pengaruh rata-rata lama sekolah, tingkat...

174
PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DAN KEMISKINAN TERHADAP PENCURIAN DI 5 PROVINSI TAHUN 2010-2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh: Azizha Delvine Oktina NIM: 11150840000013 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Upload: others

Post on 30-Aug-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT PENGANGGURAN

TERBUKA DAN KEMISKINAN TERHADAP PENCURIAN DI 5 PROVINSI TAHUN

2010-2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh:

Azizha Delvine Oktina

NIM: 11150840000013

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M/1441 H

Page 2: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

i

Page 3: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

ii

Page 4: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

iii

Page 5: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Azizha Delvine Oktina

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 November 1997

Alamat : Komplek Taman Asri Blok B4/2

Kel. Cipadu Kec. Larangan

Tangerang Selatan 15155

Telepon : 081387508033

Email : [email protected]

II. LATAR BELAKANG KELUARGA

Ayah : Bambang Nurfauzi

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 26 September 1971

Ibu : Oktin Suharti

Tempat, Tanggal Lahir : Riau, 3 Januari 1972

Anak ke- : 2 dari 3 bersaudara

III. PENDIDIKAN

1. SDI Al-Azhar Kelapa Gading Tahun 2003 – 2009

2. SMP Negeri 77 Jakarta Tahun 2009 – 2012

3. SMA Negeri 72 Jakarta Tahun 2012 – 2015

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015 – 2020

iv

Page 6: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

ABSTRACT

This study aims to analyze and determine the influence of average length of

school, unemployment rate, and poverty rate on steal rate in the five provinces for

year 2010 - 2017 (case study: Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera

Selatan and Sumatera Barat). This study collects secondary data from the statistics

Indonesia (BPS) and use panel data regression with the Fixed Effect Model (FEM)

approach using eviews 9. The results of this study shows that average length of

school has negative and significant influence to steal rate, the unemployment rate has

positive and significant influence. Meanwhile, the poverty rate has negative and

significant influence. R-Square value of 0.8312 which means that the relationship

between the dependent and independent variables can be explained by 83.12% in the

model and the remaining 16.88% are explained by other variables.

Keywords: Steal, Average Length of School, Unemployment Rate, Poverty Rates,

Fixed Effect Model (FEM).

v

Page 7: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh rata-

rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan terhadap

pencurian di 5 provinsi Indonesia tahun 2010 – 2017 (Studi Kasus: Sumatera Utara,

DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat). Penelitian ini

menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Indonesia dan menggunakan

analisis data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM) menggunakan

eviews 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah berpengaruh

secara negatif dan signifikan terhadap tingkat pencurian, tingkat pengangguran

terbuka berpengaruh secara positif dan signifikan. Lalu, kemiskinan berpengaruh

secara negatif dan signifikan terhadap pencurian di 5 provinsi pada tahun 2010 –

2017. Nilai R-Square sebesar 0,8312 yang berarti bahwa hubungan antara variabel

dependen dan independen dapat dijelaskan sebesar 83,12% di dalam model dan

sisanya 16,88% dijelaskan oleh variabel lain.

Kata kunci : Pencurian, Rata-rata Lama Sekolah, Tingkat Pengangguran,

Kemiskinan,, Fixed Effect Model (FEM).

vi

Page 8: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbilalaamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, kasih sayang-Nya, kekuatan, petunjuk

serta izin yang diberikan untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT

PENGANGGURAN TERBUKA DAN KEMISKINAN TERHADAP

PENCURIAN PADA TAHUN 2010 – 2017 (STUDI KASUS: SUMATERA

UTARA, DKI JAKARTA, JAWA BARAT, SUMATERA SELATAN DAN

SUMATERA BARAT” dengan baik. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah memberikan syafa’atnya kepada umatnya dari zaman jahiliyah ke

zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sehubungan dengan selesainya penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis

menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Yang Tersayang (Mama, Papa, Nenek, Kak Dea&Mas Nahid, Della, Datuk)

yang selalu memberikan motivasi sekaligus menjadi motivasi. Selalu

memberikan doa dan dukungan yang tiada henti-henti nya.. Selalu ada, selalu

mengerti, selalu menemani, always be with me through ups and down.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

vii

Page 9: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

4. Bapak Dr. Hartana Iswandi Putra, M.Si dan Bapak Deni Pandu Nugraha, SE.,

M.Sc selaku Ketua jurusan dan Sekertaris jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Drs. Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan

ilmu bermanfaat kepada saya hingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga

Bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.

6. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya program

studi Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan banyak ilmu

pengetahuan dalam proses perkuliahan.

7. Panjat sosial, Aliya, Intan, Rifa, Windy, Gina, js, mthrs, yang sering

membantu, menyemangati dan menjadi human diary bagi penulis.

8. Bang Tanu yang telah banyak membantu dan menjawab berbagai pertanyaan

seputar skripsi penulis, dan teman-teman Ekonomi Pembangunan 2015,

khususnya teman-teman yang sering memberikan support kepada penulis. See

ya guys on top.

9. Seluruh staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu segala

fasilitas dan jasa selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karenanya,

penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk

pencapaian yang lebih baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, Maret 2020

Azizha Delvine Oktina

viii

Page 10: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI............................................i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF..........................................ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...................................iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...........................................................iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................................v

ABSTRACT...................................................................................................................vi

ABSTRAK....................................................................................................................vii

KATA PENGANTAR..................................................................................................viii

DAFTAR ISI.................................................................................................................x

DAFTAR TABEL........................................................................................................xiii

DAFTAR GRAFIK......................................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Batasan Masalah................................................................................................11

C. Rumusan Masalah..............................................................................................12

D. Tujuan Penelitian...............................................................................................13

E. Manfaat Penelitian.............................................................................................14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................15

A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian..........................................................15

1. Kejahatan Pencurian....................................................................................15

2. Pendidikan....................................................................................................27

3. Pengangguran ..............................................................................................29

ix

Page 11: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

4. Kemiskinan .................................................................................................33

B. Penelitian Terdahulu..........................................................................................35

C. Hubungan Antar Variabel .................................................................................43

D. Kerangka Pemikiran ..........................................................................................47

E. Hipotesis Penelitian............................................................................................48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................................49

A. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................49

B. Metode Penentuan Sampel.................................................................................49

C. Metode Pengumpulan Data................................................................................51

D. Metode Analisis Data.........................................................................................51

E. Operasional Variabel Penelitian........................................................................59

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................61

A. Gambaran Umum Objek Penelitian...................................................................61

1. Gambaran Umum Prov Sumatera Utara .....................................................61

2. Gambaran Umum Prov DKI Jakarta ...........................................................63

3. Gambaran Umum Prov Jawa Barat..............................................................65

4. Gambaran Umum Prov Sumatera Selatan ..................................................67

5. Gambaran Umum Prov Sumatera Barat......................................................69

B. Temuan Hasil Penelitian ...................................................................................71

1. Uji Chow .....................................................................................................71

2. Uji Hausman ...............................................................................................72

3. Fixed Effect .................................................................................................73

a. Uji Signifikansi Parsial (Uji t-statistik)..................................................74

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-statistik).............................................75

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)..............................................................77

4. Uji Asumsi Klasik .......................................................................................79

a. Uji Normalitas........................................................................................79

b. Uji Autokorelasi ....................................................................................80

c. Uji Multikolinearitas .............................................................................81

x

Page 12: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

d. Uji Heteroskedastisitas ..........................................................................81

5. Analisis Ekonomi.........................................................................................82

BAB V PENUTUP........................................................................................................86

A. Kesimpulan........................................................................................................86B. Saran..................................................................................................................87

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................89

LAMPIRAN..................................................................................................................92

xi

Page 13: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kasus Kejahatan Pencurian Provinsi Tahun 2010-2017....................................5

Tabel 1.2 Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Tahun 2010-2017........................................7

Tabel 1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi 2010-2017.........................................8

Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin Provinsi 2010-2017.............................................10

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu..........................................................................................35

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel............................................................................59

Tabel 4.1 Uji Chow............................................................................................................71

Tabel 4.2 Uji Hausman.......................................................................................................72

Tabel 4.3 Hasil Estimasi Fixed Effect Model.....................................................................73

Tabel 4.4 Uji t-statistik.......................................................................................................75

Tabel 4.5 Uji F-statistik......................................................................................................76

Tabel 4.6 Uji Koefisien Determinansi................................................................................77

Tabel 4.7 Hasil Interpretasi Fixed Effect Model ................................................................78

Tabel 4.8 Uji Normalitas ...................................................................................................79

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi .................................................................................................80

Tabel 4.10 Uji Multikolinearitas.........................................................................................81

Tabel 4.11 Uji Heterokedastisitas (Uji Glejser) ..................................................................82

xii

Page 14: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Jumlah kasus pencurian provinsi Sumatera Utara 2010-2017.........................62

Grafik 4.2 Jumlah kasus pencurian provinsi DKI Jakarta 2010-2017..............................64

Grafik 4.3 Jumlah kasus pencurian provinsi Jawa Barat 2010-2017................................66

Grafik 4.4 Jumlah kasus pencurian provinsi Sumatera Selatan 2010-2017......................68

Grafil 4.5 Jumlah kasus pencurian provinsi Sumatera Barat 2010-2017..........................70

xiii

Page 15: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Permintaan dan Penawaran Kejahatan..................................................24

Gambar 2.2 Kurva Keseimbangan Kejahatan.....................................................................26

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran........................................................................................47

xiv

Page 16: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Estimasi Data Panel...............................................................................92

1. Common Effect Model...............................................................................92

2. Fixed Effect Model.....................................................................................93

3. Uji Chow....................................................................................................94

4. Random Effect Model................................................................................95

5. Uji Hausman...............................................................................................96

6. Uji Normalitas............................................................................................97

7. Uji Multikolinearitas..................................................................................98

8. Uji Heterokedastisitas................................................................................99

Lampiran 2.......................................................................................................................100

1. Data Penelitian.........................................................................................100

2. Setelah di LOG.........................................................................................102

Page 17: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan fundamental setiap manusia terdiri dari kebutuhan biologis seperti

makan, minum serta tidur dan kebutuhan sosial seperti status sosial, peranan sosial,

aktualisasi diri dan rasa aman. Saat ini dapat dikatakan bahwa rasa aman merupakan

salah satu kebutuhan dasar manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya.

Menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan manusia, rasa aman berada

pada tingkatan yang kedua dibawah kebutuhan dasar manusia seperti sandang,

pangan, dan papan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa aman merupakan kebutuhan

manusia yang penting. (Statistik Kriminal 2018:3)

Rasa aman merupakan hak asasi yang harus dirasakan dan dinikmati oleh setiap

individu dalam hal ini masyarakat Indonesia. Sesuai dengan UUD Republik Indonesia

1945 pasal 28G ayat 1 bahwasannya setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Suatu kewajiban bagi pemerintah dan negara Indonesia untuk memberikan rasa

aman pada seluruh rakyatnya. Rasa aman merupakan suatu variabel yang mencakup

aspek dari dimensi politik, hukum, pertahanan, keamanan, sosial dan ekonomi.

Indikator yang digunakan untuk mengukur rasa aman masyarakat merupakan

indikator negatif, yaitu jumlah angka kejahatan (crime total) dan jumlah orang yang

berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk. Semakin

tinggi angka kriminalitas menunjukkan semakin banyak tindak kejahatan pada

masyarakat yang merupakan indikasi bahwa kondisi masyarakat menjadi semakin

tidak aman.

1

Page 18: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Upaya untuk memenuhi dan menciptakan rasa aman pada masyarakat merupakan

langkah strategis yang turut memengaruhi keberhasilan pembangunan nasional.

Terciptanya dan terpenuhinya keamanan pada masyarakat akan membangun suasana

yang kondusif bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan

sehari-hari. Kondisi seperti ini pada skala makro akan menciptakan stabilitas nasional

yang merupakan salah satu prasyarat bagi tercapainya pembangunan dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Kriminalitas atau tindak kejahatan merupakan suatu permasalahan yang dihadapi

oleh setiap negara karena memiliki potensi yang dapat merusak kestabilan pasar.

Keberhasilan pembangunan yang digalakkan oleh setiap negara sangat bergantung

terhadap besar kecilnya hambatan dari kriminalitas. Oleh karena itu sangat penting

untuk menekan jumlah tindak kejahatan disuatu negara untuk menunjang

pembangunan yang optimal dan menciptakan suasana yang aman. Berbagai kerugian

telah banyak ditimbulkan oleh adanya tindak kejahatan, baik itu kerugian ekonomi,

fisik, moral dan psikologis.

Kriminalitas akan berdampak berupa beban kerugian yang harus ditanggung oleh

semua pihak. Biaya tersebut tidak hanya ditanggung oleh korban, namun oleh

masyarakat, dunia usaha, bahkan negara. Biaya yang dikeluarkan oleh korban

meliputi nilai pencurian yang hilang, biaya pengobatan luka fisik maupun traumatis,

opportunity cost dari hilangnya waktu bekerja, dan berkurangnya kualitas hidup. Bagi

masyarakat tindak kejahatan akan menimbulkan biaya untuk memperketat sistem

keamanan guna pencegahan terhadap tindakan kriminal. Bagi negara, tindak

kejahatan tentunya akan menimbulkan biaya untuk sistem peradilan meliputi biaya

polisi, pengadilan, pemenjaraan, rehabilitasi dan juga untuk perbaikan infrastruktur

keamanan. Selain itu, dengan adanya pelaku tindak kriminal yang dipenjara akan

menimbulkan opportunity cost karena berkurangnya tenaga kerja potensial. Dengan

demikian, menekan angka kriminalitas hingga tingkat terendah merupakan hal yang

penting untuk digalakkan oleh pemerintah dalam rangka mendukung peran aktif

2

Page 19: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

masyarakat terhadap optimalisasi proses pembangunan. (Sullivan dalam Ramdayani

dkk, 2019:260).

Bagi kalangan dunia usaha, jika tingkat kriminalitas di suatu daerah tinggi, maka

biaya keamanan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan juga semakin tinggi,

termasuk biaya penjagaan keamanan pencurian perusahaan dan biaya untuk

menjamin keselamatan pekerja dari tindakan kriminal. Munculnya biaya tambahan ini

akan berakibat pada tambahan biaya untuk memproduksi suatu barang dan jasa,

sehingga harga produk yang dihasilkan menjadi lebih mahal, dan berakibat pada

menurunnya keuntungan yang diperoleh karena rendahnya permintaan produk.

Dewasa ini, dinamika pertumbuhan budaya dan pesatnya ilmu pengetahuan dan

teknologi telah melahirkan persaingan dalam berbagai hal baik dalam bidang

ideologi, ekonomi maupun kemasyarakatan. Pokok persoalan yang sangat mendasar

adalah terletak pada invasi kebudayaan. Nilai-nilai seperti matrealisme, hedonisme

dan lain sebagainya yang akan mempengaruhi nilai-nilai kebudayaan yang berlaku di

masyarakat. Nilai-nilai baru yang muncul akan mengakibatkan perilaku manusia

berubah. Perubahan yang berdampak negatif terlihat dari munculnya perilaku yang

menyebabkan keresahan dalam masyarakat, misalnya dengan dambaan pemenuhan

kebutuhan material tanpa diimbangi dengan kemampuan material yang dimiliki,

sehingga manusia menempuh segala cara melalui tindakan kejahatan.

Faktor yang dapat menimbulkan kejahatan pencurian yaitu faktor internal yang

meliputi sifat khusus dan sifat umum dari dalam diri individu, dan faktor eksternal.

Sifat khusus dalam diri individu yaitu sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental

dan anatomi. Sedangkan sifat umum dalam diri individu antara lain umur, kekuatan

fisik, kedudukan individu didalam masyarakat, pendidikan, dan hiburan individu.

Faktor ekstenal dapat mencakup faktor-faktor ekonomi seperti pengangguran,

urbanisasi, perubahan harga barang, faktor bacaan, dan faktor film. Pada umumnya

para pelaku tindak kejahatan melakukan hal ilegal karena ekspektasi pendapatan dari

3

Page 20: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

pencurian akan lebih besar daripada pendapatan dari pekerjaan yang legal.

(Abdulsyani, 1987:45).

Jika dilihat dari 31 provinsi di Indonesia selama tahun 2010-2017 terdapat

beberapa provinsi yang menyumbang jumlah kasus pencurian yang sangat besar,

yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera

Barat. Jumlah kasus pencurian di Indonesia selama tahun 2010-2017 sebesar 969.321

kasus, dimana pencurian tertinggi terjadi di Sumatera Utara sebesar 118.631, DKI

Jakarta sebesar 98.865, Jawa Barat sebesar 92.286, Sumatera Selatan sebesar 69.624,

dan Sumatera Barat sebesar 54.818 kasus.

Pada 5 provinsi yang memiliki angka pencurian tertinggi yaitu Sumatera Utara,

DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, kelima provinsi

tersebut memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan juga memiliki jumlah penduduk

perkotaan yang tinggi. Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk perkotaan sebesar

56,3%, DKI Jakarta sebesar 100%, Jawa Barat sebesar 78,7%, Sumatera Selatan

sebesar 37,3%, dan Sumatera Barat sebesar 49,6%.

Pada umumnya, penduduk perkotaan adalah penduduk yang lebih modern

daripada penduduk pedesaan. Nilai-nilai kebudayaan yang ada pada penduduk

perkotaan sudah tercampur dengan nilai-nilai budaya barat. Masyarakat modern yang

serba kompleks, sebagai hasil dari kemajuan teknologi, mekanisasi dan urbanisasi

memunculkan banyak masalah sosial. Adaptasi masyarakat modern yang hyper

kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan menghadapi adaptasi menyebabkan

kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik. Hal tersebut mendorong seseorang

untuk mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum,

dengan berbuat semau sendiri demi kepentingan sendiri dan merugikan orang lain.

Oleh karena itu, untuk memperoleh pandangan yang jelas dan terarah, penelitian

ini difokuskan kepada 5 provinsi yang memiliki angka pencurian yang tinggi guna

mengetahui penyebab tingginya angka pencurian tersebut. Provinsi yang terpilih

dalam penelitian ini akan menjadi representatif untuk menggambarkan kondisi dari

4

Page 21: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

faktor-faktor yang mempengaruhi kejahatan pencurian yaitu pendidikan dalam hal ini

rata-rata lama sekolah, pengangguran dan kemiskinan.

Tabel 1.1Kasus Kejahatan Pencurian Provinsi

Tahun 2010-2017Tahun Sumut DKI Jakarta Jabar Sumsel Sumbar2010 13.003 19.718 8.211 9.085 4.6062011 16.049 15.546 14.442 9.447 4.8392012 15.185 15.182 12.634 9.806 6.4992013 18.034 13.459 11.726 10.230 7.1042014 16.175 10.732 12.477 10.282 7.9532015 14.238 9.424 10.558 8.199 8.1462016 13.661 8.869 11.134 7.182 8.1732017 12.286 5.935 11.104 5.393 7.498Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik 2018

Pada 5 provinsi yang memiliki jumlah kasus pencurian tertinggi selama tahun

2010-2017, dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Utara mengalami angka yang

berfluktuasi namun relatif mengalami penurunan dari tahun 2013-2017. Provinsi DKI

Jakarta selalu mengalami penurunan setiap tahunnya, dan Provinsi Jawa Barat

mengalami kenaikan yang cukup besar pada tahun 2010-2011. Provinsi Sumatera

Selatan dari tahun 2014-2017 selalu mengalami penurunan dan Provinsi Sumatera

Barat selalu mengalami kenaikan dari tahun 2010-2016, kecuali pada tahun 2017

mengalami penurunan.

Tindakan pencurian di Indonesia sedang marak terjadi. Hampir setiap hari terjadi

pencurian yang diberitakan di televisi ataupun melalui internet. Permasalahan ini

harus diselesaikan melalui berbagai alternatif kebijakan. Namun sayangnya, sebagian

besar masalah kriminalitas khususnya pencurian hanya dianalisis dan diselesaikan

melalui pendekatan hukum, kriminologi dan ilmu kepolisian. Akibatnya kebijakan

yang diambil untuk menekan kriminalitas sebagian besar dilakukan melalui

pendekatan hukum dan kepolisian. Padahal, penyebab kriminalitas dapat diketahui

lebih mendalam melalui pendekatan ekonomi.

5

Page 22: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Penelitian Becsi (1999:39) menunjukkan bahwa kejahatan didominasi oleh motif

ekonomi. Pendekatan ekonomi dapat dilihat dari rasionalitas pelaku kejahatan.

Terutama untuk jenis kejahatan pencurian yang melibatkan pengambilan harta benda

korban sebagai utilitas (pendapatan) bagi pelaku. Berdasarkan model Becker bahwa

pelaku kriminalitas yang rasional akan melakukan kriminalitas bila expected cost

lebih rendah dari expected benefits dan akan menahan diri untuk melakukan

pencurian jika sebaliknya.

Perspektif neoklasik menjelaskan bahwa agen ekonomi adalah individu yang

independen dan rasional ketika mengejar kepentingan diri (self-interest), dalam

rangka memaksimalkan manfaat dan keuntungan. Jika demikian halnya, individu

dapat dianalisis dalam konteks ekonomi yaitu dengan uang. Uang menjadi satu-

satunya alat analisis untuk menjelaskan individu dalam konteks ekonomi (Chalid,

2016:4). Dengan begitu dapat dilihat bahwa pendekatan ekonomi adalah cara untuk

menganalisa pencurian dimulai dengan asumsi dasar bahwa pelaku pencurian

melakukan aksinya dengan rasional. Merespon intensif dengan melakukan

perhitungan untung dan rugi. Oleh karenanya pencurian dapat dianalisa melalui

pendekatan ekonomi.

Strategi lain untuk menekan angka pencurian adalah dengan meningkatkan

ketegasan dalam hukuman yang akan diterima para kriminal atau dengan

meningkatkan upah pekerjaan yang legal. Salah satu cara meningkatkan upah tersebut

adalah dengan meningkatkan pencapaian dalam hal pendidikan khususnya jumlah

lulusan sekolah tinggi. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi penduduk suatu

negara, karena pendidikan membantu untuk membentuk kepribadian individu dan

pola pikir yang baik, serta dapat meningkatkan keterampilan.

Semakin rendahnya tingkat pendidikan seseorang dapat disimpulkan bahwa

ketrampilan yang dimilikinya juga lebih rendah dibandingkan dengan para lulusan

sekolah menengah hingga universitas, dan waktu luang yang dimiliki oleh lulusan SD

hingga SMP akan lebih banyak dibandingkan lulusan SMA hingga universitas.

6

Page 23: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Sehingga ketersediaan waktu luang yang berlebih itu bisa menjadi peluang bagi

mereka untuk melakukan tindak pencurian. (Lochner dalam Rahmalia 2019:23).

Tabel 1.2Rata- Rata Lama Sekolah Provinsi

Tahun 2010-2017

Tahun Sumatera Utara

DKI Jakarta

Jawa Barat

Sumatera Selatan

Sumatera Barat

2010 8.51 10.37 7.40 7.34 8.132011 8.61 10.40 7.46 7.42 8.202012 8.72 10.43 7.52 7.50 8.272013 8.79 10.47 7.58 7.53 8.282014 8.93 10.54 7.71 7.66 8.292015 9.03 10.70 7.86 7.77 8.422016 9.12 10.88 7.95 7.83 8.592017 9.25 11.02 8.14 7.99 8.72 Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik 2018

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak

menyelesaikan pendidikan wajib 12 tahun. Hal ini dapat dilihat bahwa tidak ada

satupun provinsi diantara Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera

Selatan, dan Sumatera Barat yang memiliki angka rata-rata lama sekolah 12 tahun

yang berarti penduduk di masing-masing provinsi pada umumnya tidak

menyelesaikan/tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan tabel diatas, setiap tahunnya di masing-masing provinsi rata-rata

lama sekolah selalu mengalami kenaikan walaupun angkanya masih kecil. Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 2017 memiliki rata-rata lama sekolah 9.25 yang berarti

setara lulus SMP atau tidak tamat SMA. DKI Jakarta pada tahun 2017 memiliki rata-

rata lama sekolah 11.02 atau setara tidak tamat SMA. Jawa Barat pada tahun 2017

memiliki rata-rata lama sekolah 8.14 atau tidak tamat SMP. Sumatera Selatan pada

tahun 2017 memiliki rata-rata lama sekolah 7.99 atau tidak tamat SMP dan Sumatera

Barat pada 2017 memliki rata-rata lama sekolah 8.72 atau tidak tamat SMP. Hal ini

7

Page 24: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

yang mungkin berpotensi memicu tindak kejahatan dikarenakan ketersediaan waktu

luang yang berlebih.

Penelitian yang dilakukan oleh Tauchen dan Witte (dalam Groot dan Brink

2007:282) menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan waktunya untuk bekerja

atau bersekolah memiliki peluang yang lebih kecil untuk melakukan tindak

pencurian. Pada dasarnya kebutuhan akan pendidikan sangatlah penting karena dapat

mempengaruhi individu dalam bertindak dikehidupan sehari-harinya. Tentunya

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai

keterampilan yang lebih tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi, akan membawa

individu kedalam lingkungan pendidikan yang baik dan menciptakan sifat, sikap,

serta kebiasaaan untuk melakukan hal-hal dengan berfikir kritis dan tidak melakukan

tindakan ilegal.

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik 2018

Tabel 1.3 memperlihatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di 5 provinsi

yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Setiap tahunnya TPT dimasing-masing

provinsi hampir selalu mengalami penurunan, walaupun angka nya masih tinggi.

Sumatera Selatan menjadi provinsi yang memiliki TPT cukup rendah meskipun

mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2014-2015.

8

Tabel 1.3Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi

Tahun 2010-2017Tahu

n Sumut DKI Jakarta Jabar Sumsel Sumbar

2010 8.01 11.32 10.57 6.55 7.572011 7.47 10.86 10.01 6.29 7.512012 6.43 10.60 9.84 5.60 6.492013 6.09 9.64 8.88 5.41 6.392014 5.95 9.84 8.66 3.84 6.322015 6.39 8.36 8.40 5.03 5.992016 6.49 5.77 8.57 3.94 5.812017 6.41 5.36 8.49 3.80 5.80

Page 25: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Setiap individu memiliki pendapatan dan pengeluaran yang berbeda-beda,

memiliki pekerjaan yang berbeda atau bahkan tidak memiliki pekerjaan. Seseorang

yang tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran, berarti tidak berpenghasilan dan

tidak memiliki ekspektasi keuntungan dari pekerjaan legal. Dengan begitu,

kecenderungan melakukan kejahatan orang yang menganggur lebih besar

dibandingkan dengan orang yang memiliki penghasilan dari pekerjaan legal. Individu

yang lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja maka kemungkinan kecil

dia akan melakukan tindak pencurian.

Pengangguran di Indonesia menjadi suatu masalah yang cukup serius. Mengingat

bonus demografi yang terjadi di Indonesia harus diimbangi dengan lapangan

pekerjaan, atau kesempatan yang berharga ini malah akan menjadi masalah baru yaitu

banyaknya pengangguran. Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia juga

harus siap memasuki era digital. Tingginya angka pengangguran dapat menyebabkan

berbagai masalah sosial, misalnya tindakan pencurian.

Masalah kemiskinan muncul ketika individu atau sekelompok orang tidak

mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan

minimal dari standar hidup tertentu. Kemiskinan disebabkan karena adanya

kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,

tempat tinggal dan kesehatan serta pendidikan yang dapat diterima (World Bank

dalam Annur, 2013:411).

Pada suatu negara yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, diduga secara

langsung akan menimbulkan masalah tingginya angka kejahatan. Berdasarkan Teori

Insting, dinyatakan bahwa pada dasarnya manusia mempunyai dua insting dasar,

yaitu insting libido yang mendorong manusia untuk tetap hidup dan instring agresif

yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain. Dengan kata lain

manusia selalu dituntut untuk memenuhi kebutuhan dasarnya atau kebutuhan pokok.

9

Page 26: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Tabel 1.4Persentase Penduduk Miskin Provinsi

Tahun 2010-2017

Tahun Sumatera Utara

DKI Jakarta Jawa Barat Sumatera

SelatanSumatera

Barat2010 11.31 3.48 11.27 15.47 9.52011 11.33 3.75 10.65 14.24 9.042012 10.67 3.69 10.09 13.78 8.192013 10.06 3.55 9.52 14.24 8.142014 9.38 3.92 9.44 13.91 7.412015 10.53 3.93 9.53 14.25 7.312016 10.35 3.75 8.95 13.54 7.092017 10.22 3.77 8.71 13.19 6.87

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik 2018

Tabel 1.3 memperlihatkan persentase penduduk miskin di 5 provinsi terpilih.

Kelima provinsi memiliki angka yang fluktuatif. Tingkat kemiskinan di kelima

provinsi memperlihatkan angka yang masih tinggi kecuali di DKI Jakarta.

Kemiskinan menjadi permasalahan yang sangat serius di Indonesia. Karena dengan

kemiskinan dapat menyebabkan berbagai permasalahan yang kompleks, salah satunya

tindakan pencurian.

Pencurian adalah tindakan yang sangat merugikan korban, baik materi yaitu

kehilangan harta benda maupun non materi seperti rasa takut dan cemas untuk

melakukan kegiatan sehari-hari. Padahal, setiap orang berhak mendapatkan hak atas

rasa aman. Terciptanya rasa aman pada masyarakat akan membuat suasana yang

kondusif bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,

upaya-upaya untuk menciptakan rasa aman harus dilakukan semua pihak, karena

secara langsung akan menciptakan stabilitas nasional yang dapat meningkatan

pembangunan ekonomi.

Motivasi untuk mencukupi kebutuhan mengakibatkan seseorang berani

mengambil resiko untuk melakukan kejahatan terutama pencurian demi mencukupi

kebutuhan hidup. Hal ini disebabkan karena hasil dari tindakan pencurian umumnya

10

Page 27: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

mempunyai nilai jual yang nantinya dapat digunakan untuk menutup kekurangan

kebutuhannya. Sehingga analisis kejahatan pada penelitian ini menggunakan jenis

kejahatan pencurian dikarenakan jenis kriminalitas tersebut penyebabnya lebih

dimungkinkan oleh permasalahan ekonomi, seperti pengangguran, kemiskinan, dan

masalah sosial lain yaitu pendidikan. Menyikapi hal tersebut diatas menarik untuk

diteliti lebih lanjut tentang permasalahan pencurian di provinsi yang memiliki angka

pencurian yang tinggi. Oleh karena itu penulis mengambil judul penelitian

“Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah, Pengangguran, dan Kemiskinan terhadap

Pencurian di Lima Provinsi Indonesia tahun 2010-2017”

B. Batasan masalah

Pada penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada 5 provinsi di Indonesia

untuk dijadikan sampel penelitian. Provinsi yang dipilih adalah Sumatera Utara, Jawa

Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Provinsi yang dipilih

berdasarkan pertimbangan penulis, untuk fokus kepada 5 provinsi yang memiliki

jumlah kasus pencurian tertinggi di Indonesia, gunanya adalah untuk melihat apakah

5 provinsi tersebut memiliki kasus pencurian yang tinggi karena disebabkan oleh

variabel-variabel dependen yang ada dalam penelitian ini.

Selain itu, 5 provinsi yang dipilih memiliki jumlah penduduk perkotaan yang

tinggi. Dimana menurut asumsi penulis, ketika penduduk kota lebih mendominasi

dari penduduk desa didalam suatu wilayah, maka besar kemungkinan kejahatan

pencurian yang terjadi lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena penduduk desa

masih memegang teguh adat istiadat. Sedangkan adat istiadat pada penduduk

perkotaan sudah luntur. Periode penelitian yang digunakan dari tahun 2010 – 2017.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tefokus pada 3 variabel yaitu

pendidikan dengan indikator rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka,

dan kemiskinan yang merupakan variabel bebas (X). Ketiga variabel tersebut

merupakan variabel yang akan mempengaruhi variabel pencurian sebagai variabel

terikat (Y). Penelitian ini hanya mengkaji bagaimana variabel rata-rata lama sekolah,

11

Page 28: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan dapat berpengaruh terhadap variabel

pencurian baik secara parsial dan secara simultan.

C. Rumusan Masalah

Dari penjelasan pada latar belakang di atas dapat diketahui bahwa kelima

provinsi yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan

Sumatera Barat memiliki angka pencurian yang tinggi. Jika dilihat dari sisi

pendidikan, DKI Jakarta yang memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi walaupun

belum memenuhi wajib belajar 12 tahun yaitu 11.02 tahun atau setara dengan tamatan

SMP. Bahkan, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat memiliki rata-rata

lama sekolah hanya sampai SD. Semakin rendahnya tingkat pendidikan seseorang

dapat diartikan bahwa keterampilan yang dimilikinya juga semakin rendah

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Sehingga

diasumsikan bahwa pola pikir dan tingkah laku seseorang yang berpendidikan rendah

dan tinggi akan berbeda.

Tingkat pengangguran terbuka, salah satu masalah terpenting yang dirasakan

efeknya secara langsung kepada masyarakat. Seseorang yang menganggur tentunya

tidak memiliki pendapatan. Selain itu, ketersediaan waktu luang yang berlebih itu

bisa menjadi peluang untuk melakukan tindak kriminalitas pencurian. Selanjutnya

untuk variabel kemiskinan, dimana orang miskin memiliki penghasilan terbatas untuk

memenuhi kebutuhan mereka, maka kemungkinan besar akan terlibat dalam suatu

kegiatan ilegal lainnya untuk mendapatkan penghasilan yang diinginkan. Jadi

kemiskinan dapat memicu tindakan pencurian.

Kasus kejahatan yang terjadi dalam masyarakat saat ini semakin beragam

jenisnya. Namun jika dibandingkan dengan bentuk tindak kejahatan yang lain jenis

kejahatan pencurian selalu dominan terhadap tindak pidana yang paling

mendominasi. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti lebih jauh hubungan antara

rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka, dan kemiskinan terhadap

pencurian di lima provinsi yang tinggi angka pencuriannya.

12

Page 29: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap pencurian di Sumatera

Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat periode

2010 hingga 2017?

2. Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap pencurian di

Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat

periode 2010 hingga 2017?

3. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap pencurian di Sumatera Utara,

Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat periode 2010

hingga 2017?

4. Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan

kemiskinan terhadap pencurian di Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta,

Sumatera Selatan dan Sumatera Barat periode 2010 hingga 2017?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang akan menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mendapatkan gambaran pengaruh dari rata-rata lama sekolah terhadap

pencurian di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera

Selatan dan Sumatera Barat periode 2010 hingga 2017.

2. Mendapatkan gambaran pengaruh dari tingkat pengangguran terbuka terhadap

angka pencurian di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta,

Sumatera Selatan dan Sumatera Barat periode 2010 hingga 2017.

3. Mendapatkan gambaran pengaruh dari kemiskinan terhadap pencurian di

provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan

Sumatera Barat periode 2010 hingga 2017.

4. Mendapatkan gambaran pengaruh dari rata-rata lama sekolah, tingkat

pengangguran terbuka dan kemiskinan terhadap pencurian di provinsi

13

Page 30: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera

Barat periode 2010 hingga 2017.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka diharapkan penelitian ini memberikan

manfaat untuk berbagai pihak.

1. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

wawasan civitas akademik mengenai masalah pencurian dengan pendekatan

ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pencurian.

2. Bagi pemerintah atau pembuat kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pemerintah dalam menentukan kebijakan yang efektif untuk setidaknya dapat

menekan angka pencurian sehingga berdampak pada keefektifan

pembangunan ekonomi.

14

Page 31: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori terkait dengan variabel penelitian

1. Kejahatan

1.1 Konsep kejahatan

Kriminal atau kejahatan mempunyai pengertian secara yuridis-formal dan

sosiologis. Secara yuridisformal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang

bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, bersifat

asosial, dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Secara sosiologis,

kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang

secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat,

melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga

masyarakat. (Kartini Kartono dalam Hardianto 2009:28).

Kejahatan juga memiliki arti dari perspektif ekonomi, yaitu seseorang

yang dianggap merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan

ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya sehingga ia di anggap sebagai

penghambat atas kebahagiaan pihak lain. Kejahatan bersifat universal dan

tidak terbatas ruang dan waktu karna dapat terjadi kapan saja, di mana saja,

dan terhadap siapa saja. Sebagai sebuah fenomena sosial, kejahatan adalah

penyakit dalam sebuah komunitas dan keberadaannya harus diperangi,

sebagaimana ilmu hukum memerangi kejahatan karena merupakan sebuah

pelanggaran.

15

Page 32: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Mabel A. Elliot dalam Purnianti dan Darmawan (1994:123) melihat

kejahatan dari beberapa sudut :

a. Kejahatan sebagai masalah sosial

Bila dilihat dari sudut sosiologi, kejahatan adalah salah satu masalah

paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena penjahat bergerak dalam

aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan,

hukum atau undang-undang, ketertiban dan kesejahteraan sosial.

b. Kejahatan sebagai masalah psikologi

Dari sudut psikologi, kejahatan diartikan sebagai perbuatan yang

dilakukan oleh seorang penjahat. Penjahat adalah orang yang sama dengan

kita, yang memiliki masalah psikologi.

c. Kejahatan sebagi masalah sosial-psikologi

Kelakuan seorang penjahat bila dilihat dari sudut pandang masyarakat

adalah suatu kelakuan yang menyeleweng. Akan tetapi, penyebab

perbuatan kejahatan yang dilakukan seseorang secara terus menerus

adalah perasaan anti sosial yang ada pada diri penjahat. Sebagai individu

si penjahat adalah suatu masalah psikologis, tetapi mereka juga suatu

masalah sosial, karena kegagalan mereka untuk mentaati undang-undang.

d. Kejahatan sebagai masalah sosial-hukum

Definisi kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap

perbuatan/kegagalan untuk melakukan suatu perbuatan, yang

dilarang/diharuskan oleh undang-undang. Melakukan perbuatan yang

dilarang oleh undang-undang atau gagal melakukan perbuatan yang

diharuskan oleh undang-undang akan mengakibatkan pidana dalam bentuk

denda/hukuman, hilang kemerdekaan, dibuang keluar daerah, pidana mati,

dan lain-lain.

16

Page 33: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Dalam kriminologi, kejahatan dapat dibagi dengan beberapa klasifikasi

yaitu kejahatan terhadap nyawa dengan jenis kejahatan pembunuhan,

kejahatan terhadap fisik/badan dengan jenis kejahatan penganiayaan berat,

penganiayaan ringan dan kekerasan dalam rumah tangga, lalu kejahatan

terhadap kesusilaan dengan jenis kejahatan seperti pemerkosaan, pencabulan.

Lalu kejahatan terhadap kemerdekaan orang dengan jenis kejahatan

penculikan, memperkerjakan anak dibawah umur, selanjutnya kejahatan

terhadap hak milik/barang dengan penggunaan kekerasan dengan jenis

kejahatan pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan senjata api,

pencurian dengan senjata tajam. Lalu kejahatan terhadap hak milik/barang

dengan jenis kejahatan pencurian, pencurian dengan pemberatan, pencurian

kendaraan bermotor, pengrusakan barang, pembakaran barang dan penadahan.

Selanjutnya kejahatan terhadap narkotika, kejahatan terkait penipuan,

penggelapan dan korupsi dan kejahatan terhadap ketertiban publi

Ilmu ekonomi memandang kejahatan sebagai fenomena yang harus

diberantas disebabkan dampaknya yang menimbulkan banyak biaya baik

secara materil maupun non-materil. Sedangkan kerangka ekonomi merupakan

salah satu pendekatan yang tepat untuk mengoptimalkan sumber daya dalam

memberantasnya. Kejahatan dapat memunculkan keengganan pihak asing dan

domestik untuk berinvenstasi langsung, mengurangi daya saing perusahaan,

dan menghambat pembangunan.

1.2 Kejahatan Pencurian

Pencurian berdasarkan KUHP Pasal 362 adalah suatu tindakan mengambil

barang atau sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya adalah kepunyaan

orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum

(Hamzah dalam Delia 2009:67). Menurut Poerwardarminta (1984:217)

pencurian berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyi-sembunyi atau

diam-diam dan pencuri adalah orang yang melakukan kejahatan pencurian.

17

Page 34: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Dengan demikian pengertian pencurian adalah orang yang mengambil milik

orang lain dengan sembunyi-sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang

tidak sah.

Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam

pasal 362 sampai 367 KUHPidana. Adapun jenis-jenis pencurian yang diatur

dalam KUHPidana adalah sebagai berikut:

1. Pasal 362 KUHPidana adalah delik pencurian biasa

2. Pasal 363 KUHPidana adalah delik pencurian berkualitas atau dengan

pemberatan.

3. Pasal 364 KUHPidana adalah delik pencurian ringan.

4. Pasal 365 KUHPidana adalah delik pencurian dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan.

5. Pasal 367 KUHPidana adalah delik pencurian dalam kalangan

keluarga.

Pencurian dapat digolongkan sebagai pencurian dengan pemberatan

apabila pencurian dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah, atau

untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan tersebut harus dengan merusak,

memotong, memanjat, atau dengan memakai perintah palsu, jabatan palsu,

serta dilakukan pada kondisi bencana, misalnya pada saat kebakaran, gempa

bumi, kecelakaan kereta api, dan sebagainya. Pencurian yang dilakukan siang

hari pun dapat dikategorikan sebagai pencurian dengan pemberatan, apabila

memenuhi unsur pemberat pada saat peristiwa berlangsung. (Arifin dalam

Delia 2009:67)

Pencurian dengan kekerasan, tindak kejahatan ini diiringi dengan

melakukan kekerasan atau ancaman terhadap korban didalam melakukan

pencurian. Kekerasan atau ancaman dilakukan pada sebelum, saat dan setelah

pencurian dilakukan dan umumnya terjadi dilingkungan perumahan.

Kejahatan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal (residential crime)

18

Page 35: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

didefinisikan sebagai pencurian rumah kosong, pencurian kendaraan

bermotor, perampokan, dan pembobolan rumah. Residential crime merupakan

kombinasi antara niat dari pelaku dan kesempatan yang ada. Kedua hal ini

sangat berkaitan. Ketika calon pelaku kejahatan awalnya tidak memiliki niat

untuk mencuri namun karena melihat kesempatan yang ada, akan

menimbulkan niat untuk mencuri. (O’Block dalam Delia 2009:68)

Salah satu kejahatan yang dianggap paling menonjol oleh Polri yaitu

kejahatan terhadap hak milik/barang dengan kekerasan, atau biasa disebut

CURAS (Pencurian dengan kekerasan). Curas dibagi menjadi dua menurut

modus operasinya yaitu dengan senjata tajam dan senjata api. Kejahatan

pencurian banyak didominasi oleh kejahatan pencurian biasa dan pencurian

kendaraan bermotor.

Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang terjadi

hampir di setiap daerah di Indonesia, oleh karenanya menjadi sangat logis

apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di antara tindak

pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang

pengadilan.

1.3 Biaya dan Kejahatan

Aksi kejahatan menimbulkan biaya bagi setidaknya empat pihak yaitu

korban, potensial korban, pelaku, dan publik. Biaya bagi korban kejahatan,

didefinikan sebagai pihak yang menderita tindak kejahatan. Biaya yang

ditanggung oleh korban adalah jumlah total harta rampasan yang diambil

pelaku, biaya perbaikan pencurian/alat pengamanan, serta biaya perawatan

medis akibat luka fisik dan nonfisik yang dialami. Selain itu, terdapat

opportunity cost berupa waktu bekerja yang hilang selama pemulihan

dikalikan upah kerja. Opportunity cost tersebut akan semakin besar apabila

korban tidak mampu menanggulangi beban mental berupa posttraumatic stress

19

Page 36: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

disorder yaitu kondisi trauma pasca terjadinya kejahatan yang

mengakibatkan terganggunya kondisi mental korban.

Biaya bagi korban potensial, yaitu masyarakat. Masyarakat dapat lebih

optimal mengalokasikan sumber daya mereka jika tidak ada masalah

kejahatan. Potensial korban akan menanggung beban berupa penambahan

alat-alat pengamanan untuk mengantisipasi tindak kejahatan, belanja asuransi

untuk mengurangi resiko kejahatan, penurunan kualitas hidup akibat

ketakutan terhadap tindak kejahatan, dan opportunity cost dari aktivitas bebas

yang terhalang akibat ketakutan terhadap kejahatan tersebut.

Biaya bagi pelaku kejahatan, merupakan opportunity cost dari waktu

pelaku dipenjara yang bervariasi pada setiap pelaku kejahatan. Besar

opportunity cost ini didapat dari pendapatan yang hilang selama dipenjara

(apabila pelaku memiliki pekerjaan). Biaya ini dapat meningkat apabila

probabilita tertangkap/dipenjara, memperlama waktu dipenjara, dan

pendapatan legal pelaku ditingkatkan. Semakin besar ketiga variabel

tersebut, opportunity cost dari pelaku kejahatan akan semakin besar

sehingga memperkecil insentif untuk tindak kejahatan.

Biaya bagi sektor publik, adalah segala biaya yang timbul berupa

pencegahan suatu tindak kejahatan, hukuman untuk pelaku kejahatan,

dan penurunan kualitas lingkungan. Hukuman untuk kejahatan sering

dimaksudkan untuk mencegah calon pelaku kejahatan melakukan aksi

serupa. Biaya untuk patroli keamanan (polisi dan komponen keamanan

lain) merupakan komponen biaya eksplisit yang jelas dapat dikategorikan

sebagai biaya yang dikeluarkan publik untuk mencegah terjadinya

kejahatan. Sementara itu, biaya untuk penangkapan, penyidikan, penyelidikan,

pengadilan dan fasilitas rehabilitasi pelaku kejahatan merupakan biaya yang

dianggap untuk menghukum pelaku kejahatan.

20

Page 37: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Tingginya tingkat kejahatan akan mendistorsi ekonomi sebuah

komunitas. Fasilitas publik seperti taman, perpustakaan, tempat parkir umum,

dan sarana lainnya akan berkurang akibat tingginya biaya perawatan dan

biaya perbaikan karena aksi-aksi vandalisme. Pekerja publik mungkin

akan meminta upah lebih tinggi, perihal dengan banyaknya aksi kejahatan.

Hal serupa juga terjadi pada pertokoan dan jasa pelayanan, jumlahnya akan

berkurang dan akan terdapat biaya tinggi jika tetap beroperasi akibat biaya

untuk pengamanan dan asuransi. Sehingga dalam jangka panjang akan

berdampak pada berkurangnya pendapatan rill. Selain itu pajak yang

diberlakukan menjadi lebih tinggi untuk membiayai peradilan,

pencegahan kejahatan, pelayanan kesehatan untuk korban kejahatan dan

mendistorsi investasi dan tabungan daerah.

1.4 Anggapan Rasionalitas Kejahatan

Rasionalitas merupakan suatu pertimbangan atas kesadaran terhadap suatu

pilihan bagi seseorang untuk bertindak atas dasar preferensi nilai. Pendekatan

rasionalitas pada dasarnya digunakan dalam hal pengambilan suatu keputusan.

Dengan pendekatan rasionalitas akan diharapkan mampu untuk meramalkan

secara tepat akibat-akibat dari pilihan atau keputusannya tersebut sehingga

dapat memperhitungkan asas biaya manfaatnya serta mempertimbangkan

beberapa masalah yang saling berkaitan.

Dalam hal pencurian, pendekatan rasionalitas juga digunakan untuk

mempertimbangkan beberapa hal yang menyangkut untung rugi yang ia

dapatkan dari pengambilan keputusan untuk masuk ke aktivitas kriminal.

Keputusan melakukan pencurian adalah keputusan yang rasional karena

didasarkan atas maksimisasi utilitas. Seorang yang akan masuk ke aktivistas

illegal pasti akan melakukan beberapa pertimbangan seperti probabilita untuk

ketahuan dan tertangkap, penghukuman yang mungkin dijatuhkan, nilai

21

Page 38: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

potensial dari jaringan kejahatan yang ada, dan kebutuhan jangka pendeknya

terhadap hasil kejahatan.

Becker (1968:170) menjelaskan model dari keputusan seseorang untuk

ikut ke aktivitas illegal. Hipotesis Becker bahwa pencurian adalah perhitungan

yang rasional, karena itu seorang pelaku pencurian akan membuat keputusan

yang disesuaikan dengan hukum sebagai basis perbandingan ekspektasi

untung rugi dari perbuatan legal dan illegal. Perkiraan biaya kejahatan ini

adalah hasil perhitungan probabilitas dari aktivitas yang terdeteksi dan dari

pelaku yang ditangkap dan dihukum, serta nilai kerugian materil dari sanksi

hukuman dan nilai kerugian non materil yang mungkin diderita, seperti

kerugian dalam reputasi yang dicap sebagai seorang kriminal.

Kemudian perkiraan keuntungan dari pencurian dihitung dari probabilitas

keberhasilan memperoleh keuntungan materil maupun non materil. Ini

mencakup baik nilai barang atau jumlah uang yang dihasilkan secara langsung

dari pencurian. Dan yang tidak berwujud tetapi berpotensi memiliki nilai

seperti dapat dikenal oleh orang orang yang dalam komunitas para pelanggar

hukum. Berdasarkan model Becker bahwa pelaku pencurian yang rasional

akan melakukan kejahatan bila expected cost lebih rendah dari expected

benefits dan akan menahan diri untuk melakukan kejahatan jika sebaliknya itu

terbukti.

Pendekatan ekonomi mengungkapkan bahwa terdapat tiga alasan dari

pelaku kriminal dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindak

kejahatan pencurian. Pertama, pelaku pencurian tersebut merupakan orang

yang memiliki kemungkinan tertangkap sangat rendah, sementara expected

returm yang diharapkan dari harta benda hasil kejahatan (expected loot)

sangat besar. Hal tersebut dimungkinkan karena ia memiliki pengetahuan dan

keahlian dalam melakukan tindak kejahatannya. Namun kejahatan tipe ini

umumnya terjadi pada white collar crime. Kedua, pelaku kejahatan pencurian

22

Page 39: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

tersebut, apabila tertangkap dan dipenjara, memiliki opportunity cost yang

rendah. Rendahnya opportunity cost disebabkan tidak produktifnya aktivitas

yang dilakukan oleh mereka apabila berada di luar penjara. Hal ini

menjelaskan penyebab pencurian yang dilakukan oleh orang miskin. Ketiga,

pelaku sama sekali tidak memiliki rasa hormat terhadap nilai dan norma

dalam masyarakat sehingga tidak menganggap bahwa pencurian merupakan

suatu perbuatan yang salah. Hal ini menjelaskan mengapa pencurian dapat

terjadi meskipun net-return nya sedikit. (Sullivan, 2003:257).

Dalam perspektif ekonomi, para pelaku kriminal dianggap sama dengan

individu lainnya. Dengan mempertimbangkan tingkat keuntungan dan biaya

yang dikeluarkan mereka mampu menilai seberapa besar tingkat kepuasan

mereka dalam melakukan tindak kriminal dibandingkan tindak non kriminal.

Oleh karenanya, kriminalitas yang dapat dianalisa melalui pendekatan

ekonomi adalah kejahatan mengambil harta benda milik orang lain yang

dalam penelitian ini adalah pencurian.

1.5 Tingkat Keseimbangan Kejahatan

Teori keseimbangan kejahatan pencurian sama seperti teori keseimbangan

pada umumnya, pencurian juga memiliki tingkat keseimbangan yang

terbentuk dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Secara garis besar

terdapat beberapa aktor yang mempengaruhi keseimbangan kejahatan

pencurian. Aktornya yakni pelaku pencurian, rumah tangga non kriminal, dan

intervensi pemerintah yang mempengaruhi keduanya. Dari sisi penawaran,

kejahatan ditentukan oleh pelaku kejahatan yang melakukan tindak kejahatan.

Penawaran kejahatan tersebut memunculkan permintaan masyarakat akan

perlindungan keamanan dari tindak pencurian di wilayahnya. Pemerintah

mempengaruhi keduanya, yaitu sebagai pemberi jasa keamanan dan pemberi

hukuman bagi para pelaku (Becsi, 1999:39).

23

Page 40: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Penawaran kejahatan pencurian terbentuk karena beberapa faktor, yaitu

ekspektasi harta yang akan didapat dari pencurian, biaya langsung dalam

memperoleh harta dari pencurian, upah rata-rata di sektor legal, peluang

tertangkap, dan selera tiap individu dalam melakukan kejahatan. Selain itu,

faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran kurva penawaran kejahatan

berupa perubahan demografi yaitu kenaikan/penurunan proporsi usia muda,

kesempatan kerja yang berkurang/bertambah pada tingkat upah tertentu,

dan perubahan kebijakan hukuman penjara (Becsi, 1999:39).

Saat kejahatan pencurian tinggi, permintaan masyarakat akan

perlindungan dan penanganan atas tindak kejahatan akan lebih tinggi. Hal ini

kemudian akan mengakibatkan peningkatan biaya melakukan tindak

pencurian yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya imbalan

melakukan tindak pencurian. Peningkatan biaya pencurian ini terjadi karena

dari sisi pemerintah sebagai pemberi layanan publik untuk keamanan akan

membuat kebijakan untuk menurunkan permintaan dan penawaran kejahatan

pencurian.

Gambar 2.1

Kurva Permintaan dan Penawaran Kejahatan

24

Page 41: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Dapat kita lihat bahwa semakin tingginya penawaran kejahatan pencurian

akan mendorong tingginya permintaan, dan mengurangi imbalan yang

diterima pelaku karena terpotong tingginya biaya melakukan kejahatan.

Sehingga pada akhirnya jumlah pencurian di wilayah tersebut akan menurun.

Penawaran kejahatan berhubungan positif dengan imbalan bersih dari tindak

kejahatan. Kurva penawaran akan bergeser ke kanan ketika tindakan

kejahatan yang ditawarkan oleh pelaku kejahatan untuk net return yang

diberikan mengalami kenaikan.

Ketika penawaran kejahatan semakin tinggi, permintaan masyarakat untuk

perlindungan dari tindak kejahatan juga akan semakin tinggi. Pemerintah

sebagai pemberi jasa keamanan untuk masyarakat dan pemberi hukuman bagi

para pelaku kejahatan, akan menurunkan penawaran kejahatan ke titik

keseimbangan baru. Hubungan negatif ini dikarenakan semakin meningkatnya

tindak kriminalitas maka individu akan semakin mengusahakan perlindungan

terhadap dirinya, yang mana tindakan individu tersebut akan meningkatkan

biaya langsung dari tindak kriminalitas dan hal itu akan menurunkan imbalan

yang diterima para kriminal.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Sullivan (2007:265), rasionalitas pelaku

kejahatan dapat dilihat dari kurva marginal cost dan benefit pelaku kejahatan

yang menyerupai marginal cost dan revenue suatu perusahaan. Kurva

marginal cost positif karena opportunity cost yang bervariasi. Marginal cost

juga positif karena semakin banyak aksi kejahatan dilakukan maka akan

terjadi tambahan biaya bagi pelaku kejahatan (probabiliti ditangkap dan

dipenjara, lama waktu dipenjara, opportunity cost waktu dipenjara). Marginal

benefit dan pelaku kejahatan berbentuk negatif karena semakin banyak aksi

kejahatan dilakukan maka jarahan akan berkurang dengan tingkat kesulitan

yang akan semakin besar. Peran pemerintah dan swasta pada kondisi ini

adalah memperbesar “certainly of punishment” sehingga menggeser kurva

marginal cost ke atas dan tingkat kejahatan yang terjadi akan semakin kecil.

25

Page 42: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Keseimbangan terjadi pada titik a di mana marginal benefit sama dengan

marginal cost. Tindak kejahatan akan terjadi saat ekspektasi harta rampasan

lebih besar dari 400. Pada titik b yaitu saat jumlah kejahatan hanya 30,

marginal benefit tindak kejahatan masih lebih besar daripada marginal cost.

Kondisi ini belum seimbang.

Jumlah kejahatan akan terus bertambah sampai mencapai titik

keseimbangan a dimana marginal benefit sama dengan marginal cost atau

MB=MC dan jumlah kejahatan sebesar 60. Apabila lebih dari 60 kejahatan,

tambahan kejahatan akan menyebabkan kerugian karena marginal cost akan

lebih besar dari marginal benefit. Seperti yang telah diungkapkan peran

pemerintah dan swasta pada kondisi ini akan memperbesar “certainly of

punishment” sehingga menggeser kurva marginal cost ke atas dan tingkat

kejahatan yang terjadi akan menurun.

Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Kejahatan

Pada saat jumlah kejahatan 30, maka MB masih lebih besar dibandingkan

MC. Ketika MB masih lebih besar dibandingkan MC maka jumlah kejahatan

akan terus meningkat dari 30 menjadi 60 pada titik keseimbangannya, dengan

ekspektasi harta rampasan mencapai $1.200. Akan tetapi, jika pelaku masih

26

Page 43: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

tetap melakukan kejahatan melebihi angka tersebut, diperkirakan mereka akan

mengalami kerugian karena MC > MB-nya.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu pembelajaran, pengetahuan, keterampilan dan

kebiasaan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pada umumnya dibagi menjadi beberapa

tahap yaitu, tahap prasekolah, tahap sekolah dasar, sekolah menengah pertama,

sekolah menengah atas dan perguruan tinggi/universitas. Pendidikan dalam

penelitian ini menggunakan variabel Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

Rata-rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan

oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan penduduk yang

dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25

tahun ke atas. RRLS merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk

menggambarkan pengetahuan dan mengukur tingkat pendidikan penduduk suatu

wilayah. Indikator ini menunjukkan sampai pada jenjang pendidikan apa secara

umum tingkat pendidikan penduduk dewasa di suatu wilayah. Variabel rata-rata

lama sekolah dipertimbangkan lebih tepat digunakan dalam penelitian ini karena

merupakan perhitungan lama pendidikan seseorang yang sudah terjadi dan fakta

yang ada di masyarakat.

Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan formal

yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah

berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Untuk meningkatkan rata-

rata lama sekolah, pemerintah telah mengadakan program wajib belajar 12 tahun

atau pendidikan dasar hingga tingkat SMA.

27

Page 44: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Menurut Horton dan Hunt dalam Saat (2013:179), pendidikan memiliki fungsi

yaitu, sebagai berikut:

1. Untuk mempersiapkan setiap penduduk untuk mencari nafkah.

2. Untuk mengembangkan kemampuan sesorang demi mencapai

kepuasan pribadi serta bagi kepentingan masyarakat.

3. Untuk melastarikan kebudayaan.

4. Untuk menanamkan keterampilan yang diperlukan dalam partisipasi

demokrasi.

Untuk memperoleh pekerjaan yang ditawarkan di sektor modern didasarkan

kepada tingkat pendidikan seseorang dan tingkat penghasilan yang dimiliki selama

hidup berkorelasi positif terhadap tingkat pendidikannya. Tingkat penghasilan ini

sangat dipengaruhi oleh lamanya seseorang memperoleh pendidikan Rata-rata

lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan

merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin cepat pula

peningkatan penghasilan yang diharapkannya, lebih besar dari biaya-biaya pribadi

yang harus dikeluarkannya. Untuk dapat memaksimumkan selisih antara

keuntungan yang diharapkan dengan biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi

optimal bagi seseorang adalah berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi

mungkin.

Pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk

meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Investasi dalam modal

manusia berupa pendidikan ini sangat penting untuk dimiliki setiap individu.

Dengan meningkatkan pendidikan, pendapatan akan meningkat dan kebutuhan

sehari-hari tentunya akan terpenuhi.

28

Page 45: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

3. Pengangguran

Menurut Sadono Sukirno (2006:13) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja

dalam perekonomian yang secara aktif mencari kerja, tetapi belum

memperolehnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian

karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat

akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-

masalah sosial lainnya seperti tindak kejahatan.

Pengangguran mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Hal ini

menjadi sebuah tantangan besar bagi pemerintah Indonesia mengingat indikator

pembangunan yang berhasil salah satunya adalah mampu mengangkat kemiskinan

dan mengurangi pengangguran secara signifikan agar tidak terjadi masalah-

masalah sosial. Terlebih di era 4.0 ini persaingan tenaga kerja semakin ketat,

hanya tenaga kerja yang berkualitas yang dapat bersaing di era ini.Usaha-usaha

untuk mengurangi pengangguran adalah dengan menggunakan rencana

pembangunan ekonomi yang menyertakan rencana ketenagakerjaan yang lebih

demokratis menyangkut hak-hak memilih pekerjaan, lapangan pekerjaan, lokasi

pekerjaan sesuai kemampuan, kemauan tenaga kerja tanpa diskriminasi.

Menurut Sadono Sukirno (2006:30), pengangguran biasanya dibedakan atas

empat jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:

1) Pengangguran friksional, yaitu pengangguran normal yang terjadi jika ada 2-

3% maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh. Para penganggur

ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja tetapi

karena sedang mencari pekerjaan lain yang lebih baik.

2) Pengangguran siklikal, yaitu pengangguran yang terjadi karena merosotnya

harga komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan

tenaga kerja lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja.

29

Page 46: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

3) Pengangguran struktural, yaitu pengangguran karena kemerosotan beberapa

faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dari pekerja

diberhentikan

4) Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang terjadi karena tenaga

manusia digantikan oleh mesin industri.

Sedangkan bentuk-bentuk pengangguran terbuka berdasarkan cirinya dapat

digolongkan sebagai berikut:

1) Pengangguran Musiman, adalah keadaan dimana seseorang menganggur

karenadanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh:

petani yang menanti musim panen, tukang jualan durian yang menanti

musim durian, dan sebagainya

2) Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan

lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja.

3) Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumah

pekerja suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenernya diperlukan

agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien.

4) Setengah Menganggur, yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam

kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari), disebut

Underemployment.

Pengangguran yang terjadi didalam suatu perekonomian dapat memiliki

dampak atau akibat buruk baik terhadap perekonomian maupun individu dan

masyarakat. Salah satu dampak buruk pengangguran terhadap perekonomian

yaitu menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan kesejahteraan yang

mungkin dicapainya. Di negara-negara maju, para pengangguran memperoleh

tunjangan dari badan asuransi pengangguran. Dengan demikian, mereka masih

memiliki pendapatan untuk membiayai kehidupannya dari keluarganya. Mereka

30

Page 47: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

tidak perlu bergantung kepada tabungan atau bantuan orang lain. Namun

dinegara berkembang tidak terdapat asuransi pengangguran dengan begitu

kehidupan pengangguran harus dibiayai oleh tabungan masa lalu atau pinjaman

dari orang lain.

Pengangguran berakibat buruk pada dua aspek. Yaitu aspek perekonomian

dan individual atau masyarakat:

1) Akibat buruk terhadap kegiatan perekonomian

Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tangguh. Hal ini dapat dengan jelas

dilihat dari berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang ditimbulkan

oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut dapat dibedakan

sebagai berikut:

a. Pengangguran menyebabkan tidak memaksimalkan tingkat kemakmuran

yang mungkin dicapainya.

b. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.

Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah,

dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak pemerintah

semakin sedikit.

c. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran

menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta. Yang

pertama, pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh kelebihan kapasitas

mesin-mesin perusahaan. Kedua, pengangguran yang diakibatkan oleh

keuntungan kelesuan kegiatan perusahaan yang rendah menyebabkan

berkurangnya keinginan untuk melakukan investasi.

31

Page 48: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

2) Akibat buruknya terhadap individu dan masyarakat

Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan

sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan oleh

pengangguran adalah:

a. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan

pendapatan. Berbeda dengan negara maju, dimana para pengangguran di

sana tetap diberikan asuransi untuk melanjutkan kehidupannya.

Sedangkan di negara berkembang, mereka harus membiayai kehidupan

selanjutnya dan bergantung pada tabungan masa lalu atau pinjaman.

b. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan. Karena

keterampilan akan tetap hidup bila terus dipraktekan atau digunakan.

Sehingga pengangguran dalam periode yang sangat lama akan

menyebabkan tingkat keterampilan pekerja semakin merosot.

c. Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

Kegiatan perekonomian yang lesu dan pengangguran yang tinggi akan

mengikis rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah. Berbagai

tuntutan dan kritik akan dilontarkan kepada pemerintah, dan adakalanya

akan diikuti oleh demonstrasi dan huru hara. Kegiatan-kegiatan yang

bersifat kriminal (pencurian dan perampokan) juga akan meningkat

Untuk mengatasi permasalahan pengangguran, kiranya pemerintah harus

menyediakan lapangan kerja yang memadai untuk tenaga kerja agar

seluruhnya terserap dan memiliki pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuannya. Selain itu, bagi penganggur kiranya dapat mengasah skill dan

keterampilan sehingga dapat terserap ke pasar tenaga kerja yang dewasa ini

memerlukan keahlian professional yang tidak dapat dimiliki mesin dan robot,

terutama dalam menyongsong revolusi 4.0 di Indonesia.

32

Page 49: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

4. Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan dari

sisi ekonomi untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang

meliputi kebutuhan makan maupun non makan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Pada dasarnya

definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

a) Kemiskinan absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan

kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan

dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak.

Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat

pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk

memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan

agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil

pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk

menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk

menentukan tingkat pendapatan minimum yang 16 cukup untuk

memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan

untuk menjamin kelangsungan hidup.

b) Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang

yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih

jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya).

Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan

golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang

33

Page 50: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya

dengan masalah distribusi pendapatan.

Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) mendefinisikan

miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian Pembangunan Keluarga

Sejahtera yang terdiri atas keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I.

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan,

sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Sedangkan keluarga

sejahtera I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan

psikologis, serta kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi

dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

Menurut Todaro (dalam Budhi 2012:3) menyatakan bahwa variasi

kemiskinan di negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan

b) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan

c) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya

d) perbedaan peranan sektor swasta dan negar

e) perbedaan struktur industri

f) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain

g) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

34

Page 51: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

B. Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Metode Penelitian

Variabel Hasil Penelitian

1 Zsolt Becsi (1999)Economics and Crime in the States

Regresi PanelVariabel Dependen: Tingkat kejahatan

Variabel Independen:-Kepadatan penduduk-usia 15 – 19 tahun-usia 20 – 24 tahun-pengangguran-pendapatan-pendidikan-tahanan-jumlah polisi

-Variabel kepadatan penduduk memiliki hubungan positif dan tidak signifikan-variabel usia memiliki hubungan positif dan signifikan-variabel pengangguran memiliki hubungan positif dan signifikan-variabel pendapatan personal memiliki hubungan positif dan signifikan-variabel kesejahteraan memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan-variabel pendidikan memiliki hubungan positif dan tidak signifikan-variabel

35

Page 52: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

narapidana memiliki hubungan negatif dan signifikan-variabel pengeluaran polisi memiliki hubungan positif dan signifikan-variabel personil kepolisian memiliki hubungan positif dan signifikan

2 Lance Lochner (2007)Education and Crime Metode OLS

Variabel Dependen:Tingkat KejahatanVariabel Independen:Pendidikan

Secara Empiris, meningkatnya tingkat pendidikan dapat menurunkan tindak kekerasan dan kejahatan pencurian secara signifikan

3 Alison Oliver (2002) The Economics of Crime: An Analysis of Crime Rates in America

Metode OLSVariabel Dependen:Crime rateVariabel Independen: -Variabel Ekonomi-Variabel Pencegah-Variabel Demografi

(Variabel Ekonomi )-Jumlah lulusan sekolah menengah memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan-Jumlah yang terdaftar sekolah menengah memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan-GDP perkapita memiliki

36

Page 53: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

pengaruh positif dan tidak signifikan-Indeks Gini memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan- Pengangguran memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan(Variabel Pencegah)-Jumlah polisi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan-Jumlah tahanan memiliki pengaruh negatif dan signifikan-Lag Crime memiliki pengaruh positif dan signifikan(Variabel Demografi)-Usia dibawah 25 tahun memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan

4 Stepen Machin dan Costas Maghir (2004)Crime and Economic Incentives

Metode OLSVar. Dependen:Tingkat Kejahatan PencurianVar. Independen :

-Tingkat upah riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan

37

Page 54: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

-Tingkat upah riil-penduduk usia 15-24 tahun-panjang rata – rata hukuman-tingkat penghukuman

-Penduduk usia 15-24 tahun memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan-Tingkat hukuman memiliki pengaruh negatif dan signifikan-Panjang rata – rata penghukuman memiliki pengaruh negatif dan signifikan

5 Suci Rahmalia, Ariusni, Mike Triani (2019)Pengaruh tingkat pendidikan, pengangguran,dan kemiskinan terhadap kriminalitas di Indonesia

RegresiVariabel Dependen:KriminalitasVariabel Independen:-Pendidikan-Pengangguran-Kemiskinan

-Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kriminalitas di Indonesia-Pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kriminalitas di Indonesia.-Kemiskinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kriminalitas di Indonesia

38

Page 55: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

6 Florentinus Nugro Hardianto (2009)Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Indonesia Dengan Pendekatan Ekonomi

Metode OLSVar. Dependen :-Jumlah terdakwa kejahatan property-Jumlah terdakwa keseluruhan

Var. Independen :-probabilitas jumlah terdakwa yang dipenjara-tingkat upah pengeluaran pembangunan untuk sektor hukum

Ada 2 model regresi linear berganda yang digunakan :-Model pertama menggunakan jumlah terdakwa terhadap kejahatan hak milik pribadi sebagai variabel dependen, dan probabilitas jumlah terdakwa yang dipenjara, tingkat upah, pengeluaran pembangunan untuk sektor hukum sebagai variabel independen.-Model kedua menggunakan jumlah terdakwa dalam semua perkara pidana sebagai dependen, dan variabel independen sama dengan model pertama.Keduanya menunjukkan bahwa variabel probabilitas jumlah terdakwa yang dipenjara tidak berpengaruh signifikan

39

Page 56: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia

7 Yogie Yedia Priatna (2017)Analisis Pengaruh sosial ekonomi terhadap tingkat kejahatan pencurian di daerah istimewa yogyakarta tahun 2010-2015

Regresi

Var. Dependen:Pencurian

Var. Independen:-Pengangguran-Pendidikan

-tingkat pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan.-tingkat pendidikan dan rasio gini keduanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pencurian.

8 Adek Oktaviani Edwart, Zul Azhar (2019)Pengaruh tingkat pendidikan, kepadatan penduduk dan ketimpangan pendapatan terhadap kriminalitas di Indonesia

Regresi

Var. Dependen:Kriminalitas

Var. Independen:-Kepadatan Penduduk-Ketimpangan pendapatan

-Tingkat Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kriminalitas di Indonesia.-Kepadatan Penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kriminalitas di Indonesia.-Ketimpangan Pendapatan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

40

Page 57: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

kriminalitas di Indonesia

9 Diky Bintang Prakoso (2016)Keterkaitan antara angka kriminalitas dengan variabel-variabel makroekonomi dan variabel demografi di Indonesia

Regresi

Var. Dependen:Kriminalitas

Var.independen:-tingkat ketidakamanan-PDRB per kapita konstan-persentase penduduk miskin-kepadatan penduduk-laju pertumbuhan ekonomi

(provinsi dengan ketimpangan tinggi)-variabel ketidakamanan, prdb perkapita konstan dan kepadatan penduduk berpengaruh positif-persentase penduduk miskin dan laju pertumbuhan penduduk tidak berpengaruh signifikan(provinsi dengan ketimpangan rendah)-variabel tingkat ketidakamanan, pdrb per kapita konstan berpengaruh positif-variabel persentase penduduk miskin dan laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif-variabel kepadatan

41

Page 58: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

penduduk tidak berpengaruh signifikan

10 Ihdal Husnayain (2007)Analisis Ekonomi Kejahatan

Metode Ordered Logit

Var. Dependen:Kejahatan Pencurian

Var. Independen :-Pendapatan-Pengangguranproporsi usia 15-29 tahun-tingkat penyeselaian kasus oleh polisi-Koefisien gini-kekuatan kepolisian

- Variabel pendapatan memiliki pengaruh positif dan signifikan-Variabel pengangguran memiliki pengaruh positif dan signifikan-Variabel proporsi usia 15-29 tahun memiliki pengaruh positif dan signifikan - Variabel tingkat penyelesaian kasus memiliki pengaruh positif dan signifikan - Variabel kekuatan kepolisian tidak berpengaruh terhadap tingkat kejahatan-Variabel koefisien gini tidak berpengaruh terhadap tingkat kejahatan

42

Page 59: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

C. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan pendidikan terhadap pencurian

Pendidikan merupakan modal yang paling penting untuk dimiliki setiap

individu. Dengan memiliki modal pendidikan, seseorang akan memiliki

keterampilan yang akan membawanya kepada peluang-peluang dalam kehidupan

sehari-hari, misalnya peluang untuk mendapatkan pendapatan. Semakin rendah

tingkat pendidikan seseorang dapat disimpulkan bahwa keterampilan yang

dimiliknya pun rendah, dibandingkan dengan seseorang dengan pendidikan yang

yang tinggi maka keterampilannya pun akan lebih tinggi. Selain itu waktu luang

yang dimiliki seorang lulusan SD dan SMP akan lebih banyak dibandingkan

dengan lulusan SMA dan universitas. Sehingga ketersediaan waktu luang yang

banyak itu dapat menjadi peluang bagi mereka untuk melakukan tindakan

pencurian.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat terlihat dari peningkatan

tingkat pendidikan rata-rata suatu daerah. Menurut Todaro (1994:466) permintaan

akan pendidikan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu harapan bagi seorang siswa yang

lebih terdidik untuk mendapatkan pekerjaan dengan hasil yang lebih baik pada

sektor modern di masa yang akan datang bagi siswa itu sendiri maupun

keluarganya serta biaya-biaya pendidikan baik yang bersifat langsung maupun

tidak langsung yang harus dikeluarkan atau ditanggung oleh siswa dan atau

keluarganya. Dari sisi penawaran, jumlah sekolah di tingkat sekolah dasar,

menengah, dan universitas lebih banyak ditentukan oleh proses politik, dan sering

kali tidak berkaitan dengan kriteria ekonomi.

Machin (2010:25) menjelaskan ada tiga penghubung yang menjelaskan bahwa

pendidikan kemungkinan dapat mempengaruhi partisipasi kriminal dalam

kriminalitas. Penghubung itu antara lain efek pendapatan, ketersediaan waktu, dan

kesabaran atau penghindaran resiko. Alasan pertama, yaitu efek pendapatan,

bahwa pendidikan dapat meningkatkan pendapatan dari pekerjaan legal, dan juga

43

Page 60: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

meningkatkan biaya peluang untuk perilaku ilegal. Investasi dalam hal modal

manusia tersebut akan mengurangi kejahatan dengan menaikkan tingkat upah di

masa depan. Selain itu, seseorang akan berfikir bahwa waktu yang dihabiskan di

sekolah dan di pasar tenaga kerja terasa lebih mahal dibandingkan kegiatan ilegal.

Oleh karena itu, mereka yang menghabiskan waktu di pasar tenaga kerja legal

memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terlibat dalam kejahatan.

Alasan kedua, yaitu ketersediaan waktu. Semakin banyak seorang pelajar

tertangkap karena melakukan kejahatan, maka jumlah waktu yang dihabiskan

dalam penjara akan sangat meningkatkan kemungkinan angka putus sekolah yang

tinggi. Alasan ketiga, pendidikan juga dapat mempengaruhi kejahatan melalui

efeknya pada kesabaran dan penghindaran resiko. Imbalan di masa depan dari

aktivitas apapun dihitung sesuai dengan kesabaran seseorang dalam menunggu

untuk menyelesaikan pendidikan mereka. Pendidikan dapat meningkatkan

kesabaran dan akan mengurangi kecenderungan untuk melakukan kejahatan.

Pendidikan juga dapat meningkatkan penghindaran resiko, dan akibatnya

mengurangi kemungkinan melakukan kejahatan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan (2015) di Palestina

menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan di

Palestina. Pendidikan merupakan penentu paling penting, pendidikan dapat

mengurangi tingkat kejahatan karena dengan pendidikan yang tinggi dapat

membuat seseorang berperilaku sesuai hukum dan meminimalisirkan waktu luang.

2. Hubungan pengangguran terhadap pencurian

Menurut Khan dalam Rahmalia (2019:24) tingkat pengangguran yang tinggi

di negara manapun menurunkan peluang penghasilan dan dapat memaksa

individu mengadopsi perilaku kriminalitas. Seseorang yang menganggur

mempunyai probabilitas melakukan kejahatan lebih besar dibanding seseorang

yang bekerja. Ketika seseorang menganggur, maka dia tidak memiliki pekerjaan

yang berarti tidak memiliki pendapatan, atau dengan kata lain tidak memiliki

44

Page 61: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

ekspektasi keuntungan dari pekerjaan legal. Sehingga menurut teori,

pengangguran memiliki hubungan yang positif dengan kejahatan. Hal ini

dibuktikan 63 penelitian di Amerika pada tahun 1970an oleh Chiricos (1987)

bahwa analisis 63 penelitian terkait pengangguran dan kejahatan tersebut

memiliki hubungan positif dan signifikan.

Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang penting di Indonesia

dewasa ini. Terlebih pengangguran di Indonesia pada umumnya didominasi oleh

pengangguran usia muda. Pengangguran dapat menyebabkan merosotnya daya

beli masyarakat dan menurunnya produktivitas masyarakat. Selain itu,

meningkatnya pengangguran dapat mempengaruhi kondisi sosial dan politik yang

serius, seperti meningkatnya kriminalitas dan gangguan stabilitas politik negara

(Prihanto, 2012:23).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Melick (2003:35) disebutkan bahwa

secara historis terdapat dua pemikiran umum yang utama mengenai hubungan

antara pengangguran dengan kejahatan. Pemikiran pertama berfokus pada supply

of offenders dan pemikiran yang kedua berfokus pada supply of victims.

Alasannya adalah karena individu dalam rangka untuk mempertahankan standar

hidup tertentu, maka selama dia menjadi pengangguran akan menjadi lebih

mungkin untuk melakukan tindak pidana.

3. Hubungan kemiskinan terhadap pencurian

Kemiskinan indentik dengan kesulitan memenuhi kebutuhan primer (sandang

dan pangan). Inilah yang menyebabkan kemiskinan menjadi salah satu masalah

ekonomi dan sosial. Kemiskinan menyebabkan orang-orang tidak dapat

memperoleh pendapatan yang layak sehingga kualitas hidup rendah. Selain itu,

kemiskinan menyebabkan mereka melakukan tindakan yang melanggar norma

dan nilai. Misalnya, mencuri. Ini semua disebabkan kurang fungsinya lembaga-

lembaga ekonomi sehingga taraf kehidupan ekonomi masyarakat tidak dapat

diangkat ke taraf yang lebih baik.

45

Page 62: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Penduduk tergolong miskin inilah yang memiliki peluang besar untuk

melakukan kejahatan. Ditengah keterbatasan ekonomi mereka masih harus

memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehingga sebagian penduduk miskin

lebih memilih pekerjaan yang ilegal dan cukup berisiko. Namun, menghasilkan

pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan dari pekerjaan legal. Keterpaksaan

untuk mendapat penghasilan membuat kejahatan tidak menghiraukan resiko yang

dihadapinya bila tertangkap.

Menurut penelitian Khan (2015) bahwa kemiskinan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kriminalitas di Pakistan. Semakin meningkat kemiskinan

cendrung akan meningkatkan angka kriminalitas di suatu Negara. Kemiskinan

dapat meyebabkan tingkat stres dan meyebabkan individu mengadopsi perilaku

kriminal untuk hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun

terdapat penelitian lain yaitu Prayetno (2013) dimana kemiskinan berhubungan

negatif terhadap kriminalitas, karena dengan naiknya angka kemiskinan

mengharuskan orang untuk semakin bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari dan menekan tindakan kejahatan.

46

Page 63: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

D. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

47

Page 64: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya

masih harus diuji, atau rangkuman kesimpulan teoritis yang diperoleh dari tinjauan

pustaka (Martono, 2011:71). Hipotesis pada dasarnya berfungsi untuk

mengungkapkan masalah. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan penelitian

maka dirumuskan hipotesa sebagai berikut:

1. Variabel rata-rata lama sekolah diduga memiliki pengaruh negatif dan

signifikan terhadap tingkat kejahatan pencurian di beberapa provinsi di

Indonesia pada tahun 2010-2017.

2. Variabel pengangguran diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap tingkat kejahatan pencurian di beberapa provinsi di Indonesia pada

tahun 2010-2017.

3. Variabel kemiskinan diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

tingkat kejahatan pencurian di beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2010-

2017.

4. Variabel rata-rata lama sekolah, pengangguran dan kemiskinan secara

bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejahatan

pencurian di beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2010-2017.

48

Page 65: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam suatu penelitian dibutuhkan ruang lingkup atau batasan yang bertujuan

agar subjek, objek dan waktu penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan

peneitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah,

pengangguran dan kemiskinan terhadap kejahatan pencurian. Oleh sebab itu ruang

lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya pada provinsi yang memiliki angka

kejahatan pencurian tertinggi, yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas sedangkan variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (Sugiyono, 2017:39). Variabel dependen atau variabel terikat dalam

penelitian ini adalah tingkat kejahatan pencurian sedangkan variabel independen atau

variabel bebas dalam penelitian ini adalah rata-rata lama sekolah, tingkat

pengangguran terbuka dan kemiskinan. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini

berupa data sekunder, dalam bentuk panel data (pooled data) yang menggabungkan

data time series periode 2010-2017 dan data cross section 5 Provinsi di Indonesia.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah sebuah tempat atau wilayah subjek/objek yang diteliti, baik

orang, kejadian, nilai, benda maupun hal lainnya yang memiliki karakteristik dan

kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik

kesimpulannya untuk mendapatkan sebuah informasi (Riadi, 2014:16).

49

Page 66: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Dalam penelitian ini, metode penentuan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling. Purposive sampling yaitu metode penentuan sampel berdasarkan

atas pertimbangan atau karakteristik tertentu dari penulis sesuai dengan maksud dan

tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2017:85) teknik purposive sampling adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pada teknik purposive

sampling, terdapat teori yang dikembangankan oleh Roscoe salah satu syaratnya

mengatakan bahwa jika peneliti menggunakan analisis dengan variasi yang banyak

(korelasi antar variabel atau regresi ganda), maka jumlah anggota sampel yang harus

dianalisis minimal 10 dikalikan dengan jumlah variabel yang digunakan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penelitian ini

menggunakan analisis regresi dan jumlah anggota sampel ditentukan dengan cara

jumlah variabel dikali 10 maka didapatkan hasil minimal sampel yang dapat

digunakan dalam penelitian tersebut. Terdapat empat variabel dalam penelitian ini

yaitu satu variabel dependen (kejahatan pencurian) dan tiga variabel independen

(pendidikan, pengangguran dan kemiskinan) maka 4 variabel dikalikan 10 sama

dengan 40 yang artinya minimal sampel dalam penelitian ini adalah 40. Penelitian ini

kemudian memilih observasi sebanyak 5 provinsi dengan rentang waktu delapan

tahun yaitu tahun 2010-2017 dan didapatkan jumlah sampel dalam penilitian ini

bejumlah 40.

Penulis menggunakan sampel lima provinsi di Indonesia yang memiliki angka

kejahatan pencurian tertinggi di antara provinsi lainnya, yaitu Sumatera Utara, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat. Penulis memilih provinsi

dengan tingkat kejahatan yang tertinggi berdasarkan indikator kriminalitas nasional

yaitu jumlah kejahatan/ crime total. Lima provinsi dengan tingkat pencurian tertinggi

di Indonesia memiliki karakteristik wilayah yang sama yaitu memiliki jumlah

penduduk perkotaan yang tergolong tinggi. 5 provinsi ini dipilih sebagai sampel oleh

penulis dengan maksud untuk melihat sejauh mana pengaruh serta signifikansi dari

rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan terhadap

50

Page 67: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

tingkat kejahatan pencurian pada masing-masing wilayah tersebut yang memiliki

angka pencurian tertinggi.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian, pengumpulan data harus dilakukan untuk memperoleh

hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan. Metode pengumpulan data adalah langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data (Sugiyono, 2017:104). Adapun cara untuk memperoleh data dan

informasi dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Data sekunder

Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung.

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Indonesia.

2. Studi Pustaka

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah riset

kepustakaan. Riset kepustakaan yaitu pengumpulan data dan informasi yang

berkaitan dengan penulisan penelitian ini melalui literatur atau atau referensi

kepustakaan. Seperti perpustakaan, jurnal, browsing internet serta berbagai

sumber penerbitan seperti buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian

ini.

D. Metode Analisis Data

1. Metode Data Panel

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kuantitatif dengan menggunakan data panel. Data panel merupakan

gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section

dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari 5 provinsi di Indonesia

yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan

Sumatera Barat. Sedangkan untuk data time series dalam penelitian ini adalah

data yang diambil dari tahun 2010-2017. Pengolahan data menggunakan

51

Page 68: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

eviews 9 dan Microsoft Excel. Model dasar yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + εit

Keterangan:

Y : pencurian

X1it : rata-rata lama sekolah provinsi di provinsi i pada tahun t

X2it : pengangguran provinsi di provinsi i pada tahun t

X3it : kemiskinan provinsi di provinsi i pada tahun t

β0 : konstanta

β1, β2, β3: koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas

ε : error term

Menurut Basuki dan Prawoto (2017:281), keunggulan penggunaan

data panel memberikan banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut:

a. Data panel mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara

eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu

b. Data panel dapat digunakan untuk menguji, membangun dan

mempelajari model-model perilaku yang kompleks

c. Data panel mendasarkan diri pada observasi yang bersifat cross section

yang berulang-ulang (time series), sehingga cocok digunakan sebagai

study of dynamic adjustment.

d. Data panel memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih

bervariatif dan dapat mengurangi kolinieritas antarvariabel, derajat

kebebasan (degree of freedom/df) yang lebih tinggi sehingga dapat

diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien

52

Page 69: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

e. Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin

ditimbulakan oleh agregasi data individu

f. Data panel dapat mendeteksi lebih baik dan mengukur dampak yang

secara terpisah di observasi dengan menggunakan data time series

ataupun cross section.

2. Estimasi Data Panel

a. Pooled Least Square/Common Effects Model

Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena

hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada model ini

tidak diperhatikan dimensi waktu maupun individu, sehingga diasumsikan

bahwa perilaku data individu sama dalam berbagai kurun waktu. Model ini

menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat

terkecil untuk mengestimasi model data panel.

b. Fixed Effect Model

Merupakan pendekatan model data panel yang mengasumsikan terdapat

efek yang berbeda antar individu. Perbedaan antar individu dapat diakomodasi

dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed

Effect menggunakan teknik variabel dummy untuk menangkap perbedaan

intersep antar individu. Namun demikian slopnya sama antar individu. Salah

satu cara untuk memperhatikan heterogenitas unit cross section pada model

regresi data panel adalah dengan mengizinkan nilai intersepnya yang berbeda-

beda untuk setiap unit cross section tetapi masih mengasumsikan slope

konstan. Fixed Effect Model (FEM) ini sering disebut juga sebagai Least

Square Dummy Variabels (LSDV).

c. Random Effect Model

Model ini mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin

saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model Random

Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error terms masing-masing

individu. Keuntungan menggunakan model Random Effect yaitu

53

Page 70: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

menghilangkan heterokedastisitas. Model ini disebut dengan Error

Component Model (ECM).

3. Pemilihan Model Estimasi dalam Data Panel

a. Uji Chow (Chow Test)

Uji chow adalah pengujian untuk menentukan model yang paling tepat

antara Fixed Effect atau Common Effect untuk digunakan dalam mengestimasi

data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah:

Ho: Common Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Dalam pengambilan kesimpulan uji Chow, pedoman nya adalah sebagai

berikut:

Jika nilai probabilitas F > 0,05 artinya Ho diterima, maka model yang

digunakan adalah model Common Effect.

Jika nilai probabilitas F < 0,05 artinya Ho ditolak, maka model yang

digunakan adalah fixed effect.

b. Uji Hausman (Hausman Test)

Uji Hausman adalah pengujian untuk menentukan model yang paling

tepat antara Fixed Effect atau Random Effect untuk digunakan dalam

mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji Hausman adalah:

Ho: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Dalam pengambilan kesimpulan uji Chow, pedoman nya adalah sebagai

berikut:

54

Page 71: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Jika nilai probabilitas Chi Square > 0,05 artinya Ho diterima, maka

model yang digunakan adalah model Random Effect.

Jika nilai probabilitas Chi Square < 0,05 artinya Ho ditolak, maka

model yang digunakan adalah Fixed Effect.

4. Uji Hipotesis Model

a. Uji Koefisien Determinasi R2 (R Squared)

Koefisien determinasi mengukur seberapa besar kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen (uji goodness of fit). Koefisien

bernilai antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai koefisien tersebut maka

variabel-variabel independen semakin mampu menjelaskan variabel

dependen. Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang

menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel

dependen.

Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.

Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel

dependen (Ghozali, 2013:87)

b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t-statistik)

Uji t statistik dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh satu

variabel independen terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel

independen lainnya konstan. Uji ini dilakukan dengan membandingkan t

hitung dengan t tabel. Pada tingkat signifikansi 5%, maka kriteria pengujian

yang dilakukan sebagai berikut:

1) Jika t hitung < t tabel artinya salah satu variabel independen tidak

mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

2) Jika t hitung > t tabel artinya salah satu variabel independen

mempengaruhi variabel terikat secara signifikan.

55

Page 72: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik)

Uji F statistik dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pada tingkat

signifikan 5%, maka kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut:

1) Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya

variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen secara signifikan.

2) Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi

variabel dependen secara signifikan.

5. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel independen dan variabel dependen atau keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak. (Ghozali, 2013:160). Apabila variabel tidak

berdistribusi secara normal maka hasil uji statistik akan mengalami

penurunan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera

(JB). Jika nilai probabilitas pada JB>0,05 maka variabel-variabel tersebut

berdistribusi normal, begitu pula sebaliknya. Apabila probabilitas JB<0,05

maka variabel-variabel tersebut tidak berdistribusi normal.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah sebuah uji yang bertujuan untuk mnegethaui

apakah ada tidaknya korelasi antar variabel. Uji autokorelasi bertujuan untuk

menguji apakah dalam model terdapat korelasi antar kesalahan penganggu

(residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya. jika

terjadi autokorelasi, maka dinamakan terjadi masalah autokorelasi.

56

Page 73: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Pengujian yang bisa digunakan untuk meneliti kemungkinan terjadinya

autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (D-W). Ketika nilai DW > dU maka

bebas dari autokorelasi negatif dan ketika nilai DW< dU maka peneliitian

bebas dari autokorelasi positif. Berdasarkan hasil Uji Autokorelasi dengan

menggunakan uji Durbin Watson, maka didapatlah nilai Durbin Watson

sebesar 1.674307. Nilai dU untuk jumlah variabel (k) = 4 dan jumlah data

sebanyak 40 observasi yaitu 1.65889. Nilai1.674307 > 1.65889. Artinya data

tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW > dU.

c. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2013:105) pengujian multikolinearitas bertujuan untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Pengujian multikolinearitas adalah pengujian yang mempunyai

tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi

antara variabel independen. Untuk menemukan ada atau tidaknya

multikolinearitas dalam model regresi dapat diketahui dari nilai toleransi dan

nilai variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel

bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.

Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =

1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cut off

yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF

diatas 10.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. (Ghozali, 2013:139). Jika varians dari residual dan satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas.

Adanya sifat heterokedastisitas ini dapat membuat penaksiran dalam model

bersifat tidak efisien. Terdapat beberapa cara untuk melakukan uji

heterokedastisitas yaitu dengan uji glejser, uji park, uji spearman, atau dengan

57

Page 74: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

grafik (Scatterplot). Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini menggunakan

metode uji Glejser dengan penambahan residual absolut pada model. Jika nilai

probability > 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas.

58

Page 75: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

E. Operasional Variabel Penelitian

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran

1Kejahatan

Pencurian (Y)

Kejahatan Pencurian diukur

dengan proporsi tindak kejadian

yang dilaporkan masyarakat

pada Polri, atau peristiwa

dimana pelakunya tertangkap

tangan oleh kepolisian dengan

satuan jumlah kasus. Dalam

penelitian ini variable angka

kejahatan pencurian di log

sehingga satuan dari variabel ini

adalah persen

Jumlah kasus

2 Pendidikan (X1)

Pendidikan dalam penelitian ini

diukur dengan Rata-rata Lama

Sekolah (RRLS) Koefisien untuk

menghitung lama pendidikan

yang ditempuh penduduk pada

usia 25 tahun ke atas. Indeks ini

menjadi indikator perhitungan

pembangunan manusia bidang

pendidikan.

Tahun

3Tingkat

Pengangguran (X2)Tingkat Pengangguran Terbuka

adalah persentase penduduk usia Persentase (%)

59

Page 76: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

kerja yang tidak memiliki

pekerjaan atau sedang mencari

pekerjaan. Dengan cara

membandingkan jumlah

pengangguran terhadap

penduduk yang termasuk

angkatan kerja

4 Kemiskinan (X3)

Penduduk miskin adalah

penduduk yang hidup di bawah

garis kemiskinan, garis

kemiskinan yang digunakan

adalah garis kemiskinan yang

ditetapkan Badan Pusat Statistik

(BPS). Dalam penelitian ini, data

yang digunakan adalah

persentase Penduduk Miskin .

Persentase (%)

BAB IV

60

Page 77: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk

terbesar keempat di Indonesia pada tahun 2017 setelah Jawa Barat, Jawa Timur

dan Jawa Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017

sebanyak 14,262.147 jiwa, yang terdiri dari 7.116.896 jiwa penduduk laki-laki dan

7.145.251 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Provinsi Sumatera Utara untuk

daerah perkotaan sebanyak 56,3% yang berarti sebagian besar penduduk Sumatera

Utara tinggal di Kota.

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kasus

pencurian tertinggi di Indonesia yang berada di urutan pertama. Berdasarkan

grafik, dapat dilihat bahwa jumlah kasus pencurian di Provinsi Sumatera Utara

mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah kasus pencurian tertinggi selama

tahun 2010-2017 di Provinsi Sumatera Utara terjadi pada tahun 2013 sebanyak

18.034 jumlah kasus dan jumlah kasus pencurian terendah terjadi pada tahun 2017

sebesar 12.286 kasus.

Pada tahun 2017 kasus pencurian di Sumatera Utara sejumlah 12.286 kasus

dengan jumlah penduduk sebesar 14.262.100 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat

kerawanan (crime rate) setiap 100.000 penduduk yang akan terkena pencurian

sebesar 86 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis pencuriannya, pencurian di

Sumatera Utara selama 8 tahun didominasi oleh pencurian dengan pemberatan,

kecuali pada tahun 2012 dimana kasus pencurian yang terbanyak adalah pencurian

kendaraan bermotor.

Grafik 4.1

Pencurian Provinsi Sumatera Utara

61

Page 78: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Tahun 2010-2017

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

13003

16049 15185

1803416175

14238 13661

12286

CRIME

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik Indonesia 2018

Pendidikan dalam penelitian ini adalah Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

RRLS merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk dengan

usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh.

Di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 memiliki RRLS 9,25 tahun, yang

berarti rata-rata penduduk Sumatera Utara berusia 25 tahun ke atas hanya

bersekolah hingga tingkat SMP atau menyelesaikan pendidikan dibangku SMP.

Pada tahun 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Utara

total sebesar 6,41% dimana jumlah pengangguran di kota lebih tinggi

dibandingkan dengan di desa yakni tingkat pengangguran terbuka di kota sebesar

7,46% dan di desa sebesar 5,36%. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera

Utara, tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dikota disebabkan karena

faktor urbanisasi.

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2017 sebesar 1.45 juta

jiwa atau 10% lebih penduduk di Sumatera Utara masih tergolong miskin.

Persentase penduduk miskin di Sumatera Utara sebesar 10,22%. Terdapat 3 faktor

utama yang paling berpengaruh terhadap tingginya angka kemiskinan di Sumatera

62

Page 79: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Utara yaitu terbatasnya lapangan pekerjaan, rendahnya mutu sumber daya

manusia, dan tidak meratanya pembangunan di setiap daerah.

2. Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta

Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk

terbesar keenam di Indonesia. Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta pada tahun

2017 sebanyak 10.177.924 jiwa, yang terdiri dari 5.115.357 jiwa penduduk laki-

laki dan 5.062.567 jiwa penduduk perempuan. Provinsi DKI Jakarta merupakan

salah satu provinsi dengan jumlah kasus pencurian tertinggi di Indonesia yang

berada di urutan kedua.

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa jumlah kasus pencurian di Provinsi

DKI Jakarta mengalami penurunan setiap tahunnya. Jumlah kasus pencurian

tertinggi selama tahun 2010-2017 di Provinsi DKI Jakarta terjadi pada tahun 2010

sebanyak 19.718 jumlah kasus dan jumlah kasus pencurian terendah terjadi pada

tahun 2017 sebesar 5.935 kasus.

Pada tahun 2017 kasus pencurian di DKI Jakarta yg sebesar 5.935 kasus

dengan jumlah penduduk sebesar 10.177.924 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kerawanan (crime rate) yang berarti setidaknya setiap 100.000 penduduk

yang akan terkena pencurian sebesar 58 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis

pencuriannya, pencurian di DKI Jakarta selama 8 tahun didominasi oleh pencurian

dengan pemberatan sebesar 40.095 kasus dari tahun 2010-2017. Lalu pencurian

yang jumlahnya cukup tinggi disusul oleh pencurian kendaraan bermotor sebesar

26.456 kasus selama tahun 2010-2017.

Grafik 4.2

63

Page 80: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Pencurian Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2010-2017

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

19718

15546 1518213459

107329424 8869

5935

CRIME

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik Indonesia 2018

Pendidikan dalam penelitian ini adalah Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk dengan usia 25

tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh. Rata-

Rata Lama Sekolah di DKI Jakarta pada tahun 2017 adalah 11.02 tahun, yang

berarti rata-rata penduduk DKI Jakarta berusia 25 tahun ke atas hanya

menyelesaikan pendidikan dibangku SMP atau tidak tamat SMA.

Pada tahun 2017 TPT di DKI Jakarta total sebesar 5,36% atau setara dengan

293.000 orang. Selama tahun 2016 hingga 2017, tingkat pengangguran lulusan

SMK di Jakarta mengalami penurunan paling besar yaitu 4% yang berarti banyak

lulusan SMK yang terserap dalam pasar kerja, khususnya sektor servis sebesar

85%. Namun kondisi tingginya angka pengangguran di DKI Jakarta tetap menjadi

perhatian karena dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah sosial.

Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada tahun 2017 sebesar 389,69 ribu

jiwa. Persentase penduduk miskin di DKI Jakarta adalah sebesar 3,77%.

Dibandingkan dengan tahun 2016, jumlah penduduk miskin sebesar 384,30 ribu

orang atau 3,75%, jumlah penduduk miskin meningkat 5,39 ribu atau 0,02%.

64

Page 81: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

3. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk

terbesar di Indonesia pada tahun 2017. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat pada

tahun 2017 sebanyak 48.037.827 jiwa, yang terdiri dari 24.355.331 jiwa penduduk

laki-laki dan 23.355.331 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Provinsi Sumatera

Utara untuk daerah perkotaan sebanyak 78,7% yang berarti sebagian besar

penduduk Jawa Barat tinggal di Kota.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kasus

pencurian tertinggi di Indonesia yang berada di urutan ketiga. Berdasarkan tabel,

dapat dilihat bahwa jumlah kasus pencurian di Jawa Barat mengalami fluktuasi

setiap tahunnya. Jumlah kasus pencurian tertinggi selama tahun 2010-2017 di

Provinsi Jawa Barat terjadi pada tahun 2011 sebanyak 14.442 jumlah kasus dan

jumlah kasus pencurian terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 8.211 kasus.

Pada tahun 2017 kasus pencurian di Jawa Barat sejumlah 14.442 kasus

dengan jumlah penduduk sebesar 48.037.827 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat

kerawanan (crime rate) setiap 100.000 penduduk yang akan terkena pencurian

sebesar 30 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis pencuriannya, pencurian di Jawa

Barat selama 8 tahun didominasi oleh pencurian kendaraan bermotor (curanmor)

sebesar 33.880 kasus dari tahun 2010-2017. Lalu pencurian yang jumlahnya cukup

tinggi disusul oleh pencurian dengan pemberatan sebesar 33.688 kasus selama

tahun 2010-2017.

65

Page 82: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Grafik 4.3

Pencurian Provinsi Jawa Barat

Tahun 2010-2017

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

8221

14442

12634

11726

12477

10558

11134

11104

CRIME

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik Indonesia 2018

Pendidikan dalam penelitian ini adalah Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

RRLS merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk dengan

usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh.

Di Jawa Barat Rata-Rata Lama Sekolah pada tahun 2017 adalah 8.14 tahun, yang

berarti rata-rata penduduk Jawa Barat berusia 25 tahun ke atas bersekolah hingga

tingkat SD atau menyelesaikan pendidikan dibangku SD.

Pada tahun 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat sebesar

8,49% atau 1.921 juta orang. Angka pengangguran di Jawa Barat berada diatas

rata-rata nasional yaitu 5,33% bahkan tingkat pengangguran di Jawa Barat berada

di urutan kedua nasional setelah Kalimantan Timur. Menurut BPS Jawa Barat,

pengangguran di perkotaan selalu mengalami kenaikan dibandingkan dengan

pedesaan yang selalu mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan banyaknya

pencari kerja yang terus berdatangan ke daerah perkotaan tetapi belum dapat

terserap pasar kerja. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada tahun

66

Page 83: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

2017 sebesar 4,168.440 juta jiwa. Persentase penduduk miskin di Jawa Barat

sebesar 8,71%.

4. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.266.983

jiwa pada tahun 2017. Penduduk Provinsi Sumatera Selatan untuk daerah

perkotaan sebanyak 37,3% yang berarti hampir sebagian besar penduduk Sumatera

Selatan tinggal di kota. Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi

dengan jumlah kasus pencurian yang tinggi di Indonesia yang berada di urutan

keempat.

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa jumlah kasus pencurian di Provinsi

Sumatera Selatan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah kasus pencurian

tertinggi selama tahun 2010-2017 di Provinsi Sumatera Selatan terjadi pada tahun

2013 sebanyak 10.230 jumlah kasus dan jumlah kasus pencurian terendah terjadi

pada tahun 2017 sebesar 5.393 kasus.

Pada tahun 2017 kasus pencurian di Sumatera Selatan sejumlah 10.230 kasus

dengan jumlah penduduk sebesar 8.266.983 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat

kerawanan (crime rate) setiap 100.000 penduduk yang akan terkena pencurian

sebesar 123 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis pencuriannya, pencurian di

Sumatera Selatan selama 8 tahun didominasi oleh pencurian dengan pemberatan

sebesar 28.867 kasus dari tahun 2010-2017. Kemudian pencurian tertinggi kedua

yaitu pencurian dengan kekerasan sebesar 18.502 kasus selama tahun 2010-2017.

67

Page 84: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Grafik 4.4

Pencurian Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2010-2017

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

9085 9447 980610230 10282

81997182

5393

CRIME

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik Indonesia 2018

Pendidikan dalam penelitian ini adalah Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

RRLS merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk dengan

usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh.

Di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2017 adalah 7.99 tahun, yang berarti

rata-rata penduduk Sumatera Selatan berusia 25 tahun ke atas hanya bersekolah

hingga tingkat SD atau menyelesaikan pendidikan sampai bangku SD.

Pada tahun 2017 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Selatan

sebesar 3,80% mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3,94% atau

turun 0,14%. Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2017 sebanyak 161,2 ribu

orang atau bertambah sebanyak 1,6 ribu orang dari tahun 2016 sebesar 159,5 ribu

orang. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan pada tahun 2017 sebesar

1.086.920 juta jiwa. Persentase penduduk miskin di Sumatera Utara sebesar

13,19% berada diatas rata-rata nasional yang sebesar 9.8%. Hal ini terjadi

68

Page 85: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

dikarenakan di beberapa daerah di Sumsel angka kemiskinannya masih tinggi

sehingga menjadi kalkulasi angka kemiskinan di Sumsel yaitu 16 kabupaten/kota.

5. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk

sebanyak 5.259.500 jiwa pada tahun 2017, yang terdiri dari 2.617.200 jiwa

penduduk laki-laki dan 2.642.300 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Provinsi

Sumatera Barat untuk daerah perkotaan sebanyak 49,6%. Provinsi Sumatera Barat

merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kasus pencurian yang tinggi di

Indonesia yang berada di urutan kelima.

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa jumlah kasus pencurian di Provinsi

Sumatera Barat mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah kasus pencurian

tertinggi selama tahun 2010-2017 di Provinsi Sumatera Utara terjadi pada tahun

2016 sebanyak 8.173 jumlah kasus dan jumlah kasus pencurian terendah terjadi

pada tahun 2010 sebesar 4.606 kasus.

Pada tahun 2017 kasus pencurian di Sumatera Utara sejumlah 8.173 kasus

dengan jumlah penduduk sebanyak 5.259.500 jiwa. Hal ini berarti bahwa tingkat

kerawanan (crime rate) setiap 100.000 penduduk yang akan terkena pencurian

sebesar 165 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis pencuriannya, pencurian di

Sumatera Barat selama 8 tahun didominasi oleh pencurian dengan pemberatan

sebesar 19.146 kasus dari tahun 2010-2017. Kemudian pencurian tertinggi kedua

yaitu pencurian dengan kendaraan bermotor sebesar 18. 999 kasus selama tahun

2010-2017.

69

Page 86: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Grafik 4.5

Pencurian Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2010-2017

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

4606 4839

64997104

7953 8146 8173 7498

CRIME

Sumber: Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik Indonesia 2018

Pendidikan dalam penelitian ini adalah Rata-Rata Lama Sekolah (RRLS).

RRLS merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk dengan

usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh.

Di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 adalah 8,72 tahun, yang berarti rata-

rata penduduk Sumatera Barat berusia 25 tahun ke atas hanya bersekolah hingga

tingkat SD atau menyelesaikan pendidikan dibangku SD. Pada tahun 2017 TPT di

Sumatera Barat total sebesar 5,80% mengalami penurunan 1% dari tahun

sebelumnya dimana TPT tahun 2016 sebesar 5,81%. Jumlah pengangguran pada

tahun 2017 di Sumatera Barat sebesar 151.900 orang.

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada tahun 2017 sebesar 364.513

ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di Sumatera Utara sebesar 6,87%. Menurut

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat rokok menjadi pemicu kemiskinan

70

Page 87: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

karena menyumbang 13,16% sebagai komponen pembentuk garis kemiskinan di

perkotaan.

B. Temuan Hasil Penelitian

1. Uji Chow

Uji Chow adalah pengujian untuk menentukan model regresi data panel yang

paling tepat antara Pooled Least Square atau Fixed Effect untuk digunakan dalam

mengestimasi data panel. Jika nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi

α = 5%, maka model yang tepat untuk digunakan adalah Pooled Least Square dan

apabila nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%,

maka model yang tepat untuk digunakan adalah Fixed Effect. Hipotesis dalam uji

chow adalah:

Ho: Common Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Dari hasil estimasi uji Chow yang telah dilakukan dengan menggunakan

Redundant Fixed effect – Likelihood Ratio didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Uji Chow (Redundant Fixed Effect Tests)

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 27.993264 (4,32) 0.0000

Cross-section Chi-square 60.155611 4 0.0000

Sumbe

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

71

Page 88: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Berdasarkan hasil Uji Chow pada tabel diperoleh nilai probabilitas sebesar

0.0000 dimana nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%

(0.0000<0,05) atau tolak Ho dan terima H1. Maka model panel yang tepat digunakan

dalam penelitian ini adalah Fixed effect Model.

2. Uji Hausman

Setelah melakukan uji Chow dan didapatkan hasil bahwa model yang tepat

adalah Fixed Effect, maka selanjutnya dilakukan uji Hausman untuk mengetahui

model yang paling tepat antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Jika

nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model yang

tepat untuk digunakan adalah Random Effect Model dan apabila nilai probabilitas

F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model yang tepat

untuk digunakan adalah Fixed Effect. Hipotesis dalam uji Hausman adalah:

Ho: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Dari hasil estimasi uji Hausman yang telah dilakukan dengan menggunakan

Correlated Random Effects – Hausman Test didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2

Uji Hausman (Correlated Random Effects-Hausman Test)

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 26.707922 3 0.0000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

72

Page 89: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Berdasarkan hasil Uji Hausman pada tabel diperoleh nilai probabilitas sebesar

0.0000 dimana nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%

(0.0000<0,05) atau tolak Ho dan terima H1. Maka model panel yang tepat

digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed effect Model.

3. Fixed Effect Model

Dari hasil uji Chow dan uji Hausman maka didapatkan model terbaik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model. Dijelaskan melalui

persamaan yang didapatkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

STEAL = 7.745598 + (-0.314901) RRLS + 0.028682 TPT+ (-0.133303) PPM

+ e

STEAL = Pencurian

RRLS = Rata-Rata Lama Sekolah

TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka

PPM = Persentase Penduduk Miskin

e = error term

73

Page 90: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

a. Uji Signifikan Parsial (Uji t-statistik)

Uji t dilakukan dilakukan untuk menguji apakah variabel independen yaitu

rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan

berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen yaitu kejahatan

pencurian. Uji t dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas t-

statistik terhadap tingkat signifikan α = 5%. Hipotesisnya sebagai berikut:

1) Ho: Tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap kejahatan

pencurian secara parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap kejahatan pencurian

secara parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera

Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

74

Tabel 4.3

Estimasi Hasil Regresi Data Panel

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.745598 0.936326 8.272330 0.0000

RRLS? -0.314901 0.087157 -3.613015 0.0010

TPT? 0.028682 0.013729 2.089134 0.0447

PPM? -0.133303 0.020713 -6.435835 0.0000

R-squared 0.861532

Adjusted R-squared 0.831242

F-statistic 28.44281

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 91: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

2) Ho: Tidak ada pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap

kejahatan pencurian secara parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta,

Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-

2017.

H1: Ada pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap kejahatan

pencurian secara parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

3) Ho: Tidak ada pengaruh kemiskinan terhadap kejahatan pencurian

secara parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera

Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh kemiskinan terhadap kejahatan pencurian secara

parsial di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan

dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017

Tabel 4.4

Uji t-statistik

Variable Coefficient Prob.

C 7.745598 0.0000

RRLS? -0.314901 0.0010

TPT? 0.028682 0.0447

PPM? -0.133303 0.0000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Berdasarkan hipotesis, maka hasil yang didapatkan untuk penelitian ini

adalah:

75

Page 92: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

a) Nilai Probabilitas t-statistik pada variabel rata-rata lama sekolah (RRLS)

adalah 0.0010 < 0,05 yang artinya terima H1 dan tolak Ho.

b) Nilai Probabilitas t-statistik pada variabel pengangguran (TPT) adalah

0.0447 < 0,05 yang artinya terima H1 dan tolak Ho.

c) Nilai Probabilitas t-statistik pada variabel kemiskinan (PPM) adalah

0.0000 < 0,05 yang artinya terima H1 dan tolak Ho.

Berdasarkan hasil yang ditemui melalui uji t-statistik, dapat ditarik

kesimpulan bahwa ketiga variabel independen yaitu rata-rata sekolah,

pengangguran, dan kemiskinan masing-masing memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kejahatan pencurian.

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik)

Uji F dilakukan untuk menguji apakah variabel independen yaitu Rata-rata

lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan berpengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu kejahatan pencurian. Uji F

dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas F-statistik terhadap

tingkat signifikan α = 5%. Hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat pengaruh rata-rata lama sekolah, pengangguran dan

kemiskinan secara simultan terhadap Kejahatan Pencurian di Sumatera Utara,

DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun

2010 – 2017.

H1 : Terdapat pengaruh rata-rata lama sekolah, pengangguran dan kemiskinan

secara simultan terhadap Kejahatan Pencurian di Sumatera Utara, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010 –

2017.

Berdasarkan hasil regresi data panel, diperoleh hasil Uji F-statistik sebagai

berikut:

Tabel 4.5

76

Page 93: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Uji Signifikansi Simultan (Uji F-statistik)

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Berdasarkan hasil dari Uji F-statistik pada tabel dapat dijelaskan bahwa nilai

F-statistik sebesar 28.44281 dan probabilitas (F-statistik) sebesar 0.000000, nilai

probabilitas F-Statistik lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi α =

5% (0.000000 < 0.05) maka H1 diterima, yang artinya bahwa variabel-variabel

independen yaitu rata-rata lama sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan

kemiskinan berpengaruh secara simultan terhadap kejahatan pencurian di

Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat

pada tahun 2010 – 2017.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.6

Uji Koefisien Determinasi

R-squared 0.861532

Adjusted R-squared 0.831242

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa

besar kemampuan variabel independen yaitu rata-rata lama sekolah,

pengangguran dan kemiskinan menjelaskan variabel dependen yaitu Kejahatan

77

F-statistic 28.44281

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 94: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Pencurian. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai koefisien

determinansi sebesar 0.86 yang artinya 86% dari variasi kejahatan pencurian di 5

provinsi pada tahun 2010-2017 dapat dijelaskan oleh variabel rata-rata lama

sekolah, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan, sedangkan 14% dapat

dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.

Tabel 4.7

Interpretasi Fixed Effect Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.745598 0.936326 8.272330 0.0000

RRLS? -0.314901 0.087157 -3.613015 0.0010

TPT? 0.028682 0.013729 2.089134 0.0447

PPM? -0.133303 0.020713 -6.435835 0.0000

FixedEffects (Cross)

_SUMUT_C_--C 0.422634 7.322964

_JAKARTA_C_--C -0.103518 7.755949

_JABAR_C_--C -0.223424 7.969022

_SUMSEL_C_--C 0.319867 7.425731

_SUMBAR_C_--C -0.415559 8.161157

78

Page 95: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Hasil estimasi model Fixed Effect pada tabel di atas menunjukkan nilai

coefficient konstanta sebesar 7.745598.

Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan

1% pada angka pengangguran dan kemiskinan, maka provinsi

Sumatera Utara mendapat pengaruh individu terhadap kejahatan

pencurian sebesar 7.322

Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan

1% pada angka pengangguran dan kemiskinan, maka provinsi DKI

Jakarta mendapat pengaruh individu terhadap kejahatan pencurian

sebesar 7.755

Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan

1% pada angka pengangguran dan kemiskinan, maka provinsi Jawa

Barat mendapat pengaruh individu terhadap kejahatan pencurian

sebesar 7.969

Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan

1% pada angka pengangguran dan kemiskinan, maka provinsi

Sumatera Selatan mendapat pengaruh individu terhadap kejahatan

pencurian sebesar 7.425

Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan

1% pada angka pengangguran dan kemiskinan, maka provinsi

Sumatera Barat mendapat pengaruh individu terhadap kejahatan

pencurian sebesar 8.16

4. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

independen dan variabel dependen atau keduanya terdistribusi normal atau tidak.

Apabila variabel tidak berdistribusi secara normal maka hasil uji statistik akan

79

Page 96: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

mengalami penurunan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji

Jarque-Bera (JB). Jika nilai probabilitas pada JB > 0,05 maka variabel-variabel

tersebut berdistribusi normal, begitu pula sebaliknya. Apabila probabilitas JB <

0,05 maka variabel-variabel tersebut tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.8

Hasil Uji Normalitas

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10

Series: Standardized ResidualsSample 2010 2017Observations 40

Mean 2.78e-18Median 0.008686Maximum 0.119566Minimum -0.170125Std. Dev. 0.058399Skewness -0.451880Kurtosis 3.427257

Jarque-Bera 1.665550Probability 0.434841

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan nilai probabilitas Jarque-Bera

yaitu sebesar 0.434. Nilai tersebut lebih tinggi dari α = 5% atau 0,05 (0,434 >

0,05) yang berarti data dalam penelitian ini terdistribusi normal, maka model

regresi dapat dilanjutkan untuk pengujian berikutnya.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah sebuah uji yang bertujuan untuk mnegethaui apakah

ada tidaknya korelasi antar variabel. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji

apakah dalam model terdapat korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada

periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya. Jika terjadi autokorelasi,

maka dinamakan terjadi masalah autokorelasi.

Tabel 4.9

Hasil Uji Autokorelasi

80

Page 97: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Pengujian yang bisa digunakan untuk meneliti kemungkinan terjadinya

autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (D-W). Ketika nilai DW > dU maka bebas

dari autokorelasi negatif dan ketika nilai DW< dU maka penelitian bebas dari

autokorelasi positif. Berdasarkan hasil Uji Autokorelasi dengan menggunakan uji

Durbin Watson, maka didapatlah nilai Durbin Watson sebesar 1.674307. Nilai dU

untuk jumlah variabel (k) = 4 dan jumlah data sebanyak 40 observasi yaitu

1.65889. Nilai 1.674307 > 1.65889. Artinya data tidak terdapat autokorelasi

karena nilai DW > dU.

Setelah dilakukan pengujian autokorelasi dan didapatkan hasil yang

memenuhi syarat uji Durbin-Watson maka dapat dinyatakan bahwa model yang

digunakan dalam penelitian ini terbebas dari adanya masalah autokorelasi.

c. Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Pengujian

multikolinearitas adalah pengujian yang mempunyai tujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen.

Untuk menemukan ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat

diketahui dari nilai toleransi dan nilai variance inflation factor (VIF). Tolerance

mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan

oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF

tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang

tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama

dengan nilai VIF diatas 10.

Tabel 4.10 Hasil Uji VIF

81

    Durbin-Watson stat 1.674307

Page 98: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Coefficient Uncentered CenteredVariable Variance VIF VIF

C  0.214106  515.2106  NARRLS  0.001306  238.1246  3.848603TPT  0.000159  21.73667  1.496191PPM  0.000166  38.65562  4.762659

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Hasil uji multikolinearitas dengan VIF menunjukkan bahwa nilai masing-

masing variabel dependen dibawah 10 yang artinya bahwa model yang digunakan

dalam penelitian ini bebas dari masalah multikolinearitas.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menilai apakah terdapat ketidaksamaan

varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi linear. Terdapat

beberapa cara untuk melakukan uji heterokedastisitas yaitu dengan uji glejser, uji

park, uji spearman, atau dengan grafik (Scatterplot). Uji heterokedastisitas dalam

penelitian ini menggunakan metode uji Glejser dan membandingkan nilai

probabilitasnya apakah lebih besar dari α = 5%.. Jika nilai probability > 0,05

maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Tabel 4.11 Hasil Uji Heterokedastisitas

Variable Coefficient Prob.

C -0.098857 0.8441

RRLS 0.002527 0.9569

TPT -0.005595 0.4498

PPM 0.017780 0.1169

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews 9

Berdasarkan pengujian heterokedastisitas dengan uji Glejser didapatkan hasil

bahwa variabel-variabel independen dalam penelitian ini yaitu RRLS (Rata-Rata

82

Page 99: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Lama Sekolah), TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) dan PPM (Persentase

Penduduk Miskin) memiliki nilai probabilitas diatas α = 5% yang berarti secara

signifikan tidak mempengaruhi residual absolute (resabs). Maka data dalam

penelitian ini tidak terindikasi adanya heterokedastisitas.

5. Analis Ekonomi

a. Pendidikan terhadap pencurian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kejahatan pencurian pada provinsi Sumatera Utara, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

Maksud dari pengaruh negatif ini adalah terdapat indikasi hubungan kuat antara

pendidikan dan kejahatan pencurian. Jika pendidikan meningkat maka akan

berpengaruh pada penurunan kejahatan pencurian. Sebaliknya, kejahatan

pencurian akan mengalami peningkatan apabila pendidikan menurun.

Pendidikan dalam penelitian ini adalah rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama

sekolah merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-rata penduduk

dengan usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal yang telah

ditempuh. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi rata-rata lama sekolah maka

semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah ditempuh. Ketika semakin tinggi

jenjang pendidikan seseorang maka cenderung akan berfikir kritis untuk tidak

melakukan kegiatan ilegal seperti pencurian. Karena dengan pendidikan pula

dapat membentuk sifat, sikap dan kebiasaan baik individu untuk melakukan hal

yang lebih bermanfaat dari pada tindakan ilegal. Pada penelitian ini dinyatakan

bahwa setiap terjadi peningkatan 1 tahun RRLS maka akan menurunkan

pencurian sebesar 0.314901.

Di Indonesia, walaupun sudah banyak daerah yang pendidikannya merata

dengan baik namun masih terdapat daerah yang memiliki pendidikan yang

rendah. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya

83

Page 100: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

penyetaraan pendidikan di Indonesia dan kesenjangan infrastruktur diberbagai

wilayah di Indonesia yang saat ini masih sangat tinggi. Pendidikan merupakan

investasi yang penting bagi setiap manusia. Dengan pendidikan, maka akan

timbul pula sifat, sikap dan kebiasaan baik yang akan mempengaruhi lingkungan

sekitar. Pendidikan akademis sejak kecil akan memberikan dampak baik, karena

melalui pendidikan akademis, akan tercipta pula pendidikan moral.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lochner

(2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara tingkat pendidikan

dan tingkat kejahatan pencurian. Karena seseorang yang berpendidikan tinggi

akan cenderung berfikir untuk tidak bertindak kriminal, karena manfaat yang

terlalu kecil. Jadi pendidikan secara langsung akan menurunkan tindak kejahatan

pencurian.

b. Pengangguran terhadap pencurian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kejahatan pencurian pada provinsi Sumatera Utara, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

Maksud dari pengaruh positif ini adalah terdapat indikasi hubungan kuat antara

tingkat pengangguran terbuka dan kejahatan pencurian. Jika tingkat pengangguran

terbuka meningkat maka akan berpengaruh pada peningkatan kejahatan

pencurian. Sebaliknya, kejahatan pencurian akan mengalami penurunan apabila

tingkat pengangguran terbuka menurun. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa

setiap terjadi peningkatan pengangguran sebesar 1% maka akan terjadi

peningkatan pencurian sebesar 0.028682

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zsolt Becsi

(1999) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengangguran

84

Page 101: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

dan kejahatan pencurian. Seseorang yang menganggur akan kehilangan

pendapatan sehingga akan menyebabkan ekspektasi utilitas tindak kejahatan lebih

besar dari utilitas pandapatan legalnya. Biaya pemenjaraan berupa opportunity

cost pendapatan legal yang hilang juga sangat kecil bagi seorang pengangguran.

Hal ini akan menimbulkan insentif bagi orang tersebut untuk melakukan tindak

kejahatan.

c. Kemiskinan terhadap pencurian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kejahatan pencurian pada provinsi Sumatera Utara, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada tahun 2010-2017.

Maksud dari pengaruh negatif ini adalah terdapat indikasi hubungan kuat antara

kemiskinan dan kejahatan pencurian. Jika tingkat kemiskinan meningkat maka

akan berpengaruh pada penurunan kejahatan pencurian. Sebaliknya, kejahatan

pencurian akan mengalami peningkatan apabila tingkat kemiskinan menurun.

Pada penelitian ini dinyatakan bahwa setiap terjadi peningkatan kemiskinan

sebesar 1% maka akan terjadi penurunan pencurian sebesar 0.133303.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakoso

(2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kemiskinan dan

kejahatan pencurian. Seseorang yang memiliki pendapatan sangat rendah dan

tergolong miskin belum tentu akan melakukan tindak pencurian. Karena pada

dasarnya, miskin belum tentu mencuri. Orang yang merasa cukup atas apa yang

ada (Qana’ah), bukanlah orang yang bercukupan secara berlebihan, tapi adalah

orang yang pandai bersyukur dan tidak pernah merasa kekurangan atas nikmat

yang diberikan Allah SWT.

85

Page 102: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan (rata-rata lama sekolah)

berpengaruh signifikan dan menunjukkan arah hubungan yang negatif

terhadap angka kejahatan pencurian di Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI

Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat pada periode 2010 sampai

86

Page 103: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

2017. Hubungan ini memiliki arti apabila rata-rata lama sekolah meningkat

maka angka pencurian akan menurun dan sebaliknya jika rata-rata lama

sekolah menurun maka angka pencurian akan meningkat.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh signifikan

dan menunjukkan arah hubungan yang positif terhadap angka kejahatan

pencurian di Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan

Sumatera Barat pada periode 2010 sampai 2017. Arah hubungan positif ini

memiliki arti jika jumlah pengangguran meningkat maka angka pencurian

juga akan meningkat, dan sebaliknya jika pengangguran menurun maka angka

pencurian juga menurun.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan berpengaruh signifikan dan

menunjukkan arah hubungan yang negatif terhadap angka kejahatan pencurian

di Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera

Barat pada periode 2010 sampai 2017. Arah hubungan negatif ini memiliki

arti jika jumlah penduduk miskin bertambah, maka angka pencurian akan

menurun.

4. Secara simultan variabel pendidikan (rata-rata lama sekolah), pengangguran

dan kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap angka kejahatan pencurian di

Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera

Barat pada periode 2010 sampai 2017. Jadi dapat disimpulkan bahwa

perubahan atau pergerakan yang terjadi pada variabel rata-rata lama sekolah,

pengangguran dan kemiskinan akan mempengaruhi perubahan angka

kejahatan pencurian.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka pada bagian ini

dikemukakan beberapa saran baik untuk kepentingan praktisi maupun pengembangan

penelitian selanjutnya sebagai berikut:

87

Page 104: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

1. Bagi pemerintah termasuk aparat kepolisian maupun lembaga pengawas

terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan melihat tingginya angka pencurian

maka diharapkan lembaga terkait dapat meningkatan pengawasan dan

pemberlakuan sistem keamanan lebih efektif khususnya kepada pelaku

kejahatan agar jera untuk tidak melakukan tindak kejahatan pencurian.

Sedangkan untuk mencegahnya, pemerintah dapat menyediakan lapangan

pekerjaan melihat masih tingginya angka pengangguran. Dalam sisi

pendidikan, pemerintah perlu memastikan bahwa pendidikan di Indonesia

sampai ke pelosok sehingga seluruh anak Indonesia dapat bersekolah sampai

jenjang yang tinggi. Apabila pengangguran rendah, pendidikan tinggi dan

kemiskinan rendah, maka tidak ada masalah sosial seperti kriminalitas.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan kajian lebih

lanjut dengan memasukkan variabel independen lain yang dapat

mempengaruhi kejahatan pencurian, serta memperpanjang periode penelitian,

dan menggunakan provinsi-provinsi dengan karakteristik tertentu agar

mendapatkan gambaran hasil yang spesifik. Selain itu untuk hasil yang lebih

jelas pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengukur kejahatan

pencurian berdasarkan klasifikasi menurut jenis pekerjaan legal yang dimiliki

oleh seorang pelaku kejahatan, atau motivasi dibalik seorang pelaku kejahatan

melakukan tindakan ilegal tersebut.

88

Page 105: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung. Jakarta.

Basuki, Agus Tri and Prawoto, Nano. 2016. Analisis Regresi Dalam Penelitian

Ekonomi & Bisnis : Dilengkapi Aplikasi SPSS & EVIEWS. Depok : PT

Rajagrafindo Persada

Becker, Gary S. 1968. “Crime and Punishment: An Economic Approach.” The

Journal of Political Economy, Vol 76, No.2.

89

Page 106: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Becsi, Zscolt. 1999. “Economics and Crime in The States.” Atlanta: Federal Reserve

Bank of Atlanta.

Budhi, Made Kembar Sri. 2013. “Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

pengentasan kemiskinan di Bali: Analisis FEM data panel”. Jurnal Ekonomi

Kuantitatif Terapan Vol. 6. No. 1

Chalid, P. 2016. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: CSES Press.

Chiricos, Theodore. 1987. “Rates of Crime and Unemployment: An Analysis of

Aggregate Research Evidence”. Social Problem Vol. 34

Delia, Rara Putri. 2009. “Analisis Determinan Penyebab Timbulnya Fear Of Crime

pada Kasus Pencurian di Kalangan Ibu Rumah Tangga”. Jurnal Kriminologi

Indonesia Vol. 5 No.1 :67-76.. Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok.

Ehrlich, I. 1975 “On the relation between education and crime”, in: T. Juster (ed.),

Education, Income and Human Behavior, McGraw-Hill, New York.

Groot, Wim. Henriette Maassen van den Brink. 2007.”The effects of education on

crime”. Warwick University.

Hamzah, Andi. 1995. KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.

Hardianto, Florentinus Nugro. 2016. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Kriminalitas di Indonesia dari Pendekatan Ekonomi” Bina

Ekonomi Majalah Ilmiah Vol. 3, No. 2: 28-41, Fakultas Ekonomi Universitas

Katolik Parayangan. Bandung

Hendri, Davy. 2014. “Kriminalitas: Sebuah Sisi Gelap dari Ketimpangan Distribusi

Pendapatan”. Jurnal Ekonomi Kebijakan Publik, Vol.5, No.2

90

Page 107: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Hollis, Christiana M. 2011. “Indentifying The Effect of Unemployment on Property

Crimes: Analyzing The Impact of The 2007/2008 Economic Recession”.

Georgetwon University Washington, DC.

Khan,Nabeela., dkk. 2015. “The Socio-Economic Determinants of Crime in

Pakistan:New Evidence on an Old Debate”.

Machin, Stephen. Olivier Marie. Suncica Vujic. 2010. “The Crime reducing effect of

education”. The Economic Journal.

Melick, Matthew D. 2003. “The Relationship between Crime and Unemployment”.

The Park Place Economist: Vol.11.

Nanga, M. 2001. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan Edisi Perdana.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

O’Block, Robert. 1981. “Security and Crime Prevention”, Missouri: The CV Mosby

Company.

Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta.

Prayetno. 2013. “Kausalitas Kemiskinan Terhadap Perbuatan Kriminal”. Media

Komunikasi FIS Vol. 12 No. 1. Universitas Negeri Medan.

Priatna, Yedie Yogie. 2016. “Analisis Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat

Kejahatan Pencurian di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2015”.

Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah.

Purnianti dan M. K. Darmawan. 1994. Mashab dan Penggolongan Teori dalam

Kriminologi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

R.Soesilo. 1985. Kriminologi, Politeia, Bogor.

91

Page 108: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Ramdayani, Syofia Sofatunisa. Bayu Kharisma dan Kodrat Wibowo. 2019.

“Pengeluaran Pemerintah Sektor Perlindungan Sosial, Ketertiban Keamanan,

dan Kriminalitas”. Jurnal Ekonomi, Vol. 15, No. 2.

Riadi, E. 2014. Metode Statitiska. Tangerang: Pustaka Mandiri.

Saat, Sulaiman. 2013. “Pendidikan sebagai institusi sosial”. Jurnal Pendidikan

Vol.16, No. 2. UIN Alauddin Makassar.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung:Alfabeta, CV.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Penerbit Kencana.

Sukirno, Sadono. 2006. Teori Penggantar Makro Ekonomi. Jakarta : PT.Raja

Grafindo.

Sullivan, Arthur O. 2009. “Urban Economics”. America : McGraw-Hill

Tauchen, H. & A. Witte. 1994. “Work and crime: an exploration using panel data”,

NBER Working Paper 4794

Todaro, Michael dan Stephen C Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi edisi

kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/

Lampiran

Lampiran 1: Hasil Estimasi Data Panel

1. Common Effect Model

Dependent Variable: STEAL

92

Page 109: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Method: Panel Least SquaresDate: 12/27/19 Time: 12:17Sample: 2010 2017Periods included: 8Cross-sections included: 5Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.289420 0.462716 4.947787 0.0000RRLS 0.111265 0.036142 3.078554 0.0040TPT 0.053540 0.012617 4.243356 0.0001PPM 0.040197 0.012899 3.116203 0.0036

R-squared 0.377009    Mean dependent var 4.009000Adjusted R-squared 0.325093    S.D. dependent var 0.156939S.E. of regression 0.128929    Akaike info criterion -1.164464Sum squared resid 0.598420    Schwarz criterion -0.995576Log likelihood 27.28928    Hannan-Quinn criter. -1.103399F-statistic 7.261908    Durbin-Watson stat 0.643626Prob(F-statistic) 0.000625

2. Fixed Effect Model

Dependent Variable: STEAL?Method: Pooled Least SquaresDate: 12/27/19 Time: 12:29Sample: 2010 2017Included observations: 8Cross-sections included: 5Total pool (balanced) observations: 40

93

Page 110: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.745598 0.936326 8.272330 0.0000RRLS? -0.314901 0.087157 -3.613015 0.0010TPT? 0.028682 0.013729 2.089134 0.0447PPM? -0.133303 0.020713 -6.435835 0.0000

Fixed Effects (Cross)_SUMUT_C_--C 0.422634

_JAKARTA_C_--C -0.103518_JABAR_C_--C -0.223424

_SUMSEL_C_--C 0.319867_SUMBAR_C_--C -0.415559

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.861532    Mean dependent var 4.009000Adjusted R-squared 0.831242    S.D. dependent var 0.156939S.E. of regression 0.064471    Akaike info criterion -2.468354Sum squared resid 0.133007    Schwarz criterion -2.130578Log likelihood 57.36709    Hannan-Quinn criter. -2.346225F-statistic 28.44281    Durbin-Watson stat 1.674307Prob(F-statistic) 0.000000

3. Uji Chow

Redundant Fixed Effects TestsEquation: UntitledTest cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 27.993264 (4,32) 0.0000Cross-section Chi-square 60.155611 4 0.0000

94

Page 111: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: STEALMethod: Panel Least SquaresDate: 12/27/19 Time: 12:32Sample: 2010 2017Periods included: 8Cross-sections included: 5Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.289420 0.462716 4.947787 0.0000RRLS 0.111265 0.036142 3.078554 0.0040TPT 0.053540 0.012617 4.243356 0.0001PPM 0.040197 0.012899 3.116203 0.0036

R-squared 0.377009    Mean dependent var 4.009000Adjusted R-squared 0.325093    S.D. dependent var 0.156939S.E. of regression 0.128929    Akaike info criterion -1.164464Sum squared resid 0.598420    Schwarz criterion -0.995576Log likelihood 27.28928    Hannan-Quinn criter. -1.103399F-statistic 7.261908    Durbin-Watson stat 0.643626Prob(F-statistic) 0.000625

4. Random Effect Model

Dependent Variable: STEAL?Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)Date: 12/27/19 Time: 12:40Sample: 2010 2017Periods included: 8Cross-sections included: 5Total panel (balanced) observations: 40Swamy and Arora estimator of component variances

95

Page 112: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.064445 0.655536 9.251117 0.0000RRLS -0.184077 0.056933 -3.233217 0.0026TPT 0.027916 0.009572 2.916536 0.0061PPM -0.072732 0.016924 -4.297624 0.0001

Effects SpecificationS.D. Rho

Cross-section random 0.108640 0.7396Idiosyncratic random 0.064471 0.2604

Weighted Statistics

R-squared 0.401597    Mean dependent var 0.823208Adjusted R-squared 0.351730    S.D. dependent var 0.103122S.E. of regression 0.083029    Sum squared resid 0.248175F-statistic 8.053366    Durbin-Watson stat 0.812397Prob(F-statistic) 0.000311

Unweighted Statistics

R-squared -1.123560    Mean dependent var 4.009000Sum squared resid 2.039807    Durbin-Watson stat 0.098841

5. Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman TestEquation: UntitledTest cross-section random effects

Test SummaryChi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 26.707922 3 0.0000

96

Page 113: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

RRLS -0.314901 -0.184077 0.004355 0.0474TPT 0.028682 0.027916 0.000097 0.9380PPM -0.133303 -0.072732 0.000143 0.0000

Cross-section random effects test equation:Dependent Variable: STEALMethod: Panel Least SquaresDate: 12/27/19 Time: 12:47Sample: 2010 2017Periods included: 8Cross-sections included: 5Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.745598 0.936326 8.272330 0.0000RRLS -0.314901 0.087157 -3.613015 0.0010TPT 0.028682 0.013729 2.089134 0.0447PPM -0.133303 0.020713 -6.435835 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.861532    Mean dependent var 4.009000Adjusted R-squared 0.831242    S.D. dependent var 0.156939S.E. of regression 0.064471    Akaike info criterion -2.468354Sum squared resid 0.133007    Schwarz criterion -2.130578Log likelihood 57.36709    Hannan-Quinn criter. -2.346225F-statistic 28.44281    Durbin-Watson stat 1.674307Prob(F-statistic) 0.000000

6. Uji Normalitas

97

Page 114: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10

Series: Standardized ResidualsSample 2010 2017Observations 40

Mean 2.78e-18Median 0.008686Maximum 0.119566Minimum -0.170125Std. Dev. 0.058399Skewness -0.451880Kurtosis 3.427257

Jarque-Bera 1.665550Probability 0.434841

7. Uji Multikolinearitas

98

Page 115: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Variance Inflation FactorsDate: 12/27/19 Time: 12:55Sample: 1 40Included observations: 40

Coefficient Uncentered CenteredVariable Variance VIF VIF

C  0.214106  515.2106  NARRLS  0.001306  238.1246  3.848603TPT  0.000159  21.73667  1.496191PPM  0.000166  38.65562  4.762659

8. Uji Heterokedastisitas (Uji Glejser)

Dependent Variable: RESABS

99

Page 116: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Method: Panel Least SquaresDate: 12/27/19 Time: 12:58Sample: 2010 2017Periods included: 8Cross-sections included: 5Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.098857 0.498751 -0.198208 0.8441RRLS 0.002527 0.046426 0.054425 0.9569TPT -0.005595 0.007313 -0.765073 0.4498PPM 0.017780 0.011033 1.611521 0.1169

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.227223    Mean dependent var 0.045873Adjusted R-squared 0.058178    S.D. dependent var 0.035386S.E. of regression 0.034342    Akaike info criterion -3.728067Sum squared resid 0.037739    Schwarz criterion -3.390291Log likelihood 82.56133    Hannan-Quinn criter. -3.605938F-statistic 1.344160    Durbin-Watson stat 1.837965Prob(F-statistic) 0.262491

Lampiran 2

1. Data Penelitian

100

Page 117: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

Provinsi Periode STEAL RRLS TPT PPMSumatera

Utara 2010 13003 8.51 8.01 11.31Sumatera

Utara 2011 16049 8.61 7.47 11.33Sumatera

Utara 2012 15185 8.72 6.43 10.67Sumatera

Utara 2013 18034 8.79 6.09 10.06

Sumatera Utara 2014 16175 8

.93 5.95 9.38

Sumatera Utara 2015 14238 9

.03 6.39 10.53

Sumatera Utara 2016 13661 9

.12 6.49 10.35

Sumatera Utara 2017 12286 9

.25 6.41 10.22

DKIJakarta 2010 19718

10.37 11.32 3.48

DKIJakarta 2011 15546

10.40 10.86 3.75

DKIJakarta 2012 15182 10

.43 10.6 3.69

DKI Jakarta 2013 13459 10

.47 9.64 3.55

DKIJakarta 2014 10732 10

.54 9.84 3.92

DKIJakarta 2015 9424 10

.70 8.36 3.93

DKIJakarta 2016 8869 10

.88 5.77 3.75

DKIJakarta 2017 5935 11

.02 5.36 3.77

JawaBarat 2010 8211

7.40 10.57 11.27

JawaBarat 2011 14442

7.46 10.01 10.65

JawaBarat 2012 12634

7.52 9.84 10.09

JawaBarat 2013 11726

7.58 8.88 9.52

Jawa 2014 12477 7.71 8.66 9.44

101

Page 118: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BaratJawaBarat 2015 10558 7

.86 8.4 9.53

JawaBarat 2016 11134 7

.95 8.57 8.95

JawaBarat 2017 11104 8

.14 8.49 8.71

Sumatera Selatan 2010 9085 7.34 6.55 15.47

Sumatera Selatan 2011 9447 7.42 6.29 14.24

Sumatera Selatan 2012 9806 7.5 5.6 13.78

Sumatera Selatan 2013 10230 7.53 5.41 14.24

Sumatera Selatan 2014 10282 7.66 3.84 13.91

Sumatera Selatan 2015 8199 7.77 5.03 14.25

Sumatera Selatan 2016 7182 7.83 3.94 13.54

Sumatera Selatan 2017 5393 7.99 3.8 13.19

Sumatera Barat 2010 4606 8.13 7.57 9.5

Sumatera Barat 2011 4839 8.2 7.51 9.04

Sumatera Barat 2012 6499 8.27 6.49 8.19

Sumatera Barat 2013 7104 8.28 6.39 8.14

Sumatera Barat 2014 7953 8.29 6.32 7.41

Sumatera Barat 2015 8146 8.42 5.99 7.31

Sumatera Barat 2016 8173 8.59 5.81 7.09

Sumatera Barat 2017 7498 8.72 5.80 6.87

2. Setelah di Log

Provinsi Periode LOG_ RRLS TPT PPM

102

Page 119: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

STEALSumatera

Utara 2010 4.11 8.51 8.01 11.31Sumatera

Utara 2011 4.21 8.61 7.47 11.33Sumatera

Utara 2012 4.18 8.72 6.43 10.67Sumatera

Utara 2013 4.26 8

.79 6.09 10.06

Sumatera Utara 2014 4.21

8.93 5.95 9.38

Sumatera Utara 2015 4.15

9.03 6.39 10.53

Sumatera Utara 2016 4.14

9.12 6.49 10.35

Sumatera Utara 2017 4.09

9.25 6.41 10.22

DKIJakarta 2010 4.29

10.37 11.32 3.48

DKIJakarta 2011 4.19

10.40 10.86 3.75

DKIJakarta 2012 4.18

10.43 10.6 3.69

DKI Jakarta 2013 4.13

10.47 9.64 3.55

DKIJakarta 2014 4.03

10.54 9.84 3.92

DKIJakarta 2015 3.97

10.70 8.36 3.93

DKIJakarta 2016 3.95

10.88 5.77 3.75

DKIJakarta 2017 3.77

11.02 5.36 3.77

JawaBarat 2010 3.91

7.40 10.57 11.27

JawaBarat 2011 4.16

7.46 10.01 10.65

JawaBarat 2012 4.10

7.52 9.84 10.09

JawaBarat 2013 4.07

7.58 8.88 9.52

Jawa 2014 4.10 7.71 8.66 9.44

103

Page 120: PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...  · Web viewTabel 1.2 menunjukkan bahwa penduduk masing-masing provinsi tidak menyelesaikan

BaratJawaBarat 2015 4.02 7

.86 8.4 9.53

JawaBarat 2016 4.05 7

.95 8.57 8.95

JawaBarat 2017 4.05 8

.14 8.49 8.71

Sumatera Selatan 2010 3.96 7.34 6.55 15.47

Sumatera Selatan 2011 3.98 7.42 6.29 14.24

Sumatera Selatan 2012 3.99 7.5 5.6 13.78

Sumatera Selatan 2013 4.01 7.53 5.41 14.24

Sumatera Selatan 2014 4.01 7.66 3.84 13.91

Sumatera Selatan 2015 3.91 7.77 5.03 14.25

Sumatera Selatan 2016 3.86 7.83 3.94 13.54

Sumatera Selatan 2017 3.73 7.99 3.8 13.19

Sumatera Barat 2010 3.66 8.13 7.57 9.5

Sumatera Barat 2011 3.68 8.2 7.51 9.04

Sumatera Barat 2012 3.81 8.27 6.49 8.19

Sumatera Barat 2013 3.85 8.28 6.39 8.14

Sumatera Barat 2014 3.90 8.29 6.32 7.41

Sumatera Barat 2015 3.91 8.42 5.99 7.31

Sumatera Barat 2016 3.91 8.59 5.81 7.09

Sumatera Barat 2017 3.87 8.72 5.80 6.87

104