pengaruh persediaan bahan baku terhadap laba …

22
JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991 Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978 1 PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA BERSIH PERUSAHAAN PADA PT. YOKOGAWA INDONESIA Oleh: Djoko Maryanto Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Manajemen Bisnis Indonesia (STIE MBI) , Jurusan Akutansi Jl. Komjen Pol. M. Jasin ( Akses UI ) | No. 89, Kelapa Dua Cimanggis, Depok 16951 e-mail : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persediaan bahan baku terhadap laba bersih perusahaan pada PT. Yokogawa Indonesia. Nilai persediaan bahan baku yang digunakan untuk mengukur pengaruh terhadap laba bersih adalah nilai Inventory-Work in Progress. Data yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sampel selama 3 tahun periode 2011-2013. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kuantitatif dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan program SPSS versi 20. Variabel penelitian ini adalah persediaan bahan baku sebagai variabel X (variabel bebas) dan laba bersih sebagai variabel Y (variabel terikat), dengan total sampel selama tiga tahun sebanyak 36 data. Hasil penelitian ini adalah H 0 diterima yaitu persediaan bahan baku tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bersih. Kata Kunci : Persediaan Bahan Baku, Laba Bersih, Persediaan dalam Proses. ABSTRACT This research aims to determine the effect of the raw material inventory to net profit at PT. Yokogawa Indonesia. The value of raw material inventory that used to measure the effect on net profit is the value of Inventory-Work in Progress. The data used is a sample of the company's financial statements for 3 years (2011-2013). The method used in this research is a quantitative method to test the assumptions of classical, as well as statistical analysis of the simple linear regression analysis using SPSS version 20. The variable of this research is raw material inventory as a variable X (independent variable) and net profit as a variable Y (dependent variable), with a total sample for three years as many as 36 data. The result of this research is that H 0 accepted, means that the raw materials inventory has no significant effect on net income. Keywords: Raw Material Inventory, Net Profit, Inventory Work in Progress PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi sekarang ini tingkat persaingan dalam dunia usaha semakin tinggi dan hanya badan usaha yang memiliki kinerja atau performa yang baik yang akan bertahan. Dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif perusahaan dituntut untuk semakin efisien dalam menjalankan aktivitasnya terlebih dalam kondisi ekonomi saat ini yang penuh dengan ketidakpastian dimana krisis ekonomi yang melanda Indonesia sangat berat dan merusak segala sektor dari perekonomian

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

1

PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU

TERHADAP LABA BERSIH PERUSAHAAN

PADA PT. YOKOGAWA INDONESIA

Oleh: Djoko Maryanto

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Manajemen Bisnis Indonesia (STIE MBI) , Jurusan Akutansi

Jl. Komjen Pol. M. Jasin ( Akses UI ) | No. 89, Kelapa Dua Cimanggis, Depok 16951

e-mail : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persediaan bahan baku terhadap laba

bersih perusahaan pada PT. Yokogawa Indonesia. Nilai persediaan bahan baku yang

digunakan untuk mengukur pengaruh terhadap laba bersih adalah nilai Inventory-Work in

Progress. Data yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sampel selama 3

tahun periode 2011-2013. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

kuantitatif dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi

linear sederhana dengan menggunakan program SPSS versi 20. Variabel penelitian ini

adalah persediaan bahan baku sebagai variabel X (variabel bebas) dan laba bersih sebagai

variabel Y (variabel terikat), dengan total sampel selama tiga tahun sebanyak 36 data.

Hasil penelitian ini adalah H0 diterima yaitu persediaan bahan baku tidak berpengaruh

signifikan terhadap laba bersih.

Kata Kunci : Persediaan Bahan Baku, Laba Bersih, Persediaan dalam Proses.

ABSTRACT

This research aims to determine the effect of the raw material inventory to net profit at PT.

Yokogawa Indonesia. The value of raw material inventory that used to measure the effect

on net profit is the value of Inventory-Work in Progress. The data used is a sample of the

company's financial statements for 3 years (2011-2013). The method used in this research

is a quantitative method to test the assumptions of classical, as well as statistical analysis

of the simple linear regression analysis using SPSS version 20. The variable of this

research is raw material inventory as a variable X (independent variable) and net profit as

a variable Y (dependent variable), with a total sample for three years as many as 36 data.

The result of this research is that H0 accepted, means that the raw materials inventory has

no significant effect on net income.

Keywords: Raw Material Inventory, Net Profit, Inventory Work in Progress

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Dalam era globalisasi sekarang ini

tingkat persaingan dalam dunia usaha

semakin tinggi dan hanya badan usaha

yang memiliki kinerja atau performa

yang baik yang akan bertahan. Dalam

persaingan usaha yang semakin

kompetitif perusahaan dituntut untuk

semakin efisien dalam menjalankan

aktivitasnya terlebih dalam kondisi

ekonomi saat ini yang penuh dengan

ketidakpastian dimana krisis ekonomi

yang melanda Indonesia sangat berat dan

merusak segala sektor dari perekonomian

Page 2: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

2

sehingga perlu mengoptimalkan sumber

daya yang dimiliki.

Selain itu keadaan perekonomian

Indonesia yang tidak stabil ditandai

dengan tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi

tersebut menyebabkan naiknya harga-

harga barang yang tinggi. Dan

mempengaruhi tingkat daya beli

masyarakat. Inflasi ini juga berdampak

terhadap laba perusahaan, karena harga-

harga bahan baku untuk produksi pun

ikut mengalami kenaikan. Dilain pihak

masalah investasi merupakan faktor

utama yang mempengaruhi persediaan

yang merupakan masalah pembelanjaan

aktif, masalah penentuan besarnya

investasi atau alokasi modal dalam

persediaan mempunyai efek langsung

terhadap keuntungan perusahaan.

Perusahaan dalam melakukan

produksinya tidak lepas dari biaya-biaya

produksi dan biaya-biaya operasi yang

harus mereka keluarkan. Dengan adanya

inflasi tersebut biaya-biaya yang harus

mereka keluarkan menjadi lebih tinggi,

sehingga hal ini dapat mengurangi

tingkat laba yang mereka harapkan.

Untuk dapat mempertahankan laba,

setiap perusahaan harus dapat

menggunakan strategi yang dianggap

mampu untuk dapat mengendalikan

tingkat persediaan yang dimiliki oleh

perusahaan. Didalam pengadaan

persediaannya, pemesanan bahan baku

harus disesuaikan dengan tingkat

kebutuhan produksi perusahaan sehingga

tidak terjadi kelebihan bahan baku, yang

pada akhirnya, biaya yang dikeluarkan

untuk persediaan bisa ditekan sekecil

mungkin dan bisa dialokasikan untuk

investasi lain yang dapat menguntungkan

perusahaan yang bersangkutan. Selain itu

juga perusahaan harus mengetahui pada

tingkat produksi berapa unit mereka

dapat memperoleh keuntungan yang

mereka harapkan sehingga dapat

menutupi semua biaya-biaya yang telah

mereka keluarkan.

Persediaan merupakan unsur dari

aktiva lancar yang merupakan unsur yang

aktif dalam operasi perusahaan yang

secara terus-menerus diperoleh, diubah,

dan kemudian dijual kepada konsumen.

Pada dasarnya persediaan mempermudah

atau memperlancar jalannya operasi

perusahaan yang dilakukan secara

berturut-turut untuk memproduksi

barang-barang serta mendistribusikannya

kepada para pelanggan. Dengan adanya

pengelolaan persediaan yang baik, maka

perusahaan dapat segera mengubah

persediaan yang tersimpan menjadi laba

melalui penjualan.

Persediaan barang dagang

merupakan kunci utama dalam jenis

usaha dagang dan manufaktur. Jika

diibaratkan, persediaan merupakan

kebutuhan primer dalam jenis usaha

dagang dan manufaktur. Dapat dikatakan

demikian, karena ketika terjadi masalah

dalam persediaan, maka akan terganggu

pula semua kegiatan operasional

perusahaan. Contoh: keterlambatan

pengiriman persediaan. Ketika

persediaan kosong karena terlambat,

maka kegiatan operasional perusahaan

juga terhenti hingga mendapatkan

persediaan untuk kegiatan operasional

perusahaan. Oleh karena itu, manajemen

perlu tanggap dalam merencanakan dan

mengendalikan persediaan mengingat

organisasi perusahaan yang terus

berkembang, sehingga persediaan dapat

dikelola dengan lebih profesional.

Berdasarkan PSAK No.14 (2008)

persediaan didefinisikan sebagai aktiva

yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan

usaha normal, dalam proses produksi dan

atau dalam perjalanan, atau dalam bentuk

bahan atau perlengkapan (supplies) untuk

digunakan dalam proses atau pemberian

jasa. Sedangkan, pengertian persediaan

menurut Skousen, Stice dan Stice

(2004:653) adalah sebagai berikut : “Kata

persediaan ditujukan untuk barang-

barang yang tersedia untuk dijual dalam

kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus

perusahaan manufaktur, maka kata ini

ditujukan untuk proses produksi atau

yang ditempatkan dalam kegiatan

Page 3: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

3

produksi“. Andi Pujianto (2013)

menerangkan persediaan barang dagang

digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu

persediaan barang dalam perusahaan

dagang dan persediaan barang dalam

perusahaan manufaktur. Dalam

perusahaan dagang persediaan barang

dagang diartikan sebagai seluruh barang

yang dibeli dari pemasok, disimpan

dalam gudang dan dijual kepada

konsumen. Jadi persediaan barang dalam

perusahaan dagang tidak mengalami

proses pengolahan barang, perlakuan

persediaan barang dalam perusahaan

dagang hanya dibeli, disimpan dan dijual.

Dalam perusahaan manufaktur

persediaan barang diartikan sebagai

persediaan bahan baku, barang dalam

proses dan barang jadi yang diperuntukan

untuk diolah dan dijual kepada

konsumen. Jadi persediaan barang

dagang dalam perusahaan manufaktur

mengalami proses produksi atau

pengolahan barang sampai barang

tersebut menjadi barang jadi yang siap

dijual. Dari berbagai penjelasan yang

telah dipaparkan sebelumnya mengenai

persediaan, dapat diambil kesimpulan

bahwa persediaan merupakan faktor

utama kelancaran operasional dalam

perusahaan dagang dan manufaktur.

Sebelum melakukan kegiatan

produksi, perusahaan terlebih dahulu

menyiapkan faktor-faktor produksinya

diantaranya adalah bahan baku yang akan

diolah menjadi produk jadi. Didalam

pengadaan bahan baku perusahaan dapat

membuat sendiri atau membeli bahan

baku tersebut dari pemasok. Pembelian

bahan baku ini merupakan salah satu

fungsi dari manajemen persediaan karena

berkaitan dengan pengadaan barang, baik

berupa bahan baku, bahan setengah jadi

maupun bahan jadi. Menurut ahli peran

manajemen pembelian ditunjang oleh

besarnya biaya pembelian yang mencapai

50% sampai 70% dari total biaya

produksi dan berdampak langsung pada

kualitas produk. Tahap pembelian ini

dimulai dari pengadaan, penyimpanan,

sampai penyerahan barang untuk

kegiatan proses produksi.

Pada umumnya setiap perusahaan

dalam melakukan proses produksinya

mengeluarkan biaya-biaya produksi yang

dalam realisasinya sangat berpengaruh

terhadap laba perusahaan, selain Biaya

Bahan Baku (Material Cost) yaitu biaya

bahan dasar yang diolah menjadi produk

selesai. Adapula Biaya Tenaga Kerja

(Labour Cost) yaitu kontribusi seorang

pekerja ke dalam proses produksi, dalam

banyak organisasi manufaktur dan jasa,

biaya tenaga kerja ini mempunyai

peranan yang penting, karena biaya

tenaga kerja mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap biaya produksi suatu

produk, untuk itu biaya tenaga kerja

membutuhkan pengukuran pengendalian

dan analisis yang sistematis. Biaya

overhead adalah bahan baku tidak

langsung dan tenaga kerja tidak langsung

serta biaya tidak langsung lainnya yang

tidak dapat ditelusuri secara langsung ke

produk selesai atau tujuan akhir biaya,

istilah lain yang dapat digunakan untuk

overhead adalah biaya produksi tidak

langsung. Kemudian Biaya Garansi

(Warranty Cost) adalah biaya yang

dikeluarkan jika perusahaan membuat

garansi untuk suatu barang.

Tujuan sebuah perusahaan adalah

untuk memperoleh keuntungan atau laba

yang dapat di pergunakan untuk

kelangsungan hidup. Mendapatkan

keuntungan atau laba dan besar kecilnya

laba sering menjadi ukuran kesuksesan

suatu perusahaan. Hal tersebut didukung

oleh kemampuan perusahaan di dalam

melihat kemungkinan dan kesempatan

dimasa yang akan datang. Manajemen

dituntut untuk menghasilkan keputusan-

keputusan yang menunjang terhadap

pencapaian tujuan perusahaan serta

mempercepat perkembangan perusahaan.

Manajemen memerlukan suatu

perencanaan untuk perusahaan dalam

mencapai tujuannya tersebut. Ukuran

yang sering dipakai untuk menilai sukses

tidaknya manajemen suatu perusahaan

Page 4: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

4

adalah dari laba yang diperoleh

perusahaan.

PT. Yokogawa Indonesia

merupakan perusahaan automasi yang

mengintegrasi perakitan barang produksi

Yokogawa Jepang seperti Transmitter,

dengan barang lain atau komponen

produk lain diluar Yokogawa Product

sehingga menjadi satu sistem rekayasa

engineering. Dalam proses perakitannya,

perusahaan ini membutuhkan beberapa

material atau bahan baku. Dalam proses

pemasokan kebutuhan material tersebut,

PT. Yokogawa Indonesia memiliki

beberapa supplier dari dalam dan luar

negeri. Dan ada beberapa sudah terpaku

dengan supplier yg sudah digunakan

turun˗temurun oleh bagian pengadaan.

Walaupun di sisi lain untuk material

tertentu ada supplier yang memang

ditunjuk langsung oleh Yokogawa

Jepang dan Yokogawa Singapore sebagai

induk. Dalam hal ini kita harus memakai

supplier tersebut dan tidak

diperkenankan untuk memakai supplier

lain.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut,

maka diambil judul penulisan

“PENGARUH PERSEDIAAN

BAHAN BAKU TERHADAP LABA

BERSIH PERUSAHAAN PADA PT.

YOKOGAWA INDONESIA”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang

penelitian, maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah :

1. Apakah kenaikan persediaan bahan

baku mempengaruhi laba bersih

perusahaan?

2. Apakah kenaikan volume penjualan

berpengaruh terhadap laba bersih

perusahaan?

3. Apakah biaya tenaga kerja (labour

cost) berpengaruh terhadap laba

bersih perusahaan?

4. Apakah biaya overhead berpengaruh

terhadap laba bersih perusahaan?

5. Apakah biaya garansi (warranty

cost) berpengaruh terhadap laba

bersih perusahaan?

Batasan Masalah

Agar penulisan ini lebih terarah dan

tidak menyimpang dari pokok masalah,

maka penulisan ini hanya membahas

tentang pengaruh persediaan bahan baku

terhadap laba bersih perusahaan pada PT.

Yokogawa Indonesia. Karena dari

beberapa faktor identifikasi yang akan

ditelti, persediaan bahan baku

diperkirakan berpengaruh terhadap laba

bersih.

Rumusan Masalah

Berdasarkan Batasan Masalah,

maka permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah persediaan bahan baku dapat

mempengaruhi laba bersih

perusahaan?

2. Sejauh manakah dan seberapa besar

persediaan bahan baku dapat

mempengaruhi laba bersih

perusahaan?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan Rumusan Masalah,

maka Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi berupa

penjelasan tentang pengaruh

persediaan bahan baku terhadap laba

bersih perusahaan.

2. Menghasilkan informasi dari olahan

data tentang pengaruh persediaan

bahan baku terhadap laba bersih

perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Akuntansi

Definisi akuntansi yang

dikemukakan oleh Agus Mahfudz dan Sri

Nur Mulyani (2009 : 136) adalah suatu

proses mengidentifikasi, mengukur, dan

melaporkan informasi ekonomi untuk

memungkinkan dilakukannya penelitian

dan pengambilan keputusan secara jelas

Page 5: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

5

dan tegas bagi pihak-pihak yang

menggunakan informasi keuangan

tersebut.

Pengertian Akuntansi menurut

Charles T. Horngren, dan Walter T.

Harrison (Horngren Harrison, 2007:4)

menyatakan bahwa akuntansi adalah

sistem informasi yang mengukur

aktivitas bisnis, memproses data menjadi

laporan, dan mengkomunikasikan

hasilnya kepada para pengambil

keputusan.

Abubakar. A & Wibowo (2009)

adalah proses identifikasi, pencatatan dan

komunikasi terhadap transaksi ekonomi

dari suatu entitas/perusahaan.

Pengertian akuntansi menurut

Warren dkk (2005:10) menjelaskan

bahwa: “secara umum, akuntansi dapat

didefinisikan sebagai sistem informasi

yang menghasilkan laporan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan

mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi

perusahaan”.

Pengertian akuntansi menurut

American Institute of Certified Public

Accounting (AICPA) dalam Harahap

(2003) mendefinisikan akuntansi sebagai

seni pencatatan, penggolongan, dan

pengikhtisaran dengan cara tertentu

dalam ukuran moneter, transaksi, dan

kejadian-kejadian yang umumnya

bersifat keuangan termasuk menafsirkan

hasil-hasilnya.

Akuntansi Biaya

Akuntansi Biaya adalah bidang

ilmu akuntansi yang mempelajari

bagaimana cara mencatat, mengukur dan

pelaporan informasi biaya yang

digunakan. Disamping itu akuntansi

biaya juga membahas tentang penentuan

harga pokok dari “suatu produk” yang

diproduksi dan dijual kepada pemesan

maupun untuk pasar, serta untuk

persediaan produk yang akan dijual.

Menurut Mulyadi (Setyaningrum,

2008) akuntansi biaya tradisional dibagi

menjadi dua tipe, yaitu:

1. Akuntansi biaya dengan fokus ke

perhitungan cost produk

2. Akuntansi Pertanggungjawaban

Sistem akuntansi biaya dibagi

menjadi dua menurut fungsinya

(Setyaningrum, 2007), yaitu:

1. Manufacturing costs

2. Nonmanufacturing costs

Pengertian Persediaan

Ikatan Akuntansi Indonesia (2009)

mengemukakan bahwa : Persediaan

adalah aset:

1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan

usaha normal

2. Dalam proses produksi dan atau

dalam perjalanan; atau,

3. Dalam bentuk bahan atau

perlengkapan (suplies) untuk

digunakan dalam proses produksi

atau pemberian jasa.

Menurut Skousen, Stice, Stice

(2004:653), ”persedian ditujukan untuk

barang-barang yang tersedia untuk dijual

dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam

kasus perusahaan manufaktur, maka kata

ini ditujukan untuk proses produksi atau

yang ditempatkan dalam kegiatan

produksi”.

Kieso, Weygandt, Warfield

(2002:443) mengatakan bahwa ”

persediaan (inventory) adalah pos-pos

aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam

operasi bisnis normal atau barang yang

akan digunakan atau dikonsumsi dalam

memproduksi barang yang akan dijual”.

Pendapat Warren, reeve, Fess

(2005:440) mengatakan persediaan

adalah ”barang dagang yang disimpan

untuk dijual dalam operasi bisnis

perusahan, dan bahan yang digunakan

dalam proses produksi atau disimpan

untuk tujuan itu”.

Persedian menurut Ristono

(2009:1) adalah “persediaan dapat

diartikan sebagai barang-barang yang

disimpan untuk digunakan atau dijual

pada masa atau periode yang akan

Page 6: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

6

datang. Persediaan terdiri dari persediaan

bahan baku, persediaan bahan setengah

jadi dan persediaan barang jadi”.

Sedangkan menurut Alexandri

(2009:135) menyatakan bahwa :

“Persediaan adalah suatu aktiva yang

meliputi barang-barang milik perusahaan

dengan maksud untuk dijual dalam suatu

periode usaha tertentu atau persediaan

barang-barang yang masih dalam

pengerjaan atau proses produksi ataupun

persediaan bahan baku yang menunggu

penggunaannya dalam pengerjaan atau

proses produksi ataupun persediaan

bahan baku yang menunggu

penggunaannya dalam suatu proses

produksi”.

1. Jenis-Jenis Persediaan

1. Persediaan barang dagang

2. Persediaan manufaktur

a. Persediaan bahan baku

b. Persediaan barang dalam proses

c. Barang jadi

2. Persediaan rupa-rupa

Sedangkan Ristono (2009:7)

menjelaskan bahwa pembagian jenis

persediaan dapat berdasarkan proses

manufaktur yang dijalani dan

berdasarkan tujuan. Maka persediaan

dibagi dalam tiga kategori yaitu:

1. Persedian bahan baku dan penolong

2. Persedian bahan setengah jadi

3. Persediaan bahan jadi

Pembagian jenis persediaan

berdasarkan tujuan terdiri dari :

1. Persediaan pengamanan (safety stock)

Faktor- faktor yang menentukan

besarnya safety stock :

a. Penggunaan bahan baku rata-rata

b. Faktor lama atau lead time

(procurement time)

2. Persediaan antisipasi sebelumnya.

3. Persediaan dalam pengiriman (transit

stock) yang masih dalam pengiriman,

yaitu :

a. Eksternal transit stock adalah

persediaan yang masih berada

dalam transportasi.

b. Internal transit stock adalah

persediaan yang masih menunggu

untuk proses atau menunggu

sebelum dipindahkan.

3. Biaya-Biaya Persediaan

Ikatan Akuntan Indonesia (2009)

mengatakan bahwa ”biaya persediaan

meliputi semua biaya pembelian, biaya

produksi dan biaya lain-lain yang timbul

sampai persediaan berada dalam kondisi

siap untuk dijual/dipakai. Biaya

persediaan yang sering dikaitkan atau di

artikan sebagai harga pokok penjualan

dalam perusahaan dagang yaitu biaya

pembelian yang meliputi harga

pembelian, bea masuk/ pajak lainnya,

biaya pengangkutan dan lain-lain”.

Adapun yang mempengaruhi biaya

pembelian tersebut juga termasuk barang

dalam perjalanan.

Penjualan dilakukan dengan dua

cara:

a. Syarat penjualan prangko gudang

FOB (free on board) shipping point,

hak atas barang dipindahkan kepada

pembeli ketika barang dimuat ke alat

angkut ketika akan diangkut. Dengan

persyaratan ini maka penerapan atas

pengiriman pada akhir tahun akan

memerlukan pencatatan penjualan dan

penurunan persediaan dalam penjual.

Dimana hak itu berpindah pada saat

pengangkutan, barang-barang dalam

perjalanan akhir tahun harus

dimasukkan dalam persediaan

pembeli, meskipun barangnya belum

tiba. Penetapan jumlah barang dalam

perjalanan pada akhir tahun dilakukan

dengan mengkaji pesanan-pesanan

yang datang pada awal periode baru.

Catatan pembelian dibiarkan terbuka

melampaui periode fiskal agar

pencatatan barang dalam perjalanan

pada akhir periode dapat dilaksanakan,

atau barang dalam perjalanan dapat

Page 7: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

7

dicatat dengan menggunakan ayat

penyesuaian.

b. Jika syarat penjualan pranko gudang

pembeli (FOB) destination, maka

penerapan aturan hukum tidak

memerlukan pengakuan transaksi

sebelum barang diterima pembeli.

Dalam hal ini, karena sulit menetukan

apakah barang-barang telah mencapai

tujuannya pada akhir tahun atau

belum, penjual akan lebih suka

mengabaikan aturan hukum dan

menggunakan saat pengangkutan

sebagai dasar pengakuan penjualan

dan penurunan persediaan.

4. Fungsi dan Tujuan Persediaan

Inventory pada hakikatnya

bertujuan untuk mempertahankan

kontinuitas eksistensi suatu perusahaan

dengan mencari keuntungan atau laba

perusahaan itu. Caranya adalah dengan

memberikan pelayanan yang memuaskan

pelanggan dengan menyediakan barang

yang diminta.

Fungsi persediaan menurut

Rangkuti (2004:15) adalah sebagai

berikut :

1. Fungsi Batch Stock atau Lot Size

Inventory Penyimpanan persediaan

dalam jumlah besar dengan

pertimbangan adanya potongan harga

pada harga pembelian, efisiensi

produksi karena psoses produksi yang

lama, dan adanya penghematan di

biaya angkutan.

2. Fungsi Decoupling Merupakan fungsi

perusahaan untuk mengadakan

persediaan decouple, dengan

mengadakan pengelompokan

operasional secara terpisah-pisah.

3. Fungsi Antisipasi Merupakan

penyimpanan persediaan bahan yang

fungsinya untuk penyelamatan jika

sampai terjadi keterlambatan

datangnya pesanan bahan dari

pemasok atau leveransir.

Tujuan utama adalah untuk

menjaga proses konversi agar tetap

berjalan dengan lancar. Alasan yang kuat

untuk menyediakan inventory adalah

untuk hal-hal yang berhubungan dengan

skala ekonomi dalam pengadaan dan

produksi barang, untuk kebutuhan yang

berubah-ubah dari waktu ke waktu, untuk

fleksibilitas di dalam fasilitas

penjadwalan distribusi barang, untuk

spekulasi di dalam harga atau biaya, dan

untuk ketidakpastian tentang waktu

pesanan perlengkapan dan kebutuhan.

5. Metode Pencatatan Persediaan

Jumlah pembelian dalam suatu

periode selalu diakumulasikan dalam

sistem akuntansi. Angka harga pokok

penjualan dan persediaan akhir dapat

ditentukan dalam menggunakan salah

satu dari sistem persediaan Perpetual dan

Periodek. Menurut Libby, dan Short

(2008:334) sebagai berikut :

1. Dalam sistem persediaan perpetual

perusahaan memiliki detail catatan

untuk setiap persediaan yang dimiliki.

Catatan tersebut memuat :

a. Unit dan biaya persediaan awal

b. Unit dan biaya setiap pembelian

c. Unit dan harga pokok penjualan

untuk setiap penjualan

d. Unit dan biaya persediaan yang ada

di tangan pada setiap waktu

2. Dalam sistem persediaan periodik,

tidak ada catatan persediaan. Pada

setiap akhir periode perusahaan mesti

melakukan perhitungan fisik

persediaan untuk menentukan jumlah

persediaan yang masih dimiliki.

6. Kegunaan Persediaan

Persediaan yang diadakan mulai

dari yang berbentuk bahan mentah,

barang setengah jadi sampai dengan

barang jadi menurut Prawirosentono

(2009:74) adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan risiko keterlambatan

datangnya atau bahan yang

dibutuhkan.

2. Mengurangi risiko penerimaan bahan

baku yang dipesan tetapi tidak sesuai

dengan pesanan sehingga harus

dikembalikan.

Page 8: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

8

3. Menyimpan barang/bahan yang

dihasilkan secara musiman sehingga

dapat digunakan seandainyapun

barang/bahan itu tidak tersedia di

pasaran.

4. Mempertahankan stabilitas proses

produksi perusahaan atau menjamin

kelancaran proses produksi.

5. Upaya penggunaan mesin yang

optimal, karena terhindar dari

terhentinya operasi produksi karena

ketidakadaan persediaan.

6. Memberikan pelayanan kepada

pelanggan secara lebih baik. Barang

cukup tersedia di pasaran, agar ada

setiap waktu diperlukan. Khusus

untuk barang yang dipesan, barang

dapat selesai pada waktunya sesuai

dengan yang dijanjikan.

7. Perputaran Persediaan

Perputaran persediaan merupakan

berapa kali persediaan akan berputar dan

kembali lagi. Perputaran persediaan

merupakan aktivitas perusahaan yang

jelas diperlukan dan diperhitungkan,

karena dapat mengetahui efisiensi biaya,

juga berguna untuk memperoleh laba

yang besar. Inventory turnover

menunjukkan kemampuan dana yang

tertanam dalam inventory berputar dalam

suatu periode tertentu, atau likuiditas dari

inventory dan tendensi untuk adanya

overstock.

Pengertian perputaran persediaan

menurut beberapa ahli antara lain sebagai

berikut : Menurut Soemarso (2009)

bahwa : “Perputaran Persediaan

menunjukkan berapa kali (secara rata-

rata) persediaan barang dijual dan diganti

selama satu periode”. Sedangkan

menurut Jumingan (2008:128)

menjelaskan bahwa: “Perputaran

Persediaan menunjukkan barang dijual

dan diadakan kembali selama satu

periode akuntansi”.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

perputaran persediaaan sebagai berikut:

1. Tingkat penjualan.

2. Sifat teknis dan lamanya proses

produksi.

3. Daya tahan produk akhir (faktor

mode).

Pengertian Bahan Baku

Salah satu fungsi pokok perusahaan

manufaktur adalah fungsi produksi.

Sebagai fungsi produksi, perusahaan

bertugas mengolah bahan baku menjadi

produk jadi. Bahan baku adalah barang-

barang yang dibeli perusahaan untuk

digunakan dalam proses produksi (Jusup

1999: 408). Pendapat tersebut tidak

berbeda jauh dengan pendapat Suadi

(2000: 64) bahwa bahan baku adalah

bahan yang menjadi bagian produk jadi

dan dapat diidentifikasikan ke produk

jadi. Adapun Syamsudin (2001: 281)

berpendapat serupa dengan Jusup bahwa

bahan baku adalah persediaan yang dibeli

oleh perusahaan untuk diproses menjadi

barang setengah jadi dan akhirnya barang

jadi atau produk akhir dari perusahaan.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa bahan baku

merupakan bahan yang dibuat menjadi

barang jadi.

Menurut Stice, Skousen (2011:572)

sebagai berikut : “Bahan Baku adalah

barang – barang yang dibeli untuk

digunakan dalam proses produksi”.

Sebagian bahan baku diambil langsung

dari sumber aslinya. Namun yang lebih

sering terjadi, bahan baku dibeli dari

perusahaan lain yang merupakan barang

jadi dari sisi pemasok.

1. Penentuan Kebutuhan Bahan Baku

Setelah kebutuhan bahan baku

untuk proses produksi diprediksi atau

diperkirakan, manajemen perusahaan

perlu mengambil keputusan untuk

menentukan jumlah bahan baku yang

harus dibeli dan kapan harus dilakukan

pembelian. Agar pengambilan keputusan

manajemen tentang jumlah bahan baku

yang harus dibeli dan kapan harus

membeli tepat, dapat digunakan

perhitungan pembelian optimal dengan

Page 9: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

9

metode Economical Order Quantity

(EOQ).

2. Persediaan Bahan Baku

Penyediaan bahan baku yang cukup

untuk proses produksi dapat dilakukan

dengan mengadakan pembelian-

pembelian bahan baku selama proses

produksi berlangsung. Tersedianya bahan

baku yang cukup merupakan faktor

penting guna menjamin kelancaran

proses produksi. Adapun persediaan atau

pembelian bahan baku dapat dilakukan

dengan cara berikut :

1. Jumlah seluruh kebutuhan bahan baku

selama setahun dibeli sekaligus dan

disimpan di gudang. Setiap kali bagian

produksi membutuhkan bahan baku

untuk proses produksi, bahan baku

dapat diambil dari gudang.

2. Kebutuhan bahan baku dibeli secara

berkali-kali dalam jumlah yang kecil.

Dengan cara ini, proses produksi dapat

terganggu karena bisa terjadi

keterlambatan dalam pembelian bahan

baku. Meskipun demikian, cara ini

juga memiliki keuntungan, yaitu biaya

penyimpanan dibebankan pada

leveransir/pemasok bahan baku

(Sukamto dan Indriyo 1993: 200).

3. Pembelian Bahan Baku

a. Pengertian Pembelian Bahan Baku

Dalam perusahaan manufaktur,

Pembelian bahan baku biasanya

dilakukan oleh departemen

pembelian dalam perusahaan besar

dan dalam perusahaan yang lebih

kecil, para kepala departemen atau

penyelia memiliki wewenang untuk

membeli bahan baku sesuai dengan

kebutuhan (Carter 2009: 303).

b. Aktivitas Pembelian Bahan Baku

Prosedur pembelian sebaiknya

tertulis guna menetapkan tanggung

jawab dan sekaligus menyediakan

informasi mengenai penggunaan

akhir bahan baku yang dipesan

(Carter 2009:303).

c. Fungsi Pembelian Bahan Baku

Fungsi pembelian bahan baku

merupakan bagian fungsi

pembelian yang berfungsi

memenuhi kebutuhan operasi

perusahaan. Pembelian bahan baku

merupakan tanggung jawab fungsi

pembelian untuk mengadakan

bahan dengan murah, kualitas baik,

dan tersedia tepat waktu

(Sulastiningsih dan Zulkifli 1999:

144).

Laba bersih

Pengertian laba menurut Harahap

(2008:113) “kelebihan penghasilan diatas

biaya selama satu periode akuntansi”.

Sementara pengertian laba yang dianut

oleh struktur akuntansi sekarang ini

adalah selisih pengukuran pendapatan

dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai

pengukur kenaikan sangat bergantung

pada ketepatan pengukuran pendapatan

dan biaya.

Menurut PSAK Nomor 1 informasi

laba diperlukan untuk menilai perubahan

potensi sumberdaya ekonomis yang

mungkin dapat dikendalikan di masa

depan menghasilkan arus kas dari sumber

daya yang ada, dan untuk perumusan

pertimbangan tentang efektivitas

perusahaan dalam memanfaatkan

tambahan sumber daya (IAI 2007).

Laba yang dipublikasikan dapat

memberi respon yang bervariasi, yang

menunjukkan adanya reaksi pasar

terhadap informasi laba (Cho dan Jung

1991).

Laporan laba bersih (Net Income

/Net Earning statement) menjadi bahan

kajian yang sangat penting untuk

menganalisis kinerja perusahaan yang

terdaftar dalam bursa saham. Analisis

fundamental menggunakan laba bersih

untuk memperkirakan apakah sebuah

saham perusahaan layak dibeli. Asumsi

yang digunakan kemudian adalah bahwa

data akuntansi tersebut menggambarkan

nilai pengaruh laba fundametal

perusahaan dan arah perubahannya, maka

seharusnya informasi akuntansi tersebut

Page 10: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

10

berdampak terhadap saham perusahaan

(Beaver dkk. 1997).

Namun jika aktual laba bersih lebih

rendah dari ekspektasi seringkali

menyebabkan penurunan harga saham.

Sebaliknya jika ekspektasi para investor

di bursa didominasi oleh penurunan laba

bersih perusahaan maka umumnya diikuti

oleh penurunan harga saham. Namun jika

hal tersebut tidak terjadi maka akan

diikuti oleh kenaikan harga saham (Peavy

1983 dalam Manurung 2002). Bernard

(1994) dalam penelitian yang dilakukan

terhadap perusahaan yang terdaftar di

bursa di Amerika Serikat dan selanjutnya

penelitian King dan Langli (1998) di

beberapa negara Eropa secara konsisten

menunjukkan bahwa laba bersih

memiliki pengaruh yang siginifikan

terhadap pergerakan harga saham.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan

oleh Graham dan King (2000) dengan

menggunakan panel data dan cross

section regression dengan jangka waktu

penelitian dari tahun 1980-1990

menemukan hal yang konsisten dengan

penelitian-penelitian sebelumnya.

Menurut pandangan teori agensi

(Jensen dan Meckling 1976 dalam Ross

dkk 2007), laba sangat rentan dengan

intervensi manajemen. Laba bukan

sesuatu yang unik, karena tergantung

pada prinsisp dan asumsi akuntansi yang

digunakan. Manajemen dalam perspektif

oportunistik memilih kebijakan akuntansi

untuk mengoptimalkan kepentingannya.

Sedangkan dalam perspektif efficient

contracting, manajemen akan memilih

kebijakan akuntansi yang dapat

mengoptimalkan nilai perusahaannya.

Menurut Subramanyam dan Wild

(2009) Menyebutkan bahwa Persediaan

harus diperhatikan karena merupakan

komponen utama dari aktiva operasi dan

langsung mempengaruhi laba. Dalam

melakukan penilaian terhadap persediaan

menggunakan asumsi atau metode

tertentu. Di mana setiap metode atau

asumsi tertentu dapat berpengaruh

penyajian laporan keuangan.

Menurut Angkoso (2006)

menyebutkan bahwa pertumbuhan laba

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain:

1. Besarnya perusahaan. Semakin besar

suatu perusahaan, maka ketepatan

pertumbuhan laba yang diharapkan

semakin tinggi.

2. Umur perusahaan. Perusahaan yang

baru berdiri kurang memiliki

pengalaman dalam mengingkatkan

laba, sehingga ketepatannya masih

rendah.

3. Tingkat leverage. Bila perusahaan

memiliki tingkat hutang yang tinggi,

maka manajer cenderung

memanipulasi laba sehingga dapat

mengurangi ketepatan pertumbuhan

laba.

4. Tingkat penjualan. Tingkat penjualan

di masa lalu yang tinggi, semakin

tinggi tingkat penjualan di masa yang

akan datang sehingga pertumbuhan

laba semakin tinggi.

5. Perubahan laba masa lalu. Semakin

besar perubahan laba masa lalu,

semakin tidak pasti laba yang

diperoleh di masa mendatang.

Laba Operasional

Menurut Bambang Riyanto (2001

: 30), Laba operasi atau laba usaha

merupakan selisih antara laba bruto dan

biaya usaha atau selisih antara hasil

penjualan bersih dengan harga pokok

penjualan dan biaya operasi. Jadi, laba

operasi merupakan pendapatan bersih

dari operasi yang dilakukan. Laba bersih

operasi, yaitu laba yang diperoleh

semata-mata dari hasil aktivitas

operasional perusahaan sehari-hari, yang

merupakan hasil yang diperoleh dari hasil

penjualan setelah dikurangi semua biaya

yang terjadi selama suatu periode tertentu

sebelum dikenakan beban bunga dan

pajak.

Page 11: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

11

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PT.

Yokogawa Indonesia yang bergerak

dalam bidang teknologi sistem kontrol,

instrumentasi dan informasi dengan data-

data tahun 2011-2013, perusahaan ini

berlamat di Wisma Aldiron Dirgantara

2nd Floor Suite No. 202-209 Jl. Jend.

Gatot Subroto Kav. 72 Jakarta 12780.

Varibel Bebas Persediaan Bahan baku Variabel bebas persediaan bahan

baku yang dimaksud dalam variabel ini

adalah nilai persediaan bahan baku yang

merupakan nilai Inventory-Work in

Progress dalam laporan keuangan, yang

diperoleh setiap bulannya selama periode

2011-2013. Variabel ini dinyatakan

dengan notasi X.

Variabel Terikat Laba Bersih

Variabel terikat laba bersih adalah

nilai laba bersih yang dimiliki perusahaan

setiap bulannya yaitu laba dari penjualan

setelah dipotong biaya-biaya dan pajak.

Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang diambil

berdasarkan kriteria penggunaan analisis

regresi sederhana minimal 15 sampai 20

data observasi untuk setiap variabel

bebas (Hair, at.all, 1989:166). Sumber

data untuk penulisan ini menggunakan

laporan keuangan sebagai sampel yang

diambil selama tiga tahun berturut-turut

(tahun 2011-2013). Berdasarkan data

bulanan, maka diperoleh jumlah

sebanyak 36 data.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam

penulisan ini terkait dengan kedua

variabel yang diteliti, yaitu data yang

dikumpulkan dengan teknik:

1. Teknik penelitian lapangan yaitu

melakukan kunjungan langsung ke

lapangan dengan mengunakan alat

pengumpulan data melalui

wawancara.

2. Teknik penelitian kepustakaan

melalui buku teks atau literatur dan

dokumen, misalnya company profile.

3. Wawancara, teknik ini dilakukan

dengan mengajukan sejumlah

pertanyaan kepada pihak yang

berkepentingan di perusahaan.

Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan

dengan mengunakan beberapa uji

data/sampel yang digunakan, yaitu: Uji

Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji

Heteroskedastisitas, dan Uji

Autokorelasi. Keseluruhan pengujian

tersebut dilakukan dengan mengunakan

SPSS versi 20 untuk memudahkan dan

menghasilkan data yang lebih akurat.

1. Normalitas Data: Uji K-S

Pengujian normalitas untuk

mengetahui peenyebaran data, sehingga

diketahui apakah sebaran data

berdistribusi normal atau tidak. Pengujian

Normalitas data dengan mengunakan

model uji Kolmogorov-Smimov (K-S

atau D-hitung). Untuk memudahkan dan

menghasilkan keakuratan data/analisis

maka perhitungan dilakukan dengan

mengunakan komputer program SPSS

versi 20 .

kriteria dari pengujian, yaitu:

a. Apabila nilai K-S hitung atau D-

hitung lebih besar dari K-S tabel atau

D-tabel, maka data dinyatakan

berdistribusi normal.

b. Sebaliknya apabila nilai K-S hitung

lebih kecil dari K-S tabel maka data

tidak berdistribusi normal.

2. Pengujian Multikolinearitas

Pengujian ada tidaknya kolinearitas

yaitu dengan melihat apakah koefisien

korelasi antar variabel bebas lebih kecil

dari 0,05 sehingga apabila koefisien

korelasi antar variabel lebih besar dari

0,05 maka persamaan regresi yang

terbentuk terdapat multikolinearitas.

Page 12: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

12

Apabila terjadi demikian, maka salah

satu variabel perlu dikeluarkan atau tidak

digunakan.

3. Pengujian Autokorelasi dengan uji

Durbin-Watson

Pengujian Durbin-Watson utuk

mendekteksi apakah terdapat gejala

autokorelasi antar variabel yang di

analisis dalam model regresi. Model yang

baik, yaitu apabila taksiran parameter

dalam model bersifat BLUE (Best Linear

Unblased Estimator), yaitu tidak ada

korelasi antar variabel. Ketentuan

pengujian, yaitu membandingan nilai d

yang dihitung dengan nilai dL dan dv

dari tabel. Pengujian dapat pula dilihat

dari nilai koefisien autokorelasi (p) yaitu

antara -1:;p =:;1; sehingga 0=:;d=:;4,

artinya: pada saat p=0, d=2 yang berarti

tidak ada korelasi, bila p=1, d=0 berarti

ada korelasi positif dan bila p=-1, d=4,

berarti ada korelasi negatif.

4. Pengujian Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan untuk

menguji apakah model persamaan

terbentuk secara BLUE (Best Linear

Unblased Estimator) atau tidak. Dimana

model yang baik adalah memenuhi

asumsi kesamaan varian

(homoskedastisitas) dari residual, yaitu

varian dari residual tersebut dari satu

pengamatan ke pengamatan lainnya

tetap/sama. Dalam penulisan ini,

pengujian heteroskedastisitas yaitu

dengan melihat pola data berupa titik-

titik yang terdapat dalam suatu plot

sumbu X dan Y. Ketentuan pengujian,

yaitu dengan melihat penyebaran pola

data yang terjadi, yaitu apabila terdapat

suatu pola tertentu secara teratur

(misalnya bergelombang, melebar

kemudian menyempit) maka telah terjadi

heteroskedastisitas. Sebaliknya apabila

data berupa titik-titik tidak ada pola jelas,

dan pola menyebar diatas dan di bawah

angka 0 (nol) pada sumbu Y maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Model Persamaan Regresi

Rancangan dalam penulisan ini,

mengunakan model penelitian empirik

yang dilakukan dengan metode

korelasional. Penggunakan metode ini

adalah untuk mengetahui hubungan dan

pengaruh antara variabel bebas dengan

variabel terikat, yang dapat ditulis dalm

bentuk persamaan fungsi sebagai berikut:

Yi=f(Xn).

Analisis data dilakukan dengan

mengunakan statistik regresi multiple

dengan persamaan regresi sebagai

berikut:

Y = a + bX....... e

Keterangan:

Y = Laba Bersih

X = Persediaan Bahan Baku

a = Konstanta

b = Koefisien korelasi

e = error

Koefisien Korelasi dan Determinasi

Untuk mengetahui kuat atau

tidaknya hubungan antara variabel bebas

X (independent variable) dengan vriabel

terikat Y (dependent variable) dihitung

dengan analisis statistik koefisien

korelasi linear sederhana (R). Besarnya

koefisien korelasi linear antara 0 sampai

dengan 1, yaitu bila antara dua variabel

nilai R = 0, berarti antara dua variabel

tidak ada hubungan. Apabila dua buah

variabel mempunyai nilai R = 1, maka

dua variabel tersebut mempunyai

hubungan sempurna. Semakin tinggi nilai

R, yaitu semakin mendekati, maka

tingkat keeratan hubungan antara dua

variabel semakin tinggi, dan sebaliknya.

Sedangkan besarnya

pengaruh dari variabel bebas terhadap

variabel terikat dapat diketahui dari

besarnya koefisien determinasi (R²).

Dimana angka koefisien dinyatakan

dalam persentase (%). Itu berarti semakin

besar nilainya, maka menunjukan

semakin besarnya pengaruh dari variabel

bebas secara bersama-sama.

Page 13: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

13

Pengujian Hipotesis

1. Pengujian Hipotesis dengan Uji F

Untuk menguji tingkat signifikansi

koefisien regresi linear sederhana,

dapat digunakan pengujian F test,

yaitu dengan membandingkan antara

besarnya F hitung dengan F tabel.

Untuk masing-masing nilai F,

ketentuannya adalah sebagai berikut:

a. F hitung > F tabel , maka Ho

ditolak.

Artinya koefisien b dalam

persamaan regresi linear sederhana

adalah tidak sama dengan nol,

sehingga persamaan garis regresi

linear adalah benar ataau diterima.

b. F hitung > F tabel, maka Ho

diterima.

Artinya koefisien b dalam

persamaan regresi linear sederhana

adalah sama dengan nol, sehingga

persamaaan garis regresi linear

adalah tidak diterima atau ditolak.

Atau dapat dikatakan bahwa

variabel bebas X tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

variabel terikat Y.

2. Pengujian Hipotesis atas Koefisien

Regresi dengan Uji t

Selain mengunakan pengujian

tersebut, juga dilakukan pengujian

dengan t-test ini dimaksudkan untuk

mengetahui pengaruh dari masing-

masing (parsial) variabel bebas

terhadap variabel terikat.

Pembuktian hipotesis dalam penelitian

ini, dilakukan uji hipotesis atas

koefisien korelasi, dengan

membandingkan nilai t-test dengan t-

tabel pada level confident 0,05 (α =

5%). Pengujian t-test ditentukan

dengan rumusan sebagai berikut:

Kriteria penentuan pengujian

adalah apabila nilai t-hitung lebih besar

dari nilai t-tabel (t-hitung > t-tabel) maka

Ho ditolak, sebaliknya bila nilai t-hitung

lebih kecil dari t-tabel (t-hitung < t-tabel)

maka Ho diterima artinya tidak ada

hubungan antara variabel X dan variabel

Y

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Variabel Penelitian

Berdasarkan data laporan keuangan

pada lampiran 1 dapat dilihat nilai

persediaan bahan baku dan laba bersih

yang diperoleh perusahaan selama tiga

tahun (periode 2011-2013) dengan

menggunakan nilai mata uang dalam US

Dollar (USD), data variabel dapat

dijelaskan secara ringkas sebagai berikut

:

1. Persediaan Bahan Baku

Nilai persediaan bahan baku yang

digunakan dalam penulisan ini diperoleh

dari laporan keuangan PT. Yokogawa

Indonesia per bulannya selama periode

2011-2013 yang dijadikan sampel dan

berjumlah 36 data. Nilai tersebut

merupakan nilai Inventory-Work in

Progress yaitu barang-barang project

customer yang belum selesai diproses

oleh pihak Yokogawa, sehingga masih

ada di gudang Yokogawa. Berikut ini

disajikan tabel dan grafik yang berisikan

nilai persedian bahan baku periode 2011-

2013 :

Page 14: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

14

Tabel 1.

Data Deskriptif Persediaan Bahan Baku

Gambar 1

Grafik Persediaan Bahan Baku Pada tabel dan grafik diatas terlihat

nilai persediaan bahan baku dari Januari

sampai Desember tiap tahunnya naik

turun. Pada akhir tahun 2011 persediaan

bahan baku bernilai USD 8,479.76,

kemudian meningkat di akhir tahun 2012

menjadi sebesar USD 98,121.73, dan

menurun cukup jauh menjadi sebesar

USD 31,224.17. Seperti telah dijelaskan

di atas naik turunnya nilai tersebut

dipengaruhi oleh belum atau sudah

selesainya barang project customer yang

sedang dikerjakan oleh pihak yokogawa.

2. Laba Bersih

Laba bersih yang digunakan

diperoleh dari laporan Laba Rugi PT.

Yokogawa Indonesia yaitu nilai laba

setelah dipotong pajak (Net Profit after

Tax). Data tersebut adalah data selama

periode 2011-2013 yang dijadikan

sampel dan berjumlah 36 data. Berikut

ini disajikan tabel dan grafik yang

berisikan nilai laba bersih periode 2011-

2013 : Tabel 2.

Data Deskriptif Laba Bersih

Gambar 2

Grafik Laba Bersih

Dari hasil tabel 2 dan gambar 2

terlihat nilai laba bersih cenderung

meningkat setiap bulannya, walau setiap

bulan april nilai laba terlihat menurun

drastis, itu dikarenakan bulan april

merupakan awal bulan fiskal. Namun

secara keseluruhan laba bersih PT.

Yokogawa Indonesia mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun selama

2011-2013. Dari posisi USD

1,060,601.97 di akhir tahun 2011

meningkat menjadi USD 1,758,887.04 di

akhir tahun 2012 dan kembali mengalami

kenaikan di akhir tahun 2013 menjadi

sebesar USD 2,105,986.61.

Analisis Deskriptif Data Penulisan

Dengan menggunakan Program

SPSS versi 20, data penulisan persediaan

bahan baku dan laba bersih yang

bersumber dari data laporan keuangan

selama 3 tahun, dapat diolah sehingga

Page 15: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

15

menghasilkan nilai maksimum, nilai

minumum dan nilai rata-rata (mean)

dalam Analisis Deskriptif.

Analisis deskriptif dengan hasil

output variabel bebas persediaan bahan

baku (X) dengan sebuah variabel terikat

yaitu laba bersih (Y), di deskripsikan

sebagai berikut : Tabel 3

Analisis Deskriptif

Pada Tabel 3. dengan jumlah

sampel (N) sebanyak 36 data, hasil

analisis statistik deskriptif

memperlihatkan bahwa nilai rata-rata

(mean) variabel terikat Y (Laba Bersih)

adalah 1.032.532,70 dengan simpangan

baku (Std. Deviation) sebesar

778.540,95. Nilai rata-rata (mean) laba

bersih yang menunjukkan nilai positif

disebabkan oleh karena sejauh ini setiap

bulan nilai laba bersih mengalami

peningkatan. Sedangkan hasil analisis

statistik deskriptif nilai rata-rata (mean)

untuk variabel bebas X (Persediaan

Bahan Baku) adalah 77.688,17 dengan

simpangan baku (Std. Deviation) sebesar

90.929,53.

Analisis Statistik

Pengujian Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas Data

Untuk melakukan uji statistik

langkah awal yang harus dilakukan

adalah dengan screening terhadap data

yang akan diolah. Salah satu asumsi

penggunaan statistika parametik adalah

asumsi multivariate normality.

Multivariate normality merupakan

asumsi bahwa setiap variabel dan semua

kombinasi linear dari variabel distribusi

normal. Uji normalitas data dapat diuji

dengan menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov (K-S), dengan

hasil pada Tabel 4 :

Tabel 4

Hasil Uji Normalitas Data

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Ketentuan pengujian normalitas

data yaitu dengan melihat besarnya nilai

K-S hitung yang diperoleh kemudian

dibandingkan dengan besarnya nilai K-S

tabel, dengan ketentuan bahwa :

a. Apabila nilai K-S hitung > nilai K-S

tabel, maka data dinyatakan

terdistribusi normal atau dengan kata

lain jika probabilitas (Asymp. Sig.

(2-tailed) α) > 0,05, maka data

terdistribusi dengan normal.

b. Apabila nilai K-S hitung < nilai K-S

tabel, maka data dinyatakan tidak

terdistribusi normal atau dengan kata

lain jika probabilitas (Asymp. Sig.

(2-tailed) α) > 0,05, maka data

tidak terdistribusi dengan normal.

Berdasarkan hasil hitung pada tabel

4 dan nilai K-S tabel sebesar 0,1783

maka hasil uji normalitas diatas dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Variabel Persediaan Bahan Baku

dengan pengujian probabilitas

diperoleh nilai 0,157 > 0,05 atau

dengan uji nilai K-S hitung

sebesar 1,128 > 0,1783 maka Ho

diterima yaitu berarti data

dinyatakan terdistribusi normal.

b. Variabel Laba Bersih dengan

pengujian probabilitas diperoleh

nilai 0,838 > 0,05 atau dengan uji

nilai K-S hitung sebesar 0,619 >

0,1783 maka Ho diterima yang

berarti data dinyatakan

terdistribusi normal.

Page 16: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

16

Berdasarkan hasil perhitungan dan

penjelasan diatas, maka dapat diketahui

bahwa data yang digunakan dalam

analisis ini adalah data/sampel yang

diambil dari data yang terdistribusi

normal. Hal ini diketahui bahwa nilai K-

S hitung kedua variabel yang dijadikan

sampel memiliki nilai yang lebih besar

dari nilai K-S tabel (α > 0,05).

2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan

untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel

bebas. Model regresi yang baik

sebaiknya tidak terjadi korelasi di antara

variabel terikat. Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya multikolinearitas dalam

model regresi dapat dengan cara :

a. Nilai R2

yang dihasilkan oleh suatu

estimasi model empiris sangat tinggi,

tetapi biasanya variabel-variabel

bebas banyak yang tidak signifikan

terhadap variabel terikatnya.

b. Dengan melihat batas tolerance yang

memiliki nilai kurang dari 0,10 yang

berarti tidak ada korelasi antar

variabel bebas. Kemudian dari nilai

VIF (Variance Inflation Factor) juga

menunjukkan hal yang sama yaitu

tidak adanya penyakit

multikolinearitas dengan nilai VIF >

10.

c. Selain itu dari output SPSS juga bisa

dilihat nilai CI (Condition Index).

Jika nilai CI > 30 maka dalam model

terdapat penyimpangan Asumsi

Klasik Multikolinearitas.

Berikut hasil uji multikolinearitas :

Tabel 5

Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Tabel 6

Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Tabel 7

Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber : Hasil Pengolehan SPSS

Berdasarkan hasil analisis pada

Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7, dapat

dilihat besaran korelasi antar variabel

bebas tampak bahwa variabel Persediaan

Bahan Baku memiliki nilai 1,000 yang

menunjukkan korelasi yang cukup tinggi

namun masih dapat dikatakan tidak

terjadi multikolinieritas serius (Tabel 5).

Kemudian nilai Tolerance sebesar 1,000

yang menunjukkan tidak ada korelasi

antar variabel bebas. Selain itu hasil

perhitungan VIF (Variance Inflation

Factor) juga menunjukkan hasil yang

sama, yaitu tidak ada satu variabel bebas

yang memiliki nilai VIF > 10. Jadi tidak

ada multikolinearitas antar variabel bebas

dalam model regresi. Dan nilai CI

(Condition Index) yang dihasilkan untuk

masing-masing variabel bebas adalah

kurang dari 30, maka variabel bebas tidak

terjangkit penyakit multikolinearitas

(Tabel 7).

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi yang

terbentuk terjadi ketidaksamaan varian

dari residual model regresi. Model

regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas atau tidak

heteroskedastisitas atau dengan kata lain

apakah dalam suatu model persamaan

tersebut terbentuk secara BLUE (Best

Page 17: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

17

Linear Unbiased Estimator) atau tidak.

Suatu data digolongkan

homoskedastisitas jika varian dari

residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain cenderung tetap dan jika

hasilnya berbeda maka disebut

heteroskedastisitas.

Dalam penulisan ini, pengujian

heteroskedastisitas dilakukan dengan

menggunakan grafik scatterplot, yaitu

dengan melihat pola data berupa titik-

titik yang terdapat dalam suatu plot

sumbu X dan Y. Ketentuannya adalah

jika terdapat suatu pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit maka telah terjadi

heteroskedastisitas dalam model regresi

tersebut. Sebaliknya apabila data yang

dihasilkan berupa titik-titik dengan pola

yang tidak jelas dan menyebar diatas dan

dibawah 0 (nol) pada sumbu Y maka

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pengambilan keputusan dari hasil

pengujian berdasarkan :

a. Jika terbentuk pola tertentu, seperti

titik-titik yang membentuk pola yang

teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka telah

terjadi heteroskedastisitas pada model

pengujian tersebut.

b. Jika tidak terbentuk pola yang jelas

dan titik-titik menyebar diatas dan

dibawah 0 (nol) sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Gambar 3

Grafik Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Pengujian atau pemeriksaan atas

ada atau tidaknya gejala

heteroskedastisitas dilakukan dengan

melihat pola tertentu yang terbentuk pada

grafik diatas, dimana sumbu X adalah

sumbu Y yang telah diprediksi dan

sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y

sesungguhnya).

Berdasarkan hasil analisis yang

diperlihatkan pada grafik 4.3 terlihat

titik-titik yang tidak membentuk sebuah

pola tertentu yang jelas, serta tersebar

baik diatas maupun dibawah angka 0

(nol) pada sumbu koordinat Y. Hal ini

berarti tidak terjadi heteroskedastisitas

pada model regresi, sehingga model

regresi layak dipakai untuk memprediksi

laba bersih berdasarkan peningkatan

variabel bebasnya yaitu persediaan bahan

baku.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji

apakah dalam model regresi linear

terdapat korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode sekarang (t)

dengan kesalahan pengganggu pada

periode sebelumnya (t-1). Jika adanya

korelasi maka ada pula penyakit

autokorelasi. Masalah ini disebabkan

karena residual (kesalahan pengganggu)

tidak bebas dari satu observasi ke

observasi lainnya. Apabila pada salah

satu terdapat gangguan maka cenderug

mempengaruhi gangguan untuk periode

berikutnya.

Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk mendeteksi ada atau

tidaknya autokorelasi, slah satunya dalam

penulisan ini dilakukan dengan metode

Durbin-Watson (DW Test). Metode ini

digunakan untuk autokorelasi tingkat satu

dan mensyaratkan adanya intercept

(konstanta) dalam model regresi. Model

yang baik adalah jika taksiran parameter

bersifat BLUE (Best Linear Unbiased

Estimator), yaitu tidak ada korelasi antar

variabel. Hipotesis yang akan diuji

adalah :

Page 18: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

18

H0 = tidak adanya autokorelasi

H1 = adanya autokorelasi

Berikut pengambilan keputusan

autokorelasi :

a. Jika dl ≤ d ≤ du, berarti tidak ada

autokorelasi positif.

b. Jika 4du ≤ d ≤ 4-dl, berarti tidak ada

autokorelasi negatif.

c. Jika du < d < 4-dl, berarti tidak ada

autokorelasi baik positif dan negatif.

Tabel 8

Uji Autokorelasi

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan Tabel 8, nilai DW

sebesar 0,866 yang kemudian nilai ini

akan dibandingkan dengan nilai tabel

menggunakan signifikan (α) 5%, jumlah

sampel (n) 36 buah dan jumlah variabel

bebas (k) 1 buah, maka dalam tabel

Durbin-Watson akan didapatkan nilai du

sebesar 1,5245 dan nilai dl sebesar

1,4107. Oleh karena nilai DW yang

dihasilkan yaitu 0,866 lebih kecil dari

nilai du dan kurang dari nilai dl, dengan

kata lain du > dw < dl (1,5245 > 0,866 <

1,4107). Sehingga hasil dari pengujian

menyatakan bahwa ada keputusan yang

dapat diambil tentang adanya

autokorelasi atau dengan kata lain

diketahui ada gejala autokorelasi atau

adanya gejala korelasi antara variabel.

Analisis Regresi

Analisis regresi dengan data hasil

perhitungan laporan keuangan yang

mengkhususkan pada nilai persediaan

bahan baku dan laba bersih selama tiga

tahun (2011-2013) memiliki jumlah data

sebanyak 36 sampel. Hubungan variabel

bebas persediaan bahan baku (X) dengan

variabel terikat laba bersih (Y), yang

diolah menggunakan program SPSS versi

20, memberikan output (keluaran) berupa

tabel.

Pengolahan data secara statistik

terhadap rasio-rasio keuangan

menghasilkan output (keluaran) korelasi-

regresi, sebagai berikut :

Pearson Correlation

Bertujuan untuk menguji ada

tidaknya hubungan antara variabel yang

satu dengan variabel lainnya. Dalam

pengujian ini yang diperhatikan adalah

arah (positif atau negatif) dan besarnya

hubungan (kekuatan). Koefisien korelasi

mempunyai harga -1 atau +1 (bergerak

dari nol hingga 1, maka semakin besar

atau kuat hubungan variabel atau

sempurna = 1). Sebaliknya semakin

mendekati nol (0) maka semakin lemah

atau kecil hubungan antar variabel yang

diuji. Hasil pengolahan data untuk nilai

Pearson Correlation masing-masing

variabel bebas X dan variabel terikat Y

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 9

Hasil pengolahan data untuk nilai Pearson

Correlation

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan hasil Tabel 9 dapat

dilihat bahwa terdapat hubungan antara

Persediaan Bahan Baku dan Laba Bersih

yang nilainya sebesar 0,103 (10,3%)

dengan sifat korelasi negatif dimana

semakin besar nilai Persediaan Bahan

Baku (yang disini merupakan Inventory-

Work in Progress) maka nilai Laba

Bersih akan semakin kecil. Nilai

signifikan 0,550 berarti hubungan

tersebut signifikan atau diterima pada

probabilitas 5%.

Page 19: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

19

Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R

2) pada

intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam variasi variabel

terikat. Bila nilai (R2) kecil berarti

kemampuan variabel-variabel bebas

dalam menjelaskan variasi variabel

sangat terbatas. Atau dengan kata lain

koefisien determinasi (R2) menunjukkan

kekuatan dan pengaruh hubungan

variabel bebas X dengan variabel Y.

Tabel 10

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan hasil analisis pada

Tabel 10, diketahui besarnya angka dari

koefisien korelasi (R) adalah 0,103,

dengan demikian dapat diketahui bahwa

terdapat hubungan atau korelasi yang

positif (searah) antara variabel bebas X

yaitu persediaan bahan baku dengan

variabel terikatnya laba bersih.

Sedangkan koefisien determinasi

(R Square) besarnya 0,011 dan angka ini

memberikan pengertian bahwa variasi

perubahan dari variabel bebas persediaan

bahan baku (X) terhadap variasi

perubahan perubahan variabel terikat

laba bersih (Y) adalah sebesar 1,1% dan

sisanya sebesar 98,9% merupakan

pengaruh variasi perubahan variabel

lainnya yang tidak diteliti misalnya rasio-

rasio keuangan yaitu current ratio,

inventory turnover, account receivable

turnover, quick ratio, cash ratio, fixed

assets turnover, dan lain-lain.

Analysis of Varians (ANOVA)

Analysis of Varians (ANOVA)

digunakan untuk menguji apakah semua

variabel bebas yang dimasukkan dalam

model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel terikat.

Berikut hasil analisa F hitung pada tabel

ANOVA dengan menggunakan program

SPSS 20 : Tabel 11

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Tabel ANOVA diatas dapat

menggambarkan pengambilan keputusan

sebagai berikut :

1. Jika F hitung > F tabel, memiliki

pengaruh yang signifikan dan Ho

ditolak.

2. Jika F hitung < F tabel, tidak

memiliki pengaruh signifikan dan

Ho diterima.

Dari Tabel 11, diketahui besarnya

nilai F hitung sebesar 0,365, selain nilai F

hitung diketahui pula nilai degree of

freedom atau derajat kebebasan (df),

maka dapat dicari besarnya nilai F tabel

pada tingkat signifikasi 5% (α = 0,05)

yaitu sebesar 4,130. Dengan

membandingkan nilai F hitung dengan F

tabel, maka hipotesis Ho akan diterima

karena F hitung memiliki nilai yang lebih

kecil dari pada F tabel (0,365 < 4,130)

yang berarti variabel bebas X persediaan

bahan baku tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap variabel

terikatnya Y yaitu laba bersih.

Koefisien Korelasi dan Uji T

Uji T digunakan untuk menguji

apakah nilai tertentu berbeda secara

signifikan atau tidak dengan rata-rata

sebuah sampel (hubungan antara variabel

terikat dan variabel bebas). Hasil

pengolahan dengan SPSS versi 20,

didapat nilai koefisien dan t-statistik

varibel bebas X sebagai berikut :

Page 20: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

20

Tabel 12

Sumber : Hasil Pengolahann SPSS

Tabel Coefficientsa 12 dapat

menggambarkan pengambilan keputusan

sebagai berikut :

1. Jika T hitung > T tabel, memiliki

pengaruh yang signifikan dan Ho

ditolak.

2. Jika T hitung < T tabel, tidak

memiliki pengaruh signifikan dan

Ho diterima.

Dari hasil tabel Coefficientsa 4.12,

dapat diketahui nilai T hitung untuk

variabel persediaan bahan baku adalah -

0,604. Nilai negatif menunjukkan bahwa

persediaan bahan baku memberi arah

yang negatif bagi kenaikan laba bersih

yang diperoleh perusahaan.

Pengujian T hitung dilanjutkan

dengan membandingkan nilai T hitung

dengan T tabel. T tabel diperoleh dengan

cara ketentuan degree of freedom atau

derajat kebebasan (df) dengan ketentuan

n-2 = 36-2 = 34 pada tingkat signifikasi

5% (α = 0,05) yaitu sebesar 2,032.

Dengan membandingkan nilai T hitung

dengan T tabel, maka hipotesis Ho akan

diterima karena T hitung memiliki nilai

yang lebih kecil dari pada T tabel (0,604

< 2,032) yang berarti variabel bebas X

persediaan bahan baku tidak memiliki

pengaruh yang kuat atau signifikan

terhadap peningkatan variabel terikatnya

Y yaitu laba bersih.

Persamaan Garis Regresi

Dari hasil pengolahan data dan

analisis yang terdapat pada tabel 12,

maka dapat dituliskan besarnya nilai

persamaan regresi yang terbentuk sebagai

persamaan estimasi Laba Bersih adalah

sebagai berikut :

Y = a + bX........ e

Y = 1.101.080,29 -0,882 X........ e

t-stat = (-0,604)

Berdasarkan persamaan garis

regresi yang terbentuk, maka dapat

diketahui besarnya nilai intersep (bo) dan

nilai koefisien bX dari variabel X,

sedangkan angka-angka yang berada

dibawah persamaan adalah nilai T-hitung

hasil analisa terdapat kolom t pada tabel

4.12. Selanjutnya besaran nilai

persamaan yang terbentuk dapat

dijelaskan bahwa besarnya nilai dari

konstanta (intersep) bo sebesar

1.101.080,29 berarti laba bersih

meningkat sebesar 1.101.080,29 satuan

apabila variabel bebas X yang diteliti

nilainya sama dengan 0 (nol). Untuk

koefisien regresi b1 dari variabel bebas

X1 sebesar -0,882, yang berarti apabila

persediaan bahan baku naik 1% maka

laba bersih perusahaan akan mengalami

penurunan sebesar 0,882 satuan dengan

asumsi variabel bebas lainnya bernilai

konstan atau tetap.

PENUTUP

Kesimpulan 1. Hasil perhitungan analisis statistik

persediaan bahan baku, dapat

diketahui bahwa terdapat hubungan

antara variabel bebas X dan variabel

terikatnya Y. Kekuatan hubungan

(korelasi) yang positif (searah)

antara persediaan bahan baku

sebagai variabel bebas dengan laba

bersih sebagai variabel terikat yang

dapat diketahui dari besarnya nilai

koefisien korelasi (R) yang

dihasilkan sebesar 0,103. Hasil

tersebut menandakan hubungan yang

lemah atau tidak berpengaruh

signifikan antara persediaan bahan

baku dengan laba bersih.

2. Besarnya koefisien determinasi (R

square) dalam penulisan ini sebesar

Page 21: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

21

0,01, dimana hal ini menunjukkan

bahwa variabel terikat (laba bersih)

tidak berpengaruh signifikan

terhadap variasi perubahan dari

variabel bebas (persediaan bahan

baku) sebesar 1,1%, atau dengan

kata lain bahwa fluktuasi perubahan

laba bersih sebesar 1,1% dipengaruhi

oleh variabel persediaan bahan baku

yang diteliti. Sedangkan sisanya

sebagai koefisien non determinasi

sebesar 98,9% dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak diteliti,

seperti volume penjualan, biaya

tenaga kerja, biaya overhead, dan

lain-lain.

3. Diketahui nilai R dan R square yang

memberikan petunjuk adanya

hubungan (korelasi) dan pengaruh.

Berdasarkan hasil uji dengan uji F,

dapat diketahui bahwa variabel

bebas yaitu persediaan bahan baku

dapat berpengaruh terhadap variabel

terikat yaitu laba bersih. Variabel

bebas yang diteliti melalui pengujian

parsial, dari koefisien korelasi parsial

dengan uji T, diketahui bahwa

variabel bebas yaitu persediaan

bahan baku memiliki pengaruh

namun tidak signifikan terhadap

perubahan (kenaikan/ penurunan)

laba bersih.

Saran

Hasil kajian penulisan diketahui

bahwa terdapat hubungan dan pengaruh,

namun perlu dilakukan penelitian

lanjutan dengan mempertimbangkan

faktor-faktor lain, terutama terhadap

variabel-variabel yang belum diteliti

dalam penulisan ini, misalnya inventory

turnover yang dapat digunakan sebagai

ukuran kemampuan perusahaan dalam

mempercepat perputaran persediaan

bahan baku yang disini merupakan

inventory work in progress, agar

persediaan yang merupakan barang

project customer yang belum selesai bisa

diolah dengan cepat sehingga bisa

berubah menjadi pendapatan yang

meningkatkan laba bersih.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Ristono, 2009, Manajemen

Persediaan Edisi 1. Graham Ilmu.

Yogyakarta.

AICPA (Amirican Institute of Certified

Public Accountants), 2003,

Committee on Terminology.

AICPA Inc, New York.

Angkoso, Nandi, 2006, Akuntansi

Lanjutan. FE Yogyakarta.

Arif, Abubakar dan Wibowo, 2009,

Akuntansi Keuangan Dasar 2.

Grasindo. Jakarta

Bambang, Riyanto, 2001, Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan. BPFE.

Yogyakarta.

Bustami, Bastian dan Nurlela, 2009,

Akuntansti Biaya. Mitra Wacana

Media. Jakarta.

Carl s. Warren, James M. Reeve, Philip

E. Fees.D. (2005). Pengantar

Akuntansi, Edisi – 21. Terjemahan

Aria Farahmita,SE. AK, dkk.

Salemba Empat. Jakarta

Carter, William. K, 2009, Akuntansi

Biaya. Salemba Empat. Jakarta.

Charles T. Horngren dan Walter T.

Harrison Jr. 2007. Akuntansi Jilid

1. Edisi Tujuh. Jakarta : Erlangga.

Hansen dan Mowen, 2005, Management

Accounting. Buku 2. Edisi Ketujuh.

Salemba Empat. Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri, 2009, Analisis

Kritis Atas Laporan Keuangan.

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Page 22: PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU TERHADAP LABA …

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN 2339-2991

Volume 5 Nomor 2, November 2020 E-ISSN 2745-6978

22

Hernita.P dan rekan, 2012, Panduan

Praktis SPSS 20. Wahana

Komputer. Semarang.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar

Akuntansi. Salemba Empat. Jakarta.

Jumingan, 2008, Analisis Laporan

Keuangan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Kieso, Donald.E, Jerry J. Weygandt, dan

Terry D. Warfield, 2002, Akuntansi

Intermediete. Terjemahan Emil

Salim. Jilid 1. Edisi Kesepuluh.

Erlangga. Jakarta.

Lukman, Syamsuddin, 2000, Manajemen

Keuangan Perusahaan : Konsep,

Aplikasi dalam Perencanaan,

Pengawasan, dan Pengambilan

Keputusan. Edisi Baru. Cetakan

Keempat. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Moh. Benny Alexandri, 2009,

Manajemen Keuangan Bisnis Teori

dan Soal. Alfabeta. Bandung.

Mulyadi, 2008, Sistem Akuntansi. Edisi

Keempat. Salemba Empat. Jakarta.

Mulyani, Sri Nur dan Mahfudz, Agus,

2009, Ekonomi 1. Cakra Media.

Jakarta.

Pujianto, Andi, 2013, Persamaan Dasar

Akuntansi dan Pembahasannya.

Gramedia. Jakarta.

Rangkuti, Freddy, 2004, The Power of

Brand. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

S.R. Soemarso, 2009, Akuntansi Suatu

Pengantar. Edisi kelima. Salemba

Empat. Jakarta.

Siregar, Manurung, 2008, Pasar Modal

dan Aplikasi. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Stice, Earl.K, James D. Stice dan Fred

Skousen, 2004, Akuntansi

Keuangan Menengah. Edisi Kedua.

Salemba Empat. Jakarta

Wild, John J, K. R. Subramanyam, dan

Robert F. Halsey, 2005, Financial

Statement Analysis. Edisi 8. Buku

1. Salemba Empat. Jakarta.

Wilopo, 2009, Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1

: Penyajian Laporan Keuangan.

IAI. Jakarta.