pemfigus vulgaris

49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kulit Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m 2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar raba, penyerap, indera perasa, dan lain-lain. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala. 2

Upload: agnes-amelinda-mulyadi

Post on 02-Aug-2015

240 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemfigus Vulgaris

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira

16% berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi

pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi

tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar

raba, penyerap, indera perasa, dan lain-lain.

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan

hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam

kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai

lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra,

bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan

tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar

terdapat pada kepala.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada

garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan

adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

1.1.1.Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum

granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah

lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang

mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat

2

Page 2: Pemfigus Vulgaris

tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,

merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah

menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di

telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-

butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa

lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya

proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan

inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng

bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar

sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar

jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus

Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel

stratum spinosum mengandung banyak glikogen.

Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun

vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini

mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel

yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong

dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel

pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,

dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen

(melanosomes).

1.1.2.Lapisan Dermis

Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis

yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis

dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis

besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke

epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare

3

Page 3: Pemfigus Vulgaris

yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas

serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.

Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin

sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung

hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah

umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.

Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah

mengembang serta lebih elastis.

1.1.3.Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,

besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel

ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula

yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai

cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh

darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung

pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak

mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di

bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus

profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil

dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan

anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan

dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening.

1.1.4.Adnexa Kulit

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.

Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar

4

Page 4: Pemfigus Vulgaris

palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,

terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang

lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.

Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan

berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan

bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan

terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada

beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan

emosional.

Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,

areola mamme, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada

manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan

mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat,

dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8.

Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di

telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak

berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar.

Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat

pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi trigliserida, asam

lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone

androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi

lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.

Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian

kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di

atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan

yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku

keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak

mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian

proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas

disebut hiponikium.

5

Page 5: Pemfigus Vulgaris

Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang

berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan

rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut

terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai

medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di

kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan

janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di

dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase

anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per

hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut

terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen

6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80%.

Gambar 2.1 Anatomi Kulit

1.2. Fisiologi Kulit

Fungsi epidermis adalah sebagai proteksi barrier, organisasi sel, sintesis

vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan

pengenalan alergen (sel Langerhans). Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4

minggu. Dalam epidermis terdapat 2 sel, yaitu Sel Merkel yang fungsinya belum

6

Page 6: Pemfigus Vulgaris

dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam pembentukan kalis dan klavus

pada tangan dan kaki ; Sel Langerhans yang berperan dalam respon-respon

antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering

digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis disebut rete bridge yang

berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial, dan terdapat kerutan

yang disebut finger prints.

Rambut terdapat di seluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian

dorsal dari phalanx distal jari tangan, kaki, penis, labia minor, dan bibir. Terdapat

2 jenis rambut, yaitu rambut terminal (dapat panjang dan pendek) dan rambut

velus (pendek, halus, dan lembut). Fungsi kulit secara umum adalah :

Fungsi Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau

mekanis, gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas, gangguan

infeksi luar, terutama kuman/bakteri maupun jamur.

Fungsi Absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, benda padat,

tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun

yang larut lemak.

Fungsi Ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi

atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan

ammonia.

Fungsi Persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Terhadap rangsang panas (badan Ruffini di dermis dan subkutis),

dingin (Krause di dermis), rabaan (taktil Meissner di papilla dermis,

dan Merkel Ranvier di epidermis), dan tekanan (badan Paccini di

epidermis).

Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringan dan

mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.

7

Page 7: Pemfigus Vulgaris

Fungsi Pembentukan Pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit

adalah 10 : 1. Jumlah melanosit serta besarnya butiran pigmen

(melanosomes) menentukan warna kulit ras atau individu.

Fungsi Keratinisasi

Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu

keratinosit, sel Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel

basal mengadakan pembelahan dan menjadi sel sponosum, sel

granulosumm makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi

sel tanduk yang amorf.

Fungsi Pembentukan Vitamin D

Dimungkinkan dengan mungubah 7-dihidroksi kolesterol dengan

pertolongan sinar matahari.

1.3. Pemfigus

1.3.1.Definisi

Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik yang

menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan

bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik

ditemukan antibodi terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit

jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam sirkulasi darah.

Gambar 2.2 Bula Intraepidermal

8

Page 8: Pemfigus Vulgaris

1.3.2.Epidemiologi

Pada penelitian retrospektif yang dilakukan terhadap pasien pemfigus

vulgaris, pemfigus foliaseus atau keduanya menunjukkan bahwa epidemiologi

dari pemfigus tergantung pada wilayah di dunia yang diteliti dan juga populasi

etnis pada wilayah tersebut. Prevalensi pemfigus pada pria dan wanita untuk

kedua tipe ini hampir sama di semua wilayah. Pengecualian khusus yaitu

seringnya wanita menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di Tunisia dan

seringnya pria menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di Kolombia. Usia

rata-rata timbulnya penyakit ini berkisar antara 40-60 tahun. Namun, batas usia ini

dapat melebar dimana pernah ditemukan beberapa kasus pada anak maupun pada

usia lanjut. Walaupun semua etnik dapat terkena, namun pemfigus lebih sering

dijumpai pada orang Timur Tengah atau keturunan Yahudi. Di sebagian besar

negara, pemfigus vulgaris lebih sering ditemukan daripada pemfigus foliaseus,

kecuali di Finlandia, Tunisia, dan Brazil.

1.3.3.Klasifikasi

Terdapat 4 bentuk pemfigus, yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus

eritematosus, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans. Selain itu, masih ada

beberapa bentuk yang tidak dibicarakan karena langka, ialah pemfigus

herpetiformis, pemfigus IgA, dan pemfigus paraneoplastik. Susunan tersebut

sesuai dengan insidensinya. Dari bentuk-bentuk pemfigus, bentuk yang paling

berbahaya adalah pemfigus paraneoplastik karena sering ditemukan pada pasien

yang telah didiagnosis mengalami keganasan (kanker). Namun, pemfigus

paraneoplastik merupakan bentuk yang paling jarang ditemukan.

Menurut Fitzpatrick’s pemfigus secara umum dibagi menjadi 4 tipe

utama, dua tipe yang tersering yaitu pemfigus vulgaris (PV), dengan akantolisis

suprabasal yang menyebabkan pemisahan sel-sel basal dari keratinosit stratum

spinosum, dan jenis yang kedua adalah pemfigus foliaseus (PF), dengan

akantolisis pada lapisan epidermis yang lebih dangkal yaitu pada stratum

9

Page 9: Pemfigus Vulgaris

granulosum. Selain itu bentuk pemfigus yang lebih jarang ialah pemfigus

paraneoplastik dan pemfigus IgA.

Gambar 2.3 Klasifikasi Pemfigus

Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology

Menurut letak celah, pemfigus dibagi menjadi dua, yaitu di suprabasal

ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans, dan di stratum

granulosum adalah pemfigus foliasesus dan variannya pemfigus eritematosus.

Semua penyakit tersebut memberi gejala yang khas, yaitu pembentukan

bula yang kendur pada kulit yang umunya terlihat normal dan mudah pecah, pada

saat penekanan bula tersebut meluas (Nikolski +), akantolisis selalu +, dan

adanya antibodi tipe IgG terhadap antigen intraseluler di epidermis yang dapat

ditemukan di dalam serum maupun terikat di epidermis.

1.3.4.Etiologi dan Faktor Risiko

Para peneliti belum mengetahui secara pasti faktor risiko terjadinya

pemfigus, namun diduga kuat bahwa penyakit ini merupakan penyakit autoimun.

Pada keadaan normal, sistem imun tubuh menyerang virus, bakteri, dan substansi

berbahaya lainnya. Namun pada pasien pemfigus, sistem imun menyerang protein

normal yang disebut desmoglein pada kulit dan membran mukosa. Protein ini

10

Page 10: Pemfigus Vulgaris

mengikat sel bersama-sama, dan ketika protein ini rusak, epidermis akan terpisah

sehingga terbentuk lepuh.

Pasien dengan kanker sering mengalami pemfigus, terutama pada non-

Hodgkin limfoma dan leukemia limfositik kronik. Adanya kelainan autoimun

lainnya juga meningkatkan risiko terjadinya pemfigus, antara lain pada miastenia

gravis (penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya kelemahan otot) dan

timoma.

Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, pemfigus dapat timbul akibat

mengkonsumsi obat-obatan seperti ACE inhibitor.

1.3.5.Patogenesis

Etiologi

Lepuh superfisial pada pemfigus foliaseus ini adalah hasil reaksi

yang diinduksi oleh IgG terutamanya IgG4, suatu autoantibodi yang

ditujukan langsung pada lapisan adhesi desmoglein 1(160kd) yang

terutamanya ditemukan pada stratum granulosum di epidermis. Antibodi

ini merupakan autoantibodi karena bereaksi terhadap sel pasien itusendiri,

sehingga antibodi ini dapat menyebabkan hilangnya adhesi antar

keratinosit dan menimbulkan lepuh-lepuh. Ketika IgG dari pasien

pemfigus vulgaris atau pemfigus foliaseus diinjeksikan ke mencit baru

lahir, maka IgG ini akan berikatan dengan permukaan keratinosit

epidermal dan menyebabkan lepuh yang memiliki gambaran histologi

yang sama pada pemfigus vulgaris atau pemfigus foliaseus.Mekanisme

yang terjadi melibatkan proses fosforilisasi protein intra selular yang

berhubungan dengan desmosome dan bukan disebabkan oleh mekanisme

komplemen. Hasil reaksi ini akan menyebabkan terjadinya proses

akantolisis.

Desmoglein

Gangguan adhesi keratinosit terjadi pada pasien pemfigus

foliaseus dan juga pada pemfigus vulgaris, maka dimungkinkan

11

Page 11: Pemfigus Vulgaris

autoantibodi pada pasien-pasien ini berikatan dengan molekul-molekul

dan mengganggu adhesi nya di desmosom. Desmosom adalah struktur

adhesi sel yang terutama dominan pada epidermis dan membran

mukosa. Molekul-molekul transmembran yang terdapat pada desmosom

ada dua golongan kelompok protein yaitu desmoglein dan desmokolin.

Kedua golongan protein ini berhubungan dengan Kaderin, yaitu suatu

molekul yang bertugas dalam pengaturan adhesi sel-sel. Oleh karena

itu, desmoglein dan desmokolin disebut kaderin desmosom yaitu yang

bertugas mengatur adhesi sel-sel di desmosom. Pada pasien pemfigus

foliaceus terdapat autoantibodi yang merusak desmoglein 1, sedangkan

pada pasien pemfigus vulgaris terdapat autoantibodi yang merusak

desmoglein 3.

Antidesmoglein

Adanya antibodi antidesmoglein menyebabkan terbentuknya

lepuh. Tikus-tikus yang diinjeksikan autoantibodi terhadap desmoglein

1 atau desmoglein 3 mengalami timbulnya lepuh-lepuh. Selain itu,

gambaran histologis dari pemfigus foliaseus dan pemfigus vulgaris juga

muncul pada lesi tersebut. Desmoglein 1 atau desmoglein 3 dapat

menyerap antibodi patogen dari serum penderita pemfigus. Titer dari

IgG autoantibodi anti-desmoglein 1 dan anti-desmoglein 3 berhubungan

dengan aktivitas penyakit. Serum pemfigus bisa juga berikatan dengan

antigen selain desmoglein 1 dan desmoglein 3, namun gambaran klinis

dari antibodi lain ini belum dapat dijelaskan seluruhnya. Misalnya,

autoantibodi IgG antidesmoglein 1 bereaksi silang dengan desmoglein

4, namun antibodi ini tidak memiliki efek patogen. Antibodi pada

serum penderita pemfigus dapat berikatan dengan antigen lain, seperti

reseptor asetilkolin, tapi antigen-antigen ini tidak tidak menyebabkan

terbentuknya lepuh.

12

Page 12: Pemfigus Vulgaris

Kompensasi Desmoglein

Pasien pemfigus yang memiliki perbedaan secara klinis

mempunyai sifat antibodi antidesmoglein. Pola autoantibodi ini, dan

distribusi dari isoform desmoglein pada epidermis dan membran

mukosa, menunjukkan kompensasi desmoglein dapat menjelaskan

lokalisasi lepuh pada pasien pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaseus.

Teori kompensasi desmoglein berdasarkan dua pengamatan: yaitu

autoantibodi anti–desmoglein 1 atau anti–desmoglein 3 menginaktivasi

hanya desmoglein yang cocok, dan desmoglein 1 atau desmoglein 3

fungsional sendiri biasanya cukup untuk adhesi sel-sel.

Kompensasi desmoglein telah divalidasi secara penelitian pada

model pemfigus tikus baru lahir. Penyuntikan autoantibodi anti-

desmoglein 1 ke dalam tikus yang gen desmoglein 3 nya telah dihapus

menyebabkan lepuh pada daerah yang dilindungi oleh desmoglein 3

pada tikus normal. Sebalikanya, tikus transgenik yang direkayasa gen

desmoglein 3 pada lokasi jaringan yang secara normal hanya

mengekspresikan gen desmoglein 1, maka jaringannya terlindungi dari

terbentuknya lepuh akibat antibodi anti-desmoglein 1. Ekspresi

transgenik dari desmoglein 1 pada daerah yang secara normal hanya

mengekspresikan desmoglein 3 dapat mengkoreksi adhesi sel-sel oleh

karena hilangnya gen pada tikus yang telah mati. Oleh karena distribusi

desmoglein pada kulit bayi baru lahir mirip dengan distribusi

desmoglein pada membran mukosa, kompensasi desmoglein

menjelaskan mengapa lepuh biasanya tidak terbentuk pada bayi baru

lahir yang ibunya menderita pemfigus foliaseus, walaupun autoantibodi

dapat melintasi sawar plasenta dan berikatan dengan epidermis janin.

13

Page 13: Pemfigus Vulgaris

Gambar 2.4 Kompensasi desmoglein (Dsg). Gambar segitiga menunjukkan distribusi dari Dsg 1

dan 3 pada kulit dan membran mukosa. Antibodi anti-Dsg 1 pada pemfigus foliaseus

menyebabkan akantolisis hanya di permukaan epidermis dari kulit. Pada epidermis dan membran

mukosa bagian dalam, Dsg 3 mengadakan kompensasi terhadap adanya antibodi yang mengurangi

fungsi Dsg 1. Pada pemfigus vulgaris dini, terdapat antibodi yang hanya menyerang Dsg 3, yang

menyebabkan timbulnya lepuh hanya pada bagian dalam membran mukosa dimana Dsg 3

berlokasi tanpa adanya kompensasi dari Dsg 1. Namun, pada pemfigus mukokutan terdapat

antibodi yang menyerang Dsg 1 dan Dsg 3, dan lepuh terbentuk baik pada kulit maupun membran

mukosa. Lepuh terletak di dalam karena antibodi berdifusi dari dermis dan mengganggu fungsi

desmosom pada bagian basal epidermis.

Autoantibodi pemfigus dan hilangnya adhesi keratinosit

o Inaktivasi Desmoglein

Beberapa peneliti mengatakan bahwa antibodi pemfigus bekerja

dengan memulai cascade proteolitik yang memotong molekul sel

permukaan secara nonspesifik. Pada penelitian selanjutnya

hipotesis ini tidak disetujui. Terbukti bahwa antibodi anti-

desmoglein 3 dan anti-desmoglein 1 menginaktivasi desmoglein

secara spesifik. Lesi yang disebabkan oleh antibodi ini sangatlah

mirip dengan lesi yang disebabkan oleh inaktivasi desmoglein 3

atau desmoglein 1. Sebagai contoh, gambaran patologis dari kulit

14

Page 14: Pemfigus Vulgaris

tikus yang telah mati dengan inaktivasi gen Dsg3 mirip dengan

pasien yang menderita pemfigus vulgaris dan dengan tikus-tikus

yang telah diinjeksikan dengan antibodi anti-desmoglein 3. Begitu

juga pada tikus-tikus dan manusia, toksin eksfoliatif yang

memecah desmoglein 1 secara spesifik menyebabkan lepuh yang

identik dengan lepuh yang disebabkan oleh antibodi anti-

desmoglein 1 pada kasus pemfigus foliaseus. Berdasarkan temuan

ini bersama dengan teori kompensasi desmoglein mengarah

kepada bahwa antibodi pemfigus hanya menginaktivasi

desmoglein targetnya secara spesifik dan tidak menyebabkan

hilangnya fungsi generalisata dari adhesi molekul permukaan sel.

o Efek langsung dan tidak langsung dari antibodi pemfigus

Masih belum jelas apakah autoantibodi bekerja secara langsung

atau tidak langsung. Terdapat bukti bahwa autoantibodi pemfigus

memblok adhesi sel dengan mengganggu transinteraksi

desmoglein secara langsung (misalnya, interaksi desmoglein dari

satu sel dengan sel itu sendiri atau dengan desmocollin pada sel

sebelahnya). Penelitian telah menunjukkan bahwa fragmen

autoantibodi pemfigus yang berisi domain antigen-binding saja

dan kekurangan regio efektor dari antibodi dapat menstimulasi

timbulnya lepuh pada tikus percobaan. Selain itu juga, oleh

karena kekurangan kemampuan dari molekul permukaan sel

untuk bereaksi silang mungkin yang menyebabkan gangguan

adhesi sel. Selanjutnya, sebuah antibodi IgG anti-desmoglein 3

monoklonal tikus percobaan yang berikatan dengan permukaan

N-terminal adhesif menginduksi lesi pemfigus vulgaris pada tikus

percobaan, dimana antibodi monoklonal yang lain bereaksi

dengan bagian yang kurang penting dari desmoglein 3 secara

fungsional tidak menyebabkan lesi pada tikus percobaan.

Sebaliknya, hasil dari penelitian terbaru yang menggunakan

15

Page 15: Pemfigus Vulgaris

pengukuran daya atom satu molekul, sebuah metode biomekanik

yang mengukur derajat dari ikatan protein, menunjukkan bahwa

antibodi anti-desmoglein 1 IgG pada serum penderita pemfigus

foliaseus tidak mengganggu secara langsung dengan

transinteraksi desmoglein 1 adhesif. Pada sistem ekstraselular ini,

ikatan dari desmoglein 1 kepada sel itu sendiri tidak dihambat

oleh antibodi anti-desmoglein 1 yang patogen. Penelitian lain

menunjukkan bahwa inaktifasi fungsional langsung dari

desmoglein tidak cukup untuk menyebabkan timbulnya lepuh dan

bahwa autoantibodi pemfigus dapat bekerja melalui mekanisme

sinyal yang lebih rumit. Penambahan IgG dari serum penderita

pemfigus vulgaris ke keratinosit yang dibiakkan menginduksi

beberapa sinyal, temasuk peningkatan kalsium dan inositol 1,4,5-

trifosfat intraselular, aktivasi dari protein kinase C, dan fosforilasi

dari desmoglein 3, yang kemudian menyebabkan terjadinya

internalisasi dari desmoglein 3 di permukaan sel, dengan deplesi

resultante desmoglein 3 pada desmosom. IgG pemfigus vulgaris

juga dilaporkan dapat menginduksi aktivasi jalur sinyal yang

menyebabkan terjadinya reorganisasi dari sitoskeleton, apoptosis

keratinosit, atau keduanya. Penelitian lebih lanjut masih

diperlukan untuk mengklarifikasi apakah mekanisme sinyal

seperti disebutkan di atas terlibat dalam pembentukkan lepuh in

vivo, karena kebanyakan dari penelitian pada transduksi sinyal

dilakukan secara in vitro dengan memakai keratinosit biakan.

1.3.5.1. Pemfigus Vulgaris

1.3.5.1.1. Epidemiologi

Pemfigus vulgaris (P.V.) merupakan bentuk yang tersering dijumpai

(80% semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai

16

Page 16: Pemfigus Vulgaris

semua bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya

mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai

semua umur, termasuk anak.

1.3.5.1.2. Gejala Klinis

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai

lesi di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus,

berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis

sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi

sekunder. Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum

timbul bula generalisata.

Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserangm yakni

selaput lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esofagus, uretra, vulva, dan

serviks. Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum diagnosis pasti

ditegakkaan. Lesi di mulut ini muncul dalam 60% kasus. Bula akan dengan

mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan

meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorok akan

mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Esofagus dapat

terlibat, dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai

akibatnya.

Pemfigus vulgaris ditandai oleh adanya bula berdinding tipis, relatif

flaksid, dan mudah pecah yang timbul baik pada kulit atau membran mukosa

normal maupun di atas dasar eritematous. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh

karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan atas dapat dengan

mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Cara mengetahui tanda tersebut

ada dua, pertama dengan menekan dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit

tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan

meluas karena cairan yang didalamnya mengalami tekanan. Cairan bula pada

awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen.

Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi.

17

Page 17: Pemfigus Vulgaris

Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi

akan tertutup krusta yang hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki

kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi ini sembuh sering berupa

hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.

Pruritus tidak umum ditemukan pada pemfigus, tetapi penderita sering

mengeluh nyeri pada kulit yang terkelupas.

Gambar 2.5 Pemfigus Vulgaris : A. Bula Flaksid, B. Lesi Oral C. Erosi Luas

1.3.5.1.3. Diagnosis Banding

Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan

pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan dewasa,

18

Page 18: Pemfigus Vulgaris

keadaan umumnya baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf, dinding

vesikel/bula tegang dan berkelompok, dan mempunyai tempat predileksi.

Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa, keadaan umumnya

buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan biasanya generalisata.

Pada gambaran histopatologik dermatitis herpetiformis, letak vesikel/bula

di subepidermal, sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak di intraepidermal dan

terdapat akantolisis. Pemeriksaan imunofluoresensi pada pemfigus menunjukkan

IgG yang terletak intraepidermal, sedangkan pada dermatitis herpetiformis

terdapat IgA berbentuk granular infiltrat.

Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfivulgaris karena keadaan

umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan terdapat lgG

linear.

1.3.5.1.4. Pengobatan

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.

Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason.

Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-

150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus

yang berat.

Cara pemberian kortikosteroid yang lain dengan terapi denyut. Caranya

bermacam-macam yang lazim digunakan ialah dengan metil prenidosolon sodium

succinate (solumedrol), i.v. selama 2-3 jam, diberikan jam 8 pagi untuk lima hari.

Dosis sehari 250-1000 mg (10-20 mg per kgBB), kemudian dilanjutkan dengan

kortikoisteroid per os dengan dosis sedang atau rendah. Efek samping yang berat

pada terapi denyut tersebut di antaranya ialah, hipertensi, elektrolit sangat

terganggu, infark miokard, aritmia jantung sehingga dapat menyebabkan kematian

mendadak, dan pankreatitis.

Untuk mengurangi efek samping dari penggunaan kortikosteroid

dikombinasikan dengan sitostatik sebagai tambahan pada pengobatan pemfigus

meskipun cara pemberiannya masih terdapat dua pendapat :

19

Page 19: Pemfigus Vulgaris

1. Sejak mula diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid sistemik.

Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga efek

sampingnya lebih sedikit.

2. Sitostatik diberikan, bila :

a. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberi respons.

b. Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum, diabetes

melitus, katarak, dan osteoporosis.

c. Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti yang

diharapkan.

Pemberian siklofosfamid (1,5 – 2,5 mg/kg/hari) atau azathioprine (1,5 –

2,5 mg/kg/hari) bisa bersamaan dengan kortikosteroid ataupun setelah pengobatan

dengan kortikosteroid. Terapi tambahan yang lain yang dapat diberikan adalah

anti inflamasi seperti dapson.

1.3.5.1.5. Prognosis

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50%

penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan

ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat

prognosisnya lebih baik.

20

Page 20: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.2. Pemfigus Foliaseus

1.3.5.2.1. Epidemiologi

Pemfigus memiliki prevalensi di seluruh dunia dan kejadian tahunan

mencapai sekitar 0,1-0,5 per 100.000 populasi. Kejadian pemfigus pada pasien

dari keturunan Yahudi lebih tinggi, dengan sekitar 1,6-3,2 kasus per 100.000

penduduk Yahudi setiap tahun. Penyakit ini memiliki kejadian tertinggi antara

usia 40 – 60 tahun.

Selain itu prevalensi pemfigus foliaseus ini pada laki-laki dan perempuan

hampir sama di semua tempat kecuali di Tunisia, dimana prevalensi pemfigus

foliaseus ini lebih didominasi oleh perempuan ketimbang laki-laki. Kenyataan ini

sebaliknya di Colombia dimana laki-laki lebih dominan. Ini menunjukkan

epidemologi pemfigus ini mungkin dipengaruhi faktor lingkungan dan etnik.

1.3.5.2.2. Klasifikasi

Pemfigus Foliaseus selanjutnya dibagi menjadi 2 subtipe yaitu :

a) Pemfigus Eritematosus atau Sindroma Senear-Usher

Yaitu bentuk lokal dari pemfigus foliaseus yang hanya terbatas pada daerah

wajah dan seborhoik yang sering dikelirukan dengan lupus eritematosus.

Keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula sedikit dan dapat berlangsung

berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa.

Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama dan

krusta di muka menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan

dermatitis seboroika. Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat

pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung. Pada tes tersebut didapati

antibodi di interselular dan juga di membrana basalis. Lesi juga didapatkan di

tempat lain selain di muka yang ditandai dengan adanya bula yang kendur.

21

Page 21: Pemfigus Vulgaris

b) Pemfigus Endemik

Pemfigus Foliaseus Endemik (terutama ditemukan di lembah-lembah sungai

pedesaan Brasil). Juga dikenal sebagai fogo selvagem yang bearti Api Liar

(Wildfire).

1.3.5.2.3. Gejala Klinis

Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik,

remisi terjadi temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama

dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi.

Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka, dan dada bagian atas

sehingga mirip dermatitis seboroik. Kemudian menjalar simetrik dan mengenai

seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang

menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding

kendur hanya sedikit, agak berbau. Penyakit ini dapat menetap secara lokal untuk

beberapa tahun, atau dapat secara cepat menjadi generalisata sehingga terjadi

eritroderma eksfoliatif. Lesi di mulut jarang terdapat.

Paparan sinar matahari, panas, atau keduanya dapat menyebabkan

eksaserbasi dari penyakit ini. Pasien dengan pemfigus foliaseus sering mengeluh

nyeri dan rasa seperti terbakar pada lesi di kulitnya. Berbeda dengan pemfigus

vulgaris, pemfigus foliaseus jarang melibatkan membran mukosa.

Gambar 2.6 Pemfigus foliaseus. A. Lesi berkrusta dan berskuama pada punggung atas.

B. Eritroderma eksfoliatif akibat lesi yang konfluen

22

Page 22: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.2.4. Diagnosis Banding

Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip

eritroderma. Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus

foliaseus terdapat bula dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan

histopatologik juga berbeda. Selain eritroderma, penyakit ini mirip dengan

impetigo bulosa, dermatosis pustural subkorneal, dermatosis bulosa IgA linear,

dan dermatitis seboroik.

1.3.5.2.5. Pengobatan

Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak

digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi

bergantung pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari.

Bila pemfigus foliaseus aktif dan luas, pengobatan secara umum sama

seperti pemfigus vulgaris. Pada beberapa pasien, pemfigus foliaseus dapat

menetap secara lokal selama bertahun-tahun sehingga tidak memerlukan terapi

sistemik, dan penggunaan kortikosteroid topikal superpoten dapat bermanfaat

untuk mengontrol penyakit ini.

1.3.5.2.6. Prognosis

Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe

pemfigus yang lain. Penyakit akan berlangsung kronik.

23

Page 23: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.3. Pemfigus Vegetans

1.3.5.3.1. Definisi

Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang

ditemukan.

1.3.5.3.2. Klasifikasi

Pemfigus vegetans mempunyai 2 tipe, yang pertama adalah tipe

Neumann dan yang kedua adalah tipe Hallopeau (pyodermite vegetante).

1.3.5.3.3. Gejala Klinis

Gejala klinis pada tipe Neumann biasanya menyerupai pemfigus vulgaris,

kecuali timbulnya pada usia lebih muda. Tempat predileksi di muka, aksila,

genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain. Yang khas pada penyakit ini

ialah terdapatnya bula-bula yang kendur, menjadi erosi dan kemudian menjadi

vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo. Lesi oral

hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada pemfigus

vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih

dominan dan dapat fatal.

Gejala klinis pada tipe Hallopeau pada umumnya berjalan secara kronik,

tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi primer ialah pustul-pustul

yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi daerah yang luas

di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas ialah

granulomatosis seperti beledu.

24

Page 24: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.3.4. Histopatologi

Gambaran histopatologi tipe Neumann berupa lesi dini sama seperti pada

pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi papil-papil ke atas,

pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses intraepidermal yang

hampir seluruhnya berisi eosinofil.

Gambaran histopatologi tipe Hallopeau berupa lesi permulaan sama

dengan tipe Neumann, terdapat akantolisis suprabasal, mengandung banyak

eosinofil, dan terdapat hiperplasi epidermis dengan abses eosinofilik pada lesi

yang vegetatif. Pada keadaan lebih lanjut akan tampak papilomatosis dan

hiperkeratosis tanpa abses.

1.3.5.3.5. Pengobatan

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.

Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason.

Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-

150 mg sehari.

1.3.5.3.6. Prognosis

Tipe hallopeau, prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan

sembuh.

25

Page 25: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.4. Pemfigus Paraneoplastik

1.3.5.4.1. Definisi

Pemfigus paraneoplastik adalah pemfigus yang ditemukan pada pasien

yang telah didiagnosis mengalami keganasan (kanker). Pemfigus paraneoplastik

merupakan bentuk yang paling jarang ditemukan.

1.3.5.4.2. Epidemiologi

Bentuk ini sering dikaitkan dengan adanya neoplasma, baik jinak

maupun ganas. Neoplasma yang paling sering dihubungkan dengan penyakit ini

antara lain limfoma non-Hodgkin (40%), leukemia limfositik kronik (30%),

Castleman’s disease (10%), timoma jinak dan ganas (6%), sarkoma (6%), dan

Waldenstorm’s macroglobulinemia (6%).

Gambar 2.7 Tumor yang sering dikaitkan dengan pemfigus paraneoplastik

1.3.5.4.3. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang paling sering dijumpai adalah adanya stomatitis

yang sukar semubuh. Stomatitis berat biasanya merupakan tanda yang paling

26

Page 26: Pemfigus Vulgaris

awal, dan setelah mendapat pengobatan, stomatitis ini tetap ada dan resisten

terhadap pengobatan. Stomatitis ini terdiri dari erosi dan ulserasi yang menyerang

seluruh permukaan orofaring dan mengadakan penyebaran pada bibir. Sebagian

besar pasien juga mengalami konjungtivitis pseudomembran yang berat, yang

dapat berkembang menjadi parut dan terjadi obliterasi pada forniks konjungtiva.

Lesi mukosa pada esofagus, nasofaring, vagina, labia, dan penis dapat juga

ditemukan.

Lesi di kulit bentuknya bervariasi, antara lain dapat berupa makula

eritematous, lepuh flaksid dan erosi yang menyerupai pemfigoid bulosa, lesi

seperti eritema multiforme, dan liken. Adanya lepuh dan lesi seperti eritema

multiforme pada telapak tangan dan kaki sering digunakan sebagai ciri untuk

membedakan pemfigus paraneoplastik dari pemfigus vulgaris.

Gambar 2.8 A. Erosi luas pada bibir pasien dengan pemfigus paraneoplastik dan limfoma.

Stomatitis berat yang khas disertai dengan lesi kutan polimorfik. B. Ulserasi yang nyeri pada

bagian lateral lidah. C. Lesi di trunkus pada pasien yang sama dalam gambar A. Makula dan

papula eritematous yang menjadi erosi pada bagian atas dada. D. Lesi di lengan bawah pada pasien

yang sama.

27

Page 27: Pemfigus Vulgaris

1.3.5.4.4. Diagnosis Banding

Diagnosis banding bentuk ini adalah pemfigus vulgaris, pemfigoid

sikatrisial, eritema multiforme atau sindrom Stevens Johnson, liken planus, infeksi

HSV persisten, dan infeksi virus lain.

1.3.5.4.5. Pengobatan

Pasien dengan tumor jinak seperti timoma atau Castleman tumor,

sebaiknya dilakukan pembedahan pada tumor tersebut. Sebagian besar pasien

akan mengalami perbaikan setelah dilakukan bedah eksisi pada tumor-tumor yang

mendasari terjadinya pemfigus paraneoplastik, bahkan sebagian mencapai remisi

lengkap. Remisi dari penyakit autoimun dapat berlangsung selama 1-2 tahun

setelah pembedahan sehingga penggunaan imunosupresan selama periode tersebut

sangat dianjurkan. Pengobatan umum pada bentuk ini biasanya adalah kombinasi

prednison dan rituximab. Pada kasus anak dengan penyakit saluran nafas,

autoimun yang menetap setelah pembedahan dapat menyebabkan kerusakan paru

sehingga diperlukan transplantasi paru untuk keselamatan jangka panjang.

Pada pasien dengan tumor ganas, belum ada terapi standar yang efektif.

Penambahan kemoterapi spesifik tumor dapat menghasilkan resolusi lengkap dari

keganasan dan resolusi perlahan untuk lesi di kulit. Walaupun lesi kulit memiliki

respon yang lebih baik terhadap terapi, stomatitis biasanya tidak berespon

terhadap berbagai bentuk terapi.

Selain kortikosteroid, para peneliti telah mencoba memberikan obat-obat

lain pada kasus-kasus tersendiri, namun tidak terbukti efektif. Metode yang telah

dilakukan dan seringkali tidak berhasil antara lain pemberian imunosupresan

seperti siklofosfamid, mikofenolat mofetil atau azatioprin, emas, dapson,

plasmaferesis, dan fotoferesis. Hanya sedikit pasien yang memberikan respon

terhadap kombinasi pengobatan yang ditujukan pada autoimunitas humoral dan

yang dimediasi sel. Pasien-pasien ini menerima prednison oral, rituximab, dan

daclizumab, yang merupakan monoklonal antibodi terhadap CD25 dengan afinitas

28

Page 28: Pemfigus Vulgaris

tinggi terhadap reseptor IL-2. Metode ini merupakan metode yang kurang toksik

dalam meregulasi baik autoimunitas humoral maupun yang dimediasi sel, dengan

hasil segera yang menjanjikan.

1.3.5.4.6. Prognosis

Pada pemfigus paraneoplastik, prognosis tidak terlalu baik karena timbul

disertai dengan adanya suatu keganasan.

1.3.6.Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis suatu pemfigus diperlukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit

sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan

pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolsky’s sign

yang menunjukkan adanya pemfigus. Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang

dapat dilakukan antara lain:

Biopsi kulit dan patologi anatomi. Pada pemeriksaan ini, diambil sampel

kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Gambaran

histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu

dengan yang lain. Pada pemfigus vulgaris dapat dijumpai adanya akantolisis

suprabasiler, sedangkan pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah

stratum korneum dan pada stratum granulosum.

29

Page 29: Pemfigus Vulgaris

Gambar 2.9 Gambaran hitopatologi pemfigus. A. Pemfigus vulgaris. B. Pemfigus foliaseus.

C.Pemfigus paraneoplastik

Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology

Imunofluoresensi. Pemeriksaan ini terdiri dari:

o Imunofluoresensi langsung. Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai

dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct

immunofluorescence (DIF). Pemeriksaan DIF memerlukan mikroskop

khusus untuk dapat melihat antibodi pada sampel yang telah diwarnai

dengan cairan fluoresens dan didapatkan antibodi interseluler tipe IgG

dan C3.

o Imunofluoresensi tidak langsung. Antibodi terhadap keratinosit

dideteksi melalui serum pasien dan didapatkan antibodi tipe IgG.

o Tes pertama lebih dapat dipercaya dibandingkan tes yang kedua karena

telah dapat memberikan hasil yang positif pada awal perjalanan

30

A B

C

Page 30: Pemfigus Vulgaris

penyakit dan tetap positif dalam jangka waktu yang lama meskipun

gejala klinis penyakit telah membaik.

o Antibodi ini sangat spesifik untuk pemfigus karena kadar titernya

umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun serta

menghilang.

Gambar 2.10 Imunofluoresensi pada pemfigus. A. Imunofluoresensi langsung.

B. Imunofluoresensi tidak langsung.

Tes darah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya antibodi

terhadap protein yang disebut desmoglein. Adanya antibodi tersebut

mengindikasikan terjadinya pemfigus.

1.3.7.Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi kulit dan penyebaran

infeksi melalui aliran darah (sepsis). Infeksi sistemik dapat menyebabkan

kematian.

Komplikasi dari pemfigus paraneoplastik meliputi masalah pernapasan.

Angka kematian dari tipe ini diperkirakan 90%.

Komplikasi lainnya adalah kemungkinan efek samping dari pengobatan

yang digunakan terutama kortikosteroid.

31

Page 31: Pemfigus Vulgaris

BAB III

KESIMPULAN

Pemfigus merupakan sekelompok penyakit berlepuh autoimun pada kulit

dan membran mukosa yang ditandai oleh lepuh intraepidermal karena hilangnya

hubungan antar keratinosit secara histologi dan ditemukannya IgG autoantibodi

terikat dan bersirkulasi secara imunologis yang menyerang permukaan keratinosit.

Pemfigus terdiri dari 3 bentuk utama, yaitu pemfigus vulgaris, foliaseus,

dan paraneoplastik. Pemfigus vulgaris merupakan bentuk yang paling sering

ditemukan sedangkan pemfigus paraneoplastik merupakan bentuk yang paling

berbahaya. Gambaran klinis berupa adanya lepuh pada kulit dan membran

mukosa. Gambaran klinis dari ketiga bentuk pemfigus bervariasi tergantung dari

tipenya masing-masing.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan histopatologi, imunologi

(imunofluoresens), dan tes darah. Pemfigus dapat berakibat fatal karena dapat

menimbulkan berbagai komplikasi, namun komplikasi ini juga dapat timbul

sebagai akibat dari terapi.

Prinsip terapi adalah untuk mengurangi pembentukan autoantibodi, tidak

hanya menekan peradangan lokal sehingga digunakan kortikosteroid sistemik dan

obat-obat imunosupresif. Namun, efek samping dari obat tersebut harus

diwaspadai karena dapat mengakibatkan kematian.

Secara umum prognosis pemfigus foliaseus lebih baik dari pemfigus

vulgaris, sedangkan prognosis pada pemfigus paraneoplastik selalu buruk.

32

Page 32: Pemfigus Vulgaris

DAFTAR PUSTAKA

Amagai M. 2008. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).

Dermatology. Spain: Elsevier. p5: 417-29.

Hunter J, Savin J, Dahl M. 2002. Clinical Dermatology. 3rd ed. Victoria: Blackwell

Publishing. p9: 108-9.

Stanley JR. 2008. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine (two

vol. set). 7th ed. New York: McGraw-Hill. p459-74.

American Osteopathic College of Dermatology. 2009. Pemfigus. Available from:

URL: HYPERLINK http: http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/

pemfigus.html.

Mayo Clinic Staff. 2008. Pemfigus. Available from: URL: HYPERLINK http:

http://www.mayoclinic.com/health/pemfigus/DS00749.

Berger TG, Odom RB, James WD. 2000. Andrew’s disease of the skin. 9 th ed.

Philadelphia: WB Saunders Co. p21: 574-84.

33