analisis integrasi pasar komoditi beras

27
INTEGRASI PASAR KOMODITI BERAS DI KABUPATEN MALANG (Studi Kasus di Pasar Induk Gadang dan Pasar Lawang Kabupaten Malang) Oleh : Dwita Indrarosa, ST., MP. Widyaiswara BBPP batu I. Pendahuluan Integrasi pasar produk-produk pertanian telah memainkan peranan penting, terutama di negara-negara berkembang dalam kaitannya dengan perumusan kebijakan (Lohano dan Mari, 2006). Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan jasa layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006). Integrasi pasar merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006). Informasi pasar merupakan salah satu aspek penting bagi pembuat kebijakan dan pelaku pasar dalam rangka tercapainya integrasi pasar yang kuat. Dalam hal ini, jika informasi pasar dikuasai secara baik oleh pelaku pasar, baik produsen, konsumen maupun padagang, maka pasar pada wilayah produksi terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi (Fadhla, 2002). Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga tren pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren- tren pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita, 2004). Anindita (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar. Dimana barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses

Upload: bbppbatu

Post on 30-Jun-2015

1.158 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

INTEGRASI PASAR KOMODITI BERAS DI KABUPATEN MALANG (Studi Kasus di Pasar Induk Gadang dan Pasar Lawang Kabupaten Malang)

Oleh :

Dwita Indrarosa, ST., MP.

Widyaiswara BBPP batu

I. Pendahuluan

Integrasi pasar produk-produk pertanian telah memainkan peranan

penting, terutama di negara-negara berkembang dalam kaitannya dengan

perumusan kebijakan (Lohano dan Mari, 2006). Pengukuran integrasi pasar

dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar

(Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka

merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan jasa layanan

informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006).

Integrasi pasar merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan

untuk menyatakan tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Pengukuran

integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami

mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi

pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan

infrastruktur dan layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano

dan Mari, 2006). Informasi pasar merupakan salah satu aspek penting bagi

pembuat kebijakan dan pelaku pasar dalam rangka tercapainya integrasi pasar

yang kuat. Dalam hal ini, jika informasi pasar dikuasai secara baik oleh pelaku

pasar, baik produsen, konsumen maupun padagang, maka pasar pada wilayah

produksi terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi (Fadhla,

2002). Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga

tren pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren-

tren pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita,

2004).

Anindita (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu runtutan kegiatan atau

jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik

konsumen. Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang

yang terjadi dalam pasar. Dimana barang mengalir dari produsen sampai kepada

konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses

Page 2: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

2

pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui

proses penyimpanan.

Pemasaran komoditi pertanian merupakan proses konsentrasi yaitu

pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang

pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan

barang dari pedagang ke agen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2002). II. Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diklasifikasikan atas dua jenis,

yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung

dengan responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Secara garis besar data yang akan dijaring meliputi

data struktur pasar, saluran dan lembaga-lembaga pemasaran, margin

pemasaran, berbagai informasi tentang sarana dan prasarana pemasaran beras.

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari instasi terkait, seperti dari

Kantor Camat Kecamatan Tumpang, BKP3 Kab Malang, Biro Pusat Statistik

Malang, serta berbagai pustaka yang bertalian dengan penelitian ini. Data

sekunder berupa data harga beras secara deret waktu (time series) bulan/tahun

selama kurun waktu 5 tahun mulai dari tahun 2005–2010. Analisis Integrasi Perkembangan Harga Beras

Perkembangan harga beras bulanan di pasar Lawang, pasar Inpres

Gadang dan pasar Kecamatan Tumpang selama kurun waktu 5 tahun (2005-

2010) bergerak secara tidak stabil atau berfluktuasi. Perkembangan harga beras

dari ketiga pasar tersebut dapat diuraikan secara jelas di bawah ini.

a. Perkembangan Harga Beras di Pasar Inpres Gadang Harga beras bulanan di pasar Inpres Gadang selama kurun waktu 5

tahun (2005-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan

Maret sampai dengan bulan Juni tahun 2008, yakni sebesar Rp 2500, sedangkan

harga beras tertinggi terjadi selama tahun 2010, yakni sebesar Rp 4000.

Pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun 2006 harga beras

bergerak naik mencapai Rp 3500/kg, sedangkan pada bulan Juni-Juli harga

beras bergerak turun ke Rp 2750/kg, kemudian pada bulan Agustus harga

kembali bergerak naik ke Rp 3500/kg. Pada bulan Januari sampai dengan bulan

Pebruari tahun 2007 harga beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar

Page 3: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

3

Rp 3000/kg sedangkan pada bulan Maret-Juni harga beras berada pada

tingkatan terendah, yakni sebesar Rp 2500/kg, kemudian pada bulan Juli-

Desember harga kembali naik ke Rp 2750/kg. Pada tahun 2008 harga beras

berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 2750/kg. Pada bulan

Januari - September tahun 2006 harga beras berada pada tingkatan terendah,

yakni sebesar Rp 3250/kg sedangkan pada bulan Oktober-Desember harga

beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar Rp 3500/kg. Pada tahun

2010 harga beras mengalami peningkatan menjadi Rp 4000/kg dan sepanjang

tahun tersebut harga beras berada pada tingkatan yang stabil.

Gambar 1. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di

Pasar Inpres Gadang

Bila diamati perkembangan harga beras bulanan selama tahun 2006-

2010 diketahui bahwa harga akan kecenderungan menurun pada bulan Juni. Hal

ini disebabkan terjadinya panen raya. Sedangkan kenaikan harga akan terjadi

pada akhir sampai awal tahun. Hal ini disebabkan terdapatnya hari raya besar

(seperti Natal dan Tahun Baru) dan puncak musim paceklik pangan.

Selain secara grafik, penentuan pola pergerakan data harga beras dapat

dilakukan melalui 2 macam pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit

root test. Pada dasarnya korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas

2400

2800

3200

3600

4000

4400

2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Harga

Page 4: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

4

data time series melalui Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF).

Pengujian korelogram pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner.

Hal ini ditunjukkan dengan berbagai indikator berikut:

Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan

menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila

diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang

berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan

garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi

mapun autokorelasi parsial.

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,906 (dari

kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati

satu.

Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat

mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.

Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk

melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan

data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai

indikator berikut:

Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua

grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.

Umumnya nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.

Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua

adalah dengan menggunakan unit root test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan

Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1,

dibawah ini.

Page 5: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

5

Tabel 1. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test

di tingkat Pasar Inpres Gadang

No Uji

Level First Difference

Test Critical

Value

tstatictic Ket. Test Critical

Value

tstatictic Ket.

1 DF:

Intercept

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

-1,037

ns

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

-3,605

***

Intercept

and Trend

1% (-3,736)

5% (-3,161)

10%(-2,863)

-1,769 ns 1% (-3,740)

5% (-3,164)

10%(-2,866)

-5,246 ***

2 ADF:

Intercept

1% (-3,546)

5% (-2,912)

10%(-2,593)

-1,109

ns

1% (-3,542)

5% (-2,913)

10%(-2,594)

-7,514

***

Intercept

and Trend

1% (-4,121)

5% (-3,488)

10%(-3,172)

-1,808 ns 1% (-4,124)

5% (-3,489)

10%(-3,173)

-7,634 ***

None 1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

0,8167 ns 1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

-7,576 ***

Keterangan: ns = tidak signifikan

***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

Hasil pengujian DF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,

baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga beras di

pasar Inpres Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih

besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada

tingkat first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari

nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah

stasioner pada orde 1 atau I (1).

Hasil pengujian ADF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,

baik dengan intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di

Page 6: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

6

pasar Inpres Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih

besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada

tingkat first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari

nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah

stasioner pada orde 1 atau I(1).

b. Perkembangan Harga Beras di Pasar Inpres Lawang Harga beras bulanan di pasar Inpres Lawang selama kurun waktu lima

tahun (2006-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan

Januari sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006, yakni sebesar Rp 2800,

sedangkan harga beras tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2010, yakni

sebesar Rp 4500. Pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Desember 2008

harga beras di pasar Inpres Lawang cenderung tidak berubah/konstan, yakni

sebesar Rp 3000/kg.

Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006 harga

beras bergerak pada tingkatan rendah yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan

pada bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih

tinggi yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2007 dan 2008 harga beras

cenderung berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada

tahun 2009 harga beras mengalami peningkatan dan sepanjang tahun tersebut

harga beras berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3250/kg.

Sedangkan pada tahun 2010 harga beras sangat berfluktuasi dengan trend yang

terus meningkat. Harga terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga

bergerak naik dan mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni

sebesar Rp 4500/kg. Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak

berubah, yakni sebesar Rp 4000/kg.

Page 7: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

7

Gambar 2. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di

Pasar Lawang

Gambar 2 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat

dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,

penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam

pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pengujian

stasioneritas data harga beras secara formal yang pertama yaitu korelogram

merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui Fungsi

Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram pada

tingkat level menunjukan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan

berbagai indikator berikut:

Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan

menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila

diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang

berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan

garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi

mapun autokorelasi parsial.

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,881 (dari

kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.

2400

2800

3200

3600

4000

4400

4800

2006 2007 2008 2009 2010

Harga

T a hun

Page 8: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

8

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati

satu.

Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat

mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.

Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk

melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan

data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai

indikator berikut:

Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua

grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.

Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.

Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua

adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan

Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.

Hasil pengujian DF menunjukkan bahwa pada tingkat level, dengan

intercept and trend data harga beras di Pasar Inpres Lawang tidak stasioner. Hal

ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian

stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference. Hasil pengujiannya

menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa

H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1).

Page 9: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

9

Tabel 2. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test

di tingkat Pasar Inpres Lawang

No Uji

Level First Difference

Test Critical

Value

tstatictic Ket. Test Critical

Value

tstatictic Ket.

1 DF:

Intercept

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

1,934

*

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

-7,338

***

Intercept

and Trend

1% (-3,736)

5% (-3,161)

10%(-2,863)

-0,739

ns

1% (-3,740)

5% (-3,164)

10%(-2,866)

-7,562 ***

2 ADF:

Intercept

1% (-3,546)

5% (-2,912)

10%(-2,593)

1,325

ns

1% (-3,542)

5% (-2,913)

10%(-2,594)

-7,268

***

Intercept

and Trend

1% (-4,121)

5% (-3,488)

10%(-3,172)

-0,254

ns

1% (-4,124)

5% (-3,489)

10%(-3,173)

-7,632 ***

None 1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

2,335

**

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

-7,576 ***

Keterangan: ns = tidak signifikan

***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

**) Signifikan pada taraf kepercayaan 5%

*) Signifikan pada taraf kepercayaan 10% Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan

intercept, intercept and trend data harga beras di pasar Inpres Lawang tidak

stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.

Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.

Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka

dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde

1 atau I(1).

Page 10: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

10

c. Perkembangan Harga Beras di Pasar Tumpang

Harga beras bulanan di pasar Inpres Tumpang selama kurun waktu lima

tahun (2006-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan

Pebruari-Maret dan bulan Juli-Agustus 2006, yakni sebesar Rp 1750, sedangkan

harga beras tertinggi terjadi pada bulan Agustus-Desember 2006, yakni sebesar

Rp 3250. Terjadi kestabilan harga yang cukup panjang pada bulan September

2006 sampai dengan Desember 2008, yakni sebasar Rp 2000/kg.

Gambar 3. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di

Pasar Produsen Tumpang

Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari 2006 harga beras

bergerak pada tingkatan rendah, yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan pada

bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih tinggi,

yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2007 dan 2008, harga beras berada pada

tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Demikian pula pada tahun 2009

harga beras berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3250/kg.

Sedangkan pada tahun 2010 harga beras sangat berfluktuasi dengan trand yang

terus meningkat. Harga terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga

bergerak naik dan mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni

1600

2000

2400

2800

3200

3600

2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Harga

Page 11: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

11

sebesar Rp 4500/kg. Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak

berubah, yakni sebesar Rp 4000/kg.

Gambar 3 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat

dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,

penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam

pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pada dasarnya

korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui

Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram

pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan

dengan berbagai indikator berikut:

Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan

menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila

diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang

berpindah ke sebelah kiri.

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,939 (dari

kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati

satu.

Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat

mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%

Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk

melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukkan

data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai

indikator berikut:

Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua

grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).

Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.

Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.

Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua

adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan

Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.

Page 12: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

12

Tabel 3. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test

di tingkat Tumpang No Uji Level First Difference

Test Critical

Value

tstatictic Ket. Test Critical

Value

tstatictic Ket.

1 DF:

Intercept

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

0,440

ns

1% (-2,605)

5% (-1,946)

10% (-1,613)

-3,730

***

Intercept

and Trend

1% (-3,736)

5% (-3,161)

10%(-2,863)

-1,660 ns 1% (-3,740)

5% (-3,164)

10% (-2,866)

-6,157 ***

2 ADF:

Intercept

1% (-3,546)

5% (-2,912)

10%(-2,593)

0,1872

ns

1% (-3,542)

5% (-2,913)

10% (-2,594)

-8,344

***

Intercept

and Trend

1% (-4,121)

5% (-3,488)

10%(-3,172)

-2,243 ns 1% (-4,124)

5% (-3,489)

10% (-3,173)

-8,360 ***

None 1% (-2,605)

5% (-1,946)

10%(-1,613)

1,532 ns 1% (-2,605)

5% (-1,946)

10% (-1,613)

-7,918 ***

Keterangan: ns = tidak signifikan

***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

Hasil pengujian DF pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada tingkat

level, baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga

beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai

kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkatan first

difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya,

maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner

pada orde 1 atau I(1). Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan

intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di Pasar Tumpang

tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.

Page 13: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

13

Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.

Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka

dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde

1 atau I(1).

Analisis Integrasi Pasar Beras

Analisis Integrasi Pasar Horisontal Analisis integrasi pasar horisontal dilihat dari pergerakan harga beras

bulanan selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010) yang terjadi di pasar

konsumen, yaitu pasar Inpres Gadang dan pasar Lawang. Data time series yang

digunakan telah dilakukan uji stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana

variabel yang diteliti sudah stasioner pada derajad atau orde yang sama, yaitu

pada orde 1 atau I(1). Pengujian integrasi pasar horisontal selanjutnya

menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji kointegrasi diperoleh bahwa nilai residual

antara pasar Inpres Gadang dengan pasar Lawang telah mencapai stasioner

pada tingkat first difference atau I(1) baik pada intercept, trend and intercept, dan

none. Besarnya nilai koefisien keseimbangan jangka panjang pada intercept

sebesar -0,982665, pada trend and intercept sebesar -0,982679, dan pada none

sebesar -0,979083. Dari nilai uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya dengan nilai

probalilitas lebih kecil dari 0,0100. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual

antara pasar Inpres Gadang dengan pasar Lawang telah stasioner pada tingkat

kepercayaan 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan harga

ditingkat pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Inpres

Gadang dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan tersedianya sarana-prasarana

transportasi dan komunikasi yang kucup lancar dan memadai. Oleh karena itu

apabila terjadi perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang akan diikuti oleh

perubahan harga ditingkat pasar Inpres Gadang dalam jangka panjang.

Analisis integrasi pasar horisontal selanjutnya adalah melalui error

corection model (ECM). Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran

hubungan keseimbangan dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka

panjang dari pasar Inpres Gadang dan pasar Inpres Lawang.

Page 14: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

14

Tabel 4. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Inpres Gadang dan

pasar Inpres Lawang

Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C 120,0441 0,580926 0,5637 0,126707 D(A) 0,371083 1,538042 0,1298 A(-1) -0,034957 -0,547430 0,5863 ECT1 0,224671 2,945186 0,0047***

Keterangan: ***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

C = konstanta

D(A) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang

A(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang pada periode

sebelumnya (t-1)

ECT1 = Error Correction Term

Model ECM antara PKt dan PAt sebagai berikut:

ΔPKt = 120,044 + 0,371ΔPAt - 0,035PAt -1 + 0,225ECT1

Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model

yang digunakan dalam penelitian ini valid. Dari persamaan diatas, dapat

dikatakan bahwa dalam jangka pendek harga di pasar Inpres Gadang di

pengaruhi oleh harga di pasar Inpres Lawang. Pengaruh jangka pendek harga di

pasar Inpres Lawang terhadap harga di pasar Inpres Gadang sebesar 0,371083.

Hal ini berarti bahwa kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan

menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Inpres Gadang sebesar Rp. 3,71.

Nilai Adjusted R-squared sebesar 0,126707. Nilai tersebut mempunyai arti

bahwa 12,67% dari variasi atau perubahan variabel harga di pasar Inpres

Gadang mampu dijelaskan oleh variasi atau perubahan variabel harga di pasar

Inpres Lawang, sedangkan sisanya sebesar 87,23% dijelaskan oleh variabel lain

di luar dari model yang diajukan. Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif

rendah, karena nilai tersebut diperoleh pada tingkat difference (first difference),

sehingga Adjusted R-squared lebih rendah ketika mengestimasi dalam bentuk

level.

Page 15: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

15

Pengaruh jangka panjang harga beras di pasar Inpres Lawang terhadap

harga beras di pasar Inpres Gadang dengan persamaan dibawah maka :

PKt = a + bPAt

Dimana:

1,6516730,2246710,371083

3

0 a

0,8444080,2246710,034957 -

ααα

b

PKt = 1,651673 + 0,844408PAt

Persamaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka panjang,

kenaikan harga beras di pasar Inpres Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan

kenaikan harga beras di pasar Inpres Gadang sebesar Rp. 8,44.

Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Inpres

Gadang antara jangka pajang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan

bahwa kenaikan harga beras di tingkat pasar Inpres Gadang dalam jangka

panjang lebih besar daripada dalam jangka pendek.

Eksistensi hubungan antar variabel tidak membuktikan kausalitas atau

arah pengaruh. Untuk itu untuk mengetahui arah pengaruh harga beras dapat

diketahui dengan pengujian Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger

memungkinkan untuk menganalisis variabel mana mendahului atau memberi

petunjuk variabel lain. Nilai probabilitas untuk null hypothesis K does not Granger

Cause A sebesar 0.09661. Nilai probalilitas tersebut menunjukkan bahwa

hipotesis nol (H0) ditolak pada tingkat kepercayaan 90%. Sehingga dapat

dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang akan

menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang. Sedangkan nilai

probalilitas untuk null hypothesis A does not Granger Cause K sebesar 0.31387.

Nilai probalilitas tersebut lebih besar dari 0,1. Ini berarti hipotesis nol (H0)

diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar

Inpres Gadang tidak akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres

Lawang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga

beras di pasar Inpres Lawang dengan harga beras di pasar Inpres Gadang

mempunyai satu arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Inpres

Lawang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang,

tetapi tidak sebaliknya, yaitu perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang

Page 16: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

16

tidak akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang. Jadi

perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang mendahului perubahan harga

beras di pasar Inpres Gadang.

Analisis Integrasi Pasar Vertikal Analisis integrasi pasar vertikal dilihat dari pergerakan harga beras

bulanan selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010) yang terjadi di pasar produsen

dengan pasar konsumen, yaitu antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres

Gadang dan antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Lawang.

Analisis Integrasi Pasar Vertikal antara Pasar Tumpang dengan Pasar Inpres Lawang

Data time series yang digunakan untuk menganalisis Integrasi Pasar

Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Lawang telah dilakukan uji

stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana variabel yang diteliti sudah

stasioner pada derajad atau orde yang sama, yaitu orde 1 atau I (1). Pengujian

intergasi pasar vertikal selanjutnya menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji

kointegrasi diperoleh bahwa nilai residual antara pasar Tumpang dengan pasar

Inpres Lawang telah mencapai stasioner pada tingkat first difference atau I(1)

baik pada intercept, trend and intercept, dan none (lihat lampiran 11). Besarnya

nilai koefisien keseimbangan jangka panjang pada intercept sebesar -0,973801,

pada trend and intercept sebesar -0,972775, dan pada none sebesar -0,972176.

Nilai uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya dengan nilai probalilitas sebesar 0,0000

(lebih kecil dari 0,0100). Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual antara pasar

Tumpang dengan pasar Inpres Lawang telah stasioner pada tingkat kepercayaan

99%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan harga ditingkat

pasar Inpres Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Tumpang

dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan tersedianya sarana dan prasarana

transportasi yang kucup lancar dan memadai. Sedangkan prasarana, berupa

jalan raya dalam kondisi sangat baik. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan

harga beras di pasar Inpres Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat

pasar Tumpang dalam jangka panjang.

Analisis integrasi pasar vertikal anrata pasar Tumpang dengan pasar

Inpres Lawang selanjutnya adalah melalui error corection model (ECM).

Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran hubungan keseimbangan

dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka panjang.

Page 17: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

17

Tabel 5. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Tumpang dan pasar

Inpres Lawang

Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C 3.968386 0.035271 0.9720 0,132712 D(A) 0.315185 2.369130 0.0214**

A(-1) 0.002693 0.077412 0.9386

ECT2 0.191731 2.803359 0.0070***

Keterangan: **) Signifikan pada taraf kepercayaan 5%

***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

C = konstanta

D(KA) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang

KA(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang pada periode

sebelumnya (t-1)

ECT2 = Error Correction Term

Model ECM antara PBt dan PAt adalah:

ΔPBt = 3,968 + 0,315ΔPAt + 0,003PAt -1 + 0,192ECT2

Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model

yang digunakan dalam penelitian ini valid. Dari persamaan diatas, dapat

dikatakan bahwa dalam jangka pendek harga di pasar Tumpang dipengaruhi

oleh harga di pasar Inpres Lawang. Pengaruh jangka pendek harga di pasar

Inpres Lawang terhadap harga di pasar Tumpang sebesar 0.315185. Hal ini

berarti bahwa kenaikan harga beras di pasar Inpres Lawang sebesar Rp 10 akan

menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Tumpang sebesar Rp. 3,15. Nilai

Adjusted R-squared sebesar 0.132712. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa

13,27% dari variasi atau perubahan variabel harga di pasar Tumpang mampu

dijelaskan oleh variasi atau perubahan variabel harga di pasar Inpres Lawang,

sedangkan sisanya sebesar 86,73% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari

model yang diajukan. Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif rendah, karena

nilai tersebut diperoleh pada tingkat difference (first difference), sehingga

Adjusted R-squared lebih rendah ketika mengestimasi dalam bentuk level.

Page 18: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

18

PBt = a + bPAt

Dimana:

20,697680.1917313.968386

α

αa

1,0140460.1917310,194424

ααα

b

PBt = 20,69768 +1,014046PAt

Dari persamaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka panjang,

kenaikan harga beras di pasar Inpres Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan

kenaikan harga beras di pasar Tumpang sebesar Rp. 10,14.

Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Inpres

Gadang antara jangka pajang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan

bahwa kenaikan harga beras di tingkat pasar Tumpang dalam jangka panjang

lebih besar daripada dalam jangka pendek.

Eksistensi hubungan antara variabel tidak membuktikan kausalitas atau

arah pengaruh. Arah pengaruh harga beras dapat diketahui dengan pengujian

Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger memungkinkan untuk

menganalisis variabel mana mendahului atau memberi petunjuk variabel lain.

Hasil pengujian Kausalitas Granger diketahui nilai probabilitas untuk null

hypothesis A does not Granger Cause B sebesar 0.06449. Nilai probalilitas

tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak pada tingkat kepercayaan

90%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar Inpres

Lawang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang.

Sedangkan nilai probalilitas untuk null hypothesis KA does not Granger Cause

KK sebesar 0.25381. Nilai probalilitas tersebut lebih besar dari 0,1. Ini berarti

hipotesis nol (H0) diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga

beras di pasar Inpres Tumpang tidak akan menyebabkan perubahan harga beras

di pasar Inpres Lawang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga

beras di pasar Inpres Lawang dengan harga beras di pasar Tumpang

mempunyai satu arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Inpres

Lawang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang, tetapi

tidak sebaliknya, yaitu perubahan harga beras di pasar pasar Tumpang tidak

akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang. Jadi

Page 19: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

19

perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang mendahului perubahan harga

beras di pasar Tumpang.

b. Analisis Integrasi Pasar Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Gadang

Data time series yang digunakan untuk menganalisis Integrasi Pasar

Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Gadang telah dilakukan uji

stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana variabel yang diteliti sudah

stasioner pada derajad yang sama, yaitu pada orde 1 atau I (1). Pengujian

integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar inpres Gadang

selanjutnya menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji kointegrasi diperoleh bahwa

nilai residual antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Gadang telah

mencapai stasioner pada tingkat first difference atau I(1) baik pada intercept,

trend and intercept, dan none. Besarnya nilai koefisien keseimbangan jangka

panjang pada intercept sebesar -0,989434, pada trend and intercept sebesar -

0,985777, dan pada none sebesar -0,982714. Nilai uji ADF lebih kecil dari nilai

kritisnya dengan nilai probalilitas sebesar 0,0000 (lebih kecil dari 0,0100). Hal ini

menunjukkan bahwa nilai residual antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres

Gadang telah stasioner pada tingkat kepercayaan 99%. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perubahan harga ditingkat pasar Inpres Gadang akan diikuti

oleh perubahan harga ditingkat pasar Tumpang dalam jangka panjang. Hal ini

disebabkan tersedianya sarana transportasi yang kucup lancar dan memadai.

Sedangkan prasarana, berupa jalan raya dalam kondisi sangat baik. Oleh karena

itu apabila terjadi perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang akan diikuti

oleh perubahan harga ditingkat pasar Inpres Gadang dalam jangka panjang.

Tabel 6. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Tumpang dan pasar

Inpres Gadang

Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C -31.38196 -0.358251 0.7215 0,155510 D(KK) 0.143005 2.061628 0.0440**

KK(-1) 0.015736 0.585249 0.5608

ECT03 0.134566 1.920431 0.0600*

Page 20: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

20

Keterangan: *) Signifikan pada taraf kepercayaan 10%

**) Signifikan pada taraf kepercayaan 5%

***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%

C = konstanta

D(KK) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Gadang

KK(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Gadang pada periode

sebelumnya (t-1)

ECT03 = Error Correction Term

Analisis integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar

Inpres Gadang selanjutnya adalah melalui error corection model (ECM).

Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran hubungan keseimbangan

dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka panjang.

Model ECM antara PPBt dan PKt adalah:

ΔPBt = -31,382 + 0,143ΔPKt + 0,016PKt -1 + 0.135ECT3

Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model

yang digunakan dalam penelitian ini valid. Pengaruh jangka pendek harga di

pasar Inpres Gadang terhadap harga di pasar Tumpang sebesar 0.143005. Hal ini

berarti bahwa kenaikan harga beras di pasar Inpres Lawang sebesar Rp 10

akan menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Inpres Gadang sebesar Rp.

1,43. Nilai Adjusted R-squared sebesar 0.155510. Nilai tersebut mempunyai arti

bahwa 15,55% dari variasi atau perubahan variabel harga di pasar Tumpang

mampu dijelaskan oleh variasi atau perubahan variabel harga di pasar Inpres

Gadang, sedangkan sisanya sebesar 86,73% dijelaskan oleh variabel lain di luar

dari model yang diajukan. Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif rendah,

karena nilai tersebut diperoleh pada tingkat difference (first difference), sehingga

Adjusted R-squared lebih rendah ketika mengestimasi dalam bentuk level.

PBt = a + bKt

Dimana:

-233,208680.134566

31.38196-αα

a

1,1169390.1345660,150302

ααα

b

PBt = -233,20868 +1,116939Kt

Page 21: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

21

Dalam jangka panjang, kenaikan harga beras di pasar Inpres Lawang

sebesar Rp 10 akan menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Inpres

Gadang sebesar Rp. 11,17.

Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Inpres

Gadang antara jangka panjang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan

bahwa kenaikan harga beras di tingkat pasar dalam jangka panjang lebih besar

daripada dalam jangka pendek.

Eksistensi hubungan antara variabel tidak membuktikan kausalitas atau

arah pengaruh. Arah pengaruh harga beras dapat diketahui dengan pengujian

Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger memungkinkan untuk

menganalisis variabel mana mendahului atau memberi petunjuk variabel lain.

Nilai probabilitas untuk null hypothesis B does not Granger Cause K sebesar

0.09792. Nilai probalilitas tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak pada tingkat

kepercayaan 90%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di

pasar Inpres Gadang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar

Tumpang. Sedangkan nilai probalilitas untuk null hypothesis KK does not

Granger Cause B sebesar 0.49444. Nilai probalilitas tersebut lebih besar dari

0,1. Ini berarti H0 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga

beras di pasar Inpres Gadang tidak akan menyebabkan perubahan harga beras

di pasar Tumpang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga

beras di pasar Inpres Gadang dengan harga beras di pasar Tumpang

mempunyai satu arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Inpres

Gadang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang, tetapi

tidak sebaliknya, yaitu perubahan harga beras di pasar Tumpang tidak akan

menyebabkan perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang. Jadi perubahan

harga beras di pasar Inpres Gadang mendahului perubahan harga beras di pasar

Tumpang.

Hubungan antara Struktur Pasar, Saluran Pemasaran, Margin Pemasaran dan Integrasi Pasar yang Diperoleh dalam Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Tumpang menunjukkan

bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani adalah persaingan tidak

sempurna, yakni oligopsoni. Hal ini berarti derajad konsentrasi di wilayah pasar

tersebut secara umum terjadi ketidak-seimbangan kekuatan posisi tawar antara

petani (penjual) dengan pedagang (pembeli) atau adanya kesulitan masuk-

Page 22: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

22

keluar pasar bagi penjual dan pembeli, informasi pasar tidak dapat diakses

secara merata oleh berbagai pelaku pasar, terutama petani. Struktur pasar

tersebut mendorong pedagang mendominasi penentuan harga beras, sedangkan

petani berada pada posisi yang lemah. Pada kondisi tersebut petani tidak

mempunyai banyak pilihan dalam menyalurkan produknya, apalagi jumlah beras

yang diproduksi dan dijual oleh petani secara perorangan tidak terlalu banyak.

Saluran pemasaran yang terjadi adalah sebanyak 5 saluran, namun

secara umum dapat diklasifikasi atas 2 macam, yaitu: petani-pedagang

pengumpul-konsumen dan petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer-

konsumen. Jika saluran pemasaran yang terjadi tersebut dibandingkan dengan

hasil penelitian lain, maka dapat dikatakan bahwa saluran tersebut relatif pendek.

Mardianto et al (2005) mengatakan bahwa struktur pasar akan

berdampak pada nilai margin pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

distribusi margin pemasaran tidak metara/adil dan share harga yang diterima

petani relatif kecil, sedangkan keuntungan lebih banyak dinikmati oleh pedagang.

Margin pemasaran terbesar dikuasai oleh pedagang pengumpul. Hal ini

disebabkan oleh jumlah petani jauh lebih banyak daripada pedagang pengumpul

dan jumlah beras yang diproduksi oleh petani secara perorangan tidak terlalu

banyak serta dalam penjualan beras petani menjual secara perorangan pula,

sehingga posisi tawar petani terhadap harga jual beras lebih lemah daripada

pedagang pengumpul. Penentuan harga beras bergantung pada pedagang

pengumpul sebagai price maker, sedangkan petani hanya bertindak sebagai

price taker.

Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk

memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi

bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan

infrastruktur dan jasa layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar

(Lohano dan Mari, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi pasar

harisontal antara pasar Inpres Gadang dengan pasar Lawang menunjukkan

bahwa perubahan harga di tingkat pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan

harga di tingkat pasar Inpres Gadang, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang. Perubahan harga di kedua pasar tersebut tidak sebanding baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang, walaupun tersedianya sarana

transportasi dan komunikasi yang kucup lancar dan memadai. Perubahan harga

beras dalam jangka pendek di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan

Page 23: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

23

perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang sebesar Rp. 3,71. Demikian juga

dengan perubahan harga beras dalam jangka panjang. Perubahan harga beras

di pasar Inpres Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga

beras di pasar Inpres Gadang sebasar Rp. 8,44. Perubahan harga yang tidak

sebanding ini, diduga disebabkan konsumen di pasar Inpres Gadang tidak

bergantung sepenuhnya pada beras produksi Kecamatan Tumpang. Perubahan harga di kedua pasar tersebut tidak sebanding baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang, walaupun tersedianya sarana

transportasi yang kucup lancar dan memadai. Perubahan harga beras dalam

jangka pendek di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan perubahan

harga beras di pasar pasar Tumpang sebesar Rp. 3,15. Demikian juga dengan

perubahan harga beras dalam jangka panjang. Perubahan harga beras di pasar

Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar

Kecamatan Tumpang sebasar Rp. 10,14. Perubahan harga yang tidak sebanding

ini, menunjukkan integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar

Lawang belum sempurna. Hal ini disebabkan tidak sempurnanya informasi pasar

di tingkat petani, sehingga dominasi penentuan harga jual beras di tingkat petani

ditentukan oleh pedagang pengumpul sebagai akibat dari struktur pasar

oligapsoni.

Integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres

Gadang menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat pasar Inpres Gadang

akan diikuti oleh perubahan harga di tingkat pasar pasar Tumpang, baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Perubahan harga di kedua pasar

tersebut tidak sebanding baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,

walaupun tersedianya sarana transportasi yang kucup lancar dan memadai.

Perubahan harga beras dalam jangka pendek di pasar Inpres Gadang sebesar

Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar pasar Tumpang

sebesar Rp. 1,43. Demikian juga dengan perubahan harga beras dalam jangka

panjang. Perubahan harga beras di pasar Inpres Gadang sebesar Rp 10 akan

menyebabkan perubahan harga beras di pasar Kecamatan Tumpang sebasar

Rp. 11,17. Perubahan harga yang tidak sebanding ini, menunjukkan integrasi

pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Gadang belum

sempurna. Hal ini disebabkan tidak sempurnanya informasi pasar di tingkat

petani, sehingga dominasi penentuan harga jual beras di tingkat petani

Page 24: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

24

ditentukan oleh pedagang pengumpul sebagai akibat dari struktur pasar

oligapsoni.

Dengan mengetahui integrasi pasar yang terjadi pada setiap tingkat

pasar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang menunjukan

belum sempuna, berarti masih terdapat peluang untuk memperbaiki sistem

pemasaran beras di lokasi penelitian. Selain integrasi pasar, juga ditunjukkan

dengan struktur pasar yang terjadi, yakni oligopsoni dan margin pemasaran yang

belum terdistribusi secara merata/adil. Untuk memperkuat posisi petani dalam

memperoleh harga beras jual yang lebih tinggi, maka petani dapat bersatu dalam

kelompok tani, sehingga pedagang tidak dapat dengan mudah mempermaikkan

harga beras di tingkat petani. Sedangkan dalam pilihan saluran pemasaran,

petani diharapkan tidak lagi memilih saluran I dan V. Diharapkan pula kepada

pemerintah dan instansi terkait kiranya dapat menyediakan sarana produksi

seperti hand traktor dan perontok padi bagi petani, guna membantu petani pada

awal periode usahatani maupun saat panen. Hal ini bertujuan untuk

menghindarkan petani dari praktek-praktek pasar yang cenderung merugikan

petani secara ekonomi, karena petani sering terikat pada praktek penjualan

beras dengan sistem ijon bahkan pada awal usahatani. Selain itu diharapkan

kepada pemerintah perlunya meningkatkan layanan informasi pasar yang lebih

baik dan akurat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil dan pemhasan penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Struktur pasar yang terjadi pada pemasaran beras di kecamatan Tumpang

adalah persaingan tidak sempurna, yaitu mengarah pada pasar oligopsoni.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya ikatan yang cukup kuat antara petani

dengan pedagang pengumpul berupa penjualan beras/gabah oleh petani

secara ijon, bahkan pada awal tahap usahatani, karena petani kekurangan

modal, mesin pengolahan lahan, perontokan padi dan penggiling beras.

Struktur pasar tersebut juga ditunjukkan dengan informasi pasar yang tidak

menyebar secara merata dan tingkat konsentrasi berada diantara 40%-

80%, yakni sebesar 68,37%. Struktur pasar tersebut memposisikan petani

pada pihak yang lemah sebagai price taker, sehingga penentuan harga

didominasi oleh pedagang pengumpul.

Page 25: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

25

2. Secara umum, saluran pemasaran beras di Kecamatan Tumpang dapat

diklasifikasikan atas dua, yaitu:

Petani – Padagang Pengumpul – Konsumen, dan

Petani – Padagang Pengumpul – Padagang Pengecer - Konsumen.

Klasifikasi ini didasarkan pada jenis lembaga atau pelaku pasar yang

terlibat dalam perdagangan beras di kecamatan tersebut. Dari dua saluran

pemasaran tersebut dapat bagi menjadi lima saluran pemasaran sebagai

berikut:

a. Saluran Pemasaran I (Petani gabah – Padagang Pengumpul –

Konsumen Atambua),

b. Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen

Atambua),

c. Saluran Pemasaran III (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen

Kefamenanu),

d. Saluran Pemasaran IV (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang

Pengecer Atambua – Konsumen Atambua), dan

e. Saluran Pemasaran V (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang

Pengecer Kefamenanu – Konsumen Kefamenanu).

Dari saluran-saluran pemasaran tersebut di atas, hanya terdapat dua

lembaga pemasaran sebagai menghubung antara petani dengan

konsumen, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran beras di kecamatan

Tumpang cukup pendek, sehingga diharapkan petani dapat memperoleh

harga yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya petani diperadapkan

pada struktur pasar oligapsoni yang telah melemahkan posisi tawar petani

atas harga jual yang harus diterima oleh petani.

3. Marjin pemasaran beras di Kecamatan Tumpang berbeda antar saluran

pemasaran dan distribusi margin antar pelaku pasar beras tidak merata.

Dimana distribusi marjin terbesar dikuasai oleh para pedagang pengumpul.

Hal ini disebabkan oleh informasi pasar yang tidak menyebar secara

merata sebagai akibat dari struktur pasar oligapsoni di tingkat petani,

Page 26: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

26

sehingga penentuan harga di tingkat petani didominasi oleh pedagang

pengumpul.

4. Integrasi pasar beras secara horisontal antara pasar Inpres Gadang

dengan pasar Inpres Lawang menunjukkan bahwa perubahan harga

ditingkat pasar Inpres Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat

pasar Inpres Gadang dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan

tersedianya sarana transportasi dan komunikasi yang kucup lancar dan

memadai.

5. Adanya Integrasi pasar beras secara vertikal antara pasar Kecamatan

Tumpang dengan pasar Inpres Lawang dan antara pasar Kecamatan

Tumpang dengan pasar Inpres Gadang, baik dalan jangka panjang maupun

jangka pendek, sehingga terjadi perubahan harga di pasar Inpres Lawang

dan pasar Inpres Gadang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar

Kecamatan Tumpang. Namun perubahan harga di pasar Inpres Lawang

dan pasar Inpres Gadang belum diikuti sepenuhnya oleh perubahan harga

ditingkat pasar Kecamatan Tumpang. Hal ini disebabkan petani tidak

memiliki informasi pasar yang cukup memadai atau sempurna, sehingga

dominasi penentuan harga di tingkat petani ditentukan oleh pedagang

pengumpul sebagai akibat dari struktur pasar oligapsoni.

Saran Pada kesempatan ini beberapa saran dapat disampaikan, antara lain:

1. Bagi Pemerintah:

a. Pemerintah perlu menyediakan program terpadu berupa pendanaan

usahatani padi dan penyediaan peralatan, seperti hand traktor dan

perontok padi bagi petani, guna membantu petani pada awal periode

usahatani maupun saat panen. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan

petani dari praktek-praktek pasar yang cenderung merugikan petani

secara ekonomi.

b. Agar pemasaran beras dapat lebih menguntungkan petani (lebih

terintegrasi), diharapkan kepada pemerintah perlunya meningkatkan

layanan informasi pasar yang lebih baik dan akurat.

2. Bagi petani: a. Mengingat struktur pasar yang terbentuk, yaitu oligopsani, maka perlu

adanya kelompok tani yang mempunyai peranan bukan hanya pada

tingkat usahatani tetapi berperan juga dalam memasarkan beras,

Page 27: Analisis Integrasi Pasar Komoditi Beras

27

sehingga para petani dapat terhindar dari praktek-praktek pemasaran

yang tidak adil dan berpihak kepada mereka.

b. Informasi pasar merupakan hal penting, diharapkan kiranya petani

lebih aktif dalam mencari informasi pasar dan sarana informasi pasar

yang sudah ada, seperti radio dan TV kiranya dapat lebih

dimanfaatkan.

3. Perlu adanya penelitian tentang praktek pemasaran gabah di tingkat

petani, karena gabah dijual dengan sistem ijon, bahkan gabah dijual pada

awal periode usahatani. Ikatan antara petani dengan pedagang ini

mempunyai resiko. Petani menanggung resiko menjual gabah dengan

harga yang cukup rendah, sedangkan pedagang menaggung resiko

pengembalian modal jika gagal panen.