penerapan lean six sigma pada ukm untuk meningkatkan

16
ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290 http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr 9 Jurnal ISEI Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Pendukung Perangkat Telekomunikasi Irfan Rahmadi 1 , Merita Bernik 2 Departemen Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjdajaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Bandung, 40132, Jawa Barat, Indonesia [email protected] ABSTRACT Numbers of service provider in Indonesia made a tight competition of telecommunication industry. It makes companies searched a supplier of telecommunication supporting device with cheaper price but still have a good quality. Service providers were using local suppliers to get a chaper price that most of them are SME company. The weakness of local suppliers is the consistency and quality management that still inferior than imported products. This research purpose is to know the benefit of lean six sigma method use on PT. Laksana Karis Industri back mount frame production for reducing defects and waste product by the way of improving quality.This research begins with indentfying the problem by knowing critcal to quality, measurement level of waste. Factors that caused a problem analyzed to help improvement of the process and eliminate factors that made a defect and waste. After all that activities done, performance of the process controlled simultaneously to ensure the problem won’t appear in the future. Result of the reseacrch indicates that Lean Six Sigma implementation on PT. Laksana Karis Industri Back Mount Frame production improving value of sigma to 4.22 and waste product percentage (DPU) after the improvement decrease to 1,3%. Company had a financial savings significally by Rp 144.907.705,6/year that indicates the effectiveness of Lean Six Sigma implementation for reduc- ing waste product on back mount frame production Keywords: Lean Six Sigma, Quality Management, Critical to Quality, Telecommunication Business, Waste Product, Sigm a ABSTRAK Banyaknya jumlah service provider di Indonesia membuat persaingan bisnis telekomunikasi berjalan dengan ketat. Hal ini membuat perusahaan mencari pemasok perangkat pendukung telekomunikasi dengan harga yang murah dengan kualitas yang baik. Para service provider mulai menggunakan pemasok dalam negeri untuk mendapatkan harga yang lebih murah yang sebagian besar merupakan perusahaan UKM. Kekurangan yang sering terjadi pada perusahaan dalam negeri adalah konsistensi dan manajemen kualitas yang masih kalah dengan produk impor. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui manfaat penggunaan metode Lean Six Sigma pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri dalam mengurangi produk cacat dan pemborosan sebagai upaya dalam peningkatan kualitas. Metoda penelitian yang dipergunakan adalah metoda deskriptif, dengan menggunakan data pimer dan data sekunder. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah dengan mengetahui Critical to Quality (CTQ), setelah itu dilakukan pengukuran tingkat pemborosan. Faktor-faktor penyebab masalah/cacat dianalisis dengan terperinci untuk mempermu- dah dilakukannya peningkatan proses dan menghilangkan faktor penyebab cacat. Setelah semua aktivitas tersebut dil- akukan, kinerja proses dikontrol secara berkala agar menjamin masalah tidak muncul kembali. Hasil penerapan Lean Six Sigma pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri berhasil menigkatkan nilai sigma menjadi 4.22 sigma dan persentase waste product (DPU) setelah tindakan perbaikan menurun menjadi 1,3%. perusahaan memperoleh penghematan yang cukup signifikan sebesar Rp 144.907.705,6/ tahun yang mengindikasikan penerapan Lean Six Sigma efektif mengurangi waste product pada proses produksi Back Mount Frame. Kata Kunci: Lean Six Sigma, manajemen kualitas, Critical to Quality, bisnis telekomunikasi, waste product, sigma PENDAHULUAN Industri perangkat seluler di Indonesia meningkat pesat seiring dengan bertambahnya pengguna tel- epon seluler dan banyaknya service provider yang ada di Indonesia. Menurut Menkominfo, ada 270 juta pengguna ponsel di Indonesia pada tahun 2013. Rasio kepemilikan ponsel paling banyak di DKI Ja- karta yakni 1,8 ponsel per orang. Banyaknya pengguna ponsel tersebut diikuti dengan ekspansi kapasitas Base Transceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia. Pembangunan Base Transceiver Station (BTS) yang pesat akhir-akhir ini memberi keun-

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

9

Jurnal ISEI

Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Pendukung Perangkat Telekomunikasi

Irfan Rahmadi1, Merita Bernik2

Departemen Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjdajaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Bandung, 40132, Jawa Barat, Indonesia

[email protected]

A B S T R A C T

Numbers of service provider in Indonesia made a tight competition of telecommunication industry. It makes companies searched a supplier of telecommunication supporting device with cheaper price but still have a good quality. Service providers were using local suppliers to get a chaper price that most of them are SME company. The weakness of local suppliers is the consistency and quality management that still inferior than imported products. This research purpose is to know the benefit of lean six sigma method use on PT. Laksana Karis Industri back mount frame production for reducing defects and waste product by the way of improving quality.This research begins with indentfying the problem by knowing critcal to quality, measurement level of waste. Factors that caused a problem analyzed to help improvement of the process and eliminate factors that made a defect and waste. After all that activities done, performance of the process controlled simultaneously to ensure the problem won’t appear in the future. Result of the reseacrch indicates that Lean Six Sigma implementation on PT. Laksana Karis Industri Back Mount Frame production improving value of sigma to 4.22 and waste product percentage (DPU) after the improvement decrease to 1,3%. Company had a financial savings significally by Rp 144.907.705,6/year that indicates the effectiveness of Lean Six Sigma implementation for reduc-ing waste product on back mount frame production

Keywords: Lean Six Sigma, Quality Management, Critical to Quality, Telecommunication Business, Waste Product, Sigm a

A B S T R A K

Banyaknya jumlah service provider di Indonesia membuat persaingan bisnis telekomunikasi berjalan dengan ketat. Hal ini membuat perusahaan mencari pemasok perangkat pendukung telekomunikasi dengan harga yang murah dengan kualitas yang baik. Para service provider mulai menggunakan pemasok dalam negeri untuk mendapatkan harga yang lebih murah yang sebagian besar merupakan perusahaan UKM. Kekurangan yang sering terjadi pada perusahaan dalam negeri adalah konsistensi dan manajemen kualitas yang masih kalah dengan produk impor. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui manfaat penggunaan metode Lean Six Sigma pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri dalam mengurangi produk cacat dan pemborosan sebagai upaya dalam peningkatan kualitas. Metoda penelitian yang dipergunakan adalah metoda deskriptif, dengan menggunakan data pimer dan data sekunder. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah dengan mengetahui Critical to Quality (CTQ), setelah itu dilakukan pengukuran tingkat pemborosan. Faktor-faktor penyebab masalah/cacat dianalisis dengan terperinci untuk mempermu-dah dilakukannya peningkatan proses dan menghilangkan faktor penyebab cacat. Setelah semua aktivitas tersebut dil-akukan, kinerja proses dikontrol secara berkala agar menjamin masalah tidak muncul kembali. Hasil penerapan Lean Six Sigma pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri berhasil menigkatkan nilai sigma menjadi 4.22 sigma dan persentase waste product (DPU) setelah tindakan perbaikan menurun menjadi 1,3%. perusahaan memperoleh penghematan yang cukup signifikan sebesar Rp 144.907.705,6/ tahun yang mengindikasikan penerapan Lean Six Sigma efektif mengurangi waste product pada proses produksi Back Mount Frame.

Kata Kunci: Lean Six Sigma, manajemen kualitas, Critical to Quality, bisnis telekomunikasi, waste product, sigma

PENDAHULUAN Industri perangkat seluler di Indonesia meningkat pesat seiring dengan bertambahnya pengguna tel-epon seluler dan banyaknya service provider yang ada di Indonesia. Menurut Menkominfo, ada 270 juta pengguna ponsel di Indonesia pada tahun 2013.

Rasio kepemilikan ponsel paling banyak di DKI Ja-karta yakni 1,8 ponsel per orang. Banyaknya pengguna ponsel tersebut diikuti dengan ekspansi kapasitas Base Transceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia. Pembangunan Base Transceiver Station (BTS) yang pesat akhir-akhir ini memberi keun-

Page 2: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

10

Jurnal ISEI

tungan bagi industri manufaktur pendukung pem-bangunan infrastruktur maupun kontraktor tele-komunikasi. Agar perusahaan dapat mencapai keunggulan kom-petitif dalam menjalankan kegiatan operasinya, diperlukan penekanan biaya operasional agar dapat diperoleh harga yang kompetitif. Semakin banyak-nya pesaing dari dalam dan luar negeri menuntut perusahaan untuk berpikir lebih keras dalam menekan biaya produksi dalam rangka memperoleh harga yang kompetitif. Penekanan biaya produksi ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu upaya perusahaan penyedia layanan tele-komunikasi untuk memberikan harga yang kom-petitif dan kualitas pelayanan yang baik adalah dengan mengganti perangkat telekomunikasi yang berasal dari Eropa menjadi perangkat dari negeri China. Begitupun juga dengan komponen pen-dukung perangkat telekomunikasi yang dahulu menggunakan perangkat impor, kini menggunakan produk dari vendor lokal yang mayoritas merupakan perusahaan UKM. Salah satu dari perusahaan UKM produsen komponen pendukung perangkat tele-komunikasi adalah PT. Laksana Karis Industri. PT. Laksana Karis Industri merupakan perusahaan manufaktur percetakan besi yang mempunyai spesialisasi perangkat telekomunikasi. Produk dibu-at secara made to order dimana perusahaan akan memproduksi sesuai dengan permintaan kon-sumen. Perusahaan menerima order dari sembilan pelanggan pada tahun 2014. Back Mount Frame merupakan komponen yang berfungsi sebagai dudukan perangkat telekomunikasi pada rak perangkat yang ada pada Base Transceiver Station (BTS). Proses quality control dilakukan mulai dari bahan baku di gudang dan pada akhir setiap proses sampai selesai menjadi barang jadi dengan metode sampling sederhana. Dalam prakteknya, terdapat beberapa pemborosan di lantai produksi. Bentuk pemborosan yang terjadi pada proses produksi Back Mount Frame pada PT. Laksana Karis Industri menurut terminologi E-DOWNTIME diatas adalah:

E (environment, health, and safety), berupa kurangnya pencahayaan ruang produksi sehingga berpotensi menyebabkan kecacatan.

D (Defects), Perusahaan masih menghasilkan produk cacat dengan jumlah banyak. Disebabkan oleh kelalaian karyawan dan kurangnya perawatan mesin.

O (Overproduction), Perusahaan memproduksi barang lebih banyak dari permintaan yang ada dengan rata rata sebesar 6,4 persen dan total sebanyak 1562 unit BMF pada tahun 2014.

I (Inventories) Terdapat banyak persediaan yang menumpuk di lantai produksi maupun gudang. Persediaan yang menumpuk berupa barang jadi akibat overproduction dan barang cacat dimana perusahaan tidak memiliki rencana terhadap barang cacat tersebut.

Pada produk Back Mount Frame terjadi kecacatan sebanyak 1114 dari 25544 total produksi pada tahun 2014. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata kecacatan produk sebesar 4% dengan nilai Defect per Million Opportunity (DPMO) sebesar 8722,204823 yang masih jauh dari angka ideal sebesar 3,4 DPMO. Saat ini perusahaan tidak melakukan apapun untuk mengatasi cacat tersebut. PT. Laksana Karis Industri hanya melakukan proses inspeksi (QC) terhadap produk yang telah diproduksi. Inspeksi ini tidak menjamin tidak adanya cacat atau tidak menambah nilai produk. Tetapi hanya memastikan produk sesuai dengan fungsi atau standar yang telah ditetapkan. Penelitian akan dilakukan untuk menerapkan kon-sep Lean Six Sigma dalam rangka menghilangkan pemborosan dan meningkatkan kualitas di PT. Lak-sana Karis Industri. Prinsip Six Sigma digunakan untuk memperbaiki dan menjaga tingkat kualitas yang dimiliki perusahaan sementara prinsip Lean digunakan untuk menghilangkan segala pem-borosan yang ada. Penelitian ini dimaksudkan untuk membantu PT. Laksana Karis Industri agar dapat menerapkan dasar-dasar Lean Six Sigma yang akan membuat PT. Laksana Karis Industri menjadi perus-ahaan yang dapat terus bersaing dalam pasar tele-komunikasi. Penerapan Lean Six Sigma yang dil-akukan akan menciptakan suatu sistem yang meminimalisasi pemrosesan sehingga mendukung terciptanya tingkat kualitas yang diharapkan. KAJIAN PUSTAKA Kualitas dan Pengendalian Kualitas Pengertian kualitas menurut Schroeder (2011:137) adalah “Quality can be defined as meeting, or ex-ceeding customer requirements now and in the future” yang berarti kualitas dapat didefinisikan sebagai pemenuhan atau melebihi pemenuhan kebutuhan konsumen saat ini dan di masa depan. Menurut Heizer & Render (2014:244) Kualitas adalah kemampuan barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Menurut American Society for Quality (2010:222) “Quality is the totality of features and characteris-tics of a products or service that bears its ability to satisfy states or implied needs” yang berarti kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik dari produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk

Page 3: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

11

Jurnal ISEI

memenuhi kebutuhan yang ditetapkan atau diten-tukan. Kegiatan pengendalian kualitas merupakan hal yang penting dalam suatu organisasi. Pengendalian kuali-tas berperan dalam menjaga dan mengawasi suatu proses penciptan barang dan jasa berjalan dengan semestinya dan sesuai dengan standar yang berla-ku. Beberapa pendapat ahli tentang pengendalian kualitas adalah: Menurut Besterfield (2010:3) “Quality Control is the use of technique and activities to achieve, substain, and improve the quality of product or service.” Besterfield mengemukakan bahwa pengendalian kualitas merupakan penggunaan teknik dan aktivi-tas untuk mencapai mempertahankan, dan mening-katkan kualitas pada produk atau jasa. Menurut Schroeder (2011:203) “Quality Control is defined as the continous improvement of stable process.” Schroeder berpendapat bahwa pengen-dalian kualitas didefinisikan sebagai pemgem-bangan terus-menerus dari proses yang stabil. Konsep Lean Menurut Swink, et al. (2014:285) “Lean is a philoso-phy of operation management that emphasizes minimation of the amount of all the resources (in-cluding time) used in the various activities of the enterprise.” Dapat diartikan bahwa lean merupakan filosofi pada manajemen operasi yang menekankan minimasi pada jumlah sumber daya (termasuk wa-tu) yang digunakan pada berbagai aktivitas perus-ahaan. Menurut Besterfield (2009:112) “Lean, or Kaizen in Japanese, is an initiative that focuses on continuous improvement for the elimination of all unproductive effort in all processes.” Lean menurut besterfield adalah tindakan yang berfukus pada perbaikan terus menerus untuk mengurangi semua kegiatan tidak produktif pada semua proses. Konsep Six Sigma Six Sigma adalah sebuah pendekatan pengendalian kualitas yang berupaya menekan biaya dan mening-katkan kepuasan pelanggan dengan mengurangi pemborosan (waste) di seluruh proses produksi maupun pengiriman barang atau jasa. Menurut Gasperz (2011), Six Sigma adalah metode terstruktur dan berdasarkan fakta yang merupakan penerapan metode statistik untuk proses bisnis dalam meningkatkan efisiensi operasional yang berakibat pada peningkatan value untuk suatu or-ganisasi. Six Sigma didasarkan pada pengukuran untuk mengurangi variansi atau inkosistensi dari suatu sistem bisnis.

Menurut Swink, et al. (2014:182), “ Six Sigma is a management strategy that seeks to improve the quality of process outputs by identifying and remov-ing the causes of defects and variation in the vari-ous processes”. Menurut Swink, Six Sigma adalah strategi mana-jemen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari proses output dengan mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab kecacatan dan variasi pada berbagai proses. Menurut Pyzdek (2003) Six sigma adalah implemen-tasi yang tepat, fokus, dan efektif dalam membuk-tikan prinsip dan teknik mengenai kualitas. Dengan menggabungkan elemen-elemen dari berbagai ahli kualitas, Six Sigma bertujuan untuk menciptakan performansi bisnis tanpa kesalahan. Sedangkan menurut Greg Brue (2006) Six Sigma merupakan teknologi penyelesaian masalah dengan menggunakan data, ukuran dan statistik untuk mengidentifikasi penyebab utama (root cause) pemborosan (waste). Six Sigma menggunakan data dan fakta dalam analisanya, bukan sekedar hasil pemikiran, perasaan maupun kepercayaan. Konsep Lean Six Sigma Menurut Gasperz (2011:92) Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu filosifi bisnis, pen-dekatan sistemik, dan sistematis untuk mengidentif-ikasikan dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continous improvement) untuk mencapai tingkat kinerja Six Sigma, dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistim tarik (pull system) dari pelang-gan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kes-empatan atau operasi - 3,4 DPMO (Defect Per Mil-lion Opportunities). Penerapan yang baik dan disiplin atas kombinasi metode ini (Lean dan Six Sigma) akan menghasilkan perbaikan yang signif-ikan. Lean Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (define, measure, ana-lyze, improve, control). DMAIC merupakan jantung analisis Six Sigma yang menjamin voice of customer berjalan dalam keseluruhan proses hingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan C. Tri Hen-dradi (2006:137)

Page 4: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

12

Jurnal ISEI

METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual dan terstruktur. Menurut Sutedi (2011: 58) mengatakan bahwa sifat penelitian deskriptif yaitu menjabarkan, memotret segala permasalahan yang dijadikan pusat perhatian penelitian, kemudian

dibeberkan apa adanya.

Operasional Variabel Operasional variabel yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah:

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel

Indikator

Critical to Quality

Atribut atau hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas yang diharapkan.

Pareto

Priority

Index

Nilai Sigma

KPIs

Lean Six Sigma Implementation Sucess

Hasil dari implementasi tindakan perubahan.

DPO

DPMO

Sumber: Journal “A Conceptual Framework for Critical Success Factors of Lean Six Sigma”.

Langkah-langkah Penerapan Untuk menerapkan lean Sig Sigma menggunakan metoda DMAIC (Define, Measurment, Analyze, Improve, Control). Dengan langkah-langlah sebagai berikut: 1. Define

Mengidentifikasi pemborosan dan kegagalan yang terjadi di proses produksi Back Mount Frame pada PT. Laksana Karis Industri dengan formulir E-DOWNTIME. E-DOWNTIME adalah akronim untuk membantu perusahaan mengidentifikasi 9 jenis pemborosan yang selalu ada dalam bisnis dan industri, yaitu:

Environmental, Health, and Safety

Defects

Overproduction

Waiting

Not utilizing employees knowledge, skills

and abilities

Transportation

Inventories

Motion

Excess processing

2. Measure

Terdapat dua langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu menentukan indikator kinerja kunci yang berfokus pada QCSDM dan menghitung kapabilitas proses (nilai sigma). 3. Analyze

Sebelum melakukan analisis pada tahap ini, ketua proyek harus menetapkan tema proyek Lean Six Sigma berdasarkan prioritas masalah dan manfaat yang akan didapatkan. Penetapan tema ini berupa pernyataan yang jelas dan mencakup 5W (What, Where, When, Who, Why). Kemudian digunakan metode USE PDSA sebagai pendekatan DMAIC. 4. Improve Pada tahap ini dilakukan penyusunan usulan perbaikan berdasarkan identifikasi akar permasalahan pada tahap sebelumnya, yaitu tahap analyze sehingga perusahaan dapat mengurangi pemborosan pada produk sepatu back mount frame. Beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini telah dilakukan dengan metode USE PDSA, seperti penerapan rencana tindakan perbaikan, dan mengukur hasil peningkatan. Selanjutnya adalah mengevaluasi Cost Benefit untuk proyek Lean Six Sigma. 5. Control Merupakan tahap yang terakhir pada metode Lean Six Sigma DMAIC. Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah bagaimana agar tindakan perbaikan yang telah dilakukan dapat terus diterapkan dengan konsisten oleh seluruh pihak yang terkait dengan tindakan perbaikan meskipun Tim Peningkatan Kualitas telah dibubarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan sharing dan motivasi tentang kendala yang dihadapi selama proyek dilaksanakan. Selain itu, perlu dilakukan pemantauan KPIs secara terus menurus dan merekap hasil peningkatan yang terjadi. Hasil peningkatan yang terjadi dapat dilihat dari nilai sigma dan benefit proyek yang meningkat. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Metode Lean Six Sigma Penerapan Lean Six Sigma pada PT. Laksana Karis industri menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Agar analisa yang dilakukan rinci dan terstruktur, pada tahap Analyze digunakan USE PDSA. Berikut merupakan tahapan yang dilakukan dalam penerapan metode Lean Six Sigma pada PT. Laksana Karis Industri:

Page 5: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

13

Jurnal ISEI

1. Define Tahap pertama yang dilakukan pada Lean Six Sigma DMAIC adalah define, yaitu fase penentuan masalah dan menentukan Critical to Quality (CTQ) berupa identifikasi pemborosan yang terjadi pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri. Identifikasi menggunakan formulir E-DOWNTIME pada buku Gasperz yang berjudul Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Tahapan ini menggambarkan kondisi secara umum yang terjadi pada proses produksi dan bagaimana seharusnya pekerjaan dilakukan. Pemborosan dapat diidentifikasi dengan formulir E-DOWNTIME berdasarkan data hasil pengamatan di lapangan.

Berikut merupakan formulir E-DOWNTIME pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri:

Page 6: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

14

Tabel 1. Formulir E- DOWNTIME

Jenis Pemborosan

(What)

Sumber Pemborosan

(Where)

Penanggung Jawab (Who)

Waktu Terjadinya

(When)

Alasan Terjadi (Why)

Saran Perbaikan

(How)

Kegagalan pembentukan pola dudukan LSA pada mesin bentuk

Mesin bentuk 1 Karyawan mesin bentuk

Saat mencetak bentuk dudukan LSA pada kedua sisi BMF

Hanya terdapat satu mesin untuk proses ini sehingga karyawan sering terburu-buru dalam pengerjaan

Menambahkan mesin bentuk untuk pola dudukan LSA menggunakan mesin yang saat ini tidak terpakai untuk produksi BMF

Kegagalan Pencetakan pada mesin 2,3,4

Mesin bentuk 2,3,4

Karyawan mesin bentuk

Saat mencetak pola lingkaran (lubang kabel), T (lubang baut), dan kotak pada BMF.

Karyawan kurang berhati-hati saat melakukan proses pemotongan pola pada BMF.

Karyawan lebih berhati-hati pada saat menempelkan besi pada mesin bentuk untuk mencegah kegagalan dan kerusakan alat

Pencahayaan ruang produksi kurang baik

Ruang mesin bentuk

Board of Director

Sepanjang proses produksi di ruang mesin bentuk berlangsung

Kurangnya kisi-kisi cahaya dan lampu penerangan di ruang mesin

Menambahkan lampu pada ruang produksi atau lampu individual pada setiap mesin

Page 7: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

15

Jurnal ISEI

Penumpukan inventory berupa barang reject

Tempat penyimpanan barang reject dan finished goods

Manajer Operasional

Setelah selesai proses produksi

Perusahaan belum memiliki kebijakan untuk perlakuan barang cacat

Melakukan rework terhadap barang cacat atau menjual kepada pengepul besi.

Kelebihan Jumlah Produksi BMF

Gudang penyimpanan produk jadi

Manajer Operasional

Setelah selesai proses produksi

Perusahaan belum memiliki perencanaan produksi yang baik

Perusahaan perlu menerapkan Just-in-time pada proses produksi nya

Setelah melakukan identifikasi dengan formulir E-DOWNTIME diatas, langkah pada tahap selanjutnya adalah penetapan tujuan dari pengendalian kualitas dan pengukuran kinerja saat ini yang telah dicapai perusahaan.

2. Measure Fase kedua dalam DMAIC yaitu Measure, mengukur tingkat pemborosan. Pengukuran dilakukan dengan menetapkan Key Performance Indicators (KPIs) yang berfokus pada QCSDM (Quality, Cost, Service/Safety, Delivery, Morale) dan juga perhitungan nilai sigma. Penetapan Key Performace Indicators (KPIs) bergantung pada tujuan pencapaian organisasi, yang berbeda-beda pada setiap organisasi. Key Performance Indicators (KPIs) bertujuan untuk memfokuskan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Berikut merupakan KPIs yang sesuai dengan sasaran dan tujuan PT. Laksana Karis Industri berdasarkan KPIs yang biasanya digunakan dalam industri manufaktur:

Tabel 2. Tabel Key Performance Indicators (KPIs)

Perspektif Sasaran Tujuan

Keuangan Menurunkan

struktur biaya

Penurunan struktur

harga pokok

penjualan sesuai

proporsi rencana

Produk dan layanan Meningkatkan

kualitas produk

Defect per Million

(DPM) dari

kesalahan-kesalahan

Page 8: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

16

Jurnal ISEI

yang berkaitan

dengan produk dan

layanan.

Proses Bisnis Internal Meningkatkan

kapabilitas proses

Meningkatkan

efisiensi

Menghilangkan

pemborosan

Indeks kapabilitas

proses dalam nilai

sigma

Process cycle

efficiency

Jenis-jenis

pemborosan yang

teridentifikasi

Setelah menetapkan Key Performance Indicators (KPIs) pada tabel diatas, dilakukan pengukuran nilai sigma agar peningkatan nilai sigma yang mungkin dicapai dapat diperkirakan. Berdasarkan formulir E-DOWNTIME pada tahap Define, diketahui bahwa terdapat enam penyebab terjadinya pemborosan di proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri, penyebab pemborosan ini disebut dengan Critical to Quality. Pada tabel kecacatan produk tahun 2014 didapatkan jumlah produksi dan kecacatan secara keseluruhan.

Berikut ini hasil perhitungan nilai sigma produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri:

Tabel 3. Perhitungan Nilai Sigma Produksi Back Mount Frame

Langkah Tindakan Hasil

1 Tentukan proses yang ingin diketahui Pencetakan BMF

2 Hitung jumlah unit yang diproduksi selama proses 25544unit/tahun

3 Hitung jumlah unit yang berkualitas 24430unit/tahun

4 Hitung persentase unit conformance 24430/25544=0.95638

5 Hitung persentase waste product

(25544-24430) / 25544 = 0.43611= 4.36%

6 Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kegagalan atau pemborosan

5 Jenis

7 Hitung tingkat Defect per Opportuinities CTQ

(1114/(25544x5))= 0,008722204823

8 Hitung Defect Per Million Opportunities

8722,204823

9 Konversi nilai DPMO ke nilai sigma 3.88

Berdasarkan perhitungan diatas, nilai sigma yang dimiliki oleh PT. Laksana Karis Industri pada proses produksi Back Mount Frame adalah 3.88 sigma dan nilai Defect Per Million Opportunities sebesar 8722,204823 yang masih jauh dari angka ideal yaitu 3,4. Perlu dilakukan peningkatan

Page 9: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

17

Jurnal ISEI

untuk memperbaiki pemborosan di sepanjang proses produksi. Setelah didapatkan data diatas, tahap selanjutnya adalah Analyze untuk menganalisis faktor-faktor penyebab masalah. 3.Analyze Fase ketiga dalam Lean Six Sigma DMAC merupakan analisis faktor-faktor penyebab masalah pemborosan. Penetapan tema proyek Lean Six Sigma dilakukan berdasarkan prioritas permasalahan dan manfaat yang diperoleh. Hal ini dikarenakan solusi dari masalah seharusnya tidak membebani perusahaan. Oleh karena itu, metode USE PDSA digunakan agar analisis masalah dapat dilakukan dengan detail untuk menemukan akar sebab dari permasalahan yang ada. berdasarkan formulir E-DOWNTIME yang telah dibuat, dijelaskan lebih rinci mengenai pemborosan yang terjadi pada proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri sehingga nilai sigma berkisar pada 3.88 sigma. Berikut penjelasan dari jenis pemborosan yang terjadi:

Tabel 4. Jenis Pemborosan

Jenis Pemborosan Penjelasan

Kegagalan pembentukan pola dudukan LSA pada mesin bentuk

Pola bentuk dudukan LSA pada Back Mount Frame dengan ujung lancip yang seharusnya berbentuk tumpul. Kesalahan yang terjadi pada satu sisi saja membuat BMF tidak bisa dijual. Terjadi kegagalan pencetakan sebesar 20% dari total jumlah kecacatan yang ada.

Kegagalan Pencetakan pada mesin 2,3,4 kegagalan diakibatkan oleh proses pencetakan yang tidak pas pada tempatnya dan mesin yang kurang terawat. Jumlah kegagalan ini sekitar 50% dari total produksi

Pencahayaan ruang produksi kurang baik Pencahayaan yang kurang pada ruang pencetakan membuat karyawan seringkali salah memposisikan BMF pada cetakannya.

Penumpukan inventory berupa barang reject Barang cacat produksi pada perusahaan selama ini hanya ditumpuk didalam ruangan produksi yang membuat ruangan terlihat tidak rapi dan mengganggu proses dan mobilitas dalam produksi.

Kelebihan produksi BMF Perusahaan saat ini memiliki persediaan barang jadi dengan kisaran 400-500 Back Mount Frame setiap bulan dengan masa pengeluaran hingga 3 bulan yang disimpan di gudang penyimpanan Jakarta.

Setelah menjabarkan jenis-jenis pemborosan yang terjadi pada tabel diatas, digunakan metode USE PDSA agar analisa dapat dilakukan secara terstruktur dan detail.

A. Understand Quality Improvement Needs

Pada tabel perhitungan nilai sigma diketahui bahwa terdapat lima jenis pemborosan yang harus diperbaiki diproses produksi Back Mount Frame, untuk menentukan prioritas masalah yang harus ditangani, digunakan Pareto Priority Index (PPI) dengan rumus:

Page 10: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

18

Jurnal ISEI

Setelah menghitung penghematan dan biaya proyek, selanjutnya dihitung Pareto Priority Index setiap kegiatan pada tabel berikut:

Tabel 5. Pareto Priority Index

Aktivitas Penghematan per

tahun Probabilitas keberhasilan

Biaya proyek per tahun

Waktu dalam tahun

PPI

A Rp131.864.355,7 0,6 Rp10.000.000 0,2 39,56

B Rp6.934.299,406 0,5 Rp. 500.000 0,5 13,86

C Rp1.587.576 0,6 Rp 250.000 0,1 38,1

D Rp13.960.900 0,7 Rp2.139.302,62 0,2 22,84

E Rp11.384.176,47 0.5 Rp 1.500.000 0,25 15,18

Peringkat aktivitas berdasarkan nilai Pareto Priority Index tertinggi sampai terendah adalah:

Tabel 6. Peringkat Pareto Priority Index

Dari tabel diata

s, maka dapat disimpulka

n bahw

a aktivitas A memiliki nilai Pareto Priority Index dan penghematan yang paling besar, sehingga proyek A menjadi prioritas utama untuk pelaksanaan tindakan perbaikan.

B. State the Quality Problem

Langkah selanjutnya adalah perumusan masalah-masalah utama pada tahap pertama kedalam suatu pernyataan yang SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Relevant to Goals, Timely) yang terkait dengan KPIs yang telah ditentukan oleh perusahaan.

Aktivitas PPI

A (menambah mesin 1) 39,56

C (memperbaiki pencahayaan) 38,1

D (rework barang cacat) 22,84

E (penerapan Just-in-Time) 15,18

B (mengurangi kegagalan pencetakan lubang pada bmf) 13,86

Problem Statement : Sepanjang tahun 2014 terjadi banyak pemborosan (waste). Empat mesin yang beroperasi dalam produksi Back Mount Frame di PT. Laksana Karis Industri menghasilkan waste sebesar 4,36%. Jenis waste

terbesar terjadi pada mesin 1 dengan rata-rata sebesar 2,03%. Selain itu terdapat jumlah waste yang cukup besar

berupa inventory barang cacat senilai Rp13.960.900,00 dan barang jadi senilai Rp11.384.176,47. Nilai total keru-gian diperkirakan sebesar Rp 163.161.893,1

Goals/Target : Proyek peningkatan kualitas selama 0,5 tahun (6 bulan) dimulai dari januari 2016 – Juni 2016)

bertujuan menurunkan waste product dari 4,36% menjadi maksimal 1,5%

Page 11: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

19

Jurnal ISEI

C. Evaluate the Root Cause

Selanjutnya, digunakan Cause-Effect Diagram dan Pareto Diagram untuk melihat akar penyebab permasalahan (George, 2002) dari kelima masalah yang paling besar dampaknya terhadap QCSDM (Quality, Cost, Service/Safety, Delivery, Morale) pada produksi Back Mount Frame di PT. Laksana Karis Industri. 2

Page 12: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

20

3

4

Sepanjang tahun 2014 terjadi banyak waste dan kecacatan. Empat mesin yang beroperasi dalam produksi Back Mount Frame di PT. Laksana Karis Industri menghasilkan waste sebesar 4,36%. Jenis cacat terbesar terjadi pada mesin 1 dengan rata-rata sebesar 2,03%. Selain itu terdapat jumlah waste yang cukup besar berupa inventory barang cacat senilai Rp13.960.900,00 dan barang jadi senilai Rp11.384.176,47. Nilai total kerugian diperkirakan sebesar Rp 163.161.893,1

Cause

Effect

5 Gambar 1. Cause Effect Diagram

6

Page 13: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

21

Jurnal ISEI

7 Dengan menggunakan asumsi 0,5 tahun (6 bulan) jangka waktu proyek terdapat 50 kejadian di proses

produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri, urutan penyebab masalah yang sesuai dengan

dampaknya terhadap QCSDM (Quality, Cost, Service/Safety, Delivery, Morale) adalah sebagai berikut:

8 Tabel 7. Observasi Tim Peningkatan Kualitas

Penyebab Frekuensi Kejadian Persentase Total

Operator mesin 1 terburu-buru 15 30%

Cacat akibat kurangnya pencahayaan 12 24%

Inventory barang cacat menumpuk 10 20%

Produksi berlebihan 8 16%

Maintenance Mesin Kurang 5 10%

Total 50 100%

9 Berdasarkan keterangan pada tabel diatas, maka dibuatlah pareto diagram untuk mempermudah

interpretasi frekuensi kejadian dan persentase total dari penyebab masalah pada tabel.

10 11 Gambar 2. Pareto Diagram

D. Plan the Solution Langkah selanjutnya dari USE PDSA adalah merencanakan solusi dari masalah-masalah yang telah dievaluasi sebelumnya. Dalam langkah ini, rencana yang dibuat harus fokus pada tindakan yang menghilangkan akar penyebab masalah pada ruang lingkup tanggung jawab organisasi (controllable causes) dan mengantisipasi penyebab yang tidak terkendali tetapi dapat diprediksi (uncontrollable causes but predictable causes).

E. Do or Implement the Solutions

Pada tahap keempat ini, perusahaan menerapkan solusi dan melakukan verifikasi bahwa tindakan perbaikan terjamin berjalan secara efektif untuk mengatasi masalah yang terjadi.

F. Study the Solutions Results

Setelah penerapan solusi masalah kualitas, perusahan perlu untuk melakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang didapat selama proyek peningkatan kualitas berlangsung. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis masalah yang ada apakah hilang atau berkurang.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

A B C D E

Frekuensi Kejadian Persentase Total

Page 14: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

22

Jurnal ISEI

G. Act to Standardize the Best Practices

Pada langkah terakhir metode USE PDSA, solusi masalah yang terbukti efektif dan efisien harus distandarisasikan. Hal ini bertujuan untuk konsistensi seluruh pegawai dalam menerapkan solusi masalah sehingga masalah terdahulu yang telah dituntaskan tidak terulang kembali.

4.2 Perbandingan Antara Metode Pengendalian Kualitas yang digunakan Saat Ini Dengan Implementasi Lean

Six Sigma di Perusahaan

Hasil dan keuntungan dari implementasi Lean Six Sigma di perusahaan dapat diukur dengan membandingkannya terhadap kondisi perusahaan saat belum menerapkan Lean Six Sigma. Evaluasi pada tahap improve dan control dapat menunjukkan peningkatan yang terjadi baik secara finansial maupun non-finansial.

4. Improve Setelah dilakukannya analisis yang mendalam menggunakan metode USE PDSA, tahap selanjutnya dalam DMAIC adalah Improve. Beberapa hal yang seharusnya dilakukan pada metode ini telah dilakukan pada metode USE PDSA khususnya bagian Do or Implement the Solutions, Study the Solutions Results, dan Act to Standardize the Best. Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengevaluasi Cost Benefit untuk proyek Lean Six Sigma tersebut.

Tabel 8. Cost Benefit Proyek Lean Six Sigma

Tindakan Perbaikan Cost Benefit

Penambahan mesin untuk mencetak pola dudukan SLA

Rp10.000.000 Rp131.864.355,7

Penambahan sumber pencahayaan

Rp 250.000 Rp1.587.576

Rework barang cacat Rp2.139.302,62 Rp13.960.900

Perencanaan produksi Rp 1.500.000 Rp11.384.176,47

Total Rp13.889.302,62 Rp 158.797.008,2

Total Penghematan Rp 158.797.008,2 - Rp13.889.302,62

=Rp 144.907.705,6

Status Disetujui

Berdasarkan hasil perhitungan Cost Benefit penerapan Lean Six Sigma diatas, dapat disimpulkan bahwa Lean Six Sigma layak diterapkan karena cost yang dikeluarkan masih jauh lebih kecil dibandingkan benefit yang didapatkan. Maka tahap terakhir pada rangkaian penerapan Lean Six Sigma adalah mengawasi pelaksanaan tindakan peningkatan/perbaikan kualitas agar sesuai dengan rencana dan jalur yang telah disepakati.

5.Control Pada tahap ini, yang harus dilakukan adalah pengawasan agar tindakan perbaikan yang telah dilakukan dapat terus diterapkan secara konsisten oleh seluruh pihak yang terkait dengan tindakan perbaikan walaupun Tim Peningkatan Kualitas telah dibubarkan dan kembali pada tanggung jawab masing-masing. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan berbagi pendapat dan pengalaman secara berkala mengenai penerapan tindakan perbaikan. Pada kesempatan ini ketua tim dapat memotivasi ulang anggota peningkatan kualitas dan tim dapat mengetahui kendala yang dihadapi selama proyek peningkatan kualitas dilaksanakan. Hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi permasalahan sejak dini. Selain itu, ketua tim bertanggung jawab untuk memantau KPIs secara terus-menerus dan merekapitulasi hasil peningkatan yang terjadi. Selain dari nilai sigma yang meningkat, hasil

Page 15: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. II, No. 1, Maret 2018, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

23

Jurnal ISEI

peningkatan yang terjadi dilihat dari benefit proyek yang didapat. Tabel berikut merupakan hasil rekapitulasi peningkatan kualitas:

Tabel 9. Rekapitulasi Peningkatan Kualitas

Langkah Tindakan Hasil

1. Tentukan proses yang ingin diketahui Improvement pada proses pencetakan

2. Hitung jumlah unit yang diproduksi selama proses 25544 unit

3. Hitung jumlah waste product sebelum tindakan perbaikan

diperkirakan terjadi peningkatan kinerja sebesar 70%, yang dapat diartikan waste product menurun 70% berdasarkan adanya empat tindakan perbaikan yang telah dilakukan

1114 unit/tahun

30%x1114= 334.2 unit/tahun

4. Hitung jumlah unit conformance sebelum tindakan perbaikan

Dengan adanya tindakan perbaikan, maka waste product berkurang dan unit conformance product meningkat

24430 unit

=24430+(1114-334.2)

=25209.8 unit/tahun

5. Hitung persentase unit confomance product setelah tindakan perbaikan

25209.8/25544=0.9869166928

98,69%

6. Hitung persentase waste product (DPU) setelah tindakan perbaikan

(25544-25209.8)/25544

= 0.01308330723=1.3%

7. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kegagalan atau pemborosan.

Setelah adanya tindakan perbaikan, maka CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kegagalan berkurang menjadi 4 jenis seperti yang tertera pada Tabel 4.13 Daftar Isian Rencana Tindakan Perbaikan

4 jenis

8. Hitung tingkat defect per opportunities CTQ

DPO=(334.2/(25544x4))

=0.003270826809

Page 16: Penerapan Lean Six Sigma Pada Ukm Untuk Meningkatkan

ISEI Business and Management Review Vol. I, No. 2, September 2017, pages 9 – 24 e-ISSN 2614-6290

http://jurnal.iseibandung.or.id/index.php/ibmr

24

Jurnal ISEI

9. Hitung DPMO

(0.003270826809x1000000)

=3270.826809

10. Konversi nilai DPMO ke nilai sigma 4.22

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa penerapan Lean Six Sigma berhasil meningkatkan nilai sigma PT. Laksana Karis Industri, yang pada awalnya 2.88 sigma menjadi 4.22 sigma dengan total penghematan yang dicapai secara finansial adalah sebesar Rp 144.907.705,6/ tahun. Proyek peningkatan kualitas selama 6 bulan (Januari 2015-Juni 2015) yang bertujuan menurunkan waste dari 4.36% menjadi maksimal 1.5% dari total produksi yang dihasilkan oleh proses produksi back mount frame PT. Laksana Karis Industri tercapai. Hal ini dapat disimpulkan dari tabel perhitungan nilai sigma di atas, bahwa persentase waste product (DPU) setelah tindakan perbaikan menurun menjadi sebesar 1.3%.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penerapan lean six sigma dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan metode Lean Six Sigma pada PT. Laksana Karis Industri menggunakan DMAIC. Pada fase Define,

diketahui Terdapat beberapa penyebab masalah waste product pada proses produksi PT. Laksana Karis

Industri diantaranya, operator mesin bekerja secara terburu-buru, kegagalan pencetakan pola pada BMF,

kurangnya pencahayaan, banyaknya inventory berupa barang cacat produksi, dan overproduction.

Ditentukan KPIs dan didapatkan nilai sigma sebesar 3.88 dan DPMO sebanyak 8722,2pada fase Measure.

Penggunaan pendekatan USE PDSA pada fase analyze untuk membantu proses analisa menjadi lebih detail

dan mencapai akar permasalahan. Terdapat sejumlah tindakan perbaikan yang disarankan yaitu menambah

satu mesin pencetak pola dudukan LSA, menambah sumber pencahayaan ruang produksi, melakukan rework

pada barang cacat, serta membuat perencanaan produksi dengan pendekatan Just-in-Time.

2. Nilai sigma proses produksi Back Mount Frame PT. Laksana Karis Industri sebelum penerapan Lean Six Sigma

adalah sebesar 3.88 sigma, setelah penerapan Lean Six Sigma nilai sigma meningkat menjadi 4.22 sigma dan

persentase waste product (DPU) setelah tindakan perbaikan menurun menjadi 1,3%. PT. Laksana Karis

Industri memperoleh penghematan yang cukup signifikan sebesar Rp 144.907.705,6/ tahun yang

mengindikasikan penerapan Lean Six Sigma efektif mengurangi waste product pada proses produksi Back

Mount Frame.

DAFTAR PUSTAKA Besterfield, Dale H. Quality Control, 8th edition. New Jersey: Prentice Hall, 2009. Gasperz, Vincent., Fontana, Avanti. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Indonesia. 2011. Vin-

christo Publication. George, Michael L. 2002. Lean Six Sigma Combining Six Sigma Quality With Lean Speed. Mc-Graw Hill. New York. USA. Heizer, Jay and Barry Render. 2014. Operations Management (10th ed.) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Salemba

Empat, 2014. Jeyaraman, K; Teo, Leam Kee, 2010. “A conceptual framework for critical success factors of lean Six Sigma” Interna-

tional Journal of Lean Six Sigma Pyzdek, T. 2003. The Six Sigma Handbook Revised and Expanded: A Complete Guide for Green Belts, Black Belts, and

Managers of All Levels. McGraw-Hill, United States of America. Schroeder, Roger G., et al. 2011. Operations Management (5th ed). Avenue of the Americas. New York: The McGraw-

Hill Companies, Inc. Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.Korwil Jabar. Swink, Morgan, et al. 2014. Managing Operating Across the Supply Chain (1st ed.). New York: The McGraw-Hill Com-

panies, Inc.