pengaruh model pembelajaran multidimensional terhadap kemampuan kognitif...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIDIMENSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA KONSEP FLUIDA
STATIS
(Penelitian Eksperimen Kuasi di SMAN 10 Tangerang Selatan)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah
satu syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
NURROVI PAUZIAH NAWAWI
NIM 1113016300051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
Kinkin Suartini, M.Pd NIP.197804062006042003
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Multidimensional terhadap Kemampuan Kognitif Siswa pada Konsep Fluida Statis disusun oleh Nurrovi Pauziah Nawawi, NIM 1113016300051, Jurusan Tadris Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada ujian/sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Tangerang, Mei 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
Ketua Jurusan Tadris Fisika
Iwan Permana Suwarna, M.Pd NIP. 19780504 2009011013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisika adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang pada
dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi pemahaman baik secara
kualitatif maupun kuantitatif tentang berbagai gejala atau proses alam dan sifat
zat serta penerapannya.1 Salah satu konsep fisika yang kurang dipahami oleh
siswa yaitu konsep fluida statis, sehingga hasil belajar kognitif siswa masih
rendah. Kemampuan hasil belajar siswa pada konsep fluida statis tidak stabil
bahkan mengalami penurunan drastis di tingkat nasional pada tahun 2016. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan data laporan hasil ujian nasional dari Pusat
Penilaian Pendidikan (Puspendik) dari tahun 2012 sampai tahun 2016. Dari
tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami penurunan ditunjukkan oleh data
berturut-turut 92,68; 65,58; dan 61,68; namun pada tahun 2015 mengalami
peningkatan yaitu 66,75. Penurunan drastis terjadi lagi pada tahun 2016
menjadi 41,94.2
Kemampuan masing-masing siswa dalam menyerap materi pada
pelajaran fisika berbeda antara satu siswa dengan siswa lain. Dalam
praktiknya sebagian siswa ada yang lancar dan cepat dalam memahami materi,
tetapi ada pula sebagian siswa yang sulit dan membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk memahami materi. Siswa yang tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya disebut dengan siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan belajar
mengindikasikan terdapat suatu kesenjangan antar prestasi yang diharapkan
dengan prestasi yang diperoleh.3 Profil kesulitan belajar pada konsep fluida
statis dapat diungkap dari ketercapaian pendekatan diagnostik. Ada lima
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan: tujuan pembelajaran,
1 Mundilarto, 2010, Penilaian Hasil Belajar Fisika, Yogyakarta: Pusat Pengembangan Instruksional Sains FMIPA UNY cet kedua, h.3
2 Alik Sus Adi Dkk, 2018, Identifikasi Profil Kesulitan Belajar Fisika Topik Fluida Statis Pada Siswa SMA Di Kabupaten Demak, Demak: Universitas Negeri Semarang, h.2
3 Yogantari, 2015, Identifikasi Kesulitan Siswa dalam Pembelajaran Fisika, Skripsi: Universitas Negeri Malang, h.7
2
profil materi, pengetahuan prasyarat, miskonsepsi, dan pengetahuan
terstruktur. (1) Persentase berdasarkan tujuan pembelajaran diambil dari lima
indikator, yaitu memahami konsep tekanan hidrostatis, membandingkan
tekanan hidrostatis pada zat cair yang berbeda, memahami konsep hukum
Pascal, memahami konsep hukum Archimedes dalam fenomena mengapung,
melayang, dan tenggelam, menjelaskan konsep gaya apung berturutturut
adalah 58,33%; 75,96%; 57,21%; 81,25%; dan 98,56%. (2) Persentase
berdasarkan profil materi diambil dari tiga sub materi yaitu tekanan
hidrostatis, hukum Pascal, dan hukum Archimedes berturut-turut adalah
68,40%; 57,21%; dan 89,90%. (3) Persentase berdasarkan pengetahuan
prasyarat sebesar 12%. (4) Persentase berdasarkan miskonsepsi diambil dari
sub bab tekanan hidrostatis dan hukum Pascal berturut-turut adalah 48,08%
dan 48,08%. (5) Persentase berdasarkan pengetahuan terstruktur sebesar
4,07%.4
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di
daerah Tangerang Selatan dengan kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum
2013. Terdapat beberapa masalah yang terjadi pada siswa diantaranya yaitu
siswa kurang aktif dan interaktif pada proses pembelajaran fisika dikelas
seperti kurangnya praktikum, diskusi dan presentasi. Kurangnya media yg
digunakan sebagai alat untuk mendemonstrasikan beberapa konsep fisika. Ini
berarti kurangnya penerapan kurikulum 2013 didalam kelas sehingga siswa
menjadi kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran fisika yang membuat
hasil belajar ranah kognitif siswa (kemampuan kognitif) masih rendah.
Penelitian di bidang memori dan pembelajaran juga menunjukkan bahwa
penggunaan gambar dan praktik secara langsung dilapangan dapat membantu
proses pembelajaran lebih baik daripada deskripsi verbal. Gambar-gambar
yang disajikan dalam sebuah presentasi dapat ditambahkan dengan
4 Alik Sus Adi Dkk, 2018, Identifikasi Profil Kesulitan Belajar Fisika Topik Fluida Statis
Pada Siswa SMA Di Kabupaten Demak, Demak: Universitas Negeri Semarang, h.5
3
menghadirkan data dalam satu gambar visual dan dengan menggunakan item
yang mudah dibayangkan agar siswa dapat menyerap konsep dengan baik.5
Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
belajarnya yaitu terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
faktor yang ada dalam dirinya sendiri seperti (1) pada saat pembelajaran fisika
terutama pada siang hari, peserta didik ada yang cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, cepat mengantuk dikarenakan kondisi ruangan
yang panas dan jumlah peserta didik yang cukup padat, (2) kemampuan daya
tangkap dan keaktifan sebagian peserta didik berbeda-beda, ada yang aktif
karena daya tangkapnya baik dan ada yang hanya diam atau melakukan hal-
hal yang ia inginkan dan tidak memperhatikan pelajaran, (3) kurangnya minat
peserta didik dalam belajar fisika yang menyebabkan mereka cepat
mengantuk, mengeluh, asyik melakukan hal yang ia sukai dengan mengambar-
gambar dibuku tulis, malas mencatat dan malas masuk kelas, (4) kemampuan
sebagian dari peserta didik yang sangat kurang, terutama dalam penguasaan
konsep, rumus dan perhitungan matematikanya yang masih sangat rendah, (5)
kurangnya kesiapan peserta didik dalam belajar fisika seperti tidak membawa
buku catatakan, tidak membawa pulpen dan tidak masuk kelas dengan alasan
terlambat, (6) cara menyampaikan guru yang terkadang kurang jelas
dibeberapa kelas karena suara ribut dari peserta didik yang berada dikelas dan
kelas lain terutama yang peserta didik duduknya paling belakang, dan (7) aktif
berorganisasi yang menyebabkan peserta didik tidak dapat mengatur waktu
belajarnya. Sedangkan faktor eksternal yaitu (1) Suasana belajar yang tidak
kondusif terutama disiang hari yang cuacanya panas dan ada beberapa kelas
yang jumlah peserta didiknya cukup padat, (2) Gangguan belajar pada peserta
didik saat belajar kerena kehadiran seseorang yang ribut dan lewat-lewat
didepan kelasnya yang dapat mengundang perhatian peserta didik, (3) Suara
bising yang membuat peserta didik terganggu dalam belajarnya yang berasaal
dari kelas sendiri atau dari kelas yang berseblahan karena bunyi kursi yang
5 Tarek M. Abdelhemid, 1999, The Multidimensional Learning Model: A Novel Cognitive Psychology-Based Model for Computer Assisted Instruction in Order to Improve Learning in Medical Students. Auckland: Universitas Auckland Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, h.2
4
bergesekan dilantai, (4) Gangguan dari jenis kelamin terutama yang sedang
bermasalah dengan teman dan pacarnya sehingga lupa untuk belajar, (5)Tidak
adanya teman belalajar karena faktor ketidak cocokan pendapat dan sifat suka
menyendiri, (6) Teman sepermainan yang nakal sehingga ikut terpengaruh
kedalamnya yang menyebabkan peserta didik malas belajar, dan (7) Tidak
dapat mengatur waktu belajar disebabkan malas belajar, aktif organisasi dan
sibuk bekerja membantu orang tua.6
Dampak bagi siswa dari permasalahan yang telah dipaparkan
sebelumnya yaitu siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika
selanjutnya.7 Guru dianjurkan untuk berani mencoba model-model
pembelajaran baru yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar
mengajar dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Model
pembelajaran dalam mengajar harus diusahakan tepat, seefisien dan seefektif
mungkin sesuai dengan kondisi siswa, agar siswa dapat belajar dengan baik.8
Oleh karena itu diperlukan penerapan model pembelajaran agar siswa antusias
dalam proses pembelajaran yaitu model pembelajaran multidimensional.
Salah satu model pembelajaran yang dapat melatih dan meningkatkan
kemampuan kognitif siswa adalah model pembelajaran multidimensional. Hal
ini karena siswa dapat memahami konsep dari suatu materi melalui bekerja
dan belajar pada situasi atau masalah yang diberikan. Siswa melakukan
penyelidikan untuk memecahkan masalah secara berkelompok,
mengeksplorasi (menyajikan hasil karya), mengaitkan pengetahuan baru
dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya, dan mengkonstruksi
pemahamannya sendiri.9 Model pembelajaran multidimensional ini bukanlah
suatu model pembelajaran yang memiliki sistematika tertentu, melainkan
menggunakan berbagai model yang diterapkan dalam satu pembelajaran yang
6 Abbas, Muhammad Yusuf Hidayat, 2018, Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Fisika Pada
Peserta Didik Kelas IPA Sekolah Menengah Atas, Makasar: UIN Alauddin Makassar, h.47 7 Meizuvan Khoirul Arief, 2012, Identifikasi Kesulitan Belajar Fisika Pada Siswa Rsbi :
Studi Kasus Di Rsmabi Se Kota Semarang, Semarang: Universitas Negeri Semarang, h.9 8 Ibid, h. 10
9Ari Yuli Pramayanti, 2011, Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Setelah Penerapan Model Pembelajaran Multidimensional pada Pokok Bahasan Kalor. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, h.3
5
disesuaikan dengan materi ajar, kondisi dan kehidupan sehari-hari siswa.10
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran
multidimensional yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di
antaranya: memberikan motivasi kepada siswa atas penemuannya sendiri,
terbentuknya interaksi dalam pembelajaran, berbagi informasi dengan siswa
lain, dan mengurangi sistem hafalan dalam proses pembelajaran sehingga
siswa dituntut dapat berperan aktif selama proses pembelajaran.11 Sehingga
model pembelajaran multidimensional cocok untuk diterapkan kepada siswa
agar meningkatkan kemmapuan kognitif siswa melalui pembelajaran praktik
langsung dilapangan dengan melakukan percobaan. Mempertimbangkan
faktor efektifitas sebagai model pembelajaran multidimensional dapat
memberikan gambaran yang lebih baik tentang apa yang membuat guru dan
sekolah butuhkan, keefektifan dalam belajar dapat membantu kita
mengembangkan strategi spesifik untuk meningkatkan praktik pendidikan.12
Dengan demikian betapa pentingnya pengaruh model pembelajaran
multidimensional untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam
peningkatan kemampuan belajar siswa, maka berdasarkan latar belakang
tersebut peneliti termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian yang
berjudul: “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
MULTIDIMENSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA PADA KONSEP FLUIDA STATIS”.
10 Wian Indriani, 2013, Penerapan pembelajaran fisika dengan menggunakan model multidimensional terhadap keterampilan proses sains siswa. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, h.6
11A. Rizkianawati dkk, 2015, Implementasi model pembelajaran multidimensional pada Pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan Proses sains siswa, Skripsi, Semarang: Universitas Negeri Semarang, h.4
12 Leonidas Kyriakides, Bert P. M. Creemers, 2008, Using a multidimensional approach to measure the impact of classroom-level factors upon student achievement: a study testing the validity of the dynamic model, Belanda: Universitas Groningen, h.1
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,
peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika
2. Proses pembelajaran fisika lebih menekankan pada pencapaian tuntutan
kurikulum dan penyampaian materi semata, sehingga menyebabkan
rendahnya hasil belajar siswa.
3. Ketertarikan siswa terhadap pelajaran fisika cukup rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran
multidimensional diterapkan pada kelas eksperimen dan pendekatan
saintifik pada kelas kontrol.
2. Pengukuran kemampuan kognitif siswa yang dalam penelitian ini merujuk
pada taksonomi bloom revisi ranah kognitif (C1-C3).
3. Materi fisika yang digunakan pada penelitian ini yaitu materi fluida statis
sesuai dengan silabus SMA/MA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah model pembelajaran multidimensional mempengaruhi terhadap
kemampuan kognitif siswa pada konsep fluida statis?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan kognitif siswa terhadap model
pembelajaran multidimensional pada konsep fluida statis?
7
E. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran
multidimensional terhadap kemampuan kognitif siswa pada konsep fluida
statis.
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah diberi
perlakuan model pembelajaran multidimensional pada konsep fluida statis.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti,
siswa dan guru. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh
model pembelajaran multidimensional terhadap kemampuan kognitif
siswa.
2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa, meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
3. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa.
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget adalah seorang ahli psikologi perkembangan, ia mempelajari
bagaimana pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi
pertumbuhan dan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial.13 Teori
perkembangan kognitif Piaget menjelaskan bagaimana anak beradaptasi
dengan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya.
Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang
menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif organismik,
yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk
memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut piaget, bahwa
perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi
dengan lingkungan. Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui
tiga proses yang saling berhubungan, yaitu: organisasi, adaptasi dan ekuilibrasi.
Menurut Teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif. Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget,
siswa pada rentang usia 11-15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi
formal. Meskipun pada usia tersebut siswa sudah mampu berpikir logis tanpa
kehadiran benda kongkrit, akan tetapi kemampuan siswa untuk berpikir abstrak
masih belum berkembang dengan baik, sehingga dalam beberapa hal
keberadaan alat peraga atau media belajar lainnya masih dibutuhkan.
Implikasi Teori Piaget dalam pembelajaran adalah saat guru
memperkenalkan informasi yang melibatkan peserta didik dalam menggunakan
konsep-konsep, memberikan waktu pada peserta didik menemukan ide-ide
dengan pola berpikir formal.
13 Dahar, R. W, 2006, Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga, h.131
9
2. Model Pembelajaran Multidimensional
Model pembelajaran multidimensional merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan beberapa pendekatan secara terpadu, yang melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperbaiki dan
meningkatkan pola pikir serta kinerja siswa secara individu maupun
kelompok.14 Model ini awalnya dikembangkan oleh penulis yang bernama
Tarek M.Abdelhamid sebagai Sistem Terpadu Tarek untuk Belajar dan Memori
(TISLM) dan sekarang disebut Model Pembelajaran Multidimensional
(MDLM).15 Model desain pembelajaran ini memungkinkan keterlibatan guru
untuk merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi elemen pembelajaran dan
pengajaran terkait. Menerapkan model seperti itu membutuhkan instruksi untuk
memutuskan strategi pembelajaran mana yang seharusnya terapan. Secara
umum, instruksional baru dalam model tersebut dapat menerapkan kemampuan
kognitif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.16
Pedoman dasar dari model pembelajaran multidimensional ini yaitu: 1)
guru berperan sebagai fasilitator; 2) Guru mengecek tingkat pemahaman siswa
dengan cara memberi kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pemikiran
mereka mengenai fenomena fisika yang mereka temukan, sebelum pengenalan
konsep materi disampaikan; 3) Menekankan siswa pada proses inkuiri dalam
pembelajaran fisika; 4) Mengembangkan kondisi pembelajaran bagi siswa agar
mampu membedakan makna antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-
teori fisika serta hubungan antar ketiganya; dan 5) Menciptakan kondisi
14 A. Rizkianawati, Wiyanto, Masturi, 2015, Implementasi model pembelajaran
multidimensional pada Pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan Proses sains siswa. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang, h.2
15 Tarek M. Abdelhemid, 1999, The Multidimensional Learning Model: A Novel Cognitive Psychology-Based Model for Computer Assisted Instruction in Order to Improve Learning in Medical Students. Auckland: Universitas Auckland Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, h.1
16 Hermann Astleitner, 2018, Multidimensional Engagement In Learning— An Integrated Instructional Design Approach, Grand Canyon: Universitas Salzburg, h.21
10
pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir (kritis, rasional,
analisis) siswa.17
Penerapan model pembelajaran multidimensional dilakukan melalui
beberapa fase pembelajaran, yang meliputi: (1) menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa, (2) orientasi siswa kepada masalah, (3) menyajikan
informasi, (4) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar,
(5) membimbing penyelidikan secara kelompok, (6) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, dan (7) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah. Fase 1 dan 2 merupakan bagian pendahuluan dalam
pembelajaran, fase 3 sampai dengan fase 6 merupakan bagian inti, dan fase 7
merupakan bagian penutup. Setiap fase pembelajaran terdiri dari beberapa
perpaduan model pembelajaran.18 Model pembelajaran multidimensional yang
diterapkan untuk menguji pembelajaran siswa menunjukkan bahwa dimensi
interaksi antara guru dan siswa sangatlah penting. Yang perlu diperhatikan
dimensi saling menghargai antara guru dan siswa dalam suatu pembelajaran
perlu dibina agar terjadi keselarasan dalam suatu pembelajaran.19
Menurut Abdelhamid (2008), ada beberapa kelebihan yang dimiliki
oleh model pembelajaran multidimensional yang dapat membangkitkan gairah
belajar siswa di antaranya: memberikan motivasi kepada siswa atas
penemuannya sendiri, terbentuknya interaksi dalam pembelajaran, berbagi
informasi dengan siswa lain, dan mengurangi sistem hafalan dalam proses
pembelajaran sehingga siswa dituntut dapat berperan aktif selama proses
pembelajaran.20
17 Ari Yuli Pramayanti, 2011, Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Setelah
Penerapan Model Pembelajaran Multidimensional pada Pokok Bahasan Kalor. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. h.4
18 A. Rizkianawati dkk, 2015, Implementasi model pembelajaran multidimensional pada Pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan Proses sains siswa, Skripsi, Semarang: Universitas Negeri Semarang, h.3`
19 Elisabeth Jacoba Hendrika Spelt dkk, 2017, A multidimensional approach to examine student interdisciplinary learning in science and engineering in higher educatio, UK: Informa UK Limited, trading as Taylor & Francis Group, h.770-771
20Ibid, h.4
11
3. Dimensi Proses Ranah Kognitif
Fokus pembelajaran yang bermakna sesuai dengan pandangan bahwa
adalah mengkonstruksi pengetahuan, yang didalamnya siswa berusaha
memahami pengalaman-pengalaman mereka. Pembelajaran kosntruksi (yakni
belajar yang bermakna) dipandang sebagai tujuan pendidikan yang penting.21
Kemampuan kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang
mencakup kemampuan intelektual. Ranah kognitif berkenan dengan hasil
belajar intelektual yang menurut Lorin W. Anderson dan David R. Kartwohl
terdiri dari enam aspek, yakni mengingat (C1, remember), mengerti (C2,
understand), memakai (C3, apply), menganalisis (C4, analyze), menilai (C5,
evaluate) dan mencipta (C6, create). Keenam aspek diatas disusun berdasarkan
struktur piramidal dari aspek yang paling sederhana hingga aspek yang paling
kompleks.
Dimensi proses kognitif dijelaskan dalam Tabel 2.1 berikut ini:22
Kategori Dan Proses Kognitif
Nama-nama lain Definisi Dan Contoh
1. MENGINGAT - Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang 1.1 Mengenali Mengidentifikasi Mendapatkan pengetahuan dalam memori jangka
panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut (misalnya, mengenali tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia)
1.2 Mengingat Kembali
Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (misalnya, mengingat kembali tanggal peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah)
2. MEMAHAMI - Mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru. 2.1 Menafsirkan Mengklarifikasi,
Mempafrasakan, Mempresentasi, Menerjemahkan
Mengubah satu bentuk gambaran (misalnya, angka) jadi bentuk lain (misalnya, kata-kata) (misalnya, mempafrasakan ucapan dan dokumen penting)
21 Anderson, Lorin W dan David R. Kartwohl, 2014, Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran dan Sesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, h.98
22 Ibid, h.100
12
2.2 Mencontohkan Mengilustrasikan, Memberi contoh
Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip (misalnya, memberi contoh tentang aliran-aliran seni lukis)
2.3 Mengklarifikasi Mengkategorikan, Mengelompokkan
Menentukan suatu dalam satu kategori (Misalnya, mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telah diteliti atau dijelaskan)
2.4 Merangkum Mengasbtraksi, Menggeneralisasi
Mengabstraktikan tema umum atau poin-poin pokok (Misalnya, menulis ringkasan pendek tentang peristiwa-peristiwa yang ditayangkan ditelevisi)
2.5 Menyimpulkan Menyarikan, Mengekstrapolasi, Menginterpolasi, Memprediksi
Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima (Misalnya, dalam belajar bahasa asing, menyimpulkan tata bahasa berdasarkan contoh-contoh)
2.6 Membandingkan Mengontraskan, Memetakan, Mencocokan
Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya (Misalnya, membandingkan peristiwa-peristiwa sejara dengan keadaan sekarang)
2.7 Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem (Misalnya, menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa-peristiwa penting ada abad ke-18 di Indonesia
3. MENGAPLIKASIKAN - Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu
3.1 Mengeksekusi Melaksanakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier (Misalnya, membagi satu bilangan dengan bilangan yang lain, kedua bilangan ini terdiri dari dari beberapa digit)
3.2Mengimplementasi Menggunakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier (Misalnya, menggunakan hukum Newton kedua pada konteks yang tepat)
4. MENGANALISIS - Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan 4.1 Membedakan Menyendirikan,
Memilah, Memfokuskan, Memilih
Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian penting dari yang tidak penting (Misalnya, membedakan antara bilangan yang relevan dan bilangan yang tidak relevan dalam soal cerita matematika)
13
4.2 Mengorganisasi Menemukan, Koherensi, Memadukan, Membuat garis besar, Mendeskripsikan peran, Menstrukturkan nama-nama lain
Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur (Misalnya, menyusun bukti-bukti dalam cerita sejarah jadi bukti-bukti yang mendukung dan menentang suatu penjelasan historis)
4.3 Mengatribusikan Mendekonstruksi Menentukan sudut pandang, bias, nilai atau maksud dibalik materi pembelajaran (Misalnya, menunjukan sudut pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan politik si penulis)
5. MENGEVALUASI - Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/ atau standar
5.1 Memeriksa Mengordinasikan, Mendeteksi, Memonitor, Menguji
Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk ; menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki konsistensi internal; menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktikan (Misalnya, memeriksa apakah kesimpulan-kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data-data amatan atau tidak)
5.2 Mengkritik Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal; menentukan apakah suatu produk memilliki konsistensi eksternal; menentukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Misalnya, menentukan satu metode terbaik dari dua metode untuk menyelesaikan suatu masalah)
6. MENCIPTA - Memadukan bagian-bagian untuk membentuk suatu yang baru dan koheren atau membuat suatu produk yang orisinil 6.1 Merumuskan Membuat hipotesis Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan
kriteria (Misalnya, membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatu fenomena)
14
6.2 Merencanakan Mendesain Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas (Misalnya, merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarah tertentu)
6.3 Memproduksi Mengkontruksi Menciptakan suatu produk (Misalnya, membuat habitat untuk spesies tertentu demi suatu tujuan
a. Mengingat (remembering)
Jika tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan untuk
meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang diajarkan kategoi kognitif
yang tepat adalah mengingat. Proses mengingat adalah mengambil
pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang.23 Pengetahuan
mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan
menyelesaikan masalah, karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-
tugas yang lebih kompleks.24
b. Memahami (understanding)
Jika tujuan utama pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan
retensi, fokusnya ialah mengingat. Akan tetapi, bila tujuan pembelajarannya
adalah menumbuhkan kemampuan transfer fokusnya ialah lima proses kognitif
lainnya yaitu memahami sampai mencipta. Siswa dikatakan memahami bila
mereka dapat mengkontruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran baim yang
bersifat lisa, tulisan, ataupun grafis yang disampaikan melalui pengajaran, buku
atau layar komputer.25 Contohnya adalah demonstrasi fisika dikelas, bentuk-
bentuk permukaan tanah yang dilihat selama karyawisata.
Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan “baru”
dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk
dipadukan dengan skema-skema dan kerangka kognitif yang telah ada. Proses-
proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan,
23 Ibid, h.99 24 Ibid, h.103 25 Ibid, h.105
15
mencontohkan mengklarifikasikan, merangkum, menyimpulkan,
membandingkan dan menjelaskan.26
c. Mengaplikasikan (applying)
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-
prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah.
Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yakni mengeksekusi
ketika tugasnya hanya soal latihan, dan mengimplementasikan ketika tugasnya
merupakan masalah.27
Manakala tugasnya adalah soal latihan yang familiar, siswa umumnya
sudah mengetahui pengetahuan prosedural yang harus digunakan. Akan tetapi
apabila tugasnya adalah masalah yang tidak familiar, siswa harus menentukan
pengetahuan apa yang harus mereka gunakan. Jika tugasnya memerlukan
pengetahuan prosedural dan tidak tersedia prosedur yang tepat untuk
menyelesaikan masalahnya, siswa mungin mesti memodifikasi pengetahuan
prosedural itu. Dalam mengimplementasikan, memahami, pengetahuan
konseptual merupakan prasyarat untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan
prosedural.28
d. Menganalisis (analyzing)
Menganalisis melibatkan proses memecah materi menjadi bagian-
bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antara
setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Tujuan-tujuan pendidikan yang
diklasifikasikan dalam menganalisis mencakup belajar untuk menentukan
bagian informasi yang relevan dan penting (membedakan), menentukan cara-
cara untuk menata bagian informasi tersebut (mengorganisasikan) dan
menentukan tujuan dibalik informasi tersebut (mengatribusikan).29
Membedakan melibatkan proses memilih bagian-bagian yang relevan
atau penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi sewaktu siswa
mendeskriminasikan informasi yang relevan dan tida relevan, yang penting dan
26 Ibid, h.106 27 Ibid, h.116 28 Ibid, h.116 29 Ibid, h.120
16
kemudian memperhatikan informasi yang relevan atau penting.30
Mengorganisasikan melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen
komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini
membentuk sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan dibalik komunikasi.
Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang didalamnya siswa
menentkan tujuan yang diberikan oleh guru.31
e. Mengevaluasi (evaluating)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan
kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah
kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Kategori mengevaluasi
mencakup proses-proses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang
diambil berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan-keputusan
yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).32
Memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan
internal dalam suatu operasi atau produk. Misalnya, memeriksa terjadi ketika
siswa menguji apakah suatu kesimpulan sesuai dengan premis-premisnya atau
tidak, apakah data-datanya mendukung atau menolak hipotesis atau apakah
suatu bahan pelajaran berisikan bagian-bagian yang saling bertentangan.33
Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan
kriteria dan standar eksternal. Dalam mengkritik, siswa mencatat ciri-ciri
positif dan negatif dari suatu produk dan membuat keputusan setidaknya
sebagian berdasarkan ciri-ciri tersebut.34
f. Menciptakan (creating)
Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah
keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan
dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mengorganisasi
sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah
30 Ibid, h.121 31 Ibid, h 124 32 Ibid, h.125 33 Ibid, h.126 34 Ibid, h.127
17
ada sebelumnya.35 Kategori mencipta memiliki tiga proses kognitif yaitu
merumuskan, merencanakan dan memproduksi.36
4. Fluida Statis
Benda padat mempertahankan bentuk dan ukuran yang tetap, bahkan
jika sebuah gaya yang besar diberikan pada sebuah benda padat, benda tersebut
tidak langsung berubah bentuk atau volumenya. Benda cair tidak
mempertahakan bentuk yang tetap melainkan mengambil bentuk tempat yang
ditempatnya tetapi seperti benda padat, benda cair tidak langsung dapat
ditekan, dan perubahan volume yang cukup signifikan terjadi jika diberikan
gaya yang besar. Gas tidak memiliki bentuk maupun volume yang tetap, gas
akan menyebar untuk memenuhi tempatnya. Sebagai contoh, ketika udara
dipompa kedalam ban mobil, udara tersebut tidak seluruhnya mengalir ke
bagian bawah ban seperti zat cair, melainkan menyebar untuk memenuhi
seluruh volume ban. Karena zat cair dan gas tidak mempertahankan bentuk
yang tetap, keduanya memiliki kemampuan untuk mengalir, dengan demikian
kedua-duanya sering disebut sebagai fluida.37
a. Tekanan pada Fluida
Tekanan didefiniskan sebagai gaya per satuan luas, dimana gaya F
dipahami bekerja tegak lurus terhadap permukaan A:
Tekanan = P = 𝐹𝐴
Satuan SI untuk tekanan adalah N/𝑚2. Satuan ini mempunyai nama resmi
pascal (Pa), untuk menghormati Blaise Pascal, yaitu 1 Pa = 1 N/𝑚2. Dari fakta
eksperimental ternyata fluida memberikan tekanan ke semua arah. Hal ini telah
dikenal oleh perenang dan penyelam yang merasakan tekanan air diseluruh
bagian badan mereka. Disetiap titik pada fluida yang diam, besarnya tekanan
dari seluruh arah tetap sama. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 2.1.38
35 Ibid, h.128 36 Ibid, h.130 37 Douglas C. Giancoli, 2001, Fisika Jilid 1 Edisi kelima, Jakarta: Erlangga, h.324 38 Ibid, h.326
18
Gambar 2.1 Besar tekanan selalu sama disemua arah pada
fluida untuk kedalaman tertentu, jika tidak fluida akan bergerak. Sumber : http://devianaeka.blogspot.com/2015/12/laporan-praktikum-fluida-
tekanan.html
Tekanan yang disebabkan zat cair pada kedalaman h disebabkan oleh berat
kolom zat cair diatasnya. Dengan demikian gaya yang bekerja pada luas daerah
tersebut yaitu:
F = m.g = (ρ.A.h) g
Jika,
P = 𝐹𝐴
P = (𝜌.𝐴.ℎ) 𝑔
𝐴
P = 𝜌𝑔ℎ
Keterangan :
F = Gaya benda (N) h = Ketinggian (m)
P = Tekanan (Pa) m = Massa benda (kg)
A =Luas penampang (𝑚2) g = Percepatan gravitasi bumi
(𝑚 𝑠2� )
ρ = Massa jenis (𝑘𝑔 𝑚3� )
Dengan demikian, tekanan berbanding lurus dengan massa jenis zat
cair, dan dengan kedalaman didalam zat cair. Persamaan ini berlaku untuk
fluida yang massa jenisnya konstan dan tidak berubah tehadap kedalaman yaitu
19
jika fluida tersebut tidak dapat ditekan.39
b. Tekanan Atmosfir dan Tekanan Terukur
Tekanan atmosfir bumi, sebagaimana pada setiap fluida, berubah
terhadap kedalaman. Tekanan udara disuatu tempat tertentu sedikit bervariasi
menurut cuaca. Pada permukaan laut, rata-rata tekanan atmosfir adalah 1,013 x
105 N/𝑚2 = 101,3 𝑘𝑃𝑎. Pengukur tekanan tanpa memperhitungkan tekanan
atmosfir disebut tekanan terukur. Kemudian untuk menentukan tekanan absolut
(P), kita harus menambahkan tekanan atmosfir 𝑃𝐴 ke tekanan terukur 𝑃𝐺:40
P = 𝑃𝐴 + 𝑃𝐺
Keterangan:
P = Tekanan absolut (Pa)
𝑃𝐴 = Tekanan atmosfir (Pa)
𝑃𝐺 = Tekanan terukur (Pa)
c. Prinsip Pascal
Prinsip Pascal menyatakan bahwa tekanan yang diberikan pada fluida
dalam suatu tempat akan menambah tekanan keseluruhan dengan besar yang
sama. Sejumlah alat praktis menggunakan prinsip pascal. Ada dua contoh yaitu
rem hidrolik dan lift hidrolik. Pada kasus lift hidrolik sebuah gaya kecil dapat
digunakan untuk meberikan gaya besar dengan membuat luas satu piston
(keluaran) lebih besar dari luas piston yang lainnya (masukan). Untuk
memahami kerjanya, anggap piston masukan dan keluaran berada pada
ketinggian yang sama (paling tidak mendekati). Kemudian gaya input luar
𝐹𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘, dengan prinsip pascal menambah tekanan dengan sama ke semua
bagian pada ketinggian yang sama seperti pada Gambar 2.2 dibawah ini:
39 Ibid, hlm 327 40 Ibid, hlm 329
20
Gambar 2.2 Penerapan prinsip pascal: lift hidrolik
Sumber: https://gurubangsa.com/hukum-pascal-bunyi-rumus-
contoh-soal-dan-aplikasi/
Dimana besaran-besaran dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝐹𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝐴𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
= 𝐹𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝐴𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘
Atau akhirnya, 𝐹𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝐹𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘
= 𝐴𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝐴𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘
𝐹2𝐹1
= 𝐴2𝐴1
Nilai 𝐹𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝐴𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
disebut keuntungan mekanik lift hidrolik dan sama dengan rasio
luas.41
Keterangan :
𝐹1 = Gaya pada penampang kecil (N)
𝐹2 = Gaya pada penampang besar (N)
𝐴1 = Luas penampang kecil (𝑚2)
𝐴2 = Luas penampang besar (𝑚2)
41 Ibid, h.330
21
d. Prinsip Achimedes
Gambar 2.3 Prinsip Archimedes
Sumber : http://marchimedes.blogspot.com/2012/01/hukum-archimedes-yang-
menarik.html Benda-benda yang dimasukkan pada fluida tampaknya mempunyai
berat yang lebih kecil dari pada saat berada di luar fluida tersebut. Banyak
benda seperti kayu, mengapung dipermukaan air. Ini berarti terjadi gaya apung
pada kayu tersebut. Gaya apung terjadi karena tekanan pada fluida bertambah
terhadap kedalaman. Dengan demikian tekanan ke atas pada permukaan bawah
benda yang dibenamkan lebih besar dari tekanan kebawah pada permukaan
atasnya. Hal ini merupakan penemuan Archimedes dan disebut sebagai Prinsip
Archimedes yaitu gaya apung yang bekerja pada benda yang dimasukkan
dalam fluida sama dengan berat fluida yang dipindahkannya. Gaya apung
𝐹𝐴bekerja ke atas dengan besar:42
𝐹𝐴 = w
𝐹𝐴 = 𝐹2 - 𝐹1
= 𝜌𝑓.g.A.ℎ2 - 𝜌𝑓.g.A.ℎ1
= 𝜌𝑓.g.A (ℎ2 - ℎ1)
= 𝜌𝑓.g.A.Δh
= 𝜌𝑓.g.V
42 Ibid, h.333
22
Keterangan :
𝐹𝐴 = Gaya apung benda (N) w = Gaya berat benda (N)
𝐹1 = Gaya pada penampang atas
benda
A = Luas penampang benda (𝑚2)
𝐹2 = Gaya pada penampang bawah
benda
Δh = Selisih kedalaman benda (m)
g = Percepatan gravitasi bumi (𝑚 𝑠2� ) 𝜌𝑓 = Massa jenis fluida (𝑘𝑔 𝑚3� )
ℎ1 = Kedalaman benda dari
permukaan zat cair ke penampang atas
benda (m)
ℎ2 = Kedalaman benda dari
permukaan zat cair ke penampang
bawah benda (m)
V = Volume (𝑚3)
f. Gejala Kapilaritas
Gambar 2.4 Gejala Kapilaritas
Sumber : http://fisikazone.com/gejala-kapilaritas/gejala-kapilaritas/
Pada tabung dengan diameter yang sangat kecil, zat cair tampak naik
atau turun relatif terhadap tingkat zat cair yang mengelilinginya. Fenomena ini
disebut kapilaritas, dan tabung-tabung tipis pada fenomena kapilaritas disebut
tabung kapiler. Zat cair pada tabung kapiler naik atau turun tergantung pada
kekuatan relatif gaya adhesi dan kohesi (kohesi adalah gaya diantara molekul-
molekul dengan jenis yang sama dan adhesi adalah gaya antara molekul yang
jenisnya berbeda). Dengan demikian air naik dalam tabung gelas, sementara air
raksa turun, besar naiknya (atau turunnya) bergantung pada tegangan
23
permukaan, yang menjaga agar permukaan zat cair tidak pecah.43 Sehingga
gaya total ke atas yang disebabkan oleh tegangan yaitu
F = 2πrγ cos θ
Keterangan :
F = Gaya tegang pada permukaan za cair (N)
r = Jari-jari benda yang terapung (m)
γ = Tegangan permukaan (N/m)
θ = Sudut antara permukaan zat cair dan benda ( ⁰ )
g. Viskositas
Gambar 2.5 Viskositas atau Kekentalan
Sumber : http://fiskadiana.blogspot.com/2015/03/fluida-sejati.html
Fluida yang riil memiliki gesekan internal yang besarnya tertentu yang
disebut viskositas. Viskositas ada pada zat cair maupun gas, dan pada intinya
merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian pada fluida pada
waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak satu melewati yang lainnya. Pada zat
cair, viskositas terutama disebabkan oleh gaya kohesi antara molekul. Pada
gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul.
Fluida yang berbeda memiliki besar viskositas yang berbeda: sirup
lebih kental (lebih viskos) dari air; minyak lemak lebih kental dari minyak
mesin; zat cair pada umumnya jauh lebih kental dari gas. Viskositas fluida
yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantitatif oleh koefisien viskositas, η
43 Ibid, h.353
24
(huruf kecil dari abjad Yunani eta), yang didefinisikan sebagai berikut. Satu
lapisan tipis fluida ditempaykan antara dua lempeng yang rata. Satu lempeng
diam dan yang lainnya bergerak dengan laju konstan, Gb. 10-29. Fluida yang
langsung bersentuhan dengan setiap lempeng ditahan pada permukaan oleh
gaya adhesi antara molekul zat cair dan lempeng. Dengan demikian,
permukaan atas fluida bergerak dengan laju v yang sama seperti lempeng yang
atas, sementara fluida yang bersentuhan dengan lempeng yang diam tetap
diam. Lapisan fluida yang diam menahan aliran lapisan yang persis diatasnya
yang juga menahan lapisan berikutnya dan seterusnya. Berarti kecepatan
bervariasi secara kontinu dari 0 sampai v seperti digambarkan. Perubahan
kecepatan dibagi dengan jarak terjadinya perubahan ini sama dengan v/l
disebut dengan gradien kecepatan. Untuk menggerakan lempeng yang atas
dibutuhkan gaya, yang bisa anda buktikan dengan menggerakkan lempeng rata
diatas tumpahan sirup diatas meja. Untuk fluida tertentu, ternyata gaya yang
dibutuhkan F, sebanding dengan luas fluida yang bersentuhan dengan setiap
lempeng A, dan laju v dan berbanding terbalik dengan jarak l, antar lempeng F
∞ vA/l. Untuk fluda yang berbeda, makin kental fluida tersebut, makin besar
gaya yang diperlukan. Konstanta pembnading untuk persamaan ini
didefinisikan sebagai koefisien viskositas, η:
F = η A 𝑣𝑙
Dengan menyelesaikan untuk η = Fl/Va. Satuan SI untuk η adalah N.s/𝑚2 =
Pa.s (pascal.sekon). pada sistem cgs, satuan tersebut adalah dyne.s/𝑐𝑚2dan
satuan ini disebut poise (P). 44
B. Penelitian Relevan
Banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan model pembelajaran
multidimensional dalam pembelajaran, penelitian tersebut diantaranya:
1. Wian Indriani (2013) dalam penelitian skripsi dengan judul,
“Implementasi Model Pembelajaran Multidimensional Pada Pembelajaran
44 Ibid, h.347
25
Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa”, Skripsi,
Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui apakah keterampilan
proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model multidimensional lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri
terbimbing, 2) mengetahui tingkat keterampilan proses sains siswa selama
kegiatan pembelajaran. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian
kuantitatif berupa penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen design)
dengan design pretest-postest control group design. Penelitian dilakukan
kepada dua sampel penelitian sebagai kelas eksperimen yang menggunakan
model multidimensional dan kelas kontrol dengan menggunakan model inkuiri
terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Keterampilan proses sains
siswa yang dibelajarkan dengan model multidimensional lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol dengan menggunakan model inkuiri
terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) keterampilan proses sains
siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing dengan hasil uji t
pihak kanan diperoleh harga t hitung = 2,9968 > t tabel = 1,67793 pada taraf
siginifikansi 5% dengan df = 47. 2) Keterampilan proses sains yang
dilaksanakan siswa dikelas ekspeimen berada pada tingkat cukup tercapai,
tercapai dan sangat tercapai dengan perolehan rerata presentase berturut-turut
2,08%; 33,33%; dan 64,58%. Keterampilan proses sains yang dilaksanakan
siswa dikelas kontrol berada pada tingkat cukup tercapai, tercapai dan sangat
tercapai, dengan rertaa presentase yang diperoleh berturut-turut sebesar 34%
64%, dan 2%.
2. Anis Rizkianawati (2015) dalam penelitian skripsi dengan judul,
“Implementasi Model Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses Sains Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan implementasi model
pembelajaran multidimensional terlaksana dengan sangat baik. Hal ini
ditunjang dari hasil observasi setiap pertemuan. Pertemuan pertama rata-rata
skor keterlaksanaan model pembelajaran adalah 3,81 dari skor maksimal 4
dengan kriteria sangat baik. Pertemuan kedua rata-rata skor keterlaksanaan
model pembelajaran adalah 3,65 dari skor maksimal 4 dengan kriteria sangat
26
baik. Hasil analisis juga menunjukkan terdapat peningkatan keterampilan
proses sains siswa yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran
multidimensional, ditunjukkan dengan hasil analisis menggunaka uji-t rata-rata.
Skor tes keterampilan proses sains sebelum penerapan model pembelajaran
(pretest) adalah 50,97 dan 83,33 sesudah penerapan model pembelajaran
(posttest). Dari nilai rata-rata tersebut didapat t hitung = 23,51 dengan taraf
signifikansi 5%. Rata-rata peningkatan keterampilan proses sains juga dilihat
dari faktor gain sebesar 0,66 termasuk dalam kategori peningkatan sedang
(medium gain). Hal ini menunjukkan penerapan model pembelajaran
multidimensional dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Model
pembelajaran multidimensional menitikberatkan pada pemberdayaan potensi
siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dan membuat
siswa melakukan proses sains.
3. Sartika, N. Santi (2013) dalam penelitian skripsi yang berjudul “Model
pembelajaran multidimensional untuk meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis (KBK) siswa pada materi kalor: Penelitian quasi eksperimen di kelas X
SMAN I Pacet kab. Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
pembelajaran yang digunakan terlaksana dengan baik. Data hasil peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa diperoleh melalui pretest dan postest
kemudian dicari peningkatannya dengan menggunakan N-Gain, data mengenai
keterlaksanaan model pembelajaran diperoleh melalui lembar observasi.
Berdasarkan analisis lembar observasi diperoleh bahwa keterlaksanaan
aktivitas pembelajaran mengalami peningkatan pada setiap pertemuannya yaitu
dengan rata-rata keterlaksanaan sebesar 98,41%. Berdasarkan analisis data
terhadap hasil pretest dan posttest dapat disimpulkan bahwa rata-rata
persentase peningkatan berpikir kritis siswa termasuk dalam kategori sedang
dengan rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,73. Dengan demikian model
pembelajaran multidimensional dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
yang dapat digunakan untuk meningkatkan KBK siswa.
27
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran adalah suatau proses rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh guru dan siswa yang difasilitasi dengan penggunaan model pembelajaran
untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Pembelajaran yang efektif
harus direncanakan dengan baik sehingga dapat memberi timbal balik bagi
pelaksana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa perlu terlibat aktif
sehingga kemampuan kognitif siswa akan meningkat. Melalui peningkatan
kemampuan kognitif siswa dapat mengetahui kemajuan yang telah dicapainya
dalam belajar. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran berusaha
berinteraksi dengan siswa melalui penggunaan model dan media pembelajaran
yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kemampuan berfikir kognitif
siswa.
Model pembelajaran yang berpusat pada guru atau teacher center
sangat kurang berpengaruh dalam peningkatan kemampuan berfikir kognitif
siswa. Guru perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai agar dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kognitif siswa. Dalam kasus ini peneliti
ingin menggunakan model pembelajaran multidimensional pada materi fisika
yaitu fluida statis.
Model pembelajaran multidemnsional ini diharapkan dapat menjadi
solusi dari permasalahan yang terjadi pada pembelajaran fisika dan dapat
memberikan pengalaman baru terhadap proses pembelajaran yang dapat
memaksimalkan pemahaman siswa terhadap konsep fluida statis. Sesuai
dengan penjelasan diatas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai
berikut:
28
Gambar 2.6. Skema Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir pada penelitian ini,
maka hipotesis penelitiannya yaitu ada pengaruh yang positif dan signifikan
dari model pembelajaran multidimensional terhadap kemampuan kognitif siswa
pada konsep fluida statis.
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Fisika Masih Rendah
Penyebab :
1. Pembelajaran yang kurang aktif dan interaktif
2. Ketertarikan siswa terhadap materi fisika cukup rendah. 3. Penerapan kurikulum 2013 disekolah kurang maksimal
Solusi : Model Pembelajaran Multidmensional (MDLM)
1. Siswa menjadi aktif dalam pembelajaran 2. Siswa menjadi tertarik dan paham terhadap
materi fisika
Hasil Belajar Ranah Kognitif (Kemampuan Kognitif) Siswa Meningkat
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di tingkat SMA/Sederajat yaitu di
SMAN 10 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2019/2020 dengan proses
pembelajaran penelitian selama dua minggu pada bulan Februari-Maret 2020.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi
eksperimen. Metode penelitian ini biasa juga disebut eksperimen semu. Dalam
metode ini terdapat dua kelompok yakni, kelompok eksperimen yang akan
diberikan treatment khusus (variabel yang akan diuji) yaitu proses pembelajaran
dengan model pembelajaran multidimensional dan kelompok kontrol yang akan
diberi perlakuan dengan menggunaan pembelajaran konvensional. Eksperimen
kuasi mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen.45
Sedangkan desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah non-
equivalent control group design. “Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest
control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol tidak dipilih secara random”, yang divisualisasikan sebagai
berikut: 46
Tabel 3.1 Nonequivalent Control Group Design47
Kelompok Tes Awal Perlakuan (X) Tes Akhir
Ekseprimen 𝑂1 𝑋1 𝑂2
Kontrol 𝑂1 𝑋2 𝑂2
Sumber : Sugiyono,2013
45 Sugiyono,2017, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods), Bandung: Alfabeta, h.116
46 Ibid, h.118 47 Lampiran C
30
Keterangan:
𝑂1 : Tes awal yang sama pada kedua kelompok (pretest)
𝑋1 : Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen
𝑋2 : Perlakuan yang diberikan kepada kelas kontrol
𝑂2 : Tes akhir yang sama pada kedua kelompok (posttest)
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari objek, orang
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.48 Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel penelitian yaitu:
1. Variabel bebas (X)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Model
pembelajaran multidimensional
2. Variabel terikat(Y)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan
berpikir kognitif
D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.49 Populasi
sampling dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 10
Tangerang Selatan, populasi sasarannya adalah seluruh kelas XI yang terdaftar
sebanyak 264 siswa pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.50 Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas dari beberapa
siswa kelas XI semester II. Siswa kelas XI IPA-2 sebagai kelas eksperimen yang
48 Ibid, h.61 49 Ibid, h.80 50 Ibid, h.81
31
diterapkan model pembelajaran multidimensional, sedangkan kelas lainnya
kelas XI IPA-3 sebagai kelas kontrol yang diterapkan model pembelajaran
konvensional.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi terjangkau melalui
teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian.51 Diambil dua kelas yang dijadikan sampel yaitu satu sebagai kelas
eksperimen 36 siswa yang akan diajarkan dengan Model Pembelajaran
Multidimensional dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol 36 siswa yang tidak
diajarkan Model Pembelajaran Multidimensional.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu proses dalam penelitian yang
sangat penting, karena data merupakan instrumen yang dapat membantu peneliti
dalam memecahkan permasalahan yang sedang diteliti.52 Teknik pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan teknik test dan non-test. Teknik test
digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa yaitu berupa soal pretest
dan posttest. Sedangkan teknik non-test digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
muIltidimensional yaitu berupa angket respon siswa terhadap model
pembelajaran multidimensional.
G. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus
ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan
instrument penelitian. Jadi instrument penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara
51 Ibid, h.124 52 Lexy. J. Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya,
h.3
32
spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.53 Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemapuan kognitif dan kuesioner.
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan data yang akan digunakan adalah
dengan instrumen tes dan non tes. Instrumen tes berupa prettest dan posttest.
Adapun instrumen non tesnya berupa hasil angket/kuisioner atau lembar
observasi.
Instrumen tes yang akan digunakan adalah tes objektif berupa tes
bentuk pilihan ganda sebanyak 25 soal terdiri dari 5 pilihan jawaban. Soal-soal
ini dibuat berdasarkan Taksonomi Bloom Revisi ranah kognitif (Kemampuan
kognitif C1 – C3) yang mana skor digunakan pada pilihan ganda adalah bernilai
satu (1) untuk jawaban yang benar dan nol (0) untuk jawaban yang salah.
Instrumen yang baik harus memiliki validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan
daya pembeda serta memenuhi semua indikator soal. Untuk memenuhi keempat
kriteria tersebut, maka instrumen yang akan digunakan harus diuji terlebih
dahulu. Kisi-kisi instrumen tes yang digunakan terdapat pada tabel 3.2 dibawah
ini :
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes54
N
o
Indikator Ranah Kognitif Jumlah
C1 C2 C3
1 Mengidentifikasi konsep
fluida statis
1*, 5 2
2 Mengidentifikasi konsep
tekanan hidrostatis
4* 1
3 Menjelaskan konsep tekanan
hidrotatis
2*, 3*,
6*, 7, 8
5
4 Menerapkan persamaan
konsep tekanan hidrostatis
9*, 10*,
11, 12*,
10
53 Ibid, h.102 54 Lampiran C
33
13, 14*,
15, 16, 17,
18
5
Mengidentifikasi konsep
Hukum Pascal
19*, 21* 2
6 Menjelaskan konsep Hukum
Pascal
20* 1
7 Menerapkan persamaan
konsep Hukum Pascal
22*, 23,
24*, 25,
26*, 27
6
8 Mengidentifikasi konsep
hukum Archimedes
28*, 29,
30*, 31,
33*
5
9 Menjelaskan konsep Hukum
Archimedes
32* 1
10 Menerapkan persamaan
konsep Hukum Archimedes
34, 35* 2
11 Menjelaskan konsep gejala
kapilaritas
36* 1
12 Menerapkan konsep
persamaan gejala kapilaritas
37* 1
13 Mengidentifikasi konsep
viskositas
38* 1
14 Menjelaskan konsep
Viskositas
39* 1
15 Menerapkan persamaan
konsep Viskositas
40* 1
Jumlah 11 9 20 40
Presentase 27,5 % 22,5 % 50 % 100 %
*Jumlah 8 7 10 25
34
*Presentase 32 % 28 % 40 % 100 %
Keterangan: * = butir soal yang valid
H. Validasi Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan perangkat tes yang berkualitas, syarat yang harus
dipenuhi adalah validitas, reliabilitas, daya pembeda dan derajat kesukaran.
1. Uji Validitas
Untuk mengukur validitas butir soal digunakan korelasi point biserial,
dengan rumus:55
𝛾𝑏𝑖𝑠 = 𝑀𝑝− 𝑀𝑡
𝑆𝑡�𝑝𝑞 .................... (1)
Keterangan:
𝛾𝑏𝑖𝑠 = Koefisien korelasi
𝑀𝑝 = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
𝑀𝑡 = Rerata skor total
𝑆𝑡 = Standar deviasi dari skor total proporsi
P = Proporsi siswa yang menjawab benar
q = Proporsi siswa yang menjawab salah.
55 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
h. 93
35
Adapun kriteria interpretasi koefisien korelasi nilai γ dapat dilihat pada
Tabel 3.3 sebagai berikut:56
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai γ57
No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1. 0,80 – 1,00 Sangat tinggi
2. 0,60 – 0,80 Tinggi
3. 0,40 – 0,60 Cukup
4. 0,20 – 0,40 Rendah
5. 0,00 – 0,20 Sangat rendah
Hasil uji validasi instrumen tes dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4 Hasil Uji Validasi Instrumen Tes58
Statistik Butir soal
Jumlah soal 40
Jumlah siswa 35
Nomor Soal Valid 25
Jumlah Soal Valid 25
Presentase 62,5%
2. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini reliabilitas dicari dengan rumus Kuder
Richardson 20 (KR-20). Rumus tersebut yaitu:
𝑟1 = � 𝑛𝑛−1
� �𝑆2− 𝛴𝑝𝑞𝑆2
� .................... (2)
Keterangan:
𝑟1 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
56 Ibid, h.89 57 Lampiran C 58 Lampiran C
36
∑𝑝𝑞 = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = Banyaknya item
S = Standar Deviasi dari tes (standar deviasi akar varians)59
3. Uji Taraf Kesukaran Soal
Untuk menghitung taraf kesukaran soal digunakan rumus berikut:
𝑃 = 𝐵𝐽𝑆
................... (3)
Keterangan:
P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes60
Kriteria:61
0,00 – 0,25 : Sukar
0,26 – 0,75 : Sedang
0,76 – 100 : Mudah
4. Daya Pembeda
Cara menghitung daya pembeda menggunakan rumus berikut ini :
𝐷 = 𝐵𝐴𝐽𝐴− 𝐵𝐵
𝐽𝐵= 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵 ................ (4)
Keterangan:
J : Jumlah peserta tes
JA : Banyaknya peserta kelompok atas
JB : Banyaknya peserta kelompok bawah
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar
59 Ibid, h.115
60 Ibid, h.223 61 Ibid, h.225
37
PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar62
Klasifikasi daya pembeda:63
D : 0,00 – 0,20 = Jelek
D : 0,21 – 0,40 = Cukup
D : 0,41 – 0,70 = Baik
D : 0,71 – 1,00 = Baik sekali
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data instrumen tes ini meliputi uji prasyarat hipotesis
dan pengujian hipotesis, yaitu sebagai berikut:
1. Uji Prasyarat Analisis Data
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian
normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas seperti yang disyaratkan oleh uji t yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan rumus chi square (uji kai kuadrat), yaitu:64
𝑥2 = �(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2
𝐸𝑖
Simbol Oi menunjukkan frekuensi observasi sedangkan simbol Ei menunjukkan
frekuensi ekspektasi (harapan). Kriteria pengujian:
1. Jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 ≤ 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 , maka Ha diterima dan Ho ditolak (data terdistribusi
normal).
2. Jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 ≥ 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 maka Ho diterima dan Ha ditolak (data tidak
terdistribusi normal).
62 Ibid, h.228-229 63 Ibid, h.232 64 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h.298
38
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua
keadaan atau populasi. Sedangkan uji homogenitas varians yang digunakan
adalah uji F, yaitu:65
𝐹 = 𝑉1𝑉2
= �𝑆12
𝑆22�
Maksud dari setiap simbol pada persamaan uji F tersebut yaitu:
V1: Varians besar
V2: Varians kecil
S1: Deviasi standar data varians besar
S2: Deviasi standar data varians kecil
Kriteria pengujian uji F adalah sebagai berikut:
a. Jika Fhitung < Ftabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak (data memiliki varians
homogen).
b. Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak (data tidak memiliki
varians homogen).
c. Uji Gain
Gain merupakan selisih antara nilai pretest dan posttest. Uji n-gain
dilakukan untuk memperkuat hasil kesimpulan dan untuk mengukur signifikansi
peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran. Rumus untuk mencari
normal gain adalah sebagai berikut:
<g> = <𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡> − <𝑆𝑝𝑟𝑒>100%− <𝑆𝑝𝑟𝑒>
keterangan:
<g> = faktor gain
<𝑆𝑝𝑟𝑒> = skor rata-rata tes awal (%)
<𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡> = skor rata-rata tes akhir (%)
65 Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, h.149
39
Kriteria peningkatan hasil belajar
Kriteria faktor gain <g>
g ≥ 0,7 : Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 : Sedang
g < 0,3 : Rendah
d. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat dan bila data homogen serta
berdistribusi normal. Kemudian dilakukan pengujian hipotesis, data akan
dianalisis dengan menggunakan uji “t”. Uji t adalah salah satu tes statistik yang
dipergunakan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis yang menyatakan bahwa
diantara dua mean sampel dari populasi yang sama terdapat perbedaan yang
signifikan. Rumus yang digunakan:66
𝑡 = 𝑥1. 𝑥2
�𝑆𝑔1𝑛1
+ 1𝑛2
dengan
𝑆𝑔 = �(𝑛1 − 1)𝑆12 + (𝑛2 − 1)𝑆22
𝑛1 + 𝑛2 − 2
Keterangan:
𝑥1 = Rata-rata data kelompok eksperimen
𝑥2 = Rata-rata data kelompok kontrol
𝑆𝑔 = Nilai deviasi standar gabungan data kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
𝑛1 = Jumlah data kelompok eksperimen
𝑛2 = Jumlah kelompok kontrol
e. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik untuk penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H0 = 𝜇1 ≤ 𝜇2
66 Ibid, h.150
40
Ha = 𝜇1 ≥ 𝜇2
Keterangan:
H0 = Hipotesis nol
Ha = Hipotesis alternatif
𝜇1 = Rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen𝜇2 = Rata-rata hasil belajar
siswa kelas kontrol
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada subbab ini akan diuraikan gambaran hasil penelitian yang telah
dilakukan. Data-data yang dideskripsikan merupakan data hasil pretest,
posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol.
1. Kondisi Kemampuan Memahami Siswa Sebelum Pemberian
Perlakuan
Kemampuan awal siswa diketahui dari hasil pretest. Hasil pretest yang
diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan
pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Eksperimen
Dan Kelas Kontrol67
Interval Skor
Frekuensi
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
30 – 37 0 10
38 – 45 2 11
46 – 53 10 3
54 – 61 11 8
62 – 69 5 3
70 – 77 7 0
Menunjukkan nilai yang diperoleh siswa kelas eksperimen maupun
siswa kelas kontrol jika nilai maksimalnya adalah 100. Berdasarkan diagram di
atas diketahui bahwa sebaran siswa tertinggi kelas eksperimen mendapatkan
nilai pada interval 54 – 61 yaitu sebanyak sebelas siswa, sedangkan kelas
kontrol mendapatkan nilai pada interval 38 – 45 yaitu sebanyak sebelas siswa.
67 Lampiran C
42
Untuk sebaran siswa terendah pada kelas eksperimen terdapat pada interval 38
– 45 yaitu sebanya dua siswa, sedangkan pada kelas kontrol yaitu pada interval
46 – 53 dan 62 – 69 yaitu masing-masing berjumlah tiga siswa. Pada hasil
pretest, kelas eksperimen ada yang mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75 sebanyak dua siswa.
Ukuran pemusatan dan penyebaran kemampuan awal siswa disajikan
pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4. 2 Ukuran Pemusatan Dan Penyebaran Nilai Pretest
Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol.68
Pemusatan dan
Penyebaran Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Terendah 45 30
Nilai Tertinggi 75 65
Mean 58,57 45,57
Median 55 45
Modus 50 35
Standar Deviasi 8,96 10,76
*Nilai maksimum = 100
Nilai terendah pada kelas eksperimen dan kontrol adalah 45. Nilai
tertinggi yang diperoleh kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut adalah 75
dan 65. Nilai rata-rata atau mean yang didapat pada kelas eksperimen adalah
58,57, sementara pada kelas kontrol adalah 45,57. Nilai tengah atau median
untuk kelas eksperimen adalah 55, sedangkan untuk kelas kontrol adalah 45.
Nilai yang sering muncul atau modus untuk kelas eksperimen adalah 50,
sedangkan untuk kelas kontrol adalah 35. Pada kelas eksperimen, diperoleh
nilai standar deviasi sebesar 8,96 sementara pada kelas kontrol sebesar 10,76.
68 Lampiran C
43
2. Kondisi Kemampuan Akhir Kognitif Siswa Setelah Diberikan
Perlakuan.
Kemampuan akhir siswa diketahui dari hasil posttest. Hasil posttest
yang diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan
perlakuan yang berbeda pada penelitian ini disajikan dalam bentuk Tabel 4.3
berikut ini:
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Eksperimen Dan
Kelas Kontrol69
Interval Skor
Frekuensi
Kelas Eksperimen
1
Kelas Eksperimen
2
56– 62 0 4
63 – 69 0 11
70 – 76 5 6
77 – 83 10 2
84 – 90 18 3
91 – 97 2 1
Tabel 4.3 menunjukkan nilai yang diperoleh oleh siswa kelas
eksperimen maupun siswa kelas kontrol jika nilai maksimalnya adalah 100.
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa sebaran siswa tertinggi kelas
eksperimen mendapatkan nilai pada interval 84 – 90 sebanyak delapan belas
siswa, sedangkan sebaran siswa tertinggi kelas kontrol mendapatkan nilai pada
interval 63 – 69 yaitu sebanyak sebelas siswa. Untuk sebaran siswa terendah
pada kelas eksperimen terdapat pada interval 91 – 97 yaitu berjumlah dua
siswa, sedangkan pada kelas kontrol sebaran terendah yaitu pada interval 91 –
97 yaitu berjumlah satu siswa. Pada hasil post test, jumlah siswa pada kelas
eksperimen yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal bahkan melampaui
sebanyak tiga puluh siswa, sedangkan pada kelas kelas kontrol yang telah
69 Lampiran C
44
mencapai kriteria ketuntasan minimal adalah sebanyak enam siswa.
Ukuran pemusatan dan penyebaran kemampuan awal siswa disajikan
pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4. 4 Ukuran Pemusatan Dan Penyebaran Nilai Posttest
Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol70
*Nilai maksimum = 100
Nilai terendah yang diperoleh kelas eksperimen adalah 72, sedangkan
kelas kontrol adalah 56. Nilai tertinggi yang diperoleh dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol berturut- turut adalah 96 dan 92. Nilai rata-rata atau mean
yang didapat pada kelas eksperimen adalah 83,20 , sedangkan pada kelas
kontrol adalah 68,46. Nilai tengah atau median untuk kelas eksperimen adalah
84, sedangkan untuk kelas kontrol adalah 68. Nilai yang sering muncul atau
modus untuk kelas eksperimen adalah 84, sedangkan untuk kelas kontrol adalah
60. Pada kelas eksperimen, diperoleh nilai standar deviasi sebesar 5,60
sementara pada kelas kontrol sebesar 9,63.
70 Lampiran C
Pemusatan dan
Penyebaran Data
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Terendah 72 56
Nilai Tertinggi 96 92
Mean 83,20 68,46
Median 84 68
Modus 84 60
Standar Deviasi 5,60 9,63
45
3. Hasil Uji Prasyarat
a. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi
normal atau tidak. Uji ini dilakukan terhadap dua buah data, yaitu hasil pretest
dan posttest pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji normalitas kedua
data menggunakan rumus Shapiro- Wilk melalui software SPSS. Berikut
merupakan Tabel 4.5 menggambarkan hasil yang diperoleh. Dibawah ini Tabel
4. 5 Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk Pretest dan Posttest:
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk Pretest dan Posttest Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol71
Nilai sig. diperoleh dari tabel Shapiro-Wilk pada taraf signifikansi 5%
atau 0,05. Keputusan diambil berdasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis
normalitas, yaitu jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka data dinyatakan terdistribusi
normal. Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai sig. data pretest dan posttest
kelas eksperimen secara berurutan yaitu sebesar 0,211 dan 0,299 sehingga dapat
disimpulkan data hasil pretest dan posttest berdistribusi normal. Sedangkan
pada nilai sig. data pretest dan posttest kelas kontrol secara berurutan yaitu
sebesar 0,299 dan 0,060 sehingga dapat disimpulkan data hasil pretest dan
posttest berdistribusi normal.
71 Lampiran C
Statistik
Pretest Postest
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
Sig. ,211 ,192 ,299 ,060
Uji Shapiro-
Wilk Sig ≥ 0,05 = Ho diterima
Keputusan
Data
berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Data
berdistribusi
normal
Data
berdistribusi
normal
46
b. Hasil Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas
memiliki varians yang homogen atau tidak. Sama halnya dengan uji normalitas,
uji homogenitas juga dilakukan terhadap dua buah data, yaitu hasil pretest dan
posttest kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji homogenitas kedua data
menggunakan uji Levene melalui softwere SPSS. Berikut merupakan Tabel 4.6
menggambarkan hasil yang diperoleh.
Tabel 4. 6 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Posttest
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol72
Statistik Pretest Posttest
Sig. ,283 ,621
Uji Leverne’s Sig ≥ 0.05 = Ho diterima
Keputusan Data homogen Data homogen
Nilai sig. diperoleh dari tabel uji Leverne’s pada taraf signifikansi 5%
atau 0,05. Keputusan diambil berdasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis
homogenitas, yaitu jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka data dinyatakan data homogen.
Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa nilai sig. data hasil pretest dan posttest
secara berurutan yaitu sebesar 0,283 dan 0,621 sehingga dapat disimpulkan
bahwa varian kedua kelas sama atau homogen.
4. Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan uji prasyarat analisis statistik, diperoleh bahwa data nilai
pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal. Varian kedua kelas baik pada pretest maupun posttest sama atau
homogen. Oleh karena itu, pengujian hipotesis pada kedua data dapat dilakukan
dengan menggunakan tes uji statistik parametrik melalui softwere SPSS. Tabel
4.7 berikut menggambarkan hasil yang diperoleh:
72 Lampiran C
47
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Pretest dan Posttest
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol73
Statistik Pretest Posttest
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 0,73 3,61
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 1,99
Kesimpulan Ho Ditolak Ha Diterima
Nilai diambil dari tabel t statistik pada N =70 taraf signifikansi 5%.
Keputusan diambil berdasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis, yaitu jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔>𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka dinyatakan Ho ditolak dan Ha diterima. Pada tabel
diatas terlihat bahwa nilai hasil pretest lebih kecil dibandingkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
hasil pretest lebih kecil dibandingkan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, sehingga hipotesis nol (Ho)
diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya tidak terdapat perbedaan
hasil pretest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berbeda dengan hasil
uji hipotesis pretest, pada uji hipotesis posttest terlihat bahwa nilai hasil
postest lebih besar dibandingkan nilai sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima.dengan diterimanya Ha,dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
model pembelajaran multidimensional terhadap kemampuan kognitif siswa
pada konsep fluida statis.
5. Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa pada Kelas Eksperimen dan
Kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan N-gain pada lampiran C, diperoleh rata-
rata N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,45 yang dikategorikan bahwa
peningkatan kognitif siswa di kelas eksperimen berada pada tingkat tinggi.
Rata-rata N-gain untuk kelas kontrol sebesar 0,31 yang dikategorikan bahwa
kemampuan kognitif siswa di kelas kontrol berada pada tingkat sedang. Dengan
demikian, kemampuan kognitif siswa yang telah melaksanakan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran multidimensional lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang menggunakan metode diskusi berbantuan video. Berikut
73 Lampiran C
48
merupakan Tabel 4.8 tentang hasil N-gain kelas eksperimen dan kontrol.
Tabel 4.8 Hasil Rerata Perhitungan N-gain
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol74
Kelas N-gain Keterangan
Eksperimen 0,45 Sedang
Kontrol 0,31 Sedang
Nilai N-gain pada masing-masing kelas didapatkan dari rata-rata N-gain
yang didapatkan siswa pada masing-masing kelas, dengan menghitung selisih
nilai posttest-pretest dan dibandingkan dengan selisih nilai ideal dengan nilai
pretest sehingga didapatkan nilai N- gain pada masing-masing siswa di dalam
kelas eksperimen dan kontrol.
Hasil perhitungan N-gain yang diperoleh dari kelas eksperimen dan
kontrol dilihat per indikator pada penelitian ini. Hasil rata-rata peningkatan
kemampuan kognitif per indikator (N-gain) pada kelas eksperimen dan kontrol.
Peningkatan kemampuan kognitif siswa tertinggi pada kelas eksperimen adalah
pada indikator mengingat yaitu sebesar 0,56 dan pada kelas kontrol adalah pada
indikator mengingat yaitu sebesar 0,45. Sedangkan peningkatan kemampuan
kognitif siswa terendah pada kelas eksperimen adalah pada indikator
menjelaskan yaitu sebesar 0,41 dan pada kelas kontrol adalah pada indikator
menerapkan yaitu sebesar 0,22.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan penerapan model
pembelajaran multidimensional (kelas eksperimen) dengan metode diskusi
berbantuan video (kelas kontrol) terhadap kemampuan memahami siswa pada
konsep fluida statis. Penelitian dimulai dengan memberikan soal pretest dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan.
74 Lampiran C
49
Selanjutnya, ditentukan kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI
IPA 3 sebagai kelas kontrol. Tahap selanjutnya, diberikan perlakuan masing-
masing dengan menggunakan model pembelajaran multidimensional dan
metode diskusi berbantuan video yaitu pada kelas eksperimen (XI IPA 2) dan
kelas kontrol (XI IPA 3) sebanyak tiga kali pertemuan. Setelah diberi perlakuan
dengan dua perlakuan berbeda, masing-masing kelas diberikan soal posttest
untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah diberi perlakuan apakah
terdapat perubahan yang signifikan.
Penerapan model pembelajaran pada kelas eksperimen harus dimulai
dengan perencanaan dan persiapan yang matang. Karena selain melibatkan guru
dan siswa. Pada setiap pertemuan, siswa di tuntut untuk dapat mencari dan
menemukan karakteristik khusus dari konsep fluida statis kemudian
menuliskannya pada lembar diskusi.
Penerapan metode diskusi berbantuan video pada kelas kontrol disetiap
pertemuan, siswa di tuntut untuk dapat mencari dan menemukan ciri khusus
konsep fluida statis, penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan memahami
persamaan konsep fluida statis yang kemudian menuliskannya pada lembar
diskusi. Menurut Munadi, Dengan media video siswa lebih mudah
memverbalkan konsep fisika yang sedang dipelajarinya. Karena media
pembelajaran video dapat memotivasi siswa untuk lebih tertarik pada mata
pelajaran fisika.75 Berbeda dengan model pembelajaran multidimensional,
metode diskusi ini dibantu dengan melakukan percobaan, dimana siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak karena sesuai dengan
pengaplikasiannya.
Kondisi kemampuan awal kognitif siswa kelas eksperimen dan kontrol
sebelum diberikan perlakuan masih rendah. Rendahnya kemampuan awal
tersebut terlihat dari hasil pretest yang diperoleh masing-masing kelas.
Distribusi nilai kedua kelas masih banyak yang memperoleh nilai dibawah rata-
rata. Siswa kelas eksperimen yang memperoleh nilai dibawah rata-rata
75 Retno Palupi Kusuma Wardhany, “Media Video Kejadian Fisika dalam Pembelajaran
Fisika di SMA“, Jurnal Pembelajaran Fisika, Desember 2014, h. 3
50
sebanyak 12 siswa, sedangkan kelas kontrol sebanyak 24 siswa dari jumlah
siswa masing-masing 35 siswa. Secara umum menggambarkan kemampuan
penguasaan memahami siswa kelas eksperimen dan kontrol masih rendah. Hal
ini disebabkan oleh kondisi internal siswa yaitu belum mempunyai kesiapan,
kemampuan, pengetahuan dasar yang harus dimiliki, kurangnya motivasi, bakat,
dan intelegensi. Selain itu, belajar bukan hanya menghafal sejumlah fakta atau
informasi, akan tetapi peristiwa mental dan proses berpengalaman.76
Pengalaman merupakan inti dari proses pembelajaran, dan keterlibatan aktif
siswa sangat penting dalam membentuk pengetahuan sikap.
Setelah dilakukan posttest, nilai kemampuan memahami siswa kelas
eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan. Namun kelas
eksperimen mengalami peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan
nilai kelas kontrol. Peningkatan yang signifikan tersebut dapat dilihat dari nilai
rata-rata siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
multidimensional lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas kontrol yang
menggunakan metode diskusi berbantuan video. Kelas eksperimen memperoleh
nilai rata-rata sebesar 83,20 sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai sebesar
68,46. Hal ini sesuai dengan kerucut pengalaman Edgar Dale yang
menyebutkan bahwa konsep pembelajaran yang memberikan pengalaman
langsung selalu lebih baik daripada pembelajaran yang hanya menggunakan
materi audio visual, verbal, atau teks. Ini merupakan cara paling efektif untuk
mengenalkan konten baru kepada siswa.77
Peningkatan kemampuan memahami siswa dapat dilihat pada hasil uji
N-Gain. Pada kelas eksperimen, hanya indikator merangkum dan
menyimpulkan mendapat kategori sedang dan indikator lain mendapat kategori
tinggi. Kelas kontrol mengalami peningkatan pada kategori sedang disemua
indikator. Secara umum, rata-rata kemampuan memahami siswa berdasarkan uji
N-Gain sebesar 0,45 dengan kategori tinggi untuk kelas eksperimen dan sebesar
76 Wina Sanjaya, 2010, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. 7), h. 136 77 Jagannath K Dange, 2014, “Learning and Experience: A Step Model “, The Online
Journal of New Horizons in Education, Vol. 5, h. 102
51
0,31 dengan kategori sedang untuk kelas kontrol. Artinya baik kelas eksperimen
dan kelas kontrol sama-sama mengalami peningkatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum kelas eksperimen yang
menerapkan model pembelajaran multidimensional memberikan efek yang
positif terhadap pembelajaran fisika. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya
nilai rata-rata kelas dan kemampuan kognitif siswa pada aspek memahami,
menjelaskan dan menerapkan. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol yang menggunakan metode diskusi berbantuan video. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan penggunaan model
pembelajaran multidimensional dengan metode diskusi berbantuan video
terhadap kemampuan kognitif siswa pada konsep fluida statis. Selain itu,
berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa pola siswa dalam mengerjakan
soal kognitif juga meningkat.
C. Keterbatasan Penelitian
Ketika pelaksanaan penelitian terdapat keterbatasan yang dihadapi,
diantaranya:
1. Alat percobaan yang akan digunakan kurang lengkap yang disediakan
sekolah sehingga guru dan murid bekerja sama untuk membawa alat
percobaan yang dibutuhkan.
2. Siswa yang mengikuti kegiatan percobaan kurang kondusif karena antusias
dalam melakukan percobaan sehingga sedikit terganggu pelaksanaan
pembelajarannya
3. Kemampuan siswa berbeda-beda sehingga sulit untuk mensejajarkan
pelaksanaan pembelajaran.
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran multidimensional memiliki pengaruh terhadap hasil
belajar kognitif siswa pada konsep fluida statis. Berdasarkan hasil uji t
penelitian dengan jumlah responden N = 70, dengan derajat kebebasan (dk) n-
2 yaittu 68 pada taraf signifikansi 5% didapat nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 1,99 dan
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 yaitu 3,61. Hal ini menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka
dapat disimpulkan terdapat pengaruh dari Model pembelajaran
multidimensional terhadap kemampuan kognitif siswa pada konsep fluida
statis di SMAN 10 Tangerang Selatan.
2. Hasil perhitungan N-gain pada lampiran C, diperoleh rata-rata N-gain untuk
kelas eksperimen sebesar 0,45 yang dikategorikan bahwa peningkatan
kognitif siswa di kelas eksperimen berada pada tingkat tinggi. Rata-rata N-
gain untuk kelas kontrol sebesar 0,31 yang dikategorikan bahwa kemampuan
kognitif siswa di kelas kontrol berada pada tingkat sedang. Dengan demikian,
kemampuan kognitif siswa yang telah melaksanakan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran multidimensional lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan metode diskusi berbantuan
video.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan, disajikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dimasa
mendatang, antara lain:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran multidimensional
diharapkan diterapkan oleh guru-guru disekolah agar pembelajaran
menjadi menarik, tidak membosankan dan siswa menjadi termotivasi
dalam belajar karena model pembelajaran multidimensional memberikan
53
suasana baru dalam sebuah pembelajaran. Sehingga guru termotivasi untuk
lebih kreatif dalam menyajikan sebuah pembelajaran untuk siswa agar
kemampuan kognitif siswa dapat lebih meningkat secara optimal.
2. Pembelajaran menggunakan media komputer diharapkan dapat memotivasi
siswa agar siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dan guru-
guru dapat menerapkannya pada konsep fisika yang lainnya.
3. Model pembelajaran multidimensional ini cocok untuk penelitian jangka
panjang yang memiliki banyak unsur dalam penelitiannya.