pengaruh skj lansia terhadap tekanan darah dan …eprints.ulm.ac.id/2931/1/pengaruh skj lansia 86...
TRANSCRIPT
86
PENGARUH SKJ LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH DAN DENYUT
JANTUNG ISTIRAHAT PENDERITA HIPERTENSI RINGAN
PADA LANJUT USIA
Mita Erliana
JPOK FKIP Unlam, Jl. Taruna Praja Raya Banjarbaru
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pengaruh SKJ Lansia Terhadap Tekanan Darah dan Denyut Jantung
Istirahat Penderita Hipertensi Ringan pada Lanjut Usia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh latihan SKJ Lansia terhadap penurunan
tekanan darah dan denyut jantung istirahat pada penderita hipertensi ringan. Adanya
informasi yang menunjukkan bahwa di Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera”
terdapat banyak penghuni Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera” yang menderita
hipertensi. Penderita hipertensi yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha “ Budi
Sejahtera” kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Atas informasi tersebut, peneliti
menghubungi Ketua Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera”, untuk dapat
membantu para penderita hipertensi agar dapat melakukan latihan senam, sehingga
dapat mencegah terjadinya serangan hipertensi dan sebagai terapi nonfarmakologis
untuk pengobatan terhadap penderita hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental, dengan Pretest-posttest control design. Sampel ini adalah penderita
hipertensi ringan yang berusia 60 – 70 tahun. Sampel lansia yang menderita hipertensi
ringan berjumlah 30 orang dan lansia yang tidak menderita hipertensi ringan (normal)
berjumlah 30 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Analisis
statistik hasil yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t amatan ulangan (pairs t-
test) yaitu membedakan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan latihan SKJ Lansia terhadap
penurunan tekanan darah. Latihan senam dapat menurunkan tekanan sistolik dan
diastolik serta menurunkan denyut jantung istirahat, latihan senam menimbulkan efek
seperti: beta blocker yang dapat menenangkan system saraf simpatikus dan
melambatkan denyut jantung. Latihan SKJ Lansia dengan intensitas sedang, dengan
lama latihan 20-60 menit sekali latihan, dan frekuensi latihan 3 kali seminggu selama 8
minggu, menurunkan secara signifikan tekanan darah pada kelompok penderita
hipertensi ringan; dengan penurunan sebesar 6,930% (sistolik) dan 5,309% (diastolik).
Penurunan pada tekanan darah pada kelompok yang tidak menderita hipertensi
(normal); dengan penurunan sebesar 5,637% (sistolik) dan 4,071% (diastolik).
Sedangkan penurunan denyut jantung istirahat kelompok lansia yang menderita
hipertensi mampu menurunkan sebesar 6,930% dan kelompok lansia yang tidak
menderita hipertensi mampu menurunkan sebesar 5,637%.
Kata kunci: SKJ lansia, tekanan darah, denyut jantung istirahat
PENDAHULUAN
Setiap hari manusia melakukan
berbagai jenis kegiatan kerja, olahraga,
bersenang-senang dan aktivitas lain.
Akibatnya tubuh banyak mengalami
perubahan, baik fisik, dan psikis. Seiring
dengan penambahan usia atau adanya
proses penuaan, maka kesehatan akan
mengalami penurunan. Umumnya ketika
seseorang memasuki usia lanjut, sering
mempunyai gambaran yang serba buruk
atas proses penuaan misalnya kondisi
kesehatan yang memburuk, sering sakit
sakitan, tidak berdaya, pikun dan
sebagainya. Banyak orang beranggapan
bahwa penyakit yang muncul pada-
90 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
manusia lanjut usia adalah hal yang biasa.
Anggapan ini tidak sepenuhnya benar
karena lanjut usia juga bisa dan punya
kesempatan dan hak untuk tetap hidup
sehat. Sebagian besar penyebab kesehatan
yang mengganggu lansia adalah
terjadinya proses degenerasi yang cukup
drastis akibat tidak adanya upaya
meminimalisasi proses penuaan melalui
berbagai aktifitas fisik dan kontrol
kesehatan yang rutin. Lanjut usia sendiri
dimaknai sebagai pertambahan umur
seseorang dengan disertai penurunan
kapasitas fisik yang ditandai dengan
penurunan massa otot serta kekuatannya,
laju denyut jantung maksimal,
peningkatan lemak tubuh dan penurunan
fungsi otak. Saat lanjut usia tubuh tidak
akan mengalami perkembangan lagi
sehingga tidak ada peningkatan kualitas
fisik.
Melakukan berbagai aktifitas fisik
ringan hingga sedang dan menyenangkan
menurut usia secara periodik dapat
meningkatkan kebugaran pada lansia.
Ketika seseorang memasuki usia lanjut
maka secara alamiah tubuh akan
mengalami proses penurunan fungsi. Pada
kondisi tersebut perlu dipikirkan
bagaimana di usia lanjut masih memiliki
kesempatan untuk melakukan berbagai
macam aktifitas yang bermanfaat. Selain
berfungsi sebagai upaya meningkatkan
kebugaran fisiknya, aktifitas fisik dapat
juga memberi penguatan terhadap
keselarasan antara mental, emosional dan
sosial pada lansia. Hidup bugar di usia
lanjut merupakan solusi yang dapat
dibentuk dan diciptakan oleh lansia guna
meningkatkan derajat kebermaknaan
hidup dalam kehidupan hari tua.
Seseorang dikatakan bugar jika sehat dan
mampu melakukan kegiatan sehari-hari
dengan baik tanpa mengalami kelelahan
yang berarti dan masih memiliki
semangat untuk menikmati waktu santai
atau kegiatan lain. Para lansia yang
memiliki kualitas fisik yang kurang baik
tentunya akan mengalami berbagai
hambatan dalam melaksanakan tugas serta
kerja dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai kendala fisik akan banyak
dialami apabila tidak didukung oleh
kualitas fisik yang baik. Oleh sebab itu
sangat beralasan bagi lansia untuk
melakukan berbagai upaya agar dapat
melakukan pembinaan fisik secara teratur
dan sistematis.
Salah satu penyakit yang sering
diderita pada lansia adalah hipertensi.
Hipertensi merupakan gejala yang paling
sering ditemui pada lansia dan menjadi
faktor risiko utama insiden penyakit
kardiovaskular. Karenanya, kontrol
tekanan darah menjadi perawatan utama
orang-orang lanjut usia. Pada lansia
umumnya terjadi hipertensi dengan
sistolik terisolasi yang berhubungan
dengan hilangnya elastisitas arteri atau
bagian dari proses penuaan. Jenis yang
demikian lebih sulit untuk diobati
dibanding hipertensi esensial. Tekanan
darah yang tidak terkontrol dapat
membebani jantung dan pembuluh darah
secara berlebihan sehingga mempercepat
penyumbatan pembuluh arteri yang
disebut artherosclerosis. Tekanan darah
tinggi merupakan salah satu dari tiga
faktor penyebab serangan jantung dan dua
faktor utama penyebab stroke. Dua
penyebab lainya adalah kolestrol dan
merokok. Pemeriksaan tekanan darah
yang dilakukan secara teratur dapat
mendeteksi lebih awal adanya tekanan-
90 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
darah tinggi sehingga dapat
mempermudah untuk mengobati dan
mengatasinya serta mengurangi angka
kematian (Amelia Kamaludin,
www.ml.scribd.com).
Sistem peredaran darah pada
manusia tersusun atas jantung sebagai
pusat peredaran darah, pembuluh-
pembuluh darah dan darah itu sendiri.
Darah dipompa dari jantung dan mengalir
melalui pembuluh darah mulai dari yang
berdiameter besar sampai yang
berdiameter kecil menuju setiap organ
tubuh. Jumlah darah yang mengalir
ditentukan oleh kuatnya pompaan jantung
dan besarnya tekanan dalam pembuluh
darah. Sistolik adalah tekanan darah pada
saat jantung memompa darah ke dalam
pembuluh nadi (saat jantung mengkerut).
Diastolik adalah tekanan darah pada saat
jantung mengembang dan menyedot darah
kembali (pembuluh nadi mengempis
kosong).
Penyebab hipertensi pada lansia
adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada: elastisitas dinding aorta menurun,
katub jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal
ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
Data-data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah sebagai berikut: faktor keturunan,
umur (jika umur bertambah maka tekanan
darah meningkat), jenis kelamin, ras (ras
kulit hitam lebih banyak dari kulit putih),
kebiasaan hidup yang sering
menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah: konsumsi garam yang tinggi
(melebihi dari 30gr), kegemukan atau
makan berlebihan, stress,
merokok, minum alkohol, dan minum
obat-obatan (ephedrine, prednison,
epineprin).
Pengelolaan hipertensi bertujuan
untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
terapi tanpa obat digunakan sebagai
tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi diet yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah: restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol,
rendah asam lemak jenuh, penurunan
berat badan, penurunan asupan etanol dan
berhenti merokok.
Adanya informasi yang
menunjukkan bahwa di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Sejahtera yang
berada di Kota Banjarbaru Kalimantan
Selatan, terdapat banyak penderita
hipertensi. Kebanyakan penderita
hipertensi berjenis kelamin perempuan
Berdasarkan informasi tersebut, peneliti
berinisiatif untuk menghubungi Ketua
Pengelola di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Sejahtera Kota Banjarbaru
Kalimantan Selatan, untuk dapat
membantu para penderita hipertensi agar
dapat melakukan latihan olahraga aerobik,
sehingga dapat mencegah terjadinya
serangan hipertensi dan sebagai terapi -
90 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
nonfarmakologis untuk pengobatan
terhadap hipertensi.
Melalui aktivitas aerobik, para
lansia yang menderita hipertensi
mendapatkan manfaat tambahan,
membantu tubuh tetap bugar dan segar
karena melatih tulang tetap kuat,
mendorong jantung bekerja optimal, dan
membantu menghilangkan radikal bebas
yang berada di dalam tubuh. Dapat
dikatakan bugar atau dengan perkataan
lain mempunyai kesegaran jasmani yang
baik bila jantung dan peredaran darah
baik sehingga tubuh seluruhnya dapat
menjalankan fungsinya dalam waktu yang
cukup lama. Salah satu olahraga aerobik
adalah Senam Kesegaran Jasmai Lanjut
Usia (SKJ Lansia). Senam lansia di
samping memiliki dampak positif
terhadap peningkatan fungsi organ tubuh
juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah
latihan teratur (Depkes, 1995).
Tingkat kebugaran dievaluasi
dengan mengawasi kecepatan denyut
jantung waktu istirahat, yaitu kecepatan
denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya
menjadi lebih bugar, kecepatan denyut
jantung sewaktu istirahat harus menurun.
Melalui aktivitas aerobik SKJ Lansia,
para penderita hipertensi mendapatkan
manfaat tambahan, yaitu menghilangkan
keluhan penyakit ringan, juga dapat
menyegarkan tubuh karena dengan
berolahraga tubuh akan lebih terasa bugar,
sehat dan tubuh lebih ringan. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu dikaji lebih lanjut
apakah dengan mengikuti latihan olahraga
yang bersifat aerobik dapat menurunkan
tekanan darah tinggi, dan sebagai salah
satu metode penyembuhan atau terapi
bagi penderita hipertensi?
Aktifitas atau latihan aerobik
sangat bermanfaat untuk untuk sistem
kardiovaskular. Latihan yang dilakukan
dalam waktu yang lama dan secara teratur
akan menyebabkan sistem kardiovaskular
bekerja secara efisien. Seseorang yang
telah melakukan latihan jasmani dapat
membantu mengerjakan suatu pekerjaan
atau aktivitas otot lebuh efisien dari pada
sebelum latihan. Pekerjaan atau aktivitas
dapat dilakukan dengan jumlah denyut
jantung yang lebih kecil; pada tekanan
darah yang lebih rendeh dan dengan
penggunaan oksigen oleh jantung yang
lebih sedikit dari pada seseorang yang
tidak terlatih.
METEDO PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental, untuk
mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan
pada satu kelompok. Menurut Zainudin
(1988: 56) penelitian eksperimental pada
dasarnya adalah ingin menguji hubungan
antara suatu sebab (cause) dengan akibat
(effect). Dikatakan bahwa penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen karena
penelitian ini untuk mengetahui ada atau
tidak adanya pengaruh latihan aerobik
dalam penelitian ini SKJ Lansia terhadap
penurunan tekanan darah dan denyut
jantung istirahat terhadap penderita
hipertensi ringan pada lanjut usia yang
berada di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Sejahtera Kota Banjarbaru
Kalimantan Selatan.
Desain penelitian yang digunakan
adalah Pertest-postest control designt
(Sugiyono, 2011: 76). Dalam penelitian
ini, kelompok penderita tekanan darah
tinggi ringan dan kelompok pengontrol
diukur tekanan darah sebelum dan -
90 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
sesudah mendapat perlakukan dengan
melakukan senam SKJ Lansia. Kelompok
objek X1 dan kelompok objek X3 diukur
tekanan darahnya terlebih dahulu
kemudian diberikan perlakuan P, setelah
beberapa waktu diukur kembali tekanan
darahnya dengan intrumen yang sama,
menjadi kelompok objek X2 dan X4
(Sugiyono, 2011: 76). Apabila ada
perubahan hasil pengukuran antara
sebelumnya (pretest) dan sesudah
(posttest), perlakuan (treatment),
dianggap ada pengaruh dari perlakuan
tersebut. Adapun desain penelitian
sebagai berikut :
X1 P X2
X3 P X4
Gambar. 1. Desain Penelitian
Keterangan:
X1 (pretest) : kelompok penderita hipertensi, diukur tekanan darahnya
sebelum mendapat perlakuan.
P (treatment) : Perlakuan berupa SKJ Lanjut Usia.
X2 (post test) : kelompok hipertensi diukur tekanan darahnya sesudah
mendapat perlakukan.
X3 (pretest) : kelompok yang tidak penderita hipertensi, diukur tekanan
darahnya sebelum mendapat perlakuan.
P (treatment) : Perlakuan berupa SKJ Lanjut Usia.
X4 (post test) : kelompok yang tidak penderita hipertensi, diukur tekanan
darahnya sesudah mendapat perlakukan.
Sebelum dan sesudah melakukan latihan
SKJ lansia, kelompok lansia yang
menderita hipertensi ringan dan kelompok
lansia bukan penderita hipertensi ringan
(normal) dilakukan pemeriksaan tekanan
darah dan denyut jantung istirahat.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui perubahan pada tekanan
darah dan denyut jantung istirahat setelah
diberikan perlakuan berupa latihan SKJ
Lansia dengan frekuensi 3 kali dalam satu
minggu selama 8 minggu, intensitas 60 –
80 % denyut jantung maksimal, dan
dilakukan selama 30 menit setiap
pertemuan
Adapun program latihan disajikan pada
tabel 3 sebagai berikut:
Tabel. 1. Program Latihan SKJ Lansia
Lama latihan 8 minggu
Frekuensi 3 kali per minggu
Intensitas 60 – 80% DJM
Waktu (durasi) 30 menit
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 91
86
Type(model) Latihan SKJ Lansia
-pemanasan 5 menit
-Inti 15 menit
-pendinginan 10 menit
Tempat pelaksanaan penelitian adalah di
halaman Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Sejahtera Banjarbaru Kalimantan
Selatan. Waktu penelitian di laksanakan
selama 2 bulan yaitu bulan Desember
2011 sampai bulan Januari 2012 dengan
frekuensi latihan tiga kali dalam satu
minggu, sehingga dapat diketahui
pelaksanaan treatment (SKJ Lansia)
dilakukan sebanyak 24 kali tatap muka.
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:
80). Populasi dalam sampel ini adalah
seluruh lansia yang berada di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Sejahtera Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan yang
berjumlah 120 orang. Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2011:
81). Sampel dalam penelitian ini adalah
para lansia putra dan lansia putri yang
menderita hipertensi yang berada di Panti
Sosial Tresna Werda Budi Sejahtera Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan sebanyak
30 orang dan kelompok kontrol lansia
putera dan puteri yang bukan penderita
hipertensi (normal) sebanyak 30 orang.
Sampel penelitian yang digunakan adalah
purposive sampling. Karakteristik sampel
dalam penelitian ini adalah mempunyai
usia 60 – 70 tahun dan tidak
menggunakan obat penurun tekanan
darah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Panti Sosial Tresna Werda Budi
Sejahtera Kota Banjarbaru Kalimantan
Selatan, yang dilakukan selama kurang
lebih dua bulan, dimulai pada bulan
Desember 2011 dan berakhir pada bulan
Januari 2012. Adapun subjek penelitian
ini adalah para lansia putra dan lansia
putri yang menderita hipertensi yang
berada di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Sejahtera Kota Banjarbaru
Kalimantan Selatan berjumlah 30 dan
kelompok kontrol yang tidak menderita
hipertensi (normal) 30 orang.
Karakteristik responden atau subjek
penelitian ini meliputi: Jenis kelamin,
umur dan lama menderita. Adapun
karakteristik subyek penelitian sebagai
berikut:
92 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
1. Jenis Kelamin
Karakteristik subjek penelitian
berdasarkan jenis kelaminnya disajikan
pada tabel. 2. berikut ini.
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin pada
Kelompok Lansia yang Menderita Hipertensi Ringan.
No Jenis Kelamin Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
9
21
30,0
70,0
Total 30 100,0
Berdasarkan distribusi tabel tersebut,
secara visual dapat digambarkan dengan
diagram lingkaran sebagai berikut: Dari
tabel distribusi kelompok lansia yang
menderita hipertensi ringan, diketahui
bahwa mayoritas subjek penelitian
berdasarkan jenis kelaminnya adalah
perempuan dengan frekuensi 21 orang
(70,0%), sedangkan untuk laki-laki
dengan frekuensi 9 orang (30,0%).
2. Umur
Karakteristik subjek penelitian
berdasarkan kelompok umurnya disajikan
pada tabel. 3. berikut ini.
Tabel. 3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur pada
Kelompok Lansia yang Menderita Hipertensi Ringan.
No Umur Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
1.
2.
60 – 65 Tahun
66 – 70 Tahun
11
19
36.7
63.3
Total 30 100,0
Dari tabel distribusi kelompok lansia yang
menderita hipertensi ringan, diketahui
bahwa mayoritas subjek penelitian
berdasarkan umurnya mayoritas berumur
66 -70 tahun dengan frekuensi 19 orang
(63,3%); sedangkan yang berumur 60-65
tahun sebanyak 11 orang (36,7%).
3. Lama Menderita
Karakteristik subjek penelitian
berdasarkan kelompok lama menderita
hipertensi disajikan pada tabel 4 berikut
ini.
Tabel. 4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Menderita
Hipertensi pada Kelompok Lansia yang Menderita Hipertensi
Ringan.
No Lama Menderita Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
≤ 6 Bulan
7 – 12 Bulan
> 12 Bulan
3
19
8
10,0
63,3
26,7
Total
30 100,0
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 93
86
Dari tabel distribusi kelompok lansia yang
menderita hipertensi ringan, diketahui
bahwa mayoritas subjek penelitian
berdasarkan lama menderita hipertensi
mayoritas adalah 7-12 bulan dengan
frekuensi 19 orang (63,3%); disusul >12
bulan sebanyak 8 orang (26,7%); dan ≤6
bulan sebanyak 3 orang (10,0%).
Deskripsi Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini
digunakan t-test antar amatan ulangan
(pairs t-test) yaitu membedakan antara
sebelum dengan sesudah melakukan SKJ
Lansia dan uji t antar kelompok
(independent t-test), yaitu membedakan
tekanan darah sistolik, tekanan darah
diastolik dan denyut jantung istirahat
(DJI/menit) antara kelompok lansia
penderita hipertensi ringan dan kelompok
lansia yang bukan penderita hipertensi
ringan(normal). Sebelum dilakukan
analisis, terlebih dahulu harus memenuhi
beberapa prasyarat atau asumsi analisis,
antara lain: (1) data berdistribusi normal;
dan (2) variansi atau SD² antara data
sebelum dengan sesudah homogen.
1. Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah sistolik pada lansia
di Panti Sosial Tresna Werda Budi
Sejahtera Kota Banjarbaru Kalimantan
Selatan, sebelum dan sesudah perlakuan
pada masing-masing kelompok secara
ringkas disajikan pada tabel pada tabel 5
berikut ini.
Tabel 5. Tekanan Darah Sistolik
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tend
ensi
Sentr
al
Tekanan Darah Sistolik
Pre-test Pos-test
Hipe
rtens
i
Ring
an
Nor
mal
Hipe
rtens
i
Ring
an
Nor
mal
Mini
mum
141 110 132 107
Maks
imum
159 140 150 132
Mean 151,
70
127
,23
141,
13
120
,00
Medi
an
153,
00
126
,00
141,
50
120
,00
Mode 155 126 140 122
Stand
art
5,58
4
7,0
40
4,61
4
6,3
79
Devi
asi
Keterangan:
Hipertensi Ringan TD
Sistolik 141 – 159 mmHg
Normal TD
Sistolik 100 – 140 mmHg
Berdasarkan analisis deskriptif,
pada kelompok lansia yang menderita
hipertensi ringan, sebelum diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, diperoleh angka-angka
tendensi sentral tekanan darah sistolik
berupa mean 151,70; median 151,70; dan
mode 155 serta SD 5,584. Sesudah
diberikan latihan SKJ Lansia diperoleh
mean 141,13; median 141,50; dan mode
140 serta SD 4,614. Adapun pada
94 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
kelompok lansia bukan penderita
hipertensi ringan (normal) sebelum
diberikan perlakuan, diperoleh angka-
angka tendensi sentral tekanan darah
sistolik berupa mean 127,23; median
126,00; dan mode 126 serta SD 7,040.
Sesudah diberikan latihan diperoleh
mean 120,00; median 120,00; dan mode
122 serta SD 6,379.
Penurunan tekanan darah sistolik,
antara sebelum dengan sesudah diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, dalam skala persentase
penurunan disajikan pada tabel 8 berikut
ini:
Tabel 6. Penurunan (dalam %) Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
Tendensi Sentral Penurunan Tekanan Darah Sistolik (%)
Lansia Hipertensi Ringan Lansia Normal
Minimum 3,31 1,49
Maksimum 11,61 10,87
Mean 6,930 5,637
Median 6,850 5,710
Mode 4,76 3,17
Standart Deviasi 2,054 2,643
Tabel di atas memperlihatkan bahwa pada
kelompok lansia penderita hipertensi
ringan, sesudah diberikan perlakuan
berupa latihan aerobik denganSKJ Lansia,
terjadi penurunan tekanan darah sistolik
(dalam %) rata-rata 6,930; median 6,850;
mode 4,76; dan SD 2,054; sedangkan
pada kelompok lansia yang bukan
penderita hipertensi ringan (normal)
terjadi penurunan tekanan darah sistolik
rata-rata 5,637; median 5,70; mode 3,71
dan SD 2,643
2. Tekanan Darah Diastolik
Tekanan darah diastolik pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werda Budi
Sejahtera Kota Banjarbaru Kalimantan
Selatan, sebelum dan sesudah perlakuan
pada masing-masing kelompok secara
ringkas disajikan pada tabel pada tabel 7
berikut ini:
Tabel 7. Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tendensi
Sentral
Tekanan Darah Diastolik
Pre-test Pos-test
Hipertensi
Ringan Normal
Hipertensi
Ringan Normal
Minimum 91 78 84 74
Maksimum 99 90 95 88
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 95
86
Mean 94,77 83,07 89,73 79,67
Median 95,00 82,00 91,00 79,00
Mode 92 80 91 80
Standart Deviasi 2,712 3,723 3,162 3,565
Keterangan:
Hipertensi Ringan TD Diastolik 91 –
99 mmHg
Normal TD Diastolik 60 – 90
mmHg
Berdasarkan analisis deskriptif,
pada kelompok lansia yang menderita
hipertensi ringan, sebelum diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, diperoleh angka-angka
tendensi sentral tekanan darah diastolik
berupa mean 94,77; median 95,00; dan
mode 92 serta SD 2,712. Sesudah
diberikan latihan SKJ Lansia diperoleh
mean 89,73; median 91,00; dan mode 91
serta SD 3,162. Adapun pada kelompok
lansia bukan penderita hipertensi ringan
(normal) sebelum diberikan perlakuan,
diperoleh angka-angka tendensi sentral
tekanan darah diastolik berupa mean
83,07; median 82,00; dan mode 80 serta
SD 3,723. Sesudah diberikan latihan
diperoleh mean 79,67; median 79,00; dan
mode 80 serta SD 3,565.
Penurunan tekanan darah
diastolik, antara sebelum dengan sesudah
diberikan perlakuan berupa latihan
aerobik dengan SKJ Lansia, dalam skala
persentase penurunan disajikan pada tabel
10 berikut ini:
Tabel 8. Penurunan (dalam %) Tekanan
Darah Diastolik Sebelum dan
Sesudah Perlakuan
Tendensi
Sentral
Penurunan Tekanan
Darah Diastolik (%)
Lansia
Hipertens
i Ringan
Lansia
Normal
Minimu
m
1,0
9
1,2
2
Maksimu
m
10,
53
8,0
5
Mean 5,3
09
4,0
71
Median 5,2
35
4,1
20
Mode 5,2
1
2,4
7
Standart
Deviasi
2,0
65
2,0
51
Tabel di atas memperlihatkan
bahwa pada kelompok lansia penderita
hipertensi ringan, sesudah diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, terjadi penurunan tekanan
darah diastolik (dalam %) rata-rata 5,309;
median 5,235; mode 5,21; dan SD 2,065;
sedangkan pada kelompok lansia yang
bukan penderita hipertensi (normal)
terjadi penurunan tekanan darah diastolik
rata-rata 4,071; median 4,120; mode 2,47
dan SD 2,051.
3. Denyut Jantung (DJI/menit)
Denyut jantung istirahat
(DJI/menit) pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Sejahtera Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan, sebelum
dan sesudah perlakuan pada masing-
masing kelompok secara ringkas disajikan
pada tabel pada tabel 9 berikut ini:
96 Jurnal Multilateral, Volume 12, No. 1 Juni 2013 hlm 86-99
86
Tabel 9. Denyut Jantung Istirahat (DJI/menit) Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
Tendensi
Sentral
Denyut Jantung (DJI/menit)
Pre-test Pos-test
Hipertensi
Ringan Normal
Hipertensi
Ringan Normal
Minimum 77 60 70 58
Maksimum 96 73 89 73
Mean 85,00 66,87 78,27 63,43
Median 84,00 66,00 78,50 62,50
Mode 78 72 74 60
Standart Deviasi 5,954 4,305 5,239 3,812
Keterangan:
Denyut Jantung (DJI/menit) normal 60-100 bpm
Tachycardia >100 bpm
Bradycardia <60 bpm
Berdasarkan analisis deskriptif,
pada kelompok lansia yang menderita
hipertensi ringan, sebelum diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, diperoleh angka-angka
tendensi sentral denyut jantung
(DJI/menit) berupa mean 85,00; median
84,00; dan mode 78 serta SD 5,954.
Sesudah diberikan latihan diperoleh
mean 78,27; median 78,50; dan mode 74
serta SD 5,239. Adapun pada kelompok
lansia yang bukan penderita hipertensi
ringan sebelum diberikan perlakuan,
diperoleh angka-angka tendensi sentral
denyut jantung istirahat (DJI/menit)
berupa mean 66,87; median 60,00; dan
mode 72 serta SD 4,305. Sesudah
diberikan latihan diperoleh mean 63,43
median 62,50; dan mode 60 serta SD
3,812.
Penurunan denyut jantung istirahat
(DJI/menit), antara sebelum dengan
sesudah diberikan perlakuan berupa
latihan aerobik dengan SKJ Lansia, dalam
skala persentase penurunan disajikan pada
tabel 10 berikut ini:
Tabel 10. Penurunan (dalam %) Denyut Jantung Istirahat (DJI/menit)
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tendensi Sentral
Penurunan Denyut Jantung (%)
Lansia Hipertensi
Ringan Lansia Normal
Minimum 3,31 1,49
Maksimum 11,61 10,87
Mean 6,930 5,637
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 97
86
Median 6,850 5,710
Mode 4,76 3,17
Standart Deviasi 2,054 2,643
Tabel di atas memperlihatkan
bahwa pada kelompok lansia penderita
hipertensi ringan, sesudah diberikan
perlakuan berupa latihan aerobik dengan
SKJ Lansia, terjadi penurunan denyut
jantung istirahat (dalam %) rata-rata
6,930; median 6,850; mode 4,76; dan SD
2,054; sedangkan pada kelompok lansia
bukan penderita hipertensi ringan terjadi
penurunan penurunan denyut jantung rata-
rata 5,637; median 5,710; mode 3,17 dan
SD 2,643.
PEMBAHASAN
Patofisiologi hipertensi adalah mekanisme
yang menontrol kontraksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari
pusat vasomotor ini bermula dari saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumma
medula spinalis ke ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk
implus yang bergerak ke bawah melaui
saraf simfatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini neuron preganglion melepaskan
asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
di mana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan kontarksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokontriktor.
Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekkuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer (Smelzer,
Bare, 2002). Latihan olahraga yang
dilakukan agar dapat berpengaruh
terhadap efisiensi kerja jantung,
sebaiknya latihan berada pada intensitas
sedang yaitu denyut jantung 150-170 per
menit. Intensitas sedang kurang lebih
sama dengan 70-80% dari kapasitas
aerobik maksimal (Bompa, 1994: 78).
Berdasarkan analisi data penelitian ini
membuktikan ada pengaruh yang
signifikan latihan SKJ Lansia terhadap
penurunan tekanan darah dan denyut
jantung istirahat pada penderita hipertensi
ringan pada lanjut usia setelah melakukan
latihan 3 kali dalam seminggu selama 8
minggu (24 kali pertemuan). Berdasarkan
analisis data penelitian ini membuktikan
bahwa ada pengaruh positif yang
signifikan latihan SKJ Lansia terhadap
kelompok penderita hipertensi ringan dan
kelompok lansia bukan penderita
hipertensi setelah melakukan latihan 3
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 99
86
kali seminggu selama 8 minggu (24 kali
pertemuan), berupa penurunan tekanan
darah dan penurunan denyut jantung
istirahat. Menurut Kathlee L. Kuntaraf
dan Jonahan Kuntaraf, (1992: 152),
mengemukakan bahwa orang yang
melakukan latihan 3 kali seminggu (24
kali pertemuan) akan mengalami
peningkatan daya tahan kardio respirasi
dan mempunyai VO2 max yang lebih
baik, karena orang tersebut aktif
melakukan olahraga. Dengan berolahraga
atau mengikuti latihan senam SKJ Lansia
mempunyai berbagai manfaat, baik
manfaat fisik (meningkatkan komponen
kebugaran), manfaat psikis (lebih tahan
terhadap stress dan lebih tahan
berkonsentrasi) dan manfaat sosial
(menambah rasa percaya diri). Bagi
penderita hipertensi, dengan latihan
olahraga secara teratur 3 sampai 4 kali
dengan waktu 30 – 40 menit dan
intensitas latihan 60 – 80% dari denyut
jantung maksimal dapat menurunkan
tekanan darah ([email protected]).
Berdasarkan penelitian yang menyatakan
bahwa latihan olahraga dengan mengikuti
senam SKJ Lansia yang dilakukan secara
teratur merupakan cara sangat baik untuk
mencegah maupun mengobati tekanan
darah tinggi. Kebiasaan hidup dan
pengelolaan stress yang biasanya dialami
penderita. Respon dan adaptasi tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Respon dan adaptasi jantung terhada
senam SKJ Lansia
Senam SKJ Lansia merupakan olahraga
aerobik yang mempunyai pengaruh
menurunkan denyut jantung istirahat,
sehingga jumlah darah yang dikeluarkan
setiap denyut jantung bertambah. Hal
tersebut disebabkan karena ruang jantung
bertambah besar dan otot jantung
bertambah kuat. Kepadatan kapiler
(pembuluh darah kecil) di otot jantung
bertambah dan demikian pula dengan
elatisitas pembuluh darah koroner.
Penambahan elastisitas pembuluh darah
tidak hanya terjadi di pembuluh darah
jantung, namun disemua pembuluh darah
(Woerjati Soekarno, 1996: 2-4).
2) Respon dan adaptasi sistem pernafasan
SKJ Lansia
Irama pernafasan berubah sebelum,
selama dan setelah latihan dimulai. Segera
terjadi venilasi hebat, sampai mencapai
titik tertentu. Segera setelah latihan
berakhir, venilasi kembali ke nilai
istirahat. Ferkuensi pernafasan orang
berlatih lebih sedikit dibandingkan
dengan orang tak terlatih. Penurunan
frekuensi ini diimbangi dengan dalamnya
pernafasan pada orang terlatih.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik
berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh latihan SKJ lansia yang
diberikan 3 kali dalam seminggu
selama 8 minggu terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia yang
menderita hipertensi ringan sebesar
6,930% (sistolik) dan 5,309%
(diastolik).
2. Ada pengaruh latihan SKJ lansia yang
diberikan 3 kali dalam seminggu
selama 8 minggu terhadap penurunan
denyut jantung istirahat pada lansia
yang menderita hipertensi ringan
sebesar sebesar 6,930%.
3. Ada pengaruh yang signifikan (p<0,05)
SKJ Lansia terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita
hipertensi ringan di Panti Sosial Tresna
Mita Erliana, Pengaruh SKJ Lansia … 99
86
Werda Budi Sejahtera Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan. SKJ
Lansia mampu menurunkan tekanan
darah sebesar 6,930% (sistolik) dan
5,309% (diastolik) pada lansia
penderita hipertensi ringan. Penurunan
pada tekanan darah pada lansia bukan
penderita hipertensi (normal); dengan
penurunan sebesar 5,637% (sistolik)
dan 4,071% (diastolik).
4. Ada pengaruh yang signifikan
(p<0,05) SKJ Lansia terhadap
penurunan denyut jantung istirahat
pada lansia penderita hipertensi ringan
di Panti Sosial Tresna Werda Budi
Sejahtera Kota Banjarbaru Kalimantan
Selatan. SKJ Lansia mampu
menurunkan denyut jantung istirahat
pada lansia penderita hipertensi ringan
dengan penurunan sebesar 6,930% dan
lansia bukan penderita hipertensi
(normal) mampu menurunkan sebesar
5,637%.
DAFTAR PUSTAKA
Kamaludin. Amelia. (2010).
Penatalaksaan hipertensi non
farmakologis. Diambil pada tanggal
24 Juni 2011 dari www.
ml.scribd.com.
Athanasios J. Monalis. (2005). Exercise
and hypertension. Diterbitkan
dalam Journal europen society of
hypertension scientific newsletter:
update on hypertension
management, 2005;6:No.23.
Diambil pada tanggal 20 Mei 2012
dari [email protected].
Departemen Kesehatan RI. (1995).
Manual latihan fisik untuk usia
lanjut. Diambil pada tanggal 15
Januari 2012 dari
www.repository.usu.ac.id.
Smelzer & Bare (2002). Keperawatan
medikal bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta EGC.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Woerjati Soekarno. (1996). Teori &
praktek senam dasar. Klaten: PT.
Intan Pariwara.
Zainuddin, Muhamad. (1988).
Metodologi penelitian. Surabaya:
Erlangga University Press.