pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa

133
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 LAIS MUSI BANYUASIN Harmadi *), M. Djahir Basir dan Riswan Jaenuddin **) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lais Musi Banyuasin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen tipe Posttest-only control design. Data yang diambil berupa motivasi dan hasil belajar siswa dari sebanyak 80 siswa sample yang terdapat di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk itu diperlukan alat pengumpul data (instrumen) berupa angket motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa. Setelah uji

Upload: bondan-wibisono

Post on 15-Apr-2016

113 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

psikologi

TRANSCRIPT

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP MOTIVASI

DAN HASIL BELAJAR SISWA

DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 LAIS MUSI

BANYUASIN

Harmadi *), M. Djahir Basir dan Riswan Jaenuddin **)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media video

terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lais Musi Banyuasin. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen tipe Posttest-only control

design. Data yang diambil berupa motivasi dan hasil belajar siswa dari sebanyak

80 siswa sample yang terdapat di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk itu

diperlukan alat pengumpul data (instrumen) berupa angket motivasi belajar dan

tes hasil belajar siswa. Setelah uji validitas dan reliabilitasnya maka instrumen

tersebut dapat digunakan untuk mengambil data. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan uji t untuk menguji hipotesis dan melihat pengaruh penggunaan

media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Sebelum dilakukan

pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dan normalitas

data. Selain uji t, analisis dilakukan dengan menentukan banyaknya siswa yang

memiliki motivasi tinggi dan hasil belajar tinggi pada kedua kelas tersebut. Dari

analisis data ternyata sebagian besar siswa pada kelas eksperimen memiliki

motivasi tinggi yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan pada kelas kontrol hanya 13

siswa (32,5%).

______________________________________________________

*) Penulis

**)Pembimbing

Hasil belajar pada kelas eksperimen juga menunjukkan banyaknya siswa yang

memperoleh hasil belajar tinggi yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan pada kelas

kontrol hanya 22 siswa (55%). Rata-rata motivasi belajar siswa pada kelas

eksperimen adalah 75 sedangkan kelas kontrol lebih rendah yaitu 61,13. Uji t

terhadap perbedaan ini menghasilkan t hitung sebesar 5,6997. Nilai ini melebih

nilai t tabel yang hanya 1,6905, sehingga hipotesis alternatif (Ha1) diterima dan

hipotesis statistik (Ho1) ditolak. Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar

73 melebihi kelas kontrol yang hanya memperoleh 62. Uji t terhadap perbedaan

ini menunjukkan bahwa t hitung sebesar 5,7647 sedangkan pada t tabel hanya

1,990, sehingga hipotesis alternatif (Ha2) diterima dan hipotesis statistik (Ho2)

ditolak. Dari analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa ”ada pengaruh

penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin”. Dengan demikian

teori-teori yang mengemukakan bahwa media video dapat mempengaruhi

motivasi dan hasil belajar siswa sudah terbukti. Dengan adanya kesimpulan dan

pembuktian ini maka media video memang salah satu media yang dapat

digunakan dalam pembelajaran IPS khususnya di SMP Negeri 2 Lais pada

khususnya dan sekolah lain pada umumnya. Untuk itu sudah saatnya guru,

sekolah, dan yang terkait untuk menggunakan, mengadakan bahkan memproduksi

media video guna perbaikan kualitas pembelajaran.

Kata kunci: media video, motivasi belajar, hasil belajar siswa.

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the effect the use of video media on

motivation and learning outcomes of students in the learning of Social Sciences at

the State Junior High School Musi Banyuasin 2 Lais. The research method used is

based on experiment type of posttest-only control the design. Data collected in the

form of motivation and learning outcomes of students from as many as 80

students sample contained in the experimental class and control class. For that

necessary means to collect data (instruments) in the form of learning motivation

questionnaire and test results of students' learning. After testing the validity and

reliability, the instrument could be used to retrieve data. Data analysis was

performed using t test to test the hypothesis and see the impact of the use of video

media on student motivation and learning outcomes. Before testing the first

hypothesis test of homogeneity and normality of data. In addition to the t test,

analysis was done by determining the number of students who have high

motivation and high learning achievement in both classes. From the analysis of

data that most students in the experimental class that is highly motivated 35

students (87.5%), while in the control class only 13 students (32.5%). Learning

outcomes in classroom experiments also indicated the number of students

receiving higher learning outcomes of 35 students (87.5%), while in the control

class only 22 students (55%). Average student motivation in classroom

experiments is 75 while the lower control class is 61.13. T test for differences

resulted t count amounted to 5.6997. This value exceeds the value t table which is

only 1.6905, so the alternative hypothesis (Ha1) accepted and statistical

hypothesis (Ho1) is rejected. Average class learning results of 73 experiments

which exceeded the control class only get 62. t test of this difference indicates that

t count equal to 5.7647, while the t table is only 1.990, so the alternative

hypothesis (Ha2) accepted and statistical hypothesis (Ho2) rejected. From this

analysis it can be concluded that the "effect of using video media to motivation

and student learning outcomes in teaching social studies at Junior High School

Musi Banyuasin 2 Lais. Thus theories that suggest that video media can influence

motivation and learning outcomes of students has been proven. Given this

evidence, the conclusions and video media is a media that can be used in teaching

social studies, especially in SMP Negeri 2 Lais in particular and other schools in

general. It's time for teachers, schools, and related to use, hold and even producing

a video media to improve the quality of learning.

Keywords: media video, learning motivation, student learning outcomes.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian integral dalam kehidupan manusia. Dengan

adanya pendidikan manusia akan dapat menggali dan mengembangkan potensi

dirinya sehingga menjadi manusia yang mempunyai akhlak, nilai sosial, budaya,

ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Mudyaharjo (2001:3) mengartikan

pendidikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti sempit

menurutnya adalah segala pengaruh yang diupayakan oleh sekolah terhadap anak

dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang

sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas

sosial mereka. Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah sebagai suatu

pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang

hidup. Dari uraian di atas maka pendidikan mempunyai arah atau tujuan tertentu

yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai tersebut adalah pencapaian

kompetensi tertentu pada setiap diri siswa.

Agar kompetensi siswa dapat tercapai maka salah satu unsur yang perlu

mendapat perhatian adalah pembelajaran. Pembelajaran menurut Winataputra

(2007:1.18) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi,

memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa.

Melalui pembelajaran inilah akan muncul kegiatan belajar. Pembelajaran yang

memunculkan kegiatan belajar merupakan pembelajaran yang dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan dan meningkatkan berbagai

kompetensi yang ada di dalam diri siswa serta aspek-aspek lain seperti minat,

motivasi, hasil belajar dan sebagainya.

Salah satu upaya penggalian dan peningkatan kompetensi pada diri siswa

dapat dilakukan dengan mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS

merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa di Sekolah

Menengah Pertama (SMP). Tujuan mata pelajaran IPS yang terdapat dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyararakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.”

Menurut Berhard G. Killer dalam Hamalik (1992:6) mengemukakan bahwa ilmu

pengetahuan sosial adalah studi yang memberikan pemahaman atau pengertian

tentang cara-cara manusia hidup, kebutuhan dasar manusia, kegiatan manusia

dalam usaha memenuhi kebutuhan itu dan lembaga-lembaga yang dikembangkan

sehubungan dengan hal tersebut. Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah menengah

terdiri dari geografi, sejarah, ekonomi, pemerintah, sosiologi dan antropologi

(Hamalik, 1992:8). Mata pelajaran IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari materi geografi,

sejarah, sosiologi dan ekonomi yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial (Badan Standar

Nasional Pendidikan, 2006). Dari tujuan-tujuan di atas nampak bahwa mata

pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang berbeda dengan mata pelajaran

lainnya karena mata pelajaran ini memiliki karakteristik materi berupa peristiwa,

fakta, konsep, dan generalisasi.

Untuk mencapai tujuan dengan berbagai karakteristik tersebut maka ada

unsur penting yang sangat berperan dalam pembelajaran IPS yang dapat menggali

dan meningkatkan kompetensi serta berbagai aspek dalam diri siswa yaitu media

pembelajaran. Berbagai peristiwa, fakta, konsep dan sebagainya berkemungkinan

sulit dipahami siswa karena keterbatasan guru, waktu dan tempat untuk

menghadirkannya ke dalam kelas, namun dengan adanya media yang sesuai,

kesulitan tersebut dapat diatasi. Salah satu fungsi media pembelajaran adalah

memperjelas isi pesan yang disampaikan oleh sumber informasi atau guru kepada

siswa (Sadiman, et al., 2008:11). Melalui media, semua peristiwa, konsep, dan

fakta yang ada dapat dihadirkan ke dalam kelas dengan penggunaan media yang

sesuai dengan materi pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran perlu

dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan guru dalam menyampaikan

informasi atau materi pelajaran dan keterbatasan siswa dalam menyerap informasi

atau memahami materi pelajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran

diharapkan guru lebih mudah menyampaikan materi pelajaran dan tercapainya

tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain guru, siswa juga dapat mengambil

manfaat dari penggunaan media pembelajaran yaitu lebih mudah memahami

materi pelajaran yang abstrak atau sulit terjangkau oleh nalar dan indra siswa

sehingga tercapainya hasil belajar yang optimal.

Video merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan

dalam pembelajaran IPS. Walaupun video memiliki kelemahan seperti kesulitan

mendapatkan atau memproduksinya, namun media video memiliki keunggulan

dibandingkan media lainnya dan sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran IPS.

Keunggulan media video adalah dapat menampilkan gambar bergerak yang

disertai suara sekaligus (Smaldino, Lowther dan Russel, 2008:309). Selain itu

Arsyad (2003:48) juga mengemukakan bahwa media video dapat menggambarkan

suatu obyek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang

sesuai. Dengan menggunakan media video maka informasi berupa peristiwa,

fakta, konsep dan sebagainya dapat dihadirkan ke dalam ruang kelas.

Keunggulan lain dari penggunaan media video adalah dapat merangsang

keinginan belajar (stimulate appetite to learn), memotivasi untuk keberhasilan

belajar (motivate use of a strategy by showing its success) dan sebagainya

(Koumi, 2006:49). Selain itu Wilkinson (1984:57) menyimpulkan beberapa hasil

penelitian mengenai media pembelajaran seperti berikut ini: “Media pendidikan

mempunyai dampak yang berarti bagi pencapaian siswa dan citra diri mereka, jika

media tersebut dipilih dan / atau diproduksi secara cermat dengan

memperhitungkan ciri-ciri media dan karakteristik siswa serta diintegrasikan

secara sistematik ke dalam program instruksional”. Kesimpulan hasil penelitian

tersebut didasarkan beberapa penelitian, salah satunya adalah penelitian media

film. Craig pada tahun 1956 melakukan penelitian eksperimen penggunaan media

film. Setelah dilakukan tes pada akhir pembelajaran, ternyata siswa yang

menonton film bersuara (video) lebih baik hasilnya dibandingkan dengan siswa

yang menonton film tidak bersuara (bukan video) (Wilkinson, 1984:17). Ia pun

menyimpulkan bahwa tes yang dilakukan setelah menonton akan meningkatkan

motivasi belajar. Penelitian lainnya dilakukan Scramm pada tahun 1973 dengan

tujuan untuk menguji pendapat Gagne bahwa kondisi yang diperlukan untuk

belajar dapat dihasilkan oleh setiap media. Scramm berkesimpulan bahwa siswa

yang telah mempunyai motivasi dapat belajar dari media apa saja jika media

tersebut dipakai menurut kemampuannya dan disesuaikan dengan kebutuhan

(Wilkinson, 1984:16). Berbicara hasil penelitian, Danim (1994:1)

mengemukakan: “Hasil penelitian secara nyata membuktikan bahwa penggunaan

alat bantu sangat membantu aktivitas proses belajar mengajar di kelas terutama

peningkatan prestasi belajar siswa/mahasiswa.” Dari pendapat ini maka dapat

disimpulkan bahwa media pada umumnya dan media video khususnya dapat

membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Dengan adanya semangat tersebut

berarti siswa telah termotivasi untuk belajar. Siswa yang termotivasi dapat dilihat

dari ciri-cirinya seperti tekun menghadapi tugas, menunjukkan minat terhadap

bermacam-macam masalah, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

dan sebagainya Sardiman (1986:83). Dari pendapat ini dapat pula disimpulkan

bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar akan nampak dari aktivitasnya dalam

belajar. Dengan adanya aktivitas belajar maka berkemungkinan besar dapat pula

menimbulkan hasil belajar yang tinggi pula.

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa

selama proses belajar. Aktivitas belajar adalah aktivitas yang penting dalam

pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1995:86): “Dari semua

asas didaktik boleh dikatakan aktivitaslah asas yang terpenting oleh sebab belajar

sendiri merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan tak mungkin seorang belajar.”

Aktivitas belajar seperti mendengarkan, memandang, menulis, membaca dan

sebagainya (Soemanto, 2006:107), merupakan dasar dari semua proses

pembelajaran. Riyanto (2002:56) mengemukakan: “Belajar merupakan aktivitas

pribadi dan bersama. Aktivitas-aktivitas inilah yang merupakan indikator adanya

kegiatan belajar sebagai akibat adanya motivasi pada diri siswa.

Dengan demikian ada keterkaitan antara penggunaan media video, motivasi

belajar dan hasil belajar siswa. Penggunaan video akan menimbulkan motivasi

belajar siswa, motivasi belajar siswa akan nampak dalam aktivitas siswa tersebut

dalam belajar yang pada akhirnya dapat menimbulkan hasil belajar siswa yang

optimal. Namun demikian keterkaitan tersebut masih perlu ditelaah lebih lanjut,

karena keterkaitan antara variabel yang satu dengan lainnya belum tentu positif.

Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat saja terjadi sesuai dengan situasi dan

kondisi yang ada pada saat itu. Dengan demikian secara teoritis memang ada

kaitan antara penggunaan video, motivasi belajar, dan hasil belajar siswa, namun

kenyataan di lapangan berkemungkinan lain, karena banyak faktor lain yang

berkaitan dengan diri siswa, guru dan sebagainya. Dari uraian di atas maka perlu

adanya suatu pengkajian di lapangan melalui kegiatan penelitian untuk melihat

kaitan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media video

memiliki beberapa keunggulan dan cocok digunakan dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS). Sehubungan dengan itu peneliti berkeinginan untuk

meneliti dan mengkaji penggunaan media video, motivasi belajar, dan hasil

belajar siswa di tempat peneliti bertugas yaitu di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Negeri 2 Lais Kabupaten Musi Banyuasin. Ketertarikan ini berawal dari

pengalaman peneliti yang bertugas sebagai guru IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin, berdasarkan pengalaman selama ini tampak adanya kesulitan siswa

dalam memahami materi pelajaran yang ditandai sulitnya mencapai nilai

ketuntasan minimal 65 yang telah ditetapkan oleh sekolah (data terlampir). Selain

itu siswa berdasarkan pengamatan sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran siswa

tampak bosan dengan sajian materi yang mungkin kurang menarik, atau mungkin

pula karena media pembelajaran yang tidak sesuai dan monoton atau metode

mengajar yang tidak bervariasi sehingga siswa kurang beraktivitas dalam

pembelajaran. Peneliti dan beberapa orang guru sejawat pernah mendiskusikannya

secara tidak formal dan menduga adanya kurang motivasi pada diri siswa dalam

kegiatan pembelajaran. Gejala-gejala tersebut mengindikasikan adanya

keterkaitan antara penggunaan media pembelajaran, motivasi, dan hasil belajar

siswa.

Sehubungan dengan itu maka perlu adanya upaya untuk menggunakan

media pembelajaran yang sesuai, bervariasi dan menarik. Penggunaan media yang

selama ini dilakukan seperti bagan, peta konsep dan sejenisnya diduga membuat

siswa bosan dan tidak menarik, di samping faktor-faktor lainnya. Hal ini dapat

dimaklumi bahwa siswa pada usia tersebut tampak selalu menginginkan sesuatu

yang baru dalam pembelajaran sepanjang pengetahuan peneliti yang telah

bertugas selama ini. Selain itu penggunaan media berbasis teknologi informasi

dan komunikasi pada umumnya dan media video pada khususnya sudah

sepantasnya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh guru mengingat banyak unsur

positif yang ditimbulkan dengan penggunaan teknologi informasi tersebut. Selain

adanya unsur positif, penggunaan teknologi informasi merupakan pembaharuan

dalam pembelajaran (Wijaya, Djadjuri, dan Rusyan, 1988:42). Dengan adanya

pemanfaatan teknologi informasi diharapkan dapat menunjang perkembangan,

penguasaan dan kecintaan terhadap teknologi informasi, jangan sampai “gaptek”

(gagap teknologi) (Rochaety, Rahayuningsih, dan Yanti, 2005:41).

Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas timbul masalah-masalah seperti kesulitan siswa

mencapai hasil belajar yang sesuai dengan standar ketuntasan minimal 65 yang

telah ditetapkan oleh sekolah, penggunaan media yang monoton atau metode

mengajar yang tidak bervariasi, dan rendahnya motivasi siswa. Masalah-masalah

tersebut secara teoritis mempunyai keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan itu

dapat terjadi antara penggunaan media video, motivasi, dan hasil belajar.

Mengingat kompleksnya masalah tersebut maka dalam penelitian ini diadakan

pembatasan dan perumusan masalah sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan

dan pelaporan penelitian ini akan lebih terarah. Sehubungan dengan masalah di

atas maka diperlukan adanya satu kelas eksperimen yang diberi perlakuan

menggunakan media video dan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan

menggunakan media video. Fungsi kelas kontrol adalah sebagai pembanding dari

kelas eksperimen.

Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka masalah

tersebut dibatasi seperti di bawah ini. Media video yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa CD (compact disk) Video Pendidikan Sekolah yang

diproduksi oleh Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi

Pendidikan) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia materi

“Kegiatan Konsumsi”, “Kegiatan Distribusi”, dan “Kegiatan Produksi”. Penelitian

ini tidak dimaksudkan untuk meneliti produk tersebut tetapi untuk melihat

pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi, aktivitas belajar dan hasil

belajar siswa. Jadi produk tersebut hanya sebagai alat bantu saja. Begitu pula

dengan motivasi dibatasi pada motivasi belajar siswa kelas sampel setelah

mengikuti pembelajaran IPS dengan menggunakan media video. Sedangkan hasil

belajar siswa dibatasi pada hasil belajar siswa kelas sampel setelah mengikuti

pembelajaran IPS dengan menggunakan media video. Mata pelajaran IPS

dibatasi pada materi kelas VII semester II khususnya materi ekonomi yaitu standar

kompetensi nomor 6 dengan kompetensi dasarnya nomor 6.2. Standar kompetensi

nomor 6 adalah “Memahami kegiatan ekonomi masyarakat”, sedangkan

kompetensi dasarnya nomor 6.2 yaitu “Mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi

yang meliputi kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi barang/jasa” (Badan

Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin ?

2. Apakah ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa

dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri Atas 2 Lais Musi Banyuasin ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Ingin mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.

b. Ingin mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri Atas 2 Lais Musi Banyuasin.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah

dan ilmu pengetahuan.

1. Bagi siswa, dengan adanya penggunaan media video, siswa dapat lebih

termotivasi dalam belajar karena media video dapat mendekatkan siswa dengan

keadaan yang sebenarnya sehingga lebih aktif dalam belajar. Akibat dari itu siswa

dapat memahami materi pelajaran lebih mudah yang akhirnya dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

2. Bagi guru, dengan adanya penggunaan media video, guru mendapatkan umpan

balik guna perbaikan dan peningkatkan kualitas pembelajaran. Sehubungan

dengan itu guru dapat mengevaluasi guna melihat kekuatan dan kelemahan

penggunaan media video dalam kaitannya dengan motivasi dan hasil belajar

siswa.

3. Bagi sekolah, dengan adanya penggunaan media video yang dikaitkan dengan

motivasi dan hasil belajar siswa, pihak sekolah mendapatkan masukan yang

sangat berharga guna kepentingan manajemen sekolah. Pihak sekolah akan dapat

melihat efektivitas pembelajaran dengan menggunakan media video, sehingga

menjadi suatu pemikiran untuk meneruskan dan mengembangkannya pada mata

pelajaran lain.

4. Bagi ilmu pengetahuan, penggunaan media video dalam pembelajaran

merupakan wujud nyata penerapan teknologi pendidikan. Selain itu penggunaan

media video yang merupakan suatu penelitian dapat menjadi sumbangan besar

dalam ilmu pengetahuan khususnya teknologi pendidikan, guna pengembangan

teknologi pendidikan masa depan.

TINJAUAN PUSTAKA

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. Pengertian dan Ciri-ciri Belajar

Beberapa para ahli telah mengemukakan pendapat mereka tentang belajar.

Slavin (1997:151) mengartikan belajar atau learning sebagai berikut : ”Learning

is usually defined as a change in an individual caaused by experience.”

Menurutnya belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan pada diri individu yang

disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan Lefrancois (1997:109) mengemukakan :

”Learning is the acquisition of information and knowledge, of skills and habits,

and attitudes and beliefs.” Menurutnya belajar merupakan penguasaan terhadap

informasi dan pengetahuan dari suatu keterampilan, kebiasaan, sikap dan

kepercayaan. Dia juga menyimpulkan pendapat ahli psikologi sebagai berikut:

”...learning as all changes in behavior that result from experience, providing

these changes are relatively permanent, do not result simply from growth or

maturation, and are not temporary effects of factors such as fatigue or drugs.

Belajar adalah semua perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman,

asalkan perubahan-perubahan itu relatif permanen, bukan akibat dari pertumbuhan

atau pemasakan seorang anak dan bukan akibat sementara dari faktor-faktor

seperti kelelahan atau obat-obatan. Lefrancois memberikan pendapat bahwa

belajar merupakan penerimaan pengetahuan dan informasi, keterampilan dan

kebiasaan, sikap dan kepercayaan atau keimanan. Ia pun memperkuat

pendapatnya dengan menyimpulkan dari ahli psikologi bahwa belajar merupakan

semua perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari pengalaman. Pengertian

belajar lain yang mempunyai maksud yang sama seperti di atas dikemukakan oleh

Bell-Gredler dalam Winataputra (2007:1.5), belajar adalah proses yang dilakukan

oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies),

keterampilan (skills), dan sikap (attitudes).

Dari pengertian belajar di atas maka dapat dipahami bahwa dalam belajar

tidak saja terdiri dari satu aspek pengetahuan saja melainkan banyak aspek yang

meliputi semua kemampuan individu. Untuk itu belajar memiliki ciri-ciri sebagai

berikut (Winataputra, 2007:1.9).

a. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan prilaku pada diri individu

yang meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan

(psikomotor).

b. Perubahan prilaku itu harus merupakan buah dari pengalaman, baik fisik

maupun psikis.

c. Perubahan tersebut relatif permanen.

2. Pengertian Pembelajaran

Menurut Winataputra (2007:1.18) pembelajaran merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan

kualitas belajar pada diri siswa. Pendapat Winataputra mengandung arti bahwa

pembelajaran merupakan kegiatan mengupayakan agar siswa dapat belajar

maksimal dengan cara-cara tertentu. Sebetulnya istilah pembelajaran merupakan

terjemahan dari instruction. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam

Winataputra (2007:1.19): ”Instruction is a set of events that affect learners in

such a way that learning is facilitated.” Menurut mereka pembelajaran

merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya

proses belajar pada siswa, atau kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap

proses belajar siswa. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa pembelajaran

terjadi tidak semata-mata oleh kehadiran guru, tetapi juga alat-alat bantu, media

pembelajaran dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan cara mengelola sumber belajar,

memberikan fasilitas, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri

siswa agar siswa dapat melakukan aktivitas belajar. Aktivitas belajar merupakan

inti dari kegiatan pembelajaran.

3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

terdapat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan KTSP. Mata pelajaran

IPS di SMP dikenal dengan sebutan IPS Terpadu yang merupakan gabungan dari

Sosiologi, Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Karakteristik mata pelajaran

IPS Terpadu merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa,

fakta, konsep dan generalisasi berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS

dirancang untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman dan kemampuan

analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan

bermasyarakat yang dinamis. Selain itu mata pelajaran IPS disusun secara

sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju

kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyakarat (BNSP, 2006).

Dari uraian-uraian di atas maka pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

adalah suatu kegiatan yang dirancang sedemikian rupa agar terciptanya kegiatan

belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Terciptanya kegiatan belajar

merupakan indikasi telah terjadinya kegiatan belajar, bukan belajar-mengajar atau

pengajaran. Dengan adanya pembelajaran diharapkan akan dapat tercapainya

tujuan-tujuan dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut.

Tujuan mata pelajaran IPS seperti yang terdapat dalam KTSP adalah

sebagai berikut (BSNP, 2006).

”1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu dan inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan

sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4.Memiliki kemampuan berkomunikasi, berdisksi, bekerjasama dan

berkompetesi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional

dan global.”

4. Hasil Belajar Siswa

Untuk dapat memperoleh hasil belajar siswa maka diperlukan evaluasi

yang di dalamnya mencakup pengukuran, tes, penilaian dan pengambilan

keputusan. Gagné dan Briggs (1974:283) mengatakan: ”...evaluation in education

is to assess the worth of a variety of states or events, from small to large, from the

specific to the very general.” Menurutnya evaluasi dalam pendidikan adalah

menilai harga dari suatu keberagaman keadaan atau kegiatan, dari yang kecil

sampai yang besar, dari khusus sampai ke sangat umum. Evaluasi berkaitan

dengan pemberian interpretasi terhadap hasil pembelajaran seperti yang

dikemukakan oleh Sudijono (2005:2) bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan

atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui hasil-hasilnya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hamalik (1989:1) bahwa evaluasi

berkaitan dengan proses pengelolaan dan penafsiran. Dengan adanya evaluasi

diharapkan akan memberikan informasi keadaan hasil pembelajaran dalam guna

pengambilan keputusan.

Untuk dapat melakukan evaluasi maka perlu dilakukan pengukuran.

Pengertian pengukuran menurut Djaali dan Muljono (2008:2) adalah : ”...suatu

kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap

sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur.” Dari pengertian ini

dapat diartikan bahwa suatu pengukuran dapat dilakukan apabila dilakukan

dengan menggunakan suatu alat ukur yang dapat berupa tes dan nontes. Dengan

demikian hasil belajar siswa pun diukur dengan menggunakan tes, seperti yang

dikemukakan oleh Djaali dan Muljono (2008:4) seperti berikut: ”Prestasi atau

hasil belajar diukur dengan menggunakan tes.”

Salah satu jenis tes adalah tes hasil belajar siswa, yaitu suatu tes yang

berguna untuk membantu siswa untuk melihat kemajuan dirinya dan memudahkan

guru dalam mengambil keputusan tentang rencana pembelajaran dan membantu

sekolah menilai berbagai aspek kurikulum, yang menggambarkan kemajuan

belajar siswa (Hamalik, 1989:14). Tes juga merupakan alat ukur yang sering

digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi (Sanjaya,

2008:235). Tes hasil belajar siswa dapat pula dikatakan sebagai suatu tes untuk

mengukur dan menilai hasil belajar siswa dengan cara dan prosedur tertentu

(Sudijono, 2005:74). Dari uraian di atas maka hasil belajar siswa adalah hasil

belajar atau keadaan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu dalam

jangka waktu tertentu yang berupa perubahan prilaku baik kognitif, afektif

maupun psikomotor.

Sebuah tes yang baik harus disusun sedemikian rupa menurut kaidah-

kaidah penulisan tes. Selain itu sebuah tes juga harus valid dan reliabel (Safari,

2003:6). Menurut Kubiszyn dan Borich (1993:292), validitas atau validity adalah

”... Does the test measure what it is supposed to measure ?” , sedangkan reliabel

atau reliability adalah ”...Does the test yield the same or similar scores (all other

factors being equal) consistently ?” Jadi suatu tes yang baik haruslah mengukur

apa yang seharusnya diukur. Artinya tes tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga

betul-betul dapat dijadikan suatu alat ukur atau alat tes. Sedangkan suatu tes yang

reliabel adalah tes yang dapat untuk mengukur siswa manapun. Artinya tes

tersebut mantap sebagai alat ukur, siswa manapun dapat diukur dengan tes

tersebut. Untuk dapat mengetahui valid dan reliabelnya suatu tes maka sekarang

ini telah dikembangkan beberapa tes validitas dan tes reliabilitas. Dengan adanya

suatu instrumen tes yang valid dan reliabel diharapkan akan menjadikan

pengukuran tersebut dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Slameto (2010:54) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern menurutnya seperti faktor jasmaniah yang berupa kesehatan, cacat

tubuh; faktor psikologis berupa intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, dan kesiapan; dan faktor kelelahan.

Faktor ekstern seperti faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga

meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; faktor sekolah

berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,

metode belajar dan tugas rumah; faktor masyarakat berupa kegiatan siswa dalam

masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Dari

pendapat di atas maka dapat terlihat hampir semua faktor dalam kehidupan siswa

dapat mempengaruhi belajar baik dari dalam diri siswa maupun dari luar diri

siswa.

Dari uraian di atas itu pula dapat disimpulkan bahwa belajar dapat

dipengaruhi oleh motivasi belajar, metode mengajar serta media yang digunakan.

Penggunaan media dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar dan hasil belajar

siswa. Siswa dapat tertarik untuk belajar dengan adanya penggunaan media yang

sesuai dengan materi pelajaran yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil

belajar. Dengan demikian penggunaaan media, motivasi belajar dan hasil belajar

siswa merupakan tiga unsur yang saling berkaitan.

MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian dan Manfaat Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin “Medium” yang mempunyai arti

perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan

penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran.

Heinich, Molenda, dan Russel (1982:8) mengemukakan bahwa media

pembelajaran merupakan sesuatu yang menyampaikan informasi dari sumber

kepada penerima informasi tersebut seperti apa yang mereka kemukakan :

“Derived from the Latin medium, “between” the term refers to anything that

carries information between a source and a receiver”. Sementara itu pengertian

yang serupa dikemukakan oleh AECT seperti dikutip oleh Rahadi (2003:8)

berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan

orang untuk menyaalurkan pesan. Sedangkan, National Education Associaton

(NEA) dalam Angkowo dan Kosasih (2007:10) mengungkapkan bahwa media

pembelajaran sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual serta

peralatannya. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan

pesan atau informasi, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta

didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa.

Media pembelajaran memiliki beberapa manfaat sebagai berikut (Arsyad,

2003:26):

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi.

b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak

sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar.

c. Media pembelajaran dapat mengatasi indera, ruang dan waktu.

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka dan memungkinkan adanya

interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.

Dari uraian di atas maka media pembelajaran berfungsi memperjelas

materi yang disampaikan dari yang abstrak menjadi lebih konkret. Semakin

konkret materi pelajaran tersebut maka materi pelajaran tersebut akan semakin

mudah dipahami. Dengan demikian media yang digunakan untuk menyampaikan

materi pelajaran tersebut sedapat mungkin menggunakan media yang konkret.

Berikut ini Edgar Dale dalam Heinich, Molenda dan Russel (1982:12) yang

memberikan gambaran suatu pengalaman yang terkenal dengan sebutan kerucut

pengalaman (cone of experience) seperti di bawah ini.

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa memerankan langsung atau

mengalami langsung (enactive) seperti: pengalaman langsung (direct, purposeful

experiences), pengalaman buatan (contrived experiences), dramatisasi

(dramatized experiences), demonstrasi (demonstrations), karya wisata (field

trips), dan pameran (exhibits) merupakan pengalaman yang sangat besar

pengaruhnya terhadap ingatan atau pemahaman. Berbeda dengan gambar (iconic)

seperti: gambar hidup (motion pictures), televisi (television), radio (radio),

rekaman (recordings), dan gambar mati (still pictures) mempunyai pengaruh yang

lebih kecil terhadap ingatan dan pemahaman. Sedangkan pengalaman abstrak

(abstract) seperti lambang visual (visual symbols) dan lambang verbal (verbal

symbols) mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap ingatan dan

pemahaman dibandingkan pengalaman langsung dan dengan gambar. Dari uraian

di atas dapat disimpulkan bahwa semakin konkret pengalaman siswa terhadap

materi pembelajaran maka akan semakin besar ingatannya atau pemahamannya

terhadap materi pelajaran tersebut. Sebaliknya semakin abstrak pengalaman

terhadap materi pelajaran maka akan semakin kecil pengaruhnya terhadap ingatan

dan pemahaman terhadap materi pembelajaran tersebut, sehingga mirip kerucut

(cone). Semakin abstrak materi yang disampaikan maka semakin sulit untuk

dipahami begitu pula semakin konkret materi pembelajaran itu disampaikan maka

akan semakin mudah dipahami oleh siswa. Sehubungan dengan penguasaan siswa

tersebut, Rohani (2004:8) mengemukakan bahwa apabila siswa hanya mendengar

saja, maka hasil penyerapannya hanya sekitar 15%, tetapi apabila ditambah

melihat maka penguasaan diperkirakan mencapai 55%, sedangkan ditambah

dengan berbuat atau mengalami langsung, hasil penguasaannya mencapai sekitar

90%.

3. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Smaldino, Lowther dan Russel (2008:6) mengelompokkan media

pembelajaran menjadi enam jenis yaitu: “…..text, audio, visuals, video,

manipulatives (objects), and people.” Sedangkan Heinich, Molenda dan Russel

(1982:8) mengelompokkan media menjadi:”… film, television, radio, audio

recordings, photographs, projected visuals, printed materials, and the like are

media of communication”. Pada dasarnya kedua pendapat di atas mempunyai

kesamaan pandangan, hanya saja pengelompokkan dan penamaan yang berbeda.

Penamaan yang berbeda juga terdapat dalam pendapat Seels dan Richey

(1994:37) yaitu media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio visual,

media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan

teknologi cetak dan komputer. Menurut Rudy Bretz dalam Sadiman et al. (2008:21)

ada 8 (delapan) klasifikasi media, yaitu media audio visual gerak, media audio visual

diam, audio semi gerak, media visual bergerak, media visual diam, media semi gerak,

media audio, dan media cetak. Dari pendapat Bretz di atas ternyata ia

mengelompokkan media menjadi tiga kategori besar yaitu suara, visual dan gerak.

Berbeda dengan Anderson dalam Rahadi (2003:21) mengelompokkan media

pembelajaran menjadi 10 (sepuluh) seperti berikut ini.

Kelompok Media Contoh Media

1. Audio Kaset audio, siaran radio, CD, telepon

2. Cetak Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet,

gambar

3. Audio –

Cetak

Kaset audio yang dilengkapi bahan

tertulis

4. Proyeksi

Visual Diam

Overhead transparansi (OHT), film

bingkai (slide)

5. Proyeksi

Audio Visual

Diam

Film bingkai (slide) suara

6. Visual Gerak Film bisu

7. Visual Gerak

dengan

Audio

Film suara, video/vcd/dvd

8. Obyek fisik Benda nyata model , spesimen

9. Manusia dan

lingkungan

Guru, pustakawan, laboran

10. Komputer CAI (pembelajaran

berbantuan computer), CBI

(pembelajaran berbasis komputer)

Video sebagai Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Video

Video merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang tergolong audio

visual. Berikut ini adalah beberapa pendapat yang memberikan pengertian media

video. Smaldino Lowther and Russel (2008:309) mengemukakan seperti ini: “…

the term video to refer to electronic storage of moving images (videocassette,

DVDs, computer-based video, and internet video).” Sedangkan Arsyad (2003:48)

mengemukakan seperti ini: “…video dapat menggambarkan suatu obyek yang

bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai.” Pada

halaman yang sama ia juga mengatakan: “…video melukiskan gambar hidup dan

suara memberinya daya tarik sendiri.” Pendapat lain yang tidak jauh berbeda dari

dua pendapat di atas dikemukakan oleh Rahadi (2003:35): “...video dapat

menampilkan suara, gambar, dan gerakan sekaligus.” Umumnya media video

berupa CD (compact disk). Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka dapat

disimpulkan bahwa media video merupakan gambar hidup atau bergerak yang

disertai suara sekaligus.

b. Kelebihan dan Kekurangan Media Video

Kelebihan dan kelemahan media video adalah sebagai berikut (Sadiman et

al. 2008:74).

Kelebihannya adalah :

1. dapat menarik perhatian untuk priode-priode yang singkat dan rangsangan

luar lainnya,

2. dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis,

3. demontrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya,

sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada

penyajiannya,

4. menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang,

5. kamera bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau

obyek yang berbahaya,

6. keras lemah suara bias diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar

yang akan didengar,

7. gambarnya dapat dihentikan dapat diatur dan dikontrol guru,

8. ruangan penyajian tidak pelu digelapkan.

Kekurangannya adalah:

1. perhatian siswa sulit dikuasai,

2. sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan

pencarian umpan balik yang lain,

3. memerlukan peralatan mahal dan kompleks.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media video mempunyai

kelebihan yaitu: 1. dapat menampilkan gambar bergerak dan suara sekaligus

terhadap suatu obyek sampai bagian yang sekecil-kecilnya, 2. dapat diatur

suaranya dan dapat diputar berulang-ulang, 3. guru dapat membuat media video

sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar, 4. dapat meningkatkan minat

dan motivasi siswa, 5. dapat menampilkan obyek yang tidak mungkin dapat

dilihat oleh siswa.

Kekurangannya yaitu: 1. biayanya mahal, memerlukan listrik, tidak

tersedianya kaset atau CD (compact disk) yang sesuai dengan pembelajaran, 2.

komunikasinya bersifat satu arah dan tidak semua siswa dapat mengikuti

informasi yang disajikan, 3. kadang-kadang tidak semua materi tersedia dalam

bentuk media video dan guru harus merangcang dan membuat sendiri.

Sehubungan dengan motivasi, emosional atau perasaan maka Koumi

(2006:49) mengatakan bahwa media video dapat:

1. merangsang keinginan belajar (stimulate appetite to learn),

2. membina dan memacu dalam bertindak (galvanize, spur into action),

3. memotivasi suatu strategi untuk melihat keberhasilan belajar (motivate use

of a strategy by showing its success),

4. mengurangi keterasingan siswa yang jauh ( alleviate isolation of the

distant learner),

5. merubah sikap atau apresiasi, menyebabkan simpati yang berlebihan

(change attitude or appreciation, engender empathy),

6. menenangkan, membesarkan hati sehingga percaya diri (reassure,

encourage self-confidence),

7. membuktikan abstraksi akademis (authenticate academic abstractions).

c. Isi Media Video Produksi Pustekkom

Media video merupakan salah satu jenis produk yang dihasilkan oleh Pustekkom

(Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan) Departemen Pendidikan

Nasional Republik Indonesia. Ada tiga video yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu video pendidikan sekolah yang berjudul “kegiatan konsumsi”, “kegiatan

distribusi” dan “kegiatan produksi”. Masing-masing video ini berisi materi

pelajaran yang sesuai dengan judul tersebut. Dalam video kegiatan konsumsi

digambarkan kegiatan konsumsi yang terjadi pada individu dan masyarakat pada

umumnya. Sedangkan dalam video kegiatan distribusi digambarkan kegiatan

distribusi yang terjadi di masyarakat mulai dari produsen sampai ke konsumen.

Sedangkan di dalam video kegiatan produksi digambarkan kegiatan produksi yang

terjadi di lembaga-lembaga produsen baik skala kecil, menengah maupun besar.

Tampilan video ini cukup baik dan diharapkan dapat menjadi media yang

memiliki keunggulan dan sesuai dengan materi pelajaran yang terdapat di dalam

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya pada Kompetensi Dasar 6.2

yaitu Kegiatan Ekonomi.

Gambar Video Pendidikan Sekolah Produksi

Pustekkom Depdiknas RI.(Koleksi Foto Penulis)

Motivasi Belajar Siswa

a. Pengertian, Peranan dan Fungsi Motivasi

dalam Pembelajaran

Berikut ini beberapa pendapat yang

mengemukakan pengertian motivasi. Pengertian motivasi (motivation) menurut

Chaplin (1999:310) adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan)

yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu dalam organisme, yang

membangkitkan, mengelola, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku

menuju satu sasaran. Woolfolk (1998:372) mengatakan: “Motivation is usually

defined as an internal state that arouses, directs, and maintains behavior.”

Menurutnya motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang

menggerakkan, mengatur dan membangkitkan tingkah laku. Sedangkan Slavin

(1997:380) mengatakan : “Motivation as an internal process that activates,

guides, and maintains behaviour over time.” Menurutnya motivasi adalah suatu

proses internal yang mengaktifkan, mengarahkan dan membangkitkan tingkah

laku.

Pendapat lain dikemukakan oleh Reiser dan Dempsey (2002:86) sebagai

berikut: “…motivation refers to a person’s desire to persue a goal or perform a

task, which is manifested by choice of goals and effort (persistence plus vigor) in

persuing the goal.” Menurutnya motivasi merupakan suatu keinginan seseorang

untuk mencapai suatu tujuan atau menampilkan stau tugas, yang diwujudkan oleh

pilihan tujuan dan usaha. Moore (2005:372) juga memberikan pengertian motivasi

yaitu: “Motivation can be defined as something that energizes and directs our

behaviours.” Menurutnya motivasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang

menguatkan dan mengatur tingkah laku kita. Pendapat yang sama juga

dikemukakan oleh Suryabrata dalam Djaali (2008:101) mengemukakan bahwa

motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya

untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Yamin

(2008:92) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan daya penggerak

psikis dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan

menambah keterampilan dan pengalaman. Pendadapat yang juga sama

disampaikan oleh Davies (1991:214) bahwa motivasi ialah kekuatan tersembunyi

di dalam diri kita untk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Dari

beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

suatu kondisi yang menimbulkan prilaku tertentu pada seseorang.

Motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembelajaran.

Mulyasa (2006:174) mengemukakan sebagai berikut.

“Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran, karena peserta didik akan belajar sungguh-sungguh apabila

memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi

belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.”

Apa yang dikemukakan Mulyasa tersebut merupakan suatu kenyataan dalam

pembelajaran, peran guru dalam memotivasi siswa sangat penting, guna

pencapaian tujuan pembelajaran. Motivasi yang diberikan oleh guru sangat

berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh

Sukmadinata (2004:133) bahwa motivasi dapat melibatkan emosi, kecemasan

ataupun sikap yang membangkitkan semangat untuk berusaha atau berbuat dan

dapat menimbulkan beberapa pengaruh dalam kegiatan belajar seperti berikut ini.

1. Pengaruh motivasi terhadap initial learning. Motivasi mendorong dan

meningkatkan proses belajar melalui peningkatan perhatian, kesiapan

belajar serta kegiatan belajar.

2. Pengaruh motivasi terhadap retensi dan reproduksi. Motivasi berpengaruh

besar pada pada peningkatan dan pengurangan retensi (ingatan) dan

reproduksi (menyatakan kembali) terhadap apa yang pernah dikuasainya

3. Pengaruh sikap terhadap belajar. Sikap merupakan kecenderungan untuk

memberikan penilaian positif atau negatif suatu peristiwa, orang atau

objek. Sikap dapat mendorong atau menghambat munculnya aktivitas

belajar. Sikap memiliki unsur kognitif (pengetahuan), efektif (sikap) dan

konatif (semangat, dorongan).

Dari uraian di atas ternyata motivasi sangat berpengaruh dalam kegiatan

pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa motivasi betul-betul berfungsi dalam

pembelajaran. Secara umum ada tiga fungsi motivasi (Angkowo dan Kosasih,

2007:35) yaitu sebagai berikut.

a. Mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi

sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak

dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan

yang harus dijalankan guna mencapai tujuan yang dumaksud dan

mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.

Dari uraian di atas maka motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia

untuk berbuat sesuatu; sebagai penentu arah tujuan yang hendak dicapai; sebagai

pembangkit rasa ingin tahu dan sebagai pemusat perhatian siswa.

b. Ciri-ciri Motivasi

Beberapa pendapat berikut mengemukakan ciri-ciri motivasi. Sardiman

(1986:83) mengemukakan ciri-ciri motivasi sebagai berikut.

a. Tekun menghadapi tugas.

b. Ulet menghadapi kesulitan.

c. Menunjukkan minat terhadap bewrmacam-macam masalah.

d. Lebih senang bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.

f. Dapat mempertahankan pendapatnya.

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Dari uraian di atas, apabila siswa telah memenuhi ciri-ciri tersebut maka

menurut Sardiman berarti siswa tersebut telah memiliki motivasi yang kuat,

misalnya tekun menyelesaikan tugas-tugas mata pelajaran, dapat mempertahankan

pendapat yang diyakininya dan sebagainya.

Ciri-ciri lain dikemukakan oleh Djaali (2008:105) bahwa seseorang telah

termotivasi dapat dilihat dari keinginan seseorang itu untuk berbuat lebih maju

untuk berprestasi, memiliki minat yang tinggi, lebih mendekati objek yang

menyenangkan tersebut dan sebagainya. Pendapat yang sama disampaikan oleh

Pidarta (2007:230): “Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah

mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi.” Dengan

demikian seorang siswa yang termotivasi tanpak adanya keinginan siswa untuk

maju.

Sedangkan menurut Gagné dan Driscoll (1988:71) yang mengutip beberapa

pendapat ahli mengemukakan bahwa salah satu model motivasi adalah model

ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Attention (perhatian)

adalah suatu cara yang dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa menaruh

perhatian dalam pembelajaran atau mempunyai ketertarikan atau rasa ingin tahu.

Relevance (kegunaan) adalah cara yang dilakukan dengan memberikan kesadaran

akan pentingnya materi pembelajaran tersebut dengan kebutuhan atau kondisi

siswa. Berarti siswa yang termotivasi akan dapat dilihat dari sadar atau tidak

terhadap materi pembelajaran tersebut dalam kehidupannya. Confidence

(kepercayaan diri) adalah rasa percaya diri siswa terhadap materi pembelajaran

yang ia pelajari. Siswa yang percaya diri merupakan siswa yang termotivasi untuk

berbuat positif. Ia merasa dirinya mampu melakukan suatu pekerjaan atau tugas,

bahkan ia memiliki kepercayaan dirinya untuk berhasil. Satisfaction (kepuasan)

adalah rasa puas siswa akibat belajar. Dengan adanya rasa puas ini siswa akan

terus belajar meningkatkan prestasinya.

Dari ciri-ciri tersebut sebetulnya dapat disimpulkan bahwa seorang siswa telah

termotivasi apabila telah nampak prilaku seperti rasa ingin tahu, keinginan untuk

maju atau berprestasi, dan adanya rasa percaya diri. Hal itu seperti dikemukakan

oleh Angkowo dan Kosasih (2007:43) bahwa sumber munculnya motivasi belajar

adalah: a. Rasa ingin tahu (couriosity), b. Keinginan untuk berprestasi (need

achievement), c. Rasa percaya diri (self afficacy, confidence).

Dari pendapat-pendapat di atas maka ciri-ciri motivasi dapat pula dirumuskan

sebagai berikut:

a. adanya perhatian atau rasa ingin tahu,

b. keinginan ingin maju atau berprestasi,

c. menyadari akan kegunaan materi

pembelajaran,

d. percaya diri, selalu berbuat positif, dan

e. merasa puas dan selalu meningkatkan

prestasinya.

c. Macam-macam Motivasi Belajar

Ada dua macam motivasi yang umumnya dikemukakan oleh ahli psikologi

yaitu motivasi intrinsik (intrinsic) dan motivasi ekstrinsik (extrinsic) (Owen,

1998:120). Woolfolk (1998:374) mengemukakan : “Motivation that stems from

factors such as interest or curiosity is called intrinsic motivation”, “…when we

do something in order to earn a grade or reward, avoid punishement, please the

teacher, or for some other reason that has very little to do with the task itself we

experience extrinsic motivation.” Menurutnya motivasi intrinsik adalah motivasi

yang berupa faktor-faktor seperti minat atau keingintahuan. Sedangkan motivasi

ekstrinsik menurutnya adalah motivasi yang berasal dari luar individu seperti

mengharapkan hadiah, menghindari hukuman dan sebagainya. Sedangkan

Sardiman (2008:89) motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan

berfungsi sehingga tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam individu

sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik menurutnya

adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena ada ransangan dari luar.

Dari pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa motivasi intrinsik

adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Motivasi ini muncul dari

dalam diri siswa tanpa adanya rangsangan dari luar. Misalnya siswa mau bekerja

keras menyelesaikan tugas mata pelajaran karena menyukai mata pelajaran

tersebut. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa.

Motivasi ini muncul setelah adanya rancangan dari luar diri siswa. Misalnya siswa

bekerja keras menyelesaikan tugas mata pelajaran karena mengharapkan hadiah

yang dijanjikan oleh guru.

Kedua motivasi ini dapat dimiliki oleh seorang siswa. Untuk dapat

membangkitkan kedua motivasi ini maka salah satunya dapat dilakukan oleh

pihak sekolah atau guru (Yahya, 2003:20). Yang dapat dilakukan oleh guru dalam

memberikan motivasi belajar, dikemukakan oleh Salisbury dalam Angkowo dan

Kosasih (2007:44) adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan mutu pembelajaran dengan lima macam teknologi

mendasar yaitu berpikir sistematik, desain sistem, ilmu pengetahuan

yang bermutu, manajemen perubahan, dan teknologi pembelajaran.

2. Mempengaruhi harapan siswa

dengan memberikan rasa

percaya diri siswa

akan keberhasilannya.

Selain itu menurut Djiwandono (2002:358) di kelas perlu mempertinggi

motivasi intrinsik dengan cara: a. menambah selera siswa untuk ilmu

pengetahuan, b. mempertahankan pengetahuan, c. cara penyampaian pelajaran

yang menarik dan bervariasi, dan d. Permainan dan simulasi.

d. Peranan Media Video sebagai Motivasi Belajar dalam pembelajaran IPS.

Dari pendapat Owen, Woolfolk, Sardiman, Yahya, Salisbury dan

Djiwandono di atas jelas bahwa agar siswa termotivasi maka guru harus

melakukan berbagai upaya sehingga motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari dalam

diri siswa dapat tumbuh. Peningkatan mutu pembelajaran dengan teknologi

pembelajaran menjadi salah satu pilihan. Pemanfaatan media video menjadi

sangat penting artinya dalam rangka memotivasi siswa dalam pembelajaran.

Pemilihan video sebagai media yang dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran

berkaitan dengan keuntungan media video yang menyajikan gambar bergerak dan

bersuara.

Video merupakan salah satu media audio visual yang sangat besar

manfaatnya dalam pembelajaran. Dengan melihat beberapa kelebihannya maka

media video lebih unggul dibanding dengan media lainnya. Namun setiap media

mempunyai manfaat tersendiri bagi materi yang sesuai dengan media video

tersebut. Begitu pula media video mempunyai manfaat tersendiri bagi materi

pembelajaran yang sesuai.

Materi yang terdapat di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial mempunyai

karakteristik seperti peristiwa, fakta, konsep, prosedur, dan generalisasi.

Karakteristik tersebut terdapat di dalam geografi, sosiologi, ekonomi maupun

sejarah. Dengan bantuan media video materi-materi tersebut akan lebih mudah

dipahami, karena media video memiliki keunggulan atau kelebihan seperti yang

telah diuraikan di atas. Misalnya dengan media video siswa akan dapat

mengetahui proses terjadinya gempa bumi vulkanik atau tektonik, atau memahami

proses produksi dan distribusi suatu barang. Bukan itu saja dengan adanya media

video dapat pula meningkatkan kemampuan menyerap pelajaran baik kognitif,

afektif, maupun psikomotor serta interpersonal (Smaldino, Lowther dan Russel,

2008:310). Dengan media video materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami

dan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.

Sehubungan dengan manfaat media video tersebut, Koumi (2006:3)

mengemukakan bahwa media video memiliki kelebihan yaitu: “1. Asissting

LEARNING and SKILLS development., 2. Providing (vicarious) EXPERIENCES

(the role most often assigned to TV in many institution)., 3. NURTURING

(motivations, feelings).” Dari pendapat ini maka media video tidak saja membantu

pengembangan belajar dan keterampilan, juga memberikan pengalaman dan

menjaga agar motivasi dan emosional atau perasaan tetap tumbuh pada siswa.

Sehubungan dengan motivasi, emosional atau perasaan maka Koumi

(2006:49) mengatakan bahwa media video dapat:

1.merangsang keinginan belajar (stimulate

appetite to learn),

2. membina dan memacu dalam bertindak (galvanize, spur into action),

3. memotivasi suatu strategi untuk melihat keberhasilan belajar (motivate use

of a strategy by showing its success),

4. mengurangi keterasingan siswa yang jauh ( alleviate isolation of the distant

learner),

5. merubah sikap atau apresiasi, menyebabkan simpati yang berlebihan

(change attitude or appreciation, engender empathy),

6.menenangkan, membesarkan hati sehingga percaya diri (reassure,

encourage self-confidence),

7. membuktikan abstraksi akademis (authenticate academic abstractions).

Dari uraian di atas jelas bahwa media video dapat menyentuh siswa baik

secara fisik maupun secara psikis. Siswa akan tertarik dengan sajian mata

pelajaran dengan menggunakan media video. Ketertarikan siswa terhadap media

video berkaitan dengan keunggulan-keunggulan yang ada pada media video.

Dengan tertarik pada media video ini akan dapat menjadikan siswa termotivasi

dalam belajar dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kerangka Berpikir

Sekaran dalam Sugiyono (2009:60) mengemukakan bahwa kerangka

berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Dari pendapat tersebut kerangka berpikir bertujuan untuk memperjelas hubungan

antar variabel. Dengan demikian penguasaan terhadap teori-teori yang berkaitan

dengan variabel mutlak harus dimiliki oleh seorang peneliti. Dengan adanya

kemampuan penguasaan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan variabel maka

kerangka berpikir yang disusun akan menjadi jelas dan mudah dipahami.

Berdasarkan studi kepustakaan di atas, maka ada beberapa variabel yang

berkaitan yaitu penggunaan media video, motivasi belajar, aktivitas belajar dan

hasil belajar siswa. Penggunaan video merupakan penggunaan media yang berupa

gambar bergerak dan disertai suara. Media video umumnya berupa CD (compact

disk) atau media-media lain yang memungkinkan untuk penyimpanannya.

Penggunaan media video ini dilakukan mengingat beberapa keunggulannya

apabila dibandingkan dengan media lain.

Penggunaan media video sangat sesuai untuk materi-materi yang terdapat

di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), karena IPS terdiri dari materi geografi,

sosiologi, ekonomi, dan sejarah yang memiliki karakteristik seperti peristiwa,

fakta, konsep, dan sebagainya. Karakteristik materi pelajaran itu tidak semuanya

dapat dihadirkan ke ruang kelas, untuk itu video menjadi media alternatif.

Keunggulannya selain memperjelas materi pelajaran juga dapat membuat

siswa termotivasi untuk belajar, membuat siswa aktif belajar dan menjadikan hasil

belajar siswa lebih baik. Siswa yang termotivasi akibat adanya pembelajaran yang

menggunakan media video dapat dilihat dari cirri-cirinya seperti aktif melihat

tayangan media video, aktif berdiskusi dan sebagainya. Berarti motivasi belajar

siswa dapat membuat aktivitas siswa menjadi meningkat atau aktif. Dengan

adanya aktivitas belajar yang tinggi akan membuat hasil belajar lebih optimal.

Dari uraian di atas, maka ada terdapat hubungan antar variabel yaitu

penggunaan media video terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa.

Variabel penggunaan media video dapat mempengaruhi motivasi belajar dan hasil

belajar siswa. Jadi penggunaan media sebagai variabel bebas, sedangkan motivasi

belajar dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat. Pola hubungannya dapat

dilihat pada gambar berikut.

Dari gambar di atas tampak hubungan antar variabel yaitu penggunaan

media, motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Gambar itu juga menunjukkan

bahwa dengan menggunakan media (media video) maka siswa akan memiliki

motivasi belajar dan hasil belajar siswa yang tinggi. Apakah penggunaan media

video betul-betul mempengaruhi kedua variabel terikat tersebut ? Inilah yang

harus dibuktikan dengan penelitian.

Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,

2006:71). Dari pendapat itu maka hipotesis dapat pula diartikan sebagai dugaan

sementara yang memerlukan jawaban atau memerlukan pembuktian. Ada dua

jenis hipotesis yaitu hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis statistik (Ho).

Sehubungan dengan itu maka hipotesis alternatif dan hipotesis statistik yang

dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Ha 1. Ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.

Ho 1. Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi

belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin.

b. Ha 2. Ada pengaruh penggunaan Media video terhadap hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin.

Ho 2. Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil

belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin.

Untuk menguji hipotesis Ho 1 dan Ho 2 digunakan rumus t tes atau uji t.

Apabila t hitung (to) lebih besar dari t tabel (tt) maka hipotesis alternatif diterima

dan hipotesis statistik ditolak. Begitu pula sebaliknya apabila to lebih kecil dari tt

maka hipotesis statistik diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada keterangan di bawah ini.

- Hipotesis alternatif 1 (Ha 1) diterima

apabila to > tt

-Hipotesis statistik 1 (Ho 1) diterima apabila to < tt

- Hipotesis alternatif 2 (Ha 2) diterima

apabila to > tt

- Hipotesis statistik 2 (Ho 2) diterima

apabila to < tt

Pengujian hipotesis ini menggunakan uji t dengan derajat kebebasan

(db) = (N1 + N2 - 2 ), pada taraf signifikan 5 % .

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen.. Best (1982:80)

mengemukakan sebagai berikut: “Suatu eksperimen mengandung upaya

perbandingan mengenai akibat suatu tritmen tertentu dengan suatu tritmen lainnya

yang berbeda atau dengan yang tanpa tritmen. Di dalam referensi mengenai

ekperimen konvensional yang sederhana, biasanya dibuatkan suatu kelompok

eksperimen dan satu kelompok kontrol.”

Dari pendapat itu dapat dikatakan bahwa penelitian eksperimen adalah

suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat atau

pengaruh antara variabel yang satu dengan lainnya dengan cara memberi

perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang umumnya terdapat sampel

ekperimen dan sampel kontrol.

Salah satu bentuk penelitian eksperimen adalah true experimental design

yaitu penelitian eksperimen yang menggunakan sampel eksperimen dan sampel

kontrol. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu tipe dari true

experimental design yaitu posttest-only control design. Posttest-only control

design adalah eksperimen yang menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol

hanya dengan pos tes saja (Sugiyono, 2009:76).

Leedy dan Ormrod (2001:237) menggambarkan pola posttest-only control

design atau posttest-only control group design sebagai berikut.

Tx (treatment x) yaitu kelompok

yang diberi perlakuan tertentu.

“ – “ yaitu kelompok yang diberi

perlakuan tertentu yang lain.

Obs (observation) yaitu pengamatan terhadap dua kelompok.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Negeri 2 Lais

Kabupaten Musi Banyuasin yang terbagi ke dalam 9 rombongan belajar (kelas)

yaitu kelas VII.1, VII.2, VII.3, VIII.1, VIII.2, VIII.3, IX.1, IX.2, IX.3 yang

berjumlah 291 siswa.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2009:81). Pendapat lain dikemukakan oleh Arikunto

(2006:130) bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 2 rombongan belajar ( 2 kelas) yang

diambil secara acak. Jumlah siswa dari 2 kelas itu adalah 80 siswa (satu kelas

Group Time

Group 1 Tx Obs

Group 2 - Obs

adalah 40 siswa). Sampel sebanyak 2 kelas itu diyakini sudah cukup untuk

mewakili populasi sebanyak 9 kelas atau 9 rombongan belajar. Rombongan

belajar yang dijadikan sampel adalah kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan

VII.2 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel sebanyak itu dilakukan dengan

pertimbangan keterbatasan peneliti dari segi kemampuan tenaga, waktu, dan dana.

Sampel sebanyak 80 siswa sesuai dengan petunjuk Arikunto (2006:134) bahwa

apabila subjek penelitiannya besar atau lebih dari 100 maka besarnya sampel 10%

sampai 25%. Jadi 25% dari 291 adalah 72,75, angka ini mendekati dengan besar

sampel yang telah diambil di atas.

Langkah-langkah penentuan besar sampel dilakukan sebagai berikut.

a. Dari populasi sebanyak 9 kelas diambil secara acak 2 kelas atau 2 rombongan

belajar.

b. Dari dua kelas itu, siswa diacak kembali untuk menentukan kelas sampel dan

kelas eksperimen. Pengacakan ini dilakukan dengan memisahkan siswa yang

bernomor urut ganjil dan genap dalam suatu kelas dan mencampurkannya ke

dalam kelas lain, begitu pula sebaliknya siswa yang bernomor urut genap dan

ganjil dipisahkan untuk kemudian dicampurkan ke dalam kelas yang lain

(kelas eksperimen dan kontrol).

c. Masing-masing kelas berisi 40 siswa, sehingga jumlah siswa dalam dua kelas

itu adalah

80 siswa.

Variabel Penelitian

Ada tiga variabel dalam penelitian ini yaitu penggunaan media sebagai

variabel bebas sedangkan motivasi dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat.

Media yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pertama, media

video produksi Pustekkom Depdiknas RI (Pusat Teknologi Komunikasi dan

Informasi Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia).

Media ini digunakan dalam pembelajaran IPS pada kelas eksperimen. Selain

penggunaan media video, kelas eksperimen juga dilakukan diskusi kelas. Kedua,

media buku cetak atau buku paket IPS Kelas VII karangan Sutarto dan kawan-

kawan yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

tahun 2008. Media buku paket ini digunakan pada kelas kontrol. Kelas kontrol

juga dilakukan diskusi kelas. Jadi kelas eksperimen menggunakan media video

dalam pembelajaran, sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan media video

dalam pembelajaran.

Definisi Konsep dan Operasional

Definisi konsep dan definisi operasional dari masing-masing variabel akan

dijelaskan di bawah ini.

1. Penggunaan Media Video.

1.2.Definisi konsep

Penggunaan media video adalah penggunaan media pembelajaran berupa

gambar hidup atau bergerak yang disertai bersuara.

1.2. Definisi operasional

Penggunaan media video adalah penggunaan video berupa CD (compact disk)

produksi Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom)

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berisi materi

“Kegiatan Ekonomi”.

2. Motivasi Belajar

2.1. Definisi Konsep

Motivasi belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan prilaku tertentu pada

seseorang.

2.2. Definisi Operasional

Motivasi belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan prilaku tertentu pada

diri siswa setelah mengikuti pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan

menggunakan media video, diukur dengan skor dari angket yang indikatornya

berupa adanya perhatian terhadap materi pelajaran, adanya kesadaran akan

kegunaan materi pelajaran, adanya rasa percaya diri, adanya rasa puas yang

diakibatkan oleh belajar, dan adanya keinginan untuk maju atau berprestasi.

3. Hasil Belajar Siswa

3.1. Definisi konsep

Hasil belajar siswa adalah hasil belajar atau keadaan siswa setelah mengikuti

proses pembelajaran tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berupa perubahan

prilaku baik kognitif, afektif maupun psikomotor.

3.2. Definisi operasional

Hasil belajar siswa adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah

mengikuti pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi “Kegiatan Ekonomi”,

dilihat dari skor yang diperoleh setelah dilakukan tes.

Teknik Pengumpulan Data

1. Angket

Data motivasi belajar siswa di ambil dengan menggunakan suatu

instrumen berupa angket motivasi belajar. Angket motivasi belajar dibuat dan

dikembangkan dari beberapa teori motivasi yang berupa angket tertutup. Banyak

pertanyaan/pernyataan dalam angket motivasi belajar adalah 40 item

pertanyaan/pernyataan yang terdiri dari 20 pertanyaan (positif) dan 20 pernyataan

(negatif) dengan dua pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang disediakan dalam

angket motivasi belajar adalah dua pilihan jawaban yaitu “ya” dan “tidak”,

jawaban “ya” diberi skor 1 dan “tidak” diberi skor 0 (instrumen terlampir).

Angket motivasi belajar ini digunakan untuk menjaring data berupa motivasi

belajar siswa setelah mengikuti tiga kali pembelajaran dengan tiga materi yaitu

kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.

2. Tes

Data hasil belajar siswa diambil dengan menggunakan suatu instrumen

berupa tes hasil belajar siswa. Tes hasil belajar siswa yang dibuat dan

dikembangkan dengan mempedomani materi atau isi mata pelajaran yang terdapat

di dalam kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Ada 20 butir

pertanyaan yang terdapat di dalam instrumen tersebut dan setiap butir yang

dijawab betul diberi skor 1, dan yang salah diberi skor 0 (instrumen terlampir).

Tes yang dikembangkan untuk menjaring data hasil belajar siswa ini dibuat dalam

bentuk pilihan ganda (multiple choice) dengan empat option yaitu a, b, c, dan d.

Muhajir dalam Tes hasil belajar siswa yang berupa pilihan ganda ini untuk

menjaring data hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran IPS sebanyak

tiga kali pertemuan dengan tiga materi yaitu kegiatan konsumsi, produksi dan

distribusi. Dengan pengembangan instrumen seperti di atas diharapkan kedua

instrumen tersebut akan dapat dijadikan sebagai alat untuk menjaring data yang

diperlukan.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Untuk memenuhi validitas tersebut, maka angket motivasi belajar yang

dikembangkan untuk penelitian ini dilakukan validasi dengan cara sebagai

berikut.

a. Instrumen tersebut disusun berdasarkan teori-teori motivasi.

b. Instrumen tersebut disusun menggunakan kisi-kisi, indikator dan item-item

yang dijabarkan dari indikator (terlampir).

c. Instrumen tersebut diujicobakan kepada 30 sampel yang terdapat dalam

populasi (Sugiyono, 2007:352). Sebetulnya instrumen tersebut tidak perlu diuji

dengan rumus statistik, tetapi cukup dengan logika saja (Wiersma dan Jurs dalam

Djaali dan Muljono, 2008:50), tetapi untuk memastikannya penulis tetap

mengujicobakannya. dengan rumus korelasi product moment berikut (Ancok,

1989:137).

N (∑XY) – (∑X. ∑Y)

Keterangan:

N = jumlah sampel

X = jumlah skor pertanyaan

Y = jumlah skor total

r = nilai setiap butir

Apabila nilai r dikonsultasikan ke tabel r (rtabel) dan ternyata nilai r lebih kecil

maka nilai r tersebut tidak signifikan atau butir tersebut harus diganti atau

dibuang.

Tes hasil belajar yang dikembangkan untuk penelitian ini juga dilakukan

validasi dengan cara sebagai berikut.

a. Instrumen tersebut disusun berdasarkan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan) khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk

Sekolah Menengah Pertama (SMP).

b. Instrumen tersebut disusun dengan menggunakan kisi-kisi, indikator dan butir-

butir yang dijabarkan dari indikator (terlampir).

c. Instrumen tersebut dibuat berdasarkan kaidah-kaidah penulisan soal yang baik.

d. instrumen tersebut diujicobakan kepada 30 sampel dalam populasi (Sugiyono,

2007:352) dengan menggunakan rumus korelasi product moment.seperti di atas

(Ancok, 1989:137). Apabila nilai r dikonsultasikan ke tabel r (rtabel) dan ternyata

nilai r lebih kecil maka nilai r tersebut tidak signifikan atau butir tersebut harus

diganti atau dibuang.

Dari uji coba validitas instrumen angket motivasi belajar siswa tersebut

ada 4 pertanyaan yang gugur atau tidak valid yaitu nomor 11, 32, 36, dan 37,

sedangkan nomor-nomor lainnya valid atau dapat digunakan. Keempat

pertanyaan tersebut ternyata nilai r hitungnya lebih rendah dari r tabel sebesar

0,374 untuk 30 sampel. Nilai r hitung untuk masing-masing nomor yang tidak

valid adalah 0,133 untuk nomor 11; 0,032 untuk nomor 32; 0,1 untuk nomor 36

dan 0,064 untuk nomor 37. Sedangkan 36 pertanyaan lainnya memiliki r hitung

yang melebih r tabel, sehingga dapat disebut valid. Dengan demikian jumlah

pertanyaan yang diajukan dalam angket berkurang, dari 40 menjadi 36

pertanyaan.

Sedangkan uji coba validitas instrumen tes hasil belajar siswa diketahui

bahwa ada 1 pertanyaan yang gugur atau tidak valid yaitu nomor 17. Nilai r

hitung nomor 17 hanya 0,056 berarti lebih rendah dari r tabel sebesar 0,374.

Sedangkan 19 nomor lainnya dinyatakan valid karena r hitungnya lebih besar dari

r tabel. Oleh sebab itu nomor 17 diganti dengan pertanyaan lain, sehingga jumlah

pertanyaan tetap 20 butir.

2. Reliabilitas Instrumen

Suatu tes tidak saja harus valid tetapi juga harus reliabel (Safari, 2003:6).

Untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi maka instrumen angket motivasi

belajar siswa dan tes hasil belajar siswa diuji dengan menggunakan rumus

Spearman-Brown (teknik belah dua) berikut ini (Nurgiyantoro, 2002:324).

ri = reliabilitas internal

rgg = korelasi product moment antara belahan ganjil dan genap

Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut (Nurgiyantoro, Gunawan

dan Marzuki, 2009:324).

rgg=koefisien korelasi

N= jumlah sampel

X= belahan ganjil

Y=belahan genap

Koefikorelasi yang telah Nilai

Nilai rgg yang telah diperoleh dikonsultasikan dengan tabel r product

moment, apabila harga ri lebih besar dari r dalam tabel pada taraf signifikan 5%,

maka instrumen tersebut dapat disebut instrumen yang reliabel.

Dari uji reliabilitas instrumen angket motivasi belajar siswa, diperoleh r

hitung sebesar 0,9168964, nilai ini lebih besar dibandingkan nilai r tabel yang

hanya sebesar 0,361. Dari perolehan ini maka angket motivasi belajar siswa

adalah reliabel. Dengan adanya angket motivasi belajar siswa yang reliabel, maka

angket tersebut dapat digunakan bukan saja untuk penelitian ini tetapi juga untuk

penelitian lainnya yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa.

Sedangkan uji reliabilitas tes hasil belajar siswa diperoleh r hitung sebesar

0,67454286, nilai ini lebih besar dari r tabel yang hanya 0,361. Dengan demikian

instrumen tes hasil belajar siswa adalah reliabel, artinya dapat digunakan untuk

penelitian ini dan penelitian lain yang berkaitan.

3. Tingkat Kesulitan dan Daya Pembeda

Suatu tes terutama tes hasil belajar siswa sebaiknya diujicoba pula untuk

melihat tingkat kesulitan item soal atau tingkat kesulitan butir soal dan daya

pembeda. Sukardi (2009:135) mengemukakan sebagai berikut: “Dalam

mengevaluasi item, minimal ada dua aspek utama yang perlu dipertimbangkan

oleh seorang evaluator. Kedua aspek utama tersebut, yaitu tingkat kesulitan setiap

item dan nilai pembeda atau deskriminatif item.”

Rumus untuk mencari tingkat kesulitan butir soal adalah sebagai berikut

(Suntari dan Supandi, 1996 : 50).

Keterangan:

TK = Tingkat Kesulitan

Ka = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar

Kb = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar

T = Jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah.

Banyaknnya kelompok atas dan kelompok bawah ditentukan dengan cara

mengalikan jumlah sampel dalam populasi dengan 27% atau 30 x 27% = 8,1 atau

dibulatkan 8. Jadi 8 orang dari kelompok bawah dan 8 orang dari kelompok atas.

Kreteria untuk menentukan tingkat kesulitan berpedoman pada ketentuan berikut:

0,00 - 0,24 tergolong sukar atau sulit,

0,25 - 0,75 tergolong sedang, dan

0,76 - 1,00 tergolong mudah.

∑ Ka - ∑Kb

DP =

1/2T

Untuk mencari daya pembeda digunakan rumus berikut (Suntari dan Supandi,

1996 : 50).

Keterangan:

DP = Daya pembeda

Ka = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar

Kb = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar

½ T = Jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah dikali ½.

Kreteria untuk menentukan daya pembeda adalah:

0,40 - 1,00 = butir soal tersebut dapat digunakan

0,20 - 0,30 = butir soal tersebut diperbaiki atau direvisi

0,00 - 0,19 = butir soal tersebut harus diganti.

Dari analisis butir soal menunjukkan bahwa ada 7 butir soal yang memiliki

tingkat kesulitan mudah yaitu nomor 1, 2, 6, 11, 15, 16, dan 17, sedangkan

lainnya memiliki tingkat kesulitan sedang yaitu nomor 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 13,

14, 18, 19, dan 20. Menurut Nurgiyantoro, Gunawan dan Marzuki (2002:337),

suatu butir soal yang layak dapat digunakan adalah butir soal yang memiliki

tingkat kesukaran berkisar antara 0,20 – 0,80.Dengan demikian seluruh butir

pertanyaan yang terdapat di dalam tes hasil belajar siswa tersebut dapat

digunakan, karena memiliki tingkat kesulitan sedang dan mudah yaitu berkisar

antara 0,5 – 0,875.

Hasil uji daya pembeda menunjukkan bahwa butir soal nomor 17 memiliki daya

pembeda 0, sedangkan menurut Suntari dan Supandi (1996 : 50) suatu butir soal

yang layak digunakan adalah butir soal yang memiliki daya pembeda minimal

0,20, sehingga butir soal tersebut harus diganti walaupun memiliki tingkat

kesukaran yang mudah yaitu 0,875. Butir soal yang lainnya dapat digunakan dan

tidak perlu direvisi, karena memiliki daya pembeda di atas 0,2.

Teknik Analisis Data

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan beberapa

pengujian yaitu uji homogenitas dan uji normalitas.

Pengujian Homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat sifat

homogen data yang dibandingkan. Pengujian homogenitas dalam penelitian ini

menggunakan uji varians terbesar dibandingkan varians terkecil yang

menggunakan tabel F yang rumusnya sebagai berikut (Sugiyono, 2004:140).

Harga Fhitung yang telah diperoleh dibandingkan dengan Ftabel pada taraf

signifikansi 5% dengan derajad kebebasan pembilang n-1 dan derajad kebebasan

penyebut n-1. Apabila Fhitung ≥ Ftabel, maka tidak homogen, tetapi apabila Fhitung ≤

Ftabel, maka homogen.

Pengujian normalitas data dilakukan dengan tujuan untuk mencari

distribusi normal data yang dihubungkan atau dibandingkan. Pengujian normalitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Chi Kuadrat (χ2) (Sugiyono,

2007:79 dan 2009:171). Rumus untuk mencari Chi Kuadrat adalah seperti di

bawah ini (Sugiyono, 2007:107).

SkorJumlah skor butir benar

Setiap butir=

(N)Skor maksimum

χ2 = Chi Kuadrat

fo = Frekuensi yang diobservasi

fh = Frekuensi yang diharapkan

Harga chi kuadrat hitung dibandingkan dengan harga chi kuadrat tabel

pada taraf signifikansi 5% dengan derajad kebebasan k-1, k adalah banyak kelas.

Apabila harga chi kuadrat hitung lebih kecil dari chi kuadrat tabel maka data

tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal, tetapi sebaliknya apabila harga chi

kuadrat hitung lebih besar dari chi kuadrat tabel, maka dapat dinyatakan

berdistribusi tidak normal.

Langkah-langkah Pengujian Hipotesis

1. Untuk menguji Ho 1 yang bunyinya: “tidak ada pengaruh penggunaan media

video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2

Lais Musi Banyuasin” dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.

Pertama, skor dari angket motivasi belajar dari setiap siswa dimasukkan ke dalam

tabel yang telah disiapkan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk

menghitung nilai atau skor per butir digunakan rumus berikut.

____

X1 -X2

t=

SX1 – X2

Kedua, skor tersebut diolah dengan rumus uji t sebagai berikut (Nurgiyantoro,

Gunawan dan Marzuki, 2002:170).

Keterangan:

t = nilai t yang diamati

X1 = mean (rata-rata) motivasi

X 100

kelas eksperimen.

X2 = mean (rata-rata) motivasi

kelas kontrol.

S

X1-X2

= simpangan perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kontrol yang dicari

dengan rumus berikut.

S2 = Varian populasi (simpangan)

N1 dan N2 = Jumlah subjek kelompok sampel eksperimen dan kontrol.

Ketiga, apabila telah ditemukan nilai t hitung (to), maka selanjutnya nilai t hitung

diinterpretasikan dengan cara menentukan derajat kebebasan (db) yang dicari

dengan rumus : db = (N1 + N2 – 2), dan selanjutnya dikonsultasikan ke tabel nilai

t pada taraf signifikansi 5% untuk mendapatkan nilai t tabel (t t). Apabila to lebih

kecil dari pada tt maka hipotesis statistik (ho) diterima dan hipotesis alternatif 1

(ha1) ditolak. Begitu pula apabila to lebih besar dari tt maka hipotesis statistik

ditolak dan hipotesis alternatif 1 (ha1) diterima.

2. Untuk menguji Ho 2 yang bunyinya ”tidak ada pengaruh penggunaan media

video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais

Musi Banyuasin” dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

Pertama, skor dari tes hasil belajar dari setiap siswa dimasukkan ke dalam

tabel yang telah disiapkan. Skor dari setiap butir diperoleh dengan cara membagi

skor butir (skor yang diperoleh) dengan skor maksimal dari keseluruhan

pertanyaan yang banyaknya 20 pertanyaan. Untuk menghitung nilai atau skor per

butir digunakan rumus yang sama seperti pada pengujian Ho 1 di atas.

Kedua, skor tersebut diolah dengan rumus uji t. Penjelasan rumus ini telah

dilakukan di atas, sama dengan pengujian Ho 1.

Selain dari pengujian homogenitas, normalitas dan hipotesis, analisis juga

dilakukan terhadap kategori motivasi belajar siswa dan kategori hasil belajar

siswa. Pengkategorian terhadap motivasi belajar siswa dimaksudkan untuk

melihat banyaknya siswa yang tergolong motivasi tinggi, sedang dan rendah.

Dengan diketahui banyaknya atau besarnya prosentase masing-masing kategori

tersebut akan memudahkan dalam pembahasan hasil penelitian ini.

Pengkategorian tersebut berpedoman pada rentangan yang dimodifikasi dari

Arikunto (2008:210) seperti berikut ini.

Tinggi : 67 - 100

Sedang : 34 - 66

Rendah : 00 - 33

Berbeda dengan motivasi belajar siswa, hasil belajar siswa dikategorikan

menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Pedoman pengkategorian ini

berdasarkan pengkategorian yang dimodifikasi dari Suntari dan Supandi

(1996:56) adalah sebagai berikut.

Tinggi : 65 - 100

Rendah : 00 - 64

Penentuan dua kategori ini berkaitan dengan permasalahan yang ada di lokasi

penelitian (seperti yang tertulis pada Bab I) bahwa sebagian besar siswa sulit

mencapai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah sebesar 65.

Penganalisisan data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft

Office Excel 2003.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Proses Pembelajaran

Pembelajaran berlangsung sebanyak tiga kali pertemuan baik kelas eksperimen

maupun kelas kontrol. Pertemuan pertama pada kelas eksperimen diberikan

materi ”produksi” dengan menggunakan media video tentang kegiatan produksi.

Setelah siswa menyaksikan video tentang kegiatan produksi, siswa melakukan

diskusi dalam kelompoknya guna menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh

guru sebelumnya. Setelah waktu yang ditetapkan selesai, maka dari setiap

kelompok diberi kesempatan untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil

diskusi mereka, sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan dan pertanyaan.

Akhir dari pembelajaran diberikan klarifikasi oleh guru dan siswa menyimpulkan

pelajaran dengan bimbingan guru.

Pada pertemuan kedua dan ketiga kelas eksperimen sama seperti

pertemuan pertama yaitu siswa diberikan tayangan media video. Pada pertemuan

kedua materi pembelajarannya adalah ”kegiatan distribusi”, sedangkan pada

pertemuan ketiga materi ”kegiatan konsumsi”. Setelah siswa menyaksikan video,

siswa melakukan diskusi dalam kelompoknya guna menjawab pertanyaan yang

telah diberikan oleh guru sebelumnya. Setelah waktu yang ditetapkan selesai,

maka dari setiap kelompok diberi kesempatan untuk maju ke depan kelas

mempresentasikan hasil diskusi mereka, sedangkan kelompok lain memberikan

tanggapan dan pertanyaan. Akhir dari pembelajaran diberikan klarifikasi oleh

guru dan siswa menyimpulkan pelajaran dengan bimbingan guru.

Setelah melakukan tiga kali pembelajaran maka selanjutnya adalah

melakukan pengambilan data motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa.

Pengambilan data motivasi belajar siswa ini dilakukan dengan memberikan angket

motivasi belajar siswa kepada siswa sampel untuk dijawab. Sedangkan data hasil

belajar siswa diambil dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar siswa yang

sebelumnya sudah dipersiapkan peneliti. Dengan adanya pengambilan data

tersebut diharapkan dapat memenuhi tujuan penelitian ini.

Pembelajaran yang dilakukan terhadap kelas kontrol juga dilakukan

sebanyak tiga kali dengan materi pembelajaran yang sama. Perbedaan dengan

kelas eksperimen adalah pada penggunaan media. Pada kelas kontrol tidak

digunakan media video, tetapi menggunakan media buku cetak atau buku paket

mata pelajaran IPS untuk Kelas VII yang ditulis oleh Sutarto dan kawan-kawan,

diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun

2008. Perbedaan dengan kelas eksperimen, kalau pada kelas eksperimen siswa

mengamati tayangan media video dan mendiskusikannya, sedangkan pada kelas

kontrol adalah membaca buku dan mendiskusikannya dengan teman-teman dalam

kelompoknya.

Setelah tiga kali pembelajaran dilakukan pengambilan data motivasi dan

hasil belajar. Data motivasi belajar juga diambil dengan menggunakan angket

motivasi belajar. Begitu data hasil belajar diambil dengan menggunakan tes hasil

belajar siswa. Dengan pengambilan data tersebut diharapkan dapat menjadi bahan

untuk melakukan analisis dan pencapaian tujuan penelitian ini.

Uji Homogenitas dan Normalitas Data

a. Uji Homogenitas

Hasil uji homogenitas terhadap data motivasi belajar siswa menunjukkan

bahwa simpangan baku ( S 2) motivasi belajar kelas eksperimen sebesar 64,9999,

sedangkan kelas kontrol sebesar 162,6243. Harga F hitung yang diperoleh sebesar

2,5019. Harga F hitung ternyata lebih besar dari F tabel pada taraf signifikansi

5%, derajad kebebasan pembilang n-1 (40-1) = 40-1=39 dan derajad kebebasan

penyebut n-1 (40-1) = 40-1=39 yaitu sebesar 1,71, atau F hitung = 2,5019 > F

tabel = 1,71. Dengan demikian data tersebut tidak homogen.

Namun walaupun tidak homogen, uji hipotesis dapat terus dilakukan

dengan menggunakan rumus uji t pada halaman 66, asalkan t tabel yang

digunakan adalah t tabel pengganti. Untuk menentukan t tabel pengganti

dilakukan dengan menghitung selisih harga t tabel pada derajad kebebasan n1-1

dan n2-1. Selisih kedua t tabel tersebut selanjutnya dibagi dua dan ditambahkan

dengan t tabel yang terkecil (Sugiyono, 2007:142).

Hasil uji homogenitas terhadap data hasil belajar siswa menunjukkan

bahwa simpangan baku (S 2) kelas eksperimen sebesar 130,9995, sedangkan kelas

kontrol sebesar 90,9982. F hitung yang diperoleh adalah 1,4395. Harga F hitung

ternyata lebih kecil dibandingkan dengan harga F tabel pada derajad kebebasan

pembilang dan penyebut sebesar 39 dan taraf signifikansi 5% yaitu 1,71 atau F

hitung=1,4395 < F tabel=1,71. Dengan demikian data hasil belajar siswa adalah

homogen dan dapat dilanjutkan untuk uji hipotesis tanpa persyaratan t tabel

pengganti.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diroleh baik data motivasi belajar

kelas eksperimen dan kontrol maupun data hasil belajar siswa kelas eksperimen

dan kontrol. Uji normalitas data motivasi belajar siswa kelas kontrol menunjukkan

bahwa chi kuadrat (x²) hitung sebesar 9,342857. Harga ini lebih kecil

dibandingkan dengan chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5%

dan derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5, atau x² hitung = 9,342857 < x² tabel =

11,070. Dengan demikian data tersebut berdistribusi normal Sedangkan uji

normalitas data motivasi belajar siswa kelas ekspereimen menunjukkan bahwa chi

kuadrat hitung sebesar 8,442857. Harga ini juga lebih kecil dibandingkan harga

chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan

K-1 (6-1)=5, atau x² hitung = 8,442857 < x² tabel = 11,070. Dengan demikian

data tersebut juga berdistribusi normal.

Uji normalitas yang dilakukan terhadap data hasil belajar siswa kelas

eksperimen menunjukkan bahwa chi kuadrat hitung sebesar 9,58714. Harga ini

lebih kecil dibandingkan dengan harga chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf

signifikansi 5% dan derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5, atau x² hitung = 9,58714 <

x² tabel = 11,070. Dengan demikian data tersebut berdistribusi normal.

Sedangkan uji normalitas terhadap data hasil belajar siswa kelas kontrol

menunjukkan harga chi kuadrat hitung sebesar 10,5. Harga ini juga lebih kecil

dibandingkan chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan

derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5. Dengan demikian data tersebut juga berdistribusi

normal.

Dari uji homogenitas dan normalitas baik terhadap data motivasi belajar maupun

hasil belajar siswa dapat disimpulkan bahwa analisis uji hipotesis dapat dilakukan.

Motivasi Belajar Siswa

Hasil penelitian mengenai motivasi belajar siswa menunjukkan bahwa

skor motivasi belajar kelas eksperimen memiliki rata-rata 75. Rata-rata tersebut

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor motivasi belajar pada kelas

kontrol sebesar 61,23. Selisih kedua rata-rata tersebut adalah 13,77. Simpangan

baku kedua rata-rata tersebut sebesar 2,415889. Hasil analisis dengan t tes

menunjukkan bahwa t hitung atau t observasi ( to) sebesar 5,6997. Nilai t hitung ini

ternyata lebih besar dibandingkan dengan t tabel (tt) yaitu 1,6905 pada taraf

signifikan 5% atau t hitung = 5,6997 > t tabel = 1,6905.

Nilai t tabel 1,6905 merupakan t tabel pengganti seperti yang disyaratkan

pada halaman 73 dan 74 di atas yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya

homogenitas data. Untuk menentukan t tabel pengganti dilakukan dengan

menghitung selisih harga t tabel pada derajad kebebasan (db) n1-1 dan n2-1.

Selisih kedua t tabel tersebut selanjutnya dibagi dua dan ditambahkan dengan t

tabel yang terkecil (Sugiyono, 2007:142). Harga t tabel pada db n1-1 (40-1=39)

adalah 1,6905 dan n2-1 (40-1=39) adalah 1,6905. Sebetulnya di dalam tabel tidak

terdapat db 39, maka diambil db terdekat yaitu dengan menjumlahkan db 39

(1,697) dan db 40 (1,684). Hasil penjumlahan itu sebesar 3,381 dan selanjutnya

dibagi dua sehingga diperoleh t tabel 1,6905. Selisih t tabel kedua db tersebut

adalah 0, karena ( t tabel dari db 39 dari n1-1=1,6905 dan t tabel dari db 39 dari

n2-1=1,6905; 1,6905-1,6905=0). Harga selisih 0 tersebut dibagi dua dan hasilnya

0. Harga 0 ini ditambahkan dengan t tabel terendah, karena t tabelnya sama besar

maka diambil salah satu saja, sehingga 0 + 1,6905=1,6905.

Dengan adanya uji t yang menghasilkan nilai t hitung lebih besar dari nilai

t tabel (to > tt), maka hipotesis alternatif 1 (Ha1) yang berbunyi: “Ada pengaruh

penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS

di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin” dapat diterima dan hipotesis statistik

(Ho) yang berbunyi: “Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap

motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin” ditolak.

Selain analisis uji t yang mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif

dan ditolaknya hipotesis statistik, analisis data juga dilakukan terhadap kategori

motivasi belajar siswa. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang bermotivasi

tinggi (87,5%); 5 siswa yang bermotivasi sedang (12,5%); dan tidak ada siswa

yang bermotivasi rendah (0%). Sedangkan pada kelas kontrol dijumpai 13 siswa

yang bermotivasi tinggi (32,5%); 21 siswa yang bermotivasi sedang (52,5%); dan

6 siswa yang bermotivasi rendah (15%). Dari analisis ini nampak bahwa siswa-

siswa di kelas eksperimen sebagian besar bermotivasi tinggi tetapi siswa-siswa di

kelas kontrol sebagian besar bermotivasi sedang.

Hasil Belajar Siswa

Analisis hasil belajar siswa menunjukkan bahwa skor hasil belajar siswa kelas

eksperimen memiliki rata-rata 73, sedangkan kelas kontrol lebih rendah yaitu rata-

rata 62. Simpangan baku kedua rata-rata tersebut sebesar 1,908147. Analisis uji t

menunjukkan bahwa t hitung (to) sebesar 5,7647. Nilai t hitung ini ternyata lebih

besar dibandingkan t tabel yang hanya sebesar 1,990 pada taraf signifikansi 5%

dengan derajad kebebasan (N1+N2-2=40+40-2) = 78.

Dengan adanya uji t yang menghasilkan t hitung lebih besar dari t tabel (to > tt),

maka hipotesis alternatif 2 (Ha2) yang berbunyi: “Ada pengaruh penggunaan

media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri

2 Lais Musi Banyuasin“ dapat diterima, sedangkan hipotesis statistik (Ho2) yang

berbunyi: “Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin“ ditolak.

Selain uji t yang mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif dan ditolaknya

hipotesis statistik, analisis data juga dilakukan terhadap kategori hasil belajar

siswa. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi

(87,5%) dan 5 siswa memiliki hasil belajar rendah (12,5%). Sedangkan pada kelas

kontrol terdapat 22 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi (55%) dan 18 siswa

yang memiliki hasil belajar rendah (45%). Dari analisis ini ternyata siswa yang

memilkiki hasil belajar tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen.

PEMBAHASAN

Dengan adanya penerimaan hipotesis alternatif 1 dan 2 maka ada pengaruh

penggunaan media video dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi

Banyuasin terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Pengaruh ini dapat

dilihat dari hasil perolehan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian yang

dilakukan pada lokasi tersebut. Analisis data yang diperoleh menunjukkan rata-

rata yang lebih besar pada kelas eksperimen atau kelas yang diberi perlakuan

menggunakan media video dibandingkan dengan kelas kontrol yang diberi

perlakuan tanpa menggunakan media video baik rata-rata motivasi belajar maupun

hasil belajar siswa. Selain dari perbedaan rata-rata yang menonjol, hasil analisis

dengan uji t juga menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel baik

pada motivasi belajar maupun hasil belajar siswa. Hasil analisis inilah yang

mendukung penerimaan hipotesis alternatif dan penolakan hipotesis statistik baik

pada motivasi belajar maupun pada hasil belajar siswa.

Untuk memperkuat hasil penelitian ini, perlu penulis sampaikan bahwa di

sekolah tersebut selama ini tidak pernah dilakukan pembelajaran yang

menggunakan media video untuk semua mata pelajaran. Selama penelitian

berlangsung penulis mengamati siswa dalam mengikuti pembelajaran dan siswa

tampak tertarik dengan adanya pembelajaran dengan media video, walaupun

pengamatan penulis tersebut bukan termasuk cara memperoleh data. Ketertarikan

itu tampak baik pada persiapan pembelajaran maupun pada saat pembelajaran

berlangsung.

Berdasarkan analisis data terdapat 35 siswa memiliki motivasi yang tinggi pada

kelas eksperimen (87,5%) dan 5 siswa memiliki motivasi sedang (12,5%),

sedangkan siswa yang bermotivasi rendah tidak terdapat pada kelas eksperimen.

Ini membuktikan bahwa motivasi belajar pada kelas yang diberi perlakuan dengan

penggunaan media video jauh lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi belajar

pada kelas yang tidak diberi perlakuan penggunaan media video yaitu hanya 13

siswa yang memiliki motivasi tinggi (32,5%).

Selain dari analisis data kategori motivasi di atas, analsis data hasil belajar pun

menunjukkan perbedaan yang mencolok antara kelas eksperimen dan kelas

sampel. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang memiliki hasil belajar

tinggi (87,5%), sedangkan 5 siswa lainnya terkategorikan hasil belajar rendah

sebanyak 5 siswa (12,5%). Prosesntase tersebut melebihi prosesntase yang

terdapat pada kelas kontrol. Pada kelas kontrol hanya terdapat 22 siswa yang

memiliki hasil belajar tinggi (55%), dan lainnya memiliki hasil belajar rendah

yaitu 18 orang (45%).

Apabila dikaitkan dengan kondisi hasil belajar sebelum penelitian ini yaitu

sulitnya mencapai standar ketuntasan minimal mata pelajaran IPS yang ditetapkan

oleh sekolah sebesar 6,5 sebanyak 85 % dari seluruh siswa dalam satu kelas,

ternyata dengan adanya penggunaan media video dalam pembelajaran kesulitan

tersebut teratasi. Apabila dihitung dari banyaknya yang memperoleh hasil belajar

di atas 6,5 maka kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan kelas kontrol.

Banyaknya siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh nilai 6,5 keatas adalah

37 siswa atau 92,5%, sedangkan pada kelas kontrol hanya 25 siswa atau 62,5%.

Dari perolehan ini menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi tersebut dapat

diatasi dengan menggunakan media video dalam pembelajaran.

Dari analisis uji t, analisis kategori motivasi dan hasil belajar siswa, maka

terdapat alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa penggunaan media video

dapat mempengaruhi motivasi dan hasil belajar siswa. Analisis data di atas

menunjukkan hasil yang dapat dipercaya guna menghubungkannya dengan teori-

teori yang sudah ada baik motivasi belajar maupun hasil belajar siswa.

Beberapa teori yang berkaitan dengan penggunaan media video dan motivasi

belajar siswa adalah sebagai berikut.

a. Media pembelajaran memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah

Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan

perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar

(Arsyad, 2003:26).

b. Motivasi dapat melibatkan emosi, kecemasan ataupun sikap yang

membangkitkan semangat untuk berusaha atau berbuat dan dapat

menimbulkan beberapa pengaruh dalam kegiatan belajar seperti

mendorong dan meningkatkan proses belajar melalui peningkatan

perhatian, kesiapan belajar serta kegiatan belajar; berpengaruh besar

pada pada peningkatan dan pengurangan retensi (ingatan) dan

reproduksi (menyatakan kembali) terhadap apa yang pernah

dikuasainya (Sukmadinata, 2004:133)

c. Tiga fungsi motivasi (Angkowo dan Kosasih, 2007:35) yaitu

mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi

sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi; menentukan

arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai; dan

menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang

harus dijalankan guna mencapai tujuan yang dimaksud dan

mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.

d. Di dalam kelas perlu dipertinggi motivasi intrinsik dengan cara

menambah selera siswa untuk ilmu pengetahuan, mempertahankan

pengetahuan, cara penyampaian pelajaran yang menarik dan bervariasi,

dan permainan dan simulasi (Djiwandono 2002:358).

e. Hasil penelitian Craig pada tahun 1956: menonton film bersuara (video)

lebih baik

hasilnya dibandingkan dengan yang nonton film tidak bersuara (bukan video),

dan

meningkatkan motivasi belajar (Wilkinson, 1984:17).

f. Hasil penelitian Scramm: siswa akan mempunyai motivasi belajar

apabila dalam

pembelajaran menggunakan media pembelajaran (Wilkinson, 1984:16).

Teori-teori yang berkaitan dengan motivasi belajar di atas sangat relevan dengan

hasil penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas

yang menggunakan media video dalam pembelajaran (eskperimen) memiliki rata-

rata skor motivasi yang tinggi dibandingkan kelas yang tidak menggunakan media

video (kontrol). Selain itu banyaknya siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih

banyak terdapat pada kelas yang menggunakan media video dibandingkan dengan

kelas yang tidak menggunakan media video. Dengan demikian teori-teori di atas

yang mengemukakan bahwa penggunaan media video dapat mempengaruhi

motivasi belajar adalah terbukti.

Beberapa teori yang berkaitan dengan penggunaan media video dan hasil belajar

siswa adalah sebagai berikut.

a. Apabila siswa hanya mendengar saja, maka hasil penyerapannya hanya

sekitar 15%, tetapi apabila ditambah melihat maka penguasaan

diperkirakan mencapai 55%, sedangkan ditambah dengan berbuat atau

mengalami langsung, hasil penguasaannya mencapai sekitar 90%

( Rohani, 2004:8).

b. Media video dapat meningkatkan kemampuan menyerap pelajaran baik

kognitif, afektif, maupun psikomotor serta interpersonal (Smaldino,

Lowther dan Russel, 2008:310).

c. Media video dapat merangsang keinginan untuk belajar dan memotivasi

siswa untuk keberhasilan belajar (Koumi, 2006:2006).

d. Media pembelajaran mempunyai dampak yang berarti bagi pencapaian

hasil belajar siswa (Wilkinson, 1984:57).

e. Alat bantu belajar sangat membantu proses pembelajaran dan

meningkatkan hasil belajar siswa (Danim, 1994:1).

Teori-teori yang berkaitan dengan hasil belajar siswa di atas sangat relevan

dengan hasil penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kelas yang menggunakan media video dalam pembelajaran (eskperimen)

memiliki rata-rata skor hasil belajar yang tinggi dibandingkan kelas yang tidak

menggunakan media video (kontrol). Selain itu banyaknya siswa yang memiliki

hasil belajar tinggi lebih banyak terdapat pada kelas yang menggunakan media

video dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan media video. Dengan

demikian teori-teori di atas yang mengemukakan bahwa penggunaan media video

dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah terbukti.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka kesimpulan yang dapat

dikemukakan adalah sebagai berikut.

Pertama, berdasarkan data motivasi belajar ternyata siswa yang mempunyai

motivasi belajar tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen yaitu 35 siswa

(87,5%), sedangkan di kelas kontrol hanya 13 siswa (32,5%). Begitu pula rata-rata

motivasi belajar kelas eksperimen mencapai 75, sedangkan kelas kontrol hanya

61,23. Selain itu hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dibandingkan

t tabel (t hitung = 5,6997 > t tabel = 1,6905) pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji t

ini mengakibatkan hipotesis alternatif ditrima dan hipotesis statistik ditolak.

Dengan demikian kesimpulan yang ditarik adalah ”Ada pengaruh penggunaan

media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di

SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.”

Kedua, berdasarkan data hasil belajar siswa ternyata siswa yang memperoleh hasil

belajar yang tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen yaitu 35 siswa (87,5%),

sedangkan di kelas kontrol hanya 22 siswa (55%). Begitu pula rata-rata hasil

belajar kelas eksperimen sebesar 73 sedangkan kelas kontrol hanya 62. Hasil uji t

menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dibandingkan t tabel (t hitung (to) =

5,7647 > t hitung =1,990) pada taraf signifikansi 5%.

Hasil uji t ini mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif dan ditolaknya

hipotesis statistik. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik adalah ”Ada

pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.”

Ketiga, berdasarkan kajian teori, maka terdapat relevansi antara teori yang telah

dikemukakan oleh para ahli dengan hasil penelitian ini. Dengan demikian apa

yang telah dikemukakan dalam berbagai teori tentang hubungan penggunaan

media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa adalah terbukti.

Dari uraian di atas maka secara umum kesimpulan yang dapat ditarik adalah

penggunaan media video dalam pembelajaran IPS khususnya di SMP Negeri 2

Lais Musi Banyuasin berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa.

Dengan demikian media video merupakan media yang memiliki keunggulan dan

digunakan sebagai media dalam pembelajaran.

Saran

1. Berdasarkan penelitian ini media video dapat mempengaruhi motivasi dan hasil

belajar siswa, oleh sebab itu video menjadi media pilihan dalam pembelajaran dan

sudah saatnya bagi guru untuk mengadakan dan menggunakan media tersebut.

2. Sehubungan dengan keunggulan yang dimiliki oleh media video dalam

pembelajaran, maka pihak sekolah atau yang berkaitan agar mengusahakan untuk

pengadaan media ini beserta perangkat yang mendukung.

3. Pihak-pihak produsen dapat membuat media ini dengan bekerja sama dengan

pihak-pihak yang terkait guna memenuhi kebutuhan akan media tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Dalam

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Editor). Metode Penelitian Survai.

LP3ES, Jakarta, Indonesia.

Angkowo, Robertus, dan A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran.

PT.

Grasindo, Jakarta, Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta,

Indonesia

-------------------------. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. PT.

Rineka Cipta, Jakarta. Indonesia.

-------------------------. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).

Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.

Arsyad, Azhar. 2003. Media Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Indonesia.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2007. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.

PT. Binatama Raya, Jakarta, Indonesia.

Barr, Robert, James L. Bart, and Samuel Shermis. 2003. Hakekat Studi Sosial.

Terjemahan Oleh: Buchari Alma dan Harlasgunawan. Alfabeta, Bandung.

Indonesia.

Best, John W. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh:

Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso. Usaha Nasional, Surabaya,

Indonesia.

Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan oleh: Kartini Kartono.

PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia.

Danim, Sudarwan. 1994. Media Komunikasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta,

Indonesia.

Davies, Ivor K., 1991. Pengelolaan Belajar. Terjemahan oleh: Sudarsono

Sudirdjo, Lily Rompas dan Koyo Kartasurya, CV. Rajawali, Jakarta,

Indonesia.

Djaali, H., P. Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. PT.

Grasindo, Jakarta. Indonesia.

------------. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. PT. Grasindo,

Jakarta. Indonesia.

Effendi, Mochtar H. 2006. Penuntun Membuat Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

Penerbit Universitas Sriwijaya dan Yayasan Pendidikan dan Ilmu Islam Al

Mukhtar Palembang, Palembang, Indonesia.

Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, Indonesia.

Faisal, Sanapiah. 1981. Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Usaha Nasional,

Surabaya, Indonesia.

Gagné, Robert M., L. J. Briggs. 1974. Principles of Instructional Design. Holt,

Rinehart and Winston, New York, USA.

Gagné, Robert M., M. P. Driscoll. 1988. Essentials of Learning for Instruction.

Prentice Hall, New Jersey, USA.

Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. CV.

Mandar Maju, Bandung, Indonesia.

--------------------.1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Mandar Maju, Bandung,

Indonesia.

Hardaniwati, Menuk, I.Nureni dan H.Sulastri. 2006. Kamus Pelajar Sekolah

Lanjutan

Tingkat Pertama. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta,

Indonesia.

Heinich, Robert, M. Molenda, and J. D. Russel. Instructional Media and The New

Technology of Instruction. John Wiley and Sons, New York, USA.

Huck, Schuyler W., W. H. Carmier and W. G. Bounds JR. 1974. Reading

Statistics and

Research. Mc. Graw Hill, New York, USA.

Kubiszyn, Tom, G. Borich. 1993. Educational Testing and Measurement:

Classroom Application and Practice. Harper Collins College Publishers. New

York, USA.

Koumi, Jack. 2006. Designing Video and Multimedia for Open and Flexible

Learning. Routledge, New York, USA.

Leedy, Paul D., J. E. Ormrod. 2001. Practical Research Planning and Design.

Merill Prentice Hall, New Jersey, USA.

Lefrancois, Guy R. 1997. Psychology for Teaching. Wadsworth Publishing

Company, Belmont, USA.

Masnur, M., B. Saliwangi, N. Hasanah. 1987. Dasar-dasar Interaksi Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia, Jemmars. Malang. Indonesia.

Miarso,Yusufhadi. 1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan

Penerapannya di Indonesia. CV. Rajawali, Jakarta, Indonesia.

Mudyaharjo, Reja. 2001. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang

Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia.

Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran yang

Kreatif dan Menyenangkan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Indonesia.

Moore, Kenneth D. 2005. Effective Instructional Strategis: From Theory to

Practice. Sage Publications, Thousand Oaks California, USA.

Montgomery, Douglas C. 1976. Design Analysis of Experiments. John Wiley and

Sons Inc., Toronto, Canada.

Nasution, S. 1995. Didaktis Asas-asas Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta,

Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan, Gunawan, dan Marzuki. 2002. Statistik Terapan: Untuk

Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Gaja Mada University Press, Yogyakarta,

Indonesia.

Owens, Robert G. 1998. Organizational Behavior in Education. A Viacom

Company, Needham Heights, USA.

Petersen, Roger G. 1985. Design and Analysis of Experiments. Marcel Dekker

Inc, New York, USA.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan

Bercorak Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.

Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007. Prinsip Desain Pembelajaran (Instructional

Design Principles). Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Indonesia.

Putrawan, I. Made. 1990. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian-penelitian Sosial.

Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.

Rahadi, Aristo. 2003. Media Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional,

Jakarta, Indonesia.

Reiser, Robert A., John V. Dempsey. 2002. Trends and Issues in Instrustional

Design and Technology. Merill Prentice Hall, New Jersey, USA.

Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi.

Grasindo, Jakarta, Indonesia.

Rochaety, Eti, P. Rahayuningsih, dan P. G. Yanti. 2005. Sistem Informasi

Manajemen Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.

Rohani HM, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta, Jakarta,

Jakarta, Indonesia.

Riduwan. 2004. Statistika untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah/Swasta.

Alfabeta, Bandung, Indonesia.

Rusyan, T. 1995. Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam Proses Belajar Mengajar

di Sekolah Dasar. PT. Kartanegara, Jakarta, Indonesia.

Sadiman, Arif Sukadi, Sudjarwo, Radikun. 1989. Beberapa Aspek Pengembangan

Sumber Belajar. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta, Indoenesia.

-----------, Arief S., R. Rahardjo, A. Haryono, dan Rahardjito. 2008. Media

Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. PT.

RajaGrafindo Persada. Indonesia.

Safari. 2003. Evaluasi Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta,

Indonesia.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, Indonesia.

Sardiman A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta. Indonesia.

Seels, Barbara B., Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran : Definisi dan

Kawasannya. Terjemahan oleh : Dewi S. Prawiradilaga, Raphael Rahardjo

dan Yusufhadi Miarso. Unit Percetakan Universitas Negeri Jakarta, Jakarta,

Indonesia.

Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice. A Viacom

Company, Needham Heights, USA.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengatuhinya. Rineka Cipta,

Jakarta, Indonesia.

Smaldino, Sharon E., Deborah L. Lowther, and J. D. Russel. 2008. Instructional

Technology and M edia for Learning. Merill Prentice Hall, New Jersey, USA.

Sudjana. 1989. Metode Statistika. Tarsito, Bandung, Indonesia.

Sudijono, Anas. 2004. Pengantar Statistik Pendidikan. PT. RajaGrafindo, Jakarta,

Indonesia.

--------------------. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. RajaGrafindo,

Jakarta, Indonesia.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung, Indonesia.

----------- . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D.

CV. Alfabeta, Bandung, Indonesia.

Suharno, R. 1984. Testologi Suatu Pengantar. Bina Aksara, Jakarta, Indonesia.

Sukardi, H.M. 2009. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. PT.

Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.

Kesuma Karya, Bandung, Indonesia.

Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Aplikasi Metode

Kuantitatif dan Statistika dalam penelitian. Andi Offset, Yogyakarta, Indonesia.

Suntari, Sri, Supandi. 1998. Penilaian Ilmu Pengetahuan Sosial. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Surakhmad, Winarno. 1984. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar: Dasar dan

Teknik Metodologi Pengajaran. Tarsito, Bandung, Indonesia.

Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin

Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.

Thoha, M. Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo, Jakarta,

Indonesia.

Tim Penyusun PPS Unsri, 2004. Pedoman Umum Format Penulisan

Tesis/Disertasi Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Program Pasca

Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.

Vredenbregt, J. 1985. Pengantar Metodologi untuk Ilmu-Ilmu Empiris.

Terjemahan oleh: A.B. Lapian dan E.K.M. Masinambow PT. Gramedia,

Jakarta, Indonesia.

Wilkinson L., Gene. 1984. Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60

Tahun. Terjemahan Oleh: Tim Pustekkom Dikbud. Pustekkom Dikbud dan

CV. Rajawali, Jakarta, Indonesia.

Wijaya, Cece, D. Djadjuri, A.T. Rusyan. 1988. Upaya Pembaharuan dalam

Pendidikan dan Pengajaran. Remadja Karya CV., Bandung, Indonesia.

Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Universitas

Terbuka, Jakarta, Indonesia.

Woolfolk, Anita E. 1998. Educational Psychology. A Viacom Company,

Needham Heights. USA.

Yahya, Yudrik. 2003. Wawasan Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional.

Jakarta, Indonesia.

Yamin, H. Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik: Implementasi

KTSP dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Gaung Persada

Press, Jakarta, Indonesia.

Zuhriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Bumi

Aksara, Jakarta, Indonesia.