang, W. 2015. Three-pathway combination for glutathione biosynthesis in Saccharomyces cerevisiae. Microbial Cell Factories. 14 (139): 1-12

Turner, J.J., Ewald, J.C., & Skotheim, J.M. 2012. Cell size control in yeast. Curr Biol. 22 (9): 350–359.

Walker, G.M. 2012. Yeasts. Dalam M. Schaechter (Ed.). Eukaryotic Microbes. Elsevier Academic Press. Oxford.

Washburne, M.W., Braun, E., Johnston, G.C. & Singer, R. A. 1993. Stationary phase in the yeast Saccharomyces cerevisiae. MICROBIOLOGICAL REVIEWS. 5 (2): 383-40.

Watanabe, F., Hashizume, E., Chan, G. P., & Kamimura, A. 2014. Skin-whitening and skin-condition-improving effects of topical oxidized glutathione: a double blind and placebo – controlled clinical trial in healthy women. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 7:267–274

Weinhandl, K., Winkler, M., Glieder, A., & Camattari, A. 2014. Carbon source dependent promoters in yeasts. Microbial Cell Factories. 13(5): 1 – 17

Wen, S., Zhang, T., & Tan, T. 2004. Utilization of amino acids to enhance glutathione production in Saccharomyces cerevisiae. Enzyme and Microbial Technology. 35: 501–507

Wen, S., Zhang, T., & Tianwei, T. 2005. Optimization of the amino acid composition in glutathione fermentation. Process Biochemistry. 40: 3474–3479

Wen, S., Zhang, T., & Tianwei, T. 2006. Maximizing production of glutathione by amino acid modulation and high-cell-density fed-batch culture of Saccharomyces cerevisiae. Process Biochemistry. 41: 2424–2428

Wu, G, Fang, Y.Z., Yang, S., Lupton, J. R., & Turner, N. D. 2004. Glutathione metabolism and its implications for health. Journal of Nutrition. 134:489-492

Yang, Y.T., Bennet, G. N., & San, K.Y. 1999. Genetic and Metabolic Engineering. EJB Electronic Journal of Biotechnology. Online.Vol.1 No.(3). http://www.ejb.org.Diakses 14 Maret 2017.

Page 59: PENGARUH WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI …repository.ub.ac.id/3836/1/Melati Fitriana.pdf · penentuan ukuran sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

42

Zhang, T., Wen, S., &Tan, T. 2007. Optimization of the medium for glutathione production in Saccharomyces cerevisiae. Process Biochemistry. 42: 454 – 458.

Zhang, T., Lei, J., Yang, H., Xu, K., Wang, R.,& Zhang, Z. 2011. An improved method for whole protein extraction from yeast Saccharomyces cerevisiae. Yeast. 28: 795–798

Zang, J., Quan, C., Wang, C., Wu, H., Li, Z., &Ye, Qin. 2016. Systematic manipulation of glutathione metabolism in Escherichia coli for improved glutathione production. Microbial Cell Factories. 15(38): 1-12 DOI 10.1186/s12934-016-0439-1.