menggairahkan perjalanan halaqah
TRANSCRIPT
[http://www.gizul.wordpress.com]
RAHASIA KESUKSESAN
HALAQOH (USROH)
Kiat Menghilangkan Kejenuhan dan Meningkatkan Produktivitas Halaqoh, Usroh, Mentoring,
Ta‘lim, serta Pengajian Kelompok
Satria Hadi Lubis
―Manajemen yang paling penting dalam jama‟ah adalah manajemen usroh, karena
ia merupakan batu bata pertama dalam bangunan. Apabila manajemen usroh baik, maka baik pulalah kondisi jama‟ah secara
kesuluruhan, demikian juga sebaliknya
(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)
Untuk semua muslim
yang ingin menyumbangkan potensinya
bagi perjuangan umat
Untuk semua ikhwah
yang ingin mendermakan waktunya
bagi da‘wah yang muntijah
Untuk semua murobbi/naqib
yang ingin membaktikan dirinya
bagi lahirnya generasi unggul
Untuk mereka,
kupersembahkan buku ini…
Daftar Isi PRAKATA ................................................................................................................................................. 6
URGENSI HALAQAH/USROH ................................................................................................................... 9
Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan .................................................................................... 9
HALAQOH/USROH MUNTIJAH .............................................................................................................. 13
Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................................................................ 13
Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh ........................................................................................................... 14
Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................ 16
HALAQOH/USROH DINAMIS ................................................................................................................. 19
Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh ........................................................................................ 20
Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh ........................................................... 23
Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh .............................................................................. 25
Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh .......................................................................... 26
Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh ................................................................................................. 28
Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis............................................................................................... 31
HALAQOH/USROH PRODUKTIF ............................................................................................................. 34
Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh ......................................................................................... 35
Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif ........................................................................................... 38
Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh ...................................................................... 39
Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh ...................................................................... 41
Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh .................................... 42
Tes Halaqoh/Usroh Muntijah ............................................................................................................ 43
KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH ............................................. 45
Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi .................................................................................... 45
Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas ................................................................................ 47
RUMUS MENINGKATKAN DINAMISASI HALAQOH/USROH .................................................................. 51
Formula Terjadinya Kejenuhan dalam Halaqoh/Usroh .................................................................... 52
Penjelasan tentang Rumus Mendinamiskan Halaqoh/Usroh ........................................................... 55
Kiat Meningkatkan Nilai n (PB) ......................................................................................................... 56
Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I) ............................................................................................. 57
Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K) ......................................................................................... 59
Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T) ................................................................. 60
RUMUS MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH ............................................................ 62
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT ...................................................................................................... 66
Lampiran ............................................................................................................................................... 71
I. AKTIVITAS DI DALAM HALAQOH/USROH ....................................................................................... 71
II. AKTIVITAS DI LUAR HALAQOH (USROH) ....................................................................................... 73
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 75
PRAKATA
SEGALA PUJI BAGI ALLAH, Ilah yang wajib dan berhak disembah. Di tangan-
Nyalah terletak segala daya dan upaya. Tidak ada kekuatan selain kekuatan-Nya. Salam dan
sholawat kepada pemimpin dan teladan umat manusia, Nabi Muhammad saw beserta
keluarga dan para sahabatnya yang mulia. Juga kepada orang-orang sholih dan para mujahid
yang setia memperjuangkan risalah-Nya.
Buku ini adalah rangkaian berikutnya dari serial Manajemen Halaqoh. Serial yang
membahas tentang bagaimana cara mengelola pengajian dalam kelompok kecil. Buku-buku
sebelumnya berjudul ―77 Problematika Aktual Halaqoh jilid I dan II, serta Menjadi
Murobbi Sukses. Setelah ini, Insya Allah akan terbit buku selanjutnya dalam serial
Manajamen Halaqoh, antara lain tentang Murobbi Skills dan Manajemen Terapan untuk
Pengelolaan Halaqoh.
Yang dibahas dalam buku ini adalah cara mewujudkan halaqoh/usroh yang sukses
(muntijah). Bagaimana agar halaqah/usroh dapat berjalan secara dinamis dan meningkat
produktivitasnya. Bagaimana agar halaqoh/usroh dapat berjalan dengan menggairahkan dan
tidak terjebak dalam kejemuan. Sebab suasana jemu dapat berdampak pada tidak antusiasnya
peserta dan murobbi/naqib (orang yang memimpin halaqah/usroh) untuk mengikuti
halaqah/usroh. Ujung-ujungnya akan berdampak pada ketiadaan dinamisasi dan produktivitas
halaqah/usroh. Hal ini tentu akan mengurangi makna dari keberadaan halaqah/usroh itu
sendiri, yakni sebagai sarana pembentukan pribadi-pribadi muslim yang tangguh (syakhsiyah
Islamiyah).
Seperti diketahui, saat ini kita dapat menjumpai fenomana maraknya halaqah/usroh
di mana-mana. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, masjid, maupun di rumah-rumah
penduduk. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara Islam
lainnya. Fenomena maraknya halaqah (di beberapa kalangan disebut juga dengan usroh,
mentoring, ta’lim, tarbiyah, pengajian kelompok, dan lain-lain), merupakan fenomena yang
wajar. Seiring dengan makin banyaknya orang yang kembali kepada Islam. Halaqah/usroh
diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk mempelajari dan
mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten.
Dahulu, halaqah/usroh lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia.
Namun saat ini, bersamaan dengan datangnya era reformasi, halaqah/usroh menjadi sesuatu
yang inklusif dan terbuka. Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada
amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas
halaqah/usroh tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat
pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-ganti.
Dipimpin oleh seorang murobbi/naqib, berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.
Pentingnya halaqah/usroh meningkatkan produktivitasnya dan berjalan secara
dinamis serta menggairahkan tak perlu dipertanyakan lagi. Sebab secara fitrah, manusia
memang tidak suka ‗berjalan di tempat‘ dan berada dalam suasana menjemukan. Mereka tak
akan betah berlama-lama dalam suasana seperti itu. Padahal di halaqah/usroh kita dituntut
untuk betah berlama-lama. Hal ini terkait dengan tujuan halaqah/usroh sebagai sarana
pembelajaran Islam seumur hidup dalam rangka membentuk muslim paripurna. Disinilah
letaknya urgensi mengapa halaqah/usroh perlu senantiasa meningkatkan produktivitasnya dan
meningkatkan suasana yang menggairahkan.
Kehadiran buku ini Insya Allah akan menjadi lebih penting artinya bagi mereka yang
telah mengikuti halaqah/usroh. Karena mereka dapat dengan langsung merasakan betapa
tidak enaknya berada dalam suasana yang menjemukan dan tidak produktif di dalam
halaqoh/usroh. Apalagi bagi mereka yang telah lama mengikuti halaqah/usroh (mungkin di
atas lima atau sepuluh tahun), maka semakin lebih terasa lagi kebutuhan akan pentingnya
suasana halaqah/usroh yang menggairahkan dan produktif.
Buku ini mencoba menawarkan kepada para pembacanya kiat untuk meningkatkan
produktivitas dan mengatasi suasana jemu dalam halaqah/usroh. Saya sebagai penulis tentu
tidak mengklaim apa yang ditawarkan dalam buku ini sebagai satu-satunya solusi
meningkatkan produktivitas dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh. Mungkin masih
banyak cara lain untuk menghasilkan halaqah/usroh yang muntijah (sukses). Bahkan buku ini
barangkali tidak dibutuhkan bagi halaqah/usroh tertentu yang telah berlangsung secara
dinamis dan produktif.
Namun bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana cara meningkatkan
produktivitas dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh, maka buku ini tepat untuk
dibaca. Mungkin setelah membaca buku ini, ada inspirasi untuk melakukan tindakan tertentu
dalam rangka mewujudkan halaqah/usroh yang muntijah. Beberapa kiat pada lampiran buku
ini mungkin dapat diterapkan sesuai dengan situasi yang ada pada halaqah/usroh tertentu.
Yang jelas, saya berharap mudah-mudahan buku ini tidak membuat percuma untuk dibaca
sampai selesai!
Agar para pembaca dapat dengan enak membaca dan memahaminya, maka buku ini
disusun dalam gaya bahasa yang tidak terlalu ―ilmiah‖ dan menghindari pembahasan teoritis
bertele-tele. Juga dilengkapi dengan lampiran berupa …contoh aktivitas yang bisa
menghindari halaqah/usroh dari suasana monoton yang membosankan.
Saya sangat senang jika setelah membaca buku ini, ada umpan balik dari para
pembaca. Umpan balik begitu penting artinya bagi saya, sehingga saya merasa perlu
mencantumkan Formulir Umpan Balik pada akhir buku ini. Para pembaca bisa mengirimkan
formulir uman balik tersebut melalui faks ke Lembaga Pelatihan Manajemen Syariah LP2U
(021) 53678452 atau email ke [email protected].
Jika Anda para pembaca ingin berkonsultasi atau mengikuti pelatihan yang khusus
membahas apa yang disampaikan pada buku ini, silakan hubungi kami di Lembaga Pelatihan
Manajemen Syariah LP2U Jl. Anggrek Nelimurni Blok B No. 12 Slipi – Jakarta
Barat, Telp. (021) 5494719, (021)53678452, Faks. (021)53678452, atau email:
Akhirnya, ucapan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya
penulisan buku ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kingkin Anida, isteri
dan kekasih yang selalu memberikan dukungan yang berharga. Juga kepada anak-anakku,
Syahid, Faris, Sajjad, Fauzan, Sania, dan Farsya yang celotehnya menjadi ―musik‖
yang mengiringi penulisan buku ini. Tak lupa juga kepada Bang Tizar –orang yang
memperkenalkan penulis pada ‗dunia‘ halaqoh-- dan rekan-rekan lainnya yang tak dapat saya
sebutkan satu persatu.
“Ya Allah, yaa rob kami, jadikan apa yang aku lakukan ini sebagai penebus dosa-
dosaku dan menjadi pemberat timbangan amal sholihku di yaumil akhir. Amiin ya Allah.”
Selamat membina!
Satria Hadi Lubis
URGENSI HALAQAH/USROH
―Sistem usroh tidak lain merupakan realisasi hakekat Islam di kalangan ikhwan. Jika
mereka telah merealisasikan hal itu pada diri mereka sendiri, maka bisa dibenarkan apabila
mereka menantikan datangnya pertolongan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang
beriman
(Hasan Al Hudhaibi)
HALAQOH ATAU USROH adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan
dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah
halaqoh (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim
yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut
berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan manhaj (kurikulum) tertentu.
Biasanya kurikulum tersebut berasal dari murobbi/naqib yang mendapatkannya dari jama’ah
(organisasi) yang menaungi halaqah/usroh tersebut. Di beberapa kalangan, halaqoh/usroh
disebut juga dengan mentoring, ta‘lim, pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.
Halaqoh/usroh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan
Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk
mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran itu
muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah
mengikuti halaqoh/usroh terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti tabligh,
seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah).
Biasanya peserta halaqoh/usroh dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi
(pembina). Murobbi disebut juga dengan mentor, pembina, ustdaz (guru), mas’ul
(penanggung jawab), atau naqib (pemimpin). Murobbi bekerjasama dengan peserta
halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh, yaitu terbentuknya muslim yang Islami
dan berkarakter da‘i (takwinul Islamiyah wa da’iyah). Dalam mencapai tujuan tersebut,
murobbi/naqib berusaha agar peserta hadir secara rutin dalam pertemuan halaqoh/usroh tanpa
merasa jemu dan bosan. Kehadiran peserta secara rutin penting artinya dalam menjaga
kekompakkan halaqah/usroh agar tetap produktif untuk mencapai tujuannya.
Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan
Halaqah/usroh sekarang ini –dan Insya Allah di masa datang—menjadi alternatif
sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami
(syakhsiyah Islamiyah). Hal ini dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil
membentuk sekian banyak muslim yang serius mengamalkan Islam. Jumlah mereka makin
lama makin banyak seiring semakin bertambahnya jumlah halaqoh/usroh yang terbentuk di
berbagai kalangan.
Fenomena halaqoh/usroh berawal dari berdirinya jama’ah Ikhwanul Muslimin pada
tahun 1928 M di Mesir. Pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna --semoga Allah
merahmatinya— sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari nilai-nilai
Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan umat kepada agamanya. Dari pengamatannya
yang mendalam tentang kondisi umat Islam, beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa
jauhnya umat dari Islam disebabkan mereka tidak terdidik secara Islami. Lalu beliau
mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan oleh anggota jama’ahnya.
Sistem itu disebut dengan sistem usroh. Anggota jama’ahnya dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap Islam. Dengan dibimbing oleh
seorang naqib, para anggota Ikhwanul Mulimin saat itu secara serius mempelajari Islam yang
berorientasi pada pengamalan Islam. Hasilnya, jama’ah Ikhwanul Muslimin saat itu dikenal
oleh kawan dan lawannya sebagai jama’ah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan
Islam di dalam diri dan di masyarakat. Sepeninggal Hasan Al Banna, sistem usroh dilanjutkan
oleh para pengikutnya. Sistem ini akhirnya menyebar –dengan berbagai modifikasinya— ke
berbagai gerakan Islam lainnya.
Kini, fenomena halaqoh/usroh menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum
muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-beda.
Penyebaran halaqoh/usroh yang pesat tak bisa dilepaskan dari keberhasilannya dalam
mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT. Saat ini
halaqoh/usroh menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat.
Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan
tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti halaqoh/usroh tersebut memiliki latar
belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Halaqoh/usroh telah menjadi sebuah wadah
pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.
Keberhasilan halaqoh/usroh dalam mendidik pesertanya menjadikan berbagai
organisasi (jama’ah) Islam mengandalkan halaqoh/usroh dalam mendidik para anggota atau
calon anggotanya. Halaqoh/usroh difungsikan oleh berbagai jama’ah sebagai tempat untuk
membentuk kader jama’ah yang militan dalam memperjuangkan Islam. Biasanya
perkembangan kualitas dan kuantitas halaqoh/usroh pada sebuah jama’ah akan berpengaruh
secara signifikan dengan tingkat soliditas dan produktivitas jama’ah tersebut. Bahkan
bertahan atau tidaknya eksistensi jama’ah juga dipengaruhi oleh berkembang atau tidaknya
sistem halaqoh/usroh dalam jama’ah tersebut. Jama’ah yang solid dan produktif biasanya
adalah jama’ah yang sistem halaqoh/usrohnya berjalan dengan baik. Sebaliknya, jama‘ah
yang tingkat soliditas dan produktivitasnya rendah disebabkan karena sistem
halaqoh/usrohnya tidak berjalan dengan baik, atau malah tidak ada sama sekali. Karena itu,
halaqoh/usroh berfungsi sebagai wadah pengkaderan yang efektif untuk keberlangsungan
sebuah jama’ah (organisasi) Islam.
Keberadaan halaqoh/usroh bukan hanya penting untuk keberlangsungan jama’ah,
tapi juga penting untuk keberadaan umat Islam itu sendiri. Dengan terbentuknya kader-kader
Islami melalui sistem pendidikan halaqoh/usroh, maka di dalam tubuh umat akan lahir orang-
orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika jumlah mereka semakin banyak
seiring dengan merebaknya sistem halaqoh/usroh, maka umat Islam akan menjadi ‗sebenar-
benarnya umat‘. Bukan lagi sekedar bernama ‗umat Islam‘ tapi esensinya jauh dari nilai-nilai
Islam seperti yang kita saksikan saat ini.
Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqoh/usroh, proses pembentukan umat
yang Islami (takwinul ummah) akan mengalami akselarasi, sehingga --Insya Allah-- umat
yang benar-benar Islami akan menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat. Hal ini akan
berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak kepada nilai-
nilai kebenaran dan keadilan.
Merebaknya halaqoh/usroh juga bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self
development) para pesertanya. Halaqoh/usroh yang berlangsung secara rutin dengan peserta
yang tetap biasanya berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah).
Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga
belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan
yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi dan menyampaikan ide, belajar mengambil
keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting bagi kematangan pribadi
seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, yakni sukses di dunia dan akhirat.
1
Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqoh/usroh tidak
berkembang dan punah. Hal ini karena halaqoh/usroh merupakan sarana efektif untuk
melahirkan kader-kader Islam yang tangguh dan siap berkorban memperjuangkan Islam.
Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqoh/usroh tumpul dan mandul, maka
umat akan mengalami situasi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang
berkarakter Islami.
Pentingnya mempertahankan sistem halaqoh/usroh dalam mencetak kader-kader
Islam yang tangguh sudah teruji dalam perjalanan panjang kehadiran halaqoh/usroh di
berbagai negara. Apalagi sampai saat ini para mufakir (pemikir) da‘wah juga belum dapat
menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang
tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqoh/usroh. Bahkan yang terjadi sebaliknya,
kini semakin banyak para mufakir, da’i dan ulama yang mendukung tarbiyah melalui sistem
halaqah/usroh. Sebagian dari mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan
sistem halaqoh/usroh dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi
syar‘i, sejarah dan sunnah
Rasul. Salah seorang mufakir (pemikir) da‘wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud,
mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqoh/usroh yang tak tergantikan : ―Tarbiyah
melalui sistem usroh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena
dalam sistem usroh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan
seorang syaikh atau murobbi yang ia adalah naqib (pemimpin) usroh itu sendiri. Sedang
program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan
jadwal yang sudah dikaji sebelumnya‖.
Cukuplah sudah alasan tentang pentingnya mempertahankan keberadaan
halaqoh/usroh dalam tubuh umat Islam di masa kini dan di masa mendatang. Kehandalan
halaqoh/usroh sebagai sistem tarbiyah yang paling efektif tak perlu diragukan lagi, sehingga
sudah selayaknya setiap muslim dan para da’i mendukung penyebaran halaqoh/usroh ke
seluruh penjuru dunia, jika mereka memang benar-benar ingin melihat agama Allah ini
menang dan dimuliakan oleh seluruh manusia.
―Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang
musyrik benci (QS. As Shaff [61]: 9).
Bagan 1
Urgensi Halaqah/Usrah
Melaksanakan perintah Allah swt untuk
belajar seumur hidup
Mengikuti sunnah Rasul dalam membina
para sahabat dengan sistem halaqah/usrah
URGENSI Sarana efektif untuk mengembangkan
HALAQAH/USRAH kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah)
Melatih amal jama’i demii mempertahankan
eksistensi jamaah islam
Jalan yang handal untuk membentuk umat
(takwinul ummah) yang islami
HALAQOH/USROH MUNTIJAH
―Islam sangat menganjurkan agar para pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan
bernuansa kekeluargaan (usroh) dengan tujuan mengerahkan mereka untuk mencapai tingkat
keteladanan, mengokohkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan di antara
mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh
karenanya bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku untuk menjadi bata bata yang
baik dalam bangunan Islam ini
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)
PERAN HALAQAH/USROH yang begitu penting bagi keberlangsungan umat
membuat halaqah/usroh harus dijaga eksistensinya sampai kapanpun. Tak ada kata selesai
untuk menjaga eksistensi halaqah/usroh, walaupun telah berdiri daulah atau khilafah
Islamiyah. Salah seorang ulama dakwah, Musthafa Masyhur, pernah berkata: ―eksistensi
halaqah/usroh (tarbiyah Islamiyah) tak boleh berakhir, walau daulah Islamiyah telah
berhasil ditegakkan.
Kesibukan para aktivis Islam dalam menyelesaikan berbagai agenda permasalahn
umat juga tak boleh menyurutkan perhatian mereka untuk menjaga keberadaan halaqah/usroh.
Bahkan jika aktivis Islam berhasil memasyarakatkan halaqah/usroh, boleh jadi permasalahan
umat dapat diselesaikan secara lebih cepat dan tepat. Berbagai masalah yang sekarang ini
menimpa umat sesungguhnya lebih banyak disebabkan karena kebodohan umat Islam itu
sendiri terhadap ajaran agamanya.
Muhammad Abduh pernah berkata: ―(Kecemerlangan) Islam ditutupi oleh
(kebodohan) umatnya. Karena itu, salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi
kebodohan umat adalah dengan memasyarakatkan halaqoh dan menghalaqohkan masyarakat,
sehingga umat terdidik secara Islami. Umat yang terdidik secara Islami akan mampu
mengatasi berbagai masalah yang muncul dengan solusi yang lebih tepat. Solusi yang
datangnya dari Allah SWT. Permasalahan umat yang tak kunjung selesai saat ini disebabkan
mereka tidak mau dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan petunjuk
Allah SWT.
Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah
Untuk menjadikan halaqoh/usroh sebagai wadah tarbiyah (pendidikan) yang efektif,
maka para aktivis dan da‘i harus berupaya agar halaqoh/usroh berjalan dengan sukses
(muntijah). Tanpa ada keinginan untuk mensukseskan perjalanan halaqoh/usroh maka tak
mungkin halaqoh/usroh bisa menjadi wadah efektif untuk mencetak kader yang akan menjadi
anasirut taghir (pelopor perubahan) umat. Halaqoh/usroh bisa jadi hanya sekedar rutinitas
tanpa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan umat.
Hanya halaqoh/usroh yang selalu berorientasi pada kesuksesan yang berperan secara
signigfikan dalam pembangunan umat. Oleh karena itu, tugas da‘i dan para aktivis adalah
memperbanyak jumlah halaqoh/usroh yang berorientasi kepada kesuksesan (muntijah).
Kemudian mempertahankan sebisa mungkin agar berjalannya halaqoh/usroh, khususnya yang
berada di bawah tanggung jawabnya, selalu berada dalam orientasi kesuksesan. Bukan hanya
sekedar berjalan dengan rutinitas yang monoton tanpa mengetahui atau tanpa ada evaluasi
apakah halaqoh/usroh tersebut berjalan dengan orientasi kesuksesan atau tidak.
Jika halaqoh/usroh tidak lagi berjalan dengan orientasi kesuksesan (muntijah), maka
masa depan halaqah/usroh akan suram karena tidak lagi mampu menghasilkan kader Islam
yang tangguh dan berkualitas seperti para pendahulunya, yaitu para mu’asis (pendiri) da‘wah
yang membangun sistem halaqah/usroh itu sendiri. Kualitas para kader Islam di masa depan
tak bisa lagi dibanggakan karena tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai kader Islam yang
tangguh (mujahid). Inilah yang harus dikhawatirkan jika sekiranya halaqoh/usroh hanya
sekedar berjalan tanpa memiliki orientasi pada kesuksesan.
Lalu apa kriteria sebuah halaqoh/usroh yang muntijah? Kriterianya ada dua:
1. Tercapainya dinamisasi, sehingga jalannya halaqah/usroh berlangsung dengan
menggairahkan dan tidak menjemukan.
2. Tercapainya produktivitas, sehingga tujuan halaqah/usroh dapat terwujud.
Bagan 2
Halaqah/Usrah Muntijah
Halaqah/Usrah Sukses (Muntijah)
=
Dinamis
(dalam proses) + Produktif
(dalam tujuan)
Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh
Dalam kenyatannya, tidak semua halaqoh/usroh muntijah. Bahkan ada halaqoh/usroh
yang sangat rendah orientasinya pada kesuksesan (muntijah). Jika halaqoh/usroh
diklasifikasikan berdasarkan faktor dinamisasi dan produktivitas (sebagai kriteria
halaqoh/usroh yang muntijah), paling tidak ada lima tipe halaqoh/usroh yang bisa diamati,
yaitu :
1. Halaqoh/usroh tipe sukses (muntijah)
2. Halaqoh/usroh tipe paguyuban
3. Halaqoh/usroh tipe jenuh
4. Halaqoh/usroh tipe sedang
5. Halaqoh/usroh tipe rendah
Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada bagan di bawah ini:
Bagan 3
Tipe-tipe halaqah/usrah
2
Tipe muntijah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi dan faktor
produktivitasnya tinggi. Inilah halaqoh/usroh yang prestasinya paling baik. Halaqoh/usroh
yang menjadi idaman setiap aktivis da‘wah.
Sedang tipe paguyuban adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi,
namun pada saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah. Tipe jenuh adalah halaqoh/usroh
yang faktor dinamisasinya rendah, akan tetapi pada saat bersamaan faktor produktivitasnya
tinggi. Tipe sedang adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya sedang dan pada saat
yang bersamaan produktivitasnya juga sedang. Sedang tipe rendah adalah halaqoh/usroh yang
faktor dinamisasinya rendah dan pada saat bersamaan faktor produktivitasnya juga rendah.
Halaqoh/usroh tipe rendah yang orientasinya kepada kesuksesan paling rendah.
Halaqoh/usroh yang paling tidak diidamkan oleh setiap murobbi/naqib dan peserta.
Mengapa dinamisasi dan produktivitas menjadi faktor yang penting dalam mengukur
halaqoh/usroh yang muntijah? Sebab kesuksesan sebuah halaqoh/usroh harus dilihat dari dua
paradigma, yaitu proses dan hasil. Kita tidak bisa mengukur kesuksesan suatu sistem hanya
dengan melihat satu paradigma saja, proses atau hasil. Apalagi jika sistem tersebut adalah
sistem sosial. Sistem tempat berkumpulnya orang-orang untuk mencapai sesuatu. Dalam
sistem sosial seperti halaqoh/usroh, keberhasilan tidak dapat diukur dari hasilnya saja. Sebab
hal itu berpotensi besar untuk mengabaikan proses yang manusiawi dalam mencapai tujuan.
Padahal manusia dalam halaqoh/usroh adalah sumber daya yang paling penting, sehingga
proses dalam mencapai tujuan harus diperhatikan demi menghargai nilai-nilai dan kebutuhan
manusia itu sendiri.
Sebaliknya, kesuksesan juga tidak dapat diukur dari sisi proses saja, tanpa melihat
hasilnya. Tanpa ada hasil yang sesuai dengan tujuan, percuma kita berbicara tentang
keberhasilan (muntijah). Jadi keberhasilan perlu diukur dari dua sisi: seperti apa proses yang
terjadi dan sejauh mana tujuan telah tercapai. Dalam dunia manajemen, hal ini disebut dengan
management by objective (pengelolaan berdasarkan tujuan) dan management by process
(pengelolaan berdasarkan proses). Kedua-duanya penting dalam mengukur keberhasilan
sebuah sistem sosial seperti halaqoh/usroh.
Dinamisasi adalah proses yang bergerak secara berubah-ubah, sehingga
menumbuhkan semangat dan menghilangkan kejenuhan. Produktivitas adalah kemampuan
untuk menghasilkan sesuatu. Jadi berbicara tentang dinamisasi berarti berbicara dalam tataran
proses. Sedang berbicara tentang produktivitas berarti berbicara dalam tataran tujuan/hasil.
Kedua-duanya penting dijadikan indikator untuk mengukur kesuksesan sebuah halaqoh/usroh.
Bagan 4
PROSES HALAQAH
Input → Proses → Output → Outcome
↓ ↓ ↓
↓
↓ ↓ ↓
Man
haj
(p
aham
)
Mu
rab
i (h
and
al)
Mu
tarr
abi
(po
ten
sial
) Dinamis
Produktif
Mam
pu
ber
amal
jam
a’i
Pri
bad
i is
lam
i
HALAQAH SUKSES
(MUNTIJAH)
Pada bab berikutnya kita akan membahas lebih rinci tentang apa yang dimaksud
dinamisasi dan produktivitas dalam halaqoh/usroh.
Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah
Murobi/naqib memiliki peran sentral dalam mensukseskan halaqoh/usroh. Perannya
jauh lebih penting dan dominan daripada peserta halaqoh/usroh. Boleh dikatakan sukses atau
tidaknya sebuah halaqoh/usroh ada di tangan murobbi/naqib. Hal ini disebabkan
murobbi/naqib adalah pemimpin halaqoh/usroh. Ia yang memotivasi, mengarahkan,
membimbing dan mengendalikan perjalanan halaqoh/usroh. Peran peserta dalam
mensukseskan halaqoh/usroh lebih sebagai faktor sekunder dan pendukung. Walau peserta
memiliki kemauan dan kemampuan yang tinggi untuk mensuksesakn halaqoh/usroh, tapi jika
murobbi/naqib tidak memiliki kemauan dan kemampuan yang sama maka halaqoh/usroh
sangat kecil kemungkinannya menjadi sukses (muntijah).
Dalam kenyataannya, tidak semua murobbi/naqib memiliki orientasi yang kuat untuk
mensukseskan halaqoh/usrohnya. Tidak semua murobbi/naqib secara serius melakukan
dinamisasi dan produktivas halaqoh/usroh. Hal ini mungkin disebabkan beberapa faktor :
1. Terjebak dengan rutinitas
Perjalanan halaqoh/usroh yang lama dan tak pernah mengenal kata selesai membuat
seorang murobbi/naqib bisa terjebak pada rutinitas. Penyelenggaraan halaqoh/usroh menjadi
sekedar kewajiban atau kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, sehingga makna dan
tujuan halaqoh/usroh menjadi absurd (tidak jelas).
2. Sibuk dengan aktivitas da‘wah ‘ammah yang lebih gegap gempita
Mengelola halaqoh/usroh seperti mengelola sebuah ‗dunia‘ yang sepi. Disana tidak
ada publikasi, ketenaran dan keuntungan materi. Yang ada hanya keikhlasan untuk mengelola
peserta yang jumlahnya terbatas dan tetap. Sedang dakwah ‘ammah (umum) adalah da‘wah
yang ‗gegap gempita‘. Disana banyak godaan berupa ketenaran, kedudukan dan keuntungan
materi. Mungkin saja seorang murobbi/naqib yang dahulunya tidak sibuk dengan da‘wah
‘ammah, namun setelah sibuk dengan da‘wah ‘ammah menjadi tergoda untuk lebih
memperhatikan da‘wah ‘ammah daripada mengelola halaqoh/usroh secara serius. Kehadiran
dan keterlibatannya dalam halaqoh/usroh hanya bersifat sambil lalu tanpa persiapan dan
pengelolaan yang matang.
3. Kesibukan dengan urusan duniawi
Kesibukan dengan urusan duniawi (seperti bisnis, bekerja, dan berkarir) bisa menjadi
salah satu faktor yang membuat murobbi/naqib tidak sempat lagi memperhatikan
perkembangan kualitas halaqoh/usroh yang ditanganinya. Hadir ke halaqoh/usroh tanpa
persiapan, datang ke halaqoh/usroh dalam kondisi lelah, tidak sempat lagi membuat program
yang kontinyu di dalam halaqoh/usroh adalah contoh dari murobbi/naqib yang terlalu sibuk
mengejar urusan duniawi.
4. Terpesona dengan jumlah (kuantitas)
Perhatian yang serius terhadap halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena terpesona
dengan jumlah. Baik jumlah peserta yang ditanganinya maupun jumlah kader yang ada di
dalam jama’ahnya. Jumlah yang banyak bisa melenakan orang terhadap pentingnya aspek
kualitas. Hal ini sudah banyak contohnya. Para sahabat Rasulullah saw pernah terpesona
dengan jumlah mereka yang banyak dalam perang Hunain, sehingga lalai dalam kualitas dan
strategi perang. Hingga akhirnya Allah SWT memberi pelajaran kepada mereka dengan
kekalahan yang menyakitkan.
5. Merasa bahwa halaqoh/usrohnya tidak ada masalah
Orientasi terhadap kesuksesan halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena
murobbi/naqib kurang peka terhadap masalah. Ada orang yang sensitif terhadap masalah dan
ada pula orang yang tidak sensitif terhadap masalah. Hal ini disebabkan cara pandang yang
berbeda dalam melihat masalah. Dalam kenyataannya, ada murobbi/naqib yang menganggap
dinamisasi dan produktivitas halaqoh/usroh sebagai masalah yang tidak penting. Mereka
menganggap selama peserta masih hadir dengan rutin, maka tidak ada masalah yang serius
dalam halaqoh/usrohnya. Padahal jika dilihat dari sisi dinamisasi dan produktivitas,
halaqoh/usroh tersebut sebetulnya berjalan monoton dan lambat mencapai tujuannya.
6. Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama’ah atau ikhwah di sekelilingnya
Orientasi yang rendah terhadap kesuksesan halaqoh/usroh mungkin bisa disebabkan
kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama‘ah (terutama struktur jama‘ah terdekat) atau
dari ikhwah di sekelilingnya. Kesibukan dengan aktivitas da‘wah yang lain atau dengan
prioritas da‘wah musiman bisa membuat para murobbi/naqib lalai memperhatikan
perkembangan halaqoh/usrohnya. Halaqoh/usroh menjadi asal jalan, tanpa sempat lagi
dievaluasi sampai sejauh mana perkembangan kualitasnya.
7. Terlena dengan nostalgia masa lalu
Ketidakseriuasan dalam mengelola halaqoh/usroh bisa juga karena terlena dengan
pengalaman masa lalu. Murobbi/naqib merujuk kepada pengalaman masa lalu ketika ia dibina
secara ‗konvensional‘, sehingga ia enggan untuk melakukan inovasi dalam rangka
mendinamiskan halaqoh/usroh. Ia juga enggan bersusah payah mengejar produktivitas karena
merasa dahulu dibina tanpa target yang ‗rumit‘. Ia menggunakan pengalaman masa lalunya
untuk membina halaqoh/usroh di saat sekarang. Padahal tantangan zaman selalu berubah.
Dahulu mungkin ia bisa berhasil dibina karena tantangan eksternal tidak sekompleks zaman
sekarang. Saat ini halaqoh/usroh menghadapi ‗pesaing‘ yang tangguh dari ‗kelompok kecil‘
lain. Kaum sekuler dan sosialis membuat ‗kelompok-kelompok kecil‘ yang dikelola secara
inovatif dan profesional. Begitu pula jama’ah-jama’ah Islam yang lain. Oleh karena itu, jika
murobbi/naqib tidak serius mengelola halaqoh/usroh secara inovatif dan profesional, bisa jadi
‘konsumen‘ da‘wah akan ‘direbut‘ oleh kelompok atau jama’ah lain.
HALAQOH/USROH DINAMIS
Wahai saudaraku, sistem usroh sangat bermanfaat bagi kita dan berguna bagi da‟wah.
Dengan daya dan kekuatan dari Allah SWT, sistem ini akan mampu menghimpun kalangan
anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan hubungan antar mereka, mengerahkan mereka
kepada teladan dalam da‟wah, memperkokoh ikatan persatuan mereka, dan mengangkat
persaudaraan mereka dari tataran kata-kata dan teori ke tingkat operasional
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)
SEPERTI YANG TELAH disebutkan di muka, salah satu sendi halaqoh/usroh
yang muntijah adalah dinamisasi. Yaitu halaqoh/usroh yang selalu berproses dan bergerak
secara berubah-ubah (tidak monoton), sehingga menumbuhkan kegairahan dan
menghilangkan kejenuhan. Ini bukan merupakan hal yang mudah, karena sistem
halaqah/usroh berjalan ‗seumur hidup‘. Artinya, halaqoh/usroh berlangsung rutin dan tak
pernah selesai untuk diikuti. Tidak mengenal kata ‗lulus‘, kecuali jika peserta sendiri yang
menginginkan keluar dari halaqoh/usroh (dan itu berarti keluar juga dari jama’ah yang
diikutinya).
Halaqoh/usroh dirancang untuk diikuti seumur hidup (madal hayah) oleh pesertanya.
Hal ini karena tidak ada kata berhenti untuk mempelajari Islam. Selama nafas masih ada,
mempelajari Islam tetap perlu dilakukan. Nabi bersabda: ―Tuntutlah ilmu mulai dari buaian
sampai ke liang lahat. Yang berubah hanya penempatan pesertanya yang disesuaikan dengan
pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam. Mungkin saja peserta mendapatkan
murobbi/naqib yang berbeda-beda. Tempat halaqoh/usroh yang berubah-ubah. Bahkan nama
perkumpulannya juga bisa berubah (misalnya menjadi mentoring, usroh, ta’lim, atau
tarbiyah). Apa pun namanya, tapi hakekatnya tetap sama, yaitu sistem pendidikan (tarbiyah)
yang berlangsung seumur hidup.
Jika halaqoh/usroh berlangsung sesaat, misalnya hanya setahun atau dua tahun,
mungkin menciptakan suasana dinamis dan tidak jemu menjadi mudah untuk dilakukan.
Namun jika halaqah/usroh berlangsung seumur hidup, maka kecenderungan peserta untuk
jenuh mengikuti halaqah/usroh menjadi tinggi. Hal ini wajar, karena suasana rutinitas yang
berlangsung lama secara psikologis memang berpotensi untuk membuat jenuh.
Lalu bagaimana upaya yang perlu dilakukan agar halaqoh/usroh tidak berlangsung
menjemukan? Alias senantiasa menggairahkan para pesertanya? Apakah dengan cara
menjadikan halaqoh/usroh tidak berlangsung seumur hidup, tapi hanya berlangsung sebentar,
misalnya setahun atau dua tahun saja? Jawabannya, tentu tidak dengan cara merubah waktu
halaqoh/usroh menjadi sebentar. Sebab jika hanya sebentar, bukan saja kita tidak
menjalankan anjuran Rasul supaya menuntut ilmu seumur hidup, tapi juga mustahil jika
waktu pendidikannya hanya sebentar bisa merubah orang menjadi Islami.
Yang perlu dilakukan agar suasana halaqoh/usroh yang berlangsung lama itu tidak
menjemukan adalah dengan mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Yakni dengan
melakukan berbagai cara kreatif yang Islami untuk merubah suasana halaqah/usroh supaya
tidak membosankan.
Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh
Perhatian terhadap berjalanannya halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan
merupakan hal urgen yang perlu dilakukan, baik oleh murobbi/naqib maupun peserta. Sebab
pengabaian terhadap dinamisasi akan berdampak pada lambatnya pencapaian tujuan. Hal ini
seringkali tidak disadari oleh murobbi/naqib maupun peserta karena mereka merasa
halaqoh/usrohnya masih berjalan dengan baik. Beberapa murobbi/naqib menjadikan indikator
kehadiran peserta sebagai cara menilai baik/buruknya halaqoh/usroh. Ketika peserta masih
hadir dengan lengkap (walau sesekali ada juga yang tidak hadir), murobbi/naqib sering
menganggap hal itu sebagai indikasi dari masih baiknya perjalanan halaqoh/usroh mereka.
Penilaian ini jelas terlalu menyederhanakan persoalan. Kehadiran peserta yang masih lengkap
bukanlah indikator satu-satunya untuk menilai baik atau buruknya perjalanan suatu
halaqoh/usroh. Perlu ada indikator lain yang digunakan untuk mengukur baik atau buruknya
perjalanan halaqoh/usroh. Indikator lain tersebut adalah dinamisasi dan produktivitas
halaqoh/usroh.
Dinamisasi halaqoh/usroh akan mengukur sampai sejauh mana kepuasan aktivitas
(job satisfaction) yang dialami murobbi/naqib dan peserta di dalam halaqoh/usrohnya.
Kepuasan merupakan hal yang subyektif karena terkait dengan emosi (perasaan). Walau
subyektif, kepuasaan bukan berarti harus diabaikan dalam mengukur keberhasilan
halaqoh/usroh. Paradigma kepuasan sebagai indikator dalam mengukur keberhasilan
pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) sudah menjadi hal yang umum di dunia organisasi
dan manajemen. Halaqoh/usroh sebagai sebuah sistem pengelolaan SDM juga perlu
memperhatikan masalah kepuasan ini.
Kepuasaan beraktivitas (job satisfaction) sebenarnya merupakan kata lain dari
terwujudnya nikmat ukhuwah (ni’matul ukhuwah). Bukankah Allah SWT menghendaki agar
kita selalu beraktivitas dalam suasana ukhuwah yang nikmat?
..dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara (QS. 3 : 103). Nikmatnya ukhuwah Islamiyah
dalam halaqoh/usroh tak mungkin terwujud tanpa perhatian terhadap dinamisasi
halaqoh/usroh. Tidak cukup hanya sekedar memberikan taujih (arahan) saja tentang ukhuwah
untuk mewujudkan nikmat ukhuwah, akan tetapi perlu dipraktekkan di dalam halaqoh/usroh
itu sendiri.
Jadi, sudah saatnya murobbi/naqib dan peserta memperhatikan dinamisasi yang
terjadi dalam halaqoh/usrohnya. Mereka tidak bisa lagi menyepelekan masalah ini jika ingin
halaqoh/usrohnya muntijah (sukses). Lagipula ada beberapa manfaat yang akan diperoleh jika
halaqoh/usroh berjalan dinamis, antara lain :
1. Kehadiran yang rutin
Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis akan membuat murobbi/naqib dan peserta
hadir dengan rutin. Mereka tidak lagi membuat seribu satu alasan untuk tidak hadir dalam
halaqoh/usroh. Bahkan mereka akan berupaya sekuat tenaga untuk hadir walau berbagai
kendala menghadang kehadiran mereka. Hal ini karena halaqoh/usroh telah menjadi tempat
yang menyenangkan dan menggairahkan bagi mereka. Mereka sudah merasa betah. Bagi
mereka halaqoh/usroh merupakan tempat idaman, sehingga jadwal pertemuan halaqoh/usroh
menjadi saat-saat yang dirindukan. Alangkah indahnya jika perasaan rindu dan betah ini
sudah menjadi karakter dalam diri murobbi/naqib dan peserta. Allah SWT menghendaki agar
kita sabar dan betah berlama-lama berkumpul dalam lingkungan da‘i, seperti yang terjadi di
dalam halaqoh/usroh : ―Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Robnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya..‖ (QS. 18 : 28).
2. Semangat yang tinggi
Murobbi/naqib dan peserta bukan hanya akan hadir secara rutin jika halaqoh/usroh
berjalan dinamis, mereka juga akan hadir dengan semangat yang tinggi. Semangat ini
membuat mereka hadir dengan ‗seutuhnya‘ (hati, pikiran dan fisik), tidak hanya hadir
fisiknya saja tetapi hati dan pikirannya terbang entah kemana. ‗Utuhnya‘ kehadiran membuat
mereka menyimak seluruh agenda acara di dalam halaqoh/usroh. Hal ini mempercepat
penambahan wawasan dan interaksi antar peserta, sehingga tujuan halaqoh/usroh dapat
tercapai dengan lebih cepat. Allah memerintahkan agar kita mengobarkan semangat yang
tinggi dalam berperang (dan juga dalam berbagai aktivitas, termasuk di dalam aktivitas
halaqoh/usroh) : ―Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu‟min itu untuk berperang….
(QS. 8 : 65).
3. Tanggung jawab yang besar
Semangat yang tinggi membuat munculnya tanggung jawab yang besar dalam
melaksanakan tugas-tugas halaqoh/usroh. Sebab biasanya di dalam semangat ada keinginan
untuk melakukan tanggung jawab. Dengan berjalannya tugas-tugas halaqoh/usroh,
pemahaman dan pengalaman peserta akan meningkat lebih cepat, sehingga tujuan
halaqoh/usroh juga dapat dicapai lebih cepat.
4. Mempercepat pencapaian tujuan
Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis dan menggairahkan akan mempercepat
pencapaian tujuan. Hal ini karena tugas dan program yang dibuat untuk mencapai tujuan
dilaksanakan dengan semangat yang tinggi dan tanggung jawab yang besar. Tidak ada tugas
dan program yang terbengkalai, sehingga tugas dan program selanjutnya bisa dibuat dan
akhirnya tujuan halaqoh/usroh dapat dicapai lebih cepat.
―Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat
besar (QS. 35 : 32).
5. Meningkatkan kreativitas
Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis biasanya lahir dari murobbi/naqib dan peserta
yang kreatif. Murobbi/naqib dan peserta tidak terjebak dengan suasana monoton atau
‗pakem-pakem‘ tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi terjebak
dengan pengalaman masa lalu. Mereka berani menampilkan ide-ide dan cara-cara baru yang
tidak bertentangan dengan syar‘i untuk membuat halaqoh/usroh berjalan dinamis. Yang
penting bagi mereka adalah bagaimana agar tujuan halaqoh/usroh dapat tercapai melalui
proses yang menggairahkan dan tidak menjemukan. ―Dan orang-orang yang berjihad untuk
(mencerai keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami.. (QS. 29 : 69).
6. Menghindari kemaksiatan
Halaqoh/usroh yang menjemukan akan menurunkan kegairahan untuk menambah
wawasan dan ibadah. Hati menjadi keras. Suasana ruhiyah menjadi hilang. Iman menjadi
turun, sehingga keinginan berbuat maksiat menjadi meningkat. Sebaliknya, halaqoh/usroh
yang berjalan dinamis akan menghilangkan kejenuhan. Kegairahan untuk menambah
wawasan dan meningkatkan ibadah akan muncul, sehingga hati akan tetap terpelihara. Iman
menjadi meningkat, sehingga terhindar dari keinginan untuk berbuat maksiat. ―Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah
dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. 57 : 16).
7. Memperkecil munculnya konflik/masalah
Salah satu sebab munculnya konflik/masalah adalah hati yang kering dari iman dan
ukhuwah. Namun jika halaqoh/usroh berjalan secara dinamis, maka hati menjadi bergairah
untuk meningkatkan iman dan ukhuwah. Hal ini berdampak pada keinginan untuk saling
menghargai dan menghindari terjadinya masalah/konflik di antara peserta satu sama lain.
―Sesungguhnya orang-orang mu‟min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. 49 : 10).
8. Merasakan manisnya ukhuwah
Akhirnya, manisnya ukhuwah (khulwatul ukhuwah) akan didapatkan oleh mereka
yang halaqoh/usrohnya berjalan dinamis. Ukhuwah tak lagi sekedar basa-basi tanpa
implementasi. Mereka mendapatkan apa yang selama ini dirindukan setiap muslim, yakni
manisnya ukhuwah. Hal ini merupakan buah dari upaya tak kenal henti yang mereka lakukan
untuk mendinamiskan halaqoh/usroh. Mendinamiskan halaqoh/usroh berarti menyegarkan
suasana, menjinakkan hati dan menumbuhkan kehangatan serta kegairahan untuk
berukhuwah antar sesama personil halaqoh/usroh.
―dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya
Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. 8 : 63)
Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh
Namun perjalanan mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis tidaklah mudah. Butuh
perjuangan untuk mewujudkannya. Tidak semua halaqoh/usroh memahami urgensi
mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan.
Jika tidak ada kesungguh-sungguhan untuk mewujudkan halaqoh/usroh yang
dinamis, maka perlahan tapi pasti halaqoh/usroh akan berubah menjadi menjemukan. Yang
sebab-sebabnya antara lain :
1. Suasana yang monoton
Suasana yang monoton merupakan salah satu sebab dari munculnya kejenuhan
dalam halaqoh/usroh. Ini merupakan hal yang wajar. Sebab manusia pada dasarnya
menginginkan suasana yang berubah-ubah (dinamis). Tidak terperangkap dalam satu cara
atau gaya. Ketika halaqoh/usroh berjalan dengan cara atau suasana yang monoton, maka
besar kemungkinan peserta akan merasa jemu.
2. Ketiadaan keteladanan
Murobbi/naqib menjadi teladan bagi peserta. Peserta menjadi teladan bagi peserta
lainnya. Ketika murobbi/naqib dan peserta tidak bisa memberikan keteladanan, maka
halaqoh/usroh berubah menjadi menjemukan. Contoh hilangnya keteladanan adalah ketika
murobbi/naqib mewajibkan peserta untuk hadir rutin, tapi ia sendiri jarang hadir dengan
berbagai alasan. Atau ketika ia meminta peserta untuk bersikap menghargai pendapat orang
lain, tapi ia sendiri tak bisa menghargai pendapat orang lain. Semakin hilangnya sikap dan
perilaku yang bisa diteladani, maka semakin potensial halaqoh/usroh terjerumus pada suasana
yang membosankan. Hal ini wajar karena ketiadaan keteladanan membuat hilangnya
kepercayaan dan nilai lebih suatu kelompok. Hal ini tentu berdampak pada suasana yang
tidak nyaman dan membosankan.
3. Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan
Suasana yang menjemukan bisa juga disebabkan murobbi/naqib dan peserta tidak
saling mengingatkan atau memotivasi satu sama lain. Mereka mungkin terjebak pada rutinitas
halaqoh/usroh yang dianggap bukan masalah. Jika pun di antara mereka ada yang
mengingatkan tentang pentingnya mendinamiskan halaqoh/usroh tapi tidak ditanggapi serius
oleh yang lain. Atau bisa juga pengingatan itu dilakukan, tapi tidak dilakukan secara rutin
sehingga upaya untuk mendinamiskan halaqoh/usroh hanya bersifat temporer dan tidak
berkesinambungan.
4. Konflik berkepanjangan
Kejemuan dalam halaqoh/usroh bisa juga disebabkan seringnya terjadi konflik di
antara peserta. Konflik itu muncul karena berbagai sebab. Bisa karena perbedaan cara
pandang, sifat/karakter atau karena perbedaan kebutuhan. Konflik yang berkepanjangan
dalam halaqoh/usroh biasanya bersifat laten. Tidak muncul secara vulgar sehingga jika
murobbi/naqib atau peserta kurang jeli maka mereka tidak mengetahui adanya konflik
tersebut. Konflik yang tidak terselesaikan dalam halaqoh/usroh dapat berdampak pada
suasana yang menjemukan.
Selain sebab-sebab yang bersifat eksternal tersebut, ada juga sebab-sebab yang
datangnya dari pribadi orang yang mengalami kejemuan itu sendiri (sebab internal). Sebab-
sebab itu antara lain :
a. Kurangnya keikhlasan
Salah satu sebab internal dari munculnya perasaan jemu adalah kurangnya
keikhlasan. Hal ini karena ikhlas merupakan motivasi yang tertinggi sehingga jika seseorang
telah ikhlas, kecil kemungkinan ia dihinggapi perasaan bosan. Bahkan walau suasana
monoton, tapi jika ikhlas mengerjakannya maka rasa bosan tak akan mudah menghinggapi
kita. Namun jika keikhlasan berkurang, seseorang akan mudah tertimpa penyakit jenuh.
b. Maksiat
Sebab internal lain dari munculnya perasaan jenuh adalah seringnya seseorang
melakukan kemaksiatan. Semakin banyak kemaksiatan yang dilakukan seseorang, semakin
mudah ia tertimpa penyakit jenuh. Sebaliknya, semakin bersih seseorang dari kemaksiatan,
semakin sulit ia tertimpa penyakit jenuh. Itulah sebabnya Nabi Muhammad saw tidak pernah
jemu melakukan qiyamul lail setiap malam. Hal ini juga berlaku pada halaqoh/usroh. Jika
peserta halaqoh/usroh banyak melakukan kemaksiatan (kecil atau besar), maka
kecenderungan untuk munculnya rasa jemu akan lebih besar dibandingkan jika peserta
menjaga dirinya dari kemaksiatan.
c. Kurangnya pemahaman
Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman tentang pentingnya suatu
pekerjaan. Orang yang cepat bosan melakukan suatu pekerjaan biasanya karena kurang
paham manfaat dari pekerjaan tersebut. Misalnya, peserta yang menyadari pentingnya
halaqoh/usroh tentu akan lebih sulit tertimpa penyakit jemu daripada peserta yang mengikuti
halaqoh/usroh karena ikut-ikutan tanpa mengetahui urgensi dari halaqoh/usroh itu sendiri.
Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh
Kita juga perlu mengetahui bahwa kejenuhan di dalam halaqoh/usroh tidak
berlangsung secara tiba-tiba. Ada proses yang panjang sehingga suasana jenuh betul-betul
terjadi dalam halaqoh/usroh. Tahapan-tahapan terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh
sebagai berikut :
1. Monoton
Suasana yang monoton adalah tahap awal dari kejenuhan yang terjadi dalam
halaqoh/usroh. Monoton ditandai dengan suasana yang itu-itu saja. Tidak banyak berubah,
baik dalam metode, waktu, tempat, suasana, materi, dan lain-lain.
2. Eliminasi makna
Jika suasana monoton tidak segera diperbaiki, murobbi/naqib dan peserta mulai
merasa bahwa halaqoh/usroh tidak lagi memberi nilai tambah pada dirinya. Terjadi eliminasi
(kemerosotan) makna halaqoh/usroh. Murobbi/naqib atau peserta tidak lagi merasakan
manfaat dari kehadirannya di halaqoh/usroh. Mereka mulai membanding-bandingkan
kehadirannya di halaqoh/usroh dengan kehadirannya di tempat lain yang mungkin
dianggapnya lebih bermanfaat daripada halaqoh/usroh.
3. Penghindaran
Jika makna halaqoh/usroh sudah merosot, tahap berikutnya adalah munculnya
keinginan untuk menghindar dari pertemuan halaqoh/usroh. Hal ini ditandai dengan
ketidakhadiran yang semakin sering atau hadir tapi sering terlambat. Mungkin murobbi/naqib
atau peserta yang jemu tadi menyampaikan seribu satu alasan yang kelihatannya syar‘i dan
logis untuk membenarkan ketidakhadiran atau keterlambatannya dalam halaqoh/usroh.
Namun alasan yang sebenarnya adalah karena ia sudah jemu dengan halaqoh/usroh.
4. Ketidaknyamanan
Tahap berikutnya adalah munculnya perasaan tidak nyaman untuk berada di
halaqoh/usroh. Kehadirannya di halaqoh/usroh semata-mata hanya untuk memenuhi
kewajiban (terpaksa). Tidak ada lagi perasaan nyaman dan rindu dengan halaqoh/usroh.
Nikmatnya ukhuwah menjadi semakin jauh untuk terealisir.
5. Apatis
Tahap puncak dari kejemuan dalam halaqoh/usroh adalah munculnya sifat apatis
terhadap apa yang terjadi. Ia tak lagi peduli dengan tugas atau program halaqoh/usroh. Jika
pun ia melaksanakannya, maka tugas atau program itu dilaksanakannya dengan perasaan
terpaksa dan ogah-ogahan. Bahkan ia akan berusaha sebisa mungkin untuk menghindar dari
tugas atau program halaqoh/usroh. Ia mulai banyak absen dalam pertemuan halaqoh/usroh.
Jika pun hadir, biasanya terlambat dan lebih banyak bersikap pasif serta tidak mau terlibat
lebih jauh. Ia hanya peduli dengan apa-apa yang terkait erat dengan kepentingan pribadinya.
Tidak ada lagi idealita untuk memikirkan orang lain atau memperjuangkan Islam.
Jika tahap apatis ini dibiarkan, ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, banyak dari
peserta yang akan keluar atau pindah dari halaqoh/usroh tersebut. Kedua, kebanyakan peserta
akan tetap bertahan dalam halaqoh/usroh tapi perkembangan mereka sangat lambat. Bahkan
boleh dikatakan mereka ‗berjalan di tempat‘. Sebab tidak ada kemajuan yang berarti dalam
diri mereka.
Bagan 5
Tahap-tahap kejenuhan halaqah/usrah
Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh
Ada beberapa macam kejenuhan yang mungkin terjadi dalam halaqoh/usroh.
Macam-macan kejenuhan tersebut antara lain :
1. Kejenuhan berdasarkan jumlah peserta
a. Kejenuhan induvidual, yaitu kejenuhan yang terjadi pada satu atau lebih peserta
halaqoh/usroh. Kejenuhan ini terjadi pada minoritas dari jumlah seluruh peserta
halaqoh/usroh.
b. Kejenuhan komunal, yaitu kejenuhan yang terjadi pada sebagian besar (mayoritas)
peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan komunal lebih sulit diatasi daripada kejenuhan
induvidual.
2. Kejenuhan berdasarkan waktu :
a. Kejenuhan temporer, yaitu kejenuhan di dalam halaqoh/usroh yang terjadi hanya pada
waktu-waktu tertentu. Misalnya, suasana membosankan yang berlangsung ketika
murobbi/naqib tidak hadir karena sedang menempuh ujian kuliah. Namun setelah
murobbi/naqib hadir kembali, suasana membosankan itu hilang.
b. Kejenuhan permanen, yaitu kejenuhan yang terjadi ketika halaqoh/usroh merasakan
kejenuhan dalam waktu yang lama. Kejenuhan permanen lebih sulit diatasi daripada
kejenuhan temporer.
3. Kejenuhan berdasarkan peran
a. Kejenuhan peserta, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri peserta halaqoh/usroh.
b. Kejenuhan murobbi/naqib, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri murobbi/naqib.
Kejenuhan murobbi/naqib lebih berbahaya daripada kejenuhan peserta.
4. Kejenuhan berdasarkan objek
a. Kejenuhan sistem belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya sistem belajar. Misalnya, sistem belajar yang dilakukan hanya berupa
gaya lesehan di dalam ruangan. Padahal semestinya bisa berubah-ubah dalam bentuk
sistem kelas, belajar di ruang terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.
b. Kejenuhan metode penyampaian, yaitu kejenuhan yang diakibatkan karena
penyampaian materi/madah yang monoton (hanya dengan satu metode belajar saja).
Misalnya, hanya dengan menggunakan metode ceramah, tidak berubah dengan
menggunakan metode-metode lainnya seperti diskusi, seminar, games, studi kasus,
simulasi, bedah buku, dan lain-lain.
c. Kejenuhan media/alat belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan penggunaan sarana
belajar yang monoton. Misalnya, hanya menggunakan lembaran foto kopi, padahal
sebenarnya bisa menggunakan sarana belajar lain, seperti papan tulis, OHP (Over head
Projector), LCD, lembar peraga, alat demo/simulasi, dan lain-lain.
d. Kejenuhan materi/madah, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh isi materi yang
monoton. Walau materi berbeda-beda, tapi penjabaran, ilustrasi, dalil, atau contoh
diberikan secara monoton dan berulang-ulang.
e. Kejenuhan agenda acara, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh monotonnya susunan
dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
f. Kejenuhan waktu pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya waktu pertemuan. Misalnya, waktu pertemuan selalu dilakukan setiap
malam jum‘at.
g. Kejenuhan tempat pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya tempat pertemuan. Misalnya, tempat pertemuan selalu dilakukan di rumah
murobbi/naqib.
h. Kejenuhan komposisi peserta, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya komposisi peserta. Peserta yang mengikuti suatu halaqoh/usroh tidak
pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak ada yang dimutasikan dan tidak ada
peserta pindahan dari halaqoh/usroh lainnya.
Tidak semua kejenuhan tersebut ada di dalam halaqoh/usroh. Sebaiknya setiap
halaqoh/usroh perlu berupaya agar berbagai macam kejenuhan tersebut tidak terjadi di dalam
halaqoh/usrohnya. Sebab semakin banyak macam kejenuhan yang ada di dalam
halaqoh/usroh, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan yang terjadi dan semakin besar upaya
yang harus dilakukan untuk mengatasi kejenuhan tersebut.
Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh
Bagan 6
Dampak Kejenuhan
A. Peserta B. Murabbi/ Naqib
1. kehadiran yang tidak rutin
2. kedisiplinan yang menurun
3. keterlibatan yang minim
4. ketidakpuasan yang meningkat
5. kemaksiatan yang muncul
6. konflik permasalahan yang bertambah
7. keterlambatan pencapaian tujuan
1. enggan melakukan persiapan
2. penyampaian yang kurang berisi
3. lupa pada tujuan
Murobbi/naqib dan peserta perlu berupaya mengatasi berbagai kejenuhan yang
terjadi dalam halaqoh/usroh. Sebab jika tidak segera diatasi, tingkat kejenuhan yang tadinya
kecil akan berubah menjadi besar dan merambat pada berbagai kejenuhan lainnya. Persis
seperti penyakit pada tubuh yang apabila tidak segera diobati akan menjalar pada bagian
tubuh lainnya. Kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh akan berdampak negatif bagi:
Peserta halaqoh/usroh berupa :
1. Kehadiran yang tidak rutin
Peserta yang jenuh akan sering tidak hadir dalam halaqoh/usroh. Ia sepertinya
mempunyai ‗jadwal tersendiri‘ untuk hadir di halaqoh/usroh. Misalnya, dua pekan hadir,
pekan ketiga tidak hadir; atau pekan ini hadir, pekan depan tidak hadir. Biasanya ia tidak
pernah minta izin lebih dahulu mengapa tidak hadir dalam halaqoh/usroh. Ia baru
menyampaikan alasan kalau ditanya. Alasan yang diajukannya juga singkat dan meragukan
alasannya. Namun lama kelamaan orang yang jenuh semakin pandai membuat alasan,
sehingga semakin lama alasannya semakin nampak logis dan syar‘i. Ia semakin terbiasa untuk
tidak hadir secara rutin dalam halaqoh/usroh tanpa merasa bersalah.
2. Kedisiplinan yang menurun
Peserta yang jenuh juga akan menurun tingkat kedisiplinannya. Indikasi yang jelas
adalah seringnya ia terlambat menghadiri halaqoh/usroh. Walau tidak semua keterlambatan
disebabkan oleh rasa jenuh, tapi jika keterlambatan itu menjadi suatu kebiasaan cenderung
disebabkan karena kejenuhan yang terjadi pada diri peserta tersebut. Kedisiplinan yang
menurun juga tampak pada pelaksanaan tugas. Sering absen atau mengabaikan tugas-tugas
yang membutuhkan kehadirannya di luar waktu halaqoh/usroh. Sering mengantuk dan lupa
dengan apa yang semestinya dibawa dalam pertemuan halaqoh/usroh juga merupakan
indikasi dari kejenuhan yang melanda diri peserta.
3. Keterlibatan yang minim
Peserta yang jenuh juga akan minim keterlibatannya dalam halaqoh/usroh. Ketika
hadir tidak begitu banyak terlibat dalam diskusi atau pengambilan keputusan. Lebih banyak
menjadi pendengar pasif saja. Ketika diberikan tugas juga banyak menolak atau meminta
peserta lain yang mengerjakannya. Kejenuhan pada halaqoh/usroh juga bisa berdampak pada
keterlibatan yang minim dalam acara-acara da‘wah di luar halaqoh/usroh, baik yang
diselenggarakan oleh halaqoh/usroh itu sendiri maupun oleh jama’ah.
4. Ketidakpuasan yang meningkat
Kejenuhan juga berdampak pada kegairahan yang menurun untuk hadir dan terlibat
dalam kegiatan halaqoh/usroh. Semangat dan motivasi untuk mengikuti kegiatan
halaqoh/usroh menjadi berkurang, sehingga berdampak pada perasaan tidak nyaman dan tidak
puas dengan pertemuan-pertemuan halaqoh/usroh. Ketidakpuasan pada acara halaqoh/usroh
dapat berdampak pada keinginan untuk mencari ‗pelarian‘ berupa acara lain yang lebih
memuaskan dirinya. Disinilah mungkin seorang peserta akan lebih suka hadir di acara-acara
lain dibandingkan acara halaqoh/usroh ketika waktunya berbenturan. Halaqoh/usroh tidak
lagi menjadi prioritas utama dalam agenda kegiatannya.
5. Kemaksiatan yang muncul
Peserta yang jenuh juga rentan dengan kemaksiatan. Orang yang jenuh akan lebih
rentan mengalami penurunan iman. Dan turunnya iman akan membuat seseorang lebih rentan
melakukan kemaksiatan. Misalnya, karena jenuh mungkin saja peserta mulai mencari
‗pelarian‘ dengan melakukan kegiatan yang batil, seperti menonton konser musik rock,
membaca buku-buku porno, berjalan-jalan tanpa tujuan, berpacaran, dan merokok.
6. Konflik/permasalahan yang bertambah
Kejenuhan juga bisa berdampak pada keringnya rasa ukhuwah di antara peserta. Hal
ini berdampak lebih jauh pada rentannya peserta terhadap masalah dan konflik. Mulai ada
keinginan untuk memperbesar masalah yang kecil. Mulai muncul ketersinggungan karena
perkataan atau perbuatan dari peserta lain yang tadinya tidak dipermasalahkan. Gara-gara
jemu dengan halaqoh/usroh bisa saja seorang peserta marah ketika peserta lainnya
menanyakan alasan ketidakhadirannya pada acara halaqoh/usroh.
7. Keterlambatan pencapaian tujuan
Akibat yang paling fatal dari kejemuan yang melanda peserta adalah lambatnya
tujuan pembinaan pada diri peserta tersebut. Perkembangan peserta menjadi lambat, bahkan
mungkin menurun. Tujuan pembinaan yang semestinya sudah dicapai tak pernah tercapai.
Mungkin ia juga menyadari perkembangan dirinya yang lambat, sehingga muncul perasaan
rendah diri karena merasa tertinggal dengan teman-teman seangkatannya. Mungkin juga ia
merasa stres dan frustasi karena merasa tidak ada perubahan yang signifikan pada dirinya.
Perasaan ini bisa berdampak pada keinginan untuk mengundurkan diri dari halaqoh/usroh dan
dakwah.
Jika kejenuhan tersebut terjadi pada diri seorang murobbi/naqib, maka selain
berbagai dampak di atas, murobbi/naqib juga dapat mengalami berbagai dampak negatif
seperti berikut :
1. Enggan melakukan persiapan
Karena jenuh, murobbi/naqib menjadi malas melakukan persiapan yang diperlukan
sebelum menghadiri halaqoh/usroh. Ia enggan melakukan persiapan materi yang akan
disampaikan. Enggan untuk mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk membuat
halaqoh/usroh berjalan lancar dan menggairahkan. Ia juga enggan melakukan persiapan
mental (ruhiyah) dan fisik. Hal ini berdampak pada ‘penampilannya‘ yang tidak prima dalam
halaqoh/usroh. Peserta akhirnya tidak mendapatkan sesuatu yang berharga dari kehadiran
murobbi/naqib dalam halaqoh/usroh. Pepatah mengatakan: ―Barangsiapa yang tidak
memiliki kelebihan, ia tidak bisa memberikan apa-apa.
2. Penyampaian yang kurang berisi
Kejemuan yang melanda murobbi/naqib dapat berdampak pada kurangnya pengaruh
(atsar) yang disampaikan murobbi/naqib kepada peserta. Hal ini karena kejemuan berdampak
pada keringnya hati. Hati yang kering menyebabkan pembicaraan menjadi kurang ‗berisi‘,
sehingga apa yang disampaikan murobbi/naqib kurang memiliki pengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku peserta.
3. Lupa pada tujuan
Kejemuan yang melanda murobbi/naqib juga dapat berdampak pada pencapaian
tujuan halaqoh/usroh. Murobbi/naqib tidak lagi begitu peduli mau kemana halaqoh/usroh
yang dipimpinnya berjalan. Yang penting baginya sekedar menjalankan halaqoh/usroh
sebagai kewajiban. Bukan lagi peduli apakah tujuan halaqoh/usroh tercapai atau tidak.
Apalagi peduli apakah tujuan halaqoh/usroh bisa dicapai dengan lebih cepat atau tidak.
Semua itu sudah terlupakan, karena murobbi/naqib sudah jemu sehingga tak lagi memiliki
semangat untuk mengelola halaqoh/usroh.
Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kejenuhan dalam
halaqoh/usroh semestinya menyadarkan setiap murobbi/naqib dan peserta akan pentingnya
mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib dan peserta menyepelekan hal
ini maka kualitas pembinaan akan terus menurun, sehingga pembinaan melalui halaqoh/usroh
tidak lagi memiliki keistimewaan yang mampu melahirkan kader-kader Islam yang tangguh.
Hal ini tentu tak bisa terus dibiarkan, jika kita masih memiliki komitmen untuk membangun
kejayaan Islam.
Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis
Setelah kita mengetahui begitu banyaknya dampak negatif yang muncul dari
halaqoh/usroh yang tidak dinamis (menjemukan), lalu bagaimana caranya menilai sebuah
halaqoh/usroh dinamis atau tidak? Apa ciri-ciri sebuah halaqoh/usroh yang dinamis? Tidak
mudah memang mendeteksi sebuah halaqoh/usroh dinamis atau tidak. Dibutuhkan
pengamatan yang mendalam dan waktu yang lama untuk mengidentifikasikan kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh. Sebenarnya yang paling tepat menilai dinamisasi sebuah
halaqoh/usroh adalah mereka yang berada di dalamnya. Orang luar mungkin hanya bisa
mengira-ngira kualitas kedinamisan sebuah halaqoh/usroh.
Namun di bawah ini, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur
kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Kriteria tersebut adalah :
1. Suasana yang inovatif
Halaqoh/usroh yang dinamis ditandai oleh perubahan-perubahan yang sering terjadi
di dalam perjalanan halaqoh/usroh itu sendiri. Perubahan ini bukan berarti halaqoh/usroh
terus menerus ‗bongkar pasang‘ peserta, tetapi karena ada kreativitas dari murobbi/naqib dan
peserta untuk melakukan berbagai cara baru agar pertemuan halaqoh/usroh berlangsung
menggairahkan dan menarik. Mereka melakukan inovasi dalam berbagai hal. Misalnya,
dalam sistem belajar, metode penyampaian, alat/media belajar, tempat pertemuan, waktu
pertemuan, pembahasan madah/materi, agenda acara, dan lain-lain. Pokoknya murobbi/naqib
dan peserta tidak terjebak dengan pakem tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka
gemar melakukan inovasi agar pertemuan halaqoh/usroh tidak berlangsung dalam suasana
yang membosankan dan monoton.
2. Komentar-komentar kerinduan
Munculnya komentar-komentar ‘kerinduan‘, baik secara implisit maupun eksplisit
bisa juga menjadi indikator kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Komentar yang bersifat
implisit contohnya, menanyakan kapan lagi bertemu atau mengapa halaqoh/usroh tidak
dilakukan lebih sering lagi. Komentar eksplisit bisa berupa perkataan, ―saya sudah kangen
dengan halaqoh atau komentar-komentar yang semacam itu. Komentar tersebut tidak mesti
disampaikan kepada murobbi/naqib, tapi mungkin saja disampaikan kepada sesama peserta.
3. Ingin berlama-lama
Indikator berikutnya dari halaqoh/usroh yang dinamis biasanya muncul dari
keinginan untuk berlama-lama dalam halaqoh/usroh. Walau waktu pertemuan dibatasi hanya
2 jam, misalnya, tapi peserta tidak begitu kaku dengan pembatasan jam tersebut.
Murobbi/naqib dan peserta sering hadir lebih awal dan pulang lebih lambat dari jam yang
telah ditentukan. Mereka masih ingin berlama-lama bercengkrama dan membahas berbagai
program atau persoalan da‘wah yang ada. Peserta tidak sering melakukan interupsi untuk
mengingatkan waktu halaqoh/usroh yang sudah habis. Mereka terlalu asyik mengikuti acara
halaqoh/usroh, sehingga tidak terlalu kaku dalam waktu.
4. Kehadiran yang rutin
Indikator yang paling nyata dari kedinamisan halaqoh/usroh dapat dilihat dari
kehadiran peserta yang rutin. Tidak ada peserta yang ‗hobi‘ untuk datang terlambat atau
sering tidak hadir. Kalau pun ada peserta yang tidak hadir biasanya jumlahnya sedikit (hanya
1-2 orang). Itu pun bukan pada orang yang sama setiap pekannya. Mereka tidak hadir atau
terlambat semata-mata karena ada halangan syar‘i, bukan karena alasan yang dibuat-dibuat
agar kelihatan logis dan syar‘i. Peserta tidak berupaya untuk mencari-cari alasan agar tidak
hadir dalam halaqoh/usroh.
Semakin banyak ciri-ciri di atas ada dalam sebuah halaqoh/usroh maka berarti
semakin dinamis halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, jika ciri-ciri tersebut semakin tidak ada,
bahkan yang ada malah kondisi sebaliknya, yaitu :
1. Adanya kondisi yang monoton;
2. tidak ada komentar-komentar ‘kerinduan‘;
3. tidak ada keinginan untuk berlama-lama;
4. dan kehadiran yang tidak rutin
berarti halaqoh/usroh berada dalam kondisi jenuh, sehingga perlu ada upaya segera
untuk mengatasinya. Jika tidak, maka ‗nasib‘ halaqoh/usroh tersebut akan semakin parah.
Cita-cita untuk menjadi halaqoh/usroh yang muntijah (sukses) hanya akan menjadi utopi.
3
1. Suasana yang inovatif
2. komentar-komentar kerinduan
3. ingin berlama-lama
4. kehadiran yang rutin
Merupakan ciri dari halaqah/usrah yang dinamis
HALAQOH/USROH PRODUKTIF
Tujuan usroh adalah menyiapkan orang-orang pilihan untuk memikul tanggung jawab yang
amat besar
(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)
HALAQOH YANG MUNTIJAH tidak akan terwujud tanpa tercapainya
produktivitas. Produktivitas merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan
halaqoh/usroh. Tanpa produktivitas, halaqoh/usroh akan kehilangan esensinya sebagai wadah
pengkaderan yang mumpuni. Halaqoh/usroh yang tidak produktif pada hakekatnya telah
berubah fungsi menjadi tempat berkumpul biasa, seperti paguyuban belaka. Ia tak lagi
memiliki keistimewaan sebagai marokiz taghir (wadah perubahan) bagi umat dan bangsa.
Produktivitas berbeda dengan dinamika. Jika dinamisasi terjadi dalam tataran proses,
produktivitas terjadi dalam tataran tujuan (output). Ketika kita berbicara tentang
produktivitas, kita berbicara tentang sejauh mana tujuan yang telah direncanakan dapat
tercapai. Semakin banyak tujuan yang kita dapatkan, maka semakin produktivitas kita.
Sebaliknya, semakin sedikit atau tidak terealisirnya tujuan yang diharapkan, maka semakin
tidak produktif kita.
Dua hal tersebut --produktivitas dan dinamisasi— sama-sama penting dalam
mengukur keberhasilan halaqoh/usroh. Halaqoh/usroh yang dinamis tak ada artinya tanpa
produktivitas. Sebaliknya, halaqoh/usroh yang produktif tak ada artinya tanpa dinamisasi.
Produktivitas dan dinamisasi sama pentingnya karena halaqoh/usroh adalah kumpulan
manusia yang membutuhkan kedua hal tersebut (produktivitas dan dinamisasi).
Produktivitas memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai tujuan. Keinginan
untuk lebih baik dari sebelumnya. Barangkali tidak ada manusia di dunia ini yang tak ingin
maju. Semua manusia menginginkan kemajuan. Sedang dinamisasi memenuhi kebutuhan
manusia untuk menikmati apa yang tengah dialaminya. Tidak ada manusia yang ingin apa
yang dialaminya berlangsung secara membosankan atau mengecewakan. Manusia ingin
merasa nyaman dan bergairah ketika melakukan sesuatu. Dinamisasi memenuhi kebutuhan
rasa nyaman dan bergairah ketika kita melakukan sesuatu. Dinamisasi memenuhi kebutuhan
kita akan ukhuwah (rasa persaudaraan) jika kita melakukan sesuatu bersama orang lain.
Dinamisasi menjawab kebutuhan kita akan soliditas dan harmonisasi ketika kita bekerjasama
dengan orang lain.
Halaqoh/usroh membutuhan produktivitas dan dinamisasi tersebut. Sebab
halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang ingin maju (produktif) dan ingin merasakan
nikmatnya ukhuwah (dinamisasi). Allah berfirman : ―Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam (QS. 3 : 102). Ayat ini berbicara
tentang produktivitas. Setiap orang perlu bergerak maju; dari iman, takwa, sebenarnya-
benarnya taqwa sampai kepada Islamiyatul hayah (mengislamisasi kehidupan). Namun Allah
SWT menyambung ayat tersebut dengan ayat lain tentang pentingnya ukhuwah (dinamisasi)
dalam mencapai tujuan (produktivitas). ―Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni‟mat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni‟mat Allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamtkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu
mendapat petunjuk (QS. 3 : 103).
Jadi, dari dua ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa pencapaian produktivitas
harus diiringi dengan pencapaian dinamisasi. Keduanya sama-sama penting bagi setiap
induvidu dan kelompok. Oleh karena itu jika kita ingin mengukur kesuksesan sebuah
halaqoh/usroh, kita tak bisa lepas dari dua indikator : sampai sejauh mana produktivitas
halaqoh/usroh tercapai dan sampai sejauh mana dinamisasi halaqoh/usroh tercapai. Tanpa
mengukur kedua hal tersebut, kita tak dapat mengukur kesuksesan (muntijah) sebuah
halaqoh/usroh.
Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh
Produktivitas adalah banyaknya hasil (tujuan) yang dicapai oleh
seseorang/sekelompok orang. Produktivitas dapat dilihat dari dua sisi : kuantitas dan kualitas.
4
Halaqoh/usroh yang produktif berarti halaqoh/usroh yang berhasil mencapai kuantitas
dan kualitas dari tujuan yang ditetapkan.
Semakin banyak dan berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah
halaqoh/usroh berarti semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit
dan tidak berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah halaqoh/usroh berarti semakin
tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.
Halaqoh/usroh telah mempunyai tujuan yang pasti. Para mufakir (pemikir) da‘wah
telah merumuskan apa saja tujuan yang mesti dicapai oleh halaqoh/usroh. Di bawah ini ada
intisari dari tujuan halaqoh/usroh yang pernah dikemukakan dalam berbagai buku dan
pemikiran para mufakir da‘wah. Intisari ini dengan maksud agar lebih mudah dipahami dan
diingat oleh segenap aktivis da‘wah, terutama oleh murobbi/naqib dan peserta halaqoh/usroh.
Tujuan (sasaran) halaqoh/usroh adalah :
1. Tercapainya kenaikan jenjang
Produktivitas halaqoh/usroh diukur dari seberapa banyak peserta berhasil naik ke
jenjang (marhalah) berikutnya. Kenaikan jenjang diukur dari sejauh mana peserta mencapai
muwashofat yang telah ditetapkan sesuai dengan jenjangnya. Halaqoh/usroh memiliki
berbagai jenjang yang di setiap jenjang mempunyai muwashofat yang berbeda-beda. (lihat
pada lampiran). Sebagai wadah pengkaderan, halaqoh/usroh memiliki ukuran tentang karakter
seperti apa yang perlu diwujudkan bagi orang-orang yang dibinanya. Karakter yang perlu
diwujudkan itulah yang disebut dengan muwashofat (sifat-sifat). Tugas murobbi/naqib adalah
membimbing peserta untuk mencapai muwashofat yang telah ditetapkan, sehingga peserta
berhasil naik ke jenjang berikutnya. Semakin banyak peserta yang berhasil naik ke jenjang
berikutnya berarti semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit
peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya berarti semakin tidak produktif
halaqoh/usroh tersebut.
Perlu dipahami disini bahwa naik ke jenjang berikutnya semestinya diukur secara
obyektif dengan menggunakan muwashofat yang telah ditetapkan. Kenaikan jenjang
semestinya tidak boleh dilakukan dengan ukuran yang subyektif (mengira-ngira) atau karena
unsur like and dislike (suka atau tidak suka).
Kenaikan jenjang menjadi tujuan halaqoh/usroh karena jenjang adalah cara untuk
menempatkan orang sesuai dengan tempatnya (the right man on the right place) di dalam
tatanan jama’ah. Cara yang relatif lebih obyektif untuk mengukur kapasitas seseorang dalam
memikul beban dakwah. Sebagai bagian dari pengkaderan jama’ah terhadap anggotanya,
halaqoh/usroh perlu membantu jama’ah dalam menata kapasitas anggotanya, sehingga
jama’ah tidak berlaku zalim dengan menempatkan orang yang tidak cocok pada tempatnya.
Kenaikan jenjang adalah cara bagi jama’ah untuk menata rapi kapasitas anggotanya. Sebab
tanpa penataan yang rapi tidak mungkin jama’ah mampu mengemban tugas dakwah yang
besar dan berat seperti yang dituntut saat ini.
2. Tercapainya pembentukan murobbi
Sebagai wadah pengkaderan, produktivitas halaqoh/usroh diukur dari sejauh mana
peserta berhasil menjadi murobbi. Halaqoh/usroh tidak bisa memisahkan diri dari sasaran
pembentukan murobbi. Alasannya, ada dua. Pertama, karena tidak ada lembaga lain yang
dapat melahirkan murobbi kecuali halaqoh/usroh. Kedua, karena halaqoh/usroh tidak akan
menyebar ke banyak kalangan jika tidak lahir murobbi-murobbi baru yang akan menyebarkan
pembinaan melalui halaqoh/usroh. Itulah sebabnya Dr. Abdullah Qadiri Al Ahdal, seorang
mufakir (pemikir) dakwah menyimpulkan : ―Sesungguhnya seorang ikhwan yang benar
tidak bisa tidak kecuali dia harus menjadi murobbi‖. Musthafa Masyhur juga pernah berkata
: ―Murobbi harus membiasakan binaannya untuk memberikan kontribusi,menyeru orang
lain kepada Allah dan menyampaikan berbagai pelajaran. Bahkan ia harus mengkader
mereka untuk menjadi murobbi yang melakukan tugas seperti dia bagi binaan-binaan yang
baru.
Hal ini mengharuskan murobbi/naqib untuk mampu mencetak peserta agar mau dan
mampu menjadi murobbi. Tidak ada alasan bagi peserta untuk tidak mau menjadi murobbi.
Kaidah fiqih mengatakan : ―Jika untuk mewujudkan sesuatu yang wajib dibutuhkan sesuatu,
maka sesuatu itu menjadi wajib‖. Membentuk umat (takwinul ummah) yang Islami adalah
wajib, karena itu cara mewujudkannya juga menjadi wajib. Cara yang efektif untuk
mewujudkan takwinul ummah adalah mentarbiyah umat melalui halaqoh/usroh. Hal ini
menyebabkan pembentukan murobbi menjadi wajib. Karena tidak mungkin halaqoh/usroh itu
ada jika tidak ada murobbi.
Allah SWT juga memerintahkan kita menjadi pribadi Robbani yang cirinya adalah
‘selalu mengajarkan Al Kitab dan tetap mempelajarinya‘ (QS. 3 : 79). Tidak boleh seorang
muslim hanya mau menjadi pelajar (mad’u), tanpa mau menjadi pengajar (da’i). Namun
peserta halaqoh/usroh tidak cukup sekedar menjadi da’i biasa, tapi da’i yang mampu
mengelola halaqoh/usroh (menjadi murobbi). Sebab hanya murobbi yang berpeluang besar
untuk merubah orang berkepribadian Islami. Jika hanya mengandalkan forum-forum da‘wah
‘ammah, seperti tabligh, ceramah, baca buku, seminar, dan lain-lain, da‘wah hanya memiliki
peluang kecil untuk merubah orang agar berkepribadian Islami. Hal ini sudah dibuktikan oleh
perjalanan panjang da‘wah di segenap tempat dan zaman.
Jadi, produktivitas juga diukur dari seberapa banyak peserta di dalam halaqoh/usroh
tersebut mampu menjadi murobbi. Idealnya, semakin tinggi jenjang keanggotaan peserta
semakin banyak dan mumpuni ia dalam membina. Bukan malah sebaliknya, semakin sedikit -
-bahkan sama sekali tidak membina-- dan semakin menurun kualitasnya dalam membina.
Oleh karena itu, semakin banyak peserta yang berhasil menjadi murobbi, maka semakin
produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang berhasil menjadi
murobbi, maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.
3. Tercapainya pengembangan potensi
Halaqoh/usroh yang produktif juga diukur dari sejauh mana peserta berhasil
mengembangkan potensinya. Potensi adalah keunggulan terpendam yang dimiliki seseorang.
Potensi ada dua macam, yaitu potensi umum dan khusus. Potensi umum adalah potensi yang
dimiliki semua orang. Misalnya, potensi kreativitas, komunikasi, dan kepemimpinan. Hampir
semua orang memiliki potensi tersebut. Sedang potensi khusus adalah bakat. Yakni,
keunggulan unik yang tidak dimiliki semua orang, seperti kemampuan bisnis, komputer,
menulis, matematika, kedokteran, kimia, fisika, dan lain-lain.
Tugas murobbi/naqib adalah membantu peserta untuk menemukan dan
mengembangkan potensinya, baik potensi umum maupun khusus. Tugas ini tidak mudah dan
membutuhkan ketekunan tersendiri. Realita di lapangan menunjukkan tidak sedikit
murobbi/naqib yang mengabaikan tugas ini. Mereka menganggap sasaran yang ketiga ini
bukanlah termasuk sasaran halaqoh/usroh. Padahal banyak sekali isyarat dari Imam Assyahid
Hasan Al Banna maupun para mufakir da‘wah lainnya tentang pentingnya pengembangan
potensi ini. Ada baiknya kita merenungkan kata-kata Dr. Ali Abdul Halim Mahmud di bawah
ini : ―Pada dasarnya Allah telah meletakkan pada diri setiap hamba potensi, bakat, dan
kemampuan yang membedakannya dari orang lain. Dalam kaitan ini, usroh sesungguhnya
merupakan wahana yang tepat untuk menyingkap, mengembangkan, mengarahkan dan
mendayagunakan potensi anggotanya untuk berkhidmat pada agama, jama„ah, dan diri
sendiri‖. Apalagi setiap anggota usroh adalah seorang da„i yang sangat membutuhkan
pelatihan berbagai keterampilan yang dapat mendukung kegiatan da„wahnya.
Pengabaian terhadap sasaran ini akan berdampak pada lambatnya perkembangan
potensi peserta. Hal ini berdampak lebih jauh pada penataan (tanzhim) jama‘ah. Peserta
sebagai SDM bagi jama’ah menjadi tidak maksimal dalam memberikan kontribusi potensinya
kepada jama‘ah. Jama‘ah kehilangan potensinya untuk bergerak lebih cepat dan profesional
dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin cepat saat ini. Hal ini terjadi karena
halaqoh/usroh sebagai ‗batu bata‘ jama‘ah mengabaikan perannya yang strategis sebagai
wadah pengembangan potensi peserta. Peserta lebih banyak dibiarkan sendiri untuk
mengembangkan potensinya, tanpa bimbingan dan penataan dari halaqoh/usrohnya.
Oleh karena itu, halaqoh/usroh yang produktif adalah halaqoh/usroh yang membantu
pengembangan potensi pesertanya. Semakin banyak peserta yang berkembang sesuai dengan
potensinya, maka semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit
peserta yang berkembang sesuai dengan potensinya –bahkan peserta tidak tahu potensinya
apa-- maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut. Idealnya, semakin tinggi jenjang
keanggotaan peserta semakin berkembang potensinya. Bukan sebaliknya, malah semakin
tidak berkembang potensinya, sehingga potensinya tidak dapat dimanfaatkan oleh jama’ah.
Tiga sasaran inilah yang perlu dituju untuk mencapai produktivitas halaqoh/usroh.
Ketiga-tiganya sama pentingnya dan sama prioritasnya untuk dijadikan tujuan. Tidak boleh
murobbi/naqib dan peserta memprioritaskan yang satu dan mengabaikan yang lain.
Pengabaian terhadap salah satu dari ketiga sasaran itu akan mengurangi nilai keberadaan
halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh akan semakin jauh dari idealitanya untuk menjadi
halaqoh/usroh yang muntijah.
Bagan 7
Sasaran halaqah/usrah
Tercapainya muwashafat/ kenaikan jenjang
Sasaran Tercapainya pembentukan murabbi/ naqib
Halaqah/Usrah
Tercapainya pengembangan potensi
Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif
Produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh tentu akan memberikan manfaat yang
banyak, baik bagi murobbi/naqib, peserta maupun jama’ah dan umat. Bagi murobbi/naqib,
halaqoh/usroh yang produktif akan membuat munculnya perasaan ‗berhasil‘. Perasaan ini
amat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina. Murobbi/naqib yang
merasa berhasil membawa halaqoh/usrohnya menuju sasaran akan lebih percaya diri untuk
membawa peserta menuju sasaran yang lebih besar lagi. Hal ini tentu akan menguntungkan
bagi peserta karena ia dipimpin oleh murobbi/naqib yang bukan saja paham tentang
pentingnya produktivitas halaqoh/usroh, tapi juga percaya diri untuk membimbing peserta
melangkah maju menuju sasaran yang lebih besar lagi. Namun jika halaqoh/usroh dipimpin
oleh murobbi/naqib yang mengabaikan produktivitas, maka suasana halaqoh/usroh menjadi
tanpa arah. Mungkin banyak kegiatannya, tapi kegiatan tersebut tidak terfokus pada
pencapaian sasaran, sehingga peserta dan murobbi/naqib tidak merasakan adanya kemajuan.
Tidak ada rasa ‗berhasil‘ dalam mengikuti halaqoh/usroh. Perasaan ini akan berpengaruh
kepada rasa percaya diri untuk mencapai sasaran berikutnya. Murobbi/naqib dan peserta
akhirnya pasrah dan pesimis dengan keberhasilan perjalanan halaqoh/usroh. Hal ini tentu
berdampak pada kualitas halaqoh/usroh sendiri yang kurang berhasil dalam membentuk
kader-kader Islam yang tangguh.
Bagi jama’ah dan umat, halaqoh/usroh yang produktif akan memberi dampak pada
akselerasi peningkatan kualitas jama’ah dan umat. Jama’ah akan memiliki kader-kader yang
berkualitas dan paham tentang misinya sebagai anggota jama’ah. Mereka tidak lagi bersikap
‘menunggu‘ untuk melaksanakan program yang dibutuhkan jama’ah dan umat. Mereka
proaktif dan progresif terhadap masalah umat karena sudah terlatih untuk bersikap produktif
di dalam halaqoh/usroh. Watak mereka untuk maju dan produktif akan sangat bermanfaat
bagi pembangunan umat pada umumnya. Umat akan memiliki para pelopor (anashirut taghir)
yang tangguh untuk membawa umat keluar dari keterpurukannya. Masa depan Islam akan
cerah karena umat telah memiliki kader-kader yang produktif dan ‗haus‘ akan kemajuan
menuju ridho Allah SWT.
Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh
Permasalahannya adalah mengapa ada halaqoh/usroh yang tidak produktif? Apa
sebab dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh? Sebab-sebabnya ada dua; sebab
internal dan eksternal. Beberapa sebab internal adalah :
1. Tidak memahami tujuan
Murobbi/naqib dan peserta yang tidak memahami tujuan halaqoh/usroh tidak
mungkin dituntut untuk produktif. Bagaimana bisa produktif kalau tujuan halaqoh/usroh
belum dipahami secara baik? Halaqoh/usroh menjadi asal jalan tanpa arah yang jelas mau
kemana. Jadi, tidak mengetahui tujuan halaqoh/usroh secara jelas akan membuat sebuah
halaqoh/usroh menjadi tidak produktif.
2. Terlena dengan proses
Sebab yang kedua dari tidak produktifitasnya halaqoh/usroh adalah terlena dengan
proses. Mungkin murobbi/naqib dan peserta terlalu berorientasi pada hubungan (human
oriented), sehingga kelompok sangat memperhatikan harmonisasi dan kekompakan. Namun
karena terlalu menikmati proses yang nyaman dalam hubungan antar personil halaqoh/usroh,
sehingga mereka terlena dan lupa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mungkin
mereka asyik dengan berbagai kegiatan dan program, tetapi lupa mengkritisi apakah kegiatan
atau program tersebut sesuai atau tidak dengan pencapaian tujuan. Akhirnya, halaqoh/usroh
menjadi tidak produktif karena murobbi/naqib dan peserta terlena dengan nikmatnya
pergaulan dan soliditas di antara mereka.
3. Kurangnya semangat bersaing
Kurangnya semangat bersaing bisa menjadi sebab tidak produktivitasnya
halaqoh/usroh. Hilangnya etos bersaing membuat suatu kelompok merasa dalam kondisi
‗baik‘, sehingga tidak perlu meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya, tumbuhnya
semangat bersaing membuat suatu kelompok bersemangat untuk meningkatkan produktivitas.
Sebab mereka paham kalau kalah bersaing ‗nasib‘ mereka akan tergilas oleh pesaingnya.
Halaqoh/usroh perlu memiliki semangat bersaing, sehingga mereka terpacu untuk
meningkatkan produktivitas. Pesaing mereka secara internal adalah halaqoh/usroh lainnya.
Sesama halaqoh/usroh semestinya memiliki semangat bersaing untuk meningktakan kualitas.
Sedang secara eksternal adalah kelompok-kelompok kajian yang dibuat oleh jama’ah atau
organisasi lain. Bersaing adalah etos yang perlu dimiliki oleh kader Islam sesuai dengan
perintah Allah SWT, ―Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan (QS. 2 :
148). Hilangnya semangat bersaing akan membuat sebuah halaqoh/usroh menjadi kurang
produktif karena merasa tidak ada tantangan dan ancaman yang membahayakan eksistensi
keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Padahal di sekitar kita saat ini sudah banyak
bermunculan kelompok-kelompok kajian seperti halaqoh/usroh yang memiliki semangat
tinggi untuk merekrut massa. Jika halaqoh/usroh tidak produktif, maka orang tidak akan
merasakan manfaatnya mengikuti halaqoh/usroh. Mereka mungkin akan beralih mengikuti
kelompok-kelompok kajian lainnya yang dibuat oleh organisasi lain, baik yang beraliran
Islam maupun non Islam.
4. Percaya dengan ‘takdir‘ yang salah
Ada sebagian murobbi/naqib yang percaya bahwa maju atau tidaknya seorang
peserta tergantung dari kehendak Allah. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Memang segala
sesuatu di dunia ini terjadi karena kehendak (takdir) Allah, tetapi manusia mempunyai ikhtiar
agar takdir Allah tersebut menjadi baik untuk dirinya. Maju atau mundurnya kualitas peserta
tergantung pada ikhtiar murobbi/naqib dan peserta itu sendiri untuk merubah dirinya. Seorang
murobbi/naqib yang baik akan terus berusaha dengan tekun dan sabar untuk meningkatkan
produktivitas peserta dan tidak buru-buru pasrah dengan berlindung pada pengertian takdir
Allah yang salah. Murobbi/naqib yang cepat mengambil kesimpulan bahwa peserta yang
dibinanya tidak maju karena kehendak Allah akan menyebabkan rendahnya produktivitas
halaqoh/usroh. Hal ini karena ia sudah terlebih dahulu pesimis, sehingga tidak bersemangat
lagi untuk meningkatkan kualitas peserta halaqoh/usroh.
Ada pun sebab-sebab eksternal dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh
adalah :
a. Kurangnya motivasi
Murobbi/naqib dan peserta tidak saling memotivasi untuk meningkatkan
produktivitas. Mereka mungkin sudah putus asa karena telah mencoba berulang kali untuk
meningkatkan produktivitas tetapi selalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Akibatnya
mereka merasa kecewa dan tidak bersemangat lagi untuk saling mengingatkan pentingnya
produktivitas halaqoh/usroh.
b. Kurangnya penjelasan tentang tujuan
Sebab yang kedua bisa jadi karena peserta tidak memahami apa itu tujuan
halaqoh/usroh. Ketidakjelasan tersebut membuat peserta tidak termotivasi untuk produktif.
Hal ini mungkin karena murobbi/naqib sendiri juga tidak tahu secara jelas apa itu tujuan
halaqoh/usroh. Atau karena murobbi/naqib kurang memberikan penjelasan secara berulang-
ulang dalam berbagai kesempatan, sehingga peserta melupakan tujuan halaqoh/usroh.
Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh
Berkurangnya produktivitas halaqoh/usroh tidak terjadi dengan seketika. Ada
berbagai tahapan yang dilalui sebuah halaqoh/usroh hingga akhirnya mereka menjadi tidak
produktif. Tahapan tersebut adalah :
1. Tidak jelasnya tujuan
Tidak produktivitasnya suatu halaqoh/usroh biasanya berawal dari ketidakjelasan
tujuan. Murobbi/naqib dan peserta kurang memahami secara jelas apa itu sasaran
halaqoh/usroh. Mungkin mereka tidak bisa merumuskan tujuan halaqoh/usroh dengan bahasa
yang sederhana dan mudah diingat, sehingga bingung dan bias dalam memahami tujuan
halaqoh/usroh.
2. Terjebak dengan tujuan ‘palsu‘
Tidak jelasnya tujuan membuat murobbi/naqib dan peserta terjebak dengan tujuan-
tujuan ‘palsu‘, yaitu tujuan yang sebenarnya bukan tujuan halaqoh/usroh. Mereka terjebak
dengan membuat tujuan-tujuan tertentu yang sebenarnya mungkin hanya bagian kecil atau
tujuan antara dari tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Beberapa contoh tujuan ‘palsu‘
adalah meningkatkan ukhuwah (ukhuwah bukan tujuan tapi proses), meningkatkan ekonomi
peserta (tujuan ini hanya bagian kecil dari muwashofat), mencetak para da’i (tujuan ini bukan
tujuan sebenarnya, yang benar adalah mencetak murobbi yang da’i – da’i yang murobbi).
Terjebaknya mereka pada tujuan ‘palsu‘ disebabkan mereka berupaya merumuskan sendiri
tujuan halaqoh/usroh tanpa berupaya merujuk pada manhaj tarbiyah yang ada.
3. Disorientasi
Karena terjebak dengan tujuan ‗palsu‘, halaqoh/usroh menyia-nyiakan waktu dan
tenaga mereka untuk ‗berputar-putar‘ pada tujuan ‗palsu‘. Hal ini suatu ketika akan mereka
sadari. Mereka akan mempertanyakan kembali apa tujuan dari berkumpulnya mereka di
halaqoh/usroh. Mungkin di antara mereka kemudian mengalami distorsi makna (tidak
merasakan lagi manfaatnya berkumpul di halaqoh/usroh). Akhirnya, sebagian atau seluruh
personil halaqoh/usroh secara terang-terangan atau diam-diam mulai mengalami disorientasi
(bingung terhadap tujuan). Hal ini dapat berdampak lebih jauh pada semangat mereka untuk
mengikuti halaqoh/usroh. Mereka menjadi tidak bergairah dan apatis mengikuti perjalanan
halaqoh.usroh.
4. Stagnan
Akhirnya, tahap puncak dari tidak produktivitasnya halaqoh/usroh adalah munculnya
kondisi stagnan (jumud). Halaqoh/usroh kehilangan semangat untuk meningkatkan kualitas.
Mereka juga tertatih-tatih untuk tetap bertahan. Kejemuan menjadi penyakit umum yang
melanda seluruh personil halaqoh/usroh. Disini ada dua kemungkinan yang terjadi:
halaqoh/usroh bubar atau tetap bertahan tapi sekedar menjalankan kewajiban tanpa memiliki
ruh lagi untuk bergerak maju.
Bagan 8
Tahap-tahap tidak produktifnya halaqah/ usrah
Tidak jelasnya
tujuan
Terjebak dengan
tujuan palsu
Disorientasi
Stagnan
Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh
Murobbi/Naqib memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
produktivitas. Ia bertindak sebagai motivator, koordinator, dan evaluator dalam mencapai
tujuan halaqoh/usroh. Ia ibarat dirigen dalam sebuah konser musik yang memimpin peserta
untuk mencapai harmonisasi pencapaian tujuan. Di tangan murobbi/naqib, ketiga tujuan
halaqoh/usroh dapat tercapai secara simultan atau tidak. Peserta biasanya sekedar mengikuti
bimbingan dan arahan dari murobbi/naqibnya.
Oleh karena itu, tanggung jawab murobbi/naqib untuk meningkatkan produktivitas
halaqoh/usroh jauh lebih besar daripada tanggung jawab peserta. Tugas peserta sebenarnya
lebih banyak mengingatkan dan mendukung program peningkatan produktivitas di
halaqoh/usrohnya. Memang ada beberapa kasus dimana murobbi/naqib berupaya keras untuk
meningkatkan produktivitas halaqoh/usrohnya tapi tidak mendapatkan respon seimbang dari
peserta. Hal ini tentu akan memperlambat pencapaian produktivitas halaqoh/usroh. Idealnya,
murobbi/naqib dapat bekerjasama dengan peserta untuk meningkatkan produktivitas
halaqoh/usroh.
Tes Halaqoh/Usroh Muntijah
Apakah Anda ingin mengetahui seperti apa tipe halaqoh/usroh yang Anda tangani
atau yang Anda menjadi peserta di dalamnya? Di bawah ini ada tes sederhana untuk
mengetahui tipe halaqah/usroh Anda.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan ―Ya (Y) atau ―Tidak (T)
sesuai dengan apa yang Anda anggap paling sesuai dengan kondisi halaqoh/usroh Anda.
Jawablah secara jujur dan spontan menurut pendapat pribadi Anda, bukan menurut pendapat
orang lain.
No Pernyataan Ya Tidak 1 Sebagian peserta halaqoh/usroh tidak memahami tujuan halaqoh/usroh
2 Sebagian besar peserta merasakan manisnya/indahnya ukhuwah dalam
halaqoh/usroh
3 Tidak sering melakukan variasi acara dalam pertemuan halaqoh/usroh
4 Halaqoh/usroh berjalan monoton dan tanpa arah
5 Ada figuritas terhadap orang tertentu dalam halaqoh/usroh
6 Sebagian besar peserta telah mencapai muwashofat dan sepertinya sudah
memenuhi syarat untuk naik jenjang
7 Ada konflik berkepanjangan di antara sebagian peserta halaqoh/usroh
8 Halaqoh/usroh tidak memiliki program kerja
9 Sebagian peserta halaqoh/usroh kurang bersemangat untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh
10 Sebagian besar anggota merasa halaqoh/usroh membantu pengembangan
potensinya
11 Sebagian besar program halaqoh/usroh yang direncanakan tidak berjalan
12 Sebagian besar peserta halaqoh/usroh hadir ke usroh sekedar untuk menunaikan
kewajiban
13 Sebagian besar peserta memiliki tugas struktural dalam dakwah
14 Rata-rata kehadiran peserta di bawah 80% dari jumlah peserta seharusnya
15 Sebagian besar peserta telah menjadi murobbi (memiliki binaan)
16 Murobbi/naqib kurang memberikan keteladanan, terutama dalam kehadiran
17 Murobbi/naqib jarang memberikan arahan dan tidak mampu bersikap tegas
18 Halaqoh/usroh sering berjalan tanpa agenda yang jelas
19 Ada beberapa peserta yang memiliki kebiasaan sering tidak hadir dalam
halaqoh/usroh
20 Semakin besar peserta merasa halaqoh/usrohnya solid dan kompak
Kunci Jawaban :
Berilah nilai jawaban ‘ya‘ dengan nilai 1 dan jawaban ‘tidak‘ dengan nilai 0.
Jumlahkan nilai setiap jawaban pada tempat yang telah disediakan. Jumlah nilai yang
tertinggi menunjukkan tipe halaqoh/usroh Anda.
Jenuh Paguyuban Rendah Sukses
3 ... 1 ... 4 ... 2 ...
9 ... 6 ... 7 ... 6 ...
12 ... 11 ... 8 ... 10 ...
16 ... 18 ... 14 ... 13 ...
19 ... 20 ... 17 ... 15 ...
Jml: ... Jml: ... Jml: ... Jml: ...
KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN PRODUKTIVITAS
HALAQOH/USROH
Jika kalian mampu menunaikan kewajiban-kewajiban ini, baik yang bersifat induvidul, sosial
maupun finansial, maka pila-pilar sistem usroh ini pasti akan eksis. Akan tetapi apabila
kalian menyia-nyiakannya, maka ia pun akan melemah dan akhirnya hancur.
Pada kehancurannya ini ada kerugian besar bagi da‟wah ini, padahal pada saat ini ia
menjadi harapan Islam dan kaum muslimin
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)
DINAMISASI DALAM MELAKUKAN proses dan produktif dalam mencapai
tujuan merupakan indikator dari halaqoh/usroh yang muntijah (sukses). Tanpa dinamisasi dan
produktivitas tidak mungkin sebuah halaqoh/usroh dapat memperoleh kesuksesan. Keduanya
sama-sama penting dan sama-sama perlu dicapai secara seimbang jika sebuah halaqoh/usroh
ingin sukses.
5
Dalam kenyataannya, tidak semua halaqoh/usroh mempunyai perhatian yang seimbang
dalam mengembangkan dinamisasi dan produktivitas. Ada halaqoh/usroh yang lebih
menitikberatkan programnya pada peningkatan dinamisasi.
Akan tetapi ada juga halaqoh/usroh yang lebih mementingkan program yang terkait
dengan produktivitas saja. Ketidakseimbangan dalam dinamisasi dan produktivitas cepat atau
lambat akan membahayakan keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh bisa
berubah menjadi sekedar wadah bernama ‗halaqoh/usroh‘, tapi sebenarnya telah kehilangan
esensinya. Sebab esensi keberadaan halaqoh/usroh untuk mencetak kader Islam yang tangguh
tak mungkin terwujud tanpa menyeimbangkan faktor dinamisasi dan produktivitas secara
seimbang.
Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi
Seperti yang terlihat pada bagan…(hal…..), halaqoh/usroh yang lebih berfokus pada
dinamisasi dan mengabaikan produktivitas akan berubah menjadi halaqoh/usroh ‘paguyuban‘.
Halaqoh/usroh seperti itu terasa nikmat untuk diikuti karena suasananya yang akrab, ceria dan
penuh dengan persaudaraan. Namun berasyik-asyik dengan suasana akrab dan bersaudara
dapat membuat halaqoh/usroh lupa akan kewajibannya untuk mencapai tujuan.
Ada beberapa bahaya yang dapat terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada
dinamisasi dan mengabaikan produktivitas. Bahaya-bahaya tersebut antara lain :
1. Lambat mencapai tujuan
Terlalu berfokus pada pembentukan suasana yang akrab dan dinamis bisa membuat
halaqoh/usroh lambat untuk mencapai tujuannya. Tujuan yang seharusnya bisa dicapai pada
periode tertentu bisa menjadi lebih lama karena murobbi/naqib dan peserta lebih
mementingkan pembentukan suasana ‗ukhuwah‘. Halaqoh/usroh terlalu banyak
menghabiskan waktunya untuk membicarakan hal-hal yang bersifat human oriented
(membina hubungan baik dengan orang lain). Terlalu banyak waktunya habis untuk
‘bermanis-manis‘ dan bersenda gurau dalam rangka mempererat pergaulan. Terlalu banyak
mengadakan acara-acara yang sifatnya pengakraban. Semua itu dapat membuat halaqoh/usroh
kurang memiliki waktu yang cukup untuk membahas berbagai program untuk mencapai
tujuan. Akhirnya, karena waktu untuk membahas program kurang, halaqoh/usroh menjadi
lambat atau bahkan tidak mencapai tujuannya.
2. Mengabaikan prioritas
Terlalu asyik dengan suasana yang menyenangkan bisa berdampak lebih jauh pada
pengabaian prioritas. Halaqoh/usroh menjadi abai bahwa prioritas utama yang perlu
dibicarakan adalah program dan persoalan yang terkait dengan pencapaian tujuan. Mereka
lebih sibuk membahas program dan persoalan yang tak ada hubungannya dengan pencapaian
tujuan. Mungkin saking banyaknya yang perlu dibahas, mereka jadi bingung menentukan
skala prioritas agenda pembicaraan. Hal-hal yang mestinya dibahas menjadi terabaikan.
Sebaliknya, persoalan yang semestinya tak perlu dibicarakan panjang lebar justru menyita
waktu yang banyak, sehingga halaqoh/usroh kehilangan skala prioritas dalam membuat
program dan kegiatan.
3. Keberhasilan semu
Bahaya berikutnya dari halaqoh/usroh yang terlalu mementingkan dinamisasi adalah
munculnya keberhasilan yang semu. Sebagai contoh, ketika murobbi/naqib atau peserta
ditanya oleh ikhwah lain tentang kondisi halaqoh/usrohnya mereka menjawab
halaqoh/usrohnya dalam kondisi baik. Kalau ditanya lebih lanjut apa alasannya mengatakan
kondisi halaqoh/usrohnya baik, mereka menjawab karena personil halaqoh/usroh akrab satu
sama lain, betah dan rutin kehadirannya. Jawaban semacam itu tidak sepenuhnya benar.
Jawaban tersebut menunjukkan murobbi/naqib atau peserta terjebak pada keberhasilan yang
semu. Hal itu karena indikator keberhasilan sebuah halaqoh/usroh bukan hanya ditunjukkan
oleh akrab dan rutinnya kehadiran para personilnya, tapi juga oleh produktivitas yang
dihasilkannya. Sampai sejauh mana halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuannya juga harus
dijadikan perhatian oleh murobbi/naqib dan peserta dalam menilai kondisi halaqoh/usroh.
Perasaan berhasil yang semu akan muncul jika halaqoh/usroh terlalu asyik dengan kegiatan
berorientasi dinamisasi dan pada saat yang sama lalai dengan kegiatan yang berorientasi pada
produktivitas.
4. Fanatisme/figuritas
Halaqoh/usroh yang mementingkan dinamisasi dan mengabaikan produktivitas juga
dapat menjadi fanatik kepada kelompoknya. Hal ini disebabkan mereka menjadi terlalu betah
dengan kelompoknya. Mereka merasa senang dan suka dengan kelompoknya. Perasaan ini
bisa berdampak pada pembelaan kelompok yang berlebihan. Akhirnya berlaku prinsip ―right
or wrong is my team‖ (benar atau salah saya tidak peduli, yang penting dia adalah kelompok
saya).
Orientasi kepada dinamisasi yang berlebihan juga berdampak pada figuritas,
terutama kepada murobbi/naqib. Peserta menjadi tidak kritis lagi terhadap sikap dan perilaku
murobbi/naqib. Apa yang disampaikan murobbi/naqib pasti dianggap benar. Padahal
murobbi/naqib juga bisa salah dalam mengemukakan pendapatnya. Mereka juga terlalu
mengidolakan murobbi/naqibnya. Mereka menjadi terlalu tergantung pada murobbi/naqib,
sehingga tidak bisa mandiri dan kreatif tanpa ada campur tangan langsung dari
murobbi/naqib.
Padahal yang diharapkan dari pembinaan di dalam halaqoh/usroh adalah lahirnya
pribadi-pribadi yang tidak berpandangan sempit terhadap kelompoknya (ashobiyyah). Tidak
menganggap hanya kelompoknya saja yang paling baik, sedang kelompok lainnya pasti lebih
buruk. Halaqoh/usroh juga tidak menginginkan tampilnya pribadi-pribadi yang mengidolakan
orang tertentu (termasuk mengidolakan murobbi/naqib), kecuali hanya mengidolakan Nabi
Muhammad saw. Yang diinginkan adalah tampilnya pribadi-pribadi yang berpandangan luas
dan mau menerima kebenaran dari mana saja. Mandiri dan kreatif dalam mengambil
keputusan. Tidak tergantung pada orang tertentu dan siap menjadi kader penerus estafeta
perjuangan.
Fanatisme dan figuritas yang berlebihan juga bisa menjadi problem dalam amal
jama’i. Orang yang fanatik pada kelompoknya dan berfigur pada orang tertentu menjadi sulit
untuk beramal jama’i dengan orang lain. Ia akan memilih-milih kepada siapa ia akan bekerja
sama. Peserta yang fanatik dan berfigur juga menjadi sulit untuk dipindahkan kepada
murobbi/naqib lain, sehingga bisa mempersulit proses kenaikan jenjang dan sistem penataan
jama’ah.
Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas
Sebaliknya, jika halaqoh/usroh terlalu berorientasi pada produktivitas dan
mengabaikan pentingnya dinamisasi akan timbul berbagai bahaya berikut :
1. Kejenuhan yang kronis
Halaqoh/usroh yang terlalu berorientasi pada produktivitas dapat berdampak pada
hilangnya suasana persaudaraan. Keakraban menjadi hambar dan keceriaan menjadi langka.
Suasana tersebut menimbulkan perasaan bosan. Apalagi jika di tengah-tengah perasaan bosan
tersebut peserta dituntut untuk terus menerus mengejar target-target tertentu (produktif), maka
perasaan bosan tersebut akan semakin memuncak lagi. Jika suasana tersebut berlangsung
dalam waktu yang lama, perasaan bosan akan berubah menjadi kejenuhan yang kronis.
Peserta atau murobbi/naqib yang mengalami kejenuhan kronis akan semakin sulit dan lama
untuk diobati. Mungkin malah tidak dapat disembuhkan sehingga walau suasana
halaqoh/usroh telah berubah menjadi dinamis, personil halaqoh/usroh yang telah mengalami
kejenuhan kronis tidak lagi dapat menikmati suasana halaqoh/usroh.
2. Hilangnya antusiasme
Kejenuhan dalam perjalanan halaqah/usroh akan berdampak pada hilangnya
antusiasme. Bukan hanya hilangnya antusias pada diri peserta, tapi juga murobbi/naqib.
Peserta dan murobbi/naqib akan kehilangan gairah untuk mengikuti jalannya halaqah/usroh,
sehingga akhirnya agenda-agenda halaqah diselesaikan asal jalan.
Ketika personil halaqah/usroh membuat tugas dan program, maka pembuatannya
tanpa keterlibatan penuh dari seluruh peserta. Ada yang aktif memberikan usulan dan ada
juga yang tidak. Bahkan mungkin ada peserta yang masa bodo terhadap tugas dan program
yang dibuat.
Peserta dan murobbi/naqib juga menjadi enggan untuk terlibat lebih jauh dengan
permasalahan yang muncul dalam halaqah/usroh. Bahkan mungkin jika ada permasalahan
yang cukup berat, para personil halaqah/usroh enggan untuk membahasnya sampai tuntas.
Mungkin malah persoalan tersebut dikembalikan penyelesaiannya kepada yang memiliki
masalah tanpa kegairahan dari yang lain untuk membantunya.
3. Kehadiran yang tidak rutin
Dampak yang paling konkrit dari kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh adalah
kehadiran yang tidak rutin dari para personilnya. Kalau pun hadir, biasanya datang terlambat.
Peserta dan murobbi/naqib berubah menjadi orang-orang yang ‘pintar‘ membuat dalih agar
dapat absen atau terlambat menghadiri halaqoh/usroh. ‘Kepintaran‘ mereka tampak dari
berbagai alasan yang tampak logis dan sesuai syar‘i.
Namun hati kecil mereka sebenarnya tahu bahwa ketidakhadiran atau keterlambatan
mereka disebabkan jemu dengan halaqoh/usroh. Barangkali mereka juga tidak menyadari
bahwa alasan ketidakhadiran atau keterlambatan mereka sebenarnya sudah tidak logis atau
tidak syar‘i lagi. Mereka mungkin malah tersinggung jika ditegur atau diberitahu. Biasanya
kejenuhan memang membuat orang melakukan rasionalisasi tentang perbuatannya, yang
akhirnya diyakini oleh orang tersebut sebagai kebenaran.
4. Keringnya iman dan lemahnya kontrol diri
Kejenuhan yang terjadi akibat terlalu berorientasi pada produktivitas juga dapat
berdampak pada keringnya iman para personil halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi dapat
merasakan siraman rohani yang menyejukkan hati. Acara halaqoh/usroh berubah menjadi
acara rapat organisasi biasa yang penuh dengan pembahasan program. Tidak ada lagi suasana
yang menggetarkan kalbu dan mengakrabkan hati-hati mereka. Pertemuan menjadi kering
dari nilai-nilai ruhiyah.
Keringnya iman dapat berdampak pada lemahnya kontrol diri. Kewaspadaan untuk
tidak berbuat maksiat semakin melemah. Keinginan untuk berbuat maksiat semakin tinggi.
Pada kondisi ini mungkin saja seorang personil halaqoh/usroh terjerumus pada perbuatan
maksiat. Sebagian dari kasus tentang aktivis da‘wah yang melakukan kemaksiatan
mengindakasikan adanya hubungan antara kemaksiatan yang dilakukan dengan kejenuhan di
dalam halaqoh/usroh. Hal ini menunjukkan bahwa peran halaqoh/usroh memang cukup besar
dalam menjaga iman seorang aktivis da‘wah.
Ketika halaqoh/usroh kehilangan daya ruhnya, maka kontrol diri personil
halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan menjadi semakin lemah. Sebaliknya, ketika
halaqoh/usroh mempunyai daya ruh yang kuat dalam memelihara iman para personilnya,
maka kontrol diri personil halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan juga menjadi semakin
kuat. Ini adalah hal yang wajar karena halaqoh/usroh pada umumnya dianggap oleh para
aktivis da‘wah sebagai tempat rehabilitasi mental yang utama.
5. Tumpulnya kreativitas
Semakin jenuh perasaan seseorang biasanya semakin tumpul daya kreativitasnya.
Jika para personil halaqoh/usroh sering dilanda kejenuhan, maka kemampuan mereka untuk
bersikap kreatif juga menjadi tumpul. Kreativitas tidak mungkin dibangun dalam suasana
yang monoton dan membosankan. Kreativitas hanya tumbuh pada suasana yang dinamis.
Dimana setiap orang bebas dan nyaman untuk menyampaikan ide-idenya. Suasana yang
membosankan harus diubah dulu menjadi suasana yang dinamis untuk memancing
munculnya sikap dan kebiasaan yang kreatif. Tanpa pengkondisian suasana yang dinamis
tidak mungkin kreativitas akan tumbuh dengan subur.
6. Lemahnya ikatan ukhuwah
Tentu saja kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh juga akan berdampak pada ikatan
ukhuwah. Rasa persaudaraan di antara personil halaqoh/usroh menjadi renggang dan hambar.
Keluhan yang sering muncul biasanya adalah keluhan tentang kurangnya rasa ukhuwah di
antara personil halaqoh/usroh. Ukhuwah berubah menjadi slogan belaka. Tanpa dapat
dirasakan manisnya oleh para personil halaqoh/usroh.
7. Kalah bersaing
Saat ini model pembinaan halaqoh/usroh mendapat saingan dari kelompok-kelompok
Islam ekstrim, sekuler, sosialis, dan Nasrani. Kelompok-kelompok tersebut juga membina
anggotanya dengan model halaqoh/usroh. Mereka juga merekrut massa (mad’u) dengan cara
pembinaan seperti dalam halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib tidak mampu membuat peserta
senang dan betah dalam halaqoh/usroh bisa jadi peserta akan ‗lari‘ kepada kelompok lain
yang model pembinaannya seperti halaqoh/usrohnya tetapi mampu berjalan dinamis. Hal ini
perlu dijadikan peringatan oleh para aktivis da‘wah, khususnya para murobbi/naqib, bahwa
model pembinaan yang membosankan dan monoton bisa jadi membuat mad’u mencari
‘pelarian‘ di organisasi atau jama’ah lain. Aktivis da‘wah bisa kalah bersaing dengan
organisasi atau jama’ah lain dalam merekrut massa (mad’u).
8. Prestasi yang tidak maksimal
Akhirnya, kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh dapat berdampak pada
ketidaksungguhan personil untuk menyelesaikan tugas dan program. Tidak ada keinginan dari
personil halaqoh/usroh untuk memperoleh prestasi maksimal. Karena kejenuhan yang
dialami, mereka cukup puas hanya dengan hasil yang minimal atau tanggung. Bahkan
mungkin ketika tugas dan program tersebut tidak berjalan, tidak ada penyesalan atau rasa
bersalah yang muncul. Mereka menjadi cepat puas dan tidak mempunyai antusiasme untuk
meraih prestasi maksimal.
Hal-hal yang dikemukakan di atas bisa saja terjadi jika halaqoh/usroh hanya
berorientasi pada satu dari dua dimensi kesuksesan halaqoh/usroh, yaitu hanya berorientasi
pada dinamisasi atau pada produktivitas saja.
Bahaya-bahaya yang disebutkan di atas akan semakin besar peluang terjadinya jika
halaqoh/usroh lemah pada kedua dimensi. Lemah pada dinamisasi, sekaligus lemah pada
produktivitas. Jika hal itu yang terjadi, maka halaqoh/usroh telah gagal mewujudkan misinya
sebagai wadah pengkaderan aktivis Islam yang mumpuni.
RUMUS MENINGKATKAN DINAMISASI HALAQOH/USROH
Para pewaris da‟wah, baik dari kalangan muda maupun tua, sangat membutuhkan perhatian
ekstra, pengarahan yang baik dan pembekalan dengan wawasan pengetahuan yang
memadai. Semua ini merupakan amanat besar yang tidak seorang pun sanggup
mengembannya kecuali yang disiapkan dalam usroh serta lebur dalam sistem dan program-
programnya
(DR. Ali Abdul Halim Mahmud)
PEMBAHASAN YANG AGAK panjang lebar tentang dinamisasi dan
produktivitas serta berbagai dampak yang menyertainya mudah-mudahan menyadarkan kita
tentang pentingnya memperhatikan kedua masalah ini (dinamisasi dan produktivitas) secara
lebih serius dalam perjalanan halaqoh/usroh.
6
Cara untuk meningkatkan dinamisasi halaqah/usrah adalah dengan meningkatkan nilai dari
masing-masing variabel. Tugas seorang murabbi/naqib dan peserta adalah bagaimana agar
pertemuan halaqah/usrah selalu bervariasi, selalu ada keikhlasan, keteladanan, dan selalu
terjaganya semangat untuk mencapai tujuan, sehingga dapat tercipta kedinamisan.
Sekarang masalahnya bagaimana cara meningkatkan dinamisasi dan produktivitas
halaqoh/usroh? Tentu ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan
menggunakan rumus di bawah ini :
Rumus Dinamisasi Halaqoh/Usroh :
D = n(Pb) (I + K + T)
Keterangan :
D = Dinamisasi
n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan
Rumus Produktivitas Halaqoh/Usroh
Penjelasan terhadap rumus di atas akan dibahas kemudian. Kita awali terlebih dahulu
dengan menjelaskan bagaimana cara terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh.
Formula Terjadinya Kejenuhan dalam Halaqoh/Usroh
Lawan dari dinamisasi adalah kejenuhan. Kejenuhan terjadi ketika variasi/perubahan
dalam pertemuan halaqoh/usroh jarang dilakukan. Ditambah tidak adanya keikhlasan,
keteladanan dan semangat untuk mencapai tujuan. Formulasinya sebagai berikut :
J = n(Pt) / n(Pb) – (I + K + T)
Keterangan :
J = Kejenuhan
n(Pt) = Jumlah Pertemuan
n(PB) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan
Dari formulasi/rumus di atas dapat terlihat bahwa tingkat kejenuhan di dalam
halaqoh/usroh tergantung pada lima variabel, yaitu jumlah pertemuan, jumlah variasi
perubahan yang dilakukan dalam pertemuan, keikhlasan, keteladanan dan semangat untuk
mencapai tujuan.
Jumlah pertemuan ( n(Pt) ) adalah banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh sebuah
halaqoh/usroh dalam jangka waktu tertentu. Sedang jumlah variasi perubahan ( n(Pb) ) adalah
banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan dalam pertemuan halaqoh/usroh. Variasi
perubahan tersebut berupa inovasi yang dilakukan murobbi/naqib dan peserta untuk membuat
halaqoh/usroh berlangsung secara dinamis. Variasi perubahan tersebut bisa terjadi dalam :
1. Sistem belajar
Sistem belajar yang dilakukan tidah hanya berupa gaya lesehan di dalam ruangan
tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, menjadi sistem kelas, belajar di ruang
terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.
2. Metode penyampaian
Penyampaian materi/madah tidak melulu berupa ceramah, tetapi diubah-ubah dalam
setiap pertemuan menjadi diskusi, seminar, games, studi kasus, simulasi, bedah buku, dan
lain-lain.
3. Media/alat belajar
Misalnya, penggunaan sarana belajar tidak melulu menggunakan lembaran foto
copy, tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan dengan menggunakan sarana belajar lain,
seperti papan tulis, OHP (Over head Projector), LCD, lembar peraga, alat demo/simulasi, dan
lain-lain.
4. Materi/madah
Materi tidak disampaikan secara monoton, tetapi diubah-ubah penjabarannya dalam
setiap pertemuan dengan menggunakan berbagai ilustrasi, dalil, atau contoh yang berbeda
dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
5. Agenda acara
Sistematika dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan tidak statis, tetapi
diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, penyampaian madah bisa disampaikan di
awal atau di akhir halaqoh/usroh; pembahasan program bisa dilakukan di awal atau di
pertengahan acara halaqoh/usroh. Contoh lainnya, pertemuan pekan ini ada agenda acara
tentang evaluasi program, pekan depan tidak ada dan diganti dengan agenda acara lain berupa
setoran hapalan ayat (muroja’ah).
6. Waktu pertemuan
Waktu pertemuan tidak melulu berlangsung dalam waktu dua jam, tetapi berubah-
ubah, misalnya, menjadi satu jam pada pekan ini dan menjadi 3-4 jam pada pekan depan.
Atau waktu pertemuan diubah tidak selalu malam Rabu, misalnya, tetapi diubah-ubah
menjadi pagi atau malam lainnya.
7. Tempat pertemuan
Tempat pertemuan, misalnya, tidak melulu di rumah murobbi/naqib, tetapi berubah-
ubah dalam setiap pertemuan menjadi di rumah peserta A, B, C, dan lain-lain.
8. Komposisi peserta
Komposisi peserta sewaktu-waktu perlu diubah agar tidak menimbulkan kebosanan.
Ada yang dimutasikan ke halaqoh/usroh lain atau ada pindahan peserta dari halaqoh/usroh
lain.
Sedang yang dimaksud Keikhlasan (K) adalah upaya yang dilakukan setiap personil
untuk selalu memelihara keikhlasan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Upaya ini perlu
selalu diingatkan oleh murobbi/naqib, sehingga peserta terdorong untuk memelihara
keikhlasannya.
Variabel Keteladanan (K) adalah perkataan dan perbuatan yang dilakukan
murobbi/naqib atau peserta yang dapat menjadi contoh bagi yang lainnya. Baik hal tersebut
menyangkut kedisiplinan, kejujuran, kedermawanan, pengorbanan, dan lain-lain.
Variabel semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah kejelasan tujuan yang diiringi
oleh semangat dari personil halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu :
a. Kejelasan dan semangat untuk mencapai muwashofat yang telah ditentukan
b. Kejelasan dan semangat untuk mencapai terbentuknya murobbi-murobbi yang
handal
c. Kejelasan dan semangat untuk mencapai pengembangan potensi yang maksimal
Jika kita ingin mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejenuhan (J) sebuah
halaqoh/usroh, maka kelima variabel di atas perlu diukur. Namun karena halaqoh/usroh
merupakan sistem sosial kita tidak dapat mengukurnya secara eksak (pasti), tetapi secara
relatif melalui perkiraan saja. Misalnya, jumlah pertemuan dalam setahun ( n (Pt) ) 50 kali,
jumlah variasi perubahan ( n (Pb) ) diperkirakan sebanyak 25 kali (hal ini bisa dilihat dari
berbagai perubahan dalam berbagai sisi seperti yang telah dikemukakan di atas dalam setiap
pertemuan halaqoh/usroh). Kemudian tingkat Keikhlasan (K), Keteladanan (K) dan semangat
mencapai Tujuan (T) kita perkirakan tinggi (misalnya : nilai 3 untuk tinggi; 2 untuk sedang; 1
untuk kurang), maka tingkat kejenuhan yang terjadi pada halaqoh/usroh tersebut adalah :
50/25 – (3+3+3) = -7
Semakin kecil nilai kejenuhan, maka semakin rendah tingkat kejenuhan yang terjadi
pada halaqoh/usroh. Artinya, semakin baik dinamisasi yang terjadi dalam halaqoh/usroh.
Sebaliknya, semakin besar nilai kejenuhan, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan yang
terjadi dalam halaqoh/usroh. Hal ini berarti semakin tidak baik dinamisasi yang terjadi di
dalam halaqoh/usroh tersebut.
Sebaiknya agar evaluasi bisa lebih obyektif, maka perlu disepakati besaran nilai
untuk setiap variabel oleh seluruh personil halaqoh/usroh, sehingga setiap personil tidak
memiliki perbedaan pendapat tentang tingkat kejenuhan yang terjadi dalam
halaqoh/usrohnya. Kemudian untuk menilai kemajuan atau kemunduran tingkat kejenuhan
yang terjadi, maka sebaiknya bandingkan hasil tingkat kejenuhan tersebut dengan hasil
tingkat kejenuhan pada periode yang lalu (misalnya setahun atau 6 bulan yang lalu).
Penjelasan tentang Rumus Mendinamiskan Halaqoh/Usroh
Seperti yang telah dikemukakan di atas, rumus mendinamiskan halaqoh/usroh
adalah:
D = n(Pb) (I + K + T)
Keterangan :
D = Dinamisasi
n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan
Hal ini berarti cara untuk meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh adalah dengan
meningkatkan nilai dari masing-masing variabel. Tugas seorang murobbi/naqib dan peserta
adalah bagaimana agar pertemuan halaqoh/usroh selalu bervariasi, sehingga n (Pb)-nya
meningkat. Bagaimana agar Keikhlasan (I) selalu terpelihara, Keteladanan (K) selalu ada, dan
semangat untuk mencapai Tujuan (T) selalu terjaga, sehingga nilai dari masing-masing
variabel tersebut menjadi tinggi.
Disini perlu dijelaskan dikalikannya n (PB) dengan I+K+T menunjukkan bahwa
Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) bobotnya lebih besar
daripada jumlah variasi perubahan ( n(Pb) ). Artinya, walau jumlah variasi perubahan ( n(Pb)
) kecil, tapi jika Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) besar,
maka halaqoh/usroh tetap bisa mencapai dinamisasi. Hal itu karena Keikhlasan (I),
Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) memang memiliki peranan yang lebih
besar dalam mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika ketiga hal tersebut tetap tinggi di
dalam halaqoh/usroh biasanya suasana dinamis tetap terpelihara, walau jumlah variasi
perubahan ( n (PB) ) kecil.
Jika disimak lebih jauh, mana dari ketiga variabel (Keikhlasan, Keteladanan, dan
semangat mencapai Tujuan) yang lebih besar nilainya, jawabannya adalah Keikhlasan (I)
menempati urutan pertama, Keteladanan (K) menempati urutan kedua, dan semangat
mencapai Tujuan (T) menempati urutan ketiga. Ini artinya murobbi/naqib dan peserta perlu
memprioritaskan upaya peningkatan Keikhlasan (I), setelah itu Keteladanan (K) dan terakhir
semangat mencapai Tujuan (T) agar halaqoh/usroh dapat berjalan dinamis.
Namun perlu diingatkan disini bahwa melakukan variasi perubahan ( n (Pb) ) bukan
kemudian menjadi tidak penting, n (Pb) justru bisa menjadi alat untuk menstimulus
munculnya Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T). Dengan
suasana yang variatif, halaqoh/usroh bisa memotivasi munculnya keikhlasan, keteladanan dan
semangat mencapai tujuan yang variatif pula, sehingga personil halaqoh/usroh menjadi lebih
kaya dengan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan Keikhlasan (I), Keteladanan
(K), dan semangat mencapai Tujuan (T) tersebut.
Kiat Meningkatkan Nilai n (PB)
Meningkatkan nilai n (PB) berarti memperbanyak jumlah variasi perubahan yang
dilakukan dalam halaqoh/usroh. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik itu yang
menyangkut sistem belajar, metode penyampaian, agenda acara, alat belajar, dan lain-lain.
Yang penting inovasi yang dilakukan itu tidak bertentangan dengan syar‘i.
Modal utama yang dibutuhkan dalam meningkatkan nilai n (Pb) adalah kreativitas.
Yaitu, kemampuan untuk berani menghadirkan cara-cara baru dalam mendinamiskan
halaqoh/usroh. Namun sayangnya tidak semua murobbi/naqib memiliki kemampuan kreatif.
Kurang kreatifnya murobbi/naqib disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Kurangnya waktu untuk mengadakan persiapan mengisi halaqoh/usroh.
2. Kurangnya wawasan dan pengalaman menjadi murobbi/naqib.
3. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqoh/usroh secara kreatif.
4. Kurang terbiasanya melakukan aktivitas harian secara kreatif.
5. Kurangnya motivasi untuk membina secara serius (halaqoh/usroh hanya sekedar
jalan).
Pada lampiran buku ini disertakan beberapa contoh kegiatan variatif yang bisa
dilakukan halaqoh/usroh. Masih banyak lagi bentuk-bentuk kreativitas lain yang bisa
dilakukan oleh halaqoh/usroh selama mereka serius mau mewujudkannya. Sesungguhnya
tidak ada batasan bagi murobbi/naqib dan peserta mengkreasikan acara halaqoh/usroh. Yang
penting kreativitas tersebut tidak bertentangan dengan syar‘i dan tetap mengarah pada
pencapaian tujuan halaqoh/usroh.
Selain itu, agar kreativitas dapat menjadi kultur baru dalam halaqoh/usroh, maka
murobbi/naqib perlu melakukan berbagai cara, antara lain :
1. Memberikan motivasi terus menerus kepada peserta agar meningkatkan kreativitas.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan di dalam halaqoh/usroh yang dapat menambah
keakraban dan keterbukaan.
3. Membuat suasana halaqoh/usroh yang santai dan menyenangkan, tapi tetap serius
agar peserta berani menyampaikan ide-idenya.
4. Menghargai prakarsa dan kritik peserta serta tidak melulu melakukan kecaman atau
celaan terhadap pendapat-pendapat mereka.
5. Membudayakan musyawarah/mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
6. Menumbuhkan suasana saling mempercayai dan memelihara sikap adil (tidak berat
sebelah).
7. Melakukan pengawasan secara wajar (tidak terlalu ketat).
8. Membuat mekanisme komunikasi yang terbuka di dalam maupun di luar halaqoh.
9. Memberikan keteladanan kepada peserta tentang kreativitas (murobbi/naqib sendiri
harus menunjukkan kreativitasnya kepada peserta).
Cara-cara menumbuhkan budaya kreatif di atas akan memancing munculnya ide-ide
baru yang dapat meningkatkan variasi perubahan ( n(Pb) ) di dalam halaqoh/usroh.
Perlu juga diingatkan disini bahwa inisiatif melakukan variasi perubahan tidak mesti
datangnya dari murobbi/naqib, tapi bisa juga datang dari peserta. Murobbi/naqib semestinya
dapat menerima berbagai usulan variasi perubahan dari peserta tanpa takut ‘kekuasaannya‘
merasa diinvasi oleh peserta. Selama usulan tersebut baik tak ada salahnya bagi
murobbi/naqib untuk menerimanya. Bahkan hal tersebut dapat menumbuhkan sense of
belonging (rasa memiliki) dari peserta untuk meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh.
Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I)
Mengapa keikhlasan dapat meningkatkan kedinamisan dalam halaqoh/usroh? Sebab
dengan ikhlas, hati menjadi bersih dari penyakit hati. Niat kita beramal hanya semata-mata
untuk taqorubub ilaLlah (mendekatkan diri kepada Allah). Imam Ghazali berjata : ―Orang
yang ikhlas ialah orang yang tidak ada motivasi yang membangkitkannya kecuali mencari
taqorrub kepada Allah‖. Sedang perasaan bosan adalah penyakit hati. Dengan ikhlas, kita
terhindar dari penyakit hati berupa kebosanan walau kita berada dalam suasana monoton
sekali pun. Itulah sebabnya, Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk
selalu ikhlas dalam beribadah. Sebab dengan ikhlas, ibadah yang dilakukan berulang-ulang
dan monoton seperti sholat tidak terasa menjemukan. Bahkan menjadi mengasyikan dan
menentramkan. Syaratnya adalah hadirnya keikhlasan.
Hal ini juga berlaku dalam amal lain, termasuk dalam halaqoh/usroh. Dengan
hadirnya keikhlasan, kita akan lebih betah berada di dalam halaqoh/usroh walau suasananya
monoton. Namun hal ini membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Ketika keikhlasan kita
tercemar, perasaan bosan akan mudah muncul jika halaqoh/usroh berjalan monoton.
Sebenarnya dengan keikhlasan saja kita dapat betah (tidak bosan) mengikuti
halaqoh/usroh. Permasalahannya adalah menjaga keikhlasan yang prima itu seringkali sulit.
Apalagi kalau kita pernah memiliki masalah atau pernah mengalami kekecewaan dengan
personil lain di dalam halaqoh/usroh. Oleh karena itu, variabel keikhlasan saja tidak cukup,
perlu ada variabel lain (yaitu : variasi perubahan, keteladanan dan semangat mencapai tujuan)
untuk membantu kita agar betah dan tidak jenuh mengikuti halaqoh/usroh.
Untuk meningkatkan nilai Keikhlasan (I), ada berbagai cara yang dapat dilakukan.
Para ulama di berbagai masa telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara meningkatkan
keikhlasan. Mungkin disini cukuplah diberikan satu contoh saja cara meningkatkan
keikhlasan menurut Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Terapi Mental Aktivis
Harakah:
1. Harus mengingat akibat yang ditimbulkannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Akibatnya, antara lain :
- Tidak mendapatkan taufik dan hidayah
- Gangguan psikologis
- Tidak berwibawa
- Tidak dipedulikan orang lain
- Tidak tekun beramal
- Terungkap kejelekannya di dunia dan akan dapat disaksikan pada hari kiamat
- Terjerumus kepada tipu daya ujub, lantas tertipu oleh dirinya sendiri dan takabbur
- Amal menjadi batil
- Siksa yang besar di akhirat
2. Menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang suka riya‘ (suka memamerkan
amal) dan sum’ah (suka agar kebaikannya didengarkan orang lain).
3. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
4. Melawan hawa nafsu, sehingga terlepas dari dorongan-dorongan yang membawa
kepada riya’ dan sum’ah.
5. Berpegang teguh dengan akhlak Islam dalam pergaulan, tidak berlebihan dalam
memberi hormat dan penghargaan. Namun tidak pula bersikap kurang hormat dan
penghargaan. Bersikap sewajarnya saja.
6. Senantiasa mendengarkan dan memperhatikan nash-nash Al Qur‘an dan hadits yang
mendorong amal secara ikhlas.
7. Menghisab diri terlebih dahulu sebelum mengoreksi orang lain.
8. Bersandar secara sempurna kepada Allah dan bermohon kepada-Nya.
Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K)
Mengapa keteladanan menjadi faktor yang menentukan kedinamisan halaqoh/usroh?
Hal itu karena keteladanan membuat seseorang percaya kepada orang lain. Kepercayaan itu
akan membuat orang betah berlama-lama dengan orang yang dipercayainya. Para sahabat
betah berlama-lama di sekeliling Nabi SAW karena beliau dapat memberikan keteladanan
kepada para sahabatnya.
Untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung dinamis, keteladanan menjadi faktor
yang penting. Namun tidak ada cara yang cepat dan instan untuk membuat orang bisa saling
menteladani satu sama lain. Dibutuhkan waktu saling mengenal yang lama untuk
menumbuhkan budaya keteladanan.
Keteladanan adalah perbuatan yang membuat orang percaya kepada kita. Mereka
percaya karena kita konsisten melakukan apa yang kita katakan atau yakini. Para nabi dan
para pemimpin dunia yang melegenda, seperti Abu Bakar Shiddiq ra, Umar bin Khatab ra, Ali
bin Abu Thalib, Mahatma Gandhi, atau Abraham Lincoln adalah orang-orang yang konsisten
melakukan apa yang mereka yakini kebenarannya. Mereka rela berkorban apa saja, termasuk
nyawa mereka sendiri, untuk mempertahankan konsistensi antara kata dengan perbuatan.
Mereka mampu memberikan keteladanan.
Keteladanan membutuhkan dua hal, yaitu inisiatif dan integritas. Tanpa ada
keduanya tidak ada yang dinamakan keteladanan (qudwah). Inisiatif adalah melakukan
sesuatu sebelum orang lain melakukannya. Integritas adalah konsisten dengan apa yang
semestinya kita lakukan dalam peran tertentu. Integritas seorang murobbi/naqib adalah
konsisten dengan tuntutan peran sebagai murobbi/naqib. Jika murobbi/naqib adalah
pemimpin, maka ia harus menunjukan watak kepemimpinannya, seperti percaya diri, jujur,
disiplin, berani, kreatif, dan sifat-sifat mulia pemimpin lainnya.
Lalu bagaimana agar halaqoh/usroh dapat meningkatkan budaya keteladanan? Hal
ini membutuhkan pionir (orang yang pertama kali memberikan keteladanan). Orang tersebut
adalah murobbi/naqib. Murobbi/naqib menjadi orang yang wajib pertama kali untuk
memberikan keteladanan. Tanpa ada keteladanan dari murobbi/naqib sulit rasanya bagi
halaqoh/usroh menumbuhkan budaya keteladanan. Mengharapkan keteladanan dari peserta
saja efeknya jauh lebih kecil dalam mendinamiskan halaqoh/usroh daripada jika keteladanan
itu langsung datang dari murobbi/naqib.
Disinilah dibutuhkan morobbi/naqib teladan. Murobbi/naqib yang satu kata dengan
perbuatan. Bukan sebaliknya, murobbi/naqib yang kaya berbicara, tapi miskin perbuatan.
Beberapa contoh kurangnya keteladanan dari murobbi/naqib adalah:
- Meminta peserta agar hadir rutin dan tepat waktu, tapi ia sendiri sering tidak hadir
atau datang terlambat.
- Mengajarkan sifat-sifat kebaikan, tapi ia sendiri memiliki sifat kurang baik
(pemarah, pendengki, penakut, dan lain-lain).
- Mengajarkan pentingnya menambah ilmu, tapi ia sendiri malas meningkatkan
ilmunya.
- Meminta peserta untuk rajin menghapal ayat/hadits tertentu, tapi ia sendiri tidak
menghapal ayat/hadits tersebut.
- Meminta peserta untuk tidak pelit berinfaq, tapi ia sendiri pelit berinfaq
- Meminta peserta untuk melaksanakan hak-hak ukhuwah, tapi ia sendiri
mengabaikannya.
- Mengajarkan agar peserta bersungguh-sungguh memperhatikan pendapat atau taujih
(arahan) dari orang lain, tapi ia sendiri acuh ketika peserta menyampaikan pendapat
atau taujihnya.
- Meminta peserta hadir dengan persiapan yang matang, tapi ia sendiri hadir tanpa
persiapan.
- Meminta peserta berani dan tegas dalam mengambil keputrusan, tap ia sendiri
kurang berani dan tidak tegas dalam mengambil keputusan.
- Mengajarkan keadilan, tapi ia sendiri bersikap berat sebelah dan tidak adil kepada
peserta.
- dan lain-lain.
Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T)
Semangat mencapai tujuan penting dalam mendinamiskan halaqoh/usroh. Namun hal
itu hanya terjadi jika tujuan dipahami dan sesuai dengan kebutuhan personil halaqoh/usroh.
Para sahabat Rasul SAW rela menerima cobaan dan ujian yang dilakukan musuh-musuh
Islam waktu itu karena mereka paham tentang tujuan yang akan diraih dan merasa tujuan
tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun jika tujuan tidak dipahami dan tidak sesuai
kebutuhan, maka orang menjadi malas dan tidak tertarik untuk memperjuangkannya. Dengan
kata lain, tujuan yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta akan kurang
berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh.
Oleh karena itu, tugas murobbi/naqib adalah membuat agar tujuan menjadi jelas dan
menarik bagi peserta, sehingga mereka bersemangat untuk mencapainya. Tujuan yang
menarik akan membuat mereka betah untuk menjalani proses yang mungkin membosankan
dalam mencapainya. Apalagi jika suasana tidak membosankan, maka mereka akan semakin
bersemangat untuk mencapai tujuan.
Untuk meningkatkan semangat mencapai tujuan, ada beberapa hal yang perlu
dilakukan murobbi/naqib, antara lain :
1. Memecah-mecah tujuan halaqoh/usroh menjadi tujuan antara yang sesuai dengan
kebutuhan peserta. Misalnya, tujuan halaqoh/usroh adalah terbentuknya murobbi
yang handal. Akan tetapi mungkin hal ini kurang sesuai dengan kebutuhan peserta
saat itu. Peserta belum tertarik untuk menjadi murobbi, maka tujuan tersebut perlu
dipecah menjadi tujuan antara yang sesuai dengan kebutuhan peserta, yaitu tujuan
untuk pandai berbicara di depan umum.
2. Mengkomunikasikan tujuan secara berulang-ulang dengan pendekatan yang berbeda-
beda agar tujuan tetap menarik untuk dicapai. Misalnya, sekali waktu menggunakan
ilustrasi ‘orang yang naik kendaraan‘ untuk menjelaskan tujuan. Waktu yang lain
menggunakan ilustrasi ‘orang yang berlayar‘ untuk menjelaskan tujuan.
3. Memberikan motivasi secara berulang-ulang tentang urgensi pencapaian tujuan
dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya, sekali waktu menggunakan dalil
Al Qur‘an untuk menekankan pentingnya pencapaian tujuan. Akan tetapi di lain kali
menggunakan dalil Siroh Nabawiyah untuk menjelaskan pentingnya pencapaian
tujuan.
4. Memusyawarahkan tujuan dengan peserta agar mereka mempunyai rasa memiliki
(sense of belonging) terhadap tujuan. Disini dibutuhkan kemampuan komunikasi
dari murobbi/naqib untuk mempengaruhi peserta agar tujuan yang telah ditetapkan
seolah-olah dianggap oleh peserta sebagai tujuan yang mereka buat, bukan tujuan
yang didiktekan murobbi/naqib.
5. Menerjemahkan tujuan menjadi program dan kegiatan yang menarik bagi peserta.
Peserta bukan hanya tertarik dengan program, tapi juga yakin bahwa kesulitan dan
hambatan yang menghadang dalam melaksanakan program itu tidak akan sia-sia.
Termasuk yakin bahwa kondisi yang membosankan dalam menjalani program
tersebut akan mengantarkan mereka kepada tujuan yang mereka harapkan.
6. Membuat sistem penghargaan dan sangsi (reward dan punishment) yang mampu
membangkitkan semangat peserta untuk mencapai tujuannya.
Bentuk kongkrit dari tingginya nilai semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah
keyakinan bahwa proses yang panjang, sulit dan melelahkan untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh adalah hal yang wajar. Personil halaqoh/usroh tidak cepat patah semangat
untuk mencapai tujuan. Mereka terus mencoba mencapai tujuan dan tidak begitu peduli
dengan suasana dalam proses (menjemukan atau dinamis) dalam mencapai tujuan. Keyakinan
ini begitu penting bagi personil halaqoh/usroh dalam membuat mereka betah mengikuti
perjalanan halaqoh/usroh.
RUMUS MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH
Murobbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jama‟i atau tabiat amal
dalam sebuah jama‟ah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar
terjanimen keselamatn dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan produktivitas dapat
ditingkatkan
(Musthafa Masyhur)
Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya rumus meningkatkan
produktivitas halaqoh/usroh adalah sebagai berikut :
Rumus tersebut sengaja dibuat dalam bentuk piramida yang terbagi tiga untuk
menggambarkan hubungan antar bagian satu dengan yang lain dimana antar bagian memiliki
porsi yang berbeda.
7
Teknik pencapaian tujuan dengan menggunakan kemenangan-kemenangan kecil ini
penting untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta halaqah agar dapat mencapai
tujuan berikutnya yang lebih sulit lagi, sehingga akhirnya mereka berhasil mencapai
tujuan yang sebenarnya (kemenangan besar).
Pada dasar piramida, ada tujuan yang porsinya paling besar. Tujuan adalah
fundamen dari produktivitas. Tanpa ada tujuan tidak mungkin ada produktivitas. Tujuan
merupakan langkah pertama yang perlu dibuat sebelum kita berbicara tentang produktivitas.
Tujuan dalam halaqoh/usroh –seperti yang telah dibahas di muka—adalah :
1. Tercapainya muwashofat
2. Tercapainya pembentukan murobbi
3. Tercapainya pengembangan potensi
Tujuan inilah yang menjadi dasar dari pencapaian produktivitas halaqoh/usroh.
Tujuan inilah yang berfungsi untuk melakukan langkah berikutnya, yaitu membuat
‘kemenangan-kemenangan kecil‘ dan melakukan evaluasi.
Selain itu, tujuan memiliki empat fungsi dalam perjalanan halaqoh/usroh, yaitu :
1. Memberikan arah perjalanan halaqoh/usroh
2. Memfokuskan program dan kegiatan halaqoh/usroh
3. Pedoman dalam pengambilan keputusan
4. Mengontrol perjalanan halaqoh/usroh
Kemudian apa yang dimaksud dengan ‘kemenangan kecil‘ pada bagian kedua dari
piramida produktivitas halaqoh/usroh? Kemenangan kecil adalah istilah lain dari
tujuan/sasaran antara. Yaitu, tujuan/sasaran yang perlu dicapai secara bertahap untuk
mencapai tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Tujuan/sasaran antara persis seperti anak
tangga ketika kita menaiki tangga untuk mencapai tempat tertentu. Tanpa menginjak anak
tangga sulit bagi kita untuk menaiki tangga. Namun tujuan antara yang perlu dibuat dalam
halaqoh/usroh semestinya adalah tujuan yang sudah diperhitungkan akan mampu dijangkau
oleh peserta. Hal ini dengan maksud agar mereka memiliki rasa ‘berhasil‘ untuk mencapai
tujuan. Perasaan berhasil ini penting bagi peserta karena akan meningkatkan kepercayaan diri
untuk mencapai tujuan sebenarnya.
Perasaan berhasil yang meningkatkan kepercayaan diri inilah yang
dimaksud ‘kemenangan kecil‘ dalam piramida di atas. Disebut ‗kemenangan kecil‘ karena
diharapkan peserta merasa seperti menang dalam perlombaan. Perasaan menang ini penting
untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mencapai tujuan berikutnya yang lebih
sulit lagi, sehingga akhirnya mereka berhasil mencapai tujuan sebenarnya
Sebagai contoh, tujuan antara yang perlu dibuat untuk mencapai muwashofat
menghapal juz 30 (juz ‘amma) adalah menghapal satu surat pendek dari juz 30. Tujuan antara
ini relatif lebih sanggup dilakukan peserta daripada langsung dibuat tujuan menghapal juz
‘amma secara keseluruhan. Karena peserta sanggup mencapai tujuan antara ini, mereka akan
merasa berhasil dan percaya diri untuk menghapal surat-surat berikutnya dari juz ‘amma.
Mereka merasa memperoleh ‘kemenangan kecil‘. Lalu tujuan antara berikutnya adalah
menghapal surat-surat lain dari juz ‘amma secara bertahap dan sesuai dengan kesanggupan
peserta. Hal ini agar mereka terus merasa memperoleh ‗kemenangan-kemenangan kecil‘,
sehingga tanpa disadari akhirnya mereka mencapai tujuan sebenarnya yaitu menghapal
seluruh surat dalam juz ‘amma.
Teknik memperoleh ‘kemenangan-kemenangan kecil‘ ini juga dapat dilakukan untuk
mencapai muwashofat lainnya atau untuk mencapai tujuan pembentukan murobbi dan tujuan
pengembangan potensi. Mudah-mudahan dengan teknik ini tujuan menjadi lebih menarik
untuk dicapai oleh peserta karena mereka merasa sanggup untuk melakukannya.
Tugas murobbi/naqib (dibantu oleh peserta) adalah membuat tujuan antara yang
dapat dirasakan sebagai ‘kemenangan kecil‘ oleh peserta, sehingga mereka antusias untuk
mencapai tujuan berikutnya. Sebaliknya perlu dihindari cara-cara murobbi/naqib yang dalam
membuat tujuan antara terasa sulit dilakukan oleh peserta. Selain tujuan tersebut menjadi
tidak menarik bagi peserta, juga membuat mereka pesimis dan akhirnya betul-betul gagal
dalam memperolehnya. Mereka bukan mendapatkan ‘kemenangan kecil‘ tapi malah
‘kekalahan kecil‘. ‘Kekalahan kecil‘ ini akan membuat mereka minder (tidak percaya diri)
untuk melangkah pada tujuan selanjutnya.
Langkah berikutnya dari peningkatan produktivitas adalah melakukan evaluasi.
Evaluasi adalah membandingkan antara tujuan yang ditetapkan dengan realita yang ada. Jika
realita sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuan. Berarti
halaqoh/usroh siap untuk melangkah lebih lanjut dalam mencapai tujuan berikutnya.
Sebaliknya, jika realita tidak sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh tersebut gagal
mencapai tujuan, sehingga perlu ada analisa lebih jauh tentang penyebab dari kegagalan
tersebut. Kemudian mencari solusi agar kegagalan tidak terjadi di masa berikutnya.
Tiga langkah dalam meningkatkan produktivitas ini (Tujuan, Kemenangan Kecil dan
Evaluasi) perlu dilakukan secara serius dan konsisten oleh halaqoh/usroh jika mereka betul-
betul ingin produktif. Tanpa keseriusan dan langkah berkesinambungan untuk menerapkan
tiga langkah di atas tidak mungkin halaqoh/usroh dapat mencapai produktivitas yang
maksimal.
Di bawah ini disertakan contoh penerapan tiga langkah produktivitas dalam
halaqoh/usroh :
Tujuan Kemenangan Kecil
Evaluasi (Tujuan Antara)
Tercapainya - Membaca Al Qur‘an 1 - Peserta berhasil membaca
Muwashofat halaman/hari Al Qur‘an 1 halaman/hari
- Menghapal 1 hadits arba‘in - Peserta berhasil
menghapal 1 hadits
arba‘in
- Menetapkan infaq - Peserta berhasil berinfaq
Rp500/pertemuan Rp500/pertemuan
Tercapainya - Keberanian mengemukakan - Peserta berani
Pembentukan pendapat mengemukakan pendapat
Murobbi - Kemampuan berbicara di depan - Peserta mampu berbicara
umum di depan umum
- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi
dauroh muwajih di acara dauroh
- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi
halaqoh muwajih di acara halaqoh
- Tugas merekrut 1 orang - Peserta berhasil merekrut
1 orang
Tercapainya - Tugas memimpin kepanitiaan - Peserta berhasil
Pengembangan (untuk meningkatkan potensi memimpin kepanitiaan
Potensi umum)
- Acara berupa menceritakan - Peserta mengetahui apa
prestasi masa lalu (untuk potensinya
mengetahui potensi khusus)
- Tugas membuat desain brosur - Peserta berhasil membuat
kegiatan Ramadhan (untuk brosur untuk
mengembangkan potensi meningkatkan potensinya
khusus) di bidang desain grafis
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Dahulu kami berupaya keras memacu laju da‟wah ini dan memaksimalkan penyebarannya,
namun kini justru laju da‟wah tersebut yang mendahulu kami.
Ia merambah segenap penjuru dan desa dan memaksa kami menanganinya dengan serius,
meskipun untuk itu kami harus menghadapi berbagai persoalan berat yang sangat
melelahkan
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)
SAAT INI LAJU DA‘WAH bergerak semakin cepat. Dibutuhkan keseriusan untuk
menanganinya. Da‘wah yang serius hanya bisa ditangani oleh orang yang serius pula. Tanpa
keseriusan, da‘wah tidak mungkin berhasil (muntijah).
Selanjutnya, da‘wah yang muntijah adalah da‘wah yang berbasiskan halaqoh/usroh
yang muntijah. Tanpa lahirnya halaqoh/usroh yang muntijah, da‘wah berubah menjadi syi‘ar
belaka yang kurang banyak artinya bagi pembentukan umat yang tangguh (takwinul ummah).
Padahal hanya dengan takwinul ummah, umat Islam dapat maju dan berjaya melawan musuh-
musuhnya.
Oleh karena itu, pembentukan halaqoh/usroh yang muntijah menjadi urgen adanya.
Ada dua hal penting yang perlu kita lakukan jika ingin melahirkan halaqoh/usroh yang
muntijah. Meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas halaqoh/usroh. Dinamisasi
adalah proses yang nyaman dan menyenangkan, sehingga nikmat ukhuwah (ni’matul
ukhuwah) dirasakan oleh para personil sepanjang perjalanan menuju tujuan halaqoh/usroh.
Produktivitas adalah hasil (output) yang sesuai dengan tujuan halaqoh/usroh. Dinamisasi dan
produktivitas memiliki peran yang sama penting. Kedua-keduanya harus dilakukan secara
simultan untuk mencapai kesuksesan halaqoh/usroh. Terbengkalainya salah satu atau kedua
hal tersebut akan menyebabkan berbagai dampak negatif bagi perjalanan halaqoh/usroh. Yang
akhirnya, dapat berdampak pada eliminasi makna halaqoh/usroh, sehingga halaqoh/usroh
tidak mampu lagi mencetak kader-kader yang tangguh untuk da‘wah dan umat.
8
Meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas halaqah/usrah harus dilakukan
secara bersama-sama sehingga halaqah/usrah dapat mencetak kader-kader yang tangguh
untuk dakwah dan umat
Untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip halaqoh/usroh yang muntijah dalam setiap
pertemuan halaqoh/usroh, berikut ini ada formula yang mudah untuk diingat dan dihapal.
Formula tersebut adalah formula 6 K :
1. Keseimbangan Pencapaian Tujuan
Dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, semua personil halaqoh/usroh, terutama
murobbi/naqib, perlu merancang agenda acara yang seimbang antara tiga pencapaian tujuan
halaqoh/usroh, yaitu pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi dan pengembangan
potensi. Keseimbangan bukan berarti memberikan porsi dengan waktu yang sama, tapi
menyediakan kesempatan yang sama sesuai dengan kebutuhan saat itu untuk membahas dan
melakukan kegiatan yang terkait dengan pencapaian tiga tujuan halaqoh/usroh.
2. Keteladanan
Setiap personil halaqoh/usroh, terutama murobbi/naqib, perlu menyadari bahwa
setiap pertemuan halaqoh/usroh merupakan ajang untuk memberikan contoh keteladanan
kepada yang lain. Karena itu, setiap personil halaqoh/usroh perlu bijaksana dalam berkata dan
berbuat agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi yang lainnya. Disadari atau tidak,
lontaran-lontaran pendapat dan perilaku yang spontan dari setiap personil di dalam pertemuan
halaqoh/usroh dapat menjadi contoh yang baik atau buruk bagi personil lainnya.
3. Kemenangan kecil
Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh
perlu menghidupkan suasana dan melakukan kegiatan yang memberikan ‘kemenangan kecil‘.
Yaitu, suasana atau kegiatan yang membangkitkan rasa percaya diri untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh. Kebiasaan saling menghargai, saling percaya, dan saling memberikan harapan
yang optimis merupakan hal yang perlu dihidupkan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh
agar para personil merasakan ‘kemenangan kecil‘. Perasaan berhasil karena memperoleh
‗kemenangan kecil‘ inilah yang membuat para personil tetap dapat merasakan nilai tambah
dari kehadiran mereka di dalam halaqoh/usroh.
4. Kedinamisan
Di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, perlu diupayakan adanya kedinamisan
dengan cara melakukan variasi perubahan pada berbagai sisi acara halaqoh/usroh. Disini
dibutuhkan kemampuan kreativitas dari para personil, terutama dari murobbi/naqib, untuk
berani menghadirkan cara-cara baru yang tidak bertentangan dengan syar‘i, sehingga
halaqoh/usroh terhindar dari suasana monoton yang menjemukan.
5. Keaktualan
Perlu diupayakan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, agar pembahasan,
termasuk penyampaian materi, selalu bernuansa aktual. Nuansa yang realistis dan sesuai
dengan tantangan dakwah ke depan. Bukan sebaliknya, nuansa yang kering dari isu-isu
aktual, sehingga pembahasan menjadi tidak ‘membumi‘ dan tidak menyentuh permasalahan
yang dihadapi para personil halaqoh/usroh. Hal ini dapat menyebabkan pertemuan menjadi
membosankankan dan tidak menarik.
6. Keikhlasan
Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh
perlu menghidupkan suasana keikhlasan. Niat yang tulus semata-mata karena mengharapkan
ridho Allah, baik dalam pembicaraan, perbuatan maupun infaq. Suasana keikhlasan ini yang
membuat halaqoh/usroh terhindar dari konflik dan permusuhan. Membuat suasana menjadi
tentram dan tawadhu‘. Tidak ada keriya‘an dan ketakaburan.
Lakukan 6 K ini dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Konsisitensi dalam
melaksanakan 6 K ini yang Insya Allah akan membawa halaqoh/usroh kepada
kesuksesannya.
Selain itu, murobbi/naqib sebagai pemimpin halaqoh/usroh juga mesti melakukan
persiapan sebelum datang ke halaqoh/usroh agar prinsip 6 K di atas bisa berjalan dengan baik.
Tegasnya, agar halaqoh/usroh bisa menjalankan dinamisasi dan mencapai produktivitas yang
tinggi pada setiap pertemuan halaqoh/usroh. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan
seorang murobbi/naqib sebelum datang ke halaqoh/usroh adalah :
1. Menentukan bentuk ‘kemenangan kecil‘
Sebelum datang ke halaqoh/usroh, murobbi/naqib perlu mempersiapkan
‘kemenangan kecil‘ seperti apa yang akan dilakukannya di dalam halaqoh/usroh. Bentuknya
bisa dengan membuat kegiatan yang sanggup dan menarik untuk dilakukan peserta. Bisa juga
dengan memberikan motivasi atau taujih yang membangkitkan semangat dan kepercayaan
diri. Bisa juga dengan membuat tugas yang menarik dan mudah dilakukan peserta. Namun
perlu diingat, ‗kemenangan kecil‘ sebenarnya adalah tujuan/sasaran antara untuk menuju
tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya.
2. Mempersiapkan surprise (kejutan)
Yang dimaksud surprise disini adalah kejutan dari murobbi/naqib berupa kegiatan,
acara, tugas, atau apa saja yang variatif. Berupa berbagai aktivitas atau penyampaian yang
sebelumnya tidak diduga oleh peserta. Bentuknya bisa bermacam-macam tergantung dari
kreativitas murobbi/naqib. Waktunya bisa sebentar, bisa juga lama tergantung dari kebutuhan.
Sebaiknya dalam setiap pertemuan ada unsur kejutan yang berbeda-beda, sehingga peserta
merasa bahwa halaqoh/usroh berjalan dinamis dan tidak monoton. Namun yang penting
surprise tidak boleh bertentangan dengan syar‘i dan tetap sesuai dengan pencapaian tujuan
halaqoh/usroh. Contoh surprise adalah memberikan hadiah kepada peserta tanpa diketahui
sebelumnya, mengubah tempat pertemuan secara mendadak, merubah-ubah susunan agenda
acara secara spontan, meminta agar peserta melakukan tugas dadakan, menyampaikan materi
dengan cara yang berbeda, memperlama atau menyingkatkan waktu pertemuan secara
mendadak, dan lain-lain. Surprise bukan berarti meniadakan agenda acara yang telah
ditetapkan oleh manhaj tarbiyah atau jama’ah, tapi merubah atau ‗mengemasnya‘ agar lebih
menarik.
3. Mempersiapkan taujih
Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan taujih (arahan) yang akan
disampaikannya. Hal ini agar taujih tidak terasa kering karena kurang memberikan dalil,
ilustrasi, contoh dan penjelasan yang jelas. Taujih yang tidak dipersiapkan akan dirasakan
oleh peserta sebagai taujih yang kurang ‗berbekas‘ dan tidak memberikan nilai tambah bagi
mereka.
4. Mempersiapkan evaluasi
Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan evaluasi apa saja yang akan dilakukan
dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Evaluasi yang menyangkut pencapaian tujuan
halaqoh/usroh, baik pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi maupun pengembangan
potensi.
5. Mempersiapkan ta’limat dan agenda khusus
Perlu juga dipersiapkan ta’limat (pengumuman) apa saja yang perlu disampaikan
kepada peserta. Ta’limat biasanya datang dari jama’ah, tapi bisa juga datang dari
murobbi/naqib sendiri asalkan tidak bertentangan dengan kebijakan jama’ah. Sedang agenda
khusus yang perlu dipersiapkan adalah hal-hal yang ingin dibicarakan atau disampaikan
kepada peserta tertentu. Misalnya, murobbi/naqib ingin membicarakan masalah pernikahan si
A, atau ingin menyampaikan informasi khusus kepada si B. Agenda khusus biasanya
disampaikan sebelum atau setelah acara halaqoh/usroh ditutup. Mempersiapkan agenda
khusus perlu dilakukan supaya murobbi/naqib tidak lupa dengan masalah-masalah khusus
yang terjadi di dalam halaqoh/usroh. Kelupaan menyelesaikan agenda khusus bisa berdampak
pada lambatnya murobbi/naqib dalam menyelesaikan masalah, sehingga bisa berdampak
lebih jauh pada dinamisasi dan produktivitas halaqoh/usroh.
6. Menghadirkan keikhlasan
Murobbi/naqib juga perlu menghadirkan keikhlasan sebelum datang ke
halaqoh/usroh. Keikhlasan akan berpengaruh terhadap kelancaran jalannya halaqoh/usroh.
Sesungguhnya hasil pembinaan tidak semata-mata karena upaya murobbi/naqib, tapi juga
pertolongan dan kehendak Allah SWT. Dengan ikhlas, Allah akan menolong upaya
murobbi/naqib untuk membawa halaqoh/usroh menuju kesuksesannya.
7. Membugarkan tubuh
Hadir dengan tubuh yang segar dan bugar menjadi hal yang penting untuk dilakukan
murobbi/naqib. Keikhlasan yang dipadu dengan kesegaran tubuh akan berdampak pada
penampilan yang menarik simpati peserta. Membuat murobbi/naqib tampil dengan penuh
semangat, sehingga peserta juga menjadi bersemangat mengikuti halaqoh/usroh. Sebaliknya,
penampilan yang loyo karena tubuh tidak bugar akan berpengaruh terhadap penampilan yang
tidak membangkitkan semangat. Hal ini dapat berpengaruh lebih jauh pada jalannya
halaqoh/usroh yang menjadi tidak menarik dan menjemukan.
Murobbi/naqib perlu meluangkan waktu untuk melakukan persiapan. Jangan hadir ke
dalam halaqoh/usroh tanpa persiapan dengan anggapan hanya akan bertemu peserta yang
sudah tsiqoh (percaya) dan terikat dengan da‘wah. Ketahuilah, semakin kurang persiapan,
maka semakin rendah pula kualitas pembinaan kita. Mungkin disini kita perlu mengingat
kembali sebuah pepatah yang mengatakan: ―Barangsiapa yang naik panggung tanpa
persiapan, maka ia akan turun panggung dengan kehinaan.
Akhirnya, lakukan prinsip 6 K dan 7 Persiapan Murobbi/Naqib ini secara konsisten
agar sistem halaqoh/usroh yang kita cintai ini dapat berjalan dengan sukses (muntijah).
Semoga langkah-langkah kita dalam membina halaqoh/usroh selalu mendapat ridho Allah
SWT. Amin ya Robbal „Alamin.
Lampiran
Contoh-contoh Aktivitas Untuk Mendinamiskan dan Menghilangkan Kejenuhan dalam
Halaqoh (Usroh)
I. AKTIVITAS DI DALAM HALAQOH/USROH
A. Aktivitas Utama
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
4. Demonstrasi
5. Eksperimen
6. Simulasi
7. Partisipasi
8. Penggunaan Alat
9. Latihan
10. Penugasan
11. Sosiodrama
12. Pengalaman Terstruktur
13. Pengembangan Kelompok
14. Seminar
15. Role Play
16. Games
17. Bedah buku (Presentasi buku secara bergiliran)
18. Brainstorming (Sumbang Saran)
B. Aktivitas Variatif
1. Latihan pidato/presenter/khotib secara bergilir.
2. Presentasi bidang keahlian tertentu (misal, peserta dengan latar belakang akuntan
menjelaskan bagaimana cara membuat pembukuan keuangan secara praktis)
3. Pembacaan hadits secara bergilir (bisa juga dengan arti dan/atau syarahnya)
4. Membaca terjemahan Al Qur‘an secara bergilir
5. Menterjemahkan Al Qur‘an secara per kata (bisa dengan menggunakan buku Terjemahan
Al Qur’an secara Lafzhiyah)
6. Mengisi Berbagai Test Kemampuan Diri (misal: test kepercayaan diri, kepemimpinan,
pengendalian emosi, dan lain-lain. Bahannya bisa didapat di buku atau majalah)
7. Sebelum dan/atau setelah acara halaqoh/usroh melakukan sholat berjama‘ah
8. Membahas studi kasus tertentu (misal, studi kasus pernikahan yang tidak Islami)
9. Evaluasi ibadah harian (yaumiah), baik secara lisan maupun tertulis.
10. Evaluasi/laporan perkembangan binaan, baik secara lisan mamupun tertulis.
11. Evaluasi/laporan kegiatan anggota, baik secara lisan maupun tertulis.
12. Mengumpulkan dan membacakan secara bergilir kata-kata mutiara dari tokoh.
13. Membacakan secara bergilir biografi tokoh tertentu.
14. Membaca makalah/bagian buku tertentu secara bergilir.
15. Presentasi secara bergilir bagaimana kiat merekrut.
16. Presentasi secara bergilir tentang materi halaqoh/usroh yang telah diberikan.
17. Memberikan hadiah (surprise) kepada peserta atas prestasi tertentu.
18. Program tukar menukar hadiah.
19. Mempersaudarakan peserta halaqoh/usroh secara berpasang-pasangan (seperti yang
dilakukan Rasulullah saw ketika hijrah ke Madinah).
20. Evaluasi perjalanan halaqah/usroh, baik secara lisan maupun tertulis.
21. Latihan nasyid.
22. Latihan drama satu babak/role play.
23. Memindahkan tempat halaqoh/usroh secara insidental keluar ruangan (pekarangan
rumah/taman/kebun, dll).
24. Memindahkan posisi lesehan dalam halaqoh/usroh menjadi duduk di kursi (insidental).
25. Evaluasi lahan dakwah, baik secara lisan maupun tertulis.
26. Mendiskusikan kiat bisnis.
27. Mendiskusikan kiat mencari jodoh/keluarga harmonis.
28. Mendiskusikan kiat berkarir di tempat kerja.
29. Kultum (kuliah tujuh menit secara bergilir)
30. Tadabbur ayat secara bergilir.
31. Menonton/mendengarkan secara bersama-sama film/ceramah tertentu.
32. Renungan tentang akhirat (zikrul maut), kalau perlu dengan memindahkan tempat
pertemuan ke kuburan.
33. Mengundang ―bintang tamu‖ (bisa ustadz berkafa‘ah syar‘i, ikhwah dengan keahlian
tertentu, orang yang mempunyai pengalaman menarik, dan sebagainya).
34. Mengadakan ujian/test mengenai materi tertentu yang telah diberikan.
35. Setoran hapalan Al Qur‘an/Hadits.
36. Mengundang isteri/suami peserta dalam acara halaqoh/usroh tertentu (siapkan agenda
acara yang sesuai).
37. Membaca ma’tsurot (zikir) bersama.
38. Membuat makalah dan membahasnya (bisa bergilir)
39. Simulasi dengan tema tertentu (memandikan jenazah, merawat bayi, memasak,
memperbaiki motor, dan lain-lain)
40. Membuat acara kuis/cerdas cermat (seperti acara cerdas cerdas di TV).
41. Membaca/membuat puisi.
42. Menyepakati untuk hadir di halaqoh/usroh dengan pakaian seragam (untuk memupuk
semangat kebersamaan).
43. Membuka dan menutup acara secara bergilir.
44. Membuat struktur organisasi halaqoh/usroh untuk periode tertentu.
45. Membuat kliping koran/majalah untuk tema tertentu.
46. Buka puasa (ifthor) atau sahur bersama.
47. Melakukan acara curhat (masing-masing menyampaikan isi hatinya secara bebas).
48. Proyek bisnis musiman/permanen.
49. Acara ta‘aruf (perkenalan) yang dilakukan setiap periode tertentu.
50. Evaluasi/laporan rekrutmen, baik secara lisan maupun tertulis.
51. Membuat perpustakaan halaqoh/usroh.
52. Studi lapangan (laporan untuk peristiwa tertentu).
53. Membuat jarkom (jaringan komunikasi) antar personil halaqoh/usroh.
II. AKTIVITAS DI LUAR HALAQOH (USROH)
1. Mabit
2. Rihlah Kecil (hanya personil halaqoh/usroh)
3. Rihlah Besar (Personil halaqoh/usroh beserta isteri/suami serta anak-anaknya)
4. Tasqif
5. Mukhoyyam (berkemah)
6. Outbound
7. Training
8. Muzhoharoh (aksi damai)
9. Silaturahmi
10. Dauroh Tarkiyah (Dauroh Peningkatan Kualitas)
11. Dauroh Tausi‘ah (Dauroh Rekrutmen)
12. Kunjungan ke Tokoh Internal/Eksternal
13. Diskusi dengan Pakar di bidang tertentu
Daftar Pustaka
Al Qur‘anul Karim
Al Banna, Hasan, Risalah Pergerakan (Majmu’atur Rosail), Solo : Era Intermedia, 1997
Mahmud, Ali Abdul Halim, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo : Era
Intermedia, 2000
Al Wa‘iy, Taufik Yusuf, Kekuatan Sang Murobbi, Jakarta : Al I‘tishom, 2003
Ridho, Abu, Urgensi Tarbiyah dalam Islam, Jakarta : Inqilab Press, 1994
Robbins, Stephen. P, Perilaku Organisasi, Jakarta : Prenhallindo, 1996 Stoner, James A.F,
Manajemen, Jakarta : Prenhallindo, 1996
Stoner, James A.F., Manajemen, Jakarta: Prenhallindo, 1996
Lubis, Satria Hadi, Menjadi Murobbi Sukses, Jakarta : Kreasi Cerdas Utama, 2003
Lubis, Satria Hadi, 77 Problematika Aktual Halaqoh Jilid I, Jakarta: Kreasi Cerdas Utama,
2002
Lubis, Satria Hadi, Total Motivation, Jogyakarta : Pro U Media, 2007