pengaruh proporsi tepung umbi bit (beta vulgaris l) dan

96
PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN PENAMBAHAN BAHAN PENGEMBANG TERHADAP PEMBUATAN ROTI KUKUS Oleh: LYDIA AINI ZALZABILLA WINANTEA NIM. 155100101111035 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

PENAMBAHAN BAHAN PENGEMBANG TERHADAP PEMBUATAN

ROTI KUKUS

Oleh:

LYDIA AINI ZALZABILLA WINANTEA

NIM. 155100101111035

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019

Page 2: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

ii

Page 3: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

iii

Page 4: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lydia Aini Zalzabilla Winantea lahir di

Magelang, pada tanggal 17 September 1997, Penulis

merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, Ayah bernama

Ir.Anton Winantea dan ibu bernama Ir. Endang Sustyani

Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar

(SD) Islam Al Azhar 28 di Solo Baru tahun 2003 - 2009,

kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Islam Al Azhar 21 di Solo Baru tahun 2009 – 2012, Sekolah

Menengah Atas (SMA) Islam Al Azhar di Solo tahun 2012 – tahun 2015. Selama

pendidikan di SD s/d SMA Al Azhar di Solo pernah mengikuti berbagai kegiatan

sekolah adalah pernah mengikuti Olimpiade Biologi di Jakarta pada saat penulis

duduk di bangku SMA, mengikuti studi banding di Jepang selama 1 minggu

tahun 2013, pernah mengikuti musik etnik di sekolah waktu di bangku SMP, dan

kegiatan Osis lainnya.Penulis melanjutkan studi untuk memperoleh gelar sarjana

di program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Penulis

merasa tidak terlalu asing dengan kota Malang karena Almarhum kakek Drh.

Arnold Winantea,MSc juga merupakan Dosen di Fakultas Peternakan,

Universitas Brawijaya Malang, sedangkan ayah juga alumni Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian , Fakutas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.Selama

menempuh pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis aktif dalam

berbagai kegiatan kemahasiswaan dengan menjadi anggota Unit Aktivitas

Karawitan dan Tari (UNITANTRI) periode 2015-2016, menjadi anggota Lembaga

Pers Mahasiswa Techno FTP UB periode 2016-2017, panitia Gebyar Festival

Tari (GFT) UB XXIII tahun 2015, dan Panitia Techno Present FTP UB tahun 2017.

Pada tahun 2018 penulis menjalani Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perkebunan

PTP IX yaitu perkebunan teh di desa Jolotigo Pekalongan, selama 1 bulan yaitu

melihat proses lengkap dari pasca panen teh hijau, teh hitam dll sampai dengan

packaging siap di eksport atau dikemas untuk produk lokal

Page 5: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

v

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Lydia Aini Zalzabilla Winantea

NIM : 155100101111035

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.)

dan Penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti Kukus

.

Menyatakan bahwa,

Tugas Akhir dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedian

dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, 8 Juli 2019

Pembuat Pernyataan,

Lydia Aini Zalzabilla Winantea

NIM: 155100101111035

Page 6: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

vi

Lydia Aini Zalzabilla Winantea. 155100101111035. Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dan penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti Kukus. Tugas Akhir. Pembimbing: Wenny Bekti S., STP., M Food St., Ph.D

RINGKASAN

Umbi bit merupakan bahan pangan yang memiliki manfaat bagi kesehatan

tubuh. Nutrisi utama umbi bit berasal dari serat, vitamin, mineral dan

mengandung antioksidan. Pencampuran atau penambahan tepung umbi bit pada

roti kukus di antaranya adalah untuk meningkatkan nilai fungsional produk

karena kandungan yang kaya serat, mineral, dan antioksidan. Pada produk

bakery biasanya di gunakan bahan pengembang diantaranya baking powder dan

soda kue. Kedua bahan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sehingga

dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini yaitu

untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung umbi bit dan penggunaan

pengembang antara baking powder dan soda kue terhadap karakteristik fisik

meliputi volume pengembangan, tingkat kekerasan, springiness, cohesiveness,

porositas, warna, dan untuk mengetahui karakteristik kimia serta penerimaan

dalam masyarakat pada roti kukus.

Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan dua faktor penelitian. Faktor pertama yaitu

perbandingan tepung bit dan tepung terigu dengan rasio0%:100%,

10%:90%,20% : 80% dan 40%:60%. Faktor kedua adalah penambahan bahan

pengembang dengan konsentrasi 2% menggunakan baking powder dan soda

kue. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3x. Dilakukan Uji fisik

meliputi: daya pengembangan, warna, ukuran pori, dan tekstur (hardness,

springiness, cohesiveness). Hasil uji fisik terbaik adalah pada perbandingan

Tepung Bit (10%) dan Tepung Terigu (90%) dengan penambahan soda kue

dimana hasil untuk uji daya pengembangan = 61.55+/- 12.8, uji warna = 45.7+/-

3.72, uji porositas = 32.82%, uji kekerasan =. 96.03+/- 27.82, uji springiness=

7.47+/- 0.19, uji cohesiveness= 0.63+/- 0.05 setelah itu dilakukan uji kimia pada

roti kukus bit yang terbaik berdasarkan uji fisik. Didapatkan nilai karbohidrat (%)

74,06, Protein (%) : 11.83, Lemak(%) : 4.87, Kadar Air (%) : 9.24, Pati( %): 66,65,

Serat (%) : 5.25%, Aktifitas Antioksidan (%) : 19,47.

Kata Kunci: Roti kukus, baking powder, soda kue, tepung umbi bit

Page 7: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

vii

Lydia Aini Zalzabilla Winantea. 155100101111035. Effect Proportion of Beetroot Powder (Beta vulgaris L.) and Addition of Leavening agents in Steamed Cakes Making . Undergraduate Thesis. Supervisor: Wenny Bekti S., STP., M Food St., Ph.D

SUMMARY

Beetroot is a food that has health benefits. The main nutrients of

beetroot comes from fiber, vitamins, minerals and antioxidants. Mixing or

adding beetroot powder in steamed cakes can increased functional value to

the product because its rich content of fiber, minerals, and antioxidants. In

bakery products, leavening agents are usually used, that is baking powder and

baking soda. Both materials have different characteristics so that they can

affect the quality of the product. The purpose of this study was to determine

the effect of the proportion of beetroot flour and addition of leavening agents of

baking powder and baking soda on physical characteristics covering dough

development, hardness, springiness, cohesiveness, porosity, color, and to

determine the chemical characteristics and acceptance in society in steamed

cakes.

This study was compiled using Randomized Block Design (RBD)

methods with two research factors. The first factor is ratio of beetroot flour and

wheat flour with a ratio of 0%:100%, 10%:90%, 20%:80% and 40%:60%. The

second factor is addition of leavening agents with a concentration of 2% using

baking powder and baking soda. This research was conducted in 3 repetitions.

Physical tests were carried out including: dough developmental, colour, pore

size, and texture (hardness, springiness, cohesiveness). The results of best

physical test are the ratio of Beetroot Flour (10%) and Wheat Flour (90%) with

the addition of baking soda where the results of dough development is 61.55 ±

12.8, colour is 45.7± 3.72, porosity is 32.82 %, hardness is 96.03 ± 27.82,

springiness is 7.47 ± 0.19, and cohesiveness is 0.63 ± 0.05. After that, the

chemical characteristic for the best steamed cakes based on physical test was

carried out. The Carbohydrate value 74.06%, Protein 11.83%, Fat 4.87%,

Moisture content 9.24%, Starch 66.65%, Fiber 5.25%, and Activity of

Antioxidants 19.47%.

Keywords: Steamed Cakes, Baking Powder, Baking Soda, Beetroot powder

Page 8: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dan Penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti kukus”. Dengan telah selesainya laporan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Widya Dwi Rukmini Putri, STP, MP. selaku ketuan jurusan Teknologi

Hasil Pertanian

2. Ibu Wenny Bekti S. STP. M.Food. St. Ph.D selaku dosen pembimbing atas

segala bimbingannya kepada penulis

3. Mama dan Ayah, orangtua tercinta yang selalu mendo’akan, mendukung,

memberi inspirasi, nasihat, dan kasih sayang kepada penulis

4. Fauzi Winantea dan Luthfi Almalik Winantea, adik tersayang yang selalu

memberi dukungan dan penambah semangat

5. Fitrian Aulia, teman satu topik penelitian umbi bit yang selalu saling

memberikan support dan bantuan

6. Puspita, Rara, Elis, dan Ardel selaku teman seperjuangan yang selalu saling

support dan memotivasi

7. Wahyu, Luthfi, Ihza, Azhar, dan Gita yang selalu memberikan dukungan dan

motivasi kepada penulis

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak

membantu penulis selama menyelesaikan proposal

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat

kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat

memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Malang, 8 Juli 2019

Lydia Aini Zalzabilla Winantea

Page 9: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ....................................................... v

RINGKASAN ...................................................................................................... vi

SUMMARY ........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

BAB I Pendahuluan ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2

1.5 Hipotesis .................................................................................................... 2

BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 3

2.1 Roti Kukus .................................................................................................. 3

2.2 Umbi Bit ..................................................................................................... 4

2.3 Tepung Umbi Bit ......................................................................................... 6

2.4 Tepung Terigu ............................................................................................ 8

2.5 Telur ......................................................................................................... 10

2.6 Gula ......................................................................................................... 11

2.7 Margarin ................................................................................................... 12

2.8 Bahan Pengembang Roti.......................................................................... 13

2.8.1 Baking Powder ................................................................................... 13

2.8.2 Soda Kue ........................................................................................... 14

2.9 Pengukusan ............................................................................................. 14

BAB III Metodologi Penelitian ......................................................................... 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 15

3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 15

3.2.1 Alat .................................................................................................... 15

3.2.2 Bahan ................................................................................................ 15

3.3 Metode Penelitian..................................................................................... 15

Page 10: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

x

3.3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 15

3,4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 16

3.4.1. Peneltian Pendahuluan ..................................................................... 16

3.4.2. Penelitian Utama .............................................................................. 17

3.5 Pengamatan dan Analisis Data ................................................................ 19

3.5.1 Analisis Fisik ...................................................................................... 19

3.5.2 Analisis Kimia .................................................................................... 21

3.5.3 Uji Organoleptik (Hedonic Scale Scoring) .......................................... 22

3.5.4 Analisis Data ...................................................................................... 22

3.5.5 Perlakuan Terbaik .............................................................................. 23

BAB IV Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 24

4.1 Karakteristik Bahan Baku ........................................................................ 24

4.2 Karakteristik Fisik Roti kukus .................................................................... 25

4.2.1 Daya pengembangan ......................................................................... 25

4.2.2 .Tekstur .............................................................................................. 28

4.2.3 Porositas ............................................................................................ 34

4.2.4 Warna ................................................................................................ 37

4.3 Pemilihan Produk Roti Kukus Terbaik ..................................................... 45

4.4 Karakteristik Kimia Roti Kukus Terbaik ..................................................... 46

4.4.1 Kadar Air ............................................................................................ 47

4.4.2 Kadar Karbohidrat .............................................................................. 47

4.4,3 Kadar Protein ..................................................................................... 48

4.4.4 Kadar lemak....................................................................................... 49

4.4.5 Kadar Pati .......................................................................................... 49

4.4.6 Kadar Serat....................................................................................... 50

4.4.7 Aktivitas Antioksidan .......................................................................... 50

4.5 Pengujian Organoleptik Roti Kukus Terbaik ............................................. 51

4.5.1 Warna ................................................................................................ 52

4.5.2. Aroma ............................................................................................... 53

4.5 3.Rasa .................................................................................................. 53

4.5.4 Mouthfeel ........................................................................................... 54

4.5.5. Overall liking ..................................................................................... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 56

5.2 Saran ....................................................................................................... 56

Daftar Pustaka ................................................................................................. 57

Page 11: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

xi

LAMPIRAN ........................................................................................................ 63

Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia .............................................................. 63

Lampiran 2. Prosedur Analisis Fisik ............................................................... 66

Lampiran 3. Pengamatan Organoleptik. ......................................................... 69

Lampiran 4. Penentuan Perlakuan Terbaik (Derringer, 1980). ........................ 70

Lampiran 5. Lembar Kuisioner Uji Organoleptik ............................................. 72

Lampiran 6. Data Hasil Analisis Fisik Roti Kukus ........................................... 73

Lampiran 7. Data Hasil Analisis Kimia Tepung Umbi Bit ................................. 80

Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kimia Roti Kukus Terbaik ............................. 80

Lampiran 9. Data Hasil Uji Organoleptik Terbaik ............................................ 81

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ............................................................ 83

Page 12: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Umbi Bit Merah ................................................................................ 4

Gambar 2.2 alat pengukus modifikasi ................................................................ 14

Gambar 3.1 Pembuatan Roti Kukus................................................................... 18

Gambar 3.2 Texture Profile Analyzer ................................................................. 20

Gambar 4.1 Grafik Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus ............................ 25

Gambar 4.2 Grafik Rerata Kekerasan Roti Kukus .............................................. 28

Gambar 4.3 Grafik Rerata Springiness Roti Kukus ............................................ 30

Gambar 4.4 Grafik Rerata Cohesiveness Roti Kukus ........................................ 32

Gambar 4.5 Grafik Rerata Porositas Roti Kukus ................................................ 34

Gambar 4.6 Perbedaan Porositas ...................................................................... 37

Gambar 4.7 Grafik Rerata Tingkat Kecerahan (L) Roti Kukus ............................ 38

Gambar 4.8 Grafik Rerata Tingkat Kemerahan (a) Roti Kukus........................... 40

Gambar 4.9 Grafik Rerata Tingkat Kekuningan (b) Roti Kukus .......................... 42

Page 13: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Bit Merah ................................................................. 5

Tabel 2.2 Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Pangan .......................... 10

Tabel 3.1 Desain Penelitian ............................................................................... 16

Tabel 4.1 Analisis Tepung Umbi Bit ................................................................... 24

Tabel 4.2 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus (Proporsi Tepung) ............. 26

Tabel 4.3 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus (Bahan Pengembang) ....... 27

Tabel 4.4 Rerata Kekerasan Roti Kukus (Bahan Pengembang) ........................ 29

Tabel 4.5 Rerata Springiness Roti Kukus (Bahan Pengembang) ...................... 31

Tabel 4.6 Rerata Cohesiveness Roti Kukus (Proporsi tepung)........................... 33

Tabel 4.7 Rerata Porositas Roti Kukus (Proporsi Tepung) ................................. 35

Tabel 4.8 Rerata Porositas Roti Kukus (Bahan pengembang) ........................... 36

Tabel 4.9 Rerata Tingkat Kecerahan Roti Kukus (Proporsi Tepung) ................. 39

Tabel 4.10 Rerata Tingkat Kemerahan Roti Kukus (Proporsi Tepung) ............. 41

Tabel 4.11 Rerata Tingkat Kekuningan Roti Kukus (Proporsi Tepung) ............. 43

Tabel 4.12 Pemilihan Roti Kukus Perlakuan Terbaik .......................................... 45

Tabel 4.13 Parameter Fisik Roti Kukus Perlakuan Terbaik ................................ 46

Tabel 4.14 Komposisi Kimia Roti Kukus PerlakuanTerbaik ................................ 47

Tabel 4.15 Uji Organoleptik Roti Kukus Perlakuan Terbaik ................................ 52

Page 14: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umbi bit merupakan bahan pangan yang memiliki manfaat bagi kesehatan

tubuh. Nutrisi utama umbi bit berasal dari serat, vitamin, mineral dan

mengandung antioksidan. Warna merah pada umbi bit mengandung pigmen

betasianin yang diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang

tinggi (Agic, 2018). Umbi bit dapat digunakan sebagai pembersih darah dan

racun seperti logam berat, alkohol dan zat kimia beracun. Selain itu umbi bit

dapat memaksimalkan perkembangan otak bayi, mengatasi anemia, dan sebagai

antikanker (Joseph, 2018).

Sejauh ini umbi bit dapat diolah menjadi produk tepung sebagaimana

penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2016). Pencampuran atau penambahan

tepung umbi pada kue maupun produk bakery diantaranya adalah untuk

meningkatkan nilai fungsional produk karena adanya kandungan yang kaya serat,

mineral, dan antioksidan. Penggunaan tepung umbi bit dalam pembuatan produk

masih terbatas, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa penelitian

yang ada diantaranya menggunakan bahan suplementasi tepung talas Kafah

(2012), menyatakan bahwa cake yang dibuat dengan campuran tepung terigu

dan tepung talas, semakin banyak proporsi tepung talas menyebabkan kue

semakin kurang mengembang. Aulia (2019), juga menyatakan bahwa

suplementasi tepung bit yang semakin banyak pada produk cookies akan

menurunkan daya patah. Dari hasil penelitian Raysita (2013), melaporkan bahwa

dengan adanya pencampuran tepung mocaf pada tepung terigu akan

menurunkan tingkat pengembangan, kelenturan, dan pori-pori pada chiffon cake.

Demikian pula dengan penelitian Mayasari (2016), menjelaskan bahwa adanya

substitusi tepung labu kuning yang semakin banyak pada pembuatan pound

cake menyebabkan penurunan daya pengembangan serta meningkatkan

kekerasan pada produk.

Pada produk bakery biasanya digunakan bahan pengembang diantaranya

baking powder dan soda kue. Kedua bahan tersebut memiliki karakteristik yang

berbeda sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

Penambahan bahan pengembang pada roti kukus diharapkan dapat mencegah

penurunan volume pengembangan dan dapat meningkatkan kualitas roti kukus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung umbi bit dan

Page 15: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

2

penggunaan pengembang antara baking powder dan soda kue terhadap

karakteristik fisik meliputi volume pengembangan, tingkat kekerasan, springiness,

cohesiveness, porositas, warna, dan untuk mengetahui karakteristik kimia serta

penerimaan dalam masyarakat pada roti kukus. Adapun roti kukus dipilih sebagai

produk dalam penelitian karena hingga saat ini roti kukus masih banyak

dikonsumsi dan masih disukai oleh masyarakat dari berbagai kalangan maupun

usia, sehingga dengan penggunaan tepung umbi bit pada roti kukus dapat

digunakan sebagai diversifikasi pangan dan menambah nilai fungsional produk.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh proporsi tepung umbi bit dan penggunaan bahan

pengembang antara baking powder dengan soda kue terhadap sifat fisik, kimia

dan penerimaan masyarakat pada roti kukus.

1.3 Tujuan

Membandingkan pengaruh proporsi tepung umbi bit dan penggunaan

bahan pengembang antara baking powder dengan soda kue terhadap sifat fisik,

kimia dan penerimaan masyarakat pada roti kukus.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini dapat digunakan untuk masyarakat luas untuk

menambah wawasan dan ilmu bahwa substitusi tepung umbi bit dapat

menambahkan nilai gizi karena kandungan tepung umbi bit sangat bermanfaat

yaitu kandungan antioksidan yang tinggi, protein dan serat kasar yang bagus

untuk perbaikan gizi masyarakat luas.

1.5 Hipotesis

Diduga akan diperoleh rasio tepung terigu dan tepung umbi bit, serta

penambahan bahan pengembang baking powder atau soda kue berpengaruh

terhadap sifat fisik sebagai dasar penetapan perlakuan yang menghasilkan roti

kukus terbaik

Page 16: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Roti Kukus

Roti kukus merupakan kue yang terbuat dari adonan liquid dengan

pencampuran empat bahan dasar yaitu tepung, gula, telur, dan lemak yang

kemudian dicetak dalam loyang dan dikukus dalam pengukus hingga matang.

Selain itu roti kukus dapat dibuat dengan menggunakan bahan tambahan lainnya

seperti shortening, bahan pengembang, susu, bahan penambah aroma, dan

garam. Bahan-bahan ini bertujuan untuk menghasilkan remah kue yang halus,

tekstur yang empuk, warna yang menarik dan aroma yang baik (Rahayu, 2010).

Roti kukus merupakan salah satu hidangan selingan yang memiliki rasa

manis dan tekstur yang lembut. Tiap bahan yang digunakan dalam pembuatan

roti kukus memiliki fungsi yang berbeda-beda untuk menghasilkan kualitas yang

baik, yaitu bahan pembentuk susunan roti kukus meliputi tepung, telur, susu.

Kemudian bahan pengempuk roti kukus meliputi gula, lemak, baking powder

(Rahayu, 2010). Proses pembuatan roti kukus memerlukan ketelitian dan

keterampilan dalam meramu bahan, sehingga menghasilkan kualitas yang baik.

Metode yang tepat dalam pembuatan roti kukus akan membantu meminimalisir

kesalahan yang terjadi selama proses. Dalam pembuatan roti kukus yang

terpenting adalah pengembangan dari roti kukus tersebut. Proses

pengembangan roti kukus mengalami tiga (3) tahapan yaitu 1) tahap pengocokan.

Pada tahap ini adonan diberi tekanan udara sehingga adonan akan

mengembang dan ringan. Pengocokan adonan dalam menggunakan alat mixer.

2) tahap peragian, pada tahapan ini adonan mengalami pengembangan

sehingga adonan bertambah besar dan ringan. Bahan untuk proses peragian

yaitu menggunakan baking powder atau soda kue. 3) tahap pengukusan, dalam

proses pengukusan adonan akan menerima panas dari segala arah sehingga

adonan mengalami pengembangan kembali sekaligus mengalami proses

pematangan (Ekayani, 2011).

Suhu pengukusan pada setiap jenis roti kukus berbeda tergantung jenis,

ukuran, jumlah unit, dan formula roti kukus. Semakin lengkap formula, maka

suhu pengukusannnya lebih rendah, sedangkan formula yang kurang lengkap di

kukus dengan suhu yang lebih tinggi (Ekayani, 2011).

a. Formula lengkap (Rich formula) mengandung banyak telur dan lemak

serta gas atau aerasi diperoleh selama pengocokan (Risa, 2007).

Page 17: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

4

b. Formula kurang lengkap (lean formula) kandungan lemak dan telurnya

diganti dengan cairan, sehingga ditambahkan baking powder untuk

mengompensasi hilangnya sumber aerasi atau gas (Risa, 2007).

Kualitas roti kukus yang dihasilkan tergantung dari bahan baku yang

digunakan. Untuk menghasilkan roti kukus dengan kualitas yang baik, terdapat

beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya bahan baku yang

digunakan harus bermutu tinggi, artinya kualitas bahan baku yang digunakan

masih dalam keadaan fresh atau masih segar misalnya telur yang digunakan

harus dalam keadaan segar, tepung yang digunakan masih baru, tidak

menggumpal. Faktor lain yaitu proses pencampuran adonan dan pembuatannya

sesuai, serta lama pemasakan dan suhu yang digunakan juga harus tepat

(Faridah, 2008).

2.2 Umbi Bit

Umbi bit merupakan tanaman yang termasuk dalam kelas Beta vulgaris L.

dari keluarga Chenopodiaceae. Varietas dari tanaman ini yang paling terkenal

yaitu beetroot atau garden beet yang berwarna merah atau ungu disebabkan

oleh gabungan pigmen ungu betasianin dan pigmen kuning betasantin. Umbi bit

ditanam di daerah dataran tinggi pada ketinggian 1000 m dpl. Kebutuhan umbi

bit saat ini terus meningkat karena adanya pertumbuhan jumlah penduduk, dan

karena adanya perubahan pola konsumsi masyarakat di berbagai negara (Lingga,

2010). Syarat agar umbi bit dapat tumbuh dengan baik yaitu tanahnya yang

subur, gembur, dan lembab. Selain itu tanah liat yang berlumpur dengan pH 6-7

lebih sesuai untuk pertumbuhan umbi bit. Di Indonesia, umbi bit sudah mulai

banyak dikembangkan khususnya di Pulau Jawa terutama di daerah Cipanas,

Lembang, Pengalengan, Batu, dan Kopeng. Di Kota Batu Jawa Timur banyaknya

umbi bit yang dapat diproduksi dapat mencapai 10 ton per hektar (Wardani,

2017).

Gambar 2.1 Umbi Bit Merah (Kumar, 2015).

Page 18: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

5

Umbi bit merah merupakan sayuran penting yang tumbuh di berbagai

belahan dunia. Dari segi kesehatan, kandungan terpenting yang terdapat dalam

umbi bit yaitu mineral dan pigmen. Umbi bit merupakan sumber pigmen

betasianin yang banyak digunakan oleh industri pangan sebagai pewarna

makanan alami. Pigmen tersebut sangat efektif untuk meghambat peroksidasi

lipid,antikarsinogenik, antibakteria, dan antivirus (Agic, 2018).Betasianin

merupakan pigmen berwarna merah atau violet yang merupakan kelompok

flavonoid bersifat polar karena mengikat gula, pigmen bernitrogen dan

merupakan pengganti antosianin. Betasianin yang terdapat dalam umbi bit merah

diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi

(Novatama, 2016). Berdasarkan data yang didapatkan dari USDA, kandungan

kimia dalam 100 g umbi bit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Bit Merah (per 100 g bahan)

Nutrisi Kandungan

Air (g) 87,58

Energi (kkal) 43

Protein (g) 1,61

Total Lipid, Lemak (g) 0,17

Karbohidrat (g) 9,56

Serat, Total Serat (g) 2,8

Total Gula (g) 6,76

Kalsium, Ca (mg) 16

Besi, Fe (mg) 0,8

Magnesium, Mg (mg) 23

Phosphorus, P (mg) 40

Potassium, K (mg) 325

sodium, Na (mg) 78

Zinc, Zn (mg) 0,35

Vitamin C, total asam askorbat (mg) 4,9

tiamin (mg) 0,031

Riboflavin (mg) 0,04

Niacin (mg) 0,334

Vitamin B-6 (mg) 0,067

Folat, DFE (µg) 109

Vitamin A, RAE (µg) 2

vitamin A (IU) 33

Vitamin K (µg) 0,2

asam lemak, total jenuh (g) 0,027

Sumber: (USDA, 2018)

Page 19: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

6

Umbi bit merah mengandung pigmen betalain pembentuk warna merah

keunguan yang berperan sebagai antioksidan sehingga berpotensi sebagai

pangan fungsional. pengujian kandungan antioksidan pada bit merah dapat

dilakukan dengan analisis kimia metode kromatografi serta spektroskopi dengan

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Latorre, 2012). Pigmen Betalain merupakan

senyawa gabungan yang tersusun dari dua senyawa pigmen yaitu betasianin

(merah-violet) dan betaxantin (kekuningan). Rata-rata bit mengandung betalain

sebesar 1000 mg/100 g berat kering atau 120 mg/100 g berat basah

(Andarwulan, 2012). Betalain bersifat larut air, kaya nitrogen, dan menghasilkan

warna kemerahan sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif

pewarna antosianin yang terkandung pada jenis buah lain karena stabilitas dan

resistensi betalain terhadap pengaruh pH dan suhu lebih baik terutama pada pH

asam rendah (Novatama, 2016).

Kestabilan pigmen betalain pada bit merah dipengaruhi oleh nilai pH.

Pigmen dalam bit merah lebih stabil pada kondisi asam rendah yaitu 4,5.

Penurunan pH akan menyebabkan perubahan pigmen merah menjadi keunguan,

sedangkan kenaikan pH menyebabkan perubahan menjadi kuning kecokelatan.

Bit merah dikenal sebagai sayuran dengan kandungan antioksidan tertinggi yaitu

1,98 mmol/100 g (Ananda, 2008). Kandungan senyawa antioksidan dalam bit

merah terdiri dari senyawa flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840-900

mg/kg), betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), dan karotenoid

(0,44 mg/kg) (Ananda, 2008). Antioksidan merupakan zat penghambat reaksi

oksidasi oleh radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak

jenuh, kerusakan pada membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA dan

jaringan lipid yang kemudian menimbulkan penyakit degeneratif. Radikal bebas

merupakan atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena

memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Novatama,

2016).

2.3 Tepung Umbi Bit

Salah satu bentuk olahan umbi bit yaitu pembuatan tepung umbi bit.

Tepung merupakan salah satu proses alternatif setengah jadi yang dianjurkan

karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur, diperkaya zat gizi (difortifikasi),

dibentuk dan lebih cepat dimasak (Widowati, 2009). Pembuatan tepung umbi bit

mendorong munculnya produk olahan umbi bit yang lebih beragam, praktis dan

Page 20: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

7

sesuai kebiasaan konsumsi masyarakat saat ini sehingga dapat menunjang

program diversifikasi pangan.

Tepung umbi bit merupakan pangan fungsional yang dapat memberikan

warna alami dalam pembuatan produk pangan. Pigmen betalain pada bit

merupakan antioksidan yang jarang digunakan dalam produk dibandingkan

dengan antosianin dan betakaroten. Menurut SNI 0838.5:2016, tepung ubi kayu

merupakan tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan

melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan

ketentuan-ketentuan kebersihan, dengan kadar air maksimal 12%.

Tepung umbi bit didapatkan dari umbi bit segar yang telah dikeringkan

dan dihancurkan, kemudian diayak hingga diperoleh butiran kasar dalam ukuran

tertentu yang bertujuan agar lebih awet dalam masa simpannya. Namun setelah

menjadi tepung, perlu diperhatikan tingkat ketahanan dan keawetan tepung umbi

bit serta adanya perubahan karakteristik terhadap umbi bit selama penyimpanan.

Selama penyimpanan yang sangat berpengaruh adalah kadar air dan

keberadaan mikroba yang menyebabkan kerusakan pada tepung umbi bit.

Tepung yang berasal dari golongan umbi-umbian akan memiliki kadar air sekitar

10-12% (Widowati, 2009).

Keunggulan dari pengolahan umbi bit menjadi tepung umbi bit yaitu

produk menjadi lebih praktis dan lebih mudah didistribusikan, meningkatkan daya

guna, hasil, dan nilai guna, sehingga lebih mudah diolah menjadi produk yang

memiliki nilai ekonomi tinggi, serta lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung

dan bahan lainnya. kualitas tepung umbi bit yang dihasilkan tergantung dari

bahan baku yang digunakan. Semakin baik kualitas bahan baku maka tepung

umbi bit yang dihasilkan juga akan semakin baik. Tepung umbi bit menandung

zat-zat yang sangat diperlukan oleh tubuh, seperti zat besi, vitamin C,

antioksidan, dan serat. Selain itu tepung umbi bit juga mengandung beberapa

nutrisi seperti karbohidrat, protein, dan memiliki kadar air yang tinggi (Grace,

2016). Dengan tepung umbi bit sebagai pengganti tepung terigu dapat

menyebabkan perubahan karakteristik fisik pada roti kukus. Menurut Wulandari

(2016), adanya substitusi tepung lain selain tepung terigu akan menyebabkan

berkurangnya presentase gluten pada adinan yang menyebabkan berurang

jumlah karbondioksida yang dapat terperangkap. Sehingga dapat menyebabkan

volume roti kurang mengembang, pori-pori yang terlalu kecil dan rapat, terdapat

pula pori-pori yang besar disebagian besar area. Hal ini disebabkan karena

Page 21: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

8

struktur yang dibentuk tidak kokoh, sehingga gas dapat keluar dari struktur awal

dan bergabung dengan struktur lainnya sehingga membentuk pori yang besar

(Wulandari, 2016).

2.4 Tepung Terigu

Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti kukus salah satunya adalah

tepung terigu. Berdasarkan SNI 3751:2018, tepung terigu sebagai bahan

makanan merupakan tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum

aestivum L. (Club wheat) dan atau Triticum compactum Host dengan

penambahan Besi (Fe), Seng (Zn), vitamin B1 (Tiamin), vitamin B2 (riboflavin),

dan asam folat sebagai fortifikan.Kadar air yang dijadikan syarat mutu tepung

terigu sebagai bahan makanan yaitu sebesar maksimal 14,5%.

Komponen penyusun tepung terigu dari kandungan tertinggi hingga

terendah terdiri dari pati, protein, lemak, serat, mineral, dan vitamin (Keran, 2009).

Kadar air berpengaruh pada umur simpan tepung terigu, sehingga apabila kadar

air melebihi 14,5% dapat menimbulkan jamur, bakteri dan serangga untuk

tumbuh sehingga kualitas tepung terigu akan menurun selama penyimpanan

(Keran, 2009). Pati pada tepung terigu terdapat dalam bentuk granula yang kecil

(1-40µm), dan berfungsi sebagai bahan pengisi dan pembentuk tekstur. Tepung

terigu memiliki kelebihan dibandingkan dengan serealia lainnya yaitu

kemampuan dalam membentuk gluten pada adonan yang menyebabkan elastis

atau tidak mudah hancur pada proses pencetakan dan pemanasan. Protein pada

tepung terigu yang tidak larut dalam air akan menyerap air dan ketika diaduk

akan membentuk gluten yang akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan

pati didalam tepung (Shaumi, 2016). Tepung terigu dibagi menjadi tiga jenis

berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu (Syarbini, 2013):

1. Tepung terigu protein rendah (soft flour) yang memiliki kadar protein 7 hingga

8,5% digunakan untuk membuat gorengan, kue dan biskuit yang tidak

membutuhkan pengembangan yang intensif. Contohnya terigu dengan merk

dagang Kunci Biru

2. Tepung terigu protein sedang (medium flour) yang memiliki kandungan protein

senilai 9,5% hingga 11%. Ideal untuk pembuatan roti, mie, kuem serta bikuit

yang membutuhkan pengembangan yang sedang. Contohnya terigu dengan

merk dagang Segitiga Biru.

Page 22: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

9

3. Tepung terigu protein tinggi (hard flour) yang memiliki kandungan protein

senilai 12 hingga 14%. Tepung terigu jenis ini ideal untuk pembuatan roti dan

mie yang membutuhkan pengembangan tinggi. Contohnya terigu dengan

merk dagang Cakra Kembar

Tepung terigu mengandung pati yang cukup tinggi yaitu sekitar 68-78%.

Pati merupakan molekul karbohidrat kompleks yang terdiri dari ikatan gula

sederhana berbentuk buliran kecil. Pati terdiri atas amilosa dan amilopektin.

Proporsi amilosa dan amilopektin berbeda-beda tergantung dari sumber pati

tersebut, namun umumnya pati memiliki proporsi amilopektin yang lebih besar

dibanding amilosa. Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun

dalam suatu cincin-cincin. Amilosa dan amilopektin dalam granula pati

dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Proses gelatinisasi terjadi apabila pati

dipanaskan dalam air yang menyebabkan ikatan hidrogen terputus dan air

masuk kedalam granula pati. Meresapnya air kedalam granula menyebabkan

terjadinya pembengkakan granula pati. Pati tergelatinisasi dengan adanya air

akan membentuk struktur pasta pati. Pasta pati akan bercampur dengan granula

pati yang belum tergelatinisasi sehingga prinsip dari gelatinisasi yaitu terjadi

karena adanya pembentukan jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang

terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap

sejumlah air didalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer sehingga molekul

pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi perpindahan molekul pelarut dan akan

terbentuk struktur yang kaku yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu

(Nurfajri, dkk 2017). Syarat mutu tepung terigu menurut SNI 3751-2009 dapat

dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.

Page 23: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

10

Tabel 2.2 Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Pangan

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 keadaan

a. Bentuk - serbuk

b. Bau - Normal (bebas dari bau asing)

c. Warna - putih khas terigu

2 Benda asing - tidak boleh ada

3 serangga dan semua bentuk stadia dan potongan-potongan yang tampak

- tidak boleh ada

4 kehalusan lolos ayakan 212 (mesh no.70) (b/b)

% Min. 95

5 kadar air % maks. 14,5

6 kadar abu % maks. 0,70

7 protein % min. 7,0

8 keasaman mg KOH/100 g maks. 50

9 falling number (atas dasar kadar air 14%)

detik Min. 300

10 besi (Fe) mg/Kg Min. 50

11 zeng (Zn) mg/Kg Min. 30

12 vitamin B1 (Thiamin) mg/Kg Min. 2,5

13 vitamin B2 (Riboflavin) mg/Kg Min. 4

14 asam folat mg/Kg Min. 2 15 cemaran logam

a. Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 1,0 b. Raksa (Hg) mg/Kg Maks. 0,05 c. Cadmium (Cd) mg/Kg Maks. 0,1

16 cemaran arsen mg/Kg Maks. 0,50 17 cemaran mikroba

a. Angka lempeng total koloni/g Maks. 1x106

b. Escherichia coli Angka Paling

Mungkin/g Maks. 10

c. Kapang koloni/g Maks. 1x104 d. Bacillus cereus koloni/g Maks. 1x104

Sumber : SNI 3751-2009

2.5 Telur

Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki

kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur banyak dikonsumsi oleh

masyarakat umum karena mudah didapatkan dan memiliki harga yang

terjangkau (Afifah, 2013). Hampir setiap bagian telur memiliki unsur yang sangat

bermanfaat bagi tubuh. Selain mengandung protein, telur juga kaya dengan

sumber nutrisi lain seperti kalori, vitamin, dan mineral. Dengan kandungan nutrisi

seperti itu maka ahli gizi menyarankan agar telur banyak dikonsumsi oleh anak-

anak yang sedang tumbuh. Telur juga sangat baik dikonsumsi oleh ibu hamil

maupun menyusui bahkan juga dianjurkan diberikan pada orang yang sakit untuk

Page 24: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

11

mempercepat proses kesembuhan. Pada sebutir telur, kadar protein yang

diperlukan tubuh sebanyak 10,8% pada putih telur dan 16,3% pada kuning telur

(Afifah, 2013).

Dalam masyarakat terdapat banyak cara dalam mengonsumsi telur,

seperti dijadikan lauk pauk, dikonsumsi secara mentah atau dapat dimanfaatkan

sebagai obat tradisional. Salah satu cara dalam pengolahan telur yaitu dapat

digunakan dalam pembuatan roti kukus. Telur merupakan bahan yang penting

dalam pembuatan roti kukus atau roti pada hampir semua negara di seluruh

dunia karena gizinya yang tinggi terutama dalam kandungan protein. Selain itu

telur memiliki karakteristik sebagai emulsifikasi, koagulasi, foaming, dan

flavornya. Karakteristik ini sangat dibutuhkan dalam terbentuknya volume, tekstur,

dan warna yang diinginkan dalam pembuatan roti kukus (Dewi, 2015).

Kuning telur dapat digunakan sebagai emulsifier yang berperan dalam

pembentukan roti kukus. Kuning telur akan membantu meratakan penyebaran

lemak yang ada dalam adonan roti kukus. Hal ini karena kuning telur

mengandung lesitin (Amendola dan Rees, 2003). Lesitin dalam kuning telur

memiliki daya pengemulsi sehingga dapat membentuk sistem emulsi yang stabil

dalam adonan roti kukus. Adanya lesitin saat proses pencampuran adonan dapat

memoercepat dispersi lemak dan meratakan komponen-komponen dalam

adonan karena memiliki bagian yang larut dalam minyak dan yang larut dalam air

(Norn, 2015).

Putih telur dapat memerangkap udara dalam adonan dan membentuk

foam dengan adanya pengocokan. Hal ini karena putih telur mengandung protein

yaitu globulin, ovomucin, conalbumin dan lysozyme yang akan mengalami

denaturasi protein karena adanya perlakuan mekanis yang diberikan. Udara

yang terperangkap akan meningkatkan volume dan membentuk tekstur berpori

pada kue setelah dipanggang atau kukus. Ovomucin berperan meningkatkan

stabilitas foam, sedangkan ketiga protein lainnya berfungsi dalam pembentukan

foam (Huopalahti, 2007).

2.6 Gula

Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian

Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Umumnya gula dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai sumber energi, pemberi cita rasa, dan sebgian lainnya

digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Gula

Page 25: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

12

merupakan bahan pemanis yang dapat dihasilkan dari berbagai bahan seperti

tebu, jagung, kelapa, dan bahan lainnya (Hernanda, 2011).

Di Indonesia, gula pasir merupakan jenis gula yang paling banyak

diproduksi yang diperoleh dari hasil ekstraksi dan pemurnian dari tanaman tebu.

Gula termasuk golongan karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk

aktivitas manusia. Gula terdiri dari dua jenis yaitu monosakarida dan disakarida.

Monosakarida merupakan bentuk paling sederhana dari karbohidrat, contohnya

glukosa dan fruktosa, sedangkan disakarida tersusun dari dua atau lebih

monosakarida, contohnya sukrosa (Colville, 2016).

Dalam pembuatan roti kukus, gula berfungsi untuk menghaluskan crumb,

memberi rasa manis dan menutupi rasa tidak enak, membantu aerasi, menjaga

kelembaban, memberi warna coklat pada kulit roti kukus karena proses

karamelisasi pada saat proses pemanasan dan memperpanjang umur simpan.

Gula juga berfungsi untuk mengempukkan dan melembutkan susunan roti kukus.

Apabila gula yang digunakan terlalu banyak, adonan roti kukus akan turun

karena adonan menjadi terlalu berat, sehingga perbandingan gula dan telur

harus seimbang (Rahayu, 2010).

2.7 Margarin

Margarin atau oleomargarin merupakan bahan tambahan yang biasa

digunakan sebagai bahan olesan maupun tambahan pada pangan yang

umumnya terbuat dari minyak nabati, berbentuk plastis atau emulsi cairan, dan

mengandung tidak lebih dari 80% lemak total berdasarkan hasil analisis dengan

metode yang ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemists (AOAC).

Perbedaan margarin dengan mentega yaitu margarin tidak mengandung

kolesterol dan rendah kandungan lemak jenuh (FDA, 2018). Menurut FDA (2018),

dalam regulasi nomor 21CFR166.110, Margarin terbuat dari bahan utama berupa

lemak atau minyak nabati atau campuran dari keduanya, lemak yang berasal dari

karkas hewan serta segala minyak yang berasal dari hewan laut yang telah diberi

status GRAS. Lemak tersebut mengandung sedikit fosfatida dan asam-asam

lemak bebas secara alami. Selain bahan utama tesebut, bahan tambahan lain

yang perlu ditambahkan pada pembuatan margarin yaitu air atau susu dan

protein dari whey dalam bentuk cair maupun kering. Whey yang termodifikasi

dengan pengurangan laktosa dan mineral serta komponen non laktosa seperti

albumin, kasein, kaseinat, protein nabati, atau isolat protein. Bahan lain yang

biasanya ditambahkan dalam margarin untuk meningkatkan kualitas fisik dan

Page 26: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

13

kimia yaitu vitamin A atau provitamin A, vitamin D, garam (NaCl atau KCl),

pemanis, pengemulsi, pengawet, perisa, asidulan, dan alkalizer.

Margarin adalah produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam

proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk

langsung dimakan maupun sebagai campuran adonan dalam proses baking atau

memasak untuk memberikan tekstur yang baik serta citarasa pada makanan.

Margarin merupakan campuran minyak nabati dan air yang merupakan emulsi

water-in-oil (w/o) dan mengandung setidaknya 80% fase lemak (O’Brien, 2009).

Kandungan lemak pada margarin yang cukup tinggi penting dalam pembuatan

roti kukus karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, dan

menambah aroma. Minyak nabati yang sering digunakan dalam pembuatan

margarin yaitu minyak kelapa, minya inti sawit, minyak biji kapas, minyak wijen,

minyak kedelai, dan minyak jagung (O’Brien, 2009).

Margarin dalam produk roti kukus dapat digunakan sebagai shortening,

melembutkan untuk meningkatkan flavor dan karakteristik makanan,

meningkatkan aerasi untuk mengembangan dan volume, memberi kualitas

tekstur yang diinginkan, menjaga kelembaban untuk meningkatkan umur simpan,

dan membentuk struktur. Namun fungsi lemak dalam roti kukus yang paling

dominan yaitu sebagai whipping agent, emulsifying, dan shortening (Hui, 2006).

2.8 Bahan Pengembang Roti

2.8.1 Baking Powder

Baking powder merupakan campuran sodium bikarbonat dengan pereaksi

asam. Pereaksi asam yang ditambahkan yaitu garam asam dari asam tartarat,

asam fosfat, atau komponen aluminium. Baking powder dapat digunakan

sebagai leavenig agent atau bahan yang berfungsi sebagai pengembangan

produk dalam pembuatan roti kukus dan mengandung partikel sodium bikarbonat

sebagai sumber. Baking powder apabila terkena panas akan menghasilkan gas

CO2 dengan reaksi sebagai beriktut (Helmenstine, 2014):

2 NaHCO3→ Na2CO3 +H2O + CO2

Leavening agent memiliki fungsi utama yaitu untuk mengembangkan

produk yang sebagai sumber karbondioksida. Penggunaan baking powder dalam

pengembangan produk memiliki kelebihan yaitu harga yang terjangkau, tidak

mempengaruhi rasa produk, dan tidak beracun (Rieuwpassa, 2005).

Page 27: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

14

2.8.2 Soda Kue

Soda kue disebut juga sebagai baking soda, natrium bikarbonat

merupakan senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Senyawa ini merupakan

kristal yang seringkali terdapat dalam bentuk serbuk. Soda kue larut dalam air.

senyawa ini umumnya digunakan dalam pembuatan roti atau kue karena

bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbondioksida yang dapat

menyebabkan roti mengembang (Sholihah, 2015).

Soda kue hanya mengandung natrium bikarbonat yang bersifat basa.

Soda kue akan bereaksi ketika dicampurkan dengan bahan yang bersifat asam,

terjadi reaksi kimia yang menghasilkan gelembung karbon dioksida dan

terperangkap sehingga membuat kue mengembang. Reaksi berlangsung

seketika setelah bahan-bahan dicampurkan, sehingga keik yang telah

dicampurkan soda kue harus segera dipanggang atau dikukus. Baking soda

memiliki sekitar tiga hingga empat kali lebih kuat dibandingkan baking powder.

Apabila terlalu banyak digunakan, dapat menimbulkan rasa pahit, sehingga

penggunaannya harus disesuaikan (Willyam, 2018). Menurut BPOM (Badan

Pengawas Obat dan Makanan) tahun 2013, penggunaan baking soda atau soda

kue dinyatakan aman untuk digunakan sehingga penggunaannya tidak dibatasi.

2.9 Pengukusan

Gambar 2.2 alat pengukus modifikasi (Dokumentasi pribadi)

Pengukusan Adonan yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam

cetakan bolu kukus yang telah dialasi kertas kue. Dikukus selama 20-30 menit.

Pengukusan merupakan proses pemasakan bahan pangan dengan

menggunakan media air panas. Bahan pangan yang dikukus diletakkan di atas

wadah berlubang-lubang kecil sebagai saringan berada didalam panci yang

berisi air. Mula-mula air akan masak dan menguap pada kondisi panci yang

tertutup. Setelah itu bahan dimasukkan dan tutup panci ditutup kembali, uap air

yang terbentuk akan naik dan bahan akan matang karena uap panas tersebut.

Dengan cara ini tidak ada kontak langsung antara bahan pangan dengan air

panas yang ada dalam panci sehingga kehilangan aroma dan zat gizi yang

mudah larut dalam air dapat diminimalkan.

Page 28: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan dan

Rekayasa Proses Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Kimia dan

Biokimia Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Uji Sensoris dan Ilmu

Pangan Terapan, dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya mulai bulan

Januari 2018 hingga April 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan roti kukus yaitu yaitu timbangan,

wadah (baskom), panci kukus, solet, pengaduk, sendok, wadah piring, mixer,

loyang, sarung tangan anti panas, pengukus, termometer. Alat yang digunakan

untuk analisis yaitu timbangan analitik, kompor color reader, dan Texture Profile

Analyyze (TPA)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti kukus yaitu tepung umbi bit

yang diperoleh dari daerah Surabaya merk Dejanu, Tepung terigu merk segitiga

biru,. Margarin merk Blue band, gula, telur ayam, baking soda merk kupu kupu,

dan baking powder merk kupu kupu.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok)

dengan dua faktor penelitian yaitu:

Faktor 1 : Konsentrasi penambahan tepung umbi bit (K) yang terdiri dari 4

level yaitu: K1: 0%, K2 : 10%, K3 : 20% dan K4: 40%

Faktor 2 : Bahan Pengembang (T) yang terdiri dari 2 level

T1 : baking Powder

T2 : Soda Kue

Page 29: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

16

Masing-masing faktor diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 24 unit

percobaan. Kombinasi perlakuan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian

K.T T1 T2

K1 K1T1 K1T2

K2 K2T1 K2T2

K3 K3T1 K3T2

K4 K4T1 K4T2

Keterangan:

K1T1 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 0 : 100, dan baking powder 2%

K1T2 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 0 : 100, dan soda kue 2%

K2T1 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 10 : 100, dan baking powder 2%

K2T2 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 10 : 100, dan soda kue 2%

K3T1 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 20 : 100, dan baking powder 2%

K3T2 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 20 : 100, dan soda kue 2%

K4T1 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 40 : 100, dan baking powder 2%

K4T2 : prosentase tepung bit : tepung terigu = 40 : 100, dan soda kue 2%

3,4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan 2 tahapan yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

3.4.1. Peneltian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yaitu mengumpulkan literatur mengenai tepung

umbi bit dan juga penelitian sebelumnya mengenai umbi bit, dimana diperoleh

info bahwa umbi bit merupakan sayuran penting yang tumbuh di berbagai

belahan dunia. Dari segi kesehatan, kandungan terpenting yang terdapat dalam

umbi bit yaitu mineral dan pigmen. Umbi bit merupakan sumber pigmen

betasianin yang banyak digunakan oleh industri pangan sebagai pewarna

makanan alami. Pigmen tersebut sangat efektif untuk menghambat peroksidasi

lipid, antikarsinogenik, antibakteria, dan antivirus (Agic, 2018). Betasianin

merupakan pigmen berwarna merah atau violet yang merupakan kelompok

flavonoid bersifat polar karena mengikat gula, pigmen bernitrogen dan

Page 30: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

17

merupakan pengganti antosianin. Betasianin yang terdapat dalam umbi bit merah

diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi

(Novatama, 2016). Bit merah dikenal sebagai sayuran dengan kandungan

antioksidan tertinggi yaitu 1,98 mmol/100 g (Ananda, 2008). Kandungan

senyawa antioksidan dalam bit merah terdiri dari senyawa flavonoid (350-2760

mg/kg), betasianin (840-900 mg/kg), betasantin (300-600 mg/kg), asam askorbat

(50-868 mg/kg), dan karotenoid (0,44 mg/kg) (Ananda, 2008). Antioksidan

merupakan zat penghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas yang dapat

menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, kerusakan pada membran

dinding sel, pembuluh darah, basa DNA dan jaringan lipid yang kemudian

menimbulkan penyakit degeneratif. Radikal bebas merupakan atom atau molekul

yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak

berpasangan pada orbital terluarnya (Novatama, 2016), Secara keseluruhan

umbi bit ini mengandung zat yang komplit disamping antioksidan, mineral,serat

kasar sekitar 2,8 gr per 100 gr bahan, protein 1,61 gr per 100 gr bahan dan lain

lain dapat dilihat pada tabel kandungan umbi bit (USDA, 2016) sebagai pilihan

tepung umbi bit sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan kue kukus.

Pemilihan proporsi penambahan tepung umbi bit paling besar adalah 40%,

pemilihan ini karena apabila diatas prosentase tersebut terdapat rasa pahit dan

warna roti kukus yang terlalu gelap yaitu merah gelap sehingga penampilannya

kurang menarik, kami menggunakan perbandingan tepung umbi bit : tepung

terigu = 0% : 100%, 10% : 90%, 20% : 80% dan 40% : 60% selanjutnya

menggunakan baking powder 2% atau soda kue 2% untuk melihat adanya

perbedaan antara roti kukus yang menggunakan baking powder dengan roti

kukus yang menggunakan soda kue.

3.4.2. Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan kelanjutan dari penelitian pendahuluan yaitu

pembuatan roti kukus dengan rasio antara tepung umbi bit : tepung terigu yang

sudah ditemukan diatas dengan penambahan baking powder atau soda kue.

a. Pembuatan Roti Kukus Proporsi Tepung Umbi Bit

Pada tahapan ini roti kukus sudah disiapkan untuk tepung yang

tersubstitusi 0%:100, 10% : 90%, 20% : 80% dan 40% : 60% dan bahan baking

powder atau soda kue, timbang juga bahan pendukung lainnya, seperti gula,

margarin dan telur . Pembuatan roti kukus dapat dilihat pada Gambar 3.1

Page 31: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

18

Di-mixer (high speed) hingga kental dan berwarna pucat (± 5 menit)

Di-mixer (low speed) hingga tercampur rata (± 30 detik)

Di aduk menggunakan spatula hingga rata (± 30 detik)

Adonan

Di masukkan kedalam loyang ukuran 20x9x6 cm

Di kukus menggunakan pengukus selama 20 menit pada suhu 85-90⁰C

Gambar 3.1 Pembuatan Roti Kukus (Modifikasi Soewitomo, 2014).

Adonan roti kukus

Roti kukus substitusi tepung umbi bit

Margarin cair 40 g

2 butir telur dan 65 g gula

Analisa Akhir :

1. Kadar air

2. Kadar

karbohidrat

3. Kadar protein

4. Kadar lemak

5. Kadar pati

6. Kadar serat

7. Uji aktivitas

antioksidan

8. Uji

Organoleptik

Hedonik

1.Baking powder 2%

2. soda kue 2%

Analisa fisik:

1. volume pengembangan 2. Tekstur:

• Kekerasan

• Springiness

• Cohesiveness 3. Uji porositas 4.. Warna

Tepung bit : tepung terigu

1. 0% : 100% 2. 10% : 90% 3. 20% : 80% 4. 40% : 60%

Analisa tepung biit :

1. Kadar air

2. Kadar karbohidrat

3. Kadar protein

4. Kadar lemak

5. Kadar pati

6. Kadar serat

7. Uji aktivitas

antioksidan

Roti kukus substitusi tepung umbi bit

TERBAIK

Page 32: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

19

3.5 Pengamatan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Fisik

3.5.1.1 Volume Pengembangan

Daya kembang roti kukus diukur dengan membandingkan volume awal

dan volume akhir roti kukus setelah matang. Pengukuran daya pengembangan

ini berfungsi untuk mengetahui seberapa besar pengembangan yang dialami

bahan pangan sebelum dan sesudah proses pemasakan (Oktaviana, 2018).

Pada pembuatan roti kukus cetakan yang digunakan berbentuk persegi panjang

dengan ukuran 20x9x6 cm, sehingga pengukuran dilakukan dengan

membandingkan tinggi adonan maupun tinggi roti kukus yang dihasilkan. Rasio

pengembangan volume roti kukus didapatkan dengan rumus :

% 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100%

3.5.1.2 Tekstur

Pengujian tekstur roti kukus umbi bit dilakukan menggunakan alat texture

analyzer yang bertujuan untuk mengukur hardness, springiness, dan

cohesiveness. Probe yang digunakan dalam analisa tekstur roti kukus umbi bit

memiliki tipe TA5 dengan diameter 12,7 mm. Sampel akan diletakkan diatas

sample testing, kemudian probe akan bergerak kebawah untuk menekan sampel

dan kemudian kembali keatas. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi

sebanyak dua kali terhadap sampel. Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai

‘’two-bite-test”. Kekerasan merupakan gaya maksimum yang tercatat saat

kompresi pertama. Nilai kekerasan tidak hanya diukur pada penekanan

maksimumnya, karena produk kemungkinan dapat pecah sebelum penekanan

maksimumnya tercapai. Springiness atau elastisitas menggambarkan bagaimana

produk dapat kembali ke posisi semula melalui proses penekanan pertama.

Cohesiveness menggambarkan kemampuan produk dalam menerima

penekanan kedua setelah sebelumnya menerima penekanan pertama.

Texture Analyzer merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk

mengukur tekstur dengan berbagai parameter yang diinginkan. Jenis Texture

Analyzer yang digunakan memiliki tipe CT3 dari Brookfield seperti terlihat pada

gambar 3.3 Prinsip kerja alat ini seperti mulut manusia saat mengunyah yaitu

dengan memberi gaya pada bahan dan dihitung tingkat ketahanan bahan

terhadap gaya yang diberikan (Bourne, 2002).

Page 33: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

20

Gambar 3.2 Texture Profile Analyser CT3 Brookfield (Dokumentasi Pribadi)

Menurut Bourne (2002), tekstur merupakan salah atu parameter utama

penentu kualitas dan penerimaan konsumen terhadap sebahian besar produk

pangan. Faktor penentu lainnya yaitu penampakan dan flavor. Saat ini kajian

mengenai tekstur dan analisisnya telah banyak dikembangkan. Beberapa industri

besar telah melakukan analisis tekstur baik dalam pengembangan produk baru

maupun sebagai bagian dari pengawasan mutu produk akhir. Pengukuran

tekstur menggunakan alat memiliki banyak kelebihan dibandingkan

menggunakan analisis sensori, diantaranya lebih mudah distandarisasi, lebih

terkontrol dan konsisten, dan relatif lebih murah. Meskipun demikian, pengukuran

menggunakan alat tidak seakurat dibanding analisis sensori, karena tekstur

merupakan atribut multiparameter atau spektrum dari berbagai atribut, dimana

analisis instrumental hanya mengukur sebagian dari spektrum tersebut (Widhi,

2008).

3.5.1.3 Porositas Roti Kukus

Pengujian terhadap porositas roti kukus dilakukan dengan menggunakan

softaware imageJ dengan cara memotong bagian dalam roti kukus dengan

ukuran 4x4 cm, kemudian memfoto bagian roti kukus lalu diolah menggunakan

software imageJ. Dari hasil pengolahan data tersebut akan diketahui luas area

porositas dari roti kukus (Kurniawan, 2011).

3.5.1.4 Warna

Prinsip analisis warna dilakukan menggunakan color reader. Prinsip kerja

color reader yaitu sistem pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE

dengan tiga reseptor warna yaitu L yang menunjukkan tingkat kecerahan

berdasarkan warna putih, simbol a menunjukkan tingkat kemerahan atau

kehijauan, simbol b menunjukkan kekuningan atau kebiruan (Susanto, 1998).

Page 34: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

21

3.5.2 Analisis Kimia

3.5.2.1 Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 2005). Prinsip

kerja metode ini yaitu dengan memasukkan sejumlah sampel sebanyak 2 gram

kedalam cawan kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan kemudian

dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105⁰C selama 6 jam lalu didinginkan

dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan.

3.5.2.2 Kadar Karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference

yaitu dengan cara mengurangkan 100% dengan nilai total dari kadar air, kadar

protein, kadar abu, kadar lemak, dan kadar serat (AOAC, 2005).

3.5.2.3 Kadar Protein

Analisa kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 2005).

Prinsipnya yaitu penentuan jumlah nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan

dengan mendegradasi protein dalam bahan dengan menggunakan asam sulfat

(H2SO4) pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai ammonia. Analisis kadar

protein dilakukan melalui tiga tahap proses yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi.

3.5.2.4 Kadar Lemak

Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet (AOAC,1995).

Prinsipnya yaitu lemak yang ada dalam sampel diekstrak menggunakan pelarut

non-polar. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dibungkus dengan kertas

saring, dan ditutup kapas bebas lemak, kemudian dimasukkan kedalam soxhlet

yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan. Ekstrak

lemak yang ada dalam abu lemak yang ada dalam abu lemak dikeringkan dalam

oven selama 1 jam menggunakan suhu 105⁰C.

3.5.2.5 Kadar Pati

Analisis kadar pati dilakukan dengan metode Luff Schroll (AOAC, 1999).

Prinsip kerja metode ini yaitu dengan menghidrolisis pati secara sempurna

menjadi glukosa. Hidrolisis pati menjadi glukosa dilakukan dengan perlakuan

asam yang akan memecah ikatan glikosida yang menghubungkan antar glukosa.

Page 35: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

22

Kandungan pati dilakukan dengan menggunakan faktor pengali, dimana

kandungan pati adalah 0,9 x kandungan glukosa.

3.5.2.6 Kadar Serat

Analisis kadar serat dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC, 2005).

Prinsipnya yaitu pada metode enzimatis akan terjadi proses penghilangan lemak,

kamudian kandungan pati yang terdapat pada sampel di hidrolisis menggunakan

amilase lalu dilakukan hidrolisis dan penghilangan protein dengan menggunakan

pepsin serta terdapat penambahan pankreatin dalam menghilangkan komponen

organik non serat pada bahan pangan. Setelah itu dilakukan analisis serat

pangan secara gravimetri untuk mengetahui kadar serat dalam sampel bahan

pangan.

3.5.2.7 Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan dianalisis berdasarkan kemampuannya menangkap

radikal bebas DPPH. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam 10 ml metanol

lalu dihomogenisasi, disaring dan didapatkan ekstrak sampel. Ekstrak sampel

sebanyak 2 ml dicampur dengan 2 ml larutan metanol mengandung 50 ppm

reagen DPPH. Campuran kemudian diaduk dan didiamkan selama 30 menit

diruang gelap. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan

pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2004).

3.5.3 Uji Organoleptik (Hedonic Scale Scoring)

Uji organoleptik dilakukan dengan metode hedonic scale scoring dengan

menggunakan parameter berupa warna, aroma, rasa, mouthfeel, dan

keseluruhan (Meilgaard et al, 1999). Uji ini dilakukan bertujuan untuk mengukur

tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk pangan. Kelebihan pengujian

dengan metode hedonik yaitu memiliki petunjuk yang sederhana sehingga

mudah dimengerti panelis, kesederhanaan dalam penggunaan data, dan minimal

asumsi tentang tingkat pengukuran dikarenakan data diperlakukan secara urut

(Lawless, 2013).

3.5.4 Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan

metode analisis ragam / ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan aplikasi

Minitab 17 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diukur.

Apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata

Page 36: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

23

Terkecil) menggunakan selang kepercayaan 95%, dengan error rate sebesar 5%

Pemilihan perlakuan terbaik dianalisis dengan menggunakan metode

Pendekatan Derringer’s Desirability Function (Derringer, 1980).

3.5.5 Perlakuan Terbaik

Untuk menentukan perlakuan terbaik dari masing-masing parameter fisik

yang ada, yaitu daya kembang (D1), warna (D2), kekerasan (D3), springiness

(D4), cohesiveness (D5), dan porositas (D6) digunakan rumus desirability

function sebagai berikut:

d = [𝑌𝑖−𝐿𝑖

𝑇𝑖−𝐿𝑖]

𝑠 jika Li ≤ Yi ≤ Ti

d = [𝑌𝑖−𝑈𝑖

𝑇𝑖−𝑈𝑖]

𝑠 jika Ti < Yi ≤ Ui

d = 0 jika Yi < Li atau Yi > Ui

Untuk menentukan perlakuan terbaik dari keseluruhan parameter,

digunakan rumus desirability sebagai berikut:

D = (d1x d2 x d3 x … . x dn)1/𝑛

Keterangan:

D = Overall desirability

d = Individual desirability scores

Page 37: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan – bahan yang digunakan pada pembuatan roti kukus yaitu tepung

terigu yang dicampurkan dengan tepung umbi bit dengan konsentrasi tepung

umbi bit sebesar 0%, 10%, 20%, dan 40%, gula, telur, margarin, dan

pengembang roti kukus yaitu baking powder atau soda kue dengan konsentrasi

masing masing 2%.

Penambahan baking powder dan soda kue pada roti kukus dapat

digunakan sebagai leavening agent atau bahan yang berfungsi sebagai

pengembang pada produk. Baking powder mengandung partikel sodium

bikarbonat sebagai sumber, dan apabila baking powder terkena panas akan

menghasilkan gas CO2 (Helmenstine, 2014). Sedangkan soda kue akan bereaksi

ketika dicampurkan dengan bahan yang bersifat asam. Soda kue akan bereaksi

seketika dicampurkan kedalam adonan dengan menghasilkan gelembung gas

CO2 dan terperangkap sehingga roti kukus dapat mengembang (Sholihah, 2015).

Peneliti juga memeriksa perbedaan roti kukus yang ditambahkan soda kue

juga roti kukus yang ditambahkan baking powder dengan kandungan sama yaitu

2%. Hasil analisis tepung umbi bit dan terigu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Analisis Tepung Umbi Bit

Parameter

Tepung Umbi Bit Tepung Terigu Segitiga Biru

Hasil Analisis Literatur Literatur SNI

Kadar Air (%) 4,56 13,36# 13,36^ Maks 14,5$ Kadar Protein (%) 6,23 10,3* 10 Min 7$ Kadar Lemak (%) 1,27 2,6* 1,66^ - Kadar Pati (%) 70,812 62,67# - - Kadar Karbohidrat (%) 78,68 74,7* 72,53^ - Kadar Serat (%) 21,75 18,8* 2,4^ - Aktivitas Antioksidan (%) 34,7 47,87+ - -

Sumber : #Arnando (2016) *Nutristrength (2019) +Wibawanto (2014) ^USDA (2018) $SNI (2009)

Page 38: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

25

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar air dari tepung umbi bit sebesar

4.56% sedangkan untuk tepung terigu 13,36% hal ini disebabkan karena sifat

alami tepung terigu adalah higroskopis yaitu mudah menyerap air dari

lingkungannya untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan (Wijaya,2002),

disamping itu kandungan serat kasar di tepung umbi bit sangat tinggi yaitu

21,75% sedangkan di tepung terigu sekitar 2,4%, untuk kandungan lain yang di

tepung umbi bit yang tidak dipunyai oleh tepung terigu adalah kandungan

antioksidan sebesar 34.7%. Kandungan lain pada tepung umbi bit seperti vitamin

dan mineral juga lengkap sehingga peneliti meyakini bahwa tepung umbi bit

dapat digunakan sebagai alternatif substitusi tepung terigu.

4.2 Karakteristik Fisik Roti Kukus

4.2.1 Daya pengembangan

Grafik rerata daya pengembangan roti kukus (Gambar 4.1) menunjukkan

bahwa penambahan bahan pengembang baking powder ditunjukkan dengan

warna biru, sedangkan penambahan bahan pengembang soda kue ditunjukkkan

dengan warna merah. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin banyak

penambahan proporsi tepung umbi bit atau semakin semakin sedikit porporsi

tepung terigu yang ditambahkan maka daya pengembangannya semakin

menurun baik dengan penambahan baking powder maupun soda kue.

Gambar 4.1 Grafik Rerata Daya Pengembangan Kue Kukus Akibat Proporsi

Tepung Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

Daya pengembangan roti kukus proporsi tepung umbi bit dengan tepung

terigu (0:100, 10:90, 20:80 dan 40:60) dengan penambahan baking powder

65,42

52,45

43,70

30,37

75,6970,65

62,49

46,93

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Daya

Pe

ng

em

ba

ng

an (

%)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (soda kue)

Page 39: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

26

(warna biru) yaitu sebesar 65.42%, 52.45%, 43,70% dan 30.37%, mengalami

penurunan seiring dengan bertambahnya tepung umbi bit atau dengan

berkurangnya tepung terigu. Sama seperti roti kukus proporsi tepung umbi bit

dengan tepung terigu (0 :100, 10 :90, 20:80 dan 40:60) dengan penambahan

soda kue (warna merah) yaitu sebesar 75.69%, 70.65%, 62.49% dan 46.93%,

mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tepung umbi bit atau

berkurangnya tepung terigu. Hasil analisa ragam (Lampiran 6.1), menunjukkan

bahwa faktor proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu memberikan pengaruh

nyata (α=0,05) pada daya pengembangan roti kukus. Rerata daya

pengembangan roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu

dapat di lihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus Akibat Pengaruh dari

Proporsi tepung Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung Umbi Bit :

Tepung Terigu (%)

Daya Kembang (%) BNT 5%

0:100 70,56±7,27a

14,413 10:90 61,55±12,87a

20:80

40:60

53,10±13,71b

38,65±11,71b

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap

daya pengembangan roti kukus. Penambahan tepung umbi bit 10% masih tidak

berbeda nyata dengan kontrol (tanpa tepung bit), namun ketika proporsi tepung

bit ditingkatkan menjadi 20%, dan 40% ternyata daya pengembangan roti kukus

terdapat perbedaan nyata (mengalami penurunan secara signifikan). Hal ini

disebabkan tepung terigu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi

dibandingkan tepung umbi bit. Tingginya kandungan protein diikuti oleh gluten

yang berfungsi sebagai pengikat daya kembang pada roti kukus. senyawa gluten.

Menurut Koswara (2009), senyawa gluten tersusun atas dua fraksi yaitu glutenin

dan gladin yang masing masing akan menentukan elastisitas dan plastisitas

adonan. Sifat elastis dan plastis pada adonan tersebut diakibatkan terbentuknya

kerangka-kerangka seperti jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gladin,

selanjutnya kerangka seperti jaring-jaring inilah yang berperan sebagai

Page 40: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

27

perangkap udara sehingga adonan mengembang. Udara yang terperangkap

dalam kerangka jaring-jaring gluten sebenarnya merupakan gas CO2. Gas

tersebut dapat dihasilkan oleh baking powder atau soda kue, selain itu gas yang

terbentuk juga diakibatkan oleh pengocokan telur (pada adonan roti, cake,

bolu,dan lain-lain). Udara yang terperangkap tersebut dapat lolos kembali apabila

kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan bolu kukus

menjadi kempes kembali setelah dikeluarkan dari kukusan.

Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan

mengembang bila dicampur dengan air. Gluten merupakan salah satu faktor

yang menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau

kerangka yang akan mempengaruhi kualitas produk. Baik tidaknya suatu produk

akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan

ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya

kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh

jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007). Hal ini juga sejalan dengan

literatur yang menyatakan bahwa substitusi tepung lain selain terigu akan

menyebabkan berkurangnya presentase gluten pada adonan yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah CO2 yang dapat terperangkap. Akibatnya

volume roti menjadi kurang mengembang (Wulandari, 2016).

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.1), menunjukkan bahwa penambahan

bahan pengembang memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap daya

pengembangan roti kukus. Rerata daya pengembangan roti kukus akibat

pengaruh penambahan bahan pengembang dapat di lihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus Akibat Pengaruh

Penambahan Bahan pengembang

Bahan Pengembang Daya Kembang

(%) BNT 5%

Baking Powder 47,99±14,75b 14,413

Soda Kue 63,94±12,58a

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.3) menunjukkan bahwa baking powder dan soda

kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap daya pengembangan roti kukus. Daya

pengembangan roti kukus pada baking powder lebih rendah yaitu 47,99 %,

Page 41: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

28

sedangkan soda kue memiliki daya pengembangan lebih tinggi yaitu 63,94 %.

Soda kue merupakan bahan pengembang kue yang mengandung 100% zat

kimia yaitu natrium bikarbonat / sodium bikarbonat. Sedangkan baking

powder, selain mengandung bahan kimia yang sama, juga mengandung

beberapa komponen lain seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan

pengering. Soda kue paling cocok digunakan pada kue yang diolah dengan cara

dikukus atau dipanggang. Sedangkan baking powder lebih baik digunakan pada

jenis kue kering yang tidak mengandung asam (Ninna, 2018). Berdasarkan Tabel

4.3 memperlihatkan bahwa substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit yang

menggunakan baking powder pengembangannya lebih rendah dibandingkan

dengan menggunakan soda kue. Hal ini karena soda kue lebih cocok digunakan

untuk roti kukus dibandingkan menggunakan baking powder. Hasil analisa ragam

(Lampiran 6.1), menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara proporsi

substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit, dengan penambahan bahan

pengembang yaitu soda kue dan baking powder.

4.2.2 .Tekstur

4.2.2.1 Kekerasan

Grafik rerata kekerasan roti kukus (Gambar 4.2) menunjukkan bahwa

penambahan baking powder ditunjukkan dengan warna biru, sedangkan

penambahan soda kue ditunjukkkan dengan warna merah. Gambar 4.2

menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau

semakin semakin sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat

kekerasannya semakin meningkat, baik dengan penambahan baking powder

maupun soda kue. Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu dan

penambahan bahan pengembang terhadap kekerasan roti kukus dapat di lihat

pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Rerata Kekerasan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung Umbi

bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

217,27235,97

254,23 262,93

70,1796,03

119,93 127,37

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

K1 (0:100)K2 (10:90)K3 (20:80)K4 (40:60)

Ke

ke

rasa

n (

g)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (sodakue)

Page 42: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

29

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada grafik kekerasan mengalami

peningkatan atau semakin keras. Subtitusi tepung umbi bit menggunakan baking

powder (garis warna biru) dengan rasio 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 memiliki

tingkat kekerasan masing-masing sebesar 217,27 g; 235,97 g; 254,23 g; dan

262,93 g, mengalami peningkatan, artinya semakin banyak tepung umbi bit yang

disubstitusikan maka semakin keras. Demikian juga untuk tepung substitusi

menggunakan soda kue (garis warna merah) dengan rasio 0:100, 10:90, 20: 80,

40:60 memiliki tingkat kekerasan masing-masing sebesar 70,17 g; 96,03 g;

119,93 g; dan 127,37 g mengalami peningkatan nilai kekerasan seiring dengan

bertambahnya presentase tepung umbi bit. Hal ini disebabkan karena gluten

yang ada ditepung terigu semakin berkurang konsentrasinya seiring dengan

bertambahnya prosentase tepung umbi bit, sehingga gluten tidak dapat menahan

gas CO2 sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan dari kue bolu tersebut.

Substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit akan menghasilkan

pengurangan keempukan roti kukus akibat dari kadar gluten yang berkurang,

sehingga diperlukannya penambahan jumlah lemak agar roti kukus yang

dihasilkan memiliki keempukan yang baik. Salah satu faktor yang dapat

meningkatkan keempukan roti yaitu lemak. Lemak dapat meningkatkan

keempukan roti kukus, meningkatkan keseragaman pori, melembutkan remah

dan memudahkan pemotongan roti yang dihasilkan (Wulandari,2016).

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.2), menunjukkan bahwa faktor

penambahan bahan pengembang memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada

tingkat kekerasan roti kukus. Sedangkan faktor proporsi tepung umbi bit dan

tepung terigu tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada tingkat kekerasan

roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua faktor pada tingkat kekerasan

roti kukus. Rerata kekerasan roti kukus akibat pengaruh penambahan bahan

pengembang dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Rerata Kekerasan Roti Kukus Akibat Pengaruh Penambahan Bahan

Pengembang

Bahan Pengembang Kekerasan (g) BNT 5%

Baking powder 242,60±20,29a 61,292

Soda kue 103.38±25,86b

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Page 43: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

30

Hasil penelitian (Tabel 4.4) menunjukkan bahwa baking powder dan soda

kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kekerasan roti kukus. Tingkat

kekerasan pada baking powder lebih tinggi yaitu 242,60 g, sedangkan soda kue

memiliki tingkat kekerasan lebih rendah yaitu 103,38 g. Soda kue merupakan

bahan pengembang kue yang mengandung 100% zat kimia bernama natrium

bikarbonat / sodium bikarbonat. Sedangkan baking powder, selain mengandung

bahan kimia yang sama, juga mengandung beberapa komponen bahan lain

seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan pengering. Soda kue paling

cocok digunakan pada kue yang diolah dengan cara dikukus atau dipanggang.

Sedangkan baking powder lebih baik digunakan pada jenis kue kering yang tidak

mengandung asam (Ninna, 2018). Hasil analisa telah sesuai dengan literatur,

ditunjukkan pada Tabel 4.4 bahwa tingkat kekerasan roti kukus menggunakan

baking powder lebih tinggi dibandingkan dengan soda kue. Hal ini menunjukkan

bahwa pemakaian soda kue lebih baik dibandingkan baking powder karena

baking powder lebih cocok digunakan pada jenis kue kering sedangkan soda kue

lebih cocok digunakan pada kue yang dikukus.

4.2.2.2 Springiness

Grafik rerata springiness roti kukus (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa

penambahan baking powder ditunjukkan dengan warna biru, sedangkan

penambahan soda kue ditunjukkkan dengan warna merah. Gambar 4.3

menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau

semakin semakin sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat

springiness semakin menurun, baik dengan penambahan baking powder

maupun soda kue. Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan terigu dan

penambahan bahan pengembang terhadap springiness roti kukus dapat dilihat

pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Grafik Rerata Springiness Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung

Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

8,46 8,40 8,11 7,687,63 7,47 7,29 7,18

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Sp

rin

gin

ess (

mm

)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (sodakue)

Page 44: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

31

Hasil tekstur springiness pada substitusi tepung terigu dengan tepung

umbi bit mengalami penurunan, dapat dilihat pada Gambar 4.3. Untuk subtitusi

tepung umbi bit menggunakan baking powder (garis warna biru) dengan rasio

tepung umbi bit: terigu 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 memiliki tingkat springiness

masing-masing sebesar 8.46 mm, 8.40 mm, 8.11 mm, 7.68 mm sedangkan pada

penambahan soda kue (garis merah) memiliki tingkat springiness masing-masing

sebesar 7.63 mm, 7.47 mm, 7.29 mm, 7.18 mm. Springiness merupakan tinggi

yang dapat dicapai oleh suatu makanan di antara gigitan pertama dan kedua.

Nilai springiness menggambarkan kemampuan produk untuk dapat kembali ke

posisi awal setelah kompresi pertama hingga saat kompresi kedua akan dimulai

(Haliza, 2012). Springiness roti kukus formulasi rasio lebih rendah dibandingkan

dengan roti kukus kontrol (0:100).

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.3), menunjukkan bahwa faktor

penambahan bahan pengembang berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat

springiness roti kukus. Faktor proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu tidak

memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap springiness roti kukus. Tidak

terdapat interaksi antara kedua faktor terhadap springiness roti kukus. Rerata

springiness roti kukus akibat pengaruh penambahan bahan pengembang dapat

di lihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Rerata Springiness Roti Kukus Akibat Pengaruh Penambahan Bahan

Pengembang

Bahan

Pengembang

Springiness

(mm) BNT 5%

Baking powder 8,16±0,36a 0,45

Soda kue 7,39±0,20b

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.5) menunjukkan bahwa penambahan baking

powder dan soda kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap springiness roti

kukus, dimana springiness baking powder lebih tinggi yaitu 8,16 mm, sedangkan

soda kue lebih rendah sebesar 7,39 mm. Soda kue merupakan bahan

pengembang kue yang mengandung zat kimia natrium bikarbonat/sodium

bikarbonat. Sedangkan baking powder, selain mengandung bahan kimia yang

sama, juga mengandung beberapa komponen bahan lain seperti cream of

Page 45: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

32

tartar (bersifat asam) dan bahan pengering. Meskipun sama-sama berfungsi

sebagai pengembang kue, tapi baking soda dan baking powder tidak bisa

sembarangan digunakan. Soda kue paling cocok digunakan pada kue yang

diolah dengan cara dikukus atau dipanggang, sedangkan baking powder lebih

baik digunakan pada jenis kue kering yang tidak mengandung asam (Ninna,

2018)

Berdasarkan hasil penelitian, springiness pada pemakaian baking powder

lebih tinggi dibandingkan dengan soda kue dapat di lihat pada Tabel 4.5. Hal ini

karena penggunaan baking powder lebih cocok digunakan pada jenis kue kering.

Selain itu, kondisi grafik springiness menurun hampir sama karena kandungan

gluten berkurang pada substitusi tepung terigu yang semakin besar, gas CO2

juga tidak tertahan sehingga pengembangan adonan juga berkurang. Hal ini

disebabkan karena adanya penurunan kandungan gluten yang terdapat pada

protein tepung. Akibat pengurangan pemakaian gluten, sifat elastis dari roti

kukus juga akan menurun (Budoyo, 2014).

4.2.2.3 Cohesiveness

Grafik rerata cohesiveness roti kukus (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa

semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau semakin semakin

sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat cohesiveness

semakin menurun, baik dengan penambahan baking powder maupun soda kue.

Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu dan penambahan bahan

pengembang terhadap cohesiveness roti kukus dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Grafik Rerata Cohesiveness Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung

Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

0,630,60

0,540,48

0,65 0,630,59

0,52

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Coh

esiv

en

ess

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (sodakue)

Page 46: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

33

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tingkat cohesiveness pada proporsi

tepung terigu dengan tepung umbi bit mengalami penurunan dengan rasio

presentase: 0:100, 10:90, 20:80, dan 40:60 dengan penambahan baking powder

memiliki tingkat cohesiveness masing-masing sebesar 0,63; 0,60; 0,54; dan 0,48,

sedangkan penambahan soda kue sebesar 0,65; 0,63; 0,59; dan 0,57.

Cohesiveness merupakan indikasi dari kekuatan ikatan internal yang membentuk

makanan. Cohesiveness diukur dari rasio antara dua area kompresi sehingga

tidak memiliki satuan (Haliza, 2012). Nilai cohesiveness roti kukus masing-

masing formula (rasio) lebih rendah dibandingkan dengan roti kukus kontrol

(0:100).

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.4), menunjukkan bahwa faktor proporsi

tepung umbi bit dan terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap

cohesiveness roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang tidak

memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap cohesiveness roti kukus. Tidak

terdapat interaksi antara kedua faktor pada cohesiveness roti kukus. Rerata

Cohesiveness roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat di lihat

pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Rerata Cohesiveness Roti Kukus Akibat Pengaruh Proporsi tepung

Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Cohesiveness BNT 5%

0:100 0,64±0,02a

0,07 10:90 0,61±0,02a

20:80 0,56±0,04b

40:60 0,50±0,03b

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.6) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap

cohesiveness roti kukus. Proporsi tepung umbi bit 10% masih tidak berbeda

nyata dengan kontrol (tanpa tepung bit), namun ketika proporsi tepung bit

ditingkatkan menjadi 20%, dan 40% ternyata cohesiveness roti kukus terdapat

perbedaan nyata (mengalami penurunan secara signifikan). Nilai cohesiveness

Page 47: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

34

tertinggi terdapat pada roti kukus dengan proporsi tepung bit 0% yaitu sebesar

0,64, sedangkan cohesiveness terendah terdapat pada roti kukus dengan

proporsi tepung bit 40% yaitu sebesar 0,50.

Hal ini dapat disebabkan karena gluten gandum yang terdapat didalam

terigu berperan dalam membentuk adonan dengan massa yang elastic-cohessive.

Pada roti kukus substitusi tepung umbi bit, pati tergelatinisasi terlebih dahulu

agar dapat berfungsi sebagai pengikat, sehingga nilai cohesiveness menurun

seiring dengan berkurangnya kandungan gluten (Haliza, 2012).

4.2.3 Porositas

Analisis porositas dari roti kukus proporsi tepung umbi bit:tepung terigu

(0:100 ; 10:90 ; 20:80 ; 40:60) dan penambahan bahan pengembang (baking

powder atau soda kue) yang diukur menggunakan software imageJ berkisar

antara 23,4% hingga 42,6%. Pengaruh proporsi tepung umbi bit:tepung terigu

dan penambahan bahan pengembang dapat di lihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.5 Grafik Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung

Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

Analisis porositas diukur berdasarkan persen luas area dari banyaknya

pori-pori dihasilkan pada roti kukus. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa porositas

pada roti kukus mengalami penurunan. Artinya seiring dengan penambahan

proporsi tepung umbi bit, pori-pori yang terbentuk semakin sedikit. Penambahan

bahan pengembang menggunakan soda kue memiliki porositas yang lebih besar

dibandingkan menggunakan baking powder. roti kukus dengan porositas

terendah yaitu sebesar 23,449% terdapat pada proporsi tepung umbi bit : tepung

terigu 40%:60% dengan penambahan baking powder. Sedangkan roti kukus

36,72933,799

28,039

23,449

42,60439,121

32,822 31,604

0,000

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Poro

sitas (

%)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (sodakue)

Page 48: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

35

dengan porositas tertinggi sebesar 42,604% terdapat pada proporsi tepung umbi

bit : tepung terigu 0%:100% dengan penambahan soda kue.

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.6), menunjukkan bahwa faktor proporsi

tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada

porositas roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang menggunakan

baking powder atau soda kue juga memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada

porositas roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua faktor pada porositas

roti kukus. Rerata porositas roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu

dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Proporsi Tepung

Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung Umbi

Bit : Tepung Terigu (%)

Luas Area

Pori (%) BNT 5%

0:100 39,65±4,15a

5,551 10:90 36,46±3,76b

20:80 30,43±3,38c

40:60 27,53±5,77c

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.7) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap

porositas roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 0%, 10%, dan 20%

menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap porositas roti kukus (mengalami

penurunan secara signifikan), namun peningkatan proporsi tepung bit 20% ke

40% tidak berpengaruh nyata (tidak mengalami penurunan secara signifikan)

terhadap porositas roti kukus. Porositas tertinggi terdapat pada proporsi tepung

umbi bit 0% yaitu 39,65%, sedangkan porositas terendah terdapat pada proporsi

tepung bit 40% yaitu 27,53%. Menurut Wulandari (2016), dalam jurnalnya yang

berjudul Karakteristik Roti Komposit Ubi Jalar Ungu dengan Penambahan α-

amilase dan Glukoamilase menyatakan bahwa substitusi tepung lain selain terigu

akan menyebabkan berkurangnya presentase gluten pada adonan yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah CO2 yang dapat terperangkap. Akibatnya

pori-pori menjadi terlalu kecil dan rapat dan ada pula pori-pori yang besar di

sebagian area sehingga pori-pori yang terbentuk tidak seragam. Hal ini dapat

Page 49: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

36

disebabkan karena struktur yg dibentuknya tidak kokoh, sehingga gas dapat

keluar dari struktur awal dan bergabung dengan struktur lainnya sehingga

membentuk pori yang besar.

Tabel 4.8 Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Penambahan

Bahan pengembang

Bahan Pengembang Luas Area

Pori (%) BNT 5%

Baking Powder 30,50±5,93b 5,551

Soda Kue 36,53±5,22a

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil analisa ragam (Tabel 4.8) menunjukkan bahwa penambahan bahan

pengembang berupa baking powder dan soda kue berpengaruh nyata (α=0,05)

terhadap porositas roti kukus, dimana porositas roti kukus menggunakan baking

powder lebih rendah yaitu 30,50%, sedangkan pada soda kue lebih tinggi yaitu

36,53%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa soda kue dapat

menghasilkan tekstur berpori besar dan tidak beremah, sedangkan baking

powder akan menghasilkan tekstur berpori kecil namun cenderung lebih beremah.

Kue dapat mengembang sempurna apabila kandungan asam basanya seimbang

(NCC Indonesia, 2005). Soda kue bersifat basa dan akan mengeluarkan

gelembung udara apabila bertemu dengan bahan yang bersifat asam. Baking

powder selain mengandung bahan kimia yang sama, juga mengandung

beberapa komponen bahan lain seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan

pengering (Nina, 2018). Baking powder dalam komposisinya sudah mengandung

bahan-bahan penetral sehingga, baking powder biasa digunakan untuk resep

yang adonannya sudah bersifat netral (NCC Indonesia, 2005). Berdasarkan

literatur dapat diketahui bahwa dengan penambahan soda kue maka porositas

yang terbentuk lebih besar karena soda kue bersifat basa, sehingga ketika soda

kue dicampurkan ke adonan, keseimbangan asam basanya kurang seimbang

apabila menggunakan baking powder yang sudah bersifat netral. Perbedaan luas

area porositas akibat proposi tepung bit : tepung terigu dan penambahan bahan

pengembang dapat di lihat pada Gambar 4.7

Page 50: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

37

K1T1 (0%, BP) K2T1 (10%, BP) K3T1 (20%, BP) K4T1 (40%, BP)

K1T2 (0%, SK) K2T2 (10%, SK) K3T2 (20%, SK) K4T2 (40%, SK)

Gambar 4.6 Perbedaan Porositas akibat proposi tepung bit:tepung terigu dan

penambahan bahan pengembang (BP: Baking Powder; SK: Soda Kue)

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan proporsi

tepung umbi bit, luas area porositas semakin menurun baik menggunakan baking

powder maupun soda kue. Selain itu dapat menunjukkan bahwa ukuran

porositas kurang seragam dan terdapat pori-pori yang berukuran besar. Menurut

Sultan (1986), pori-pori besar dan rongga pada roti terbentuk karena rusaknya

struktur adonan selama pembentukan adonan dan pemanggangan. Pori-pori roti

yang baik adalah ukuran pori-pori yang kecil dan seragam di seluruh bagian

crumb. Menurut Sunandar (1994), pori-pori roti merupakan lapisan tipis yang

terbentuk pada gluten yang berfungsi untuk memerangkap karbondioksida. Pori-

pori terbentuk pada proses fermentasi, pada saat itu aktivitas ragi mulai

meningkat, adonan mengembang, volume adonan bertambah akibat produksi

gas karbondioksida oleh ragi, gluten menjadi lebih lembut dan elastis akibat

pengaruh alkohol dan penurunan keasaman, dan gluten membentuk lapisan tipis

yang dapat menahan gas. Menurut U.S. Wheat Associates (1981), pori-pori roti

yang kurang seragam disebabkan oleh formula roti yang tidak seimbang,

undermixing, overmixing, fermentasi yang kurang atau berlebihan, pemukulan

adonan yang kurang merata, penggulungan adonan yang kurang baik.

4.2.4 Warna

Analisis warna pada penelitian ini dilakukan menggunakan color reader.

Color reader merupakan suatu alat pengukur warna yang didesain dengan tiga

Page 51: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

38

resepto sehingga mampu membedakan warna secara lebih akurat antara dua

range warna yaitu terang dan gelap. Prinsipnya adalah sistem pemaparan

menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L* yang

menunjukkan tingkat kecerahan berdasarkan warna putih yang berkisar antara 0

hingga 100 dimana semakin tinggi angka yang didapat maka semakin cerah. a*

menunjukkan tingkat kemerahan yang berkisar antara -100 hingga +100, dimana

(+) menggambarkan intensitas warna merah, dan (-) menggambarkan intensitas

warna hijau. b* menunjukkan tingkat kekuningan yang berkisar antara-100

hingga +100, dimana (+) menggambarkan intensitas warna kuning, dan (-)

menggambarkan intensitas warna biru (Sitorus, 2017). Pengaruh proporsi tepung

umbi bit:tepung terigu dan penambahan bahan pengembang terhadap tingkat

kecerahan dapat dilihat pada Gambar 4.7

4.2.4.1 Kecerahan (L)

Gambar 4.7 Grafik Rerata Tingkat Kecerahan (L) Roti Kukus Akibat Proporsi

Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

Gambar 4.7 menunjukan bahwa tingkat kecerahan dari roti kukus

menurun seiring bertambahnya tepung umbi bit dalam pembuatan roti kukus.

Tingkat kecerahan baking powder (warna biru) dari proporsi 0:100, 10:90, 20:80,

40:60 adalah 64.3; 43.4; 41.1; dan 36.5 menurun seperti pada tingkat kecerahan

proporsi tepung menggunakan soda kue 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 adalah 65.1;

45.7; 40.7; dan 37.

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.1), menunjukkan bahwa faktor proporsi

tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap

tingkat kecerahan roti kukus. Pada faktor penambahan bahan pengembang

64,3

43,4 41,136,5

65,1

45,740,7 37,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

kece

rah

an (

L)

proporsi tepung bit : terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (soda kue)

Page 52: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

39

menggunakan baking powder atau soda kue tidak memberikan pengaruh nyata

(α=0,05) terhadap tingkat kecerahan roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara

kedua faktor terhadap tingkat kecerahan roti kukus. Rerata tingkat kecerahan roti

kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Rerata Tingkat Kecerahan Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Proporsi

Tepung Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung Umbi

Bit : Tepung Terigu (%) Kecerahan BNT 5%

0:100 64,71±0,51a

3,524 10:90 44,53±1,62b

20:80 40,89±0,23c

40:60 36,73±0,38c

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.9) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap

tingkat kecerahan roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 0%, 10%, dan

20% menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap kecerahan roti kukus

(mengalami penurunan secara signifikan), namun peningkatan proporsi tepung

bit 20% ke 40% tidak berpengaruh nyata (tidak mengalami penurunan secara

signifikan) terhadap kecerahan roti kukus. Rerata kecerahan tertinggi terdapat

pada proporsi tepung umbi bit 0% yaitu 64.71, sedangkan tingkat kecerahan

terendah terdapat proporsi tepung umbi bit 40% yaitu 36.73. Penurunan ini

disebabkan oleh proporsi tepung umbi bit yang digunakan, pigmen umbi bit dan

reaksi non enzimatis yang dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kecerahan

pada roti kukus.

Umbi bit merupakan salah satu bahan pangan yang dapat memberikan

warna alami dalam produk pangan. Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah

pigmen betalain yang memberikan warna merah keunguan pada umbi bit.

Betalain sangat jarang digunakan dalam produk pangan dibandingkan antosianin

dan betakaroten (Latorre, 2012). Pigmen yang ada di roti kukus akan semakin

meningkat seiring dengan penambahan tepung bit, sehingga kecerahan produk

semakin menurun. Saat proses pengukusan roti kukus, dapat terjadi reaksi non-

enzimatis yang menyebabkan penurunan kecerahan roti kukus seperti reaksi

Page 53: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

40

Maillard dan karamelisasi, karena roti kukus mengandung protein dan memiliki

kadar gula yang cukup tinggi hasil hidrolisis karbohidrat inulin menjadi

monomernya, yaitu fruktosa. Reaksi maillard merupakan reaksi pencoklatan non-

enzimatis yang terjadi karena reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin

bebas dari asam amino atau protein (Catrien, 2008), sehingga kecerahan roti

kukus akan semakin gelap setelah di kukus. Semakin tinggi tingkat substitusi

tepung umbi bit, maka semakin tinggi juga kandungan inulin yang ada pada roti

kukus. Sehingga akan semakin banyak fruktosa atau gula pereduksi hasil dari

hidrolisis inulin akibat adanya panas yang akan bereaksi dengan gugus amin

bebas menyebabkan semakin intens reaksi Maillard. Semakin intens reaksi

Maillard yang terjadi, akan semakin menurunkan tingkat kecerahan pada roti

kukus. Betalain merupakan golongan antioksidan. Pigmen betalain sangat jarang

digunakan dalam produk pangan dibandingkan dengan antosianin dan

betakaroten (Wirakusumah, 2007).

4.2.4.2. Kemerahan (a)

Gambar 4.8 Grafik Rerata Tingkat Kemerahan (a) Roti Kukus Akibat Proporsi

Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

Gambar 4.8 menunjukan bahwa tingkat kemerahan pada substitusi

tepung umbi bit pada tepung terigu 0:100 menggunakan baking powder (warna

biru) adalah -0,3, kemudian substitusi tepung umbi bit pada tepung terigu 10:90

tingkat kemerahannya adalah 4,2 dan tingkat kemerahan paling rendah adalah

pada proporsi 40:60 sebesar 3,7 hal ini juga serupa dengan penambahan soda

kue (warna merah) pada proporsi 0:100 sebesar 0,7 setelah itu substitusi tepung

-0,3

4,2 4,13,7

0,7

2,52,3

2,1

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Kem

erah

an (

a)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (soda kue)

Page 54: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

41

umbi bit pada tepung terigu 10:90 tingkat kemerahannya sebesar 2,5 dan paling

rendah adalah pada proporsi 40:60 sebesar 2,1.

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.2), menunjukkan bahwa faktor proporsi

tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap

kemerahan roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang menggunakan

baking powder atau soda kue tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05)

terhadap tingkat kemerahan roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua

faktor terhadap kemerahan roti kukus.

Tabel 4.10 Rerata Tingkat Kemerahan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung

Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Kemerahan BNT

5%

0:100 0,22±0,69b

1,244 10:90 3,36±1,24a

20:80 3,18±1,27a

40:60 2,91±1,19a

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.10) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kemerahan

roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 10%, 20%, dan 40% tidak

berpengaruh nyata terhadap kemerahan roti kukus (tidak mengalami penurunan

secara signifikan), namun pada roti kukus kontrol (tanpa penambahan tepung bit)

ternyata berpengaruh nyata (mengalami peningkatan secara signifikan) terhadap

kemerahan roti kukus. Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah betalain.

Betalain merupakan pewarna alami yang banyak digunakan pada produk pangan.

Pigmen ini banyak dimanfaatkan karena kegunaannya selain sebagai pewarna

juga sebagai antioksidan dan radical scavenging sebagai perlindungan terhadap

gangguan akibat stres oksidatif. Sumber betalain yang paling banyak terdapat

pada akar bit (Beta vulgaris). Perkembangan antosianin sebagai pewarna

makanan lebih berkembang dibandingkan dengan betalain, karena terbatasnya

tanaman yang mengandung betalain (Latorre, 2012).

Page 55: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

42

Betasianin merupakan pigmen berwarna merah atau merah-violet dalam

umbi bit merah merupakan turunan dari betalain. Hingga saat ini pigmen

betasianin yang telah diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari buah bit

(Beta vulgaris L). Betasianin dari buah bit (Beta vulgaris L) telah diketahui

memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi (Mastuti, 2010).

Warna merah bit segar disebabkan oleh pigmen betasianin, suatu senyawa yang

mengandung nitrogen. Selain adanya pigmen tersebut keunggulan dari buah bit

ini adalah antioksidan yang tinggi, seperti diketahui bahwa adanya kandungan

vitamin C atau antioksidan dapat menghambat reaksi maillard atau karamelisasi

sehingga tingkat warna kemerahan dapat menurun seiring dengan penambahan

proporsi tepung umbi bit. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

tingginya tingkat kemerahan (a*) mengindikasikan bahwa terjadi reaksi

pencoklatan nonenzimatis (Purwitasari, 2014). Sehingga adanya kandungan

asam askorbat pada umbi bit dapat menghambat pencoklatan sehingga tingkat

kemerahan semakin menurun.

4.2.4.3 Kekuningan (b)

Gambar 4.9 Grafik Rerata Tingkat Kekuningan (b) Roti Kukus Akibat Proporsi

Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang

Gambar 4.9 hampir mirip dengan grafik tingkat kecerahan dimana pada

proporsi tepung umbi bit:terigu menggunakan baking powder dengan rasio

presentase 0:100, 10:90, 20:80 dan 40:60 memiliki tingkat kekuningan masing-

masing sebesar 33,9; 16,3; 12,2; dan 6,9 sedangkan pada proporsi tepung

umbi bit dengan terigu menggunakan soda kue dengan rasio presentase 0:100,

10:90, 20:80 dan 40:60 memiliki tingkat kekuningan masing-masing sebesar

33,9

16,3

12,2

6,9

35,4

17,3

13,5

9,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)

Kek

un

inga

n (

b)

Proporsi Tepung Bit : Terigu

T1 (bakingPowder)

T2 (soda kue)

Page 56: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

43

35,4; 17,3; 13,5; dan 9,0. Berdasarkan Gambar 4.9 terlihat bahwa baking

powder nilainya lebih rendah dibandingkan dengan soda kue dan grafik

menunjukkan penurunan.

Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.3), menunjukkan bahwa faktor proporsi

tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap

tingkat kekuningan roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang

menggunakan baking powder atau soda kue tidak berpengaruh nyata (α=0,05)

terhadap tingkat kekuningan roti kukus. Tidak terdapat interaksi nyata antara

kedua faktor terhadap tingkat kekuningan roti kukus. Rerata tingkat kekuningan

roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11 Rerata Tingkat Kekuningan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung

Umbi Bit dan tepung Terigu

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Kekuningan BNT

5%

0:100 34,69±1,05a

2,711 10:90 16,34±0,65b

20:80 12,16±0,94c

40:60 7,94±1,45d

Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)

Hasil penelitian (Tabel 4.11) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi

terigu dengan tepung umbi bit berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat

kekuningan roti kukus (mengalami penurunan secara signifikan seiring dengan

peningkatan proporsi tepung umbi bit). Tingkat Kekuningan tertinggi terdapat

pada roti kukus dengan proporsi tepung umbi bit 0% yaitu sebesar 34.69,

sedangkan tingkat kekuningan terendah terdapat pada roti kukus dengan

proporsi tepung umbi 40% yaitu sebesar 7,94.

Kandungan vitamin C yang terdapat pada bit merah dapat digunakan

sebagai sumber antioksidan yang potensial. Kandungan pigmen pada bit merah,

yaitu betasianin diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker,

terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahia, 2008). Warna merah

dari bit merah dikarenakan adanya anthocyanidin yang dapat melindungi sel

membran otak dan mempermudah penerimaan pesan neurotransmitter. Bit

Page 57: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

44

merah mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C, zat besi, magnesium,

mangan, kalium, zink, bioflavonoid, gula murni dan betanine.

Bit merah adalah sumber potensial dari pigmen yang larut air yaitu betanin.

Betanin dalam bentuk betanidin 5-O-beta-glukosa merupakan antioksidan dan

pencegah aktif terjadinya induksi oksigen dan oksidasi oleh radikal bebas dari

molekul biologi. Berdasarkan sifat tersebut, pigmen dalam bit merah telah

digunakan sebagai bahan tambahan alami pada makanan dan minuman.

Pewarna bit merah dihasilkan dari ekstrak cair bit merah yang terdiri dari

berbagai macam pigmen yang semuanya termasuk dalam kelas betalain.

Betalain terdiri atas dua kelompok yaitu red betasianin dan yellow betaxanthin

dimana kedua macam pigmen yang terkandung di dalamnya memberikan

kontribusi terhadap tingginya aktivitas antioksidan pada bit merah. Kemampuan

aktivitas antioksidan bit merah untuk menghambat terjadinya oksidasi oleh

radikal bebas disebut dengan nilai % inhibition. Bit merah memiliki kadar

antioksidan tinggi yaitu sekitar 1,98 mmol / 100 gram (Ananda, 2008).

Penambahan asam askorbat dapat menghambat reaksi pencoklatan. Menurut

Djauhari (1998) menyatakan bahwa penggunaan 0,3% asam askorbat dapat

menghambat reaksi pencoklatan pada irisan ubi jalar untuk tujuan tepung

terfermentasi. Selain itu, penambahan asam askorbat berpengaruh nyata

terhadap warna beras siger karena penambahan asam askorbat dapat

menurunkan pH selama pengukusan sehingga menghambat terjadinya reaksi

maillard. Reaksi pencoklatan umumnya terjadi pada pH 9.

Tabel 4.11 menunjukkan rerata tingkat kekuningan roti kukus akibat

proporsi tepung umbi bit dan terigu mengalami penurunan. Hal ini jika

diperhatikan bahwa pada proporsi tepung umbi bit dengan terigu 0:100 tidak

mengandung antioksidan pada roti kukus karena terdiri dari 100% tepung terigu

sehingga tidak terjadi penghambatan reaksi maillard. Sedangkan tingkat

kekuningan roti kukus semakin menurun seiring dengan bertambahnya proporsi

tepung umbi bit atau semakin berkurangnya proporsi tepung terigu. Menurut

literatur, semakin tinggi nilai b* atau kekuningan diduga terjadinya reaksi

pencoklatan (Purwitasari, 2014). Sehingga dengan adanya asam askorbat dapat

menghambat reaksi pencoklatan pada roti kukus sehingga tingkat kekuningan

semakin menurun.

Page 58: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

45

4.3 Pemilihan Produk Roti Kukus Terbaik

Pemilihan perlakuan terbaik pada produk roti kukus dengan penambahan

proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu, serta baking powder atau soda kue

dilakukan dengan menggunakan pendekatan Deriinger’s desirability function

(Derringer, 1980). Metode Desirability-based Optimization digunakan untuk

menemukan perlakuan atau formula yang mendekati dengan nilai kontrol, dalam

hal ini secara fisik. Metode ini akan menampilkan nilai akhir pada suatu produk.

Nilai (DF) berkisar antara 0 hingga 1 dimana semakin mendekati 1 maka

formulasi roti kukus semakin mendekati kontrol, sehingga dipilihlah menjadi yang

terbaik. Pemilihan roti kukus dengan perlakuan terbaik berdasarkan parameter

fisik menggunakan desirability-based optimization dapat di lihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Pemilihan Roti Kukus dengan Perlakuan Terbaik Berdasarkan

Parameter Fisik Menggunakan Desirability-Based Optimization

Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 D6 DF RANK

K1T1 0,83 0,67 0,74 0,99 0,83 0,90 0,821 5,00

K2T1 0,94 0,93 0,64 0,96 0,93 0,99 0,885 2,00

K3T1 0,78 0,88 0,53 0,92 0,97 0,84 0,804 6,00

K4T1 0,54 0,78 0,48 0,91 0,92 0,70 0,696 7,00

K1T2 0,65 0,66 0,41 0,92 0,89 0,73 0,680 8,00

K2T2 0,74 0,98 1,44 0,94 0,98 0,83 0,962 1,00

K3T2 0,88 0,87 0,69 0,96 0,92 0,98 0,876 3,00

K4T2 0,84 0,79 0,74 0,98 0,88 0,94 0,854 4,00

Keterangan: DF : Desirability function D4 : Springiness D1 : Daya Kembang D5 :Cohesiveness D2 : Warna D6 : Porositas D3 : Kekerasan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai perlakuan terbaik dari parameter fisik

terhadap roti kukus, didapatkan formulai terbaik roti kukus tersubstitusi tepung

umbi bit, yaitu K2T2 dengan proporsi tepung umbi bit 10% : tepung terigu 90%,

dengan penambahan soda kue. Roti kukus terbaik yang telah dipilih memiliki nilai

DF sebesar 0,962 yaitu nilai yang paling mendekati 1, dimana jika nilai DF

mendekati 1 maka roti kukus semakin baik secara fisik.

Dalam penggunaan metode optimasi, perlu ditetapkan kriteria atas dasar

fungsi keiginan (DF). Optimasi variabel respon secara simultan dilakukan dengan

menggunakan pendekaan fungsi keinginan (DF), seperti yang diusulkan oleh

Page 59: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

46

Derringer dan suich (1980). Fungsi keinginan tiap respon dikonversikan menjadi

fungsi keinginan masing masing, dk =h(Ŷk), nilai dk berkisar antara 0 dan 1,

dimana dk = 0 berarti respon berada dalam rentang yang tidak diinginkan,

sedangkan dk = 1 berarti respon berada pada kondisi optimum sesuai keinginan

sehingga nilai dk berada pada 0<dk<1

Roti kukus perlakuan terbaik tersebut kemudian di analisa kandungan

kimianya, yaitu kadar air,kadar karbihidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar pati,

kadar serat, uji aktivitas antioksidan, dan dilakukan uji organoleptik kepada

panelis. Parameter fisik roti kukus dengan perlakuan terbaik tersebut disajikan

pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Parameter Fisik Roti Kukus Substitusi Tepung Umbi Bit Perlakuan

Terbaik

Parameter Perlakuan Terbaik

Daya Kembang (%) 70,65±2,29

Warna

Kecerahan (L*)

Kemerahan (a*)

Kekuningan (b*)

45,7±3,72

2,5±1,35

17,3±0,86

Kekerasan (g) 96,03±27,82

Springiness (mm) 7,47± 0,19

Cohesiveness 0,63±0,05

Porositas (%) 39,121±2,69

4.4 Karakteristik Kimia Roti Kukus Terbaik

Karakteristik kimia yang diuji dari roti kukus terbaik yang telah diuji

secara fisik adalah K2T2 (proporsi Tepung Umbi bit 10% : tepung terigu 90%

dan pemakaian soda kue), meliputi: kadar air,kadar karbihidrat, kadar protein,

kadar lemak, kadar pati, kadar serat, uji aktivitas antioksidan. Hasil analisa kimia

nya dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Page 60: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

47

Tabel 4.14 Komposisi Kimia Roti Kukus Proporsi Tepung Umbi Bit

PerlakuanTerbaik

Komposisi Kimia Kadar (%)

Kadar Air 9,24

Kadar Karbohidrat 74,06

Kadar Protein 11,83

Kadar Lemak 4,87

Kadar Pati 66,65

Kadar Serat 5,25

Aktivitas Antioksidan 19,47

4.4.1 Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang mempunyai peranan yang besar

terhadap stabilitas mutu suatu produk. Kadar air yang melebihi standar akan

menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik lainnya

sehingga akan mempengaruhi kestabilannya. Selain itu kadar air juga sangat

berpengaruh terhadap tekstur serta citarasa produk. Kadar air merupakan

karateristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan pangan karena dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan. Kadar air dalam

suatu bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan

tersebut (Yuniar, 2016).

Hasil analisa roti kukus perlakuan terbaik adalah 9.24%. roti kukus

termasuk dalam kue basah yang memiliki kadar air lebih tinggi daripada cookies

atau roti kukus. Sehingga tingkat keawetan pada roti kukus lebih rendah

daripada kue kering. persyaratan mutu untuk roti kukus hingga saat ini belum ada,

yang paling mendekati adalah SNI Roti Manis 01-3840-1995, berdasarkan SNI,

kadar air yang diperbolehkan maksimal 40%, sehingga kadar air pada roti kukus

masih memenuhi persyaratan.

4.4.2 Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,

hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat merupakan salah satu jenis zat gizi yang

memiliki fungsi utama yaitu sebagai penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1

gram karbohidrat yang dikonsumsi, akan menghasilkan energi sebesar 9 kkal,

dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan

digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti

Page 61: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

48

bernapas, kontraksi jantung, dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai

aktivitas fisik seperti berolahraga atau bekerja (Siregar, 2014).

Menurut Andarwulan (2011), karbohidrat mengandung gula pereduksi

yang berperan dalam reaksi pencoklatan non-enzimatis, yaitu reaksi Maillard

apabila bereaksi dengan senyawa yang memililiki gugus amino, seperti protein.

Pada analisa roti kukus perlakuan terbaik, mengandung karbohidrat

sebesar 74.06% , karbohidrat ini digunakan oleh tubuh untuk menjalankan

aktivitas fisik seperti berolah raga dan bekerja, fungsi yang lain seperti bernapas,

kontaksi jantung dan otot, sehingga kalau tubuh kita kekurangan karbohidrat

biasanya lemas dan mudah capek atau lelah.

4.4,3 Kadar Protein

Analisa kimia mengenai kadar protein bertujuan untuk mengetahui

persentase kadar protein yang terkandung pada roti kukus. Pada pemeriksaan

analisa roti kukus untuk kadar protein hasilnya adalah 11.83% . Kandungan

protein pada pembuatan roti kukus sangat penting karena sangat berhubungan

dengan gluten apabila kandungan gluten di dalam tepung tinggi, sifat elastis dan

daya kembang akan bagus, sehingga pemilihan tepung terigu sangat penting

pada penelitian ini, tepung terigu yang digunakan adalah tepung segitiga biru

yang mengandung protein sekitar 10%, sehingga konsistensi adonan akan baik

dari segi kekenyalan atau elastisitas, dan daya kembang.

Hal ini sesuai dengan literatur yaitu menurut Subagjo (2007), menyatakan

bahwa gluten merupakan salah satu faktor yang menentukan hasil produk

karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka yang akan

mempengaruhi kualitas produk. Baik tidaknya suatu produk akan ditentukan oleh

baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh kuatnya

gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein,

banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang

digunakan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Subarna, (2002) bahwa sifat

dari tepung harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapai

konsistensi adonan yang tepat, dan memiliki elastisitas yang baik untuk

menghasilkan suatu produk dengan tekstur lembut dan volume yang besar.

Page 62: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

49

4.4.4 Kadar lemak

Lemak merupakan polimer yang tersusun dari unsur-unsur karbon,

hydrogen, dan oksigen. Lemak mempunyai sifat tidak larut dalam air. Struktur

dasar lemak adalah triester dan gliserol yang dinamakan trigliserida. Kadar lemak

tepung sangat berhubungan erat dengan ketahanan produk olahan yang

berbahan dasar tepung terhadap ketengikan karena oksidasi lemak (Andriani,

2012). Hasil analisa kadar lemak dari roti kukus pelakuan terbaik adalah 4.87%

Lemak yang digunakan dalam pembuatan roti kukus adalah margarin.

Lemak didalam makanan memegang peranan yang penting dalam pembuatan

roti kukus, yaitu berkaitan dengan volume, citarasa, tekstur, aroma, warna, daya

simpan, kelembutan pada kue, memberikan sifat moist pada kue, dan membuat

kue kukus mudah ditelan. Lemak yang ditambahan dalam adonan dapat melapisi

matriks pati-protein dalam adonan sehingga menghasilkan roti kukus dengan

tekstur yang lembut (Setiawan, 2013). Hal ini juga didukung oleh pendapat De

Mann (1999), yang menyatakan bahwa margarin mengandung sejumlah besar

lipid dan sebagian dari lipid tersebut terdapat dalam bentuk terikat sebagai

lipoprotein. Selain margarin, kuning telur juga menyumbang kadar lemak yang

tinggi pada produk. Menurut Toha (2004), kadar lemak pada kuning telur

mencapai 32%. Semakin banyak penambahan margarin, kuning telur, atau

sumber lemak lainnya dalam proses pembuatan cookies atau kue bolu , akan

semakin membuat kadar lemak menjadi tinggi, tentunya kue bolu akan menjadi

lebih enak dan lembut.

4.4.5 Kadar Pati

Pati memiliki nama lain yang cukup umum digunakan, yaitu amilum. Pati

sendiri masih termasuk di dalam jenis karbohidrat kompleks yang tak dapat larut

di dalam air. pati memiliki karakteristik berupa bubuk putih dan tidak berbau, pati

mempunyai rasa tawar. Pati atau amilum dibagi menjadi dua jenis, yakni

amilopektin dan amilosa di mana komposisi keduanya tidaklah sama antara satu

dengan yang lain. Amilopektin tidak mengeluarkan reaksi, sedangkan amilosa

pada tes iodin dapat menghasilkan warna ungu yang cukup pekat. Amilopektin

akan memicu adanya sifat lengket, sedangkan amilosa justru yang bersifat keras

(Ramadhani, 2016).

Pada pembuatan roti kandungan pati sangat berperan banyak karena

pada saat pemanasan pati akan mengalami proses gelatinisasi dimana

Page 63: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

50

kandungan amilopektin akan memicu adanya sifat lengket sedangakn amilosa

justru yang bersifat keras, sehingga bersama dengan gluten yang ada dalam

tepung terigu akan membentuk lapisan elastis yang akan memerangkap gas

CO2 untuk volume pengembangan dalam pembuatan roti (Nurfajri, 2017).

Berdasarkan analisa, nilai kandungan pati adalah 66,65% pada pemilihan roti

kukus terbaik yaitu pada proporsi tepung umbi bit 10% dan tepung terigu 90%

dengan pemakaian soda kue.

4.4.6 Kadar Serat

Terdapat dua jenis serat dalam pangan menurut Santoso (2011) yaitu

Serat pangan yang larut dalam air (soluble fiber). Serat yang larut dalam air

dapat menyerap air selama pencernaan, sehingga membantu mengeluarkan

feses dan mengurangi kadar kolesterol darah. Jenis serat ini dapat ditemukan

pada sayur-sayuran, buah-buahan (seperti apel, jeruk, dan anggur), kacang-

kacangan, dan gandum. Serat pangan tidak larut dalam air (insoluble fiber) Serat

pangan tidak larut tidak berubah selama di dalam pencernaan dan membantu

pergerakan usus. Jenis serat ini dapat ditemukan pada kacang polong, susu

kedelai, beras cokelat, dan produk olahan gandum. Asupan serat pangan

sebagian besar diperoleh dari konsumsi pangan pokok, lauk nabati, sayuran dan

buah-buahan. Beberapa pangan pokok yang mengandung tinggi serat adalah roti

gandum, havermut, dan jagung. Jenis lauk nabati yang mengandung tinggi serat

antara lain kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Jenis sayuran yang mengandung

tinggi serat antara lain melinjo, kacang panjang, dan sawi. Jenis buah yang

mengandung tinggi serat antara lain kelapa, kurma, dan alpukat.

Kadar serat pada pembuatan roti kukus yaitu sebesar 5.25% sehingga

substitusi tepung terigu oleh tepung umbi bit merupakan alternatif yang bagus

dan baik untuk kesehatan, disamping kandungan antioksidan, vitamin dan

mineral yang tinggi, kandungan serat juga sangat mendukung untuk kebutuhan

tubuh akan serat.

4.4.7 Aktivitas Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu zat yang mampu menetralisir atau

meredam dampak negatif dari adanya radikal bebas. Radikal bebas sendiri

merupakan suatu molekul yang mempunyai kumpulan elektron yang tidak

berpasangan pada suatu lingkaran luarnya. Manfaat dari antioksidan untuk

menangkal radikal bebas ini yang menjadikan antioksidan sangat banyak diteliti

Page 64: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

51

oleh para peneliti. Berbagai hasil penelitian, antioksidan dilaporkan dapat

memperlambat proses yang dapat diakibatkan oleh radikal bebas seperti adanya

tokoferol, askorbat, flavonoid, dan adanya likopen (Andriani, 2007).

Antioksidan mudah ditemukan pada makanan dan minuman sehari-hari.

Contoh antioksidan yaitu vitamin C, vitamin E, dan karotenoid seperti lutein, beta

karoten, serta likopen di mana banyak terdapat pada sayur dan buah. Vitamin E

membantu melindungi sel tubuh dari kerusakan yang dapat menyebabkan

kanker, penyakit jantung, hingga penyakit mata. Vitamin E biasanya bekerja

bersama dengan vitamin C untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif.

Vitamin E dapat ditemukan pada minyak yang berasal dari tumbuhan,

produk whole grain, biji-bijian, serta kacang-kacangan (Nanda, 2007).

Selain vitamin E, vitamin C merupakan jenis antioksidan yang paling

banyak dikenal. Membantu melindungi tubuh dari infeksi, mencegah kerusakan

sel, hingga membantu produksi kolagen yang berfungsi untuk melekatkan tulang

dengan otot merupakan beberapa manfaat dari vitamin C. vitamin C dapat

temukan pada buah jeruk, mangga, pepaya, stroberi, hingga sayur-sayuran

seperti tomat, brokoli, dan kentang (Nanda, 2007).

Umbi bit mengandung berbagai macam komponen biokimia yang dapat

berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan antioksidan bit merah terdiri dari

senyawa flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840-900 mg.kg), betanin (300-

600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg) dan karotenoid (0,44 mg/kg)

(Ananda, 2008). Pada roti kukus, memiliki aktivitas antioksidan sebesar 19.47%.

melihat komposisi yang lengkap dari tepung umbi bit peneliti sangat

menyarankan bahwa substuti tepung terigu dengan tepung umbi bit merupakan

alternatif untuk camilan atau makanan yg terbuat dari kue yang dapat dikonsumsi

bagi masyarakat agar kebutuhan akan protein, vitamin, mineral dan antioksidan

dapat tercukupi. Pada pembuatan roti kukus antioksidan sangat berperan dalam

menghambat reaksi maillard atau karamelisasi sehingga penampakan warna roti

mejadi lebih baik .

4.5 Pengujian Organoleptik Kue Kukus Terbaik

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan atau uji

hedonik (Hedonic Scale Scorring) dengan melibatkan 60 panelis tidak terlatih.

Sifat sensori meliputi rasa, warna, aroma, Mouthfeel, dan Overall liking. Skala

hedonik yang digunakan adalah 1 hingga 5, dimana 1= sangat tidak suka; 2=

Page 65: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

52

tidak suka 3=agak suka; 4= suka, dan 5=sangat suka , Nilai skala yang diberikan

panelis digunakan untuk mengetahui nilai kesukaan panelis terhadap roti kukus

yang memiliki fisik terbaik berdasarkan uji fisik meliputi warna, aroma, rasa,

mouthfell, overal linking. Hasil uji organoleptik kue kukus terbaik berdasarkan

tingkat kesukaan dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 Uji Organoleptik Roti Substitusi Tepung Umbi Bit Perlakuan Terbaik

Parameter Skala Hedonik

Rata-rata 1 2 3 4 5

Warna 1 9 30 18 2 3,18

Aroma 0 6 22 26 6 3,53

Rasa 0 5 22 24 9 3,62

Mouthfeel 0 8 26 21 5 3,38

Overall Liking 0 4 32 20 4 3,4

Rata-rata 3,42

Keterangan: Skala hedonik angka 1 = sangat tidak suka angka 4 = suka angka 2 = tidak suka angka 5 = sangat suka angka 3 = agak suka

hasil yang didapat adalah nilai rata-rata 3.42, dibulatkan menjadi 3 jadi pada uji

organoleptik panelis memilih skala 3 yaitu agak suka.

4.5.1 Warna

Warna merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembuatan

roti kukus. Konsumen atau panelis akan kurang tertarik untuk mengkonsumsi jika

warna terlihat tidak menarik atau kurang bagus. Tingkat kesukaan untuk warna

dapat dilihat pada Tabel 4.15, dengan skala 1 (sangat tidak suka) : 1 panelis,

skala 2 (tidak suka) : 9 panelis, skala 3 (agak suka) : 30 panelis, skala 4 (suka) :

18 panelis , skala 5 (sangat suka) : 2 panelis dengan rata-rata 3.18, yang

dibulatkan menjadi 3 (agak suka). Menurut rata-rata panelis, roti kukus memiliki

warna yang kurang menarik. Warna yang dihasilkan oleh roti kukus perlakuan

terbaik memiliki warna lebih gelap dari roti kukus kontrol yaitu berwarna merah

kecoklatan. Namun beberapa panelis juga menyatakan warna tersebut dianggap

menarik sehingga panelis menyukai roti kukus dengan perlakuan terbaik.

Timbulnya warna kemerahan pada roti kukus ini disebabkan karena tepung umbi

bit mengandung pigmen betalain, yaitu pigmen yang berwarna kemerahan dan

Page 66: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

53

berpotensi digunakan sebagai pewarna alami pada umbi bit (Novatama, 2016).

Warna merupakan komponen yang penting dalam menentukan kualitas atau

derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Warna yang menarik akan

menentukan derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan

yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik akan terlihat tidak menarik

selera apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan

yang menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997).

4.5.2. Aroma

Tingkat kesukaan untuk aroma dapat dilihat pada Tabel 4.15, dengan

skala 1 (sangat tidak suka) : 0 panelis, skala 2 (tidak suka) : 6 panelis, skala 3

(agak suka) : 22 panelis, skala 4 (suka) : 26 panelis ,skala 5 (sangat suka) : 6

panelis dengan rata-rata 3.53, yang dibulatkan menjadi angka 4 (suka).

Berdasarkan pernyataan panelis, secara keseluruhan menyukai aroma dari roti

kukus perlakuan terbaik. Hal ini karena menurut panelis roti kukus perlakuan

terbaik memiliki aroma khas yang cukup kuat, selain itu juga terdapat aroma

gurih dan harum sehingga rata-rata panelis menyukai dan tertarik pada aroma

roti kukus. Bit merah memiliki aroma tanah yang disebabkan oleh senyawa

geosmin. Geosmin merupakan senyawa metabolit aromatik volatil sekunder yang

bertanggungjawab terhadap cita rasa khas tanah dalam bit merah (Lu, 2003). Hal

ini yang menyebabkan timbulnya aroma khas pada roti kukus perlakuan terbaik.

Menurut Winarno (1997), Aroma merupakan faktor penting untuk menentukan

tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Hal ini karena sebelum

dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu mencium aroma dari produk

tersebut untuk menilai layak tidaknya produk tersebut dikonsumsi. Aroma yang

enak dapat menarik perhatian konsumen dan kemungkinan besar memiliki rasa

yang enak pula sehingga konsumen cenderung lebih menykai makanan dari

aromanya.

4.5 3.Rasa

Rasa merupakan parameter penting untuk penerimaan konsumen

terhadap suatu produk. Jika suatu produk sudah memenuhi syarat kenampakan,

nilai gizi, harga, dan keamanan tetapi memiliki citarasa yang tidak disukai, maka

produk tersebut akan ditolak. Tingkat kesukaan untuk aroma dapat dilihat pada

Tabel 4.15, dengan skala 1 (sangat tidak suka) : 0 panelis, skala 2 (tidak suka) :

Page 67: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

54

5 panelis, skala 3 (agak suka) : 22 panelis, skala 4 (suka) : 24 panelis , skala 5

(sangat suka) : 9 panelis dengan rata-rata 3.62, yang dibulatkan menjadi skala 4

(suka). Dari hasil dapat disimpulkan rasa kue kukus perlakuan terbaik disukai

oleh panelis. Berdasarkan pernyataan panelis secara keseluruhan mengenai

rasa, roti kukus terbaik memiliki rasa yang pas yaitu tidak terlalu manis, lembut

tidak terlalu keras, tidak memiliki rasa amis dari telur dan terdapat rasa butter.

Beberapa panelis lain juga menyebutkan bahwa pada roti kukus bit perlakuan

terbaik terdapat rasa kurang enak dari bit seperti rasa sedikit pahit. Menurut

literatur, rasa kurang enak pada bit diidentifikasikan sebagai earthy taste. Rasa

tersebut dapat ditemukan pada bit karena bit termasuk dalam umbi yang berada

dalam tanah. Flavour yang terdapat pada umbi bit dihasilkan oleh senyawa

organik yang disebut geosmin. Geosmin merupakan senyawa organik yang

dihasilkan oleh beberapa mikroba yang hidup di tanah, air tawar dan air laut

seperti cyanobacteria dan actinobacteria. Senyawa geosmin akan dilepaskan

ketika mikroba mati dan saat terkena terpaan air hujan, geosmin akan terangkat

ke udara sehingga memiliki aroma tanah dan rasa tanah (Akis, 2014). Meskipun

terdapat sedikit rasa earthy taste yang kurang disukai pada roti kukus terbaik,

namun produk roti kukus masih dapat diterima dengan balik oleh panelis.

4.5.4 Mouthfeel

Mouthfeel hampir sama dengan rasa, biasanya untuk mouthfeel dikaitkan

dengan “after taste” yaitu apakah ada rasa yang tidak disukai setelah memakan

kue kukus tersebut, misalkan ada rasa pahit, getir atau rasa lain yang kurang

disukai. Pada Tabel 4.15, skala 1 (sangat tidak suka) : 0 panelis, skala 2 (tidak

suka) : 8 panelis, skala 3 (agak suka) : 26 panelis, skala 4 (suka) : 21 panelis,

skala 5 (sangat suka) : 5 panelis dengan rata-rata 3.38, dapat disimpulkan

bahwa formula kue kukus K2T2 masih masuk kategori 3 (agak disukai).

Berdasarkan pernyataan panelis secara keseluruhan, mouthfeel pada roti kukus

perlakuan terbaik cukup dapat diterima. Rata-rata panelis menyatakan bahwa roti

kukus terbaik memiliki mouthfeel yang cukup lembut, tidak bantet, tidak penuh di

mulut, dan tidak terasa lengket sehingga mudah untuk ditelan. Selain itu

beberapa panelis juga menyatakan bahwa pada roti kukus terbaik memiliki after

taste sedikit pahit atau earthy taste seperti beraroma tanah yang kurang disukai

namun masih dapat diterima oleh panelis. Menurut Martiyanti (2018), Mouthfeel

termasuk dalam jenis tekstur. Mouthfeel merupakan kesan kinestetik

Page 68: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

55

pengunyahan makanan dalam mulut yang mencakup kelompok kesan yang

dinyatakan dengan istilah fibrousness, grittiness, stickiness, dan oiliness. Tekstur

suatu produk pangan berperan penting dalam proses penerimaan produk oleh

konsumen. Mutu tekstur ditentukan oleh kemudahan terpecahnya partikel-partikel

penyusunnya bila produk tersebut dikunyah. Tingkat kesukaan tekstur suatu

bahan di mulut mulai dapat dirasakan ketika bahan dipotong, dikunyah, dan

ditelan. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Syarbini (2016), menyatakan

bahwa Tekstur roti dapat dinilai dengan menggunakan indera perabaan. Tekstur

roti yang ideal harus memiliki tekstur yang halus, kemampuan kembali pada

kondisi semula saat ditekan dan tidak mudah menggumpal.

4.5.5. Overall liking

Pada tabel 4.15 , skala 1 (sangat tidak suka) : 0 panelis, skala 2 (tidak

suka) : 4 panelis, skala 3 (agak suka) : 32 panelis, skala 4 (suka) : 20 panelis,

skala 5 (sangat suka) : 4 panelis dengan rata-rata 3.4, dapat disimpulan bahwa

formula kue kukus K2T2 secara keseluruhan masuk pada skala 3 (agak disukai)

baik itu warna, rasa, aroma dan mouthfeel .

Page 69: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor proporsi tepung umbi bit dengan tepung terigu memberikan pengaruh

nyata (α=0,05) pada daya pengembangan, tingkat cohesiveness, porositas

dan warna (kecerahan, kemerahan, dan kekuningan) pada pembuatan roti

kukus. faktor penambahan bahan pengembang yaitu baking powder dan soda

kue juga berpengaruh nyata (α=0,05) pada daya pengembangan, tingkat

kekerasan, tingkat springiness, dan porositas pada pembuatan roti kukus.

2. Perlakuan terbaik terdapat pada roti kukus dengan proporsi tepung terigu 90%

dan tepung umbi bit 10% dengan penggunaan bahan pengembang yaitu soda

kue dengan parameter fisik yaitu daya pengembangan sebesar 70,65%,

kekerasan 96,03 g, springiness 7,47 mm, cohesiveness 0,63, porositas

32,82%, kecerahan 45,7, kemerahan 2,5, dan kekuningan: 17,30

3. Karakteristik kimia roti kukus terbaik memiliki kadar air sebesar 9,24%, kadar

karbohirat 74,06%, Kadar protein 11,83%, kadar lemak 4,87%, kadar pati

66,65%, kadar serat 5,25%, dan aktivitas antioksidan 19,47%.Tingkat

kesukaan konsumen pada uji organoleptik memiliki hasil rata-rata skala 3,

artinya konsumen cukup menyukai roti kukus pada perlakuan terbaik

5.2 Saran

1. Diperlukan adanya modifikasi dalam formulasi atau penambahan bahan

tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi rasa yang kurang disukai

pada umbi bit

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada roti kukus untuk scale up agar

dapat diproduksi secara massal dan dapat lebih awet sehingga memiliki nilai

ekonomis yang tinggi.

Page 70: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

57

Daftar Pustaka

Afifah, Nurul. 2013. Uji Salmonella-Shigella pada Telur Ayam yang Disimpan

Pada Suhu dan Eaktu yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research. Vol.

2(1): 35-46

Agic, Rukie dkk. 2018. Yield and Quality of Beetroot (Beta vulgaris ssp.esculenta

L.) As A Result of Microbial Fertilizers. The Serbian Journal of Agriculture

Science. Vol. 67(1): 40 – 44

A k i s , E r i c . 2 0 1 4 . A s k E r i c : W h y D o B e e t s T a s t e L i k e D i r t ? .

www.timescolonist.com, diakses pada 12 Juli 2019

Aulia, Fitrian. 2019. Pengaruh Suplementasi Tepung Bit Merah (Beta vulgaris L.

Var. Rubra L.) dan Suhu Pengovenan Terhadap Karakteristik Fisikokimia

dan Organoleptik Cookies. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Universitas Brawijaya

Amendola J, dan Rees N. 2003. Understanding Baking: The Art and Science of

Baking Third Edition. Hoboken: John Wiley & Sons

Ananda, Laurensia. 2008. Karakteristik Fisikokimia Serbuk Bit Merah (Beta

vulgaris L.) yang Diproses dengan Variasi Drying Agents dan

Maltodekstrin sebagai Coating Agent. Semarang: Perpustakaan Unika

Andarwulan, Nuri., dan RH Fitri Faradilla. 2012. Pewarna Alami Untuk Pangan.

Bogor: SEAFAST Center

Andriani, Y. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Betaglukan dari Saccharomyces

cerevisiae. Jurnal Gradien. 3 (1) : 226-230

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical

Chemists. USA, Washington

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical

Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington

Apriyanto A, dkk. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Pangan da Gizi:IPB

Bourne, M. C. 2002. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement.

San Diego: Academic Press

Budoyo, Edwin A.S., Thomas I.P.S., dan Anna I.W. 2014. Substitusi Terigu

dengan Tepung Labu Kuning Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik

Muffin. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Vol. 13 (2): 75-80

Colville, Thomas P. 2016. Clinical Anatomy and Phsiology for Veterinary

Technicians. Riverport Lane: Elsevier

Page 71: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

58

Derringer, G., R. Surich. 1980. Simultaneous Optimization of Several Response

Variables. J. Qual Technology, Vol 12 : 214-219

Dewi, Nova Sarifah dkk. 2015. Evaluasi Pengaruh Penggunaan Bahan Pengganti

Telur (Egg Replacer) pada Pembuatan Cake. Jurnal Rekayasa Pangan

danPeranian Vol. 4(4): 441-447

Ekayani, Ida Ayu Putu Hemy. 2011. Efisiensi Penggunaan Telur Dalam

Pembuatan Sponge Cake. UNDIKSHA Vol. 8(2): 59-74

Faridah, Anni., dkk. 2008. Patiseri Jilid 2 untuk SMK. Jakarta: Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

FDA. 2018. CFR – Code of Federal Regulations Title 21.https://www.accessdata.

fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFRSearch.cfm?=166.110. Diakses pada

26 November 2018

Grace, Yosephin. 2016. Daya Terima Bubur Bayi Instan Dengan Penambahan

Umbi Bit (Beta vulgaris L.) serta Kandungan Zat Gizi. Medan: Universitas

Sumatera Utara

Haliza, Winda., Sari Intan K., dan Sri Yuliani. 2012. Penggunaan Mixture Surface

Methodology pada Optimasi Formula Brownies Berbasis Tepung Talas

Banten (Xanthosoma undipes K.Koch) sebagai Alternatif Pangan Sumber

Serat. Bogor: Jurnal Pascapanen Vol.9(2):96-106

Hartanto, H. 2012. Identifikasi Potensi Antioksidan Minuman Cokelat dari Kakao

Lindak (Theobroma Cacao L.) dengan Berbagai Cara Preparasi: Metode

Radikal Bebas 1,1 Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH). Universitas Katolik

Widya Mandala: Surabaya

Helmenstine, A. 2014. Baking Soda Science Projects Experiment with Baking

Soda or Sodium Bicarbonate. Diakses pada 26 November 2018

Hernanda, Nindya. 2011. Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi

GulaIndonesia dalam Mencapai Swasembada Gula Nasional. Bogor:

Institut Pertanian Bogor

Hui, Yiu H. 2006. Handbook of Food Science Technology and Engineering. USA:

CRC Press

Huopalahti, Rainer., Rosina Lopez F., Marc Anton., dan Rudiger Schade. 2007.

Bioactive Egg Compounds. Berlin: Springer

Inggrid, H.M dan Santoso, H. 2014. Ekstrasi Antioksidan dan Senyawa Aktif dari

Buah kiwi (Actinidia deliciosa). Skripsi. Universitas Katolik Parahyangan.

bandung

Page 72: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

59

Joseph, Novita. 2018. Berbagai Manfaat Buah Bit untuk Kesehatan Tubuh.

www.hellosehat.com

Kafah, Fikri Fitriya Silmi. 2012. Karakteristik Tepung Talas (Colocasia esculeta

(L) Schott) dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Cake. Skripsi. Institut

Pertanian Bogor

Keran H, Salkic M, Odobasic A. 2009. The Importance of Determination of Some

Physical-Chemical Properties of Wheat Flour. Agriculturae Conspectus

Scientificus. Vol 74(3): 197-200

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Seri Teknologi Pangan

Populer (Teori dan Praktek). eBookPangan.com

Kumar, Yashwant. 2015. Beetrot: A Super Food. IJESTA: engineering Studies

and Technical Approach Vol. 01 No. 3

kurniawan, Candra., Thomas B. W., dan Perdamean S. 2011. Analisis Ukuran

Partikel Menggunakan Free Software Image-J. Serpong: Seminar

Nasional Fisika

Latorre, M.E., dkk. 2012. Microwave Innactivation of Red Beet (Beta vulgaris L.)

Peroxidase and Polyphenoloxidase and The Effect of Radiation On

Vegetable Tissue Quality. Journal of Food Engineering. 109(1):676-684

Lawless, H.T., Heymann, H. 2013. Sensory Evaluation of Food: Principle and

Practice. New York: Chapman and Hall

Lingga, Lanny. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: agromedia Pustaka

Lu, G., C.G. Edwards, J.K. Fellman, D.S Mattinson., dan J. Navazio. 2003.

Biosynthetic Origin Of Geosmin In Red Beets (Beta vulgaris L.) .

Agricultural and Food Chemical Journal 51:1026-1029

Martiyanti, M. Anastasia. 2018. Sifat Organoleptik Mi Instan Tepung Ubi Jalar

Putih Penambahan Tepung Daun Kelor. Jurnal Teknologi Pangan Vol.1

(1): 1-13

Mayasari, Anastasia., Dwi Ishartani., dan Siswanti. 2017. Kajian Sifat Sensoris,

Fisik, Dan Kimia Pound Cake Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita

moschatta) Termodifikasi Asam Asetat. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian

Vol. 10 (1): 10-20

Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 1999. Sensory Evaluation Techniques.

Boca Raton: CRC Press

Molyneux, P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl hydryazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.

Page 73: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

60

26(2) : 211-219

NCC Indonesia. 2005. Baking Powder VS Soda Kue/Baking Soda. www.ncc-

indonesia.com. Diakses pada 6 Juni 2019

Ninna, L. 2018. Apa Bedanya Baking Soda vs Baking Powder. www.resepkoki.id.

Diakses pada 29 Mei 2019

Norn, Viggo. 2015. Emulsifier in Food Technology Second Edition. UK: John

Wiley & Sons

Novatama, Stephanie Mutiara., dan Ersanghono Kusumo dan Supartono. 2016.

Identifikasi Betasianin dan Uji Antioksidan Ekstrak Buah Bit Merah (Beta

vulgaris L.). indonesian Journal of Chemical Science: Universitas Negeri

Semarang

Nur, Amelia Sandra., dkk. 2016. Bahan Tambahan Makanan (BTM). Mataram:

Universitas Mataram

Nurfajri, Afina Firdiana., dkk. 2017. Gelatinisasi dan Hidrolisis Pati dari Tepung

Terigu. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

O’Brien, R.D. 2009. Fat and Oils: Formulatin and Processing for Applications.

Boca Raton: CRC Press

Perka BPOM. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Pengembang. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013

Pinela, J., Lillia, B., Anna, MC., Isabel, CFR. 2012. Nutritional Composition and

Antioxidant Activity of Four Tomato (Lycopersicon esculentum L.) Farmer

Varieties In Notheastern Portugal Homegardens. Food and Chemical

Toxicology.50:829-834

Primarasa. 2014. Cake Lembut dan Lezat. Jakarta: PT. Gaya Favorit Press

Purwitasari, Aprilia. 2014. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Sifat Fisik Kimia

dalam Pembuatan Konsentrat Protein Kacang Komak (Lablab purpureus

(L) sweet). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 (1):42-49

Rahayu, E, Farida. 2010. Modul Diklat Aneka Cake. Padang: Dinas Pendidikan

Kota Padang

Raysita, Nina., Lucia Tri. P. 2013. Pengaruh Proporsi Tepung Terigu dan Tepung

Mocaf (Modified Cassava Flour) Terhadap Tingkat Kesukaan Chiffon

Cake. Surabaya: Fakultas Teknik

Riewpassa, F. 2005. Biskuit Konsentrat Protein Ikan dan Prebiotik sebagai

Makanan Tambahan untuk Meningkatkan Antibodi IgA dan Status Gizi

Page 74: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

61

Anak Balita. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Risa, P.A., Marsiti. 2007. Modul “Pelatihan Ketrampilan Boga”. Singaraja.

Universitas Pendidikan Ganesha

Rosenthal, A.J. 1999. Food Texture: Measurements and Perception. Aspen

Publisher. Inc, Mayland

Schwarz K, Huang, S. W., German, J.B., Tiersch, B., Hartman, J., and Frankel,

E.N. 2000. Activities of Antioxidants Are Affected by Colloidal Properties

of Oil-in Water and Water-in-Oil Emulsions and Bulk Oils. J. Agric. Food.

Chem. 48(10):4874-4882

Setiawan, Hendra. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Cake Beras

dengan Proporsi Bubur Apel dan Margarin. Surabaya: Universitas Katolik

Widya Mandala

Shaumi, Dewi Rahmatika. 2016. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Terigu

Komersial dan Aplikasinya Dalam Proses Pembuatan Roti Tawar di PT.

Bungasari Flour Mills Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor

SNI (3751-2009). Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. Jakarta : Standar

Nasional Indonesia

Susanto, Sisca. 2005. Cake Lembut Sponge Cake, Angel Food Cake & Chiffon

Cake. Jakarta: Gramedia

Susanto T dan Yuwono,S.S.T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Surabaya: UNESA

Sulistianing, R., 1995. Pembuatan dan Optimasi Formula Roti Tawar dan Roti

Manis Skala Kecil. IPB (Bogor Agricultural University)

Soewitomo, Sisca. 2014. Step By Step 80 Resep Cake & Pastry. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Subarna. 2002. Baking Technology: Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi

Pangan Bagi Food Inspector. Bogor: PAU Pangan Dan Gizi IPB

Sunandar, R. 1986. Substitusi Parsial Tepung Terigu dan Penambahan Potasium

Bromat dalam Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Bogor: IPB

Syarbini, Husin. 2016. A-Z Bakery: Fungsi Bahan, Proses Pembuatan Roti,

Panduan Menjadi Bakepreneur. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

USDA. 2018. National Nutrient Database for Standard Reference, Basic Report

11080, Beets, Raw. USDA. United State America

U.S Wheat Associates. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta

Wardani, Dewasasri M. 2017. Bit Merah, Penjaga Sistem Kardiovaskular Sehat.

www.satuharapan.com

Page 75: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

62

Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.Balai

Besar Penelititan dan Pengembangan Pascapanen Pertanian:Tabloid

SinarTani

Widhi, R. Anggita. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea Batatas

L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Bogor: IPB

Wijaya. 2002. Pengolahan Kue dan Roti. Departemen. Jakarta: Pendidikan

Nasional

Willyam, Shella. 2018. Baking Powder vs Baking Soda. www.news.labsatu.com,

diakses pada 3 Febuari 2019

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Wulandari, Endah., dan Elazmanawati L. 2016. Karakteristik Roti Komposit Ubi

Jalar Ungu dengan Penambahan α-amilase dan Glukoamilase.

Sumedang : Jurnal Penelitian Pangan Vol.1(1):1-6

Yuwono, S., dan Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

Malang

Page 76: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

63

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa Kimia

1.1 Analisa Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005).

a. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram.

b. Cawan kosong ditimbang beratnya kemudian sampel dimasukkan

kedalam cawan.

c. Sampel dalam cawan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105⁰C

selama 3 jam.

d. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

e. Pengeringan diulang hingga didapatkan berat konstan. Perhitungan kadar

air dilakukan menggunakan rumus :

% 𝐴𝑖𝑟 = (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛)

(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙) 𝑥 100%

1.2 Analisa Aktivitas Antioksidan metode DPPH (Molyneux, 2004)

▪ Pengujian absorbansi larutan blanko

a. Larutan DPPH 0,2 mM diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan

dengan 2 ml metanol

b. Divortex hingga homogen

c. Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap

d. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan

panjang gelombang 517 nm

▪ Analisa aktivitas antioksidan metode DPPH pada sampel

a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram.

b. Dilarutkan dalam metanol sebanyak 10 mL

c. Sampel divortex selama 1 menit kemudian disentrifugasi dengan

kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.

d. Sampel diambil 2 ml dan direaksikan dengan 1 ml DPPH 0,2 mM.

e. Divortex hingga homogen

f. Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap

g. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel

dinyatakan dengan presentase penghambatan radikal bebas yang

dihitung dengan rumus :

Page 77: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

64

% 𝐴𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 = (𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)

(𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 100%

% antioksidan = kemampuan antioksidan meredam radikal bebas

Absorbansi blanko = nilai absorbansi larutan blanko

Absorbansi sampel = nilai absorbansi larutan sampel

1.3 Analisa Kadar Protein (AOAC, 2005)

a. Timbang sampel 1-2 g, masukkan ke dalam tabung destruksi,

tambahkan ½ tablet kjedahl dan 20 ml H2SO4 pekat.

b. Lakukan destruksi selama 1 jam sampai warna menjadi hijau muda

atau jernih.

c. Tunggu sampai dingin, tambahkan 25 ml akuades, 4 tetes indikator PP

d. Tambahkan larutan NaOH 45% sampai warna coklat keruh.

e. Lakukan destilasi pada alat destilasi. Destilat ditampung dalam

Erlenmeyer yang telah diisi 20 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator metil

merah.

f. Destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna berubah menjadi

semula.

Perhitungan :

% N = (𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 14,008)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔) x 100%

% Protein = % N x 6,25

1.4 Analisa Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

a. Diletakkan labu dan penutupnya pada oven dengan suhu 105oC

selama semalam untuk memastikan bahwa berat labu telah stabil.

b. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g dan dimasukkan ke dalam

selongsong kertas yang dialasi dengan kapas.

c. Sumbat selongsong kertas berisi sampel tersebut dengan kapas dan

dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama kurang

lebih satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah

dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah

dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.

d. Selanjutnya diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya

selama sekitar 6 jam.

Page 78: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

65

e. Heksanan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven

pengering pada suhu 105oC.

f. Didinginkan dan ditimbang hingga mencapai berat konstan.

Perhitungan:

Kadar lemak = W2−W1

W x 100%

Keterangan:

w = berat sampel (g)

w1 = berat labu (g)

w2 = berat sampel dan labu lemak (g)

1.5 Analisis Karbohidrat (by difference) (AOAC, 2005)

Kadar KH = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu)

1.6 Analisa Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

a. Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml,

kemudian ditambah dengan 200 ml H2SO4 0,255 N dan dididihkan di

bawah pendingin balik selama 30 menit.

b. Disaring dengan kertas saring kasar, dicuci residu yang tertinggal

dengan akuades mendidih hingga larutan tidak bersifat asam (diuji

dengan kertas lakmus biru).

c. Dipindahkan residu secara kuantitatif dan dicuci kembali residu dengan

NaOH 0,313 N hingga semua residu masuk ke dalam erlenmeyer 250

ml.

d. Dididihkan dengan pendingin balik selama 30 menit.

e. Disaring dengan kertas saring halus yang telah diketahui beratnya

sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10% 10 ml.

f. Dicuci kembali residu dengan akuades 20 ml dan alkohol 95%

sebanyak 15 ml.

g. Residu beserta kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC selama 1

hingga 2 jam.

h. Ditimbang berat kertas saring sampai tercapai berat konstan

% kadar serat kasar = A − B

W× 100%

Page 79: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

66

1.7 Kadar Pati metode Luff Schroll (AOAC, 1999)

a. Sampel sebanyak 1 g dimasukkan kedalam labu erlenmayer 500 ml dan

ditambahan 200 ml HCL 3%

b. Sampel dihidrolisis selama 1-3 jam dalam autoklaf pada suhu 105 oC

c. Sampel di netralkan dengan NaOH 40% kemudian dimasukkan dalam

labu takar 250 ml dan ditambahkan air destilat hingga mencapai tanda

tera

d. Sampel diambil 10 ml kemudian dimasukkan dalam labu erlenmayer 250

ml dan ditambahkan 25 ml larutan luff scroll.

e. Larutan dididihkan selama 10 menit. Kemudian di dinginkan di bawah air

mengalir (jangan dikocok).

f. Sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25%. Larutan dititrasi menggunakan

Na2S2O3 0,1N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang warnanya.

g. Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilat dan 25 ml larutan

Luff Schroll

Kadar Pati (%) = (Jumlah glukosa x 0,9 x Faktor pengenceran)

(mg contoh) x 100%

Lampiran 2. Prosedur Analisa Fisik

2.1 Analisa Daya Pengembangan Roti Kukus(Sulistianing, 1995).

a. Ukur volume adonan roti sebelum dikukus dengan mengukur tinggi

dengan menggunakan penggaris

b. Roti kukus yang telah dikukus didinginkan terlebih dahulu pada suhu

ruang selama 20 menit

c. Ukur volume adonan roti kukus setelah dikukus dengan mengukur tinggi

menggunakan penggaris

d. Hitung volume pengembangan roti dengan rumus:

% 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100%

2.2 Analisa Warna (Susanto dan Yuwono, 1998)

Menentukan skala warna berdasarkan standar warna yang telah ditentukan

menggunakan alat colour reader dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menyiapkan sampel

b. Menghidupkan colour reader

c. Menentukan target pembacaan L*a*b* colour space atau L*C*H

Page 80: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

67

d. Memulai pengukuran warna

Keterangan :

L : untuk parameter kecerahan (Lighteness)

a dan b: untuk koordinat kromatisitas

C : untuk kroma

H : untuk sudut hue (warna)

2.3 Analisa Kekerasan (Rosenthal, 1999)

a. Timbang berat beban (beban dengan batang pemegang)

b. Bahan atau produk yang akan dikur diletakkan tepat di bawah jarum

penusuk penetrometer

c. Tentukan waktu pengujian, yaitu waktu yang diperlukan untuk penekanan

terhadap bahan

d. Lepaskan beban lalu skala penunjuk dibaca setelah alat berhenti, jarum

penusuk penetrometer ditusuk dalam kedalaman 10 mm dengan

kecepatan 10 mm/detik

e. Kekerasan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak pada

tekanan/kompresi pertama)

f. Pengujian perlu diulang pada pada 3 sisi sampel

g. Buat rata-rata hasil pembacaan

2.4 Analisa Springiness (Rosenthal, 1999)

a. Timbang berat beban (beban dengan batang pemegang)

b. Bahan atau produk yang akan dikur diletakkan tepat di bawah jarum

penusuk penetrometer

c. Tentukan waktu pengujian, yaitu waktu yang diperlukan untuk penekanan

terhadap bahan

d. Lepaskan beban lalu skala penunjuk dibaca setelah alat berhenti, jarum

penusuk penetrometer ditusuk dalam kedalaman 10 mm dengan kecepatan

10 mm/detik

e. Springiness ditentukan dari jarak sampel pada tekanan kedua, sehingga

tercapai nilai gaya maksimumnya (L2) dibandingkan dengan jarak yang

ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai gaya

maksimumnya (L1) dan dirumuskan sebagai L2/L1.

f. Pengujian perlu diulang pada pada 3 sisi sampel

Page 81: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

68

g. Buat rata-rata hasil pembacaan

2.5 Analisa Cohesiveness (Rosenthal, 1999)

a. Timbang berat beban (beban dengan batang pemegang

b. Bahan atau produk yang akan dikur diletakkan tepat di bawah jarum

penusuk penetrometer

c. Tentukan waktu pengujian, yaitu waktu yang di perlukan untuk penekanan

terhadap bahan

d. Lepaskan beban lalu skala penunjuk di baca setelah alat berhenti, jarum

penusuk penetrometer di tusuk dalam kedalaman 10 mm dengan

kecepatan 10 mm/detik

e. Cohesiveness di hitung dari luas di bawah kurva pada tekanan kedua (A2)

di bagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama atau A2/A1

f. Pengujian perlu diulang pada pada 3 sisi sampel

g. Buat rata-rata hasil pembacaan

2.6 Analisa Porositas Menggunakan ImageJ (Kurniawan, 2011).

a. Sampel di iris dengan ketebalan 4x4 cm

b. Sampel di-scan menggunakan alat scanner

c. Pengukuran porositas dilakukan menggunakan aplikasi imageJ dengan

prosedur sebagai berikut :

• foto sampel masing-masing dipotong sebesar 3x3 cm

• masukkan gambar pada imageJ kemudian di atur menjadi 8 bit dengan

cara pilih menu image → type → 8 bit

• untuk mengukur % area maka pilih menu analyze → set measurements →

ceklis yang ingin di ukur (%area) → pilih ok

p

Page 82: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

69

• threshold di atur dengan cara pilih menu image → adjust → threshold.

Gambar akan berubah, dan pori-pori lebih terlihat

• gambar di analisa porinya dengan memilih menu analyze → measure

Lampiran 3. Pengamatan Organoleptik Hedonic Scale Scoring (Meilgaard et

al, 1999).

Uji sensoris yang di lakukan meliputi rasa, aroma, mouthfeel, warna, dan

overall liking (keseluruhan). pengujian menggunakan skala hedonik yang terdiri

dari 5 level penilaian dengan pernyataan yaitu:

1 : sangat tidak suka

2 : tidak suka

3 : agak suka

4 : suka

5 : sangat suka

Pengujian di lakukan dengan memberikan sampel kepada panelis secara

acak yang masing-masing telah diberi kode berbeda. pada uji ini panelis yang di

gunakan sebanyak 60 panelis. Selanjutnya panelis di minta memberikan

penilaian terhadap sampel sesuai skala hedonik yang ada.

Page 83: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

70

Lampiran 4. Penentuan Perlakuan Terbaik (Derringer, 1980).

Penentuan kombinasi perlakuan terbaik di gunakan Metode Derringer’s

Desirability Function dengan prosedur sebagai berikut:

1. Menentukan nilai s dan t sebesar 1 agar di hasilkan kondisi linear

2. Menentukan nilai kontrol dari masing masing parameter (Ti), nilai batas atas

dari masing-masing parameter (Ui), nilai batas bawah dari masing-masing

parameter (Li), dan Yi merupakan nilai rerata dari setiap parameter untuk

masing-masing perlakuan

Daya

Kembang Kecerahan Kekerasan Springiness

s = t = 1

Li 0 0 0 0

Ui 111,93 100 345,98 15,56

Ti 55,96 46,72 172,99 0,58

Yi

3. Setelah di dapatkan nilai s,t, Ti, Ui, Li, dan Yi di hitung nilai desirability function

(d), untuk menentukan perlakuan terbaik dari masing-masing parameter di

gunakan rumus desirability function sebagai berikut:

d = [𝑌𝑖−𝐿𝑖

𝑇𝑖−𝐿𝑖]

𝑠 jika Li ≤ Yi ≤ Ti

d = [𝑌𝑖−𝑈𝑖

𝑇𝑖−𝑈𝑖]

𝑠 jika Ti < Yi ≤ Ui

d = 0 jika Yi < Li atau Yi > Ui

4. Setelah di dapatkan nilai d (individual desirability), di hitung nilai

overalldesirability (D) untuk menentukan perlakuan terbaik dari keseluruhan

parameter dengan rumus desirability sebagai berikut:

D = (d1x d2 x d3 x … . x dn)1/𝑛

Keterangan :

s = t = 1, desirability function menghasilkan suatu kondisi linear

d = desirability function, d=1 nilai parameter mendekati kontrol (ideal);

d = 0 nilai parameter tidak di inginkan

Yi = rata-rata nilai perlakuan setiap parameter

Ti = nilai kontrol setiap parameter

Li = nilai batas bawah setiap parameter

Page 84: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

71

Ui = nilai batas atas setiap parameter

D = overall desirability; menentukan perlakuan terbaik dari keseluruhan

parameter

n = banyaknya parameter

5. Setelah di dapatkan nilai D dari masing-masing perlakuan, jika nilai D semakin

mendekati 1 maka perlakuan semakin mendekati kontrol (ideal)

Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 D6 DF RANK

K1T1 0,83 0,67 0,74 0,99 0,83 0,90 0,821 5

K2T1 0,94 0,93 0,64 0,96 0,93 0,99 0,885 2

K3T1 0,78 0,88 0,53 0,92 0,97 0,84 0,804 6

K4T1 0,54 0,78 0,48 0,91 0,92 0,70 0,696 7

K1T2 0,65 0,66 0,41 0,92 0,89 0,73 0,680 8

K2T2 0,74 0,98 1,44 0,94 0,98 0,83 0,962 1

K3T2 0,88 0,87 0,69 0,96 0,92 0,98 0,876 3

K4T2 0,84 0,79 0,74 0,98 0,88 0,94 0,854 4

Keterangan:

D : Desirability function

D1 : Daya Kembang

D2 : Warna

D3 : Kekerasan

D4 : Springiness

D5 :Cohesiveness

D6 : Porositas

DF : Overall desirability

Page 85: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

72

Lampiran 5. Lembar Kuisioner Uji Organoleptik

Lembar Uji Organoleptik

Nama :

Usia :

Tanggal :

Produk : Kue kukus

Petunjuk:

Di hadapan anda terdapat 8 sampel roti kukus. Anda diminta untuk

memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, mouthfeel dan overall liking

berdasarkan tingkat kesukaan anda yang ditandai dengan angka skala kesukaan

pada tabel yang tersedia (perhatikan kode sampel terlebih dahulu). Sebelum

mencicipi sampel pertama dan pergantian pada tiap sampel, silahkan meminum

air yang telah disediakan. Atas bantuan anda, saya ucapkan terima kasih.

Penilaian:

Gunakan skala 1-5 untuk memberikan penilaian terhadap sampel roti kukus

dengan keterangan sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka

3 = agak suka

4 = suka

5 = sangat suka

No Kode

Sampel Warna Aroma Rasa Mouthfeel

Overall Liking

1 357

2 124

3 211

4 711

5 894

6 514

7 757

8 117

Manakah sampel yang paling disukai oleh konsumen? Mengapa?

......................................................................................................................

Manakah sampel yang paling tidak disukai oleh konsumen? Mengapa?

......................................................................................................................

Manakah warna sampel yang paling disukai oleh konsumen? Mengapa?

......................................................................................................................

Saran:

Page 86: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

73

Lampiran 6. Data Hasil Analisa Fisik Roti Kukus

1.1 Daya Pengembangan (%)

6.1.1 Data Tabel

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2

Ulangan 3 Rerata Daya

Kembang (%)

Standar

Deviasi

K1T1 62,50 73,33 60,42 65,42 6,93

K2T1 51,11 54,17 52,08 52,45 1,56

K3T1 37,78 46,67 46,67 43,70 5,13

K4T1 31,11 24,44 35,56 30,37 5,59

K1T2 116,67 54,17 56,25 75,69 35,50

K2T2 104,17 57,78 50,00 70,65 29,29

K3T2 83,33 61,90 42,22 62,49 20,56

K4T2 66,67 45,24 28,89 46,93 18,95

Kontrol 55,96

6.1.2 Analisa Ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 3312,6 1104,21 4,08 0,028

pengembang 1 1527,2 1527,19 5,64 0,032

Ulangan 2 2222,0 1111,02 4,10 0,040

tepung*pengembang 3 68,4 22,81 0,08 0,968

Error 14 3793,4 270,96

Total 23 10923,7

6.1.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Daya Kembang (%) BNT 5%

0:100 70,56±7,27a

14,413 10:90 61,55±12,87a

20:80

40:60

53,10±13,71b

38,65±11,71b

Bahan Pengembang Daya Kembang

(%) BNT 5%

Baking Powder 47,99±14,75b 14,413

Soda Kue 63,94±12,58a

Page 87: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

74

1.2 Kekerasan (g)

1.2.1 Data Tabel

Perlakuan ulangan rata-

rata TOTAL stdev CV

1 2 3

K1T1 280,30 163,90 207,60 217,27 651,80 58,80 27,06

K2T1 293,60 155,20 259,10 235,97 707,90 72,04 30,53

K3T1 280,30 276,10 206,30 254,23 762,70 41,56 16,35

K4T1 238,90 403,40 146,50 262,93 788,80 130,13 49,49

K1T2 49,80 94,50 66,20 70,17 210,50 22,61 32,23

K2T2 94,70 68,90 124,50 96,03 288,10 27,82 28,97

K3T2 126,50 150,70 82,60 119,93 359,80 34,52 28,78

K4T2 56,30 232,90 92,90 127,37 382,10 93,21 73,18

Kontrol 172,99

1.2.2 Analisa Ragam Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 9573 3191 0,65 0,595

pengembang 1 116302 116302 23,74 0,000

Ulangan 2 8345 4173 0,85 0,448

tepung*pengembang 3 150 50 0,01 0,999

Error 14 68600 4900

Total 23 202970

1.2.3 Uji Lanjut (BNT)

Bahan Pengembang Kekerasan (g) BNT 5%

Baking Powder 242,60±20,29a 61,292

Soda Kue 103.38±25,86b

1.3 Springiness

1.3.1 Data Tabel

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 8,59 9,18 7,61 8,46 25,38 0,79 9,37

K2T1 8,04 8,87 8,28 8,40 25,19 0,43 5,09

K3T1 8,15 8,75 7,42 8,11 24,32 0,67 8,22

K4T1 7,91 7,35 7,79 7,68 23,05 0,29 3,84

K1T2 7,51 7,66 7,72 7,63 22,89 0,11 1,42

K2T2 7,43 7,30 7,68 7,47 22,41 0,19 2,59

K3T2 7,25 6,76 7,86 7,29 21,87 0,55 7,56

K4T2 6,78 7,91 6,86 7,18 21,55 0,63 8,78

Kontrol 7,78

Page 88: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

75

1.3.2 Analisa Ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 1,3233 0,44112 1,66 0,221

pengembang 1 3,5420 3,54202 13,34 0,003

Ulangan 2 0,4684 0,23420 0,88 0,436

tepung*pengembang 3 0,1548 0,05161 0,19 0,898

Error 14 3,7161 0,26543

Total 23 9,2046

1.3.3 Uji Lanjut (BNT)

Bahan

Pengembang

Springiness

(mm) BNT 5%

Baking Powder 8,16±0,36a 0,45

Soda Kue 7,39±0,20b

1.4 Cohesiveness

1.4.1 Data Tabel

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 0,50 0,65 0,73 0,63 1,88 0,12 18,63

K2T1 0,56 0,63 0,60 0,60 1,79 0,04 5,89

K3T1 0,60 0,54 0,47 0,54 1,61 0,07 12,12

K4T1 0,57 0,49 0,38 0,48 1,44 0,10 19,87

K1T2 0,75 0,63 0,57 0,65 1,95 0,09 14,10

K2T2 0,63 0,67 0,58 0,63 1,88 0,05 7,20

K3T2 0,68 0,48 0,61 0,59 1,77 0,10 17,20

K4T2 0,54 0,52 0,49 0,52 1,55 0,03 4,87

Kontrol 0,58

1.4.2 Analisa Ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 0,068013 0,022671 3,56 0,042

pengembang 1 0,007704 0,007704 1,21 0,290

Ulangan 2 0,010033 0,005017 0,79 0,474

tepung*pengembang 3 0,000746 0,000249 0,04 0,989

Error 14 0,089100 0,006364

Total 23 0,175596

Page 89: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

76

1.4.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Cohesiveness BNT 5%

0:100 0,64±0,02a

0,07 10:90 0,61±0,02a

20:80 0,56±0,04b

40:60 0,50±0,03b

1.5 Warna

1.5.1 Kecerahan

1.5.1.1 Tabel Data

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 64,7 68,3 60,1 64,3 193,03 4,09 6,36

K2T1 64,5 64,1 66,6 43,4 195,20 1,37 3,16

K3T1 47,2 41,4 48,4 41,1 137,03 3,72 9,06

K4T1 43,2 35,9 43,0 36,5 122,20 4,16 11,40

K1T2 40,8 34,0 36,2 65,1 111,00 3,47 5,33

K2T2 47,2 41,4 48,4 45,7 137,03 3,72 8,14

K3T2 43,2 35,9 43,0 40,7 122,20 4,16 10,21

K4T2 40,8 34,0 36,2 37,0 111,00 3,47 9,38

Kontrol 46,72

1.5.1.2 Analisa ragam Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 2771,59 923,865 57,03 0,000

pengembang 1 3,89 3,894 0,24 0,632

Ulangan 2 3,53 1,767 0,11 0,897

tepung*pengembang 3 5,33 1,777 0,11 0,953

Error 14 226,78 16,198

Total 23 3011,13

1.5.1.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Kecerahan BNT

5%

0:100 64,71±0,51a

3,524 10:90 44,53±1,62b

20:80 40,89±0,23c

40:60 36,73±0,38c

Page 90: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

77

1.5.2 Kemerahan

1.5.2.1 Tabel Data

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 0,5 -1,5 0,2 -0,3 -0,80 1,08 -406,39

K2T1 7,3 2,9 2,5 4,2 12,70 2,63 62,20

K3T1 4,1 3,6 4,5 4,1 12,23 0,47 11,45

K4T1 5,5 2,4 3,4 3,7 11,23 1,60 42,74

K1T2 0,3 2,2 -0,4 0,7 2,13 1,31 183,97

K2T2 1,8 4,0 1,6 2,5 7,43 1,35 54,52

K3T2 2,3 2,8 1,8 2,3 6,83 0,50 21,97

K4T2 1,3 3,5 1,3 2,1 6,20 1,27 61,46

Kontrol 2,42

1.5.2.2 Analisa ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 38,222 12,741 6,07 0,007

pengembang 1 8,206 8,206 3,91 0,068

Ulangan 2 3,681 1,840 0,88 0,438

tepung*pengembang 3 9,481 3,160 1,51 0,256

Error 14 29,378 2,098

Total 23 88,968

1.5.2.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Kemerahan BNT

5%

0:100 0,22±0,69b

1,244 10:90 3,36±1,24a

20:80 3,18±1,27a

40:60 2,91±1,19a

Page 91: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

78

1.5.3 Kekuningan

1.5.3.1 Tabel Data

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 39,2 33,7 28,9 33,9 101,83 5,15 15,18

K2T1 17,3 15,6 16,2 16,3 51,80 3,87 22,40

K3T1 13,5 9,1 13,8 12,2 40,47 2,42 17,94

K4T1 10,1 4,6 6,1 6,9 20,77 2,86 41,27

K1T2 34,9 40,7 30,7 35,4 106,30 5,01 14,13

K2T2 16,8 21,3 13,6 17,3 49,03 0,86 5,26

K3T2 16,1 11,3 13,1 13,5 36,47 2,62 21,58

K4T2 10,4 7,8 8,7 9,0 26,90 1,31 14,60

Kontrol 18,07

1.5.3.2 Analisa ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 2447,11 815,704 85,11 0,000

pengembang 1 0,61 0,612 0,06 0,804

Ulangan 2 45,70 22,852 2,38 0,128

tepung*pengembang 3 12,92 4,308 0,45 0,722

Error 14 134,18 9,584

Total 23 2640,53

6.5.3.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung

Umbi Bit : Tepung

Terigu (%)

Kekuningan BNT

5%

0:100 34,69±1,05a

2,711 10:90 16,34±0,65b

20:80 12,16±0,94c

40:60 7,94±1,45d

Page 92: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

79

6.6 Porositas

6.6.1 Tabel Data

Perlakuan ulangan

rata-rata TOTAL stdev CV 1 2 3

K1T1 43,252 35,282 31,652 36,729 110,19 5,93 16,16

K2T1 36,459 30,334 34,605 33,799 101,40 3,14 9,29

K3T1 29,938 27,439 26,740 28,039 84,12 1,68 6,00

K4T1 27,399 20,582 22,366 23,449 70,35 3,54 15,08

K1T2 37,917 47,820 42,076 42,604 127,81 4,97 11,67

K2T2 36,222 41,549 39,592 39,121 117,36 2,69 6,89

K3T2 34,193 29,262 35,012 32,822 98,47 3,11 9,48

K4T2 22,958 47,810 24,043 31,604 94,81 14,05 44,44

Kontrol 33,52

6.6.2 Analisa Ragam

Analysis of Variance

Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value

tepung 3 551,35 183,784 4,57 0,020

pengembang 1 218,44 218,443 5,43 0,035

Ulangan 2 35,98 17,991 0,45 0,648

tepung*pengembang 3 9,89 3,297 0,08 0,969

Error 14 562,70 40,193

Total 23 1378,37

6.6.3 Uji Lanjut (BNT)

Proporsi Tepung Umbi

Bit : Tepung Terigu (%)

Luas Area

Pori (%) BNT 5%

0:100 39,65±4,15a

5,551 10:90 36,46±3,76b

20:80 30,43±3,38c

40:60 27,53±5,77c

Page 93: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

80

Lampiran 7. Data Hasil Analisa Kimia Tepung Umbi Bit

Komposisi Kimia Kadar (%)

Kadar Air 4,56

Kadar Karbohidrat 78,68

Kadar Protein 6,23

Kadar Lemak 1,27

Kadar Pati 70,812

Kadar Serat 21,75

Aktivitas Antioksidan 34,70

Laboratorium Gizi. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas

Airlangga, Surabaya. 27 Mei 2019

Lampiran 8. Data Hasil Analisa Kimia Roti Kukus Terbaik

Komposisi Kimia Kadar (%)

Kadar Air 9,24

Kadar Karbohidrat 74,06

Kadar Protein 11,83

Kadar Lemak 4,87

Kadar Pati 66,65

Kadar Serat 5,25

Aktivitas Antioksidan 19,47

Laboratorium Gizi. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas

Airlangga, Surabaya. 27 Mei 2019

Page 94: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

81

Lampiran 9. Data Hasil Uji Organoleptik Terbaik

panelis Warna Aroma Rasa Mouthfeel Overall liking

1 3 4 4 3 4

2 3 4 3 4 3

3 5 3 5 4 5

4 3 5 4 4 4

5 3 4 5 4 4

6 3 3 2 3 3

7 4 4 5 5 4

8 3 2 4 3 3

9 4 3 4 3 3

10 4 4 5 5 5

11 3 4 4 3 3

12 2 3 2 3 3

13 4 3 4 4 4

14 3 3 4 4 3

15 3 4 3 3 3

16 3 5 3 2 3

17 4 4 3 4 4

18 3 4 4 3 4

19 3 4 2 3 3

20 3 3 4 4 4

21 3 3 4 4 4

22 5 5 5 4 5

23 3 4 2 3 2

24 3 4 5 4 4

25 2 5 3 3 3

26 3 2 4 3 3

27 3 3 5 5 4

28 4 4 3 3 3

29 3 3 4 3 3

30 4 4 3 3 3

31 3 5 4 4 4

32 3 3 4 4 3

33 2 3 4 3 2

34 3 3 3 2 3

35 3 4 3 3 3

36 3 2 4 3 3

37 1 2 3 2 2

38 3 2 4 4 4

Page 95: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

82

39 4 4 5 5 4

40 3 3 4 3 3

41 4 3 3 3 3

42 2 4 3 4 3

43 4 4 4 4 4

44 4 3 3 2 3

45 3 4 4 3 3

46 2 3 3 3 3

47 3 2 3 2 3

48 2 3 4 4 4

49 2 3 4 4 2

50 3 3 3 2 3

51 4 4 3 3 3

52 4 5 5 5 5

53 4 4 3 4 4

54 4 4 3 4 4

55 2 4 2 2 3

56 4 4 3 4 4

57 4 4 3 2 3

58 4 3 4 3 4

59 3 3 3 3 3

60 2 4 4 3 3

Rata-Rata 3,18 3,53 3,62 3,38 3,40

pembulatan 3 3 3 3 3

Page 96: PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN

83

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

1. Proses Pembuatan Roti Kukus

2. Alat Pengukus (Modifikasi)

3. Hasil Roti Kukus 4. Ruang Organoleptik