penentuan derajat luka

13
Penentuan Derajat Luka Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah derajat luka atau kualifikasi luka.9 Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP.1 Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya.13 Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.4,13 Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu : 1. penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara). 2. penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan). 3. penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidanamaksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan,pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan sedang, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa

Upload: jeffry-chandra-tjahayadi

Post on 11-Dec-2014

100 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

jgct

TRANSCRIPT

Page 1: Penentuan Derajat Luka

Penentuan Derajat Luka

Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah derajat

luka atau kualifikasi luka.9 Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang

terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP.1 Penentuan

derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti

pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan

sebagainya.13 Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik,

psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka

panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam

menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.4,13

Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan

dengan hukuman yang berbeda yaitu :

1. penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara).

2. penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan).

3. penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidanamaksimum 5 tahun).

Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk

penganiayaan ringan,pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan sedang, dan pasal 352 (2)

KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat.

Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang

dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam,

termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan.4,13

Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1)

KUHP menyatakan

bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Jadi bila luka

pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit

atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4

Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal

351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita

memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban

dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4 Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan

yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan

Page 2: Penentuan Derajat Luka

“ bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90

KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu

luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan

dalam kategori tersebut.4 Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :

• jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi

harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan

bahaya maut;

• tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas

jabatan atau pekerjaan pencarian;

• kehilangan salah satu panca indera;

• mendapat cacat berat;

• menderita sakit lumpuh;

• terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

• gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan

sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita

tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh

manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan

dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan. (Amir,

1995)

Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti tersebut

berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh). KUHAP tidak

mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah alat bukti yang sah.

Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP),

pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati. Penggalian mayat, menentukan

umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan

barang bukti lain (trace evidence). (Idries, 1997)

Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

1. Penyidik

2. Hakim pidana

3. Hakim perdata

Page 3: Penentuan Derajat Luka

4. Hakim agama

Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :

1. Ahli kedokteran kehakiman

2. Dokter atau ahli lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Penentuan Derajat Luka

Prosedur Permintaan Visum Et Repertum

Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang adalah

diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa, diantar

langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et repertum diminta

tanggal yang lalu. (Idries, 1997)

Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal penyidik untuk

kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang

diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat

2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim

kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan

secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang

memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu

jari atau bagian lain badan mayat. (Idries, 1997)

Bentuk dan Isi Visum Et Repertum

Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)

1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti materai.

2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti

3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum, identitas

peminta visum et repertum, saat dan tempat

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Penentuan Derajat Luka

dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas

yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik dan lebel

atau segel

4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan

ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan

lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan

ada tidaknya indikasi untuk itu

5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, yang

disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan

pengalaman yang dimilikinya

6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas

sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya

2.2.4. Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana

tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses

pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et

repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di

dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang

bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil

pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian

visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum

sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang

telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma

hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.( Afif, 2010)

Page 6: Penentuan Derajat Luka

Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang

pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,

seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan

atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari

terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai

dengan pasal 180 KUHP.

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk

mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk

menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti

formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.

Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu

Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

Manfaat Visum Et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara pidana, bagi

proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat

dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas. (Soeparmono, 2002)

Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa berhak

untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang memiliki

keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau menguatkan bagi

dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono, 2002)

Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana petunjuk itu

adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya, baik antara yang

satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah

terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (Hamzah, 1996)

Page 7: Penentuan Derajat Luka

Jenis-jenis Visum Et Repertum

Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)

1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak

memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami

luka - luka ringan

2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban

memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum

tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan

walaupun visum akhir menyusul kemudian

3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban

oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal

penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah

sakit yang merawat korban.

Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)

1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa Karena

a. Luka benda tumpul

b. Luka benda tajam

c. Luka tembakan senjata api

2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah

a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar

b. Luka akibat listrik.

Page 8: Penentuan Derajat Luka

3. Luka akibat zat kimia terdiri dari

a. Luka akibat asam kuat

b. Akibat basa kuat

Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis kekerasan

yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian pada suatu

kasus.

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat

1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam atau

otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.

2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat 1

Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak

mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga

korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan

dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat

3 Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu

diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana

dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.