pengajaran bahasa inggris terpadu ala gontor

17
1 PENGAJARAN BAHASA INGGRIS TERPADU ALA GONTOR Muhammad Farkhan 1 Abstract: This qualitative research tries to explore the integrative English teaching developed by Pondok Modern Gontor (PMG). As a boarding school, PMG has already developed a unique model of English teaching. It provides both formal and informal language environment. Formally, PMG adops and synthesizes very up to date language theories and language learning theories as bases for conducting teaching and learning activities. Informally, PMG creates a condusive environment where the learners are enforced to use English as their everyday communication. Wherever and whenever they go to or stay in the campus, they have to use their English. Keywords: approach design procedure language environment Pengajaran bahasa Inggris tidak dapat dilakukan secra baik kecuali dengan memperhatikan beberapa faktor pendukung, seperti metode dan lingkungan kebahasaan yang kondusif. Metode meliputi tiga komponen pengajaran yang saling terkait, yakni pendekatan, desain, dan prosedur. Pendekatan merupakan seperangkat teori bahasa dan belajar bahasa yang mendasari suatu program pengajaran bahasa (Richards dan Rogers, 1986:15). Bagaimana model pengajaran yang akan dikembangkan guru banyak dipengaruhi oleh pendekatan yang dipedomani. Berbeda dengan pendekatan yang berhubungan dengan aspek teoretis dan filosofis, desain pengajaran lebih banyak berkaitan dengan aspek perencaan pengajaran bahasa. Desain dapat didefinisikan sebagai seluruh perencanaan pengajaran yang meliputi perumusan tujuan, pengembangan silabus, penyusunan bahan pelajaran, peran siswa, peran guru, dan peran bahan pelajaran (Huda, 1989: 296). Desain inilah yang membantu guru menentukan langkah-langkah konkret dalam pengajaran bahasa yang biasanya disebut dengan prosedur. Dengan kata lain prosedur merupakan tahapan implementatif yang berhubungan dengan apa yang dilakukan guru dan siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, untuk mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Selain metode, aspek lain yang memiliki andil dan peran besar dalam keberhasilan pengajaran bahasa adalah lingkungan kebahasaan. Lingkungan kebahasaan berkaitan erat dengan latar dan peran suatu bahasa berkenaan dengan peran dan status bahasa-bahasa lain dalam suatu kelompok masyarakat. Secara sederhana, lingkungan kebahasaan dapat diartikan sebagai status yang diperoleh oleh suatu bahasa sebagai bahasa pertama, kedua, atau asing (Dubin dan Olhstain, 1985: 7). Adapun pada tataran yang lebih sempit, lingkungan kebahasaan merupakan situasi atau tempat yang memungkinkan siswa dapat memperoleh kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran sebagai alat komunikasi. Lingkungan tersebut tidak saja mencakup lingkungan kebahasaan formal yang banyak terjadi di dalam kelas, tetapi juga meliputi lingkungan kebahasaan informal yang banyak 1 Muhammad Farkhan adalah dosen bahasa Inggris pada fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Upload: mfarkhan

Post on 10-Jun-2015

6.417 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

This qualitative research tries to explore the integrative English teaching developed by Pondok Modern Gontor (PMG). As a boarding school, PMG has already developed a unique model of English teaching. It provides both formal and informal language environment. Formally, PMG adopts and synthesizes very up to date language theories and language learning theories as bases for conducting teaching and learning activities. Informally, PMG creates a conducive environment where the learners are enforced to use English as their everyday communication. Wherever and whenever they go to or stay in the campus, they have to use their English.

TRANSCRIPT

1

PENGAJARAN BAHASA INGGRIS TERPADUALA GONTOR

Muhammad Farkhan1

Abstract: This qualitative research tries to explore the integrativeEnglish teaching developed by Pondok Modern Gontor (PMG). As aboarding school, PMG has already developed a unique model ofEnglish teaching. It provides both formal and informal languageenvironment. Formally, PMG adops and synthesizes very up to datelanguage theories and language learning theories as bases forconducting teaching and learning activities. Informally, PMGcreates a condusive environment where the learners are enforced touse English as their everyday communication. Wherever andwhenever they go to or stay in the campus, they have to use theirEnglish.

Keywords: approach design procedure language environment

Pengajaran bahasa Inggris tidak dapat dilakukan secra baik kecuali denganmemperhatikan beberapa faktor pendukung, seperti metode dan lingkungan kebahasaanyang kondusif. Metode meliputi tiga komponen pengajaran yang saling terkait, yaknipendekatan, desain, dan prosedur. Pendekatan merupakan seperangkat teori bahasa danbelajar bahasa yang mendasari suatu program pengajaran bahasa (Richards dan Rogers,1986:15). Bagaimana model pengajaran yang akan dikembangkan guru banyakdipengaruhi oleh pendekatan yang dipedomani. Berbeda dengan pendekatan yangberhubungan dengan aspek teoretis dan filosofis, desain pengajaran lebih banyak berkaitandengan aspek perencaan pengajaran bahasa. Desain dapat didefinisikan sebagai seluruhperencanaan pengajaran yang meliputi perumusan tujuan, pengembangan silabus,penyusunan bahan pelajaran, peran siswa, peran guru, dan peran bahan pelajaran (Huda,1989: 296). Desain inilah yang membantu guru menentukan langkah-langkah konkretdalam pengajaran bahasa yang biasanya disebut dengan prosedur. Dengan kata lainprosedur merupakan tahapan implementatif yang berhubungan dengan apa yang dilakukanguru dan siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, untuk mencapai tujuanpengajaran yang diharapkan.

Selain metode, aspek lain yang memiliki andil dan peran besar dalam keberhasilanpengajaran bahasa adalah lingkungan kebahasaan. Lingkungan kebahasaan berkaitan eratdengan latar dan peran suatu bahasa berkenaan dengan peran dan status bahasa-bahasa laindalam suatu kelompok masyarakat. Secara sederhana, lingkungan kebahasaan dapatdiartikan sebagai status yang diperoleh oleh suatu bahasa sebagai bahasa pertama, kedua,atau asing (Dubin dan Olhstain, 1985: 7). Adapun pada tataran yang lebih sempit,lingkungan kebahasaan merupakan situasi atau tempat yang memungkinkan siswa dapatmemperoleh kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran sebagai alat komunikasi.Lingkungan tersebut tidak saja mencakup lingkungan kebahasaan formal yang banyakterjadi di dalam kelas, tetapi juga meliputi lingkungan kebahasaan informal yang banyak

1 Muhammad Farkhan adalah dosen bahasa Inggris pada fakultas Adab dan Humaniora UIN SyarifHidayatullah Jakarta

2

berlangsung di luar kelas (Ellis, 1999: 214). Kedua lingkungan kebahasaan tersebut tidaktersedia atau tercipta dengan sendirinya, tetapi harus secara sengaja diciptakan sedemikianrupa sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman berbahasa Inggris sebagaimanamestinya, bukan pengalaman berbahasa Inggris yang bersifat artifisial.

Secara umum setiap lembaga pendidikan mampu mengembangkan metodepengajaran bahasa yang baik, tetapi, tidak semua lembaga pendidikan mampumenyediakan lingkungan kebahasaan, khususnya lingkungan kebahasaan informal.Ketidak-mampuan itu disebabkan oleh beberapa keterbatasan dan kendala yang memangsulit untuk dihindari, seperti kehidupan sosial yang tidak menunjang penggunaan bahasaInggris sebagai alat komunikasi utama, pengawasan yang lemah terhadap penggunaanbahasa Inggris; fasilitas dan sarana lain yang kurang memadai; dan tidak adanyapenegakan disiplin penggunaan bahasa Inggris dalam interaksi komunikatif harian. Salahsatu lembaga pendidikan yang berhasil mengembangkan metode pengajaran bahasa Inggrisyang efektif dan menyediakan lingkukngan kebahasaan yang kondusif adalah PondokModern Gontor. Keberhasilan lembaga tersebut dapat dilihat dari para lulusannya yangmemiliki kemampuan berbahasa Inggris relatif lebih baik daripada lulusan yang dihasilkanoleh lembaga pendidikan lainnya. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari kemampuanmereka berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Mereka dapat menggunakan bahasaInggris, baik secara pasif maupun aktif, dalam berbagai kegiatan komunikasi yangdilakukan.

Lembaga tersebut dapat dianggap telah berhasil mengembangkan suatu modelpengajaran bahasa Inggris secara terpadu yang benar-benar memperhatikan kebutuhanberbahasa siswa, baik bahasa tulis maupun lisan. Di lembaga tersebut, siswa memilikibanyak kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai aktivitaskehidupan keseharian. Siswa dapat mengekspresikan maksud dan keinginannya secaratertulis melalui media cetak, seperti majalah dinding dan buletin; atau secara lisan denganmelakukan interaksi komunikatif langsung dengan siswa lain, guru, atau siapa saja yangterlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di lembaga tersebut. Dengan peluang danpengalaman menggunakan bahasa sasaran yang cukup besar tersebut, siswa dapatmenguasai bahasa Inggris yang baik dan benar relatif lebih mudah dan alamiah.

Pandangan dan keyakinan lembaga tersebut mengenai bahasa Inggris dan bagaimanaseharusnya pengajaran bahasa itu dilakukan, telah cukup lama diyakini dandiimplementasikan dalam berbagai macam kegiatan belajar dan penyediaan lingkungankebahasaan yang kondusif. Akhirnya, keyakinan dan usaha-usaha yang terus-menerusdilakukan lembaga tersebut untuk membantu siswa menguasai bahasa Inggris membentuksuatu model pengajaran bahasa Inggris yang berciri khas Gontor. Bagaimana lembagatersebut mengembangkan pengajaran bahasa Inggris yang terpadu menarik minat penelitiuntuk mengadakan kajian yang lebih mendalam, sehingga diperoleh gambaran yangsebenarnya mengenai pendekatan, desain, prosedur, dan lingkungan kebahasaan yangdikembangkan.

Berdasarkan uraian di atas, pokok masalah yang dibahas dalam penelitian inidifokuskan pada “Bagaimanakah Pondok Modern Gontor (PMG) mengembanganpengajaran bahasa Inggris terpadu?”. Secara spesifik pertanyaan penelitian yang diajukanadalah: (1) Pendekatan manakah yang mendasari pengembnagan pengajaran bahasa Inggristerpadu di PMG?; (2) Bagaimanakah PMG mengembangkan desain pengajaran bahasaInggris terpadu?; (3) Bagaimanakah PMG mengembangkan prosedur pengajaran bahasaInggris terpadu?; dan (4) lingkungan kebahasaan kondusif yang disediakan.

Metode Penbelitian

3

Sesuai dengan pokok masalah yang dibahas, penelitian ini merupakan penelitiankualitatif dengan pendekatan etnografi, di mana data yang dibutuhkan digali denganmemanfaatkan diri sendiri sebagai alat pengumpul data melalui kegiatan pengamatanberperanserta dan wawancara (Marshall dan Rossman, 1989: 79) dengan beberapainforman yang ditentukan dengan teknik bola salju. Selain itu, untuk melengkapi datayang diperoleh, peneliti juga memanfaatkan beberapa sumber data tertulis sepertikarangan siswa, autobiografi, kurikulum, buletin, daftar kosakata, majalah tahunan, danbuku teks; dan sumber data taktertulis yang berbentuk lukisan siswa, gambar-gambar, danfoto kegiatan siswa.

Karena satuan kajiannya berupa lembaga pendidikan yang berbentuk asrama, penelitidapat berinteraksi langsung dengan para reponden/informan sehingga data yang diperolehbenar-benar akurat. Data tersebut diolah secara langsung di lapangan melalui empattahapan analisis yang diselingi dengan pengumpulan data, yaitu: analisis ranah; taksonomi;komponen; dan tema. Adapun untuk menguji keabsahan data, penelitian ini menggunakanbeberapa cara, yakni perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi,uraian rinci, dan auditing

Pembahasan Hasil PenelitianPembahasan hasil penelitian ini mengikuti unsur-unsur yang membangun metode

yakni, pendekatan, desain, prosedur, dan lingkungan kebahasaan dengan berbagai hal yangterkandung di dalamnya.Pendekatan

Pendekatan dalam pengajaran bahasa Inggris berhubungan erat dengan teori bahasadan teori belajar bahasa. Kedua teori tersebut memiliki peran yang sangat strategis didalam penentuan aspek-aspek pengajaran bahasa Inggris, seperti desain, prosedur, danpenyediaan lingkungan kebahasaan yang mendukung. Berkaitan dengan teori bahasa, PMGmeyakini bahwa bahasa Inggris merupakan alat komunikasi internasional yang dipakaioleh masyarakat secara luas dalam berbagai kegiatan komunikasi lisan dan tulis. BahasaInggris, dalam hal ini, dilihat dari sisi fungsi-fungsi komunikatif bahasa itu yang digunakanuntuk menyampaikan gagasan, maksud, dan perasaan seseorang kepada orang lain.Pandangan tersebut sejalan dengan teori bahasa fungsional yang memandang bahasasebagai alat yang digunakan untuk mengungkapkan fungsi-fungsi komunikatif bahasa yanglebih banyak dipengaruhi oleh situasi atau konteks tempat terjadinya peristiwa komunikasi(Halliday, 1978: 18). Menegaskan substansi teori bahasa fungsional, Purwo (1988; 232)mengatakan bahwa bahasa lebih tepat dilihat sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apayang dapat dilakukan atau ditindakkan dengan bahasa (fungsi) atau berkenaan denganmakna apa yang dapat diungkapkan melalui bahasa (nosi), tetapi bukannya berkenaandengan butir-butir bahasa.

Secara umum, fungsi-fungsi bahasa dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori,yaitu personal, interpersonal, direktif, referensial, dan imaginatif (personal, interpersonal,directive, referential, and imaginative (Finnochiaro, 1988: 41). Fungsi personal berkaitandengan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan pengalamanemosional, seperti cinta, sedih, marah, frustasi, dan senang. Fungsi interpersonal mengacupada kemampuan seseorang untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dan kerja,seperti menyatakan simpati, dan memberikan ucapan selamat atas keberhasilan orang lain.Fungsi direktif berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk memberikan arahan danmempengaruhi orang lain, seperti memberikan nasehat, merayu, dan meyakinkan oranglain. Fungsi referensial berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk membicarakan

4

lingkungan dan bahasanya sendiri; sedangkan fungsi imajinatif berhubungan dengankemampuan seseorang untuk membuat atau menghasilkan karya-karya sastra yang indah.

Sesuai dengan pandangan tersebut pengajaran bahasa Inggris di PMG diarahkan padapengembangan kemampuan menggunakan bahasa Inggris untuk maksud-maksud tertentu,atau apa yang dapat dilakukan seorang siswa dengan bentuk-bentuk bahasa Inggrisyang digunakan dalam komunikasi. Oleh karena itu, dalam pengajaran gramatika danketerampilan berbahasa siswa tidak diarahkan untuk menguasai komponen bahasa danketerampilan tersebut, tetapi diarahkan untuk memiliki kemampuan bagaimanamenggunakan komponen dan keterampilan berbahasa Inggris untuk menyampaikanmaksud-maksud atau pesan-pesan kepada orang lain dalam kegiatan komunikasi. Dengankata lain dapat dikatakan, bahwa di PMG komponen bahasa dan keterampilan berbahasaInggris masih diberikan kepada siswa melalui kegiatan formal di kelas-kelas, tetapidikemas sedemikian rupa sehingga siswa dapat menggunakannya dalam kegiatankomunikasi harian dengan siswa lain. Apa yang siswa peroleh di dalam kelas dapatdigunakan dalam kegiatan komunikasi harian karena lingkungan pondok memungkinkansiswa untuk memperoleh pengalaman berbahasa Inggris sesuai dengan konteksnya.Mengenai hal ini, Stern (1992: 178). menjelaskan bahwa kemampuan menggunakanaspek-aspek gramatikal bahasa untuk mengungkapkan makna atau fungsi-fungsikomunikatif bahasa secara tepat diperoleh melalui pemahaman seseorang mengenai situasitempat terjadinya peristiwa komunikasi Selain itu apa yang dilakukan PMG untukmenyelaraskan pengajaran unsur-unsur bahasa, seperti gramatika dan kosakata bahasaInggris dengan konteks penggunaannya di luar kelas tidak berbeda dengan pandanganWilkins (1979: 83) yang menyarankan agar bahan pelajaran yang berbentuk unsur-unsurbahasa harus selalu dikaitkan dan lekat dengan konteks penggunaannya supaya siswa dapatmemperoleh pengalaman menggunakan bahasa sasaran secara benar. Jika diperhatikansecara seksama, pandangan yang berbunyi bahwa bahasa Inggris merupakan alatkomunikasi internasional juga merupakan bagian dari teori bahasa interaksional. Teoritersebut memandang bahasa sebagai alat untuk mewujudkan hubungan interpersonal danmelakukan transaksi sosial antaranggota dalam suatu kelompok masyarakat. Melaluibahasa Inggris yang dikuasai, seorang siswa dapat menciptakan dan memelihara hubungansosialnya dengan siswa atau orang lain (Richards dan Rogers, 1986: 17). Tampak bahwateori tersebut lebih memperhatikan aspek-aspek sosial yang dapat menjaga terpeliharanyahubungan sosial dan jalur-jalur komunikasi tetap terbuka. Pandangan tersebut jugamengisyaratkan bahwa bahasa tidak hanya memiliki fungsi komunikatif yang digunakanuntuk menyampaikan maksud dan keinginan pemakainya, tetapi juga memiliki fungsi yangjauh lebih besar daripada fungsi tersebut, yakni menciptakan dan memelihara hubungansosial antar individu. Di samping itu, pandangan tersebut juga menunjukkan peran pentingpengetahuan seseorang tentang aspek-aspek yang membangun suatu interaksi komunikatif,seperti tujuan berkomunikasi, siapa yang terlibat dalam komunikasi, bentuk bahasa yangdigunakan, waktu dan tempat terjadinya peristiwa komunikasi. Ellis (1999: 243)menambahkan bahwa kemampuan berbahasa merupakan wujud atau hasil interaksi yangsangat kompleks antara kemampuan kognitif dan lingkungan kebahasaan tempat seseorangtinggal dan menetap. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa teoribahasa yang mendasari pengajaran bahasa Inggris terpadu yang dikembangkan PMGadalah teori bahasa fungsional dan interaksional. Kedua teori tersebut banyak berpengaruhterhadap beberapa aspek pengajaran, seperti tujuan pengajaran; pengembangan silabus danbahan pelajaran; dan kegiatan belajar yang dikembangkan, baik di dalam kelas maupun diluar kelas.

5

Berkenaan dengan teori belajar bahasa, PMG berkeyakinan bahwa dalampenyelenggaraan kegiatan belajar bahasa Inggris perlu diperhatikan beberapa aspekpenting, seperti aspek kognitif, emosional, dan sosial anak. Selain ketiga aspek ini, dalampenyelenggaraan kegiatan belajar bahasa Inggris perlu juga diciptakan suatu lingkunganyang mendukung; penegakan disiplin berbahasa; dan penyediaan buku pegangan danfasilitas belajar lainnya. Perhatian terhadap aspek kognitif siswa tentunya sejalan denganteori belajar kognitivisme. Teori belajar kognitivisme memandang individu dengankemampuan kognitifnya sebagai seorang yang aktif dan kreatif mengelola segala masukandari luar dirinya. Bentuk kegiatan belajar bahasa Inggris di PMG yang menerapkan teoribelajar bahasa kognitivisme adalah penjelasan mengenai makna kosa-kata baru dan kaidahbahasa. Dalam kegiatan belajar bahasa Inggris di dalam kelas dan asrama santri, biasanyaterdapat dua cara yang digunakan, yakni induksi dan deduksi. Melalui teknik induksi, gurutidak menerangkan kata-kata sulit atau gramatika baru yang ditemukan siswa dalam bukuteks, tetapi meminta siswa untuk memahaminya berdasarkan konteks tempat kosakata dangramatika tersebut muncul. Jika cara tersebut tidak berhasil guru biasanya menggunakanteknik deduksi. Setelah guru menerangkan makna kosakata yang sulit atau kaidahgramatika yang baru, siswa diberikan kesempatan untuk memberikan contoh-contohkalimat yang menggunakan kosakata dan kaidah gramatika tersebut. Model belajar tersebutmendorong siswa untuk menggunakan kemampuan kognitifnya untuk menghasilkanbentuk-bentuk bahasa secara kreatif dalam berbagai interaksi komunikatif yang dilakukan.Bentuk-bentuk kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai aplikasi dari hipotesis konstruksikreatif (M. Litghtbown dan Spada, 1993: 26) atau kaedah kreativitas terarah (Nunan, 1991:233) yang merupakan aplikasi dari teori belajar bahasa kognitivisme. Selain aspekkognitif, aspek afektif siswa juga diperhatikan oleh PMG. Perhatian terhadap aspekemosional atau afektif siswa diketahui dari berbagai pandangan reponden yangmenekankan perhatian terhadap minat siswa dalam belajar; perbedaan anak; dan perlakuananak sebagai manusia sutuhnya. Perhatian terhadap aspek itu merupakan bentuk penerapandari teori belajar bahasa Humanisme yang memandang siswa sebagai manusia yang utuhsecara fisik, intelektual, dan emosional yang mampu mengembangkan kemampuan dirinyasecara aktif menuju proses perubahan yang diharapkan (Brumfit, 1985: 79). Di sampingitu, setiap individu membutuhkan perlakuan yang hangat, penuh cinta, hormat, danpenghargaan dari pihak lain agar mampu berkembang secara maksimal sesuai denganpotensi yang dimilikinya (Carlson dan Buskit, 1997: 473).

Aplikasi teori belajar tersebut dapat dilihat melalui cara bagaimana guru-gurumemainkan peran-peran mereka, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru-guru diPMG selalu bertindak sebagai model yang memberikan contoh kepada siswa bagaimanamenggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Dengan contoh yang diberikan gurutersebut siswa merasa terdorong dan termotivasi untuk mengikuti atau mencontohbagaimana menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Memperkuat contohyang diberikan, guru-guru bahasa Inggris secara terus-menerus memberikan nasehat-nasehat yang dapat menyemangati siswa untuk belajar bahasa Inggris, dan hal itu sangatberpengaruh pada penumbuhan sikap positif siswa terhadap bahasa Inggris dan motivasibelajar mereka. Selain itu, untuk menjaga sikap, minat, dan motivasi belajar siswa tetaptinggi, guru-guru seringkali menghindari pemberian perlakuan yang merendahkan martabatsiswa. Oleh karena itu, di dalam mengoreksi kesalahan berbahasa siswa, guru-guru selaluberusaha untuk memperlihatkan dimana letak kesalahan yang dibuat, dan menghindariperlakuan yang cenderung menyalahkan siswa. Apa yang dilakukan di atas menunjukkanbetapa penting aspek afektif dalam belajar bahasa. Menurut Nunan (1991: 234) jikafaktor-faktor afektif, seperti sikap, motivasi dan minat diperhatikan dengan baik sesuai

6

dengan lingkungan belajar yang tersedia, pengajaran bahasa Inggris yang berhasil dapatdiwujudkan.

Selain teori belajar kognitivisme dan humanisme, dalam pandangan guru-guru PMG,pengajaran bahasa Inggris yang baik akan terwujud bila didukung oleh penyediaanlingkungan bahasa; penegakan disiplin berbahasa; dan pemberian kesempatan yang luaskepada siswa untuk menggunakan bahasa sasaran. Pandangan-pandangan tersebutmengisyaratkan pentingnya aspek lingkungan dan kebiasaan dalam pengajaran bahasaInggris, yang tentunya tidak bertentangan dengan teori belajar bahasa Behaviorisme.Adapun bentuk kegiatan belajar bahasa Inggris di PMG yang menerapkan teori belajar ituadalah pembentukan kebiasaan (conditioning), latihan (drilling), dan belajar menemukansendiri (discovery learning) atau coba-coba salah (trial and error). Latihan dapat dijumpaipada kegiatan pengenalan kosakata dan ujaran bahasa Inggris yang dilakukan olehpenggerak bahasa asrama setiap selesai sholat shubuh. Pada kegiatan itu penggerak bahasamemperkenalkan kosakata dan ujaran baru secara berulang-ulang dan diikuti secaraserentak oleh seluruh siswa. Pengulangan dianggap cukup bila siswa telah dapatmengucapkan kosakata adan ujaran baru tersebut sesuai dengan kaidah yang benar. Setelahitu, penggerak bahasa juga menerangkan makna dan cara penggunaannya melalui contoh-contoh kalimat yang diberikan siswa atau yang telah dipersiapkan, dan meminta siswauntuk mengembangkan atau memberikan contoh-contoh kalimat yang menggunakankosakata dan ujaran-ujaran yang telah diperkenalkan. Mengenai hal itu, Larsen-Freeman(1986: 43) menjelaskan bahwa latihan, seperti substitusi, dan transformasi dilakukanmelalui pola-pola kalimat yang muncul dalam dialog, dan respons siswa yang benar diberipenguatan sehingga terjadi pembentukan kebiasaan.

Pembentukan kebiasaan yang memiliki peran strategis dalam pengajaran bahasaInggris di PMG adalah penerapan disiplin berbahasa dan penciptaan lingkungankebahasaan yang kondusif. Penerapan disiplin berbahasa Inggris menuntut seluruh siswauntuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi keseharian yang didukungoleh lingkungan yang sengaja diciptakan untuk memberi-kan kesempatan kepada siswamenggunakan bahasa Inggris. Penegakan disiplin berbahasa Inggris di PMG dilakukanmelalui peraturan yang mengikat seluruh warga pondok untuk menggunakan bahasaInggris dan bahasa Arab sebagai alat komunikasi secara bergantian setiap dua minggusekali. Pada masa dua minggu pertama seluruh siswa harus menggunakan bahasa Inggris.Dimana saja siswa berada, kapan saja siswa berkomunikasi, dan dengan siapa saja siswaberkomunikasi, penggunaan bahasa Inggris merupakan suatu keharusan. Jika tidakmenggunakan bahasa Inggris, siswa akan mendapatkan hukuman dalam bentuk tugas-tugaskebahasaan atau tugas penegakan disiplin berbahasa. Penegakan disiplin berbahasa diPMG relatif berhasil karena lingkungan yang disediakan pondok sangat mendukungpemberlakuan disiplin tersebut. Dengan penciptaan kondisi seperti itu, siswa secara terus-menerus berusaha untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasinyasehingga terbentuk suatu kebiasaan berbahasa Inggris. Dengan demikian, dapat dikatakanbahwa penggunaan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi keseharian bagi seluruh siswamerupakan kebiasaan yang dihasilkan oleh penerapan disiplin berbahasa Inggris danpenyediaan lingkungan kebahasaan yang kondusif. Berdasarkan beberapa keteranganterdahulu, dapat dipastikan bahwa pengajaran bahasa Inggris yang dilakukan PMGmenerapkan tiga teori belajar bahasa, yakni kognitivisme, humanisme, dan behaviorisme.Ketiganya tidak diadopsi secara utuh, tetapi dipadukan sedemikian rupa sehingga terbentukprinsip-prinsip pengajaran bahasa Inggris yang berciri khusus PMG.

Desain

7

Apa yang telah ditetapkan dalam pendekatan, baik yang berhubungan dengan teoribahasa maupun teori belajar bahasa, memberikan PMG sumber inspirasi dalam penentuantujuan pengajaran yang ingin dicapai, silabus dan pengembangan bahan pelajaran, peranguru, peran siswa, peran bahan pelajaran, serta prosedur pengajaran bahasa di dalam kelas,dan tahapan seperti itu biasanya disebut dengan desain. Desain diperlukan agar supayaasumsi-asumsi teoretis yang berkaitan dengan bahasa dan belajar bahasa dapat diwujudkandalam bentuk kegiatan belajar di dalam dan di luar kelas.

Setiap matapelajaran memiliki tujuan dan harapan yang harus dicapai oleh siswasetelah selesai mengikuti pelajaran tersebut, begitu juga dengan pelajaran bahasa Inggris diPMG. Tujuan pelajaran bahasa Inggris di PMG meliputi pengembangan kemampuan agarsiswa mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris secara baik dan benar; membacanaskah-naskah yang berbahasa Inggris; mengembangkan wawasan; memiliki bekal yangcukup untuk terjun ke dalam masyarakat; dan melanjutkan studi pada jenjang yang lebihtinggi. Di antara tujuan-tujuan tersebut, agar mampu berkomunikasi dengan bahasaInggris secara baik dan benar dapat dianggap sebagai tujuan utama dari pengajaran bahasaInggris terpadu di PMG. Tujuan itu sejalan dengan tujuan pengajaran bahasa Inggriskomunikatif, yakni pengembangan kemampuan komunikatif. Mengenai hal ini, Huda(1999: 93) mengatakan “Proponents of CLT claim that the teaching objective is thedevelopment of communicative competence, that is the ability to use English forcommunication in real life situations as opposed to classroom situations . Siswa, dalamhal ini, tidak hanya dituntut untuk menghasilkan bentuk-bentuk bahasa yang benar secaragramatikal saja; tetapi justru diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menggunakanbentuk-bentuk bahasa tersebut sesuai dengan tujuan komunikasi. Dengan kata lainkemampuan komunikatif ini merupakan kemampuan untuk menyelaraskan bentuk-bentukbahasa dengan berbagai masukan, baik yang bersifat linguistik maupun nonlinguistik(Hadley, 1993: 4). Untuk menguasai kemampuan tersebut, seorang siswa harus memilikiempat kemampuan. Pertama, kemampuan untuk menghasilkan dan membedakan bentuk-bentuk bahasa yang gramatikal, misalnya I teach English everyday dan *She is having abig car. Kedua, kemampuan untuk menghasilkan bentuk-bentuk bahasa yang layak. Suatukalimat yang terdiri dari beberapa kata dapat dianggap gramatikal, tetapi bila dikaji darisisi proses bagai-mana kalimat itu dibuat atau dihasilkan, kalimat tersebut dianggap tidaklayak, misalnya *The mouse the cat the dog the man the woman married beat chased atehad a white tail. Jadi, kelayakan berkaitan dengan proses bagaimana kalimat itu dihasilkanoleh akal pikiran seseorang. Ketiga, kemampuan untuk mengahasilkan bentuk-bentukbahasa yang tepat dan sesuai dengan konteksnya, misalnya *my baby is funny. Suatukalimat bisa saja dianggap layak dan gramatikal, tetapi kalimat tersebut kurang ataubahkan tidak tepat. Keempat, kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan apakahmakna yang terkandung dalam suatu kalimat itu benar-benar terjadi atau tidak. Suatukalimat dapat saja layak, tepat, dan gramatikal, tetapi tidak terjadi, misalnya *The king ofAmerica visited Indonesia last year (Hymes, 1979; 14).

Pencapain tujuan pengajaran bahasa Inggris tidak dapat dilakukan secara instan,tetapi melalui suatu proses yang melibatkan beberapa kegiatan, antara lain pemilihan danpengurutan bahan pelajaran yang biasanya dinamakan dengan silabus. Di PMG, silabusdipandang sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarselama periode tertentu. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa silabus merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum sebagai keseluruhan program sekolah,termasuk di dalamnya bahan pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa pada leveltertentu. Oleh karena itu, silabus harus berisikan penjelasan yang rinci dan operasionalmengenai berbagai unsur pengajaran sebagai pedoman bagi guru untuk untuk mewujudkan

8

apa yang terkandung dalam kurikulum ke dalam bentuk seperangkat langkah-langkahuntuk mencapai tujuan pengajaran khusus sesuai dengan tingkatan siswa. Pengertiansilabus seperti itu juga ditekankan oleh Dubin dan Olshtain (1985: 35) yang mengatakan“A syllabus is a more detailed and operational statement of teaching and learningelements which translates the philosophy of the curriculum into a series of planned stepsleading towards more narrowly defined objectives at each level. Penjelasan rinci danoperasional, menurut Rogers (1989: 26), dapat berbentuk materi pelajaran yang harusdiberikan kepada siswa pada suatu progam pengajaran. Apa isi materi pelajaran danbagaimana menyampaikannnya kepada siswa merupakan silabus.

Menyadari pentingnya silabus, PMG membentuk sebuah tim pengembangan silabusdi bawah pimpinan direktur KMI. Tim itu dibantu oleh beberapa guru senior dan junioryang berkompeten dalam pelajaran bahasa Inggris. Pembentukan tim pengembangansilabus tersebut sesuai dengan gagasan Nunan (1988: 6) yang mengatakan bahwapemilihan dan pengurutan materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa merupakantugas dari pengembang silabus. Tugas utama tim tersebut adalah menyiapkan materipelajaran dan peraqngkat pendukung lainnya agar dapat dijadikan sebagai pedoman bagiguru dalam menjalankan tugasnya di dalam kelas. Hasilnya, silabus bahasa Inggris di PMGmencakup mata pelajaran komponen kebahasaan, seperti gramatika dan kosakata; danketerampilan berbahasa yang meliputi membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicarayang disampaikan, baik secara terpadu maupun terpisah. Supaya tidak terjadipembahasaan yang tumpang tindih, PMG memilih dan mengurutkan bahan-bahanpelajaran yang berhubungan dengan komponen dan keterampilan berbahasa berdasarkanprinsip materi yang mudah dan dasar diberikan sebelum materi yang lebih sulit dankompleks. Selain itu, pengurutan bahan pelajaran juga didasarkan pada prinsippenyesuaian bahan pelajaran dengan kebutuhan siswa dalam komunikasi. Materi pelajaranyang berhubungan dengan kebutuhan dasar seseorang untuk berkomunikasi diberikanterlebih dahulu daripada materi yang kurang dibutuhkan. Keterangan tersebutmenunjukkan bahwa silabus bahasa Inggris yang dikembangkan di PMG merupakansilabus komunikatif yang berusaha agar apa yang siswa peroleh, baik di dalam kelasmaupun di luar kelas, dapat digunakan dalam interaksi komunikatif keseharian. Kenyataanitu sesuai dengan pandangan Yalden (1986:25) yang menekankan bahwa materi yangterdapat dalam silabus harus disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip bagaimana bahasaitu digunakan, bukan bagaimana bahasa itu diajarkan.

Melalui bentuk silabus tersebut, siswa-siswa PMG sejak dini sudah diajarkan dandidorong untuk menggunakan bahasa sasaran secara komunikatif. Penggunaan bahasaInggris sejak awal sebagai alat komunikasi di lingkungan kampus PMG merupakan halyang mungkin sekali terjadi karena seluruh siswa dan orang-orang yang terlibatpenyelenggaraan kegiatan belajar tinggal di dalam asrama yang memberikan peluang yangbesar bagi siswa untuk menggunakan bahasa Inggris sesuai dengan konteks yang dihadapi.Penggunaan bahasa Inggris sejak awal juga menunjukkan bahwa apa yang dipelajari siswamerupakan sesuatu yang berarti dan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung (Milne,1981: 20). Artinya, apa yang diperoleh siswa di dalam kelas dan luar kelas dapatdigunakan dan manfaatkan untuk kepentingan komunikasi harian.

Berdasarkan prinsip-prinsip pengurutan bahan pelajaran tersebut, model silabuskomunikatif yang dikembangkan di PMG merupakan silabus struktural-fungsional. SilabusSturktural-fungsional merupakan model silabus komunikatif yang berusaha untukmenjembatani antara pengajaran bahasa yang menekankan aspek gramatika bahasa denganpengajaran bahasa yang menitikberatkan pada aspek penggunaan bahasa sebagai alatkomunkasi. Model silabus itu tetap mempertahan pemisahan antara bahan pelajaran yang

9

berupa komponen kebahasaan, seperti gramatika dan kosakata dengan bahan pelajaranyang berbentuk fungsi-fungsi komunikatif bahasa (Yalden, 1983: 110). Model silabus itudianggap relatif lebih mudah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelaskarena penyampaian materi komponen kebahasaan dilakukan secara terpisah sebelumfungsi-fungsi komunikatif diberikan. secara terpisah sebelum fungsi-fungsi komunikatifdiberikan.

Model silabus komunikatif yang dikembangkan PMG dapat juga dikelompokkan kedalam model silabus penekanan beragam (variable-focus syllabus). Di PMG bahanpelajaran bahasa Inggris yang berkaitan dengan komponen kebahasaan lebih banyakdijumpai pada kelas-kelas awal, sedangkan materi pelajaran yang berhubungan denganpenggunaan bahasa lebih banyak ditemukan pada kelas-kelas akhir. Artinya, makin tinggikelas siswa makin banyak materi penggunaan bahasa yang diberikan; sebaliknya, makinrendah kelas siswa makin banyak materi komponen kebahasaaan yang diterimanya. Modelitu memandang pemilihan dan pentahapan bahan pelajaran harus disesuaikan dengankemampuan siswa atau tingkatan kelas siswa. Bagi siswa yang berada pada tingkat pemuladan belum memiliki latar belakang bahasa sasaran yang memadai, silabus yang lebih tepatadalah silabus yang mengandung muatan komponen kebahasaan yang lebih banyak. Bagisiswa yang termasuk dalam kelas menengah dan sudah memiliki pengetahuan yang cukupmengenai bahasa sasaran, silabus yang lebih tepat adalah silabus yang mengandungmuatan komponen kebahasaan dan penggunaan bahasa secara seimbang. Adapun bagisiswa yang termasuk ke dalam kelas yang lebih tinggi dan sudah memiliki latar belakangbahasa sasaran yang cukup baik, silabus yang lebih tepat adalah silabus yang lebih banyakmengandung muatan penggunaan bahasa daripada komponen bahasa. Untuk memenuhikebutuhan siswa dalam belajar, PMG banyak memanfaatkan bahan pelajaran yangbersumber dari buku teks; koran dan majalah berbahasa Inggris; artikel-artikel berbahasaInggris yang diambil dari internet; CD-Rom bahasa Inggris; kaset-kaset dan videoberbahasa Inggris. Keseluruhan bahan pelajaran tersebut merupakan bahan-bahan yangbersifat autentik, kecuali buku teks. Melalui bahan-bahan yang bersifat autentik itu, siswamemiliki kesempatan yang besar untuk memperoleh pengalaman menggunakan bahasasasaran sesuai dengan konteks penggunaan yang sebenarnya (Harmer, 1991: 187).

Sebagai upaya pembumian silabus di dalam kelas, guru-guru bahasa Inggris di PMGmengembangkan berbagai macam kegiatan belajar yang lebih banyak berorientasi padasiswa daripada guru. Siswa memiliki peran yang lebih dominan daripada guru. Kegiatanbelajar bahasa Inggris yang sering dikembangkan di dalam kelas adalah wawancara ataudialog antarsiswa; bertanya-jawab; mendengarkan keterangan guru; menerjemahkan daribahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia; membuat ringkasan dari majalah atau artikelbeerbahasa Inggris; memanggil orang asing; mengerjakan tugas/latihan; membuatkarangan atau tulisan dalam bahasa Inggris; bermain peran; dan kerja kelompok. Selain itu,untuk menunjang kegiatan belajar di dalam kelas, PMG memfasilitasi siswanya denganberbagai kegiatan belajar yang dapat dilakukan di luar kelas. Adapun kegiatan belajar yangsering dilakukan adalah mengikuti English club atau kursus; berdiskusi dengan temantentang materi pelajaran; membaca koran dan majalah berbahasa Inggris; melihat ataumembuka internet; mencatat dan mengkaji kosakata yang diberikan di asrama; mencatatdan mengkaji kosakata yang terdapat di zona-zona tertentu; mendengarkan beritaberbahasa Inggris di radio; mendengarkan dan memahami lagu-lagu berbahasa Inggris;membuat karangan untuk majalah dinding dalam lomba kebahasaan antarasrama; bermaindrama; mengikuti latihan pidato berbahasa Inggris; mengikuti diskusi bahasa Inggris;mengikuti latihan muhadatsah atau conversation; belajar bersama bahasa Inggris; danmasuk laboratorium bahasa.

10

Secara umum kegiatan belajar bahasa Inggris yang dikembangkan guru-guru PMGtelah memenuhi beberapa ciri belajar bahasa Inggris komunikatif (Richards dan Rogers,1986: 72) seperti berikut.

a. menekankan penggunaan bahasa dari pada bentuk bahasa atau mementingkankegiatan yang mengarah pada kelancaran berkomunikasi;

b. memperhatikan latihan berkomunikasi dengan bahasa sasaran;c. mementingkan belajar yang terpusat pada siswa;d. memperhatikan perbedaan antarsiswa; dane. mementingkan variasi dalam penggunaan bahasa.Keragaman aktivitas belajar komunikatif yang dikembangkan oleh guru-guru bahasa

Inggris PMG dapat juga dibedakan menjadi dua kelompok besar yang masing-masingterdiri dari dua bagian, yaitu aktivitas prakomunikatif yang mencakup aktivitas strukturaldan aktivitas komunikatif tersamar; dan aktivitas komunikatif yang meliputi aktivitaskomunikasi fungsional dan aktivitas interaksi sosial (Littlewood, 1981: 85-86). Aktivitasprakomunikatif merupakan aktivitas belajar bahasa yang memisahkan antara aspekstruktural bahasa dari aspek fungsional bahasa, tetapi masih tetap dalam koredor belajarbahasa komunikatif. Adapun kegiatan belajar bahasa Inggris di PMG yang termasuk padakelompok itu adalah mendengarkan keterangan guru, bertanya-jawab, membuat ringkasan,mengkaji kosakata yang diberikan di asrama dan tempat-tempat strategis; dan masuklaboratorium bahasa. Aktivitas komunikatif merupakan aktivitas belajar bahasa yangmenempatkan kemampuan komunikatif sebagai perhatian utamannya dengan memberikanberbagai latihan dan kegiatan yang memungkinkan siswa untuk memadukan kemampuanprakomunikatif dengan kemampuan struktural yang telah dikuasainya. Adapun kegiatanbelajar bahasa Inggris di PMG yang termasuk dalam kelompok itu adalah melakukanwawancara, bertanya-jawab, latihan percakapan, latihan berpidato, bermain peran, diskusikelompok, dan diskusi berbahasa Inggris.

Kegiatan belajar bahasa Inggris, sebagaimana yang telah dikembangkan PMG, lebihmangarah pada upaya pengembangan kemampuan komunikatif daripada hanya sekedarmenguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi sekaligus menguasai bentuk, makna, sertakaitannya dengan konteks tempat bentuk dan makna itu dipakai. Tentu saja, orientasi ituberdampak pada keragaman peran siswa, guru, dan bahan pelajaran. Di PMG, siswamemiliki beberapa peran yang mempermudah kegiatan belajar yang dikembangkan guru,seperti sebagai motivator bagi siswa-siswa lain; sebagai partner bagi siswa-siswa lain;membantu siswa yang mendapatkan kesulitan dalam belajar (fasilitator); dan memonitorbahasa Inggris yang digunakan siswa-siswa lain (monitor). Peran-peran tersebut munculsebagai akibat dari kegiatan belajar yang dikembangkan PMG yang cenderung mengarahpada pengajaran yang terpusat pada siswa. Kegiatan belajar tersebut membuka peluangyang lebar bagi siswa untuk memainkan perannya secara lebih bebas guna memperolehpengalaman berbahasa Inggris sesuai dengan konteks yang sebenarnya. Tidak berbedadengan siswa, dalam kegiatan belajar guru juga memiliki peran tertentu yang tidak jauhberbeda dengan peran-peran yang dimainkan siswa. Di PMG, peran-peran yang dapatdimainkan guru dalam kegiatan belajar bahasa Inggris adalah memberikan contohbagaimana berbahasa Inggris yang baik (model); memberikan motivasi supaya siswasenang belajar bahasa Inggris (motivator); memfasilitasi siswa dalam belajar bahasaInggris (fasilitor); menjadi partner dalam kegiatan belajar; mengevaluasi bahasa Inggrissiswa (evaluator); dan memantau penggunaan bahasa Inggris siswa (monitor). Peran-perantersebut lahir sebagai akibat yang takterelakkan dari penyelenggaraan kelas bahasakomunikatif yang terpusat pada siswa (Bolithio, 1990: 27).

11

Bahan pelajaran merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam kegiatanpengajaran bahasa. Oleh karena itu, bahan pelajaran harus dipersiapkan sedemikian rupasehingga mampu dengan baik memainkan peran utamanya sebagai pemermudah kegiatanbelajar. Untuk memainkan peran tersebut, bahan pelajaran yang digunakan dalam kegiatanbelajar tidak hanya berbentuk buku pegangan atau buku teks, tetapi mencakup segalasesuatu yang dapat dimanfaatkan guru dan siswa untuk memfasilitasi kegiatan belajar, ataupaling tidak dapat dimanfaatkan guru untuk memberikan pengalaman kepada siswabagaimana menggunakan bahasa sasaran sebagaimana mestinya. Guru-guru bahasa Inggrisdi PMG biasanya menggunakan koran, majalah, video, dan bahkan mengahadirkan penuturasli di dalam kelas untuk menjadi mitra dalam diskusi kelompok atau kegiatan belajarlainnya. Mengenai hal ini, Tomlinson (1998: 2) mengatakan “Materials could obviously becassets, vidioes, CD-roms, dictionaries, grammar book, readers, work book, orphotocopied exercises. They could also be newspapers, food packages, photographs, livetalks by invited native speakers, instruction given by a teacher, tasks written on cards ordiscussion between leaners.

ProsedurProsedur sebagai tahapan implementatif di dalam kelas mencakup beberapa kegiatan

sesuai dengan materi pelajaran dan cara bagaimana materi tersebut disampaikan kepadasiswa. Di PMG, secara umum prosedur pengajaran bahasa Inggris yang dikembangkanguru-guru kelas III cenderung memiliki tiga tahapan kegiatan, yakni kegiatan pendahuluan(pre-teaching), inti (while-teaching), dan akhir (post-teaching) yang masing-masingkegiatan memiliki tujuan dan aktivitas yang berbeda-beda. (Hadley, 1993: 374). Kegiatanpendahuluan merupakan kegiatan belajar yang dirancang untuk melihat kesiapan siswadalam menghadapi materi pelajaran baru. Di PMG, kegiatan pendahuluan biasanyamencakup beberapa kegiatan, seperti mereview kembali pelajaran yang telah diberikansebelumnya dengan menanyakan kembali pelajaran yang lalu; menjelaskan tema/topikyang akan dipelajari; dan melontarkan beberapa pertanyaan berkaitan dengan topik yangakan dibahas.

Kegiatan inti merupakan tahapan pengajaran bahasa yang memungkinkan terjadinyaproses pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang sedang dibahas di dalam kelas.Di PMG, kegiatan inti dikembangkan guru-guru bahasa Inggris adalah menerangkanpelajaran; memeriksa apa yang siswa sedangkan kerjakan; menyuruh siswa untukmengerjakan tugas-tugas; dan mengajak siswa untuk berdiskusi. Secara lebih spesifik,kegiatan belajar yang sering dikembangkan guru-guru bahasa Inggris adalah latihanpercakapan, menerjemahkan, membuat ringkasan, mendengarkan kaset berbahasa Inggris,bermain peran, dan diskusi kelompok. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, guru-guruberusaha membantu siswa untuk memahami pelajaran dan memperoleh pengalamanberbahasa yang baik sehingga siswa dapat menggunakannya dalam konteks komunikasiyang sebenarnya.

Kegiatan akhir merupakan seluruh kegiatan yang dikembangkan guru untukmengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan. Di PMG,kegiatan inti yang dikembangkan guru-guru bahasa Inggris adalah mengecek kembalipemahaman siswa mengenai pelajaran yang baru diberikan; memberikan tugas/PR untukdikerjakan di kamar; dan menjelaskan kembali pelajaran yang telah diberikan. Untukmengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap pelajaran yang telah dipelajari,guru-guru di PMG memberikan beberapa pertanyaan lisan. Bila mendapatkan kesulitanyang dihadapi siswa, guru menerangkan kembali secara ringkas sesuai dengan

12

permasalahan yang ada; dan untuk memantabkan pemahaman siswa, guru memberikanpekerjaan tambahan yang harus dikerjakan siswa di asrama masing-masing.

Lingkungan KebahasaanLingkungan kebahasaan (language environment) merupakan salah satu faktor yang

turut menentukan keberhasilan pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing.Lingkungan kebahasaan ini sangat terkait dengan kebijaksanaan suatu lembaga pendidikanatau bahkan pemerintah terhadap bahasa itu sendiri, apakah bahasa tersebut dinyatakansebagai bahasa pertama, bahasa kedua, atau bahasa asing. Kebijakan itu menjadi sesuatuyang sangat penting dan strategis yang dapat menentukan sejauhmana bahasa itudigunakan sebagai alat komunikasi, dan bagaimana bahasa itu dipelajari di sekolah-sekolah.

Di PMG, lingkungan kebahasaan diartikan sebagai lingkungan yang memungkinkansiswa memiliki kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi.Pandangan itu menunjukkan bahwa lingkungan kebahasaan bukan merupakan faktor faktorlinguistik, tetapi mengarah pada faktor faktor nonlinguistik yang banyak dipengaruhi olehaspek sosial, ekonomi dan politik. Pandangan tersebut juga bermakna bahwa lingkungankebahasaan berkaitan dengan peran bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam suatukelompok masyarakat apakah sebagai bahasa pertama, kedua, atau asing Dubin danOlhstain, 1986: 7-8). Di PMG, bahasa Inggris dapat dianggap sebagai bahasa kedua karenabahasa tersebut digunakan siswa dalam berbagai aktivitas komunikasi keseharian selamaberada di dalam lingkungan pondok, lingkungan yang secara sengaja diciptakansedemikian rupa sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk menggunakan bahasalain sebagai alat komunikasi. Seluruh kegiatan yang dialami oleh siswa, baik di dalammaupun di luar kelas, dilakukan dalam bahasa Inggris (dan bahasa Arab).

Di PMG, lingkungan kebahasaaan dibedakan menjadi dua, yakni lingkungankebahasaan formal dan lingkungan kebahasaan informal. Lingkungan kebahasaan formallebih dikenal sebagai pengajaran bahasa formal yang terjadi di kelas-kelas. Sebaliknya,lingkungan kebahasaan informal yang dapat terjadi, baik di dalam kelas maupun di luarkelas, lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi denganbahasa sasaran secara alamiah daripada memahami struktur bahasa (Huda, 1999: 18).Lingkungan kebahasaan formal di PMG meliputi beberapa lingkungan, seperti di dalamkelas pagi; di dalam kelas sore; di kursus atau klub-klub bahasa Inggris; dan di dalamkegiatan latihan pidato. Pada lingkungan itu terjadi kegiatan belajar bahasa Inggris formalyang terencana dan disengaja melalui penggunaan kurikulum dan penjadwalan. Prosesformal tersebut terjadi karena dilakukan melalui suatu perencanaan dan program yangmengede-pankan aspek formalitas bahasa atau struktur bahasa. Siswa hanya diberikesempatan yang sangat sedikit untuk menggunakan bahasa sasaran dalam interaksikomunikatif yang sesungguhnya, sehingga mereka cenderung kurang atau bahkan tidakmemiliki pengalaman yang berarti bagaimana menggunakan bahasa tersebut sesuai dengankonteks yang sesungguhnya.

Berbeda dengan lingkungan kebahasaan formal, di PMG lingkungan kebahasaaninformal meliputi berbagai situasi di luar kelas pagi dan sore, seperti situasi pada waktubelajar bersama di kamar; di koperasi pelajar, di kafetaria, di lapangan olah raga, didapur, dan lain-lain. Di dalam lingkungan kebahasaan tersebut terjadi proses belajarbahasa Inggris yang tidak terencana dan disengaja. Proses itu terjadi karena seluruhaktivitas kehidupan yang melibatkan interaksi komunikatif dilakukan denganmenggunakan bahasa Inggris sehingga siswa memiliki kesempatan yang luas sekali untukmenggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan kesehariannya. Ellis (1999: 214)

13

menamakan lingkungan kebahasaan informal yang ditandai dengan proses belajar bahasayang berlangsung secara tidak terencana atau melalui interaksi komunikatif yangsesungguhnya dengan istilah latar natural, sedangkan lingkungan kebahasaan formaldengan latar edukatif.

Menyadari betapa penting peran lingkungan kebahasaan di dalam pengajaran bahasaInggris yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan komunikatif siswa, PMGberusaha memadukan antara lingkungan formal dengan lingkungan informal sehinggatercipta suatu lingkungan yang sangat kondusif bagi siswa untuk menguasai bahasaInggris secara komunikatif. Perpaduan antara kedua lingkungan tersebut, tidak bertolakbelakang dengan pandangan Nunan (1991: 173) yang mengatakan bahwa agar para siswamemiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa Inggris secara komuni-katif, pengajaranbahasa Inggris yang dilakukan di dalam kelas atau pada lingkungan kebahasaan formalharus diiringi dan didukung oleh pelibatan seluruh siswa dalam konteks komunikasi yangsebenarnya atau lingkungan kebahasaan informal. Pandangan itu seirama denganpandangan Huda (1999: 22) yang menerangkan bahwa penggunaan dua lingkungankebahasaan formal dan informal merupakan tuntutan yang harus dipenuhi bila tujuanbelajar bahasa Inggris yang ingin dicapai adalah pengembangan kemampuan komunikatif;tetapi apabila tujuannya hanya untuk mengembangkan kemampuan reseptif saja,penggunaan lingkungan kebahasaan formal lebih diutamakan.

Karena PMG merupakan lingkungan yang sengaja diciptakan untuk kepentingankegiatan belajar, lingkungan tersebut diberdayakan sedemikian rupa sehingga siswamemiliki kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Salahsatu upaya yang dilakukan PMG dalam pemberdayaan lingkungan kebahasaan itu adalahpenegakan disiplin. Penegakan disiplin berbahasa bertujuan untuk pembiasaan diri siswauntuk menggunakan bahasa Inggris se-bagai media komunikasi dilakukan denganpenerapan disiplin berbahasa Inggris. Disiplin berarti penegakan aturan-aturan tertentudengan maksud untuk melahir-kan prilaku tertentu yang diinginkan bersama (Cotton dkk,2001: 2). Karena terdapat dua bahasa yang harus digunakan dibuatlah peraturan perdua-mingguan untuk memudahkan pemantauannya. Dua minggu pertama seluruh siswadiwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai aktivitas yang dilakukan,dan dua minggu berikutnya dalam bulan yang sama seluruh siswa diwajibkan untukmenggunakan bahasa Arab dalam berbagai aktivitas yang dilakukan. Peraturan tersebutmengikat seluruh siswa PMG tanpa terkecuali, baik pengurus organisasi siswa maupunbukan. Kapan pun dan di mana pun siswa berada di lingkungan kampus PMG, siswadituntut untuk menegakkan disiplin berbahasa sesuai dengan waktunya.

Agar penegakan disiplin berbahasa berjalan lancar, PMG membentuk lembagapenggerak bahasa yang berasal dari siswa, yaitu CLI (centre for language improvement);dan guru-guru, yaitu LAC (Language advisory council). Selain itu, kedua lembaga tersebutbertanggung terhadap perkembangan bahasa Inggris dan bahasa Arab di PMG. Dalampenegakan disiplin berbahasa Inggris, CLI dan LAC menyelenggarakan persidanganbahasa, pemberian hukuman dan sanksi yang mendidik yang dapat berupa pembuatankarangan dan lain-lain. Adapun berkaitan dengan pengembangan kemampuan berbahasasiswa, kedua lembaga tersebut menyelenggarakan berbagai macam kegiatan yang dapatdilakukan siswa, baik secara individual maupun berkelompok, seperti pengenalankosakata dan ujaran bahasa Inggris di asrama setelah sholat shubuh; penyelenggaraanlomba kebahasaan antar asrama; penyelenggaraan latihan percakapan; penerbitan buletinberbahasa Inggris; dan penyelenggaraan diskusi berbahasa Inggris.

Kesimpulan

14

Pondok Modern Gontor merupakan lembaga pendidikan berasrama yangmengembangkan pengajaran bahasa Inggris terpadu. Selain menyelenggarakan kegiatanbelajar secara formal di kelas-kelas, lembaga tersebut juga menyediakan lingkungankebahasaan informal yang memungkinkan siswa memperoleh pngalaman menggunakanbahasa Ingris secara alami. Secara spesifik, beberapa hal penting yang membedakan ModelGotor dengan model lain dalam pengajaran bahasa Inggris terpadu, dapat disimpulkansebagai berikut.

1. Pengajaran bahasa Inggris terpadu di PMG dilandasi oleh teori bahasafungsional dan interaksional yang dipadukan dengan teori belajar bahasakognitivisme, behaviorisme, dan humanisme.

2. Tujuan utama pengajaran bahasa Inggris terpadu di PMG adalah pengembangankemampuan komunikatif bahasa Inggris yang dicapai melalui pengembangansilabus penekanan beragam Untuk merealisasikan hal tersebut, dikembangkanberbagai macam kegiatan belajar dengan bahan pelajaran autentik dannonautentik, sehingga siswa yang memiliki peran yang lebih dominan daripadaguru dapat memperoleh pengalaman berbahasa Inggris yang sebenarnya.

3. Secara umum proses pengajaran bahasa Inggris di dalam kelas dapat dibedakanmenjadi tiga tahap. Kegitan pendahuluan dimaksudkan untuk melihat kesiapansiswa dalam belajar; kegiatan inti digunakan untuk menyampaikan materipelajaran; dan kegiatan akhir digunakan untuk melihat sejauhmana siswamenguasai materi yang telah dipelajari.

4. Lingkungan kebahasaan di PMG merupakan kunci keberhasilan lembagatersebut dalam mengembangkan pengajaran bahasa Inggris terpadu. PMGmenciptakan lingkungan kebahasaan sedemikian rupa, sehingga siswa tidakmemilliki kesempatan sedikitpun untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagaialat komunikasi, tetapi bahasa Inggrislah satu-satunya alat komunikasi yangdigunakan.

Daftar RujukanBolitho, Rod. “An Eternal Triangle? Roles for teachers, Learners, and Teaching Materials

in a Communicative Approach.” Language Teaching Methodology for Nineties,ed. Sarinee Anivan. Singapore: Seamo Regional Language Centre, 1990.

Brumfit, Christopher. Language and Literature Teaching: From Practice to Principle.Oxford: Pergamon Press Ltd., 1985.

Cotton, Kethleen, Schoolwide and Classroom Discipline, http:/www.nwrelorg/scpd/sirs/5/cu9.html, Tanggal 1 Maret 2001.

Dubin, Fraida dan Olshtain Elite. Course Design. Cambridge: CUP, 1986.

Ellis, Rod. The Study of Second Language Acquisition. Oxford: OUP, 1994.

Finocchiaro, Marry. “The Functional-Notional Syllabus: Promise, Problems, Practices”, AForum Anthology, ed. Anne Covell Newton. Washington D.C: English LanguagePrograms Division Bureau of Educational and Cultural Affairs United StatesInformation Agency, 1988.

15

Hadley, Alice Omaggio, Teaching Language in Context. Boston: Heilnle & HeinlePublisher, 1993.

Halliday, M. A. K. Language as a Social Semiotic. London: Edward Arnold, 1978.

Harmer, Jeremy. The Practice of English Language Teaching. London: Longman GroupUK Limited, 1991.

Huda, Nuril. Language learning and Teaching: Issues and Trends. Malang: IKIP MalangPublisher, 1999.

______. “Metode AudioLingual VS. Metode Komunikatif: Suatu Perbandingan.” Pelba I,ed. Soejono Dardjowidjojo. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, 1989.

Hymes, D. H. “On Communicative Competence,” The Communicative Approach toLanguage Teaching, eds. C. J. Brumfit dan K. Johnson. Oxford: OUP, 1979.

Larsen-Freeman, Diane. Techniques and Principles in Language Teaching. Oxford:Oxford University Press, 1986.

Lightbown, Patsy M. dan Spada, Nina. How Languages are learned. Oxford: OUP, 1993.

Littlewood, William. Communicative Language Teaching. Cambridge: CUP, 1981.

Marshal, Catherine and Gretghen B. Rossman. Designing Qualitative Research. NewburyPark: Sage Publication, inc., 1989.

Milne, John. “Teaching Adult Beginner.” Communication in the Classroom, eds. KeithJohnson dan Keith Morrow. Essex: Longman Group Limited, 1981.

Nunan, David. Language Teaching Methodology. London: Prentice Hall International Ltd.,1991

______. Syllabus Design. Oxford: Oxford University Press, 1988.

Purwo, Bambang Kaswanti. “Pragmatik dan Pengajaran Bahasa”, PELBA I, ed. SoejonoDardjowidjojo. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, 1988

Richards, Jack C. dan Rodgers, Theodore S. Approaches and Methods in LanguageTeaching. Cambridge: Cambridge University Press, 1986.

Rodgers, Theodore S. “Syllabus Design, Curriculum Development, and PolityDetermination.” The Second Language Curriculum. Ed. Robert Keith JohnsonCambridge: Cambridge University Press, 1989.

Spradley, James P. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart & Winston, 1980.

_______. The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.

16

Stern, H. H. Issues and Opinions in Language Teaching. Oxford: OUP, 1992.

Tomlinson, Brian. “Introduction.” Material Development in Language Teaching, ed. BrianTomlinson. Cambridge: CUP, 1998.

Yalden, Janice. “An Interactive Approach to Syllabus Design: The framework project.”The Practice of Communicative Teaching, ed. Christopher Brumfit. Oxford:Pergamon Press Ltd., 1986.

______ . Communicative Syllabus: Evolution, design, & implementation. Oxford:Pergamon Press Ltd., 1983.

17