pengaruh perubahan vertikal wajah terhadap posisi …
TRANSCRIPT
PENGARUH PERUBAHAN VERTIKAL WAJAH TERHADAP
POSISI DAN ANGULASI KONDILUS PADA MALOKLUSI
KELAS I SETELAH PERAWATAN ORTODONTI
TESIS
HANIFA MARYANI AHMAD
157160012
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PENGARUH PERUBAHAN VERTIKAL WAJAH TERHADAP
POSISI DAN ANGULASI KONDILUS PADA MALOKLUSI
KELAS I SETELAH PERAWATAN ORTODONTI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Ortodonti (Sp.Ort)
Dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
HANIFA MARYANI AHMAD
157160012
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2 0 1 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
Telah diuji
Pada tanggal: 26 September 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Penguji : Amalia Oeripto,drg,MS., Sp.Ort (K)
: Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PERNYATAAN
PENGARUH PERUBAHAN VERTIKAL WAJAH TERHADAP
POSISI DAN ANGULASI KONDILUS PADA MALOKLUSI
KELAS I SETELAH PERAWATAN ORTODONTI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar spesialis di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 20 November 2019
Hanifa Maryani Ahmad
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Latar Belakang: Perawatan ortodonti yang dilakukan pada maloklusi Kelas I dapat
mengubah posisi molar, dataran oklusal dan rotasi mandibula, sehingga akan
menyebabkan terjadinya perubahan vertikal wajah. Perubahan vertikal wajah yang
terjadi pada perawatan ortodonti sedikit banyaknya akan mempengaruhi posisi dan
angulasi dari kondilus mandibula. Namun perubahan tinggi wajah setelah perawatan
ortodonti masih diperdebatkan. Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh perubahan
tinggi wajah terhadap perubahan posisi dan angulasi kondilus pada maloklusi Kelas I
setelah perawatan ortodonti. Metode : Metode penelitian dengan cross sectional
dengan sampel radiografi sefalometri lateral sebelum dan sesudah perawatan dari 30
pasien yang dirawat dengan pencabutan maupun tanpa pencabutan. Perubahan
vertikal wajah diukur dari perubahan sudut MP-SN sedangkan perubahan posisi
diukur dari jarak Co-TC, jarak Co-T vertikal dan sudut kondilus diukur dari sudut
Co-T-Tvertikal. Hasil : Terdapat perubahan signifikan pada vertikal wajah tanpa
pencabutan (p<0.05), namun tidak terdapat perubahan signifikan pada vertikal wajah
dengan pencabutan (p>0.05) dan juga pada perubahan posisi dan angulasi kondilus
dengan pencabutan ataupun tanpa pencabutan(p>0.05). Tidak terdapat korelasi yang
kuat antara perubahan vertikal wajah terhadap perubahan posisi dan angulasi
kondilus dengan pencabutan ataupun tanpa pencabutan (r<0.5). Kesimpulan :
Perubahan vertikal wajah yang terjadi setelah perawatan ortodonti tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi pada posisi dan angulasi
kondilus pada maloklusi Kelas I.
Kata kunci : maloklusi skeletal Kelas I, vertikal wajah , posisi kondilus, TMJ.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
Background: Ortodontic treatment in Class I malocclusion can change the position
of molar, occusal plane and mandibular rotation that can lead to the change in
vertical facial height. The changes in vertical facial height may have an effect to the
changes in condyles position and its angulation. However, the changes in vertical
facial height after orthodontic treatment often trigger controversies. Objective : To
understand if the change in vertical facial height can affect the positioned and the
angulation of condyle. Methods: this research used a cross sectional methods with
30 sampel from a cephalometry radiograph before and after treatment with and
without extraction. Changes in vertical height measured from MP-SN angle,
positioned of condyles measured from distance Co-TC and distance Co-T vertikal.
Angulation of condyles measured from Co-T-Tvertikal angle. Result : There is
significant changes were found in vertical facial height without extraction sample
(p<0.05). however, there were no significant changes found in vertical facial height
with extraction sample (p>0.05) . No significant changes were found in position and
angulation of condyle with or without extraction (p>0.05). there were no significant
correlation found between the changes in vertical facial height and changes in
position and angulation of condyle with or without extraction (r<0.5). Conclusion :
Changes in vertical facial height will not give any significant effect in the changes of
position and angulation of condyles in Class I malocclusion.
Keywords : skeletal Class I malocclusion,vertical facial height, condyle position,
TMJ.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
Ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Trelia Boel., drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara Medan dan selaku dosen pembimbing akademis serta
selaku dosen pembimbing utama tesis ini yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat, membimbing dan mengarahkan penulis selama
menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti.
3. Siti Bahirrah,drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen
penguji tesis ini yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
membimbing dan mengarahkan penulis selama selama menjalani
pendidikan ini.
4. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort selaku sekretaris Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis dan selaku pembimbing anggota yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat, kesempatan, waktu, petunjuk,
bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini
hingga tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
5. Amalia Oeripto,drg, MS., Sp.Ort(K) selaku penguji tesis ini yang telah
membimbing, mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis selama
proses penulisan tesis.
6. Erna Sulistyawati, Sp.Ort(K) selaku dosen pengajar dan selaku ibu yang
selama ini telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
7. Nurhayati Harahap, drg., Sp. Ort(K) selaku dosen pengajar yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat, membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Ortodonsia.
8. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort(K) selaku dosen pengajar yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat, membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Ortodonsia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
9. Seluruf pegawai di Departemen Ortodonsia, kak Lisma, kak Lani, kak
Fika, Siti, kak Emi dan bang Tulus atas bantuannya selama menjalani
Program Pendidikan Spesialis Ortodonti.
10. Darmayanti, drg., M.KM selaku konsultan statistik, atas saran dan
bimbingannya dalam analisa statistik hasil penelitian.
11. Kepada kedua orang tua, yaitu Ayahanda Drs. Ahmad Hasaf, MM dan
Ibunda dr. Irma Yanie Basuddin, serta kedua saudara penulis yaitu Chairul
Huda Ahmad, S.H dan Imam Ghazali Ahmad S.H.Int yang selalu
mendoakan, memberikan semangat, motivasi dan kasih sayang kepada
penulis selama menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Ortodonti. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada tante dr.
Melindawaty,Sp.PD dan kakak sepupu tersayang dr. Avina Hendarti atas
kasih saying, kesabaran dan doa, dukungan dan semangatnya hingga tesis
ini selesai.
12. Kepada suami tercinta yaitu Abdullah Doganoz, BEc yang telah sabar dan
selalu memberikan dukungan, motivasi, doa dan kasih sayang kepada
penulis selama menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Ortodonti
13. Sahabat-sahabat seperjuangan yaitu: Kak Dewi, Kak Hartati dan Kak
Henny yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan kebersamaan
dalam suka duka yang telah kita lewati selama menjalani Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti serta Kak Ika yang selalu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
membantu dan memberikan saran selama menjalani Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia.
14. Abang dan kakak senior, serta adik junior yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis
selama menjalani Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis memohon maaf yang sebesarnya jika terdapat kekurangan. Penulis
berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran gigi khususnya dalam bidang ortodonti.
Medan, 20 November 2019
Penulis,
Hanifa Maryani Ahmad
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
RIWAYAT HIDUP
Keterangan Pribadi
NamaLengkap : Hanifa Maryani Ahmad
Alamat : Komp TPI blok A no 51 Tj Sari Pasar II
Kec. Medan Selayang – Medan 20132
Tempat/TanggalLahir : Sabang/ 30 Maret 1988
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Kontak : 082217170606
Ayah : Drs. Ahmad Hasaf, MM
Ibu : dr. Irma Yanie Basuddin
Suami : Abdullah Doganoz, BEc
Saudara Kandung : Chairul Huda Ahmad, S.H
: Imam Ghazali Ahmad, S.H.Int
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan Formal
1994-1998 : Menjalani pendidikan Sekolah Dasar di SD
Muhammadiyah Pontianak
1998-2000 : Menjalani pendidikan Sekolah Dasar di SDN 20
Tangerang
2000-2002 : Menajalani pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SMPN 1 Tangerang
2002-2006 : Menjalanin pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas di Global International School
Jeddah Arab Saudi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
2006-2007 : Menjalani pendidikan Sekolah Menengah Atas di
Taylor’s College Malaysia
2007-20012 : Menjalani Program Sarjana-1 Pendidikan Dokter Gigi
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara
2015-sekarang : Menjalani Program Pendidikan Spesialis Dokter Gigi
Di Bagian Ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang …….…………………………………….……… 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian……..………………………………………..... 5
1.5 Hipotesis Penelitian........................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Perawatan Ortodontik pada pasien Non-Growing………….......... 6
2.2 Sendi Temporomandibular.................................................. ……... 8
2.3 Anatomi TMJ...................................................................... ……... 9
2.4 Posisi Kondilus Mandibula................................................. ……... 12
2.5 Rotasi Mandibula................................................................. ……... 15
2.6 Analisa Sefalometri............................................................. ……... 18
2.7 Cara Menentukan Posisi dan Angulasi Kondilus............................ 20
2.8 Perubahan Tinggi Wajah ................................................................ 22
2.8.1 Cara Menentukan Perubahan Tinggi Wajah.......................... 22
2.9 Kerangka Teori ............................................................................... 24
2.10 Kerangka Konsep .......................................................................... 25
BAB 3 METODE PENELITIAN..................................................................... 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 26
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 26
3.2.1 Tempat Penelitian..................................................... ............. 26
3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................... 26
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 26
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................................. 26
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................... 26
3.3.3 Kriteria Sampel ....................................................................... 26
3.3.4 Besar Sampel ........................................................................... 27
3.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 28
3.4.1 Variabel Bebas ......................................................................... 28
3.4.2 Variabel Tergantung................................................................. 28
3.4.3 Variabel Terkendali .................................................................. 28
3.4.4 Variabel Tidak terkendali ......................................................... 28
3.5 Definisi Operasional ....................................................................... 28
3.6 Alat dan Bahan Penelitian. ...............................................................
3.6.1 Alat………………………………………………………....... 29
3.6.2 Bahan………………………………………………………… 30
3.7 Prosedur Penelitian ........................................................................... 30
3.8 Analisa Data .................................................................................... 30
3.9 Diagram Alur Penelitian ................................................................. 31
BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 33
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................... 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 40
6.2 Saran ................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1 Relasi antara dataran oklusal dan rotasi mandibula 7
2 Posisi kondilus ideal 8
3 Posisi kondilus yang terjepit 9
4 Struktur tulang pada sendi temporomandibular 10
5 Pandangan lateral kondilus 11
6 Pandangan frontal kondilus 12
7 Rotasi Internal 13
8 Gambaran superimposisi perubahan rotasi 14
9 Pola rotasi tipe wajah pendek 15
10 Pola rotasi tipe wajah panjang 16
11 Posisi relasi sentrik kondilus 16
12 Posisi oklusi sentrik kondilus 17
13 Gambaran posisi kondilus pada maloklusi 18
14 Gambaran sudut MP-SN 21
15 Pengukuran posisi dan angulasi kondilus 23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Definisi operasional, cara ukur, kategori dan skala ukur
dari variabel bebas dan tergantung.
29
4.1 Uji normalitas Shapiro-Wilk 33
4.2 Nilai Rerata pengukuran sebelum dan sesudah
perawatan kelompok tanpa pencabutan
33
4.3 Nilai Selisih rerata pengukuran sebelum dan sesudah
perawatan kelompok tanpa pencabutan
33
4.4 Nilai Korelasi Perubahan tinggi wajah terhadap posisi
dan angulasi kondilus kelompok tanpa pencabutan
34
4.5 Nilai Rerata pengukuran sebelum dan sesudah
perawatan kelompok dengan pencabutan
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan ortodonti dilakukan untuk memperbaiki berbagai permasalahan
maloklusi pada pasien seperti crowding, gigi yang maju, gigi yang jarang dan lainya.
Maloklusi gigi dikategorikan berdasarkan Kelasifikasi Angle yang dipublikasi pada
tahun 1980’s, dimana Angle membagi maloklusi menjadi Kelas I, II dan III, yang
dilihat dari posisi kontak gigi molar rahang atas dan rahang bawah. 1,2,3
Tujuan utama dalam melakukan perawatan ortodonti adalah untuk
mendapatkan oklusi yang maksimal dalam segi fungsi dan estetisnya. Perawatan
ortodonti yang dilakukan pada pasien growing meliputi perawatan fungsional,
ortopedik dan ortodonti. Sedangkan pada pasien non-growing perawatan dilakukan
dengan menggerakan gigi sehingga memperbaiki maloklusi dental dengan
pencabutan ataupun tanpa pencabutan. 1,2,4,5
Dalam melakukan perawatan ortodonti pada pasien maloklusi Kelas I biasanya
akan terjadi perubahan tinggi wajah. Perubahan ini meliputi perubahan dataran
oklusal, posisi dan rotasi molar. Contoh pada kasus yang memerlukan ekspansi pada
arah transversal, biasanya molar tipping ke bukal dimana cusp palatal akan bergerak
ke bawah dan kontak dengan gigi antagonisnya sehingga akan menstimulasi rotasi
clockwise pada mandibula sehingga terjadi perubahan tinggi wajah. 1,2,3.4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Begitu juga apabila pada kasus dimana dibutuhkan distalisasi molar, akan
terjadi open bite karena adanya prematur kontak sehinga pada pasien low angle,
rotasi mandibula dibutuhkan untuk mengkoreksi profil pasien dengan meningkatkan
tinggi wajah bawah. Namun pada pasien high angle, rotasi clockwise hanya akan
memperparah profil wajah dan terjadi open bite. Selain itu,pada koreksi kasus
maloklusi Kelas I tipe 2 dimana insisivus maksila yang protrusi akan berkontak
sehingga memberikan efek perubahan tinggi wajah1,2,4
Penelitian Khatoon dkk menunjukkan perubahan akan terjadi pada dataran
sagital, tranversal dan vertikal pada perawatan ortodonti cekat dimana perubahan
pada dataran vertikal seperti perubahan tinggi wajah akan berbeda pada setiap pasien
sehingga terkadang akan sangat menguntungkan dalam beberapa kasus tertentu.5
Pearson dan Garlington (Cit Sivakumar dkk) mengatakan bahwa terdapat perbedaan
signifikan pada dimensi vertikal wajah yang dilakukan perawatan ortodonti dengan
pencabutan ataupun tanpa pencabutan. 6 Namun pada penelitian Hosseinzadeh-Nik
dkk mengatakan bahwa pencabutan empat premolar tidak memiliki efek signifikan
terhadap perubahan pada dimensi vertikal wajah. 7
Sendi temporomandibula (TMJ) adalah sendi yang paling kompleks
pergerakannya meliputi arah rotasi tiga dimensi (horizontal, vertikal dan sagital) dan
gerakan tranlasi. Sendi temporomandibular ini terdiri dari kondilus, diskus artikularis
dan fossa glenoidalis dimana bila terjadi gerakan yang normal, maka kondilus akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
berada pada central area (intermediate zone) pada diskus. Apabila terjadi perubahan
terhadap posisi tersebut maka dapat menimbulkan gangguan pada sendi
temporomandibular (TMJ)2,,4,8,9,10
Pada penelitian sebelumnya banyak yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara vertikal maloklusi dan temporomandibular joint (TMJ). Keeling
dkk mengatakan di dalam penilitiannya bahwa pada kasus deep bite akan
meningkatkan clicking pada TMJ. Penilitian oleh Ari-Demirkaya dkk menyimpulkan
bahwa pasien dengan kasus deep bite akan memiliki tendensi kondilus yang datar.
11,12,13
Katsavrias dan Halazonetis mengatakan bahwa bentuk dan posisi kondilus
dan fossa mandibula akan berbeda pada pasien dengan berbagai tipe maloklusi.
Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan yang signifikan antara faktor
oklusi dengan morfologi TMJ.14 Burley (Cit Frafa dkk) mengevaluasi struktur TMJ
pada maloklusi Kelas I, Kelas II dan Kelas III, dimana pada maloklusi ini tidak ada
perubahan pada dinding anterior dari fossa mandibula. Pullinge (Cit Frafa dkk) tidak
menemukan posisi yang tepat untuk kondilus mandibular pada maloklusi Kelas II. 15
Chaukse dkk membandingkan hubungan kondilus pada maloklusi skeletal
Kelas I dan II, dimana kondilus pada kasus skeletal Kelas II memiliki angulasi lebih
besar dan terletak lebih posterior pada fossa glenoidalis. Burke dkk (Cit Chaukse
dkk) mengatakan dalam penelitiannya bahwa pengurangan kedalaman vertikal atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
ruang sendi superior pada kasus skeletal Kelas II yang menunjukkan kemiripan
dengan struktur tulang, oleh karena itu kasus skeletal Kelas II rentan menyebabkan
erosi dan degradasi kondilus pada fossa glenoidalis.16
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis terdorong untuk mengetahui dan
mengevaluasi adanya pengaruh perubahan tinggi wajah bawah terhadap perubahan
posisi dan angulasi kondilus sebelum dan sesudah perawatan ortodonti di Klinik
Ortodonsia RSGM FKG USU dengan menggunakan radiografi sefalometri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perubahan tinggi wajah pada pasien maloklusi Kelas I
sebelum dan sesudah perawatan ortodonti?
2. Apakah ada perubahan posisi dan angulasi kondilus pada pasien
maloklusi Kelas I sebelum dan sesudah perawatan ortodonti?
3. Apakah ada pengaruh antara perubahan tinggi wajah terhadap posisi dan
angulasi kondilus pada pasien maloklusi Kelas I sesudah perawatan
ortodonti?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1. Mengetahui adanya perubahan tinggi wajah pada pasien maloklusi Kelas I
sebelum dan sesudah perawatan ortodonti
2. Mengetahui adanya perubahan posisi dan angulasi kondilus pada pasien
maloklusi Kelas I sebelum dan sesudah perawatan ortodonti
3. Mengetahui adanya pengaruh antara perubahan tinggi wajah terhadap posisi
dan angulasi kondilus pada maloklusi Kelas I sesudah perawatan ortodonti.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang perubahan posisi dan angulasi kondilus
mandibula pada pasien maloklusi Kelas I sesudah perawatan ortodonti
2. Memberikan informasi tentang pengaruh perubahan vertikal wajah terhadap
perubahan posisi dan angulasi kondilus pada pasien maloklusi Kelas I
sehingg dapat menjadi perhatian dalam melakukan perawatan
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah
1. Ada pengaruh antara perubahan tinggi wajah terhadap perubahan posisi dan
angulasi kondilus pada maloklusi Kelas I sebelum dan sesudah perawatan
ortodonti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Perawatan ortodonti pada pasien non-growing
Maloklusi gigi dapat memberikan beberapa permasalahan seperti wajah yang
tidak estetis, fungsi rahang yang tidak maksimal termasuk pergerakan rahang dan
disfungsi temporomandibular joint, terganggunya fungsi pengunyahan, pernafasan
ataupun berbicara dan permasalahan periodontal.1 Perawatan ortodonti bertujuan
memperbaiki hubungan dentoskeletal untuk mendapatkan oklusi yang ideal, stabilitas
fungsional dan harmonisasi estetika wajah dan gigi.1,3 Individu sering mengeluhkan
tentang estetika wajah yang tidak menyenangkan sehingga mencari perawatan
ortodonti dengan tujuan untuk mendapatkan kembali keseimbangan profil wajah
mereka1,2,
Perawatan ortodonti pada pasien non-growing meliputi pergerakan gigi
geligi dalam bidang vertikal, transversal dan sagital. Pergerakan gigi geligi ini sedikit
banyaknya akan berpengaruh pada perubahan tinggi wajah yang memungkinkan
terjadinya perubahan pada rotasi mandibula.4,5
Perawatan ortodonti untuk mengkoreksi relasi molar dapat dilakukan dengan
menggerakkan ke distal molar atas ataupun menggerakkan ke mesial molar bawah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
ataupun kombinasi keduanya. Pada saat distalisasi molar, kemungkinan terjadi open
bite karena adanya prematur kontak sehingga terjadi rotasi mandibula dan tinggi
wajah semakin meningkat. 1,3 Saat melakukan mesialisasi molar, dapat juga terjadi
kontak prematur pada segmen posterior karena adanya mesial tipping yang dapat
mengakibatkan perubahan pada vertikal dimensi wajah dimana dalam beberapa kasus
kondisi seperti ini akan dibutuhkan. 1,2,3
Ektrusi gigi posterior akan menghasilkan rotasi mandibula ke kebawah dan
kebelakang yang dapat mengakibatkan perubahan vertikal dimensi wajah sehingga
tinggi wajah juga akan berubah. 2,4,` Dataran oklusal gigi juga akan berubah seiring
berubahnya posisi gigi sehingga akan mengakibatkan perubahan pada rotasi
mandibula dan tinggi wajah (Gambar 1). 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2.2 Sendi Temporomandibular
Sendi temporomandibular merupakan landasan untuk mengkoreksi dataran
oklusal dalam perawatan ortodonti sehingga penting untuk mendapat keadaan yang
harmonis antara TMJ, otot-otot dan perbaikan gigi geligi. Jika memungkinkan,
tujuan ideal dalam perawatan ortodonti adalah mendapatkan sendi
temporomandibular yang sehat dengan pergerakan normal yang terbatas, stabilitas
struktur dan tidak ada rasa sakit (Gambar 2). 9
Gambar 1. Relasi antara dataran oklusal dan perubahan
rotasi mandibula. A. Ektrusi gigi posterior dan perubahan
dataran oklusal akan mengkoreksi overbite secara
bersamaan terjadi rotasi mandibula. B. Dataran oklusal
yang lebih curam akan menghasilkan rotasi mandibula
clockwise. C. Dataran oklusal yang lebih datar akan
menghasilkan rotasi mandibula counterclockwise.4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Gambar 2. Tujuan perawatan ortodontik yang ideal adalah
untuk mendapatkan posisi kondilus berada tepat di tengah
fosaa tanpa menjepit sendi ketika gigi berada pada oklusi
sentrik9.
Gambar 3. Sendi yang terjepit merupakan salah satu faktor
terjadinya remodelling kondilus 9
Pada saat perawatan ortodonti telah selesai maka posisi kondilus yang ideal
adalah berada pada tengah fossa ketika gigi berada pada sentrik oklusi (maksimum
intercuspation). Kondilus tidak boleh berada jauh ke distal pada saat sentrik oklusi
karena dapat terjadi penekanan sendi (Gambar 3). 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
2.3 Anatomi Temporo Mandibular Joint (TMJ)
TMJ terletak pada dasar tengkorak dan sebagian dibentuk oleh mandibula dan
tulang temporal yang dipisahkan oleh intra-articular meniscus. Mandibula memiliki
bagian yang horizontal (badan mandibula) dan bagian vertikal (ramus mandibula)
yang bertemu pada sudut mandibular. Ujung cranial dari ramus memiliki dua
prosesus, pada bagian anterior adalah prosesuss koronoideus dan bagian posterior
adalah prosesus kondiloideus (Gambar 4).3,9,17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Gambar 4. Struktur tulang pada sendi temporomandibular. 1.
Prosesus Condyloideus; 2. Leher mandibula; 3. Ramus
mandibula; 4.Corpus mandibula; 5.Prosesus coronoideus;
6.Sudut mandibula 17
TMJ terbentuk dari kondilus mandibula yang terpasang pada fossa mandibula
dari tulang temporal. Diskus artikularis memisahkan kedua tulang tersebut dari
artikulasi langsung. TMJ diKelasifikasikan sebagai compound joint. Secara definisi,
compound joint terdiri dari paling tidak tiga tulang, namun TMJ hanya terdiri dari
dua tulang. Secara fungsi, diskus artikularis bertindak sebagai tulang nonossifikasi
yang memungkinkan pergerakan kompleks joint. Ketiga, artikulasi kraniomandibular
dianggap sebagai compound joint.2,3,9
Diskus artikularis tebentuk dari jaringan konektif fibrous yang tebal, sebagian
besar tidak memiliki pembuluh darah atau jaringan saraf. Bagian paling perifer dari
diskus memiliki sedikit persarafan. Dalam pandangan sagittal diskus terbagi menjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Gambar 5. Diskus artikularis, fossa, dan kondilus
(pandangan lateral). 2
tiga regio tergantung dari ketebalannya. Area tengah yang paling tipis dan disebut
sebagai zona intermediate. Diskus menjadi lebih tebal pada bagian anterior dan
posterior dari zona intermediate. Posterior border sedikit lebih tebal dibandingkan
anterior border. Pada joint yang normal permukaan artikulasi kondilus terlatak pada
zona intermedia diskus, dibatasi oleh regio anterior dan posterior yang lebih tebal
(Gambar 5).2,3,5,6
Normalnya kondilus terletak pada zona intermediat diskus yang lebih tipis.
Border anterior diskus (AB) dianggap lebih tebal dari zona intermediat, dan posterior
border lebih tebal dari border anterior.1,2,3
Dari pandangan anterior, umumnya diskus lebih tebal pada bagian medial
dibandingkan lateral, yang berpengaruh pada peningkatan ruang antara kondilus dan
fossa artikularis terhadap bagian medial joint (Gambar 6). Bentuk presisi diskus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Gambar 6. Diskus artikularis, fossa, dan kondilus
(pandangan frontal).2
ditentukan oleh morfologi kondilus dan fossa mandibular. Selama pergerakan diskus
bertindak fleksibel dan dapat beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
Fleksibilitas dan adaptablitias tidak mempengaruhi morfologi diskus. Diskus tetap
mempertahankan morfologinya kecuali tekanan destruktif atau perubahan structural
terjadi di joint. Bila perubahan ini terjadi, morfologi diskus dapat mengalami
perubahan permanen sehingga menghasilkan perubahan biomekanis selama fungsi.
2,3,6
2.4 Posisi Kondilus Mandibula
Posisi sentrik kondilus selama beberapa dekade telah menjadi perdebatan,
namun Van Blarcom (1994) dan Lotzmann (1999) mengatakan posisi sentrik
kondilus menjelaskan susunan ideal sendi temporomandibular. Dawson (1995) (Cit
Lotzman) mengenalkan terminologi posisi adaptasi kondilus dimana ini adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Gambar 7. Posisi sentrik kondilus. Kondilus berada pada
anterosuperior dalam hubungan normalnya dengan diskus tanpa ada
pergerakan lateral dan tekanan pada jaringan lunak sekitar. Posisi
kondilus ini tidak tergantung pada oklusi dari gigi pasien 9
hubungan antara fossa-diskus-kondilus yang dapat berdeviasi dari posisi normal
namun masih berada pada kemampuan adaptasi pada setiap individu.9
Relasi sentrik adalah hubungan mandibula dan maksila ketika kondilus
mandibula berada paling superior dan posterior dari fossa glenoidalis dengan diskus
artikularis yang saling mengikat. Pada posisi relasi sentrik, mandibula akan berada
jauh ke superior dari fossa glenoidalis dimana mandibula akan didorong ke belakang
untuk mendapatkan relasi ini (Gambar 7). Pergerakannya terbatas pada rotasi murni
di sekitar aksis horizontal transversal. 2,3,4,5,9
Oklusi sentrik adalah posisi dimana kondilus mandibula berada pada
maximum intercuspation.2,3 Pada saat sentrik oklusi gigi geligi akan saling berkontak
disaat kondilus berada pada posisi sentrik kondilus. Oklusi habitual adalah oklusi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Gambar 8. Oklusi Sentrik. Definisi oklusi sentrik telah
dikembangkan tidak hanya maksimum intercuspation
namun beberapa kontak gigi yang dapat dilakukan pasien
dimana posisi kondilus berada pada posisi sentrik 9
statik yang ditentukan oleh posisi habitual kondilus. Pada beberapa kasus oklusi
habitual sama dengan oklusi sentrik (Gambar 8). 9
Relasi sentrik dan oklusi sentrik seharusnya saling bersamaan untuk
mendapatkan oklusi harmonis pada gigi geligi, temporomandibular joint dan sistem
saraf. Kondilus juga dapat berotasi di dalam sendi temporomandibular atau bergeser
kearah vertikal atau anteroposterior untuk dapat menyeimbangkan
ketidakharmonisan rahang 2,3,4,9,18.
Hubungan sendi temporomandibular dengan tipe-tipe maloklusi menjadi
perdebatan di kalangan praktisi klinis. Krisjane dkk mengevaluasi kondilus
mandibula dan fossa glenoidalis menggunakan computed tomografi 3D dan
menyimpulkan bahwa pada maloklusi Kelas II kepala kondilus lebih besar dan jarak
antara kondilus dan fossa glenoid lebih besar dibandingan dengan maloklusi Kelas
III.15. Shasi Kumar pada penilitian terbarunya dengan orthopantomogram
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Gambar 9. Gambaran posisi kondilus pada setiap maloklusi. A. Posisi kondilus pada
maloklusi kelas I. B. Posisi kondilus pada maloklusi kelas II. C. Posisi kondilus pada
maloklusi kelas III. 23
menemukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan pada perubahan kondilus
setelah perawatan ortodonti.15,19,20,21
Sandesh dkk mengatakan dalam penelitiannya bahwa tidak ada perbedaan
significan antara posisi kondilus dengan pola maloklusi skeletal baik Kelas I, II
maupun III.22 Arieta-Miranda dkk melakukan penelitian dengan CBCT untuk
mengevaluasi hubungan antara posisi kondilus dengan maloklusi skeletal dan
menemukan bahwa hanya sedikit perbedaan posisi kondilus pada maloklusi Kelas I,
Kelas II dan Kelas III. Pada maloklusi Kelas II dan Kelas III kondilus berada lebih
ke anterior dan superior daripada Kelas I (Gambar 9). 23
2.5 Rotasi Mandibula
Bjork mengatakan perubahan yang terjadi pada mandibula, yang dilihat dari
dataran palatal dan dataran mandibula, merupakan hasil kombinasi dari rotasi
internal dan rotasi eksternal dari mandibula (Gambar 10). 1 Rotasi internal adalah
rotasi yang terjadi pada inti mandibula yang biasanya tertutupi dengan adanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
perubahan pada dataran permukaan dan erupsi gigi. Perubahan dataran ini
menghasilkan rotasi eksternal.1 Bjork dan beberapa peneliti lain juga mengatakan
bahwa perubahan tinggi wajah akan sangat berpengaruh terhadap rotasi
rahang3,13,23,24,25
Gambar 10. Rotasi internal mandibula memiliki dua
komponen. A. Rotasi diseputar kondilus (Rotasi Matrix); B.
Rotasi yang berada pada ramus mandibula (Rotasi
Intramatrix). 1
Gambar 11. Gambaran superimposisi pasien dengan
pertumbuhan normal menunjukkan perubahan dataran
permukaan pada umur 4-10 tahun. Pada pasien ini terdapat
rotasi internal sebesar 19° namun perubahan dataran
mandibular hanya sebesar 3°. Dapat dilihat adanya
remodelling tulang yang signifikan (rotasi eksternal) yang
menutupi perubahan pada rotasi internal 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Rotasi internal dan eksternal akan bervariasi pada setiap individu tergantung
pada pola pertumbuhannya seperti pada pasien dengan tipe pertumbuhan tinggi
wajah yang panjang atau pendek (Gambar 11). Pada pasien dengan tinggi wajah
anterior bawah yang pendek memiliki nilai rotasi internal yang normal namun rotasi
eksternalnya berkurang sehingga dataran palatal akan lebih horizontal dengan sudut
mandibular plane yang kecil dimana biasanya pada tipe rotasi mandibula seperti ini
akan terjadi maloklusi deep bite dan insisivus yang berjejal (Gambar 12). 1,3,9
Pada pasien dengan tipe wajah yang panjang, dataran palatal berotasi ke
bawah dan kebelakang sehingga menghasilkan nilai inklinasi negatif terhadap bidang
horizontal (Gambar 13). Mandibula menunjukkan rotasi ke belakang sehingga
Gambar 12. Gambaran superimposisi pasien menunjukkan
pola rotasi mandibula pada pasien dengan tipe wajah
pendek. Rotasi yang kedepan menghasilkan dataran
mandibula yang datar sehingga dapat meningkatkan
overbite.1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Gambar 13. Pola rotasi mandibula pada pasien dengan tipe
wajah panjang. Saat mandibula berotasi ke belakang maka
tinggi wajah anterior akan meningkat sehingga ada resiko
anterior open bite.1
meningkatkan sudut dataran mandibula. Pada tipe rotasi seperti ini biasanya akan
terjadi maloklusi anterior open bite dan defisiensi mandibula. 1,3,9
Bjork menyimpulkan bahwa perubahan tinggi wajah berkorelasi sangat erat
dengan perubahan sudut dataran mandibula (refleksi dari rotasi total) daripada
perubahan pada corpus axis (refleksi rotasi internal).1,3,9
2.6 Analisa Sefalometri
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menganalisa sendi
Temporomandibular seperti MRI, CBCT, 3D, radiografi panoramik, radiografi
lateral dan radiografi sefalometri. Radiografi sefalometri adalah radiografi standar
dari tulang tengkorak yang dapat menilai hubungan antara gigi dengan rahang dan
rahang dengan bagian wajah lainnya. Radiografi sefalometri efektif sebagai alat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
diagnostik untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan wajah atau arah pertumbuhan.
Hal ini juga berguna dalam menilai dan menentukan perubahan yang terjadi setelah
perawatan ortodonti.1,3,18
Analisis sefalometri merupakan suatu alat diagnostik sehingga ortodontis
dapat menilai perubahan gigi atau skeletal dan mengamati perubahan
selama/setelah perawatan. Radiografi sefalometri juga dianggap sebagai pendekatan
umum dalam radiografi untuk mengevaluasi TMJ karena ketersediaannya, radiasi
yang rendah, dan biaya terjangkau.1,3,18
Jarabak mendefinisikan sefalometri sebagai sebuah cabang ilmu yang
membagi kompleks dentofasial dengan tujuan untuk menilai hubungan antar segmen
dan bagaimana perkembangan individu atau perubahannya dapat berdampak ke
keseluruhan kompleks. Analisis sefalometri Jarabak berdasarkan pada studi
investigatif Bjork, yang diaplikasikan ke kondisi klinis, memungkinkan untuk
membandingkan bentuk, ukuran, usia, jenis kelamin, dan ras. Analisis sefalometri
Jarabak juga mempertimbangkan posisi hubungan intermaksilaris (Kelas I, Kelas II,
Kelas III) dan vertikal (openbite atau deep bite ). Hal tersebut juga memungkinkan
untuk mendiagnosa faktor penyebab yang utama.18,25,26
Perubahan posisi mandibula dapat diperkirakan untuk menghasilkan atau
berhubungan dengan perubahan pertumbuhan kondilus dan remodeling mandibula.
Studi hewan coba telah menunjukkan bahwa perubahan posisi mandibula telah
menghasilkan perubahan adaptif pada pertumbuhan kondilus dan remodeling
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
mandibula. Aplikasi klinis pesawat fungsional dilakukan berdasarkan pada tanda
bahwa kondilus beradaptasi terhadap perubahan posisi mandibula.27,28
Yamaguchi dan Nanda mempelajari dampak perawatan dengan pencabutan
dan tanpa pencabutan (ekstraksi dan non ekstraksi) pada perawatan maloklusi
skeletal Kelas II, dimana pada kasus pencabutan menghasilkan rotasi mandibula
counter clockwise dan berkaitan juga dengan penggunaan elastik intermaksilaris
Kelas II. Penggunaan elastik ini dapat menyebabkan ekstrusi dari gigi posterior.20,25
Tujuan perawatan ortodonti adalah untuk menciptakan oklusi normal dan
seimbang. Lengkung maksila harus sesuai dengan lengkung mandibula sehingga
tercapai interdigitasi yang baik, meningkatkan fungsi dan meminimalkan beban
sistem stomatognatik. Perubahan posisi kondilus setelah perawatan ortodonti dapat
berubah oleh karena perubahan oklusi.1,26,28
Aksi otot akan menyebabkan posisi kondilus yang berbeda karena besarnya
kontraksi otot. Posisi kondilus akan lebih inferior jika kontraksi otot lebih ringan.
Kecik dkk menyatakan bahwa setelah maloklusi terkoreksi, maka otot akan
mempengaruhi kondilus. Ketika kontak maksimal tercapai, sebagai respon terhadap
fulkrum oklusal, sistem neuromuskular akan menyebabkan perubahan posisi
kondilus lebih ke inferior.1,18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
2.7 Cara Menentukan Posisi dan Angulasi Kondilus Mandibula
Menurut metode Bjork, cara pengukuran posisi kondilus dapat diukur dari
titik Co ke garis T vertikal dan Co ke garis TC, sedangkan sudut kondilus diukur dari
titik Co ke titik T dan ke garis T vertikal 6,7,9
Posisi kondilus (Co) dapat diukur dengan dua garis referensi sumbu X dan
sumbu Y menurut sistem koordinasi Cartesian. Sumbu 'X' dibentuk oleh garis TC
(Cranial base line) yang ditentukan oleh titik T (tuberkulum) yaitu titik
anterosuperior dari dinding anterior sella tursika, ke titik C (cribiform) adalah titik
paling anterior dari cribiform plate pada pertemuan dengan tulang nasal dan sumbu
'Y' dibentuk oleh garis T vertikal yang tegak lurus terhadap sumbu X dan melewati
titik T. Garis TC digunakan sebagai garis referensi dalam penelitian ini karena
menurut Viazis (2001) garis TC merupakan garis yang stabil dan tidak berubah
setelah usia 5 tahun. Pengukuran linear yang digunakan untuk menentukan posisi
kondilus pada basis kranial yaitu Condylion (Co) ke garis TC dan Condylion (Co) ke
garis Vertikal T (Vert-T). Pada penelitian ini dibandingkan setiap pengukuran dari
kelompok sampel sebelum dan sesudah perawatan ortodonti seperti yang terlihat
pada gambar 14.6,7,9,29,30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Gambar 14. Pengukuran posisi dan angulasi kondilus.6,29,30
2.8 Perubahan Tinggi Wajah
Perubahan tinggi wajah dapat terjadi karena banyaknya faktor yang
memepengaruhinya. Menurut Sassouni dan Nanda, Schudy, Mair dan Hunter (Cit
Alkumru dkk) bahwa dengan dilakukannya pencabutan dalam perawatan ortodonti
akan memperpendek dimensi vertikal pada wajah, namun dalam penelitian
Dougherty, Edward, Klapper et al, Chua et al, Cusimano et al, Stagger et al, Sarac
dan Cura, Bishara et al, Kocadereli et al, Hayasaki et al, Kim et al mengatakan
bahwa pencabutan tidak memberikan efek yang signifikan terhadap perubahan tinggi
wajah. 31,32,33
Bjork, Yamaguchi dan Nanda, Staggers, Kim et al, Kocadereli (Cit Alkumru
dkk)mengatakan dalam penelitiannya bahwa vertikal displacement dan pertumbuhan
Keterangan : Co: Condylion
T: Tuberkulum sella
C:Cribiform 1:Co-T vertikal
2:Co-TC
3:Sudut Co-T-Tvertikal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
dentoalveolar pada regio posterior maksila dan mandibula memiliki efek yang
signifikan pada perubahan tinggi wajah. Gigi yang intrusi maupun ektrusi dapat
terjadi karena penggunaan elastik pada perawatan ortodonti yang juga dapat
memberikan perubahan tinggi wajah. 32
2.8.1 Cara Menentukan Perubahan Tinggi Wajah
Banyak parametrik yang dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan tinggi vertikal wajah dalam perawatan ortodonti. Garis cranial
base SN dapat dijadikan garis referensi karena garis ini tidak berubah setelah
pertumbuhan selesai. Garis SN merupakan garis referensi untuk dapat
menentukan inklinasi dari dataran mandibular (MP) (Gambar 14). Karena
seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa, apabila inklinasi dari dataran
mandibula berubah clockwise maupun counterclockwise maka tinggi wajah
juga akan dapat berubah. Nasby dkk mengatakan bahwa bertambahnya
diameter molar dan panjang lengkung rahang atas dan rahang bawah
mengakibatkan berkurangnya sudut mandibular plane sehingga tinggi wajah
pun berubah.1,3,34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Gambar 15 : Sudut MP-SN
2.9 Kerangka Teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Perawatan Ortodonti
Non Growing Patient
Maloklusi Kelas I
Perubahan Tinggi Wajah
Rotasi mandibula
Perubahan Posisi dan Angulasi
Kondilus
Anatomi TMJ dan posisi kondilus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
2.10 Kerangka Konsep
BAB 3
Perawatan Ortodonti
Pasien Non-growing Maloklusi Kelas I
Variabel Terikat
Perubahan Tinggi wajah sebelum dan sesudah
perawatan : Sudut MP-SN
Variabel Bebas
Perubahan Angulasi (Sudut CO-T-T Vertikal) dan posisi kondilus mandibula (Jarak CO-TC Jarak CO-T vertikal)
sebelum dan sesudah perawatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional
karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek hanya
diobservasi pada saat pemeriksaan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan
Mulut (RSGM) FKG USU.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juni 2019.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi diambil dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSGM FKG USU.
Rentang usia sampel 20-40 tahun dari tahun 2007-2017.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dari populasi yang pernah
mendapat perlakuan radiografi sefalometri lateral sebelum dan setelah perawatan.
3.3.3. Kriteria Sampel
I. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
a. Rekam medis pasien maloklusi Kelas I lengkap
b. Pasien laki-laki dan perempuan usia 20-40 tahun
c. Radiografi sefalometri sebelum dan sesudah perawatan baik dan jelas
d. Tidak ada sindrom kraniofasial
II. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Radiografi sefalometri tidak jelas
b. Distorsi radiografi sefalometri
c. Terdapat sindrom kraniofasial
d. Terdapat riwayat trauma di sekitar TMJ dan dagu
3.3.4. Besar Sampel
Jumlah sampel ditentukan dengan rumus hipotesis beda rata-rata yaitu :
σ2 ( Zα + Zβ )2
( µo - µa )
Keterangan :
n = besar sampel
σ2 = SD hasil penelitian sebelumnya = 4.04mm
Zα = Confidence level 95% = 1,96
Zβ = Power of test 90%= 1,28
µo - µa = Nilai mean yang diduga = 2.5mm
n = 27
n =
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Berdasarkan perhitungan besar sampel maka sampel yang diperlukan adalah
27 sampel dan dibulatkan menjadi 30 sampel.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Terikat
1. Perubahan tinggi wajah sudut MP-SN
3.4.2 Variabel Bebas
1. Jarak Co-TC
2. Jarak Co-T vertikal
3. Sudut Co-T-T vertikal
3.4.3 Variabel Terkendali
1. Usia
2. Pasien telah selesai dilakukan perawatan ortodonti
3. Maloklusi Kelas I
4. Pencabutan dan tanpa pencabutan
3.4.4 Variabel Tak Terkendali
1. Teknik perawatan, jenis breket, pemakaian elastik
2. Faktor genetik
3. Jenis kelamin
4. Pemakaian elastik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
5. Anchorage loss
3.5. Definisi Operasional
Definisi operasional, cara dan alat ukur, kategori, dan skala ukur dari masing-
masing variabel penelitian dijelaskan pada tabel 3.1.
Variabel Definisi Cara dan alat
ukur
Skala ukur
MP-SN Sudut mandibular plane
terhadap titik SN Foto sefalometri
lateral
Nominal
Garis TC
(sumbu X)
Garis horizontal yang
menghubungkan titik T-C
Foto sefalometri
lateral
Nominal
Garis T
vertikal
(sumbu Y)
Garis tegak lurus terhadap
garis TC dan melalui titik T
Foto sefalometri
lateral
Nominal
Jarak Co-
TC
Jarak dari titik Co ke garis T Foto sefalometri
lateral
Numerik
Jarak Co-T
vertikal
Jarak dari titik Co ke garis T
vertikal
Foto sefalometri
lateral
Numerik
Sudut Co-T-
T vertikal
Sudut yang menghubungkan
titik Co-T- garis T vertikal
Foto sefalometri
lateral
Numerik
3.6. Alat dan Bahan
Tabel 3.1 Definisi Operasional, Alat Ukur, Kategori, serta Skala Ukur dari Variabel
Bebas, Tergantung, Terkendali dan Tidak Terkendali dari Penelitian.
3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Kategori, serta Skala Ukur dari
Variabel Bebas, Tergantung, Terkendali dan Tidak Terkendali dari
Penelitian
31
3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Kategori, serta Skala Ukur dari
Variabel Bebas, Tergantung, Terkendali dan Tidak Terkendali dari
Penelitian
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
3.6.1. Alat
1. Tracing box
2. Kertas acetat tracing (tebal 0,003 inci, 8x10 inci) merek Ortho Organizer
3. Pensil 4H dan penghapus merek Faber-Castell
4. Penggaris merek Kenko
5. Kaliper merek Mitutoyo
6. Protraktor merek Ormco
3.6.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah radiografi sefalometri lateral
sebelum dan setelah perawatan pasien ortodonti maloklusi Kelas I
3.7. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan radiografi sefalometri sebelum dan setelah perawatan dari pasien
skeletal Kelas I berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi. Radiografi sefalometri
lateral diperoleh dari rekam medis Klinik Spesialis Ortodonti RSGM FKG USU
2. Pada sefalogram lateral sebelum dan setelah perawatan ortodonti dilakukan
penapakan landmark pada kertas asetat di atas kotak illuminator menggunakan pensil
4H.
3. Penentuan landmark titik-titik dan garis referensi.
4. Kemudian melakukan pengukuran sudut MP-SN; jarak Co-TC; jarak Co-T vertikal
dan sudut Co-T-T vertikal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
5. Perhitungan dilakukan dua kali oleh satu operator.
6. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian diolah datanya dan dianalisis.
3.8. Analisis Data
Analisa variabel sebelum dan setelah perawatan digunakan uji T paired,
untuk mengetahui beda rerata sebelum dan sesudah perawatan ortodonti dan
kemudian selanjutnya akan digunakan uji korelasi Smearson untuk mengetahui
hubungan perubahan tinggi wajah terhadap posisi dan angulasi kondilus mandibula.
Apabila data tidak terdistribusi normal maka digunakan analisis Spearman.
3.9. Diagram Alur Penelitian
ALUR PENELITIAN
Pengumpulan status pasien maloklusi Kelas I yang telah selesai perawatan atau
retainer dari Departemen Ortodonti FKG USU.
Seleksi kelengkapan radiografi sefalometri sebelum dan setelah perawatan.
Pemilihan dilakukan oleh satu operator untuk menghindari terjadinya bias.
Melakukan tracing sefalometri dan menentukan titik-titik yang diperlukan.
Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali oleh satu operator.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Data dalam bentuk tabel.
Uji statistik untuk menentukan tingkat signifikansi dari hasil pengukuran.
Hasil.
Kesimpulan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Penelitian ini telah dilakukan di Klinik Spesialis Ortodonsia RSGM-FKG USU
untuk melihat pengaruh perubahan tinggi wajah terhadap perubahan posisi dan
angulasi kondilus pada pasien maloklusi Kelas I sebelum dan sesudah dilakukannya
perawatan ortodonti. Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebanyak 30 sampel dengan kriteria maloklusi Kelas I. Pengukuran dilakukan
sebanyak dua kali oleh operator pada masing-masing variabel penelitian.
Kelompok sampel dibagi menjadi kelompok pencabutan dan tanpa
pencabutan. Uji normalitas data shapiro wilk digunakan pada kedua kelompok
sampel penelitian karena jumlah sampel yang kurang dari 50 sampel. Pada kedua
kelompok pasien telah dilakukan uji normalitas untuk mengetahui bahwa seluruh
data telah terdistribusi normal dengan hasil p>0.05
SHAPIRO-WILK
Statistic df Sig
Sudut MP-SN sebelum
Sudut MP-SN sesudah
.976
.977
30
30
.712
.733
Jarak Co-TC sebelum
Jarak Co-TC sesudah
.939
.967
30
30
.084
.453
Jarak Co-Tvertikal sebelum
Jarak Co-Tvertikal sesudah
.968
.962
30
30
.490
.344
Sudut Co-T-Tvertikal sebelum
Sudut Co-T-Tvertikal sesudah
.980
.958
30
30
.816
.270
Tabel 4.1 Uji Normalitas Data
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Uji T-berpasangan digunakan untuk menganalisa perubahan MP-SN, posisi
dan angulasi kondilus sebelum dan sesudah perawatan.
Tabel 4.2 Nilai Rerata Tinggi Wajah Vertikal, Posisi dan Angulasi Kondilus
Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Kelompok sampel tanpa pencabutan
Variabel Mean±SD
Sebelum
Mean±SD
Sesudah
Nilai p
Sudut MP_SN 30,00±5,24 30,64±5,60 0,029
Jarak Co-TC 21,00±3,99 21,36±4,03 0,521
Jarak Co-Tvertikal 19,44±3,30 19,47±2,70 0,928
Sudut Co-T-Tvertikal 42,19±7,97 41,69±7,23 0,456
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai p pada sudut MP-SN (p=0,029),
apabila p < 0.05 maka hasil statistik menunjukkan bahwa perubaha nilai sudut MP-
SN sebelum dan sesudah perawatan pada sampel pasien tanpa pencabutan adalah
signifikan. Dimana nilai untuk jarak Co-TC (p=0.521), jarak Co-Tvertikal (p-0.928)
dan sudut Co-T-Tvertikal (p=0,456) adalah lebih besar daripada 0.05 maka
berdasarkan hasil statistik nilai mean sebelum dan sesudah perawatan tidak
menunjukkan adanya perubahan yang signifikan.
Tabel 4.3 Nilai Selisih Rerata Tinggi Wajah Vertikal, Posisi dan Angulasi
Kondilus Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Kelompok sampel Tanpa
Pencabutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Untuk melihat adanya hubungan perubahan tinggi wajah terhadap perubahan
posisi dan angulasi kondilus, maka dilakukan uji korelasi Pearson sebelum dan
sesudah perawatan ortodonti.
Tabel 4.4 Nilai Korelasi Perubahan tinggi wajah (MP-SN) terhadap perubahan jarak
kondilus Co-TC, Co-Tvertikal dan sudut Co-T-Tvertikal pada kelompok tanpa
pencabutan
Dari analisis data yang terlihat pada tabel 4.4 bahwa nilai kekuatan hubungan
(r) pada setiap variabel kurang dari 0,5 yang menurut D.A De Vaus bahwa tidak ada
hubungan atau kurang signifikan perubahan tinggi wajah (MP-SN) terhadap jarak
kondilus (Co-TC dan Co-Tvertikal) dan sudut kondilus (Co-T-Tvertikal) pada
maloklusi Kelas I pada kelompok tanpa pencabutan setelah perawatan ortodonti
Variabel Mean±SD
Sudut MP-SN 0,63±1,13
Jarak Co-TC 0,36±2,37
Jarak Co-Tvertikal 0,02±1,27
Sudut Co-T-Tvertikal 0,500±2,78
Variabel Mean±SD
P value r
Sudut MP-SN 0,63±1,13 0,518 0,163
Jarak Co-TC 0,36±2,37
Sudut MP-SN 0,63±1,13 0,539 0,155 Jarak Co-Tvertikal 0,02±1,27
Sudut MP-SN 0,63±1,13 0,333 0,242 Sudut Co-T-Tvertikal 0,500±2,78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Pada kelompok sampel dengan pencabutan, tidak terdapat perubahan yang
signifikan (p>0.05) pada sudut MP-SN sebelum perawatan dan setelah perawatan
(Tabel 4.5). Maka korelasi antara pengaruh perubahan MP-SN terhadap perubahan
angulasi dan posisi kondilus mandibula tidak signifikan.
Tabel 4.5 Nilai Rerata Tinggi Wajah Vertikal, Posisi dan Angulasi Kondilus
Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Kelompok sampel dengan pencabutan
Variabel Mean±SD
Sebelum
Mean±SD
Sesudah
Nilai p
Sudut MP_SN 35.54±4,99 35,8±5,45 0,627
Jarak Co-TC 19,33±3,33 19,75±2,41 0,563
Jarak Co-Tvertikal 19,44±3,30 19,47±2,70 0,928
Sudut Co-T-Tvertikal 40,71±9,64 41,08±6,30 0,834
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
BAB 5
PEMBAHASAN
Perawatan ortodonti akan memberikan perubahan bukan hanya pada bidang
sagital namun juga pada bidang vertikal dan transversal dimana perubahan yang
terjadi akan berbeda pada setiap pasien, bervariasi juga menurut Kelas maloklusinya.
Perawatan ortodonti yang bertujuan untuk mengkoreksi diskrepansi sagital dan
transversal harus juga memperhatikan perubahan yang terjadi pada dimensi
vertikal.10 Perubahan pada dimensi vertikal biasanya juga dapat menyebabkan
perubahan yang terjadi pada temporomandibular junction (TMJ) dimana mandibula
akan berotasi sehingga memungkinkan posisi dan angulasi kondilus juga
berubah.23,35
Pada penelitian ini, ukuran sudut MP-SN untuk melihat perubahan vertikal
dimensi yang telah dianalisis dengan uji t-berpasangan menunjukkan hasil yang
signifikan pada kelompok sampel tanpa pencabutan (p=0,029) (tabel 4.2),
sedangkan perubahan MP-SN pada kelompok sampel dengan pencabutan tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan. Hasil penelitian ini didukung dengan data
penelitian sebelumnya dari Dougherty, Edward, Klapper et al, Chua et al, Cusimano
et al, Stagger et al, Sarac dan Cura, Bishara et al, Kocadereli et al, Hayasaki et al,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Kim et al yang mengatakan bahwa pencabutan tidak memberikan efek yang
signifikan terhadap perubahan tinggi wajah.31,32,33
Pada Tabel 4.2, nilai p pada jarak Co-TC (p=0.521), jarak Co-Tvertikal
(p=0.928) dan sudut Co-T-Tvertikal (p=0,456) tidak menunjukkan perbedaan hasil
yang signifikan sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Hasil penelitian ini sama
dengan Richteret dkk dan Kinzinger dkk yang menemukan bahwa posisi kondilus
umumya tidak berubah setelah dilakukannya perawatan pada pasien maloklusi Kelas
I, apabila pun ada, maka perubahan yang terjadi juga tidak signifikan.
Pada penelitian ini juga dapat dilihat nilai korelasi perubahan dimensi vertikal
(MP-SN) terhadap jarak Co-TC (tabel 4.4) dengan nilai korelasi 0.163, nilai
pengaruh perubahan vertikal dimensi (MP-SN) terhadap jarak Co-Tvertikal (tabel
4.4.) dengan nilai korelasi 0.155, dan nilai perubahan tinggi wajah (MP-SN) terhadap
sudut Co-T-Tvertikal (tabel 4.4) dengan nilai korelasi 0.242 yang bearti pada korelasi
tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan sesudah dilakukannya
perawatan ortodonti. Posisi yang normal dari kondilus akan memberikan
keseimbangan pada sistem pengunyahan dan juga dapat mengurangi faktor resiko
terjadinya TMD di masa mendatang.25,34
Menurut Gunn dkk dan Goymen dkk tidak ada hubungan antara maloklusi
vertikal dan TMJ. Rebibo dkk juga mengatakan perubahan tinggi gigitan insisivus
sebesar 1mm akan mengakibatkan rotasi kondilus sebesar 1°, dimana sama dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
pergeseran kondilus-diskus sebesar 0.1mm sehingga dengan TMJ yang sehat,
perubahan vertikal dimensi ini tidak secara signifikan mempengaruhi sendi
temporomandibular.3,34,36
Hasil penelitian ini melaporkan bahwa terdapat perubahan tinggi wajah yang
signifikan sebelum dan sesudah perawatan ortodonti pada kasus maloklusi Kelas I
tanpa pencabutan, namun sebaliknya pada pencabutan tidak ada perbedaan tinggi
wajah yang bermakna sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh tipe braket yang digunakan dan teknik perawatan yang digunakan
berbeda-beda seperti penggunaan elastik dalam perawatan ortodonti yang dilakukan.
Hasil penelitian juga melaporkan bahwa tidak ada perubahan posisi dan
angulasi kondilus yang signifikan sebelum dan sesudah perawatan ortodonti pada
kasus maloklusi Kelas I dengan pencabutan maupun tanpa pecabutan. dan tidak ada
pengaruh perubahan tinggi wajah terhadap perubahan posisi dan angulasi kondilus
yang signifikan sebelum dan sesudah perawatan ortodonti pada pasien maloklusi
Kelas I.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat perubahan yang signifikan terhadap perubahan tinggi wajah
sebelum dan sesudah perawatan ortodonti pada pasien maloklusi skeletal
Kelas I tanpa pencabutan
2. Tidak terdapat perubahan posisi dan angulasi kondilus yang signifikan pada
pasien maloklusi skeletal Kelas I dengan pencabutan maupun tanpa
pencabutan sebelum dan sesudah perawatan ortodonti
3. Perubahan antara tinggi wajah tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap
posisi dan angulasi kondilus pada pasien maloklusi skeletal Kelas I sesudah
perawatan ortodonti pada kasus pencabutan ataupun tanpa pencabutan.
6.2 Saran
Perubahan tinggi vertikal wajah wajah pada sampel kasus dengan pencabutan
tidak memiliki hasil yang signifikan kemungkinan karena teknik perawatan ortodoti
yang berbeda-beda sehingga pengaruh perubahan tinggi wajah terhadap perubahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
posisi dan angulasi kondilus menjadi tidak signifikan, sehingga sebaiknya dalam
penelitian selanjutnya, pengambilan sampel penelitian maloklusi kelas I dengan
pencabutan dapat disamakan jenis braket yang digunakan sehingga dapat
memberikan hasil yang lebih signifikan
Posisi dan angulasi kondilus pada mandibula merupakan anatomi yang sedikit
sulit untuk dianalisa menggunakan analisis sefalometri, sehingga sebaiknya dalam
penelitian selanjutnya, untuk menghasilkan hasil yang signifikan dan akurat maka
penggunaan CBCT untuk analisa kondilus dianjurkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4 th ed. St Louis:
Mosby Elsevier; 2007.
2. Okeson J P, Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion 6th
Edition, Mosby Elsevier, 2008.
3. Nanda R S, Tosun Y S, Biomechanics in Orthodontics (Principles and Practice),
Quintessence Publishing Co. Inc, 2010.
4. Ravindra N, Biomechanics and Esthetic Strategies in Clinical Orthodontics, Elsevier
Saunders, 2005.
5. Khatoon S, Tikku T, Khanna R, Srivastava K, Maurya R, Verma S, Srivastava A.
Cephalometric Assessment of Post Treatment Vertical Changes in Patients
Undergone Fixed Orthondontic Treatment, Heal Talk, 2018; 32-34.
6. Sivakumar A, Valiathan A, Cephalometric Assessment of Dentofacial Vertical
Changes in Class I Subject Treated With and Without Extraction, Original Article,
869-875.
7. Hosseinzadeh-Nik T, Eftekhari A, Shahroudi AS, Kharrazifard MJ. Changes of The
Mandible after Orthodontic Treatment with and withour extraction of four premolars.
J Dent Tehran University of Med Science Iran, 2016;Vol 13 , No 3
8. Ravindra N, Kapila S, Current Therapy in Orthodontics, Mosby Elsevier, 2010
9. Lotzman. TMJ Disorder and Orofacial Pain 68-69: 2002
10. Sivaraj A, Essential of Orthodontics, Jaypee;35,42-43
11. Ponces MJ,Tavares JP, Lopes JD, Ferreira AP, Comparison of Condylar
Displacement Between Three Biotypological Facial Groups By Using Mounted
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Models and A Mandibular Position Indicator, The Korean Association of
Orthondotist, 2014; 312-319.
12. Merve G, Aysegul G, Effects of the Vertical Malocclusion Types on The Dimension
of The Mandibular Condyle, Turkish Journal of Orthodontics, 2017; 106-109.
13. Demirkaya A, Biren S, Ozkan H, Kucukkeles N. Comparison of deep bite and open
bite cases: nonrmative data for condylar positions, path and radiographics
appearances. Journal of oral rehabilitation 2004 31:213-224
14. Katsavrias EG, Halazonetis DJ: Condyle and fossa shape in Class II and Class III
skeletal patterns: a morphometric tomographic study. Am J Orthod Dentofacial
Orthop, 2005; 128: 337–46
15. Frafa MR, Rodrigues AF, Ribeiro LC,Marcio JDS, Farinazzo VRW, Anteroposterior
Condylar Position: A Comparative Study Between Subjects With Normal Occlusion
and Patients With Class I, Class II Division 1, and Class III Malocclusion, Medical
Science Monitor, 2013; 903-907.
16. Chaukse A, Jain S, Dubey R, Maurya R, Shukla C, Sthapak A, Computed
Tomographic Analysis of Condyle-Fossa Relationship in Skeletal Class I and
Skeletal Class II Vertically Growing Males, Wolters Kluwer, 2015.
17. Bennet J.C, McLaughin R.P, McMinn R, Hutchings R. Atlas of Human Anatomy. 2nd ed.
London: Wolfe, 1993
18. Bennet J.C, McLaughin R.P, Fundamental of Orthodonticts Treatment Mechanics
April 2014;2-3
19. De Castro CM , Cabrera CAG, Salvatore KM , de Freitas MR, Guilherme J, de
Castro CL, Cephalometric Effects of the Use of 10-Hours Force Theory for Class II
Treatment, Dental Press Journal of Orthodontics, 2012; 31-40.
20. Hosseinzadeh-Zik T, Eftekhari A, Sharodi AS, Kharraziffard MJ, Changes of the
Mandible After Orthodontic Treatment with and without Extraction of Four
Premolars, Original Article, 2016; 199-206.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
21. Shashikumar Hc. Morphologycal study of TMJ in orthodontically Treated Patients
by using pretreatment&past treatment orthopartomography. The Ortho C J 2014;
Vol. 26
22. Sandesh S, Ameet V, Patil N. Evaluating Condylar Position in different skeletal
malocclusion patterns: A cephalometric study. Apos trends in Orthodontics.May
2015;Vol 5:3
23. Arieta-Miranda et all. Spatial analysis of condyle position according to sagittal
skeletal relationship, assessed by cone beam compute tomography. Progress in
Orthodontics 2013,14:36
24. Alleaga-del CA, Guilherme J, Arbia-Gullen LE, Effect of posterior space
discrepancy and third Molar angulation on anterior overbite, American Journal of
Orthodonticand Dentofacial Orthopedics, 2018; 477-486.
25. Davidovitch M, Eleftheriadi I, Kostaki A, Shpack N. The use of Bjork indication of
growth for evaluation of extremes of skeletal morphology. European Journal of
Orthodontics, 2016; 555–562
26. Graber T M, Vanarsdell R L, Orthodontics Current Principles and Technique 3rd
Edition, Mosby, 2000.
27. Davis S J, Evaluation of Vertical Dimension Changes During Orthodontic Treatment
of Adults, Uconn Library, 2000
28. Okeson J P, Evolution of occlusion and temporomandibular disorder in Orthodontics:
Past, Present and Future, Ajo-Do, 2015; 216-223.
29. Mengi A. et al. A cephalometric evaluation of the effect of glenoid fossa location on
craniofacial morphology. Journal of oral biology and craniofacial research
6.2016;201-212
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
30. Khoo J, Bergman T, Avi L, Firman R N, Evaluation of Changes in TMJ Position for
Angle Class I Malocclussion After Orthodontics Treatment By Using Cephalometric
Radiograph, UIP Health Med, 2016; 58-62.
31. Kim T K , Kim J T , Mah J , Yang W S , Baek S H 2005 First premolarextraction
effects on facial vertical dimension . Angle Orthodontist 2005;75 : 177 – 182
32. Alkumru P, Erdem D, Ayse T, Atac A. Evaluation of changes in the vertical facial
dimension with differnt anchorage system in extraction and non-extraction subject
treated by Begg fixed appliances; a retrospective study. European Journal of
Orthodontics 29 (2007) 508–516
33. Hayasaki S M , Henriques J F C , Janson G , de Freitas M R 2005 Influence of
extraction and nonextraction orthodontic treatment in Japanese-Brazilians with Class
I and Class II division 1 malocclusions . American Journal of Orthodontics and
Dentofacial Orthopedics 127 : 30 – 36
34. Rebibo M, Darmouni L, Jouvin J, Orthlieb D. Vertical dimension of occlusion: the
keys to decision. J Stomay.Occ.Med 2009 (2):147-159
35. Grippaudo C, Oliva B, Greco a, Sferra S, Deli R. Relationship between vertical facial
patterns and dental arch form in class II malocclusion. Springer journal Progress in
orthodontics 2013;14:43
36. Goymen M, Gullec A. Effecst of the vertical malocclusion types on the dimension of
the mandibular condyle. Turkish J Orthod 2017; 30:106-9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA