pengaruh madu terhadap bakteri pada susu pasteurisasi

57
PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI LAPORAN PENELITIAN Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Nama : MERI NOVITA NIM : 107103001735 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI

PADA SUSU PASTEURISASI

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Nama : MERI NOVITA

NIM : 107103001735

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 3 Oktober 2010

Meri Novita

Page 3: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

iii

Page 4: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

iv

Page 5: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

hidayah-Nya, limpahan rizki, nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat

melaksanakan dan menyelesaikan hasil penelitian dengan judul PENGARUH MADU

TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan hasil penelitian ini tidak

terlepas karena adanya bantuan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan kali ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terimakasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. DR (Hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. drg. Laifa sebagai penanggung jawab riset, yang telah banyak memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis.

3. Dr. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM, selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Zeti Herriyati, M.Biomed sebagai Pembimbing I, dan Ibu Yuli, M.Biomed

sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada

penulis serta kesabaran dalam menunggu selesainya penelitian ini.

5. Seluruh laboran dan staf gedung laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syari Hidayatullah Jakarta.

6. Ayahanda Mayyunar, Ibunda Erna, kakanda Zamardi dan Yuhendrizal yang selalu

memberikan dukungan moril dan materil, spiritual serta kasih sayang yang tak

terbatas dan tiada hentinya, serta adik-adik saya (Ari, Aidil, Meli dan Aldi) untuk

kesabaran dan perhatian yang telah diberikan.

7. Kakanda Syahrial, Rini seta keluarga besar Alm. ST. Kayo, atas perhatian, dukungan

serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

8. Hady, Almh. Neni, Desi dan Liza, atas bantuannya dalam menyelesaikan penelitian

ini. Bang Dodo, da Dayat dan seluruh teman sejawat PSPD 2007 atas dukungan serta

rasa kekeluargaan yang kalian berikan selama ini.

Page 6: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

vi

9. Seluruh teman-teman Keluarga Mahasiswa Minang yang telah berbagi suka dan duka,

serta kebersamaan selama di Jakarta.

10. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian penelitian ini, (mba Novi

dan mas Dani) serta pihak yang namanya tidak dapat disebutkan diatas yang telah

membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna dan memiliki kelemahan

serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-

besarnya atas kekurangan penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun dalam rangka

penyempurnaan penelitian ini dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Penulis juga sangat berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis

sendiri dan juga bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan

Hidayat-Nya kepada kita semua, Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 03 Oktober 2010

Penulis

Page 7: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

vii

ABSTRAK

Nama : Meri Novita

Program Studi : Pendidikan Dokter

Judul : Pengaruh Madu Terhadap Bakteri Pada Susu

Pasteurisasi

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan bakteri Klebsiella

pneumonia yang diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi yang berbeda, serta

larutan madu Sumbawa dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%, dan aquades

sebagai kontrol.

Penelitian dengan metode eksperimental ini menggunakan sumuran agar

(whole methode) dan akan dilihat zona bening pada cakram yang ditanam pada

media MHA, sebagai zona hambatan pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dimulai

dari pengisolasian bakteri dari sampel susu untuk mendapatkan jenis bakteri, serta

uji lainnya untuk mengidentifikasi jenis bakteri.

Jenis bakteri tersering yang didapat dari pengisolasian susu pasteurisasi

adalah Klebsiella pneumonia.

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa madu dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Efek antibakteri paling rendah dapat dilihat pada

penghambatan pertumbuhan klebsiella pneumonia, dengan konsentrasi madu

25%, hingga paling besar pada konsentrasi 100%.

Kata kunci : Susu Pasteurisasi, Madu, Antibakteri, Bakteri Perusak Susu

Pasteurisasi.

Page 8: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

viii

ABSTRACT

Name : Meri Novita

Major : Faculty of Medicine

Title : honey affectation to bacteries in Pasteurized Milk

This study use Klebsiella pneumonia bacteries, which is isolated from two

kind of different pasteurized milk, sumbawa honey with different concentration

(25%, 50%, 75%, 100%), and aquades, as a control. This experimental study use

whole method to indentify clear zone in MHA media as suppressed bacteries

growth-zone. This study starts from isolating bacteries from pasteurized milk and

identifying major bacteries. Results show that honey could suppress bacteries

growth. The lowest suppressor was the 25% concentration of honey and the

highest suppressor was the 100% concentration of honey.

Keywords : pasteurized milk, honey, antibacteria, bacteries in pasteurized milk.

Page 9: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

LEMBAR KEASLIAN KARYA ...................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2

1.3 Hipotesis ............................................................................. 2

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1. Madu .................................................................................. 4

2.1.1. Tinjauan Kimiawi Madu ........................................ 4

2.1.2. Khasiat madu berdasarkan penelitian ilmiah

sebagai anti infeksi ................................................ 5

2.2. Susu Pasteurisasi ............................................................... 9

2.2.1. Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi .......................... 12

2.3. Kerangka Konsep .............................................................. 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian ............................................................... 19

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 19

3.2.1 Waktu Penelitian ................................................... 19

3.2.2 Tempat Penelitian .................................................. 19

3.3. Alat dan Bahan ................................................................... 19

3.3.1 Alat Penelitian ....................................................... 19

Page 10: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

x

3.3.2 Bahan Penelitian..................................................... 19

3.4. Prosedur Penelitian ............................................................ 20

3.5. Cara Kerja .......................................................................... 20

3.5.1. Sterilisasi Alat penelitian ....................................... 20

3.5.2. Persiapan pemindahan susu pasteurisasi ................ 20

3.5.3. Pembuatan Kaldu laktosa ....................................... 21

3.5.4. Pembuatan Larutan BGLB (Brilliant Green Bile

Lactose Borth) ........................................................ 21

3.5.5. Pembuatan larutan madu konsentrasi 25%, 50%,

75% dan 100%. ..................................................... 21

3.5.6. Aquades steril ......................................................... 21

3.6. Uji MPN (untuk mengetahui jumlah koliform bakteri

pada susu) ........................................................................... 22

3.6.1. Tes Presumptive .................................................... 22

3.6.2. Tes konfirmasi (larutan BGLB suhu 450c) ............ 22

3.7. Pemeriksaan bakteri patogen pada susu ............................ 23

3.7.1. Isolasi agar darah.................................................... 23

3.7.2. Isolasi Endo Agar ................................................... 23

3.7.3. Isolasi Mac.Conkey ................................................ 23

3.7.4. Pemeriksaan pewarnaan Gram ............................... 23

3.7.5. Pemeriksaan uji biokimia bakteri. .......................... 23

3.8. Uji sensitivitas madu terhadap bakteri .............................. 24

3.8.1. Pengolesan Bakteri pada media MHA dengan

metode Kirby Bauer ............................................... 24

3.8.2. Penanaman cakram pada media MHA ................... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ................................................................. 25

4.1.1. Isolasi dan identifikasi koloni bakteri dari susu

pasteurisasi ............................................................. 25

4.1.2. Hasil Pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji

MPN ....................................................................... 25

4.1.3. Hasil pewarnaan Gram ........................................... 26

4.1.4. Uji Biokimia pada bakteri ...................................... 27

Page 11: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

xi

4.1.5. Uji sensitivitas madu hutan Sumbawa terhadap

bakteri ..................................................................... 28

4.2. Pembahasan ....................................................................... 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ....................................................................... 37

5.2. Saran ................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38

LAMPIRAN

Page 12: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi pertama ............... 26

Gambar 4.2. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi yang kedua........... 27

Gambar 4.3. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis

pertama.................................................................................................................. 29

Gambar 4.5. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis kedua 31

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji kaldu laktosa .... 25

Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB

(35 ± 0,50C) .............................................................................................. 25

Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB

(44,5 ± 0,20C) ................................................................................................ 25

Tabel 4.4. Hasil uji biokimia bakteri pada kedua jenis susu pasteurisasi ............ 28

Tabel 4.5. Hasil pegukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu

hutan Sumbawa terhadap bakteri pada susu pasteurisasi jenis pertama ............... 29

Tabel 4.6. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu

pasteurisasi pertama ........................................................................................... 30

Tabel 4.7. Hasil pegukuran diameter zona hambatan madu terhadap bakteri pada

susu pasteurisasi jenis kedua ........................................................................... 31

Tabel 4.8. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu

pasteurisasi kedua ............................................................................................. 32

Page 13: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Susu merupakan produk pangan yang terkait erat dengan kehidupan sehari-

hari masyarakat. Susu digolongkan kedalam kelompok minuman yang

mempunyai tingkat keasaman yang rendah (pH tinggi), sehingga pada keadaan

tertentu, susu dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan

susu menjadi rusak (Roostita dkk.,2009).

Maraknya kasus keracunan makanan di tengah-tengah masyarakat salah

satunya diakibatkan oleh keracunan setelah mengkonsumsi susu, seperti yang

terjadi pada ratusan siswa SD di kota Bandung yang mengalami muntah dan

mencret setelah meminum susu yang kemudian diketahui bahwa susu tersebut

telah terkontaminasi (Arda dinarta, 2009).

Walaupun kandungan susu sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, tetapi

bila dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanannya kurang baik akan

memberikan efek bagi kesehatan tubuh manusia, hal ini dikarenakan susu mudah

rusak akibat aktivitas bakteri. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan

mikroorganisme perusak susu.

Mikroorganisme yang sering merusak susu adalah dari golongan bakteri

baik dari golongan Gram negatif, maupun Gram positif. Beberapa penelitian

tentang manfaat madu yang dilakukan, memperlihatkan bahwa pemberian madu

dapat menghambat aktivitas bakteri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Metty

Lasmayanty pada tahun 2007, yang menunjukkan hasil bahwa madu dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Streptokokus mutans.

Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis, dan

mempunyai kadar saturasi gula yang tinggi, dihasilkan oleh lebah madu dari sari

bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga (Badan

Standardisasi Nasional, 2000). Madu dikenal dari zaman dulu sebagai obat, dan

antiseptik pada pengobatan luka yang digunakan oleh bangsa Yunani, Romawi,

Assyria, dan Cina kuno. Pada Perang Dunia II, Bangsa Jerman pun menggunakan

madu sebagai obat luka (Sarwono, 2001).

Page 14: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

2

Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 68-69 yang berbunyi :

Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah; “ buatlah sarang-sarang di

bukit-bukit dan ditempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari

tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah

dimudahkan (bagimu)”. Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang

bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan

manusia. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda bagi orang

yang memikirkan”

Sebagaimana firman Allah di atas, maka banyak dilakukan penelitian dan

pengobatan dengan madu. Penelitian tentang madu mulai dilakukan sejak abad

ke-20 seperti melihat aktivitas madu sebagai antibakteri, antifungi, serta

kemampuan penyembuh bermacam-macam luka dan penyakit infeksi yang serius

(Danny, 2008).

Dari beberapa hasil penelitan yang dilakukan menunjukkan bahwa madu

dapat menghambat pertumbuhan bakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang

manfaat madu terhadap beberapa bakteri lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian tentang

pengaruh pemberian madu terhadap bakteri yang diisolasi dari susu pasteurisasi.

Maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh pemberian madu terhadap pertumbuhan bakteri

yang terdapat pada susu pasteurisasi?

1.3 Hipotesis

Madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri perusak susu pasteurisasi.

Page 15: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

3

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis bakteri yang ditemukan pada susu pasteurisasi.

2. Mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap pertumbuhan bakteri pada

susu pasteurisasi

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan Informasi pada masyarakat tentang jenis bakteri yang dapat

merusak susu pasteurisasi, serta mengetahui fungsi madu terhadap pertumbuhan

bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi.

Page 16: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1. Madu

Madu merupakan cairan alami yang mempunyai saturasi gula yang tinggi,

serta rasa manis yang dihasilkan oleh lebah. Madu telah dikenal sujak ribuan

tahun lalu sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami serta

mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kesehatan. Sebagai produk

alam yang dihasilkan oleh lebah, madu aman untuk dikonsumsi, karena

mengandung berbagai jenis gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya

merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula digunakan

dalam pengobatan (Purbaya, 2002).

2.1.1. Tinjauan Kimiawi Madu

Dari beberapa penelitian, ditemukan beberapa kandungan kimiawi dalam

madu, diantaranya adalah :

1. Berbagai jenis gula

Kandungan utama madu adalah karbohidrat, khusus nya jenis-jenis

gula. Di dalam madu terkandung 38% fruktosa, 31% glukosa, 1% sukrosa,

gula lain seperti maltose dan melezitosa sekitar 9%. Di dalam 100 gr madu

terdapat karbohidrat sebesar 82,4 gr, tidak ditemukan lemak tetapi ada 0,3

gr protein, 0,2 gr serat, serta air 17,1 gr (Ika Puspitasari, 2007).

Kandungan gula yang berbeda mengindikasikan asal madu. Seperti

penelitian yang dilakukan di Spanyol menemukan adanya karakteristik

berbeda yang dikandung madu dari berbagai bunga. Gula yang terdapat di

dalam madu dianalisis dengan alat gas kromatografi. Kandungan fruktosa,

glukosa, sukrosa, dan maltose pada madu yang berasal dari bunga

matahari sebanyak 92,9% sementara yang berasal dari eukaliptus hanya

75% (Ika Puspitasari, 2007).

2. Kandungan lainnya

Selain kandungan gula di atas, di dalam madu juga ditemukan

adanya vitamin dan mineral, seperti vitamin B6, tiamin, niasin, riboflavin,

asam pantotenat, kalsium, tembaga, besi dan seng. Madu yang diproduksi

Page 17: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

5

secara alami oleh lebah yang terdapat di gunung-gnung atau pohon yang

tinggi, menghasilkan jumlah zat besi yang jauh lebih besar dibandingkan

dengan madu yang diproduksi dari peternakan lebah atau peternak besar

(Ika Puspitasari, 2007).

Beberapa jenis asam amino juga teridentifikasi di dalam madu,

seperti fenilalanin, glutamin, tirosin, asam aspartat, dan asam glutamat.

Beberapa antioksidan juga ditemukan di dalam madu, seperti krisin,

pinobaksin, vitamin C, katalase, dan pinosembrin (5,7 – dihidroksi –

flavonon). Jenis bunga tertentu akan menghasilkan madu yang berbeda

baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Ika Puspitasari, 2007).

Madu yang berasal dari bunga jeruk akan menghasilkan flavonoid

hesperetin (hesperetin-7-rutinosida), sedangkan madu yang dihasilkan dari

bunga rosemary lavender, bunga matahari, almond, chesnut, eukaliptus,

dan calluna tidak mengandung flavonoid hesperitin (Ika Puspitasari,2007).

Madu Australia memiliki kandungan flavonoid yang berbeda

dengan madu eukaliptus dari eropa. Flavonoid yang jarang ditemukan

pada madu Australia adalah pinobaksin, pinocebrin, dan krisin. Miricetin,

quercetin, luteolin dan koamfenol umumnya banyak ditemukan dalam

madu eukaliptus (Ika Puspitasari, 2007).

2.1.2. Khasiat madu berdasarkan penelitian ilmiah sebagai anti infeksi

Madu merupakan larutan gula dengan saturasi tinggi, serta mengandung

enzim katalase, kandungan gula dan enzim tersebut membuat madu memiliki efek

antibakteri, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet tambahan pada

beberapa jenis makanan, salah satunya adalah susu yang telah dipasteurisasi.

Lebah madu (Apis melifera) mengumpulkan cairan dari sari bunga yang disebut

nektar dan dibawa ke sarang lebah. Di dalam sarang, lebah madu menambahkan

enzim ke nektar dan menempatkannya dalam wadah hexagonal yang

mematangkan menjadi madu. Selama pematangan enzim merubah sukrose

menjadi glukosa dan fruktosa (Ika Puspitasari, 2007).

Salah satu standar mutu madu ditentukan dengan kandungan kadar gula

pereduksi (glukosa dan fruktosa) yang dikandung, minimal memiliki kadar gula

Page 18: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

6

pereduksi sebanyak 60 %. Jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak

hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Proses

produksi madu oleh lebah merupakan proses yang kompleks, sehingga

menimbulkan perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi dari bermacam jenis

madu. Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu dapat mempengaruhi khasiat

madu (Purbaya, 2002).

Madu telah diteliti oleh beberapa ahli dalam mengobati infeksi yang

disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Kemampuan madu sebagai antibakteri

disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:

1. Madu mempunyai daya osmolaritas yang tinggi

Menurut Molan PC (2001) dalam artikelnya yang berjudul “Honey

as a tropical antibacterial agent for treatment of infected wounds”

menguraikan kandungan madu, antara lain osmotic effect yaitu memiliki

osmolaritas yang cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Kandungan glukosa dengan saturasi yang tinggi mempunyai interaksi yang

kuat dengan molekul air sehingga dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Peneliti dari Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine ,

University of Malaya di Malaysia, Kamaruddin (1997) juga menyebutkan

bahwa di dalam madu terkandung zat antibakteri, yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri.

Kandungan antibakterial madu pertama kali dikenalkan oleh Van

Ketel tahun 1982. Hal ini diasumsikan karena efek osmotik yang

dihasilkan oleh kandungan gula yang tinggi di dalam madu sehingga

memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat bakteri (Ika Puspita

sari, 2007). Sebagaiman kita ketahui, osmosis adalah perpindahan zat atau

senyawa kimia dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi.

Melalui osmosis, madu membuat kadar air di dalam koloni bakteri

menjadi berkurang dan terbatas.

Khususnya pada luka, jika madu diberikan pada daerah yang

terkena luka, maka madu akan menarik air dari luka tersebut karena

adanya kemampuan osmolaritas yang tinggi dari madu. Dengan tertariknya

air dari luka tersebut, maka luka akan mudah kering sehingga dapat

Page 19: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

7

menurunkan angka pertumbuhan bakteri pada luka dan luka akan lebih

cepat sembuh (Molan, 1996).

2. PH yang rendah

Madu memiliki PH asam, yakni berkisar antara 3,6–4,5. Tingkat

keasaman yang tinggi merupakan penghambat yang efektif terhadap

pertumbuhan bakteri, baik dikulit maupun disaluran lain dalam tubuh, pH

asam dalam madu akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi

aktifitas makrofag, suatu komponen sel imunitas yang berperan untuk

menangkap, memfagosit serta menghancurkan bakteri patogen. Asam

glukonat yang terdapat di dalam madu ini, merupakan hasil dari proses

oksidasi glukosa yang diubah menjadi asam glukonat dengan bantuan

enzym glukosa oksidase (Molan, 1996).

3. Aktivitas air yang rendah

Aktivitas air pada madu berkisar antara 0,562-0,62, secara umum

bakteri tidak akan tumbuh pada media yang memiliki aktivitas air yng

rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Molan menemukan bahwa pada

konsentrasi tertentu, madu dapat menekan pertumbuhan bakteri. Selain

adanya aktivitas air yang rendah, kemungkinan besar adanya kandungan

senyawa lain dalam madu ikut berperan dalam kemampuan madu sebagai

anti bakteri (Molan, 1996).

4. Kandungan hydrogen peroksida

Hydrogen peroksida dikenal sebagai sumber utama kemampuan

antibakteri dari madu seperti yang telah diteliti oleh White dkk (1963).

Hydrogen peroksida dihasilkan dari reaksi enzim glukosa oksidase

(glukosidase) dalam madu. Gula yang terdapat dalam madu khususnya

glukosa, dengan adanya enzim tersebut maka glukosa akan diubah menjadi

asam glukonat dan hydrogen peroksida dengan rumus kimia :

Glukosa + H2O + O2 → Asam Glukonat + H2O2.

Hydrogen peroksida yang dihasilkan dari hasil reaksi glukosa dalam madu

dengan air akan sangat rendah sekitar 1 mmol/liter madu sehingga tidak

dikhawatirkan merusak jaringan dalam tubuh akibat terlepasnya hydrogen

peroksida dari madu tersebut (Molan, 2001)

Page 20: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

8

5. Kandungan senyawa lainnya

Selain adanya kandungan utama, dalam madu terdapat pula

senyawa-senyawa lain yang dapat dikatakan menjadi sumber munculnya

kemampuan anti bakteri madu. Berikut ini beberapa senyawa yang

terdapat dalam madu :

a. Asam Organik

Didalam madu terkandung asam-asam organik, seperti asam

siringat (asam 3,5-dimetoksi-4-hiroksibenzoat), metal siringat (asam

3,4,5-trimetoksibenzoat), serta asam 2-hidroksi-3-fenilpropionat,

asam-asam benzoat merupakan penghambat pertumbuhan bakteri dan

jamur yang efektif (Ika Puspita Sari, 2007).

b. Minyak Atsiri

Banyak minyak atsiri dikenal sebagai antibakteri. Wooton dkk

(1977) menemukan adanya minyak atsiri dalam madu (madu

Australia), seperti aseton, asam asetat, furfural, asam valerat, etil

salisilat, benzil alkohol, dan hidroksi metil furfural (Ika Puspitasari,

2007).

c. Senyawa Flavonoid

Pinocembrin adalah flavonoid yang terdapat dalam madu.

Pinocebrin juga menunjukkan aksi sebagai penghambat jamur, seperti

Candida albicans yang merupakan penyebab utama keputihan pada

wanita.

Kemampuan antibakteri madu juga diujikan pada bakteri

Helicobacter pylori yang merupakan penyebab utama ulkus pada saluran

pecernaan. Ali dkk (1991) menemukan madu mampu menghambat

pertumbuhan bakteri yaitu pada kadar 20%.

Madu di daerah Sudan diteliti oleh Fruok dkk (1988) yng diujikan

pada berbagai jenis bakteri, antara lain Bacillus subtilis, S.aureus, E.coli,

Klebsiella aerogenes dan P.aeruginosa. Kemampuan madu sebagai

antibakteri dalam penelitian Farouk dkk. tersebut dibandingkan dengan

antibiotik ampisilin, sefradin, kloramfenikol, gentamisin dan

oksitetrasiklin. Madu mampu menghambat pertumbuhan semua jenis

Page 21: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

9

bakteri tersebut, tetapi kemampuan madu masih lebih rendah dibandingkan

dengan antibiotik-antibiotik di atas (Ika Puspitasari, 2007).

Di Nigeria, Obi dkk. (1994) melakukan penelitian khasiat madu

sebagai antibakteri, khususnya bakteri-bakteri penyebab diare pada

penduduk Nigeria, yaitu Salmonella typhi, Vibrio cholerae, dan Yersinia.

Metode yang digunakan adalah madu dengan berbagai konsentrasi

diteteskan pada kertas saring khusus yang diletakkan di atas media yang

ditumbuhi bakteri saluran pencernaan tersebut. Pada konsetrasi 40%,

barulah muncul aktivitas antibakteri madu (Ika puspita sari, 2007).

6. Efek Madu terhadap Peningkatan Aktivitas Sel Fagosit dan Limfosit

Terhentinya laju infeksi bakteri pasca pengggunaan topikal madu

pada luka terbuka ternyata tidak hanya diperoleh dari efek antibakteri saja,

salah satu penelitian menujukkan bahwa penggunaan topikal madu 0,1%

menstimulasi penambahan jumlah (proliferasi) sel-sel imunitas, yaitu sel

limfosit-B dan limfosit-T di dalam pembuluh darah (Molan, 2001).

Madu dengan konsentrasi 0,1% juga diketahui dapat menstimulasi

sel imunitas lainnya seperti monosit, yang akan melepaskan beberapa

mediator inflamasi seperti sitokin, Faktor Nekrosis Tumor atau Tumour

Necrosis Factor (TNF)-alpha, interlekin (IL)-1 dan IL-6, yang secara

keseluruhan membantu sistem imunitas tubuh mengeliminasi bakteri

penyebab infeksi (Molan, 2001).

2.2. Susu Pasteurisasi

Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri, dan

dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen, susu mudah

tercemar kapan dan dimana saja, sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal

dari berbagai sumber seperti kulit sapi, kambing, air, tanah, debu,

manusia,peralatan dan udara (Rombaut, 2005).

Salah satu cara untuk memperpanjang masa penyimpanan pada susu segar

adalah dengan penanganan Pasteurisasi yaitu proses pemanasan setiap komponen

(partikel) dalam susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu

Page 22: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

10

72oC selama 15 menit, yang segera diikuti dengan proses pendinginan

(Ambarwaty, 2004).

Nama pasteurisasi diambil dari nama ahli mikrobiologi terkenal, yaitu

Louis Pasteur, yang menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan

pada minuman anggur dapat diinaktifasikan dengan memberikan perlakuan panas

pada suhu cukup tinggi tetapi masih di bawah titik didih air. Proses pemanasan

inilah yang kemudian dikenal dengan proses Pasteurisasi. Pasteurisasi kemudian

berkembang dan diaplikasikan secara luas pada susu dan sampai saat ini

merupakan proses yang paling populer di industri susu (Khusniati, 1998).

Secara umum proses Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang

bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, proses

Pasteurisasi dilakukan pada suhu yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan

dibawah 100oC), sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan

mengalami peningkatan daya awet beberapa hari untuk produk susu Pasteurisasi

(Khusniati, 1998).

Khususnya untuk susu, sampai saat ini terdapat tiga metode Pasteurisasi

yang umum dipakai di industri susu terutama pada kombinasi suhu dan waktu

tertentu yaitu :

1. Suhu 62.8-65.6oC selama 30 menit (long time pasteurization atau 'holder

process). Pasteurisasi dengan holder process ini populer sebagai proses

pasteurisasi susu secara batch yang saat ini mulai kurang dipakai; kecuali

untuk proses pasteurisasi susu yang akan diproses lebih lanjut menjadi

keju.

2. Suhu 73o – 75

0 C selama 15 detik (high temperature short time [HTST]

pasteurization).

3. Suhu 85-95oC selama 2-3 detik (flash pasteurization).

Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang

bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering

diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan

konsentrasi tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya

bertahan 1 sampai 2 hari, Pasteurisasi memiliki tujuan:

Page 23: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

11

1. Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya

karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia, serta untuk

menyediakan susu dan produk susu yang aman untuk dikonsumsi manusia,

yaitu dengan cara menginaktifasikan semua bakteri patogen.

2. Untuk mengurangi populasi bakteri dalam bahan susu

Selain menginaktivasi bakteri patogen, Pasteurisasi juga dapat

menginaktifasikan beberapa enzim dan bakteri perusak atau pembusuk susu.

Dengan demikian daya simpan susu dapat ditingkatkan sampai 7, 10, 14 atau

bahkan sampai 16 hari, tergantung cara penyimpanannya dengan suhu yang telah

ditentukan (Khusniati, 1998).

Meskipun demikian susu pasteurisasi dapat rusak, akibat adanya aktivitas

bakteri pada suhu dingin. Oleh karena itu untuk membunuh bakteri pembusuk

pada susu dingin dapat ditambahkan madu murni dengan konsentrasi tertentu.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa susu pasteurisasi yang ditambahkan madu

mempunyai daya simpan lebih lama dibandingkan susu yang hanya dipasteurisasi

saja(Khusniati dan Huminata, 1998).

Jika bakteri telah mengkontaminasi susu maupun bahan pangan dalam

jumlah besar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Standar

Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2000 telah menetapkan Batas Maksimun

Cemaran Mikroba (BMCM) dalam susu segar dan susu pasteurisasi, untuk jumlah

bakteri total pada susu segar 1 x 106dan untuk susu pasteurisasi <3 x 10

4

(Ambarwaty, 2004).

Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan tumbuhnya

mikroorganisme antara lain adalah terjadinya pengasaman, penggumpalan, dan

berlendir seperti tali, yang disebabkan karena terjadinya pengentalan dan

pembentukan lendir oleh beberapa jenis bakteri (Titiek, 2007).

Mikroba patogen yang umum mencemari susu antara lain adalah E.coli.

E.coli merusak susu dengan cara mengeluarkan enterotoksin yang diproduksinya,

sehingga susu dapat rusak (Siagian Albiner, 2002). Standar Nasional Indonesia

tahun 2000 mensyaratkan bakteri E.coli tidak terdapat dalam susu dan

produk olahannya. Bakteri E.coli dalam air susu maupun produk olahannya

dapat menyebabkan diare pada manusia bila dikonsumsi.

Page 24: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

12

2.2.1. Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi

Jenis makanan yang sering terkontaminasi bakteri penyebab infeksi adalah

makanan dari kelompok berasam rendah, seperti susu dan produk olahannya.

Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah Salmonella sp

Shigella sp, Clostridium botulinum, Escherichia coli, Streptococcus pyogenes,

Staphylococcus aureus, dan Klebsiella pneumonia (Badan POM RI, 2008).

1. Salmonella sp.

Genus Salmonella meliputi lebih dari 1600 spesies, Salmonella

menjadi penyebab nomor satu dari semua infeksi makanan di Amerika

Serikat. Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang tidak berspora,

dapat hidup pada lingkungan aerob maupun pada kondisi kurang oksigen,

serta tumbuh baik pada suhu kamar, dengan suhu optimum 370

C – 37,50C

dan pH pertumbuhan adalah 6-8. Pada umumnya isolat Salmonella dikenal

dengan sifat-sifat, gerak positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi

indol, DNase, fenilalanin, urease, memfermentasi sukrosa, laktosa,

adonitol, serta tidak tumbuh dalam larutan KCN (Karsinah.,dkk 1994).

Sumber kontaminasi Salmonella adalah manusia dan hewan, yaitu

dari saluran pencernaannya. Salmonella pada makanan dapat berasal dari

kalkun, ayam, anjing, kucing, katak, tikus. Jenis makanan yang sering

dikaitkan dengan infeksi yang ditimbulkan, oleh Salmonella adalah

daging, telur, serta susu dan produk olahannya (Karsinah.,dkk 1994).

Ada dua jenis penyakit yang dapat ditimbulkan oleh Salmonella

yaitu salmonellosis dan demam enterik. Waktu inkubasi salmonellosis

adalah antara 5-72 jam biasanya 12-24 jam, dengan gejala sakit perut,

diare, demam, muntah, sakit kepala dan lemas (Brooks dkk., 2008).

Salmonella sp adalah bakteri yang tidak tahan panas, dengan

demikian infeksi Salmonella dapat dicegah dengan memanaskan makanan.

Pemanasan yang disarankan untuk mencegah salmonellosis adalah pada

suhu 660c, selama paling sedikit 20 menit (Brooks dkk., 2008).

2. Shigella sp

Shigella spesies adalah kuman patogen usus penyebab penyakit

disentri basiler. Kuman ini berbentuk batang, ukuran 0,5-0,7 µm, bersifat

Page 25: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

13

Gram negatif dan tidak berflagel. Sifat pertumbuhannya adalah aerob dan

fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8, suhu pertumbuhan 370C. Sifat

biokim yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi adonitol, tidak

membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S, negatif

terhadap sitrat, DNase, lisin, fenilalanin, sukrosa, urease, manitol, laktosa.

Sifat kuman adalah kecil, halus, tidak berwarna bila di tanam pada agar

SS, EMB, Endo, Mc Conkey (Jawetz, 2008)

Bakteri Shigella menyebabkan timbulnya penyakit shigellosis atau

disentri basiler, adapun gejala penyakit tersebut adalah sakit perut, diare,

demam sampai 400c, sakit kepala, darah pada feses. Waktu inkubasi

berkisar antara 1-7 hari, dan biasanya kurang dari 4 hari (Brooks dkk.,

2008).

Penyebaran Shigella adalah dari manusia ke manusia yang lain,

dimana karrier merupakan reservoir kuman. Dari karrier ini, Shigella

disebarkan juga oleh lalat melalui tangan yang kotor, makanan yang

terkontaminasi, tinja, serta barang-barang lain yang terkontaminasi ke

orang lain yang sehat (Karsinah.,dkk 1994).

3. Clostridium botulinum

Clostridium botulinum dapat menyebabkan timbulnya keracunan

makanan yang disebut botulism. Racun botulin yng dihasilkan sangat

berbahaya dan berakibat fatal bila dikonsumsi, dan dapat menyebabkan

kelumpuhan pada otot-otot tidak sadar. Gejalanya adalah gangguan

pencernaan akut dan fatigue. Gejala lanjutan adalah pandangan berubah

jadi dua dan sulit menelan. Waktu inkubasi antara 2 jam sampai 14 hari

(Brooks dkk., 2008).

Bakteri Clostridium adalah bakteri berbentuk batang yang dapat

membentuk spora. Dalam bentuk spora bakteri ini sangat tahan terhadap

panas. Bakteri ini tersebar luas ditanah dan air yang terkontaminasi.

Perkembangbiakan bakteri ini sangat pesat pada suhu sedang dan dalam

kondisi anaerob (Brooks dkk., 2008).

Makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri ini adalah dari

jenis makanan yang berbumbu, makanan yang di asap, makanan kalengan

Page 26: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

14

yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Kerja toksin adalah

memblokir pembentukan atau pelepasan acetyl cholin pada hubungan saraf

otot sehingga terjadi kelumpuhan otot (Abdul dkk., 1994).

Clostridium botolinum dapat menyebabkan timbulnya keracunan

makanan yang disebut botulism. Racun botulin yang dihasilkan sangat

berbahaya dan berakibat fatal bila dikonsumsi. Gejalanya adalah gangguan

pencernaan akut dan fatigue. Gejala lanjutan adalah pandangan berubah

jadi dua dan sulit menelan. Waktu inkubasi antara 2 jam sampai 14 hari

(Brooks dkk., 2008).

Pertumbuhan Clostridium botulinum dapat dihambat dengan

penambahan garam pada makanan atau penyimpanan makanan pada suhu

rendah. Produksi toksin dan pertumbuhan bakteri ini juga terhambat

apabila pH makanan lebih rendah dari 4,4. Meskipun bakteri ini tahan

panas, terutama apabila dalam bentuk spora, tetapi toksin yang

dihasilkannya rusak selama pemanasan. Dengan demikian pemanasan

makanan sebelum dikonsumsi merupakan tindakan utama dalam

pecegahan keracunan botulism yang disebabkan oleh Clostridium

botulinum (Brooks dkk., 2008).

4. Escherichia coli

Escherichia coli adalah kuman opurtunis yang banyak ditemukan

dalam usus besar manusia sebagai flora normal. E.coli secara khas

menunjukkan hasil positif pada tes indol, lisin derkaboksilase, fermentasi

manitol serta menghasilkan gas dari glukosa. Pada isolat dari urin, E.coli

dapat langsung teridentifikasi dengan melihat hemolisisnya pada agar

darah dan morfologi koloni yang khas dengan warna pelangi yang berkilau

pada medium diferensial seperti agar EMB. dan positif pada hasil tes indol

(Brooks dkk., 2008).

E.coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus seperti diare

pada anak, travelers diarrhea, dan dapat menimbulkan infeksi pada

jaringan tubuh lain di luar usus. Kuman ini berbentuk batang pendek

(kokobasil) Gram negatif. E. coli tumbuh pada hampir semua media yang

biasa dipakai untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain E.coli

Page 27: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

15

tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. Beberapa strain bila ditanam

pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta. E.coli mempunyai

antigen O,H dan K. Antigen K sering kali ditemukan pada E.coli yang

diisolasi dari pasien dengan bakteremia serta neonates yang menderita

meningitis (Karsinah.,dkk 1994).

5. Streptococcus pyogenes

Streptococcus pyogenes adalah bakteri Gram positif, bentuk bulat,

susunan rantai panjang. Organisme ini banyak terdapat di alam. Beberapa

kelompok Streptococcus merupakan flora normal manusia, kelompok

lainnya berhubungan dengan penyakit-penyakit penting yang disebabkan

oleh infeksi Streptococcus (Brooks dkk., 2008).

Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1µm. dalam

susunan rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai.

Streptococcus pyogenes mudah tumbuh dalam semua enriched media.

Untuk isolasi primer harus memakai media agar darah lengkap, serum atau

transudat. Dalam lempeng agar darah yang disimpan pada suhu 370C

selama 18-24 jam, akan membentuk koloni kecil keabu-abuan dan agak

opalesen, bentuknya bulat, pinggiran rata, pada permukaan media, koloni

tampak sebagai setitik cairan (Usman, 1994)

Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, bakteri

ini dibagi dalam beberapa tipe, yaitu :

a. Hemolisis tipe Alfa, membentuk warna kehijauan dan hemolisis

sebagian ini disekeliling koloninya bila disimpan dalam peti es zona

yang paling luar akan berubah menjadi tidak berwarna.

b. Hemolisis tipe Beta, membentuk zona bening disekeliling koloninya,

tak ada sel darah merah yang masih utuh. Zona tidak bertambah besar

setelah disimpan dalam peti es.

c. Hemolisis tipe Gamma, tidak menyebabkaan hemolisis.

Penyakit yang terjadi akibat infeksi lokal Streptokokus beta

hemolitikus diantaranya adalah radang tenggorokan seperti faringitis,

radang pada kulit setempat atau impetigo, scarlet fever rash infeksi traktus

urinarius, glomerulonefritis akut (pasca infeksi streptokokus beta

Page 28: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

16

hemolitikus). Endokarditis bakterialis subakut juga dapat ditimbulkan oleh

bakteri jenis ini, gejala klinis dapat ditemukan yaitu adanya demam,

anemia, kelemahan, bising jantung yang abnormal, kelainan ginjal,

pembesaran limpa dan emboli(Usman, 1994).

Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang

memungkinkannya berikatan dengan jaringan inang, dan menyebar dengan

melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang sehingga bakteri ini sulit

terdeteksi oleh system imun. Kapsul karbohidrat yang tersusun atas asam

hialuronat mengelilingi bakteri dan melindunginya dari fagositosis oleh

neutrofil. Disamping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di

dinding sel, termasuk protein M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI)

yang memfasilitasi perekatan ke sejumlah sel inang. Protein M juga

menghambat opsonisasi oleh jalur komplemen alternatif dengan berikatan

pada regulator komplemen inang (Brooks dkk., 2008).

Protein M yang ditemukan dibeberapa serotipe juga bisa mencegah

opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga titik

terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi

oleh sistem imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk

ditelan fagosit. Protein M juga unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa

digunakan secara klinik untuk menegaskan strain yang menyebabkan

infeksi (Usman, 1994).

6. Staphylococcus aureus

Staphylococcus merupakan sel berbentuk sferis dengan sifat Gram

positif, tersusun dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur.

Staphylococcus tumbuh dengan baik di beberapa medium, dan aktif secara

metabolik, memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang

bervariasi dari putih hingga kuning tua (Tortora, 2001).

Bakteri ini berbentuk bola dengan diameter 0,1 µm. Staphilococcus

tidak motil dan tidak membentuk spora. Staphylococcus tumbuh dengan

baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik dan

mikroaerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C, namun

Page 29: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

17

pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar (20-

35°C), pH optimal untuk pertumbuhan yaitu 7,4 (Presscott, 2005).

Media untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus umumnya

mengandung asam amino dan vitamin-vitamin seperti thereonin, asam

nikotinat, dan biotin. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lembut,

dan mengkilat sedangkan pada pembenihan kaldu ditemukan tersendiri

atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus aureus biasanya

membentuk koloni abu-abu hingga kuning tua kecoklatan. (Presscott,

2005).

Staphylococcus merupakan sebagian flora normal pada kulit

manusia, saluran pernapasan dan saluran pencernaan manusia. Kuman ini

juga dapat ditemukan di udara dan lingkungan disekitar kita, dan dapat

menyebabkan terjadinya sistitis dan pielonefritis, bahkan sering terjadi

septikemia, endokarditis, meningitis, abses serebri, dan penumonia. Pada

umumnya penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh Staphylococcus

koagulasa positif (Usman, 1994).

7. Klebsiella penumoniae

Klebsiella adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang

(basil). Klebsiella pneumoniae tergolong bakteri yang tidak dapat

melakukan pergerakan (non motil). Pertumbuhan spesies Klebsiella

menghasilkan pertumbuhan yang mukoid, kapsul polisakarida yang besar,

dan hasil positif untuk lisin dekarboksilase dan sitrat (Presscott, 2005).

Pada manusia, bakteri ini dapat menyebabkan pneumonia, yaitu

penyakit radang pada paru-paru akibat terinfeksi oleh bakteri Klebsiella

pneumoniae. Klebsiella pneumoniae kadang-kadang juga dapat

menyebabkan infeksi saluran kemih, dan bakteremia dengan lesi fokal

pada pasien yang lemah (Brooks dkk., 2008).

Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella merupakan

bakteri fakultatif anaerob. Klebsiella dapat memfermentasikan laktosa,

pada tes indol, Klebsiella pneumonia akan menunjukkan hasil negatif, dan

dapat mereduksi nitrat. Bakteri ini banyak ditemukan di mulut, kulit, dan

saluran usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di

tanah (Karsinah dkk., 1994)

Page 30: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

18

2.3. Kerangka Konsep

Susu pasteurisasi memiliki daya tahan yang relatif singkat. Keadaan ini

disebabkan karena adanya aktivitas bakteri pada suhu dingin. Untuk

mengantisipasi hal tersebut, pemberian madu yang bersifat antibakteri dapat

menghambat pertumbuhan bakteri perusak pada susu pasteurisasi.

Page 31: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

19

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi eksperimen di laboratorium.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan

bulan Oktober tahun 2010

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium mikrobiologi Fakultas

Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain labu

ukur, PH meter , pipet volumetrik, tabung reaksi (test tube), pipet tetes,

kaca objek, jarum ose steril, mikroskop, magnetic hot stirer, api

Bunsen, cawan petri, timbangan, stirometer, tabung durham, inkubator,

autoklaf, becker glass, parafilm, sendok kaca, absorben pads (kertas

cakram) diameter 10mm, jangka sorong, penggaris, korek, dan swab

steril.

3.3.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah larutan

madu hutan sumbawa DEPKES P-IRT No. 109317105064 dengan

masing-masing konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, susu

pasteurisasi yang dijual di pasaran dengan NO. Registrasi BPOM RI

MD 205110003936 dan BPOM RI MD 20511000936, media

pertumbuhan bakteri seperti agar darah, MHA (Mueller Hinton Agar),

Mac Conkey agar, Endo agar, NaCl 0,95% steril, larutan kaldu laktosa,

larutan BGLB, aquades, KKU, safranin, alkohol, dan larutan lugol, 0,5

Mc FarlanD.

Page 32: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

20

3.4 Prosedur Penelitian

3.5. Cara Kerja

3.5.1. Sterilisasi Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dicuci bersih dan

disterilkan dengan cara yang sesuai. Alat-alat seperti labu ukur, gelas ukur,

tabung reaksi (test tube), pipet tetes, tabung durham, sendok aduk, dan

kapas swab disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C

dengan tujuan mematikan semua bakteri atau mikroorganisme. Sedangkan

jarum ose, pinset dan object glass disterilkan dengan api Bunsen.

3.5.2. Persiapan pemindahan susu pasteurisasi

Susu pasteurisasi yang berasal dari dua jenis merek berbeda,

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah steril, lalu

ditutup dengan kapas steril dan alumunium foil, agar tidak terkontaminasi

oleh mikroorganisme lainnya.

Page 33: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

21

3.5.3. Pembuatan Kaldu laktosa

Bubuk laktosa ditimbang sebanyak 2,6 gram dimasukkan ke dalam

labu ukur 300 ml, kedalam labu ukur ditambahkan sebanyak 200 ml

aquades, lalu dipanaskan dengan magnetic hot stirer hingga mendidih,

setelah itu dimasukkan ke dalam 9 tabung reaksi yang sudah diisi tabung

durham sebanyak 10 ml. Larutan laktosa dimasukkan kedalam autoklaf

pada suhu 1210C selama 15 menit untuk proses sterilisasi.

3.5.4. Pembuatan Larutan BGLB (Brilliant Green Bile Lactose Borth)

Bubuk BGLB.ditimbang sebanyak 8 gram dimasukkan ke dalam

labu ukur 300 ml, kedalam labu ukur ditambahkan sebanyak 200 ml

aquades, lalu dipanaskan dengan magnetic hot stirrer hingga mendidih,

setelah itu dimasukkan ke dalam 18 tabung reaksi yang sudah diisi tabung

durham sebanyak 10 ml. Setelah itu, larutan BGLB dimasukkan kedalam

autoklaf pada suhu 1210C Selama 15 menit untuk proses sterilisasi.

3.5.5. Pembuatan larutan madu konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%.

Madu sebanyak 25 ml dilarutkan dengan aquades steril sebanyak

75ml dalam becker glass yang sudah disteril. Begitu juga untuk madu

dengan konsentrasi 50%, madu sebanyak 50 ml dilarutkan dengan aquades

steril sebanyak 50ml. Untuk madu konsentrasi 75%, madu 75ml dilarutkan

dengan aquades sebanyak 25ml, sedangkan untuk madu dengan

konsentrasi 100% tidak dilarutkan dengan aquades. Setelah itu masing-

masing becker glass yang berisi larutan madu dengan konsentrasi yang

berbeda diaduk dengan sendok kaca steril, setelah itu becker glass tersebut

ditutup dengan alumunium foil untuk menghindari kontaminasi dari

mikroorganisme lainnya.

3.5.6. Aquades steril

Aquades steril dimasukkan kedalam becker glass steril

secukupnya, tanpa penambahan apapun, setelah selesai tutup dengan

alumunium foil untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme

lainnya.

Page 34: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

22

3.6. Uji MPN (untuk mengetahui jumlah koliform bakteri pada susu):

3.6.1. Tes Presumptive

1. Uji Kaldu laktosa

Masing-masing tabung reaksi yang berisi tabung durham di isi

larutan kaldu laktosa sebanyak 10 ml, lalu ditetesi susu pasteurisasi

dengan rincian 3 tabung dengan konsentrasi 10-1

ml, 3 tabung dengan

konsentrasi 10-2

ml, 3 tabung dengan konsentrasi 10-3

ml diambil dengan

menggunakan mikro pipet. Setelah itu tabung reaksi ditutup dengan kapas

steril dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 350

C,

lalu diamati apakah terdapat gelembung gas atau tidak dalam tabung reaksi

untuk menilai ada atau tidak nya bakteri patogen di dalam susu tersebut.

2. Uji larutan BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth)

Masing-masing tabung reaksi yang sudah berisi tabung durham,

diisi larutan BGLB sebanyak 5 ml, lalu ditetesi susu pasteurisasi dengan

rincian 3 tabung dengan konsentrasi 10-1

ml, 3 tabung dengan konsentrasi

10-2

ml, 3 tabung dengan konsentrasi 10-3

ml, diambil dengan

menggunakan mikro pipet. Setelah itu tabung reaksi ditutup dengan kapas

dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 350

C,

setelah 24 jam lalu diamati apakah terdapat gelembung gas atau tidak

untuk menilai ada atau tidak nya bakteri patogen di dalam susu tersebut.

3.6.2. Tes konfirmasi (larutan BGLB suhu 450c)

Masing-masing tabung yang sudah berisi tabung durham, diisi

larutan BGLB sebanyak 5ml, ditetesi susu pasteurisasi dengan rincian 3

tabung dengan ukuran 10-1

ml, 3 tabung dengan ukuran 10-2

ml, 3 tabung

dengan ukuran 10-3

ml, diambil dengan menggunakan mikropipet. Setelah

itu tabung ditutup dengan kapas dan dimasukkan ke dalam inkubator

selama 24 jam pada suhu 450

C, setelah 24 jam, diamati apakah terdapat

gelembung gas atau tidak untuk menilai ada atau tidaknya bakteri patogen

di dalam susu tersebut dan untuk konfirmasi dari presumptive tes.

Page 35: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

23

3.7. Pemeriksaan bakteri patogen pada susu

3.7.1. Isolasi agar darah

Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril dan dioleskan

diatas media agar darah. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu

370C, dan diamati apakah terdapat koloni bakteri atau tidak.

3.7.2. Isolasi Endo Agar

Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril, lalu dioleskan

diatas media endo agar. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu

370C, dan diamati koloni bakteri yang terbentuk.

3.7.3. Isolasi Mac.Conkey

Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril dan dioleskan

diatas Mac Conkey agar. setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu

270C, dan diamati apakah terdapat koloni bakteri atau tidak.

3.7.4. Pemeriksaan pewarnaan Gram

Bakteri yang dibiakkan di media agar, dioleskan di kaca objek

untuk dilakukan pewarnaan Gram dan dilihat dibawah mikroskop dengan

cara kaca objek dilewat kan diatas api Bunsen, lalu teteskan sedikit NaCl

selama 5 menit dengan ose steril, oleskan kuman di atas kaca, keringkan di

udara sampai terbentuk kerak putih, lalu difiksasi di atas api Bunsen

sebanyak 10 kali, dikeringkan di udara. Setelah kering dan dingin, teteskan

sedikit Gentian violet sebagai pewarna pertama dan diamkan selama 3

menit lalu dicuci, setelah itu teteskan lugol selama 1 menit lalu dicuci

dengan air, teteskan alkohol selama 30 detik, lalu dicuci. Setelah itu

teteskan Safranin sebagai pewana kedua dan didiamkan selama 3 menit

lalu dicuci, keringkan dengan tissue atau kertas saring. Setelah kering,

lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x, kaca objek harus

diteteskan minyak imersi terlebih dahulu agar lebih jelas, lalu amati

morfologi dari bakteri tersebut.

3.7.5. Pemeriksaan uji biokimia bakteri.

Uji biokimia ini bersifat uji kualitatif, cara melakukan pemeriksaan

ini yaitu bakteri yang telah diisolasi dari susu pasteurisasi pada media agar

darah dilarutkan dengan NaCl 0,95% steril, lalu diteteskan pada kit khusus

Page 36: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

24

tes biokimiawi untuk identifikasi jenis bakteri dengan metode API, tunggu

selama 15 menit, kemudian baca hasil nya secara kualitatif yaitu dengan

hasil -/n dan +/p.

3.8. Uji sensitivitas madu terhadap bakteri

3.8.1. Pengolesan Bakteri pada media MHA dengan metode Kirby Bauer

Bakteri yang sudah diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi

diencerkan dengan NaCl0,95% steril, bandingkan dengan konsetrasi 0,5

standar MacFarland. Celupkan swab steril ke dalam bakteri yang telah

diencerkan, lalu tekan swab steril ke sisi tabung agar air tiris, lalu oleskan

pada media MHA (Mueller Hinton Agar) diamkan selama 15 menit.

3.8.2. Penanaman cakram pada media MHA

Absorben pads (cakram) kosong ukuran diameter 10mm,

dimasukkan ke dalam masing-masing becker glass yang berisi larutan

madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% dan aquades steril,

tunggu 20 menit agar menyerap. Ambil cakram yang telah berisi larutan

madu dan aquades menggunakan pinset steril. Letakkan masing-masing

cakram pada media agar MHA

Setelah semua cakram ditanam pada media MHA, lalu diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 370C, setelah 24 jam amati zona hambatan

berupa zona bening yang terbentuk dari masing-masing cakram dan diukur

dalam satuan mm menggunakan jangkar sorong atau penggaris.

Page 37: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan uji pengaruh madu terhadap bakteri yang

terdapat dalam susu pasteurisasi dari jenis yang berbeda, dalam penelitian ini,

dilakukan beberapa tahapan untuk mendapatkan bakteri perusak susu pasteurisasi

yang selanjutnya akan dilakukan uji sensitivitas madu terhadap bakteri.

4.1.1. Isolasi dan identifikasi koloni bakteri dari susu pasteurisasi

Bakteri diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi yang berbeda. Isolasi ini

menggunakan agar darah yang dioles dengan susu pasteurisasi menggunakan

jarum ose steril dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Hasil dari isolasi

menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri.

4.1.2. Hasil Pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji MPN

1. Hasil Presumptive Test

Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji kaldu laktosa

Kaldu Laktosa (350C ± 0,5

0C)

Susu konsentrasi 10-1

Susu konsentrasi 10-2

Susu konsentrasi 10-3

+3 +2 +3

2. Hasil Confirmed Test

Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB

BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth) (35 ± 0,50C)

Susu konsentrasi 10-1

Susu konsentrasi 10-2

Susu konsentrasi 10-3

+3 +3 +3

3. Complete Test

Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB

BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth) (44,5 ± 0,20C)

Susu konsentrasi 10-1

Susu konsentrasi 10-2

Susu konsentrasi 10-3

+3 +3 +3

Page 38: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

26

Hasil dari pemeriksaan uji MPN menunjukkan nilai + pada tiap-tiap

tabung dari masing-masing tes, yang artinya terdapat gelembung gas dari setiap

botol percobaan, ini mengindikasikan bahwa terdapatnya bakteri patogen di dalam

susu tersebut.

Sedangkan, dari Keputusan MENTERI KESEHATAN RI NO.

907/MENKES/SK/VII/2002, tanggal 29 juli 2002, menyatakan bahawa susu yang

baik dan aman dikonsumsi apabila memenuhi syarat, yaitu pada uji MPN

menunjukkan hasil sebagai berikut:

a. Total Coliform = 0

b. Fecal Coliform = 0

c. Echerichia coli tidak ditemukan

Dari hasil percobaan dengan uji MPN di atas diketahui bahwa susu yang

telah dipasteurisasi juga dapat tercemar sehingga dapat menimbulkan gangguan

bagi kesehatan manusia.

4.1.3. Hasil pewarnaan Gram

Koloni yang terbentuk pada pengisolasian bakteri dari susu pasteurisasi

pada media agar, diperiksa di bawah mikroskop melalui proses pewarnaan Gram.

Morfologi bakteri yang didapat dari susu pasteurisasi jenis pertama, ditemukan

morfologi bakteri dengan bentuk batang panjang, susunan seperti rantai, berwarna

merah dan bersifat Gram negatif, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.1. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi pertama

Page 39: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

27

Dari hasil isolasi susu pasteurisasi kedua didapatkan jenis bakteri dengan

morfologi yang sama seperti pada isolasi susu pasteurisasi pertama, bentuk batang

panjang, susunan seperti rantai, berwarna merah, dan bersifat Gram negatif,

seperti yang terlihat pada gambar berkut ini :

Gambar 4.2. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi yang kedua

Dari hasil pewarnaan Gram kedua jenis susu pasturisasi, didapatkan

morfologi jenis bakteri yang sama, dari morfologi yang terlihat pada pewarnaan

Gram, maka dugaan jenis bakteri yang ditemukan adalah jenis Klebsiella

pneumonia, namun untuk memastikan lebih lanjut akan dilakukan Uji Biokimia

bakteri untuk identifikasi jenis bakteri.

4.1.4. Uji Biokimia pada bakteri

Setelah dilakukan uji biokimia bakteri, didapatkan hasil pada jenis bakteri

dari susu pasteurisasi yang pertama dan kedua seperti yang dicantumkan pada

tabel di bawah ini :

Page 40: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

28

Tabel 4.4. Hasil uji biokimia bakteri pada kedua jenis susu pasteurisasi

Uji Biokimia Susu pasteurisasi

Jenis Percobaan Hasil

Susu pasteurisasi 1 Susu pasteurisasi 2

Tes lisin dekarboksilase + +

Ornitin + +

H2S - -

Glukosa + +

ONPG + +

Manitol + +

Xylos + +

Indol - -

Urease + +

VP + +

Citrate + +

TDA - -

Oksidase - -

Motilitas + +

Pigmen kuning - -

Perkiraan jenis bakteri Klebsiela

pneumonia

Klebsiela

pneumonia

4.1.5. Uji sensitivitas madu hutan Sumbawa terhadap bakteri

Setelah dilakukan beberapa tahapan untuk mendapatkan bakteri dari susu

pasteurisasi kemudian dilakukan uji sensitivitas madu terhadap bakteri dari susu

pasteurisasi untuk melihat apakah terdapat zona hambatan. Setiap satu media

MHA yang telah diolesi dengan bakteri yang sudah diencerkan dengan NaCl

0,95%, diisi dengan 3 jenis cakram, yaitu Kontrol (aquades), dan dua cakram

yang telah di masukkan kedalam larutan madu dengan konsentrasi berbeda. Media

MHA di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C sehingga terbentuk zona

Page 41: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

29

hambatan dengan berbagai ukuran, dapat dilihat pada gambar dan tabel dibawah

ini :

Gamabar 4.3. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis pertama

Dari hasil zona hambatan yang telah terbentuk, maka akan diukur besar

diameter zona tersebut menggunakan penggaris atau jangka sorong, dan diukur

dalam satuan milimeter, hasil yang didapat adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Hasil pegukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu

hutan Sumbawa terhadap bakteri pada susu pasteurisasi jenis pertama

Zona hambatan madu (dalam millimeter)

Percobaan Kontrol 25% 50% 75% 100%

1 0 8 9 10 11

2 0 8 9 10 11

Total 0 16 18 20 22

Mean 0 8 9 10 11

Zona hambatan yang terbentuk menunjukkan adanya aktivitas antimikroba

madu terhadap bakteri yang sering menyebabkan kerusakan pada susu

Page 42: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

30

pasteurisasi. Tabel 4.5 menunjukkan hasil bahwa pada kelompok kontrol

(aquades) tidak membentuk zona hambatan, yang berarti pada kelompok tersebut

tidak memiliki efek antimikroba terhadap bakteri perusak susu pasteurisasi. Pada

bakteri dari susu pasteurisasi yang pertama, zona hambatan mulai terbentuk pada

larutan madu dengan konsentrasi 25% paling kecil, dengan rata-rata diameter

yang terbentuk adalah 8 mm, sedangkan pada larutan madu dengan kadar 50%

mengalami sedikit peningkatan yaitu dengan rata-rata ukuran zona 9 mm, pada

konsentrasi 75% juga terdapat peningkatan zona hambatan dengan ukuran rata-

rata 10 mm, dan zona hambatan paling besar yang di hasilkan madu pada

konsentrasi 100% adalah dengan rata-rata diameter 11 mm.

Data pada susu pasteurisasi yang pertama akan diuji menggunakan

statistik, karena sampel yang digunakan sangat sedikit, maka akan diuji dengan

menggunakan uji Kruskal Wallis.

Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa

terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.

H1: Terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa

terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.

Keputusannya adalah sebagai berikut :

H1 : diterima jika nilai signifikansinya < 0,05

H1 : ditolak jika nilai signifikansinya > 0,05

Tabel 4.6. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu

pasteurisasi pertama

Bakteri pada susu pasteurisasi pertama

Asymp. Sig.

Hasil percobaan 1 0,406

Hasil percobaan 2 0,406

Pada tabel 4.6 terlihat bahwa dari data hasil perlakuan madu terhadap

bakteri pada susu pasteuriasi yang pertama memiliki nilai signifikan yang lebih

besar dari 0,05 (alpha = 0,05) yaitu 0,406. Berdasarkan pada hasil statistik

tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan terhadap

Page 43: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

31

madu antara percobaan pertama dan percobaan kedua secara statistik. Hal ini

diperkirakan karena kurangnya jumlah sampel yang diteliti.

Dari hasil uji sensitivitas madu terhadap bakteri pada susu pasteurisasi

kedua dengan cara yang sama seperti percobaan susu pasteurisasi pertama,

didapatkan hasil zona hambatan seperti pada gambar dan tabel di bawah ini :

Gamabar 4.5. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis kedua

Dari hasil zona hambatan yang telah terbentuk, maka akan diukur besar

diameter zona tersebut menggunakan penggaris atau jangka sorong, dan diukur

dalam satuan milimeter, seperti yang dilakukan pada susu pasteurisasi yang

pertama, hasil yang didapat sebgai berikut:

Tabel 4.7. Hasil pegukuran diameter zona hambatan madu terhadap bakteri pada

susu pasteurisasi jenis kedua.

Zona hambatan madu (dalam millimeter)

Percobaan Kontrol 25% 50% 75% 100%

1 0 8 9 10 11

2 0 0 8 9 12

Total 0 8 17 19 23

Mean 0 4 8,5 9,5 11,5

Page 44: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

32

Zona hambatan yang terbentuk pada percobaan dari susu pasteurisasi yang

kedua lebih besar dibandingkan dengan bakteri pada susu pertama, tetapi zona

hambatan yang terbentuk pada konsentrasi 25% didapatkan sedikit perbedaan,

pada pengujian kedua tidak terbentuk zona hambatan, sehingga rata-rata ukuran

diameter hanya 4 mm. Ini diduga akibat adanya kesalahan pada saat melakukan

percobaan. Pada madu dengan konsentrasi 50% rata-rata diameter zona hambatan

yang terbentuk adalah 8,5 mm, sedikit lebih besar dibandingkan dengan

pengukuran pada susu pasteurisasi pertama. Zona hambatan yang dihasilkan pada

madu dengan konsentrasi 75% adalah 9,5 mm, dan zona hambatan yang paling

besar terbentuk pada larutan madu dengan konentrasi 100% yaitu dengan rata rata

11,5 mm seperti yang tertera pada tabel 7 di atas.

Data pada susu pasteurisasi yang kedua akan diuji menggunakan statistik,

karena sampel yang digunakan sangat sedikit sama seperti pada percobaan susu

pasteurisasi pertama, maka akan diuji dengan menggunakan uji Kruskal Wallis.

Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa

terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.

H1 : Terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa

terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.

Keputusannya adalah sebagai berikut :

H1 : diterima jika nilai signifikansinya < 0,05

H1 : ditolak jika nilai signifikansinya > 0,05

Tabel 4.8. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu

pasteurisasi kedua

Bakteri pada susu pasteurisasi kedua

Asymp. Sig.

Hasil percobaan 1 0,406

Hasil percobaan 2 0,406

Pada tabel 8 terlihat bahwa dari data hasil perlakuan madu terhadap bakteri

pada susu pasteuriasi yang kedua memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari

Page 45: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

33

0,05 (alpha = 0,05) yaitu 0,406. Berdasarkan pada hasil statistik tersebut

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan terhadap madu

antara percobaan pertama dan percobaan kedua secara statisik.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan dari hasil analisis data menunjukkan bahwa percobaan pada

susu pasteurisasi pertama dan kedua, ditemukan bakteri Klebsiella pneumoniae

yang ditunjang dari hasil pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri yang khusus

untuk mengidentifikasi jenis bakteri.

Uji biokimia digunakan untuk mengidentifikasi bakteri golongan

Enterobacteriaceae, uji ini terdiri dari beberapa tes, diantaranya adalah: tes

fermentasi karbohidrat, pada tes ini Klebsiella memberikan hasil yang positif

karena bakteri ini mampu meragi glukosa dan laktosa dengan terbentuknya asam

atau gas. Pada tes sitrat Klebsiella akan memberika hasil positif, karena bakteri ini

menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon untuk metabolisme

dengan menghasilkan suasana basa (Karsinah dkk., 1994).

Uji biokimia seperti tes gerak juga digunakan untuk menentukan jenis

bakteri ini, pada umumnya Klebsiella tidak mempunyai kemampuan untuk

bergerak karena Klebsiella tidak mempunyai flagel, sehingga pada tes motilitas ini

akan didapatkan hasil negatif. Pada tes VP (Voges Proskauer) Klebssiella akan

menunjukkan hasil positif, karena bakteri ini mampu menghasilkan produk akhir

yang netral (asetil metilkarbinol) dari fermentasi glukosa (Karsinah dkk., 1994).

Selain itu, uji biokimia juga menggunakan tes urease, keaktifan enzim ini adalah

sifat khas dari semua proteus dari Enterobacteriaceae lainnya, pada Klebsiella

akan menunjukkan hasil yang positif, sehingga dapat dibeddakan dari Eschercia

yang menunjukkan hasil negatif (Karsinah dkk., 1994).

Selain itu tes TSIA (Triple Sugar Iron Agar) juga dilakukan pada uji

biokimia, tes ini spesifik untuk beberapa genus seperti Klebsiella. Klebsiella

merupakan salah satu organisme yang mempunyai kemampuan untuk menyerang

suatu karbohidrat yang tergabung dalam pemnbenihan basal, dengan atau tanpa

pembentukan gas, disertai terbentuknya H2S sehingga akan menunjukkan hasil tes

yang positif. Uji biokimia lainnya adalah tes dekarboksilase. Pada Klebsiella

Page 46: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

34

pneumonia akan menunjukkan hasil yang negatif, karena ensim yang gterdapat

pada bekteri ini tidak mampu untuk mendekarboksilasi suatu asam amino dengan

membentuk amin yang bersifat alakali. Sedangkan pada tes pencarian gelatin

Klebsiella akan menunjukkan hasil yang negatif, tes ini berfungsi untuk melihat

kemampuan organisme membentuk ensim proteolitik (gelatinase) yang dapat

mencairkan gelatin, namun ensim proteolitik ini tidak dipunyai Klebsiella

pneumonia sehingga menunjukkan hasil negatif (Karsinah dkk., 1994).

Dari beberapa tes biokimiaei yang dilakukan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada kedua jenis susu pasteurisasi

merupakan golongan dari Klebsiella pneumonia.

Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl

Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu

penemuan bakteri penyebab pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai

jaringan paru-paru (alveoli) pada tahun 1882.

Klebsiella pneumonia adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang

(basil). bakteri ini tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan

kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella merupakan bakteri fakultatif anaerob.

Klebsiella pneumonia dapat memfermentasikan laktosa, tes indol negatif dan

dapat mereduksi nitrat. Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit,

dan saluran usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di tanah

(Jawetz, 2008).

Karena habitat alami dari Klebsiella banyak ditemukan ditanah, maka

sangat mungkin bakteri ini mengkontaminasi susu segar yang baru di perah,

sehingga menyebabkan susu segar sangat cepat mengalami kerusakan dan menjadi

basi, untuk mencegah hal tersebut maka harus diberikan perlakuan lebih lanjut

pada susu segar seperti perlakuan pemanasan ringan atau Pasteurisasi untuk

mematikan kuman yang bersifat patogen pada susu.

Ditemukannya bakteri Klebsiella pneumonia di dalam susu Pasteurisasi

diduga akibat pengaruh dari proses pasteurisasi yang hanya berlangsung 30 menit,

sedangkan Klebsiella pneumonia diketahui termasuk jenis bakteri yang

mempunyai kapsul besar mengandung polisakarida, disebut antigen K yang

menyelubungi atau menutup antigen somatic O atau H serta mempunyai flagel

Page 47: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

35

sehingga menyebabkan bakteri ini mampu bertahan lebih lama dalam pemanasan,

untuk mematikan jenis bakteri Klebsiella dianjurkan melakukan pemanasan

selama 1 jam. Selain itu Klebsiella juga mampu hidup di lingkungan dingin dan

hidup berbulan bulan di dalam es, menyebabkan bakteri ini tetap ada dalam susu

pasteurisasi (Karsinah dkk., 1994)

Setelah dilakukan pengujian dengan cakram berisi larutan madu dengan

dua kali pengulangan pada media MHA, menunjukkan bahwa terdapat aktivitas

antibakteri dengan terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar

cakram terhadap Klebsiella pneumonia, ini menunjukkan bahwa madu mampu

menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi mulai dari

konsentrasi teredah 25% hingga terbesar 100%. Hal ini didukung dengan adanya

penelitian yang dilakukan Ambarwaty pada tahun 2004, menunjukkan hasil

bahwa madu memberikan efek antibakteri terhadap susu pasteurisasi pada

konsentrasi 30% ditunjukkan dengan berkurangnya total bakteri pada susu

pasteurisasi. Pada penelitian ini didapatkan juga hasil yang sama bahwa madu

mempunyai efek antibakteri pada madu dengan konsentrasi 25%.

Dari hasil uji statistik, didapatkan hasil signifikansi 0,406 nilai ini lebih

besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan dari hasil percobaan perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa

terhadap kedua bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi pertama dan kedua.

Hal ini diasumsikan karena kurangnya jumlah sampel yang diteliti sehingga tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan dari masing-masing kelompok perlakuan

yang diuji dengan Kruskal Wallis.

Pada penelitian yang berbeda, yang dilakukan oleh oleh Suci Lucyana

pada tahun 2010, dan Nina Zabrina pada tahun 2009 memperlihatkan perbedaan

yang signifikan dengan pemberian madu pada bakteri golongan gram negatif

maupun Gram positif. Hal ini di buktikan dengan uji statistik Kruskal Wallis yang

memiliki bilai signifikan lebih kecil dari alpha (α = 0,05).

Pada penilitan yang dilakukan oleh Ratna Sulistiani pada tahun 2009

menunjukkan bahwa madu Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri

P.aeruginosa yang merupakan bajteri Gram negatif dengan terbentuknya zona

bening disekitar cakram.

Page 48: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

36

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa madu

mempunyai efek antibakteri sehingga pada saat ini dimasyarakat banyak

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai obat maupun sebagai

pengawet tambahan pada beberapa jenis makanan.

Aktivitas antibakteri ini dikarenakan madu memiliki kandungan berbagai

macam gula dengan kadar yang tinggi dan memiliki enzim katalase yang

merupakan penghambat pertumbuhan bakteri, selain itu dari artikel Molan PC

(2001) dengan judul “Honey Is A Tropical Antibacterial Agen For Treatment Of

Infected Wounds” bahwa madu mempunyai efek osmolaritas yang tinggi, efek ini

ditimbulkan oleh kadar gula yang tinggi yaitu 75% sehingga mampu menarik air

dari lingkungan sekitar keadaan yang kurang lembab dapat menghambat

pertumbuhan bakteri, karena bakteri lebih cepat tumbuh pada keadaan yang

lembab dan mengandung air.

Madu juga mempunyai pH rendah yaitu berkisar antara 3,6-4,5. Hal ini

dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena pada umumnya bakteri tidak

mampu tumbuh pada tempat yang mempunyai tingkat keasaman yang tinggi.

Sangat berbeda dengan susu segar yang mempunyai pH yang lebih tinggi berkisar

antara 6,8-7, sehingga menyebabkan bakteri sangat mudah tumbuh dan

berkembang baik pada keadaan basa tersebut. Dengan pemberian penambahan

madu yang besifat asam pada konsentrasi tertentu kedalam susu pasteurisasi,

maka diasumsikan dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan bakteri-

bakteri yang dapat mempercepat proses pembusukan pada susu tersebut dan

bersifat patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi.

Penelitian Molan PC juga membuktikan bahwa madu mempunyai aktivitas

air yang rendah yaitu berkisar antara 0,56-0,62 yang menyebabkan bakteri tidak

dapat tumbuh jika diberikan larutan madu akibat adanya aktivitas air yang rendah

pada larutan madu. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella

pneumonia yang lebih efektif dan memberikan hasil maksimal maka diberikan

madu dengan konsentrasi 100%.

Page 49: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

37

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penelitian pengaruh

madu terhadap bakteri pada susu pasteurisasi di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Hasil isolasi, pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri, ditemukan jenis

bakteri patogen pada kedua jenis susu pasteurisasi yaitu Klebsiella

pneumonia.

2. Efek madu terhadap Klebsiella pneumonia dengan terbentuknya zona

hambatan pertumbuhan disekitar cakram, mulai terlihat dari konsentrasi

terendah 25%, 50%, 75%, dan terbesar pada konsentrasi 100%.

3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa, tidak terdapat hubungan yang

signifikan dari pemberian tiap-tiap konsentrasi madu, karena kurangnya

jumlah sampel yang diteliti.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu terhadap

bakteri pada susu pasteurisasi dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

Page 50: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

38

DAFTAR PUSTAKA

Aldeberg E.A. Jawetz E. Melnick J.L. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi

kesehatan Edisi 16. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Aldifet Chatim, Suharto. 1994. Sterilisasi dan Disinfeksi. Mikrobiologi

kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

Ambarwati, Yeni Kristanti. 2004. Pengaruh Penambahan Madu Dan Lama

Penyimpanan Terhadap Total Bakteri Dan Daya Terima Susu

Pasteurisasi. Undergraduate Thesis, Diponegoro University.

http://eprints.undip.ac.id/10356/. 12 Oktober 2010 pukul 17.15.

Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri

Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman.

Badan POM RI, 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Vol. 9, No. 2.

http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/

0208.pdf. 12 Oktober 2010 pukul 16.38

Balia L. Roostita, Harlia Ellin, dkk., 2009. Jumlah Bakteri Total Dan Koliform

Pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat Dan Susu Pasteurisasi

Tanpa Kemasan Di Pedagang Kaki Lima. Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran.

http://etd.eprints.ums.ac.id/4277/2/A420050040.pdf. 12 Oktober 2010

pukul 16.55.

Bonang G. dan E.S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk

Laboratorium dan Klinik. Jakarta : PT Gramedia.

Brooks G.F., Butel J.S., & Morse S.A.. 2007. Jawetz, Melnick & Adelberg’s

Medical Micobiology 24th edition. New York : The McGraw-Hill

companies,Inc.

Chatib W. Usman. 1994. Kokus Positif Gram. Mikrobiologi Kedokgteran Edisi

revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

Dinarta Adra, 2009. Sanitasi Penyehatan Makanan Sebagai Pengahalau

Keracunan Makanan. http://ardanews.blogspot.com/2009/01/sanitasi-

penyehatan-makanan-sebagai.html 01 November 2010 pukul 10.05

Dwi Prasetyo, Agung. 2007. Uji Most Probable Number (Mpn) Coliform Pada

Pengelolaan Air MPSDH “Tirto Darmo” di Desa Genilangit Poncol

Magetan. Akademi Analis Farmasi Dan Makanan (Akafarma) Sunan Giri

Ponorogo.

http://agunggenilangit.blogspot.com/2009/09/uji-most-probable-number-

mpn coliform.html. 12 oktober 2010 pukul 17.08

Page 51: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

39

Hariyadi, P. (Ed),. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat

Studi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Iswahanik. 2001. Pengaruh penambahan madu (honey bee) terhadap umur

simpan susu skim (skim milk) dan susu penuh (whole milk) pasteurisasi.

Institut Pertanian Bogor.

http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/17842/2/F01ISW_abstract.

pdf. 12 oktober 2010 pukul 16.35.

Jarvis M.D.D.C. 1995. Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel /

Folk Medicine, Pionir Jaya, Bandung.

Joso Suharno. 1994. Kokus Negatif Gram. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.

Jakarta : Binarupa Aksara.

Karsinah, Lucky H.M., dkk., 1994. Batang Negatif Gram. Mikrobiologi

kedokteran Edisi Revisi Jakarta : Binarupa Aksara.

Khusniati, T. 2000. Populasi dan Identifikasi Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi

yang Disimpan. Prosiding Vol. II. Seminar Nasional Industri Pangan.

http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=33851. 12 oktober 2010

pukul 17.00

Kristanti Ambarwati, Yeni. 2004. Pengaruh Penambahan Madu Dan Lama

Penyimpanan Terhadap Total Bakteri Dan Daya Terima Susu

Pasteurisasi.

http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2091. 12

oktober 2010 pukul 17.10

Molan PC. 1995. The Antibacterial Properties of honey. Chem in New Zealand.

Molan, PC. 1996. Honey for the treatment of Infections, university of Waikato,

New Zealand.

Molan, PC. 2001. Honey as a Tropical Antibacterial Ageny for Treatmant of

Infected Wound. Departement of Biological Sciences, University of

Waikato New Zealand.

Presscott, Lnsing M. 2005. Microbiology / Lansing M. Prescott Jhon P. Harley,

Donald a. klein. 6th

ed. Mc. Graw Hill Donation.

Purbaya, J. R.,. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir

Jaya : Bandung.

Puspitasari, Ika. 2007. Rahasia sehat madu. Jogjakarta : B-First (PT. Bentang

Pustaka)

Page 52: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

40

Rahim, A. Lintong M, dkk., 1994. Batang Positif Gram. Mikrobiologi

Keedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

Rombaut, R. 2005. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food

Technology and Engineering. Gent University. Belgium.

Sarwono, B. 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu,

Agromedia Pustaka, Tangerang.

Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber

Pencemarannya. FKM USU. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

albiner3.pdf. 12 oktober 2010 pukul 16.38

Soekidjo, N. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka cipta.

Srikandi fardiaz. 1993. Mikrobioplogi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama

Jakarta.

Sulistiani Ratna. 2009. Pengaruh Madu Sumbawa terhadap pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa Seacar Invitro. 01.203.4654 (27/09).

Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka,

Tangerang.

Teguh Wiryawan, Danny. 2008. Efek Madu Sebagai Hepatoprotektor Terhadap

Kerusakan Struktur Histologis Hepar Mencit Yang Diinduksi

Parasetamol. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tortora, Funke an Case. 2001. Microbiology seventh edition. USA : Addison

Wesley longmen.

Utomo, panji. 2006. Hubungan Lama Penyimpanan Denganjumlah Bakteri

Coliform Susu Sapi Siap Minum Berdasar Standar Nasional Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/21300/1/Panji.pdf 12 Oktober 2010 pukul 17.05.

Yuny Isnaeny, Fatma. 2009. Total Bakteri Dan Bakteri Coliform Pada Susu Segar

Dan Susu Pasteurisasi Hasil Peternakan Sapi Perah. Fakultas Keguruan

Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Zabirna Dwisaputri, Nina. 2009. Uji Potensi Antibakteri Madu dai Lebah Apis

mellifera terhadap Pseudomonas aeruginosa invitro. Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Page 53: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

41

LAMPIRAN 1

Gambar-gambar penelitian

Gambar 6. Tabung reaksi yang berisi larutan kaldu laktosa pada uji metode MPN

Gambar 7. Tabung reaksi yang berisi BGLB pada uji MPN (confirm test)

Page 54: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

42

Gambar 6. Tabung reaksi yang berisi BGLB pada uji MPN (complete test)

Gambar 8. Sediaan larutan madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% dan

kontrol (aquades)

Page 55: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

43

LAMPIRAN 2

Hasil Perhitungan Kruskal Wallis

Kruskal Wallis susu pasteruisasi pertama

Hasil percoban pertama

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

coba1 5 7.60 4.393 0 11

tindakan 5 3.00 1.581 1 5

Ranks

Tindakan N Mean Rank

coba1 Control 1 1.00

madu25% 1 2.00

madu50% 1 3.00

madu75% 1 4.00

madu100% 1 5.00

Total 5

Hasil percobaan kedua

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

coba2 5 7.60 4.393 0 11

Tindakan 5 3.00 1.581 1 5

Test Statisticsa,b

coba1

Chi-Square 4.000

df 4

Asymp. Sig. .406

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: tindakan

Page 56: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

44

Ranks

Tindakan N Mean Rank

coba2 Control 1 1.00

madu25% 1 2.00

madu50% 1 3.00

madu75% 1 4.00

madu100% 1 5.00

Total 5

Kruskal Wallis susu pasteurisasi kedua

Hasil percobaan pertama

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

coba1 5 7.60 4.393 0 11

Tindakan 5 3.00 1.581 1 5

Ranks

tindakan N Mean Rank

coba1 kontrol 1 1.00

madu25% 1 2.00

madu50% 1 3.00

madu75% 1 4.00

madu100% 1 5.00

Total 5

Test Statisticsa,b

coba2

Chi-Square 4.000

df 4

Asymp. Sig. .406

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: tindakan

Test Statisticsa,b

coba1

Chi-Square 4.000

df 4

Asymp. Sig. .406

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: tindakan

Page 57: PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI

45

Hasil percobaan kedua

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

coba2 5 5.80 5.495 0 12

tindakan 5 3.00 1.581 1 5

Ranks

tindakan N Mean Rank

coba2 kontrol 1 1.50

madu25% 1 1.50

madu50% 1 3.00

madu75% 1 4.00

madu100% 1 5.00

Total 5

Test Statisticsa,b

coba2

Chi-Square 4.000

Df 4

Asymp. Sig. .406

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: tindakan