penerapan e-budgeting sebagai wujud penerapan …

20
PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN GOOD PUBLIC GOVERNANCE: STUDI KASUS PROVINSI DKI JAKARTA Fajri Ramadhan, Purwatiningsih Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis E-Budgeting dalam proses penganggaran daerah di provinsi DKI Jakarta. Pembahasan meliputi uraian umum atas penganggaran daerah dan sistem-sistem lainnya yang menunjang proses penganggaran daerah di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini juga membahas dan menganalisis sistem E-Budgeting dan hubungannya dengan penerapan Good Public Governance terutama aspek transparansi dan akuntabilitas. Data yang digunakan adalah data primer dari hasil wawancara yang dilakukan pada narasumber dan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem E-Budgeting Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan prinsip-prinsip dan asas-asas Good Public Governance. Kata Kunci: Tata Kelola Pemerintahan yang baik, anggaran, keuangan daerah, transparansi, akuntabilitas. The Implementation of E-Budgeting system as an Implementation of Good Public Governance: Case Study DKI Jakarta Province. Abstract This study aims to describe and analyze the E-Budgeting in local budgeting process in the province of Jakarta. The discussion includes a general description on budgeting and other systems that support the local budgeting process in Jakarta. This study also discusses and analyzes the E-Budgeting system and its relation to the implementation of Good Public Governance, especially the aspect of transparency and accountability. The data used are primary data from interviews conducted on informants and secondary data derived from relevant literature. The results showed that the system of E-Budgeting Jakarta has implemented the principles of Good Public Governance. Keyword: Good Public Governance, budgeting, local government finance, transparency, accountability. PENDAHULUAN Globalisasi, menjadi satu kata yang sangat familiar di era milenium ini. Fenomena globalisasi ditandai oleh dunia yang bergerak sangat cepat dalam hal arus informasi. Media sosial sebagai pionir utama komunikasi seperti twitter, facebook dan berbagai bentuk media Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN GOOD

PUBLIC GOVERNANCE: STUDI KASUS PROVINSI DKI JAKARTA  

Fajri Ramadhan, Purwatiningsih

Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis E-Budgeting dalam proses penganggaran daerah di provinsi DKI Jakarta. Pembahasan meliputi uraian umum atas penganggaran daerah dan sistem-sistem lainnya yang menunjang proses penganggaran daerah di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini juga membahas dan menganalisis sistem E-Budgeting dan hubungannya dengan penerapan Good Public Governance terutama aspek transparansi dan akuntabilitas. Data yang digunakan adalah data primer dari hasil wawancara yang dilakukan pada narasumber dan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem E-Budgeting Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan prinsip-prinsip dan asas-asas Good Public Governance. Kata Kunci: Tata Kelola Pemerintahan yang baik, anggaran, keuangan daerah, transparansi, akuntabilitas.

The Implementation of E-Budgeting system as an Implementation of Good Public

Governance: Case Study DKI Jakarta Province.

Abstract

This study aims to describe and analyze the E-Budgeting in local budgeting process in the province of Jakarta. The discussion includes a general description on budgeting and other systems that support the local budgeting process in Jakarta. This study also discusses and analyzes the E-Budgeting system and its relation to the implementation of Good Public Governance, especially the aspect of transparency and accountability. The data used are primary data from interviews conducted on informants and secondary data derived from relevant literature. The results showed that the system of E-Budgeting Jakarta has implemented the principles of Good Public Governance. Keyword: Good Public Governance, budgeting, local government finance, transparency, accountability. PENDAHULUAN

Globalisasi, menjadi satu kata yang sangat familiar di era milenium ini. Fenomena

globalisasi ditandai oleh dunia yang bergerak sangat cepat dalam hal arus informasi. Media

sosial sebagai pionir utama komunikasi seperti twitter, facebook dan berbagai bentuk media

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 2: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

sosial lainnya telah membuat transmisi informasi menjadi cepat dan mudah di seluruh dunia

(Mehrabanfar,2015). Perkembangan kecepatan arus informasi tidak hanya terjadi akibat

peran media sosial saja, namun pertumbuhan teknologi yang pesat juga menjadi faktor

penentu cepatnya penyebaran informasi. Di awal abad ke 21 pada tahun 2000 terdapat 400

juta pengguna internet, namun pada tahun 2015, pengguna internet telah mencapai 3,2 milliar

orang dengan 2 milliar pengguna berasal dari negara berkembang (ITU, 2015). Nilai ekspor

produk berteknologi tinggi atau produk dengan intensitas riset dan pengembangan yang

tinggi juga naik secara agregat di seluruh dunia. Produk-produk ini adalah produk-produk

yang dihasilkan industri-industri seperti industri pesawat,komputer,farmasi dan lain-lain.

Kenaikan ekspor produk berteknologi tinggi ini naik dari USD 1,994 triliun pada tahun 2012

menjadi USD 2,106 triliun pada tahun 2013 (Bank Dunia, 2016).

Perkembangan teknologi informasi pada era globalisasi yang sangat pesat ini

mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Fotopoulos (2001) pada Mehrabanfar

(2015) menyatakan bahwa terdapat 6 dimensi globalisasi yaitu: ekonomi, politik, budaya,

sosial, teknologi, dan ideologi.

Pengaruh proses globalisasi juga terjadi di sektor pemerintahan yang berdampak pada

cepatnya arus penyebaran informasi. Pengaruh globalisasi di sektor pemerintahan ini seperti

mengetahui indeks persepsi korupsi melalui www.transparency.org , mengetahui skor tata

kelola pemerintahan dan aspek-aspeknya yang didapat dari www.info.worldbank.org , hingga

bertindak langsung melakukan mobilisasi massa menggunakan media sosial seperti twitter,

facebook, YouTube dan media lainnya melawan pemerintah seperti yang terjadi di Negara-

Negara Arab saat peristiwa “Arab Spring”(Benmamoun et al , 2012). Kemajuan teknologi

informasi dalam sektor pemerintahan juga memunculkan suatu konsep yang bernama E-

Government. E-Government memiliki tujuan utama untuk meningkatkan produktivitas

organisasi sektor publik, menyediakan layanan pemerintahan kepada masyarakat dan bisnis

dengan cara yang sederhana, transparan dan nyaman, dan untuk menyediakan informasi yang

diperlukan dalam cara yang tepat dan waktu yang akurat (Alcaide-Munoz dan Bolivar, 2015).

Republik Indonesia sendiri pada tahun 2016 ini telah mengakhiri dekade ke 7 sebagai

sebuah negara merdeka, namun korupsi masih menjadi suatu masalah yang utama. Menurut

survey Corruption Perceptions Index (CPI) yang dirilis oleh Transparency International

(www.transparency.org, 2015), pada tahun 2015 Indonesia menempati urutan ke 88 dari 167

negara dengan skor 36. Walaupun kondisi ini masih lebih baik dibanding negara ASEAN

lainnya seperti Filipina (skor 35), Vietnam (skor 31) , Laos (skor 25), Myanmar (skor 22)

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 3: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

dan Cambodia (skor 21). Posisi Indonesia ini masih dibawah negara ASEAN lainnya seperti

Singapore (skor 85), Malaysia (skor 50), dan Thailand (skor 38).

Terkait pencegahan korupsi, Penerapan Tata Kelola pada Pemerintahan yang baik

(Good Public Governance/GPG) atau Good Government Governance (GGG) adalah salah

satu aspek yang sangat penting. OECD (2011) memberikan gambaran bahwa GPG

setidaknya memiliki elemen-elemen berikut: akuntabilitas, transparansi, efisiensi, efektivitas,

responsivitas dan supremasi hukum. Elemen-elemen ini terutama transparansi dan

akuntabilitas diyakini dapat membantu mencegah korupsi bahkan memperbaiki kinerja

pemerintahan. Kondisi Pemerintahan di Indonesia yang saat ini sedang berupaya

memperbaiki kehidupan bernegara dengan perbaikan kinerja pemerintahan mendorong

penulis untuk melakukan kajian atas penerapan GPG, dalam hal ini tentang transparansi

melalui penerapan sistem penganggaran elektronik atau E-Budgeting , sebagai upaya untuk

meningkatkan kinerja sektor publik. Mengenai istilah, E-Budgeting merupakan istilah yang

masih samar-samar secara pengertian, karena setidaknya dapat menimbulkan 2 persepsi,

apakah yang dimaksud dengan E-Budgeting adalah pelaksanaan anggaran dengan basis

elektronik untuk memudahkan partisipasi publik dalam proses penganggaran, atau sebatas

pelaksanaan anggaran yang berbasiskan eletronik yang hanya digunakan terbatas pada

aparatur negara yang memiliki wewenang dalam proses penganggaran? Apabila E-Budgeting

merupakan sistem penganggaran dengan pengertian yang pertama, maka sistem ini dianggap

sesuai dengan prinsip-prinsip dan asas-asas GPG, terutama mengenai transparansi dan

akuntabilitas. Apabila ternyata sistem E-Budgeting hanya memenuhi definisi yang kedua,

maka ada kemungkinan bahwa sistem ini belum sesuai dengan prinsip-prinsip dan asas-asas

GPG.

TINJAUAN TEORITIS

Governance

Governance merupakan suatu konsep yang luas cakupannya. World Bank (2013)

menyebutkan bahwa Governance adalah “proses” yang mana kekuasaan diberikan kepada

penguasa. Dengan kekuasaan ini penguasa membuat peraturan dan peraturan ini ditegakkan

dan dimodifikasi. Sementara itu, Internasional Development Association (1998) memberikan

sudut pandang lain tentang governance yaitu: elemen yang dilibatkan dalam menentukan

ukuran alokasi sumber daya pada suatu negara. Definisi-definisi mengenai governance ini

memberikan gambaran umum pentingnya governance dan relevansinya untuk proses

penganggaran, terutama penganggaran dengan menggunakan sistem E-Budgeting.

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 4: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

Good Public Governance

Terdapat beberapa definisi GPG atau yang pada beberapa penelitian disebut

Government Governance (GG). Tata kelola sektor publik adalah meletakkan segala faktor

(sektor publik) pada tempat yang semestinya, untuk memastikan hasil untuk pemangku

kepentingan dapat terdefinisikan dan tercapai (IFAC,2013). Cakupan dari tata kelola sektor

publik ini mencakup sekumpulan tanggungjawab, praktik, kebijakan dan prosedur yang

diterapkan oleh agen eksekutif, untuk menyediakan arahan strategis, memastikan objektif

tercapai, mengendalikan risiko dan menggunakan sumberdaya secara bertanggungjawab dan

menerapkan prinsip akuntabilitas (Institute of Internal Auditors,2012 pada IFAC,2013).

KNKG (2010) menyebutkan bahwa untuk menciptakan situasi kondusif untuk

melaksanakan GPG diperlukan tiga pillar, yaitu negara, dunia usaha dan masyarakat. Negara

dalam hal ini harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam

melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya. Dunia usaha harus merumuskan dan

menerapkan GCG falam melakukan usahanya sehingga dapat meningkatkan produktivitas

nasional. Masyarakat harus melakukan kontrol sosial secara efektif terhadap pelaksanaan

fungsi, tugas dan kewenangan negara. Ketiga unsur ini tidak dapat terpisahkan dalam

mewujudkan GPG secara keseluruhan, karena tiap unsurnya saling berhubungan dan

bergantung satu sama lainnya.

Selain teori dasar, GPG juga memiliki prinsip-prinsip menurut lembaga dan ahli baik

internasional maupun dalam negeri. Berikut 14 prinsip GPG menurut Bappenas (2007):

1. Wawasan ke Depan (Visionary): pembangunan di segala bidang harus didasarkan visi

dan misi serta strategi pelaksanaan yang jelas dan tepat sasaran. Visi, Misi dan Strategi

ini harus dimiliki oleh seluruh lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah.

2. Keterbukaan dan Transparansi (Opennes and Transparency): Keterbukaan merujuk

pada ketersediaan dan kejelasan informasi bagi masyarakat umum. Hal-hal yang harus

diungkapkan secara terbuka oleh pemerintah seperti:kebijakan-kebijakan publik, isi dan

alasan keputusan, informasi tentang pelaksanaan suatu kegiatan, dan hasil dari

pelaksanaan suatu kegiatan.

3. Partisipasi Masyarakat (Participation): Partisipasi merujuk pada keterlibatan aktif

masyarakat dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Tujuannya adalah

terakomodasinya kepentingan dan aspirasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan

publik.

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 5: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

4. Tanggung Gugat (Accountability): Akuntabilitas publik adalah standar yang

menunjukkan tingkat kesesuaian penyelenggaraan kebijakan publik dengan peraturan

hukum atas suatu organisasi publik. Penerapan prinsip akuntabilitas dimulai dari

akuntabilitas penyusunan program, akuntabilitas pembiayaan, akuntabilitas proses dan

akuntabilitas hasil pelaksanaan program kegiatan.

5. Supremasi Hukum (Rule of Law): atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh

lembaga publik, hukum harus ditegakkan oleh lembaga-lembaga penegak hukum.

6. Demokrasi (Democracy): Atas prinsip ini, rakyat secara aktif menyuarakan aspirasi dan

pengabilan keputusan yang dilakukan lembaga eksekutif dan legislatif dilakukan

berdasarkan konsensus.

7. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency): Prinsip ini terkait

dengan penempatan Sumber Daya Manusia secara tepat sesuai dengan kecocokan antara

kualifikasi dan kemampuan.

8. Daya Tanggap (Responsiveness): Merupakan bentuk reaksi dari pemerintah atas

permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat. Wujud nyata atas prinsip ini

adalah penyediaan pusat pelayanan dan pengaduan,ketersediaan forum-forum publik,

dan lain-lain.

9. Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency and Effectiveness): prinsip ini terkait penilaian

struktur kelembagaan yang ada untuk dapat beroperasi secara optimal. Selain itu prinsip

ini mendorong lembaga pemerintahan untuk dapat bertindak efisien dalam menggunakan

sumber daya.

10. Desentralisasi (Decentralization): prinsip ini terkait pendelegasian urusan pemerintahan

disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada dibawah suatu

lembaga untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private Sector and Civil

Society Partnership): Peranan swasta sangat penting dalam pembangunanm sehingga

diperlukan suatu kemitraan yang baik antara pemerintah dengan dunia swasta. Bentuk

kemitraan ini seperti perbaikan pelayanan kepada pihak masyarakat dan swasta.

12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment to Reduce Inequality):

saat ini kesenjangan baik antara pusat dengan daerah maupun kesenjangan antar daerah

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 6: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

menjadi suatu isu utama ekonomi. Usaha pengurangan kesenjangan ini penting untuk

mengurangi potensi konflik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

13. Komitmen pada Perlindungan Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental

Protection): Masalah lingkungan menjadi isu yang sangat penting pada tataran nasional

maupun internasional. Isu ini menjadi penting karena tanpa adanya komitmen untuk

menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, sumber daya yang ada tidak akan bisa

untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

14. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market):wujud nyata prinsip

ini adalah pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah

maupun antar daerah.

Public Budgeting

Secara ringkas terkait budgeting pada sektor publik, Kelly (2005) menyebutkan

terdapat 2 aspek penting pada budgeting yaitu: budgeting sebagai sistem terbuka yang dapat

berubah dalam merefleksikan opini publik dan anggaran secara primer merupakan instrumen

pengendalian, antara memfasilitasi atau membatasi pemerintah dalam intervensinya atas

hubungan kepada publik dan swasta. Teig (2006) menyebutkan bahwa anggaran adalah

sebuah dokumen pemerintah yang paling penting, dimana objektif kebijakan

direkonsiliasikan dan diimplementasikan pada tujuan yang spesifik.

Di Indonesia, penganggaran publik secara umum dibagi menjadi 2, yaitu penganggaran

nasional yang umumnya disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

penganggaran daerah yang umumnya disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Untuk proses penyusunan APBD dalam satu tahun, proses secara keseluruhan

dirangkum pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016 dan secara

konseptual dapat diringkas pada Gambar 1 mengenai proses penyusunan APBD menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah:

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 7: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

Gambar 1 Bagan alir Proses Penyusunan APBD Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2015)

Sesuai dengan Gambar 1 yang merupakan penjelasan diagram alur dari Peraturan

Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah, diketahui bahwa secara umum, proses penyusunan APBD di Indonesia

dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu: tahap penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), Penyusunan Rancangan Peraturan

Daerah tentang APBD (Raperda APBD),dan Penetapan Perda APBD . Penyusunan APBD

dimulai pada akhir bulan Mei pada fase penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD). RKPD merupakan dokumen perencanaan jangka pendek daerah untuk periode satu

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 8: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

tahun. Tahap selanjutnya adalah penyusunan KUA dan PPAS yang menjelaskan kebijakan

makro anggaran seperti sumber pendapatan daerah dan kegiatan-kegiatan yang menjadi

prioritas pemerintah daerah. Rancangan awal KUA dan PPAS dibuat oleh TAPD dan dibahas

oleh Gubernur dan DPRD.

Setelah tercapainya kesepakatan antara Kepala Daerah dengan DPRD, proses

penyusunan APBD berlanjut ke tahap penyusunan Raperda APBD. Penyusunan Raperda

APBD dimulai dengan Penerbitan Surat Edaran Kepala Daerah terkait Pedoman Penyusunan

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA-SKPD) dan Rencana

Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA-PPKD). Surat Edaran ini

dibuat melalui proses perancangan awal hingga penerbitan dan ditujukan kepada seluruh

SKPD. Selanjutnya setelah Surat Edaran Pedoman penyusunan RKA-SKPD diterbitkan,

dimulailah proses penyusunan RKA-SKPD. Secara garis besar proses penyusunan RKA-

SKPD ini terdiri dari penyusunan Rincian Anggaran Pendapatan, Rincian Anggaran Belanja

Tidak langsung, Rincian Anggaran Belanja Langsung, Rincian Penerimaan Pembiayaan

Daerah dan Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Seluruh elemen ini kemudian

dikompilasi menjadi RKA-SKPD dan diserahkan kepada PPKD untuk menjadi bahan proses

penyusunan Raperda APBD.

Setelah terkompilasinya RKA-SKPD, maka tahapan besar selanjutnya adalah proses

Penetapan Peraturan Daerah (Perda) APBD. Tahapan ini dimulai dengan pembahasan

Raperda APBD. Pada proses ini, Raperda APBD beserta lampiran dan nota keuangan akan

dibahas antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Pembahasan ini dilakukan untuk membahas

kesesuaian Raperda APBD dengan KUA dan PPAS. Setelah Raperda APBD dinyatakan

sesuai , DPRD dan Kepala Daerah menetapkan persetujuan selambat-lambatnya 1 bulan

sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan. 3 hari setelah dilakukan persetujuan

bersama dengan DPRD, Kepala Daerah menyerahkan Raperda APBD kepada Menteri Dalam

Negeri untuk dievaluasi. Penyampaian Raperda APBD disertai: persetujuan bersama Pemda-

DPRD terhadap Raperda APBD, KUA dan PPAS yang telah disepakati,Risalah sidang

jalannya pembahasan Raperda APBD, dan Nota Keuangan dan pidato kepala daerah perihal

penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD. Evaluasi yang dilakukan Menteri

Dalam Negeri terutama terkait kesesuaian Raperda APBD beserta lampiran dengan

Permendagri tentang evaluasi Raperda. Paling lambat 15 setelah Raperda APBD diterima

Menteri Dalam Negeri, hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri telah selesai. Dalam hal

Raperda APBD tidak diterima dalam proses evaluasi, Pemda dan DPRD harus melakukan

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 9: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

penyempurnaan dalam jangka waktu 7 hari. Setelah perbaikan dilakukan, maka DPRD

menyampaikan keputusan terkait penyempurnaan Raperda APBD kepada Menteri Dalam

Negeri. Paling lambat akhir bulan Desember, Raperda APBD ditetapkan menjadi Perda

APBD. Paling lambat 7 hari setelah ditetapkan, Perda APBD disampaikan kepada Menteri

Dalam Negeri.

E-Budgeting dan Penggunaanya di seluruh dunia

Sebelum penjelasan mengenai terminologi Electronic budgeting, terdapat terminologi

yang lebih familiar pada konteks penelitian ini untuk dijelaskan terlebih dahulu yaitu

Participatory Budgeting (PB). PB adalah proses demokratis dimana anggota komunitas

secara langsung dapat memilih bagaimana cara untuk membelanjakan anggaran dengan

tujuan utama dari PB ini adalah meningkatkan inklusivitas warga yang tidak terpilih (dalam

pemerintahan) untuk berpartisipasi pada proses manajemen perkotaan (Polko, 2015).

Saat ini masih sedikit penelitian yang membahas mengenai PB dan hubungannya

dengan E-Budgeting atau E-Government. Secara keseluruhan, E-government masih

merepresentasikan bidang riset yang masih “muda”, namun saat ini menjadi topik yang

dominan pada pembahasan administratif dan politik (Nitzsche et al, 2012). Senada dengan

Nitzsche et al. (2012) , Styliani (2010) menyatakan bahwa walaupun beberapa tahun

belakangan banyak kota-kota yang menggunakan teknologi informasi dalam PB, namun

karena PB merupakan suatu konsep baru, belum terdapat definisi yang jelas mengenai E-PB.

Pada tahun 2012 Nitzsche et al (2012) melakukan penelitian yang cukup komprehensif

mengenai “ Electronic Participatory Budgeting “ (E-PB) di Jerman. Definisi E-PB menurut

penelitian ini adalah keterlibatan dari warga dalam proses pengambilan keputusan pada

pembelanjaan anggaran publik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

modern.

Saat ini sistem PB dan E-PB digunakan oleh beberapa negara di seluruh dunia seperti:

Ø Swedia

Styliani (2010) memaparkan penelitian studi kasusnya mengenai implementasi E-PB

pada 3 kota di Swedia yaitu kota Orebro, Haninge dan Uddevalla. Berikut hasil analisis

hasil studi kasus penerapan E-PB pada kota-kota di Negara Swedia:

1. Kota Orebro

Fase perencanaan E-PB di kota Orebro merupakan fase yang tergolong lama

(mencapai 1 tahun). Sebagai hasilnya, tim proyek PB telah siap mengenai apa yang

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 10: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

akan mereka lakukan, pihak mana yang mereka inginkan untuk terlibat dan bagaimana

mereka penanganan atas keterlbatan suatu pihak. Fakta bahwa kota ini melibatkan

murid-murid SMA sebagai sasaran, memastikan keterlibatan yang tinggi dalam proses

dan merupakan penggambaran tingkat interaksi yang tinggi, karena pengerjaan

proposal PB menjadi bagian dari tugas sekolah mereka. Terkait penggunaan teknologi

informasi, pada proyek PB di kota Orebro hampir tidak ada penggunaanya. Namun

demikian pimpinan proyek PB di kota Orebro tidak menutup kemungkinan

penggunaan teknologi informasi untuk proses PB.

2. Kota Haninge

Inisiatif pelaksanaan PB di Kota Haninge dimulai oleh unsur politisi. Pihak politisi

menetapkan waktu pelaksanaan PB, namun terkait pemikiran mengenai rencana dan

implementasi proyek PB diserahkan kepada pemimpin proyek PB. Hal ini merupakan

sebuah efek negatif bagi pimpinan proyek ditambah sebuah fakta bahwa pimpinan

proyek dipekerjakan sebagai pekerja paruh waktu. Selain itu pegawai negeri yang

terlibat tidak ditanyakan terlebih dahulu apakah mereka siap mengerjakan proyek PB

yang merupakan pekerjaan ekstra diluar jam kerja reguler mereka. Lebih daripada hal-

hal tersebut, diketahui bahwa teknologi online untuk diskusi dan pengambilan suara

belum diuji. Walaupun telah diketahui fakta-fakta proses PB di Kota Haninge dan

belum adanya objektif yang didefinisikan secara jelas, bagi masyarakat, pegawai

negeri dan politisi, pelaksanaan PB pada tahun dilaksanakannya penelitian ini menjadi

suatu pembelajaran dan pengalaman yang menjadikan pelaksanaan PB pada tahun-

tahun selanjutnya dapat membaik

3. Kota Uddevalla

Studi kasus Kota Uddevalla menunjukkan bahwa ketika proyek PB menjadi bagian

dari proyek besar mengenai interaksi masyarakat, maka pelaksanaan PB menjadi

mudah dalam awalan dan prosesnya. Hal ini karena visi dan tujuan umum telah

terdefinisi. Lebih dari itu, kesuksesan pelaksanaan program di Uddevalla dikarenakan

keberhasilan pelibatan siswa dalam seluruh proses proyek PB: perencanaan,

pembentukan dan pengumpulan proposal hingga implementasi. Kedepannya,

diharapkan masyarakat luas juga dilibatkan dalam proses. Pada akhirnya walaupun

pada proyek ini Uddevalla mendapat bantuan pendanaan dari Uni Eropa, mereka lebih

memilih untuk investasi pada proyek ini tetap rendah. Uddevalla dan 2 kota lainnya

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 11: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

(Orebro dan Haninge) tidak mau menerima risiko atas besarnya jumlah uang untuk

pelaksanaan PB dan E-PB.

Ø Brazil

Peixoto (2008) pada penelitiannya menjelaskan mengenai penerapan E-PB di Kota

Belo Horizonte Negara Brazil. Proyek E-PB di Kota Belo Horizonte diluncurkan pada

tahun 2006 dengan anggaran mencapai US$ 11 Juta. E-PB terdiri atas skema dimana

masyarakat terdaftar sebagai pemilih di Kota Belo Horizonte. Terlepas dari lokasi tempat

tinggal di kota, masyarakat secara eksklusif memilih secara online untuk 1 dari 4

pekerjaan publik untuk tiap 9 distrik di kota. Menurut pelaksana, peluncuran E-PB

didasarkan atas 3 sebab: 1) Untuk memodernisasi PB melalui teknologi informasi,

2)Untuk meningkatkan partisipasi publik pada proses PB, 3)Untuk memperlebar cakupan

publik untuk memilih.

Gambaran umum sistem penganggaran Provinsi DKI Jakarta

Seperti Provinsi lainnya di Indonesia, penganggaran Provinsi DKI Jakarta mengacu

pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai dan Permendagri Nomor 52 tahun 2015

Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran

201

5

seb

aga

i

das

ar

hukum pelaksanaanya. Gambar 2 menunjukkan skema penyusunan APBD Provinsi DKI

Jakarta yang secara umum sesuai dengan konsep Permendagri Nomor 12 Tahun 2006.

Penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta disokong oleh 3 sistem utama yaitu sistem E-

Musrenbang, E-Planning dan E-Budgeting.

Sistem E-Musrenbang adalah sistem informasi yang dibangun untuk mencatat,

memverifikasi(kondisi existing/lapangan) dan mempublikasi hasil Rembuk RW di Provinsi

Gambar 2: Alur Penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta Sumber: Al-Anshori (Wawancara, 2016)

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 12: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

DKI Jakarta dalam bentuk web dan aplikasi mobile. E-Musrenbang dimulai dari proses

rembuk RW yang dimulai sekitar bulan Januari. Mulai dari proses rembug RW ini, usulan

masyarakat yang dihimpun dan diurutkan berdasarkan prioritas akan diinput secara online.

Pada proses E-Musrenbang tahun 2015 diketahui bahwa tiap RW mengusulkan maksimal 10

usulan ke kelurahan, 5 usulan ke Kecamatan dan 3 usulan ke Dinas/ Suku Dinas (Sudin).

Namun untuk sistem E-Musrenbang tahun 2016 tidak ada pembatasan usulan maupun

pembatasan tujuan pemberian usulan. Secara teori PB, sistem E-Musrenbang tergolong

sebagai sistem yang menganut model PB. Hal ini karena pada sistem ini terjalin komunikasi

yang sifatnya antar pihak. Komunikasi ini dapat berupa Bottom Up dan Top Down diantara

Politisi Terpilih, Pegawai Negeri dan seluruh elemen masyarakat. Masyarakat dapat secara

langsung mengusulkan penggunaan anggaran kepada pihak pengelola anggaran yang dalam

hal ini adalah Pegawai Negeri. Disamping dapat menyuarakan langsung, masyarakat juga

dapat meninjau langsung apakah permintaanya ditindaklanjuti atau tidak disertai dengan

alasan yang memadai dari pemerintah.

E-Planning adalah sebuah tahapan sistem yang dilaksanakan setelah proses

musrenbang dan E-Musrenbang pada siklus penyusunan APBD. Proses E-Planning adalah

proses penginputan rencana kerja dan komponen-komponen biaya kedalam sistem. Yang

melakukan proses input adalah SKPD/UKPD dengan koordinasi kepada BAPPEDA terkait

kegiatan dan BPKAD terkait kode rekening dan komponen. Selain berdasarkan usulan dari

masyarakat yang sifatnya dari bawah ke atas melalui E-Musrenbang, sistem E-Planning juga

memuat perencanaan yang berasal dari Rencana Kerja SKPD terkait yang sifatnya

teknokratis atau perencanaan yang berasal dari SKPD itu sendiri. Setelah usulan-usulan dari

E-Musrenbang sudah final dan diseleksi pada proses verifikasi, maka hasil usulan dan

aspirasi masyarakat menjadi dasar penyusunan RKA-SKPD yang digabung dengan rencana

kerja dari SKPD itu sendiri. Setelah data pada sistem E-Planning ini lengkap, maka data-data

tersebut akan dimigrasikan menuju sistem E-Budgeting untuk proses penyusunan RKA-

SKPD. Dapat diidentifikasi bahwa sistem E-Planning ini merupakan sistem penghubung

antara sistem E-Musrenbang yang memberikan akses aspirasi dari masyarakat secara

langsung dan program serta kegiatan yang sifatnya teknokratis yang dirangkum pada rencana

kerja SKPD dan arahan pada KUA-PPAS.

Sistem E-Budgeting

Sistem E-Budgeting di Provinsi DKI Jakarta diciptakan oleh Gagat Sidi Wahono,

seorang konsultan asal Surabaya. Menurut Wahono (Wawancara,2016), sistem E-Budgeting

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 13: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

ini sendiri mulai dirintis pembuatannya sejak tahun 2003 dan pertama kali diciptakan untuk

Pemerintah Kota Surabaya. Pembuatan sistem E-Budgeting ini sendiri dilatarbelakangi

perubahan sistem penganggaran yang berubah menjadi sistem penganggaran berbasis kinerja.

Karena terjadinya perubahan peraturan mengenai sistem penganggaran, maka proses

penganggaran tidak mudah dilakukan apabila dilakukan secara manual, maka penganggaran

harus menggunakan sistem informasi. Pemda Provinsi DKI Jakarta menggunakan sistem E-

Budgeting ini dimulai sejak masa pemerintahan Gubernur Joko Widodo pada tahun 2013

untuk masa anggaran 2014. Secara konsep dasar, menurut Al-Anshori (Wawancara, 2016),

terdapat 5 prinsip yang mendasari sistem E-Budgeting ini yaitu :

1. Accountable: Perhitungan anggaran dapat dihitung dan dimengerti dengan mudah

2. Transparency: Semua informasi yang ada terbuka dan dapat diakses sesuai dengan

kebutuhan

3. Predictable: Perhitungan anggaran dapat diprediksikan dengan jelas

4. Measurable: setiap belanja dapat terukur dengan jelas dan dapat dilakukan analisa

5. Controllable:kendali proses penyusunan dan penetapan anggaran

Secara platform dasar sistem, menurut Wahono (Wawancara,2016), sistem E-Budgeting

DKI Jakarta serupa dengan sistem E-Budgeting di Kota Surabaya, namun sistem E-Budgeting

di Provinsi DKI Jakarta jauh lebih kompleks daripada di Surabaya. Kompleksitas ini karena

DKI Jakarta yang merupakan provinsi, sementara Surabaya secara tingkat wilayah adalah

Kota Administratif. Kompleksitas dan kelebihan sistem E-Budgeting dibandingkan sistem

penganggaran lain adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan kode-kode

Atas setiap aspek sistem E-Budgeting, yaitu mengenai urusan, program,kegiatan,

subtitle anggaran, jenis belanja, rekening dan komponen, terdapat kode-kode yang

berlaku. Kode-kode ini menandakan identitas kegiatan,dinas yang terkait kegiatan, dan

prioritas kegiatan. Misalkan kode kegiatan 1.01.01.001.139, angka pertama menandakan

urusan wajib, 2 angka kedua menandakan urusan wajib pendidikan, 2 angka ketiga

menandakan nama program yaitu program pendidikan anak usia dini, 3 angka keempat

menandakan dinas yaitu dinas pendidikan dan 3 angka terakhir menandakan urutan nomor

kegiatan. Menurut Al-Anshori (Wawancara,2016), penggunaan sistem pengkodean yang

teratur dan sistematis dalam suatu sistem hanya ada di Jakarta dan Surabaya. Dengan

adanya pengkodean seperti ini menjadi salah satu faktor kompleksitas sistem E-Budgeting

di Provinsi DKI Jakarta.

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 14: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

2. Manajemen kendali anggaran

Pada sistem E-Budgeting provinsi DKI Jakarta ini terdapat 5 aspek pengendalian

anggaran, yaitu: kendali atas SKPD,kegiatan,belanja,rekening, dan komponen. Kendali

atas SKPD maksudnya adalah, admin sistem E-Budgeting dapat melakukan pengendalian

kepada suatu SKPD, apakah SKPD tersebut dapat menginput anggaran atau tidak. Hal ini

misalnya, terdapat SKPD kelurahan yang melakukan input kegiatan atau belanja yang

tidak sesuai dengan arahan dari Pemda Provinsi DKI Jakarta, maka penyelia sistem E-

Budgeting (lihat Gambar 4.6) dapat melakukan penguncian atas SKPD Kelurahan tersebut.

Dengan penguncian ini maka kelurahan tersebut tidak dapat melakukan akses kedalam

sistem E-Budgeting. Sistem lock atas SKPD ini juga berlaku tidak hanya pada proses

penginputan komponen anggaran, namun sistem lock SKPD ini juga ikut mengendalikan

pihak-pihak dalam proses E-Budgeting.Sebagai contoh, ketika dalam tahap penyusunan

RKA-SKPD, Anggota DPRD DKI Jakarta tidak dapat masuk kedalam sistem, walaupun

sudah memiliki username dan password. Hal ini karena Anggota DPRD hanya dapat ikut

masuk kedalam sistem ketika siklus anggaran pada fase yang menjadi wewenang Anggota

DPRD.

Selain penguncian terhadap SKPD, penguncian atau lock dapat dilakukan atas belanja.

Penyelia sistem E-Budgeting bisa saja melakukan lock atas suatu jenis belanja secara

spesifik. Contoh kasus penguncian atas belanja ini misalnya adalah SKPD Kelurahan yang

tidak dapat membeli gerobak motor untuk menghindari penggandaan anggaran dengan

SKPD Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Penyelia sistem E-Budgeting bisa saja melakukan

lock atas belanja gerobak motor. Lock lain juga dapat diberlakukan, misalnya tidak dapat

melakukan belanja kendaraan, alat bangunan, dan lain-lain.

Kendali atas rekening juga menjadi salah satu metode ampuh pengendalian pada sistem

E-Budgeting. Karena sistem penganggaran dan E-Budgeting mengharuskan transaksi

melalui rekening dan tidak menggunakan kas sedikitpun, maka pengendalian juga dapat

dilakukan melalui rekening. Metode pengendalian adalah dengan sistem lock atas suatu

kode rekening. Dengan adanya sistem lock yang dilakukan oleh admin sistem E-

Budgeting, SKPD tidak dapat mengakses suatu rekening, misalnya rekening pembayaran

mobil truk sampah.

Pada akhirnya, sistem lock yang dilakukan oleh admin sistem E-Budgeting ini berguna

untuk seluruh aspek E-Budgeting. Dengan adanya “Jaring Pengaman” di tiap aspek-aspek

E-Budgeting, maka pengendalian yang ada pada sistem E-Budgeting merupakan

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 15: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

pengendalian dengan dimensi yang banyak. Pengendalian ini juga yang menjadi ciri khas

kompleksitas sistem E-Budgeting di Provinsi DKI Jakarta.

3. Standardisasi biaya kegiatan

St

anda

rdisasi biaya kegiatan juga menjadi ciri khas kompleksitas sistem E-Budgeting Provinsi

DKI Jakarta. Menurut Al-Anshori (Wawancara,2016), sebenarnya sebelum adanya sistem

E-Budgeting, sudah ada standar harga atas kegiatan-kegiatan. Standar ini misalnya yang

terdapat pada “Buku Kuning”yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan umum. Pada

“Buku Kuning” ini terdapat daftar harga bahan-bahan bangunan seperti harga semen, batu

bata, pipa, dan lain-lain. Namun standar yang sudah ada ini belum tentu digunakan pada

saat proses penyusunan APBD dan tidak ada metode pengendalian atau pengawasan

mengenai penggunaan standar ini yang dapat memastikan apakah standar tersebut benar-

benar dipergunakan atau tidak. Standar harga pada sistem E-Budgeting menurut Wahono

(Wawancara,2016) adalah standar berdasarkan harga pasar ditambah akresi. Adanya

akresi ini adalah antisipasi menghadapi perubahan harga selama satu tahun, sehingga ada

ruang bagi perubahan harga apabila terjadi inflasi.

Skema teknis standardisasi biaya kegiatan pada sistem E-Budgeting Provinsi DKI

Jakarta dibagi menjadi 3 komponen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 Komponen

pertama adalah Standar Satuan Harga (SSH). SSH merupakan komponen terkecil dalam

tingkat standardisasi biaya kegiatan. Apabila dianalogikan dengan kegiatan pembangunan

rumah, yang tergolong kedalam SSH adalah bahan-bahan seperti semen, batu

bata,paku,dan lain-lain. Komponen kedua adalah Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK).

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, HSPK merupakan hasil dari penggabungan

Gambar 4.4 Ilustrasi sistem standardisasi biaya kegiatan pada E-Budgeting Sumber: Al-Anshori (Wawancara,2016)

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 16: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

elemen-elemen SSH. Apabila dianalogikan dengan kegiatan pembangunan rumah, HSPK

merupakan 1 komponen penyusun rumah, misalnya pembangunan sistem listrik rumah.

HSPK “pembangunan sistem listrik rumah” ini terdiri dari komponen-komponen SSH

seperti SSH Kabel, SSH Paku, dan SSH lainnya yang menjadi elemen HSPK sistem listrik

rumah. Komponen terakhir dalam sistem standardisasi biaya kegiatan adalah komponen

Analisis Standar Belanja (ASB). Apabila dianalogikan dengan kegiatan pembangunan

rumah, ASB merupakan proses pembangunan rumah itu sendiri. Pada Gambar 4.4 terlihat

bahwa ASB merupakan komponen yang tersusun dari HSPK-HSPK.

Dengan adanya standardisasi biaya kegiatan pada sistem E-Budgeting ini, sistem E-

Budgeting Provinsi DKI Jakarta tidak hanya sekadar sistem pencatatan biasa, namun lebih

dari itu sistem ini mengintegrasikan standar-standar harga yang ada untuk menjadi input

sistem. Dengan adanya sistem seperti ini maka seperti yang dipaparkan oleh Wahono

(Wawancara,2016), pengguna sistem E-Budgeting tidak dapat melakukan input berupa

nilai rupiah kedalam sistem, karena daftar harga dan jenis kegiatan sudah tersedia dalam

sistem. Pengguna sistem E-Budgeting hanya perlu melakukan penginputan kuantitas

sesuai kegiatan. Mekanisme seperti ini menjadikan sistem E-Budgeting tidak akan terkena

potensi penggelembungan anggaran akibat penggelembungan harga pada anggaran.

Selain itu dengan adanya sistem seperti ini, perencanaan harus dilakukan sedetil

mungkin dan pengurangan anggaran tidak dapat dilakukan sesukanya. Harus mendetil

karena keberhasilan kegiatan juga ditentukan dari anggaran yang benar. Apabila

perencanaan anggaran dilakukan dengan salah, maka risikonya adalah kekurangan

anggaran untuk suatu kegiatan yang berdampak pada tidak sempurnanya hasil akhir dari

kegiatan. Apabila hasil akhir kegiatan tidak sempurna maka dapat menjadi biaya lagi

untuk melakukan perawatan dan renovasi, sehingga perencanaan harus dilakukan secara

matang. Bagi pihak DPRD juga tidak bisa mengurangi anggaran tanpa patokan yang benar

saat proses pembahasan RAPBD. Hal ini misalnya terjadi pengurangan anggaran untuk

ASB Gedung Sekolah Dasar (SD). Apabila ASB dikurangi tanpa pertimbangan dan

perhitungan yang matang, maka dapat berdampak pada hasil akhir kegiatan, dalam hal ini

kualitas bangunan SD yang tidak sesuai standar dan tidak maksimal. Proses standardisasi

biaya kegiatan sudah dikalkulasi sedemikian hingga, sehingga pengurangan dengan cara

yang tidak benar juga dapat berdampak pada kualitas kegiatan.

4. Transparansi sistem

Seluruh proses penyusunan APBD menggunakan sistem E-Budgeting adalah proses

yang transparan. Secara internal, pengguna dan admin sistem E-Budgeting dapat

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 17: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

mengetahui siapa saja pihak-pihak yang melakukan perubahan pada saat proses

penyusunan APBD. Menurut Wahono (Wawancara,2016), dengan adanya sistem E-

Budgeting ini tidak ada lagi yang dapat menuduh kepada sembarang orang ketika terdapat

kasus korupsi, karena setiap tindakan akan terekam dalam sistem dan semua pihak dapat

mengawasi langsung. Hal ini juga senada dengan Marsudi (Wawancara, 2016) yang

menyatakan bahwa dengan menggunakan sistem E-Budgeting ini,tidak ada lagi hal yang

pembahasannya disembunyikan.

Analisis Transparansi dan Akuntabilitas

Secara fundamental, sistem E-Budgeting berusaha mewujudkan transparansi baik secara

internal maupun secara eksternal dalam proses penyusunan APBD. Secara internal artinya

transparansi berhasil menyediakan informasi dan melakukan pengungkapan yang memadai

kepada pihak internal yaitu Pemda Provinsi DKI Jakarta. Secara eksternal sistem E-

Budgeting juga sudah menyediakan transparansi yang memadai. Menurut Al-Anshori

(Wawancara,2016) , dengan adanya sistem E-Budgeting, apa yang dilihat oleh aparat Pemda

Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan apa yang dilihat oleh publik. Dibanding dengan daerah

lain di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta juga sudah terdepan dalam menyajikan anggaran yang

transparan dan dapat diakses oleh publik dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

Tahap lebih lanjut dari aspek transparansi adalah aspek akuntabilitas. Konteks

akuntabilitas terkait sistem E-Budgeting adalah bagaimana anggaran dapat menjadi suatu

kriteria atas keberhasilan program kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah. Disamping

Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah selama 1 tahun, masyarakat dapat menggunakan

anggaran sebagai alat yang dapat menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintah. Karena

akuntabilitas keuangan mencakup efisiensi penggunaan sumber daya dan pengendalian

pengeluaran (PBB,2007), maka sistem E-Budgeting telah berhasil mewujudkan hal tersebut.

Aspek efisiensi tercapai karena standar harga ditentukan di dalam sistem E-Budgeting,

sehingga harga yang digunakan dalam proses transaksi sesuai dengan harga yang berlaku

umum. Selain itu menurut Al-Anshori (Wawancara,2016), sistem E-Budgeting berhasil

melakukan terobosan seperti: tereliminasinya duplikasi anggaran, nilai anggaran yang lebih

terukur, dan berkurangnya komponen belanja pendukung kegiatan. Komponen belanja

pendukung kegiatan ini seperti penggunaan hotel untuk acara-acara dinas yang sifatnya hanya

sebagai pendukung terlaksananya kegiatan.

Kesimpulan

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 18: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

Tujuan penelitian ini adalah secara umum adalah mendeskripsikan sistem E-Budgeting

yang digunakan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta dan meninjau sistem ini dari sudut

pandang transparansi proses penyelenggaraan pemerintahan. Kesimpulan penelitian ini secara

umum adalah:

1. Sistem E-Budgeting merupakan sistem yang di buat oleh Gagat Sidi Wahono. Sistem ini

mulai diterapkan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013. Terdapat 5 pihak yang

dianggap sebagai pemangku kepentingan dan pengguna sistem ini yaitu: Gubernur/Wakil

Gubernur,TAPD Provinsi DKI Jakarta (terdiri dari BAPPEDA, Sekretaris Daerah, dan

BPKAD),SKPD,DPRD DKI Jakarta dan Masyarakat. Partisipasi masyarakat pada

penyusunan APBD didukung oleh sistem E-Musrenbang dalam hal pemberian usulan

pembangunan dan sistem E-Budgeting untuk mengawasi anggaran tiap SKPD. Secara

umum terdapat 4 hal yang membedakan sistem ini dengan sistem penganggaran lainnya di

Indonesia, 4 unsur pembeda ini adalah penggunaan kode-kode, manajemen kendali

anggaran, standardisasi biaya kegiatan dan transparansi sistem. Penggunaan kode-kode

yang kompleks, manajemen kendali anggaran yang berlapis, penggunaan komponen dan

sistem yang sangat transparan menjadi ciri khas sistem ini dan menjadikan sistem ini

sesuai dengan prinsip-prinsip dan asas GPG.

2. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara hukum yang berlaku ,proses

penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara

garis besar proses penyusunan APBD DKI Jakarta terdiri dari 3 sistem utama yaitu E-

Musrenbang, E-Planning, dan E-Budgeting. BAPPEDA menjadi pihak yang

bertanggungjawab saat tahapan E-Musrenbang dan E-Planning, sementara BPKAD

bertangungjawab saat pelaksanaan E-Budgeting. Secara sistem, E-Musrenbang merupakan

sistem yang serupa dengan sistem Participatory Budgeting (PB) yang dilakukan di banyak

negara Eropa dan Amerika. Setelah tahapan sistem E-Musrenbang, usulan-usulan dari

sistem E-Musrenbang diinput kedalam sistem E-Planning untuk kemudian menjadi basis

penganggaran pada sistem E-Budgeting.

3. Secara performa, sistem E-Budgeting banyak membantu terwujudnya perubahan-

perubahan di Provinsi DKI Jakarta, karena sistem E-Budgeting dapat melakukan analisis

anggaran dengan spesifik dan detil hingga ke unit-unit dibawah SKPD. Performa dalam

pencegahan korupsi juga menjadi notabene sistem E-Budgeting , karena sistem ini

mencegah penggunaan kas dalam transaksi dan dapat menghentikan transaksi apabila

terdapat permasalahan hukum terkait pelaksanaan transaksi tersebut. Dalam menegakkan

prinsip GPG, sistem ini mencerminkan terlaksananya prinsip wawasan ke depan,

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 19: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

partisipasi masyarakat, efisiensi dan efektivitas, komitmen pada pasar yang fair dan

mengoptimalkan performa melalui perencanaan dan inovasi. Selain prinsip-prinsip GPG

yang dipaparkan sebelumnya, transparansi dan akuntabilitas juga menjadi prinsip dan asas

GPG yang tidak terpisahkan dari sistem E-Budgeting. Sistem E-Budgeting merupakan

sistem pertama di Indonesia yang menyediakan informasi anggaran suatu pemerintah

daerah secara umum dan secara khusus hingga tingkat unit dibawah satuan kerja.

Informasi yang disajikan juga mencakup detil item anggaran. Transparansi ini menggiring

pada tercerminnya prinsip akuntabilitas pada penerapan sistem E-Budgeting. Dengan

adanya sistem E-Budgeting, masyarakat dapat menilai dan mengawasi kinerja tiap SKPD

dan unit dibawahnya di Provinsi DKI Jakarta.

Daftar Referensi Alcaide-Muñoz, L. and Rodríguez Bolívar, M.P. (2015) ‘Understanding e-government research’, Internet

Research, 25(4), pp. 633–673. doi: 10.1108/intr-12-2013-0259. Anti Corruption Clearing House (ACCH). (2015). Sejarah Panjang Pemberantasan Korupsi di Indonesia : “Tak

Pernah Terhenti”. http://acch.kpk.go.id/sejarah-panjang-pemberantasan-korupsi-di-indonesia Australian National Audit Office. (2014). Public Sector Governance, Strenghthening Performance Through

Good Governance.   https://www.anao.gov.au/sites/g/files/net616/f/2014_ANAO%20-%20BPG%20Public%20Sector%20Governance.pdf

Aydın, E. and Savrul, B.K. (2014) ‘The relationship between globalization and e-commerce: Turkish case’, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 150, pp. 1267–1276. doi: 10.1016/j.sbspro.2014.09.143.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2007. Penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Basri, H., & Nabiha, A. S. (2014). Accountability Of Local Government : The Case Of Aceh Province, Indonesia. Asia Pacific Journal of Accounting and Finance, 3, 1.

Beatriz Cuadrado-Ballesteros , Luis Andrés Vaquero-Cacho , (2015) "The “need to know” and the lack of online transparency among political parties", Transforming Government: People, Process and Policy, Vol. 9 Iss: 1, pp.85 – 103

Benmamoun, M., Kalliny, M. and Cropf, R.A. (2012) ‘The Arab spring, MNEs, and virtual public spheres’, Multinational Business Review, 20(1), pp. 26–43. doi: 10.1108/15253831211217189.

Bertot, J.C., Jaeger, P.T. and Grimes, J.M. (2010) ‘Using ICTs to create a culture of transparency: E-government and social media as openness and anti-corruption tools for societies’, Government Information Quarterly, 27(3), pp. 264–271. doi: 10.1016/j.giq.2010.03.001.

Birskyte, L. (2013). Involving citizens in public decision making: the case of participatory budgeting in Lithuania. Financial Theory and Practice, 37(4), 383-402.

Department of Local Government Finance, Indiana. (2013). A Guide through the Process of Budgeting for Indiana Local Governments. http://www.in.gov/dlgf/files/2013_Budget_Manual_10_9_2013.pdf

Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. (2013). Transparansi Keuangan Daerah. http://keuda.kemendagri.go.id/transparansikeuangan/rekapProvinsi

Internasional Federation of Accountants. (2013). Good Governance in the Public Sector-Consultation Draft for an Internasional Framework. http://www.ifac.org/system/files/publications/files/Good-Governance-in-the-Public-Sector.pdf

Internasional Fund For Agricultural Development. (1999). Good Governance: An Overview. http://www.ipa.government.bg/sites/default/files/pregled-dobro_upravlenie.pdf

Internasional Monetary Fund. (2016). Factsheet, The IMF and Good Governance. http://www.imf.org/external/np/exr/facts/gov.htm

ITU. (2015). ICT Facts & Figures. http://www.itu.int/en/ITU-D/Statistics/Documents/facts/ICTFactsFigures2015.pdf

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016

Page 20: PENERAPAN E-BUDGETING SEBAGAI WUJUD PENERAPAN …

Kelly, J. M. (2005). A Century of Public Budgeting Reform The “Key” Question. Administration & society, 37(1), 89-109.

Kementerian Dalam Negeri. (2013). Bagan Alir Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah. http://keuda.kemendagri.go.id/baganalir

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2014). Laporan Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2013. http://www.djpk.kemenkeu.go.id/web/attachments/article/532/Realisasi%20APBD%202014.pdf

KNKG, 2010, Pedoman Good Public Governance. Lindstedt, C. and Naurin, D. (2010) ‘Transparency is not enough: Making transparency effective in reducing

corruption’, International Political Science Review, 31(3), pp. 301–322. doi: 10.1177/0192512110377602 Mehrabanfar, E. (2015) ‘Globalization streams in futures studies’, Informatica Economica, 19(3/2015), pp. 96–

106. doi:10.12948/issn14531305/19.3.2015.09. Menifield, C. E. (2013). The Basics of Public Budgeting and Financial Management Updates. University Press

of America. Ministry of the Interior and Kingdom Relations,The Netherlands. (2009). Netherlands Code for Good Public

Governance, Principles of Proper Public Administration.http://www.integriteitoverheid.nl/fileadmin/BIOS/data/Internationaal/Netherlands_Code_for_Good_Public_Governance.pdf

Miori, V., & Russo, D. (2011). Integrating online and traditional involvement in participatory budgeting. Electronic Journal of e-Government, 9(1), 41-57.

Nitzsche, et al. 2012. Development of an Evaluation Tool for Participative E-Government Services: A Case Study of Electronic Participatory Budgeting Projects in Germany. Administratie si Management Public, No. 18. (2012), pp. 6-25

OECD. (2013). Electronic Commerce. http://info.worldbank.org/governance/wgi/index.aspx#home Pangestu, M. (2003). The Indonesian bank crisis and restructuring: Lessons and implications for other

developing countries. UN. Patapas,Aleksandras. Raipa, Alvydas. Smalskys, Vainius. (2014). New Public Governance: The Tracks of

Changes. Internasional Journal of Business and Social Research (IJBSR), Volume-4,No.-5 PBB. (___). Public Governance Indicators: A Literature Review.

https://publicadministration.un.org/publications/content/PDFs/E-Library%20Archives/2007%20Public%20Governance%20Indicators_a%20Literature%20Review.pdf

Peixoto, T. (2008). e-Participatory Budgeting: e-Democracy from theory to success?. Available at SSRN 1273554.

Polko, A. (2015). Models of participatory budgeting–the case study of Polish city. Journal of Economics & Management, 19, 34-44.

Teig, M.(2006). Fiscal Transparency and Economic Growth. Tidak Dipublikasikan. Transparency International. (2016). Corruption Perceptions Index 2015. http://www.transparency.org/cpi2015 USAID Indonesia. (2013). Investing in Indonesia: A stronger Indonesia advancing national and global

development. https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1861/Indonesia%20CDCS%20FINAL%20Version.pdf

Utama, Siddharta. 2003. Corporate Governance, Disclosure and its Evidence In Indonesia: Part I. Manajemen Usahawan Indonesia XXXII (04) April 2003: 28-32

Veiga, L. G., Kurian, M., & Ardakanian, R. (2015). Public Budgets: Governance Structures, Norms, and Organizational Practices. In Intergovernmental Fiscal Relations (pp. 25-46). Springer International Publishing.

Vishwanath, T., & Kaufmann, D. (1999). Towards transparency in finance and governance. Available at SSRN 258978.

Wawancara Bapak Djarot Saiful Hidayat, 9 Mei 2016 Wawancara Bapak Gagat Sidi Wahono, 28 April 2016 Wawancara Bapak Ismail Al-Anshori, 13 Mei 2016 Wawancara Bapak Prasetyo Edi Marsudi, 19 Mei 2016 Zafeiropoulou, S. (2010). Implementing Electronic Participatory Budgeting in Swedish Municipalities. Tidak

dipublikasikan.

Penerapan E-Budgeting ..., Fajri Ramadhan, FEB UI, 2016