pengadilan pajak

20
TRANSPARANSI PENGADILAN PAJAK DISUSUN OLEH - KELOMPOK 5 Aryanto Eka Wirasta ( 5 ) Fitria Chandra Purwati (10) Sofi Khusniaty Safarina (23) Teguh Kurniawan (25) Wahyu Andriyadi (29) KELAS 8B Reguler - DIV AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA - 2015

Upload: andreadante

Post on 23-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Seminar Pajak

TRANSCRIPT

Page 1: Pengadilan Pajak

TRANSPARANSI PENGADILAN PAJAK

DISUSUN OLEH - KELOMPOK 5

Aryanto Eka Wirasta ( 5 )Fitria Chandra Purwati (10)Sofi Khusniaty Safarina (23)Teguh Kurniawan (25)Wahyu Andriyadi (29)

KELAS 8B Reguler - DIV AKUNTANSISEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA - 2015

Page 2: Pengadilan Pajak

1

TRANSPARANSI PENGADILAN PAJAK

A. SENGKETA PAJAK

Dalam menjalankan kegiatan usaha (bisnis) sehari-hari, para pengusaha tentu tidak

terlepas dan pengawasan aparatur pemerintah sesuai bidang usaha atau pekerjaannya masing-

masing. Demikian juga aparatur pajak (fiskus) tentu akan mengawasi semua pengusaha

(termasuk orang pribadi) khususnya pengawasan dalam rangka pemeriksaan pajak guna

menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya atau untuk tujuan

lain sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Sebagai produk akhir dan pemeriksaan tersebut, tentu akan diterbitkan surat ketetapan

pajak yang bisa berupa kondisi kurang bayar (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/SKPKB) atau

kurang bayar tambahan (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan/SKPKBT), lebih bayar

(Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/SKPLB) ataupun nihil (Surat Ketetapan Pajak Nihil-SKPN).

Dari ketiga kondisi ketetapan pajak tersebut yang paling tidak disukai oleh wajib Pajak adalah

kondisi kurang bayar, karena apa? Karena Wajib Pajak harus membayar kekurangan

pembayaran pajak yang seharusnya terutang berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan,

padahal Wajib Pajak sudah merasa benar ketika menyampaikan laporan perpajakannya setiap

bulan atau setiap tahun ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Surat ketetapan pajak yang kurang

bayar inilah yang sering kali menimbulkan sengketa atau perselisihan antara Wajib Pajak

dengan fiskus (aparat pemeriksa pajak).

Namun, tidak tertutup kemungkinan terbitnya SKPLB atau SKPN juga bisa menimbulkan

sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus. Hal ini bisa terjadi apabila fiskus menertibkan SKPLB

dengan nilai lebih kecil dan nilai SKPLB yang diharapkan Wajib Pajak.

Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan sengketa pajak? Menurut ketentuan Pasal I

angka 5 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan

Pajak), yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang

perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai

akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan

Pajak berdasarkan peraturan Perundangan-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas

pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Mengacu pada penelitian diatas, maka upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa yang

dapat dilakukan oleh wajib Pajak adalah keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali.

Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal pajak. Sedangkan

Page 3: Pengadilan Pajak

1

upaya hukum banding dan gugatan diajukan ke Pengadialan Pajak. Khusus untuk upaya hukum

Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung. Namun demikian, ada upaya hukum

dengan nama peninjauan kembali yang juga diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana

diatur dalam Pasal 16 UU KUP. Uraian selengkapnya masing-masing upaya hukum tersebut

adalah seperti dibawah ini.

Hal-hal yang Terkait dengan Sengketa Pajak

1) Interaksi Wajib Pajak dan Fiskus

Hal ini terjadi karena hak-hak dan kewajiban dan wajib pajak berhubungan dengan tugas,

fungsi dan kewenangan fiskus.

Pada praktek sehari-hari, implementasi dan aplikasi suatu perundang-undangan

dilaksanakan oleh para eksekutif yang diberikan wewenang untuk membuat suatu

keputusan atas temuan hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan perpajakan dan ketentuan

yang pengaturannya ditentukan oleh undang-undang. Di dalam perpajakan, dikenal:

a) Kewenangan Administratif

Undang-undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP dimulai

dan pasal 13, 14, 16, 17, 17A, 17B, 17C, 29, dan 36, memberikan wewenang kepada

Direktorat Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat

Tagihan Pajak karena jabatan membetulkan, mengurangkan, menghapuskan dan

membatalkan pajak, melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban

perpajakan.

b) Kewenangan Penyidikan

Seperti disebutkan dalam pasal 38 dan 39 Undang-undang KUP, bahkan menerapkan

ketentuan pidana atas tidak disampaikannya surat pemberitahuan, isi surat

pemberitahuan tidak benar, tidak mendaftarkan diri. Hal itu dilakukan baik kalau

disengaja maupun karena kealpaannya.

2) Awal dan Sengketa

Terjadinya Sengketa Pajak atau Bea dan Cukai diawali dengan adanya ketidaksamaan

presepsi atau perbedaan pendapat :

a) Antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak (aparat Direktorat Jenderal Pajak) atas

penetapan Pajak terutang untuk Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal

Pajak, atau

Page 4: Pengadilan Pajak

1

b) Antara Wajib Pajak dengan Kepala Daerah Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Aparat

Dinas Pendapatan Daerah) setempat (Propinsi Kabupaten Kota) atas penetapan Pajak

terutang untuk pajak-pajak daerah, atau

c) Antara Orang (perseorangan atau badan hukum) / Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal

Bea dan Cukai (aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) atas penetapan bea masuk,

cukai, dan sanksi administrasinya, serta Pajak Penghasilan Pasal 22-Impor, Pajak

Pertambahan Nilai - Impor, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Impor.

Sengketa Pajak, Kepabeanan dan Cukai

Di bidang pajak, kepabean dan cukai sengketa terjadi dan dapat ditimbulkan oleh

bebagai hal, tergantung dari isi peraturan perundang-undangan yang dilanggar atau tingkat

perbedaan perhitungan mengenai pajak, bea masuk, cukai, atas penerapan klasifikasi

barang antara Wajib Pajak dan Fiskus dalam penetapannya. Perbedaan ini adalah sebagai

hasil dan pemeriksaan yang dilakukan. Sengketa pajak mengenal adanya sengketa yang

terjadi karena menurut fiskus apa yang diberitahukan tidak sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan atau perhitungannya berseberangan dengan ketentuan seperti yang

telah diatur dalam akuntansi perpajakan. Sedangkan di bidang kepabeanan, sementara ini

masih terdapat dua hal yang dapat dijadikan pokok sengketa, yaitu nilai pabean dan

klasifikasi barang/tarif. Rancangan amandemen undang-undang Kepabeanan merumuskan

yang dapat dijadikan sengketa kepabeanan atau cukai termasuk hal-hal yang berkaitan

dengan fasilitas, seperti penundaan, penangguhan atau pembebasan atau keringanan bea

masuk, pencabutan ijin pabrik.

Pelanggaran atau kesalahan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori:

1) Sengketa yang terjadi karena pelanggaran atau kesalahan formal, yaitu sengketa yang

bersifat formal dan berkisar kepada tidak dipatuhinya (sifat complience) tata laksana dan

atau adanya perbedaan penafsiran atas penerapan ketentuan-ketentuan perundang-

undangan perpajakan/kepabean atau cukai misalnya kesalahan dasar hukum yang

ditetapkan oleh Wajib Pajak atau pejabat perpajakan, jangka waktu, belum dipenuhinya

jumlah pembayaran yang telah ditentukan atau wajib dibayar, hal ini sepanjang tidak

ada kerugian yang diderita negara.

2) Sengketa karena kesalahan atau pelanggaran material, berkisar kepada materi yang

disengketakan dan atas pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa

denda dan kemungkinan atas pelanggaran yang dilakukan terjadi kerugian negara.

Page 5: Pengadilan Pajak

1

Misalnya perbedaan antara jumlah yang diberitahukan dan koreksi pajak atas dasar

perhitungan fiskus atau terbit nota pembetulan atas Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka

Impor yang harus dibayar, pengenaan nilai pabean yang terlalu tinggi/rendah, dan

kesalahan penerapan klasifikasi barang yang menyebabkan bea masuk yang harus

dibayar masih kurang.

Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa perpajakan adalah melalui upaya hukum, yaitu:

1) Upaya hukum biasa

a) Upaya Hukum Keberatan, disampaikan oleh Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak

b) Upaya Hukum Banding dan upaya hukum gugatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke

pengadilan pajak.

2) Upaya hukum luar biasa berupa:

Permohonan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Upaya Hukum

keberatan meliputi masing- masing dari pada:

a) Keberatan atas pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai

b) Keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan

c) Keberatan atas bea perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan

d) Keberatan atas pajak tanah

e) Keberatan atas Nilai

Upaya Hukum Keberatan dapat dimohonkan Ketika Wajib Pajak memperoleh suatu surat

ketetapan pajak dan merasa tidak puas atas ketetapan pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat

mengajukan upaya hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya

hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak, yaitu ke Kantor Pelayanan Pajak

tempat di mana Wajib Pajak terdaftar. Selengkapnya ketentuan Pasal 25 UU KUP menyatakan

sebagai berikut:

Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas

suatu:

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Page 6: Pengadilan Pajak

1

B. KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002

Menurut pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib

pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.

Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang

perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya

keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk

gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat

paksa.

Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan

Pajak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan

ketetapan Ketua Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim

Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua

dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002, pembinaan serta pengawasan umum terhadap

hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi,

administrasi, dan keuangan ditanggulangi oleh Kementrian Keuangan.

Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 2004 s.t.d.t.d

UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ditambah dengan pasal 27 ayat

(2) UU Nomor 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan

putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan

yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa dapat

mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.

C. TRANSPARANSI PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA

Transparansi Pengadilan Pajak dapat dilihat melalui beberapa aspek:

1) Ketersediaan akses informasi

Hak publik untuk mengakses informasi sudah banyak diatur oleh undang-

undang.Dasar umum yang banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi

publik adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

atau biasa dikenal dengan UU KIP, yang dalam Pasal 7 undang-undang tersebut menyatakan:

Page 7: Pengadilan Pajak

1

Pasal 7

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik

yang berada dibawahkewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik,

selaininformasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak

menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksudpada ayat (2), Badan Publik

harus membangun danmengembangkan sistem informasi dan dokumentasi

untukmengelola Informasi Publik secara baik dan efisiensehingga dapat diakses dengan

mudah.

….

(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban ayat (1) sampaidengan ayat (4) Badan Publik dapat

memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik

Pengertian badan publik dalam UU KIP adalah “…lembaga eksekut if, legislat if,

yudikat if, danbadan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan

penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananyabersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negaradan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah,

atauorganisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruhdananya bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanjanegara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja

daerah,sumbangan masyarakat , dan/ atau luar negeri.” Definisi ini tentunya mencakup

Pengadilan Pajak.

Meski banyak undang-undang yang telah mencantumkan pentingnya keterbukaan

informasi publik ini, namun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan

Pajak (UU PP) belum mengatur tentang hal ini.

Saat ini, Pengadilan Pajak menggunakan situs Sekretariat Pengadilan Pajak

(http://www.setpp.depkeu.go.id/) sebagai media informasi. Disana dapat diakses

pengumuman, peraturan, statistik, dan jadwal sidang di Pengadilan Pajak, selain itu

pengunjung juga dapat mengunduh hasil Risalah Putusan Pengadilan Pajak. Di samping situs

Sekretariat Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak juga menyediakan SMS center

(081310333333) untuk mengakses informasi progres sengketa yang sedang dipersidangkan

denganmengirimkan Nomor Sengketa yang dapat diakses melalui menu “Berkas” di situs

Sekretariat Pengadilan Pajak.

Page 8: Pengadilan Pajak

1

Sayangnya, peraturan yang tersedia di situs tersebut masih kurang lengkap. Saat ini

hanya tersedia 6 peraturan dan 5 formulir pada menu “Peraturan” di

www.setpp.depkeu.go.id, hal ini tentunya kurang memadai untuk sumber referensi.

Peraturan tersebut antara lain: UU PP, Tata Tertib Persidangan (Per-001/PP/2010) beserta

perubahannya (Per-001/PP/2012), PMK Nomor 61/PMK.01/2012 tentang Persyaratan

Menjadi Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, UU KIP, dan PMK Nomor 6/PMK.01/2007 tentang

Ijin Kuasa Hukum. Meski demikian situs tersebut memberikan gambaran alur prosedur

sengketa pajak dengan bentuk yang cukup menarik dan mudah dipahami oleh pengunjung.

Dari gambaran di atas, dapat dilihat bahwa hanya awal dan akhir proses yang

disediakan informasinya di situs, hal ini memicu anggapan proses sengketa di Pengadilan

Pajak itu lama dan tidak jelas. Untuk mengatasi hal ini Pengadilan Pajak telah menerbitkan

Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Kep-007/PP/2011 tentang Pengawasan Waktu

Penyelesaian Sengketa Pajak yang sayangnya tidak tersedia di situs tersebut.

2) Publikasi yang akurat dan tidak menyesatkan

Pengadilan Pajak telah menampilkan secara rutin di situs Sekretariat Pengadilan Pajak

terkait Risalah Putusan, namun dengan alasan untuk menjaga nama baik pihak bersengketa

maka putusannya dipublikasi dalam bentuk risalah dengan menyamarkan nama Wajib Pajak.

Hal ini bertentangan dengan Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan (KMA No. 1-

144/2011 mengenai Informasi tentang Perkara dan Persidangan) yang mengatur bahwa

seluruh putusan dan penetapan pengadilan baik yang berkekuatan hukum tetap maupun

tidak tetap merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh

publik (dalam bentuk fotokopi atau naskah elektronik). Hal ini terkait dengan dualisme

pembinaan Pengadilan Pajak yang terikat oleh peraturan peradilan di bawah Mahkamah

Agung dan peraturan perpajakan yang secara teknis berada di bawah Kementerian

Keuangan. Karena hanya dipublikasikan dalam bentuk risalah, putusan Pengadilan Pajak

seringkali diragukan akurasi dan kelengkapannya serta tak jarang memicu perdebatan.

Padahal jelas diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UU KIP bahwa putusan badan peradilan

tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan.

Page 9: Pengadilan Pajak

1

Jika ditinjau lebih jauh, ternyata publikasi risalah pun masih belum bisa dianggap memadai

karena ternyata masih banyak hasil putusan yang belum dipublikasikan dalam bentuk risalah

dan masih berupa detil berkas di menu “Berkas”.

3) Keterbukaan atas informasi yang wajib dipublikasikan

Mengacu pada UU KIP dan Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, Pengadilan

Pajak wajib mengumumkan informasi yang berhubungan dengan:

(a) Informasi profil dan pelayanan dasar pengadilan

(b) Informasi yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat, termasuk tata cara pengaduan

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim maupun pegawai

(c) Informasi program kerja, kegiatan, keuangan dan kinerja pengadilan

(d) Informasi laporan akses informasi

(e) Informasi peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di pengadilan

Informasi tersebut beberapa memang telah tersedia namun masih kurang lengkap.

Profil pejabat Pengadilan Pajak telah dicantumkan, namun tidak ada profil hakim Pengadilan

Pajak dan struktural yang ada di dalam Pengadilan Pajak. Informasi pelanggaran yang terjadi

oleh hakim maupun pegawai Pengadilan Pajak serta bentuk penanggulangannya juga tidak

tersedia. Laporan akses informasi sebatas visitor count yang tentunya tidak menggambarkan

permohonan informasi lisan dan tertulis yang ada di Pengadilan Pajak. Tidak ditemukan

pencantuman peringatan dan prosedur evakuasi di Pengadilan Pajak.

Page 10: Pengadilan Pajak

1

D. TRANSPARANSI PENGADILAN PAJAK DI NEGARA LAIN

Dalam praktik di Pengadilan Pajak di berbagai negara, banyak di antaranya yang memiliki

titik fokus yang berbeda-beda dalam menyoroti transparansi terkait dengan keterbukaan

informasi mengenai putusandan hal lain yangberhubungan dengan Pengadilan Pajak.

Berikut ini informasi terkait keterbukaan Pengadilan Pajak dan keterbukaan atas akses

informasi keputusan Pengadilan Pajak di beberapa negara.

1) Afrika Selatan

Dalam hal akses ke putusanPengadilan Pajak, Afrika Selatanmempublikasikan seluruh

hasilputusannya secara alfabetis pada situsresmi Pengadilan Pajak, yang dapatdiakses oleh

siapapun dan kapanpun. Selain itu, situs ini juga memberikankebebasan untuk publik

mengunduhhasil putusan. Namun, sampai dengansaat ini putusan yang tersedia barusampai

tahun 2012 saja.

2) Singapura

Singapura telah melakukan publikasi putusan Pengadilan Pajak sebagai bentuk transparansi

kepada publik. Namun, Pengadilan Pajak Singapura tetap mengakomodasi permintaan untuk

merahasiakan identitas pihak yang bersengketa terkait kasus yang bersifat sensitif seperti

sengketa atas hak cipta. Dengan demikian, pihak pengadilan tetap menerbitkan fakta kasus,

argumentasi atau pertimbangan hakim, serta putusan yang lengkap, namun dengan

merahasiakan data identitas pihak yang bersengketa.

3) Michigan (Amerika Serikat)

Michigan yang merupakan salah satu negara bagian di Amerika Serikat memiliki tiga cara

untuk membuat proses sengketa pajak lebih transparan. Cara-cara tersebut antara lain:

a) E-filing System, suatu sistem elektronik yang memudahkan Wajib Pajak untuk

menanggapipengajuan banding serta mengurus segala keperluan administrasi yang

berkaitan dengan biaya pengajuan secara online. Selain itu, sistem ini juga dapat

digunakan oleh otoritas pajak untuk melakukan penetapan putusan, dan

memberitahukan jika ada dokumen tambahan yang harus dilengkapi Wajib Pajak;

b) Peningkatan fitur “search”atau pencarian pada situsresmi Pengadilan Pajak. Sistemini

dirancang untuk dapatmemudahkan publik dalam mencaridan menemukan berbagai

jenissalinan secara rinci terkait dengankasus sengketa pajak; dan

c) Sistem manajemen kasusterbaru. Sistem ini diarahkankepada Wajib Pajak untuk

dapatberacara secara elektronik, apakahpada saat banding, pembelaan,pengajuan bukti

ataupun dokumendokumenterkait.

Page 11: Pengadilan Pajak

1

4) Kanada

Kanada menerapkan transparansi Pengadilan Pajak kepada publik yang meliputi putusan,

aturan baru, dan modifikasi dari prosedur dalam bersengketa di Pengadilan Pajak melalui

situs resmi Pengadilan Pajak. Hal ini dirancang agar Pengadilan Pajak dan seluruh masyarakat

pada umumnya dapat lebih memahami peran dan kewenangan Pengadilan Pajak, serta

prosedur di Pengadilan Pajak. Harapannya agar Wajib Pajak dapatlebih mempersiapkan diri

ketika inginmengajukan banding di pengadilan.

E. KETERBATASAN PUBLIKASI DI PENGADILAN PAJAK

Melihat fakta-fakta yang ada dalam situs pengadilan pajak, kemudian timbul pertanyaan

mengapa hal demikian dapat terjadi? Apakah Pengadilan Pajak terikat dengan kewajiban

merahasiakan?

1) Kode Etik

Dalam penerapannya, keterbatasan publikasi pengadilan pajak kepada publik

terbentur oleh kode etik pemegang data ataupun pemegang berkas sidang yang harus

dipatuhi oleh masing-masing pihak, dan karena adanya keputusan ketua pengadilan pajak

yang berlaku mengikat secara internal.

Persoalan kode etik di lingkungan pengadilan pajak sendiri diatur dalam nota dinas

nomor: 0589/SP/2009 tanggal 24 November 2009 mengenai penegasan penerapan kode etik

PNS di Lingkungan Sekretariat Pengadilan Pajak. Namun, sangat sulit untuk publik

mendapatkan nota tersebut. Jika kita kaji berdasarkan peraturan pemerintah nomor 42

Tahun 2004 tentang Pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS, pasal 9 huruf b, dijelaskan

bahwa “etika PNS dalam berorganisasi harus dapat menjaga informasi yang bersifat rahasia”.

Namun, kembali ditekankan bahwa putusan pengadilan pajak bukan informasi yang bersifat

rahasia. Baik UU KIP ataupun keputusan MA, menyatakan secara tegas bahwa putusan

adalah informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik. Oleh karena

itu, keterbatasan publikasi karena adanya kode etik dapat dibantahkan secara tegas.

Lagipula , pengadilan pajakpun tidak memberikan keterangan terkait kode etik tersebut.

2) Kewajiban Merahasiakan

Selain terbentur oleh kode etik dan keputusan ketua yang mengikat secara internal ,

keterbatasan publikasi di pengadilan pajak tersebut disebabkan pula oleh adanya aturan

yang berhubungan dengan kerahasiaan jabatan. Dalam pasal 24 UU No. 14 Tahun 2002

tentang pengadilan pajak, kewajiban merahasiakan dimuat dalam sumpah pejabat

Page 12: Pengadilan Pajak

1

secretariat pengadilan pajak yang menyebutkan: “bahwa saya akan memegang rahasia

sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan”. Selain itu,

pasal 59 UU pengadilan pajak juga menyatakan bahwa setiap orang yang karena pekerjaan

atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan.

Namun sifat informasi yang rahasia maupun perintah untuk merahasiakan dalam

sumpah pejabat secretariat pengadilan pajak dalam pasal 24 UU pengadilan pajak di atas

semestinya mengacu pada peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang

batas-batas kerahasiaan dan aturan keterbukaan informasi yang telah diatur secara jelas

dalam UU KIP dan peraturan komisi informasi nomor 1 Tahun 2010, serta dalam KMA No.1-

144/2011 tentang pedoman pelayanan informasi pengadilan.

Di samping itu, aturan procedural dalam pasal 19 UU KIP dan peraturan komisi

informasi N0. 1 tahun 2010 mensyaratkan agar pejabat di badan publik yang bertanggung

jawab di bidang penyimpanan , pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan

informasi di badan publik berkewajiban untuk melakukan pengujian konsekuensi atas

informasi publik yang dikecualikan untuk diakses setiap orang . Walaupun begitu pengujian

konsekuensi seharusnya memperhatikan pasal lainnya yang menyatakan bahwa putusan

pengadilan sebagai informasi yang tidak termasuk sebagai informasi yang dikecualikan.

Sekalipun ada materi informasi yang dikecualikan dalam putusan pengadilan yang akan

diakses oleh publik, pengadilan pajak tidak dapat menjadikan pengecualian sebagian

informasi dalam suatu salinan putusan pengadilan sebagai alasan untuk mengecualikan

akses publik terhadap keseluruhan salinan putusan pengadilan. Dalam hal dilakukan

pengaburan informasi dalam putusan pengadilan, pejabat yang bertugas untuk mengelola

informasi dalam pengadilan pajak wajib memberikan alasan pada masing-masing materi

informasi yang dikaburkan.

3) Seleksi Putusan

Proses seleksi terhadap putusan yang dapat dipublikasikan merupakan salah satu

penyebab terbatasnya publikasi di pengadilan pajak. Pelaksanaan seleksi ini menurut

sekretaris pengadilan pajak dimaksudkan agar para pihak yang berpekara tidak merasa

dirugikan. Dalam pasal 17 UU KIP dan poin D angka 1 pada lampiran KMA No. 1-144/2011,

batasan terhadap informasi yang tidak dapat dipublikasikan (informasi yang dikecualikan)

adalah informasi informasi yang pada hakikatnya apabila dibuka dapat:

1. Menghambat proses penegakan hukum;

Page 13: Pengadilan Pajak

1

2. Mengganggun kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan

dari persaingan usaha tidak sehat;

3. Mengganggu pertahanan dan keamanan negara;

4. Mengungkap kekayaan alam Indonesia;

5. Merugikan ketahanan ekonomi nasional;

6. Merugikan kepentingan hubungan luar negeri;

7. Informasi-informasi yang pada hakikatnya dapat membuka informasi rahasia pribadi

seseorang.

Kemudian, poin D angka 2 KMA No. 1-144/2011, termasuk dalam informasi-informasi

yang dikecualikan adalah:

1. Informasi dalam proses musyawarah hakim, termasuk advisblaad;

2. Identitas lengkap hakim dan pegawai yang diberikan sanksi ;

3. DP3 atau evaluasi kinerja individu hakim atau pegawai;

4. Identitas pelapor yang melaporkan dugaan pelanggaran hakim dan pegawai;

5. Identitas hakim dan pegawai yang dilaporkan yang belum diketahui publik;

6. Catatan dan dokumen yang diperoleh dalam proses mediasi di pengadilan;dan

7. Informasi yang dapat mengungkap identitas pihak-pihak tertentu dalam putusan atau

penetapan hakim dalam perkara-perkara tertentu.

Namun demikian, informasi-informasi yang dikecualikan tersebut harus melalui proses

uji konsekuensi. Artinya tidak serta merta suatu badan publik memiliki aturan sendiri yang

mengatur informasi yang dikecualikan. Oleh karena itu, tidak tepat apabila pengadilan pajak

melakukan seleksi dalam publikasi putusan karena putusan pengadilan adalah informasi

yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik. Hal yang perlu menjadi

perhatian adalah pengecualian terhadap sebagian informasi dalam suatu salinan informasi

tidak dapat dijadikan alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan

informasi tersebut. Pengadilan pajak harus melakukan uji konsekuensi dan hasil uji tersebut

harus tetap dipublikasikan kepada publik.

Page 14: Pengadilan Pajak

1

DAFTAR REFERENSI

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Catur Rini Widosari. 2014. Transparansi Putusan Pengadilan Pajak Sebagai Pembelajaran Bagi Publik. Inside Tax edisi #22, Agustus 2014.

Ganda C. Tobing, Indah Kurnia, dan Cindy Miranti. 2014. Menilik Transparansi di Pengadilan Pajak. Inside Tax edisi #22, Agustus 2014.

KMS Herman. Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

http://nugraha-corporation.blogspot.com/2011/10/pengadilan-pajak.html diakses pada 11 Februari 2015.

http://www.setpp.depkeu.go.id/ diakses pada 11 Pebruari 2015.