tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada …digilib.unila.ac.id/57426/3/skripsi tanpa bab...

54
TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PO DI KECAMATAN BANJAR AGUNG KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG (Skripsi) Oleh REVINA SARI JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 27-Apr-2020

32 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAANPADA SAPI PO DI KECAMATAN BANJAR AGUNG

KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

REVINA SARI

JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG2019

Page 2: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

ABSTRAK

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAANPADA SAPI PO DI KECAMATAN BANJAR AGUNG

KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Revina Sari

Penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten TulangBawang Provinsi Lampung pada November--Desember 2018 bertujuan untukmengetahui tingkat infestasi cacing saluran pencernaan Sapi PO. Metode penelitianyang digunakan adalah metode survei. Pengambilan data dilakukan dengan caramengambil semua sampel feses yang berasal dari 90 ekor Sapi PO di 7 Desa yangterdapat pada Kecamatan Banjar Agung. Pemeriksaan sampel feses dilakukan diBalai Veteriner Lampung menggunakan uji Mc. Master dan uji Sendimentasi. Datayang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwatingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada Sapi PO di Kecamatan BanjarAgung Kabupaten Tulang Bawang sebesar 54,26%. Infestasi tertinggi terdapat padadesa Warga Makmur sebesar 100,00% dan infestasi terendah terdapat pada desaTunggal Warga dan Muris sebesar 0,00%. Jenis cacing yang ditemukan pada SapiPO di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang berasal dari kelasNematoda (Ascaris sp., Bunostomum sp., Cooperia sp., Haemanchus sp.,Oesophagustomum sp., Trichostrongylus sp., dan Singamus sp.), kelas Trematoda(Paramphistomum sp.) dan kelas Cestoda (Moniezia sp.).

Kata kunci: Cacing Saluran Pencernaan, Tingkat Infestasi, Sapi PO

Page 3: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

ABSTRACT

INFESTATION LEVELS OF GASTROINTESTINAL HELMINTHS ON PO COWS INBANJAR AGUNG DISTRICT, TULANG BAWANG DISTRICT,

LAMPUNG PROVINCE

By

Revina Sari

The research held at Banjar Agung Districk Tulang Bawang Regency LampungProvince in November--December 2018 to know infestation levels of gastrointestinalhelminths on PO cow. The research used cencus method. Data collection was doneby taking all faecal samples from 90 PO cow at 7 village in Banjar Agung District.Faecal samples examination checked with Mc. Master and Sendimentation test atVeterinary Laboratory. Data were analyzed descriptively. In result indicated thatgastrointestinal helminths PO cow infestation levels at Banjar Agung District TulangBawang Regency Lampung Province about 54,26%. The highest infestation found inWarga Makmur village about 100,00% and the lowest infestation found in TunggalWarga and Muris village about 0,00%. Helmiths species that found in PO cow atBanjar Agung District Tulang Bawang Regency are from Nematode class (Ascarissp., Bunostomum sp., Cooperia sp., Haemanchus sp., Oesophagustomum sp.,Trichostrongylus sp., and Singamus sp.), Trematode class (Paramphistomum sp.)and Cestode class (Moniezia sp.).

Keywords: Gastrointestinal Helminths, Infestation Levels, PO cow.

Page 4: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAANPADA SAPI PO DI KECAMATAN BANJAR AGUNG KABUPATEN

TULANG BAWANGPROVINSI LAMPUNG

Oleh

REVINA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSarjana Peternakan

Pada

Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2019

Page 5: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada
Page 6: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada
Page 7: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 12 September 1996, sebagai putri

ketiga dari empat bersaudara pasangan bapak Rozali, S.E dan ibu Nurhayati.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Azhar 2 Bandar

Lampung pada tahun 2002, sekolah dasar di SD Al-Azhar 2 Bandar Lampung

pada tahun 2008, sekolah menengah pertama di SMP Al-Azhar 3 Bandar

Lampung pada tahun 2011, sekolah menengah atas di SMAN 1 Bandar Lampung

pada 2014.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2014 melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama menjadi mahasiswa, penlis aktif di

kepengurusan Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) FP Unila sebagai

Anggota Biasa periode 2015/2016. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di

Desa Cahyou Randu, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Tulang Bawang Barat

pada Januari sampai Februari 2018 kemudian Pada Juli sampai Agustus 2018

penulis melaksanakan Praktik Umum di SPR Maju Sejahtera, Kecamatan Tanjung

Sari, Kabupaten Lampung Selatan.

Page 8: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus

dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak.”

(Aldus Huxley)

“Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di

atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain.”

(Thomas Hardy)

"When Allah pushes you to the cliff, rest assured that only two things

are possible. Maybe Allah will catch you, or Allah wants you to learn

how to fly.”

(Revina Sari)

Page 9: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

Alhamdulllahirrabil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan hidayah--Nya serta suri tauladanku Nabi

Muhammad SAW sebagai pedoman Hidup seluruh umat dan pemberi

syafaat di hari akhir

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang kupersembahkan karya sederhana ini untuk kedua orang

tua ku tercinta bapak dan mami, tak pernah jenuh mendoakan serta

memberikan kasih sayang yang tak ternilai bagiku

Kakak dan adikku tersayang, keluarga besarku, dan sahabatku atas

segala dukungan dan motivasi selama ini

Seluruh dosen serta guru yang telah memberikan ilmu pengetahuan

yang berharga serta memberikan pengalaman yang tidak tergantikan

bagiku

Serta

Lembaga yang turut membentuk pribadi diriku, mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak.

Almamater Kampus Hijau Unila yang kucintai dan kubanggakan

Page 10: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, salawat serta salam penulis

panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Berkat rahmat,

hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Tingkat Infestasi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi PO di

Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai karena dukungan dari berbagai

pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak selama proses

studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si.--selaku Dekan Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

2. Ibu Sri Suharyati, S. Pt., M. P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung dan selaku pembahas atas bimbingan, saran,

perhatian, motivasi, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan

penyusunan skripsi;

3. Bapak drh. Madi Hartono, M. P.--selaku pembimbing utama dan pembimbing

akademik--atas bimbingan, arahan, perhatian, motivasi, dan ilmu yang

diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;

Page 11: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

4. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si--selaku pembimbing anggota atas bimbingan,

saran, perhatian, motivasi, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan

penyusunan skripsi;

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung--atas bimbingan, nasehat, motivasi, dan ilmu selama masa studi;

6. Bapak Rudimin--selaku Ketua Tani Kecamatan Banjar Agung--atas izin,

bantuan, serta arahan yang diberikan selama masa penelitian;

7. Peternak di Kecamatan Banjar Agung--atas kerjasamanya;

8. Bapak dan Ibu Balai Veteriner Regional III Lampung, yang telah memberikan

fasilitas, bimbingan, dan arahan kepada penulis selama melaksanakan

penelitian;

9. Bapak dan Mami tercinta--atas cinta kasih, nasihat, kesabaran, dukungan

moril, motivasi, serta doa tulus yang selalu dipanjatkan bagi penulis;

10. Kakak dan Adik yang kusayangi Gusti, Aying dan Ida--atas dukungan,

semangat, dan motivasinya bagi penulis;

11. Aditya Prayoga dan Wahyu Lestari--teman seperjuangan dalam penelitian--

atas motivasi, dukungan, bantuan, serta kerjasama yang diberikan;

12. Teman-teman terbaikku Dilah, Irna, Ede, Linda, Ujo, Ncik, keluarga Sekret

serta Bang Elvin dan Putri--atas bantuannya selama masa penelitian dan

persahabatan selama ini;

13. Sahabat-sahabat terkasihku Misa, Rani, Ayu, Vanda, Ghaluh, Rani DF, Dewi,

Ica, Ochi--atas motivasi, dukungan yang telah diberikan kepada penulis;

Page 12: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

14. Keluarga besar Angkatan 2014 Jurusan Peternakan--atas bantuan fisik

maupun pemikiran yang telah diberikan serta persaudaraan yang erat selama

ini;

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung baik dalam pelaksanaan

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa

mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang memerlukannya.

Bandar Lampung, 2019

Penulis,

Revina Sari

Page 13: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................. iv

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang dan Masalah ............................................................ 1

B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

C. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

D. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 7

B. Sapi Peranakan Ongole (PO) ............................................................ 8

C. Pola Pemeliharaan ............................................................................ 9

D. Jenis Cacing Saluran Pencernaan ..................................................... 11

a) Nematoda.................................................................................. 12

b) Trematoda.................................................................................. 18

c) Cestoda……………………....................................................... 21

E. Diagnosa Cacing Saluran Pencernaan .............................................. 23

F. Pencegahan Cacing Saluran Pencernaan .......................................... 24

G. Pengobatan Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong ............. 25

Page 14: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

III. METODE PENELITIAN .................................................................. 27

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 27

B. Bahan dan Alat Penelitian ............................................................. 27

1. Alat.......................................................................................... 27

2. Bahan ...................................................................................... 27

C. Metode Penelitian.......................................................................... 27

a) Prosedur penelitian .................................................................. 27

b) Metode pengambilan data ........................................................ 28

c) Teknik pengambilan sampel .................................................... 28

d) Prosedur pemeriksaan sampel ................................................. 29

e) Analisis data ............................................................................. 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 31

A. Kondisi Peternak Sapi PO di Kecamatan Banjar AgungKabupaten Tulang Bawang ............................................................. 31

B. Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi PO di Kecamatan BanjarAgung Kabupaten Tulang Bawang ................................................. 35

C. Infestasi Cacing Tunggal dan Campuran pada Sapi PO di KecamatanBanjar Agung Kabupaten Tulang Bawang ..................................... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 49

A. Kesimpulan .................................................................................... 49

B. Saran ............................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 50

LAMPIRAN

Page 15: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman:

1. Prevalensi cacing saluran pencernaan sapi PO di KecamatanBanjar Agung Kabupaten Tulang Bawang ....................................... 35

2. Lembar kuisioner data peternak .................................................... 56

3. Data kuisioner peternak dan sapi Bali Kecamatan Candipuro ...... 59

4. Latar belakang pendidikan peternak Kecamatan Banjar AgungKabupaten Tulang Bawang............................................................. 65

5. Pengalaman beternak ..................................................................... 65

6. Sistem pemeliharaan sapi PO di Kecamatan Banjar AgungKabupaten Tulang Bawang............................................................. 65

7. Sumber pakan hijauan yang diberikan dengan sistem intensif ...... 66

8. Sumber pakan hijauan yang diberikan dengan sistem semiintensif ............................................................................................ 66

9. Lokasi pengembalaan ..................................................................... 66

10. Perlakuan pemberian hijauan ......................................................... 66

11. Sumber air minum yang diberikan ................................................. 66

12. Kegiatan sanitasi kandang ..................................................................... 67

13. Kepadatan kandang ternak ........................................................... 67

14. Lokasi kandang ............................................................................ 67

15. Kondisi lingkungan kandang ....................................................... 67

16. Genangan air di lokasi kandang dan pengembalaan .................... 67

Page 16: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

17. Adanya siput di lokasi kandang dan penggembalaan.................... 68

18. Tindakan pengobatan ternak yang dilakukan............................... 68

19. Frekuensi pengobatan ternak ....................................................... 68

20. Sejarah Penyakit Cacingan.......................................................... 68

21. Konsistensi feses ......................................................................... 68

22. BCS ternak .................................................................................. 69

21. Hasil analisis laboratorium ............................................................ 70

Page 17: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman:

1. Telur cacing saluran pencernaan pada sapi....................................... 21

2. Infestasi tunggal cacing saluran pencernaan di KecamatanBanjar Agung Kabupaten Tulang Bawang ....................................... 42

2. Infestasi tunggal dan campuran cacing saluran pencernaan diKecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang .................... 45

Page 18: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduknya

sebagian besar pada sektor pertanian, salah satunya adalah usaha pembibitan dan

penggemukan sapi potong (Arbi, 2009). Usaha penggemukan sapi akhir-akhir ini

semakin berkembang, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat

maupun daerah yang mengusahakan penggemukan sapi. Pada saat ini usaha

penggemukan sapi sudah menyebar ke beberapa daerah di luar Jawa, seperti

Sulawesi, Bali, NTB, NTT, Aceh, dan Lampung.

Kabupaten Tulang Bawang merupakan salah satu wilayah Sentra Sapi Potong di

Provinsi Lampung. Secara umum budidaya ternak sapi potong di Kabupaten

Tulang Bawang dikembangkan dengan pembibitan dan penggemukan. Kabupaten

Tulang Bawang memiliki luas wilayah ± 4.385,84 km² yang tersebar dalam 15

wilayah pemerintahan kecamatan salah satunya yaitu Kecamatan Banjar Agung.

Berdasarkan survey yang telah dilakukan, Kecamatan Banjar Agung memiliki

berbagai jenis ternak yang dipelihara, salah satunya yaitu ternak sapi Peranakan

Ongole (PO) sebanyak 94 ekor terdiri dari jantan 35 ekor, betina 59 ekor yang

tersebar di 7 desa.

Page 19: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

2

Sapi PO merupakan hasil pemuliaan melalui sistem persilangan dengan grading

up sapi Jawa dan Sumba Ongole (SO). Sapi PO menunjukkan keunggulan sapi

tropis yaitu daya adaptasi iklim tropis yang tinggi, tahan terhadap panas, tahan

terhadap gangguan parasit seperti gigitan nyamuk dan caplak, toleransi yang baik

terhadap pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Sapi PO di beberapa daerah

dipelihara dengan tujuan ganda disamping sebagai sapi potong penghasil daging

juga sebagai sapi kerja (Anonim, 2003).

Penyakit yang menjadi masalah menahun di negara tropis seperti Indonesia adalah

penyakit cacing saluran pencernaan. Penyakit cacing saluran pencernaan pada

hewan merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan

umumnya tidak menimbulkan kematian, tetapi bersifat menahun yang dapat

mengakibatkan kekurusan, lemah dan turunnya daya produksi. Infeksi cacingan

ringan sampai sedang tidak selalu menampakkan gejala klinis yang nyata,

sedangkan infeksi berat dari cacing dewasa dapat menyebabkan gangguan

pencernaan dan terhambatnya pertumbuhan pada hewan ternak muda (Subekti

dkk, 2011).

Jenis cacing yang sering menginfeksi adalah cacing dari kelas Trematoda, Cestoda

dan Nematoda (Larasati, 2016). Menurut Yulianti (2007), penyebaran infestasi

cacing terjadi cukup tinggi pada daerah tropis yang lembab dan panas, sehingga

mendukung kelangsungan hidup cacing tersebut. Menurut Raza dkk. (2012),

manajemen pemeliharaan ternak terutama sanitasi kandang dan kebersihan

kandang yang kurang baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prevalensi penyakit cacingan. Selain itu, menurut Raza dkk. (2012), sejumlah

Page 20: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

3

faktor intrinsik yang juga mempengaruhi infeksi cacingan, diantaranya adalah

umur, jenis kelamin, dan bangsa sapi.

Faktor yang mempengaruhi kurangnya keberhasilan usaha sapi PO di Kecamatan

Banjar Agung ini dikarenakan produksi ternak yang menurun akibat terkena

penyakit cacingan. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari dinas

peternakan yang menyatakan bahwa saat ini belum diketahui data mengenai

tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada sapi PO di Kecamatan tersebut.

Oleh karena itu diperlukan data infestasi cacing saluran pencernaan pada sapi PO

sehingga dapat digunakan sebagai informasi bagi peternak di Kecamatan Banjar

Agung untuk melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit cacingan

tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat infestasi cacing saluran

pencernaan pada sapi PO di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang

Bawang, Provinsi Lampung.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada sapi PO di Kecamatan Banjar

Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung sehingga bermanfaat bagi

usaha pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit cacing.

Page 21: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

4

D. Kerangka Pemikiran

Tingginya impor daging dan sapi bakalan untuk memenuhi kebutuhan daging

dalam negeri dapat dijadikan pendorong untuk memperbaiki produktivitas dan

pengelolaan sapi asli Indonesia termasuk Sapi PO (Soeharsono, 2002). Sapi PO

merupakan salah satu alternatif pilihan bagi ternak sapi potong yang

dikembangkan dan dipergunakan untuk membantu usaha tani dan pengadaan

protein hewani (Achjadi, 1986). Sapi PO termasuk tipe pedaging dan pekerja.

Keunggulan yang dimiliki sapi PO yaitu dapat mengolah lahan karena badan

besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, dan mampu beradaptasi dengan

kondisi yang kurang nyaman.

Keberhasilan suatu usaha peternakan sapi tidak lepas dari manajemen

pemeliharaannya. Oleh karena itu pengetahuan mengenai manejemen yang baik

sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilanya (Santoso, 2008). Salah satu

faktor yang menentukan keberhasilan usaha ternak sapi dari aspek manejemen

adalah faktor kesehatan atau kontrol penyakit. Salah satu penyakit yang selalu

menjadi masalah di Indonesia adalah penyakit cacing saluran pencernaan.

Penularan penyakit yang disebabkan parasit ini mencakup tiga faktor yaitu sumber

infeksi, cara penularan dan adanya hewan yang peka yang dapat bertindak sebagai

hewan sumber infeksi (Brown, 2003). Menurut Larasati (2012), penyebaran

penyakit cacing dipengaruhi oleh musim, keadaan lingkungan, tata laksana dan

pakan.

Kecamatan Banjar Agung merupakan salah satu Sentra Sapi Potong di Kecamatan

Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Para peternak di kecamatan ini memelihara

Page 22: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

5

sapi dengan cara tradisional, sapi dipelihara di belakang rumah peternak dan

diberikan pakan hijauan berupa rumput dalam keadaan masih segar tanpa

dikeringkan terlebih dahulu. Penggunaan pakan berupa rumput segar

menyebabkan rumput masih lembab dan masih banyak mengandung metasekaria.

Menurut Indrati (2017), pakan yang berupa hijauan sebaiknya dilayukan terlebih

dahulu guna menghindari larva cacing termakan oleh ternak bila diberikan dalam

kondisi segar. Kasus cacingan pada ternak sapi sering terjadi terutama pada sistem

pemeliharaan tradisional, ternak biasanya diberi pakan rumput dan jarang

diberikan obat cacing.

Penyakit cacingan ini biasanya kurang mendapat perhatian dari peternak.

Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui ternak itu sendiri maupun dari

lingkungan seperti pemberian obat cacing sejak sapi usia muda secara berkala

setiap 3-4 bulan sekali untuk membasmi cacing secara tuntas, memperhatikan

sanitasi kandang beserta peralatannya, dan sistem penggembalaan perlu

diperhatikan seperti melakukan penggembalaan bergilir serta tidak menggunakan

padang penggembalaan yang sama secara terus menerus (BBPTU HPT Sumbawa,

2011).

Kerugian yang dapat ditimbulkan dari penyakit cacing antara lain penurunan

produktivitas ternak, penurunan daya kerja, kerugian penurunan berat badan 6-12

kg per tahun, penurunan kualitas daging, kulit, dan organ bagian dalam,

terhambatnya pertumbuhan pada hewan muda dan bahaya penularan pada

manusia atau zoonosis (Hawkins, 1993; Gasbarre dkk., 2001). Keterlambatan

pertambahan berat badan sapi yang terinfeksi cacing menurut Sudradjat (1991)

Page 23: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

6

dapat mencapai lebih dari 40 % dibandingkan dengan sapi normal. Menurut

Imbang (2007) walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan

kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga

penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi. Oleh karena itu, data

Infestasi cacing saluran pencernaan sapi PO yang didapat diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi bagi para peternak untuk dilakukan pencegahan dan

pengendalian penyebaran cacing saluran pencernaan pada sapi PO di Kecamatan

Banjar Agung serta dapat membantu untuk mengurangi kerugian ekonomi

peternak.

Page 24: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tulang Bawang setelah dimekarkan memiliki luas wilayah ± 4.385,84

Km2. Terletak antar 3°50’- 4°40’ LS dan 104°58’- 105°52’ BT. Kabupaten Tulang

Bawang terletak di bagian hilir dari 2 (dua) sungai besar yaitu Way Tulang

Bawang dan Way Mesuji. Banjar Agung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten

Tulang Bawang, memiliki 11 desa yaitu Desa Banjar Agung, Desa Banjar Dewa,

Desa Tunggal Warga, Desa Dwi Warga, Desa Warga Makmur, Desa Warga

Indah, Desa Tri Tunggal Jaya, Desa Muris, Desa Tri Mukti, Desa Tri Darma, dan

Desa Tri Mulya.

Wilayah Kabupaten Tulang Bawang yang cukup luas, terdiri dari dataran dan

perairan (rawa, sungai dan lain-lain) dengan topografi yang relatif beragam

memberikan potensi yang besar untuk pengembangan pertanian, baik tanaman

pangan dan perkebunan maupun peternakan. Komoditas Sub Sektor Peternakan

yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Tulang Bawang antara lain

meliputi ternak sapi potong, kerbau, kambing, babi, ayam dan itik.

Budidaya ternak memerlukan input berupa lahan, untuk habitat ternak dan

tanaman (pakan ternak) serta air untuk minum ternak dan asupan bagi tanaman

(Hijauan Makanan Ternak). Dengan potensi lahan pertanian seluas 63.639 Ha dan

Page 25: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

8

lahan perkebunan 89.647 Ha memberikan peluang yang cukup besar untuk

pengembangan sektor pertanian, termasuk peternakan, yaitu penanaman Hijauan

Makanan Ternak (HMT) di Kabupaten Tulang Bawang.

Berdasarkan Koefisien teknis dan potensi sumber pakan yang ada diperkirakan di

Kabupaten Tulang Bawang akan mampu menampung 107.527 ST yang terdiri

dari 61.901 ST untuk ternak sapi (setara dengan 88.430 ekor sapi) 35.550 ST

untuk kerbau yang setara dengan 44.438 kerbau dan 10.076 ST untuk kambing

setara dengan 71.971 ekor kambing. (Anonim, 2013).

B. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole merupakan jenis sapi potong yang dipelihara dengan

tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong adalah jenis sapi khusus

dipelihara untuk digemukkan karena memiliki karakteristik, seperti tingkat

pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik (Abidin, 2006). Sapi-sapi ini

umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan yang dipelihara secara intensif selama

beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk

dipotong. Sapi PO merupakan sapi yang berasal dari persilangan antara bangsa

sapi Jawa (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) yang telah berlangsung

cukup lama yakni sejak tahun 1908. Persilangan tersebut merupakan suatu

”Grading Up” yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat

digunakan bagi keperluan tenaga tarik dalam membantu petani mengolah tanah

pertanian dan transportasi (Atmadilaga, 1979).

Page 26: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

9

Sapi PO mempunyai ciri-ciri berwarna dominan putih dengan warna hitam di

beberapa bagian tubuh, bergelambir dibawah leher dan berpunuk (Abidin, 2002).

Ciri-ciri Sapi PO yaitu berwarna putih, mempunyai perawakan yang

besar,bergumba pada pundaknya dan mempunyai gelambir yang menjulur

sepanjang garis bawah leher, dada, sampai ke pusar. Sapi PO juga termasuk tipe

sapi pekerja yang baik, tenaganya kuat, tahan lapar dan haus, serta dapat

menyesuaikan dengan pakan yang sederhana., bobot badan sapi jantan berkisar

550 kg sedangkan betina bobot bekisar 350 kg (Siregar, 2008). Tinggi Sapi

Peranakan Ongole jantan berkisar 150 cm dengan berat badan mencapai 600 Kg.

Sementara itu, betina memiliki tinggi badan berkisar 135 cm dan berat badan 450

Kg. Pertambahan bobot badan Sapi Pernakan Ongole dapat mencapai 0,9 Kg per

hari dengan kualitas karkas mencapai 45 – 58%. Rasio daging dengan tulangnya

adalah 1 : 423 (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990).

Keunggulan Sapi Peranakan Ongole yaitu mampu berdaptasi terhadap berbagai

kondisi lingkungan, cepat bereproduksi, tempramen bagus, pertumbuhan relatif

cepat, presentase karkas dan kualitas daging baik, aktivitas reproduksi induknya

cepat kembali normal setelah beranak, jantannya memiliki kualitas semen yang

baik.

C. Pola Pemeliharaan

Pola pengelolaan peternakan sapi di Indonesia sudah mengarah pada sistem yang

lebih modern. Pola yang banyak dipakai oleh peternak Indonesia adalah usaha

penggemukan sapi. Terdapat beberapa jenis pola pemeliharaan sapi yaitu sistem

ekstensif (digembalakan), intensif (dikandangkan) dan semi intensif (kombinasi).

Page 27: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

10

Pada pola penggembalaan (pasture fattening), sapi tidak mendapatkan pakan

tambahan dan dibiarkan mencari makan pada padang rumput atau tempat yang

memiliki hijauan. Pola kandang (dry lot fattening) pemberian proporsi pakan

hijauan lebih sedikit daripada konsentrat dengan dikandangkan tanpa

digembalakan. Serta pola kombinasi diantara keduanya, proporsi pakan hijauan

diperoleh dari penggembalaan di padang tanpa harus dikandangkan dan diberikan

juga pakan konsentrat. Pola kereman dilakukan dengan pemberian pakan hijauan

dan konsentrat bergantung pada musim (Setiadi et al., 2012).

Faktor lingkungan memiliki hubungan erat dengan sistem pemeliharaan ternak,

khususnya pada sistem pemeliharaan ekstensif (digembalakan) dan semi-ekstensif

usaha ternak dilakukan dengan cara memelihara ternak di lingkungan tempat

tinggal dan tidak dikandangkan. Kondisi inilah yang menjadikan faktor

lingkungan berpengaruh langsung terhadap perkembangan ternak. Selain faktor

ketersediaan nutrisi baik secara kualitas maupun kuantitas, kondisi biofisik

lingkungan pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi-ekstensif juga

berpengaruh terhadap potensi munculnya berbagai serangan parasit pada

pemeliharaan ternak sapi. Kotoran ternak yang dihasilkan dan terpapar pada

lingkungan sekitar penggembalaan menciptakan habitat bagi munculnya parasit

dan penyakit.

Berbagai jenis penyakit pada ternak mampu menimbulkan kerugian pada

peternak. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit misalnya merupakan

hambatan yang penting pada pengembangan peternakan. Cacing merupakan

parasit internal yang dapat menyerang sapi. Cacing dapat mengganggu

Page 28: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

11

pertumbuhan sapi seperti menyebabkan kekurusan, anemia, diare serta gejala

lainnya. Beberapa cacing hidup di dalam abomasum dan usus. Ribuan cacing dari

berbagai spesies tinggal dalam perut sapi. Cacing-cacing biasanya lebih banyak

menyerang anak sapi dan sapi-sapi muda. Hal ini karena anak sapi dan sapi muda

sangat peka terhadap infeksi cacing. Sementara sapi-sapi dewasa umumnya lebih

tahan terhadap infeksi cacing (Yulianto dan Saparinto, 2010 ).

Daerah tropis dengan temperatur yang hangat serta tingkat kelembaban tertentu

merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya penyakit-penyakit parasit.

Faktor lain seperti kekurangan pakan yang berpengaruh pada kurangnya gizi

dengan disertai infeksi parasit sedikit saja sudah berpengaruh buruk pada ternak,

menurunkan produksi dan bahkan mengancam jiwa ternak. Cacing nematoda di

dalam saluran pencernaan merupakan cacing yang paling banyak terdapat

dibandingkan dengan organ sehingga penting artinya secara ekonomis. Parasit

yang ada disetiap hewan merupakan campuran dari beberapa atau banyak jenis

nematoda. Infeksi yang terlihat di lapangan merupakan penjumlahan dari

pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh semua parasit. Infeksi alami diperoleh

hewan-hewan dengan cara menelan larva sedikit-sedikit selama satu periode

waktu yang panjang (Levine, 1994;Williamson dan Payne, 1993).

D. Jenis Cacing Saluran Pencernaan

Soulsby (1986) menyebutkan jenis cacing saluran pencernaan yang sering

menyerang ternak sapi berasal dari kelas Nematoda, Cestoda, dan Trematoda.

Jenis cacing yang berasal dari kelas Nematoda antara lain Ascaris sp.,

Bunostomum sp., Haemonchus sp., Trichuris sp., Strongyloides papillosus,

Page 29: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

12

Toxocara vitulorum., Gaigeria sp., Oesophagostumum sp., Trichostrongylus sp.,

Cooperia sp., Syngamus laryngeus., dan Mecistocirrus digitatus. Jenis cacing

yang berasal dari kelas Cestoda adalah Moniezia benedini. Sedangkan jenis cacing

yang berasal dari kelas Trematoda antara lain Fasciola spp., Paramphistomum

cervi, Cotylophoron cotylophorum, Eurytrema pancreaticum dan Gastrothylax

crumenifer (Soulsby, 1986 ; Tarmuji, 1988).

a) Nematoda

1. Morfologi

Telur Ascaris sp. dewasa betina berukuran 20-50 cm dengan diameter ±3-6 mm,

jantan berukuran 15-30 cm x 2,4 mm. Ekor cacing jantan melingkari bagian

bawah dan mempunyai dua papila ventrolateral yang membujur dan memanjang

di sebelah anterior hingga bagian ekor di luar pembukaan kloaka. Telur

Bunostomum sp. mempunyai ukuran telur 79-97 x 47-50 µm. Telur berbentuk

bulat lonjong dengan ujung tumpul dan berisi sel embrio. Warna telur lebih gelap

dan genus lain sehingga lebih mudah dibedakan dari telur cacing lainnya. Telur

Haemonchus sp. panjangnya bisa mencapai sekitar 10-20 mm untuk jantan dan

betina mencapai 18-30 mm. cacing ini dapat menghisap darah hingga volume 0,05

ml/hari pada fase larva ke empat (L4). Telur Trichuris sp. berwarna coklat

berbentuk seperti buah lemon dengan kedua ujungnya mempunyai sumbat

transparan. Panjang telur 70-80 x 30-42 µm. Telur Strongyloides papillosus

memiliki panjang 40-60 x 20-26 µm, saat dikeluarkan sudah mengandung larva

dengan dinding telur yang tipis. Telur Toxocara vitulorum berbentuk sub globular

dikelilingi lapisan albumin yang tebal dengan ukurannya 75-95 x 60-75 µm. Telur

Page 30: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

13

Gaigeria sp. berukuran besar yaitu 105-129 x 50-55 µm. Bentuk telur tumpul

pada kedua ujungnya. Telur Oesophagostumum sp. mempunyai lapisan atau

selaput tipis. Bentuk permukaan telur elips. Telur yang dikeluarkan sudah

mengandung 8-16 sel dan berukuran 73-89 x 34-45 µm. Telur Trichostrongylus

sp. disebut juga telur lambung. Ukuran telur 79-101 x 39-47 µm. Telur berbentuk

oval dengan salah satu ujungnya terlihat lancip. Telur Cooperia sp. yang

berbentuk elips berukuran 67-85 µm. Telur Syngamus laryngeus berwarna merah

darah; jantan digabungkan secara permanen dengan betina dan secara khas

berbentuk Y, panjang nya sekitar 3 mm untuk jantan dan betina mencapai 10 mm

dan, telur Mecistocirrus digitatus, berukuran 95-120 x 56-60 µm. Telur ini

berwarna lebih gelap dari Haemonchus sp.. Banyak ditemukan di Indonesia pada

ternak ruminansia besar.

2. Patogenesis

Akibat infeksi cacing Nematoda pada saluran pencernaan sapi banyak sekali

menimbulkan kerusakan pada dinding abomasum dan usus halus, selain itu

kerusakan juga dapat disebabkan dari perjalanan daur hidup larva ke organ lain.

Adanya penebusan larva cacing kedalam mukosa usus halus menimbulkan iritasi

dan peradangan dinding mukosa usus halus yang disertai dengan adanya lesi

ulsera, pendarahan dan diare, bahkan apabila semakin parah bisa terjadi ruptura

(Subekti dkk., 2010). Soulsby (1986) menyatakan bahwa infeksi dari Ostertagia

sp. ditandai nodul pada permukaan mukosa abomasum. Infeksi dari cacing

Trichostrogylus sp. dan Nematodirus walaupun tidak menghisap darah tetapi

dapat menimbulkan luka dan disertai pendarahan sebagai akibat penembusan larva

Page 31: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

14

ke dalam mukosa usus halus. Cacing dari genus Cooperia, Nonustomum dan

Strongyloides selain menghisap darah juga bentuk larvanya dapat menembus

mukosa sehingga menimbulkan reaksi keradangan yang disertai pendarahan pada

hewan akan mengalami anemia. Infeksi Bonustomum sp. yang berat hewan selain

menderita anemia juga hipoproteinemia yang akhirnya menimbulkan oedema

dibawah kulit, pada kasus yang kronis bisa menyebabkan bottle jaw. Cara

penularan S. laryngeus tidak diketahui tetapi diasumsikan mirip dengan S.

trachea, yang diperoleh dengan menelan telur berembrio, larva menetas, atau

inang paratenik seperti cacing tanah, siput, atau artropoda. Cacing menempel pada

mukosa laring pada hewan dan menyebabkan bronkitis dan batuk. Cacing dewasa

dari genus Mecistocirrus yang hidup di lumen abomasum dan di duodenum akan

merusak mukosa dengan cara memasukkan dorsal lansetnya untuk menghisap

darah. Cacing ini juga mengeluarkan zat anti pembekuan darah ke dalam luka

yang ditimbulkan sehingga mukosa tersebut menjadi teriritasi. Cacing tersebut

menghisap darah induk semang dalam jumlah yang cukup besar (Subekti dkk.,

2010).

Infeksi cacing dari genus Trichuris akan menimbulkan radang mukosa sekum,

nekrose, haemoragi, oedema mukosa sekum pada sejumlah cacing dewasa. Cacing

dari genus Oesophagustomum sp. apabila menginfeksi pada ternak akan terjadi

reaksi keradangan local dikelilingi larva sehingga terjadi penggumpalan sel

cosinofil, limfosit, makrofag, dan sel raksasa mengelilingi larva sehingga

berbentuk nodul, kemudian pada pusat nodul terjadi pengejuan dan pengapuran

serta diluarnya terbentuk kapsul dari fibroblast. Larva dapat bertahan dalam nodul

kurang lebih tiga bulan dan apabila nodul sudah mengalami pengejuan dan

Page 32: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

15

pengapuran maka larva akan mati (Soulsby, 1986). Cacing dewasa dari genus

Chabertia hidupnya menempel pada membrane mukosa dari kolon dengan

menggunakan bukal kapsul, cacing ini menghisap pembuluh darah sehingga

menyebabkan pecahnya pembuluh darah (Soulsby, 1986).

3. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing Nematoda pada ruminansia bersifat langsung, tidak

membutuhkan hospes intermediet siklusnya terdiri dari telur, empat stadium larva,

dan dewasa (Levine, 1990). Habitat cacing Nematoda dewasa di dalam saluran

gastrointestinal inang definitif. Telur yang diproduksi oleh cacing betina dewasa

keluar bersama tinja. Telur berembrio akan menetas di luar tubuh inang menjadi

stadium larva stadium 1 yang berkembang dan ekdisi menjadi larva stadium 2

mengalami ekdisis menjadi larva stadium 3 namun kutikulanya tidak dilepas

setelah ekdisis sebelumnya sehingga larva stadium 3 memiliki kutikula rangkap

(Soulsby 1982, Levine 1990). Larva infektif dapat masuk ke tubuh ruminansia

melalui beberapa cara diantaranya yaitu lewat pakan, minum, atau penetrasi kulit.

Pada genus Haemonchus, Mecistocirrus, Trichostrongylus, Trichuris,

Oesophagostumum dan Toxocara vitulorum larva infektif ini masuk ke dalam

tubuh hewan melalui pakan dan minum (Subekti dkk., 2010).

Pada genus Haemonchus dan Mecistocirrus setelah larva stadium 3 masuk dalam

saluran pencernaan kemudian melepaskan selubungnya dan migrasi ke

abomasum. Di dalam abomasum larva stadium 3 mengalami perkembangan lebih

lanjut menjadi larva stadium 4 dalam waktu 2 hari setelah infeksi, selanjutnya

larva berpredileksi pada lamina propria selaput lendir abomasum. Pada cacing

Page 33: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

16

Trichostrongylus, larva stadium 3 masuk kedalam saluran pencernaan dengan

menembus mukosa usus halus kemudian berdiam diri selama 7 hari dan

mengalami pergantian kulit menjadi larva stadium 4, selanjutnya larva keluar dari

mukosa usus halus ke lumen usus dan menjadi dewasa. Pada cacing Trichuris,

setelah larva stadium 3 masuk bersama pakan selanjutnya larva akan menetas di

dalam usus. Kemudian larva menuju sekum dan menempel pada bagian mukosa

sekum untuk berkembang menjadi dewasa.

Pada cacing Oesophagostomum, larva stadium 3 menembus mukosa usus halus

dan usus besar sampai pada lapisan muskularis usus dan membentuk kapsul, larva

stadium 3 akan menjadi larva stadium 4 dan hidup dalam kista dan akan

mengalami demineralisasi, sedang sebagian keluar dari kista masuk ke dalam

lumen sekum dan kolon berkembang menjadi larva stadium 5, selanjutnya

berkembang dan menempel pada mukosa sekum serta kolon menjadi dewasa.

Cacing Toxocara vitulorum telur infektif mengandung larva stadium 2.

Pada kondisi optimal diluar tubuh host stadium infektif dapat dicapai 3-6 hari.

Bila telur infektif termakan bersama pakan atau minum, setelah sampai di usus

larva stadium 2 masuk dinding usus halus dan tinggal di usus sampai menjadi

larva stadium 4, kemudian menuju mukosa dan lumen usus, larva stadium 5

dicapai pada minggu keenam kemudian akan menjadi cacing dewasa dan

menghasilkan telur setelah 74 hari infeksi (Subekti dkk., 2010). Cacing Gaigeria

pachyscelis, penularannya hanya melalui kulit. Selanjutnya larva mencapai paru-

paru melalui sistem pembuluh darah dan mengalami eksidisis yang ketiga, pada

paru-paru larva akan tinggal selama ± 13 hari. Selanjutnya larva stadium 4 migrasi

Page 34: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

17

ke bronki, trachea, dan faring kemudian ditelan mencapai saluran pencernaan,

selanjutnya terjadi eksidisis ke-4 dan berkembang menjadi dewasa ± 10 minggu

pasca infeksi. Pada genus Bunostomum sp. larva infektif masuk ke tubuh inang

definitif selai secara per oral (melalui pakan dan minum) juga melalui penetrasi

kulit. Melalui kedua cara infeksi tersebut, kemudian larva mengadakan lung

migration, di dalam jaringan paru-paru terjadi moulting atau pengelupasan kulit

ketiga kemudian larva menuju bronki dan trakea. Selanjutnya larva stadium 4

yang sudah mempunyai bukal kapsul mencapai saluran pencernaan (usus halus)

setelah 11 hari dan terus tumbuh menjadi cacing dewasa (Subekti dkk., 2010).

4. Kerugian

Cacing nematoda saluran pencernaan yang sering menyerang sapi diantaranya

Toxocara vitulorum, Bunostomum spp., Oesophagostomum sp., Haemonchus spp.,

Mecistocirrus spp., Cooperia spp., Trichostrongylus spp., dan lain-lain (Ahmad

2008). Semua cacing nematoda tersebut menyebabkan sapi mengalami diare,

kehilangan nafsu makan, kurus, dan anemia. Di dalam saluran pencernaan (gastro

intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk

semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh.

Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan

(obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat

toksin yang dihasilkan.

Haemonchus sp. adalah cacing penghisap darah yang rakus, setiap ekor per hari

menghabiskan 0,049 ml darah, sehingga menyebabkan anemia. Anemia

berlangsung melalui 3 tahap, yaitu tahap I, 3 minggu setelah infeksi ternak akan

Page 35: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

18

kehilangan darah dalam jumlah besar, hal ini merupakan tahap akut, tahap II,

antara 3 – 8 minggu setelah infeksi, kehilangan darah dan zat besi ternak

berlangsung terus tetapi masih diimbangi oleh kegiatan eritropoetik, dan tahap III,

terjadi kelelahan sitem eritropoetik yang disebabkan oleh kekurangan besi dan

protein, dan hal ini merupakan tahap kronis.

b) Trematoda

1. Morfologi

Telur Fasciola sp, berbentuk ovoid dan dilengkapi dengan operculum. Ukuran

telur 120-160 x 63-90 µm. Telur Paramphistomum sp cacing kelas trematoda ini

sebagian besar terdapat pada ruminansia dan mempunyai panjang sekitar 10˗ ˗12

mm dan lebar 2˗ ˗4 mm. Telur Paramphistomum cervi berotot dan bertubuh tebal,

menyerupai bentuk kerucut, dengan satu penghisap mengelilingi mulut dan yang

lainnya pada usus posterior tubuh mempunyai operculum dan panjang 147-176

µm. Telur Cotylophoron cotylophorum sama seperti P.Cervi tetapi memiliki

ukuran lebih kecil 123-135 x 61-68 µm. Telur Eurytrema pancreaticum memiliki

ukuran 40-50 x 23-34 µm, dan Telur Gastrothylax crumenifer memiliki ukuran

115-135 x 60-70 µm.

2. Patogenesis

Infeksi dari kelas Trematoda merupakan parasit yang sangat penting pada ternak

sapi karena dapat menyebabkan kondisi tubuh ternak menurun dan merupakan

predisposisi terhadap penyakit lain (Hariyanto dkk., 1986). Kejadian infeksi ini

dapat berlangsung akut maupun kronis tergantung derajat infeksinya (Soulsby,

Page 36: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

19

1986). Infeksi dari Fasciola sp berjalan kronis. Kerusakan jaringan mulai terjadi

pada waktu cacing muda mulai menembus dinding usus tetapi kerusakan yang

berat dan peradangan mulai terjadi sewaktu cacing bermigrasi dalam parenkim

hati dan ketika berada dalam saluran empedu dan kantong empedu (Ditjennak,

2012). Akibat adanya cacing dewasa dalam jumlah banyak akan menyebabkan

kerusakan epitel saluran empedu dan jaringan hati sehingga akan terjadi foki

nekrotik serta diikuti dengan pembentukan jaringan fibrosa yang berlebihan.

Adanya jaringan fibrosa menyebabkan perubahan saluran empedu sehingga akan

mengalami pengapuran (Coles, 1986 ; Urquhart dkk., 1988). Selain itu cacing

dewasa akan menyebabkan hewan kekurangan darah. Infeksi dari

Paramphistomum sp. dapat menyebabkan reaksi keradangan, penebalan dan pada

mukosa usus tampak hemoragi. Cacing dewasa kurang pathogen tetapi dalam

jumlah besar bisa menyebabkan pelepasan papilla rumen (Kusumamihardja, 1993;

Koesdarto dkk., 2007).

3. Siklus Hidup

Siklus hidup dari cacing Trematoda membutuhkan induk semang antara. Telur

yang dikeluarkan bersama tinja induk semang pada keadaan lingkungan yang

sesuai akan dikeluarkan menjadi larva mirasidium. Temperatur yang paling baik

untuk penetasan telur adalah 22ºC - 26ºC, sedangkan dibawah 10ºC telur Fasciola

sp, tidak menetas tapi dapat bertahan lama serta dapat menetas kembali apabila

keadaan lingkungan baik (Koesdarto dkk., 2007 ; Hall, 1977). Diatas suhu 26ºC

telur Fasciola sp, menetas dalam waktu dua sampai tiga hari. Selanjutnya

mirasidium berenang mencari siput air sebagai inang perantara. Sebagai inang

Page 37: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

20

perantara cacing Fasciola sp, adalah jenis siput dari genus lymnea, sedangkan

cacing famili paramphistomatidae sebagai inang perantara adalah genus Bulinus,

Indoplanorbis, Planorbis, Cleopatra (Subekti dkk., 2010).

Mirasidium mengadakan penetrasi pada tubuh siput dan berkembang menjadi

sporokista selama 12 jam untuk famili Paramphistomatidae. Tiap sporokista

berkembang menjadi lima sampai delapan redia, selanjutnya redia berkembang

menjadi serkaria yang memiliki ekor yang lebih panjang dari badannya. Serkaria

keluar dari tubuh siput apabila ada rangsangan sinar dan berenang dalam air.

Apabila serkaria tidak segera mendapatkan inang definitif maka serkaria akan

menempel pada rumput. Serkaria memiliki kelenjar untuk membentuk dinding

kista dan ekor serkaria dilepaskan untuk membentuk metaserkaria. Infeksi terjadi

bila induk semang definitif memakan rumput atau minum air tercemar oleh

serkaria atau metaserkaria (Subekti dkk., 2010 ; Koesdarto dkk., 2007).

4. Kerugian

Cacing trematoda yang sering menyerang sapi diantaranya adalah

Paramphistomum spp., dan Fasciola spp., (cacing hati). Paramphistomum spp.

dari kelas trematoda yang dapat menyerang rumen dan retikulum ternak

ruminansia, dapat mengakibatkan ternak tersebut menjadi lemas, mudah lelah,

badan kurus, dan pada sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan

berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan

infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya

dan terjadi penurunan produktivitas.mencret (Arifin dan Soedarmono, 1982).

Page 38: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

21

Cacing dewasa pada infestasi yang berat dapat keluar bersama-sama dengan tinja

dan akan ditemukan telur cacing yang berwarna kuning muda (Soulsby, 1965).

c) Cestoda

1. Morfologi

Telur Moniezia sp, berbentuk segitiga untuk Moniezia expansa dan berbentuk segi

empat untuk Moniezia benedini dan mengandung pyriform aparatus serta

mempunyai ukuran 56-57 µm (Subekti dkk, 2010)

(A) Paramphistomum cervi.,(B) Strongyloides papillosus.,(C) Trichuris spp.,(D) Moniezia benedini.,(E) Fasciola sp.,(F) Trichostrongylus spp.,(G) Bunostomum spp.,(H) Oesophagostumum spp.,(I) Cotylophoron cotylophorum.(Soulsby, 1986)

Gambar 1. Telur cacing saluran pencernaan pada sapi.

2. Patogenesis

Infeksi cacing Moniezia sp dapat menimbulkan iritasi pada usus sehingga terjadi

gangguan pencernaan (Kusumamihardja, 1993). Infeksi ringan menyebabkan

gangguan pencernaan dan pertumbuhan, sedangkan infeksi berat berhubungan erat

Page 39: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

22

dengan tungau yang ada di padang rumput (Soulsby, 1986 ; Koesdarto dkk.,

2007).

3. Siklus Hidup

Siklus hidup dari parasit cacing Cestoda membutuhkan induk semang antara,

apabila telur termakan induk semang maka oncosfer dan embriofor akan hancur

oleh aktivitas enzim saluran pencernaan induk semang antara, oncosfer menembus

dinding usus menuju pembuluh darah dan ikut aliran darah ke tempat predileksi.

Sapi akan terinfeksi bila memakan rumput yang terdapat mites (tungau) yang

mengandung sistiserkoid yang infektif (Koesdarto dkk., 2007). Moniezia expansa,

siklus hidup cacing ini memerlukan induk semang perantara berbagai jenis tungau

dari famili Oribatide dengan genus Galumna, Oribatula, Teloribates,

Protoscheoribates, Scheloribates, Scutovertex dan Zigoribatula (Subekti dkk.,

2010).

Telur ditularkan bersama tinja induk semang satu persatu atau dalam keadaan

berkelompok dalam segmen yang terlihat seperti butiran beras. Apabila segmen

mature termakan oleh famili Oribatidae maka dindingnya akan sobek dan telur

akan keluar, lalu oncosfer akan tumbuh membesar setelah 4 bulan akan

membentuk sisterkoid (Urquhart dkk., 1988). Infeksi terjadi pada hewan bila

memakan rumput yang terdapat tungau yang terinfeksi oleh sisterkoid.

4. Kerugian

Cacing cestoda yang sering menyerang sapi diantaranya adalah spesies Taenia sp.,

Moniezia sp. dan Echinococcus granulosus. Dari ketiga cacing tersebut, hanya

Page 40: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

23

spesies Moniezia sp. yang hidup sampai dewasa dalam tubuh sapi. Namun,

serangan cacing pita yang paling umum ditemukan pada sapi terutama oleh

genus Taenia, yaitu Taenia saginata.

Serangan cacing pita ini tidak berbahaya bagi ternak sapi itu sendiri karena dalam

tubuh sapi telur cacing yang termakan bersama rumput hanya berkembang sampai

fase larva. Larva cacing T. saginata yang berada dalam usus sapi selanjutnya akan

menembus pembuluh darah dan ikut bersama aliran darah hingga sampai di otot.

Selanjutnya, lebih berbahaya pada manusia, karena larva yang termakan dari

daging sapi mentah atau yang dimasak kurang matang dapat berkembang menjadi

cacing dewasa dalam usus halus manusia. Cacing pita dewasa akan menyerap

sari-sari makanan dalam usus sehingga dapat menyebabkan penyumbatan usus

(Tamalluddin, 2014).

E. Diagnosa Cacing Saluran Pencernaan

Parasitisme baru memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan

antara hospes dengan parasit terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan

hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah parasite yang patogen di

dalam tubuh hospes. Sehingga, perlu adanya pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan diagnose. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan

feses (Subronto, 2007). Sedangkan menurut Soulsby (1986) untuk melakukan

diagnosis ternak sapi terhadap kemungkinan terkena infeksi cacing saluran

pencernaan dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang tampak seperti

menurunnya nafsu makan, diare, anemia, bulu kotor, dan suram, menurunnya

Page 41: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

24

berat badan dan lambatnya pertumbuhan pada sapi muda. Cara yang lebih tepat

dan sering digunakan untuk diagnosis adalah dengan melakukan pemeriksaan

secara mikroskopis terhadap adanya telur cacing pada tinja sapi. Telur cacing

Nematoda akan keluar dari tubuh hewan bersama feses, sehingga dengan

pemeriksaan feses akan mudah diketahui apakah hewan tersebut terinfeksi cacing

(Kosasih, 2001).

F. Pencegahan Cacing Saluran Pencernaan

Pencegahan dilakukan untuk menekan jumlah infeksi parasit cacing pada saluran

pencernaan hewan ternak sapi dapat dilakukan dengan beberapa tindakan. Sapi-

sapi yang dikandangkan hendaknya diberi pakan dan minum yang bebas dari

kontaminasu tinja atau kotoran yang mengandung larva infektif daric acing

(Soulsby, 1986). Kandang harus tetap bersih dan dijaga agar tetap kering, kotoran

kandang yang berasal dari sapi hendaknya dibuang sesering mungkin (Levine,

1990). Menghindari kepadatan ternak yang berlebihan, sapi muda dan sapi dewasa

hendaknya dipisahkan karena sapi yang lebih tua sering kali merupakan sumber

infeksi bagi sapi (Levine, 1990).

Beberapa tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit nematodosis secara

umum menurut (Subekti dkk, 2011) yaitu: (1) mengurangi sumber infeksi dengan

tindakan terapi; (2) pengawasan sanitasi air, makanan, keadaan tempat tinggal dan

sampah; dan (3) pemberantasan inang perantara dan vector.

Parasit gastrointestinal pada umumnya masuk kedalam tubuh hospes definitive

melalui pakan yang tercemar larva. Pedet yang baru lahir dapat tertular oleh larva

Page 42: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

25

yang terdapat di dalam kolostrum atau menempel pada putting. Selain itu,

penularan dengan menembus kulit pada hewan muda juga banyak terjadi

(Subronto, 2007).

G. Pengobatan Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong

Menurut Sasnita dkk (1991) dan Koesdarto dkk (2007) selain melakukan tindakan

pencegahan, pengobatan juga dilakukan dalam menanggulangi lebih lanjut adanya

infeksi parasite cacing. Dalam menentukan obat yang digunakan harus

mempunyai toksisitas terhadap semua jenis cacing dan semua stadium tetapi tidak

membahayakan bagi hewan dan manusia, cara pemberiannya mudah, harganya

murah serta mudah didapat. Pengendalian penyakit cacing pada ternak umumnya

dilakukan dengan menggunakan obat cacing, diantaranya adalah benzimidazol,

levamisol, dan ivermectin (Haryuningtyas dan Beriajaya 2002, dikutip Mustika

dan Ahmad, 2004).

Anthelmintik dapat digunakan untuk mencegah bahaya banyaknya telur cacing

mencapai tanah sehingga mengurangi infeksi pada ternak yang peka (Williamson

dan Payne, 1993). Beberapa anthelmintika yang dapat digunakan adalah

avermectin, mebendazole, thiabendazole, methyridme, cuper sulfat dan

hexacholorophene.

Avermectin pada saraf tepi memperkuat peranan GABA (Gama Amino Butiric

Acid) dalam proses transmisi sehingga cacing mati dalam keadaan paralisis. Dosis

yang efektif terhadap larva dan Nematoda saluran pencernaan sapi adalah 50-200

mg/kg BB (Soulsby, 1986). Cuper sulfat efektif terhadap cacing Cestoda terutama

Page 43: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

26

Moniezia spp dengan dosis 10-100 ml (larutan 1%) atau campuran cuper sulfat

dan nicotine sulfate diberikan rata-rata 1,8 gram tiap ekor hewan infektif.

Hexacholorophene efektif terhadap cacing Trematoda. Pada cacing Fasciola spp

pemberian dosis 15 mg/kg BB diberikan secara per oral efektif untuk cacing

dewasa dan dosis 40 mg/kg BB dapat membunuh cacing muda umur empat

minggu. Sedangkan pada Paramphistomum spp., Cotylophoron spp., Gastrothylax

spp., dan Gigantocotyl spp, diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

Mebendazole efektif untuk cacing dewasa dan cacing yang belum masak

(immature) dan mempunyai efektifitas 85-90% terhadap Oesophagostomum spp

dan Chabertia spp serta 60-80% terhadap Trichuris spp. Dosis pemakaiannya

adalah dosis 12,5 mg/kg BB. Methyridine diberikan dengan dosis 200 mg/kg BB

sangat efektif terhadap larva dan cacing dewasa dari genus Trichuris dan

Cooperia. Pemberian melalui suntikan dibawah kulit dengan dosis tunggal dan

dianjurkan tidak terlalu dekat dengan persendian (Koesdarto dkk., 2007).

Thiabendazole merupakan serbuk berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan

tidak larut dalam air merupakan obat cacing yang mempunyai spectrum yang luas,

dapat membunuh cacing dewasa, stadium larva dan stadium telur. Dosis yang

diberikan adalah 50 mg/kg BB per oral, efektif terhadap genus Trichostrongylus,

Haemonchus, Oesophagostumum, Chabertia, Bunostunum, Strongyloides dan

Cooperia (Koesdarto dkk., 2007).

Page 44: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada November -- Desember 2018 di Kecamatan

Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, dan di Laboratorium Parasitologi,

Balai Veteriner Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel feses Sapi PO

segar, es batu, dan methylene blue 1%. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah cooling box, plastik penampung feses, kuisioner, alat tulis, sarung

tangan, timbangan analitik, beaker glass, saringan 100 mesh, tabung kerucut,

cawan petri, slide glass, mikroskop, pipet, Mc. Master Plate, dan stopwatch.

C. Metode Penelitian

a) Prosedur penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Pengambilan sampel

ternak dilakukan secara sensus terhadap Sapi PO di Kecamatan Banjar Agung,

Kabupaten Tulang Bawang. Berdasarkan wawancara dengan masing-masing

Ketua Kelompok Tani di Banjar Agung, populasi Sapi PO di Kecamatan Banjar

Page 45: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

28

Agung sebanyak 94 ekor yang tersebar di 7 desa yang ada yaitu Desa Banjar

Dewa, Desa Banjar Agung, Desa Dwi Warga, Desa Warga Makmur, Desa

Tunggal Warga, Desa Muris, Desa Warga Indah.

b) Metode pengumpulan data

Data diperoleh dari observasi data tentang manajemen pola pemeliharaan yang

diambil dengan menggunakan kuisioner dan hasil pemeriksaan sampel di

Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Lampung terhadap kandungan cacing

saluran pencernaan pada sapi PO.

c) Teknik pengambilan sampel

Pengambilan feses secara manual dengan cara menggunakan tangan yang dilapisi

sarung tangan plastik kemudian sampel diambil dari rektum sapi apabila tidak

memungkinkan maka harus diambil dari feses yang baru didefekasikan. Setelah

feses diambil kemudian dimasukkan ke dalam wadah penampung feses dan diberi

label yang berisi keterangan nomor sapi dan kode peternak, asal desa, jenis

kelamin, dan umur, selanjutnya disimpan dalam cooling box yang telah berisikan

es batu agar kondisi tetap dingin dan mencegah telur menetas. Sampel yang telah

diambil kemudian dikirim ke Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner

Lampung yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan Metode Uji Mc.

Master dan Uji Sedimentasi Feses Mamalia.

Page 46: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

29

d) Prosedur pemeriksaan sampel feses

Pemeriksaan sampel feses dilakukan dengan menggunakan dua metode pengujian

yaitu :

A. Uji Laboratorium Metode Mc. Master

Uji E.P.G (Egg Per Gram) Mc. Master adalah uji kuantitatif untuk menghitung

banyaknya telur cacing per gram tinja. Metode uji E.P.G Mc. Master merupakan

uji pengapungan yang prinsipnya bahwa telur cacing akan mengapung di dalam

pelarut mempunyai berat jenis lebih besar dari satu. Prosedur kerja metode Mc.

Master adalah :

1. menimbang 2 gram feses, lalu menambahkan larutan NaCl jenuh atau gula

jenuh sebanyak 28 ml, lalu mengaduk rata dalam beaker glass hingga

homogen;

2. menyaring dengan saringan 100 mesh, menampung filtrat dalam beaker glass

lain;

3. mengaduk kembali sisa tinja yang masih ada di dalam saringan dengan

larutan NaCl jenuh sebanyak 30 ml dan tetap menampung filtratnya dalam

beaker glass yang sama;

4. mencampurkan filtrat tersebut dengan menggoyangkan beaker glass yang

sama.

5. mengambil filtrat menggunakan pipet kemudian memasukkan ke dalam Mc.

Master Plate sampai penuh;

6. mendiamkan selama 4-5 menit;

7. menghitung jumlah telur yang ada di dalam kotak-kotak Mc. Master di bawah

mikroskop dengan pembesaran 100 kali. (Balai Veteriner, 2014)

Page 47: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

30

B. Uji Laboratorium Metode Sedimentasi

Uji Sedimentasi adalah uji kualitatif dengan menemukan telur cacing pada

pemeriksaan mikroskopik sampel feses. Prosedur kerja metode Sedimentasi

adalah :

1. menimbang 3 gram sampel feses lalu memasukkan ke dalam beaker glass 100

ml;

2. menambahkan air hingga 50 ml, mengaduk dengan pengaduk hingga feses

hancur (homogen);

3. menyaring suspensi dengan saringan 100 mesh dan memasukkan ke dalam

tabung kerucut lalu menambahkan air hingga penuh;

4. mendiamkan selama 5 menit, kemudian cairan bagian atas dibuang dan

menyisakan filtrat ± 10 ml;

5. menambahkan air pada filtrat dalam tabung kerucut hingga penuh dan

mendiamkan selama 5 menit kemudian membuang lagi cairan bagian atas dan

menyisakan 5 ml;

6. menuangkan filtrat ke dalam cawan petri/slide glass khusus dan

menambahkan setetes Methylene Blue 1%, selanjutnya memeriksa di bawah

mikroskop dengan pembesaran 100 kali. (Balai Veteriner, 2014).

e) Analisis data

Setelah hasil pemeriksaan laboratorium selesai maka hasilnya dibuat tabulasi

disajikan dalam bentuk tabel dan histogram kemudian dianalisis secara deskriptif.

Page 48: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan:

1. prevalensi cacing saluran pencernaan sapi PO di Kecamatan Banjar Agung

Kabupaten Tulang Bawang sebesar 54,26%

2. infestasi tunggal cacing saluran pencernaan tertinggi yaitu cacing berjenis

Oesophagustomum sp. dengan persentase sebesar 22,34%

3. infestasi tunggal cacing saluran pencernaan sebesar 36,17%. infestasi

campuran 2 jenis cacing saluran pencernaan sebesar 11,70%, infestasi 3

jenis cacing saluran pencernaan sebesar 5,32%, dan infestasi campuran

lebih dari 3 jenis cacing saluran pencernaan sebesar 1,06%.

B. Saran

1. Perlu diadakan program penyuluhan untuk memberikan pengarahan

kepada peternak serta,

2. Program pemberian obat cacing dilaksanakan secara berkala dan

berkesinambungan sebagai upaya pencegahan kasus infestasi cacing

saluran pencernaan.

Page 49: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

50

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta

______. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka.Jakarta

Anonim. 2003. Statistik Sapi Potong di Indonesia. Indonesian InternationalAnimal Science Research and Development

Anonim, 2013. Website Kabupaten Tulang Bawang.https://www.tulangbawangkab.go.id. Diakses pada 28 September 2018

Arbi, P. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak SapiPotong. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Arifin, C. dan Soedarmono. 1982. Parasit Ternak dan Cara Penanggulangannya.P.T. Penebar Swadaya, Jakarta. hlm. 45.

Atmadilaga, D. 1979. Politik Peternakan Indonesia. Biro Penelitian dan Aplikasi.Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung

Balai Veteriner. 2014. Penuntun Teknis Pengujian Laboratorium Parasitologi.Balai Veteriner Lampung. Bandar Lampung

Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2006.Teknologi Penggemukan Sapi. http://www.bisnisbali.com/New/opini/t.html. Diakses pada 24 Januari 2019

BBPTU HPT Sumbawa. 2011. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Cacingpada Ternak Sapi. http://bptu-sembawa.blogspot.co.id/2012/pencegahan-dan-pengendalian-penyakit.html. Diakses pada 28 September 2018

BPPTP. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2006.Teknologi Penggemukan Sapi. http://www.bisnisbali.com/New/opini/t.html. Diakses pada 2 Desember 2017

Blakely, J and D.H, Bade. 1998. Ilmu Peternakan Edisi 4. PenerjemahIr. Bambang Srigandono, M.Sc.. Gadjah Mada Univesity Press.Yogyakarta

Page 50: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

51

Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner. Bagian KesehatanMasyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas GadjahMada. Yogyakarta

Brown, H.W. 2003. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi ketiga. P.T. GramediaJakarta

Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Jakarta: Media Sarana Press.

Coles, E.H. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4th Ed. W. B. SaundersCompany. Philadelphia

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. ManualPenyakit Hewan Mamalia. Direktorat Jenderal Peternakan dan KesehatanHewan. Jakarta.

Gasbarre, L.C., E. A Leighton, and W.L.Stout. 2001. Gastrointestinal nematodesof cattle in thenortheastern US: results of a producer survey. J. VeterinaryParasitology. 101: 29-44.

Hawkins, J.A. 1993. Economic benefits of parasite control in cattle. J.Veterinary Parasitology. 46: 159-173.

Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. P. 208-212, 219-223, 227-282, 285-287.

Handayani, P., P.E. Santosa, dan Siswanto. 2015. Tingkat Infestasi CacingSaluran Pencernaan pada Sapi Bali di Kecamatan Sukoharjo KabupatenPringsewu Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol.3(3): 127-133.

Hariyanto, A., A Yazid, dan S. Sembiring. 1986. Kasus Fasciolosis pada Sapi danKerbau di Sumatera Utara Berdasarkan Uji Sieving Technique With TheGlass Bears Layer. Balai Penyelidikan Penyakit Hewan Wilayah 1 Medan

Harjopranjoto, S., R.S. Sasmita, Partosoewignjo, M. Hariadi, R.B. Soejoko, danSarmanu. 1988. Prosiding Simposium Nasional Penyakit Satwa Liar.Fakultas Kedokteran Hewan Airlangga dan Kebun Binatang Surabaya.

Haryuning, I dan Zacky. A. 2002. Pengantar Ilmu Peternakan. FakultasKedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya

Hertzberg H, Figi R, Noto F, dan Heckendorn F. 2003. Control of gastrointestinalnematodes in organic beef cattle through grazing management. Proc. The2nd SAFO Workshop, Witzenhausen, Germany.

Page 51: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

52

Imbang, D.R., 2007. Penyakit Parasit pada Ruminansia. JurusanPeternakan Fakultas Pertanian-Peternakan. Universitas MuhammadiyahMalang.

Indrati, R. 2017. Cegah Sapi Anda dari Cacingan. http://nuansa-baru.com/cegah-sapi-anda-dari-cacingan. Diakses pada 24 Januari 2019

Info Medion, 2013. Cacingan pada Sapi Jangan Dianggap Enteng. http://info.medion.co.id/artikel/8-penyakit/1047-cacingan-pada-sapi-jangan-dianggap-enteng.html. Diakses pada 13 Februari 2019

Kadarsih dan Siwitri. 2004. Performans Sapi Bali berdasarkan ketinggian tempatdi daerah transmigrasi Bengkulu: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia

Koesdarto, S., S. Subekti, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Kustono. 2007.Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Buku Ajar Fakultas KedokteranHewan Universitas Airlangga. Surabaya

Kosasih, Z. 2001. Metode Uji Apung sebagai Teknik Pemeriksaan Telur CacingNematoda dalam Tinja Hewan Ruminansia Kecil. Balai PenelitianVeteriner. Bogor

Kusumamiharja. S. 1993. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan HewanPiaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. InstitutPertanian Bogor. Bogor

Larasati, H., Siswanto. M. Hartono, P.E. Santosa, S. Suharyati, dan M.M.P. Sirat.2018. Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Perah pada PeternakanRakyat di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol.6(3): 167-172.

Levine, N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan olehProf.Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Levine. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof.Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Moyo DZ, 2006. An abbatoir study prevalensce and seasonal fluktuaitions ofgastrointestinal Nematode of cattle in the Midlands Province,Zimbabwe. Research Journal of Animal Veterinary Science 1 (1) : 37-40.

Mustika, I., R.Z. Ahmad. 2004. Peluang pemanfaatan jamur nematofagus untukmengendalikan nematode parasite pada tanaman dan ternak. J. Litbang.Pertan. 23 (4): 115-122.

Noble, A. G., and R. N. Elmer,1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Ed ke-5.Penerjemah Wardiarto. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Page 52: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

53

Nugraheni, N., M. T. Eulis, dan H. A. Yuli. 2015. Identifikasi cacing endoparasitpada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembentukan biogasdigester fixed-dome. 4 (3): 1˗˗8

Onggowaluyo JS, 2001. Parasitologi Medic 1 (Helmintologi) Pendekatan AspekIdentifikasi, Diagnose dan Klinis. ECG. Jakarta

Pfukenyi MD, Mukaratirwa S, Willingham AL & Monrad J. 2007.Epidemiological studies of parasitic gastrointestinal nematodes, cestodesand coccidia infections in cattle in the highveld and lowveld communalgrazing areas of Zimbabwe. Journal of Veterinary Research. 74: 129-142.

Purwanta. 2012. Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Bali. UnitPenelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (UPPM). Sekolah TinggiPenyuluhan Pertanian (STTP). Gowa, 5(1):1858:4330

Raza, M.A., H.A. Bachaya, M.S. Akhtar, H.M. Arshad, S. Murtaza, M.M. Ayaz,M. Najeem and A. Basit. 2012. Point prevalence of gastrointestinalhelminthiasis in Buffaloes (Bubalus bubatis) at The Vicinity of Jatoi,Punjab, Pakistan, Sci. Int. (Lahore), 24(4) ; 456-469.

Ramadhan, E.M. 2018. Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Pada Sapi Balidi Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. JurusanPeternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Rofiq, M.N. 2014. Jenis Cacing pada Feses Sapi di TPA Jatibarang dan KTTSidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Skripsi. Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Santoso, U. 2008. Mengelola Sapi Secara Profesional. Cetakan 1. PenerbitPenebar Swadaya. Jakarta

Sasnita, M. Samad dan Soehadji. 1990. Peternakan Umum. Penerbit CVYasaguna. Jakarta

Setiadi O.C., J. Zinsstag, V.S. Pandey, F. Fofana, and A.Depo. 2012.Epidemiology of parasites of sheep in Southern Forest Zone of CoteD’ivoire. Journal Revue d’Elevage et de Medeccine Veterinaire des PaysTropicaux. 52 (1) : 39-46

Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Siregar, 2013. Hubungan Personal Higiene dengan Penyakit Cacing (soiltransmitted helminth) pada Pekerja Tanaman Kota Pekanbaru.http://ejournal.unri.ac.id. Diakses pada 28 September 2018

Page 53: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

54

Sistem Informasi Kesehatan Hewan, 2015. Program Pengendalian dan danPemberantasan Penyakit.http://wiki.isikhnas.com/w/Advanced_Field_Epi:Manual_1__Disease_Control_and_Eradication_Programs/id. Diakses pada28 September 2018

Sosroamidjojo, M. S. dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. Cetakan ke-10. CV.Yasaguna. Jakarta

Soulsby, E.J.L. 1986. Helmint, Anthropodsand Protozoa of Domesticated Animal.7th Ed. The English language Book Society and Bailire Tindall. London.143-256.

Subekti, S., S. Mumpuni., dan Kusnoto. 2007. Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner.Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya

Subekti, S., S. Mumpuni., S. Koesdarto. H. Puspitawati dan Kusnoto. 2010.Ilmu Penyakit Helmints. Buku Ajar Airlangga University Press. Surabaya

Subronto. 2004. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

______. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II.Gadjah Mada University. Press.Yogyakarta

Subronto, dan Tjahayati I. 2004. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta

Sudradjat, D.S., 1991. Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Cetakan PertamaYayasan Agribisnis. Indonesia Mandiri.. Jakarta

Suharmita, Darmin. 2014. Prevalensi Parampistomum pada Sapi Bali diKecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Skripsi. Fakultas KedokteranUniversitas Hassanudin. Makassar

Tamalluddin, F. 2014. Waspada-Kerugian-Ekonomi-Penyakit.http://www.ternakpertama.com/2014/12/. Diakses pada 9 Oktober 2018

Tantri, N., T. R. Setyawati, dan S. Khotimah. 2013. Prevalensi dan intensitas telurcacing parasit pada feses sapi (Bos sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) KotaPontianak Kalimantan Barat. Protobiont. 2 (2): 102-˗106

Tarmuji, D.D., Siswansyah dan G. Adiwinata. 1988. Parasit-Parasit CacingGastrointestinal pada Sapi-Sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong,Kalimantan Selatan dalam Penyakit Hewan. Balitvet, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Bogor. 20 (35)

Page 54: TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA …digilib.unila.ac.id/57426/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-28 · tingkat infestasi cacing saluran pencernaan pada

55

Urquhart, M.G., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn and F.W. Jenning. 1988.Veterinary Parasitology. English Language Book Society. Longman

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Yulianto. P. E dan Saparinto. 2010. Identifikasi dan Program PengendalianToxocara vitulorum pada Ternak Ruminansia Besar. Fakultas KedokteranHewan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yulianti, E. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian PenyakitCacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 KecamatanTembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Fakultas KesehatanMasyarakat. Universitas Negeri Semarang. Semarang