kajian penerapan teknologi usahatani sawi...
TRANSCRIPT
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
482
KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI HIJAU DENGAN
PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DARI LIMBAH ORGANIK SAMPAH
RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO
Amik Krismawati dan Rika Asnita
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso Km 4. Malang
E mail : [email protected]
ABSTRAK
Suatu kajian yang bertujuan untuk melihat manfaat penggunaan pupuk organik
dari limbah organik sampah rumah tangga pada tanaman sawi hijau telah dilakukan di
lahan sawah di Desa Wonoayu, Kecamatan Wonoayu, Kota Sidoarjo. seluas ± 0,5 ha.
Pengkajian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Desember 2009 dengan komoditas
sayuran sawi hijau. Produktivitas sawi hijau dapat meningkat dengan teknologi
budidaya antara lain dengan menggunakan pupuk organik (kompos) sampah rumah
tangga. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur melaksanakan
pengkajian penerapan teknologi usahatani sawi hijau dengan pemanfaatan pupuk
organik dari limbah organik sampah rumah tangga meliputi pertumbuhan tanaman,
produksi dan pendapatan usahatani. Analisis sosial dan ekonomi berupa analisis tingkat
pendapatan petani dilakukan dengan metode finansial R/C ratio. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa hasil analisa laboratorium kompos sampah runmah tangga dengan
dekomposer/aktivator Promi mengandung kadar C-organik 18,89%, N-total 1,29%, C/N
rasio 17,33%, P2O5 1,09%, K2O 1,22%, Na 0,46%, Ca 4,50% dan Mg 0,57%, dengan
demikian kualitas kompos tersebut memenuhi syarat sebagai pupuk organiik sesuai
dengan Permentan No70/Permentan/SR.140/10/2011. Perlakuan pemupukan yang
terbaik adalah T6K1 yakni limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi +
Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2 ton/ha dikombinasikan dengan
pupuk anorganik (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara ekonomi,
penerapan teknologi perlakukan T6K1 memberikan produksi sawi tertinggi yaitu 20,4
ton/0,5 ha (ditimbang dalam kedaan basah setelah panen), dan keuntungan sebesar Rp
15.750.000,- dengan nilai R/C rasio sebesar 2,37 Ini menunjukkan bahwa teknologi
pemupukan dengan menggunakan pupuk organik limbah sanpah rumah tangga yang
diintroduksi kepada petani secara ekonomis layak untuk dikembangkan.
Kata kunci: Sawi hijau, pupuk organik, limbah organik sampah rumah tangga,
usahatani
PENDAHULUAN
Sejak jaman purba sampai saat ini pupuk organik telah diketahui banyak
dimanfaatkan sebagai pupuk dalam sistem usahatani (Tisdale et al., 1985). Pupuk
organik mempunyai peranan dalam mempengaruhi sifat fisik, kimia dan aktifitas biologi
dalam tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui pembentukan
struktur dan agregat tanah yang mantap dan berkaitan erat dengan kemampuan tanah
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
483
mengikat air, infiltrasi air, mengurangi resiko terhadap ancaman erosi, meningkatkan
kapasitas pertukaran ion (KTK) dan sebagai pengatur suhu tanah yang semuanya
berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman (Kononova, 1999; Foth, et al., 1972).
Pupuk organik mengandung senyawa - senyawa kimia berupa hara yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Rauf, 1995; Tandisau et al., 1995).
Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa – sisa (limbah) yang berupa sampah
merupakan salah satu alternatif yang cukup prospektif untuk dimanfaatkan di areal
pertanian. Dengan meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan pula jumlah
kebutuhan meningkat, otomatis menghasilkan sampah yang melimpah terutama di kota.
Sampah - sampah tersebut perlu mendapat perhatian, agar tidak menyebabakan
pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk memanfaatkan sampah
sebagai pupuk agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat
meningkatkan produksi. Selain itu juga dapat mengurangi kebutuhan pupuk anorganik
yang harganya semakin mahal, mengurangi ketergantungan terhadap energy (sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui) dan juga berfumgsi dalam uoaya pelestarian
alam dan lingkungan (Tandisau et al., 2005).
Penggunaan pupuk oragnik sampah TPA diharapkan dapat berdampak positif
terhadap berbagai aspek penting antara lain penggunaan ulang TPA yang ada
(menghindari penambahan TPA yang baru), pengendalian bau busuk, pengurangan
terhadap penggunaan pupuk buatan, ketergantungan penggunaan energi yang tidak
dapat diperbaharui, pengendalian emisi gas metana dan CO2, menghasilkan tanaman
yang aman dikonsumsi (menuju pertanian organik), sumber pendapatan asli pemerintah
kota dan lain - lain (Rustamadji. 1997; Nuryani et al., 2002).
Penggunaan sampah/limbah sebagai pupuk organik pada kegiatan pertanian
dapat menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkungan. Penggunaan pupuk
organik pada lahan pertanian mendukung kelestarian lingkungan sekaligus mewujudkan
“Organic Farming” yang berdaya saing tinggi (Badan Litbang Pertanian, 2000).
Penggunaan pupuk organik menjamin keberlanjutan produktivitas lahan dan efisiensi
penggunaan komponen produksi (Diwyanto et al., 2003).
Sebelum menjadi pupuk organik, sampah organik perlu difermentasi (kompos)
terlebih dahulu. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, antara 2 – 3 bulan, bahkan ada yang lebih dari 12 bulan
tergantung dari bahannya. Berdasarkan hasil penelitian pengomposan dapat dipercepat
dengan bantuan activator/dekomposer (Indriani, 2003). Beberapa aktivator yang tersedia
di pasaran antara lain OrgaDec, SuperDegra, Stardec, EM-4, Trichocompos dan lain –
lain.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat penggunaan pupuk organik
dari limbah organik sampah rumah tangga dan membandingkannya dengan penggunaan
pupuk anorganik atau kombinasi pupuk organik sampah rumah tangga dan pupuk
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
484
anorganik ditinjau dari aspek pertumbuhan, produksi dan ekonomi pada tanaman sawi
hijau.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Pengkajian dilaksanakan di lahan sawah milik petani Desa Wonoayu,
Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo seluas ± 0,5 ha, dengan jumlah petani
kooperator sebanyak 5 orang. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Nopember -
Desember 2009 dengan komoditas sayuran sawi hijau. Dalam pengkajian ini digunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang 3 kali. Perlakuan terdiri dari teknologi
produksi kompos (T) terdiri dari 7 level yakni T1 = Limbah organik sampah rumah
tangga 300 kg + BioSun, T2 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Supe
Degra, T3 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi, T4 = Limbah
organik sampah rumah tangga 300 kg + EM-4, T5 = Limbah organik sampah rumah
tangga 300 kg + SuperDegra + Pupuk kandang (kotoran ternak kambing) + Dedak +
Tetes /Molase, T6 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi + Pupuk
kandang (kotoran ternak kambing) + Dedak + Tetes/Molase, T7 = Limbah organik
sampah rumah tangga 300 kg + EM-4 + Pupuk kandang (kotoran ternak kambing) +
Dedak + Tetes/Molase dan macam dosis pupuk anorganik (K) yang terdiri dari dua level
yakni K1 = (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha dan K2 = (125 kg Urea + 50
kg ZA + 50 kg SP-36)/ha. Dari 2 macam perlakuan tersebut terdapat 14 kombinasi
perlakuan.
Parameter pengamatan
Parameter pengamatan selama pengomposan : perubahan warna, perubahan
suhu/temperatur dan aroma. Pengamatan akhir proses pengomposan : C/N ratio dan C
organik. Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium tanah. Analisis pupuk
organik berbahan baku limbah organik sampah rumah tangga dilaksanakan
Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Jawa Timur,
Malang. Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium untuk mengetahui
kandungan C/N rasio, C-organik (%), N-total (%), P2O5 (%), K2O (%), Na, Ca, Mg dan
kandungan hara lainnya. Pengamatan parameter vegetatif yakni jumlah dan generatif
adalah produksi sawi hijau.
Analisis Data
Analisis teknis agronomis, untuk mengevaluasi penerapan teknologi produksi
dan aplikasi pupuk organik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance), sedang
untuk membandingkan antara rata-rata pengamatan setiap variabel yang diuji digunakan
Uji Beda Nyata Duncan (DMRT 5%. ) (Gomez and Gomez, 1993; Sastrosupadi 2005).
Analisis finansial digunakan untuk mengevaluasi keragaan finansial masing-
masing teknologi yang dikaji. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dapat
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
485
ditentukan teknologi produksi dan aplikasi pupuk organik. Analisis finansial berupa
analisis tingkat pendapatan petani dilakukan dengan analisis finansial Revenue-Cost
ratio (R/C-ratio) yaitu nisbah penerimaan dan biaya. Analisis finansial usahatani
dilakukan untuk mengetahui kelayakan usahatani. Alat analisis yang digunakan adalah
R/C-ratio dengan rumus sebagai berikut :
a = R/C (R = Py.Y; C = FC + VC; a = (Py.Y) : (FC + VC))
Keterangan : R = penerimaan; C = biaya; Py = harga output; Y = output; FC = biaya
tetap (fixed cost); VC = biaya variabel (variable cost) (Soekartawi,
2002)
Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium untuk mengetahui
kandungan C/N rasio, C-organik (%), N-total (%), P2O5 (%), K2O (%), Na, Ca, Mg
dan kandungan hara lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Pupuk Organik Berbahan Baku Limbah Organik Sampah Rumah
Tangga
Lokasi pembuatan pupuk organik (kompos) dari sampah rumah tangga : di Kota
Malang. Waktu pembuatan dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan
Nopember 2009. Kegiatan ini meliputi pengumpulan bahan baku berupa sampah rumah
tangga dan sarana untuk memproduksi pupuk organik dengan berbagai macam
dekomposer serta berbagai kombinasi sumber pupuk organik lainnya. Bahan utama
pembuatan pupuk organik adalah limbah organik sampah rumah tangga.
Tabel 1. Hasil Aanalisis Kimia Bahan Organik Berbahan Baku Sampah Rumah
Tangga dengan Menggunakan Berbagai MacamAktivator 4 Minggu Setelah
Inkubasi
No. Perlakuan
Analisis
pH C-organik N-total C/N
ratio
P2O5 K2O Na Ca Mg
(%) (%) (%) (%)
1. T1 8,2 15,56 1,51 11,88 0,98 1,28 0,54 3,18 0,47
2. T2 6,9 10,16 0,64 15,88 2,89 0,41 0,07 2,93 0,29
3. T3 8,4 18,17 1,57 13,56 1,09 1,39 0,48 4,06 0,58
4. T4 8,3 15,41 1,56 12,04 1,06 1,67 0,48 4,86 0,83
5. T5 8,3 10,61 0,58 18,29 3,24 0,42 0,06 3,31 0,28
6. T6 8,0 18,89 1,29 17,33 1,09 1,22 0,46 5,33 0,63
7. T7 7,9 18,11 1,29 16,46 1,05 1,17 0,41 4,50 0,57
Sumber : Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
486
Dari uji laboratorium diketahui bahwa pupuk organik sampah rumah tangga
dengan dekomposer Promi ditambah dengan pupuk kandang, dedak, dan tetes
mengandung C-organik yang tinggi. Menurut Zainal et al. (2008), zat arang artau
karbon yang terdapat dalam bahan organik merupakan sumber energi bagi
mikroorganisme. Dalam proses pencernaan oleh mikroorganisme terjadi reaksi
pembakaran antara unsur karbon dan oksigen menjadi kalori dan karbondioksida (CO2).
Karbon dioksida ini dilepas menjadi gas, kemudian unsur nitrogen yang terurai
ditangkap mikroorganisme untuk membangun tubuhnya. Pada waktu mikroorganisme
ini mati, unsur nitrogen akan tinggal bersama kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi
tanaman. Hal ini berarti pupuk organik ini selain sebagai sumber hara (melepaskan
unsur hara terutama N dalam waktu relatif cepat, juga dapat digunakan sebagai sumber
bahan organik tanah.
Proses pengomposan yang optimal membutuhkan rasio C/N = 25 : 1. Semakin
tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin cepat dan kandungan N dalam lumpur
semakin tingggi. Sebaliknya apabila raso C/N terlalu remdah maka amonia yang
dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri (Lafran, 2009).
Nilai kritis rasio C/N suatu bahan organik untuk terjadinya dekomposisi adalah
di bawah 30, diatas nilai tersebut bahan organik akan sulit terdekomposisi (Stevenson,
1986 dalam Handayanto, 1995). Besarnya C/N ratio menunjukkan mudah tidaknya
bahan organik terdekomposisi. Rasio C/N tinggi menunjukkan adanya bahan tanah
lapuk yang relatif banyak (misalnya selulosa, lemak dan lilin), sebaliknya semakin kecil
nilai rasio C/N menunjukkan bahwa bahan organik semakin mudah terdekomposisi.
Dengan pengomposan nisbah bahan organik dapat mencapai 20 sampai 15, sehingga
menurunnya nisbah C/N berarti ketersediaan nitrogen bagi tanaman meningkat.
Tingkatan nisbah C/N optimum mmepunyai rentang antara 20 – 25 (kandungan N
sekitar 1,4 – 1,7%) yang ternyata ideal untuk dekomposisi maksimum karena tidak akan
terjadi pemebebasan nitrogen melalaui mineralisasi dari sisa- sisa organik di atas jumlah
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Menurut Djuarnani et al. (2009), Nisbah C/N
yang baik antara 20 -30 dan akan stabil pada saat mencapai perbandingan 15. Nisbah
C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan
nitrogen yang rendah. C/N ratio akan mencapai kestabilan saat proses dekomposisi
berjalan sempurna.
Menurut Alex (2011), masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang
tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu yang
tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu dsb). Untuk menurunkan C/N rasio
diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik, atau
dengan menambahkan kotoran hewan karena karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa Nitrogen.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
487
Pertumbuhan Tanaman Sawi
Jumlah Daun
Hasil pengukuran terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa semua perlakuan
memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama, yaitu semakin meningkat jumlah daun
dengan bertambahnya umur tanaman. Dari hasil pengamatan dapat ditunjukkan bahwa
jumlah daun yang terbanyak sampai umur 30 HST adalah pada perlakuan T6K1. Hasil
pengamatan jumlah daun pada umur 20, 25 dan 30 HST disajikan pada Tabel 2.
Pengaruh perlakuan pemupukan organik dan anorganik disajikan terhadap jumlah daun
sawi hijau disajikan pada Tabel 2.
Hal ini diduga perlakuan pupuk organik dari limbah sampah rumah dan pupuk
anorganik (Urea, SP-36 dan ZA) mampu menyediakan unsur N lebih besar sehingga
lebih mudah diserap oleh tanaman. Semakin banyak bahan organik yang diberikan
hingga batas tertentu akan semakin besar pula unsur hara yang terdapat di dalam tanah
yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah daun (Suryantini,
2007).
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Daun pada Umur 20, 25
dan 30 HST
No.
Perlakuan Jumlah Daun
20 HST 25 HST 30 HST
1. 2.
3.
4. 5.
6.
7.
8. 9.
10.
11. 12.
13.
14.
T1K1 T2K1
T3K1
T4K1 T5K1
T6K1
T7K1
T1K2 T2K2
T3K2
T4K2
T5K2
T6K2
T7K2
6,400 ab 6,600 ab
6,667 ab
6,933 ab 6,467 ab
6,933 ab
6,600 ab
6,533 ab 6,200 a
7,000 ab
6,867 ab 6,733 ab
7,267 b
7,067 ab
8,800 ab 9,533 ab
9,067 ab
9,533 ab 9,267 ab
9,333 ab
8,667 ab
8,867 ab 8,200 ab
9,257 ab
8,667 ab 9,067 ab
9,733 b
9,071 ab
9,933 ab 10,200 ab
9,800 ab
10,067 ab 10,867 ab
11,667 c
10,333 ab
10,067 ab 9,600 a
10,400 ab
9,745 a 10,000 a
10,567 ab
9,533 a Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf
5% pada uji DMRT
Jumlah daun terkecil pada umur 25 dan 30 HST adalah pada perlakauan T7K2,
tetapi secara statistik (p<0,05) tidak berbeda nyata dengan perlakuan T4K2. Jumlah
daun pada perlakuan T7K2 dan T4K2 pada umur 30 HST masing – masing adalah 9,533
dan 9,745. Berdasarkan hasil yang diperolah menunjukkan bahwa pada umur 20 HST
dan 25 HST semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik
(p<0,05). Harrdjowigeno (2003), menyatakan bahwa penguraian kompos yang sudah
mulai stabil, maka unsur hara yang ada di dalam tanah terutama N, P, dan K siap
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
488
diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya serapan unsur hara oleh tanaman.
Gambar 1 - 2. Kondisi Tanaman Sawi setelah
Gambar 3. Panen sawi hijau Aplikasi Pemupukan
Selain itu unsur N sangat dibutuhkan tanaman dalam masa pembentukan organ
vegetatif. Nitrogen diperlukan sebagai penyusun asam amino, asam nukleat, dan bahan
pemindah energi. Disamping itu N juga diperlukan untuk pembentukan sel – sel baru
diantaranya pemanjangan batang, pembentukan dan perluasan daun serta pembesaran
batang yang sangat diperlukan cukup nitrogen. Nitrogen juga merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari molekul klorofil. Meningkatnya klorofil berarti aktivitas
fotosintesis akan berlangsung dengan baik, sehingga hasil fotosintesis dari daun akan
lebih tinggi yang selanjutnya assimilat yang ditransferkan ke seluruh tubuh tanaman
lebih banyak (Nurlela, 1995).
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
489
Produksi Sawi
Dari hasil analisis varian produksi sawi menunjukkan bahwa aplikasi
pemupukan baik pupuk organik sampah rumah tangga dan pupuk anorganik (Urea, SP-
36 dan ZA) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistikk (p<0,05),
meskipun secara fisik perlakuan T6K1 memberikan produksi tertinggi dibandingkan
perlakuan pemupukan yang lain. Menurut Hairiah (2000), pemupukan kompos 2 ton/ha
mampu memberikan hasil tertinggi, hal ini disebabkan meningkatnya KTK tanah dan
didukung oleh suplai unsur hara cepat tersedia dari pupuk kimia sehingga terjadi proses
sinkronisasi yang baik antara pelepasan hara dari pupuk dan saat tanaman memerlukan
unsur tersebut. Peugaruh perlakuan pemupukan organik dan anorganik disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Produksi Tanaman sawi (kg/0,5
ha) No. Perlakuan Hasil (kg0,5 .ha)
1.
2. 3.
4.
5. 6.
7.
8. 9.
10.
11.
12. 13.
14.
T1K1
T2K1 T3K1
T4K1
T5K1 T6K1
T7K1
T1K2 T2K2
T3K2
T4K2
T5K2 T6K2
T7K2
16.608 abc
17.100 bc 18.150 bc
16.980 bc
18.900 bc 20.400 c
17.400 bc
16.758 abc 16.074 a
16.275 abc
17.280 bc
16.350 abc 16.560 abc
16.290 abc
Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata
pada taraf 5% pada uji DMRT
Kompos memiliki sifat kimia lebih baik atau memiliki kandungan unsur hara
yang lebih baik, berarti memiliki kandungan unsur hara yang segera tersedia bagi
tanaman, artinya kompos tersebut memliki pengaruh terhadap tanaman antara lain
terhadap produksi tanaman (Murbandono, 1995; Rukmana, 2006). Hasil penelitian
Balai Penelitian Tanaman Sayur (2007), kangkung darat bisa menghasilkan 12 - 35
ton/ha, dan tinggi atau rendahnya hasil yang dicapai tergantung input produksi yang
diberikan.
Perlakuan T6K1 memberikan produksi sawi tertinggi daripada perlakuan yang
lain meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan pada
perlakuan T6K1 dipengaruhi pemberian pupuk anorganik yang diimbangi dengan
pemberian kompos. Hal ini terjadi karena pada dosis pupuk anorganik tersebut
kebutuhan P, K tanaman terpenuhi dan unsur P dalam bentuk yang cepat pelepasannya
(fast release) sehingga cepat diserap tanaman (Tisdale et al., 1990).
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
490
N-amonium dan N-nitrat dari pupuk Urea merupakan bentuk nitrogen yang
mudah tersedia bila KTK tanah cukup tinggi. Menurut Nelson dan Sommers (1982)
bahan organik yang ditambahkan ke tanah akan terdekomposisi dan membentuk bahan
organik tanah, selanjutnya Setijono (1996) menyatakan bahwa meningkatnya bahan
organik tanah (humus) merupakan salah satu penyebab meningkatnya KTK tanah.
Analisis Finansial Usahatani Sawi Hijau
Tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani merupakan indikator keberhasilan
usahatani atau kelayakan teknologi usahatani yang dikelola. Untuk itu perlu dilakukan
analisis finansial usahatani sawi hijau terhadap berbagai perlakuan pemupukan.
Analisis finasial usahatani sawi disajikan pada Tabel 3. Analisis efisiensi dalam
pengujian pupuk diperlukan untuk memberikan gambaran kelayakan ekonomi dari
pupuk yang diuji dibandingkan. Analisis efisiensi dilakukan secara sederhana, artinya
dilakukan analisis input output yang disebabkan oleh perbedaan perlakuan pemupukan.
Dengan demikian penerapan teknologi usahatani lain selain pupuk diasumsikan sama
untuk semua perlakuan pupuk.
Analisis efisiensi didasarkan atas harga input dan output pada saat pengujian
berlangsung. Pada saat pengujian pupuk, tercatat harga input dan output sebagai berikut
: Pupuk organik dari limbah organik sampah rumah tangga yang diberi tambahan dedak,
pupuk kandang dan tetes = Rp 1.000,-/kg, sedang pupuk organik dari limbah organik
sampah rumah tangga tanpa diberi tambahan dedak, pupuk kandang dan tetes = Rp
700,-/kg. Harga pupuk anorganik Urea = Rp 2.500,-/kg; ZA = Rp 3.500,-/kg; SP-36
= Rp 3.500,-/kg; dan harga ikat sawi segar/dalam kedaan basah (1,5 kg) = Rp 2.000,-.
Dalam analisis ini yang dihitung adalah perubahan atau tambahan biaya akibat
penggunaan pupuk yang berbeda, biaya usahatani dan nilai output akibat penggunaan
pupuk yang berbeda tersebut. Keuntungan dihitung dengan cara nilai jual hasil sawi
(berat basah) dikurangi biaya pupuk dan biaya usahatani sehingga keuntungan
pemupukan dapat dihitung.
Hasil analisis finansial usahatani sawi pada perlakuan T6K1 memperoleh
keuntungan sebesar Rp 15.750.000,- dengan nilai R/C-ratio = 2,37. Kemudian disusul
perlakuan T3K2 memperoleh keuntungan sebesar Rp 12.920.500,- dengan nilai R/C-
ratio = 2,15. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani tergantung pada
besarnya produksi yang diperoleh dan biaya produksi yang dikeluarkan. Perlakuan T2K2
memberikan keuntungan yang paling rendah yaitu Rp 9.777.500,- dengan nilai R/C-
ratio sebesar 1,93. Hal ini disebabkan tidak berimbang antara produksi yang diperoleh
dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
R/C merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan ekonomi
dan efektifitas penggunaan modal. Analisis ini membandingkan biaya yang digunakan
dengan penerimaan yang diperoleh. Parameter untuk mengukur tingkat kelayakan
ekonomi usahatani dengan analisis R/C sebagai berikut : (1). Apabila nilai R/C kurang
dari 1, berarti usahatani sawi hijau tidak layak secara ekonomi atau tidak
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
491
menguntungkan, dan (2). Sebaliknya, apabila R/C lebih besar dari 1, berarti usahatani
sawi hijau layak secara ekonomi atau menguntungkan.
Tabel 3. Analisis Usahatani per 0,5 ha pada perlakuan pemupukan pada Tanaman
Sawi di Desa Wonoayu, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, 2009
Kode
Perlakuan
Biaya
Input (Rp)
Produksi
(ikat /0,5 ha)
Harga
Jual (Rp)
Keuntungan
(Rp)
Penerimaan
(Rp)
R/C-
ratio
T1K1
T2K1
T3K1 T4K1
T5K1
T6K1 T7K1
T1K2
T2K2
T3K2 T4K2
T5K2
T6K2 T7K2
11.279.500
11.279.500
11.279.500 11.279.500
11.460.000
11.460.000 11.460.000
11.080.750
11.080.750
11.080.750 11.080.750
11.260.750
11.260.750 11.260.750
11.072
10.393
18.150 11.320
12.600
13.600 11.400
11.172
10.716
10.850 11.920
10.900
11.040 10.860
2.000
2.000
2.000 2.000
2.000
2.000 2.000
2.000
2.000
2.000 2.000
2.000
2.000 2.000
10.864.500
11.060.000
12.920.500 11.360.500
10.740.000
15.740.000 11.340.000
11.263.750
10.351.250
10.619.250 11.959.250
10.539.250
10.819.250 9.777.500
22.144.000
22.800.000
24.200.000 22.640.000
22.200.000
27.200.000 22.800.000
22.344.500
21.432.000
21.700.000 23.040.000
21.800.000
22.080.000 21.720.000
1,96
2,02
2,15 2,01
1,94
2,37 1,99
2,01
1,93
1,96 2,08
1,94
1,96 1,93
Perlakuan T6K1 (Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi +
Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2 ton pupuk organik
dikombinasikan (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara ekonomi,
penerapan teknologi T6K1 memberikan produksi sawi hijau tertinggi yaitu 20,4 ton/.0,5
ha.
Hasil penelitian Tandisau et al. (2005), menyatakan bahwa penggunaan 50 kg
Urea + 2 ton/ha PO TPA/ha menghasilkan produksi buah segar cabai merah sebanyak
7.618 kg/ha, keuntungan sebesar Rp 22.443.000/ha, dan nilai VCR 2,5.
Hasil analisis R/C dari perlakuan T6K1 menunujukkan nilai 2,37 (lebih besar
dari 1), yang berarti usahatani sawi hijau layak secara ekonomi dan menguntungkan.
Nilai 2,37 juga menunjukkan arti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan penerimaan sebesar 2,37 rupiah atau dengan kata lain diperoleh
keuntungan sebesar 237% dari modal yang digunakan (Soekartawi, 2002).
KESIMPULAN
1. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa hasil analisa laboratorium kompos sampah
runmah tangga dengan dekomposer/aktivator Promi mengandung kadar C-organik
18,89%, N-total 1,29%, C/N ratio 17,33, P2O5 1,09%, K2O 1,22%, Na 0,46%, Ca
4,50% dan Mg 0,57%, dengan demikian kualitas kompos tersebut memenuhi
syarat sebagai pupuk organiik sesuai dengan Permentan No
70/Permentan/SR.140/10/2011.
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
492
2. Perlakuan pemupukan yang terbaik adalah T6K1 Limbah organik sampah rumah
tangga 300 kg + Promi + Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2
ton/ha dikombinasikan (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara
ekonomi penerapan teknologi tersebut memberikan produksi sawi hijau tertinggi
yakni 20,4 ton/0,5 ha, dan keuntungan sebesar Rp 15.750.000, dengan nilai R/C
rasio sebesar 2,37.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, 2011. Sukses Mmengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Pustaka
Baru Press. 163 Hal.
Badan Litbang Pertanian. 2000. Integrasi Sapi di Lahan Pertanian (Crop Livestock
Production System). Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Balai Penelitian Tanaman Sayur. 2007. Teknologi Peningkatan Produksi Sayuran
Dataran Rendah. Balai Penelitian Sayuran. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Diwyanto, K., dan B. Haryanto. 2003. Integrasi Ternak dengan Usaha Tanaman
Pangan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi
Pertanian di BPTP Kalimanatan Selatan. Tanggal 8 – 9 Desember 2003 di
Banjarbaru.
Djuarnani, N,. Kristian., dan B. S. Setiawan. 2004. Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka. Hal 23 – 25.
Foth, H. D., and L. M Turk. 1972. Fundamental of Soil Science, 5 th ed. John Willey
and Sons Inc.
Gomez, A.A and K.A. Gomez. 1993. Statistical Procedures for Agricultural
Research, The International Rice Research Institute, Los Banos.
Hairiah, K. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.
Handayanto, E., 1995. Peranan Polifenol dalam Mineralisasi N Pangkasan Pohon
Leguminosa dan Serapan N oleh Tanaman Jagung. Jurnal Agrivita Vol 18 (1)
: 7 - 13. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Indriani. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar swadaya. 62 Hal.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
493
Kononova, M. M. 1999. Soil Organic Master, Its Role in Soil Formation and Soil
Fertility. Vergomon Press, Oxford London.
Lafran, 2009. Pembuatan Pupuk Kompos dari Limbah Rumah Tangga. Titian Ilmu.
Bandung. 74 Hal
Murbandono. L. 1995. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nelson, D. E., and L. E. Sommers. 1982. Total Carbon, Organic Carbon and Organic
Matter. In Chemical and Microbiologycal Properties. ASA-SSSA. Madison.
Nurlela. 1995. Pemanfatan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Organik pada
Pertumbuhan Tanaman Pakchoi dengan Beberapa Aktivator. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian (IPB) Bogor.
Nuryani dan R. Sutanto. 2002. Pengaruh Sampah Kota terhadap hasil dan Tahanan
Hara Lombok. Jurnail Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 3 (1) : 24 – 28.
Rauf, A. 1995. Kontribusi Limbah Ternak dalam Agribisnis Cabai di Sulawesi Selatan.
Jurnal Ilimiah Penelitian Ternak Gowa. Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian
ternak Gowa.
Rustamadji. 1997. Pengembangan Kompos sebagai Alternatif Penyelesaian Masalah
Sampai di Daerah Kumuh Bantaran Ciliwung. Jakarta Timur. Jurnal
Lingkungan dan Pengembangan 17 (4) : 303 – 314.
Rukmana, R. 2006. Budidaya Bayam. Kanisius. Yogyakarta.
Sastrosupadi, A. 2005. Rancangan percobaan praktis bidang pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. 276 p.
Setijono, S. 1996. Intisari Kesuburan Tanah. IKIP Malang Press. Malang.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85 - 87.
Suryantini. 2007. Penggunaan Bahan Pembenah Tanah di Alfisols Marginal :
Pengaruh Jenis dan Takaran Pembenah Tanah terhadap Produktivitas Kacang
Tanah. Jurnal Agritek Vol 15. Edisi Khusus Dies Natalis IPM Ke-16
November 2007. Hal 1 – 6..
Tandisau, P., dan M. Sariubang. 1995. Pupuk Kandang dan Hubungannya dengan
Kesuburan Tanah dan Produksi Kapas. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Gowa.
Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa.
Tandisau, P., Darmawidah, A., Warda dan Idaryani. 2005. Kajian Penggunaan Pupuk
Organik Sampah Kota Makasdar pada Tanam Pupuk Kandang dan
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
494
Hubungannya dengan Kesuburan Tanah dan Produksi kapas. Jurnal Ilmiah
Penelitian Ternak Gowa. Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa
Tandisau, P., Darmawidah, A., Warda, A., dan Indaryani. 2005. Kajian Penggunaan
Pupuk Organik Sampah Kota Makassar pada Tanaman Cabai (Capsicum
annum L.). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(JPPTP) Vol 8 (3) : 372 – 380.
Tisdale , S. L., dan W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. The Macmillan
Co. New York.
Zainal, A., dan A. Krismawati. 2007. Pertanian Organik Menuju Pertanian
Berkelanjutan. Bayu Media Publishing. 154 Hal.