penerapan model pembelajaran learning cycle 5
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5-E PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Nana Umar Sumarna Widyaiswara BDK Bandung
Abstrak
Model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5 E mampu menggunakan proses dan sikap ilmiah untuk mempelajari gejala alam seperti larutan elektrolit dan non elektrolit. Proses Ilmiah itu misalnya melalui pengamatan dan eksperimen, sedangkan sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. untuk memperoleh penemuan-penemuan yang dapat berupa fakta, konsep atau teori. Penemuan-penemuan itulah yang disebut produk Kimia. Oleh karena itu, model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5 E dalam pembelajaran Kimia sesuai dengan karakteristik ilmu Kimia sebagai sikap, proses, dan produk yang diterapkan pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
Kata kunci : larutan elektrolit dan non elektrolit, learning cycle 5E
PENDAHULUAN
Perubahan kurikulum hendaknya memberikan peluang bagi para pendidik untuk leluasa
mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik di berbagai satuan
pendidikan. Keleluasaan ini merupakan bentuk tanggungjawab profesional agar peserta didik
lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran. Selain itu keleluasaa juga akan melahirkan
kreativitas para pendidik untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang beragam untuk
membangun pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta didik.
Pada tahun 2013 pemerintah melalui mendikbud Muh. Nuh, telah melakukan perubahan
kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, kurikulum 2006) menjadi
Kurikulum 2013. Ada 2.598 SD, 1.437 SMP, 1.165 SMA, dan 1.021 SMK yang menjadi
prototipe implementasi kurikulum 2013. Namun pada akhirnya, Jumat (5/12/2014), Menteri
Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru dua bulan dilantik menyatakan bahwa
dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum
2013 dihentikan. Anies Baswedan menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan
Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006 (KTSP). Sementara itu,
sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum
tersebut sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang.
1
Anies Baswedan yang menjabat mendikbud pada era presiden Jokowi ini, menambahkan
bahwa sekolah tidak perlu khawatir untuk kembali ke Kurikulum 2006. Menurut Anies, konsep-
konsep yang telah ditegaskan pada Kurikulum 2013 sebenarnya telah ada dalam Kurikulum
2006. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan
metode pembelajaran yang kreatif di kelas. "Kreativitas dan keberanian guru untuk berinovasi itu
kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia," tutur mantan rektor Universitas Paramadina itu.
Bertolak dari pernyataan tersebut, tulisan ini mencoba untuk mengetengahkan satu model
pembelajaran yang sudah banyak dikenal para pendidik dan sekaligus memberi tambahan penge-
tahuan terhadap model-model pembelajaran yang menjadi kerangka acuan pada kurikulum 2013.
Model pembelajaran ini dikenal sebagai model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E.
Berdasarkan hasil hasil penelitian Sulistya Utami (2013) di SMA Teuku Umar Semarang,
melalui model pembelajaran Learning Cycle dalam pembelajaran Biologi secara signifikan me-
nunjukkan peningkatan motivasi dan hasil belajar peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya motivasi belajar peserta didik, dimana presentase ketuntasan pada kelas X.1 sebe-
sar 94%, kelas X.2 sebesar 91% dan kelas X.3 sebesar 87% setelah pembelajaran Learning Cy-
cle. Demikian pula setelah pembelajaran Learning Cycle, motivasi belajar kelas X.1 meningkat
dari skor 63 menjadi 70,23, motivasi belajar kelas X.2 dari skor 61 menjadi 70, dan motivasi
belajar kelas X.3 dari skor 60 menjadi 71. Peningkatan hasil belajar tersebut tidak terlepas dari
motivasi belajar peserta didik dan aktivitas belajar peserta didik yang diambil dari tahap pembe-
lajaran sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
materi pokok ekosistem dengan model pembelajaran Learning Cycle dapat menumbuhkan moti-
vasi belajar peserta didik yang berdampak pada aktivitas hasil belajar peserta didik yang ditun-
jukkan dengan tercapainya standar ketuntasan belajar pada materi pokok ekosistem
Sebagaimana halnya pembelajaran Biologi, pembelajaran Kimia pun menggunakan
pendekatan empiris yang sistematis dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam.
Dengan demikian, pembelajaran Kimia menjadi wahana dalam menyiapkan peserta didik agar
dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan dan mencari solusi atas masalah-masalah yang
dihadapi oleh peserta didik.
Prinsip pembelajaran Kimia adalah mengeksplorasi fakta-fakta aktual, di mana peserta
didik dapat belajar merespon informasi terbaru dan melakukan eksperimen untuk menguji
2
hipótesis, yang memberikan ruang bagi peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan
menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Orientasi pembelajaran yang ideal dalam
pembelajaran Kimia adalah menggunakan model pembelajaran yang menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap belajar.
Teori belajar yang mendasari model pembelajaran ini adalah teori belajar kontruktivis
yang dikembangkan oleh Piaget. Menurut Piaget, pengetahuan itu akan bermakna ketika dicari
dan ditemukan sendiri oleh peserta didik. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya
mendengar dan melihat tetapi harusdengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab,
berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi). Untuk menciptakan
pembelajaran Kimia yang bermakna dapat dilakukan melalui berbagai model pembelajaran,
salah satunya adalah model pembelajaran bersiklus atau Learning cycle. Menururt Dasna dan
Fajaroh (2006) model ini merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya
nalar peserta didik.
MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYLE 5-E
Siklus belajar (learning cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student centered). Pengembangan model ini pertama kali dilakukan oleh Science
Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974. Model ini dilandasi oleh
pandangan kontruktivisme dari Piaget yang berangapan bahwa dalam belajar, pengetahuan dapat
dibangun sendiri oleh anak dalam struktur kognitif melalui interaksi dengan lingkungannya.
Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian
rupa sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi, yang harus dicapai dalam
pembelajaran dengan jalan berperan aktif.
Menurut Ratna Wilis (2011) menyatakan bahwa belajar merupakan perkembangan
intelektual yang menurut Piaget terdiri atas : struktur, isi, dan fungsi. Untuk sampai pada
struktur, diperlukan hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental. Hubungan
fungsional ini dikenal sebagai Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat
tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas
individu dalam merespon masalah yang dihadapi.
3
Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi
dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses
asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon
terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data yang
ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental
individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan
modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan
konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat
menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan
antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah
dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang
diberikan dalam menghadapi masalah.
Karplus dan Their (dalam Renner et al, 1988) mengembangkan strategi pembelajaran
yang sesuai dengan ide Piaget di atas. Dalam hal ini pembelajar diberi kesempatan untuk
mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi
dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan
konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk
menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Implementasi teori Piaget oleh Karplus
dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur
teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan
fase-fase dalam Siklus Belajar (Learning Cycle)
Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle pada mulanya terdiri
dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi
konsep (concept application).
Pada tahap eksplorasi, peserta didik diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca
inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan
seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena
alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan
dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya
4
pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level
reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana.
Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan
peserta didik untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini
diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki
peserta didik dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini peserta
didik mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari.
Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, peserta didik diajak menerapkan pemahaman
konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving (menyelesaikan masalah-masalah
nyata yang berkaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena peserta didik mengetahui
penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
Learning Cycle tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi lima
fase. Pada Learning Cycle 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan
ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept
introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan
elaboration. Karena itu Learning Cycle 5 fase sering dijuluki Learning Cycle 5E (Engagement,
Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation).
Gambar Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E
Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri peserta didik agar terkondisi dalam
menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka
serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya.
Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) peserta didik tentang topik yang
5
akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula peserta didik diajak membuat prediksi-
prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
Pada fase exploration, peserta didik diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi,
melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum
dan telaah literatur.
Pada fase explanation, guru harus mendorong peserta didik untuk menjelaskan konsep
dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan
mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini peserta didik menemukan istilah-istilah dari
konsep yang dipelajari.
Pada fase elaboration (extention), peserta didik menerapkan konsep dan ketrampilan
dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving.
Pada tahap akhir, evaluation dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan
juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi peserta didik melalui
problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong peserta didik melakukan
investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus
seperti dipaparkan di atas, diharapkan peserta didik tidak hanya mendengar keterangan guru
tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap
konsep-konsep yang dipelajari.
PENERAPAN LEARNING CYCLE DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
Penerapan Learning Cycle dalam pembelajaran Kimia menempatkan guru sebagai
fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama
pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-
pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi. Implementasi Learning Cycle
dalam pembelajaran Kimia sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu: (1) Peserta didik belajar
secara aktif. Peserta didik mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.
Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman peserta didik. (2) Informasi baru dikaitkan dengan
skema yang telah dimiliki peserta didik. Informasi baru yang dimiliki peserta didik berasal dari
interpretasi individu. (3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang
6
merupakan pemecahan masalah (Hudojo, 2001).
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru
ke peserta didik, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada
keterlibatan peserta didik secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih
bermakna dan menjadikan skema dalam diri peserta didik menjadi pengetahuan fungsional yang
setiap saat dapat diorganisasi oleh peserta didik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi
Learning Cycle dalam pembelajaran Kimia menunjukkan keberhasilan model ini dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik (Budiasih dan Widarti, 2004).
Mata pelajaran Kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energetika zat yang melibatkan
keterampilan dan penalaran. Para ahli Kimia (Kimiawan) mempelajari gejala alam melalui
proses dan sikap ilmiah tertentu. Proses itu misalnya pengamatan dan eksperimen, sedangkan
sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur pada saat mengumpulkan dan menganalisis data.
Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu Kimiawan memperoleh penemuan-penemuan
yang dapat berupa fakta, teori, hukum, dan prinsip. Penemuan-penemuan ini yang disebut produk
Kimia. Oleh sebab itu, pembelajaran Kimia dan penilaian hasil belajar Kimia harus
memperhatikan karakteristik ilmu Kimia sebagai sikap, proses dan produk. Selama ini ada
kecenderungan sebagian guru Kimia kurang memperhatikan karakteristik ilmu Kimia dalam
pembelajaran dan penilaian hasil belajar Kimia.
Pada kurikulum 2013, Kimia merupakan mata pelajaran peminatan yang sudah
diberikan pada kelas X. Peminatan pada SMA/MA memiliki tujuan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat
dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan.
Peminatan pada SMA/MA terdiri atas: Peminatan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam; Peminata Ilmu Pengetahuan Sosial; Peminatan Bahasa dan Budaya;
dan Peminatan Keagamaan. Pada peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
berisi mata pelajaran Matematika, Biologi, Fisika, dan Kimia.
Untuk lebih fokus, tulisan ini mencoba mengimplementasikan model Learning Cycle
5E pada pokok bahasan larutan elektrolit dan non elektrolit. Dalam silabus mata
7
pelajaran Kimia, konsep larutan elektrolit dan non elektrolit diberikan dalam waktu 6 JP
dengan Kompetensi Dasar (KD) : 3.8. Menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan
nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya dan 4.8. Merancang, melakukan, dan
menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit
dan larutan non- elektrolit.
Berikut merupakan kegiatan pembelajaran larutan elektrolit dan non elektrolit
dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar 5E.
Kegiatan Pembelajaran (2 x 45 menit)
8
LangkahPembelajaran
Strategi Pembelajaran
Uraian Kegiatan WaktuModel
Pembelajaran Siklus Belajar
5E
Pendekatan Pembelajaran
Saintifik
Metode pembelajaran
Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dari guru dan kemudian berdoa bersama-sama se-belum memulai pembela-jaran.
2. Guru mengabsen siswa.3. Orientasi : Siswa mener-
ima informasi tujuan dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4. Apersepsi : Siswa menjawab pertanyaan guru tentang pengertian larutan.
5. Motivasi : manfaat apa yang diperoleh siswa setelah belajar larutan elektrolit dan non elektrolit.
± 10 menit
Inti
Tahap Engagement
(Tahap Persiapan)
Mengamati Diskusi
1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok
2. Dalam kelompoknya siswa mengamati bahan-bahan Kimia :a. Larutan HClb. Larutan NaOHc. Larutan gulad. Larutan cukae. Laruitan CuSO4
± 10 menit
3. Dalam kelompoknya, siswa mendiskusikan hasil pengamatan larutan berdasarkan warna dan bau.
4. Dalam kelompoknya siswa diminta untuk mempelajari gambar alat uji elektrolit
5. Dalam kelompoknya siswa diminta mendiskusikan cara kerja alat uji elektrolit
(ketika siswa melakukan pengamatan dalam kelompoknya, guru melakukan penilaian sikap aktivitas siswa dalam pembelajaran)
9
Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) menyatakan bahwa Learning Cycle
merupakan strategi bagi pembelajaran IPA di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara
luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan peserta didik. Dilihat dari dimensi guru
penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang
kegiatan pembelajaran.
Sedangkan ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi ini memberi
keuntungan sebagai (1) meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara
aktif dalam proses pembelajaran, (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik, (3)
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan
sebagai berikut (Soebagio, 2000): (1) efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang
menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran, (2) menuntut kesungguhan dan kreativitas
guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, (3) memerlukan pengelolaan
kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, (4) memerlukan waktu dan tenaga yang lebih
banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Efektifitas penerapan Learning Cycle biasanya diukur melalui observasi proses dan
pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan,
maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus
sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai
hasilnya memuaskan.
KESIMPULAN
Siswa sebagai calon ilmuawan mempelajari gejala alam melalui proses dan sikap ilmiah
tertentu. Proses itu misalnya melalui pengamatan dan eksperimen, sedangkan sikap ilmiah
misalnya objektif dan jujur pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Model
pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5 E mampu menggunakan proses dan sikap ilmiah
itu untuk memperoleh penemuan-penemuan yang dapat berupa fakta, teori, hukum, dan
prinsip/konsep. Penemuan-penemuan itulah yang disebut produk Kimia. Oleh karena itu, model
10
pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5 E dalam pembelajaran Kimia sesuai dengan
karakteristik ilmu Kimia sebagai sikap, proses, dan produk.
Pembelajaran Kimia tidak hanya terfokus pada produk saja melainkan juga di fokuskan
pada proses dan sikap. Proses pembelajaran yang bersifatt teacher centered akan membunuh
kreatifitas peserta didik, sehingga mneyebabkan pembelajaran menjadi monoton. Pembelajaran
harus bersifat student centered, salah satu model yang bisa mengaktifkan peserta didik adalah
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E.
Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan
kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi
peserta didik, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai (1) meningkatkan motivasi
belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, (2) membantu
mengembangkan sikap ilmiah peserta didik, (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga
University Press.
Budiasih, E. , Widarti, H.R. 2004. Penerapan Pendekatan Daur Belajar (Learning Cycle) dalam
Pembelajaran Matakuliah Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Jurnal Pendidikan dan
pembelajaran Vol 10 (1), hal 70-78.
Dasna, I.Wayan.2005. Kajian Implementasi Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dalam
Pembelajaran Kimia. Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya. FMIPA
UM – Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.
Fajaroh, F., Dasna, I.W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan
Makanan Pada Peserta didik Kelas Ii Smu Negeri 1 Tumpang – Malang. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122.
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok
Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM. 9 Juli 2001.
Iskandar, S.M. 2005. Perkembangan dan Penelitian Daur Belajar. Makalah Semlok
Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Jurusan Kimia UM. Juni 2005.
11
Ratna Wiliss Dahar.(1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga, 2005.
Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988. The Necessity of Each Phase of The Learning
Cycle ini Teaching High School Physics. J. of Research in Science Teaching. Vol 25
(1), pp 39-58.
Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.
Utami, Sulistya . Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Motivasi Belajar
Siswa Pada Materi Ekosistem Di SMA Teuku Umar Semarang, Unnes : Semarang 2012.
12