pengaruh tingkat sterilitas pada proses … · penerapan teknologi dalam ... penelitian ini diawali...

86
PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES PENGALENGAN TERHADAP SIFAT FISIK GUDEG YANG DIHASILKAN SKRIPSI Oleh: ANNA AMANIA KHUSNAYAINI F24062130 2011 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: dohanh

Post on 17-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES PENGALENGAN

TERHADAP SIFAT FISIK GUDEG YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

Oleh:

ANNA AMANIA KHUSNAYAINI

F24062130

2011

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

EFFECT OF STERILIZATION LEVEL IN CANNING PROCESS

TO PHYSICAL PROPERTIES OF GUDEG PRODUCT

Anna Amania Khusnayaini1, Purwiyatno Hariyadi

1,2, Eko Hari Purnomo

1,2

1Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor

Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center

Jl. Puspa Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Phone 62 857 1168 1801, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Gudeg is a traditional food of Yogyakarta and Central Java, Indonesia, made from boiled

young jack fruit with spices, palm sugar, and coconut milk. Canning process at high temperature

(above 1000C) can extend shelf life gudeg and shorten cooking process which takes a long time (up to

12 hours). Appropriate design of a thermal process is required to provide the required preservation,

with the least amount of damage to the organoleptic and nutritional quality of the product. The aim of

this research is to obtain the effect of F0 values (4, 12, 20, and 28 min) in sterilization of gudeg to its

physical properties. The result shows that treatment of temperature 111, 116, and 1210C at same F0

value has no significant difference in color and texture changing. Based on hedonic test, the most

favorite sample is gudeg which is processed at 1210C for 57.1 min (F0=20 min). This product has

nutritious content: 75.40% water, 1.55% ash, 5.68% fat, 0.83% protein, 16.54% carbohydrate, 1.97%

fiber, and 120.60 Kcal energy. Product has pH 5.68 and aw 0.934 (included potentially hazardous

food), then commercial sterility in canning process is appropriate heat treatment.

Keywords: gudeg, canning, sterilization, texture, color

Page 3: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

Anna Amania Khusnayaini. F24062130. Pengaruh Tingkat Sterilitas pada Proses Pengalengan

Terhadap Sifat Fisik Gudeg yang Dihasilkan. Di bawah bimbingan Purwiyatno Hariyadi dan Eko

Hari Purnomo. 2011

RINGKASAN

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.56 juta jiwa

mengindikasikan besarnya kebutuhan pangan. Di dalam GBHN 1999-2004 ditekankan perlunya

pengembangan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada budaya lokal (termasuk pangan

tradisional). Potensi pangan tradisional Indonesia perlu dikembangkan untuk mendukung ketahanan

pangan, salah satunya adalah gudeg yang merupakan makanan tradisional daerah Yogyakarta dan

Jawa Tengah.

Penerapan teknologi dalam pengembangan pangan tradisional dapat meningkatkan mutu dan

keamanan produk. Aplikasi pengalengan dengan suhu tinggi (di atas 1000C) dapat memperpanjang

umur simpan gudeg dapat mempersingkat waktu pemasakan, yang biasanya mencapai lebih dari 12

jam, dengan tetap mempertahankan mutu produk. Kecukupan proses pada pengalengan sangat

dipengaruhi oleh tingkat sterilitas (F0) yang diterima oleh bahan yang dikalengkan. Oleh karena itu,

rancangan kombinasi waktu dan suhu proses yang tepat diperlukan untuk dapat memenuhi kriteria

keamanan pangan dan meminimalisasi kerusakan mutu yang mungkin terjadi.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh tingkat sterilitas pada

berbagai kombinasi suhu dan waktu proses terhadap mutu fisik gudeg dalam kaleng. Adapun tujuan

khusus penelitian ini antara lain 1) menghasilkan produk gudeg dalam kaleng dengan karakteristik

organoleptik yang dapat diterima, 2) menentukan pengaruh kombinasi suhu dan waktu proses

terhadap warna dan tekstur gudeg dalam kaleng, dan 3) menentukan desain proses termal yang

optimum untuk menjamin keamanan dan mutu produk.

Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji

formulasi, uji penetrasi panas, dan desain proses. Selanjutnya, penelitian utama terdiri atas tahap

pengalengan dan analisis produk. Analisis yang dilakukan terdiri atas analisis fisik, analisis

organoleptik, dan analisis kimia. Analisis fisik meliputi analisis warna dan tekstur, sedangkan analisis

kimia meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, pH, dan aktivitas air.

Analisis organoleptik menggunakan uji rating hedonik.

Bahan baku utama gudeg dalam kaleng terdiri atas 49.75% nangka muda, 9.95% daging,

23.23% santan, 9.95% gula merah, 2.99% bawang merah, 2.99% bawang putih, 0.15% ketumbar

bubuk, dan 1% garam. Bahan-bahan lainnya adalah daun jati, daun salam, dan lengkuas. Gudeg

dikemas dalam kaleng berukuran 307×113. Berat bersih bahan-bahan tersebut dalam kaleng adalah

200 g, yang terdiri atas 100 g nangka muda, 90 g bumbu cair, dan 10 g daging sapi. Hasil pengujian

formula produk menunjukkan bahwa gudeg konvensional dan gudeg dalam kaleng relatif sama dari

sisi rasa, aroma, dan tekstur, sedangkan warna dan penampakannya berbeda. Walaupun penampakan

produk tersebut berbeda, formula gudeg dapat diterapkan pada proses pengalengan gudeg.

Proses sterilisasi dirancang untuk memperoleh nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit pada suhu

111, 116, dan 1210C. Perancangan ini ditentukan berdasarkan hasil uji penetrasi panas produk. Data

penetrasi panas dievaluasi menggunakan metode umum dan diolah menggunakan metode formula

Ball. Untuk mencapai keempat nilai F0 tersebut, a) pada suhu 1110C diperlukan waktu proses 81.3,

167.5, 246.8, dan 325.2 menit, b) pada suhu 1160C diperlukan waktu proses 54.9, 84.0, 110.1, dan

137.4 menit, serta c) pada suhu 1210C diperlukan waktu proses 30.0, 44.7, 57.1, dan 65.6 menit.

Hasil pengukuran warna menunjukkan bahwa komponen pada warna produk terdiri atas

tingkat kecerahan (L), kemerahan (+a), dan kekuningan (+b). Penggunaan variasi suhu pada nilai F0

yang sama cenderung menghasilkan produk gudeg dalam kaleng dengan intensitas warna yang sama.

Semakin tinggi nilai F0, tingkat kecerahan dan kekuningan produk semakin menurun, dan tingkat

Page 4: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

kemerahannya semakin meningkat. Perubahan warna gudeg dipengaruhi oleh blansir nangka muda

menggunakan air ekstrak daun jati yang mengandung antosianin. Pemanasan pada suhu tinggi

menyebabkan antosianin mengalami degradasi dan terbentuknya warna cokelat.

Penggunaan variasi suhu pada nilai F0 yang sama menghasilkan produk gudeg dalam kaleng

dengan tingkat keempukkan yang sama. Semakin tinggi nilai F0 tekstur gudeg semakin empuk.

Pelunakkan tekstur pada gudeg akibat terjadinya perubahan struktur protopektin dalam jaringan

nangka muda. Protopektin yang bersifat tidak larut dapat berubah menjadi pektin yang dapat

terdispersi dalam air jika dipanaskan.

Perlakuan perbedaan suhu pada sterilisasi gudeg tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perubahan warna dan tekstur produk gudeg dalam kaleng. Oleh karena itu, sampel yang dipilih untuk

uji organoleptik adalah gudeg yang diproduksi pada suhu tertinggi, yaitu 1210C, karena kombinasi

pemanasan suhu yang lebih tinggi dan waktu pemanasan yang lebih singkat biasanya memberikan

perubahan kimia produk sterilisasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses pemanasan pada

suhu yang lebih rendah dan waktu pemanasan yang lebih lama.

Perlakuan perbedaan F0 tidak mempengaruhi perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap

aroma, rasa, dan overall gudeg, tetapi mempengaruhi perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap

warna dan teksturnya. Survei penerimaan panelis terhadap sampel yang diuji menunjukkan bahwa

sebanyak 96% panelis menyatakan setuju bahwa sampel yang diuji merupakan produk gudeg dan 4%

panelis lainnya menyatakan tidak setuju.

Produk terpilih berdasarkan uji organoleptik adalah gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C

selama 57.1 menit dengan F0=20 menit. Tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan produk

sebesar 43.24, 10.52, dan 8.94. Tingkat kekerasan produk sebesar 22.9 mm/ 5 s. Produk terpilih

mengandung 75.40% air, 1.55% abu, 5.68% lemak, 0.83% protein, 16.54% karbohidrat, 1.97% serat,

dan 120.60 Kkal energi. Produk tersebut memiliki pH 5.68 dan aw 0.934, sehingga produk tergolong

dalam potentially hazardous food (PHF). Perlakuan sterilisasi komersial pada proses pengalengan

sangat cocok diterapkan untuk produk PHF ini.

Makanan tradisional gudeg dapat diolah dengan proses pengalengan yang kecukupan

prosesnya dipengaruhi oleh tingkat sterilitas (F0) bahan yang dikalengkan. Pada nilai F0 yang sama,

suhu sterilisasi yang dipelajari (111, 116, dan 1210C) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

sifat fisik (warna dan tekstur) gudeg yang dihasilkan. Walaupun produk gudeg dalam kaleng terlihat

berbeda dengan produk gudeg konvensional, gudeg dalam kaleng ini berpotensi untuk dikembangkan.

Page 5: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES PENGALENGAN

TERHADAP SIFAT FISIK GUDEG YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh

gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANNA AMANIA KHUSNAYAINI

F24062130

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 6: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Tingkat

Sterilitas pada Proses Pengalengan Terhadap Sifat Fisik Gudeg yang Dihasilkan adalah hasil

karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka.

Bogor, Maret 2011

Yang membuat pernyataan

Anna Amania Khusnayaini

F24062130

Page 7: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

© Hak cipta milik Anna Amania Khusnayaini, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian

atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photocopy, microfilm, dan sebagainya

Page 8: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Sterilitas pada Proses Pengalengan Terhadap Sifat Fisik Gudeg

yang Dihasilkan

Nama : Anna Amania Khusnayaini

NIM : F24062130

Menyetujui,

Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc)

NIP 19620309 198703.1.003

Pembimbing II,

(Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc)

NIP 19760412 1999903.1.004

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc)

NIP 19680505 199203.2.002

Tanggal lulus: 25 Februari 2011

Page 9: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Surakarta, 16 Juni 1988 dari pasangan Bapak

Mahmud S dan Ibu Sri Martiyah, yang merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD 2 Al-Islam Surakarta,

kemudia dilanjutkan ke MTs Islam Ngruki Sukoharjo dan MA Al-Mukmin

Sukoharjo. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Departemen

Agama RI dan pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen

Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya BEM TPB, KAMMI, LDK Al Hurriyyah, LPQ Al Hurriyyah,

dan Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Pada tahun 2007 penulis mengikuti

Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) yang didanai Dikti. Penulis

pernah mewakili IPB dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional XI 2009 di Universitas

Malikussaleh untuk cabang lomba Kaligrafi Dekorasi Putri. Pada tahun 2010 penulis meraih Juara II

Fotografi Seminar Nasional Al-Qur’an dan Sains. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten

praktikum Fisika Dasar pada tahun 2009/2010 dan asisten Pendidikan Agama Islam pada tahun 2008-

2009. Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Penulis

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Tingkat Sterilitas pada Proses Pengalengan Terhadap

Sifat Fisik Gudeg yang Dihasilkan” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc dan

Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc.

Page 10: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah,

serta kasih sayangNya yang tak henti-hentinya penulis terima sehingga skripsi yang berjudul

Pengaruh Tingkat Sterilitas Pada Proses Pengalengan Terhadap Sifat Fisik Gudeg Yang

Dihasilkan ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir

zaman. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak, Mama, Nabila, Ira dan keluarga besar tercinta atas doa dan dorongan semangat yang

tak pernah berhenti penulis dapatkan

2. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. selaku Pembimbing I atas segala bantuan dan arahan

dalam membimbing penulis serta beberapa nasihat untuk perbaikan diri penulis

3. Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini sebagai tugas akhir

4. Elvira Syamsir, S.TP, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dalam

penulisan skripsi ini

5. Seluruh staf dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang membantu penulis

melaksanakan penelitian

6. Pihak Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama kuliah

di Institut Pertanian Bogor

7. Teman-teman Jelita, ITP, BUD Depag, Pondok Nusantara, Ramadhan, KAMMI, LPQ, LDK

Al-Hurriyyah, santri-santri LPQ, adik-adik mentoring atas segala bantuan dan dukungannya

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua yang

telah diberikan. Hanya Allahlah sebaik-baik Pemberi Balasan.

Dengan segala kekurangan yang ada, penulis berharap tulisan ini dapat mendatangkan

manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya dan menjadi salah satu amal jariyah di sisi Allah

ta’ala. Amin.

Bogor, Maret 2011

Penulis

Page 11: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 3

A. GUDEG ......................................................................................................................... 3

B. NANGKA ...................................................................................................................... 4

C. DAUN JATI .................................................................................................................. 5

D. MUTU PRODUK .......................................................................................................... 6

E. PENGALENGAN PANGAN ........................................................................................ 7

F. STERILISASI KOMERSIAL ....................................................................................... 9

G. PENETRASI PANAS ................................................................................................. 10

H. KECUKUPAN PROSES PANAS ............................................................................... 11

III. METODE ................................................................................................................................. 13

A. BAHAN DAN ALAT.................................................................................................. 13

B. METODE PENELITIAN ............................................................................................ 13

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ...................................................................... 14

a. Uji Formulasi ............................................................................................... 14

b. Uji Penetrasi Panas ...................................................................................... 15

c. Desain Proses ............................................................................................... 16

2. PENELITIAN UTAMA ...................................................................................... 17

a. Pengalengan ................................................................................................. 17

b. Analisis ........................................................................................................ 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................ 21

A. PENENTUAN FORMULA PRODUK ....................................................................... 21

B. PENGOLAHAN GUDEG DALAM KALENG .......................................................... 22

C. PENENTUAN WAKTU STERILISASI ..................................................................... 24

D. SIFAT FISIK ............................................................................................................... 27

1. WARNA ............................................................................................................. 27

2. TEKSTUR........................................................................................................... 30

E. SIFAT ORGANOLEPTIK .......................................................................................... 31

F. KARAKTERISTIK PRODUK TERPILIH ................................................................. 34

V. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................................... 35

A. SIMPULAN................................................................................................................. 35

B. SARAN ....................................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 36

LAMPIRAN .................................................................................................................................... 40

Page 12: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan gizi gudeg dalam kaleng ................................................................................ 4

Tabel 2. Komposisi gizi per 100 gram nangka muda, nangka masak, dan biji nangka ................... 5

Tabel 3. Perbedaan analisis mutu secara subjektif dan objektif ..................................................... 6

Tabel 4. Kriteria mutu produk holtikultura ..................................................................................... 7

Tabel 5. Komposisi bahan baku gudeg ......................................................................................... 21

Tabel 6. Perbandingan produk gudeg konvensional dan gudeg dalam kaleng ............................. 22

Tabel 7. Komposisi bahan gudeg dalam kaleng berukuran 307×113 ............................................ 24

Tabel 8. Perbandingan nilai F0 berdasarkan metode umum dan metode formula Ball .................. 26

Tabel 9. Desain waktu proses sterilisasi gudeg dalam kaleng berukuran 307×113 ....................... 26

Tabel 10. Perbandingan nilai Fsampel dan Ftabel berdasarkan metode ANOVA ................................ 33

Tabel 11. Kandungan gizi produk gudeg dalam kaleng per 100 g ................................................. 34

Page 13: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pengolahan gudeg ............................................................................................. 3

Gambar 2. Gudeg yang disajikan dengan nasi dan aneka lauk ....................................................... 3

Gambar 3. Arsitektur suatu wadah kaleng ..................................................................................... 7

Gambar 4. Operasi penutupan kaleng ............................................................................................ 8

Gambar 5. Perambatan panas secara konduksi dan konveksi ....................................................... 10

Gambar 6. Diagram alir penelitian ............................................................................................... 13

Gambar 7. Proses pemasakan gudeg ............................................................................................. 14

Gambar 8. Pemasangan termokopel pada pengukuran penetrasi panas ....................................... 15

Gambar 9. Penyusunan kaleng pada pengukuran penetrasi panas................................................. 15 Gambar 10. Kurva pemanasan untuk menentukan parameter fh dan Jh .......................................... 16

Gambar 11. Diagram alir sterilisasi gudeg ..................................................................................... 17

Gambar 12. Gudeg yang diolah dengan pemasakan konvensional dan pengalengan ..................... 21

Gambar 13. Proses produksi gudeg dalam kaleng ........................................................................... 23

Gambar 14. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 1110C ........................................................ 25

Gambar 15. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 1160C ......................................................... 25

Gambar 16. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 1210C ........................................................ 25

Gambar 17. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C .................................... 27

Gambar 18. Perbandingan tingkat kecerahan gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai F0) dan

gudeg konvensional ................................................................................................... 28

Gambar 19. Perbandingan tingkat kemerahan gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai F0) dan

gudeg konvensional ................................................................................................... 28 Gambar 20. Perbandingan tingkat kekuningan gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai F0) dan

gudeg konvensional ................................................................................................... 28

Gambar 21. Perbandingan tekstur gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai F0) dan gudeg

konvensional .............................................................................................................. 30

Gambar 22. Gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C dengan perlakuan F0=4, F0=12, F0=20, dan

F0=28 menit .............................................................................................................. 31

Gambar 23. Hasil uji orgaoleptik gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C dengan berbagai

kombinasi nilai F0 ...................................................................................................... 32

Gambar 24. Penerimaan panelis terhadap produk gudeg dalam kaleng ......................................... 32

Page 14: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Resep pembuatan gudeg nangka ............................................................................ 41

Lampiran 1b. Resep pembuatan gudeg Jogja ............................................................................... 42

Lampiran 2a. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1110C .............. 43

Lampiran 2b. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1160C ............. 47

Lampiran 2c. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1210C ............. 50

Lampiran 3a. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1110C ........... 52

Lampiran 3b. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1160C ........... 53

Lampiran 3c. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1210C ........... 54

Lampiran 4a. Rekapiltulasi data hasil analisis warna gudeg dalam kaleng menggunakan Minolta

Chroma Meters CR310 .......................................................................................... 55

Lampiran 4b. Rekapitulasi data hasil analisis warna gudeg konvensional menggunakan Minolta

Chroma Meters CR310 .......................................................................................... 56

Lampiran 5a. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 1110C ............................... 57

Lampiran 5b. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 1160C ............................... 57

Lampiran 6a. Rekapiltulasi data hasil analisis tekstur gudeg dalam kaleng menggunakan

penetrometer ......................................................................................................... 58

Lampiran 6b. Rekapiltulasi data hasil analisis tekstur gudeg konvensional menggunakan

penetrometer ......................................................................................................... 58

Lampiran 7. Kuesoner uji rating hedonik ................................................................................... 59

Lampiran 8. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik .............................................................. 61

Lampiran 9a. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma menggunakan metode ANOVA ... 65

Lampiran 9b. Hasil analisis uji rating hedonik atribut warna menggunakan metode ANOVA ... 65

Lampiran 9c. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur menggunakan metode ANOVA ... 65

Lampiran 9d. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa menggunakan metode ANOVA ....... 66

Lampiran 9e. Hasil analisis uji rating hedonik secara overall menggunakan metode ANOVA ... 66

Lampiran 10a. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut aroma menggunakan uji Duncan ... 67

Lampiran 10b. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut warna menggunakan uji Duncan ... 67

Lampiran 10c. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut aroma menggunakan uji Duncan ... 68

Lampiran 10d. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut rasa menggunakan uji Duncan ...... 68

Lampiran 10e. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik secara overall menggunakan uji Duncan .. 69

Lampiran 11a. Hasil analisis proksimat kadar air (metode gravimetri) ......................................... 70

Lampiran 11b. Hasil analisis proksimat kadar abu (metode gravimetri) ........................................ 70

Lampiran 11c. Hasil analisis proksimat kadar lemak (metode soxhlet) ......................................... 70

Lampiran 11d. Hasil analisis proksimat kadar protein (metode Kjheldal) ..................................... 71

Lampiran 11e. Hasil analisis proksimat kadar karbohidrat (metode by difference) ....................... 71

Lampiran 11f. Hasil analisis kadar serat kasar (metode gravimetri) .............................................. 71

Lampiran 12. Hasil perhitungan total energi produk gudeg dalam kaleng .................................... 72

Page 15: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan yang merupakan kebutuhan primer setiap manusia memiliki peran strategis yang

terkait dengan keberlangsungan dan kemandirian suatu bangsa. Meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 237.56 juta jiwa mengindikasikan besarnya kebutuhan

pangan masyarakat. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi dengan peningkatan produksi

pangan akan menyebabkan terjadinya penurunan laju produksi pangan dalam negeri.

Kondisi terpenuhinya pangan tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996). Penjelasan PP 68 tahun

2002 menyebutkan bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada

sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman daerah. Di dalam GBHN 1999-2004

ditekankan perlunya pengembangan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman

sumber daya bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal (termasuk pangan tradisional).

Potensi pangan tradisional Indonesia perlu dikembangkan untuk mendukung ketahanan

pangan, salah satunya adalah gudeg yang merupakan makanan tradisional daerah Yogyakarta dan

Jawa Tengah. Selama berabad-abad makanan ini telah dikenal oleh masyarakat setempat sehingga

menjadi makanan khas daerah tersebut. Gudeg memiliki rasa manis yang khas. Gudeg terdiri atas

sayur gori yang berasal dari nangka muda yang direbus dengan bumbu, serta lauk pelengkap

berupa sambal goreng, ayam, telur, dan tahu.

Nangka muda, yang merupakan bahan baku utama gudeg, sangat digemari sebagai bahan

sayuran di berbagai daerah di Indonesia. Di Sumatra, terutama di Minangkabau, dikenal masakan

gulai nangka. Di Jawa Barat buah nangka muda dimasak sebagai salah satu bahan sayur asam. Di

Jawa Tengah, terdapat berbagai macam masakan yang bahan dasar buah nangka muda, seperti

sayur lodeh, sayur megana, oseng-oseng gori, dan jangan gori (sayur nangka muda). Selain itu, di

daerah Jakarta dan Jawa Barat bongkol bunga jantan nangka muda (babal atau tongtolang) biasa

dijadikan bahan rujak.

Penerapan teknologi dalam pengembangan pangan tradisional akan dapat meningkatkan

mutu dan keamanan produk. Aplikasi pengalengan yang dilakukan pada suhu tinggi yaitu lebih

dari 1000C (Winarno 1993) akan memperpanjang umur simpan gudeg karena suhu yang tinggi

dapat menginaktivasi sejumlah mikroba penyebab kerusakan. Umur simpan yang panjang dapat

menjadi nilai tambah produk gudeg dan membuka peluang untuk memperkenalkan pangan

indigenous ke pasar internasional. Selain itu, penggunaan suhu tinggi pada pemasakan gudeg

diharapkan dapat mempersingkat waktu pemasakan, biasanya mencapai lebih dari 12 jam

(Supartono 2009), dengan tetap mempertahankan mutu produk.

Mutu produk sayuran, termasuk gudeg, yang diolah dengan proses termal mencakup sifat

sensori (penampakan, tekstur, aroma, dan rasa), nilai gizi, komponen kimia, sifat mekanis, sifat

fungsional, dan kerusakan. Proses termal yang diterapkan pada produk sayuran sebaiknya menjaga

mutu gizi dan sensori produk berdasarkan desain proses yang optimum dan tingkat keamanan yang

cukup (Vaclavik dan Christian 2003).

Kecukupan proses pada pengalengan sangat dipengaruhi oleh tingkat sterilitas (F0) yang

diterima oleh bahan yang dikalengkan. Nilai F0 merupakan ekuivalen letalitas proses termal

dengan waktu pemanasan 2500F. Nurhikmat et al. (2009) telah melakukan penelitian penentuan F0

gudeg dalam kaleng untuk ukuran kaleng 301×205 dengan perlakuan letak kaleng yang berbeda

pada suhu 1210C selama 15 menit. Nilai F0 gudeg yang didapatkan untuk ukuran kaleng 301×205

pada posisi 0 cm dari dasar retort adalah 6.42 menit dan pada posisi 22 cm dari dasar retort adalah

5.43 menit.

Page 16: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

2

Nilai F0 yang diperoleh berdasarkan penelitian tersebut tidak berlaku secara umum,

bergantung pada formulasi produk, jenis dan ukuran kaleng, sistem retort, dan faktor lainnya. Oleh

karena itu, rancangan kombinasi waktu dan suhu proses yang tepat diperlukan untuk dapat

memenuhi kriteria keamanan pangan dan meminimalisasi kerusakan mutu yang mungkin terjadi.

Perbedaan kombinasi keduanya akan menghasilkan produk yang berbeda. Hal ini disebabkan

terjadinya perubahan struktur komponen dalam bahan yang dapat mempengaruhi kualitas produk

akhir.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh tingkat sterilitas (F0)

pada berbagai kombinasi suhu dan waktu proses terhadap mutu fisik gudeg dalam kaleng. Adapun

tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Menghasilkan produk gudeg dalam kaleng dengan karakteristik organoleptik yang

dapat diterima

2. Menentukan pengaruh kombinasi suhu dan waktu proses terhadap warna dan tekstur

gudeg dalam kaleng.

3. Menentukan desain proses termal yang optimum untuk menjamin keamanan dan

mutu produk

Page 17: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GUDEG

Gudeg terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan dan dibumbui dengan

kluwak (LIPI 2010). Terdapat dua jenis gudeg berdasarkan kandungan kuahnya, yaitu gudeg basah

dan gudeg kering. Gudeg basah banyak mengandung kuah (kadar air tinggi), sedangkan gudeg

kering tidak atau sangat sedikit mengandung kuah (kadar air rendah). Kondisi gudeg basah yang

mengandung banyak kuah santan cair atau setengah kental menyebabkan gudeg memiliki umur

simpan yang lebih rendah dari pada gudeg kering. Gudeg kering merupakan gudeg basah yang

mengalami proses pengolahan lanjut, yaitu digoreng dengan menggunakan sedikit minyak goreng

(ditumis). Proses penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga gudeg lebih awet

dan tahan lama. Karena sifatnya yang lebih kering, gudeg kering memiliki umur simpan yang lebih

panjang dibandingkan dengan gudeg basah. Umur simpan gudeg kering ini sampai 24 jam dan bisa

diperpanjang dengan memanasinya kembali (Supartono 2009).

Proses pengolahan gudeg secara umum adalah sebagai berikut

Gambar 1. Proses pengolahan gudeg

Untuk membentuk cita rasa khas gudeg, saat perebusan ditambahkan santan kelapa serta

bumbu-bumbu seperti gula merah, daun salam, lengkuas, dan garam. Sebagai pelengkap gudeg,

biasanya akan ditambahkan areh, semacam kuah yang dibuat dari blondo atau produk samping

proses pembuatan minyak kelapa. Sedangkan lauk pauk yang biasa ditambahkan antara lain

sambal goreng krecek, tahu, tempe, telur, maupun daging ayam. Proses pengolahan tahu, tempe,

telur, dan daging ayam dilakukan seperti pada pengolahan gudeg tetapi waktu perebusan lebih

singkat (Supartono 2009). Gambar 2 memperlihatkan gudeg yang disajikan dengan nasi dan aneka

lauk.

Gambar 2. Gudeg yang disajikan dengan nasi dan aneka lauk

Supartono (2009) menyatakan pengemasan gudeg sangat beragam antara lain

menggunakan daun pisang, kardus, besek, dan kendil. Penggunaan kardus biasanya untuk

keperluan pesanan makan pagi, makan siang, atau rekreasi. Besek dan kendil digunakan sebagai

kemasan untuk buah tangan. Perkembangan baru dalam pengemasan gudeg adalah penggunaan

Pengupasan buah nangka muda

Penghilangan hati nangka

Pemotongan atau pencacahan

Perebusan selama lebih dari 12 jam

Penggorengan untuk pembuatan gudeg kering

Page 18: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

4

kaleng. Gudeg dalam kaleng yang ada hanya berisi buah nangka saja. Pelengkap dan lauk pauknya

perlu ditambahkan sendiri. Umur simpan gudeg dalam kaleng ini adalah satu tahun. Lembaga Ilmu

Pengatahuan Indonesia (LIPI) telah menghasilkan produk gudeg dalam kaleng dengan komposisi

nilai gizi sebagai berikut

Tabel 1. Kandungan gizi gudeg dalam kaleng

Kandungan Gizi Jumlah (%)

Lemak

Protein

Karbohidrat

Air

Abu

5.12

5.33

12.47

73.28

1.72

Sumber: LIPI (2010)

B. NANGKA

Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang

berasal dari India dan menyebar ke daerah tropis termasuk Indonesia. Nangka juga diproduksi di

Filipina, Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam (Shi dan Moy 2005). Nuswamahaeni et

al. (1990) menyatakan klasifikasi ilmiah tanaman nangka adalah

Divisi : Spermatophyta (Siphonogamae)

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Subkelas : Apetalae (Archichlomydeae)

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus Lmk.

Nangka termasuk tanaman hutan bercabang banyak yang pohonnya dapat mencapai tinggi

25 m. Seluruh bagian tanaman mengandung getah. Daunnya berbentuk lonjong, bulat, dan lebar.

Batang tanaman bersifat keras. Apabila telah tua, batangnya berwarna kuning sampai kemerahan

(Sunarjono 1998).

Nangka merupakan buah majemuk (sinkarpik), berbunga banyak tersusun tegak lurus

pada tangkai buah (poros) membentuk bangunan besar yang kompak, berbentuk bulat sampai bulat

lonjong (Sunarjono 1998). Buah sinkarpusnya berbentuk lonjong dan sangat besar, beberapa

mencapai panjang 70 cm dengan diameter 40 cm, dengan bobot lebih dari 25 kg. Namun, sebagian

besar buah tidak seperti itu dengan bobot hanya 8-10 kg (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Buah nangka berbiji banyak dan berkulit duri lunak. Setiap biji dibalut oleh daging buah

(endokarp), dan eksokarp yang mengandung gelatin. Buah nangka sangat bervariasi dalam bentuk,

ukuran, mutu karena biasanya ditanam dari biji. Kulit buah berwarna hijau sampai kuning

kemerahan. Daging buahnya tipis sampai tebal, berwarna putih saat mentah, dan kuning saat telah

matang, berasa manis, dan beraroma spesifik (Sunarjono 1998).

Nangka muda yang berukuran kecil sering dijadikan rujak. Buah nangka muda dan tua

dapat diolah menjadi sayur gudeg yang sangat terkenal di Jawa, sayur gulai nangka atau pecel.

Umumnya, nangka masak dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Beberapa produk olahan daging

buah nangka yang umum dijumpai antara lain jus, wajik, pasta, dodol, keripik, sirup, dan produk

awetan dalam kaleng. Daging buah nangka juga dapat dibuat pikel (asinan), kolak, manisan, dan

sebagai pewangi dalam minuman (Astawan 2007).

Page 19: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

5

Nangka sangat mudah rusak dan peka terhadap suhu dingin, tetapi buahnya dapat

dipertahankan setelah dipanen selama beberapa hari pada suhu sekitar 120C. Komposisi buah

adalah sekitar 75% air, hampir 25% karbohidrat, dan sedikit protein (Rubatzky dan Yamaguchi

1998). Menurut Kader dan Barret (2005), nangka merupakan buah sumber karbohidrat. Komposisi

gizi bagian buah nangka dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi gizi per 100 gram nangka muda, nangka masak, dan biji nangka.

Komponen Gizi Nangka Mudaa Nangka Matang

b Nangka Matang

a Biji Nangka

a

Air (g) 85.40 80.29 70.00 57.7

Energi (Kkal) 51.20 - 106.00 165.00

Protein (g) 2.00 1.91 1.20 4.20

Lemak (g) 0.4 1.86 0.30 0.10

Serat kasar (g) 1.94 1.58 - -

Karbohidrat (g) 11.30 9.85 27.00 36.70

Abu (g) - 0.69 - -

Kalsium (mg) 45.00 - 20.90 33.00

Fosfor (mg) 29.00 - 19.00 200.00

Fe (mg) 0.50 - 1.90 1.00

Gula (g) - 1.39 - -

Vitamin A (SI) 25.00 - 330.00 -

Vitamin B1 (mg) 0.07 - 0.10 0.20

Vitamin C (mg) 9.00 14.21 7.00 10

Sumber: aDepkes (1981) dan bMuchtadi (1981)

C. DAUN JATI

Daun jati berasal dari pohon jati yang dikenal sebagai penghasil kayu bermutu tinggi. Jati

menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indocina, sampai ke Jawa.

Jati paling banyak tersebar di Asia. Jati dikenal dengan nama teak (bahasa Inggris) dan nama

ilmiahnya adalah Tectona grandis L.f. Klasifikasi ilmiah jati adalah sebagai berikut

Kelas : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis

Pohon jati yang dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500–2000 mm/tahun dan

suhu 27–360C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Akram dan Aftab 2007). Tempat

yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5–7 dan tidak dibanjiri dengan

air (BIOTROP 2010). Pohon jati dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian

40-45 meter dan diameter 1.8-2.4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11

meter, dengan diameter 0.9-1.5 meter. Batang pohon bebas cabang (clear bole) dapat mencapai

18-20 m. Kulit batang cokelat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur

memanjang batang.

Page 20: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

6

Pohon jati umumnya berdaun besar bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang

sangat pendek. Bentuk daun elips dengan lebar dapat mencapai 30–60 cm saat dewasa (Akram dan

Aftab 2007). Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70×80-100 cm; sedangkan pada

pohon tua menyusut menjadi sekitar 15×20 cm. Permukaan daun berbulu halus dan mempunyai

rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan

mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas.

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk

pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya

adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak

digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Selain itu,

Daun jati yang masih muda secara tradisional digunakan sebagai pewarna makanan (Siti et al.

2006), contohnya pada pembuatan gudeg, sayur berbahan nangka muda, untuk memberikan warna

cokelat tua.

Daun jati muda merupakan penghasil pigmen alami, yaitu antosianin (Limantara dan

Rahayu 2008). Komposisi pigmen yang ditemukan pada daun jati muda antara lain beta karoten,

feofitin, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofilid, dan dua pigmen lain

yang tidak dapat diidentifikasi (Ati et. al 2006).

D. MUTU PRODUK

Kramer dan Twigg (1970) mendefinisikan mutu adalah hal-hal tertentu yang

membedakan produk satu dengan lainnya, terutama berhubungan dengan daya terima dan

kepuasan konsumen. Mutu merupakan tingkat keunggulan produk pangan yang meliputi

karakteristik utama yang menentukan tingkat penerimaan produk (Vaclavik dan Christian 2003).

Mutu pangan terdiri atas dua aspek yaitu subjektif dan nonsubjektif. Penampakan, tekstur,

dan flavor termasuk dalam atribut subjektif, sedangkan mutu gizi dan bakterial termasuk atribut

nonsubjektif. Mutu gizi dan mikrobial dapat diukur secara objektif baik menggunakan analisis

kimia, perhitungan jumlah bakteri, maupun uji spesifik lainnya (Szczesniak 1983). Perbedaan

analisis mutu secara subjektif dan objektif disajikan pada tabel berikut

Tabel 3. Perbedaan analisis mutu secara subjektif dan objektif

Analisis Subjektif Analisis Objektif

Menggunakan individu Menggunakan peralatan analisis

Melibatkan organ sensori manusia Menggunakan teknik fisik dan kimia

Hasil sangat bervariasi Hasil dapat diulang

Menentukan tingkat sensitivitas manusia

terhadap perubahan perlakuan

Menentukan teknik pengujian yang tepat

terhadap bahan pangan yang diuji

Menentukan tingkat penerimaan konsumen Tidak dapat digunakan untuk menentukan

tingkat penerimaan konsumen

Membutuhkan waktu lama dan mahal Secara umum lebih cepat, lebih murah, dan

lebih efisian daripada uji sensori

Penting untuk pengembangan produk dan

pemasaran produk baru

Penting untukpengontrolan mutu secara rutin

Sumber: Vaclavik dan Christian (2003)

Menurut Ahmed dan Shivhare (2006), sayuran yang telah diproses mengalami beberapa

kehilangan mutu selama proses dan penyimpanan. Atribut mutu utama pada sayuran yang

mengalami proses termal antara lain warna, aroma, rasa, dan tekstur. Selain itu, terdapat atribut

Page 21: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

7

mutu yang tersembunyi seperti nilai gizi dan faktor keamanan (kimia dan mikrobial). Kriteria

mutu produk holtikultura (buah dan sayur) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria mutu produk holtikultura

Kategori Mutu Kriteria

Penampakan

Ukuran: dimensi, berat, dan volume.

Bentuk: rasio antar dimensi, keseragaman, kondisi permukaan.

Warna: keseragaman, intensitas, gloss.

Kondisi: adanya kerusakan (eksternal dan internal) yang

meliputi kerusakan morfologi, fisik, mekanik, fisiologi,

pathologi, dan emtomologi).

Tekstur dan mouthfeel Kekerasan, keempukan, kerenyahan, kesegaran, kealotan.

Flavor Kemanisan, kemasaman, rasa pahit, rasa sepat, dan aroma.

Nilai gizi Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Faktor keamanan pangan Senyawa anti nutrisi, senyawa alami yang berbahaya,

kontaminan (senyawa kimia dan mikrobial), dan mikotoksin.

Sumber: Kader (1985)

E. PENGALENGAN PANGAN

Teknologi pengalengan (canning) merupakan salah satu metode pengawetan pangan

dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi disebabkan adanya

pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen oleh panas. Pemanasan basah (uap) lebih

efektif dibandingkan pemanasan kering (Kim dan Foegeding 1999).

Pengertian pengalengan bukan hanya terbatas pada proses pengalengan konvensional

menggunakan kemasan kaleng, tetapi dapat juga menggunakan kemasan non-kaleng, seperti retort

pouch, tetrapack, kaleng alumunium, glass jar, kemasan plastik, dan sebagainya (Hariyadi et al.

2006). Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan pangan adalah tertutup rapat,

tidak dapat dimasuki udara, uap air, atau pun mikroba. Arsitektur suatu wadah kaleng disajikan

pada Gambar 3.

Gambar 3. Arsitektur suatu wadah kaleng (Lopez 1981)

Page 22: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

8

Terdapat dua proses pengalengan pangan yang banyak dilakukan, yaitu pasteurisasi dan

sterelisasi komersial. Proses pasteurisasi terutama ditujukan untuk produk pangan berasam tinggi

(pH<4.5) atau produk pangan yang dilakukan dengan kombinasi metode pengawetan lain,

misalnya dengan pendinginan atau penambahan bahan pengawet. Proses sterilisasi komersial

ditujukan untuk produk pangan berasam rendah (pH>4.5).

Secara umum tahapan proses pengalengan adalah persiapan bahan, pengisian ke dalam

kaleng, pengisian medium, ekshausting, penutupan kaleng, sterilisasi, pendinginan, dan

penyimpanan. Persiapan dilakukan dengan memilih bahan-bahan yang akan dikalengkan, mencuci,

memotong, dan melakukan pengolahan selanjutnya terhadap bahan. Lopez (1981) mengatakan

bahwa pencucian bertujuan memisahkan bahan dari material asing yang tidak diinginkan, seperti

kotoran, minyak, tanah, dan sebagainya, serta diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba awal

yang sangat berguna dalam efektivitas proses sterilisasi.

Proses blansir merupakan tahap yang penting dalam pengalengan karena dapat

mempengaruhi kualitas sensori produk akhir secara keseluruhan (Ramaswamy 2005). Tujuan

perlakuan blansir antara lain menginaktivasi enzim, mengurangi jumlah mikroba awal,

melunakkan tekstur buah dan sayur sehingga mempermudah proses pengisian buah atau sayur

dalam wadah, dan mengeluarkan udara yang terperangkap dalam jaringan buah atau sayur yang

akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan terbentuknya

headspace. Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelupkan bahan dalam air mendidih

selama 5-10 menit (Hariyadi 2000).

Pengisian bahan ke dalam kaleng harus memperhatikan sisa ruangan di bagian atas kaleng

(headspace) 1-2 cm dari permukaan kaleng. Menurut Hayadi et al. (2006), isi kaleng yang terlalu

penuh akan menyebabkan keleng menjadi cembung sehingga mutunya dapat disangka buruk.

Headspace berguna untuk merapatkan penutupan kaleng. Saat uap air mengembun dalam kaleng,

tekanan dalam headspace turun dan tekanan atmosfir di luar akan menekan tutup kaleng sehingga

penutupan menjadi kuat.

Ekshausting atau penghampaan udara adalah pengeluaran udara dalam kemasan untuk

mengurangi tekanan di dalamnya selama proses pemanasan (Lopez 1981). Kondisi vakum dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang

akan menurunkan mutu. Suhu ruangan ekshausting adalah 80-900C dan proses berlangsung selama

8-10 menit (Hariyadi et al. 2006).

Penutupan kaleng dilakukan setelah ekshausting, saat suhu masih relatif tinggi. Proses ini

dilakukan dengan menggabungkan badan kaleng dengan tutupnya (double seaming). Menurut

Muchtadi (1995), ada dua operasi dasar yang dilakukan pada saat penutupan kaleng. Operasi

pertama untuk membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badannya.

Operasi kedua untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama. Gambar 4

menunjukkan dua operasi penutupan kaleng.

Gambar 4. Operasi penutupan kaleng (Lopez 1981)

Proses sterilisasi dilakukan secepat mungkin setelah penutupan kaleng. Jika waktu tunggu

(holding time) terlalu lama, jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak sehingga

standar proses sterilisasi yang ditetapkan mungkin tidak dapat membunuh mikroba target. Suhu

sterilisasi standar yang digunakan adalah 121.10C (Hariyadi et al. 2006).

Page 23: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

9

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan

dilakukan sampai suhu air dalam retort mencapai 38-400C (Muchtadi 1995). Pendinginan

dilakukan secepat mungkin setelah proses sterilisasi untuk mencegah overcooking dan

pertumbuhan kembali mikroba, terutama bakteri termofilik.

F. STERILISASI KOMERSIAL

Istilah sterilisasi komersial digunakan pada proses sterilisasi produk pangan karena

kondisi steril absolut (kondisi bebas mikroba) sulit dicapai (Hariyadi 2000). Sterilisasi komersial

merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu

tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat mikroorganisme yang

hidup (Hariyadi et al. 2006). Pemanasan dalam proses sterilisasi ini dilakukan pada suhu di atas

1000C dalam waktu yang cukup untuk membunuh spora bakteri (Syarief et al. 1989).

Sterilisasi komersial biasa dilakukan terhadap sebagian besar makanan dalam kaleng,

plastik, atau botol. Makanan yang steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab

penyakit dan pembentuk racun (toksik) dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga

semua mikroba pembusuk. Spora bakteri non patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di

dalam makanan setelah proses pemanasan, tetapi bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif

bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam

kondisi normal (Hariyadi 2000). Makanan-makanan yang steril komersial biasanya mempunyai

daya awet dan daya simpan yang tinggi, tahan beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Kondisi proses sterilisasi komersial sangat bergantung pada berbagai faktor, antara lain

kondisi produk pangan yang disterilisasi (nilai pH, jumlah mikroba awal, dan lain-lain), jenis dan

ketahanan panas mikroba yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan

pangan dan wadah yang digunakan, medium pemanas, serta kondisi penyimpanan setelah

disterilisasi.

Proses pengalengan harus diikuti dengan pengemasan secara hermetis, yaitu produk

pangan dikemas dalam kemasan yang tidak memungkinkan terjadinya kontak antara bahan di

dalam kemasan dan lingkungan sekitar. Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan

dikombinasikan dengan kemasan kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminasi

(Kusnandar et al. 2006).

Menurut Reuter (1993), kerusakan mutu bahan pangan selama proses sterilisasi rendah

ketika bahan pangan tersebut diberi perlakuan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat.

Penentuan waktu dan suhu sterilisasi dipengaruhi oleh kecepatan perambatan panas, keadaan awal

produk (pH, dimensi produk, dan jumlah mikroba awal), wadah yang digunakan, dan ketahanan

panas mikroba atau spora. Setiap partikel dari makanan harus menerima jumlah panas yang sama.

Kombinasi waktu dan suhu yang diberikan pada produk yang disterilisasi harus cukup untuk

mematikan mikroba patogen dan mikroba pembusuk.

Ketahanan bakteri terhadap proses pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai

D dan nilai z. Nilai D adalah waktu (menit) yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari

populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan pada suhu tetap yang tertentu. Nilai

z adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan organisme atau spora sepuluh kali

lipat dalam waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan 90% organisme atau spora atau

pembinasaan seluruhnya (Singh dan Heldman 2009).

Sel vegetatif bakteri termasuk bakteri pembentuk spora, kapang, dan kamir pada

umumnya memiliki nilai D berkisar 0.5-3 menit pada suhu 650C. Nilai z untuk sel vegetatif

bakteri, kapang, dan kamir berkisar 5-80C, dan nilai z untuk bakteri pembentuk spora adalah

berkisar 6-160C (Garbutt 1997). Pada suhu 121

0C, nilai D bakteri pembentuk spora, kapang dan

kamir berkisar antara 0-5 menit (Kusnandar et al. 2006). Ketahanan panas mikroba dipengaruhi

oleh sejumlah faktor, antara lain umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, komposisi

Page 24: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

10

medium pertumbuhan organisme, pH dan aw medium, waktu pemanasan, dan suhu pemanasan

(Kusnandar et al. 2006)

Nilai pH di atas 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen,

seperti C.botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7,

seperti B.thermoacidurans atau B.coagulans. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak

rusak oleh bakteri berspora (Fardiaz 1992). Keberhasilan produk hasil proses pengolahan yang

melibatkan panas adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang

menyebabkan kebusukan dan keracunan. Oleh karena itu, perlu diketahui ketahanan mikroba

terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdsworth

1997).

G. PENETRASI PANAS

Penetrasi panas adalah perambatan panas dalam kemasan dan produk yang terjadi selama

proses termal. Tujuan pengukuran penetrasi panas adalah untuk mengetahui proses perubahan

suhu produk pemanasan dan pendinginan untuk menetapkan proses termal yang aman dan

mengevaluasi penyimpanan proses. Pengukuran penetrasi panas ini harus dirancang untuk dapat

menguji dengan tepat seluruh faktor kritis yang berhubungan dengan produk, pengemas, dan

proses yang mempengaruhi laju pemanasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penetrasi

panas antara lain formulasi, pengemas, metode pengisian bahan ke dalam kaleng, penutupan

kaleng, dan sistem retort (Kusnandar et al. 2009).

Penetrasi panas ke dalam bahan pangan yang dikemas dapat berlangsung secara konduksi,

konveksi, atau gabungan keduanya. Ketika bahan pangan ditempatkan dalam retort, pindah panas

terjadi secara konduksi ke dalam kemasan, kemudian dari kemasan ke bahan yang dikalengkan

pindah panas terjadi secara konduksi atau konveksi bergantung pada jenis bahan pangannya.

Penetrasi panas pada makanan berbentuk jus terjadi secara konveksi cepat, pada produk yang

berbentuk irisan-irisan kecil dalam larutan perendam terjadi secara konveksi lambat, dan pada

produk berbentuk padat terjadi secara konduksi (Hariyadi et al. 2006).

Menurut Kusnandar et al. (2009), acuan dalam penentuan penetrasi panas adalah titik

terdingin (coldest point), baik pada sampel maupun pada retort. Titik ini merupakan titik yang

paling lambat menerima panas. Titik ini harus ditentukan untuk dapat menetapkan proses agar

diperoleh produk yang aman. Apabila titik ini sudah mendapat panas yang cukup, titik lain dapat

diasumsikan sudah mendapat panas yang cukup pula.

(a) (b)

Gambar 5. Perambatan panas secara (a) konduksi dan (b) konveksi (Fellows 2000).

Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas, bentuk

kemasan, dan ukuran headspace (Kusnandar et al. 2009). Posisi titik terdingin untuk bahan yang

mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk silindris

vertikal akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kemasan bagian bawahnya, sedangkan untuk

bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi berada pada pusat geometrisnya

(Fellows 2000).

Page 25: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

11

H. KECUKUPAN PROSES PANAS

Kecukupan proses panas bergantung pada kondisi alami produk, pH, mikroorganisme

atau enzim yang resisten, sensitivitas produk, dan tipe aplikasi panas (Fellows 2000). Kecukupan

panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam

waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Percobaan dan perhitungan kecukupan panas dapat

menjadi dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan.

Kemampuan sterilisasi bergantung pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu

sterilisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z

=18oF biasa disebut dengan F0, karena nilai z =18

oF sangat umum digunakan untuk spora

khususnya dari jenis C.botulinum. Menurut Toledo (2007), pemusnahan spora dan sel vegetatif

dari C.botulinum merupakan syarat minimum untuk pangan berasam rendah yang dikalengkan.

Pemusnahan C.botulinum menggunakan konsep 12D yang berarti proses termal yang

dilakukan dapat mengurangi mikroba sebesar 12 siklus logaritma atau F = 12D (Hariyadi et al.

2006). Nilai D untuk C.botulinum diperkirakan sebesar 0.21 menit pada suhu 121.1oC dengan nilai

z sebesar 10oC, berarti aplikasi 12D ekuivalen dengan waktu pemanasan 12 × 0.21 menit = 2.52

menit pada suhu 121.1oC, yang dikenal dengan proses letalitas minimum (F0) (Ahmed dan

Shivhare 2006).

Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang

diinginkan dinyatakan dengan nilai F0. Secara umum, nilai F0 didefinisikan sebagai waktu (menit)

yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu

tertentu. Nilai F0 biasanya menyatakan suatu proses pada suhu standar. Secara matematis, nilai F0

merupakan hasil perkalian antara nilai D0 pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S)

yang diinginkan dalam proses.

Data hasil pengukuran penetrasi panas diolah untuk menetukan nilai sterilitas (F0) proses

termal yang dilakukan. Menurut Lopez (1981), ada dua metode untuk menganalisis data penetrasi

panas, yaitu metode umum dan metode formula (Ball). Metode umum biasanya digunakan untuk

evaluasi proses panas yang telah dilakukan. Menurut Toledo (2007), letalitas proses ditentukan

dengan integral nilai letalitas (L) menggunakan data suhu terhadap waktu proses.

𝐹0 = 𝐿𝑡𝑡

0𝑑𝑡 (1)

Efek letalitas proses yang dilakukan pada suhu yang berbeda akan menyebabkan dampak

yang berbeda pula. Efek letalitas pada suhu tertentu dibandingkan dengan suhu standar disebut

nilai LR (Lethal Rate) atau LV (Lethal Value).

𝐿𝑅 = 10 𝑇−121.1𝑧 (2)

LR tidak memiliki satuan dan nilainya pada suhu standar (121.10C atau 250

0F) adalah 1.

Nilai LR lebih besar jika pemanasan yang dilakukan di atas suhu standar. Nilai letalitas umumnya

memberikan nilai yang nyata pada suhu di atas 900C. Menurut Hariyadi et al.(2006), rumus untuk

menghitung nilai F pada suhu bukan standar adalah sebagai berikut

𝐹𝑇 =𝐹0

𝐿𝑅𝑇 (3)

Metode formula didasarkan pada tabulasi nilai untuk letalitas yang diekspresikan dengan

parameter fh/U (Toledo 2007). Nilai ini sudah dikalkulasikan sebelumnya untuk berbagai macam

kondisi pemanasan dan pendinginan saat perbedaan suhu proses aktual dengan suhu yang ingin

dicapai diekspresikan sebagai nilai g. Persamaan berdasarkan kurva penetrasi panas untuk metode

formula adalah sebagai berikut

𝑡𝐵 = 𝑓𝑕 𝐿𝑜𝑔𝐽𝑕𝐼𝑕 − 𝐿𝑜𝑔 𝑔 (4)

𝑡𝑝 = 𝑡𝐵 − 0.4𝑡𝑐 (5)

Page 26: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

12

Keterangan:

tB : waktu proses (menit)

tc : come up time (CUT) yaitu waktu sejak uap dimasukkan sampai retort mencapai suhu

proses (menit)

tp : operator time yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan sampai

suplai uap dihentikan (menit)

fh : waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log (menit)

Jh : faktor lag waktu sebelum kurva pemanasan menjadi lurus

Ih : perbedaan suhu retort dengan suhu awal produk (Tr-T0)

g : perbedaan suhu retort dengan produk di dalam kaleng pada akhir proses termal

Jh Ih : suhu awal semu diambil pada titik potong kurva pemanasan dengan waktu 0 menit

yang sebenarnya (waktu 0 menit ini besarnya sama dengan 0.58× tc)

Page 27: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

13

III. METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan pada pengolahan gudeg adalah nangka muda atau gori,

daging sapi, bawang merah, bawang putih, gula merah, daun salam, lengkuas, ketumbar bubuk,

santan, air, daun jati, dan garam dapur. Bahan-bahan yang digunakan pada tahap analisis antara

lain akuades, HCl 0.01 N atau 0.02 N, air destilata, K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, HCl,

NaOH, zat anti buih, asbes, petroleum eter, alkohol 95%, indikator PP, dan kertas tissue. Kaleng

yang akan digunakan berukuran 307×113.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi retort, thermocouple,

thermorecorder, kaleng, timbangan, thermometer, sendok, dan blender. Alat-alat yang digunakan

dalam analisis adalah penetrometer, neraca analitik, soxhlet, pendingin balik, kertas saring, pipet

tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium,

cawan porselen, gelas ukur 10, 100 dan 300 ml, erlenmeyer 100, 300 dan 1000 ml, oven

pengering, desikator, Minolta Chromameters CR310, gegep, pinset, spatula, batang pengaduk, dan

tabung reaksi.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji

formulasi, uji penetrasi panas, dan desain proses. Selanjutnya, penelitian utama terdiri atas tahap

pengalengan dan analisis produk. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 6. Diagram alir penelitian

Uji formulasi produk

Uji penetrasi panas produk pada suhu 111, 116, dan 1210C

Desain proses dengan nilai F0 = 4, 12, 20, 28 menit

Pengalengan dengan F0 = 4, 12, 20, 28 menit pada berbagai kombinasi suhu dan waktu

Analisis tekstur dan warna

Penentuan produk terpilih

Analisis proksimat produk terpilih

Analisis organoleptik

Page 28: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

14

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

a. Uji Formulasi

Uji formulasi bertujuan untuk menentukan formula produk dan tahapan proses

produksi yang sesuai dengan kondisi pengalengan. Uji ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu

pembakuan formula, pengujian formula dengan proses pemasakan konvensional, dan pengujian

formula dengan proses pengalengan.

i. Pembakuan Formula

Formula gudeg mengacu pada resep gudeg yang ada di masyarakat secara

umum. Bahan baku yang berasal dari resep tersebut ditimbang dan dinyatakan dalam

satuan berat yang sama.

ii. Pengujian Formula dengan Proses Pemasakan Konvensional

Formula yang telah dibakukan kemudian diuji dengan proses pemasakan

konvensional. Selanjutnya, dilakukan pengamatan secara visual terhadap produk yang

meliputi aspek rasa, aroma, tekstur, dan warna. Proses pemasakan gudeg dapat dilihat

pada gambar berikut

Gambar 7. Proses pemasakan gudeg

iii. Pengujian Formula dengan Proses Pengalengan

Tahap ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara produk gudeg dalam

kaleng dengan gudeg biasa. Formula yang berhasil diolah dengan proses pemasakan

konvensional selanjutnya diuji dengan proses pengalengan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan modifikasi proses pemasakan gudeg yang disesuaikan dengan kondisi

pengalengan.

Gudeg

Nangka muda

Pemotongan

Perebusan sampai warna

nangka kemerahan Daun jati, air

Penirisan

Lengkuas, daun

salam, gula merah,

daging, santan

Pemasakan sampai

santan hampir habis

Penggilingan

Bumbu halus

Bawang merah,

bawang putih, garam,

ketumbar

Page 29: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

15

b. Uji Penetrasi Panas

Persiapan sampel untuk uji penetrasi panas disesuaikan berdasarkan hasil uji

formulasi. Termokopel dipasang pada titik terdingin kaleng yaitu pada tengah kaleng.

Sampel gudeg dimasukkan ke dalam kaleng. Ujung termokopel diletakkan pada bahan yang

diduga paling lambat mengalami perambatan panas yaitu bagian daging buah yang paling

keras yang terletak didekat kulit buah. Sebanyak tiga buah termokopel dipasang dalam

produk dan dua buah dipasang dalam retort. Selanjutnya, termokopel dihubungkan dengan

termorekorder. Produk disusun dalam satu tumpukan pada titik terdingin retort yaitu pada

posisi tengah di keranjang yang paling atas (Darmadi 2010). Retort diisi penuh dengan

kaleng-kaleng yang berisi air. Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada suhu 111, 116,

dan 1210C. Rekorder mencatat perubahan suhu produk setiap satu menit.

Gambar 8. Pemasangan termokopel pada pengukuran penetrasi panas

Gambar 9. Penyusunan kaleng pada pengukuran penetrasi panas

Data penetrasi panas yang diperoleh akan menghasilkan plot hubungan suhu

dengan waktu. Data ini dievaluasi menggunakan metode umum (general method) untuk

menentukan nilai sterilitas (F0) dan waktu proses. Nilai F0 proses dihitung dari luasan

daerah di bawah kurva. Bentuk luasan di bawah kurva dianggap trapesium. Untuk

menghitung luas trapesium, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah paralelogram

pada interval waktu (∆t) tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya dengan rumus

Sampel

Kaleng berisi air

Keranjang

Sekrup

Termokopel

Dihubungkan ke rekorder Nangka muda

Page 30: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

16

luas trapesium, sehingga diperoleh nilai sterilitas parsial (F0 parsial) pada ∆t tersebut.

Masing-masing nilai F0 parsial dijumlahkan. Hasilnya menunjukkan nilai F0 total dari

proses yang telah dilakukan.

Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas

𝐹0 = 𝐿𝑟 𝑑𝑡𝑡

0 (6)

𝐹0 = 𝐿𝑟𝑖+ 𝐿𝑟𝑖−1

2

ni=1 Δ𝑡 (7)

𝐹0 𝑃𝑎𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙 = 𝐿𝑟𝑛+𝐿𝑟𝑛−1 ×Δ𝑡

2 (8)

𝐿𝑟 = 10 𝑇𝑟−𝑇𝑟𝑒𝑓

𝑧 (9)

Keterangan:

Lr(i) : Lethal rate pada menit ke-i

Lr(i-1) : Lethal rate pada i menit sebelumnya

∆t : rentang perubahan waktu yang digunakan

F0 : nilai sterilisasi pada suhu 2500F (121.1

0C) bagi mikroba yang punya nilai

z tertentu (menit)

∆t : peningkatan atau selang waktu yang digunakan untuk mengamati nilai T

c. Desain Proses

Desain proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan metode formula Ball.

Plot data hasil pengukuran penetrasi panas diolah dengan prosedur matematis untuk

mengintegrasikan efek letalitas yang terjadi sehingga diperoleh karakteristik penetrasi

panas dalam pangan yang diproses. Penentuan persamaan garis kurva penetrasi panas dapat

menghasilkan nilai F0 yang paling mendekati nilai F0 dari metode general, sehingga

diperoleh parameter karakteristik penetrasi panas, seperti fh dan jh, yang nilainya akan

digunakan untuk mendapatkan formula proses yang terjadi.

Gambar 10. Kurva pemanasan untuk menentukan parameter fh dan Jh

(Toledo 2007).

Page 31: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

17

Persamaan waktu penetrasi panas yang digunakan dalam metode formula Ball

adalah sebagai berikut

𝐿𝑜𝑔 𝑇𝑟 − 𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝐽𝑕 𝑇𝑟 − 𝑇0 −𝑡𝐵

𝑓𝑕 (10)

𝑡𝐵 = 𝑓𝑕 𝐿𝑜𝑔 𝐽𝑕𝐼𝑕

𝑔 (11)

𝑡𝐵 = 0.42𝑡𝑐 + 𝑡𝑝 (12)

Keterangan:

Tr : suhu retort yang diatur dan dipertahankan pada saat proses (0C)

T0 : suhu awal produk (0C)

T : suhu maksimum produk pada akhir proses (0C)

fh : waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log (menit)

Jh : faktor lag waktu sebelum kurva pemanasan menjadi lurus

tB : waktu proses (menit)

tc : come up time (CUT) yaitu waktu sejak uap dimasukkan sampai retort mencapai

suhu proses (menit)

tp : operator time yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses yang

diinginkan sampai suplai uap dihentikan (menit)

Ih : perbedaan suhu retort dengan suhu awal produk (Tr-To)

g : perbedaan suhu retort dengan produk di dalam kaleng pada akhir proses termal

Jh Ih : suhu awal semu diambil pada titik potong kurva pemanasan dengan waktu 0

menit yang sebenarnya (waktu 0 menit ini besarnya sama dengan 0.58× tc)

2. PENELITIAN UTAMA

a. Pengalengan

Proses pengalengan dilakukan pada tiga suhu yaitu 111, 116, dan 1210C. Setiap

suhu dikombinasikan dengan empat level F0 yaitu 4, 12, 20, dan 28 menit. Langkah-

langkah pengalengan gudeg secara umum adalah sebagai berikut

Gambar 11. Diagram alir sterilisasi gudeg

Gudeg

Pengisian dalam kaleng

Penutupan kaleng

Ekshausting

Pendinginan

Sterilisasi (T, t)

Persiapan bahan

Page 32: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

18

Penentuan nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit berdasarkan pemenuhan kecukupan

proses sterilisasi untuk pemusnahan C.botulinum sebesar 12 siklus logaritma atau 12×0.21

menit = 2.52 menit pada suhu 121.10C. Walaupun nilai F0 terkecil (F0 = 4) sudah memenuhi

kecukupan proses, kombinasi beberapa nilai F0 bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap tekstur dan warna produk.

b. Analisis

Analisis yang dilakukan terdiri atas analisis fisik, analisis organoleptik, dan

analisis kimia. Analisis fisik meliputi analisis warna dan tekstur, sedangkan analisis kimia

meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, pH, dan aw.

i. Warna (Faridah et al. 2008)

Sampel yang diukur meliputi gudeg sebelum dikalengkan (F0=0 menit) dan

gudeg setelah dikalengkan (F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit). Sebelum diukur, sampel

nangka muda dibersihkan dari kuah gudeg. Pengukuran sampel dilakukan secara duplo.

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma

Meters CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara

menekan tombol Index Set, lalu dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar dan

Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan

dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel dan dilanjutkan dengan

menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan

tercatat pada alat Paper Sheat.

Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0 (hitam)

sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna merah sampai hijau. Nilai +a

mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna kromatik merah dan nilai –a dari 0

sampai −80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna biru sampai kuning dengan

kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai –70 untuk warna biru.

ii. Tekstur (Faridah et al. 2008)

Sampel yang diukur meliputi gudeg sebelum dikalengkan (F0=0 menit) dan

gudeg setelah dikalengkan (F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit). Sampel yang diukur

merupakan bagian daging buah yang dekat dengan kulit buah. Sampel dengan tebal ±1.5

cm dan lebar ±2.5 cm diletakkan pada dasar alat penetrometer. Jarum ditempatkan pada

bagian permukaan atas sampel. Selanjutnya tombol run ditekan. Nilai kedalaman

penetrasi dari jarum penetrometer dicatat dalam satuan mm per satuan waktu penetrasi.

Satuan waktu penetrasi yang digunakan adalah 5.0 detik. Pengukuran sampel dilakukan

secara duplo.

iii. Uji Rating Hedonik (Meilgaard 1999)

Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap

sampel. Sejumlah 75 panelis tidak terlatih diminta mencicipi sampel kemudian diminta

memberikan penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, tekstur, warna, rasa,

dan overall (keseluruhan) sampel. Penilaian mutu organoleptik produk dilakukan

dengan skala hedonik (kesukaan) terhadap karakteristik sensori produk. Tingkat

persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor kesukaan sebagai berikut:

1 : sangat tidak suka

2 : tidak suka

3 : agak tidak suka

4 : netral

5 : agak suka

6 : suka

7 : sangat suka

Page 33: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

19

iv. Nilai pH (Apriyantono et al., 1989)

Sebelum pengukuran, pH meter telah dinyalakan dan distabilkan selama 15-30

menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7.

elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering.

Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram ditambah dengan 10 ml air

destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke

dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka (stabil). Nilai pH diukur

secara duplo.

v. Kadar Air (AOAC 2006)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan

dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g

dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 105oC selama 6 jam.

Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta

isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 %𝑏𝑏 =𝐵− 𝐶−𝐴

𝐵× 100% (13)

vi. Kadar Abu (AOAC 2006)

Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam

oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel

ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai

tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik

pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau

memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang (C). Cara perhitungan kadar protein:

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 %𝑏𝑏 =𝐶−𝐴

𝐵× 100% (14)

vii. Kadar Lemak (AOAC 2006)

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang

digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit,

kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 5 g

sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas

saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat

kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan

refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang

tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada

suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator

kemudian labu beserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak.

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 % =𝐶−𝐴

𝐵× 100% (15)

viii. Kadar Protein Total (AOAC 1995)

Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah

dengan 1 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel

didestruksi selama 30 menit sampai cairan jernih. Pindahkan isi labu ke dalam alat

destilasi dan bilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml dan tambahkan 8-10 ml

campuran larutan 60% NaOH dan 5% Na2S2O3. Sambungkan labu tadi dengan alat

destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan

Page 34: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

20

H3BO3. Destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian titrasi dengan NaOH 0.1N

sampai larutan kuning.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 (%) =(𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 – 𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 14.007

𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100 (16)

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 % × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 (17)

Faktor konversi : 6.25

ix. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan protein.

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑕𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 % = 100% − 𝑃 + 𝐴 + 𝐴𝑏 + 𝐿 (18)

P : kadar protein (% bb)

A : kadar air (% bb)

Ab : kadar abu (% bb)

L : kadar lemak (% bb)

x. Kadar Serat Kasar (Apriyantono et al. 1989)

Sampel ditimbang (A) dan diekstrak lemaknya menggunakan soxhlet dengan

pelarut petrpleum eter. Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 mL serta

ditambahkan ke dalamnya 0.5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih.

Tambahkan ke dalam erlenmeyer 200 mL larutan H2SO4 mendidih. Letakkan

erlenmeyer di dalam pendingin balik. Didihkan sampel di dalam erlenmeyer selama 30

menit dengan sesekali digoyang. Saring suspensi dengan kertas saring. Cuci residu yang

tertinggal dengan air mendidih hingga air cucian tidak bersifat asam lagi. Pindahkan

residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer. Cuci sisa residu pada

kertas saring dengan 200 mL larutan NaOH mendidih sampai semua residu masuk ke

dalam erlenmeyer. Didihkan kembali sampel selama 30 menit dengan pendingin balik

sambil sesekali digoyang. Saring sampel dengan kertas saring yang diketahui beratnya

(B) sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Cuci residu pada kertas saring dengan air

mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Keringkan kertas saring dalam oven 1050C

sampai berat konstan. Setelah didinginkan dalam desikator, timbang sampel (C).

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑔/100𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =𝐶−𝐵

𝐴× 100 (19)

xi. Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air diukur dengan menggunakan alat aw-meter yang telah dikalibrasi

dengan NaCl (RH 75%). Sampel yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam chamber

pada alat dan ditutup rapat. Pembacaan dilakukan sampai angka penunjuk pada aw-

meter tidak berubah atau muncul keterangan completed test pada display alat.

Page 35: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN FORMULA PRODUK

Jenis gudeg yang diformulasikan pada penelitian ini adalah gudeg basah yang

mengandung kuah. Kuah gudeg berfungsi sebagai medium penghantar panas saat pengalengan.

Formula gudeg mengacu pada resep yang tercantum pada Lampiran 1a-1b. Resep tersebut

dibakukan dengan menyeragamkan satuan berat bahan baku menggunakan satuan gram.

Penyeragaman satuan dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi akibat perbedaan

satuan. Berikut penyajian hasil pembakuan formula gudeg

Tabel 5. Komposisi bahan baku gudeg

Jenis Bahan Baku Nama Bahan Jumlah (g) Persentase (%)

Bahan baku

primer

Nangka muda 1000 49.75

Daging sapi 200 9.95

Santan cair komersial 467 23.23

Gula merah 200 9.95

Bawang merah 60 2.99

Bawang putih 60 2.99

Ketumbar bubuk 3 0.15

Garam 20 1.00

Bahan baku

sekunder

Daun salam 10

Lengkuas 50

Daun jati 120-140

Bahan baku gudeg dibedakan menjadi dua, yaitu bahan baku primer dan bahan baku

sekunder. Bahan baku primer merupakan bahan baku utama penyusun gudeg yang terlibat sampai

akhir proses pengalengan, sedangkan bahan baku sekunder tidak terlibat sampai akhir proses.

Secara umum, bahan baku utama gudeg terdiri atas nangka muda, daging, dan bumbu cair (santan

cair, gula merah, bawang merah, bawang putih, ketumbar bubuk, dan garam). Daun jati digunakan

sebagai pewarna nangka muda. Daun salam dan lengkuas hanya terlibat saat pemasakan bumbu

yang berfungsi menambah aroma sedap pada bumbu.

Gambar 12. Gudeg yang diolah dengan (a) pemasakan konvensional dan (b) pengalengan

(a) (b)

Page 36: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

22

Setelah formula gudeg dibakukan, dilakukan pengujian formula dengan proses

pemasakan konvensional dan pengalengan. Hasil pengujian tersebut ditunjukkan pada Gambar 12

dan Tabel 6. Proses pengalengan gudeg dilakukan pada suhu1210C selama 60 menit. Gudeg yang

diolah dengan dua proses tersebut memiliki rasa, aroma, dan tekstur yang relatif sama. Namun,

dari sisi warna dan penampakan secara keseluruhan terdapat beberapa perbedaan.

Tabel 6. Perbandingan produk gudeg konvensional dan gudeg dalam kaleng

Atribut Sensori Produk Gudeg

Pemasakan Konvensional Pengalengan

Rasa Rasa gudeg, manis Rasa gudeg, manis

Aroma Gudeg yang sedap Gudeg yang sedap

Warna Cokelat kemerahan, lebih gelap Cokelat kemerahan

Tekstur Empuk dan mudah diiris Empuk dan mudah diiris

Penampakan Nangka muda hancur, tidak

berkuah

Nangka muda tidak hancur,

berkuah

Proses pemasakan gudeg secara konvensional dilakukan dalam wadah yang tidak tertutup

rapat. Hal ini menyebabkan air dalam santan menguap ke udara, sehingga gudeg yang dihasilkan

tampak tidak berkuah. Penampakan nangka muda pada gudeg hasil pemasakan konvensional

terlihat hancur akibat pengadukan selama pemasakan, sedangkan penampakan nangka muda pada

gudeg yang dikalengkan tidak hancur karena selama proses pengalengan tidak terjadi pengadukan.

Proses pemasakan gudeg yang lama dapat menyebabkan warna gudeg yang dimasak secara

konvensional terlihat lebih gelap daripada gudeg yang dikalengkan. Secara umum, produk gudeg

yang dimasak secara konvensional ini sesuai dengan gudeg komersial yang ada.

Walaupun penampakan produk gudeg konvensional dan gudeg dalam kaleng terlihat

berbeda, formula gudeg yang telah dibakukan dapat diterima dalam hal rasa dan aroma sehingga

formula ini dapat diterapkan pada proses pengolahan gudeg dengan pengalengan. Adapun aspek

warna dan tekstur gudeg yang dikehendaki, seperti warna yang lebih gelap atau tekstur yang lebih

empuk, dapat diperoleh dengan mengkombinasikan suhu dan waktu pengalengan.

B. PENGOLAHAN GUDEG DALAM KALENG

Pemasakan gudeg konvensional dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap perebusan

nangka muda dengan daun jati dan tahap pemasakan nangka muda dengan penambahan bumbu.

Perebusan nangka muda dengan daun jati bertujuan untuk membentuk warna kemerahan pada

nangka muda. Tahap pemasakan kedua yaitu pemasakan nangka muda dengan bumbu

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membentuk tekstur gudeg yang lunak dan warnanya

yang gelap serta menguapkan air dalam santan. Tahap pemasakan yang kedua ini dapat dilakukan

dengan proses sterilisasi pada pengalengan dengan suhu tinggi sehingga waktu proses dapat

dipersingkat.

Gambar 13 menunjukkan tahap pembuatan gudeg yang merupakan hasil modifikasi

proses pemasakan gudeg yang dipadukan dengan proses pengalengan. Tahap awal pembuatan

gudeg adalah persiapan bahan baku. Persiapan bahan dibagi menjadi dua bagian yaitu persiapan

bumbu cair dan daging (ditandai dengan diagram alir berwarna hijau) dan persiapan nangka muda

(ditandai dengan diagram alir berwarna biru).

Persiapan bumbu diawali dengan pengupasan, pencucian, dan penimbangan bahan.

Bawang merah, bawang putih, garam, gula merah, dan ketumbar bubuk digiling menjadi bumbu

Page 37: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

23

halus. Bumbu cair merupakan campuran bumbu halus dan santan yang telah direbus pada suhu

950C selama 30 menit dengan menambahkan lengkuas, daun salam, dan potongan daging.

Lengkuas dan daun salam hanya terlibat pada perebusan bumbu yang setelah proses perebusan

keduanya dibuang. Perebusan ini bertujuan agar komponen-komponen pada lengkuas dan daun

salam dapat terekstrak sehingga menimbulkan aroma bumbu yang sedap.

Gambar 13. Proses produksi gudeg dalam kaleng

Pengisian dalam kaleng (300C)

Penutupan kaleng

Ekshausting (850C, 10 menit)

Pendinginan

Sterilisasi (T, t)

Gudeg

Penimbangan dan

penggilingan

Bawang merah,

bawang putih,

Bumbu cair dan

potongan daging

Perebusan (950C,

30 menit) dan

pengadukan

Lengkuas,

daun salam

Pencucian,

pemotongan, dan

penimbangan

Pengupasan, dan

pencucian

Pencampuran Santan

Bumbu halus

Garam, gula

merah, ketumbar

bubuk

Lengkuas,

daun salam,

daging sapi

Daun jati

Nangka muda

Pengupasan,

pemotongan,

pencucian, dan

penimbangan

Air ekstrak

daun jati

Perebusan (950C,

30 menit)

Daun jati, air

Penirisan Blansir (85

0C,

30 menit)

Page 38: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

24

Sebelum proses pengalengan, nangka muda dikupas, dicuci, dan dipotong dengan bentuk

mirip segitiga (lebar ±2.5 cm dan tebal ±1.5 cm). Selanjutnya potongan nangka muda ini diblansir

menggunakan air ekstrak daun jati yang telah dipersiapkan sebelumnya. Proses blansir nangka

muda dilakukan pada suhu 850C selama 30 menit agar zat warna merah alami pada ekstrak daun

jati dapat terserap oleh nangka muda. Selain untuk mewarnai nangka muda, proses blansir ini juga

berfungsi untuk menghilangkan getah pada nangka muda yang akan mempengaruhi citarasa

produk akhir.

Nangka muda, bumbu cair, dan daging yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam kaleng

berukuran 307×113. Kaleng tersebut dapat diisi gudeg sebanyak 200 g dengan komposisi: nangka

muda 100 g, bumbu cair 90 g, dan daging sapi 10 g. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam

kaleng dengan menyisakan headspace. Komposisi bahan-bahan tersebut dalam kaleng ditentukan

berdasarkan hasil pembakuan formula pada Tabel 5. Hasil penentuan komposisi bahan-bahan

tersebut disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi bahan gudeg dalam kaleng berukuran 307×113

Nama Bahan Jumlah (g) Presentase (%)

Nangka muda 100 50

Daging sapi 10 5

Bumbu cair 90 45

Kaleng yang berisi bahan gudeg kemudian mengalami proses ekshausting pada suhu 850C

selama 10 menit. Selanjutnya, kaleng ditutup dengan alat double seamer untuk menggabungkan

badan kaleng dan tutupnya. Kaleng yang telah tertutup rapat disterilisasi pada suhu 111, 116, dan

1210C dengan kombinasi nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit. Proses pengalengan gudeg diakhiri

dengan proses pendinginan cepat menggunakan air dingin untuk menghindari overcooking.

C. PENENTUAN WAKTU STERILISASI

Proses termal harus dirancang sebaik mungkin untuk memberikan produk yang stabil

selama penyimpanan (Kusnandar et al. 2009). Perancangan ini ditentukan berdasarkan hasil uji

penetrasi panas produk untuk menetapkan waktu sterilisasi. Sebelum uji penetrasi dilakukan, perlu

diketahui waktu venting retort (waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan seluruh udara dari

dalam retort) yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran distribusi panas retort. Penentuan

waktu venting retort mengacu pada hasil penelitian Darmadi (2010) karena pada penelitian ini

menggunakan retort yang sama untuk mensterilisasi produk. Hasil uji distribusi panas yang telah

dilakukan Darmadi (2010) menunjukkan bahwa waktu venting retort yang dibutuhkan adalah 16

menit (retort mencapai suhu 1050C).

Data hasil penetrasi panas yang diperoleh menghasilkan plot grafik hubungan suhu

dengan waktu. Data tersebut diolah untuk menentukan nilai sterilitas (F0) proses. Pengolahan data

penetrasi panas menggunakan dua metode yaitu metode umum dan metode formula. Metode

umum merupakan metode yang paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal karena data

suhu hasil pengukuran penetrasi digunakan secara langsung tanpa asumsi dan prodiksi berdasarkan

persamaan hubungan suhu dan waktu. Metode umum digunakan untuk evaluasi proses yang telah

dilakukan. Perhitungan dengan metode formula menggunakan parameter-parameter yang diperoleh

dari data penetrasi panas dan prosedur-prosedur matematik untuk mengintegrasikan lethal effects

(Subarna et al. 2008).

Gambar 14-16 menunjukkan kurva penetrasi panas produk pada suhu 111, 116, dan

1210C. Pada tahap awal sterilisasi suhu produk relatif konstan. Setelah itu, suhu produk meningkat

Page 39: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

25

tajam dan mulai melambat sebelum akhirnya mencapai suhu konstan (suhu proses). Setelah

beberapa waktu, suhu produk menurun tajam akibat proses pendinginan cepat. Waktu yang

diperlukan oleh produk untuk mencapai suhu proses berbeda-beda bergantung pada suhu yang

ingin dicapai. Semakin tinggi suhu proses, waktu yang diperlukan produk untuk mencapai suhu

proses semakin lama. Demikian juga dengan come up time (CUT), semakin tinggi suhu proses,

CUT juga semakin lama.

Gambar 14. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 111

0C

Gambar 15. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 116

0C

Gambar 16. Kurva penetrasi panas produk pada suhu 121

0C

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Su

hu

(°C

)

Waktu (menit)

Gudeg

Retort

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Su

hu

(°C

)

Waktu (menit)

Gudeg

Retort

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Su

hu

(°C

)

Waktu (menit)

Gudeg

Retort

CUT Waktu operator Pendinginan

Tgudeg=Tretort

CUT Waktu operator Pendinginan

Tgudeg=Tretort

CUT Waktu operator Pendinginan

Tgudeg=Tretort

Page 40: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

26

Saat pemanasan/pendinginan produk, peningkatan/penurunan suhu produk terjadi lebih

lambat daripada peningkatan/penurunan suhu retort. Hal ini dipengaruhi oleh sifat perambatan

panas bahan dalam kaleng. Gudeg dalam kaleng terdiri atas 55% padatan (nangka muda dan

daging sapi) dan 45% cairan (bumbu cair). Pada uji penetrasi panas, termokopel ditusukkan ke

dalam bagian padatan yaitu nangka muda. Nangka muda dan daging sapi mengalami perambatan

panas konduksi, sedangkan bumbu cair mengalami perambatan panas konveksi. Kecepatan

peningkatan/penurunan suhu produk dipengaruhi oleh koefisien pindah panas bahan. Semakin

besar koefisien pindah panas suatu bahan, semakin tinggi laju pindah panas yang terjadi.

Data penetrasi panas selanjutnya dievaluasi menggunakan metode umum dan diolah

menggunakan metode formula Ball untuk mendapatkan nilai F0 dan parameter proses lainnya.

Perhitungan nilai F0 dari kedua metode tersebut dibandingkan untuk mengetahui kecukupan proses

panas. Perbandingan nilai F0 berdasarkan metode umum dan metode formula Ball disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan nilai F0 berdasarkan metode umum dan metode formula Ball

Tr (0C) tc (menit) fh (menit) Jh tB (menit) tp (menit)

F0 (menit)

Umum Formula

111 17 32.89 1.6 155.1 148.0 10.6 10.6

116 18 32.89 2.3 91.6 84.0 12.0 12.0

121 19 32.89 1.1 53.0 45.0 12.2 12.2

Keterangan: Tr = suhu retort, tc = come up time, tB = waktu Ball, tp = waktu operator, jh= faktor lag,

fh= waktu untuk melewati 1 siklus log

Nilai F0 yang diperoleh berdasarkan metode umum dan metode formula Ball pada suhu

1110C adalah 10.6 menit, pada suhu 116

0C adalah 12.0 menit, dan pada suhu 121

0C adalah 12.2

menit. Nilai F0 yang diperoleh berdasarkan metode formula tidak lebih besar nilainya daripada

nilai F0 yang diperoleh berdasarkan metode umum. Menurut Hariyadi et al. (2006), apabila F0

proses (metode formula) kurang dari F0 standar (metode umum), proses termal belum mencukupi.

Tabel 9. Desain waktu proses sterilisasi gudeg dalam kaleng berukuran 307×113

Tr (0C) T0 (

0C) F0 (menit) tB (menit) tp (menit)

111

23.4 4 88.5 81.3

23.4 12 174.7 167.5

23.4 20 253.9 246.8

23.4 28 332.3 325.2

116

28.0 4 62.5 54.9

28.0 12 91.5 84.0

28.0 20 117.7 110.1

28.0 28 144.9 137.4

121

23.1 4 38.0 30.0

23.1 12 52.6 44.7

23.1 20 65.1 57.1

23.1 28 73.6 65.6

Keterangan: T0 = suhu awal produk

Page 41: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

27

Parameter fh dan jh bersifat konstan dan merupakan karakteristik penetrasi panas dalam

bahan yang diproses. Parameter respon suhu fh menunjukkan laju penetrasi panas produk dalam

wadah, sedangkan lag factor jh menunjukkan waktu lag (kelambatan) sebelum laju penetrasi

mencapai fh (Subarna et al. 2008). Nilai fh pada suhu 111, 116, dan 1210C menunjukkan hasil yang

sama yaitu sebesar 32.89 menit karena jenis kaleng dan produk yang digunakan dalam proses tidak

berbeda. Nilai jh pada suhu 1110C sebesar 1.6, pada suhu 116

0C sebesar 2.3, dan pada suhu 121

0C

sebesar 1.1. Perbedaan nilai ini terjadi karena adanya perbedaan suhu retort, suhu awal produk,

dan suhu awal semu produk.

Parameter proses termal fh dan jh yang diperoleh berdasarkan metode formula Ball,

selanjutnya digunakan dalam mendesain jadwal proses (schedule process) pengalengan untuk

mencapai nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit pada suhu 111, 116, dan 1210C. Tabel 9 menunjukkan

desain waktu proses sterilisasi gudeg dalam kaleng berukuran 307×113. Berdasarkan tabel tersebut

diketahui bahwa semakin besar nilai F0 pada suhu tertentu, waktu proses yang diperlukan juga

semakin lama. Pada nilai F0 yang sama, perlakuan suhu yang lebih rendah menyebabkan waktu

proses lebih lama. Hal ini disebabkan lethal rate pada suhu yang lebih rendah memiliki nilai yang

lebih kecil sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai nilai F0 yang sama.

D. SIFAT FISIK

1. WARNA

Pengukuran warna terhadap produk gudeg dalam kaleng menunjukkan bahwa

tristimulus L, a, dan b bernilai positif. Hal ini berarti komponen pada warna produk terdiri atas

tingkat kecerahan (L), kemerahan (+a), dan kekuningan (+b). Perbandingan proporsi ketiga

komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 121

0C

Parameter warna yang paling dominan adalah tingkat kecerahan dan selanjutnya

tingkat kemerahan atau tingkat kekuningan bergantung pada lamanya proses pengalengan. Pola

yang sama juga terjadi pada sampel yang disterilisasi pada suhu 111 dan 1160C. Hal ini dapat

dilihat pada Lampiran 5a-5b. Perubahan tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan gudeg

Page 42: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

28

dalam kaleng pada suhu 111, 116, dan 1210C dengan kombinasi nilai F0=4, 12, 20, dan 28

menit ditunjukkan oleh Gambar 18-20. Nilai F0=0 menit pada gambar menunjukkan produk

sebelum mengalami proses pengalengan.

Gambar 18. Perbandingan tingkat kecerahan gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai

F0) dan gudeg konvensional

Gambar 19. Perbandingan tingkat kemerahan gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai

F0) dan gudeg konvensional

Gambar 20. Perbandingan tingkat kekuningan gudeg dalam kaleng (pada berbagai

nilai F0) dan gudeg konvensional

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

55.00

60.00

65.00

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Tin

gk

at

kec

era

ha

n

F0 (menit)

Suhu 111 C

Suhu 116 C

Suhu 121 C

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

15.00

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Tin

gk

at

kem

era

ha

n

F0 (menit)

Suhu 111 C

Suhu 116 C

Suhu 121 C

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

11.00

12.00

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Tin

gk

at

kek

un

ing

an

F0 (menit)

Suhu 111 C

Suhu 116 C

Suhu 121 C

Gudeg

konvensional

Gudeg

konvensional

Gudeg

konvensional

Page 43: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

29

Kecerahan gudeg sebelum proses sterilisasi bernilai 60.33. Setelah dilakukan proses

sterilisasi, terjadi perubahan tingkat kecerahan gudeg. Sterilisasi pada suhu 1110C dengan F0=4

menit menyebabkan tingkat kecerahan gudeg menurun menjadi 47.88 atau turun sebesar

20.63%. Sterilisasi pada suhu 116 dan 1210C dengan nilai F0 yang sama menghasilkan gudeg

yang memiliki tingkat kecerahan 48.43 (turun 19.73%) dan 46.75 (turun 22.51%). Selanjutnya,

tingkat kecerahan gudeg pada suhu 111, 116, dan 1210C semakin menurun seiring semakin

meningkatnya nilai sterilitas gudeg.

Tingkat kemerahan gudeg mengalami peningkatan setelah proses sterilisasi. Sebelum

proses sterilisasi, tingkat kemerahan gudeg bernilai 5.35. Sterilisasi pada suhu 1110C dengan

F0=4 menit menyebabkan tingkat kemerahan gudeg meningkat menjadi 7.69 atau naik sebesar

43.80%. Sterilisasi pada suhu 116 dan 1210C dengan nilai F0 yang sama menghasilkan gudeg

yang memiliki tingkat kemerahan 8.04 (naik 50.31%) dan 7.53 (naik 40.78%). Selanjutnya,

tingkat kemerahan gudeg pada suhu 111, 116, dan 1210C semakin meningkat seiring

meningkatnya nilai F0.

Tingkat kekuningan gudeg sebelum proses sterilisasi bernilai 11.10. Setelah dilakukan

proses sterilisasi, terjadi perubahan tingkat kekuningan gudeg. Sterilisasi pada suhu 1110C

dengan F0=4 menit menyebabkan tingkat kekuningan gudeg menurun menjadi 9.84 atau turun

11.28%. Sterilisasi pada suhu 116 dan 1210C dengan nilai F0 yang sama menghasilkan gudeg

yang memiliki tingkat kekuningan 10.50 (turun 5.39%) dan 10.49 (turun 5.50%). Selanjutnya,

semakin besar tingkat sterilitas gudeg (F0), tingkat kekuningan gudeg pada suhu 111, 116, dan

1210C semakin menurun.

Pada nilai F0 yang sama, perlakuan perbedaan suhu sterilisasi tidak mempengaruhi

tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan sampel gudeg dalam kaleng secara signifikan.

Hal ini ditunjukkan berdasarkan standard error yang saling berhimpit pada perlakuan suhu

yang berbeda di setiap nilai F0. Penggunaan variasi suhu pada nilai F0 yang sama menghasilkan

produk gudeg dalam kaleng dengan intensitas warna yang relatif sama.

Tingkat kecerahan dan kekuningan gudeg yang dikalengkan berbanding terbalik

dengan nilai F0, sedangkan tingkat kemerahannya berbanding lurus dengan nilai F0. Penurunan

nilai kecerahan dan kekuningan serta peningkatan nilai kemerahan gudeg dalam kaleng

menunjukkan terjadinya perubahan warna pada proses sterilisasi. Walaupun demikian, secara

umum pengaruh nilai F0 terhadap perubahan tingkat kecerahan, kemerahan, maupun

kekuningan gudeg dalam kaleng tidak signifikan. Gudeg dengan F0 = 4, 12, dan 20 menit

menunjukkan tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan yang relatif sama, sedangkan

gudeg dalam kaleng dengan F0=28 menit memiliki tingkat kecerahan, kemerahan, dan

kekuningan yang cenderung berbeda dengan tiga perlakuan F0 lainnya.

Pengukuran warna terhadap produk gudeg konvensional menunjukkan hasil bahwa

gudeg konvensional memiliki tingkat kecerahan 32.74 (< gudeg dengan F0=28 menit), tingkat

kemerahan 9.36 (= gudeg dengan F0=12 dan 20 menit), dan tingkat kekuningan 10.33 (= gudeg

dengan F0=4 menit). Hal ini berarti produk gudeg dalam kaleng lebih cerah daripada produk

gudeg konvensional, sedangkan tingkat kemerahan dan kekuningan kedua produk tersebut

relatif sama.

Perubahan warna gudeg dipengaruhi oleh blansir nangka muda menggunakan air dari

ekstrak daun jati. Daun jati muda merupakan salah satu sumber pigmen alami yaitu antosianin

(Limantara dan Rahayu 2008). Antosianin bersifat larut dalam air dan relatif tidak stabil.

Faktor utama yang mempengaruhi kestabilan antosianin antara lain konsentrasi pH, suhu, dan

oksigen (Elbe dan Schwartz (1996).

Gudeg yang dihasilkan merupakan jenis produk berasam rendah dengan nilai pH 5.68.

Warna antosianin yang terbentuk pada pH 4-6 adalah warna ungu (Branen et al. 2002). Namun,

saat dipanaskan pada suhu tinggi, warna antosianin dapat mengalami degradasi yang

mengakibatkan terbentuknya warna cokelat (Elbe dan Schwartz 1996). Peningkatan suhu

Page 44: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

30

pengolahan dapat menimbulkan kerusakan dan perubahan antosianin (Jackman dan Smith,

1996). Konsentrasi oksigen dalam produk kaleng sangat minim, bahkan hampir tidak ada,

karena kemasan kaleng bersifat hermetis. Sehingga, faktor konsentrasi oksigen tidak

mempengaruhi perubahan warna gudeg secara signifikan.

2. TEKSTUR

Karakteristik tekstur yang menjadi parameter mutu gudeg dalam kaleng adalah tingkat

keempukannya. Pengukuran keempukan tekstur gudeg dalam kaleng dilakukan menggunakan

alat penetrometer. Alat ini mengukur keempukan berdasarkan tingkat kedalaman penetrasi

jarum penetrometer dalam selang waktu 5 detik. Gambar 21 memperlihatkan perubahan tingkat

kedalaman penetrasi jarum penetrometer pada produk gudeg disterilisasi pada suhu 111, 116,

dan 1210C dengan kombinasi nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit. Nilai F0=0 menit pada gambar

menunjukkan produk sebelum mengalami proses pengalengan.

Gambar 21. Perbandingan tekstur gudeg dalam kaleng (pada berbagai nilai F0)

dan gudeg konvensional

Sebelum proses sterilisasi, kedalaman penetrasi jarum sebesar 4.8 mm/5.0 detik.

Setelah proses sterilisasi pada F0=4 menit, kedalaman penetrasi jarum pada sampel gudeg

dalam kaleng meningkat menjadi 10.8 mm/5.0 detik untuk suhu 1110C, 12.5 mm/5.0 detik

untuk suhu 1160C, dan 12.4 mm/5.0 detik untuk suhu 121

0C. Peningkatan kedalaman penetrasi

pada suhu 1110C, 116

0C, dan 121

0C juga terjadi jika sampel disterilisasi pada F0 yang lebih

tinggi. Kedalaman penetrasi pada sampel yang disterilisasi pada F0=12 menit lebih besar

daripada sampel yang disterilisasi pada F0=4 menit dan begitu seterusnya. Data nilai

kedalaman penetrasi pada gudeg dalam kaleng dan gudeg konvensional pada berbagai

kombinasi suhu dan waktu sterilisasi disajikan pada Lampiran 6a-6b.

Tingkat kedalaman penetrasi jarum penetrometer pada sampel gudeg dalam kaleng

terlihat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya nilai F0. Kedalaman penetrasi

berbanding lurus dengan tingkat keempukan sampel. Sampel yang semakin empuk memiliki

resistensi yang lebih rendah terhadap penetrasi jarum penetrometer sehingga memberikan nilai

kedalaman penetrasi yang lebih tinggi.

Pada nilai F0 yang sama, perlakuan perbedaan suhu (111, 116, dan 1210C) tidak

mempengaruhi perbedaan nilai kedalaman penetrasi sampel gudeg dalam kaleng secara

signifikan. Hal ini ditunjukkan berdasarkan standard error yang saling berhimpit pada

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Ked

ala

ma

n p

enet

rasi

(m

m/5

s)

F0 (menit)

suhu 111 C

suhu 116 C

suhu 121 C

Gudeg

konvensional

Page 45: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

31

perlakuan suhu yang berbeda di setiap nilai F0. Penggunaan variasi suhu pada nilai F0 yang

sama akan menghasilkan produk gudeg dengan tingkat keempukkan yang relatif sama.

Produk gudeg konvensional memiliki nilai kedalaman penetrasi sebesar 30.0 mm/5.0

detik. Nilai yang diperoleh tersebut tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan nilai

kedalaman penetrasi gudeg dalam kaleng yang dihasilkan pada F0=28 menit. Dengan demikian,

kombinasi suhu dan waktu yang tepat pada proses pengalengan gudeg dapat menghasilkan

produk yang memiliki tekstur (tingkat keempukan) yang sesuai dengan produk gudeg

konvensional.

Gudeg berbahan utama nangka muda yang merupakan bahan nabati. Pelunakkan

jaringan pada bahan nabati, seperti sayur dan buah, terjadi akibat hidrolisis pektin dan

pelarutan sebagian hemiselulosa yang dikombinasikan dengan kehilangan sel turgor. Proses

termal dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel, terutama lamela tengah (Ahmed dan

Shivare 2006). Saat dipanaskan, terjadi perubahan struktur protopektin. Protopektin yang

bersifat tidak larut dapat berubah menjadi pektin yang dapat terdispersi dalam air jika

dipanaskan (Winarno 1992). Semakin lama waktu pemanasan, jumlah pektin yang terdispersi

dalam air juga semakin banyak, sehingga tekstur bahan semakin lunak.

E. SIFAT ORGANOLEPTIK

Perlakuan perbedaan suhu pada sterilisasi gudeg tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap perubahan warna dan tekstur produk gudeg dalam kaleng seperti telah dibahas pada sub

bab sebelumnya. Burton (1978) menyatakan bahwa kombinasi pemanasan suhu yang lebih tinggi

dan waktu pemanasan yang lebih singkat biasanya memberikan perubahan kimia produk sterilisasi

yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses pemanasan pada suhu yang lebih rendah. Optimasi

proses termal dengan mempertimbangkan mutu produk berarti menentukan kondisi proses yang

memenuhi syarat keamanan produk dengan meminimumkan kerusakan mutu organoleptik dan gizi

produk (Richardson 2004; Awuah et al. 2007). Dengan demikian, sampel yang dipilih untuk uji

organoleptik adalah gudeg yang diproduksi pada suhu tertinggi, yaitu 1210C, dengan kombinasi

nilai F0 = 4, 12, 20, dan 28 menit. Gambar 22 menunjukkan sampel gudeg yang disterilisasi pada

suhu 1210C dengan kombinasi berbagai nilai F0.

Gambar 22. Gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C dengan perlakuan (a) F0=4,

(b) F0=12, (c) F0=20, dan (d) F0=28 menit

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui mutu internal produk yang hanya dapat

dideteksi setelah seseorang mencicipi produk tersebut. Jenis uji organoleptik yang digunakan

adalah uji penerimaan (Acceptance Test) menggunakan metode uji rating hedonik. Karena produk

gudeg dalam kaleng merupakan jenis masakan manis, panelis yang dipilih adalah panelis yang

menyukai masakan manis untuk mengurangi terjadinya bias.

(d) (c) (b) (a)

Page 46: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

32

Gambar 23 menunjukkan hasil uji organoleptik gudeg dalam kaleng. Penilaian panelis

pada atribut aroma dan rasa menunjukkan bahwa sampel yang diuji berada pada level kesukaan

agak suka–suka (5-6), sedangkan pada atribut warna dan tekstur menunjukkan bahwa sampel

berada pada level kesukaan netral–suka (4-6). Secara overall (keseluruhan), kesukaan panelis

terhadap sampel berada pada level agak suka–suka (5-6). Sampel dengan F0=4 menit memiliki

skor kesukaan yang terendah dibandingkan tiga sampel lainnya pada setiap atribut sensori,

sedangkan sampel dengan F0=28 menit relatif memiliki skor kesukaan yang tertinggi.

Keterangan: perbedaan huruf kecil pada setiap kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

Gambar 23. Hasil uji orgaoleptik gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C dengan

berbagai kombinasi nilai F0.

Karena gudeg yang diproduksi merupakan hasil modifikasi proses pengolahan

menggunakan aplikasi pengalengan, dilakukan pula survei kepada panelis tentang penerimaan

produk tersebut pada saat uji organoleptik. Gambar 24 menunjukkan penerimaan panelis terhadap

sampel yang diuji. Sebanyak 72 panelis (96%) menyatakan setuju bahwa sampel yang diuji

merupakan produk gudeg dan tiga panelis lainnya (4%) menyatakan tidak setuju. Selanjutnya, 72

panelis tersebut diminta untuk memilih atribut sensori yang paling menentukan kesukaannya

terhadap sampel. Sebanyak 55 panelis (76%) memilih atribut rasa, sepuluh panelis (14%) memilih

atribut tekstur, empat panelis (6%) memilih atribut aroma, dan tiga panelis (4 %) memilih atribut

warna yang paling menentukan kesukaannya terhadap sampel.

Gambar 24. Penerimaan panelis terhadap produk gudeg dalam kaleng

Pengolahan data uji rating hedonik menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA)

pada selang kepercayaan 95% atau α=0.05. Metode ANOVA merupakan jenis analisis ragam yang

menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen yang dapat mengukur berbagai

sumber keragaman (Walpole 1997). ANOVA memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mengetahui

5.0

5

4.3

1

4.5

3 5.0

5

5.0

4

5.2

7

5.1

7

5.0

3

5.3

7

5.2

8

5.2

8

5.4

7

5.5

3

5.3

5

5.5

9

5.6

3

5.5

1

5.5

2

5.7

1

5.7

6

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

Aroma Warna Tekstur Rasa Overall

Sk

or

kes

uk

aan

Atribut sensori

Fo 4

Fo 12

Fo 20

Fo 28

a a a a a a a a a a a a a a a b b a a c

Ya

96%

Tidak

4%

Aroma

6%Warna

4% Tekstur

14%Rasa

76%

Page 47: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

33

adanya perbedaan sampel akibat perlakuan proses yang memiliki efek pada kualitas sensori

produk. Perbedaan sampel dapat ditentukan berdasarkan sebaran nilai F yang bergantung pada

derajat bebas yang berasosiasi dengan sampel (nilai Fsampel) dan derajat bebas yang berasosiasi

dengan panelis (nilai Fpanelis) (Lawless dan Heymann 1998).

Tabel 10. Perbandingan nilai Fsampel dan Ftabel berdasarkan metode ANOVA

Atribut Parameter Statistik

Nilai Fsampel Nilai Ftabel

Aroma 3.560

2.60

Warna 16.682

Tekstur 9.089

Rasa 4.200

Overall 7.570

Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai Fsampel pada semua atribut sensori lebih

besar daripada nilai Ftabel. Hal ini berati terdapat perbedaan yang signifikan pada sampel di setiap

atribut sensori yang diuji (P<0.05). Hasil analisis metode ANOVA tersebut belum menunjukkan

perbedaan spesifik yang terdapat pada setiap sampel. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis

lanjut untuk mengetahui sampel-sampel yang berbeda.

Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan yang merupakan bagian dari Multiple

Comparison Test. Uji Duncan menjaga nilai alpha risk tetap pada maksimum 5%. Hasil analisis

menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis terhadap keempat sampel terbukti tidak berbeda nyata

pada atribut aroma, rasa, dan secara overall. Hal ini berarti perlakuan perbedaan F0 tidak

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan overall gudeg. Sterilisasi gudeg

pada nilai F0 terkecil (F0=4 menit) sudah cukup untuk membentuk produk yang disukai oleh

panelis terutama dari sisi rasa dan aroma.

Analisis terhadap atribut tekstur menunjukkan bahwa sampel dengan F0=4 menit (4.31b)

berbeda nyata dibandingkan dengan tiga sampel lainnya (P<0.05). Sampel dengan F0=12 menit

(5.17a), F0=20 menit (5.47

a), dan F0=28 menit (5.51

a) lebih disukai oleh panelis daripada sampel

dengan F0=4 menit. Sehingga, perlakuan sterilisasi gudeg pada F0=4 menit belum cukup untuk

membentuk warna produk yang disukai oleh panelis.

Hasil analisis terhadap atribut tekstur menunjukkan bahwa sampel dengan F0=4 menit

(4.53c) dan sampel F0=12 menit (5.03

b) terbukti berbeda nyata dibandingkan dua sampel lainnya

(P<0.05). Sampel dengan F0=20 menit (5.53a) dan F0=28 menit (5.52

a) lebih disukai oleh panelis

daripada sampel dengan F0=4 menit dan sampel F0=12 menit. Hal ini berarti penggunaan F0=20

dan 28 menit pada proses sterilisasi dapat menghasilkan produk gudeg dengan tekstur yang paling

disukai oleh panelis.

Pengujian tingkat kesukaan secara overall menunjukkan bahwa sterilisasi gudeg pada

F0=4 menit sudah cukup untuk menghasilkan produk yang disukai oleh panelis. Hasil pengujian

hedonik pada atribut rasa dan aroma menunjukkan hasil yang sama dengan hasil pengujian

tersebut, sedangkan pada atribut warna dan aroma menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk

membentuk warna gudeg yang disukai, diperlukan perlakuan sterilisasi pada F0=12 menit. Akan

tetapi, untuk membentuk tekstur yang disukai, diperlukan perlakuan sterilisasi pada F0=20 menit.

Penentuan produk terpilih tidak hanya mempertimbangkan aspek sensori secara overall,

tetapi perlu mempertimbangkan atribut sensori lain yang lebih spesifik seperti aroma, warna, rasa,

dan tekstur. Berdasarkan pengujian terhadap atribut sensori tersebut menunjukkan bahwa untuk

menghasilkan gudeg yang disukai oleh panelis, baik dari sisi aroma, warna, rasa, tekstur, dan

overall, diperlukan sterilisasi pada F0=20 atau 28 menit. Jika perlakuan sterilisasi pada F0=20

Page 48: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

34

menit sudah cukup untuk membentuk produk yang disukai, perlakuan sterilisasi pada F0=28 menit

tidak perlu dilakukan karena akan menyebabkan pemanasan yang berlebihan (over processed).

Dengan demikian, produk yang terpilih berdasarkan uji organoleptik adalah sampel yang

disterilisasi pada suhu 1210C dengan F0=20 menit.

Walaupun gudeg dalam kaleng secara visual terlihat berbeda dengan gudeg konvensional

(Gambar 21), produk gudeg dalam kaleng berpotensi untuk dikembangkan berdasarkan respon

panelis pada survei tentang penerimaan produk (Gambar 24). Gudeg dalam kaleng memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan dengan gudeg konvensional di antaranya bentuk nangka tetap

utuh dengan teksturnya yang lunak, umur simpan lebih lama, dapat disimpan pada suhu ruang, dan

lebih mudah didistribusikan. Namun, salah satu kelemahan produk kaleng adalah harga jualnya

yang relatif lebih tinggi dibandingkan produk konvensional.

F. KARAKTERISTIK PRODUK TERPILIH

Produk terpilih adalah gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C dengan F0=20 menit.

Analisis warna menunjukkan bahwa produk memiliki tingkat kecerahan 43.24, kemerahan 10.52,

dan kekuningan 8.94. Tingkat kekerasan tekstur produk sebesar 22.9 mm/ 5 s. Produk tersebut

memiliki pH 5.68 dan aw 0.934, sehingga produk memiliki tingkat bahaya yang tinggi (high risk)

atau disebut potentially hazardous food (PHF). Perlakuan sterilisasi komersial sangat cocok

diterapkan untuk produk PHF ini. Tabel 11 menunjukkan hasil analisis proksimat produk terpilih.

Tabel 11. Kandungan gizi produk gudeg dalam kaleng per 100 g

Komponen Gizi Jumlah

Basis Basah Basis Kering

Air (g) 75.40 -

Abu (g) 1.55 6.30

Lemak (g) 5.68 23.08

Protein (g) 0.83 3.36

Karbohidrat (g) 16.54 67.27

Serat (g) 1.97 -

Kandungan gizi produk yang terbesar adalah air, selanjutnya karbohidat (termasuk serat),

lemak, abu, dan protein. Penambahan gula merah dapat meningkatkan kadar karbohidrat. Gula

merah mengandung 98.09% karbohidrat dengan 97.02% total gula (USDAb 2010). Gula merah

mengandung beberapa jenis gula antara lain sukrosa (94.56%), fruktosa (1.11%), dan glukosa

(1.35%) (Muchtadi et al. 2006; USDAb 2010). Selain gula, jenis karbohidrat yang ada pada produk

adalah serat. Sumber serat gudeg sebagian besar berasal dari nangka muda.

Kandungan lemak gudeg berasal dari bahan yang mengandung minyak, yaitu santan dan

daging sapi. Santan komersial yang digunakan mengandung 6% lemak, sedangkan daging sapi

mengandung 14% lemak (Depkes 1979). Kadar abu (mineral) produk berasal dari bahan

bermineral tinggi seperti garam dapur yang mengandung 99.80% total mineral (USDAa 2010).

Kadar protein gudeg berasal dari daging sapi yang mengandung 18.8% protein (Depkes 1979).

Rendahnya kadar protein gudeg karena proporsi daging sapi dalam gudeg hanya 5.00%.

Penentuan jumlah energi berdasarkan perhitungan nilai fisiologis masing-masing zat gizi

sumber energi yaitu 4 Kkal/g untuk karbohidrat, 9 Kkal/g untuk lemak, dan 4 Kkal/g untuk protein

(Muchtadi et al. 2006). Energi yang terkandung dalam produk gudeg dalam kaleng (120.60 Kkal)

berasal dari komponen 16.54% karbohidrat, 0.83% lemak, dan protein 2.00% pada produk.

Page 49: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

35

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Makanan tradisional gudeg dapat diolah dengan proses pengalengan yang kecukupan

prosesnya dipengaruhi oleh tingkat sterilitas (F0) bahan yang dikalengkan. Tingkat kecerahan dan

kekuningan gudeg yang dikalengkan berbanding terbalik dengan nilai F0, sedangkan tingkat

kemerahannya berbanding lurus dengan nilai F0. Adapun tingkat keempukannya berbanding lurus

dengan nilai F0. Pada nilai F0 yang sama, suhu sterilisasi yang dipelajari (111, 116, dan 1210C)

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisik (warna dan tekstur) gudeg yang

dihasilkan.

Produk terpilih adalah gudeg yang disterilisasi pada suhu 1210C selama 57.1 menit

dengan F0=20 menit. Tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan produk sebesar 43.24, 10.52,

dan 8.94. Tingkat kekerasan produk sebesar 22.9 mm/ 5 s. Produk terpilih mengandung 75.40%

air, 1.55% abu, 5.68% lemak, 0.83% protein, 16.54% karbohidrat, 1.97% serat, dan 120.60 Kkal

energi. Produk tersebut memiliki pH 5.68 dan aw 0.934, sehingga produk tergolong dalam

potentially hazardous food (PHF). Perlakuan sterilisasi komersial pada proses pengalengan sangat

cocok diterapkan untuk produk PHF ini. Walaupun produk gudeg dalam kaleng terlihat berbeda

dengan produk gudeg konvensional, gudeg dalam kaleng ini berpotensi untuk dikembangkan.

B. SARAN

Berikut beberapa saran untuk pengembangan produk gudeg dalam kaleng:

1. Perbedaan penampakan produk kaleng terhadap produk konvensional dapat

diminimalisasi dengan melakukan pencacahan nangka sebelum dikalengkan

2. Jika proses pengalengan akan dilakukan pada F0 yang lebih rendah dari F0=20 menit,

perlu adanya modifikasi proses pada tahap persiapan bahan, yaitu blansir nangka muda

sebaiknya dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dan/ atau waktu yang lebih lama

3. Bagi produsen yang berencana memproduksi produk ini, perlu melakukan:

a. market testing untuk perbaikan kualitas produk dan perumusan strategi pemasaran

b. analisis kelayakan usaha untuk membuat rencana bisnis

4. Pemerintah perlu menetapkan SNI produk gudeg, baik gudeg konvensional maupun

gudeg dalam kaleng, untuk menjamin keamanan dan mutu produk.

Page 50: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

36

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed J, Shivhare US. 2006. Thermal Processing of Vegetables. In: Sun D (ed). Thermal Food

Processing: New Technology and Quality Issues. Boca Raton, London, New York: CRC

Press.

Akram M, Aftab F. 2007. In vitro micropropagation and rhizogenesis of teak (Tectona grandis L.).

Pak J Biochem Mol Biol 40(3): 125-128.

Alli I. 2004. Food Quality Assurance: Principles and Pradtices. Boca Raton, London, New York,

Washington D.C.: CRC Press.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 960.52 Modified, Chapter 12.1.07, p7.

_____. 2006. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists,

Washington D.C.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati Y, Budiyanto S. 1989. Petunjuk

Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut

Pertanian Bogor.

Astawan M. 2007. Nangka Sehatkan Mata. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.

aspx?x=Nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C414. [4 Mar 2010].

Ati NH, Rahayu P, Notosoedarmo S, Limantara L. 2006. The Composition And The Content Of

Pigments From Some Dyeing Plant For Ikat Weaving In Timorrese Regency, East Nusa

Tenggara. Indonesian Journal of Chemistry, [Online]. 3 (6). Abstract from Indonesian

Journal of Chemistry database. http://pdm-mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article,

Indonesian Journal of Chemistry. [8 Desember 2010].

Awuah GB, Ramaswamy HS, Economides A. 2007. Thermal Processing And Quality: Principles And

Overview. Chem Eng Process 46, 584 – 602 .

BIOTROP. 2010. Services laboratory – SEAMEO BIOTROP. http://sl.biotrop.org [5 Feb 2010].

Branen AL, Davidson PM, Salminen S, Thorngate JH. 2002. Food Additives. New York: Marcel

Dekker Inc.

Burton H. 1978. Quality Aspects of Thermal Sterilisation Processes. In: Food Quality and Nutrition.

London.

Elbe JHV, Schwartz SJ. 1996. Colorants. In: Owen R. Fennema (ed). Food Chemistry. New York,

Basel, Hong Kong: Marcel Dekker Inc.

Darmadi S. 2010. Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium, dan Ketebalan Tempe terhadap Sifat Fisik

dan NilaI Gizi Tempe Kaleng [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: PT. Bharata.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Depkes.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1972. Food Composition Table for Use in East Asia.

Roma: FAO.

Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2008.

Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Institut Pertanian Bogor.

Page 51: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

37

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Fellows P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practises. Boca Raton, Boston, New

York, Washington D.C.: CRC Press. Cambridge: Woodhead Publishing Limited.

Garbutt J. 1997. Essential of Food Microbiology. London : Arnold.

Hariyadi P. 2000. Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi. In: Hariyadi P (ed). Dasar-dasar Teori

dan Praktek Proses Termal. Bogor: Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Hariyadi P, Kusnandar F, Wulandari N. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Bogor: Departemen

Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Holdsworth SD. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. New York: Chapman and Hall,

Blackie Academic and Professional.

Jackman RL, Smith JL. 1996. Anthocyanins and Betalains. In: Hendry GAF, Hougton JD (ed).

Natural Food Colorants. London: Chapman and Hall.

Kader AA 1985. Quality Factor: Definition and Evaluation for Fresh Holticultural Crops. In : Kader

AA, Kasmire RF, Mitchell FG, Reid MS, Sommer NF, Thompson JF (ed). Postharvest

Technology of Holticultural Crops. California: Cooperative Extension, University of

California, Division of Agricultural and Natural Resources.

Kader AA, Barret DM. 2005. Classification, Composition of Fruit, and Postharvest Maintenance of

Quality. In: Barret DM, Somogyi L, Ramaswamy H (ed). Processing Fruits: Science and

Technology. Boca Raton, London, New York, Washington D.C.: CRC Press.

Kim J, Foegeding PM. 1999. Principles of Control. In : Hauschild AHW dan Dodds KL (ed).

Clostridium botulinum Ecology and Control in Foods. New York: Marcel Dekker Inc.

Kramer A, Twigg BA. 1970. Quality Control for the Food Industry. New York: AVI, Van Nostrand

Reinhold Co.

Kusnandar F, Hariyadi P, Wulandari N. 2006. Proses termal. In : Kusnadar F, Hariyadi P, dan Syamsir

E (ed). Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Lawless HT, Heymann H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. New York,

Boston, Dordrecht, London, Moscow: Kluwer Academic/ Plenum Publishers

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2010. Gudeg Kaleng. http://bpptk.lipi.go.id/bpptk/?p=

165. [6 Jan 2010].

Limantara L, Rahayu P. 2008. Aspek Biopigmen Dalam Kualitas Dan Ketahanan Pangan.

http://seminartp.wordpress.com/category/pigmen/. [6 Jan 2010].

Lopez A. 1981. A Complete Course in Canning. Maryland: The Canning Trade Inc.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton, London, New

York, Washington D.C.: CRC Press.

Muchtadi TR. 1981. Pengaruh Penyimpanan Beku terhadap Mutu Daging Buah Nangka [tesis].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Page 52: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

38

Muchtadi D, Astawan M, Palupi NS. 2006. Materi Pokok Metabolisme Zat Gizi Pangan. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Nurhikmat A, Susanto A, Rahayu E. 2009. Publikasi Penentuan Nilai Fo Gudeg Kaleng (Ukuran

301x205) dengan Perbedaan Letak Kaleng pada Tahap Sterilisasi.

http://jamanbudak.blogspot.com/. [15 Jan 2010].

Nuswamahaeni S, Prihatini D, Pohan EP. 1990. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Ramaswamy HS. 2005. Thermal Processing of Fruits. In: In: Barret DM, Somogyi L, Ramaswamy H.

Processing Fruits: Science and Technology. Boca Raton, London, New York, Washington

D.C.: CRC Press.

Reuter H. 1993. Aseptic Processing of Food. Basel, Switzerland: Technomic Publishing Co.

Richardson P. 2004. Improving the Thermal Processing of Foods. Cambridge: Woodhead Publishing

Ltd.

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Herison C,

penerjemah. Terjemahan dari World Vegetables: Principles, Production, and Nutirtive Value.

Penerbit ITB: Bandung.

Shi J, Moy JH. 2005. Functional Foods from Fruit and Fruit Products. In: Shi J, Ho C, Shahidi F (ed).

Asian Functional Foods. CRC Press, Taylor & Francis Group, Boca Raton, London, New

York, Singapore.

Singh RP, Heldman DR. 2009. Introduction to Food Engineering. Amsterdam, Boston, Heidelberg,

London, New York, Oxford, Paris, San Diego, San Fransisco, Singapore, Sydney, Tokyo:

Academic Press.

Sunarjono HH. 1998. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Subarna, Kusnandar F, Adawiyah DR, Syamsir E, Wulandari N, Hariyadi P. 2008. Penuntun

Praktikum Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut

Pertanian Bogor.

Supartono W. 2009. Gudeg: Sarapan Pagi Khas Yogyakarta. Food Review 4 (3): 60-61.

Syarief R, Santausa S, St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Szczesniak AS. 1983. Physical Properties of Food: What They are and Their Relation to Other Food

Properties. In: Peleg M, Bagley EB (ed). Physical Properties of Food. Westport: AVI.

R Siti O, Nawawi A, Emran R. 2006. Studi Pendahuluan Produksi Zat Warna Alami Daun Jati

(Tectona grandis L. f.). http://bahan-alam.fa.itb.ac.id.[29 November 2010].

Toledo RT. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering. New York: Chapman & Hall

Publishing Company.

Vaclavik VA, Christian EW. 2003. Essentials of Food Science. New York, Boston, Dordrecht,

London, Moscow: Kluwer Academic/ Plenum Publishers

Walpole RE. 1997. Pengantar Statistika. Terjemahan dari Introduction to Statistics. Sumantri B,

penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 53: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

39

Winarno FG. 1993. Pangan: Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[USDAa] United States Departement of Agriculture. 2010. Salt, Table. National Nutrient Database for

Standard Reference. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl [7 Feb

2010]

[USDAb] United States Departement of Agriculture. 2010. Sugars, Brown. National Nutrient Database

for Standard Reference. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl [7

Feb 2010]

Page 54: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

40

LAMPIRAN

Page 55: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

41

Lampiran 1a. Resep pembuatan gudeg nangka

Gudeg Nangka

Bahan :

1 kg nangka yg sedang tuanya (tidak terlalu muda dan tdk terlalu tua), potong-potong

12 btr telur rebus utuh (kupas kulitnya kalau ingin bumbunya lebih meresap)

1000 cc air kelapa

8 - 10 lbr daun salam

5 - 8 iris lengkuas ½ x 8cm yg diiris menurut panjangnya

200 gr gula merah, iris halus

2000 cc santan dari 1 butir kelapa

Haluskan :

12 btr bawang merah

12 siung bawang putih

1 sdt ketumbar

2 sdm garam

Cara Membuat :

Tahap I

1. Karena memasaknya butuh waktu lama dan sampai cairannya mengering, maka gunakanlah

panci beralas tebal.

2. Tata daun salam menutupi dasar panci, tata juga diatasnya irisan lengkuas (selain sebagai

penyedap, juga berfungsi sebagai alas masakan ini agar tidak hangus).

3. Campur bumbu halus dengan 500 cc air kelapa, aduk rata.

4. Masukkan berturut turut potongan nangka muda, telur rebus, gula merah, siram bumbu halus

yang dicairkan dengan air kelapa.

5. Tambahkan air kelapa secukupnya sebatas tinggi nangka + telur tadi agar terenda.

6. Tutup panci rapat-rapat, masak diatas api sedang , tanpa dibuka tutupnya sekalipun selama kira-

kira 2 jam.

Tahap II

1. Setelah 2 jam lihat apakah airnya sudah tinggal sedikit, angkat dulu telurnya dan sisihkan

sementara agar tidak hancur.

2. Masukkan santan, aduk-aduk dengan sendok kayu sambil menghancurkan potongan nangka

(jaga jangan sampai daun salam dan lengkuasnya terangkat . Pada tahap ini volume nangka

menjadi kurleb separonya.

3. Masukkan kembali telurnya sampai sedikit terkubur dalam nangka.

4. Masak lagi dengan api kecil selama minimal 3 jam.

5. Aduk sesekali sampai santan habis.

6. Pada tahap II ini biasanya memasak sampai 7 jam pake kompor listrik dengan pengaturan api

1/2nya atau 300w agar terjaga kestabilan apinya, karena kalau pakai kompor gas, apinya suka

mati karena diatur kecil sekali.

7. Hasilnya gudeg cantik berwarna coklat kemerahan dengan cairan yang sedikit dan kental.

8. Siramkan areh/ kuah opor ayam kental diatas gudeg nangka ini secukupnya pada saat

dihidangkan.

Sumber: www.swaberita.com

Page 56: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

42

Lampiran 1b. Resep pembuatan gudeg Jogja

Resep Gudeg Jogja

Bahan

½ butir kelapa

3 lembar daun jati

½ ayam sedang

Telur

Nangka muda

Bumbu :

3 biji bawang merah

4 siung bawang putih

1 sendok teh ketumbar

6 butir kemiri

2 potong laos

¼ sendok teh terasi

3 lembar daun salam

1 sendok makan garam

2 sendok makan gula merah dan micin

Cara memasak :

1. Rebus telur dan parut kelapa untuk dijadikan santan

2. Nangka muda dipotong-potong agak kasar setelah dicuci.

3. Kemudian rebus dengan daun jati supaya timbul warna merah hingga lunak.

4. Tiriskan lalu memarkan.

5. Haluskan bumbu, kecuali daun salam dan laos. Masukkan ke dalam panci bersama santan,

potongan ayam dan nangka muda yang telah dimemarkan.

6. Tambahkan daun salam dan laos, rebu terus hingga santan habis.

7. Terakhir masukkan telur rebus yang telah dikupas, tambahkan santan kental dan rebus hingga

santan habis

Sumber: http://eka.web.id/resep-gudeg-jogja.html

Page 57: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

43

Lampiran 2a. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1110C

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

0 23.1 26.5 87.9 0.0

1 23.1 26.4 87.9 0.0 0.0 0.0

2 22.9 26.3 88.1 0.0 0.0 0.0

3 22.9 26.2 88.1 0.0 0.0 0.0

4 22.8 26.3 88.2 0.0 0.0 0.0

5 22.8 27.9 88.2 0.0 0.0 0.0

6 23.0 32.3 88.0 0.0 0.0 0.0

7 23.4 42.0 87.6 0.0 0.0 0.0

8 23.7 55.1 87.3 0.0 0.0 0.0

9 23.8 80.4 87.2 0.0 0.0 0.0

10 24.0 90.1 87.0 0.0 0.0 0.0

11 24.3 93.9 86.7 0.0 0.0 0.0

12 24.4 95.8 86.6 0.0 0.0 0.0

13 24.8 97.8 86.2 0.0 0.0 0.0

14 25.1 100.8 85.9 0.0 0.0 0.0

15 26.1 104.1 84.9 0.0 0.0 0.0

16 27.2 107.9 83.8 0.0 0.0 0.0

17 28.9 111.0 82.1 0.0 0.0 0.0

18 30.6 111.0 80.4 0.0 0.0 0.0

19 32.9 111.0 78.1 0.0 0.0 0.0

20 35.8 111.0 75.2 0.0 0.0 0.0

21 38.3 111.0 72.7 0.0 0.0 0.0

22 41.6 111.0 69.4 0.0 0.0 0.0

23 45.0 111.0 66.0 0.0 0.0 0.0

24 48.4 111.0 62.6 0.0 0.0 0.0

25 51.7 111.0 59.3 0.0 0.0 0.0

26 55.1 111.0 55.9 0.0 0.0 0.0

27 58.1 111.0 52.9 0.0 0.0 0.0

28 61.1 111.0 49.9 0.0 0.0 0.0

29 63.8 111.0 47.2 0.0 0.0 0.0

30 66.4 111.0 44.6 0.0 0.0 0.0

31 69.1 111.0 41.9 0.0 0.0 0.0

32 71.4 111.0 39.6 0.0 0.0 0.0

33 73.8 111.0 37.2 0.0 0.0 0.0

34 75.9 111.0 35.1 0.0 0.0 0.0

35 77.9 111.0 33.1 0.0 0.0 0.0

36 79.9 111.0 31.1 0.0 0.0 0.0

37 81.8 111.0 29.2 0.0 0.0 0.0

38 83.5 111.0 27.5 0.0 0.0 0.0

39 85.2 111.0 25.8 0.0 0.0 0.0

40 86.8 111.0 24.2 0.0 0.0 0.0

41 88.4 111.0 22.6 0.0 0.0 0.0

42 89.8 111.0 21.2 0.0 0.0 0.0

43 91.2 111.0 19.8 0.0 0.0 0.0

44 92.6 111.0 18.4 0.0 0.0 0.0

Page 58: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

44

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

45 93.8 111.0 17.2 0.0 0.0 0.0

46 95.0 111.0 16.0 0.0 0.0 0.0

47 96.2 111.0 14.8 0.0 0.0 0.0

48 97.3 111.0 13.7 0.0 0.0 0.0

49 98.2 111.0 12.8 0.0 0.0 0.0

50 99.2 111.0 11.8 0.0 0.0 0.0

51 100.3 111.0 10.7 0.0 0.0 0.0

52 101.1 111.0 9.9 0.0 0.0 0.0

53 102.0 111.0 9.0 0.0 0.0 0.1

54 102.7 111.0 8.3 0.0 0.0 0.1

55 103.5 111.0 7.5 0.0 0.0 0.1

56 104.2 111.0 6.8 0.0 0.0 0.1

57 104.9 111.0 6.1 0.0 0.0 0.1

58 105.5 111.0 5.5 0.0 0.0 0.1

59 106.1 111.0 4.9 0.0 0.0 0.2

60 106.7 111.0 4.3 0.0 0.0 0.2

61 107.2 111.0 3.8 0.0 0.0 0.3

62 107.7 111.0 3.3 0.0 0.0 0.3

63 108.2 111.0 2.8 0.1 0.0 0.3

64 108.7 111.0 2.3 0.1 0.1 0.4

65 109.0 111.0 2.0 0.1 0.1 0.5

66 109.4 111.0 1.6 0.1 0.1 0.5

67 109.7 111.0 1.3 0.1 0.1 0.6

68 110.0 111.0 1.0 0.1 0.1 0.7

69 110.3 111.0 0.7 0.1 0.1 0.7

70 110.6 111.0 0.4 0.1 0.1 0.8

71 110.8 111.0 0.2 0.1 0.1 0.9

72 110.8 111.0 0.2 0.1 0.1 1.0

73 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.1

74 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.2

75 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.3

76 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.4

77 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.5

78 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.6

79 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.7

80 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.8

81 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 1.9

82 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.0

83 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.1

84 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.2

85 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.3

86 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.4

87 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.5

88 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.6

89 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.7

90 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.8

91 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.8

Page 59: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

45

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

92 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 2.9

93 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.0

94 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.1

95 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.2

96 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.3

97 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.4

98 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.5

99 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.6

100 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.7

101 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.8

102 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 3.9

103 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.0

104 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.1

105 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.2

106 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.3

107 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.4

108 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.5

109 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.6

110 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.7

111 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.8

112 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 4.9

113 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.0

114 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.1

115 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.2

116 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.3

117 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.4

118 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.5

119 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.5

120 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.6

121 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.7

122 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.8

123 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 5.9

124 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.0

125 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.1

126 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.2

127 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.3

128 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.4

129 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.5

130 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.6

131 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.7

132 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.8

133 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 6.9

134 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.0

135 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.1

136 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.2

137 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.3

138 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.4

Page 60: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

46

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

139 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.5

140 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.6

141 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.7

142 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.8

143 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 7.9

144 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.0

145 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.1

146 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.2

147 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.2

148 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.3

149 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.4

150 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.5

151 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.6

152 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.7

153 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.8

154 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 8.9

155 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.0

156 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.1

157 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.2

158 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.3

159 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.4

160 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.5

161 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.6

162 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.7

163 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.8

164 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 9.9

165 110.9 111.0 0.1 0.1 0.1 10.0

166 110.9 108.9 0.1 0.1 0.1 10.1

167 110.9 105.8 0.1 0.1 0.1 10.2

168 110.9 102.8 0.1 0.1 0.1 10.3

169 110.7 100.6 0.3 0.1 0.1 10.4

170 110.0 74.8 1.0 0.1 0.1 10.5

171 109.1 51.8 1.9 0.1 0.1 10.5

172 105.4 50.2 5.6 0.0 0.0 10.6

173 100.8 46.2 10.2 0.0 0.0 10.6

174 97.0 40.2 14.0 0.0 0.0 10.6

175 93.3 37.9 17.7 0.0 0.0 10.6

176 89.4 36.4 21.6 0.0 0.0 10.6

Page 61: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

47

Lampiran 2b. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1160C

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

0 28.0 33.6 88.0 0.0

1 27.8 33.7 88.2 0.0 0.0 0.0

2 28.2 33.9 87.8 0.0 0.0 0.0

3 28.6 34.6 87.4 0.0 0.0 0.0

4 28.2 36.2 87.8 0.0 0.0 0.0

5 28.5 38.1 87.5 0.0 0.0 0.0

6 28.3 39.9 87.7 0.0 0.0 0.0

7 29.2 43.6 86.8 0.0 0.0 0.0

8 28.7 50.5 87.3 0.0 0.0 0.0

9 28.8 63.8 87.2 0.0 0.0 0.0

10 29.1 73.8 86.9 0.0 0.0 0.0

11 29.9 85.3 86.1 0.0 0.0 0.0

12 30.6 93.5 85.4 0.0 0.0 0.0

13 30.6 98.2 85.4 0.0 0.0 0.0

14 29.8 101.3 86.2 0.0 0.0 0.0

15 30.9 104.4 85.1 0.0 0.0 0.0

16 31.3 108.3 84.7 0.0 0.0 0.0

17 31.9 113.0 84.1 0.0 0.0 0.0

18 33.2 116.0 82.8 0.0 0.0 0.0

19 34.8 116.0 81.2 0.0 0.0 0.0

20 37.2 116.0 78.8 0.0 0.0 0.0

21 39.6 116.0 76.4 0.0 0.0 0.0

22 41.3 116.0 74.7 0.0 0.0 0.0

23 44.9 116.0 71.1 0.0 0.0 0.0

24 47.9 116.0 68.1 0.0 0.0 0.0

25 51.2 116.0 64.8 0.0 0.0 0.0

26 54.2 116.0 61.8 0.0 0.0 0.0

27 57.5 116.0 58.5 0.0 0.0 0.0

28 61.0 116.0 55.0 0.0 0.0 0.0

29 63.9 116.0 52.1 0.0 0.0 0.0

30 66.9 116.0 49.1 0.0 0.0 0.0

31 70.3 116.0 45.7 0.0 0.0 0.0

32 73.1 116.0 42.9 0.0 0.0 0.0

33 75.2 116.0 40.8 0.0 0.0 0.0

34 77.8 116.0 38.2 0.0 0.0 0.0

35 80.3 116.0 35.7 0.0 0.0 0.0

36 82.9 116.0 33.1 0.0 0.0 0.0

37 84.9 116.0 31.1 0.0 0.0 0.0

38 87.2 116.0 28.8 0.0 0.0 0.0

39 89.0 116.0 27.0 0.0 0.0 0.0

40 90.9 116.0 25.1 0.0 0.0 0.0

41 92.5 116.0 23.5 0.0 0.0 0.0

42 93.9 116.0 22.1 0.0 0.0 0.0

43 95.7 116.0 20.3 0.0 0.0 0.0

44 96.9 116.0 19.1 0.0 0.0 0.0

Page 62: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

48

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

45 98.3 116.0 17.7 0.0 0.0 0.0

46 99.7 116.0 16.3 0.0 0.0 0.0

47 100.7 116.0 15.3 0.0 0.0 0.0

48 101.8 116.0 14.2 0.0 0.0 0.0

49 103.1 116.0 12.9 0.0 0.0 0.1

50 103.8 116.0 12.2 0.0 0.0 0.1

51 104.6 116.0 11.4 0.0 0.0 0.1

52 105.7 116.0 10.3 0.0 0.0 0.1

53 106.2 116.0 9.8 0.0 0.0 0.1

54 106.9 116.0 9.1 0.0 0.0 0.2

55 107.3 116.0 8.7 0.0 0.0 0.2

56 108.8 116.0 7.2 0.1 0.1 0.3

57 109.1 116.0 6.9 0.1 0.1 0.3

58 109.0 116.0 7.0 0.1 0.1 0.4

59 109.5 116.0 6.5 0.1 0.1 0.5

60 110.4 116.0 5.6 0.1 0.1 0.5

61 110.5 116.0 5.5 0.1 0.1 0.6

62 110.9 116.0 5.1 0.1 0.1 0.7

63 111.6 116.0 4.4 0.1 0.1 0.8

64 111.7 116.0 4.3 0.1 0.1 0.9

65 112.1 116.0 3.9 0.1 0.1 1.1

66 112.3 116.0 3.7 0.1 0.1 1.2

67 112.6 116.0 3.4 0.1 0.1 1.3

68 113.1 116.0 2.9 0.2 0.1 1.5

69 113.4 116.0 2.6 0.2 0.2 1.6

70 113.4 116.0 2.6 0.2 0.2 1.8

71 113.7 116.0 2.3 0.2 0.2 2.0

72 113.6 116.0 2.4 0.2 0.2 2.2

73 113.8 116.0 2.2 0.2 0.2 2.3

74 113.8 116.0 2.2 0.2 0.2 2.5

75 114.3 116.0 1.7 0.2 0.2 2.7

76 114.1 116.0 1.9 0.2 0.2 2.9

77 114.7 116.0 1.3 0.2 0.2 3.1

78 114.9 116.0 1.1 0.2 0.2 3.4

79 114.7 116.0 1.3 0.2 0.2 3.6

80 114.9 116.0 1.1 0.2 0.2 3.8

81 114.6 116.0 1.4 0.2 0.2 4.1

82 114.7 116.0 1.3 0.2 0.2 4.3

83 114.9 116.0 1.1 0.2 0.2 4.5

84 114.7 116.0 1.3 0.2 0.2 4.8

85 115.1 116.0 0.9 0.2 0.2 5.0

86 115.1 116.0 0.9 0.2 0.2 5.3

87 115.2 116.0 0.8 0.3 0.3 5.5

88 115.1 116.0 0.9 0.3 0.3 5.8

89 115.4 116.0 0.6 0.3 0.3 6.0

90 115.2 116.0 0.8 0.3 0.3 6.3

91 115.2 116.0 0.8 0.3 0.3 6.6

Page 63: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

49

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

92 115.3 116.0 0.7 0.3 0.3 6.8

93 115.3 116.0 0.7 0.3 0.3 7.1

94 115.5 116.0 0.5 0.3 0.3 7.3

95 115.7 116.0 0.3 0.3 0.3 7.6

96 115.6 116.0 0.4 0.3 0.3 7.9

97 115.7 116.0 0.3 0.3 0.3 8.2

98 115.7 116.0 0.3 0.3 0.3 8.5

99 115.8 116.0 0.2 0.3 0.3 8.8

100 115.8 116.0 0.2 0.3 0.3 9.1

101 115.9 116.0 0.1 0.3 0.3 9.4

102 115.9 116.0 0.1 0.3 0.3 9.7

103 115.9 115.3 0.1 0.3 0.3 10.0

104 115.9 113.2 0.1 0.3 0.3 10.3

105 115.9 110.4 0.1 0.3 0.3 10.6

106 115.7 107.0 0.3 0.3 0.3 10.9

107 115.6 104.0 0.4 0.3 0.3 11.2

108 115.2 100.2 0.8 0.3 0.3 11.4

109 112.4 43.0 3.6 0.1 0.2 11.6

110 112.9 42.2 3.1 0.2 0.1 11.8

111 110.9 42.0 5.1 0.1 0.1 11.9

112 107.0 28.1 9.0 0.0 0.1 12.0

113 102.6 28.0 13.4 0.0 0.0 12.0

114 98.3 27.8 17.7 0.0 0.0 12.0

115 94.4 27.9 21.6 0.0 0.0 12.0

116 90.9 27.9 25.1 0.0 0.0 12.0

Page 64: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

50

Lampiran 2c. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode umum pada suhu 1210C

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

0 23.4 30.7 97.6 0.0

1 23.6 30.2 97.4 0.0 0.0 0.0

2 23.8 30.8 97.2 0.0 0.0 0.0

3 23.9 34.5 97.1 0.0 0.0 0.0

4 24.4 66.1 96.6 0.0 0.0 0.0

5 24.4 86.1 96.6 0.0 0.0 0.0

6 24.3 93.6 96.7 0.0 0.0 0.0

7 24.6 95.8 96.4 0.0 0.0 0.0

8 25.1 96.5 95.9 0.0 0.0 0.0

9 25.9 97.6 95.1 0.0 0.0 0.0

10 27.1 98.7 93.9 0.0 0.0 0.0

11 28.5 99.6 92.5 0.0 0.0 0.0

12 30.1 101.2 90.9 0.0 0.0 0.0

13 32.4 103.9 88.6 0.0 0.0 0.0

14 34.4 105.9 86.6 0.0 0.0 0.0

15 36.9 108.2 84.1 0.0 0.0 0.0

16 39.4 108.7 81.6 0.0 0.0 0.0

17 42.4 112.6 78.6 0.0 0.0 0.0

18 45.1 116.7 75.9 0.0 0.0 0.0

19 48.2 121.0 72.8 0.0 0.0 0.0

20 51.3 121.0 69.7 0.0 0.0 0.0

21 55.1 121.0 65.9 0.0 0.0 0.0

22 58.6 121.0 62.4 0.0 0.0 0.0

23 62.1 121.0 58.9 0.0 0.0 0.0

24 65.4 121.0 55.6 0.0 0.0 0.0

25 68.3 121.0 52.7 0.0 0.0 0.0

26 71.1 121.0 49.9 0.0 0.0 0.0

27 74.5 121.0 46.5 0.0 0.0 0.0

28 76.7 121.0 44.3 0.0 0.0 0.0

29 79.6 121.0 41.4 0.0 0.0 0.0

30 82.1 121.0 38.9 0.0 0.0 0.0

31 85.0 121.0 36.0 0.0 0.0 0.0

32 86.8 121.0 34.2 0.0 0.0 0.0

33 89.2 121.0 31.8 0.0 0.0 0.0

34 91.2 121.0 29.8 0.0 0.0 0.0

35 93.1 121.0 27.9 0.0 0.0 0.0

36 95.1 121.0 25.9 0.0 0.0 0.0

37 96.8 121.0 24.2 0.0 0.0 0.0

38 98.4 121.0 22.6 0.0 0.0 0.0

39 99.9 121.0 21.1 0.0 0.0 0.0

40 101.5 121.0 19.5 0.0 0.0 0.0

41 102.7 121.0 18.3 0.0 0.0 0.0

42 104.1 121.0 16.9 0.0 0.0 0.1

43 105.1 121.0 15.9 0.0 0.0 0.1

44 106.5 121.0 14.5 0.0 0.0 0.1

Page 65: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

51

Waktu (menit) T (°C) Tr (°C) Tr-T (°C) LR Fo partial Fo kumulatif

45 107.6 121.0 13.4 0.0 0.0 0.2

46 108.2 121.0 12.8 0.1 0.0 0.2

47 109.1 121.0 11.9 0.1 0.1 0.3

48 109.9 121.0 11.1 0.1 0.1 0.3

49 110.7 121.0 10.3 0.1 0.1 0.4

50 111.8 121.0 9.2 0.1 0.1 0.5

51 112.7 121.0 8.3 0.1 0.1 0.6

52 112.9 121.0 8.1 0.2 0.1 0.8

53 113.4 121.0 7.6 0.2 0.2 1.0

54 114.3 121.0 6.7 0.2 0.2 1.1

55 115.0 121.0 6.0 0.2 0.2 1.4

56 115.4 121.0 5.6 0.3 0.3 1.6

57 115.9 121.0 5.1 0.3 0.3 1.9

58 116.3 121.0 4.7 0.3 0.3 2.2

59 117.1 121.0 3.9 0.4 0.4 2.6

60 117.1 121.0 3.9 0.4 0.4 3.0

61 117.4 121.0 3.6 0.4 0.4 3.4

62 118.0 121.0 3.0 0.5 0.5 3.9

63 118.1 121.0 2.9 0.5 0.5 4.4

64 118.8 121.0 2.2 0.6 0.5 4.9

65 119.1 121.0 1.9 0.6 0.6 5.5

66 119.3 121.0 1.7 0.7 0.6 6.2

67 119.7 121.0 1.3 0.7 0.7 6.9

68 119.7 121.0 1.3 0.7 0.7 7.6

69 119.7 121.0 1.3 0.7 0.7 8.3

70 119.6 107.9 1.4 0.7 0.7 9.0

71 119.3 105.5 1.7 0.7 0.7 9.7

72 119.2 102.7 1.8 0.6 0.7 10.4

73 118.6 100.9 2.4 0.6 0.6 11.0

74 117.8 65.3 3.2 0.5 0.5 11.5

75 116.3 50.7 4.7 0.3 0.4 11.9

76 111.4 41.1 9.6 0.1 0.2 12.1

77 106.5 34.9 14.5 0.0 0.1 12.2

78 103.2 33.5 17.8 0.0 0.0 12.2

79 98.9 32.7 22.1 0.0 0.0 12.2

80 95.1 31.4 25.9 0.0 0.0 12.2

81 89.9 30.8 31.1 0.0 0.0 12.2

Page 66: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

52

Lampiran 3a. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1110C

y = 320.5e-0.07x

Variabel Nilai Variabel Nilai Nilai Nilai Nilai

Log y = Log a - bLog e x Fo (general) 10.6 Fo (min) 4.0 12.0 20.0 28.0

Log (Tr-T) = log (Tr-Ti)-1/fh tc (min) 17.0 fh (min) 32.89 32.89 32.89 32.89

A = 320.5 tp (min) 148.0 Tr (0C) 111.0 111.0 111.0 111.0

1/fh = bLog e tB (min) 155.1 Ti (0C) 23.1 23.1 23.1 23.1

1/fh = 0.07(Log e) t = (0.58)tc 9.9 LR = 10((Tr-121.1)/10)

0.1 0.1 0.1 0.1

0.03 fh (min) 32.89 Ih = Tr-Ti 87.9 87.9 87.9 87.9

fh = 32.89 Tr (0C) 111.0 Jh.Ih=Tr-Tpih 142.3 142.3 142.3 142.3

Log y = 2.2 Ti (0C) 23.1 Log (Jh.Ih) 2.2 2.2 2.2 2.2

JhIh (y) = Tr-Tpih LR = 10((Tr-121.1)/10)

0.1 Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 1.6 1.6 1.6 1.6

= a saat 0.58 tc Ih = Tr-Ti 87.9 fh/U = fh.L/Fo 0.80 0.27 0.16 0.11

= 142.3 Jh.Ih=Tr-Tpih 142.3 Log (g) dari tabel/grafik -0.5 -3.2 -5.6 -7.9

Log (Jh.Ih) 2.2 Log (Jh.Ih) – Log (g) 2.7 5.3 7.7 10.1

Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 1.6 tB = fh (Log (Jh.Ih) – Log (g)) 88.5 174.7 253.9 332.3

tB/fh 4.7 tp 81.3 167.5 246.8 325.2

Log (g) = Log (Jh.Ih) – tB/fh -2.6

fh/U dari tabel/grafik 0.3

Fo = U.L = (fh.L)/(fh/U) 10.6

Fo /D 50.5

Page 67: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

53

Lampiran 3b. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1160C

y = 458.3e-0.07x

Variabel Nilai Variabel Nilai Nilai Nilai Nilai

Log y = Log a - bLog e x Fo (general) 12.0 Fo (min) 4.0 12.0 20.0 28.0

Log (Tr-T) = log (Tr-Ti)-1/fh tc (min) 18.0 fh (min) 32.89 32.89 32.89 32.89

A = 458.3 tp (min) 84.0 Tr (0C) 116.0 116.0 116.0 116.0

1/fh = bLog e tB (min) 91.6 Ti (0C) 28.0 28.0 28.0 28.0

1/fh = 0.07Log e t = (0.58)tc 10.4 LR = 10((Tr-121.1)/10)

0.3 0.3 0.3 0.3

0.03 fh (min) 32.89 Ih = Tr-Ti 88.0 88.0 88.0 88.0

fh = 32.89 Tr (0C) 116.0 Jh.Ih=Tr-Tpih 203.5 203.5 203.5 203.5

Log y = 2.3 Ti (0C) 28.0 Log (Jh.Ih) 2.3 2.3 2.3 2.3

JhIh (y) = Tr-Tpih LR = 10((Tr-121.1)/10)

0.3 Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 2.3 2.3 2.3 2.3

= a saat 0.58 tc Ih = Tr-Ti 88.0 fh/U = fh.L / Fo 2.5 0.8 0.5 0.4

= 203.5 Jh.Ih=Tr-Tpih 203.5 Log (g) dari tabel/grafik 0.4 -0.5 -1.3 -2.1

Log (Jh.Ih) 2.3 Log (Jh.Ih) – Log (g) 1.9 2.8 3.6 4.4

Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 2.3 tB = fh (Log (Jh.Ih) – Log (g)) 62.5 91.5 117.7 144.9

tB/fh 2.8 tp 54.9 84.0 110.1 137.4

Log (g) = Log (Jh.Ih) – tB/fh -0.5

fh/U dari tabel/grafik 0.8

Fo = U.L = (fh.L)/(fh/U) 12.0

Fo / D 57.2

Page 68: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

54

Lampiran 3c. Perhitungan nilai F0 gudeg berdasarkan metode formula pada suhu 1210C

y = 247.3e-0.07x

Variabel Nilai Variabel Nilai Nilai Nilai Nilai

Log y = Log a - bLog e x Fo (general) 12.2 Fo (min) 4.0 12.0 20.0 28.0

Log (Tr-T) = log (Tr-Ti)-1/fh tc (min) 19.0 fh (min) 32.89 32.89 32.89 32.89

A = 247.3 tp (min) 45.0 Tr (0C) 121.0 121.0 121.0 121.0

1/fh = bLog e tB (min) 53.0 Ti (0C) 23.4 23.4 23.4 23.4

1/fh = 0.07Log e t = (0.58)tc 11.0 LR = 10((Tr-121.1)/10)

1.0 1.0 1.0 1.0

0.03 fh (min) 32.89 Ih = Tr-Ti 97.6 97.6 97.6 97.6

fh = 32.89 Tr (0C) 121.0 Jh.Ih=Tr-Tpih 109.8 109.8 109.8 109.8

Log y = 2.0 Ti (0C) 23.4 Log (Jh.Ih) 2.0 2.0 2.0 2.0

JhIh (y) = Tr-Tpih LR = 10((Tr-121.1)/10)

1.0 Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 1.1 1.1 1.1 1.1

= a saat 0.58 tc Ih = Tr-Ti 97.6 fh/U = fh.L / Fo 8.0 2.7 1.6 1.1

= 109.8 Jh.Ih=Tr-Tpih 109.8 Log (g) dari tabel/grafik 0.9 0.4 0.1 -0.2

Log (Jh.Ih) 2.0 Log (Jh.Ih) – Log (g) 1.2 1.6 2.0 2.2

Jh = (Tr-Tpih)/( Tr-Ti) 1.1 tB = fh (Log (Jh.Ih) – Log (g)) 38.0 52.6 65.1 73.6

tB/fh 1.6 tp 30.0 44.7 57.1 65.6

Log (g) = Log (Jh.Ih) – tB/fh 0.4

fh/U dari tabel/grafik 2.6

Fo = U.L = (fh.L)/(fh/U) 12.2

Fo / D 58.1

Page 69: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

55

Lampiran 4a. Rekapitulasi data hasil analisis warna gudeg dalam kaleng menggunakan Minolta Chroma Meters CR310

Suhu

(0C)

F0 U L a b Rata-rata SEM Nilai

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 L a b L a b L a b

85

(Blansir) 0

1 60.79 60.81 60.82 5.14 5.15 5.14 12.51 12.42 12.37 60.81 5.14 12.43 0.01 0.00 0.04 60.33 5.35 11.10

2 59.84 59.85 59.84 5.56 5.55 5.56 9.77 9.76 9.74 59.84 5.56 9.76 0.00 0.00 0.01

111

4 1 47.63 47.80 47.82 7.00 8.96 7.89 9.38 9.53 7.81 47.75 7.95 8.91 0.05 0.49 0.48

47.88 7.69 9.84 2 48.71 47.63 47.68 6.72 6.65 8.94 10.17 9.75 12.42 48.01 7.44 10.78 0.30 0.65 0.72

12 1 46.84 47.41 48.38 9.72 8.43 7.67 10.08 9.57 11.57 47.54 8.61 10.41 0.39 0.52 0.52

45.87 9.27 8.82 2 46.62 42.73 43.26 8.23 10.46 11.12 6.83 7.90 6.99 44.20 9.94 7.24 1.05 0.76 0.29

20 1 44.71 45.06 43.04 10.25 9.22 10.14 7.79 7.72 8.49 44.27 9.87 8.00 0.54 0.28 0.21

45.09 9.40 7.79 2 45.64 45.60 46.47 9.91 8.75 8.13 8.49 7.39 6.86 45.90 8.93 7.58 0.25 0.45 0.42

28 1 39.53 39.21 38.56 12.48 12.76 12.67 5.69 6.70 6.26 39.10 12.64 6.22 0.25 0.07 0.25

38.13 12.70 6.66 2 37.46 37.48 36.53 12.88 12.28 13.11 7.24 7.19 6.85 37.16 12.76 7.09 0.27 0.21 0.11

116

4 1 50.04 50.05 47.83 7.79 6.13 7.59 10.95 12.27 14.38 49.31 7.17 12.53 0.64 0.45 0.87

48.43 8.04 10.50 2 47.85 47.40 47.38 8.40 7.92 10.42 7.85 9.02 8.51 47.54 8.91 8.46 0.13 0.66 0.29

12 1 46.99 49.31 47.79 7.17 6.28 7.02 8.05 7.08 6.14 48.03 6.82 7.09 0.59 0.24 0.48

46.25 8.72 9.48 2 46.11 43.76 43.54 9.48 9.13 13.26 13.37 10.47 11.79 44.47 10.62 11.88 0.71 1.15 0.73

20 1 44.22 42.91 45.44 8.33 8.78 8.08 7.63 8.60 10.40 44.19 8.40 8.88 0.63 0.18 0.70

45.18 9.89 8.97 2 47.19 45.90 45.41 9.27 12.84 12.06 8.50 9.62 9.09 46.17 11.39 9.07 0.46 0.94 0.28

28 1 39.36 39.21 38.56 12.95 13.14 13.11 6.05 6.70 7.63 39.04 13.07 6.79 0.21 0.05 0.40

39.34 13.27 7.33 2 39.73 40.05 39.10 13.37 13.27 13.80 7.95 7.88 7.75 39.63 13.48 7.86 0.24 0.14 0.05

Page 70: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

56

Suhu

(0C)

F0 U L a b Rata-rata SEM Nilai

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 L a b L a b L a b

121

4 1 46.70 45.41 45.40 7.11 7.96 9.04 9.82 7.31 9.69 45.84 8.04 8.94 0.37 0.48 0.71

46.75 7.53 10.49 2 46.85 47.54 48.60 6.48 6.10 8.50 10.48 14.59 11.02 47.66 7.03 12.03 0.44 0.65 1.12

12 1 46.82 46.14 46.23 8.34 8.87 11.05 8.94 7.47 7.94 46.40 9.42 8.12 0.18 0.72 0.38

45.36 10.28 9.80 2 44.69 43.77 44.51 10.17 11.55 11.69 12.12 11.15 11.17 44.32 11.14 11.48 0.24 0.42 0.28

20 1 46.81 47.97 44.64 9.25 9.01 10.33 6.22 9.32 5.14 46.47 9.53 6.89 0.85 0.35 1.08

43.24 10.52 8.94 2 42.72 39.00 38.32 12.39 10.45 11.70 10.73 10.75 11.45 40.01 11.51 10.98 1.18 0.49 0.21

28 1 39.86 38.62 40.45 12.33 12.52 12.20 7.22 6.83 7.39 39.64 12.35 7.15 0.47 0.08 0.14

40.10 12.94 7.39 2 40.32 40.39 40.95 13.24 13.62 13.72 7.44 7.65 7.83 40.55 13.53 7.64 0.17 0.13 0.10

Lampiran 4b. Rekapitulasi data hasil analisis warna gudeg konvensional menggunakan Minolta Chroma Meters CR310

U L a b Rata-rata SEM Nilai

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 L a b L a b L a b

1 31.88 32.12 32.41 8.97 9.26 8.77 9.80 9.88 9.55 32.14 9.00 9.74 0.15 0.14 0.10 32.74 9.36 10.33

2 32.46 34.60 32.95 10.10 9.85 9.21 10.81 11.50 10.41 33.34 9.72 10.91 0.65 0.27 0.32

Page 71: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

57

Lampiran 5a. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 1110C

Lampiran 5b. Pengukuran warna gudeg yang disterilisasi pada suhu 1160C

Page 72: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

58

Lampiran 6a. Rekapitulasi data hasil analisis tekstur gudeg dalam kaleng menggunakan penetrometer

Suhu (0C) F0 Ulangan

Kedalaman Penetrasi (mm/5s)

U1 U2 U3 Rataan SEM Nilai

85

(Blansir) 0

1 4.6 4.7 4.8 4.7 0.1 4.8

2 5.1 5.0 4.7 4.9 0.1

111

4 1 10.9 10.0 9.9 10.3 0.3

10.8 2 11.9 10.4 11.5 11.3 0.4

12 1 16.2 17.5 16.7 16.8 0.4

17.4 2 17.2 18.3 18.4 18.0 0.4

20 1 26.8 27.3 27.1 27.1 0.1

24.3 2 19.8 20.5 24.3 21.5 1.4

28 1 29.7 30.0 30.0 29.9 0.1

29.0 2 30.0 27.5 27.0 28.2 0.9

116

4 1 11.3 12.1 12.8 12.1 0.4

12.5 2 11.8 12.9 13.8 12.8 0.6

12 1 15.7 17.2 15.7 16.2 0.5

16.6 2 16.8 17.1 16.9 16.9 0.1

20 1 19.5 20.2 19.2 19.6 0.3

21.5 2 24.1 23.6 22.2 23.3 0.6

28 1 29.7 29.3 28.4 29.1 0.4

28.4 2 27.9 25.8 29.1 27.6 1.0

121

4 1 12.6 11.3 11.6 11.8 0.4

12.4 2 13.1 13.4 12.5 13.0 0.3

12 1 19.2 19.8 17.9 19.0 0.6

18.3 2 18.8 17.2 17.1 17.7 0.6

20 1 22.8 21.6 24.2 22.9 0.8

22.9 2 21.7 23.4 23.6 22.9 0.6

28 1 29.9 27.6 26.9 28.1 0.9

26.4 2 25.3 24.4 24.3 24.7 0.3

Lampiran 6b. Rekapitulasi data hasil analisis tekstur gudeg konvensional menggunakan penetrometer

Ulangan Kedalaman Penetrasi (mm/5s)

U1 U2 U3 Rataan SEM Nilai

1 30.0 30.0 30.0 30.0 0.0 30.0

2 30.0 30.0 30.0 30.0 0.0

Page 73: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

59

Lampiran 7. Kuesioner uji rating hedonik

KUESIONER UJI RATING HEDONIK

Nama :___________________________________________ Tanggal:______________

NIM (bagi mahasiswa) :___________________________________________

Jenis kelamin : ◌ Laki-laki ◌ Perempuan

Suku bangsa :___________________________________________

Pekerjaan :___________________________________________

Sampel : gudeg

Apakah anda termasuk orang yang doyan (mau memakan) masakan manis?

◌ Ya ◌ Tidak

Jika ya, silakan melakukan pengujian sampel.

Instruksi:

1. Lakukan pengujian sampel satu persatu dari kanan ke kiri.

2. Setelah menguji satu sampel, berikan penilaian anda terhadap atribut sampel dengan cara

memberikan tanda cek (√) terhadap intensitas aroma, warna, tekstur, rasa, dan overall

(keseluruhan) sampel pada kolom yang tersedia. Diperbolehkan mencicip lebih dari 1 x.

3. Setelah menilai, netralkan mulut dengan air minum. Kemudian, cicip sampel berikutnya

hingga contoh terakhir.

4. Jangan membandingkan antar sampel.

Atribut: aroma

Intensitas Kode

807 124 516 398

Sangat suka

Suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

Atribut: warna

Intensitas Kode

807 124 516 398

Sangat suka

Suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

Page 74: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

60

Atribut: tekstur (keempukan)

Intensitas Kode

807 124 516 398

Sangat suka

Suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

Atribut: rasa

Intensitas Kode

807 124 516 398

Sangat suka

Suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

Atribut: overall (keseluruhan)

Intensitas Kode

807 124 516 398

Sangat suka

Suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

Menurut anda, atribut sensori apa yang paling menentukan tingkat kesukaan anda terhadap

sampel? (pilih salah satu)

◌ Warna ◌ Aroma ◌ Tekstur ◌ Rasa

Menurut anda, apakah sampel tersebut dapat disebut gudeg?

◌ Ya ◌ Tidak

Komentar:

__________________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________________

_______________________________________

Page 75: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

61

Lampiran 8. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik

Panelis Aroma Warna Tekstur Rasa Overall

F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28

1 4 5 6 3 5 6 6 6 3 4 5 4 6 5 6 4 6 5 6 5

2 4 2 5 7 5 3 4 7 6 2 4 6 6 4 5 7 5 3 4 6

3 4 5 6 6 3 5 6 5 2 5 6 5 3 5 6 6 3 5 6 6

4 7 5 6 5 5 6 6 6 5 6 6 6 4 6 6 6 5 6 6 5

5 7 7 6 7 5 6 5 6 6 6 6 6 5 6 6 7 6 6 6 6

6 4 4 6 4 6 6 7 6 6 4 6 6 6 4 4 6 6 5 6 6

7 6 6 6 7 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

8 2 6 4 6 6 2 1 6 6 6 4 4 5 5 4 4 5 5 4 5

9 5 6 3 7 2 5 6 7 5 7 7 7 4 7 5 6 6 6 5 6

10 5 5 5 6 3 6 5 2 2 3 3 2 5 3 3 6 5 5 4 6

11 4 5 6 6 4 4 4 4 5 6 4 5 6 4 5 5 7 6 7 6

12 6 6 4 7 6 2 6 2 6 5 7 7 5 6 7 7 6 4 7 7

13 6 7 7 6 2 6 7 6 6 6 6 6 3 5 6 6 5 6 7 6

14 4 5 6 2 3 6 6 5 3 2 6 6 3 2 5 2 3 4 6 3

15 3 6 6 6 3 5 6 6 4 3 5 4 6 6 7 4 4 5 6 5

16 7 6 7 6 5 6 6 6 3 7 7 7 5 5 5 6 6 6 6 7

17 6 6 4 3 6 6 7 7 3 6 7 6 3 7 6 6 5 6 6 6

18 4 6 6 5 2 3 6 4 3 2 6 6 4 6 7 6 3 4 6 5

19 7 7 6 6 3 7 6 4 6 6 5 5 5 6 4 6 4 7 5 6

Page 76: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

62

Panelis Aroma Warna Tekstur Rasa Overall

F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28

20 4 3 4 6 4 6 5 5 6 5 7 6 6 6 6 5 6 5 6 5

21 7 7 6 7 7 7 6 7 6 6 5 6 6 6 6 7 6 6 6 7

22 6 5 6 6 2 7 5 5 5 6 6 6 6 5 5 7 5 6 5 6

23 3 5 3 6 4 7 6 6 3 6 2 6 3 5 5 6 4 6 3 6

24 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 6 6 6 6 6 6 5 5 6 6

25 4 3 4 4 4 4 5 4 1 4 6 2 2 3 6 2 2 3 6 2

26 2 6 4 3 6 3 2 4 3 6 7 6 6 6 6 7 5 5 6 7

27 6 5 6 7 2 4 6 7 6 6 5 5 5 7 6 6 4 5 6 7

28 6 3 6 5 3 5 6 6 6 3 7 2 6 4 7 4 6 4 7 3

29 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 6 7 6 7 7 7 6 7 7

30 6 6 6 6 4 6 6 6 4 7 6 7 6 7 6 7 5 6 6 6

31 6 6 7 6 2 6 6 6 2 6 7 7 3 5 3 6 3 5 5 6

32 4 4 4 6 4 4 4 6 5 6 5 7 5 4 3 6 4 4 4 6

33 4 6 3 4 2 3 4 6 2 6 5 4 3 6 5 4 3 6 5 5

34 7 5 6 6 4 5 5 5 5 5 3 7 6 5 4 6 6 6 5 7

35 5 5 6 5 4 6 6 6 6 3 6 7 6 6 6 7 5 4 6 6

36 6 4 5 6 6 3 2 3 6 6 3 4 6 5 3 5 6 4 3 5

37 3 6 6 5 2 5 4 7 2 3 6 3 3 5 5 4 3 5 5 4

38 4 4 6 4 3 5 6 5 6 6 6 6 5 6 6 5 4 6 6 5

39 3 4 3 7 4 4 5 6 2 4 5 5 3 2 4 3 4 4 5 5

40 7 6 5 7 7 6 6 7 7 7 6 7 7 6 5 7 7 6 6 7

Page 77: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

63

Panelis Aroma Warna Tekstur Rasa Overall

F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28

41 6 6 6 6 5 6 7 5 4 6 6 4 5 6 7 6 4 6 7 5

42 6 4 6 7 3 3 6 6 6 5 2 3 7 5 7 6 6 5 7 5

43 4 4 6 4 3 6 4 4 3 3 4 6 4 3 2 6 3 2 2 6

44 5 6 6 6 5 5 5 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

45 5 6 6 7 3 5 6 7 3 3 7 5 4 5 6 6 5 5 6 6

46 7 5 4 7 4 3 4 5 3 6 7 6 3 4 3 5 3 5 4 6

47 5 5 6 6 5 5 6 4 3 6 6 5 4 6 6 6 3 5 6 5

48 7 6 6 7 6 7 7 7 5 3 7 6 5 6 5 5 6 6 5 7

49 5 3 3 7 3 5 5 5 6 4 2 7 6 4 2 7 6 4 2 7

50 6 6 6 6 5 6 7 7 2 2 6 6 6 6 6 7 6 6 6 6

51 7 7 6 7 6 5 7 7 7 6 6 7 7 6 5 6 7 6 6 7

52 4 5 7 5 3 4 7 5 7 2 6 5 5 4 6 6 6 3 6 5

53 7 6 7 6 6 6 7 6 5 5 6 6 6 7 7 6 5 6 7 6

54 6 6 6 7 5 6 6 6 4 6 7 6 7 7 7 6 6 6 7 5

55 6 4 4 7 6 6 6 6 3 6 7 7 3 6 6 7 5 6 6 7

56 3 4 5 2 5 5 6 4 4 2 5 2 5 5 6 3 4 4 6 3

57 7 7 7 7 5 4 6 7 5 7 6 6 6 7 5 7 5 7 6 7

58 2 6 4 2 3 7 6 4 2 5 7 5 2 6 6 6 2 6 6 6

59 3 5 5 4 4 6 4 5 5 6 3 4 5 6 3 2 5 6 3 3

60 2 6 4 4 2 6 5 6 3 6 6 7 1 7 6 7 3 6 6 6

61 5 4 4 5 3 4 4 6 3 4 7 6 6 7 6 6 5 6 7 6

Page 78: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

64

Panelis Aroma Warna Tekstur Rasa Overall

F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28 F0=4 F0=12 F0=20 F0=28

62 5 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 6 5 6 6 5 5 6 6 6

63 6 7 7 7 5 5 7 7 5 6 7 6 6 6 7 7 6 6 7 7

64 6 2 2 5 2 4 7 6 6 7 7 3 3 2 2 6 6 5 4 7

65 6 5 5 7 7 6 6 7 5 3 3 7 7 7 6 7 6 6 6 7

66 4 6 6 5 3 6 6 6 4 6 6 3 6 6 6 6 5 6 6 6

67 5 5 3 6 6 5 3 3 6 7 6 6 6 2 6 6 6 4 6 5

68 5 6 5 6 5 6 5 6 3 6 5 6 4 6 5 5 5 6 5 6

69 6 6 6 6 3 4 5 5 3 4 6 6 6 6 5 6 5 5 6 6

70 7 5 4 5 6 5 6 7 6 2 6 7 6 3 5 6 7 3 6 6

71 6 3 5 4 6 4 4 3 7 5 3 7 7 6 6 6 7 6 6 6

72 4 5 6 6 4 6 6 5 4 4 3 4 6 5 6 5 6 5 6 6

73 5 6 6 6 5 6 5 3 6 6 6 6 7 6 6 5 6 6 6 5

74 4 6 5 6 4 5 6 7 5 6 7 7 6 7 7 7 6 6 7 7

75 3 7 4 5 7 7 5 5 6 6 3 6 5 7 2 6 5 7 2 6

Total 379 395 396 422 323 388 410 413 340 377 415 414 379 403 401 428 378 396 419 432

Rata-

rata 5.05 5.27 5.28 5.63 4.31 5.17 5.47 5.51 4.53 5.03 5.53 5.52 5.05 5.37 5.35 5.71 5.04 5.28 5.59 5.76

Page 79: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

65

Lampiran 9a. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma menggunakan metode ANOVA

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2417.542a 77 31.397 26.475 .000

panelis 228.662 73 3.132 2.641 .000

sampel 12.667 3 4.222 3.560 .015

Error 264.458 223 1.186

Total 2682.000 300

a. R Squared = .901 (Adjusted R Squared = .867)

Lampiran 9b. Hasil analisis uji rating hedonik atribut warna menggunakan metode ANOVA

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2775.915a 77 36.051 25.760 .000

Panelis 206.022 73 2.822 2.017 .000

Sampel 70.040 3 23.347 16.682 .000

Error 312.085 223 1.399

Total 3088.000 300

a. R Squared = .899 (Adjusted R Squared = .864)

Lampiran 9c. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur menggunakan metode ANOVA

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2713.322a 77 35.238 18.859 .000

panelis 231.322 73 3.169 1.696 .002

sampel 50.947 3 16.982 9.089 .000

Error 416.678 223 1.869

Total 3130.000 300

a. R Squared = .867 (Adjusted R Squared = .821)

Page 80: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

66

Lampiran 9d. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa menggunakan metode ANOVA

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2330.688a 77 30.269 23.741 .000

Panelis 239.555 73 3.282 2.574 .000

Sampel 16.063 3 5.354 4.200 .006

Error 284.312 223 1.275

Total 2615.000 300

a. R Squared = .891 (Adjusted R Squared = .854)

Lampiran 9e. Hasil analisis uji rating hedonik secara overall menggunakan metode ANOVA

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2188.675a 77 28.424 28.007 .000

Panelis 163.542 73 2.240 2.207 .000

Sampel 23.050 3 7.683 7.570 .000

Error 226.325 223 1.015

Total 2415.000 300

a. R Squared = .906 (Adjusted R Squared = .874)

Page 81: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

67

Lampiran 10a. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut aroma menggunakan uji Duncan

Post Hoc Tests

sampel

Homogeneous Subsets

skor

Duncan

sampel N

Subset

1 2

Fo 28 75 5.627

Fo 20 75 5.280 5.280

Fo 12 75 5.267 5.267

Fo 4 75 5.053

Sig. .056 .233

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.186.

Lampiran 10b. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut warna menggunakan uji Duncan

Post Hoc Tests

sampel

Homogeneous Subsets

skor

Duncan

sampel N

Subset

1 2

Fo 28 75 5.507

Fo 20 75 5.467

Fo 12 75 5.173

Fo 4 75 4.307

Sig. .104 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.399.

Page 82: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

68

Lampiran 10c. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut tekstur menggunakan uji Duncan

Post Hoc Tests

sampel

Homogeneous Subsets

skor

Duncan

sampel N

Subset

1 2 3

Fo 20 75 5.533

Fo 28 75 5.520

Fo 12 75 5.027

Fo 4 75 4.533

Sig. .952 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.869.

Lampiran 10d. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik atribut rasa menggunakan uji Duncan

Post Hoc Tests

sampel

Homogeneous Subsets

skor

Duncan

sampel N

Subset

1 2

Fo 28 75 5.707

Fo 12 75 5.347 5.347

Fo 20 75 5.373 5.373

Fo 4 75 5.053

Sig. .065 .102

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.275.

Page 83: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

69

Lampiran 10e. Hasil analisis lanjut uji rating hedonik secara overall menggunakan uji Duncan

Post Hoc Tests

sampel

Homogeneous Subsets

skor

Duncan

sampel N

Subset

1 2 3

Fo 28 75 5.760

Fo 20 75 5.587 5.587

Fo 12 75 5.280 5.280

Fo 4 75 5.040

Sig. .293 .064 .146

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.015.

Page 84: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

70

Lampiran 11a. Hasil analisis proksimat kadar air (metode gravimetri)

Wcawan&sampel

(g)

Wcawan&sampel Konstan

(g)

Wcawan

(g)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

1.0832 4.9614 4.6929 75.21 303.43 75.40 306.59 0.27 4.47 0.36 1.46 0.19 3.16

1.1342 5.0638 4.7870 75.60 309.75

Lampiran 11b. Hasil analisis proksimat kadar abu (metode gravimetri)

Wcawan&sampel

(g)

Wcawan&sampel Konstan

(g)

Wcawan

(g)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

2.0839 18.7983 18.7662 1.54 6.21 1.55 6.30 0.01 0.12 0.78 1.88 0.01 0.08

2.1446 20.7164 20.6830 1.56 6.38

Lampiran 11c. Hasil analisis proksimat kadar lemak (metode soxhlet)

Wcawan&sampel

(g)

W labu&sampel Konstan

(g)

Wlabu

(g)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

1.2458 54.0244 53.9537 5.68 22.89 5.68 23.08 0.00 0.26 0.02 1.12 0.00 0.18

1.2859 52.8828 52.8098 5.68 23.26

Page 85: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

71

Lampiran 11d. Hasil analisis proksimat kadar protein (metode Kjheldal)

Wsampel

(g) NHCl

VHCl Blanko

(mL)

VHCl Sampel

(mL)

Nitrogen

(%)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

250.0000 0.0233 0.125 1.150 0.13 0.84 3.37 0.83 3.36 0.01 0.02 0.65 0.65 0.00 0.02

172.3000 0.0233 0.125 0.825 0.13 0.83 3.34

Lampiran 11e. Hasil analisis proksimat kadar karbohidrat (metode by difference)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

16.74 67.52 16.54 67.27 0.28 0.36 1.68 0.53 0.20 0.25

16.34 67.01

Lampiran 11f. Hasil analisis kadar serat kasar (metode gravimetri)

Wsampel

(g)

W kertas saring & sampel

Konstan (g)

W kertas saring

(g)

BB

(%)

BK

(%)

Rata-rata SD RSD SEM

BB BK BB BK BB BK BB BK

2.9017 0.5769 0.5199 1.96 7.92 1.97 8.00 0.01 0.11 0.26 1.36 0.00 0.08

2.8554 0.5859 0.5296 1.97 8.08

Page 86: PENGARUH TINGKAT STERILITAS PADA PROSES … · Penerapan teknologi dalam ... Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yang terdiri atas tiga tahap yaitu uji ... Proses

72

Lampiran 12. Hasil perhitungan total energi produk gudeg dalam kaleng

Kadar (g/100g) Energi (Kkal/100g) Energi Total

(Kkal/100g) Rata-rata SD RSD SEM

Lemak Protein Karbohidrat Lemak Protein Karbohidrat

5.68 0.84 16.74 51.08 3.35 66.94 121.36 120.60 1.12 0.93 0.79

5.68 0.83 16.34 51.09 3.31 65.37 119.77