pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/jurnal...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK
PAIR SHARE (TPS) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA
KELAS X SMA NEGERI 1 MUARA KELINGI TAHUN PELAJARAN
2015/2016
YUNITA MANDASARI
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan MIPA
STKIP-PGRI Lubuklinggau
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Muara
Kelingi Tahun Pelajaran 2015/2016”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar fisika kelas X SMA Negeri 1 Muara
Kelingi tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni,
desain yang digunakan adalah pre-test-post-test control group design.
Populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi tahun
pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 182 siswa. Penentuan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik simple random sampling. Sampel peneliti adalah
kelas X5 yang berjumlah 30 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X6 yang
berjumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah tes. Data yang terkumpul Dianalisis menggunakan uji-t.
Berdasarkan hasil analisis post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh
nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 2,70 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= t(0,95)(60) = 1,67, dengan taraf kepercayaan = 0,05,
maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (2,70 > 1,67). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) terhadap hasil belajar fisika siswa pada materi pengukuran dan angka
penting di kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran 2015/2016”.
Kata Kunci: Think Pair Share (TPS), Hasil Belajar Fisika, Pengaruh.
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan-kebiasaan,
pemikiran, sikap-sikap dan tingkah laku. Pendidikan mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, agar
menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mandiri, bertanggung jawab, maju, cerdas,
terampil, kreatif, produktif, sehat jasmani dan rohani. Pendidikan merupakan
tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan
berusaha memperbaiki keadaan masyarakat serta dunia, tentu mengatakan
bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu mereka akan gagal
(Budiningsih, 2004:1). Tujuan pendidikan merupakan gambaran kondisi akhir
atau nilai-nilai yang ingin dicapai dari suatu proses pendidikan. Setiap tujuan
pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu menggambarkan kondisi akhir yang
ingin dicapai dan memberikan arah serta cara bagi semua usaha atau proses
yang dilakukan.
Pendidikan tidak hanya dilaksanakan di sekolah, tetapi juga
dilaksanakan di dalam keluarga dan dimasyarakat. Untuk pendidikan di
sekolah, guru dan siswa memegang peranan yang penting dalam proses
belajar mengajar. Belajar adalah proses yang harus dilaksanakan oleh siswa
sebagai subyek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar adalah
kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru sebagai pengajar. Oleh karena
itu, di dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa, serta siswa dengan lingkungan pada saat pelajaran
berlangsung, atau bisa dikatakan terjadi proses belajar mengajar yang aktif
baik dari pihak pengajar maupun pelajar (Taufiq dkk, 2010:5.3).
Pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran sangat
diperlukan agar dapat meningkatkan prestasi kearah yang optimal. Sistem
lingkungan belajar itu sendiri terdiri dari berbagai komponen yang masing-
masing saling mempengaruhi. Komponen-komponen tersebut antara lain
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru
dan siswa yang memainkan peranan, jenis kegiatan yang dilakukan, termasuk
juga model, pendekatan dan metode mengajar yang digunakan. Penggunaan
model, pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat diharapkan akan
mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan.
Pembelajaran masih banyak berpusat pada guru serta kemampuan diskusi
siswa dalam memecahkan masalah sangatlah kurang. Kegiatan siswa di
dalam kelas hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mencatat materi
yang diberikan guru sehingga suasana di dalam kelas terasa sangat monoton
(Giyastutik, 2009:17).
Fisika akan lebih bermakna apabila menggunakan model dengan
metode yang dapat melibatkan siswa berpikir secara langsung, aktif dalam
pembelajaran sehingga mudah untuk memahami materi yang disampaikan
dalam pembelajaran. Dari keadaan seperti ini mengakibatkan pencapaian
hasil belajar siswa yang optimal.
Hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru yang mengajar fisika
di kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi. Beliau mengatakan bahwa rata-rata
hasil belajar siswa kelas X tahun pelajaran 2014/2015 masih tergolong
rendah. Hal ini dapat dilihat pada nilai ulangan harian siswa yang masih
belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan
sekolah yaitu 75. Berdasarkan jumlah siswa kelas X 182 orang, 75 orang
siswa yang tuntas atau 41,20% dan 107 orang siswa atau 58,79% yang belum
tuntas sehingga tidak sedikit siswa yang mengikuti program remedial untuk
memenuhi KKM. Pembelajaran hanya berpusat pada guru. Guru yang
menyiapkan materi dan contoh soal yang akan disampaikan di depan kelas.
Sedangkan siswa hanya duduk, mendengarkan lalu mencatat semua materi
yang disajikan oleh guru. Dalam hal ini peran siswa kurang terlihat, siswa
tidak aktif bertanya ketika guru mempersilahkan siswa untuk bertanya tentang
materi yang belum dimengerti, umumnya siswa lebih memilih diam dan
menerima apa adanya yang disampaikan oleh guru.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu adanya pembelajaran
bervariasi dan dapat merangsang peserta didik untuk aktif, baik secara fisik,
intelektual maupun emosional. Siswa dapat menyukai mata pelajaran fisika
dan menganggap mata pelajaran fisika tidak sulit serta menyenangkan.
Sehingga hasil belajar siswa lebih baik dari sebelumnya. Pengajaran fisika
yang menuntut siswa untuk semakin kreatif dan inovatif sangat menunjang
proses peningkatan daya kognitif siswa.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut peneliti memilih
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dimana model
pembelajaran ini merupakan salah satu pembelajaran yang dapat mendorong
siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran ini
banyak berpusat pada siswa dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator serta
pembimbing pada proses pembelajaran. Siswa diajak untuk belajar dengan
cara guru memberikan persoalan kepada siswa, siswa berdiskusi dan berbagi
dengan teman sebangku kemudian presentasi kelompok (Arifin dan Adhi,
2012:85). Dengan menggunakan model ini dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Giyastutik (2009:5), menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA. Oleh sebab itu maka penulis
sangat tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi Tahun Pelajaran
2015/2016”.
B. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan desain berbentuk Pretest-Post-test
Control Group Design. Dalam hal ini peniliti akan membagi kelompok
menjadi dua yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS), dan kelompok kontrol diajarkan menggunakan metode
pembelajaran ceramah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran 2015/2016. Dalam
penelitian ini sampel yang diambil dengan teknik simple random sampling.
Dari 6 kelas dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang akan
dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil pengundian diperoleh dua kelas
sebagai sampel yaitu kelas X.5 dan X.6. Untuk mengetahui kemampuan awal
kedua sampel maka dilakukan Pre-Test.
Untuk mengumpulkan data hasil belajar yaaitu digunakan metode tes,
dengan instrumen pengumpulan data berupa soal essay. Sebelum instrumen
digunakan, instrument terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan uji
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Uji validitas
menggunakan rumus korelasi product moment, untuk mendapatkan
kesignifikan validitas instrument, diperlukan uji stattistik uji t, tes valid jika
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, distribusi untuk 𝛼 = 0,05. Untuk uji reliabilitas digunakan
rumus alpha 𝑟11. Pengujian tingkat kesukaran untuk mengetahui tes yang
digunakan tergolong mudah, sedang atau sukar. Pada pengujian daya
pembeda untuk mengetahui kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai dengan siswa yang bodoh.
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan metode analisis data
tes, dicari nilai rata-rata (�̅�) dan simpangan baku (𝑆2), uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji kesamaan dua rata-rata. Uji normalitas dengan chi-
kuadrat (χ²) pada taraf signifikan 5% dan dk= k-1, kriteria pengujian data
berdistribusi normal jika χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ˂ χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, uji homogenitas varians dengan
uji F, dengan kriteria pengujian jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka varians homogen,
jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka varians tidak homogen. Uji kesamaan dua rata-rata
kriteria pengujian adalah terima hipotesis 𝐻𝑜 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 di
dapat dari daftar distribusi t dengan (α =0,05), dk= 𝑛1 + 𝑛2 – 2. Untuk
harga-harga lainnya 𝐻𝑜 ditolak.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian terlebih dahulu dilakukan uji coba
instrument di kelas XII IPA2 yang bertujuan untuk mengetahui kualitas valid
dan tidaknya soal yang digunakan untuk melaksanakan pre-test dan post-test
di kelas eksperimen dan di kelas kontrol. Uji coba instrument dilakukan pada
tanggal 28 Juli 2015 dan diikuti oleh 24 siswa. Soal uji coba sebanyak 8 soal
dan soal berbentuk essay. Setelah uji coba dilakukan soal yang akan
digunakan sebanyak 7 soal yang valid, maka peneliti mulai melakukan pre-test
di kelas eksperimen dan di kelas kontrol dengan soal yang sama yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi
pengukuran dan angka penting. Kemampuan awal yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum diberikan
perlakuan.
Pada pelaksanaan pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol diikuti
oleh semua siswa. Pre-test dilakukan pada pertemuan pertama tanggal 31 Juli
2015 yang diikuti oleh 30 siswa di kelas eksperimen dan pada pertemuan
pertama tanggal 1 Agustus 2015 yang diikuti 28 siswa di kelas kontrol.
Berdasarkan hasil analisis data, nilai rata-rata dan simpangan baku data
pre-test di kelas eksperimen dan kontrol. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1.
Rata-rata (�̅�) dan Simpangan Baku (s) Hasil Pre-test
Kelas N Rata-rata (�̅�) Simpangan Baku (s)
Eksperimen 30 15,10 8,27
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil pre-test siswa
berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik
mengenai uji normalitas data dengan taraf kepercayaan = 0,05, jika
χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pre-
test untuk kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2.
Hasil Uji Normalitas Pre-test (Tes Awal)
Kelas χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Eksperimen 6,0779 5 11,07 Normal
Kontrol 4,1699 5 11,07 Normal
Uji homogenitas ini bertujuan untuk melihat apakah data pada kedua
kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Setelah
mengetahui bahwa data berdistribusi normal, maka yang perlu dilakukan
adalah pengujian homogenitas sampel. Hal tersebut untuk mengetahui
kesamaan tiap varians sampel yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pasangan hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah
sebagai berikut:
𝐻𝑂 : Kedua varians sama/homogen.
𝐻𝑎 : Kedua varians tidak sama/tidak homogen.
Kriteria pengujian adalah tolak 𝐻𝑜 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka dengan
= 0,05, n-1 (untuk varians terbesar) adalah dk pembilang dan n-1 (untuk
varians terkecil) adalah dk penyebut. Maka rekapitulasi uji homogenitas skor
pre-test dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3.
Hasil Uji Homogenitas Pre-test (Tes Awal)
Kelas 𝑠2 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Eksperimen 68,39 1,11 (30;27) 1,88 Homogen
Kontrol 61,47
Dari tabel 3 ditunjukkan bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 1,11 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan dk=
(30;27) adalah 1,88. Karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻𝑜 diterima. Dengan
demikian kedua skor pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
homogen.
Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan kemampuan awal siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Maka uji
kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t. Pasangan hipotesis yang akan
diuji adalah:
𝐻𝑂 : Rata-rata nilai fisika kelas eksperimen sama dengan rata-rata nilai
fisika kelas kontrol (𝜇1= 𝜇2).
𝐻𝑎 : Rata-rata nilai fisika kelas eksperimen tidak sama dengan rata-
rata nilai fisika kelas kontrol (𝜇1 ≠ 𝜇2).
Kriteria pengujian adalah 𝐻𝑜 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf
kepercayaan (α = 0,05), dan dk= 𝑛1 + 𝑛2 – 2. Hasil uji kesamaan dua rata-
rata skor pre-test dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4.
Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Pre-test (Tes Awal)
Kelas 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Eksperimen 1,30 60 2,00
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, 𝐻𝑜
diterima. Kontrol
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa hasil analisis uji-t mengenai
kemampuan awal siswa yaitu 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 1,30 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= t(0,95)(60) = 2,00, maka
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya 𝐻𝑜 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak. Dengan demikian rata-
rata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama atau tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
Setelah pre-test, maka kelas eksperimen dan kelas kontrol
mendapatkan perlakuan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Perlakuan
ini diberikan sebanyak 3 kali pertemuan dimana setiap pertemuan berlangsung
selama 90 menit. Apabila perlakuan telah berakhir, maka selanjutnya adalah
pemberian post-test. Analisis data post-test sama seperti pada analisis data
pre-test, yaitu menggunakan perhitungan rata-rata dan simpangan baku, uji
normalitas, uji homogenitas, serta uji kesamaan dua rata-rata.
Penelitian ini diakhiri dengan dilaksanakannya post-test yang dilakukan
pada pertemuan kelima tanggal 28 Agustus 2015 yang diikuti oleh 30 siswa di
kelas eksperimen dan pada pertemuan kelima tanggal 29 Agustus 2015 yang
diikuti 28 siswa di kelas kontrol. Pelaksanaan post-test dimaksudkan untuk
menentukan perbedaan hasil belajar antara kedua kelas setelah mengikuti
proses pembelajaran. Post-test digunakan untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Skor hasil post-test
yang merupakan kemampuan akhir siswa selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5.
Rata-rata (�̅�) dan Simpangan Baku (s) Hasil Post-test
Kelas N Rata-rata (�̅�) Simpangan Baku (s)
Eksperimen 30 87,30 9,20
Kontrol 28 81,42 8,95
Dari hasil post-test, terlihat perbedaan rata-rata siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol cukup besar, dimana rata-rata hasil belajar siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) lebih tinggi dari yang menggunakan metode ceramah.
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil post-test siswa
berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik
mengenai uji normalitas data dengan taraf kepercayaan = 0,05, jika
χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas post-
test untuk kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 4.6.
Hasil Uji Normalitas Post-test (Tes Akhir)
Kelas χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Eksperimen 8,1773 5 11,07 Normal
Kontrol 2,0641 5 11,07 Normal
Dari tabel 6 menunjukkan nilai χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 data post-test untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari pada nilai
χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Berdasarkan ketentuan pengujian normalitas dengan menggunakan
uji kecocokan χ² (chi-kuadrat) dapat disimpulkan bahwa post-test untuk
masing-masing kelas menunjukkan kedua kelompok berdistribusi normal pada
taraf = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 5, jika χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙.
Perhitungan uji homogenitas menyatakan bahwa data post-test kedua
kelas yang dijadikan sampel memiliki varians-varians yang homogen. Dengan
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 1,05 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan dk = (30;27) adalah 1,88. Karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <
𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻𝑜 diterima. Dengan demikian kedua skor post-test kelas
eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
Uji kesamaan rata-rata bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan kemampuan awal siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Maka uji
kesamaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t. Pasangan hipotesis yang akan
diuji adalah:
𝐻𝑂 : Rata-rata nilai fisika kelas eksperimen lebih kecil atau sama dengan
rata-rata nilai fisika kelas kontrol (𝜇1≤ 𝜇2).
𝐻𝑎 : Rata-rata nilai fisika kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata
nilai fisika kelas kontrol (𝜇1> 𝜇2).
Kriteria pengujian adalah 𝐻𝑜 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf
kepercayaan (α = 0,05), dan dk= 𝑛1 + 𝑛2 – 2. Hasil analisis menunjukkan
bahwa uji-t mengenai kemampuan awal siswa yaitu 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 2,70 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙=
t(0,95)(60) = 1,67, maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya 𝐻𝑜 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima.
Maka rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata
hasil belajar siswa kelas kontrol. Dengan demikian ada pengaruh yang
signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
terhadap hasil belajar fisika siswa pada materi pengukuran dan angka penting
kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran 2015/2016”.
2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 1 Muara Kelingi Tahun Pelajaran
2015/2016?”. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Muara Kelingi,
penelitian ini dilakukan didua kelas, kelas 𝑋5 sebagai kelas eksperimen dan
kelas 𝑋6 sebagai kelas kontrol. Langkah pertama dilakukan saat penelitian
adalah peneliti melakukan uji coba instrument di kelas XII IPA2dengan jumlah
soal yang berjumlah 8 soal berbentuk essay. Setelah uji coba dilakukan soal
yang akan digunakan sebanyak 7 soal yang valid dan layak digunakan untuk
pre-test dan post-test. Tahap kedua peneliti mulai melakukan pre-test di kelas
eksperimen dan di kelas kontrol dengan soal yang sama yang bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi pengukuran dan angka
penting. Kemampuan awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum diberikan perlakuan. Data hasil
pre-test dianalisis. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa rata-rata
skor pre-test kelas eksperimen 15,10 dan kelas kontrol 12,57. Data yang
diperoleh menunjukkan selisih rata-rata nilai pre-test kelas eksperimen dan
kelas kontrol adalah 2,53 maka 𝐻𝑜 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak. Dengan
demikian rata-rata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama atau
tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Setelah pre-test selesai selanjutnya peneliti memberikan perlakuan di
kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS), dan memberikan perlakuan menggunakan metode
ceramah pada kelas kontrol sebanyak 3 kali pertemuan.
Pada saat pembelajaran pertama di kelas eksperimen peneliti mulai
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
yaitu menjelaskan materi alat ukur panjang. Pada pertemuan pertama ini
siswa belum terlalu aktif, karena siswa masih terbiasa dengan pembelajaran
menggunakan metode ceramah. Dimana siswa hanya mengandalkan guru
yang menjelaskan pelajaran yang sedang berlangsung dan siswa hanya
sebagai penerima informasi saja.
Pada saat pembelajaran kedua di kelas eksperimen yaitu menjelaskan
materi alat ukur massa. Siswa sudah mulai berani untuk aktif dan mulai
merespons kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yang diterapkan, siswa lebih berani
mengemukakan pendapatnya atas jawaban mereka.
Pada saat pembelajaran ketiga di kelas eksperimen yaitu menjelaskan
materi alat ukur waktu dan angka penting. Pada pertemuan ketiga ini sudah
sangat terlihat peningkatan hasil belajar siswa. Dengan dihadapi pada teman
mereka sendiri, maka siswa tidak akan merasa malu untuk bertanya kepada
temannya sehingga dapat dengan baik dalam memecahkan permasalahan
yang mereka hadapi. Sedangkan pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas
kontrol dengan menggunakan metode ceramah. Pembelajaran ini secara
keseluruhan memang membuat siswa lebih tenang karena guru
mengendalikan siswa secara penuh. Siswa duduk dan memperhatikan guru
mengajar. Komunikasi yang terjadi lebih banyak satu arah. Hal semacam ini
justru mengakibatkan guru kurang memahami pemahaman siswa, karena
siswa yang sudah mengerti atau belum hanya diam saja. Siswa yang belum
jelas kadang tidak berani atau malu untuk bertanya pada guru. Setelah
diberikan perlakuan yang berbeda dengan menggunakan pembelajaran yang
berbeda di kelas eksperimen dan kelas kontrol terlihat sekali perbandingan
hasil belajar hasil belajar siswa kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan kelas kontrol yang
menggunakan metode ceramah. Terlihat sekali perbedaan rata-rata siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup besar.
Pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan lembar kerja siswa
(LKS) terdiri dari 15 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 2 orang
siswa dan setiap kelompok mendapatkan LKS sebagai media pembelajaran.
Dari data LKS yang dianalisis didapatkan nilai rata-rata pada pertemuan
pertama 75, pada pertemuan kedua rata-ratanya 81 dan pada pertemuan ketiga
rata-ratanya adalah 84. Dengan demikian, menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
terhadap hasil belajar siswa dengan metode eksperimen. Untuk lebih jelas
nilai LKS siswa dapat dilihat (pada lampiran D).
Tahap terakhir setelah diberikan perlakuan yang berbeda maka peneliti
melakukan post-test. Dari analisis data post-test terdapat perbedaan hasil
belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa
hasil belajar fisika siswa X SMA Negeri 1 Muara Kelingi setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
lebih tinggi dari yang menggunakan metode ceramah. Untuk lebih jelas nilai
tes awal dan tes akhir dapat dilihat (pada lampiran D).
Jika dilihat dari uji-t pre-test maka diperoleh nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 1,30 dan
nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,00, maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, artinya 𝐻𝑜 diterima. Dan dapat
dilihat juga perolehan post-test nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =2,70 dan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,67,
maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, artinya 𝐻𝑜 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 1
Muara Kelingi Tahun Pelajaran 2015/2016?”.
Selama proses pembelajaran di kelas eksperimen tiap kelompok sangat
bersemangat dalam menjawab soal dan dapat menyelesaikan dengan baik.
Keuntungan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
adalah semangat belajar siswa sangat termotivasi dengan diberikan
kesempatan kepada mereka untuk berpikir mandiri, selain juga dapat leluasa
berdiskusi dengan teman sebangku sehingga pemecahan masalah
terselesaikan dengan baik. Keuntungan selanjutnya setelah mendapat hasil
pemecahan masalah yang diperoleh dari pemikiran mandiri dan kalaborasi
pendapat dengan teman sebangkunya, maka hasil yang baik tersebut dapat
dibagi dengan teman-teman kelompok lain dan tujuan pembelajaran memang
tercapai. Siswa dapat menjadi diri sendiri tanpa malu-malu untuk
mengemukakan pendapat, sehingga dapat terbentuk suasana kelas yang aktif
dan tidak membosankan.
Keberhasilan pembelajaran fisika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terlihat dari
keberhasilan siswa dalam menjawab soal-soal yang diberikan pada lembar
post-test siswa kelas eksperimen, dan keberhasilan pembelajaran fisika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) terlihat juga dari kemampuan tiap-tiap kelompok, terdapat 15
kelompok dalam kelas satu kelas eksperimen.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ini siswa
diberikan kesempatan untuk berpikir sendiri terlebih dahulu, secara
berpasangan dan berbagi jawaban dalam kelompok serta mempresentasikan
kedepan kelas. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang
lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:61), menyatakan bahwa Think
Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam
Think Pair Share (TPS) dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir,
untuk merespon dan saling membantu. Hal tersebut karena model
pembelajaraan kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat memotivasi
siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat
teman, dan saling memberikan pendapat dengan teman sebangkunya,
sehingga dengan kegiatan pembelajaran seperti ini siswa dapat menemukan
suatu pemecahan masalah yang dihadapi.
Adapun kendala yang ditemukan selama proses pembelajaran antara
lain suasana kelas yang memang lebih bersuara yang tidak dapat dihindari
terjadi pada siswa. Mengingat hal tersebut dapat mengganggu aktifitas belajar
kelas lain. Untuk mengatasi kendala itu guru lebih mengawasi diskusi yang
terjadi antar kelompok, jangan sampai diskusi keluar dari permasalahan atau
materi yang dibahas serta guru memberikan kesempatan kepada kelompok
untuk bergiliran berpendapat. Sehingga tidak terjadi suasana kelas yang dapat
mengganggu kelas lain dan pembelajaran dalam kelas masih tetap bisa aktif
sesuai dengan tahap-tahap dalam proses pembelajaran.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di
SMA Negeri 1 Muara Kelingi, diperoleh rata-rata hasil post-test untuk kelas
eksperimen sebesar 87,30 sedangkan rata-rata di kelas kontrol sebesar 80,10.
Kemudian dari analisis data diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 2,70 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= t(0,95)(60) =
1,67, dengan taraf kepercayaan = 0,05, maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya 𝐻𝑜
ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan demikian ada pengaruh yang signifikan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil
belajar fisika siswa pada materi pengukuran dan angka penting di kelas X
SMA Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran 2015/2016”.
2. Saran
Sehubungan dengan hasil yang telah dicapai dan hambatan yang
ditemui pada penelitian ini, maka ada beberapa hal yang peneliti sarankan
kepada pihak-pihak terkait yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) pada kegiatan belajar mengajar di kelas dapat dijadikan
salah satu alternatif bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
pembelajaran akan lebih menyenangkan bagi siswa maupun guru.
Sehingga dapat berdampak pada peningkatan kualitas dan mutu sekolah.
2. Siswa diharapkan dapat lebih aktif, berani dan percaya diri dalam
mengungkapkan gagasan dan pendapatnya terutama dalam menjawab
pertanyaan dan dapat bertindak sebagai guru bagi teman-teman lainnya.
Sehingga terjadi pembelajaran yang optimal dan tujuan pembelajaran
dapat dicapai.
3. Pelaksanaan kegiatan model pembelajaran hendaknya sekolah
menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif serta
mengupayakan sarana dan prasarana sekolah untuk meningkatkan hasil
belajar siswa yang lebih baik.
4. Bagi peneliti lain diharapkan juga menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ini pada pokok bahasan lain,
namun variabel yang diambil tidak hanya hasil belajar saja tetapi bisa
variabel lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin dan Adhi. 2012. Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan ICT. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta.
Budiningsih. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka.
Djamarah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka.
Giancoli. 2001. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Giyastutik. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Hernawan. 2010. Pengembangan Kurikilum dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar
Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Jihad dan Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjiono. 2009. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman. 1993. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Shiva. 2015. Gambar Alat Ukur. (online) http://shiva.wordpress.com (25 April
2015).
Suyono dan Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Taufiq dkk. 2010. Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Tim Prestasi Pustaka.
Uno dan Nurdin. 2013. Belajar dengan Pendekatan Palkem. Yogyakarta: Skripta
Media Creative.