pengantar fiqh albuyu

23
[Type the document title] MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah yang dibimbing oleh M. Ainun Najib, Lc, MA. Disusun Oleh: Nazrah Sarah (41302088) Neng Nur Hanipah (41302090)

Upload: neng-nur-hanifah

Post on 03-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

materi tentang pengantar fiqh jual beli

TRANSCRIPT

[Type the document title] MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah yang dibimbing oleh M. Ainun Najib, Lc, MA.

Disusun Oleh:Nazrah Sarah (41302088)Neng Nur Hanipah (41302090)

Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBIDepok-Jawa Barat1435H/2014M

ii1

KATA PENGANTARAlhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan selain hanya kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah menganugerahkan berbagai nikmat tiada terperi bagi setiap makhluk-Nya untuk senantiasa selalu mensyukurinya dengan cara tunduk dan patuh pada setiap syariat-Nya.Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Kepada keluarga, para sahabat, tabiin dan tabiut tabiinnya, serta kepada kita selaku umatnya.Dalam penyusunan makalah ini, banyak hambatan dan kesulitan yang kami hadapi. Namun Allah berjanji dalam firman-Nya bahwa ia akan mengikut sertakan berbagai kemudahan di balik kesulitan, dan Dia tidak akan membebankan suatu urusan di luar kemampuan hamba-Nya. Alhasil, alhamdulillah kami mampu menyelesaikan makalah ini. Hal ini tak lain adalah berkat bantuan, bimbingan, dan arahan dari dosen dan rekan-rekan kami sehingga berbagai masalah yang kami hadapi dapat teratasi.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah yang dibimbing oleh M. Ainun Najib, Lc, MA. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat memperluas ilmu mengenai jual beli yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi.Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik dari susunan kata, bahasa, maupun informasi yang kami berikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Depok, September 2014PenulisDAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiiBAB IPENDAHULUAN11.1Latar Belakang Masalah11.2Rumusan Masalah21.3Tujuan Penulisan21.4Metode Penulisan21.5Sistematika Penulisan3BAB IIPEMBAHASAN42.1Pengertian Jual Beli42.2Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli52.2.1Al Quran52.2.2Sunnah52.2.3Ijma62.3Hukum Jual Beli62.4Rukun dan Syarat Jual Beli8BAB IIIPENUTUP123.1Kesimpulan12DAFTAR PUSTAKA13

PENDAHULUANLatar Belakang MasalahAllah SWT, telah menjadikan manusia menjadi makhluk sosial yang saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan termasuk dalam hal jual-beli, sewa menyewa, bercocok tanam atau lainnya baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat jadi teratur dan subur, serta pertalian yang satu dan yang lain menjadi teguh. Agar hak masing-masing dapat terjaga maka Islam memberikan aturan yang sebaik-baiknya karena dengan teraturnya muamalah penghidupan manusia menjadi terjamin pula sebaik-baiknya.

Nasihat Lukmanul Hakim kepada anaknya: Hai anakku! Berusahalah untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah ia akan mendapat kemiskinan kecuali apabila ia telah dihinggapi 3 penyakit: 1. Tipis kepercayaan agamanya, 2. Lemah akalnya 3. Hilang kesopanannya.Jadi yang dimaksud dengan muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang member manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah mengupah, dsb.Adapun Firman Allah yang berkenaan dengan jual beli yaitu dalam QS. An-Nisa(4) ayat 29: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.[footnoteRef:1] [1: Rasjid, H. Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah, hlm 268]

Rumusan Masalah1. Apa pengertian jual beli?2. Bagaimana hukum jual beli?3. Bagaimana rukun dan syarat jual beli?Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui pengertian jual beli.2. Untuk mengetahui hukum jual beli.3. Untuk mengetahui rukun dan syarat jual beli.Metode PenulisanUntuk mempermudah dalam membahas dan menyelesaikan karya tulis ini, maka penulis menggunakan metode bibliografi yang dikenal juga dengan istilah studi kepustakaan.Metode bibliografi adalah salah satu metode yang dipergunakan dalam menyusun sebuah karya tulis dengan cara mengumpulkan dan meneliti buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penyusunan dan penulisan sebuah karya tulis. (Surakhmad, 1989: 139)Adapun teknik penulisan, penulis menggunakan studi literatur suatu pengkajian terhadap buku-buku yang menunjang dalam pembahasan yang penulis ajukan.Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan makalah ini, untuk menghasilkan kesimpulan dan supaya tersusun dengan baik dan teratur, juga tidak jauh dari pembahasan yang akan dibahas, maka penulis membuat sistematika penulisannya ke dalam beberapa bab, yakni sebagai berikut:Bab I (pertama) merupakan bab pendahuluan. Di dalamnya dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.Bab II (kedua) merupakan bab pembahasan yang membahas mengenai pengertian jual beli, landasar syariah jual beli, hukum jual beli, juga rukun dan syarat jual beli.Terakhir pada Bab III (ketiga) merupakan penutup yang akan hanya meliputi kesimpulan.

PEMBAHASANPengertian Jual Beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga beli.Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ulama fiqh, sekalipun subtansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu. Atau: Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak sah.Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah. Menurut mereka, jual beli adalah: Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata milik dan pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa menyewa (ijarah).[footnoteRef:2] [2: Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama hlm: 111.]

Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Quran, Hadist Nabi, dan Ijma Yakni :Al Quran

Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (QS. An-Nisa : 29).Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).Sunnah

Nabi, yang mengatakan: Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau menjawab, Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur. (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifaah Ibn Rafi). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.

Ijma

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Quran dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.[footnoteRef:3] [3: http://hukumjualbelidalamislam.blogspot.com/2013/05/pengertian-dan-dasar-hukum-jual-beli.html pada tanggal 29 september 2014 pukul 13.00]

Hukum Jual Beli Allah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba.. (QS. Al-Baqarah: 275) Tiada salahnya kamu mencari rezeki dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198) .. kecuali dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka di antara kamu.. (QS. An-Nisa: 29) : "Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah ketika itu menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati. (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim) Jual beli yang didasarkan kepada suka sama suka. (HR. Baihaqi) Pedagang yang jujur dan terpercaya itu sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhada). (HR. Tirmidzi)Dari kandungan ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli itu adalah mubah (boleh). Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu, menurut Imam Asy-Syaitibi (w. 790 H), pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam Asy-Syatibi memberi contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik). Apabila seseorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, maka menurutnya pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam hal ini, menurutnya pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal ini sesuai dengan prinsip Asy-Syaitibi bahwa yang mubah itu apabila ditinggalkan secara total, maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila sekelompok pedagang melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh memaksa mereka untuk berdagang beras dan para pedagang ini wajib melaksanakannya. Demikian pula dalam komoditi-komoditi lainnya.[footnoteRef:4] [4: As-Sadi, Syaikh Abdurrahman dkk. 2008. Fiqih Jual Beli. Jakarta: Senayan Publish.]

Rukun dan Syarat Jual Belia. Penjual dan pembeliKeduanya harus memiliki syarat sebagai berikut: Berakal, agar dia sadar dengan apa yang diperjual belikannya karena orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa). Keadaannya tidak mubadzir(pemboros) karena harta orang yang mubadzir itu ditangan walinya. Sesuai firman Allah SWT:Janganlah kamu serahkan harta orang-orang yang bodoh itu kepadanya yang mana Allah menjadikan kamu pemeliharanya. Berilah mereka belanja dari hartanya itu (yang ada di tangan kamu) (QS. Annisa: 5). Baligh (sampai berumur 15 tahun). Anak kecil tidak sah jual belinya adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa menurut pendapat sebagian ulama bahwa mereka diperbolehkan jual beli barang yang kecil-kecil karena kalau tidak diperbolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran padahal Allah tidak pernah memberikan aturan yang menyulitkan pemeluknya.

b. Uang dan benda yang dibeli.

Syaratnya adalah: Suci dari najis karena najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan. Contoh: kulit mayat yang belum disamak.Sabda Rasulullah SAW:Dari Jabir, Rasulullah berkata: Sesungguhnya Allah dan RasulNYA telah mengharamkan arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala. Pendengar bertanya: Bagaimana gemuk bangkai ya Rasulullah? Sebab gemuk itu berguna buat cat perahu dan buat minyak kulit dan minyak lampu? Jawab beliau: Tidak boleh, semua itu haram. Celakalah orang Yahudi ketika mengharamkan Allah akan gemuk bangkai mereka hancurkan gemuk itu sampai menjadi minyak kemudian mereka jual uangnya lalu mereka makan uangnya. (HR. Bukhori dan Muslim) Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya, mengambil tukarannya terlarang juga karena masuk dalam arti menyia-nyiakan harta yang terlarang. Firman Allah SWT: Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan harta (pemboros) itu seperti keadaan syetan(QS.Al-Isra:27) Keadaan barang itu dapat diserahterimakan, tidak sah menjual sesuatu barang yang tidak dapat did]serahkan kepada yang membeli seperti ikan dalam laut, barang rampasan yang masih ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dirungguhkan (borg) sebab itu mengandung unsur tipu daya. Sabda Rasulullah SAW: Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Telah melarang Nabi SAW akan memperjualbelikan barang yang mengandung tipu daya. (HR. Muslim) Keadaan barang kepunyaan yang menjual atau kepunyaan yang diwakilkannya atau yang menguasakannya. Sabda Rasulullah: Tidak sah jual beli maleinkan pada barang yang dimilikinya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Barang itu diketahui dengan jelas zat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya oleh penjual dan pembeli, sehingga tidak akan terjadi antara keduanya tipu daya. Kata ibnu Qayyim: Sesungguhnya orang yang ahli dapat mengetahui barang yang dalam tanah dengan melihat yang diatasnya maka jika tidak boleh dijual barang di dalam tanah sudah tentu akan melambatkan pekerjaan yang tidak semestinya.

c. Lafadz (Ijab Qabul)Ijab adalah perkataan penjual, misalnya: saya jual barang ini sekian. Qabul adalah perkataan pembeli misalnya: saya terima dengan harga sekian. Seperti dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW: Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka Riwayat Ibnu Hibban.Sedang maksudnya suka adalah perkataan yang menunjukkan seseorang suka dengan barang yang akan dibeli. Ini pendapat kebanyakan ulama. Tetapi Nawawi, Mutawali Baghawi dan beberapa ulama yang lain berpendapat bahwa lafadz itu tidak menjadi rukun hanya menurut adat kebiasaan saja, apabila adat seperti itu sudah dianggap jual beli karena tidak ada suatu dalil yang terang yang mewajibkan lafadz. Menurut beberapa ulama yang mewajibkan lafadz sebagai salah satu rukun jual beli harus memenuhi syarat berikut: Keadaan ijab dan qabul terhubung. Artinya setelah adanya ijab langsung direspons dengan qabul dari pembeli tanpa selang waktu yang lama. Harus dengan keadaan mufakat (sama) makna keduanya walaupun lafadz keduanya berbeda. Keadaan keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain. Tidak menggunakan jangka waktu. Sebab jual beli berjangka waktu seperti sebulan atau setahun itu tidak sah.Apabila kurang rukun atau syaratnya maka jual beli tersebut tidak sah. Contohnya adalah sebagai berikut:1. Menjual suatu barang yang baru dibeli dan belum diterima. Itu juga terlarang karena miliknya belum sempurna tandanya ialah: Sesuatu yang baru dibeli dan belum diterima. Barang itu masih dalam tanggungan si penjual berarti kalau barang itu hilang si penjual harus menggantinya. Sabda Rasulullah SAW: Janganlah engkau jual sesuatu yang engkau beli sebelum engkau terima. (Riwayat Ahmad dan Baihaqi)2. Menjual buah-buahan sebelum masa pemetikan. Dilarang karena buah-buahan yang masih kecil sering rusak atau busuk sebelum sampai matang. Hal ini kemungkinan merugikan si pembeli dan si penjual pun rugi karena menjual buah tanpa ada ukuran harganya. Sabda Rasulullah SAW: Dari Ibnu Umar: Telah melarang Nabi SAW menjual buah-buahan sehingga nyata patutnya (pantas diambil) Sepakat ahli hadits.[footnoteRef:5] [5: Rasjid, H. Sulaiman, op. cit. hlm 269-273]

PENUTUPKesimpulan

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga beli.Landasan hukum jual beli adalah Al-Quran, assunnah, dan ijma. Sedangkan hukumnya sendiri adalah halal. Selain itu jual beli mempunyai rukun dan syarat sah yaitu adanya penjual dan pembeli, adanya uang dan barang, serta lafadz ijab qobul.

DAFTAR PUSTAKAAs-Sadi, Syaikh Abdurrahman dkk. 2008. Fiqih Jual Beli. Jakarta: Senayan Publishing.Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.Rasjid, H. Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah.