pengaruh infestasi parasit darah … budha pada abad ke 7 masehi. kuda di indonesia digunakan untuk...

61
PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: dominh

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA

(Equus caballus)

ERLY RIZKA ADISTYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Infestasi

Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit

Kuda (Equus caballus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Erly Rizka Adistya

NIM B04080040

ABSTRAK

ERLY RIZKA ADISTYA. Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp.,

Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus).

Dibimbing oleh AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parasit darah (Anaplasma

sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada nilai leukosit kuda. Penelitian

menggunakan 6 ekor kuda crossbred terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor

betina berumur 2-10 tahun yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit

darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di URR, Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah diambil setiap 2

minggu sekali selama 2 bulan. Nilai leukosit darah selanjutnya dianalisis

menggunakan analisis bervariasi (ANOVA). Persentase rata-rata Anaplasma sp.,

Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda-kuda ini adalah 1.05%, 1.01%, dan

0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala

klinis dan berpotensi sebagai hewan pembawa. Berdasarkan penelitian infestasi

parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak

berpengaruh nyata pada nilai leukosit.

Kata kunci: parasit darah, nilai leukosit, kuda

ABSTRACT

ERLY RIZKA ADISTYA. The Effect of Blood Parasite (Anaplasma sp.,

Theileria sp., and Babesia sp.) Infestation in Leukocyte Value Horse (Equus

caballus). Supervised by AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH.

This study was made to observe the effect of blood parasite (Anaplasma

sp., Theileria sp., and Babesia sp.) on leukocyte value in horse. The blood

samples were taken from 6 crossbred horses (3 male and 3 female) positively

infected by blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) with

variant age (2-10 years old) in URR, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor

Agricultural University. Blood samples were taken every 2 weeks for 2 months.

The blood leukocyte value were analyzed using variance analysis (ANOVA).

Average of Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp. in those horses was

1.05%, 1.01%, and 0.68%, respectively. Horses with mild parasitemia were not

show clinical sign and potentially become parasite carrier. Based on the research

the mild infestation of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia

sp.) was not significantly influence the leukocyte value.

Keywords: blood parasite, leukocyte value, horse

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA

(Equus caballus)

ERLY RIZKA ADISTYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp.,

dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus)

Nama : Erly Rizka Adistya

NIM : B04080040

Disetujui oleh

Pembimbing I

drh. Amrozi, PhD

Pembimbing II

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS.

Diketahui oleh

Wakil Dekan FKH

drh. Agus Setiyono, MS. Ph. D, APVet

Tanggal Lulus:

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru, Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Juni 1991 dari ayah Ahmad Gazali, S.Pd, MM. dan Ibu Erna Yulida, S.Sos.. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara di keluarga ini. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan dari TK Aba Al’Jihad, SDN Dirgahayu 6, SMPN 1, dan SMAN 1 di Kabupaten Kotabaru.

Tahun 2008 penulis masuk Program Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Katalis periode 2009-2010, anggota Divisi Kuda di Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Eksotik, anggota di UKM Badminton, dan ketua Sorcherry Riding Club (Klub Berkuda) periode tahun 2011-2012.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia

dan Rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta

Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah

parasit darah, dengan judul Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp.,

Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus).

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan

kepada Bapak drh. Amrozi, PhD dan Ibu Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS

selaku pembimbing, serta Bapak Dr. drh. Nurhidayat, M.S.PAvet. yang telah

membantu dalam proses pemotretan preparat ulas darah. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada Ayahanda Ahmad Gazali, Ibunda Erna Yulida, Hazar

Sukareksi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, perhatian, dan kasih sayangnya.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman SRC

(Sorcherry Riding Club), Ade Ocktaviani R, SKH, drh. Sarah Ulia, semua pihak

yang membantu selama penilitian, serta semua teman-teman yang telah membantu

selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Erly Rizka Adistya

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kuda 2

Darah 3

Leukosit 3

Nilai Leukosit 4

Neutrofil 4

Eosinofil 4

Basofil 4

Limfosit 5

Monosit 5

Parasit Darah 5

Anaplasma sp. 5

Theileria sp. 6

Babesia sp. 6

BAHAN DAN METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Hewan Percobaan 7

Metode Pengambilan Darah 7

Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit) 7

Pewarnaan Preparat Ulas Darah 7

Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit 8

Pengolahan Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Identifikasi dan Persentase Parasit Darah 8

Anaplasma sp. 10

Theileria sp. 10

Babesia sp. 10

Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai 11

Leukosit Selama Sembilan Minggu

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 37

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda 8

(Equus caballus)

2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, 11

Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus)

3 Status Present pada kuda (Equus caballus) 12

4 Nilai Total Leukosit (per mm3) pada kuda (Equus caballus) 13

5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus) 13

DAFTAR GAMBAR

1 Kuda (Dokumentasi) 2

2 Leukositopoiesis 3

3 Neutrofil 4

4 Eosinofil 4

5 Basofil 4

6 Limfosit 5

7 Monosit 5

8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. 5

9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. 6

10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. 6

11 Gambaran Mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan 10

12 Gambaran Mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan 10

13 Gambaran Mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Statistik (ANOVA) Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., 17

dan Babesia sp.)

2 Hasil Statistik (ANOVA) Nilai Leukosit 22

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda (Equus caballus) merupakan mammalia yang masih satu famili

dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem

pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003).

Pada mulanya, kuda hanya dijadikan sebagai bahan makanan manusia. Seiring

dengan perkembangan zaman, manusia menggunakan kuda sebagai sarana

transportasi, sarana perang, dan olah raga. Peranan kuda sebagai sarana

transportasi telah berhasil membuka isolasi daerah pedalaman sehingga

masyarakat di daerah itu dapat berkomunikasi dengan masyarakat luar. Sebagai

sarana dalam perang, kuda dipakai untuk tunggangan para prajurit dan untuk

mengangkut peralatan perang (Soehardjono 1990).

Kesehatan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara

kuda karena kesehatan kuda sangat mempengaruhi keindahan, kegagahan, dan

tenaga kuda tersebut. Berdasarkan data DITJENNAK (2003), populasi kuda di

seluruh provinsi Indonesia rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Penurunan populasi kuda tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang bersifat

akut ataupun kronis, salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit

darah. Kuda yang terinfeksi oleh parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan

Babesia sp. akan menyebabkan kehilangan darah yang berdampak serius pada

kuda tersebut, sehingga menyebabkan kerugian akibat pertumbuhan terhambat,

penurunan bobot badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi

(Soulsby 1982). Penyebaran parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan

Babesia sp. dipengaruhi populasi caplak (Soulsby 1982) dan kondisi geografis,

iklim, cuaca, sosial budaya, serta sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo

1987).

Leukosit yang berfungsi melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme

asing yang dapat menimbulkan penyakit akan berpengaruh nilainya akibat

keberadaan parasit darah (Kelly 1984). Leukosit dibagi menjadi granulosit terdiri

atas neutrofil, eosinofil, serta basofil dan agranulosit terdiri atas monosit serta

limfosit (Guyton dan Hall 2006). Hasil penelitian digunakan untuk mengetahui

pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus) serta

mengetahui jenis leukosit yang berperan karena adanya parasit darah Anaplasma

sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda tersebut.

Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat infestasi parasit darah pada kuda-kuda di URR ?

2. Berapakah persentase infestasi parasit darah pada kuda-kuda yang positif

terinfeksi ? Tingkat keparahan ?

3. Berapakah nilai% relatif Leukosit (Eosinofil, Neutrofil, Basofil, Limfosit,

Monosit)

4. Setelah mengetahui persentasenya, apakah terbukti infestasi parasit darah

akan mengubah nilai normal leukosit ?

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada

nilai leukosit kuda (Equus caballus).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah untuk mengetahui ada atau tidaknya parasit

darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) sehingga dapat melakukan

pencegahan agar tidak menimbulkan penyakit yang lebih berat dan dapat

mengetahui jenis leukosit yang berperan dalam keberadaan parasit darah

(Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.).

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda

Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra,

berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan

memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Nenek moyang kuda

pertama kali dikenal dengn nama Hyracoterium dan diperkirakan telah ada sekitar

70-60 juta tahun yang lalu (Kidd 1995). Kuda pada awalnya memiliki konformasi

tubuh ramping dan panjang dengan ukuran tubuh sebesar serigala sehingga dapat

bergerak lincah. Pada bagian ekstremitas terdapat 3 jari pada bagian kaki depan

dan 4 jari pada kaki belakang. Seiring dengan perubahan geografis dunia, maka

kuda mengalami proses evolusi menjadi sebesar domba yang dikenal dengan

nama Mesohippus dan diperkirakan hidup sekitar 35 juta-25 juta tahun yang lalu.

Perubahan morfologis yang terjadi yakni hanya terdapat 3 jari pada kaki depan.

Merychippus merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses evolusi kuda.

Spesies ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan kuda Shetland poni.

Mulai saat itu tidak terjadi perubahan berarti dalam evolusi kuda karena proses

adaptasi sudah berlangsung dengan lebih baik. Perkembangan selanjutnya dikenal

dengan nama Pliohippus yang diperkirakan hidup sekitar 7-2 juta tahun yang lalu.

Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya

berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang

terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya

kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan

ancestor kuda sebelumnya (Kidd 1995).

Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki kemampuan istimewa

seperti jinak, dapat berenang, mudah dilatih dan dapat merasakan lingkungan

sekitarnya. Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan

Hindu Budha pada abad ke -7 Masehi. Kuda di Indonesia digunakan untuk bahan

makanan (terutama masyarakat Indonesia Bagian Timur), sarana perang (saat

Kerajaan Hindu-Budha abad VII Masehi, Kerajaan Islam abad XIII-XV dan

penjajahan Belanda abad XVIII) dan juga sebagai sarana transportasi untuk

mengangkut semua hasil bumi (Soehardjono 1990).

Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di

Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari Pulau Jawa, seperti

kuda Tengger, kuda Priangan dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis

kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di Pulau Jawa yang populasinya

terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh

lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di

Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga

biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi (Mackay

1995).

Darah

Darah adalah jaringan yang berbentuk cair dan mengalir melalui saluran

vaskuler (Jain 1993). Menurut Kay (1998) beberapa substansi yang

ditransportasikan oleh darah di antaranya adalah gas O2 dan CO2, nutrisi, sisa

produk metabolisme, sel darah khusus, hormon, dan panas.

Kuda memiliki volume darah sekitar 7-8% bobot badannya. Volume darah

di dalam tubuh kuda bervariasi jumlahnya bergantung pada umur, jenis kelamin,

status reproduksi, status emosional, dan aktivitas fisik (Douglas et al. 2010).

Leukosit

Leukosit berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan agen-agen patogen,

zat beracun, dan menyingkirkan sel-sel rusak serta abnormal (Kelly 1984).

Pembentukan leukosit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 leukositopoiesis (Guyton dan Hall 2006)

Pembentukan sel darah putih diawali dari differensiasi stem sel menjadi

myeloblast dan prolimfosit, kemudian myeloblast menjadi 2 bagian, yaitu

premyelosit dan monosit myelosit. Premyelosit berdifferensiasi menjadi 3 bagian

yang kemudian membentuk sel-sel granulosit yang terdiri atas eosinofil, neutrofil,

dan basofil. Monosit myelosit membentuk monosit. Sedangkan prolimfosit akan

berdiferensiasi membentuk limfosit (Bacha dan Bacha 1990).

NILAI LEUKOSIT

Neutrofil

Neutrofil berdiameter 10-12 µm, bergranul dan memiliki inti bergelambir.

Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang berfungsi memfagositosis

infestasi kuman patogen dengan masa hidup kira-kira 5 hari (Tizard 1982).

Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010)

Eosinofil

Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, butir-butir asidofil cukup besar,

berdiameter 10-15 µm dan hidup selama 3-5 hari (Dellman dan Brown 1987).

Eosinofil berperan sebagai sel fagosit terhadap komponen asing yang telah

bereaksi dengan antibodi (Martini et al. 1992).

Gambar 4 Eosinofil (Douglas et al. 2010)

Basofil

Basofil memiliki diameter 10-15 µm, dengan inti dua bergelambir atau

bentuk inti tidak teratur, granulanya berukuran 0.5-1.5 µm, berwarna biru

tua/ungu (Dellman dan Brown 1987). Sel basofil sangat sulit ditemukan (Jain

1993). Basofil berperan dalam respon alergi (Guyton dan Hall 2006).

Gambar 5 Basofil (Douglas et al. 2010)

Limfosit

Limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar berdiameter 12-15 µm

dan limfosit kecil berdiameter 6-9 µm (Dellman and Brown 1987). Limfosit

berperan dalam proses kekebalan dalam pembentukan antibodi khusus

(Wresdiyati 2002). Ada dua jenis sel limfosit, yaitu sel limfosit-T dan sel limfosit-

B. Sel limfosit-T (Sel-T) erat hubungannya dengan pertahanan seluler, sedangkan

sel limfosit-B (Sel-B) berperan dalam pertahanan humoral (Martini et al. 1992).

Gambar 6 Limfosit (Douglas et al. 2010)

Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar dengan diameter 15-20 µm dan

berbentuk tapal kuda (Dellman and Brown 1987). Monosit memiliki kemampuan

fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil karena dapat memfagosit 100 sel bakteri

(Guyton dan Hall 2006).

Gambar 7 Monosit (Douglas et al. 2010)

Parasit Darah

1. Anaplasma sp.

Anaplasma sp. merupakan parasit darah yang memiliki mortalitas pada

hewan agak tinggi (Merchant dan Barner 1971), terdiri atas massa globular

padat berukuran 0.3 sampai 1.0 µm (Jensen1974).

Gambar 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al.

2009)

2. Theileria sp.

Theileria sp., menurut Soulsby (1982) berbentuk batang berukuran kira-

kira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm memiliki siklus hidup yang terjadi dalam tubuh

caplak dan di tubuh induk semang.

Gambar 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. (Mahmood et al.

2011)

3. Babesia sp.

Menurut Levine (1995), Babesia sp. termasuk dalam subfilum

Apicomplexa, kelas Piroplasma, dan family Babesiidae. Babesia sp. dapat

menyebabkan babesiosis. Babesia sp. memiliki diameter 2.5-5.0 µm.

Perkembangan parasit ini di dalam tubuh caplak dimulai dari larva caplak

yang menetas dari telur dan memasuki kelenjar ludah dan melanjutkan

perkembangannya. Proses perkembangbiakkan ini memakan waktu 2-3 hari

(Levine 1995).

Gambar 10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. (Cleveland et al.

2002)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012. Selama bulan

April-Juni dilakukan pengambilan dan pengamatan sampel darah setiap 2 minggu

sekali selama 2 bulan. Pengambilan sampel darah kuda dilakukan di Unit

Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan sampel darah di Laboratorium Protozoologi Departemen Ilmu

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan

pemeriksaan terlebih dahulu terhadap sampel darah kuda-kuda yang akan diteliti

dan didapatkan hasil dari 6 sampel darah yang berasal dari 6 ekor kuda, positif

terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.).

Pengamatan sampel darah yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp.,

Theileria sp., dan Babesia sp.) dilakukan selama 9 minggu didasari pengamatan

selama 9 minggu sudah cukup untuk melihat perkembangan infestasi Anaplasma

sp., Theileria sp., dan Babesia sp. berdasarkan siklus hidupnya.

Hewan Percobaan

Penelitian menggunakan 6 kuda crossbred yang sudah diidentifikasi positif

terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di Unit

Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor,

terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor kuda betina berumur 2-10 tahun. Kuda-

kuda dipelihara pada kandang yang berukuran 3 x 2.5 m2. Pemberian pakan pada

kuda berupa rumput dan konsentrat dengan waktu pemberian jam 5 pagi untuk

konsentrat, jam 12 siang untuk pemberian rumput, jam 3 sore untuk pemberian

konsentrat dan jam 6 sore untuk pemberian rumput lagi. Pemberian minum

dilakukan ad libitum.

Metode Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposable syringe 10

ml dan jarum ukuran 18G sebanyak ± 3 ml darah dari vena jugularis, kemudian

disimpan di dalam tabung darah bervolume 3 ml yang mengandung EDTA (Hanie

2006). Pengambilan sampel darah dilakukan 2 minggu sekali selama 2 bulan.

Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit)

Perhitungan nilai butir darah putih menurut Curnin dan Bassert (2006)

menggunakan pipet pengencer, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat

penghitung, dan cairan pengencer (Larutan Turk). Perhitungan nilai total butir

darah putih dilakukan dengan menghisap darah menggunakan pipet leukosit dan

aspiratornya sampai garis 0.5, dilanjutkan dengan menambah larutan turk sampai

garis 11. Campuran dihomogenkan dengan memutar membentuk angka 8.

Campuran yang tidak homogen dibuang terlebih dahulu. Campuran yang

homogen diteteskan ke dalam kamar hitung. Penghitungan butir-butir darah putih

dilakukan pada kelima kotak diagonal pada 4 bujur sangkar besar di sudut kamar

hitung kemudian hasilnya x 50 butir/mm3 darah.

Pewarnaan Preparat Ulas Darah

Pembuatan dan pewarnaan preparat ulas darah menurut Mahmood et al.

(2011) menggunakan sampel darah yang akan diperiksa, alkohol 70%, metil

alkohol, larutan pewarna Giemsa, aquades, kaca preparat, dan timer. Pembuatan

preparat ulas darah diawali dengan kaca preparat dibersihkan kemudian sampel

darah diteteskan pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain ditempatkan

di sisi ujung dengan membentuk sudut 45o. Ulasan darah dibuat sampai terbentuk

lapisan tipis dan merata. Preparat dikeringkan di udara untuk selanjutnya

dimasukkan ke dalam metil alkohol (5 menit) dan diwarnai dengan Giemsa (30

menit), selanjutnya preparat ulas darah yang sudah terwarnai dicuci dan

dikeringkan di udara.

Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit

Preparat ulas darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati ada

tidaknya parasit darah dan dihitung nilai leukosit dalam sampel darah tersebut di

bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x. Tingkat

parasitemia dihitung dengan membagi jumlah sel yang terdapat infestasi parasit

darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) untuk setiap 500 butir sel

darah merah (Alamzan et al. 2008). Nilai leukosit didapat dengan cara sel leukosit

dalam sampel darah tersebut dihitung hingga jumlah total yang teramati mencapai

jumlah 100. Setelah didapat presentase nilai relatif leukosit, nilai absolut dari

masing-masing jenis leukosit ditentukan (Curnin dan Bassert 2006).

Pengolahan Data

Tingkat parasitemia dan nilai leukosit yang didapat dianalisis dengan

ANOVA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Persentase Parasit Darah

Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada

di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda (Equus

caballus)

Kuda Parasit Darah

A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

1 +

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

2 +

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

Kuda Parasit Darah

A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

3 +

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar:

+

Gambar :

4 +

Gambar :

+

Gambar:

+

Gambar :

+

Gambar :

5 +

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

6 +

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

+

Gambar :

Anaplasma sp.

Parasit darah yang paling banyak ditemukan adalah Anaplasma sp..

Anaplasma sp. ditemukan di dalam preparat ulas darah memiliki gambaran

morfologi berbentuk bulat yang terletak di tengah (Anaplasma centrale) dan di

tepi (Anaplasma marginal) sel darah merah. Anaplasma sp. yang diwarnai dengan

pewarnaan Giemsa terdiri atas massa globular yang padat dengan ukuran diameter

0.3 sampai 1.0 µm. Terlihat di bawah mikroskop elektron setiap Anaplasma sp.

terdiri atas suatu koloni yang berisi sampai 8 sub unit atau “initial bodies”, setiap

sub unit berukuran 0.16-0.27 µm x 0.24-0.52 µm. Anaplasma sp. di dalam eritrosit

65% terdapat di tepi dan sisanya pada lokasi sentral. Anaplasmosis merupakan

suatu infestasi subakut dan tidak dapat menular lewat kontak langsung, ditandai

dengan demam, anemia, lemah, dan ikhterus (Jensen 1974).

Gambar 11 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil

pengamatan

Theileria sp.

Morfologi Theileria sp. yang ditemukan berbentuk koma atau batang.

Theileria sp. sesuai dengan gambaran morfologinya menurut Soulsby (1982) yaitu

berbentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm. Gejala

klinis yang ditimbulkan akibat infestasi Theileria sp. di antaranya lakrimasi,

gangguan saluran pencernaan, dispnea, serta pembengkakan limfoglandula.

Gambar 12 Gambaran mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil

pengamatan

Babesia sp.

Morfologi Babesia sp. yang ditemukan berbentuk seperti buah pear,

sepasang maupun tunggal. Babesia sp. sesuai dengan gambaran Babesia sp.

menurut referensi, bentuknya menyerupai buah pear dan memiliki diameter 2.5-

5.0 µm, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul dan

berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Babesia caballi merupakan spesies dari

Babesia sp. yang menyerang kuda bertransisi melalui caplak genus Dermacentor,

Hyalomma, dan Rhipicephalus (Uilenberg 2006) dan memiliki gejala klinis yaitu

demam tinggi serta anemia.

Gambar 13 Gambaran mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil

pengamatan

Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai Leukosit Selama

Sembilan Minggu

Tabel 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale,

Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus)

Jenis Parasit Minggu Ke-

1 3 5 7 9

A. centrale 1.23 ± 0.30bc 1.22 ± 0.40bcd 0.83 ± 0.10cdef 0.75 ± 0.20efg 0.70 ± 0.40efg

A. marginale 2.03 ± 0.70a 1.22 ± 0.50bcd 0.95 ± 0.20cde 0.77 ± 0.10defg 0.88 ± 0.20cdef

Theileria sp. 0.43 ± 0.20fg 1.45 ± 0.60b 1.28 ± 0.50bc 0.97 ± 0.40cde 0.92 ± 0.40cde

Babesia sp. 0.37 ± 0.40g 0.87 ± 0.30cdef 0.77 ± 0.40defg 0.75 ± 0.20efg 0.68 ± 0.30efg

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata.

Masing-masing parasit darah memiliki jumlah dan tingkat keparahan yang

berbeda. Tingkat keparahan atau tingkat tingkat parasitemia dibagi menjadi tiga

tingkatan berdasarkan penemuannya dalam satu lapang pandang, yaitu rendah

(<1%), sedang (<3%), dan berat (5-9%) (Birkenheuer et al. 2003).

Pengamatan infestasi Anaplasma sp. selama sembilan minggu (Tabel 2)

menunjukkan adanya penurunan persentase parasitemia Anaplasma sp. yang tidak

begitu nyata dari minggu ke minggu. Rata-rata persentase parasitemia Anaplasma

sp. adalah 1.05% dan berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%).

Rendahnya infestasi Anaplasma sp. ini kemungkinan disebabkan Anaplasma sp.

masuk dalam masa inkubasi, yaitu 2-12 minggu (Quinn et al. 2008). Pada stadium

ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian,

selama sembilan minggu persentase Anaplasma sp. tidak menunjukkan

peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan

gejala klinis akibat terdapat infestasi Anaplasma sp..

Berdasarkan Tabel 2, terlihat adanya peningkatan persentase parasitemia

Theileria sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.43 ± 0.20fg

menjadi 0.92 ± 0.40cde pada minggu ke-9. Rata-rata persentase parasitemia

Theileria sp. adalah 1.01%. Tingkat rata-rata persentase parasitemia Theileria sp.

ini berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Infestasi Theileria sp.

yang masih tergolong rendah kemungkinan disebabkan Theileria sp. masuk dalam

masa inkubasi, yaitu 1-3 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan terlihat

sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan

minggu persentase parasitemia Theileria sp. tidak menunjukkan peningkatan yang

nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Theileria

sp.. Tingkat infestasi Theileria sp. yang rendah juga kemungkinan disebabkan

oleh sifat penyakit ini yaitu tidak menular melalui kontak langsung. Penularan

antara hewan hanya terjadi melalui vektor secara “stage to stage” dimana partikel

parasit yang infektif terdapat pada kelenjar ludah caplak. Sehingga bila populasi

caplak berkurang maka infestasi juga akan menurun (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia Babesia sp. berada dalam tingkatan rendah (<1%)

dengan rata-rata persentase parasitemia Babesia sp. yaitu 0.68%. Terlihat pada

data statistik selama sembilan minggu infestasi Babesia sp. mengalami

peningkatan yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.37 ± 0.40g

menjadi 0.68 ± 0.30efg pada minggu ke-9 (Tabel 2). Kemungkinan infestasi

Babesia sp. yang masih tergolong rendah ini disebabkan Babesia sp. masuk dalam

masa inkubasi, yaitu 1-2 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan akan

terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama

sembilan minggu Babesia sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase

parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat

infestasi Babesia sp.. Infestasi Babesia sp. bersifat “self limiting disease”, yang

berarti infestasi parasit ini bersifat tidak fatal dan dapat terjadi persembuhan

sendiri dengan jangka waktu yang panjang (Taylor et al. 2007).

Persentase parasitemia yang masih rendah dapat disebabkan oleh

ketidakrentanan hewan percobaan, infestasi telah berjalan kronis (Altay et al.

2008), atau telah mencapai stadium persembuhan (Bakken et al. 2006). Infestasi

yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa kuda bertindak sebagai hewan

pembawa. Hewan pembawa merupakan hewan yang pembawa penyakit dan

hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Jika hewan peka tertular hewan

pembawa ini maka akan timbul gejala klinis yang akan berakibat kematian

(Uilenberg 2006).

Tabel 3 Status Present pada kuda (Equus caballus)

Kuda Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Minggu 9

S N J S N J S N J S N J

A 37,8 10 48 37,9 9 48 37,8 9 44 37,8 10 48

B 37,7 8 40 37,6 7 40 37,5 8 36 37,6 8 40

C 37,3 7 36 37,1 7 40 37,4 8 36 37.1 7 40

D 37,9 10 48 37,8 9 52 37,8 10 48 37,8 10 48

E 37,4 9 40 37,2 8 40 37,4 8 36 37,4 9 40

F 37,4 9 36 37,4 10 32 37,5 9 36 37,5 9 40

Keterangan : S = Suhu (oC) ; N = Nafas / menit ; J = Denyut Jantung / menit

Terlihat pada Tabel 3 tidak terjadi perubahan status present yang nyata.

Status present diteliti sebagai parameter melihat gejala klinis. Menurut Simoes et

al. (2011) dan Birkenheuer et al. (2003), gejala klinis dapat terjadi jika tingkatan

tingkat parasitemia tinggi, kecuali jika infestasi parasit terjadi secara bersamaan

dan saling mempengaruhi parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah

dapat menimbulkan gejala klinis. Melihat dari tingkat parasitemia (Tabel 1)

infestasi Anaplasma sp. memiliki persentase yang paling tinggi dibanding infestasi

Theileria sp., dan Babesia sp.. Namun, hal ini bukan merupakan infestasi parasit

darah yang terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi, karena hewan tidak

sampai menimbulkan gejala klinis. Vektor penyebar infestasi Anaplasma sp. yang

lebih bervariasi dibandingkan vektor penyebar infestasi Theileria sp., dan Babesia

sp. dapat menjadi alasan Anaplasma sp. memiliki persentase yang tinggi. Vektor

utama Anaplasmosis adalah caplak famili Ixodidae (caplak keras) (Foley dan

Biberstein 2004). Vektor dari Theileriosis dan Babesiosis adalah Rhipicephalus

sp., dan Boophilus sp. (Levine 1995;Soulsby 1982).

Tabel 4 Nilai Total Leukosit (per mm3) pada kuda (Equus caballus)

Kuda Total Leukosit (per mm3) Minggu Ke-

1 3 5 7 9

A 6450 8150 7300 8000 8850

B 7500 9000 7450 8400 10450

C 11200 7900 7750 7250 8550

D 11300 7250 11600 9250 7050

E 8950 8600 8500 9000 9350

F 9100 8250 8500 8150 8000

Rata-Rata 9084 8192 8517 8342 8708

Tabel 5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus)

Minggu

Ke-

Jenis Leukosit (% Relatif)

Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit

1 11.17 ± 4.70c 7.50 ± 3.10a 47.83 ± 6.40a 21.33 ± 5.40ab 12.17 ± 1.70a

3 14.17 ± 5.70bc 7.50 ± 2.20a 39.00 ± 3.60b 24.67 ± 4.70a 11.67 ± 3.30a

5 17.83 ± 6.30ab 8.00 ± 0.90a 39.00 ± 6.00b 20.67 ± 3.20ab 14.50 ± 3.70a

7 20.00 ± 3.20a 9.17 ± 1.00a 39.00 ± 3.30b 16.50 ± 1.90b 15.33 ± 1.20a

9 19.83 ± 2.80a 8.50 ± 0.80a 40.50 ± 3.80b 16.17 ± 2.70b 15.00 ± 2.10a

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

berbeda nyata.

Leukopoisis atau proses pembentukan sel darah putih (leukosit) pada

mammalia terjadi dari sistem “stem cell” di dalam sumsum tulang (Martini et al.

1992). Menurut Baldy (1984), terjadinya peningkatan leukosit merupakan respons

fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Berdasarkan

Tabel 4, terlihat adanya fluktuasi nilai leukosit. Normal keberadaan leukosit di

dalam darah kuda sekitar 5000-9000 butir darah leukosit per mm3 (Pinsent 1990).

Menurut Baldy (1984), peningkatan leukosit merupakan salah satu respons

fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme termasuk parasit

darah.

Pada Tabel 2 dan Tabel 5, dapat terlihat adanya korelasi positif antara

persentase parsitemia Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dengan

persentase nilai leukosit pada kuda (Equus caballus). Setiap kuda mempunyai

respons terhadap parasit darah yang berbeda, hal ini terlihat dari persentase nilai

leukosit yang memiliki nilai standar deviasi cukup besar. Hasil dari persentase

nilai relatif leukosit menunjukkan adanya peningkatan persentase eosinofil dan

basofil serta penurunan persentase limfosit dari normal.

Eosinofil mengalami peningkatan persentase (Tabel 5) dari persentase

normalnya dalam darah yaitu 0-14% (Douglas et al. 2010). Berdasarkan hasil

statistik persentase eosinofil pada minggu ke-1 sebesar 11.17 ± 4.70c dan terus

mengalami peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya. Eosinofil sangat

berperan penting sebagai kontrol terhadap infestasi parasit (Mayer et al. 1992), ini

berdasarkan nilai eosinofil (Tabel 5) yang mengalami peningkatan disertai dengan

penurunan infestasi parasit darah (Tabel 2).

Persentase basofil (Tabel 5) selama sembilan minggu pengamatan

mengalami peningkatan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-4%

(Douglas et al. 2010). Selama sembilan minggu masa pengamatan, persentase

basofil berada di atas selang normal dan berdasarkan data statistik tidak terdapat

adanya perbedaan nyata pada setiap minggunya. Pada infestasi parasit darah

Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. biasanya diikuti peningkatan

persentase basofil dalam darah (Stockham dan Scott 2002). Basofil berperan

penting dalam respon alergi yang ditimbulkan oleh antigen (Guyton dan Hall

2006).

Neutrofil berada dalam selang normal 35-75% (Douglas et al. 2010). Sel

neutrofil, sebagai garis pertama berperan penting dalam melakukan fagositosis

dan mampu untuk membunuh mikroorganisme termasuk parasit darah. Apabila

terjadi penurunan jumlah neutrofil dalam darah bisa menunjukkan bahwa suatu

infeksi termasuk infestasi parasit darah mulai mereda (Baldy 1984).

Berdasarkan Tabel 5 nilai limfosit terlihat sedikit mengalami penurunan dari

persentase normalnya dalam darah yaitu 17-68% (Douglas et al. 2010), hal ini

berarti produksi antibodi humoral dan pembentukan pertahanan selular oleh

limfosit sedikit menurun (Jain 1993). Penurunan nilai persentase limfosit dari

minggu ke-1 sebesar 21.33 ± 5.40ab menjadi 16.17 ± 2.70b pada minggu ke-9,

disertai dengan peningkatan nilai persentase parasitemia Theileria sp. dari 0.43 ±

0.20fg pada minggu ke-1 menjadi 0.92 ± 0.40cde pada minggu ke-9. Hal ini terjadi

karena pada infestasi Theileria sp. terjadi deplesi limfosit akibat kerusakan pada

organ limfoid yang menyebabkan hilangnya sel-sel limfosit muda (Losos 1986).

Monosit merupakan jenis sel darah putih yang berperan aktif terhadap

adanya infestasi parasit darah di hewan. Monosit bertugas memfagosit eritrosit

yang rusak akibat terdapatnya infestasi parasit darah (Jain 1993). Terlihat pada

Tabel 5 rata-rata nilai monosit berada dalam selang normal 0-14% (Douglas et al.

2010) ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah eritrosit yang rusak akibat

infestasi parasit darah hanya sedikit sehingga jumlah monosit dalam keadaan

normal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase rata-rata infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.

ialah 1.05%, 1.01% dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah

tidak menunjukkan gejala klinis. Infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria

sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak mempengaruhi nilai leukosit.

Saran

Pencegahan penularan penyakit akibat terdapatnya infestasi parasit darah

(Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) dapat dilakukan dengan

pengendalian vektor, penanganan, serta penyembuhan kuda yang berperan sebagai

hewan pembawa.

DAFTAR PUSTAKA

Alamzan C, Medrano C, Ortiz M, Fuente JDL. 2008. Genetic diversity of

Anaplasma marginale strains from an outbreak of bovine anaplasmosis in an

endemic area. Veterinary Parasitology.

Altay K, Fatih A, Nazir D, Munir A. 2008. Molecular detection of Theileria and

Babesia infections in cattle. Vet Parasitol.

Bacha WJ & Bacha LM. 1990. Color atlas of veterinary histology 2nd ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Bakken S, Dumler S, Chen SM, Eckman, Marak R, Van etta L, Walker H. 2006.

Human granulocytic ehrlichiosis in the upper midwest United States. JAMA.

Baldy CM. 1984. Gangguan hematologik dalam

Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB. 2003. Development and evaluation

a seminested pcr for detection and diferentiation of Babesia gibsoni (asian

genotype) and Babesia canis dna in canine blood samples. J.Clin Microbiol

41.

S.A. Price and L.M.

Wilson.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Terjemahan Adji

Dharma. Penerbit Buku Kedokteran EGC. America.

Brotowidjoyo M. D. 1987. Parasit dan parasitisme, edisi pertama. Media Sarana

Press, Jakarta.

Cleveland CW, Peterson DS, Latimer KS. 2002. An overview of canine babesiosis.

[terhubung berkala] (18 Juli 2012).

Curnin DM dan Bassert JM. 2006. Clinical textbook for veterinary technicians 6th

Ed. United State of America: Elsevier Saunders.

Dellman HD dan Brown EM. 1987. Histologi veteriner Ed ke-3. Jakarta : UI-Press.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2003. Populasi kuda di

seluruh provinsi indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen

Pertanian. Jakarta.

Douglas J. Weiss Dvm, Phd, Dacvp, K. Jane Wardrop Dvm, Ms, Dacvp

sditor’s.Schalm’s veterinary hematology sixth edition. 2010. Willy-

Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Draper J. 2003. The book of horse and horse care.London : Anness Publishing

Limited. Hlm 10-15.

Foley J dan Biberstein. 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’smedical

microbiology. Di dalam GF Brooks; Stephen A Morse; Janet S Butel

editor’s. New York : Lange Medical Books / McGraw Hill.

Guyton AC dan Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed.

Philadelphia: Elsevier Inc.

Hanie A. Elizabeth. 2006. Large animal clinical procedurs for veterinary

technicians. China : Mosby, Inc. Hlm 79-81.

Hunfled KP, A Hildebrandt, JS Gray. 2008. Babesiosis : recent insights into an

ancient disease. Int J. Parasitol.. Veterinar

Jain N.C. 1993. Veterinary hematology.Lea and Febiger, Philadelphia.

Jensen R. 1974. Disease of sheep. Lea & Febringer. Philadelphia.

Kay Ian. 1998. Introduction to animal physiology. New York: BIOS Scientific

Publisher Ltd.

Kelly W.R. 1984. Veterinary clinical diagnosis, 3rd Ed. Bailliere Tindall, London.

Kidd J. 1995. Horse ponies of the world. Welling Town Horse 125/130 Strand

London. Uk Hal 8 -10.

Levine N. D. 1995. Protozologi veteriner (terjemahan). Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Losos, George J. 1986. Infectious tropical disease of domestic animal. Essex :

Longman Scientific Center.

Mackay SA. 1995. Encyclopedia of the horse. Reed International Book Limited.

Fulham Road. London. UK.

Mahmood YS, Elbalkemy FA, Klaas IC, Elmekkway MF, Monazie AM. 2011.

Clinical and haematology study on water buffaloes (Bubalus bubalis) and

crossbred cattle naturally infected with Theileria annulata in Sharkia

Province, Egypt. Ticks and tick-borne disease.

Martini FH, Ober WC, Garrison C dan Weleh K. 1992. Fundamentals of anatomy

and physiology.ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Mayer D.J., E.H. Cole, and L.J. Rich. 1992. Veterinary laboratory medicine

interpretation and diagnosis.W.B. Saunders Company. Philadelphia, London,

Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Merchant I.A., dan R.A. Barner. 1971. An outline of infectious disesase of

domestic animal, 3 th ed. Iowa State University Press. Ames. USA.

Noaman V, Shayan P, Amininia N. 2009. Molecular diagnostic of Anaplasma

marginale in hewan pembawa cattle.Iranian J Parasitol.

Pinsent PJN. 1990. Outline of clinical diagnosis in the horse. UK : Butterworth &

Co. (Publisher) Ltd.

Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2008. Veterinary

microbiology and microbial disease. Blackwell Pub.

Simoes PB, Cardodo L, Araujo M, Mekuzas YY, Baneth G. 2011. Babesiosis due

to the Canine Babesia micorti-like small piroplasm in dogs-first report from

portugal and possible vertical transmision. BioMed Centrale.

Soehardjono O. 1990. Kuda.Yayasan Pamulang Equestrian Centre.Penerbit : PT

Gramedia Jakarta.

Soulsby FJL. 1982. Helmints, arthopods, and protozoa of domesticated animals,

7rd ed. Bailliere Tindal, England.

Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of veterinary clinical pathology 2nd

Ed. Iowa: Blackwell Publishing.

Taylor MA, RL Coop, RL Wall. 2007. Veterinary parasitology 3th edition.

Hongkong : Graphicraft Limited.

Tizard, I. 1982. Introduction to veterinary immunology.2nd Ed. W.B. Saunders

Company. Philadelphia.

Uilenberg G. 2006. Babesia – a historical overview. Veterinary Parasitology.

Wresdiyati Tutik. 2002. Seri diktat kuliah histologi veteriner jaringan ikat. Bogor.

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 1 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 20 AC1 AC3 AC5 AC7 AC9 AM1 AM3 AM5 AM7 AM9 B1 B3 B5 B7 B9 T1 T3 T5 T7 T9 Number of Observations Read 120 Number of Observations Used 120

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 2 The ANOVA Procedure Dependent Variable: prstemia Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 24 19.69933333 0.82080556 7.40 <.0001 Error 95 10.53933333 0.11094035 Corrected Total 119 30.23866667 R-Square Coeff Var Root MSE prstemia Mean 0.651462 34.93816 0.333077 0.953333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 3.67066667 0.73413333 6.62 <.0001 perlak 19 16.02866667 0.84361404 7.60 <.0001

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 3 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for prstemia NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 95 Error Mean Square 0.11094 Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Critical Range .3818 .4018 .4150 .4247 .4322 .4383 .4433 .4476 .4512 .4544 Number of Means 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Critical Range .4572 .4597 .4619 .4639 .4657 .4673 .4688 .4702 .4714 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 2.0333 6 AM1 B 1.4500 6 T3 B C B 1.2833 6 T5 C B C B 1.2333 6 AC1 C B C B D 1.2167 6 AM3 C B D C B D 1.2167 6 AC3 C D

C E D 0.9667 6 T7 C E D C E D 0.9500 6 AM5 C E D C E D 0.9167 6 T9 C E D C F E D 0.8833 6 AM9 C F E D C F E D 0.8667 6 B3 C F E D C F E D 0.8333 6 AC5 F E D G F E D 0.7667 6 B5 G F E D G F E D 0.7667 6 AM7 G F E G F E 0.7500 6 AC7 G F E

The SAS System 11:50 Thursday, July 24, 2012 4 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for prstemia Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak G F E 0.7500 6 B7 G F E G F E 0.7000 6 AC9 G F E G F E 0.6833 6 B9 G F G F 0.4333 6 T1 G G 0.3667 6 B1

NEUTROFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 10 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 5 N1 N3 N5 N7 N9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 11 The ANOVA Procedure Dependent Variable: neutrofl Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 647.0000000 71.8888889 5.16 0.0011 Error 20 278.8666667 13.9433333 Corrected Total 29 925.8666667 R-Square Coeff Var Root MSE neutrofl Mean 0.698805 9.092721 3.734077 41.06667 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 293.4666667 58.6933333 4.21 0.0089 perlak 4 353.5333333 88.3833333 6.34 0.0018

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 12 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for neutrofl NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 13.94333 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.497 4.720 4.862 4.961 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 47.833 6 N1 B 40.500 6 N9 B B 39.000 6 N3 B B 39.000 6 N7 B B 39.000 6 N5

EOSINOFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 1 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 5 E1 E3 E5 E7 E9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 2 The ANOVA Procedure Dependent Variable: eosnfl Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 604.2666667 67.1407407 4.35 0.0030 Error 20 308.9333333 15.4466667 Corrected Total 29 913.2000000 R-Square Coeff Var Root MSE eosnfl Mean 0.661702 23.67605 3.930225 16.60000 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 250.4000000 50.0800000 3.24 0.0264 perlak 4 353.8666667 88.4666667 5.73 0.0031

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 3 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for eosnfl NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 15.44667 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.733 4.968 5.118 5.222 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 20.000 6 E7 A A 19.833 6 E9 A B A 17.833 6 E5 B B C 14.167 6 E3 C C 11.167 6 E1

BASOFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 4 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 5 B1 B3 B5 B7 B9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 5 The ANOVA Procedure Dependent Variable: basofil Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 34.00000000 3.77777778 1.19 0.3530 Error 20 63.46666667 3.17333333 Corrected Total 29 97.46666667 R-Square Coeff Var Root MSE basofil Mean 0.348837 21.90228 1.781385 8.133333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 21.86666667 4.37333333 1.38 0.2743 perlak 4 12.13333333 3.03333333 0.96 0.4529

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 6 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for basofil NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 3.173333 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 2.145 2.252 2.320 2.367 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 9.167 6 B7 A A 8.500 6 B9 A A 8.000 6 B5 A A 7.500 6 B3 A A 7.500 6 B1

LIMFOSIT The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 13 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 5 L1 L3 L5 L7 L9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 14 The ANOVA Procedure Dependent Variable: limfosit Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 330.2000000 36.6888889 2.18 0.0709 Error 20 337.2666667 16.8633333 Corrected Total 29 667.4666667 R-Square Coeff Var Root MSE limfosit Mean 0.494706 20.67030 4.106499 19.86667 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 25.0666667 5.0133333 0.30 0.9087 perlak 4 305.1333333 76.2833333 4.52 0.0091

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 15 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for limfosit NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 16.86333 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 4.946 5.191 5.347 5.456 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 24.667 6 L3 A B A 21.333 6 L1 B A B A 20.667 6 L5 B B 16.500 6 L7 B B 16.167 6 L9

MONOSIT The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 16 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul 6 1 2 3 4 5 6 perlak 5 M1 M3 M5 M7 M9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 17 The ANOVA Procedure Dependent Variable: monosit Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 76.3333333 8.4814815 1.06 0.4290 Error 20 159.5333333 7.9766667 Corrected Total 29 235.8666667 R-Square Coeff Var Root MSE monosit Mean 0.323629 20.56529 2.824299 13.73333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul 5 7.46666667 1.49333333 0.19 0.9641 perlak 4 68.86666667 17.21666667 2.16 0.1110

The SAS System 01:10 Friday, July 25, 2012 18 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for monosit NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 7.976667 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 3.401 3.570 3.678 3.753 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A 15.333 6 M7 A A 15.000 6 M9 A A 14.500 6 M5 A A 12.167 6 M1 A A 11.667 6 M3