penerapan metode pembelajaran ibadah...
TRANSCRIPT
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN IBADAH SHALAT
DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA PESERTA DIDIK TUNANETRA DI SLB-A PEMBINA
TINGKAT NASIONAL JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Putri Komala
NIM. 11160110000007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
vi
ABSTRAK
Putri Komala (NIM. 11160110000007). Penerapan Metode Pembelajaran
Ibadah Shalat dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Peserta
Didik Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Selatan. Skripsi
Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian yang dilakukan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
jenjang kelas 2-A Sekolah dasar ini bertujuan untuk mengetahui (1) penerapan
metode pembelajaran ibadah shalat dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (2) pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah shalat dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (3) faktor kesulitan belajar yang dialami pada peserta
didik tunanetra dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bab ibadah shalat.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi.
Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data dilakukan melalui
ketekunan pengamatan dan triangulasi data. Sedangkan teknik analisis data
dilakukan dengan beberapa tahap dimulai dari reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran
ibadah shalat dalam mata pelajaran PAI menggunakan direct instruction, guru
memberikan penjelasan mengenai konsep atau keterampilan baru kepada peserta
didik dengan tujuan membantu peserta didik dalam mempelajari keterampilan
dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan tahapan demi tahapan.
Evaluasi pembelajaran ibadah shalat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis,
tes lisan, dan praktik (perbuatan). Faktor kesulitan belajar yang dialami peserta
didik tunanetra dalam mengikuti pembelajaran ibadah shalat adalah keterbatasan
yang dimiliki peserta didik tunanetra dalam menerima rangsangan atau informasi
melalu indra penglihatannya, sehingga memanfaatkan indra lainnya dalam
menerima rangsangan atau informasi. Hal demikian membuat kognitif peserta
didik yang tidak terlalu mudah atau cepat untuk menghafal atau menerima
pembelajaran dan kesulitan belajar yang dialami juga terletak pada motorik
peserta didik tunanetra yang cenderung lebih lambat apabila dibandingkan anak
normal pada umunya.
Kata Kunci: Metode Pembelajaran, Ibadah Shalat, Peserta Didik Tunanetra
vii
ABSTRACT
Putri Komala (NIM. 11160110000007). Implementation of the Shalat prayer
learning method in Islamic Religious Education Subject for the Visual
Impairment at the Extraordinary School Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Selatan. Thesis Department of Islamic Religious Education, Faculty of Tarbiya
and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah Islamic University Jakarta.
This research conducted at the Extradionary School-A Pembina Tingkat
Nasional South Jakarta of 2-A Elemntary School aimed to determine (1) the
implementation of teaching method of Shalat in Islamic Education Subject (2) the
implementation of evaluation for shalat learning in Islamic Education subject (3)
learning difficulties factors for blind students in Islamic Education subject in
Shalat chapter.
The research employed a qualitative approach and phenomenological
research methodology. This research also used descriptive method. The
techniques conducted to collect data of this research is observation, interview and
documentation. The validity and reability of the data are checked through
perseverance of observation and triangulation of data. Then, the data analysis
technique was carried out with several stages starting from data reduction, data
presentation, and drawing conclusions.
The results showed that the implementation of prayer learning method in
Islamic Educaiton subjects used direct instruction, the teacher gave an
explanation of new concepts or skills to students in order to help students learn
basic skills and obtain information being taught step by step. Evaluation of the
prayer learning was accomplished using written tests, oral tests, and practice.
Factors of learning difficulties experienced by blind students to follow the Shalat
learning are their limited ability to receive a stimulus and information visually, so
that they need to utilize other senses in receiving the stimuli or information. It
thus leads the students’ cognitive ability to difficulty in memorizing and
understanding the subject as well as their motor skill having a tendency to be
slower than the normal ones.
Keywords: Learning Methods, Prayers, Blind Students.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah rabbil ‘alamin segala puji kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat iman, Islam, dan ikhsan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya dan semoga memberi manfaat
bagi yang membacanya.
Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi
Pendidikan Agama Islam Strata S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama
penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan
dan hambatan yang dialami. Namun, berkat do’a, perjuangan, kesungguhan hati,
dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk
menyelesaikan skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA., selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidaatullah Jakarta serta Dosen Penasihat
Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama
ini dalam menempuh program studi Pendidikan Agama Islam.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen
Pembimbing Skripsi yang senantiasa penuh kesabaran memberikan
arahan, bimbingan, motivasi, dan waktu luang kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
ix
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama
menjalankan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
6. Staf Admin Jurusan Pendidikan Agama Islam Farah Nurul Hikam
Agustina, S. Sos. I., yang telah membantu penulis dalam mengurus
administrasi dan memberikan arahan selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
7. Rahmartini, M.Pd., dan Drs. Adjar Agus Budijanto, selaku Kepala
Sekolah dan Wakil Bidang Kesiswaan di SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis dalam
penelitian ini.
8. Wahyu Cahya Ningsih, S.Ag., selaku guru PAI di SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta yang telah meluangkan waktunya kepada
penulis untuk bergabung dalam kegiatan pembelajaran PAI.
9. Peserta didik kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
yang telah memberikan waktu dan pengalaman serta pembelajaran
kepada penulis saat penelitian berlangsung.
10. Kedua Orang tua, Syaifullah dan Ela Nurlaela yang selalu memberikan
dukungan, waktu luang dan doa sehingga penulis dapat menyeleseikan
ini semua.
11. Adik tercinta Muhammad Salahudin Putra Londa Bima dan
Muhammad Najamudin Parewa Bima yang selalu memberikan
motivasi dan do’a selama ini.
12. Pihak yang mengurus Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU)
Dinas Pendidikan UPT P4OP dan PEMPROV DKI Jakarta yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh program
studi Pendidikan Agama Islam di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13. Fotocopy Cempaka yang selalu membantu penulis dalam bentuk
percetakan dari awal perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini.
x
14. Teman-teman Program Studi Pendidikan Agama Islam angkatan 2016
terutama kelas B, kaka kelas PAI yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu, kerabat dekat penulis, dan Forum Kartu Jakarta
Mahasiswa Unggul UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih telah
memberikan pembelajaran, dukungan, motivasi, serta doa selama ini
sampai penulis menyelesai studi ini.
Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, namun turut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak dapat membalasnya dengan apapun,
semoga Allah SWT yang akan membalas dengan balasan sebaik-baiknya di dunia
dan akhirat.
Demikianlah skripsi ini dibuat, walaupun penulis sudah berusaha dengan
sebaik mungkin untuk meminimalisir kekurangan akan tetapi pasti ditemukan
kekurangan dan kelemahan. Harapan besar semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan umumnya bagi siapa saja yang membacanya, serta penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga
terjadi satu sinergi yang pada akhirnya akan dapat lebih baik lagi di masa yang
akan mendatang.
Jakarta, 26 Desember 2019
Penulis,
Putri Komala
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
F. Kegunaan Penelitian............................................................................ 10
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................. 12
A. Kajian Teori ....................................................................................... 12
1. Metode Pembelajaran .................................................................... 12
a. Pengertian Metode ................................................................. 12
b. Prinsip-prinsip Penentuan Metode .......................................... 13
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode ........... 14
d. Macam-macam Metode Mengajar .......................................... 16
2. Evaluasi Pembelajaran .................................................................. 19
a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran .......................................... 19
b. Tujuan Evaluasi Belajar .......................................................... 22
c. Instrumen Penilaian ................................................................. 24
xii
3. Pendidikan Agama Islam .............................................................. 29
a. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ................... 29
b. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ............... 30
c. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................ 31
4. Shalat ............................................................................................. 32
a. Pengertian Shalat ..................................................................... 32
b. Dalil Disyariatkannya Shalat................................................... 33
c. Urutan dan Bacaan Shalat ....................................................... 34
5. Tunanetra....................................................................................... 37
a. Pengertian Tunanetra .............................................................. 37
b. Faktor Penyebab Tunanetra..................................................... 39
c. Klasifikasi Tunanetra .............................................................. 41
d. Karakteristik Tunanetra ........................................................... 43
e. Model Pendidikan ................................................................... 45
6. Kesulitan Belajar Pada Tunanetra ................................................. 46
a. Pengertian Kesulitan Belajar ................................................... 46
b. Faktor-faktor Kesulitan Belajar Peserta Didik Tunanetra ....... 47
B. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 52
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 52
B. Latar Penelitian (Setting)..................................................................... 52
C. Metode Penelitian................................................................................ 53
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................... 53
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 57
F. Analisis Data ....................................................................................... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 61
A. Deskripsi Data SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ................ 61
B. Pembahasan ......................................................................................... 65
xiii
1. Penerapan Metode Pembelajaran Ibadah Shalat dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Peserta
Didik Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Jenjang Kelas 2-A Sekolah Dasar ................................................. 65
2. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Ibadah Shalat dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Peserta
Didik Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Jenjang Kelas 2-A Sekolah Dasar ................................................. 78
3. Faktor Kesulitan Belajar yang dialami Pada Peserta Didik
Tunanetra dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
bab Ibadah Shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Jenjang Kelas 2-A Sekolah Dasar (SD) ........................................ 81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................... 86
A. Kesimpulan ......................................................................................... 86
B. Implikasi .............................................................................................. 87
C. Saran .................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi .......................................................................... 54
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara ....................................................................... 55
Tabel 3.3 Kisi-kisi Dokumentasi..................................................................... 56
Tabel 4.1 Alokasi Waktu pada setiap Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran
2019-2020 ....................................................................................................... 62
Tabel 4.2 Jumlah Peserta Didik pada setiap Jenjang Pendidikan Tahun
Ajaran 2019-2020............................................................................................ 63
Tabel 4.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasat Tingkat SD, MI, dan
SDLB .............................................................................................................. 67
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peserta Diididk Kelas 2-A yang sedang Mengikuti
Pembelajaran PAI........................................................................................... 65
Gambar 4.2 Guru Mengarahkan Peserta Didik Menghadap Kiblat dan
Berniat didalam Hati ....................................................................................... 72
Gambar 4.3 Guru Mengarahkan Gerakan Takbiratul Ihram ........................... 73
Gambar 4.4 Guru Mengarahkan Gerakan Bersedekap ................................... 73
Gambar 4.5 Guru Mendengarkan Peserta Didik Membaca Doa Iftitah,
Surah Al-Fatihah, dan Surah Pendek .............................................................. 74
Gambar 4.6 Guru Mengarahkan Gerakan Ruku’ ............................................ 74
Gambar 4.7 Guru Mengarahkan Gerakan iktidal ............................................ 75
Gambar 4.8 Guru Mengarahkan Gerakan Sujud ............................................. 75
Gambar 4.9 Guru Mengarahkan Gerakan Duduk Diantara Dua Sujud .......... 76
Gambar 4.10 Guru Mengarahkan Gerakan Duduk Tasyahud Awal ............... 76
Gambar 4.11 Guru Mengarahkan Gerakan Duduk Tasyahud Akhir .............. 77
Gambar 4.12 Guru Mengarahkan Gerakan Salam .......................................... 77
Gambar 4.13 Soal/Tes Bentuk Huruf Braille .................................................. 79
Gambar 4.14 Peserta Didik Mengerjakan Soal/Tes dalam Bentuk Huruf
Braille dengan Menggunakan Reglet dan Stylus ............................................. 80
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam
Lampiran 2 Lembar Pedoman Wawancara Peserta Didik Kelas 2-A
Lampiran 3 Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam
Lampiran 4 Hasil Wawancara Peserta Didik Kelas 2-A
Lampiran 5 Hasil Observasi Pembelajaran
Lampiran 6 Soal/Tes Ulangan Praktik Pendidikan Agama Islam SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta Semester Ganjil Tahun 2019/2020
Lampiran 7 Soal/Tes Ulangan Harian Pendidikan Agama Islam SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta Semester Ganjil Tahun 2019/2020
Lampiran 8 Soal/Tes Ulangan Praktik Pendidikan Agama Islam SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta Semester Genap Tahun 2019/2020
Lampiran 9 Lampiran 6 Soal/Tes Ulangan Harian Pendidikan Agama Islam SLB-
A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Semester Genap Tahun 2019/2020
Lampiran 10 Huruf Arab Braille
Lampiran 11 Rencama Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 12 Profil Sekolah
Lampiran 13 Data Guru
Lampiran 14 Data Peserta Didik
Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 16 Lembar Uji Referensi
Lampiran 17 Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara terus-menerus
guna untuk membina anak didik menjadi manusia sempurna, dewasa, dan
berbudaya yang disusun secara terstruktur dan terencana.1 Dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara”.2 Supaya asas pendidikan tercapai, maka
harus berorientasi kepada pengembangan seluruh aspek potensi anak didik,
yaitu aspek kognitif, afektif, dan berimplikasi pada aspek psikomotorik.3
Dalam dunia pendidikan kita, ketidakadilan dalam memperoleh
pendidikan yang layak, masih menjadi persoalan yang cukup krusial.4 Sebab
hal tersebut membuat banyak anak didik yang putus sekolah, karena
kesempatan memperoleh pendidikan yang seharusnya didapatkan oleh mereka
tidak terpenuhi.5 Kesempatan dalam memperoleh pendidikan bagi setiap anak
Indonesia merupakan hak yang harus dipenuhi negara sebagai pemegang
kendali segala kebijakan dan wajib merangkul semua anak dari berbagai
kalangan di Indonesia, tidak terkecuali pada anak yang memiliki keistimewaan
(berkebutuhan khusus).6
1 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana,
2013), h. 85. 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional BAB I Ketentuan Umum BAB 1 Pasal 1, h. 2. 3 Ahmad Susanto, Op. Cit., h. 85.
4 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 15.
5 Ibid., h. 15.
6 Ibid., h. 16.
2
Pada realitanya masih terdapat masyarakat di Indonesia yang
memandang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan tidak semestinya.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang mempunyai ciri
yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya, mereka mengalami hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka membutuhkan kegiatan
dan layanan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.7
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Desliana Maulipaksi jumlah Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia sudah mencapai 1,4 juta orang
pada tahun 20148 dan pada tahun 2017 jumlah Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak.9 Karena meningkatnya
jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari tahun ke tahun membuat
perhatian pemerintah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari semua
kalangan harus terus ditingkatkan jika bangsa ini memang peduli pada masa
depan tunas-tunas bangsa yang memiliki kekurangan dalam segi fisik maupun
mental.10
Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki
tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga
bangsawan, tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang
dari anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memerhatikan
masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan mereka akan
selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk
mendapatkan perlakukan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang
diperuntukkan bagi anak-anak yang berkelainan.11
Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32 dikemukakan bahwa “Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
7 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2018), h. 1. 8 Ibid., h. 1.
9 Desliana Maulipaksi, Sekolah Inklusi dan Pembangunan SLB Dukung Pendidikan
Inklusi, 2018, (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/02/sekolah-inklusi-dan-
pembangunan-slb-dukung-pendidikan-inklusi). 10
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, Op. Cit., h. 16. 11
Ibid., h. 16.
3
dalam mengikutin proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa”.12
Ketetapan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut bagi
anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat
bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama
sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal
pendidikan dan pengajaran. Dengan memberikan kesempatan yang sama
kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran,
berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal
dengan anak berkelainan.13
Pasal 15 menjelaskan tentang pendidikan khusus
dijelaskan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar
dan menegah.14
Oleh karena itu pendidikan merupakan aspek yang sangat
penting untuk mengembangkan potensi setiap individu tidak terkecuali anak
berkebutuhan khusus sekalipun terutama pendidikan agama.
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah salah satu mata pelajaran yang
harus diajarkan dalam setiap jenjang dan satuan Pendidikan Luar Biasa (PLB),
karena itu mutlak manajemen pembelajaran agama Islam harus sedemikian
rupa direncanakan, dipraktikkan, dan dievaluasi agar Pembelajaran Agama
Islam (PAI) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap anak
berkebutuhan khusus antara lain berakhlak mulia, taat beribadah, percaya diri
dan sebagainya.15
Islam dalam dunia pendidikan tidak memandang keadaan fisik dan
latar belakang seseorang, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah
12
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 32, h 12. 13
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008), h. 1. 14
Jati Rinakri Atmaja, Op. Cit., h. 3. 15
Lathifah Hanum, “Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. XI, No. 2, 2014, h. 220.
4
SWT dalam Surah Abasa ayat 1-10 mengenai hak pendidikan untuk seorang
tunanetra:
(1) Dia yang bermuka masam dan berpaling, (2) Karena telah datang
kepadanya seorang buta, (3) Dan apakah engkau tahu bahwa ia hendak
membersihkan dirinya (secara spiritual), (4) Atau ingin mendapatkan
nasihat, sehingga nasihat itu akan bermanfaat untuknya? (5) Adapun
tentang seseorang yang merasa dirinya serba cukup, (6) Kepadanya
engkau mau melayani? (7) Sekalipun (memang) tidak ada salahnya
bagimu, meskipun ia tidak hendak membersihkan dirinya (secara
spiritual), (8) tetapi mengenai seorang yang datang kepadamu dengan
bersusah payah, (9) Dan dengan perasaan takut (kepada Allah dalam
hatinya), (10) Kepadanya engkau berlaku mengabaikan.(Q.S Abasa
[80]:1-10).16
Ayat-ayat yang terkandung pada bagian surah ini menunjukkan bahwa
Allah SWT telah menyalahkan seseorang (Rasulullah) atas satu tindakan yang
lebih mengutamakan seorang atau sekelompok orang karena kekayaannya
daripada memperhatikan seorang buta (Abdullah ibn Ummi Maktum) yang
sedang mencari kebenaran. Lalu, Allah menegur Rasul dengan turun wahyu
yang memperingati Nabi Muhammad SAW atas tindakan mengabaikan
seorang yang sedang mencari kebenaran.17
Anak tunanetra adalah anak yang memiliki kondisi dimana tidak dapat
menggunakan fungsi penglihatannya untuk menjalankan kehidupannya sehari-
hari dikarenakan mengalami gangguang penglihatan baik sebagian ataupun
menyeluruh, sehingga dalam penyelenggaraan pendidikan maupun
16
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta: CV
Pustaka Jaya Ilmu 2016), h. 585. 17
Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim Ulama, Tafsir Nurul Quran, Terj. Rudy Mulyono,
(Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. I, h. 209-210.
5
kehidupannya memerlukan layanan pendidikan khusus.18
Tunanetra juga dapat
diartikan dengan kurang penglihatan. Sejalan dengan makna tersebut, istilah
ini dipakai untuk mereka (anak tunanetra) yang mengalami gangguan
penglihatan yang mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat digunakan
seperti anak normal pada umumya. Akibat dari gangguan yang dialami anak
tunanetra, penyandang tunanetra menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan mereka yang penglihatannya berfungsi secara normal. Oleh karena itu,
keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang
dimiliki oleh para tunanetra dapat berkembang secara optimal.19
Metode merupakan salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi
keberhasilan kegiatan belajar mengajar.20
Karena metode dalam mengajar
berperan sebagai alat untuk menciptakan proses pembelajaran antara siswa
dengan guru dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat
Yamin yang dikutip oleh Jamil Suprihatiningrum dalam bukunya yang
berjudul Strategi Pembelajaran bahwa, “Metode pembelajaran merupakan
cara melakukan atau menyajikan, menguraikan materi pembelajaran kepada
siswa untuk mencapai tujuan.21
Metode pengajaran memiliki kedudukan yang
amat strategis dalam mendukung keberhasilan pengajaran. Itu sebabnya para
ahli sepakat bahwa seorang guru yang mengajar harus mempunyai penguasaan
yang prima terhadap metode pengajaran. Melalui metode inilah pembelajaran
dapat disampaikan secara efektif, efisien, dan terukur dengan baik.22
Shalat merupakan salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) yang membutuhkan gerakan dalam proses pembelajarannya. Shalat
merupakan tiang agama Islam. Shalat adalah ibadah yang diperintahkan
langsung oleh Allah Swt tanpa perantara kepada Rasulullah Saw sewaktu
18
Elly Sari Melinda, Pembelajaran Adaptif; Bagi Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
PT. Luxima Metro Media, 2013), h. 38. 19
IG.A.K Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), Cet. XII, h. 1.7. 20
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2015), Cet. V, h. 72. 21
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2017), Cet. II, h. 281. 22
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2009), Ed. 1, h. 176-177.
6
beliau mi’raj, salat juga merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan
Allah SWT kepada Rasulullah SAW.23
Shalat yang dikerjakan sebagaimana
perintah Allah SWT telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah
hadis, Rasulullah SAW bersabda:
مااصلوا ك " م ل س و و ي ل ع ی الل ل قال: قال رسول الل ص و ن ع الل ي ض رث ر ي وعن مالك بن الو (ي ار خ الب ه او ر ) "ياتمون أصليرأ
Dari Malik bin al-Huwairits Ra, beliau berkata: Rasulullah SAW,
bersabda: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”
(HR. Bukhari)24
Oleh karena itu shalat merupakan aspek yang sangat penting untuk
diajarkan sejak dini, karena shalat selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari bahkan minimal dalam satu hari mengerjakan 5 waktu shalat. Dengan
demikian, guru harus lebih terampil dalam menentukkan metode pembelajaran
dengan menyesuaikan keadaan setiap peserta didik.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang terletak di daerah
Jakarta Selatan adalah salah satu Sekolah Dasar (SD) yang menggunakan
beberapa metode pembelajaran dengan menyesuaikan keadaan dan kebutuhan
peserta didik, lebih menggunakan fungsi indra pendengaran dan perabaan
peserta didik maupun guru saat proses pembelajaran berlangsung. Karena
meskipun guru memiliki kekurangan yang sama dengan peserta didik namun,
guru tetap menyampaikan materi dengan sangat maksimal, suara yang cukup
keras dan jelas, serta kepekaan terhadap peserta didik sangat cepat apabila
tidak fokus.25
Adapun dalam menjelaskan pembelajaran yang memerlukan gerakan
guru mengajarkannya dengan cara membimbing peserta didik secara
bergantian gerakan demi gerakan secara bergilir, satu persatu langsung
23
Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lembaga Penelitian Universitas
Islam Negeri, 2008), Cet. I, h. 66. 24
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Damaskus: Daar
Ibn Katsir, 2002), h. 159. Lihat juga dalam Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), Cet. IX, h. 20. 25
Wahyu Cahyaningtias, hasil observasi dengena guru PAI, Jakarta, 11 September 2019.
7
diajarkan melalui kontak fisik secara langsung, apabila peserta didik salah
(dalam hal gerakan) guru langsung membenarkan dengan membetulkan posisi
yang benarnya.26
Namun, meskipun begitu guru Pendidikan Agama Islam
(PAI) mengatakan masih merasakan sedikit kesulitan karena gerakan motorik.
Apabila peserta didik sering melakukan gerakan seperti praktik shalat pasti
gerakan motoriknya akan mudah (tidak kaku), begitupun sebaliknya apabila
jarang dilakukan pasti gerakan motoriknya akan sulit karena kaku.27
Pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran sangat penting dilakukan
karena guru dapat mengetahui keefektifan dari pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Guru dapat menjadikan feed-back dalam memperbaiki kegiatan
pembelajaran dari hasil yang telah diperoleh pada pelaksaan evaluasi.28
Guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) mengatakan masih terdapat kendala ketika
melaksanakan evaluasi yang praktik.29
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait penerapan metode pembelajaran pada anak
tunanetra. Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan
judul “Penerapan Metode Pembelajaran Ibadah Salat dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Peserta Didik Tunanetra di
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Selatan”
B. Identifikasi Masalah
1. Ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan yang layak, masih
menjadi persoalan yang cukup krusial, terlebih lagi jumlah Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) setiap tahun terus meningkat.
2. Masih terdapat masyarakat di Indonesia yang memandang Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan tidak semestinya.
26
Wahyu Cahyaningtias, hasil observasi dengena guru PAI, Jakarta, 11 September 2019 27
Wahyu Cahyaningtias, hasil wawancara dengan guru PAI, Jakarta, 18 September 2019. 28
Abdul Majid, Penilaian Autentik:Proses dan Hasil Belajar, (Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 2017), Cet. III, h. 32. 29
Wahyu Cahyaningtias, hasil wawancara dengan guru PAI, Jakarta, 18 September 2019.
8
3. Keterbatasan yang dimiliki oleh peserta didik tunanetra di SLB-A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta membuat peserta didik tunanetra
mengalami kesulitan saat mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang berhubungan dengan gerakan.
4. Kurangnya waktu untuk melaksanakan evaluasi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) bab ibadah shalat di SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta yang memerlukan gerakan (praktik).
5. Peserta didik tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
mengalami kesulitan dalam gerakan motorik pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI).
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan di atas dalam
penelitian ini penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1. Penerapan metode pembelajaran ibadah shalat dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
2. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah shalat dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
3. Faktor kesulitan belajar yang dialami pada peserta didik tunanetra.
Penelitian ini juga dibatasi pada jenjang Sekolah Dasar (SD) kelas 2-A
yang dimana pada kelas ini merupakan kelas awal yang diberikan bab ibadah
shalat dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Peserta didik
kelas 2-A terdiri dari 3 peserta didik beragama Islam yang memiliki
kekurangan pada indra penglihatannya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
disebutkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan metode pembelajaran ibadah shalat dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada peserta didik
9
tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta jenjang
kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)?
2. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah shalat dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada peserta didik
tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta jenjang
kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)?
3. Apa saja faktor kesulitan belajar yang dialami pada peserta didik
tunanetra dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
bab ibadah shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
jenjang kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka
tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran ibadah shalat
dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada peserta
didik tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
jenjang kelas 2-A Sekolah Dasar (SD).
2. Untuk mengetahui pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah
shalat dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
peserta didik tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta jenjang kelas 2-A Sekolah Dasar (SD).
3. Untuk mengetahui faktor kesulitan belajar yang dialami pada
peserta didik tunanetra dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) bab ibadah shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta jenjang kelas 2-A Sekolah Dasar (SD).
10
F. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan Pendidikan
Agama Islam terkait dengan metode pembelajaran bab ibadah shalat
untuk pesera didik tunanetra.
2. Kegunaan Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan baru kepada peneliti, serta dapat memberikan
pengalaman dan pembelajaran mengenai penerapan metode
pembelajaran, pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan mengetahui
faktor kesulitan belajar anak tunanetra kepada peneliti untuk masa
yang akan datang menjadi guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan masukan agar dapat
meningkatkan mutu dunia pendidikan khususnya dalam
mengembangkan metode pelajaran dan evaluasi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) bab ibadah shalat untuk pesera
didik tunanetra agar lebih baik lagi.
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat terkait dengan metode pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran terlebih lagi faktor kesulitan belajar pesera didik
tunantera dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bab
ibadah shalat.
11
d. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
terkait mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan dapat menjadi
bahan rujukan (referensi) untuk melakukan penelitian yang sama.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode
Metode secara harfiah berarti „cara‟.1 Metode adalah cara atau
langkah-langkah yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang
disusun secara sistematis dan terencana, serta didasarkan pada teori,
konsep, dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam disiplin ilmu terkait.2
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.3 Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Langgulung dikutip oleh Heri Gunawan dalam bukunya
yang berjudul Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh
mengatakan bahwa “Metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai
tujuan”.4
Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru
dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi
sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.5 Oleh
karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru
adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu
komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang sama
pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan
komponen pendidikan.6
1 Pupuh Fathrurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum & Islam, (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2017), Cet. VII, h. 55. 2 Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2009), h. 176. 3 Pupuh Fathrurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar, Ibid., h. 15.
4 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h. 255. 5 Pupuh Fathrurrohman dan M. Sobry Sutikno, Loc. Cit., h. 55.
6 Ibid., h. 55.
13
b. Prinsip-prinsip Penentuan Metode
Metode mengajar yang digunakan guru dalam setiap pertemuan
kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang
berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang
sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya dengan satu rumusan
tetapi pasti guru merumuskan lebih dari satu. Pemakaian metode yang
satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara
penggunaan metode yang lain, juga digunakan untuk mencapai tujuan
yang lain. Begitulah adanya, sesuai dengan kehendak tujuan
pengajaran yang telah dirumuskan.7 Menurut Zakiyah Daradjat yang
dikutip oleh Heri Gunawan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh terdapat lima
prinsip-prinsip penentuan metode diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Prinsip individualitas yakni memerhatikan beberapa segi
yaitu perbedaan usia, intelegensi, kesanggupan, dan
kecepatan.
2) Prinsip kebebasan yakni mengandung beberapa aspek yaitu
self-direction, self-discipline, dan self-control.
3) Prinsip lingkungan yaitu prinsip yang banyak
mempengaruhi pembawaan, karena pembawaan dan
lingkungan saling membutuhkan yang dapat dilakukan
dengan cara memberikan edukasi kepada anak terkait
lingkungan yang ada disekitarnya.
4) Prinsip globalisasi adalah prinsip yang diterapkan dalam
pembelajaran sebagai pengaruh dari psikologi Gestalt dan
psikologi totalitas.
5) Pusat-pusat minat. Minat yaitu kecenderungan jiwa yang
tetap ke jurusan sesuatu hal yang berharga bagi seseorang.
Sesuatu yang berharga tersebut sesuai dengan
7 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2015), Cet. V, h. 75.
14
kebetuhannya. Dengan demikian, apabila pembelajaran
diambil dari pusat-pusat minat anak, maka dengan
sendirinya perhatian akan muncul, sehingga proses
pembelajaran akan berjalan dengan baik.8
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Pemilihan metode dalam pembelajaran tidak sembarangan,
sebagai suatu cara, metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Metode dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagaimana yang dikemukakan oleh Winarmo Surakhmad yang
dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain dalam bukunya
yang berjudul Strategi Belajar Mengajar, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Anak didik
Anak didik adalah manusia berpontensi yang
menghajatkan pendidikan. Di da;am kelas guru akan
menjumpai sejumlah peserta didik yang memiliki latar
belakang kehidupan yang berbeda-beda. Para ahli sepakat
bahwa secara intelektual, peserta didik selalu menunjukkan
perbedaan satu sama lain. Hal ini terlihat dari respon cepat atau
lambatnya tanggapan peserta didik terhadap rangsangan yang
diberikan dalam kegiatan pembelajaran yang diberikan oleh
guru.
Ditinjau dari segi aspek psikologis juga sudah diakui
perbedaannya yaitu ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada
yang suka bicara, ada yang tertutup (introvert), ada yang
terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, ada yang periang, dan
sebagainya. Perbedaan-perbedaan individual pada peserta didik
tersebut yang mempengaruhi penilaian dan penentuan metode
yang mana sebaiknya guru gunakan untuk menciptakan
8 Heri Gunawan, Op. Cit., h. 259-260.
15
lingkungan belajar yang kreatif agar tercapainya tujuan
pengajaran yang telah ditentukan.9
2) Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam pendidikan dan
pengajaran terdiri dari berbagai jenis dan fungsinya. Secara
hierarki tujuan bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi,
yakni tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran, tujuan
kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan instusional, dan tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan kegiatan
belajar mengajar di kelas. Tujuan pembelajaran terdiri dari dua
yaitu TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan
Instruksional Khusus). Perumusan tujuan akan mempengaruhi
proses pengajaran yang dilaksanakan oleh guru, dengan
demikian pemilihan metode harus diseleksi agar sejalan dengan
taraf dengan kemampuan yang hendak diberikan kepada
peserta didik.10
3) Situasi
Situasi kegiatan pembelajaan yang guru ciptakan tidak
mungkin sama dari hari ke hari. Guru bisa saja ingin
melakukan pembelajaran di luar ruang, sehingga guru tentu
harus menentukan metode yang sesuai dengan situasi yang
diciptkannya itu. Lalu dilain waktu guru ingin menciptakan
lingkungan belajar secara berkelompok, maka guru memilih
metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang telah
dirangkainya. Dengan demikian situasi yang diciptakan oleh
guru mempengaruhi pemilihan metode.11
9 Ibid., h. 78-79.
10 Ibid., h. 80.
11 Ibid., h. 81.
16
4) Fasilitas
Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar
peserta didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar
akan mempengaruhi pemilihan metode. Seperti halnya tidak
adanya laboratorium untuk pelajaran IPA akan kurang
mendukung penggunaan metode eksperimen atau metode
demonstrasi, lalu tidak adanya fasilitas olahraga, sulit untuk
guru menerapkan metode latihan. Oleh sebab itu, maksmialnya
suatu metode akan terlihat jika faktor lainnya mendukung.12
5) Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda-
beda. Latar belakang pendidikan guru sudah diakui
mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap
berbagai metode menjadi kendala dalam pemilihan metode, itu
yang biasa dirasakan oleh orang yang berlatar-belakang bukan
pendidikan guru. Terlebih lagi belum mempunyai pengalaman
mengajar yang cukup memadai karena cenderung sukar dalam
memilih metode yang tepat. Ada juga yang tepat memilih
metode, namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala, hal ini
disebabkan labilnya kepribadian dan kurangnya penguasaan
atas metode yang digunakanya itu. Dengan demikian latar
belakang pendidikan, kepribadian, dan pengalaman mengajar
adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi
guru dalam memilih metode untuk keberlangsungan proses
pembelajaran.13
d. Macam-macam Metode Mengajar
Adapun beberapa metode pembelajaran agama untuk anak-anak
berkebutuhan khusus menurut Basyiruddin Usman yang dikutip
12
Ibid., h. 81. 13
Ibid., h. 81.
17
Fathurrahman dalam Jurnalnya yang berjudul Pembelajaran Agama
pada Sekolah Luar Biasa adalah sebagai berikut:
1) Metode ceramah yaitu pelajaran melalui penuturan secara lisan
kepada siswa. Metode ceramah banyak sekali dipakai
dikarenakan mudah dilaksanakan dan dapat digunakan untuk
menyampaikan semua materi pelajaran sebelum diikuti oleh
metode lainnya.14
Biasanya guru memberikan uraian mengenai
topik tertentu dengan alokasi waktu tertentu juga.15
Metode
ceramah banyak dipakai karena mudah dilaksanakan dan dapat
digunakan untuk menyampaikan semua materi pelajaran
sebelum diikuti oleh metode lainnya. Dalam menggunakan
metode ceramah guru menyampaikan materi dengan bahasa
sederhana agar dapat dengan mudah diterima oleh peserta
didik.16
2) Metode diskusi dan tanya jawab yaitu cara mengejar dimana
seorang guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik
mengenai pelajaran yang sudah diajarkan. Metode ini berfungsi
untuk dapat melihat dan mengukur pemahaman peserta didik.17
Metode tanya jawab dapat merangsang untuk berpikir dan
membimbing peserta didik.18
3) Metode pemberian tugas yaitu cara mengajar dimana seorang
guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada peserta didik.
pemberian tugas kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan
khusus sebaiknya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga tugasnya tersebut dapat dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari seprti melaksanakan shalat lima waktu,
14
Fathurrahman, “Pembelajaran Agama Pada Sekolah Luar Biasa”, Jurnal Pendidikan
dan Kajian Keislaman, Vol. VII, No. 1, 2014, h. 87. 15
Pupuh Fathrurrohman dan M. Sobry Sutikno, Loc. Cit., h. 61 16
Fathurrahman, Loc. Cit. 17
Ibid. 18
Pupuh Fathrurrohman dan M. Sobry Sutikno, Op. Cit., h. 62.
18
menjaga dan mengatur diri dalam pergaulan, praktik ibadah dan
lain sebagainya.19
4) Metode demonstrasi yakni untuk menunjukkan pelajaran yang
memerlukan gerakan dengan suatu proses prosedur yang benar.
Metode ini banyak digunakan dalam pembelajaran fiqh/ibadah
seperti mengajarkan cara berwudhu, shalat, haji, dan
sebagainya. Menginggat keterbatasan yang dimiliki oleh
peserta didik metode demonstrasi sebaiknya dilakukan secara
perlahan dan terus diulang-ulang baik gerakan maupun kata-
kata yang menjadi kata kunci penting dari materi yang telah
disampaikan.20
5) Metode drill (latihan) adalah metode yang digunakan untuk
memperoleh keterampilan terhadap apa yang akan dipelajari.
Penggunaan metode drill (latihan) ini untuk anak-anak
berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat
dilakukan ketika pembelajaran menulis-dan membaca Al-
Qur‟an.21
6) Metode karya wisata adalah metode pengajaran yang dilakukan
dengan mengajak peserta didik untuk keluar kelas mengunjungi
suatu tempat yang terdapat kaitanya dengan pelajaran.22
Metode ini digunakan untuk memperdalam pembelajaran
dengan melihat kenyataan.23
7) Adapun pengertian Metode Talqin yang dimuat oleh Cucu
Susianti dalam jurnalnya yang berjudul Efektivitas Metode
Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
Anak Usia Dini adalah metode yang digunakan guru dengan cara
guru membaca terlebih dahulu, kemudian peserta didik
19
Fathurrahman, Op. Cit., h. 88. 20
Ibid., h. 88. 21
Ibid., h. 89 22
Ibid., h. 89. 23
Roestiyah N. K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Cet. VIII, h.
85.
19
menirukan apa yang dibaca oleh guru tersebut. Apabila terdapat
kesalahan guru membenarkannya.24
Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Makhyuddin yang dikutip oleh
Ratnasari dan Yosina dalam jurnalnya yang berjudul Kelebihan
dan Kelemahan Metode Talaqqi dalam Program Tahfidz
AL-Qur‟an Juz 29 dan 30 Pada Siswa Kelas Atas Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah mengemukakan bahwa “Metode
Talaqqi yaitu guru membacakan, sementara murid
mendengarkan, lalu menirukan sampai hafal”.25
2. Evaluasi Pembelajaran
a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni
evaluation. Evaluasi dalam bahasa Arab yaitu al-Taqdir (التقدير)
sedangkan dalam bahasa Indonesia evaluasi adalah penilaian26
. Akar
kata evaluasi yaitu value, dalam bahasa Arab al-Qimah (القيمة) dan
dalam bahasa Indonesia adalah nilai.27
Dalam sistem pembelajaran (pembelajaran sebagai suatu
sistem), evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap
yang harus di tempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-
back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program
24
Cucu Susianti, “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi , Vol. 2, No. 1, 2016, h. 12. 25
Ratnasari Diah Utami dan Yosina Maharani, “Kelebihan dan Kelemahan Metode
Talaqqi dalam Program Tahfidz AL-Qur‟an Juz 29 dan 30 Pada Siswa Kelas Atas Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah”, Jurnal Profesi Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 2, 2018, h. 186. 26
Penilaian adalah suatu prosedur yang sistematis dan mencakup beberapa kegiatan
seperti mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi yang biasanya
digunakan untuk membuat kesimpulan terkait karakteristik peserta didik untuk mengetahui sejauh
mana mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Lihat dalam buku Kusaeri dan
Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Ed. 1, h. 16. 27
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Ed. 1,
Cet. XV, h. 1.
20
dan kegiatan pembelajaran.28
Evaluasi merupakan bagian dari proses
belajar mengajar yang secara keseluruhan tidak akan dapat dipisahkan
dari kegiatan mengajar.29
Evaluasi dipandang sebagai suatu tindakan
untuk menetapkan keberhasilan suatu program pendidikan, salah
satunya keberhasilan siswa dalam mengikuti program pendidikan.
Dengan demikian evaluasi lebih difokuskan kepada keberhasilan
program atau kelompok peserta didik.30
Grondlund dan Linn mendefinisikan evaluasi pembelajaran
adalah “Proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi
informasi secara sistematis untuk menetapkan ketercapaian tujuan
pembelajaran.”31
Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan secara terus-
menerus agar dapat menggambarkan kemampuan para siswa yang
dievaluasi. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru
adalah menganggap bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat tertentu
saja, seperti pada akhir unit, pertengahan, dan/atau akhir suatu program
pengajaran. Akibatnya adalah minimnya informasi tentang para siswa
sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi
bias dalam menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.
Evaluasi sebaiknya dikerjakan setiap hari dengan rancangan yang
sistematis dan terencana, hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan
menempatkan secara integral evaluasi dalam perencanaan dan
implementasi satuan pelajaran materi pembelajaran. Hal terpenting
lainnya yang perlu diperhatikan bagi seorang pendidik adalah perlunya
28
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), Cet.
X, h. 2. 29
M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2008), Ed. 1, Cet. I, h. 12. 30
Kusaeri dan Suprananto, Op. Cit., h. 17. 31
Elis Ratnawulan dan A. Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2017), Cet. II, h. 21.
21
melibatkan siswa dalam evaluasi sehingga mereka secara sadar dapat
mengenali perkembangan pencapaian hasil pembelajaran mereka.32
Evaluasi yang berorientasi terhadap penilaian kognitif semata
sudah harus diubah kepada evaluasi yang berorientasi kepada penilaian
afektif dan psikomotorsik. Disamping tetap melaksanakan penilaian
kognitif sudah perlu direncanakan salah satu bentuk evaluasi dengan
menggunakan pendekatan afektif dan psikomotor, misalnya skala sikap
dan penilaian praktik ibadah.33
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, dan juga sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi
yang telah ditetapkan.34
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar anak tunanetra
memang pada dasarnya sama seperti anak normal pada umumnya,
namun terdapat sedikit perbedaan yaitu terkait materi tes dan teknik
pelaksanaan tes tersebut. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan melalui tes
lisan, tertulis, dan perbuatan. Dalam pelaksanaan evaluasi harus
memerhatikan beberapa hal pertama, soal yang diberikan kepada anak
tunanetra sebaiknya dalam bentuk huruf Braille atau dapat juga
menggunakan huruf biasa namun ukurannya disesuaikan dengan
kemampuan penglihatannya. Kedua, objektif dalam memberi penilaian
yang sesuai dengan kemampuannya tidak memberi nilai yang melebihi
atau tidak sesuai dengan kemampuannya yang dikarenakan rasa
kasihan. Ketiga, waktu pelaksanaannya lebih lama dibandingkan
dengan anak normal pada umumnya. Hal tersebut didasarkan karena
32
M. Sukardi, Op. Cit., h. 2. 33
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. I, h. 77. 34
Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah
Terpadu: Pengaruh Terhadap Konsep Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri”, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2011), h. 21.
22
pertimbangan waktu yang digunakan anak tunanetra untuk membaca
dan menulis.35
b. Tujuan Evaluasi Belajar
Adapun tujuan evaluasi sebagaimana yang dikemukakan oleh
Gronlund yang dikutip oleh Pudyo Susanto dalam bukunya yang
berjudul Belajar Tuntas adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui kemampuan atau pengetahuan awal yang
dimiliki peserta didik. Evaluasi ini biasanya dikenal dengan
pretes yang memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan atau
kemampuan awal terkait pembelajaran yang akan dipelajari
berikutnya.36
2) Untuk mengetahui seberapa luas peserta didik dalam
menguasai konsep pelajaran yang akan diajarkan. Dasar
pemikiran diadakannya evaluasi ini merupakan suatu asumsi
bahwa peserta didik telah mempelajari konsep yang akan
diajarkan, baik pada masa lalu, bisa juga dalam kehidupannya
sehari-hari atau dalam pembelajaranna yang sama di jenjang
pendidikan sebelumnya. Konsep yang dimiliki peserta didik
terkait dengan pengetahuan yang akan dipelajari melalui
kegiatan belajarnya sendiri dalam kehidupan sehari-hari disebut
dengan prior knowledge atau prakonsep. Evaluasi untuk
mengetahui prior knowledge atau prakonsep termasuk kedalam
pretest dan biasa dikenal dengan tes penempatan, yang dimana
hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
apakah peserta didik perlu untuk mempelajari semua bagian
dari konsep pembelajaran yang akan diajarkan (apabila peserta
didik belum memiliki prior knowledge), mempelajari bagian-
35
IGAK Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), Cet. XII, h. 4.47. 36
Pudyo Susanto, Belajar Tuntas: Filosofi, Konsep, dan Implementasi, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2018), Cet. I, h. 226.
23
bagian tertentu saja (apabila peserta didik menguasai sebagian
dari konsep yang akan diajarkan), atau bahkan tidak perlu
mempelajari materi yang akan dipelajari (apabila peserta didik
menguasai sebagai besar konsep yang akan diajarkan). Untuk
peserta didik yang tidak perlu mempelajari materi yang akan
dipelajari biasanya akan diminta menjadi tutor sebaya bagi
teman-temannya.37
3) Untuk memonitor kemajuan belajar peserta didik. Kemajuan
belajar disini adalah perkembangan peserta didik pada segi
pengetahuan, kemampuan, dan perilaku selama proses
pembelajaran berlangsung. Hasil evaluasi tersebut dapat
digunakan untuk menentukan bagian mana yang peserta didik
sudah kuasai dan pada bagian mana yang diharapkan untuk
tercapai.38
4) Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik.
kesulitan belajar yang dialami peserta didik ditandai dengan
adanya konsep, prinsip, atu prosedur yang tidak dapat dikuasai
peserta didik. Tes yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikannya adalah tes diagnostik. Tes diagnostik
bisa menggunakan instrumen atau soal-soal tes formatif.39
5) Untuk menentukan tanda prestasi belajar peserta didik.
Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan setelah suatu satuan
program pengajaran berakhir dan evaluasi ini biasa dikenal
dengan tes sumatif. Hasil tes sumatif biasanya digunakan untuk
menentukan tingkat prestasi terhadap hasil belajar peserta
didik. Nilai yang diperoleh dari hasil tes sumatif biasanya
dilaporkan pada buku rapor, ijazah, atau sertifikat.40
37
Ibid., h. 226-227. 38
Ibid., h. 227. 39
Ibid., h. 228. 40
Ibid., h. 229.
24
c. Instrumen Penilaian
Alat evaluasi yang digunakan oleh guru pada umumnya
dibedakan menjadi dua, yaitu tes dan nontes.41
1) Tes
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki
jawaban yang benar atau salah. Tes diartikan juga sebagai sejumlah
pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah pernyataan
yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat
kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang
yang dikenai tes.42
Menurut Zainul dan Nasution yang dikutip oleh
Abdul Majid mengemukakan bahwa tes didefinisikan sebagai
“Pertanyaan atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang suatu atribut pendidikan atau suatu
atribut psikologis tertentu”.43
Hasil tes merupakan informasi
tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang.
Karakteristik tersebut pada umumnya berupa kemampuan atau
keterampilan seseorang. Tes merupakan salah satu cara untuk
menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak
langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah
stimulus atau pertanyaan.44
a) Tes Objektif
(1) Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Soal/tes dalam bentuk pilihan ganda adalah
bentuk tes yang memiliki satu jawaban yang benar atau
paling tepat. Apabila dilihat dari strukturnya bentuk
soal pilihan ganda terdiri dari sebagai berikut:
41
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), Cet. III, h. 256. 42
Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, (Yogyakarta: Prama
Publishing, 2018), Cet. I, h. 67. 43
Abdul Majid, Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2017), Cet III, h. 37. 44
Djemari, Loc. Cit.
25
(a) Stem : pernyataan-pernyataan yang berisi
permasalahan yang akan dinyatakan
(b) Option : sejumlah pilihan atau alternatif
jawaban
(c) Kunci : jawaban yang benar atau paling
tepat
(d) Distactor : jawaban lain atau pengecoh selain
kunci jawaban45
Soal dalam bentuk pilihan ganda (multiple
choice) dapat digunakan untuk mengukur hasil
pembelajaran yang bersifat kognitif.46
(2) Benar-Salah (True-False)
Soal/tes benar salah (true-false) adalah tes yang
berisikan pernyataan-pernyataan yang mengandung dua
kemungkinan jawaban yakni benar atau salah.47
Pada
umumnya soal/tes benar-salah digunakan untuk
mengukur pengetahuan peserta didik terkait tentang
fakta, prinsip, dan definisi.48
(3) Menjodohkan (Matching)
Soal/tes dalam bentuk menjodohkan (matching)
adalah tes yang terdiri dari dua kolom, masing-masing
kolom berisi pernyataan yang satu sebagai soal dan
yang satunya sebagai jawaban, setelah itu peserta didik
diminta untuk menjodohkan dengan menyesuaikan
antar dua pernyataan tersebut.49
Dalam bentuk soal/tes
menjodohkan yang paling sederhana biasanya jumlah
45
Supardi, Penilaian Autentik Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor: Konsep
dan Aplikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), Ed. 1, Cet. I, h. 56. 46
Kunandar, Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet. III, h. 183. 47
Abdul Majid, Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar, Op. Cit., h. 192. 48
Supardi, Op. Cit., h. 54. 49
Kunandar, Op. Cit., h. 208.
26
soal sama dengan jawaban yang disediakan akan tetapi
lebih baik jumlah jawaban yang dibuat harusnya lebih
banyak daripada soal yang dibuat karena dapat
mengurangi kemungkinan peserta didik menjawab betul
dengan menebak-menebak saja.50
(4) Tes Objektif Jenis Isian (Supply type)
Tes objektif jenis isian atau supply type
merupakan tes yang berbentuk seperti esai sederhana.
Tes ini membuat peserta didik untuk lebih mengingat
dan menyimpan informasi terkait materi pembelajaran,
kemudian menuliskannya dalam bentuk jawaban atas
suatu pertanyaan secara tertulis. Tes objektif jenis isian
mencakup tiga macam tes yaitu tes jawaban bebas atau
terbatas, tes asosiasi, dan tes melengkapi.
Tes jawaban bebas yakni mengetahui
kemampuan peserta didik dengan cara bertanya, tes
asosiasi mengetahui kemampuan peserta didik dengan
memberikan spasi yang akan diisi dengan satu jawaban
atau pun lebih yang di mana jawaban tersebut masih
mempunai keterkaitan dan bersifat homogen satu sama
lainnya, tes melengkapi yaitu tes yang mengetahui
kemampuan peserta didik dengan memberikan spasi
atau ruang kosong untuk diisi dengan kata-kata
(jawaban) yang dianggap tepat.51
b) Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang digunakan untuk
mengukur kompetensi pengetahuan. Tes ini berupa
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara
ucap sehingga peserta didik meresponnya juga secara
50
Supardi, Op. Cit., h. 55. 51
Mochtar Kusuma, Evaluasi Pendidikan: Pengantar, Kompetensi, dan Implementasi,
(Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016), Cet. I, h. 145-146.
27
terucap, sehingga menimbulkan keberanian peserta
didik untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru.52
2) Non-tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes,
tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non-tes atau bukan tes.
Penggunaan non-tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam
menilai hasil dan proses belajar.53
Dengan menggunakan teknik
non-tes penilaian terhadap peserta didik dilakukan tanpa menguji
peserta didik, melainkan dengan melakukan pengamatan
(observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan
angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen
(documentary analysis).54
Adapun yang termasuk non-tes adalah sebagai berikut:
a) Pengamatan (Observation) adalah cara menghimpun data
dengan mengadakan keterangan dan pencatatan secara
sistematis. Biasanya observasi banyak digunakan untuk
menilai tingkah laku peserta didik atau proses terjadinya
suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi dapat
dilakukan secara partisipatif maupun non partisipatif.55
b) Wawancara (Interview) adalah cara menghimpun data
dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dengan tujuan yang telah ditentukan.
Terdapat dua jenis wawancara yang dapat digunakan yaitu
wawancara terpimpin (guided interview) yang sering
dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured
52
Abdul Majid, Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar, Op. Cit., h. 195. 53
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2016), Cet. LXXX. h. 67. 54
Anas Sudijono, Op. Cit., h. 76. 55
Ibid., h. 76-77.
28
interview) dan wawancara tidak terpimpin (un-guided
interview) yang sering dikenal dengan istilah wawancara
tidak sistematis (nonsystematic interview).56
c) Angket (Questionnaire) dapat digunakan sebagai alat bantu
instrumen penilaian. Terdapat perbedaan dengan
wawancara yakni penilai (evaluator) langsung berhadapan
(face to face) dengan peserta didik, dengan menggunakan
angket pengumpulan data lebih praktis, menghemat waktu
dan juga tenaga. Namun, jawaban yang diperoleh terkadang
tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Biasanya
tujuan menggunakan angket/kuesioner dalam proses
pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai
latar belakang peserta didik sebagai bahan menganalisis
tingkah laku dan cara belajar peserta didik. kuesioner sering
digunakan untuk penilaian ranah afektif.57
d) Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis) Evaluasi
mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik tanpa
menguji dapat melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-
dokumen, misalnya dokumen informasi terkait riwayat
hidup, dokumen informasi tentang orang tua peserta didik,
dan juga dokumen tentang lingkungan nonsosial. Berbagai
informasi tersebut sangat diperlukan sebagai bahan
pelengkap bagi pendidik dalam mengevaluasi peserta
didiknya. Informasi tersebut dapat direkam melalui
dokumen dalam bentuk formulir atau blanko isian yang
dapat diisi pada saat peserta didik pertama kali diterima di
sekolah yang bersangkutan.58
56
Ibid., h. 82. 57
Maman Achdiyat, Virgana, dan Soeparlan Kasyadi, Evaluasi dalam Pembelajaran,
(Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2017), Cet. I, h. 65. 58
Ibid., h. 66-67.
29
3. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 Bab I
Pasal 1 dijelaskan bahwa “Pendidikan agama adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah
pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.”59
Menurut GBPP pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan atau latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan
nasional.60
Chabib Toha dan Abdul Mu‟thi mengatakan bahwa
“Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai agama Islam melalui kegiatan bimbingan dan
pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk
menghormati agama lain.”61
Menurut Zakiya Daradjat yang dikutip oleh Abdul Majid dan
Dian Andayani dalam bukunya berjudul Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik
agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu
59
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, h. 2. 60
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), h. 19. 61
Samrin, “Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia”,
Jurnal Al-Ta‟dib, Vol. 8, No. 1, 2015, h. 105.
30
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.62
Adapun tujuan pendidikan agama yang termuat dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun
2007 adalah “Untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.”63
Sementara itu menurut Harun Nasution yang dikutip oleh Syahidin
mengartikan tujuan PAI (secara khusus di sekolah umum) adalah
untuk membentuk manusia takwa, yaitu manusia yang patuh
kepada Allah dalam menjalankan ibadah dengan menekankan
pembinaan kepribadian muslim, yakni pembinaan akhlakul
karimah, meski mata pelajaran agama tidak diganti mata pelajaran
akhlak dan etika.64
Mata pelajaran pendidikan agama Islam seacara keseluruhan
dalam ruang lingkup Al-Qur‟an dan Al-Hadis memuat tentang
keimanana, fiqh/ibadah, akhlak, dan sejarah, serta menggambarkan
perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara
hubungan manusia dengan Sang Pencipta, diri sendiri, sesama
manusia, makhluk lainnya maupun lingkungan.65
b. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah
memiliki dasar yang kuat, sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini
dkk, yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani dalam
bukunya berjudul Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
mengemukakan dasar-dasar tersebut ditinjau dari berbagai segi yaitu
pertama dasar yuridis/hukum, dasar pelaksanaan PAI terdapat di
62
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006), Cet. III, h. 130. 63
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, h. 3. 64
Abdul Rahman, “Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam-Tinjauan
Epistimologi dan Isi- Materi, “Jurnal Eksis, Vol. 8, No. 1, 2012, h. 3. 65
Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit., h. 131.
31
dalam perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi
pegangan dalam melaksanakan PAI di sekolah secara formal, dari segi
dasar yuridis tersebut terdiri dari tiga macam yakni dasar ideal yaitu
dasar falsafah negara Pancasila yang terdapat di sila pertama. Dasar
struktural/konstitusional yaitu UUD‟45 dalam Bab XI pasal 29 Ayat 1
dan 2, dan dasar operasional yang terdapat dalam Tap MPR No
IV/MPR/1973 kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1978 jo. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, diperkuat oleh
Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara. Kedua dari segi religius yakni dasar
yang bersumber dari ajaran Islam. Dalam Al-Qur‟an terdapat banyak
ayat dan hadis yang menunjukkan perintah untuk ibadah kepada Allah
SWT, diantaranya adalah Q.S Al-Nahl ayat 125, Q.S Al-Imran ayat
104, dan Hadis yang berbunyi “Sampaikanlah ajaran kepada orang lain
walaupun hanya sedikit”. Ketiga dari segi psikologis yakni dasar yang
berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan dalam
bermasyarakat.66
c. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kurikulum PAI untuk sekolah/madrasah memiliki fungsi
sebagai berikut:
1) Pengembangan yakni meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang ditanamkan
oleh setiap orang tua dalam keluarga dan sekolah berfungsi
untuk mengembangkan lebih lanjut ketaqwaan dan keimanan
peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan.
2) Penanaman nilai yakni sebagai pedoman hidup untuk
kebahagiaan dunia dan di akhirat.
66
Ibid., h. 132-133.
32
3) Penyesuaian mental yakni untuk menyesuaikan diri dan dapat
mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
4) Perbaikan yakni memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan
kelemahan peserta didik dalam hal keyakinan, pemahaman,
dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5) Pencegahan yakni untuk mencegah hal-hal negatif dari
lingkungan atau budaya lain yang akan membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangan.
6) Pengajaran yakni terkait dengan ilmu pengetahuan
keagamaan secara umum, sistem, dan fungsionalnya.
7) Penyaluran yakni menyaluarkan peserta didik untuk
memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam supaya bakat
tersebut dapat berkembangkan, sehingga dapat bermanfaat
untuk dirinya sendiri dan orang lain.67
4. Shalat
a. Pengertian Shalat
Shalat apabila diartikan dalam pengertian bahasa Arab
memiliki arti “Doa memohon kebajikan dan pujian”. Adapun
pengertian shalat yang dikehendaki Syara‟ menurut para fuqaha (ahli
fiqh) adalah “Beberapa ucapan dan perbuatan (gerakan tubuh) yang
dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita
beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang ditentukan”.68
Shalat merupakan salah satu kegiatan ibadah yang wajib
dilakukan oleh setiap muslim. Ia merupakan salah satu dari lima rukun
Islam. Sebagai sebuah rukun agama, ia menjadi dasar yang harus
ditegakkan dan ditunaikan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat
yang ada. Begitu pentingnya shalat itu ditegakkan, sehingga Rasulullah
67
Ibid., h. 134-135. 68
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2011), Ed. 5, Cet I, h. 27.
33
menyatakan sebagai tiang (fondasi) agama69
. Mendirikan shalat adalah
menunaikannya dengan teratur, melengkapi syarat-syarat, rukun, dan
adabnya, seta khusu‟ dan memperhatikan apa yang dibaca.70
b. Dalil Disyariatkannya Shalat
Shalat adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap orang
Islam yang telah baligh.71
Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur‟an dan
Hadis yang memerintahkan setiap muslim agar melaksanakan shalat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ayat Al-Qur‟an surah Al-Ankabut ayat 45
… ...
…”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan)
keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah
(shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari pada ibadah-
ibadah lainnya)”… (QS. Al-Ankabut [29]:45).72
b. Ayat Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 110
…
“Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat”…(Q.S. Al-
Baqarah [2]: 110.73
69
Pasalnya, shalat adalah tiang agama , siapa yang mendirikannya berarti mendirikan
agama, dan siapa yang meninggalkannya berarti telah merobohkan agama. Lihat dalam M.
Khalilurrahman Al-Mahfani, Mi‟rajul Mukminin: Risalah Shalat Lengkap, (Jakarta: Agromedia
Group, 2018), Cet. I, h. 52. 70
Deden Suparman, “Pembelajaran Ibadah Shalat dalam Perpektif Psikis dan Medis” Vol.
IX, No. 2, 2015, h. 52. 71
M. Khalilurrahman Al-Mahfani, Loc. Cit., h. 52. 72
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta: CV
Pustaka Jaya Ilmu 2016), h. 401. 73
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta: CV
Pustaka Jaya Ilmu 2016), h. 17.
34
c. Urutan dan Bacaan Shalat
1) Menghadap kiblat dan berniat (di dalam hati)
2) Takbiratul ihram sambil mengucapkan kalimat الله اكبر
3) Mengangkat kedua tangan Untuk laki-laki saat mengangkat kedua tangan
tinggi ujung jari sejajar dengan telinga lalu telapak tangan
setinggi bahu dan kedua telapak tangan dihadapkan kea rah
kiblat dengan jari-jari tidak dirapatkan dan juga tidak
terlalu renggang.74
Wanita jangan mengangkat tangan terlalu tinggi dan
terlalu lebar. Saat takbir wanita hendaknya merapatkan
kedua lengan di kedua sisi tubuh dan mengangkat tangan di
depan dada hingga batas ujung jari tangan menyentuh
bagian bawah telinga.75
4) Bersedekap
5) Memandang tempat sujud
6) Do‟a Iftitah, yaitu sebagai berikut:
ا ب ي بعدت كما خطايي، وب ي ب ين بعد للهم
غرب، شرق ل
والنس، من الأب يض الث وب ي ن قى كما يخطاي نم نقن اللهم الد والب رد والث لج بلماء خطايي من ناغسل اللهم
7) Membaca ta‟awudz (dalam hati)
74
Akhmad Muhaimin Azzet, Pedoman Praktis Shalat Wajib & Sunnah, (Jogjakarta:
Javalitera, 2017), Cet. II, h. 64. 75
Tim Baitul Mukminin, Pedoman Shalat untuk Muslimah, (Jakarta: Emir, 2018), h. 65.
35
8) Membaca surah Al-Fatihah
9) Membaca Surah Pendek (Pilih yang hafal)
Misalkan Surah An-Naas
10) Ruku dengan membaca doa
-Do‟a pertama dibaca 3kali
العظيم سبحان رب
-Do‟a kedua dibaca 3kali
العظيم وبمده سبحان رب
11) Bangkit dari ruku (I‟tidal) sambil mengucapkan
ده ع الله لمن ح س
36
12) Sujud dan membaca doa (3kali)
الأعلى وبمده سبحان رب
13) Duduk diantara dua sujud, sambil membaca
رب اغفر ل ، وارحن ، واجب رن ، وارف عن ،وعافن وارزقن 14) Bangkit dari sujud sama seperti rakaat pertama
15) Duduk tasyahud awal, sambil mengucapkan doa
(a) Doa tasyahud pertama
لام عليك أي ها النب التحيات المباركات الصلوات الطيبات لل الس
الي أشهد نا وعلى عباد الل الص لام علي ورحة الل وب ركاتو الس
دا رسول الل وأشهد أن مم أن لا إلو إلا الل
(b) Doa tasyahud kedua
لام عليك أي ها النب التحيات المباركات الصلوات الطيبات لل الس
الي أشهد نا وعلى عباد الل الص لام علي ورحة الل وب ركاتو الس
داعبده ورسولو و أشهد أن مم أن لا إلو إلا الل
(c) Membaca shalawat nabi sebagai berikut
د كما صليت على إب راىيم وعلى آل د وعلى آل مم اللهم صل على ممد كما بركت على إب راىيم وعلى د وعلى آل مم إب راىيم وبرك على مم
يد يد م آل إب راىيم إن ك ح
37
(d) Duduk tasyahud akhir/kedua dan membaca doa sebelum
salam
نة اللهم إن أعوذ بك من عذاب القبر ومن عذاب النارجهنم، ومن فت
ال ج نة المسيح الد المحيا والممات ومن فت
16) Salam ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan.76
لام عليكم ورحة الل الس
5. Tunanetra
a. Pengertian Tunanetra
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak yang mengalami
gangguan penglihatan disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat,
buta77
dan menurut literatur berbahasa Inggris visually handicapped
atau visual impaired.78
Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni
mendefinisikan ketunanetraan sebagai berikut orang tunanetra adalah
mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total)
hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak
mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa
berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu
dengan kaca mata (kurang awas).79
76
Mega Tinambun, Kitab Shalat & Doa Praktis & Superlengkap, (Bekasi: Checklist,
2017), Cet. I, h. 44-101. 77
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. IV, h. 1502. 78
Jati Rinakri Atmaja, Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018), h. 21. 79
IGAK Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka, 2018), h. 4.3.
38
Secara anatomis-fisiologis, ketunanetraan yakni terkait dengan
struktur anatomi dan fungsi organ mata, jadi tunanetra adalah rusaknya
organ anatomi mata yang menyebabkan terganggunya fungsi
penglihatan.80
Sedangkan secara medis tunanetra adalah kerusakan
pada mata yang disebabkan oleh penyakit dan kelainan anatomi,
sehingga perlu mendaparkan pengobatan atau diberikan koreksi pada
fungsi penglihatannya.81
Terdapat sejenis konsensus Internasional untuk menggunakan
dua jenis definisi sehubungan dengan kehilangan penglihatan, yaitu
definisi legal dan definisi edukasional.82
Menurut Hallahan dan
Kauffman definisi menurut legal (hukum), “Orang yang buta adalah
orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang, baik
dengan koreksi (misalnya penggunaan kacamata) maupun tidak, atau
orang yang memiliki keluasan bidang pandang yang sempit dengan
besar sudut pandang tidak lebih dari 200”.83
Adapun definisi menurut
edukasional adalah “Seseorang dikatakan tunanetra apabila untuk
kegiatan pembelajarannya dia memerlukan alat bantu khusus, metode
khusus atau teknik-teknik tertentu sehingga dia dapat belajar tanpa
penglihatan atau dengan penglihatan yang terbatas”.84
Masyarakat biasanya menganggap tunanetra sama dengan buta.
Padahal, istilah tunanetra digunakan bagi orang-orang yang mengalami
luka di indra penglihatan sehingga kemampuan melihatnya berkurang
meskipun dapat pula tidak mampu melihat sama sekali. Dengan
demikian, tunanetra tidak selalu berarti buta.85
80
Purwaka Hadi, Kemandirian Tunanetra: Orientasi Akademik dan Orientasi Sosial,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h. 38. 81
Ibid., h. 38. 82
Rini Hildayani, dkk., Penanganan Anak Berkelainan, (Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2013), h. 8.3. 83
Ibid., h. 8.3. 84
IGAK Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Op. Cit., h.
4.7. 85
Tri Gunadi, Mereka pun Bisa Sukses, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2011), Cet. I, h. 124.
39
b. Faktor Penyebab Tunanetra
Penyebab terjadinya tunanetra pada dasarnya sangat beraneka
ragam, baik itu dari pra-natal (sebelum kelahiran) maupun dari post-
natal (setelah kelahiran).
1) Pra-natal (dalam kandungan)
Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat
kaitanya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak
dalam kandungan, antara lain:
a) Keturunan ketunanetraan yang disebab-kan oleh faktor
keturunan terjadi dari hasi perkawinan bersaudara, sesama
tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan atara lain Retinitis
Pigmentosa penyakit pada retina yang umumnya
merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuk-nya retina.86
b) Pertumbuhan anak dalam kandungan Ketunanetraan yang
disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan
dapat disebabkan oleh: (1) Gangguan waktu ibu hamil,
(2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-
sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam
kandungan, (3) Infeksi atau luka yang dialami olch ibu
hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat
menyebabkan kerusakan pada mata. telinga, jantung dan
sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang
berkembang, (4) lnfeksi karena penyakit kotor,
xoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi
pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan
atau pada bola mata itu sendiri, (5) Kurangnya vitamin
86
Iwan Kurniawan, “Implementasi Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di Sekolah Dasar
Inklusi”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 4, 2015, h. 1049.
40
tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga
hilangnya fungsi penglihatan.87
2) Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal
dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
a) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu
persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras
b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit
gonorrhoe, sehingga baksil gonorhoe menular pada bayi. yang pada
ahkimya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat
hilangnya daya penglihatan
c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan
ketunanetraan, misalnya:
(1) Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan
vitamin A.
(2) Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus
chilimidezoon trachomanis.
(3) Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola
mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya
terlihat dari luar mata menjadi putih.
(4) Glaucoma yaitu penyakit mata karena bertambahnya
cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola
mata meningkat.
(5) Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina
yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan
pembuluh- pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh
kerusakan sistem sirkulasi hingga me rusak penglihatan.
(6) Macular Degeneration: adalah kondisi umum yang
agak baik, dimana dacrah tengah dari retina secara
berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi
87
Ibid., h. 1049-1050.
41
masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi
kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas
objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
(7) Retinopathy of prematurity: biasanya anak yang
mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada
saalahir masih memiliki potensi penglihatan yang
normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya
ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan
kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari
inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat
menyehabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi
tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka
pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan
kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
Kerusakan mata yang disebabkan karena terjadinya
kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam,
cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari
kendaraan, dll.88
c. Klasifikasi Tunanetra
1) Klasifikasi berdasarkan kemampuan daya penglihatannya,
adalah sebagai berikut:
a) Tunanetra ringan (defective vision/low vision) yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan, tetapi mereka
masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan
mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.89
Untuk mengatasi permasalahan
penglihatannya, para penderita low vision ini menggunakan
kacamata atau kontak lensa.90
88
Ibid., h. 1050. 89
Jati Rinakri Atmaja, Op. Cit., h. 23. 90
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), Cet. I, h. 36.
42
b) Tunanetra setengah berat (partially sighted), yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c) Tunanetra berat (totally blind), yakni mereka yang sama
sekali tidak dapat melihat.91
2) Klasifikasi berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada
mata, adalah sebagai berikut:
a) Myopia: penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus,
dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas
jika objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan,
pada penderita myopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa negative
b) Hyperopia: penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus,
dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas
jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan,
pada penderita hyperopia digunakan kacamata koreksi
dengan lensa positif; dan
c) Astigmatisme: penyimpangan atau penglihatan kabur yang
disebabkan ketidakberesan pada kornea mata atau pada
permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda
baik pada jarak dekat maupun jauh, tidak terfokus jatuh pada
retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa
silindris.92
91
Jati Rinakri Atmaja, Op. Cit., h. 23. 92
Aqila Smart, Op. Cit., h. 36.
43
d. Karakteristik Tunanetra
Karakteristik anak yang mengalami tunanetra diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan Motorik
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak buta yang
normal, baik secara neurologis maupun fisiologis, memperlihatkan
keterlambatan awal dalam perkembangan motorik dibandingkan
dengan anak yang dapat melihat. Meskipun keterlambatan tersebut
tidak memberikan dampak jangka panjang dalam keseluruhan
perkembangan motorik, keterlambatan yang ada diperkirakan akan
mempengaruhi faktor kepribadian yang lain. Kurangnya
penglihatan tentu dapat mengganggu mobilitas dan kurangnya
mobilitas akan mengganggu kapasitas seorang anak untuk
mengeksplorasi lingkungannya.93
2) Faktor Bahasa
Pada anak-anak yang buta, kata-kata yang diucapkan
membutuhkan gerakan oral, terutama kata-kata yang tidak mereka
ketahui sebelumnya, dan mereka harus meniru gerakan dari apa
yang sedang dibicarakan. Menurut Burlingham, yang dikutip oleh
Rini Hildayani, dkk., dalam bukunya yang berjudul Penanganan
Anak Berkelainan mengemukakan bahwa “Perkembangan bicara
pada anak buta pada awalnya sedikit terlambat tetapi sekali mereka
mampu berbicara, mereka akan berbicara dengan lancar dan
mempunyai kosa kata yang banyak”. Anak tunanetra juga
mengalami kesulitan untuk memahami komunikasi nonverbal.
Karena komunikasi nonverbal umumnya bersifat visual, mereka
kurang efektif untuk berespons terhadap tanda-tanda noverbal
tersebut.
93
Rini Hildayani, dkk., Op. Cit., h. 8.6.
44
3) Kemampuan Konseptual
Masih terdapat pertentangan di antara para ahli mengenai
kemampuan kognitif pada anak tunanetra. Menurut Tisdall,
Blackhurst, dan Marks yang dikutip oleh Rini Hildayani, dkk.,
dalam bukunya yang berjudul Penanganan Anak Berkelainan
menyebutkan bahwa “Kemampuan kognitif anak yang buta dan
anak yang dapat melihat tidaklah berbeda”. Sebaliknya, adapun
sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif atau konseptual anak tunanetra berada di
belakang anak yang dapat melihat. Secara khusus, penelitian yang
dilakukan oleh Nolan dan Ashcroff yang dimuat dalam buku Rini
Hildayani, dkk., berjudul Penanganan Anak Berkelainan
menemukan bahwa “Anak dengan kerusakan visual menunjukkan
perfoma yang lebih buruk pada tugas yang membutuhkan
pemikiran abstrak”.94
4) Kegiatan Bermain
Anak dengan gangguan penglihatan umumnya lebih sering
melakukan permainan yang tidak membutuhkan interaksi dengan
orang lain (salary play). Kegiatan bermain yang melibatkan
motorik halus dan kasar juga tergolong kurang sering dilakukan.
Selain itu, mereka juga kurang memahami kegunaan dari sebuah
mainan.
5) Faktor Personal dan Sosial
Banyak penelitian tentang anak tunanetra menemukan
bahwa ketunanetraan memiliki konsekuensi yang serius dan tidak
dapat dihindarkan perkembangan anak. Namun demikian, kita
harus bersikap hati-hati dalam menanggapi hasil penelitian yang
ada dan tidak menganggap hasil yang diperoleh sebagai suatu
kesimpulan umum yang berlaku untuk semua anak yang tidak
dapat melihat. Hal itu didukung oleh apa yang dikemukakan Hallan
94
Ibid., h. 8.6-8.7.
45
dan Kauffiman bahwa “Masalah kepribadian bukanlah kondisi
bawaan dari orang buta. Masalah-masalah muncul lebih karena
cara masyarakat memperlakukan mereka. Reaksi masyarakat
terhadap orang butalah yang menentukan apakh penyesuaian diri
mereka kurang atau tidak”. Pendapat itu sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Bauman menurutnya “Tidak ada dampak
personal dan sosial yang bersifat spesifik dari kehilangan
penglihatan. Meskipun demikian, ia mengemukakan bahwa
kebanyakan dari dampak tersebut berbentuk ketidak matangan dan
perasaan tidak aman”.95
e. Model Pendidikan
Model pendidikan untuk anak tunanetra sudah cukup bervariasi
yang dapat dipilih dan ditentukan sesuai dengan karakter masing-
masing anak. Adapun model pendidikan yang dapat diberikan kepada
anak tunanetra adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan Inklusif
Apabila peserta didik tunanetra masuk ke dalam lembaga
pendidikan formal seperti anak normal pada umunya pendekatan
paling efektif yakni optimalisasi pendidikan inklusif secara
berkelanjutan. Pendidikan inklusif adalah pendidikan sekolah
umum yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang
memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum dalam
kesatuan yang sistematik. Kurikulum yang digunakannya pun
kurikulum fleksibel yaitu disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap peserta didik. Model pendidikan inklusif ini
berupaya untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
semua anak termasuk juga anak tunanetra supaya dapat
memperoleh kesempatan yang sama seperti anak normal pada
umumnya.96
95
Ibid., h. 8.8-8.9. 96
Aqila Smart, Op. Cit., h. 89-90.
46
2) Pendidikan Khusus (SLB)
Pendidikan khusus atau sering dikenal dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan program pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus.97
Model pendidikan khusus untuk anak tunanetra yaitu
Sekolah Luar Biasa (SLB)-A.
3) Guru Kunjung
Model ini dilakukan berupaya pemerataan pendidikan
untuk anak tunanetra usia sekolah. Model guru kunjung diberikan
untuk anak tunanetra yang tidak dapat belajar di sekolah khusus
maupun sekolah lainnya dikarenakan beberapa hal, misalnya
tempat tinggal yang sulit dijangkau, jarak ke sekolah, kondisi anak
tunanetra yang memungkinkan tidak bisa berjalan, dan lain-lain.98
6. Kesulitan Belajar Pada Tunanetra
a. Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap peserta didik berhak memperoleh kesempatan untuk
mencapai target akademik yang memuaskan. Namun, kenyataannya
peserta didik memiliki perbedaan antara peserta didik satu dengan
peserta didik lainnya baik dari segi latar belakang keluarga,
kemampuan intelektual, dan kemampuan fisik.99
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana peserta didik
tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, dapat disebabkan karena
adana ancaman, hambatan, atau gangguan belajar lainnya.100
Sebagaimana dikemukakan oleh Rumini yang dikutip oleh Irham
dan Novan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan
mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi di mana
97
Ibid., h. 90. 98
Ibid., h. 90. 99
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Depok: Rajawali Pers, 2017), Cet. XV, h. 183. 100
Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, (Depok: Rajawali Pers, 2018), Ed. 1, Cet. III, h.
191
47
peserta didik mengalami hambatan tertentu untuk mengikuti proses
pembelajaran dan mencapai hasil pembelajaran yang bagus.101
b. Faktor-faktor Kesulitan Belajar Peserta Didik Tunanetra
Anak-anak tunanetra dalam memahami materi PAI tidak
secepat anak normal. Kekurangan dan keterbatasan visual adalah
alasan utama kebanyakan anak-anak tunanetra. Ada faktor-faktor
lain yang ikut menentukan bagi anak-anak tunanetra merasa
kesulitan dalam belajar PAI diantaranya sebagai berikut:
1) Faktor intern anak tunanetra
Kesulitan belajar adalah salah satu kendala yang dihadapi
oleh anak-anak tunanetra dalam proses pembelajaran. Materi
pelajaran apapun termasuk didalamnya adalah materi PAI yang
kaitannya dengan belajar, maka hal itu berhubungan erat dengan
intelegensi anak tunanetra itu sendiri. Terkadang anak tunanetra
ada yang berintelegensi baik maka dalam memahami materi
pelajaran khususnya PAI mereka sangat cepat dalam
memahaminya. Faktor intern lain yang juga ikut berpengaruh
dalam kesulitan belajar adalah terganggunya gerakan motorik halus
dan kasar. Materi PAl tidak hanya bersifat teoritis saja, melainkan
terdapat materi yang mengarah kepada praktik. Pada umumnya
anak tunanetra sangat sulit untuk dibetulkan atas gerakan-gerakan
yang salah jika materi bersifat praktik, seperti praktik wudhu dan
shalat. Kesulitannya adalah mereka sudah menerima konsep atau
informasi wudhu dan shalat dari orang tua di rumah atau orang-
orang lain di sekelilingnya, seperti para ustadz di mushala atau
dimasjid dan bahkan para tetangga yang peduli dengan anak-anak
tunanetra. Hal inilah yang bisa mengakibatkan kesalah pahaman
informasi atau konsep tentang wudhu dan shalat.
101
Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), Cet. II, h. 254.
48
Disamping itu, melakukan perabaan oleh anak-anak
tunanetra merupakan upaya mereka dalam memahami sesuatu baik
yang sudah dikenal atau belum. Kemampuan perabaan seharusnya
sering motivasi di biasakan dan diarahkan dengan benar oleh guru
PAI khususnya berkaitan dengan materi praktik-praktik. Sehingga
dengan demikian mereka akan memperoleh suatu pengalaman
praktik keagamaan dengan benar.102
2) Faktor ekstern anak tunanetra
Faktor lain yang perlu dicermati dalam kaitannya dengan
kesulitan belajar PAl oleh anak-anak tunanetra adalah faktor ektern
yaitu kesulitan belajar PAI yang mereka rasakan justru datang dari
guru PAI itu sendiri. Sebagai contoh ketidak siapan mental dalam
mengajar PAI yang mendukung dengan berbagai macam sumber
literature maupun referensi bacaan agama atau bahkan keahlian
dalam pengusaan media teknologi yang ikut mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran.103
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam suatu penelitian diperlukan hasil-hasil penelitian yang relevan
untuk mendukung serta memperkuat penelitian yang sedang dilakukan ini.
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan adalah sebagai berikut:
1. Skripsi yang disusun oleh Faizatussofia Toatin Rachmah dari
Institut Agama Islam Negeri Surakarta dengan judul “Metode
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunanetra di
SLB Negeri Wonogiri Tahun Pelajaran 2018/2019” pada tahun
2018. Dalam skripsi ini membahas tentang metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi anak tunanetra oleh seorang guru
tunanetra juga. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
102 Halfian Lubis, Pedoman Pembelajaran: Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan
Khusus Untuk SDLB, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015), h. 11-12. 103
Ibid., h. 13.
49
bagi anak tunanetra di SLB Negeri Wonogiri yaitu metode
ceramah, small group discussion, drill, pembiasaan, dikte. Letak
perbedaan metode yang digunakan dengan anak normal yaitu
terletak pada perhatian seorang guru dalam proses belajar
mengajar. Setiap pertemuan guru PAI memberikan materi sesuai
kelas masing-masing dengan metode ceramah dan dikte. Kemudian
dilanjutkan dengan penugasan dengan metode drill dibantu dengan
media pendukung.104
Penelitian Faizatussofia Toatin Rachmah
memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu kajian topik
yang sama tentang metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dan guru seorang tunanetra juga. Namun antara keduanya memiliki
perbedaan dalam lokasi penelitian. Penelitian Faizatussofia Toatin
Rachmah bertempat di SLB Negeri Wonogiri, sedangkan lokasi
penelitian menulis bertempat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Faizatussofia
Toatin Rachmah membahas tentang metode pembelajaran PAI bagi
anak tunanetra saja sedangkan penelitian penulis membahas
penerapan metode pembelajaran ibadah shalat, pelaksanaan
evaluasi pembelajaran, dan faktor kesulitan belajar yang dialami
anak tunanetra dalam mempelajari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
2. Skripsi yang disusun oleh Astri Laelatul Fadhilah dari Institut
Agama Islam Negeri dengan judul “Metode Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi Anak Inklusi di SMP Negeri 7
Salatiga Tahun Pelajaran 2017/1018” pada tahun 2018. Dalam
skripsi ini membahas tentang metode pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) bagi anak inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga
dan faktor pendukung serta penghambat dalam pembelajaran
104
Faizatussofia Toatin Rachmah, “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi
Anak Tunanetra di SLB Negeri Wonogiri Tahun Pelajaran 2018/2019”, Skripsi pada Institut
Agama Islam Negeri Surakarta, 2018, h. vii, tidak dipublikasikan.
50
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga. Metode
pembelajaran PAI bagi anak inklusi sama dalam satu kelas yaitu
metode ceramah, diskusi, demonstrasi, drill, pembiasaan, dll.
Faktor pendukung dalam pembelajaran PAI secara internal adalah
faktor keluarga, siswa itu sendiri dan secara eksternal adalah faktor
dari guru dan dinas pendidikan. Faktor penghambat dalam
pembelajaran PAI bagi anak inklusi yaitu secara internal dari guru
sendiri dan secara eksternal adalah sarana prasarana, program
inklusi, dan guru prmbimbing khusus.105
Penelitian Astri Laelatul
Fadhilah memiliki kesamaan dengan penelitian penulis topik yang
sama tentang metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI). Namun antara keduanya memiliki perbedaan dalam lokasi
penelitian. Penelitian Astri Laelatul Fadhilah bertempat di SMP
Negeri 7 Salatiga sedangkan lokasi penelitian menulis bertempat di
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh Astri Laelatul Fadhilah membahas tentang
metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan faktor
pendukung serta penghambat, sedangkan penelitian penulis fokus
membahas penerapan metode pembelajaran ibadah shalat,
pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan faktor kesulitan belajar
yang dialami anak tunanetra dalam mempelajari mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
3. Skripsi yang disusun oleh Nur Fadiana Dewi dari Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo dengan judul “Metode
Pembelajaran Shalat Bagi Anak Penandang Tunanetra di Panti
Asuhan Tunanetra Terpadu „Aisyiyah Ponorogo” pada tahun 2016.
Dalam skripsi ini membahas tentang metode pembelajaran shalat di
Panti Asuhan Tunanetra Terpadu „Aisyiah Ponorogo‟ sedikit
105
Astri Laelatul Fadhilah, “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak
Inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018”, Skripsi pada Institut Agama Islam
Negeri Salatiga, 2018, h. xiv, tidak dipublikasikan.
51
berbeda dengan metode pembelajaran shalat bagi anak awas yaitu
mengandalkan indera peraba dan pendengaran.106
Penelitian Nur
Fadiana Dewi memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yakni
topik yang sama tentang metode pembelajaran ibadah shalat bagi
anak tunanetra. Namun antara keduanya memiliki perbedaan dalam
lokasi penelitian. Penelitian Nur Fadiana Dewi bertempat di Panti
Asuhan Tunanetra Terpadu „Aisyiyah Ponorogo‟, sedangkan lokasi
penelitian menulis bertempat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nur Fadiana
Dewi lebih kepada membahas metode yang digunakan, bagaimana
penerapan metode, dampak penerapan metode, dan kendala
penerapan metode pembelajaran shalat bagi anak penyandang
tunanetra di Panti Asuhan Tunanetra teroadu „Aisyiyah Ponorogo‟,
sedangkan penelitian penulis membahas terkait penerapan metode
metode pembelajaran ibadah shalat, pelaksanaan evaluasi
pembelajaran, dan faktor kesulitan belajar yang dialami anak
tunanetra dalam mempelajari mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam.
106
Nur Fadiana Dewi, “Metode Pembelajaran Shalat Bagi Anak Penandang Tunanetra di
Panti Asuhan Tunanetra Terpadu „Aisyiyah Ponorogo”, Skripsi pada STAIN Ponorogo, 2016, h.
1, tidak dipublikasikan.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
pada jenjang Sekolah Dasar (SD) yang beralamat di Jalan Pertanian Raya No.
12, RT 006 RW 04, Kelurahan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440.
Adapun waktu yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang
berhubungan dengan objek penelitian yaitu pada bulan September 2019 –
Februari 2020.
B. Latar Penelitian (Setting)
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil objek penelitian di
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. SLB-A merupakan sekolah yang
dikhususkan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tunanetra. SLB-A
berstatus sekolah negeri dan memiliki jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP,
dan SMA.
Penelitian ini dilakukan ketika proses pembelajaran bab ibadah shalat
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas 2A Sekolah Dasar
(SD), terdapat tiga peserta didik yang mengikuti pelajaran Pendidikan Agama
Islam, dari ketiga peserta didik tersebut mengalami tunanetra yang totally blind.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode
pembelajaran ibadah shalat, pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan faktor
kesulitan belajar yang dihadapi dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada peserta didik tunanetra yang memiliki hambatan dalam melihat.
53
C. Metode Penelitian
Metode penelitian secara umum dapat diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1 Adapun
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara
holistik.2 Penelitian kualitatif berupaya mengungkapkan kondisi dari perilaku
masyarakat dan situasi sekitar lingkungan yang diteliti.3 Penelitian ini juga
menggunakan metode deskriptif yaitu bertujuan menggambarkan, menjabarkan
suatu kondisi sosial, situasi dan beragam realitas yang terjadi di masyarakat.4
Dengan demikian, peneliti langsung ke lapangan untuk meneliti kejadian
dan bertemu langsung dengan responden untuk menggali data/informasi.
Peneliti melakukan penelitian tentang bagaimana penerapan metode
pembelajaran ibadah shalat, pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan faktor
kesulitan belajar yang dialami pada peserta didik tunanetra dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di kelas 2A SLB-A Pembina Tingkat Nasional.
D. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan dan pengolahan data yang valid sesuai
dengan metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif. Pengumpulan
data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga cara yaitu observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: ALFABETA, 2018), Cet. XXVII, h. 3. 2 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2017), Cet. XXX, h. 6. 3 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori&Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), Ed. 1, Cet. I, h. 141. 4 B. Bugin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), h. 68.
54
1. Observasi
Observasi adalah penelitian yang langsung turun ke lapangan
untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi
penelitian.5 Peneliti dalam penelitian ini menjadi non participation
observer yakni peneliti hanya melakukan pengamatan tanpa ikut serta
kedalam kegiatan yang penliti amati.6 Observasi pada penelitian ini
dimulai dari keadaan sekolah, kemudian peneliti mengamati dan
melakukan wawancara kepada beberapa informan. Setelah itu, peneliti
melakukan observasi langsung7 dalam pelaksanaan proses
pembelajarannya. Supaya penelitian lebih terarah, peneliti terlebih
dahulu membuat kisi-kisi untuk dijadikan acuan. Berikut kisi-kisi
observasi dalam penelitian ini:
Tabel 3.1
Kisi-kisi Observasi
No Objek Pengamatan Indikator
1 Guru dalam melaksanaan
metode pembelajaran ibadah
shalat
1.1 Penggunaan metode
pembelajaraan yang
diterapkan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik
2 Guru dalam melaksanaan
evaluasi pembelajaran ibadah
shalat
2.1 Penggunaan alat evaluasi
yang digunakan sesuai
dengan peserta didik
3 Kesulitan belajar peserta didik
tunanetra dalam mengikuti
pembelajaran ibadah shalat
3.1 Faktor kesulitan belajar
yang dialami pada peserta
didik tunanetra
5 John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan
Campuran,Terj. Ahmad Fawaid dan Rianayati Kusmini Pancasari, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2016), Cet. I, h. 254. 6 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Kencana, 2014), Cet. I. h. 328. 7 Observasi langsung adalah pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek
di tempat terjadi atau berlangsung peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang
diselidiki. Lihat dalam S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), Cet. VIII, h. 158-159.
55
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses
interaksi antara pewawancara dan sumber informasi atau orang yang
diwawancarai melalui komunikasi langsung.8 Pada penelitian ini
menggunakan wawancara terencana tidak terstruktur. Wawancara
terencana tidak terstruktur adalah bentuk wawancara yang mana dalam
hal ini peneliti menyusun rencana wawancara, namun tidak
menggunakan format dan urutan yang baku.9 Wawancara ini dilakukan
kepada guru Pendidikan Agama Islam yang mengajar di kelas 2-A
Sekolah Dasar (SD) dan peserta didik kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)
di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Berikut kisi-kisi
wawancara dalam penelitian ini:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Wawancara
No Objek Penilitian Indikator Sumber Data
1 Pelaksanaan metode
pembelajaran ibadah
shalat
1.1 Pemilihan dan
pelaksanaan metode
pembelajaran
Guru PAI kelas
2-A dan Peserta
Didik kelas 2-A
2 Pelaksanaan evaluasi
pembelajaran ibadah
shalat
2.1 Pemilihan dan
pelaksanaan evaluasi
pembelajaran
Guru PAI kelas
2-A dan Peserta
didik kelas
2-A
3 Kesulitan belajar
peserta didik tunanetra
dalam mengikuti
pembelajaran ibadah
shalat
3.1 Faktor kesulitan belajar
yang dialami peserta
didik tunanetra dalam
mengikuti pembelajaran
ibadah shalat
Guru PAI kelas
2-A dan Peserta
didik kelas 2-A
8 A. Muri Yusuf, Op. Cit., h. 372.
9 Ibid., h. 377.
56
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumentasi merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif. Dalam hal dokumen Bogdan menyatakan “in most tradition
of qualitative research, the phrase personal document is used broadly
to refer to any first person narrative produced by an individual which
describes his or her own actions, experience and belief”.10
Dalam
penelitian ini studi dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen-
dokumen terkait pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ibadah
shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta baik RPP
mengenai pembelajaran tersebut, foto-foto kegiatan pada
pembelajaran, maupun dokumen terkait data-data sekolah.
Tabel 3.3
Kisi-kisi Dokumentasi
No Indikator Dokumentasi
1 Identitas Sekolah
2 Visi dan Misi Sekolah
3 Jenjang Pendidikan
4 Fasilitas Sekolah
5 Data Guru dan Peserta Didik
6 Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
7 Lembar Soal/tes Evaluasi
Pembelajaran Ibadah Shalat
10
Sugiyono, Op. Cit., h. 329.
57
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability).11
Peneliti melakukan pemeriksaan atau pengecekan
keabsahan data supaya data yang diperoleh adalah data yang akurat,
pemeriksaan data dilakukan dengan meningkatkan ketekunan pengamatan dan
triangulasi. Penelitian ini melakukan pemeriksaan dengan membandingkan data
hasil wawancara dengan observasi ataupun dokumentasi.
1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan adalah upaya untuk memperdalam dan
memperinci temuan setelah data dianalisis. Peneliti harus melakukan
pengecekan ulang apakah temuan sementaranya sesuai dan
menggambarkan konteks penelitian yang spesifik. Apakah temuannya
sudah mendeskripsikan secara lengkap konteks penelitian dan perspektif
para partisipan, ini adalah kesempatan menggali lebih dalam,
mendeskripsikan lebih rinci.12
Dalam penelitian ini peneliti berusaha
mencermati secara mendalam tentang penerapan metode pembelajaran
ibadah shalat, pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan faktor kesulitan
belajar yang dihadapi dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada peserta didik tunanetra. Dengan demikian data yang
diperoleh adalah data yang akurat.
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, teknik, dan waktu.13
11
Lexy J. Moleong, Op. Cit., h. 324. 12
Nusa Putra, Metode Penelitian: Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
Cet. II, h. 103. 13
Sugiyono, Op. Cit., h. 372.
58
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Apabila data di dapat dari ke tiga sumber yang berbeda,
maka tidak bisa diratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi
dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang
berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang
telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check)
dengan tiga sumber data tersebut.14
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek
dengan observasi, dokumentasi. Bila dengan pengujian kredibilitas
data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang
dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut
pandangnya berbeda-beda.15
c. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan
data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam
rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik
lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
14
Ibid., h. 373. 15
Ibid., h. 373-374.
59
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-
ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.16
Dengan teknik triangulasi peneliti memperoleh keabsahan
data dengan cara mengecek dan membandingkan data hasil
pengamatan (observasi) dengan data hasil wawancara maupun
dokumentasi terkait penerapan metode pembelajaran ibadah shalat,
pelaksanaan evaluasi pembelajaran, dan faktor kesulitan belajar yang
dihadapi dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
peserta didik tunanetra.
F. Teknik Analisis Data
Analisis Data Kualitatif Menurut Bogdan dan Biklen adalah “Upaya
yang dilakukan dengan jalan berkeja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.17
Berikut proses analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.18
Reduksi data dimulai dengan menelaah data dari
berbagai sumber yang telah diperoleh yaitu wawancara, observasi, dan
dokumentasi, lalu peneliti memfokuskan data hasil penelitian untuk
memperoleh data-data penting atau data-data utama dalam penelitian.
16
Ibid., h. 374. 17
Lexy J. Moleong, Op. Cit., h. 248. 18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2016), h. 338.
60
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kuantitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart, dan sejenisnya. Biasanya yang sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat narrative.19
Dalam penelitian ini, peneliti menyampaikan
dengan bentuk narrative yaitu uraian secara singkat dan rinci dari hasil
temuan yang peneliti lakukan.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
and Huberman adalah “Penarikan kesimpulan dan verifikasi”.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpualn yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.20
Setelah semua dilakukan, lalu penarikan
kesimpulan yang menguraikan jawaban berdasarkan rumusan masalah
yang sudah ditetapkan.
19
Ibid., h. 341. 20
Ibid., h. 345.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
1. Identitas Sekolah
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berada di Jalan
Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Sekolah ini
didirikan pada 8 Desember 1981 dan sudah terakreditasi A serta
berstatus negeri. Status kepemilikan gedung dan tanah adalah milik
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan luas bangunan
3.2767 M2. Waktu belajar atau lama belajar di SLB-A Pembina
Tingkat Nasional yaitu 8 jam x 40 menit dengan jumlah ruang belajar
18 ruang.1
2. Visi dan Misi Sekolah
Visi dan misi SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta adalah
sebagai berikut:
a. Visi
Terwujudnya peserta didik yang berprestasi, berakhlak
mulia, dan mandiri.
b. Misi
1) Mewujudkan pembelajaran akademik yang mengacu pada
standar nasional pendidikan.
2) Mewujudkan pembelajaran non akademik yang sesuai
dengan bakat dan minat siswa.
3) Mewujudkan budaya beribadah dan sopan santun
4) Mewujudkan budaya kreatif dan terampil sebagai bekal
kemandirian.2
1 Hasil Dokumentasi Profil Sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun Ajaran
2019-2020. 2 Hasil Dokumentasi Profil Sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun Ajaran
2019-2020.
62
3. Jenjang Pendidikan
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta merupakan lembaga
pendidikan formal yang dikhususkan untuk peserta didik yang
memiliki kebutuhan khusus pada indra penglihatannya atau tunanetra.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta terintergrasi oleh beberapa
jenjang pendidikan yakni terdapat empat jenjang pendidikan yaitu
TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Rombongan belajar di SLB-A
Pembina Tingkat Nasional terdiri dari kelas regular dan MDVI.
Pembagian rombongan belajar disesuaikan dengan kemampuan peserta
didik. Untuk peserta didik yang memiliki ketunaan ganda dan tidak
dapat mengikuti kelas regular maka ditempatkan di kelas MDVI.
Dalam satu minggu, pembelajaran dilakukan selama lima hari
yakni dimulai hari Senin sampai dengan hari Jumat. Alokasi waktu
setiap masing-masing jenjang berbeda. Adapun alokasi waktu pada
setiap jenjang adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Alokasi Waktu pada setiap Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran
2019-2020.3
Jenjang Pendidikan Alokasi Waktu
TKLB 1 x 30 Menit
SDLB 1 x 30 Menit
SMPLB 1 x 35 Menit
SMALB 1 x 40 Menit
3 Hasil Dokumentasi Profil Sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun Ajaran
2019-2020.
63
4. Peserta Didik
Peserta didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta adalah
peserta didik yang memiliki hambatan pada indra penglihatannya.
Berikut jumlah peserta didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
di setiap jenjang:
Tabel 4.2
Jumlah Peserta Didik pada setiap Jenjang Pendidikan Tahun
Ajaran 2019-2020.4
Jenjang Kelas Jumlah Peserta Didik
L P
TKLB - 5 4
TOTAL 5 4
SDLB
I 3 2
II-A 1 2
II-B 1 1
III-A 3 1
III-B 1 2
III-C 1 -
IV-A 4 2
IV-B 1 1
V-A 2 3
V-B 4 -
V-C 2 1
V-D 1 -
VI-A 4 1
VI-B 1 -
TOTAL 29 16
4 Hasil Dokumentasi Data Peserta Didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun
Ajaran 2019-2020.
64
SMPLB
VII-A 1 1
VII-B - 1
VIII-A 3 2
VIII-B 4 -
VIII-C 1 -
IX-A 4 1
IX-B - 1
TOTAL 13 6
SMALB X-A 2 2
X-B 4 -
XI-A 2 2
XI-B 1 -
XI-C - 1
XI-D 1 -
XII 1 3
TOTAL 11 8
TOTAL KESELURUHAN 58 34
5. Fasilitas Sekolah
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta terdapat beberapa sarana
dan prasarana diantarannya yaitu aula, mushola, ruang guru, ruang tata
usaha, ruang olahraga, ruang musik, perpustakaan yang menyediakan
buku-buku braille dan buku sumber lainnya bagi peserta didik
tunanetra yang membutuhkan, dan percetakan (produksi) buku braille
yaitu menyediakan fasilitas untuk memproduksi buku braille meliputi
buku-buku pelajaran, buku cerita dan pengetahuan umum untuk
menunjang belajar peserta didik.5
5 Hasil Dokumentasi Profil Sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun Ajaran
2019-2020.
65
B. Pembahasan
1. Penerapan Metode Pembelajaran Ibadah Shalat dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Peserta Didik
Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Jenjang
Kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)
Penelitian terkait metode pembelajaran ibadah shalat dilakukan
dijenjang kelas 2-A SDLB Pembina Tingkat Nasional Jakarta dengan
alokasi waktu pembelajaran PAI dua kali pertemuan dalam satu
minggu yaitu hari Senin pukul 07.30-08.30 dan Rabu pukul
08.00-09.00.6
Peserta didik kelas 2-A yang mengikuti pembelajaran PAI terdiri
dari tiga, dua diantaranya perempuan dan satu laki-laki.
Gambar 4.1
Peserta didik kelas 2-A yang sedang mengikuti pembelajaran PAI
Tiga peserta didik yang mengikuti pembelajaran PAI di kelas 2-A
mengalami keterbatasan pada indra penglihatannya atau tunanetra,
sehingga dalam proses pembelajaran tidak dapat memanfaatkan indra
6 Hasil Observasi dan Hasil Wawancara dengan Guru PAI pada 11 November 2019.
66
penglihatannya. Tunanetra adalah individu yang indra penglihatannya
tidak dapat berfungsi sebagai penerima informasi dalam kehidupan
sehari-hari seperti orang awas.7 Namun, ketiga peserta didik tersebut
meskipun tunanetra tetap dapat mengikuti pembelajaran PAI dengan
baik, walaupun mengalami sedikit kesulitan selama mengikuti
pembelajaran.8
Dari ketiga peserta didik kelas 2-A, ketiganya termasuk kedalam
tunanetra berat (totally blind).9 Berdasarkan kemampuan daya
penglihatannya klasifikasi tunanetra terbagi menjadi tiga yaitu sebagai
berikut:
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision) yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan, tetapi mereka
masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan
mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.10
Untuk mengatasi permasalahan
penglihatannya, para penderita low vision ini menggunakan
kacamata atau kontak lensa.11
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted), yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind), yakni mereka yang sama sekali
tidak dapat melihat.12
7 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2018), Cet. 5, h. 65. 8 Hasil Wawancara guru PAI pada 10 Februari 2020.
9 Hasil Wawancara guru PAI dan Peserta didik kelas 2-A pada 10 Februari 2020.
10 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018), h. 23. 11
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 36. 12
Jati Rinakri Atmaja, Op. Cit., h. 23.
67
Metode pembelajaran yang digunakan untuk membahas materi
ibadah shalat bervariasi. Guru menggabungkan beberapa metode
pembelajaran supaya peserta didik mudah memahami pembelajaran
yang diberikan.13
Pembahasan terkait ibadah shalat terbagi menjadi
dua, pertama menghafal bacaan shalat dan kedua membiasakan shalat
secara tertib.
Tabel 4.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan
SDLB.14
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Menghafal bacaan shalat 5.1 Melafalkan bacaan shalat
5.2 Menghafal bacaan shalat
9. Membiasakan shalat secara
tertib
9.1 Mencontohkan gerakan shalat
9.2 Mempraktekkan shalat secara tertib
Untuk bagian Standar Kompetensi (SK) pertama yaitu menghafal
bacaan shalat. Adapun metode yang digunakan terlihat melalui
kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tiga kegiatan. Pertama kegiatan
pendahuluan, guru terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai
melakukan pengkondisian kelas agar suasana kelas menjadi lebih
tertib, peserta didik menjadi lebih tenang dan mudah untuk menerima
pembelajaran. Setelah itu, guru PAI mengajak peserta didik berdoa
terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai. Sebelum guru PAI
menerangkan materi ibadah shalat, guru PAI melakukan pre-test
terlebih dahulu dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada
peserta didik tentang pengetahuan awal mereka terkait ibadah shalat,
dalam hal ini guru PAI menggunakan metode tanya jawab untuk
13
Hasil Observasi dan Wawancara guru PAI pada 11 November 2019. 14
Lampiran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, h. 5-6.
68
mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik terkait materi
ibadah shalat. Guru PAI melakukan pre-test kepada peserta didik
terkait pengertian dan hukum shalat, lalu dilanjut dengan bagaimana
bacaan-bacaan shalat. Semua peserta didik secara bergantian
menjawab pertanyaan yang diberikan guru dengan sangat antusias dan
sesuai pemahaman serta kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.15
Metode tanya jawab adalah cara pemberian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, baik dari guru kepada peserta didik
maupun dari peserta didik kepada guru.16
Metode tanya jawab
merupakan metode yang memungkinkan terjadinya interaksi langsung
yang bersifat two way traffic karena pada saat itu terjadi dialog antara
guru dan peserta didik. Metode tanya jawab bertujuan untuk
menstimulus peserta didik dalam berpikir dan membimbing peserta
didik dalam mendapatkan atau mencapai pengetahuan.17
Setelah melakukan pretest dengan menggunakan metode tanya
jawab, guru melanjutkan pembelajaran ke tahap kedua yaitu kegiatan
inti. Guru menyampaikan materi shalat terkait bacaan-bacaan shalat
dengan metode talaqqi. Menurut Makhyuddin yang dikutip oleh
Ratnasari dan Yosina dalam jurnalnya yang berjudul Kelebihan dan
Kelemahan Metode Talaqqi dalam Program Tahfidz
AL-Qur’an Juz 29 dan 30 Pada Siswa Kelas Atas Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah mengemukakan bahwa “Metode Talaqqi yaitu guru
membacakan, sementara murid mendengarkan, lalu menirukan sampai
hafal”.18
Guru melafalkan bacaan shalat secara bertahap yakni tidak
dilafalkan langsung secara keseluruhan, melainkan dilafalkan
15
Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 11 November 2019. 16
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), Cet. V, h. 94. 17
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. I,
h. 210. 18
Ratnasari Diah Utami dan Yosina Maharani, “Kelebihan dan Kelemahan Metode
Talaqqi dalam Program Tahfidz AL-Qur’an Juz 29 dan 30 Pada Siswa Kelas Atas Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah”, Jurnal Profesi Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 2, 2018, h. 186.
69
perpenggal kalimat, setelah itu peserta didik mengikuti apa yang guru
lafalkan sampai lancar dan hafal. Pertama guru melafalkan perpenggal
kalimat dengan suara yang cukup keras dan jelas, seperti doa iftitah
guru melafalkan penggalan pertama yaitu:
غرب
شرقوالم
بعدب ينوب يخطايي،كمابعدتب يالم اللهمLalu peserta didik mendengarkannya, setelah itu peserta didik
diminta untuk melafalkannya secara bersamaan. Kemudian setelah
melafalkannya secara bersamaan, guru meminta melafalkannya secara
berpasangan ditunjuk secara acak, setelah itu satu persatu (sendiri-
sendiri). Apabila dalam melafalkan peserta didik terdapat kesalahan,
guru langsung membenarkan dengan penglafalan yang benar. Setelah
penggalan pertama peserta didik sudah lancar dan hafal, guru
melanjutkan kepenggalan yang kedua yaitu:
نس نقنمنخطاييكماي ن قىالث وبالأب يضمنالد اللهمSama seperti penggalan pertama, peserta didik mendengarkan lalu
melafalkannya baik secara berpasangan, bersamaan, maupun
perorangan. Setelah penggalan kedua peserta didik sudah lancar, guru
melanjutkannya kepenggalan yang ketiga yaitu:
اغسلنمنخطاييبلماءوالث لجوالب رد اللهمSama seperti penggalan pertama dan kedua, peserta didik
mendengarkan lalu melafalkannya baik secara berpasangan,
bersamaan, maupun perorangan. Setelah semua penggalan telah
dilafalkan, peserta didik secara individu melafalkan keseluruhan
penggalan dari pertama sampai ketiga secara bergantian. Cara ini sama
digunakan untuk bacaan-bacaan shalat lainnya sampai dengan salam.
Setelah kegiatan inti selesai, kegiatan ketiga yaitu kegiatan
penutup. Pada kegiatan ini guru selalu mereview pembelajaran terkait
materi yang telah diajarkan dengan memberikan post-test
70
menggunakan metode tanya jawab secara lisan kepada setiap peserta
didik,19
sehingga peserta didik merespon pertanyaan yang diberikan
tersebut juga secara terucap, dengan demikian membuat peserta didik
lebih berani.20
Selanjutnya, guru merangkum materi yang telah
diajarkan dengan menggunakan metode ceramah, guru memberikan
poin-poin penting dari pembelajaran yang telah dipelajari. Setelah itu
guru memberitahukan pertemuan selanjutnya terkait materi yang akan
dipelajari.21
Setelah guru selesai membahas Standar Kompetensi (SK) pertama
yaitu menghafal bacaan shalat. Selanjutnya guru membahas Standar
Kompetensi (SK) yang kedua yaitu membiasakan shalat secara tertib.
Adapun metode yang digunakan pada pembahasan ini juga terlihat
melalui kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tiga kegiatan. Pertama
kegiatan pendahuluan, guru terlebih dahulu sebelum pembelajaran
dimulai melakukan pengkondisian kelas agar suasana kelas menjadi
lebih tertib, peserta didik menjadi lebih tenang dan mudah untuk
menerima pembelajaran. Setelah itu, guru PAI mengajak peserta didik
berdoa terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai. Sebelum guru
PAI menerangkan materi ibadah shalat, guru PAI melakukan pre-test
terlebih dahulu dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada
peserta didik tentang pengetahuan awal mereka terkait ibadah shalat,
dalam hal ini guru PAI menggunakan metode tanya jawab untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik terkait materi
ibadah shalat. Guru PAI melakukan pre-test kepada peserta didik
tentang gerakan dan bacaan shalat yang sering peserta didik lakukan
ketika shalat. Semua peserta didik secara bergantian menjawab
19
Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 11 November 2019. 20
Abdul Majid, Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017), Cet. III, h. 195. 21
Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 11 November 2019.
71
pertanyaan yang diberikan guru dengan sangat antusias dan sesuai
kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.22
Setelah melakukan pre-test dengan menggunakan metode tanya
jawab, guru melanjutkan pembelajaran ke tahap kedua yaitu kegiatan
inti. Guru menyampaikan materi gerakan shalat dibagi menjadi dua
tahap yang pertama teori gerakan shalat dan dilanjutkan dengan
mempraktikkannya di mushala. Teori gerakan shalat dilakukan oleh
guru dengan maksud untuk memudahkan peserta didik ketika
melaksanakan ulangan tertulis, supaya peserta didik dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan dengan mudah. Adapun metode yang
digunakan oleh guru PAI adalah metode talaqqi yakni guru
melafalkan, sementara peserta didik mendengarkan, lalu menirukan
sampai hafal. Setelah peserta didik hafal guru meminta peserta didik
mencatatnya, apabila waktu tidak cukup guru meminta peserta didik
melanjutkannya di rumah sebagai Pekerjaan Rumah (PR),23
seperti
gerakan takbiratul ihram guru melafalkan dengan bahasa yang mudah
dimengerti peserta didik, adapun penglafalan takbiratul ihram sebagai
berikut:
Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telingan, ujung-ujung jari
kedua tangan keatas dan kedua telapak tangan menghadap kiblat
(untuk laki-laki) adapaun untuk perempuan mengangkat kedua tangan
jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu lebar, merapatkan kedua lengan
di kedua sisi tubuh. Sambil membaca “Allahu Akbar”
Lalu peserta didik mendengarkannya, setelah itu peserta didik
diminta untuk melafalkannya secara bersamaan dan bergantian.
Apabila pada saat melafalkannya peserta didik mengalami kesalahan,
guru langsung membenarkannya dengan penglafalan yang benar. Cara
ini sama digunakan untuk teori gerakan shalat lainnya sampai dengan
salam.
22 Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 27 Januari 2020.
23 Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 27 Januari 2020 .
72
Setelah kegiatan inti selesai, kegiatan ketiga yaitu kegiatan
penutup. Pada kegiatan ini guru mereview pembelajaran terkait materi
yang telah diajarkan dengan memberikan post-test menggunakan
metode tanya jawab secara lisan kepada peserta didik.24
Selanjutnya,
guru merangkum materi yang telah diajarkan dengan menggunakan
metode ceramah, setelah itu guru memberitahukan pertemuan
selanjutnya yaitu mempraktikkan gerakan shalat di mushala.25
Pada pertemuan selanjutnya guru seperti biasa membuka
pembelajaran terlebih dahulu dengan berdoa, setelah itu guru
mengarahkan peserta didik ke mushala dan meminta peserta didik
untuk melepas sepatunya. Pembelajaran gerakan shalat guru lakukan
dengan kontak fisik secara langsung dan mengulang pembelajaran
teori gerakan shalat, supaya peserta didik lebih memahami. Guru
melakukan kontak fisik secara langsung dikarenakan guru juga
memiliki hambatan yang sama yaitu pada indra penglihatannya. Satu
persatu peserta didik diarahkan dan dibimbing oleh guru secara
bergantian. Guru meraba gerakan tangan peserta didik apabila terjadi
kesalahan atau kurang tepat guru langsung membenarkan dengan
memberitahu gerakan yang benar seperti apa.26
Adapun langkah-
langkah gerakan shalat yang diajarkan adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik diarahkan menghadap kiblat dan berniat di dalam
hati.
Gambar 4.2
Guru mengarahkan peserta didik menghadap kiblat
dan berniat didalam hati
24 Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 27 Januari 2020.
25 Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 27 Januari 2020.
26 Hasil Observasi Pembelajaran PAI di Kelas 2-A pada 10 Februari 2020.
73
b. Takbiratul Ihram sambil mengucapkan kalimat اللهاكبر
Gambar 4.3
Guru mengarahkan gerakan takbiratul ihram
c. Bersedekap
Gambar 4.4
Guru mengarahkan gerakan bersedekap
74
d. Membaca do’a iftitah, surah Al-Fatihah, dan surah pendek
Gambar 4.5
Guru mendengarkan peserta didik membaca do’a iftitah,
surah Al-Fatihah, dan surah pendek.
e. Ruku’
Gambar 4.6
Guru mengarahkan gerakan ruku’
75
f. Iktidal
Gambar 4.7
Guru mengarahkan gerakan iktidal
g. Sujud
Gambar 4.8
Guru mengarahkan gerakan sujud
76
h. Duduk diantara dua sujud
Gambar 4.9
Guru mengarahkan gerakan duduk diantara dua sujud
i. Duduk Tasyahud
1) Duduk tasyahud awal
Gambar 4.10
Guru mengarahkan gerakan duduk tasyahud awal
77
2) Duduk tasyahud akhir
Gambar 4.11
Guru mengarahkan gerakan duduk tasyahud akhir
j. Salam
Gambar 4.12
Guru mengarahkan gerakan salam
78
2. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Ibadah Shalat dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Peserta Didik
Tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Jenjang
Kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)
Setelah rangkaian proses pembelajaran sudah terlaksana, guru
melakukan evaluasi pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk melihat
sudah sejauh mana peserta didik memahami pembelajaran yang telah
diberikan.27
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan
tahap yang harus di tempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan umpan balik
(feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan
program dan kegiatan pembelajaran.28
Pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah shalat dilakukan dengan
menggunakan tes tertulis, tes lisan, dan praktik (perbuatan).29
Tes
merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar
atau salah. Tes dapat diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang
membutuhkan jawaban, atau sejumlah pernyataan yang harus
diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan
seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai
tes.30
Guru melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan bentuk tes
tertulis pada saat ulangan harian, sedangkan untuk tes lisan guru
melaksanakannya pada saat praktik penglafalan bacaan shalat. Tes
tertulis yang digunakan yaitu dalam bentuk pilihan ganda (multiple
choice) dan isian (supply type).31
Soal/tes dalam bentuk pilihan ganda
adalah bentuk tes yang memiliki satu jawaban yang benar atau paling
27 Hasil Observasi dan Hasi Wawancara pada 18 November 2019 dan 17 Februari 2020.
28 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), Cet.
X, h. 2. 29
Hasil Observasi, Hasi Wawancara, dan Hasil Dokumentasi pada 18 November 2019
dan 17 Februari 2020. 30
Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, (Yogyakarta: Prama
Publishing, 2018), Cet. I, h. 67. 31
Hasil Observasi dan Hasi Wawancara pada 18 November 2019 dan 17 Februari 2020.
79
tepat.32
Sedangkan soal/tes isian adalah tes yang berbentuk seperti esai
sederhana.33
Tes isian biasa disebut juga dengan tes melengkapi dan
tes menyempurnakan. Tes isian ini terdiri dari kalimat yang bagiannya
sudah dihilangkan, lalu bagian yang dihilangkan tersebut yang harus
peserta didik isi.34
Adapun tes lisan merupakan tes yang berbentuk
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara ucap (oral)
sehingga peserta didikpun merespon pertanyaan yang diberikan guru
juga secara terucap. Tes lisan digunakan untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi, terutama kompetensi pengetahuan. Jawaban
dari tes lisan ini dapat berupa kata, frase, kalimat maupun paragraf
yang diucapkan peserta didik.35
Soal/tes yang digunakan peserta didik pada saat mengerjakan
ulangan tersebut menggunakan huruf braille, namun guru tetap
membuat soal dalam bentuk huruf awas pada umumnya ketika ulangan
akhir semester. Soal tersebut
digunakan apabila ada peserta
didik yang belum lancar dalam
membaca huruf braille.36
Huruf
braille adalah huruf yang disusun
berdasarkan kombinasi dari enam
titik pola yang timbul.37
Gambar 4.13
Soal/tes dalam bentuk huruf braille
32Kunandar, Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet. III, h. 183. 33
Mochtar Kusuma, Evaluasi Pendidikan:Pengantar,Kompetensi, dan Implementasi,
(Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016), Cet. I, h. 145. 34
Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Ed.
1, Cet. I, h. 118. 35
Abdul Majid, Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar, Op. Cit., h. 195. 36
Hasil Observasi dan Hasil Dokumentasi pada 18 November dan 9 Desember 2019. 37
Rani Satria, “Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf Braille Melalui Media Kartu
Huruf Anak Tunanetra”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 1, No. 3, 2012, h. 341.
80
Selain itu peserta didik menggunakan Reglet dan Stylus sebagai
alat untuk menulis jawaban.38
Reglet dan atau stylus adalah alat bantu
yang digunakan dalam pembelajaran untuk baca-tulis braille,
umumnya terbuat dari bahan nikel atau logam lain, namun ada juga
yang terbuat dari plastik.39
Gambar 4.14
Peserta didik tunanetra mengerjakan soal/tes dalam bentuk huruf
braille dengan menggunakan Reglet dan Stylus.
Pada saat materi gerakan shalat guru melaksanakan evaluasi
pembelajaran dalam bentuk praktik (perbuatan), kontak fisik secara
langsung dengan peserta didik. Tes ini guru lakukan pada akhir
pembelajaran, biasanya diberikan waktu atau jadwal untuk melakukan
tes praktik. Namun, waktu yang diberikan terkadang masih belum
cukup untuk melakukan penilaian, karena terdapat beberapa kesulitan
38 Hasil Observasi Pelaksanaan Ujian pada 18 November 2019 dan 17 Februari 2020.
39 Sari Rudiyati, “Pembelajaran Membaca dan Menulis Braille Permulaan pada Anak
Tunanetra”, Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus, Vol. 9, No. 1, 2010, h. 63.
81
yang dialami.40
Tes praktik (perbuatan) digunakan oleh guru untuk
mengukur kompetensi keterampilan atau biasa dikenal dengan istilah
psikomotorik, penilaian dilakukan setelah proses penyelesaian tugas
dan hasil akhir yang dicapai oleh pesera didik setelah melaksanakan
tugas tersebut.41
Pelaksanaan evaluasi pembelajaran pada peserta didik tunanetra
pada dasarnya sama seperti anak normal pada umumnya hanya saja
sedikit terdapat perbedaan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
yakni pada teknik pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan evaluasi untuk
anak tunanetra harus memerhatikan beberapa hal pertama, soal yang
diberikan kepada anak tunanetra sebaiknya dalam bentuk huruf Braille
atau dapat juga menggunakan huruf biasa namun ukurannya
disesuaikan dengan kemampuan penglihatannya. Kedua, objektif
dalam memberi penilaian yang sesuai dengan kemampuannya tidak
memberi nilai yang melebihi atau tidak sesuai dengan kemampuannya
yang dikarenakan rasa kasihan. Ketiga, waktu pelaksanaannya lebih
lama dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Hal tersebut
didasarkan karena pertimbangan waktu yang digunakan anak tunanetra
untuk membaca dan menulis.42
3. Faktor Kesulitan Belajar yang dialami Pada Peserta Didik
Tunanetra dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Bab Ibadah Shalat di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Jenjang Kelas 2-A Sekolah Dasar (SD)
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tidak selamanya akan
selalu lancar dan berhasil secara keseluruhan. Terkadang dalam proses
pembelajaran terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh peserta
40 Hasil Wawancara Guru PAI pada 10 Februari 2020.
41 Anas Sudijono, Pengantar Evalfuasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Ed. 1,
Cet. XV, h. 156. 42
IGAK Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), Cet. XII, h. 4.47.
82
didik. Ketidakberhasilanya setiap peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran dapat terjadi karena peserta didik mengalami kesulitan
belajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Rumini yang dikutip oleh
Irham dan Novan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan
mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi di mana
peserta didik mengalami hambatan tertentu untuk mengikuti proses
pembelajaran dan mencapai hasil pembelajaran yang bagus.43
Keterbatasan yang dimiliki oleh peserta didik tunanetra membuat
peserta didik mengalami sedikit kesulitan dalam mengikuti
pembelajaran yakni diantaranya pada kognitif peserta didik yang tidak
terlalu mudah atau cepat untuk menghafal kecuali terus diulang-ulang.
Terlihat pada saat menghafal bacaan shalat peserta didik sulit
menangkap hafalan tersebut dengan 2 atau 3 kali pengulangan44
harus
dilakukan berulang-ulang, oleh karena itu guru terus mencoba dengan
berbagai cara pengulangan lafal, diulang secara individu, berpasangan,
dan bersama-sama.45
Hambatan yang dimiliki oleh peserta didik
tunanetra mengakibatkan perkembangan kognitif peserta didik
tunanetra cenderung terlambat apabila dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya. Hal ini disebabkan karena perkembangan
kognitif tidak selalu erat kaitannya dengan kemampuan intelegensi
saja, tetapi juga dengan kemampuan alat indra penglihatannya. Melalui
indra penglihatan sebagian besar informasi ataupun rangsangan akan
ditangkap yang selanjutnya akan diteruskan ke otak, sehingga timbul
persepsi dan pengertian terhadap rangsangan tersebut.46
Dalam merespons stimulus dan mendapatkan pengalaman dari
lingkungan sekitar ternyata organ mata merupakan yang paling
43 Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), Cet. II, h. 254. 44
Hasil Observasi Pembelajaran PAI pada 11 September 2019 dan Wawancara Peserta
didik kelas 2-A pada 10 Februari 2020. 45
Hasil Observasi Pembelajaran PAI pada 11 September 2019 dan Wawancara Guru PAI
pada 10 Februari 2020. 46
T. Sutjihati Somantri, Op. Cit., h. 67.
83
dominan digunakan apabila dibandingkan dengan panca indra lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brydon Lamb
dikutip oleh Purwaka Hadi dalam bukunya menyimpulkan bahwa
manusia belajar melalui penglihatan sebesar 83%, melalui
pendengaran 11%, melalui penciuman 3,5%, melalui perabaan 1,5 %,
dan melalui pengecapan 1%.47
Akibat keterbatasan yang dimiliki peserta didik tunanetra dalam
menerima rangsangan atau informasi melalui indra penglihatannya.
Peserta didik tunanetra memanfaatkan indra lainnya untuk dapat
menerima rangsangan atau informasi, seperti indra pendengaran dan
indra perabaan.48
Keterbatasan yang dimiliki oleh peserta didik tunanetra membuat
hambatan yang dimiliki yaitu ketidakmampuannya dalam melihat.49
47 Purwaka Hadi, Kemandirian Tunanetra: Orientasi Akademik dan Orientasi Sosial,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h. 7. 48
Hasil Observasi Pembelajaran PAI kelas 2-A pada 9 November 2019 dan 10 Februari
2020. 49
T. Sutjihati Somantri, Op. Cit., h. 76.
peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran
selain pada perkembangan kognitif juga pada perkembangan motorik.
Perkembangan motorik peserta didik tunanetra cenderung lebih lambat
dibandingkan anak normal pada umunya. Hal ini dikarenakan dalam
perkembangan perilaku motorik diperlukan koordinasi fungsional
antara sistem persyarafan dan otot (neuromuscular system) dan fungsi
psikis (kognitif, afektif, psikomotorik), serta kesempatan yang
diberikan oleh lingkungannya. Secara fisik mungkin peserta didik
tunanetra mencapai kematangan yang sama dengan anak normal pada
umumnya, namun fungsi psikisnya yang membuat kematangan fisik
tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam
melakukan aktivitas gerak motorik. Hambatan dalam fungsi psikis
inilah yang secara langsung maupun tidak langsung diakibatkan dari
84
Perkembangan motorik peserta didik tunanetra berbeda dengan
anak normal pada umumnya juga disebabkan karena kurangnya
stimulus visual dan ketidakmampuannya dalam menirukan orang
lain.50
Terlihat ketika mempelajari gerakan shalat peserta didik
tunanetra sedikit kesulitan dalam menggerakan anggota tubuhnya
sesuai dengan gerakan yang benar.51
Guru juga merasa kesulitan dalam
membenarkan gerakan shalat peserta didik tunanetra yang salah, hal ini
disebabkan karena salah satu peserta didik yang perempuan memiliki
ukuran tubuh yang tambun (gemuk). Namun, guru terus berusaha
mengarahkan gerakan tubuh peserta didik sesuai dengan ketentuan
supaya tidak salah pada saat menjalankan ibadah shalat dikehidupan
sehari-hari.52
Karena ibadah shalat hukumnya wajib dan shalat
merupakan tiang agama Islam.53
Materi PAl tidak hanya bersifat teoritis saja, melainkan terdapat
materi yang mengarah kepada praktik. Pada umumnya anak tunanetra
sangat sulit untuk dibetulkan atas gerakan-gerakan yang salah jika
materi bersifat praktik (karena terganggunya gerakan motorik halus
dan kasar), seperti praktik wudhu dan shalat. Kesulitannya adalah
mereka sudah menerima konsep atau informasi wudhu dan shalat dari
orang tua di rumah atau orang-orang lain di sekelilingnya. Hal inilah
yang bisa mengakibatkan kesalah pahaman informasi atau konsep
tentang wudhu dan shalat. Melakukan perabaan oleh anak-anak
tunanetra merupakan upaya dalam memahami sesuatu baik yang sudah
dikenal atau belum. Kemampuan perabaan seharusnya sering motivasi
di biasakan dan diarahkan dengan benar oleh guru PAI khususnya
50 Jati Rinarki, Op. Cit., h. 34.
51 Hasil Observasi dan Wawancara Peserta didik pada 10 Februari 2020.
52 Hasil Observasi dan Wawancara Guru PAI pada 10 Februari 2020.
53 Zurizal Z dan Aminudin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
2008), Cet I, h. 66.
85
berkaitan dengan materi praktik, sehingga peserta didik tunanetra akan
memperoleh suatu pengalaman praktik keagamaan dengan benar.54
Pada peserta didik yang normal (dapat melihat) kegiatan motorik
sangat dipengaruhi oleh rangsangan visual yang terdapat disekitar
peserta didik, sehingga hal ini apabila terus-menerus terjadi berdampak
poistif pada perkembangan motorik peserta didik. Begitu juga
sebaliknya, peserta didik tunanetra dengan keterbatasan yang
dimilikinya yakni tidak dapat melihat membuat peserta didik tunanetra
kehilangan stimulus visual yang dapat merangsang peserta didik untuk
melakukan kegiatan motorik.55
54 Halfian Lubis, Pedoman Pembelajaran: Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan
Khusus Untuk SDLB, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015), h. 12. 55
Jati Rinarki, Op. Cit., h. 34.
86
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai penerapan
metode pembelajaran ibadah shalat dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) pada anak tunanetra kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta, penulis menarik kesimpulan bahwa:
1. Penerapan metode pembelajaran ibadah shalat dalam mata
pelajaran PAI guru menggunakan direct intruction, guru
memberikan penjelasan mengenai konsep atau keterampilan baru
kepada peserta didik dengan tujuan membantu peserta didik dalam
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang
dapat diajarkan tahapan demi tahapan.
2. Evaluasi pembelajaran ibadah shalat dilakukan dengan
menggunakan tes tertulis, tes lisan, dan praktik (perbuatan). Tes
tertulis dilaksanakan pada saat ulangan harian, sedangkan tes lisan
dilaksanakan pada saat praktik penglafalan bacaan shalat. Bentuk
tes tertulis yang digunakan adalah bentuk pilihan ganda (multiple
choice) dan isian (supply type) dengan menggunakan huruf braille,
sedangkan untuk gerakan shalat guru melaksanakan evaluasi
pembelajaran dalam bentuk praktik (perbuatan), kontak fisik secara
langsung dengan peserta didik.
3. Faktor kesulitan belajar yang dialami peserta didik tunanetra dalam
mengikuti pembelajaran ibadah shalat adalah keterbatasan yang
dimiliki peserta didik tunanetra dalam menerima rangsangan atau
informasi melalu indra penglihatannya, sehingga memanfaatkan
indra lainnya dalam menerima rangsangan atau informasi. Hal
demikian membuat kognitif peserta didik yang tidak terlalu mudah
87
atau cepat untuk menghafal atau menerima pembelajaran kecuali
terus diulang-ulang dan kesulitan belajar yang dialami juga terletak
pada motorik peserta didik tunanetra yang cenderung lebih lambat
apabila dibandingkan anak normal pada umunya.
B. Implikasi
1. Pengembangan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
2. Pengembangan evaluasi pembelajaran dengan memerhatikan
keefektifan dan penyesuaian kebutuhan peserta didik tunanetra.
3. Pendalaman wawasan dan kemampuan guru dalam mengatasi kesulitan
belajar peserta didik tunanetra.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, terdapat
beberapa saran dari penulis sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Menyediakan sarana prasarana dan media untuk
mendukung proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan peserta didik tunanetra, seperti alat
peraga yang dapat diraba oleh peserta didik tunanetra apabila
sedang mempelajari pembelajaran yang berbentuk praktik.
2. Bagi Guru Pendidikan Agama Islam
Untuk terus menambah dan mengasah kompetensi guru
dalam menerapkan dan menentukan metode pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kesesuaian atau kebutuhan
peserta didik. Menambah dan mengasah kompetensi guru dalam
menentukan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik agar lebih efektik dan efisien, serta lebih memahami
faktor kesulitan belajar peserta didik supaya peserta didik mudah
untuk menerima pembelajaran.
88
3. Bagi Lembaga Pendidikan
Memberikan pelatihan kepada guru Pendidikan Agama
Islam untuk dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
4. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini masih terbatas pada penerapan metode
pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan faktor kesulitan belajar
peserta didik tunanetra, hendaklah peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan penelitian tentang pendidikan ang serupa dengan
menggunakan variabellain atau pada mata pelajaran yang lain.
89
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. X,
2017.
Achdiyat, Maman., Virgana, dan Kasyadi., Soeparlan. Evaluasi dalam
Pembelajaran. Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, Cet. I, 2017.
Atmaja Jati Rinakri. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018.
Ahmadi, Iif Khoiru., Amri, Sofan., dan Elisah, Tatik. Strategi Pembelajaran
Sekolah Terpadu: Pengaruh Terhadap Konsep Pembelajaran Sekolah
Swasta dan Negeri. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2011.
Azzet, Akhmad Muhaimin. Pedoman Praktis Shalat Wajib & Sunnah. Jogjakarta:
Javalitera, Cet. II, 2017.
Bugin, B. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007.
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Damaskus:
Daar Ibn Katsir, 2002.
Cahyaningtias, Wahyu. Wawancara. Jakarta, 18 September 2019.
Cahyaningtias, Wahyu. Observasi. Jakarta, 11 September 2019.
Creswell, John W. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif,
dan Campuran. Terj. Ahmad Fawaid dan Rianayati Kusmini Pancasari.
Yogyakarta: Pustaka Belajar, Cet. I. 2016.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Kencana, Cet. I. 2004.
Dewi, Nur Fadiana. “Metode Pembelajaran Shalat Bagi Anak Penandang
Tunanetra di Panti Asuhan Terpadu „Aisyiyah Ponorogo‟”, Skripsi pada
STAIN Ponorogo, 2016. Tidak dipublikasikan.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Ed. IV, 2008.
Djamarah, Syaiful Bahri., dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, Cet. V, 2015.
90
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta, Cet. III, 2010.
Efendi, Mohammad. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2008.
Fadhila, Astri Laelatul. “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
Anak Inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018”,
Skripsi pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018. Tidak
dipublikasikan.
Fathrurrohman, Pupuh., dan Sutikno, M. Sobry. Strategi Belajar Mengajar:
Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman
Konsep Umum & Islam. Bandung: PT Refika Aditama, Cet. 7, 2007.
Fathurrahman. “Pembelajaran Agama Pada Sekolah Luar Biasa”. Jurnal
Pendidikan dan Kajian Keislaman. Vol. VII, No. 1, 2014.
Gunadi, Tri. Mereka pun Bisa Sukses. Jakarta: Niaga Swadaya, Cet. I. 2011.
Gunawan, Heri. Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Gunawan, Imam. Metodologi Penelitian Kualitatif: Teori&Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, Ed. 1, Cet. I, 2013.
Hanum, Lathifah. “Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Vol. XI, No. 2, 2014.
Hadi, Purwaka. Kemandirian Tunanetra: Orientasi Akademik dan Orientasi
Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2005.
Hasil Dokumentasi Buku Induk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Tahun Ajaran
2019-2020.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
Hildayani, Rini, dkk,. Penanganan Anak Berkelainan. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2013.
Ilahi, Mohammad Takdir. Pendidikan Inklusif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
91
Imani, Allamah Kamal Faqih., dan Tim Ulama. Tafsir Nurul Quran, Terj. Rudy
Mulyono. Jakarta: Al-Huda, Cet. I, 2006.
Irham, Muhamad., dan Wiyani, Novan Ardy. Psikologi Pendidikan: Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. II,
2016.
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007
Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Lampiran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam.
K., Roestiyani, N. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. VIII,
2012.
Kementrian Agama Republik Indonesia. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah.
Jakarta: CV Pustaka Jaya Ilmu, 2016.
Kunandar. Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. III, 2014.
Kurniawan, Iwan. “Implementasi Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di Sekolah
Dasar Inklusi”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 4, 2015.
Kusaeri dan Suprananto. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu, Ed. 1, 2012.
Kusuma, Mochtar. Evaluasi Pendidikan: Pengantar, Kompetensi, dan
Implementasi. Yogyakarta: Prama Ilmu, Cet. I, 2016.
Lubis, Halfian. Pedoman Pembelajaran: Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus Untuk SDLB. Jakarta: Kementerian Agama
Republik Indonesia. 2015.
Al-Mahfani, M. Khalilurrahman. Mi’rajul Mukminin: Risalah Shalat Lengkap.
Jakarta: Agromedia Group, Cet. I, 2018.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I,
2013.
Majid, Abdul. Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset, Cet. III, 2017.
92
Majid, Abdul., dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, Cet. III, 2006.
Mardapi, Djemari. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta:
Prama Publishing, Cet. I, 2018.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. VIII.
2010.
Maulipaksi, Desliana. Sekolah Inklusi dan Pembangunan SLB Dukung
Pendidikan Inklusi, 2018, (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/
2017/02/sekolah-inklusi-dan-pembangunan-slb-dukung-pendidikaninklusi.
Moleong, Lexy, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet. XXX. 2017.
Melinda, Elly Sari. Pembelajaran Adaptif: Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: PT Luxima Metro, 2013.
Nata, Abuddin. Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana, 2009.
Putra, Nusa. Metodologi Penelitian: Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers,
Cet. II. 2013.
Rachman, Faizatussofia Toatin. “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Bagi Anak Tunanetra di SLB Negeri Wonogiri Tahun Pelajaran
2018/2019”, Skripsi pada Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2018.
Tidak dipublikasikan.
Rahman, Abdul. “Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam-Tinjauan
Epistimologi dan Isi- Materi, “Jurnal Eksis, Vol. 8, No. 1, 2012.
Ratnawulan, Elis., dan A. Rusdiana. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: CV.
Pustaka Setia, Cet. II, 2017.
Rudiyati, Sari. “Pembelajaran Membaca dan Menulis Braille Permulaan pada
Anak Tunanetra”, Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan
Khusu, Vol. 9, No. 1, 2010.
93
Satria, Rani. “Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf Braille Melalui Media
Kartu Huruf Anak Tunanetra”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 1,
No. 3, 2012.
Samrin. “Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia”, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 8, No. 1, 2015.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Pedoman Shalat. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, Ed. 5, Cet I, 2011.
Smart, Aqila. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. I. 2010.
Sudaryono. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu, Ed. 1,
Cet. I, 2012.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, Ed. 1,
Cet. XV, 2016.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet. LXXX. 2016.
Sukardi, M. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, Ed. 1, Cet. I. 2008.
Somantri, T. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Pt. Remaja Aditama,
Cet. V, 2018.
Supardi. Penilaian Autentik Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor:
Konsep dan Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet. I,
2015.
Suparman, Deden. “Pembelajaran Ibadah Shalat dalam Perpektif Psikis dan
Medis” Vol. IX, No. 2, 2015.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. IX, 2014.
Suprihatiningrum, Jamil. Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, Cet. II. 2017.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana, 2013.
Susanto, Pudyo. Belajar Tuntas: Filosofi, Konsep, dan Implementasi. Jakarta:
PT. Bumi Aksara, Cet. I, 2018.
94
Susianti, Cucu. “Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an Anak Usia Dini”, Tunas Siliwangi , Vol. 2, No. 1,
2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: ALFABETA, Cet. XXVII. 2018.
________. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: ALFABETA, 2016.
Syah, Muhibin. Psikologi Belajar. Depok: Rajawali Pers, Cet. XV, 2017.
Tim Baitul Mukminin. Pedoman Shalat untuk Muslimah. Jakarta: Emir, 2018.
Tinambun, Mega. Kitab Shalat & Doa Praktis & Superlengkap. Bekasi:
Checklist, Cet. I. 2017.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional BAB I Ketentuan Umum BAB 1 Pasal 1.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32.
Utami, Ratnasari Diah., dan Maharani, Yosina. “Kelebihan dan Kelemahan
Metode Talaqqi dalam Program Tahfidz AL-Qur‟an Juz 29 dan 30 Pada
Siswa Kelas Atas Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah”. Jurnal Profesi
Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 2, 2018.
Wardani, IGAK, dkk,. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas
Terbuka, Cet. XII. 2009.
___________________. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2018.
Yusuf, A. Muri. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kualitatif, Kuantitatif, dan
Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana, Cet. I. 2014.
Z. Zurinal., dan Aminuddin. Fiqih Ibadah. Ciputat: Lembaga Penelitian
Universitas Islam Negeri, Cet. I. 2008.
95
Lampiran 1
Lembar Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam
Topik: Pelaksanaan Metode Pembelajaran Ibadah Shalat
Nama informan :
Jabatan :
Tanggal :
Tempat :
1. Berapa lama alokasi waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2. Apa saja metode yang digunakan dalam pembelajaran ibadah shalat?
3. Apakah ada aspek dipertimbangkan dalam menentukan dan memilih
metode pembelajaran ibadah shalat?
4. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran praktik gerakan ibadah shalat?
96
Lembar Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam
Topik: Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Ibadah Shalat
Nama informan :
Jabatan :
Tanggal :
Tempat :
1. Apakah setelah proses pembelajaran sudah terlaksana ibu melakukan
evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah shalat?
3. Kapan ibu melaksanakan evaluasi pembelajaran ibadah shalat dalam
bentuk tersebut (tes tertulis, tes lisan, dan praktik)?
4. Apa bentuk soal/tes yang digunakan pada saat tes tertulis?
5. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang berbentuk praktik
(gerakan shalat)?
97
Lembar Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam
Topik: Kesulitan Belajar yang dialami Peserta Didik Tunanetra dalam
Mengikuti Pembelajaran Ibadah Shalat
Nama informan :
Jabatan :
Tanggal :
Tempat :
1. Apakah peserta didik tunanetra dapat mengikuti pembelajaran ibadah
shalat dengan baik, walaupun memiliki hambatan pada indra
penglihatannya?
2. Apakah peserta didik kelas 2-A tergolong kedalam totally blind, low
vision, atau partially sighted?
3. Apakah kesulitan yang ibu alami pada saat mengajarkan penglafalan
bacaan shalat?
4. Apakah kesulitan yang ibu alami pada saat mengajarkan gerakan ibadah
shalat?
98
Lampiran 2
Lembar Pedoman Wawancara Peserta Didik Tunanetra
Nama informan :
Jabatan :
Tanggal :
Tempat :
1. Apakah adik sudah mengerjakan shalat lima waktu?
2. Bagaimana cara ibu guru menyampaikan materi pembelajaran tentang
bacaan-bacaan shalat?
3. Bagaimana cara ibu guru menyampaikan materi pembelajaran tentang
gerakan-gerakan shalat?
4. Apakah ibu guru memberikan tes/soal kepada adik tentang apa yang telah
diajarkan oleh ibu guru?
5. Apakah adik masih bisa melihat tulisan huruf biasa?
6. Apakah adik mudah menerima pembelajaran yang diberikan oleh ibu
guru? Adakah kesulitan yang adik alami pada saat mengikuti
pembelajaran yang diberikan oleh ibu guru?
99
Lampiran 3
Hasil Wawancara
Informan : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam Kelas 2-A
Tanggal : Senin, 11 November 2019 dan Senin, 10 Februari 2020
Tempat : Ruang Kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat Nasional
No Pertanyaan Jawaban
1 Berapa lama alokasi waktu
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam?
Dua kali pertemuan setiap hari Senin
dan Rabu dengan waktu 60 menit.
2 Apa saja metode yang digunakan
dalam pembelajaran ibadah shalat?
Metode yang digunakan yaitu
metode ceramah lalu metode tanya
jawab, untuk pelafalan bacaan shalat
menggunakan metode talaqqi,
dibacakan terlebih dahulu setelah itu
peserta didik mengikuti.
3 Apakah ada aspek yang
dipertimbangkan dalam
menentukan dan memilih metode
pembelajaran ibadah shalat?
Ada, saya menggabungkan beberapa
metode supaya peserta didik mudah
menangkap pembelajaran yang
diberikan. Saya menyesuaikan
dengan keadaan dan kebutuhan
peserta didik. Apalagi ketika
menglafalkan bacaan shalat harus
diulang berkali-kali supaya mereka
hafal.
4 Bagaimana pelaksanaan
pembelajaran praktik gerakan
Ketika praktik gerakan ibadah shalat
saya mengajarkannya dengan kontak
100
ibadah shalat? fisik secara langsung kepada peserta
didik, jika mereka salah saya
langsung membenarkannya dengan
mengarahkan dan memberitahu yang
benar seperti apa. Karena kan
peserta didik tunanetra tidak dapat
melihat seperti orang awas jadi
mengajarkannya harus secara
perlahan.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
101
Hasil Wawancara
Informan : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam Kelas 2-A
Tanggal : Rabu, 18 September 2019, Senin, 18 November 2019,
Senin, 10 Februari 2020, dan Senin 17 Februari 2020.
Tempat : Ruang Kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat Nasional
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah setelah proses
pembelajaran sudah terlaksana ibu
melakukan evaluasi pembelajaran?
Iya, untuk melihat pemahaman
peserta didik dalam memahami
pembelajaran yang telah saya
berikan.
2 Bagaimana pelaksanaan evaluasi
pembelajaran ibadah shalat?
Evaluasi pembelajaran terbagi
kedalam tiga bentuk yaitu tes
tertulis, lisan, dan praktik.
3 Kapan ibu melaksanakan evaluasi
pembelajaran ibadah shalat dalam
bentuk tersebut (tes tertulis, tes
lisan, dan praktik)?
Kalo tes tertulis ketika ulangan
harian. Tes lisan saat penglafalan
bacaan shalat dan praktik pada saat
gerakan shalatnya.
4 Apa bentuk soal/tes yang
digunakan pada saat tes tertulis?
Soal dalam bentuk pilihan ganda dan
isian singkat dengan menggunakan
huruf braille. Untuk isian singkat
biasanya saya menghilangkan
beberapa penggalan kalimat untuk
diisi atau dilengkapi sebagai bentuk
jawaban.
5 Bagaimana pelaksanaan evaluasi
pembelajaran yang berbentuk
Kalo untuk yang praktik saya
berkontak fisik langsung dengan
102
praktik (gerakan shalat)? peserta didik. Biasanya dilakukan di
akhir pembelajaran dan diberi
jadwal untuk pelaksanaannya,
walaupun waktu yang diberikan
terkadang masih kurang mencukupi.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
103
Hasil Wawancara
Informan : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam Kelas 2-A
Tanggal : Rabu, 18 September 2019 dan Senin, 10 Februari 2020
Tempat : Mushala SLB-A Pembina Tingkat Nasional
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah peserta didik tunanetra
dapat mengikuti pembelajaran
ibadah shalat dengan baik,
walaupun memiliki hambatan pada
indra penglihatannya?
Iya, walaupun peserta didik tidak
dapat melihat, tetapi peserta didik
dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik. Hanya saja terdapat
sedikit kesulitan pada saat
pembelajaran berlangsung.
2 Apakah peserta didik kelas 2-A
tergolong kedalam totally blind,
low vision, atau partially sighted?
Peserta didik kelas 2-A termasuk
kedalam totally blind, sudah tidak
dapat melihat sama sekali tulisan,
sehingga dalam pembelajaran
menggunakan huruf braille.
3 Apakah kesulitan yang ibu alami
pada saat mengajarkan penglafalan
bacaan shalat?
Banyak dilakukan pengulangan
dalam penglafalannya, jadi saya
selalu meminta untuk diulang
secara bersama-sama, berpasang-
pasangan, maupun secara individu.
4 Apakah kesulitan yang ibu alami
pada saat mengajarkan gerakan
ibadah shalat?
Sedikit kesulitan pada gerakan
motoriknya, ada yang kaku jadi
sedikit susah saat mengarahkan
gerakan tubuhnya. Namun, saya
tetap berusaha mengarahkanya
104
supaya peserta didik mengetahui
gerakan yang benarnya itu seperti
apa.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
105
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Informan : Muhammad Umar Tsabit
Jabatan : Peserta Didik Kelas 2-A
Tanggal : Senin, 10 November 2020
Tempat : Mushala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah adik sudah mengerjakan
shalat lima waktu?
Sudah ka
2 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang bacaan-
bacaan shalat?
Dibacain dulu sama ibu Wahyu
terus aku dengerin, abis itu aku
disuruh baca ka
3 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang gerakan-
gerakan shalat?
Kalau praktik shalatnya di
mushala ka, tapi sebelumnya ibu
Wahyu kasih tau dulu setiap
gerakan kaya gimana
4 Apakah ibu guru memberikan
tes/soal kepada adik tentang apa
yang telah diajarkan oleh ibu
guru?
Iya ka, ada yang disuruh baca
bacaan shalat ada yang ditulis
juga terus sama praktik
5 Apakah adik masih bisa melihat
tulisan huruf biasa?
Aku engga bisa ka, dulu bisa
kalau cahayanya terang tapi
sekarang udah ga bisa
6 Apakah adik mudah menerima Iya ka, tapi kalau gerakan aku
106
pembelajaran yang diberikan oleh
ibu guru? Adakah kesulitan yang
adik alami pada saat mengikuti
pembelajaran yang diberikan oleh
ibu guru?
engga tau kaya gimana yang
benarnya. Jadi suka nanya-nanya
sama ibu Wahyu
Mengetahui,
Peserta Didik Kelas 2-A
Muhammad Umar Tsabit
107
Hasil Wawancara
Informan : Stefanni Khoirunnisa
Jabatan : Peserta Didik Kelas 2-A
Tanggal : Senin, 10 Februari 2020
Tempat : Mushala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah adik sudah
mengerjakan shalat lima
waktu?
Sudah ka
2 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang
bacaan-bacaan shalat?
ibu Wahyu bacain dulu ka bacaan
shalatnya terus aku disuruh baca yang
tadi ibu Wahyu baca ka
3 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang
gerakan-gerakan shalat?
Ibu Wahyu jelasin gerakan shalat terus
aku ikutin, kadang ada PR juga ka, terus
aku praktik di mushala
4 Apakah ibu guru
memberikan tes/soal
kepada adik tentang apa
yang telah diajarkan oleh
ibu guru?
Iya ka, baca bacaan shalat lagi terus
sama dikasih soal tertulis ka
5 Apakah adik masih bisa
melihat tulisan huruf biasa?
Engga bisa ka dari lahir
6 Apakah adik mudah
menerima pembelajaran
Aku susah gerakin badannya kalau salah
108
yang diberikan oleh ibu
guru? Adakah kesulitan
yang adik alami pada saat
mengikuti pembelajaran
yang diberikan oleh ibu
guru?
sama bacaan dulu aku belum hafal
Mengetahui,
Peserta Didik Kelas 2-A
Stefanni Khoirunnisa
109
Hasil Wawancara
Informan : Xaviera Zuhra
Jabatan : Peserta Didik Kelas 2-A
Tanggal : Senin, 17 Februari 2020
Tempat : Ruang kelas 2-A
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah adik sudah
mengerjakan shalat lima
waktu?
Iya ka
2 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang
bacaan-bacaan shalat?
Ibu Wahyu baca doa-doa shalat
nanti aku ikutin ka
3 Bagaimana cara ibu guru
menyampaikan materi
pembelajaran tentang
gerakan-gerakan shalat?
Dibacain gerakannya terus nanti
dipraktekin ka
4 Apakah ibu guru
memberikan tes/soal
kepada adik tentang apa
yang telah diajarkan oleh
ibu guru?
Soal tertulis dan suka diminta baca
bacaan shalat ka
5 Apakah adik masih bisa
melihat tulisan huruf biasa?
engga bisa ka
6 Apakah adik mudah
menerima pembelajaran
Aku belum hafal bacaannya ka jadi
110
yang diberikan oleh ibu
guru? Adakah kesulitan
yang adik alami pada saat
mengikuti pembelajaran
yang diberikan oleh ibu
guru?
diulang terus sama ibu Wahyu
Mengetahui,
Peserta Didik Kelas 2-A
Xaviera Zuhra
111
Lampiran 5
Hasil Observasi Pembelajaran
Nama Pengajar : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Mata Pelajaran/Materi : Pendidikan Agama Islam/Membaca Bacaan Shalat
Kelas : 2-A
Hari/Tanggal : Rabu, 11 November 2019
Tempat Pembelajaran : Ruang Kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta
Aspek yang diamati Keterangan
Guru dalam melaksanakan
metode pembelajaran ibadah
shalat
Pembelajaran ibadah shalat pada kelas
2-A dilaksanakan dua kali pertemuan dalam satu
minggu yaitu hari Senin dan Rabu. Metode
pembelajaran yang digunakan untuk membahas
materi ibadah shalat bervariasi. Untuk bagian
Standar Kompetensi (SK) pertama yaitu menghafal
bacaan shalat, metode yang digunakan metode
tanya jawab, metode talaqqi, dan metode ceramah.
Adapun penerapan metode tersebut terlihat melalui
kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tiga
kegiatan.
Kegiatan pertama, guru menggunakan metode
tanya jawab pada saat melakukan pre-test kepada
peserta didik terkait pengertian dan hukum shalat,
lalu dilanjut dengan bagaimana bacaan-bacaan
shalat.
Kegiatan kedua, guru menyampaikan materi
shalat terkait bacaan-bacaan shalat dengan metode
talaqqi. Guru melafalkan bacaan shalat secara
bertahap yakni tidak dilafalkan langsung secara
112
keseluruhan, melainkan dilafalkan perpenggal
kalimat, setelah itu peserta didik mengikuti apa
yang guru lafalkan sampai lancar dan hafal.
Pertama guru melafalkan perpenggal kalimat
dengan suara yang cukup keras dan jelas, seperti
doa iftitah guru melafalkan penggalan pertama
yaitu:
اللهم بعد ب ين وب ي خطايي، كما بعدت ب ي غرب
شرق والم
الم
Lalu peserta didik mendengarkannya, setelah
itu peserta didik diminta untuk melafalkannya
secara bersamaan. Kemudian guru meminta
melafalkannya secara berpasangan ditunjuk secara
acak, setelah itu satu persatu (sendiri-sendiri).
Apabila dalam melafalkan peserta didik terdapat
kesalahan, guru langsung membenarkan dengan
penglafalan yang benar. Setelah penggalan
pertama peserta didik sudah lancar dan hafal, guru
melanjutkan kepenggalan yang kedua yaitu:
اللهم نقن م ن خطاي ي كما ي ن قى الث وب الأب يض من نس الد
Sama seperti penggalan pertama, peserta didik
mendengarkan lalu melafalkannya baik secara
berpasangan, bersamaan, maupun perorangan.
Setelah penggalan kedua peserta didik sudah
lancar, guru melanjutkannya kepenggalan yang
ketiga yaitu:
113
اللهم اغسل ن من خطايي بلماء والث لج والب رد Sama seperti penggalan pertama dan kedua,
peserta didik mendengarkan lalu melafalkannya
baik secara berpasangan, bersamaan, maupun
perorangan. Setelah semua penggalan telah
dilafalkan, peserta didik secara individu
melafalkan keseluruhan penggalan dari pertama
sampai ketiga secara bergantian. Cara ini sama
digunakan untuk bacaan-bacaan shalat lainnya
sampai dengan salam.
Kegiatan ketiga, guru selalu mereview
pembelajaran terkait materi yang telah diajarkan
dengan memberikan post-test menggunakan
metode tanya jawab secara lisan kepada setiap
peserta didik, sehingga peserta didik merespon
pertanyaan yang diberikan tersebut juga secara
terucap. Selanjutnya, guru merangkum materi yang
telah diajarkan dengan menggunakan metode
ceramah, guru memberikan poin-poin penting dari
pembelajaran yang telah dipelajari. Setelah itu
guru memberitahukan pertemuan selanjutnya
terkait materi yang akan dipelajari.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
114
Hasil Observasi Pembelajaran
Nama Pengajar : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Mata Pelajaran/Materi : Pendidikan Agama Islam/Membaca Bacaan Shalat
Kelas : 2-A
Hari/Tanggal : Senin, 27 Januari dan Senin, 10 Februari 2020
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas 2-A dan Mushala SLB-A Pembina
Tingkat Nasional Jakarta
Aspek yang diamati Keterangan
Guru dalam melaksanakan
metode pembelajaran ibadah
shalat
Standar Kompetensi (SK) yang kedua yaitu
membiasakan shalat secara tertib. Metode yang
digunakan metode tanya jawab, metode talaqqi,
dan kontak fisik secara langsung kepada peseta
didik. Adapun penerapan metode tersebut terlihat
melalui kegiatan pembelajaran yang terdiri dari
tiga kegiatan.
Kegiatan pertama, guru menggunakan metode
tanya jawab pada saat melakukan pre-test kepada
peserta didik tentang gerakan dan bacaan shalat
yang sering peserta didik lakukan ketika shalat.
Kegiatan kedua, guru menyampaikan materi
gerakan shalat dibagi menjadi dua tahap yang
pertama teori gerakan shalat dan dilanjutkan
dengan mempraktikkannya di mushala. Teori
gerakan shalat dilakukan oleh guru dengan maksud
untuk memudahkan peserta didik ketika
melaksanakan ulangan tertulis, supaya peserta
didik dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan mudah. Adapun metode yang digunakan
115
oleh guru PAI adalah metode talaqqi yakni guru
melafalkan, sementara peserta didik
mendengarkan, lalu menirukan sampai hafal.
Setelah peserta didik hafal guru meminta peserta
didik mencatatnya, apabila waktu tidak cukup guru
meminta peserta didik melanjutkannya di rumah
sebagai Pekerjaan Rumah (PR), seperti gerakan
takbiratul ihram guru melafalkan dengan bahasa
yang mudah dimengerti peserta didik, adapun
penglafalan takbiratul ihram sebagai berikut:
Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telingan,
ujung-ujung jari kedua tangan keatas dan kedua
telapak tangan menghadap kiblat (untuk laki-laki)
adapaun untuk perempuan mengangkat kedua
tangan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu
lebar, merapatkan kedua lengan di kedua sisi
tubuh. Sambil membaca “Allahu Akbar”
Lalu peserta didik mendengarkannya, setelah
itu peserta didik diminta untuk melafalkannya
secara bersamaan dan bergantian. Apabila pada
saat melafalkannya peserta didik mengalami
kesalahan, guru langsung membenarkannya
dengan penglafalan yang benar. Cara ini sama
digunakan untuk teori gerakan shalat lainnya
sampai dengan salam.
Kegiatan ketiga, guru mereview pembelajaran
terkait materi yang telah diajarkan dengan
memberikan post-test menggunakan metode tanya
jawab secara lisan kepada peserta didik.
Selanjutnya, guru merangkum materi yang telah
diajarkan dengan menggunakan metode ceramah,
116
setelah itu guru memberitahukan pertemuan
selanjutnya yaitu mempraktikkan gerakan shalat di
mushala. Pembelajaran gerakan shalat guru
lakukan dengan kontak fisik secara langsung dan
mengulang pembelajaran teori gerakan shalat,
supaya peserta didik lebih memahami. Guru
melakukan kontak fisik secara langsung
dikarenakan guru juga memiliki hambatan yang
sama yaitu pada indra penglihatannya. Satu persatu
peserta didik diarahkan dan dibimbing oleh guru
secara bergantian. Guru meraba gerakan tangan
peserta didik apabila terjadi kesalahan atau kurang
tepat guru langsung membenarkan dengan
memberitahu gerakan yang benar seperti apa.
Adapun langkah-langkah gerakan shalat yang
diajarkan adalah sebagai berikut: peserta didik
diarahkan menghadap kiblat dan berniat di dalam
hati, takbiratul ihram sambil mengucapkan
kalimat الله اكبر, bersedekap, membaca doa iftitah,
surah al-fatihah, dan surah pendek, ruku’, iktidal,
sujud, duduk diantara dua sujud, duduk tasyahud,
dan diakhiri dengan salam.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
117
Hasil Observasi Pembelajaran
Nama Pengajar : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Mata Pelajaran/Materi : Pendidikan Agama Islam/Membaca Bacaan Shalat
Kelas : 2-A
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2019, Senin, 17 Februari 2020
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas 2-A SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta
Aspek yang diamati Keterangan
Guru dalam melaksanakan
evaluasi pembelajaran ibadah
shalat
Pelaksanaan evaluasi pembelajaran ibadah
shalat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis,
tes lisan, dan praktik (perbuatan). Guru
melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan
bentuk tes tertulis pada saat ulangan harian,
sedangkan untuk tes lisan guru melaksanakannya
pada saat praktik penglafalan bacaan shalat. Tes
tertulis yang digunakan yaitu dalam bentuk pilihan
ganda (multiple choice) dan isian (supply type).
Soal/tes yang digunakan peserta didik pada saat
mengerjakan ulangan tersebut menggunakan huruf
braille, namun untuk guru yang mengawas ketika
ulangan juga memegang soal dalam bentuk huruf
yang digunakan oleh orang awas. Soal tersebut
digunakan apabila ada peserta didik yang belum
lancar dalam membaca huruf braille. Peserta didik
menggunakan Reglet dan Stylus sebagai alat untuk
menulis jawaban.
Pada saat materi gerakan shalat guru
melaksanakan evaluasi pembelajaran dalam bentuk
118
praktik (perbuatan), kontak fisik secara langsung
dengan peserta didik. Tes ini guru lakukan pada
akhir pembelajaran, biasanya diberikan waktu atau
jadwal untuk melakukan tes praktik. Namun,
waktu yang diberikan terkadang masih belum
cukup untuk melakukan penilaian, karena terdapat
beberapa kesulitan yang dialami.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
119
Hasil Observasi Pembelajaran
Nama Pengajar : Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
Mata Pelajaran/Materi : Pendidikan Agama Islam/Membaca Bacaan Shalat
Kelas : 2-A
Hari/Tanggal : 10 Februari 2020
Tempat Pembelajaran : Mushala SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta
Aspek yang diamati Keterangan
Kesulitan peserta didik
tunanetra dalam mengikuti
pembelajaran ibadah shalat
Keterbatasan yang dimiliki oleh peserta didik
tunanetra membuat peserta didik mengalami
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran yaitu
pada perkembangan motorik.
Perkembangan motorik peserta didik tunanetra
cenderung lebih lambat dibandingkan anak normal
pada umunya. Hal ini dikarenakan dalam
perkembangan perilaku motorik diperlukan
koordinasi fungsional antara sistem persyarafan
dan otot (neuromuscular system) dan fungsi psikis
(kognitif, afektif, psikomotorik), serta kesempatan
yang diberikan oleh lingkungannya. Faktor lain
juga disebabkan karena kurangnya stimulus visual
dan ketidakmampuannya dalam menirukan orang
lain. Ketika mempelajari gerakan shalat peserta
didik tunanetra sedikit kesulitan dalam
menggerakan anggota tubuhnya sesuai dengan
gerakan yang benar. Guru juga merasa kesulitan
dalam membenarkan gerakan shalat peserta didik
tunanetra yang salah. Namun, guru terus berusaha
120
mengarahkan gerakan tubuh peserta didik sesuai
dengan ketentuan supaya tidak salah pada saat
menjalankan ibadah shalat dikehidupan sehari-
hari.
Mengetahui,
Guru Pendidikan Agama Islam
Wahyu Cahyaningsih, S.Ag
121
ULANGAN PRAKTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
SEMESTER GANJILTAHUN 2019/2020
Bacalah bacaan shalat berikut ini!
1. Takbiratulihram
2. Do’a iftitah
3. Surah Al-Fatihah
4. Do’a ruku’
5. Do’a i’tidal
6. Do’a sujud
7. Do’a duduk diantara dua sujud
8. Do’a tasyahud
9. Do’a salam
122
ULANGAN HARIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
SEMESTER GANJIL TAHUN 2019/2020
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Hari/tanggal : ..............
I. Pilihlah huruf A, B atau C pada jawaban yang benar!
1. Bacaan takbirotul ihrom adalah …
a. Alhamdu lillah
b. Allahu akbar
c. Allahush shomad
2. Salah satu bacaan shalat yang wajib dibaca ketika melaksanakan shalat
adalah …
a. Surat Al-Fatihah
b. Surat Al-Kafiruun
c. Surat Al-Qiyamah
3. Subhanakallahumma robbanaa wabihamdika …..
a. Allahumma inni
b. Allahummaghfirlii
c. Allahumma anta
4. Robbanaa walakalhamdu mil’ussamawaati wamil ulardhi wamil
umasyi’ta min syain ba’du adalah bacaan doa …..
a. Iftitah
b. Ruku’
c. I’tidal
123
5. Termasuk ke dalam bacaan do’a duduk diantara dua sujud adalah …..
a. Robbighfirlii warhramnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii
wa’aafinii wa’fu annii
b. Robbighfirlii waliwaalidayya warhamhumma kamaa robbayani
shoghiro
c. Robbanaa aatinaa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqinaa
adzabannar
6. Pada saat kita melaksanakan sholat, bacaan dua kalimat syahadat
dibaca ketika membaca doa...
a. Iftitah
b. Tasyahud
c. Ruku’
7. Bacaan salam di dalam shalat dibaca ….. kali
a. Satu
b. Dua
c. Tiga
II. Isilah titik titik di bawah ini dengan jawaban yang benar!
1. Allahu akbar artinya …
2. Pada saat sholat, doa iftitah dibaca ….. surat Al-Fatihah
3. Membaca surah Al-Fatihah di dalam shalat hukumnya …..
4. Setelah membaca surah Al-Fatihah disunahkan membaca …..
5. Pada saat melaksanakan sholat subuh, surat Al-Fatihah dibaca ….. kali
6. Bacaan doa sujud dibaca ….. kali setiap rokaatnya
7. Bacaan sholawat kepada nabi pada saat sholat terdapat dalam do’a …..
124
ULANGAN PRAKTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
SEMESTER GENAP TAHUN 2019/2020
Lakukanlah gerakan shalat berikut ini!
1. Takbiratulihram
2. Bersedekap
3. Ruku’
4. I’tidal
5. Sujud
6. Duduk diantara dua sujud
7. Duduk tasyahud akhir
8. Salam
125
ULANGAN HARIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
SEMESTER GENAP TAHUN 2019/2020
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Hari/tanggal : ..............
I. Pilihlah huruf A, B atau C pada jawaban yang benar!
1. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, ujung-ujung kedua
jari ke atas, kedua telapak tangan menghadap kiblat sambil
mengucapakan Allahu akbar, adalah gerakan...
a. Bersedekap
b. Takbiratul ihram
c. Sujud
2. Gerakan bersedekap adalah...
a. Meletakan kedua tangan di atas dada, tangan kanan memegang
tangan kiri
b. Meletakan kedua tangan di atas dada, tangan kiri memegang
tangan kanan
c. Meletakan kedua tangan di atas dada, kedua telapak tangan
mengepal
3. Berikut ini yang bukan termasuk ke dalam gerakan ruku’ adalah...
a. Membungkukan badan, kedua tangan memegang kedua lutut
b. Membungkukan badan, kedua tangan memegang kedua lutut
kepala tunduk sejajar dengan punggung
c. Membungkukan badan, kedua tangan memegang kedua bahu
126
4. Bangun dari ruku’ adalah gerakan...
a. Takbiratulihram
b. Salam
c. Duduk iftirasy
5. Duduk diantara dua sujud disebut juga duduk...
a. Tawaruk
b. Iftirasy
c. Santai
6. Jumlah anggota tubuh yang harus menyentuh lantai pada saat sedang
sujud adalah...
a. Tujuh
b. Enam
c. Lima
7. Duduk tawaruk adalah duduk...
a. Diantara dua sujud
b. Iftirasy
c. Tasyahud akhir
8. Menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucap salam adalah gerakan...
a. Salam
b. Sujud
c. Bersedekap
127
II. Isilah titik titik di bawah ini dengan jawaban yang benar!
1. Gerakan takbiratulihram adalah mengangkat kedua tangan sejajar
dengan….., ujung-ujung kedua jari ke atas, kedua telapak tangan
menghadap kiblat
2. Gerakan takbiratulihram dibarengi dengan membaca …..
3. Meletakan kedua tangan di atas dada, tangan kanan memegang tangan
kiri disebut gerakan ....
4. Membungkukan badan, kedua tangan memegang kedua lutut kepala
tunduk sejajar dengan punggung disebut gerakan …..
5. Bangun dari ruku’ adalah gerakan …..
6. Duduk diantara dua sujud disebut juga duduk …..
7. Jumlah anggota tubuh yang harus menyentuh lantai pada saat sedang
sujud adalah …..
8. Duduk tawaruk adalah duduk …..
9. Menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan salam adalah
gerakan …..
128
Lampiran 10
129
130
Lampiran 11
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester : II/I
Standar Kompetensi : 5. Menghafal bacaan shalat
Kompetensi Dasar : 5.1 Melafalkan bacaan shalat
5.2 Menghafal bacaan shalat
Alokasi Waktu : 3 X 30 menit (1 X Pertemuan)
Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat melafalkan bacaan shalat dengan
benar
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya (Trustworthines), Rasa
hormat dan perhatian (Respect), Tekun
(Diligence), Tanggung jawab (Responsibility),
Berani (Courage), Ketulusan (Honesty), Integritas
(Integrity), Peduli (Caring), dan Jujur (Fairnes).
Materi Pembelajaran : Bacaan shalat
Metode Pembelajaran : Siswa melafalkan bacaan shalat secara klasikal,
kelompok dan individu mengikuti bacaan guru
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
1. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi dan Motivasi :
Pembahasan singkat pengalaman siswa tentang pengalaman
pelajaran yang lalu
Memperkenalkan pokok-pokok bahan ajaran yang akan dipelajari
131
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
dalam kegiatan eksplorasi, guru:
Siswa melafalkan bacaan shalat secara klasikal mengikuti
bacaan guru
Elaborasi
dalam kegiatan elaborasi, guru:
Siswa melafalkan bacaan shalat secara kelompok
Siswa melafalkan bacaan shalat secara individu
Konfirmasi
dalam kegiatan konfirmasi, guru:
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah
pahaman, memberikan penguatan, dan penyimpulan
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang bacaan-
bacaan shalat
Alat/Sumber Belajar:
1. Lafal bacaan shalat pada karton atau papan
2. Gambar peraga gerakan shalat
3. Buku tata cara shalat
4. Buku Pendidikan Agama Islam
5. Pengalaman guru
6. Lingkungan sekitar
132
Penilaian
Format Kriteria Penilaian
1. Hasil Diskusi
No Aspek Kriteria Skor
1 Konsep Semua benar
Sebagian
besar benar
Sebagian
kecil benar
Semua salah
4
3
2
1
Indikator
Pencapaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen
Instrumen/Soal
Melafalkan
bacaan shalat
dengan benar
(takbiratul
ihram, doa
iftitah, doa
rukuk, iktidal,
sujud, duduk
diantara dua
sujud, tasyahud
awal dan akhir,
serta salam)
Tanya
jawab
secara lisan
dan tertulis
Pelafalan
Pilihan ganda
Essay
Jawaban singkat
1. Lafalkan bacaan shalat satu
persatu!
2. Subhanakallahumma robbanaa
wabihamdika…
d. Allahumma inni
e. Allahummaghfirlii
f. Allahumma anta
3. Allahu akbar artinya…
4. Setelah membaca surah Al-
Fatihah, disunnahkan
membaca…
5. Pada saat melaksanakan shalat
subuh, surat Al-Fatihah
dibaca ….. kali
133
2. Performansi
No Aspek Kriteria Skor
1 Kerjasama Bekerjasama
Kadang-kadang
kerjasama
Tidak bekerjasama
4
2
1
2 Partisipasi Aktif berpartisipasi
Kadang-kadang aktif
Tidak aktif
4
2
1
3. Lembar Penilaian
No Nama
Siswa
Performan Hasil
Diskusi
Jumlah
Skor Nilai
Kerjasama Partisipasi
1
2
3
CATATAN:
Nilai = (Jumlah skor : Jumlah skor maksimal) X 10
Untuk siswa yang belum memenuhi syarat nilai sesuai KKM maka
diadakan Remedial
134
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester : II/II
Standar Kompetensi : 9. Membiasakan shalat secara tertib
Kompetensi Dasar : 9.1 Mencotohkan gerakan shalat
9.2 Mempraktikkan shalat secara tertib
(keserasian antara gerakan dan bacaan
shalat)
Alokasi Waktu : 6 X 30 menit (2 X Pertemuan)
Tujuan Pembelajaran : 1. Siswa mampu mempraktikkan gerakan shalat
dengan benar dan berurutan
2. Siswa mampu mempraktikkan keserasian
gerakan dan bacaan shalat dengan benar dan
berurutan
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya (Trustworthines), Rasa
hormat dan perhatian (Respect), Tekun
(Diligence), Tanggung jawab (Responsibility),
Berani (Courage), Ketulusan (Honesty), Integritas
(Integrity), Peduli (Caring), dan Jujur (Fairnes).
Materi Pembelajaran : Keserasian antara gerakan dan bacaan shalat
Metode Pembelajaran : 1. Siswa berlatih mempraktikkan gerakan shalat
dengan kontak fisik secara langsung kepada
guru
2. Siswa mempraktikkan keserasian antara gerakan
dan bacaan shalat
135
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
1. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi dan Motivasi :
Mengkorelasikan pelajaran yang telah di dapat tentang masalah
shalat dengan bahan ajar kesertasian gerak dan bacaan shalat
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
dalam kegiatan eksplorasi, guru:
Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru tentang
bahan ajar yang disampaikan
Elaborasi
dalam kegiatan elaborasi, guru:
Siswa mempraktikkan gerakan-gerakan shalat secara
klasikal dan berkelompok
Siswa mempraktikkan keserasian antara gerakan dan
bacaan shalat secara klasikal dan berkelompok
Konfirmasi
dalam kegiatan konfirmasi, guru:
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah
pahaman, memberikan penguatan, dan penyimpulan
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
Guru memberikan tugas siswa untuk mengerjakan latihan dan
ditulis di buku tugas
136
Alat/Sumber Belajar:
1. Lafal bacaan shalat di kantor
2. Gambar peraga shalat
3. Buku tata cara shalat
4. Buku Pendidikan Agama Islam
5. Pengalaman guru
6. Kaset dan CD tentang bacaan dan gerakan shalat
Penilaian
Indikator
Pencapaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen
Instrumen/Soal
Melafalkan
bacaan dan
gerakan
dengan benar
Tes tertulis Pilihan ganda
1. Mengangkat kedua tangan sejajar
dengan telinga, ujung-ujung
kedua jari ke atas, kedua telapak
tangan menghadap kiblat sambil
mengucapakan Allahu akbar,
adalah gerakan...
d. Bersedekap
e. Takbiratul ihram
f. Sujud
2. Jumlah anggota tubuh yang
harus menyentuh lantai pada saat
sedang sujud adalah...
d. Tujuh
e. Enam
f. Lima
137
Format Kriteria Penilaian
1. Hasil Diskusi
No Aspek Kriteria Skor
1 Konsep Semua benar
Sebagian
besar benar
Sebagian
kecil benar
Semua salah
4
3
2
1
2. Performansi
No Aspek Kriteria Skor
1 Kerjasama Bekerjasama
Kadang-kadang
kerjasama
Tidak bekerjasama
4
2
1
2 Partisipasi Aktif berpartisipasi
Kadang-kadang aktif
Tidak aktif
4
2
1
Jawaban singkat
3. Gerakan takbiratulihram
dibarengi dengan membaca…
4. Bangun Bangun dari ruku’
adalah gerakan…..
5. Menoleh ke kanan dan ke kiri
sambil mengucapkan salam
adalah gerakan …..
138
3. Lembar Penilaian
No Nama
Siswa
Performan Hasil
Diskusi
Jumlah
Skor Nilai
Kerjasama Partisipasi
1
2
3
139
Lampiran 12
140
141
142
143
Lampiran 13
144
Lampiran 14
145
146
147
148
149
150
151
152
Lampiran 15
153
Lampiran 16
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
Lampiran 17
BIODATA PENULIS
Putri Komala, lahir di Jakarta, 26 Desember 1998.
Penulis tinggal di Provinsi DKI Jakarta tepatnya
di Jakarta Barat. Penulis memulai pendidikan di
TPA Nurul Huda pada tahun 2003. Kemudian
melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar pada tahun
2004 di SDN Meruya Utara 06 Petang. Setelah
lulus dari SD penulis melanjutkan pendidikannya
ke tingkat Sekolah Menengah Pertama pada tahun
2010 di SMPN 215 Jakarta dan Sekolah
Menengah Atas pada tahun 2013 di SMAN 57 Jakarta. Setelah lulus SMA penulis
melanjutkan berkuliah S1 pada tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta mengambil Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Selama mengikuti masa perkuliahan
penulis aktif mengikuti beberapa organisasi di kampus, diantaranya HMJ
Pendidikan Agama Islam dan DEMA-FITK. Selain itu penulis turut serta ikut
berpartisipasi membantu program beasiswa yang penulis terima yaitu KJMU.