penerapan bimbingan islam melalui...
TRANSCRIPT
PENERAPAN BIMBINGAN ISLAM
MELALUI METODE HALAQAH PADA PENGAJIAN AL-QALAM
CURUG SAWANGAN DEPOK
Oleh:
ALI ALATAS
NIM. 102052025630
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009 M./1430 H.
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
sebagai syarat mencapai gelar S1
Oleh:
ALI ALATAS
NIM. 102052025630
Di bawah Bimbingan:
Dra. NASICHAH, MA.
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009 M./1430 H.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENERAPAN BIMBINGAN ISLAM MELALUI
METODE HALAQAH PADA PENGAJIAN AL-QALAM CURUG
SAWANGAN DEPOK telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Maret 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 10 Maret 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Murodi, M.A. Wati Nilamsari, M.Si.
NIP. 150 254 102 NIP. 150 293 223
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. Mahmud Jalal, M.A. Drs. M. Lutfi Jamal, M.Ag.
NIP. 150 202 342 NIP. 150 268 782
Pembimbing,
Dra. Nasichah, M.A.
NIP. 150 276 298
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Maret 2009
Penulis
Ali Alatas
i
ABSTRAK
Ali Alatas
Penerapan Bimbingan Islam Melalui Metode Halaqah
pada Pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok
Hal utama yang harus dilakukan oleh umat Islam pada saat ini adalah
berupaya semaksimal mungkin kembali kepada ajaran Islam, yang dimulai dari
diri sendiri, keluarga, kerabat terdekat dan selanjutnya adalah terbentuknya
masyarakat Islami. Salah satu caranya adalah membentuk kepribadian yang sesuai
dengan ajaran Islam. Bukanlah hal mudah dalam membentuk kepribadian
seseorang tanpa adanya sebuah sarana yang intensif serta didukung oleh metode
yang tepat.
Rasulallah SAW telah memberikan contoh dengan memerankan dirinya
dengan sukses sebagai seorang pembimbing dalam membentuk kepribadian yang
sesuai dengan ajaran Islam. Dari tangan beliau lahir sosok-sosok pribadi mukmin
baru yang kelak dicatat dalam tinta emas sejarah peradaban baru Islam. Mereka
adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, ‘Ali bin Abi Thalib, Mush’ab
bin Umair, Abdurrahman bin Auf, Bilal bin Rabbah, Khadijah binti Khualid,
Ummu Sulaim, sampai Aisyah binti Abu Bakar. Hal tersebut beliau lakukan
dengan memberikan pengajaran secara intensif pada kelompok-kelompok kecil
yang disebut dengan halaqah (lingkaran).
Saat ini halaqah telah dikenal dikalangan umat Islam, terutama bagi para
aktivis politik partai PKS sebagai wadah pengkaderan. Sebutan halaqah telah
dikenal meskipun dengan sebutan yang berbeda-beda. Salah satu tujuan halaqah
yaitu membentuk pribadi Islami yang yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan
demikian pengajaran yang dilakukan pada metode ini bukanlah sekedar “transfer
knowlage” atau penyampaian ilmu agama Islam saja, akan tetapi di dalamnya
terdapat tuntutan pengamalan dari meteri yang telah disampaikankan oleh
murabbi (pembimbing/guru). Inilah yang membedakan antara metode halaqah
dengan metode tabligh (pidato/ceramah).
Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui tentang penerapan bimbingan
Islam yang dilakukan dengan menggunakan metode halaqah dalam membentuk
kepribadian yang Islami. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan informasi dari
orang yang terlibat dalam objek penelitian. Sedangkan alat pengumpul data yang
digunakan adalah interview, observasi dan partisipasi aktif.
Metode yang digunakan dalam menerapkan bimbingan Islam melalui
metode halaqah adalah metode tilawah (membaca Al-Qur’an), pidato dan
taushiyah (pidato yang dilakukan oleh peserta dan pembimbing halaqah), metode
pembiasaan seperti melakukan ibadah harian, pusa sunah, tilawah Al-Qur’an, dan
lain sebagainya. Selain itu metode keteladan seperti murabbi (pembimbing) lebih
dahulu mengaktualisasikan dirinya dengan nilai-nilai keislaman.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT., atas segala
limpahan nikmat, rahmat, dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi dan skripsi ini. Tidak lupa pula lantunan shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulallah SAW., beserta para sahabatnya. Semoga kelak
mendapat syafa’atnya. Amin.
Dalam pembuatan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
dapatkan. Namun penulis bersyukur, karena telah mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
perkenankanlah penulis secara khusus menyampaikan rasa terimakasih yang tulus
dan mendalam kepada:
1. Bapak Dr. H. Murodi, MA., selaku Dekan, Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA.,
selaku Pudek I, Bapak Drs. Mahmud Djalal, MA., selaku Pudek II, dan Bapak
Drs. Study Rizal LK, MA., selaku Pudek III Fakultas Dakwah dan
Komunikasi.
2. Bapak Drs. Muhammad Lutfi Jamal, M.Ag., selaku ketua jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam.
3. Ibu Dra. Nasichah, MA., selaku sekertaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam dan selaku dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Beliau yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu dan perhatiannya
dalam membimbing dan mengkoreksi tulisan ini, serta memberikan motivasi
iii
yang tak pernah henti-hentinya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
selesai.
4. Bapak dan ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang begitu berharga bagi
penulis selama masa perkuliahan.
5. Pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan utama UIN dan perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan kepada
penulis untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ust. Tu’an (Alm), dan Ibunda Halimah
yang tak henti-hentinya memberikan semangat, do’a, dan cinta kasihnya serta
dukungan moril dan materil kepada penulis dari dahulu hingga kini dan hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi kuliah ini.
7. Kakak-kakakku, bang Solahudin dan istri, bang Yusuf Amin dan istri, Tuti
Mulyati dan suami, Mulyanah dan suami, dan Umyanah dan suami, adikku
Nurhasanah beserta suami, dan Fitri Musliha, serta keponakanku Fahmi, Fahri,
Irul, Lili, Ichal, Salfa, Alma dan Dimas tersayang yang turut memberikan do’a
dan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Kurnia Robbi, S.Ag., selaku murabbi (pembimbing) liqa Al-Qalam
Curug Sawangan Depok yang telah membantu penulis dalam memperoleh
data-data yang penulis butuhkan.
9. Sahabat-sahabat liqa Al-Qalam, Tomi Suganda, Mukis, Sukandar dan teman-
teman lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang
iv
telah membantu memberikan data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat BPI angkatan 2002 seperjuangan yang tercinta yang telah
memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini, especially Muhamad
Suheri, Husnul Mubarak dan Rusdawati, serta sahabatku, Muhamad Jazuli
Maksum, yang telah banyak membantu mendapatkan buku sebagai pustaka
dalam penulisan skripsi ini.
11. Bang Rama Hadiansyah, selaku ketua ranting PKS kelurahan Curug yang
telah membantu penulis dalam memperoleh data-data yang penulis butuhkan.
12. Segenap dewan guru MI Hidayatul Athfal Curug Sawangan Depok terutama
Siti Rohmatiyah, yang telah memberikan motivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT., penulis ikhlas berserah diri, semoga
segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Allag SWT. Penulis menyadari seberapapun besarnya usaha penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini, namun skripsi ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang sifatnya membangun sehingga skripsi ini akan bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Amiin Yaa Rabbal-‘Alamin.
Jakarta, 23 Maret 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………...…… i
KATA PENGANTAR ……………….……………………………….……… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………...……. v
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….…….... 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………….….….. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………….……….. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………….….…… 6
D. Metodologi Penelitian ………………………………….….….. 6
E. Sistematika Penulisan ………………………………………… 9
BAB II KERANGKA TEORI ……………………………………...….. 11
A. Bimbingan Islam ………………………………………….….. 11
1. Pengertian Bimbingan Islam ……………………………… 11
2. Tujuan Bimbingan Islam ………………………….…….… 14
3. Metode Bimbingan Islam ………………………….……… 15
B. Metode Halaqah ………………………………………….…… 20
1. Pengertian Metode Halaqah ……………………………... 20
2. Unsur-unsur Halaqah ……………………………….…..... 22
3. Klasifikasi Halaqah ………………………………….…… 25
4. Halaqah dalam Prespektif Sejarah Kebudayaan
Islam …………………………………………………….... 28
BAB III GAMBARAN UMUM PENGAJIAN AL-QALAM …….…… 34
A. Letak Geografis Pengajian Al-Qalam ……………………… 34
vi
B. Latar Belakang Trebentuknya Pengajian Al-Qalam ……..... 34
C. Tujuan Terbentuknya Pengajian Al-Qalam ………………... 35
D. Aktifitas Pengajian Al-Qalam ………………………....…… 37
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA …….…….. 41
A. Penerapan Bimbingan Islam Melalui Metode Halaqah
Pada Pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok …......…… 41
1. Metode Halaqah dalam Bimbingan Islam
Pada Pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok ……… 42
a. Metode ………………………………………………… 42
1) Metode Ceramah dan Taushiyah …………….…… 42
2) Metode Individual ………………………………… 43
3) Metode Kelompok ………………………….……… 44
4) Metode Tilawah Al-Qur’an ………………...…….. 45
5) Metode Daurah, Mabit, Rihlah dan
Tadabbur Alam …………………………………….….. 45
6) Metode Pembiasaan …………….……………….… 48
7) Metode Keteladan …………………………………. 50
2. Waktu ……………………………………………………... 52
3. Tempat ……………………………………………………. 53
4. Materi ……………………………………………………... 54
5. Sasaran ……………………………………………………. 56
B. Hasil Pembinaan …………………………………………….… 57
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
vii
Penerapan Bimbingan Islam Melalui
Metode Halaqah PadaPengajian Al-Qalam ………………….. 59
1. Faktor Pendukung ……………………………………….... 62
2. Faktor Penghambat ………………………………….….…. 63
BAB V PENUTUP ……………………………………………………..… 64
A. Kesimpulan …………………………………………………… 64
B. Saran ………………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 68
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan suatu bagian yang pasti dalam kehidupan umat
Islam. Dalam ajaran Islam ia merupakan suatu kewajiban yang dibebankan
oleh agama kepada pemeluknya. Sehingga dengan demikian dakwah bukanlah
semata-mata timbul dari pribadi atau golongan yang melaksanakannya,
melainkan perintah Allah kepada pribadi atau golongan umat Islam.Hal ini
diterangkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-
Imran : 104).
Dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan atau
mengubah situasi yang kurang baik kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi, keluarga dan kehidupan sosial.
Perwujudan dakwah bukanlah sekedar usaha peningkatan pemahaman
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju
sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus
2
berperan lebih maju menuju kepada pelaksanaan atau pengamalan ajaran
Islam yang lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.1
Ada dua tahapan dakwah, yakni dakwah umum (‘ammah) dan dakwah
khusus (khashshah). Dakwah umum (‘ammah) adalah dakwah yang ditujukan
kepada masyarakat umum tanpa adanya hubungan yang intensif antara da’i
dan mad’u. Sebagian besar dakwah yang ada di masjid-masjid dan media
massa adalah dakwah ‘ammah. Follow up (kelanjutan) dari dakwah ‘ammah
adalah dakwah khashshah. Yakni dakwah kepada orang-orang terbatas yang
ingin bersungguh-sungguh mengamalkan Islam. 2
Menurut pengamatan penulis, fenomena dakwah yang dilakukan saat
ini yang ada pada mayarakat di sekitar tempat penulis tinggal, pada umumnya
hanya berupa ceramah agama dalam acara ceremonial saja, seperti acara
peringatan maulid nabi, peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan Nuzulul Qur’an
dan lain sebagainya. Menurut penulis, dakwah tersebut kurang efektif
dirasakan karena tidak ada kelanjutan (follow up) terhadap pesan/materi
dakwah yang disampaikan oleh penceramah. Selain itu penyampaiannya
bersifat monoton. Hal ini memungkinkan akan terjadinya pemahaman yang
keliru akibat miss informasi/salah tanggap terhadap si mad’u.
Di samping itu, pada pelaksanaannya terdapat suasana yang tidak
kondusif sehingga pesan dakwah yang disampaikan oleh penceramah sangat
sedikit terserap oleh mad’u bahkan tidak sama sekali. Hal tersebut tidak
1 M. Quraiysh Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung, Penerbit Mizan, 1999), Cet. Ke-
XX h. 114. 2 Satria Hadi Lubis, Menjadi Murabbi Sukses, (Jakarta: Kreasi Cerdas utama, 2003), Cet.
ke-2,, h. 3.
3
memberikan perubahan secara maksimal terhadap mad’u tentang wawasan
ajaran Islam dan pengamalannnya dalam kehidupan sehari-hari.
Hubungan antara dai dan mad’u berlangsung intensif pada dakwah
khashshah. Umumnya mad’u pada tahapan dakwah khusus ini berkumpul
pada kelompok-kelompok kecil berjumlah 3-12 orang yang disebut dengan
halaqah (lingkaran). Di dalam halaqah inilah terdapat murabbi
(pembimbing/da’i).
Peran Murabbi berbeda dengan peran ustadz, muballigh atau
penceramah pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya
pada penyampaian materi-materi Islam secara menarik dan menyentuh hati,
maka da’i (murabbi) pada tataran dakwah khashshah memiliki peran yang
lebih kompleks dan dinamis. Murabbi perlu melakukan hubungan yang
intensif dengan mad’unya. Ia perlu mengenal ‘luar dalam’ mad’unya melalui
hubungan yang dekat dan akrab. Selain memberikan matrei bimbingan Islam
secara istimrar (kontinyu), ia juga memiliki tanggung jawab mendorong
mad’unya untuk mengamalkannya. Selain itu, ia juga membantu permasalahan
mad’unya, sekaligus bertindak sebagai pembina mental, spiritual, dan bahkan
jasmani mad’unya. Peran ini relatif tidak ada pada diri seorang muballigh
dalam tataran dakwah ‘ammah.3
Istilah halaqah saat ini sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga kita
dan dapat kita jumpai di mana-mana, baik di sekolah, kampus, kantor, masjid
dan lain sebagainya. Dibeberapa kalangan, halaqah disebut juga dengan
3 Ibid., h. 3.
4
usrah, mentoring, monitoring, ta’lim, tarbiyah, pengajian kelompok dan lain-
lain.4
Salah satu tujuan halaqah adalah untuk membentuk pribadi muslim
yang baik, Islami dan da’i.5 Maksudnya adalah halaqah merupakan sarana
efektif untuk melahirkan kader-kader Islam yang tangguh dan siap berkorban
memperjuangkan Islam. Dengan terbentuknya kader-kader Islami melalui
sistem halaqah, maka di dalam tubuh umat akan lahir orang-orang yang
senantiasa berdakwah kepada kebenaran dan pengamalan ajaran Islam.
Di dalam halaqah seorang murabbi (pembimbing) sangat berperan
sekali dalam mewujudkan tujuan tersebut. Seorang murabbi akan
membimbing mutarabbi (peserta halaqah) dengan memberikan berbagai
materi agama Islam secara bertahap dan istimrar (kontinyu), serta dengan
metode yang bervariasi. Hal ini bertujuan agar mutarabbi (peserta) tidak
merasa jemu dan bosan.6
Dari uraian diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih
mendalam lagi tentang penerapan bimbingan Islam melalui metode halaqah
yang akan dituangkan dalam skripsi dengan judul: “Penerapan Bimbingan
Islam Melalui ‘Metode Halaqah’ pada Pengajian Al-Qalam Curug
Sawangan - Depok”, karena penulis cermati bahwa metode tabligh yang
selama ini dilakukan oleh para juru dakwah pada umumnya hanya menjadi
ceremonial biasa, sehingga pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i tidak
4 Satria Hadi Lubis, Rahasia Kesuksesan Halaqah (Usrah), (Tangerang: FBA Press, 2006),
h.vii. 5 Satria Hadi Lubis, Buku Pintar Mengelola Halaqah, (Tangerang: FBA Press, 2006), h.144
6 Ibid., h. 236-237.
5
sepenuhnya diterima oleh mad’u, bahkan tidak sama sekali terlebih kepada
pengamalannya.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang penulis paparkan dalam pendahuluan,
bahwasanya bimbingan Islam yang disampaikan oleh murabbi (pembimbing)
dilakukan secara istimrar (terus-menerus), dalam suasana yang kondusif serta
pelaksanaan bimbingan yang tidak monoton. Hal ini dilakukan agar murabbi
(pembimbing) dapat melakukan hubungan yang intensif dengan mad’unya.
Dengan demikian, sebagai objek yang diteliti pada pembuatan skripsi ini
adalah dua orang peserta/pengurus dan satu orang murabbi pada lingkup
kelompok pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, ada 4 kelompok
pengajian dengan metode halaqah yang terdapat di Curug Sawangan. Dalam
penelitian ini penulis membatasi pada satu kelompok halaqah yakni pengajian
Al-Qalam dengan jumlah pesertanya sebanyak 6 orang dengan kreteria
sebagai berikut: (1) Peserta Halaqah yang aktif mengikuti pengajian, (2) lama
mengikuti Halaqah minimal 1 tahun, dan (3) belum menikah. Peneliti
memfokuskan penelitian ini pada penerapan bimbingan Islam melalui metode
halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok.
Untuk memperjelas permasalahan dan mempermudah mencari data,
maka penulis merumuskan pada pembahasan skripsi ini, dalam bentuk
pertanyaan sederhana sebagai berikut, yaitu:
6
1. Bagaimana metode halqoh diterapkan pada bimbingan Islam dipengajian
Al-Qalam, Curug Sawangan?
2. Bagaimanakah hasil yang dicapai oleh para peserta pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat penerapan metode halaqah
pada bimbimbingan Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Diketahuinya penerapan bimbingan Islam melalui “metode halaqah’
yang dilaksanakan di pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok;
b. Diketahuinya hasil yang dicapai metode halaqah pada bimbingan
Islam.
c. Diketahuinya faktor pendukung dan penghambat metode halaqah
dalam bimbingan Islam.
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk menambah wawasan, informasi dan pengetahuan mahasiswa
pada umumnya, dan penulis pada khususnya tentang bagaimana
metode halaqah diterapkan dalam bimbingan Islam;
b. Dapat menjadi bahan bacaan atau literatur pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
7
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan lamanya dimulai dari bulan
Juli 2008 hingga Januari 2009. Adapun tempat penelitiannya adalah
pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok.
2. Metode
Penelitian yang saya ajukan ini menggunakan metode penelitian
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan
menggunakan informasi dari orang yang terlibat dalam objek penelitian.7
Sedangkan desain penelitiannya adalah eksploratif yaitu penelitian yang
menjelajahi semua objek yang dicari dan bukan memprediksi relasi yang
dicari dan ditemukan.8 Adapun sumber utama penelitian ini adalah objek
lapangan, dalam hal ini penerapan bimbingan Islam melalui metode
halaqah.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari informan/subjek
penelitian dan situasi-situasi yang terjadi pada waktu penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang berkaitan dengan penelitian maupun hal yang terkait
lainnya.
4. Teknik Pengambilan Data
7 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1989),Cet.Ke-2.h.3 8 Ibid.,h.30
8
Guna mendapatkan data dari penelitian lapangan ini penelitian
menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Wawancara yaitu dialog yang yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dengan mengajukan pertanyaan secara lisan
kepada para peserta halaqah dan Murabbi (sang pengajar).
b. Observasi yaitu aktivitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera.9 Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang ada
dilapangan seperti gambaran pengajian Al-Qalam, kegiatan bimbingan
Islam serta keadaan peserta pengajian.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah murabbi (pembimbing)
dan peserta halaqah pada pengajian Al-Qalam, sedangkan objek
penelitianya adalah penerapan bimbingan Islam melalui metode Halaqah.
6. Alat Bantu Pengumpulan Data
Alat bantu yang digunakan pada penelitian ini adalah pedoman
wawancara, alat tulis dan perekam suara (tape recorder).
E. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dilakukan dengan menggambarkan data yang
diperoleh secara kualitatif untuk memberikan makna pada data dan
menjelaskan pada pola atau kategori yang dibuat berdasarkan temuan
lapangan, dan selanjutnya dicari hubungan antar kata kunci atas temuan
9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka
Cipta, 1996), h.145
9
lapangan untuk kemudian dianalisa berdasarkan teori-teori yang relevan
dalam penelitian ini.
Adapun pedoman yang menjadikan sandaran penulis dalam
penyusunan skripsi ini adalah buku pedoman yang diterbitkan oleh UIN
jakarta Press, yaitu: ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi)” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
2007, Cet. ke-2.
F. Sistematika Penulisan
Penyusunan dalam skripsi ini terdiri dari lima BAB. Penyusunan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi kerangka umum penulisan skripsi, yaitu: Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi penelitian, Alat
Bantu Pengumpulan Data dan Teknik Analisa.
BAB II : KERANGKA TEORI
Mengenai Gambaran Umum Bimbingan yang meliputi;
Pengertian Bimbingan Islam, Tujuan Bimbingan Islam, dan
Metode Bimbingan Islam. Kemudian Gambaran Umum
Tentang Metode Halaqah; meliputi: Pengertian Metode
Halaqah, Unsur-unsur Halaqah, Klasifikasi Halaqah dan
Halaqah dalam Perspektif Sejarah Kebudayaan Islam.
10
BAB III : GAMBARAN UMUM
Tentang pengajian Al-Qalam yang meliputi, Letak
Geografis, Latar Belakang dan Tujuan terbentuknya
Pengajian Al-Qalam, Aktivitas dan Meteri pengajian Al-
Qalam.
BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Yaitu Penerapan Bimbingan Islam melalui “Metode
Halaqah” pada Bimbingan Islam di Pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan Depok meliputi; Penerapan, Metode,
Waktu, Tempat dan Materi. Kemudian Hasil Pembinaan
Melalui Metode Halaqah pada Pengajian Al-Qalam serta
Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan
Metode Halaqah.
BAB V : PENUTUP
Berisi tentang Kesimpulan dan Saran-saran.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Bimbingan Islam
1. Pengertian Bimbingan
Manusia adalah makhluk sosial. Ia senantiasa memerlukan
bantuan orang lain. Dalam masalah pendidikan, bantuan ini disebut
bimbingan atau guidance.10
Dalam buku “Ensiklopedi Pendidikan”
dijelaskan bahwa kata “guidance” berarti “bimbingan”.11
Kata guidance
itu sendiri selain diartikan bimbingan bantuan, juga diartikan pimpinan,
arahan, pedoman, dan petunjuk.12
Para ahli memberikan pengertian berbeda-beda sesuai dengan titik
pandang masing-masing. Untuk dapat pengertian yang lebih jelas yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut, berikut ini penulis mengutip
beberapa definisi.
Menurut Abu Ahmadi dan Ahmad Royani H.M. dalam bukunya
“Bimbingan dan Konseling di Sekolah” memberikan pengertian kata
guidance sebagai berikut: Kata guidance berasal dari kata dasar “to
guide” artinya menuntun, mempedomani, menjadi petunjuk jalan,
mengemudikan dan juga diartikan sebagai bimbingan atau bantuan.13
Menurut M. Arifin M. Ed., bimbingan atau guidance adalah
10
Muhammad Umar, Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan untuk Fakultas Tarbiyah,
Komponen MKDK, (Pustaka Setia, 1998), Cet. 1, h. 9 11
Soegarda Poerbakawatja, dan HAH Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: PT
Gunung Agung, 1981), h. 61. 12
Muhammad Umar, Sartono, Bimbingan,.Ibid,. 13
Abu Ahmad dan Ahmad Royani H.M., Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1991), Cet. ke-1, h. 21
12
“menunjukan”; “membimbing” atau “menuntun” orang ke jalan yang
benar. Jadi kata “guidance” berarti pemberian petunjuk; pemberian
bimbingan atau tuntunan kepada orang lain yang membutuhkan.14
Kata guidance berasal dari kata dasar “to guide” artinya
menuntun, mempedomani, menjadi petunjuk jalan, mengemudikan dan
juga diartikan sebagai bimbingan atau bantuan.15
Djumhur & Moh. Surya dalam bukunya “Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah” memberikan pengertian bimbingan secara luas
sebagai berikut:
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistimatis kepada individu dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya
(self acceptance), kemampuan untuk menerima dirinya (realization),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self realization), dan
kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik dalam
keluarga, sekolah maupun masyarakat.”16
Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan
Belajar di Sekolah” menjelaskan:
“Bimbingan adalah suatu proses yang diberikan kepada seseorang
agar mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, mengenal
dirinya sendiri, mengatasi persoalan, sehingga mereka dapat
menentukan sendiri jalan hidupnya sehingga bertanggung jawab tanpa
bergantung kepada orang lain.”17
14
M. Arifin, Pokok-pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (di Sekolah dan di
Luar Sekolah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 18. 15
Abu Ahmad dan Ahmad Royani H.M., Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1991), Cet. ke-1, h. 21 16
Djumhur & Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &
Counceling), (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 28 17
Rachman Natawijaya, Peran Guru dalam Bimbingan di Sekolah, (Bandung: CV
Abardin, 1998), Cet. Ke-1, h 7
13
Rochman Natawidjaya dalam bukunya “Peran Guru dalam
Bimbingan Sekolah” mendevinisikan bimbingan secara luas sebagai
berikut:
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu
tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan
dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat serta kehidupan
pada umumnya. Dengan demikian ia dapat mencapai kebahagiaan
hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada
kehidupan manusia pada umumnya. Bimbingan membantu individu
mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.”
Dari beberapa pendapat di atas dapat difahami bahwa proses
bantuan yang terus menerus terhadap individu baik anak, remaja, maupun
orang dewasa agar mereka mampu mengembangkan dirinya sendiri, dan
bersikap mandiri dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki dengan
sarana-sarana yang ada.
Adapun pengertian bimbingan Islam adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.18
Dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan bahwa Al-Qur’an
adalah sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan manusia
akan siksaan yang sangat pedih dan pemberi berita gembira kepada
orang-orang yang beriman. Ayat ini merupakan salah satu landasan dari
bimbingan Islam. Ayat tersebut berbunyi:
18
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 4.
14
Artinya: “ Segala puji bagi Allah yang Telah menurunkan kepada hamba-
Nya Al Kitab (Al-Quran) dan dia tidak mengadakan kebengkokan
di dalamnya; Sebagai bimbingan yang lurus, untuk
memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman,
yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik,” (Q.S. Al-Kahfi : 1-2)
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Islam
Berdasarkan rumusan tentang pengertian bimbngan di atas,
maka tujuan dari bimbingan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
b. Tujuan khusus
1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2) Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapinya
3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi
dan kondisi yang baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah
bagi dirinya dan orang lain.19
Dengan memperhatikan tujuan umum dan tujuan khusus di
atas, maka fungsi bimbingan Islam adalah:
a. Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
b. Fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya atau dialaminya.
c. Fungsi preservative, yakni membantu individu menjaga agar
situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah)
menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama.
d. Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu
individu menjaga agar situasi dan kondisi yang telah baik agar
19
Ibid., h. 4
15
tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya muncul masalah baginya.20
3. Metode Bimbingan Islam
Untuk dapat mencapai tujuan bimbingan Islam, dalam
penerapannya bimbingan memerlukan metode. Kata metode berasal
dari dua kata yaitu “meta dan Hodos”. Meta artinya melalui dan
hodos artinya jalan. Maka pengertian metode adalah jalan yang harus
ditempuh untuk mencapai tujuan.21
Metode adalah cara/sistem teratur
yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.22
Menurut Aunur Rahim Faqih di dalam bukunya “Bimbingan
dan Konseling Islam”, metode bimbingan Islam dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni:
1) Metode langsung (metode komunikasi langsung)
Yaitu metode dimana pembimbing melakukan komunikasi
langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya.
a. Metode individual
Dalam hal ini pembimbing melakukan komunikasi langsung
secara individual dengan yang dibimbing (klien). Hal ini dapat
dilakukan dengan percakapan pribadi, kunjungan ke rumah
(home visit) dan observasi kerja.
b. Metode kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien
dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan diskusi
20
Ibid., h. 37. 21
HM. Arifin, ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Cet. Ke-2, h. 10 22
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. ke-1, h. 740
16
kelompok, karyawisata, sosiodarma, psikodrama, group
teaching.
2) Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
Yaitu metode bimbingan atau konseling yang dilakukan melalui
media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan dengan secara
individual maupun kelompok. Metode yang digunakan adalah:
a. Metode individual, dilakukan melaui surat menyurat, telpon,
fax, dan email.
b. Metode kelompok, dapat dilakukan melalui papan bimbingan,
surat kabar/majalah, brosur, radio, televisi.23
Bimbingan Islam merupakan salah satu upaya untuk
menanamkan kebiasaan sikap watak (akhlak) kepada para peserta
bimbingannya agar terbiasa melakukan perbuatan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu figure seorang pembimbing
sangat berperan untuk membentuk seorang manusia yang mengabdi
kepada Allah SWT.
Timbulnya tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan tidaklah
timbul dengan sendirinya, melainkan melalui berbagai proses. Menurut
Dr. Musfir bin Said Az-Zahrani di dalam bukunya “Konseling Terapi”
menyatakan teori tentang metode bimbingan Islam adalah sebagai
berikut:
1. Metode Keteladan
Metode keteladan berarti metode dengan memberikan
contoh kepada peserta didik baik berupa tingkah laku, sifat, cara
berfikir, keterampilan dan sebagainya.24
Seorang pembimbing akan
merasa mudah menyampaikan secara lisan, namun belum tentu
23
Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h. 54-55. 24
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet, Ke-
2, h. 178.
17
dapat diterima oleh peserta didiknya. Untuk mengatasinya, maka
pembimbing harus memberikan contoh atau keteladan. Misalnya
menganjurkan agar mau bershadaqah, maka seorang pembimbing
harus memulainya terlebih dahulu melakukan shadaqah. Mengenai
keteladan, Allah SWT telah menyebutkan dalam firmannya surat
Al-Ahzab ayat 21 berikut:
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
Akhlak manusia dapat terbentuk dengan sangat cepat ketika
berangkat dengan dasar kesadaran. Kesadaran itu sendiri
merupakan respon yang diberikan manusia dari rangsangan
(stimulus) yang dicontohkan oleh manusia supaya tingkahlaku
manusia yang melihat dapat merespon dengan cara menirukan
prilaku yang dicontohkan.
Jika pembimbing menginginkan peserta
didik/bimbingannya memiliki akhlak yang mulia, maka
pembimbing terlebih dahulu harus memiliki akhlak terebut dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Abdullah Nashih Ulwan
18
bahwasanya “ketelaan dalam pendidikan merupakan metode
influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam
mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spiritual,
dan social.”25
2. Metode Penalaran Logis
Metode penalaran logis adalah cara menyampaikan sesuatu hal
kepada orang lain dalam bentuk dialog dengan menggunakan akal
dan perasaan individu. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Hujurat ayat 12 berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.”
Contoh penalaran logis yang diterapkan oleh pembimbing
misalnya: berdialog dari sudut pandang Islam mengenai musibah
yang terjadi di kalangan umat Islam seperti bencana tsunami,
konflik di Poso, konflik di jalur Gaza Palestina, dan lain
sebagainya.
25
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Asy-
Syifa, 1990), Cet, Ke-2, h. 2.
19
3. Metode Cerita (kisah)
Metode cerita adalah suatu cara penyampaian dalam bentuk
cerita. Cerita merupakan media yang efektif untuk menanamkan
nilai-nilai akhlak yang baik, sekaligus membentuk karakter sesuai
dengan nilai rligi yang disampaikan dan pada akhirnya dapat
membentuk sebuah kepribadian. Islam menyadari sifat alamiyah
manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar
terhadap perasaan. Oleh karena itu metode cerita dijadikan sebagai
salah satu pendidikan.26
Adapun metode cerita yang disampaikan hendaknya
mengandung muatan tentang keimanan (tauhid), akhlak budi
pekerti, hukum dan contoh-contoh teladan, sehingga yang
mendengarkan cerita dapat mendeskripsikan ataupun dapat
mengambil pelajaran dari apa yang telah ia dengarkan dalam cerita.
Dalam hal ini Allah menegaskan dalam firman-Nya berikut:
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al
Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.S. Yusuf : 111).
26
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001). Cet.
Ke-4, h. 97.
20
Contoh metode cerita yang diterapkan misalnya
menceritakan kisah-kisah teladan para nabi dan para rasul,
kemudian peserta mendedeskripsikan ibrah (manfaat yang dapat
diambil) dari kisah-kisah tersebut.
B. Pengertian, ”Metode Halaqah”
1. Pengertian “Metode Halaqah”
Kata “halaqah” sudah menjadi umum kita jumpai di lingkungan
kaum muslimin pada saat ini terutama bagi para aktivis politik partai PKS
sebagai wadah pengkaderan, walau mungkin dengan nama yang berbeda-
beda. Berikut ini adalah kutipan dari Satria Hadi Lubis dalam bukunya
yang berjudul “Rahasia Kesuksesan Halaqah (Usrah)” sebagai berikut:
”Seperti diketahui, saat ini kita dapat menjumpai fenomena
maraknya halaqah/usrah dimana-mana. Baik di kampus, sekolah,
masjid maupun di rumah-rumah penduduk. Ini bukan yang terjadi di
Indonesia, tapi juga di negara Islam lainnya. Fenomena halaqah (di
beberapa kalangan disebut juga dengan usrah, monitoring, ta’lim,
tarbiyah, pengajian kelompok dan lain-lain), merupakan fenomena
yang wajar. Seiring dengan makin banyaknya orang yang kembali
pada Islam. Halaqah diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai
sarana yang efektif untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara
rutin dan konsisten.”27
Halaqah atau usrah adalah sebuah istilah yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah).28
Dalam kamus Bahasa Arab kata “ ,berarti putaran, bulatan “ حلقة
lingkaran.29
Istilah halaqah (lingkaran) biasanya digunakan untuk
27
Satria Hadi Lubis, Rahasia Kesuksesan Halaqah (Usroh), (Tangerang: FBA Press,
2006) Cet. ke-1, h.vii 28
Ibid., h. 1 29
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Karpyak, 1996), Cet. ke-1, h. 791.
21
menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji
Islam. Jumlah kecil dalam kelompok tersebut berkisar antara 3-12 orang.30
Satria Hadi Lubis dalam bukunya yang berjudul “Buku Pintar
Mengelola Halaqah” menjelaskan pengertian halaqah sebagai berikut:
“Halaqah adalah kelompok pengajian Islam dengan jumlah anggota
terbatas biasanya tidak lebih dari 12 orang; Halaqah adalah sekelompok
orang yang mempelajari Islam secara kontinyu dan dibimbing oleh
seorang murabbi (pembimbing/pembina).”31
Dalam buku “Ensiklopedi Islam Ringkas” mendevinisikan halaqah
secara umum sebagai berikut: “Halaqah adalah kerumunan para
pendengar yang duduk memutar mengelilingi seorang guru pada sebuah
masjid, istilah ini pada umumnya di fahami sebagai para sahabat yang
hadir dalam pengajaran nabi Muhammad SAW.”32
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halaqah
adalah sekelompok orang (berjumlah 3-12 orang) yang duduk melingkar
mempelajari Islam secara kontinyu dan murabbi berada diantara mad’u
(peserta halaqah). Di beberapa kalangan aktivis dakwah Halaqah sering
dikenal dengan sebutan usrah, monitoring, ta’lim, tarbiyah, pengajian
kelompok, mentoring, dan liqa’. Apapun sebutannya, halaqah merupakan
sarana untuk dakwah Islam.
30
Lubis, Rahasia Kesuksesan Halaqah, h. 1. 31
Satria Hadi Lubis, Buku Pintar Mengelola Halaqah (Tangerang: FBA Press, 2006)
Cet. ke-1, h.144 32
Ghufron A. Masadi, Ed, Cyirl Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), Edisi 1, Cet. Ke-3, h. 123.
22
Metode halaqah adalah cara belajar dengan posisi duduk
melingkar dan Murabbi (sang pengajar) berada di antara mad’u (murid-
murid)nya. Metode belajar yang digunakan bersifat sistematis dan
istimrari (kontinyu) dan biah (lingkungan) yang digunakan harus bersifat
kondusif (Islami dan suci dari nilai-nilai kejahiliyahan).
Halaqah merupakan sebuah sarana pendidikan non formal yang
telah dilakukan oleh aktivis partai politik PKS sebagai suatu wadah
pengkaderan/perekrutan sebagai anggota atau simpatisan partai. Mereka
(anggota halaqah) digembleng (dididik) oleh seorang murabbi (guru)
dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, membiasakan beramal jama’I
(melakukan perbuatan baik terhadap orang lain) serta dilatih untuk dapat
mengaktualisasikan dirinya dalam mewujudkan nilai keislaman.
2. Unsur-Unsur Halaqah
Ada dua unsur dalam kegiatan halaqah yaitu murabbi (pendidik
atau pembimbing) dan mutarabbi (peserta/mad’u). Kegiatan halaqah
tidak akan terlaksana apabila salah satu unsur tersebut tidak ada.
a. Murabbi
Murabbi (sebutan bagi laki-laki) atau murabbiyah (untuk
perempuan) artinya pendidik atau pengasuh. Sosok yang membina
secara aktif para mad’u (objek dakwah) dalam suatu halaqah.33
Murabbi disebut juga dengan mentor, pembina, ustadz (guru), mas’ul
(penganggung jawab), atau naqib (pemimpin). Murabbi juga berarti
33
Satria Hadi Lubis, Menjadi Murabbi Sukses, (Jakarta: Kreasi Cerdas utama, 2003), Cet.
ke-2, h. 171.
23
orang yang melakukan proses pengajaran melalui halaqah dan
bertanggung jawab untuk mengantarkan peserta mencapai tujuan
halaqah. Seorang murabbi berperan sebagai seorang pembimbing
dalam kelangsungan halaqah.34
Peran Murabbi selain sebagai seorang pembimbing yang
membina mad’u dalam halaqah, ia juga bertindak sebagai qiyadah
(pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua), dan shahabah (sahabat)
bagi mad’unya. Peran yang multifungsi itu menyebabkan seorang
murabbi perlu memiliki berbagai keterampilan, antara lain
keterampilan memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul.
Biasanya keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan
bertambahnya pengetahuan dan penglalaman seseorang menjadi
murabbi.35
b. Peserta Halaqah
Peserta halaqah adalah orang yang mengikuti kegiatan
halaqah. Peserta halaqah disebut juga dengan mutarabbi atau
mad’u. Jumlah peserta dalam halaqah dibatasi antara 3-12 orang.36
Peserta halaqah dibatasi jumlahnya untuk memberi ruang
interaksi yang cukup antara murabbi dengan peserta halaqah. Agar
murabbi dapat memiliki kesempatan yang cukup untuk mengenal dan
mengakrabkan diri dengan peserta halaqah, sehingga dari situ dapat
terjalin ukhuwah Islamiyah antara murabbi dengan peserta halaqah.
34
Ibid., h. 171. 35
Ibid., h. 3. 36
Lubis, Buku Pintar Mengelola Halaqah., h.200.
24
Jika peserta terlalu banyak maka kesempatan untuk
berinteraksi menjadi kurang, sehingga salah satu tujuan halaqah yaitu
menjalin ukhuwah/Persaudaraan, jadi sulit terealisir. Hal ini
berdampak lebih lanjut kepada sulitnya murabbi untuk memberikan
“obat” yang tepat kepada “penyakit” mad’unya, karena ia tidak
mengenal dengan baik peserta halaqahnya. Dampak lebih lanjut
adalah semakin sulit bagi murabbi dalam membentuk kepribadian
Islami pada diri peserta untuk memberikan terapi yang tepat kepada
peserta halaqahnya.
Karena itulah, peserta halaqah perlu dibatasi jumlahnya.
Jumlah yang ideal adalah tidak lebih dari 12 orang. Hal ini
berdasarkan asumsi bahwa jumlah peserta yang lebih dari 12 orang
akan cukup menyulitkan bagi murabbi untuk berinteraksi secara
akrab dengan peserta halaqahnya.
Selain itu, juga karena alasan historis. Nabi Isa as ketika
membina khawariyyun (pengikut setia) berjumlah 12 orang.
Kemudian nabi Muhammad SAW ketika melakukan bai’at pertama
(bai’atul aqabah I) kepada sahabat utamanya juga berjumlah 12
orang.37
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembatasan
jumlah peserta halaqah bukan untuk eklusivitas, tetapi untuk
mempermudah berinteraksi dalam rangka mewujudkan ukhuwah
37
Ibid. h.201.
25
Islamiyah. Untuk lebih jelas lagi beberapa alasan pembatasan jumlah
peserta halaqah, antara lain adalah:
1) Memudahkan murabbi untuk mengenal dan mengakrabkan diri
serta berinteraksi secara akrab kepada peserta halaqahnya
2) Mempermudah bagi sesama peserta untuk saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya dalam menjalin ukhuwah Islamiyah
3) Agar pemberian materi lebih bersifat kondusif
4) Memudahkan murabbi untuk memberikan terapi yang tepat serta
membentuk kepribadian Islami peserta halaqahnya
5) Alasan historis.
3. Klasifikasi Halaqah
Dilihat dari hasil yang dicapai sukses atau tidaknya, halaqah dapat
di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu halaqah dinamis dan halaqah
produktif.
Halaqah yang dinamis adalah halaqah yang selalu berproses dan
bergerak secara berubah-ubah (tidak monoton), sehingga menumbuhkan
kegairahan dan menghilangkan kejenuhan. Dengan demikian akan
menghasilkan anggota yang memiliki tingkat kekompakan yang tinggi
(solid).38
Halaqah dinamis lebih condong kepada tataran proses.
Sedangkan halaqah yang produktif berarti halaqah yang berhasil
mencapai kuantitas dan kualitas dari tujuan yang ditetapkan. Semakin
banyak dan berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah halaqah,
38
Ibid., h.231.
26
berarti semakin produktif halaqah tersebut.39
Halaqah produktif lebih
condong kepada tataran tujuan halaqah (output).
Halaqah membutuhkan produktivitas dan dinamisasi,40
sebab
halaqah adalah kumpulan manusia yang ingin maju (produktif) dan ingin
merasakan nikmatnya ukhuwah/persaudaraan (dinamisasi).
Dalam kenyataannya, tidak semua halaqah sukses (muntijah).
Karena tentu sangat sulit untuk membentuk halaqah yang brorientasi pada
kesuksesan. Jika halaqah diklasifikasikan berdasarkan dinamisasi dan
produktivitas, paling sedikit ada lima tipe halaqah yang dapat diamati;
yaitu: Halaqah tipe sukses (muntijah), tipe paguyuban, tipe jenuh, tipe
sedang dan halaqah tipe rendah.41
Berikut penjelasannya.
a. Tipe Halaqah Muntijah (sukses)
Tipe muntijah (sukses) adalah halaqah yang faktor dinamisasi
dan faktor produktivitasnya tinggi, dinamisasi dalam melakukan proses
dan produktif dalam mencapai tujuan berjalan secara seimbang.
Halaqah yang memiliki tingkat ukhuwah/persaudaraan dan
kekompakan yang tinggi serta mencapai tingkat sasaran yang tinggi
pula. Inilah halaqah yang tingkat prestasinya paling baik dan menjadi
idaman setiap aktivis dakwah.
b. Tipe Halaqah Paguyuban
Tipe paguyuban adalah halaqah yang faktor dinamisasinya
tinggi, namun pada saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah.
39
Lubis, Rahasia Kesuksesan Halaqah., h. 63 40
Ibid., h. 61 41
Ibid., h. 15
27
Halaqah yang solid/akrab, anggotanya memiliki tingkat
ukhuwah/persaudaraan yang tinggi, disisi lain memiliki sasaran
tarbiyah yang rendah.42
Artinya halaqah yang kompak akan tetapi
kurang bermutu.
c. Tipe Halaqah Jenuh
Tipe jenuh adalah halaqah yang faktor dinamisasinya rendah,
akan tetapi pada saat bersamaan faktor produktivitasnya tinggi.
d. Tipe Halaqah Sedang
Tipe sedang adalah halaqah yang faktor dinamisasi dan faktor
produktivitasnya sedang. Maksudnya adalah kesolidan/keakraban antar
peserta (ukhuwah) biasa-biasa saja begitu pula dengan pencapaian
hasil (output) tarbiyah. Tipe halaqah seperti ini dituntut untuk
meningkatkan kedua faktor tersebut demi terwujudnya sebuah halaqah
yang sukses.
e. Tipe Halaqah Rendah
Tipe rendah adalah halaqah tidak sehat.43
Halaqah yang faktor
dinamisasi dan faktor produktivitasnya rendah. Cara mengatasi
halaqah seperti ini adalah dengan menggabungkan cara-cara
meningkatkan kekompakkan (dinamisasi) dengan produktivitas
halaqah.
42
Lubis, Buku Pinta Mengelola Halaqahr, h.232. 43
Ibid., h.235.
28
4. Halaqah dalam Perspektif Sejarah Kebudayaan Islam
Fenomena halaqah berawal dari berdirinya jama’ah Ikhwanul
Muslimiin pada tahun 1928 M di Mesir. Pendiri Ikhwanul Muslimin,
Hasan Al-Banna, sangat perihatin dengan kondisi umat Islam saat itu
yang jauh dari nilai-nilai Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan
umat kepada agamanya. Dari pengamatan yang mendalam tentang tentang
kondisi umat Islam, beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa jauhnya
umat dari Islam disebabkan mereka tidak terdidik secara Islami. Lalu
beliau mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan
untuk jama’ahnya. Sistem itu disebut dengan sistem usrah. Anggota
jama’ahnya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan tingkat
pemahamannya terhadap Islam. Dengan dibimbing oleh seorang naqib,
para anggota Ikhwanul Muslimin pada saat itu secara serius mempelajari
Islam yang berorientasi pada pengamalan Islam. Hasilnya, jama’ah
Ikhwanul Muslimin saat itu dikenal oleh kawan dan lawannya sebagai
jama’ah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan Islam dalam diri
dan di masyarakat. Sepeninggalan Hasan Al-Banna, sistem usrah
dilanjutkan oleh para pengikutnya. Sistem ini akhirnya menyebar –dengan
berbagai modifikasinya- ke berbagai gerakan Islam lainnya.44
Keberhasilan halaqah dalam mendidik pesertanya menjadikan
berbagai organisasi (jama’ah) Islam mengandalkan halaqah dalam
mendidik para anggaota atau calon anggatanya. Halaqah oleh berbagai
44
Lubis, Rahasi Kesuksesan Halaqah, h. 3-4.
29
jama’ah sebagai tempat untuk membentuk kader jama’ah yang militan
dalam memperjuangkan Islam. Biasanya perkembangan kualitas dan
kuantititas halaqah pada sebuah jama’ah akan berpengaruh secara
signifikan dengan tingkat soliditas dan produktivitas jama’ah tersebut.
Bahkan bertahan atau tidaknya eksistensi jama’ah juga dipengaruhi oleh
berkembang atau tidaknya sistem halaqah dalam jama’ah tersebut.
Jama’ah yang solid dan produktif biasanya adalah jama’ah yang sistem
halaqahnya berjalan dengan baik. Sebaliknya jama’ah yang tingkat
soliditas dan produktivitasnya rendah disebabkan sistem halaqahnya tidak
berjalan dengan baik, atau bahkan tidak sama sekali. Karena itu, halaqah
berfungsi sebagai wadah pengkaderan yang efektif untuk keberlangsungan
sebuah jama’ah (organisasi) Islam.
Jauh sebelum berdirinya jama’ah Ikhwanul Muslimin di Mesir,
metode belajar melingkar (halaqah) dilakukan oleh Rosulullah dan
sahabatnya dalam menyebar luaskan ajaran agama Islam. Rasulallah
membina halaqah selama hidupnya. Beliau telah membimbing dan
membina para sahabat-sahabatnya dalam majlis zikir atau halaqah, baik
ketika di Mekkah contohnya di Darul Arqam, maupun di Madinah
contohnya majlis ta’lim di masjid Nabawi.45
Bimbingan agama melalui
halaqah pun dilanjutkan oleh sahabat Khulafaur-Rasyidiin, contohnya
yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab r.a. Pada perkembangan
selanjutnya, pelajaran yang diberikan dalam halaqah tidak terbatas oleh
45
Satria Hadi Lubis, Menjad Murabbi Sukses, h. 7
30
pelajaran agama Islam saja, melainkan berbagai Ilmu pengetahuan lainnya,
diantaranya adalah Ilmu Hadits, Ilmu Tafsir, Ilmu Bahasa dan Sastra dan
lain sebagainya seperti seperti yang dilakukan pada masa Khalifah Umar
bin Khatthab dan Daulah Bani Abbasiyah.
a. Halaqah pada masa Rasulullah
Setelah Rasulallah SAW menerima wahyu yang kedua yang
menjelaskan tugas atas dirinya yaitu menyebarkan agama Islam.
Rasulallah SAW memulai dakwah untuk yang pertama kalinya dengan
sembunyi-sembunyi yaitu mengajak keluarga dan kerabat dekatnya
untuk menyembah Allah dan meninggalkan menyembah berhala.
Ajakan ini disambut baik oleh istrinya yaitu Siti Khadijah, kemudian
disusul oleh ponakannya yang masih muda yaitu Ali bin Abi Thalib
dan Zaiz bin Harits. Setelah itu Beliau menyeru Abu Bakar Siddiq, ia
pun segera beriman dan memeluk agama Islam.
Dengan perantaraan Abu Bakar, Banyak orang-orang yang
memeluk agama Islam, Mereka itulah yang mendapat gelar “As-
Saabiquunal Awwaluun” artinya orang-orang yang terdahulu masuk
Islam.46
Mereka ini dapat gemblengan dan pelajaran agama Islam dari
Rasulullah sendiri. Beliau mengajarkan ajaran agama Islam ditempat
yang tersembunyi yaitu di rumah Arqam bin Abil Arqam (darul
46
Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta; Radar Jaya Offset,
2003), Jilid 1, Cet. Ke-6, h. 76.
31
Arqam) dalam kota Mekkah.47
Kegiatan halaqah tersebut terus
berlangsung sampai perintah untuk berdakwah secara terang-terangan.
Pelajaran pokok yang diajarkannya adalah tauhid, akhlak dan
menghafal Al-Qur’an. Namun pada masa itu belum diajarkan menulis
dan membaca. Tulis dan baca pada masa itu belum banyak dikenal.
Rasulallah sendiri termasuk orang yang tidak bisa membaca dan
menulis. Beliau menyampaikan pelajaran kepada para sahabat melalui
bahasa lisan. Kegiatan halaqah tersebut terus berlangsung sampai
perintah untuk berdakwah secara terang-terangan.
Setelah Rasulallah hijrah ke Madinah, wahyu-wahyu yang
turun sudah banyak. Isi wahyu-wahyu itu pun terdiri dari bermacam-
macam peraturan. Sehingga memerlukan orang-orang yang pandai
membaca dan menulis untuk mencatatnya. Untuk itu Rasulullah
mendirikan Kuttab (tempat pendidikan yang setingkat dengan sekolah
dasar) yang bertempat di masjid Nabawi (kota Madinah) sebagai
tempat pendidikan, terutama belajar membaca dan menulis. Sebagai
tenaga pengajarnya adalah dari para sahabat dan para tawanan yang
bisa membaca dan menulis. Selain itu ada kuttab-kuttab yang didirikan
di rumah-rumah gurunya. Keadaan seperti itu berlangsung sampai pada
masa Khulafaur-Rasyidin dan masa Bani Umayyah.48
b. Halaqah pada masa Khalifah Umar bin Khatthab
47
Departemen Agama RI, “Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
h. 57 48
Tim Bina Karya Guru, “Bina Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Kelas 6 Madrasah
Ibtidaiyah”, (Jakarta: Erlangga, 2003), Jilid 4 h. 82-83
32
Pada masa Khalifah Umar Bin Khatthab pendidikan lebih
dikembangkan lagi. Kalau pada masa Rasulallah halaqah sebagai
tempat penggemlengan para sahabat terhadap ilmu agama, namun
dimasa Khalifah Umar bin Khatthab halaqah adalah sebutan untuk
sebuah perguruan tinggi bagi mahasiswa yang didirikannya sebagai
lanjutan dari sekolah dasar (kuttab).49
Pelajaran yang diberikan pada tingkat pendidikan (halaqah)
itu pada mulanya adalah Al-Qur’an dan Hadits. Tetapi pada
perkembangan selanjutnya dipelajari berbagai ilmu pengetahuan
seperti Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir, Bahasa Arab, Ilmu Tauhid, dan
Sastra50
.
c. Halaqah pada masa Daulah Bani Abbasiyah
Masjid dalam sejarah Islam tidak hanya berfungsi sebagai
tempat ibadat, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaan. Masjid dalam fungsinya sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaan, memainkan peran yang sangat penting pada periode
pertama sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat tempat
berlakunya proses pendidikan Islam sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulallah dan para sahabat Khulafaur-Rasyidin. Begitu pula yang
dilakukan oleh Khalifah Bani Abbasiyah.
Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun dari
daulah Bani Abbasiyah Islam mengalami kemajuan di bidang Ilmu
49
Ibid. h. 84 50
Ibid.
33
pengetahuan. Pada masa itu ilmu pengetahuan berkembang dengan
pesatnya.51
Didalam masjid, diajarkanlah pengetahuan oleh seorang
guru, namun ada juga yang melangsungkan pengajaran di pekarangan
Ka’bah. Segala macam ilmu, terutama ilmu agama diajarkan dalam
bentuk halaqah. Seperti yang dilakukan oleh:
1) Abdullah bin Abbas duduk dalam pekarangan Ka’bah mengajakan
ilmu Tafsir;
2) Rabiah Al-Adawiyah duduk dalam mengajar dalam masjid
Madinah dengan murid-muridnya, antara lain: Malik dan Hasn,
serta orang-orang pilihan Mdinah;
3) Hasan Basri duduk mengajar dalam masjid Basrah dengan murid-
muridnya, salah satu muridnya yang terkenal yaitu Umar bin
Baidah yang kemudian memisahkan diri dari gurunya dan
mengajarkan ilmu yang didapat kepada muridnya;
4) Ja’far Ash Shadiq mengajar dalam masjid Madinah, di antaranya
mengajar ilmu Kimia.52
Dari uraian diatas telah jelas bahwa dengan metode halaqahlah
ajaran Islam dan segala ilmu pengetahuan berkembang hingga sampai
saat ini.
51
Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
1997), Cet. Ke-1, h. 102) 52
Ira Herawati, “Sejarah Kebudaayaan Islam Jilid 2 Kelas II”, (Bandung: Titian Ilmu,
2005) Cet. Ke-1, h. 2.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM PENGAJIAN AL-QALAM
A. Letak Geografis
Pengajian Al-Qalam terletak di Jalan Raya Curug RT 01 Rw 05
Kelurahan Curug Kecamatan Sawangan Kota Depok. Al-Qalam merupakan
sebuah kelompok yang mayoritas pesertanya adalah pemuda, yakni
perkumpulan/kelompok kecil yang ingin mempelajari Islam secara kontinyu
dan dibimbing oleh seorang guru (murabbi).
Kerena merupakan kelompok kecil, keberadaannya pun tidak begitu di
kenal di masyarakat sekitar. Meskipun begitu, pengajian Al-Qalam tetap eksis,
komitmen dan selalu berusaha meningkatkan kwalitas para pesertanya baik
dalam hal pengetahuan agama Islam maupun dakwah Islamiyah.
B. Latar Belakang Terbentuknya Pengajian Al-Qalam
Pengajian Al-Qalam terbentuk pada tanggal 4 Desember 200653
yang
dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya kebersamaan dan perlunya
bimbingan Islam. Berikut ini kutipan Tomi Suganda sebagai peserta sekaligus
pengurus halaqah Al-Qalam ketika peneliti melakukan wawancara tanggal 14
Desember 2008 di rumahnya.
“Yang menjadi landasan terbentuknya pengajian ini yaitu kebersamaan
dan kekompakkan, khususnya antar pengurus pengajian FKPI. Pengajian
Al-Qalam ini kami bentuk dengan tanpa berstruktur, tujuannya agar kami
dapat saling memiliki, saling bekerjasama dan tidak saling mengandalkan.
Semua anggota berkedudukan sama, tanpa ada seseorang yang harus
53
Wawancara pribadi dengan Mukis, Peserta Halaqah Pengajian Al-Qalam, Sawangan,
14 Desember 2008.
35
mematuhi dan di patuhi. Hal ini sengaja kami lakukan agar silaturrahim
tetap terjaga”.54
Bermula pengajian ini hanyalah perkumpulan biasa para remaja
pengurus pengajian FKPI II (Forum Komunikasi Pemuda Islam Dusun II) di
wilayah tersebut. Perkumpulan mereka merupakan perkumpulan rutin yang
telah dijadwalkan, yakni pada malam Rabu. Perkumpulan rutin ini mereka
lakukan untuk menambah keakraban antar pengurus organisasi, berkoordinasi
antar pengurus dan untuk melepas suntuk, sambil main gitar, bersenda gurau
dan lain sebagainya, dikarenakan mayoritas dari mereka adalah pengangguran.
Lama-kelamaan dirasakan perkumpulan yang mereka lakukan tidak
memberikan manfaat yang berarti bahkan “jenuh”, maka dari itu munculah
inisiatif untuk membentuk sebuah pengajian dengan nama Al-Qalam dan
memanggil seorang pembimbing.55
Dari sinilah muncul gagasan-gagasan untuk lebih mengembangkan
kwalitas pengajian itu sendiri dengam melakukan sebuah metode pengajaran
yang lebih efektif dan berkesinambungan agar para peserta bukan hanya
memperoleh bimbingan Islam, tapi juga dapat mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Metode yang digunakan dalam pengajian ini adalah metode
halaqah.56
C. Tujuan Terbentuknya Pengajian Al-Qalam
Telah dijelaskan terdahulu bahwa terbentuknya pengajian Al-Qalam
dilatar belakangi oleh kesadaran individu terhadap pentingnya ukhuwah
54
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda, Pengurus Halaqah Pengajian Al-Qalam,
Sawangan, 14 Desember 2008. 55
Ibid. 56
Ibid.
36
Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) dan kesadaran akan kebutuhan
siraman rohani Islam. Dengan demikian, mereka peserta pengajian Al-Qalam
dapat mengkaji ilmu agama Islam dibawah bimbingan seorang guru. Adapun
tujuan dibentuknya pengajian Al-Qalam dengan metode halaqah adalah bukan
semata-mata ilmu agama Islam, tetapi juga penerapan nilai-nilai moral Islam
sehingga tercipta pribadi muslim yang sempurna (insan kamil). Berikut
kutipan pernyataan peserta ketika peneliti mewawancarai tentang tujuan
terbentuknya pengajian Al-Qalam.
“Tujuan yang ingin dicapai dalam metode halaqah bukan semata-mata
hanya “transfer of knowlage” dari guru ke murid, tapi juga adanya peranan
nilai-nilai moral aqidah Islam dan akhlak Islamiyah, sehingga tercipta
pribadi-pribadi muslim yang sempurna (insan kamil) dalam berbagai aspek
atau sendi kehidupan.”57
Sedangkan Tomi selaku pengurus sekaligus peserta pada halaqah Al-
Kalam menyatakan bahwa tujuan utama terbentuknya pengajian adalah untuk
mempererat tali silaturrahim khususnya antar pengurus pengajian FKPI dan
menambah semarak dakwah Islam. Berikut kutipan pernyataan peserta ketika
peneliti mewawancarai tentang tujuan terbentuknya pengajian Al-Qalam.
“Tujuan utama terbentuknya pengajian ini adalah untuk menambah
semarak dakwah Islam dan mempererat tali silaturrahim antar pengurus
FKPI khususnya. Selain itu adanya kebutuhan ilmu agama Islam yang
sangat sedikit kami miliki disinilah wadahnya. Mudah-mudahan kalau
sudah mau belajar wawasan kami tentang agama Islam akan lebih luas
sehingga kami punya bekal iman dan taqwa dan dapat kami praktekkan
nilai ke-Islaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Di pengajian ini
kami juga suka membicarakan tentang cara berwira usaha.dan bagaimana
mengelolanya.”.58
57
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robi, Pembimbing Halaqah Pengajian Al-
Qalam, Sawangan, 14 Desember 2008. 58
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda.
37
Dengan demikian tujuan terbentuknya pengajian halaqah Al-Qalam
Curug Sawangan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menambah semarak dakwah Islam
2. Mempererat tali silaturrahim antar sesama
3. Sebagai wadah menuntut Ilmu khususnya ilmu agama Islam
4. Pengembangan diri agar menjadi manusia yang berwawasan luas yang
dibekali iman dan taqwa serta belajar untuk mengelola sebuah usaha.
5. Mengaatualisasikan diri dalam mewujudkan nilai-nilai ke-Islaman.
D. Aktivitas Pengajian Al-Qalam
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan salah
seorang pengurus sekaligus peserta pengajian Al-Qalam, Sdr. Tomi, bahwa
pengajian Al-Qalam rutin dilaksanakan setiap hari Kamis pukul 21.00 WIB.
bertempat di masjid Jami’ Raudlatul Falah Curug Sawangan Depok dan di
rumah peserta (berpindah-pindah)59
. Aktivitas halaqah terdiri dari aktifitas
reguler dan aktivitas non-reguler60
. Keduanya dirancang secara matang agar
fokus dan tujuan halaqah dapat tercapai.
1. Aktivitas Reguler
Aktivitas reguler adalah pertemuan pekanan (yang rutin) yang
berisi kalimat pengantar dan talaqq/penyampaian materi dari murabbi
serta tausiyah/pidato dari mutarabbi (peserta).
Adapun agenda pertemuan yang biasa dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
59
Ibid,. 60
Tim Departemen Kaderisasi DPP PK Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota
Pemula, (Bandung: PT Syamil Cipta Media, 2003), cet. 4, h. 31.
38
a. Frekwensi dan waktu pelaksanaan
1) Dilaksanakan satu kali dalam sepekan yakni hari Kamis
2) Lama pertemuan 2 jam
3) Waktu pertemuan dilaksanakan malam hari dan siang hari bagi
perempuan.
b. Agenda Pertemuan Halaqah
1) Iftitah (pembukaan) disampaikan oleh murabbi atau yang
bertugas
2) Tilawah. Setiap peserta membaca Al-Qur’an secara bergantian
dengan bimbingan murabbi (pembimbing), masing-masing
maksimal satu halaman.
3) Tasmi’ (mendengarkan) hafalan Al-Qur’an dan hadits
4) Taushiyah dari salah seorang peserta jika ada.
5) Infaq
6) Penyampaian materi oleh pembimbing.
7) Evaluasi dan segmen tanya jawab dari para peserta
8) Penutup dengan membaca do’a kafaratul majelis dan surat al-
‘Ashr. 61
2. Aktivitas Non Reguler
Aktivitas non-reguler adalah kegiatan yang direncanakan oleh
pembimbing berupa mabit (menginap bersama/malam ibadah), rihlah
(jalan santai) penugasan, dan tugas baca buku.
61
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robi.
39
Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam aktivitas non regular
adalah sebagai berikut:
a. Silaturrahim dan komunikasi sesama anggota untuk menguatkan
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan) sehingga tidak hanya teori semata
b. Pembimbing mengamati perkembangan para peserta dalam
pengamalan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
c. Daurah (praktikum), yakni suatu kegiatan yang dilakukan untuk
membekali peserta dengan metode dan pengalaman penting untuk
mengembangkan keahlian. Misalnya daurah Al-Qur’an, daurah azan,
imam, shalat, mengurus jenazah, keterampilan belajar, dan lain
sebagainya. Kegiatan ini dilaksanakan setiap satu semester.
d. Rihlah (jalan santai/wisata alam), yakni kegiatan yang dilaksanakan
secara bersama-sama dan lebih tercurah pada aspek fisik. Kegiatan ini
bersifat idental yang dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
e. Mabit (menginap bersama di suatu tempat), zikir dan muhasabah
bersama. Dilakukan satu kali dalam setahun, yakni pada malam tahun
baru Hijriyah.
f. Tadarrus Ramadhan, yakni membaca Al-Qur’an pada malam bulan
Ramadhan. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap bulan Ramadhan.
g. Puasa sunah Senin dan Kamis
h. Pengembangan usaha kecil. Yakni kegiatan yang bertujuan untuk
melatih dan mengembangkan SDM para peserta sekaligus untuk
menyalurkan minat dan bakat yang dimilikinya. Adapun usaha kecil
40
yang telah dilaksanakan oleh kelompok halaqah Al-Qalam adalah
adalah:
1) Rental Sterefoam
2) Percetakan Undangan.
41
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Penerapan Bimbingan Islam Melalui Metode Halaqah pada Pengajian Al-
Qalam Curug Sawangan Depok
Bimbingan Islam melalui metode halaqah pada pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan dilaksanakan secara simultan (terus menerus) dengan
periode mingguan atau sepekan satu kali. Pembinaan yang dilakukan bukan
hanya menyentuh aspek spiritual atau keagamaan, emosional, akan tetapi juga
social dan wawasan ke-Islaman. Pembinaan dilakukan oleh seorang murabbi
sebagai pembimbing/guru pada setiap kelompok halaqah.
Ust. Kurnia Robbi S.Ag., adalah seorang pembimbing pada halaqah Al-
Qalam. Dalam kesibukannya sebagai kepala bagian dinas keuangan yang
berada di Jakarta, Ust. Robbi juga membimbing empat kelompok halaqah. Di
antaranya dua kelompok terdapat di daerah Curug Sawangan, dan satu
kelompok di Sawangan Baru dan di Pengasinan. Pengalamannya dalam
membimbing halaqah kurang lebih 5 tahun. Ust. Robbi membimbing
pengajian di Al-Qalam lebih kurang dua tahun lamanya. Adapun bimbingan
yang diterapkan pada halaqah Al-Qalam ini berupa pembinaan social,
pendidikan agama dan wawasan ke-Islaman.62
Pembinaan secara sosial dilakukan secara integral/bersamaan dengan
pendidikan keagamaan, begitu pula tentang wawasan ke-Islaman, seperti
perkembangan Islam modern, isu-isu keagamaan, napak tilas sejarah ke-
62
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robi, pembimbing halaqah pengajian Al-
Qalam, Sawangan, 14 Desember 2008.
42
Islaman, dan lain-lain. Sedangkan pembinaan spiritual atau keagamaan lebih
dikhususkan pada pembinaan akhlak/moral/tingkahlaku, ibadah serta tilawah
Al-Qur’an.
1. Metode Halaqah dalam Bimbingan Islam pada Pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan Depok
a. Metode
Penerapan metode halaqah di pengajian Al-Qalam Curug
Sawangan pada umumnya memiliki kesamaan dengan lembaga-
lembaga yang serupa lainnya, di antaranya adalah metode ceramah,
metode individual, metode kelompok, metode daurah, mabit, rihlah
dan tadabbur alam, metode pembiasaan serta metode keteladan.
1) Metode Ceramah dan Tushiyah
Metode yang digunakan oleh pembimbing dalam
memberikan bimbingan rohani Islam kepada para peserta didiknya
menurut Ust. Robbi selaku murabbi adalah melalui ceramah.
“Setiap kelompok halaqah pada dasarnya menggunakan
metode yang sama, yakni ceramah, taushiyah dan percakapan
pribadi. Biasanya percakapan pribadi dilakukan ketika seorang
peserta sedang memiliki permasalahan keluarga atau lainnya,
akan tetapi ia malu mengungkapkan di depan teman-
temannya”.63
Hal ini diperkuat oleh penjelasan Mukis, peserta halaqah,
ketika peneliti mewawancarainya.
“...Bentuk pengajian biasanya ceramah, tausyiyah dan
terkadang kalau ada permasalahan dari salah seorang teman saya
biasanya langsung mengungkapkan kepada pembimbing secara
63
Ibid,.
43
pribadi, mungkin dia malu kali ya… padahal setiap akhir
pertemuan pembimbing selalu ngasih waktu buat ngungkapin
masalah atau unek-uneknya?”64
Sedangkan taushiyah disampaikan oleh peserta yang
bertugas. Taushiyah ini rutin dilakukan setiap pertemuan mingguan
yakni sebelum pembimbing menyampaikan materi ceramah. Hal ini
dilakukan sebagai sarana pelatihan dakwah.65
2) Metode Individual
Metode Individual yaitu percakapan pribadi antara
pembimbing dengan peserta halaqah. Metode individual bersifat
insidental dan sewaktu-waktu untuk menyelesaikan persoalan yang
terjadi pada diri peserta. Hal ini sebagaimana yang disampaikan
oleh pembimbing ketika peneliti mewawancarainya sebagai berikut.
“…Biasanya percakapan pribadi dilakukan ketika seorang peserta
sedang memiliki permasalahan keluarga atau lainnya, akan tetapi ia
malu mengungkapkan di depan teman-temannya. Percakapan
pribadi ini sewaktu-waktu saja,…”66
Tentang hal ini, juga diperkuat oleh pernyataan Suganda,
peserta halaqah sebagai berikut.
“Di pengajian itu kami bebas mengungkapkan permasalahan
baik secara pribadi maupun bersama teman-teman serta
mengemukakan pendapat, salah benar/belakangan, yang penting
lega bisa mengungkapkan permasalahan dan unek-unek bisa
64
Wawancara pribadi dengan Mukis, peserta halaqah pengajian Al-Qalam, Sawangan, 14
Desember 2008. 65
Partisipasi aktif pelaksanaan halaqah di pengajian Al-Qalam, Sawangan, 18 Desember
2008. 66
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
44
dikeluarkan, nanti murabbi yang beri penjelasan dan
penyelesaian masalahnya”.67
Persoalan yang diselesaikan dengan metode individual ini
adalah masalah pribadi seperti masalah keluarga, pekerjaan, rekanan
dan lain sebagainya.
3) Metode Kelompok
Metode kelompok yaitu penyelesaian masalah secara
bersama. Metode ini digunakan bersifat insidental dan sewaktu-
waktu. Hal ini dilakukan oleh pembimbing agar dapat
menyelesaikan masalah peserta halaqah secara bersama-sama.
Metode kelompok bertujuan agar para peserta dapat membiasakan
diri sekaligus melatih agar dapat berkomunikasi dengan baik,
seperti memberikan saran, tanggapan, komentar dan lain-lain. Hal
ini ditegaskan oleh pembimbing ketika peneliti mewawancarainya.
“…biasanya di akhir pertemuan kami memberi kesempatan
kepada peserta untuk bertanya, mengomentari, memberikan
saran, dan mengungkapkan permasalahan yang berhubungan
dengan pribadinya, setelah itu kami diskusikan atau kami bahas
bersama seluruh peserta halaqah guna melatih komunikasinya
dan belajar memberikan tanggapan dan saran kepada orang
lain”.68
Masalah yang diselesaikan dengan metode kelompok adalah
permasalahan yang bersifat umum, seperti malas shalat, kurang
percaya diri, pengaruh ajaran sesat dan lain sebagainya.
67
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,. 68
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
45
4) Metode Tilawah Al-Qur’an
Metode tilawah Al-Qur’an yaitu membaca ayat-ayat Al-
Qur’an dengan fasih, baik dan benar dibawah bimbingan seorang
pembimbing. Metode ini rutin dilakukan setiap pertemuan halaqah,
dengan tujuan agar peserta dapat membiasakan diri sekaligus
melatih membaca Al-Qur’an dengan fasih, baik dan benar. Tentang
hal ini diungkapkan olah pembimbing sebagai berikut. “…Selain
taushiyah, ceramah dan percakapan pribadi, di awal pengajian kami
membiasakan diri untuk tilawah Al-Qur’an. Hal ini agar peserta
halaqah mampu membaca Al-Qur’an dengan fasih, baik dan
benar”.69
5) Metode Daurah, Mabit, Rihlah dan Tadabbur Alam
Metode tersebut dilaksanakan sewaktu-waktu ketika
memang dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kejenuhan
dalam penanganan bimbingan dengan metode halaqah. Disamping
itu ada tujuan-tujuan lain yang hendak dicapai seperti tadabbur
alam bertujuan untuk memperkuat keimanan peserta didik.
Sedangkan mabit bertujuan memperbanyak ibadah dan rihlah
bertujuan untuk menjaga stabilitas kesehatan jasmaniyah. Berikut
kutipan pembimbing ketika peneliti mewawancarainya.
“… Perlu diketahui disamping metode halaqah dalam
tarbiyah terdapat metode-metode lain seperti metode tausyiyah,
metode ceramah, metode mabit, daurah, rihlah, tadabbur alam
dll. Dalam metode-metode tersebut memiliki tujuan dan materi-
69
Ibid,.
46
materi yang beragam, misalnya daurah bertujuan untuk
menambah pengalaman dan juga keahlian, atau daurah itu
adalah pelatihan. Sedangkan materinya bisa taharah, mengurus
jenazah, azan, imam atau tentang wirausaha seperti budidaya
ikan hias, tanaman hias dan lain sebagainya”.70
Pengajian dengan metode halaqah tidak hanya sekedar
pengajian rutin saja yang dilaksanakan di dalam majlis, rumah
maupun di dalam masjid, akan tetapi memiliki kegiatan di luar
kegiatan rutin. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya
kejenuhan. Hal ini diungkapkan oleh pengurus sebagai ketika
peneliti mewawancarainya sebagai berikut.
“Tekadang juga kita peserta halaqah tidak hanya itu-itu
saja, tapi ada kegiatan misalnya rihlah/jalan santai,
riyadhah/olahraga/out bond, mabit, daurah dan lain-lain.
Pokoknya kegiatan halaqah bukan cuma duduk lalu ngaji
kemudian dengerin, tapi juga ada kegiatan lain yang bikin kami
ini borring alias bête bin jenuh, he..he..he…”71
Hal ini diperkuat oleh keterangan Mukis, peserta halaqah
sebagai berikut: “Kalau begitu setiap pertemuan, ya.. saya bosen
juga. Kan bukan hanya itu, terkadang kami ini ngadain acara
misalnya jalan-jalan, mabit, praktek ibadah dan lain-lain.”.72
a) Daurah (praktikum)
Daurah adalah sarana intensif untuk membekali peserta
dengan metode dan pengalaman penting untuk
mengembangkan keahlian, menambah pengetahuan yang tidak
70
Ibid. 71
Wawancara pribadi dengan Mukis,. 72
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,.
47
mungkin dilaksanakan oleh murabbi.73
Metode ini dilaksanakan
sewaktu-waktu yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian
dan pengetahuan terhadap potensi-potensi yang dimiliki dan
harus dimiliki oleh peserta halaqah, serta meningkatkan
produktifitas peserta dalam dakwah dan tarbiyah.
Peneliti sekaligus peserta halaqah Al-Qalam mengamati
kegiatan daurah yang telah dilaksanakan adalah cara berwudhu,
adzan, shalat fardhu dan shalat jenazah.
b) Mabit (menginap bersama)
Mabit adalah menginap bersama dengan menghidupkan
malam dengan ibadah.74
Metode ini pun di lakukan sewaktu-
waktu yang bertujuan untuk menguatkan hubungan kepada
Allah dan Rasulallah, meneladani pola hidup Rasulallah,
mengeratkan ukhuwah dan nuansa Islami.
Peneliti sekaligus peserta halaqah Al-Qalam mengamati
kegiatan mabit yang telah dilaksanakan yaitu bertempat di
masjid Raudlatul Falah Curug Sawangan Depok pada tanggal
28 Desember 2008.
c) Rihlah (jalan santai/wisata alam)
Metode rihlah/jalan santai/wisata alam yang
dilaksanakan secara bersama-sama dan lebih tercurah kepada
aspek fisik. Metode ini dilaksanakan sewaktu-waktu. Dalam
73
Tim Departemen Kaderisasi DPP PK Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula,
(Bandung: PT Syamil Cipta Media, 2003), cet. 4, h. 33. 74
Ibid., h. 40.
48
pelaksanaannya peserta diberi keluasan untuk bergerak dalam
iklim yang bebas dan ruang gerak yang luas untuk menerapkan
nilai-nilai kehidupan Islami secara nyata.
Metode ini bertujuan untuk menciptakan ukhuwah
Islamiyah dan kedisiplinan secara fisik. Peneliti sekaligus
peserta halaqah Al-Qalam mengamati kegiatan rihlah yang
telah dilaksanakan yaitu bertempat di Taman Matahari Cisarua
Bogor pada tanggal 10 Januari 2009.
d) Tadabbur Alam (mengamati ciptaan Allah)
Tadabbur alam merupakan bagian dari pelaksanaan
metode rihlah, yaitu mengamati ciptaan Allah kemudian
mentafakurinya. Hal ini bertujuan untuk menambah dan
memperkuat keimanan peserta sebagaimana diungkapkan oleh
pembimbing ketika penulis mewawancarainya sebagai berikut:
“Selanjutnya rihlah atau jalan santai/wisata alam, kelanjutannya
adalah tadabbur alam, tujuannya adalah untuk menambah dan
memperkuat keimanan para peserta halaqah…”75
6) Metode Pembiasaan
Manusia merupakan makhluk yang terkondisi. Lingkungan
banyak membentuk kepribadian sikap dan tingkah laku seseorang.
Segala akatifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang harus
harus dibiasakan apabila ingin menghasilkan suatu kebiasaan yang
75
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
49
yang secara spontanitas dilakukan tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Sama seperti dalam pembinaan akhlak seseorang. Maka perlu
dibiasakan dengan akhlak terpuji yang bertujuan agar kebiasaan
tersebut menjadi karakter atau sifat yang melekat dalam diri
manusia.
Metode pembiasaan ini diketahui penulis ketika wawancara
dengan pembimbing, sebagai berikut: “…Sangat penting mereka
mau membiasakan hal-hal yang baik. Sesuatu yang telah biasa
dilakukan biasanya akan ringan melaksanakanny...”76
Hal ini diperkuat oleh ungkapan Mukis, peserta halaqah
sebagai berikut. “… Semua itu memang harus dibiasakan, awalnya
sih sulit, lama-kelamaan pun akan terbiasa”.77
Sebagaimana ungkapan para pakar psikologi behavioral
yang menyatakan bahwa manusia tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kondisi atau keadaan. Dalam hal tingkah laku atau akhlak,
manusia dapat dibentuk kearah yang lebih baik sesuai dengan
keinginan yang dicapai. Dengan metode ini para peserta halaqah di
arahkan kepada perbaikan akhlak dan ibadah dengan cara
pembiasaan melakukan kegiatan keagamaaan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Mukis, peserta halaqah sebagai berikut:
“…Lama-kelamaan pun saya sadar, ternyata ibadah, berbuat baik,
jujur, berprilaku baik dan semuanya yang baik itu ternyata perlu
76
Ibid 77
Wawancara pribadi dengan Mukis,.
50
pembiasaan, dan pembimbing berusaha untuk membiasakan semua
itu. Al-hamdulillah sekarang saya sudah mulai terbiasa”.78
Upaya yang dilakukan dengan metode pembiasaan
nampaknyan cukup mempunyai akibat yang positif seperti yang di
ungkapkan para Informan di atas.
7) Metode Keteladan
Metode ini dilakukan sebagai upaya pemberian contoh atas
aktualisasi ajaran yang telah disampaikan dengan harapan agar
peserta halaqah dapat mengikutinya tanpa adanya paksaan. Hal
tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh pembimbing ketika
peneliti mewawancarai kepada pembimbing.
“…Terlepas dari tercapai atau tidaknya tujuan tersebut,
tergantung dari aspek yang mendukung, misalnya kesolidan
dan komitmen peserta dan pembimbing, materi, peran murabbi
dalam hal cara penyampaian materi, atau pun sebagai sorotan
anak didiknya, kompetensi dan semua aspek yang
mempengaruhi proses penddidikan. Halaqah bubar atau tidak
tahan lama selain di sebabkan oleh kejenuhan juga bisa di
sebabkan oleh murabbi itu sendiri yang tidak mampu menarik
simpati pesertanya, tidak ada keteladan, jarang hadir, tidak
mampu memotifasi peserta…”79
Seorang pembimbing adalah sebagai sorotan para peserta
didiknya baik dalam hal sikap, akhlak, prilaku atau pun tutur kata
yang baik. Karena salah satu penyebab bubarnya halaqah adalah
pembimbing tidak mampu menarik simpati pesertanya serta tidak
78
Ibid. 79
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
51
adanya keteladan yang baik. Tentang keteladan, dikomentari oleh
pengurus sekaligus peserta ketika peneliti mewawancarainya.
“…sikap dan tutur kata pak Robi yang santun nan lembut
tapi tegas, komitmen dan semangat yang tinggi, akhlak yang
sopan, ia pun sering mencontohkan untuk bershadaqah/infak,
berakhlak yang baik, tidak pelit kepada sesama, walau jauh ia
mau datang untuk ngaji, jenguk temen yang sakit atau teman
yang berhajat, masih banyak lagi. Itu sangat bermanfaat buat
saya, dengan demikian saya memiliki figur orang yang
membangkitkan semangat saya”.80
Hal ini diperkuat oleh peserta halaqah ketika peneliti
mewawancarainya sebagai berikut.
“Banyak, diantaranya jadi lebih akrab dengan teman-
teman, terus karena pak Robi yang punya semangat yang luar
biasa. Seharusnya kita-kita yang butuh sama dia, ternyata
seakan-akan dia yang butuh. Cuaca hujan atau kagak dia tetap
semangat datang membimbing kami ini. Timbulnya’ kalau
saya ga datang, merasa ga enak”.81
Akhlak manusia dapat terbentuk dengan sangat cepat
ketika berangkat dengan dasar kesadaran. Kesadaran itu sendiri
merupakan respon yang diberikan manusia dari rangsangan
(stimulus) yang dicontohkan oleh manusia supaya tingkahlaku
manusia yang melihat dapat merespon dengan cara menirukan
prilaku yang dicontohkan. Dalam hal penerapan bimbingan Islam
melalui metode halaqah di pengajian Al-Qalam Curug Sawangan
ini cukup mefasilitasi perubahan tingkah laku baik yang di tujukan
oleh pembimbing sehingga semua Informan bersedia mengikuti.
Seperti bertutur kata sopan atau santun, hal tersebut dilakukan
80
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,. 81
Wawancara pribadi dengan Mukis,.
52
terlebih dahulu oleh pembimbing. Hal tersebut peneliti angggap
tepat sebagaimana yang telah diungkap oleh para Informan diatas.
Dengan demikian menurut pengamatan peneliti sekaligus
sebagai peserta dalam halaqah Al-Qalam, memang banyak sekali
manfaat dari metode halaqah ini, karena setelah peserta didik
mengetahui tentang ajaran Islam, dengan sendirinya mereka mulai
melaksanakan shalat berjama’ah di masjid berdasarkan kesadaran
sendiri, sehingga berimplikasi pada prilaku mereka menjadi lebih
baik.
2. Waktu
Pelaksanaan bimbingan rohani Islam melalui metode halaqah
di pengajian Al-Qalam Curug Sawangan dilaksanakan setiap sepekan
satu kali, yaitu setiap hari Kamis malam Jum’at mulai pukul 21.00
sampai pukul 23.00 WIB. Lama kegiatan ini berlangsung selama dua
jam dengan materi yang berbeda-beda dan berkesinambungan.82
Dalam hal ini penulis mengutip keterangan Suganda, peserta
halaqah, ketika peneliti mewawancarainya: “…Kebetulan guru yang
baru ini agak sibuk, jadi kami merubah pertemunan yang semula
malam Rabu menjadi malam Jum’at, jam sembilan malam sampai jam
sebelas”.83
82
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi.. 83
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,.
53
Dalam melakukan bimbingan dan pembinaan peserta halaqah,
ustadz Kurnia Robbi sebagai murabbi yang menangani metode
halaqah tersebut.
3. Tempat
Tempat merupakan komponen yang paling mendasar dari suatu
aktivitas atau kegiatan bimbingan dan pembinaan. Adapun tempat
yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan halaqah di pengajian al-
Qalam, biasanya tidak berfokus di masjid/mushalla saja, akan tetapi
berpindah-pindah seperti di rumah peserta halaqah atau di rumah
pembimbing. Hal ini dikarenakan agar dalam pelaksanaan bimbingan
tidak monoton sehingga menimbulkan kejenuhan, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Suganda, pengurus halaqah Al-Qalam.
“…Pengajian pun dilaksanakan dengan berpindah-pindah tidak di satu
tempat,…”84
Hal ini juga diperkuat oleh ungkapan Mukis selaku peserta
halaqah Al-Qalam sebagai berikut: “…pengajian ini tidak diam di satu
tempat saja, terkadang berpindah-pindah dari rumah ke rumah secara
bergantian, biar suasananya berbeda. Misalnya minggu ini di rumah
peserta A, maka minggu selanjutnya di rumah B, dan seterusnya. Tapi
lebih sering pindah-pindah sih dari pada dimasjid”.85
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa tempat yang
digunakan dalam pengajian Al-Qalam disesuaikan dengan keadaan
84
Ibid.. 85
Wawancara pribadi dengan Mukis,.
54
peserta. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan bimbingan Islam
dapat terlaksana dengan baik.
4. Materi
Materi merupakan sarana untuk mencapai tujua atau maksud.
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan bimbingan Islam melalui
metode halaqah adalah untuk membentuk pribadi muslim yang baik,
Islami dan pelaku dakwah. Adapun materi yang diberikan dalam
pelaksanaan bimbingan Islam melalui metode halaqah adalah akhlak,
aqidah, ibadah. Materi yang disampaikan oleh pembimbing
berkesinambungan dan terus berlanjut. Sebagaimana yang di
ungkapkan oleh pembimbing ketika peneliti melakukan wawancara.
“…Bagi peserta halaqah yang baru, maka di berikan materi
yang masih dasar, misalnya tentang aqidah Islam: makna dan
urgensi aqidah sebagai landasan; sumber-sumbernya,
penyimpangan aqidah dan cara penanggulangannya, kemudian
ibadahnya; biasanya kami lebih menekankan
pengaplikasian/praktiknya ketimbang teori, selanjutnya seputar
akhlak Islamiyah dan lain sebagainya…”.86
Hal ini juga disampaikan oleh Mukis, peserta halaqah, sebagai
berikut: “…materi yang disampaikannya pun terus berlanjut/kontinyu
dan lebih penting lagi ada tuntutan untuk pengamalannya”.87
Pada penerapannya, materi Bimbingan Islam yang terdapat
dalam pengajian Al-Qalam dilakukan secara kontinyu dan
berkesinambungan serta disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilaksanakan. misalnya dalam pertemuan halaqah mingguan; materi
86
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,. 87
Wawancara pribadi dengan Mukis,.
55
yang diberikan adalah tentang wawasan keislaman, tauhid, akhlak,M
dan lain sebagainya. Berikut penjelasannya:
1) Pertemuan Mingguan, materinya sebagai berikut:
a. Ma’rifah Diinil Islam
b. Pokok-pokok ajaran Islam
c. Ma’rifatullah
d. Tauhidullah
e. Tauhid Asma’ wa shifat
f. Makna Syhadatain
g. Syarat-syarat diterimanya Syahadat
h. Hal-hal yang membatalkan Syahadat
i. Birrul Walidain
j. Ta’rif Al-Qur’an/tafsir Al-Qur’an ayat tertentu.
2) Daurah, materinya sebagai berikut:
1) Daurah Al-Qur’an
2) Thaharah, azan, imam dan Shalat
3) Keterampilan belajar
4) Ekonomi dan wira usaha. Materi yang disuguhkan adalah:
a) Mengenal diri
b) Mengenal lingkungan
c) Mengembangkan kreativitas
d) Merencanakan usaha
e) Menguji kelayakan usaha
56
f) Merespon perkembangan.
3) Mabit, materinya sebagai berikut:
1) Kedudukan niat dalam beramal
2) Qiyamul lail
3) Shalat berjama’ah
4) Berdo’a dan berdzikir
5) Menjauhi akhlak tercela
6) Menjauhi dosa-dosa besar
7) Bahaya lidah
8) Menjauhi segala yang haram
9) Tidak menunda dalam menunaikan ibadah.
4) Rihla, materinya adalah Al-Qur’an dan Al-Sunah yang berbicara
tentang lingkungan.
5) Penugasan, materinya sebagai berikut:
1) menghafal Al-Qur’an juz 30
2) Tilawah yaumiyah (membaca Al-Quran setiap hari)
3) Ziarah kubur
4) I’tikaf (berdiam diri di masjid)
5) Shaum sunah.88
5. Sasaran
Telah di jelaskan di dalam BAB III, bahwa Al-Qalam adalah
salah satu pengajian yang ada di Curug Sawangan yang menggunakan
88
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
57
metode halaqah. Pengajian Al-Qalam terdiri dari 6 orang peserta
(termasuk penulis), yaitu Tomi Suganda (26 tahun), Mukis (26 tahun),
Sukandar (28 tahun), Ali Alatas (26 tahun), Endi (29 tahun) dan Redi
Haqiqi (23 tahun). Mereka tinggal di wilayah yang sama dan saling
berdekatan yaitu di Kelurahan Curug kecamatan Sawangan Kota
Depok. Pendidikan mereka mulai SD, SMP, SMA sampai D3.
Mereka merupakan peserta yang aktif dalam mengikuti
kegiatan di pengajian tersebut. Meskipun latar belakang pendidikan
dan usia mereka berbeda, namun mereka tetap saling menjalin
keakraban, kekompakan, dan keutuhan kelompok halaqah.
B. Hasil Pembinaan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan,
bahwa Informan sangat merasakan pengaruhnya dari pelaksanaan bimbingan
Islam melalui metode halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan ini.
Para Informan menganggap metode halaqah sangat efektif karena lebih
kondusif sehingga mereka mudah menyerap materi yang disampaikan
pembimbing. Disamping itu mereka di tuntut untuk pengamalannya. Berikut
pernyataan Suganda, pengurus halaqah, ketika peneliti mewawancarainya.
“…pengajian seperti ini terasa lebih tenang, dan keakraban antara
murabbi dengan peserta atau sesama pesertanya lebih kuat. Apalagi jumlah
pesertanya yang dibatasi, beda dengan pengajian-pengajian yang pernah
saya ikuti, seperti pengajian acara maulid nabi, isra mi’raj dll. Pengajian
seperti itu kurang focus, sebab yang dengerin mah dengerin yang ngobrol
mah asyik ngobrol. Yang kedua, pelajaran yang di sampaikan olaeh guru
lebih mudah meresap di otak saya, mungkin karena suasananya yang
tenang kali ya?...”89
89
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,.
58
Selanjutnya diperkuat oleh pernyataan Mukis, peserta halaqah, sebagai
berikut. “…Materi yang di ajarkan oleh pembimbing lebih mudah saya
mengerti karena suasana yang kondusif seperti itu. Kemudian materi yang
disampaikannya pun terus berlanjut/kontinyu dan lebih penting lagi ada
tuntutan untuk pengamalannya”.90
Dalam bimbingan Islamnya, semua Informan merasakan dan
mengalami perubahan tingkahlaku atau akhlak serta meningkatnya ibadah. Hal
tersebut diungkapkan oleh Mukis, peserta halaqah, dalam wawancara pribadi
dengan peneliti.
“Perubahan yang paling saya rasakan intinya adalah sebelum
melakukan perbuatan saya fikirkan terlebih dahulu, mempertimbangkan
segala resikonya kecuali masalah ibadah yang sudah jelas perintahnya.
Selain itu saya merasakan jadi lebih dekat dengan keluarga dan teman-
teman baik di rumah ataupun di pengajian ini. Justru sekarang saya lebih
suka bicara yang bermanfaat apalagi sampai ngomong jorok, dosa dan ga
baik, karena saya sudah faham bahwa selamatnya manusia tergantung
pada lisannya”.91
Hal ini pun dirasakan oleh Suganda, pengurus halaqah, ketika peneliti
melakukan wawancara. “Tingkahlaku saya al-Hamdulillah sudah berubah,
cara berfikir pun sudah berubah. Saya lebih senang melakukan perbuatan yang
bermanfaat untuk diri saya dan teman-teman ketimbang nongkrong-nongkrong
di pinggir jalan”.92
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa metode halaqah lebih efektif
dirasakan oleh peserta halaqah Al-Qalam. Hal ini karena jumlah peserta yang
sedikit sehingga menjadikan suasana halaqah yang kondusif, dan materi yang
90
Wawancara pribadi dengan Mukis,. 91
Ibid. 92
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,.
59
diberikan pun berkesinambungan sehingga mudah terserap oleh peserta. Selain
itu mereka di tuntut untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mewujudkan
nilai keislaman.
Dari uraian di atas, dapat diketahui hasil penerapan bimbingan Islam
melalui metode halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan sebagai
berikut:
1. Peningkatan keimanan
2. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman serta pengamalan ajaran agama
Islam
3. Peningkatan ibadah kepada Allah SWT.
4. Peningkatan peserta dalam membaca Al-Qur’an
5. Peningkatan akhlak al-karimah
6. Mempererat tali silaturahim
7. Menjadikan terungkapnya masalah pribadi/kelompok
8. Masalah terselesaikan.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Penerapan Bimbingan
Islam Melalui Metode Halaqah di Pengajian Al-Qalam Curug Sawangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan serta observasi peneliti
selama melakukan penelitian, ada beberapa faktor yang menjadi pendukung
dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan melalui metode halaqah.
Faktor-faktor tersebut bersumber dari para peserta dan pembimbing halaqah
itu sendiri. Hal ini di sebutkan oleh pembimbing ketika peneliti
60
mewawancarainya, sebagai berikut: “…Keduanya (peserta dan pembimbing)
ini saling berkaitan…”.93
Halaqah yang sukses adalah halaqah yang produktif (input/tujuan) dan
dapat mendinamisasi (proses yang berubah-ubah). Maksudnya adalah dalam
mencapai tujuan halaqah diperlukan proses yang menarik dan tidak monoton.
Jika keduanya diabaikan, maka timbullah kejenuhan. Kejenuhan dalam
halaqah harus segera diatasi karena akan memberi dampak yang negatif
kepada para peserta dan kepada pembimbingnya, sehingga halaqah bukan lagi
sebagai perkumpulan yang bermanfaat, akan tetapi tak ubahnya sebagai
perkumpulan biasa bahkan terancam bubar. Hal ini ditegaskan oleh
pembimbing ketika peneliti mewawancarainya.94
Ust. Kurnia Robbi selaku pembimbing pada halaqah Al-Qalam
menegaskan bahwa kelompok halaqah tidak tahan lama bahkan terancam
bubar jika kejenuhan tidak segera diatasi. Kejenuhan tersebut terjadi akibat
suasana yang monoton dalam halaqah tidak segera diatasi. Peserta yang
merasa jenuh akan merasa malas datang, berusaha untuk menghindar dari
perkumpulan halaqah, walau pun ia hadir, tetapi sering terlambat dengan
seribu alasan. Selanjutnya ia mulai merasa tidak nyaman, dan terakhir ia
bersikap apatis atau acuh tak acuh, malas mengerjakan tugas, tidak mau
terlibat lebih jauh di halaqah dan lain sebagainya, bahkan berusaha untuk
keluar dari halaqah”.95
93
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,. 94
Ibid. 95
Ibid.
61
Selain itu, tujuan merupakan faktor yang sangat penting untuk
terlaksananya sebuah kegiatan. Kurang jelasnya/tidak mengerti tujuan atau
bahkan terjebak oleh tujuan palsu menyebabkan halaqah tidak terlaksana
dengan baik hanya terlarut kepada proses saja, sehingga peserta tidak
termotivasi dan merasa jenuh mengikuti kegiatan tersebut.96
Kejenuhan dan suasana yang monoton tidak hanya timbul sebab tidak
mengerti tujuan yang akan dicapai, juga disebabkan oleh proses yang sedang
berlangsung, misalnya materi yang tidak beragam, teknik yang monoton,
tempat yang monoton, konflik antara peserta halaqah dan lain sebagainya97
Mengenai kejenuhan, ditegaskan oleh Suganda, pengurus halaqah,
ketika peneliti mewawancarainya, sebagai berikut:
“…Tekadang juga kita peserta halaqah tidak hanya itu-itu saja, tapi
ada kegiatan misalnya rihlah/jalan santai, riyadhah/olahraga/out bond,
mabit, daurah dan lain-lain. Pokoknya kegiatan halaqah bukan cuma
duduk lalu ngaji kemudian dengerin, tapi juga ada kegiatan lain yang bikin
kami ini borring alias bête bin jenuh, he..he..he…”98
Selain suasana yang monoton, kejenuhan dan materi serta
penyampaiannya, dukungan dari masyarakat atau orang tua para peserta
sangat mempengaruhi pelaksanaan halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug
Sawangan. Hal ini dikemukakan oleh peserta halaqah ketika peneliti
mewawancarainya, sebagai berikut: “…Adanya dukungan dari orang tua
peserta…”99
96
Ibid. 97
Ibid. 98
Wawancara pribadi dengan Tomi Suganda,. 99
Wawancara pribadi dengan Mukis,.
62
Halaqah merupakan pengajian yang jumlah pesertanya dibatasi 3-12
orang, sehingga menimbulkan kesan negative di masyarakat yakni merupakan
pengajian tertutup yang mengajarkan ajaran sesat. Hal ini peneliti ketahui
melalui pernyataan pembimbing ketika diwawancarai.
“….pengajian kami ini membatasi peserta hanya 3-12 orang tidak
lebih, sehingga menimbulkan kesan pengajian kami ini pengajian tertutup
pengajian yang mengajarkan kesesatan. Tapi kalau sekarang, banyak
orang yang telah tahu halaqah, kami rasa tidak ada penghambat, justru
malah banyak yang mendukung”.100
Dari pernyataan para Informan diatas, dapat ditegaskan bahwa faktor
pendukung dan penghambat terlaksananya halaqah pada pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan muncul dari peserta dan pembimbing halaqah, teknik serta
dukungan dari orang tua peserta dan masyarakat sangat mempengaruhinya.
Selain itu sarana dan prasarana yang tidak baku (kondisional)
mengikuti kondisi dan keadaan dari peserta pun ikut mempengaruhi
pelaksanaan halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan.
1. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan penerapan bimbingan Islam melalui
metode halaqah.
a. Faktor yang ditimbulkan oleh pembimbing/murabbi, adalah sebagai
berikut:
1) Adanya keteladan dan mampu menarik simpati mad’u/peserta
halaqah
2) Kesiapan membina halaqah
3) Penyampaian materi yang menarik
100
Wawancara pribadi dengan Ust. Kurnia Robbi,.
63
4) Mampu memberikan motivasi kepada peserta didiknya
b. Faktor yang ditimbulkan oleh peserta halaqah, sebagai berikut:
1) Kemauan dan kesiapan fisik dan mental peserta
2) Keaktifan para peserta (tidak pasif)
3) Memahami tujuan halaqah
4) Mau berkompetisi dengan kelompok halaqah yang lain
2. Faktor-faktor penghambat pelaksanaan penerapan bimbingan Islam
melalui metode halaqah
a. Faktor yang ditimbulkan oleh pembimbing/murabbi, adalah sebagai
berikut:
1) Tidak adanya keteladan dan tidak mampu menarik simpati
mad’u/peserta
2) Ketidaksiapan murabbi dalam membina halaqah
3) Penyampaian materi yang monoton dan tidak menarik
4) Tidak mampu memberikan motivasi kepada para peserta
b. Faktor yang ditimbulkan oleh peserta, adalah sebagai berikut:
1) Peserta yang pasif dan kurang aktif kehadirannya
2) Kondisi yang tidak mood atau peserta yang ngantuk
3) Konflik yang berkepanjangan terhadap sesama peserta
4) Tidak mau berkompetisi dengan kelompok halaqah yang lain.
64
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Penerapan bimbingan Islam melalui metode halaqah pada pengajian Al-
Qalam Curug Sawangan Depok memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Metode : Metode ceramah dan taushiyah, metode individual,
metode kelompok, metode tilawah al-Qur’an, metode daurah, mabit,
rihlah dan tadabbur alam, metode pembiasaan dan metode keteladan.
b. Waktu : Sepekan satu kali setiap hari Kamis malam Jum’at pukul
21.00 sampai pukul 23.00 WIB
c. Tempat : Berpindah-pindah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan.
d. Materi : Berkesinambungan dan disesuaikan dengan kegiatan yang
dilakukan.
e. Sasaran : Peserta halaqah pengajian Al-Qalam dengan jumlah
peserta 6 orang dan satu orang pembimbing.
2. Hasil yang dicapai dalam penerapan bimbingan Islam melalui metode
halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan Depok.
Bimbingan Islam melalui metode halaqah yang dilakukan
pembimbing khususnya pembinaan akhlak al-karimah, aqidah dan ibadah
serta tilawah al-Qur’an memberikan dampak yang cukup signifikan
dirasakan oleh para peserta halaqah seperti yang diungkapkan terdahulu
65
oleh para informan ketika peneliti melakukan wawancara adalah
keefektifan dalam pelaksanaan bimbingan, sehingga memberikan dampak
sebagai berikut:
a. Peningkatan keimanan
b. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman serta pengamalan ajaran
agama Islam
c. Peningkatan ibadah kepada Allah SWT.
d. Peningkatan peserta dalam membaca Al-Qur’an
e. Peningkatan akhlak al-karimah
f. Mempererat tali silaturahim
g. Menjadikan terungkapnya masalah pribadi/kelompok
h. Masalah terselesaikan.
3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan bimbingan Islam
melalui metode halaqah pada pengajian Al-Qalam Curug Sawangan
a. Faktor-faktor pendukung penerapan bimbingan melalui metode
halaqah
1) Adanya keteladan dan mampu menarik simpati mad’u/peserta
halaqah
2) Kesiapan membina halaqah
3) Penyampaian materi yang menarik
4) Mampu memberikan motivasi kepada peserta didiknya
5) Kemauan dan kesiapan fisik dan mental peserta
6) Keaktifan para peserta (tidak pasif)
66
7) Memahami tujuan halaqah
8) Mau berkompetisi dengan kelompok halaqah yang lain
b. Faktor-faktor pendukung penerapan bimbingan melalui metode
halaqah
1) Peserta yang fasif dan kurang aktif kehadirannya. Tidak adanya
keteladan dan tidak mampu menarik simpati mad’u/peserta
2) Ketidaksiapan murabbi dalam membina halaqah
3) Penyampaian materi yang monoton dan tidak menarik
4) Tidak mampu memberikan motivasi kepada para peserta
5) Peserta yang pasif dan kurang aktif kehadirannya
6) Kondisi yang tidak mood atau peserta yang ngantuk
7) Konflik yang berkepanjangan terhadap sesama peserta
8) Tidak mau berkompetisi dengan kelompok halaqah yang lain
B. Saran-saran
1. Karena keterbatasan hasil penelitian, maka perlu diadakan penelitian yang
lebih mendalam tentang metode halaqah yang dilakukan bimbingan Islam
khususnya bagi peserta halaqah.
2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan ruang lingkup yang lebih luas
dan kategori informan yang lebih khusus.
3. Bagi pelaksanaan bimbingan perlulah adanya intensitas pertemuan yang
perlu ditambahkan karena penerapan bimbingan Islam melalui metode
halaqah dapat melahirkan perubahan yang cukup signifikan bagi para
peserta halaqah di pengajian Al-Qalam Curug Sawangan.
67
4. Bagi penerapan bimbingan melalui metode halaqah diperlukan materi
yang tepat, guna pencapaian hasil yang maksimal.
68
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu dan Royani HM, Ahmad, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991
Ali, Atabik dan Muhdlor, Zuhdi, ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Karpyak, 1996,
Cet. Ke-1
Aly, Noer, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet.
Ke-2.
Anas, Sujiono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Grafindo Persada,
1994
Arifin, H.M., Pokok-pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (di
Sekolah dan di luar Sekolah), Jakarta: Bulan Bintang, 1978
__________, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prodedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1996
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Semarang: CV. Toha Putra,
1989
Djumhur dan Surya, Moh., Bimbingan dan Penyuluhan Islam di Sekolah
(Guidance & Counceling), Bandung: CV Ilmu, 1975
Faqih, Aunur, Rahim, Bimbingan dan Konseling Islam, Jogjakarta: UII Press,
2001
Ghufron A. Masadi, ED, Cyirl Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002, Edisi 1, Cet. Ke-3
69
Lubis, Satria, Hadi, Menjadi Murobi Sukses, Jakarta: Kreasi Cerdas Utama, 2003,
Cet. Ke-2
__________, Rahasia Kesuksesan Halaqah (Usroh), Tangerang: FBA Press, 2006
__________, Buku Pintar Mengelola Halaqah (Jakarta: Tangerang: FBA Press,
2006
Moleong, Lexi J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosada Karya,
1989
Muhamad Umar, Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan Untuk Fakultas Tarbiyah,
Komponen MKDK, Pustaka Setia, 1998, Cet. Ke-1
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
1997 Cet. Ke-1
Madjid, Nurcholis, Cendiakawan & Religius Masyarakat, Jakarta: Paramadina,
1999
Natawijaya, Rachman, Peran Guru dalam Bimbingan di Sekolah, Bandung: CV
Abardin, 1998
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001
Cet. Ke-4
Natawijaya, Rachman, Peran Guru dalam Bimbingan di Sekolah, Bandung: CV
Abaridin, 1998, Cet. Ke-1
Poerbakawatja, Soegarda dan Harahap HAH, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: PT
Gunung Agung, 1981
Rafi’udin & Djaliel, Maman Abdul, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: CV
Pustaka, 1997
70
Shihab, M. Quraiysh, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1999, Cet. Ke-
xx.
Syalabi, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: CV Toha Putra, 1998
Tim Departemen Kaderisasi DPP PK Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota
Pemula, Bandung: PT Syamil Cipta Media, 2003, Cet. Ke-4
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PEMBIMBING
PENERAPAN BIMBINGAN ISLAM MELALUI METODE HALAQAH
PADA PENGAJIAN AL-QALAM CURUG SAWANGAN DEPOK
1. Siapa nama, usia, asal, dan tempat tinggal, pendidikan terakhir dan pekerjaan
anda?
2. Sejak kapan dilakukan program bimbingan Islam di pengajian ini?
3. Sejak kapan metode halaqah di gunakan sebagai program bimbingan Islam?
4. Apakah ada metode lagi selain metode tersebut?
5. Apa tujuan yang ingin di capai dari metode tersebut?
6. Bagaimana teknik pelaksanaan metode tersebut dalam program bimbingan
Islam?
7. Sudah berapa lama metode tersebut digunakan dalam membimbing peserta
pengajian?
8. Apa sajakah factor pendukung dan penghambat pelaksanaan metode tersebut?
9. Bagaimana hasil yang diperoleh peserta pengajian setelah dilakukan
bimbingan melalui metode tersebut?
10. Materi apa yang diberikan pada pengajian ini?
SURAT KETERANGAN
Menindaklanjuti surat edaran Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta No: Un.01/F5/KM 01.3/51/2009 tentang izin pelaksanaan
penelitian/wawancara. Selanjutnya selaku pembimbing di Pengajian Al-Qalam
Curug Sawangan Depok menerangkan bahwa mahasiswa dibawah ini:
Nama : Ali Alatas
Nomor Pokok : 102052025630
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Jurusan/Semester : Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) / XIII
Program : S1
adalah benar telah melakukan penelitian/wawancara pada hari Minggu tanggal 14
Desember 2008.
Demikian Surat Keterangan ini dibuat agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Depok, 16 Januari 2009
Pembimbing
Kurnia Robbi, S.Ag.
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN RESPONDEN
PENERAPAN BIMBINGAN ISLAM MELALUI METODE HALAQAH
PADA PENGAJIAN AL-QALAM CURUG SAWANGAN DEPOK
IDENTITAS RESPONDEN
1. Siapa nama, usia, asal, dan tempat tinggal anda?
2. Apakah anda sering mengikuti pengajian? Sejak kapan?
3. Bagaimana keadaan tingkah laku anda sejak itu?
4. Bagaimana keadaan emosi anda ketika itu?
5. Bagaimana cara anda untuk mengatasi emosi ketika anda memiliki masalah
pada waktu itu?
6. Bagaimana lingkungan pergaulan anda? Siapa teman yang paling anda sukai?
PENERAPAN BIMBINGAN ISLAM DENGAN METODE HALAQAH
1. Menurut anda apa itu metode pengajian Halaqah?
2. Apa manfaat mengikuti pengajian metode tersebut?
3. Sejak kapan anda mengikuti pengajian tersebut?
4. Bagaimana bentuk pengajian metode tersebut?
5. Apakah bagus metode tersebut? Mengapa?
6. Factor apa yang mendukung kelancaran pelaksanaan metode tersebut?
7. Factor apa yang menghambat kelancaran metode tersebut?
HASIL YANG DICAPAI
1. Bagaimana keadaan anda sebelum mengikuti pengajian ini?
2. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti pengajian metode ini?
3. Berapa lama anda mengikuti pengajian ini?
4. Menurut anda apakah efektif pengajian dengan metode ini?
5. Bentuk bimbingan apa yang paling anda sukai dari metode ini?
6. Perubahan apa yang paling anda rasakan setelah mengikuti pengajian ini?
SUSUNAN ACARA MINGGUAN
PENGAJIAN AL-QALAM CURUG SAWANGAN DEPOK
NO ACARA PETUGAS
1 Iftitah (pembukaan) Murabbi/Peserta
2 Tilawah Al-Qur’an Halaqah
3 Tasmi’ hafalan Al-Qur’an dan hadits Peserta
4 Kalimat pengantar Murabbi
5 Taushiyah Peserta
6 Infak Halaqah
7 Talaqqi materi Murabbi
8 Mutabaah/evaluasi Program Halaqah
9 Ta’limat Murabbi
10 Penutup/do’a Murabbi/Peserta
Pembimbing
Ust. Kurnia Robbi, S.Ag.
MATERI HALAQAH
PENGAJIAN AL-QALAM CURUG SAWANGAN DEPOK
No Materi Frekwensi Pelaksana
1 Hadits Arba’in 20 Murabbi
2 Ma’rifah Diinil Islam 1 Murabbi
3 Pokok-pokok ajaran Islam 1 Murabbi
4 Ma’rifatullah 1 Murabbi
5 Tauhidullah 1 Murabbi
6 Tauhidul asma was shifat 1 Murabbi
7 Ma’na syahadatain 1 Murabbi
8 Syarat-syarat diterimanya syahadat 1 Murabbi
9 Beberapa hal yang membatalkan syahadatain 1 Murabbi
10 Arti ‘Laa illaha illallah’ 1 Murabbi
11 Siksa kubur 1 Murabbi
12 Ihsan 1 Murabbi
13 Hizbusy syaithan: Menjadikan syaitan sebagai
musuh 1 Murabbi
14 Kebutuhan manusia terhadap Rasul 1 Murabbi
15 Ta’rif ar-Rasul 1 Murabbi
16 Makanatur Rasul 1 Murabbi
17 Shifatur Rasul 1 Murabbi
18 Wazhifatur Rasul 1 Murabbi
19 Khashaisu risalah Muhammad SAW. 1 Murabbi
20 Wajibatul Muslim nahwar Rasul 1 Murabbi
21 Nataiju risalah Muhammad SAW. 1 Murabbi
22 Aurat dan Pakaian 1 Murabbi
23 Akhlak kepada sesame muslim 1 Murabbi
24 Memenuhi janji 1 Murabbi
25 Menundukan pandangan 1 Murabbi
26 Tidak berteman dengan orang buruk sifat
imam’ah (ikut-ikutan) 1 Murabbi
27 Menjaga kehalalan harta 1 Murabbi
28 Birrul walidain 1 Murabbi
29 Ghirah pada keluarga 1 Murabbi
30 Memilih pasangan 1 Murabbi
31 Ta’rif Al-Qur’an 1 Murabbi
32 Hidup bersih dan sehat 1 Murabbi
33 Makan dan minum 1 Murabbi
34 Ghirah agama 1 Murabbi
35 Ahammiyatut tarbiyah 1 Murabbi
36 Marhalah Makkiyah dan karakteristiknya 2 Murabbi
37 Ahwalul muslimin 1 Murabbi
38 Perjalanan gerak dakwah pemuda 1 Murabbi
39 Dakwah di negri-negri muslim 2 Murabbi
40 Ghazwul fikri 2 Murabbi
41 Zionis Internasional 1 Murabbi
42 gerakan terselubung yang memusuhi Islam 2 Murabbi
43 Lembaga-lembaga yang menentang Islam 2 Murabbi
44 Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama’i 1 Murabbi
45 System politik dan hubungan Internasional,
hak-hak manusia 1 Murabbi
46 Ilmu Allah Ta’ala 1 Murabbi
47 Saluran politik 1 Murabbi
MATERI DAURAH
No Jenis Materi Pelaksana
1 Daurah Al-Qur’an Halaqah
2 Taharah, adzan, imam, shalat Halaqah
3 Keterampilan belajar Struktur
4 Menyimpan data dan informasi Struktur
5 Keterampilan hidup Struktur
6
Keterampilan menjaga
penampilan dan komunikasi
social
Struktur
7
Penyelenggaraan dan
pengawasan pemilu tingkat
desa/kelurahan
Struktur
8
Mengelola Lembaga
Kmasyarakatan (RT, RW, LSM)
Komunikasi Masa
Sosiologi Kultural
Manajemen Konflik
Publik Speaking
Logika Politik Masa
Struktur
9 Keterampilan dakwah Struktur
10
Ekonomi dan wirausaha Mengenal diri
Mengenal lingkungan
Mengembangkan kreativitas
Merencanakan usaha
Menguji kelayakan usaha
Merespon perkembangan
Struktur
11 Keterampilan Manajemen
dakwah
Struktur
12
Fiqih nikah Sisi Islam tentang keluarga
Nikah: Hukum dan jenisnya
Khutbah nikah
Akad nikah dan hukumnya
Pandangan Islam tentang
jumak
Halaqah
dan
murabbi
Menuju keharmonisan
keluarga
Poligami
Nusyuz dan thalaq
Iddah dan rujuk
MATERI MABIT
No Materi Pelaksana
1 Kedudukan niat dalam beramal Peserta
2 Qiyamulail Peserta
3 Shalat berjama’ah di masjid Peserta
4 Berdo’apada waktu-waktu utama Peserta
5 Menjauhi akhlak tercela Peserta
6 Bahaya lidah Peserta
7 Menjauhi dosa (dosa besar) Peserta
8 Menjauhisegala yang haram Peserta
9 Menjauhi tempat-tempat yang haram dan maksiat Peserta
10 Memenuhi nadzar Peserta
11 Tidak menunda dalam memenuhi hak orang lain Peserta
12 Menjaga kepemilikan umum dan kepemilikan khusus Peserta
MATERI RIHLAH
Al-Qur’an dan Sunnah yang berbicara tentang lingkungan