pengaruh perbandingan tepung biji kacang koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/artikel.doc · web...

32
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG BIJI KACANG KORO PEDANG DENGAN TEPUNG TEMPE KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L) TERHADAP KARAKTERISTIK FLAKES (Influence comparison flour seed koro pedang bean and tempeh flour koro pedang bean (Canavalia ensiformis L) toward the characteristics of flakes ) Mutiani Zulhanifah Sugandhi, Dr. Ir. H. Dede Zainal Arief, M.Sc., dan Dr. Ir. Tantan Widiantara, M.T. Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung ABSTRACT The aim of this research was to increasing utilization of koro pedang bean as basic material local. The purpose of this research was to know whether there was an increase of protein content on koro pedang bean after processed into tempeh flour koro pedang bean and to know the comparison between flour seed koro pedang bean bean with tempeh flour koro pedang toward the characteristics of flakes was made. Research methodology includes physical responses and organoleptic responses. Physical responsed consists of hardness test and absorbency test while organoleptic responses of the color, flavor, texture before brewed, texture after brewed and aroma. Preparation of raw materials in the production of koro pedang bean tempe flour and analysis of raw materials (HCN content, protein content and water content) was performed before the research began.The experimental design used was Randomized Block Design (RAB) with 1 factor that is factor flour seed koro pedang bean with tempeh flour koro pedang bean (3:1 ; 2:1 ; 1:1 ; 1:2 ; 1:3). Doing 5 refrain and treatment device consists of 25 treatments. The treatment is selected from the main study treatment a3 (comparison flour seed koro pedang bean and tempeh flour koro pedang bean 1:1) while protein content 9,95%, carbohydrate content 10,67%, water content 1%, ash content 1%, fyber content 5,82%. Keywords : Utilization, Flakes, Koro Pedang Bean, Comparison Flour PENDAHULUAN Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L) merupakan salah satu kelompok kacang polong (legume) yang dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia. Tanaman ini secara luas menyebar di daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, terutama di India, Sri lanka, Myanmar dan IndoChina. Kacang koro telah ada di beberapa Indonesia termasuk Jawa Tengah. Pada tahun 2010 sampai 2011 tercatat 1

Upload: hoangxuyen

Post on 25-Jun-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG BIJI KACANG KORO PEDANG DENGAN TEPUNG TEMPE KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L)

TERHADAP KARAKTERISTIK FLAKES

(Influence comparison flour seed koro pedang bean and tempeh flour koro pedang bean (Canavalia ensiformis L) toward the characteristics of flakes )

Mutiani Zulhanifah Sugandhi, Dr. Ir. H. Dede Zainal Arief, M.Sc., dan Dr. Ir. Tantan Widiantara, M.T.

Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung

ABSTRACT

The aim of this research was to increasing utilization of koro pedang bean as basic material local. The purpose of this research was to know whether there was an increase of protein content on koro pedang bean after processed into tempeh flour koro pedang bean and to know the comparison between flour seed koro pedang bean bean with tempeh flour koro pedang toward the characteristics of flakes was made. Research methodology includes physical responses and organoleptic responses. Physical responsed consists of hardness test and absorbency test while organoleptic responses of the color, flavor, texture before brewed, texture after brewed and aroma. Preparation of raw materials in the production of koro pedang bean tempe flour and analysis of raw materials (HCN content, protein content and water content) was performed before the research began.The experimental design used was Randomized Block Design (RAB) with 1 factor that is factor flour seed koro pedang bean with tempeh flour koro pedang bean (3:1 ; 2:1 ; 1:1 ; 1:2 ; 1:3). Doing 5 refrain and treatment device consists of 25 treatments. The treatment is selected from the main study treatment a3 (comparison flour seed koro pedang bean and tempeh flour koro pedang bean 1:1) while protein content 9,95%, carbohydrate content 10,67%, water content 1%, ash content 1%, fyber content 5,82%.

Keywords : Utilization, Flakes, Koro Pedang Bean, Comparison Flour

PENDAHULUAN

Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L) merupakan salah satu kelompok kacang polong (legume) yang dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia. Tanaman ini secara luas menyebar di daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, terutama di India, Sri lanka, Myanmar dan IndoChina. Kacang koro telah ada di beberapa Indonesia termasuk Jawa Tengah. Pada tahun 2010 sampai 2011 tercatat dari lahan seluas 24 Ha di 12 Kabupaten di Jawa Tengah telah menghasilkan 216 ton koro pedang setiap panen (Kabupaten Blora, Banjarnegara, Temanggung, Pati, Kebumen, Purbalingga, Boyolali, Batang, Cilacap,

Banyumas, Magelang dan Jepara) (Dakornas, 2012).

Kacang koro pedang berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk olahan pangan. Namun demikian, potensi kacang koro belum banyak dimanfaatkan secara maksimal (Kusuma, dkk., 2013). Menurut Handajani (1993) kelebihan kacang koro pedang adalah kandungan gizinya yang cukup tinggi terutama karbohidrat dan protein. Dimana biji koro mengandung protein, yaitu sekitar 18-25%, sedangkan kandungan lemaknya sangat rendah, yaitu antara 0,2-3%, dan kandungan karbohidratnya yaitu sekitar 50-60% (Van der Mesen dan Somaatmadja, 1993) serta memiliki kandungan nutrisi

1

Page 2: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

lain yaitu vitamin B1 dan B2 (Suciati, 2012).

Salah satu kendala dalam pengolahan kacang koro pedang adanya kandungan senyawa beracun, yaitu glukosianida yang bersifat toksik dan asam fitat yang merupakan senyawa anti gizi. Namun, proses pengolahan yang tepat dapat menurunkan kadar HCN pada kacang koro pedang seperti proses pencucian, perendaman, serta fermentasi. Batas kandungan HCN dalam tubuh tidah boleh lebih dari 0,5 mg/kg berat badan (Suciati, 2012).

Kandungan protein biji koro pedang dan biji kacang-kacangan lain berturut-turut adalah kedelai (35%), koro pedang (18-25%) dan kacang tanah (23,1%). Ekstark biji koro pedang dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mencegah penyakit kanker. Saat ini sudah diketahui bahwa protein koro-koroan dapat dipertimbangkan sebagai sumber protein untuk bahan pangan, sebab keseimbangan asam aminonya sangat baik, bioavailibilitas tinggi dan rendahnya faktor anti-gizi (Newman, dkk., 1987). Kacang koro pedang memiliki potensi untuk dijadikan tempe. Tempe mengandung sumber protein dan terkandung didalamnya hampir semua asam amino esensial. Selain itu tempe juga kaya akan kalsium, asam folat dan serat yang tinggi (Sunaryanto, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo (1996) bahwa terjadi peningkatan kadar protein di dalam tempe kedelai dibandingkan dengan kacang utuhnya. Menurut Kasmidjo (1990), bahwa selama proses fermentasi terjadi perubahan jumlah kandungan asam-asam amino yang secara keseluruhan jumlah asam-asam amino mengalami kenaikan setelah proses fermentasi. Beberapa daerah sudah mempergunakan koro pedang untuk dibuat tempe koro. Dalam bentuk tepung tempe koro ini dapat ditambahkan dalam olahan makanan salah satunya flakes.

Konsumsi publik terhadap flakes serealia meningkat cukup drastis karena flake serealia dianggap sebagai makanan sehat dengan kadar protein tinggi, serat makanan, juga vitamin dan mineral (Newell dan Skurray, 1987 dalam Yuwanti dan Tantarini, 2005).

Berdasarkan badan pusat statistik pada tahun 2007, konsumsi rata-rata makanan per kapita khususnya pada sereal mengalami peningkatan pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 35.847 (Badan Pusat Statistik, 2007 dalam Maulana 2008).

Flakes adalah bahan makanan yang siap santap, biasanya digunakan sebagai menu makanan pagi atau makanan sereal (breakfast cereal) (Sekarindah, 2005). Sereal berbentuk flakes pada umumnya berbahan dasar jagung dan gandum. Formulasi umum yang digunakan adalah 90% sereal, 8% gula, 1% garam, dan 1% malt. Produk sereal berbentuk flakes mengandung sedikit bahan tambahan makanan (Tribelhorn, 1991).

Kebutuhan protein yang tinggi pada produk flakes, tidak tercukupi dengan hanya menggunakan bahan baku jagung saja. Dimana kandungan protein pada jagung sebesar 2,05%, untuk memenuhi kandungan protein pada flakes maka perlu ditambahkan bahan lain yang dapat memberikan nilai tambah.

Kacang koro yang ditambahkan pada flakes ubi jalar selain meningkatkan kandungan proteinnya, juga akan mempengaruhi sifat fisik dan sensorik flakes ubi jalar (Yuwanti dan Tantarini, 2005). Salah satu karakteristik produk sereal sarapan yang diinginkan oleh konsumen pada umumnya adalah kerenyahan, sehingga sereal sarapan dapat bertambah lebih lama setelah penambahan susu, khususnya flakes.

Penelitian yang dilakukan Yuwanti dan Tantarini (2005), semakin banyak jumlah koro yang ditambahkan daya rehidrasi flake cenderung meningkat dan semakin rapuh. Penggunaan jenis tepung

2

Page 3: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

tempe kedelai menghasilkan breakfast talas dengan kandungan protein terlarut tinggi yaitu 0,97% bk, tekstur renyah dan flavor agak enak. Selain itu, kombinasi perlakuan proporsi tepung komposit talas tempe ikan dan jenis tepung tempe memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tekstur, bau amis, warna dan kesukaan (Yohana, 2010).

Tepung tempe sebagai sumber protein dalam pembuatan stik tempe (Agustiningsih, 2009). Perbedaan kandungan protein akan mempengaruhi kerenyahan karena adanya ikatan-ikatan antara molekul protein yang membentuk suatu matriks. Kerenyahan pada makanan ditentukan oleh kelembaban dan kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat struktural (selulosa, pati, dan pektin), serta kandungan protein (Gisca, 2013).

METODELOGI PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang koro pedang, inokulum, tepung tapioka, sukrosa, garam, air, plastik dan bahan untuk analisis kimia yaitu aquadest, NaOH, NH4OH, Indikator KI, AgNO3, garam Kjedahl, H2SO4 pekat, indikator phenopthalein, HCl, K2SO4, etanol, larutan luffschrool, larutan KI, Na2S2O3, CH3COOH, indikator amilum dan batu didih.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung, pisau stainless steel, panci, kompor gas, roller pin, oven listrik merk, neraca analitik merk mettler, blender, loyang, ayakan 80 mesh, tunnel dryer, waterbath, labu kjeldahl merk pyrex, alat destilasi merk pyrex, erlenmeyer 250ml merk iwaki, gelas kimia 250ml merk iwaki, gelas ukur 50ml merk herma, buret 50ml merk pyrex, desikator, cawan porselen, pipet ukur 25ml merk herma, pipet seukuran 25ml merk herma, batang pengaduk, labu ukur 100ml merk iwaki, pipet tetes dan

penetrometer yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hasil Balitsa Jalan Tangkuban Perahu No. 517 Lembang.

Persiapan Bahan BakuPembuatan Tempe Kacang Koro Pedang

Tahap-tahap pembuatan tempe kacang koro pedang ini meliputi sortasi dan perendaman kacang koro pedang selama 48 jam, pengupasan kulit ari kacang koro pedang dan penirisan, perebusan selama ± 30 menit, pencucian dan penirisan, pengukusan selama ± 25 menit, penurunan suhu sekitar 26oC, pengecilan ukuran menjadi 4 bagian, inokulasi, pengemasan dan fermentasi pada suhu 30oC selama 48 jam.

Pembuatan Tepung Tempe Kacang Koro Pedang

Tahap-tahap pembuatan tepung tempe kacang koro pedang meliputi : 1. Pengecilan Ukuran

Tempe kacang koro pedang yang telah jadi dilakukan pemotongan menggunakan pisau stainless steel dengan ukuran 1cm x 0,5 cm. Bertujuan untuk mempermudah pada saat proses pengeringan.

2. Blansir Tempe kacang koro pedang yang telah berukuran kecil dilakukan blansir pada suhu 70oC selama 15 menit. Blansir bertujuan untuk mematikan dan mengurangi mikroba yang ada dipermukaan bahan serta menonaktifkan enzim yang ada pada tempe.

3. Pengeringan Tempe yang telah diblansir dilakukan pengeringan pada suhu 60oC selama 4 jam. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air pada bahan dan mempermudah pada saat penepungan.

4. Penghancuran Tempe yang telah kering, dihancurkan dengan menggunakan

3

Page 4: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

blender selama ± 2 menit. Bertujuan untuk memperbesar luas permukaan tempe dan untuk menghaluskan tempe agar mudah serta mempercepat penyerapan bahan-bahan penunjang yang digunakan pada proses pencampuran.

5. Pengayakan Serbuk tempe kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran 80 mesh, untuk mendapatkan tepung yang halus dan seragam. Sebelum dilakukan penelitian

adanya persiapan dan analisis bahan baku yaitu meliputi pembuatan tepung tempe kacang koro pedang dan analisis kadar HCN metode titarsi argentometri (AOAC, 1995), kadar protein metode mikro-kjedahl (AOAC, 1995) dan kadar air metode gravimetri (Sudarmadji, dkk., 1998) terhadap tepung tempe kacang koro pedang dan tepung biji kacang koro pedang.

Pembuatan Flakes1. Penimbangan

Tepung tempe koro pedang dan tepung koro pedang yang telah jadi dilakukan penimbangan sesuai formulasi yang telah ditentukan.

2. Pencampuran Tepung tempe koro pedang dan tepung koro pedang yang telah di timbang dilakukan pencampuran dengan bahan-bahan penunjang.

3. PemipihanAdonan yang telah homogen kemudian dilakukan proses pemipihan dengan menggunakan roller pin dengan ketebalan 1mm.

4. Pencetakan Adonan kemudian dicetak berbentuk persegi panjang dengan ukuran 1,5cm x 1cm, kemudian diletakkan ke dalam loyang untuk dilakukan pemanggangan.

5. Pemanggangan Adonan yang telah dicetak dilakukan pemanggangan pada suhu 130oC dengan waktu 20 menit.

Flakes yang dihasilkan dilakukan respon fisik meliputi kekerasan menggunakan penetrometer (Baedowie, 1983) dan daya serap, serta pengamatan inderawi dengan menggunakan uji hedonik meliputi warna, rasa, tekstur sebelum diseduh, tekstur setelah diseduh dan aroma. Produk flakes yang terpilih dilakukan analisis kimia yang meliputi analisis kadar protein metode mikro-kjedahl (AOAC, 1995), kadar karbohidrat metode luffschrool, kadar air metode, kadar abu dan kadar serat (Sudarmadji, dkk., 1998).

Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang

digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 kali pengulangan sehingga didapat 25 perlakuan (Gasperz, 1995)

Penentuan Produk Terpilih Penentuan produk terpilih dilakukan

dengan menggunakan uji skoring. Dimana setiap respon diberi skor (nilai) sesuai dengan banyaknya kelas yang ditentukan. Produk yang terpilih setelah dilakukan respon fisik dan respon inderawi, maka dilakukan analisis kimia meliputi analisis kadar protein metode mikro-kjedahl (AOAC, 1995), kadar karbohidrat metode luffschrool, kadar air metode gravimetri, kadar abu dan kadar serat (Sudarmadji, dkk., 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan Persiapan Bahan Baku dan Analisis Bahan BakuPersiapan Bahan Baku

Langkah pertama dalam persiapan bahan baku yaitu pembuatan tempe koro kacang koro pedang. Setelah itu, tempe yang telah jadi dilakukan proses blanching, pengecilan ukuran, pengeringan, penghancuran, dan pengayakan sehingga didapatkan tepung tempe kacang koro pedang. Untuk hasil pengamatan terhadap karakteristik,

4

Page 5: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

rendemen kacang koro pedang, tempe dan tepung tempe. Tabel 6. Pengamatan Terhadap Karakteristik, Rendemen Biji Kacang Koro Pedang, Tempe dan Tepung Tempe Kacang Koro Pedang.

Kacang Koro

Pedang

Tempe Tepung

Berat 1151,95 gram

1279 gram

507 gram

Warna Kuning Putih Kuning Aroma Khas

KoroKhas

TempeKhas

TempeTekstur Keras Lunak Halus

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari 1151,95 gram kacang koro pedang menghasilkan sebanyak 1279 gram tempe. Kacang koro pedang selama fermentasi mengalami perubahan warna, aroma dan tekstur. Tempe kacang koro, selanjutnya ditepungkan dengan beberapa perlakuan meliputi blanching, pengecilan ukuran, pengeringan. Tempe yang telah dikeringkan mengalami penyusutan berat hingga 627 gram. Setelah itu dilakukan penghancuran, dan pengayakan, sehingga didapatkan tepung tempe kacang koro pedang sebanyak 507 gram. Rendemen pembuatan tepung tempe kacang koro pedang yaitu 44,01%. Saat ditepungkan, tempe mengalami beberapa proses sehingga warna dan teksturnya mengalami perubahan.

Penambahan berat tempe kacang koro pedang, disebabkan adanya perlakuan terlebih dahulu pada bahan baku. Kacang koro pedang sebelum dibuat tempe, dilakukan perendaman selama 2 hari. Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula (Kasmidjo R. B, 1990). Perlakuan selanjutnya, kacang koro pedang dilakukan pengupasan kulit. Berat kacang koro pedang berkurang, hilangnya berat pada kacang koro

pedang sekitar 63 gram. Kemudian kacang koro pedang dilakukan perebusan, pengukusan, penirisan, pengecilan ukuran, inokulasi dan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan pada suhu 30oC selama 48 jam. Fermentasi merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya kadar air (Wiryadi, 2007). Peningkatan kadar air ini, akibat dari hasil metabolisme mikrobia. Selama fermentasi tempe, mikrobia mencerna substrat dan menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi (ATP) (Rochmah, 2008). Kacang koro pedang selama proses fermentasi, mengalami perubahan fisik, terutama tekstur. Tekstur kacang koro pedang akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana (Nur Hidayat, dkk., 2006). Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kacang koro pedang. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta mengeluarkan bau yang enak (Nur Hidayat, dkk., 2006).

Tempe segar memiliki aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak (Astwan, 2004). Hal ini yang menyebabkan berat tempe lebih besar dibandingkan kacang koro pedang serta aroma, warna dan teksturnya berubah.

Proses pengeringan pada tempe dilakukan pada suhu 60oC selama 4 jam. Selama pengeringan, tempe mengalami perubahan warna, tekstur dan aroma. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi non-enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah

5

Page 6: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

(Juliana dan Somnaikubun, 2008 dalam Septiawan, 2015). Selesai pengeringan, tempe dihancurkan dan dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran yang seragam dan memiliki tekstur yang lebih halus.

Analisis Kandungan HCN, Protein dan Air Bahan Baku Tabel 7. Hasil Analisis Kandungan HCN, Protein dan Air

Sampel Kadar HCN

(mg/kg)

Kadar Protein

(%)

Kadar Air(%)

Tepung Biji Kacang Koro Pedang

0 24,94 8

Tepung Tempe Kacang Koro Pedang

0 21,58 9

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 7 menunjukkan bahwa tepung biji kacang koro pedang tidak mengandung HCN, memiliki kadar protein sebesar 24,94% dan kadar air 8%. Sedangkan pada tepung tempe kacang koro pedang memiliki kadar protein sebesar 21,58%, kadar air 9% dan tidak mengandung HCN.

Kedua tepung tidak mengandung HCN sehingga memenuhi standar untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan flakes. Menurunnya kadar HCN dapat disebabkan oleh proses pengolahan pada kacang koro. HCN pada kedua tepung dapat berkurang karena pada proses pembuatannya melalui beberapa proses pengolahan seperti perendaman, pengukusan, pemotongan, dan fermentasi (Irmansyah, 2005 dalam Suciati 2012).

Proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Menurut Purwanti, (2005) dalam Suciati, (2012) bahwa

pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim glikosidase serta adanya air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan proses memasak lainnya.

Kadar protein pada kedua tepung ini, kemungkinan akan berpengaruh terhadap karakteristik produk flakes yang dihasilkan. Kandungan protein pada tepung biji kacang koro pedang dan tempe kacang koro pedang yang berbeda dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air yang rendah akan meningkatkan kandungan gizi yang lainnya pada bahan, salah satunya protein.

Dapat dilihat kadar air pada tepung biji kacang koro pedang sebesar 8% lebih kecil dibandingkan dengan tepung tempe kacang koro pedang yaitu sebesar 9%. Kadar air dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar protein semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar proteinnya (Nayla, 2012). Peningkatan kandungan suatu bahan juga disebabkan karena proses pengeringan. Bahan makanan yang dikeringkan akan kehilangan air dan hal ini menyebabkan pemekatan dari bahan yang tertinggal seperti karbohidrat, lemak dan protein sehingga akan terdapat dalam jumlah yang lebih besar persatuan berat kering bila dibandingkan dalam bentuk segarnya.

Kadar air pada tepung tempe kacang koro sebesar 9% dan pada tepung kacang koro pedang sebesar 8%. Pengeringan pada proses pengolahan dilakukan pada suhu 60oC selama 4 jam. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar air dalam bahan pangan yaitu suhu. Pada saat pengolahan semakin tinggi suhu maka semakin rendah kadar air yang terdapat pada bahan pangan (Nayla, 2012).

Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian dilakukan untuk

mengetahui pengaruh perbandingan

6

Page 7: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang terhadap produk flakes. Perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang terhadap produk yaitu a1 (3:1), a2 (2:1), a3 (1:1), a4

(1:2) dan a5 (1:3).

Uji Fisik Hasil Daya Serap

Hasil uji daya serap terhadap flakes berdasarkan analisis variansi pada lampiran 16 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang tidak berpengaruh. Dimana f hitung < dari pada f tabel pada taraf 5%. Meskipun semakin tinggi dan semakin rendahnya kedua tepung tidak mempengaruhi daya serap pada produk flakes.

Daya serap air menunjukan kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Daya serap air bahan dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan non polar. Protein menjadi penting sebagai komponen yang menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung jumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat hidrofilik (Cherry, 1981). Kandungan protein tepung biji kacang koro pedang berdasarkan hasil analisis sebesar 24,94% dan tepung tempe kacang koro pedang sebesar 21,58%. Hal inilah yang mungkin menyebabkan flakes mempunyai daya serap yang hampir sama.

Faktor tingkat penyerapan air ini diduga karena penambahan tepung tapioka yang sama yaitu sebesar 10% pada setiap perlakuan. Berdasarkan penelitian Wulan, dkk (2012) bahwa dengan jumlah sebesar 50 gram, daya serap air pada tepung tapioka sebesar 46,66%. Tepung tapioka mengandung kadar amilosa yang cukup tinggi. Tingginya kandungan amilosa pada suatu produk pangan instan (telah

mengalami pre-gelatinisasi) menyebabkannya lebih mudah menyerap air jika dibandingkan dengan yang memiliki kadar amilosa rendah. Fenomena ini terjadi karena amilosa merupakan polimer dari glukosa yang mempunyai ikatan α(1,4) sehingga membentuk suatu rantai lurus dengan salah satu ujungnya merupakan gugus hidroksil yang menyebabkan amilosa mudah menyerap air (Kumalaningsih, 1990).

Hasil Kekerasan Hasil uji kekerasan terhadap flakes

berdasarkan analisis variansi pada lampiran 17 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang tidak berpengaruh. Dimana f hitung < dari pada f tabel pada taraf 5%. Pengaruh perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang tidak mempengaruhi kekerasan terhadap produk flakes.

Perbedaan kandungan protein akan mempengaruhi kerenyahan karena adanya ikatan-ikatan antara molekul protein yang membentuk suatu matriks. Selain itu, pati mempunyai peranan penting bagi pembuatan flakes karena dapat mempengaruhi teksturnya. Pengaruh itu terutama disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya proses pengembangan (puffin), sehingga flakes yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin yang cukup tinggi akan bersifat porus, garing dan renyah (Muchtadi dkk, 1988 dalam bayu setiaji, 2008).

Penambahan tepung tapioka yang sama membuat produk flakes memiliki tingkat kekerasan yang tidak berbeda nyata. Jumlah protein pada tepung biji kacang koro pedang yaitu 24,94% dan tepung tempe koro pedang sebesar 21,58%. Kandungan protein yang tinggi

7

Page 8: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

membuat tingkat kekerasan flakes yang sama.

Terjadinya denaturasi protein akibat adanya pemanasan dalam proses pemanggangan akan mempengaruhi gugus reaktifnya sehingga gugus reaktif tersebut akan terbuka dan terjadi pengikatan kembali antara gugus reaktif yang berdekatan. Proses pengikatan kembali ini menyebabkan ikatan gugus reaktif menjadi lebih banyak dan lebih kuat. Kadar air dalam bahan pangan juga mempengaruhi kekerasan flakes (Almatsier, 2003). Adanya air dalam rongga-rongga antar sel suatu bahan dapat menurunkan kekakuan sel sehingga akan menurunkan kerenyahan produk (Apandi, 1984).

Uji OrganoleptikHasil Warna

Hasil uji organoleptik terhadap warna flakes berdasarkan analisis variansi pada lampiran 18 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang tidak berpengaruh. Dimana f hitung < dari pada f tabel pada taraf 5%. Pengaruh perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang tidak mempengaruhi warna pada produk flakes.

Flakes mengandung protein dan gula yang berasal dari bahan baku utama dan bahan penunjang. Kemungkinan dari kandungan protein dan gula, terjadinya reaksi browning pada saat pemanggangan. Dimana suhu pemanggangan pada setiap perlakuan sama yaitu pada suhu 130oC selama 20 menit sehingga warna pada flakes tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan.

Bahan pangan umumnya apabila mengalami pengeringan, maka warna bahan akan berubah menjadi coklat karena adanya reaksi browning non enzimatis. Reaksi ini terjadi karena pemanggangan pada suhu yang tinggi sehingga terjadi reaksi karamelisasi gula menjadi glukosa dan fruktosan.

Selain itu, warna flakes dipengaruhi oleh reaksi maillard yaitu gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Reaksi pencoklatan didefinisikan sebagai reaksi gugus amino pada asam amino, peptida atau protein dengan gugus hidroksil pada gula sehingga terjadi pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (deMan, 1997).

Warna pada produk selain sebagai faktor yang cukup menentukan mutu, juga dapat digunakan sebagai indikator baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno, 1997).

Hasil RasaHasil uji organoleptik terhadap rasa

flakes menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang berpengaruh. Tabel 8. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang dan Tepung Tempe Kacang Koro Pedang Terhadap Rasa Flakes.

Perbandingan Tepung Biji Kacang

Koro Pedang dan Tepung Tempe Kacang Koro

Pedang

Nilai Rata-Rata

Taraf 5%

a1 (3:1) 3,812 ba2 (2:1) 3,774 ba3 (1:1) 3,920 ca4 (1:2) 3,882 ba5 (1:3) 3,306 a

Keterangan : Nilai rata-rata ditandai dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.

Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada tabel 8 menunjukkan bahwa perbandingan tepung pada perlakuan a1

(3:1) tidak menunjukkan perbedaan dengan perlakuan a2 (2:1) dan a4 (1:2). Tetapi, pada perlakuan a3 (1:1) dan a5

(1:3) menunjukkan perbedaan terhadap

8

Page 9: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

rasa flakes. Pada perlakuan a2 (2:1) tidak menunjukkan perbedaan terhadap rasa flakes dengan perlakuan a1 (3:1) dan a4

(1:2). Berbeda nyata dengan perlakuan a3 (1:1) dan a5 (1:3) terhadap rasa flakes. Sedangkan pada perlakuan a3 (1:1) berbeda nyata pada semua perlakuan. Dan pada perlakuan a4 (1:2) tidak berbeda nyata terhadap a1 (3:1) dan a2

(2:1). Tetapi menunjukkan perbedaan dengan perlakuan a3 (1:1) dan a5 (1:3), serta perlakuan a5 (1:3) berbeda nyata dengan semua perlakuan terhadap rasa flakes.

Faktor yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, dan interaksi dengan komponen rasa lain. Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, rasa manis juga ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik dan rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid. Interaksi dengan komponen lain tentu dapat mempengaruhi nilai suatu rasa produk (Winarno, 1997).

Dapat dilihat bahwa perbandingan tepung pada perlakuan a1 (3:1), a2 (2:1) a4 (1:2) dan a5 (1:3) memiliki perbandingan tepung yang berbeda jauh. Dimana semakin tinggi penambahan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang, memiliki tingkat kesukaan semakin rendah. Dengan perbandingan tepung yang sama yaitu pada perlakuan a3 (1:1) meningkatkan nilai kesukaan terhadap rasa flakes.

Perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang yang ditambahkan merupakan faktor yang mempengaruhi rasa flakes. Bahwa penambahan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang yang semakin besar tidak begitu disukai. Sebab tepung biji kacang koro pedang memberikan rasa pahit dan pada tepung tempe koro pedang menghasilkan rasa langu terhadap

produk flakes. Rasa pahit pada produk flakes disebabkan adanya komponen protein dalam bahan penyusunnya. Rasa langu pada produk diperoleh, karena adanya enzim lipoksigenase (Kalaminasih, dkk, 2013). Senyawa-senyawa tersebut dalam konsentrasi rendah, sudah dapat menyebabkan bau langu. Dengan perbandingan yang sama tidak membuat rasa pahit dan langu terasa. Sehingga perlakuan a3 (1:1) merupakan rasa flakes yang paling disukai oleh panelis.

Hasil Tekstur Sebelum DiseduhHasil uji organoleptik terhadap

tekstur flakes sebelum diseduh menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang berpengaruh. Tabel 9. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang dan Tepung Tempe Kacang Koro Pedang Terhadap Tekstur Flakes Sebelum Diseduh.

Perbandingan Tepung Biji Kacang

Koro Pedang dan Tepung Tempe

Kacang Koro Pedang

Nilai Rata-Rata

Taraf 5%

a1 (3:1) 3,988 ba2 (2:1) 4,174 ca3 (1:1) 4,16 ba4 (1:2) 3,892 ba5 (1:3) 3,346 a

Keterangan : Nilai rata-rata ditandai dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.

Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada tabel 9 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang pada perlakuan a1 (3:1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan a2 (2:1), a3 (1:1) dan a4 (1:2). Menunjukkan perbedaan pada perlakuan a5 (1:3). Pada perlakuan a2 (2:1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 (3:1) dan a3 (1:1) terhadap tekstur sebelum diseduh, tetapi

9

Page 10: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

menunjukkan perbedaan pada perlakuan a4 (1:2) dan a5 (1:3).

Pada perlakuan a3 (1:1) tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan a1 (3:1), a2 (2:1) dan a4 (1:2). Berbeda nyata dengan perlakuan a5 (1:3) terhadap tekstur flakes sebelum diseduh. Perlakuan a4 (1:2) berbeda nyata dengan perlakuan a5 (1:3). Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 (3:1), a2 (2:1) dan a3 (1:1) terhadap tekstur sebelum diseduh pada flakes. Dan pada perlakuan a5 (1:3) menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan a1 (3:1), a2 (2:1), a3 (1:1) dan a4 (1:2).

Tekstur pangan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak, dan kandungan karbohidrat struktural seperti selulosa, pati, serta protein yang terkandung dalam suatu produk (Kusharto, 2013). Protein dapat meningkatkan kemampuan gelasi sehingga dapat membentuk fleksibilitas atau kemampuan protein untuk terdenaturasi dan membentuk jaringan dengan ikatan silang (Kusharto, 2013). Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap produk misalnya dari tingkat kerenyahan, tipe permukaan, kekerasan, dan sebagainya (Kartika, dkk., 1988).

Perlakuan a1 (3:1) memiliki tekstur yang lebih rapuh dibandingkan perlakuan yang lain. Dimana penambahan tepung biji kacang koro pedang lebih banyak menghasilkan flakes sedikit rapuh. Ini disebabkan tepung biji kacang koro tidak memiliki daya rekat yang tinggi, sehingga tekstur pada flakes cenderung rapuh. Penambahan tepung tempe kacang koro pedang lebih banyak, menyebabkan flakes yang dihasilkan cenderung lebih keras. Dapat dilihat pada perlakuan a5

(1:3). Ini dikarenakan bahwa tepung tempe kacang koro pedang lebih kalis ketika dibuat adonan. Pada saat pembuatan tempe adanya penambahan tapioka yang membuat daya rekat tepung tempe kacang koro pedang lebih besar.

Perbandingan tepung yang sama tekstur flakes agak renyah. Sehingga perbandingan tepung pada perlakuan a2

(2:1) yang lebih disukai. Sebab perbandingan tepung biji kacang koro pedang yang tidak terlalu tinggi dan tepung tempe kacang koro yang rendah membuat tekstur flakes lebih renyah dan tidak rapuh.

Hasil Tekstur Sesudah DiseduhHasil uji organoleptik terhadap

tekstur flakes sesudah diseduh menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang berpengaruh. Tabel 10. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang dan Tepung Tempe Kacang Koro Pedang Terhadap Tekstur Flakes Sesudah Diseduh.

Perbandingan Tepung Biji Kacang

Koro Pedang dan Tepung Tempe

Kacang Koro Pedang

Nilai Rata-Rata

Taraf 5%

a1 (3:1) 3,720 aba2 (2:1) 3,920 ba3 (1:1) 4,066 ba4 (1:2) 4,000 ba5 (1:3) 3,384 a

Keterangan : Nilai rata-rata ditandai dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.

Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang pada perlakuan a1 (3:1) dengan perlakuan a2 (2:1), a3 (1:1), a4 (1:2) dan a5 (1:3) tidak menunjukkan perbedaan terhadap tekstur flakes sesudah diseduh. Pada perlakuan a2 (2:1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 (3:1), a3 (1:1) dan a4 (1:2), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan a5 (1:3). Begitupun pada perlakuan a3 (1:1) tidak berbeda nyata terhadap a1 (3:1), a2 (2:1) dan a4 (1:2), namun menunjukkan perbedaan pada

10

Page 11: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

perlakuan a5 (1:3) terhadap tekstur flakes sesudah diseduh.

Pada perlakuan a3 (1:1) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 (3:1), a2 (2:1) dan a4

(1:2), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan a5 (1:3). Sedangkan pada perlakuan a5 (1:3) menunjukkan perbedaan terhadap a2 (2:1), a3 (1:1) dan a4 (1:2). Dan tidak berbeda nyata pada perlakuan a1 (3:1) terhadap tekstur flakes sesudah diseduh.

Jika dihubungkan dengan kekerasan dan daya serap maka flakes yang tidak terlalu menyerap air dan tidak begitu keras yang paling disukai yaitu perlakuan a3 (1:1). Tekstur flakes sesudah diseduh dilihat dari produk yang tidak mudah hancur dalam air susu. Perbedaan kandungan protein akan mempengaruhi tekstur karena adanya ikatan-ikatan antara molekul protein akan membentuk suatu matriks.

Tekstur pada makanan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan di mulut. Proses pembentukan tekstur dipengaruhi oleh adanya molekul pati, serat dan protein dengan membutuhkan air. Sehingga pada saat proses pembentukan tekstur, komponen pati, serat dan protein saling berkompetisi mengikat air untuk membentuk tekstur (Putri, dkk, 2015).

Menurut Matz (1976) dalam Suarni, (2009) untuk menghasilkan produk dengan mutu yang baik tepung harus mengandung amilopektin tinggi di atas 70%. Sebagian amilosa dibutuhkan untuk memberikan daya tahan pecah yang memadai dan tekstur dapat diterima.

Hasil AromaHasil uji organoleptik terhadap

aroma flakes menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe koro pedang berpengaruh. Tabel 11. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang dan

Tepung Tempe Kacang Koro Pedang Terhadap Aroma Flakes.

Perbandingan Tepung Biji Kacang

Koro Pedang dan Tepung Tempe

Kacang Koro Pedang

Nilai Rata-Rata

Taraf 5%

a1 (3:1) 3,700 bca2 (2:1) 3,450 ba3 (1:1) 3,870 ca4 (1:2) 3,633 bca5 (1:3) 3,043 a

Keterangan : Nilai rata-rata ditandai dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.

Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada tabel 11 menunjukkan bahwa perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang terhadap aroma pada perlakuan a1 (3:1) berbeda nyata dengan perlakuan a5 (1:3). Akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan a2 (3:1), a3 (1:1) dan a4

(2:1). Sedangkan pada perlakuan a2 (2:1) berbeda nyata dengan a3 (1:1) dan a5

(1:3). Perlakuan a2 (2:1) tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan a1 (3:1) dan a4 (2:1) terhadap aroma flakes. Namun pada perlakuan a3 (1:1) menunjukkan perbedaan terhadap perlakuan a2 (2:1) dan a5 (1:3). Tetapi tidak berbeda nyata pada perlakuan a1

(3:1) dan a4 (2:1). Sama halnya pada perlakuan a1 (3:1), perlakuan a4 (2:1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan a2

(3:1) dan a3 (1:1) serta berbeda dengan perlakuan a5 (1:3). Dan pada perlakuan a5 (1:3) menunjukkan perbedaan pada semua perlakuan terhadap aroma flakes.

Aroma bahan makanan banyak menentukkan kelezatan bahan makanan tersebut (Soekarto, dkk, 1985). Aroma makanan terbentuk terutama pada proses pemanggangan, makanan yang baru dipanggang mempunyai aroma yang sangat mengenakkan yang cepat hilang pada saat pendinginan dan penyimpanan.

11

Page 12: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

Berbagai senyawa menimbulkan aroma yang berbeda, dimana reaksi reaksi browning enzimatis dan non enzimatis juga menghasilkan bau yang kuat, misalnya pembentukan furfural dan maltol pada reaksi maillard (Winarno, 1997). Penambahan tepung biji kacang koro pedang lebih besar menghasilkan bau koro yang dominan dan sebaliknya penambahan tepung tempe kacang koro pedang lebih besar memberikan bau langu tempe yang dominan. Perbedaan aroma dapat disebabkan adanya proses karamelisasi gula. Sebagaimana rasa, perubahan aroma ini juga dapat ditentukan oleh komposisi bahan dan mekanisme terjadinya reaksi tersebut (Puspitasari, 2009).

Protein dalam bahan pangan juga mempengaruhi aroma pada bahan pangan. Dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya dengan asam amino hasil perubahan protein dengan gula pereduksi yang membentuk aroma makanan (Sudarmadji, 1998).

Penentuan Sampel Terpilih Perlakuan terbaik yang dipilih

mengacu pada karateristik flakes yang diinginkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil perhitungan uji skoring maka dapat diambil suatu kesimpulan untuk penentuan sampel terbaik dari penelitian ini adalah : Tabel 12. Hasil Penentuan Sampel Terbaik Berdasarkan Uji SkoringPerbandi

ngan Tepung

A B C D E F G Skor

a1 (3:1)6 2 6 5 5 3

6 33

a2 (2:1)5 1 5 5 6 5

3 30

a3 (1:1)4 1 6 6 6 6

6 35

a4 (1:2)3 1 4 6 4 6

5 29

a5 (1:3)1 4 1 1 1 1

1 10

Keterangan : A : Daya SerapB : KekerasanC : WarnaD : RasaE : Tekstur Sebelum DiseduhF : Tekstur Sesudah DiseduhG : Aroma

Berdasarkan hasil uji skoring bahwa sampel yang terpilih adalah perlakuan a3

dengan perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang 1:1.

Analisis Kimia Sampel Terpilih Perlakuan terpilih diperoleh pada

perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang 1:1 (a3) dengan kandungan zat gizi yang dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Flakes Sampel Terpilih dengan Kacang Koro Pedang.

Zat Gizi (%)

Sampel terpilih

Kacang Koro

PedangKadar Protein 9,95 18-25Kadar Karbohidrat

10,67 50-60

Kadar Air 1 11- 15,5Kadar Abu 1 3 Kadar Serat Kasar

5,82 4,9-8,0

Berdasarkan hasil analisis kimia bahwa kandungan protein pada flakes sebesar 9,95%, jika dibandingkan dengan kacang koro pedang sangat jauh berbeda yaitu 18 hingga 25%. Kadar protein pada produk flakes dipengaruhi oleh jumlah kandungan protein dari bahan baku. Karbohidrat pada produk flakes 10,67% dan pada kacang koro pedang sebesar 45,2 hingga 56,9%.

Protein merupakan senyawa yang cukup berpengaruh besar terhadap kualitas produk yang dihasilkan,

12

Page 13: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

kemampuan produk flakes untuk menahan stabilitas adonan pada saat pembuatan. Kadar protein merupakan parameter yang penting karena produk flakes, selain memiliki rasa yang enak, juga diharapkan memiliki nilai gizi yang dapat memenuhi nutrisi sarapan (Hildayanti, 2012).

Berkurangnya kandungan protein pada produk flakes, disebabkan proses pengolahan flakes. Saat pembuatan flakes mengalami proses pemanggangan selama 20 menit pada suhu 1300C. Pemanasan yang berlebihan akan merusak protein apabila dipandang dari sudut pandang gizi. Protein memiliki molekul besar, maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologis. Pemanasan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terdenaturasinya protein (Sudarmadji, dkk., 1998). Denaturasi menyebabkan hilangnya aktivitas enzim dan enzim-inhibitor sehingga meningkatkan daya cerna protein. Kandungan protein dapat menurun akibat pemanasan, perendaman, pH, dan bahan-bahan kimia (Marifat, 2014).

Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis. Pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan (Prangdimurti, 2007).

Kadar air pada flakes sebesar 1% jauh lebih rendah dibandingkan dengan kacang koro pedang. Kadar air merupakan komponen yang sangat penting dalam bahan pangan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Kandungan kadar air dalam bahan pangan menentukan, daya terima, kesegaran, dan umur simpan suatu bahan (Winarno, 1997). Rendahnya kadar air, adanya proses pemanggangan selama pengolahan.

Pemanggangan pada umumnya melibatkan penambahan kalor pada bahan pangan dan penghilangan kandungan air dalam bentuk uap air. Jika kalor diberikan kepada bahan pangan, suhu bahan pangan dapat meningkat dan air dalam bahan pangan menguap (Harris, 1998).

Kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji, 1998). Penentuan kadar abu berkaitan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Sandjaja, 2009).

Kandungan abu pada produk flakes sebesar 1%, dengan kadar abu yang rendah. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotor lain. Sehingga tidak baik untuk dikonsumsi. Hal ini menunjukkan pengolahan yang dilakukan dan mutu pada bahan sudah cukup baik, serta kandungan mineral pada bahan pangan telah memenuhi SNI yaitu maksimal 4%.

Produk flakes mengandung serat kasar sebesar 5,82%. Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya bervariasi menurut jenis bahan. Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar (Asruddin, 2015). Kadar serat dalam produk flakes tidak berbeda jauh dengan kacang koro pedang yaitu sebesar 4,9 hingga 8%.

KESIMPULAN

Hasil penelitian mengenai pengaruh perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang terhadap karakteristik flakes diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

13

Page 14: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

1. Faktor perbandingan tepung biji kacang koro pedang dengan tepung tempe kacang koro pedang berpengaruh terhadap rasa, tekstur sebelum diseduh, tektur sesudah diseduh dan aroma. Tetapi tidak berpengaruh terhadap daya serap, kekerasan dan warna pada produk flakes.

2. Perlakuan terpilih menurut uji skoring adalah produk flakes dengan perlakuan a3 (perbandingan tepung biji kacang koro pedang dan tepung tempe kacang koro pedang 1:1).

3. Analisis kimia pada perlakuan terpilih (a3) meliputi kadar protein 9,95%, kadar karbohidrat 10,67%, kadar air 1%, kadar abu 1% dan kadar serat kasar 5,82%.

4. Tepung biji kacang koro pedang memiliki kadar protein 24,94%, kadar HCN 0 mg/kg, kadar air 8% dan pada tepung tempe kacang koro pedang memiliki kadar protein 21,58%, kadar HCN 0 mg/kg, kadar air 9%.

SARAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan yaitu : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai modifikasi rasa pada produk flakes untuk menghasilkan kesan cita rasa yang lebih disukai seperti rasa buah atau coklat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengemas yang cocok dan umur simpan dari produk flakes

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kandungan gizi pada produk flakes dengan melakukan fortifikasi seperti penambahan kandungan zat besi.

DAFTAR PUSTAKA

Adeyemi, SAO dan PO Ogazi. 1985. The Place of Plantain in Composite Flour. Commerce Industry, Lagos State, Nigeria.

Agustina, F. 2011. Evaluasi Parameter Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka dalam Bioreaktor Anaerobik 2 Tahap. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Diakses : 10 Agustus 2015.

Agustiningsih, Wulan, Fibra, dan Dyah Koesmawardani. 2009. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tempe Terhadap Sifat Organoleptik Dan Kimia Stik Tempe.http://skrips.unila.ac.id/about/. Diakses : 10 Agustus 2015.

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

AOAC.1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analysis Chemistry. Benyamin Franklin Station. Washington D.C

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni Bandung.

Asruddin. 2015. Analisis Serat Kasar. http://www.academia.edu/9074666/analisis_serat_kasar.Diakses : 1 Oktober 2015.

Astawan, Made. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: TigaSerangkai.

Astuti, M., A. Meliala, F.S. Dalais and M.L. Wahlqvist. 2000. Tempe, A Nutritious and Healthy Food

14

Page 15: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

From Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr.

Balitkabi, Litbang Pertanian. 2015. Koro Pedang: Tanaman Berpotensi Belum Tereksploitasi.http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/infoteknologi/188koropedangtanamanberpotensibelumtereksploitasi.html. Diakses : 5 Mei 2015.

Bavia ACF, da Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, Carrao-Panizzi MC. 2013. Chemical Composition Of Tempeh From Soybean Cultivars Specially Developed For Human Consumption. Ciênc. Tecnol. Aliment.,Campinas.

Budiyanto A. K. 2001. Dasar - Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Buckle K.A, Edwards R.A, Fleet G.H, Wootton M. 1987, Ilmu Pangan, Edisi Kedua, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Cahyadi W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Edisi Pertama. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Cherry, J. P. 1981. Protein Functionally in Foods. American Chemical Society, Washington D. C.

Dakornas, 2012. Seminar Pengembangan Koro Pedang di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Diakses : 4 April 2015.

DeMan.J.M, 1997. Kimia Makanan, Edisis Ke-2. Terjemahkan

Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M. Muljoharjo. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N. L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses : 15 Mei 2015.

Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology Principle and Practise. Ellis Howard Limited, New York, London.

Gandjar I. 2006. Fungi dan Industri. Didalam: Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Edisi Kedua, Penerbit CV. Armico, Bandung.

Gisca, Bernadheta. 2013. Penambahan Gembili Pada Flakes Jewawut Ikan Gabus Sebagai Alternatif Makanan Tambahan Anak Gizi Kurang. Artikel. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran. Universitas Dipenogoro. Semarang. Diakses : 5 Mei 2015.

Gustiningsih D., D. Andrayani. 2011. Potensi Koro Pedang

15

Page 16: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

(Canavalia ensiformis) dan Saga Pohon (Adhenanthera povonina) sebagai Alternatif Substitusi Bahan Baku Tempe. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses : 20 Mei 2014.

Hanawati, Russy Fitria. 2011. Laporan Tugas Akhir Proses Produksi Flakes Kaya Antoiksidan Sebagai Alternatif Diversifikasi Ubi Jalar Ungu. Progrm Studi Diplom III Hasil Pertanian Universias Sebelas Maret. Surakarta . Diakses : 5 Mei 2015.

Handayani S., Supriyono E., Triharyanto, S. Marwanti, I.D. Astuti, B. Pujiasmanto. 1995. Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Hasil Kacang-kacangan sebagai Usaha Produktif Wanita di Lahan Kering Daerah Tangkapan Hujan Waduk Kedungomba. Pusat Studi Wanita. Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses : 7 Mei 2014.

Handajani, S.dan Atmaka. 1993. Analisa Sifat Phisis-Kemis Beberapa Biji Kacamg-Kacangan, Kekerasan, Kualitas Tanak, Protein dan Kandungan Mineralnya. Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Diakses : 20 Mei 2014.

Harris. R, S. 1998. Evaluasi Nilai Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Herliana, S. 2006. Pengaruh Jumlah Air dan Lama Pengukusan

Terhadap Beberapa Karakteristik Flakes Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. S1-Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Diakses : 9 Juni 2015.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, penerjemah; Jakarta: Yayasan sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: De Nuttige Planten Van Indonesia. Diakses : 1 Juni 2015.

Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/ 2008/03/fermentasi-tempe.pdf. Diakses : 20 Mei 2014.

Hildayanti, 2012. Studi Pembuatan Flakes Jejawut. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanudin Makasar. Diakses : 4 Juni 2015.

Istiani, Y. 2010. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas BEAntioksidan dari Ekstrak Etanol Tempe Berbahan Baku Koro Pedang (Canavalia Ensiformis). Universitas Sebelas Maret Sukarta. Diakses : 11 April 2015.

Kalaminasih, Dwi, 2013. Pengaruh Proposi Kacang Koro Sayur (Phaseolus Iunatus) dan Kacang Koro Peadang (Canavalia ensiformis L) Terhadap Mutu Organoleptik Tempe Koro. Program Studi Tata Boga. Fakultas Teknik

16

Page 17: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

Negri Surabaya. Diakses : 15 September 2015.

Kartika, Bambang, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. UGM, Yogyakarta.

Kashanah, Uswatun, 2004. Formulasi, Karakteristik Fisiko-Kimia dan Organolpetik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Fakultas Teknologi Pertanian. ITB

Kasmidjo R. B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Kholis, M. N., S. Purwanti, G. Rizqi, Alfian, D. Giyanti. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) dalam Pembuatan Tempe. Diakses : 4 Juni 2015.

Kumalaningsih, S. 1990. Teknologi Pangan. Jilid 1. PT. Jawa Pos. Surabaya.

Kusharto Clara M dan Amalia Firda. 2013. Formulasi Flakes Pati Garut Dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Sebagai Pangan Kaya Energi Protein Dan Mineral Untuk Lansia. Jurnal. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Diakses : 10 Maret 2015.

Kusuma, P. S.W dan R. Suryaningrum. 2013. Artikel Optimasi Takaran Kacamg Koro Pedang Putih (Canavalia ensiformis (L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Yoghurt, Fakultas MIPA Universitas

PGRI Adi Buana Surabya. Diakses : 4 April 2015.

Litbang Pertanian . 2013. Pasca Panen. http://pascapanen.litbang.pertanian.go.idindex.php/id/berita/207. Diakses : 25 April 2015.

Mahendradatta M. 2007. Pangan Aman dan Sehat, Prasyarat Kebutuhan Mutlak Sehari-hari. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Marifat, Muh Ilham. 2014. Pemanfaatan koro pedang (canavalia ensiformis) sebagai bahan dasar pembuatan tempe dengan penambahan konsentrasi bahan isi dari jagung dan bekatul yang berbeda. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah.Surakarta.

Matz, A. Samuel, 2005. The Chemistry and Technology of Cereal As Food and Feed, Second Edition. Van Nostrand Reinhoid, New York.

Maulana, M. E.S. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Diakses : 15 Juni 2015.

Muchtadi, Tien R. Dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Nayla, Oktavia. 2012. Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe. Fakultas Pertanian.

17

Page 18: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

Universitas Hasanudin Universitas. Makasar.

Newman CW, Roth NR, and Lockmen RH. 1987. Protein Quality of Chickpea (Cicer ariterium L.). Nutr. Rep. Int 36 : 1-5.

Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Nurjanah,E. 2000. Analisis Karakteristik Konsumen dan Pola Konsumsi Pangan Sarapan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Diakses : 28 Mei 2015.

Pangastuti HP, Triwibowo S. 1996. Proses Pembuatan Tempe Kedelai: III.analisis mikrobiologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 109.

Poedjiadji, Ana. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta.

Pramita D.S, 2008. Pengaruh Teknik Pemanasan Terhadap Kadar Asam Fitat dan Aktivitas Antioksidan Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro Glinding (Phaseolus lunatus) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FP UNS. Diakses : 9 April 2015.

Prawesthi, G, dkk. 2014. Metabolisme Karbohidrat Degradasi Protein dan Sintesis ATP. http://www.academia.edu/8 997271/Metabolisme _Karboh idrat_Degradasi_Protein_dan_Sintesis_ATP. Diakses : 4 Juni 2015.

Prangdimurti,. dkk, 2007 Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmu & Teknologi Pangan. IPB. Diaskes : 1 Oktober 2015.

Puspitasari, E.. 2009. Karamelisasi Gula,http://sains.me/1557/berkenalan-dengankaramelisasi.html/.Diakses: 29 September 2015.

Rampengan, V., J. Pontoh., D.T. Semebel., 1985. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

Rokhmah, L. N. 2008. Kajian Kadar Asam Fitat dan Kadar Protein Selama Pembuatan Tempe Kara Benguk (Mucuna Pruriens) dengan Variasi Pengecilan Ukuran dan Lama Fermentasi. Skripsi.kultas Pertanian UNS. Surakarta

Roney, 2011.Flakes Kacang Koro Pedang.http://roneysaja.wordpress.com/2011/06/10/flakeskacang-koro-pedang/. Diakses : 8 April 2015.

Sandjaja, Atmarita. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: PT Kompas Medida Nusantara.

Sari, D. 2013. Kacang Koro. http://dewipuspitasr.blogspot.com/2013/05/kacang-koro.html. Diakses : 4 Juni 2015.

Sekarindah, T. 2005. Anda Sibuk?Jangan Lupa Sarapan. http://www/Kompas.com/. Diakses : 8 April 2015.

Septiawan, Yunus. 2015. Sistem Pengeringan Pangan.

18

Page 19: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

http://www.scribd.com/doc/173638314/SistemPengeringanPangan#scribd. Diakses : 21 September 2015.

Setiaji, Bayu. 2008. Skripsi Pengaruh Suhu dan Lama Pemanggangan Terhadap Karakteristik Soy Flakes. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan.

Soekarto, Soewarno.T. 1995. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta.

Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (Flakes) Berbasis Jagung dan Kacang Hijau Sebagai Sumber Protein Untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Diakses : 6 September 2015.

Subagio, A., W.S. Windarti dan Y. Witono. 2003. Development of functional proteins from some local non-oilseed legumes as food additives. Proceeding of ITSF Seminar on Science and Technology, Indonesia Toray Science Foundation.

Subarna, 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suciati, A. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia Ensiformis L). Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makasar. Diakses : 9 April 2015.

Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1998. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Kedua. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Sunaryanto R. 2014. Ada Apa Dengan Tempe?.http://www.biotek.bppt.go.id/index.php/artikelsains/128-ada-apa-dengan-tempeI. Diakses : 4 April 2015.

Syamsir, E. 2012. Ilmu Pangan. http://ilmupangan.blogspot.com/2012/02/sereal-sarapan.html. Diakses : 5 Mei 2015.

Tribelhorn, Holand. E. 1991. Handbook of Cereal Science and Technology.Marcel dekker Inc, Newyork, Basel Hongkong.

Van der Maesen dan S. Somaatmadja. 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Welirang, F. 2006. Jalan Tengah Sempurna Ketahanan Pangan Indonesia Sebagai Solusi Pangan Masa Depan. http://www.iptek.net.id/ind/pustakapangan. Diakses : 15 Juni 2015.

Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd. London.

Winarno, F.G.. 1997. Kimia Pangan dan Gizi, Edisi Kedelapan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wiryadi, R. 2007. Pengaruh Waktu Fermentasi dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Cokelat (Theobroma cocoa L). Skripsi. Universitas Syah Kuala. Aceh.

19

Page 20: Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Kacang Koro …repository.unpas.ac.id/3539/2/ARTIKEL.doc · Web viewPenelitian yang dilakukan oleh Bavia, dkk., (2013) dan Pangastuti dan Triwibowo

Wiryawan, Adam. 2011. Uji Organoleptik.http://www.chem-is-try.org/materi_ kimia/instrumenanalisis/uji-organoleptik/uji- organoleptik/. Diakses : 15 September 2015.

Wulan, Putri. Anjar., Anissa Ria Bintang dan Hari Alfizan 2012. Tepung.http://www.scribd.com/doc/143933331/TEPUNG.Diakses : 28 September 2015.

Yohana. 2010. Breakfast Talas. https://pepitaharyanti.files.wordpress.com./2010/11/skripsiyohana.pdf. Diakses : 8 September 2015.

Yuniastuti A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Yuwanti Sih dan Tamtarini. 2005. Pengaruh Penambahan Koro-Koroan Terhadap Sifat Fisik dan Sensorik Flake Ubi Jalar. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember . Diakses : 14 April 2015.

Yuwono, SS. dan Susanto,T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Diakses : 9 Juni 2015.

20