pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

66
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya , yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya proses menua tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho, 2008). Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI NO 13 Tahun 1993 dan WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia ( Lansia) adalah mereka yang berusia 60 tahun (Nugroho, 2008). Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan evolusi yang progresif dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai dengan maturasi hingga pada suatu fase akhir kehidupan yang disebut kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada lanjut usia secara linier dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitation), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2005). Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

Upload: lehuong

Post on 15-Dec-2016

248 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupannya , yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses

menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya proses menua

tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho,

2008). Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI

NO 13 Tahun 1993 dan WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia

( Lansia) adalah mereka yang berusia ≥ 60 tahun (Nugroho, 2008).

Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan

evolusi yang progresif dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai

dengan maturasi hingga pada suatu fase akhir kehidupan yang disebut

kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada lanjut usia secara

linier dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan

(impairment), keterbatasan fungsional (functional limitation),

ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan

dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2005).

Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah

kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

Page 2: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

2

kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun,

berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon

stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat

resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006).

Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah

setelah berusia 75 tahun (Nugroho, 2008). Kontrol tekanan darah yang ketat

pada lansia berhubungan dengan pencegahan terjadinya peningkatan tekanan

darah yang tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya, misalnya diabetes

melitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular perifer.

Pada lansia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya,

penurunan denyut jantung , penurunan terhadap toleransi latihan, dan

penurunan kapasitas aerobik. Dengan melakukan olahraga seperti senam

lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut.

Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan /olah raga

seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti

peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan

kecelakaan (Darmojo, 2004).

Penelitian pendahuluan oleh Hasurungan tahun 2002 yang bertujuan

untuk melihat faktor- faktor yang berhubungan peningkatan tekanan darah

pada lansia di Kota Depok pada tahun 2002 dengan mengambil sampel

dalam penelitian sebanyak 310 orang lansia ( 181 perempuan dan 129 laki-

laki ) berumur 55-93 tahun didapatkan proporsi peningkatan tekanan darah

Page 3: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

3

sebesar 50.0%, dan berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 41,9%,

sedangkan pada perempuan 57,4%, dan angka ini jauh lebih besar dari

prevalensi peningkatan tekanan darah yang ditetapkan oleh Depkes RI ( 20-

30%) untuk lansia di tahun 2000. Responden dengan derajat stres tinggi

berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 3,02 kali dibandingkan

yang derajat stres rendah, dan responden dengan derajat stres sedang

berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,47 kali dibandingkan

yang derajat stres rendah. Responden dengan aktivitas fisik yang rendah

berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,73 kali dibandingkan

yang aktivitas yang cukup. Responden yang tidak kawin berpeluang

mendapat peningkatan tekanan darah 2,07 kali dibandingkan yang kawin.

Selanjutnya disimpulkan bahwa dari lima variable tersebut, derajat stress

tinggi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Hasurungan, 2002).

Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tak bisa ditinggalkan

dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang agar dapat memelihara

kesehatan lansia, menghasilkan kualitas dan kesehatan hidup yang baik, dan

dilaksankan sesuai kemampuan, kesenangan dan minatnya. Salah satu

bentuk olahraga yang sesuai dengan lansia adalah senam. Senam memiliki

gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, menimbulkan rasa gembira dan

semangat serta beban yang rendah. Salah satu senam yang cocok untuk

lansia adalah senam lansia. Senam ini merupakan olahraga yang ringan dan

mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Aktifitas olahraga ini membantu

Page 4: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

4

tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena dapat melatih tulang menjadi

kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan

radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh. Senam ini dapat membentuk

dan mengoreksi sikap dan gerak serta memperlambat proses degenerasi

karena perubahan usia, serta mempermudah penyesuaian kesehatan jasmani

terutama kesehatan kardiovaskuler dalam adaptasi kehidupan di lanjut usia

(Nugroho, 2008).

Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan

dengan peningkatan tekanan darah, maka faktor yang dapat diintervensi

adalah aktivitas fisik dan stres. Oleh karenanya sehubungan dengan faktor

tersebut , serta tingginya angka kejadian peningkatan tekanan darah pada

lansia, maka penanggulangan peningkatan tekanan darah pada lansia

melalui kegiatan latihan fisik berupa senam lansia tiga kali seminggu dan

gerak jalan pagi, serta melakukan pembinaan mental/ kerohanian (Nugroho,

2008).

Berdasarkan hasil studi lapangan di Banjar Tuka Dalung pada

tanggal 11 Desember 2012 total lansia yang ada adalah 50 orang terdiri dari

40 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Dari hasil wawancara sementara

dengan beberapa orang lansia mengatakan mempunyai tekanan darah yang

meningkat dan mengeluh pada persendian tangan dan kaki sering sakit.

Menurut pengakuan 20 orang lansia yang ikut senam mengatakan sudah

berobat ke dokter dan ke Puskesmas. Kenyataannya walaupun tindakan

pencegahan dan pengobatan sudah dilaksanakan , tetapi masih banyak lansia

Page 5: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

5

yang menderita berbagai penyakit salah satunya peningkatan tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah baik peningkatan tekanan sistol dan diastole dan

tekanan arteri rata-rata perlu diperhatikan pada lansia karena hal tersebut

menggambarkan kondisi tekanan darah yang ada pada darah daat keluar dari

jantung karena jika terjadi peningkatan akan menyebabkan penyakit

kardiovaskuler dan gangguan kesehatan lainnya (Fildzania, 2011).

Latihan fisik yang diberikan belum sesuai dengan anjuran Cooper

sebagai penganjur olahraga aerobik yaitu frekuensi latihan atau olah raga

sebaiknya tiga kali seminggu pada hari yang bergantian (Kusmanah, 2002).

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih

dalam melalui penelitian yang dipaparkan dalam Tesis dengan judul

Pelatihan senam lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia di

Banjar Tuka Dalung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah

yang muncul adalah.

1.2.1. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

systole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.2. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

diastole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.3. Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah

arteri rata-rata di Banjar Tuka Dalung?

Page 6: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3. 1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada

lansia di Banjar Tuka Dalung.

1.3 .2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah sistole pada lansia setelah

melakukan senam lansia di Banjar Tuka Dalung.

2) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah diastole pada lansia setelah

melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

3) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah arteri rata-rata pada lansia

setelah melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.I Manfaat dari segi teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan

ilmu keperawatan khususnya keperawatan gerontik dengan

memberikan informasi dan sosialisasi senam lansia dalam

meningkatkan derajat kesehatan lansia.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi ilmiah bagi

peneliti selanjutnya.

Page 7: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

7

1.4.2 Manfaat dari segi praktis

1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi pelatih senam

lansia di Banjar Tuka Dalung.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan khususnya dalam hal senam

lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.

Page 8: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah

terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang

mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh darah adalah 50

mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup

untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm

(Guyton, 2001). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah

(BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm)

merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah

pada dinding arteri (Mc Gowan, 1997).

Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh

darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut tekanan darah

sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga tingkat

terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 1997). Jadi

tekanan darah berarti besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri

oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas

tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

Page 9: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

9

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

a. Aliran darah

Aliran darah (blood flow) adalah sejumlah darah yang melalui

suatu titik pada sirkulasi dalam suatu periode tertentu, dengan

satuan liter /menit. Jumlah aliran darah pada individu dewasa

dalam keadaan istirahat rata-rata 5 liter/menit yang disebut curah

jantung (cardiac output). Curah jantung ditentukan oleh isi

sekuncup (stroke volume), frekuensi denyut jantung,

kontraktilitas miokardium, dan sistem saraf otonom (bagian

simpatis dan parasimpatis) (Rokhaeni, 2001)

b. Tahanan perifer terhadap aliran darah

Tahanan / resistensi adalah hambatan terhadap aliran darah dalam

suatu pembuluh darah yang tidak dapat diukur secara langsung.

Tahanan perifer terhadap aliran darah ditentukan oleh elastisitas

pembuluh darah, diameter pembuluh darah, dan viskositas/

kekentalan darah (Rokhaeni, 2001).

2.1.3 Regulasi / Pengaturan Tekanan Darah

Secara umum pengaturan tekanan darah dapat dibedakan menjadi

dua yaitu pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan

pengaturan tekanan darah untuk jangka panjang (Rokhaeni, 2001).

a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek

1) Sistem saraf

Page 10: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

10

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan

mempengaruhi tahanan pembuluh darah. Kontrol ini

bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah sebagai

respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang

spesifik, dan mempertahankan tekanan arteri rata-rata

(MAP/Mean Arterial Pressure) yang adekuat dengan

mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol

sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor,

kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan

serebrum) (Rokhaeni, 2001).

2) Kontrol kimia

Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi

tekanan darah melalui refleks kemoreseptor. Beberapa kimia

darah juga mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada

otot polos atau pusat vasomotor. Hormon yang penting dalam

pengaturan tekanan darah adalah hormon yang dikeluarkan

oleh medula adrenal (norepinefrin dan epinefrin), natriuretik

atrium, hormon antidiuretik, angiotensin II, dan nitric oxide

(Rokhaeni, 2001).

b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang

Baroreseptor dan organ ginjal berperan untuk pengaturan

tekanan darah jangka panjang. Baroreseptor dengan cepat

beradaptasi untuk meregulasi terhadap peningkatan atau

Page 11: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

11

penurunan tekanan darah yang berlangsung lama. Organ

ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah secara

langsung dan secara tidak langsung. Mekanisme secara

langsung dengan meregulasi volume darah rata-rata 5

liter/menit, sementara secara tidak langsung dengan

melibatkan mekanisme renin angiotensin. Pada saat tekanan

darah menurun ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke

dalam darah yang akan mengubah angiotensin menjadi

angiotensin II yang merupakan vosokontriktor kuat. Hal ini

akan meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan

aliran darah ke ginjal (Rokhaeni, 2001).

2.1.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan seperti yang

tercantum di Tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa (>18 thn) dan Lansia

Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Hipotensi Normal

<100 < 130

<80 < 85

Normal Tinggi 130-139 85-89 Hipertensi : Stadium 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99 Stadium 2 (Hipertensi sedang) 160-179 100-109 Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 110-119 Stadium 4 (Hipertensi Maligna) ≥ 210 ≥ 120 Sumber : Potter dan Perry, 1997: 779

Page 12: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

12

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Tekanan darah seseorang tidak konstan sepanjang hari karena

dipengaruhi oleh banyak faktor , seperti usia, stress, medikasi, variasi

diurnal, dan jenis kelamin (Potter & Perry, 1997).

a. Usia

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

mengalami kenaikan tekanan darah (Potter dan Perry, 1997).

Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun,

sedangkan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60

tahun kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun

drastis (Anonim, 2010). Pengaruh usia terhadap tekanan darah

dapat dilihat dari aspek pembuluh darah yaitu semakin bertambah

usia akan menurunkan elastisitas pembuluh darah arteri perifer

sehingga meningkatkan resistensi atau tahanan pembuluh darah

perifer. Peningkatan tahanan perifer akan meningkatkan tekanan

darah (Guyton, 2001).

b. Stres

Rasa cemas, takut, nyeri, dan stres emosi meningkat stimulasi

saraf otonom simpatik yang meningkatkan volume darah, curah

jantung, dan tekanan vascular perifer. Efek stimulasi saraf

bagian simpatik ini dapat meningkatkan tekanan darah (Potter

dan Perry, 1997).

c. Medikasi

Page 13: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

13

Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi tekanan darah, seperti antihipertensi, dan

analgesik narkotik yang dapat menurunkan tekanan darah (Potter

dan Perry, 1997).

d. Variasi Diurnal

Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari dan tidak ada

orang yang pola dan derajat variasinya sama (Potter dan Perry,

1997). Tekanan darah paling tinggi di waktu pagi hari dan paling

rendah pada saat tidur malam hari yang dapat mencapai 80-90

mmHg sistolik dan 40-60 mmHg diastolik (Kusmana, 2002).

e. Jenis Kelamin

Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan

darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria

cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, sedangkan

setelah menopause wanita cenderung memiliki tekanan darah

yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut (Potter dan

Perry, 1997). Peningkatan tekanan darah pada lansia juga

merupakan pengaruh dari proses penuaan yang menyebabkan

terjadinya perubahan dan penurunan fungsi pada sistem

kardiovaskuler, seperi katup jantung akan menebal dan menjadi

kaku, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat (Mubarak, 2006). Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Page 14: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

14

merupakan salah satu factor resiko penting yang biasa

dimodifikasi, yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri

koronaris (coronary artery disease) dan stroke. Selain tekanan

darah tinggi, factor resiko lain yang juga menyebabkan terjadinya

penyakit jantung, diantaranya makanan berkolesterol, kebiasaan

merokok, aktivitas fisik yang kurang, kegemukan, diabetes,

kebiasaan asupan garam berlebihan, kebiasaan minum alkohol,

rangsangan kopi yang berlebihan, dan faktor keturunan (Smeltzer

dan Bare, 2002; Lili dan Tantan, 2007).

2.1.6 Cara Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Potter dan Perry (1997), pengukuran tekanan darah

dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

a. Kaji tempat paling baik untuk melakukan pengukuran tekanan

darah.

b. Siapkan sphygmomanometer dan stetoskop serta alat tulis.

c. Anjurkan klien untuk mengindari kafein dan merokok 30 menit

sebelum pengukuran.

d. Bantu pasien mengambil posisi duduk atau berbaring.

e. Posisikan lengan atas setinggi jantung dan telapak tangan

menghadap keatas.

f. Gulung lengan baju bagian atas lengan.

Page 15: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

15

g. Palpasi arteri brakialis dan letakkan manset 2,5 cm diatas nadi

brakialis, selanjutnya dengan manset masih kempis pasang

manset dengan rata dan pas sekeliling lengan atas.

h. Pastikan manometer diposisikan secara vertical sejajar mata dan

pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 meter.

i. Letakkan earpieces stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi

jelas, tidak redup (muffled).

j. Ketahui letak ateri brakialis dan letakkan belt atau diafragma

chestpiece diatasnya serta jangan menyentuh manset atau baju

klien.

k. Tutup katup balon tekanan searah jarum jam sampai kencang.

l. Gembungkan manset 30 mmHg di atas tekanan sistolik yang

dipalpasi kemudian dengan perlahan lepaskan dan biarkan air

raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.

m. Catat titik pada manometer saat bunyi pertama jelas terdengar.

n. Lanjutkan mengempiskan manset dan catat titik dimana bunyi

redup timbul.

o. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada manometer

sampai 2 mmHg terdekat/ saat bunyi tersebut hilang.

p. Kempiskan manset dengan cepat dan sempurna. Buka manset

dari lengan kecuali jika ada rencana untuk mengulang.

q. Bantu klien untuk kembali ke posisi yang nyaman dan rapikan

kembali lengan atas serta beritahu hasil pengukuran pada klien.

Page 16: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

16

Beberapa hal yang harus diingat dalam pengukuran tekanan

darah, diantaranya :

1) Ukurlah tekanan darah sebelum makan atau 30 menit

sesudah makan, merokok, mengkonsumsi alkohol,

maupun kafein (Lili dan Tantan, 2007).

2) Ukurlah tekanan darah sebelum dan setelah berolahraga

atau ukurlah tekanan darah segera sesudah latihan (Lili

dan Tantan, 2007; Mahler dkk. 1995).

2.1.7. Tekanan arteri rata-rata ( MAP/Mean Arterial Pressure )

Pada pengukuran tekanan darah arteri, yang perlu di

perhatikan adalah kondisi jantung dalam memompa darah. Ada dua

macam tekanan yang ditemukan pada pengukuran tekanan darah

yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan

tertinggi yang terjadi saat jantung berkontraksi yaitu kondisi dimana

ventrikel berada dalam titik kontraksi terrendah, dan angka normal

120mmHg. Sedangkan tekanan diastolik terjadi pada saat ventrikel

berelaksasi, dengan angka norma 80mmHg. Selisih tekanan sistolik

dan diastolik disebut pulse pressure atau tekanan nadi. Dan akan

terus berubah sesuai dengan pertambahan usia. Sedangkan tekanan

darah vena, dapat dideteksi pada CVP (Central Venous Pressure)

yang berlokasi di sternum dan Mid Axillar Line dengan nilai

Page 17: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

17

normalnya pada daerah sternum 0 - 5 cmH2O dan Mid Axillar line =

5-15 cmH2O (Nugroho, 2008).

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang

mendorong kearah jaringan. Tekanan ini diukur secara ketat dimana

tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong

yang cukup. Tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan

menerima aliran darah yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal

mengenai resistensi arteriol ke organ-organ. Selain itu tekanan ini

tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja

tambahan jantung dan meningkatkan resiko kerusakan serta

kemungkinan ruptur pembuluh darah halus.

Setelah hasil pengukuran dua tekanan darah (sistolik dan

diastolik) didapati, tekanan arteri rata-rata bisa di ukur dengan

menggunakan rumus (Motzer & Bridges : 2009) :

MAP = (S+2D)/3

MAP = Mean Arterial Pressure / Tekanan arteri rata-rata

S = Tekanan darah sistolik

D = Tekanan darah diastolik

Jadi perhitungannya, apabila seseorang mempunyai tekanan

darah arteri 120/80 mmHg, maka MAPnya adalah (120+160)/3 yaitu

93,4 mmHg.

Ini merupakan hal penting yang perlu diketahui karena

tekanan darah arteri rata-rata menggambarkan kondisi tekanan darah

Page 18: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

18

yang ada pada darah saat keluar dari jantung. Tekanan yang rendah

mengakibatkan suplai darah kurang ke jaringan sehingga oksigen dan

zat gisi makanan tidak tersampaikan dan akhirnya dapat terjadi

penurunan metabolisme tubuh. Kondisi ini disebut hipoksia

(Fildzania, 2011).

2.2 LANJUT USIA ( LANSIA )

2.2.1 Pengertian lanjut usia

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu aspek biologi,aspek ekonomi, dan aspek

sosial.

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang

mengalami proses penuaan yang secara terus menerus yang ditandai

dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya

terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal

ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistim organ. Secara ekonomi penduduk lanjut usia

lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.

Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi

memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan

Page 19: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

19

bahwa kehidupan masa tua sering kali dipersepsikan secara negative

sebagai beban keluarga dari masyarakat (Darmojo, 2006).

Dari aspek sosial, penduduk lansia merupakan satu kelompok

sosial sendiri. Di negara barat, penduduk lanjut usia menduduki

strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan

mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap

pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin

menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki

kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda

(Suhartini, 2009).

Menurut Darmajo (2006) masa tua adalah suatu dimana orang

dapat merasa puas dengan keberhasilan lainnya. Tetapi bagi orang

lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang

sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial

sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak

memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok

orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-

beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia

tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang

memberi mereka kesempatan untuk tumbuh berkembang dan

bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua

dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasip dan

pembrontakan, penolakan, dan keputusasaan (Darmojo, 2006).

Page 20: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

20

Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan

dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan

mental mereka sendiri. Disamping itu untuk mendifinisikan lanjut

usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologi. Usia kronologi

merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka.

Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah

digunakan adalah usia kronologi, karena batasan usia ini mudah

untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir

selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan

(Notoatmojo, 2007).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) menggolongkan lanjut

usia menjadi empat yaitu; usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia

60-74 tahun, lanjut usia tua 75-90 tahun, dan usia sangat tua 90

tahun. Batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang- Undang

No 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang

jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka

yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-

undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berusia

56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam

menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke

dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini digunakan batasan

umur antara 60 tahun keatas untuk menyatakan orang lanjut usia

(Notoatmojo, 2007).

Page 21: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

21

2.2.2 Konsep Usia Lanjut

Usia lanjut a dalah suatu proses alami yang tidak dapat

dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik

yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil, fase

regresi. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran

yang dimulai dalam sel, komponen terkecil manusia. Sel-sel menjadi

aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran

yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam

struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di

dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan

berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan

anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya

akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara

keseluruhan. Pada tahun 1977 Birren dan Jenner (Anonim, 2001)

mengusulkan untuk membedakan antara:

a. Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berada

dalam keadaan hidup, tidak mati.

b. Usia psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

c. Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan

masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Ketiga hal ini saling mempengaruhi dan prosesnya saling

berkaitan.

Page 22: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

22

Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis

yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain;

a. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta

garis-garis yang menetap.

b. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

c. Gigi mulai berlubang.

d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

e. Mudah lelah.

f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

g. Kerampingan tubuh menghilang, disana sini terjadi timbunan

lemak terutama dibagian perut dan pinggul.

Kemunduran kemampuan kognitif antara lain sebagai berikut;

a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik.

b. Hal-hal dimasa muda lebih banyak diingat dari pada hal-hal yang

baru terjadi, hal yang pertama dilupakan adalah nama-nama.

c. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/ waktu

juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah

mundur dan juga karena pandangan biasanya sudah menyempit.

d. Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang

dicapai dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah.

e. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru

Page 23: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

23

Kemandirian pada usia lanjut dinilai dari kemampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari ( Activities of Daily Life = ADL) .

Apakah mereka tanpa bantuan dapat bangun, mandi, ke WC, kerja

ringan, olah raga, berpakaian rapi, membersihkan kamar, tempat

tidur, mengunci pintu dan jendela, pergi kepasar, dll. Yang normal

dilakukan pada masa muda. Menurut tingkat kemandiriannya para

usia lanjut dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok sebagai

berikut;

a. Usia lanjut mandiri sepenuhnya.

b. Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya.

c. Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung.

d. Usia lanjut dengan bantuan badan sosial.

e. Usia lanjut di panti werda.

f. Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.

g. Usia lanjut dengan gangguan mental

Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat

kemandirian pada usia lanjut adalah keadaan mental , karena pada

usia lanjut sering mengalami apa yang disebut dementia yaitu

kemunduran dalam fungsi berfikir. Gangguan biasanya dimulai

dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai

dengan bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Gangguan kesehatan

pada usia lanjut seringkali disebabkan oleh proses degenerative yang

dialami oleh usia lanjut. Hasil survey rumah tangga (Anonim, 1995)

Page 24: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

24

menunjukkan angka kesakitan dan disability sebesar 11,5% pada usia

45-59 tahun dan 9,2% pada usia lebih dari 60 tahun dengan berbagai

jenis penyakit degenerative seperti gangguan pernafasan, gangguan

pencernaan, dan penyakit infeksi.

2.2.3 Perubahan Kondisi Fisik

Meskipun perubahan dari tingkat sel sampai kesemua

system organ tubuh, diantaranya system pernafasan, pendengaran,

penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,

muskuluskletal, gastrointestinal, integument dan lain-lain. Masalah-

masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia

menurut Mubarak ( 2006 ) adalah sebagai berikut;

1) Mudah jatuh

2) Mudah lelah

3) Kekacauan mental akut

4) Nyeri pada dada, berdebar debar

5) Sesak nafas pada saat melakukan aktifitas fisik

6) Pembengkakan pada kaki bawah

7) Nyeri pinggang atau punggung dan pada sendi panggul

8) Sulit tidur dan sering pusing

9) Berat badan menurun

Page 25: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

25

10) Gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sukar

menahan air kencing

Perubahan fungsi organ yang terjadi akibat proses penuaan,

tidak sama antara satu dengan yang lainnya, secara umum dijumpai

penurunan fungsi secara menyeluruh. Perubahan fungsi organ yang

terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :

a. Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering

dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya

jaringan adipose, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam

akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-

sel yang memproduksi pigmen kuku pada jari tangan dan

kaki menjadi tebal dan rapuh, rambut menipis dan botak,

kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya (Ganong,

2002).

b. Temperatur tubuh

Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme

yang menurun, keterbatasan reflek, menggigil dan tidak dapat

memproduksi panas yang banyak yang diakibatkan oleh

merendahnya aktifitas otot.

c. Sistem muskuloskletal, kecepatan dan kekuatan otot skeletal

berkurang , pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot.

d. Sistem penginderaan (pengecapan dan pembau), menurunnya

Page 26: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

26

kemampuan atau melakukan pengecapan dan pembauan,

sensitifitas terhadap empat rasa menurun setelah usia 50

tahun.

e. Sistem perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atropi, aliran darah menurun

sampai 50% fungsi tubulus berkuranng akibatnya kurang

mampu memekatkan urine, BJ urin menurun, proteinuria,

BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,

kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi

urine (Guyton, 2001).

f. Sistem pernapasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

menurunnya aktifitas selia, berkurangnya aktifitas paru,

alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya

berkurang, serta berkurangnya reflek batuk.

g. Sistem gastroentestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus

melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu

pengosongan lambung menurun, peristaltik melemah

sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan

absorbsi menurun, hati mengecil, produksi saliva menurun,

produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.

h. Sistem penglihatan

Page 27: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

27

Kornea lebih berbentuk selindris, spingter pupil timbul

sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi

keruh, meningkatnya ambang penglihatan sinar ( daya

adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat

cahaya gelap ). Berkurang atau hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang, berkurang luasnya pandangan,

berkurangnya sensitifitas terhadap warna.

i. Sistem pendengaran

Presbiakusis atau berkurangnya pendengaran pada lanjut

usia, membran timpani menjadi atropi menyebabkan

otoklerosis, penumpukan serumen hingga mengeras karena

peningkatan kratin, berkurangnya persepsi nada tinggi

(Darmojo, 2006).

j. Sistem saraf

Berkurangnya berat otak hingga 10-20 %, berkurangnya sel

kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap

sentuhan, berkurangnya aktifitas sel, bertambahnya waktu

jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah,

kemunduran fungsi saraf otonom (Darmojo, 2006).

k. Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormone menurun, fungsi paratiroid

dan sekresi tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSF, FSH,

LH, menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basal metabolisme

Page 28: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

28

menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya

sekreksi hormone, progesterone,estrogen, dan aldosteron,

bertambahnya insulin (Darmojo, 2006).

l. Sistem reproduksi

Selaput lendir vagina kering atau menurun, menciutnya

ovarium dan uterus, atropi payudara, testis masih dapat

memproduksi, meskipun adanya penurunan berangsur-

angsur dan dorongan seks menetap sampai diatas usia 70

tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi

ovum pada saat menopause (Darmojo, 2006).

m. Sistem kardiovaskuler

Jantung normal yang menua pada lanjut usia masih mampu

menghasilkan curah jantung secara normal pada suasana

biasa, tetapi kemampuannya merespons situasi yang

menimbulkan stres fisik maupun mental menurun (Smeltzer

& Bare, 2002). Perubahan yang terjadi pada sistem

kardiovaskuler dapat dipahami dari organ jantung dan

pembuluh darah. Pada lansia jantung kirinya mengalami

pengecilan karena rendahnya beban kerja, terjadi penebalan

dan kekakuan/penebalan katup jantung, serta terdapatnya

jaringan ikat pada sistem hantaran khusus jantung (nodus SA,

AV, dan berkas his). Hal ini mengakibatkan penurunan

kontraktilitas miokardium, lamanya waktu pompa ventrikel

Page 29: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

29

kiri, dan perlambatan sistem hantaran jantung. Katup jantung

menebal dan menjadi kaku , kemampuan jantung memompa

darah menurun 1 % per tahun mulai umur 30 tahun. Lanjut

usia juga menyebabkan menurunnya elastistas pembuluh

darah arteri perifer yang meningkatkan tahanan perifer total

(total perifer resisten) (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3 Senam Lanjut Usia ( Senam Lansia )

2.3.1 Pengertian dan manfaat kesegaran jasmani

Senam adalah suatu bentuk latihan fisik yang teratur yang

merupakan representasi dari ciri kehidupan. Senam merupakan suatu

bentuk latihan fisik yang dikemas secara sistimatis yang tersusun

dalam suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesegaran

tubuh. Memberikan pengaruh baik (positif ) terhadap kemampuan

fisik seseorang, apabila dilakukan secara baik dan benar. Hasil

survey pembuatan norma kesegaran jasmani pada usia lanjut yang

dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1992-1993

menemukan bahwa sekitar 90% usia lanjut memiliki tingkat

kesegaran jasmani yang rendah, terutama pada komponen daya tahan

kardio- respiratori dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah

dengan melakukan latihan fisik yang baik dan benar. Manfaat latihan

fisik bagi kesehatan adalah sebagai upaya promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif. Manfaat tersebut ditinjau secara fisiologis,

psikologis dan sosial (Nugroho, 2008).

Page 30: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

30

2.3.2 Aspek Fisiologi Senam Lansia

Selama melakukan senam lansia terjadi kontraksi otot skletal

(rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan kimiawi.

Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi

dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal

sehingga darah yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat.

Aliran balik jantung yang meningkat mempengaruhi peningkatan

regangan pada ventrikel kiri jantung sehingga curah jantung

meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan curah jantung

saat istirahat (Latief, 2002).

Respons kimiawi menghasilkan penurunan pH dan kadar PO2,

terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme

selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat

metabolik ini menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi

yang akan menurunkan tekanan arteri, namun berlangsung sementara

karena adanya respon arterial baroreseptor dengan meningkatkan

denyut jantung dan isi sekuncup sehingga tekanan darah meningkat

(Latief, 2002).

Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan stimulus

impuls pada pusat baroresptor di arteri karotis dan aorta. Impuls ini

akan menuju pusat pengendalian kardiovaskuler di medula oblongata

melalui neuron sensorik yang akan mempengaruhi kerja saraf

simpatis dan melepaskan NE (norepinephrin dan epinephrin), dan

Page 31: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

31

saraf parasimpatis yang akan melepaskan lebih banyak ACH yang

mempengaruhi SA node yang akan menurunkan tekanan darah

(Guyton, 2001).

2.3.3 Prinsip Program Latihan Senam

Program senam mempunyai prinsip antara lain:

a. Membantu tubuh agar tetap bergerak/ berfungsi.

b. Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh

c. Memberi kontak psikologis dengan sesama, sehingga tidak

merasa tersaing

d. Mencegah terjadinya cedera

e. Mengurangi / menghambat proses penuaan

Ketentuan- ketentuan senam :

Dosis latihan senam adalah; Lama latihan minimum ; 30 - 40 menit

(termasuk pemanasan dan pendinginan).

1. Pada awal senam lakukan dahulu pemanasan, peregangan,

kemudian latihan inti dan pada akhir latihan lakukan

pendinginan dan peregangan lagi.

2. Sebelum senam boleh minum cairan terlebih dahulu untuk

menggantikan keringat yang hilang. Selalu diingat untuk

minum air sebelum , selama dan sesudah berlatih.

Page 32: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

32

3. Makan sebagian telah selesai dua jam sebelum latihan, agar

tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pada pagi hari

tidak perlu makan sebelumnya.

4. Senam diawasi oleh para pelatih, agar tidak terjadi cedera.

5. Senam dilakukan secara lambat, tidak boleh cepat dan dan

gerakan tidak boleh menyentak dan memilir ( memutar )

terutama untuk tulang belakang.

6. Pakaian yang dikenakan terbuat dari bahan ringan dan tipis,

jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan,

seperti training spak lengkap dan tebal.

7. Jenis sepatu yang dianjurkan adalah sepatu lari atau sepatu

untuk berjalan kaki yang mempunyai sol/ bantalan yang tebal

pada daerah tumit.

8. Waktu senam sebaiknya pagi dan sore hari, bukan pada siang

hari, bila latihan diluar gedung.

9. Tempat senam sebaiknya berupa lapangan atau taman.

10. Landasan tempat senam sebaiknya tidak terlalu keras dan

dianjurkan berlatih diatas tanah atau rumput dan bukan

diatas lantai ubin atau semen yang keras, hal ini untuk

mengurangi cedera kaki dan tungkai (Menpora, 2008).

Page 33: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

33

2.3.4 Hal-hal Yang menjadi Perhatian Dalam Melakukan Senam

Demi Keselamatan Lansia

a. Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih selama

senam meliputi; Ketahanan kardio pulmonal, kelentukan,

kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan, kelincahan

gerak.

b. Selalu memperhatikan keselamatan/menghindari cedera

c. Senam dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat,sesuai

dengan kemampuan

d. Senam dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis

dinaikkan sedikit demi sedikit

e. Hindari kompetensi dalam bentuk apapun

f. Perhatikan kontraindikasi senam dan sebaiknya

dikonsultasikan ke dokter terlatih dahulu. Pengukuran tingkat

kesegaran jasmani diperlukan untuk penjaringan kesehatan

dan merupakan tahap persiapan senam.

2.3.5 Teknik dan Cara Senam

Latihan senam yang dilakukan dalam tiga segmen

a. Pemanasan (warming up)

Gerakan umum (yang dilibatkan sebanyak-banyaknya otot dan

sendi) di lakukan secara lambat dan hati-hati. Dilakukan bersama

dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.

Pada 5 (lima) menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat.

Page 34: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

34

Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan

mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses

metabolisme yang meningkat (Menpora, 2008).

b. Latihan inti

Tergantung pada komponen/faktor yang dilatih maka bentuk

latihan tergantung pada faktor fisik yang paling buruk. Gerakan

senam dilakukan berurutan seperti contoh dalam buku ini dapat

diiringi dengan musik yang disesuaikan dengan gerakan.

Untuk usia lanjut biasanya dilatih :

1. Daya tahan (endurance)

2. Kardio–pulmonal dengan latihan latihan yang bersifat aerobik

3. Fleksibilitas dengan peregangan

4. Kekuatan otot dengan latihan beban

5. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan ,

latihan aerobik, kombinasi dengan latihan beban kekuatan.

c. Pendinginan (cooling down)

Dilakukan secara aktif artinya sehabis latihan shit-up perlu

dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh

kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan

terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada

pemanasan yaitu selama 8-10 menit.

Page 35: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

35

2.4 Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah

Menurut Martha dkk. (1995), olahraga dapat menurunkan

tekanan darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Psffenbarger dari Universitas Stanford yang meneliti 15.000

tamatan Universitas Havard untuk 6-10 tahun. Selama pendidikan

berlangsung didapatkan bahwa 681 tamatan Havard tersebut

menderita peningkatan tekanan darah ( 160/95). Ternyata alumni

yang tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk

mendapat peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka

yang berolah raga. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan

pembuluh darah kapiler yang baru sehingga dapat mengurangi

penyumbatan dalam pembuluh darah yang berarti dapat menurunkan

tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk melakukan

pekerjaannya bertambah melalui olah raga, pengaruh dari

berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan tekanan

darah yang berarti.

Prinsip yang penting dalam olahraga untuk mereka yang

menderita tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga ringan

lebih dahulu sepert jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara

teratur sekitar 30-45 menit setiap hari dan makin lama jalan dapat

dipercepat akan menurunkan tekanan darah. Dengan olah raga

seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan oksigen

dan glukosa untuk membentuk ATP. Terkait dengan pembuluh darah

Page 36: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

36

maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami

pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka

akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat

(Darmojo, 2006).

Page 37: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

37

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Menurut UU No.13 Tahun 1998, seseorang yang berusia

diatas 60 tahun yang disebut lansia sangat rentan terhadap penyakit

kardiovaskuler, dan paling penting untuk diketahui adalah lansia

sangat rentan mengalami labilitas tekanan darah, salah satunya

tekanan darah tinggi. Hal ini sesuai dengan teori menurut Potter dan

Perry (1997) yang mengatakan bahwa setiap orang akan mengalami

tekanan darah tinggi seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

tekanan darah pada lansia merupakan pengaruh dari proses penuaan

(lansia), yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan

penurunan fungsi pada sistem kardiovaskuler (Mubarak, 2006).

Selain itu tekanan darah tinggi pada lansia akibat adanya berbagai

faktor yang mempengaruhi seperti stress, jenis kelamin, variasi

diurnal, medikasi, kegemukan, diabetes, makanan berkolesterol, pola

hidup yang tidak sehat, pekerjaan, lingkungan kerja, lingkungan

sosial, dan olah raga.

Meskipun lansia mengalami penyakit terutama tekanan darah

tinggi, hal tersebut dapat dicegah. Adapun caranya adalah dengan

terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Terapi

farmakologis, yaitu dengan mengkomsumsi obat penurunan tekanan

Page 38: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

38

darah yang harus diminum seumur hidup. Tetapi farmakologis

banyak menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan bagi

tubuh sehingga penggunaannya diikuti dengan terapi

nonfarmakologi, salah satunya dengan melakukan senam lansia. Hal

ini sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat

berolahraga seperti senam lansia akan merangsang kerja saraf

simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan

darah lansia.

Page 39: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

39

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep dalam

bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Faktor Eksternal

- Makanan

- Stres

- Obat-obatan

- Lingkungan kerja

- Lingkungan sosial

- Pekerjaan

- Olahraga

Faktor Internal

- Umur

- Jenis Kelamin

- Berat Badan

- Genetik

SENAM

LANSIA

Penurunan tekanan darah

sistole, diastol dan tekanan

arteri rata-rata

Page 40: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

40

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep dapat dirumuskan hipotesis

sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada

lansia di Banjar Tuka Dalung.

2. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah diastolik pada

lansia di Banjar Tuka Dalung.

3. Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata

pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

Page 41: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

41

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan ranc

angan penelitian yang digunakan adalah Pre and Post test Kontrol Group

Design (Pocock, 2008) Masing-masing kelompok yang terdiri dari 16 orang

kelompok-1 dan 16 orang kelompok-2. Semua kelompok kontrol (kelompok

satu) tidak diberi pelatihan, sedangkan kelompok perlakuan (kelompok dua)

diberi pelatihan senam lansia. Rancangan penelitian seperti pada gambar 4.2 di

bawah ini :

O3

Keterangan: P : Populasi R : Randomisasi S : Sampel RA : Random alokasi P1 : perlakuan yaitu senam lansia 3 kali seminggu selama 6 minggu P0 : tanpa perlakuan O1: pengukuran pertama kelompok kontrol O2: pengukuran kedua kelompok kontrol O3 : pengukuran pertama kelompok perlakuan O4 : pengukuran kedua kelompok perlakuan

R S

P0

P1

O1 02

04

P

RA

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Quasi-Exsperimental dengan Pre and Posttes Kontrol Group Design

Page 42: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

42

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu pada

bulan Juni sampai Juli 2013 (minggu pertama Juni sampai minggu kedua Juli)

setiap sore pukul 17. 00 WITA pada hari Senin, Rabu, dan Jumat.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi Target : Seluruh penduduk lanjut usia hipertensi di Banjar

Tuka Dalung

Populasi Terjangkau :

Penduduk lanjut usia yang memiliki tekanan darah tinggi di Banjar Tuka

Dalung pada bulan Juni – Juli 2013

4.3.2 Sampel

Sampel didapat dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi

target yang diteliti (Nursalam, 2009). Kriteria inklusi dalam penelitian

ini adalah :

1. Berdomisili di Banjar Tuka Dalung

2. Jenis kelamin perempuan

3. Usia 60 tahun keatas

Page 43: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

43

4. Memiliki tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, sistolik antara 140-160

mmHg, diastolik antara 90-100 mmHg

5. Tidak sedang mengkonsumsi obat hipertensi

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

2009). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Memiliki penyakit penyerta (demam, pusing, nyeri dada, sesak

nafas).

2. Baru sembuh dari sakit

c. Kriteria drop out

1. Menderita sakit atau cidera pada saat pelatihan

2. Menarik diri sebagai subjek penelitian

d. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan sebanyak enam orang lansia di Banjar Tuka Dalung.

Rerata tekanan darah sebelum pelatihan (μ�)= 142 mmHg standar

deviasi ó = 9,8 Rerata tekanan darah setelah pelatihan ( μ�)= 130

mmHg. Besar sampel (n) dihitung dengan rumus Pocock (2008) sebagai

berikut

� = �ó�

µ�µ���. f ( α.β)

Page 44: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

44

Keterangan :

n = jumlah sampel

ó = Standar deviasi = 9,8

µ� = 142 (rerata tekanan darah systole sebelum perlakuan)

µ� = 130 ( rerata tekanan darah systole sesudah perlakuan)

f (α.β) = 10,5 (konstanta dalam tabel Pocock) (Pocock, 2008)

dapat dihitung :

� = �ó�

µ�µ���. f ( α.β)

= �(�,�)�

(������) �x 10,5

= 13,45 dibulatkan menjadi 14

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus diatas di dapat besar sampel

jumlah minimal sebanyak 14 orang, untuk mengantisipasi apabila sampel

yang terpilih droup out karena kriteria eksklusi maka jumlah sampel

ditambah 10%. Maka didapat jumlah sampel 14+2 =16 orang dikalikan dua

sesuai dengan jumlah kelompok, sehingga banyak seluruhnya 32 orang.

e. Teknik penentuan Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tentukan

dengan secara acak sederhana mendapatkan banyaknya sampel

sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus Pocock.

2. Sampel dibagi dua kelompok dengan masing-masing kelompok

sejumlah 16 orang lansia. pembagian kelompok dilakukan dengan

Page 45: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

45

cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 tidak dilakukan senam

lansia dan kelompok 2 dilakukan senam lansia.

4.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Variabel penelitian

Variabel bebas : Pelatihan Senam Lansia

Variabel tergantung : Tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, dan rerata

tekanan darah arteri (MAP)

4.4.2 Definisi operasional

a. Senam lansia adalah aktivitas senam yang dilakukan oleh lansia sesuai

tahap-tahapan dalam protap dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu

selama 6 minggu, intensitas 80 % denyut nadi maksimal, dan dengan

durasi 40 menit.

b. Tekanan darah adalah besarnya tekanan yang diukur dengan

spignomanometer dan dinyatakan dalam satuan mmHg

(milimeterHidragirum).

c. Lansia hipertensi adalah penduduk yang mengalami proses penuaan

terus menerus dan ditandai dengan perubahan dan penurunan biologis

dan memiliki tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90

mmHg

d. Tekanan darah sistol adalah tekanan yang terjadi saat jantung

memompa darah ke dalam pembuluh darah sesuai bunyi Korotkov I.

Page 46: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

46

e. Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah pada saat jantung

relaksasi, ditentukan sesuai bunyi Korotkov IV.

f. Mean Arterial Presure ( MAP) atau tekanan arteri rata-rata adalah nilai

yang diperoleh dengan rumus (systole + 2 diastole)/3.

4.5 Instrumen Penelitian

a. Tensi meter merk Riester untuk mengukur tekanan darah lansia yang

dilakukan secara auskultasi dengan stetoskop dalam satuan mmHg.

b. Alat tulis untuk mencatat data dan dokumentasi untuk merekam hasil

penelitian.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Tahap persiapan

Sebelum melakukan penelitian, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian untuk

menggunakan lansia di Banjar Tuka sebagai subyek penelitian.

b. Mempersiapkan subjek penelitian, peralatan dan alat tulis.

c. Menentukan kelompok penelitian, dalam hal ini ada dua kelompok

yaitu: kelompok 1 sebagai kelompok kontrol yang tidak diberikan

latihan senam lansia, Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan

yang diberikan pelatihan Senam Lansia.

Page 47: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

47

d. Melakukan pengambilan data pretest yang terdiri dari pengukuran

tekanan darah systole, diastole, dan perhitungan rerata tekanan

darah arteri (MAP) pada kedua kelompok.

e. Melakukan pelatihan senam lansia kepada kelompok -2 sebanyak 3

kali perminggu selama 6 minggu. Sedangkan kelompok kontrol

tidak diberikan perlakuan senam.

f. Setelah selesai pelatihan senam lansia sesuai protap dilakukan

pengukuran post test meliputi pengukuran tekanan darah sistol,

distol dan perhitungan rerata tekanan darah arteri pada kedua

kelompok (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol).

4.6.2 Tahap pelaksanaan

Pelatihan senam lansia pada kelompok perlakuan yang dilakukan

dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama 30 menit setiap latihan.

Senam lansia dilakukan dengan tahap gerakan pemanasan, gerakan

inti, dan gerakan pendinginan.

Page 48: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

48

4.7 Pelatihan Senam Lansia

4.7.1 Tahap Persiapan

a. Persiapan Peserta (Lansia yang sudah sesuai kriteri inklusi).

1) Menjelaskan tujuannya dilakukannya penelitian.

2) Menjelaskan langkah dan prosedur yang dilakukan.

3) Penandatangan inform consent.

b. Persiapan Lingkungan

Mempersiapkan tempat untuk melakukan latihan senam lansia (di Balai

Banjar Tuka Dalung).

c. Persiapan Alat

1) Sphygmomanometer air raksa

2) Stetoskop

3) Tape recorder

4) Kaset senam lansia

5) Catatan tekanan darah

6) Alat tulis, dan kamera digital untuk dokumen

4.7.2 Tahap pelaksanaan

1. Ukur tekanan darah lansia sebelum pelatihan senam lansia pada

keadaan tenang. Catat hasil pengukuran.

2. Instruktur senam memberi pelatihan senam lansia dengan durasi 40

menit yang terdiri dari : pemanasan selama 10 menit, latihan inti selama

20 menit dan pendinginan selama 10 menit.

Page 49: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

49

3. Setelah pelatihan senam lansia, peneliti dan pendamping peneliti

sebanyak 15 orang mengukur kembali tekanan darah lansia. Catat hasil

pengukuran.

4. Pelatihan senam lansia dilakukan setiap sore pukul 17.00-18.00 WITA

pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dengan frekuensi tiga kali seminggu

pada hari yang bergantian selama 6 minggu.

Page 50: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

50

4.8 Alur Penelitian

Gambar 4.3 Alur Penelitian

Populasi

Sampel

Kriteria Inklusi

dan Eksklusi

Post test (Pengukuran

tekanan darah)

Kelompok 1

Tidak diberikan pelatihan

senam lansia

Post test (Pengukuran

tekanan darah)

Kelompok 2

Diberikan pelatihan

senam lansia

ANALISIS DATA

PENYUSUNAN

LAPORAN

Pre test (pengukuran tekanan darah) Pre test (pengukuran tekanan darah

Random Alokasi

Page 51: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

51

4.9 Analisis Data

4.9.1 Analisis Deskriptif

Untuk menganalisis data karakteristik subjek penelitian seperti

jenis kelamin, usia, dan tekanan darah baik sebelum maupun sesudah

pelatihan.

4.9.2 Analisis komparasi

a. Uji Normalitas

Bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing

kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Data

terdistribus normal jika didapatkan nilai p > 0,05 berarti data

berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Bertujuan untuk mengetahui variasi data. Nilai p pada uji

homogenitas yang didapatkan > 0,05 berarti data homogen.

c. Uji Komparatif

Jenis uji statistik komparasi yang digunakan adalah uji Man Whitney

karena data tidak berdistribusi normal dan homogen untuk data

pretest dan post test pada masing-masing kelompok.

Page 52: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

52

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu dengan

menggunakan rancangan quasi eksperimen. Subyek penelitian berjumlah 32 orang

yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol, yang masing-masing berjumlah 16 orang.

5.1 Karakteristik subjek penelitian

Responden dalam penelitian ini semuanya berjenis kelamin perempuan .

Hasil analisis umur reponden ditunjukkan dalam tabel 5.1 berikut

[

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur

di Banjar Tuka Dalung Tahun 2013

Variabel Mean SD Minimal-maksimal Umur (Th) Klp Kontrol

66,56

4,926

61-80

Klp Intervensi 64,88 4.113 60 -74

n = 16

Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata umur lansia pada kelompok kontrol adalah

66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun. Umur termuda tahun dan

umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada kelompok perlakuan yaitu 64,88

tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun. Umur termuda pada kelompok

intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

Page 53: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

53

5.2 Tekanan darah systole, diastole dan MAP sebelum dan sesudah pelatihan

pada kedua kelompok

Setelah dilakukan analisis secara univariat maka diperoleh hasil tekanan darah

systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2 Tekanan darah systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata (MAP)

dari responden pada lansia kelompok kontrol dan perlakusndi Banjar Tuka Dalung tahun 2013

VARIABEL Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

Rerata SD Rerata SD

Tekanan sistolik sebelum (mmHg) 145,00 4,926 145,63 10,935

Tekanan sistolik sesudah (mmHg) 143,13 6,325 136,88 9,465

Tekanan diastolik sebelum (mmHg) 91,25 6,021 90,63 2,500

Tekanan diastolik sesudah (mmHg) 89,38 4,425 79,38 9,287

MAP sebelum (mmHg) 109,29 3,944 108,96 3,794

MAP sesudah (mmHg) 107,29 3,696 98,54 8,774

Tabel 5.2 menunjukkan perolehan rata-rata tekanan darah sistolik pada

kelompok perlakuan sebesar 145,63 mm Hg sebelum senam menjadi 136,88 setelah

senam. Sedangkan tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebesar 145 mmHg

sebelum senam menjadi 143, 13 setelah minggu ke 6. Rata-rata tekanan darah

diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam menjadi

79,38 setelah senam. Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebesar

91,25 mmHg sebelum senam menjadi 89,38 setelah minggu ke 6. Tekanan arteri

rata-rata pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64

setelah senam. Sedangkan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol sebesar

109,29 sebelum senam menjadi 107,29 setelah minggu ke 6.

Page 54: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

54

Untuk mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap penurunan

tekanan darah maka dilakukan uji statistik. Sebelum uji statistik, terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk dengan tingkat

kepercayaan 95% untuk sampel kurang dari 50. Dari uji Saphiro Wilk didapatkan

nilai probabilitas signifikansi pada tabel 5.3 berikut :

Tabel 5.3 Hasil uji normalitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan

di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

VARIABEL Saphiro wilk test - p Value

Kelompok kontrol Kelompok

perlakuan

Tekanan sistolik sebelum 0,0001 0,0001

Tekanan sistolik sesudah 0,001 0,017

Tekanan diastolik sebelum 0,0001 0,0001

Tekanan diastolik sesudah 0,0001 0,042

MAP sebelum 0,030 0,0001

MAP sesudah 0,0001 0,837

Berdasarkan hasil uji normalitas data pada tabel 5.3, didapatkan data tidak

berdistribusi normal sehingga dilakukan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon

Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%.

Page 55: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

55

Tabel 5.4 Hasil uji homogenitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan

di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

VARIABEL LEVINE TEST

p value

Tekanan sistolik sebelum 0,293

Tekanan sistolik sesudah 0,030

Tekanan diastolik sebelum 0,237

Tekanan diastolik sesudah 0,079

MAP sebelum 0,954

MAP sesudah 0,024

Berdasarkan hasil uji homogenitas data pada tabel 5.3, didapatkan data setelah

perlakuan tidak berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan tekanan

darah systole, diastole dan MAP antar kelompok dilakukan uji nonparametrik yaitu

Mann-Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95%.

5.3 Uji hasil perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan terhadap tekanan

systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada kedua kelompok

Hasil analisa data menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat

kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa nilai signifikansi pada kedua

kelompok dalam tabel 5.4 berikut:

Page 56: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

56

Tabel 5.5

Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada lansia kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

VARIABEL Nilai p

Kelompok kontrol Kelompok

perlakuan

Tekanan sistolik sebelum

dan sesudah senam

0,257 0,008

Tekanan diastolik sebelum

dan sesudah senam

0,180 0,002

MAP sebelum dan

sesudah senam

0,072 0,003

Berdasarkan table 5.4 di atas, tekanan darah sistolik, diastolik maupun tekanan

arteri rata-rata pada lansia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah senam

menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Sedangkan tekanan

darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol tidak

menunjukkan perbedaan yang bermakna p > 0,05.

5.4 Perbedaan tekanan systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata antar

kedua kelompok

Hasil analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dengan tingkat

kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa nilai probabilitas Asymp.Sig. (2-

tailed) antara kedua kelompok pada tabel 5.5 berikut:

Page 57: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

57

Tabel 5.6 Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada

lansia antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013

VARIABEL

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

P Value

Rata-rata

(mmHg)

SD Rata-rata

(mmHg)

SD

Tekanan sistolik

sebelum

145 4,926 145,63 10,935 0,628

Tekanan sistolik

sesudah

143,13 6,325 136,88 9,465 0,043*

Tekanan diastolik

sebelum

91,25 6,021 90,63 2,500 0,551

Tekanan diastolik

sesudah

89,38 4,425 79,38 9,287 0,0001*

MAP sebelum

109,29 3,944 108,96 3,794 0,831

MAP sesudah

107,29 3,696 98,54 8,774 0,0001*

(*) = signifikan

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tekanan sistolik, diastolik dan

tekanan arteri rata-rata antar kelompok sebelum dilakukan senam tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. ( p >0,05), hal ini

menunjukan kedua kelompok komparabel, sedangkan setelah dilakukan

senam selama 6 minggu pada kelompok perlakuan, ditemukan adanya

perbedaan bermakna baik pada tekanan sistolik, diastolik maupun tekanan

arteri rata- rata antar kelompok ( p <0,05).

Page 58: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

58

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik subjek penelitian

Berdasarkan jenis kelamin, baik kelompok kontrol maupun kelompok

perlakuan semuanya berjenis kelamin perempuan. Rata-rata umur lansia pada

kelompok kontrol adalah 66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun.

Umur termuda tahun dan umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada

kelompok perlakuan yaitu 64,88 tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun.

Umur termuda pada kelompok intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

Berdasarkan rata-rata dan standar deviasi menunjukkan perbedaan

usia yang tidak terlalu jauh, dimana kedua kelompok rata-rata berusia di atas

60 tahun. Berdasarkan karakteristik umur tidak ada perbedaan pada kedua

kelompok subjek.

6.2 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik

Rata- rata tekanan darah sistolik kedua kelompok sebelum perlakuan di

atas 140 mmHg, demikian juga tekanan diastolik di atas 90 mmHg, karena

sesuai dengan kriteria inklusi responden yang dipilih adalah responden yang

mengalami hipertensi. Secara teoritis, lansia memang cenderung mengalami

peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

tekanan darah pada lansia umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ pada

Page 59: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

59

sistem kardiovaskular. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta terjadi

penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya (Ismayadi, 2004).

Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol adalah

145±4,926 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu diukur lagi menjadi

rata-rata 143,13 ± 6,325. Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok

kontrol adalah 91, 25 ± 6,021 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu

diukur lagi menjadi rata-rata 89,38 ± 4,425. Subjek penelitian pada kelompok

perlakuan memiliki rata-rata tekanan sistolik sebelum perlakuan sebesar

145,63 ±10,935 mmHg dan tekanan darah sistolik setelah perlakuan sebesar

136,88 ± 9,465 mmHg. Tekanan sistolik pada kelompok perlakuan

menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam

dengan sesudah senam p value = 0,008 ( p < 0,05). Rata-rata tekanan darah

diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam

menjadi 79,38 setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan

menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam

dengan sesudah senam p value = 0,002 ( p < 0,05). Tekanan arteri rata-rata

pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64

setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan menunjukkan

perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam dengan

sesudah senam p value = 0,003 ( p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada efek

senam yang diberikan terhadap penurunan tekanan darah baik sistolik,

diastolik maupun tekanan arteri rata-rata.

Page 60: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

60

Penurunan tekanan darah yang terjadi pada kelompok lansia yang diberi

senam terjadi karena pembuluh darah kapiler yang baru(Bompa, 1999).

Darmojo (2006) juga menjelaskan bahwa dengan olahraga maka jaringan

membutuhkan peningkatan oksigen dan glukosa untuk membentuk ATP.

Terkait dengan pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh

darah mengalami pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum

terbuka akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat. Hal ini

sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat berolahraga

seperti senam lansia akan merangsang lebih terkoordinasinya kerja saraf

simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah

lansia.

6.3 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Arteri Rata-

rata.

Berdasarkan data dari table 5.5 dapat dijelaskan bahwa perbedaan rata-

rata tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata antar kelompok

sebelum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan p value >

0,05 (masing –masing 0,628 untuk sistolik, 0,551 untuk diastolik dan 0,831

untuk MAP). Sedangkan setelah 6 minggu, dimana pada kelompok perlakuan

diberikan latihan senam lansia sebanyak 3 kali seminggu, menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sitolik, diastolik dan tekanan

arteri rata-rata antar kelompok. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Mann-

Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa

Page 61: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

61

nilai p < 0,05 (0,043 untuk sistolik, 0,0001 untuk diastolik dan 0,0001 untuk

MAP). MAP pada hari pertama dan setelah minggu ke enam terdapat

penurunan, tetapi tidak bermakna secara statistik ( p < 0,05).

Penurunan tekanan darah secara signifikan pada lansia yang diberi

senam didukung oleh teori bahwa selama melakukan senam lansia terjadi

kontraksi otot skletal (rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan

kimiawi. Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi

dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal sehingga darah

yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat. Aliran balik jantung yang

meningkat mempengaruhi peningkatan regangan pada ventrikel kiri jantung

sehingga curah jantung meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan

curah jantung saat istirahat (Latief, 2002).

Respons kimiawi akibat senam lansia menghasilkan penurunan pH dan

kadar PO2, terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme

selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat metabolik ini

menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi yang akan menurunkan

tekanan arteri, namun berlangsung sementara karena adanya respon arterial

baroreseptor dengan meningkatkan denyut jantung dan isi sekuncup sehingga

tekanan darah meningkat (Latief, 2002).

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Sukartini dan Nursalam (2009), yang menemukan ada pengaruh senam tera

terhadap kestabilan tekanan darah pada lansia yang merupakan salah satu

parameter kebugaran lansia (Sukartini dan Nursalam, 2009).

Page 62: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

62

6.4. Kelemahan Penelitian

a. Jumlah sampel yang kecil dan tempat penelitian hanya terbatas pada satu

banjar sehingga menimbulkan tendensi bias dalam menggeneralisasi

hasil penelitian.

b. Pengukuran tekanan darah pada kedua kelompok subjek penelitian tidak

dilakukan secara blind.

Page 63: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

63

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

7.1.1 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia

di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.2 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah diastolik pada lansia

di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.3 Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan arteri rata-rata pada lansia

di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.2 Saran

Bagi lansia yang ingin menurunkan tekanan darah secara non farmakologik

dapat dapat dibantu dengan melakukan latihan senam lansia, tanpa mengurangi

atau menghindari terapi farmakologik yang sudah berjalan. Di Banjar yang lain,

senam lansia yang tidak aktif supaya di aktifkan lagi dibawah pengawasan

Puskesmas.

Page 64: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

64

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pengertian Hipertensi, Availabe from: http://www.majalah –

farmacia.com (Cited 2013 Feb 17)

Anonim 2001. Konsep Lansia, Available from: http://www.repository.usu

.ac.id/chapter2011. (Cited 2013 Mar 02)

Anonim, 2010. Perubahan Pada Tekanan Darah Manusia. Available from :

www. wikipedia.co.id/tekanan_darah (Cited, 2013 Sept 12).

Bompa T. O. 1999. Programs For Peak Strength in 35 Sports.

Periodization, Training for Sports. USA. Human Kinetics

Publishing

Bondan, P. 2005. Ranah Keperawatan Gerontik,, Availabe from:

http://www.inna-ppni.or.id/ index.php, (Cited 2013 Feb 22).

Corwin, E. C. 1997. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.

Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Lanjut Usia, Edisi 3,

Jakarta: Bala Penerbit FKUI.

Evelyn, C, P. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis , Jakarta: EGC.

Fildzania, Y. 2011. Tekanan Darah Arteri Rata-Rata. Available from :

repository.usu.ac.id/bitstream/23287/chapter52011.pdf. (cited

2013 Nov 30)

Ganong, W, F. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20, Jakarta: EGC.

Guyton. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 9, Jakarta: EGC.

Page 65: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

65

Hakin, L. 2011. Pengaruh latihan sepeda santai terhadap tekanan darah.

Available from http://digilib.unipasby.ac.id/, diakses tanggal 31

Agustus 2013

Hasurungan, S, J, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Hipertensi Pada Lansia di Kota Depok, Available from:

http://www.digilib.ui.ac.id (Cited 2013 Mar 12).

Ismayadi. 2004. Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan:

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/kepe

rawatan-ismayadi.pdf, diakses 31 Agustus 2013).

Latif, N, 2002. Sosialisasikan Senam Lansia, Available from:

http://www.epsikologi.com , (Cited 2013 Mar 16)

Menpora. 2008. Senam Lanjut Usia. Jakarta, Kementrian Pendidikan dan

Olahraga.

Mubarak, W, I, 2005. Buku Ajar Ilmu KeperawatanKomunitas 2, Jakarta:

Sagung Seto.

Notoatmojo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka

Cipta.

Nugroho . 2008 Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3, Jakarta: EGC.

Nursalam, Haryanto, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian

Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.

Rokhaeni, H., Purnamasari, E. & Rahayoe, A.U. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat PK.Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

Roni S. 2009. Senam Vitalisasi otak meningkatkan kognitif lansia. Jakarta:

Salemba Medika

Page 66: pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar

66

Poccock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. London; John Willey & Sons Publication.

Potter T, Perry S. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,.

Proses, dan Praktik. Edisi 4 Vol 2. Jakarta:EGC.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Edisi Pertama

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setiawan, Z, 2006. Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa,

Tahun 2004. KESMAS : Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional, 1 (2): 57-62.

Suhartini. 2009. Pengertian Lanjut Usia, Available from

http://www.digilib.unimus.ac.id/download.php. (Cited 2013

April 5).

Sukartini, T, Nursalam. 2009. Pengaruh senam tera terhadap kebugaran

lansia. J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 3, Des 2009:

153-158, Available from : http://journal.unair.ac.id, diakses

tanggal 31 Agustus 2013