pengaruh sektor komoditi beras terhadap inflasi …

84
PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI BAHAN MAKANAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN SKRIPSI OLEH MUHAMMAD ZAIDUDDIN NUR NIM 105710217215 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP

INFLASI BAHAN MAKANAN DI PROVINSI

SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

OLEH

MUHAMMAD ZAIDUDDIN NUR

NIM 105710217215

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2020

Page 2: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …
Page 3: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …
Page 4: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …
Page 5: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul

“Pengaruh Sektor Komoditi Beras Terhadap Inflasi Bahan Makanan di Provinsi

Sulawesi Selatan” dengan baik. Salawat beserta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya,

para sahabatnya, dan para pengikutnya. Penelitian ini dilakukan guna memenuhi

persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyadari sepenuhnya masih

terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis

miliki. Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya

penelitian ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

menyusun penelitian ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan

kepada:

1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM., selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ismail Rasullong, SE., MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Hj. Naidah, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Page 6: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

vii

4. Bapak Asdar, SE., M.Si., selaku sekretaris Jurusan Program Studi Ekonomi

Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibu Dra. Hj. Lilly Ibrahim M.Si. selaku Pembimbing I yang senantiasa

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga

Skripsi selesai dengan baik.

6. Bapak Ismail Rasulong, SE, MM. selaku Pembimbing II yang telah

berkenan membantu selama dalam penyusunan Skripsi hingga ujian

Skripsi.

7. Bapak/Ibu asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan

ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuliah.

8. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Makassar.

9. Dinas Penanaman Modal Kota Makassar.

10. Kepada orang tua tercinta terima kasih atas segala do,a, motivasi dan

kasih sayang baik secara materi dan non materi kepada penulis sehingga

penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini .

11. Rekan-rekan mahasiswa se-Universitas muhammadiyah Makassar secara

umum, dan secara khusus kepada teman-teman AGENSI 015 yang tidak

sedikit bantuan dan dorongan dalam aktivitas studi penulis.

12. Terima kasih Pula kepada sahabat-sahabat saya dalam hal ini Munnita

Aprianti, Lilis Dwiranti, Asmira, Patmisari, Marini Sumarni,Dan bella Meisy

Buana. Tidak terlupakan juga teman nongkrong saya Rasyd Sodikin,

Usmar, Imal Alimah Akmal, yang dimana selama kuliah mereka telah

menjadi keluarga kecil saya,.

Page 7: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

viii

13. Terima Kasih teruntuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu

persatu yang telah memberikan semangat, kesabaran, motivasi, dan

dukungannya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

Akhirnya, sungguh penulis sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih

sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya

para pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan

kutikannya demi kesempurnaan Skripsi ini.

Mudah-mudahan Skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak utamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Makassar, 8 Februari 2020

Penulis

Page 8: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

ix

ABSTRAK

MUHAMMAD ZAIDUDDIN NUR, Tahun 2015 Pengaruh Sektor Komoditi Beras Terhadap Inflasi Bahan Makanan di Provinsi Sulawesi Selatan, Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Pembimbing I Hj. Lilly Ibrahim, dan Pembimbing II Ismail Rasulong.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Besar pengaruh komoditi beras terhadap inflasi bahan makanan di provinsi Sulawesi Selatan. Jenis Penelitian yang digunakan Peneliti adalah deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif.

Berdasarkan analisis dari penelitian tersebut terdapat hasil bahwa Distribusi penawaran dan permintaan yang tidak stabil menyebabkan harga komoditi beras sering mengalami fluktuasi. Ketika produksi beras mengalami gagal panen akibat cuaca, gangguan hama, serta faktor perkembangan harga pupuk akan mengganggu jalannya distribusi dan mengakibatkan cost push inflation. Sementara dari sisi permintaan akan mengakibatkan demand pull inflation karena tingginya permintaan terhadap beras. Namun tingginya permintaan tersebut relatif terhadap ketersediaannya sehingga akan menciptakan kejutan harga yang cenderung naik yang nantinya akan berpengaruh terhadap besarnya inflasi bahan makanan.

Kata Kunci : Harga komoditi beras berbanding lurus dengan inflasi bahan makanan.

Page 9: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

x

ABSTRACT

MUHAMMAD ZAIDUDDIN NUR, 2015 Effect of the Rice Commodity Sector Against Foodstuff Inflation in South Sulawesi Province, Thesis Economic Development Study Program, Faculty of Economics and Business, University of Muhammadiyah Makassar. Supervised by Advisor I Hj. Lilly Ibrahim M.Sc., and Advisor II Ismail Rasulong, This study aims to determine the influence of the rice commodity on food inflation in the province of South Sulawesi. The type of research used by the researcher is qualitative descriptive. The method used in this research is quantitative analysis method. Based on the analysis of the study, there is a result that the unstable distribution of supply and demand causes fluctuations in the price of rice commodities. When rice production experiences crop failures due to weather, pest disturbances, and the development of fertilizer prices, it will disrupt the distribution and cause cost push inflation. While from the demand side it will lead to demand pull inflation because of the high demand for rice. However, the high demand is relative to its availability so that it will create a price shock that tends to rise which in turn will affect the amount of food inflation. Keywords: Rice commodity prices are directly proportional to food inflation.

Page 10: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ......................................................................................................... i

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

ABSTRAK BAHASA INDONESIA .................................................................. ix

ABSTRACT ..................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ........................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 11

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 11

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 11

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Perkembangan Produksi Komoditi Beras .................................... .... 12

B. Teori Analisis Cobweb ................................................................. .... 19

Page 11: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

xii

C. Masalah Sektor Pertanian ........................................................... .... 21

D. Fluktuasi Harga ........................................................................... .... 25

E. Pengertian Inflasi ......................................................................... .... 28

F. Indeks Harga Konsumen (IHK) ......................................................... 27

G. Indeks Harga Produsen (IHP) ........................................................... 29

H. Gross Domestik Produk (GDP) ......................................................... 30

I. Komponen Inflasi .............................................................................. 32

J. Jenis Inflasi ...................................................................................... 34

K. Kebijakan Fiskal ............................................................................... 36

L. Inflation Targeting ............................................................................. 37

M. Hubungan antara harga komoditas dan inflasi .................................. 39

N. Tinjauan Empiris ............................................................................... 41

O. Kerangka Pikir .................................................................................. 43

P. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 44

BAB III Metode Penelitian

A. Jenis dan Lokasi Penelitian .......................................................... 45

1. Jenis Penelitian....................................................................... 45

2. Lokasi Penelitian ..................................................................... 46

B. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 46

1. Jenis Data ............................................................................... 46

2. Sumber Data .......................................................................... 46

C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 46

D. Metode Analisis Data .................................................................... 47

Page 12: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

xiii

BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Provinsi Sulawesi selatan .............................. 50

B. Deskripsi Data ............................................................................ 53

1. Inflasi..................................................................................... 53

2. Harga Beras Provinsi Sulawesi Selatan ................................ 54

C. Hasil Penelitian ........................................................................... 56

1. Hasil Uji Asumsi Klasik ........................................................... 56

2. Pengujian Hipotesis ............................................................... 60

D. Hasil Pembahasan ...................................................................... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 67

B. Saran ......................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69

Page 13: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1..1 Tingkat Inflasi Menurut Komoditas di Sulawei Selatan 2

Tabel 1.2 Jumlah Produksi, Ketersediaan, Konsumsi Beras

di provinsi Sulawesi selatan Tahun 2009-2013 8

Tabel 4.1 Data Inflasi Bahan Makanan Provinsi Sulawesi Selatan 52

Tabel 4.2 Rata-rata Harga Beras di Tingkat Perdagangan

Besar/Grosir Prov. Sulawesi Selatan (Rupiah/Kg), 2010-2018 53

Tabel 4.3 Uji Multikolineritas 56

Tabel 4.4 Nilai Koefisien Regresi Linear sederhana 58

Tabel 4.5 Uji Koefisen Determinasi (R2) 59

Tabel 4.6 Hasil Uji F 60

Tabel 4.7 Hasil Uji T 61

Page 14: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

xv

DAFTAR GAMBAR/BAGAN

Nomor Judul Halaman

Gambar 1.1 Pembagian Bahan Makanan tahun 2017 3

Gambar 1.2 Inflasi Sulawesi Selatan tahun 2016-2018 10

Gambar 2.1 Teori Analisis Cobweb 19

Gambar 2.2 Kurva penawaran dan permintaan 22

Gambar 2.3 Pengaruh perubahan permintaan 23

Gambar 2.4 Kerangka Pikir 43

Gambar 4.1 Uji Normaliitas 55

Gambar 4.2 Uji Heterokedastisitas 57

Page 15: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan komoditas strategis yang sering dikaitkan dengan

aspek ekonomi dan politik di Indonesia, Komoditas bahan pangan mempunyai

peranan yang sangat penting dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik (Prabowo,

2014). Hal ini disebabkan karena pangan merupakan kebutuhan dasar manusia

untuk mempertahankan hidup. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan pangan

bagi setiap penduduk setiap waktu merupakan hak azasi manusia yang harus

diupayakan oleh pemerintah. Kewenangan juga memberlakukan kontrol harga

langsung untuk melindungi pasar lokal dari yang terpengaruh oleh volatilitas

harga di pasar dunia, dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi harga

lokal dan dengan demikian permintaan beras lokal dapat terjaga (Chung dan Tan,

2015). Konsumsi pangan diperlukan aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap

pangan. Aksesibilitas tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi

oleh rumah tangga. Sehingga data konsumsi pangan secara riil dapat

menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan

menggambarkan tingkat kecukupan pangan rumah tangga (Riyanto, dkk, 2013).

Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, pasar produk makanan

merupakan salah satu pasar barang yang memegang peran dalam penentuan

laju inflasi. Namun demikian, kunci utama dalam pengendalian inflasi yaitu

kemampuan memitigasi fluktasi harga komoditas pangan (Prastowo et al., 2011)

1

Page 16: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

2

Tabel 1.1

Tingkat Inflasi Menurut Komoditas di Sulawei Selatan

indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Bahan

makanan 16,35 3,88 15,64 3,64 5,68 11,35 10,57 4,93 5,69

Makanan

jadi,

minuman,

rokok dan

tembakau

12,53 7,81 6,96 4,51 6,11 7,45 8,11 6,45 5,38

Perumahan

air, listrik, gas

dan bahan

bakar

10,92 1,83 4,08 3,47 3,35 6,22 7,36 3,34 1,90

Sandang 7,33 6,00 6,51 7,57 4,67 0,52 3,08 3,43 3,05

Kesehatan 7,96 3,89 2,19 4,26 2,91 3,70 5,71 5,32 3,95

Pendidikan,

rekreasi dan

olahraga

6,66 3,89 3,29 5,15 4,21 3,91 4,44 3,97 2,73

Transportasi,

komunikasi,

dan jasa

keuangan

7,49 -3,67 2,69 1,92 2,20 15,36 12,40 -1,52 -0,72

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2019

Dari tabel 1.1, terlihat komoditas bahan makanan menjadi komoditas yang

sering menjadi penyumbang inflasi inti terbesar di antara komoditas yang lain,

tahun 2010 menjadi tahun dengan kontribusi tertinggi pasca kritis pangan 2008

yaitu sebesar 15,54%, kemudian hingga tahun 2016 mengalami fluktuasi

kontribusi namun masih tetap mendominasi. Salah satu komoditas yang selalu

menjadi perhatian dalam inflasi dari sektor bahan makanan yaitu komoditas

pangan dari sektor pertanian. Indonesia merupakan Negara yang masih memiliki

Page 17: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

3

ketergantungan yang besar terhadap sektor pertanian terutama sub sektor bahan

pangan padi yang dikendalikan melalui penetapan harga dasar dan hargaharga

tertinggi bahan pangan. Pelaksaan kebijakan tersebut diharapkan dapat

membantu petani untuk memproduksi, menjual panen dan juga agar dapat

menjaga kestabilan harga produk pertanian baik saat terjadi over produksi

maupun saat terjadi masa kegagalan panen sehingga tidak akan terjadi gejolak

harga produk pertanian yang dapat memberikan dampak buruk pada kestabilan

harga-harga barang dan jasa pada umumnya (Ilham, 2007:67). Komoditas

pangan yang mempunyai harga fluktuatif diantaranya meliputi beras, kedelai,

daging ayam, bawang merah, cabai merah dan daging sapi. Beberapa komoditas

tersebut tertuang dalaqm peraturan menteri perdagangan

No.63/m.dag/per/09/2016 yang merupakan tindak lanjut dalam peraturan presiden

No.71/2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang penting. Adapun

pembagian bahan makanan seperti yang termaksud diatas adalahsebagai berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017

Gambar 1.1

Grafik Pembagian Bahan Makanan tahun 2017

32%

15%21%

13%

11%8%

Pembagian Bahan Makanan

Tahun 2017

Beras

Daging dan hasilnya

Page 18: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

4

Berdasarkan gambar 1.1, sebagai salah satu sektor yang sangat

mempengaruhi inflasi umum di provinsi Sulawesi selatan yakni sektor kelompok

pengeluaran Bahan makanan, adapun subkelompok bahan makanan andil

terbesar dalam kelompok ini adalah kelompok Beras dengan andil sebesar 32%,

adapun sub kelompok pengeluaran yang menahan laju inflasi agar tidak semakin

tinggi adalah subkelompok pengeluaran daging dan hasilnya, kacang-kacangan,

sayur-sayuran,bumbu-bumbuan, susu telur dan hasilnya serta bahan makanan

lainnya.

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

Indonesia. Erwidodo (2011) mengutip data Susenas yang menunjukkan bahwa

98% penduduk Indonesia menkonsumsi beras sebagai bahan makanan

pokoknya. Hal ini yang kemudian menjadi faktor utama yang membuat komoditas

beras menjadi kunci inflasi bahan makanan yang mempunyai andil terbesar

dalam hal mendorong inflasi secara umun dan inflasi bahan makanan secara

khusus. Sementara itu kebijakan pemerintah dalam perberasan mempunyai

pengaruh yang sangat besar pada stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia.

Beras merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menentukan tingkat

inflasi pada gilirannya tingkat stabilitas perekonomian normal. Karena itu

pemerintah Indonesia berusaha agar persediaan beras nasional selalu memadai

dan harganya terkendali. Guna mencapai sasaran tersebut pemerintah

menetapkan berbagai kebijakan perberasan dalam berbagai bidang seperti

kebijakan harga. Pengadaan sarana dan prasarana produksi, investasi dalam

Page 19: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

5

bidang penelitian dan penyuluhan di sektor pertanian serta rekayasa

kelembagaan.

Peranan sektor pertanian yang tangguh seperti yang diharapkan dalam

proses pembangunan, sedikitnya mencakup empat aspek: Pertama,

kemampuannya dalam menyediakan pangan bagi rakyat. Kedua, memberikan

kesempatan kerja bagi masyarakat. Ketiga, menghemat dan menghimpun devisa

dan yang keempat, sebagai dasar yang memberikan dukungan terhadap sektor

yang lain (Laksono, 2008). Menurut teori ekonomi neoklasik perilaku konsumen,

setiap konsumen individu dihadapkan dengan harga pasar ditentukan dari

berbagai komoditas, dengan konsumen yang hanya memiliki penghasilan uang

dikenal dan tetap (Odusina, 2008).

Salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki posisi paling penting

dalam pembangunan pertanian adalah beras. Beras adalah bahan makanan

pokok yang dikonsumsi oleh hampir 90% penduduk Indonesia. Beras

mengandung nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan makanan pokok lainnya.

Setiap 100 gr beras giling mengandung energi 360 KKal dan menghasilkan 6 gr

protein. Hal ini bisa dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jagung

kuning yang mengandung 307 KKal dan 7,9 gr protein ataupun singkong yang

mengandung 146 KKal dan 1,2 gr protein. Oleh karena itu, komoditas beras dapat

dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat yang umumnya masih

kekurangan energi dan protein (Amang, 2007).

Page 20: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

6

Pengembangan komoditas pertanian memerlukan pemahaman tentang

prospek pasar, kemampuan sumberdaya dan potensi teknologi.

Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan akan mempengaruhi

harga dan profitabilitas, sehingga memerlukan kebijakan intervensi dan

perencanaan untuk menghadapi keadaan tersebut. Proyeksi permintaan ataupun

penawaran sangat penting bagi perencanaan produksi yang akan berdampak

pada berapa besar tingkat pasokan untuk menjaga stabilitas harga. Hasil proyeksi

permintaan komoditas pangan berguna sebagai salah satu bahan masukan

dalam menentukan target produksi komoditas pangan, berapa besar yang

dibutuhkan serta gambaran perkembangan harga kedepan. Sementara itu

proyeksi penawaran komoditas pangan berguna sebagai gambaran tingkat

produksi komoditas pertanian bersangkutan yang dapat dicapai berdasarkan

asumsi-asumsi yang digunakan. Dengan membandingkan hasil proyeksi

permintaan dan penawaran dapat diketahui status neraca permintaan dan

penawaran komoditas bersangkutan apakah dalam keadaan surplus atau defisit.

Dalam jangka pendek dan menengah kondisi ini akan terkait dengan arus

distribusi komoditi pangan yang berdampak pada stabilitas harga (Yudha., dkk,

2012).

Perkembangan konsumsi beras per kapita di Indonesia tahun 2011-2015

berfluktuasi tetapi cenderung meningkat. Tahun 2011 rata-rata konsumsi beras

115,5 kg/kapita/tahun. Tahun 2012 turun menjadi 109,7 kg/kapita/tahun.

Penurunan ini terjadi karena masyarakat mulai mengkonsumsi pangan hasil

diversifikasi pangan. Namun tahun 2013, konsumsi beras naik drastis menjadi

Page 21: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

7

138,81 kg/kapita/tahun, dan pada 2011-2014 sebesar 139,15 kg/kapita/tahun.

Tahun 2013 konsumsi beras nasional sekitar 139 kg/kapita/tahun dan jumlah ini

berlangsung sampai tahun 2014 (Sukri, 2015). Faktor yang mempengaruhi

peningkatan konsumsi beras telah diidentifikasi untuk menyertakan meningkatnya

pendapatan, liberalisasi perdagangan, promosi yang luas dan strategi pemasaran

yang efektif dari importir beras dan kemudahan memasak (Danquah dan Egyir,

2014).

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber

daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang

sangat subur. Oleh karena hal tersebut, Indonesia memiliki peran penting sebagai

produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia merupakan produsen beras

terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap

produksi beras dunia sebesar 8,5 persen atau 51 juta ton. China dan India

sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Vietnam dan Thailand

yang secara tradisional merupakan Negara eksportir beras hanya berkontribusi

5,4 persen dan 3,9 persen. Penduduk Indonesia merupakan konsumen beras

terbesar di dunia dengan jumlah konsumsi mencapai 154 kg per orang per tahun,

apabila dibandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India

74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal tersebut mengakibatkan

kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan

produksi dalam negeri, dan oleh karena hal tersebut Indonesia harus

mengimpornya dari negara lain (Sri Rahyu, dkk, 2014: 46).

Page 22: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

8

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi yang mengalami

pertumbuhan ekonomi cukup baik. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi

dari tahun ke tahun yang membaik di Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan

senantiasa dapat dijaga dengan semakin mengoptimalkan sumber daya manusia

dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu

provinsi Sulawesi selatan juga merupakan provinsi ketiga setalah jawa tengah

dan jawwa timur sebagai provinsi dengan konsumsi beras tertingguu di

iIndonesia, dengan Rata-rata jumlah konsumsi beras masyarakat di Provinsi

Sulawesi Selatan sebesar 92,87 kg/orang/tahun. Jumlah produksi, ketersedian,

konsumsi dan kelebihan beras di Sulawesi selatan tahun 2014-2018 data dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1.2

Jumlah Produksi, Ketersediaan, Konsumsi Beras di provinsi Sulawesi selatan Tahun 2009-2013

Tahun Produksi Padi (Ton)

Ketersediaan Beras (Ton)

Konsumsi (Ton)

2014 70.846 48.751 27.857 2015 75.398 51.341 28.942 2016 76.355 52.690 29.513 2017 81.149 56.864 34.863 2018 83.037 59.183 37.437

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018

Berdasarkan tabel 1.2 diketahui bahwa ketersediaan beras di Provinsi

Sulawesi Selatan berfluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Dinamika

penawaran yang demikian fluktuatif sangat rentan mengingkat jumlah penduduk

yang terus meningkat sehingga meningkatkan konsumsi. Disisi lain permintaan

Page 23: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

9

beras di Sulawesi Selatan meningkat setiap tahunnya, walaupun pada tahun

2016 mengalami penurunan dikarenakan musin kemarau berkepanjangan,

setelah mengalami penurunan pada tahun berikutnya permintan beras di

Provinsi Sulawesi Selatan cenderung mengalami peningkatan. Semakin

meningkatnya permintaan beras di Provinsi Sulawesi Selatan ini mendorong

peneliti untuk menganalisis tentang tingkat permintaan beras di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Meneliti fenomena produk pangan di atas, terdapat harapan agar

produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Hal ini tidak terlepas dari

peran penting pemerintah dalam uapaya untuk menjaga kestabilan produk

pangan. Peran tersebut diharapkan mampu pula mempercepat tercapainya

tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional,

diperlukan tujuan antara, dalam konteks ini adalah stabilitas harga pangan yang

dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan. Salah satu tujuan kebijakan

harga pangan adalah menstabilkan harga pangan agar mengurangi

ketidakpastian petani dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen

dan stabilitas harga di tingkat makro.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Sulawesi selatan dapat terlihat persentase inflasi di Sulawesi selatan

tahun 2016 sebesar 4,05 persen dan menduduki urutan ke-4 dari 10 kota

IHK di Sulawesi selatan, sedangkan pada tahun 2015, persentase inflasi

tahunan provinsi Sulawesi selatan sebesar 3,32 persen dan menduduki urutan

pertama di wilayah timur IHK di provinsi Sulawesi selatan Sepuluh komoditas

Page 24: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

10

bahan pangan yang turut berpengaruh dalam besarnya inflasi di tahun2015

antara lain: Beras, cabe merah, bawang merah, beras, telur ayam ras,

angkutan udara, cabe rawit, daging ayam ras, bawang putih, tarif listrik dan

daging.

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016

Gambar 1.2

Inflasi Sulawesi Selatan tahun 2016-2018

Beras merupakan komoditas pokok yang sangat berpotensi

mengalami perubahan harga karena komoditas tersebut harganya cenderung

tidak stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan iklim yang berdampak

pada kegagalan panen sehingga terjadi kelangkaan dan perubahan harga

yang signifikan. Penelitian Braun & Tadesse (2014) menjelaskan bahwa

volatilitas harga komoditas pangan memiliki pengaruh yang sangat

tinggi terhadap penentuan besarnya inflasi. Oleh karena itu penelitian ini

Page 25: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

11

bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut apakah komoditas tersebut

mempengaruhi besarnya inflasi di Provinsi Sulawesi selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Apakah sektor komoditi beras yang terdiri dari produksi

beras nasional dan beras impor berpengaruh terhadap inflasi bahan makanan di

Provinsi Sulawesi Selatan?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dengan melihat permasalahan diatas adalah

untuk mengetahui pengaruh sektor komoditi beras yang terdiri dari produksi

beras nasional dan beras impor terhdap inflasi bahan makanan di Provinsi

Sulawesi Selatan!

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

acuan untuk di gunakan:

1. Sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi

peneliti maupun pihak lain yang ingin melakukan penelitian yang sama.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pemerintah

khususnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam upaya menjaga

ketersediaan dan stabilisasi inflasi bahan makanan di Sulawesi selatan.

Page 26: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Produksi Komoditi Beras

Komoditas adalah sesuatu benda nyata yang relatif mudah

diperdagangkan, dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu

jangka waktu tertentu dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan

jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui

bursa berjangka. Secara lebih umum, komoditas adalah suatu produk yang

diperdagangkan, termasuk valuta asing, instrumen keuangan dan indeks.

Karakteristik dari Komoditas yaitu harga adalah ditentukan oleh penawaran dan

permintaan pasar bukannya ditentukan oleh penyalur ataupun penjual dan harga

tersebut adalah berdasarkan perhitungan harga masing-masing pelaku

Komoditas.

Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi yang sangat

baik pada sektor pertanian, sehingga Indonesia di tingkat internasional

merupakan salah satu produsen sekaligus konsumen beras terbesar dunia di

bawah Cina. Kondisi tersebut menuntut kreativitas dari masyarakat Indonesia

untuk berkreasi supaya produksi padi Indonesia menjadi meningkat atau

minimal stabil. Dengan kestabilan produksi, Indonesia dapat menjaga

ketahanan pangan nasional. Indonesia yang memiliki berbagai potensi dan

permasalahan terkait dengan pangan, sehingga sangat menarik untuk

12

Page 27: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

13

dilakukan pengamatan. Pengembangan pertanian di lahan pasang surut

merupakan perwujudan dan upaya pemanfaatan potensi alam secara

optimal, penyeimbangan penduduk, pemerataan pembangunan,

peningkatan produktivitas dan taraf hidup masyarakat. Pemanfaatan dan

pengembangan lahan pasang surut secara optimal akan memberikan

sumbangan besar terhadap pencapaian dan pelestarian swasembada pangan

khususnya beras.

Studi Pustaka BPS dan Deptan (1999) mendefinisikan luas panen

merupakan luas lahan sawah yang biasa diambil hasilnya. Luas tanam

merupakan luas lahan sawah yang ditanami. Sedangkan produktivitas

merupakan hasil yang diperoleh tiap satuan luas, dan produksi merupakan

suatu besaran berat yang mengukur hasil total padi yang diperoleh, juga

merupakan hasil kali antara produktivitas dan luas panen. Usaha tani padi

menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar

21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga merupakan

komoditas politik yang sangat strategis sehingga produksi beras dalam negeri

menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia (Suryana, 2002). Oleh

karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah

Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas

harga beras. Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang

terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian.

Kekurangan pangan bias menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik

yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional.

Page 28: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

14

Irawan (2003) melaporkan bahwa selama 1978-1998 sekitar 1,07 juta ha

lahan (30,8%) telah terkonversi menjadi lahan non pertanian. Selama periode

yang sama, terdapat pembukaan sawah baru sekitar 0,91 juta ha. Namun,

sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan, pembukaan sawah baru hampir

tidak mungkin karena keterbatasan dana pembangunan. Dengan demikian,

adalah sangat sulit mempertahankan luas areal tanam padi di Jawa. Di lain

pihak, sekitar 48% padi ditanam di Jawa, mempunyai kontribusi produksi

sekitar 58% dari produksi padi nasional. Ini berarti bahwa konversi lahan

di Jawa akan berpengaruh buruk terhadap produksi beras nasional dan

dengan sendirinya memperlemah ketahanan pangan (Sudaryanto et al., 2006).

Machmud (2005) menjelaskan bahwa harga beras memiliki

keunikan dalam proses penentuannya sehingga perlu kehati-hatian dalam

menentukan harganya. Keunikan tersebut antara lain beras sebagai makanan

pokok masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan petani

perlu adanya kenaikan harga beras, namun jika harga beras tinggi

penduduk miskin akan meningkat. Keunikan yang lain meskipun pemerintah

telah menaikkan harga dasar penjualan padi tetap saja petani akan miskin.

Kajian lain yang dilakukan Bank Dunia (2004) menyimpulkan bahwa

kenaikan harga beras hingga 33% telah menyebabkan kenaikan angka

kemiskinan sebanyak 3,1 juta orang.

Kesimpulan ini berarti setiap kali ada 3 kenaikan harga beras akan

terjadi pertambahan penduduk miskin. Sebaliknya, penurunan harga

beras akan menurunkan angka kemiskinan, tetapi akan meningkatkan

Page 29: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

15

kemiskinan pada kelompok pertanian. Kajian lain yang dikeluarkan Ketua

Divisi Ilmu Sosial International Rice Reserach Institute (IRRI), Mahbub

Hosain (2006), menyimpulkan bahwa petani dan para pekerja lainnya di

usaha pertanian kususnya padi akan terdorong untuk berusaha lebih giat

ketika harga beras membaik sehingga proteksi pasar domestik akan

memberikan jaminan perbaikan pada harga beras. Akibatnya, ekonomi

desa akan bergerak begitu harga komoditas di desa mengalami

perbaikan.

Hosain mencontohkan, usaha tani padi di China mulai kurang menarik

setelah harga beras selalu rendah. Sihono (2007) menyimpulkan dalam

penelitiannya tentang Deferensiasi Harga Beras di Indonesia Pasca Krisis

Ekonomi, menyebutkan bahwa persediaan beras di tingkat pengepul (penebas)

sangat mempengaruhi harga beras pada tingkat daerah, sedangkan musim juga

berpengaruh signifikan terhadap harga beras karena jika musim kemarau

hasil beras akan lebih baik jika dibandingkan pada musim penghujan.

Namun, faktor yang paling berpengaruh terhadap harga beras adalah

kebijakan impor beras oleh pemerintah. Dengan melihat fenomena yang

terjadi di atas, maka penentuan harga beras di Indonesia harus hati-hati

sehingga dalam mengamati dampak kebijakan penentuan harga beras harus

melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Akan makin jernih

permasalahan tentang harga beras jika kita menangkap keluhan dari

masyarakat dengan kita bertemu langsung dengan mereka. Untuk menjaga

ketersediaan beras di Indonesia, perlu ditingkatkan peran dari masyarakat dan

Page 30: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

16

pemerintah daerah guna menjaga ketersediaan beras di tingkat nasional.

Salah satu cara untuk meningkatkan peran masyarakat guna menjaga

ketersediaan beras pada tingkat daerah dan pedesaan adalah dengan tetap

menanam padi dan meningkatkan hasil produksinya. Sedangkan peran

pemerintah adalah menjaga ketersediaan bahan-bahan pendukung guna

melakukan produksi beras.

Ketersediaan beras akan mempengaruhi harga beras, selain itu harga

beras juga dipengaruhi oleh harga barang lain serta kebijakan dari pemerintah

(Agus, 2006). Berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi padi seperti

pembangunan sarana irigasi, subsidi benih, pupuk, dan pestisida, kredit

usahatani bersubsidi, dan pembinaan kelembagaan usaha tani telah

ditempuh. Demikian juga dalam pemasaran hasil, pemerintah mengeluarkan

kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) atau Harga Dasar Pembelian Pemerintah

(HDPP), untuk melindungi petani dari jatuhnya harga dibawah biaya produksi.

Sementara itu, kebijakan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri yang terus meningkat, dan agar harga beras terjangkau oleh

sebagian besar konsumen. Campur tangan yang sangat besar dan bersifat

protektif telah membuahkan hasil, yaitu tercapainya swasembada beras pada

tahun 1984. Namun demikian, swasembada yang dicapai hanya sesaat.

Secara umum, selama lebih dari tiga dekade produksi beras dalam negeri belum

mampu memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Indonesia hamper selalu

defisit sehingga masih tergantung pada impor (Sudaryanto, 2006).

Page 31: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

17

Beras merupakan makanan sumber karbohidrat yang utama di

kebanyakan Negara Asia. Negara-negara lain seperti di benua Eropa, Australia

dan Amerika mengkonsumsi beras dalam jumlah Analisis Produksi yang jauh

lebih kecil daripada negara Asia. Kebutuhan beras nasional tidak terpenuhi oleh

produksi beras dalam negeri karena itu kita masih selalu mengimpor beras.

Dengan memperhatikan hal di atas seharusnya agribisnis padi dapat menarik

banyak para investor. Namun demikian, di lain pihak, harga beras sangat

ditentukan pemerintah dan tidak dinamis seperti halnya tanaman hortikultur atau

perkebunan sehingga umumnya petani padi sering merugi. Tanpa perubahan

tata niaga beras dan pengurangan campur tangan pemerintah, agribisnis padi

akan tetap tidak banyak diperhitungkan dan diminati oleh investor di bidang

pertanian.

Peningkatan produksi padi masih merupakan prioritas dalam mendukung

program ketahanan pangan dan agribisnis. Produksi padi terus dipacu untuk

memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Namun demikian, segala

upaya untuk meningkatkan produksi selalu mendapat gangguan, antara lain

berupa kekeringan, banjir, serangan hama, dan penyakit. Penggunaan pupuk

secara rasional dan berimbang merupakan faktor kunci dalam peningkatan

produksi padi. Sedangkan rekomendasi pupuk yang berlaku saat ini masih

bersifat umum dan belum mempertimbangkan kandungan atau status hara tanah

sehingga penggunaan pupuk tidak efisien.

Kenaikan produksi padi tahun 2009 terjadi di beberapa propinsi terutama

di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan.

Page 32: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

18

Sedangkan penurunan produksi tahun 2009 terjadi di Sulawesi Tengah,

Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Produksi padi tahun

2009 sebesar 64,33 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan produksi

tahun 2008, terjadi peningkatan sebanyak 4,00 juta ton (6,64%). Kenaikan

produksi terjadi karena peningkatan luas panen seluas 550,61 ribu hektar

(4,47%) dan juga produktivitas sebesar 1,01 kuintal/hektar (2,06%). Kenaikan

produksi padi tahun 2009 tersebut terjadi di Jawa sebesar 2,49 juta ton (7,69%)

dan di luar Jawa sebesar 1,51 juta ton (5,42%). Di Jawa, peningkatan produksi

disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 349,28 ribu hektar (6,08%) dan

produktivitas sebesar 0,86 kuintal/hektar (1,53%). Demikian juga di luar Jawa,

kenaikan produksi terjadi karena peningkatan luas panen seluas 201,33 ribu

hektar (3,06%), dan produktivitas sebesar 0,97 kuintal/hektar (2,28%).

Angka ramalan produksi padi tahun 2010 diperkirakan sebesar 64,90 juta

ton Gabah Kering Giling (GKG) dibandingkan produksi tahun 2009, terjadi

peningkatan sebanyak 568,37 ribu ton (0,88%). Kenaikan produksi diperkirakan

terjadi karena peningkatan luas panen seluas 13,71 ribu hektar (0,11%) dan juga

produktivitas sebesar 0,39 kuintal/hektar (0,78%). Kenaikan produksi padi tahun

2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 183,08 ribu ton (0,53%) dan

di luar Jawa sebesar 385,29 ribu ton (1,31%). Di Jawa, peningkatan produksi

disebabkan oleh naiknya produktivitas sebesar 0,79 kuintal/hektar (1,38%),

sedangkan luas panen diperkirakan mengalami penurunan sebesar 52,16 ribu

hektar (0,86%). Sementara di luar Jawa, kenaikan produksi terjadi karena

peningkatan luas panen seluas 65,87 ribu hektar (0,97%) dan juga produktivitas

Page 33: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

19

sebesar 0,14 kuintal/hektar (0,32%). Perkiraan kenaikan produksi padi tahun

2010 yang relatif besar terdapat di beberapa daerah terutama di Jawa Tengah,

Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan perkiraan penurunan

produksi tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Jawa Barat dan Nusa

Tenggara Barat. Berikut adalah pola panen padi per bulan dari tahun 2007-2009.

Dari grafik tersebut terlihat pola penen padi tidak mengalami peningkatan

yang berarti, pola penen tersebut hanya mengalami sedikit peningkatan

penurunan jika dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun-tahun

sebelumnya sehingga perlu dilakukan suatu usaha peningkatan produksi padi,

karena peningkatan produksi lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan

jumlah penduduk Indonesia. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka Indonesia

akan tergantung dengan impor beras, yang mengakibatkan dampak yang buruk

bagi perekonomian serta kestabilan politik.

B. Teori Analisis Cobweb (Sarang laba-laba)

Teori analisis cobweb menjelaskan tentang siklus harga produk pertanian

yang menunjukkan fluktuasi tertentu dari musim ke musim. Penyebab dari

fluktuasi tersebut yaitu adanya reaksi yang terlambat dari pihak produsen

terhadap harga. Berikut kurva dari teori analisis cobweb :

Page 34: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

20

Gambar 2.1 Teori Analisis Cobweb

Kurva diatas menggambarkan teori cobweb (sarang laba-laba) pada kondisi

permintaan yang lebih elastis dibandingkan penawaran. Misalnya pada musim 1

jumlah produk yang dihasilkan (di panen) sebanyak Q1. Dengan kurva

permintaan D, maka harga yang terjadi di pasar pada musim ke 1 adalah P1.

Barang-barang atau segala sesuatu dari hasil pertanian merupakan barang non

durabel (tidak tahan lama) sehingga dengan jumlah produk sebanyak Q1 tadi

harus terjual habis pada musim itu juga dengan harga P1.

Selanjutnya, atas dasar harga yang berlaku tersebut produsen

merencanakan produksinya untuk musim ke 2 (harga P1 dianggap oleh

produsen akan tetap berlaku pada musim 2). Dengan asumsi harga tetap

produsen meningkatkan hasilnya pada musim berikutnya sebesar Q2, akibatnya

produksi hasil pertanian melimpah dan hal ini dapat menurunkan harga menjadi

P2. Begitu juga pada musim ke 3, dengan asumsi harga tetap seperti yang

berlaku pada musim ke 2 maka produsen mengurangi produksinya pada musim

ke 3. Berdasarkan hal tersebut, akibatnya produksi di pasar berkurang dan

Page 35: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

21

harga menjadi naik sebesar P3. Dari asumsi harga tetap kemudian dijadikan

dasar bagi rencana produksi musim ke 4, demikian seterusnya.

Apabila proses ini terus berlangsung, fluktuasinya akan semakin

mengecil dan akhirnya mencapai titik keseimbangan (equilibrium). Pada titik

tersebut, harga keseimbangannya adalah Pe dan jumlah yang diproduksi

sebanyak Qe. Pada tingkat ini terjadi kestabilan. Dalam proses tersebut tingkat

harga menunjukkan fluktuasi (naik turun) dari satu musim ke musim lainnya.

Proses ini disebut cobweb atau sarang laba-laba, hal tersebut disebabkan

gambarnya menyerupai sarang laba-laba.

C. Masalah sektor pertanian

Pada periode jangka pendek, harga hasil-hasil pertanian cenderung

mengalami naik dan turun yang relatif besar. Harga bisa mencapai tingkat yang

sangat tinggi pada suatu masa, sebaliknya akan mengalami kemerosotan yang

buruk pada masa berikutnya. Ketidakstabilan harga tersebut dapat disebabkan

oleh permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak

elastis. Sifat ini menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap tingkat

harga apabila permintaan atau penawaran mengalami perubahan. Faktor yang

menimbulkan ketidakstabilan harga pertanian dalam jangka pendek dapat

dibedakan menjadi dua sumber yaitu naik turunnya penawaran dan

ketidakstabilan permintaan (Sukirno, 2005).

a) Ketidakstabilan yang bersumber dari perubahan penawaran

Tingkat produksi sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh

faktorfaktor yang berada di luar kemampuan petani untuk

Page 36: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

22

mengendalikannya. Produksi pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor

alamiah. Pada umumnya produksi hasil pertanian selalu berubah-ubah dari

satu musim ke musim lainnya. Perubahan musim ini terutama dipengaruhi

oleh keadaan cuaca iklim dan faktor-faktor alamiah yang lain seperti banjir,

hujan yang terlalu banyak/kemarau panjang. Selain itu, serangan hama

tanaman dan binatang pengganggu dapat menimbulkan pengaruh yang

penting terhadap perubahan produksi hasil pertanian. Pada periode jangka

pendek maupun jangka panjang, permintaan terhadap barang pertanian

bersifat tidak elastis. Di dalam jangka panjang, hal ini disebabkan karena

elastisitas permintaan pendapatan terhadap barang pertanian rendah, yaitu

kenaikan yang kecil saja terhadap permintaan. Di dalam jangka pendek,

permintaan terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis karena

kebanyakan hasil-hasil p ertanian merupakan barang kebutuhan pokok

harian, yaitu digunakan setiap hari. Walaupun harganya sangat meningkat

namun jumlah yang sama masih tetap harus dikonsumsi. Sebaliknya pada

waktu harga sangat merosot, konsumsi tidak akan banyak bertambah

karena kebutuhan konsumsi yang relatif tetap. Oleh karena sifat permintaan

atas barang pertanian yang tidak elastis tersebut, maka harga akan

mengalami perubahan yang sangat besar sekiranya penawaran hasil

pertanian mengalami perubahan.

Page 37: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

23

Gambar 2.2 Kurva penawaran dan permintaan

Gambar 2.2 diatas menggambarkan keadaan penawaran dan permintaan

barang pertanian. Kurva S adalah penawaran, kurva D adalah permintaan,

dan titik keseimbangan pada titik E. Perubahan sisi supply membuat E

berubah dari E ke E1 yang berarti harga mengalami penurunan dari P ke

P1. akan tetapi jumlah barang yang diminta mengalami peningkatan

b) Ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh perubahan permintaan

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap

barang pertanian bersifat tidak elastis, yaitu yang pertama adalah karena

barang-barang pertanian dihasilkan secara musiman. Misalnya tanaman

yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu dan dari tahun ke tahun

kebiasaan ini tidak akan berubah walaupun terjadi perubahan harga yang

cukup besar. Kedua, beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-

tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh. Tanaman ini seperti tanaman

buah-buahan dan bahan mentah. Penawaran barang pertanian yang sukar

berubah tersebut diikuti pula oleh ketidakelastisan permintaannya dapat

Page 38: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

24

menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila berlaku

perubahan permintaan. Hal ini dapat dengan jelas ditunjukkan secara grafik

sebagai berikut.

Gambar 2.3 Pengaruh perubahan permintaan

Gambar 2.3 merupakan kurva permintaan dan penawaran masing masing

digambarkan dengan D dan S. Sesuai dengan sifat permintaan dan

penawaran terhadap barang pertanian yaitu keduanya bersifat tidak elastis,

maka kurva D dan S adalah tidak elastis. Keseimbangan terjadi di titik E dan

berarti harga adalah P dan jumlah barang adalah Q. Selanjutnya dimisalkan

oleh beberapa faktor tertentu perekonomian mengalami resesi, kemunduran

ekonomi ini menyebabkan permintaan ke atas. Barang pertanian berpindah

di D ke D1 karena penawaran tidak mengalami perubahan maka

keseimbangan yang baru tercapai di titik E. Harga turun dan barang yang

dijual turun.

Page 39: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

25

D. Fluktuasi Harga

Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat

ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan yang

dibutuhkan konsumen. Jika terjadi kelebihan pasokan maka harga komoditas

akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan. Dalam proses

pembentukan harga tersebut perilaku petani dan pedagang memiliki peranan

penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya yang disesuaikan

dengan kebutuhan konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan

bahwa fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas beras pada dasarnya

terjadi akibat kegagalan petani mengatur volume pasokannya sesuai dengan

kebutuhan konsumen (Bambang, 2007). Kondisi demikian dapat disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu:

a. Produksi sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja,

misalnya sekitar 90 persen produksi bawang merah nasional hanya

dihasilkan di 6 provinsi dan 82 persen produksi cabe dihasilkan di 7 provinsi.

Struktur produksi demikian tidak kondusif bagi stabilitas harga karena jika

terjadi anomali produksi (misalnya gagal panen akibat hama atau lonjakan

produksi akibat pengaruh iklim) di salah satu daerah sentra produksi maka

akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan pasar secara

keseluruhan.

b. Struktur produksi yang terkonsentrasi secara regional diperparah pula oleh

pola produksi yang tidak sinkron antar daerah produsen. Setiap daerah

produsen sayuran umumnya memiliki pola produksi bulanan yang relative

Page 40: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

26

sama sehingga total produksi sayuran cenderung terkonsentrasi pada

bulanbulan tertentu. Konsentrasi produksi secara temporer tersebut

misalnya dapat disimak pada pola produksi kentang dan kubis di Sumatera

Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menyumbang

sekitar 90 persen dan 78 persen produksi nasional. Di keempat provinsi

tersebut sekitar 60-65 persen produksi kentang dan kubis hanya dihasilkan

pada bulan Januari hingga Mei, sehingga pada bulan-bulan tersebut harga

kedua komoditas tersebut cenderung mengalami penurunan tajam.

c. Permintaan komoditas sayuran umumnya sangat sensitif terhadap

perubahan kesegaran produk. Sementara itu komoditas sayuran umumnya

relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan

penjualannya terlalu lama dalam rangka mengatur volume pasokan yang

sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal itu dapat berdampak pada penurunan

harga jual yang disebabkan oleh penurunan kesegaran produk. Akibatnya,

pengaturan volume pasokan yang disesuaikan dengan kebutuhan

konsumen tidak mudah dilakukan karena setelah dipanen petani cenderung

segera menjual hasil panennya agar sayuran yang dipasarkan masih dalam

keadaan segar.

d. Untuk dapat mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan

konsumen maka dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu

mempertahankan kesegaran produk secara efisien. Namun ketersediaan

sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan

Page 41: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

27

investasi yang cukup besar sedangkan teknologi penyimpanan sederhana

yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas.

E. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau Inflasi dapat juga

dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin

turun nilai uang. Defenisi di atas memberikan makna bahwa, kenaikan harga

barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal misalnya, tidak

termasuk Inflasi. Ukuran Inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah:

Consumer price indeks” atau “ cost of living indeks”.Indeks ini berdasarkan pada

harga dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola pengeluaran

konsumen. (Kuncoro, 2011:46) adalah: kecenderungan dari harga untuk

meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua

barang tidak dapat disebut Inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau

mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. Menurut Boediono (2008:155)

definisi singkat dari Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang

saja tidak disebut Inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus

menerus juga perlu digaris-bawahi. Kenaikan harga-harga karena, misalnya,

musiman, menjelang hari raya, bencana, dan sebagainya, yang sifatnya hanya

sementara tidak disebut Inflasi. A.W. Phillips dari London School of Economics

berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dan

tingkat perubahan upah nominal (Samuelsondan Nordhaus, 1997:327).

Penemuan tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data empirik perekonomian

Page 42: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

28

Inggris periode 1861-1957 dan kemudian menghasilkan teori yang dikenal

dengan Kurva Phillips.

Rahardja dan Manurung (2008) mengungkapkan bahwa ada tiga syarat

yang harus dipenuhi agar keadaan dapat dikatakan terjadi inflasi, yaitu kenaikan

harga, bersifat umum, dan berlangsung terus menerus. Dimana dalam hal

kenaikan harga, harga suatu barang dikatakan naik jika harganya lebih tinggi

daripada harga barang di periode sebelumnya. Bersifat umum, kenaikan harga

komoditas bisa dikatakan mengalami inflasi jika menyebabkan harga-harga

secara secara umum naik. Dan yang dimaksud berlangsung terus-menerus

yaitu terjadinya dalam rentang waktu yang lama, bukan hanya sesaat saja.

F. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Consumer Price Index adalah indeks yang yang paling banyak digunakan

dalam penghitungan inflasi. Indeks ini disusun dari harga barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam

penghitungan angka indeks tersebut berbeda antarnegara dan antar waktu,

bergantung pada pola konsumsi masyarakat akan barang dan jasa tersebut.

Sebagai contoh, di Indonesia pada awalnya hanya digunakan Sembilan bahan

pokok (meliputi pangan, sandang, dan perumahan) yang dikonsumsi

masyarakat. Dalam perkembangannya, jumlah barang dan jasa tersebut

berkembang menjadi semakin banyak dan tidak hanya meliputi pangan,

sandang, dan papan, tetapi juga mencakup jasa kesehatan dan pendidikan (Diah

Utari,2015).

Page 43: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

29

Keterangan:

IHKt = IHK pada tahun t

IHKt-1 = IHK sebelum tahun t

G. Indeks Harga Produsen (IHP)

Indeks Harga Produsen (IHP) adalah angka indeks yang

menggambarkan tingkat perubahan harga di tingkat produsen. Pengguna data

dapat memanfaatkan perkembangan harga produsen sebagai indikator dini

harga grosir maupun harga eceran. Selain itu dapat juga digunakan untuk

membantu penyusunan neraca ekonomi (PDB/PDRB), distribusi barang, margin

perdagangan, dan sebagainya. Sesuai dengan Manual Producer Price Index

(PPI), penghitungan IHP yang ideal dirancang menurut tingkatan produksi -

Stage of Production (SoP), yakni preliminary demand (produk awal),

intermediate demand (produk antara), dan final demand (produk akhir). Namun

IHP (2010=100) yang disajikan BPS baru mencakup final demand (produk akhir).

IHP dihitung menggunakan formula Laspeyres yang dimodifikasi, dengan tahun

dasar 2010=100. Hal ini berkaitan dengan sumber data yang digunakan untuk

menyusun diagram timbang yaitu Tabel Input-Output 2010 Updating. Data IHP

tersebut disajikan BPS secara triwulanan, dan baru sampai tingkat/level nasional

dalam bentuk indeks gabungan, indeks sektor dan indeks subsektor.

Page 44: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

30

Harga yang digunakan untuk menghitung IHP bersumber dari Survei

Harga Produsen dan data sekunder. Pengumpulan harga dilakukan setiap bulan

(tanggal 1-15). Pemilihan responden dilakukan secara purposive, sedangkan

pemilihan komoditas menggunakan kriteria cut off point. Pengelompokan

komoditas dalam IHP didasarkan pada Klasifikasi Baku Komoditi Indonesia

(KBKI). Mulai tahun 2014, pengumpulan data Survei Harga Produsen mengalami

perluasan cakupan yaitu Sektor Akomodasi, Makanan dan Minuman.

Pengumpulan data dilakukan setiap bulan, tanggal 1-15 di 18 provinsi (Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua).

Sejak triwulan I-2015, penyajian data IHP (2010=100) selain terdiri dari IHP

Gabungan yang meliputi Sektor Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, dan

Industri Pengolahan, juga disajikan IHP Sektor Akomodasi, Makanan dan

Minuman.

H. Gross Domestik Produk (GDP)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) adalah total nilai

produksi barang dan jasa di dalam suatu negara selama satu tahun.

Penghitungan GDP ini meliputi keuntungan dan pendapatan yang dihasilkan

oleh nonpenduduk dan perusahaan asing di dalam negara yang bersangkutan,

tetapi tidak termasuk penduduk dan perusahaan dari negera yang bersangkutan

di negara lain (luar negeri).

Page 45: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

31

Sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

dalam 10 tahun terakhir mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan.

Menurut Lutful Hakim dari Pusat Data dan Informasi, Kementerian Pertanian, hal

ini wajar terjadi karena Indonesia sedang mengalami transformasi struktural dari

agraris menuju negara industri. Pada beberapa negara maju manapun, dulunya

ekonomi ditopang dominan dari sektor agraris dan berangsur semakin maju

digantikan sektor industri dan jasa.

Data BPS menyebutkan PDB pertanian 2017 sebesar Rp 1.344 triliun

naik Rp 350 triliun dibandingkan 2013 sebesar Rp 995 triliun. Kemiskinan

penduduk di desa Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa, turun 10,88%

dibandingkan Maret 2013 sebesar 17,74 juta jiwa dan mampu mengendalikan

inflasi bahan makanan 2017 sebesar 1,26% turun 88,9% dibandingkan 2013

sebesar 11,35%. Sumber data BPS pun menunjukkan ekspor pertanian 2017

sebesar Rp 441 triliun naik 24,47 persen dibandingkan 2016 sebesar Rp 387

triliun. Terk ait kemajuan investasi, data BKPM menunjukkan investasi di sektor

pertanian 2017 sebesar Rp 45,9 triliun naik rerata 14 persen per tahun

dibandingkan 2013 sebesar Rp 29,3 triliun. Selain itu, indeks ketahanan pangan

Indonesia di tahun 2018 mengalami lompatan. Berdasarkan Global Food

Security Index (GFSI) 2018, peringkat ketahanan pangan Indonesia membaik

yakni dari 72 di tahun 2014 menjadi 65 di tahun 2018 dari 113 negara.

Page 46: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

32

I. Komponen Inflasi

1) Inflasi Inti

Inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap atau

persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi

oleh faktor fundamental, seperti: interaksi permintaan penawaran, lingkungan

eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), dan

ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Menurut Quah dan Vahey

(1995) Inflasi inti didefinisikan sebagai komponen inflasi yang tidak memiliki

pengaruh terhadap output riil dalam jangka menengah-panjang. Secara

implisit mereka ingin mengatakan bahwa inflasi inti merupakan fenomena

moneter. Oleh karena itu, komponen inflasi yang persisten ini akan tercermin

pada ekspektasi masyarakat.

Berdasarkan definisi tersebut, maka supply shock yang memberikan

pengaruh permanen terhadap tingkat harga (misalnya, pengenaan tarif bea

masuk atas produk impor oleh pemerintah), namun tidak memberikan

pengaruh terhadap laju inflasi dalam jangka menengah-panjang, tidak

termasuk di dalam pengertian inflasi inti. Oleh karena itu, inflasi inti terkait

dengan inflasi yang dapat diantisipasi; sedangkan inflasi sesaat terkait

dengan unsur inflasi yang tidak dapat diantisipasi kejadiannya. Inflasi inti

atau core inflation pada beberapa literatur disebut juga dengan underlying

inflation. Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh bank

sentral, karena lebih mencerminkan karakteristik perkembangan harga yang

bersifat persisten. Hal ini menyebabkan penggunaan inflasi inti sebagai

Page 47: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

33

sasaran operasional dapat memberikan sinyal yang tepat dalam

memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi

gangguan permintaan (demand shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi,

respon bank sentral akan mengetatkan uang beredar sehingga tingkat inflasi

dapat ditekan. Di samping itu, kebijakan tersebut dapat juga untuk

menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai

dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena

terjadinya gangguan penurunan di sisi penawaran (supply side), misalnya

kenaikan makanan karena musim kering, maka kebijakan uang ketat justru

dapat memperburuk tingkat harga dan pertumbuhan ekonomi. Respon yang

dapat dilakukan oleh bank sentral adalah kebijakan melonggarkan likuiditas

perekonomian untuk menstimulir peningkatan penawaran.

2) Inflasi Non Inti

Inflasi non inti adalah komponen inflasi dengan volatilitas cenderung

tinggi karena dipengaruhi faktor non fundamental yang cenderung bersifat

sementara. Inflasi non inti dapat didefinisikan sebagai inflasi yang

disebabkan gangguan dari penawaran dan di luar kendali otoritas moneter

serta bersifat sesaat. Inflasi non inti sering disebut noises inflation. Okun

(1970) dalam (Tjahjono, 2000) menyatakan bahwa inflasi non inti merupakan

komponen perubahan harga relatif, terutama akibat gangguangangguan dari

sisi supply (supply disturbances). Gangguan atau perubahan harga relatif

dalam hal ini dipandang sebagai inflasi sesaat karena secara teoritis atau

perubahan harga relatif tidak dapat mendorong terjadinya kecenderungan

Page 48: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

34

kenaikan harga-harga secara umum yang bersifat persisten, kecuali bila

diakomodasi oleh kebijakan moneter. Komponen inflasi non inti sendiri dapat

dibagi kedalam dua kelompok yaitu:

1) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok

bahan makanan, seperti: panen, gangguan alam, atau perkembangan

harga komoditas pangan domestik maupun internasional. Sebagai

contoh: inflasi beras, cabe, dan beberapa jenis sayuran sering

berfluktuasi tajam karena dipengaruhi kondisi kecukupan pasokan

komoditas tersebut, seperti faktor musim panen, gangguan distribusi,

bencana alam maupun hama.

2) Inflasi Komponen Harga yang Diatur Pemerintah (Administered Prices):

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) kebijakan harga

Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan

lain-lain

J. Jenis inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam

pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat

bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jenis-jenis inflasi dibedakan

sebagai:

a. Menurut Derajatnya:

1. Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)

2. Inflasi sedang 10% - 30%.

Page 49: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

35

3. Inflasi tinggi 30% - 100%.

4. Hyperinflasion di atas 100%.

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat

mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu

wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan

golongan masyarakat manakah yang terkena imbas (yang menderita) dari

inflasi yang sedang terjadi.

b. Menurut Penyebabnya

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi penawaran (cost-push

inflation), dari sisi permintaan (demand- pull inflation) dan ekspektasi.

1. Cost-Push Inflation

Cost-push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan bergesernya aggregat

supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor terjadinya cost-push inflation

dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri

terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga

komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative

supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

2. Demand-Pull Inflation

Demand-pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kuatnya

peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditas.

Akibatnya akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan

atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap.

Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil

Page 50: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

36

yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate

demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

3. Ekspektasi inflasi

Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku

ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan

kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung

bersifat adaptif atau forward looking (Bank Indonesia, 2012) . Ada

beberapa model ekonometrika yang dapat diaplikasikan untuk mengetahui

pengaruh kenaikan harga dengan inflasi, diantaranya adalah: Error

Correction Model (ECM) yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi harga eceran gula serta menganalisis hubungan

antara sistem distribusi gula terhadap laju inflasi (Susila & Munadi, 2008).

K. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang

otoritas utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian

Keuangan, hal tersebut tertuang dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden

memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara kepada

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan

kekayaan negara. Menurut Restrepo tahun 2011 dalam (Mahpud 2011)

Kebijakan fiscal mempuyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan

perekonomian suatu negara, fungsi dan kegunaan kebijakan fiskal antara lain

adalah untuk memobilisasi sumber daya seperti meningkatkan investasi,

Page 51: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

37

menyediakan infrastruktur dan pengelolaan energi. Fungsi lain dari kebijakan

fiskal adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan

mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Selain itu kebijakan fiskal

dapat pula digunakan untuk menstabilkan harga, karena kebijakan ini dapat

mempengaruhi efek inflasi atau deflasi dalam suatu perekonomian, seperti

operasi pasar, penerapan pajak dan subsidi. Yang tak kalah penting dari fungsi

kebijakan fiskal adalah sebagai instrumen untuk meminimalkan ketidakmerataan

pendapatan dan kekayaan masyarakat, sehingga adan fungsi distribusi dan

alokasi dalam sebuah kebijakan fiskal yang diambil antara lain pengenaan pajak

kepada orang kaya dan pemberian subsidi kepada orang miskin Restrepo,2011

dalam (Mahpud, 2011).

L. Inflation Targeting

Inflation targeting adalah sebuah kerangka kerja untuk kebijakan moneter

yang ditandai dengan pengumuman kepada masyarakat tentang angka target

inflasi dalam satu periode tertentu. Inflation targeting secara eksplisit

menyatakan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan

menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Dalam prakteknya, moneter

ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, yang dicerminkan oleh: (1)

stabilitas harga (rendahnya laju inflasi); (2) membaiknya perkembangan output

riil (pertumbuhan ekonomi) dan (3) cukup luasnya lapangan kerja yang tersedia

(Warjiyo, 2004).

Inflation targeting merupakan strategi kebijakan moneter yang mencakup

lima elemen utama: 1) pengumuman publik jangka menengah untuk target

Page 52: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

38

angka inflasi; 2) komitmen institusional terhadap stabilitas harga sebagai tujuan

utama dari kebijakan moneter, dimana tujuan lainnya adalah subordinasi; 3)

strategi informasi inklusif dimana banyak variabel, dan tidak hanya agregat

moneter atau kurs, digunakan untuk menentukan penetapan instrumen

kebijakan; 4) meningkatkan strategi transparansi kebijakan moneter melalui

komunikasi dengan masyarakat dan pasar tentang rencana, tujuan, dan

keputusan dari otoritas moneter; dan 5 ) peningkatan akuntabilitas Bank Sentral

untuk mencapai tujuan obyektif inflasi. Inflation targeting memiliki beberapa

keuntungan sebagai strategi jangka menengah untuk kebijakan moneter.

Berbeda dengan nilai tukar tetap, Inflation targeting memungkinkan kebijakan

moneter untuk fokus pada pertimbangan domestic dan untuk merespon

guncangan terhadap perekonomian domestik. Sasaran inflasi memiliki

keuntungan bahwa hubungan yang stabil antara uang dan inflasi tidak penting

untuk kesuksesan: strategi tidak bergantung pada hubungan tersebut, melainkan

menggunakan semua informasi yang tersedia untuk menentukan pengaturan

terbaik untuk instrumn kebijakan moneter. Inflation targeting juga memiliki

keuntungan kunci yang mudah dipahami oleh publik dan dengan demikian

sangat transparan. Tujuan inflation targeting, yaitu untuk mencapai laju inflasi

yang rendah dan stabil dalam jangka panjang, maka pemerintah dan BI

menetapkan bahwa sasaran inflasi jangka menengah dan panjang yang ingin

dicapai adalah sebesar 3%. Dalam mengukur tingkat inflasi suatu negara, bisa

digunakan tiga indikator yaitu: (1) Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK)

atau Indeks Biaya Hidup (IBH). (2) Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar

Page 53: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

39

(IHPB). (3) Perubahan Deflator GDP/GDY. Masing-masing indikator punya

kelebihan dan kekurangan, namun yang utama adalah kita bagaimana

menggunakan jenis indikator sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengukuran.

Di Indonesia, indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi ini adalah

IHK Laju inflasi yang tinggi tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat tetapi

juga dapat mengganggu kestabilan ekonomi makro lainnya, seperti mengganggu

keseimbangan neraca pembayaran dan memperlemah nilai tukar rupiah

terhadap mata uang negara lain. Penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat dari

beberapa sisi, sisi permintaan, sisi penawaran, atau campuran antara keduanya.

Proses dinamika harga ini dapat berlangsung secara natural melalui mekanisme

menganalisa interaksi simultan antara permintaan dan penawaran baik pada

pasar barang dan pasar uang adalah kerangka IS-LM. Kerangka ini secara

gamblang dapat menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dan fiskal mampu

mempengaruhi tingkat pendapatan atau output (Mankiw, 2000).

M. Keterkaitan antara Harga Komoditas dan Inflasi

Hubungan positif antara krisis keuangan dan harga pangan menyiratkan

pentingnya komoditas pangan sebagai instrumen keuangan (finansialisasi).

Ketika inflasi memasuki fase krisis, maka pasar komoditas juga akan memasuki

fase krisis. Krisis keuangan dianggap lebih relevan menciptakan volatilitas harga

daripada sebuah spekulasi. Namun, ketika kegiatan spekulatif terjadi pada pasar

komoditas maka secara tidak langsung dapat terungkap adanya hubungan

antara krisis keuangan dan pasar komoditas (Braun & Tadesse,2012).

Page 54: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

40

Menurut Jogwanich & Park (2009) Inflasi yang terjadi pada negara-

negara berkembang di Asia menjelaskan bahwa inflasi muncul sebagai

tantangan makro ekonomi terbesar yang dihadapi oleh negara-negara

berkembang di Asia. Hasil empiris menunjukkan bahwa laju inflasi disebabkan

sebagian besar oleh adanya guncangan dari komoditas pangan. Ada 9 negara

berkembang yang menjadi fokus dalam penelitian tersebut, antara lain: RRC,

India, Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, dan

Vietnam. Di negara berkembang, misalnya Pakistan, masyarakatnya akan

mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

pangan mereka.

Kenaikan harga komoditas pangan mampu menurunkan daya beli

masyarakat terhadap konsumsi komoditas pangan tersebut, sehingga akan

menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan di dalam masyarakat. Oleh

karena itu, tingkat stabilitas harga komoditas pangan berfungsi sebagai indikator

untuk mengukur seberapa baik atau buruknya perekonomian di suatu negara

(Moshin & Zaman, 2012). Perubahan harga komoditas pangan di Indonesia

merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi penyumbang penentuan

inflasi. Dengan menelaah bahwa volatilitas inflasi harga komoditas pangan

sedemikan tinggi, maka akan menyebabkan unsur resiko dan ketidakpastian

yang relatif tinggi pula dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, sangat

dibutuhkan suatu model peramalan laju inflasi yang mampu menjadi dasar bagi

pemerintah dalam menetapkan kebijakan dalam mengendalikan inflasi (Santoso,

2011).

Page 55: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

41

Pergerakan harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators

inflasi. Alasannya adalah, yang pertama yaitu, harga komoditas mampu

merespon secara cepat shock yang terjadi dalam perekonomian secara umum,

seperti peningkatan permintaan (aggregate demand shock). Kedua, harga

komoditas juga mampu merespon terhadap non-economic shocks, seperti:

banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur

distribusi dari komoditas tersebut. Pergerakan harga komoditas pangan akan

selaras dengan perkembangan harga barang secara keseluruhan, walaupun

besarannya akan berbeda. Respon harga komoditas yang cepat tersebut dapat

memberikan sinyal bahwa kenaikan harga-harga barang lainnya akan menyusul,

sehingga tekanan inflasi meningkat.

N. Tinjauan Empiris

Dalam penelitian ini penulis memaparkan tiga penelitian terdahulu yang

relevan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu dengan Pengaruh Harga

Komoditas Terhadap Inflasi (studi kasus komoditas bawang merah dan cabe

rawit). Penelitian oleh Christanty (2013) menguji volatilitas harga beras dan

kentang pada empat pasar (Giant, Hypermart, Pasar Dinoyo, Pasar Besar) di

Kota Makassar. Berdasarkan Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Kota

Makassar, kelompok komoditi yang memberikan andil atau sumbangan terbesar

untuk inflasi pada periode 2010.10-2012.07 berasal dari kelompok bahan

makanan. Dua komoditas yang akan menjadi objek penelitian, yaitu: beras dan

kentang, dimana kedua komoditas tersebut masuk dalam kelompok bahan

makanan. Hasil peramalan ARIMA dan melalui perhitungan nilai MAPE

Page 56: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

42

menerangkan bahwa tingkat volatilitas harga tertinggi pada kedua komoditas

tersebut terjadi di Giant. Tingkat volatilitas harga yang relatif tinggi di Giant dan

Pasar Dinoyo mampu mengidikasikan bahwa volatilitas harga, khususnya harga

komoditas pangan (beras dan kentang) berpengaruh signifikan terhadap inflasi di

Kota Makassar. Pembuktian ini, dilakukan melalui estimasi dengan pendekatan

model ARCH/GARCH. Selanjutnya, oleh Widiarsih (2012) meneliti tentang

pengaruh sektor komoditas beras terhadap inflasi bahan makanan dan

menganalisis dampak harga dasar gabah yang ditetapkan oleh pemerintah,

jumlah impor beras, dan jumlah produksi beras nasional terhadap stabilitas

ekonomi makro yang diinterpretasikan dengan inflasi bahan makanan. Hasil

penelitian dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM)

menunjukkan bahwa Variabel harga dasar gabah berpengaruh signifikan

terhadap Inflasi bahan makanan baik dalam jangka panjang maupun jangka

pendek. Variabel jumlah impor beras memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel inflasi bahan makanan dalam jangka pendek namun tidak untuk jangka

panjang.

Dalam jangka panjang, variabel jumlah produksi padi berpengaruh

signifikan terhadap inflasi bahan makanan. Namun dalam jangka pendek,

variabel ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi bahan makanan.

Selanjutnya, oleh Fithaloka (2016) meneliti tentang pengaruh volatilitas harga

beras terhadap inflasi bahan makanan di Kota Makassar. Data yang digunakan

adalah data sekunder beras periode Januari 2014-Desember 2015 yang

diperoleh dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan inflasi

Page 57: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

43

bahan makanan periode tahun 2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) di provinsi sulawesi selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

komoditas daging sapi dan cabe rawit tidak mengalami volatilitas yang tinggi

meskipun mengalami kejutan harga yang tinggi dan berlangsung lama. Untuk

model peramalan yang cocok pada harga komoditas daging sapi adalah ARIMA

(1,1,1) dan dilanjutkan dengan model ARCH (1) karena model memiliki sifat

heteroskedastisitas. Hampir sama dengan harga daging sapi, model peramalan

yang terpilih untuk harga komoditas cabe rawit adalah ARIMA (1,0,1) dan

GARCH (2,1). Tentang bagaimana pengaruh volatilitas harga terhadap inflasi

bahan makanan di Kota Makassar, volatilitas harga daging sapi dan cabe rawit

sama-sama memiliki pengaruh terhadap inflasi bahan makanan. Volatilitas harga

beras menjukkan hubungan yang negatif terhadap inflasi bahan makanan di

Kota Makassar.

O. Kerangka Pikir

Hubungan harga dengan inflasi adalah keadaan dimana distribusi

penawaran dan permintaan yang tidak stabil mengakibatkan kejutan harga pada

bahan pokok. Adapun beberapa hal yang mempengaruhi harga komoditas beras

antara lain Indek Harga Konsumen (IHK) Indeks ini disusun dari harga barang

dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang dan jasa yang

digunakan dalam penghitungan angka indeks tersebut, selanjutnya Indeks Harga

Produsen (IHP) merupakan perbandingan perubahan barang dan juga jasa yang

dibeli oleh para produsen pada kurun waktu tertentu, dan Gross Domestik Bruto

(GDP) total nilai produksi barang dan jasa di dalam suatu negara selama satu

Page 58: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

44

tahun. Ketika produksi bahan pokok mengalami gagal panen akibat cuaca,

gangguan hama, serta faktor perkembangan harga bahan pokok akan

mengganggu jalannya distribusi dan mengakibatkan cost push inflation.

Sementara dari sisi permintaan akan mengakibatkan demand pull inflation

karena tingginya permintaan terhadap barang pokok. Namun tingginya

permintaan tersebut relative terhadap

Gambar 2.4 Kerangka piker

P. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan yang bersifat sementara mengenai

pengaruh variabel-variabel dependen dan independen berdasarkan kerangka

teoritis maupun penelitian terdahulu. Adapun hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah “Diduga Ketersediaan Sektor Komoditi Beras yang terdiri

dari produksi beras nasional dan beras impor berpengaruh terhadap besarnya

Inflasi Bahan Makanan di Provinsi Sulawesi Selatan”

PRODUKSI BERAS NASIONAL BERAS IMPOR IHK IHP GDP

HARGA KOMODITI

BERAS

INFLASI BAHAN

MAKANAN

Page 59: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Studi deskriptif

bertujuan untuk memperoleh deskriptif data yang mampu menggambarkan

komposisi dan karakteristik dari unit yang diteliti dan data penelitian yang

digunakan berupa angka-angka yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dalam bentuk angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.

Sumber data yang diperoleh dari instansi terkait permasalahan penelitian

seperti BPS (Badan Pusat Statistik) dan SISKAPERBAPO (Sistem Informasi

Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok) Sulawesi

Selatan.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi

dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data sekunder,

mencatat, dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini. Alat

analisis data yang digunakan adalah Partial Adjustment Model (PAM) dan

Asumsi Klasik.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan setelah selama kurang lebih 2 bulan

lamanya.

45

Page 60: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

46

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dillakukan di Kota Makassar, melalui data sekunder yang

telah dituliskan di BPS (Badan Pusat Statistik) dan SISKAPERBAPO (Sistem

Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok) Sulawesi

Selatan.

B. Jenis Dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data BPS (Badan Pusat

Statistik) dan SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan

Perkembangan Harga Bahan Pokok) Sulawesi Selatan, disertai dengan data-

data sekunder lain yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

2. Sumber Data

Data diperoleh dari berbagai sumber, seperti Badan Pusat Statistik,

Departemen Pertanian, Ditjen Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura,

Statistik BULOG, sejumlah dokumen Inpres dan instansi terkait lainnya.

C. Metode Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam

penyusunan penelitian ini, maka ditempuh dengan cara Studi kepustakaan

(Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi

kepustakaan dari berbagai dokumen, buletin, artikel-artikel dan karya ilmiah

(skripsi) yang berhubungan dengan penulisan ini untuk mendapatkan data

sekunder.

Page 61: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

47

D. Metode Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis kuantitatif. Metode analisis kuantitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrument penelitian, analisis data yang bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan” (Sugiyono: 2010).

Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu hanya

meneliti pada waktu tertentu.Untuk menganalisis hubungan antara variabel

dependen dan independent, maka pengelolaan data dilakukan dengan

metode analisis dengan model Ordinary Least Square (OLS). Ordinary least

square(OLS) merupakan metode analisis regresi yang sering digunakan,

terutama karena menarik secara intuitif dan lebih sederhana sehingga

membuat metode ini sebagai salah satu metode paling kuat dan dikenal

dalam analisi regresi (Gujarati: 2010). Adapun aplikasi yang digunakan untuk

mengolah data ini yaitu aplikasi SPSS 20.

Page 62: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

48

Model yang menghubungkan antara variable dependent

dengan independent yang dimaksud adalah:

Y= a + b1X1

Keterangan :

a = Konstanta

Y = Inflasi bahan makanan (Dependent Variabel)

b1x1 = Beras (Independent Variabel)

Untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien

regresi variable independent sebagai variable bebas terhadap variable

dependent sebagai variable terikat maka dilakukan uji statistic yaitu:

a) Uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji

heteroskedastisitas.

b) Uji keseluruhan (F-test).

c) Uji Parsial (t-test).

Analisis dengan menggunakan model persamaan regresi linier tersebut di atas

dapat pula menggunakan persamaan regresi non linear sebagai berikut:

Y t= ln b₀, b₁ LnX1t, b₂ Ln X2, t b3 Ln X3

Untuk penelitian ini, analisis data yang dilakukan peneliti ternyata memerlukan

beberapa tahapan. Peneliti harus melakukan uji coba dengan berbagai model

sehingga akhirnya menemukan model yang paling mendekati keadaan yang

Page 63: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

49

sebenarnya. Adapun model ekonometrika awal yang digunakan seperti yang

disebutkan di atas adalah sebagai berikut :

Y = F(X1, X2, X3, e)

Hasil uji stasionaritas dan kointegrasi menunjukkan bahwa model regresi

Ordinary Least Squere Estimation ternyata tidak tepat, sehingga harus

menggunakan model Error Correction Model (ECM). Adapun model ekonomi

penelitian dengan menggunakan ECM adalah sebagai berikut:

Y = F(LnX1, LnX2, LnX3, D1, D2)

Page 64: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Sulawesi selatan

Secara geografis, Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kota

Makassar memiliki posisi yang sangat strategis, karena terletak di

tengah-tengah Kepulauan Indonesia. Tentunya dilihat secara ekonomis

daerah ini memiliki keunggulan komparatif,dimana Selat Makassar telah

menjadi salah satu jalur pelayaran internasional,disamping itu Kota

Makassar telah pula ditetapkan sebagai pintu gerbang Kawasan Timur

Indonesia (KTI).Selain memiliki keunggulan dari letak geografis tersebut,

Sulawesi Selatan juga memiliki keunggulan lain dilihat dari sisi etnik

budaya, dimana masyarakat Sulawesi Selatan yang terdiri dari berbagai

etnik budaya memiliki nilai-nilai luhur yang diangkat dari nilai tradisional

dan budaya lokal, dan secara universal dapat dipadukan dengan cara

pandang global.

Nilai tersebut berfungsi sebagai rambu-rambu/koridor dalam

pelaksanaan semua aktivitas pembangunan yang diselenggarakan oleh

pemerintah maupun masyarakat. Setidaknya ada tiga etnis besar yang

mewarnai nilai-nilai luhur tersebut, yaitu etnis bugis, makassar, dan toraja,

serta etnis mandar.Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari setiap

keunggulan yang dimiliki dalam mewujudkan tujuan pembangunan, maka

kemampuan untuk memadukan secara bijak antara potensi alam yang

50

Page 65: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

51

strategis dengan sumber daya manusia yang telah terbekali dengan nilai-

nilai luhur di atasperludilakukan. Pengembangan potensi harus selalu

direncanakan dengan sebaik mungkin dan dilaksanakan seefektif dan

seefisien mungkin melalui berbagai aspek yang saling terkait, saling

mempengaruhi dan secara keseluruhan dikelola seoptimal mungkin dan

diharapkan bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak

pada bagian selatan Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah kurang lebih

45.764,53km2,. , bahwa diantara 24 kabupaten/kota yang terdapat diwilayah

Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten yang

memiliki luas wilayah terbesar yakni sekitar 7.502,68 km2atau

16,40persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan, sementara itu

kabupaten/kota dengan luas wilayah terkecil adalah Kota Parepare

dengan luas sekitar 99,33km2 atau kurang lebih 0,22 persen dari seluruh

wilayah Sulawesi Selatan. Diantara kabupaten/kota tersebut, Kabupaten

Toraja Utara merupakan daerah otonom baru di daerah ini, yang merupakan

pemekaran dari KabupatenTana Toraja. Kabupaten ini memiliki luas

wilayah kurang lebih 1.151,47km atau 2,52 persen dari luas wilayah

Sulawesi Selatan.Secara geografis posisi Provinsi Sulawesi Selatan terletak

antara 116° 48’-122°36’ Bujur Timur dan 0° 12’ -8° Lintang Selatan.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Prov.

Sulsel Tahun 2016 Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan TA. 2014 berbatasan

dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan

Page 66: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

52

Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas Sebelah Barat dan

Selatan masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores .

Berdasarkan pengamatan pada tiga Stasiun Klimatologi (Maros,

Hasanuddin dan Maritim Paotere) bahwa selama tahun 2013rata-rata

suhu udara 27.3°C di Kota Makassar dan sekitarnya tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata.

Suhu udara maksiumum di Stasiun Klimatologi Hasanuddin

32.6°C.2.Topografi Provinsi Sulawesi Selatan dialiri 67 aliran sungai,

dimana sebahagian besar aliran sungai tersebut terdapat di Kabupaten

Luwu yakni 25 aliran sungai. Sungai terpanjang di daerah ini yaitu

Sungai Saddang dengan panjang kurang lebih 150 km dengan melalui 3

kabupaten yakni Kabupaten Tator, Enrekang dan Pinrang. Selain aliran

sungai, daerah ini juga memiliki sejumlah danau yaitu Danau Tempe di

Kabupaten Wajo dan Danau Sidenreng di Kabupaten Sidrap, serta

Danau Matana dan Danau Towuti di Kabupaten Luwu. Disamping

memiliki sejumlah sungai dan danau.Selain itu, daerah ini juga memiliki 7

buah gunung, dimana Gunung Rantemario dengan ketinggian 3.470 m di

atas permukaan laut merupakan yang tertinggi di daerah.Gunung ini

berdiri tegak di perbatasan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Luwu.

Page 67: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

53

B. Deskripsi Data

1. Inflasi

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga,

yang bersifat umum dan terjadi secara terus menerus. Dalam kenaikan

harga, harga suatu barang dapat dikatakan naik apabila harganya lebih

tinggi dari harga yang sebelumnya.

Dalam penelitian ini digunakan data inflasi Bahan makanan dari

Indeks Harga Konsumen Provinsi Sulawesi selatan:

Tabel 4.1

Data Inflasi Bahan Makanan Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)

Pada tabel 4.1. dapat dilihat besaran inflasi periode Desember 2013

sampai Desember 2018 menunjukkan besaran inflasi yang fluktuatif

cenderung naik. Pada bulan Desember tahun 2013 besaran inflasi tertinggi

mencapai 16,02%, Hal ini dikarenakan pada bulan Agustus bertepatan

dengan perayaan agama.

Sub

IHK Des Bahan makanan

2013 107,77 16,02

2014 125,03 8,78

2015 136,01 6,36

2016 144,66 3,29

2017 149,41 4,37

2018 152,78 -

Page 68: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

54

Besaran inflasi dari tahun 2013 sampai 2018 cenderung meningkat

disebabkan oleh perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi

pada akhir bulan Juni sehingga berdampak sangat besar terhadap besarnya

inflasi secara umum, dan secara khusus disebabkan oleh meningkatnya

harga–harga komoditi bahan makanan.

2. Harga Beras di Provinsi Sulawesi selatan

Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang

dinyatakan dalam satuan moneter. Bawang merah merupakan salah satu

komoditas yang memiliki fluktuasi harga yang relatif tinggi. Fluktuasi harga

bawang merah dapat disebabkan oleh faktor permintaan dan penawaran.

Dalam penelitian ini digunakan harga komoditi beras dilihat dari sisi harga

konsumen di Provinsi Sulawesi selatan.

Page 69: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

55

Tabel 4.2

Rata-rata Harga Beras di Tingkat Perdagangan Besar/Grosir Prov. Sulawesi Selatan (Rupiah/Kg), 2010-2018

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Januari 6 702 7 853 8 726 8 835 9 433 10 612 11 614 11 579 12 276

Februari 6 888 7 612 8 778 8 843 9 531 10 766 11 729 11 571 12 414

Maret 6 854 7 371 8 687 8 783 9 596 10 987 11 678 11 494 12 299

April 6 761 7 199 8 583 8 711 9 425 10 648 11 449 11 449 12 035

Mei 6 772 7 233 8 537 8 681 9 414 10 569 11 417 11 465 11 943

Juni 6 873 7 463 8 554 8 784 9 462 10 679 11 469 11 465 11 907

Juli 7 026 7 899 8 606 9 018 9 525 10 732 11 498 11 448 11 936

Agustus 7 318 8 152 8 635 9 057 9 525 10 935 11 475 11 411 11 899

September 7 351 8 255 8 624 9 058 9 694 11 055 11 448 11 482 11 900

Oktober 7 391 8 416 8 624 9 108 9 781 11 169 11 433 11 552 12 013

November 7 457 8 496 8 655 9 152 9 924 11 365 11 450 11 665 12 013

Desember 7 617 8 726 8 702 9 262 10

344

11 465 11 476 11 838 12 106

Tahunan 7 084 7 890 8 643 8 643 8 941 9 638 10 915 11 511 12 054

Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Selatan (2019)

Pada Tabel 4.2. dapat dilihat besarnya harga Beras periode Januari 2010

sampai Desember 2018 menunjukkan harga yang berfluktuatif yang cenderung

meningkat. Hal ini disebabkan oleh perayaan hari keagamaan serta sangat

dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), serta dipengaruhi pula

oleh harga pupuk dan peptisida hama. Pada tahun 2018 terjadi fluktuatif harga beras

yang disebabkan oleh harga bahan bakar yang berfluktuatif pada tahun tersebut.

Melihat data harga beras 8 tahun terakhir, hamper kenaikan harga beras terjadi

Page 70: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

56

pada saat perayaan keagamaan tiap tahunnya, hal iini di sebabkan oleh shock

demand pada bulan Ramadhan.

C. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dapat dilihat dari output dan hasil SPSS 20 berikut ini:

Gambar 4.1

Uji Normaliitas

Dari gambar 4.1 di atas menunjukkan bentuk garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya yang menunjukkan

pola distribusi normal, maka model regresi terbukti berdistribusi normal.

Page 71: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

57

b. Uji Multikolineritas

Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari output residuals satistic

dari hasil regresi berganda SPSS 20 berikut ini :

Tabel 4.3 Uji Multikolineritas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations Collinearity

Statistics

B Std.

Error

Beta Zero-

order

Partial Part Toleranc

e

VIF

1

(Constan

t) -109.559

1253.93

6

-.087 .935

Beras 1.290 .117 .984 10.997 .000 .984 .984 .984 1.000 1.000

a. Dependent Variable: inflasi

Berdasarkan uji multikolineritas pada table 4.3 di atas dapat dilihat

nilai tolerance untuk variable beras adalah 1000 dan semua > 0.100.

selanjutnya untuk nilai VIF untuk variabel beras adalah 1.000 dan semua <

10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi untuk beras tidak ada

gejala multikolineritas dan model regresi layak digunakan.

Page 72: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

58

c. Uji Heterokedastisitas

Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat dari output residuals satistic

dari hasil regresi sederhana SPSS 20 berikut ini :

Gambar 4.2

Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan uji heterokedastisitas pada gambar 4.2 di atas dapat

dilihat bahwa terdapat pola yang jelas (meningkat) pada scatterplots, serta

titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu. Maka sesuai

dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji ini dapat disimpulkan bahwa

terjadi gejala heterokedastisitas dalam model regresi sederhana.

Page 73: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

59

d. Hasil Analisis Regresi Sederhana

Dari hasil analisis SPSS 20 dapat diinterprestasikan dengan mengkaji nilai-

nilai yang penting dalam regresi linear yakni koefisien determinasi dan

persamaan garis. Analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yang

diajukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda yang digunakan

untuk menerangkan apakah berpengaruh variabel komoditi beras (X), terhadap

variabel terikat (Y) yaitu Inflasi bahan makanan dengan cara menguji kemaknaan

dari koefisien regresinya.

Table 4.4 Nilai Koefisien Regresi Linear sederhana

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant)

-

109.5

59

1253.936

-.087 .935

Beras 1.290 .117 .984 10.997 .000

a. Dependent Variable: inflasi

Dari tabel 4.4 diatas, maka hasil yang diperoleh dimasukkan kedalam

persamaan sebagai berikut :

Y = a + b1X1

Y = (-109.559) + 1.290

Dimana:

Y = Inflasi bahan makanan

a = Konstanta

b1x1 = Beras

Page 74: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

60

Dari persamaan regresi tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Nilai konstanta sebesar -109.559 memberikan arti bahwa apabila Beras,

diasumsikan = 0 maka Inflasi bahan makanan di provinsi Sulawesi selatan

secara konstan bernilai 109.559. nilai koefisien regresi variabel Beras sebesar

1.290 dapat diartikan jika harga beras naik 1 % maka jumlah Inflasi bahan

makanan akan semakin meningkat pula sebesar 1.290.

2. Pengujian Hipotesis

Analisis data dengan menggunakan pengujian regresi sederhana untuk

mengetahui pengaruh komoditi beras terhadap inflasi bahan makanan.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tiga metode berdasarkan

koefisien determinasi, uji F dan Uji T.

a. Koefisien Determinasi (R2)

Hasil uji R2 dapat dilihat dari output residuals satistic dari hasil

regresi sederhana berikut ini :

Tabel 4.5 Uji Koefisen Determinasi (R2)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .984a .968 .960 341.11393

a. Predictors: (Constant), Beras

b. Dependent Variable: inflasi

Page 75: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

61

Dari tabel 4.5 diatas berdasarkan ketentuan kuat tidaknya pengaruh yang

dijelaskan pada bagian sebelumnya, dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Nilai R pada tabel 4.5 adalah 0,984 yang menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh yang kuat dimana variable Beras mempengaruhi Inflasi bahan

makanan sebesar 984%.

b) Nilai R square menunjukkan bahwa variabel Y yaitu Inflasi bahan makanan

dipengaruhi oleh koefisien beras sebesar 96 % dan sisanya 4% dipengaruhi

oleh variabel lain.

b. Uji F

Hasil uji F dapat dilihat dari output residuals satistic dari hasil regresi

sederhana berikut ini :

Tabel 4.6 Hasil Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 14071032.470 1 14071032.470 120.928 .000b

Residual 465434.863 4 116358.716

Total 14536467.333 5

a. Dependent Variable: inflasi

b. Predictors: (Constant), Beras

Berdasarkan hasil pengujian secara simultan X terhadap Y: Dari tabel 4.6 diatas

1. Nilai (sig) = 0.000, jika nilai sig < 0.05 maka variabel independent (X) secara

simultan berpengaruh terhadap variabel (Y) sehingga dapat disimpulkan

bahwa Komoditi beras secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi bahan

makanan (Y).

Page 76: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

62

2. Nilai F hitung sebesar 120.928. Untuk mengetahui keputusan dari Uji F maka

dapat dilihat perbandingan antara F hitung dengan F tabel. Nilai F hitung

(120.928) > (4.45) F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variable Komoditi

beras (X) secara simultan berpengaruh terhadap variable Inflasi bahan

makanan (Y).

c. Uji T

Hasil uji T parsial dapat dilihat dari output residuals satistic dari hasil

regresi berganda berikut ini :

Tabel 4.7 Hasil Uji T

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Consta

nt) -109.559 1253.936

-.087 .935

Beras 1.290 .117 .984 10.99

7 .000

a. Dependent Variable: inflasi

Berdasarkan uji T parsial pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa nilai

untuk variable Komoditi Beras (X) adalah 0.000. di lihat dari nilai signifikansi

bahwa sig < 0.05 sehingga dapat disimpulkan berdasarkan nilai signifikansi

bahwa Komoditi beras (X) berpengaruh terhadap Inflasi bahan makanan (Y),

Berdasarkan output uji T parsial dapat disimpulkan:

1. Variable Komoditi Beras (X) mempunyai T hitung sebesar 10.997 dengan T

table 10.910 jadi nilai T hitung 7.690 > T table 10.910 dapat disimpulkan

Page 77: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

63

bahwa variable komoditi beras (X) memiliki kontribusi terhadap variable

Inflasi bahan makanan (Y)

D. Hasil Pembahasan

Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu Komoditi beras (X) dan Inflasi

bahan makanan (Y). Hubungan positif antara krisis keuangan dan harga pangan

menyiratkan pentingnya komoditas pangan sebagai instrumen keuangan

(finansialisasi). Ketika inflasi memasuki fase krisis, maka pasar komoditas juga

akan memasuki fase krisis. Krisis keuangan dianggap lebih relevan menciptakan

volatilitas harga daripada sebuah spekulasi. Namun, ketika kegiatan spekulatif

terjadi pada pasar komoditas maka secara tidak langsung dapat terungkap

adanya hubungan antara krisis keuangan dan pasar komoditas (Braun &

Tadesse,2012).

Menurut Jogwanich & Park (2009) Inflasi yang terjadi pada negara-

negara berkembang di Asia menjelaskan bahwa inflasi muncul sebagai

tantangan makro ekonomi terbesar yang dihadapi oleh negara-negara

berkembang di Asia. Hasil empiris menunjukkan bahwa laju inflasi disebabkan

sebagian besar oleh adanya guncangan dari komoditas pangan. Ada 9 negara

berkembang yang menjadi fokus dalam penelitian tersebut, antara lain: RRC,

India, Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, dan

Vietnam. Di negara berkembang, misalnya Pakistan, masyarakatnya akan

mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

pangan mereka.

Page 78: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

64

Kenaikan harga komoditas pangan mampu menurunkan daya beli

masyarakat terhadap konsumsi komoditas pangan tersebut, sehingga akan

menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan di dalam masyarakat. Oleh

karena itu, tingkat stabilitas harga komoditas pangan berfungsi sebagai indikator

untuk mengukur seberapa baik atau buruknya perekonomian di suatu negara

(Moshin & Zaman, 2012). Perubahan harga komoditas pangan di Indonesia

merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi penyumbang penentuan

inflasi. Dengan menelaah bahwa volatilitas inflasi harga komoditas pangan

sedemikan tinggi, maka akan menyebabkan unsur resiko dan ketidakpastian

yang relatif tinggi pula dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, sangat

dibutuhkan suatu model peramalan laju inflasi yang mampu menjadi dasar bagi

pemerintah dalam menetapkan kebijakan dalam mengendalikan inflasi (Santoso,

2011).

Pergerakan harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators

inflasi. Alasannya adalah, yang pertama yaitu, harga komoditas mampu

merespon secara cepat shock yang terjadi dalam perekonomian secara umum,

seperti peningkatan permintaan (aggregate demand shock). Kedua, harga

komoditas juga mampu merespon terhadap non-economic shocks, seperti:

banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur

distribusi dari komoditas tersebut. Pergerakan harga komoditas pangan akan

selaras dengan perkembangan harga barang secara keseluruhan, walaupun

besarannya akan berbeda. Respon harga komoditas yang cepat tersebut dapat

Page 79: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

65

memberikan sinyal bahwa kenaikan harga-harga barang lainnya akan menyusul,

sehingga tekanan inflasi meningkat.

Menentukan persamaan analisis sederhana terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi klasik dimana uji normalitas diolah menggunakan SPSS 20 yang

hasilnya variabel Komoditi Beras (X) dan Inflasi bahan makanan (Y) berdistribusi

normal. Uji multikolineritas dimana nilai tolerance > 0.100 dan VIF < 10,

sehingga di simpulkan bahwa model regresi untuk upah minimum dan inflasi

tidak ada gejala multikolineritas dan model regresi layak digunakan. Uji

heterokedastisitas dapat dilihat dari output residuals satistic dari hasil regresi

berganda SPSS 20 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala

heterokedastisitas dalam model regresi sederhana. Sedangkan pengujian

hipotesis itu sendiri terdiri dari uji R2 dapat dilihat dari output residuals satistic

dari hasil regresi sederhana Nilai R menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang

kuat dimana variabel komoditi beras (X) mempengaruhi Inflasi bahan makanan

(Y) sedangkan Nilai R square sendiri menunjukkan bahwa variabel Y yaitu

Inflasi bahan makanan dipengaruhi oleh komoditi beras (X). Uji F dapat dilihat

dari output residuals satistic dari hasil regresi sederhana bahwa komoditi beras

(X) secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi bahan makanan (Y).

sedangkan Nilai F hitung dapat disimpulkan bahwa variable komoditi beras (X)

secara simultan berpengaruh terhadap variable inflasi bahan makanan (Y). Uji T

parsial dapat dilihat dari output residuals satistic dari hasil regresi sederhana

untuk Variable komoditi beras (X) dapat disimpulkan bahwa variable komoditi

beras (X) memiliki kontribusi terhadap variable inflasi bahan makanan (Y),

Page 80: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

66

Hasil regresi sederhana yang diolah menggunakan metode SPSS 20

maka diperoleh persamaan Y = a + b1X1 , yang ketika di transformasi kedalam

angka sama dengan Y = (-109.559) + 1.290 artinya angka tersebut menunjukkan

bahwa komoditi bahan makanan (X) sangat berpengaruh terhadap Inflasi bahan

makanan (Y)., b1X1 = 1.290 artinya jika harga mengalami peningkatan maka

inflasi bahan makanan akan semakin meningkat pula, Sehingga dapat dijelaskan

bahwa komoditi beras (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Inflasi

bahan makanan di provinsi Sulawesi selatan (Y)

Page 81: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Harga komoditis beras merupakan salah satu penyumbang inflasi

komoditas bahan makanan di provinsi Sulawesi Selatan. Distribusi penawaran

dan permintaan yang tidak stabil menyebabkan harga komoditi beras sering

mengalami fluktuasi. Ketika produksi beras mengalami gagal panen akibat

cuaca, gangguan hama, serta faktor perkembangan harga pupuk akan

mengganggu jalannya distribusi dan mengakibatkan cost push inflation.

Sementara dari sisi permintaan akan mengakibatkan demand pull inflation

karena tingginya permintaan terhadap beras. Namun tingginya permintaan

tersebut relatif terhadap ketersediaannya sehingga akan menciptakan kejutan

harga yang cenderung naik yang nantinya akan berpengaruh terhadap besarnya

inflasi bahan makanan.

Beras merupakan komoditi pangan yang sering mengalami fluktuasi

harga dan berdampak pada besarnya inflasi bahan makanan, mengingat pula

komoditi beras merupakan komoditi yang mendominasi dalam komoditas bahan

makanan. Sesuai dengan hasil analisis, Hasil regresi sederhana yang diolah

menggunakan metode SPSS 20 maka diperoleh persamaan Y = a + b1X1 , yang

ketika di transformasi kedalam angka sama dengan Y = (-109.559) + 1.290

artinya angka tersebut menunjukkan bahwa komoditi bahan makanan (X) sangat

berpengaruh terhadap Inflasi bahan makanan (Y)., b1X1 = 1.290 artinya jika

harga mengalami peningkatan maka inflasi bahan makanan akan semakin

67

Page 82: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

68

meningkat pula, Sehingga dapat dijelaskan bahwa komoditi beras (X)

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Inflasi bahan makanan di provinsi

Sulawesi selatan (Y).

B. SARAN

Pemerintah pusat harus bekerjasama dengan pemerintah daerah tempat

sentra produksi beras agar menerapkan pola tanam jenis komoditi tersebut guna

mengurangi produksi yang berlebihan pada musim panen tiba. Disamping itu

perlu penanaman di luar musim agar defisit komoditi tersebut tidak terlalu besar

sehingga harga akan cukup stabil dan tidak berdampak besar terhadap besarnya

inflasi bahan makanan.

Perbaikan sistem tata niaga atau distribusi dengan menerapkan supply

chain management akan membuat komoditas bahan makanan jenis beras

menjadi lebih efisien. Perbaikan logistik dan pasca panen memungkinkan

komoditi tersebut tersedia bagi konsumen tepat waktu dan bahkan dapat

disalurkan di luar musim panen.

Page 83: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

69

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, H. Rahardjo. 2005. Bahan Pangan. Graha Ilmu, Yogyakarta

Agustina, Dewi, 2009. Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin pada kayu Akasia. Skripsi Departeman Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, tidak diterbitkan, Bogor.

Ambardi, U.M. dan social, P. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah.

Pusat Pengkajian Kebijakan Pengembangan Wilayah (P2KTPW.BPPT). Jakarta.

Adisasmita, R. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Cet. 1.

Yogyakarta: BPFE

Agus, Irianto. 2007. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana

Al- Jauhari Abbas. 1996. Ekonomi Politik, cetakan 1. Jakarta: PT Raja Grapindo

Amirullah dan Hardjanto. 2005. Pengantar Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Anne, B., dan Peter, C. 1990. Manajemen Industri, cet.2. Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial

Arsyad, Lincoln. 2010. Ketahan Pangan Nasional Edisi 5. UPP STIM YKPN. Yogjakarta.

Bambang. 2000. Analisis tingkat pertumbuhan ekonomi dan potensi ekonomi

Terhadap produk domestik regiona lbruto (Pdrb) Kabupaten pati tahun2000-2005. Skripsi Semarang : UNE

Glasson, John. 1990. Pengantar Inflas Dasar (An Introduction to Regional Planing). Terjemahan Paul Sitohang. Jakarta : FE UI.

Jhingan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

69

Page 84: PENGARUH SEKTOR KOMODITI BERAS TERHADAP INFLASI …

70

Mawardi, I. 1997. Daya Saing Indonesia Timur Indonesia dan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Jakarta : Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi & Sosial.

Muhnito, M. 2013. digilib.unila.ac.id/976/8/BAB%20II.pdf. Jurnal Ekonomi.

Mulyadi, S. 2007. Ekonomi Sumber Daya Manusia, cet.2. Jakarta; PT Raja Grapindo

Persada.

Musyawarah. 2016. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengangguran Di Sulawesi Selatan. Makassar:UNM

Muhnito, M. 2013. digilib.unila.ac.id/976/8/BAB%20II.pdf. Jurnal Ekonomi.

Rachbini, Didik J. 2001. Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Ramadhan, Nur. 2014. Ekonomi Pembangunan. http://ramadhanaprillio.blogspot.co.id/214/5/makalahekonomipembangunanteori. Online. Diakses pada tanggal 23 april 2018 (18.15) .

Sukirno, S. 2013. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Yogyakarta: Raja grafindo

Persada

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan Edisi Kedua. Jakarta : Kencana.

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Tumenggung, S. 1996. Gagasan dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Terpadu (Kawasan Timur Indonesia) . Jakarta : Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Pedesaan Dirjen Cipta Karya Departemen PU.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 2 Tentang Ketenagakerjaan. 2003. Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014. Tentang Perindustrian. 2014. Jakarta.

Usya, N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.IPB. Bogor.