pengaruh faktor eksternal dan internal yang...
TRANSCRIPT
ii
PENGARUH FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2010-2016
SKRIPSI
Oleh:
AJENG KURNIA RAHMAWATI NINGRUM
NIM. 1113085000086
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M/1438 H
ii
PENGARUH FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2010-2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
AJENG KURNIA RAHMAWATI NINGRUM
NIM. 1113085000086
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M/1438 H
ii
i
ii
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ajeng Kurnia Rahmawati Ningrum
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Januari 1996
3. Alamat : Jl. Sirsak Ujung Gg. Kopi No.42 Jak-Sel
4. Telepon : 081289211661
II. PENDIDIKAN
1. SD : SDIT Al-Azhar Jagakarsa
2. SMP : SMP SULUH Jakarta
3. SMA : MAN 7 Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Sekretaris 2 MPK MAN 7 Jakarta 2010.
2. Sekretaris 1 MPK MAN 7 Jakarta 2011.
3. Anggota HMI Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2013-2015.
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Hadi Sasmungi
2. Tempat & Tanggal Lahir : Blitar, 4 April 1969
3. Alamat : Jl. Sirsak Ujung Gg. Kopi No.42 Jak-Sel
4. Telepon : 081584697456
5. Ibu : Maimunah
6. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Juni 1973
7. Alamat : Jl. Sirsak Ujung Gg. Kopi No.42 Jak-Sel
8. Telepon : 081310793136
9. Anak Ke : Pertama dari Tiga Bersaudara
vi
ABSTRACT
This study aims to examine and analyze the Non Performing Financing of
Sharia Banks in Indonesia. This research is important to do because of bad credit
has a very high fluctuation. As for some of the factors analyzed in the influence of
Non Performing Financing are: External factors (Kurs and Inflation) and Internal
factors Capital Adequancy Ratio (CAR) and The Bank Overhead Cost (BOPO).
The population in this study were all Islamic Banks in Indonesia.
The sampling technique used was purposive sampling, which is a
sampling method based on multiple criteria, namely: (a) Islamic Banks which
registered in Bank Indonesia and Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (b) Islamic
Banks which publish quarterly financial statements during the period 2010-2016,
and (c) Islamic Commercial Bank which has a complete data based on the
variables studied. Data analysis methods used in this study is an analysis of
Multiple Linear Regression. These results indicated that kurs and the bank
overhead cost (BOPO) had a positive impact and significant on the Non
Performing Financing. While the inflation and Capital Adequancy Ratio (CAR)
had a negative impact and significant on the Non Performing Financing.
Keywords: Non Performing Financing (NPF), Kurs, Inflation, Capital Adequancy
Ratio (CAR), Bank Overhead Cost (BOPO).
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis Non Performing
Financing Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian ini penting untuk
dilakukan karena pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing
perbankan syariah di Indonesia mempunyai fluktuasi sangat tinggi. Adapun
beberapa faktor yang dianalisis dalam mempengaruhi Non Performing Financing
adalah: faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan faktor internal (Capital Adequancy
Ratio (CAR) dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah yang ada di
Indonesia.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yang merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan beberapa kriteria, yaitu
(a) Bank Umum Syariah tersebut terdaftar di Bank Indonesia dan di Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), (b)Bank Umum Syariah yang mempublikasikan laporan
keuangan kuartalan selama periode 2010-2016, (c) Bank Umum Syariah yang
memiliki kelengkapan data berdasarkan variabel yang diteliti. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurs dan Biaya Operasional terhadap
Pembiayaan Operasional (BOPO) mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap Non Performing Financing. Sedangkan, inflasi dan Capital Adequancy
Ratio (CAR) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap Non
Performing Financing.
Kata kunci: Non Performing Financing (NPF), kurs, inflasi, Capital Adequancy
Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul: “Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal Yang Mempengaruhi
Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Umum Syariah Periode 2010-2016”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Program Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang
penulis miliki. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan, motivasi,
didikan, dan bimbingan, serta doa yang diberikan kepada penulis selama ini,
khususnya:
1. Orang tua Bapak Hadi dan Ibu Maimunah serta adik-adikku tercinta Syifa dan
Raidah yang selalu memberikan kasih sayang, doa, serta dorongan moril
maupun materil yang tak terhingga kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan.
3. Ibu Aini Masruroh., SEI., MM., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan ilmu, waktu, dan semangat serta memberikan
pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi sampai skripsi
ini selesai.
4. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA, dan Ibu Fitri Damayanti, SE.,
ix
M.SI, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbankan Syariah yang telah
memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti dalam penyelesaian
perkuliahan Strata satu ini.
5. Ibu Erika Amelia, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang berguna dan berharga bagi penulis selama perkuliahan serta jajaran
Karyawan dan Staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan
membantu penulis selama perkuliahan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan dari awal masuk kuliah sampai sekarang Itsna
Shofi, Destri Nuraini, Isti Nanda, R. Rizny, Agnes Dwi, Rehan Nurmillah,
dan Nabila Khairunisa yang tiada hentinya memberikan doa, semangat,
dukungan, and especially for my beloved Rilo Wahyudi yang selalu
menemani penulis dalam keadan apapun.
8. Teman-teman Perbankan Syariah 2013 yang telah memberikan motivasi dan
membantu penulis hingga selesainya skripsi ini.
9. Senior dan teman-teman KAFEIS yang telah memberikan banyak
pembelajaran berorganisasi dan berproses.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis
sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun kearah
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang telah
diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.
Jakarta, 26 Mei 2017
Penulis,
Ajeng Kurnia Rahmawati N.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJIAN SKRIPSI ..................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ......................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB. I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Penelitian ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 9
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
A. Landasan Teori ........................................................................................ 10
1. Bank Syariah ..................................................................................... 10
a. Pengertian Bank Syariah ............................................................ 10
b. Landasan Hukum ....................................................................... 11
c. Fungsi dan Peran Bank Syariah ................................................. 13
d. Prinsip Operasional Bank Syariah ............................................. 13
e. Tujuan Bank Syariah .................................................................. 15
f. Ciri-ciri Bank Syariah ................................................................. 16
g. Prinsip-prinsip Bank Syariah ..................................................... 19
xi
2. Pembiayaan Bank Syariah ................................................................ 21
3. Risiko Pembiayaan ............................................................................ 25
4. Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah ................................. 28
a. Faktor Internal Bank................................................................... 28
b. Faktor Eksternal Bank ................................................................ 29
5. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) .... 30
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi NPF ........................................... 33
a. Kurs ............................................................................................ 33
b. Inflasi ......................................................................................... 38
c. Capital Adequancy Ratio (CAR) ................................................ 41
d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) . 43
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 47
C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 53
D. Hipotesis .................................................................................................. 54
1. Kurs ................................................................................................... 54
2. Inflasi ................................................................................................ 55
3. Capital Adequancy Ratio (CAR) ...................................................... 56
4. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) ........ 57
BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 58
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 58
B. Populasi dan Metode Penentuan Sampel................................................. 59
C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 61
1. Field Research .................................................................................. 61
2. Library Research ............................................................................... 62
3. Internet research ............................................................................... 62
D. Metode Analisis Data .............................................................................. 63
1. Uji Asumsi Klasik ............................................................................. 63
a. Uji Normalitas ............................................................................ 63
b. Uji Multikolinearitas .................................................................. 64
c. Uji Autokorelasi ......................................................................... 66
d. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 69
xii
2. Metode Data Panel ............................................................................ 70
3. Estimasi Model Data Panel ............................................................... 73
a. Model Pooled Least Square (PLS) ............................................. 73
b. Model Fixed Effect Model (FEM) .............................................. 74
c. Model Random Effect Model (REM) ......................................... 75
4. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel ................................. 76
a. Uji Chow .................................................................................... 77
b. Uji Hausman .............................................................................. 78
E. Model Empiris ......................................................................................... 79
F. Operasional Variabel Penelitian ............................................................... 80
BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 82
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 82
B. Analisa Deskriptif.................................................................................... 83
1. Analisis Rasio Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah
........................................................................................................... 83
2. Analisis Kurs ..................................................................................... 84
3. Analisis Inflasi .................................................................................. 85
4. Analisis Capital Adequancy Ratio (CAR) ........................................ 87
5. Analisis Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional ........ 89
C. Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 91
1. Uji Normalitas ................................................................................... 91
2. Uji Multikolinearitas ......................................................................... 92
3. Uji Heteroskedastisitas ...................................................................... 92
4. Uji Autokorelasi ................................................................................ 94
D. Estimasi Model Data Panel ..................................................................... 95
1. Common Effect Model (CEM) .......................................................... 96
2. Fixed Effect Model (FEM) ................................................................ 97
3. Uji Chow ........................................................................................... 97
4. Random Effect Model (REM) ........................................................... 98
xiii
5. Uji Hausman ..................................................................................... 99
E. Uji Statistik .............................................................................................. 100
1. Pengaruh Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah Secara Parsial (Uji t) ............................................. 100
2. Pengaruh Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah Secara Simultan (Uji F) ........................................ 104
3. Koefisien Determinasi (Adjuster R2) ................................................ 105
F. Analisis Model Regresi Data Panel .......................................................... 106
G. Persamaan Model Regresi Setiap Bank ................................................... 109
H. Interpretasi ............................................................................................... 111
BAB. V. PENUTUP ........................................................................................... 118
A. Kesimpulan ............................................................................................. 118
B. Saran ........................................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 122
LAMPIRAN ....................................................................................................... 127
xiv
DAFTAR TABEL
2.1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ....................................... 14
2.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ................................................................. 16
2.3. Kriteria Kesehatan Non Performing Financing (NPF) ................................ 27
2.4. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 39
3.1. Bank Umum Syariah di Indonesia ............................................................... 52
3.2. Daftar Sampel Penelitian ............................................................................. 53
3.3. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 72
4.1. Prosedur Pemilihan Sampel Bank Umum Syariah di Indonesia .................. 74
4.2. Hasil Uji Multikolinearitas........................................................................... 84
4.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 84
4.4. Koreksi Hasil Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 85
4.5. Hasil Uji Autokorelasi .................................................................................. 86
4.6. Koreksi Hasil Uji Autokorelasi .................................................................... 87
4.7. Regresi Data Panel Common Effect Model (CEM) ...................................... 88
4.8. Regresi Data Panel Fixed Effect Model (FEM)............................................ 89
4.9. Hasil Uji Chow............................................................................................. 90
4.10. Regresi Data Panel Random Effect Model (REM) ..................................... 91
4.11. Hasil Uji Hausman ..................................................................................... 91
4.12. Hasil Uji t ................................................................................................... 93
4.13. Hasil Uji F .................................................................................................. 96
4.14. Koefisien Determinasi ................................................................................ 98
4.15. Model Regresi ............................................................................................ 99
4.16. Model Regresi Setiap Bank ........................................................................ 101
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 45
4.1. Hasil Uji Normalitas .................................................................................... 83
xvi
DAFTAR GRAFIK
1.1. Perkembangan Tingkat Rasio Non Performing Financing (NPF) Perbankan
Syariah Periode 2010-2016 .......................................................................... 3
1.2. Perkembangan Tingkat Kurs, Inflasi, Capital Adequanci Ratio (CAR), dan
Biaya Operasional terhadap Pembiayaan Operasional (BOPO) Perbankan
Syariah Periode 2010-2016 .......................................................................... 4
4.1. Kurva Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia
...................................................................................................................... 75
4.2. Kurva Kurs ................................................................................................... 77
4.3. Kurva Inflasi................................................................................................. 78
4.4. Kurva Capital Adequancy Ratio (CAR) ...................................................... 80
4.5. Kurva Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional ....................... 82
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Model Pooled Least Square (PLS) ................................................. 118
Lampiran 2: Model Fixed Effect Model (FEM) .................................................. 119
Lampiran 3: Uji Chow ........................................................................................ 119
Lampiran 4: Model Random Effect Model (REM) ............................................. 120
Lampiran 5: Uji Hausman ................................................................................... 120
Lampiran 6: Data Variabel Penelitian ................................................................. 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perbankan syariah salah satu lembaga keuangan yang memiliki
pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Dengan berjalannya
waktu, bank telah menjadi sebuah kebutuhan hidup manusia.
Undang-undang terbaru mengenai perbankan syariah adalah
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan
bahwa, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (UU No.
21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1).
Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan
eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank
syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan
kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya (Karim,
2004:255).
Menurut Arifin, bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana (pembiayaan)
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana (Arifin, 2012:125).
2
Pembiayaan merupakan salah satu bentuk penyaluran dana yang
diberikan bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk
menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank syariah dari
masyarakat yang memiliki dana surplus (Firdaus, 2015:83). Dengan demikian,
semakin tinggi pembiayaan yang diberikan maka semakin tinggi pula risiko
pembiayaan yang akan ditanggung bank syariah.
Pembiayaan yang telah disalurkan oleh bank syariah kepada
masyarakat juga berpotensi timbulnya kredit atau pembiayaan bermasalah
yang dalam dunia perbankan syariah dikenal dengan istilah Non Performing
Finance (NPF).
Non Performing Finance (NPF) adalah pembiayaan bermasalah yang
telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran
atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani
oleh bank dan nasabah (Ismail, 2010:123). Semakin tinggi NPF maka
semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar, maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar (Muhammad, 2005:265).
Besar rasio NPL atau NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia
adalah maksimal 5%. Jika melebihi angka 5% maka akan mempengaruhi
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan (Lampiran Surat Edaran
Bank Indonesia No.9/24/DPbS Tahun 2007). Grafik 1.1 menunjukkan bahwa
3
sejak tahun 2010 hingga 2016 dalam triwulan tingkat NPF perbankan syariah
mengalami fluktuatif. Seperti yang terlihat pada tahun 2013, tingkat rasio
NPF mencapai lebih dari 2% dari batas NPF yang ditentukan oleh Bank
Indonesia. Dan juga terdapat pada tahun 2015 dan 2016, tingkat rasio NPF
melebihi batas maksimalnya. Hal ini tentu berdampak pada kesehatan bank
yang bersangkutan.
GRAFIK 1.1
Perkembangan Tingkat Rasio NPF Perbankan Syariah Periode 2010-2016
(dalam %)
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK
Pembiayaan bermasalah banyak disebabkan karena analisis
pembiayaan yang keliru dan buruknya karakter nasabah. Selain itu,
pembiayaan yang macet juga disebabkan oleh faktor internal bank dan
nasabah. Penyebab lain muncul dari faktor eksternal, yaitu kegagalan bisnis
dan ketidakmampuan manajemen. Kegagalan strategi perbankan syariah
dalam pembiayaan korporasi semakin meningkatnya Non Performing
Financing (NPF) (Rustam, 2013:58).
Seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan
4
yang mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan
dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan
melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan
suatu kejadian potensial, baik yang diperkirakan (anticipated) maupun yang
tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan bank (Karim,2010:256).
Secara dimensi internal, NPF perbankan syariah dapat dianalisis
dengan pencapaian yang telah diraih dengan melihat rasio keuangan
berdasarkan laporan keuangannya. Laporan keuangan dapat mencerminkan
keadaan keuangan perusahaan perbankan pada saat pelaporan keuangan.
Laporan keuangan juga dapat memprediksi keadaan perusahaan perbankan di
masa mendatang.
Di sisi lain faktor eksternal yang terdiri atas variabel makroekonomi
yang ternyata memberikan efek yang serius terhadap kinerja suatu perbankan,
tak terkecuali perbankan syariah. Secara teoritis bank syariah tidak mengenal
sistem bunga, sehingga profit yang didapat bersumber dari bagi hasil dengan
pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah serta investasi dari
bank syariah sendiri. Pengaruh faktor makroekonomi tersebut bisa berdampak
langsung maupun tidak langsung terhadap NPF bank syariah.
5
GRAFIK 1.2
Perkembangan Tingkat Kurs, Inflasi, Capital Adequanci Ratio (CAR), dan
Biaya Operasional terhadap Pembiayaan Operasional (BOPO) Perbankan
Syariah Periode 2010-2016 (dalam %)
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK
Pada grafik diatas, fluktuasi NPF bisa terjadi karena berbagai macam
faktor. Penyebab yang mempengaruhi NPF dari sisi eksternal adalah inflasi.
Berdasarkan penelitian Firmansari & Suprayogi (2015) diketahui bahwa
inflasi memiliki pengaruh signifikan dan positif dalam menyebabkan
pembiayaan bermasalah, didukung oleh penelitian Fitrianti (2016), Diansyah
(2016), dan Barus & Erick (2016). Fitrianti (2016) menyimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat inflasi akan mempengaruhi tingkat risiko pembiayaan
bermasalah pada bank. Sedangkan, Akbar (2016) menyimpulkan bahwa
inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pembiayaan bermasalah.
Dalam hasil penelitiannya Akbar (2016) menyimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat inflasi maka tingkat pembiayaan dalam suatu bank akan tetap
stabil. Penelitiannya juga didukung oleh Firdaus (2015), Lidyah (2016), dan
Wibowo (2015).
6
Faktor eksternal lainnya adalah kurs. Berdasarkan penelitian Haifa &
Wibowo (2015) diketahui bahwa kurs memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap pembiayaan bermasalah. Menurutnya, krisis kurs
mengakibatkan memburuknya kemampuan perusahaan yang pada gilirannya
meningkatkan pembiayaan bermasalah dalam sistem perbankan. Yang artinya,
dengan nilai kurs yang semakin tinggi akan menyebabkan tingginya tingkat
NPF pada BUS. Sedangkan berdasarkan penelitian Firdaus (2015)
menyimpulkan kurs berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
pembiayaan bermasalah. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa apabila
nilai kurs semakin tinggi dengan dipresentasikan melemahnya nilai rupiah
terhadap dolar yaitu tingginya nilai tukar rupiah terhadap dolar akan
menyebabkan tingginya tingkat NPF pada BUS, namun dalam kenyataannya
tingkat kurs mengalami tren positif dalam kurun waktu 4 (empat) tahun hal
ini yang menyebabkan tingkat kurs tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat NPF.
Sedangkan penyebab pembiayaan bermasalah dari internal bank
terkait kecukupan modal bank yang diproksikan dengan Capital Adequancy
Ratio (CAR). Firdaus (2015) dan Fitrianti (2016), menyimpulkan bahwa CAR
berpengaruh signifikan dan positif terhadap pembiayaan bermasalah. Dalam
penelitian Fitrianti (2016) menyimpulkan bahwa semakin tinggi CAR maka
semakin besar pula modal yang dimiliki, dengan banyaknya modal yang
7
dimiliki maka aktivitas bank dalam menyalurkan kredit/pembiayaan juga
mengalami peningkatan sehingga akan memperbesar tingkat terjadinya
pembiayaan bermasalah. Sedangkan menurut Akbar (2016) dan Haifa (2015)
menyimpulkan bahwa CAR memiliki pengaruh negatif terhadap NPF. Artinya
semakin besar modal yang dimiliki suatu bank maka akan semakin kecil
peluang terjadinya NPF.
Rasio Biaya Operasional terhadap Pembiayaan Operasional (BOPO)
juga menjadi faktor penentu kondisi risiko pembiayaan bank. Berdasarkan
penelitian Lidyah (2016) dan Alissanda (2015) menyebutkan bahwa BOPO
memiliki pengaruh positif terhadap NPF, hal ini dijelaskan oleh Lidyah (2016)
bahwa semakin tinggi rasio BOPO maka kualitas pembiayaan akan berkurang
sehingga hal tersebut juga dapat menyebabkan meningkatkan rasio
pembiayaan bermasalah dikarenakan total pembiayaan yang berkurang. Lain
halnya dalam penelitian Purnamasari & Musdholifah (2016) menyimpulkan
bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap NPF. Hasil penelitiannya tidak
sesuai dengan teori efisiensi, bahwa semakin baik rasio BOPO menunjukkan
semakin baik tingkat efisiensi pengelolaan operasional bank sehingga dapat
menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi. Peningkatan keuntungan ini
mencerminkan kualitas pembiayaan yang meningkat, sehingga akan
menurunkan pembiayaan bermasalah.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang
8
beragam. Hal ini berarti menunjukkan ada research gap mengenai variabel
yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada bank umum syariah.
Selain research gap, penelitian ini juga mencoba memasukkan
variabel-variabel yang oleh peneliti terdahulu digunakan untuk meneliti
pengaruhnya NPF bank syariah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk
menganalisis masalah yang terkait dengan pembiayaan bermasalah yaitu
faktor yang mempengaruhinya. Baik itu faktor eksternal maupun faktor
internal yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada bank syariah.
Maka dengan itu, dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh
Faktor Eksternal dan Internal Yang Mempengaruhi Pembiayaan
Bermasalah Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2016”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang hendak diteliti adalah:
1. Apakah variabel faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan faktor internal
(CAR dan BOPO) berpengaruh secara simultan terhadap pembiayaan
bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia?
2. Apakah variabel faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan faktor internal
(CAR dan BOPO) berpengaruh secara parsial terhadap pembiayaan
9
bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah variabel faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan
faktor internal (CAR dan BOPO) berpengaruh secara simultan terhadap
NPF Bank Umum Syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah variabel faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan
faktor internal (CAR dan BOPO) berpengaruh secara parsial terhadap
NPF Bank Umum Syariah di Indonesia.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1),
sesuai dengan jurusan dan keilmuan yang ditekuni.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan bagi otoritas moneter dalam menyusun kebijakan di bidang
moneter dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
merata dan adil. Sedangkan, bagi pembaca berguna sebagai bahan
referensi penelitian sejenis dan menambah pengetahuan di bidang
ekonomi. Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk menambah
pengetahuan serta menyelaraskan apa yang didapat selama kuliah dengan
kenyataan di lapangan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Menurut ketentuan Undang-undang No.21 Tahun 2008 pasal
1 ayat 2, pengertian bank adalah sebagai berikut:
“Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.”
Bank syariah adalah bank yang dapat melaksanakan
aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip
syariah Islam, seperti menghindari penggunaan instrumen bunga
(riba) dan beroperasi dengan prinsip bagi hasil, sedangkan menurut
Undang-undang No.21 tahun 2008 pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa
bank syariah adalah sebagai berikut:
“Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas bank Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.”
11
Menurut Sudarsono, Bank syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit atau pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah
(Sudarsono, 2012:29).
Sedangkan menurut Ascarya, Bank Syariah yaitu bank
dengan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala
operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan, maupun
dalam produk-produk lainnya. Bank Syariah merupakan lembaga
keuangan yang berfungsi memperlancar ekonomi di sektor riil
melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya)
yang berlandaskan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan nilai syariah, baik bank bersifat makro
maupun mikro (Ascarya, 2008:3)
b. Landasan Hukum
Pada dasarnya, pendirian Bank Syariah mempunyai tujuan
yang utama. Yang pertama yaitu menghindari riba dan yang kedua
yaitu mengamalkan prinsip-prinsip Syariah dalam perbankan.
Di dalam Al-Qur’an, beberapa ayat yang menyinggung
12
tentang pelanggaran riba, di antaranya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah: 278)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa: 29)
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum: 39)
Selanjutnya, hadits yang terkait dengan pelarangan riba.
Salah satunya sebagai berikut:
“Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba,
orang yang memberi makan riba, penulis dan saksi riba. Kemudian
mereka bersabda: mereka semua adalah sama.” (HR. Muslim)
13
c. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank
konvensional. Fungsi dan peran bank syariah diantaranya tercantum
dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution) (Sudarsono, 2012:45), sebagai berikut:
1) Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
2) Investor, sebagai investor bank syariah melakukan penyaluran
dana melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual
beli, atau sewa.
3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank
syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan, atau jasa-jasa
layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4) Pelaksanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada
keuangan syariah berfungsi sebagai pengelola dana sosial untuk
menghimpun dan penyaluran zakat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
d. Prinsip Operasional Bank Syariah
Kegiatan oprasional bank syariah haruslah berlandaskan
kepada prinsip syariah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, sehingga
14
bank ini tidak mengandalkan bunga melainkan bagi hasil. Dalam
keuangan syariah harus pula dipenuhi ketentuan menghindari gharar,
maysir (aktivitas seperti berjudi), objek dan keseluruhan proses
investasi harus halal, serta menjamin terlaksananya konsep
kemaslahatan mulai dari proses investasi yang dilakukan dalam
menjalankan aktivitasnya. Menurut Yusdani, bank syariah menganut
prinsip-prinsip sebagai berikut: (Yusdani, 2005:5)
1) Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar
bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati
bersama antara bank dengan nasabah.
2) Prinsip Kesederajatan
Bank syariah menempatkan posisi nasabah penyimpan
dana, pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama
dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko,
dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan
dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
3) Prinsip Ketentraman
Produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan
kaidah muamalah Islam, antara lain tidak ada unsur riba serta
penerapan zakat harta.
15
e. Tujuan Bank Syariah
Menurut Sudarsono, Bank syariah mempunyai beberapa
tujuan diantaranya sebagai berikut: (Sudarsono, 2012:45)
1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara
Islam, khususnya Muamalah yang berhubungan dengan
perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis
usaha lainnya yang mengandung unsur Gharar (tipuan).
2) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan
jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar
tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal
dengan pihak yang membutuhkan dana.
3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin,
yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju
terciptanya kemandirian usaha.
4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada
umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang
sedang berkembang.
5) Untuk menjaga kestabilan ekonomi dan moneter. Dengan
aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan
ekonomi diakibatkan adanya inflasi.
16
6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap
bank non syariah.
f. Ciri-ciri Bank Syariah
Menurut Sudarsono, terdapat ciri-ciri bank syariah yang
tentunya tidak terdapat dalam ciri-ciri bank konvensional, berikut
perbedaannya: (Ascarya, 2008:33)
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Keterangan Bank Konvensional Bank Syariah
Fungsi dan
Kegiatan Bank
Intermediasi, jasa
keuangan
Intermediasi, manajer
investasi, sosial, jasa
keuangan
Mekanisme
dan Objek
Usaha
Tidak anti riba dan anti
maysir
Anti riba dan anti
maysir
Perioritas
Pelayanan
Kepentingan pribadi Kepentingan publik
Orientasi Keuntungan Sosial-ekonomi dan
keuntungan
Bentuk Bank komersial Bank komersial,
pembangunan,
universal atau
multi-purpose
17
Evaluasi
nasabah
Kepastian
pengembalian pokok
dan bunga
(creditworthiness dan
collateral)
Lebih hati-hati karena
partisipasi dalam risiko
Hubungan
Nasabah
Terbatas
debitor-kreditor
Erat sebagai mitra
usaha
Sumber
Likuiditas
Jangka
Pendek
Pasar uang, bank
sentral
Pasar uang syariah,
bank sentral
Pinjaman
yang
Diberikan
Komersial dan non
komersial, berorientasi
laba
Komersial dan non
komersial, berorientasi
laba dan nirlaba
Lembaga
Penyelesaian
Sengketa
Pengadilan, arbitrase Pengadilan, Badan
Arbitrase Syariah
Nasional
Risiko usaha Risiko bank tidak
terkait langsung
dengan debitur,
risiko debitur
tidak terkait
langsung dengan
bank
Kemungkinan
terjadi negative
spread
Dihadapi bersama
antara bank dan
nasabah dengan
prinsip keadilan
dan kejujuran
Tidak mungkin
terjadi negative
spread
18
Struktur
Organisasi
Pengawas
Dewan komisaris Dewan komisaris,
Dewan Pengawas
Syariah, Dewan
Syariah Nasional
Investasi Halal atau haram Halal
Dari tabel diatas adapula perbedaan antara bunga dan bagi
hasil, sebagai berikut: (Burhanuddin, 2010:43).
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada
saat permulaan akad dengan
asumsi selalu mendapatkan
keuntungan
Penentuan besarnya rasio atau
nisbah bagi hasil pada saat akad
dengan memperhatikan
kemungkinan terjadinya untung
rugi
Besarnya persentase (%)
keuntungan ditentukan sepihak
berdasarkan pada jumlah uang
(modal) yang dipinjamkan dikali
dengan tingkat suku bunga yang
berlaku
Besarnya nisbah bagi hasil
ditentukan berdasarkan pada
jumlah keuntungan atau hasil
usaha yang diperoleh sesuai
dengan kesepakatan
Penarikan bunga dilakukan tanpa
memperhatikan apakah usaha
yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi
Pembagian hasil dilakukan
berdasarkan keuntungan dari
usaha yang dijalankan. Namun
bila terjadi kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak
19
Pemberian bunga kepada
nasabah bersifat tetap meskipun
tingkat keuntungan bank
mengalami peningkatan
Bagi hasil dengan nasabah
meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah keuntungan
yang diperoleh pihak bank
Bunga (riba) bertentangan
dengan prinsip syariah
Bagi hasil sesuai dengan pihak
syariah
g. Prinsip-prinsip Bank Syariah
Menurut Antonio, prinsip-prinsip bank syariah adalah
sebagai berikut: (Antonio, 2006:83)
1) Prinsip titipan atau simpanan (Depository/Al-wadiah)
Adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak
yang mempunyai uang atau barang dengan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Berdasarkan jenisnya wadiah terdiri dari :
a) Wadiah Yad Amanah
b) Wadiah Yad Damanah.
2) Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing).
Adalah suatu prinsip penetaan imbalan yang diberikan
kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau
pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank.
20
Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan kesepakatan
bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya.
Berdasarkan jenisnya prinsip bagi hasil terdiri dari :
a) Al-musyarakah.
b) Al-mudharabah.
c) Al-muzaraah.
d) Al-musaqah.
3) Prinsip jual beli (Sale and Purchase).
Adalah suatu prinsip penetapan imbalan yang akan
diterima bank sehubungan dengan penyediaan dana kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik untuk keperluan
investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual
beli, dimana dilakukan pada waktu bersamaan baik antara
penjual dengan bank maupun dengan nasabah sebagai pembeli,
sehingga bank tidak memiliki persediaan barang yang
dibiayainya. Berdasarkan jenisnya prinsip jual beli terdiri dari :
a) Al-murabahah.
b) Al-salam.
c) Al-isthisna.
4) Prinsip sewa (Operation Lease and Finacial Lease).
Prinsip ini secara garis besar terbagi dua jenis yaitu
21
sebagai berikut :
a) Al-Ijarah : Akad pemindahan hak guna atas barang atau jas,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
b) Ijarah wa iqtina : Akad sewa-menyewa barang antara bank
(muaajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji
bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang
sewaan akan berpindah kepada mustajir.
5) Prinsip jasa (Fee Based Servises).
Adalah suatu prinsip penetapan imbalan sehubungan
dengan kegiatan usaha lain bank syariah yang lazim dilakukan
terdiri dari :
a) Al-kafalah
b) Al-hiwalah
c) Al-wakalh
d) Ar-rahn
e) Al-qordul Al-hasan
f) Sharf
g) Ujr
2. Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang
22
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan perseujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014:84).
Pembiayaan sering digunakan untuk aktivitas utama Lembaga
Keuangan Syari’ah. Pada dasarnya istilah pembiayaan memiliki
pengertian yang sama dengan istilah kredit. Dalam sejarah perekonomian
kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syari’ah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman
Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta,
meminjamkan uang untuk kepentingan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak
zaman Rasulullah. Allah SWT telah mengingatkan kepada setiap muslim
agar selalu kaffah dalam bermuamalah dengan Allah dan juga kaffah
dalam bermuamalah dengan sesama manusia (Nugraini, 2014:32).
Dalam Islam, hubungan pinjam meminjam tidak dilarang bahkan
dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada
gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Dijelaskan dalam
firman Allah surat Al-Baqarah ayat 282.
“Hai orang-rang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
23
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu) kecuali jika
muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu,
maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
24
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.‟ (Q.S. Al-Baqarah ayat 282)
Dimana bagian pertama ayat tersebut membahas transaksi yang
melibatkan pembayaran dimasa yang akan datang, sementara bagian
kedua memberikan bimbingan mengenai transaksi dimana pembayaran
dan penyerahannya dilakukan seketika. Untuk transaksi kredit, Al-Qur’an
merekomendasikan saksi mata dan dokumentasi, sementara untuk
transaksi yang dilakukan pada saat itu juga (Q.S. Al-Baqarah:282).
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena
bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional
dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana.
Bank syariah, menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk
pembiayaan. Sifat dari penyaluran dana dengan skema pembiayaan,
bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan pembiayaan yang
diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha (Ismail,
2010:94).
Menurut Dahlan Siamat, Dalam menyalurkan dana kepada
nasabah, secara garis besar terdapat 4 (empat) kelompok prinsip
operasional syariah, yaitu prinsip jual beli (ba‟I), sewa beli (ijarah wa
iqtina), bagi hasil (syirkah), dan pembiayaan lainnya (Siamat, 2005:192).
Bank syariah berfungsi sebagai jembatan uang tanpa
25
meminjamkan uang dan membungakan uang. Sebagai gantinya,
pembiayaan itu dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang
dibutuhkan nasabah lalu dijual kembali kepada nasabah tersebut, atau
dengan cara menyuntikkan modal, atau dengan melakukan jasa tertentu
yang mendapat imbalan. Intinya adalah dicari cara agar sama-sama
untung tanpa harus membungakan uang (Gozali, 2005:18).
Penyaluran dana bank syariah harus berpedoman kepada prinsip
kehati-hatian. Sehubungan dengan hal itu bank diwajibkan untuk meneliti
secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas
pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Bank syariah tidak menggunakan metode
pinjam-meminjam uang seperti pada bank konvensional dalam rangka
kegiatan komersial, karena pinjam-meminjam uang yang dilakukan
dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba.
Oleh karena itu mekanisme operasional perbankan syariah dijalankan
dengan menggunakan piranti-piranti yang tidak bertentangan dengan
syariah.
3. Risiko Pembiayaan
Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari,
yang umumnya sudah dipahami secara intuitif. Tetapi pengertian secara
26
ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain:
a. Menurut A. Abas Salim, Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty)
yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (Salim, 1993).
b. Menurut Herman Darmawi, Risiko merupakan penyebaran atau
penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Darmawi,
1994:25).
Risiko dilihat dari segi akibat:
a. Risiko spekulatif adalah kemungkinan kerugian tetapi bila disamping
itu kemungkinan kerugian terdapat kemungkinan untung.
b. Risiko murni adalah risiko yang hanya ada kemungkinan kerugian
(Darmawi, 1994:25).
Sedangkan pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan
kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan (Muhammad, 2005:17).
Jadi risiko pembiayaan adalah risiko dimana nasabah atau
debitur tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak
atau kesepakatan yang telah disepakati (Edward, 1989:185). Definisi
tersebut dapat diperluas bahwa risiko pembiayaan adalah risiko yang
timbul dikarenakan kualitas pembiayaan semakin menurun.
27
Risiko yang ada pada setiap pemberian kredit dinilai tinggi. Oleh
karena itu, dalam melaksanakan pemberian kredit ke nasabah,
manajemen bank harus selalu menggunakan prinsip kehati-hatian
(prudential principal). Prinsip ini dipertegas dalam UU N0. 10 Tahun
1998 tentang perubahan atas pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Arthesa & Handiman, 2006:164).
“Prinsip Kehati-hatian pada Bab II pasal 2 UU No. 10/1998:
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
Indonesia dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.
Risiko kredit atau pembiayaan adalah risiko yang timbul sebagai
akibat kegagalan conterparty memenuhi kewajibannya (Arifin,
2012:263). Risiko kredit/pembiayaan dicerminkan oleh rasio non
performing financing.
Menurut Zainul Arifin, penyebab utama terjadinya risiko kredit
adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan
investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas,
sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai
kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya. (Arifin, 2006:226)
Singkatnya, risiko kredit atau risiko pembiayaan adalah risiko
kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok
pinjamannya (plus bunga). Risiko ini merupakan hal yang tak
28
terhindarkan mengingat bahwa fungsi strategis perbankan adalah sebagai
penyalur dana kepada masyarakat yang membutuhkan demi
keberlangsungan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat
(Ali, 2006:199).
4. Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah
Menurut Ismail, terdapat 2 (dua) faktor penyebab terjadinya
kredit bermasalah yaitu faktor internal dan eksternal bank (Ismail,
2010:123).
a. Faktor Internal Bank
1) Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa
yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu
kredit. Misalnya, kredit diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan,
sehingga nasabah tidak mampu membayar angsuran yang
melibihi kemampuan.
2) Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan
nasabah, sehingga bank memutuskan kredit yang tidak
seharusnya diberikan. Misalnya, bank melakukan over transaksi
terhadap nilai agunan.
3) Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha
debitur, sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat
dan akurat.
29
4) Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya
komisaris, direktur bank sehingga petugas tidak independen
dalam memutuskan kredit.
5) Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitiring kredit
debitur.
b. Faktor Eksternal Bank
1) Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah.
a) Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran
angsuran kepada bank, karena nasabah tidak memiliki
kemauan dalam memenuhi kewajibannya.
b) Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana
yang dibutuhkan terlalu besar. Hal ini akan memiliki
dampak terhadap keuangan perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan modal kerja.
c) Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan
menggunakan dana kredit tersebut tidak sesuai dengan
tujuan penggunaan (side streaming). Misalnya, dalam
pengajuan kredit, disebutkan kredit untuk investasi, ternyata
dalam praktiknya setelah dana kredit dicairkan, digunakan
untuk modal kerja.
2) Unsur ketidaksengajaan
30
a) Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian,
akan tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas,
sehingga tidak dapat membayar angsuran.
b) Perusahaannya tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga
volume penjualan menurun dan perusahaan rugi.
c) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang
berdampak pada usaha debitur.
d) Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur.
5. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF)
Suatu pembiayaan dikatakan bermasalah jika bank benar-benar
tidak mampu menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh pembiayaan
tersebut. Risiko pembiayaan didefinisikan sebagai risiko kerugian
sehubungan dengan pihak peminjam (conterparty) tidak dapat dan tidak
mau memenuhhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang
dipinjamnya secara penuh saat jatuh tempo atau sesudahnya. Indikator
yang menunjukkan kerugian akibat risiko pembiayaan tercermin dari
besarnya Non Performing Financing (Ihsan, 2011:22).
Risiko kredit pada perbankan konvensional tercermin dari rasio
NPL (Non Performing Loan), sedangkan risiko pembiayaan pada
perbankan syariah tercermin dari rasio NPF (Non Performing Financing).
Pembiayaan bermasalah dalam bank syariah, yaitu suatu pinjaman yang
31
mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan atau
faktor eksternal diluar kemampuan debitur (Siamat, 2005:174).
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31
tentang Akuntansi Perbankan butir 24 menyatakan bahwa: Pembiayaan
Non Performing Financing pada umumnya merupakan pembiayaan yang
pembayaran angsuran pokok dan atau bunganya telah lewat sembilan
puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau pembiayaan yang
pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Pembiayaan Non
Performing Financing terdiri dari pembiayaan yang digolongkan sebagai
pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 tentang Akuntansi Perbankan).
Menurut Dendawijaya (2005), Non Performing Financing (NPF)
adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Pembiayaan bermasalah
adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektibilasnya masuk
dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan
pembiayaan macet (Dendawijaya, 2005:82).
Tingkat pembiayaan bermasalah tercermin dalam rasio NPL atau
NPF yang merupakan formulasi sebagai berikut:
Rasio NPF = Pembiayaan Kolektibilitas KL+ D + M X 100%
Total Pembiayaan
Besar rasio NPL atau NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia
32
adalah maksimal 5%. Jika melebihi angka 5% maka akan mempengaruhi
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan (Lampiran Surat
Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS Tahun 2007).
Tabel 2.3
Kriteria Kesehatan Non Performing Financing (NPF)
SSumber:
SE BI No 9/24/Dpbs Tanggal 30 Oktober 2007
NPF mencerminkan risiko pembiayaan, semakin tinggi tingkat
NPF maka semakin besar pula risiko pembiayaan yang ditanggung oleh
pihak bank. Akibat tingginya NPF perbankan harus menyediakan
pencadangan dana yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank
ikut terkikis. Besarnya NPF menjadi salah satu penyebab sulitnya
perbankan dalam menyalurkan pembiayaan.
Kecenderungan peningkatan dari nilai NPF dapat berakibat
buruk bagi jalannya operasional dan kinerja keuangan bank syariah. Dari
aspek operasional peningkatan NPF ini akan berakibat pada merosotnya
pendapatan bank dan dari aspek kinerja keuangan, peningkatan nilai NPF
ini akan berakibat pada turunnya tingkat kesehatan bank. Pembiayaan
bermasalah akan memberikan dampak yang kurang baik bagi negara,
No Nilai NPF Predikat
1 NPF > 2% Sehat
2 2% ≤ NPF < 5% Sehat
3 5% ≤ NPF < 8% Cukup Sehat
4 8% ≤ NPF < 12% Kurang Sehat
5 NPF ≥ 12% Tidak Sehat
33
masyarakat, dan bagi perbankan Indonesia. Semakin besar pembiayaan
bermasalah suatu bank, maka semakin menurun tingkat kesehatan bank
tersebut.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi NPF
a. Kurs
Menurut Sawaldjo Puspopranoto (2004), Definisi kurs
adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan
mata uang negara lain. (Puspopranoto, 2004:212)
Mankiw (2006), Mendefinisikan nilai tukar diantara dua
negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling
melakukan perdagangan. (Mankiw, 2006:128)
Sedangkan menurut Ekananda (2014), Kurs merupakan
harga suatu mata uang relatif terhadap mata uang negara lain. Kurs
memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan
pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan
harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama.
(Ekananda, 2014:168)
Menurut Murni (2016), Kurs didefinisikan sebagai jumlah
uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata
uang asing. Nilai kurs akan berbeda dengan mata uang suatu negara
(Murni, 2016:244). Nilai tukar (kurs) menunjukkan harga atau nilai
34
mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara
lain (Sukirno, 2006:397). Nilai tukar negara satu dengan negara lain
tidaklah sama.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
tukar merupakan harga dari mata uang suatu negara terhadap negara
lain yang dipergunakan dalam perdagangan antar negara tersebut.
Nilai tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh
pemerintah (otoritas moneter) seperti pada negara-negara yang
memakai sistem fixed exchange rates ataupun ditentukan oleh
kombinasi antara kekuatan-kekuatan pasar yang saling berinteraksi
(bank komersial-perusahaan multinasional perusahaan manajemen
aset-perusahaan asuransi-bank devisa-bank sentral) serta kebijakan
pemerintah seperti pada negara-negara yang memakai rezim sistem
„flexible exchange rates) (Karim, 2001:157).
Dalam mengatasi permintaan uang dengan tujuan spekulatif,
Bank Sentral akan sangat sulit untuk mengakomodasinya akan tetapi
akan selalu mencoba untuk melakukan dengan melakukan
penyesuaian tingkat suku bunga agar seorang investor dapat memilih
untuk membeli kembali mata uangnya bila (suku bunga) cukup
tinggi. Akan tetapi, dengan semakin tinggi sebuah negara menaikkan
suku bunganya maka kebutuhan untuk mata uangnya akan semakin
35
besar pula. Dalam hal perlakuan tindakan spekulasi terhadap realitas
mata uang akan berkaitan dan dapat menghambat pada pertumbuhan
perekonomian negara serta pelaku spekulasi akan terus, terutama
sejak mata uang secara sengaja dibuat agar bisa dalam bawah
tekanan terhadap mata uang dalam rangka untuk memaksa agar Bank
Sentral dapat menjual mata uangnya untuk tetap membuat stabilitas.
Bila hal ini terjadi, maka para spekulan akan berusaha dapat membeli
kembali mata uang tersebut dari bank dan pada harga yang lebih
rendah atau selalu akan dekat dengan posisi harapan dengan maksud
pengambilankeuntungan terjadi (Wikipedia, Pengertian Nilai
Tukar/Kurs dalam Firdaus, 2015:87).
Nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga mata uang suatu
negara dengan negara lainnya, sedangkan nilai tukar riil adalah nilai
tukar nominal dibagi harga relatif dalam negeri dan luar negeri
(negara mitra dagang) kurs riil dijadikan sebagai acuan untuk
mengukur daya saing suatu negara dengan negara lainnya. (Mankiw,
2006:128)
Persamaannya sebagai berikut: (Karim, 2001:159)
Real Exchange Rate = e P’
P
P
36
Dimana:
P : Tingkat Harga Domestik (domestic price)
P’ : Tingkat Harga Luar Negeri (foreign price)
e : Nilai Tukar Uang (exchange rate)
Jika nilai nilai tukar riil > 1, maka lebih dari 1 unit barang
domestik dibutuhkan untuk membeli barang luar negeri yang identik.
Jika nilai tukar riil < 1, maka kurang dari 1 unit barang domestik
dibutuhkan untuk membeli barang luar negeri yang identik.
Tujuan dari adanya sistem nilai tukar adalah untuk
mempermudah perdagangan dan keuangan internasional. Menurut
Madura (2006), Sistem kurs dapat dikategorikan menurut seberapa
kuat tingkat pengawasan pemerintah pada kurs, yaitu: (Madura,
2006:219-225)
1) Sistem kurs tetap (fixed exchange rate system)
Dalam sistem kurs tetap, kurs mata uang diatur konstan
atau hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang
sempit. Apabila kurs mulai berfluktuasi terlalu besar maka
pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaga agar
fluktuasi tetap berada pada kisaran yang diinginkan. Keuntungan
sistem kurs tetap yaitu pada kondisi dimana kurs dibuat tetap,
sebuah perusahaan internasional dapat melakukan kegiatan
37
bisnisnya tanpa perlu khawatir terhadap perubahan nilai mata
uang di kemudian hari. Kelemahannya yaitu adanya risiko
bahwa pemerintah akan melakukan perubahan nilai mata uang
secara mendadak, dan dari sisi makro sistem kurs tetap dapat
membuat kondisi ekonomi sebuah negara menjadi sangat
tergantung dari kondisi ekonomi negara lain.
2) Sistem kurs mengembang bebas (freely floating exchange rate
system)
Dalam sistem kurs mengambang bebas, kurs ditentukan
sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Pada
kondisi kurs yang mengambang, kurs akan disesuaikan secara
terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan
dari mata uang tersebut. Keuntungan dari sistem ini yaitu
kondisi ekonomi di negara lain. Kelemahannya tidak
memerlukan campur tangan dari pemerintah.
3) Sistem kurs mengambang terkendali (managed float exchange
rate system)
Sistem ini berada pada sistem kurs tetap dan sistem kurs
mengambang bebas. Fluktuasi kurs dibiarkan mengambang dari
hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi, pada kondisi
tertentu pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi
38
untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata
uangnya.
4) Sistem kurs terikat (pegged exchange rate system)
Dalam sistem ini mata uang lokal mereka diikatkan
nilainya pada sebuah valuta asing atau pada sebuah jenis mata
uang tertentu. Nilai mata uang lokal akan mengikuti fluktuasi
dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut. Mata uang
yang telah diikat pada valuta asing tidak dapat diikat lagi pada
mata uang yang lain. Bila telah diikat dengan Dollar AS maka
mata uang tersebut harus mengikuti pergerakan Dollar AS
terhadap mata uang lain. Suatu negara tidak dapat mengikatkan
mata uangnya terhadap seluruh mata uang lain, karena negara
tersebut akan terpengaruh oleh pergerakan mata uang lain
terhadap mata uang yang menjadi ikatannya.
b. Inflasi
Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga
umum secara terus-menerus. Inflasi juga dapat berarti peningkatan
tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung
secara terus menerus dari waktu ke waktu. Jadi, kenaikan harga pada
satu atau dua jenis barang tidak dapat dikategorikan sebagai inflasi.
(Karim, 2001:135)
39
Menurut Khalwaty (2006), Inflasi merupakan suatu keadaan
dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang
berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup lama. Seirama
dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun tajam pula
sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut (Khalwaty, 2000:6).
Inflasi pada umumnya memberikan dampak yang kurang
menguntungkan dalam perekonomian, sebagai akibat dari kepanikan
masyarakat dalam menghadapi kenaikan harga barang-barang yang
naik terus menerus dan perekonomian tidak berjalan normal, karena
disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan memborong barang,
sementara yang kekurangan uang tidak dapat membeli barang,
akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang
ditimbulkannya.
Secara teori inflasi berpengaruh terhadap dunia perbankan
sebagai salah satu institusi keuangan. Sebagai lembaga yang fungsi
utamanya sebagai mediasi, bank sangat rentan dengan risiko inflasi
terkait dengan mobilitas dananya. Salah satu teori yang menjelaskan
keterkaitan tersebut adalah teori dana yang dipinjamkan (The
Loanable Fund Theory). Dalam teori ini apabila jumlah uang yang
diminta melebihi jumlah yang disediakan, maka akan dapat
mengakibatkan kenaikan harga uang atau tingkat suku bunga.
40
Tingkat suku bunga dalam hal ini adalah suku bunga yang
mencerminkan kesesuaian antara suku bunga simpanan (sisi
penawaran) dan suku bunga pinjaman (sisi permintaan). Keuntungan
terbesar bank adalah dari selisih bunga simpanan dan penawaran
sehingga bank harus mampu mengelola dan sedapat mungkin
mengantisipasi inflasi agar tingkat keseimbangan mediasinya terjaga
(Rivai & Andria, 2011:77).
Menurut Boediono (1998), Inflasi dibedakan menjadi 4
(empat) macam, yaitu sebagai berikut (Boediono, 1998:162):
1) Inflasi Ringan : < 10% per tahun
2) Inflasi Sedang : 10% - 30% per tahun
3) Inflasi Berat : 30% - 100% per tahun
4) Hiperinflasi : ≥ 100% per tahun
Tingkat inflasi digunakan untuk menggambarkan
perubahan-perubahan harga-harga yang berlaku dari satu periode ke
periode lainnya. Untuk menentukannya perlu diperhatikan data
indeks harga konsumen dari satu periode tertentu dan seterusnya
dibandingkan dengan indeks harga pada periode sebelumnya. Rumus
yang dipakai untuk menentukan laju inflasi adalah sebagai berikut:
(Suharyadi dan Purwanto, 2003:152)
π = IHKt - IHKt-1 X 100%
IHKt-1
41
Dimana:
π : Laju Inflasi
IHKt : Indeks Harga Konsumen Periode ke t
IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen Periode ke t-1 (periode
lalu)
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga,
mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan
pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca
pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
c. Capital Aduquancy Ratio (CAR)
Menurut Arthesa dan Handiman (2006), Capital Adequancy
Ratio adalah ketentuan permodalan, yaitu rasio minimum
perbandingan antara modal risiko dengan aktiva yang mengandung
risiko (Arthesa dan Handiman, 2006:146).
Menurut Dendawijaya, Capital Adequancy Ratio adalah
rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva
bank yang mengandung unsur risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) yang ikut dibiayai dari modal
sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
42
diluar bank (Dendawijaya: 2005, 121).
Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2011), Capital
Adequancy Ratio adalah kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi
dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur,
mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Kuncoro dan
Suhardjono, 2011:519).
Berdasarkan definisi di atas, dapat diartikan Capital
Adequancy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal bank yang
diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva
tertimbang menurut risiko. Secara matematis CAR dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Modal terdiri dari jumlah modal inti dan modal pelengkap.
Sedangkan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai
total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan
masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak
berisiko diberi bobot 100%. ATMR ini menunjukkan nilai aktiva
berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang
CAR = MODAL x 100%
ATMR
43
cukup.
Untuk dapat memastikan bahwa bank dapat menyerap
kerugian yang timbul, maka bank harus menjamin bahwa kecukupan
modal minimum atau rasio permodalan minimum yang dimiliki oleh
bank harus sesuai dengan yang telah disebutkan dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK), yaitu sebesar 8% atau lebih besar.
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan)
Berdasarkan peraturan tersebut maka bank yang memiliki
tingkat rasio kecukupan modal yang tinggi akan semakin mampu
dalam memenuhi pembiayaan dari aktiva yang mengandung risiko,
karena CAR juga berfungsi sebagai dasar untuk menetapkan batas
maksimum pemberian pembiayaan maka semakin besar kualitas
aktiva produktif juga akan berakibat kepada menurunnya tingkat
NPF.
d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Menurut Kuncoro (2002), BOPO merupakan rasio biaya
operasional per pendapatan operasional, yang menjadi proxy efisiensi
operaisonal seperti yang biasa digunakan oleh Bank Indonesia
(Kuncoro, 2002:570).
Sedangkan menurut Dahlan Siamat (2005), rasio biaya
efisiensi (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dan
44
pendapatan nasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya (Siamat, 2005:104).
Menurut Frianto (2012), menyatakan bahwa Beban
Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio efisiensi
yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (Frianto, 2012:72).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah
rasio yang dapat mengukur kemampuan manajemen bank dilihat dari
efisiensi kinerja dalam mengelola Biaya Operasional dan Pendapatan
Operasional. Biaya Operasional terhadap Pembiayaan Operasional
(BOPO) dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut:
Menurut Lukman Dendawijaya (2005), terdapat beberapa
komponen dari BOPO yang dapat dijelaskan sebagai berikut
(Dendawijaya, 2005:111):
1) Pendapatan Operasional
Pendapatan operasional terdiri atas semua pendapatan
BOPO = Biaya Operasional x 100%
Pendapatan Operasional
45
yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha bank yang
benar-benar telah diterima, seperti: (1)Hasil Bunga; (2)Provisi
dan Komisi, dan (3) Pendapatan lainnya.
2) Beban Operasional
Beban operasional adalah semua biaya yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank, seperti: (1)
Beban Bunga; (2) Beban (Pendapatan) Penghapusan Aktiva
Produktif; (3) Beban Estimasi Kerugian Komitmen & Kontijensi;
dan (4) Beban Operasional lainnya.
Menurut Mawardi Nasrah (2008), Efisiensi operasi atau
BOPO pada dasarnya berpengaruh terhadap kinerja bank, yaitu untuk
menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor
produksinya dengan tepat guna. Sedangkan menurut Muhammad
(2005) efisiensi produksi atau BOPO pada bank syariah dalam
mengeluarkan biaya dalam bentuk pemberian investasi pembiayaan
merupakan salah satu bentuk mekanisme produksi bank dalam
rangka menghasilkan output (pendapatan) yang paling tinggi dari
suatu investasi (Muhammad, 2005:166).
Untuk menunjukkan efisiensi suatu bank adalah dengan
menentukan tingkat BOPO, maka dari itu harus diketahui biaya
operasional dan pendapatan operasional terlebih dahulu. Peringkat
46
perolehan BOPO terdiri dari 5 kategori, semakin kecil peringkat
bank maka semakin bagus karena bank memiliki tingkat efisiensi
yang sangat baik. Kategori yang ada terdiri dari tingkat efisiensi
sangat buruk yaitu diatas 96% sampai sangat kurang baik dari 80%.
Tingkat efisiensi yang cukup baik berkisar antara 80%-95% (Frianto,
2012:75).
Semakin tinggi efisiensi kinerja operasional suatu bank
maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Bagi
manajemen bank, hal ini menunjukkan pentingnya memperhatikan
biaya sehingga dapat menghasilkan rasio BOPO yang sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Kuncoro: 2002,
573).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan jika
semakin kecil nilai BOPO, maka kinerja perusahaan semakin efisien
dan membuat keuntungan yang diperoleh lebih besar. Sebaliknya,
jika nilai BOPO semakin besar, maka kinerja perusahaan semakin
tidak efisien dan membuat penurunan pada keuntungan.
47
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Penelitian Kesimpulan
1. Mutamimah dan
Siti Nur Zaidah
Chasanah (2012)
“Analisis Eksternal dan
Internal dalam
Menentukan Non
Performing Financing
Bank Umum Syariah di
Indonesia”
Pertumbuhan GDP
riil dan Kurs
berpengaruh positif
tidak signifikan
terhadap tingkat
rasio NPF.
Perubahan laju
inflasi dan Rasio
alokasi pembiayaan
murabahah
terhadap alokasi
pembiayaan profit
loss sharing (RF)
memberikan
pengaruh positif
signifikan terhadap
tingkat rasio NPF.
Rasio return
pembiayaan profit
loss sharing
terhadap return
total pembiayaan
(RR) berpengaruh
negatif tidak
signifikan terhadap
tingkat rasio NPF.
2. Putu Ayu Sinta
Kumala dan Ni
Putu Santi
Suryantini (2015)
“Pengaruh Capital
Adequancy Ratio, Bank
Size, dan BI Rate
Terhadap Risiko Kredit
(NPL) Pada Perusahaan
Perbankan”
CAR berpengaruh
signifikan terhadap
risiko kredit (NPL),
sedangkan Bank
size dan BI Rate
berpengaruh tidak
signifikan terhadap
risiko kredit (NPL).
3. Aidah Masthuroh,
Efriyanto, dan
“Pengaruh Gross
Domestic Product dan
GDP berpengaruh
negatif dan
48
Herbirowo
Nugroho (2015)
Inflasi Terhadap Non
Performing Financing
Pada Bank Muamalat
Indonesia Periode
2006-2013”
signifikan terhadap
tingkat NPF pada
Bank Muamalat
Indonesia.
Sedangkan, Inflasi
berpengaruh positif
terhadap tingkat
NPF pada Bank
Muamalat
Indonesia.
4. Rizal Nur Firdaus
(2015)
“Pengaruh Faktor
Internal dan Eksternal
yang Mempengaruhi
Pembiayaan Bermasalah
pada Bank Umum
Syariah di Indonesia”
Tingkat variabel
Pembiayaan,
Inflasi, dan Kurs
tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
rasio tingkat NPF.
Sedangkan variabel
CAR dan GDP
mempunyai
pengaruh
signifikan terhadap
rasio tingkat NPF.
5. Daisy Firmansari
dan Noven
Suprayogi (2015)
“Pengaruh Variabel
Makroekonomi dan
Variabel Spesifik Bank
Terhadap Non
Performing Financing
Pada Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha
Syariah di Indonesia
Periode 2004-2014”
Gross Domestic
Product dan inflasi
secara parsial
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap Non
Performing
Financing (NPF)
BUS dan UUS.
Sedangkan,
Financing to
Deposit Ratio
memiliki pengaruh
yang tidak
signifikan terhadap
Non Performing
Financing (NPF)
BUS dan UUS.
6. Haifa dan Dendi “Pengaruh Faktor CAR dan
49
Wibowo (2015) Internal Bank dan Makro
Ekonomi Terhadap Non
Performing Financing
Perbankan Syariah di
Indoensia Periode
2010:01-2014:04”
Financing Growth
(FING) tidak
berpengaruh
terhadap NPF
dalam jangka
pendek maupun
jangka panjang.
FDR berpengaruh
positif terhadap
NPF dalam jangka
pendek maupun
jangka panjang.
Rasio alokasi
pembiayaan
murabahah
terhadap
pembiayaan profit
loss sharing (RF)
berpengaruh
negatif terhadap
NPF dalam jangka
pendek maupun
jangka panjang.
Inflasi berpengaruh
negatif terhadap
NPF dalam jangka
panjang namun
dalam jangka
pendek inflasi tidak
berpengaruh
terhadap NPF.
Dan kurs
berpengaruh positif
terhadap NPF
dalam jangka
panjang namun
dalam jangka
pendek kurs tidak
berpengaruh
terhadap NPF.
7. Dandi Gustian
Alissanda (2015)
“Pengaruh CAR, BOPO,
dan FDR Terhadap Non
CAR dan BOPO
memiliki pengaruh
50
Performing Financing
(NPF) pada Bank Umum
Syariah Tahun
2011-2013”
yang signifikan
terhadap tingkat
NPF, sedangkan
FDR tidak
memiliki pengaruh
terhadap tingkat
NPF pada Bank
Umum Syariah.
8. Rika Lidyah
(2016)
“Dampak Inflasi, BI
Rate, CAR, BOPO
Terhadap Non
Performing Financing
(NPF) Pada Bank Umum
Syariah di Indoensia”
Variabel BI Rate
dan BOPO secara
parsial terdapat
pengaruh positif
signifikan terhadap
NPF.
Sedangkan variabel
CAR dan inflasi
secara parsial
berpengaruh
negatif terhadap
NPF.
9. Amalia Eka
Purnamasari dan
Musdholifah
(2016)
“Analisis Faktor
Eksternal dan Internal
Bank Terhadap Risiko
Pembiayaan Bank Umum
Syariah di Indonesia
Periode 2012-2015”
Pertumbuhan PDB,
nilai tukar, dan
CAR tidak
berpengaruh
negatif terhadap
risiko pembiayaan
(NPF).
Inflasi dan BOPO
tidak berpengaruh
positif terhadap
risiko pembiayaan
(NPF). ROA
berpengaruh
negatif terhadap
risiko pembiayaan
(NPF).
Dan ukuran bank
berpengaruh positif
terhadap risiko
pembiayaan (NPF)
pada Bank Umum
Syariah selama
51
priode 2012-2015.
10. Dinul Alfian Akbar
(2016)
“Inflasi, Gross Domestic
Product (GDP), Capital
Adequancy Ratio (CAR),
dan Financing to Deposit
Ratio (FDR) Terhadap
Non Performing
Financing (NPF) Pada
Bank Umum Syariah di
Indonesia”
Variabel Inflasi,
Gross Domestic
Product (GDP),
Capital Adequancy
Ratio (CAR), dan
Financing to
Deposit Ratio
(FDR) berpengaruh
negatif terhadap
Non Performing
Financing (NPF).
Variabel Inflasi,
Gross Domestic
Product (GDP),
Capital Adequancy
Ratio (CAR), dan
Financing to
Deposit Ratio
(FDR) secara
simultan
bersama-sama
berpengaruh
terhadap Non
Performing
Financing (NPF).
11. Diansyah (2016) “Pengaruh Faktor
Internal dan Eksternal
Terhadap Non
Performing Loan (Studi
Bank Pada yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
Periode 2010-2014)”
Bank size dan CAR
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
NPL, LDR dan
GDP tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
NPL.
Sedangkan Inflasi
dan tingkat bunga
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap NPL.
12. Andreani Caroline
Barus dan Erick
“Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Non
CAR tidak
berpengaruh
52
(2016) Performing Loan Pada
Bank Umum di
Indonesia”
signifikan terhadap
NPL, sedangkan
LDR, BOPO.
Suku Bunga SBI,
Inflasi, Pengaruh
ukuran perusahaan,
dan Net Interest
Margin (NIM)
memiliki pengaruh
signifikan terhadap
NPL.
13. Atikah Nur
Fitrianti (2016)
“Pengaruh Faktor
Internal (CAR, LDR, dan
BOPO) serta Faktor
Eksternal (GDP dan
Inflasi) Terhadap Non
Performing Loan” (Studi
Pada BRI, BNI, dan Bank
Mandiri Periode
2002-2004)
Tingkat CAR,
LDR, BOPO dan
GDP berpengaruh
positif terhadap
Non Performing
Loan (NPL).
Sedangkan, Tingkat
Inflasi tidak
berpengaruh positif
terhadap Non
Performing Loan
(NPL).
53
C. Kerangka Berpikir
Dari uraian tinjauan pustaka, kerangka pemikiran penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
54
D. Hipotesis
Menurut Lind (2007) dalam buku yang ditulis oleh Suharyadi dan
Purwanto, mendefinisikan hipotesis adalah suatu pernyataan mengenai nilai
suatu parameter populasi yang dimaksudkan untuk pengujian dan berguna
untuk pengambilan keputusan (Suharyadi & Purwanto, 2011:82).
a. Kurs
Menurut Mutamimah (2012) apabila semakin tinggi nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika (mata uang domestik nilainya turun
terhadap mata uang asing) maka debitur ataupun perusahaan yang
bergerak dalam bidang importir akan terkena dampak dari perubahan
nilai tukar tersebut dan sangat berpengaruh pada kelancaran usaha
nasabah apabila usaha tersebut dijalankan menggunakan bahan impor.
Hal ini mempengaruhi tingginya tingkat pembiayaan bermasalah di
perbankan syariah dalam jangka panjang. Hasil Penelitian Amalia Eka
Purnamasari (2016), Haifa (2015), Mutamimah (2012), dan M. Rahmadi
Yusuf (2016) menunjukkan bahwa kurs berpengaruh positif terhadap
rasio Non Performing Financing (NPF).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mencoba merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Kurs berpengaruh positif signifikan terhadap rasio Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di
55
Indonesia.
b. Inflasi
Menurut Rizal Nur Firdaus (2015) berkaitan dengan NPF, inflasi
akan membawa dampak buruk pada pertumbuhan kondisi keuangan
perusahaan dan rumah tangga. Melambungnya harga membuat daya beli
masyarakat akan berkurang dan pendapatan yang diterima dari penjualan
produk dan jasa akan semakin menurun. Perusahaan dan rumah tangga
yang modalnya di dapat dari pembiayaan akan mengalami masalah dalam
pengembalian kepada pihak bank. Hal ini akan menyebabkan rasio atau
tingkat NPF semakin tinggi bagi perbankan sendiri, begitu juga
sebaliknya. Berdasarkan penjelasan diatas maka meningkatnya inflasi
akan mempengaruhi tingkat rasio NPF. Hasil penelitian Atikah Nur
Fitrianti (2016), Iadah Masthuroh & Efiyanto & Herbirowo Nugroho
(2015), Daisy Firmansari & Noven Suprayogi (2015), Diansyah (2016),
dan Andreani Calroline Barus & Erick (2016) menunjukkan bahwa
inflasi berpengaruh positif terhadap Non Performing Financing (NPF).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mencoba merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H2: Inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap rasio Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
56
c. Capital Adequancy Ratio (CAR)
Menururt Haifa (2015), CAR yang tinggi mengindikasikan
besarnya modal yang dimiliki perbankan syariah yang dapat digunakan
untuk menanggung risiko kerugian perbankan salah satunya risiko kredit
dan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian-kerugian yang tidak
diinginkan dengan margin yang cukup sehingga lembaga keuangan yang
bersangkutan dapat terus beroperasi. Untuk dapat memastikan bahwa
bank dapat menyerap kerugian yang timbul, maka bank harus menjamin
bahwa kecukupan modal minimum atau rasio permodalan minimum yang
dimiliki oleh bank harus sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia, yaitu sebesar 8%.
Menurut Rika Lidyah (2016), semakin tinggi CAR maka
semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk
keperluan pengembangan usaha dan penyaluran pembiayaan. Dengan
bertambahnya sumber daya finansial yang digunakan untuk pembiayaan
maka risiko meningkatnya pembiayaan bermasalah juga semakin besar.
Hasil Penelitian Rizal (2015), Atikah (2016), Amalia (2016), M. Rahmadi
(2016), dan Dandy (2015) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif
terhadap tingkat rasio Non Performing Financing (NPF).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mencoba merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
57
H3: CAR berpengaruh positif signifikan terhadap rasio Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini
membandingkan antara jumlah biaya operasional dan pendapatan
operasional bank. Biaya operasional meliputi biaya bunga dan biaya
operasional lainnya. Sedangkan pendapatan operasional meliputi
pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya.
Menurut Andreani & Erick (2016), semakin naik BOPO maka
NOL akan semakin naik juga. Hal ini dapat terjadi dikarenakan apabila
biaya operasional lebih tinggi daripada pendapatan operasional maka itu
berarti biaya operasional yang dikeluarkan tidak efisien, sehingga dapat
membuat bank tersebut berada dalam kondisi bermasalah. Hasil
penelitian Atikah (2016), Rika (2016), Andreani & Erick (2016), dan
Dandy (2015) menunjukkan bahwa BOPO mempunyai pengaruh positif
terhadap tingkat rasio Non Performing Financing (NPF).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mencoba merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4: BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap rasio Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
58
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada Bank Umum
Syariah yang ada di Indonesia. Bank Umum Syariah yang dimaksud adalah
bank syariah yang terdaftar dalam Bank Indonesia pada tahun 2010 sampai
2016. Penelitian ini meliputi variabel dependen yakni Non Performing
Financing (NPF) dan berbagai variabel independen, yakni kurs, inflasi
Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO).
Adapun data yang digunakan berupa laporan keuangan triwulan yang
diterbitkan secara berkala oleh Bank Umum Syariah dan berupa data dari
website Bank Indonesia dan Pusat Data Kontan. Periode waktu yang
digunakan pada penelitian ini meliputi tahun 2010-2016 dengan
menggunakan metode data panel. Dan jenis data yang penulis gunakan pada
penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil
pengolahan pihak kedua (data eksternal). Penelitian ini merupakan penelitian
eksplanatif yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
59
B. Populasi dan Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan
sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2006:89-90).
Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah di
Indonesia yang terdaftar dalam Bank Indonesia sejak tahun 2010. Penarikan
Sampel pada penelitian ini menggunakan metode Purposive (Purpose
Sampling). Penarikan sampel purposive adalah penarikan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kepentingan
atau tujuan penelitian.
Penarikan dengan sampel purposive dibagi menjadi dua cara, yaitu (a)
convenience sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan keinginan peneliti
sesuai dengan tujuan penelitian, dan (b) judgment sampling, yaitu penarikan
sampel berdasarkan penilaian terhadap karakteristik anggota sampel yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. (Suharyadi & Purwanto, 2016:19)
Jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia sampai saat ini menurut
laporan Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) per Juli 2016 berjumlah 12 bank. Berikut bank syariah yang
dimaksud:
60
Tabel 3.1
Bank Umum Syariah di Indonesia
No. Bank Umum Syariah
1. PT. Bank Muamalat Indonesia
2. PT. Bank Victoria Syariah
3. PT. Bank BRI Syariah
4. PT. Bank Jabar Banten Syariah
5. PT. Bank BNI Syariah
6. PT. Bank Syariah Mandiri
7. PT. Bank Mega Syariah
8. PT. Bank Panin Syariah
9. PT. Bank Syariah Bukopin
10. PT. BCA Syariah
11. PT. Maybank Syariah Indonesia
12. PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
Sumber: Laporan SPS Otoritas Jasa Keuangan
Dengan metode purposive sampling yang dipilih dalam pemilihan
sampel penelitian ini, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah
6 Bank Umum Syariah (BUS). Bank-bank syariah tersebut adalah Bank
Mandiri Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank
Mega Syariah, dan Bank Mega Syariah.
Adapun kriteria Bank Umum Syariah yang akan menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bank Umum Syariah (BUS) tersebut terdaftar di Bank Indonesia dan di
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
2. Bank Umum Syariah (BUS) yang memiliki kelengkapan data
berdasarkan variabel yang diguanakan untuk penelitian selama periode
2010 sampai 2016 yang tersaji dalam laporan keuangan masing-masing
sampel.
61
3. Laporan keuangan Bank Umum Syariah (BUS) yang menjadi sampel
telah di audit, sehingga data yang diambil kemungkinan tidak akan
mengalami perubahan.
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian
No Bank Umum Syariah
1. PT. Bank Syariah Mandiri
2. PT. Bank BNI Syariah
3. PT. Bank BRI Syariah
4. PT. Bank Syariah Bukopin
5. PT. Bank Mega Syariah
6. PT. Bank Jabar Banten Syariah
Sumber: Data Diolah Peneliti
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan oleh peneliti ini merupakan data sekunder, data
tersebut diperoleh langsung dari laporan keuangan bank syariah
masing-masing sampel yang dapat dilihat dari website sampel bank, Bank
Indonesia (BI), dan Pusat Data Kontan. Metode yang digunakan dalam
mengumpulkan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Field Research
Peneliti menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu
(time series) dan data silang (cross sectio) yang diambil dari laporan
keuangan bank syariah dengan sekala triwulan (per tiga bulan) selama
periode 2010 triwulan 1 sampai dengan 2016 triwulan 4.
62
2. Library Research
Library Research merupakan teknik pengumpulan data yang
dilengkapi dengan membaca, mempelajari, dan menganalisis literatur
yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan
penelitian ini untuk mendapatkan konsep yang tersusun dan memperoleh
data yang valid.
Metode ini merupakan metode pencarian dan pengumpulan data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku,
majalah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian ini.
(Nawawi, 2007:141)
3. Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau
pinjam dari perpustakaan merupakan literatur lama, karena ilmu selalu
berkembang seiring berjalannya waktu.
Oleh karena itu, mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan
penelitian dengan menggunakan teknologi yang juga berkembang yaitu
internet. Sehingga data yang diperoleh merupakan data sesuai dengan
perkembangan zaman.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat
Data Kontan, dan Bank-bank Syariah yang termasuk dalam sampel.
63
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang
mengacu pada data-data yang berupa angka. Data yang diperoleh kemudian
diproses dan dimanipulasi menjadi sebuah informasi yang berharga bagi
pengambilan keputusan (Kuncoro, 2007:1).
Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh variabel kurs, inflasi,
Capital Adeuqency Ratio (CAR), dan Biaya Operasional terhadap
Pembiayaan Operasional (BOPO) terhadap pembiayaan bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF).
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi data panel
dengan menggunakan program komputer Eviews versi 9.0 dan Microsoft
Excel 2010. Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis
data pada penelitian ini:
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model
regresi yang digunakan benar-benar menunjukkan hubungan yang
signifikan dan representatif. Adapun jenis uji asumsi klasik yang
dilakukan sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah model
64
regresi variabel dependen dan variabel independen keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan analisis grafik.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas sebagai
berikut (Ghazali, 2013:110):
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan
poladistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/ atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukkan
pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna
antarvariabel independen. Jika antar variabel independen X’s terjadi
multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel X tidak
dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tak terhingga. Jika
65
multikolinearitas antar variabel X’s tidak sempurna tetapi tinggi,
maka koefisien regresi X dapat ditentukan, tetapi memiliki nilai
standar error tinggi yang berarti nilai koefisien regresi tidak dapat
diestimasi dengan tepat. Jadi dapat disimpulkan meskipun terjadi
multikolinearitas tinggi antarvariabel independen, OLS estimator
tetap BLUE (Ghazali, 2013:77).
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam
model regresi diilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
lawannya atau nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada table
Coefficients, sebagai dasar acuannya dapat disimpulkan (Ghazali,
2013:80):
1) Jika nilai tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolineritas antar variabel
bebas dalam model regresi.
2) Jika nilai tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat
disimpulkan bahwa ada multikolinaeritas antar variabel bebas
dalam model regresi.
Untuk memberikan gambaran cara mendeteksi
multikolinaeritas dengan program Eviews 9.0, dengan persamaan
regresi seperti di bawah ini:
Salary = α + β1Salbegin + β2Educ + β3Pr ev exp + μ
66
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi linear ada korelasi antarkesalahan pengganggu
(residual) pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada masalah
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan sama lainnya. Masalah ini timbul karena
residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu
atau time series karena “gangguan” pada individu/kelompok
cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang
sama pada periode berikutnya. Pada data cross-section (silang waktu),
masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada
observasi yang berbeda berasal dari individu/kelompok yang berbeda.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi (Ghazali, 2013:137):
Cara mendeteksi adanya autokorelasi:
1) Uji Durbin-Watson (DW Test)
Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (first order autocorelation) dan mensyaratkan
67
adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada
variabel lagi di antara variabel bebas. Hipotesis yang akan diuji
adalah:
H0 : tidak ada autokorelasi (ρ = 0)
H1 : ada autokorelasi (ρ ≠ 0)
Rumus Uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
2
1)( eieid
ei
Dimana:
d : Nilai Durbin Watson
ei : Jumlah kuadrat sisa
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
a) Bila nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound
(du) dan (4–du) maka koefisien autokorelasi = 0, berari tidak
ada autokorelasi.
b) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower
bound (dl) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada
autokorelasi positif.
c) Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien
autokorelasi < 0, berarti ada autokorelasi negatif.
d) Bila nilai DW terletak antara du dan dl atau DW terletak
68
antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
2) Uji Lagrange Multipler (LM Test)
Uji autokorelasi dengan LM Test, terutama digunakan
untuk amatan di atas 100 observasi. Uji ini memang lebih tepat
digunakan dibanding uji DW terutama bila sampel yang
digunakan relatif besar dan derajat autokorelasi lebih dari satu.
Uji LM akan menghasilkan statistik Breusch-Godfrey sehingga
uji LM juga kadang disebut uji Breusch-Godfrey. Pengujian
Breusch-Godfrey (BG Test) dilakukan dengan meregres variabel
pengganggu (residual) Ut menggunakan autogressive model
dengan orde p:
Ut = ρ 1Ut-1 + ρ 2 Ut-2 + … + ρ p Ut-p + ɛ t
Dengan hipotesis nol H0 = ρ 1 = ρ 2 = … = ρ p = 0,
dimana koefisien autoregressive secara simultan sama dengan
nol, menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada setiap
orde. Secara manual, jika (n-p)* R2
atau X2
hitung lebih besar
dari X2
tabel, kita dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan
bahwa tidak ada autokorelasi dalam model.
d. Uji Heteroskedastisitas
69
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya penyimpangan terhadap salah satu asumsi klasik yang
mensyaratkan adanya homokedastisitas. Masalah heteroskedastisitas
umumnya terjadi pada data silang (cross-section) daripada pada data
runtun waktu (time series). Heteroskedastisitas tidak menyebabkan
estimator (koefisien variabel independen) menjadi bias karena
residual bukan komponen menghitungnya. Namun, menyebabkan
estimator jadi tidak efisien dan BLUE lagi serta standard error dari
model regresi menjadi bias sehingga menyebabkan nilai statistik dan
F hitung bias (misleading). Dampak akhirnya adalah pengambilan
kesimpulan statistik untuk pengujian hipotesis menjadi tidak valid.
(Ghazali, 2013:95)
Ada dua cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas, yaitu metode grafik dan metode uji statistik (uji
formal). Metode grafik relatif lebih mudah dilakukan namun memiliki
kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pengamatan
mempengaruhi tampilannya. Semakin sedikit jumlah pengamatan
semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plots. Oleh sebab itu
diperlukan uji statistik formal yang lebih dapat menjamin keakuratan
hasil.
Ada beberapa uji statistik yang dapat digunakan untuk
70
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas antara lain: (1) Glejser, (2)
White, (3) Breusch-Pegan-Godfrey, (4) Harvey, (5) Park.
Untuk memberikan contoh pengujian heteroskedastisitas
dengan program Eviews 9.0 menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Salary = α + β1Salbegin + β2Educ + β3Pr ev exp + μ
Salah satu cara melihat adanya heteroskedastisitas adalah
dengan uji White. Statistik uji White dapat dihitung sebagai: (Rosadi,
2012:75)
2.Rnw
Dimana:
n : Jumlah observasi
R2 : Nilai koefisien determinasi
2. Metode Data Panel
Data panel adalah sebuah bentuk data longitudinal, dimana
observasi atas unit-unit cross-section terulang secara reguler. Unit-unit
cross-section bisa berupa individu-individu manusia, rumah tangga,
perusahaan, kabupaten, provinsi, maupun negara. Observasi ulangan
biasanya berupa periode waktu (tahunan, kuartalan, mingguan, harian,
dan sebagainya) ataupun unit dalam clusters (jumlah anak dalam tiap
keluarga, perusahaan dalam sebuh industri, jumlah karyawan dalam
71
setiap perusahaan, dan sebagainya). (Hakim, 2014:245)
Sebuah sifat penting dari data panel adalah bahwa kita tidak bisa
mengasumsikan bahwa observasi-observasinya didistribusikan secara
independen sepanjang waktu. Menurut Hakim (2014) beberapa
keuntungan metode estimasi data panel data adalah sevagai berikut:
1. Jumlah observasi data yang besar.
2. Meningkatnya derajat bebas.
3. Berkurangnya kolinieritas antar variabel-variabel penjelas.
4. Meningkatnya efisiensi dari dari penaksiran ekonometris.
5. Estimasi parameter yang lebih reliable dan lebih stabil.
Namun penggunaan regresi data panel juga memiliki berbagai
keterbatasan, diantaranya:
1. Variasi antar kelompok orang biasanya jauh melebihi variasi antar
waktu atau antar individual. Maka sebuah panel data cross-section n
individu dan T serial waktu tidak akan memberikan T kali informasi
dari data cross-section tersebut.
2. Variasi pada rentang waktu tertentu mungkin tidak akan terwujud
untuk beberapa variabel yang penting atau mungkin sebesar secara
tidak seharusnya sebagai pengaruh dari kesalahan pengukuran.
Diantara sekian banyak kegunaan dari data panel, salah satu
manfaat yang paling dirasakan oleh para ahli ekonomi adalah penggunaan
72
data panel mengatasi masalah kekurangan data yang tidak dapat dipenuhi
oleh data time series.
Penyelesaian model-model panel data bila dilihat dari kesalahan
pengganggunya dapat dipecahkan dengan Fixed Effect Model (FEM) atau
Random Effect Model (REM).
Kedua metode ini menghasilkan koefisien yang sangat berbeda
antara satu sama lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena asumsi yang
digunakan diantara kedua metode tersebut tidak sama. Pada FEM,
varians error dari observasi satu dengan observasi lainnya dianggap
konstan.
Sementara dalam REM, varians error diasumsikan tidak sama.
Akibat ketidaksamaan dua asumsi tersebut bisa saja terjadi perbedaan
keputusan dalam melihat signifikansi dari variabel-variabel independen
yang disertakan dalam model.
Salah satu metode ekonometrik yang lazim digunakan untuk
menganalisis apakah lebih tepat FEM atau REM untuk memecahkan
sistem persamaan panel data adalah dengan Hausman-test. Selain itu
berdasarkan beberapa keunggulan dari masing-masing kedua model
tersebut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Gujarati (2003), dapat juga
dilihat secara apriori model manakah yang lebih tepat.
3. Estimasi Model Data Panel
73
Menurut Gujarati (2003), pada dasarnya ada tiga teknik untuk
meregresi data panel, yaitu: pendekatan OLS biasa (Pooled Least Square),
pendekatan efek tetap (Fixed Eff`ect Model), dan pendekatan efek acak
(Random Effect Model).
a. Model Pooled Least Square (PLS)
Teknik ini tidak ubahnya dengan membuat regresi dengan
data cross section atau time series sebagaimana telah dipelajari
sebelumnya. Akan tetapi untuk data panel, sebelum membuat regresi
kita harus menggabungkan data cross-section dengan time-series
(pool data).
Kemudian data gabungan ini diperlakukan sebagai satu
kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model
dengan metode PLS.
Bila kita punya asumsi bahwa α dan β akan sama (konstan)
untuk setiap data time series dan cross section, maka α dan β dapat
diestimasi dengan model berikut dengan menggunakan NxT
pengamatan.
Yit = α + βXit + εit;i=1,2,….N; t = 1,2,….,T
Pertanyaannya apakah asumsi bahwa α dan β konstan
realistis? Dalam penelitian ini penulis mengamati pengaruh ekonomi
makro dan rasio keuangan bank terhadap pembiayaan bermasalah
74
bank umum syariah. Apakah realistis jika dibuat suatu model, dimana
Capital Adequancy Ratio (CAR) dan Biaya Operasional terhadap
Pembiayaan Operasional (BOPO) mempunyai intercept yang sama
dengan Kurs dan Inflasi?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua buah teknik
yang biasanya digunakan untuk membuat model dari data panel, yaitu
Metode Efek Tetap (Fixed Effect Model) dan Metode Efek Random
(Random Effect Model).
b. Model Fixed Effect Model (FEM)
Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk
dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept ini
mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Pemikiran inilah
yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model tersebut.
Asumsi pembuatan model yang menghasilkan α konstan
untuk setiap individu (i) dan waktu (t) kurang realistis. Dalam efek
tetap (Fixed Effect Model) atau disingkat (FEM) kita dapat mengatasi
hal tersebut, karena metode ini memungkinkan adanya perubahan α
pada setiap i dan t.
Secara matematis model FEM dinyatakan sebagai berikut:
Dimana:
Yit = β1i + β2Xit + β3Xit +μit
75
Dari model diatas terlihat bahwa sesungguhnya FEM adalah
sama dengan regresi yang menggunakan dummy variabel sebagai
variabel bebas, sehingga dapat diestimasi dengan Ordinary Least
Square (OLS). Dengan diestimasinya tersebut menggunakan OLS,
maka akan memperoleh estimator yang tidak bias dan konsisten
c. Model Random Effect Model (REM)
Bila pada Model Efek Tetap, perbedaan antar individu dan
atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada Model Efek
Random, perbedaan tersebut diakomodasi lewat error. Teknik ini
juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang
time series dan cross section.
Pada FEM perbedaan karakteristik individu dan waktu
diakommodasikan pada intercept-nya berubah antar individu dan
antar waktu. Sementara Model Efek Random atau Random Effect
Model (REM) perbedaan karakteristik individu dan waktu
diakomodasikan pada eror dari model. Mengingat ada dua komponen
yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu
dan waktu, maka random error untuk komponen individu, error
komponen waktu dan error gabungan.
Model random effect bisa ditulis sebagai berikut:
Yit = βXit + α + μit
76
Dimana:
μit = between enity error
Ɛit = within enity error
4. Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel
Menurut Nachrowi dan Usman (2006) untuk menentukan model
data panel yang dipilih, diperlukan pengujian beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut:
a. Chow Test, untuk memilih antara PLS dan FEM
b. Hausman Test, untuk memilih antara FEM dan REM
Keunggulan pendekatan FEM dapat membedakan efek
individual dan efek waktu, FEM tidak perlu mengasumsikan bahwa
komponen eror tidak memiliki korelasi dengan variabel bebas yang
memungkinkan sulit dipenuhi.
Sedangkan keunggulan pendekatan REM mempunyai parameter
lebih sedikit sehingga derajat kebebasannya lebih besar dibandingkan
dengan FEM (Nachrowi dan Usman, 2006).
Ada 2 tahapan dalam memilih metode estimasi data panel.
Pertama-tama kita akan membandingkan PLS dengan FEM terlebih
dahulu. Kemudian dilakukan uji Chow. Jika hasil menunjukkan model
PLS yang diterima, maka model PLS-lah yang akan dianalisa.
Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua yang
77
dijalankan yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM.
Setelah itu dilakukan pengujian dengan Hausman test untuk menentukan
model mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM.
a. Uji Chow
Uji Chow (F statistik) adalah pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui model mana yang lebih baik di antara Pooled
Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang lebih tepat
digunakan dalam penelitian (Juanda dan Junaidi, 2012).
Hipotesis nol (H0) yang digunakan adalah intersep dan slope
adalah sama. Adapun uji F statistiknya adalah sebagai berikut:
Dimana:
N : Jumlah individu
T : Jumlah periode waktu
K : Banyaknya parameter dalam model FEM
RSS1 dan RSS2 : residual sum of squares untuk model PLS dan FEM
Pengujian Uji Chow memiliki hipotesis, hipotesis dari u ji
Chow adalah sebagai berikut:
H0 : Model menggunakan pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Ha : Model menggunakan pendekatan Fixed Effect Model (FEM)
78
Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik, jika F statistik
lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak. Nilai Chow menunjukkan
nilai F statistik. Jika nilai Chow yang kita dapat lebih besar dari nilai
F tabel, maka kita menggunakan Fixed Effect Model. (Juanda dan
Junaidi, 2012:182)
Kriteria penilaian uji Chow adalah muncul hasil yang
menunjukkan baik F test maupun Chi Square jika p-value > 5% maka
H0 diterima, dan jika p-value < 5% maka H0 ditolak. (Rohmana,
2010:242)
H0 : Model mengikuti PLS
Ha : Model mengikuti Fixed
b. Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk menentukan model Fixed
Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) yang paling
tepat digunakan (Juanda dan Junaidi, 2012). Dengan mengikuti
kriteria Wald nilai statistik Hausman ini akan mengikuti distribusi
Chi-square sebagai berikut.
Statistik uji hausman ini mengikuti distribusi statistik
Chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah peibah bebas (p).
Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik Hausman lebih besar
79
daripada nilai kritis statistik Chi-square. Hal ini berarti bahwa
model yang tepat untuk regresi data panel adalah model FEM.
Kriteria penilaian uji hausman adalah jika muncul hasil
yang menunjukkan baik F-test maupun Chi-square jika p-value >
5% maka H0 diterima, dan jika p-value < 5% maka H0 ditolak.
(Rohmana, 2010:245)
H0 : Model mengikuti Random
Ha : Model mengikuti Fixed
E. Model Empiris
Untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap variabel
independen, maka digunakan model regresi data panel dengan persamaan
sebagai berikut:
Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + eit
Keterangan:
Yit = Variabel terikat (dependen) (NPF)
I = Entitas ke-I (1,2,…N (untuk individu))
T = Periode ke-t (1,2,…N (untuk waktu))
X1 = Variabel bebas (independen) (Kurs terhadap NPF)
X2 = Variabel bebas (independen) (Inflasi terhadap NPF)
X3 = Variabel bebas (independen) (CAR terhadap NPF)
80
X4 = Variabel bebas (independen) (BOPO terhadap NPF)
Perhitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan
alat bantu melalui software statistik dan ekonometrik dalam PC yang sesuai,
yaitu E-views versi 9.
F. Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dari masing-masing variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Operasional Variabel Penelitian
No. Variabel Definisi Operasional
Variabel
Pengukuran Variabel
1. Non
Performing
Financing
(NPF)
Rasio antara jumlah
pembiayaan yang diberikan
dengan tingkat kolektabilitas
(kurang lancar, diragukan,
dan macet) dibandingkan
dengan total pembiayaan
yang diberikan oleh bank.
(Akbar, 2016)
Pembiayaan (KL, D, M)
Total Pembiayaan
2. Kurs Perubahan harga mata uang
dalam negeri terhadap mata
uang asing. Dalam hal ini
diproksikan dengan kurs
tengah Bank Indonesia yaitu
rata-rata penjumlahan dari
kurs jual dan kurs beli yang
berlaku pada akhir periode
laporan triwulan yang
bersumber dari Pusat Data
Kontan Bank Indonesia.
(Mutamimah dan Chasanah,
2012)
KURSt - KURSt-1 X 100%
KURSt-1
81
3. Inflasi Peningkatan tingkat harga
umum secara terus-menerus
yang mengakibatkan
melemahnya daya beli
masyarakat yang diikuti
dengan semakin merosotnya
nilai riil (intrinsik) mata uang
suatu negara. (Mutamimah
dan Chasanah, 2012)
Tingkat Hargat - Tingkat Hargat-1
Tingkat Hargat-1
4. Capital
Adequancy
Ratio
(CAR)
Rasio yang menunjukkan
bagaimana sebuah perbankan
mampu membiayai aktivitas
kegiatannya dengan
kepemilikan modal yang
dimilikinya. (Purnamasari
dan Musdholifah, 2016)
Modal Bank X 100%
ATMR
5. Biaya
Operasional
terhadap
Pembiayaan
Operasional
(BOPO)
Digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap
pendapatan operasional.
(Purnamasari dan
Musdholifah, 2016)
Beban Operasional X 100%
Pendapatan Operasional
82
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penulis menggunakan populasi Bank Umum Syariah yang terdaftar
di Bank Indonesia, yang terdaftar dari tahun 2010. Dan telah menerbitkan
laporan keuangan pada periode 2010 sampai dengan 2016. Berdasarkan
metode purposive sampling yang telah ditetapkan pada bab III, maka
diperoleh jumlah sampel sebanyak 6 Bank Umum Syariah yang memenuhi
kriteria. Adapun pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel Bank Umum Syariah di Indonesia
No Kriteria Sampel Jumlah
1 Bank Umum Syariah di Indonesia yang terdaftar di
Bank Indonesia tahun 2010
12
2 Bank Umum Syariah di Indonesia yang tidak
lengkap menerbitkan laporan keuangan periode
2010 hingga 2016
5
3 Bank Umum Syariah di Indonesia yang dianggap
dapat merusak data karena mempunyai nilai
variabel yang rendah
1
4 Total Perusahaan yang Dijadikan Sampel 6
5 Jumlah Data Sampel yang Diolah 6
Sumber: Data diolah penulis
83
B. Analisa Deskriptif
1. Analisis Rasio Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah
Non Performing financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah
merupakan salah satu risiko yang selalu muncul di dalam dunia
perbankan baik berasal dari faktor eksternal maupun dari faktor internal.
Faktor eksternal berasal dari luar bank (kontrol bank), sedangkan faktor
internal berasal dari pihak bank. Nilai kriteria penilaian NPF dikatakan
baik ketika tidak lebih dari 5%. Dari analisa perhitungan, dapat diperoleh
data triwulan Non Performing Financing (NPF) selama periode 2010
sampai dengan 2016 sebagai berikut:
Grafik 4.1
Kurva Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia
(dalam %)
Sumber: Laporan Keuangan
84
Pada grafik di atas, nilai Non Performing Financing mengalami
fluktuasi setiap periodenya. Nilai NPF terendah yaitu pada BJB Syariah
sebesar 0.00% yaitu pada triwulan ke 1 tahun 2010, sedangkan nilai NPF
tertinggi yaitu pada bank yang sama yaitu BJB Syariah sebesar 17.91%
pada triwulan ke 4 tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa secara
statistik, pada periode penelitian nilai NPF pada Bank Umum Syariah
tergolong kurang baik karena nilai yang dimiliki masih ada yang
melebihi batas kriteria penilaian NPF yaitu 5%.
2. Analisis Kurs
Kurs adalah jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk
memperoleh mata uang asing. Nilai kurs yang mengalami peningkatan
akan berakibat pada kestabilan sistem ekonomi (krisis ekonomi) dalam
negeri, seperti meningkatnya tingkat inflasi. Hal tersebut akan berakibat
pada usaha yang dijalankan oleh nasabah dengan modal yang dibiayai
bank syariah menjadi tidak stabil sehingga memungkinkan kemampuan
nasabah dalam pengembalian angsuran yang kurang lancar atau bahkan
macet karena harga-harga barang mengalami peningkatan, sehingga
masyarakat akan mendahulukan kebutuhan sehari-harinya dan
mengalami kelemahan dalam mengangsur pembiayaan yang nantinya
akan menambah persentase rasio pembiayaan bermasalah di bank
syariah.
85
Grafik 4.2
Kurva Kurs (dalam Rupiah)
Sumber: Pusat Data Kontan
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa kurs mengalami
fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Selama periode penelitian
kurs mengalami peningkatan pada tahun 2015 triwulan ke 3 yang
menunjukkan nilai tertinggi kurs yaitu 13.87, sedangkan tingkat kurs
terendah terjadi pada tahun 2011 triwulan ke 2 yaitu sebesar 8.59.
Peningkatan dan penurunan tingkat kurs akan berpengaruh terhadap
sistem perekonomian yang nantinya akan mempengaruhi selera
masyarakat dalam menempatkan uangnya di bank syariah dan juga akan
mempengaruhi persentase rasio pembiayaan bermasalah bank syariah.
3. Analisis Inflasi
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga barang-barang
secara umum dan terus-menerus yang akan berakibat pada kondisi
ekonomi masyarakat tidak seimbang antara pengeluaran dan pemasukan.
Kenaikan harga yang cepat dan terus-menerus dan dalam jangka waktu
86
yang cukup panjang akan berdampak pada menurunnya minat
masyarakat untuk menyimpan uang baik di bank syariah maupun
lembaga keuangan lainnya, selain itu berakibat pada melemahnya
kemampuan nasabah dalam mengembalikan angsurannya. Hal tersebut
akan mengakibatkan banyak pembiayaan yang kurang lancar bahkan
macet dan dikhawatirkan akan menambah persentase rasio pembiayaan
bermasalah bank syariah. Berikut data tingkat inflasi triwulan periode
2010 sampai dengan 2016:
Grafik 4.3
Kurva Inflasi (dalam %)
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat inflasi
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Selama
periode penelitian dapat dilihat tingkat inflasi tertinggi terjadi pada tahun
2013 triwulan ke 3 yaitu sebesar 8.6%, dan tingkat inflasi terendah terjadi
pada tahun 2016 triwulan ke 4 yaitu sebesar 3.03%. Dari grafik tersebut
menunjukkan bahwa tingkat inflasi semakin mengalami penurunan pada
87
tahun terakhir. Dengan menurunnya tingkat inflasi ini, menunjukkan
bahwa tidak adanya krisis inflasi yang menyebabkan masyarakat
kesulitan membayar kewajibannya terhadap bank karena tingkat inflasi
tergolong normal dan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Sehingga hal
ini tidak begitu berdapak pada pembiayaan bermasalah bank syariah.
Tetapi dengan harga barang dan jasa yang cenderung tinggi di
tahun sebelumnya menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga
tingkat saving masyarakat pun menurun karena masyarakat cenderung
memilih membelanjakan uang mereka untuk kebutuhan sehari-hari dan
mengalami kelemahan dalam mengangsur pembiayaan. Hal tersebut juga
akan mempengaruhi rasio pembiayaan bermasalah bank syariah.
4. Analisis Capital Adequancy Ratio (CAR)
Capital Adequancy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan
modal bank yang diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah modal
dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). CAR atau yang biasa
disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi
oleh bank, yang menunjukkan bank dalam menyediakan dana untuk
keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko
kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio
tersebut akan semakin baik posisi modal bank. Berikut data tingkat rasio
permodalan atau CAR triwulan periode 2010 sampai dengan 2016:
88
Grafik 4.4
Kurva Capital Adequancy Ratio (CAR) (dalam %)
Sumber: Laporan Keuangan
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa CAR mengalami
fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Selama priode penelitian
CAR diperoleh rata-rata (mean) sebesar 16.57% dengan standar deviasi
(std. Deviation) sebesar 15.05%, masih lebih kecil dibandingkan dengan
nilai rata-rata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa simpangan data pada
variabel CAR baik, tetapi harus tetap diwaspadai karena nilai standar
deviasi dan nilai rata-rata hampir mendekati. Selanjutnya, nilai minimum
sebesar pada tahun 2010 triwulan ke 1 0.00% dan nilai maksimum
sebesar 36.09% pada tahun 2010 triwulan ke 2 dan 3 yang keduanya
terjadi di BJB Syariah.
Tingkat CAR yang melebihi batas minimal yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebesar 8,00%, menunjukkan bahwa tingkat CAR pada
Bank Umum Syariah semakin baik. Artinya, bank tersebut mampu
89
menutupi risiko pembiayaan yang terjadi dengan besarnya cadangan dana
yang diperoleh dari perbandingan modal dan Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR).
Tetapi pada grafik di atas juga menunjukkan bahwa selama
periode penelitian, rasio CAR bank umum syariah masih ada yang belum
memenuhi standar minimal CAR yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia yaitu sebesar 8,00%. Hal tersebut yang akan mempengaruhi
rasio pembiayaan bermasalah bank syariah.
5. Analisis Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) merupakan perbandingan antara biaya operasional dan
pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. (Dendawijaya, 2005:119) Semakin tinggi rasio
BOPO maka kualitas pembiayaan akan berkurang, sehingga hal tersebut
juga dapat menyebabkan meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah
dikarenakan total pembiayaan yang berkurang. Berikut data triwulan
tingkat BOPO bank umum syariah periode 2010 sampai dengan 2016:
90
Grafik 4.5
Kurva Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
(dalam %)
Sumber: Laporan Keuangan
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa BOPO mengalami
fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Selama priode penelitian
BOPO diperoleh rata-rata (mean) sebesar 91.60% dengan standar deviasi
(std. Deviation) sebesar 19.04%, masih lebih kecil dibandingkan dengan
nilai rata-rata. Yang artinya variabel BOPO mempunyai sebaran kecil
karena nilai standar deviasinya mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan
nilai rata-rata, sehingga dapat dikatakan simpangan data baik. Nilai
minimumnya sebesar pada tahun 2010 triwulan ke 1 0.00% yang terjadi
pada BJB Syariah dan nilai maksimum sebesar 304.6% pada tahun 2016
triwulan ke 2 yang terjadi di BNI Syariah.
Dengan nilai rata-rata sebesar 91.60% menunjukkan bahwa
efektifitas operasional bank umum syariah tidak cukup baik, karena biaya
91
operasionalnya 91.60% dari pendapatan operasionalnya. Yang artinya
rasio melebihi batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu
sebesar 90%. rasio yang besar mencerminkan bank tersebut tidak mampu
mengontrol penggunaan operasional. Hal tersebut yang akan
mempengaruhi pendapatan yang menurun hingga berujung pada
menurunnya kualitas pembiayaan karena kurangnya pendapatan untuk
menutupi kegiatan operasional penyaluran dana dan dapat menyebabkan
pembiayaan bermasalah bank syariah.
C. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
28
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Series: ResidualsSample 1 168Observations 165
Mean -1.74e-15Median 0.027639Maximum 1.279632Minimum -0.784420Std. Dev. 0.361455Skewness 0.305043Kurtosis 3.547236
Jarque-Bera 4.617747Probability 0.099373
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan gambar uji normalitas setelah transformasi di atas
dapat diketahui bahwa nilai probability JB lebih dari > 5% (0.099373 >
0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
92
2. Uji Multikolinearitas
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinearitas
KURS INFLASI CAR BOPO
KURS 1.000000 0.032252 -0.094350 0.230621
INFLASI 0.032252 1.000000 -0.126579 -0.020000
CAR -0.094350 -0.126579 1.000000 0.285845
BOPO 0.230621 -0.020000 0.285845 1.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hubungan antar
variabel independen (Kurs, Inflasi, CAR, dan BOPO) tidak ada yang
menunjukkan nilai korelasi > 0.9. Nilai korelasi tertinggi sebesar
0.230621 yaitu antara KURS dengan BOPO, karena 0.230621 < 0.9 maka
diputuskan bahwa H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
model tidak terjadi gejala multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 5.489561 Prob. F(4,160) 0.0004
Obs*R-squared 19.91177 Prob. Chi-Square(4) 0.0005
Scaled explained SS 23.84631 Prob. Chi-Square(4) 0.0001
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan
uji statistik di atas dapat diketahui bahwa probability chi-square < 5%
(sebesar 0.0005 < 0.05). Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
hipotesis alternatif (Ha) adanya heteroskedastisitas dalam model tidak
93
dapat ditolak. Hasil di atas menunjukkan terdapat masalah
heteroskedastisitas.
Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi agar hasil pengujian
hipotesis tidak menyesatkan. Di bawah ini telah digunakan White‟s
Heteroscedasticity-Consistent and Standard Error.
Tabel 4.4
Koreksi Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dependent Variable: NPF
Method: Least Squares
Date: 05/24/17 Time: 11:46
Sample: 1 168
Included observations: 165
White heteroskedasticity-consistent standard errors & covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.268012 1.192418 -2.740659 0.0068
KURS 0.864665 0.188219 4.593939 0.0000
INFLASI -0.165395 0.106888 -1.547367 0.1238
CAR -0.352147 0.120848 -2.913962 0.0041
BOPO 0.829294 0.302279 2.743476 0.0068
R-squared 0.273895 Mean dependent var 1.273697
Adjusted R-squared 0.255742 S.D. dependent var 0.424184
S.E. of regression 0.365945 Akaike info criterion 0.857168
Sum squared resid 21.42653 Schwarz criterion 0.951287
Log likelihood -65.71633 Hannan-Quinn criter. 0.895374
F-statistic 15.08842 Durbin-Watson stat 0.496496
Prob(F-statistic) 0.000000 Wald F-statistic 10.96432
Prob(Wald F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Output di atas telah mengoreksi standard error secara otomatis
sehingga nilai t-statistic dan nilai p (prob) juga telah dikoreksi. Output
diatas dapat langsung dijadikan hasil akhir pengujian hipotesis karena
masalah heteroskedastistas telah dikoreksi. Secara esensi White‟s
Heteroscedasticity-Consistent and Standard Error hanya mengoreksi
nilai standar error, nilai t, dan nilai p, sedangkan besaran koefisien tetap
sama.
Menurut Ghazali (2013), koreksi heteroskedastistas dengan
94
prosedur White tidak mengubah kesimpulan hasil pengujian hipotesis.
Hal ini mengidikasikan heteroskedastistas bukan menjadi masalah serius
dalam model regresi. Meskipun bukan menjadi masalah serius,
heteroskedastistas sebaiknya tetap dikoreksi. (Ghazali, 2013:115)
4. Uji Autokorelasi
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 112.9861 Prob. F(2,158) 0.0000
Obs*R-squared 97.10447 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel hasil uji autokorelasi di atas dapat diketahui
bahwa nilai probability Chi-Square < 5% (0.0000 < 0.05). Hasil uji LM
di atas mengindikasikan bahwa terjadi autokorelasi, maka dapat
disimpulkan bahwa H0 (tidak ada autokorelasi) ditolak.
Dari hasil uji di atas, perlu dilakukan koreksi autokorelasi
dengan menggunakan metode OLS namun dengan mengoreksi standard
error. Prosedur ini dikembangkan oleh Newey-West, yang merupakan
pengembangan dari prosedur White heteroscedasticity-consistent
standard error. Standard error yang telah dikoreksi disebut sebagai HAC
(heretoscedasticity and autocorrelation-consistent) standard error atau
Newey-West standard error.
95
Tabel 4.6
Koreksi Hasil Uji Autokorelasi
Dependent Variable: NPF
Method: Least Squares
Date: 05/24/17 Time: 12:53
Sample: 1 168
Included observations: 165
HAC standard errors & covariance (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth = 5.0000)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.268012 1.651989 -1.978228 0.0496
KURS 0.864665 0.330458 2.616563 0.0097
INFLASI -0.165395 0.158145 -1.045839 0.2972
CAR -0.352147 0.190457 -1.848957 0.0663
BOPO 0.829294 0.381698 2.172645 0.0313
R-squared 0.273895 Mean dependent var 1.273697
Adjusted R-squared 0.255742 S.D. dependent var 0.424184
S.E. of regression 0.365945 Akaike info criterion 0.857168
Sum squared resid 21.42653 Schwarz criterion 0.951287
Log likelihood -65.71633 Hannan-Quinn criter. 0.895374
F-statistic 15.08842 Durbin-Watson stat 0.496496
Prob(F-statistic) 0.000000 Wald F-statistic 3.622935
Prob(Wald F-statistic) 0.007429
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Output di atas merupakan hasil koreksi standard error dengan
metode Newey-West setelah ada masalah autokorelasi. Hasil di atas dapat
langsung digunakan dalam laporan penelitian. Jika dibandingkan dengan
hasil metode OLS tanpa koreksi HAC maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan dalam nilai standar error, nilai t, dan nilai p. Namun
hasil koreksi HAC lebih valid sedangkan hasil OLS tanpa koreksi dapat
menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan. (Ghazali, 2013:157)
D. Estimasi Model Panel Data
Dari analisa model panel data dikenal 3 (tiga) macam pendekatan
estimasi yaitu pendekatan kuadrat terkecil atau Common Effect Model (CEM),
96
pendekatan efek tetap atau Fixed Effect Model (FEM), dan pendekatan efek
acak atau Random Effect Model (REM).
1. Common Effect Model (CEM)
Langkah pertama dilakukan pengolahan data menggunakan
pendekatan Common Effect Model (CEM) secara sederhana
menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan cross section,
kemudian mengestimasikan model dengan menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS) sebagai salah satu syarat melakukan Uji-F
Restricted. Hasil pengolahan menggunakan program Eviews 9.0
didapatkan hasil analisis data sebagai berikut:
Tabel 4.7
Regresi Data Panel Common Effect Model (CEM)
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.259290 1.283549 -0.981100 0.3280
KURS? 0.421409 0.081462 5.173049 0.0000
INFLASI? -0.190039 0.095710 -1.985556 0.0488
CAR? -0.031961 0.030610 -1.044128 0.2980
BOPO? 0.023624 0.008210 2.877601 0.0046
R-squared 0.215821 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.196338 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.910824 Akaike info criterion 4.162603
Sum squared resid 587.8507 Schwarz criterion 4.256338
Log likelihood -340.4961 Hannan-Quinn criter. 4.200651
F-statistic 11.07755 Durbin-Watson stat 0.502153
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
97
2. Fixed Effect Model (FEM)
Langkah kedua dilakukan pengolahan data menggunakan
pendekatan Fixed Effect Model (FEM) untuk membandingkan dengan
metode Common Effect Model (CEM). Hasil pengolahan menggunakan
program Eviews 9.0 didapatkan hasil analisis data sebagai berikut:
Tabel 4.8
Regresi Data Panel Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.313991 1.249289 0.251336 0.8019
KURS? 0.373024 0.073161 5.098696 0.0000
INFLASI? -0.221984 0.085585 -2.593719 0.0104
CAR? -0.117088 0.035240 -3.322549 0.0011
BOPO? 0.029508 0.007430 3.971360 0.0001
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
3. Uji Chow
Untuk memilih data panel yang digunakan perlu dilakukan Uji
Chow untuk memilih antara Common Effect Model (CEM) atau Fixed
Effect Model (FEM). Di bawah ini adalah Uji Chow, diantaranya sebagai
berikut:
98
Tabel 4.9
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: AJENG
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 9.517071 (5,156) 0.0000
Cross-section Chi-square 44.194073 5 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Nilai yang harus diperhatikan pada uji chow adalah nilai
probabilitas dari F-Statistik. Hipotesis yang digunakan dalam uji Chow
adalah sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model (CEM)
Ha : Fixed Effect Model (FEM)
Jika nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat
signifikansi (5%), maka tolak H0. Nilai probabilitas F-Statistik model
pertama adalah 0.0000, dengan demikian model data panel yang tepat
antara Common Effect Model (CEM) dengan Fixed Effect Model (FEM)
adalah Fixed Effect Model (FEM). Hasil uji Chow menunjukkan tingkat
signifikansi pada 0.0000, sehingga kesimpulan yang diambil adalah
menolak H0 dan model yang dipilih adalah Fixed Effect Model (FEM).
4. Random Effect Model (REM)
Setelah melakukan uji Chow, dilakukan pengolahan data dengan
metode pendekatan Random Effect Model (REM) untuk dibandingkan
dengan Fixed Effect Model (FEM). Hasil pengolahan program Eviews 9.0
99
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10
Regresi Data Panel Random Effect Model (REM) Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/14/17 Time: 23:17
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.125857 1.154101 -0.975527 0.3308
KURS? 0.416144 0.072515 5.738746 0.0000
INFLASI? -0.192962 0.085159 -2.265887 0.0248
CAR? -0.040101 0.028098 -1.427171 0.1555
BOPO? 0.024472 0.007321 3.342889 0.0010
Random Effects (Cross)
_BSM--C 0.109022
_BNIS--C -0.167539
_BRIS--C -0.035124
_BUKOPINS--C -0.096966
_MEGAS--C -0.051760
_BJBS--C 0.242368
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.140852 0.0068
Idiosyncratic random 1.699262 0.9932
Weighted Statistics
R-squared 0.223440 Mean dependent var 3.615209
Adjusted R-squared 0.204147 S.D. dependent var 2.109111
S.E. of regression 1.879595 Sum squared resid 568.7932
F-statistic 11.58115 Durbin-Watson stat 0.521089
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.215469 Mean dependent var 3.942711
Sum squared resid 588.1148 Durbin-Watson stat 0.503970
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
5. Uji Hausman
Untuk memilih metode data panel yang digunakan, perlu
dilakukan lagi Uji Hausman untuk memilih antara Fixed Effect Model
(FEM) atau Random Effect Model (REM). Di bawah ini adalah hasil Uji
Hausman, diantaranya sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: AJENG
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 38.985332 4 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
100
Nilai yang harus diperhatikan pada uji hausman adalah nilai
probabilitas dari Cross-section random. Hipotesis yang digunakan dalam
uji hausman adalah sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model (REM)
Ha : Fixed Effect Model (FEM)
Jika nilai probabilitasnya < 0.05, maka menolak H0. Sebaliknya,
jika nilai probabilitasnya > 0.05 maka menerima H0. Nilai probabilitas
statistik hausman model pertama adalah 0.0000, dengan demikian metode
data panel yang tepat adalah Fixed Effect Model (FEM). Hal ini
dikarenakan hasil uji hausman menunjukkan tingkat signifikansi kurang
dari 0.05. Sehingga kesimpulan yang diambil adalah menolak H0 dan
model yang dipilih adalah Fixed Random Effect (FEM).
E. Uji Statistik
1. Pengaruh Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF)
Bank Umum Syariah Secara Parsial (Uji t)
Pengujian secara parsial digunakan untuk menguji pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Jika probabilitas < 0.05
maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga disimpulkan bahwa variabel
101
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Sedangkan apabila probabilitas > 0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh
tidak signifikan terhadap variabel dependen. Uji hipotesis secara parsial
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.12
Hasil Uji t
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.313991 1.249289 0.251336 0.8019
KURS? 0.373024 0.073161 5.098696 0.0000
INFLASI? -0.221984 0.085585 -2.593719 0.0104
CAR? -0.117088 0.035240 -3.322549 0.0011
BOPO? 0.029508 0.007430 3.971360 0.0001
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Dengan Hipotesis:
H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR),
dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)) terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah secara simultan.
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen
102
(Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO))
terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah secara simultan.
a. Pengaruh Kurs terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah
Hasil pengujian dengan analisis regresi data panel di atas
menunjukkan nilai coefficient Kurs sebesar 0.373024 menunjukkan
ke arah koefisien positif, sedangkan probabilitas Kurs sebesar 0.0000
< 0.05 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Kurs memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah.
b. Pengaruh Inflasi terhadap Non Performing Financing (NPF)
Bank Umum Syariah
Hasil pengujian dengan analisis regresi data panel di atas
menunjukkan nilai coefficient Inflasi sebesar -0.221984
menunjukkan ke arah koefisien negatif, sedangkan probabilitas
Inflasi sebesar 0.0104 < 0.05 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah.
103
c. Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah
Hasil pengujian dengan analisis regresi data panel di atas
menunjukkan nilai coefficient Capital Adequancy Ratio (CAR)
sebesar -0.117088 menunjukkan ke arah koefisien negatif, sedangkan
probabilitas Capital Adequancy Ratio (CAR) sebesar 0.0011 < 0.05
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Capital Adequancy Ratio (CAR) memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah.
d. Pengaruh Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah
Hasil pengujian dengan analisis regresi data panel di atas
menunjukkan nilai coefficient Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 0.029508 menunjukkan ke
arah koefisien positif, sedangkan probabilitas Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 0.0001 < 0.05
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Non Performing
104
Financing (NPF) Bank Umum Syariah.
2. Pengaruh Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF)
Bank Umum Syariah Secara Simultan (Uji F)
Pengujian secara simultan atau uji F digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Apabila probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan
berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel dependen. Uji hipotesis
secara simultan dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.13
Hasil Uji F
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Dengan Hipotesis:
H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR),
dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)) terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
105
Umum Syariah secara simultan.
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen
(Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO))
terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah secara simultan.
Berdasarkan tabel di atas, nilai probabilitas F-statistik sebesar
11.51287, dengan menggunakan tingkat keyakinan = 5% (0.05). Dimana
tingkat signifikansi 0.000000, artinya ditemukan signifikansi antara
pengaruh Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) secara simultan
terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah.
Maka keputusan yang diambil adalah menolak H0 karena
terdapat pengaruh yang signifikan antara Kurs, Inflasi, Capital
Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) secara simultan terhadap Non Performing
Financing (NPF) Bank Umum Syariah.
3. Koefisien Determinasi (Adusted R2)
Koefisen determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan model dalam penelitian menerangkan variabel
dependen. Koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel data berikut:
106
Tabel 4.14
Koefisien Determinasi
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel di atas, pengaruh dari keempat variabel
independen (kurs, inflasi CAR, dan BOPO) terhadap variabel dependen
(NPF) dinyatakan dalam nilai Adjusted R-squared yaitu sebesar 0.364446
atau 36.4%. Artinya 36.4% variabel NPF bisa dijelaskan oleh keempat
variabel independen dalam penelitiannya yaitu Kurs, Inflasi, Capital
Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO)) secara bersama-sama. Sedangkan sisanya (100% -
36.4% = 63.6%) dijelaskan oleh rasio keuangan atau faktor lain diluar
model penelitian ini.
F. Analisis Model Regresi Data Panel
Berikut ini model regresi data panel dengan menggunakan Fixed
Effect Model (FEM):
107
Tabel 4.15
Model Regresi
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.313991 1.249289 0.251336 0.8019
KURS? 0.373024 0.073161 5.098696 0.0000
INFLASI? -0.221984 0.085585 -2.593719 0.0104
CAR? -0.117088 0.035240 -3.322549 0.0011
BOPO? 0.029508 0.007430 3.971360 0.0001
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.313991 1.249289 0.251336 0.8019
KURS? 0.373024 0.073161 5.098696 0.0000
INFLASI? -0.221984 0.085585 -2.593719 0.0104
CAR? -0.117088 0.035240 -3.322549 0.0011
BOPO? 0.029508 0.007430 3.971360 0.0001
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh persamaan model regresi
antara variabel dependen (Non Perfrming Financing (NPF)) dan variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) sebagai berikut:
NPFit = 0.313991 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit - 0.117088CARit
+ 0.029508BOPOit
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Konstanta sebesar 0.313991 menunjukkan bahwa variabel independen
(Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi ke i dan
periode ke t adalah konstan, maka Non Performing Financing (NPF)
108
Bank Umum Syariah adalah 0.313991.
2. Koefisien regresi sebesar 0.373024 menunjukkan jika nilai Kurs pada
observasi ke i dan periode ke t naik sebesar 1%, maka akan menaikkan
tingkat Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah pada
observasi ke i dan periode ke t sebesar 0.373024.
3. Koefisien regresi sebesar -0.221984 menunjukkan jika nilai Inflasi pada
observasi ke i dan periode ke t naik sebesar 1%, maka akan menurunkan
tingkat Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah pada
observasi ke i dan periode ke t sebesar -0.221984.
4. Koefisien regresi sebesar -0.117088 menunjukkan jika nilai Capital
Adequancy Ratio (CAR) pada observasi ke i dan periode ke t naik sebesar
1%, maka akan menurunkan tingkat Non Performing Financing (NPF)
Bank Umum Syariah pada observasi ke i dan periode ke t sebesar
-0.117088.
5. Koefisien regresi sebesar 0.029508 menunjukkan jika nilai Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) pada observasi ke
i dan periode ke t naik sebesar 1%, maka akan menaikkan tingkat Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah pada observasi ke i
dan periode ke t sebesar 0.029508.
109
G. Persamaan Model Regresi Setiap Bank
Tabel 4.16
Model Regresi Setiap Bank
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Berdasarkan tabel di atas, maka didapat persamaan model regresi
tiap bank umum syariah sebagai berikut:
1. Persamaan Model Regresi BSM
NPFit = 0.466939 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar 0.466939 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada Bank Syariah
Mandiri meningkat sebesar 0.466939.
2. Persamaan Model Regresi BNI Syariah
NPFit = -0.892485 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar -0.892485 menunjukkan bahwa jika variabel
110
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada BNI Syariah
menurun sebesar -0.892485.
3. Persamaan Model Regresi BRI Syariah
NPFit = -0.305364 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar -0.305364 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada BRI Syariah
menurun sebesar -0.305364.
4. Persamaan Model Regresi Bukopin Syariah
NPFit = -0.815148 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar -0.815148 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada Bank Bukopin
Syariah menurun sebesar -0.815148.
5. Persamaan Model Regresi Mega Syariah
111
NPFit = -0.381702 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar -0.381702 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada Bank Mega Syariah
menurun sebesar -0.381702.
6. Persamaan Model Regresi BJB Syariah
NPFit = 2.076049 + 0.373024KURSit - 0.221984INFLASIit -
0.117088CARit + 0.029508BOPOit
Konstanta sebesar 2.076049 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (Kurs, Inflasi, Capital Adequancy Ratio (CAR), dan Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) pada observasi
ke i dan periode ke t adalah konstan, maka NPF pada BJB Syariah
meningkat sebesar 2.076049.
H. Interpretasi
Adapun interpretasi penulis terhadap penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengaruh Kurs terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah
112
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kurs memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah. Dengan demikian,
penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan bahwa Kurs
berpengaruh signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji
hipotesis dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.0000 <
0.05). Dengan demikian H1 yang menyatakan bahwa Kurs positif
terhadap NPF diterima.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haifa &
Dedi (2015), mengungkapkan bahwa krisis kurs (nilai tukar mata uang)
mengakibatkan memburuknya kemampuan perusahaan yang pada
gilirannya meningkatkan kredit bermasalah dalam sistem perbankan.
Nilai tukar yang semakin terdepresiasi melemahkan neraca perusahaan
sehingga mengurangi investasi dimasa mendatang. Bank Indonesia
mengeluarkan kebijakan untuk meredam pelemahan rupiah, salah satunya
dengan menaikkan suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
(Fasbis rate) kepada bank untuk menempatkan dananya di Bank
Indonesia dalam bentuk rupiah. Kebijakan BI ini menyebabkan
perbankan syariah akan lebih memilih instrumen BI sebagai tempat
menampung aktivanya, maka hal ini dapat mengurangi ekspansi
pembiayaan perbankan syariah. Menurunnya jumlah pembiayaan
113
perbankan syariah ini akan menaikkan tingkat NPF perbankan syariah
karena total pembiayaan yang disalurkan merupakan faktor pembagi
dalam rasio NPF.
Akan tetapi, bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rizal Nur Firdaus (2015), yang mengungkapkan bahwa nilai kurs
tidak berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat NPF.
2. Pengaruh Inflasi terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembiayaan bermasalah atau
Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah. Dengan
demikian, penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan bahwa
inflasi berpengaruh signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan
hasil uji hipotesis dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α
(0.0104 < 0.05). Dengan demikian H2 yang menyatakan bahwa Inflasi
positif terhadap NPF ditolak.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mutamimah & Siti Nur Zaidah Chasanah (2012), menyimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat inflasi maka pembiayaan bermasalah di bank
umum syariah semakin rendah, dan memiliki pengaruh yang bermakna.
Umumnya kesulitan yang dihadapi perbankan adalah menentukan secara
114
tepat bagaimana risiko kredit tersebut berubah bersamaan dengan
perubahan situasi makroekonimi serta berapa lama perubahan ekonomi
makro tersebut, dalam hal ini inflasi direspon oleh perbankan. Alasan lain
adalah hal ini mengindikasikan bahwa debitur merasa memiliki tanggung
jawab atau komitmen untuk memenuhi kewajibannya dalam hal melunasi
pinjamannya ke bank, sehingga meskipun inflasi mengalami kenaikan,
pembiayaan bermasalah pada bank syariah tidak ikut mengalami
kenaikan juga. Selain itu adanya akad yang melandasi perjanjian
pembiayaan antara shahibul maal dan mudharib yang bersifat mengikat,
sehingga meskipun kondisi makroekonomi mengalami penurunan dalam
hal inflasi meningkat, mudharib (debitur) tetap berkewajiban untuk
melunasi pinjamannya.
Akan tetapi bertolak belakang dengan penelitian Atirah
Masthuroh, Efiyanto, & Herbirowo Nugroho (2015), menyimpulkan
bahwa variabel inflasi memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan
terhadap nilai NPF. Ketika perekonomian suatu negara mengalami
penurunan dapat dimungkinkan bahwa tingkat inflasi akan mengalami
peningkatan. Ketika inflasi mengalami pengingkatan maka tingkat NPF
akan mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya ketika inflasi
mengalami penurunan maka tingkat NPF akan ikut mengalami
penurunan.
115
3. Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Non Performing
Financing (NPF) Bank Umum Syariah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Capital
Adequancy Ratio (CAR) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah. Dengan demikian, penelitian ini menerima hipotesis
yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh signifikan terhadap NPF. Hal
ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis dengan nilai signifikansi yang
lebih kecil dari nilai α (0.0011 < 0.05). Dengan demikian H3 yang
menyatakan bahwa CAR positif terhadap NPF ditolak.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah modal yang
dimiliki suatu bank maka akan semakin kecil peluang terjadinya piutang
Non Performing Financing (NPF). Semakin tinggi rasio kecukupan
modal maka akan dapat berfungsi untuk menampung risiko kerugian
yang dihadapi oleh bank karena peningkatan pembiayaan bermasalah.
Jadi, kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank
dalam rangka menampung risiko kerugian terutama risiko kerugian atas
tidak dibayarkannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rika
Lidyah (2016) dan Dinnul Alfian Akbar (2016).
Hasil teori ini juga sejalan dengan penelitian Ali (2004) yang
menjelaskan bahwa semakin tinggi CAR maka semakin besar
116
kemampuan bank dalam meminimalisir risiko kredit yang terjadi
sehingga pembiayaan bermasalah yang terjadi dalam bank akan semakin
rendah dengan besarnya cadangan dana yang diperoleh.
Akan tetapi, bertolak belakang dengan penelitian Amalia Eka
Purnamasari & Musdholifah (2016) dan Rahmadani (2015),
menyimpulkan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap NPF.
Menyebutkan bahwa semakin besar CAR semakin besar pula sumber
daya finansial yang digunakan untuk bertambahnya pembiayaan
bermasalah.
4. Pengaruh Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap pembiayaan bermasalah atau Non Performing
Financing (NPF) Bank Umum Syariah. Dengan demikian, penelitian ini
menerima hipotesis yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh
signifikan terhadap NPF. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis
dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.0001 < 0.05).
Dengan demikian H4 yang menyatakan bahwa BOPO positif terhadap
NPF diterima.
Hal ini dikarenakan semakin kecil rasio biaya (beban) maka
117
operasionalnya akan lebih baik karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil
dibandingkan pendapatan yang diterima. Dengan kata lain semakin tinggi
rasio BOPO maka bank dapat dikategorikan tidak efisien dalam
menjalankan operasinya. Dalam hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah bank syariah, karena biaya
yang tidak terkontrol pada akhirnya dapat menurunnya kualitas
pembiayaan karena kurangnya pendapatan untuk menutupi kegiatan
operasional penyaluran pembiayaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Rika Lidyah (2016).
Akan tetapi berbanding terbalik dengan penelitian yang
dilakukan oleh Amalia Eka Purnamasari & Musdholifah (2016),
menyimpulkan bahwa BOPO tidak perpengaruh positif terhadap NPF.
Hal ini dikarenakan pembiayaan macet adalah urusan eksternal bank
yang berhubungan langsung dengan masyarakat peminjam dana dalam
kelancaran membayar kewajibannya bukan tergantung pada efisiensi
operasional perbankan syariah sehingga tingkat efisiensi bank bukan
menjadi patokan manajemen bank dalam mengambil kebijakan mengenai
pengelolaan pembiayaan bermasalah.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan data yang telah dijelaskan pada
bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji regresi data panel berdasarkan hasil Uji-F menunjukkan bahwa
adanya signifikansi antara pengaruh faktor eksternal (Kurs dan Inflasi)
dan faktor internal (CAR dan BOPO) secara simultan terhadap
pembiayaan bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indoensia.
2. Hasil uji regresi data panel menunjukkan bahwa adanya signifikansi
antara pengaruh faktor eksternal (Kurs dan Inflasi) dan faktor internal
(CAR dan BOPO) secara parsial terhadap pembiayaan bermasalah (NPF)
Bank Umum Syariah di Indoensia. Berdasarkan hasil Uji-t menunjukkan
bahwa:
a. Variabel Kurs memiliki tingkat signifikan 0.0000 < 0.05, dan nilai
koefisien regresi sebesar 0.373024. Maka dapat disimpulkan bahwa
Kurs memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan
bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
b. Variabel Inflasi memiliki tingkat signifikan 0.0104 < 0.05, dan nilai
koefisien regresi sebesar -0.221984. Maka dapat disimpulkan bahwa
119
inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
pembiayaan bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
c. Variabel Capital Adequancy ratio (CAR) memiliki tingkat signifikan
0.0011 < 0.05, dan nilai koefisien regresi sebesar -0.117088. Maka
dapat disimpulkan bahwa CAR memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum
Syariah di Indonesia.
d. Variabel Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) memiliki tingkat signifikan 0.0001 < 0.05, dan nilai
koefisien regresi sebesar 0.029508. Maka dapat disimpulkan bahwa
BOPO mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
pembiayaan bermasalah (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka peneliti mencoba mengemukakan implikasi yang dapat
bermanfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Kurs merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi risiko
pembiayaan pada bank. Nilai kurs yang mengalami peningkatan akan
berakibat pada kestabilan sistem ekonomi (krisis ekonomi) dalam negeri
dan mengakibatkan memburuknya kemampuan perusahaan yang pada
120
gilirannya meningkatkan pembiayaan bermasalah dalam sistem
pemerintah. Kenaikan kurs ini dapat diakibatkan dari laju inflasi, suku
bunga, dan kontrol pemerintah. Dalam hal ini kebijakan dan peran
pemerintah sangat penting dalam mengatasi krisis dan menentukan
tingkat kurs, agar tidak membahayakan perekonomian suatu negara
2. Inflasi merupakan suatu gejala ekonomi yang tidak pernah dapat
dihilangkan dengan tuntas. Usaha-usaha yang dilakukan biasanya hanya
sampai sebatas mengurangi dan mengendalikannya. Tingkat inflasi yang
terlalu tinggi dapat membahayakan perekonomian suatu negara. Oleh
karena itu, inflasi harus segera diatasi. Tindakan yang dapat diambil
untuk mengatasi inflasi dapat berupa kebijakan moneter, kebijakan fiskal,
atau kebijakan lainnya.
3. CAR (Capital Adequancy Ratio) merupakan dana yang disediakan bank
untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian
dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Adapun salah satu
sumber dana bersumber dari Dana Asing atau Dana Pihak Ketiga (DPK).
DPK merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk
deposit, giro, dan simpangan tabungan. Bank dapat memanfaatkan DPK
untuk ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi
bank, salah satunya yaitu dalam bentuk pembiayaan. Oleh karena itu
penting bagi bank untuk meningkatkan kualitas kegiatan operasional
121
untuk menambah kepercayaan (trusting) nasabah dalam menggunakan
jasa perbankan, khususnya bank syariah.
4. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) bertujuan
untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup
biaya operasional. Rasio BOPO yang besar mencerminkan bank tersebut
tidak mampu mengontrol penggunaan biaya operasional yang
menyebabkan pendapatan menurun hingga berujung pada menurunnya
kualitas pembiayaan karena kurangnya pendapatan untuk menutupi
penyaluran pembiayaan. Biaya operasional merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh bak dalam menjalankan aktivitas usaha pokoknya
(seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran). Oleh karena
itu, perlu ada kualitas manajemen bank yang baik dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan operasional agar tidak
menimbulkan kerugian pada bank.
122
DAFTAR PUSTAKA
Ade Arthesa dan Edia Handiman. “Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank”,
PT. Indeks, Jakarta, 2006.
Ali, Masyhud. “Manajemen Risiko”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278.
Al-Qur’an Surat AN-Nisa ayat 29.
Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39.
Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 34
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik”. Gema Insani
Press, Jakarta, 2006.
Ascarya. “Akad dan Produk Bank Syariah”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008.
Bank Indonesia dalam Inflation Targeting Framework.
Boediono. “Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi”. BPFE,
Yogyakarta, 1998.
Burhanuddin. “Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah”. Edisi Pertama, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2010.
Darmawi, Herman. “Manajemen Risiko”. Bumi Aksara, Jakarta, 1994.
Dendawijaya, Lukman. “Manajemen Perbankan”. Edisi Kedua, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2005.
Edward. “Bank Umum”. Bumi Aksara, Jakarta, 1989.
Ekananda, M. “Analisis Ekonometrika Data Panel”. Edisi Pertama, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2016.
Firdaus, Rizal Nur. “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi
Pembiayaan Bermasalah pada Bank Umum Syariah di Indonesia”. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2015.
123
Ghazali, Imam dan Dwi Ratmono. “Analisis Multivarat dan Ekonometrika: Teori,
Konsep, dan Aplikasi dengan Eviews 8”. Semarang, Universitas
Diponegoro, 2013.
Gujarati, Damodar N. “Ekonometri Dasar Terjemahan: Sumarno Zain”. Erlangga,
Jakarta, 2003.
Hakim, Abdul. “Pengantar Ekonometrika dengan Aplikasi Eviews”. EKONOSIA,
Yogyakarta, 2014.
Hadits Riwayat Muslim.
Ismail. “Manajemen Perbankan; Dari Teori Menuju Aplikasi”. Kencana, Jakarta,
2010.
Ihsan, Muntoha. “Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, dan Kebijakan Jenis
Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Umum
Syariah di Indonesia Periode 2005-2010”. (Online),
http://eprints.undip.ac.id/26640/1/fulltex.munthoha.ihsan(r).pdf., 2011.
Juanda, Bambang dan Junaidi. “Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi”.
IPB Press, Bogor, 2012.
Karim, Adiwarman A. “Ekonomi Makro Islam”. Jakarta, Raja Grafindo, 2001.
_______. “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Kasmir. “Manajemen Perbankan”. PT. Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 2014.
Khalwaty, T. “Inflasi dan Solusinya”. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
Kuncoro, Mudrajad. “Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi”. BPFE,
Yogyakarta, 2002.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS Tahun 2007
Lind, Marchal, & Wathen. “Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi
Menggunakan Kelompok Data Global”. Jakarta, Salemba Empat, 2007.
Madura, Jeff. “International Corporate Finance. Keuangan Perusahaan
Internasional”. Edisi 8, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Mankiw, N. Gregory. “Makro Ekonomi Edisi Keenam”. Erlangga, Jakarta, 2006.
Mawardi, Nasrah. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penetapan Return Bagi
Hasil Deposito Mudharabah Muthlaqah (Studi Kasus: Unit Usaha
Syariah Bank X)”, vol. 4 No. 1 Januari-Maret 2008/Muharram-Rabiul
Awal 1429 H, EKSIS Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, 2008.
124
Mudrajad, Kuncoro dan Suhardjono. “Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”.
Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.
_______. “Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Bisnis dan Ekonomi”. UPPM
STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.
_______. “Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”. BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta, 2011.
Muhammad. “Manajemen Bank Syariah”. UUP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005.
Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”. Refika Aditama, Bandung, 2016.
Nachrowi, Nachrowi Djalal, dan Hardius Usman. “Penggunaan Teknik
Ekonometri”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
Nawawi, Hadari. “Metode Penelitian Bidang Sosial”. Gajah Mada University
Prees, Yogyakarta, 2007.
Nugraini, Fitri Hanifah. “Strategi Pengaktifan Kembali Pembiayaan Macet Pada
Produk Syukur: Studi Kasus PT Bank Tabungan Negara Syariah KCP
Kertajaya Indah Surabaya” (Online), Undergraduate Thesis, UIN Sunan
Ampel, 2014.
Pandia, Frianto. “Manajemen Dana dan Kesehatan Bank”. Cetakan Pertama,
Jakarta, Rineka Cipta, 2012.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 tentang Akuntansi
Perbankan.
Puspopranoto, Sawaldjo. “Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan”. Cetakan
1, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2004.
Rivai, Veithzal dan Veithzal, Andria Permata. “Bank and Financial Institution
Management”. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
_______. “Credit Management Handbook”. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.
Rohmana, Yana. “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi dengan Eviews”.
Laboratorium Pendidikan Ekonomi dan Koperasi FPEB UPI, Bandung,
2010.
Rosadi, Dedi. “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews”.
Andi Offset, Yogyakarta, 2012.
Rustam, Bambang Rianto. “Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia”.
Salemba Empat, Jakarta, 2013.
125
Salim, A. Abbas. “Asuransi dan Manajemen Risiko”. Rajawali, Jakarta, 2003.
Sawaldjo Puspopranoto. “Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan”. Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta, 2004.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter &
Perbankan”. Edisi 5, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta,
2005.
Sudarsono, dkk. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Edisi Keempat,
Ekonisia, Yogyakarta, 2012.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Penerbit Alfabeta,
Bandung, 2006.
Suharyadi dan Purwanto, dkk. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”.
Jilid 1, Jakarta, Salemba Empat, 2003.
_______. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”. Edisi 2, Salemba
Empat, Jakarta, 2011.
_______. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”. Edisi 3, Salemba
Empat, Jakarta, 2016.
Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi: Teori Pengantar”. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006.
Suryani. “Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) Terhadap
Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia”, vol 19, No 1, Hal 25,
Mei 2011.
Undang-undang No.21 Tahun 2008
Wluyo, Dwi Eko. “Ekonomika Makro”. UMM PRESS, Malang, 2007.
Yusdani. “Perbankan Syariah Berbasis Floating Market”, vol. IV, No. 2. Januari
2005.
Zainal, Arifin. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”. Pustaka Alvabet, Jakarta,
2012.
www.bi.go.id diakses pada 5 April 2017
www.ojk.go.id diakses pada 5 April 2017
www.pusatdata.kontan.co.id diakses pada 5 April 2017
www.syariahmandiri.co.id diakses pada 5 April 2017
www.bnisyariah.co.id diakses pada 5 April 2017
126
www.brisyariah.co.id diakses pada 5 April 2017
www.syariahbukopin.co.id diakses pada 5 April 2017
www.megasyariah.go.id diakses pada 5 April 2017
www.bjbsyariah.co.id diakses pada 5 April 2017
127
LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Pooled Least Square (PLS)
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.259290 1.283549 -0.981100 0.3280
KURS? 0.421409 0.081462 5.173049 0.0000
INFLASI? -0.190039 0.095710 -1.985556 0.0488
CAR? -0.031961 0.030610 -1.044128 0.2980
BOPO? 0.023624 0.008210 2.877601 0.0046
R-squared 0.215821 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.196338 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.910824 Akaike info criterion 4.162603
Sum squared resid 587.8507 Schwarz criterion 4.256338
Log likelihood -340.4961 Hannan-Quinn criter. 4.200651
F-statistic 11.07755 Durbin-Watson stat 0.502153
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
128
Lampiran 2. Model Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/14/17 Time: 23:16
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.313991 1.249289 0.251336 0.8019
KURS? 0.373024 0.073161 5.098696 0.0000
INFLASI? -0.221984 0.085585 -2.593719 0.0104
CAR? -0.117088 0.035240 -3.322549 0.0011
BOPO? 0.029508 0.007430 3.971360 0.0001
Fixed Effects (Cross)
_BSM--C 0.466939
_BNIS--C -0.892485
_BRIS--C -0.305364
_BUKOPINS--C -0.815148
_MEGAS--C -0.381702
_BJBS--C 2.076049
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.399112 Mean dependent var 3.942711
Adjusted R-squared 0.364446 S.D. dependent var 2.131493
S.E. of regression 1.699262 Akaike info criterion 3.956615
Sum squared resid 450.4485 Schwarz criterion 4.144084
Log likelihood -318.3990 Hannan-Quinn criter. 4.032710
F-statistic 11.51287 Durbin-Watson stat 0.668478
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Lampiran 3. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: AJENG
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 9.517071 (5,156) 0.0000
Cross-section Chi-square 44.194073 5 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
129
Lampiran 4. Model Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: NPF?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/14/17 Time: 23:17
Sample: 2010Q1 2016Q4
Included observations: 28
Cross-sections included: 6
Total pool (unbalanced) observations: 166
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.125857 1.154101 -0.975527 0.3308
KURS? 0.416144 0.072515 5.738746 0.0000
INFLASI? -0.192962 0.085159 -2.265887 0.0248
CAR? -0.040101 0.028098 -1.427171 0.1555
BOPO? 0.024472 0.007321 3.342889 0.0010
Random Effects (Cross)
_BSM--C 0.109022
_BNIS--C -0.167539
_BRIS--C -0.035124
_BUKOPINS--C -0.096966
_MEGAS--C -0.051760
_BJBS--C 0.242368
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.140852 0.0068
Idiosyncratic random 1.699262 0.9932
Weighted Statistics
R-squared 0.223440 Mean dependent var 3.615209
Adjusted R-squared 0.204147 S.D. dependent var 2.109111
S.E. of regression 1.879595 Sum squared resid 568.7932
F-statistic 11.58115 Durbin-Watson stat 0.521089
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.215469 Mean dependent var 3.942711
Sum squared resid 588.1148 Durbin-Watson stat 0.503970
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
Lampiran 5. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: AJENG
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 38.985332 4 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9.0, data diolah
130
Lampiran 6. Data Variabel Penelitian
Nama Bank Tahun NPF KURS INFLASI CAR BOPO
BSM 2010 T1 4.08 9.26 3.65 12.52 74.66
BSM 2010 T2 4.13 9.11 4.37 12.46 73.15
BSM 2010 T3 4.17 9 6.15 11.49 71.84
BSM 2010 T4 3.52 8.96 6.32 10.64 74.97
BSM 2011 T1 3.3 8.9 6.83 11.89 73.07
BSM 2011 T2 3.07 8.59 5.89 11.26 74.02
BSM 2011 T3 3.21 8.61 4.67 11.1 73.85
BSM 2011 T4 2.42 8.98 4.12 14.7 76.44
BSM 2012 T1 2.52 9.12 3.72 13.97 70.47
BSM 2012 T2 2.93 9.31 4.49 13.7 70.11
BSM 2012 T3 3.1 9.5 4.48 13.2 71.14
BSM 2012 T4 2.82 9.62 4.41 13.88 73
BSM 2013 T1 3.44 9.69 5.26 15.29 69.24
BSM 2013 T2 2.9 9.78 5.64 14.24 81.63
BSM 2013 T3 3.4 10.66 8.6 14.42 87.53
BSM 2013 T4 4.32 11.68 8.35 14.12 84.08
BSM 2014 T1 4.88 11.84 7.76 14.9 81.99
BSM 2014 T2 6.46 11.61 7.09 14.94 93.03
BSM 2014 T3 6.76 11.76 4.35 15.63 93.02
BSM 2014 T4 6.84 12.24 6.47 14.81 98.46
BSM 2015 T1 6.77 12.8 6.54 11.35 95.92
BSM 2015 T2 6.67 13.13 7.06 11.97 96.16
BSM 2015 T3 6.89 13.87 7.09 11.84 97.41
BSM 2015 T4 6.06 13.77 4.83 12.85 94.78
BSM 2016 T1 6.42 13.51 4.33 13.39 94.44
BSM 2016 T2 5.58 13.31 3.46 13.69 93.76
BSM 2016 T3 5.43 13.13 3.02 13.5 93.93
BSM 2016 T4 4.92 13.25 3.03 14.01 94.12
BNIS 2010 T1 4.67 9.26 3.65 13.09 77.08
BNIS 2010 T2 4.17 9.11 4.37 28.84 304.6
BNIS 2010 T3 4.8 9 6.15 29.46 113.89
BNIS 2010 T4 3.59 8.96 6.32 28.19 88.28
BNIS 2011 T1 4.44 8.9 6.83 26.33 67.98
131
BNIS 2011 T2 3.65 8.59 5.89 22.55 78.2
BNIS 2011 T3 3.6 8.61 4.67 20.97 78.06
BNIS 2011 T4 3.62 8.98 4.12 20.75 87.86
BNIS 2012 T1 4.27 9.12 3.72 19.1 91.2
BNIS 2012 T2 2.45 9.31 4.49 17.67 92.81
BNIS 2012 T3 2.33 9.5 4.48 16.68 86.46
BNIS 2012 T4 2.02 9.62 4.41 14.22 85.39
BNIS 2013 T1 2.13 9.69 5.26 18.88 82.95
BNIS 2013 T2 2.11 9.78 5.64 19.12 84.44
BNIS 2013 T3 2.06 10.66 8.6 16.84 84.06
BNIS 2013 T4 1.86 11.68 8.35 16.54 83.94
BNIS 2014 T1 1.96 11.84 7.76 15.89 84.51
BNIS 2014 T2 1.99 11.61 7.09 14.68 86.32
BNIS 2014 T3 1.99 11.76 4.35 19.57 85.85
BNIS 2014 T4 1.86 12.24 6.47 18.76 85.03
BNIS 2015 T1 2.22 12.8 6.54 15.4 89.87
BNIS 2015 T2 2.42 13.13 7.06 15.11 90.39
BNIS 2015 T3 2.54 13.87 7.09 15.38 91.6
BNIS 2015 T4 2.53 13.77 4.83 15.48 89.63
BNIS 2016 T1 2.77 13.51 4.33 15.85 95.37
BNIS 2016 T2 2.8 13.31 3.46 15.56 85.88
BNIS 2016 T3 3.03 13.13 3.02 15.82 86.28
BNIS 2016 T4 2.94 13.25 3.03 14.92 87.67
BRIS 2010 T1 3.48 9.26 3.65 13.66 92.88
BRIS 2010 T2 3.39 9.11 4.37 25.95 94.82
BRIS 2010 T3 3.37 9 6.15 22.07 98.74
BRIS 2010 T4 3.19 8.96 6.32 20.62 98.77
BRIS 2011 T1 2.43 8.9 6.83 21.72 101.38
BRIS 2011 T2 3.4 8.59 5.89 19.99 100.3
BRIS 2011 T3 2.8 8.61 4.67 18.33 98.56
BRIS 2011 T4 2.77 8.98 4.12 14.74 99.56
BRIS 2012 T1 3.31 9.12 3.72 14.34 99.15
BRIS 2012 T2 2.58 9.31 4.49 13.59 91.16
BRIS 2012 T3 2.87 9.5 4.48 12.92 89.95
BRIS 2012 T4 3 9.62 4.41 11.35 86.63
BRIS 2013 T1 3.04 9.69 5.26 11.81 85.54
BRIS 2013 T2 2.89 9.78 5.64 15 87.55
BRIS 2013 T3 2.98 10.66 8.6 14.66 80.8
132
BRIS 2013 T4 4.06 11.68 8.35 14.49 95.24
BRIS 2014 T1 4.04 11.84 7.76 14.15 92.43
BRIS 2014 T2 4.38 11.61 7.09 13.99 99.84
BRIS 2014 T3 4.79 11.76 4.35 13.86 97.35
BRIS 2014 T4 4.6 12.24 6.47 12.89 99.77
BRIS 2015 T1 4.96 12.8 6.54 13.21 96.13
BRIS 2015 T2 5.31 13.13 7.06 11.03 93.84
BRIS 2015 T3 4.9 13.87 7.09 13.82 93.97
BRIS 2015 T4 4.86 13.77 4.83 13.94 93.79
BRIS 2016 T1 4.84 13.51 4.33 14.66 90.7
BRIS 2016 T2 4.87 13.31 3.46 14.06 90.41
BRIS 2016 T3 5.22 13.13 3.02 14.3 90.99
BRIS 2016 T4 4.57 13.25 3.03 20.63 91.33
BUKOPINS 2010 T1 4.32 9.26 3.65 13.5 93.34
BUKOPINS 2010 T2 3.84 9.11 4.37 12.24 94.03
BUKOPINS 2010 T3 4.2 9 6.15 11.32 95.39
BUKOPINS 2010 T4 3.8 8.96 6.32 11.51 93.57
BUKOPINS 2011 T1 1.57 8.9 6.83 12.12 93.72
BUKOPINS 2011 T2 1.32 8.59 5.89 17.46 94.43
BUKOPINS 2011 T3 1.67 8.61 4.67 17.72 93.96
BUKOPINS 2011 T4 1.74 8.98 4.12 15.29 93.86
BUKOPINS 2012 T1 3.12 9.12 3.72 14.58 94.45
BUKOPINS 2012 T2 2.68 9.31 4.49 13.25 94.05
BUKOPINS 2012 T3 4.74 9.5 4.48 12.28 93.34
BUKOPINS 2012 T4 4.57 9.62 4.41 12.78 91.59
BUKOPINS 2013 T1 4.62 9.69 5.26 12.63 88.67
BUKOPINS 2013 T2 4.32 9.78 5.64 11.84 88.82
BUKOPINS 2013 T3 4.45 10.66 8.6 11.18 91.5
BUKOPINS 2013 T4 4.27 11.68 8.35 11.1 92.29
BUKOPINS 2014 T1 4.61 11.84 7.76 11.24 97.33
BUKOPINS 2014 T2 4.31 11.61 7.09 10.74 96.83
BUKOPINS 2014 T3 4.27 11.76 4.35 16.15 97.08
BUKOPINS 2014 T4 4.07 12.24 6.47 15.85 96.73
BUKOPINS 2015 T1 4.52 12.8 6.54 14.5 96.1
BUKOPINS 2015 T2 3.03 13.13 7.06 14.1 94.78
BUKOPINS 2015 T3 3.01 13.87 7.09 16.26 93.14
BUKOPINS 2015 T4 2.99 13.77 4.83 16.31 91.99
BUKOPINS 2016 T1 2.89 13.51 4.33 15.62 88.95
133
BUKOPINS 2016 T2 2.88 13.31 3.46 14.82 89.88
BUKOPINS 2016 T3 2.59 13.13 3.02 15.06 89.74
BUKOPINS 2016 T4 3.17 13.25 3.03 17 91.76
MEGAS 2010 T1 2.98 9.26 3.65 12.14 81.19
MEGAS 2010 T2 3.01 9.11 4.37 12.11 82.96
MEGAS 2010 T3 3.89 9 6.15 12.36 85.92
MEGAS 2010 T4 3.52 8.96 6.32 13.14 88.86
MEGAS 2011 T1 4.29 8.9 6.83 15.07 90.03
MEGAS 2011 T2 3.84 8.59 5.89 14.75 89.49
MEGAS 2011 T3 3.78 8.61 4.67 13.77 90.79
MEGAS 2011 T4 3.03 8.98 4.12 12.03 90.8
MEGAS 2012 T1 2.96 9.12 3.72 12.9 80.03
MEGAS 2012 T2 2.88 9.31 4.49 13.08 77.3
MEGAS 2012 T3 2.86 9.5 4.48 11.16 76.89
MEGAS 2012 T4 2.67 9.62 4.41 13.51 77.28
MEGAS 2013 T1 2.83 9.69 5.26 13.49 77.48
MEGAS 2013 T2 3.67 9.78 5.64 13.01 81.41
MEGAS 2013 T3 3.3 10.66 8.6 12.7 84.21
MEGAS 2013 T4 2.98 11.68 8.35 12.99 86.09
MEGAS 2014 T1 3.22 11.84 7.76 15.28 89.82
MEGAS 2014 T2 3.48 11.61 7.09 15.93 91.9
MEGAS 2014 T3 3.77 11.76 4.35 16.9 97.96
MEGAS 2014 T4 3.89 12.24 6.47 19.26 97.61
MEGAS 2015 T1 4.33 12.8 6.54 15.8 110.53
MEGAS 2015 T2 4.86 13.13 7.06 16.54 104.8
MEGAS 2015 T3 4.78 13.87 7.09 17.81 102.33
MEGAS 2015 T4 4.26 13.77 4.83 18.74 99.51
MEGAS 2016 T1 4.18 13.51 4.33 22.22 84.92
MEGAS 2016 T2 4.16 13.31 3.46 22.86 89.07
MEGAS 2016 T3 3.74 13.13 3.02 22.97 89.5
MEGAS 2016 T4 3.3 13.25 3.03 23.53 88.16
BJBS 2010 T1 0 9.26 3.65 0 0
BJBS 2010 T2 1.84 9.11 4.37 36.09 104.15
BJBS 2010 T3 1.84 9 6.15 36.09 104.15
BJBS 2010 T4 1.8 8.96 6.32 31.43 90.33
BJBS 2011 T1 0 8.9 6.83 0 0
BJBS 2011 T2 1.72 8.59 5.89 31.77 85.9
BJBS 2011 T3 1.72 8.61 4.67 31.77 85.9
134
BJBS 2011 T4 1.36 8.98 4.12 30.29 84.07
BJBS 2012 T1 1.43 9.12 3.72 29.67 90.28
BJBS 2012 T2 5.68 9.31 4.49 23.99 98.78
BJBS 2012 T3 4.8 9.5 4.48 25.44 90.46
BJBS 2012 T4 4.46 9.62 4.41 21.09 110.34
BJBS 2013 T1 4.35 9.69 5.26 20.54 71.47
BJBS 2013 T2 3.92 9.78 5.64 18.94 84.52
BJBS 2013 T3 3.97 10.66 8.6 17.94 85.04
BJBS 2013 T4 1.86 11.68 8.35 17.99 85.76
BJBS 2014 T1 2.95 11.84 7.76 18.1 97.42
BJBS 2014 T2 2.84 11.61 7.09 16.9 98.82
BJBS 2014 T3 6.9 11.76 4.35 15.51 102.31
BJBS 2014 T4 5.84 12.24 6.47 15.78 91.01
BJBS 2015 T1 7.27 12.8 6.54 13.85 99.62
BJBS 2015 T2 6.91 13.13 7.06 12.2 99.47
BJBS 2015 T3 6.91 13.87 7.09 22.44 104.25
BJBS 2015 T4 6.93 13.77 4.83 22.53 98.78
BJBS 2016 T1 6.93 13.51 4.33 24.58 95.12
BJBS 2016 T2 17.09 13.31 3.46 20.93 106.12
BJBS 2016 T3 12.5 13.13 3.02 23.1 118.66
BJBS 2016 T4 17.91 13.25 3.03 18.25 122.77