pengaruh perbedaan intensitas cahaya warna merah …repository.ub.ac.id/5865/1/putri harahap.pdf ·...

49
ii PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN Tetraselmis chuii DILIHAT DARI KEPADATAN SEL PADA SKALA IN VITRO SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Oleh : PUTRI HARAHAP NIM. 135080101111117 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

ii

PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN Tetraselmis chuii DILIHAT DARI

KEPADATAN SEL PADA SKALA IN VITRO

SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh :

PUTRI HARAHAP NIM. 135080101111117

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 2: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

iii

PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN Tetraselmis chuii DILIHAT DARI

KEPADATAN SEL PADA SKALA IN VITRO

Oleh :

PUTRI HARAHAP NIM. 135080101111117

Telah dipertahankan di depan penguji

Pada tanggal 31 Juli 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Mengetahui

Ketua Jurusan

(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS)

NIP. 19620805 198603 2 001 Tanggal :

Menyetujui, Dosen Pembimbing 1, (Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si) NIP. 19730404 200212 2 001 Tanggal :

Menyetujui Dosen Pembimbing 2, (Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati, MS) NIP. 19570704 198403 2 001 Tanggal :

Page 3: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

iv

JUDUL : PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA

WARNA MERAH TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

Tetraselmis chuii DILIHAT DARI KEPADATAN SEL PADA

SKALA IN VITRO

NAMA MAHASISWA : Putri Harahap

NIM : 135080101111117

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si

Pembimbing 2 : Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati, M

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Dosen Penguji 1 : Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS

Dosen Penguji 2 : Ir. Putut Widjanarko, MP

Tanggal Ujian : 31 Juli 2017

Page 4: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Usulan Skripsi yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Usulan Skripsi ini

hasil penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, 02 Mei 2017

Mahasiswa

PUTRI HARAHAP NIM. 135080101111117

Page 5: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam membantu kelancaran hingga penulisan laporan Srkipsi ini

terselesaikan. Terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada:

1. Allah SWT yang atas rahmat serta karunia-Nya sehingga saya selalu

dimudahkan serta selalu diberi kesabaran dan kekuatan dalam

menuntut ilmu dan menyelesaikan pendidikan saya.

2. Mamak dan Bapak, atas doanya yang tidak pernah berhenti untuk

kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya, untuk semangat yang

selalu dikobarkan, untuk semua pengorbanan yang selalu

diperjuangkan, untuk kasih sayang sepanjang masa.

3. Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati, M

atas ketersediaan waktunya dalam membimbing dan membantu saya

dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang

sangat bermanfaat untuk saya.

4. Fajar, Aulia dan Toras, adik-adikku yang selalu menanti kepulangan

kakaknya yang merantau jauh, untuk semua kata rindu di setiap

penghujung telfon.

5. Uak dan Bou yang sudah bersedia menjadi orangtua kedua di

peratauan, yang membantu, mendukung dan mendoakan agar saya

selalu diberi kelancaran dan kemudahan dalam menuntut ilmu.

6. Bu Chot dan mbak Mita, yang membimbing dan mengarahkan kami

selama dalam persiapan maupun saat penelitian.

7. Tim Lightsaber, Mida, Ikrima dan Cakroy, yang sudah berusaha

bersama-sama, saling menyemangati, saling membantu, saling

Page 6: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

vii

mengerti. Terimakasih menjadi tim yang luar biasa. Tim tetangga

sebelah Nita, Hanif dan Viana terimakasih buat suka duka selama di

laboratorium tercinta.

8. Sahabat-sahabatku yang tak pernah lupa menyisihkan kata semangat

setiap bertemu maupun doa, yang selalu ada saat suka dan duka.

Terimakasih Junita Siregar, Dewi Purnama Sari, Anggraini Syahputri,

Ekky Maharani, Tryana Dewi, Tuty Alawiyah, Eni Ritonga, Widya Sari,

Husna Ela, Ummi Khairunnisa, Dini Rengganing, Eka, Supriyanto, Sri

Ulina, Lenny Kristin, Imalaram.

9. Hasan Alawi Batubara, yang selalu menyemangati setiap watu, yang

menjadi pahlawan saat hampir menyerah, yang selalu berusaha

menciptakan kebahagiaan.

10. Sahabat-sahabat FAM’13 yang selalu saling mendukung dan saling

membantu dari maba hingga masa-masa terakhir menjadi mahasiswa.

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

berperan dalam penyelesaian skripsi ini.

Malang, 02 Mei 2017

Penulis

Page 7: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

viii

RINGKASAN

Putri Harahap. Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya Warna Merah terhadap Laju Pertumbuhan Tetraselmis chuii dilihat dari Kepadatan Sel pada Skala In Vitro (di bawah bimbingan Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si dan Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati, M)

Fitoplankton memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan merupakan penghasil oksigen terluas di lautan. Cahaya sangat dibutuhkan oleh fitoplankton, karena cahaya dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk proses fotosintesis. Spektrum cahaya merah adalah spektrum cahaya yang paling efektif yang digunakan dalam proses fotosintesis tumbuhan perairan. Warna merah merupakan salah satu warna yang memliki panjang gelombang yang sangat efektif diserap oleh klorofil. faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Tetraselmis chuii yaitu: nutrien, suhu,pH, salinitas dan oksigen yang terlarut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu kepadatan tertinggi Tetraselmis chuii dan mengetahui apakah cahaya warna merah berpengaruh terhadap kepadatan Tetraselmis chuii pada skala in vitro. Dilaksanakan pada bulan April – Mei 2017 di Laboratorium Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan analisis ragam (ANOVA). Parameter yang diukur secara biologi yaitu kepadatan, Fisika yaitu pH, suhu dan salinitas, Kimia yaitu oksigen terlarut, nutrien nitrat dan fosfat. Memiliki dua tahap, yaitu tahap persiapan sterilisasi alat dan bahan. Alat-alat toples berukuran 3L dan selang sepanjang 1 m disterilisasi dengan direndam satu malam menggunakan chlorin 0,5 gr yang sudah diencerkan menggunakan aquades lalu dicuci bersih. Perlakuan yang dipakai ada 3 yaitu 1500 lux; 3000 lux dan 4500 lux. Bahan air laut direbus agar steril, dimasukkan ke toples. Air laut yang bersuhu normal dimasukkan pupuk walne dan vitamin B12 sebanyak 1 ml, bibit murni Tetraselmis chuii 10 ml diberi aerasi lalu dikultur selama 10 hari. Pengukuran kepadatan, pH, suhu, salinitas dan oksigen terlarut dilakuan setiap hari, nutrien fosfat dan nitrat diukur pada tahap 3 fase, awal, eksponensial dan stasioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan maksimum terjadi pada 4500 lux dengan rata-rata kepadatan 28,32x104 sel/ml puncak kepadatan pada hari ke-5, 3000 lux; 26,51x104 sel/ml hari ke-6 dan 1500 lux; 13,78x104 sel/ml pada hari ke-5, kepadatan tertinggi pada perlakuan 4500 lux. Disimpulkan bahwa waktu puncak kepadatan terjadi pada hari ke-5 dan ke-6, sedangkan hasil uji sidik ragam ANOVA bahwa cahaya merah tidak berbeda nyata atau tidak berpengaruh terhadap kepadatan Tetraselmis chuii. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk menggunakan intensitas cahaya warna merah 4500 lux untuk mendukung pertumbuhan Tetraselmis chuii.

Page 8: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

ix

KATA PENGANTAR

Segala Puji Kehadiran Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan

Karunia-Nya serta salam tetap tercurahkan kepada Junjungan Nabi Muhammad

SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi “PENGARUH

PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN Tetraselmis chuii DILIHAT DARI KEPADATAN SEL PADA

SKALA IN VITRO” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana

Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu proses penyusunan Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini

terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan penulis.

Maka dari itu kritik, saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis

harapkan untuk menyempurnakan Skripsi ini.

Malang, 02 Mei 2017

Penulis

Page 9: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

x

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii

DAFTAR RABEL ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan ....................................................................................................... 4 1.4 Hipotesis ................................................................................................... 4 1.5 Kegunaan ................................................................................................. 4 1.6 Tempat, Waktu Pelaksanaan .................................................................... 4

II. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 5 2.1 Fitoplankton .............................................................................................. 5 2.2 Laju Pertumbuhan Fitoplankton ................................................................ 5 2.3 Biologi Tetraselmis chuii ........................................................................... 7

2.3.1 Klasifikasi Tetraselmis chuii ................................................................. 7 2.3.2 Morfologi Tetraselmis chuii .................................................................. 8 2.3.3 Sifat-sifat Ekologi dan Reproduksi Tetraselmis chuii ............................ 8

2.4 Pengaruh Intensitas Cahaya ..................................................................... 8 2.5 Kulturisasi Mikroalga di Laboratorium ....................................................... 10 2.6 Faktor-faktor Lingkungan Pendukung Pertumbuhan dan Kepadatan Sel

Tetraselmis chuii ........................................................................................ 10

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ............................................................. 14 3.1 Materi Penelitian ....................................................................................... 14 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 14 3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 14 3.4 Rancangan Penelitian ............................................................................... 15 3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................... 16

3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan .................................................................... 17 3.5.2 Pengaturan Intensitas Cahaya ............................................................. 17 3.5.3 Pembuatan Media Kultur ..................................................................... 18 3.5.4 Penelitian Pendahuluan ....................................................................... 19 3.5.5 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 20

3.6 Data Analisis ............................................................................................. 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 25 4.1 Pertumbuhan Kepadatan Tetraselmis chuii ............................................... 25 4.2 Pengaruh Intensitas Cahaya Warna Merah yang Berbeda terhadap

Pertumbuhan Kepadatan Tetraselmis chuii .............................................. 27 4.3 Faktor-faktor Lingkungan Pendukung Kepadatan Sel Tetrasselmis chuii .. 29

4.3.1 Nutrien Nitrat dan Fosfat ...................................................................... 29 4.3.2 Suhu .................................................................................................... 32

Page 10: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

xi

4.3.3 pH ........................................................................................................ 33 4.3.4 Salinitas ............................................................................................... 34 4.3.5 Oksigen Terlarut .................................................................................. 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 36 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 36 5.2 Saran ........................................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 39

Page 11: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata pertumbuhan Tetraselmis chuii .......................................... 25

2. Analisa sidik ragam (ANOVA) ............................................................ 29

Page 12: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pola Pertumbuhan Fitoplankton ..................................................................... 6

2. Tetraselmis chuii ............................................................................................ 7

3. Spektrum Cahaya dalam Spektrum Gelombang Elektromagnetik .................. 9

4. Denah Percobaan .......................................................................................... 15

5. Tahap-tahap Penelitian .................................................................................. 19

6. Haemocytometer ........................................................................................... 20

7. Area Perhitungan Haemocytometer ............................................................... 21

8. Rata-rata pertumbuhan kepadatan Tetraselmis chuii pada tiga perlakuan ... 26

9. Perlakuan kultur (pada fase awal) Tetraselmis chuii ...................................... 28

10. Rata-rata nilai serapan nitrat dan fosfat pada fase awal, eksponensial dan stasioner ............................................................................................................ 30

11. Rata-rata suhu kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan ............ 32

12. Rata-rata nilai pH kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan ........ 33

13. Rata-rata nilai salinitas kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan 34

14. Rata-rata nilai oksigen terlarut Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan ...... 37

Page 13: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Komposisi Pupuk Walne ............................................................................. 41

2. Alat dan Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ...................................... 42

3. Proses Sterilisasi Alat ................................................................................. 43

4. Data Pertumbuhan Tetraselmis chuii x 104 (sel/ml) .................................... 44

5. Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Tetraselmis chuii ...................................... 46

6. Serapan Nitrat dan Serapan Fosfat (%) ...................................................... 47

7. Data pengukuran kualitas air ...................................................................... 49

8. Dokumentasi Penelitian .............................................................................. 53

Page 14: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memanfaatkan suatu perairan langkah awal yang harus ditentukan adalah tingkat

kesuburan perairan, yaitu dengan cara mengukur kelimpahan produsen primer yang

terdapat di perairan tersebut. Fitoplankton adalah produsen primer yang keberadaannya

sangat penting dalam rantai makanan suatu ekosistem perairan, karena sangat berperan

dalam kelangsungan hidup organisme-organisme perairan. Produsen primer sangat

memerlukan cahaya untuk melakukan proses fotosintesis dan cahaya sangat berpengaruh

besar pada nilai produktivitas primer perairan. Intensitas cahaya yang sangat membantu

keberhasilan fotosintesis fitoplankton memiliki panjang gelombang 400-700 nm berdasarkan

dari fisiologi plankton. Besar energi cahaya berbeda pada setiap kedalaman yang

menyebabkan berubahnya komposisi fitoplankton. (Baksir, 2004).

Fitoplankton biasanya dimanfaatkan sebagai pakan alami, termasuk Tetraselmis chuii.

Fitoplankton Tetraselmis chuii memiliki ciri pergerakan yang aktif yang memudahkan larva

udang untuk memakannya. Karna pada saat fase zoea ini udang sangat memerlukan pakan

tambahan dari luar yaitu fitoplankton yang bergerak (Matakupan, 2009). Tetraselmis chuii

memiliki keunggulan yaitu, ketersediaannya didapatkan secara alami di alam dan ukurannya

yang sesuai dengan ukuran mulut larva dan pergerakannya yang merangsang ikan atau

udang untuk memangsa. Ketersediaan Tetraselmis chuii akan sulit ditemukan di alam jika

terus menerus dimanfaatkan dalam jumlah yang banyak. Maka dari itu, produksi massal

harus dilakukan secara baik dengan faktor-faktor pendukung keberhasilan yaitu nutrien dan

cahaya (Pujiono, 2103).

Semua tumbuhan hijau dapat menghasilkan energinya sendiri melalui proses

fotosintesis. Pada klorofil terdapat kloroplas hijau yang disebabkan empat tipe pigmen yaitu,

berwarna hijau klorofil a dan b sedangkan yang berwarna kuning-oranye merupakan

xanthopil dan karoten. Klorofil sangat berperan penting dalam proses fotosintesis, karna

mampu menangkap cahaya matahari. Proses fotosintesis dapat secara lambat maupun

Page 15: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

cepat. Proses fotosintesis yang cepat dapat menghasilkan energi yang besar namun tidak

semua energi habis digunakan. Sebagian energi disimpan sebagai cadangan makanan.

Proses fotosintesis yang cepat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu,

konsentrasi karbondioksida, cahaya, ketersediaan air, suhu, penimbunan hasil fotosintesis,

kandungan klorofil, faktor protoplasma dan resistensi daun terhadap difusi gas bebas

(Handoko dan Yunie, 2013).

Komposisi nutrient dalam media kultur fitoplankton sangat berperan pada pertumbuhan

fitoplankton tersebut. Mikroalga air laut mendapatkan banyak nutrien dari air laut yang

memiliki nutrien yang lengkap. Namun pertumbuhannya dapat optimum jika mencampurkan

air laut dengan nutrien dari luar (Matakupan, 2009). Biasanya kultur yang dilakukan di

laboratorium menggunakan lampu TL 40 watt yang bisa digantikan dengan cahaya matahari

yang mana dapat memenuhi syarat agar terjadinya fotosintesis (Utami et al., 2012). Faktor

internal yang mempengaruhi kultur adalah faktor dari dalam fitoplankton itu sendiri, seperti

spesie s (genetik). Sedangkan faktor eksternal atau faktor luar berasal dari lingkungan

sekitar, seperti pH, suhu, media kultur, salinitas, intensitas cahaya dan karbondioksida.

Komposisi nutrient yang tepat dan lengkap juga menentukan produksi biomassadan

kandungan gizi dari fitoplankton (Putri et al., 2013).

Intensitas cahaya sangat berperan bagi pertumbuhan fitoplankton yang dilihat dari

panjang gelombang dan lama penyinaran yang dipakai dalam proses fotosintesis untuk

membentuk senyawa karbon organik. Cahaya slalu digunakan dalam proses fotosintesis

dan sangat penting untuk membantu dalam proses fotosintesis. Kedalaman kultur dan

kepadatannya adalah faktor dalam menentukan cahaya yang dibutuhkan (Matakupan,

2009). Cahaya matahari sangat dibutuhkan dalam proses laju fotosintesis. Cahaya matahari

merupakan cahaya putih namun dapat diuraikan menjadi komponen-komponen warna karna

memiliki panjang gelombang yang berbeda untuk setiap warna. Komponen-komponen

warna tersebut adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu (Handoko dan Yunie,

2013).

Page 16: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Spektrum cahaya merah dan oranye adalah spektrum cahaya yang paling efektif yang

digunakan dalam proses fotosintesis tumbuhan perairan. Warna merah merupakan salah

satu warna yang memliki panjang gelombang yang sangat efektif diserap oleh klorofil.

Sehingga dapat disimpulkan warna merah dapat memberikan hasil yang baik jika digunakan

untuk membantu proses fotosintesis fitoplankton. Namun pertumbuhan dengan

menggunakan cahaya merah akan rendah jika intensitasnya juga rendah (Marwa et al.,

2014). Oleh karena itu akan dilakukan kultur fitoplankton Tetraselmis chuii menggunakan

cahaya warna merah dengan intensitas cahaya yang berbeda untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kepadatan maksimum tertinggi pada skala

laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapakah intensitas cahaya warna merah yang efektif untuk mencapai pertumbuhan

Tetraselmis chuii yang optimum dengan skala in vitro.

2. Apakah cahaya warna merah mendukung pertumbuhan Tetraselmiss chui dalam skala in

vitro.

1.3 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui waktu puncak kepadatan Tetraselmis chuii pada skala in vitro.

2. Untuk mengetahui apakah cahaya warna merah mendukung pertumbuhan Tetraselmis

chuii pada skala in vitro.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : Cahaya warna merah pada intensitas cahaya yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii.

H1 : Cahaya warna merah pada intensitas cahaya yang berbeda berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan kepadan sel Tetraselmis chuii.

Page 17: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

1.5 Kegunaan

Kegunaan penelitian ini adalah bahwa kultur Tetraselmis chuii dengan skala in vitro

dapat menggunakan cahaya berwana merah.

1.6 Tempat, Waktu Pelaksanaan

Skripsi tentang pengaruh perbedaan intensitas spektrum cahaya warna merah

terhadap laju pertumbuhan Tetraselmis chuii dilihat dari kepadatan sel pada skala in vitro

dilaksanakan pada April – Mei 2017. Pelaksanaan penelitan dilakukan di Laboratorium

Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya, Malang.

Page 18: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitoplankton

Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menjelaskan, fitoplankton merupakan organisme

bersel tunggal yang memiliki ukuran yang sangat kecil. Karna ukurannya yang kecil dan

memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan daun yang mempunyai ukuran

massa yang sama. Kerapatan klorofil juga lebih tinggi daripada tumbuhan tingkat tinggi.

Fitoplankton memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan merupakan penghasil oksigen

terluas di lautan dan lautan dapat dikatakan sebagai paru-paru dunia. Fitoplankton juga

merupakan produsen tingkat pertama di dunia. Selain itu, juga mempunyai daur hidup yang

pendek sehingga berkembangbiak dengan singkat. Waktu panen fitoplankton setelah

inokulasi yaitu sekitar 3-7 hari.

Pemanfaatan suatu perairan ditentukan oleh tingkat kesuburan perairan, faktor dalam

pemanfaatan perairan yaitu produsen primer yang diukur keilmpahannya. Adanya produsen

primer atau disebut juga fitoplankton sangat penting bagi perairan, terutama waduk. Dimana

fitoplankton mampu mengubah zat-zat anorganik menjadi organik dengan bantuan cahaya

matahari pada proses fotosintesis dan fitoplankton merupakan pemasok oksigen. Produksi

primer fitoplankton dianggap penting dalam pembentukan energi di perairan. Faktor-faktor

yang mempengaruhinya yaitu: cahaya matahari, nutrien, suhu, dan struktur komunitas juga

kelimpahan fitoplankton (Baksir, 2004).

2.2 Laju Pertumbuhan Fitoplankton

Berdasarkan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), dalam kultur fitoplankton, laju

pertumbuhan dapat dilihat dari pertumbuhan ukuran sel atau bertambahnya jumlah

kepadatan sel. Kepadatan sel digunakan untuk mengetahui pertumbuhan fitoplankton dalam

kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu sebagai berikut:

1. Fase Istirahat

Page 19: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Setelah pemindahan inokulum kedalam media kultur, populasi belum mengalami

perubahan. Ukuran sel pada saat ini seharusnya meningkat. Secara fisiologis fitoplankton

sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Mengalami metabolisme tapi

pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel tidak belum meningkat.

2. Fase Logaritmik atau Eksponensial

Diawali dengan pembelahan sel serta laju pertumbuhan yang tetap. Jika kondisi dalam

kultur optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan maksimal.

3. Fase Stasioner

Dibandingkan dengan fase eksponensial, pada fase ini pertumbuhan akan mulai

mengalami penurunan. Laju kematian sama dengan laju reproduksi. Sehingga penambahan

dan pengurangan jumlah fitoplankton dapat dikatakan seimbang dan kepadatan tetap.

4. Fase Kematian

Pada fase ini jumlah sel menurun secara geometrik dan laju kematian lebih cepat

daripada laju reproduksi. Secara skematik pola pertumbuhan fitoplankton dapat

digambarkan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Pola pertumbuhan Fitoplankton (Sumber: Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Keterangan :

1. Fase istirahat, 2. Fase logaritmik atau eksponensial, 3. Fase penurunan kecepatan tumbuh, 4. Fase stasioner, 5. Fase kematian

2.3 Biologi Tetraselmis chuii

2.3.1 Klasifikasi Tetraselmis chuii

Page 20: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Tetraselmis adalah alga biru-hijau yang dikenal flegelata berklorofil sehingga berwarna

hijau dapat terlihat pada Gambar 2. Klasifikasi dari tetraselmis sebagai berikut:

Phylum: Chlorophyta

Kelas: Prasinophyceae

Ordo: Pyramimonadales

Genus: Tetraselmis (Bougis, 1979 dalam Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Menurut Kawaroe et al. (2010), Tetraselmis mengandung beberapa asam lemak, yaitu

Asam laurat (0,18%), Asam stearate (0,21%), Asam myristat (0,12%), Asam oleat (1,4%),

Asam palmitate (1,05%), dan Asam linoelat (0,57%). Tetraselmis chuii dapat dilihat pada

Gambar 2.

(a) (b) Gambar 2. Gambar Tetraselmiss chuii (a) menurut Cresswel (2010) perbesaran 400 kali

dan (b) menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) perbesaran 1000 kali. 2.3.2 Morfologi Tetraselmis chuii

Tetraselmis chuii adalah alga yang bersel

tunggal, memiliki 4 flagella berwarna hijau (green

flagella). Flagella digunakan untuk bergerak

dengan lincah dan cepat. Tetraselmis chuii

memiliki ukuran sekitar 7-12 mikron. Klorofil merupakan pigmen yang mendominasi

Tetraselmis sehingga berwarna hijau. Selulosa dan pektosa merupakan penyusun dinding

sel Tetraselmis chuii (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Page 21: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

2.3.3 Sifat-sifat Ekologi dan ReproduksiTetraselmis chuii

Tetraselmis chuii dapat mentolerir salinitas kisaran 15 ppt – 36 ppt, dan dapat hidup

pada suhu 150C-360C (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Sedangkan dalam penilitian Putri

et al. (2013), Tetraselmis dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan yang memiliki suhu

240C-290C, sedangkan salinitas berkisar 30-31 ppt. Cahaya yang diperlukan untuk sumber

energi dalam proses fotosintesis kisaran antara 3600-4400 lux.

Tetraselmis chuii bereproduksi secara vegetative aseksual dan seksual. Pada aseksual,

Tetraselmis chuii melakukan pembelahan protoplasma 2, 4, 8 dan seterusnya yang

berbentuk zoospore yang sudah di lengkapi 4 buah flagella. Sedangkan secara seksual,

setiap sel mempunyai gamet yang identik (isogami) kemudian menurunkan zigot baru dan

diikuti perkembangan zigot yang sempurna (Kawaroe et al., 2010).

2.4 Pengaruh Intensitas Cahaya

Menurut Handoko (2013), cahaya adalah salah satu bentuk gelombang elektromagnetik

sedangkan jarak antara puncak gelombang elektromagnetik adalah panjang gelombang.

Panjang gelombang sekitar kurang dari 1 nanometer hingga 1 kilometer. Cahaya ultraviolet

(UV) memiliki panjang gelombang 100 sampai 380 nm. Seluruh nilai radiasi disebut

spektrum elektromagnetik.

Intensitas cahaya adalah banyak cahaya per luas area per satuan waktu. Masuknya

energi yang diterima bumi sebanyak 7000 Kkal/m2/tahun. Sekitar 45% diserap oleh pigmen-

pigmen pada saat proses fotosintesis sebesar 2735 Kkal/m2/tahun (Pujiono, 2013). Cahaya

dapat diartikan radiasi elektromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang 380-

780 nm. Reaksi fotosintesis terjadi karena cahaya yang memiliki panjang gelombang 400-

700 nm yang juga disebut photosynthetically active radiaton (PAR). Satuan partikel cahaya

kecil disebut foton dengan satuan unit µmol/m2/detik (Muslihatin, 2009). Spektrum cahaya

dalam bentuk gelombang warna dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 22: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 3. Spektrum cahaya dalam spektrum gelombang elektromagnetik secara

keseluruhan (Handoko, 2013).

Organisme fotosintetik menyerap cahaya dalam bentuk foton. Energi berasal dari foton

digunakan klorofil untuk memecah ikatan hidrogen pada air dan nanti bersama CO2 pada

saat fotosintesis akan digunakan untuk mensintesa gula. Demikian cahaya yang diterima

Tetraselmis chuii juga berbentuk foton. Tetraselmis chuii adalah organisme autotrof yang

dapat membentuk senyawa organik, maka dari itu cahaya matahari sangat dibutuhkan pada

proses fotosintesis (Pujiono, 2013). Dalam kultur fitoplankton skala laboratorium, lampu TL

dapat digunakan untuk menggantikan cahaya matahari dimana besar intensitas cahaya

dapat memenuhi dalam proses fotosintesis (Matakupan, 2009).

2.5 Kulturisasi Mikroalga di laboratorium

Kultur adalah suatu proses yang tujuannya untuk memperbanyak dengan kondisi

lingkungan yang terkontrol (Pujiono, 2013). Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995),

kultur fitoplankton murni di awali dengan isolasi lalu dikembangkan sedikit demi sedikit

secara bertahap. Mula-mula kultur menggunakan media yang hanya beberapa milimeter

saja, lalu meningkat ke volume 3 liter tetapi kultur masih dilakukan dalam laboratorium

sehingga dapat dikatakan skala laboratorium. Selanjutnya kultur dilakukan out-door dalam

volume 60-100 liter. Karena kultur fitoplankton menggunakan tahap demi tahap atau

berlanjut. Bertujuan agar pertumbuhan fitoplankton dapat optimal sehingga menghasilkan

bibit bermutu tinggi .

Kultur komposisi nutrien pada media sangat berperan penting. Mikroalga air laut sudah

mendapatkan nutrien dari air laut. Air laut diketahui mengandung nutrien yang cukup

lengkap. Namun untuk mencapai pertumbuhan yang optimum perlu dilakukannya

Page 23: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

mencampur nutrien yang tidak terkandung dalam air laut. Dalam kultur mikroalga skala

laboratorium, lampu TL dapat digunakan sebagai pengganti cahaya matahari, namun

intensitas cahaya lampu TL juga perlu diatur agar dapat memenuhi kebutuhan fotosintesis

(Matakupan, 2009).

1.6 Faktor-faktor Lingkungan Pendukung Kepadatan sel Tetrasselmis chuii

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kultur seperti suhu, pH, intensitas cahaya,

jumlah sel (Putri et al., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

kepadatan sel Tetraselmis chuii dapat diukur berdasarkan parameter kimia, parameter fisika

dan parameter biologi. Parameter kimia seperti kadar nutrien N dan P, pH, salinitas dan

oksigen terlarut yang terdapat di dalam medium kultur Tetraselmis chuii, parameter fisika

yang diukur seperti suhu dan cahaya, sedangkan paramater biologi yaitu tingkat

pertumbuhan dan jumlah kepadatan sel Tetraselmis chuii. Berikut adalah parameter

pendukung pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii skala laboratorium:

1. Nutrien Nitrat dan Fosfat

Menurut Prabowo (2009), nutrien adalah salah satu parameter kimia pendukung

pertumbuhan kultur Tetraselmis chuii . Nutrien terdiri dari unsur makro dan unsur mikro.

Contoh unsur hara makro yang dapat membantu pertumbuhan mikroalga adalah N, K, Mg,

S, P dan Cl. Sedangkan unsur hara mikro yaitu Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo. Unsur-unsur

hara tersebut didapatkan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain. Setiap unsur hara

tersebut memiliki manfaat-manfaat yang berpengaruh terhadap kepadatan dan pertumbuhan

organisme yang dikultur tanpa mengesampingkan pengaruh dari lingkungan tersebut .

Nitrogen merupakan nutrien makro yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroalga

dalam aktifitas metabolisme sel seperti katabolisme maupun asimilasi, khususnya pada

biosintesis protein. Dikarenakan nitrogen dengan kondisi yang optimal, sehingga aktifitas sel

juga berjalan dengan baik, termasuk sintesis klorofil. Jenis pupuk yang biasa digunakan

dalam kultur fitoplankton adalah sejenis PA (Pro Analisis) yang sudah distandarkan seperti

Page 24: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

pupuk Walne, Gruillard. Namun pupuk ini dikenal memiliki harga yang mahal. (Amanatin

dan Tutik, 2013). Kandungan pupuk Walne dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Suhu

Parameter fisika yang diukur adalah suhu. Suhu pada media pemeliharaan yang

dilakukan oleh Nofi et al. (2012) berkisar 240-260C yang merupakan kisaran suhu optimum

untuk kultur mikroalga. Karna pada kisaran suhu tersebut metabolisme mikroalga

berlangsung dengan baik. Menurut Kawaroe et al. (2010), pada saat kultivasi mikroalga

suhu optimal yang dibutuhkan adalah berkisar antara 24-300C, namun semua bergantung

pada lokasi media. Ada beberapa mikroalga yang dapat hidup pada suhu antara 16-350C.

Suhu yang paling mendukung pertumbuhan mikroalga adalah 25-400C yang mana sesuai

dengan kisaran suhu di perairan Indonesia.

3. pH

Menurut Putri et al. (2013), pH atau derajat keasaman antara 8-9 termasuk kisaran yang

sesuai dalam mendukung pertumbuhan Tetraselmis chuii dalam media kultur. pH

merupakan salah satu parameter kimia yang biasanya diukur untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan. Hasil pengukuran pH yang diperoleh Nofi et al. (2012),

sebesar 7,54-8,62 yang kisarannya masih dikatakan baik dalam kultur mikroalga. Kecepatan

pertumbuhan alga akan menurun jika pH melebihi batas optimum atau di bawah batas

optimum.

4. Salinitas

Salinitas merupakan parameter kimia yang diukur dalam penelitian kultur Tetraselmis

chuii. Tetraselmis chuii mempunyai toleransi salinitas yang cukup luas. Tetraselmis chuii

dapat hidup pada wilayah yang memiliki salinitas berkisar 15-36 ppt (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995). Fitoplankton Tetraselmis chuii dapat hidup pada medium yang memiliki

kadar salinitas 30-31 ppt (Putri et al., 2013).

5. Cahaya

Page 25: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Cahaya sangat dibutuhkan oleh fitoplankton, karena cahaya dapat menghasilkan energi

yang digunakan untuk proses fotosintesis. Matakupan (2009) menggunakan lampu TL

sebesar 20, 40 dan 60 watt. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

pertumbuhan dan kepadatan sel yang tinggi terjadi pada perlakuan sebesar 60 watt. Jika

menggunakan intensitas cahaya yang besar maka hasil pertumbuhan kultur mikroalga akan

baik. Namun jika menggunakan intensitas cahaya yang terlalu besar maka akan berdampak

terhadap pertumbuhan Tetraselmis chuii yang mengakibatkan menipisnya jumlah nutrien

didalam media kultur karna laju perkembangan sel yang sangat pesat dan terjadi kerusakan

sel-sel klorofil akibat intensitas cahaya yang terlalu tinggi serta mengakibatkan pertumbuhan

Tetraselmis chuii terganggu.

6. Pertumbuhan dan Kepadatan Sel Tetraselmis chuii

Bertambahnya kepadatan fitoplankton digunakan sebagai salah satu ukuran untuk

mengontrol pertumbuhan fitoplankton. Menghitung kepadatan fitoplankton selain untuk

mengetahui perkembangan pertumbuhan fitoplankton juga bertujuan mengetahui kepadatan

bibit, kepadatan awal kultur serta kepadatan ketika dipanen. Dalam menghitung kepadatan

fitoplankton alat yang digunakan seperti haemocytometer atau sedgewich rafter.

Haemocytometer lebih mudah digunakan dalam penghitungan dan pada umumnya juga

menggunakan haemocytometer. Haemocytometer sendiri memiliki banyak kotak tetapi

hanya beberapa kotak tertentu yang dihitung dibawah mikroskop. Alat ini dibaantu oleh pipet

tetes dan mikroskop dengan perbesaran hingga 40x10 kali untuk melihat lima bagian kotak

yang akan dihitung.namun sebelum diteteskan diatas haemocytometer, terlebih dahulu

sampel yang akan dihitung diteteskan lugol agar mikroalga yang akan dihitung nanti tidak

bergerak dan mempermudah dalam perhitungan jumlah kepadatan (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995).

Page 26: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh pemberian cahaya warna

merah dengan intensitas cahaya yang berbeda-beda yang diuji dengan skala In

vitroterhadap pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii. Melibatkan parameter

lingkungan yang meliputi parameter biologi yaitu pertumbuhan dan kepadatan Tetraselmis

chuii serta parameter fisika yaitu suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan selama penelitian bertujuan untuk

mempermudah keberlangsungannya penelitian. Alat dan Bahan yang digunakan selama

persiapan penelitian maupun selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode

eksperimen merupakan metode yang dilakukan terhadap variable yang datanya belum ada

sehingga perlu dilakukan upaya manipulasi dengan memberikan perlakuan terhadap subjek

yang diteliti dan mengamati dampak akibat perlakuan terhadap subjek (data yang akan

datang). Metode eksperimen juga merupakan penelitian secara sengaja oleh peneliti untuk

memperlihatkan respon yang diberikan oleh subjek. Metode eksperimen juga disebut

metode kausal yaitu memiliki sebab dan akibat (Jaedun, 2011).

Menurut Setyanto (2013), eksperimen merupakan sengaja melakukan manipulasi

kepada lebih dari satu objek dengan cara-cara tertentu sehingga berpengaruh pada satu

atau lebih objek lain. Objek yang dimanipulasi adalah variabel bebas dan objek yang akan

dilihat responnya adalah variable terikat. Respon yang diterima akan menjadi hasil penelitian

setelah dilakukan analisis apakah akan berpengaruh atau malah tidak sama sekali. Metode

eksperimen menerangkan beberapa hal, yaitu:

Page 27: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

1. Metode penelitian mengamati hubungan sebab akibat dari satu atau lebih variabel

independen dengan variabel kontrol.

2. Melakukan manipulasi untuk melihat respon dan dampak terhadap suatu atau lebih

variabel yang bertujuan untuk penelitian.

3. Mengelompokkan subyek penelitian (responden) ke dalam kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dimana subyek yang akan dikenai perlakuan (treatmen) sedangkan

perlakuan (treatmen) mengenakan (exposed) variabel bebas yang dimanipulasi kepada

kelompok eksperimen dan kontrol supyek yang dijadikan pembanding atau tidak

dikenakan perlakuan.

4. Membandingkan kelompok yang terkena perlakuan dengan kelompok yang tidak terkena

perlakuan (kontrol).

5. Pengaruh hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependen.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan sebagai rancangan penelitian dikarenakan

pada kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang homogen dan kondisi ini bisa dicapai

di ruang yang terkontrol seperti laboratorium atau rumah kaca (Utami et al., 2012).

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan

empat ulangan. Denah percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.

A1 A2

A4

B2

A3

Lampu merah 20 watt (Rak

1)

B1

Lampu merah 40 watt (Rak

2)

B3 B4

Page 28: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 4. Denah Percobaan

Keterangan: Ulangan : 1- 6 Perlakuan : A (Lampu merah 20 watt) B (Lampu merah 40 watt) C (Lampu merah 60 watt) 3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa langkah kegiatan, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang

menggunakan kaporit dan detergen, membagi tiga rak kultur untuk tiga perlakuan, memberi

perlakuan terhadap Tetraselmis chuii yang sudah diukur padat tebarnya disetiap toples.

Fitoplankton Tetraselmis chuii akan diaklimatisasi selama 1 hari, lalu kultur dilakukan kurang

lebih 10 hari atau sampai pertumbuhannya menurun drastis. Selanjutnya mengamati

parameter kualitas air dan pertumbuhan Tetraselmis chuii. Lalu menghitung kepadatan sel

Tetraselmis chuii setiap 1 kali dalam sehari, pada pukul 10.00 - 11.00 WIB.

3.5.1 Strelisasi Alat dan Bahan

Persiapan sebelum penelitian meliputi dilakukannya sterilisasi alat bahan yang akan

digunakan selama penelitian. Sterilisasi bertujuan agar alat bahan selama penelitian tidak

terkontaminasi (Marwa, 2014). Sterilisasi bermanfaat untuk menghilangkan atau

meminimalkan adanya mikroorganisme atau zat pengganggu lainnya yang terdapat pada

alat dan bahan yang dibutuhkan selama penelitian (Prabowo, 2009).

Langkah-langkah sterilisasi sebelum dimulainya penelitian meliputi sterilisasi alat, ruang

kerja dan eksplan. Alat-alat logam dan gelas disterilisasi menggunakan autoklav selama 20

menit pada suhu 1210C (Indah dan Dini, 2013). Pada penilitian yang dilakukan oleh Sari dan

Abdul (2012), langkah-langkah dalam sterilisasi alat seperti toples dicuci terlebih dahulu

C1 C2

C3 C4

Lampu merah 60 watt (Rak

3)

Page 29: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

menggunakan detergen, lalu toples, selang dan batu aerasi direndam dengan kaporit

selama 24 jam. Sebelum digunakan dibilas terlebih dahulu menggunakan air tawar.

Kemudian air laut direbus hingga mendidih, dan langsung masukkan ke dalam toples lalu

tutup dengan rapat, tunggu hingga air laut dingin atau sesuai suhu ruangan. Tahap-tahap

sterilisasi alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.5.2 Pengaturan Intensitas Cahaya

Hasil analisis ragam skala laboratorium yang dilakukan oleh Matakupan (2009),

menggunakan lampu TL 60 watt menghasilkan kepadatan 224,916 x 104 sel/ml merupakan

kepadatan sel yang paling tinggi dibanding menggunakan lampu TL 40 watt kepadatan

193,75 x 104 sel/ml, lampu TL 20 watt kepadatan 43,75 x 104 sel/ml.

Penilitian ini menggunakan lampu TL berwarna merah dengan intensitas cahaya yang

berbeda-beda, yaitu 40 watt, 60 (20+20+20) watt dan 80 (20+20+20+20) watt. Lampu akan

diletakkan di antara (tengah) wadah kultur yang tujuannya agar keseluruhan wadah terkena

cahaya yang optimal dan merata. Ke tiga perlakuan ini akan diamati lampu TL mana yang

akan mendukung pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii dalam skala

laboratorium. Selain itu juga akan ditutupi keseluruhan rak menggunakan plastik hitam untuk

menghindari cahaya dari luar yang akan mempengaruhi hasil penelitian.

3.5.3 Pembuatan Media Kultur

Penelitian yang dilakukan oleh Marwa et al. (2014), proses pembuatan media kultur

yang menggunakan toples plastik 3L adalah sebagai berikut, air laut yang sudah disterilkan

sebelumnya dimasukkan kedalam toples kaca sebanyak ± 1.200 ml. Lalu masukkan pupuk.

Lalu masukkan benih fitoplankton ke dalam setiap wadah sebanyak 300 ml. Selanjutnya

selang batu aerasi dipasang, kemudian semua erlenmeyer yang sudah dibungkus dengan

plastik transparan berwarna merah diletakkan pada rak kultur dekat lampu. Suhu ruangan

dipertahankan 250C, sampling fitoplankton dilakukan setiap 24 jam. Menggunakan

mikroskop dan haemochytometer sampel dihitung kepadatan populasinya, dibantu dengan

Page 30: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

hand tally counter. Pengamatan sampel dilakukan hingganpertumbuhan fitoplankton

mengalami penurunan.

Pembuatan media kultur pada penelitian ini yaitu toples yang digunakan adalah toples

3L. Air laut diencerkan dengan aquades, untuk menurunkan salinitas air laut dari 35 ppt

menjadi 30 ppt. Kemudian air laut yang sudah disterilisasi dimasukkan ke dalam toples 3L

sebanyak 1.000 ml. Lalu pupuk walne sebanyak 1 ml dan vitamin B12 sebanyak 1 ml

dimasukkan ke dalam toples. Komposisi pupuk walne dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perbandingan pupuk dan volume media 100:1 berdasarkan Pujiono (2013). Tahap-tahap

penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahap-tahap penelitian

3.5.4 Penelitian Pendahuluan

Persiapan Alat dan Bahan

Sterilisasi Alat dan Bahan Pengaturan Intensitas Cahaya

Menebar Tetraselmis chuii (padat tebar 1x104)

Kultur di dalam toples 3L

Perlakuan 1500

lux (20 watt)

Perlakuan 3000

lux (40 watt)

Perlakuan 4500

lux (60 watt)

Kultur Tetraselmis chuii selama 10 hari

Perhitungan pertumbuhan

kepadatan sel

Pengukuran faktor-faktor

lingkungan

Page 31: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan kultur Tetraselmis chuii yang diberikan

perlakuan cahaya warna merah dengan intensitas yang berbeda-beda. Penelitian

pendahuluan menggunakan tiga perlakuan dan enam ulangan, dimana perlakuan terdiri dari

daya sebesar 40 watt, 60 watt dan 80 watt. Kultur Tetraselmis chuii dilakukan selama 10 hari

dan diamati pertumbuhannya setiap 1 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 10.00 - 11.00 WIB.

Pada akhir penelitian pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii akan dihitung

keseluruhan dan membandingkan pertumbuhan dan kepadatan sel disetiap perlakuan. Hasil

penelitian pendahuluan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menggunakan besar

intensitas cahaya pada kultur Tetraselmis chuii sesungguhnya.

3.5.5 Pelaksanaan Penelitian

1. Pengamatan Pertumbuhan dan Kepadatan Sel Tetraselmis chuii dengan menggunakan Haemocytometer

Pengamatan pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii dilakukan setiap 1 kali

dalam sehari, pada pukul 10.00 - 11.00 WIB selama 10 hari masa kultur. Alat ini dapat

digunakan dengan alat tambahan lainnya, yaitu mikroskop dan pipet tetes. Haemacytometer

adalah alat yang berbahan gelas terbagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang

pandang. Kotak berbentuk bujur sangkar memiliki sisi 1 mm dan tinggi 0,1 mm, dan ketika

ditutup dengan gelas penutup, volume ruangan ada di atas bidang bergaris adalah 0,1 mm3

atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang memiliki sisi 1 mm dibagi lagi menjadi dua puluh lima

buah kotak bujur sangkar dan masing-masing dibagi lagi menjadi enam belas kotak bujur

sangkar yang lebih kecil. Bentuk Haemacytometer dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 32: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 6. Haemocytometer alat yang digunakan untuk menghitung kepadatan pertumbuhan Tetraselmis chuii (Noercholis dan Erwien, 2015).

Cara menghitung kepadatan fitoplankton dengan Haemacytometer yaitu

Haemacytometer dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan dengan tisu. Lalu pasang

gelas penutupnya. Gunakan pipet tetes untuk meneteskan fitoplankton yang akan dihitung

kepadatannya pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Untuk Fitoplankton

Tetraselmis chuii yang bergerak sebelum diteteskan pada Haemacytometer, diteteskan

terlebih dahulu dengan lugol atau formalin untuk mematikan fitoplankton. Lalu

haemacytometer diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 atau 400 kali dan

dicari bidang yang berkotak-kotak. Untuk menghitung kepadatan fitoplankton yaitu dengan

menghitung fitoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang memiliki sisi 1 mm.

Apabila jumlah yang dihitung N, maka rumus kepadatannya adalah N x 104 sel/ml

(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Area perhitungan Haemocytometer dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Area perhitungan haemacytometer (Kusuma dan Enny, 2014).

2. Pengukuran Faktor Lingkungan

Pengukuran faktor-faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan yaitu seperti suhu

(0C) menggunakan thermometer, nilai pH yang diukur menggunakan kertas indikator pH

setiap 1 x 24 jam, salinitas (ppt) menggunakan refraktometer, keduanya dihitung pada awal

dan di akhir penelitian pada saat sebelum penghitungan jumlah kepadatan sel Tetraselmis

Page 33: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

chuii (Putri et al., 2013). Penelitian ini dilakukan pengukuran faktor-faktor lingkungan meliputi

suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, kadar N dan P. Pengukuran dilakukan setiap 1 kali

dalam sehari pada pukul 10.00 - 11.00 WIB. Dokumentasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran 8..

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hariyadi et al. (2010), pengukuran produktivitas

primer dengan metode oksigen botol gelap dan botol terang dilaksanakan pada pukul 09.00

WIB atau pukul 10.00 WIB. Dan pada penelitian yang dilaksanaan oleh Haryanti dan

Tetrnica (2009), penyemprotan air untuk mendapatkan pembukaan stomata yang dilakukan

pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dan sore pada pukul 15.00 WIB yang

biasanya membuka pada saat hari terang yang memungkinkan masuknya CO2 yang

dibutuhkan saat fotosintesis siang hari dan penutupan menjelang sore hari. Pengukuran

faktor-faktor lingkungan pendukung pertumbuhan Tetraselmis chuii yaitu:

a. Salinitas

Parameter kimia yaitu salinitas diukur menggunakan alat refraktometer. Pengukuran

salinitas pada media kultur akan dilakukan setiap 1 kali dalam sehari selama 10 hari masa

kultur Tetraselmis chuii dalam skala laboratorium. Pengukuran salinitas dilakukan pada

pukul 10.00 – 11.00 WIB.

b. Suhu

Suhu merupakan parameter fisika yang diketahui dapat mendukung dan mempengaruhi

pertumbuhan kultur fitoplankton Tetraselmis chuii. Mengukur suhu menggunakan alat

thermometer. Suhu diukur 1 kali dalam sehari pada pukul 10.00 - 11.00 WIB selama 10 hari

masa kultur Tetraselmis chuii di laboratorium.

c. pH

Derajat keasaman atau pH diketahui mendukung pertumbuhan kultur Tetraselmis chuii.

Parameter kimia ini diukur menggunakan alat pH meter. Pengukuran dilakukan setiap 1 kali

dalam sehari selama 10 hari masa kultur Tetraselmis chuii pada pukul 10.00 - 11.00 WIB.

d. Oksigen Terlarut

Page 34: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Pengukuran Oksigen terlarut dilakukan setiap 1 kali dalam sehari pada pukul 10.00 -

11.00 WIB selama 10 hari masa kultur. Pengukuran Oksigen Terlarut menggunakan alat DO

(Dissolved Oxygen) meter. Oksigen terlarut diukur dikarenakan merupakan salah satu

perameter pendukung kimia dalam pertumbuhan Tetraselmis chuii dalam media kultur.

e. Cahaya

Cahaya sangat penting untuk membantu proses fotosintesis fitoplankton Tetraselmis

chuii. Pengaturan intensitas cahaya menggunakan luxmeter. Pengukuran dilakukan pada

awal penelitian, pada berkurangnya yang relatif dan akhir peneltian.

f. Nutrien ( N dan P)

Kadar nutrien yang terkandung di dalam media kultur sangat penting untuk diketahui

banyaknya nutrien didalam medium sangat mempengaruhi pertumbuhan. Kadar N dan P

diukur dengan menggunakan spektrofotometer yang diukur pada awal penelitian,

pertengahan dan akhir penelitian.

3. Pengukuran Pertumbuhan dan Kepadatan Sel

Menghitung kepadatan sel dilakukan setiap hari dari awal kultur hingga akhir masa

penelitian. Menghitung kepadatan sel Tetraselmis chuii dengan metode penghitungan

konsentrasi sel menggunakan 0,1 mm deep Neubauer haemocytometer dan alat bantu

mikroskop. Menurut Cresswel (2010), rumus yang digunakan untuk menghitung

pertumbuhan adalah:

Jumlah (sel/ml) = n x 25 x 104

Keterangan: n: Jumlah sel yang ada dalam lima kotak 25: Jumlah keseluruhan kotak 104: konsentrasi padat tebar Jumlah bidang pandang: jumlah kotak yang akan dihitung

Jumlah bidang pandang

Page 35: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

3.6 Data Analisis

Data yang diperoleh saat penelitian yaitu pertumbuhan dan kepadatan sel selanjutnya

akan dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai dengan rancangan

percobaan yang digunakan yaitu Rancang Acak Lengkap (RAL). Apabila hasil uji yang

didapatkan berbeda nyata (F hitung > F tabel), maka akan dilaksanakan uji lanjut beda

nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95% (Putri et al., 2013).

Page 36: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Kepadatan Tetraselmis chuii

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya pertambahan sel dari hari ke hari selama

proses kultur. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), kepadatan sel fitoplankton

ditandai dengan bertambahnya jumlah sel selama kultur. Maka dari hasil penelitian diperoleh

data pertumbuhan kepadatan Tetraselmis chuii pada Lampiran 4 dan rata-rata pertumbuhan

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan Tetraselmis chuii

Hari ke- Perlakuan 1x104 (sel/ml)

1500 lux 3000 lux 4500 lux

0 4 8,25 9,5

1 10 12,5 17,5

2 15 19,25 28,75

3 20,75 24,75 49,75

4 33,75 30,25 75

5 54,5 43,75 88,75

6 36,75 93,75 73,75

7 31,25 51,25 57,5

8 28 40,5 47,75

9 22 27,5 31,25

10 25,5 15,5 19,5

Tabel 2 menunjukkan rata-rata pertumbuhan Tetraselmis chuii dari ke-0 hingga hari ke-

10. Rata-rata pertumbuhan meningkat pada hari ke-4 dan ke-5. Ini menunjukkan bahwa

puncak pertumbuhan Tetraselmis chuii terjadi pada hari ke-4 dan pada hari ke-5. Tingkat

kenaikan dan penurunan jumlah kepadatan sel Tetraselmis chuii dapat dilihat dalam grafik

yang tersaji pada Gambar 8.

Page 37: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 8. Rata-rata pertumbuhan kepadatan Tetraselmis chuii pada tiga perlakuan

Gambar 8 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan kepadatan tidak jauh berbeda antar

perlakuan. Pertambahan sel mengalami peningkatan setelah dilakukan padat tebar awal

dengan konsentrasi 1x104. Pada hari ke-0 rata pertumbuhan masih sangat sedikit di

karenakan ini adalah fasel awal dimana fitoplankton masih menyesuaikan dengan

lingkungan yang baru atau disebut fase istirahat dimana populasi belum mengalami

perubahan banyak dan jumlah sel belum meningkat (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Kenaikan terlihat secara bertahap dari hari ke hari. Pada hari ke-1 dan ke-2 Tetraselmis

chuii mulai memasuki fase eksponensial dimana laju pertumbuhan mikroalga tetap. Pada

perlakuan 1500 lux dan 4500 lux hari ke-5 merupakan kepadatan maksimal dari

pertumbuhan Tetraselmis chuii dan akan memasuki fase stasioner dimana ketika jumlah

populasi maksimal dan akan mengalami penurunan jumlah sel secara ekstrim. Kepadatan

jumlah sel menurun ekstrim ketika memasuki hari ke-6 dan terjadi penurunan tetap pada

hari selanjutnya. Sedangkan pada perlakuan 3000 lux kepadatan maksimal terjadi pada hari

ke-5.

Kepadatan maksimum pada perlakuan intensitas cahaya warna merah 1500 lux terjadi

di hari ke-5 dengan kepadatan rata-rata maksimum sebanyak 54,5x104 sel/ml. Perlakuan

intensitas cahaya warna merah 3000 lux mencapai kepadatan maksimum pada hari ke-6

dengan jumlah 93,75x104 sel/ml dan perlakuan intensitas cahaya warna merah 4500 lux

mencapai kepadatan maksimum sebanyak 88,75x104 sel/ml pada hari ke-5.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ju

mla

h s

el 1

0x

4 (s

el/m

l)

Waktu kultur (hari)

1500 lux

3000 lux

4500 lux

Page 38: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Jumlah kepadatan sel Tetraselmis chuii mengalami peningkatan sejak awal penebaran

pada setiap perlakuan. Setelah mencapai pertumbuhan kepadatan yang maksimal, maka

akan mengalami penurunan jumlah sel. Banyaknya sel di awal penebaran karena

kandungan nutrien pada media masih banyak sehingga memungkinkan untuk Tetraselmis

chuii membelah berulang-ulang. Namun ketika nutrien sudah menurun maka jumlah

kepadatan pun akan menurun hingga berhenti lalu sel-sel akan mengecil dan hancur

(Matakupan, 2009).

1.2 Pengaruh Intensitas Cahaya Warna Merah yang Berbeda terhadap Pertumbuhan

Kepadatan Tetraselmis chuii

Intensitas cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan dalam proses fotosintesis serta

metabolisme seluruh tumbuhan yang merupakan faktor kontrol dalam lingkungan mikroalga

dan tumbuhan lainnya, termasuk Tetraselmis chuii (Utami, 2016). Berdasarkan pengamatan

yang dilakukan selama penelitian memperlihatkan kepadatan pertumbuhan Tetraselmis chuii

yang berbeda-beda antar perlakuan.

Alasan penelitian ini mengapa menggunakan cahaya berwarna merah karena cahaya

merah dan orange termasuk cahaya yang paling efektif dalam membantu proses

fotosintesis tumbuhan perairan. Dapat dikatakan bahwa cahaya merah juga memberikan

efek yang sangat baik bagi pertumbuhan serta dalam fotosintesis mikroalga (Marwa, 2014).

Selama dalam kultur skala laboratorium intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar 1000

sampai 5000 lux (Kawaroe, 2010).

Pertumbuhan kepadatan Tetraselmis chuii yang paling tinggi yaitu pada perlakuan 4500

lux, rata-ratanya sebesar 28,32x104 sel/ml. Selanjutnya yaitu pada perlakuan 3000 lux

dengan rata-rata kepadatan 26,51x104 sel/ml dan kepadatan terendah pada perlakuan 1500

lux dengan rata-rata kepadatan 13,78x104 sel/ml. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Matakupan (2009), perlakuan dengan menggunakan lampu TL sebesar 60 watt

menghasilkan kepadatan yang paling tinggi, lalu kepadatan tertinggi ke-2 dengan perlakuan

lampu TL 40 watt dan yang terendah menggunakan perlakuan lampu TL 20 watt. Perlakuan

kultur dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 39: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

(a). Perlakuan intensitas cahaya merah 1500 lux

(b). Perlakuan intensitas cahaya merah 3000 lux

(c). Perlakuan intensitas cahaya merah 4500 lux

Gambar 9. Perlakuan kultur (pada fase awal) Tetraselmis chuii

Selanjutnya akan dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai dengan

rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancang Acak Lengkap (RAL). Uji F dengan

menggunakan uji ragam hasilnya pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Analisa Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya Warna Merah terhadap Laju Pertumbuhan Tetraselmis chuii dilihat dari Kepadatan Sel

pada Skala In Vitro.

Sumber Keragaman DB JK KT F.Hit F 5% F 1%

Perlakuan 2 0,0057 0,002831 0,249888 4,26 8,02

Galat 9 0,1020 0,011328 **

Total 11

Page 40: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Berdasarkan pada Tabel 2 analisa ragam (ANOVA) dari perhitungan rancangan acak

lengkap (Lampiran 5), menunjukkan bahwa pada perlakuan pemberian intensitas cahaya

warna merah yang berbeda yakni 1500 lux, 3000 lux dan 4500 lux adalah tidak berbeda

nyata atau tidak berpengaruh (Fhit < Ftabel 1% dan 5%) terhadap pertumbuhan dan

kepadatan Tetraselmis chuii. Secara statistik dapat diketahui bahwa tidak terdapat

perbedaan atau tidak berpengaruh antar perlakuan. Hasil yang didapat perlakuan tidak

berbeda nyata maka H0 diterima dan H1 ditolak maka tidak dilakukan uji lanjut beda nyata

terkecil (BNT).

4.3 Faktor-faktor Lingkungan Pendukung Kepadatan Sel Tetrasselmis chuii

4.3.1 Nutrien Nitrat dan Fosfat

Unsur-unsur makro nutrien yang sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan

perkembangan mikroalga yaitu Nitrat dan Fosfat. Kedua unsur tersebut dibutuhkan lebih

banyak oleh mikroalga (Tambaru, 2000).

Nitrat unsur penting yang dibutuhkan mikroalga dalam pembentukan protein.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diperoleh data serapan nitrat pada Lampiran

6. Grafik rata-rata serapan nitrat dan fosfat pada fase awal, eksponensial dan stasioner

dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

awal eksponensial stasioner

sera

pan

nit

rat

(%)

1500

3000

4500

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

awal eksponensial stasioner

sera

pan

fo

sfa

t (%

)

1500

3000

4500

Page 41: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 10. Rata-rata nilai kandungan (a) nitrat dan (b) fosfat pada fase awal, eksponensial

dan stasioner (c) rata-rata pertumbuhan kepadatan sel Tetraselmis chuii

Pengamatan nitrat dilakukan sebanyak 3 kali dalam 3 fase yaitu fase awal,

eksponensial dan fase stasioner. Pada fase awal nilai nitrat perlakuan intensitas cahaya

warna merah 1500 lux sebesar 0,162 mg/l, pada intensitas cahaya warna merah 3000 lux

sebesar 0,11 mg/l dan pada perlakuan 4500 lux sebesar 0,166 mg/l. Selanjutnya pada fase

eksponensial perlakuan intensitas cahaya warna merah 1500 lux diperoleh nilai serapan

nitrat sebesar 2,121 mg/l, pada perlakuan 3000 lux sebesar 1,577 mg/l dan pada perlakuan

4500 lux sebesar 1, 345 mg/l. Fase ke-3 yaitu fase stasioner pada perlakuan 1500 lux

sebesar 0,750 mg/l, perlakuan 3000 lux sebesar 1,547 mg/l dan pada perlakuan 4500 lux

diperoleh sebesar 2,200 mg/l. Menurut Prabowo (2009) dalam penelitannya, nitrat yang

bernilai dibawah 0,1 mg/l adalah konsentrasi yang sangat rendah bagi pertumbuhan

mikroalga.

Fosfor merupakan unsur penting dalam pertumbuhan dan metabolisme mikroalga. Hasil

penelitian diperoleh data serapan fosfat pada fase awal, eksponensial dan stasioner yang

dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengamatan fosfat yang dilakukan pada fase awal, eksponensial dan fase stasioner

diperoleh nilai pada setiap perlakuan. Perlakuan intensitas cahaya warna merah fase awal

1500 lux serapan fosfat sebesar 2,732 mg/l pada perlakuan 300 lux sebesar 2,587 mg/l dan

pada perlakuan 4500 lux nilai serapan fosfat sebesar 2,361 mg/l. Pada fase eksponensial

didapatkan nilai serapan fosfat pada intensitas cahaya 1500 lux sebesar 0,497 mg/l, pada

0

20

40

60

80

100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ju

mla

h s

el 1

0x

4 (s

el/m

l)

Waktu kultur (hari)

1500 lux

3000 lux

4500 lux

Page 42: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

perlakuan 3000 lux sebesar 0,199 mg/l dan pada perlakuan intensitas cahaya warna merah

4500 lux sebesar 0,419 mg/l. Dan pada fase stasioner diperoleh nilai serapan fosfor sebesar

0,111 pada perlakuan 1500 lux, pada perlakuan 3000 lux sebesar 0,152 dan pada

perlakuan 4500 lux nilai serapan fosfor sebesar 0,129 mg/l. Menurut Tambaru (2000), nilai

fosfor optimum untuk pertumbuhan fitoplankton yaitu 0,09-1,80 mg/l.

Grafik Nitrat dan fosfta (Gambar 10) terlihat pada perlakuan 4500 lux bahwa kandungan

nitrat dan fosfat tidak terserap optimal. Hal ini di karenakan pada perlakuan 4500 lux

memiliki nilai pH yang sangat tinggi sehingga mempengaruhi daya penyerapan mikroalga

terhadap nutrien tidak sempurna. Selain itu pada perlakuan 4500 lux juga memiliki nilai

salinitas yang tinggi, dimana salinitas mempengaruhi tingkat pertumbuhan kepadatan

Tetraselmis chuii yang mengakibatkan penurunan yang ekstrim setelah mencapai

kepadatan puncak tertinggi, sehingga nutrien masih tersisa banyak. Sedangkan pada

perlakuan 1500 lux dan 3000 lux nilai pH tidak setinggi pada 4500 lux. Selain itu fosfat lebih

terserap banyak daripada nitrat karena fosfor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dibandingkan nitrat.

Menurut Nattasya (2009), fungsi pH dalam pertumbuhan adalah sebagai tempat

menentukan kelarutan dan ketersediaan ion mineral maka dari itu dapat mempengaruhi

penyerapan nutrien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chrismadha et al. (2006),

kekurangan nitrogen akan mengalami pertumbuhan yang relatif baik namun produktivitas

kultur berkurang, sedangkan kultur tidak dapat tumbuh tanpa adanya fosfor. Fosfor lebih

dibutuhkan dalam jumlah yang banyak daripada nitrogen. Kekurangan kedua unsur atau

penyerapan yang tidak sempurna hanya berpengaruh terhadap kandungan protein yang

dimiliki mikroalga karna nitrogen dan fosfor berperan penting dalam penyusunan senyawa

protein dalam sel.

4.3.2 Suhu

Suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan Tetraselmis chuii dan termasuk parameter

yang harus dikontrol agar tidak merusak pertumbuhan fitoplankton. Hasil pengamatan

Page 43: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

kisaran suhu selama penelitian yaitu 25,8 – 28,70C. Data pengamatan dapat dilihat pada

Lampiran 7 dan grafik rata-rata suhu selama pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Rata-rata suhu kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan Suhu yang terdapat selama penelitian berkisar tinggi di karenakan lampu TL terlalu

rapat pada media sehingga panas yang dihasilkan lampu TL mempengaruhi suhu pada

media kultur namun termasuk suhu yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan

kepadatan mikroalga. Rentang suhu yang baik untuk pertumbuhan mikroalga adalah kisaran

25-300C (Pariawan, 2014).

4.3.3 pH

pH adalah salah satu parameter lingkungan pendukung pertumbuhan fitoplankton dan

sangat mempengaruhi proses pertumbuhan. Hasil pengukuran pH selama penelitian yang

dilakukan berkisar antara 7,24 – 8,81. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran

7. Rata-rata pH selama kultur dapat dilihat pada Gambar 12.

0

20

40

60

80

100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Suh

u 0

C

Hari ke-

1500 Lux 3000 Lux 4500 Lux

0

5

10

15

20

25

30

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Der

ajat

kea

sam

an(p

H)

Hari ke-

4500 lux

3000 lux

1500 lux

Page 44: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 12. Rata-rata nilai pH kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan

Kepadatan sel Tetraselmis chuii maksimum terjadi pada pH kisaran 8,16-8,45. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Adi et al. 2015, titik optimum pH yang menghasilkan

konsentrasi biomassa berada pada pH 8,23. Menurut Tambaru (2000), pH merupakan

parameter pengukur produktivitas suatu perairan. pH yang optimum untuk pertumbuhan

fitoplankton yaitu 6,5-8,0. Pada perairan yang kondisi asam pH kurang dari 6, organisme

yang menjadi pakan ikan tidak akan tumbuh dengan baik.

pH selama penelitian dikatakan kurang baik dikarenakan nilai pH hampir mencapai 9.

pH yang tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga karena fungsi pH untuk

pembentukan protein. Menurut Chrimadha et al. (2006), kekurangan unsur nitrogen dan

fosfor atau penyerapan yang tidak sempurna hanya berpengaruh terhadap kandungan

protein yang dimiliki mikroalga karna nitrogen dan fosfor berperan penting dalam

penyusunan senyawa protein dalam sel.

4.3.4 Salinitas

Tetraselmis chuii adalah salah satu fitoplankton yang hidup dalam media air laut. Maka

kadar salinitas sangat berpengaruh dalam mendukung kepadatan Tetraselmis chuii. Data

salinitas yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7. Menurut Mustafa

(1982), Tetraselmis chuii memiliki toleransi salinitas yang cukup luas yaitu berkisar 20 – 35

0/00. Namun kisaran yang baik untuk pertumbuhan Tetraselmis chuii yaitu 27-32 0/00. Gambar

grafik rata-rata salinitas selama pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 45: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Gambar 13. Rata-rata nilai salinitas kepadatan Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan

Gambar 13 merupakan rata-rata salinitas selama kultur. Salinitas pada saat kultur

berkisar antara 30-43 0/00. Salinitas yang didapatkan terlalu tinggi, beberapa faktor yang

mempengaruhi nilai salinitas yang sangat tinggi yaitu, panasnya lampu TL dan sangat

dekatnya jarak lampu TL ke media sehingga terjadi penguapan yang tinggi terlihat dari

berkurangnya air beberapa sentimeter setiap hari pada media setelah ditinggalkan satu

malam. Indikasi penguapan hingga menghasilkan garam dapat dilihat pada sekitar media

dan pada tutup toples yang ditemukan setiap hari pengukuran (Prabowo, 2009).

Salinitas selama penelitian mempunyai kadar yang sangat tinggi, dampak nya yaitu

penurunan kepadatan sel terjadi sangat cepat yaitu pada hari ke empat di setiap perlakuan

tersebut. Air laut yang telah menguap dan mengering menjadi butiran garam halus juga

ditemukan disekitar toples atau rak kultur. Menurut Adi et al. 2015, pertumbuhan

Tetraselmis chuii dengan salinitas yang tinggi yaitu 45-510/00 akan mengalami penurunan

lebih awal dibandingkan jika menggunakan salinitas lebih rendah 9 0/00.

4.3.5 Oksigen Terlarut

Pertumbuhan Tetraslemis chuii juga dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut pada

media kultur. Oksigen pada media kultur bisa berasal dari aerasi selama kultur. Aerasi

digunakan untuk mengindarinya pengendapan juga untuk emmasok oksigen. Selain itu

oksigen juga yang dihasilkan oleh mikroalga Tetraselmis chuii berasal dari proses

fotosintesis.

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kis

aran

pH

Hari ke-

1500 lux 3000 lux 4500 lux

Page 46: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Pengukuran oksigen terlarut selama penelitian didapatkan sebesar 6,45-8,57 ppm. Data

Oksigen terlarut selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7. Grafik rata-rata oksigen

terlarut dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 15. Rata-rata nilai oksigen terlarut Tetraselmis chuii pada setiap perlakuan Pada grafik (Gambar 14) diatas terlihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut selama

kultur dapat dikatakan memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi berkisar 6,45-8,57.

Faktor kadar oksigen terlarut yang tinggi dapat dipengaruhi oleh rendahnya kedalaman

media, tidak terlalu keruh dikarenakan mendapat cahaya yang sangat cukup serta memiliki

aerasi yang sangat kuat untuk mengaduk agar tidak terjadinya pengendapan Tetraselmis

chuii.

Kadar oksigen terlarut yang sangat baik pada perairan untuk mendukung pertumbuhan

ikan maupun tumbuhan yaitu berkisar 5 mg/l (Patty et al., 2015). Rendahnya kadar oksigen

terlarut di dalam air dapat disebabkan karena adanya kekeruhan dan suhu yang tinggi di

perairan. Oksigen terlarut merupakan hasil dari proses fotosintesis oleh mikroalga dan

tumbuhan air lainnya (Koch, 2001). Pada penelitian dapat dikatakan bahwa kadar oksigen

terlarut pada media tinggi, ini dikarenakan aerasi yang cukup kuat serta dilakukannya

pengadukan setiap hari untuk menghindari pengendapan.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Oks

igen

Ter

laru

t(p

pm

)

Hari ke-

4500 lux

3000 lux

1500 lux

Page 47: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. kepadatan maksimum terjadi pada 4500 lux dengan rata-rata kepadatan 28,32x104

sel/ml puncak kepadatan pada hari ke-5, 3000 lux; 26,51x104 sel/ml hari ke-6 dan 1500

lux; 13,78x104 sel/ml pada hari ke-5, kepadatan tertinggi pada perlakuan 4500 lux.

Disimpulkan bahwa waktu puncak kepadatan terjadi pada hari ke-5 dan ke-6

2. Cahaya warna merah yang digunakan selama dalam penelitian tidak berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan dan kepadatan sel Tetraselmis chuii berdasarkan uji F.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk menggunakan intensitas cahaya berkisar

4500 lux mendukung pertumbuhan Tetraselmis chuii menggunakan cahaya berwarna merah

saja.

Page 48: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Ida. A. 2015. Optimasi Salinitas dan pH Awal Media BG-11 terhadap Konsentrasi Biomassi Tetraselmiss chuii. Universitas Udayana.

Amanatin, D. R dan Tutik. N. 2013. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Media Ekstrak Tauge (MET) dengan Pupuk Urea terhadap Kadar Protein Spirulina sp. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (2): 182-185.

Baksir, A. 2004. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dan Intensitas Cahayadi Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Falsafah Sains: 1-12.

Chrismadha, T., Lily. M. Panggabean dan Yayah. M. 2006. Pengarush Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat dan Fikoasianin pada Kultur Spirulinafusiformis. Berita Biologi. 8 (3): 163-169.

Cresswel, L. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. Southern Regional Aquaculture Center. University of Florida Sea Grant. 16 pp.

Handoko, Papib dan Yunie. F. 2013. Pengaruh Spektrum Cahaya Tampak Terhadap Laju Fotosintesis Tanaman Air Hydrilla verticillata. Pendidikan Biologi. Universitas Nusantara PGRI Kediri. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.

Hariyadi, S., Enan. M. A dan Tri. P. 2010. Produktivitas Primer Estuari Sungai Cisadane pada Musim Kemarau. LIMNOTEK. 17 (1): 49-57.

Haryanti, S dan Tetrinica. M. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun Kedelai (Glycine max (L) merril) pada Pagi Hari dan Sore Hari. BIOMA. 11 (1): 18-23.

Hermawan, L. S. 2016. Pertumbuhan dan Kandungan Nutrisi Tetraselmis chuii yang diIsolasi dari Lampung Mangrove Center pada Kultur Skala Laboratorium dengan Pupuk Pro Analis dan Pupuk Urea dengan Dosis berbeda. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta: 110 Hal.

Jaedun, A. 2011. Metode Penelitian Eksperimen. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta. 13 hlm.

Kawaroe, M., Tri. P., Adriani. S., Dahlia. W. S., dan Dina. A. 2010. Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. PT. Penerbit IPB Press: Bogor. 148 Hal.

Koch, E.W. 2001. Beyond light: physical, biological, and geochemical parameters as possible submersed aquatic vegetation habitat requirements. Estuaries. 24:1-17.

Marwa., Rusli. R dan Kalasum. T. 2014. Pengaruh Intensitas Spektrum Cahaya Warna Merah terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Skala Laboratorium. Jurnal Budidaya Perikanan : 1-4.

Matakupan, Jolen. 2009. Studi Kepadatan Tetraselmis chuii yang Dikultur pada Intensitas Cahaya yang Berbeda. Jurusan Manejemen Sumberdaya Perairan. Universitas Pattimura. JurnalTRITON. 5 (2): 31-35.

Page 49: PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA WARNA MERAH …repository.ub.ac.id/5865/1/Putri Harahap.pdf · dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, serta untuk semua ilmu yang sangat bermanfaat

Muslihatin, W. 2009. Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu (Metroxylon sagu Rottb) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan Intensitas Cahaya yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Nattasya, G. Y., 2009. Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nofi, P. U., Yuniarti. MS dan Kiki. H. 2012. Pertumbuhan Chlorella sp. yang Dikultur pada Perioditas Cahaya yang Berbeda. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Universitas Padjajaran. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 237-244.

Pariawan, A, 2014. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kandungan KaretinoidChlorella sp. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Airlangga. Skripsi.

Prabowo, D. A. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan Chlorella sp.

pada Skala Laboratorium. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Pujiono, Agustin. E. 2013. Pertumbuhan Tetraselmis chuii pada Medium Air Laut dengan Intensitas Cahaya, Lama Penyinaran dan Jumlah Inokulan yang Berbeda pada Skala Laboratorium. Jurusan Biologi. Universitas Jember. Skripsi.

Patty, Simon I., Hairati. A dan Malik. S. A. 2015. Zat Hara (fosfat Nitrat), Oksigen Terlarut dan pHKaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1): 43-50.

Putri, B., Aiqal. V. H dan Henni. W. M. 2013. Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai Pengkaya Media Pertumbuhan Mikroalga Tetraselmis sp. Jurusan Budidaya Perairan. Universitas Lampung. Prosiding Semirata FMIPA: 135-142.

Sari, Indah. P dan Abdul. M. 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada Kultur Skala LaboratoriumIntermediet dan Massal. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 4(2): 123-127.

Setyanto, A. Eko. 2013. Memperkenalkan Kembali Metode Eksperimen dalam Kajian Komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. 3 (1): 37-48.

Tambaru, A. 2000. Pengaruh Intensitas Cahaya Berbagai Waktu Inkubasi terhadap Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Hurun. Institut Pertanian Bogor. Tesis.

Utami, Nofi. P., Yuniarti MS dan Kiki. H. 2012. Pertumbuhan Chlorella sp. yang Dikultur

pada Perioditas Cahaya yang Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 237-244.