penerapan teknik manajemen kualitas...

Download PENERAPAN TEKNIK MANAJEMEN KUALITAS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PENERAPAN... · Kakao curah adalah biji kakao yang diingikan pasar dengan kadar air kurang

If you can't read please download the document

Upload: letu

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENERAPAN TEKNIK MANAJEMEN KUALITAS TERHADAP PENGOLAHAN

    BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO)

    KEDIRI

    Iffan Maflahah, Wahyu Ari Pradana, Muhammad Fakhry Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo

    Korespondensi: Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal-Bangkalan

    ABSTRAK

    Indonesia adalah penghasil kakao terbesar ke tiga di dunia (ICCO 2007), setelah pantai

    gading dan Ghana. Kakao curah adalah biji kakao yang diingikan pasar dengan kadar air kurang

    dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur kurang dari 2%, dan kadar biji berkecambah

    kurang dari 2%. Oleh karena itu, tujuan suatu perusahaan secara langsung maupun tidak langsung

    akan mengacu pada hal tersebut. Penelitian ini dimulai dengan perumusan masalah kemudian

    dilanjutkan dengan penetapan tujuan penelitian setelah itu dilakukan pengumpulan data. Data

    kualitatif yang digunakan adalah data penyebab cacat produk dan data kuantitatif adalah data dari

    pengujian pH, pengujian suhu, pengujian kadar air, jumlah cacat, dan jenis cacat. Diperoleh hasil

    produksi rata-rata 247,42 kg diperoleh jumlah rata-rata cacat produk sebanyak 2,38 kg setiap

    produksi, dengan persentase jenis cacat produk dalam kakao kering adalah kotoran 36,74471%, biji

    pecah (Bp1) 23,5363% , kepek 23,185%, prongkol 16,5349%. Dari analisis faktor-faktor yang

    mempengaruhi mutu biji kakao adalah bahan baku yang tersedia kualitasnya jelek, tidak

    dilakukannya sortasi bahan baku. Alat pengukur yang kadarluarsa, alat yang rusak dan keropos.

    Kurangnya pelatihan terhadap karyawan tentang target mutu yang diinginkan perusahaan. Analisis

    keasaman (pH) pada kakao kering di peroleh pH pada kakao berada dibawah standar SNI sehingga

    asam akan menempel pada biji dengan kuat. Suhu pada proses fermentasi diketahui bahwa semua

    sampel dalam kendali. Kadar air juga semua masih dibawah dari standar yang diterapkan oleh SNI

    yaitu kurang dari 7,5 %, sehingga biji tidak mudah ditumbuhi jamur.

    Kata Kunci : Manajemen Kualitas, Cacat Produk, Kakao

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ke-3 dunia setelah Pantai

    Gading dan Ghana. Berdasarkan data ICCO produksi kakao pada tahun 2007 Pantai Gading sebanyak

    1.175.000 ton, Ghana sebanyak 570.000 ton, dan Indonesia sebanyak 440.000 ton. Indonesia pada

    tahun 2014 menargetkan sebagai penghasil kakao curah terbesar di dunia (Anonimous, 2011). Kakao

    dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan ataupun minuman, produk yang sering kita jumpai

    asalah selai coklat, susu coklat, coklat batangan, kue coklat, dan masih banyak lainnya. Coklat

    merupakan salah satu produk olahan dari buah kakao yang telah mengalami proses dan penambahan

    berbagai bahan lain sehingga rasanya menjadi manis dan nikmat. Selain coklat, kakao juga dapat

    sebagai bahan tambahan pembuatan roti, minuman, bahkan di era modern saat ini sebagai bahan baku

    aroma terapi dan lulur buat mengencangkan kulit bagi wanita. Kakao yang banyak diinginkan pasar

    terutama pasar internasional adalah kakao curah. Kakao curah adalah biji kakao yang kering dengan

    kadar air kurang dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur kurang dari 2%, dan kadar biji

    berkecambah kurang dari 2%. Kakao curah pada umumnya di ekspor untuk memenuhi permintaan

    pasar Amerika, Belgia, Jerman, dan Swiss (Susanto, 1993).

    Kepuasan pelanggan adalah faktor terpenting dalam sebuah industri. Oleh karena itu, tujuan

    suatu perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan mengacu pada hal tersebut. Berbagai

    upaya dilakukan perusahaan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Upaya tersebut dapat berupa

    perbaikan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Seiring dengan perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi, maka usaha mencapai kepuasan pelanggan mengalami perubahan. Metode

  • yang biasanya digunakan untuk menganalisis kualitas adalah TQM, Lean, Seven Tool, Six Sigma

    (Purnomo, 2004).

    Manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek

    standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk

    (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu

    ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi sistem manajemen kualitas berfokus

    pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini sering mencakup beberapa tingkat dokumentasi terhadap

    standar-standar kerja. Sistem manajemen kualitas berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga

    bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Patut diakui pula bahwa banyak

    sistem manajemen kualitas tidak akan efektif sepenuhnya pada pencegahan semata, sehingga sistem

    manajemen kualitas juga harus berlandaskan pada tindakan korektif terhadap masalah-masalah yang

    ditemukan. Analisis kinerja menggunakan teknik manajemen kualitas untuk melaksanakan kendali

    mutu terhadap proses produksi digunakan teknik kendali mutu seperti Lembar Pemeriksaan (Check

    Sheet), Diagram Pareto, Histogram, Scatter Diagram, Diagram Tulang Ikan (Diagram Sebab Akibat),

    Grafik dan Bagan Kendali (Purnomo, 2004).

    PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri merupakan perusahaan perkebunan yang

    mengolah biji kakao dari kebun mereka sendiri dan dilakukan pengolahan menjadi biji kakao kering.

    Kualitas biji kakao kering yang diinginkan oleh pasar yaitu biji kakao yang sudah dilakukan proses

    fermentasi, biji memiliki kadar air kurang dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur

    kurang dari 2%, dan kadar biji berkecambah kurang dari 2%. Untuk mempertahankan mutu yang

    dihasilkan perlu dilakukan pengukuran secara intensif.

    Penelitian ini mengkaji aspek produksi meliputi setiap proses produksi, dari proses

    penerimaan bahan baku, proses fermentasi, pengeringan, sortasi hingga pengemasan. Dengan

    membandingkan dengan proses standar yang diterapkan di PT. Perkebunan Nusantara ataupun dengan

    SNI (Standart Nasional Indonesia). Penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi

    kualitas biji kakao kering dengan menggunakan diagram sebab akibat.

    Tujuan

    1. Mengetahui jenis cacat produk dalam proses produksi kakao kering.

    2. Memperoleh penyebab cacat produk pada produksi kakao kering.

    3. Memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh pada proses produksi kakao kering

    METODOLOGI

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2011. Tempat

    pelaksanaan penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) yang terletak di daerah

    Ngrangkah Pawon, Kediri.

    Penelitian ini dimulai dengan perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan penetapan

    tujuan penelitian setelah itu dilakukan pengumpulan data yang diakukan pada proses produksi yang

    ada pada PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Data yang diambil ada dua jenis yaitu

    data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan adalah data penyebab cacat produk

    yang terjadi selama proses produksi di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Setelah

    diperoleh data kualitatif dilanjutkan dengan analisis dengan diagram sebab akibat dan dilanjutkan

    dengan why-why analysis. Data kuantitatif adalah data dari pengujian pH, pengujian suhu,

    pengujian kadar air, jumlah cacat, dan jenis cacat. Pada data kuantitatif dari pengukuran jenis cacat

    dilakukan pengujian menggunakan diagram pareto, sedangkan dari data pengujian pH, suhu, dan kadar

    air dilakukan analisis menggunakan bagan kendali. Dilanjutkan dengan pengukuran dan analisis

    masalah, hal ini diperlukan agar dapat menemukan akar permasalahan yang ada sehingga solusi yang

    diterapkan tepat sasaran. Yang terakhir menetapkan kesimpulandari penelitian ini dan saran bagi

    perusahaan agar dapat memperbaiki proses produksi yang ada di perusahaan.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisis Jenis Cacat Pada Produk Akhir

    Tahapan awal analisis cacat dilakukan dengan cara mengidentifikasi jumlah cacat setiap

    periode hasil panen. Jumlah cacat produk pada proses produksi biji kakao kering dapat dilihat pada

    Tabel 1.

    Tabel 1. Jumlah Cacat Produk Pada Proses Produksi Biji Kakao Kering

    Berdasarkan Tabel.1 rata-rata persentase cacat adalah 0,96 % (2,38 kg) dari 691,14 kg

    hasil panen. Jenis-jenis cacat pada proses produksi biji kakao kering di bedakan menjadi biji pecah

    (Bp1), kepek, prongkol, kotoran. Biji pecah (Bp1) adalah biji kakao yang pecah atau biji kakao yang

    terlepas dari kulit bijinya, sehingga berbentuk berasan biji. Kepek adalah biji yang pipih (gepeng),

    sehingga biji hanya ada kulit bijinya saja tetapi biji tersebut masih utuh dan tidak pecah. Prongkol

    adalah Biji kakao yang saling menempel satu sama lainnya, dan biji kakao tersebut tidak dapat

    dipisahkan. Kotoran yaitu kulit dari biji kakao yang pecah dan kotor-kotoran berupa placenta,

    kerikil, serta benda asing lainnya.

    Berdasarkan jenis cacat diketahui bahwa diketahui jumlah cacat biji pecah (Bp1) adalah

    7,86 kg, kepek 7,74 kg, prongkol 5,52 kg, kotoran 12,28 kg dari total 33,43 kg total cacat. Persentase

    jenis cacat dapat dilihat pada gambar 1.

  • Gambar 1. Persentase Jenis Cacat Produk

    Proses produksi pada bulan Januari- februari 2011 dapat diketahui bahwa kotoran dengan

    persentase 36,74% (kotoran meliputi plasenta, kulit, krikil, dan kulit buah kakao) masih menjadi jenis

    cacat produk yang tertinggi. Jenis cacat ini disebabkan tidak adanya proses sortasi bahan baku. Jenis

    cacat Bp1 (biji pecah) yaitu sebanyak persentase 23,53% (7,74 kg) ini sebanding dengan

    banyaknya kotoran berupa kulit ari dari biji kakao yang ada sehingga nilai biji pecah juga tinggi.

    Selain itu kotoran juga disebabkan oleh debu atau kotoran benda asing seperti daun, batang kering,

    bahkan jasad dari serangga, ini disebabkan ruangan dari tempat pengeringan, tempering, dan sortasi

    tidak tertutup dengan rapat. Biji pecah (Bp1) dapat disebabkan pada proses produksi mengalami

    kesalahan penanganan seperti suhu pengeringan terlalu tinggi, waktu tempering yang dilakukan

    kurang sehingga pada saat masih suhu masih tinggi sudah dilakukan pengemasan sehingga dapat

    menyebabkan biji yang rapuh tersebut akan mudah hancur. Biji kepek dengan persentase 23,18% dan

    prongkol sebanyak 16,52% itu disebabkan bahan baku yang terserang hama dan masih dikutkan

    dalam proses produksi, sehingga akan muncul pada produk akhir.

    Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Biji Kakao Kering

    Proses pengolahan biji kakao kering di PT.Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri

    terdapat permasalahan utama cacat produk yang diakibatkan oleh berbagai sebab, seperti pada alat

    yang digunakan ataupun standart oprasional pengolahan produk yang tidak dilakukan pada saat

    proses produksi. Analisis dilakukan pada setiap proses produksi menggunakan why-why analysis

    kemudian dengan diagram sebab akibat.

    Gambar 2. Diagram Sebab Akibat Proses Produksi Pengolahan Kakao Kering

    Bahan baku yang diterima di pabrik merupakan kiriman dari kebun (afdeling) yang

    seringkali masih banyak biji yang masih belum saatnya dilakukan pemanenan, biji rusak

    dikarenakan serangan hama, serta plasenta yang tidak di buang. Ini dikarenakan sistem yang terdapat

    pada kebun adalah sistem borongan sehingga para buruh pemetik akan melakukan beberapa

    kecurangan untuk mendapatkan hasil yang banyak. Proses pengujian mutu pada bahan baku dan

    sortasi bahan baku untuk menjaga mutu bahan baku yang digunakan. Selain itu umur tanaman yang

    sudah tidak produktif akibat serangan hama serta cuaca yang tidak menentu sehingga pohon kakao

    mengalami gangguan pada proses berbuahnya. Dan banyak kebun yang sedang memprogramkan

    peremajaan tanaman sehingga banyak tanaman kakao yang di tebang dan digantikan tanaman baru

    sehingga hasil panen pada saat ini menurun.

  • Proses pengolahan yang ada beberapa prosedur kerja tidak dilakukan oleh karyawan

    sehingga tidak didapatkan hasil yang akurat. Proses sortasi pada penerimaan bahan baku agar biji

    yang memang layak untuk dilakukan proses produksi dan tidak ada kotoran yang terbawa. Standar

    operasional yang tidak dikerjakan pada proses fermentasi adalah pengukuran suhu dan ketepatan

    proses pembalikan, selain itu karyawan pada proses pembalikan melakukannya dengan tidak tepat.

    Ini dikarenakan termometer yang digunakan untuk mengukur suhu berada pada kantor produksi

    tidak berada pada ruang fermentasi, dan tidak adanya alat tulis yang digunakan menulis waktu

    pembalikan pada ruang fermentasi ini juga salah satu faktor tidak dilakukan pengukuran suhu dan

    pembalikan secara tepat.

    Pembalikan tidak tepat waktu dapat mengakibatkan biji tidak terfermentasi dengan

    sempurna. Penjemuran para pekerja melakukan pembalikan dengan menekan dan mendorong alat

    pembalik dilantai yang kasar sehingga dapat mengakibatkan biji pecah dan lantai penjemuran

    menjadi terkelupas. Para pekerja membalik dengan mendorong dam menekan dengan alat pembalik

    dengan keras dikarenakan lantai jemur yang kasar sehingga biji yang di jemur pada lantai jemur

    menjadi lengket pada lantai. Proses pengeringan pada kakao drier pekerja melakukan pembalikan

    dengan masuk pada bak penampungan, yang seharusnya tidak dilakukan karena dapat menginjak

    biji dan mengakibatkan biji pecah. Selain itu suhu pada pengeringan ini tidak dijaga sesuai standart

    yang dapat mengakibatkan biji terlalu kering sehingga dapat mengakibatkan biji rapuh. Proses

    pengujian mutu yang ada pada produk akhir hanya sebagai formalitas dan tidak dilakukan sesuai

    standart pada mutu pada SNI 2323-2008.

    Mesin dan peralatan yang digunakan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri

    pada umumnya dalam kondisi yang kurang terawat. Timbangan yang digunakan untuk menimbang

    bahan baku mengalami kerusakan karena karat dan perlu dilakukan pengkalibrasi ulang (ditera

    ulang setiap tahunnya). Kotak fermentasi terdapat banyak lubang aerasi yang tertutup oleh kotoran

    sisah dari proses fermentasi yang tidak dibersihkan. Kotoran pada lubang aerasi yang terdapat pada

    kotak fermentasi dapat berpengaruh pada proses fermentasi, dan menyebabkan fermentasi tidak

    berlangsung dengan sempurna. Pada lantai jemur banyak lantai yang terkikis permukaanya

    sehingga lantai tidak halus lagi, ini dapat mempengaruhi biji yang dijemur akan menempel pada lantai

    dan nti akan terikut butiran dari lantai ke proses selanjutnya. Kondisi kakao dryer yang rusak dari 4

    mesin yang dimiliki perusahaan hanya satu yang dapat dioprasikan, itupun tidak berfungsi secara

    normal ini disebabkan cerobong asap yang keropos,termometer tidak berfungsi, blower penghantar

    panas yang rusak, dan pipa penyalur udara yang banyak yang berlubang. Aqua boy yang digunakan

    sebagai pengukur kadar air juga perlu dilakukan kalibrasi agar standart kembali dan dapat mengukur

    dengan tepat kembali.

    Manajemen yang kurang peduli terhadap alat, gedung dan sistem yang ada pada proses

    produksi menyebabkan para pekerja kurang bertanggung jawab terhadap semua hal yang dikerjakan.

    Selain itu kurangnya pengawasan pada pekerja dapat mengakibatkan sistem yang sudah dibuat tidak

    berjalan dengan maksimal. Para pekerja yang ada kurang dalam pengetahuan proses produksi dan

    perlu dilakukan pelatihan agar para pekerja dapat menyegarkan ingatan tentang proses produksi, serta

    manajemen harus melakukan target agar para pekerja termotivasi dalam bekerja.

    Lingkungan dapat diketahui pada saat ini cuaca sedang tidak menentu, sehingga

    mengakibatkan kelembaban tinggi, dan sering terjadi hujan yang tiba-tiba mengakibatkan proses

    penjemuran tidak terpenuhi atau bahkan biji akan mudah berjamur. Selain itu kondisi gedung yang

    banyak lubang terutama pada gudang mengakibatkan banyak hama yang masuk pada gudang, selain

    itu pada saat hujan menjadi bocor dan dapat membuat biji yang sudah dikemas dengan bagus

    menjadi rusak.

    Manusia atau pekerja juga sangat berperan pada proses produksi, sikap pekerja yang

    kurang disiplin, pekerjaan yang menumpuk (setiap pekerja melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan)

    mengakibatkan karyawan tidak dapat fokus pada pekerjaannya. Kurang pahamnya pemahaman

    karyawan terhadap proses produksi, dan pencapaian mutu yang ditargetkan perusahaan

    mengakibatkan tidak terpenuhi target tersebut.

  • Analisis Kualitas Keasaman (pH) pada Proses Fermentasi

    Analisis kualitas keasaman dilakukan dengan menggunakan bagan kendali pada proses

    fermentasi dengan menganalisis keasaman pada hari ke-4 pada proses fermentasi.

    Gambar 3. Bagan Kendali X Keasaman Pada Proses Fermentasi

    Berdasarkan Gambar 3. dengan menggunakan batas 3-sigma pada nilai dari keasaman pada

    proses fermentasi semua berada pada dalam batas kendali. Proses ini menggambarkan bahwa proses

    tersebut sudah terkendali dengan baik. Sama halnya yang menggunakan batas 2-sigma semua nilai

    keasaman pada proses fermentasi masih dalam batas kendali. Tetapi dengan memperketat batas

    kendali menjadi 1-sigma terdapat 3 data yang keluar dari batas kendali yaitu pada sub grup 2, 4, dan

    5.

    Standart yang disarankan pada SNI 2323-2008 yaitu menyatakan pengukuran kadar

    keasaman pH sebagai salah satu pengujian tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

    pada produk yang perlu diterapkan pada proses pengujian yang ada di PT.Perkebunan Nusantara

    XII (Persero) Kediri. Standart yang disyaratkan pasa SNI yaitu pH lebih dari 4 dan kuran dari 7,

    sehingga dari seluruh sampel setiap subgrub berada pada di bawah dari standar yang di tentukan

    SNI.

    Kadar asam kuat pada sampel disebabkan terjadinya proses fermentasi secara tertutup dan

    disebabkan oleh kotoran yang menutupi lubang aerasi pada kotak fermentasi, sehingga sirkulasi

    udara tidak terjadi dengan lancar. Proses pembalikan yang dilakukan tidak tepat waktu juga dapat

    mengakibatkan biji pada bagian tengah dari kotak fermentasi cepat panas dan tidak mendapat sirkulasi

    udara yang lancar.

  • Gambar 4. Bagan Kendali R Keasaman Pada Proses Fermentasi

    Berdasarkan pada gambar 4. bagan kendali R keasaman pada proses fermentasi dengan 3-

    sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas kendali bawah, namun

    terdapat 2 titik yang bersinggungan dengan batas kendali bawah, yaitu pada sub grup 4 dan sub grup

    5. Sedangkan dengan batas 1-sigma semua tidak keluar dari batas kendali atas dan batas kendali

    bawah.

    Berdasarkan bagan kendali -R keasaman proses fermentasi menunjukkan rata-rata

    keasaman (pH) tidak terkendali, hai ini menunjukkan jika terjadi penimpangan pada proses fermentasi

    untuk menghasilkan keasaman tersebut masih berada di dalam batas pesifikasi pH tidak lebih dari

    7dan tidak kurang dari 4 (Guehi 2010). Dengan kadar keasaman lebih dari 7 maka biji kakao

    menjadi bersifat basah, sedangkan kadar keasaman kurang dari 4 maka asamnya termasuk asam kuat

    dan akan menyebabkan keasaman akan menempel pada biji sampai pada produk akhirnya

    Analisis Kualitas Suhu Pada Proses Fermentasi

    Analisis kualitas suhu dilakukan dengan menggunakan bagan kendali pada proses fermentasi

    dengan menganalisis suhu pada hari ke-4.

    Gambar 5. Bagan Kendali X Suhu Pada Proses Fermentasi

    Analisis berdasarkan Gambar 5. dengan menggunakan 3-sigma dan 2-sigma semua

    masih dalam batas kendali atas dan batas kendali bawah, dengan artian data di terima. Asumsi semua

  • standart minimal 48C dan maksimal 50C ini masih dalam kendali yang diterapkan oleh PT.

    Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri.

    Memperketat batas kendali menjadi 1-sigma terdapat 1 data yaitu titik pada sub grup 3 yang

    keluar dari batas kendali bawah, yang berarti data ditolak. Titik pada bagan kendali cenderung pada

    pola sebaran tidak acak. Proses pengujian suhu mutlak perlu dilakukan agar dapat mengetahui proses

    fermentasi telah selesai dengan faktor suhu 50C dan jika melebihi 50C itu berarti biji kakao mulai

    pada proses pembusukan. Proses fermentasi yang dilakukan selama 84 jam terjadi kenaikan suhu

    secara berkala, dalam 12 jam suhu ang dicapai antara 25 sampai dengan 27 yang disebabkan

    terjadinya proses peragian pada pulp yang ada pada biji kakao oleh yeasts menjadi etanol dan asam

    organik (Guehi, 2010). Hari kedua suhu mencapai 32 sampai dengan 36 ini pulp ang sudah

    menjadi etanol dan yeast yang sudah mati kemudian dirubah oleh bakteri menjadi asam. Proses

    perubahan menjadi asam berlanjut sampai dengan hari ketiga dengan suhu 42sampai dengan 48 ,

    pada hari ketiga sirkulasi udara ang lancar menjadi faktor keberhasilan proses fermentasi yang

    dapat mengakibatkan biji kakao itu menjadi asam laktat dalam kondisi anaerob atau menjadi asam

    asetat dalam kondisi aerob. Sehingga pada hari keempat dengan kondisi asam asetat di peroleh suhu

    naik sampai 51pada biji kakao ang juga mempengaruhi arna dari biji kakao menjadi coklat (Guehi,

    2010).

    Gambar 6. Bagan Kendali R Suhu Pada Proses Fermentasi

    Berdasarkan pada Gambar 6. bagan kendali R suhu pada proses fermentasi dengan 3-sigma,

    2-sigma, dan 1-sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas

    kendali bawah, berdasarkan bagan kendali-R suhu proses fermentasi menunjukkan rata-rata

    pengukuran suhu terkendali. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi penyimpangan pada pengukuran

    suhu pada proses fermentasi tersebut masih berada di dalam batas spesifikasi kendali bawah 48C dan

    tidak lebih dari batas kendali atas 50C yang telah di tetapkan oleh PT.Perkebunan Nusantara

    (Persero) Kediri.

    Analisis Kualitas Kadar Air Pada Produk Akhir

    Analisis kualitas kadar air pada produk akhir biji kakao kering dilakukan dengan

    menggunakan bagan kendali pada proses fermentasi dengan menganalisis kadar air pada hari setelah

    dilakukan proses tempering dan sebelum dilakukan proses sortasi.

  • Gambar 7. Bagan Kendali X Kadar Air

    Analisis berdasarkan gambar 7. dengan menggunakan 3-sigma dan 2-sigma semua masih

    dalam batas kendali atas dan batas kendali bawah, dengan artian data diterima. Namun pada sub grup

    5 terdapat pada batas kendali atas 2-sigma sehingga data tersebut diperingatkan. Memperketat batas

    kendali menjadi 1 sigma terdapat tiga data yang keluar dari batas kendali, yaitu subgrup 1, 3, dan 5.

    Standar yang diterapkan pada proses yang ada di perusahaan masih dalam batas yang di tetapkan

    dalam SNI 01-2323-2008 dengan kadar air kurang dari 7,5%. Kadar air kurang dari 7,5%

    diharapkan pada proses penyimpanan jika terjadi kenaikan maka kenaikan itu masih dalam batasan

    dan tidak melebihi 7,5%. Kadar air dari analisis bagan kendali semua sampel tidak melebihi dari

    7,5% dan tidak kurang dari 6% dikarenakan dengan kadar air yang melebihi 7,5% dapat memicu

    pertumbuhan jamur yang dapat berkembang lebih cepat. Kadar air yang kurang dari 6% dapat

    mengakibatkan biji mudah hancur sehingga dapat menaikkan kadar biji pecah pada proses pengujian

    mutu.

    Gambar 8. Bagan Kendali R Kadar Air

  • Berdasarkan pada Gambar 8. bagan kendali R keasaman pada proses fermentasi dengan

    3-sigma dan 2-sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas kendali

    bawah. Dengan batas 1-sigma terdapat 2 subgrup yang keluar dari batas kendali, yaitu subgrup 2 dan

    sub grup 4. berdasarkan bagan kendali-R pengukuran kadar air menunjukkan rata-rata kadar air masih

    terkendali, hal ini dapat mengetahui bahwa kadar air pada produk akhir memang dipersiapkan khusus

    untuk menjaga jika sewaktu-waktu terdapat kenaikan kadar air, yang bertujuan biji agar tidak

    berjamur.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Hasil produksi rata-rata 247,42 kg diperoleh jumlah rata-rata cacat produk sebanyak 2,38 kg

    setiap produksi, dengan persentase jenis cacat produk dalam kakao kering adalah kotoran 36,74471%,

    biji pecah (Bp1) 23,5363% , kepek 23,185%, prongkol 16,5349%.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu biji kakao adalah bahan baku yang tersedia

    kualitasnya jelek, produksi pohon kakao yang menurun, tidak dilakukannya sortasi bahan baku. Alat

    pengukur kadar air yang kadarluarsa, cerobong asap pada kakao dryer yang rusak dan keropos.

    Kurangnya pelatihan terhadap karyawan tentang target mutu yang diinginkan perusahaan. Kondisi

    lingkungan yang sering hujan mengakibatkan kelembapan menjadi tinggi.

    Analisis keasaman (pH) pada kakao kering di peroleh pH pada kakao berada dibawah

    standar SNI yang disebabkan dengan proses fermentasi yang terjadi dalam kondisi anaerob, sehingga

    asam akan menempel pada biji dengan kuat. Suhu pada proses fermentasi diketahui bahwa semua

    sampel dalam kendali. Kadar air juga semua masih dibawah dari standar yang diterapkan oleh SNI

    yaitu kurang dari 7,5 %, sehingga biji tidak mudah ditumbuhi jamur.

    Saran

    Produk biji kakao kering yang dihasilkan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) perlu

    dilakukan pengujian produk akhir secara lengkap sesuai dengan SNI 01-2323-2008.

    Perusahaan juga dapat meningkatkan kemampuan karyawan tentang proses produksi dengan

    melakukan pelatihan secara berkala.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonimous, 2011. Indonesia Produsen Kakao Terbesar Di Dunia Pada Tahun 2014. (http://Arsip Berita.com. Diakses Kamis, 24 Februari 2011)

    Departemen Pertanian, 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2323-2008 (Biji Kakao, Bubuk

    Kakao dan Lemak Kakao). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta

    Guehi ST, Dabonne S, Koffi LB, Kedjebo DK, Zahouli GIB. 2010. Effect of Turning Beans and

    Fermentation method on The Acidity and Physical Quality of Raw Cocoa Beans. Advance

    Journal of Food Science and Technology 2(3): 163-171

    Gunawan Janti Ir, MSc dan Nyoman Sutari, ST. 2000. Pengantar Teknik dan Sistem Industri.

    Surabaya. Guna Widya.

    HAP (Humanitarian Accountability Partnership-Internasional). 2007. Mewujudkan Aksi Kemanusiaan

    yang Bertanggung Jawab Terhadap Para Penerima Manfaat. Jenewa

    Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta. Graha Ilmu

    Setyaningtyas, Wuri Retno. 2005. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Pembekuan Udang PT.

    Istana Cipta Sembada dengan menggunakan Diagram Kontrol C. Universitas Negeri Semarang.

    Semarang.

    Susanto, F.X. 1993. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius, Yogyakarta.

    http://arsip/