pengaruh pengeluaran pemerintah, kebebasan...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, KEBEBASAN EKONOMI,
DAN GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KORUPSI DI ASIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
Tiara Kusuma Dewi
NIM: 1113084000047
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Tiara Kusuma Dewi
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1995
3. Alamat : Jl. Nurul Ihsan No. 25 RT 005
RW 03, Cipedak, Jagakarsa,
Jakarta Selatan
4. Telepon : 085718364653
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDI Al-Bayyinah : 2001 – 2007
2. SMP Negeri 131 Jakarta : 2007 – 2010
3. SMA Negeri 97 Jakarta : 2010 – 2013
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2013 – 2018
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara dan pengajar di Komunitas Selasar Didik Nusantara (SDN)
Jakarta dari Desember 2015 – Januari 2017.
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan
Jurusan Sendiri”.
2. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa
Ekonomi yang Berprestasi dalam Bidang Akademik”.
3. Seminar Nasional “Korupsi Mengorupsi Indonesia”.
4. Workshop Kepemudaan “Integrity Goes to You”
5. Workshop Aplikasi Akuntansi Zahir.
vi
Abstract
The purpose of this research is to discover the effect of government
consumption expendicture (government size), economic freedom, and governance
indicator towards corruption in Asia. The dependent variable is Corruption
Perception Index, while the independent variables is Government Consumption
Expendicture, Economic Freedom, and Regulatory Quality. This research uses panel
data that combining the data from 24 country in Asia from period 2006 until 2016
with Fixed Effect Model (FEM) approach. The results show that Corruption
Perception Index can be explained by all of the independent variables simultantly of
94,89% (R2).
Simultaneously, variable of Government Consumption Expendicture,
Economic Freedom, and Regulatory Quality have significant effect to Corruption
Perception Index. Partially, Government Consumption Expendicture and Economic
Freedom have positive and significant effect on Corruption Perception Index.
Meanwhile, Regulatory Quality has negative and significant effect on Corruption
Perception Index.
Keywords: Corruption Perception Index, Government Consumption Expendicture,
Economic Freedom, Regulatory Quality
vii
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh pengeluaran
konsumsi pemerintah (ukuran pemerintah), kebebasan ekonomi, dan salah satu
indikator governance yaitu kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di negara-negara
Asia. Variabel dependen adalah Indeks Persepsi Korupsi (CPI), sedangkan variabel
independennya adalah pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan kualitas
regulasi. Penelitian ini menggunakan data panel yang merupakan kombinasi dari 24
negara di Asia periode 2006 sampai 2016 dengan pendekatan Fixed Effect Model
(FEM). Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel independen secara bersamaan
dapat menjelaskan variasi variabel dependen (Indeks Persepsi Korupsi), yaitu
koefisien determinasi sebesar 94,89% (R2).
Secara simultan variabel pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi,
efektivitas pemerintah serta kebebasan bersuara dan akuntabilitas berpengaruh
signifikan terhadap indeks persepsi korupsi. Secara parsial menunjukkan bahwa
variabel pengeluaran pemerintah dan kebebasan ekonomi berpengaruh positif
signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi. Sedangkan, variabel kualitas regulasi
berpengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi.
Kata kunci: Indeks Persepsi Korupsi, Pengeluaran Pemerintah, Kebebasan Ekonomi,
Kualitas Regulasi
viii
KATA PENGANTAR Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan
segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini berjudul “PENGARUH PENGELUARAN
PEMERINTAH, KEBEBASAN EKONOMI, DAN GOVERNANCE
TERHADAP TINGKAT KORUPSI DI ASIA” dengan baik. Shalawat serta
salam penulis hanturkan kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa
Sallam yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan, semoga dapat berkumpul di Yaumil Qiyamah nanti.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selesainya skripsi ini tentu dengan dukungan, bimbingan dan
bantuan serta semangat dan doa dari orang-orang di sekeliling penulis selama
proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya, izinkanlah penulis menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tanpa bantuan, rahmat dan kasih sayang-
Nya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Alhamdullilahi
Robil alamin terimakasih atas segala nikmat, karunia dan kasih sayang yang
Engkau berikan ya Rabb.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengenyam pendidikan di kampus.
3. Bapak Arief Fitrijanto M.Si, selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta Ibu Najwa Khairina selaku Sekretaris
Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu, arahan serta
bimbingan selama ini, sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan ini
dengan baik.
4. Bapak Zaenal Muttaqin selaku dosen pembimbing. Terimakasih banyak
karena selalu dapat menyediakan waktu untuk memberikan ilmu, arahan,
ix
nasihat, serta saran selama dari awal penulisan skripsi sampai dengan selesai,
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya.
5. Orang tua penulis, Ayah Edi Saputra dan Ibu Paimah, serta adikku Indah
Melinda yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi dan selalu ada
ketika penulis mengalami masa-masa sulit, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selama ini telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan berharga bagi saya. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membalas semua kebaikan-kebaikan yang
telah dosen-dosen FEB UIN berikan. Jajaran staf dan karyawan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang selama ini melayani dan membantu penulis.
7. Teman-teman kesayangan penulis dari SMP Sarah, Izmi, Firra, dan Sabil yang
selalu hadir menemani penulis disaat apapun baik suka dan duka, yang selalu
bisa membuat penulis bahagia setiap harinya.
8. Teman-teman Cue kesayangan penulis dari masih SD hingga sekarang Mita,
Nita, Diana, Anisa, Ervin, dan Cintia yang selalu mendoakan, mendukung,
dan menghibur penulis selama ini, terimakasih banyak.
9. Teman-teman penulis dari SMA yang tersayang Acit, Ulfa, Fikri, Amel,
Raficka, Dian, Astrini, Zyra, Arini, Dea yang selalu hadir mendengarkan
segala keluh kesan penulis, memberikan masukan, doa, dan dukungan kepada
penulis.
10. Teman-teman Ukhti tersayang Ayu Athifa, Lisa, Fatimah, Kartika, Zahra serta
teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2013 lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah mendoakan, mendengarkan keluh kesah
penulis, mendukung, membantu penulis dalam berbagai hal baik dalam
belajar, mengerjakan tugas maupun hal-hal kecil lainnya, serta selalu
menghibur penulis sehingga penulis selalu merasa bahagia dari semenjak awal
penulis masuk kuliah sampai saat ini.
11. Teman-teman KKN HANUSA Pera, Manda, Laras, Sarah, Ima, Nilta, Daen,
Alhuzaifi, Khozin, dan Rifki yang walaupun baru bertemu pertama kali pas
x
KKN tapi kalian sudah menjadi salah satu kesayangan penulis seperti
keluarga sendiri, terimakasih karena selalu mendoakan penulis, memberi
dukungan, berbagi banyak hal suka maupun duka, selama bersama kalian
semua hal menjadi terlihat lucu dan menghibur.
Penulis sadari bahwa penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna,
disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan masukan, baik kritik yang
membangun kepada skripsi ini dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ciputat, April 2018
Tiara Kusuma Dewi
xi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN ........................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ......................................... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v Abstract ........................................................................................................................ vi Abstrak ....................................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiii DAFTAR GRAFIK .................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 17 A. Latar Belakang ..................................................................................................... 17 B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 25 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................................... 26
1. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 26 2. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 28 A. Landasan Teori .................................................................................................. 28
1. Definisi korupsi ............................................................................................. 28 2. Korupsi dalam perspektif ekonomi ............................................................... 29 3. Mengukur korupsi ......................................................................................... 33 4. Definisi Pengeluaran Pemerintah (Ukuran Pemerintah) ............................... 36 5. Hubungan pengeluaran pemerintah (Ukuran Pemerintah) terhadap korupsi 37 6. Definisi kebebasan ekonomi ......................................................................... 39 7. Mengukur kebebasan ekonomi ..................................................................... 40 8. Hubungan kebebasan ekonomi terhadap korupsi ......................................... 41 9. Indikator Governance ................................................................................... 45 10. Hubungan Kualitas Regulasi terhadap korupsi ............................................. 47
B. Penelitian Sebelumnya ......................................................................................... 51
xii
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 62 D. Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 65 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 66 A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................... 66 B. Jenis dan Sumber Data ......................................................................................... 66 C. Metode Analisis Data ........................................................................................... 67
1. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 67 2. Metode Data Panel ........................................................................................ 67 3. Estimasi Model Data Panel ........................................................................... 68 4. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel ............................................. 69 5. Model Empiris .............................................................................................. 71 6. Pengujian Hipotesis Penelitian ..................................................................... 72
D. Operasional Variabel Penelitian........................................................................... 77 BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 78 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................................... 78
1. Kondisi Geografis ......................................................................................... 78 2. Pembagian Wilayah ...................................................................................... 79
B. Penemuan dan Pembahasan ................................................................................. 80 1. Analisis Deskriptif ........................................................................................ 80 2. Pemilihan Metode Data Panel ....................................................................... 90 3. Uji Asumsi Klasik ......................................................................................... 92 4. Uji Hipotesis ................................................................................................. 96 5. Uji Koefisien Determinasi .......................................................................... 100 6. Hasil Intepretasi .......................................................................................... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 118 A. Kesimpulan ........................................................................................................ 118 B. Saran .................................................................................................................. 119 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 120 LAMPIRAN – LAMPIRAN ................................................................................... 125
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................................ 55
Tabel 3. 1 Operasional Variabel Penelitian................................................................. 77
Tabel 4. 1 Tingkat Kualitas Regulasi di berbagai Negara Asia .................................. 89
Tabel 4. 2 Uji Chow .................................................................................................... 91
Tabel 4. 3 Uji Hausman .............................................................................................. 92
Tabel 4. 4 Uji Normalitas ............................................................................................ 93
Tabel 4. 5 Uji Multikolinearitas .................................................................................. 93
Tabel 4. 6 Uji Autokorelasi ......................................................................................... 95
Tabel 4. 7 Uji Heteroskedastisitas ............................................................................... 96
Tabel 4. 8 Uji t ............................................................................................................ 97
Tabel 4. 9 Uji F ........................................................................................................... 99
Tabel 4. 10 Uji Koefisien Determinasi ..................................................................... 100
Tabel 4. 11 Intepretasi Fixed Effect Model .............................................................. 101
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. 1 Tingkat Korupsi di Beberapa Negara Asia ............................................... 23
Grafik 4. 1 Tingkat Korupsi di Beberapa Negara Asia ............................................... 81
Grafik 4. 2 Tingkat Suap di Beberapa Negara Asia .................................................... 82
Grafik 4. 3 Tiingkat Suap yang Dibayarkan Kepada Polisi ........................................ 83
Grafik 4. 4 Tingkat Suap yang Dibayarkan Kepada Lembaga Peradilan ................... 83
Grafik 4. 5 Tingkat Suap yang Dibayarkan untuk Mendapatkan Perawatan Medis ... 84
Grafik 4. 6 Tingkat Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Beberapa Negara Asia .... 85
Grafik 4. 7 Tingkat Kebebasan Ekonomi di Beberapa Negara di Kawasan Asia ....... 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Scatter Plot Hubungan Kebebasan Ekonomi dan Korupsi ..................... 44
Gambar 2. 2 Scatter Plot Hubungan Kualitas Regulasi dan Korupsi .......................... 50
Gambar 2. 3 Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 64
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian...................................................................................... 126
Lampiran 2 : Data Penelitian (Ln) ............................................................................ 133
Lampiran 3: Uji Chow .............................................................................................. 141
Lampiran 4: Uji Hausman ......................................................................................... 142
Lampiran 5: Uji Normalitas ...................................................................................... 143
Lampiran 6: Uji Multikolinearitas ............................................................................ 143
Lampiran 7: Uji Autokorelasi ................................................................................... 144
Lampiran 8: Uji Heteroskedastisitas ......................................................................... 145
Lampiran 9: Output Fixed Effect Model ................................................................... 146
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan salah satu isu penting yang terjadi di hampir seluruh
negara di dunia. Maka dari itu, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah maupun
lembaga internasional di berbagai negara gencar melakukan berbagai upaya untuk
memerangi korupsi, hal ini dilakukan guna memenuhi salah satu Agenda
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang disepakati oleh 193 negara anggota pada
25 September 2015 dan ditargetkan tercapai pada tahun 2030 (UNDP, 2016: 6).
Dimana salah satu prioritas SDGs antara lain mencakup pengurangan korupsi dan
penyuapan dalam segala bentuknya (Transparency International, 2017: 3).
Fenomena korupsi dikategorikan sebagai persoalan serius karena dampak
yang ditimbulkannya baik secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas
pada berbagai aspek kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, kesejahteraan umum
negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Dilihat dari aspek ekonomi,
korupsi terus menghambat pembangunan. Seperti yang dijelakan oleh Forum
Ekonomi Dunia, terdapat biaya korupsi yang tinggi dalam pembangunan.
Diperkirakan biaya korupsi sama dengan 5% dari GDP global ($2,6 triliun).
Menurut Bank Dunia dalam UNDP (2016: 5) terdapat lebih dari $1 triliun sogokan
dibayar setiap tahunnya. Menurut OECD dalam laporan yang dikeluarkan UNDP
(2016: 6) negara-negara berkembang saja memerlukan investasi infrastruktur sebesar
18
US $ 22 triliun, namun Transparency International memperkirakan hingga sepertiga
dari investasi tersebut bisa hilang akibat korupsi.
Korupsi tidak hanya didorong oleh suatu sebab yang pasti tetapi lebih
merupakan komplikasi dari banyak faktor yang mempengaruhi satu sama lain
(Yuliani, 2011: 1). Menariknya, maraknya kasus korupsi di berbagai negara di dunia
banyak dilakukan oleh aparat pemerintah/birokrat, para politisi, bahkan oknum
penegak hukum (Abbas, 2016: 2). Menurut OECD (2013: 2) indikator korupsi sangat
berkorelasi dengan indikator tata kelola sektor publik lainnya, seperti aturan hukum,
efektivitas pemerintahan, dan kualitas peraturan. Dimana banyak korupsi yang terjadi
diakibatkan oleh ketidaksempurnaan pengaturan kelembagaan seperti kualitas
pengaturan yang buruk, kurangnya transparansi dalam akuntansi dan sistem kontrol
keuangan terutama dalam sistem perpajakan, serta kurangnya akuntabilitas.
Di banyak negara birokrasi memegang peranan penting karena pemerintah
berperan sebagai pusat seluruh kegiatan kenegaraan dan pembangunan. Namun di
beberapa negara, terutama di negara-negara berkembang birokrasi yang seharusnya
menjadi alat untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta pelaksana dari keputusan
dan program-program yang dicanangkan pemerintah dalam pencapaian tujuan
pembangunan justru banyak menimbulkan inefisiensi, pemborosan, kebocoran, dan
bahkan dijadikan peluang untuk melakukan korupsi, seperti para pejabat yang
menggelembungkan harga-harga dari berbagai proyek atau menerima suap dari para
kontraktor yang menjadi rekanan pemerintah.
Kerangka peraturan yang terlalu rumit dan kurangnya transparansi
menyebabkan peraturan yang berlebihan sehingga membuat regulasi menjadi sulit
19
sehingga sulit dimengerti terutama untuk warga, pengusaha dan kecil dan usaha
menengah (UKM). Semakin ketat dan rumit peraturan dapat menciptakan peluang
untuk korupsi, dikarenakan semakin banyak kemungkinan bagi pegawai negeri dan
para belaku bisnis melakukan cara-cara untuk melewati peraturan dengan cara semi
atau non hukum. Selain itu, rumitnya sistem dimana lisensi dan izin diperlukan dari
beberapa lembaga untuk membuka usaha, prosedur dan persyaratan tidak sepenuhnya
jelas dan seluruh proses membutuhkan waktu yang lama sehingga para pelaku bisnis
menggunakan suap untuk mempercepat prosesnya.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di website FCPAméricas, Ellis (2012)
menyatakan bahwa di banyak negara di dunia, banyak ditemukan rezim regulasi yang
tidak jelas, tumpang tindih, atau yang ditegakkan oleh berbagai instansi pemerintah.
Menurutnya, kualitas regulasi yang buruk terkait dengan risiko korupsi yaitu ketika
semakin banyak ketidakpastian dalam hukum, maka semakin banyak pula peluang
untuk korupsi. Selain itu, semakin banyak aktor pemerintah yang terlibat dalam
masalah regulasi, semakin banyak tempat potensial di mana permintaan suap dapat
terjadi. Breen dan Gillanders (2017: 2) menemukan bahwa banyak korupsi yang
dikaitkan dengan beban regulasi, baik di tingkat nasional maupun subnasional.
Indikatornya yaitu diantanya termasuk waktu yang dihabiskan pada saat berurusan
dengan peraturan, dan sejauh mana a) lisensi dan izin, b) pajak administrasi, dan c)
peraturan pabean dan perdagangan yang dimana merupakan kendala utama dalam
melakukan bisnis.
Enste dan Heldman (2017: 9) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah
diduga berkaitan dengan korupsi di suatu negara, dimana menurutnya terdapat dua
20
perspektif berbeda tentang hubungan pengeluaran pemerintah dan korupsi. Salah
satunya adalah bahwa pemerintahan yang lebih besar mengarah pada politisi yang
lebih korup dimana mereka meningkatkan biaya-biaya transaksi secara ilegal. Selain
itu, menurut Susan Rose-Ackerman dalam Abbas (2016: 27) ukuran pemerintah yang
besar justru akan membuat birokrasi semakin rumit sehingga mendorong akan
terjadinya korupsi. Perspektif lain mengasumsikan bahwa pemerintah yang besar
lebih efektif dalam memerangi korupsi. Ukuran pemerintah pemerintahan yang besar
membutuhkan anggaran pengeluaran konsumsi pemerintah yang besar pula dimana
pemerintahan yang besar yang dimana juga memiliki anggaran yang lebih besar untuk
pelaksanaan peraturan dan hukum (Enste dan Heldman, 2017: 9).
Kotera et al., dalam Enste dan Heldman (2017: 9) menyatakan bahwa negara-
negara dengan pengeluaran pemerintahan yang tinggi biasanya memiliki nilai indeks
korupsi yang lebih baik. Selain itu, menurut La Porta et al. dalam Abbas (2016: 27)
semakin besar ukuran pemerintahan berarti semakin besar pula check and balance
sehingga membuat korupsi berkurang. Menurut Enste dan Heldman (2017: 9)
terdapat faktor-faktor lain mungkin lebih relevan dan dapat diandalkan dalam
menjelaskan hubungan antara ukuran pemerintah dan korupsi. Elliott (1997: 182)
menemukan korelasi negatif antara korupsi dan tingkat pengeluaran pemerintahan.
Menurutnya, bukan ukuran pemerintah itu sendiri, tetapi jenis kegiatan pemerintah
menentukan tingkat korupsi, misalnya dengan membatasi persaingan dengan
pembatasan perdagangan.
Pengeluaran pemerintah sendiri meliputi anggaran belanja barang dan jasa,
belanja pegawai pemerintah, juga mencakup sebagian besar pengeluaran untuk
21
pertahanan dan keamanan nasional. Dimana dalam melakukan pengadaan barang dan
jasa banyak persoalan-persoalan yang kerap timbul, terutama banyak terjadi pada
akhir tahun anggaran, dikarenakan menurut Komisi Pemberantasan Korupsi
Indonesia (2015: 48) di banyak lembaga publik, banyak dana yang tidak
terbelanjakan hingga akhir tahun anggaran sehingga mendorong pejabat di lembaga
tersebut untuk segera menghabiskannyz xa untuk sesuatu yang sesungguhnya tidak
dibutuhkan atau tidak sesuai dengan kebutuhan, tetapi merupakan pesanan dan titipan
dari pihak–pihak yang berkepentingan. Demikian juga pada hasil kajian Bank Dunia
dan Bank Pembangunan Asia yang tertuang dalam “Country Procerument Assement
Report (CPAR)’ tahun 2001 dalam Sutedi (2008: 3) menyebutkan kebocoran dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah sebesar 10 hingga 50 %. Indikasi kebocoran
dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat baik dari segi waktu,
sasaran, maupun kualitasnya. Korupsi pengadaan barang dan jasa banyak terjadi di
banyak negara, salah satunya di Indonesia.
Besarnya proporsi belanja pegawai juga diduga berkaitan dengan tingkat
korupsi dikarenakan semakin besarnya belanja pegawai semakin besar kompensasi
atau gaji yang diberikan pemerintah kepada pejabat publik maupun pegawai
pemerintah. Hal ini seharusnya bisa mengurangi keinginan mereka untuk melakukan
korupsi karena kesejahteraan mereka terutama yang berkaitan dengan masalah
finansial sudah tercukupi. Namun disisi lain, hal ini juga tidak menjamin semakin
besar pendapatan yang diterima pejabat publik ataupun pegawai pemerintah
mengurangi niat mereka untuk melakukan korupsi. Banyak di antara kasus korupsi
22
melibatkan pejabat publik yang ternyata memiliki posisi cukup tinggi di
pemerintahan padahal pendapatan mereka sebenarnya cukup tinggi.
Korupsi juga sering dikaitkan dengan transaksi bisnis internasional dan
biasanya melibatkan politisi serta birokrat. Di satu sisi, semakin tinggi kebebasan
ekonomi yang diberikan pemerintah kepada sektor swasta, maka kontrol dari
pemerintah semakin longgar sehingga akan mengurangi kesempatan bagi oknum
pejabat birokrasi untuk melakukan korupsi, misalnya dengan pemerasan untuk
mendapatkan izin usaha (Billger dan Goel., 2009). Namun di sisi lain, kebebasan
ekonomi juga bisa meningkatkan tekanan persaingan sehingga banyak pembisnis
menggunakan metode-metode ilegal agar bisa selalu selangkah lebih depan
dibandingkan pesaing bisnis lainnya dengan menyuap pegawai negeri sipil agar
mempermudah urusan-urusan yang mereka minta, seperti halnya perizinan. Hal ini
bisa menjadi lebih mungkin jika bisnis melibatkan perdagangan dengan negara-
negara yang cenderung menggunakan sarana perdagangan yang korup.
Korupsi juga bisa berkembang apabila pemerintah menerapkan hambatan-
hambatan kebebasan ekonomi, seperti memberlakukan pembatasan perdagangan
bebas melalui pajak atau pajak lisensi, namun beberapa orang memilih menghindari
pembatasan tersebut dan lebih bersedia membayar sogokan. Hal ini membuat korupsi
meluas di seluruh sektor publik ketika perusahaan dan individu melakukan suap
untuk mendapatkan lisensi atau layanan pemerintah (Rose-Ackermann, 1999: 126).
Maka dari itu timbul pertanyaan apakan kebebasan ekonomi selalu
mempengaruhi korupsi? Graeff dan Mehlkop (2003: 611) meneliti bahwa ternyata
beberapa komponen kebebasan ekonomi bisa mencegah korupsi, namun polanya
23
berbeda-beda antar negara, tergantung negara tersebut kaya atau miskin yang berarti
juga tergantung pada tingkat pembangunan negara tersebut. Pieroni dan d’Agostino
(2013: 1) juga meneliti hubungan kebebasan ekonomi terhadap korupsi, ditemukan
bahwa kurangnya kebijakan kompetisi dan peraturan pemerintah dapat menghasilkan
lebih banyak korupsi.
Praktik korupsi telah merajalela di berbagai negara di dunia, tak terkecuali
negara-negara di kawasan Asia. Di kawasan Asia, korupsi masih merupakan
tantangan besar bagi pembangunan manusia. Grafik 1.1 di bawah ini menunjukkan
data Transparency International tahun 2016 dimana terdapat sekitar 33 dari 42 negara
di kawasan Asia memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi di bawah 50. Hal ini
menggambarkan bahwa memang masih tingginya permasalahan korupsi di mayoritas
negara-negara di Asia.
Grafik 1. 1
Tingkat Korupsi di Beberapa Negara Asia
Sumber: Transparency International
24
Menurut Transparency International dalam UNDP (2016: 5) meskipun
pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di banyak negara, terutama di negara-negara
kawasan Asia Selatan dan Timur seperti Afghanistan, Pakistan, Indonesia, Thailand
dan Filipina, namun sebanyak dua pertiga di kawasan tersebut memiliki tingkat
korupsi publik yang cukup signifikan. Sekitar 40 % investasi di bidang listrik, air dan
sanitasi di wilayah ini diperkirakan akan hilang akibat korupsi. Selain itu, sebanyak
dua dari tiga orang melaporkan membayar suap kepada pengadilan, sehingga bisa
dikatakan bahwa korupsi juga merupakan hambatan utama dalam mencapai keadilan.
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas, korupsi diduga dipengaruhi
oleh berbagai aspek, antara lain pengeluaran konsumsi pemerintah baik (ukuran
pemerintah), kebebasan ekonomi, serta satu indikator governance yaitu kualitas
regulasi. Penulis ingin membuktikan dan mengetahi seberapa besar pengaruh aspek-
aspek tersebut terhadap pengendalian korupsi di negara-negara Asia. Hal ini
membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH
PENGELUARAN PEMERINTAH, KEBEBASAN EKONOMI, DAN
GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KORUPSI DI ASIA”.
25
B. Rumusan Masalah
Korupsi merupakan fenomena yang kompleks yang mempengaruhi berbagai
bidang terutama perekonomian. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya korupsi
dipengaruhi berbagai faktor seperti halnya sistem pemerintahan terutama birokrasi,
akuntabilitas, partisipasi masyarakat di suatu negara, dan kebebasan ekonominya.
Selain itu korupsi juga diduga berkaitan dengan pengeluaran pemerintah terutama
saat pengadaan barang dan jasa, serta pengeluaran pemerintah untuk kompensasi
pejabat publik ataupun pegawai pemerintahan yang dimana tidak menjamin semakin
besar pendapatan yang diterima pejabat publik ataupun pegawai pemerintah
mengurangi niat mereka untuk melakukan korupsi. Banyak di antara kasus korupsi
melibatkan pejabat publik yang ternyata memiliki posisi cukup tinggi di
pemerintahan padahal pendapatan mereka sebenarnya cukup tinggi.
Dibandingkan negara lainnya di dunia, negara-negara di kawasan Asia
cenderung memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Berdasarkan data Transparency
International tahun 2015 terdapat sekitar 31 dari 42 negara di kawasan Asia memiliki
skor Corruption Perception Index (CPI) di bawah 50. Selain itu negara-negara di
Asia mempunyai budaya, penduduk, sistem pemerintahan, aturan hukum serta
kebebasan ekonomi yang sangat beragam antar negara satu dengan negara lainnya.
26
Maka berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu :
a. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat korupsi di
negara-negara Asia?
b. Bagaimana pengaruh kebebasan ekonomi mempengaruhi terhadap tingkat
korupsi di negara-negara Asia?
c. Bagaimana pengaruh kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di negara-
negara Asia?
d. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan
kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di negara-negara Asia?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk menganalisis bagaimana pengeluaran pemerintah terhadap tingkat
korupsi di negara-negara Asia.
b. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh kebebasan ekonomi mempengaruhi
terhadap tingkat korupsi di negara-negara Asia.
c. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh kualitas regulasi terhadap tingkat
korupsi di negara-negara Asia.
d. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah, kebebasan
ekonomi, dan kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di negara-negara Asia.
27
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, manfaat yang hendak dicapai
dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian yang merupakan kajian ilmiah dan aplikasi ilmu
pengetahuan diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran dan penelitian lebih
lanjut bagi penelitian berikutnya terutama penelitian pengaruh pengeluaran
pemerintah, kebebasan ekonomi, dan indikator governance yaitu kualitas regulasi
tehadap korupsi.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian dapat menambah literatur dan sumber informasi
bagi para peneliti selanjutnya, terutama untuk pengembangan penelitian yang
berkaitan dengan korupsi.
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang juga
berasal dari kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, memutarbalik,
menyogok, kebejatan, kejujuran, dan tidak bermoral. Menurut Khair (2014:
15) pengertian korupsi terdiri dati tiga unsur penting, diantaranya yaitu:
Pertama, penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, adanya keuntungan materi atau
akses bisnis dari kekuasaan yang dipercayakan baik sektor publik ataupun
sektor swasta. Ketiga, mementingkan kepentingan pribadi (tidak hanya untuk
pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan tetapi juga anggota keluarga
ataupun teman-temannya).
Bibit Samad Rianto, dalam bukunya 'Koruptor Go To Hell' (2009: 14)
mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan kewenangan publik yang merugikan negara atau
masyarakat. Perbuatan korupsi haruslah memenuhi empat unsur, yaitu niat
melakukan korupsi (desire to act), kemampuan untuk berbuat korupsi (ability
to act), peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi (opportunity to do
corruption), target atau adanya sasaran untuk dikorupsi (suitable target).
Sebuah lembaga anti korupsi dunia, Transparency International,
mendefinisikan korupsi secara umum yaitu “Corruption is the abuse of
29
entrusted power for private gain” yang artinya penyalahgunaan jabatan publik
untuk keuntungan pribadi. Menurut Transparency International korupsi
merupakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat publik
yang dipercayakan kepada mereka, baik potisi maupun pegawai negeri guna
memperkaya diri sendiri maupun orang yang dekat dengannya dengan cara
yang tidak legal.
Di Indonesia, pengertian korupsi menurut UU NO.31/1999 jo UU
No.20/2001 adalah bentuk perbuatan melawan hukum demi memperkaya diri
sendiri, orang lain, ataupun badan yang menyebabkan merugikan baik
keuangan maupun perekonomian negara, menyalahgunakan kewenangan
jabatan ataupun kedudukan yang dimilki yang berakibat pada kerugian
keuangan maupun perekonomian negara, penyuapan, gratifikasi, delik
pemborongan, penggelapan dalam jabatan, dan pemerasan dalam jabatan.
2. Korupsi dalam perspektif ekonomi
Beberapa ekonom membuat beberapa model yang digunakan untuk
menjelaskan korupsi, diantaranya yaitu :
Model 1
Korupsi, Diskresi, Monopoli dan Akuntabilitas
Klitgaard (2011: 33) menggambarkan bahwa korupsi akan semakin
besar apabila diskresi meningkat, monopoli menguat, tanpa diikuti dengan
adanya akuntabilitas. Hubungan tersebut dapat dijabarkan dengan formula
sebagai berikut:
Korupsi = Diskresi + Monopoli - Akuntabilitas
30
Korupsi meningkat jika diskresi, yaitu keleluasaan mengambil
keputusan, semakin besar. Dimana pemerintah yang otoriter menciptakan
diskresi terlalu besar, sehingga mengakibatkan peningkatan korupsi. Dalam
hal ini, pemerintahan otoriter merupakan contoh pemerintahan dengan
diskresi yang terlalu besar, sehingga korupsi pun cenderung meningkat.
Fenomena ini sesuai dengan pandangan Lord Acton bahwa “power tends to
corrupt, absolute power corrupt absolutely” yang artinya kekuasaan
cenderung korup, kekuatan absolut benar-benar korup.
Monopoli meningkatkan posisi tawar suatu kelompok, apakah itu
kelompok yang berjuang untuk kepentingan ekonomi, politik atau ideologi.
Ketiadaan kompetisi membuat mereka lebih leluasa untuk memanipulasi
keadaan demi kepentingan kelompoknya. Instansi pemerintah, bahkan negara
bisa digiring untuk bergerak sesuai dengan keinginan mereka.
Akuntabilitas terkait dengan kemampuan suatu organisasi untuk
menuntut tanggung jawab atas setiap perbuatan pimpinan dan anggota
organisasi bersangkutan. Tanpa adanya akuntabilitas, tidak bisa diketahui
siapa yang berbuat salah dan siapa yang berprestasi. Kondisi ini menimbulkan
agency problem, dimana agen akan memaksimalkan setiap keputusan dan
aktifitas untuk kepentingan dirinya.
Korupsi = [Diskresi + Monopoli – Akuntabilitas] / Nilai-nilai
Gabor Peteri (2008: 8) memodifikasi formula Klitgaard dengan
memasukkan unsur values atau nilai-nilai, mengingat masing-masing negara
mempunyai nilai-nilai yang berbeda. Perbedaan nilai ini menyebabkan
31
masing-masing bangsa mempunyai cara pandang dan sikap yang berbeda
terkait dengan isu anti korupsi. Misalnya, konsep monopoli, diskresi dan
akuntabilitas di negara barat tidak bisa disamakan dengan konsep di negara
Asia seperti Indonesia. Data empirik menunjukkan bahwa unsur budaya
memegang peran penting, bahkan sekitar 75% dari variasi yang terdapat pada
skor CPI sangat terkait erat dengan faktor budaya dan nilainilai.
Model 2
Analisa Resiko dan Manfaat
Dalam model ini koruptor melihat korupsi sebagai tindakan yang
rasional dan terukur. Becker dalam Khair (2014: 25) mengemukakan jika
manfaat korupsi dianggap menarik setelah memperhitungkan biaya dan risiko,
maka koruptor akan melakukan korupsi. Dalam hal ini manfaat yang
dimaksud adalah harta atau keuntungan dari korupsi, sedangkan risikonya
adalah hukuman penjara dan denda yang diterima jika melakukan korupsi.
Becker menggambarkan biaya dan manfaat dengan formulasi sebagai berikut:
EUj = pj Uj (Yj – fi) – (1 – pj)Uj (Yj)
Keterangan:
EUj = Utilitas yang diharapkan individu dari melakukan korupsi
Pj = probabilitas subjektif akan dihukum
Uj = Fungsi utilias dari individu yang bersangkutan
Yj = Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan korupsi
Fj = Ekuivalen moneter dari hukuman jika pelaku dihukum akibat
perbuatannya
32
Korupsi akan dilakukan jika EUj positif dan hal tersebut terjadi ketika
f < Y dan p. Sebaliknya, seseorang tidak akan melakukan korupsi jika f > Y
dan p cukup tinggi maka EUj akan negatif. Pendapat yang serupa juga
dipaparkan oleh Ramirez Torres dalam Klitgaard et al,. (2000: 35), ia
mengatakan bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi bukan hanya sekedar
keinginan. Seseorang melakukan korupsi jika hasil yang didapat dari korupsi
lebih tinggi dari hukuman yang didapat dengan kemungkinan tertangkapnya
kecil.
Hal tersebut diformulasikan sebagai berikut:
Rc > Pty x Prob
Keterangan:
Rc = Reward
Pty = Penalty
Prob = Probability
Dari pendekatan–pendekatan tersebut, biaya dan manfaat melakukan
korupsi tergantung pada kelembagaan dan akuntabilitas publik yang dapat
mendeteksi dan menghukum setiap penyelewengan, termasuk korupsi.
Model 3
Willingness and Opportunity (Keinginan dan Kesempatan)
Willingness & opportunity (keinginan dan kesempatan) yang
menggambarkan bahwa korupsi akan terjadi jika ada keinginan dan
kesempatan. Keinginan merupakan representasi dari integritas dan kualitas
moral individu, sedangkan kesempatan merupakan situasi yang terbangun
33
oleh lingkungan dan sistem yang ada di dalam dan di sekeliling instansi
pemerintah. Kedua faktor tersebut harus dibangung secara paralel.
Mengandalkan kualitas moral saja kita tidak cukup karena manusia bisa
berubah. Mengandalkan sistem saja sering gagal, mengingat manusia bisa
mengakalinya.
3. Mengukur korupsi
Menurut Ridwan Zachrie dan Wijayanto (2010: 73) ada beberapa cara
mengukur tingkat korupsi pada suatu negara:
a. Corruption Perception Index (CPI)
Corruption Perception Index (CPI) merupakan indeks gabungan yang
mengukur persepsi korupsi secara global yang diterbitkan oleh lembaga anti
korupsi dunia, Transparency International. Indeks gabungan ini berasal dari
13 (tiga belas) data korupsi yang dihasilkan oleh berbagai lembaga
independen yang kredibel, misalnya Bartelsmann Foundation Transformation
Index, Economist Intelligence Unit Country Risk Rating, Transparency
International Bribe Payers Survey, dan lainnya.
CPI digunakan untuk membandingkan kondisi korupsi di suatu negara
terhadap negara lain. CPI mengukur tingkat persepsi korupsi di sektor publik,
yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan politisi. CPI
dipresentasikan dalam bentuk bobot skor sengan rentang 0-100. Skor 0 berarti
negara dipresepsikan sangat korup, sementara skor 100 berarti dipersepsikan
sangat bersih dari korupsi.
34
b. Worldwide Governance Index – Control of Corruption (World Bank)
Worldwide Governance Index adalah indikator tata kelola yang
diterbitkan oleh Worldbank. Worldwide Governance Index merupakan
gabungan pandangan mengenai kualitas pemerintahan yang diberikan oleh
responden survei perusahaan, warga negara dan pakar di negara industri dan
negara berkembang. Data dikumpulkan dari sejumlah lembaga survei,
organisasi non-pemerintah, dan organisasi internasional yang nilai setiap
negaranya berkisar antara sekitar -2,5 sampai 2,5.
Control of Corruption (pengendalian korupsi) merupakan salah satu
indikator Worldwide Governance Index yang mengukur sejauh mana
kekuasaan publik dilaksanakan, baik dalam bentuk korupsi kecil dan besar,
serta "penangkapan" negara oleh elit dan kepentingan pribadi (Kaufman D.,
A. Kraay, and M. Mastruzzi, 2008 dalam Worldbank).
c. Bribe Payers Index
Bribe Payers Index (BPI) pertama diterbitkan oleh Transparency
International pada tanggal 26 Oktober 1999, yang mengukuran seberapa besar
kemungkinan sektor bisnis suatu negara terlibat dalam praktik bisnis yang
korup atau lebih tepatnya kemungkinan para bisnis multinasional akan
menggunakan suap saat beroperasi di luar negeri. BPI dihitung berdasarkan
tanggapan pengusaha terhadap dua pertanyaan di Survei Opini Eksekutif
Forum Ekonomi Dunia dengan jawaban yang diberikan pada skala 1 (sogokan
biasa atau bahkan wajib) sampai 10 (sogokan tidak diketahui) dengan
pertanyaan yang diantaranya sebagai berikut : Pertama, meminta negara asal
35
perusahaan asing melakukan bisnis paling banyak di negara mereka. Kedua,
"Menurut pengalaman Anda, sampai sejauh mana perusahaan dari negara
yang Anda pilih melakukan pembayaran ekstra atau suap yang tidak
terdokumentasi?".
Peringkat BPI suatu negara negara dihitung berdasarkan skor rata-rata,
semakin tinggi skor menunjukkan kemungkinan yang lebih rendah untuk
menggunakan penyuapan. Negara-negara ini dipilih dalam survei adalah
negara pengekspor internasional atau regional terkemuka, dimana gabungan
ekspor global mereka mewakili 75 % dari total dunia pada tahun 2006.
d. Global Integrity Index (Global Integtity)
Global Integrity Index diterbitkan oleh Global Integtity merupakan
gabungkan pelaporan jurnalistik kualitatif dengan pendekatan kuantitatif yang
mendalam untuk menilai institusi dan praktik yang dapat digunakan warga
negara untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah mereka. Indeks
Integritas Global menilai kebalikan dari korupsi: adanya undang-undang,
institusi, dan mekanisme yang dirancang untuk mencegah, mencegah, atau
mencegah korupsi dan pelaksanaan dan penegakannya.
Global Integrity Index menilai dimensi tata kelola berikut diantaranya
masyarakat sipil, informasi publik dan media, pemilu, akuntabilitas
pemerintahan, mekanisme pengawasan dan regulasi, serta mekanisme anti-
korupsi dan aturan hukum. Skor Global Integrity Index berkisar antara 0-100
yang dikelompokkan menjadi lima tingkatan, yaitu sangat kuat (90-100), kuat
(90-90), sedang (70-80), lemah (60-70), dan sangat Lemah (Dibawah 60).
36
e. Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
Political & Economic Risk Consultancy Ltd., sebuah perusahaan
konsultan analisis informasi bisnis strategis untuk perusahaan yang
melakukan bisnis di negara-negara di Asia Timur dan Tenggara. PERC
menghasilkan serangkaian laporan risiko di negara-negara Asia, terutama
variabel-variabel sosio-politik kritis seperti korupsi, risiko hak kekayaan
intelektual, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan sistemik lainnya serta
kelemahan masing-masing negara Asia.
4. Definisi Pengeluaran Pemerintah (Ukuran Pemerintah)
Pengeluaran konsumsi pemerintah sering juga disebut ukuran
pemerintah, hal ini dikarenakan dimana semakin besar ukuran pemerintahan
semakin besar pula anggaran pengeluaran konsumsi pemerintah yang
diperlukan. Samuelson dalam Wahyuningtyas (2010: 37) mendefinisikan
pengeluaran pemerintah yaitu seluruh pembelian atau pembayaran barang dan
jasa untuk kepentingan nasional, seperti pembelian persenjataan dan alat-alat
kantor pemerintah, pembangunan jalan dan bendungan, gaji pegawai negeri,
angkatan bersenjata, dan lainnya.
Lequiller dan Blades (2014: 140) mendefinisikan belanja konsumsi
akhir pemerintah adalah jumlah transaksi agregat pada rekening pendapatan
nasional suatu negara yang mewakili belanja pemerintah untuk barang dan
jasa yang digunakan untuk kepuasan langsung dari kebutuhan individu atau
kebutuhan kolektif anggota masyarakat. Belanja konsumsi akhir pemerintah
37
umum menurut Worldbank yaitu mencakup semua belanja pemerintah saat ini
untuk pembelian barang dan jasa (termasuk kompensasi karyawan). Ini juga
mencakup sebagian besar pengeluaran untuk pertahanan dan keamanan
nasional, namun tidak termasuk pengeluaran militer pemerintah yang
merupakan bagian dari pembentukan modal pemerintah.
5. Hubungan pengeluaran pemerintah (Ukuran Pemerintah) terhadap
korupsi
Menurut Kurniawan (2009, 11) pengeluaran atau anggaran dapat
menyebabkan korupsi ketika terjadi ketiadaan transparansi dan pengawasan
institusi yang efektif dalam pembuatan kebijakan mengenai proyek investasi,
pengeluaran untuk pengadaan, serta penetapan anggaran tambahan
(extrabudgetary). Menurut Enste dan Heldman (2017: 9) ada dua perspektif
berbeda tentang hubungan pengeluaran pemerintah. Perspektif pertama
mengasumsikan bahwa pemerintahan yang lebih besar mengarah pada politisi
yang lebih korup dimana mereka meningkatkan biaya-biaya transaksi secara
ilegal. Sedangkan perspektif kedua mengasumsikan bahwa pemerintahan
yang besar lebih efektif dalam memerangi korupsi karena memiliki anggaran
yang lebih besar untuk pelaksanaan peraturan dan hukum. Hal ini didukung
oleh penelitian Kotera et al., dalam Enste dan Heldman (2017: 9) yang
menyatakan bahwa negara-negara dengan pengeluaran pemerintahan yang
tinggi biasanya memiliki nilai indeks korupsi yang lebih baik.
Elliott (1997: 182) dalam penelitiannya menemukan korelasi negatif
38
antara korupsi dan tingkat pengeluaran pemerintahan. Namun menurutnya,
bukan ukuran pemerintah itu sendiri, tetapi jenis kegiatan pemerintah
menentukan tingkat korupsi, salah satunya ketika pemerintah membatasi
persaingan dengan pembatasan perdagangan. Goel dan Nelson (2008: 17)
dalam penelitiannya di 100 negara menemukan bahwa sektor publik yang
besar terkait dengan tingkat korupsi yang lebih rendah. Selain itu, hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa beberapa bentuk kegiatan
pemerintah, terutama peraturan yang banyak dan rumit, secara tidak langsung
menambah peluang pejabat menggunakan cara-cara illegal untuk melakukan
korupsi. Kotera dkk. (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa di
negara-negara dengan tingkat demokrasi tinggi, peningkatan ukuran
pemerintah dapat mengurangi tingkat korupsi, sebaliknya jika demokrasi
lemah, peningkatan ukuran pemerintah akan menambah tingkat korupsi. Hal
ini dikarenakan negara-negara dengan lembaga demokrasi yang berfungsi,
dimana politisi dimonitor oleh media dan dengan pemilihan bebas
menyebabkan mereka lebih berhati-hati dalam berperilaku, terutama
berperilaku korup. Namun, jika institusi yang ada lemah dan tingkat
keterlibatan pemerintah yang lebih tinggi akan menyebabkan kebalikannya,
yang dimana hal tersebut akan mencitakan lebih banyak peluang untuk
melakukan korupsi, misalnya suap.
Selain itu, semakin besarnya proporsi pengeluaran pemerintah untuk
barang atau jasa serta gaji pegawai negeri maka akan berdampak pada
peningkatan pelayanan publik yang pada akhirnya mengurangi korupsi.
39
Dimana jika anggaran untuk pembelian barang dan jasa besar, maka barang
dan jasa yang didapat akan semakin berkualitas yang nantinya diharapkan
output yang maksimal dalam rangka menjalankan kegiatan pemerintahan dan
pelayanan publik. Semakin besarnya proporsi belanja pegawai terutama
kompensasi atau gaji yang diberikan pemerintah kepada pejabat publik
maupun pegawai pemerintah mengurangi keinginan mereka untuk melakukan
korupsi karena kesejahteraan mereka terutama yang berkaitan dengan masalah
finansial sudah tercukupi.
Menurut Yuliani (2011: 5) dalam penelitiannya gaji pegawai negeri
yang rendah yang tidak cukup cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
akan melahirkan tingkat korupsi. Faktor redahnya gaji pegawai mencerminkan
korupsi pada tingkat “street level bureaucrats”, bukan korupsi atau kolusi
tingkat tinggi. Dimana untuk meningkatkan kesejahteraannya mereka
melakukan cara-cara illegal untuk menambah pendapatan seperti halnya
melakukan pungli dalam pelayanan masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Steven Yamarik and Chelsea Redmon (2017:
6), mereka menyimpulkan bahwa penurunan upah pemerintah menimbulkan
lebih banyak korupsi dibandingkan dengan penurunan jumlah regulator yang
korup.
6. Definisi kebebasan ekonomi
Kebebasan Ekonomi menurut Heritage Foundation yaitu “the
fundamental right of every human to control his or her own labor and
40
property” atau tidak adanya batasan atau paksaan pemerintah terhadap
produksi, distribusi, atau konsumsi barang dan jasa di luar batas yang
diperlukan warga negara untuk melindungi dan menjaga kebebasan itu
sendiri.
Wulandari (2014: 117) menjelaskan bahwa kebebasan ekonomi
merupakan kemampuan individu, keluarga dan bisnis untuk membuat
keputusan ekonomi mereka sendiri, bebas dari tekanan. Dengan kata lain,
dalam masyarakat yang bebas secara ekonomi, individu bebas untuk bekerja,
memproduksi, mengkonsumsi, dan berinvestasi dengan cara apapun yang
mereka suka. Pemerintah mengizinkan tenaga kerja, modal, dan barang
bergerak bebas, dan menahan diri dari paksaan atau kendala kebebasan di luar
batas kepentingan untuk melindungi dan memelihara kebebasan itu sendiri.
7. Mengukur kebebasan ekonomi
Menurut Wulandari (2014: 117) keterbukaan suatu negara bisa
terwakili salah satunya adalah dengan melihat indeks kebebasan ekonomi di
suatu negara. Indeks ini disusun oleh James Gwartney, Robert A. Lawson dan
Walter E. Block dari Heritage Foundation dan Wall Street Journal.
Pendekatan yang digunakan pada indeks ini mirip dengan tulisan Adam
Smith, “The Wealth of Nations” yang menyatakan bahwa "institusi dasar yang
melindungi kebebasan individu untuk mengejar tujuan ekonomisnya akan
menghasilkan kesejahteraan yang lebih besar bagi masyarakat yang lebih
luas". Mereka mengukur tingkat kebebasan ekonomi dari 189 negara,
41
berdasarkan 10 faktor kuantitatif dan kualitatif yang dikelompokkan ke dalam
empat kategori besar, yaitu :
1) Aturan hukum (hak milik, kebebasan dari korupsi);
2) Ukuran pemerintah (kebebasan fiskal, pengeluaran pemerintah);
3) Efisiensi peraturan (kebebasan bisnis, kebebasan tenaga kerja,
kebebasan moneter); dan
4) Keterbukaan Pasar (kebebasan perdagangan, kebebasan investasi,
kebebasan finansial).
Masing-masing dari sepuluh kebebasan ekonomi dalam kategori ini
dinilai pada skala 0 sampai 100. Skor keseluruhan suatu negara diperoleh
dengan rata-rata sepuluh kebebasan ekonomi ini, dengan bobot yang sama
yang diberikan kepada masing-masing. Indeks menyediakan kerangka kerja
untuk memahami bagaimana negara terbuka bersaing; tingkat intervensi
negara dalam perekonomian, baik melalui perpajakan, pembelanjaan atau over
regulation; dan kekuatan dan independensi peradilan sebuah negara untuk
memberlakukan peraturan dan melindungi kepemilikan pribadi.
8. Hubungan kebebasan ekonomi terhadap korupsi
Di satu sisi, korupsi bisa berkembang disaat adanya penghalang dalam
kebebasan ekonomi. Menurut Shleifer dan Vishny (1993: 601) dalam
ekonomi modern, banyak pembatasan kebebasan ekonomi seperti
kewenangan pejabat publik untuk memberikan impor atau izin ekspor atau
untuk memaksakan bea impor dan ekspor guna meningkatkan pajak menjadi
42
kesempatan terjadinya korupsi. Pemerintah memberlakukan pembatasan
perdagangan bebas melalui pajak atau pajak lisensi, untuk menghindari
pembatasan tersebut, beberapa orang akan bersedia membayar sogokan. Hal
ini menciptakan kesempatan bagi pegawai negeri untuk menerima suap atau
untuk terlibat aktivitas serupa (Rose Ackermann, 1999: 18).
Di sisi lain kebebasan ekonomi meningkatkan persaingan bisnis,
sehingga beberapa pembisnis memilih menggunakan metode illegal, seperti
menyuap pejabat publik untuk mempermudah dan mempercepat birokrasi atas
bisnisnya agar tidak kalah dan selalu lebih depan dibanding pesaingnya. Hal
ini terjadi saat bisnis melibatkan perdagangan antar negara-negara dengan
sarana perdagangan yang cenderung korup.
Di sektor publik, peraturan yang berbelit-belit dan peraturan hukum
yang lemah memberi banyak kesempatan bagi pejabat publik untuk menerima
suap tanpa hukuman. Di sektor swasta, kedua faktor tersebut mendorong
beberapa orang untuk melakukan suap agar segala urusannya bisa berjalan
lebih cepat dan lainnya memilih bisnis secara informal karena tidak ingin
berurusan dengan birokrasi yang rumit. Hal ini mengurangi kesempatan
keuntungan yang seharusnya didapat sektor swasta seandainya tidak
melakukan suap yang pada akhirnya berimbas kepada masyarakat yang
semakin tidak merata, dalam hal kesempatan untuk menciptakan kekayaan
dan memperbaiki taraf hidup.
Maka dari itu, korupsi bukan hanya disebabkan oleh perilaku tidak etis
atau korup dari sektor swasta, tetapi juga karena tindakan pemerintah yang
43
seringkali menekan kegiatan sektor swasta sehingga pihak swasta melakukan
suap agar mempermudah dan mempercepat urusan, seperti halnya perizinan
serta birokrasi yang ada. Berbeda halnya jika kebebasan ekonomi didukung
dengan peraturan hukum yang kuat. Hal ini diharapkan bisa mendorong
budaya investasi, penciptaan lapangan kerja serta penghargaan kelembagaan
yang dimana semua faktor tersebut penting dalam meningkatkan standar
hidup orang-orang biasa secara besar-besaran.
Menurut Billger dan Goel dalam Abbas (2016: 4) semakin tinggi
kebebasan ekonomi (economic freedom) yang diberikan pemerintah kepada
sektor swasta, maka kontrol dari pemerintah semakin longgar sehingga akan
mengurangi kesempatan bagi oknum pejabat birokrasi untuk melakukan
korupsi, misalnya dengan pemerasan untuk mendapatkan izin usaha.
Kemudian Graeff dan Mehlkop (2003: 615) meneliti bahwa ternyata beberapa
komponen kebebasan ekonomi bisa mencegah korupsi, namun polanya
berbeda-beda antar negara, tergantung negara tersebut kaya atau miskin yang
berarti juga tergantung pada tingkat pembangunan negara tersebut. Pieroni
dan d’Agostino (2013: 1) juga meneliti hubungan kebebasan ekonomi
terhadap korupsi, ditemukan bahwa kurangnya kebijakan kompetisi dan
peraturan pemerintah dapat menghasilkan lebih banyak korupsi.
Gambar 2. 1 di bawah ini merupakan scatter plot dari CPI dan Indeks
Kebebasan Ekonomi tahun 2015 oleh Heritage Foundation. Berdasarkan data,
tingkat kebebasan ekonomi yang lebih rendah umumnya terkait dengan lebih
banyak korupsi.
44
Gambar 2. 1
Scatter Plot Hubungan Kebebasan Ekonomi dan Korupsi
Saha et al. (2009) menggunakan data yang sama dalam analisisnya,
hanya saja lebih mendetail, dimana hasilnya dari penelitian 100 negara
kebebasan ekonomi mengurangi korupsi dan membuat hubungan yang
menarik dengan demokrasi: semakin tinggi tingkat demokrasi, semakin kuat
efeknya. Semakin banyak kompetisi juga semakin sulit menyembunyikan
pembayaran yang korup, karena pesaing mungkin mengungkap aktivitas
korup dan oleh karena itu risiko terdeteksi lebih tinggi daripada di pasar
monopoli. Selain itu, keterlibatan yang lebih tinggi dalam perdagangan
internasional memberi tekanan lebih besar pada pemerintah di suatu negara
untuk memberikan kondisi yang baik bagi perusahaan asing dalam memerangi
korupsi.
45
9. Indikator Governance
Governance menurut Collins (2009) adalah tindakan, cara, atau sistem
sebuah pemerintahan. UNESCAP (2013: 1) mendefinisikan Governance
adalah proses pengambilan keputusan dan bagaimana keputusan tersebut akan
diimplementasikan atau tidak diimplementasikan.
Worldwide Governance Index (WGI) digunakan untuk melihat
seberapa baik kualitas pemerintahan suatu negara. Menurut The Freedom
House, WGI merupakan dataset penelitian yang merangkum informasi dari
lebih 30 sumber data yang ada yang melaporkan pandangan dan pengalaman
warga negara, pengusaha, dan pakar di sektor publik, swasta dan LSM dari
seluruh dunia, mengenai kualitas berbagai aspek pemerintahan.
Worldwide Governance Indicators (WGI) terdiri dari enam indikator
tata kelola negara yang berguna sebagai alat untuk perbandingan lintas negara
secara luas dan untuk mengevaluasi tren luas dari waktu ke waktu. Setiap
indikator WGI menampilkan nilai negara pada indikator agregat, berkisar
antara sekitar -2,5 sampai 2,5 dalam satuan distribusi normal standar, yang
dimana semakin besar nilainya semakin baik kualitas pemerintahan negara
tersebut.
Semua indikator WGI menggambarkan salah satu tolak ukur Good
Governance suatu negara, yang dimana semakin Good Governance suatu
negara mencerminkan semakin baik pula sistem pemerintahan di negara
tersebut. Namun, Good Governance tidak mungkin tercapai jika pemerintahan
masih terjerat permasalahan korupsi.
46
Indikator Worldwide Governance Indicators (WGI) diantaranya sebagai
berikut:
a. Pengendalian Korupsi
Pengendalian korupsi menangkap persepsi tentang sejauh mana
kekuasaan publik dilakukan untuk keuntungan pribadi, termasuk bentuk
korupsi kecil dan besar, serta "penangkapan" negara oleh elit dan kepentingan
pribadi.
b. Efektivitas Pemerintah
Efektivitas pemerintah menangkap persepsi kualitas layanan publik,
kualitas pegawai negeri dan tingkat independensinya dari tekanan politik,
kualitas perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan kredibilitas komitmen
pemerintah terhadap kebijakan tersebut.
c. Stabilitas Politik dan Ketiadaan Kekerasan / Terorisme
Stabilitas politik dan ketiadaan kekerasan / terorisme mengukur
persepsi tentang kemungkinan ketidakstabilan politik dan / atau kekerasan
bermotif politik, termasuk terorisme.
d. Aturan hukum
Aturan Hukum menangkap persepsi tentang sejauh mana agen
memiliki kepercayaan diri dan mematuhi peraturan masyarakat, dan
khususnya kualitas penegakan kontrak, hak kepemilikan, polisi, dan
pengadilan, serta kemungkinan kejahatan dan kekerasan.
47
e. Kualitas Regulasi
Kualitas regulasi menangkap persepsi kemampuan pemerintah untuk
merumuskan dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang baik yang
memungkinkan dan mendorong pengembangan sektor swasta.
f. Kebebasan bersuara
Suara dan akuntabilitas menangkap persepsi tentang sejauh mana
warga negara dapat berpartisipasi dalam memilih pemerintahan mereka, serta
kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan media bebas.
10. Hubungan Kualitas Regulasi terhadap korupsi
Salah satu indikator Worldwide Governance Index (WGI) adalah
kualitas regulasi. Menurut OECD (2012: 3) regulasi yaitu alat yang digunakan
pemerintah untuk melakukan campur tangan dalam ekonomi dan kehidupan
warganya (undang-undang, legislasi sekunder dan lainnya, alat alternatif)
yang dimana sangat penting dalam membentuk kesejahteraan ekonomi dan
masyarakat. Tujuan kebijakan regulasi adalah untuk memastikan bahwa
peraturan mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi serta
pencapaian masyarakat yang lebih luas baik kesejahteraan sosial, kelestarian
lingkungan, dan kepatuhan peraturan hukum.
Peraturan regulasi didasarkan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang
demokratis dan melibatkan peran lembaga yang lebih luas termasuk
diantaranya legislatif, peradilan, tingkat pemerintah baik di sub-nasional
maupun supra-nasional serta kegiatan pengaturan di sektor swasta. Regulasi
48
pemerintahan yang efektif memaksimalkan pengaruh kebijakan pengaturan
untuk memberikan peraturan yang akan berdampak positif pada ekonomi dan
masyarakat, dan yang memenuhi tujuan kebijakan publik yang mendasarinya.
Breen dan Gillanders (2017: 2) menemukan bahwa banyak korupsi
yang dikaitkan dengan beban regulasi, baik di tingkat nasional maupun
subnasional. Indikatornya yaitu diantanya termasuk waktu yang dihabiskan
pada saat berurusan dengan peraturan, dan sejauh mana a) lisensi dan izin, b)
pajak administrasi, dan c) peraturan pabean dan perdagangan yang dimana
merupakan kendala utama dalam melakukan bisnis. Kerangka peraturan yang
terlalu rumit, kurangnya transparansi dalam mengembangkan peraturan baru,
kurangnya efisiensi, serta penegakan peraturan yang tidak tepat menciptakan
ruang untuk perilaku koruptif. Hal ini dikarenakan semakin ketat dan rumit
peraturan, semakin banyak kemungkinan agen swasta melewati peraturan
dengan cara semi atau non hukum.
Kompleksitas yang berlebihan dari kerangka peraturan membuat
regulasi menjadi sulit mengerti terutama bagi warga, pengusaha dan kecil dan
usaha menengah (UKM). Hal ini juga menciptakan peluang bagi para pejabat
untuk "menjadi kreatif" dalam memberikan pelayanan kepada mereka yang
sepenuhnya bergantung padanya. Kerangka sistem yang rumit di mana lisensi
dan izin diperlukan dari beberapa lembaga untuk membuka usaha, dimana
prosedur dan persyaratan yang mereka peroleh tidak sepenuhnya jelas dan
seluruh proses membutuhkan waktu lama, sehingga jalan pintas untuk
49
menyelesaikan permasalahan-permasalan tersebut adalah dengan melakukan
suap.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di website FCPAméricas, Ellis
(2012) menyatakan bahwa di banyak negara sering ditemui rezim regulasi
yang tidak jelas, tumpang tindih, atau yang ditegakkan oleh berbagai instansi
pemerintah. Selain itu, semakin banyak aktor pemerintah yang terlibat dalam
masalah regulasi, semakin banyak tempat potensial di mana permintaan suap
dapat terjadi. Arnone dan Borlini (2014, 158) mengidentifikasi hubungan
antara CPI dan indeks kualitas peraturan di negara-negara di dunia, yang
dimana hasilnya kualitas regulasi yang baik terkait dengan rendahnya korupsi
(tingkat cpi yang tinggi).
Djankov dkk. (2002: 1) melakukan penelitian fokus pada regulasi para
pelaku ekonomi yang hendak masuk dalam pasar. Mereka mengukur regulasi
dengan prosedur yang diperlukan, biaya dan waktu untuk memulai bisnis
baru. Hasilnya menunjukkan bahwa hambatan ketat untuk masuk pasar
berkorelasi dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi. Hasil ini didukung oleh
data dari Bank Dunia tentang pengendalian korupsi dan kualitas peraturan
yang mencerminkan persepsi kemampuan pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakan yang baik yang mempengaruhi
pengembangan sektor swasta (Kaufman / Kraay dalam Enste dan Heldman,
2017: 13).
50
Gambar 2. 2
Scatter Plot Hubungan Kualitas Regulasi dan Korupsi
Seperti dapat dilihat pada hasil penelitian Kaufmann / Krayy dalam
Enste dan Heldman (2017: 13) pada gambar 2. 2 di atas, negara-negara yang
dimana warganya merasakan pengaturan pemerintah mereka lebih efektif,
umumnya memiliki persepsi korupsi yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan
jumlah peraturan dan hukum yang lebih tinggi memberi peluang para pejabat
mendorong sektor swasta untuk membayar dan menyuapnya untuk
mendapatkan fasilitas dan layanan dalam menjalankan bisnis.
51
B. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian mengenai pengaruh variabel pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, indikator-indikator governance meliputi efektivitas pemerintah,
serta aturan hukum terhadap korupsi telah dilakukan oleh sejumlah peneliti.
Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut dalam bentuk jurnal, buku, dan referensi
lainnya yang dapat membantu peneliti dalam penyusunan kerangka pemikiran. Oleh
karena itu, untuk mendukung penelitian ini, referensi penelitian-penelitian
sebelumnya yang diambil adalah sebagai berikut.
Sherrilyn M. Billger dan Rajeev K. Goel pada tahun 2009 melakukan
penelitian dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi. Penelitian
ini menggunakan data cross section di hampir 100 negara dengan analisis regresi
OLS dan kuantil. Hasilnya, kemakmuran ekonomi dilihat dari PDB perkapita
berpengaruh signifikan terhadap korupsi, semakin makmur suatu negara, semakin
kecil korupsinya. Kebebasan ekonomi juga berpengaruh signifikan, namun hanya
pada estimasi OLS. Bagi negara yang buruk angka korupsinya, akan efektif untuk
menguranginya dengan menjadikan negara tersebut lebih demokratis. Sedangkan,
pengaruh ukuran pemerintah (government size) pada negara dengan tingkat korupsi
yang baik tidaklah signifikan. Terakhir, tingkat populasi urban berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap korupsi, artinya semakin penduduk suatu negara
terkonsentrasi di area urban menyebabkan tingkat korupsi memburuk.
Shrabani Saha dan Jen-Jesu pada tahun 2012 melakukan penelitian tentang
efek interaksi antara demokrasi dan kebebasan ekonomi dalam mengendalikan
korupsi di 100 negara dengan menggunakan teknik regresi kuantitatif. Hasil dari
52
penelitian yaitu kebebasan ekonomi secara signifikan mengurangi korupsi di setiap
lingkungan politik. Sebaliknya, demokrasi mungkin tidak efektif dalam
pemberantasan korupsi pada tingkat kebebasan ekonomi yang rendah, tetapi
demokrasi menjadi efektif dalam mengurangi korupsi bagi negara-negara yang sangat
korup ketika kebebasan ekonomi tinggi. Jadi untuk mengurangi korupsi,
demokratisasi harus dilakukan dalam lingkungan yang memiliki tingkat kebebasan
ekonomi tinggi.
M Hasyim Ibnu Abbas pada tahun 2016 melakukan penelitian tentang
pengaruh interaksi antara demokrasi dan kebebasan ekonomi terhadap tingkat korupsi
di ASEAN periode 2005-2014. Penelitian ini menggunakan analisis tipologi dan
analisis regresi data panel dengan metode Fixed Effect Model. Hasil dari penelitian ini
yaitu berdasarkan analisin tipologi negara ditemukan bahwa tingkat demokrasi dan
kebebasan ekonomi yang tinggi di atas rata-rata membuat tingkat korupsinya rendah.
Hasil analisis regresi juga memperkuat bahwa ketika suatu negara di ASEAN
memiliki kebebasan ekonomi yang rendah yaitu dibawah 6,25 maka demokrasi justru
akan memperburuk tingkat korupsi. Demikian juga ketika tingkat demokrasi suatu
negara berada di bawah 4,4 maka kebebasan ekonomi justru akan meningkatkan
korupsi.
P. Graeff dan Guido Mehlkop pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang
dampak kebebasan ekonomi terhadap korupsi di negara-negara kaya dan miskin.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi OLS dan regresi Backward serta Extreme
Bound Analysis (EBA). Hasil dari penelitian ini yaitu beberapa aspek kebebasan
ekonomi mencegah korupsi sementara yang lainnya tidak. Ini berarti bahwa ada
53
hubungan yang kuat antara kebebasan ekonomi dan korupsi. Hubungan ini tergantung
pada tingkat pembangunan suatu negara. Selain itu ditemukan bahwa beberapa jenis
regulasi mengurangi korupsi.
Simeon Djankov, Rafael La Porta, Florencio Lopez-De-Silanes, Andrei
Shleifer pada tahun 2002 melakukan penelitian yang berjudul The Regulation of
Entry. Veriabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diantaranya variabel
Korupsi sebagai variabel dependen. Sedangkan Jumlah prosedur, waktu resmi
(official time), biaya resmi (official cost), peraturan masuk (regulation of entry), GDP
per Kapita merupakan variabel indipenden. Penelitian ini menggunakan analisis
regresi OLS. Hasil dari penelitian ini yaitu negara-negara dengan peraturan masuk
yang lebih berat memiliki korupsi yang lebih tinggi. Negara-negara dengan
pemerintahan yang lebih demokratis dan terbatas memiliki peraturan masuk yang
lebih ringan.
d’Agostino pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang hubungan kebebasan
ekonomi terhadap korupsi. Penelitian ini menggunakan metode Multilevel Probit
Model. Hasil dari penelitian ini yaitu kebebasan ekonomi untuk korupsi, yang
diidentifikasi oleh tingkat perkembangan ekonomi suatu negara, dapat menjelaskan
mengapa kurangnya kebijakan persaingan dan peraturan pemerintah dapat
menghasilkan lebih banyak korupsi.
Ce Shen dan John Williamson pada tahun 2005 melakukan penelitian dengan
menganalisis pengaruh demokrasi, kebebasan ekonomi, dan kekuatan negara terhadap
pengendalian korupsi di 91 negara dengan menggunakan metode Structural Equation
Modeling (SEM). Hasil dari penelitian ini yaitu (1) Demokrasi yang diukur indikator
54
dengan hak-hak politik, kebebasan sipil, dan kebebasan pers berpengaruh positif pada
tingkat pengendalian korupsi, (2) kekuatan negara memiliki memiliki efek positif
secara langsung, (3) keterbukaan ekonomi yang diukur dengan kebebasan ekonomi
berpengaruh positif terhadap pengendalian korupsi, dan (4) fraksionalisasi
ethnolinguistic baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh negatif
terhadap pengendallian korupsi.
Go Kotera, Keisuke Okada, and Sovannroeun Samreth pada tahun 2010
melakukan penelitian tentang hubungan antara korupsi dan ukuran pemerintah serta
peran demokrasi. Variabel yang digunakan yaitu Korupsi sebagai variabel dependen,
sedangkan ukuran kemerintah, demokrasi, PDB per kapita sebagai variabel
independen. Penelitian ini menggunakan analisis regresi Ordiary Least Square
(OLS). Hasil dari penelitian ini yaitu negara-negara dengan tingkat demokrasi tinggi,
peningkatan ukuran pemerintah dapat mengurangi tingkat korupsi, sebaliknya jika
demokrasi lemah, peningkatan ukuran pemerintah akan menambah tingkat korupsi.
55
Tabel 2. 1
Tinjauan Kajian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Penelitian
1
Sherrilyn
M.
Billger
dan
Rajeev
K. Goel
(2009)
Do existing
corruption
levels matter in
controlling
corruption?
Cross-country
quantile
regression
estimates
Korupsi,
ukuran
pemerintah,
kebebasan
ekonomi,
GDP per
kapita, dan
tingkat
populasi
urban
Regresi
OLS dan
kuantil
Kemakmuran
ekonomi dilihat dari
PDB perkapita
berpengaruh
signifikan terhadap
korupsi, semakin
makmur suatu
negara, semakin
kecil korupsinya.
Kebebasan ekonomi
juga berpengaruh
signifikan, namun
hanya pada estimasi
OLS. Bagi negara
yang buruk angka
korupsinya, akan
efektif untuk
menguranginya
dengan menjadikan
negara tersebut
lebih demokratis.
Sedangkan,
pengaruh ukuran
pemerintah
(government size)
pada negara dengan
56
tingkat korupsi
yang baik tidaklah
signifikan. Terakhir,
tingkat populasi
urban berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
korupsi, artinya
semakin penduduk
suatu negara
terkonsentrasi di
area urban
menyebabkan
tingkat korupsi
memburuk.
2
Shrabani
Saha dan
Jen-Je Su
(2012)
Investigating
the interaction
effect of
democracy and
economic
freedom on
corruption: a
cross-countr
quantile
regression
analysis
Korupsi,
demokrasi,
kebebasan
ekonomi
serta empat
variabel
sosial
ekonomi
sebagai
variabel
kontrol
PDRB,
Indeks Gini,
tingkat
Analisis
regresi
kuantil
Kebebasan ekonomi
secara signifikan
mengurangi korupsi
di setiap lingkungan
politik. Sebaliknya,
demokrasi mungkin
tidak efektif dalam
memberantas
korupsi pada tingkat
kebebasan ekonomi
yang rendah, tetapi
demokrasi menjadi
efektif dalam
mengurangi korupsi
57
penganggura
n , dan
tingkat melek
huruf dewasa
bagi negara-negara
yang sangat korup
ketika tingkat
kebebasan ekonomi
tinggi. Jadi untuk
mengurangi
korupsi,
demokratisasi harus
dilakukan dalam
lingkungan yang
memiliki tingkat
kebebasan ekonomi
tinggi.
3
M
Hasyim
Ibnu
Abbas
(2016)
Korupsi,
Demokrasi,
dan Kebebasan
Ekonomi di
ASEAN, 2005-
2014
Korupsi,
demokrasi,
kebebasan
ekonomi
Analisis
tipologi,
analisis
regresi
data panel
dengan
metode
fixed
effect
model
Dari hasil analisis
Tipologi Negara,
ditemukan bahwa
tingkat demokrasi
dan kebebasan
ekonomi yang
tinggi di atas rata-
rata membuat
tingkat korupsinya
rendah. Hasil
analisis regresi juga
memperkuat bahwa
ketika suatu negara,
di ASEAN,
memiliki kebebasan
ekonomi yang
58
rendah di bawah
6,25 maka
demokrasi justru
akan memperburuk
tingkat korupsi.
Demikian juga
ketika tingkat
demokrasi suatu
negara berada di
bawah 4,4 maka
kebebasan ekonomi
juga akan membuat
IPK turun.
4
P. Graeff
dan
Guido
Mehlkop
(2002)
The impact of
economic
freedom on
corruption:
different
patterns for
rich and poor
countries
Korupsi,
kebebasan
ekonomi,
pembanguna
n ekonomi
Analisis
regresi
OLS dan
regresi
Backward
serta
Extreme
Bound
Analysis
(EBA)
Beberapa aspek
kebebasan ekonomi
mencegah korupsi
sementara yang
lainnya tidak. Ini
berarti bahwa ada
hubungan yang kuat
antara kebebasan
ekonomi dan
korupsi. Hubungan
ini tergantung pada
tingkat
pembangunan suatu
negara. Selain itu
ditemukan bahwa
beberapa jenis
59
regulasi mengurangi
korupsi.
5
Simeon
Djankov,
Rafael
La Porta,
Florenci
o Lopez-
De-
Silanes,
Andrei
Shleifer
(2002)
The
Regulation of
Entry
Korupsi,
Jumlah
prosedur,
waktu resmi
(official
time), biaya
resmi
(official
cost),
peraturan
masuk
(regulation of
entry), GDP
per Kapita
Analisis
regresi
OLS
Negara-negara
dengan peraturan
masuk yang lebih
berat
memiliki korupsi
yang lebih tinggi
dan ekonomi yang
lebih besar, tetapi
tidak kualitas yang
lebih baik
barang publik atau
pribadi. Negara-
negara dengan
pemerintahan yang
lebih demokratis
dan terbatas
memiliki peraturan
masuk yang lebih
ringan. Bukti tidak
konsisten dengan
kepentingan publik
teori regulasi, tetapi
mendukung
pandangan pilihan
publik bahwa
peraturan masuk
bene politisi dan
60
birokrat.
6
Luca
Pieroni
dan
Giorgio
d’Agosti
no
(2013)
Corruption and
the Effects of
Economic
Freedom
Korupsi,
kebebasan
ekonomi,
GDP per
kapita,
investasi
swasta ,
indeks GINI,
pengeluaran
pemerintah.
indeks
kebebasan
sipil
Multilevel
Probit
Model
Pengaruh kebebasan
ekonomi terhadap
tingkat korupsi,
diidentifikasi oleh
tingkat
perkembangan
ekonomi suatu
negara yang berarti
kurangnya
kebijakan kompetisi
dan peraturan
pemerintah dapat
menghasilkan lebih
korupsi.
7
Ce Shen
dan John
Williams
on
(2005)
Corruption,
Democracy,
Economic
Freedom, and
State Strength:
A Cross-
National
Analysis
Korupsi,
konsumsi
energi per
kapita,
kebebasan
ekonomi,
kekuatan
negara, hak
politik,
kebebasan
sipil,
kebebasan
pers,
etnolinguistik
Structural
Equation
Modeling
(SEM)
(1) Demokrasi,
yang diukur dengan
indikator hak-hak
politik, kebebasan
sipil, dan kebebasan
pers berpengaruh
positif pada tingkat
pengendalian
korupsi; (2)
Kekuatan negara
memiliki efek
positif secara
langsung; (3)
Keterbukaan
61
fraksionalisas
i,
ekonomi, yang
diukur dengan
kebebasan ekonomi
berpengaruh positif
terhadap
pengendalian
korupsi, dan; (4)
Fraksionalisasi
ethnolinguistic baik
secara langsung
maupun tidak
langsung
berpengaruh negatif
terhadap
pengendalian
korupsi
8
Go
Kotera,
Keisuke
Okada,
and
Sovannr
oeun
Samreth
(2010)
A study on the
relationship
between
corruption and
government
size: the role
of democracy
Korupsi,
ukuran
kemerintah,
demokrasi,
PDB per
kapita
Analisis
regresi
Ordiary
Least
Square
(OLS)
Hasil dari penelitian
ini yaitu negara-
negara dengan
tingkat demokrasi
tinggi, peningkatan
ukuran pemerintah
dapat mengurangi
tingkat korupsi,
sebaliknya jika
demokrasi lemah,
peningkatan ukuran
pemerintah akan
menambah korupsi.
62
C. Kerangka Pemikiran
Korupsi merupakan persoalan serius karena dampak yang ditimbulkannya.
Jika dilihat dari aspek ekonomi, korupsi terus menghambat pembangunan dan
melemahkan demokrasi dan peraturan hukum.
Pengeluaran konsumsi pemerintah atau ukuran pemerintah (Government Size)
merupakan pengeluaran pemerintah mencakup semua belanja pemerintah saat ini
untuk pembelian barang dan jasa, kompensasi pegawai, serta mencakup sebagian
besar pengeluaran untuk pertahanan dan keamanan. La Porta et al., dalam penelitian
Abbas (2016: 27) menyatakan bahwa semakin besar ukuran pemerintahan berarti
semakin besar pula check and balance sehingga membuat korupsi berkurang,
sedangkan menurut Susan Rose-Ackerman ukuran pemerintah yang besar justru akan
membuat birokrasi semakin rumit sehingga mendorong akan terjadinya korupsi.
Kebebasan Ekonomi menurut Heritage Foundation yaitu tidak adanya batasan
atau paksaan pemerintah terhadap produksi, distribusi, atau konsumsi barang dan jasa
di luar batas yang diperlukan warga negara untuk melindungi dan menjaga kebebasan
itu sendiri. Dimana korupsi bisa berkembang atau meningkat disaat adanya
penghalang dalam kebebasan ekonomi. Dalam penelitiaanya Susan Rose Ackermann
(1999) menyatakan bahwa pada saat pemerintah memberlakukan pembatasan
perdagangan bebas melalui pajak atau pajak lisensi, untuk menghindari pembatasan
tersebut, beberapa orang akan bersedia membayar sogokan. Hal ini menciptakan
kesempatan bagi pegawai negeri untuk menerima suap atau untuk terlibat aktivitas
serupa. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Billger dan Goel dalam Abbas (2016)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi kebebasan ekonomi (economic freedom)
63
yang diberikan pemerintah kepada sektor swasta, maka kontrol dari pemerintah
semakin longgar sehingga akan mengurangi kesempatan bagi oknum pejabat
birokrasi untuk melakukan korupsi, misalnya dengan pemerasan untuk mendapatkan
izin usaha.
Kualitas regulasi menangkap persepsi kemampuan pemerintah untuk
merumuskan dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang baik yang
memungkinkan dan mendorong pengembangan sektor swasta. Dalam penelitiannya
Breen dan Gillanders (2017: 2) menemukan bahwa banyak korupsi yang dikaitkan
dengan beban regulasi, baik di tingkat nasional maupun subnasional. Indikatornya
yaitu diantanya termasuk waktu yang dihabiskan pada saat berurusan dengan
peraturan, dan sejauh mana a) lisensi dan izin, b) pajak administrasi, dan c) peraturan
pabean dan perdagangan yang dimana merupakan kendala utama dalam melakukan
bisnis.
Kerangka peraturan yang terlalu rumit, kurangnya transparansi dalam
mengembangkan peraturan baru, kurangnya efisiensi, serta penegakan peraturan yang
tidak tepat menciptakan ruang untuk perilaku koruptif. Hal ini dikarenakan semakin
ketat dan rumit peraturan, semakin banyak kemungkinan agen swasta melewati
peraturan dengan cara semi atau non hukum. Arnone dan Borlini (2014, 158)
mengidentifikasi hubungan antara CPI dan indeks kualitas peraturan di negara-negara
di dunia, yang dimana hasilnya kualitas regulasi yang baik terkait dengan rendahnya
korupsi (tingkat cpi yang tinggi).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan teori maupun jurnal tersebut di atas,
pengeluaran pemerintah (ukuran pemerintah), kebebasan ekonomi, dan salah satu
64
indeks governance yaitu kualitas regulasi mempengaruhi tingkat korupsi suatu
negara. Dalam penelitian ini variable independennya adalah pengeluaran pemerintah
(ukuran pemerintah), kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah tingkat korupsi (CPI). Sehingga kerangka
pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 2. 3
Bagan Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengeluaran Pemerintah
(X1)
Kebebasan Ekonomi
(X2)
Kualitas Regulasi
(X3)
Korupsi (Y)
65
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas,
maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
1. H1 : Diduga terdapat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat
korupsi di Asia periode 2006-2016.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap
tingkat korupsi di Asia periode 2006-2016.
2. H1 : Diduga terdapat pengaruh kebebasan ekonomi terhadap tingkat
korupsi di Asia periode 2006-2016.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh kebebasan ekonomi terhadap
tingkat korupsi di Asia periode 2006-2016.
3. H1 : Diduga terdapat pengaruh kualitas regulasi terhadap tingkat
korupsi di Asia periode 2006-2016.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh kualitas regulasi terhadap
tingkat korupsi di Asia periode 2006-2016.
4. H1 : Diduga terdapat pengaruh antara pengeluaran pemerintah, kebebasan
ekonomi, dan kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di Asia
periode 2006-2016
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi terhadap korupsi di Asia
periode 2006-2016
66
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, penelitian ini dilakukan untuk
melihat bagaimana pengaruh variabel pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi,
dan kualitas regulasi terhadap tingkat korupsi di Asia. Penelitian ini menggunakan
model data panel, mencakup 24 negara di Asia yaitu Singapura, Hong Kong, Jepang,
Korea Selatan, Saudi Arabia, Malaysia, China, India, Kuwait, Sri Lanka, Indonesia,
Thailand, Mongolia, Vietnam, Filipina, Pakistan, Kazakhstan, Nepal, Iran,
Kyrgyzstan, Laos, Bangladesh, Uzbekistan, dan Kamboja. Periode yang digunakan
dalam penelitian ini selama periode 2006-2016. Objek dalam penelitian ini
menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan empat variabel independen
(bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks
Persepsi Korupsi. Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan bersumber dari data sekunder yang diperoleh dari
website Transparency International untuk data Indeks Persepsi Korupsi, Heritage
Foundation untuk data Indeks Kebebasan Ekonomi, serta Worldbank untuk data
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan salah satu data index Governance yaitu
kualitas regulasi. Waktu penelitian diambil dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2016 mencakup 24 negara yang berada di kawasan Asia. Pengolahan data ini
67
dilakukan menggunakan E-Views 9. Jenis data yang digunakan adalah data panel.
Data panel (Gujarati, 2012) adalah kombinasi antara data runtut waktu (time series)
dan data silang tempat (cross section) dan model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model regresi berganda (multiple regression).
C. Metode Analisis Data
1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang
menekankan pada angka-angka dalam penelitiannya. Dari data angka yang telah
diperoleh maka diharap dapat memberikan kesimpulan yang tepat.
2. Metode Data Panel
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah model analisis
regresi panel data dengan bantuan software Eviews-9 dan untuk mengetahui
tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien regresi variabel independen
terhadap variabel dependen maka digunakan uji statistik. Menurut (Nachrowi,
2006) data panel atau pooled data merupakan kombinasi dari data bertipe
cross section dan data time series (yakni sejumlah variabel diobservasi atas
sejumlah kategori dan dikumpulkan dalam suatu jangka waktu tertentu).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis regresi data panel merupakan
analisis regresi yang menggabungkan data time series dan cross section untuk
mengamati hubungan antara variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai
68
masalah pengaruh pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan kualitas
regulasi di Asia menggunakan studi kasus 24 negara di kawasan Asia dengan
tahun yang akan diteliti dari tahun 2006-2016.
Model dengan data time series :
Yi = α + β Xi + ε ; t = 1,2,…,T,N : banyaknya data time series
Model dengan data cross section :
Yi = α + β Xi + ε ; i = 1.2,... N; N: banyaknya data cross section
Sehingga secara umum dalam model data panel dapat dituliskan sebagai
berikut:
Yit = α+ β Xit + εit ; i = 1,2,...N; dan t = 1,2,....,T
Dimana:
Y = Variabel dependen
X = Variabel independen merupakan data time series
N = Banyaknya variabel dependen merupakan data cross sectional
T = Banyaknya waktu
N x T = banyaknya data panel
3. Estimasi Model Data Panel
Metode data panel diketahui memiliki tiga pendekatan, yaitu pendekatan
common effect, fixed effect dan random effect.
a. Common Effect Model
Pada metode ini, unit cross section maupun time series semua
diperlakukan sama lalu diregresikan menggunakan metode ordinary least
69
square yang akan menghasilkan persamaan dengan intercept dan koefisien-
koefisien variabel independen yang konstan untuk setiap unit (Riza, 2013).
b. Fixed Effect Model (FEM)
Metode ini menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya
perbedaan intersep. Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi
(slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu, namun intersepnya berbeda
antar perusahaan namun sama antar waktu (time invariant). Namun metode ini
membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of
freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter.
c. Random Effect Model (REM)
Teknik yang digunakan dalam metode Random Effect adalah dengan
menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan
muncul pada hubungan antar waktu dan antar kabupaten/kota. Teknik metode
OLS tidak dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien,
sehingga lebih tepat untuk menggunakan Metode Generalized Least Square
(GLS).
4. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel
Dalam pengolahan data panel mekanisme uji menentukan metode
pemilihan data panel yang tepat yaitu dengan cara membandingkan metode
pendekatan Pooled Least Square (PLS) dengan metode pendekatan Fixed Effect
Model (FEM) terlebih dahulu. Jika hasil yang diperoleh menunjukkan model
pendekatan Pooled Least Square (PLS) yang diterima, maka pendekatan Pooled
70
Least Square (PLS) yang akan dianalisis. Jika model Fixed Effect Model (FEM)
yang diterima, maka dilakukan perbandingan lagi dengan model pendekatan
REM. Untuk melakukan model mana yang akan dipakai, maka dilakukan
pengujian diantaranya:
a. Uji Chow
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara Common Effects
ataukah Fixed Effects, dapat digunakan Uji Chow (Chow Test) dengan
hipotesis:
H0 : Model Common Effects lebih baik daripada Fixed Effects
H1 : Model Fixed Effects lebih baik daripada Common Effects
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α
b. Uji Hausman
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara Fixed Effects
ataukah Random Effects, dapat digunakan Uji Hausman (Hausman Test)
dengan hipotesis:
H0 : Model Random Effects lebih baik daripada Fixed Effects
H1 : Model Fixed Effects lebih baik daripada Random Effects
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α
c. Uji Lagrange Multiplier
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara Common Effects
ataukah Random Effects, dapat digunakan Lagrange Multiplier dengan
hipotesis:
71
H0 : Model Common Effects lebih baik daripada Random Effects
H1 : Model Random Effects lebih baik daripada Common Effects
Salah satu cara untuk uji Lagrange Multiplier adalah dengan
melakukan uji Breusch Pagan ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat
efek cross section/time (atau keduanya) di dalam panel data (Rosadi, 2012).
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value Breush-Pagan ≤ α
5. Model Empiris
Penelitian ini meneliti tentang bagaimana pengaruh pengeluaran
pemerintah, kebebasan ekonomi, efektivitas pemerintah, dan aturan hukum
terhadap indeks persepi korupsi di Asia dengan menggunakan data cross section,
yaitu negara Singapore, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Saudi Arabia,
Malaysia, China, India, Kuwait, Sri Lanka, Indonesia, Thailand, Mongolia,
Vietnam, Philippines, Pakistan, Kazakhstan, Nepal, Iran, Kyrgyzstan, Laos,
Bangladesh, Uzbekistan, dan Kamboja serta data time series mulai dari tahun
2006 sampai dengan tahun 2016.
Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Ln CPIit = + 1 Ln Govexpendit + 2 Ln EFit + 3 Ln Regquality + it
Dimana:
CPI = Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)
Govexpend = Pengeluaran Pemerintah (Govexpend)
EF = Indeks Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom index)
72
Regquality = Kualitas Regulasi Pemerintah (Regulatory Quality)
α = Konstanta/ Intercept
β0…, βn = Koefisien Regresi
εit = Standar eror
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan di atas. Nilai dari
parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian.
6. Pengujian Hipotesis Penelitian
Agar dapat mengasilkan persamaan regresi yang baik, maka harus
dilakukan uji asumsi analisis regresi terlebih dahulu, yang terdiri atas:
a. Uji Asumsi Klasik
Model yang baik harus sesuai dengan kriteria pengujian asumsi klasik,
agar hasilnya juga lebih baik. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
yang diuji berdistribusi normal atau tidak atau dengan kata lain variabel error
term terdistribusi normal atau sebaliknya Uji normalitas dilakukan dengan uji
Jarque-Bera (JB-test), yaitu apabila probabilitas > 5% atau 0.05, maka
variabel-variabel tersebut berdistribusi normal.
Hipotesis yang digunakan adalah:
73
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Jika hasil dari JB hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak
Jika hasil dari JB hitung < Chi Square tabel, maka H0 diterima.
2) Uji Multikolinieriitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antar variabel indipenden dalam model regresi panel.
Multikolinearitas muncul jika diantara variable independen memiliki korelasi
yang tinggi dan membuat kita sulit untuk memisahkan efek suatu variable
independen terhadap variable dependen dari efek variable lainnya.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena residual yang tidak bebas antar satu
observasi ke observasi lainnya. Deteksi autokorelasi pada data panel dapat
melalui uji Durbin-Watson. Nilai uji Durbin-Watson dibandingkan dengan
nilai tabel Durbin-Watson untuk mengetahui keberadaan korelasi positif atau
negatif (Gujarati, 2012).
Keputusan terdapat atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :
a) Jika dW < dL artinya terdapat autokorelasi positif
b) Jika dW > (4 – dL) artinya terdapat autokorelasi negatif
c) Jika dU < dW < (4 – dL) artinya tidak terdapat autokorelasi
d) Jika dL < dW < dU atau (4 – dU) artinya tidak dapat disimpulkan
74
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terdapat ketidaksamaan varian antara residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lainnya, dimana untuk mengetahuinya terdapat
beberapa metode yaitu diantaranya metode metode lagrangian multifier (LM
test), dan white heterokedasticity test, metode park, dan metode rank
spearman.
b. Uji Statistik
Dalam pengujian ini juga dilakukan pengujian hipotesis yang terdiri atas:
1) Uji Parsial (Uji-t)
Uji t-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikansi setiap
variable independen terhadap variable dependen.
Hipotesis yang digunakan adalah:
a) Uji t-statistik untuk Pengeluaran Pemerintah
H1, β1 < 0 : Terdapat pengaruh signifikan antara Pengeluaran
Pemerintah terhadap Indeks Persepsi Korupsi
H0, β1 < 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pengeluaran
Pemerintah terhadap Indeks Persepsi Korupsi
b) Uji t-statistik untuk Kebebasan Ekonomi
H1, β1 < 0 : Terdapat pengaruh signifikan antara Kebebasan
Ekonomi terhadap Indeks Persepsi Korupsi
H0, β1 < 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Kebebasan
Ekonomi terhadap Indeks Persepsi Korupsi
75
c) Uji t-statistik untuk Kualitas Regulasi
H1, β1 < 0 : Terdapat pengaruh signifikan antara Kualitas Regulasi
terhadap Indeks Persepsi Korupsi
H0, β1 < 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Kualitas
Regulasi terhadap Indeks Persepsi Korupsi
Dasar pengambilan keputusannya :
H1 diterima atau menolak H0 jika nilai probabilitas lebih kecil dibanding
tingkat signifikansi yaitu 5% atau jika nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel.
H0 diterima atau menolak H1 jika nilai probabilitas lebih besar dibaanding
tingkat signifikansi yaitu 5% atau jika nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel.
2) Uji Simultan (Uji F)
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui apakah secara bersama-
sama (simultan) variabel independen dalam model berpengaruh terhadap
variabel dependen dengan cara membandingkan nilai F tabel dengan F
statistik.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H1 = Terdapat pengaruh simultan antara Pengeluaran Pemerintah,
Kebebasan Ekonomi, dan Kualitas Regulasi terhadap Indeks
Persepsi Korupsi.
H0 = Tidak terdapat pengaruh simultan antara Pengeluaran Pemerintah,
Kebebasan Ekonomi, dan Kualitas Regulasi terhadap Indeks
Persepsi Korupsi.
76
Dasar pengambilan keputusannya :
H1 diterima atau menolak jika nilai probabilitas lebih kecil dibandingkan
tingkat signifikansi yaitu 5% atau jika nilai nilai F-hitung lebih besar dari F-
tabel.
H0 diterima atau menolak H1 jika nilai probabilitas lebih besar dibandingkan
tingkat signifikansi yaitu 5% atau jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel.
c. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi digunakan untuk menjelaskan seberapa besar
proporsi variasi variable dependen dapat dijelaskan oleh variable independen.
Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar diantara nol dan satu (0 < R2 < 1).
Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol artinya kemampuan variable
independen dalam menjelaskan variable dependen sangat terbatas. Nilai R2
yang besar atau mendekati satu artinya variable independen mampu
memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan dalam menjelaskan
perubahan variable dependen (Ghozali, 2001).
77
D. Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3. 1
Operasional Variabel Penelitian
Jenis
Variabel Variabel Definisi Variabel Satuan
Dependen
Corruption
Perception
Index
CPI merupakan indeks gabungan yang
mengukur persepsi korupsi secara
global yang diterbitkan oleh lembaga
anti korupsi dunia, Transparency
International
Skor
Independen
Government
final
consumption
expenditure
Pengeluaran pemerintah mencakup
semua belanja pemerintah saat ini
untuk pembelian barang dan jasa
(termasuk kompensasi karyawan)
% of
GDP
Independen Kebebasan
Ekonomi
Kebebasan ekonomi yaitu kebebasan
warga negara dalam melakukan
produksi, distribusi, atau konsumsi
barang dan jasa tanpa adanya batasan
atau paksaan dari pemerintah.
Skor
Independen Kualitas
Regulasi
Kualitas regulasi menangkap persepsi
kemampuan pemerintah untuk
merumuskan dan menerapkan
kebijakan dan peraturan yang baik
yang memungkinkan dan mendorong
pengembangan sektor swasta.
Skor
78
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Geografis
Gambar 4. 1
Peta Wilayah Asia
Sumber: Google Maps, 2018
Benua Asia mencakup 8,7% dari total luas permukaan bumi dan terdiri dari
30% dari luas daratannya, dengan total luas sekitar 44,579,000 km2 oleh karenanya
Asia merupakan benua terbesar di dunia. Selain itu, Asia merupakan benua dengan
jumlah penduduk terpadat di dunia, dimana jumlah penduduknya sekitar
4,164,252,000 orang. Benua Asia juga merupakan benua yang tinggi akan
79
keanekaragaman antar wilayahnya, baik keanekaragaman budaya, agama,
lingkungan, ekonomi, juga sistem pemerintahannya.
Benua Asia berbatasan langsung dengan benua Eropa dan Benua Afrika.
Gabungan dari benua Asia dan Eropa disebut Eurasia, dikarenakan kedua benua
tersebut terhubung lewat daratan sehingga membentuk sebuah benua yang sangat
besar. Maka dari itu, beberapa negara salah satunya Turki berada diantara dua benua
tersebut, sehingga terkadang Turki dapat dimasukkan ke Asia maupun Eropa. Kedua
benua tersebut dipisahkan oleh beberapa bentang alam, diantaranya yaitu Pegunungan
Kaukasus, Laut Kaspia, Laut Marmara, Laut Hitam, Selat Darnadela, Selat Bosporus,
Sungai Ural, Pegunungan Ural, hingga Novaya Zemla. Sedangkan untuk batas
wilayah benua Asia dan benua Afrika yaitu dari perbatasan darat dan bertemu di
sekitar Terusan Suez.
2. Pembagian Wilayah
Benua Asia terbagi menjadi beberapa wilayah, diantaranya yaitu :
a. Asia Timur
Negara-negara di Asia Timur diantaranya China, Hong Kong*, Makau*,
Jepang, Taiwan**, Mongolia, Korea Selatan, dan Korea Utara
b. Asia Tenggara
Negara-negara di Asia Tenggara diantaranya Brunei Darussalam, Kamboja,
Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Timor Leste,
dan Vietnam
80
c. Asia Selatan
Negara-negara di Asia Selatan diantaranya Afghanistan, Bangladesh, Bhutan,
India, Maladewa, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka
d. Asia Barat
Negara-negara di Asia Barat diantaranya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran,
Irak, Israel, Bahrain, Iran, Irak, Israel, Kuwait, Oman, Qatar, Turki, Lebanon,
Suriah, Yaman, dan Yordania
e. Asia Tengah
Negara-negara di Asia Tengah diantaranya Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan,
Turkmenistan, dan Uzbekistan
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Korupsi Di Kawasan ASIA
Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh
pejabat publik yang dipercayakan kepada mereka, baik potisi maupun
pegawai negeri guna memperkaya diri sendiri maupun orang yang dekat
dengannya dengan cara yang tidak legal. Permasalahan korupsi hampir selalu
terjadi di semua negara di dunia, tak terkecuali di negara-negara di kawasan
Asia. Grafik di bawah ini menunjukkan data Transparency International tahun
2016 dimana terdapat sekitar 33 dari 42 negara di kawasan Asia memiliki skor
Indeks Persepsi Korupsi di bawah 50. Hal ini menggambarkan bahwa
81
memang masih tingginya permasalahan korupsi di mayoritas negara-negara di
Asia.
Grafik 4. 1
Tingkat Korupsi di Beberapa Negara Asia
Sumber: Transparency International
Di kawasan Asia, korupsi masih merupakan tantangan besar bagi
pembangunan manusia. Menurut Transparency International dalam UNDP
(2016: 5) meskipun pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di banyak negara,
terutama di negara-negara kawasan Asia Selatan dan Timur seperti
Afghanistan, Pakistan, Indonesia, Thailand dan Filipina, namun sebanyak dua
pertiga di kawasan tersebut memiliki tingkat korupsi publik yang cukup
signifikan. Sekitar 40 % investasi di bidang listrik, air dan sanitasi di wilayah
ini diperkirakan akan hilang akibat korupsi.
82
Grafik 4. 2
Tingkat Suap di Beberapa Negara Asia
Sumber : Foundation for Economic Education
Berdasarkan artikel Foundation for Economic Education, tingkat suap
di Asia secara keseluruhan dilaporkan 22 % dari jumlah penduduk. Jika di
lihat dari grafik tingkat suap tertinggi di wilayah Asia ditempati oleh negara
Kamboja sebanyak 72 %, selanjutnya Pakistan 44 %, Filipina 32 %, Indonesia
31 %, India 25 %, dan Vietnam 14 %.
83
Grafik 4. 3
Tiingkat Suap yang Dibayarkan Kepada Polisi
Sumber : Foundation for Economic Education
Di seluruh dunia, sekitar 17 % dari orang-orang dalam survei
membayar suap kepada anggota penegak hukum. Berdasarkan grafik di bawah
ini Asia berada peringkat kedua setelah Afrika dengan tingkat suap sebessar
33 %.
Grafik 4. 4
Tingkat Suap yang Dibayarkan Kepada Lembaga Peradilan
Sumber : Foundation for Economic Education
84
Dari sekitar 8 % dari semua yang disurvei, mereka menyuap
pemerintah untuk izin usaha. Berdasarkan grafik , tingkat tertinggi berada di
Afrika sebanyak 23 % dan Asia 17 %. Tetapi bahkan di Amerika Serikat dan
Kanada, sekitar 3 % mengaku membayar suap
Grafik 4. 5
Tingkat Suap yang Dibayarkan untuk Mendapatkan Perawatan Medis
Sumber : Foundation for Economic Education
Berdasarkan grafik 24 % responden di Afrika mengatakan bahwa
mereka membayar suap untuk akses ke layanan medis. Sedangkan Asia
sebanyak 10 %, Rusia dan Ukraina sebanyak 13 %, Eropa Timur sebanyak 8
%, Uni Eropa sebanyak 5 % dan di Amerika Utara sebanyak 2 % .
b. Analisis Deskriptif Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (Ukuran
Pemerintah) di Kawasan Asia
Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah seluruh pembelian atau
pembayaran barang dan jasa untuk kepentingan nasional, seperti pembelian
85
persenjataan dan alat-alat kantor pemerintah, pembangunan jalan dan
bendungan, gaji pegawai negeri, angkatan bersenjata, dan lainnya Samuelson
dalam Wahyuningtyas (2010: 37). Pengeluaran pemerintah mencerminkan
kebijakan pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan untung membeli
barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuh untuk melaksanakan kebijakan tersebut
(Mangkoesoebroto dalam Tri F, 2011: 16).
Pengeluaran konsumsi pemerintah menurut Worldbank yaitu
mencakup semua belanja pemerintah saat ini untuk pembelian barang dan jasa
(termasuk kompensasi karyawan), juga mencakup sebagian besar pengeluaran
untuk pertahanan dan keamanan nasional, namun tidak termasuk pengeluaran
militer pemerintah yang merupakan bagian dari pembentukan modal
pemerintah.
Grafik 4. 6
Tingkat Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Beberapa Negara Asia
Sumber : Worldbank
86
Berdasarkan data pada grafik Negara Kuwait dan Arab saudi memiliki
proporsi pengeluaran konsumsi yang paling besar. Dimana Kuwait sebesar
25.93% dan Saudi Arabia sebesar 25.76%. Sedangkan negara dengan
pengeluaran konsumsi pemerintah terendah adalah Vietnam sebesar 6,51%,
Bangladesh sebesar 5,89 %, dan Kamboja sebesar 5,21 %. Pengeluaran
konsumsi pemerintah sering juga disebut ukuran pemerintah, hal ini
dikarenakan pengeluaran konsumsi pemerintah mencerminkan ukuran
pemerintah tersebut, dimana semakin besar pengeluaran konsumsi pemerintah
maka semakin besar pula ukuran pemerintahnya dimana pemerintah menjadi
mendominasi. Idealnya, pengeluaran konsumsi pemerintah yang tinggi atau
ukuran pemerintah yang besar haruslah diimbangi dengan penerimaan negara
yang tinggi pula untuk membiayainya, salah satunya adalah melalui pajak.
c. Analisis Deskriptif Kebebasan Ekonomi di Kawasan Asia
Kebebasan Ekonomi menurut Heritage Foundation yaitu “the
fundamental right of every human to control his or her own labor and
property” atau tidak adanya batasan atau paksaan pemerintah terhadap
produksi, distribusi, atau konsumsi barang dan jasa di luar batas yang
diperlukan warga negara untuk melindungi dan menjaga kebebasan itu
sendiri. Dikutip dari artikel yang diterbitkan oleh Brink Asia (2016)
pertumbuhan ekonomi tidak selalu menjadi indikator kebebasan ekonomi.
87
Grafik 4. 7
Tingkat Kebebasan Ekonomi di Beberapa Negara di Kawasan Asia
Sumber : Heritage Foundation (2016)
Berdasarkan grafik di atas, Hong Kong dan Singapura menempati
peringkat teratas dibandikangkan dengan negara-negara Asia lainnya secara
keseluruhan. Sedangkan Laos, Uzbekistan, dan Iran menempati tiga posisi
terbawah dimana skor indeks kebebasan ekonominya dibawah 50.
Kebebasan ekonomi termasuk mengukur elemen lain seperti harapan
hidup, kebebasan politik dan sipil, perbedaan gender, akses ke pendidikan,
dan ketidaksetaraan pendapatan, ukuran pemerintah (pengeluaran, pajak, dan
perusahaan), struktur hukum dan keamanan hak milik, kebebasan finansial,
kebebasan untuk berdagang secara internasional, dan pengaturan kredit,
tenaga kerja, dan bisnis. Berdasarkan laporan Brink Asia (2016), kebebasan
ekonomi jika dilihat dari berbagai komponen yaitu sebagai berikut :
1) Ukuran Pemerintah.
88
Ini berarti tingkat ketergantungan suatu negara pada proses politik
untuk mengalokasikan sumber daya dan barang dan jasa. Menurut laporan
tersebut, ketika pengeluaran pemerintah meningkat terhadap pengeluaran
oleh rumah tangga, perorangan, dan bisnis, pengambilan keputusan politik
diganti dengan pilihan pribadi, sehingga mengurangi kebebasan ekonomi.
Dalam kategori ini Hong Kong, Filipina dan India masing-masing berada di
peringkat 1, 3 dan 8, sementara Jepang dan Cina berada di peringkat 134 dan
141 dari negara-negara di seluruh dunia.
2) Sistem Hukum dan Hak Milik
Fungsi paling penting dari suatu pemerintah adalah untuk melindungi
orang-orang dan hak milik mereka yang diperoleh, dimana hal itu merupakan
elemen kunci dari kebebasan ekonomi. Dalam kategori ini Singapura berada
di peringkat 7, Hong Kong peringkat 10, dan Jepang berada diperingkat 18,
sedangkan Filipina berada diperingkat 104 dan Indonesia diperingkat 110 dari
negara-negara di seluruh dunia.
3) Kebebasan untuk berdagang secara internasional
Tarif dan kuota adalah rintangan untuk perdagangan internasional.
Selain mengurangi konvertibilitas mata uang, itu mempengaruhi volume
perdagangan, dan dalam kedua kasus, mengurangi kebebasan ekonomi
berkurang. Dalam kategori ini, Singapura dan Hong Kong berada diperingkat
1 dan 2, India diperingkat 95, Vietnam diperingkat 125, dan China diperingkat
144 dari negara-negara seluruh dunia.
89
4) Peraturan
Ketika peraturan membatasi masuk ke pasar, hal ini mengganggu
kebebasan untuk terlibat dalam pertukaran sukarela dan akhirnya mengurangi
kebebasan ekonomi. Peraturan sebenarnya memutuskan kebebasan pertukaran
dalam kredit, tenaga kerja, dan pasar produk. Dalam kategori ini di antara
negara-negara Asia lainnya, Hong Kong menduduki peringkat pertama,
diikuti oleh Singapura diperingkat 4 dan Malaysia diperingkat 9. Sedangkan
Vietnam berada diperingkat 111, Cina, India, dan Indonesia masing-masing
diperingkat 131, 132, dan 133.
d. Analisis Deskriptif Kualitas Regulasi di Kawasan Asia
Kualitas Regulasi merupakan salah satu indikator Governance.
Kualitas regulasi menangkap persepsi kemampuan pemerintah untuk
merumuskan dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang baik yang
memungkinkan dan mendorong pengembangan sektor swasta.
Tabel 4. 1
Tingkat Kualitas Regulasi di berbagai Negara Asia
Negara Kualitas Regulasi Negara Kualitas Regulasi
Singapore 2.180699587 Mongolia -0.076439962 HongKong 2.154093266 Vietnam -0.453935146 Japan 1.428209782 Philippines -0.004051456 SouthKorea 1.114302993 Pakistan -0.63966918 SaudiArabia 0.079383209 Kazakhstan -0.099856451 Malaysia 0.711715162 Nepal -0.764709949 China -0.264594555 Iran -1.229477763 India -0.306522995 Kyrgyzstan -0.352723449 Kuwait -0.07380639 Laos -0.725071311
90
SriLanka -0.102120839 Bangladesh -0.796762228 Indonesia -0.122334793 Uzbekistan -1.620175719 Thailand 0.168009967 Cambodia -0.465379208
Skor indikator kualitas regulasi tersebut berkisar antara sekitar -2,5
sampai 2,5 yang dimana semakin besar nilainya semakin baik kualitas
regulasi negara tersebut. Berdasarkan tabel di atas, negara dengan skor
kualitas regulasi tertinggi yaitu Singapura dengan skor kualitas regulasi
sebesar 2,18 kemudian diikuti oleh Hong Kong dan Jepang dengan masing-
masing skor 2,15 dan 1,42. Sedangkan negara dengan skor terendah
diantaranya kualitas regulasi Uzbekistan sebesar -1.62, diikuti Bangladesh dan
Nepal dimana masing-masing skornya yaitu -0,79, dan -0,76.
2. Pemilihan Metode Data Panel
Untuk menentukan model terbaik mana yang akan dipakai, maka
dilakukan pengujian diantaranya:
a. Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk memilih model mana yang lebih cocok
antara Common Effects ataukah Fixed Effects.
Hipotesisnya yaitu sebagai berikut:
H0 : Model Common Effects lebih baik daripada Fixed Effects
H1 : Model Fixed Effects lebih baik daripada Common Effects
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α
91
Tabel 4. 2
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 49.902803 (23,237) 0.0000
Cross-section Chi-square 466.019454 23 0.0000 Berdasarkan hasil tabel uji Chow di atas, nilai probabilitas Chi-Square
sebesar 0,0000 yang dimana lebih kecil dari α 0,05 sehingga gagal menolak
H0 atau menerima H1 maka dapat diartikan bahwa model Fixed Effects lebih
baik daripada Common Effects.
b. Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk memilih model mana yang lebih cocok
antara Fixed Effects ataukah Random Effects.
Hipotesisnya yaitu sebagai berikut:
H0 : Model Random Effects lebih baik daripada Fixed Effects
H1 : Model Fixed Effects lebih baik daripada Random Effects
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α
92
Tabel 4. 3
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 22.195772 3 0.0001 Berdasarkan hasil tabel uji Hausman di atas, nilai probabilitas Chi-
Square sebesar 0,0942 yang dimana lebih besar dari α 0,05 sehingga gagal
menolak H0 atau menerima H1 maka dapat diartikan bahwa model Fixed
Effects lebih baik daripada Random Effects.
3. Uji Asumsi Klasik
Agar dapat mengasilkan persamaan regresi yang baik, maka harus
dilakukan uji asumsi analisis regresi terlebih dahulu, yang terdiri atas:
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
yang diuji berdistribusi normal atau tidak atau dengan kata lain variabel error
term terdistribusi normal atau sebaliknya Uji normalitas dilakukan dengan uji
Jarque-Bera (JB-test), yaitu apabila probabilitasnya lebih besar dari 5% atau
0,05 maka variabel-variabel tersebut berdistribusi normal.
93
Tabel 4. 4
Uji Normalitas
0
5
10
15
20
25
30
35
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2
Series: Standardized ResidualsSample 2006 2016Observations 264
Mean -4.18e-18Median 0.005014Maximum 0.238249Minimum -0.346730Std. Dev. 0.097986Skewness -0.143997Kurtosis 3.333640
Jarque-Bera 2.136823Probability 0.343554
Berdasarkan hasil tabel uji normalitas di atas nilai probabilitas Jarque-
Bera sebesar 0,343554 lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat diputuskan
bahwa data residual memiliki distribusi yang normal.
b) Uji Multikolinieriitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antar variabel indipenden dalam model regresi panel.
Tabel 4. 5
Uji Multikolinearitas
GOVEXPEND EF REGQUALITY GOVEXPEND 1.000000 0.218225 -0.240708
EF 0.218225 1.000000 0.074893 REGQUALITY -0.240708 0.074893 1.000000
94
Berdasarkan hasil tabel uji multikolinearitas, nilai korelasi antar
variabel independen yaitu pengeluaran pemerintah (ukuran pemerintah)
kebebasan ekonomi dan kualitas regulasi tidak ada yang lebih dari o,8.
Sehingga dapat diputuskan bahwa tidak ada permasalahan multikolinearitas
dalam persamaan regresi.
c) Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena residual yang tidak bebas antar satu
observasi ke observasi lainnya. Deteksi autokorelasi pada data panel dapat
melalui uji Durbin-Watson. Nilai uji Durbin-Watson dibandingkan dengan
nilai tabel Durbin-Watson untuk mengetahui keberadaan korelasi positif atau
negatif (Gujarati, 2012).
Keputusan terdapat atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :
Jika dW < dl artinya terdapat autokorelasi positif
Jika dW > (4 – dL) artinya terdapat autokorelasi negatif
Jika dU < dW < (4 – dL) artinya tidak terdapat autokorelasi
Jika dL < dW < dU atau (4 – dU) artinya tidak dapat disimpulkan
95
Tabel 4. 6
Uji Autokorelasi
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.948923 Mean dependent var 3.533412
Adjusted R-squared 0.943319 S.D. dependent var 0.433561 S.E. of regression 0.103221 Akaike info criterion -1.607238 Sum squared resid 2.525120 Schwarz criterion -1.241516 Log likelihood 239.1554 Hannan-Quinn criter. -1.460280 F-statistic 169.3476 Durbin-Watson stat 0.744110 Prob(F-statistic) 0.000000
dL dW dU
1,78900 0,744110 1,80444
Berdasarkan tabel output diketahui nilai Durbin Watson sebesar
0,744110 dimana nilai dW lebih kecil dari dL atau (d < dl), yang artinya
terdapat autokorelasi positif. Adanya autokorelasi tidak menyebabkan data
tersebut bias, hanya saja menyebabkan data tersebut menjadi tidak efektif.
d) Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terdapat ketidaksamaan varian antara residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lainnya, dimana untuk mengetahuinya terdapat
beberapa metode yaitu diantaranya metode metode lagrangian multifier (LM
test), dan white heterokedasticity test, metode park, dan metode rank
spearman.
96
Tabel 4. 7
Uji Heteroskedastisitas
Dependent Variable: RESABS Method: Panel Least Squares Date: 06/22/18 Time: 16:37 Sample: 2006 2016 Periods included: 11 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.904726 0.458279 1.974179 0.0495
EF -0.208212 0.112068 -1.857916 0.0644 GOVEXPEND 0.011670 0.027314 0.427257 0.6696 REGQUALITY 0.007893 0.007714 1.023165 0.3073
Berdasrkan hasil tabel uji heteroskedastisitas, nilai probablitas masing-
masing variabel indipenden yaitu kebebasan ekonomi (EF), pengeluaran
pemerintah (GOVEXPEND), dan kualitas regulasi (REGQUALITY) lebih
besar dari α 0,05. Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.
4. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
indipenden secara individu dan bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Uji Hipotesis secara statistik meliputi uji-t dan
uji-F.
97
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikansi setiap
variable independen terhadap variable dependen secara pasial.
Tabel 4. 8
Uji t
Dependent Variable: CPI Method: Panel Least Squares Date: 06/24/18 Time: 12:15 Sample: 2006 2016 Periods included: 11 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 264
Variable Coeffici
ent Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.87462
2 0.893197 0.979204 0.3285
GOVEXPEND 0.12163
7 0.053236 2.284850 0.0232
EF 0.56803
6 0.218422 2.600634 0.0099
REGQUALITY
-0.05219
8 0.015034 -3.471874 0.0006
Hasil uji hipotesis 1 : Pengaruh variabel pengeluaran pemerintah
(GOVEXPEND) terhadap Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di Asia
Berdasarkan hasil pada tabel diperoleh hasil bahwa t hitung sebesar
2,284850 dengan tingkat signifikan 0,0232. Jika dibandingkan dengan nilai t
tabel yang nilainya sebesar 1,96913, maka nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel
dan karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0232 yang
berarti gagal menolak H0. Maka secara parsial variabel independen
98
pengeluaran pemerintah (GOVEXPEND) tidak berpengaruh tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen yaitu indeks persepsi korupsi (CPI). Dengan nilai
koefisien regresi variabel pengeluaran pemerintah ini sebesar 0,121637 yang
berarti jika pengeluaran pemerintah naik sebesar 1 % maka akan
menyebabkan kenaikan Indeks Persepsi Korupsi sebesar 0,121637 %.
Hasil uji hipotesis 2 : Pengaruh variabel kebebasan ekonomi (EF)
terhadap Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di Asia
Berdasarkan hasil pada tabel diperoleh hasil bahwa t hitung sebesar
2,00634 dengan tingkat signifikan 0,0099. Jika dibandingkan dengan nilai t
tabel yang nilainya sebesar 1,96913, maka nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel
dan karena tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,0099
yang berarti H0 ditolak atau menerima H1. Maka secara parsial variabel
independen kebebasan ekonomi (EF) berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap variabel dependen yaitu indeks persepsi korupsi (CPI).
Dengan nilai koefisien regresi variabel kebebasan ekonomi ini sebesar
0,568036 yang berarti jika kebebasan ekonomi naik sebesar 1 %, maka akan
menyebabkan kenaikan Indeks Persepsi Korupsi sebesar 0,568036 %.
Hasil uji hipotesis 3 : Pengaruh variabel kualitas regulasi
(REGQUALITY) terhadap Indeks Persepsi Korupsi (CPI)
Berdasarkan hasil pada tabel diperoleh hasil bahwa t hitung sebesar -
3,471874 dengan tingkat signifikan 0,00006. Jika dibandingkan dengan nilai t
tabel yang nilainya sebesar 1,96913, maka nilai t-hitung lebih besar dari t-
tabel dan karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0006
99
yang berarti H0 ditolak atau menerima H1. Maka secara parsial variabel
independen kualitas regulasi (REGQUALITY) berpengaruh secara signifikan
negatif terhadap variabel dependen yaitu indeks persepsi korupsi (CPI).
Dengan nilai koefisien regresi variabel kualitas regulasi ini sebesar -0,52198
yang berarti jika kualitas regulasi naik sebesar 1 %, maka akan menyebabkan
penurunan Indeks Persepsi Korupsi sebesar -0,052198 %.
b. Uji Simultan (Uji-F)
Menurut Kuncoro (2011) uji statistik F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan untuk
melihat pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel
dependen.
Pengujian ini dilakukan dengan membandinkan nilai F-statistik dengan
nilai F menurut tabel, jika F-statistik lebih besar dari F-tabel maka H0 ditolak
atau menerima H1. H0 ditolak artinya semua variabel independen secara
simultan mempengaruhi variabel independen. Jika F-statistik lebih kecil dari
F-tabel maka H0 diterima atau menolak H1. H0 diterima artinya semua variabel
independen secara simultan tidak mempengaruhi variabel independen.
Tabel 4. 9
Uji F
F-tabel F-statistik Prob. (F-statistik)
2,639321 169,3476 0,00000
100
Berdasarkan tabel di atas nilai F hitung 169,3476 dan nilai F tabel
sebesar 2,639321. Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik
dengan nilai F menurut tabel, karena nilai F hitung lebih besar F tabel maka
H0 ditolak atau menerima H1. Yang berarti semua variabel independen
pengeluaran pemerintah (ukuran pemerintah), kebebasan ekonomi, dan
kualitas regulasi secara simultan mempengaruhi Indeks Persepsi Korupsi
(CPI).
5. Uji Koefisien Determinasi
Dalam penelitian ini, uji koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur kemampuan variabel indipenden, yaitu pengeluaran pemerintah
(ukuran pemerintah), kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi menjelaskan
variabel dependen yaitu indeks persepsi korupsi. Nilai R2 berkisar antara 0-1
yang dimana semakin mendekati 1 berarti variabel-varibel independennya
semakin menjelaskan variabel dependen.
Tabel 4. 10
Uji Koefisien Determinasi
Variabel R2 Keterangan
R2 0,948923 94,89 %
Berdasarkan hasil regresi pada tabel dapat diketahui bahwa nilai R2
sebesar 0,948923, hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen yaitu
variabel Indeks Persepsi Korupsi secara bersama-sama mampu dijelaskan oleh
variasi variabel indipenden (pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan
101
kualitas regulasi) sebesar 94,89 %. Sedangkan sisanya sebesar 5,11 %
dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti.
6. Hasil Intepretasi
Tabel 4. 11
Intepretasi Fixed Effect Model
Dependent Variable: CPI? Method: Pooled Least Squares Date: 06/24/18 Time: 13:32 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 24 Total pool (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.874622 0.893197 0.979204 0.3285
GOVEXPEND? 0.121637 0.053236 2.284850 0.0232 EF? 0.568036 0.218422 2.600634 0.0099
REGQUALITY? -0.052198 0.015034 -3.471874 0.0006 Fixed Effects (Cross)
_SINGAPORE--C 0.827561 _HONGKONG--C 0.714105
_JAPAN—C 0.660546 _SOUTHKOREA--C 0.372896 _SAUDIARABIA--C -0.008685
_MALAYSIA—C 0.284265 _CHINA—C 0.083875 _INDIA—C 0.074620
_KUWAIT--C 0.093102 _SRILANKA--C -0.030606 _INDONESIA--C -0.103682 _THAILAND--C -0.082066 _MONGOLIA--C -0.121897 _VIETNAM--C 0.010130
_PHILIPPINES--C -0.231526 _PAKISTAN--C -0.208640
_KAZAKHSTAN--C -0.310059 _NEPAL--C -0.161411 _IRAN--C -0.060132
_KYRGYZSTAN--C -0.492370
102
_LAOS--C -0.269102 _BANGLADESH--C -0.140078 _UZBEKISTAN--C -0.503065 _CAMBODIA--C -0.397779
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.948923 Mean dependent var 3.533412
Adjusted R-squared 0.943319 S.D. dependent var 0.433561
S.E. of regression 0.103221 Akaike info criterion -
1.607238
Sum squared resid 2.525120 Schwarz criterion -
1.241516
Log likelihood 239.1554 Hannan-Quinn criter. -
1.460280 F-statistic 169.3476 Durbin-Watson stat 0.744110 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Evews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel di atas maka hasil estimasi dengan menggunakan
model Random Effect maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Ln CPIit = 0,874622 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta sebesar 0,874622, artinya bahwa
apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan
kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak mengalami perubahan, maka
akan menaikkan atau menambah skor Indeks Persepsi Korupsi sebesar 0,874622
satuan.
103
Sedangkan untuk variabel-variabel indipendennya, yaitu sebagai berikut:
a. Pengeluaran Pemerintah (Ukuran Pemerintah)
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel pengeluaran pemerintah
(GOVEXPEND) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Persepsi
Korupsi (CPI) di negara-negara Asia yang dipelihatkan dengan nilai koefisien
yang sebesar 1,121637. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan pengeluaran
pemerintah sebesar 1 % maka akan menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi
meningkat sebesar 1,121637 %.
Hasil penelitian ini berpengaruh positif, dimana berdasarkan hasil
penelitian tersebut pemerintah yang besar ternyata lebih efektif dalam memerangi
korupsi (dilihat dari nilai CPI yang tinggi). Ukuran pemerintah pemerintahan
yang besar membutuhkan anggaran pengeluaran konsumsi pemerintah yang
besar pula dimana pemerintahan yang besar yang dimana juga memiliki anggaran
yang lebih besar untuk pelaksanaan peraturan dan hukum yang lebih baik. Selain
itu, menurut La Porta et al. dalam Abbas (2016: 27) semakin besar ukuran
pemerintahan berarti semakin besar pula check and balance sehingga membuat
korupsi berkurang.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kotera
et al., dalam Enste dan Heldman (2017: 9) yang menyatakan bahwa negara-
negara dengan pengeluaran pemerintahan yang tinggi biasanya memiliki nilai
indeks korupsi yang lebih baik. Elliott Elliott (1997: 182) dalam penelitiannya
menemukan korelasi negatif antara korupsi dan tingkat pengeluaran
pemerintahan. Namun menurutnya, bukan ukuran pemerintah itu sendiri, tetapi
104
jenis kegiatan pemerintah menentukan tingkat korupsi, salah satunya ketika
pemerintah membatasi persaingan dengan pembatasan perdagangan.
Kotera et al., (2010) juga menemukan hasil yang sama dalam
penelitiannya, dimana negara-negara dengan tingkat demokrasi tinggi,
peningkatan ukuran pemerintah dapat mengurangi tingkat korupsi, sebaliknya
jika demokrasi lemah, peningkatan ukuran pemerintah akan menambah tingkat
korupsi. Hal ini dikarenakan negara-negara dengan lembaga demokrasi yang
berfungsi, dimana politisi dimonitor oleh media dan dengan pemilihan bebas
menyebabkan mereka lebih berhati-hati dalam berperilaku, terutama berperilaku
korup. Namun, jika institusi yang ada lemah dan tingkat keterlibatan pemerintah
yang lebih tinggi akan menyebabkan kebalikannya, yang dimana hal tersebut
akan mencitakan lebih banyak peluang untuk melakukan korupsi, misalnya suap.
Selain itu, semakin besarnya proporsi pengeluaran pemerintah untuk
barang atau jasa serta gaji pegawai negeri maka akan berdampak pada
peningkatan pelayanan publik yang pada akhirnya mengurangi korupsi. Dimana
jika anggaran untuk pembelian barang dan jasa besar, maka barang dan jasa yang
didapat akan semakin berkualitas yang nantinya diharapkan output yang
maksimal dalam rangka menjalankan kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik. Semakin besarnya proporsi belanja pegawai terutama kompensasi atau
gaji yang diberikan pemerintah kepada pejabat publik maupun pegawai
pemerintah mengurangi keinginan mereka untuk melakukan korupsi karena
kesejahteraan mereka terutama yang berkaitan dengan masalah finansial sudah
tercukupi.
105
Menurut Yuliani (2011: 5) dalam penelitiannya gaji pegawai negeri yang
rendah yang tidak cukup cukup untu memenuhi kebutuhan hidupnya akan
melahirkan tingkat korupsi. Faktor redahnya gaji pegawai mencerminkan korupsi
pada tingkat “street level bureaucrats”, bukan korupsi atau kolusi tingkat tinggi.
Dimana untuk meningkatkan kesejahteraannya mereka melakukan cara-cara
illegal untuk menambah pendapatan seperti halnya melakukan pungli dalam
pelayanan masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Steven Yamarik and Chelsea Redmon (2017: 6), mereka menyimpulkan bahwa
penurunan upah pemerintah menimbulkan lebih banyak korupsi dibandingkan
dengan penurunan jumlah regulator yang korup.
b. Kebebasan Ekonomi
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel kebebasan ekonomi (EF)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di
negara-negara Asia yang dipelihatkan dengan nilai koefisien yang sebesar
0,568036. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan kebebasan ekonomi sebesar
1 % maka akan menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi meningkat sebesar
0,568036 %.
Hasil penelitian ini berpengaruh positif, yang dimana sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Billger dan Goel dalam Abbas (2016: 4) dimana
semakin tinggi kebebasan ekonomi (economic freedom) yang diberikan
pemerintah kepada sektor swasta, maka kontrol dari pemerintah semakin longgar
sehingga akan mengurangi kesempatan bagi oknum pejabat birokrasi untuk
melakukan korupsi, misalnya dengan pemerasan untuk mendapatkan izin usaha.
106
Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Heritage Foundation, yang
dimana hasilnya tingkat kebebasan ekonomi yang lebih rendah umumnya terkait
dengan lebih banyak korupsi (ditandai denga nilai CPI rendah).
Saha et al. (2009) menggunakan data yang sama dengan Heritages
Foundation dalam analisisnya, hanya saja lebih mendetail, dimana hasilnya dari
penelitian 100 negara kebebasan ekonomi mengurangi korupsi dan membuat
hubungan yang menarik dengan demokrasi: semakin tinggi tingkat demokrasi,
semakin kuat efeknya. Semakin banyak kompetisi juga semakin sulit
menyembunyikan pembayaran yang korup, karena pesaing mungkin
mengungkap aktivitas korup dan oleh karena itu risiko terdeteksi lebih tinggi
daripada di pasar monopoli. Selain itu, keterlibatan yang lebih tinggi dalam
perdagangan internasional memberi tekanan lebih besar pada pemerintah di suatu
negara untuk memberikan kondisi yang baik bagi perusahaan asing dalam
memerangi korupsi.
Menurut Shleifer dan Vishny (1993: 601) pembatasan kebebasan
ekonomi seperti kewenangan pejabat publik dalam memberikan impor atau izin
ekspor atau memaksakan bea impor dan ekspor guna meningkatkan pajak
menjadi kesempatan terjadinya korupsi. Pemerintah memberlakukan pembatasan
perdagangan bebas melalui pajak atau pajak lisensi, dan untuk menghindari
pembatasan tersebut beberapa orang akan bersedia membayar sogokan. Hal ini
menciptakan kesempatan bagi pegawai negeri untuk menerima suap atau untuk
terlibat aktivitas serupa (Rose Ackermann, 1999: 18).
107
Maka dari itu, korupsi bukan hanya disebabkan oleh perilaku tidak etis
atau korup dari sektor swasta, tetapi juga karena tindakan pemerintah yang
seringkali menekan kegiatan sektor swasta sehingga pihak swasta melakukan
suap agar mempermudah dan mempercepat urusan, seperti halnya perizinan serta
birokrasi yang ada. Berbeda halnya jika kebebasan ekonomi didukung dengan
peraturan hukum yang kuat. Hal ini diharapkan bisa mendorong budaya
investasi, penciptaan lapangan kerja serta penghargaan kelembagaan yang
dimana semua faktor tersebut penting dalam meningkatkan standar hidup orang-
orang biasa secara besar-besaran.
c. Kualitas Regulasi
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel kualitas regulasi
(REGQUALITY) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Persepsi
Korupsi (CPI) di negara-negara Asia yang dipelihatkan dengan nilai koefisien
yang sebesar –0,052198. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan kualitas
regulasi sebesar 1 % maka akan menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi menurun
sebesar 0,052198 %.
Hasil penelitian ini berpengaruh negatif. Sementara itu berdasarkan data,
sebagian besar yaitu sebanyak 17 dari 24 negara-negara Asia yang diteliti
mayoritas memiliki nilai kualitas regulasi yang sangat rendah yang artinya masih
buruknya kualitas regulasi di mayoritas negara Asia. Menurut Ellis (2012) hal ini
dikarenakan di banyak negara sering ditemui rezim regulasi yang tidak jelas,
tumpang tindih, atau yang ditegakkan oleh berbagai instansi pemerintah. Selain
108
itu, semakin banyak aktor pemerintah yang terlibat dalam masalah regulasi,
semakin banyak tempat potensial di mana permintaan suap dapat terjadi.
Sistem hukum yang dicirikan oleh sejumlah besar undang-undang dan
peraturan mungkin terbukti tidak efisien. Seperti banyak variabel tata kelola
lainnya, kualitas pengaturan menunjukkan ketergantungan jalur yang kuat, yaitu
tren untuk tetap stabil dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa
variabel tata kelola bergantung pada faktor lingkungan dan kelembagaan yang
berevolusi perlahan.
Selanjutnya, persamaan regresi untuk individu untuk masing-masing
negara di Asia memiliki pengaruh individu yang berbeda-beda untuk setiap
perubahan pada pengeluaran pemerintah, kebebasan ekonomi, dan kualitas
regulasinya. Oleh karena itu, persamaaan regresi dan intepretasi di masing-
masing negara di Asia diantaranya sebagai berikut:
1) Singapura
Ln CPIit = 0,827561 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Singapura sebesar
0,827561, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,827561 %.
109
2) Hong Kong
Ln CPIit = 0,714105 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Hong Kong sebesar
0,714105, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,714105 %
3) Jepang
Ln CPIit = 0,002657 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Jepang sebesar -
0,002657, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,660546 %
4) Korea Selatan
Ln CPIit = 0,372896 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Korea Selatan sebesar
0,372896, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
110
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,372896 %.
5) Saudi Arabia
Ln CPIit = -0,08685 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Saudi Arabia sebesar -
0,08685, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,08685 %.
6) Malaysia
Ln CPIit = 0,284265 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Malaysia sebesar
0,284265, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,284265 %.
7) China
Ln CPIit = 0,083875 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara China sebesar
0,083875, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
111
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,083875 %.
8) India
Ln CPIit = 0,074620+ 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara India sebesar
0,074620, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,074620 %.
9) Kuwait
Ln CPIit = 0,093102 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Kuwait sebesar
0,093102, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,093102 %.
10) Sri Lanka
Ln CPIit = -0,030606 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
112
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Sri Lanka sebesar -
0,030606, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,030606 %.
11) Indonesia
Ln CPIit = -0,103682 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Indonesia sebesar -
0,103682, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,103682 %.
12) Thailand
Ln CPIit = -0,082066 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Thailand sebesar -
0,082066, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,082066 %.
113
13) Mongolia
Ln CPIit = -0,121897+ 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Mongolia sebesar -
0,121897, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,121897 %.
14) Vietnam
Ln CPIit = 0,010130 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Vietnam sebesar
0,010130, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menaikan atau menambah skor Indeks
Persepsi Korupsi sebesar 0,010130 %.
15) Filipina
Ln CPIit = -0,231526 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Filipina sebesar -
0,231526, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
114
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,231526 %.
16) Pakistan
Ln CPIit = -0,208640 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Pakistan sebesar -
0,208640, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,208640 %.
17) Kazakhstan
Ln CPIit = -0,310059 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Kazakhstan sebesar -
0,310059, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,310059 %.
18) Nepal
Ln CPIit = -0,161411 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Nepal sebesar -
0,161411, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
115
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,161411 %.
19) Iran
Ln CPIit = -0,060132 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Iran sebesar -
0,060132, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,060132 %.
20) Kyrgyzstan
Ln CPIit = -0,492370 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Kyrgyzstan sebesar -
0,492370, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,492370 %.
21) Laos
Ln CPIit = -0,269102 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
116
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Laos sebesar -
0,269102, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,269102 %.
22) Bangladesh
CPIit = -0,140078 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Bangladesh sebesar -
0,140078, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,140078 %.
23) Uzbekistan
Ln CPIit = -0,503065 + 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Uzbekistan sebesar -
0,503065, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,503065 %.
117
24) Kamboja
Ln CPIit = -0,397779+ 0,121637 Ln GOVEXPENDit + 0,568036 Ln EFit –
0,052198 Ln REGQUALITYit + εit
Dari persamaan di atas, nilai konstanta Negara Kamboja sebesar -
0,397779, artinya bahwa apabila variabel bebas (pengeluaran pemerintah,
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi) dianggap konstant atau tidak
mengalami perubahan, maka akan menurunkan skor Indeks Persepsi Korupsi
sebesar 0,397779 %.
118
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh variabel pengeluaran konsumsi
pemerintah, kebebasan ekonomi, dan salah satu indikator governance yaitu kualitas
regulasi terhadap tingkat korupsi (indeks persepsi korupsi) di Asia periode tahun
2015 sampai dengan 2016.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pengeluaran konsumsi pemerintah (ukuran pemerintah) mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi di negara-negara
Asia.
2. Kebebasan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
Indeks Persepsi Korupsi di negara-negara Asia.
3. Kualitas regulasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
Indeks Persepsi Korupsi di negara-negara Asia.
4. Secara simultan variabel pengeluaran pemerintah (ukuran pemerintah),
kebebasan ekonomi, dan kualitas regulasi berpengaruh secara signifikan terhadap
Indeks Persepsi Korupsi sebesar 94,89 % sementara 5,11 % sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain di luar penelitian.
119
B. Saran
Berdasarkan penelitian di atas, penulis memiliki beberapa saran diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi atau Penelitian Selanjutnya
Bagi akademisi ataupun penelitian selanjutnya, diharapkan bisa
menambahkan variabel-variabel lainnya yang juga diduga berkaitan dengan korupsi
di luar penelitian ini, seperti menambahkan variabel kemakmuran negara, moral,
agama, dan budaya yang dimana hal ini akan berbeda-beda setiap negaranya. Selain
itu, penelitiaan ini hanya melihat dari satu arah dimana hanya meneliti pengaruh
variabel-variabel dependen dalam penelitian ini terhadap tingkat korupsi. Diharapkan
penelelitian selanjutnya bisa mencoba meneliti hubungan dua arah atau kausalitas
antara variabel-variabel tersebut dan bagaimana pengaruh variabel tersebut baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjangnya.
2. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan meningkatkan kualitas pemerintahannya, baik
lembaga pemerintahan maupun lembaga peradilan, serta hukum yang kuat sehingga
diharapkan hal ini akan meminimalisir tindakan korupsi. Dikarenakan dalam
penelitian ini, variabel kualitas regulasi yang dimana berkaitan langsung dengan
sistem pemerintahan berpengaruh terhadap penurunan korupsi.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan partisipasinya terhadap pengurangan korupsi
dengan cara tidak membiasakan memberi suap ataupun hadiah kepada pegawai
pemerintahannya dan diharapkan partisipasi masyarakat juga untuk ikut mengawasi
jalannya pemerintahan serta melaporkan apabila mengalami atau melihat tindak
korupsi.
120
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. Hasyim Ibnu. (2016). "Korupsi, demokrasi, dan kebebasan ekonomi di
ASEAN, 2005-2014". Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Barro, Robert J. 1991. Economic Growth in a Cross Section of Countries. The
Quarterly Journal of Economics Vol. 106 No. 2 Hal 407-443
Billger, Sherrilyn M. dan Rajeev K. Goel. 2009. Do existing corruption levels matter
in controlling corruption? Cross-country quantile regression estimates.
Department of Economics. Illinois State University. USA
Breen, Michael and Robert Gillanders. 2017. ”Does Corruption Ease the Burden of
Regulation? National and Subnational Evidence”. MPRA Paper No. 82088.
Dublin City University
BRINK Asia Editorial Staff. 2016. Economic Freedom Rankings for Asia-Pacific Tell
Complex, Mixed Story. Artikel BRINK ASIA diakses pada Februari 2018 dari
https://www.brinknews.com/asia/economic-freedom-rankings-for-asia-
pacific-tell-complex-mixed-story/
Ebeling, Richard. 2017. Corruption Rises as Economic Freedom Falls. Dari Artikel
Foundation for Economic Education. Diakses pada 22 Januari 2018 dari
https://fee.org/articles/corruption-rises-as-economic-freedom-falls/
Elliott, Kimberly Ann. 1997. “Corruption as an International Policy Problem:
Overview and Recommendation”. Corruption and The Global Economy.
Institute For International Economics U.S.
121
Enste, Dominik H dan Christina Heldman. 2017. “Causes and Consequences of
Corruption – An Overview of Empirical Results”. Report. Cologne Institute
For Economic Research. Institut der deutschen Wirtschaft Köln
Gabor Peteri. 2008. Finding The Money: Public Accountability and Service Efficiency
Through Fiscal Transparency Paperbag. Local Government and Public
Service Reform Initiative, Open Society Institute
Goel, Rajeev K. dan Michael A. Nelson. 2008. Causes of corruption: History,
geography and government. Jurnal. Institute for Economies in Transition
Bank of Finland
Gujarati, Damodar dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Salemba
Empat. Jakarta
Graeff, P. dan Guido Mehlkop. (2003). "The Impact of Economic Freedom On
Corruption: Different Patterns For Rich and Poor Countries". European
Journal of Political Economi 19 (3). Hal 605-620. Universität Erfurt
Indonesia Corruption Watch. 2013. "Korupsi tergolong kejahan luar biasa". Diakses
pada tanggal 22 Mei 2017 dari http://www.antikorupsi.org/en/content/korupsi-
tergolong-kejahatan-luar-biasa
Irawan, Faisal. 2014. “Akuntabilitas Pemerintah Dalam Perspektif Pemberantasan
Korupsi di Indonesia”. Artikel. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017 dari
http://tomat1610.blogspot.co.id/2014/01/akuntabilitas-pemerintahan.html
122
Kalenborn, Christine dan Christian Leßmann. 2012. The Impact of Democracy and
Press Freedom on Corruption: Conditionally Matters. Journal of Policy
Modeling. Vol. 35 No.3 Hal 857-886
Khair, Muhammad Nalar Al. 2014. “Analisis Pola Korupsi Di Lembaga Pemerintah
Indonesia”. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang
Klitgaard, Robert. 2011. “Fighting Corruption”. CESifo DICE Report
Kotera, Go et al,. 2010. “A Study On The Relationship Between Corruption and
Government Size: The Role Of Democracy” . MPRA Paper No. 25015.
Kyoto University. Japan
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Kajian Pencegahan Korupsi Pada Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah. Direktorat Penelitiandan Pengembangan
Lequiller, François dan Derek Blade. 2014. Understanding Accounts (Second
Edition). Dipublikasikan oleh OECD
Marco Arnone, Leonardo S. Borlini. 2009. Corruption: Economic Analysis and
International Law.
Musila, Jacob W. 2013. Does Democracy Have a Different Impact on Corruption in
Africa?. Journal of African Business, Vol 14 No.3 Hal 162-170
Nur-Tegin, Kanybek dan Hans J. Czap. 2012. Corruption: Democracy, Autocracy,
and Political Stability. Economic Analysis and Policy. 42(1): 51-66
OECD. 2012. Regulatory policy: improving governance.
OECD. 2013. Issues paper on corruption and economic growth. Konferensi Tingkat
Tinggi St. Petersburg. The G20 Anti-corruption Working Group. aint
Petersburg
123
Pieroni, Luca dan Giorgio d'Agostino. (2013). "Corruption and The Effect of
Economic Freedom". European journal of political economy Vol. 29 issue C
Hal 54-72.
Pradiptyo, Rimawan. 2015. Korupsi Struktural: Kompleksitas dan Strategi
Penanggulangannya. Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Gajah Mada
Rianto, S. Bibit dan Nurlis E. Meuko. 2009. Koruptor Go To Hell! Mengupas
Anatomi Korupsi di Indonesia. Hikmah (PT Mizan Publika)
Rose-Ackerman, Susan, 1999. Corruption And Government. Cambridge University
Press, Cambridge
Saha, Sabrani dan Jen Je Shu. 2012. Investigating the Interaction Effect of
Democracy and Economic Freedom on Corruption: A Cross Country
Quantile Regression Analysis. Economic Analysis and Policy. Vol. 43 No.3
Hal 389-396
Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny. 1993. “Corruption”. The Quarterly Journal
of Economics”. Vol. 108, No. 3, hal 599-617.
Transparency International. 2017. People And Corruption: Asia Pacific–Global
Corruption Barometer. Report
UNDP. 2016. Anti-Corruption for Peaceful and Inclusive Societies (ACPI) in the
Asia-Pacific Region. United Nations Development Programme: Project
Document
124
UNESCAP. 2013. What is Good Governance. Diakses pada 20 Januari 2018 dari
http://www.unescap.org/pdd/prs/ProjectActivities/Ongoing/gg/governance.asp
Wirotomo. 2013. Fakta Korupsi. Cegah Korupsi. Diakses pada 11 Desember 2017
http://cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id/index.php/fakta-korupsi/2-uncategorised
Wulandari Dwi. 2014. Kebebasan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan. Universitas Negeri Malang. Vol. 6 No. 2
Yamarik, Steven dan Chelsea Redmon. 2017. Economic Freedom and Corruption:
New Cross-Country Panel Data Evidence. Journal of Private Enterprise. Vol.
32 Hal 17-44
Yuliani, Sri. 2011. Korupsi birokrasi: faktor penyebab dan penanggulangannya.
Jurnal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Zachrie, Ridwan dan Wijayanto. 2010. “Korupsi Mengorupsi di Indonesia : Sebab,
Akibat, dan Prospek Pemberantasan”. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
125
LAMPIRAN – LAMPIRAN
126
Lampiran 1: Data Penelitian
Tahun Negara CPI Govexpend EF Regquality 2006 Singapore 94 10.298507 88 1.753665 2007 Singapore 93 9.511454 87.1 1.80752 2008 Singapore 92 10.54826 87.3 1.868647 2009 Singapore 92 10.287753 87.1 1.778742 2010 Singapore 93 10.186713 86.1 1.786087 2011 Singapore 92 9.6365488 87.2 1.789596 2012 Singapore 87 9.1765991 87.5 1.965846 2013 Singapore 86 10.040324 88 1.970402 2014 Singapore 84 9.9900704 89.4 2.233457 2015 Singapore 85 10.633414 89.4 2.260543 2016 Singapore 84 11.278984 87.8 2.1807 2006 HongKong 83 8.7695422 88.6 1.935577 2007 HongKong 83 8.4183853 89.9 1.983542 2008 HongKong 81 8.6687044 89.7 1.954163 2009 HongKong 82 9.1916504 90 1.819855 2010 HongKong 84 8.8593236 89.7 1.87657 2011 HongKong 84 8.7114551 89.7 1.78208 2012 HongKong 77 9.0969383 89.9 1.948253 2013 HongKong 75 9.2864208 89.3 1.929717 2014 HongKong 74 9.4785631 90.1 2.057507 2015 HongKong 75 9.6421545 89.6 2.189884 2016 HongKong 77 9.9592493 88.6 2.154093 2006 Japan 76 17.952903 73.3 1.260638 2007 Japan 75 17.945612 72.7 1.129072 2008 Japan 73 18.359443 73 1.131932 2009 Japan 77 19.634648 72.8 1.098667 2010 Japan 78 19.491604 72.9 1.018737 2011 Japan 80 20.187787 72.8 1.079391 2012 Japan 74 20.252438 71.6 1.143813 2013 Japan 74 20.165763 71.8 1.115993 2014 Japan 76 20.153033 72.4 1.142823 2015 Japan 75 19.793197 73.3 1.217743 2016 Japan 72 19.774302 73.1 1.42821 2006 SouthKorea 51 13.819209 67.5 0.747927
127
2007 SouthKorea 51 13.928599 67.8 0.904099 2008 SouthKorea 56 14.644848 68.6 0.731841 2009 SouthKorea 55 15.169299 68.1 0.840404 2010 SouthKorea 54 14.471457 69.9 0.934835 2011 SouthKorea 54 14.585726 69.8 0.988599 2012 SouthKorea 56 14.833439 69.9 0.89416 2013 SouthKorea 55 15.003532 70.3 0.991266 2014 SouthKorea 55 15.121952 71.2 1.110693 2015 SouthKorea 54 15.00945 71.5 1.113389 2016 SouthKorea 53 15.214067 71.7 1.114303 2006 SaudiArabia 33 22.039248 63 -0.044737 2007 SaudiArabia 34 20.662075 60.9 0.018983 2008 SaudiArabia 35 17.704252 62.5 0.12007 2009 SaudiArabia 43 22.187013 64.3 0.160721 2010 SaudiArabia 47 20.202829 64.1 0.161231 2011 SaudiArabia 44 19.389502 66.2 0.028119 2012 SaudiArabia 44 19.970936 62.5 0.103154 2013 SaudiArabia 46 22.447802 60.6 0.08279 2014 SaudiArabia 49 26.060445 62.2 -0.003618 2015 SaudiArabia 52 30.119145 62.1 0.025131 2016 SaudiArabia 46 25.767124 62.1 0.079383 2006 Malaysia 50 11.167711 61.6 0.550972 2007 Malaysia 51 11.566868 63.8 0.506119 2008 Malaysia 51 11.504832 63.9 0.316369 2009 Malaysia 45 13.04847 64.6 0.303689 2010 Malaysia 44 12.581169 64.8 0.588943 2011 Malaysia 43 13.270661 66.3 0.582069 2012 Malaysia 49 13.842134 66.4 0.570484 2013 Malaysia 50 13.715402 66.1 0.636703 2014 Malaysia 52 13.328748 69.6 0.837721 2015 Malaysia 50 13.139412 70.8 0.752673 2016 Malaysia 49 12.576334 71.5 0.711715 2006 China 33 13.949006 53.6 -0.201165 2007 China 35 13.483272 52 -0.171557 2008 China 36 13.18497 53.1 -0.154791 2009 China 36 13.196749 53.2 -0.223832 2010 China 35 12.817582 51 -0.234011 2011 China 36 13.180056 52 -0.221428
128
2012 China 39 13.430872 51.2 -0.24082 2013 China 40 13.536507 51.9 -0.28798 2014 China 36 13.319308 52.5 -0.282993 2015 China 37 13.97375 52.7 -0.289439 2016 China 40 14.448372 52 -0.264595 2006 India 33 10.052191 52.2 -0.279896 2007 India 35 10.01408 53.9 -0.304828 2008 India 34 10.639471 54.1 -0.389451 2009 India 34 11.588658 54.4 -0.326771 2010 India 33 11.131923 53.8 -0.378629 2011 India 31 11.084462 54.6 -0.344538 2012 India 36 10.683856 54.6 -0.472782 2013 India 36 10.29516 55.2 -0.470637 2014 India 38 10.434921 55.7 -0.447759 2015 India 38 10.316153 54.6 -0.391465 2016 India 40 11.650883 56.2 -0.306523 2006 Kuwait 48 13.895487 66.5 0.295331 2007 Kuwait 43 14.005095 66.4 0.259469 2008 Kuwait 43 13.397274 68.1 0.174522 2009 Kuwait 41 18.490058 65.6 0.153575 2010 Kuwait 45 17.130454 67.7 0.159952 2011 Kuwait 46 14.882056 64.9 0.083264 2012 Kuwait 44 15.059665 62.5 -0.036554 2013 Kuwait 43 16.386798 63.1 -0.071455 2014 Kuwait 44 17.755212 62.3 -0.145351 2015 Kuwait 49 24.191766 62.5 -0.173127 2016 Kuwait 41 25.931608 62.7 -0.073806 2006 SriLanka 31 15.361931 58.7 -0.272817 2007 SriLanka 32 15.272217 59.4 -0.287789 2008 SriLanka 32 16.183166 58.4 -0.366967 2009 SriLanka 31 17.611115 56 -0.278403 2010 SriLanka 32 8.4558477 54.6 -0.21786 2011 SriLanka 33 8.5594821 57.1 -0.113686 2012 SriLanka 40 7.6247798 58.3 -0.112475 2013 SriLanka 37 7.7739187 60.7 -0.153428 2014 SriLanka 38 8.3780163 60 -0.101197 2015 SriLanka 37 8.9918045 58.6 -0.052958 2016 SriLanka 36 8.5742797 59.9 -0.102121
129
2006 Indonesia 24 8.10271 51.9 -0.384472 2007 Indonesia 23 7.839075 53.2 -0.344985 2008 Indonesia 26 7.9116863 53.2 -0.348286 2009 Indonesia 28 9.0062372 53.4 -0.361797 2010 Indonesia 28 9.005915 55.5 -0.415857 2011 Indonesia 30 9.0586772 56 -0.351914 2012 Indonesia 32 9.2487884 56.4 -0.278763 2013 Indonesia 32 9.51772 56.9 -0.195441 2014 Indonesia 34 9.4250257 58.5 -0.10766 2015 Indonesia 36 9.7540728 58.1 -0.217558 2016 Indonesia 37 9.4498131 59.4 -0.122335 2006 Thailand 36 13.502269 63.3 0.243027 2007 Thailand 33 13.925917 63.5 0.142855 2008 Thailand 35 14.341977 62.3 0.210525 2009 Thailand 34 15.980091 63 0.217966 2010 Thailand 35 15.800816 64.1 0.173715 2011 Thailand 34 16.141798 64.7 0.201636 2012 Thailand 37 16.35291 64.9 0.243573 2013 Thailand 35 16.398791 64.1 0.226504 2014 Thailand 38 16.987105 63.3 0.273264 2015 Thailand 38 17.305342 62.4 0.292019 2016 Thailand 35 17.09372 63.9 0.16801 2006 Mongolia 28 11.683288 62.4 -0.325484 2007 Mongolia 30 13.071169 60.3 -0.277651 2008 Mongolia 30 14.642213 63.6 -0.337449 2009 Mongolia 27 14.114053 62.8 -0.297965 2010 Mongolia 27 12.688126 60 -0.240561 2011 Mongolia 27 12.255238 59.5 -0.221912 2012 Mongolia 36 13.526812 61.5 -0.206885 2013 Mongolia 38 13.457125 61.7 -0.323587 2014 Mongolia 39 13.01701 58.9 -0.271464 2015 Mongolia 39 13.529441 59.2 -0.350511 2016 Mongolia 38 14.704838 59.4 -0.07644 2006 Vietnam 26 5.5327747 50.5 -0.622104 2007 Vietnam 26 5.5541163 49.8 -0.562296 2008 Vietnam 27 5.6250839 50.4 -0.618174 2009 Vietnam 27 5.7784074 51 -0.622755 2010 Vietnam 27 5.992739 49.8 -0.616541
130
2011 Vietnam 29 5.9111544 51.6 -0.598831 2012 Vietnam 31 5.9271854 51.3 -0.668713 2013 Vietnam 31 6.1558558 51 -0.641062 2014 Vietnam 31 6.2651097 50.8 -0.587682 2015 Vietnam 31 6.3332635 51.7 -0.482727 2016 Vietnam 33 6.5095132 54 -0.453935 2006 Philippines 25 9.1803961 56.3 -0.169674 2007 Philippines 25 9.2849456 56 -0.115865 2008 Philippines 23 8.8317764 56 -0.078692 2009 Philippines 24 9.8603122 56.8 -0.106182 2010 Philippines 24 9.7217021 56.3 -0.233533 2011 Philippines 26 9.701319 56.2 -0.227628 2012 Philippines 34 10.843011 57.1 -0.061108 2013 Philippines 36 10.840432 58.2 -0.071982 2014 Philippines 38 10.560771 60.1 -0.036815 2015 Philippines 35 10.927628 62.2 -0.043083 2016 Philippines 35 11.126892 63.1 -0.004051 2006 Pakistan 22 10.436274 57.9 -0.483591 2007 Pakistan 24 9.8739949 57.2 -0.532971 2008 Pakistan 25 9.7496919 55.6 -0.598213 2009 Pakistan 24 10.518862 57 -0.578416 2010 Pakistan 23 10.316227 55.2 -0.596796 2011 Pakistan 25 9.7361466 55.1 -0.634099 2012 Pakistan 27 10.488754 54.7 -0.717113 2013 Pakistan 28 11.003117 55.1 -0.700307 2014 Pakistan 29 10.762998 55.2 -0.682863 2015 Pakistan 30 10.972534 55.6 -0.627013 2016 Pakistan 32 11.297707 55.9 -0.639669 2006 Kazakhstan 26 10.180862 60.2 -0.363776 2007 Kazakhstan 21 11.053923 59.6 -0.381764 2008 Kazakhstan 22 10.188493 61.1 -0.340513 2009 Kazakhstan 27 11.662926 60.1 -0.318622 2010 Kazakhstan 29 10.812345 61 -0.330023 2011 Kazakhstan 27 10.475848 62.1 -0.244756 2012 Kazakhstan 28 11.521603 63.6 -0.375082 2013 Kazakhstan 26 10.173357 63 -0.366891 2014 Kazakhstan 29 10.689676 63.7 -0.251588 2015 Kazakhstan 28 11.632726 63.3 -0.032958
131
2016 Kazakhstan 29 11.630853 63.6 -0.099856 2006 Nepal 25 8.6829826 53.7 -0.519239 2007 Nepal 25 9.1984771 54.4 -0.567597 2008 Nepal 27 9.8893164 54.1 -0.62359 2009 Nepal 23 10.779117 53.2 -0.706675 2010 Nepal 22 9.9925887 52.7 -0.744103 2011 Nepal 22 9.5772791 50.1 -0.722581 2012 Nepal 27 10.761819 50.2 -0.799876 2013 Nepal 31 9.9354482 50.4 -0.848947 2014 Nepal 29 10.277977 50.1 -0.831932 2015 Nepal 27 10.916237 51.3 -0.799581 2016 Nepal 29 11.555604 50.9 -0.76471 2006 Iran 27 12.46592 45 -1.463337 2007 Iran 25 9.4770971 45 -1.616982 2008 Iran 23 10.052712 45 -1.63188 2009 Iran 18 11.18232 44.6 -1.72011 2010 Iran 22 10.80454 43.4 -1.70872 2011 Iran 27 9.622586 42.1 -1.5206 2012 Iran 28 9.458542 42.3 -1.425133 2013 Iran 25 9.2369525 43.2 -1.493414 2014 Iran 27 10.276147 40.3 -1.457999 2015 Iran 27 12.695268 41.8 -1.311571 2016 Iran 29 13.322352 43.5 -1.229478 2006 Kyrgyzstan 22 17.98733 61 -0.66352 2007 Kyrgyzstan 21 17.103026 60.2 -0.414784 2008 Kyrgyzstan 18 17.520702 61.1 -0.350386 2009 Kyrgyzstan 19 18.43155 61.8 -0.331769 2010 Kyrgyzstan 20 18.127071 61.3 -0.251273 2011 Kyrgyzstan 21 18.227443 61.1 -0.210015 2012 Kyrgyzstan 24 20.105852 60.2 -0.332078 2013 Kyrgyzstan 24 18.446991 59.6 -0.313033 2014 Kyrgyzstan 27 17.473334 61.1 -0.434673 2015 Kyrgyzstan 28 17.755373 61.3 -0.50266 2016 Kyrgyzstan 28 18.311175 59.6 -0.352723 2006 Laos 26 7.5723258 47.5 -1.270539 2007 Laos 19 7.9160367 50.3 -1.176816 2008 Laos 20 7.7726808 50.3 -1.143482 2009 Laos 20 13.379424 50.4 -1.071857
132
2010 Laos 21 11.898224 51.1 -1.015746 2011 Laos 22 11.564753 51.3 -0.977673 2012 Laos 21 13.416714 50 -0.81996 2013 Laos 26 17.073947 50.1 -0.839846 2014 Laos 25 15.180549 51.2 -0.849619 2015 Laos 25 15.106708 51.4 -0.806456 2016 Laos 30 13.97093 49.8 -0.725071 2006 Bangladesh 20 5.4400786 52.9 -1.001249 2007 Bangladesh 20 5.3594562 46.7 -0.945693 2008 Bangladesh 21 5.1782769 44.2 -0.916328 2009 Bangladesh 24 5.0937452 47.5 -0.864524 2010 Bangladesh 24 5.0753258 51.1 -0.847087 2011 Bangladesh 27 5.0974467 53 -0.811523 2012 Bangladesh 26 5.0393425 53.2 -0.951405 2013 Bangladesh 27 5.1161316 52.6 -0.91478 2014 Bangladesh 25 5.3375208 54.1 -0.937578 2015 Bangladesh 25 5.4042407 53.9 -0.899058 2016 Bangladesh 26 5.8924888 53.3 -0.796762 2006 Uzbekistan 21 17.786751 48.7 -1.607384 2007 Uzbekistan 17 15.6 51.5 -1.49311 2008 Uzbekistan 18 15.030779 51.9 -1.368667 2009 Uzbekistan 17 15.098622 50.5 -1.469529 2010 Uzbekistan 16 15.8 47.5 -1.550278 2011 Uzbekistan 16 15.49796 45.8 -1.561155 2012 Uzbekistan 17 15.605439 45.8 -1.57999 2013 Uzbekistan 17 15.554937 46 -1.60269 2014 Uzbekistan 18 15.8 46.5 -1.710769 2015 Uzbekistan 19 15.8 47 -1.642438 2016 Uzbekistan 21 15.8 46 -1.620176 2006 Cambodia 21 3.4603355 56.7 -0.612581 2007 Cambodia 20 5.7308626 55.9 -0.48194 2008 Cambodia 18 5.6345322 55.9 -0.446454 2009 Cambodia 20 6.1625055 56.6 -0.485972 2010 Cambodia 21 6.3446822 56.6 -0.475346 2011 Cambodia 21 6.0194182 57.9 -0.583629 2012 Cambodia 22 5.7887112 57.6 -0.341397 2013 Cambodia 20 5.5322185 58.5 -0.338365 2014 Cambodia 21 5.4693115 57.4 -0.423163
133
2015 Cambodia 21 5.3979798 57.5 -0.525049 2016 Cambodia 21 5.2099805 57.9 -0.465379
Lampiran 2 : Data Penelitian (Ln)
Tahun Negara CPI Govexpend EF Regquality 2006 Singapore 4.54329478 2.331998978 4.47733681 0.56170793 2007 Singapore 4.53259949 2.252496758 4.46705688 0.59195556 2008 Singapore 4.52178858 2.355960926 4.46935046 0.62521444 2009 Singapore 4.52178858 2.330954166 4.46705688 0.57590635 2010 Singapore 4.53259949 2.321084222 4.45550941 0.58002735 2011 Singapore 4.52178858 2.265563035 4.46820433 0.58199001 2012 Singapore 4.46590812 2.21665667 4.47163879 0.67592272 2013 Singapore 4.4543473 2.306609409 4.47733681 0.67823758 2014 Singapore 4.4308168 2.301591637 4.49312068 0.80355065 2015 Singapore 4.44265126 2.364001284 4.49312068 0.8156051 2016 Singapore 4.4308168 2.422941129 4.4750615 0.77964574 2006 HongKong 4.41884061 2.171284602 4.48413186 0.66040561 2007 HongKong 4.41884061 2.130418037 4.49869794 0.68488424 2008 HongKong 4.39444915 2.15971934 4.49647077 0.66996195 2009 HongKong 4.40671925 2.218295509 4.49980967 0.59875681 2010 HongKong 4.4308168 2.181470418 4.49647077 0.62944557 2011 HongKong 4.4308168 2.164638832 4.49647077 0.57778112 2012 HongKong 4.34380542 2.207937904 4.49869794 0.66693303 2013 HongKong 4.31748811 2.228553203 4.49200149 0.65737315 2014 HongKong 4.30406509 2.249032733 4.50092016 0.72149507 2015 HongKong 4.31748811 2.266144575 4.49535532 0.78384866 2016 HongKong 4.34380542 2.298501699 4.48413186 0.76736988 2006 Japan 4.33073334 2.887751813 4.29456061 0.23161794 2007 Japan 4.31748811 2.887345613 4.28634138 0.12139601 2008 Japan 4.29045944 2.910144025 4.29045944 0.12392582 2009 Japan 4.34380542 2.977295778 4.28771596 0.09409787 2010 Japan 4.35670883 2.969983801 4.28908864 0.01856335 2011 Japan 4.38202663 3.005077805 4.28771596 0.07639666
134
2012 Japan 4.30406509 3.008275181 4.27109507 0.13436774 2013 Japan 4.30406509 3.003986276 4.27388448 0.10974429 2014 Japan 4.33073334 3.0033548 4.2822063 0.13350129 2015 Japan 4.31748811 2.985338317 4.29456061 0.19699879 2016 Japan 4.27666612 2.984383229 4.29182837 0.35642176 2006 SouthKorea 3.93182563 2.626059549 4.2121276 -0.2904503 2007 SouthKorea 3.93182563 2.633944239 4.21656219 -0.1008161 2008 SouthKorea 4.02535169 2.684088577 4.22829253 -0.3121918 2009 SouthKorea 4.00733319 2.719273584 4.22097721 -0.173872 2010 SouthKorea 3.98898405 2.67217821 4.24706565 -0.0673853 2011 SouthKorea 3.98898405 2.680043384 4.24563401 -0.0114669 2012 SouthKorea 4.02535169 2.696884027 4.24706565 -0.111871 2013 SouthKorea 4.00733319 2.708285649 4.2527718 -0.0087728 2014 SouthKorea 4.00733319 2.71614747 4.26549282 0.10498412 2015 SouthKorea 3.98898405 2.708680025 4.26969745 0.1074081 2016 SouthKorea 3.97029191 2.72222047 4.27249075 0.10822909 2006 SaudiArabia 3.49650756 3.092824858 4.14313473 -3.1069458 2007 SaudiArabia 3.52636052 3.028299882 4.10923317 -3.9642094 2008 SaudiArabia 3.55534806 2.873804815 4.13516656 -2.1196818 2009 SaudiArabia 3.76120012 3.099507123 4.16355963 -1.8280872 2010 SaudiArabia 3.8501476 3.005822669 4.16044436 -1.8249198 2011 SaudiArabia 3.78418963 2.964731773 4.19268046 -3.5712925 2012 SaudiArabia 3.78418963 2.994278028 4.13516656 -2.2715303 2013 SaudiArabia 3.8286414 3.11119269 4.10429489 -2.491453 2014 SaudiArabia 3.8918203 3.26041865 4.130355 -5.6218326 2015 SaudiArabia 3.95124372 3.405161001 4.12874599 -3.6836504 2016 SaudiArabia 3.8286414 3.249099415 4.12874599 -2.5334684 2006 Malaysia 3.91202301 2.413026657 4.12066187 -0.5960716 2007 Malaysia 3.93182563 2.44814481 4.15575319 -0.6809836 2008 Malaysia 3.93182563 2.442767147 4.15731936 -1.1508466 2009 Malaysia 3.80666249 2.568670923 4.16821441 -1.1917508 2010 Malaysia 3.78418963 2.532201175 4.1713056 -0.5294265 2011 Malaysia 3.76120012 2.585555695 4.1941899 -0.5411667 2012 Malaysia 3.8918203 2.627717104 4.19569706 -0.5612707 2013 Malaysia 3.91202301 2.6185194 4.19116875 -0.4514521
135
2014 Malaysia 3.95124372 2.589923211 4.24276457 -0.1770703 2015 Malaysia 3.91202301 2.575616297 4.259859 -0.284124 2016 Malaysia 3.8918203 2.531816795 4.26969745 -0.3400775 2006 China 3.49650756 2.635408279 3.98154907 -1.6036288 2007 China 3.55534806 2.601449807 3.95124372 -1.762842 2008 China 3.58351894 2.579077564 3.97217693 -1.8656825 2009 China 3.58351894 2.57997051 3.9740584 -1.4968613 2010 China 3.55534806 2.550817813 3.93182563 -1.4523871 2011 China 3.58351894 2.57870479 3.95124372 -1.5076574 2012 China 3.66356165 2.597555931 3.93573953 -1.4237073 2013 China 3.68887945 2.605390291 3.94931879 -1.2448629 2014 China 3.58351894 2.589214703 3.96081317 -1.2623346 2015 China 3.61091791 2.637180567 3.96461546 -1.2398117 2016 China 3.68887945 2.670581769 3.95124372 -1.3295566 2006 India 3.49650756 2.307790662 3.95508249 -1.2733388 2007 India 3.55534806 2.303992099 3.98713048 -1.188007 2008 India 3.52636052 2.364570741 3.99083419 -0.9430172 2009 India 3.52636052 2.450026824 3.99636415 -1.118495 2010 India 3.49650756 2.409816947 3.98527347 -0.9711976 2011 India 3.4339872 2.40554427 4.00003388 -1.0655507 2012 India 3.58351894 2.368733839 4.00003388 -0.7491219 2013 India 3.58351894 2.331673896 4.01096295 -0.7536684 2014 India 3.63758616 2.345157945 4.01998015 -0.8034999 2015 India 3.63758616 2.33371089 4.00003388 -0.9378602 2016 India 3.68887945 2.455382013 4.02891676 -1.1824625 2006 Kuwait 3.87120101 2.631564107 4.19720195 -1.2196599 2007 Kuwait 3.76120012 2.639421192 4.19569706 -1.3491169 2008 Kuwait 3.76120012 2.595051261 4.22097721 -1.7457038 2009 Kuwait 3.71357207 2.917233204 4.1835757 -1.8735673 2010 Kuwait 3.80666249 2.840857814 4.21508618 -1.8328844 2011 Kuwait 3.8286414 2.700156173 4.17284762 -2.4857424 2012 Kuwait 3.78418963 2.712019964 4.13516656 -3.3089561 2013 Kuwait 3.76120012 2.796476005 4.14472077 -2.6386821 2014 Kuwait 3.78418963 2.876679122 4.13196143 -1.9286019 2015 Kuwait 3.8918203 3.186012319 4.13516656 -1.7537297
136
2016 Kuwait 3.71357207 3.255462592 4.13836145 -2.60631 2006 SriLanka 3.4339872 2.731892449 4.07243973 -1.2989552 2007 SriLanka 3.4657359 2.726035301 4.08429423 -1.2455263 2008 SriLanka 3.4657359 2.78397158 4.06731589 -1.0024822 2009 SriLanka 3.4339872 2.868530224 4.02535169 -1.2786851 2010 SriLanka 3.4657359 2.134858241 4.00003388 -1.5239023 2011 SriLanka 3.49650756 2.147039686 4.04480412 -2.1743123 2012 SriLanka 3.68887945 2.031403445 4.06560209 -2.1850227 2013 SriLanka 3.61091791 2.050774376 4.1059437 -1.8745269 2014 SriLanka 3.63758616 2.125611164 4.09434456 -2.2906886 2015 SriLanka 3.61091791 2.196313547 4.0707347 -2.9382637 2016 SriLanka 3.58351894 2.148766988 4.09267651 -2.2815985 2006 Indonesia 3.17805383 2.092198568 3.94931879 -0.9558851 2007 Indonesia 3.13549422 2.059120838 3.9740584 -1.0642536 2008 Indonesia 3.25809654 2.068340948 3.9740584 -1.0547307 2009 Indonesia 3.33220451 2.197917365 3.97781075 -1.0166731 2010 Indonesia 3.33220451 2.197881583 4.01638302 -0.8774139 2011 Indonesia 3.40119738 2.203723103 4.02535169 -1.0443682 2012 Indonesia 3.4657359 2.224492556 4.03246916 -1.277395 2013 Indonesia 3.4657359 2.25315532 4.04129534 -1.6324974 2014 Indonesia 3.52636052 2.243368462 4.06902675 -2.2287795 2015 Indonesia 3.58351894 2.277684923 4.06216566 -1.5252908 2016 Indonesia 3.61091791 2.245994965 4.08429423 -2.1009938 2006 Thailand 3.58351894 2.602857714 4.14788533 -1.4145827 2007 Thailand 3.49650756 2.633751653 4.15103991 -1.945924 2008 Thailand 3.55534806 2.663190724 4.13196143 -1.5581519 2009 Thailand 3.52636052 2.771343623 4.14313473 -1.5234152 2010 Thailand 3.55534806 2.760061554 4.16044436 -1.7503405 2011 Thailand 3.52636052 2.781412063 4.1697612 -1.6012928 2012 Thailand 3.61091791 2.794405858 4.17284762 -1.4123379 2013 Thailand 3.55534806 2.797207609 4.16044436 -1.4849911 2014 Thailand 3.63758616 2.832454523 4.14788533 -1.2973176 2015 Thailand 3.63758616 2.851015219 4.13356528 -1.2309353 2016 Thailand 3.55534806 2.838711134 4.15731936 -1.783732 2006 Mongolia 3.33220451 2.458159473 4.13356528 -1.1224407
137
2007 Mongolia 3.40119738 2.570408941 4.0993321 -1.2813913 2008 Mongolia 3.40119738 2.683908666 4.15261347 -1.0863417 2009 Mongolia 3.29583687 2.647170997 4.13995507 -1.2107782 2010 Mongolia 3.29583687 2.540666572 4.09434456 -1.4247805 2011 Mongolia 3.29583687 2.505953401 4.08597631 -1.5054741 2012 Mongolia 3.58351894 2.604673791 4.11903717 -1.575591 2013 Mongolia 3.63758616 2.599508742 4.12228393 -1.1282871 2014 Mongolia 3.66356165 2.566256969 4.07584109 -1.3039265 2015 Mongolia 3.66356165 2.604868107 4.08092154 -1.0483636 2016 Mongolia 3.63758616 2.688176526 4.08429423 -2.5712497 2006 Vietnam 3.25809654 1.710689448 3.92197334 -0.4746484 2007 Vietnam 3.25809654 1.714539325 3.90801498 -0.5757272 2008 Vietnam 3.29583687 1.727235868 3.91999118 -0.4809854 2009 Vietnam 3.29583687 1.754128111 3.93182563 -0.4736025 2010 Vietnam 3.29583687 1.790548569 3.90801498 -0.48363 2011 Vietnam 3.36729583 1.776841149 3.94352167 -0.5127757 2012 Vietnam 3.4339872 1.779549457 3.93769075 -0.4024005 2013 Vietnam 3.4339872 1.81740379 3.93182563 -0.4446286 2014 Vietnam 3.4339872 1.834996105 3.92789635 -0.5315693 2015 Vietnam 3.4339872 1.845815669 3.94545778 -0.7283049 2016 Vietnam 3.49650756 1.87326468 3.98898405 -0.7898009 2006 Philippines 3.21887582 2.217070349 4.03069454 -1.7738763 2007 Philippines 3.21887582 2.228394337 4.02535169 -2.1553254 2008 Philippines 3.13549422 2.178356167 4.02535169 -2.5422166 2009 Philippines 3.17805383 2.288517836 4.03953633 -2.242604 2010 Philippines 3.17805383 2.274360712 4.03069454 -1.4544339 2011 Philippines 3.25809654 2.27226186 4.02891676 -1.480042 2012 Philippines 3.52636052 2.383520688 4.04480412 -2.7951054 2013 Philippines 3.58351894 2.383282877 4.06388535 -2.631337 2014 Philippines 3.63758616 2.357146244 4.09600984 -3.3018534 2015 Philippines 3.55534806 2.391294231 4.130355 -3.1446224 2016 Philippines 3.55534806 2.4093649 4.14472077 -5.5086789 2006 Pakistan 3.09104245 2.345287657 4.05871738 -0.726516 2007 Pakistan 3.17805383 2.289904525 4.0465539 -0.6292891 2008 Pakistan 3.21887582 2.277235689 4.0181832 -0.5138078
138
2009 Pakistan 3.17805383 2.353170053 4.04305127 -0.5474627 2010 Pakistan 3.13549422 2.333718056 4.01096295 -0.5161796 2011 Pakistan 3.21887582 2.275845418 4.00914972 -0.4555499 2012 Pakistan 3.29583687 2.350303602 4.00186371 -0.3325213 2013 Pakistan 3.33220451 2.398178593 4.00914972 -0.3562371 2014 Pakistan 3.36729583 2.376114148 4.01096295 -0.3814615 2015 Pakistan 3.40119738 2.395395268 4.0181832 -0.466788 2016 Pakistan 3.4657359 2.424599825 4.02356438 -0.4468041 2006 Kazakhstan 3.25809654 2.320509704 4.09767235 -1.0112158 2007 Kazakhstan 3.04452244 2.402785363 4.08765557 -0.9629537 2008 Kazakhstan 3.09104245 2.321258977 4.11251187 -1.0773027 2009 Kazakhstan 3.29583687 2.456415101 4.09600984 -1.1437512 2010 Kazakhstan 3.36729583 2.380688511 4.11087386 -1.1085919 2011 Kazakhstan 3.29583687 2.349072427 4.12874599 -1.4074923 2012 Kazakhstan 3.33220451 2.444223803 4.15261347 -0.9806112 2013 Kazakhstan 3.25809654 2.319772206 4.14313473 -1.00269 2014 Kazakhstan 3.36729583 2.369278442 4.15418456 -1.3799634 2015 Kazakhstan 3.33220451 2.453822346 4.14788533 -3.4125087 2016 Kazakhstan 3.36729583 2.453661344 4.15261347 -2.3040216 2006 Nepal 3.21887582 2.161365089 3.983413 -0.6553901 2007 Nepal 3.21887582 2.219037939 3.99636415 -0.566344 2008 Nepal 3.29583687 2.291455018 3.99083419 -0.472262 2009 Nepal 3.13549422 2.377610697 3.9740584 -0.3471839 2010 Nepal 3.09104245 2.301843689 3.96461546 -0.2955762 2011 Nepal 3.09104245 2.259393535 3.91402101 -0.3249259 2012 Nepal 3.29583687 2.376004612 3.91601503 -0.2232981 2013 Nepal 3.4339872 2.296108991 3.91999118 -0.163758 2014 Nepal 3.36729583 2.330003405 3.91402101 -0.1840048 2015 Nepal 3.29583687 2.390251321 3.93769075 -0.2236669 2016 Nepal 3.36729583 2.447170478 3.92986292 -0.2682587 2006 Iran 3.29583687 2.522998558 3.80666249 0.38071957 2007 Iran 3.21887582 2.24887806 3.80666249 0.48056166 2008 Iran 3.13549422 2.307842461 3.80666249 0.48973297 2009 Iran 2.89037176 2.414333955 3.79773386 0.542388 2010 Iran 3.09104245 2.379966432 3.77045944 0.5357446
139
2011 Iran 3.29583687 2.264113044 3.74004774 0.41910489 2012 Iran 3.33220451 2.246918252 3.74478709 0.35426522 2013 Iran 3.21887582 2.223212019 3.7658405 0.40106496 2014 Iran 3.29583687 2.329825385 3.69635147 0.37706502 2015 Iran 3.29583687 2.54122933 3.73289634 0.27122529 2016 Iran 3.36729583 2.589443217 3.77276094 0.2065895 2006 Kyrgyzstan 3.09104245 2.889667644 4.11087386 -0.4101969 2007 Kyrgyzstan 3.04452244 2.839255385 4.09767235 -0.8799978 2008 Kyrgyzstan 2.89037176 2.863383135 4.11251187 -1.048719 2009 Kyrgyzstan 2.94443898 2.914063886 4.12390336 -1.1033164 2010 Kyrgyzstan 2.99573227 2.897406469 4.11577984 -1.381217 2011 Kyrgyzstan 3.04452244 2.902928312 4.11251187 -1.5605765 2012 Kyrgyzstan 3.17805383 3.001010916 4.09767235 -1.1023851 2013 Kyrgyzstan 3.17805383 2.914901271 4.08765557 -1.1614476 2014 Kyrgyzstan 3.29583687 2.860675934 4.11251187 -0.8331612 2015 Kyrgyzstan 3.33220451 2.876688191 4.11577984 -0.687842 2016 Kyrgyzstan 3.33220451 2.907511544 4.08765557 -1.042071 2006 Laos 3.25809654 2.024500258 3.86072971 0.23944116 2007 Laos 2.94443898 2.068890662 3.91800508 0.16281237 2008 Laos 2.99573227 2.050615126 3.91800508 0.13407818 2009 Laos 2.99573227 2.593718019 3.91999118 0.06939252 2010 Laos 3.04452244 2.476389155 3.9337845 0.01562343 2011 Laos 3.09104245 2.447961905 3.93769075 -0.0225805 2012 Laos 3.04452244 2.596501227 3.91202301 -0.1984997 2013 Laos 3.25809654 2.83755372 3.91402101 -0.1745363 2014 Laos 3.21887582 2.720014915 3.93573953 -0.1629669 2015 Laos 3.21887582 2.71513889 3.93963817 -0.2151056 2016 Laos 3.40119738 2.636978742 3.90801498 -0.3214853 2006 Bangladesh 2.99573227 1.693793501 3.96840334 0.00124841 2007 Bangladesh 2.99573227 1.678862517 3.84374416 -0.0558372 2008 Bangladesh 3.04452244 1.644472352 3.78872479 -0.0873814 2009 Bangladesh 3.17805383 1.628013349 3.86072971 -0.1455758 2010 Bangladesh 3.17805383 1.624390727 3.9337845 -0.1659521 2011 Bangladesh 3.29583687 1.628739765 3.97029191 -0.2088427 2012 Bangladesh 3.25809654 1.617275621 3.9740584 -0.0498154
140
2013 Bangladesh 3.29583687 1.632398615 3.96271612 -0.0890713 2014 Bangladesh 3.21887582 1.674761267 3.99083419 -0.0644552 2015 Bangladesh 3.21887582 1.687183967 3.98713048 -0.1064074 2016 Bangladesh 3.25809654 1.773678461 3.97593633 -0.227199 2006 Uzbekistan 3.04452244 2.878453838 3.88567903 0.47460814 2007 Uzbekistan 2.83321334 2.747270914 3.94158181 0.40086147 2008 Uzbekistan 2.89037176 2.710100047 3.94931879 0.31383745 2009 Uzbekistan 2.83321334 2.714603454 3.92197334 0.38494172 2010 Uzbekistan 2.77258872 2.76000994 3.86072971 0.43843454 2011 Uzbekistan 2.77258872 2.740708402 3.82428409 0.44542591 2012 Uzbekistan 2.83321334 2.747619509 3.82428409 0.45741823 2013 Uzbekistan 2.83321334 2.744378081 3.8286414 0.4716836 2014 Uzbekistan 2.89037176 2.76000994 3.83945231 0.53694294 2015 Uzbekistan 2.94443898 2.76000994 3.8501476 0.49618161 2016 Uzbekistan 3.04452244 2.76000994 3.8286414 0.48253461 2006 Cambodia 3.04452244 1.241365552 4.03777421 -0.4900742 2007 Cambodia 2.99573227 1.745866054 4.02356438 -0.7299355 2008 Cambodia 2.89037176 1.728914126 4.02356438 -0.8064194 2009 Cambodia 2.99573227 1.818483426 4.03600899 -0.7216038 2010 Cambodia 3.04452244 1.847617008 4.03600899 -0.7437121 2011 Cambodia 3.04452244 1.794990608 4.05871738 -0.5384902 2012 Cambodia 3.09104245 1.755909677 4.05352257 -1.074709 2013 Cambodia 2.99573227 1.710588912 4.06902675 -1.0836291 2014 Cambodia 3.04452244 1.699152745 4.0500443 -0.8599983 2015 Cambodia 3.04452244 1.686024779 4.05178495 -0.6442632 2016 Cambodia 3.04452244 1.650576105 4.05871738 -0.7649027
141
Lampiran 3: Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Pool: HASIL_ESTIMASI Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 49.902803 (23,237) 0.0000
Cross-section Chi-square 466.019454 23 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: CPI? Method: Panel Least Squares Date: 06/25/18 Time: 12:41 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 24 Total pool (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -4.947792 0.350497 -14.11652 0.0000
GOVEXPEND? 0.129397 0.040680 3.180829 0.0016 EF? 2.005942 0.088131 22.76079 0.0000
REGQUALITY? 0.034322 0.014203 2.416505 0.0164 R-squared 0.701562 Mean dependent var 3.533412
Adjusted R-squared 0.698118 S.D. dependent var 0.433561 S.E. of regression 0.238214 Akaike info criterion -0.016255 Sum squared resid 14.75399 Schwarz criterion 0.037926 Log likelihood 6.145701 Hannan-Quinn criter. 0.005516 F-statistic 203.7341 Durbin-Watson stat 0.155241 Prob(F-statistic) 0.000000
142
Lampiran 4: Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: HASIL_ESTIMASI Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 22.195772 3 0.0001
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. GOVEXPEND? 0.121637 0.124397 0.000392 0.8891
EF? 0.568036 1.166866 0.018413 0.0000 REGQUALITY? -0.052198 -0.036409 0.000022 0.0008
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: CPI? Method: Panel Least Squares Date: 06/25/18 Time: 12:42 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 24 Total pool (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.874622 0.893197 0.979204 0.3285
GOVEXPEND? 0.121637 0.053236 2.284850 0.0232 EF? 0.568036 0.218422 2.600634 0.0099
REGQUALITY? -0.052198 0.015034 -3.471874 0.0006 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.948923 Mean dependent var 3.533412
Adjusted R-squared 0.943319 S.D. dependent var 0.433561 S.E. of regression 0.103221 Akaike info criterion -1.607238 Sum squared resid 2.525120 Schwarz criterion -1.241516 Log likelihood 239.1554 Hannan-Quinn criter. -1.460280 F-statistic 169.3476 Durbin-Watson stat 0.744110
143
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 5: Uji Normalitas
0
5
10
15
20
25
30
35
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2
Series: Standardized ResidualsSample 2006 2016Observations 264
Mean -4.18e-18Median 0.005014Maximum 0.238249Minimum -0.346730Std. Dev. 0.097986Skewness -0.143997Kurtosis 3.333640
Jarque-Bera 2.136823Probability 0.343554
Lampiran 6: Uji Multikolinearitas
GOVEXPEND EF REGQUALITY GOVEXPEND 1.000000 0.218225 -0.240708
EF 0.218225 1.000000 0.074893 REGQUALITY -0.240708 0.074893 1.000000
144
Lampiran 7: Uji Autokorelasi
Dependent Variable: CPI Method: Panel Least Squares Date: 06/25/18 Time: 12:49 Sample: 2006 2016 Periods included: 11 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.874622 0.893197 0.979204 0.3285
EF 0.568036 0.218422 2.600634 0.0099 GOVEXPEND 0.121637 0.053236 2.284850 0.0232 REGQUALITY -0.052198 0.015034 -3.471874 0.0006
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.948923 Mean dependent var 3.533412
Adjusted R-squared 0.943319 S.D. dependent var 0.433561 S.E. of regression 0.103221 Akaike info criterion -1.607238 Sum squared resid 2.525120 Schwarz criterion -1.241516 Log likelihood 239.1554 Hannan-Quinn criter. -1.460280 F-statistic 169.3476 Durbin-Watson stat 0.744110 Prob(F-statistic) 0.000000
145
Lampiran 8: Uji Heteroskedastisitas
Dependent Variable: RESABS Method: Panel Least Squares Date: 06/25/18 Time: 12:51 Sample: 2006 2016 Periods included: 11 Cross-sections included: 24 Total panel (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.904726 0.458279 1.974179 0.0495
EF -0.208212 0.112068 -1.857916 0.0644 GOVEXPEND 0.011670 0.027314 0.427257 0.6696 REGQUALITY 0.007893 0.007714 1.023165 0.3073
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.325918 Mean dependent var 0.076351
Adjusted R-squared 0.251968 S.D. dependent var 0.061234 S.E. of regression 0.052960 Akaike info criterion -2.941893 Sum squared resid 0.664735 Schwarz criterion -2.576171 Log likelihood 415.3299 Hannan-Quinn criter. -2.794935 F-statistic 4.407270 Durbin-Watson stat 1.535179 Prob(F-statistic) 0.000000
146
Lampiran 9: Output Fixed Effect Model
Dependent Variable: CPI? Method: Pooled Least Squares Date: 06/25/18 Time: 12:48 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 24 Total pool (balanced) observations: 264
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.874622 0.893197 0.979204 0.3285
GOVEXPEND? 0.121637 0.053236 2.284850 0.0232 EF? 0.568036 0.218422 2.600634 0.0099
REGQUALITY? -0.052198 0.015034 -3.471874 0.0006 Fixed Effects (Cross)
_SINGAPORE--C 0.827561 _HONGKONG--C 0.714105
_JAPAN--C 0.660546 _SOUTHKOREA--C 0.372896 _SAUDIARABIA--C -0.008685
_MALAYSIA--C 0.284265 _CHINA--C 0.083875 _INDIA--C 0.074620
_KUWAIT--C 0.093102 _SRILANKA--C -0.030606 _INDONESIA--C -0.103682 _THAILAND--C -0.082066 _MONGOLIA--C -0.121897 _VIETNAM--C 0.010130
_PHILIPPINES--C -0.231526 _PAKISTAN--C -0.208640
_KAZAKHSTAN--C -0.310059 _NEPAL--C -0.161411 _IRAN--C -0.060132
_KYRGYZSTAN--C -0.492370 _LAOS--C -0.269102
_BANGLADESH--C -0.140078 _UZBEKISTAN--C -0.503065 _CAMBODIA--C -0.397779
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
147
R-squared 0.948923 Mean dependent var 3.533412 Adjusted R-squared 0.943319 S.D. dependent var 0.433561 S.E. of regression 0.103221 Akaike info criterion -1.607238 Sum squared resid 2.525120 Schwarz criterion -1.241516 Log likelihood 239.1554 Hannan-Quinn criter. -1.460280 F-statistic 169.3476 Durbin-Watson stat 0.744110 Prob(F-statistic) 0.000000