pengaruh komitmen organisasi pada perilaku...

17
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343- 359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5 343 Pengaruh Komitmen Organisasi pada Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Studi Komparatif pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan & minyak serta gas bumi) Wustari H. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI [email protected]. [email protected] Abstrak Kesuksesan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sistem, strategi, maupun human capital yang bekerja di organisasi. Dalam hal ini, human capital bila dibandingkan dengan faktor lainnya merupakan aspek yang paling penting dalam keberhasilan serta kinerja suatu organisasi. Untuk itu, adanya human capital yang loyal serta memiliki komitmen yang tinggi dengan organisasi sangat diperlukan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan loyal adalah tidak hanya setia terhadap organisasi tetapi juga bersedia untuk menunjukkan perilaku lebih dalam bekerja tanpa mengharapkan adanya imbalan tertentu atau biasa disebut sebagai Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior). Pertanyaannya adalah sampai seberapa besar komitmen organisasi mempengaruhi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan apakah tempat kerja akan mempengaruhi Komitmen Organisasi maupun Perilaku Kewarganegaraan organisasi seseorang? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari komitmen organisasi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis bisnis yang berbeda. Responden diambil dari beberapa perusahaan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis perusahaan yaitu lembaga keuangan dan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Responden diambil berdasarkan convenience sampling, yang sesuai dengan kriteria persyaratan, yaitu karyawan tetap, minimum bekerja 2 tahun, berusia diantara 25-44 tahun, dan minimum lulusan SMA. Data diolah dengan berdasarkan koefisien korelasi dan regresi. Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif signifikan serta pengaruh yang signifikan pada kedua sampel yang berbeda mengenai Komitmen Organisasi terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa komitmen afektif adalah yang memiliki korelasi serta kontribusi tertinggi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada jenis perusahaan lembaga keuangan tetapi tidak pada jenis bisnis perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan hasil tersebut, tampak bahwa untuk dapat meningkatkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang hal yang perlu dilakukan antara lain adalah dengan memperhatikan kebutuhan individu serta kondisi tempat kerja. Key words: Komitmen Organisasi, Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (OCB)

Upload: lycong

Post on 11-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

343

Pengaruh Komitmen Organisasi pada Perilaku Kewarganegaraan Organisasi

(Studi Komparatif pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan &

minyak serta gas bumi)

Wustari H. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI

[email protected]. [email protected]

Abstrak

Kesuksesan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sistem,

strategi, maupun human capital yang bekerja di organisasi. Dalam hal ini, human capital

bila dibandingkan dengan faktor lainnya merupakan aspek yang paling penting dalam

keberhasilan serta kinerja suatu organisasi. Untuk itu, adanya human capital yang loyal

serta memiliki komitmen yang tinggi dengan organisasi sangat diperlukan. Dalam hal ini

yang dimaksud dengan loyal adalah tidak hanya setia terhadap organisasi tetapi juga

bersedia untuk menunjukkan perilaku lebih dalam bekerja tanpa mengharapkan adanya

imbalan tertentu atau biasa disebut sebagai Perilaku Kewarganegaraan Organisasi

(Organizational Citizenship Behavior). Pertanyaannya adalah sampai seberapa besar

komitmen organisasi mempengaruhi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan

apakah tempat kerja akan mempengaruhi Komitmen Organisasi maupun Perilaku

Kewarganegaraan organisasi seseorang? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi dari komitmen organisasi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi pada dua jenis bisnis yang berbeda. Responden diambil dari beberapa

perusahaan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis perusahaan yaitu lembaga keuangan

dan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Responden

diambil berdasarkan convenience sampling, yang sesuai dengan kriteria persyaratan, yaitu

karyawan tetap, minimum bekerja 2 tahun, berusia diantara 25-44 tahun, dan minimum

lulusan SMA. Data diolah dengan berdasarkan koefisien korelasi dan regresi. Hasil riset

menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif signifikan serta pengaruh yang

signifikan pada kedua sampel yang berbeda mengenai Komitmen Organisasi terhadap

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa komitmen

afektif adalah yang memiliki korelasi serta kontribusi tertinggi terhadap kemunculan

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada jenis perusahaan lembaga keuangan tetapi

tidak pada jenis bisnis perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan hasil tersebut,

tampak bahwa untuk dapat meningkatkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang

hal yang perlu dilakukan antara lain adalah dengan memperhatikan kebutuhan individu

serta kondisi tempat kerja.

Key words: Komitmen Organisasi, Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (OCB)

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

344

Pengantar

Kemampuan organisasi sangat dipengaruhi serta dapat dikatakan tergantung pada

sumberdaya manusia yang dimilikinya, bahkan dapat dikatakan bahwa tantangan, peluang,

atau hambatan dalam membentuk organisasi yang efektif berakar dari masalah yang

berhubungan dengan sumberdaya manusia (Cascio, 2003). Untuk itu, organisasi perlu

memperhatikan orang-orang di dalamnya agar dapat beraktualisasi secara optimal,

sehingga efektivitas organisasi juga dapat optimal.

Menurut Katz dan Kahn (1966, dalam Organ, Podsakoff, & Mackenzie, 2006),

terdapat tiga bentuk kontribusi para karyawan yang dapat membuat organisasi menjadi

efektif, yaitu (a) perasaan terikat dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi, (b)

performa kerja yang memenuhi kriteria minimal, serta (c) perilaku spontan dan inovatif.

Perilaku spontan dan inovatif yang dimaksud adalah perilaku yang menunjukkan performa

kerja yang melebihi persyaratan yang dapat memenuhi tujuan organisasi, misalnya perilaku

kooperatif dengan rekan kerja, tindakan melindungi sistem dalam organisasi, memberikan

ide yang original untuk peningkatan sistem, mengembangkan diri untuk memberikan

kontribusi tambahan, dan menunjukkan iklim organisasi yang baik pada pihak luar

organisasi. Perilaku tersebut kemudian dipopulerkan oleh Bateman dan Organ (1983)

dengan istilah Organizational Citizenship Behavior atau Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi (PKO).

Berdasarkan tinjauan berbagai penelitian mengenai PKO/OCB oleh Organ, dkk

(2006) menunjukkan bahwa PKO memiliki hubungan erat dengan efektivitas organisasi.

Lebih lanjut, Podsakoff, dkk (2000) menyatakan bahwa PKO dipengaruhi oleh

empat kategori faktor, yaitu (1) karakteristik individu, (2) karakteristik tugas, (3)

karakteristik organisasi, dan (4) perilaku pemimpin. Kategori karakteristik individu terdiri

dari faktor kepuasan kerja, keadilan, komitmen organisasi, dan kepribadian.

Berdasarkan penjelasan dari Podsakoff, dkk (2000) di atas, peneliti kemudian

terdorong untuk melakukan identifikasi terhadap faktor karakteristik individu yaitu

komitmen organisasi yang mempengaruhi PKO dan melihat bagaimana hubungan antara

faktor tersebut dengan PKO. Identifikasi ini penting untuk dilakukan karena seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, PKO terbukti dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi

organisasi. Diketahuinya faktor yang berhubungan dengan PKO diharapkan dapat

membantu pihak manajemen untuk melakukan intervensi melalui area-area tersebut,

sehingga kemudian dapat membantu menumbuhkan atau meningkatkan juga karyawannya.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

345

Penelitian ini akan dilakukan di beberapa organisasi yang berbeda-beda karena

kemunculan PKO pada karyawan sangat dibutuhkan di berbagai organisasi.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara

PKO dengan komitmen organisasi, serta hendak mengetahui sampai seberapa jauh

kontribusi dari Komitmen Organisasi terhadap munculnya Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi. Berdasarkan hal tersebut, rumusan permasalahan penelitian yang ingin dijawab

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana arah dan kekuatan hubungan yang terjadi di antara komitmen organisasi

dengan PKO?

2. Seberapa besar kontribusi dari Komitmen Organisasi terhadap Perilaku

Kewarganegaraan Organisasi?

3. Bagaimanakah profil PKO dan Komitmen Organisasi pada 2 jenis bisnis yang berbeda?

Kerangka Teori

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)

Definisi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)

Definisi mengenai Organizational Citizenship Behavior yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah definisi yang dikemukakan oleh Organ, dkk. (2006), yaitu:

“Individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the

formal reward system, and in the aggregate promotes the efficient and effective functioning

of the organization.”

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (PKO) adalah tingkah laku individu yang

bersifat sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit dilakukan karena sistem ganjaran

yang formal, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi

organisasi (Organ, dkk, 2006).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa Organizational Citizenship

Behavior adalah perilaku individu yang secara sukarela, tidak secara langsung atau

eksplisit diakui oleh sistem pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu

dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi. Dari definisi tersebut perlu

dilihat lebih jauh tiga kriteria utama yang membangun konsep Organizational Citizenship

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

346

Behavior, yaitu secara sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem

pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu meningkatkan efektivitas dan

efisiensi fungsi organisasi.

Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior

Paille (2009) menyatakan bahwa selama ini Organizational Citizenship Behavior dan

penelitian-penelitiannya dilakukan dalam konteks budaya Amerika Serikat, sehingga

belum tentu sesuai dengan konteks budaya lain. Oleh karena itu, tidak semua dimensi

dalam Organizational Citizenship Behavior bersifat universal dan dapat digunakan dalam

konteks budaya yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan gabungan dari dimensi-

dimensi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut. Gabungan dimensi-dimensi

tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan adanya beberapa dimensi yang sesuai dengan

konteks budaya timur (dimana Indonesia termasuk di dalamnya), dan juga beberapa

dimensi yang bersifat universal (berlaku pada konteks budaya timur dan barat).

Dimensi-dimensi tersebut adalah: 1) Altruisme pada rekan kerja, yaitu perilaku sukarela

untuk membantu orang dilingkungan kerja (seperti rekan kerja, klien, atasan, bawahan)

dalam hubungannya dengan masalah pekerjaan (Farh, Earley dan Ling, 1997). 2)

Identifikasi terhadap organisasi, yaitu perilaku sukarela yang mengindikasikan bahwa

seseorang peduli dan/atau terlibat secara langsung pada hal-hal yang terkait dengan

kelangsungan hidup organisasi, misalnya: mengahadiri sosialisasi peraturan baru di

organisasi, membaca pengumuman atau informasi terbaru dari organisasi, mempromosikan

organisasikan organisasi pada pihak luar, menjaga reputasi organisasi dan memberi saran

untuk kemajuan organisasi (Farh, Earley, dan Ling, 1997). 3) Melindungi dan menghemat

sumber daya organisasi, yaitu termasuk perilaku-perilaku yang menghemat sumber daya

organisasi, menggunakan sumber daya pribadi (seperti: uang, informasi, jaringan sosial)

untuk membantu organisasi dan melindungi organisasi dari kecelakaan (seperti: kebakaran

atau banjir) (Farh, Zhong dan Organ, 2004), 4) Keselarasan interpersonal, yaitu perilaku

karyawan yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menjaga hubungan yang selaras di

tempat kerja (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 5) Pengembangan diri, yaitu perilaku

sukarela karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan menambah

pengetahuan dalam pekerjaan (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 6) Memiliki inisiatif, yaitu

perilaku sukarela yang menunjukkan pengambilan tanggung jawab atau pekerjaan

tambahan, seperti: secara sukarela bekerja melebihi batas jam kerja yang sesunguhnya,

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

347

mengerjakan tugas-tugas tambahan, dan berbagi informasi-informasi yang relevan

mengenai pekerjaan dengan rekan kerja (Farh, Zhong dan Organ,2004) dan 7) Sportivitas,

yaitu perilaku sukarela yang menunjjukkan bahwa seseorang memiliki toleransi untuk

menerima dan/atau tidak mengeluhkan keadaan-keadaan di organisasi yang dipersepsikan

kurang ideal (Podsakoff, et.al, 2000).

Komitmen Organisasi

Meyer dan Allen (1997) menjelaskan bahwa komitmen merupakan kondisi

psikologis yang menggambarkan karakteristik hubungan antara individu dan organisasi

dan memiliki implikasi pada keputusan dalam melanjutkan keanggotaan di organisasi

tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004), komitmen organisasi adalah tingkatan

sejauh mana individu melekatkan dirinya dengan organisasi dan tujuan dari organisasi

tersebut.

Meyer & Allen (1997) menambahkan bahwa komitmen organisasi juga termasuk

pola pikir individu di mana inividu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya sesuai

dengan organisasi ia berada, cara mengatasi masalah yang timbul, serta keterikatan

individu terhadap organisasi di mana ia berada. Terdapat tiga dimensi dalam komitmen

organisasi, yaitu komitmen afektif, normatif, dan berkelanjutan (Meyer & Allen, 1997).

Dimensi Komitmen Organisasi

1. Komitmen Afektif

Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen afektif sebagai berikut:

“Affective commitment refers to the employee’s emotional attachment to,

identification with, and involvement in the organization (Meyer & Allen, 1991;

Meyer & Allen, 1997).”

Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri

pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi.

Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan

tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang

tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka

sepakat dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu

organisasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

2. Komitmen Berkelanjutan

Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen berkelanjutan sebagai berikut:

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

348

“Continuance commitment refers to an awareness of their costs associated with

leaving the organization (Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen 1997).”

Komitmen berkelanjutan mengacu pada kesadaran akan keterkaitan antara kondisi

keuangan individu ketika meninggalkan organisasi. Perasaan dan keinginan yang kuat

ini dipengaruhi oleh kerugian yang akan ditimbulkan bila meninggalkan pekerjaan

tersebut. Individu yang tetap bertahan dalam pekerjaannya karena tidak bersedia untuk

menanggung risiko kehilangan pekerjaannya memiliki komitmen berkelanjutan yang

tinggi.

3. Komitmen Normatif

Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen normatif sebagai berikut:

“Normative commitment reflects a feeling of obligation to continue employment

(Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen, 1997).”

Komitmen normatif merefleksikan perasaan akan kewajiban untuk terus melanjutkan

pekerjaan. Perasaan dan keinginan yang kuat dari individu merujuk pada kewajiban

untuk tinggal dalam suatu organisasi. Individu dengan komitmen normatif yang tinggi

sangat memperhatikan pendapat orang lain saat hendak meninggalkan pekerjaan karena

merasa enggan untuk mengecewakan karyawan lain. Kunci dari komponen normatif ini

adalah “keharusan untuk” (ought to), dimana individu merasa memiliki kewajiban untuk

bertahan dalam organisasi. Nilai normatif yang tinggi akan tetap bergabung dalam

organisasi karena suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban pada

bawahan untuk memberikan balasan atas yang pernah diterima dari organisasi dan berisi

keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.

Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Komitmen

Organisasi dengan Perilaku Kewarganegaraan Organsiasi antara lain yang dilakukan oleh

Gautam, Dick, Wagner, Upadhay, dan Davis (2004) melakukan penelitian untuk

menemukan hubungan antara komitmen organisasi dan PKO di Nepal. Responden

penelitian tersebut sebanyak 450 karyawan dari lima organisasi di Nepal dengan

menggunakan alat ukur PKO yang diadaptasi dari alat ukur PKO yang dibuat oleh Smith,

Organ, & Near (1983). Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa komitmen

berkelanjutan berkorelasi negatif terhadap dimensi sopan santun dan tidak berkorelasi

terhadap dimensi altruisme. Lebih lanjut, Organ dan Ryan (dalam Meyer dan Allen, 1997)

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

349

melaporkan adanya korelasi yang signifikan antara komitm en afektif dengan dua dimensi

dari PKO, yaitu altruisme dan sopan santun.

Podsakoff, dkk. (2000) juga melakukan meta analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat PKO. Hasil dari meta analisis tersebut menyatakan bahwa

komitmen organisasi memiliki korelasi yang positif pada setiap dimensi PKO. Dalam hal

ini, dimensi komitmen afektif memiliki korelasi yang signifikan terhadap dimensi

altruisme PKO sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki korelasi yang

signifikan terhadap dimensi altrusime. Lebih lanjut, dalam meta analisis yang dilakukan

Meyer, dkk (dalam Gautam, van Dick, Wagner, Upadhyay, dan Ann, 2004) menunjukkan

bahwa komitmen afektif dan normatif berkorelasi terhadap dimensi PKO altruisme dan

sopan santun. Sedangkan komitmen berkelanjutan tidak berhubungan dengan PKO.

Berdasarkan berbagai penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen

organisasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan PKO. Lebih spesifik lagi

adalah, hubungan yang signifikan terdapat pada dimensi komitmen afektif dan dimensi

komitmen normatif. Sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki hubungan

yang positif bahwa memiliki hubungan yang negatif terhadap PKO.

Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri

pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi.

Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan

tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang

tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka sepakat

dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu organisasi dalam

proses pencapaian tujuan tersebut. Penegasan kembali dari nilai-nilai suatu organisasi

dapat mempengaruhi tingginya komitmen afektif. Kunci dari komitmen ini adalah

“keinginan untuk” (want to), dimana individu memiliki keinginan kuat untuk

mengidentifikasikan diri dengan organisasi karena merasakan adanya kesamaan dalam

nilai pribadi dan organisasi. Variabel ini yang biasanya memiliki hubungan yang erat serta

memunculkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.

Metode

Sampling dan sampel

Tipe penelitian ini adalah field study, dimana penelitian dilakukan pada keadaan

sehari-hari tanpa adanya manipulasi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

350

teknik accidental sampling, dimana anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama

untuk menjadi subyek penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

non probability sampling menurut Kumar (1996), khususnya convenience sampling

(Furlong, Lovelace, & Lovelace, 2000; Gravetter & Forzano, 2009). Setiap karyawan yang

bersedia dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian ini akan diminta untuk

menjadi responden. Teknis pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan alat ukur

langsung kepada karyawan yang telah dititipkan kepada seorang karyawan/manajer yang

sebelumnya telah diminta untuk menjadi koordinator bagi karyawan lain pada organisasi

tersebut.

Karakteristik sampel /responden

Responden yang merupakan sampel dalam penelitian ini memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a) Karyawan tetap. Individu yang bukan pekerja tetap kemungkinan tidak memiliki

keinginan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama, tidak memiliki keinginan

untuk berhubungan timbal balik dengan organisasi, dan hanya menghayati organisasi

dari segi ekonomi. Sehingga mereka hanya menguntungkan dari segi fleksibilitas, tetapi

rendah dalam menampilkan PKO. Dalam hal ini, penelitian Moorman dan Lynn (2002),

memberikan hasil bahwa karyawan tetap akan lebih memunculkan perilaku-perilaku

positif seperti komitmen organisasi dan PKO. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian

Moorman dan Harland (2002) yang menemukan adanya perbedaan PKO yang dilakukan

oleh karyawan tetap dan karyawan temporer. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya

menggunakan karyawan tetap sebagai sampel penelitian.

b) Usia 25-44 tahun. Penetapan usia mengacu pada pengelompokkan usia berdasarkan

tahapan perkembangan karir yang dikemukakan oleh Dessler (2008), yaitu pada usia 25

sampai dengan 44 tahun, karena pada tahap kemapanan seseorang menemukan

pekerjaan yang cocok dalam hidupnya, sehingga seringkali seseorang akan terikat pada

suatu pilihan keahlian lebih awal. Meskipun demikian, dalam tahap ini justru yang

terjadi adalah periode dimana seseorang secara terus menerus menguji kemampuannya

dan ambisinya dengan pilihan semula. Usia ini juga jauh dari usia pensiun sehingga

subyek tidak melakukan PKO karena sudah terbiasa. Drenth (1998) juga menunjukkan

adanya hubungan antara usia dengan produktivitas dan kreativitas pekerja.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

351

c) Lama bekerja pada perusahaan tersebut minimal adalah 2 tahun, dengan asumsi bahwa

individu telah mengetahui lebih banyak tentang organisasi tempat dia bekerja. para

karyawan telah memiliki sikap yang relatif stabil terhadap perusahaan tempat ia bekerja.

Pengelompokkan ini juga didasarkan pada tahap perkembangan karir berdasarkan masa

kerja yang diungkapkan Moorow & Mc Elroy (dalam Seniati, 2002), yaitu berada pada

tahap ini masa kerja antara dua sampai sepuluh tahun dimana karyawan sudah memiliki

suatu perilaku yang lebih menetap dibandingkan pada tahap perkembangan.

d) Pendidikan minimal SMU (Sekolah Menengah Umun) atau sederajat, dengan asumsi

bahwa pada tingkat pendidikan tersebut, responden dapat mengerjakan kuesioner

dengan baik.

Profil dan Jumlah Responden

Penelitian dilakukan pada beberapa perusahaan keuangan (N=216) serta perusahaan

minyak dan gas bumi (N=95). Profil responden adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Profil Responden

Variabel Perusahaan Keuangan Perusahaan Minyak & Gas

Bumi

N Persentase (%) N Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 113 52,3 75 78,9

Perempuan 100 47,7 2 21,1

Pendidikan

S2 8 3,8 17 17,9

S1 182 84,2 62 65,3

D3 19 8,8 11 11,6

D1 1 0,5 1 1,1

SLTA & Sederajat 4 1,8 3 3,2

Lainnya 2 0,9 1 1,1

Masa Kerja

< 2 tahun 0 0 4 4,2

2-10 tahun 165 76,4 80 84,2

> 10 tahun 51 23,6 15 15,8

Posisi

Manajemen 16 7,4 1 1,1

Staf 200 92,6 87 91,6

Non Staf 7 7,4

TOTAL 216 100 95 100

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

352

Alat ukur

Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yakni alat ukur PKO

yang dikonstruksi berdasarkan beberapa dimensi yang telah ditemukan pada penelitian-

penelitian sebelumnya; dan alat ukur komitmen organisasi yang diadaptasi dan

dimodifikasi dari Allen dan Meyer (1997). Khusus untuk alat ukur PKO peneliti membuat

skala pengukuran yang menghubungkan dua pernyataan bipolar. Kedua pernyataan bipolar

tersebut dibuat sehingga memiliki tingkat social desirability yang relatif sama. Variabel

komitmen organisasi merupakan variabel yang mengukur derajat identifikasi yang

dilakukan individu terhadap organisasi dan tujuan dari organisasi, yang memberikan

dampak keputusan pada individu untuk tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam

organisasi tersebut. Pada penelitian ini, konsep komitmen organisasi mengacu kerangka

konseptual konseptual Allen dan Meyer (1997), yang menggunakan tiga komponen

pengukuran, yaitu: komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif .

Penelitian ini mengadaptasi alat ukur dari Allen dan Allen (1997), dengan cara

menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia, peneliti menerjemahkan ulang ke bahasa Inggris agar mengetahui seberapa

akurat hasil terjemahan bahasa Indonesia yang peneliti lakukan. Alat ukur juga disesuaikan

dengan konteks budaya Indonesia.

Untuk Alat Ukur PKO, peneliti mengembangkan alat ukur PKO tersebut berdasarkan

definisi dari dimensi-dimensi yang sudah dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff,

dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Pemilihan dimensi yang dicetuskan oleh tiga tokoh ini

dilakukan melalui peninjauan definisi dari masing-masing dimensi dan prevalensi dimensi

tersebut dalam konteks organisasi di Indonesia. Berdasarkan hal itu, peneliti memilih tujuh

dimensi dari delapan belas dimensi yang dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff,

dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Dimensi tersebut terdiri dari: 1) memiliki inisiatif, 2)

melindungi sumber daya organisasi, 3) sportivitas, 4) keselarasan interpersonal, 5)

altruisme pada rekan kerja, 6) identifikasi terhadap organisasi, dan 7) pengembangan diri.

Hasil validitas dan realiabilitas alat ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang sudah

diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan konteks budaya

Indonesia dengan 6 pilihan skala likert, yaitu: sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS),

agak tidak sesuai (ATS), agak sesuai (AS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Penggunaan

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

353

skala 1-6 digunakan untuk menghindari effect of central tendencies, atau kecenderungan

partisipan untuk memilih nilai tengah atau nilai netral (Neuman, dalam Pramestika, 2009).

Selanjutnya dilakukan analisis item secara kualitatif untuk melihat kualitas dari masing-

masing item suatu alat tes (Anastasi & Urbina, 1997). Analisis item secara kualitatif

dilakukan dengan melakukan expert judgement atau meminta pertimbangan ahli dimana

melihat beberapa aspek penting dalam suatu item seperti akurasi, relevansi, tatabahasa,

kesalahan teknis, potensi timbulnya bias, dan keterbacaaan item (Crocker & Algina, 1986).

Hasil validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Realibilitas Alat Ukur

Alat Ukur Koefisien Alpha Koefisien Validitas

PKO 0.903 0,832

Komitmen Organisasi 0.822 0,753

Dari hasil tersebut diatas, tampak bahwa kedua alat ukur telah valid (sahih) dan realiabel.

Pengolahan & Analisis Data

Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan Multiple Regression Analysis.

Hasil

Dari analisis data secara umum diperoleh hasil bahwa Komitmen Organisasi secara umum

berkorelasi secara positif dan signfikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1

Tabel 3. Hasil Analisis Data

Perusahaan Keuangan

(N=201)

Perusahaan Minyak dan Gas Bumi

(N=95)

R R2 Signifikansi R R2 Signifikansi

Komitmen Organisasi secara

Umum dengan PKO

0.400 0.16 0.000** 0.670 0.449 0.000**

Komitmen Normatif -0.13 0.0169 0.044** 0.463 0.215 0.000**

Komitmen Kontinuans 0.16 0.0256 0.017* 0.515 0.265 0.000**

Komitmen Afektif 0.16 0.0256 0.017* 0.077 0.006 0.459

* p < 0,05, ** p < 0,01

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan

yang positif dan signifikan dengan PKO pada ke dua jenis bisnis usaha, jenis usaha

Keuangan (r=0,40) dan jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (r=0,670). Tampak bahwa

korelasi terbut lebih tinggi pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi. Disamping itu pula,

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

354

hasil menunjukkan bahwa pada ke dua jenis bisnis usaha tersebut tampak bahwa

Komitmen Organisasi memberikan kontribusi positif terhadap munculnya Perilaku

Kewarganegaraan Organisasi, baik pada jenis usaha keuangan (R2=0,16 atau 16%)

maupun pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (R2=0,449 atau 44,9 %). Angka yang

diperoleh pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

yang terdapat pada skor jenis bisnis usaha keuangan. Hal menarik yang menjadi perbedaan

dari hasil penelitian yang selama ini adalah sebagai berikut:

1. Komitmen Kontinuans memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta

memberikan kontribusi akan kemunculan Perilaku Kewargnegaraan Organisasi

baik pada perusahaan lembaga keuangan (r=0,16,pada p<0.01, sebesar 2,56%)

maupun pada bisnis usaha lembaga keuangan ( r=0,515 pada p<0,01, sebesar

2,65%).

2. Komitmen Afektif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta

memberikan kontribusi akan kemunculan Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi pada perusahaan lembaga keuangan (r=0.16 pada p<0,01 sebesar

0,6%), tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan pada perusahaan

Minyak dan Gas Bumi.

3. Komitmen Normatif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta

memberikan kontribusi terhadap muculnya Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi pada perusahaa Minyak dan Gas bumi (r=0,63, p<0.01 sebesar

21,5%), serta memiliki hubungan yang negatif dan signifikan antara pada

perusahaan lembaga keuagan (r=-0. 013). Sehingga pada perusahaan Minyak

dan Gas Bumi, semakin tinggi Komitmen Normatif seseorang maka akan

semakin rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasinya.

Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan perilaku

Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha, secara lengkap dapat terlihat pada

Gambar 1 dibawah ini.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

355

Gambar 1: Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan

perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha.

Diskusi

Dari hasil diperoleh bahwa Komitmen Afektif tidak berhubungan secara signifikan pada

Pengembangan Organisasidi perusahaan Minyak dan Gas. Hal ini tampaknya tidak sesuai

dengan hasil penelitian terdahulu maupun hasil penelitian pada lembaga keuangan, yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Komite Afektif.

penelitian ini. Apakah hal ini disebabkan karena kondisi kesejahteraan pegawai pada

perusahaan Minyak dan gas Bumi sudah baik, sehingga kedekatan emosi tidak lagi

dipentingkan sebagai salah satu variabel yang berhubungan serta memunculkan Perilaku

Kewarganegaraan Organisasi? Untuk itu penelitian lanjutan perlu dilakukan.

Komitmen

Organisasi

(Keuangan

)

Komitmen

Organisasi

(Minyak &

Gas)

PKO

Komitmen Afektif

Keuangan

Komitmen Afektif

Minyak & Gas

Komitmen Kontinuans

Keuangan

Komitmen Kontinuans

Minyak & Gas

Komitmen Normatif

Keuangan

Komitmen Normatif

Minyak & Gas

r =0.400** R2=0.16

r=0.670** R2=0.449

r=0.463** R2=0.215

r=-0.13* R2=0.0169

r=0.515** R2=0.265

r=0.16* R2=0.0256

r=0.077 R2=0.006

r=0.16* R2=0.0256

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

356

Lebih lanjut, ditemukan bahwa pada lembaga keuangan Komitmen Normatif berhubungan

secara negatif dan signifikan terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen normatif seseorang maka akan semakin

rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, meskipun demikian hal ini memperoleh

hasil yang sebaliknya pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Faktor apakah yang

mempengaruhi hasil yang diperoleh tersebut, apakah hal ini disebabkan karena iklim,

budaya organisasi yang ada, penelitian lanjutan perlu dilakukan.

Disamping itu, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yang antara lain

terdapat dalam metode pengambilan data, metodologi penelitian yaitu: Metode

pengambilan data dengan cara meminta di organisasi tersebut untuk menyebarkan

kuesioner pada karakteristik peserta dapat menyebabkan suatu bias dalam pengambilan

data. Hal ini disebabkan karena mungkin saja kuesioner hanya diberikan pada orang-orang

yang dikenal atau mau mengisi kuesioner saja yang akan mengisi kuesioner. Hal ini dapat

menyebabkan seluruh responden penelitian adalah responden dengan PKO yang tinggi

karena karyawan dengan PKO rendah tidak akan mau mengisinya, seperti apa yang

ditunjukkan dalam hasil gambaran penyebaran tingkat PKO.

Selain itupula, karena penelitian ini sifatnya adalah self report maka potensi akan

munculnya Common Method Bias besar, untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya

hal ini dapat diantisipasi terlebih dahulu serta dapat dilakukan pengontrolan.

Simpulan

Secara umum dapat dinyatakan bahwa Komitmen Organisasi memiliki hubungan

positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga semakin

tinggi Komitmen Organisasi seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku

Kewarganegaraan Organisasi seseorang. Selain itupula, terlihat bahwa Komitmen

Organisasi memberikan kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan

Organisasi.

Secara lebih spesifik, tampak bahwa Komitmen Kontinuans juga berhubungan

secara positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga

semakin tinggi Komitmen Kontinuans seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku

Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan Komitmen Kontinuans memberikan

kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

357

Dengan perkataan lain, salah satu cara untuk meningkatkan dan memunculkan

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi adalah dengan memperhatikan dan mengembangkan

Komitmen Organisasi seseorang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan bebeberapa saran metodologis yang

dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Berikut ini adalah beberapa saran metodologis yang diajukan:

1. Menggunakan responden penelitian yang lebih bervariasi berdasarkan karakteristik

organisasi, sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap dari berbagai

karyawan yang berasal dari organisasi yang memiliki karakteristik berbeda.

2. Sebaiknya kuesioner diberikan langsung kepada responden dan tidak dititipkan. Hal

ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengisian data kontrol atau item-item yang

tidak lengkap oleh responden. Dengan demikian, diharapkan tidak banyak kuesioner

yang terbuang percuma.

3. Untuk menghindari adanya common factor bias/deviance, maka penggunaan metode

lain yang bersifat obyektif dapat digunakan.

Daftar Pustaka

Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja,

dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok:

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja,

dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok:

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Anastasi, Anne. & Urbina, Susana. (1997). Psychological Testing (7th

ed). New Jersey:

Prentice Hall.

Cascio, Wayne F. (2003). Managing Human Resources 6th

Edition : Productivity, Quality

of Work Life, Profits. USA : Mc.Graw-Hill.

Crocker, Linda & Algina, James. (1986). Introduction to Classical and Modern Test

Theory. Forth Worth: Harcourt Brace & Company, Florida: Holt, Rinehart, and

Winston, Inc.

Dessler, g. (2008). Human resource management 11th

ed. New York: Printice Hall.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

358

Farth, J.I., Earley, P.C., dan Ling, S.C. (1997). Impetus for action : A cultural analysis of

Justice and organizational; citizenship behavior in Chinese Society.

Administratrative Science Quarterly, 42(3), 421-444.

Farth, J.L., Zhong, C.B., dan Organ, D.W. (2004). Organizational Citizenship Behavior in

the People’s Republic of China. Organization Science, 15, 241-253.

Furlong, N. E., Lovelace, E. A., & Lovelace, K. L. (2000). Research methods and

statistics: an integrated approach. Orlando: Harcourt College Publishers.

Kaplan, Robert M., & Sacuzzo, Dennis P. (2005). Psychological Testing: Principles,

Application, and Issues 6th

edition. USA: Thomson.

Katz, D. & Kahn, R.L. (1966). The Social Psychology of Organizations. New York: Wiley.

Kreitner, Robert, dan Kinicki, Angelo. (2004). Organizational Behavior 6ed

Edition. USA:

Mc.Graw-Hill.

Kumar, Ranjit (1996). Research Methodology : A Step by Step guide for Beginners.

Australia : Sage Publication.

Mangundjaya, Wustari. (2001). Memanajemeni Perubahan di Organisasi. Dalam Graito,

B.K.I, Sjabadhyni, B, & Wutun, P.R. Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif

PIO. Depok: Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Meyer, J.P & Allen, N.J. (1997). Commitment in the Workplace: Theory, Research, and

Application. Thousand Oaks: Sage Publications. Inc.

Moorman, R. H., & Blakely, G. R. (1995). Individualism-collectivism as an individual

difference predictor of organizational citizenship behavior. Journal of organizational

Behavior, 16 (2), 127-142.

Organ, Dennis W.., Philip M. Podsakoff, dan Scott B. MacKenzie. (2006). Organizational

Citizenship Behavior; Its Nature, Antecedents, and Consequences. UK; SAGE

Publications.

Paile. P.(2009). Assessing Organizatioal Citizenship Behavior in Frech Context: Evidence

for the Four-Dimensional Model. The Journal of Psychology, 143 (2), 133-1146.

Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational

Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and

suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563.

Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational

Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and

suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563.

Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5

359

Shore, L.M., dan Shore, T.H. (1995). Perceived organizational support and organizational

justice. In R. Cropanzo and K.M. Kacmar (Eds.) organizational Politics, Justice, and

Support: Managing social Climate at Work, pp. 149 164. Quorum Press.

Shore, L.M., dan Wayne S. J (1993). Commitment and employee behavior: Comparison of

affective organizational commitment and continuance commitment with perceived

organizational support. Journal of Applied Psychology, 78, 774-780

Smith, Peter B., & Schwartz, Shalom H. (1997).Values Dalam Berry, J.L., Segall,Marshall

H.. & Kaitcibasi, Cigdem (Editor). Handbook of Cross-Cultural Psychology Volume

3: Social Behavior And Applications (pp. 77 - 113).Boston: Allyn and Bacon.