pengaruh dilatasi pada gaya dalam kolom
DESCRIPTION
Pengaruh Dilatasi Pada Gaya Dalam KolomTRANSCRIPT
i
PENGARUH DILATASI TERHADAP GAYA DALAM KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
Suatu Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Yang Diperlukan untuk Memperoleh
Ijazah Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
FERDI REZA
Nim : 0704101010044
Bidang : Struktur
Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2012
ii
PENGESAHAN
PENGARUH DILATASI TERHADAP GAYA DALAM KOLOM DAN
BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN DENAH
BENTUK H
Oleh
Nama Mahasiswa : Ferdi Reza
Nomor Induk Mahasiswa : 0704101010044
Bidang : Struktur
Jurusan : Teknik Sipil
Banda Aceh, 11 Oktober 2012
Disetujui Oleh,
Pembimbing Co. Pembimbing
Ir. Huzaim, M.T. Rudiansyah Putra, ST. M.Si
NIP. 196603201992031003 NIP. 197509232002121004
Diketahui/Disahkan Oleh,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Universitas Syiah Kuala,
Ir. Maimun Rizalihadi, M. Sc. Eng
NIP. 196405301990021001
iii
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan taufik, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam kepada Nabi
Besar Muhammad S.A.W yang telah menuntun perjalanan kehidupan manusia
menempuh ilmu pengetahuan.
Tugas Akhir yang berjudul “PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI
EMPAT DENGAN DENAH BENTUK H” ini ditulis untuk memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana pada Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala.
Dalam pelaksanaan tugas akhir ini penulis telah memperoleh bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak terutama dari Pembimbing dan Co.Pembimbing.
Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang dalam dan tulus kepada
Bapak Ir. Huzaim, M.T. selaku Pembimbing dan Bapak Rudiansyah Putra, ST.
M.Si selaku Co. Pembimbing.
Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Marwan, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala;
2. Bapak Ir. Maimun Rizalihadi, M. Sc. Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala;
3. Ibu Nurul Malahayati, ST. M. Eng. Sc, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala;
iv
4. Bapak Dr. Ing. Teuku Budi Aulia, M.Ing, selaku Ketua Bidang Struktur Teknik
Sipil dan Bapak Rudiansyah Putra, ST, M.Si, selaku Sekretaris Bidang
Struktur;
5. Bapak Ir. M. Idris Ibrahim, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik;
6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas
Syiah Kuala yang telah banyak memberikan bekal berupa ilmu kepada penulis
sejak awal perkuliahan sampai penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas
Akhir ini;
7. Yang terhormat, tercinta dan sangat penulis sayangi yaitu Ayahanda Ir. Drs.
Iskandar Yusuf, M.Si dan Ibunda Safriah Muhammad serta saudara-saudaraku
yang tersayang, Fahrul Rizal, ST dan Ferina Rizkia, ST yang telah memberikan
kasih sayang, keceriaan, dan dorongan bagi penulis, serta keluarga besar dan
semua saudara tercinta, yang telah banyak memberi motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan studi ini;
8. Teman-teman sipil ’07 Zulfazilla, Iqbal, Adrian dan seluruh mahasiswa
struktur. Terima kasih kepada Bang Munawir yang telah memberikan bantuan
dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Serta teman-teman yang tidak tersebutkan
disini satu persatu yang dengan tulus mendampingi dan memberikan motivasi
serta dorongan hingga selesainya penulisan ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas jasa-jasa dan
budi baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan buku
Tugas Akhir ini.
Banda Aceh, 11 Oktober 2012
Penulis
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
v
ABSTRAK
Berdasarkan tinjauan desain tahan gempa, bentuk gedung yang lebih dikehendaki
adalah yang mempunyai konfigurasi beraturan seperti bujursangkar, bentuk-
bentuk L, T atau H biasanya bentuk yang sulit digunakan untuk tahan gempa.
Untuk itu umumnya dapat diatasi dengan menggunakan dilatasi. Pada
perencanaan ini ditinjau pengaruh penggunaan dilatasi terhadap gaya dalam
struktur atas yang meliputi balok dan kolom. Perbandingan dilakukan antara
gedung dengan konfigurasi beraturan dan tidak beraturan. Pada tinjauan
digunakan gedung dengan bentuk H simetris tanpa dilatasi (TD) untuk konfigurasi
tidak beraturan, dan dengan dilatasi (DD) untuk konfigurasi beraturan.
Berdasarkan hasil analisis struktur, nilai eksentrisitas antara pusat massa dan pusat
kekakuan bangunan memilki nilai yang kecil, sehingga bangunan akan mengalami
defleksi torsional kecil. Mengakibatkan kolom dan balok yang jauh dari pusat
kekakuan, mengalami gaya dalam lebih besar dari kolom dan balok yang dekat
dengan pusat kekakuan. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh
dilatasi terhadap gaya aksial, pada balok dilatasi memberikan pengaruh yang lebih
besar terhadap momen dibandingkan terhadap gaya geser. Pada perhitungan
analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser dan gaya aksial,
didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dilatasi memberikan pengaruh yang kurang signifikan pada bangunan tidak
beraturan yang eksentrisitas pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki
nilai kecil seperti gedung dengan bentuk H.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN JUDUL
LEMBARAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN ............................................................ 5
2.1 Struktur Gedung Beraturan Dan Tidak Beraturan .................. 5
2.2 Pemisahan Bangunan (Dilatasi) ............................................... 7
2.3 Jenis-jenis Dilatasi ................................................................... 9
2.4 Jarak Sela Pemisah (Dilatasi) ................................................... 10
2.5 Pembebanan ............................................................................. 11
2.6 Kombinasi pembebanan ........................................................... 13
2.6 Analisa Penampang ................................................................. 13
2.7.1 Perencanaan kolom ........................................................ 13
2.7.2 Perencanaan balok ......................................................... 16
2.7 Analisis Struktur ..................................................................... 17
2.8 Analisis Varian ........................................................................ 18
BAB III METODE PERENCANAAN .......................................................... 20
3.1 Pemodelan Struktur .................................................................. 20
vii
3.1.1 Penempatan Dilatasi ........................................................ 20
3.2 Pemasukan Data ...................................................................... 23
3.2.1 Data bangunan ............................................................... 23
3.2.2 Mutu bahan ................................................................... 23
3.2.3 Pembebanan .................................................................. 24
3.2.4 Pendimensian Awal ....................................................... 28
3.3 Analisis Struktur ..................................................................... 28
3.6 Pendimensian Struktur ............................................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 30
4.1 Pendimensian Elemen Kolom Dan Balok ................................ 30
4.2 Hasil Analisis Struktur dan Pembahasan ................................. 30
4.2.1 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Balok ............. 31
4.2.2 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Kolom ............ 34
4.3 Pusat Massa Dan Pusat Kekakuan ........................................... 37
4.3 Simpangan (Drift) .................................................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 41
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 41
5.2 Saran ...................................................................................... 42
DAFTAR KEPUSTAKAAN ........................................................................... 43
DAFTAR NOTASI ...................................................................................... 44
DAFTAR LAMPIRAN A ................................................................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN B ................................................................................ 77
DAFTAR LAMPIRAN C ................................................................................ 114
viii
LAMPIRAN A
Halaman
Lampiran A.3.1 Bagan alir metode perencanaan ......................................... 47
Lampiran A.3.2 Peta pembagian wilayah gempa Indonesia ....................... 49
Lampiran A.3.3 Denah lantai I TD ............................................................... 50
Lampiran A.3.4 Denah lantai II TD ............................................................. 51
Lampiran A.3.5 Denah lantai III TD ............................................................ 52
Lampiran A.3.6 Denah lantai IV TD ............................................................ 53
Lampiran A.3.7 Denah lantai atap TD ......................................................... 54
Lampiran A.3.8 Denah lantai I DD .............................................................. 55
Lampiran A.3.9 Denah lantai II DD ............................................................. 56
Lampiran A.3.10 Denah lantai III DD ............................................................ 57
Lampiran A.3.11 Denah lantai IV DD ........................................................... 58
Lampiran A.3.12 Denah lantai atap DD ......................................................... 59
Lampiran A.3.13 Tampak depan .................................................................... 60
Lampiran A.3.14 Tampak belakang ............................................................... 61
Lampiran A.3.15 Tampak kiri ........................................................................ 62
Lampiran A.3.16 Tampak kanan .................................................................... 63
Lampiran A.3.17 Potongan A ......................................................................... 64
Lampiran A.3.18 Potongan B ......................................................................... 65
Lampiran A.3.19 Penomoran titik nodal TD ................................................. 66
Lampiran A.3.20 Penomoran titik nodal DD blok 1 ...................................... 67
Lampiran A.3.21 Penomoran titik nodal DD blok 2 ...................................... 68
Lampiran A.3.22 Penomoran titik nodal DD blok 3 ...................................... 69
Lampiran A.3.23 Penomoran elemen As 1 TD .............................................. 70
Lampiran A.3.24 Penomoran elemen As 8 TD .............................................. 71
Lampiran A.3.25 Penomoran elemen As 1 DD blok 1 ................................... 72
Lampiran A.3.26 Penomoran elemen As 8 DD blok 1 ................................... 73
Lampiran A.3.27 Penomoran elemen As 7 DD blok 2 ................................... 74
ix
Lampiran A.3.28 Penomoran elemen As 1 DD blok 3 ................................... 75
Lampiran A.3.29 Penomoran elemen As 8 DD blok 3 ................................... 76
LAMPIRAN B
Halaman
Lampiran B.1 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung ....... 77
Lampiran B.2 Beban hidup pada lantai gedung ........................................ 78
Lampiran B.3 Koefisien reduksi beban hidup ........................................... 79
Lampiran B.4 F Tabel untuk α = 0,01 ....................................................... 80
LAMPIRAN C
Halaman
Lampiran C.3.1 Pembebanan Plat Lantai, Dinding dan Beban Gempa ....... 81
Lampiran C.3.2 Pembebanan Kuda-Kuda .................................................... 83
Lampiran C.3.3 Beban Angin yang Bekerja Pada Gedung .......................... 84
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD .. 87
Lampiran C.3.5 Perhitungan drift Δs dan drift Δm TD dan DD .................. 102
Lampiran C.3.6 Output Pusat Massa dan Pusat Kekakuan Struktur ............ 103
Lampiran C.3.7 Perhitungan Eksentrisitas Pusat Massa dan ...................... 104
Pusat Kekakuan
Lampiran C.3.8 Perhitungan Pembesaran Eksentrisitas ............................... 105
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD ........................................... 106
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD .......................................... 116
Lampiran C.3.11 Perhitungan Analisa Varian ............................................... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa sangat penting di
Indonesia, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia terletak dalam wilayah
gempa dengan intensitas moderat hingga tinggi.
Menurut Schodek (1998), gempa bumi adalah fenomena yang dikaitkan
dengan kejutan pada kerak bumi. Beban kejut ini dapat dikaitkan benturan
pergesekan kerak bumi. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut
menjalar dalam bentuk gelombang yang berperilaku tiga dimensi. Gelombang ini
menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar, sehingga
menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan
massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Besarnya gaya
yang timbul bergantung pada banyak faktor. Massa dan kekakuan struktur
merupakan faktor yang paling utama. Pada bangunan yang tidak beraturan, dapat
terjadi eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan pada bangunan
sehingga bangunan mengalami torsi. Untuk memperkecil eksentrisitas antara
pusat massa dan pusat kekakuan, digunakan dilatasi pada pertemuan antara
bangunan induk dengan bangunan penghubung. Dilatasi adalah pemisahan
bangunan secara fisik sehingga masing-masing bangunan dapat berdefleksi
sendiri-sendiri saat terjadi gempa. Gedung yang denahnya benar-benar simetris
juga dapat mengalami torsi, apabila lokasi beban dan elemen-elemen pengaku dari
bangunan tidak simetris.
Berdasarkan pemikiran di atas, direncanakan gedung beraturan dan tidak
beraturan, untuk membandingkan gaya dalam yang timbul pada gedung tidak
beraturan terhadap gedung beraturan. Konfigurasi tidak beraturan dapat terjadi
dari beberapa bentuk, 3 bentuk diantaranya adalah U, L dan H. Pada tinjauan
digunakan gedung dengan bentuk H simetris tanpa dilatasi (TD) untuk konfigurasi
tidak beraturan, dan dengan dilatasi (DD) untuk konfigurasi beraturan. Dilatasi
2
diharapkan dapat mengurangi jarak antara pusat massa, titik dimana beban gempa
bekerja pada lantai, dengan pusat kekakuan sehingga dapat mengurangi efek
torsional pada bangunan.
Pada perencanaan DD bangunan dibagi menjadi 3 blok bangunan. Luas
bangunan dari gedung ini adalah 45 x 34,8 m2, berlantai empat dengan tinggi
bangunan 16 m, bentang antar kolom arah memanjang 4,5 m dan bentang antar
kolom arah melintang adalah 8 m, 2,4 m, 4,5 m dan 5 m.
Analisa dilakukan terhadap struktur atas meliputi balok dan kolom, sistem
struktur yang digunakan dalam perencanaan ini adalah Aksi Rangka Kaku (Rigid
Frame/Moment Resisting Frame). Struktur yang dibentuk dengan cara meletakkan
elemen kaku horizontal di atas elemen kaku vertikal, yang saling dihubungkan
pada ujung-ujungnya oleh joints yang dapat mencegah terjadinya rotasi. Dilatasi
ditempatkan pada pertemuan antara bangunan induk dengan bangunan
penghubung, bangunan penghubung terletak antara dua bangunan induk sehingga
digunakan dilatasi pada dua tempat yaitu pada As C dan As D. Pada perencanaan
ini ditinjau pengaruh penggunaan dilatasi pada gaya dalam meliputi momen, gaya
geser dan gaya aksial yang timbul pada balok dan kolom, elemen yang
dibandingkan adalah elemen yang jauh dari pusat kekakuan dan yang dekat
dengan pusat kekakuan.
Perencanaan struktur beton bertulang didasarkan pada SNI 03-2847-2002
tentang tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung Tahan
Gempa, mutu baja tulangan didasarkan pada SNI 07-2052-2002 Baja Tulangan
Beton. Pada perencanaan ini, gedung direncanakan dari struktur beton bertulang
dengan kuat tekan beton (f’c) 25 MPa, tegangan leleh tulangan utama (fy) 390
MPa, modulus elastisitas beton (Ec) 23500 MPa, tegangan leleh tulangan geser
(fys) 295 MPa, modulus elastisitas tulangan baja (Es) 200000 MPa.
Tahapan perhitungan dimulai dari pemodelan struktur, untuk perencanaan
menggunakan dilatasi dilakukan pemodelan masing-masing blok secara terpisah.
Selanjutnya dilakukan pendimensian awal portal. Lalu dilakukan perhitungan
pembebanan yang terdiri dari beban tetap dan beban tidak tetap. Perhitungan
pembebanan didasarkan pada SNI 03-1727-1989 dan untuk beban gempa
3
didasarkan pada SNI 03-1726-2002, lalu dilanjutkan dengan analisa struktur. Dari
analisis struktur didapatkan momen, gaya geser, gaya aksial, dan reaksi tumpuan
pada setiap kombinasi untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada keamanan
portal. Setelah tahapan-tahapan tersebut dipenuhi, akan didapatkan dimensi yang
aman dan penulangan yang dibutuhkan.
Berdasarkan hasil analisa struktur, nilai eksentrisitas antara pusat massa
dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai yang kecil. Sehingga bangunan
mengalami defleksi torsional yang kecil, yang mengakibatkan kolom dan balok
pada ujung bangunan yang jauh dari pusat kekakuan mengalami gaya dalam yang
lebih besar dari kolom dan balok di tengah bangunan yang dekat dengan pusat
kekakuan. Elemen yang ditinjau adalah kolom dan balok pada As 1 untuk yang
jauh dari pusat kekakuan, kolom dan balok As 8 untuk yang dekat dengan pusat
kekakuan.
Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya
geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap
gaya aksial, pada balok dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
momen dibandingkan terhadap gaya geser. Dari hasil analisa struktur didapatkan
perbandingan gaya dalam antara TD dan DD. Perbandingan momen yang timbul
pada balok As 1 (A-B) adalah 101%, balok As 1 (B-C) 102%, balok As 8 (A-B)
sebesar 102%, balok As 8 (B-C) 104%, perbandingan gaya geser yang timbul
pada balok As 1 (A-B) adalah 101%, balok As 1 (B-C) 102%, balok As 8 (A-B)
sebesar 100%, balok As 8 (B-C) 104%. Perbandingan momen yang timbul di
kolom A1 sebesar 104%, kolom B1 102% dan kolom C1 103%, kolom A8
sebesar 105%, kolom B8 101% dan kolom C8 106%. Perbandingan gaya geser
yang timbul di kolom A1 sebesar 104%, kolom B1 102% dan kolom C1 103%,
kolom A8 sebesar 105%, kolom B8 101% dan kolom C8 106%. Perbandingan
gaya aksial yang timbul di kolom A1 sebesar 100%, kolom B1 100% dan kolom
C1 102%, kolom A8 sebesar 100%, kolom B8 100% dan kolom C8 100%.
Pada perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya
geser dan gaya aksial, didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dilatasi memberikan pengaruh yang kurang
4
signifikan pada bangunan tidak beraturan yang eksentrisitas pusat massa dan pusat
kekakuan bangunan memiliki nilai kecil seperti gedung dengan bentuk H.
5
BAB II
TELAAH KEPUSTAKAAN
Menurut Schodek (1998), struktur merupakan sarana untuk menyalurkan
beban akibat penggunaan atau berat sendiri bangunan ke dalam tanah. Struktur
harus mampu berfungsi secara keseluruhan dalam memikul beban, baik yang
bereaksi secara vertikal maupun secara horizontal ke dalam tanah.
Di Indonesia, perencanaan struktur beton bertulang berdasarkan SNI 03-
1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung dan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung Dalam Perencanaan Struktur Bangunan Gedung Tahan
Gempa. Sedangkan untuk pembebanan didasarkan pada SNI 03-1727-1989
tentang Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.
Pembebanan yang ditinjau yaitu pembebanan akibat beban tetap dan beban
tidak tetap. Beban tetap terdiri dari beban mati (dead load) dan beban hidup (live
load), Beban tidak tetap terdiri dari beban angin (wind load) dan beban gempa
(earthquake load). Berat sendiri berbagai bahan bangunan dan komponen gedung
berdasarkan Anonim (1989), dan beban hidup pada lantai gedung berdasarkan
Anonim (1989). Koefisien reduksi beban hidup sesuai penggunaan gedung
berdasarkan Anonim (1989).
2.1 Struktur Gedung Beraturan Dan Tidak Beraturan
Menurut Anonim (20022:12), struktur gedung ditetapkan sebagai struktur
gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut ;
1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari
10 tingkat atau 40 m,
6
2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan, panjang
tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah tonjolan tersebut,
3. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari
15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan
tersebut,
4. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan,
5. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun ada loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian
gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75%
dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2
tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka,
6. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksudkan dengan tingkat lunak adalah
suatu tingkat, yang kekakuannya kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat
diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di
atasnya. Dalam hal ini yang dimaksud kekakuan lateral suatu tingkat
adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan suatu
simpangan antar-tingkat,
7. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan,
artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150%
berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah
atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini,
8. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa
lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai
tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu,
jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
7
Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan diatas, ditetapakan
sebagai struktur gedung yang tidak beraturan.
Bangunan sebaiknya simetris ,jika tidak, jarak antara pusat massa, titik
dimana beban gempa bekerja pada lantai, dan pusat kekakuan diminimalkan. Jika
terjadi eksentrisitas seperti yang terlihat pada gambar 2.1, bangunan akan
mengalami defleksi torsional seperti yang terlihat. sehingga kolom pada titik A
akan mengalami gaya geser yang lebih besar dari kolom di titik B. Lokasi dari
pusat kekakuan dipengaruhi oleh elemen pengaku struktural dan nonstruktural.
Tidak beraturan torsi terjadi ketika drift maksimum antar tingkat pada salah satu
ujung bangunan, lebih dari 1,2 kali dari drift rata-rata pada lantai yang sama
(Wight dan Macgregor 2012:1034).
Gambar 2.1 Eksentrisitas dari gaya gempa
Sumber Wight dan Macgregor (2009:824)
2.2 Pemisahan Bangunan (Dilatasi)
Dilatasi baik digunakan pada pertemuan antara bangunan yang rendah
dengan yang tinggi, antara bangunan induk dengan bangunan sayap, dan bagian
bangunan lain yang mempunyai kelemahan geometris. Disamping itu, bangunan
yang sangat panjang tidak dapat menahan deformasi akibat penurunan fondasi dan
gempa, karena akumulasi gaya yang sangat besar pada dimensi bangunan yang
8
panjang, dan menyebabkan timbulnya retakan atau keruntuhan struktural. Oleh
karenanya, suatu bangunan yang besar perlu dibagi menjadi beberapa bangunan
yang lebih kecil, dimana setiap bangunan dapat bereaksi secara kompak dan kaku
dalam menghadapi pergerakan bangunan yang terjadi (Juwana 2005:51).
Gambar 2.2 Pemisahan bangunan
Sumber Juwana (2005:51)
Schodek (1998:530) mengungkapkan bahwa gaya lateral akibat gempa,
tentu saja mempunyai sifat inersial, jadi berkaitan langsung dengan setiap massa
gedung tersebut. Lokasi massa yang tidak simetris dapat menyebabkan gaya-gaya
pada massa tersebut menimbulkan momen torsi pada gedung yang pada akhirnya
dapat meruntuhkan gedung. Struktur simetris tidak mengalami gaya torsi besar
sehingga jenis struktur ini lebih dikehendaki dibandingkan struktur tidak simetris.
Struktur yang tidak simetris, baik karena konfigurasinya atau karena penempatan
secara tidak simetris elemen-elemen pemikul beban lateral, pada umumnya
mengalami gaya torsi besar yang dapat sangat merusak. Penempatan massa secara
tidak simetris juga dapat menyebabkan efek torsi. Konfigurasi tidak simetris
seperti bentuk L dan H tidak mempunyai ketahanan yang cukup terhadap efek
torsional.
9
Kerusakan umumnya terjadi pada pojok-pojok bangunan, pemisahan
massa gedung tersebut atas bagian-bagian yang lebih kecil akan memungkinkan
masing-masing bagian bergetar sendiri-sendiri pada saat mengalami beban gempa
(gambar 2.3). Gedung yang dibuat saling berdekatan harus mempunyai jarak
pemisah yang cukup, sedemikian rupa sehingga dapat dengan bebas bergetar pada
ragam alaminya, tanpa saling bertumbukan. Apabila jarak ini tidak diperhatikan
dengan baik, dapat terjadi kerusakan yang serius.
Gambar 2.3 Konfigurasi tidak simetris
Sumber Schodek (1998:531)
Menurut Pauley dan Priestley (1992:18), bentuk yang sederhana lebih
dikehendaki, bangunan dengan bentuk yang indah seperti T dan L harus dihindari
atau dibagi menjadi bentuk yang lebih sederhana. Bentuk yang simetris harus
diberikan jika memungkinkan. Bentuk yang tidak simetris dapat mengakibatkan
munculnya torsi, banyak kerusakan besar akibat gempa telah diamati pada
bangunan yang terletak di pojok jalan, dimana struktur yang simetris sulit untuk
dicapai.
2.3 Jenis-jenis Dilatasi
Menurut Juwana (2005;53), dalam praktek terdapat beberapa bentuk
pemisahan bangunan yang umum digunakan, di antaranya:
10
1. Dilatasi Dengan Dua Kolom. Pemisahan struktur dengan dua kolom
terpisah merupakan hal yang paling umum digunakan, terutama pada
bangunan yang bentuknya memanjang. Perlu diingat bahwa bentang antar
kolom pada lokasi di mana dilatasi berada ikut berubah.
2. Dilatasi Dengan Balok Kantilever. Mengingat balok kantilever terbatas
panjangnya (maksimal 1/3 bentang balok induk), maka pada lokasi dilatasi
terjadi perubahan bentang antar kolom, yaitu sekitar 2/3 bentang antar
kolom.
3. Dilatasi Dengan Balok Gerber. Untuk mempertahankan jarak antar kolom
yang sama, maka pada balok kantilever diberi balok Gerber, namun
dilatasi dengan balok Gerber ini jarang digunakan, karena dikhawatirkan
akan lepas dan jatuh, jika mengalami deformasi arah horizontal yang
cukup besar.
4. Dilatasi Dengan Konsol. Meskipun jarak antar kolom dapat dipertahankan
tetap sama, namun akibatnya adanya konsol, maka tinggi langit-langit di
daerah dilatasi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tinggi langit-
langit pada bentang kolom berikutnya. Dilatasi jenis ini banyak digunakan
pada bangunan yang menggunakan konstruksi prapabrikasi, dimana
keempat sisi kolom diberi konsol untuk tumpuan prapabrikasi.
2.4 Jarak Sela Pemisah (Dilatasi)
Menurut Schodek (1998:534), Gedung yang dibuat saling berdekatan
harus mempunyai jarak pemisah yang cukup, sedemikian rupa sehingga masing-
masing bangunan dapat dengan bebas bergetar pada ragam alaminya, tanpa saling
bertumbukan. Apabila jarak ini tidak diperhatikan dapat terjadi kerusakan yang
serius.
Menurut Anonim (2002a:32), kinerja batas layan struktur gedung
ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu
untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan,
di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan
11
penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan (drift)
struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi
Faktor Skala.
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk
membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya
antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah
(sela dilatasi). Simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa nominal
dibedakan dua macam;
Kinerja batas layan dihitung menggunakan persamaan berikut :
Δs = 0,03/R x hi ..................................................................................... (2.1)
Kinerja batas ultimit dihitung menggunakan persamaan berikut :
Δm = ξ x R x Δs ...................................................................................... (2.2)
Dengan ξ adalah 0,7.
Δs antar tingkat tidak boleh melebihi 30 mm. Δm antar tingkat tidak boleh
melebihi 0,02 x hi.
Jarak pemisah antar gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan
jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung dan tidak boleh
kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf itu diukur dari taraf penjepitan lateral, sela
pemisah tidak boleh ditetapkan kurang dari 75 mm.
2.5 Pembebanan
Pembebanan yang ditinjau yaitu pembebanan akibat beban tetap dan beban
tidak tetap. Beban tetap terdiri dari beban mati (dead load) dan beban hidup (live
load), beban tidak tetap terdiri dari angin (wind load) dan beban gempa
(earthquake load). Berat sendiri berbagai bahan bangunan dan komponen gedung
12
berdasarkan Anonim (1989). Beban hidup pada lantai dan koefisien reduksi beban
hidup sesuai penggunaan gedung-gedung berdasarkan Anonim (1989).
1. Beban mati. Menurut Anonim (1989), beban mati adalah berat dari semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur
tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung itu. Berat berbagai bahan bangunan
berdasarkan Anonim (1989).
2. Beban hidup. Menurut Anonim (1989), beban hidup adalah semua beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung. Di dalamnya
termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari bahan-bahan yang
dapat berpindah, mesin-mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari
gedung, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai.
Beban hidup berdasarkan Anonim (1989).Beban angin. Menurut Anonim
(1989), beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam
ketentuan tersebut disyaratkan tekanan angin minimum sebesar 25 kg/m2,
kecuali untuk daerah sejauh lebih kecil dari 5 km dari pantai diambil
minimum 40 kg/m2. koefisien angin pada gedung tertutup untuk bidang-
bidang luar dinding vertikal adalah:
a. Angin tekan + 0.9
b. Angin hisap - 0.4
3. Beban gempa. Menurut Anonim (1989), beban gempa adalah semua beban
statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
diakibatkan oleh pengaruh gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal
pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan analisa
dinamik maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya
dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
13
2.6 Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan sesuai dengan Anonim (2002b), dimana Anonim
(2002b:59) menyebutkan bahwa kombinasi pembebanan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
U = 1,4 D ............................................................................................................ (2.3)
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) .................................................................... (2.4)
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) ...................................................... (2.5)
U = 0,9 D ± 1,6 W .............................................................................................. (2.6)
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E .................................................................................. (2.7)
U = 0,9 D ± 1,0 E ............................................................................................... (2.8)
Faktor reduksi kekuatan diperhitungkan pada perencanaan komponen
struktur, diambil dari kuat nominalnya yang dihitung berdasarkan ketentuan dan
asumsi dari Anonim (2002b) yang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ( ).
Besarnya faktor reduksi kekuatan menurut Anonim (2002b:61) adalah sebagai
berikut:
a. Lentur tanpa beban aksial = 0,80
b. Geser dan torsi = 0,75
c. Tarik aksial tanpa dan dengan lentur (spiral) = 0,70
d. Tekan aksial tanpa dan dengan lentur (sengkang) = 0,65
2.7 Analisa Penampang
2.7.1 Perencanaan kolom
Menurut Anonim (2002b:8), kolom merupakan komponen struktur dengan
rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi 3 yang digunakan terutama
untuk mendukung beban aksial tekan. Kolom-kolom di dalam sebuah konstruksi
meneruskan beban-beban dari balok-balok dan pelat-pelat ke bawah sampai ke
pondasi-pondasi, dan karenanya kolom-kolom terutama merupakan bagian-bagian
14
konstruksi tekan, meskipun mereka mungkin harus menahan gaya-gaya lentur
akibat kontinuitas dari konstruksi (Mosley dan Bungey,1984:234).
Kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut
(Anonim 2002b):
1. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus
dengan jarak dari sumbu netral.
2. Regangan maksimum( c ) pada serat tekan beton diasumsikan 0,003.
3. Tegangan pada tulangan (fs), yang nilainya lebih kecil dari tegangan
lelehnya (fy), diambil sebesar fs = Es s . Untuk regangan yang lebih besar
dari regangan yang menghasilkan fy, nilai tegangan diambil sebesar fs = fy.
4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan
beton bertulang.
5. Hubungan distribusi tegangan tekan dan regangan beton boleh
diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya
yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan
dengan hasil pengujian.
6. Ketentuan nomor 5 di atas dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan
beton berbentuk persegiempat ekuivalen, dimana :
a. tegangan beton sebesar 0,85∙f’c dianggap terdistribusi secara merata
pada daerah tekan yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus
yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = 1∙c dari serat dengan
regangan tekan beton maksimum;
b. c adalah jarak dari serat dengan regangan tekan maksimum ke sumbu
netral; dan
c. untuk f’c 30 MPa nilai β1 diambil 0,85, untuk f’c 30 MPa nilai β1
harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa, tetapi β1
tidak boleh kurang dari 0,65. Pernyataan ini dapat dirumuskan :
Apabila Pn adalah beban aksial dan Pb adalah beban aksial pada kondisi
balance, maka:
1. Jika Pn < Pb disebut keruntuhan tarik
15
2. Jika Pn = Pb disebut keruntuhan balance
3. Jika Pn > Pb disebut keruntuhan tekan
Idealisasi distribusi tegangan dan regangan untuk kolom persegi dapat
dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik,
penampang kolom dibagi menjadi tiga kondisi keruntuhan, yaitu keruntuhan tarik,
εs > y , keruntuhan balance (seimbang), s = y , dan keruntuhan tekan s < y .
7. Desain penampang
Anonim (2002b:212) menyebutkan kolom yang menerima beban aksial
terfaktor lebih besar dari Ag.f’c/10 pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK) harus memenuhi persyaratan berikut, dimana ukuran penampang
terkecil tidak kurang dari 300 mm dan perbandingan antara ukuran penampang
terkecil terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
8. Penulangan longitudinal
Dipohusodo (1996:292) pembatasan jumlah tulangan komponen balok
agar penampang berperilaku daktail dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan
untuk kolom agak sukar karena beban aksial tekan lebih dominan sehingga
keruntuhan tekan sulit dihindari. Penulangan yang lazim adalah sebanyak 1,5%
sampai 3,0% dari luas penampang kolom. Untuk kolom berpengikat sengkang
bentuk segiempat atau lingkaran harus ada paling sedikit empat batang tulangan
Gambar 2.4 : Idealisasi Tegangan dan Regangan Penampang Kolom Persegi
Sumber : Anonim (2000:22)
16
memanjang. Anonim (2002b:213) menyebutkan bahwa rasio penulangan
memanjang kolom pada SRPMK tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh
lebih dari 0,06.
9. Penulangan geser
Spasi minimum tulangan geser kolom adalah 6 kali diameter utama, atau
150 mm Anonim (2002b:214). Menurut Anonim (2002
b:46), ukuran sengkang
tidak boleh lebih kecil dari tulangan D10, bila tulangan memanjang mempunyai
ukuran yang lebih besar dari tulangan D32, maka tulangan yang digunakan
sebagai sengkang tidak boleh lebih kecil dari yang berukuran D12.
2.7.2 Perencanaan balok
Dewobroto (2007:201) menyebutkan istilah mengenai struktur balok atau
beam lebih menitikberatkan pada elemen satu dimensi yang mengalami bending
(lentur) dan gaya geser. Dengan orientasi pada bidang dan terletak horizontal serta
diberi beban tegak lurus pada elemen tersebut, gaya aksial dan torsi dapat
diabaikan.
Menurut Park dan Paulay (1975:61), balok adalah elemen struktur yang
membawa beban eksternal transversal yang mengakibatkan momen lentur dan
gaya geser sepanjang bentang balok. Dewobroto (2007:201) menyatakan elemen
balok merupakan elemen struktur yang paling umum dijumpai, dan umumnya
digunakan sebagai struktur pendukung lantai, baik lantai bangunan gedung
maupun lantai jembatan.
Vis dan Kusuma (1993:104) menyebutkan bahwa syarat-syarat
kelangsingan balok sering tidak menentukan. Balok didimensikan dengan
persyaratan tinggi minimum akan menghasilkan persentase penulangan yang
sangat tinggi atau dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
penampungan tegangan geser akibat gaya geser. Secara umum, ukuran balok
cukup diperkirakan dengan h = 1/10 sampai 1/15 l.
Menurut Dipohusodo (1996:34), ada tiga kondisi penulangan penampang
pada balok :
17
a. Penampang bertulangan kurang (under reinforced)
Pada kondisi ini, tulangan baja tarik akan mendahului mencapai regangan
luluhnya sebelum beton mencapai regangan maksimum.
b. Penampang bertulangan seimbang (balance reinforced)
Pada keadaan seimbang balok menahan beban sedemikian hingga
regangan beton maksimum mencapai 0,003, pada saat yang bersamaan tegangan
tarik baja mencapai tegangan luluh ( fy).
c. Penampang bertulangan lebih (over reinforced)
Kondisi ini dicapai apabila suatu penampang balok beton bertulang
mengandung jumlah tulangan baja tarik lebih banyak dari yang diperlukan untuk
mencapai keseimbangan regangan. Hal yang demikian pada gilirannya akan
berakibat beton mendahului mencapai regangan maksimum sebelum tulangan baja
tarik nya luluh. Apabila penampang dibebani momen lebih besar lagi, maka akan
berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali
dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.
Anonim (2002b:209) menyatakan sedikitnya dipasang dua tulangan di
atas dan di bawah di tiap potongan secara menerus. Rasio tulangan longitudinal
balok ρ tidak boleh melebihi 0,025.
Tulangan minimal harus sedikitnya :
As ≥ c
y
w ff
db'
4 ................................................................................................... (2.9)
dan c
y
w ff
db'
.4,1 ............................................................................................ (2.10)
2.7 Analisa Struktur
Penyelesaian analisa struktur berbasis komputer dilakukan dengan
membagi model menjadi elemen-elemen kecil. Adapun elemen adalah identik
dengan „unit pendekatan‟, yaitu suatu formulasi matematis dari suatu model
18
struktur yang dianggap sebagai representasi yang paling mendekati sifat struktur
real (Dewobroto,2007:9)
Dasar teori penyelesaian statik (Dewobroto,2007:11) yang digunakan
program ETABS adalah metode matriks kekakuan, dimana suatu persamaan
keseimbangan struktur dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut :
FδK ...................................................................................................... (2.11)
Keterangan :
[K] = matriks kekakuan yang dalam pembahasan sebelumnya dapat disebut
sebagai „unit pendekatan‟ yang merupakan formulasi matematik yang
merupakan representasi perilaku mekanik elemen yang ditinjau.
{δ} = vektor perpindahan atau deformasi (translasi atau rotasi) struktur.
{F} = vektor gaya/momen yang dapat berbentuk beban pada titik nodal bebas
atau gaya reaksi tumpuan pada titik nodal yang di-restrain.
Program ETABS (Anonim,2000:1) dirancang sangat interaktif, sehingga
beberapa hal dapat dilakukan, misalnya mengontrol kondisi tegangan pada elemen
struktur, mengubah dimensi batang, dan mengganti peraturan (code) perancangan
tanpa harus mengulang analisis struktur. Namun demikian, ada beberapa hal yang
tidak diperhitungkan oleh program ini dan harus dilakukan sendiri oleh perencana.
Hal tersebut mencakup pendetailan, penyusunan tulangan longitudinal pada balok
atau kolom beton bertulang, persyaratan daktilitas minimum struktur atau rasio
tulangan minimum.
2.8 Analisa Varian
Menurut Hines dan Montgomery (1990 : 371), bahwa untuk menganalisa
pengaruh suatu faktor terhadap suatu perlakuan bisa digunakan analisis varian
klasifikasi satu arah untuk satu faktor yang diselidiki. Untuk mendapatkan
hubungan antara dua besaran dilakukan analisis regresi.
Untuk perhitungan analisis varian klasifikasi satu arah model efek tetap
menurut Hines dan Montgomery (1990 : 378), seperti diperlihatkan pada
Tabel 2.1.
19
Tabel 2.1 Analisis Varian Klasifikasi Satu Arah Model Efek Tetap
Sumber Varian Jumlah Derajat Rata-rata F0
Antara perlakuan SSperlakuan a – 1 MSperlakuan F0 = (MSp /MSe)
Error (dalam Perlakuan) SSE N – a MSE
Total SST N – 1
a
i
n
j
ijTN
yySS
1 1
2
2 ...
............................................................................. (2.12)
N
y
n
ySS
a
i
iperlakuan
2
...
1
2
............................................................................. (2.13)
PTE SSSSSS ............................................................................. (2.14)
)1(
a
SSMS P
Perlakuan ............................................................................. (2.15)
)( aN
SSMS E
E
............................................................................. (2.16)
E
P
MS
MSF 0 ............................................................................. (2.17)
di mana:
a = jumlah perlakuan
n = jumlah observasi
N = jumlah data
20
BAB III
METODE PERENCANAAN
Tahapan perencanaan yang harus dilakukan dalam analisis dan
perencanaan struktur gedung sebagai berikut :
1. Pemodelan struktur;
2. Pemasukan data;
3. Analisis struktur; dan
4. Pendimensian struktur.
Dalam perencanaan ini diharapkan terjadi kondisi keruntuhan akibat tarik
(under reinforced), agar keruntuhan tidak secara mendadak. Hal ini disebabkan
tulangan tarik mencapai luluh sebelum beton mencapai regangan maksimum.
3.1 Pemodelan Struktur
Struktur yang ditinjau adalah keseluruhan struktur gedung berlantai 4
(empat). Sistem struktur yang akan dimodelkan ke dalam ETABS adalah berupa
rangka ruang (space frame) yang di setiap elemennya memiliki dua belas derajat
kebebasan.
Panjang bentang balok utama yang direncanakan adalah 8 m, 5 m, 4,5 m
dan 2,4 m . Tinggi kolom yang direncanakan adalah sama dari lantai satu hingga
lantai empat yaitu setinggi 4 m.
3.1.1 Penempatan Dilatasi
Pada perencanaan ini, digunakan 2 alternatif yaitu dilatasi (DD) dan tanpa
dilatasi (TD), dimana pada kedua alternatif ini akan dilakukan perhitungan secara
lengkap untuk mendapatkan hasil akhir yang diinginkan. Pada perencanaan
menggunakan dilatasi, digunakan dilatasi dengan dua kolom, dilatasi jenis ini
21
dipilih karena paling umum digunakan, memiliki keamanan yang lebih baik dari
dilatasi dengan balok gerber dan dapat mempertahankan tinggi langit-langit tidak
seperti dilatasi dengan balok konsol. Dilatasi ditempatkan pada pertemuan antara
bangunan induk dengan bangunan penghubung, bangunan penghubung terletak
antara dua bangunan induk sehingga digunakan dilatasi pada dua tempat yaitu
pada As C dan As D, membagi bangunan menjadi 3 blok, dilatasi digunakan pada
bagian ini untuk mengurangi efek torsi akibat beban gempa, yang dapat
mengakibatkan muncul gaya yang besar pada elemen kolom dan balok. Karena
kekakuan antara bangunan pada bagian ini berbeda, periode alaminya juga
berbeda. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakserasian defleksi pada pertemuan
bangunan.
Dengan penggunaan dilatasi yang memisahkan kedua bagian bangunan itu,
setiap bangunan dapat berdefleksi secara bebas mengikuti periode alaminya. Jarak
dilatasi ditentukan dari jumlah nilai drift yang timbul diperoleh dari hasil
perpindahan nodal pada program ETABS, elemen yang dibandingkan adalah
kolom A1, B1, C1, A8, B8 dan C8 pada lantai 1 dan balok As 1 (A-B),
As 1 (B-C), As 8 (A-B) dan As 8 (B-C) pada lantai 2 pada . Denah bangunan yang
menggunakan dilatasi dan tanpa dilatasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan
Gambar 3.2.
Gambar 3.1 Denah TD
22
Gambar 3.2 Denah DD
Gambar 3.3 Pemodelan 3 dimensi TD
23
3.2 Pemasukan Data
Data-data yang dimasukkan berupa data bangunan, mutu bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan konstruksi, beban yang bekerja pada struktur, dan
pendimensian awal.
3.2.1 Data bangunan
Gedung yang direncanakan adalah Gedung Sekolah berlantai empat yang
mempunyai luas bangunan 45 x 34,8 m2 dengan tinggi bangunan 19,2 meter.
Gedung ini direncanakan berada pada wilayah gempa 6, pembagian wilayah
gempa di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran A.3.2 halaman 49. Besarnya
pembebanan plat lantai untuk tiap-tiap lantai pada gedung ini adalah sama karena
fungsi bangunan yang sama, kecuali untuk pembebanan atap gedung, tebal plat
lantai yang direncanakan adalah setebal 12 cm. Untuk besarnya pembebanan tiap
lantai seperti dipersyaratkan oleh Anonim (1989). Denah bangunan dapat dilihat
pada Lampiran A.3.3 sampai Lampiran A.3.18 yang dapat dilihat pada halaman
50 sampai halaman 65.
3.2.2 Mutu bahan
Pada perencanaan struktur suatu beton bertulang perlu diketahui mutu
bahan yang akan digunakan untuk menghitung kekuatan dari struktur tersebut.
Pada perencanaan ini, mutu baja tulangan direncanakan sesuai SNI 07-2052-2002
Baja Tulangan Beton, gedung direncanakan dengan mutu bahan:
a. Kuat tekan beton (fc’) = 25 MPa
b. Tegangan leleh tulangan utama (fy) = 390 MPa
c. Modulus elastis beton (Ec) = 23500 MPa
d. Tegangan leleh tulangan geser (fys) = 295 MPa
e. Elastisitas tulangan baja (Es) = 200000 MPa
f. Modulus geser = 9791 MPa
24
3.2.3 Pembebanan
Beban-beban yang akan ditinjau dalam perencanaan struktur ini adalah
beban tetap dan beban tidak tetap. Beban tetap merupakan gabungan berat sendiri
bagian struktur dengan beban hidup yang disyaratkan oleh Anonim (1989). Beban
tidak tetap terdiri dari beban yang disebabkan oleh angin ataupun gempa sesuai
Anonim (2002a). Beban-beban tersebut akan dikombinasikan sesuai dengan
Anonim (2002b).
a. Beban Mati
Beban mati yang dimasukkan pada program ETABS adalah beban plat
lantai, dinding bata dan beban lantai atap yang dapat dilihat pada Lampiran C.3.1
halaman 81. Beban kuda-kuda dapat dilihat pada Lampiran C.3.2 pada halaman
83. Beban elemen yang dimodelkan (balok, kolom dan plat) dimasukkan secara
otomatis oleh program ETABS. Beban mati plat lantai untuk As 1 dapat dilihat
pada gambar 3.5 berikut.
Gambar 3.4 Input mutu bahan pada ETABS (N.mm)
25
Beban dinding bata (kg/m) pada portal As 7 dapat dilihat pada gambar 3.6
berikut.
b. Beban Hidup
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup lantai sekolah dan
beban hidup lantai atap. koefisien reduksi beban hidup adalah sebesar 0,90 untuk
beban hidup pada lantai sekolah, sedangkan untuk beban hidup pada lantai atap
tidak mengalami reduksi. Beban hidup plat lantai portal As 1dapat dilihat pada
gambar 3.7 berikut.
Gambar 3.5 Beban mati plat lantai pada As 1
Gambar 3.6 Beban mati dinding pada As 7
26
c. Beban Angin
Beban angin yang diperhitungkan adalah sebesar 40 kg/m2. Koefisien
angin tekan sebesar +0,90 dan koefisien angin hisap sebesar -0,40. Perhitungan
beban angin dapat dilihat pada Lampiran C.3.3 halaman 84. Beban diperhitungkan
terdistribusi sebagai beban titik pada portal. Beban angin pada portal As 7 dapat
dilihat pada gambar 3.8 berikut.
d. Beban Gempa
Beban gempa dihitung secara dinamis dengan analisis respons spektrum.
Data respons spektrum yang didefinisikan pada program ETABS sesuai dengan
koefisien gempa wilayah 6 dengan tanah sedang. Gambar 3.9 memperlihatkan
kurva respon spektrum sesuai anonim (2002a).
Gambar 3.7 Beban hidup lantai pada As 1
Gambar 3.8 Beban angin pada As 7
27
Data lain yang harus dimasukkan adalah massa bangunan dan koordinat
pusat massa untuk setiap lantai bangunan. Massa bangunan yang dihitung adalah
massa lantai, dinding bata dan atap. Untuk pusat kekakuan struktur akan
ditentukan secara otomatis oleh program ETABS. Tabel 3.1 dan Tabel 3.2
memperlihatkan massa dan pusat massa tiap lantai untuk masing-masing
bangunan.
Tabel 3.1 Massa dan koordinat pusat massa TD
No Lantai Massa
(kg.dt²/m)
Koordinat
x y z
(m) (m) (m)
1 2 60477,85 21,41 17,4 4
2 3 60477,85 21,41 17,4 8
3 4 77577,11 22,18 17,4 12
Tabel 3.2 Massa dan koordinat pusat massa DD blok 1
No Lantai Massa
(kg.dt²/m)
Koordinat
x y z
(m) (m) (m)
1 2 26340,40 21,42 5,86 4
2 3 26340,40 21,42 5,86 8
3 4 34290,53 22,30 6,53 12
Gambar 3.9 Kurva respon spektrum
28
Perhitungan massa dan pusat massa dapat dilihat pada Lampiran C.3.4
halaman 87.
3.2.4 Pendimensian awal
Langkah pertama yang harus diambil untuk mendapatkan dimensi elemen-
elemen struktur (kolom dan balok) yang aman adalah menentukan terlebih dahulu
dimensi awal dari elemen-elemen struktur tersebut. Untuk selanjutnya dilakukan
perhitungan yang berulang-ulang (trial and error) hingga didapatkan dimensi
kolom dan balok yang memenuhi syarat kekuatan ultimitnya. Berikut adalah
dimensi awal yang direncanakan untuk masing-masing elemen struktur :
a. Kolom
Dimensi awal kolom direncanakan sama dari lantai satu hingga lantai
empat. Ukuran kolom yang direncanakan adalah 40 x 40 dan 40 x 60 cm2.
b. Balok
Tinggi balok diambil sebesar h = 1/10 sampai h =
1/15 panjang bentang dan
lebarnya ½ tinggi balok. Dari perhitungan didapat dimensi awal balok
untuk bentang 800 cm adalah (30 x 60) cm2, bentang 500 cm (30 x 45)
cm2, bentang 450 cm (30 x 45) cm
2 dan bentang 240 cm (30 x 60) cm
2.
3.3 Analisis Struktur
ETABS merupakan program komputer yang digunakan di dalam tahap
analisis struktur ini. Tahap ini diawali dengan pemasukan data-data yang telah
dihitung pada tahap pertama yang berupa model struktur, dimensi elemen-elemen,
sifat bahan, dan beban-beban yang telah dihitung secara manual ke dalam
program ETABS. Penomoran nodal dapat dilihat pada Lampiran A.3.19 sampai
Lampiran A.3.22 pada halaman 66 sampai halaman 69. Penomoran elemen kolom
dan balok TD dan DD dapat dilihat pada Lampiran A.3.23 sampai Lampiran
A.3.29 pada halaman 70 sampai halaman 76.
29
Kombinasi pembebanan juga dimasukkan ke dalam program ETABS,
dimana kombinasi maksimum akan menghasilkan gaya-gaya dalam dan reaksi
tumpuan yang menentukan dalam perhitungan dimensi struktur.
Pada tahap ini, analisis struktur akan dilakukan terhadap sistem struktur
rangka ruang (space frame) di mana program ETABS digunakan untuk
perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan dimensi struktur beton bertulang.
Namun demikian, proses pemasukan data-data material dan pembebanan ke dalam
program ETABS dilakukan secara manual.
3.4 Pendimensian Struktur
Setelah gaya-gaya dalam (momen, gaya geser, gaya aksial dan reaksi
tumpuan) didapat dari tahap analisis struktur, tahap selanjutnya adalah
mendapatkan luas tulangan perlu pada elemen kolom dan balok yang dapat
langsung didapatkan dengan menggunakan ETABS. Langkah selanjutnya adalah
mendimensikan kembali kolom, balok dan untuk memilih dimensi yang paling
ekonomis dan aman.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan perhitungan konstruksi berdasarkan teori-teori
dan rumus-rumus yang telah diuraikan pada Bab II.
4.1 Pendimensian Elemen Kolom Dan Balok
Pada perencanaan ini didapatkan dimensi kolom dan balok dengan
tulangan minimum yang dibutuhkan untuk menahan gaya dalam yang timbul dari
hasil analisa menggunakan program ETABS. Perhitungan pendimensian kolom
dan balok dan penulangan minimum yang dibutuhkan untuk menahan gaya dalam
yang timbul dapat dilihat pada Lampiran C.3.10 sampai Lampiran C.3.11
halaman 116 sampai halaman 125.
Berdasarkan hasil perhitungan digunakan kolom ukuran (40x60) cm2 pada
As A, As B, As G dan As H, Kolom ukuran (40x40) cm2 pada As C, As D, As E
dan As F, dimensi kolom yang digunakan sama untuk setiap lantai. Balok-balok
yang digunakan pada perencanaan ini untuk bangunan induk berukuran (25x40)
cm2 untuk ringbalk, (30x45) cm
2 untuk balok As memanjang dan (30x60) cm
2
untuk balok As melintang. Dimensi yang digunakan untuk bangunan penghubung
berukuran (25x40) cm2 untuk ringbalk dan (30x45) cm
2 untuk balok induk.
4.2 Hasil Analisis Struktur dan Pembahasan
Hasil analisis struktur akibat penggunaan dilatasi dan tanpa dilatasi dengan
analisis dinamik tiga dimensi terdiri atas perpindahan nodal, pusat massa dan
pusat kekakuan, momen, gaya lintang, gaya aksial dan reaksi tumpuan. Output
pusat massa dan pusat kekakuan dapat dilihat pada Lampiran C.3.6 halaman 103.
Gaya-gaya dalam berfungsi untuk menentukan dimensi dan jumlah tulangan yang
31
diperlukan sedangkan perpindahan nodal berfungsi untuk menentukan nilai
simpangan (drift) lateral yang timbul. Perhitungan analisa varian dapat dilihat
pada Lampiran C.3.11 halaman 126. Penomoran elemen dapat dilihat pada
Lampiran A.3.19 sampai Lampiran A.3.22 pada halaman 66 sampai halaman 69.
4.2.1 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Balok
Perbandingan gaya dalam ini dilakukan pada momen dan gaya geser
ultimit yang timbul pada TD dan DD, perbandingan ini dilakukan pada balok
yang jauh dari pusat kekakuan dan yang dekat dari pusat kekakuan, balok yang
dibandingkan adalah balok lantai 2 pada as 1 dan as 8 . Perbandingan momen dan
gaya geser ultimit dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut.
Tabel 4.1 Gaya dalam yang timbul pada balok
As Dimensi L
TD DD
Elemen Mu Vu
Elemen Mu Vu
m ton.m ton ton.m ton
As 1 (A-B) 30x60 8 B99 27,55 17,52 B40 27,20 17,42
As 1 (B-C) 30x60 2,4 B77 21,32 19,56 B18 20,88 19,16
As 8 (A-B) 30x60 8 B106 25,60 14,50 B40 25,01 14,48
As 8 (B-C) 30x60 2,4 B84 18,75 17,48 B18 17,95 16,78
Gambar 4.1 Grafik momen yang timbul pada balok
32
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen
yang timbul pada balok, momen yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini
terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak
jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya gaya
geser yang timbul pada balok, gaya geser yang timbul pada as 1 lebih besar dari as
8, ini terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang
terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.
Gambar 4.2 Grafik gaya geser yang timbul pada balok
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan gaya dalam balok TD terhadap DD
33
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen
dan gaya geser yang timbul pada balok, dilatasi memberikan pengaruh yang lebih
besar pada as 8 dibandingkan dengan as 1. Ini menunjukkan dilatasi memberikan
pengaruh yang lebih besar pada balok yang dekat dengan pusat kekakuan
dibandingkan dengan balok yang jauh dari pusat kekakuan. Hal ini disebabkan
karena defleksi torsional yang timbul pada TD lebih kecil dari DD, sehingga
pengaruh dilatasi pada balok yang jauh dari pusat kekakuan lebih kecil.
Tabel 4.2 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Momen Balok
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadrat F0 F tabel
Perlakuan 0,60 1 0,60 0,04 13,75
Eror 99,47 6 16,58
Total 100,06 7
Tabel 4.3 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Geser Balok
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadrat F0 F tabel
Perlakuan 0,19 1 0,19 0,05 13,75
Eror 24,26 6 4,04
Total 24,44 7
Perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen dan gaya
geser balok menunjukkan bahwa F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel, seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 diatas. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan dilatasi memberikan pengaruh yang kurang signifikan terhadap gaya
dalam yang timbul pada balok, ini disebabkan karena perbedaan eksentrisitas
antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan antara TD dan DD memiliki
nilai yang kecil, sehingga defleksi torsional pada bangunan menjadi kecil. Sesuai
dengan pendapat dari Schodek (1998:530) “struktur simetris tidak mengalami
gaya torsi besar sehingga jenis struktur ini lebih dikehendaki dibandingkan
struktur tidak simetris”.
34
4.2.2 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Kolom
Perbandingan gaya dalam ini didasarkan pada momen, gaya geser dan
gaya aksial ultimit yang timbul pada TD dan DD, yang jauh dari pusat kekakuan
dan yang dekat dari pusat kekakuan. Kolom yang dibandingkan adalah kolom A1,
B1, C1, A8, B8 dan C8 lantai 1. Perbandingan momen, gaya geser dan gaya
aksial ultimit pada kolom antara TD dan DD dapat dilihat pada Tabel dan Gambar
berikut.
Tabel 4.4 Gaya dalam yang timbul pada kolom
As Dimensi
TD DD
Elemen Mu Vu Pu
Elemen Mu Vu Pu
ton.m ton ton ton.m ton ton
A1 60x60 C62 26,00 9,89 64,45 C23 25,08 9,53 64,54
B1 60x60 C51 30,49 13,37 108,02 C12 29,76 13,09 107,70
C1 40x40 C40 9,77 4,45 59,91 C1 9,51 4,33 58,46
A8 60x60 C69 23,71 9,35 89,51 C30 22,53 8,92 89,35
B8 60x60 C58 26,85 11,78 120,35 C19 26,58 11,67 119,88
C8 40x40 C47 10,44 4,50 65,05 C8 9,81 4,23 64,76
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen
yang timbul pada kolom, momen yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini
Gambar 4.7 Grafik perbandingan momen kolom
35
terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak
jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.
Pada Gambar 4.8 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya gaya
geser yang timbul pada kolom, gaya geser yang timbul pada as 1 lebih besar dari
as 8, ini terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang
terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.
Gambar 4.8 Grafik perbandingan gaya geser kolom
Gambar 4.9 Grafik perbandingan gaya aksial
36
Pada Gambar 4.9 dapat dilihat dilatasi tidak menyebabkan penurunan gaya
aksial yang signifikan pada kolom, gaya aksial yang timbul pada as 1 lebih kecil
dari as 8, ini terjadi karena as 1 terletak pada ujung bangunan sehingga
pelimpahan beban dari balok lebih kecil dari kolom pada as 8.
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen
dan gaya geser yang timbul pada kolom, dilatasi memberikan pengaruh yang lebih
besar pada as 8 dibandingkan dengan as 1. Ini menunjukkan dilatasi memberikan
pengaruh yang lebih besar pada balok yang dekat dengan pusat kekakuan
dibandingkan dengan balok yang jauh dari pusat kekakuan. Hal ini disebabkan
karena defleksi torsional yang timbul pada TD lebih kecil dari DD, sehingga
pengaruh dilatasi pada balok yang jauh dari pusat kekakuan lebih kecil.
Dilihat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya
geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap
gaya aksial. Gaya aksial yang timbul pada kolom tidak terjadi penurunan yang
signifikan, ini terjadi karena gaya gempa bekerja dalam arah lateral, sedangkan
Gambar 4.10 Grafik perbandingan gaya dalam kolom TD terhadap DD
37
gaya aksial bekerja dalam arah gravitasi, sehingga gaya aksial yang timbul pada
kolom tidak terpengaruh secara signifikan.
Tabel 4.5 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Momen Kolom
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadrat F0 F tabel
Perlakuan 1,33 1 1,33 0,02 10,04
Eror 777,05 10 77,71
Total 778,38 11
Tabel 4.6 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Geser Kolom
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadrat F0 F tabel
Perlakuan 0,21 1 0,21 0,02 10,04
Eror 136,50 10 13,65
Total 136,70 11
Tabel 4.7 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Aksial Kolom
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadrat F0 F tabel
Perlakuan 0,56 1 0,56 0,00 10,04
Eror 6527,24 10 652,72
Total 6527,80 11
Perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser
dan gaya aksial kolom menunjukkan bahwa F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel. Ini
menunjukkan bahwa dilatasi memberikan pengaruh yang kurang signifikan untuk
mengurangi gaya dalam yang timbul pada bangunan, ini terjadi karena perbedaan
eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai yang
kecil, sehingga perbedaan torsional pada bangunan menjadi kecil.
4.3 Pusat Massa Dan Pusat Kekakuan
Pusat massa dan pusat kekakuan untuk TD dan DD pada tiap lantai dapat
dilihat pada tabel 4.8 sampai tabel 4.9 berikut.
38
Tabel 4.8 Massa, pusat massa dan pusat kekakuan TD
Lantai Diafragma Massa
(kg.dt²/m)
Koordinat Eksentrisitas
Pusat massa Pusat kekakuan
X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 123602,63 22,11 17,40 22,50 17,40 0,39 0,00
Lantai 3 D2 123602,63 22,11 17,40 22,50 17,40 0,39 0,00
Lantai 4 D3 140701,89 22,39 17,40 22,50 17,40 0,11 0,00
Tabel 4.9 Massa, pusat massa dan pusat kekakuan DD
Lantai Diafragma
Massa Koordinat
Eksentrisitas Pusat massa Pusat kekakuan
(kg.dt²/m) X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 55465,36 22,19 5,38 22,50 4,71 0,31 0,67
Lantai 3 D2 55465,36 22,19 5,38 22,50 4,60 0,31 0,77
Lantai 4 D3 63644,85 22,57 5,80 22,50 4,56 0,07 1,24
Dari tabel 4.8 dan 4.9 dapat diketahui pusat massa dan pusat kekakuan TD
memiliki nilai eksentrisitas yang lebih besar dari DD pada arah X dan lebih kecil
pada arah Y.
4.4 Simpangan (Drift)
Perhitungan drift dapat dilihat pada Lampiran C.3.5 halaman 102.
Simpangan (drift) lateral maksimum atau dapat juga disebut dengan Δs maksimum
yang timbul pada struktur yang menggunakan dilatasi dan tanpa dilatasi dibatasi
berdasarkan Δm pada persamaan 2.3. Pembatasan simpangan ini dilakukan untuk
membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya
antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah
(sela dilatasi). Perhitungan simpangan lateral dan Δm struktur gedung dapat dilihat
pada tabel 4.10 dan tabel 4.11 berikut;
39
Tabel 4.10 Drift maksimum dan rata-rata
Lantai Gedung
Dimensi δx δy δmax/δrerata
B L δmax δrerata δmax δrerata δx δy
(m) (m) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1
TD 45 34,8
7,48 7,20 6,05 5,52 1,04 1,10
2 9,24 8,89 8,02 7,36 1,04 1,09
3 6,21 5,98 5,79 5,36 1,04 1,08
1 DD
blok 1 45 10,4
7,03 6,76 6,13 5,51 1,04 1,11
2 8,73 8,33 8,26 7,42 1,05 1,11
3 5,88 5,57 6,21 5,45 1,05 1,14
1
DD
blok 2 9 14
7,21 6,90 7,35 6,55 1,04 1,12
2 9,19 8,83 9,06 8,08 1,04 1,12
3 6,88 6,63 6,76 6,02 1,04 1,12
4 4,04 3,88 3,90 3,47 1,04 1,12
1 DD
blok 3 45 10,4
7,03 6,76 6,13 5,51 1,04 1,11
2 8,73 8,33 8,26 7,42 1,05 1,11
3 5,88 5,57 6,21 5,45 1,05 1,14
Pada Tabel 4.10 dapat dilihat nilai drift maksimum dibagi drift rata-rata
pada TD menghasilkan nilai yang lebih kecil dari DD, ini menunjukkan bahwa
dilatasi tidak mengurangi efek torsional pada bangunan. TD dan DD tidak
mengalami ketidak beraturan torsi, sesuai dengan pernyataan (Wight dan
Macgregor 2012:1034) tidak beraturan torsi terjadi ketika drift maksimum antar
tingkat pada salah satu ujung bangunan, lebih dari 1,2 kali dari drift rata-rata pada
lantai yang sama.
Tabel 4.11 Simpangan lateral dan drift maksimum
Gedung Δs Δm drift Δs drift Δm 0,03.hi/R 0,02hi
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
TD 25,02 148,89 9,24 55,01
14,12 80,00 DD blok 1 23,98 142,68 8,73 51,92
DD blok 2 27,32 162,53 9,19 54,70
DD blok 3 23,98 142,68 8,73 51,92
Dari tabel 4.11 dapat diperhitungkan jarak dilatasi yang dibutuhkan dengan
menjumlahkan Δs DD blok 1 dan Δs DD blok 2 didapatkan hasil sebesar
40
51,30 mm, jarak dilatasi harus memenuhi syarat-syarat 0,025 tinggi gedung
sebesar 400 mm, dan jarak Dilatasi tidak boleh kurang dari 75 mm, dari
perhitungan didapatkan jarak Dilatasi yang dibutuhkan sebesar 400 mm.
41
BAB V
KESIMPULAN
Dari desain gedung Sekolah ini menggunakan Dilatasi dan Tanpa Dilatasi
dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil perhitungan dan
pembahasan perencanaan ini adalah;
1. Eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan, mengakibatkan
bangunan mengalami defleksi torsional, sehingga kolom dan balok yang
jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar dari
kolom dan balok yang dekat dengan pusat kekakuan, mengakibatkan
momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dan balok yang jauh dari
pusat kekakuan lebih besar dari kolom dan balok yang dekat dengan pusat
kekakuan.
2. Dilatasi menyebabkan menurunnya momen dan gaya geser yang timbul
pada balok dan kolom.
3. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen yang
timbul pada balok dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya
geser, ini terlihat dari hasil perbandingan gaya dalam balok TD terhadap
DD.
4. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya
geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi
terhadap gaya aksial, ini terlihat dari hasil perbandingan gaya dalam kolom
TD terhadap DD.
5. Pada perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya
geser dan gaya aksial, didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dilatasi memberikan pengaruh yang
42
kurang signifikan pada bangunan tidak beraturan yang eksentrisitas pusat
massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai kecil seperti gedung
dengan bentuk H.
5.2 Saran
Pada perencanaan lanjutan untuk melengkapi perencanaan ini disarankan
melukakan perencanaan bangunan dengan konfigurasi tidak beraturan yang
eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memilki nilai yang
besar seperti bentuk U, T dan L, agar penggunaan dilatasi lebih berpengaruh pada
gaya-gaya dalam yang timbul.
43
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Anonim, 1989, SNI 03-1727-1989 tentang Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum.
2. Anonim, 2000, SAP 2000 Integrated Finite Element Analysis and Design
of Structures: Design for ACI 318-99, Computer and Structures, Inc.,
California.
3. Anonim, 2002a, Standar Nasional Indonesia 03-1726-2002: Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung.
4. Anonim, 2002b, Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002: Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
5. Standar Nasional Indonesia 07-2052-2002: Baja Tulangan Beton.
6. Cahyo, H.T., dan Cahyati, A.A., Structural Analysis Program ETABS
Version 5.20 Tutorial No.1-9.
7. Dewobroto, W., 2007, Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000,
PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
8. Dipohusodo, I., 1996, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-
15-1991-03, cetakan kedua, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
9. Wight, J. K., dan MacGregor, J. G., 2012, Reinforced Concrete Mechanics
And Design, Pearson Education, Inc., New Jersey.
10. Juwana, J.S., 2005, Sistem Bangunan Tinggi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
11. Park, R., dan T. Paulay, 1975, Reinforced Concrete Structure, John Wiley
and Sons., New York.
12. Schodek, D., 1998, Struktur, cetakan ketiga, Penerbit PT. Refika Aditama,
Bandung.
13. Paulay, T., dan Priestley, M. J. N., 1992, Seismic Design of Reinforced
Concrete And Masonry Bulding, John Wiley and Sons, Inc., New York.
14. Vis, W.C., dan G. Kesuma, 1993, Dasar-dasar Perencanaan Beton
Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, cetakan kedua, edisi kedua,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
44
DAFTAR NOTASI
Ag = luas penampang kotor (mm2).
As = luas tulangan tarik (mm2).
As1 = tulangan tarik yang diperlukan untuk menyeimbangkan tegangan
tekan dalam beton (mm2).
As2 = tulangan tarik yang diperlukan untuk menyeimbangkan tegangan
tekan dalam tulangan (mm2).
As’ = luas tulangan tekan (mm2).
Ash = luas penampang total tulangan transversal termasuk sengkang
pengikat (mm2).
Ast = luas total tulangan longitudinal (mm2).
Av = luas tulangan geser (mm2).
ab = tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekuivalen pada keadaan
seimbang (mm).
b = lebar penampang (mm).
bw = lebar badan (mm).
cb = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral pada keadaan seimbang
(mm).
c = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral (mm).
d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm).
d’ = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan (mm).
e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang (mm).
fy = tegangan luluh tulangan (MPa).
f’c = tegangan tekan beton (MPa).
h = tinggi penampang (mm).
hi = tinggi tingkat (m).
L = panjang bentang bersih kolom (m).
Muc = momen yang ditahan oleh beton tertekan (kN-m).
Mus = momen yang ditahan oleh tulangan tekan (kN-m).
45
II MM , = kapasitas momen positif dan negatif kolom pada ujung I yang
menggunakan harga tegangan leleh suatu baja sebesar yf tanpa ada
faktor φ (φ =1,0) (kN-m).
JJ MM , = kapasitas momen positif dan negatif kolom pada ujung J yang
menggunakan harga tegangan leleh suatu baja sebesar yf tanpa ada
faktor φ (φ =1,0) (kN-m).
Pb = beban aksial pada kondisi seimbang (N).
Pn = beban aksial terfaktor (kN).
Pu = beban aksial terfaktor (kN).
s = jarak antar sengkang (mm).
U = kuat perlu (kN).
D = beban mati (kN).
L = beban hidup (kN).
A = beban atap (kN).
R = beban hujan (kN).
W = beban angin (kN).
E = beban gempa (kN).
VD+L = gaya geser yang diperoleh dari beban gravitasi yang bekerja pada
bentang kolom. Pada kebanyakan kolom nilai VD+L adalah 0 (kN).
Vc = gaya geser yang ditahan oleh beton (kN).
VP = gaya geser yang diperoleh dari aplikasi perhitungan kemungkinan
kapasitas momen ultimit pada aksi kedua ujung kolom dalam dua
arah yang berlawanan (kN).
Vs = gaya geser yang ditahan oleh baja (kN).
Vu = gaya geser terfaktor (kN).
α = 1,25 untuk daerah gempa tinggi.
β1 = faktor reduksi tinggi blok tegangan tekan ekuivalen beton.
εc = regangan maksimum pada serat tekan beton.
εy = regangan luluh pada serat baja.
εs = regangan pada serat baja.
46
δ = simpangan lateral (mm).
= faktor reduksi kekuatan.
Δm = kinerja batas ultimit (mm).
Δs = kinerja batas layan (mm).
ξ = faktor pengali dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh
gempa rencana pada taraf pembebanan nominal untuk mendapatkan
simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi
di ambang keruntuhan.
C1 = faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respon gempa
rencana untuk waktu getar alami pertama T1.
Wt = berat total gedung.
T1 = waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan maupun
tidak beraturan dinyatakan dalam detik.
47
Ya
Lampiran A.3.1 Bagan Alir Perencanaan
Perumusan
Masalah/Tujuan
Studi Literatur
Pemodelan Struktur 3D Tanpa Dilatasi Pada Program ETABS
Dimensi Portal
Pembebanan :
oBeban Tetap (Beban Mati dan Beban Hidup)
oBeban Tidak Tetap (Beban Angin dan Beban Gempa)
Momen, Gaya Geser, Gaya Aksial, dan Reaksi
Tumpuan Pada Masing-Masing Kombinasi
Mulai
A
Dimensi Portal
Memenuhi ?
Tidak
Analisis Struktur
48
Ya
Ya
Lampiran A.3.1 Bagan Alir Perencanaan
A
Tidak
Perbandingan Konstruksi Beton Bertulang Menggunakan
Dilatasi Dengan Tanpa Dilatasi :
Momen, Gaya Geser, dan Gaya Aksial
Selesai
Pemodelan Struktur 3D Dengan Dilatasi Pada Program ETABS
Penempatan dan Jarak Dilatasi
Dimensi Portal
Pembebanan :
oBeban Tetap (Beban Mati dan Beban Hidup)
oBeban Tidak Tetap (Beban Angin dan Beban Gempa)
Drift Yang Timbul
Memenuhi Jarak
Dilatasi ?
Momen, Gaya Geser, Gaya Aksial, dan Reaksi
Tumpuan Pada Masing-Masing Kombinasi
Analisis Struktur
Dimensi Portal
Memenuhi ?
Tidak
49
Lampiran A.3.2 Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia
Sumber : Anonim (2002a:16)
DENAH LANTAI SATU
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
1
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI SATU
50
LAMPIRAN A.3.3 : Denah Lantai 1 TD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+0.00
DENAH LANTAI DUA
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
2
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI DUA
51
LAMPIRAN A.3.4 : Denah Lantai 2 TD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+4.00
DENAH LANTAI TIGA
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
3
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI TIGA
52
LAMPIRAN A.3.5 : Denah Lantai 3 TD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+8.00
DENAH LANTAI EMPAT
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
4
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI EMPAT
53
LAMPIRAN A.3.6 : Denah Lantai 4 TD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+12.00
DENAH ATAP
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
5
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH ATAP
54
LAMPIRAN A.3.7 : Denah Atap TD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+16.00
DENAH LANTAI SATU
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
19
6
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI SATU
55
LAMPIRAN A.3.8 : Denah Lantai 1 DD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+0.00
DENAH LANTAI DUA
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
7
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI DUA
56
LAMPIRAN A.3.9 : Denah Lantai 2 DD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+4.00
DENAH LANTAI TIGA
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
8
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI TIGA
57
LAMPIRAN A.3.10 : Denah Lantai 3 DD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+8.00
DENAH LANTAI EMPAT
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
9
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI EMPAT
58
LAMPIRAN A.3.11 : Denah Lantai 4 DD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+12.00
DENAH ATAP
SKALA 1 : 200
Skala 1 : 200
Jumlah gambar
No gambar
16
10
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
DENAH LANTAI ATAP
59
LAMPIRAN A.3.12 : Denah Atap DD
4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500
F
E
D
C
B
A
1110987654321
34
80
0
80
00
9000900090009000 9000
80
00
4500
24
00
14
00
02
40
0
EL.+16.00
TAMPAK DEPAN
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
11
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
TAMPAK DEPAN
60
LAMPIRAN A.3.13 : Tampak Depan
TAMPAK BELAKANG
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
12
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
TAMPAK BELAKANG
61
LAMPIRAN A.3.14 : Belakang
TAMPAK KIRI
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
13
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
TAMPAK KIRI
62
LAMPIRAN A.3.15 : Tampak Kiri
TAMPAK KANAN
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
14
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
TAMPAK KANAN
63
LAMPIRAN A.3.16 : Tampak Kanan
POTONGAN A
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
15
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
POTONGAN A
64
LAMPIRAN A.3.17 : POTONGAN A
POTONGAN B
SKALA 1 : 150
Skala 1 : 150
Jumlah gambar
No gambar
16
16
FERDI REZA
NIM. 0704101010044
PENGARUH DILATASI TERHADAP
GAYA DALAM ELEMEN KOLOM
DAN BALOK PADA GEDUNG
BERLANTAI EMPAT DENGAN
DENAH BENTUK H
RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si
NIP. 19750923 200212 1004
JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN CO. PEMBIMBINGNAMA DOSEN PEMBIMBING
Ir. HUZAIM, MT.
NIP. 19660320 199203 1003
NAMA MAHASISWANAMA GAMBAR
POTONGAN B
65
LAMPIRAN A.3.18 : Potongan B
66
Lampiran A.3.19 Penomoran Titik nodal TD
67
Lampiran A.3.20 Penomoran Titik nodal DD blok 1
68
Lampiran A.3.21 Penomoran Titik nodal DD blok 2
69
Lampiran A.3.22 Penomoran Titik nodal DD blok 3
70
Lampiran A.3.23 Penomoran Elemen As 1 TD
71
Lampiran A.3.24 Penomoran Elemen As 8 TD
72
Lampiran A.3.25 Penomoran Elemen As 1 DD blok 1
73
Lampiran A.3.26 Penomoran Elemen As 8 DD blok 1
74
Lampiran A.3.27 Penomoran Elemen As 7 DD blok 2
75
Lampiran A.3.28 Penomoran Elemen As 1 DD blok 3
76
Lampiran A.3.29 Penomoran Elemen As 8 DD blok 3
77
Lampiran. B
Tabel B.1 Berat sendiri berbagai bahan bangunan dan komponen gedung
menurut SNI 03-1727-1989.
a. Beton 2200 kg/m2
b. Beton bertulang 2400 kg/m2
c. Adukan semen (spesi) 2100 kg/m2
d. Dinding pasangan bata merah (1 batu) 450 kg/m2
e. Dinding pasangan bata merah (½ batu) 250 kg/m2
f. Plafond dan penggantung 18 kg/m2
g. Tegel 2200 kg/m2
h. Baja 7850 kg/m2
i. Pasangan bata merah 1700 kg/m2
78
Lampiran B
Tabel B.2 Beban hidup pada lantai gedung menurut SNI 03-1727-1989.
a. Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang
disebut dalam b
200 kg/m2
b. Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-
gudang tidak
penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel.
125 kg/m2
c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba,
restoran,hotel,
asrama dan rumah sakit.
250 kg/m2
d. Lantai ruang olah raga 400 kg/m2
e. Lantai ruang dansa 500 kg/m2
f. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk
pertemuan yang
lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti
masjid,gereja,
ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung
penonton
400 kg/m2
g. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak
tetap atau untuk
penonton yang berdiri.
500 kg/m2
h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut
dalam c.
300 kg/m2
i. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut
dalam d, e, f dan
g.
500 kg/m2
j Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d,
e, f dan g.
250 kg/m2
k Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang,
perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi,
ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan
terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri,
dengan minimum
400 kg/m2
l Lantai gedung parkir bertingkat:
- untuk lantai bawah
- untuk lantai tingkat lainnya
800
400
kg/m2
kg/m2
m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus
direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang
yang berbatasan, dengan minimum
300 kg/m2
79
Lampiran B
Tabel B.3 Koefisien reduksi beban hidup sesuai penggunaan gedung menurut
SNI 03-1727-1989.
a. Rumah tinggal, asrama, hotel, dan rumah sakit 0,75
b. Sekolah dan ruang kuliah 0,90
c. Masjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran 0.90
d. Kantor, bank 0,60
e. Toko, toserba, pasar 0,80
f. Gudang, pustaka, ruang arsip 0,80
g. Garasi, gedung parkir 0,90
h. Pabrik, bengkel 1,00
i. Gang dan tangga :
- Perumahan/hunian 0,75
- Pendidikan, kantor 0,75
- Pertemuan umum, perdagangan, penyimpanan, industri,
tempat kendaraan
0,90
80
Lampiran B
Tabel B.4 F Tabel untuk α = 0,01.
/ df 1 = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 15 20 24 30
df 2 = 1 4.052.181 4.999.500 5.403.352 5.624.583 5.763.650 5.858.986 5.928.356 5.981.070 6.022.473 6.055.847 6.106.321 6.157.285 6.208.730 6.234.631 6.260.649
2 98.503 99.000 99.166 99.249 99.299 99.333 99.356 99.374 99.388 99.399 99.416 99.433 99.449 99.458 99.466
3 34.116 30.817 29.457 28.710 28.237 27.911 27.672 27.489 27.345 27.229 27.052 26.872 26.690 26.598 26.505
4 21.198 18.000 16.694 15.977 15.522 15.207 14.976 14.799 14.659 14.546 14.374 14.198 14.020 13.929 13.838
5 16.258 13.274 12.060 11.392 10.967 10.672 10.456 10.289 10.158 10.051 9.888 9.722 9.553 9.466 9.379
6 13.745 10.925 9.780 9.148 8.746 8.466 8.260 8.102 7.976 7.874 7.718 7.559 7.396 7.313 7.229
7 12.246 9.547 8.451 7.847 7.460 7.191 6.993 6.840 6.719 6.620 6.469 6.314 6.155 6.074 5.992
8 11.259 8.649 7.591 7.006 6.632 6.371 6.178 6.029 5.911 5.814 5.667 5.515 5.359 5.279 5.198
9 10.561 8.022 6.992 6.422 6.057 5.802 5.613 5.467 5.351 5.257 5.111 4.962 4.808 4.729 4.649
10 10.044 7.559 6.552 5.994 5.636 5.386 5.200 5.057 4.942 4.849 4.706 4.558 4.405 4.327 4.247
11 9.646 7.206 6.217 5.668 5.316 5.069 4.886 4.744 4.632 4.539 4.397 4.251 4.099 4.021 3.941
12 9.330 6.927 5.953 5.412 5.064 4.821 4.640 4.499 4.388 4.296 4.155 4.010 3.858 3.780 3.701
13 9.074 6.701 5.739 5.205 4.862 4.620 4.441 4.302 4.191 4.100 3.960 3.815 3.665 3.587 3.507
14 8.862 6.515 5.564 5.035 4.695 4.456 4.278 4.140 4.030 3.939 3.800 3.656 3.505 3.427 3.348
15 8.683 6.359 5.417 4.893 4.556 4.318 4.142 4.004 3.895 3.805 3.666 3.522 3.372 3.294 3.214
16 8.531 6.226 5.292 4.773 4.437 4.202 4.026 3.890 3.780 3.691 3.553 3.409 3.259 3.181 3.101
17 8.400 6.112 5.185 4.669 4.336 4.102 3.927 3.791 3.682 3.593 3.455 3.312 3.162 3.084 3.003
18 8.285 6.013 5.092 4.579 4.248 4.015 3.841 3.705 3.597 3.508 3.371 3.227 3.077 2.999 2.919
19 8.185 5.926 5.010 4.500 4.171 3.939 3.765 3.631 3.523 3.434 3.297 3.153 3.003 2.925 2.844
20 8.096 5.849 4.938 4.431 4.103 3.871 3.699 3.564 3.457 3.368 3.231 3.088 2.938 2.859 2.778
21 8.017 5.780 4.874 4.369 4.042 3.812 3.640 3.506 3.398 3.310 3.173 3.030 2.880 2.801 2.720
22 7.945 5.719 4.817 4.313 3.988 3.758 3.587 3.453 3.346 3.258 3.121 2.978 2.827 2.749 2.667
23 7.881 5.664 4.765 4.264 3.939 3.710 3.539 3.406 3.299 3.211 3.074 2.931 2.781 2.702 2.620
24 7.823 5.614 4.718 4.218 3.895 3.667 3.496 3.363 3.256 3.168 3.032 2.889 2.738 2.659 2.577
25 7.770 5.568 4.675 4.177 3.855 3.627 3.457 3.324 3.217 3.129 2.993 2.850 2.699 2.620 2.538
81
Lampiran C.3.1 Pembebanan Plat Lantai, Dinding dan Beban Gempa (1-2)
A. Beban Plat Lantai 2,3 dan 4
1. Beban Mati
a. Berat sendiri plat atap (t = 12 cm) = 0,12 x 2400 = kg/m²
b. Plafond + Penggantung = 18 kg/m²
c. Spesi (t = 3 cm) = 0,03 x 2100 = 63 kg/m²
d. Keramik (t = 2 cm) = 0,02 x 2200 = 44 kg/m² +
Wd = 125 kg/m²
2. Beban Hidup
Beban Hidup Lantai Sekolah = 250 kg/m²
Faktor reduksi untuk lantai sekolah (0,9) WL = 225 kg/m²
B. Dinding Batu Bata
Beban dinding batu bata ( tinggi = 4 m) = 4 x 250 = 1000 kg/m'
C. Beban Gempa
Perhitungan percepatan tanah akibat gaya gempa
Wilayah gempa = 6
Jenis tanah = Sedang
Faktor keutamaan gedung (I) = 1
Daktilitas rencana = 5.2
Faktor reduksi gempa (R) = 8.5
Jumlah tingkat = 4
D. Beban Plat Atap
1. Beban Mati
a. Berat sendiri plat atap (t = 12 cm) = 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
b. Plafond + Penggantung = 18 kg/m²
c. Spesi (t = 2 cm) = 0,03 x 2100 = 63 kg/m² +
Wd = 369 kg/m²
2. Beban Hidup
Beban Hidup Atap = 100 kg/m²
82
Lampiran C.3.1 Pembebanan Plat Lantai, Dinding dan Beban Gempa (2-2)
Dalam memasukkan data gempa pada program ETABS diperlukan data
koefisien gempa dasar sesuai dengan wilayah gempa, dari hasil perhitungan
didapatkan seperti di bawah ini :
T (waktu) Koefisien C
0.0 0.36
0.2 0.90
0.6 0.90
0.7 0.54 0.77
0.8 0.54 0.68
0.9 0.54 0.60
1.0 0.54 0.54
1.1 0.54 0.49
1.2 0.54 0.45
1.3 0.54 0.42
1.4 0.54 0.39
1.5 0.54 0.36
1.6 0.54 0.34
1.7 0.54 0.32
1.8 0.54 0.30
1.9 0.54 0.28
2.0 0.54 0.27
2.1 0.54 0.26
2.2 0.54 0.25
2.3 0.54 0.23
2.4 0.54 0.23
2.5 0.54 0.22
2.6 0.54 0.21
2.7 0.54 0.20
2.8 0.54 0.19
2.9 0.54 0.19
3.0 0.54 0.18
WILAYAH 6 TANAH GEMPA SEDANG
83
Lampiran C.3.2 Pembebanan Kuda-Kuda (1 – 1)
240
1040
List profil gipsum 5/5cmRangka plafond Squer tube 4/4 ~ 60cmGypsum board t.9mm dicat
59 60 60 46
C
92
41 41
+7.15
69
+7.85
120
+8.55
70Rangka plafond Squer tube 4/4 ~ 60cm
Gypsum board t.9mm dicat
List profil gipsum 5/5cm
60606060
Gypsum board t.9mm dicat
Squer tube 4/4 ~ 60cmRangka plafond
Penggantung Plafond besi Ø 6mm
B A
Pembebanan kuda-kuda.
Beban Mati
Material Kuda-Kuda Baja = BJ 37
BeratKuda-Kuda = 21.3 kg/m
Berat Gording = 5.50 kg/m
Berat Penutup Atap = 10.00 kg/m²
Berat Plafond dan Penggantung = 18.00 kg/m²
Jarak Antar Kuda-Kuda = 4.50 m
Panjang bentang Kuda-Kuda = 10.40 m
Berat Mati Atap Total = 1723.52 kg
Pelimpahan Beban Mati Atap = 861.76 kg
84
Lampiran C.3.3 Beban Angin yang Bekerja Pada Gedung (1 – 3)
Menurut SNI 03-1727-1989, beban angin :
q = 40 kg/m²
0.9
-0.4
Beban Angin Pada Sumbu y
As Tingkat Lebar (m) Tinggi (m) Luas (m²)
4 2.25 2.00 4.50
3 2.25 4.00 9.00
2 2.25 4.00 9.00
1 2.25 4.00 9.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
8
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
7
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
6
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
5
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
4
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
3
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
2
324.00 -144.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
648.00 -288.00
Koef. Angin Tekan =
Koef. Angin Hisap =
Angin Tekan (kg/m) Angin Hisap (kg)
1
162.00 -72.00
324.00 -144.00
324.00 -144.00
324.00 -144.00
85
Lampiran C.3.3 Beban Angin yang Bekerja Pada Gedung (2 – 3)
Beban Angin Pada Sumbu y
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 4.50 2.00 9.00
3 4.50 4.00 18.00
2 4.50 4.00 18.00
1 4.50 4.00 18.00
4 2.25 2.00 4.50
3 2.25 4.00 9.00
2 2.25 4.00 9.00
1 2.25 4.00 9.00
9
182.25 182.25
364.50 364.50
364.50 364.50
364.50 364.50
10
182.25 182.25
364.50 364.50
364.50 364.50
364.50 364.50
11
91.13 91.13
182.25 182.25
182.25 182.25
182.25 182.25
86
Lampiran C.3.3 Beban Angin yang Bekerja Pada Gedung (3 – 3)
Beban Angin Pada Sumbu x
As Tingkat Lebar (m) Tinggi (m) Luas (m²)
4 4.00 2.00 8.00
3 4.00 4.00 16.00
2 4.00 4.00 16.00
1 4.00 4.00 16.00
4 5.20 2.00 10.40
3 5.20 4.00 20.80
2 5.20 4.00 20.80
1 5.20 4.00 20.80
4 3.45 2.00 6.90
3 3.45 4.00 13.80
2 3.45 4.00 13.80
1 3.45 4.00 13.80
4 4.75 2.00 9.50
3 4.75 4.00 19.00
2 4.75 4.00 19.00
1 4.75 4.00 19.00
4 4.75 2.00 9.50
3 4.75 4.00 19.00
2 4.75 4.00 19.00
1 4.75 4.00 19.00
4 3.45 2.00 6.90
3 3.45 4.00 13.80
2 3.45 4.00 13.80
1 3.45 4.00 13.80
4 5.20 0.00 0.00
3 5.20 1.00 5.20
2 5.20 1.00 5.20
1 5.20 1.00 5.20
4 4.00 2.00 8.00
3 4.00 4.00 16.00
2 4.00 4.00 16.00
1 4.00 4.00 16.00
Angin Tekan (kg/m) Angin Hisap (kg)
A
288.00 -128.00
576.00 -256.00
576.00 -256.00
576.00 -256.00
B
374.40 -166.40
748.80 -332.80
748.80 -332.80
748.80 -332.80
C
248.40 -110.40
496.80 -220.80
496.80 -220.80
496.80 -220.80
D
342.00 -152.00
684.00 -304.00
684.00 -304.00
684.00 -304.00
E
342.00 -152.00
684.00 -304.00
684.00 -304.00
684.00 -304.00
F
248.40 -110.40
496.80 -220.80
496.80 -220.80
496.80 -220.80
G
0.00 0.00
187.20 -83.20
187.20 -83.20
187.20 -83.20
H
288.00 -128.00
576.00 -256.00
576.00 -256.00
576.00 -256.00
87
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(1 – 15)
Pusat Massa Lantai TD
Lantai 2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 4.50 5.20 23.40 2.25 7.80 52.65
2 40.50 10.40 421.20 24.75 5.20 10424.70
3 9.00 4.50 40.50 22.50 12.65 911.25
4 4.50 5.00 22.50 24.75 17.40 556.88
5 9.00 4.50 40.50 22.50 22.15 911.25
6 4.50 5.20 23.40 2.25 27.00 52.65
7 40.50 10.40 421.20 24.75 29.60 10424.70
992.70 23334.08
X = Σ A . X
Σ A
= 23.51 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 17.40 m
Lantai atap
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 9.00 14.00 126.00 22.50 17.40 2835.00
X = Σ A . X
Σ A
= 22.50 m
Y = Σ A . Y
Σ A
No
No
88
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(2 – 15)
Pusat Massa Lantai DD blok 1
Lantai 2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 4.50 5.20 23.40 2.25 2.60 52.65
2 40.50 10.40 421.20 24.75 5.20 10424.70
444.60 10477.35
X = Σ A . X
Σ A
= 23.57 m
No
Pusat Massa Lantai DD blok 2
Lantai 2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 9.00 4.50 40.50 4.50 11.75 182.25
2 4.50 5.00 22.50 6.75 7.00 151.88
3 9.00 4.50 40.50 4.50 2.25 182.25
103.50 516.38
X = Σ A . X
Σ A
= 4.99 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 7.00 m
No
89
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(3 – 15)
Lantai Atap
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 9.00 14.00 126.00 4.50 7.00 567.00
126.00 567.00
X = Σ A . X
Σ A
= 4.50 m
No
Pusat Massa Lantai DD blok 3
Lantai 2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 4.50 5.20 23.40 2.25 7.80 52.65
2 40.50 10.40 421.20 24.75 5.20 10424.70
444.60 10477.35
X = Σ A . X
Σ A
= 23.57 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 5.34 m
No
90
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(4 – 15)
Pusat Massa Dinding TD
Letak Pusat Massa Dinding Bata 4 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 45 4 180 22,5 34,8 4050
2 40,5 4 162 24,75 26,8 4009,5
3 40,5 4 162 24,75 8 4009,5
4 45 4 180 22,5 0 4050
5 8 4 32 0 30,8 0
6 8 4 32 4,5 30,8 144
7 8 4 32 13,5 30,8 432
8 8 4 32 22,5 30,8 720
9 8 4 32 27 30,8 864
10 8 4 32 36 30,8 1152
11 8 4 32 45 30,8 1440
12 8 4 32 0 4 0
13 8 4 32 4,5 4 144
14 8 4 32 13,5 4 432
15 8 4 32 22,5 4 720
16 8 4 32 27 4 864
17 8 4 32 36 4 1152
18 8 4 32 45 4 1440
19 4,5 4 18 20,25 24,4 364,5
20 4,5 4 18 20,25 19,9 364,5
21 4,5 4 18 20,25 14,9 364,5
22 4,5 4 18 20,25 10,4 364,5
23 4,5 4 18 18 22,15 324
24 4,5 4 18 22,5 22,15 405
25 4,5 4 18 19 12,65 342
26 4,5 4 18 22,5 12,65 405
319,00 1276,00 28557,00
X = Σ A . X
Σ A
= 22,38 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 17,40 m
No
91
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(5 – 15)
Letak Pusat Massa Dinding Bata 1 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
27 2.4 1 2.4 0 25.6 0
28 2.4 1 2.4 45 25.6 108
29 18 1 18 9 24.4 162
30 22.5 1 22.5 36 24.4 810
31 2.4 1 2.4 0 9.2 0
32 2.4 1 2.4 45 9.2 108
33 18 1 18 9 10.4 162
34 22.5 1 22.5 36 10.4 810
35 14 1 14 27 17.4 378
104.60 104.60 2538.00
X = Σ A . X
Σ A
= 24.26 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 17.40 m
No
92
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(6 – 15)
Pusat Massa Dinding DD blok 1
Letak Pusat Massa Dinding Bata 4 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 45 4 180 22,5 10,4 4050
2 0,5 4 2 24,75 2,4 49,5
3 8 4 32 0 6,4 0
4 8 4 32 4,5 6,4 144
5 8 4 32 13,5 6,4 432
6 8 4 32 22,5 6,4 720
7 8 4 32 27 6,4 864
8 8 4 32 36 6,4 1152
9 8 4 32 45 6,4 1440
101,50 406,00 8851,50
X = Σ A . X
Σ A
= 21,80 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 8,15 m
No
93
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(7 – 15)
Letak Pusat Massa Dinding Bata 1 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
10 2.4 1 2.4 0 1.2 0
11 2.4 1 2.4 45 1.2 108
12 18 1 18 9 0 162
13 22.5 1 22.5 36 0 810
45.30 45.30 1080.00
X = Σ A . X
Σ A
= 23.84 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 0.13 m
No
Pusat Massa Dinding DD blok 2
Letak Pusat Massa Dinding Bata 4 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 4.5 4.5 20.25 2.25 14 45.5625
2 4.5 4.5 20.25 2.25 9.5 45.5625
3 4.5 4.5 20.25 2.25 4.5 45.5625
4 4.5 4.5 20.25 2.25 0 45.5625
5 4.5 4.5 20.25 0 11.75 0
6 4.5 4.5 20.25 4.5 11.75 91.125
7 4.5 4.5 20.25 0 2.25 0
8 4.5 4.5 20.25 4.5 2.25 91.125
36.00 162.00 364.50
X = Σ A . X
Σ A
= 2.25 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 7.00 m
No
94
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(8 – 15)
Letak Pusat Massa Dinding Bata 1 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
9 14 1 14 9 7 126
14.00 14.00 126.00
X = Σ A . X
Σ A
= 9.00 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 7.00 m
No
Pusat Massa Dinding DD blok 3
Letak Pusat Massa Dinding Bata 4 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y A.x
m m m² m m m²
1 45 4 180 22,5 0 4050
2 40,5 4 162 24,75 8 4009,5
3 8 4 32 0 4 0
4 8 4 32 4,5 4 144
5 8 4 32 13,5 4 432
6 8 4 32 22,5 4 720
7 8 4 32 27 4 864
8 8 4 32 36 4 1152
9 8 4 32 45 4 1440
141,50 566,00 12811,50
X = Σ A . X
Σ A
= 22,64 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 3,87 m
No
95
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(9 – 15)
Letak Pusat Massa Dinding Bata 1 m Lantai 1,2,3 dan 4
b h Luas (A) Jarak dari sumbu-xJarak dari sumbu-yA.x
m m m² m m m²
10 2.4 1 2.4 0 9.2 0
11 2.4 1 2.4 45 9.2 108
12 18 1 18 9 10.4 162
13 22.5 1 22.5 36 10.4 810
45.30 45.30 1080.00
X = Σ A . X
Σ A
= 23.84 m
Y = Σ A . Y
Σ A
= 10.27 m
No
Pusat Massa Tangga TD
Lantai 2,3 dan 4
Berat (W) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y W.x W.y
m² m m m² m²
1 19988,78 2,25 2,60 44974,74 51970,82
2 19988,78 2,25 32,20 44974,74 643638,56
3 17065,45 20,25 17,40 345575,36 296938,83
57043,00 435524,85 992548,20
X = Σ W . X
Σ W
= 7,64 m
Y = Σ W . Y
Σ W
= 17,40 m
No
96
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(10 – 15)
Pusat Massa Tangga DD blok 1
Lantai 2,3 dan 4
Berat (W) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y W.x W.y
m² m m m² m²
1 19988,78 2,25 7,80 494722,18 155912,45
19988,78 494722,18 155912,45
X = Σ W . X
Σ W
= 24,75 m
Y = Σ W . Y
Σ W
= 7,80 m
No
Pusat Massa Tangga DD blok 2
Lantai 2,3 dan 4
Berat (W) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y W.x W.y
m² m m m² m²
1 17065.45 2.25 7.00 38397.26 119458.15
17065.45 38397.26 119458.15
X = Σ W . X
Σ W
= 2.25 m
Y = Σ W . Y
Σ W
= 7.00 m
No
97
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(11 – 15)
Pusat Massa Tangga DD blok 3
Lantai 2,3 dan 4
Berat (W) Jarak dari sumbu-x Jarak dari sumbu-y W.x W.y
m² m m m² m²
1 19988,78 2,25 2,60 494722,18 51970,82
19988,78 494722,18 51970,82
X = Σ W . X
Σ W
= 24,75 m
Y = Σ W . Y
Σ W
= 2,60 m
No
98
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(12 – 15)
Pusat Massa Bangunan TD Level Lantai 2 dan 3
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 992,70 - 191094,75 9,81 19479,59 23,51 17,40
Atas 500 - 319,00 159500,00 9,81 16258,92 22,38 17,40
Bawah 500 - 319,00 159500,00 9,81 16258,92 22,38 17,40
Atas 250 - 104,60 26150,00 9,81 2665,65 24,26 17,40
Atas - - - 28521,50 9,81 2907,39 7,64 17,40
Bawah - - - 28521,50 9,81 2907,39 7,64 17,40
60477,85 21,41 17,40
Level Lantai 4
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 992,70 - 191094,75 9,81 19479,59 23,51 17,40
Atas 1000 - 319,00 319000,00 9,81 32517,84 22,38 17,40
Bawah 500 - 319,00 159500,00 9,81 16258,92 22,38 17,40
Atas 250 - 104,60 26150,00 9,81 2665,65 24,26 17,40
155 - 126,00 - 19530,00 9,81 1990,83 22,50 17,40
- - - - 17235,20 9,81 1756,90 22,50 17,40
Atas - - - - 9,81 0,00 0,00 0,00
Bawah - - - 28521,50 9,81 2907,39 7,64 17,40
77577,11 22,18 17,40
Atap
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
99
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(13 – 15)
Pusat Massa Bangunan DD blok 1 Level Lantai 2 dan 3
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 444,60 - 85585,50 9,81 8724,31 23,57 5,06
Atas 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Bawah 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Atas 250 - 45,30 11325,00 9,81 1154,43 23,84 0,13
Atas - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
Bawah - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
26340,40 22,99 5,86
Level Lantai 4
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 444,60 - 85585,50 9,81 8724,31 23,57 5,06
Atas 1000 - 141,50 141500,00 9,81 14424,06 22,64 6,53
Bawah 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Atas 250 - 45,30 11325,00 9,81 1154,43 23,84 0,13
Atap - - - - 17235,20 9,81 1756,90 22,50 17,40
Atas - - - - 9,81 0,00 0,00 0,00
Bawah - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
34290,53 22,90 6,53
Bata
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
100
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(14 – 15)
Pusat Massa Bangunan DD blok 2 Level Lantai 2 dan 3
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 103,50 - 19923,75 9,81 2030,96 4,99 7,00
Atas 500 - 36,00 18000,00 9,81 1834,86 2,25 7,00
Bawah 500 - 36,00 18000,00 9,81 1834,86 2,25 7,00
Atas 250 - 14,00 3500,00 9,81 356,78 9,00 7,00
Atas - - - 8532,73 9,81 869,80 2,25 7,00
Bawah - - - 8532,73 9,81 869,80 2,25 7,00
7797,06 3,27 7,00
Level Lantai 4
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 103,50 - 19923,75 9,81 2030,963 4,99 7,00
Atas 500 - 36,00 18000,00 9,81 1834,862 2,25 7,00
Bawah 500 - 36,00 18000,00 9,81 1834,862 2,25 7,00
Atas 250 - 14,00 3500,00 9,81 356,7788 9,00 7,00
Atas - - - 0,00 9,81 0 2,25 7,00
Bawah - - - 8532,73 9,81 869,7987 2,25 7,00
6927,266 3,40 7,00
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
101
Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD
(15 – 15)
Pusat Massa Bangunan DD blok 3 Level Lantai 2 dan 3
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 444,60 - 85585,50 9,81 8724,31 23,57 5,06
Atas 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Bawah 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Atas 250 - 45,30 11325,00 9,81 1154,43 23,84 0,13
Atas - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
Bawah - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
26340,40 22,99 5,86
Level Lantai 4
q q A L W g M x y
(kg/m²) (kg/m) (m²) (m) (kg) (m/dt²) (kg.dt²/m) (m) (m)
Plat 192,5 - 444,60 - 85585,50 9,81 8724,31 23,57 5,06
Atas 1000 - 141,50 141500,00 9,81 14424,06 22,64 6,53
Bawah 500 - 141,50 70750,00 9,81 7212,03 22,64 6,53
Atas 250 - 45,30 11325,00 9,81 1154,43 23,84 0,13
Atap - - - - 17235,20 9,81 1756,90 22,50 17,40
Atas - - - - 9,81 0 0,00 0,00
Bawah - - - 9994,39 9,81 1018,80 22,50 7,80
34290,53 22,90 6,53
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
Tangga
Titik Berat Gabungan
Elemen
Bata
102
Lampiran C.3.5 Perhitungan drift Δs dan drift Δm TD dan DD
(1 – 1)
Simpangan Lateral Yang Timbul Pada TD dan DD
Gedung Lantai Δs Δm drift Δs drift Δm 0,03.hi/R 0,02hi
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
TD
1 7,48 44,49 7,48 44,49
14,12 80,00
2 16,72 99,50 9,24 55,01
3 22,94 136,47 6,21 36,97
4 25,02 148,89 2,09 12,42
DS1
1 7,03 41,80 7,03 41,80
2 15,75 93,72 8,73 51,92
3 21,63 128,68 5,88 34,96
4 23,98 142,68 2,35 13,99
DS2
1 7,35 43,75 7,35 43,75
2 16,42 97,67 9,06 53,92
3 23,28 138,50 6,86 40,82
4 27,32 162,53 4,04 24,04
DS3
1 7,03 41,80 7,03 41,80
2 15,75 93,72 8,73 51,92
3 21,63 128,68 5,88 34,96
4 23,98 142,68 2,35 13,99
103
Lampiran C.3.6 Output Pusat Massa dan Pusat Kekakuan Struktur
(1 – 1)
Pusat massa dan pusat kekakuan TD
Story Diaphragm MassX MassY XCM YCM XCR YCR
(kg.dt²/m) (kg.dt²/m) (m) (m) (m) (m)
STORY1 D1 122948,2 122948,2 22,113 17,4 22,5 17,4
STORY2 D2 122948,2 122948,2 22,113 17,4 22,5 17,4
STORY3 D3 140047,4 140047,4 22,388 17,4 22,5 17,4
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 1
Story Diaphragm MassX MassY XCM YCM XCR YCR
(kg.dt²/m) (kg.dt²/m) (m) (m) (m) (m)
STORY1 D1 55002,68 55002,68 22,186 5,375 22,5 4,705
STORY2 D2 55002,68 55002,68 22,186 5,375 22,5 4,602
STORY3 D3 62952,81 62952,81 22,569 5,802 22,5 4,558
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 2
Story Diaphragm MassX MassY XCM YCM XCR YCR
(kg.dt²/m) (kg.dt²/m) (m) (m) (m) (m)
STORY1 D1 15071,57 15071,57 3,96 7,00 4,50 7,00
STORY2 D2 15071,57 15071,57 3,96 7,00 4,50 7,00
STORY3 D3 14201,77 14201,77 4,07 7,00 4,50 7,00
STORY4 D4 10210,96 10210,96 4,10 7,00 4,50 7,00
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 3
Story Diaphragm MassX MassY XCM YCM XCR YCR
(kg.dt²/m) (kg.dt²/m) (m) (m) (m) (m)
STORY1 D1 55006,64 55006,64 22,186 5,025 22,5 5,695
STORY2 D2 55006,64 55006,64 22,186 5,025 22,5 5,798
STORY3 D3 62956,78 62956,78 22,569 5,279 22,5 5,842
104
Lampiran C.3.7 Perhitungan Eksentrisitas Pusat Massa dan Pusat
Kekakuan (1 – 1)
Pusat massa dan pusat kekakuan TD
Lantai Diafragma
Massa Koordinat
Eksentrisitas Pusat massa Pusat kekakuan
(kg.dt²/m) X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 123602,63 22,11 17,40 22,50 17,40 0,39 0,00
Lantai 3 D2 123602,63 22,11 17,40 22,50 17,40 0,39 0,00
Lantai 4 D3 140701,89 22,39 17,40 22,50 17,40 0,11 0,00
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 1
Lantai Diafragma
Massa Koordinat
Eksentrisitas Pusat massa Pusat kekakuan
(kg.dt²/m) X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 55465,36 22,19 5,38 22,50 4,71 0,31 0,67
Lantai 3 D2 55465,36 22,19 5,38 22,50 4,60 0,31 0,77
Lantai 4 D3 63644,85 22,57 5,80 22,50 4,56 0,07 1,24
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 2
Lantai Diafragma
Massa Koordinat
Eksentrisitas Pusat massa Pusat kekakuan
(kg.dt²/m) X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 15071,57 3,96 7,00 4,50 7,00 0,54 0,00
Lantai 3 D2 15071,57 3,96 7,00 4,50 7,00 0,54 0,00
Lantai 4 D3 14201,77 4,07 7,00 4,50 7,00 0,43 0,00
Atap D4 10210,96 4,10 7,00 4,50 7,00 0,41 0,00
Pusat massa dan pusat kekakuan DD blok 3
Lantai Diafragma
Massa Koordinat
Eksentrisitas Pusat massa Pusat kekakuan
(kg.dt²/m) X Y X Y eX eY
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
Lantai 2 D1 55465,36 22,19 5,03 22,50 5,70 0,31 0,67
Lantai 3 D2 55465,36 22,19 5,03 22,50 5,80 0,31 0,77
Lantai 4 D3 63644,85 22,57 5,28 22,50 5,84 0,07 0,56
105
Lampiran C.3.8 Perhitungan Pembesaran Eksentrisitas (1 – 1)
Lantai Gedung
Dimensi δx δy Pembesaran
B L δmax δrerata δmax δrerata ex ey
(m) (m) (mm) (mm) (mm) (mm) (m) (m)
1
TD 45 34,8
7,48 7,20 6,05 5,52 1,69 1,45
2 9,24 8,89 8,02 7,36 1,69 1,43
3 6,21 5,98 5,79 5,36 1,69 1,41
4 2,09 2,00 3,20 2,67 1,69 1,74
1
DD blok 1 45 10,4
7,03 6,76 6,13 5,51 1,69 0,45
2 8,73 8,33 8,26 7,42 1,72 0,45
3 5,88 5,57 6,21 5,45 1,74 0,47
4 2,03 1,80 3,38 2,74 1,99 0,55
1
DD blok 2 9 14
7,21 6,90 7,35 6,55 0,34 0,61
2 9,19 8,83 9,06 8,08 0,34 0,61
3 6,88 6,63 6,76 6,02 0,34 0,61
4 4,04 3,88 3,90 3,47 0,34 0,61
1
DD blok 3 45 10,4
7,03 6,76 6,13 5,51 1,69 0,45
2 8,73 8,33 8,26 7,42 1,72 0,45
3 5,88 5,57 6,21 5,45 1,74 0,47
4 2,03 1,80 3,38 2,74 1,99 0,55
106
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (1 – 10) Story Level: STORY1
Element: C40 Section Name: K5 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=400,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=1,000
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 4561,200 2,851 0,450 Bottom 4561,200 2,851 0,780
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top -262,772 51982,014 32969,893 3400,000 COMB8 Bottom -251,237 -95457,708 -93022,054 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,511 39,600 3400,000 COMB8 Bottom 0,511 39,600 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,717 55,536 3400,000 COMB8 Bottom 0,717 55,536 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,680 406,593 597,850 160000,000 COMB7 Minor(V3) 0,642 383,889 597,850 160000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,317 3,784 129218,842 488906,242 COMB8 Minor(22) 0,442 2,714 180139,309 488906,242 COMB8
107
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (2 – 10) Story Level: STORY1
Element: C47 Section Name: K5 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=400,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,991
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 4561,200 2,851 0,414 Bottom 4561,200 2,851 0,768
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 622,568 50255,788 -51120,273 3400,000 COMB7 Bottom 637,948 -91154,715 110260,956 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,754 58,364 3400,000 COMB8 Bottom 0,754 58,364 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,643 49,789 3400,000 COMB8 Bottom 0,643 49,789 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,781 583,547 747,312 160000,000 COMB7 Minor(V3) 0,457 341,223 747,312 160000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,444 2,703 189466,139 512109,212 COMB8 Minor(22) 0,378 3,176 161242,594 512109,212 COMB8
108
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (3 – 10) Story Level: STORY1
Element: C51 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,911
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,461 Bottom 6081,600 2,534 0,962
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 1036,197 153141,215 62502,010 3400,000 COMB7 Bottom 1059,266 -311738,767 -160455,647 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,727 56,265 3400,000 COMB8 Bottom 0,727 56,265 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 1,324 161,152 3400,000 COMB8 Bottom 1,324 161,152 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,592 530,535 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) O/S #34 1173,866 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,263 4,568 164208,032 750123,552 COMB8 Minor(22) 0,517 2,321 527894,091 1225064,421 COMB8
O/S #34 Joint shear ratio exceeds limit
109
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (4 – 10) Story Level: STORY1
Element: C58 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,505
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,455 Bottom 6081,600 2,534 0,902
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 1157,156 135611,215 -65905,520 3400,000 COMB7 Bottom 1180,226 -275707,350 164255,322 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,701 75,365 3400,000 COMB8 Bottom 0,701 75,365 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,467 145,911 3400,000 COMB8 Bottom 0,467 145,911 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,871 780,670 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) O/S #34 1046,570 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,384 3,122 246351,619 769179,263 COMB8 Minor(22) 0,458 2,623 476561,576 1249880,172 COMB8
O/S #34 Joint shear ratio exceeds limit
110
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (5 – 10) Story Level: STORY1
Element: C62 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=1,000
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,282 Bottom 6081,600 2,534 0,871
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 609,017 -78028,567 50109,721 3400,000 COMB7 Bottom 632,087 261744,158 -153990,990 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,712 55,139 3400,000 COMB8 Bottom 0,712 55,139 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,784 95,390 3400,000 COMB8 Bottom 0,784 95,390 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,550 492,835 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) 0,785 704,018 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,272 4,410 153777,894 678125,835 COMB8 Minor(22) 0,342 3,506 313265,978 1098459,320 COMB8
111
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (6 – 10) Story Level: STORY1
Element: C69 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,655
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,353 Bottom 6081,600 2,534 0,864
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 854,675 -83249,736 -67102,448 3400,000 COMB7 Bottom 714,324 240233,816 166514,158 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,701 75,560 3400,000 COMB8 Bottom 0,701 75,560 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,467 95,546 3400,000 COMB8 Bottom 0,467 95,546 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,870 780,289 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) 0,787 705,372 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,416 2,884 246839,761 711939,242 COMB8 Minor(22) 0,326 3,679 313797,378 1154356,713 COMB8
112
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (7 – 10) Story Level: STORY1
Element: B77 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=2400,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 901,386 0,501 421,255 0,234 1343,372 0,746 Top (+2
Axis) 830,561 0,461 421,255 0,234 954,600 0,530 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -144111,447 200,000 -52277,144 1150,000 -209108,576 2100,000 Top (+2
Axis) 133349,465 200,000 52277,144 1150,000 152134,306 2100,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB8 COMB7 COMB8 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 2,333 2,433 2,540
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 278,785 200,000 290,700 1150,000 303,517 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 104,254 2100,000 104,254 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB2 COMB2
113
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (8 – 10) Story Level: STORY1
Element: B84 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=2400,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 802,075 0,446 369,506 0,205 1168,454 0,649 Top (+2
Axis) 722,201 0,401 369,506 0,205 874,387 0,486 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -128994,075 200,000 -45957,857 1150,000 -183831,428 2100,000 Top (+2
Axis) 116698,782 200,000 45957,857 1150,000 140020,130 2100,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB8 COMB7 COMB8 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 2,066 2,126 2,253
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 246,788 200,000 254,002 1150,000 269,212 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 143,491 2100,000 143,491 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB8
114
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (9 – 10) Story Level: STORY1
Element: B99 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=8000,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 1783,899 0,991 547,270 0,304 1639,809 0,911 Top (+2
Axis) 841,976 0,468 959,355 0,533 778,036 0,432 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -270180,967 300,000 -67545,242 4000,000 -250612,783 7700,000 Top (+2
Axis) 135090,484 300,000 152848,555 2700,000 125306,391 7700,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB7 COMB7 COMB7 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 0,963 0,519 0,565
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 215,960 300,000 162,936 2700,000 168,431 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,894 976,307
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 36263,354 2700,000 36263,354 2700,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7
115
Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD (10 – 10) Story Level: STORY1
Element: B106 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=8000,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 1571,728 0,873 507,619 0,282 1642,909 0,913 Top (+2
Axis) 747,554 0,415 1129,915 0,628 779,419 0,433 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -241229,131 300,000 -62759,476 4000,000 -251037,903 7700,000 Top (+2
Axis) 120614,565 300,000 178183,765 4000,000 125518,951 7700,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB7 COMB2 COMB7 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 1,157 0,647 1,150
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 138,249 300,000 77,263 4000,000 137,389 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB8 COMB8
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 15,259 7700,000 15,259 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7
116
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (1 – 10) Story Level: STORY1
Element: C1 Section Name: K5 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=399,999 D=399,999 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=1,000
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 4561,200 2,851 0,440 Bottom 4561,200 2,851 0,753
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top -262,130 50488,560 31502,763 3400,000 COMB8 Bottom -250,596 -92655,714 -87751,730 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,485 37,537 3400,000 COMB8 Bottom 0,485 37,537 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,698 54,043 3400,000 COMB8 Bottom 0,698 54,043 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,641 383,025 597,847 159999,360 COMB7 Minor(V3) 0,623 372,729 597,847 159999,360 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,300 3,995 122337,083 488731,638 COMB8 Minor(22) 0,430 2,789 175223,146 488731,638 COMB8
117
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (2 – 10) Story Level: STORY1
Element: C8 Section Name: K5 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=399,999 D=399,999 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,987
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 4561,200 2,851 0,402 Bottom 4561,200 2,851 0,736
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 619,727 49669,924 -48041,535 3400,000 COMB7 Bottom 635,107 -90168,209 -103541,568 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,705 54,629 3400,000 COMB8 Bottom 0,705 54,629 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,639 49,489 3400,000 COMB8 Bottom 0,639 49,489 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,727 543,409 747,309 159999,360 COMB7 Minor(V3) 0,454 339,019 747,309 159999,360 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,415 2,890 177168,167 511939,459 COMB8 Minor(22) 0,376 3,194 160258,913 511939,459 COMB8
118
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (3 – 10) Story Level: STORY1
Element: C12 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,911
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,450 Bottom 6081,600 2,534 0,916
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 1033,156 150699,720 59318,351 3400,000 COMB7 Bottom 1056,226 -304273,641 -148707,696 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,701 52,260 3400,000 COMB8 Bottom 0,701 52,260 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 1,298 157,968 3400,000 COMB8 Bottom 1,298 157,968 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,549 492,771 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) O/S #34 1148,164 1120,968 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,245 4,894 153760,048 752463,537 COMB8 Minor(22) 0,505 2,374 517247,544 1228111,721 COMB8
O/S #34 Joint shear ratio exceeds limit
119
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (4 – 10) Story Level: STORY1
Element: C19 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,508
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,443 Bottom 6081,600 2,534 0,861
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 1152,687 134339,433 60719,279 3400,000 COMB7 Bottom 1175,757 -272977,043 -150926,297 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,000 71,229 3400,000 COMB8 Bottom 0,000 71,229 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,467 144,611 3400,000 COMB8 Bottom 0,467 144,611 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,817 732,485 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) 0,925 1036,558 1120,968 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,362 3,311 232498,768 769776,284 COMB8 Minor(22) 0,453 2,648 472255,917 1250657,657 COMB8
120
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (5 – 10) Story Level: STORY1
Element: C23 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=1,000
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,271 Bottom 6081,600 2,534 0,822
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 609,885 -74692,196 47074,567 3400,000 COMB7 Bottom 632,955 252549,671 -142314,435 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,701 51,097 3400,000 COMB8 Bottom 0,701 51,097 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,774 94,204 3400,000 COMB8 Bottom 0,774 94,204 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,506 454,192 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) 0,774 693,794 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,253 4,748 142894,222 678496,712 COMB8 Minor(22) 0,338 3,554 309246,443 1099103,263 COMB8
121
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (6 – 10) Story Level: STORY1
Element: C30 Section Name: K3 Frame Type: Sway Special
L=4000,000 B=600,000 D=400,000 dc=50,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295 RLLF=0,656
Axial Force & Biaxial Moment Check for Pf-Mu2-Mu3 Interaction Column End Rebar Area Rebar % D/C Ratio Top 6081,600 2,534 0,337 Bottom 6081,600 2,534 0,808
Column End Design Pu Design Mu2 Design Mu3 Station Loc Controlling Combo Top 853,207 -80399,492 -62076,320 3400,000 COMB7 Bottom 715,400 228250,235 154117,790 0,000 COMB7
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,000 70,427 3400,000 COMB8 Bottom 0,000 70,427 0,000 COMB8
Shear Reinforcement for Minor Shear (V3) Column End Rebar Av/s Design Vu Station Loc Controlling Combo Top 0,467 93,417 3400,000 COMB8 Bottom 0,467 93,417 0,000 COMB8
Joint Shear Check/Design Joint Shear Shear Shear Joint Controlling Ratio VuTot phi*Vc Area Combo Major(V2) 0,805 722,155 896,775 240000,000 COMB7 Minor(V3) 0,766 687,030 896,775 240000,000 COMB7
Beam/Column Capacity Ratios (6/5)(B/C) Column/Beam SumBeamCap SumColCap Controlling Ratio Ratio Moments Moments Combo Major(33) 0,387 3,100 229751,150 712162,666 COMB8 Minor(22) 0,319 3,766 306578,901 1154723,647 COMB8
122
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (7 – 10) Story Level: STORY1
Element: B11 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=2400,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 875,430 0,486 412,325 0,229 1312,954 0,729 Top (+2
Axis) 810,658 0,450 412,325 0,229 920,815 0,512 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -140178,517 200,000 -51188,724 1150,000 -204754,895 2100,000 Top (+2
Axis) 130307,941 200,000 51188,724 1150,000 147047,003 2100,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB8 COMB7 COMB8 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 2,288 2,387 2,495
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 273,401 200,000 285,221 1150,000 298,038 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 105,433 2100,000 105,433 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB2 COMB2
123
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (8 – 10) Story Level: STORY1
Element: B18 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=2400,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 796,939 0,443 353,560 0,196 1115,195 0,620 Top (+2
Axis) 695,041 0,386 353,560 0,196 857,255 0,476 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -128207,130 200,000 -44004,803 1150,000 -176019,213 2100,000 Top (+2
Axis) 112490,183 200,000 44004,803 1150,000 137416,939 2100,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB8 COMB7 COMB8 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 2,010 2,021 2,149
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 240,140 200,000 241,508 1150,000 256,718 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 133,564 2100,000 133,564 2100,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB8
124
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (9 – 10) Story Level: STORY1
Element: B33 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=8000,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 1758,430 0,977 540,155 0,300 1616,407 0,898 Top (+2
Axis) 830,732 0,462 952,963 0,529 767,577 0,426 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -266751,032 300,000 -66687,758 4000,000 -247397,154 7700,000 Top (+2
Axis) 133375,516 300,000 151888,329 2700,000 123698,577 7700,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB7 COMB7 COMB7 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 0,953 0,510 0,558
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 214,799 300,000 161,776 2700,000 167,563 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,864 943,551
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 35046,675 2700,000 35046,675 2700,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7
125
Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD (10 – 10) Story Level: STORY1
Element: B40 Section Name: B30X60 Frame Type: Sway Special
L=8000,000 D=600,000 B=300,000 bf=300,000 ds=0,000 dct=60,000 dcb=60,000 E=23,500 fc=0,025 Lt.Wt. Fac.=1,000 fy=0,390 fys=0,295
Flexural Reinforcement for Major Axis Moment ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % Rebar Area Rebar % 1565,655 0,870 495,685 0,275 1600,918 0,889 Top (+2
Axis) 744,826 0,414 1130,882 0,628 760,644 0,423 Bot (-2
Axis)
Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc Design Mu Station Loc -240387,794 300,000 -61315,780 4000,000 -245263,121 7700,000 Top (+2
Axis) 120193,897 300,000 178325,880 4000,000 122631,560 7700,000 Bot (-2
Axis)
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB7 COMB7 COMB7 Top (+2
Axis) COMB7 COMB2 COMB7 Bot (-2
Axis)
Shear Reinforcement for Major Shear (V2) ------- End-I --------- --------- Middle -------- --------- End-J --------- Rebar Av/s Rebar Av/s Rebar Av/s 1,150 0,639 1,137
Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc Design Vu Station Loc 137,340 300,000 76,354 4000,000 135,823 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB8 COMB8
Torsion Reinforcement ------- Shear --------- ------ Longitudinal ----- Rebar At/s Rebar Al 0,000 0,000
Design Tu Station Loc Design Tu Station Loc 21,858 7700,000 21,858 7700,000
Controlling Combo Controlling Combo COMB8 COMB8
126
Lampiran C.3.11 Perhitungan Analisa Varian (1 – 2)
Perhitungan analisa varian kolom
A1 B1 C1 A8 B8 C8
TD 26,00 30,49 9,77 23,71 26,85 10,44 127,26
DD 25,08 29,76 9,51 22,53 26,58 9,81 123,27
y = 250,53
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadratF0 F tabel
Perlakuan 1,33 1 1,33 0,02 10,04
Eror 777,05 10 77,71
Total 778,38 11
SST 778,38
SSperlakuan 1,33
SSE 777,05
A1 B1 C1 A8 B8 C8
TD 9,89 13,37 4,45 9,35 11,78 4,50 53,34
DD 9,53 13,09 4,33 8,92 11,67 4,23 51,77
y = 105,11
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadratF0 F tabel
Perlakuan 0,21 1 0,21 0,02 10,04
Eror 136,50 10 13,65
Total 136,70 11
SST 136,70
SSperlakuan 0,21
SSE 136,50
A1 B1 C1 A8 B8 C8
TD 64,45 108,02 59,91 89,51 120,35 65,05 507,29
DD 64,54 107,70 58,46 89,35 119,88 64,76 504,69
y = 1011,98
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadratF0 F tabel
Perlakuan 0,56 1 0,56 0,00 10,04
Eror 6527,24 10 652,72
Total 6527,80 11
SST 6527,80
SSperlakuan 0,56
SSE 6527,24
BangunanAksial
total yi
BangunanMomen
total yi
BangunanGeser
total yi
127
Lampiran C.3.11 Perhitungan Analisa Varian (2 – 2)
Perhitungan analisa varian balok
As 1 (A-B) As 1 (B-C) As 8 (A-B) As 8 (B-C)
TD 27,551 21,323 25,599 18,746 93,219
DD 27,2 20,878 25,008 17,948 91,034
y = 184,25
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadratF0 F tabel
Perlakuan 0,60 1 0,60 0,04 13,75
Eror 99,47 6 16,58 0,00 0,00
Total 100,06 7
SST 100,06
SSperlakuan 0,60
SSE 99,47
As 1 (A-B) As 1 (B-C) As 8 (A-B) As 8 (B-C)
TD 17,52 19,56 14,5 17,48 69,06
DD 17,42 19,16 14,48 16,78 67,84
y = 136,90
Sumber
varian
Jumlah
kuadrat
Derajat
kebebasan
Rata-rata
kuadratF0 F tabel
Perlakuan 0,19 1 0,19 0,05 13,75
Eror 24,26 6 4,04
Total 24,44 7
SST 24,44
SSperlakuan 0,19
SSE 24,26
Bangunan
Bangunan
Momen
total yi
Geser
total yi