penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank · program penyehatan 13/6/pbi/2011 tindak...
TRANSCRIPT
Pusat Riset dBank IndoneTelp: 021 38Fax.: 021 35email: PRES@Hak Cipta © 2013
dan Edukasi esia 817321 501912 @bi.go.id
© 2013, Bank
Kodi
KePenLan
Bank Sentra
Indonesia
ifikasi P
elemnetapnjut P
GaZu
Chiris
al
Peratu
mbapan Peng
Tim PenyRamlan GDudy Iskntiah Wulkarnain stin NataliRiska Ros
uran Ba
agaStat
gawa
yusun Ginting kandar uryandaniSitompulia Hutabasdiana
ank Ind
aan tus asan
i
arat
donesia
dan Bank
a
Tink
ndak
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
i
DAFTAR ISI
Paragraf Halaman
Daftar Isi Hal. i – iiRekam Jejak Regulasi Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Hal. iiiDasar Hukum Hal. ivRegulasi Terkait Hal. ivRegulasi Bank Indonesia Hal. iv
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Ketentuan Umum Pg. 1 – 3 Hal. 1 – 2 Bank dalam Pengawasan Intensif Pg.4 – 13 Hal. 2 – 7 Bank dalam Pengawasan Khusus Pg.14 – 27 Hal. 7 – 12 Bank Berdampak Sistemik Pg.28 – 30 Hal. 12 – 13 Bank Tidak Berdampak Sistemik Pg. 31 – 33 Hal. 13 Lain‐Lain Pg.34 Hal. 13 – 14 Sanksi Pg.35 Hal. 14 Ketentuan Peralihan Pg. 36 Hal. 14
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR dalam Status Pengawasan Khusus Ketentuan Umum Pg.37 Hal. 15BPR dalam Pengawasan Khusus Pg.38 – 41 Hal. 15 – 18Larangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana Pg.42 – 43 Hal. 18 – 20 Jangka Waktu Pg.44 Hal. 20Penambahan Modal dan Pencairan Setoran Modal pada Escrow Account Pg.45 Hal. 20 – 22Perpanjangan Jangka Waktu Pg.46 Hal. 20 – 25BPR Dikeluarkan dari Status Pengawasan Khusus Pg.47 Hal. 25 – 26Pemberitahuan Kepada LPS dan Pencabutan Izin Usaha Pg.48 – 50 Hal. 26 – 28Pengumuman Pg.51 Hal. 28 – 30Pelaporan Pg.52 Hal. 30 – 31 Sanksi Pg.53 Hal. 31
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPRS dalam Status Pengawasan Khusus Ketentuan Umum Pg.54 Hal. 31 – 32 BPRS dalam Pengawasan Khusus Pg.55 – 59 Hal. 32 – 34Larangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana Pg.60 Hal. 34 – 36Jangka Waktu Pg.61 Hal. 37Penambahan Modal dan Pencairan Setoran Modal pada Escrow Account Pg.62 Hal. 37 – 38Perpanjangan Jangka Waktu Pg.63 Hal. 39 – 42BPRS Dikeluarkan dari Status Pengawasan Khusus Pg.64 Hal. 42 – 43 Pemberitahuan Kepada LPS dan Pencabutan Izin Usaha Pg.65 – 67 Hal. 43 – 45Pengumuman Pg.68 Hal. 46 – 48
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
ii
Pelaporan Pg.69 Hal. 48 – 49Sanksi Pg.70 Hal. 49
Lampiran Hal. 50 – 61 Lampiran 1 Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus Hal. 50 – 51Lampiran 2 Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus Hal. 52 – 53Lampiran 3 Permohonan Pencairan Deposito Hal. 54 Lampiran 4 Pengumuman Hal. 55Lampiran 5 Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus
bagi BPRS Hal. 56 – 57Lampiran 6 Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus
bagi BPRS Hal. 58 – 59Lampiran 7 Permohonan Pencairan Deposito bagi BPRS Hal. 60Lampiran 8 Pengumuman bagi BPRS Hal. 61
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
iii
Rekam Jejak Regulasi Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
13/3/PBI/2011Penetapan Status & Tindak Lanjut
Pengawasan Bank
10/27/PBI/2008Perubahan ke‐2 6/9/PBI/2004
6/9/PBI/2004Tindak Lanjut Pengawasan dan
Penetapan Status Bank
7/38/PBI/2005Perubahan 6/9/PBI/2004
Pasal 9 (1‐4)
3/25/PBI/2001Penetapan Status Bank dan
Penyerahan Bank Kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional
2/11/PBI/2000Penetapan Status Bank dan
Penyerahan Bank Kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional
31/225/KEP/DIR 1999Penetapan Status Bank dan
Penyerahan Bank Kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional
dalam Rangka Penyehatan
30/199/KEP/DIR 1998Penempatan Bank Umum dalam
Program Penyehatan
13/6/PBI/2011Tindak Lanjut Penanganan Terhadap
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus
7/34/PBI/2005Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus
11/20/PBI/2009Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus
Tidak berlaku bagi BPR Konvensional
3/15/PBI/2001Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha
3/24/PBI/2001Perubahan 3/15/PBI/2001
SE 7/50/DPBPR 2005
SE 13/2/DPbS 2011
Pasal 9
Pasal 1 (2,+3), 7(4), 8A, 9, 10, 11,12, Judul Bab V, 13, 14
SE 11/19/DKBU/ 2009
SE 4/1/DPBPR 2002
‐ UU No. 7 Tahun 2009Tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang‐UndangNomor 3 Tahun 2008 Tentang PerubahanAtas Undang‐UndangNomor 24 Tahun 2004 Tentang LembagaPenjamin SImpanan Menjadi Undang‐Undang ‐Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
‐ 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
‐ 13/10/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
‐14/12/PBI/2009 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum‐ 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum‐13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum‐ 12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)‐ 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum‐14/9/PBI/2012 tentang Fit and proper test ‐ 14/6/PBI/2012 tentang Fit and Proper Test BUS dan UUS‐8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat‐11/23/PBI/2009 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Keterangan :
Diubah
Dicabut
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
Terkait
SE Masih Berlaku
SE Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
15/2/PBI/2013Penetapan Status dan Tindak Lanjut
Pengawasan Bank Umum Konvensional
Bagi Bank Umum Konvensional
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
iv
Dasar Hukum : ‐ Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐
Undang Nomor 10 Tahun 1998 ‐ Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 2009 ‐ Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ‐ Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 2009 Regulasi Terkait : ‐ Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ‐ Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah ‐ Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/10/PBI/2011 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 Perubahan Ketiga atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP 2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
5/21/DPNP/2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP 2011 perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) Regulasi Bank Indonesia : ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status & Tindak Lanjut Pengawasan
Bank Umum Konvensional ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status & Tindak Lanjut Pengawasan
Bank ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank
Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/2/DPbS 2011 perihal Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DKBU 2009 perihal Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BanK
Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus ‐ Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/54/KEP/DIR 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran, dan Likuidasi BPR
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
1
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Perbankan Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum BAB I Ketentuan Umum1 Pasal 1
15/2/PBI/2013
1. Bank adalah Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
2. Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disebut LPS, adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang‐Undang.
3. Direksi: a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;
c. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
d. bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah Pimpinan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yakni pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang.
4. Dewan Komisaris: a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris
sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;
c. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2 Pasal 2 15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia berwenang menetapkan status pengawasan Bank. (2) Status pengawasan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. pengawasan normal; Yang dimaksud dengan “pengawasan normal” adalah pengawasan terhadap Bank yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 5 dan Paragraf 14.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
2
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
b. pengawasan intensif; atau Yang dimaksud dengan “pengawasan intensif” adalah suatu peningkatan proses pengawasan terhadap Bank yang sebelumnya berada dalam pengawasan normal, dengan tujuan untuk memulihkan kondisi Bank. Pemulihan tersebut dilakukan dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory actions) yang sesuai dengan permasalahan Ban dengan tujuan untuk memulihkan kondisi Bank tersebut.
c. pengawasan khusus.
Yang dimaksud dengan “pengawasan khusus” adalah suatu peningkatan proses pengawasan terhadap Bank yang sebelumnya berada dalam pengawasan normal atau pengawasan intensif dengan tujuan untuk memulihkan kondisi Bank. Pemulihan tersebut dilakukan dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory actions) yang sesuai dengan permasalahan Bank termasuk penambahan modal Bank dengan tujuan untuk memulihkan kondisi Bank tersebut.
3 Pasal 3
15/2/PBI/2013
(1) Dalam hal Bank dalam pengawasan normal namun dinilai memiliki permasalahan yang signifikan maka Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan Bank dalam pengawasan normal namun memiliki permasalahan yang signifikan adalah Bank yang memperoleh penilaian tingkat kesehatan dengan peringkat komposit 3 (tiga) namun berpotensi ditetapkan dalam pengawasan intensif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum. Rencana tindak memuat langkah‐langkah perbaikan yang akan dilaksanakan oleh Bank dalam rangka mengatasi permasalahan signifikan yang dihadapi beserta target waktu penyelesaian permasalahan.
(2) Tata cara penyampaian rencana tindak dan langkah‐langkah perbaikan yang akan dilaksanakan oleh Bank yang termuat dalam rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
BAB II Bank dalam Pengawasan Intensif4 Pasal 4
15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan intensif jika dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
(2) Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
a. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sama dengan atau lebih besar dari 8% (delapan persen) namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko Bank yang wajib dipenuhi oleh Bank;
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
3
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Kewajiban Bank untuk memiliki rasio KPMM sesuai profil risiko Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
b. rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perhitungan rasio modal inti (tier 1) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. Modal inti (tier 1) bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah dana usaha yang telah dialokasikan menjadi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
c. rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari 5% (lima persen) namun kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM rupiah yang wajib dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Bank memiliki permasalahan likuiditas mendasar; Yang dimaksud dengan GWM dalam rupiah adalah GWM Primer bagi Bank Umum. Ketentuan mengenai GWM dalam rupiah adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum bank umum. Yang dimaksud dengan permasalahan likuiditas mendasar antara lain adalah: ‐ perubahan posisi Bank di pasar uang dari posisi pemberi
pinjaman (net lender) menjadi posisi penerima pinjaman (net borrower);
‐ posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat maturity mismatch yang besar, terutama pada skala jangka waktu yang pendek;
‐ upaya Bank untuk memperoleh dana di pasar uang dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga wajar (pasar);
‐ ketergantungan pada agunan untuk memperoleh dana; dan/atau
‐ peningkatan pencairan deposito sebelum jatuh tempo.
d. rasio kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit; Kredit bermasalah jika memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Perhitungan rasio kredit bermasalah secara neto mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
4
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Pasal 3 13/3/PBI/2011 ayat (3)
e. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 (empat) atau 5 (lima); Peringkat komposit tingkat kesehatan Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
f. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan Good Corporate Governance (GCG) dengan peringkat 4 (empat). Peringkat GCG adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, berlaku bagi Bank Umum Syariah sejak berlakunya ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum Bank Umum Syariah.
5 Pasal 5 15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan intensif sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 4 untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia. Perhitungan jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif paling lama 1 (satu) tahun termasuk jangka waktu Penyusunan dan revisi rencana tindak.
(2) Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu pengawasan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 1 (satu) kali dan paling lama 1 (satu) tahun hanya untuk Bank dalam pengawasan intensif yang memenuhi criteria : a. kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima
persen) dari total kredit dan penyelesaiannya bersifat kompleks; Yang dimaksud dengan “penyelesaian bersifat kompleks” antara lain penyelesaian kredit bermasalah (non performing loan) untuk kredit sindikasi dan/atau kredit yang di restrukturisasi secara menyeluruh yang mencakup kegiatan usaha dari hulu sampai dengan hilir.
b. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 (empat) atau 5 (lima); dan/atau Peringkat komposit tingkat kesehatan Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
c. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan Good Corporate Governance (GCG) dengan peringkat 4 (empat). Peringkat GCG adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
5
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (3) Perpanjangan jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif karena criteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c disertai peningkatan tindakan pengawasan. Yang dimaksud dengan peningkatan tindakan pengawasan adalah peningkatan jumlah tindakan pengawasan dan/atau penerapan tindakan pengawasan yang berdampak lebih berat bagi Bank dari tindakan pengawasan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
6 Pasal 6 15/2/PBI/2013
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank mengenai: a. penetapan Bank dalam pengawasan intensif sebagaimana dimaksud
dalam Paragraf 4, atau b. penetapan perpanjangan jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif
sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 5 ayat (2), disertai dengan alasan penetapan serta langkah‐langkah atau tindakan pengawasan yang wajib dilakukan Bank.
7 Pasal 7 15/2/PBI/2013
Bank dalam pengawasan intensif wajib melakukan tindakan pengawasan yang diperintahkan Bank Indonesia, antara lain : Tindakan pengawasan yang diperintahkan Bank Indonesia disesuaikan dengan permasalahan Bank.
a. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank;
b. membatasi pembayaran remunerasi atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu kepada anggota Dewan Komisaris dan/atau Direksi Bank, atau imbalan kepada pihak terkait; Yang dimaksud dengan ”remunerasi atau bentuk lain yang dipersamakan” antara lain berupa gaji, honorarium, insentif, tunjangan rutin, dan tantiem. Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit bagi bank umum.
c. tidak melakukan pembayaran pinjaman subordinasi; d. tidak melakukan atau menunda distribusi modal;
Termasuk “distribusi modal” antara lain pembayaran dividen, pembayaran bonus atau yang dipersamakan dengan bonus kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris Bank, dan/atau pembelian kembali saham Bank.
e. memperkuat modal Bank termasuk melalui setoran modal; f. tidak melakukan transaksi tertentu dengan pihak terkait dan/atau pihak
lain yang ditetapkan Bank Indonesia; Yang dimaksud dengan “transaksi tertentu” antara lain pencairan dana, pemberian fasilitas penyediaan dana seperti kredit, surat berharga, letter of credit, standby letter of credit, atau yang sejenis dengan itu.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
6
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit bagi bank umum. Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah perorangan atau badan hukum tertentu yang bukan pihak terkait.
g. membatasi pelaksanaan rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; Yang dimaksud dengan “penerbitanproduk dan/atau pelaksanaan aktivitas” antara lain penerbitan surat utang, sekuritisasi aset, dan kerjasama pemasaran.
h. tidak melakukan atau membatasi pertumbuhan aset, penyertaan, dan/atau penyediaan dana baru;
i. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban Bank kepada bank atau pihak lain;
j. tidak melakukan ekspansi jaringan kantor; k. tidak melakukan kegiatan usaha tertentu; l. menutup jaringan kantor Bank; m. tidak melakukan transaksi antar bank; n. melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; o. mengganti Dewan Komisaris dan/atau Direksi Bank;
Penggantian Dewan Komisaris dan/atau Direksi Bank dapat dilakukan sebagian atau seluruhnya.
p. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak lain; dan/atau
q. menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban Bank.
8 Pasal 8 15/2/PBI/2013
(1) Bank dalam pengawasan intensif wajib: a. Menyampaikan rencana tindak sesuai permasalahan yang dihadapi; b. Menyampaikan realisasi rencana tindak; c. Menyampaikan daftar pihak terkait secara lengkap; dan/atau d. melakukan tindakan lainnya dan/atau melaporkan hal‐hal tertentu yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Contoh tindakan lainnya antara lain mengkinikan rencana bisnis (business plan).
(2) Dalam hal Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif karena permasalahan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 4 ayat (2) huruf a dan huruf b, selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank dan/atau pemegang saham Bank juga wajib menyampaikan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) guna mengatasi permasalahan permodalan Bank.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
7
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 9 Pasal 9
15/2/PBI/2013 Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 ayat (1) huruf a dan huruf c disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Bank ditetapkan dalam pengawasan intensif.
10 Pasal 10 15/2/PBI/2013
(1) Rencana tindak sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 ayat (1) huruf a paling kurang memuat rencana perbaikan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Bank disertai jangka waktu penyelesaiannya.
(2) Bank Indonesia melakukan evaluasi atas rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak rencana tindak diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal rencana tindak yang disampaikan ditolak Bank Indonesia, Bank wajib mengajukan perbaikan rencana tindak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan penolakan.
11 Pasal 11 15/2/PBI/2013
(1) Rencana perbaikan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 ayat (2) disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Bank ditetapkan dalam pengawasan intensif.
(2) Rencana perbaikan permodalan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggambarkan kemampuan Bank untuk mencapai dan memelihara rasio KPMM yang ditetapkan Bank Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 5 ayat (1).
(3) Bank Indonesia menilai rencana perbaikan permodalan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak rencana perbaikan permodalan diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal rencana perbaikan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Bank wajib mengajukan revisi rencana perbaikan permodalan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penolakan.
12 Pasal 12 15/2/PBI/2013
(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan realisasi rencana tindak sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 ayat (1) huruf b dan/atau realisasi pelaksanaan perbaikan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 ayat (2), setiap akhir bulan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja bulan berikutnya.
(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain: a. permasalahan Bank; b. tindakan perbaikan; dan c. waktu pelaksanaan perbaikan.
Laporan realisasi merupakan laporan realisasi atas rencana tindak dan rencana perbaikan permodalan yang telah disetujui Bank Indonesia.
13 Pasal 13 15/2/PBI/2013
(1) Bank ditetapkan tidak lagi berada dalam pengawasan intensif apabila kondisi Bank membaik dan sudah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 4.
(2) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank yang ditetapkan keluar dari pengawasan intensif.
BAB III Bank Dalam Pengawasan Khusus
14 Pasal 14 15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan khusus apabila Bank yang ditetapkan dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
8
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan normal, dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya. (2) Bank dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut: a. rasio KPMM kurang dari 8% (delapan persen);
Ketentuan mengenai KPMM adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
b. rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5% (lima persen) dan berdasarkan penilaian Bank Indonesia: Ketentuan mengenai GWM dalam rupiah adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum bank umum. 1) Bank mengalami permasalahan likuiditas mendasar; atau
Yang dimaksud dengan “mengalami permasalahan likuiditas mendasar” antara lain adalah: ‐ Perubahan posisi Bank di pasar uang dari posisi pemberi pinjaman
(net lender) menjadi posisi penerima pinjaman (net borrower); ‐ Posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat maturity
mismatch yang besar, terutama pada skala waktu jangka pendek; ‐ Upaya Bank untuk memperoleh dana di pasar uang dengan suku
bunga yang lebih tinggi dari suku bunga wajar (pasar); ‐ Ketergantungan pada agunan untuk memperoleh dana; dan/atau ‐ Peningkatan pencairan deposito sebelum jatuh tempo.
2) Bank mengalami perkembangan yang memburuk dalam waktu
singkat.
Yang dimaksud dengan “Bank mengalami perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat” adalah apabila arah (trend) rasio GWM Bank semakin menurun.
15 Pasal 15
15/2/PBI/2013
Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 14 untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia.
16 Pasal 16 15/2/PBI/2013
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank mengenai penetapan Bank dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 14, disertai dengan alasan penetapan serta langkah‐langkah atau tindakan pengawasan yang wajib dilakukan Bank.
17 Pasal 17 15/2/PBI/2013
(1) Bank dalam pengawasan khusus wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi kewajiban pemenuhan modal minimum dan/atau kewajiban pemenuhan giro wajib minimum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
9
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Penambahan modal Bank dapat dilakukan oleh pemegang saham Bank maupun dari investor baru. Yang dimaksud dengan ketentuan yang berlaku adalah ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dan ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum bank umum.
(2) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 15.
18 Pasal 18
15/2/PBI/2013
Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia berwenang: a. Melarang Bank menjual atau menurunkan jumlah aset tanpa persetujuan
Bank Indonesia kecuali untuk Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, giro pada Bank Indonesia, tagihan antar Bank, Surat Berharga Negara, dan/atau Surat Berharga Syariah Negara;
b. Melarang Bank mengubah kepemilikan bagi: 1) pemegang saham yang memiliki saham Bank sebesar 10% (sepuluh
persen) atau lebih; dan/atau Termasuk dalam pengertian “memiliki” adalah: a. pemegang saham yang secara sendiri atau bersama‐sama
dengan pemegang saham terkait lainnya; b. pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham
lain yang menyebabkan pemegang saham tersebut;atau c. pemegang saham yang memiliki hak opsi atau hak lain untuk
memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pemegang saham tersebut,
mempunyai saham Bank sebesar 10% (sepuluh persen) atau lebih. Termasuk pemegang saham yang secara bersama‐sama dengan pemegang saham terkait lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah pemegang saham yang mempunyai keterkaitan dengan pemegang saham lainnya dalam bentuk hubungan kepemilikan, hubungan keluargasampai dengan derajat kedua, dan/atau melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting inconcert).
2) pemegang saham pengendali termasuk pihak‐pihak yang melakukan pengendalian terhadap Bank dalam struktur kelompok usaha Bank,
kecuali telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia; dan/atau
Ketentuan mengenai pemegang saham pengendali dan pengendalian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai uji kemampuan dan kepatutan ( fit and proper test).
c. Memerintahkan Bank untuk melaporkan setiap perubahan kepemilikan
saham Bank kurang dari 10% (sepuluh persen).
19 Pasal 19 15/2/PBI/2013
(1) Selain tindakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 17 dan Paragraf 18, Bank Indonesia berwenang memerintahkan Bank dalam pengawasan khusus untuk melakukan tindakan pengawasan sebagaimana
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
10
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan dimaksud dalam Paragraf 7.
(2) Tindakan pengawasan yang ditetapkan pada saat Bank dalam pengawasan intensif dinyatakan tetap berlaku.
20 Pasal 20 15/2/PBI/2013
Bank Indonesia membekukan kegiatan usaha tertentu Bank dalam pengawasan khusus paling lama 1 (satu) bulan dalam periode pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 15, apabila: Tindakan membekukan kegiatan usaha tertentu tersebut dimaksudkan antara lain untuk meminimalisasi dampak kerugian, perlindungan nasabah dan/atau minimalisasi gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Bank” adalah kegiatan usaha Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, serta Pasal 19 dan Pasal 20 Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. a. Bank Indonesia menilai kondisi Bank semakin memburuk; dan/atau
Yang dimaksud dengan “kondisi Bank semakin memburuk” apabila: a. KPMM Bank menurun dengan cepat dan dinilai tidak dapat ditingkatkan
menjadi 8% (delapan persen); dan/atau b. GWM dalam rupiah Bank menurun dengan cepat dan tidak dapat
diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku. b. terjadi pelanggaran ketentuan perbankan yang dilakukan oleh Direksi, Dewan
Komisaris dan/atau pemegang saham pengendali. Yang dimaksud dengan pemegang saham pengendali mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).
21 Pasal 21 15/2/PBI/2013
(1) Bank dalam pengawasan khusus wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia: a. laporan keuangan terkini berupa neraca dan laporan laba rugi serta
rekening administratif; b. rincian aktiva produktif Bank terkini yang dikelompokkan berdasarkan
kualitasnya; c. peringkat komposit tingkat kesehatan Bank terkini; d. informasi dan dokumen mengenai:
1) daftar terkini mengenai simpanan nasabah secara agregat yang dikelompokkan berdasarkan nilai nominal;
2) daftar terkini mengenai rincian tagihan dan kewajiban Bank terkini kepada pihak terkait;
3) informasi lainnya yang diperlukan Bank Indonesia; e. laporan keuangan terkini dari perusahaan yang memperoleh penyertaan
modal dari Bank selain penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit atau pembiayaan;
f. struktur terkini kelompok usaha terkait Bank, termasuk badan hukum pemilik Bank sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
11
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (ultimate shareholders); dan Laporan struktur kelompok usaha dalam ayat ini memuat pihak perorangan dan/atau badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum dimaksud, serta menyebutkan pihak yang menjadi pemegang saham pengendali terakhir (ultimate shareholders).
g. laporan proyeksi arus kas untuk jangka waktu 1 (satu) bulan mendatang
atau berdasarkan periode laporan lain, yang terinci secara harian dan dengan berdasarkan frekuensi sesuai yang ditetapkan Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “laporan proyeksi arus kas” adalah laporan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas Bank.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Bank ditetapkan dalam pengawasan khusus.
22 Pasal 22
15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia mengumumkan: a. Bank dalam pengawasan khusus yang dibekukan kegiatan usaha tertentu
beserta alasan pembekuan dimaksud; dan b. tindakan perbaikan yang wajib dilakukan oleh Bank dan/atau larangan
yang diperintahkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 17, Paragraf 18 dan Paragraf 19.
(2) Bank Indonesia mengumumkan pula Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah melakukan perbaikan sehingga tidak memenuhi kriteria Bank dalam pengawasan khusus sebagaimana diatur dalam Paragraf 14. Pengumuman pada homepage Bank Indonesia dilakukan dengan alamat http://www.bi.go.id.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan pada home page Bank Indonesia. Pengumuman pada homepage Bank Indonesia dilakukan dengan alamat http://www.bi.go.id
23 Pasal 23
15/2/PBI/2013
(1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 22 wajib memberitahukan kepada seluruh jaringan kantornya mengenai kegiatan usaha tertentu yang dibekukan dan perintah yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 17, Paragraf 18, dan Paragraf 19.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan pada tanggal diterimanya pemberitahuan dari Bank Indonesia.
24 Pasal 24 15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai Bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 14.
(2) Pemberitahuan kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan keterangan mengenai kondisi Bank yang bersangkutan.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
12
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 25 Pasal 25
15/2/PBI/2013
(1) Bank Indonesia memberitahukan kepada otoritas pengawas yang berwenang terhadap perusahaan induk dan/atau perusahaan anak Bank mengenai tindakan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap Bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus.
Pemberitahuan terhadap otoritas pengawasan yang berwenang terhadap perusahaan induk dan/atau perusahaan anak Bank dimaksudkan agar otoritas pengawasan tersebut mendapatkan informasi mengenai tindakan Bank Indonesia sehingga dapat melakukan langkah‐langkah antisipasi yang diperlukan. Dalam hal Bank merupakan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri maka yang dimaksud dengan perusahaan induk adalah kantor pusat dari kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri tersebut.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
kerjasama dengan Bank Indonesia dengan otoritas pengawasan yang berwenang terhadap perusahaan induk dan/atau perusahaan anak Bank. Yang dimaksud dengan “kerjasama” termasuk kerjasama pengawasan Bank secara lintas batas (cross border supervision).
26 Pasal 26
15/2/PBI/2013
Bank Indonesia menetapkan Bank dalam pengawasan khusus sebagai Bank yang tidak dapat disehatkan, apabila: a. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 15 belum terlampaui
namun kondisi Bank menurun sehingga: 1) rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 4% (empat persen) dan
dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8% (delapan persen); dan/atau 2) rasio GWM dalam rupiah sama dengan atau kurang dari 0% (nol
persen) dan dinilai tidak dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; atau Yang dimaksud dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku adalah ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum bankumum.
b. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 15 terlampaui dan: 1) rasio KPMM Bank kurang dari 8% (delapan persen); dan/atau 2) rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5% (lima persen).
27 Pasal 27
15/2/PBI/2013
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank dalam pengawasan khusus yang ditetapkan sebagai Bank tidak dapat disehatkan.
BAB IV Bank Berdampak Sistemik28 Pasal 28
15/2/PBI/2013
Dalam hal Bank Indonesia menengarai Bank dalam pengawasan khusus berdampak sistemik, Bank Indonesia memberi informasi kepada lembaga yang berfungsi menetapkan kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis berdasarkan peraturan perundang‐undangan. Yang dimaksud dengan peraturan perundang‐undangan adalah peraturan perundang‐undangan yang mengatur mengenai jaring pengaman sistem keuangan dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
13
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Pemberian informasi dilakukan dalam rangka tukar‐menukar informasi terkait stabilitas sistem keuangan.
29 Pasal 29 13/3/PBI/2011
Dalam hal Bank dalam pengawasan khusus yang ditengarai berdampak sistemik sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 28 memenuhi criteria sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 26, Bank Indonesia meminta lembaga sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 28 untuk memutuskan: a. Bank yang bersangkutan berdampak sistemik atau tidak berdampak
sistemik; dan b. Pihak yang berwenang untuk menangani dan menetapkan langkah‐langkah
penanganan terhadap Bank yang ditetapkan berdampak sistemik.
30 Pasal 30 15/2/PBI/2013
Bank dan/atau pemegang saham dari Bank yang ditetapkan berdampak sistemik sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 29 wajib melakukan langkah‐langkah yang ditetapkan oleh lembaga yang ditunjuk menangani Bank yang bersangkutan.
BAB V Bank Tidak Berdampak Sistemik31 Pasal 31
15/2/PBI/2013
Dalam hal Bank dalam pengawasan khusus dinilai tidak berdampak sistemik dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 26, Bank Indonesia memberitahukan dan meminta keputusan LPS untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank yang bersangkutan.
32 Pasal 32 15/2/PBI/2013
(1) Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 31, Bank Indonesia melakukan pencabutan izin usaha Bank yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan keputusan dari LPS.
(2) Penyelesaian lebih lanjut Bank yang telah dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh LPS sesuai dengan perundang‐undangan yang berlaku.
Penyelesaian yang dilakukan oleh LPS meliputi antara lain pembayaran klaim penjaminan simpanan dan likuidasi.
33 Pasal 33 15/2/PBI/2013
(1) Bank yang berada dalam penanganan atau penyelamatan LPS dikecualikan dari penetapan sebagai Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan khusus.
(2) Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berkewajiban melakukan tindakan pengawasan yang ditetapkan Bank Indonesia.
(3) Dalam hal Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 26 huruf a dan huruf b, Bank Indonesia menetapkan Bank sebagai Bank yang tidak dapat disehatkan.
(4) Bank Indonesia akan melakukan langkah‐langkah sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 29 atau Paragraf 31 terhadap Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB VI Lain‐Lain34 Pasal 34
15/2/PBI/2013
Penyampaian laporan dan informasi yang wajib dilakukan oleh Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350,
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
14
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
BAB VII Sanksi
35 Pasal 35 15/2/PBI/2013
Bank yang melanggar ketentuan dalam Paragraf 7, Paragraf 8, Paragraf 9, Paragraf 10 ayat (3), Paragraf 11 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), Paragraf 12, Paragraf 17, Paragraf 18, Paragraf 19, Paragraf 21, dan/atau Paragraf 23 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang‐undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. pemberhentian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank;
dan/atau b. larangan turut serta dalam kegiatan kliring.
Yang dimaksud dengan “larangan turut serta dalam kegiatan kliring” dalam hal ini termasuk larangan turut serta dalam Sistem BI‐RTGS.
VIII Ketentuan Peralihan36 Pasal 36
15/2/PBI/2013
Pada saat berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini: (1) Bank yang telah ditetapkan dalam pengawasan intensif berlaku ketentuan
sebagai berikut: a. status Bank dalam pengawasan intensif tetap berlaku sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. bagi Bank yang telah ditetapkan dalam status pengawasan intensif
karena: 1) kredit bermasalah (Non Performing Loan) secara neto lebih dari 5%
(lima persen) dari total kredit dan penyelesaiannya bersifat kompleks;
2) tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 (empat) atau 5 (lima); atau
3) tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan faktor manajemen dengan peringkat 4 (empat) atau 5 (lima), jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan paling lama 1 (satu) tahun.
c. perpanjangan jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif karena memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) atau angka 3), disertai dengan peningkatan tindakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
d. Bagi Bank yang telah ditetapkan dalam pengawasan intensif karena memenuhi kriteria peringkat komposit tingkat kesehatan Bank 3 (tiga) dengan peringkat faktor manajemen 4 (empat) atau 5 (lima) dapat ditetapkan tidak lagi berada dalam pengawasan intensif dalam hal Bank memperoleh penilaian tingkat kesehatan dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan GCG dengan peringkat 3 (tiga).
(2) Status Bank dalam pengawasan khusus tetap berlaku sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
15
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat
dalam Status Pengawasan Khusus BAB I Ketentuan Umum
37 Pasal 1 11/20/PBI/2009
1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;
2. Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disebut LPS, adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang‐Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963);
3. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, yang selanjutnya disebut dengan Rasio KPMM, adalah perbandingan antara modal bank terhadap aktiva tertimbang menurut risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat;
4. Cash Ratio, yang selanjutnya disebut dengan CR, adalah perbandingan antara alat likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
BAB II BPR dalam Pengawasan Khusus
38 Pasal 2 11/20/PBI/2009
(1) Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus.
Penilaian Bank Indonesia dilakukan berdasarkan penelitian yang mendalam atas laporan dan pemeriksaan.
(2) Bank Indonesia menetapkan BPR dalam status pengawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria sebagai berikut: a. Rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen);
Rasio KPMM dihitung berdasarkan laporan dan/atau pemeriksaan terakhir.
b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir dihitung berdasarkan posisi laporan bulanan BPR selama 6 (enam) bulan terakhir.
(3) Bank Indonesia memberitahukan mengenai penetapan BPR dalam status pengawasan khusus kepada BPR yang bersangkutan.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
16
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pemberitahuan mengenai penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dilakukan melalui surat yang dapat disampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPR, atau disampaikan secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain.
39 Pasal 3 11/20/PBI/2009
Dalam rangka pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 38, Bank Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham BPR untuk melakukan tindakan antara lain: a. menambah modal, b. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan
kerugian BPR dengan modalnya, c. mengganti anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR, d. melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain, e. menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluruh kewajiban
BPR, f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak
lain, g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada pihak
lain, dan/atau h. menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
Pelaksanaan perintah Bank Indonesia didasarkan atas ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 dan Pasal 52 Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998.
40 Pasal 4 11/20/PBI/2009
BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 38 ayat (1) wajib: a. menyampaikan rencana tindak (action plan) penyehatan BPR yang realistis
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus yang ditandatangani oleh Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPR;
Yang dimaksud action plan yang realistis adalah telah mempertimbangkan kemampuan BPR untuk melakukan penyehatan terutama perbaikan permodalan dan/atau likuiditas sehingga dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus.
b. melaksanakan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud
pada huruf b paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan action plan;
Dalam hal batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan action plan yaitu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan action plan tersebut melampaui batas akhir jangka waktu pengawasan khusus maka laporan dimaksud wajib disampaikan paling lambat pada tanggal berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
17
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 11/19/DKBU 2009 Romawi II.3 ‐ 5 SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VIII.1.b
d. melakukan penyesuaian action plan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada huruf a atas permintaan Bank Indonesia.
Permintaan penyesuaian action plan oleh Bank Indonesia dilakukan antara lain apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkah‐langkah dan/atau target waktu penyelesaian yang disusun BPR tidak sesuai dengan perkembangan kondisi BPR sehingga action plan BPR menjadi tidak realistis dan berpotensi tidak mencapai target.
Dalam rangka pengawasan khusus, BPR DPK menyampaikan rencana tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan kemampuan BPR, yang dirinci berdasarkan langkah‐langkah penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen). Dalam hal langkah penyehatan BPR DPK dilakukan dengan cara penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan PPAP yang cukup, biaya dana pihak ketiga, dan biaya tenaga kerja. Selain memperhitungkan biaya‐biaya tersebut di atas, untuk menjaga kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka bagi:
a. BPR DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru selama dan setelah masa pengawasan khusus.
b. BPR DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru setelah keluar dari pengawasan khusus.
BPR DPK menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan tersebut dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan. Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan kondisi BPR DPK dan upaya‐upaya penyehatan yang dilakukan, BPR DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia. Pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan.
Contoh: Pada tanggal 8 September 2009 (Selasa), BPR ”L” dit etapkan dalam status pengawasan khusus. BPR ”L” menyampaikan nera ca harian tanggal 9, 10 dan 11 September 2009 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada tanggal 14 September 2009 (Senin). Pada tanggal 6 Oktober 2009 (Selasa), BPR ”L” melak ukan penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan dengan hal tersebut,
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
18
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan BPR ”L” menyampaikan laporan a tas pelaksanaan action plan disertai bukti‐bukti pendukung kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 13 Oktober 2009 (Selasa), yaitu 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan.
41 Pasal 5
11/20/PBI/2009
(1) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus.
(2) Pemberitahuan kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan keterangan mengenai kondisi BPR yang bersangkutan.
BAB III Larangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana
42 Pasal 6 11/20/PBI/2009 Ayat (1) SE 11/19/DKBU 2009 Romawi III.1
(1) BPR dalam status pengawasan khusus yang memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen), dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana.
Yang dimaksud dengan kegiatan penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari : I. Fresh money, berupa setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening
BPR di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan kredit; II. Pemindahbukuan selain dari :
1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama, 2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan
BPR yang bersangkutan ke akun tabungan. Yang dimaksud dengan kegiatan penyaluran dana yang dilarang adalah penyaluran kredit baru, termasuk komitmen penyaluran kredit yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi kredit. Contoh: Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM BPR ”A” sehingga pada tanggal 5 Agustus 2009 BPR ”A” memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia:
(1) menetapkan BPR ”A” dalam status pengawasan khusus; (2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR
”A”; dan (3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta
larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPR ”A”.
Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (5 Agustus 2009) sampai dengan BPR ”A” keluar dari sta tus pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia mengumumkan penetapan status pengawasan khusus dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”A”. Pada tanggal yang sama tersebut BPR ”A” mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
19
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Pasal 6 11/20/PBI/2009 Ayat (2) SE 11/19/DKBU 2009 Romawi III.2 ‐ 3
Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPR memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Pada tanggal 10 September 2009, BPR ”B” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 3% (tiga persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPR ”B” per tanggal 13 November 2009 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 16 November 2009 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPR”B” mengalami penurunan sehingga rasio KPMM‐nya menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia: 1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”B”
sejak tanggal 17 November 2009 2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPR ”B” pada
tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan.
Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPR ”B ” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 17 November 2009 Bank Indonesia mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”B”. Pada tanggal yang sama tersebut BPR ”B” mengumumkan lara ngan penghimpunan dan penyaluran dana. Tatacara pengumuman mengacu pada Bab VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK.
(2) Larangan penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal penetapan larangan sampai dengan BPR keluar dari status pengawasan khusus.
Larangan penghimpunan dana meliputi penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari : a. Fresh money, yaitu setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening
BPR di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan kredit; b. Pemindahbukuan selain dari :
1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama, 2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan
BPR yang bersangkutan ke akun tabungan. Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/ Automatic Deposit Machine (ADM). Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran kredit baru, termasuk komitmen penyaluran kredit yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang dalam restrukturisasi kredit tersebut tidak terdapat penambahan plafon kredit.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
20
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 43 Pasal 7
11/20/PBI/2009
(1) Dalam rangka pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 38, Bank Indonesia dapat menempatkan petugas Bank Indonesia untuk melakukan pemantauan secara langsung terhadap kegiatan operasional BPR.
(2) Penempatan petugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggungjawab pengurus dan/atau pemegang saham BPR terhadap kegiatan operasional dan kewajiban BPR.
BAB IV Jangka Waktu
44 Pasal 8 11/20/PBI/2009
(1) Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 38 ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPR dalam status pengawasan khusus dari Bank Indonesia.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap upaya‐upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 39, apabila waktu yang digunakan untuk penelitian melampaui batas waktu pengawasan khusus.
Upaya perbaikan yang dilakukan oleh BPR antara lain berupa penambahan modal.
(3) Dalam hal jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka jangka waktu pengawasan khusus tersebut jatuh pada hari kerja berikutnya.
BAB V
Penambahan Modal dan Pencairan Setoran Modal pada Escrow Account
45 Pasal 9 11/20/PBI/2009
(1) Penambahan modal yang dilakukan oleh BPR dalam status pengawasan khusus wajib ditempatkan dalam escrow account di Bank Umum.
Yang dimaksud dengan penambahan modal adalah dana setoran modal da pemilik/calon pemilik yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank Umum di Indonesia, atas nama ”Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan ”Pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia”.
(2) Bank Indonesia melakukan penelitian atas penambahan modal BPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku. Yang dimaksud dengan penambahan modal telah sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku adalah: a. Sumber dana setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan tidak
berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. b. Bagi calon pemegang saham, yang bersangkutan telah memenuhi
persyaratan administratif, antara lain tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet.
c. Bagi calon pemegang saham pengendali, yang bersangkutan telah lulus
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
21
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 11/19/DKBU 2009 Romawi V.1, 3 ‐ 8
penilaian kemampuan dan kepatutan (Fit & Proper Test).
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia penambahan modal BPR tidak memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka penambahan modal tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai dana setoran modal.
(4) BPR dalam status pengawasan khusus yang telah melakukan penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melakukan pencairan dana dalam escrow account dengan persetujuan Bank Indonesia.
(5) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah Bank Indonesia melakukan penelitian atas dana setoran modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Penambahan modal BPR DPK oleh pemegang saham lama maupun pemegang saham baru ditempatkan dalam escrow account. Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Terhadap penambahan modal BPR, Bank Indonesia melakukan penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses fit and proper test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara terhadap pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang saham pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa: a. setoran tambahan modal BPR tidak memenuhi ketentuan permodalan yang
berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen KPMM.
b. setoran tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan khusus maka BPR DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang‐undangan yang berlaku dalam rangka penambahan modal. Bank Indonesia memberitahukan kepada BPR DPK mengenai hasil penelitian atas setoran modal. Dalam hal tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka BPR DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat Anggota.
Dalam masa status pengawasan khusus, BPR DPK dapat mengajukan permohonan pencairan dana atas setoran modal yang ditempatkan pada escrow
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
22
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan account kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 3. Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal BPR DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta BPR DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota mengenai penambahan setoran modal terkait. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal BPR DPK pada escrow account baik dana setoran modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Bagi BPR DPK yang diminta menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota, persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal diberikan setelah BPR DPK tersebut menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota.
BAB VI Perpanjangan Jangka Waktu46 Pasal 10
11/20/PBI/2009 Ayat (1) SE 11/19/DKBU 2009 Romawi IV.1 SE 11/19/DKBU 2009 Romawi IV.5 Pasal 10 11/20/PBI/2009 Ayat (2)
(1) Jangka waktu status pengawasan khusus BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 44 dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
Permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus disertai dengan alasan yang mendukung dan action plan yang telah disesuaikan dengan adanya perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya.
Contoh: BPR ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus p ada tanggal 12 Juni 2009. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPR ”C” paling lama sampai dengan tanggal 9 Desember 20 09. Apabila BPR ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan pe rpanjangan jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan perpanjangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 150 (seratus limapuluh) hari sejak BPR ”C” ditetapkan d alam pengawasan khusus, yaitu tanggal 9 November 2009. Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal 10 Desember 2009.
(2) BPR dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat BPR telah meningkatkan: a. rasio KPMM paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari
selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen).
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
23
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 11/19/DKBU 2009 Romawi IV.3 Pasal 10 11/20/PBI/2009 Ayat (3) – (7)
Dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor.
Contoh: Untuk dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus: 1. BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan rasio
KPMM 1%, wajib meningkatkan rasio KPMM sebesar 75% x (4%‐1%) atau sama dengan 2,25%, sehingga menjadi 3,25% pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
2. BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan rasio KPMM ‐14%, wajib meningkatkan rasio KPMM paling kurang sebesar 75% x [4%‐(‐14%)] atau sama dengan 13,5% sehingga menjadi ‐0,5%. Karena BPR wajib meningkatkan rasio KPMM lebih besar 0% maka BPR wajib meningkatkan rasio KPMM lebih dari 14% pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
(3) BPR yang tidak memenuhi ayat (2) namun sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus disertai dengan komitmen pemegang saham untuk menambah setoran modal sehingga meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen).
Bentuk komitmen antara lain berupa surat dari pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) kepada Bank Indonesia yang menyatakan akan menambah modal disetor sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diberikan.
(4) Permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus. Yang dimaksud dengan disampaikan kepada Bank Indonesia adalah permohonan perpanjangan status pengawasan khusus telah diterima Bank Indonesia yang dibuktikan dengan tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. Dalam hal permohonan perpanjangan status pengawasan khusus disampaikan melalui pos, BPR dalam status pengawasan khusus wajib pula mengirimkan surat beserta dokumen terkait melalui faksimili kepada Bank Indonesia pada hari yang sama.
(5) Apabila BPR menyampaikan permohonan melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka dianggap tidak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
(6) Dalam hal batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka penyampaian permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus dilakukan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
24
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 11/19/DKBU 2009 Romawi IV.3 ‐ 4
pada hari kerja berikutnya. (7) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan
perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus setelah melakukan penelitian atas permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
(8) BPR DPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan: a. Informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan
perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus berupa: 1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh
puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
2) CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen);
dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor.
b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan, dalam hal BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen);
c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan. Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 1.
(9) Bagi BPR DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan dalam
status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan perpanjangan; b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang
dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan;
d. alasan yang mendukung; e. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
25
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan pengawasan khusus yang diajukan;
f. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan perpanjangan.
Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 2.
BAB VII BPR Dikeluarkan dari Status Pengawasan Khusus
47 Pasal 11 11/20/PBI/2009 SE 11/19/DKBU 2009 Romawi IV.6
(1) Bank Indonesia menetapkan BPR dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria: a. Rasio KPMM paling kurang sebesar 4% (empat persen), dan b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3%
(tiga persen).
Penetapan BPR dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan tanpa menunggu penyelesaian proses hukum. Yang termasuk dalam proses hukum adalah proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang‐undangan yang berlaku antara lain dalam rangka penambahan modal disetor, merger, konsolidasi, dan/atau akuisisi.
(2) Bank Indonesia memberitahukan kepada BPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bahwa: a. BPR tersebut dikeluarkan dari status pengawasan khusus Bank Indonesia,
dan b. larangan melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 42 ayat (1) dicabut. (3) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang dikeluarkan
dari status pengawasan khusus. (4) Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham
melakukan setoran modal sehingga BPR DPK memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPR DPK belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPR DPK yang dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran modal: a. memenuhi ketentuan maka BPR DPK dikeluarkan dari status DPK dan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut, b. tidak memenuhi ketentuan maka BPR DPK akan diberitahukan kepada
LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”D” paling lama sampai dengan tanggal 4 November 2009. Pada tanggal 30 Oktober 2009, pemegang saham BPR ”D” melakukan tambahan setoran m odal yang menurut perhitungan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
26
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan mengakibatkan rasio KPMM BPR ”D ” dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut memerlukan waktu sampai dengan tanggal 12 November 2009. Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran modal BPR ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia sa mpai dengan tanggal 12 November 2009, BPR ”D” belum dapat dikel uarkan dari status pengawasan khusus. Apabila BPR ”D” tersebut dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPR ”D” dikelu arkan dari status pengawasan khusus.
BAB VIII Pemberitahuan Kepada LPS dan Pencabutan Izin Usaha
48 Pasal 12 11/20/PBI/2009 SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VI.1 ‐ 3
(1) Selama jangka waktu status pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 44 atau Paragraf 46 ayat (1), Bank Indonesia sewaktu‐waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR, dalam hal BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPR memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen)
dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen); dan
b. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Apabila pelaksanaan action plan BPR dinilai tidak sesuai, tidak terdapat perbaikan kondisi keuangan dan/atau kondisi keuangan semakin memburuk maka Bank Indonesia setelah memberikan surat pembinaan kepada BPR, meminta kepada LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
(2) Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 44 atau Paragraf 46 ayat (1), Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang memenuhi kriteria: a. Rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
(3) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi BPR DPK, BPR yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus, BPR DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha BPR DPK yang tidak diselamatkan.
(4) Selama jangka waktu BPR dalam status pengawasan khusus termasuk perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila diberikan perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap kondisi BPR DPK, Bank Indonesia sewaktu‐waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
27
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan, bagi BPR yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bagi BPR yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki rasio
KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Rasio KPMM BPR menurun menjadi sama dengan atau kurang dari
0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau kurang 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh: Pada saat BPR ”E” ditetapkan dalam status pengawasa n khusus tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar 3% (tiga persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPR ”E” sampai dengan tanggal 9 Novembe r 2009 diketahui bahwa sejak BPR ”E” ditetapkan dalam stat us pengawasan khusus kondisi BPR ”E” terus memburuk se hingga rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR ”E” din ilai tidak mampu merealisasikan action plan dan Pengurus maupun Pemegang Saham BPR tidak mampu memperbaiki kondisi BPR. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPR ”E” yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
b. Bagi BPR yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus memiliki
rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi lebih dari
0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Pada saat BPR ”F” ditetapkan dalam status pengawasa n khusus tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar negatif 20% (dua puluh persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
28
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan laporan yang disampaikan BPR ”F” sejak BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan laporan tanggal 9 November 2009 diketahui rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan Pengurus maupun Pemegang Saham BPR tidak mampu memperbaiki kondisi BPR. Dengan mempertimbangkan kondisi BPR ”F” tersebut ma ka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
(5) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bagi BPR DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
persen). Contoh: BPR ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus t anggal 10 Agustus 2009 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal 5 Februari 2010 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir BPR ”G” tidak memenuhi kriter ia untuk dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Dengan kondisi BPR ”G” tersebut di atas maka Bank I ndonesia memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR ”G”.
49 Pasal 13
11/20/PBI/2009
Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 48, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPR yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS.
50 Pasal 14 11/20/PBI/2009
(1) Bank Indonesia memberitahukan keputusan pencabutan izin usaha BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 49 kepada BPR yang bersangkutan dan LPS.
(2) Penyelesaian lebih lanjut BPR yang telah dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penyelesaian yang dilakukan oleh LPS meliputi antara lain pembayaran klaim penjaminan simpanan dan likuidasi.
BAB IX Pengumuman
51 Pasal 15 11/20/PBI/2009
(1) Bank Indonesia mengumumkan BPR yang ditetapkan: a. dalam status pengawasan khusus;
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
29
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Ayat (1) a SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VII.1a Pasal 15 11/20/PBI/2009 Ayat (1) b SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VII.1c Pasal 15 11/20/PBI/2009 Ayat (2) SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VII.1b
Contoh: Pada tanggal 12 Oktober 2009, BPR ”H” ditetapkan da lam status pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan khusus BPR ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 12 Oktober 2009.
b. dikeluarkan dari status pengawasan khusus; pada hari yang sama dengan tanggal penetapan.
Contoh: Pada tanggal 15 Agustus 2009, BPR ”K” ditetapkan ol eh Bank Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Pengumuman BPR ”K” dikeluarkan dari status pengawas an khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 15 Agustus 2009. Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila BPR ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan penyaluran dana.
(2) Bank Indonesia mengumumkan penetapan BPR yang:
a. dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana; b. diperkenankan kembali melakukan penghimpunan dan penyaluran dana; pada hari yang sama dengan tanggal penetapan.
Contoh: 1) Pada tanggal 5 Agustus 2009, BPR ”I” ditetapkan dal am status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia: a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap BPR ”I ”, b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”I”, c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta larangan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPR ”I”, dan d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus BPR ”I” dan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana b agi BPR ”I”.
BPR ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada masyar akat di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 5 Agustus 2009 dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 4.
Pada tanggal 13 Agustus 2009, BPR ”J” ditetapkan da lam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPR 2 Oktober 2009 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2009 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPR ”J” mengala mi penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 6 Oktober 2009 Bank Indonesia: a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”J”,
dan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
30
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Pasal 15 11/20/PBI/2009 Ayat (3) – (5) SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VII.2
b) mengumumkan larangan tersebut.
BPR ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masyar akat di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 6 Oktober 2009 dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 4.
(3) BPR wajib mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 42 ayat (1) pada hari yang sama dengan tanggal penetapan larangan.
(4) Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 49 kepada masyarakat.
(5) Tatacara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Ketentuan ini. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPR. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPR, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPR yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik.
Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPR yang mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPR, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPR yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik.
BAB X Pelaporan
52 Pasal 16 11/20/PBI/2009 SE 11/19/DKBU 2009 Romawi VIII.2 ‐ 3
(1) BPR dalam status pengawasan khusus wajib menyampaikan laporan neraca harian secara mingguan kepada Bank Indonesia.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya.
Dalam hal batas waktu penyampaian laporan neraca harian secara mingguan yaitu paling lambat pada hari kerja pertama minggu berikutnya melampaui batas akhir jangka waktu pengawasan khusus maka laporan dimaksud wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
Bagi BPR DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan khusus.
Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”M” paling lama berakhir pada tanggal 8 Oktober 2009. Pada tanggal 6 Oktober 2009 BPR ”M” melakukan penam bahan setoran modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action plan berupa
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
31
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 11/19/DKBU 2009 Romawi X
penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat tanggal 8 Oktober 2009.
Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan‐laporan yang disampaikan oleh BPR DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPR DPK.
Surat menyurat BPR yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut: 1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Jalan M.H. Thamrin No. 2,Jakarta 10350, bagi BPR konvensional yang bertempat kedudukan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/ Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Propinsi Banten.
2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas.
BAB XI Sanksi
53 Pasal 17 11/20/PBI/2009
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau pegawai BPR dalam status pengawasan khusus yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998.
(2) BPR dalam status pengawasan khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 53 ayat (3) dan/atau Pasal 54 dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. teguran tertulis; dan/atau b. pencantuman anggota pengurus dan/atau pemegang saham dalam daftar
pihak‐pihak yang memperoleh predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah dalam Status Pengawasan Khusus BAB I Ketentuan Umum
54 Pasal 1 13/6/PBI/2011
1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disebut LPS, adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang‐Undang.
3. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, yang selanjutnya disebut dengan Rasio KPMM, adalah perbandingan antara modal bank terhadap
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
32
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan aktiva tertimbang menurut risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
4. Cash Ratio, yang selanjutnya disebut dengan CR, adalah perbandingan antara alat likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
BAB II BPRS dalam Pengawasan Khusus
55 Pasal 2 13/6/PBI/2011
(1) Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPRS mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPRS tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus. Penilaian Bank Indonesia dilakukan berdasarkan penelitian yang mendalam atas laporan bulanan BPRS dan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dan/atau informasi lain yang diterima Bank Indonesia, sebelum BPRS dinyatakan sebagai BPRS DPK. Keadaan suatu BPRS dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha BPRS semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan BPRS yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati‐hatian dan asas perbankan yang sehat.
(2) Bank Indonesia menetapkan BPRS dalam status pengawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria sebagai berikut: a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen);
Rasio KPMM dihitung berdasarkan laporan bulanan, hasil pemeriksaan dan/atau informasi lain yang diterima Bank Indonesia.
b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir dihitung berdasarkan posisi laporan bulanan BPRS selama 6 (enam) bulan terakhir.
(3) Bank Indonesia memberitahukan kepada BPRS yang bersangkutan mengenai
penetapan BPRS dalam status pengawasan khusus.
Pemberitahuan mengenai penetapan status BPRS dalam pengawasan khusus dilakukan melalui surat yang dapat disampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPRS, atau disampaikan secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain.
56 Pasal 3
13/6/PBI/2009
Bank Indonesia berwenang melakukan tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 55 antara lain:
Wewenang Bank Indonesia didasarkan atas ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 dan 58 Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
33
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan a. membatasi kewenangan rapat umum pemegang saham, dewan komisaris,
direksi dan pemegang saham;
Yang dimaksud dengan “membatasi kewenangan” antara lain pembatasan keputusan pemberian bonus (tantiem) kepada Dewan Komisaris dan Direksi BPRS, pembayaran dividen, atau kenaikan gaji bagi pegawai, Dewan Komisaris dan Direksi BPRS.
b. meminta pemegang saham menambah modal; c. meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris dan/atau
direksi BPRS; d. meminta BPRS menghapusbukukan penyaluran dana yang macet dan
memperhitungkan kerugian BPRS dengan modalnya; e. meminta BPRS melakukan penggabungan atau peleburan dengan BPRS
lain; f. meminta BPRS dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih
seluruh kewajibannya; g. meminta BPRS menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan
BPRS kepada pihak lain; dan/atau h. meminta BPRS menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban
BPRS kepada pihak lain; dan/atau
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah pihak di l uar BPRS yang bersangkutan, baik BPRS lain, badan usaha lain, maupun individu yang memenuhi persyaratan.
i. menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
57 Pasal 4 13/6/PBI/2009 Huruf a SE 13/2/DPbS 2011 Romawi II.3 ‐ 4
BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 55 ayat (1) wajib: a. menyampaikan rencana tindak (action plan) penyehatan BPRS yang realistis
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus yang ditandatangani oleh Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPRS;
Yang dimaksud “action plan yang realistis” adalah telah mempertimbangkan kemampuan BPRS untuk melakukan penyehatan terutama perbaikan permodalan dan/atau likuiditas sehingga dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Dalam rangka pengawasan khusus, BPRS DPK menyampaikan rencana tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan kemampuan BPRS, yang dirinci berdasarkan langkah‐langkah penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen).
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
34
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Pasal 4 13/6/PBI/2009 Huruf b – d
Dalam hal langkah penyehatan BPRS DPK dilakukan dengan cara penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan PPAP yang cukup dan biaya tenaga kerja. Selain memperhitungkan biaya‐biaya tersebut di atas, untuk menjaga kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka bagi:
a. BPRS DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru selama dan setelah masa pengawasan khusus.
b. BPRS DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru setelah keluar dari pengawasan khusus.
b. melaksanakan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud
pada huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan action plan; dan
Dalam hal batas waktu penyampaian laporan pelaksanaan action plan yaitu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan action plan tersebut melampaui batas akhir jangka waktu pengawasan khusus maka laporan dimaksud wajib disampaikan paling lama pada tanggal berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
d. melakukan penyesuaian action plan yang disampaikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a atas permintaan Bank Indonesia. Permintaan penyesuaian action plan oleh Bank Indonesia dilakukan antara lain apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkah‐langkah dan/atau target waktu penyelesaian yang disusun BPRS tidak sesuai dengan perkembangan kondisi BPRS sehingga action plan BPRS menjadi tidak realistis dan berpotensi tidak mencapai target.
58 Pasal 5
13/6/PBI/2009
(1) Dalam rangka pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 55, Bank Indonesia dapat menempatkan petugas Bank Indonesia untuk melakukan pemantauan secara langsung terhadap kegiatan operasional BPRS.
(2) Penempatan petugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi dan/atau pemegang saham BPRS terhadap kegiatan operasional dan kewajiban BPRS.
59 Pasal 6
13/6/PBI/2009
(1) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus.
(2) Pemberitahuan kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan keterangan mengenai kondisi BPRS yang bersangkutan.
BAB III Larangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana 60 Pasal 7
13/6/PBI/2009 Ayat (1)
(1) BPRS dalam status pengawasan khusus yang memiliki: a. rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen); dan/atau b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
35
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 13/2/DPbS 2011 Romawi III.2 SE 13/2/DPbS 2011 Romawi III.3 Pasal 7 13/6/PBI/2009 Ayat (2) SE 13/2/DPbS 2011 Romawi III.1
dari 1% (satu persen); dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. Yang dimaksud dengan “kegiatan penghimpunan dana yang dilarang” adalah penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari: a. Fresh money, berupa setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening
BPRS di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan pembiayaan; b. Pemindahbukuan selain dari:
1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama, 2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan
BPRS yang bersangkutan ke akun tabungan.
Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/ Automatic Deposit Machine (ADM). Yang dimaksud dengan “kegiatan penyaluran dana yang dilarang” adalah penyaluran pembiayaan baru, termasuk komitmen penyaluran pembiayaan yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi pembiayaan. Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran pembiayaan baru, termasuk komitmen penyaluran pembiayaan yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi pembiayaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang dalam restrukturisasi pembiayaan tersebut tidak terdapat penambahan plafon pembiayaan.
(2) Larangan penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku sejak tanggal penetapan larangan sampai dengan BPRS keluar dari status pengawasan khusus.
(3) Bank Indonesia menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana terhadap BPRS DPK serta memberitahukan larangan tersebut kepada BPRS yang bersangkutan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM BPRS ”A” sehingga pada tanggal 7 Februari 2011 BPRS ”A” memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 7 Februari 2011 Bank
Indonesia:
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
36
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 1) menetapkan BPRS ”A” dalam status pengawasan khusus; 2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPRS ”A”; dan 3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta
larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPRS ”A”. Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (7 Februari 2011) sampai dengan BPRS ”A” keluar dari s tatus pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 7 Februari 2011 Bank Indonesia mengumumkan penetapan status pengawasan khusus dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”A”. Pad a tanggal yang sama tersebut BPRS ”A” mengumumkan lar angan penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman mengacu pada Bab VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS DPK.
b. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS memiliki
rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen).
Contoh: Pada tanggal 7 Februari 2011, BPRS ”B” ditetapkan d alam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 3% (tiga persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPRS ”B” per tanggal 4 April 201 1 (Senin) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 7 April 2011 (Kamis), diketahui kondisi keuangan BPRS ”B” mengal ami penurunan sehingga rasio KPMM BPRS menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia: (1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPRS ”B” sejak tanggal 8 April 2011; (2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPRS ”B”
pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan. Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPRS ” B” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 8 April 2011 Bank Indonesia mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”B”. Pad a tanggal yang sama tersebut BPRS ”B” mengumumkan lar angan penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS DPK.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
37
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan BAB IV Jangka Waktu
61 Pasal 8 13/6/PBI/2009
(1) Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 55 ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPRS dalam status pengawasan khusus dari Bank Indonesia.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap upaya‐upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 56, apabila waktu yang digunakan untuk penelitian melampaui batas waktu pengawasan khusus.
Upaya perbaikan yang dilakukan oleh BPRS antara lain berupa penambahan modal.
(3) Dalam hal jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka jangka waktu pengawasan khusus tersebut jatuh pada hari kerja berikutnya.
BAB V Penambahan Modal dan Pencairan Setoran Modal pada Escrow Account
62 Pasal 9 13/6/PBI/2009 Ayat (1) – (4)
(1) Penambahan modal yang dilakukan oleh BPRS dalam status pengawasan khusus wajib ditempatkan dalam escrow account di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah.
Yang dimaksud “penambahan modal” adalah dana setoran modal dari pemilik/calon pemilik yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia, atas nama ”Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. BPRS yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan ”Pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia”.
(2) Bank Indonesia melakukan penelitian atas penambahan modal BPRS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “penambahan modal telah sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku” adalah: a. Sumber dana setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan tidak
berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. b. Bagi calon pemegang saham, yang bersangkutan telah memenuhi
persyaratan administratif, antara lain tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus dan Daftar Kredit Macet.
c. Bagi calon pemegang saham pengendali, yang bersangkutan telah lulus uji kemampuan dan kepatutan (Fit and Proper Test).
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia penambahan modal
BPRS tidak memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka penambahan modal tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai dana setoran modal.
(4) BPRS dalam status pengawasan khusus yang telah melakukan penambahan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
38
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 13/2/DPbS 2011 Romawi V.6 Pasal 9 13/6/PBI/2009 Ayat (5) SE 13/2/DPbS 2011 Romawi V.3 ‐ 5, 7 ‐ 8
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melakukan pencairan dana dalam escrow account dengan persetujuan Bank Indonesia. dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(5) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah Bank Indonesia melakukan penelitian atas dana setoran modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
(7) Terhadap penambahan modal BPRS, Bank Indonesia melakukan penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses Fit and Proper Test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara terhadap pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang saham pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa: a. setoran tambahan modal BPRS tidak memenuhi ketentuan
permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen KPMM.
b. setoran tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan khusus maka BPRS DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang‐undangan yang berlaku dalam rangka penambahan modal.
(8) Bank Indonesia memberitahukan kepada BPRS DPK mengenai hasil penelitian atas setoran modal. Dalam hal tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka BPRS DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
(9) Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal BPRS DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta BPRS DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS mengenai penambahan setoran modal terkait.
(10) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal BPRS DPK pada escrow account baik dana setoran modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Bagi BPRS DPK yang diminta menyampaikan risalah RUPS persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal diberikan setelah BPRS DPK tersebut menyampaikan risalah RUPS.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
39
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan BAB VI Perpanjangan Jangka Waktu
63 Pasal 10 13/6/PBI/2009
(1) Jangka waktu status pengawasan khusus BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
Permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus disertai dengan alasan yang mendukung dan action plan yang telah disesuaikan dengan adanya perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
(2) BPRS dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu status
pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat BPRS telah meningkatkan: a. rasio KPMM paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari
selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen).
Contoh: Untuk dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus: 1. BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan rasio
KPMM 1%, wajib meningkatkan rasio KPMM sebesar 75% x (4%‐1%) atau sama dengan 2,25%, sehingga menjadi 3,25% pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
2. BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan rasio KPMM ‐14%, wajib meningkatkan rasio KPMM paling kurang sebesar 75% x [4%‐(‐14%)] atau sama dengan 13,5% sehingga menjadi ‐0,5%. Mengingat BPRS wajib meningkatkan rasio KPMM lebih besar 0%, maka BPRS wajib meningkatkan rasio KPMM lebih dari 14% pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
(3) BPRS yang tidak memenuhi ayat (2) namun sumber dana setoran modalnya
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus disertai dengan komitmen pemegang saham untuk menambah setoran modal sehingga meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen). Bentuk komitmen antara lain berupa surat dari pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) kepada Bank Indonesia yang menyatakan akan menambah modal disetor sesuai action plan paling lama sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diberikan.
(4) Permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
40
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 13/2/DPbS 2011 Romawi IV.3
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak BPRS ditetapkan dalam pengawasan khusus.
Yang dimaksud dengan “disampaikan kepada Bank Indonesia” adalah permohonan perpanjangan status pengawasan khusus telah diterima Bank Indonesia yang dibuktikan dengan tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. Dalam hal permohonan perpanjangan status pengawasan khusus disampaikan melalui pos, BPRS dalam status pengawasan khusus wajib pula mengirimkan surat beserta dokumen terkait melalui faksimili kepada Bank Indonesia pada hari yang sama.
(5) Apabila BPRS menyampaikan permohonan melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka dianggap tidak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus.
(6) Dalam hal batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka penyampaian permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(7) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus setelah melakukan penelitian atas permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
(8) Dalam pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan:
a. Informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus berupa: 1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh
puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
2) CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen);
dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor. b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam surat
yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
41
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan waktu perpanjangan yang diajukan, dalam hal BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen);
c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan. Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Bagi BPRS DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan dalam
status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan perpanjangan; b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang
dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan;
c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan. Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam hal jangka waktu perpanjangan yang diberikan kepada BPRS DPK lebih pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang diajukan maka BPRS DPK menyesuaikan komitmen pemegang saham untuk menambah modal disetor dalam action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan. Perpanjangan berlaku sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. Contoh: BPRS ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus pada tanggal 6 Juni 2011. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”C” paling lama sampai dengan tanggal 2 Desember 20 11. Apabila BPRS ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan perpanjangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 150 (seratus limapuluh)
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
42
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan hari sejak BPRS ”C” ditetapkan dalam pengawasan khusus, yaitu tanggal 3 November 2011. Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal 3 Desember 2011.
Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham melakukan setoran modal sehingga BPRS DPK memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPRS DPK belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPRS DPK yang dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran modal: a. memenuhi ketentuan maka BPRS DPK dikeluarkan dari status DPK dan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut, b. tidak memenuhi ketentuan maka BPRS DPK akan diberitahukan
kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”D” paling lama sampai dengan tanggal 21 Februari 2011. Pada tanggal 14 Februari 2011, pemegang saham BPRS ”D” melakukan tambahan setoran modal yang menurut perhitungan mengakibatkan rasio KPMM BPRS ” D” dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut memerlukan waktu sampai dengan tanggal 24 Februari 2011. Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran modal BPRS ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia s ampai dengan tanggal 24 Februari 2011, BPRS ”D” belum dapat dike luarkan dari status pengawasan khusus. Apabila BPRS ”D” tersebut dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPRS ”D” dikel uarkan dari status pengawasan khusus.
BAB VII BPRS Dikeluarkan dari Status Pengawasan Khusus
64 Pasal 11 13/6/PBI/2009
(1) Bank Indonesia menetapkan BPRS dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria: a. rasio KPMM paling kurang sebesar 4% (empat persen); dan b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3%
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
43
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (tiga persen).
Penetapan BPRS dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan tanpa menunggu penyelesaian proses hukum. Yang termasuk dalam proses hukum adalah proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang‐undangan yang berlaku antara lain dalam rangka penambahan modal disetor, merger, konsolidasi, dan/atau akuisisi.
(2) Bank Indonesia memberitahukan kepada BPRS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bahwa: a. BPRS tersebut dikeluarkan dari status pengawasan khusus Bank Indonesia;
dan b. larangan melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 60 ayat (1) dicabut. (3) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang
dikeluarkan dari status pengawasan khusus.
BAB VIII Pemberitahuan kepada LPS dan Pencabutan Izin Usaha65 Pasal 12
13/6/PBI/2009 SE 13/2/DPbS 2011 Romawi VI.1 ‐ 3
(1) Selama jangka waktu status pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 61 atau Paragraf 63 ayat (1), Bank Indonesia sewaktu‐waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS, dalam hal BPRS dalam status pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPRS memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen)
dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen); dan
b. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Apabila pelaksanaan action plan BPRS dinilai tidak sesuai, tidak terdapat perbaikan kondisi keuangan dan/atau kondisi keuangan semakin memburuk maka Bank Indonesia setelah memberikan surat pembinaan kepada BPRS, meminta kepada LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
(2) Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 61 atau Paragraf 63 ayat (1), Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS yang memenuhi kriteria: a. Rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
(3) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi BPRS DPK, BPRS yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus, BPRS DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha BPRS DPK yang tidak diselamatkan.
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
44
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (4) Selama jangka waktu BPRS dalam status pengawasan khusus termasuk
perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila diberikan perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap kondisi BPRS DPK, Bank Indonesia sewaktu‐waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan, bagi BPRS yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bagi BPRS yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Rasio KPMM BPRS menurun menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau kurang 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh: Pada saat BPRS ”E” ditetapkan dalam status pengawas an khusus tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar 3% (tiga persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPRS ”E” sampai dengan tanggal 2 Mei 20 11 diketahui bahwa sejak BPRS ”E” ditetapkan dalam sta tus pengawasan khusus kondisi BPRS ”E” terus memburuk s ehingga rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS ”E” di nilai tidak mampu merealisasikan action plan dan pengurus maupun pemegang saham BPRS tidak mampu memperbaiki kondisi BPRS. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPRS ”E” yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
b. Bagi BPRS yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus memiliki
rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi lebih dari
0% (nol persen) dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
45
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Contoh: Pada saat BPRS ”F” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar negatif 20% (dua puluh persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPRS ”F” sejak BP RS ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan laporan tanggal 2 Mei 2011 diketahui rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan pengurus maupun pemegang saham BPRS tidak mampu memperbaiki kondisi BPRS. Dengan mempertimbangkan kondisi BPRS ”F” tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
(5) Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bagi BPRS DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
Contoh: BPRS ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 11 April 2011 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal 12 September 2011 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir BPRS ”G” tidak memenuhi krite ria untuk dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Dengan kondisi BPRS ”G” tersebut di atas maka Bank Indonesia memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS ”G”.
66 Pasal 13 13/6/PBI/2009
Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 65, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPRS yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS.
67 Pasal 14 13/6/PBI/2009
(1) Bank Indonesia memberitahukan keputusan pencabutan izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 66 kepada BPRS yang bersangkutan dan LPS.
(2) Penyelesaian lebih lanjut BPRS yang telah dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penyelesaian yang dilakukan oleh LPS meliputi antara lain pembayaran klaim penjaminan simpanan dan likuidasi.
BAB IX Pengumuman
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
46
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 68 Pasal 15
13/6/PBI/2009 SE 13/2/DPbS 2011 Romawi VII.1 ‐ 2
(1) Bank Indonesia mengumumkan BPRS yang ditetapkan: a. dalam status pengawasan khusus; b. dikeluarkan dari status pengawasan khusus; pada hari yang sama dengan tanggal penetapan.
(2) Bank Indonesia mengumumkan penetapan BPRS yang: a. dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana; b. diperkenankan kembali melakukan penghimpunan dan penyaluran dana; pada hari yang sama dengan tanggal penetapan.
(3) BPRS wajib mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 60 ayat (1) pada hari yang sama dengan tanggal penetapan larangan.
(4) Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 66 kepada masyarakat.
(5) Tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Ketentuan ini.
Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPRS. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPRS, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPRS yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik. 1. Pengumuman yang berkaitan dengan BPRS DPK dilakukan sebagai berikut:
a. Pengumuman penetapan status BPRS DPK dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan status pengawasan khusus.
Contoh: Pada tanggal 6 Mei 2011, BPRS ”H” ditetapkan dalam status pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan khusus BPRS ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 6 Mei 2011.
b. Pengumuman larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPRS yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Bab III angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPRS yang bersangkutan pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan.
Contoh: 1) Pada tanggal 10 Maret 2011, BPRS ”I” ditetapkan dal am status
pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 10 Maret 2011 Bank Indonesia: a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap BPRS ”I”, b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPRS ”I”, c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta
larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPRS ”I”, dan
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
47
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus BPRS
”I” dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”I”.
BPRS ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 10 Maret 2011 dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2) Pada tanggal 13 Juni 2011, BPRS ”J” ditetapkan dala m status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 1% (satu persen) dan CR rata‐rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPRS tanggal 5 Agustus 2011 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2011 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPRS ”J” mengal ami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2011 Bank Indonesia: a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPRS ”J”, dan b) mengumumkan larangan tersebut. BPRS ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masya rakat di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 9 Agustus 2011 dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Pengumuman penetapan BPRS yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan disertai dengan pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS DPK yang sebelumnya dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana.
Contoh: Pada tanggal 15 Agustus 2011, BPRS ”K” ditetapkan o leh Bank Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Pengumuman BPRS ”K” dikeluarkan dari status pengawa san khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 15 Agustus 2011. Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila BPRS ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan penyaluran dana.
d. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPRS kepada masyarakat.
2. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPRS yang
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
48
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPRS, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPRS yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik.
BAB X Pelaporan
69 Pasal 16 13/6/PBI/2009 SE 13/2/DPbS 2011 Romawi VIII.1.b‐3
(1) BPRS dalam status pengawasan khusus wajib menyampaikan laporan neraca harian secara mingguan kepada Bank Indonesia.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya.
Dalam hal batas waktu penyampaian laporan neraca harian secara mingguan yaitu paling lambat pada hari kerja pertama minggu berikutnya melampaui batas akhir jangka waktu pengawasan khusus maka laporan dimaksud wajib disampaikan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus.
(3) Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan kondisi BPRS
DPK dan upaya‐upaya penyehatan yang dilakukan, BPRS DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia:
pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan.
Contoh: Pada tanggal 15 Maret 2011 (Selasa), BPRS ”L” ditet apkan dalam status pengawasan khusus. BPRS ”L” menyampaikan neraca harian tanggal 16,17 dan 18 Maret 2011 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada tanggal 21 Maret 2011 (Senin).
Pada tanggal 5 April 2011 (Selasa), BPRS ”L” melakukan penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan dengan hal tersebut, BPRS ”L” menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan disertai bukti‐bukti pendukung kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 12 April 2011 (Selasa), yaitu 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan.
(4) Bagi BPRS DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan khusus.
Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”M” paling lama berakhir pada tanggal 9 Mei 2011. Pada tanggal 6 Mei 2011 BPRS ”M” melakukan penambah an setoran modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action plan berupa penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat tanggal 9 Mei 2011.
(5) Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan‐laporan yang
Kelembagaan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
49
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan SE 13/2/DPbS 2011 Romawi X
disampaikan oleh BPRS DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPRS DPK.
(6) Surat menyurat BPRS yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut: 1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jalan M.H. Thamrin
No. 2, Jakarta 10350, bagi BPRS yang bertempat kedudukan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten.
2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas.
BAB XI Sanksi 70 Pasal 17
13/6/PBI/2009
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau pegawai BPRS dalam status pengawasan khusus yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 60 ayat (1) dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 63 ayat (2) huruf b Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
(2) BPRS dalam status pengawasan khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 56, Paragraf 57, Paragraf 68 ayat (3) dan/atau Paragraf 69 dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa: a. teguran tertulis; dan/atau b. pencantuman anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai dan pemegang
saham dalam daftar pihak‐pihak yang memperoleh predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) dalam uji kemampuan dan kepatutan BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai uji kemampuan dan kepatutan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 1
Halaman 1 dari 2
……………, ……………
No. :
Lamp. :
Kepada
Bank Indonesia
U.p. ....................1
Perihal : Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus
Berkenaan dengan ditetapkannya BPR kami dalam status pengawasan khusus
sesuai surat Bank Indonesia No. . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . . Perihal Penetapan
PT/KOP BPR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Dalam Status Pengawasan Khusus, dengan ini
kami mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus BPR
kami paling lama . . . . . . . . . . hari, dengan alasan . . . . . . . . . .
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini terlampir kami sampaikan pemenuhan
persyaratan pengajuan perpanjangan sesuai ketentuan yang berlaku berupa:
1. Informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan perpanjangan
jangka waktu pengawasan khusus berupa:
a. Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio
KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
b. Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat
paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk
mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen);
serta dokumen pendukung terkait.
2. Surat yang menyatakan komitmen Pemegang Saham Pengendali untuk menambah
modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4%
1 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) (bagi BPR yang berlokasi di wilayah DKI Jaya,
Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten); atau Kantor Bank
Indonesia setempat (bagi BPR yang berlokasi di luar wilayah tersebut diatas)
50
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 1
Halaman 2 dari 2
(empat persen) sesuai action plan, paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka
waktu perpanjangan yang kami ajukan.2
3. Rencana tindak (action plan) penyehatan BPR sesuai dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus sebagaimana kami ajukan.
4. Neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan
perpanjangan.
Demikian agar maklum dan atas perhatian yang diberikan, kami ucapkan terima
kasih.
(Kota), (tanggal/bulan/tahun)
Pemegang Saham Pengendali,3 Direktur,
4
(Nama BPR ....)
ttd
(Nama BPR ....)
ttd
----------------------------- ---------------------------
2 Dalam hal BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio KPMM kurang dari 4%
(empat persen). 3 Apabila Pemegang Saham Pengendali (PSP) berhalangan diganti dengan Pemegang Saham lainnya
yang ditunjuk/mewakili PSP 4 Apabila Direktur berhalangan diganti dengan pejabat yang berwenang
51
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 2
Halaman 1 dari 2
……………, ……………
No. :
Lamp. :
Kepada
Bank Indonesia
U.p. ....................1
Perihal : Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pengawasan Khusus
Berkenaan dengan ditetapkannya BPR kami dalam status pengawasan khusus
sesuai surat Bank Indonesia No. . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . . Perihal Penetapan PD
BPR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Dalam Status Pengawasan Khusus, dengan ini kami
mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus BPR kami
paling lama . . . . . . . . . . hari, dengan alasan . . . . . . . . . .
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini terlampir kami sampaikan pemenuhan
persyaratan pengajuan perpanjangan sesuai ketentuan yang berlaku berupa:
1. Informasi mengenai pelaksanaan action plan BPR kami sejak ditetapkan dalam
status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan perpanjangan;
2. Surat yang menyatakan komitmen Pemegang Saham (Gubernur/Walikota/Bupati)
untuk menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi
paling kurang 4% (empat persen) dan Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen) sesuai action plan, paling lambat
sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang kami ajukan.
3. Rencana tindak (action plan) penyehatan BPR sesuai dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus sebagaimana kami ajukan.
1 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) (bagi BPR yang berlokasi di wilayah DKI Jaya,
Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten); atau Kantor Bank
Indonesia setempat (bagi BPR yang berlokasi di luar wilayah tersebut diatas)
52
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 2
Halaman 2 dari 2
4. Neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan
perpanjangan.
Demikian agar maklum dan atas perhatian yang diberikan, kami ucapkan terima
kasih.
(Kota), (tanggal/bulan/tahun)
Pemegang Saham Pengendali,2 Direktur,
3
(Nama BPR ....)
ttd
(Nama BPR ....)
ttd
----------------------------- ---------------------------
2 Apabila Pemegang Saham Pengendali (PSP) berhalangan diganti dengan Pemegang Saham lainnya
yang ditunjuk/mewakili PSP 3 Apabila Direktur berhalangan diganti dengan pejabat yang berwenang
53
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
……………, ……………
No. :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)1
Perihal : Permohonan Pencairan Deposito
Berkenaan dengan penambahan modal yang telah kami lakukan sebagaimana telah
kami sampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat nomor . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . .
perihal . . . . . . . . . . , dengan ini kami mengajukan permohonan pencairan Deposito atas dana
setoran modal PT/PD/KOP BPR . . . . . . . . . . yang berada pada Bank . . . . . . . . . . dengan
alamat . . . . . . . . . . .
Rincian Deposito tersebut (fotokopi bilyet deposito terlampir) adalah sebagai berikut :
No. No. Seri Deposito/
No. Rekening
Atas Nama Dewan
Gubernur QQ Nominal (Rp)
1.
2.
Total
Dana dari hasil pencairan Deposito tersebut akan kami pergunakan untuk . . . . . . . . .
Demikian permohonan kami.
(Kota), (tanggal/bulan/tahun)
Pemegang Saham/
Calon Pemegang Saham,2
Direktur,3
(Nama BPR ....)
ttd
(Nama BPR ....)
ttd
----------------------------- ---------------------------
1 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) (bagi BPR yang berlokasi di wilayah DKI Jaya,
Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia
setempat (bagi BPR yang berlokasi di luar wilayah tersebut diatas) 2 Pemegang Saham/Calon Pemegang Saham yang melakukan setoran modal
3 Apabila Direktur berhalangan diganti dengan pejabat yang berwenang
54
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 19 /DKBU tanggal 31 Juli 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 4
PENGUMUMAN
Bersama ini kami beritahukan kepada seluruh nasabah bahwa berdasarkan surat
Bank Indonesia No. ............ tanggal ............ Perihal ........................, terhitung sejak
tanggal ..................1, BPR kami:
Nama : PT/PD/Kop. BPR ........................................
Alamat : Jl. .................................................................
DILARANG MENGHIMPUN DAN MENYALURKAN DANA
Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Bank
Indonesia No.11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, selama masa
larangan tersebut kami tidak menerima tabungan dan deposito dari nasabah, serta
tidak menyalurkan kredit baru. Larangan tersebut berlaku sampai dengan adanya
pengumuman lebih lanjut.
Demikian agar maklum.
(Kota), (tanggal/bulan/tahun)
Komisaris,2 Direktur,
3
(Nama BPR ....)
ttd
(Nama BPR ....)
ttd
----------------------------- ---------------------------
1 Diisi sesuai tanggal penetapan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
2 Apabila Komisaris berhalangan diganti dengan pejabat yang berwenang
3 Apabila Direktur berhalangan diganti dengan pejabat yang berwenang
55
56
57
58
59