penelitian ptk

173
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN METODE DISCOVERY MELALUI KEGIATAN LABORATORIUM PADA KONSEP SISTEM KOLOID (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 12 Jakarta Barat Kelas XI) Oleh: HILMINA 103016227127 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Upload: hari-suharto

Post on 18-Nov-2015

118 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

PTK

TRANSCRIPT

  • UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA

    DENGAN METODE DISCOVERY MELALUI KEGIATAN

    LABORATORIUM PADA KONSEP SISTEM KOLOID

    (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 12 Jakarta Barat Kelas XI)

    Oleh:

    HILMINA103016227127

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1432 H / 2011 M

  • i

    ABSTRAK

    Hilmina. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Metode Discovery melalui Kegiatan Laboratorium pada Konsep Sistem Koloid. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan metode discovery melalui kegiatan laboratorium pada konsep sistem koloid. Penelitian ini dilaksanakan di MAN 12 Jakarta Barat pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan sampel berjumlah 33 siswa yang diajarkan dengan metode discovery melalui kegiatan laboratorium. Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan terdiri dari dua siklus penelitian dengan tahapan dalam tiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, angket, tes hasil belajar, dan hasil wawancara guru dan siswa.

    Dari hasil penelitian skripsi ini diperoleh gambaran bahwa penelitian ini telah mencapai kriteria yang telah menjadi batas indikator keberhasilan yang ditunjukkan melalui peningkatan kategori aspek partisipasi siswa yang aktif dalam pembelajaran pada tiap siklus. Begitu pula dengan tes hasil belajar terjadi peningkatan nilai rata-rata pada siklus I sebesar 68,09 meningkat menjadi 74,81 serta tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai kurang dari 60,00. Sama halnya dengan hasil wawancara siswa yang menanggapi secara positif proses pembelajaran yang menggunakan metode discovery melalui kegiatan laboratorium. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran metode discovery melalui kegiatan laboratorium dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

    Kata kunci: metode discovery, kegiatan laboratorium, sistem koloid.

  • ii

    ABSTRACT

    Hilmina. Efforts to Improve Student Learning Outcomes by Method of DiscoveryChemistry through Concept Activities Laboratory in Colloidal Systems. Thesis Of Chemistry Department of Education Studies Program Natural Science Faculty ofScience and Teacher Training Tarbiyah Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

    This research aims to improve student learning outcomes by methods of chemicaldiscovery through laboratory activities on the concept of colloidal systems. The research was conducted in West Jakarta MAN 12 in May to June 2008.

    The method used in this study was classroom action research with a sample of 33students who were taught with methods of discovery through laboratory activities. Classroom Action Research which conducted the study consisted of two cycleswith each cycle includes the stages in the planning, implementation, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet, questionnaire, achievement test, and interviews of teachers and students.

    From the research, this paper shows the study had reached the criteria has become a boundary indicator of the success demonstrated by the increase in categories ofaspects of active student participation in learning in each cycle. Similarly, an increase in achievement test average score of 68.09 in the first cycle increased to74.81 and no more students who scored less than 60.00. Similar to the results ofinterviews of students who responded positively to the learning process that uses amethod of discovery through laboratory activities. From these results we can conclude that learning by using learning method of discovery through laboratoryactivities can enhance students' learning outcomes chemistry.

    Key words: method of discovery, laboratory activities, colloidal systems

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmaanirrahim,

    Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa

    mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, karena atas izin dan kemurahan-Nya

    penulis dapat menyusun skripsi ini. Shalawat serta salam selalu disampaikan

    kepada nabi Muhammad saw, serta seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya

    sampai akhir zaman.

    Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan

    program strata 1 (S1) di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan

    Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Dalam kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan rasa terima

    kasih yang sebesar-besarnya atas keterlibatan semua pihak, baik secara langsung

    atau tidak langsung yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan

    skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih serta

    penghargaan yang setingi-tingginya kepada:

    1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Baiq Hanna Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

    Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Dedi Irwandi, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

    Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku dosen pembimbing I yang

    telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan

    bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan

    skripsi ini.

  • iv

    5. Burhanudin Milama, M.Pd selaku selaku dosen pembimbing II yang telah

    menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,

    pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    6. Marina Setiawati, M. Si selaku dosen yang pernah membimbing dan telah

    menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,

    pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini,

    serta dosen pendidikan IPA yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu

    persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya.

    7. M. Yunus, M.Pd, selaku kepala sekolah MAN 12 Jakarta Barat yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian guna

    penyelesaian skripsi ini.

    8. Abu Ahmad, S.Pd, selaku guru kimia MAN 12 Jakarta Barat yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta

    member bimbingan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

    9. Siswa-siswi MAN 12 Jakarta Barat, khususnya kelas XI IPA yang telah

    membantu penulis dalam melakukan penelitian.

    10. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah merawat dan mendidik penulis

    dengan kasih sayang, memberikan pengorbanan baik materil maupun spiritual

    yang tidak terhitung nilainya, serta senantiasa mendorong dan mendoakan

    penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    11. Adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan support dan bantuan kepada

    penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    12. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2003,

    Sindi, Yeyen, Bang Kus, Syarif, Muhib, Upi, Ina, Ita, Ani dan Darjo yang

    selalu memberikan motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi

    kenangan yang tidak terlupakan bagi penulis.

    13. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

    langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya kecil di tengah-

    tengah khazanah ilmu pengetahuan yang sangat luas. Namun penulis tetap

    berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangsih pada Program Studi

  • v

    Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan keguruaan UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat

    umumnya.

    Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis persembahkan semuanya,

    semoga kebaikan dan bantuan baik moral maupun materil dari semua pihak

    diterima Allah SWT sebagai amal shaleh di sisi-Nya dan mendapat balasan yang

    berlipat ganda dari-Nya, amin.

    Wassalamualaikum wr. wb

    Jakarta, Desember 2010

    Penulis

  • vi

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian ................................... 5

    C. Pembatasan Fokus Penelitian....................................................... 6

    D. Perumusan Masalah..................................................................... 6

    E. Manfaat Penelitian....................................................................... 6

    F. Tujuan Penelitian......................................................................... 7

    BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN

    HIPOTESIS TINDAKAN ............................................................... 8

    A. Deskripsi Teoritis ........................................................................ 8

    1. Pembelajaran Discovery.................................................... .... 8

    2. Pembelajaran Kimia dengan Kegiatan Laboratorium......... .... 16

    3. Belajar .................................................................................... 20

    4. Hasil Belajar ........................................................................... 23

    5. Kimia...................................................................................... 25

    6 Sistem Koloid ......................................................................... 26

    B. Hasil Penelitian yang Relevan...................................................... 31

    C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan.............................. 31

    D. Kerangka Pikir............................................................................. 34

    E. Hipotesis Tindakan...................................................................... 35

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 36

    A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 36

    B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian..................................... 36

    C. Subjek atau Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ................. 37

    D. Peran dan Posisi Penelitian .......................................................... 37

    E. Tahapan Intervensi tindakan ........................................................ 37

    F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan................................. 40

    G. Indikator Keberhasilan................................................................. 41

    H. Data dan Sumber Data ................................................................. 42

    DAFTAR ISI

  • vii

    I. Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang digunakan................ 42

    J. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 47

    K. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (Trusworthiness) Studi ........... 47

    L. Teknik Analisa Data .................................................................... 51

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 52

    A. Hasil Penelitian ........................................................................... 52

    1. Siklus I ................................................................................... 52

    2. Siklus II .................................................................................. 62

    B. Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................... 70

    C. Pembahasan ................................................................................ 71

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73

    A. Kesimpulan ................................................................................. 73

    B. Saran ........................................................................................... 73

    DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 75

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Pengelompokkan Sistem Koloid .................................................. 27

    Tabel 2.2 Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan.............................. 32

    Tabel 3.1 Data dan Sumber Data yang digunakan........................................ 42

    Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Guru........................................................... 42

    Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Siswa ......................................................... 43

    Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Kuesioner ..................................................... 43

    Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Observasi ......................................................... 44

    Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus I.............................. 45

    Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus II ............................ 45

    Tabel 4.1 Rata-rata Hasil Observasi Siklus I................................................ 55

    Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Kuesioner Siklus I .............................................. 57

    Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Siklus I.................... 58

    Tabel 4.4 Data Hasil Wawancara Siswa Siklus I.......................................... 59

    Tabel 4.5 Refleksi Tindakan Siklus I .......................................................... 60

    Tabel 4.6 Rata-rata Hasil Observasi Siklus II .............................................. 66

    Tabel 4.7 Rata-rata Hasil Kuesioner Siklus II ............................................. 67

    Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Siklus II .................. 68

    Tabel 4.9 Data Hasil Wawancara Siswa Siklus II ........................................ 69

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Rancangan Siklus Penelitian Tindakan ........................................ 36

    Gambar 2 Aspek-aspek Indikator Hasil Belajar yang Diukur........................ 41

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Silabus ..................................................................................... 78

    Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................... 80

    Lampiran 3 Kisi-Kisi Soal Instrumen Penelitian .......................................... 92

    Lampiran 4 Soal Tes Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II .......................... 105

    Lampiran 5 Kunci Jawaban ...................................................................... 113

    Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa .............................................................. 114

    Lampiran 7 Observasi Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ....................... 126

    Lampiran 8 Hasil Observasi ..................................................................... 138

    Lampiran 9 Angket Kuesioner Siklus I dan Siklus II ................................ 139

    Lampiran 10 Nilai Hasil Belajar Siswa ...................................................... 141

    Lampiran 11 Perhitungan Uji Validitas Instrumen....................................... 143

    Lampiran 12 Reliabilitas Soal Instrumen ................................................... 152

    Lampiran 13 Tabel Uji Tingkat Kesukaran Soal ......................................... 154

    Lampiran 14 Tabel Uji Daya Beda Soal...................................................... 157

    Lampiran 15 Perhitungan Distribusi Frekuensi............................................ 158

    Lampiran 16 Wawancara Guru ................................................................... 162

    Lampiran 17 Wawancara Siswa.................................................................. 163

    Lampiran 18 Hasil wawancara Siklus I dan Siklus II .................................. 165

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Berkembangnya suatu peradaban tidak lepas dari berkembangnya

    pengetahuan karena pengetahuan adalah dasar yang menjadi landasan pola

    berpikir ke arah kemajuan. Kemajuan suatu bangsa ditentukan dari semangat

    perjuangan generasi penerus. Salah satunya yaitu semangat siswa dalam

    mengenyam dunia pendidikan. Didalam pendidikan terdapat perubahan pola

    pikir siswa ke arah perubahan yang lebih positif karena di dalam dunia

    pendidikan siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

    Pendidikan merupakan aspek yang paling penting dalam menunjang

    kemajuan bangsa di masa depan, karena melalui pendidikan manusia dapat

    mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya baik itu potensi

    rohani (pikir, rasa dan budi pekerti) maupun jasmani (panca indera serta

    keterampilan). Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan mendorong

    manusia untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan pendidikan. Karena

    pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

    mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

    Kemajuan suatu bangsa mengharuskan adanya sumber daya manusia

    yang unggul, dan adanya manusia yang unggul mengharuskan adanya

    pendidikan yang unggul, dan adanya pendidikan yang unggul mengharuskan

    adanya berbagai komponen atau aspek pendidikan yang unggul pula. Kepada

    pendidikan yang unggul itulah harapan untuk membangun bangsa yang

    unggul akan dapat diwujudkan.1 Oleh karena itu, kesadaran dan keinginan

    yang kuat dari pemerintah dan rakyat Indonesia perlu dilakukan untuk

    memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Salah satunya melalui lembaga

    pendidikan yaitu sekolah harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan

    memperhatikan proses pembelajaran yang diterapkan.

    1 Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:

    Prenada Media Group, 2009), cet. ke-I, h.1

  • 2

    Penting sekali bagi guru untuk memahami sebaik-baiknya proses

    belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan

    lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa. 2

    Maka dari itu sebelum melakukan penelitian, peneliti memperhatikan

    situasi dan kondisi belajar tempat penelitian diadakan. Berdasarkan observasi

    yang dilakukan di MAN 12 Jakarta Barat pada bulan Januari 2008 peneliti

    mewawancarai siswa kelas XI mengenai minatnya terhadap pelajaran kimia,

    diantara sebagian siswa berpendapat berpendapat bahwa kimia merupakan

    pelajaran yang kurang diminati serta merupakan pelajaran yang sulit, karena

    siswa hanya mengandalkan hafalan rumus dan konsep saja. Aktifitas siswa

    agak terbatas pada mengingat informasi, mengungkapkan kembali apa yang

    telah dikuasainya, dan bertanya kepada guru tentang bahan yang belum

    dipahaminya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rogers yang mengatakan

    bahwa praktek pendidikan lebih di titik beratkan pada segi pengajaran bukan

    pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang

    dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.3 Dominasi guru dalam

    proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak terlibat pasif. Para

    siswa lebih banyak menerima transfer ilmu dari guru daripada mencari dan

    menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mereka

    butuhkan. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa laboratorium kurang

    difungsikan untuk kegiatan pembelajaran karena kegiatan pemebelajaran

    hanya terbatas pada mencatat, latihan dan hafalan saja. Pelajaran hanya

    terfokus di kelas yang kurang menarik perhatian siswa dan cenderung

    membosankan sehingga membuat siswa sulit untuk mempelajari kimia karena

    hanya mengandalkan hafalan. Proses pembelajaran yang diterapkan guru

    masih menggunakan metode pembelajaran konvensional.

    Pembelajaran konvensional kurang memberikan kesempatan bagi

    siswa untuk membangun sendiri struktur kognitifnya, serta kesempatan untuk

    2 Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.273 Ida Bagus Putra Yasa, Mengajar Dengan Inkuiri, dalam Jurnal PRASI Vol.2 No.3

    Tahun 2004, h.22.

  • 3

    menumbuhkembangkan minat dan sikap ilmiahnya.4 Hal ini membuat siswa

    tidak cukup untuk memperoleh pengetahuan yang dalam.

    Dalam mempelajari kimia, siswa memerlukan pengetahuan yang

    mendalam untuk memahami konsep-konsep yang ada di dalam pelajaran

    kimia. Ilmu kimia merupakan pelajaran yang kompleks, dimana siswa tidak

    hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam berhitung tetapi juga

    dituntut untuk menguasai konsep. Penguasaan konsep-konsep kimia serta

    saling keterkaitannya mempunyai metode yang berbeda satu dengan yang

    lainnya sesuai dengan materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.

    Salah satu konsep yang dipelajari pada mata pelajaran kimia di kelas

    XI adalah sistem koloid. Dalam mempelajari sistem koloid memerlukan

    kegiatan yang dapat membangun pengetahuan siswa bukan hanya sekedar

    hafalan semata. Siswa harus secara pribadi melakukan berbagai kegiatan yang

    melibatkan proses mentalnya seperti mengadakan pengamatan di

    laboratorium, melakukan percobaan, bersimulasi, mengadakan penelitian

    sederhana, dan memecahkan masalah.5 Untuk itu perlu diterapkan metode

    pembelajaran yang jitu dalam menggiring siswa agar lebih menyenangi belajar

    kimia dan memahami konsep yang dipelajari seperti konsep sistem koloid.

    Guru kimia haruslah memberikan cara mengajar terbaik untuk siswanya agar

    siswa dapat mencapai ketuntasan balajar dan dapat menikmati belajar kimia

    dengan senang hati. Melihat karakteristik tersebut, maka untuk mengatasi

    permasalahan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar perlu menerapkan

    suatu metode pembelajaran dengan metode discovery learning atau metode

    pembelajaran penemuan.

    Pembelajaran dengan metode discovery melatih siswa untuk

    mendapatkan jawaban-jawabannya sendiri berdasarkan temuannya atau

    menemukan lagi sesuatu yang ditemukan (membuktikan kembali). Itu berarti,

    4IB. Putu Mardana, Intensifikasi Pelaksanaan Kegiatan Laboratorium dalam

    Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Meningkatkan Minat, Sikap Ilmiah, dan Prestasi Belajar IPA Siswa SLTP Negeri I Singaraja, dalam Majalah Ilmiah Aneka Widya, XXXIII, 3, (Juli, 2000), h.148

    5 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT Asli Mahasatya, 2003) h. 38

  • 4

    melalui metode discovery akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    mengembangkan ide dan gagasannya dalam usahanya untuk memecahkan

    masalah. Pembelajaran dengan metode discovery juga dapat lebih memberikan

    pemahaman kepada siswa dan lebih mudah diingat serta lebih lama melekat.

    Pembelajaran dengan metode discovery dapat merubah cara pandang

    siswa tentang pelajaran sains dalam hal ini pelajaran kimia yang oleh sebagian

    besar siswa dianggap cukup sukar untuk memahaminya jika dipelajari hanya

    melalui teori. Dalam pelajaran kimia dibutuhkan cara berpikir, pemahaman

    pelajaran yang berbeda dan pengalaman langsung. Karena metode discovery

    dapat merubah konsep pembelajaran kimia tidak hanya menjadi pelajaran

    penghapalan konsep-konsep saja. Dengan demikian untuk

    menumbuhkembangkan cara berpikir, pemahaman, cara untuk menyelidiki

    dan keingintahuan siswa, perlu diterapkan cara belajar di sekolah dengan

    metode discovery, karena dengan begitu siswa akan lebih menyenangi

    pelajaran kimia.

    Pelajaran kimia di sekolah harus dibuat menarik, terutama dari segi

    penyampaian dan media yang digunakan. Cara penyampaian yang

    mengundang rasa ingin tahu kepada siswa akan memberi sumbangan besar

    untuk membuat pelajaran kimia menjadi menarik, bukan sebaliknya. Hal

    tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan laboratorium/praktikum. Dengan

    melakukan kegiatan praktikum, siswa tidak hanya dijejali rumus-rumus saja

    yang kelihatannya rumit dan membosankan tapi siswa juga diberikan kegiatan

    yang membuat siswa menjadi tahu bagaimana proses kimia berlangsung.

    Dalam metode discovery melalui kegiatan laboratorium banyak

    keterampilan proses yang dapat dikembangkan, siswa diikutsertakan dalam

    proses penyelidikan dan melalui keterlibatan siswa itu akan memperoleh

    pemahaman konsep yang benar, terampil, dan mampu membuat kesimpulan.

    Kegiatan penyelidikan memberikan pengalaman konkret sehingga siswa

    mengingat ide-ide abstrak tanpa harus mengahafalkannya, seperti dalam

    mempelajari konsep sistem koloid, siswa dapat membedakan antara koloid,

    larutan dan suspensi, sifat-sifat koloid dan cara pembuatan koloid. Sehingga

  • 5

    untuk membangun pengetahuan siswa sendiri, maka konsep sistem koloid ini

    sangat relevan jika diterapkan.

    Metode discovery yang menitikberatkan pada pengalaman langsung

    melalui kegiatan laboratorium, maka siswa dapat langsung melihat,

    mendengar, meraba, serta melakukan percobaaan sendiri. Dengan cara

    demikian hasil belajar akan bersifat permanen atau tidak mudah dilupakan.

    Berdasarkan latar belakang tersebut dan melihat pentingnya

    penggunaan metode pembelajaran yang tepat untuk menumbuhkan motivasi

    dan aktivitas siswa dalam belajar, serta dalam upaya meningkatkan hasil

    belajar siswa pada konsep sistem koloid, maka peneliti merasa perlu untuk

    melakukan penelitian dengan judul UPAYA MENINGKATKAN HASIL

    BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN METODE DISCOVERY MELALUI

    KEGIATAN LABORATORIUM PADA KONSEP SISTEM KOLOID.

    B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian

    Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka peneliti

    mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:

    1. Sebagian besar siswa menganggap kimia merupakan pelajaran yang

    kurang diminati serta merupakan pelajaran yang sulit, karena siswa hanya

    mengandalkan hafalan rumus dan konsep saja.

    2. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan aktifitas siswa

    pasif.

    3. Metode belajar yang digunakan masih menggunakan metode

    konvensional.

    4. Pembelajaran konvensional kurang memberikan kesempatan bagi siswa

    untuk membangun sendiri struktur kognitifnya, serta kesempatan untuk

    menumbuhkembangkan minat dan sikap ilmiahnya.

    5. Laboratorium kurang difungsikan untuk kegiatan pembelajaran.

    Fokus penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi pusat

    perhatian. Fokus penelitian atau yang menjadi pusat perhatian dalam

    penelitian tindakan kelas ini adalah:

  • 6

    1. Hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid yang dapat diukur

    dengan menggunakan tes setiap akhir siklus.

    2. Peneliti ingin memaksimalkan proses pembelajaran berlangsung dengan

    suasana pembelajaran yang aktif.

    C. Pembatasan Fokus Penelitian

    Dari identifikasi area di atas maka penelitian ini dibatasi pada

    penerapan metode discovery dengan kegiatan laboratorium untuk

    meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Penelitian ini dilakukan pada siswa

    kelas XI MAN 12 Jakarta Barat, semester 2 pada konsep sistem koloid.

    D. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan

    fokus penelitian yang telah peneliti uraikan, maka masalah tersebut dapat

    dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar

    kimia siswa dengan metode discovery melalui kegiatan laboratorium pada

    konsep sistem koloid?

    E. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut;

    1. Membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman tentang kegunaan ilmu

    kimia dalam kegiatan sehari-hari serta meningkatkan hasil belajar kimia.

    2. Diharapkan skripsi ini menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam

    menentukan metode pembelajaran yang paling tepat agar proses belajar

    mengajar menjadi lebih efektif dan mampu mencapai tujuan pembelajaran

    yang diharapkan.

    3. Memotivasi guru untuk melakukan penelitian yang bermanfaat dalam

    memperbaiki pembelajaran.

  • 7

    F. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

    meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran kimia.

  • 8

    BAB II

    DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN

    HIPOTESIS TINDAKAN

    A. Deskripsi Teoritis

    1. Pembelajaran Discovery

    Metode discovery berkembang berdasarkan filosofi dari Bruner

    yang disebut dengan discovery learning, yaitu dimana siswa

    mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Guru

    hendaknya memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menjadikan

    seorang problem solver, saintist, historin, ataupun ahli matematika.

    Biarkanlah siswa-siswa menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan

    memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam

    bahasa yang dimengerti mereka. 1 Pada metode ini diharapkan siswa dapat

    mengembangkan pemahamannya dalam menganalisis suatu masalah yang

    timbul pada kegiatan belajar.

    Shadily mengemukakan bahwa discovery adalah menemukan atau

    mendapatkan. Dengan menggunakan metode discovery siswa akan

    menemukan atau mendapatkan definisi-definisi, kesimpulan-kesimpulan.

    Gilstraf dan Martin seperti yang dikutip oleh Eni Nuraeni dan Kusdianti

    mengemukakan bahwa discovery merupakan prosedur pengajaran yang

    menekankan penemuan sampai peserta didik menyadari suatu konsep

    sehingga terhindar dari belajar secara verbal.2 Jadi, metode discovery

    merupakan pembelajaran dengan menggunakan proses penemuan yang

    didesain oleh guru sehingga peserta didik dapat menemukan atau

    membuktikan kembali suatu suatu konsep berupa definisi-difinisi atau

    kesimpulan.

    1 Wasty Soemanto, M.Pd, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-V,

    h. 134-1352 Eni Nuraeni, S.Pd dan Dra. Kusdianti, M.Si, Implementasi Model Pembelajran Induktif

    untuk Mengajarkan Konsep Keanekaragaman Tumbuhan di SLTP, dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematikan dan IPA, h. 8

  • 9

    Menurut Bruner, Discovery learning is 'a process in which students

    use information supplied to them to construct their own understanding'.

    Maksud dari kalimat tersebut adalah proses penemuan yang didesain oleh

    guru sehingga peserta didik dapat membangun pemahamanannya.3 Jadi

    dalam metode discovery ini lebih menekankan proses pembelajaran yang

    didesain sehingga membangun kreatifitas siswa untuk menemukan konsep

    atau membuktikan konsep yang sudah ada. Dalam proses pembelajaran ini

    siswa dituntut untuk lebih kreatif, mandiri dan kritis terhadap

    permasalahan yang ada, dengan demikian ketergantungan siswa terhadap

    orang lain dapat diminimalisir.

    Menurut pandangan Strikes mengenai pembelajaran discovery

    bahwa peserta didik harus mengetahui sesuatu sebelum ia menemukan

    sesuatu.4 Sedangkan menurut Sund, discovery adalah proses mental

    dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.5

    Kellough mengemukakan bahwa discovery learning (belajar

    menemukan) disebut juga belajar inkuiri,6 karena pada kegiatan belajar

    tersebut siswa dituntut lebih aktif dan ada sejumlah proses mental yang

    dilakukan siswa.7 Adapun yang dimaksudkan dengan proses mental

    tersebut adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,

    membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan.

    Dengan kata lain, pembelajaran kimia dengan metode discovery adalah

    pengajaran kimia yang dirancang sedemikian rupa dari pengetahuan awal

    siswa sebelum ia melibatkan proses mentalnya sehingga siswa dapat

    3 Jessica Bruce, Discovery Learning, dari

    www.bsu.edu/web/jccassady/393web/students/Bruce.htm, h. 14 Aan Erlyana, Inquiry In The teaching of English for Young Learners, Pancaran

    Pendidikan, XV, 53 (Desember, 2002), h. 175 5 Tim Peneliti Universitas Udayana, Pengaruh Pola asuh Orang Tua dan Pengajaran

    Dengan Metode Discovery-Inquiry Terhadap Konsep Diri Serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar IPA Siswa SMP Negeri di Propinsi Bali, dalam Laporan Penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Udayana, 1992, h. 9

    6 Fatmawati, Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Menggunakan Metode Inquiry dan Discovery di kelas IV SD Kota Padang, dalam Jurnal lmu Pendidikan, No. 2, Vol. III (Januari, 2003), h. 127, 129

    7 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT Asli Mahasatya, 2003) h. 38

  • 10

    menemukan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip melalui proses

    mentalnya sendiri. Jadi, apabila pembelajaran discovery ini dilaksanakan,

    diharapkan dapat mendorong siswa untuk memecahkan masalah serta

    berpikir lebih kreatif dalam kegiatan belajarnya sehingga siswa pun

    berperan dalam mengasimilasikan suatu konsep diharapkan tidak lagi

    hanya menerima transfer ilmu dari guru melainkan dapat membangun

    sendiri struktur kognitifnya.

    Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode discovery

    menekankan pada proses pembelajaran bukan pada hasil yang dicapai

    siswa. Beberapa karakteristik dari metode discovery, diantaranya yaitu: 8

    a. Masalah direncanakan oleh guru dan biasanya dilengkapi dengan data.b. Proses penemuannya didesain oleh guru. Siswa melalui proses

    berpikirnya dapat menemukan apa yang dimaksud oleh guru. c. Hasil dari metode discovery merupakan definisi-definisi atau

    generalisasi-generalisaasi.

    Berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan di atas, metode

    discovery didefinisikan sebagai pembelajaran yang direncanakan oleh guru

    dalam mempersiapkan proses situasi bagi anak untuk melakukan

    eksperimen seperti ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan

    sesuatu, dan mencari jawaban hingga membuat suatu generalisasi,

    menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lainya,

    membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

    Beberapa bentuk kegiatan belajar discovery diantaranya ialah:

    bertanya jawab, berdiskusi, melakukan pengamatan, mengadakan

    percoban, bersimulasi, mengadakan permainan, mengerjakan tugas-tugas

    mengadakan penelitian sederhana, memecahkan masalah, dan sebagainya.9

    Jadi, pada kegiatan belajar discovery siswa dituntut untuk lebih banyak

    beraktifitas agar dapat dapat mengalami proses pengamatan yang dapat

    8 Fatmawati, Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Menggunakan Metode

    Inquiry dan Discovery di kelas IV SD Kota Padang, Jurnal lmu Pendidikan, h. 129-1309 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT Asli Mahasatya,

    2003) h. 38

  • 11

    memicu siswa mendapatkan hasil jawaban atas apa yang dikemukakan

    oleh guru.

    Pada pembelajaran dengan menggunakan metode discovery ini,

    siswa dituntut untuk mengembangkan daya pikirnya agar dapat

    menemukan atau memecahkan masalahnya. Peran guru dalam

    pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja yakni

    hanya memberikan arahan dan bimbingan seperlunya.

    Dalam metode discovery tugas guru di dalam kelas sangat kecil.

    Kerja keras guru saat berada di luar kelas. Sebelum pelajaran dimulai guru

    lebih memfokuskan untuk membangun kondisi kelas yang menunjang

    kegiatan menemukan agar kegiatan belajar berhasil di capai, kondisi dalam

    kelas harus dapat memberikan kenyamanan siswa dalam mencari jawaban.

    Seorang guru lebih banyak mendampingi siswa dalam kegiatannya

    Discovery sering disebut juga dengan penemuan. Menurut

    Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan strategi

    yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk

    pembelajarankan ketrampilan menyelidiki, memecahkan masalah sebagai

    alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 10 Penggunan metode

    penemuan (discovery learning) menurut Suchman bertujuan untuk

    membantu kemandirian siswa dalam mengadakan penyelidikan melalui

    disiplin berpikir yang benar. Penemuan mendorong siswa untuk

    menemukan jawaban dari pertanyaan tentang mengapa sesuatu terjadi

    melalui pengumpulan data yang logis. Selain itu penemuan bertujuan

    untuk mengembangkan strategi berpikir siswa untuk menemukan jawaban

    dari mengapa sesuaru terjadi sebagaimana kejadiannya. 11 Dalam metode

    discovery ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan

    suatu masalah yang diberikan guru dan mendorong siswa untuk

    10Anonim, Metode Penemuan, from http://www.laboratorium-

    um.sch.id/files/BAB%20XII%strategi-pembelajaran-dengan-metode-penemuan.pdf. 8 Januari

    2008, h. 211Anonim, Metode Penemuan, from http:www.laboratorium-um.sch.id , h. 1

  • 12

    mengembangkan strategi berpikir yang logis. Mengajar sains discovery ini

    mulai dengan apa yang telah diketahui atau guru berpikir yang diketahui

    siswa dan membutuhkan waktu untuk memahami apa yang mereka

    lakukan.

    Tiga ciri utama dari belajar menemukan (discovery learning) yaitu:

    (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

    menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada

    siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan

    pengetahuan yang sudah ada. 12 Dari ketiga ciri yang telah disebutkan

    dapat dikatakan bahwa pada metode discovery, situasi belajar mengajar

    berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student

    dominated learning yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar

    mengajar, sehingga belajar siswa menjadi lebih bermakna karena siswa

    diharapkan mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur

    kognitif yang sudah ada.

    Untuk dapat melaksanakan metode discovery, diperlukan langkah-

    langkah pembelajaran sebagai berikut:

    a. Identifikasi kebutuhan siswa,

    b. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep, dan

    generalisasi pengetahuan,

    c. Seleksi bahan, problema atau tugas-tugas,

    d. Membantu memperjelas tugas / problema yang dihadapi siswa serta

    peranan masing-masing siswa,

    e. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan,

    f. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan,

    g. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan,

    h. Membantu siswa dengan informasi / data jika diperlukan siswa,

    i. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang

    mengarahkan dan mengidentifikasi masalah,

    12Herdian, Metode Pembelajaran Discovery (penemuan), from http://herdi07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/, 1 Agustus 2010, h. 1

  • 13

    j. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa,

    k. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil

    penemuannya.

    Metode discovery terbagi menjadi dua macam, yaitu: 13

    a. Discovery tidak terbimbing

    Dalam metode discovery tidak terbimbing ini, guru hanya

    mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah

    tersebut melalui langkah-langkah discovery. Caranya adalah

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada kelas, memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi. Selanjutnya guru

    menjawab sendiri atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya itu.

    Guru mengharapkan agar siswa secara keseluruhan berhasil melibatkan

    dirinya dalam proses pemecahan masalah, menjawab pertanyaan-

    pertanyaan yang diajukannya secara reflektif.

    b. Discovery terbimbing

    Pada jenis metode discovery ini, guru hanya membimbing siswa

    ke arah yang tepat atau benar, sedangkan siswa melakukan discovery.

    Dalam gaya pengajaran ini, guru perlu memiliki keterampilan

    memberikan bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan-kesulitan siswa

    dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

    siswa.

    Menurut Carin (1993), dalam merencanakan dan menyiapkan

    pembelajaran discovery terbimbing, diperlukan langkah-langkah sebagai

    berikut: (1). Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa; (2).

    Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa; (3). Menyiapkan alat

    dan bahan secara lengkap; (4). Menentukan dengan cermat apakah siswa

    akan bekerja secara atau secara berkelompok; (5). Mencoba terlebih

    13 Prof. Dr. Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem

    (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.187-188.

  • 14

    dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.14 Untuk mencapai tujuan

    di atas, Carin (1993) menyarankan hal-hal di bawah ini: (1). Membantu

    siswa untuk memahami dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan; (2).

    Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan

    yang harus dilakukan; (3) Menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja

    yang aman; (4). Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan

    kegiatan; (5). Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk

    mengembalikan alat dan bahan yang digunakan; (6). Melakukan diskusi

    tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.15

    Dalam pembelajaran discovery, peranan guru adalah: 16

    a. Diagnoser, yang berusaha mengetahui kebutuhan dan kesiapan siswa

    b. Ditinjau dari segi guru mengajar: menyiapkan tugas atau problem yang

    akan dipecahkan oleh siswa, memberikan klarifikasi-klarifikasi,

    menyiapkan setting kelas, menyiapkan alat-alat dan fasilitas belajar

    yang diperlukan, memberikan kesempatan pelaksanaan, sebagai

    sumber informasi, jika diperlukan oleh siswa, dan membantu siswa

    agar dapat sendiri merumuskan kesimpulan dan implikasi-

    implikasinya.

    c. Dinamisator, merangsang terjadinya self analysis, merangsang

    terjadinya interaksi, memuji, membesarkan hati siswa untuk lebih

    bergairah dalam kegiatan-kegiatannya.

    Dengan proses pembelajaran yang dapat memberikan suatu

    stimulus atau rangsangan yang dapat menantang siswa untuk merasa

    terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran, karena guru

    hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing saja, diharapkan siswa lebih

    banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok untuk

    memecahkan masalah. Dengan demikian, siswa dilatih untuk berani

    14 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning), from http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-penemuan-terbimbing.html, 2 April 2009, h. 1

    15 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning), . h. 2

    16Anonim, Metode Penemuan, from http:www.laboratorium-um.sch.id , h. 4

  • 15

    melakukan eksperimen terhadap ilmu pengetahuan dan akhirnya dapat

    menciptakan generasi yang diharapkan dapat menyumbangkan sebuah

    temuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia maupun dunia.

    Diantara beberapa keuntungan menggunakan metode discovery

    adalah: 17

    a. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat,

    b. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik

    daripada hasil lainnya,

    c. Secara menyeluruh belajar menemukan (discovery learning)

    meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

    d. Melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan

    memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

    Selain itu, keunggulan yang dapat diperoleh dengan menggunakan

    metode discovery adalah: 18

    a. Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,

    memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses

    kognitif siswa.

    b. Siswa memperoleh pengetahuan yang sifatnya sangat individual

    sehingga dapat kokoh tertinggal dalam jiwa tersebut.

    c. Membangkitkan kegairahan belajar siswa

    d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju

    sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

    e. Mengarahkan siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang

    kuat untuk belajar lebih giat.

    f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah keparcayaan diri

    sendiri dengan proses penemuan.

    g. Metode ini berpusat pada siswa tidak pada guru.

    Walaupun metode discovery ini memiliki banyak keunggulan,

    namun masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan, yaitu:

    17Herdian, Metode Pembelajaran Discovery (penemuan), from http://herdi07.wordpress.com............., h.3

    18Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 20-21

  • 16

    a. Siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.

    b. Penggunaan metode ini akan kurang berhasil jika penggunaannya

    dilakukan pada kelas yang terlalu besar.

    c. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan

    pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan

    metode ini. 19

    Selain kelemahan yang telah disebutkan di atas, Herdian

    menambahkan kelemahan dari metode penemuan (discovery) ini, yaitu

    membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar

    menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, maka diperlukan

    bantuan guru. Bantuan guru tersebut berupa mengajukan beberapa

    pertanyaan dan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan

    informasi tersebut dapat dimuat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

    telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. 20

    2. Pembelajaran Kimia dengan Kegiatan Laboratorium

    Kimia merupakan pelajaran sains yang memerlukan proses

    pengamatan dan pengalaman belajar untuk melakukan percobaan

    mengenai materi yang sedang dipelajari. Untuk memperoleh hal tersebut,

    maka diperlukan kegiatan praktikum untuk menunjang proses

    pembelajaran yang lebih aktif.

    Pembelajaran dengan kegiatan laboratorium merupakan aplikasi

    dari teori teori yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah sehingga

    konsep-konsep dapat dibuktikan melalui metode discovery serta

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya

    melalui proses belajar sains dan keterampilan dalam belajar kimia. Siswa

    dituntut untuk mengerti apa saja yang harus dilakukan di laboratorium

    pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Jika siswa ingin mencari

    jawaban atas pertanyaan sendiri ataupun menghubungkan dan

    19Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 2120Herdian, Metode Pembelajaran Discovery (penemuan), from

    http://herdi07.wordpress.com......, h. 4

  • 17

    membandingkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, maka

    diperlukan kegiatan praktikum.

    Menurut Caroll bahwa studi di laboratorium memberi penekanan

    pada konsep-konsep konjuktif, yang sudah dibuktikan, mudah dipelajari

    daripada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relational, studi di

    laboratorium pada umumnya menekankan pada pendekatan induktif

    tentang belajar konsep-konsep di sekolah.21

    Kegiatan praktikum sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.

    Terutama pada pelajaran yang membutuhkan pemikiran yang mendalam

    seperti ilmu kimia. Dengan praktikum siswa mampu mencari dan

    menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang

    dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, dengan

    praktikum siswa menemukan bukti kebenaran dari teori-teori yang

    dipelajarinya.

    Pendekatan laboratorium merupakan strategi mengajar yang efektif

    dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk aktif, karena

    memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya melalui

    keterampilan proses kimia, dan pada gilirannya dalam dirinya tertanam

    sikap ilmiah.22 Dengan kegiatan laboratorium atau disebut juga dengan

    praktikum, siswa dapat berlatih dalam cara berpikir yang ilmiah karena

    siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sesuatu

    yang dipelajari.

    Houdson (1996) dalam Arief Sidharta mengemukakan bahwa

    pembelajaran berbasis laboratorium dapat meningkatkan perkembangan

    siswa melalui: proses belajar sains (learning science); belajar tentang sains

    (learning about science) dan belajar mengerjakan sains (doing science).23

    21Nur Rahmah Islami. Kemampuan Psikomotor Siswa dalam Praktikum Reproduksi

    Generatif pada Tumbuhan, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: tidak di terbitkan. h. 1022 Syahmani, Laboratorium sebagai Pusat Pengajaran Kimia Organik, Jurnal Vidya

    Karya, XX, 2 (Oktober, 2002), h. 8723 Arief Sidharta, Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai

    Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP, dalam Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dari http://www.p4tkipa.org, h. 1

  • 18

    Dengan demikian, pembelajaran dengan kegiatan laboratorium

    merupakan aplikasi dari teori-teori yang telah dipelajari untuk

    memecahkan masalah sehingga konsep-konsep dapat dibuktikan melalui

    metode discovery serta memberikan kesempatan pada siswa untuk

    mengembangkan potensinya melalui proses belajar sains dan keterampilan

    proses kimia. Siswa dituntut untuk mengetahui apa saja yang harus

    dilakukan pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Dalam kegiatan

    praktikumnya siswa dituntut untuk melakukan kegiatan praktikumnya

    sendiri, dengan hanya beberapa petunjuk dari guru/pembimbing.

    Seperti yang dikemukakan Moh. Amien dalam Arief Sidharta

    bahwa pada hakekatnya kegiatan apapun yang dilakukan di laboratorium,

    mengelola laboratorium, khususnya guru, harus selalu memperhatikan

    tujuan-tujuan instruksional yang antara lain diharapkan siswa dapat:

    a. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam pengamatan,

    pencatatan data, pengukuran dan manipulasi alat yang diperlukan serta

    pembuatan alat-alat yang sederhana.

    b. Bekerja dengan teliti dan cermat dalam mencatat dan menyusun

    laporan hasil percobaannya secara jelas dan obyektif/jujur.

    c. Bekerja secara teliti dan cermat serta mengenal batas-batas

    kemampuannya dalam pengukuran-pengukuran.

    d. Memperdalam pengetahuan inkuiri dalam pemahaman terhadap cara

    pemecahan masalah.

    e. Mengembangkan sikap ilmiah.

    f. Memahami, memperdalam, dan menghayati IPA yang dipelajarinya.

    g. Dapat mendesain dan melaksanakan percobaan lebih lanjut dengan

    menggunakan alat dan bahan yang sederhana24.

    Kegiatan praktikum dapat meningkatkan perkembangan

    kemampuan ilmiah siswa baik dari segi kognitif , afektif maupun

    24 Arief Sidharta, Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai

    Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP...., h. 4

  • 19

    psikomotor siswa. Dengan memperhatikan tujuan instruksional,

    kemampuan berpikir ilmiah siswa dapat dicapai.

    Menurut Sumaji, dalam melakukan eksperimen siswa akan

    memperoleh keterampilan-keterampilan melalui learning by doing, yaitu:25

    1) Keterampilan menguasai seperti mengamati dengan teliti dan sistematik, melakukan penyelidikan (searching, inqiuring, investigating), mengumpulkan data.

    2) Keterampilan kreatif seperti membuat perecanaan yang akan datang, merancang hal-hal yang baru (masalah, pendekatan, peralatan atau sistem), menemukan (inventing): mencipta metode, peralatan dan melakukan sintesis.

    3) Keterampilan manipulatif seperti menggunakan instrumen (mengetahui cara memakainya dan keterbatasannya), melakukan demonstrasi dan eksperimen, melakukan perbaikan dan kalibrasi terhadap instrumen.

    4) Keterampilan komunikatif seperti mengajukan pertanyaan, diskusi, mengkritik yang kontruktif, menggambar grafik dan mampu melakukan interpretasi terhadap grafik itu, dan membuat laporan tertulis tentang eksperimen yang dilakukan.

    Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam

    kegiatan laboratorium tidak hanya melihat kemampuan kognitif saja,

    tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotor siswa. Aspek

    psikomotor yang dimiliki siswa dapat dilihat pada kemampuan siswa

    dalam menggunakan alat, mengukur, mengamati, menggambar dan

    keterampilan lain.

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kegiatan

    laboratorium karena di dalam kegiatan laboratorium terdapat nilai

    ilmiah yang dapat diperoleh, seperti:

    1) Siswa memperoleh pengalaman untuk menemukan sendiri konsep

    maupun prinsip.

    2) Melalui kegiatan laboratorium, akan diperoleh suatu pengetahuan

    yang lebih bermakna dan dapat mengembangkan pandangan lebih

    luas mengenai sains.

    25 Syahmani, Laboratorium sebagai Pusat Pengajaran Kimia Organik, Jurnal Vidya

    Karya..., h.89

  • 20

    3) Para siswa berkesempatan untuk berlatih menggunakan metode

    ilmiah.

    4) Para siswa dapat mengembangkan kebiasaan baik berupa bekerja

    sama, berinisiatif, percaya diri, teliti dan tekun. 26

    Ilmu kimia dapat berkembang pesat sebagai hasil yang

    dilakukan oleh para ilmuwan melalui eksperimen atau kegiatan di

    laboratorium. Melalui kegiatan laboratorium diharapkan dapat

    menunjang kegiatan proses pembelajaran kimia untuk menemukan

    prinsip atau konsep-konsep. Sehingga konsep yang abstrak dapat

    diwujudkan menjadi kenyataan yang dapat dilihat, diraba dan diukur.

    Dengan dasar inilah peneliti melakukan proses pembelajaran dengan

    metode discovery melalui kegiatan laboratorium.

    3. Belajar

    Dalam kondisi sehari-hari, disadari atau tidak, manusia selalu

    berada dalam kondisi belajar. Hal ini disebabkan karena sifat manusia

    yang selalu ingin tahu dan senantiasa berkeinginan untuk mengembangkan

    kemampuan yang dimilikinya. Belajar merupakan proses dasar dari

    perkembangan hidup manusia dan merupakan unsur yang sangat penting

    dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Karena

    belajarlah, maka manusia dapat berkembang jauh lebih baik dari makhluk

    lainnya.

    Banyak para ahli pendidikan mengemukakan tentang pengertian

    belajar, diantaranya adalah:

    a. Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan seluruh

    tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman

    dan interaktif dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

    Sedangkan perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses

    26 Wahyana, Pengelolaan Pengajaran Fisika, (Jakarta: UT, 2001), h.12.3

  • 21

    kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat

    dipandang sebagai proses belajar.27

    b. Menurut W.S Winkel, "belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis,

    yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

    menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

    keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif, konstan,

    dan berbekas".28

    c. Menurut Wasty Soemanto, belajar merupakan proses dari

    perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan

    perubahan-perubahan kualitas individu sehingga tingkah lakunya

    berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup masusia tidak lain

    adalah hasil dari belajar. Karena belajar adalah suatu proses, dan bukan

    suatu hasil. 29

    Dari uraian berbagai ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

    aktivitas yang dilakukan secara sadar yang memungkinkan terjadinya

    perubahan pada perilaku seseorang yang belajar. Perubahan yang

    dimaksud adalah hasil dari pengalaman atau kegiatan yang sengaja

    dilakukan karena adanya usaha. Jadi indikator seseorang telah mengikuti

    proses belajar adalah adanya perubahan ke arah positif yang menyangkut

    perubahan dari segi akademik (kognitif), perubahan sikap (afektif) maupun

    perubahan perilaku (psikomotor).

    Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku

    siswa yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

    belajar, diantaranya adalah:

    a. Faktor internal

    Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua

    aspek, yaitu:

    27 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 1995), h. 11628 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: PT Media Abadi, 2005), h. 5929 Wasty Soemanto, M.Pd, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-V,

    h. 104

  • 22

    1) Aspek Fisiologis

    Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

    menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-

    sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa

    dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat

    menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang

    dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.

    2) Aspek Psikologis

    Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan

    kualitas perolehan pembelajaran siswa yaitu inteligensi siswa,

    sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa.30

    b. Faktor eksternal

    Faktor yang berasal dari luar siswa, terdiri dari:31

    1). Lingkungan sosialLingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi

    kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, pendidikan dari orang tua, ketegangan keluarga dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

    2). Lingkungan non sosialFaktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung

    sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan waktu cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor inilah yang dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

    c. Faktor pendekatan belajar

    Faktor pendekatan belajar ialah cara atau strategi yang

    menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi

    tertentu.32 Oleh karena itu, seorang guru diharapkan mampu

    mengetahui dan menerapkan cara atau strategi yang sesuai dengan

    materi pelajaran sehinggga proses pembelajaran akan lebih efektif

    dan efisien.

    30 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan ....., h. 132-13331 Muhibbin Syah, PsikologiPendidikan, h. 137-13832 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, h. 139

  • 23

    Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya

    terdapat faktor pendektan belajar. Cara atau strategi dalam melaksanakan

    pembelajaran mempengaruhi belajar dan hasil belajar siswa. Seorang guru

    diharapkan mampu mengetahui dan menyesuaikan cara atau strategi yang

    sesuai dengan materi pelajaran. Cara atau strategi yang digunakan ialah

    dengan menggunakan metode. Salah satu metode pembelajaran berupa

    metode discovery. Metode discovery yang digunakan pada materi sistem

    koloid ini diharapkan sesuai dan berpengaruh pada hasil belajar siswa.

    4. Hasil Belajar

    Pada hakikatnya, belajar dan hasil belajar adalah dua hal yang

    saling terkait satu dengan lainnya. Dalam kegiatan belajar terjadi proses

    berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Sedangkan dalam kegiatan

    mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima

    sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang

    diberikan, sehingga siswa memahami suatu perubahan dari yang tidak

    diketahui menjadi diketahui. Perubahan inilah yang disebut dengan hasil

    belajar.

    Hasil Belajar menurut Benjamin S. Bloom berpendapat bahwa

    proses evaluasi hasil belajar mengacu kepada tiga jenis domain, yaitu: 33

    1. Ranah kognitif.

    Ranah kognitif adalah yang mencakup kegiatan mental (otak).

    Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir,

    diantaranya meliputi; (1) pengetahuan / hafalan / ingatan (knowledge),

    (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application),

    (4) analisis , (5) sintesis dan (6) Penilaian (evaluation)

    2. Ranah afektif.

    Ranah afektif ialah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

    Ranah afektif ini terbagi kepada lima jenjang, yaitu; (1) menerima atau

    33 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),

    h. 49

  • 24

    memperhatikan (receiving), (2) menanggapi (responding), (3) menilai

    atau menghargai (valuing), (4) mengatur atau mengorganisasikan

    (organization), (5) karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai

    (characterization by a value or value complex). 34

    3. Ranah psikomotor.

    Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan

    keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima

    pengalaman belajar tertentu. Seperti dikemukakan Simpson (1956)

    bahwa bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk

    keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. 35

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

    merupakan peristiwa yang terjadi dalam diri seseorang setelah mengalami

    proses belajar yang menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik, baik

    dalam hal pengetahuan, pemahaman, nilai, sikap, maupun keterampilan

    yang bersifat menetap.

    Hasil belajar dapat diketahui dari proses penilaian, yaitu kegiatan

    membandingkan hasil pengukuran (skor) sifat suatu objek dengan acuan

    yang relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu kualitas

    kuantitatif. Penilaian hasil belajar dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi

    empat, yaitu:36

    a. Penilaian formatif. Penilaian formatif ditujukan untuk memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang telah dilakukan oleh guru dan dilakukan pada akhir sebuah pelajaran.

    b. Penilaian sumatif. Penilaian ini langsung diarahkan pada keberhasilan mempelajari suatu program pengajaran. Biasanya dilakukan pada akhir program pengajaran yang relatif besar atau pada akhir jenjang sekolah.

    c. Penilaian penempatan, yaitu usaha penilaian untuk memahami kemampuan setiap siswa, sehingga dengan pengetahuan itu guru dapat menempatkan setiap siswa dalam situasi yang tepat baginya.

    d. Penilaian diagnostik, yaitu usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang menguntungkan pada siswa tersebut untuk mengatasi kelemahan siswa tersebut.

    34 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan .........., h. 5435 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan .........., h. 5736 Slameto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 25-27

  • 25

    Penilaian (evaluasi) berperan penting dalam pengajaran karena

    mengukur keberhasilan belajar atau menentukan hasil belajar siswa.37

    Dengan adanya hasil belajar, guru maupun peneliti dapat mengetahui

    adanya keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Karena hal tersebut

    merupakan indikasi yang menunjukkan upaya penguasaan pengetahuan

    (kognitif) siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru melalui

    kegiatan kokurikuler (pekerjaan rumah) dan tes ulangan, sikap (afektif)

    dalam proses belajar, serta (psikomotor) siswa dalam melaksanakan

    praktikum.

    5. Kimia

    Kimia berasal (dari bahasa Arab "seni transformasi" dan

    bahasa Yunani khemeia "alkimia"),38 Ilmu kimia merupakan ilmu

    yang diperoleh berdasarkan eksperimen yang mencari pertanyaan apa,

    mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam khususnya yang berkaitan

    dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan

    energitika zat.39

    Kimia adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang

    materi yang meliputi struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi serta

    energi yang menyertainya.40 Kimia pada dasarnya adalah ilmu yang

    dilandasi pada eksperimen dan pengamatan. Berdasarkan uraian di atas

    dapat disimpulkan bahwa ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari

    bahan penyusun suatu benda, reaksi-reaksi yang terjadi pada benda, serta

    perubahan yang terjadi pada benda itu baik fisik atupun kimiawi.

    Pembelajaran kimia tidak hanya bersifat hafalan dan hitungan saja,

    37 Waluyo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, (Jakarta:Penerbit Karunika Jaya, 1987),

    h. 2.1138Anonym, Kimia Dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia,

    dari www.id.wikipedia.org, 16 Maret 2008. h. 139 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Kimia untuk SMA dan MA,

    (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 640 Johari, M.Sc dan Ir. M. Rachmawati, Kimia SMA dan MA Kelas X, (Jakarta: Esis,

    2006), h. 4

  • 26

    melainkan konsep-konsep yang masih bersifat abstrak. Pembelajaran

    kimia harus berupa pengamatan dan penemuan agar konsep-konsep di

    dalam ilmu kimia dapat dipahami oleh siswa, sehingga tidak ada lagi siswa

    yang merasa kesulitan untuk mempelajari kimia.

    6. Sistem Koloid

    Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) maupun

    kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), materi sistem koloid

    dipelajari di kelas XI (sebelas) SMA. Kompetensi dasar yang ingin dicapai

    pada pembelajaran ini adalah pengelompokkan sistem koloid, identifikasi

    sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta

    membuat berbagai macam sistem koloid.

    a. Pengertian dan Pengelompokkan koloid

    Sistem koloid merupakan campuran yang keadaannya berada

    diantara larutan dan campuran kasar (suspensi). Dalam sistem koloid, zat

    yang didispersikan disebut fase terdispersi dan medium yang digunakan

    untuk mendispersikannya disebut medium pendispersi. Fase terdisfersi

    bersifat diskontinu (terputus-putus) dan medium pendispersi bersifat

    kontinu. Pada campuran susu dan akuades (air), fase terdispersinya adalah

    susu dan medium pendispersinya adalah air. 41

    Koloid dapat dikelompokkan berdasarkan kombinasi fase

    terdispersi dan medium pendispersi. Berdasarkan hal tersebut, sistem

    koloid dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti yg dijelaskan dalam

    tabel berikut:

    41Sandri Justiana dan Mukhtaridi, Chemistry for Senior high School, (Jakarta:

    Yudhistira.2009), h. 330

  • 27

    Tabel 2.1. Pengelompokkan Sistem Koloid42

    NO Fase Terdispersi

    Medium Pendispersi

    Nama Koloid

    Contoh

    1 Gas Cair Buih Busa sabun

    2 Gas Padat Busa padat Karet busa, batu apung

    3 Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan

    4 Cair Cair Emulsi Susu, santan, mayones

    5 Cair Padat Emulsi padat Mutiara, keju

    6 Padat Gas Aerosol padat Debu, asap

    7 Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta

    8 Padat Padat Sol padat Kaca, permata

    b. Sifat-sifat Koloid

    Sifat-sifat yang dimiliki koloid diantaranya ialah:

    1) Efek Tyndall

    Fenomena Efek Tyndall dikemukakan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika dari Inggris. Efek Tyndall adalah gejala penghamburan sinar oleh partikel koloid. Susunan partikel dalam koloid menyebabkan berkas sinar akan dihamburkan oleh partikel-partikel koloid. Jika berkas tersebut dilewatkan melalui larutan, maka seluruh berkas sinar tidak tertahan. Jika berkas sinar dilewatkan melalui suspensi, maka partikel-partikel akan menahan berkas sinar tersebut. Oleh karena itu, efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan antara larutan, koloid, dan suspensi.43

    2) Gerak Brown

    Gerak Brown adalah gerakan acak dari partikel dalam

    medium pendispersinya. Gerak Brown diambil dari nama ahli

    botani bangsa Inggris yang menemukan gerakan ini pada tahun

    1827 yaitu Robert Brown. Gerak Brown akan makin cepat jika

    42 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II, (Jakarta: Erlangga. 1996),

    h. 13543 Sandri Justiana dan Mukhtaridi, Chemistry for Senior high School..., h. 336

  • 28

    ukuran partikel koloid makin kecil. Sebaliknya, makin besar

    ukuran partikel gerakannya makin lambat. 44

    3) Adsorpsi

    Adsorpsi yaitu penyerapan partikel oleh permukaan zat. Hal

    itu dapat terjadi karena permukaan koloid mempunyai luas

    permukaan yang besar. Sifat adsorpsi partikel-partikel koloid

    dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti

    pemutihan gula pasir, penjernihan air, dan pewarnaan kain. 45

    4) Elektroforesis

    Elektroforesis adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa

    partikel koloid dapat bermuatan. Contohnya, koloid AS2S3

    bermuatan negatif karena ditarik oleh eelktroda poisitif dan koloid

    Fe(OH)3 bermuatan positif karena ditarik oleh elektroda negatif.46

    5) Koagulasi

    Penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena

    kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan

    partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk partikel

    yang lebih besar disebut koagulasi. Koagulasi dapat terjadi karena

    pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit,

    pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan. Beberapa

    proses koagulasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah

    perebusan telur, pembuatan yoghurt, pembuatan tahu, pembutan

    lateks, dan lain-lain. 47

    6) Koloid pelindung

    Koloid pelindung merupakan sifat koloid yang dapat

    melindungi koloid lain. Koloid pelindung pada emulsi dinamakan

    emulgator. Koloid pelindung ialah koloid yang dapat memberikan

    efek kestabilan. Contoh: a). tinta tidak mengendap karena

    44 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II..., h. 13945 Sandri Justiana dan Mukhtaridi, Chemistry for Senior high School..., h. 33646 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II..., h. 14047 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II..., h. 141

  • 29

    dicampur oleh koloid pelindung, b). susu tidak menggumpal

    karena terdapat kasein dalam susu sebagai koloid pelindung. 48

    c. Pembuatan Koloid

    Koloid dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara dispersi dan

    cara kondensasi.

    1). Cara Dispersi. 49

    Cara dispersi adalah dengan menghaluskan butir-butir zat

    yang bersifat makroskopis (kasar) menjadi butir-butir zat yang

    bersifat mikroskopis (halus). Cara ini dapat dilakukan melalui tiga

    cara, yaitu:

    a) Dispersi Mekanik

    Pada cara dispersi mekanik, koloid dibuat dengan

    cara penggerusan dan penggilingan (untuk zat padat) atau

    pengadukan dan pengocokan (untuk zat cair). Contohnya,

    pembuatan sol belerang

    b) Dispersi Elektrolitik

    Dispersi elektrolitik dikenal juga dengan istilah

    busur Bredig. Dengan cara dispersi elektrolitik, zat padat

    diubah menjadi partikel koloid dengan bantuan arus listrik

    bertegangan tinggi. Biasanya digunakan untuk membuat sol

    logam, misalnya sol platina emas atau perak.

    c) Dispersi Peptisasi

    Pada cara dispersi peptisasi, partikel kasar diubah

    menjadi partikel koloid dengan penambahan zat kimia (zat

    elektrolit) yang mengandung ion sejenis. Contohnya, sol

    belerang dibuat dari endapan nikel sulfida dengan cara

    mengalirkan gas asam sulfida.

    48 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II..., h. 14249 Sandri Justiana dan Mukhtaridi, Chemistry for Senior high School..., h. 348

  • 30

    2). Cara Kondensasi. 50

    Cara kondensasi adalah dengan menggabungkan ion-ion,

    atom-atom, molekul-molekul, atau partikel yang lebih halus

    membentuk partikel yang lebih besar dan sesuai dengan ukuran

    partikel koloid. Cara kondensasi dilakukan melalui reaksi-reaksi

    kimia, seperti:

    a) Reaksi Redoks

    Reaksi redoks merupakan reaksi pembentukan

    partikel koloid melalui mekanisme perubahan bilangan

    oksidasi. Misalnya:

    Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hidrogen

    sulfida (H2S) kedalam larutan belerang dioksida (SO2).

    2 H2S (g) + SO2 (aq) 3S (s) + 2 H2O (l)

    b) Reaksi Hidrolisis

    Reaksi hidrolisis merupakan reaksi pembentukan

    koloid dengan menggunakan pereaksi air. Misalnya,

    pembuatan sol Fe(OH)3 dari larutan FECl3 dengan air panas.

    FeCl3 (aq) + 3 H2O (l) Fe(OH)3 + 3HCl (aq)

    c) Reaksi Penggaraman

    Garam-garam yang sukar larut dapat dibuat menjadi

    koloid melalui reaksi pembentukan garam. Untuk

    menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat

    pemecah.

    AgNO3 (aq) + NaCl (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq)

    d) Penjenuhan Larutan

    Penejenuhan larutan dilakukan dengan cara

    menembahkan pelarut alcohol sehingga akan menghasilkan

    koloid berupa gel. Contohnya, pembuatan kalsium asetat

    dengan cara penjenuhan larutan kedalam larutan jenuh

    kalsium asetat dalam air.

    50 Irfan Anshory dan Hiskia Ahmad, Kimia SMU untuk Kelas II..., h. 145

  • 31

    B. Hasil Penelitian yang Relevan

    Hasil penelitian yang relevan dirujuk berdasarkan penelitian yang

    dilakukan oleh Mardia H. Rahman yang berjudul Penerapan Model Belajar

    Penemuan dengan Kegiatan Laboratorium (Suatu Upaya untuk Meningkatkan

    Hasil Belajar Siswa). Hasil penelitian tersebut adalah pembelajaran melalui

    penggunaan model belajar penemuan dengan kegiatan laboratorium dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa dan secara umum siswa mengalami

    peningkatan pemahaman konsep setelah pembelajaran.

    Yula Miranda dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

    Penggunaan Diskoveri Terpimpin dan Pendekatan Sains-Teknologi-

    Masyarakat terhadap Hasil belajar Keanekaragaman Hayati pada Siswa Kelas

    X SMAN Palangkaraya. Dalam kesimpulannya menyatakan bahwa siswa

    yang belajar dengan diskoveri terpimpin memiliki hasil belajar yang lebih baik

    dan lebih bebas berkreativitas selama proses pembelajaran berlangsung bila

    dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional.

    Arief Sidharta dengan judul penelitian Model Pembelajaran Asam

    Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai Wahana Pendidikan Sains SMP.

    Arief menyimpulkan bahwa model pembelajaran asam basa berbasis inkuiri

    laboratorium dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, meningkatkan

    keterampilan berpikir kreatif siswa, bekerja keras, bekerja sama, dan kejujuran

    siswa.

    C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

    Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research

    (CAR) merupakan penelitian tindakan (action research), yang bertujuan

    untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar di kelas .51

    Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa Penelitian Tindakan Kelas

    (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

    51Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains, (Jakarta: FITK

    Jurusan Pendidikan IPA, UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 21

  • 32

    tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

    bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau arahan dari guru yang

    dilakukan oleh siswa.52

    Adapun prosedur penelitian tindakan kelas yaiu, (1) perencanaan

    (planning), (2) tindakan (action), (3) observasi (Observing), (4) refleksi

    (reflection). Kegiatan-kegiatan ini disebut dengan satu siklus kegiatan

    pemecahan masalah. Apabila satu siklus belum menunjukkan tanda-tanda

    perubahan ke arah perbaikan (peningkatan mutu), kegiatan riset dilanjutkan

    pada siklus kedua dan seterusnya sampai peneliti merasa puas.53

    Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian

    tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru maupun

    peneliti dengan prosedur merancang, melaksanakan, observasi dan

    merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang terdiri dari

    perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dengan tujuan untuk

    memperbaiki kinerja guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

    Penelitian dapat terlaksana dengan baik, jika sebelum melakukan

    penelitian terdapat konsep perencanaan tindakan. Oleh karena itu, peneliti

    mempersiapkan konsep perencanaan tindakan yang diajukan sebagai berikut:

    Tabel 2.2.Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

    Tahapan Jenis Kegiatan Langkah-langkah Tindakan yang dilakukan

    Tahap I 1. Identifikasi Permasalahan

    Mengobservasi masalah yang ada di kelas

    Mengidentifikasi kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan.

    Wawancara pendahuluan terhadap guru dan siswa.

    52Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), (Jakarta:

    Bumi Aksara, 2006), h.353Supardi, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika

    Proposal dan Laporannya, (Jakarta Bumi Aksara, 2006), h.117

  • 33

    2. Penyusunan Komponen-komponen Pembelajaran

    Bahan ajar yang akan dilaksanakan.

    Instrumen pembelajaran. Metode pembelajaran yang

    diinginkan.Tahap II Mengkaji dan mereview

    komponen pembelajaran Mengkaji komponen pembelajaran

    yang telah disusun kemudian direview sehingga komponen-komponen pembelajaran dapat disempurnakan.

    Tahap III

    Pelaksanaan Tindakan:Siklus I

    Perencanan

    Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan

    Menentukan pokok bahasan Membuat skenario pembelajaran Menyusun langkah pembelajaran

    dengan metode discovery. Menyusun lembar kerja siswa. Mengembangkan rencana

    pembelajaran Mengembangkan format observasi

    Tindakan Menetapkan tindakan pengajaran sesuai skenario yang telah dibuat.

    Pengamatan Mengobservasi efektifitas, efisiensi metode pembelajaran yang diterapkan.

    Mengobservasi aktifitas siswa selama proses pembelajaran.

    Mengobservasi aktifitas guru selama proses pembelajaran.

    Refleksi Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi efektifitas, efisiensi waktu yang digunakan, serta aktifitas yang dilakukan oleh guru dan siswa serta mengembangkan tindakan selanjutnya.

    Siklus IIPerencanaan

    Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah.

    Pengembangan tindakanTindakan Pelaksanaan tindakan II

    Pengamatan Aktifitas siswa selama proses pembelajaran

    Aktifitas guru selama proses pembelajaran

  • 34

    Kemampuan guru dalam mengelola materi pembelajaran serta efektifitas dan efisiensi metode pembelajran yang diterapkan

    Refleksi Evaluasi tindakan II

    D. Kerangka Pikir

    Kimia adalah ilmu pengetahuan yang memerlukan percobaan,

    observasi atau pengamatan serta pengukuran. Dalam ilmu kimia, diperoleh dan

    dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan

    apa, mengapa, dan bagaimana suatu gejala alam dan peristiwa dapat terjadi.

    Oleh karena itu, pembelajaran kimia hendaknya menggunakan metode

    yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran kimia itu sendiri. Seperti

    melakukan percobaan, pengamatan, diskusi, dan lain sebagainya. Pelajaran

    kimia harus dibuat menarik dan mengundang rasa ingin tahu siswa terhadap

    materi kimia. Untuk itu diperlukan upaya untuk menumbuhkan dan

    meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap pelajaran kimia. Salah satunya

    dengan metode discovery.

    Metode discovery atau penemuan merupakan komponen dari praktek

    pendidikan yang meliputi metode pembelajaran yang memajukan siswa

    belajar aktif, berorientasi pada proses, dan mengarahkan siswa untuk berpikir

    kritis. Untuk memahami konsep kimia yang bersifat abstrak diperlukan

    pengalaman langsung siswa dalam mempelajari kimia. Salah satunya dengan

    kegiatan laboratorium atau praktikum. Metode discovery yang

    menitikberatkan pada pengalaman langsung melalui kegiatan laboratorium,

    maka siswa dapat langsung melihat, mendengar, meraba, serta melakukan

    percobaaan sendiri. Selain itu melalui kegiatan praktikum juga dapat

    meningkatkan kreativitas dan keterampilan siswa dan tidak menutup

    kemungkinan akan adanya penemuan-penemuan baru khususnya dalam

    bidang teknologi. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat

    meningkatkan hasil belajar serta keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran

    kimia.

  • 35

    E. Hipotesis Tindakan

    Pembelajaran kimia pada konsep sistem koloid dengan menggunakan

    metode discovery melalui kegiatan laboratorium diharapkan akan

    meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

  • 36

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Tempat yang dipilih sebagai lapangan penelitian adalah MAN 12 yang

    beralamat di Jalan Raya Duri Kosambi No. 3 Cengkareng, Jakarta Barat.

    Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2007/2008.

    Waktu penelitian berlangsung pada tanggal 28 Mei 12 Juni 2008.

    B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian

    Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas

    (classroom action research). Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini

    melalui beberapa tahap yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. PTK pertama

    kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang menytakan bahwa dalam satu siklus

    terdiri dari empat langkah, yaitu: perencanaan, tindakan pertama, monitoring /

    observasi, refleksi dan evaluasi.1

    Siklus I

    Siklus II

    Gambar 3.1. Rancangan Siklus Penelitian Tindakan

    1 Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2006), h. 21

    Tahap Observasi Tahap Pelaksanaan- Metode discovery Tahap Perencanaan

    Refleksi Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan- Metode discovery

    Tahap ObservasiRefleksiHasil Penelitian

    Memenuhi Indikator Tidak memenuhi indikator Siklus III

    Observasi kegiatanBelajar mengajar

  • 37

    Perencanaan dilakukan dengan menggunakan siklus, masing-masing

    siklus terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi

    tidakan I, refleksi tindakan I, dan kesimpulan. Pada siklus kedua dapat dibuat

    revisi tindakan untuk tujuan yang belum tercapai pada siklus pertama.

    C. Subjek dan Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian

    Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah guru

    bidang studi kimia dan siswa-siswi kelas XI MAN 12 Jakarta. Dalam hal ini

    peneliti bekerjasama dengan guru bidang studi yang bersangkutan dalam

    menggali dan mengkaji permasalahan dalam melaksanakan metode discovery

    melalui kegiatan laboratorium.

    D. Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian

    Peran peneliti dalam penelitian adalah sebagai observer, yang

    menyaksikan segala aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses

    pembelajaran berlangsung dengan menggunakan metode discovery melalui

    kegiatan laboratorium, sedangkan yang berperan sebagai guru adalah guru

    kimia yang bersangkutan dalam hal ini guru kimia kelas XI IPA.

    E. Tahapan Intervensi Tindakan

    Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua siklus

    pada konsep sistem koloid. Hal ini dimaksudkan untuk melihat peningkatan

    hasil belajar siswa pada setiap siklus setelah diberikan tindakan. Bila pada

    siklus pertama terdapat perkembangan maka kegiatan penelitian pada siklus

    kedua lebih banyak diarahkan pada perbaikan dan penyempurnaan terhadap

    hal-hal yang dianggap kurang pada siklus pertama. Adapun langkah-langkah

    yang dilakukan untuk setiap siklus pembelajaran dalam prosedur penelitian

    tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

  • 38

    1. Observasi awal kegiatan belajar mengajar

    2. Siklus I

    a. Perencanaan

    Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan rencana kegiatan

    sebagai berikut:

    1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran pada sub pokok

    bahasan tentang mengelompokkan campuran yang ada di lingkungan

    kedalam suspensi, sistem koloid, dan larutan sejati,

    mengelompokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan

    medium pendispersi, peranan koloid dalam industri, serta macam-

    macam sistem koloid.

    2) Menentukan tujuan yang akan dipelajari siswa.

    3) Menyusun lembar kerja siswa.

    4) Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa seperti lembar

    observasi aktivitas siswa.

    5) Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.

    6) Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara

    individual atau berkelompok.

    7) Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.

    b. Pelaksanaan Tindakan

    Tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran yang

    telah disusun sebelumnya dengan rincian sebagai berikut:

    1) Guru mengidentifikasi kebutuhan siswa.

    2) Melakukan seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian

    konsep, dan generalisasi pengetahuan.

    3) Melakukan seleksi bahan, problema atau tugas-tugas.

    4) Membantu memperjelas tugas / problema yang dihadapi siswa serta

    peranan masing-masing siswa.

    5) Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan.

    6) Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

    dipecahkan.

  • 39

    7) Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.

    8) Membantu siswa dengan informasi / data jika