penentuan-koefisien-distribusi

6
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 Disusun oleh : Fika Rakhmalinda (1112016200003) Fikri Sholihah (1112016200028 ) Naryanto (1112016200018 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: thayban

Post on 03-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: penentuan-koefisien-distribusi

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA II

PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI

SELASA, 22 MEI 2014

Disusun oleh :

Fika Rakhmalinda (1112016200003)

Fikri Sholihah (1112016200028 )

Naryanto (1112016200018 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: penentuan-koefisien-distribusi

ABSTRAK Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak

saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua pelarut dengan

kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi

kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Tujuan dari

percobaan kimia fisika kali ini yaitu untuk menentukan koefisien distribusi iodoform dalam

air dan iodoform dalam klorofom.

Dari data hasil praktikum didapat konsentrasi iodoform dalam air dan konsentrasi iodoform

dalam kloroform berbeda. Nilai koefisien distribusinya adalah 1,225

PENDAHULUAN

Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), didefinisikan sebagai

perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase K ekstrak dibagi dengan fraksi berat solute

dalam fase rafinat, pada keadaan kesetimbangan (Mega Kasmiyatun, 2010).

Hukum Distribusi. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat

terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan

kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain (Dogra, 2009).

Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut

tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam

karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida dari pada dalam air. Lagi pula, bila

cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-

sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan

memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan semacam itu dikatakan sebagai tak dapat campur

atau setengah campur, bergantung pada apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut

atau setengah dapat larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air

serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi kedalam kedua pelarut itu. Ternyata

bila banyaknya iod diubah-ubah, angka banding konsentrasi konsentrasi itu selalu konstan

asal temperatur konstan. Yakni :

Konsentrasi iod dalam karbon disulfida = C2 = Kd

Konsentrasi iod dalam air C1

Page 3: penentuan-koefisien-distribusi

Tetapan Kd dikenal sebagai koefisien distribusi atau partisi. Hukum distribusi atau partisi

dapat dirumuskan : bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat

campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka

banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak

bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah

dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Vogel, 1985).

ALAT BAHAN DAN LANGKAH KERJA

Alat dan bahan

1. Labu Erlenmeyer

2. Buret

3. Corong pisah

4. Gelas ukur

5. Statif + klem

6. Pipet tetes

7. Larutan Na2S2O3

8. Larutan jenuh I2 dalam CHCl3

9. Indikator amilum

10. Akuades

Langkah kerja

1. Mengukur 25 ml larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dan memasukkannya ke dalam

corong pisah

2. Menambahkan 200 ml akuades ke dalam corong pisah

3. Mengocok campuran tersebut selama 60 menit

4. Mendiamkan larutan tersebut hingga terbentuk 2 lapisan

5. Memisahkan kedua lapisan tersebut melalui corong pisah

Page 4: penentuan-koefisien-distribusi

6. Memipet 5 ml larutan tiap lapisan, masing-masing lapisan atas 3 kali dan lapisan

bawah 2 kali

7. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 N hingga analit bening dengan

menggunakan indikator amilum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Titrasi lapisan atas ke 1 = 0,4 mL

Titrasi lapisan atas ke 2 = 0,3 mL

Titrasi lapisan atas ke 3 = 0,1 mL

Rata-rata lapisan atas = 0,27 mL

Titrasi lapisan bawah ke 1 = 2 mL

Titrasi lapisan bawah ke 2 = 2,9 mL

Rata-rata lapisan bawah = 2,45 mL

Molaritas Na2S2O3 = 0,1 M

Konsentrasi I2 dalam air setelah diekstrak

n I2 dalam air =

x n Na2S2O3

=

x ( V Na2S2O3 x M Na2S2O3 )

=

x (0,27 ml x 0,1 M )

= 0,01 mmol

Konsentrasi I2 dalam air =

=

= 0,002 M

Konsentrasi I2 dalam kloroform setelah diekstrak

n I2 dalam kloroform =

x n Na2S2O3

=

x ( V Na2S2O3 x M Na2S2O3 )

=

x ( 2,45 ml x 0,1 M )

Page 5: penentuan-koefisien-distribusi

= 0,1225 mmol

Konsentrasi I2 dalam klorofrm =

=

= 0,0245 M

Penentuan Kd

Kd = Konsentrasi iodin dalam kloroform

Konsentrasi iodin dalam air

Kd = 0,0245 M = 1,225

0,002 M

Praktikum kali ini yaitu penentuan koefisien distribusi. Prinsip dasar percobaan ini

yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan

kloroform. Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut

yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan.

Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu

ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi.

Dalam praktikum ini digunakan larutan jenuh iodoform. Larutan jenuh iodoform

ditambahkan ke dalam kloroform, lalu larutan jenuh iodoform dalam kloroform ini

ditambahkan dengan air, ketika ditambahkan dengan air maka terbentuk dua fasa. Dua fasa

ini terbentuk karena perbedaan kepolaran antara air dan kloroform, di mana air bersifat polar

sedangkan kloroform bersifat nonpolar. Lapisan atas merupakan air dan lapisan bawah adalah

kloroform. Hal ini disebabkan karena massa jenis air yakni 1 g/mL lebih kecil dibandingkan

massa jenis kloroform yakni 1,48 g/mL sehingga air berada pada lapisan atas dan lapisan

bawahnya adalah kloroform. Setelah dicampurkan lalu larutan dikocok. Faktor pengocokan

sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut

organik dan air yang tidak saling campur. Fungsi dari pengocokan tersebut adalah agar iodin

terdistribusi dengan maksimal ke kloroform dan air. Setelah dikocok,dipisahkan dan dititrasi

dengan Na2S2O3 dengan indikator amilum. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan

warna. Pada lapisan atas yang berwarna orange setelah di titasi berubah menjadi bening,

sedangkan pada lapisan bawah yang berwarna ungu pekat menjadi bening.

Page 6: penentuan-koefisien-distribusi

Dari hasil data yang di dapatkan, Kd nya sebesar 1,225. Koefisien distribusi suatu

senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1. Jika nilai

koefisien distribusi lebih besar dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi

kedalam kloroform daripada air.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan mengenai penentuan koefisien distribusi yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan:

1. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas

zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui,

asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain

2. Jika suatu zat terlarut di masukkan kedalam pelarut polar dan non polar maka akan

terbentuk dua fasa

3. Koefisien distribusi hasil percobaan sebesar 1,225

4. Larutan iodin cenderung terdistrbusi kedalam kloroform daripada kedalam air karena

koefisien distribusi hasil percobaan lebih besar dari 1

DAFTAR PUSTAKA

Dogra, S. 2009. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta : UI-Press

Svehla, G. 1985. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semikiro Edisi

Kelima. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka

Kasmiyatun, Mega. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat. http://eprints.undip.ac.id. 2010.

Diakses pada 6 Mei 2014. Pukul 08.31 WIB