penerapan good manufacturing practice dan improvement...
TRANSCRIPT
1
Abstrak - Mutu dan keamanan pangan pada produk UKM telah
mendapat perhatian yang cukup luas baik pemerintah, industri,
pedagang maupun seluruh komponen masyarakat sebagai
konsumen. Termasuk salah satunya adalah tempe, salah satu jenis
pangan penting dalam penyediaan sumber protein nabati
masyarakat Indonesia. Namun, tempe merupakan bahan pangan
yang mudah rusak. Daya tahannya 2-3 hari, lebih dari itu tempe
akan rusak atau tidak layak dikonsumsi. Industri tempe di
Indonesia sebagian besar masih merupakan industri rumah
tangga atau UKM yang dikerjakan secara tradisional. Setiap
industri rumah tangga yang menghasilkan olahan pangan wajib
memiliki SPP-IRT. SPP-IRT diperlukan oleh pelaku UKM agar
dapat memperluas pasar penjualan. Untuk mendapatkan SPP-
IRT terdapat beberapa aspek yang dinilai, antara lain lokasi dan
lingkungan produksi, bangunan, fasilitas, peralatan, sanitasi,
karyawan yang bekerja sesuai dengan peraturan GMP yang
diatur oleh BPOM.
Penelitian ini diselesaikan menggunakan penilaian daftar
periksa GMP-WISE untuk melakukan evaluasi sistem kerja
keseluruhan. Hasil dari penilaian daftar periksa diolah dengan
bantuan kuesioner AHP oleh beberapa expert judgment. Hasil
penilaian menunjukan kriteria pelaksanaan program hiegine dan
sanitasi di UKM merupakan prioritas perbaikan sistem kerja.
Beberapa usulan rekomendasi untuk perbaikan sistem kerja
adalah rancangan sistem kerja SSOP, GMP, dan WISE serta
perancangan tata letak yang baru yang disesuaikan dengan
standar keamanan dan kebersihan pangan.
Rekomendasi perbaikan yang diusulkan akan diberikan dalam
bentuk buku panduan perbaikan sistem kerja agar dapat
diterapkan oleh pihak UKM lainnya. Rekomendasi diharapkan
mampu meningkatan produktivitas pada proses produksi serta
kondisi kerja yang lebih aman, sehat, dan nyaman.
Kata Kunci : Usaha Kecil dan Menengah, Good Manufacturing
Practices, Work Improvement In Small Enterprise, SPP-IRT.
I. PENDAHULUAN
EMPE sebagai salah satu jenis pangan memiliki arti
penting dalam penyediaan sumber protein nabati
masyarakat Indonesia. Namun, tempe merupakan bahan
pangan yang mudah rusak. Daya tahannya 2-3 hari, lebih dari
itu tempe akan rusak atau tidak layak dikonsumsi. Adanya
jaminan keamanan dalam produk pangan dapat menjadi salah
satu faktor yang meningkatkan preferensi masyarakat.
Industri tempe di Indonesia sebagian besar masih
merupakan industri rumah tangga atau Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) yang dikerjakan secara tradisional. Mutu
produk yang dihasilkan dapat dijaga jika produsen mempunyai
suatu sistem yang dapat menjaga agar produk tersebut
memenuhi standar yang telah ditetapkan, sesuai dengan Pasal
43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan mengamanatkan bahwa
pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga
wajib memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
menetapkan pedoman pemberian SPP-IRT (BPOM, 2012).
SPP-IRT diperlukan oleh pelaku UKM agar dapat
memperluas pasar penjualan. Supermarket, minimarket ataupun toko-toko besar lainnya mensyaratkan sertifikasi
industri rumah tangga pangan bagi produk-produk makanan
kemasan untuk dapat memasarkan produknya. Untuk
mendapatkan SPP-IRT terdapat beberapa aspek yang dinilai,
antara lain lokasi dan lingkungan produksi, bangunan, fasilitas,
peralatan, sanitasi, karyawan yang bekerja sesuai dengan
peraturan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk industri
rumah tangga (CPBB-IRT) yang diatur oleh BPOM.
Salah satu usaha kecil dan menengah yang sedang
berkembang adalah UKM Tempe Mejoyo di daerah Tenggilis,
Surabaya milik Bapak Nur Hasan. Akan tetapi pengelola UKM
tempe Tenggilis tersebut kurang memperhatikan kebersihan
lingkungan kerja saat melakukan proses produksi. Terlihat dari
hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat faktor yang
mempengaruhi kebersihan dari produk tempe. Beberapa faktor
tersebut adalah tata letak proses produksi, kebersihan lokasi,
sarana-prasarana, sanitasi dsb. Kebersihan yang belum
memadai dengan tidak ada fasilitas sanitasi serta baju produksi
seperti alas kaki, masker, dan sarung tangan untuk pekerja saat
memproduksi
Dari kondisi tersebut UKM Tempe Tenggilis Mejoyo
memerlukan penilaian serta pembinaan keamanan pangan
sesuai dengan standar Good Manufacturing Practices atau
biasa disebut Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB) di
Indonesia. GMP dilaksanakan agar produk yang dihasilkan
dapat memiliki nomor Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT)
yang bermanfaat untuk perluasan pemasaran produk dan dapat
diterima masyarakat. Good Manufacturing Practices (GMP)
merupakan salah satu indikator bahwa sanitasi dalam
operasional produksi telah dilakukan dengan baik. Persyaratan
GMP sama dengan CPPB-IRT yang dikeluarkan BPOM
Indonesia. Dalam perbaikan sistem kerja secara menyeluruh
dapat dievaluasi pula melalui daftar periksa Work
Penerapan Good Manufacturing Practice dan Work
Improvement In Small Enterprise pada Usaha Kecil dan
Menengah Untuk Pemenuhan Standar Kesehatan
(Studi Kasus : UKM Tempe Tenggilis Mejoyo Surabaya) Diah Rachmi Damarasri, Sri Gunani Partiwi, dan Janti Gunawan
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
T
2
Improvement in Small Enterprise (WISE) yang dikeluarkan
oleh International Labor Organization (ILO) yang memiliki
tujuan untuk memberikan perbaikan di UKM (ILO, 2004).
Kedua aspek tersebut yaitu GMP dan WISE
diaplikasikan untuk mendapatkan rekomendasi perbaikan
UKM tempe di daerah Tenggilis, Surabaya agar mendapatkan
peningkatan produktivitas pada proses produksi serta kondisi
kerja yang lebih aman, sehat, dan nyaman.
II. URAIAN PENELITIAN
Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan yang
meliputi identifikasi permasalahan berdasarkan kondisi
eksisting yang terjadi pada objek penelitian yaitu pada sistem
kerja UKM Tempe Tenggilis. Selain itu dilakukan pula studi
literatur dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
Setelah itu akan dilanjutkan dengan tahap pengumpulan dan
pengolahan data. Tahap pengolahan data ini akan
menggunakan beberapa metode. Dalam mengevaluasi sistem
kerja eksisting dibentuk daftar periksa GMP-WISE.
Selanjutnya diolah dengan bantuan kuesioner Analytic Hierarchy Process. Kemudian dilakukan pula identifikasi
kriteria yang paling berpengaruh dengan bantuan Pareto Chart dan identifikasi penyebab dengan Root Causes Analysis. Langkah terakhir adalah merancang rekomendasi sistem kerja
yang baru untuk perbaikan kerja UKM dalam memenuhi
standar mendapatkan SPP-IRT.
A. Tahap Penyusunan Daftar Periksa GMP-WISE Pemenuhan kriteria SPP-IRT dapat ditinjau dengan daftar
periksa GMP yang telah dikeluarkan BPOM. Dalam
pemenuhan kriteria tersebut dibutuhkan kondisi atau sistem
kerja UKM yang sehat dan aman. Perancangan sistem kerja
UKM yang baik dapat ditinjau dari daftar periksa WISE milik
ILO. Maka dari itu untuk memperbaiki sistem kerja UKM dan
pemenuhan SPP-IRT diusulkan daftar periksa GMP-WISE.
Dari daftar periksa GMP-WISE didapatkan prioritas kriteria
dan nilai kondisi eksisting di UKM.
B. Tahap Pembobotan Kriteria Penilaian Penilaian kondisi kerja UKM dari daftar periksa UKM
diolah dengan bantuan kuesioner Analytic Hierarchy Process dengan software Expert Choice. Berdasarkan hasil kuisioner
AHP dan pengolahan dari daftar periksa ini nantinya akan
didapatkan urutan kriteria yang harus diperbaiki terlebih
dahulu.
C. Tahap Perancangan Fasilitas Perencanaan fasilitas juga merupakan salah satu usulan
perbaikan perancangan sistem kerja eksisting. Dalam
perencanaan fasilitas produksi, terdapat dua hal pokok yaitu
perencanaan lokasi pabrik dan perancangan fasilitas produksi.
Perancangan tata letak mengenai fasilitas produksi dibagi
menjadi beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan prosedural yang disebut juga
SLP atau Systematic Layout Planning yang di dalamnya
terdapat beberapa metode, yaitu Activity Relationship Chart)
dan Activity Relationship Diagram (ARD).
D. Tahap Penyusunan Experiental Booklet Modules (SEMs) Modul panduan berisi petunjuk pengolahan UKM yang baik
dan benar sesuai standar GMP dengan mengkombinasikan
panduan WISE dalam penerapannya. Diharapkan modul
panduan dapat membantu mejaga produktivitas, keamanan,
dan higenitas produksi tempe di UKM Tempe Tenggilis.
Strategic experiential Modules (SEMs) yaitu buku panduan
yang dapat digunakan oleh pemasar untuk menciptakan jenis-
jenis pengalaman yang berbeda bagi konsumen.
III. HASIL DAN DISKUSI
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan beberapa
hasil penilaian dan analisis yang meliputi daftar periksa GMP-
WISE, penyusunan sistem hierarki untuk menentukan kriteria
utama, penyusunan perancangan fasilitas dan buku modul.
Hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
Penilaian Daftar Periksa GMP-WISE
Berdasarkan penyusunan dan penilaian terhadap daftar
periksa GMP-WISE, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.1 Penilaian Keputusan Prioritas Pada UKM Tenggilis
Mejoyo
Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian kondisi
eksisting terhadap sub aspek yang diteliti dan dianalisis,
penilaian terhadap sub aspek tersebut, adalah untuk sub aspek
yang dinilai menjadi prioritas dalam perbaikan, sedangkan sub
aspek yang bukan menjadi prioritas dieliminasi. Penilaian
dilakukan berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan
melalui proses validasi dengan Pembina UKM, dari hasil
penilaian kondisi eksisting didapatkan data sebagai berikut :
3
Tabel 3.2 Penilaian Kondisi Kerja UKM Tenggilis Mejoyo
Usulan perbaikan sistem kerja UKM dapat dirangkum pada
Tabel 3.3 berikut ini. Rekomendasi metode berdasarkan
pertanyaan, parameter dan tujuan tiap sub kriteria yang ada di
daftar periksa GMP-WISE.
Tabel 3.3 Pengkelompokan Metode dari Daftar Periksa WISE dan
GMP
Pengolahan Data Hasil Daftar Periksa GMP-WISE
Dalam penentuan sub aspek mana yang menjadi prioritas
dalam perbaikan UKM, skor penilaian tidak serta merta dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan, karena harus
dipastikan apakah sub aspek tersebut memiliki bobot atau
pengaruh kontribusi yang signifikan atau tidak terhadap
standardisasi perbaikan untuk UKM. Dalam pengolahan nilai
untuk mengetahui tingkat pengaruh sub aspek terhadap
keseluruhan pencapaian perbaikan UKM, dilakukan dengan
pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Tabel 3.4 Contoh Penilaian Antar Kriteria Utama di UKM Tenggilis
Mejoyo
Penilaian antar sub kriteria dalam satu kriteria juga
dilakukan untuk mendapatkan bobot global antar sub kriteria
terhadap keseluruhan tujuan perbaikan.
Gambar 3.1 Contoh Penilaian Bobot Local dan Global pada
Software Expert Choice
Metode ini mensintesis perbandingan „judgement‟
pengambil keputusan yang berpasangan pada setiap level. Untuk mendapatkan nilai prioritas tersebut dibutuhkan
pandangan pihak-pihak yang kepentingan terhadap keputusan
tersebut baik secara langsung (diskusi wawancara) maupun
tidak langsung (kuisoner). Berikut merupakan rekap bobot
global untuk masing-masing kriteria dan tiap penilaian dari
lima pakar (expert) dalam sistem perbaikan kerja UKM
Tenggilis Mejoyo:
Tabel 3.4 Bobot Global Tiap Kriteria
No Aspek Penilaian Usulan Metode Perbaikan Nomer Pertanyaan WISE Nomer Pertanyaan GMP
1. Perancangan Sistem Pemindahan Material 1,2,4,5,6
2. Manual Material Handling 3,4,5,6,7,8
1. Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi 17,19,20 26
2. Ergonomi - Anthropometry 15,16,21,22
3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 18,21 2,3,23,24
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 9,10,11,12,14 5
2. Sistem Manufaktur 11,13 6,7,29
4 Zat berbahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja 28,29,30,31,32,33 19
5 Cahaya Ergonomi - Kondisi Lingkungan Kerja 23,24,25,26,27,28
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 39,40,41,42 11,12,13
2. Ergonomi - Kondisi Lingkungan Kerja 40,41
3. Manajemen Organisasi dan Sumber Daya Manusia 39,41
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 35,37,38 22
2. Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi 34,35
3. Lokasi Fasilitas pada Perancangan Fasilitas dan
Kluster Industri1,9
4. Ergonomi - Kondisi Lingkungan Kerja 34,36 4,8
1. Manajemen Organisasi dan Sumber Daya Manusia 43,44 17,18,32,33
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 45 14,15,16,34,37
Tempat Kerja
Organisasi pekerjaan
1Penyimpanan dan
Penanganan Material
Desain Tempat Kerja
Keamanan Mesin
Fasilitas Kesejahteraan
8
7
6
3
2
9 7 5 3 1 3 5 7 9
1 Penyimpanan & Penanganan Material v Mesin dan Proses Produksi
2 Penyimpanan & Penanganan Material v Desain Tempat Kerja
3 Penyimpanan & Penanganan Material v Pencahayaan
4 Penyimpanan & Penanganan Material v Sanitasi dan Zat Berbahaya
5 Penyimpanan & Penanganan Material v Fasilitas Kesejahteraan
6 Penyimpanan & Penanganan Material v Lingkungan Kerja
7 Penyimpanan & Penanganan Material v Karyawan dan Organisasi Pekerjaan
8 Mesin dan Proses Produksi v Desain Tempat Kerja
9 Mesin dan Proses Produksi v Pencahayaan
10 Mesin dan Proses Produksi v Sanitasi dan Zat Berbahaya
11 Mesin dan Proses Produksi v Fasilitas Kesejahteraan
12 Mesin dan Proses Produksi v Lingkungan Kerja
13 Mesin dan Proses Produksi v Karyawan dan Organisasi Pekerjaan
No Kriteria ASkala Penilaian Aspek Utama
Kriteria B
4
Rekapan hasil penilaian sub kriteria menunjukan sub kriteria
permasalahan yang paling sering terjadi pada sistem kerja
UKM Tempe Tenggilis Mejoyo.
Tabel 3.5 Sub Kriteria yang Paling Sering Terjadi pada Sistem Kerja
UKM
Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi sub kriteria apa
yang paling berpengaruh dari enam belas sub kriteria yang ada.
Cara identifikasi dengan membuat diagram pareto. Diagram
pareto bertujuan untuk mendapatkan hasil maksimal atau dapat
memilih masalah-masalah utama dari sebuah permasalahan.
Diagram pareto dibuat berdasarkan data statistik dan prinsip
bahwa 20% penyebab bertanggung jawab terhadap 80%
masalah yang muncul atau sebaliknya.
A B C D E F G H I J K L M N O P
Nilai Sub Kriteria 0.5 0.4 0.4 0.3 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
% Kumulatif 16. 27. 38. 46. 52. 59. 65. 70. 74. 79. 84. 88. 92. 95. 97. 100
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
-0.3
0.2
0.7
1.2
1.7
2.2
2.7
3.2
Per
sen
Nil
ai
Pareto Chart Sub Kriteria Permasalahan
Gambar 3.2 Diagram Pareto Kriteria Perbaikan Sistem Kerja Secara
Keseluruhan
Perancangan Fasilitas
Perancangan sistem kerja merupakan salah satu output pada
penelitian ini yang akan dimasukan pada buku panduan.
Beberapa rancangan sistem kerja ini terdiri dari langkah
operasi kerja yang sesuai dengan sanitation standard operating procedures, good manufacturing practices, work improvement in small enterprise, dan perancangan tata letak
fasilitas produksi sesuai dengan rekomendasi perbaikan.
Tabel 3.6 Kebutuhan dan Kondisi Fasilitas Ruang UKM Tempe
Tenggilis
Tabel 3.7 Perhitungan Kebutuhan Luas Layout Perbaikan
Sesuai dengan model GMP yaitu menyesuaikan urutan
proses kerja berikutnya atau mendekatkan ruang kerja yang
memiliki kesamaan fasilitas yang dibutuhkan.
1. Warehouse Bahan
Baku
5. Tempat Pencucian
Peralatan
4. Ruang Office
3. Kamar Mandi
2. Warehouse Produk
Jadi
9. Tempat
Pengupasan Biji
Kedelai
8. Tempat Perebusan
Kedelai
7. Tempat Pencucian
Kedelai
6. Tempat Penakaran dan
Pemisahan Kotoran
Kedelai
10. Tempat
Perendaman Kedelai
11. Tempat Penirisan
Kedelai
12. Tempat Pencampuran
Ragi dan Pembungkusan
Kedelai
13. Mushola
O
1X
9U
X
9 I
6
U
U
U
U
U
U
U
9
X
9 I
1X
9X
9X
9X
9X
9
UX
9E
2,3,6
U
O
X
9U
U
U
U
U
U
U
E
4
U
U
U
U
U
U
U
U
I
4
X
9X
9
UX
9
UX
9X
9
U
A
2,4,6A
2,4,6
U
U
U
X
9
X
A
2,4,6E
6E
6,7E
7X
9
U
U
U
U
U
U
U
A
2,4,6
A
2,4,6
A
2,4,6
A
2,4,6
U
U
I
8I
8
U
Gambar 3.3 Diagram ARC UKM Tempe Tennggilis Surabaya
5
Setelah ditentukan ARC yang berupa chart, lalu dilakukan ke
dalam diagram ARD. Diagram ARD ini menggambarkan
hubungan kedekatan antara fasilitas, mesin. Penentuan simbol
garis dan warna antara fasilitas satu dengan yang lain adalah
didapakan sesuai dengan penentuan kedekatan pada ARC.
12
3
4
6
7
9
10
11
12
13
5
8
Gambar 3.4 ARD (Activity Relationship Diagram)
Dari hasil ARD yang berupa diagram garis yang
menghubungkan fasilitas atau ruang satu dengan ruang yang
lain, maka selanjutnya adalah dengan mengubahnya pada
diagram ruang. Pada diagram ruang atau SRD ini ditentukan
posisi layout untuk tiap fasilitas, mesin, dan ruangan yang
dibuat berdasarkan output dari ARD.
Warehouse
Bahan Baku
Warehouse Produk Jadi Kantor OfficeMushola
Kamar
Mandi
Tempat
Pencucian
Peralatan
Tempat
Penakaran dan
pemisahan
kotoran
Tempat Pencucian
Kedelai
Tem
pa
t Pereb
usa
n
Tempat
Pengupasan Biji
Kedelai
Tem
pa
t
Per
end
am
an
Ked
ela
i
Tempat Penirisan
Kedelai
Tempat
Pencampuran
Ragi dan
Pembungkusan
1
2
3 4 5
6
7
8
9
10
Aliran Bahan Baku
Masuk
Aliran Produk Jadi
Keluar
Wilayah Basah
Gambar 3.5 Visualisasi SRD UKM
Dari hasil ARC, ARD, dan SRD yang telah didapatkan
sebelumnya, makan didapatkan gambaran kedekatan antar
ruang sesuai dengan prinsip GMP-WISE. Selanjutnya
dirancang layout perbaikan dengan menyesuaiakan hasil
kedekatan antar ruang dengan perhitungan jumlah kebutuhan
luas. Dalam rekomendasi tata letak UKM perbaikan ini
mengasumsikan lokasi baru yang strategis serta memenuhi
standar dari GMP-WISE dengan luas yang sama dengan lokasi
eksisting.
Gambar 3.6 Layout Perbaikan 2D UKM Tempe Tenggilis
Penyusunan Buku Panduan
Gambar 3.7 Cover Buku Panduan Perancangan Sistem Kerja pada
UKM Tempe untuk Pemenuhan Standar Kesehatan
Pada tahap ini dilakukan penyusunan buku panduan sesuai
dengan hasil pengolahan data pada bab sebelumnya di UKM
Tenggilis Mejoyo Surabaya. Buku panduan digunakan untuk
memberikan arahan kepada pemilik usaha dalam merancangan
sistem kerja produksi yang lebih baik. Buku panduan menjadi
tuntunan hal apa saja yang harus dilakukan, dihindari, dan
diperbaiki. Beberapa aspek yang penting dalam sistem kerja
adalah karyawan, peralatan, bahan baku, program kebersihan,
kehandalan mesin, lingkungan kerja, dan masih banyak lagi.
Pada buku panduan terdapat contoh yang dapat ditiru baik
dalam bentuk tulisan atau gambar visualisasi agar
mempermudah pembaca. Dengan adanya tips dan arahan di
buku diharapkan memberikan motivasi untuk melakukan
perbaikan sistem kerja di UKM.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Kesimpulan dan ringkasan berdasarkan hasil penelitian yang
sudah disampaikan adalah sebagai berikut :
1) Berdasarkan evaluasi penilaian daftar periksa GMP-WISE
terdapat enam belas aspek yang menjadi prioritas
perbaikan sistem kerja UKM Tempe Tenggilis. Lima
aspek utama permasalahan yang diperbaiki diantaranya
adalah ketersediaan program higiene dan sanitasi, kondisi
kebersihan peralatan kerja, kepemilikan sertifikasi pemilik
usaha dan izin usaha, tata letak ruang produksi yang luas
dan sesuai urutan kerja, dan kebersihan penempatan
material. Lima aspek tersebut merupakan kriteria yang
6
dirasa paling mempengaruhi keamanan dan kebersihan
produk olahan UKM.
2) Perancangan sistem kerja perbaikan untuk memenuhi
persyaratan SPP-IRT adalah dengan menerapkan sistem
kerja perbaikan SSOP, GMP, dan didukung dengan
metode WISE. Dengan menerapakan rekomendasi sistem
kerja tersebut, UKM dapat memperbaiki kondisi eksisting
yang ada sesuai dengan syarat dari Dinas Kesehatan
dalam pengajuan SPP-IRT.
3) Metode terpilih yang digunakan untuk memberikan
informasi mengenai perbaikan sistem kerja di UKM
Tempe Tenggilis yaitu pembuatan buku panduan yang
ditujukan untuk memperbaiki mutu dan keamanan pangan
dari hasil produksi UKM, serta meningkatkan
produktivitas kerja. Buku panduan sistem kerja terlampir
terpisah dengan laporan penelitian dan dapat menjadi
pedoman para pengerajin untuk memperbaiki kondisi
eksisting UKM.
4) Saran yang dapat diberikan mengenai penelitian ini antara
lain:
- Penelitian dapat dilanjutkan dengan memperhatikan
faktor biaya dan mengarah pada faktor efisiensi
- Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam
perbaikan sistem kerja yang berkelanjutan pada
pengerajin UKM Tempe seharusnya dilakukan
implementasi dari serangkaian alternatif metode, bukan
hanya satu metode saja.
- Lingkup objek penelitian dapat diperluas yaitu untuk
berbagai macam jenis UKM pangan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ardhianto. (2011), Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas Pada Usaha Kecil Menengah Konveksi Adios, Jakarta: Universitas
Gunadarma
[2] Ariawati, Ria Ratna. (2004). Usaha Kecil dan Kesempatan Kerja. Fakultas Ekonomi, UNIKOM. Jakarta.
[3] Badan Pusat Statistik (2009), Peraturam Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, BPS, Jakarta.
[4] Bourgeois, R. (2005), Analytical Hierarchy Process: an Overview, UNCAPSA-UNESCAP, Bogor.
[5] Departemen Kesehatan (1991), Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Depkes RI Jakarta.
[6] Dipta, I. W. (2004). Membangun Jaringan Usaha Bagi Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta.
[7] Heragu, S. (2006), Facilities Design, 2nd edition, New York:
Universe, Inc.
[8] Mangkunegara, A. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
[9] Kopersi Produsen Tahu Tempe Indonesia (2013), Buku Saku Rumah Tempe Indonesia, Buku Saku, Vol. 1, KOPTI, Bogor.
[10] Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2002). Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri No.
1404/MENKES/XI/2002, Jakarta.
[11] Menteri Negara Sekretaris Negara. (1996). Undang-Undang
Republik Indonesia No. 7. 1996 tentang Pangan, Jakarta.
[12] Ramadhani M, Fariza A, Basuki DK. (2007). Sistem Pendukung Keputusan Identifikasi Penyebab Susut Distribusi Energi Listrik Menggunakan Metode FMEA. Jakarta
[13] Rooney, J.J & Heuve, L.N.V (2004), Root Cause analysis for Beginners. Diakses 2 Juni 2013 dari situs
https://webspace.utexas.edu.
[10] Saaty (1983). The Analytic Hierarchy Process; Planning, Priority, Setting,
Resource Allocation. University of Pittsburgh.
[11] Saaty, Thomas L., and Luis G. Vargas. (1994). The Analytical Hierarchy Process, University of Pittsburgh
[12] Sari (2011), Perancangan Sistem Kerja Pada Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Untuk Memenuhi HACCP (Studi Kasus : UKM Syafrida Produsen Snacks), Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
[13] Schmitt, B. H., (1999). Bernd Schmitt. New York: The Free Press.
[10] Suharna, C. (2006), Kajian Sistem Manajemen Mutu Pada Pengolahan Ikan Jambal Roti di Pangandaran Kabupaten Ciamis, Semarang : Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diakses pada tanggal 10 April 2011.
http://www.uajy.ac.id/jurnal/jti/2000/4/3/pdf/2000_4_3_6.pdf.
[11] Suma'mur. (2001). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan . Jakarta: Gunung Agung
[12] Perdana (2008), Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP Serta Penyusunan Awal Rencana Sistem HACCP Pada Produksi Yoghurt Di KPSBU Lembang, Bandung, Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
[13] Thaheer, H. (2005). Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara,
Jakarta.
[11] Widianarko. (2002). Tips Pangan “Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan”. Grasindo. Jakarta
[12] Wignjosoebroto, S. (2000) Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : PT. Gunawidya.
[13] Wignjosoebroto, S. (2006). Pengantar Teknik dan Manajemen Industri (Edisi Pertama Catakan Kedua). Surabaya : Guna
Widya.
[11] Wignjosoebroto, S. (2009). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan (Edisi Ketiga). Surabaya : Guna Widya.
[12] Wikepedia. (2013). Demografi. Diakses pada tanggal 6 Juni
2013, http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi