menggairahkan perjalanan halaqah

75
[http://www.gizul.wordpress.com] RAHASIA KESUKSESAN HALAQOH (USROH) Kiat Menghilangkan Kejenuhan dan Meningkatkan Produktivitas Halaqoh, Usroh, Mentoring, Ta‘lim, serta Pengajian Kelompok Satria Hadi Lubis

Upload: rizkysamuraiflamenco

Post on 13-Jul-2015

361 views

Category:

Documents


87 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menggairahkan perjalanan halaqah

[http://www.gizul.wordpress.com]

RAHASIA KESUKSESAN

HALAQOH (USROH)

Kiat Menghilangkan Kejenuhan dan Meningkatkan Produktivitas Halaqoh, Usroh, Mentoring,

Ta‘lim, serta Pengajian Kelompok

Satria Hadi Lubis

Page 2: Menggairahkan perjalanan halaqah

―Manajemen yang paling penting dalam jama‟ah adalah manajemen usroh, karena

ia merupakan batu bata pertama dalam bangunan. Apabila manajemen usroh baik, maka baik pulalah kondisi jama‟ah secara

kesuluruhan, demikian juga sebaliknya

(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)

Page 3: Menggairahkan perjalanan halaqah

Untuk semua muslim

yang ingin menyumbangkan potensinya

bagi perjuangan umat

Untuk semua ikhwah

yang ingin mendermakan waktunya

bagi da‘wah yang muntijah

Untuk semua murobbi/naqib

yang ingin membaktikan dirinya

bagi lahirnya generasi unggul

Untuk mereka,

kupersembahkan buku ini…

Page 4: Menggairahkan perjalanan halaqah

Daftar Isi PRAKATA ................................................................................................................................................. 6

URGENSI HALAQAH/USROH ................................................................................................................... 9

Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan .................................................................................... 9

HALAQOH/USROH MUNTIJAH .............................................................................................................. 13

Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................................................................ 13

Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh ........................................................................................................... 14

Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................ 16

HALAQOH/USROH DINAMIS ................................................................................................................. 19

Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh ........................................................................................ 20

Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh ........................................................... 23

Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh .............................................................................. 25

Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh .......................................................................... 26

Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh ................................................................................................. 28

Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis............................................................................................... 31

HALAQOH/USROH PRODUKTIF ............................................................................................................. 34

Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh ......................................................................................... 35

Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif ........................................................................................... 38

Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh ...................................................................... 39

Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh ...................................................................... 41

Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh .................................... 42

Tes Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................................................................................ 43

KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH ............................................. 45

Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi .................................................................................... 45

Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas ................................................................................ 47

RUMUS MENINGKATKAN DINAMISASI HALAQOH/USROH .................................................................. 51

Formula Terjadinya Kejenuhan dalam Halaqoh/Usroh .................................................................... 52

Penjelasan tentang Rumus Mendinamiskan Halaqoh/Usroh ........................................................... 55

Kiat Meningkatkan Nilai n (PB) ......................................................................................................... 56

Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I) ............................................................................................. 57

Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K) ......................................................................................... 59

Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T) ................................................................. 60

RUMUS MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH ............................................................ 62

Page 5: Menggairahkan perjalanan halaqah

KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT ...................................................................................................... 66

Lampiran ............................................................................................................................................... 71

I. AKTIVITAS DI DALAM HALAQOH/USROH ....................................................................................... 71

II. AKTIVITAS DI LUAR HALAQOH (USROH) ....................................................................................... 73

Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 75

Page 6: Menggairahkan perjalanan halaqah

PRAKATA

SEGALA PUJI BAGI ALLAH, Ilah yang wajib dan berhak disembah. Di tangan-

Nyalah terletak segala daya dan upaya. Tidak ada kekuatan selain kekuatan-Nya. Salam dan

sholawat kepada pemimpin dan teladan umat manusia, Nabi Muhammad saw beserta

keluarga dan para sahabatnya yang mulia. Juga kepada orang-orang sholih dan para mujahid

yang setia memperjuangkan risalah-Nya.

Buku ini adalah rangkaian berikutnya dari serial Manajemen Halaqoh. Serial yang

membahas tentang bagaimana cara mengelola pengajian dalam kelompok kecil. Buku-buku

sebelumnya berjudul ―77 Problematika Aktual Halaqoh jilid I dan II, serta Menjadi

Murobbi Sukses. Setelah ini, Insya Allah akan terbit buku selanjutnya dalam serial

Manajamen Halaqoh, antara lain tentang Murobbi Skills dan Manajemen Terapan untuk

Pengelolaan Halaqoh.

Yang dibahas dalam buku ini adalah cara mewujudkan halaqoh/usroh yang sukses

(muntijah). Bagaimana agar halaqah/usroh dapat berjalan secara dinamis dan meningkat

produktivitasnya. Bagaimana agar halaqoh/usroh dapat berjalan dengan menggairahkan dan

tidak terjebak dalam kejemuan. Sebab suasana jemu dapat berdampak pada tidak antusiasnya

peserta dan murobbi/naqib (orang yang memimpin halaqah/usroh) untuk mengikuti

halaqah/usroh. Ujung-ujungnya akan berdampak pada ketiadaan dinamisasi dan produktivitas

halaqah/usroh. Hal ini tentu akan mengurangi makna dari keberadaan halaqah/usroh itu

sendiri, yakni sebagai sarana pembentukan pribadi-pribadi muslim yang tangguh (syakhsiyah

Islamiyah).

Seperti diketahui, saat ini kita dapat menjumpai fenomana maraknya halaqah/usroh

di mana-mana. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, masjid, maupun di rumah-rumah

penduduk. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara Islam

lainnya. Fenomena maraknya halaqah (di beberapa kalangan disebut juga dengan usroh,

mentoring, ta’lim, tarbiyah, pengajian kelompok, dan lain-lain), merupakan fenomena yang

wajar. Seiring dengan makin banyaknya orang yang kembali kepada Islam. Halaqah/usroh

diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk mempelajari dan

mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten.

Dahulu, halaqah/usroh lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia.

Namun saat ini, bersamaan dengan datangnya era reformasi, halaqah/usroh menjadi sesuatu

yang inklusif dan terbuka. Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada

amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas

halaqah/usroh tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat

pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-ganti.

Dipimpin oleh seorang murobbi/naqib, berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.

Page 7: Menggairahkan perjalanan halaqah

Pentingnya halaqah/usroh meningkatkan produktivitasnya dan berjalan secara

dinamis serta menggairahkan tak perlu dipertanyakan lagi. Sebab secara fitrah, manusia

memang tidak suka ‗berjalan di tempat‘ dan berada dalam suasana menjemukan. Mereka tak

akan betah berlama-lama dalam suasana seperti itu. Padahal di halaqah/usroh kita dituntut

untuk betah berlama-lama. Hal ini terkait dengan tujuan halaqah/usroh sebagai sarana

pembelajaran Islam seumur hidup dalam rangka membentuk muslim paripurna. Disinilah

letaknya urgensi mengapa halaqah/usroh perlu senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan

meningkatkan suasana yang menggairahkan.

Kehadiran buku ini Insya Allah akan menjadi lebih penting artinya bagi mereka yang

telah mengikuti halaqah/usroh. Karena mereka dapat dengan langsung merasakan betapa

tidak enaknya berada dalam suasana yang menjemukan dan tidak produktif di dalam

halaqoh/usroh. Apalagi bagi mereka yang telah lama mengikuti halaqah/usroh (mungkin di

atas lima atau sepuluh tahun), maka semakin lebih terasa lagi kebutuhan akan pentingnya

suasana halaqah/usroh yang menggairahkan dan produktif.

Buku ini mencoba menawarkan kepada para pembacanya kiat untuk meningkatkan

produktivitas dan mengatasi suasana jemu dalam halaqah/usroh. Saya sebagai penulis tentu

tidak mengklaim apa yang ditawarkan dalam buku ini sebagai satu-satunya solusi

meningkatkan produktivitas dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh. Mungkin masih

banyak cara lain untuk menghasilkan halaqah/usroh yang muntijah (sukses). Bahkan buku ini

barangkali tidak dibutuhkan bagi halaqah/usroh tertentu yang telah berlangsung secara

dinamis dan produktif.

Namun bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana cara meningkatkan

produktivitas dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh, maka buku ini tepat untuk

dibaca. Mungkin setelah membaca buku ini, ada inspirasi untuk melakukan tindakan tertentu

dalam rangka mewujudkan halaqah/usroh yang muntijah. Beberapa kiat pada lampiran buku

ini mungkin dapat diterapkan sesuai dengan situasi yang ada pada halaqah/usroh tertentu.

Yang jelas, saya berharap mudah-mudahan buku ini tidak membuat percuma untuk dibaca

sampai selesai!

Agar para pembaca dapat dengan enak membaca dan memahaminya, maka buku ini

disusun dalam gaya bahasa yang tidak terlalu ―ilmiah‖ dan menghindari pembahasan teoritis

bertele-tele. Juga dilengkapi dengan lampiran berupa …contoh aktivitas yang bisa

menghindari halaqah/usroh dari suasana monoton yang membosankan.

Saya sangat senang jika setelah membaca buku ini, ada umpan balik dari para

pembaca. Umpan balik begitu penting artinya bagi saya, sehingga saya merasa perlu

mencantumkan Formulir Umpan Balik pada akhir buku ini. Para pembaca bisa mengirimkan

formulir uman balik tersebut melalui faks ke Lembaga Pelatihan Manajemen Syariah LP2U

(021) 53678452 atau email ke [email protected].

Jika Anda para pembaca ingin berkonsultasi atau mengikuti pelatihan yang khusus

membahas apa yang disampaikan pada buku ini, silakan hubungi kami di Lembaga Pelatihan

Manajemen Syariah LP2U Jl. Anggrek Nelimurni Blok B No. 12 Slipi – Jakarta

Page 8: Menggairahkan perjalanan halaqah

Barat, Telp. (021) 5494719, (021)53678452, Faks. (021)53678452, atau email:

[email protected].

Akhirnya, ucapan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya

penulisan buku ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kingkin Anida, isteri

dan kekasih yang selalu memberikan dukungan yang berharga. Juga kepada anak-anakku,

Syahid, Faris, Sajjad, Fauzan, Sania, dan Farsya yang celotehnya menjadi ―musik‖

yang mengiringi penulisan buku ini. Tak lupa juga kepada Bang Tizar –orang yang

memperkenalkan penulis pada ‗dunia‘ halaqoh-- dan rekan-rekan lainnya yang tak dapat saya

sebutkan satu persatu.

“Ya Allah, yaa rob kami, jadikan apa yang aku lakukan ini sebagai penebus dosa-

dosaku dan menjadi pemberat timbangan amal sholihku di yaumil akhir. Amiin ya Allah.”

Selamat membina!

Satria Hadi Lubis

Page 9: Menggairahkan perjalanan halaqah

URGENSI HALAQAH/USROH

―Sistem usroh tidak lain merupakan realisasi hakekat Islam di kalangan ikhwan. Jika

mereka telah merealisasikan hal itu pada diri mereka sendiri, maka bisa dibenarkan apabila

mereka menantikan datangnya pertolongan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang

beriman

(Hasan Al Hudhaibi)

HALAQOH ATAU USROH adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan

dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah

halaqoh (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim

yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut

berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan manhaj (kurikulum) tertentu.

Biasanya kurikulum tersebut berasal dari murobbi/naqib yang mendapatkannya dari jama’ah

(organisasi) yang menaungi halaqah/usroh tersebut. Di beberapa kalangan, halaqoh/usroh

disebut juga dengan mentoring, ta‘lim, pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.

Halaqoh/usroh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan

Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk

mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran itu

muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah

mengikuti halaqoh/usroh terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti tabligh,

seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah).

Biasanya peserta halaqoh/usroh dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi

(pembina). Murobbi disebut juga dengan mentor, pembina, ustdaz (guru), mas’ul

(penanggung jawab), atau naqib (pemimpin). Murobbi bekerjasama dengan peserta

halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh, yaitu terbentuknya muslim yang Islami

dan berkarakter da‘i (takwinul Islamiyah wa da’iyah). Dalam mencapai tujuan tersebut,

murobbi/naqib berusaha agar peserta hadir secara rutin dalam pertemuan halaqoh/usroh tanpa

merasa jemu dan bosan. Kehadiran peserta secara rutin penting artinya dalam menjaga

kekompakkan halaqah/usroh agar tetap produktif untuk mencapai tujuannya.

Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan

Halaqah/usroh sekarang ini –dan Insya Allah di masa datang—menjadi alternatif

sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami

(syakhsiyah Islamiyah). Hal ini dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil

membentuk sekian banyak muslim yang serius mengamalkan Islam. Jumlah mereka makin

lama makin banyak seiring semakin bertambahnya jumlah halaqoh/usroh yang terbentuk di

berbagai kalangan.

Page 10: Menggairahkan perjalanan halaqah

Fenomena halaqoh/usroh berawal dari berdirinya jama’ah Ikhwanul Muslimin pada

tahun 1928 M di Mesir. Pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna --semoga Allah

merahmatinya— sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari nilai-nilai

Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan umat kepada agamanya. Dari pengamatannya

yang mendalam tentang kondisi umat Islam, beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa

jauhnya umat dari Islam disebabkan mereka tidak terdidik secara Islami. Lalu beliau

mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan oleh anggota jama’ahnya.

Sistem itu disebut dengan sistem usroh. Anggota jama’ahnya dibagi dalam kelompok-

kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap Islam. Dengan dibimbing oleh

seorang naqib, para anggota Ikhwanul Mulimin saat itu secara serius mempelajari Islam yang

berorientasi pada pengamalan Islam. Hasilnya, jama’ah Ikhwanul Muslimin saat itu dikenal

oleh kawan dan lawannya sebagai jama’ah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan

Islam di dalam diri dan di masyarakat. Sepeninggal Hasan Al Banna, sistem usroh dilanjutkan

oleh para pengikutnya. Sistem ini akhirnya menyebar –dengan berbagai modifikasinya— ke

berbagai gerakan Islam lainnya.

Kini, fenomena halaqoh/usroh menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum

muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-beda.

Penyebaran halaqoh/usroh yang pesat tak bisa dilepaskan dari keberhasilannya dalam

mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT. Saat ini

halaqoh/usroh menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat.

Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan

tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti halaqoh/usroh tersebut memiliki latar

belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Halaqoh/usroh telah menjadi sebuah wadah

pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.

Keberhasilan halaqoh/usroh dalam mendidik pesertanya menjadikan berbagai

organisasi (jama’ah) Islam mengandalkan halaqoh/usroh dalam mendidik para anggota atau

calon anggotanya. Halaqoh/usroh difungsikan oleh berbagai jama’ah sebagai tempat untuk

membentuk kader jama’ah yang militan dalam memperjuangkan Islam. Biasanya

perkembangan kualitas dan kuantitas halaqoh/usroh pada sebuah jama’ah akan berpengaruh

secara signifikan dengan tingkat soliditas dan produktivitas jama’ah tersebut. Bahkan

bertahan atau tidaknya eksistensi jama’ah juga dipengaruhi oleh berkembang atau tidaknya

sistem halaqoh/usroh dalam jama’ah tersebut. Jama’ah yang solid dan produktif biasanya

adalah jama’ah yang sistem halaqoh/usrohnya berjalan dengan baik. Sebaliknya, jama‘ah

yang tingkat soliditas dan produktivitasnya rendah disebabkan karena sistem

halaqoh/usrohnya tidak berjalan dengan baik, atau malah tidak ada sama sekali. Karena itu,

halaqoh/usroh berfungsi sebagai wadah pengkaderan yang efektif untuk keberlangsungan

sebuah jama’ah (organisasi) Islam.

Keberadaan halaqoh/usroh bukan hanya penting untuk keberlangsungan jama’ah,

tapi juga penting untuk keberadaan umat Islam itu sendiri. Dengan terbentuknya kader-kader

Islami melalui sistem pendidikan halaqoh/usroh, maka di dalam tubuh umat akan lahir orang-

orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika jumlah mereka semakin banyak

seiring dengan merebaknya sistem halaqoh/usroh, maka umat Islam akan menjadi ‗sebenar-

Page 11: Menggairahkan perjalanan halaqah

benarnya umat‘. Bukan lagi sekedar bernama ‗umat Islam‘ tapi esensinya jauh dari nilai-nilai

Islam seperti yang kita saksikan saat ini.

Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqoh/usroh, proses pembentukan umat

yang Islami (takwinul ummah) akan mengalami akselarasi, sehingga --Insya Allah-- umat

yang benar-benar Islami akan menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat. Hal ini akan

berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak kepada nilai-

nilai kebenaran dan keadilan.

Merebaknya halaqoh/usroh juga bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self

development) para pesertanya. Halaqoh/usroh yang berlangsung secara rutin dengan peserta

yang tetap biasanya berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah).

Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga

belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan

yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi dan menyampaikan ide, belajar mengambil

keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting bagi kematangan pribadi

seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, yakni sukses di dunia dan akhirat.

1

Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqoh/usroh tidak

berkembang dan punah. Hal ini karena halaqoh/usroh merupakan sarana efektif untuk

melahirkan kader-kader Islam yang tangguh dan siap berkorban memperjuangkan Islam.

Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqoh/usroh tumpul dan mandul, maka

umat akan mengalami situasi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang

berkarakter Islami.

Pentingnya mempertahankan sistem halaqoh/usroh dalam mencetak kader-kader

Islam yang tangguh sudah teruji dalam perjalanan panjang kehadiran halaqoh/usroh di

berbagai negara. Apalagi sampai saat ini para mufakir (pemikir) da‘wah juga belum dapat

menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang

tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqoh/usroh. Bahkan yang terjadi sebaliknya,

kini semakin banyak para mufakir, da’i dan ulama yang mendukung tarbiyah melalui sistem

halaqah/usroh. Sebagian dari mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan

sistem halaqoh/usroh dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi

syar‘i, sejarah dan sunnah

Rasul. Salah seorang mufakir (pemikir) da‘wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud,

mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqoh/usroh yang tak tergantikan : ―Tarbiyah

melalui sistem usroh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena

dalam sistem usroh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan

seorang syaikh atau murobbi yang ia adalah naqib (pemimpin) usroh itu sendiri. Sedang

program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan

jadwal yang sudah dikaji sebelumnya‖.

Page 12: Menggairahkan perjalanan halaqah

Cukuplah sudah alasan tentang pentingnya mempertahankan keberadaan

halaqoh/usroh dalam tubuh umat Islam di masa kini dan di masa mendatang. Kehandalan

halaqoh/usroh sebagai sistem tarbiyah yang paling efektif tak perlu diragukan lagi, sehingga

sudah selayaknya setiap muslim dan para da’i mendukung penyebaran halaqoh/usroh ke

seluruh penjuru dunia, jika mereka memang benar-benar ingin melihat agama Allah ini

menang dan dimuliakan oleh seluruh manusia.

―Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang

benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang

musyrik benci (QS. As Shaff [61]: 9).

Bagan 1

Urgensi Halaqah/Usrah

Melaksanakan perintah Allah swt untuk

belajar seumur hidup

Mengikuti sunnah Rasul dalam membina

para sahabat dengan sistem halaqah/usrah

URGENSI Sarana efektif untuk mengembangkan

HALAQAH/USRAH kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah)

Melatih amal jama’i demii mempertahankan

eksistensi jamaah islam

Jalan yang handal untuk membentuk umat

(takwinul ummah) yang islami

Page 13: Menggairahkan perjalanan halaqah

HALAQOH/USROH MUNTIJAH

―Islam sangat menganjurkan agar para pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan

bernuansa kekeluargaan (usroh) dengan tujuan mengerahkan mereka untuk mencapai tingkat

keteladanan, mengokohkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan di antara

mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh

karenanya bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku untuk menjadi bata bata yang

baik dalam bangunan Islam ini

(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

PERAN HALAQAH/USROH yang begitu penting bagi keberlangsungan umat

membuat halaqah/usroh harus dijaga eksistensinya sampai kapanpun. Tak ada kata selesai

untuk menjaga eksistensi halaqah/usroh, walaupun telah berdiri daulah atau khilafah

Islamiyah. Salah seorang ulama dakwah, Musthafa Masyhur, pernah berkata: ―eksistensi

halaqah/usroh (tarbiyah Islamiyah) tak boleh berakhir, walau daulah Islamiyah telah

berhasil ditegakkan.

Kesibukan para aktivis Islam dalam menyelesaikan berbagai agenda permasalahn

umat juga tak boleh menyurutkan perhatian mereka untuk menjaga keberadaan halaqah/usroh.

Bahkan jika aktivis Islam berhasil memasyarakatkan halaqah/usroh, boleh jadi permasalahan

umat dapat diselesaikan secara lebih cepat dan tepat. Berbagai masalah yang sekarang ini

menimpa umat sesungguhnya lebih banyak disebabkan karena kebodohan umat Islam itu

sendiri terhadap ajaran agamanya.

Muhammad Abduh pernah berkata: ―(Kecemerlangan) Islam ditutupi oleh

(kebodohan) umatnya. Karena itu, salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi

kebodohan umat adalah dengan memasyarakatkan halaqoh dan menghalaqohkan masyarakat,

sehingga umat terdidik secara Islami. Umat yang terdidik secara Islami akan mampu

mengatasi berbagai masalah yang muncul dengan solusi yang lebih tepat. Solusi yang

datangnya dari Allah SWT. Permasalahan umat yang tak kunjung selesai saat ini disebabkan

mereka tidak mau dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan petunjuk

Allah SWT.

Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah

Untuk menjadikan halaqoh/usroh sebagai wadah tarbiyah (pendidikan) yang efektif,

maka para aktivis dan da‘i harus berupaya agar halaqoh/usroh berjalan dengan sukses

(muntijah). Tanpa ada keinginan untuk mensukseskan perjalanan halaqoh/usroh maka tak

mungkin halaqoh/usroh bisa menjadi wadah efektif untuk mencetak kader yang akan menjadi

anasirut taghir (pelopor perubahan) umat. Halaqoh/usroh bisa jadi hanya sekedar rutinitas

tanpa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan umat.

Page 14: Menggairahkan perjalanan halaqah

Hanya halaqoh/usroh yang selalu berorientasi pada kesuksesan yang berperan secara

signigfikan dalam pembangunan umat. Oleh karena itu, tugas da‘i dan para aktivis adalah

memperbanyak jumlah halaqoh/usroh yang berorientasi kepada kesuksesan (muntijah).

Kemudian mempertahankan sebisa mungkin agar berjalannya halaqoh/usroh, khususnya yang

berada di bawah tanggung jawabnya, selalu berada dalam orientasi kesuksesan. Bukan hanya

sekedar berjalan dengan rutinitas yang monoton tanpa mengetahui atau tanpa ada evaluasi

apakah halaqoh/usroh tersebut berjalan dengan orientasi kesuksesan atau tidak.

Jika halaqoh/usroh tidak lagi berjalan dengan orientasi kesuksesan (muntijah), maka

masa depan halaqah/usroh akan suram karena tidak lagi mampu menghasilkan kader Islam

yang tangguh dan berkualitas seperti para pendahulunya, yaitu para mu’asis (pendiri) da‘wah

yang membangun sistem halaqah/usroh itu sendiri. Kualitas para kader Islam di masa depan

tak bisa lagi dibanggakan karena tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai kader Islam yang

tangguh (mujahid). Inilah yang harus dikhawatirkan jika sekiranya halaqoh/usroh hanya

sekedar berjalan tanpa memiliki orientasi pada kesuksesan.

Lalu apa kriteria sebuah halaqoh/usroh yang muntijah? Kriterianya ada dua:

1. Tercapainya dinamisasi, sehingga jalannya halaqah/usroh berlangsung dengan

menggairahkan dan tidak menjemukan.

2. Tercapainya produktivitas, sehingga tujuan halaqah/usroh dapat terwujud.

Bagan 2

Halaqah/Usrah Muntijah

Halaqah/Usrah Sukses (Muntijah)

=

Dinamis

(dalam proses) + Produktif

(dalam tujuan)

Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh

Dalam kenyatannya, tidak semua halaqoh/usroh muntijah. Bahkan ada halaqoh/usroh

yang sangat rendah orientasinya pada kesuksesan (muntijah). Jika halaqoh/usroh

diklasifikasikan berdasarkan faktor dinamisasi dan produktivitas (sebagai kriteria

halaqoh/usroh yang muntijah), paling tidak ada lima tipe halaqoh/usroh yang bisa diamati,

yaitu :

1. Halaqoh/usroh tipe sukses (muntijah)

2. Halaqoh/usroh tipe paguyuban

3. Halaqoh/usroh tipe jenuh

Page 15: Menggairahkan perjalanan halaqah

4. Halaqoh/usroh tipe sedang

5. Halaqoh/usroh tipe rendah

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 3

Tipe-tipe halaqah/usrah

2

Tipe muntijah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi dan faktor

produktivitasnya tinggi. Inilah halaqoh/usroh yang prestasinya paling baik. Halaqoh/usroh

yang menjadi idaman setiap aktivis da‘wah.

Sedang tipe paguyuban adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi,

namun pada saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah. Tipe jenuh adalah halaqoh/usroh

yang faktor dinamisasinya rendah, akan tetapi pada saat bersamaan faktor produktivitasnya

tinggi. Tipe sedang adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya sedang dan pada saat

yang bersamaan produktivitasnya juga sedang. Sedang tipe rendah adalah halaqoh/usroh yang

faktor dinamisasinya rendah dan pada saat bersamaan faktor produktivitasnya juga rendah.

Halaqoh/usroh tipe rendah yang orientasinya kepada kesuksesan paling rendah.

Halaqoh/usroh yang paling tidak diidamkan oleh setiap murobbi/naqib dan peserta.

Mengapa dinamisasi dan produktivitas menjadi faktor yang penting dalam mengukur

halaqoh/usroh yang muntijah? Sebab kesuksesan sebuah halaqoh/usroh harus dilihat dari dua

paradigma, yaitu proses dan hasil. Kita tidak bisa mengukur kesuksesan suatu sistem hanya

dengan melihat satu paradigma saja, proses atau hasil. Apalagi jika sistem tersebut adalah

sistem sosial. Sistem tempat berkumpulnya orang-orang untuk mencapai sesuatu. Dalam

sistem sosial seperti halaqoh/usroh, keberhasilan tidak dapat diukur dari hasilnya saja. Sebab

hal itu berpotensi besar untuk mengabaikan proses yang manusiawi dalam mencapai tujuan.

Page 16: Menggairahkan perjalanan halaqah

Padahal manusia dalam halaqoh/usroh adalah sumber daya yang paling penting, sehingga

proses dalam mencapai tujuan harus diperhatikan demi menghargai nilai-nilai dan kebutuhan

manusia itu sendiri.

Sebaliknya, kesuksesan juga tidak dapat diukur dari sisi proses saja, tanpa melihat

hasilnya. Tanpa ada hasil yang sesuai dengan tujuan, percuma kita berbicara tentang

keberhasilan (muntijah). Jadi keberhasilan perlu diukur dari dua sisi: seperti apa proses yang

terjadi dan sejauh mana tujuan telah tercapai. Dalam dunia manajemen, hal ini disebut dengan

management by objective (pengelolaan berdasarkan tujuan) dan management by process

(pengelolaan berdasarkan proses). Kedua-duanya penting dalam mengukur keberhasilan

sebuah sistem sosial seperti halaqoh/usroh.

Dinamisasi adalah proses yang bergerak secara berubah-ubah, sehingga

menumbuhkan semangat dan menghilangkan kejenuhan. Produktivitas adalah kemampuan

untuk menghasilkan sesuatu. Jadi berbicara tentang dinamisasi berarti berbicara dalam tataran

proses. Sedang berbicara tentang produktivitas berarti berbicara dalam tataran tujuan/hasil.

Kedua-duanya penting dijadikan indikator untuk mengukur kesuksesan sebuah halaqoh/usroh.

Bagan 4

PROSES HALAQAH

Input → Proses → Output → Outcome

↓ ↓ ↓

↓ ↓ ↓

Man

haj

(p

aham

)

Mu

rab

i (h

and

al)

Mu

tarr

abi

(po

ten

sial

) Dinamis

Produktif

Mam

pu

ber

amal

jam

a’i

Pri

bad

i is

lam

i

HALAQAH SUKSES

(MUNTIJAH)

Pada bab berikutnya kita akan membahas lebih rinci tentang apa yang dimaksud

dinamisasi dan produktivitas dalam halaqoh/usroh.

Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah

Murobi/naqib memiliki peran sentral dalam mensukseskan halaqoh/usroh. Perannya

jauh lebih penting dan dominan daripada peserta halaqoh/usroh. Boleh dikatakan sukses atau

tidaknya sebuah halaqoh/usroh ada di tangan murobbi/naqib. Hal ini disebabkan

murobbi/naqib adalah pemimpin halaqoh/usroh. Ia yang memotivasi, mengarahkan,

membimbing dan mengendalikan perjalanan halaqoh/usroh. Peran peserta dalam

mensukseskan halaqoh/usroh lebih sebagai faktor sekunder dan pendukung. Walau peserta

memiliki kemauan dan kemampuan yang tinggi untuk mensuksesakn halaqoh/usroh, tapi jika

Page 17: Menggairahkan perjalanan halaqah

murobbi/naqib tidak memiliki kemauan dan kemampuan yang sama maka halaqoh/usroh

sangat kecil kemungkinannya menjadi sukses (muntijah).

Dalam kenyataannya, tidak semua murobbi/naqib memiliki orientasi yang kuat untuk

mensukseskan halaqoh/usrohnya. Tidak semua murobbi/naqib secara serius melakukan

dinamisasi dan produktivas halaqoh/usroh. Hal ini mungkin disebabkan beberapa faktor :

1. Terjebak dengan rutinitas

Perjalanan halaqoh/usroh yang lama dan tak pernah mengenal kata selesai membuat

seorang murobbi/naqib bisa terjebak pada rutinitas. Penyelenggaraan halaqoh/usroh menjadi

sekedar kewajiban atau kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, sehingga makna dan

tujuan halaqoh/usroh menjadi absurd (tidak jelas).

2. Sibuk dengan aktivitas da‘wah ‘ammah yang lebih gegap gempita

Mengelola halaqoh/usroh seperti mengelola sebuah ‗dunia‘ yang sepi. Disana tidak

ada publikasi, ketenaran dan keuntungan materi. Yang ada hanya keikhlasan untuk mengelola

peserta yang jumlahnya terbatas dan tetap. Sedang dakwah ‘ammah (umum) adalah da‘wah

yang ‗gegap gempita‘. Disana banyak godaan berupa ketenaran, kedudukan dan keuntungan

materi. Mungkin saja seorang murobbi/naqib yang dahulunya tidak sibuk dengan da‘wah

‘ammah, namun setelah sibuk dengan da‘wah ‘ammah menjadi tergoda untuk lebih

memperhatikan da‘wah ‘ammah daripada mengelola halaqoh/usroh secara serius. Kehadiran

dan keterlibatannya dalam halaqoh/usroh hanya bersifat sambil lalu tanpa persiapan dan

pengelolaan yang matang.

3. Kesibukan dengan urusan duniawi

Kesibukan dengan urusan duniawi (seperti bisnis, bekerja, dan berkarir) bisa menjadi

salah satu faktor yang membuat murobbi/naqib tidak sempat lagi memperhatikan

perkembangan kualitas halaqoh/usroh yang ditanganinya. Hadir ke halaqoh/usroh tanpa

persiapan, datang ke halaqoh/usroh dalam kondisi lelah, tidak sempat lagi membuat program

yang kontinyu di dalam halaqoh/usroh adalah contoh dari murobbi/naqib yang terlalu sibuk

mengejar urusan duniawi.

4. Terpesona dengan jumlah (kuantitas)

Perhatian yang serius terhadap halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena terpesona

dengan jumlah. Baik jumlah peserta yang ditanganinya maupun jumlah kader yang ada di

dalam jama’ahnya. Jumlah yang banyak bisa melenakan orang terhadap pentingnya aspek

kualitas. Hal ini sudah banyak contohnya. Para sahabat Rasulullah saw pernah terpesona

dengan jumlah mereka yang banyak dalam perang Hunain, sehingga lalai dalam kualitas dan

strategi perang. Hingga akhirnya Allah SWT memberi pelajaran kepada mereka dengan

kekalahan yang menyakitkan.

Page 18: Menggairahkan perjalanan halaqah

5. Merasa bahwa halaqoh/usrohnya tidak ada masalah

Orientasi terhadap kesuksesan halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena

murobbi/naqib kurang peka terhadap masalah. Ada orang yang sensitif terhadap masalah dan

ada pula orang yang tidak sensitif terhadap masalah. Hal ini disebabkan cara pandang yang

berbeda dalam melihat masalah. Dalam kenyataannya, ada murobbi/naqib yang menganggap

dinamisasi dan produktivitas halaqoh/usroh sebagai masalah yang tidak penting. Mereka

menganggap selama peserta masih hadir dengan rutin, maka tidak ada masalah yang serius

dalam halaqoh/usrohnya. Padahal jika dilihat dari sisi dinamisasi dan produktivitas,

halaqoh/usroh tersebut sebetulnya berjalan monoton dan lambat mencapai tujuannya.

6. Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama’ah atau ikhwah di sekelilingnya

Orientasi yang rendah terhadap kesuksesan halaqoh/usroh mungkin bisa disebabkan

kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama‘ah (terutama struktur jama‘ah terdekat) atau

dari ikhwah di sekelilingnya. Kesibukan dengan aktivitas da‘wah yang lain atau dengan

prioritas da‘wah musiman bisa membuat para murobbi/naqib lalai memperhatikan

perkembangan halaqoh/usrohnya. Halaqoh/usroh menjadi asal jalan, tanpa sempat lagi

dievaluasi sampai sejauh mana perkembangan kualitasnya.

7. Terlena dengan nostalgia masa lalu

Ketidakseriuasan dalam mengelola halaqoh/usroh bisa juga karena terlena dengan

pengalaman masa lalu. Murobbi/naqib merujuk kepada pengalaman masa lalu ketika ia dibina

secara ‗konvensional‘, sehingga ia enggan untuk melakukan inovasi dalam rangka

mendinamiskan halaqoh/usroh. Ia juga enggan bersusah payah mengejar produktivitas karena

merasa dahulu dibina tanpa target yang ‗rumit‘. Ia menggunakan pengalaman masa lalunya

untuk membina halaqoh/usroh di saat sekarang. Padahal tantangan zaman selalu berubah.

Dahulu mungkin ia bisa berhasil dibina karena tantangan eksternal tidak sekompleks zaman

sekarang. Saat ini halaqoh/usroh menghadapi ‗pesaing‘ yang tangguh dari ‗kelompok kecil‘

lain. Kaum sekuler dan sosialis membuat ‗kelompok-kelompok kecil‘ yang dikelola secara

inovatif dan profesional. Begitu pula jama’ah-jama’ah Islam yang lain. Oleh karena itu, jika

murobbi/naqib tidak serius mengelola halaqoh/usroh secara inovatif dan profesional, bisa jadi

‘konsumen‘ da‘wah akan ‘direbut‘ oleh kelompok atau jama’ah lain.

Page 19: Menggairahkan perjalanan halaqah

HALAQOH/USROH DINAMIS

Wahai saudaraku, sistem usroh sangat bermanfaat bagi kita dan berguna bagi da‟wah.

Dengan daya dan kekuatan dari Allah SWT, sistem ini akan mampu menghimpun kalangan

anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan hubungan antar mereka, mengerahkan mereka

kepada teladan dalam da‟wah, memperkokoh ikatan persatuan mereka, dan mengangkat

persaudaraan mereka dari tataran kata-kata dan teori ke tingkat operasional

(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

SEPERTI YANG TELAH disebutkan di muka, salah satu sendi halaqoh/usroh

yang muntijah adalah dinamisasi. Yaitu halaqoh/usroh yang selalu berproses dan bergerak

secara berubah-ubah (tidak monoton), sehingga menumbuhkan kegairahan dan

menghilangkan kejenuhan. Ini bukan merupakan hal yang mudah, karena sistem

halaqah/usroh berjalan ‗seumur hidup‘. Artinya, halaqoh/usroh berlangsung rutin dan tak

pernah selesai untuk diikuti. Tidak mengenal kata ‗lulus‘, kecuali jika peserta sendiri yang

menginginkan keluar dari halaqoh/usroh (dan itu berarti keluar juga dari jama’ah yang

diikutinya).

Halaqoh/usroh dirancang untuk diikuti seumur hidup (madal hayah) oleh pesertanya.

Hal ini karena tidak ada kata berhenti untuk mempelajari Islam. Selama nafas masih ada,

mempelajari Islam tetap perlu dilakukan. Nabi bersabda: ―Tuntutlah ilmu mulai dari buaian

sampai ke liang lahat. Yang berubah hanya penempatan pesertanya yang disesuaikan dengan

pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam. Mungkin saja peserta mendapatkan

murobbi/naqib yang berbeda-beda. Tempat halaqoh/usroh yang berubah-ubah. Bahkan nama

perkumpulannya juga bisa berubah (misalnya menjadi mentoring, usroh, ta’lim, atau

tarbiyah). Apa pun namanya, tapi hakekatnya tetap sama, yaitu sistem pendidikan (tarbiyah)

yang berlangsung seumur hidup.

Jika halaqoh/usroh berlangsung sesaat, misalnya hanya setahun atau dua tahun,

mungkin menciptakan suasana dinamis dan tidak jemu menjadi mudah untuk dilakukan.

Namun jika halaqah/usroh berlangsung seumur hidup, maka kecenderungan peserta untuk

jenuh mengikuti halaqah/usroh menjadi tinggi. Hal ini wajar, karena suasana rutinitas yang

berlangsung lama secara psikologis memang berpotensi untuk membuat jenuh.

Lalu bagaimana upaya yang perlu dilakukan agar halaqoh/usroh tidak berlangsung

menjemukan? Alias senantiasa menggairahkan para pesertanya? Apakah dengan cara

menjadikan halaqoh/usroh tidak berlangsung seumur hidup, tapi hanya berlangsung sebentar,

misalnya setahun atau dua tahun saja? Jawabannya, tentu tidak dengan cara merubah waktu

halaqoh/usroh menjadi sebentar. Sebab jika hanya sebentar, bukan saja kita tidak

menjalankan anjuran Rasul supaya menuntut ilmu seumur hidup, tapi juga mustahil jika

waktu pendidikannya hanya sebentar bisa merubah orang menjadi Islami.

Page 20: Menggairahkan perjalanan halaqah

Yang perlu dilakukan agar suasana halaqoh/usroh yang berlangsung lama itu tidak

menjemukan adalah dengan mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Yakni dengan

melakukan berbagai cara kreatif yang Islami untuk merubah suasana halaqah/usroh supaya

tidak membosankan.

Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh

Perhatian terhadap berjalanannya halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan

merupakan hal urgen yang perlu dilakukan, baik oleh murobbi/naqib maupun peserta. Sebab

pengabaian terhadap dinamisasi akan berdampak pada lambatnya pencapaian tujuan. Hal ini

seringkali tidak disadari oleh murobbi/naqib maupun peserta karena mereka merasa

halaqoh/usrohnya masih berjalan dengan baik. Beberapa murobbi/naqib menjadikan indikator

kehadiran peserta sebagai cara menilai baik/buruknya halaqoh/usroh. Ketika peserta masih

hadir dengan lengkap (walau sesekali ada juga yang tidak hadir), murobbi/naqib sering

menganggap hal itu sebagai indikasi dari masih baiknya perjalanan halaqoh/usroh mereka.

Penilaian ini jelas terlalu menyederhanakan persoalan. Kehadiran peserta yang masih lengkap

bukanlah indikator satu-satunya untuk menilai baik atau buruknya perjalanan suatu

halaqoh/usroh. Perlu ada indikator lain yang digunakan untuk mengukur baik atau buruknya

perjalanan halaqoh/usroh. Indikator lain tersebut adalah dinamisasi dan produktivitas

halaqoh/usroh.

Dinamisasi halaqoh/usroh akan mengukur sampai sejauh mana kepuasan aktivitas

(job satisfaction) yang dialami murobbi/naqib dan peserta di dalam halaqoh/usrohnya.

Kepuasan merupakan hal yang subyektif karena terkait dengan emosi (perasaan). Walau

subyektif, kepuasaan bukan berarti harus diabaikan dalam mengukur keberhasilan

halaqoh/usroh. Paradigma kepuasan sebagai indikator dalam mengukur keberhasilan

pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) sudah menjadi hal yang umum di dunia organisasi

dan manajemen. Halaqoh/usroh sebagai sebuah sistem pengelolaan SDM juga perlu

memperhatikan masalah kepuasan ini.

Kepuasaan beraktivitas (job satisfaction) sebenarnya merupakan kata lain dari

terwujudnya nikmat ukhuwah (ni’matul ukhuwah). Bukankah Allah SWT menghendaki agar

kita selalu beraktivitas dalam suasana ukhuwah yang nikmat?

..dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)

bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena

nikmat Allah orang-orang yang bersaudara (QS. 3 : 103). Nikmatnya ukhuwah Islamiyah

dalam halaqoh/usroh tak mungkin terwujud tanpa perhatian terhadap dinamisasi

halaqoh/usroh. Tidak cukup hanya sekedar memberikan taujih (arahan) saja tentang ukhuwah

untuk mewujudkan nikmat ukhuwah, akan tetapi perlu dipraktekkan di dalam halaqoh/usroh

itu sendiri.

Jadi, sudah saatnya murobbi/naqib dan peserta memperhatikan dinamisasi yang

terjadi dalam halaqoh/usrohnya. Mereka tidak bisa lagi menyepelekan masalah ini jika ingin

halaqoh/usrohnya muntijah (sukses). Lagipula ada beberapa manfaat yang akan diperoleh jika

halaqoh/usroh berjalan dinamis, antara lain :

Page 21: Menggairahkan perjalanan halaqah

1. Kehadiran yang rutin

Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis akan membuat murobbi/naqib dan peserta

hadir dengan rutin. Mereka tidak lagi membuat seribu satu alasan untuk tidak hadir dalam

halaqoh/usroh. Bahkan mereka akan berupaya sekuat tenaga untuk hadir walau berbagai

kendala menghadang kehadiran mereka. Hal ini karena halaqoh/usroh telah menjadi tempat

yang menyenangkan dan menggairahkan bagi mereka. Mereka sudah merasa betah. Bagi

mereka halaqoh/usroh merupakan tempat idaman, sehingga jadwal pertemuan halaqoh/usroh

menjadi saat-saat yang dirindukan. Alangkah indahnya jika perasaan rindu dan betah ini

sudah menjadi karakter dalam diri murobbi/naqib dan peserta. Allah SWT menghendaki agar

kita sabar dan betah berlama-lama berkumpul dalam lingkungan da‘i, seperti yang terjadi di

dalam halaqoh/usroh : ―Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang

menyeru Robnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya..‖ (QS. 18 : 28).

2. Semangat yang tinggi

Murobbi/naqib dan peserta bukan hanya akan hadir secara rutin jika halaqoh/usroh

berjalan dinamis, mereka juga akan hadir dengan semangat yang tinggi. Semangat ini

membuat mereka hadir dengan ‗seutuhnya‘ (hati, pikiran dan fisik), tidak hanya hadir

fisiknya saja tetapi hati dan pikirannya terbang entah kemana. ‗Utuhnya‘ kehadiran membuat

mereka menyimak seluruh agenda acara di dalam halaqoh/usroh. Hal ini mempercepat

penambahan wawasan dan interaksi antar peserta, sehingga tujuan halaqoh/usroh dapat

tercapai dengan lebih cepat. Allah memerintahkan agar kita mengobarkan semangat yang

tinggi dalam berperang (dan juga dalam berbagai aktivitas, termasuk di dalam aktivitas

halaqoh/usroh) : ―Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu‟min itu untuk berperang….

(QS. 8 : 65).

3. Tanggung jawab yang besar

Semangat yang tinggi membuat munculnya tanggung jawab yang besar dalam

melaksanakan tugas-tugas halaqoh/usroh. Sebab biasanya di dalam semangat ada keinginan

untuk melakukan tanggung jawab. Dengan berjalannya tugas-tugas halaqoh/usroh,

pemahaman dan pengalaman peserta akan meningkat lebih cepat, sehingga tujuan

halaqoh/usroh juga dapat dicapai lebih cepat.

4. Mempercepat pencapaian tujuan

Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis dan menggairahkan akan mempercepat

pencapaian tujuan. Hal ini karena tugas dan program yang dibuat untuk mencapai tujuan

dilaksanakan dengan semangat yang tinggi dan tanggung jawab yang besar. Tidak ada tugas

dan program yang terbengkalai, sehingga tugas dan program selanjutnya bisa dibuat dan

akhirnya tujuan halaqoh/usroh dapat dicapai lebih cepat.

Page 22: Menggairahkan perjalanan halaqah

―Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di

antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri

dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih

dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat

besar (QS. 35 : 32).

5. Meningkatkan kreativitas

Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis biasanya lahir dari murobbi/naqib dan peserta

yang kreatif. Murobbi/naqib dan peserta tidak terjebak dengan suasana monoton atau

‗pakem-pakem‘ tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi terjebak

dengan pengalaman masa lalu. Mereka berani menampilkan ide-ide dan cara-cara baru yang

tidak bertentangan dengan syar‘i untuk membuat halaqoh/usroh berjalan dinamis. Yang

penting bagi mereka adalah bagaimana agar tujuan halaqoh/usroh dapat tercapai melalui

proses yang menggairahkan dan tidak menjemukan. ―Dan orang-orang yang berjihad untuk

(mencerai keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan

Kami.. (QS. 29 : 69).

6. Menghindari kemaksiatan

Halaqoh/usroh yang menjemukan akan menurunkan kegairahan untuk menambah

wawasan dan ibadah. Hati menjadi keras. Suasana ruhiyah menjadi hilang. Iman menjadi

turun, sehingga keinginan berbuat maksiat menjadi meningkat. Sebaliknya, halaqoh/usroh

yang berjalan dinamis akan menghilangkan kejenuhan. Kegairahan untuk menambah

wawasan dan meningkatkan ibadah akan muncul, sehingga hati akan tetap terpelihara. Iman

menjadi meningkat, sehingga terhindar dari keinginan untuk berbuat maksiat. ―Belumkah

datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah

dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti

orang-orang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah

masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara

mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. 57 : 16).

7. Memperkecil munculnya konflik/masalah

Salah satu sebab munculnya konflik/masalah adalah hati yang kering dari iman dan

ukhuwah. Namun jika halaqoh/usroh berjalan secara dinamis, maka hati menjadi bergairah

untuk meningkatkan iman dan ukhuwah. Hal ini berdampak pada keinginan untuk saling

menghargai dan menghindari terjadinya masalah/konflik di antara peserta satu sama lain.

―Sesungguhnya orang-orang mu‟min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua

saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. 49 : 10).

Page 23: Menggairahkan perjalanan halaqah

8. Merasakan manisnya ukhuwah

Akhirnya, manisnya ukhuwah (khulwatul ukhuwah) akan didapatkan oleh mereka

yang halaqoh/usrohnya berjalan dinamis. Ukhuwah tak lagi sekedar basa-basi tanpa

implementasi. Mereka mendapatkan apa yang selama ini dirindukan setiap muslim, yakni

manisnya ukhuwah. Hal ini merupakan buah dari upaya tak kenal henti yang mereka lakukan

untuk mendinamiskan halaqoh/usroh. Mendinamiskan halaqoh/usroh berarti menyegarkan

suasana, menjinakkan hati dan menumbuhkan kehangatan serta kegairahan untuk

berukhuwah antar sesama personil halaqoh/usroh.

―dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu

membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat

mempersatukan mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya

Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. 8 : 63)

Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Namun perjalanan mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis tidaklah mudah. Butuh

perjuangan untuk mewujudkannya. Tidak semua halaqoh/usroh memahami urgensi

mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan.

Jika tidak ada kesungguh-sungguhan untuk mewujudkan halaqoh/usroh yang

dinamis, maka perlahan tapi pasti halaqoh/usroh akan berubah menjadi menjemukan. Yang

sebab-sebabnya antara lain :

1. Suasana yang monoton

Suasana yang monoton merupakan salah satu sebab dari munculnya kejenuhan

dalam halaqoh/usroh. Ini merupakan hal yang wajar. Sebab manusia pada dasarnya

menginginkan suasana yang berubah-ubah (dinamis). Tidak terperangkap dalam satu cara

atau gaya. Ketika halaqoh/usroh berjalan dengan cara atau suasana yang monoton, maka

besar kemungkinan peserta akan merasa jemu.

2. Ketiadaan keteladanan

Murobbi/naqib menjadi teladan bagi peserta. Peserta menjadi teladan bagi peserta

lainnya. Ketika murobbi/naqib dan peserta tidak bisa memberikan keteladanan, maka

halaqoh/usroh berubah menjadi menjemukan. Contoh hilangnya keteladanan adalah ketika

murobbi/naqib mewajibkan peserta untuk hadir rutin, tapi ia sendiri jarang hadir dengan

berbagai alasan. Atau ketika ia meminta peserta untuk bersikap menghargai pendapat orang

lain, tapi ia sendiri tak bisa menghargai pendapat orang lain. Semakin hilangnya sikap dan

perilaku yang bisa diteladani, maka semakin potensial halaqoh/usroh terjerumus pada suasana

yang membosankan. Hal ini wajar karena ketiadaan keteladanan membuat hilangnya

kepercayaan dan nilai lebih suatu kelompok. Hal ini tentu berdampak pada suasana yang

tidak nyaman dan membosankan.

Page 24: Menggairahkan perjalanan halaqah

3. Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan

Suasana yang menjemukan bisa juga disebabkan murobbi/naqib dan peserta tidak

saling mengingatkan atau memotivasi satu sama lain. Mereka mungkin terjebak pada rutinitas

halaqoh/usroh yang dianggap bukan masalah. Jika pun di antara mereka ada yang

mengingatkan tentang pentingnya mendinamiskan halaqoh/usroh tapi tidak ditanggapi serius

oleh yang lain. Atau bisa juga pengingatan itu dilakukan, tapi tidak dilakukan secara rutin

sehingga upaya untuk mendinamiskan halaqoh/usroh hanya bersifat temporer dan tidak

berkesinambungan.

4. Konflik berkepanjangan

Kejemuan dalam halaqoh/usroh bisa juga disebabkan seringnya terjadi konflik di

antara peserta. Konflik itu muncul karena berbagai sebab. Bisa karena perbedaan cara

pandang, sifat/karakter atau karena perbedaan kebutuhan. Konflik yang berkepanjangan

dalam halaqoh/usroh biasanya bersifat laten. Tidak muncul secara vulgar sehingga jika

murobbi/naqib atau peserta kurang jeli maka mereka tidak mengetahui adanya konflik

tersebut. Konflik yang tidak terselesaikan dalam halaqoh/usroh dapat berdampak pada

suasana yang menjemukan.

Selain sebab-sebab yang bersifat eksternal tersebut, ada juga sebab-sebab yang

datangnya dari pribadi orang yang mengalami kejemuan itu sendiri (sebab internal). Sebab-

sebab itu antara lain :

a. Kurangnya keikhlasan

Salah satu sebab internal dari munculnya perasaan jemu adalah kurangnya

keikhlasan. Hal ini karena ikhlas merupakan motivasi yang tertinggi sehingga jika seseorang

telah ikhlas, kecil kemungkinan ia dihinggapi perasaan bosan. Bahkan walau suasana

monoton, tapi jika ikhlas mengerjakannya maka rasa bosan tak akan mudah menghinggapi

kita. Namun jika keikhlasan berkurang, seseorang akan mudah tertimpa penyakit jenuh.

b. Maksiat

Sebab internal lain dari munculnya perasaan jenuh adalah seringnya seseorang

melakukan kemaksiatan. Semakin banyak kemaksiatan yang dilakukan seseorang, semakin

mudah ia tertimpa penyakit jenuh. Sebaliknya, semakin bersih seseorang dari kemaksiatan,

semakin sulit ia tertimpa penyakit jenuh. Itulah sebabnya Nabi Muhammad saw tidak pernah

jemu melakukan qiyamul lail setiap malam. Hal ini juga berlaku pada halaqoh/usroh. Jika

peserta halaqoh/usroh banyak melakukan kemaksiatan (kecil atau besar), maka

kecenderungan untuk munculnya rasa jemu akan lebih besar dibandingkan jika peserta

menjaga dirinya dari kemaksiatan.

Page 25: Menggairahkan perjalanan halaqah

c. Kurangnya pemahaman

Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman tentang pentingnya suatu

pekerjaan. Orang yang cepat bosan melakukan suatu pekerjaan biasanya karena kurang

paham manfaat dari pekerjaan tersebut. Misalnya, peserta yang menyadari pentingnya

halaqoh/usroh tentu akan lebih sulit tertimpa penyakit jemu daripada peserta yang mengikuti

halaqoh/usroh karena ikut-ikutan tanpa mengetahui urgensi dari halaqoh/usroh itu sendiri.

Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Kita juga perlu mengetahui bahwa kejenuhan di dalam halaqoh/usroh tidak

berlangsung secara tiba-tiba. Ada proses yang panjang sehingga suasana jenuh betul-betul

terjadi dalam halaqoh/usroh. Tahapan-tahapan terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh

sebagai berikut :

1. Monoton

Suasana yang monoton adalah tahap awal dari kejenuhan yang terjadi dalam

halaqoh/usroh. Monoton ditandai dengan suasana yang itu-itu saja. Tidak banyak berubah,

baik dalam metode, waktu, tempat, suasana, materi, dan lain-lain.

2. Eliminasi makna

Jika suasana monoton tidak segera diperbaiki, murobbi/naqib dan peserta mulai

merasa bahwa halaqoh/usroh tidak lagi memberi nilai tambah pada dirinya. Terjadi eliminasi

(kemerosotan) makna halaqoh/usroh. Murobbi/naqib atau peserta tidak lagi merasakan

manfaat dari kehadirannya di halaqoh/usroh. Mereka mulai membanding-bandingkan

kehadirannya di halaqoh/usroh dengan kehadirannya di tempat lain yang mungkin

dianggapnya lebih bermanfaat daripada halaqoh/usroh.

3. Penghindaran

Jika makna halaqoh/usroh sudah merosot, tahap berikutnya adalah munculnya

keinginan untuk menghindar dari pertemuan halaqoh/usroh. Hal ini ditandai dengan

ketidakhadiran yang semakin sering atau hadir tapi sering terlambat. Mungkin murobbi/naqib

atau peserta yang jemu tadi menyampaikan seribu satu alasan yang kelihatannya syar‘i dan

logis untuk membenarkan ketidakhadiran atau keterlambatannya dalam halaqoh/usroh.

Namun alasan yang sebenarnya adalah karena ia sudah jemu dengan halaqoh/usroh.

4. Ketidaknyamanan

Page 26: Menggairahkan perjalanan halaqah

Tahap berikutnya adalah munculnya perasaan tidak nyaman untuk berada di

halaqoh/usroh. Kehadirannya di halaqoh/usroh semata-mata hanya untuk memenuhi

kewajiban (terpaksa). Tidak ada lagi perasaan nyaman dan rindu dengan halaqoh/usroh.

Nikmatnya ukhuwah menjadi semakin jauh untuk terealisir.

5. Apatis

Tahap puncak dari kejemuan dalam halaqoh/usroh adalah munculnya sifat apatis

terhadap apa yang terjadi. Ia tak lagi peduli dengan tugas atau program halaqoh/usroh. Jika

pun ia melaksanakannya, maka tugas atau program itu dilaksanakannya dengan perasaan

terpaksa dan ogah-ogahan. Bahkan ia akan berusaha sebisa mungkin untuk menghindar dari

tugas atau program halaqoh/usroh. Ia mulai banyak absen dalam pertemuan halaqoh/usroh.

Jika pun hadir, biasanya terlambat dan lebih banyak bersikap pasif serta tidak mau terlibat

lebih jauh. Ia hanya peduli dengan apa-apa yang terkait erat dengan kepentingan pribadinya.

Tidak ada lagi idealita untuk memikirkan orang lain atau memperjuangkan Islam.

Jika tahap apatis ini dibiarkan, ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, banyak dari

peserta yang akan keluar atau pindah dari halaqoh/usroh tersebut. Kedua, kebanyakan peserta

akan tetap bertahan dalam halaqoh/usroh tapi perkembangan mereka sangat lambat. Bahkan

boleh dikatakan mereka ‗berjalan di tempat‘. Sebab tidak ada kemajuan yang berarti dalam

diri mereka.

Bagan 5

Tahap-tahap kejenuhan halaqah/usrah

Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Ada beberapa macam kejenuhan yang mungkin terjadi dalam halaqoh/usroh.

Macam-macan kejenuhan tersebut antara lain :

Page 27: Menggairahkan perjalanan halaqah

1. Kejenuhan berdasarkan jumlah peserta

a. Kejenuhan induvidual, yaitu kejenuhan yang terjadi pada satu atau lebih peserta

halaqoh/usroh. Kejenuhan ini terjadi pada minoritas dari jumlah seluruh peserta

halaqoh/usroh.

b. Kejenuhan komunal, yaitu kejenuhan yang terjadi pada sebagian besar (mayoritas)

peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan komunal lebih sulit diatasi daripada kejenuhan

induvidual.

2. Kejenuhan berdasarkan waktu :

a. Kejenuhan temporer, yaitu kejenuhan di dalam halaqoh/usroh yang terjadi hanya pada

waktu-waktu tertentu. Misalnya, suasana membosankan yang berlangsung ketika

murobbi/naqib tidak hadir karena sedang menempuh ujian kuliah. Namun setelah

murobbi/naqib hadir kembali, suasana membosankan itu hilang.

b. Kejenuhan permanen, yaitu kejenuhan yang terjadi ketika halaqoh/usroh merasakan

kejenuhan dalam waktu yang lama. Kejenuhan permanen lebih sulit diatasi daripada

kejenuhan temporer.

3. Kejenuhan berdasarkan peran

a. Kejenuhan peserta, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri peserta halaqoh/usroh.

b. Kejenuhan murobbi/naqib, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri murobbi/naqib.

Kejenuhan murobbi/naqib lebih berbahaya daripada kejenuhan peserta.

4. Kejenuhan berdasarkan objek

a. Kejenuhan sistem belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah

berubahnya sistem belajar. Misalnya, sistem belajar yang dilakukan hanya berupa

gaya lesehan di dalam ruangan. Padahal semestinya bisa berubah-ubah dalam bentuk

sistem kelas, belajar di ruang terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.

b. Kejenuhan metode penyampaian, yaitu kejenuhan yang diakibatkan karena

penyampaian materi/madah yang monoton (hanya dengan satu metode belajar saja).

Misalnya, hanya dengan menggunakan metode ceramah, tidak berubah dengan

menggunakan metode-metode lainnya seperti diskusi, seminar, games, studi kasus,

simulasi, bedah buku, dan lain-lain.

c. Kejenuhan media/alat belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan penggunaan sarana

belajar yang monoton. Misalnya, hanya menggunakan lembaran foto kopi, padahal

Page 28: Menggairahkan perjalanan halaqah

sebenarnya bisa menggunakan sarana belajar lain, seperti papan tulis, OHP (Over head

Projector), LCD, lembar peraga, alat demo/simulasi, dan lain-lain.

d. Kejenuhan materi/madah, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh isi materi yang

monoton. Walau materi berbeda-beda, tapi penjabaran, ilustrasi, dalil, atau contoh

diberikan secara monoton dan berulang-ulang.

e. Kejenuhan agenda acara, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh monotonnya susunan

dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.

f. Kejenuhan waktu pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah

berubahnya waktu pertemuan. Misalnya, waktu pertemuan selalu dilakukan setiap

malam jum‘at.

g. Kejenuhan tempat pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah

berubahnya tempat pertemuan. Misalnya, tempat pertemuan selalu dilakukan di rumah

murobbi/naqib.

h. Kejenuhan komposisi peserta, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah

berubahnya komposisi peserta. Peserta yang mengikuti suatu halaqoh/usroh tidak

pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak ada yang dimutasikan dan tidak ada

peserta pindahan dari halaqoh/usroh lainnya.

Tidak semua kejenuhan tersebut ada di dalam halaqoh/usroh. Sebaiknya setiap

halaqoh/usroh perlu berupaya agar berbagai macam kejenuhan tersebut tidak terjadi di dalam

halaqoh/usrohnya. Sebab semakin banyak macam kejenuhan yang ada di dalam

halaqoh/usroh, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan yang terjadi dan semakin besar upaya

yang harus dilakukan untuk mengatasi kejenuhan tersebut.

Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh

Bagan 6

Dampak Kejenuhan

A. Peserta B. Murabbi/ Naqib

1. kehadiran yang tidak rutin

2. kedisiplinan yang menurun

3. keterlibatan yang minim

4. ketidakpuasan yang meningkat

5. kemaksiatan yang muncul

6. konflik permasalahan yang bertambah

7. keterlambatan pencapaian tujuan

1. enggan melakukan persiapan

2. penyampaian yang kurang berisi

3. lupa pada tujuan

Murobbi/naqib dan peserta perlu berupaya mengatasi berbagai kejenuhan yang

terjadi dalam halaqoh/usroh. Sebab jika tidak segera diatasi, tingkat kejenuhan yang tadinya

Page 29: Menggairahkan perjalanan halaqah

kecil akan berubah menjadi besar dan merambat pada berbagai kejenuhan lainnya. Persis

seperti penyakit pada tubuh yang apabila tidak segera diobati akan menjalar pada bagian

tubuh lainnya. Kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh akan berdampak negatif bagi:

Peserta halaqoh/usroh berupa :

1. Kehadiran yang tidak rutin

Peserta yang jenuh akan sering tidak hadir dalam halaqoh/usroh. Ia sepertinya

mempunyai ‗jadwal tersendiri‘ untuk hadir di halaqoh/usroh. Misalnya, dua pekan hadir,

pekan ketiga tidak hadir; atau pekan ini hadir, pekan depan tidak hadir. Biasanya ia tidak

pernah minta izin lebih dahulu mengapa tidak hadir dalam halaqoh/usroh. Ia baru

menyampaikan alasan kalau ditanya. Alasan yang diajukannya juga singkat dan meragukan

alasannya. Namun lama kelamaan orang yang jenuh semakin pandai membuat alasan,

sehingga semakin lama alasannya semakin nampak logis dan syar‘i. Ia semakin terbiasa untuk

tidak hadir secara rutin dalam halaqoh/usroh tanpa merasa bersalah.

2. Kedisiplinan yang menurun

Peserta yang jenuh juga akan menurun tingkat kedisiplinannya. Indikasi yang jelas

adalah seringnya ia terlambat menghadiri halaqoh/usroh. Walau tidak semua keterlambatan

disebabkan oleh rasa jenuh, tapi jika keterlambatan itu menjadi suatu kebiasaan cenderung

disebabkan karena kejenuhan yang terjadi pada diri peserta tersebut. Kedisiplinan yang

menurun juga tampak pada pelaksanaan tugas. Sering absen atau mengabaikan tugas-tugas

yang membutuhkan kehadirannya di luar waktu halaqoh/usroh. Sering mengantuk dan lupa

dengan apa yang semestinya dibawa dalam pertemuan halaqoh/usroh juga merupakan

indikasi dari kejenuhan yang melanda diri peserta.

3. Keterlibatan yang minim

Peserta yang jenuh juga akan minim keterlibatannya dalam halaqoh/usroh. Ketika

hadir tidak begitu banyak terlibat dalam diskusi atau pengambilan keputusan. Lebih banyak

menjadi pendengar pasif saja. Ketika diberikan tugas juga banyak menolak atau meminta

peserta lain yang mengerjakannya. Kejenuhan pada halaqoh/usroh juga bisa berdampak pada

keterlibatan yang minim dalam acara-acara da‘wah di luar halaqoh/usroh, baik yang

diselenggarakan oleh halaqoh/usroh itu sendiri maupun oleh jama’ah.

4. Ketidakpuasan yang meningkat

Kejenuhan juga berdampak pada kegairahan yang menurun untuk hadir dan terlibat

dalam kegiatan halaqoh/usroh. Semangat dan motivasi untuk mengikuti kegiatan

halaqoh/usroh menjadi berkurang, sehingga berdampak pada perasaan tidak nyaman dan tidak

puas dengan pertemuan-pertemuan halaqoh/usroh. Ketidakpuasan pada acara halaqoh/usroh

dapat berdampak pada keinginan untuk mencari ‗pelarian‘ berupa acara lain yang lebih

memuaskan dirinya. Disinilah mungkin seorang peserta akan lebih suka hadir di acara-acara

Page 30: Menggairahkan perjalanan halaqah

lain dibandingkan acara halaqoh/usroh ketika waktunya berbenturan. Halaqoh/usroh tidak

lagi menjadi prioritas utama dalam agenda kegiatannya.

5. Kemaksiatan yang muncul

Peserta yang jenuh juga rentan dengan kemaksiatan. Orang yang jenuh akan lebih

rentan mengalami penurunan iman. Dan turunnya iman akan membuat seseorang lebih rentan

melakukan kemaksiatan. Misalnya, karena jenuh mungkin saja peserta mulai mencari

‗pelarian‘ dengan melakukan kegiatan yang batil, seperti menonton konser musik rock,

membaca buku-buku porno, berjalan-jalan tanpa tujuan, berpacaran, dan merokok.

6. Konflik/permasalahan yang bertambah

Kejenuhan juga bisa berdampak pada keringnya rasa ukhuwah di antara peserta. Hal

ini berdampak lebih jauh pada rentannya peserta terhadap masalah dan konflik. Mulai ada

keinginan untuk memperbesar masalah yang kecil. Mulai muncul ketersinggungan karena

perkataan atau perbuatan dari peserta lain yang tadinya tidak dipermasalahkan. Gara-gara

jemu dengan halaqoh/usroh bisa saja seorang peserta marah ketika peserta lainnya

menanyakan alasan ketidakhadirannya pada acara halaqoh/usroh.

7. Keterlambatan pencapaian tujuan

Akibat yang paling fatal dari kejemuan yang melanda peserta adalah lambatnya

tujuan pembinaan pada diri peserta tersebut. Perkembangan peserta menjadi lambat, bahkan

mungkin menurun. Tujuan pembinaan yang semestinya sudah dicapai tak pernah tercapai.

Mungkin ia juga menyadari perkembangan dirinya yang lambat, sehingga muncul perasaan

rendah diri karena merasa tertinggal dengan teman-teman seangkatannya. Mungkin juga ia

merasa stres dan frustasi karena merasa tidak ada perubahan yang signifikan pada dirinya.

Perasaan ini bisa berdampak pada keinginan untuk mengundurkan diri dari halaqoh/usroh dan

dakwah.

Jika kejenuhan tersebut terjadi pada diri seorang murobbi/naqib, maka selain

berbagai dampak di atas, murobbi/naqib juga dapat mengalami berbagai dampak negatif

seperti berikut :

1. Enggan melakukan persiapan

Karena jenuh, murobbi/naqib menjadi malas melakukan persiapan yang diperlukan

sebelum menghadiri halaqoh/usroh. Ia enggan melakukan persiapan materi yang akan

disampaikan. Enggan untuk mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk membuat

halaqoh/usroh berjalan lancar dan menggairahkan. Ia juga enggan melakukan persiapan

mental (ruhiyah) dan fisik. Hal ini berdampak pada ‘penampilannya‘ yang tidak prima dalam

halaqoh/usroh. Peserta akhirnya tidak mendapatkan sesuatu yang berharga dari kehadiran

Page 31: Menggairahkan perjalanan halaqah

murobbi/naqib dalam halaqoh/usroh. Pepatah mengatakan: ―Barangsiapa yang tidak

memiliki kelebihan, ia tidak bisa memberikan apa-apa.

2. Penyampaian yang kurang berisi

Kejemuan yang melanda murobbi/naqib dapat berdampak pada kurangnya pengaruh

(atsar) yang disampaikan murobbi/naqib kepada peserta. Hal ini karena kejemuan berdampak

pada keringnya hati. Hati yang kering menyebabkan pembicaraan menjadi kurang ‗berisi‘,

sehingga apa yang disampaikan murobbi/naqib kurang memiliki pengaruh terhadap

perubahan sikap dan perilaku peserta.

3. Lupa pada tujuan

Kejemuan yang melanda murobbi/naqib juga dapat berdampak pada pencapaian

tujuan halaqoh/usroh. Murobbi/naqib tidak lagi begitu peduli mau kemana halaqoh/usroh

yang dipimpinnya berjalan. Yang penting baginya sekedar menjalankan halaqoh/usroh

sebagai kewajiban. Bukan lagi peduli apakah tujuan halaqoh/usroh tercapai atau tidak.

Apalagi peduli apakah tujuan halaqoh/usroh bisa dicapai dengan lebih cepat atau tidak.

Semua itu sudah terlupakan, karena murobbi/naqib sudah jemu sehingga tak lagi memiliki

semangat untuk mengelola halaqoh/usroh.

Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kejenuhan dalam

halaqoh/usroh semestinya menyadarkan setiap murobbi/naqib dan peserta akan pentingnya

mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib dan peserta menyepelekan hal

ini maka kualitas pembinaan akan terus menurun, sehingga pembinaan melalui halaqoh/usroh

tidak lagi memiliki keistimewaan yang mampu melahirkan kader-kader Islam yang tangguh.

Hal ini tentu tak bisa terus dibiarkan, jika kita masih memiliki komitmen untuk membangun

kejayaan Islam.

Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis

Setelah kita mengetahui begitu banyaknya dampak negatif yang muncul dari

halaqoh/usroh yang tidak dinamis (menjemukan), lalu bagaimana caranya menilai sebuah

halaqoh/usroh dinamis atau tidak? Apa ciri-ciri sebuah halaqoh/usroh yang dinamis? Tidak

mudah memang mendeteksi sebuah halaqoh/usroh dinamis atau tidak. Dibutuhkan

pengamatan yang mendalam dan waktu yang lama untuk mengidentifikasikan kedinamisan

sebuah halaqoh/usroh. Sebenarnya yang paling tepat menilai dinamisasi sebuah

halaqoh/usroh adalah mereka yang berada di dalamnya. Orang luar mungkin hanya bisa

mengira-ngira kualitas kedinamisan sebuah halaqoh/usroh.

Namun di bawah ini, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur

kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Kriteria tersebut adalah :

Page 32: Menggairahkan perjalanan halaqah

1. Suasana yang inovatif

Halaqoh/usroh yang dinamis ditandai oleh perubahan-perubahan yang sering terjadi

di dalam perjalanan halaqoh/usroh itu sendiri. Perubahan ini bukan berarti halaqoh/usroh

terus menerus ‗bongkar pasang‘ peserta, tetapi karena ada kreativitas dari murobbi/naqib dan

peserta untuk melakukan berbagai cara baru agar pertemuan halaqoh/usroh berlangsung

menggairahkan dan menarik. Mereka melakukan inovasi dalam berbagai hal. Misalnya,

dalam sistem belajar, metode penyampaian, alat/media belajar, tempat pertemuan, waktu

pertemuan, pembahasan madah/materi, agenda acara, dan lain-lain. Pokoknya murobbi/naqib

dan peserta tidak terjebak dengan pakem tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka

gemar melakukan inovasi agar pertemuan halaqoh/usroh tidak berlangsung dalam suasana

yang membosankan dan monoton.

2. Komentar-komentar kerinduan

Munculnya komentar-komentar ‘kerinduan‘, baik secara implisit maupun eksplisit

bisa juga menjadi indikator kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Komentar yang bersifat

implisit contohnya, menanyakan kapan lagi bertemu atau mengapa halaqoh/usroh tidak

dilakukan lebih sering lagi. Komentar eksplisit bisa berupa perkataan, ―saya sudah kangen

dengan halaqoh atau komentar-komentar yang semacam itu. Komentar tersebut tidak mesti

disampaikan kepada murobbi/naqib, tapi mungkin saja disampaikan kepada sesama peserta.

3. Ingin berlama-lama

Indikator berikutnya dari halaqoh/usroh yang dinamis biasanya muncul dari

keinginan untuk berlama-lama dalam halaqoh/usroh. Walau waktu pertemuan dibatasi hanya

2 jam, misalnya, tapi peserta tidak begitu kaku dengan pembatasan jam tersebut.

Murobbi/naqib dan peserta sering hadir lebih awal dan pulang lebih lambat dari jam yang

telah ditentukan. Mereka masih ingin berlama-lama bercengkrama dan membahas berbagai

program atau persoalan da‘wah yang ada. Peserta tidak sering melakukan interupsi untuk

mengingatkan waktu halaqoh/usroh yang sudah habis. Mereka terlalu asyik mengikuti acara

halaqoh/usroh, sehingga tidak terlalu kaku dalam waktu.

4. Kehadiran yang rutin

Indikator yang paling nyata dari kedinamisan halaqoh/usroh dapat dilihat dari

kehadiran peserta yang rutin. Tidak ada peserta yang ‗hobi‘ untuk datang terlambat atau

sering tidak hadir. Kalau pun ada peserta yang tidak hadir biasanya jumlahnya sedikit (hanya

1-2 orang). Itu pun bukan pada orang yang sama setiap pekannya. Mereka tidak hadir atau

terlambat semata-mata karena ada halangan syar‘i, bukan karena alasan yang dibuat-dibuat

agar kelihatan logis dan syar‘i. Peserta tidak berupaya untuk mencari-cari alasan agar tidak

hadir dalam halaqoh/usroh.

Page 33: Menggairahkan perjalanan halaqah

Semakin banyak ciri-ciri di atas ada dalam sebuah halaqoh/usroh maka berarti

semakin dinamis halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, jika ciri-ciri tersebut semakin tidak ada,

bahkan yang ada malah kondisi sebaliknya, yaitu :

1. Adanya kondisi yang monoton;

2. tidak ada komentar-komentar ‘kerinduan‘;

3. tidak ada keinginan untuk berlama-lama;

4. dan kehadiran yang tidak rutin

berarti halaqoh/usroh berada dalam kondisi jenuh, sehingga perlu ada upaya segera

untuk mengatasinya. Jika tidak, maka ‗nasib‘ halaqoh/usroh tersebut akan semakin parah.

Cita-cita untuk menjadi halaqoh/usroh yang muntijah (sukses) hanya akan menjadi utopi.

3

1. Suasana yang inovatif

2. komentar-komentar kerinduan

3. ingin berlama-lama

4. kehadiran yang rutin

Merupakan ciri dari halaqah/usrah yang dinamis

Page 34: Menggairahkan perjalanan halaqah

HALAQOH/USROH PRODUKTIF

Tujuan usroh adalah menyiapkan orang-orang pilihan untuk memikul tanggung jawab yang

amat besar

(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)

HALAQOH YANG MUNTIJAH tidak akan terwujud tanpa tercapainya

produktivitas. Produktivitas merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan

halaqoh/usroh. Tanpa produktivitas, halaqoh/usroh akan kehilangan esensinya sebagai wadah

pengkaderan yang mumpuni. Halaqoh/usroh yang tidak produktif pada hakekatnya telah

berubah fungsi menjadi tempat berkumpul biasa, seperti paguyuban belaka. Ia tak lagi

memiliki keistimewaan sebagai marokiz taghir (wadah perubahan) bagi umat dan bangsa.

Produktivitas berbeda dengan dinamika. Jika dinamisasi terjadi dalam tataran proses,

produktivitas terjadi dalam tataran tujuan (output). Ketika kita berbicara tentang

produktivitas, kita berbicara tentang sejauh mana tujuan yang telah direncanakan dapat

tercapai. Semakin banyak tujuan yang kita dapatkan, maka semakin produktivitas kita.

Sebaliknya, semakin sedikit atau tidak terealisirnya tujuan yang diharapkan, maka semakin

tidak produktif kita.

Dua hal tersebut --produktivitas dan dinamisasi— sama-sama penting dalam

mengukur keberhasilan halaqoh/usroh. Halaqoh/usroh yang dinamis tak ada artinya tanpa

produktivitas. Sebaliknya, halaqoh/usroh yang produktif tak ada artinya tanpa dinamisasi.

Produktivitas dan dinamisasi sama pentingnya karena halaqoh/usroh adalah kumpulan

manusia yang membutuhkan kedua hal tersebut (produktivitas dan dinamisasi).

Produktivitas memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai tujuan. Keinginan

untuk lebih baik dari sebelumnya. Barangkali tidak ada manusia di dunia ini yang tak ingin

maju. Semua manusia menginginkan kemajuan. Sedang dinamisasi memenuhi kebutuhan

manusia untuk menikmati apa yang tengah dialaminya. Tidak ada manusia yang ingin apa

yang dialaminya berlangsung secara membosankan atau mengecewakan. Manusia ingin

merasa nyaman dan bergairah ketika melakukan sesuatu. Dinamisasi memenuhi kebutuhan

rasa nyaman dan bergairah ketika kita melakukan sesuatu. Dinamisasi memenuhi kebutuhan

kita akan ukhuwah (rasa persaudaraan) jika kita melakukan sesuatu bersama orang lain.

Dinamisasi menjawab kebutuhan kita akan soliditas dan harmonisasi ketika kita bekerjasama

dengan orang lain.

Halaqoh/usroh membutuhan produktivitas dan dinamisasi tersebut. Sebab

halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang ingin maju (produktif) dan ingin merasakan

nikmatnya ukhuwah (dinamisasi). Allah berfirman : ―Hai orang-orang yang beriman,

bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah

sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam (QS. 3 : 102). Ayat ini berbicara

Page 35: Menggairahkan perjalanan halaqah

tentang produktivitas. Setiap orang perlu bergerak maju; dari iman, takwa, sebenarnya-

benarnya taqwa sampai kepada Islamiyatul hayah (mengislamisasi kehidupan). Namun Allah

SWT menyambung ayat tersebut dengan ayat lain tentang pentingnya ukhuwah (dinamisasi)

dalam mencapai tujuan (produktivitas). ―Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali

(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni‟mat Allah

kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah

menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni‟mat Allah orang-orang yang

bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamtkan kamu

daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu

mendapat petunjuk (QS. 3 : 103).

Jadi, dari dua ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa pencapaian produktivitas

harus diiringi dengan pencapaian dinamisasi. Keduanya sama-sama penting bagi setiap

induvidu dan kelompok. Oleh karena itu jika kita ingin mengukur kesuksesan sebuah

halaqoh/usroh, kita tak bisa lepas dari dua indikator : sampai sejauh mana produktivitas

halaqoh/usroh tercapai dan sampai sejauh mana dinamisasi halaqoh/usroh tercapai. Tanpa

mengukur kedua hal tersebut, kita tak dapat mengukur kesuksesan (muntijah) sebuah

halaqoh/usroh.

Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh

Produktivitas adalah banyaknya hasil (tujuan) yang dicapai oleh

seseorang/sekelompok orang. Produktivitas dapat dilihat dari dua sisi : kuantitas dan kualitas.

4

Halaqoh/usroh yang produktif berarti halaqoh/usroh yang berhasil mencapai kuantitas

dan kualitas dari tujuan yang ditetapkan.

Semakin banyak dan berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah

halaqoh/usroh berarti semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit

dan tidak berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah halaqoh/usroh berarti semakin

tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.

Halaqoh/usroh telah mempunyai tujuan yang pasti. Para mufakir (pemikir) da‘wah

telah merumuskan apa saja tujuan yang mesti dicapai oleh halaqoh/usroh. Di bawah ini ada

intisari dari tujuan halaqoh/usroh yang pernah dikemukakan dalam berbagai buku dan

pemikiran para mufakir da‘wah. Intisari ini dengan maksud agar lebih mudah dipahami dan

diingat oleh segenap aktivis da‘wah, terutama oleh murobbi/naqib dan peserta halaqoh/usroh.

Tujuan (sasaran) halaqoh/usroh adalah :

1. Tercapainya kenaikan jenjang

Produktivitas halaqoh/usroh diukur dari seberapa banyak peserta berhasil naik ke

jenjang (marhalah) berikutnya. Kenaikan jenjang diukur dari sejauh mana peserta mencapai

muwashofat yang telah ditetapkan sesuai dengan jenjangnya. Halaqoh/usroh memiliki

Page 36: Menggairahkan perjalanan halaqah

berbagai jenjang yang di setiap jenjang mempunyai muwashofat yang berbeda-beda. (lihat

pada lampiran). Sebagai wadah pengkaderan, halaqoh/usroh memiliki ukuran tentang karakter

seperti apa yang perlu diwujudkan bagi orang-orang yang dibinanya. Karakter yang perlu

diwujudkan itulah yang disebut dengan muwashofat (sifat-sifat). Tugas murobbi/naqib adalah

membimbing peserta untuk mencapai muwashofat yang telah ditetapkan, sehingga peserta

berhasil naik ke jenjang berikutnya. Semakin banyak peserta yang berhasil naik ke jenjang

berikutnya berarti semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit

peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya berarti semakin tidak produktif

halaqoh/usroh tersebut.

Perlu dipahami disini bahwa naik ke jenjang berikutnya semestinya diukur secara

obyektif dengan menggunakan muwashofat yang telah ditetapkan. Kenaikan jenjang

semestinya tidak boleh dilakukan dengan ukuran yang subyektif (mengira-ngira) atau karena

unsur like and dislike (suka atau tidak suka).

Kenaikan jenjang menjadi tujuan halaqoh/usroh karena jenjang adalah cara untuk

menempatkan orang sesuai dengan tempatnya (the right man on the right place) di dalam

tatanan jama’ah. Cara yang relatif lebih obyektif untuk mengukur kapasitas seseorang dalam

memikul beban dakwah. Sebagai bagian dari pengkaderan jama’ah terhadap anggotanya,

halaqoh/usroh perlu membantu jama’ah dalam menata kapasitas anggotanya, sehingga

jama’ah tidak berlaku zalim dengan menempatkan orang yang tidak cocok pada tempatnya.

Kenaikan jenjang adalah cara bagi jama’ah untuk menata rapi kapasitas anggotanya. Sebab

tanpa penataan yang rapi tidak mungkin jama’ah mampu mengemban tugas dakwah yang

besar dan berat seperti yang dituntut saat ini.

2. Tercapainya pembentukan murobbi

Sebagai wadah pengkaderan, produktivitas halaqoh/usroh diukur dari sejauh mana

peserta berhasil menjadi murobbi. Halaqoh/usroh tidak bisa memisahkan diri dari sasaran

pembentukan murobbi. Alasannya, ada dua. Pertama, karena tidak ada lembaga lain yang

dapat melahirkan murobbi kecuali halaqoh/usroh. Kedua, karena halaqoh/usroh tidak akan

menyebar ke banyak kalangan jika tidak lahir murobbi-murobbi baru yang akan menyebarkan

pembinaan melalui halaqoh/usroh. Itulah sebabnya Dr. Abdullah Qadiri Al Ahdal, seorang

mufakir (pemikir) dakwah menyimpulkan : ―Sesungguhnya seorang ikhwan yang benar

tidak bisa tidak kecuali dia harus menjadi murobbi‖. Musthafa Masyhur juga pernah berkata

: ―Murobbi harus membiasakan binaannya untuk memberikan kontribusi,menyeru orang

lain kepada Allah dan menyampaikan berbagai pelajaran. Bahkan ia harus mengkader

mereka untuk menjadi murobbi yang melakukan tugas seperti dia bagi binaan-binaan yang

baru.

Hal ini mengharuskan murobbi/naqib untuk mampu mencetak peserta agar mau dan

mampu menjadi murobbi. Tidak ada alasan bagi peserta untuk tidak mau menjadi murobbi.

Kaidah fiqih mengatakan : ―Jika untuk mewujudkan sesuatu yang wajib dibutuhkan sesuatu,

maka sesuatu itu menjadi wajib‖. Membentuk umat (takwinul ummah) yang Islami adalah

wajib, karena itu cara mewujudkannya juga menjadi wajib. Cara yang efektif untuk

Page 37: Menggairahkan perjalanan halaqah

mewujudkan takwinul ummah adalah mentarbiyah umat melalui halaqoh/usroh. Hal ini

menyebabkan pembentukan murobbi menjadi wajib. Karena tidak mungkin halaqoh/usroh itu

ada jika tidak ada murobbi.

Allah SWT juga memerintahkan kita menjadi pribadi Robbani yang cirinya adalah

‘selalu mengajarkan Al Kitab dan tetap mempelajarinya‘ (QS. 3 : 79). Tidak boleh seorang

muslim hanya mau menjadi pelajar (mad’u), tanpa mau menjadi pengajar (da’i). Namun

peserta halaqoh/usroh tidak cukup sekedar menjadi da’i biasa, tapi da’i yang mampu

mengelola halaqoh/usroh (menjadi murobbi). Sebab hanya murobbi yang berpeluang besar

untuk merubah orang berkepribadian Islami. Jika hanya mengandalkan forum-forum da‘wah

‘ammah, seperti tabligh, ceramah, baca buku, seminar, dan lain-lain, da‘wah hanya memiliki

peluang kecil untuk merubah orang agar berkepribadian Islami. Hal ini sudah dibuktikan oleh

perjalanan panjang da‘wah di segenap tempat dan zaman.

Jadi, produktivitas juga diukur dari seberapa banyak peserta di dalam halaqoh/usroh

tersebut mampu menjadi murobbi. Idealnya, semakin tinggi jenjang keanggotaan peserta

semakin banyak dan mumpuni ia dalam membina. Bukan malah sebaliknya, semakin sedikit -

-bahkan sama sekali tidak membina-- dan semakin menurun kualitasnya dalam membina.

Oleh karena itu, semakin banyak peserta yang berhasil menjadi murobbi, maka semakin

produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang berhasil menjadi

murobbi, maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.

3. Tercapainya pengembangan potensi

Halaqoh/usroh yang produktif juga diukur dari sejauh mana peserta berhasil

mengembangkan potensinya. Potensi adalah keunggulan terpendam yang dimiliki seseorang.

Potensi ada dua macam, yaitu potensi umum dan khusus. Potensi umum adalah potensi yang

dimiliki semua orang. Misalnya, potensi kreativitas, komunikasi, dan kepemimpinan. Hampir

semua orang memiliki potensi tersebut. Sedang potensi khusus adalah bakat. Yakni,

keunggulan unik yang tidak dimiliki semua orang, seperti kemampuan bisnis, komputer,

menulis, matematika, kedokteran, kimia, fisika, dan lain-lain.

Tugas murobbi/naqib adalah membantu peserta untuk menemukan dan

mengembangkan potensinya, baik potensi umum maupun khusus. Tugas ini tidak mudah dan

membutuhkan ketekunan tersendiri. Realita di lapangan menunjukkan tidak sedikit

murobbi/naqib yang mengabaikan tugas ini. Mereka menganggap sasaran yang ketiga ini

bukanlah termasuk sasaran halaqoh/usroh. Padahal banyak sekali isyarat dari Imam Assyahid

Hasan Al Banna maupun para mufakir da‘wah lainnya tentang pentingnya pengembangan

potensi ini. Ada baiknya kita merenungkan kata-kata Dr. Ali Abdul Halim Mahmud di bawah

ini : ―Pada dasarnya Allah telah meletakkan pada diri setiap hamba potensi, bakat, dan

kemampuan yang membedakannya dari orang lain. Dalam kaitan ini, usroh sesungguhnya

merupakan wahana yang tepat untuk menyingkap, mengembangkan, mengarahkan dan

mendayagunakan potensi anggotanya untuk berkhidmat pada agama, jama„ah, dan diri

Page 38: Menggairahkan perjalanan halaqah

sendiri‖. Apalagi setiap anggota usroh adalah seorang da„i yang sangat membutuhkan

pelatihan berbagai keterampilan yang dapat mendukung kegiatan da„wahnya.

Pengabaian terhadap sasaran ini akan berdampak pada lambatnya perkembangan

potensi peserta. Hal ini berdampak lebih jauh pada penataan (tanzhim) jama‘ah. Peserta

sebagai SDM bagi jama’ah menjadi tidak maksimal dalam memberikan kontribusi potensinya

kepada jama‘ah. Jama‘ah kehilangan potensinya untuk bergerak lebih cepat dan profesional

dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin cepat saat ini. Hal ini terjadi karena

halaqoh/usroh sebagai ‗batu bata‘ jama‘ah mengabaikan perannya yang strategis sebagai

wadah pengembangan potensi peserta. Peserta lebih banyak dibiarkan sendiri untuk

mengembangkan potensinya, tanpa bimbingan dan penataan dari halaqoh/usrohnya.

Oleh karena itu, halaqoh/usroh yang produktif adalah halaqoh/usroh yang membantu

pengembangan potensi pesertanya. Semakin banyak peserta yang berkembang sesuai dengan

potensinya, maka semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit

peserta yang berkembang sesuai dengan potensinya –bahkan peserta tidak tahu potensinya

apa-- maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut. Idealnya, semakin tinggi jenjang

keanggotaan peserta semakin berkembang potensinya. Bukan sebaliknya, malah semakin

tidak berkembang potensinya, sehingga potensinya tidak dapat dimanfaatkan oleh jama’ah.

Tiga sasaran inilah yang perlu dituju untuk mencapai produktivitas halaqoh/usroh.

Ketiga-tiganya sama pentingnya dan sama prioritasnya untuk dijadikan tujuan. Tidak boleh

murobbi/naqib dan peserta memprioritaskan yang satu dan mengabaikan yang lain.

Pengabaian terhadap salah satu dari ketiga sasaran itu akan mengurangi nilai keberadaan

halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh akan semakin jauh dari idealitanya untuk menjadi

halaqoh/usroh yang muntijah.

Bagan 7

Sasaran halaqah/usrah

Tercapainya muwashafat/ kenaikan jenjang

Sasaran Tercapainya pembentukan murabbi/ naqib

Halaqah/Usrah

Tercapainya pengembangan potensi

Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif

Produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh tentu akan memberikan manfaat yang

banyak, baik bagi murobbi/naqib, peserta maupun jama’ah dan umat. Bagi murobbi/naqib,

halaqoh/usroh yang produktif akan membuat munculnya perasaan ‗berhasil‘. Perasaan ini

amat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina. Murobbi/naqib yang

merasa berhasil membawa halaqoh/usrohnya menuju sasaran akan lebih percaya diri untuk

membawa peserta menuju sasaran yang lebih besar lagi. Hal ini tentu akan menguntungkan

bagi peserta karena ia dipimpin oleh murobbi/naqib yang bukan saja paham tentang

Page 39: Menggairahkan perjalanan halaqah

pentingnya produktivitas halaqoh/usroh, tapi juga percaya diri untuk membimbing peserta

melangkah maju menuju sasaran yang lebih besar lagi. Namun jika halaqoh/usroh dipimpin

oleh murobbi/naqib yang mengabaikan produktivitas, maka suasana halaqoh/usroh menjadi

tanpa arah. Mungkin banyak kegiatannya, tapi kegiatan tersebut tidak terfokus pada

pencapaian sasaran, sehingga peserta dan murobbi/naqib tidak merasakan adanya kemajuan.

Tidak ada rasa ‗berhasil‘ dalam mengikuti halaqoh/usroh. Perasaan ini akan berpengaruh

kepada rasa percaya diri untuk mencapai sasaran berikutnya. Murobbi/naqib dan peserta

akhirnya pasrah dan pesimis dengan keberhasilan perjalanan halaqoh/usroh. Hal ini tentu

berdampak pada kualitas halaqoh/usroh sendiri yang kurang berhasil dalam membentuk

kader-kader Islam yang tangguh.

Bagi jama’ah dan umat, halaqoh/usroh yang produktif akan memberi dampak pada

akselerasi peningkatan kualitas jama’ah dan umat. Jama’ah akan memiliki kader-kader yang

berkualitas dan paham tentang misinya sebagai anggota jama’ah. Mereka tidak lagi bersikap

‘menunggu‘ untuk melaksanakan program yang dibutuhkan jama’ah dan umat. Mereka

proaktif dan progresif terhadap masalah umat karena sudah terlatih untuk bersikap produktif

di dalam halaqoh/usroh. Watak mereka untuk maju dan produktif akan sangat bermanfaat

bagi pembangunan umat pada umumnya. Umat akan memiliki para pelopor (anashirut taghir)

yang tangguh untuk membawa umat keluar dari keterpurukannya. Masa depan Islam akan

cerah karena umat telah memiliki kader-kader yang produktif dan ‗haus‘ akan kemajuan

menuju ridho Allah SWT.

Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh

Permasalahannya adalah mengapa ada halaqoh/usroh yang tidak produktif? Apa

sebab dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh? Sebab-sebabnya ada dua; sebab

internal dan eksternal. Beberapa sebab internal adalah :

1. Tidak memahami tujuan

Murobbi/naqib dan peserta yang tidak memahami tujuan halaqoh/usroh tidak

mungkin dituntut untuk produktif. Bagaimana bisa produktif kalau tujuan halaqoh/usroh

belum dipahami secara baik? Halaqoh/usroh menjadi asal jalan tanpa arah yang jelas mau

kemana. Jadi, tidak mengetahui tujuan halaqoh/usroh secara jelas akan membuat sebuah

halaqoh/usroh menjadi tidak produktif.

2. Terlena dengan proses

Sebab yang kedua dari tidak produktifitasnya halaqoh/usroh adalah terlena dengan

proses. Mungkin murobbi/naqib dan peserta terlalu berorientasi pada hubungan (human

oriented), sehingga kelompok sangat memperhatikan harmonisasi dan kekompakan. Namun

karena terlalu menikmati proses yang nyaman dalam hubungan antar personil halaqoh/usroh,

sehingga mereka terlena dan lupa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mungkin

mereka asyik dengan berbagai kegiatan dan program, tetapi lupa mengkritisi apakah kegiatan

atau program tersebut sesuai atau tidak dengan pencapaian tujuan. Akhirnya, halaqoh/usroh

Page 40: Menggairahkan perjalanan halaqah

menjadi tidak produktif karena murobbi/naqib dan peserta terlena dengan nikmatnya

pergaulan dan soliditas di antara mereka.

3. Kurangnya semangat bersaing

Kurangnya semangat bersaing bisa menjadi sebab tidak produktivitasnya

halaqoh/usroh. Hilangnya etos bersaing membuat suatu kelompok merasa dalam kondisi

‗baik‘, sehingga tidak perlu meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya, tumbuhnya

semangat bersaing membuat suatu kelompok bersemangat untuk meningkatkan produktivitas.

Sebab mereka paham kalau kalah bersaing ‗nasib‘ mereka akan tergilas oleh pesaingnya.

Halaqoh/usroh perlu memiliki semangat bersaing, sehingga mereka terpacu untuk

meningkatkan produktivitas. Pesaing mereka secara internal adalah halaqoh/usroh lainnya.

Sesama halaqoh/usroh semestinya memiliki semangat bersaing untuk meningktakan kualitas.

Sedang secara eksternal adalah kelompok-kelompok kajian yang dibuat oleh jama’ah atau

organisasi lain. Bersaing adalah etos yang perlu dimiliki oleh kader Islam sesuai dengan

perintah Allah SWT, ―Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan (QS. 2 :

148). Hilangnya semangat bersaing akan membuat sebuah halaqoh/usroh menjadi kurang

produktif karena merasa tidak ada tantangan dan ancaman yang membahayakan eksistensi

keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Padahal di sekitar kita saat ini sudah banyak

bermunculan kelompok-kelompok kajian seperti halaqoh/usroh yang memiliki semangat

tinggi untuk merekrut massa. Jika halaqoh/usroh tidak produktif, maka orang tidak akan

merasakan manfaatnya mengikuti halaqoh/usroh. Mereka mungkin akan beralih mengikuti

kelompok-kelompok kajian lainnya yang dibuat oleh organisasi lain, baik yang beraliran

Islam maupun non Islam.

4. Percaya dengan ‘takdir‘ yang salah

Ada sebagian murobbi/naqib yang percaya bahwa maju atau tidaknya seorang

peserta tergantung dari kehendak Allah. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Memang segala

sesuatu di dunia ini terjadi karena kehendak (takdir) Allah, tetapi manusia mempunyai ikhtiar

agar takdir Allah tersebut menjadi baik untuk dirinya. Maju atau mundurnya kualitas peserta

tergantung pada ikhtiar murobbi/naqib dan peserta itu sendiri untuk merubah dirinya. Seorang

murobbi/naqib yang baik akan terus berusaha dengan tekun dan sabar untuk meningkatkan

produktivitas peserta dan tidak buru-buru pasrah dengan berlindung pada pengertian takdir

Allah yang salah. Murobbi/naqib yang cepat mengambil kesimpulan bahwa peserta yang

dibinanya tidak maju karena kehendak Allah akan menyebabkan rendahnya produktivitas

halaqoh/usroh. Hal ini karena ia sudah terlebih dahulu pesimis, sehingga tidak bersemangat

lagi untuk meningkatkan kualitas peserta halaqoh/usroh.

Ada pun sebab-sebab eksternal dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh

adalah :

a. Kurangnya motivasi

Page 41: Menggairahkan perjalanan halaqah

Murobbi/naqib dan peserta tidak saling memotivasi untuk meningkatkan

produktivitas. Mereka mungkin sudah putus asa karena telah mencoba berulang kali untuk

meningkatkan produktivitas tetapi selalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Akibatnya

mereka merasa kecewa dan tidak bersemangat lagi untuk saling mengingatkan pentingnya

produktivitas halaqoh/usroh.

b. Kurangnya penjelasan tentang tujuan

Sebab yang kedua bisa jadi karena peserta tidak memahami apa itu tujuan

halaqoh/usroh. Ketidakjelasan tersebut membuat peserta tidak termotivasi untuk produktif.

Hal ini mungkin karena murobbi/naqib sendiri juga tidak tahu secara jelas apa itu tujuan

halaqoh/usroh. Atau karena murobbi/naqib kurang memberikan penjelasan secara berulang-

ulang dalam berbagai kesempatan, sehingga peserta melupakan tujuan halaqoh/usroh.

Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh

Berkurangnya produktivitas halaqoh/usroh tidak terjadi dengan seketika. Ada

berbagai tahapan yang dilalui sebuah halaqoh/usroh hingga akhirnya mereka menjadi tidak

produktif. Tahapan tersebut adalah :

1. Tidak jelasnya tujuan

Tidak produktivitasnya suatu halaqoh/usroh biasanya berawal dari ketidakjelasan

tujuan. Murobbi/naqib dan peserta kurang memahami secara jelas apa itu sasaran

halaqoh/usroh. Mungkin mereka tidak bisa merumuskan tujuan halaqoh/usroh dengan bahasa

yang sederhana dan mudah diingat, sehingga bingung dan bias dalam memahami tujuan

halaqoh/usroh.

2. Terjebak dengan tujuan ‘palsu‘

Tidak jelasnya tujuan membuat murobbi/naqib dan peserta terjebak dengan tujuan-

tujuan ‘palsu‘, yaitu tujuan yang sebenarnya bukan tujuan halaqoh/usroh. Mereka terjebak

dengan membuat tujuan-tujuan tertentu yang sebenarnya mungkin hanya bagian kecil atau

tujuan antara dari tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Beberapa contoh tujuan ‘palsu‘

adalah meningkatkan ukhuwah (ukhuwah bukan tujuan tapi proses), meningkatkan ekonomi

peserta (tujuan ini hanya bagian kecil dari muwashofat), mencetak para da’i (tujuan ini bukan

tujuan sebenarnya, yang benar adalah mencetak murobbi yang da’i – da’i yang murobbi).

Terjebaknya mereka pada tujuan ‘palsu‘ disebabkan mereka berupaya merumuskan sendiri

tujuan halaqoh/usroh tanpa berupaya merujuk pada manhaj tarbiyah yang ada.

3. Disorientasi

Page 42: Menggairahkan perjalanan halaqah

Karena terjebak dengan tujuan ‗palsu‘, halaqoh/usroh menyia-nyiakan waktu dan

tenaga mereka untuk ‗berputar-putar‘ pada tujuan ‗palsu‘. Hal ini suatu ketika akan mereka

sadari. Mereka akan mempertanyakan kembali apa tujuan dari berkumpulnya mereka di

halaqoh/usroh. Mungkin di antara mereka kemudian mengalami distorsi makna (tidak

merasakan lagi manfaatnya berkumpul di halaqoh/usroh). Akhirnya, sebagian atau seluruh

personil halaqoh/usroh secara terang-terangan atau diam-diam mulai mengalami disorientasi

(bingung terhadap tujuan). Hal ini dapat berdampak lebih jauh pada semangat mereka untuk

mengikuti halaqoh/usroh. Mereka menjadi tidak bergairah dan apatis mengikuti perjalanan

halaqoh.usroh.

4. Stagnan

Akhirnya, tahap puncak dari tidak produktivitasnya halaqoh/usroh adalah munculnya

kondisi stagnan (jumud). Halaqoh/usroh kehilangan semangat untuk meningkatkan kualitas.

Mereka juga tertatih-tatih untuk tetap bertahan. Kejemuan menjadi penyakit umum yang

melanda seluruh personil halaqoh/usroh. Disini ada dua kemungkinan yang terjadi:

halaqoh/usroh bubar atau tetap bertahan tapi sekedar menjalankan kewajiban tanpa memiliki

ruh lagi untuk bergerak maju.

Bagan 8

Tahap-tahap tidak produktifnya halaqah/ usrah

Tidak jelasnya

tujuan

Terjebak dengan

tujuan palsu

Disorientasi

Stagnan

Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh

Murobbi/Naqib memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

produktivitas. Ia bertindak sebagai motivator, koordinator, dan evaluator dalam mencapai

tujuan halaqoh/usroh. Ia ibarat dirigen dalam sebuah konser musik yang memimpin peserta

untuk mencapai harmonisasi pencapaian tujuan. Di tangan murobbi/naqib, ketiga tujuan

halaqoh/usroh dapat tercapai secara simultan atau tidak. Peserta biasanya sekedar mengikuti

bimbingan dan arahan dari murobbi/naqibnya.

Oleh karena itu, tanggung jawab murobbi/naqib untuk meningkatkan produktivitas

halaqoh/usroh jauh lebih besar daripada tanggung jawab peserta. Tugas peserta sebenarnya

lebih banyak mengingatkan dan mendukung program peningkatan produktivitas di

halaqoh/usrohnya. Memang ada beberapa kasus dimana murobbi/naqib berupaya keras untuk

meningkatkan produktivitas halaqoh/usrohnya tapi tidak mendapatkan respon seimbang dari

peserta. Hal ini tentu akan memperlambat pencapaian produktivitas halaqoh/usroh. Idealnya,

Page 43: Menggairahkan perjalanan halaqah

murobbi/naqib dapat bekerjasama dengan peserta untuk meningkatkan produktivitas

halaqoh/usroh.

Tes Halaqoh/Usroh Muntijah

Apakah Anda ingin mengetahui seperti apa tipe halaqoh/usroh yang Anda tangani

atau yang Anda menjadi peserta di dalamnya? Di bawah ini ada tes sederhana untuk

mengetahui tipe halaqah/usroh Anda.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan ―Ya (Y) atau ―Tidak (T)

sesuai dengan apa yang Anda anggap paling sesuai dengan kondisi halaqoh/usroh Anda.

Jawablah secara jujur dan spontan menurut pendapat pribadi Anda, bukan menurut pendapat

orang lain.

No Pernyataan Ya Tidak 1 Sebagian peserta halaqoh/usroh tidak memahami tujuan halaqoh/usroh

2 Sebagian besar peserta merasakan manisnya/indahnya ukhuwah dalam

halaqoh/usroh

3 Tidak sering melakukan variasi acara dalam pertemuan halaqoh/usroh

4 Halaqoh/usroh berjalan monoton dan tanpa arah

5 Ada figuritas terhadap orang tertentu dalam halaqoh/usroh

6 Sebagian besar peserta telah mencapai muwashofat dan sepertinya sudah

memenuhi syarat untuk naik jenjang

7 Ada konflik berkepanjangan di antara sebagian peserta halaqoh/usroh

8 Halaqoh/usroh tidak memiliki program kerja

9 Sebagian peserta halaqoh/usroh kurang bersemangat untuk mencapai tujuan

halaqoh/usroh

10 Sebagian besar anggota merasa halaqoh/usroh membantu pengembangan

potensinya

11 Sebagian besar program halaqoh/usroh yang direncanakan tidak berjalan

12 Sebagian besar peserta halaqoh/usroh hadir ke usroh sekedar untuk menunaikan

kewajiban

13 Sebagian besar peserta memiliki tugas struktural dalam dakwah

14 Rata-rata kehadiran peserta di bawah 80% dari jumlah peserta seharusnya

15 Sebagian besar peserta telah menjadi murobbi (memiliki binaan)

16 Murobbi/naqib kurang memberikan keteladanan, terutama dalam kehadiran

17 Murobbi/naqib jarang memberikan arahan dan tidak mampu bersikap tegas

18 Halaqoh/usroh sering berjalan tanpa agenda yang jelas

19 Ada beberapa peserta yang memiliki kebiasaan sering tidak hadir dalam

halaqoh/usroh

20 Semakin besar peserta merasa halaqoh/usrohnya solid dan kompak

Kunci Jawaban :

Berilah nilai jawaban ‘ya‘ dengan nilai 1 dan jawaban ‘tidak‘ dengan nilai 0.

Jumlahkan nilai setiap jawaban pada tempat yang telah disediakan. Jumlah nilai yang

tertinggi menunjukkan tipe halaqoh/usroh Anda.

Jenuh Paguyuban Rendah Sukses

3 ... 1 ... 4 ... 2 ...

9 ... 6 ... 7 ... 6 ...

12 ... 11 ... 8 ... 10 ...

16 ... 18 ... 14 ... 13 ...

Page 44: Menggairahkan perjalanan halaqah

19 ... 20 ... 17 ... 15 ...

Jml: ... Jml: ... Jml: ... Jml: ...

Page 45: Menggairahkan perjalanan halaqah

KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN PRODUKTIVITAS

HALAQOH/USROH

Jika kalian mampu menunaikan kewajiban-kewajiban ini, baik yang bersifat induvidul, sosial

maupun finansial, maka pila-pilar sistem usroh ini pasti akan eksis. Akan tetapi apabila

kalian menyia-nyiakannya, maka ia pun akan melemah dan akhirnya hancur.

Pada kehancurannya ini ada kerugian besar bagi da‟wah ini, padahal pada saat ini ia

menjadi harapan Islam dan kaum muslimin

(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

DINAMISASI DALAM MELAKUKAN proses dan produktif dalam mencapai

tujuan merupakan indikator dari halaqoh/usroh yang muntijah (sukses). Tanpa dinamisasi dan

produktivitas tidak mungkin sebuah halaqoh/usroh dapat memperoleh kesuksesan. Keduanya

sama-sama penting dan sama-sama perlu dicapai secara seimbang jika sebuah halaqoh/usroh

ingin sukses.

5

Dalam kenyataannya, tidak semua halaqoh/usroh mempunyai perhatian yang seimbang

dalam mengembangkan dinamisasi dan produktivitas. Ada halaqoh/usroh yang lebih

menitikberatkan programnya pada peningkatan dinamisasi.

Akan tetapi ada juga halaqoh/usroh yang lebih mementingkan program yang terkait

dengan produktivitas saja. Ketidakseimbangan dalam dinamisasi dan produktivitas cepat atau

lambat akan membahayakan keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh bisa

berubah menjadi sekedar wadah bernama ‗halaqoh/usroh‘, tapi sebenarnya telah kehilangan

esensinya. Sebab esensi keberadaan halaqoh/usroh untuk mencetak kader Islam yang tangguh

tak mungkin terwujud tanpa menyeimbangkan faktor dinamisasi dan produktivitas secara

seimbang.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi

Seperti yang terlihat pada bagan…(hal…..), halaqoh/usroh yang lebih berfokus pada

dinamisasi dan mengabaikan produktivitas akan berubah menjadi halaqoh/usroh ‘paguyuban‘.

Halaqoh/usroh seperti itu terasa nikmat untuk diikuti karena suasananya yang akrab, ceria dan

penuh dengan persaudaraan. Namun berasyik-asyik dengan suasana akrab dan bersaudara

dapat membuat halaqoh/usroh lupa akan kewajibannya untuk mencapai tujuan.

Page 46: Menggairahkan perjalanan halaqah

Ada beberapa bahaya yang dapat terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada

dinamisasi dan mengabaikan produktivitas. Bahaya-bahaya tersebut antara lain :

1. Lambat mencapai tujuan

Terlalu berfokus pada pembentukan suasana yang akrab dan dinamis bisa membuat

halaqoh/usroh lambat untuk mencapai tujuannya. Tujuan yang seharusnya bisa dicapai pada

periode tertentu bisa menjadi lebih lama karena murobbi/naqib dan peserta lebih

mementingkan pembentukan suasana ‗ukhuwah‘. Halaqoh/usroh terlalu banyak

menghabiskan waktunya untuk membicarakan hal-hal yang bersifat human oriented

(membina hubungan baik dengan orang lain). Terlalu banyak waktunya habis untuk

‘bermanis-manis‘ dan bersenda gurau dalam rangka mempererat pergaulan. Terlalu banyak

mengadakan acara-acara yang sifatnya pengakraban. Semua itu dapat membuat halaqoh/usroh

kurang memiliki waktu yang cukup untuk membahas berbagai program untuk mencapai

tujuan. Akhirnya, karena waktu untuk membahas program kurang, halaqoh/usroh menjadi

lambat atau bahkan tidak mencapai tujuannya.

2. Mengabaikan prioritas

Terlalu asyik dengan suasana yang menyenangkan bisa berdampak lebih jauh pada

pengabaian prioritas. Halaqoh/usroh menjadi abai bahwa prioritas utama yang perlu

dibicarakan adalah program dan persoalan yang terkait dengan pencapaian tujuan. Mereka

lebih sibuk membahas program dan persoalan yang tak ada hubungannya dengan pencapaian

tujuan. Mungkin saking banyaknya yang perlu dibahas, mereka jadi bingung menentukan

skala prioritas agenda pembicaraan. Hal-hal yang mestinya dibahas menjadi terabaikan.

Sebaliknya, persoalan yang semestinya tak perlu dibicarakan panjang lebar justru menyita

waktu yang banyak, sehingga halaqoh/usroh kehilangan skala prioritas dalam membuat

program dan kegiatan.

3. Keberhasilan semu

Bahaya berikutnya dari halaqoh/usroh yang terlalu mementingkan dinamisasi adalah

munculnya keberhasilan yang semu. Sebagai contoh, ketika murobbi/naqib atau peserta

ditanya oleh ikhwah lain tentang kondisi halaqoh/usrohnya mereka menjawab

halaqoh/usrohnya dalam kondisi baik. Kalau ditanya lebih lanjut apa alasannya mengatakan

kondisi halaqoh/usrohnya baik, mereka menjawab karena personil halaqoh/usroh akrab satu

sama lain, betah dan rutin kehadirannya. Jawaban semacam itu tidak sepenuhnya benar.

Jawaban tersebut menunjukkan murobbi/naqib atau peserta terjebak pada keberhasilan yang

semu. Hal itu karena indikator keberhasilan sebuah halaqoh/usroh bukan hanya ditunjukkan

oleh akrab dan rutinnya kehadiran para personilnya, tapi juga oleh produktivitas yang

dihasilkannya. Sampai sejauh mana halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuannya juga harus

dijadikan perhatian oleh murobbi/naqib dan peserta dalam menilai kondisi halaqoh/usroh.

Perasaan berhasil yang semu akan muncul jika halaqoh/usroh terlalu asyik dengan kegiatan

Page 47: Menggairahkan perjalanan halaqah

berorientasi dinamisasi dan pada saat yang sama lalai dengan kegiatan yang berorientasi pada

produktivitas.

4. Fanatisme/figuritas

Halaqoh/usroh yang mementingkan dinamisasi dan mengabaikan produktivitas juga

dapat menjadi fanatik kepada kelompoknya. Hal ini disebabkan mereka menjadi terlalu betah

dengan kelompoknya. Mereka merasa senang dan suka dengan kelompoknya. Perasaan ini

bisa berdampak pada pembelaan kelompok yang berlebihan. Akhirnya berlaku prinsip ―right

or wrong is my team‖ (benar atau salah saya tidak peduli, yang penting dia adalah kelompok

saya).

Orientasi kepada dinamisasi yang berlebihan juga berdampak pada figuritas,

terutama kepada murobbi/naqib. Peserta menjadi tidak kritis lagi terhadap sikap dan perilaku

murobbi/naqib. Apa yang disampaikan murobbi/naqib pasti dianggap benar. Padahal

murobbi/naqib juga bisa salah dalam mengemukakan pendapatnya. Mereka juga terlalu

mengidolakan murobbi/naqibnya. Mereka menjadi terlalu tergantung pada murobbi/naqib,

sehingga tidak bisa mandiri dan kreatif tanpa ada campur tangan langsung dari

murobbi/naqib.

Padahal yang diharapkan dari pembinaan di dalam halaqoh/usroh adalah lahirnya

pribadi-pribadi yang tidak berpandangan sempit terhadap kelompoknya (ashobiyyah). Tidak

menganggap hanya kelompoknya saja yang paling baik, sedang kelompok lainnya pasti lebih

buruk. Halaqoh/usroh juga tidak menginginkan tampilnya pribadi-pribadi yang mengidolakan

orang tertentu (termasuk mengidolakan murobbi/naqib), kecuali hanya mengidolakan Nabi

Muhammad saw. Yang diinginkan adalah tampilnya pribadi-pribadi yang berpandangan luas

dan mau menerima kebenaran dari mana saja. Mandiri dan kreatif dalam mengambil

keputusan. Tidak tergantung pada orang tertentu dan siap menjadi kader penerus estafeta

perjuangan.

Fanatisme dan figuritas yang berlebihan juga bisa menjadi problem dalam amal

jama’i. Orang yang fanatik pada kelompoknya dan berfigur pada orang tertentu menjadi sulit

untuk beramal jama’i dengan orang lain. Ia akan memilih-milih kepada siapa ia akan bekerja

sama. Peserta yang fanatik dan berfigur juga menjadi sulit untuk dipindahkan kepada

murobbi/naqib lain, sehingga bisa mempersulit proses kenaikan jenjang dan sistem penataan

jama’ah.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas

Sebaliknya, jika halaqoh/usroh terlalu berorientasi pada produktivitas dan

mengabaikan pentingnya dinamisasi akan timbul berbagai bahaya berikut :

1. Kejenuhan yang kronis

Page 48: Menggairahkan perjalanan halaqah

Halaqoh/usroh yang terlalu berorientasi pada produktivitas dapat berdampak pada

hilangnya suasana persaudaraan. Keakraban menjadi hambar dan keceriaan menjadi langka.

Suasana tersebut menimbulkan perasaan bosan. Apalagi jika di tengah-tengah perasaan bosan

tersebut peserta dituntut untuk terus menerus mengejar target-target tertentu (produktif), maka

perasaan bosan tersebut akan semakin memuncak lagi. Jika suasana tersebut berlangsung

dalam waktu yang lama, perasaan bosan akan berubah menjadi kejenuhan yang kronis.

Peserta atau murobbi/naqib yang mengalami kejenuhan kronis akan semakin sulit dan lama

untuk diobati. Mungkin malah tidak dapat disembuhkan sehingga walau suasana

halaqoh/usroh telah berubah menjadi dinamis, personil halaqoh/usroh yang telah mengalami

kejenuhan kronis tidak lagi dapat menikmati suasana halaqoh/usroh.

2. Hilangnya antusiasme

Kejenuhan dalam perjalanan halaqah/usroh akan berdampak pada hilangnya

antusiasme. Bukan hanya hilangnya antusias pada diri peserta, tapi juga murobbi/naqib.

Peserta dan murobbi/naqib akan kehilangan gairah untuk mengikuti jalannya halaqah/usroh,

sehingga akhirnya agenda-agenda halaqah diselesaikan asal jalan.

Ketika personil halaqah/usroh membuat tugas dan program, maka pembuatannya

tanpa keterlibatan penuh dari seluruh peserta. Ada yang aktif memberikan usulan dan ada

juga yang tidak. Bahkan mungkin ada peserta yang masa bodo terhadap tugas dan program

yang dibuat.

Peserta dan murobbi/naqib juga menjadi enggan untuk terlibat lebih jauh dengan

permasalahan yang muncul dalam halaqah/usroh. Bahkan mungkin jika ada permasalahan

yang cukup berat, para personil halaqah/usroh enggan untuk membahasnya sampai tuntas.

Mungkin malah persoalan tersebut dikembalikan penyelesaiannya kepada yang memiliki

masalah tanpa kegairahan dari yang lain untuk membantunya.

3. Kehadiran yang tidak rutin

Dampak yang paling konkrit dari kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh adalah

kehadiran yang tidak rutin dari para personilnya. Kalau pun hadir, biasanya datang terlambat.

Peserta dan murobbi/naqib berubah menjadi orang-orang yang ‘pintar‘ membuat dalih agar

dapat absen atau terlambat menghadiri halaqoh/usroh. ‘Kepintaran‘ mereka tampak dari

berbagai alasan yang tampak logis dan sesuai syar‘i.

Namun hati kecil mereka sebenarnya tahu bahwa ketidakhadiran atau keterlambatan

mereka disebabkan jemu dengan halaqoh/usroh. Barangkali mereka juga tidak menyadari

bahwa alasan ketidakhadiran atau keterlambatan mereka sebenarnya sudah tidak logis atau

tidak syar‘i lagi. Mereka mungkin malah tersinggung jika ditegur atau diberitahu. Biasanya

kejenuhan memang membuat orang melakukan rasionalisasi tentang perbuatannya, yang

akhirnya diyakini oleh orang tersebut sebagai kebenaran.

Page 49: Menggairahkan perjalanan halaqah

4. Keringnya iman dan lemahnya kontrol diri

Kejenuhan yang terjadi akibat terlalu berorientasi pada produktivitas juga dapat

berdampak pada keringnya iman para personil halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi dapat

merasakan siraman rohani yang menyejukkan hati. Acara halaqoh/usroh berubah menjadi

acara rapat organisasi biasa yang penuh dengan pembahasan program. Tidak ada lagi suasana

yang menggetarkan kalbu dan mengakrabkan hati-hati mereka. Pertemuan menjadi kering

dari nilai-nilai ruhiyah.

Keringnya iman dapat berdampak pada lemahnya kontrol diri. Kewaspadaan untuk

tidak berbuat maksiat semakin melemah. Keinginan untuk berbuat maksiat semakin tinggi.

Pada kondisi ini mungkin saja seorang personil halaqoh/usroh terjerumus pada perbuatan

maksiat. Sebagian dari kasus tentang aktivis da‘wah yang melakukan kemaksiatan

mengindakasikan adanya hubungan antara kemaksiatan yang dilakukan dengan kejenuhan di

dalam halaqoh/usroh. Hal ini menunjukkan bahwa peran halaqoh/usroh memang cukup besar

dalam menjaga iman seorang aktivis da‘wah.

Ketika halaqoh/usroh kehilangan daya ruhnya, maka kontrol diri personil

halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan menjadi semakin lemah. Sebaliknya, ketika

halaqoh/usroh mempunyai daya ruh yang kuat dalam memelihara iman para personilnya,

maka kontrol diri personil halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan juga menjadi semakin

kuat. Ini adalah hal yang wajar karena halaqoh/usroh pada umumnya dianggap oleh para

aktivis da‘wah sebagai tempat rehabilitasi mental yang utama.

5. Tumpulnya kreativitas

Semakin jenuh perasaan seseorang biasanya semakin tumpul daya kreativitasnya.

Jika para personil halaqoh/usroh sering dilanda kejenuhan, maka kemampuan mereka untuk

bersikap kreatif juga menjadi tumpul. Kreativitas tidak mungkin dibangun dalam suasana

yang monoton dan membosankan. Kreativitas hanya tumbuh pada suasana yang dinamis.

Dimana setiap orang bebas dan nyaman untuk menyampaikan ide-idenya. Suasana yang

membosankan harus diubah dulu menjadi suasana yang dinamis untuk memancing

munculnya sikap dan kebiasaan yang kreatif. Tanpa pengkondisian suasana yang dinamis

tidak mungkin kreativitas akan tumbuh dengan subur.

6. Lemahnya ikatan ukhuwah

Tentu saja kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh juga akan berdampak pada ikatan

ukhuwah. Rasa persaudaraan di antara personil halaqoh/usroh menjadi renggang dan hambar.

Keluhan yang sering muncul biasanya adalah keluhan tentang kurangnya rasa ukhuwah di

antara personil halaqoh/usroh. Ukhuwah berubah menjadi slogan belaka. Tanpa dapat

dirasakan manisnya oleh para personil halaqoh/usroh.

7. Kalah bersaing

Page 50: Menggairahkan perjalanan halaqah

Saat ini model pembinaan halaqoh/usroh mendapat saingan dari kelompok-kelompok

Islam ekstrim, sekuler, sosialis, dan Nasrani. Kelompok-kelompok tersebut juga membina

anggotanya dengan model halaqoh/usroh. Mereka juga merekrut massa (mad’u) dengan cara

pembinaan seperti dalam halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib tidak mampu membuat peserta

senang dan betah dalam halaqoh/usroh bisa jadi peserta akan ‗lari‘ kepada kelompok lain

yang model pembinaannya seperti halaqoh/usrohnya tetapi mampu berjalan dinamis. Hal ini

perlu dijadikan peringatan oleh para aktivis da‘wah, khususnya para murobbi/naqib, bahwa

model pembinaan yang membosankan dan monoton bisa jadi membuat mad’u mencari

‘pelarian‘ di organisasi atau jama’ah lain. Aktivis da‘wah bisa kalah bersaing dengan

organisasi atau jama’ah lain dalam merekrut massa (mad’u).

8. Prestasi yang tidak maksimal

Akhirnya, kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh dapat berdampak pada

ketidaksungguhan personil untuk menyelesaikan tugas dan program. Tidak ada keinginan dari

personil halaqoh/usroh untuk memperoleh prestasi maksimal. Karena kejenuhan yang

dialami, mereka cukup puas hanya dengan hasil yang minimal atau tanggung. Bahkan

mungkin ketika tugas dan program tersebut tidak berjalan, tidak ada penyesalan atau rasa

bersalah yang muncul. Mereka menjadi cepat puas dan tidak mempunyai antusiasme untuk

meraih prestasi maksimal.

Hal-hal yang dikemukakan di atas bisa saja terjadi jika halaqoh/usroh hanya

berorientasi pada satu dari dua dimensi kesuksesan halaqoh/usroh, yaitu hanya berorientasi

pada dinamisasi atau pada produktivitas saja.

Bahaya-bahaya yang disebutkan di atas akan semakin besar peluang terjadinya jika

halaqoh/usroh lemah pada kedua dimensi. Lemah pada dinamisasi, sekaligus lemah pada

produktivitas. Jika hal itu yang terjadi, maka halaqoh/usroh telah gagal mewujudkan misinya

sebagai wadah pengkaderan aktivis Islam yang mumpuni.

Page 51: Menggairahkan perjalanan halaqah

RUMUS MENINGKATKAN DINAMISASI HALAQOH/USROH

Para pewaris da‟wah, baik dari kalangan muda maupun tua, sangat membutuhkan perhatian

ekstra, pengarahan yang baik dan pembekalan dengan wawasan pengetahuan yang

memadai. Semua ini merupakan amanat besar yang tidak seorang pun sanggup

mengembannya kecuali yang disiapkan dalam usroh serta lebur dalam sistem dan program-

programnya

(DR. Ali Abdul Halim Mahmud)

PEMBAHASAN YANG AGAK panjang lebar tentang dinamisasi dan

produktivitas serta berbagai dampak yang menyertainya mudah-mudahan menyadarkan kita

tentang pentingnya memperhatikan kedua masalah ini (dinamisasi dan produktivitas) secara

lebih serius dalam perjalanan halaqoh/usroh.

6

Cara untuk meningkatkan dinamisasi halaqah/usrah adalah dengan meningkatkan nilai dari

masing-masing variabel. Tugas seorang murabbi/naqib dan peserta adalah bagaimana agar

pertemuan halaqah/usrah selalu bervariasi, selalu ada keikhlasan, keteladanan, dan selalu

terjaganya semangat untuk mencapai tujuan, sehingga dapat tercipta kedinamisan.

Sekarang masalahnya bagaimana cara meningkatkan dinamisasi dan produktivitas

halaqoh/usroh? Tentu ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan

menggunakan rumus di bawah ini :

Rumus Dinamisasi Halaqoh/Usroh :

D = n(Pb) (I + K + T)

Keterangan :

D = Dinamisasi

n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan

I = Keikhlasan

K = Keteladanan

T = Semangat mencapai Tujuan

Page 52: Menggairahkan perjalanan halaqah

Rumus Produktivitas Halaqoh/Usroh

Penjelasan terhadap rumus di atas akan dibahas kemudian. Kita awali terlebih dahulu

dengan menjelaskan bagaimana cara terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh.

Formula Terjadinya Kejenuhan dalam Halaqoh/Usroh

Lawan dari dinamisasi adalah kejenuhan. Kejenuhan terjadi ketika variasi/perubahan

dalam pertemuan halaqoh/usroh jarang dilakukan. Ditambah tidak adanya keikhlasan,

keteladanan dan semangat untuk mencapai tujuan. Formulasinya sebagai berikut :

J = n(Pt) / n(Pb) – (I + K + T)

Keterangan :

J = Kejenuhan

n(Pt) = Jumlah Pertemuan

n(PB) = Jumlah Variasi Perubahan

I = Keikhlasan

K = Keteladanan

T = Semangat mencapai Tujuan

Dari formulasi/rumus di atas dapat terlihat bahwa tingkat kejenuhan di dalam

halaqoh/usroh tergantung pada lima variabel, yaitu jumlah pertemuan, jumlah variasi

perubahan yang dilakukan dalam pertemuan, keikhlasan, keteladanan dan semangat untuk

mencapai tujuan.

Page 53: Menggairahkan perjalanan halaqah

Jumlah pertemuan ( n(Pt) ) adalah banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh sebuah

halaqoh/usroh dalam jangka waktu tertentu. Sedang jumlah variasi perubahan ( n(Pb) ) adalah

banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan dalam pertemuan halaqoh/usroh. Variasi

perubahan tersebut berupa inovasi yang dilakukan murobbi/naqib dan peserta untuk membuat

halaqoh/usroh berlangsung secara dinamis. Variasi perubahan tersebut bisa terjadi dalam :

1. Sistem belajar

Sistem belajar yang dilakukan tidah hanya berupa gaya lesehan di dalam ruangan

tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, menjadi sistem kelas, belajar di ruang

terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.

2. Metode penyampaian

Penyampaian materi/madah tidak melulu berupa ceramah, tetapi diubah-ubah dalam

setiap pertemuan menjadi diskusi, seminar, games, studi kasus, simulasi, bedah buku, dan

lain-lain.

3. Media/alat belajar

Misalnya, penggunaan sarana belajar tidak melulu menggunakan lembaran foto

copy, tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan dengan menggunakan sarana belajar lain,

seperti papan tulis, OHP (Over head Projector), LCD, lembar peraga, alat demo/simulasi, dan

lain-lain.

4. Materi/madah

Materi tidak disampaikan secara monoton, tetapi diubah-ubah penjabarannya dalam

setiap pertemuan dengan menggunakan berbagai ilustrasi, dalil, atau contoh yang berbeda

dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.

5. Agenda acara

Sistematika dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan tidak statis, tetapi

diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, penyampaian madah bisa disampaikan di

awal atau di akhir halaqoh/usroh; pembahasan program bisa dilakukan di awal atau di

pertengahan acara halaqoh/usroh. Contoh lainnya, pertemuan pekan ini ada agenda acara

tentang evaluasi program, pekan depan tidak ada dan diganti dengan agenda acara lain berupa

setoran hapalan ayat (muroja’ah).

6. Waktu pertemuan

Page 54: Menggairahkan perjalanan halaqah

Waktu pertemuan tidak melulu berlangsung dalam waktu dua jam, tetapi berubah-

ubah, misalnya, menjadi satu jam pada pekan ini dan menjadi 3-4 jam pada pekan depan.

Atau waktu pertemuan diubah tidak selalu malam Rabu, misalnya, tetapi diubah-ubah

menjadi pagi atau malam lainnya.

7. Tempat pertemuan

Tempat pertemuan, misalnya, tidak melulu di rumah murobbi/naqib, tetapi berubah-

ubah dalam setiap pertemuan menjadi di rumah peserta A, B, C, dan lain-lain.

8. Komposisi peserta

Komposisi peserta sewaktu-waktu perlu diubah agar tidak menimbulkan kebosanan.

Ada yang dimutasikan ke halaqoh/usroh lain atau ada pindahan peserta dari halaqoh/usroh

lain.

Sedang yang dimaksud Keikhlasan (K) adalah upaya yang dilakukan setiap personil

untuk selalu memelihara keikhlasan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Upaya ini perlu

selalu diingatkan oleh murobbi/naqib, sehingga peserta terdorong untuk memelihara

keikhlasannya.

Variabel Keteladanan (K) adalah perkataan dan perbuatan yang dilakukan

murobbi/naqib atau peserta yang dapat menjadi contoh bagi yang lainnya. Baik hal tersebut

menyangkut kedisiplinan, kejujuran, kedermawanan, pengorbanan, dan lain-lain.

Variabel semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah kejelasan tujuan yang diiringi

oleh semangat dari personil halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu :

a. Kejelasan dan semangat untuk mencapai muwashofat yang telah ditentukan

b. Kejelasan dan semangat untuk mencapai terbentuknya murobbi-murobbi yang

handal

c. Kejelasan dan semangat untuk mencapai pengembangan potensi yang maksimal

Jika kita ingin mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejenuhan (J) sebuah

halaqoh/usroh, maka kelima variabel di atas perlu diukur. Namun karena halaqoh/usroh

merupakan sistem sosial kita tidak dapat mengukurnya secara eksak (pasti), tetapi secara

relatif melalui perkiraan saja. Misalnya, jumlah pertemuan dalam setahun ( n (Pt) ) 50 kali,

jumlah variasi perubahan ( n (Pb) ) diperkirakan sebanyak 25 kali (hal ini bisa dilihat dari

berbagai perubahan dalam berbagai sisi seperti yang telah dikemukakan di atas dalam setiap

pertemuan halaqoh/usroh). Kemudian tingkat Keikhlasan (K), Keteladanan (K) dan semangat

mencapai Tujuan (T) kita perkirakan tinggi (misalnya : nilai 3 untuk tinggi; 2 untuk sedang; 1

untuk kurang), maka tingkat kejenuhan yang terjadi pada halaqoh/usroh tersebut adalah :

50/25 – (3+3+3) = -7

Page 55: Menggairahkan perjalanan halaqah

Semakin kecil nilai kejenuhan, maka semakin rendah tingkat kejenuhan yang terjadi

pada halaqoh/usroh. Artinya, semakin baik dinamisasi yang terjadi dalam halaqoh/usroh.

Sebaliknya, semakin besar nilai kejenuhan, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan yang

terjadi dalam halaqoh/usroh. Hal ini berarti semakin tidak baik dinamisasi yang terjadi di

dalam halaqoh/usroh tersebut.

Sebaiknya agar evaluasi bisa lebih obyektif, maka perlu disepakati besaran nilai

untuk setiap variabel oleh seluruh personil halaqoh/usroh, sehingga setiap personil tidak

memiliki perbedaan pendapat tentang tingkat kejenuhan yang terjadi dalam

halaqoh/usrohnya. Kemudian untuk menilai kemajuan atau kemunduran tingkat kejenuhan

yang terjadi, maka sebaiknya bandingkan hasil tingkat kejenuhan tersebut dengan hasil

tingkat kejenuhan pada periode yang lalu (misalnya setahun atau 6 bulan yang lalu).

Penjelasan tentang Rumus Mendinamiskan Halaqoh/Usroh

Seperti yang telah dikemukakan di atas, rumus mendinamiskan halaqoh/usroh

adalah:

D = n(Pb) (I + K + T)

Keterangan :

D = Dinamisasi

n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan

I = Keikhlasan

K = Keteladanan

T = Semangat mencapai Tujuan

Hal ini berarti cara untuk meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh adalah dengan

meningkatkan nilai dari masing-masing variabel. Tugas seorang murobbi/naqib dan peserta

adalah bagaimana agar pertemuan halaqoh/usroh selalu bervariasi, sehingga n (Pb)-nya

meningkat. Bagaimana agar Keikhlasan (I) selalu terpelihara, Keteladanan (K) selalu ada, dan

semangat untuk mencapai Tujuan (T) selalu terjaga, sehingga nilai dari masing-masing

variabel tersebut menjadi tinggi.

Disini perlu dijelaskan dikalikannya n (PB) dengan I+K+T menunjukkan bahwa

Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) bobotnya lebih besar

daripada jumlah variasi perubahan ( n(Pb) ). Artinya, walau jumlah variasi perubahan ( n(Pb)

) kecil, tapi jika Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) besar,

maka halaqoh/usroh tetap bisa mencapai dinamisasi. Hal itu karena Keikhlasan (I),

Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) memang memiliki peranan yang lebih

besar dalam mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika ketiga hal tersebut tetap tinggi di

dalam halaqoh/usroh biasanya suasana dinamis tetap terpelihara, walau jumlah variasi

perubahan ( n (PB) ) kecil.

Page 56: Menggairahkan perjalanan halaqah

Jika disimak lebih jauh, mana dari ketiga variabel (Keikhlasan, Keteladanan, dan

semangat mencapai Tujuan) yang lebih besar nilainya, jawabannya adalah Keikhlasan (I)

menempati urutan pertama, Keteladanan (K) menempati urutan kedua, dan semangat

mencapai Tujuan (T) menempati urutan ketiga. Ini artinya murobbi/naqib dan peserta perlu

memprioritaskan upaya peningkatan Keikhlasan (I), setelah itu Keteladanan (K) dan terakhir

semangat mencapai Tujuan (T) agar halaqoh/usroh dapat berjalan dinamis.

Namun perlu diingatkan disini bahwa melakukan variasi perubahan ( n (Pb) ) bukan

kemudian menjadi tidak penting, n (Pb) justru bisa menjadi alat untuk menstimulus

munculnya Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T). Dengan

suasana yang variatif, halaqoh/usroh bisa memotivasi munculnya keikhlasan, keteladanan dan

semangat mencapai tujuan yang variatif pula, sehingga personil halaqoh/usroh menjadi lebih

kaya dengan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan Keikhlasan (I), Keteladanan

(K), dan semangat mencapai Tujuan (T) tersebut.

Kiat Meningkatkan Nilai n (PB)

Meningkatkan nilai n (PB) berarti memperbanyak jumlah variasi perubahan yang

dilakukan dalam halaqoh/usroh. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik itu yang

menyangkut sistem belajar, metode penyampaian, agenda acara, alat belajar, dan lain-lain.

Yang penting inovasi yang dilakukan itu tidak bertentangan dengan syar‘i.

Modal utama yang dibutuhkan dalam meningkatkan nilai n (Pb) adalah kreativitas.

Yaitu, kemampuan untuk berani menghadirkan cara-cara baru dalam mendinamiskan

halaqoh/usroh. Namun sayangnya tidak semua murobbi/naqib memiliki kemampuan kreatif.

Kurang kreatifnya murobbi/naqib disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Kurangnya waktu untuk mengadakan persiapan mengisi halaqoh/usroh.

2. Kurangnya wawasan dan pengalaman menjadi murobbi/naqib.

3. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqoh/usroh secara kreatif.

4. Kurang terbiasanya melakukan aktivitas harian secara kreatif.

5. Kurangnya motivasi untuk membina secara serius (halaqoh/usroh hanya sekedar

jalan).

Pada lampiran buku ini disertakan beberapa contoh kegiatan variatif yang bisa

dilakukan halaqoh/usroh. Masih banyak lagi bentuk-bentuk kreativitas lain yang bisa

dilakukan oleh halaqoh/usroh selama mereka serius mau mewujudkannya. Sesungguhnya

tidak ada batasan bagi murobbi/naqib dan peserta mengkreasikan acara halaqoh/usroh. Yang

penting kreativitas tersebut tidak bertentangan dengan syar‘i dan tetap mengarah pada

pencapaian tujuan halaqoh/usroh.

Selain itu, agar kreativitas dapat menjadi kultur baru dalam halaqoh/usroh, maka

murobbi/naqib perlu melakukan berbagai cara, antara lain :

1. Memberikan motivasi terus menerus kepada peserta agar meningkatkan kreativitas.

Page 57: Menggairahkan perjalanan halaqah

2. Melakukan kegiatan-kegiatan di dalam halaqoh/usroh yang dapat menambah

keakraban dan keterbukaan.

3. Membuat suasana halaqoh/usroh yang santai dan menyenangkan, tapi tetap serius

agar peserta berani menyampaikan ide-idenya.

4. Menghargai prakarsa dan kritik peserta serta tidak melulu melakukan kecaman atau

celaan terhadap pendapat-pendapat mereka.

5. Membudayakan musyawarah/mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

6. Menumbuhkan suasana saling mempercayai dan memelihara sikap adil (tidak berat

sebelah).

7. Melakukan pengawasan secara wajar (tidak terlalu ketat).

8. Membuat mekanisme komunikasi yang terbuka di dalam maupun di luar halaqoh.

9. Memberikan keteladanan kepada peserta tentang kreativitas (murobbi/naqib sendiri

harus menunjukkan kreativitasnya kepada peserta).

Cara-cara menumbuhkan budaya kreatif di atas akan memancing munculnya ide-ide

baru yang dapat meningkatkan variasi perubahan ( n(Pb) ) di dalam halaqoh/usroh.

Perlu juga diingatkan disini bahwa inisiatif melakukan variasi perubahan tidak mesti

datangnya dari murobbi/naqib, tapi bisa juga datang dari peserta. Murobbi/naqib semestinya

dapat menerima berbagai usulan variasi perubahan dari peserta tanpa takut ‘kekuasaannya‘

merasa diinvasi oleh peserta. Selama usulan tersebut baik tak ada salahnya bagi

murobbi/naqib untuk menerimanya. Bahkan hal tersebut dapat menumbuhkan sense of

belonging (rasa memiliki) dari peserta untuk meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh.

Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I)

Mengapa keikhlasan dapat meningkatkan kedinamisan dalam halaqoh/usroh? Sebab

dengan ikhlas, hati menjadi bersih dari penyakit hati. Niat kita beramal hanya semata-mata

untuk taqorubub ilaLlah (mendekatkan diri kepada Allah). Imam Ghazali berjata : ―Orang

yang ikhlas ialah orang yang tidak ada motivasi yang membangkitkannya kecuali mencari

taqorrub kepada Allah‖. Sedang perasaan bosan adalah penyakit hati. Dengan ikhlas, kita

terhindar dari penyakit hati berupa kebosanan walau kita berada dalam suasana monoton

sekali pun. Itulah sebabnya, Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk

selalu ikhlas dalam beribadah. Sebab dengan ikhlas, ibadah yang dilakukan berulang-ulang

dan monoton seperti sholat tidak terasa menjemukan. Bahkan menjadi mengasyikan dan

menentramkan. Syaratnya adalah hadirnya keikhlasan.

Hal ini juga berlaku dalam amal lain, termasuk dalam halaqoh/usroh. Dengan

hadirnya keikhlasan, kita akan lebih betah berada di dalam halaqoh/usroh walau suasananya

monoton. Namun hal ini membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Ketika keikhlasan kita

tercemar, perasaan bosan akan mudah muncul jika halaqoh/usroh berjalan monoton.

Page 58: Menggairahkan perjalanan halaqah

Sebenarnya dengan keikhlasan saja kita dapat betah (tidak bosan) mengikuti

halaqoh/usroh. Permasalahannya adalah menjaga keikhlasan yang prima itu seringkali sulit.

Apalagi kalau kita pernah memiliki masalah atau pernah mengalami kekecewaan dengan

personil lain di dalam halaqoh/usroh. Oleh karena itu, variabel keikhlasan saja tidak cukup,

perlu ada variabel lain (yaitu : variasi perubahan, keteladanan dan semangat mencapai tujuan)

untuk membantu kita agar betah dan tidak jenuh mengikuti halaqoh/usroh.

Untuk meningkatkan nilai Keikhlasan (I), ada berbagai cara yang dapat dilakukan.

Para ulama di berbagai masa telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara meningkatkan

keikhlasan. Mungkin disini cukuplah diberikan satu contoh saja cara meningkatkan

keikhlasan menurut Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Terapi Mental Aktivis

Harakah:

1. Harus mengingat akibat yang ditimbulkannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Akibatnya, antara lain :

- Tidak mendapatkan taufik dan hidayah

- Gangguan psikologis

- Tidak berwibawa

- Tidak dipedulikan orang lain

- Tidak tekun beramal

- Terungkap kejelekannya di dunia dan akan dapat disaksikan pada hari kiamat

- Terjerumus kepada tipu daya ujub, lantas tertipu oleh dirinya sendiri dan takabbur

- Amal menjadi batil

- Siksa yang besar di akhirat

2. Menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang suka riya‘ (suka memamerkan

amal) dan sum’ah (suka agar kebaikannya didengarkan orang lain).

3. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.

4. Melawan hawa nafsu, sehingga terlepas dari dorongan-dorongan yang membawa

kepada riya’ dan sum’ah.

5. Berpegang teguh dengan akhlak Islam dalam pergaulan, tidak berlebihan dalam

memberi hormat dan penghargaan. Namun tidak pula bersikap kurang hormat dan

penghargaan. Bersikap sewajarnya saja.

6. Senantiasa mendengarkan dan memperhatikan nash-nash Al Qur‘an dan hadits yang

mendorong amal secara ikhlas.

7. Menghisab diri terlebih dahulu sebelum mengoreksi orang lain.

8. Bersandar secara sempurna kepada Allah dan bermohon kepada-Nya.

Page 59: Menggairahkan perjalanan halaqah

Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K)

Mengapa keteladanan menjadi faktor yang menentukan kedinamisan halaqoh/usroh?

Hal itu karena keteladanan membuat seseorang percaya kepada orang lain. Kepercayaan itu

akan membuat orang betah berlama-lama dengan orang yang dipercayainya. Para sahabat

betah berlama-lama di sekeliling Nabi SAW karena beliau dapat memberikan keteladanan

kepada para sahabatnya.

Untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung dinamis, keteladanan menjadi faktor

yang penting. Namun tidak ada cara yang cepat dan instan untuk membuat orang bisa saling

menteladani satu sama lain. Dibutuhkan waktu saling mengenal yang lama untuk

menumbuhkan budaya keteladanan.

Keteladanan adalah perbuatan yang membuat orang percaya kepada kita. Mereka

percaya karena kita konsisten melakukan apa yang kita katakan atau yakini. Para nabi dan

para pemimpin dunia yang melegenda, seperti Abu Bakar Shiddiq ra, Umar bin Khatab ra, Ali

bin Abu Thalib, Mahatma Gandhi, atau Abraham Lincoln adalah orang-orang yang konsisten

melakukan apa yang mereka yakini kebenarannya. Mereka rela berkorban apa saja, termasuk

nyawa mereka sendiri, untuk mempertahankan konsistensi antara kata dengan perbuatan.

Mereka mampu memberikan keteladanan.

Keteladanan membutuhkan dua hal, yaitu inisiatif dan integritas. Tanpa ada

keduanya tidak ada yang dinamakan keteladanan (qudwah). Inisiatif adalah melakukan

sesuatu sebelum orang lain melakukannya. Integritas adalah konsisten dengan apa yang

semestinya kita lakukan dalam peran tertentu. Integritas seorang murobbi/naqib adalah

konsisten dengan tuntutan peran sebagai murobbi/naqib. Jika murobbi/naqib adalah

pemimpin, maka ia harus menunjukan watak kepemimpinannya, seperti percaya diri, jujur,

disiplin, berani, kreatif, dan sifat-sifat mulia pemimpin lainnya.

Lalu bagaimana agar halaqoh/usroh dapat meningkatkan budaya keteladanan? Hal

ini membutuhkan pionir (orang yang pertama kali memberikan keteladanan). Orang tersebut

adalah murobbi/naqib. Murobbi/naqib menjadi orang yang wajib pertama kali untuk

memberikan keteladanan. Tanpa ada keteladanan dari murobbi/naqib sulit rasanya bagi

halaqoh/usroh menumbuhkan budaya keteladanan. Mengharapkan keteladanan dari peserta

saja efeknya jauh lebih kecil dalam mendinamiskan halaqoh/usroh daripada jika keteladanan

itu langsung datang dari murobbi/naqib.

Disinilah dibutuhkan morobbi/naqib teladan. Murobbi/naqib yang satu kata dengan

perbuatan. Bukan sebaliknya, murobbi/naqib yang kaya berbicara, tapi miskin perbuatan.

Beberapa contoh kurangnya keteladanan dari murobbi/naqib adalah:

- Meminta peserta agar hadir rutin dan tepat waktu, tapi ia sendiri sering tidak hadir

atau datang terlambat.

- Mengajarkan sifat-sifat kebaikan, tapi ia sendiri memiliki sifat kurang baik

(pemarah, pendengki, penakut, dan lain-lain).

- Mengajarkan pentingnya menambah ilmu, tapi ia sendiri malas meningkatkan

ilmunya.

Page 60: Menggairahkan perjalanan halaqah

- Meminta peserta untuk rajin menghapal ayat/hadits tertentu, tapi ia sendiri tidak

menghapal ayat/hadits tersebut.

- Meminta peserta untuk tidak pelit berinfaq, tapi ia sendiri pelit berinfaq

- Meminta peserta untuk melaksanakan hak-hak ukhuwah, tapi ia sendiri

mengabaikannya.

- Mengajarkan agar peserta bersungguh-sungguh memperhatikan pendapat atau taujih

(arahan) dari orang lain, tapi ia sendiri acuh ketika peserta menyampaikan pendapat

atau taujihnya.

- Meminta peserta hadir dengan persiapan yang matang, tapi ia sendiri hadir tanpa

persiapan.

- Meminta peserta berani dan tegas dalam mengambil keputrusan, tap ia sendiri

kurang berani dan tidak tegas dalam mengambil keputusan.

- Mengajarkan keadilan, tapi ia sendiri bersikap berat sebelah dan tidak adil kepada

peserta.

- dan lain-lain.

Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T)

Semangat mencapai tujuan penting dalam mendinamiskan halaqoh/usroh. Namun hal

itu hanya terjadi jika tujuan dipahami dan sesuai dengan kebutuhan personil halaqoh/usroh.

Para sahabat Rasul SAW rela menerima cobaan dan ujian yang dilakukan musuh-musuh

Islam waktu itu karena mereka paham tentang tujuan yang akan diraih dan merasa tujuan

tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun jika tujuan tidak dipahami dan tidak sesuai

kebutuhan, maka orang menjadi malas dan tidak tertarik untuk memperjuangkannya. Dengan

kata lain, tujuan yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta akan kurang

berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh.

Oleh karena itu, tugas murobbi/naqib adalah membuat agar tujuan menjadi jelas dan

menarik bagi peserta, sehingga mereka bersemangat untuk mencapainya. Tujuan yang

menarik akan membuat mereka betah untuk menjalani proses yang mungkin membosankan

dalam mencapainya. Apalagi jika suasana tidak membosankan, maka mereka akan semakin

bersemangat untuk mencapai tujuan.

Untuk meningkatkan semangat mencapai tujuan, ada beberapa hal yang perlu

dilakukan murobbi/naqib, antara lain :

1. Memecah-mecah tujuan halaqoh/usroh menjadi tujuan antara yang sesuai dengan

kebutuhan peserta. Misalnya, tujuan halaqoh/usroh adalah terbentuknya murobbi

yang handal. Akan tetapi mungkin hal ini kurang sesuai dengan kebutuhan peserta

saat itu. Peserta belum tertarik untuk menjadi murobbi, maka tujuan tersebut perlu

dipecah menjadi tujuan antara yang sesuai dengan kebutuhan peserta, yaitu tujuan

untuk pandai berbicara di depan umum.

Page 61: Menggairahkan perjalanan halaqah

2. Mengkomunikasikan tujuan secara berulang-ulang dengan pendekatan yang berbeda-

beda agar tujuan tetap menarik untuk dicapai. Misalnya, sekali waktu menggunakan

ilustrasi ‘orang yang naik kendaraan‘ untuk menjelaskan tujuan. Waktu yang lain

menggunakan ilustrasi ‘orang yang berlayar‘ untuk menjelaskan tujuan.

3. Memberikan motivasi secara berulang-ulang tentang urgensi pencapaian tujuan

dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya, sekali waktu menggunakan dalil

Al Qur‘an untuk menekankan pentingnya pencapaian tujuan. Akan tetapi di lain kali

menggunakan dalil Siroh Nabawiyah untuk menjelaskan pentingnya pencapaian

tujuan.

4. Memusyawarahkan tujuan dengan peserta agar mereka mempunyai rasa memiliki

(sense of belonging) terhadap tujuan. Disini dibutuhkan kemampuan komunikasi

dari murobbi/naqib untuk mempengaruhi peserta agar tujuan yang telah ditetapkan

seolah-olah dianggap oleh peserta sebagai tujuan yang mereka buat, bukan tujuan

yang didiktekan murobbi/naqib.

5. Menerjemahkan tujuan menjadi program dan kegiatan yang menarik bagi peserta.

Peserta bukan hanya tertarik dengan program, tapi juga yakin bahwa kesulitan dan

hambatan yang menghadang dalam melaksanakan program itu tidak akan sia-sia.

Termasuk yakin bahwa kondisi yang membosankan dalam menjalani program

tersebut akan mengantarkan mereka kepada tujuan yang mereka harapkan.

6. Membuat sistem penghargaan dan sangsi (reward dan punishment) yang mampu

membangkitkan semangat peserta untuk mencapai tujuannya.

Bentuk kongkrit dari tingginya nilai semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah

keyakinan bahwa proses yang panjang, sulit dan melelahkan untuk mencapai tujuan

halaqoh/usroh adalah hal yang wajar. Personil halaqoh/usroh tidak cepat patah semangat

untuk mencapai tujuan. Mereka terus mencoba mencapai tujuan dan tidak begitu peduli

dengan suasana dalam proses (menjemukan atau dinamis) dalam mencapai tujuan. Keyakinan

ini begitu penting bagi personil halaqoh/usroh dalam membuat mereka betah mengikuti

perjalanan halaqoh/usroh.

Page 62: Menggairahkan perjalanan halaqah

RUMUS MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH

Murobbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jama‟i atau tabiat amal

dalam sebuah jama‟ah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar

terjanimen keselamatn dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan produktivitas dapat

ditingkatkan

(Musthafa Masyhur)

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya rumus meningkatkan

produktivitas halaqoh/usroh adalah sebagai berikut :

Rumus tersebut sengaja dibuat dalam bentuk piramida yang terbagi tiga untuk

menggambarkan hubungan antar bagian satu dengan yang lain dimana antar bagian memiliki

porsi yang berbeda.

7

Teknik pencapaian tujuan dengan menggunakan kemenangan-kemenangan kecil ini

penting untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta halaqah agar dapat mencapai

tujuan berikutnya yang lebih sulit lagi, sehingga akhirnya mereka berhasil mencapai

tujuan yang sebenarnya (kemenangan besar).

Pada dasar piramida, ada tujuan yang porsinya paling besar. Tujuan adalah

fundamen dari produktivitas. Tanpa ada tujuan tidak mungkin ada produktivitas. Tujuan

merupakan langkah pertama yang perlu dibuat sebelum kita berbicara tentang produktivitas.

Tujuan dalam halaqoh/usroh –seperti yang telah dibahas di muka—adalah :

1. Tercapainya muwashofat

2. Tercapainya pembentukan murobbi

Page 63: Menggairahkan perjalanan halaqah

3. Tercapainya pengembangan potensi

Tujuan inilah yang menjadi dasar dari pencapaian produktivitas halaqoh/usroh.

Tujuan inilah yang berfungsi untuk melakukan langkah berikutnya, yaitu membuat

‘kemenangan-kemenangan kecil‘ dan melakukan evaluasi.

Selain itu, tujuan memiliki empat fungsi dalam perjalanan halaqoh/usroh, yaitu :

1. Memberikan arah perjalanan halaqoh/usroh

2. Memfokuskan program dan kegiatan halaqoh/usroh

3. Pedoman dalam pengambilan keputusan

4. Mengontrol perjalanan halaqoh/usroh

Kemudian apa yang dimaksud dengan ‘kemenangan kecil‘ pada bagian kedua dari

piramida produktivitas halaqoh/usroh? Kemenangan kecil adalah istilah lain dari

tujuan/sasaran antara. Yaitu, tujuan/sasaran yang perlu dicapai secara bertahap untuk

mencapai tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Tujuan/sasaran antara persis seperti anak

tangga ketika kita menaiki tangga untuk mencapai tempat tertentu. Tanpa menginjak anak

tangga sulit bagi kita untuk menaiki tangga. Namun tujuan antara yang perlu dibuat dalam

halaqoh/usroh semestinya adalah tujuan yang sudah diperhitungkan akan mampu dijangkau

oleh peserta. Hal ini dengan maksud agar mereka memiliki rasa ‘berhasil‘ untuk mencapai

tujuan. Perasaan berhasil ini penting bagi peserta karena akan meningkatkan kepercayaan diri

untuk mencapai tujuan sebenarnya.

Perasaan berhasil yang meningkatkan kepercayaan diri inilah yang

dimaksud ‘kemenangan kecil‘ dalam piramida di atas. Disebut ‗kemenangan kecil‘ karena

diharapkan peserta merasa seperti menang dalam perlombaan. Perasaan menang ini penting

untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mencapai tujuan berikutnya yang lebih

sulit lagi, sehingga akhirnya mereka berhasil mencapai tujuan sebenarnya

Sebagai contoh, tujuan antara yang perlu dibuat untuk mencapai muwashofat

menghapal juz 30 (juz ‘amma) adalah menghapal satu surat pendek dari juz 30. Tujuan antara

ini relatif lebih sanggup dilakukan peserta daripada langsung dibuat tujuan menghapal juz

‘amma secara keseluruhan. Karena peserta sanggup mencapai tujuan antara ini, mereka akan

merasa berhasil dan percaya diri untuk menghapal surat-surat berikutnya dari juz ‘amma.

Mereka merasa memperoleh ‘kemenangan kecil‘. Lalu tujuan antara berikutnya adalah

menghapal surat-surat lain dari juz ‘amma secara bertahap dan sesuai dengan kesanggupan

peserta. Hal ini agar mereka terus merasa memperoleh ‗kemenangan-kemenangan kecil‘,

sehingga tanpa disadari akhirnya mereka mencapai tujuan sebenarnya yaitu menghapal

seluruh surat dalam juz ‘amma.

Teknik memperoleh ‘kemenangan-kemenangan kecil‘ ini juga dapat dilakukan untuk

mencapai muwashofat lainnya atau untuk mencapai tujuan pembentukan murobbi dan tujuan

pengembangan potensi. Mudah-mudahan dengan teknik ini tujuan menjadi lebih menarik

untuk dicapai oleh peserta karena mereka merasa sanggup untuk melakukannya.

Page 64: Menggairahkan perjalanan halaqah

Tugas murobbi/naqib (dibantu oleh peserta) adalah membuat tujuan antara yang

dapat dirasakan sebagai ‘kemenangan kecil‘ oleh peserta, sehingga mereka antusias untuk

mencapai tujuan berikutnya. Sebaliknya perlu dihindari cara-cara murobbi/naqib yang dalam

membuat tujuan antara terasa sulit dilakukan oleh peserta. Selain tujuan tersebut menjadi

tidak menarik bagi peserta, juga membuat mereka pesimis dan akhirnya betul-betul gagal

dalam memperolehnya. Mereka bukan mendapatkan ‘kemenangan kecil‘ tapi malah

‘kekalahan kecil‘. ‘Kekalahan kecil‘ ini akan membuat mereka minder (tidak percaya diri)

untuk melangkah pada tujuan selanjutnya.

Langkah berikutnya dari peningkatan produktivitas adalah melakukan evaluasi.

Evaluasi adalah membandingkan antara tujuan yang ditetapkan dengan realita yang ada. Jika

realita sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuan. Berarti

halaqoh/usroh siap untuk melangkah lebih lanjut dalam mencapai tujuan berikutnya.

Sebaliknya, jika realita tidak sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh tersebut gagal

mencapai tujuan, sehingga perlu ada analisa lebih jauh tentang penyebab dari kegagalan

tersebut. Kemudian mencari solusi agar kegagalan tidak terjadi di masa berikutnya.

Tiga langkah dalam meningkatkan produktivitas ini (Tujuan, Kemenangan Kecil dan

Evaluasi) perlu dilakukan secara serius dan konsisten oleh halaqoh/usroh jika mereka betul-

betul ingin produktif. Tanpa keseriusan dan langkah berkesinambungan untuk menerapkan

tiga langkah di atas tidak mungkin halaqoh/usroh dapat mencapai produktivitas yang

maksimal.

Di bawah ini disertakan contoh penerapan tiga langkah produktivitas dalam

halaqoh/usroh :

Tujuan Kemenangan Kecil

Evaluasi (Tujuan Antara)

Tercapainya - Membaca Al Qur‘an 1 - Peserta berhasil membaca

Muwashofat halaman/hari Al Qur‘an 1 halaman/hari

- Menghapal 1 hadits arba‘in - Peserta berhasil

menghapal 1 hadits

arba‘in

- Menetapkan infaq - Peserta berhasil berinfaq

Rp500/pertemuan Rp500/pertemuan

Tercapainya - Keberanian mengemukakan - Peserta berani

Pembentukan pendapat mengemukakan pendapat

Murobbi - Kemampuan berbicara di depan - Peserta mampu berbicara

umum di depan umum

- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi

dauroh muwajih di acara dauroh

- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi

halaqoh muwajih di acara halaqoh

- Tugas merekrut 1 orang - Peserta berhasil merekrut

1 orang

Tercapainya - Tugas memimpin kepanitiaan - Peserta berhasil

Pengembangan (untuk meningkatkan potensi memimpin kepanitiaan

Potensi umum)

Page 65: Menggairahkan perjalanan halaqah

- Acara berupa menceritakan - Peserta mengetahui apa

prestasi masa lalu (untuk potensinya

mengetahui potensi khusus)

- Tugas membuat desain brosur - Peserta berhasil membuat

kegiatan Ramadhan (untuk brosur untuk

mengembangkan potensi meningkatkan potensinya

khusus) di bidang desain grafis

Page 66: Menggairahkan perjalanan halaqah

KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT

Dahulu kami berupaya keras memacu laju da‟wah ini dan memaksimalkan penyebarannya,

namun kini justru laju da‟wah tersebut yang mendahulu kami.

Ia merambah segenap penjuru dan desa dan memaksa kami menanganinya dengan serius,

meskipun untuk itu kami harus menghadapi berbagai persoalan berat yang sangat

melelahkan

(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

SAAT INI LAJU DA‘WAH bergerak semakin cepat. Dibutuhkan keseriusan untuk

menanganinya. Da‘wah yang serius hanya bisa ditangani oleh orang yang serius pula. Tanpa

keseriusan, da‘wah tidak mungkin berhasil (muntijah).

Selanjutnya, da‘wah yang muntijah adalah da‘wah yang berbasiskan halaqoh/usroh

yang muntijah. Tanpa lahirnya halaqoh/usroh yang muntijah, da‘wah berubah menjadi syi‘ar

belaka yang kurang banyak artinya bagi pembentukan umat yang tangguh (takwinul ummah).

Padahal hanya dengan takwinul ummah, umat Islam dapat maju dan berjaya melawan musuh-

musuhnya.

Oleh karena itu, pembentukan halaqoh/usroh yang muntijah menjadi urgen adanya.

Ada dua hal penting yang perlu kita lakukan jika ingin melahirkan halaqoh/usroh yang

muntijah. Meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas halaqoh/usroh. Dinamisasi

adalah proses yang nyaman dan menyenangkan, sehingga nikmat ukhuwah (ni’matul

ukhuwah) dirasakan oleh para personil sepanjang perjalanan menuju tujuan halaqoh/usroh.

Produktivitas adalah hasil (output) yang sesuai dengan tujuan halaqoh/usroh. Dinamisasi dan

produktivitas memiliki peran yang sama penting. Kedua-keduanya harus dilakukan secara

simultan untuk mencapai kesuksesan halaqoh/usroh. Terbengkalainya salah satu atau kedua

hal tersebut akan menyebabkan berbagai dampak negatif bagi perjalanan halaqoh/usroh. Yang

akhirnya, dapat berdampak pada eliminasi makna halaqoh/usroh, sehingga halaqoh/usroh

tidak mampu lagi mencetak kader-kader yang tangguh untuk da‘wah dan umat.

8

Meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas halaqah/usrah harus dilakukan

secara bersama-sama sehingga halaqah/usrah dapat mencetak kader-kader yang tangguh

untuk dakwah dan umat

Untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip halaqoh/usroh yang muntijah dalam setiap

pertemuan halaqoh/usroh, berikut ini ada formula yang mudah untuk diingat dan dihapal.

Formula tersebut adalah formula 6 K :

Page 67: Menggairahkan perjalanan halaqah

1. Keseimbangan Pencapaian Tujuan

Dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, semua personil halaqoh/usroh, terutama

murobbi/naqib, perlu merancang agenda acara yang seimbang antara tiga pencapaian tujuan

halaqoh/usroh, yaitu pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi dan pengembangan

potensi. Keseimbangan bukan berarti memberikan porsi dengan waktu yang sama, tapi

menyediakan kesempatan yang sama sesuai dengan kebutuhan saat itu untuk membahas dan

melakukan kegiatan yang terkait dengan pencapaian tiga tujuan halaqoh/usroh.

2. Keteladanan

Setiap personil halaqoh/usroh, terutama murobbi/naqib, perlu menyadari bahwa

setiap pertemuan halaqoh/usroh merupakan ajang untuk memberikan contoh keteladanan

kepada yang lain. Karena itu, setiap personil halaqoh/usroh perlu bijaksana dalam berkata dan

berbuat agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi yang lainnya. Disadari atau tidak,

lontaran-lontaran pendapat dan perilaku yang spontan dari setiap personil di dalam pertemuan

halaqoh/usroh dapat menjadi contoh yang baik atau buruk bagi personil lainnya.

3. Kemenangan kecil

Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh

perlu menghidupkan suasana dan melakukan kegiatan yang memberikan ‘kemenangan kecil‘.

Yaitu, suasana atau kegiatan yang membangkitkan rasa percaya diri untuk mencapai tujuan

halaqoh/usroh. Kebiasaan saling menghargai, saling percaya, dan saling memberikan harapan

yang optimis merupakan hal yang perlu dihidupkan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh

agar para personil merasakan ‘kemenangan kecil‘. Perasaan berhasil karena memperoleh

‗kemenangan kecil‘ inilah yang membuat para personil tetap dapat merasakan nilai tambah

dari kehadiran mereka di dalam halaqoh/usroh.

4. Kedinamisan

Di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, perlu diupayakan adanya kedinamisan

dengan cara melakukan variasi perubahan pada berbagai sisi acara halaqoh/usroh. Disini

dibutuhkan kemampuan kreativitas dari para personil, terutama dari murobbi/naqib, untuk

berani menghadirkan cara-cara baru yang tidak bertentangan dengan syar‘i, sehingga

halaqoh/usroh terhindar dari suasana monoton yang menjemukan.

5. Keaktualan

Perlu diupayakan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, agar pembahasan,

termasuk penyampaian materi, selalu bernuansa aktual. Nuansa yang realistis dan sesuai

Page 68: Menggairahkan perjalanan halaqah

dengan tantangan dakwah ke depan. Bukan sebaliknya, nuansa yang kering dari isu-isu

aktual, sehingga pembahasan menjadi tidak ‘membumi‘ dan tidak menyentuh permasalahan

yang dihadapi para personil halaqoh/usroh. Hal ini dapat menyebabkan pertemuan menjadi

membosankankan dan tidak menarik.

6. Keikhlasan

Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh

perlu menghidupkan suasana keikhlasan. Niat yang tulus semata-mata karena mengharapkan

ridho Allah, baik dalam pembicaraan, perbuatan maupun infaq. Suasana keikhlasan ini yang

membuat halaqoh/usroh terhindar dari konflik dan permusuhan. Membuat suasana menjadi

tentram dan tawadhu‘. Tidak ada keriya‘an dan ketakaburan.

Lakukan 6 K ini dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Konsisitensi dalam

melaksanakan 6 K ini yang Insya Allah akan membawa halaqoh/usroh kepada

kesuksesannya.

Selain itu, murobbi/naqib sebagai pemimpin halaqoh/usroh juga mesti melakukan

persiapan sebelum datang ke halaqoh/usroh agar prinsip 6 K di atas bisa berjalan dengan baik.

Tegasnya, agar halaqoh/usroh bisa menjalankan dinamisasi dan mencapai produktivitas yang

tinggi pada setiap pertemuan halaqoh/usroh. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan

seorang murobbi/naqib sebelum datang ke halaqoh/usroh adalah :

1. Menentukan bentuk ‘kemenangan kecil‘

Sebelum datang ke halaqoh/usroh, murobbi/naqib perlu mempersiapkan

‘kemenangan kecil‘ seperti apa yang akan dilakukannya di dalam halaqoh/usroh. Bentuknya

bisa dengan membuat kegiatan yang sanggup dan menarik untuk dilakukan peserta. Bisa juga

dengan memberikan motivasi atau taujih yang membangkitkan semangat dan kepercayaan

diri. Bisa juga dengan membuat tugas yang menarik dan mudah dilakukan peserta. Namun

perlu diingat, ‗kemenangan kecil‘ sebenarnya adalah tujuan/sasaran antara untuk menuju

tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya.

2. Mempersiapkan surprise (kejutan)

Yang dimaksud surprise disini adalah kejutan dari murobbi/naqib berupa kegiatan,

acara, tugas, atau apa saja yang variatif. Berupa berbagai aktivitas atau penyampaian yang

sebelumnya tidak diduga oleh peserta. Bentuknya bisa bermacam-macam tergantung dari

kreativitas murobbi/naqib. Waktunya bisa sebentar, bisa juga lama tergantung dari kebutuhan.

Sebaiknya dalam setiap pertemuan ada unsur kejutan yang berbeda-beda, sehingga peserta

merasa bahwa halaqoh/usroh berjalan dinamis dan tidak monoton. Namun yang penting

surprise tidak boleh bertentangan dengan syar‘i dan tetap sesuai dengan pencapaian tujuan

halaqoh/usroh. Contoh surprise adalah memberikan hadiah kepada peserta tanpa diketahui

Page 69: Menggairahkan perjalanan halaqah

sebelumnya, mengubah tempat pertemuan secara mendadak, merubah-ubah susunan agenda

acara secara spontan, meminta agar peserta melakukan tugas dadakan, menyampaikan materi

dengan cara yang berbeda, memperlama atau menyingkatkan waktu pertemuan secara

mendadak, dan lain-lain. Surprise bukan berarti meniadakan agenda acara yang telah

ditetapkan oleh manhaj tarbiyah atau jama’ah, tapi merubah atau ‗mengemasnya‘ agar lebih

menarik.

3. Mempersiapkan taujih

Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan taujih (arahan) yang akan

disampaikannya. Hal ini agar taujih tidak terasa kering karena kurang memberikan dalil,

ilustrasi, contoh dan penjelasan yang jelas. Taujih yang tidak dipersiapkan akan dirasakan

oleh peserta sebagai taujih yang kurang ‗berbekas‘ dan tidak memberikan nilai tambah bagi

mereka.

4. Mempersiapkan evaluasi

Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan evaluasi apa saja yang akan dilakukan

dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Evaluasi yang menyangkut pencapaian tujuan

halaqoh/usroh, baik pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi maupun pengembangan

potensi.

5. Mempersiapkan ta’limat dan agenda khusus

Perlu juga dipersiapkan ta’limat (pengumuman) apa saja yang perlu disampaikan

kepada peserta. Ta’limat biasanya datang dari jama’ah, tapi bisa juga datang dari

murobbi/naqib sendiri asalkan tidak bertentangan dengan kebijakan jama’ah. Sedang agenda

khusus yang perlu dipersiapkan adalah hal-hal yang ingin dibicarakan atau disampaikan

kepada peserta tertentu. Misalnya, murobbi/naqib ingin membicarakan masalah pernikahan si

A, atau ingin menyampaikan informasi khusus kepada si B. Agenda khusus biasanya

disampaikan sebelum atau setelah acara halaqoh/usroh ditutup. Mempersiapkan agenda

khusus perlu dilakukan supaya murobbi/naqib tidak lupa dengan masalah-masalah khusus

yang terjadi di dalam halaqoh/usroh. Kelupaan menyelesaikan agenda khusus bisa berdampak

pada lambatnya murobbi/naqib dalam menyelesaikan masalah, sehingga bisa berdampak

lebih jauh pada dinamisasi dan produktivitas halaqoh/usroh.

6. Menghadirkan keikhlasan

Murobbi/naqib juga perlu menghadirkan keikhlasan sebelum datang ke

halaqoh/usroh. Keikhlasan akan berpengaruh terhadap kelancaran jalannya halaqoh/usroh.

Sesungguhnya hasil pembinaan tidak semata-mata karena upaya murobbi/naqib, tapi juga

pertolongan dan kehendak Allah SWT. Dengan ikhlas, Allah akan menolong upaya

murobbi/naqib untuk membawa halaqoh/usroh menuju kesuksesannya.

Page 70: Menggairahkan perjalanan halaqah

7. Membugarkan tubuh

Hadir dengan tubuh yang segar dan bugar menjadi hal yang penting untuk dilakukan

murobbi/naqib. Keikhlasan yang dipadu dengan kesegaran tubuh akan berdampak pada

penampilan yang menarik simpati peserta. Membuat murobbi/naqib tampil dengan penuh

semangat, sehingga peserta juga menjadi bersemangat mengikuti halaqoh/usroh. Sebaliknya,

penampilan yang loyo karena tubuh tidak bugar akan berpengaruh terhadap penampilan yang

tidak membangkitkan semangat. Hal ini dapat berpengaruh lebih jauh pada jalannya

halaqoh/usroh yang menjadi tidak menarik dan menjemukan.

Murobbi/naqib perlu meluangkan waktu untuk melakukan persiapan. Jangan hadir ke

dalam halaqoh/usroh tanpa persiapan dengan anggapan hanya akan bertemu peserta yang

sudah tsiqoh (percaya) dan terikat dengan da‘wah. Ketahuilah, semakin kurang persiapan,

maka semakin rendah pula kualitas pembinaan kita. Mungkin disini kita perlu mengingat

kembali sebuah pepatah yang mengatakan: ―Barangsiapa yang naik panggung tanpa

persiapan, maka ia akan turun panggung dengan kehinaan.

Akhirnya, lakukan prinsip 6 K dan 7 Persiapan Murobbi/Naqib ini secara konsisten

agar sistem halaqoh/usroh yang kita cintai ini dapat berjalan dengan sukses (muntijah).

Semoga langkah-langkah kita dalam membina halaqoh/usroh selalu mendapat ridho Allah

SWT. Amin ya Robbal „Alamin.

Page 71: Menggairahkan perjalanan halaqah

Lampiran

Contoh-contoh Aktivitas Untuk Mendinamiskan dan Menghilangkan Kejenuhan dalam

Halaqoh (Usroh)

I. AKTIVITAS DI DALAM HALAQOH/USROH

A. Aktivitas Utama

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

3. Diskusi

4. Demonstrasi

5. Eksperimen

6. Simulasi

7. Partisipasi

8. Penggunaan Alat

9. Latihan

10. Penugasan

11. Sosiodrama

12. Pengalaman Terstruktur

13. Pengembangan Kelompok

14. Seminar

15. Role Play

16. Games

17. Bedah buku (Presentasi buku secara bergiliran)

18. Brainstorming (Sumbang Saran)

B. Aktivitas Variatif

1. Latihan pidato/presenter/khotib secara bergilir.

2. Presentasi bidang keahlian tertentu (misal, peserta dengan latar belakang akuntan

menjelaskan bagaimana cara membuat pembukuan keuangan secara praktis)

Page 72: Menggairahkan perjalanan halaqah

3. Pembacaan hadits secara bergilir (bisa juga dengan arti dan/atau syarahnya)

4. Membaca terjemahan Al Qur‘an secara bergilir

5. Menterjemahkan Al Qur‘an secara per kata (bisa dengan menggunakan buku Terjemahan

Al Qur’an secara Lafzhiyah)

6. Mengisi Berbagai Test Kemampuan Diri (misal: test kepercayaan diri, kepemimpinan,

pengendalian emosi, dan lain-lain. Bahannya bisa didapat di buku atau majalah)

7. Sebelum dan/atau setelah acara halaqoh/usroh melakukan sholat berjama‘ah

8. Membahas studi kasus tertentu (misal, studi kasus pernikahan yang tidak Islami)

9. Evaluasi ibadah harian (yaumiah), baik secara lisan maupun tertulis.

10. Evaluasi/laporan perkembangan binaan, baik secara lisan mamupun tertulis.

11. Evaluasi/laporan kegiatan anggota, baik secara lisan maupun tertulis.

12. Mengumpulkan dan membacakan secara bergilir kata-kata mutiara dari tokoh.

13. Membacakan secara bergilir biografi tokoh tertentu.

14. Membaca makalah/bagian buku tertentu secara bergilir.

15. Presentasi secara bergilir bagaimana kiat merekrut.

16. Presentasi secara bergilir tentang materi halaqoh/usroh yang telah diberikan.

17. Memberikan hadiah (surprise) kepada peserta atas prestasi tertentu.

18. Program tukar menukar hadiah.

19. Mempersaudarakan peserta halaqoh/usroh secara berpasang-pasangan (seperti yang

dilakukan Rasulullah saw ketika hijrah ke Madinah).

20. Evaluasi perjalanan halaqah/usroh, baik secara lisan maupun tertulis.

21. Latihan nasyid.

22. Latihan drama satu babak/role play.

23. Memindahkan tempat halaqoh/usroh secara insidental keluar ruangan (pekarangan

rumah/taman/kebun, dll).

24. Memindahkan posisi lesehan dalam halaqoh/usroh menjadi duduk di kursi (insidental).

25. Evaluasi lahan dakwah, baik secara lisan maupun tertulis.

26. Mendiskusikan kiat bisnis.

27. Mendiskusikan kiat mencari jodoh/keluarga harmonis.

28. Mendiskusikan kiat berkarir di tempat kerja.

29. Kultum (kuliah tujuh menit secara bergilir)

30. Tadabbur ayat secara bergilir.

31. Menonton/mendengarkan secara bersama-sama film/ceramah tertentu.

Page 73: Menggairahkan perjalanan halaqah

32. Renungan tentang akhirat (zikrul maut), kalau perlu dengan memindahkan tempat

pertemuan ke kuburan.

33. Mengundang ―bintang tamu‖ (bisa ustadz berkafa‘ah syar‘i, ikhwah dengan keahlian

tertentu, orang yang mempunyai pengalaman menarik, dan sebagainya).

34. Mengadakan ujian/test mengenai materi tertentu yang telah diberikan.

35. Setoran hapalan Al Qur‘an/Hadits.

36. Mengundang isteri/suami peserta dalam acara halaqoh/usroh tertentu (siapkan agenda

acara yang sesuai).

37. Membaca ma’tsurot (zikir) bersama.

38. Membuat makalah dan membahasnya (bisa bergilir)

39. Simulasi dengan tema tertentu (memandikan jenazah, merawat bayi, memasak,

memperbaiki motor, dan lain-lain)

40. Membuat acara kuis/cerdas cermat (seperti acara cerdas cerdas di TV).

41. Membaca/membuat puisi.

42. Menyepakati untuk hadir di halaqoh/usroh dengan pakaian seragam (untuk memupuk

semangat kebersamaan).

43. Membuka dan menutup acara secara bergilir.

44. Membuat struktur organisasi halaqoh/usroh untuk periode tertentu.

45. Membuat kliping koran/majalah untuk tema tertentu.

46. Buka puasa (ifthor) atau sahur bersama.

47. Melakukan acara curhat (masing-masing menyampaikan isi hatinya secara bebas).

48. Proyek bisnis musiman/permanen.

49. Acara ta‘aruf (perkenalan) yang dilakukan setiap periode tertentu.

50. Evaluasi/laporan rekrutmen, baik secara lisan maupun tertulis.

51. Membuat perpustakaan halaqoh/usroh.

52. Studi lapangan (laporan untuk peristiwa tertentu).

53. Membuat jarkom (jaringan komunikasi) antar personil halaqoh/usroh.

II. AKTIVITAS DI LUAR HALAQOH (USROH)

1. Mabit

2. Rihlah Kecil (hanya personil halaqoh/usroh)

3. Rihlah Besar (Personil halaqoh/usroh beserta isteri/suami serta anak-anaknya)

Page 74: Menggairahkan perjalanan halaqah

4. Tasqif

5. Mukhoyyam (berkemah)

6. Outbound

7. Training

8. Muzhoharoh (aksi damai)

9. Silaturahmi

10. Dauroh Tarkiyah (Dauroh Peningkatan Kualitas)

11. Dauroh Tausi‘ah (Dauroh Rekrutmen)

12. Kunjungan ke Tokoh Internal/Eksternal

13. Diskusi dengan Pakar di bidang tertentu

Page 75: Menggairahkan perjalanan halaqah

Daftar Pustaka

Al Qur‘anul Karim

Al Banna, Hasan, Risalah Pergerakan (Majmu’atur Rosail), Solo : Era Intermedia, 1997

Mahmud, Ali Abdul Halim, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo : Era

Intermedia, 2000

Al Wa‘iy, Taufik Yusuf, Kekuatan Sang Murobbi, Jakarta : Al I‘tishom, 2003

Ridho, Abu, Urgensi Tarbiyah dalam Islam, Jakarta : Inqilab Press, 1994

Robbins, Stephen. P, Perilaku Organisasi, Jakarta : Prenhallindo, 1996 Stoner, James A.F,

Manajemen, Jakarta : Prenhallindo, 1996

Stoner, James A.F., Manajemen, Jakarta: Prenhallindo, 1996

Lubis, Satria Hadi, Menjadi Murobbi Sukses, Jakarta : Kreasi Cerdas Utama, 2003

Lubis, Satria Hadi, 77 Problematika Aktual Halaqoh Jilid I, Jakarta: Kreasi Cerdas Utama,

2002

Lubis, Satria Hadi, Total Motivation, Jogyakarta : Pro U Media, 2007