analisis teknis dan ekonomi budidaya sapi...
TRANSCRIPT
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
25
ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI BUDIDAYA SAPI JAWA BREBES
(JABRES) SEBAGAI TERNAK LOKAL UNGGULAN
Dian Maharso Yuwono dan Subiharta
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah
ABSTRAK
Sapi Jawa Brebes (Jabres) merupakan komoditas lokal unggulan lokal di
Kabupaten Brebes, telah dibudidayakan secara turun menurun dan ditetapkan
Kementerian Pertanian sebagai salah satu rumpun sapi lokal, dan kekayaan sumberdaya
genetik ternak lokal Indonesia. Sumberdaya genetik Sapi Jabres diharapkan untuk
dilestarikan dan dioptimalkan pemanfaatannya agar memberikan kontribusi bagi
penyediaan daging sapi dan peningkatan pendapatan peternaknya. Suatu penelitian
untuk mengetahui potensi teknis dan ekonomi pada budidaya sapi Jabres telah
dilakukan pada tahun 2005 dan 2012. Penelitian dilakukan dengan metode survai di
salah satu sentra pengembangannya, yakni di Desa Cikeusal Kidul, Kecamatan
Ketanggungan, Kabupaten Brebes, adapun respondennya adalah 30 orang peternak
Sapi Jabres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna bulu sapi Jabres bervariasi,
dimana yang dominan berwarna coklat mulus. Budidaya Sapi Jabres di daerah
pengembangannya dilakukan secara kombinasi antara angonan dan dikandangkan,
skala usaha berkisar 1 – 7 ekor, adapun tingkat kepemilikan sebagian besar 3 ekor ke
atas/peternak. Meskipun saat ini telah berkembang penggunaan traktor, namun 40%
petani masih menggunakan Sapi Jabres untuk mengolah lahan pertanian, terutama pada
lahan miring yang tidak memungkinkan menggunakan traktor. Peternak masih
memandang pemeliharaan Sapi Jabres sebagai tabungan hidup, masih belum
berorientasi ekonomi. Sapi Jabres mempunyai keunggulan dalam reproduksi, karena
tiap tahun mampu menghasilkan anak, sehingga layak secara ekonomi apabila
dipelihara secara intensif dengan R/C ratio sebesar 2,14. Kelestarian Sapi Jabres
terancam dengan mulai dikenalnya sapi peranakan Simental yang produktifitasnya lebih
tinggi, serta semakin berkurangnya areal angonan sebagai akibat dari pertanian yang
semakin intensif.
Kata kunci : analisis, teknis, ekonomi, budidaya, Sapi Jabres, ternak lokal unggulan
PENDAHULUAN
Permintaan daging sapi terus meningkat seiring dengan meningkatnya
kesejahteraan, tingkat pendidikan, perubahan pola konsumsi, dan jumlah penduduk.
Data empiris tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi daging penduduk
Indonesia sebanyak 2,75 kg/kapita/tahun, dan diperkirakan akan terus meningkat
(Badan Pusat Statistik, 2012). Peningkatan permintaan daging sapi tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai menyebabkan pemenuhan akan
kebutuhan selalu negatif (Murtidjo, 1992). Hadi et.al. (1999) memprediksi apabila tidak
ada perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi dalam
negeri serta tidak adanya peningkatan populasi sapi yang berarti maka senjang antara
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
26
produksi daging sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan akan semakin melebar.
Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi
lokal, sapi impor, dan daging impor (Hadi dan Ilham, 2000). Kontribusi sapi lokal
Suswono untuk mensuplai kebutuhan daging hanya 60 %, sisanya dipenuhi dari impor
(2009).
Indonesia mempunyai sumberdaya genetik (SDG) ternak sapi lokal yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Sumber daya genetik adalah material tumbuhan,
binatang, atau jasad renik yang mengandung unit-unit yang berfungsi sebagai pembawa
sifat keturunan, baik yang bernilai aktual maupun potensial untuk menciptakan galur,
rumpun, atau spesies baru (Anonim, 2009). Agar SDG dapat memberikan kontribusi
bagi penyediaan daging sapi dan peningkatan pendapatan peternaknya maka perlu
upaya pelestarian dan pemanfaatan secara optimal. Pelestarian SDG dimaksudkan
sebagai serangkaian kegiatan untuk mempertahankan keberadaan dan keanekaragaman
SDG dalam kondisi dan potensi yang memungkinkannya untuk dimanfaatkan secara
berkelanjutan, sedangkan pemanfaatan SDG dalam rangka untuk penelitian dan
pengembangan (litbang) (Komisi Nasional Sumberdaya Genetik, 2009).
Salah satu SDG sapi lokal yang ada di Jawa Tengah adalah Sapi Jawa Brebes
(Jabres). Sapi Jabres merupakan salah satu SDG yang berkembang dengan baik di
daerah dataran tinggi Kabupaten Brebes bagian Selatan, diduga merupakan hasil
persilangan antara Sapi Madura atau Sapi Bali dengan sapi lokal atau Ongole
(Wikipedia, 2011). Sebaran Sapi Jabres wilayah pengembangannya seperti tercantum
pada Tabel 1.
Keunggulan sapi Jabres mendorong pemerintah menetapkan sebagai salah satu
rumpun sapi lokal, dan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia, melalui
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2842/Kpts/LB.430/8/2012 tanggal 13
Agustus 2012 (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 2012). Rumpun ternak adalah
adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai karakteristik luar serta
sifat keturunan yang sama (Direktorat Perbibitan Ternak-Dirjen Peternakan, 2012) .
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik peternak, sumberdaya
biofisik, karakteristik ternak, aspek budidaya, dan input-output usaha perbibitan Sapi
Jabres. Informasi ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang Sapi Jabres
dalam upaya memelestarikan dan memanfaatkan SDG sapi lokal Indonesia, khususnya
Sapi Jabres.
Tabel 1. Sebaran populasi Sapi Jabres di Kabupaten Brebes Tahun 2011
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
27
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian telah dilakukan pada tahun 2005 dan tahun 2012, Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui potensi teknis dan ekonomi pada budidaya Sapi Jabres.
Penelitian dilakukan dengan metode survai di salah satu sentra pengembangan Sapi
Jabres, yakni di Desa Cikeusal Kidul, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes.
Ruang lingkup penelitian meliputi karakteristik responden, karakteristik sumberdaya
biofisik, karakteristik ternak, aspek budidaya, dan input-output usaha perbibitan Sapi
Jabres. Data diperoleh dari dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap peternak Sapi Jabres sebanyak
30 orang, dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan
terlebih dahulu. Sumber primer lainnya berasal dari hasil wawancara dengan informan
kunci yang relevan, meliputi penyuluh pertanian dari Kecamatan Ketanggungan,
pengurus kelompok ternak Sapi Jabres, dan petugas dari Kantor Peternakan Kabupaten
Brebes. Data sekunder didapat dari statistik Desa Cikeusal Kidul, Kabupaten Brebes,
Provinsi Jawa Tengah.
Data teknis dan ekonomi dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif
dari hasil observasi dan wawancara, dengan menganalisis keseluruhan variabel yang
telah diidentifikasi. Data yang menyangkut variabel harga dikonversikan dengan harga
tahun 2012. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan rekomendasi sekaligus
menjadi bahan acuan bagi pengambil keputusan atau kebijakan dalam upaya
pengembangan peternakan Sapi Jabres di Kabupaten Brebes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak
Tabel 2 menunjukkan identitas peternak Sapi Jabres di Desa Cikeusal Kidul.
Sebagian besar responden berada pada usia produktif, yakni maksimal 50 tahun, sebesar
63,34%. Apabila mengacu pada Wiriatmadja (1978), responden didominasi oleh
pengetrap dini hingga pengetrap akhir, yakni berumur 30-50 tahun. Meskipun dalam
kenyataannya tidak selalu berlaku demikian, namun setidaknya faktor umur perlu
diperhatian sebagai bahan pertimbangan dalam mengintroduksikan suatu inovasi kepada
petani.
Tabel 2. Identitas peternak Sapi Jabres di Desa Cikeusal Kidul, Kecamatan
Ketanggungan, Kabupaten Brebes
No. Uraian Persentase (%)
1. Komposisi responden menurut kelompok umur
<30 tahun 6,67
30 – 40 tahun 26,67
41 – 50 tahun 30,00
>50 tahun 36,67
2.
Komposisi responden menurut tingkat
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
28
No. Uraian Persentase (%)
pendidikan formal
SD 76,67
SMP 13,33
SMA 10,00
3. Komposisi responden menurut pekerjaan utama
On farm dan off farm 86,67
Non farm 13,33
4.
Komposisi responden menurut tanggungan
keluarga
<= 2 orang 13,33
3 orang 33,33
4 orang 13,33
>=5 orang 40,00
Sumber : data primer, 2005
Pendidikan formal sebagian besar responden adalah SD, selebihnya
pendidikannya SMP. Kualitas sumberdaya manusia petani contoh dapat dikatakan
masih rendah, karena sebagian besar (76,67%) memiliki tingkat pendidikan SD atau
kurang. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil Sensus Pertanian tahun
2003 (BPS, 2004) yang mendapatkan bahwa untuk petani di Pulau Jawa yang
berpendidikan SD ke bawah sejumlah 54,31%, sedangkan data tahun 2013
menunjukkan tingkat pendidikan petani di Indonesia 67,66% berpendidikan maksimal
SD (Anonim, 2013). Salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan petani
responden adalah karena tenaga kerja daerah pedesaan yang berpendidikan relatif tinggi
lebih terdorong untuk melakukan migrasi, dengan harapan peluang mereka untuk
mendapatkan pekerjaan dengan upah lebih tinggi di perkotaan lebih besar.
Sebagian besar (86,67%) peternak memiliki mata pencaharian utama di sektor
pertanian, baik on farm mapun off farm, namun demikian tidak terdapat peternak yang
mengandalkan budidaya Sapi Jabres sebagai matapencaharian utama. Adapun jumlah
tanggungan keluarga peternak berkisar 2-7 orang, paling besar persentasenya memiliki
tanggungan keluarga 5 orang ke atas.
Tabel 3. Tingkat penguasaan lahan pertanian dan Sapi Jabres di Desa Cikeusal Kidul,
Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
29
Tabel 3 menggambarkan tingkat penguasaan lahan dan ternak Sapi Jabres
potong di Desa Cikeusal Kidul. Sebagian besar peternak (63,33%) tingkat penguasaan
lahan pertanian, baik lahan sawah irigasi maupun lahan kering, seluas 0,5 ha/peternak
ke atas, sedangkan yang menguasai lahan di bawah 0,5 ha persentasenya 20%. Kondisi
ini lebih tinggi dibanding luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali yang
hanya 0,34 ha/petani (Jamal, 2011).
Penguasaan Sapi Jabres berkisar 1-8 ekor/peternak, sebagian besar peternak
memiliki 3 ekor ke atas. Ditinjau dari kepemilikannya, sebagian besar milik sendiri
(83,33%), hanya sebagian kecil yang merupakan ternak gaduhan. Kemampuan
maksimal peternak mengelola sapi apabila menerapkan sistem kandang hanya 3 ekor,
sedangkan pada penerapan sistem angonan mampu mengelola 5-7 ekor. Keterbatasan
tenaga kerja merupakan alasan utama untuk tidak meningkatkan skala. Skala usaha
peternak di Desa Cikeusal Kidul lebih tinggi dibandingkan yang disampaikan Hadi dan
Ilham (2002) dimana rata-rata skala usaha pembibitan perbibitan sapi potong berkisar 1-
3 ekor/peternak.
Tujuan memelihara sapi terutama sebagai sebagai tabungan hidup. Penjualan
sapi merupakan tumpuan apabila peternak membutuhkan uang dalam jumlah relatif
banyak, seperti renovasi rumah dan biaya sekolah anak.
Karakteristik Sumberdaya Biofisik
Lahan basah di Desa Cikeusal Kidul didominasi sawah tadah hujan dengan pola
tanam palawija – padi – bero. Apabila Mei masih terdapat hujan, petani menerapkan
pola tanam palawija - padi – palawija/cabe/bawang merah. Palawija yang diusahakan
utamanya adalah jagung, baik jagung lokal maupun hibrida, beberapa petani
mengusahakan kacang hijau.
Berdasarkan sistem pemeliharaannya, budidaya Sapi Jabres dilakukan dengan
kombinasi antara angonan dan dikandangkan. Angonan dilakukan di hutan setempat
(hutan Cicadas), tanah kosong, maupun pada lahan sawah yang sedang menganggur
(belum ditanami). Pada saat musim hujan, dimana areal sawah digunakan, petani
banyak yang mengkandangkan, karena minimnya areal angon. Pemeliharaan Sapi
Jabres secara dikandangkan juga dilakukan oleh sebagian petani yang mempunyai
kebun rumput unggul (rumput Gajah).
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
30
Kandang umumnya terpisah dari rumah, yakni berada pekarangan, pinggir
lapangan, maupun bantaran Sungai Babakan. Beberapa peternak, sekitar 3-5 KK,
menempatkan ternaknya pada kandang kelompok. Peternak menyampaikan beberapa
manfaat dari penggunaan kandang kelompok, yakni bisa saling tukar
pengalaman/informasi mengenai budidaya ternak, dapat diatasinya pencemaran udara
(bau) pada pengelolaan sapi potong, meningkatnya estetika lingkungan pemukiman
dikarenakan kandang sapi tidak menyatu lagi dengan rumah penduduk, nyamuk
menjadi berkurang, sehingga berdampak positif terhadap kesehatan petani.
Meskipun saat ini telah berkembang penggunaan traktor, namun 40% petani
masih menggunakan Sapi Jabres untuk mengolah lahan pertanian, terutama pada lahan
miring yang tidak memungkinkan menggunakan traktor. Sebagai ilustrasi, untuk
mengolah lahan 1 ha dibutuhkan tenaga sapi 28 hari.
Pola pemberian hijauan pakan pada Sapi Jabres sebagaimana tercantum pada
Tabel 4. Pada saat musim hujan, hijauan pakan mengandalkan rumput unggul maupun
rumput lapang. Sebagian petani (20%) telah mempunyai kebun rumput unggul (rumput
Gajah). Manfaat petani yang mengusahakan rumput unggul adalah waktu yang
dicurahkan untuk mencari rumput lebih pendek sekitar 4-6 kali. Limbah tanaman
pangan diberikan sesuai dengan pola tanam yang ada. Jerami jagung diberikan pada
Januari, sedangkan jerami padi pada April. Meskipun demikian, pemberian limbah
tanaman hanya sebagai tambahan rumput, karena kurang disukai ternak.
Tabel 4. Pola pemberian hijauan pakan pada Sapi Jabres di Desa Cikeusal
Kidul, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes
Jenis Hijauan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rumput unggul
Rumput lapang
Jerami padi
Jerami jagung
Pada saat musim kering (Agustus - Nopember) peternak mengalami mengalami
kesulitan mendapatkan hijauan, karena rumput di areal hutan dan rumput unggul tidak
tumbuh. Untuk memenuhi kebutuhan, secara berombongan (8-10 orang), peternak
mencari rumput sampai sejauh 20-25 km. Pakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
selama 3 hari. Sulitnya mendapatkan hijauan pakan pada musim kering dipicu oleh
usahatani yang semakin intensif, diantaranya ditandai dengan peningkatan indek tanam,
yang pada gilirannya areal angonan sekain terbatas.
Kotoran sapi belum dimanfatkan secara optimal, peternak umumnya
menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk tanaman pangan hanya pada musim
kemarau, itupun sebatas pada lahan pertanian yang lokasinya relatif dekat dengan
tempat tinggal. Penggunaan kotoran sapi sebagai pupuk tanaman tanpa melalui proses
pengomposan terlebih dahulu. Kotoran sapi belum dipandang mempunyai nilai ekonomi
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
31
yang berarti, mengingat masyarakat setempat dapat menggunakan tanpa dipungut
bayaran.
Kotoran sapi apabila dimanfaatkan secara optimal melalui penerapan teknologi
pengomposan akan diperoleh hasil samping yang menjanjikan, mengingat seekor sapi
mampu menghasilkan kotoran padat dan cair sebanyak 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari
(Tauscher et al. dalam Setiawan, 2002). Kompos merupakan hasil akhir dari proses
pengomposan yang dapat digunakan sebagai pupuk organik (Suhartiningsih, 1998).
Proses pengomposan penting untuk dilakukan mengingat nilai rasio C/N pupuk kandang
umumnya masih di atas 30, padahal pupuk kandang yang baik harus mempunyai rasio
C/N kurang dari 20 (Hartatik dan Widowati, 2006).
Sapi mulai dikawinkan pada umur sekitar 1,5 tahun. Perkawinan secara alam,
umumnya terjadi pada saat ternak diangon, yakni antara Juli – Nopember. Dengan pola
perkawinan tersebut, kelahiran banyak terdapat pada Maret – Mei. Ternak dikawinkan
lagi setelah 3-4 bulan kelahiran, sedangkan umur sapih sekitar 6 bulan.
Penggunaan kotoran kambing tanpa melalui proses pengomposan tentunya
kurang menghasilkan efek yang optimal. Proses pengomposan penting untuk dilakukan
mengingat nilai rasio C/N pukan kambing umumnya masih di atas 30, padahal pupuk
kandang yang baik harus mempunyai rasio C/N kurang dari 20 (Hartatik dan Widowati,
2006).
Peternak tidak mendapatkan kendala dalam pemasaran sapi. Pemasaran
sepenuhnya mengandalkan blantik yang beroperasi di desa. Alasan peternak tidak
menjual ke pasar hewan adalah karena tingginya biaya pengangkutan, selain itu
harganya belum tentu lebih mahal dibanding menjual di desa.
Karakteristik Sapi Jabres
Ukuran fisik Sapi Jabres pada berbagai status ternak seperti tercantum pada
Tabel 4. Bobot badan pejantan Sapi Jabres 350 kg, sedangkan panjang badan 125,8
cm, lingkar dada 171, dan tinggi gumba 121,8 cm. Ukuran tersebut tidak berbeda jauh
dengan pejantan Sapi Bali, yang diduga tetuanya Sapi Jabres, yang memiliki ukuran
tubuh yang meliputi bobot badan 350-400 kg, panjang badan 125-134 cm, lingkar dada
180-185 cm dan tinggi pundak 122-126 cm (Pane, 1991).
Tabel 5. Ukuran fisik Sa9:13 PMpi Jabres di Desa Cikeusal Kidul, Kecamatan
Ketanggungan, Kabupaten Brebes
Status ternak
Bobot
badan
(kg)
Lingkar
dada
(cm)
Tinggi
gumba
(cm)
Panjang
telinga
(cm)
Panjang
tanduk
(cm)
Panjang
badan
(cm)
Anak 46 87 - 15 - -
Muda jantan 133 120 95.0 16.1 8.0 90.6
Muda betina 96 107 97.8 13.0 - 99.0
Dewasa jantan 350 171 121.8 20.5 11.0 125.8
Dewasa betina 246 147 109.1 19.2 14.1 114.4
Sumber : data primer, 2005
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
32
Sapi Jabres yang dipelihara secara tradisional pertambahan bobot badan
hariannya (PBBH) sebesar 0,23 kg/ekor/hari, apabila kualitas pakannya ditingkatkan
dengan menambahkan dedak padi dan daun gamal akan menghasilkan PBBH sebesar
0,54 kg/ekor/hari (Lestari et. al., 2012). Pertambahan bobot badan tersrbut tidak
berbeda jauh dengan PBBH sapi Peranakan Ongole (PO). Yuwono dan Subiharta
(2012) melaporkan PBBH sapi PO pada pemeliharaan tradisional sebesar 0,25 kg.
Perbaikan kualitas pakan melalui pemberian konsentrat mampu menghasilkan PBBH
sapi PO sekitar 0,59 0,75 kg/ekor/hari (Yuwono dan Subiharta, 2012; Adiwinarti et.al.,
2011). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, untuk menghasilkan PBBH yang
optimal pada Sapi Jabres perlu perbaikan kualitas pakan. Pakan penguat yang umum
diberikan peternak di Desa Cikeusal adalah dedak, intensitas pemberiannya berkisar 1-2
kali/minggu, dengan jumlah pemberian berkisar 1-2 kg/ekor/hari. Pakan penguat
terutama diberikan pada saat ketersediaan rumput dirasakan kurang mencukupi.
Ciri fisik Sapi Jabres yang dikenal selama ini warna bulu merah dengan garis
hitam di garis punggung; bagian pantat dan kaki bagian belakang berwarna putih
(Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 2012). Perkawinan yang bebas pada saat diangon,
menyebabkan adanya variasi dalam warna bulu. Saat ini Sapi Jabres dengan warna bulu
coklat mulus 60,00%, selebihnya berwarna coklat dengan belang putih 15,00%, putih
10,00%, putih kecoklatan 10,00%, dan hitam 5,00% (Tabel 5).
Tabel 5. Ciri fisik Sapi Jabres di Desa Cikeusal Kidul, Kecamatan Ketanggungan,
Kabupaten Brebes
Selain ciri fisik seperti tercantum pada Tabel 5, Sapi Jabres memiliki beberapa
keunggulan, yakni tahan terhadap serangan penyakit dan serangga, mampu beradaptasi
di segala kondisi lingkungan, produksi karkas yang cukup tinggi, kualitas kulit yang
bagus, memiliki daging yang padat, dan dapat dijadikan sebagai ternak pekerja
(Anonim, 2012). Sumberdaya genetik mempunyai keunggulan tertentu karena telah
lama berkembang di masyarakat memiliki keunggulan kompetitif dan mempunyai
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
33
potensi beradaptasi pada keterbatasan lingkungan serta mempunyai laju reproduksi
relatif lebih baik (Frankham et al., 2002; Direktorat Perbibitan Ternak-Dirjen
Peternakan, 2012).
Peternak belakangan ini telah mengenal sapi peranakan Simental. Peternak
cenderung sapi peranakan Simental karena pertumbuhannya lebih cepat. Selain itu
keuntungan yang dihasilkan apabila menggemukkan lebih besar dibanding memeliara
Sapi Jabres. Apabila kondisi ini tidak mendapat perhatian pemerintah, dikawatirkan
Sapi Jabres akan punah. Penurunan populasi Sapi Jabres juga dipicu oleh semakin
sulitnya peternak memperoleh hijauan pakan pada musim kering (Agustus-Nopember),
selain itu pertanian yang semakin intensif (meningkatnya intensitas tanam)
menyebabkan berkurangnya areal untuk angonan Sapi Jabres.
Analisa Usaha Perbibitan Sapi Jabres
Analisa usaha perbibitan Sapi Jabres sebagaimana tercantum pada Tabel 6.
Analisa tersebut menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : (a) biaya investasi untuk
pengadaan induk dan pembuatan kandang dibiayai dari pinjangan jangka waktu 10
tahun dengan bunga 12%/tahun flat; (b) tiap tahun induk melahirkan; (c) tingkat
kematian 0%; (c) tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. Dengan menggunakan
asumsi tersebut, perbibitan Sapi Jabres skala 2 ekor induk, mampu menghasilkan R/C
rasio sebesar 2,14, yang dapat diartikan bahwa setiap biaya Rp 1,- akan menghasilkan
penerimaan Rp 1,2,-. Dengan demikian, perbibitan Sapi Jabres secara ekonomi layak
untuk dikembangkan.
Tabel 6. Analisa usaha perbibitan Sapi Jabres (skala 2 ekor induk)
No. Uraian Jumlah (Rp.)
1. Input :
Pakan penguat induk 2.555.000
Pakan penguat anak 547.500
Bunga pinjaman 2.280.000
Penyusutan kandang 500.000
Total input 5.882.500
2. Output :
Penjualan anak 12.600.000
3. Keuntungan 6.717.500
4. R/C ratio 2,14
5. B/C ratio 1,14
KESIMPULAN DAN SARAN
Penguasaan Sapi Jabres di Desa Cikeusal berkisar 1-8 ekor/peternak, sebagian
besar peternak memiliki 3 ekor ke atas. Kemampuan maksimal peternak mengelola
sapi apabila menerapkan sistem kandang hanya 3 ekor, sedangkan pada penerapan
sistem angonan mampu mengelola 5-7 ekor.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
34
Budidaya Sapi Jabres belum dipandang sebagai matapencaharian utama, hanya
sebatas sebagai tabungan hidup. Sebagian peternak menggunakan Sapi Jabres untuk
mengolah tanah, terutama pada lahan miring yang tidak memungkinkan menggunakan
traktor. Budidaya Sapi Jabres dilakukan dengan kombinasi antara angonan dan
dikandangkan. Angonan dilakukan di hutan setempat, tanah kosong, maupun pada lahan
sawah yang sedang menganggur. Beberapa peternak menempatkan ternaknya pada
kandang kelompok.
Pemberian hijauan pakan pada saat musim hujan mengandalkan rumput unggul
maupun rumput lapang. Sebagian petani telah mempunyai kebun rumput unggul.
Pada saat musim kering peternak mengalami mengalami kesulitan mendapatkan
hijauan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan secara berombongan peternak mencari
rumput di luar desa. Limbah tanaman pangan diberikan sesuai dengan pola tanam yang
ada. Jerami jagung diberikan pada Januari, sedangkan jerami padi pada April.
Ukuran fisik Sapi Jabres tidak berbeda jauh dengan Sapi Bali. Perkawinan yang
bebas pada saat diangon, menyebabkan adanya variasi dalam warna bulu. Selain warna
coklat mulus terdapat variasi warna lain, yakni berwarna coklat dengan belang putih,
putih, putih kecoklatan, dan hitam.
Sapi Jabres mempunyai keunggulan dalam reproduksi, karena tiap tahun mampu
menghasilkan anak, sehingga layak secara ekonomi apabila dipelihara secara intensif.
Kelestarian Sapi Jabres terancam dengan mulai dikenalnya sapi peranakan
Simental yang produktifitasnya lebih tinggi dibanding Sapi Jabres. Pertanian yang
semakin intensif menyebabkan berkurangnya areal untuk angonan Sapi Jabres, hal ini
menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya populasi ternak. Apabila kondisi ini
tidak mendapat perhatian dari pemangku kebijakan maka dikawatirkan Sapi Jabres
akan punah. Sehubungan hal tersebut perlu inisiasi village breeding center untuk Sapi
Jabres di wilayah pengembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinarti, R., Fariha, U.R., dan Lestari, C,M.S. 2001. Pertumbuhan sapi Jawa yang
diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan level protein berbeda. JITV.
Puslitbangnak. Bogor.
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Anonim. 2013. Pendidikan petani dan 20% anggaran pendidikan.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/07/pendidikan-petani-dan-20-
anggaran-pendidikan--558252.html
Anonim. 2013. Sapi Jawa Brebes. http://cetap.fapet.unsoed.ac.id/?page_id=228.
Center of Tropical Animal Production For Sustainable Rural Development.
Diakses 24 Mei 2013.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
35
Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. BPS.
BPS. Pusdatin-BPS. 2004. Survei Pendapatan Petani (SPP). Sensus Pertanian.
Pendapatan Rumah Tangga Pertanian. Kerjasama Pusat Data dan Informasi
Pertanian, Departemen Pertanian dengan Direktorat Statisktik Pertanian,
Badan Pusat Statistik. BPS.
Dinas Peternakan dan BPS Kabupaten Brebes. 2011. Kabupaten Brebes dalam Angka
tahun 2011. Dinas Peternakan dan BPS Kab. Brebes.
Dinas Peternakan Kabupaten Brebes. 2012. Penetapan rumpun Sapi Jabres oleh
Menteri Pertanian. http://disnak-kabbrebes.blogspot.com/
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
36
Direktorat Perbibitan Ternak. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan dan Penetapan
Rumpun Atau Galur Ternak Tahun 2012. Direktorat Perbibitan Ternak-
Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan-Kementerian
Pertanian.
Frankham, R., J.D. Ballou, D.A. Briscoe. (2002). Introduction to conservation
genetics. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Hadi, P.U., H.P. Saliem, dan Nyak Ilham. 1999. Pengkajian Konsumsi Daging dan
Kebutuhan Impor Daging Sapi dalam Sudaryanto et. al. (eds) Analisis dan
Perspektif.
Hadi, P.U. dan Ilham, N. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Sapi
Potong di Indonesia Dalam Rangka Swasembada Daging 2005. PSE, Bogor.
Hadi, P.U. dan Ilham, N. 2002. Problem dan prospek usaha pengembangan perbibitan
sapi potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21 (4) 2002.
Hartatik, W. dan L.R., Widowati. 2006. Pupuk Kandang. Hal 59-82. Dalam R.D.M.
Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik
(Eds). Pupuk Kandang, Pupuk Organik, dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer
and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian-Badan
Litbang Pertanian.
Jamal, E. 2011. Revitalisasi Pertanian dan Upaya Perbaikan Penguasaan Lahan di
tingkat Petani . Web Pribadi Erizal Jamal. http://erizaljamal.blogspot.com/
Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi. Monograph Series
No.20. PSE. Bogor.
Komisi Nasional Sumberdaya Genetik. 2009. Pedoman Perjanjian Pengalihan Material
(PPM) atau Material Transfer Agreement (MTA).
http://indoplasma.or.id/berita/berita_2009_pedoman_MTA.html
Lestari, C.M.S., 2012. Eksplorasi Potensi Produksi Sapi Jabres sebagai Sapi Potong
Lokal dengan Metode In vivo dan Non- invasive pada Pemeliharaan In situ
dan Ex situ. Program Studi Doktor Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro (Disertasi).
Murtidjo, B.A. 1992. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Pane, I. 1991. Produktivitas dan breeding sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Sapi
Bali. 2-3 September 1991. Fakultas Peternakan Universitas Hassanudin.
Ujung Pandang.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013
37
Setiawan, A.I. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Cetakan ke tiga. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suhartiningsih, W. 1998. Sistem penunjang keputusan investasi usaha daur ulang
sampah kota untuk produksi kompos. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Wikipedia. 2011. Sapi Jabres. http://id.wikipedia.org/wiki/Sapi_jabres.
Wiriatmadja, S. 1978. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. CV Yasagua. Jakarta.
Yuwono, D.M. dan Subiharta. 2011. Pengaruh kualitas pakan terhadap pertambahan
bobot badan sapi potong pada kegiatan pendampingan PSDS di Kabupaten
Magelang. Prosiding Semnas Kemandirian Pangan ―Pengelolaan
Sumberdaya Pertanian Mendukung Kemandirian Pangan Rumah Tangga
Petani‖. BBP2TP-BPTP Jatim. Malang.