makalah cacing

42
1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Ascaris lumbricoides 1.1.1. Epidemiologi Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya. Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang

Upload: alfania-novita-putri

Post on 26-Jul-2015

1.462 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH CACING

1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Ascaris lumbricoides

1.1.1. Epidemiologi

Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita oleh anak-anak

sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena

kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun

mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah

diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi

melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur

Ascaris lumbricoides.

Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia

sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran

tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah

polusi lingkungan sekitarnya. Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya,

hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak

adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing

mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang

memiliki tingkat social ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan

membuang tinja (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi

dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan

terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan

Harold, 1983 dalam Rasmaliah, 2001).

Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik

dengan suhu optimal adalah 23°C sampai 30°C. Jenis tanah liat merupakan

tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan

bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat

menyebar ke lingkungan (Rasmaliah, 2001).

Page 2: MAKALAH CACING

2

1.1.2. Morfologi

Taksonomi dari Ascaris lumbricoides kingdom; animalia, filum

nematode, klas secementae, ordo ascaridida, family ascarididae, genus ascaris

dan spesies Ascaris lumbricoides.

Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang

membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor

lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan

memiliki lebar 3 - 6 mm (Prasetyo, 2003).

Gambar 1. Cacing betina dewasa Ascaris lumbricoides

Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan

panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang

sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah

ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan)

dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat

ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto,1991 dalam

Rasmaliah, 2001). Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum

tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga

badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di

Page 3: MAKALAH CACING

3

hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe

polymyarincoelomyarin. Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung

didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang

dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada

perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan

dikenal sebagai cincin kopulasi (Prasetyo, 2003 dan Rasmaliah, 2001).

Gambar 2 Cacing jantan dewasa Ascaris lumbricoides

Gambar 3 Mulut Ascaris lumbricoides

Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x

30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal.

Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya

tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat

bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening

dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya

Page 4: MAKALAH CACING

4

tidak teratur atau berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-

kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa

kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan

dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam

tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44

mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan

albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur (Rasmaliah, 2001).

Gambar 4. Telur Ascaris

lumbricoides fertilGambar 5. Telur Ascaris lumbricoides

unfertil

1.2.3. Daur Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides,

jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur

akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk

kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju

jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan

masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari (Rasmaliah, 2001).

Page 5: MAKALAH CACING

5

Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanayak 2 kali,

kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk

sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke

osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk

kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian

atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa

kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.

Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua

bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu

mengeluarkan 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang

diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif

(Rasmaliah 2001).

Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur

tersebut keluar bersama tinja manusia dan di luar akan mengalami perubahan

dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini

tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di

tempat yang lembab. Di daerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi

secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi

dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan

dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana-

mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila

makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk

kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu

berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi

tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung

dengan kulit (Rasmaliah, 2001).

Page 6: MAKALAH CACING

6

Gambar 6. Daur Hidup Ascaris lumbricoides

1.2.4. Cara penularan

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya

telur yang infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang

tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur

infektif bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada

saluran pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah

dan memasuki aliran darah (Soedarto, 1991 dalam Rasmaliah, 2001).

1.2.5. Patogenesa dan Manifestasi Klinis

Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat

pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang

kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang

Page 7: MAKALAH CACING

7

cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan

kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh

yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam

typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema di wajah,

konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas (Rasmaliah, 2001).

Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik

seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi

cacing ke organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan

bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita.

Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam

beberapa keadaan sebagai berikut :

1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang

menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.

2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam

apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.

Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat

disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena

desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi

betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang

dapat dikenali dalam pemeriksaan histology (Soedarto, 1991 dalam

Rasmaliah, 2001).

1.2.6. Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa

dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang

khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui

pemeriksaan mikroskopik (Soedarto, 1991 dalam Rasmaliah, 2001).

\

Page 8: MAKALAH CACING

8

1.2.7. Pencegahan dan upaya penanggulangan

Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya

pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna,

Hygiene keluarga dan higiene pribadi seperti :

- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan

dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.

- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,

hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun,

pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya

yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik

ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus

hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.

4. Makan makanan yang dimasak saja.

5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang

menggunakan tinja sebagai pupuk.

b. Pengobatan penderita

Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat

beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi

ektopik dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya

semua obat dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk

pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal. Pada waktu yang lalu

Page 9: MAKALAH CACING

9

obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak chenopodium, hetrazan

dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek samping dan

sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum

luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah

pemakaiannya (Soedarto, 1995). Adapun obat yang sekarang ini dipakai

dalam pengobatan adalah :

1. Mebendazol.

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes

yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari,

tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa

kasus terjadi migrasi ektopik.

2. Pirantel Pamoat.

Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk

menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah

ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (“well tolerated”). Obat ini

mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing

tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana

infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.

3. Levamisol Hidroklorida.

Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang

menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam

dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang

dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel

pamoat dan mebendazol.

4. Garam Piperazin.

Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk

Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat

diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan

750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat

Page 10: MAKALAH CACING

10

dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti

berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.

1.2. Oxyuris vermicularis (E. vermicularis)

1.2.1. Epidemiologi E. vermicularis

Insiden tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41 %.

Merupakan penyakit keluarga. Tidak merata dilapisan masyarakat dan yang

sering diserang yaitu anak-anak umur 5-14 tahun. Pada daerah tropis insiden

sedikit oleh karena cukupnya sinar matahari, udara panas, kebiasaan ke WC

(yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet). Akibat

hal-hal tersebut diatas maka pertumbuhan telur terhambat, sehingga dapat

dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi

masyarakat tapi lebih dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan. Udara yang

dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi

pertumbuhan telur.(Soejoto dan Soebari, 1996).

1.2.2. Taksonomi

Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Nematoda

Kelas : Plasmidia

Ordo : Rabtidia

Super famili : Oxyuroidea

Family : Oxyuridea

Genus : Enterobius

Species : Enterobius vermicularis

1.2.3. Morfologi

Ukuran telur E. vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-

rata 55 x 26 mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai

Page 11: MAKALAH CACING

11

dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai

kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu : lapisan luar berupa lapisan albuminous,

translucent, bersifat mechanical protection. Di dalam telur terdapat bentuk

larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir

setiap harinya selama 2 samapi 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati

(Soedarto, 1995).

Gambar 7. Telur cacing E. Vermicularis

Cacing dewasa E. vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang

betina jauh lebih besar dari pada yang jantan. Ukuran cacing jantan adalah 2-5

mm, cacing jantan mempunyai sayap yang dan ekornya melingkar seperti

tanda tanya. Sedangkan ukuran cacing betina adalah 8-13 mm x 0,4 mm,

cacing betina mempunyai sayap, bulbus esofagus jelas sekali, ekornya

panjang dan runcing. Uterus cacing betina berbentuk gravid melebar dan

penuh dengan telur. Bentuk khas dari cacing dewasa ini adalah tidak terdapat

rongga mulut tetapi dijumpai adanya 3 buah bibir, bentuk esofagus bulbus

ganda (double bulb oesophagus), didaerah anterior sekitar leher kutikulum

cacing melebar, pelebaran yang khas disebut sayap leher (cervical alae).

Page 12: MAKALAH CACING

12

Gambar 8. Cacing dewasa E. Vermicularis (Soedarto, 1995)

1.2.4. Siklus hidup E. vermicularis

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif E. vermicularis dan

tidak diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak

telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke

daerah : perianal dan perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal migration. Di

daerah perinium tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara kontraksi

uterus, kemudian telur melekat didaerah tersebut. Telur dapat menjadi larva

infektif pada tempat tersebut, terutama pada temperatur optimal 23-26 ºC

dalam waktu 6 jam (Soedarto, 1995).

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur

matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi kedaerah

perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya

hanya berlangsung kira-kira I bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan

kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan (Soedarto,

1995).

Page 13: MAKALAH CACING

13

Gambar 9. Siklus Hidup E. Vermicularis

1.2.5. Cara penularan

Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui tiga jalan :

1. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada

orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya

alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.

2. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang

infektif.

3. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita

sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan

migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

Page 14: MAKALAH CACING

14

Gambar 10. Cara Penularan E. Vermicularis

1.2.6. Patologi dan Gejala Klinis

Enterobiasis relative tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang

serius. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus,

perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah

anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus local. Oleh karena cacing

bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita

menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk. Keadaan ini

sering terjadi pada malam hari hingga penderita terganggu tidurnya. Kadang-

kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal

sampai ke lambung, esophagus dan hidung, sehingga menyebabkan

Page 15: MAKALAH CACING

15

gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid berjalan-jalan dan dapat

bersarang di vagina dan tuba Fallopi, sehingga menyebabkan radang di

saluran telur.

1.2.7. Diagnosa

Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing

dewasa atau telur dari cacing E. vermiculsris. Adapun caranya adalah sebagai

berikut :

a. Cacing dewasa

Cacing dewasa dapat ditemukan dalam feses, dicuci dalam larutan Nacl

agak panas, kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa

dalam keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi untuk

mengawetkan. Nematoda kecil seperti E. vermicularis dapat juga difiksasi

engan diawetkan dengan alkhohol 70% yang agak panas. (Brown, 1983)

b. Telur cacing

Telur E. vermicularis jarang ditemukan didalam feses, hanya 5% yang

positif pada orang-orang yang menderita infeksi ini (Soejoto dan Soebari,

1996). Telur cacing E. vermicularis lebih mudah ditemukan dengan tekhnik

pemeriksaan khusus, yaitu dengan menghapus daerah sekitar anus dengan

“Scotch adhesive tape swab”. (Gracia, 2001).

1.2.8. Terapi

Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka

lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan

perorangan merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada

anak-anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air

besar dan membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya serta cuci tangan

sebelum makan.

Page 16: MAKALAH CACING

16

Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya

dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E.

vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh

telur cacing infektif. Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke

kamar tidur, sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik

pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih

tinggi dari 46ºC dalam waktu 6 jam. Karena infeksi Enterobius mudah

menular dan merupak penyakit keluarga maka tidak hanya penderitanya saja

yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama-sama

(Soedarto, 1995).

Kemoterapi dengan penggunaan obat yang dianjurkan oleh dokter seperti :

1. Mebendazol.

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes

yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari,

tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa

kasus terjadi migrasi ektopik.

2. Albendazol

Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi cacing usus, baik infeksi

tunggal maupun infeksi campuran. Dosis yang digunakan untuk orang dewasa

dan anak- anak berusia diatas 2 tahun diberikan takaran 400 mg sebagai dosis

tunggal. Untuk anak- anak berumur 1- 2 tahun diberikan dosis 200 mg sebagai

dosis tunggal.

3. Pirantel Pamoat.

Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk

menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah

ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (“well tolerated”). Obat ini

mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing

tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana

infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.

Page 17: MAKALAH CACING

17

4. Garam Piperazin.

Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk

Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat

diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan

750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat

dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti

berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.

5. pyrvinium pamoate

Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi enterobiasis. Pemberian

sirup ini digunakan dosis tunggal dengan takaran 0,5 ml/kgBB. Pemberian

sebaiknya pagi hari sebelum makan pagi. Kemasan sirup 10 mg Pirvinium

sitrat/ml. dianjurkan diberikan bersama- sama pada seluruh anggota keluarga

atau kelompok.

Page 18: MAKALAH CACING

18

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang anak laki- laki 6 tahun, diantar ibunya dengan keluhan sering

diare sejak 1 bulan yang lalu. Tetapi diarenya tidak tentu dan dalam sehari

belum tentu diare. Tidak nafsu makan dan sering gatal di anus pada malam

hari. Ibunya juga pernah menemukan cacing kremi di anus anaknya tersebut.

Dari scotch adhesive test didapatkan cacing kremi (Oxyuris vermicularis) dan

pemeriksaan feses didapatkan adanya telur cacing gelang (Ascaris

lumbricoides).

2. 1. Identitas Penderita

Nama : An.R

Umur :6 tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Alamat : Jl. MT Haryono, Lowokwaru

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : TK

Agama : Islam

Suku : Jawa

Nama ayah : Tn. S

Umur ayah : 32 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama ibu : Ny. Y

Umur Ibu : 29 Tahun

Pendidikan :SMA

Pekerjaan : IRT

2.2. Anamnesa

1. Keluhan utama : Diare

Page 19: MAKALAH CACING

19

2. Riwayat penyakit sekarang

Diare dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Diare tidak tentu, dalam satu

hari kadang diare kadang tidak. Diare dalam bentuk cair dan kadang disertai

lendir. Diare bisa terjadi sampai 5 kali dalam sehari. Selain itu nafsu makan

an. R turun, hal ini dirasakan sejak dua minggu yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan sering gatal- gatal pada lubang dubur. Gatal- gatal sudah

dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Gatal semakin meningkat pada malam

hari, sampai membuat pasien tidak bisa tidur. Pada suatu saat ibu melihat di

anusnya dan menemukan adanya cacing kremi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat sakit serupa : (-)

- Riwayat mondok : (-)

- Riwayat sakit gula : (-)

- Riwayat bronkitis : (-)

- Riwayat asma : (-)

- Riwayat penyakit jantung : (-)

- Riwayat sakit kejang : (-)

- Riwayat alergi obat : (-)

- Riwayat alergi makanan : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : (-)

- Riwayat hipertensi : (-)

- Riwayat sakit gula : (-)

- Riwayat asma : (-)

- Riwayat jantung : (-)

- Riwayat alergi : (-)

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : (+), ayah

- Riwayat pengisian waktu luang : bermain dan nonton TV

Page 20: MAKALAH CACING

20

6. Riwayat Sosial Ekonomi

An. R adalah putra dari Bapak S dan Ibu Y. An. R tinggal bersama kedua

orangtuanya dan kedua saudaranya yang merupakan bentuk nuclear family.

An. R adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Bapak S bekerja sebagai

wirausaha fotocopy, sedangkan Ibu Y adalah ibu rumah tangga. Kesan social

ekonomi kurang.

7. Riwayat Gizi

Pasien makan 3 kali sehari. Satu kali makan pasien bisanya

menghabiskan setengah piring makan dengan nasi lauk dan sayur. Namuan

selama 2 minggu ini nafsu makan pasien menurun, makanan setengah piring

tidak habis, dan apabila ibu menyuruh makan langsusng mengelak.

8. Riwayat Kehamilan Ibu

Ny. Y memiliki tiga anak dan An. R adalah anak ketiga. Pada saat hamil

ibu rutin ANC ke dokter. Pernah sakit ringan seperti batuk dan pilek. Ibu tidak

pernah mengkonsumsi obat kecuali dari dokter, yaitu vitamin saja.

9. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir dengan sesio sesar dengan indikasi panggul sempit. Pada saat

kelahiran bayi langsung menangis sepontan dengan keras. Berat badan saat

lahir 2800 g dengan panjang 54 cm. Kedua kakaknya juga lahir secara sesio

sesar karena indikasi yang serupa.

10. Riwayat imunisasi

Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai dengan jadwal (BCG, DPT, Polio,

campak, dan hepatitis-B).

11. Riwayat tumbuh kembang

Anak sudah duduk di bangku TK, anak sudah bisa belajar dan bermain

dengan teman- temannya. Kesan tumbuh kembang baik.

Page 21: MAKALAH CACING

21

2.2. Anamnesis Sistem

1. Kulit : warna kulit putih, pucat (-), kulit gatal (-),

2. Kepala : sakit kepala (- ), pusing ( -), rambut kepala rontok (- ), luka

pada kepala ( -), benjolan/borok di kepala ( -)

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang ( -), penglihatan kabur

( -), ketajaman penglihatan dalam batas normal

4. Hidung : tersumbat ( -), mimisan (- )

5. Telinga : pendengaran berkurang ( - ), berdengung ( - ), keluar cairan ( - )

6. Mulut : sariawan ( - ) sering, mulut kering (- )

7. Tenggorokan : sakit menelan ( -), serak (- )

8. Pernafasan : sesak nafas ( -), batuk lama (-)

9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada ( -), ampeg ( -)

10. Gastrointestinal : mual ( - ), muntah ( - ), diare ( +), nafsu makan meningkat

( - ), nyeri perut ( - ), gatal pada lubang dubur.

11. Genitourinaria : BAK ±5x dan cair sehari kadang- kadang, kencing malam

hari (-) kali/hari, kuning jernih nampak normal

12. Neurologik : kejang (- ) sering, lumpuh ( - ), kesemutan dan rasa tebal

pada kedua kaki ( - )

13. Psikiatri : emosi stabil, mudah marah ( - )

14. Muskuloskeletal : kaku sendi ( - ), nyeri tangan dan kaki ( - ), nyeri otot ( - )

15. Ekstremitas :

o Atas kanan : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

o Atas kiri : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

o Bawah kanan : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

o Bawah kanan : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

2.3. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : tampak lemas , compos mentis GCS( E4 V5 M6)

2. Tanda Vital

Page 22: MAKALAH CACING

22

BB : 19 kg

TB : 100 cm

BMI : kesan normoweight

Tensi : - mmHg

Nadi : 90 x/menit regular, isi cukup, simetris

Pernafasan : 20 x/mnt

Suhu : 36,7°C

3. Status Lokalis : eskoriasi (+) dan iritatif (+) di daerah anus

4. Kulit

sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spidernevi (-),

petechie (-), eritem (-), venektasi (-)

5. Kepala

Bentuk mesocephal , luka ( - ), rambut rontok ( - ), makula ( - ), papula ( - ),

nodula ( - ).

6. Mata

Conjunctiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - ), warna kelopak (kecoklatan),

katarak ( - / - ), strabismus (-/-)

7. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-).

8. Mulut

Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah

hiperemis (-), tremor (-).

9. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga

dalam batas normal.

10. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

11. Leher

Page 23: MAKALAH CACING

23

lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),

deviasi trakea (-).

12. Toraks

bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi sela iga (-)

spidernevi (-), sela iga melebar (-), massa (-),kelainan kulit (-), nyeri (-)

13. Cor:

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah: ICS V medial lineo medio clavicularis

sinistra

Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dekstra

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Suara tambahan jantung : (-)

14. Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, simetris, pergerakan dada kanan

sama dengan dada kiri,irama regular, otot bantu

nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas

meningkat.

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+),

wheezing ronkhi

Dinamis (depan dan belakang)

- -

-

- -

-

Page 24: MAKALAH CACING

24

15. Abdomen :

Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-),

bekas jahitan (-)

Palpasi : supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak

teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)

Perkusi : timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi : peristaltik (+), 39x/menit

16. Sistem Columna Vertebralis

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), Lordosis

(-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : NKCV (-)

17. Ekstremitas : palmar eritem (-)

Akral hangat

Oedem

18. Pemeriksaan Neurologik

Kesadaran : kompos mentis GCS (E4 V5 M6)

Fungsi luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Fungsi sensorik :

Fungsi motorik

- -

- -

- -

- -

N N

N N

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

kekuatan tonus RF RP

Page 25: MAKALAH CACING

25

19. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan : perawatan diri baik

Kesadaran : compos mentis

Afek : appopriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : bentuk :realistik

isi :waham ( - ), halusinasi ( - ), ilusi ( - )

arus :koheren

Insight : baik

2.4. Pemeriksaan Penunjang

1. scotch adhesive test didapatkan cacing kremi (Oxyuris vermicularis)

2. pemeriksaan feses didapatkan adanya telur cacing gelang (Ascaris

lumbricoides).

2.5. Resume

Pasien datang berobat diantarkan oleh ibunya dengan keluhan diare. Diare

tersebut dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Diare munculnya tidak tentu. Selain

diare pasien juga mengeluhkan tidak nafsu makan yang dirasakan sejak 2 minggu

yang lalu. Pasien juga mengeluhkan gatal pada daerah dubur, gatal tersebut

meningkat pada malam hari. Ibu juga menemukan adanya cacing kremi pada

dubur.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum an. R tampak

lemas, vital sign normal, pada status lokalis didapatkan eskoriasi yaitu di daerah

anus dan adanya peningkatan peristaltik.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan scotch adhesive test didapatkan

cacing kremi (Oxyuris vermicularis) dan pemeriksaan feses didapatkan adanya

telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

2.6. Diagnosa

Diare et causa Infeksi parasit Oxyuris vermicularis Ascaris lumbricoides.

Page 26: MAKALAH CACING

26

2.7. Terapi

Non medikamentosa

1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar

2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu

4. Mencuci jamban setiap hari

5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan

dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya

Medikamentosa

.

dr. Oktiyasari Puji NurwatiSIP : 207 121 0005

Praktek/ Rumah : Hari Praktek :Jl. Joyo Tambaksari 30B Senin- Jum’atMalang Pagi 07.00-09.00 WIB081334950980 Sore 16.00-20.00 WIB

Malang, 28 Februari 2012

R/ Combantrin susp 2mg 5/ml 60 ml No.IS 1 dd cth I½

_____________________________________________##R/ Biodiar tab ½

Glukosa qsm.f.l.a. pulv dtd No. VIIIS p.r.n. 2 dd I post defecatio________________________________________________##

R/ Confortin cream g 20 No.IS ue. a.n part doll________________________________________________##

R/ Apialys syr ml 100 No. IS 1 dd cth I pc________________________________________________##

Pro : An. R Umur : 6 thAlamat: Jl. MT. Haryono BB : 19 kg

Page 27: MAKALAH CACING

27

BAB III

PEMBAHASAN

Terapi medikamentosa yang diberikan pada An. R adalah sebagai

berikut:

1. Combantrin

Pertimbangan diberikannya combantrin (Pirantel Pamoat) adalah karena

antihelmenth obat ini lebih efektif untuk infeksi cacing kremi dan cacing

tambang. Berbeda dengan obat lain seperti piperazim dan pyrvinium yang

hanya efektif untuk enterobiosis. Selain itu dengan cara pemberian obat sekali

dalam sehari lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Berbeda

dengan Albendasol yang dibagi menjadi dua dosis. Pemilihan obat dengan

suspensi adalah untuk memudahkan pemberian pada anak- anak. Jumlah

suspense adalah 60 ml atau 1 fl cukup untuk delapan hari.

2. Biodiar pulv

Pertimbangan diberikan biodiar untuk mengurangi gejala yaitu diare.

Obat ini diberikan dalam sediaan puyer, hal ini karena anak masih sulit untuk

menelan tablet. Puyer ini hanya diberikan apabila ada keluhan diare dan

diminum setelah buang air besar yang cair (diare).

3. Confortin cream g

Pertimbangan pemberian confortin adalah untuk pruritus dan adanya

eskoriasi. Pemberian dengan cara dioleskan tipis pada tempat lesi (eskoriasi).

Diberikan bila perlu saja, kalau gatal saja, umumnya pada malam hari.

Pemberian cream I tube karena hanya dioleskan pada daerah anus dan bila

perlu saja.

4. Apialys syr

Pertimbangan pemberian obat ini adalah untuk meningkatkan asupan

gizi, meningkatkan nafsu makan, dan daya tahan tubuh. Hal ini karena pasien

mengeluhkan tidak nafsu makan ditambah dengan diare dan pasien dalam

Page 28: MAKALAH CACING

28

kondisi terinfeksi, sehingga pasien harus ditingkatkan ketahanan tubuh dan

gizinya agar pasien bisa segera pulih, sembuh dari infeksi, dan infeksi tidak

kambuh lagi. Pemberian satu flash untuk 20 kali pemberian.

Page 29: MAKALAH CACING

29

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

dapat disimpulkan bahwa An. R adalah pasien penderita diare et causa infeksi

parasit E. vermicularis dan Ascaris lumbricoides. Pasien diberiakan terapi

non medikamentosa dan medikamentosa (pirantel pamoat, biodiar, confortin,

dan apialys.

4.2. Saran

Saran yang diberikan penulis adalah diharapkan kritik dan saran yang

membangun bagi pembaca tentang penulisan dan isi dari makalah.

Page 30: MAKALAH CACING

30

TINJAUAN PUSTAKA

Brown, Harold, W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta

Garcia, Lyne Shore. 2001. Diagnostic Medical Parasitology. ASM Press: Wasington

Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. FKUI: Jakarta

Prasetyo, Heru. 2003. Helmintologi Kedokteran. Airlangga University Press: Surabaya

Rasmaliah. 2001. Ascariasis dan Upaya Penanggulangannya. FKM Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara.

Santoso dkk. 2011. MIMS Edisi Bahasa Indonesia. PT Medidata Indonesia: Jakarta.

Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.

Wibowo, Samekto dkk. 2002. Formularium Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.

RS Dr. Sardjito: Yogyakarta.