penegakan hukum yang dilakukan polrestabes …
TRANSCRIPT
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
1
PENEGAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN POLRESTABES
SEMARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN
PENGANCAMAN DI JALAN RAYA
Raden Bagus Satriyo Pamuditya*, Nyoman Serikat, Budhi Wisaksono
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Email: [email protected]
ABSTRAK
Penegakan hukum yang dilakukan Polrestabes semarang dalam tindak pidana pemerasan
dan pengancaman di jalan raya. Hukum pidana harus pula menjawab kasus-kasus pemerasan dan
pengancaman yang masih ada ditengah-tengah masyarakat khususnya di jalan raya. Ditegaskan
dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana Pasal 368 sendiri bertujuan untuk menanggulangi
adanya tindakan yang tidak bertanggungjawab seperti pemerasan dan pengancaman. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penegakan hukum yang digunakan oleh kepolisian
dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya dan
untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam menghadapi tindak
pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya.
Metode pendekatan yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis empiris, yaitu meneliti objek yang bersifat yuridis, juga melihat kenyataan dan didasarkan
kepada pengalaman yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Spesifikasi peelitian dalam
penulisan hukum ini mengguanakan metode deskriptif analitis yang menggambarkan atau
menuliskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada secara
rinci, sistematis dan menyeluruh yang menyangkut permasalahan yang akan dibahas.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulisan akan membahas tentang (1)Bagaimana
penegakan hukum yang dilakukan oleh Polrestabes Semarang dalam menghadapi tindak pidana
pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya ? Serta (2)Apakah kendala yang
ditemukan oleh polisi dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang
dilakukan di jalan raya?
Hasil penelitian, Penegakan hukum yang dilakukan oleh polrestabes semarang sudah
sangat optimal, namun masih banyaknya kesadaran masyarakat yang terus-menerus mengabaikan
peringatan yang diberikan dari pihak kepolisian kepada masyarakat, membuat kejahatan yang
terjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun pemberian informasi kemasyarakat kurang
mengena ke dalam kehidupan masyarakat yang sudah terkikis secara moral dan mentalnya dan
penanganan kasus-kasus perampasan dan pengancaman dijalan raya seharusnya tidak ada
hambatan serius, namun di polrestabes Semarang menemukan banyak hambatan yang terjadi, baik
hambatan dari luar polrestabes Semarang bahkan dari dalam polrestabes Semarang. Yang dari
waktu ke waktu sudah menjadi alasan klasik, namun itu juga bukan suatu hambatan yang dapat
memperlambat jalannya proses untuk memerangi kejahatan perampasan dan pengancaman dijalan
raya.
Kata Kunci : PENEGAKAN HUKUM, POLRESTABES SEMARANG, TINDAK PIDANA
PEMERASAN DAN PENGACAMAN
ABSTRACT
Law enforcement conducted Polrestabes Semarang in criminal acts of extortion and
threatening on the highway. The criminal law must also answer the cases of extortion and
threatening that still exist among the people, especially on the highway. Affirmed in the Book of
Law Criminal Law Article 368 itself aims to tackle their irresponsible actions such as extortion
and threatening. The purpose of this study was to determine how law enforcement used by the
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
2
police in the face of extortion and threatening criminal acts committed on the highway and to
identify any obstacles experienced by the police in the face of extortion and threatening criminal
acts committed on the highway.
The method used is used in this research is juridical empirical method, which examines objects
juridical, also see the reality and based on the experience in the social life. Specifications peelitian
in this legal writing mengguanakan descriptive analytical methods that describe or write the state
of the object of research at the present time based on the facts that there is a detailed, systematic
and thorough regarding issues to be discussed.
Based on this background paper will discuss (1) how the law enforcement carried out by
Polrestabes Semarang in the face of extortion and threatening criminal acts committed on the
highway? And (2) What problems were found by police in the face of extortion and threatening
criminal acts committed on the highway?
The results of the research, conducted by the law enforcement Polrestabes Semarang already
highly optimized, but there are many public awareness are constantly ignoring the warning given
by the police to the public, making the crime is increasing from year to year. However, the
provision of information kemasyarakat less wear to the lives of people who already eroded
morally and mentally and handling cases of deprivation and threatening highway should be no
serious obstacle, but in Polrestabes Semarang find many obstacles that happens, either the
resistance of the outer Polrestabes Semarang even of the Polrestabes Semarang. Which over time
has become a classic excuse, but it's also not an obstacle that can slow down the process to fight
crime and threatening deprivation of highway.
Keywords: LAW ENFORCEMENT, POLRESTABES SEMARANG, CRIME AND BLACKMAIL
THERT
I. PENDAHULUAN Penegakan hukum memang telah
menjadi persoalan yang hingga saat
ini mungkin masih menimbulkan
tanda tanya. Bukan tanpa alasan,
namun karena secara faktual telah
banyak kasus-kasus hukum yang
terlewatkan dan gagal dieksekusi
oleh aparat penegak hukum.
Indonesia memiliki cita-cita
reformasi untuk mendudukkan
hukum di tempat tertinggi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
yang hingga saat ini tak pernah
terealisasi. Bahkan dapat dikatakan
hanya tinggal mimpi dan angan-
angan. Begitulah realita yang terjadi
saat ini di kalangan masyarakat
Indonesia. Masyarakat seharusnya
sadar betul akan kondisi seperti ini,
karena pada saat ini atau situasi
sekarang banyak masyarakat telah
mengalami pergeseran mental
bahkan dapat menghancurkan moral
pada generasi muda sekarang. Pada
dasarnya harus ditanamkan bagi
seluruh lapisan masyarakat baik dari
kalangan atas sampai kalangan
bawah, bahkan dari para pejabat
hingga rakyat jelata bahwa keamanan
yang terjadi sekarang bukanlah rasa
aman yang diiinginkan oleh seluruh
lapisan masyarakat.
Penegakan hukum yang tidak
berjalan dengan baik dan efektif
dapat menyebabkan kerusakan dan
kehancuran di berbagai bidang
(politik, ekonomi, sosial, dan
budaya). Selain itu buruknya
penegakan hukum juga akan
menyebabkan rasa hormat dan
kepercayaan masyarakat terhadap
hukum semakin menipis dari hari ke
hari. Akibatnya, masyarakat akan
mencari keadilan dengan cara
mereka sendiri tanpa memandang
bahwa ada hukum yang berlaku di
sekitar mereka. Berbagai tindakan
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
3
main hakim sendiri di masyarakat
akan dilakukan karena merupakan
salah satu wujud ketidakpercayaan
masyarakat terhadap hukum yang
ada.
Kondisi Hukum di Indonesia saat
ini lebih sering menuai kritik dari
pada pujian. Berbagai kritik
diarahkan baik yang berkaitan
dengan penegakan hukum, kesadaran
hukum , kualitas hukum, ketidak
jelasan berbagai hukum yang
berkaitan dengan proses
berlangsungnya hukum dan juga
lemahnya penerapan berbagai
peraturan. Kritik begitu sering
dilontarkan berkaitan dengan
penegakan hukum di Indonesia.
Kebanyakan masyarakat kita akan
bicara bahwa hukum di Indonesia itu
dapat dibeli, yang menang mereka
yang mempunyai jabatan, nama dan
kekuasaan, yang punya uang pasti
aman dari gangguan hukum walau
aturan negara dilanggar. Ada
pengakuan di masyarakat bahwa
karena hukum dapat dibeli maka
oknum aparat penegak hukum tidak
dapat diharapkan untuk melakukan
penegakkan hukum secara
menyeluruh dan adil. Sejauh ini,
hukum tidak saja dijalankan sebagai
rutinitas belaka tetapi juga
dipermainkan seperti barang
dagangan.
Indonesia adalah negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang
menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia serta menjamin segala
warganegara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung
tinggi hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Polri Orde Baru adalah Polri
yang berbeda dengan masa
sebelumnya. Bila selama rejim Orde
Baru pembangunan Polri dijadikan
sebagai instrumennya, sekarang tidak
lagi. Sejak 1 April 1999, secara
kelembagaan Polri dikeluar dari
Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI). Sebagaimana
organisasi kepolisian di negara-
negara demokrasi lainnya, fungsi
Polri selanjutnya adalah sebagai alat
negara, penegak hukum, pelindung
dan pengayom serta pelayan
masyarakat. Sebagai aparatur
penegak hukum, maka tidak tepat
lagi bila Polri menjadi bagian dari
sebuah kesatuan yang bertugas
mempertahankan negara, yakni
Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI). Untuk
selanjutnya, organisasi yang dikenal
sebagai pengemban Tri Brata ini
mesti melakukan berbagai
perubahan, mulai dari paradigmatik
sampai ke empirik. Tanpa semangat
itu, nampaknya kepercayaan publik
atas perubahan peran yang dimaksud,
akan terus merosot.1
Hampir satu dasawarsa sudah
didengarkan jargon “Reformasi
Menuju Polri yang Profesional”.
Belakangan, jargon tadi mendapat
tambahan satu kata kunci lagi, yakni
“Mandiri”. Jadi lebih lengkapnya,
semangat perubahan dalam tubuh
Polri sekarang adalah, “Menuju
Reformasi Polri yang Mandiri dan
Profesional”. Di bawah
kepemimpinan Kapolri Jenderal
Roesmanhadi, semangat tersebut di
1 Awaloeddin Djamin, Sejarah
Perkembangan Kepolisian di Indonesia: Dari Zaman Kuno sampai sekaranga, (Jakarta: Yayasan Brata Bhakti Polri, 2006), Hal. 493.
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
4
atas diperkenalkan. Kemudian secara
berturut-turut, Kapolri penerusnya
Jenderal Rusdihardjo, Dai Bachtiar,
Sutanto dan Kapolri sekarang
Badrodin Haiti, mengemban moral
publik untuk lebih
mengoperasionalkan reformasi Polri
yang dimaksud.
Dalam masyarakat yang kian
menuntut penerapan prinsip Tata
Kelola Pemerintahan yang Baik
(good governance), barangkali tidak
berlebihan bila pertanyaan tersebut
dikemukakan. Berhubung Polri
merupakan aparatur negara, maka
pertanggungjawaban akhirnya adalah
kepada pemilik kedaulatan, yakni
seluruh rakyat Indonesia. Dalam
konteks goodgovernance, Polri sudah
sewajarnya menjalankan prinsip-
prinsip yang akuntabel, transparan,
menghargai kesetaraan, taat hukum
dan demokratik.
Oleh karena itu polisi sebagai
penegak hukum yang ada, harus
bersifat adil tak pandang bulu tua,
muda, kaya, miskin. Tugas pokok
kepolisian merupakan tugas-tugas
yang harus dikerjakan atau
dijalankan oleh lembaga kepolisian,
dengan demikian tugas lembaga yang
dijalankan oleh anggota kepolisian
dapat dimaknai sebagai bentuk atau
jenis dari pekerjaan khusus. Jenis
pekerjaan tersebut menjadi tugas dan
wewenang kepolisian yang harus
dijalankan dengan pengetahuan
Intelektual, keahlian atau kemahiran
yang diperoleh melalui pendidikan
atau training, dijalankan secara
bertanggung jawab dengan
keahlianya, dan berlandaskan moral
dan etika.
Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai salah satu lembaga
penyelenggaran tugas dan fungsi
pemerintahan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya juga harus
berdasarkan legitimasi hukum yang
berlaku. Dimana fungsi utama dari
polisi adalah menegakkan hukum
dan melayani kepentingan
masyarakat umum. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tugas polisi adalah
melakukan pencegahan terhadap
kejahatan dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat.
Berikut ini ada beberapa tugas dari
Polrestabes Semarang, yaitu:2
a. Memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum;
c. Memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Polisi adalah hukum yang hidup,
melalui polisi janji-janji dan tujuan-
tujuan hukum untuk mengamankan
serta melindungi masyarakat menjadi
kenyataan. Perincian tugas
Polrestabes Semarang, misalnya:3
a) Memelihara ketertiban dan
menjamin ketertiban umum;
b) Memelihara keselamatan orang,
benda dan masyarakat, termasuk
memberi perlindungan dan
pertolongan;
c) Memelihara keselamatan negara
terhadap gangguan yang berasal
dari dalam;
d) Mencegah dan memberantas
menjalarnya penyakit-penyakit
masyarakat;
e) Mengusahakan ketaatan warga
negara dan masyarakat terhadap
peraturan-peraturan negara.
Kejahatan sering kali terjadi di
dalam masyarakat, baru-baru ini
2 Pasal 13 UU NO.2 Tahun 2002.
3 Prof.Dr. Satjipto Rahardjo,SH,Penegakan
Hukum, ( Yogyakarta : Genta Publishing, 2009), Hal. 45.
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
5
kejahatan pemerasan dan
pengancaman sangat marak sekali
terutama terjadi di jalan raya seperti
pembegalan, penjambretan, dan
penodongan; itu semua masuk di
dalam premanisme. Pelanggaran
norma hukum sangat jelas terjadi
didalam pemerasan dan
pengancaman tersebut. Di kota besar
sering kali terjadi kejahatan di jalan
raya contoh hal kota semarang.
Faktanya di dalam masyarakat
seperti pembegalan sering kali
terjadi. Hampir setiap bulan ada
kasus mengenai pembegalan di kota
Semarang dan pelaku tidak segan-
segan melukai bahkan membunuh
korbannya. Warga diselimuti
kecemasan didalam menjalankan
aktifitas dimalam hari. Setidaknya
telah terjadi 24 kejadian yang tercatat
di Biro Operasi Polda Jawa Tengah
selama kurun waktu Januari-Februari
2016. Warga masyarakat diselimuti
kecemasan untuk beraktifitas sehari-
hari di malam hari.
Hukum pidana harus pula
menjawab kasus-kasus pemerasan
dan pengancaman yang masih ada
ditengah-tengah masyarakat,
khususnya di jalan raya. Salah satu
bentuk dari premanisme adalah
melakukan delik pemerasan atau
pengancaman. Delik pengancaman
atau pemerasan sebagaimana yang
ditegaskan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana Pasal 368
sendiri bertujuan untuk
menanggulangi adanya tindakan
yang tidak bertanggungjawab seperti
pemerasan dan pengancaman.
Banyaknya modus pemerasan dan
pengancaman harus menjadi
perhatian khusus bagi aparat penegak
hukum.
Penegakan hukum merupakan
sarana bagi Negara Republik
Indonesia dalam menciptakan
ketertiban dan keamanan bagi
seluruh rakyat. Dalam penegakan
hukum untuk menemukan kebenaran
dari seluruh tindak pidana yang
terjadi, dibutuhkan hukum pidana
sebagai alat untuk pelanggaran
hukum. Sekarang ini Indonesia
sedang diramaikan dengan
banyaknya kasus pengancaman dan
pemerasan yang terjadi di jalan raya.
Hal ini tentu saja membuat resah
sebagian besar masyarakat.
Dari kepolisian kita dapat
mendengar banyaknya kasus seperti
penganiayaan dan pemerasan
terhadap tersangka yang dilakukan
oleh oknum polisi pada saat proses
penyidikkan, perihal kriminalitas
terhadap pimpinan komisi
pemberantasan korupsi dan yang
paling mencolok dalam kalangan
masyarakat adalah mengenai
pelanggaran lalu lintas yang menjadi
kelalaian kalangan masyarakat.
Keprihatinan yang mendalam
tentunya saat kita melihat reformasi
hukum yang masih berjalan lambat
dan masih belum memberikan rasa
keadilan bagi masyarakat dan
ketegasan bagi siapapun. Mungkin
tiadalah berlebihan jika dikatakan
bahwa pada dasarnya apa yang
terjadi akhir-akhir ini merupakan
ketiadaan keadilan yang
dipresepsikan oleh masyarakat (the
absence of justice). Ketidakadilan ini
merupakan akibat dari pengabaian
hukum (diregardling the law),
ketidakhormatan pada hukum
(disrespecting the law),
ketidakpercayaan pada hukum
(distrusting the law) serta adanya
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
6
penyalahgunaan hukum (misuse of
the law).
Kasus seperti pembegalan atau
pun kasus-kasus lain yang
berhubungan dengan kejahatan yang
terjadi di jalan raya, sepenuhmya
merupakan tanggung jawab
kepolisian dan anggota masyarakat
bersama untuk menciptakan suasana
yang aman serta tentram didalam
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Namun pihak kepolisian juga
diharapkan dapat memunculkan ide-
ide atau suatu rancangan keamanan
yang dapat di jalankan secara
bersama.
Atas dasar uraian tertulis di atas
penulis tertarik untuk melakukan
penulisan hukum yang membahas
mengenai masalah penegakan hukum
yang di lakukan Polrestabes
Semarang terhadap tindak pidana
pemerasan dan pengancaman yang
dilakukan di jalan raya.
Dari uraian di atas dirumuskan
beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan penegakan
hukum yang dilakukan Polrestabes
Semarang terhadap tindak pidana
pemerasan dan pengancaman di jalan
raya. Permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana penegakan hukum
yang dilakukan oleh Polrestabes
Semarang dalam menghadapi tindak
pidana pemerasan dan pengancaman
yang dilakukan di jalan raya ?
2. Apakah kendala yang
ditemukan oleh pihak Polrestabes
Semarang dalam menghadapi tindak
pidana pemerasan dan pengancaman
yang dilakukan di jalan raya?
II. METODE PENELITIAN
Dalam suatu karya ilmiah yang
ada, salah satunya bertujuan untuk
menemukan kebenaran data valid
atau kebenaran ilmiah. digunakan
langkah-langkah, dengan mengikuti
prosedur-prosedur penelitian ilmiah
dan juga menggunakan metode-
metode tertentu dalam usaha untuk
mengadakan penelitian. Pada
umumnya penelitian bertujuan untuk
menemukan data, mengembangkan
atau menguji suatu penelitian.
Menemukan berarti beruaha
memperoleh sesuatu untuk mengisi
kekosongan atau kekurangan,
sedangkan mengembangkan berarti
memperluas dan menggali lebih
dalam lagi terhadap sesuatu yang
telah ada. dengan demikian
dibutuhkan metode penelitian, dalam
arti luas di dalamnya menyangkut
proses-proses, asas-asas dan prosedur
tertentu untuk mencari jawaban atas
persoalan-persoalan yang ada.
Istilah metodologi berasal dari
kata metode yang artinya jalan ke .
Metode ini biasanya menyangkut
masalah cara kerja, yaitu cara untuk
memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu pengetahuan yang
bersangkutan .
Penelitian merupakan suatu
sarana pokok atau usaha untuk
menemukan, mengembangkan, usaha
mana dilakukan menggunakan
metode ilmiah. Menurut Soeryono
Soekanto Penelitian Hukum yaitu :
Penelitian hukum dimaksudkan
sebagai kegiatan ilmiah berdasarkan
pada metode sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan menganalisa kecuali itu
juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta-fakta
hukum tersebut, untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
7
yang timbul didalam gejala yang
bersangkutan.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Upaya Penegakan Hukum Yang
Dilakukan Oleh Polrestabes
Semarang Dalam Menghadapi
Tindak Pidana Pemerasan dan
Pengancaman yang Dilakukan di
Jalan Raya
Setiap orang yang mengalami,
melihat, menyaksikan dan/atau
menjadi korban peristiwa yang
merupakan tindak pidana berhak
untuk mengajukan laporan atau
pengaduan kepada penyelidik dan
atau penyidik baik lisan maupun
tertulis.”
Menurut dari RESKRIM Semarang
bapak AKP P Pantja SH MH,
mengatakan bahwa pihak Polrestabes
Semarang telah melakukan banyak
uapaya agar keamanan di jalan raya
dapat terjadi, namun masih saja
banyak tindakan-tindakan kejahatan
yang terjadi.
Upaya yang dilakukan dirasa sudah
sangat maksimal, seperti adanya
polisi tenda di setiap kelurahan dan
petugas lalu lintas kepolisian pada
jam-jam tertentu melakukan patrol
jalan raya agar para pengguna jalan
raya tidak merasa resah akan
banyaknya tindak kejahatan yang
marak terjadi seperti begal, rampok,
dan lain-lain.4
Beliau juga menambahkan jika
perbuatan-perbuatan penyakit
masyarakat itu telah sering terjadi di
daerah-daerah yang jarang dilalui
pengguna jalan, atau seperti daerah
4 Hasil wawancara dengan bapak AKP P
Pantja R SH MH.,RESKRIM POLRESTABES Semarang 2016.
yang memiliki penerangan lampu
yang kurang, contoh:
a. Jalan Suratmo
b. Jalan Dawung
c. Jalan Menuju Unika
d. Jalan Sampangan
e. Jalan Siliwangi
f. Jalan Bukit Semarang Baru
g. Jalan Menuju Mijen
h. Jalan Untung Suropati
i. Jalan Mataram
Menurut beliau peran warga
masyarakat juga harus optimal agar
keamanan dapat terjadi dan para
pengguna jalan bisa merasa aman
dan tenang ketika sedang berkendara
dimanapun dan jam berapapun
mereka berkendara di jalan raya.
Hampir sama halnya dengan
RESKRIM SEMARANG, bapak
Pantja,5 menurut pandangan Catur
Gatot Efendi (Kasat Lantas)
menjabarkan bahwa, kejahatan
dijalan raya sering terjadi ketika para
pengendara sedang lengah, didaerah
yang kurang penerangan atau
didaerah yang sepi. Beliau juga
mengkritik Pemerintah Kota
Semarang agar penerangan di setiap
jalan harus dibenahi agar
meminimalis tindakan-tindakan
kejahatan di jalan raya. Himbauan
dari kepolisian juga sudah sering
diumumkan ke masyarakat, namun
tetap saja ada warga atau orang yang
menyepelekan himbauan tersebut.
Ketika sudah terjadi kejahatan
barulah mereka menyalahkan pihak
kepolisian, sedangkan dari pihak
kepolisian sudah berupaya seoptimal
mungkin untuk menanggulangi
penyakit masyarakat tersebut.
5 Hasil Wawancara dengan Catur Gatot
effendi, Kasat Lantas Polrestabes Semarang, 2016.
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
8
A. Modus Perampasan Yang
Sering Dilakukan Oleh Pelaku
di Jalan Raya
Banyak modus perampasan dan
pengancaman yang terjadi di
jalan raya. Contoh:
1. Pemepetan kendaraan lalu di
rampas kendaraan korban. (
Begal)
2. Perampasan benda berharga
saat sedang berkendara (
Jambret )
3. Meminta uang pungutan liar (
Premanisme)
Hal ini banyak terjadi di jalan-
jalan raya di Kota semarang.
Banyaknya genk motor yang
sering kumpul dianggap juga
sebuah ancaman bagi warga
masyarakat. Pihak kepolisian
juga sudah teramat sering
melakukan razia dijalan-jalan
utama bahkan sampai jalan-jalan
yang sepi agar genk motor
ataupun begal yang berkeliaran
dapat dibasmi dengan cepat.
Pihak Kepolisian gencar-
genjarnya melakukan oprasi
Elang untuk mengurangi tindak
kejahatan di jalan raya.
Oprasi tersebut sangat lah efektif
untuk mengurangi kejahatan
yang terjadi, hampir setiap hari
tengah malam melakukan suatu
operasi di seluruh kota semarang
yang rawan terjadi kejahatan di
jalan raya.
Sesuai dengan aturan yang
berlaku, para warga masyarakat
juga seharusnya dapat menyadari
bahwa kemanan dijalan raya
harus dijunjung tinggi secara
bersama-sama, namun tetap saja
masih banyak warga masyarakat
tidak mempedulikan hal itu.
Seperti contoh di tahun 2013,
banyak sekali kejahatan
perampasan harta orang lain :
“Tindak kejahatan pemerasan
dan pengancaman di jalan raya
sejumlah 166 kasus pada tahun
itu”.
Modus-modus yang dipakai oleh
para pelaku sebenarnya sudah
dapat diprediksi oleh masyarakat,
namun banyak masyarakat
lengah akan hal itu. Contoh
modus-modus kasus pemerasan
dijalan raya, modus perampasan
sepeda motor di jalan semakin
beragam. Seperti yang dilakukan
Sup (30), warga Jalan Onta Raya,
Pandean Lamper, Gayam Sari,
Semarang. Dia berpura-pura
ditabrak agar dia bisa mengambil
motor milik korban. Sup kini
harus mendekam dalam penjara
setelah tertangkap petugas Polsek
Gajahmungkur.
Sebelum tertangkap, Sup beraksi
pada Selasa (13/5) dini hari lalu.
Saat itu, dia membuntuti
korbannya bernama Sugiarto
(49), warga Tegalsari, Candisari,
Kota Semarang. Dia mengikuti
Sugiarto sejak dari Jalan Kawi
hingga tikungan Tegalsari.
Untuk melancarkan aksinya, Sup
menyewa seorang perempuan
bernama Sep. Tugas Sep adalah
pemanis agar akting Supri
meyakinkan di depan korban.
Setelah membuntuti, Sup
berpura-pura seolah tertabrak
hingga jatuh. "Korban panik dan
berupaya membantu Supri dan
Sep," kata Kapolsek
Gajahmungkur, Kompol
Meiliyan Rahmadi.
Sup berupaya menjatuhkan
mental korban dan meminta ganti
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
9
rugi. Sup lalu minta diantar
pulang. Korban pun menuruti dan
mengantar Sup pulang,
sedangkan Sep ditinggal di lokasi
kecelakaan bersama dengan
Honda Beat milik Sup. Saat di
tengah perjalanan itulah, Sup
menjalankan aksinya.
Dia merampas Mio JT milik
Sugiarto. Korban tak kuasa
mempertahankan motor
miliknya. Dia pun langsung
melaporkan ke polisi. Beruntung
polisi bergerak cepat dan
mendatangi lokasi kecelakaan. Di
sana polisi mengamankan Sep.
"Berbekal pengakuan perempuan
itu, kami membekuk Sup di
rumahnya bersama motor
rampasannya," ujar Meiliyan.
Ada juga yang modus terbaru,
seperti perampasan mobil dan
sepeda motor yang pelakunya
berkedok sebagai debt collector:
Kapolrestabes Semarang AKP P
Pantja R SH. MH
mengungkapkan, bahwa kasus
perampasan motor dengan
mengaku sebagai debt collector
dari leasing ini merupakan modus
kejahatan baru. Sebab, pelaku ini
sebenarnya hanya pekerja lepas
yang bekerja jika hanya
dibutuhkan oleh leasingnya .
“Para pelaku ini hanya freelance,
namun mereka tetap bekerja
dengan berpura-pura menagih
tunggakan motor seakan-akan itu
dari leasing, padahal motor
tersebut akan dibawa lari,”
jelasnya saat gelar perkara di
Mapolrestabes Semarang, Kamis
(14/5).
Selain itu, komplotan yang terdiri
dari Aji Setyono (23), Fahrul
Rozak (32), Ponjo Aji (21),
Kuswantoro (32), dan Muh
Romadhon (25) tersebut, juga
telah terlatih dalam menagih
sepeda motor. Bahkan, tak segan-
segan pelaku ini menuduh
korbannya telah telat bayar
angsuran motor.
Pihak Kapolrestabes berharap
dan menghimbau agar warga
jangan mudah percaya ketika di
jalan, ada seseorang yang tiba-
tiba meminta motor dan
mengaku-aku dari leasing.
“Usahakan, warga harus meminta
penagihnya tersebut untuk
menunjukan tanda pengenal dan
surat kerja dari leasing,”.
Seperti yang diberitakan
sebelumnya, lima pelaku
perampasan sepeda motor dengan
modus mengaku sebagai leasing
kreditur sepeda motor, berhasil
diringkus satuan Resmob
Polrestabes Semarang. Tak main-
main, komplotan ini sudah
beraksi hingga 20 kali di wilayah
Semarang dan sekitarnya. Dari
tangan pelaku, disita sebanyak 17
unit sepeda motor lengkap
dengan STNK dan kunci kontak.
Pada tahun 2011 lalu ada juga
modus balap liar dijadikan ajang
perampasan bagi para korban,
kasusnya: Meski polisi tak
bosan-bosannya merazia,
tampaknya fenomena balap liar
terus digemari sejumlah remaja
di Kota Semarang. Ironisnya,
selain permainan itu
membahayakan pelaku dan orang
di sekitarnya, aksi balap liar tak
jarang diwarnai insiden
perampasan.
Tim Reskrim Polsek Semarang
Barat berhasil meringkus dua
pelaku perampasan yang beraksi
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
10
di sekitar lokasi balap liar di
Jalan Raya depan Kampung Laut
areal PRPP, Semarang Barat.
Pelaku menggasak barang-barang
berharga seperti HP, uang hingga
motor.
“Pelaku sempat menjadi buron
selama dua bulan lebih, sebelum
akhirnya berhasil kami tangkap.
Mereka melakukan perampasan
terhadap korban saat
menyaksikan balap liar di
kawasan PRPP,” ujar
Kapolrestabes Semarang Kombes
Elan Subilan dalam gelar perkara
di Mapolsek Semarang Barat,
Jum’at (23/11). Dua tersangka
masing-masing; Wisnu Sodikin
(23), warga Jalan Tawang Aglik
Kidul RT 02/RW 05, Tawang
Mas, Semarang Barat dan BK
(17) warga Jalan Ronggolawe I,
Gisikdrono, Semarang Barat.
Perampasan yang dilakukan dua
tersangka ini terjadi pada 22
September 2012 lalu di depan
rumah makan Kampung Laut
Kawasan PRPP. Korbannya
adalah Mahendra Sri Sutrisno
(24), warga Jalan Gondomono
No 15 RT 01/RW 09, Semarang
Utara.
Modus yang digunakan tersangka
adalah menuduh korban
membawa kabur uang taruhan
balap liar sebesar Rp 200 ribu.
Posisi korban saat itu sedang
nongkrong bersama empat
teman-temannya sembari
menyaksikan aksi trek-trekan di
kawasan tersebut. “Karena
merasa tidak melakukannya,
korban mengelak dari tuduhan
tersebut. Dari situlah para
tersangka kemudian memukuli
korban hingga satu di antara
tersangka mengeluarkan senjata
tajam jenis parang,” terang
Kapolrestabes didampingi
Kapolsek Semarang Barat
Kompol Yani Permana.
Takut celaka oleh senjata tajam
milik pelaku, akhirnya korban
menyerah tak berdaya saat
tersangka merampas HP, jaket,
helm merk VOG dan dompet
korban yang berisi uang tunai
sebesar Rp 550 Ribu.
Tersangka Mahendra Sri Sutrisno
mengaku iseng-iseng melakukan
perampasan tersebut. “Uang hasil
perampasan kami gunakan untuk
membeli minuman keras,” ujar
pria yang kesehariannya bekerja
sebagai kuli serabutan ini.
Mempertanggungjawabkan
perbuatannya, dua tersangka
bakal terjerat Pasal 365 KUHP
tentang pencurian dengan tindak
kekerasan dengan ancaman
hukuman penjara maksimal 15
tahun penjara.
Di Indonesia Etika Kepolisian
menurut Kunarto adalah
serangkaian aturan dan peraturan
yang ditetapkan untuk
membimbing petugas dalam
menetukan, apakah tingkah laku
pribadi benar atau tidak. Realita
Dari Peran Polrestabes Semarang
saat Ini terkait dengan begal.
Rangkuman Etika Polri yang
dimaksud telah dituangkan dalam
UU Nomor 2 tahun 2002 pasal 34
dan pasal 35. Pasal –pasal
tersebut mengamanatkan agar
setiap anggota Polri dalam
melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus dapat
mencerminkan kepribadian
bhayangkara Negara seutuhnya.
Mengabdikan dirinya sebagai alat
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
11
Negara penegak hukum, yang
tugas dan wewenangnya
bersangkut paut dengan hak dan
kewajiban warga Negara secara
langsung, diperlukan kesadaran
dan kecakapan teknis yang
tinggi, oleh karena itu setiap
anggota Polri harus menghayati
dan menjiwai etika profesi
kepolisian dalam sikap dan
perilakunya
Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-
hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau dari sudut
subjeknya dibagi menjadi 2
dalam arti luas dan sempit.
Dalam arti luas, proses
penegakan hukum itu melibatkan
semua subjek hukum dalam
setiap hubungan hukum. Siapa
saja yang menjalankan aturan
normatif atau melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu
dengan mendasarkan diri pada
norma aturan hukum yang
berlaku, berarti dia menjalankan
atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum
itu hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan
memastikan bahwa suatu aturan
hukum berjalan sebagaimana
seharusnya. Dalam memastikan
tegaknya hukum itu, apabila
diperlukan, aparatur penegak
hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.
Pada prakteknya penegakan
hukum yang dilakukan oleh
polisi senantiasa mengandung 2
pilihan. Pilihan pertama adalah
penegakan hukum sebagaimana
yang disyaratkan oleh undang-
undang pada umumnya, dimana
ada upaya paksa yang dilakukan
polisi untuk menegakan hukum
sesuai dengan hukum acara yang
diatur dalam undang undang No.
8 tahun 1981 tentang KUHAP.
Sedangkan pilihan kedua adalah
tindakan yang lebih
mengedepankan keyakinan yang
ditekankan pada moral pribadi
dan kewajiban hukum untuk
memberikan perlindungan
kepada anggota masyarakat.
1. Kendala yang Ditemukan
Oleh Polisi Dalam
Menghadapi Tindak Pidana
Pemerasan Dan
Pengancaman yang
Dilakukan Di Jalan Raya
Ada beberapa kendala dari dalam
pihak kepolisian, yaitu:
1. Kurangnya personil anggota
kepolisian merupakan kendala
yang dihadapi oleh jajaran
Kepolisian Polrestabes
Semarang, piket di masing-
masing polsek hanya terdiri dari
kurang lebih 10 personil polisi
sehingga untuk merespon laporan
atau temuan adanya kegiatan
perampasan dan pengancaman
dijalan raya menjadi kurang
optimal.
2. Kurangnya kendaraan
oprasional. Kurangnya kendaraan
oprasional anggota. Bila jumlah
kendaraan oprasional baik mobil
ataupun sepeda motor yang
digunakan untuk menjalankan
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
12
patroli jumlahnya cukup
memadahi maka tentunya
kegiatan patroli akan semakin
lancar dan bisa semakin intensif
dilakukan dalam upaya
mencegah dan menanggulangi
terjadinya aksi perampasan dan
pengancaman dijalan raya
sehingga akan terciptanya
kondisi masyarakat yang
kondusif, aman dan nyaman.
3. Banyak juga dari aparatur
kepolisian sering melalaikan
tugasnya, seperti:
Ngantuk saat bertugas
Meninggalkan pos keamanan
Pulang sebelum jam piket
selesai
Tidak tanggap akan kejadian
Kurangnya fokus anggota
dimalam hari
Petugas lengah dalam
bertugas
4. Serta kesadaran para petugas
kepolisian masih rendah untuk
menjalin kerja sama dengan
masyarakat agar tercipta suasana
yang aman dan tentram di
kehidupan masyarakat
IV. KESIMPULAN DAN
SARAN A . KESIMPULAN
Penegakan hukum yang
dilakukan oleh Polrestabes
Semarang sudahlah sangat
optimal, namun masih
banyaknya masyarakat yang
terus-menerus mengabaikan
peringatan yang diberikan
dari pihak kepolisian kepada
masyarakat, yang membuat
kejahatan yang terjadi
semakin meningkat dari
tahun ke tahun.
Pada intinya penegakan
hukum oleh Polrestabes
Samarang sudah bagus dan
sudah maksimal. Kinerja
kepolisian dalam memerangi
kejahatan perampasan dan
pengancaman dijalan raya
sudah dapat dibilang
mendapat nilai yang bagus.
Namun pemberian informasi
ke masyarakat kurang
mengena kedalam kehidupan
masyarakat yang sudah
terkikis secara moral dan
mentalnya.
Penanganan kasus-kasus
perampasan dan
pengancaman dijalan raya
seharusnya tidak ada
hambatan serius, namun di
Polrestabes Semarang
ditemukan banyak hambatan
yang terjadi, baik hambatan
dari luar bahkan maupun
dalam Polrestabes Semarang,
antara lain :
Hambatan dari dalam :
Kurangnya personil anggota
kepolisian, sehingga untuk
merespon laporan atau
temuan adanya kegiatan
perampasan dan
pengancaman dijalan raya
menjadi kurang optimal;
Kurangnya kendaraan
oprasional bagi anggota
Polrestabes Semarang;
Banyak juga dari aparatur
kepolisian kurang optimal
pada saat melaksanakan
tugas;
Serta kesadaran para petugas
kepolisian masih rendah
untuk menjalin kerja sama
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
13
dengan masyarakat agar
tercipta suasana yang aman
dan tentram di kehidupan
masyarakat.
Hambatan dari luar :
Kendala yang sering muncul
yaitu banyaknya masyarakat
yang menghiraukan
peringatan dari petugas
kepolisian agar selalu
menjaga keamanan bersama
serta menjaga keharmonisan
setiap elemen masyarakat;
Waktu kejadian yang terjadi
dari tengah malam hingga
dini hari, waktu tersebut
adalah jam orang
beristirahat;
kurangnya kesadaran dan
efek jera dari Pelaku
perampasan dan
pengancaman dijalan raya
seakan tidak pernah jera
melakukan aksi perampasan
dan pengancaman dijalan
raya;
Hilangnya barang bukti
berupa uang perampasan
yang akan di taruhkan dalam
aksi perampasan dan
pengancaman dijalan raya;
Banyaknya pelaku yang
menggunakan alat atau
senjata agar menakuti korban
dan bahkan untuk melawan
apparat kepolisian;
pelaku yang mengancam
korban sampai si korban
mengalami trauma
berkepanjangan bahkan
korban sampai kehilangan
jiwanya;
masyarakat sekitar kejadian
cenderung telat atau sudah
lama terjadi tindakan
perampasan baru mereka
melapor ke pihak kepolisian;
Para korban juga ada yang
pasrah jika dia menjadi
korban perampasan dijalan
raya.
Dari waktu ke waktu,
hambatan-hambatan diatas
menjadi alasan klasik;
namun itu juga bukan suatu
hambatan yang dapat
memperlambat jalannya
proses memerangi kejahatan
perampasan dan
pengancaman dijalan raya.
B. SARAN
Saran-saran adalah sebagai
berikut:
1. 1. Penegakan hukum di
Polrestabes Semarang
hendaknya harus bisa
dipahami dan diketahui
oleh seluruh lapisan
masyarakat, agar seluruh
lapisan masyarakat dapat
membantu dalam
menciptakan keamanan
bersama serta pihak
kepolisian dalam
tugasnya mengayomi
masyarakat dapat berjalan
dengan lancar. Sosialisasi
sangatlah perlu dilakukan
pihak Polrestabes
Semarang, agar
masyarakat lebih
mengerti bagaimana cara
mengantisipasi tindak
kejahatan yang terjadi di
jalan raya.
2. Polrestabes Semarang
hendaknya menambahkan
personil untuk menjaga
daerah-daerah yang
dianggap rawan kejahatan
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
14
di jalan raya. Dan juga
menambah pos-pos tenda
polisi, agar masyarakat
merasa lebih aman dan
lebih mudah untuk
melapor bila terjadi
tindak kejahatan di jalan
raya.
V. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Al Marsudi, Subandi. 2006.
Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Ali, Mahrus, Kejahatan Korporasi
Kajian Relevansi Sanksi
Tindakan Bagi
Penanggulangan Kejahatan
Korporasi. Yogyakarta: Arti
Bumi Intaran, 2008.
Arief, Barda Nawawie. 1997. Pidana
dan Pemidanaan. Semarang:
Badan Penerbit UNDIP.
Handayani, Fully, Pengantar Hukum
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,
2004.
Muladi dan Nawawi A. 1984. Teori-
Teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni.
Mertokusumo, Sudikno. 2002.
Mengenal Hukum, Yogyakarta:
Liberty.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum
Pidana, Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Prodjodikoro, Wirjono. 1967. Asas-
asas Hukum Pidana di Indonesia.
Bandung: Refika Aditama.
Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan
Hukum, Yogyakarta: Genta
Publishing.
Saleh, Roeslan. 1983. Stelsel Pidana
Indonesia, Jakarta: Aksara Baru.
Sudarto.1990. Hukum Pidana I,
Semarang: Yayasan Sudarto.
. 1997. Suatu Dilema Dalam
Pembaharuan Sistem Pidana
Indonesia, Semarang: FH
UNDIP.
. 1986. Hukum dan Hukum
Pidana, Bandung: Alumni.
. 1986. Kapita Selekta
Hukum Pidana, Bandung,
Alumni.
B. Peraturan Perundang –
Undangan :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002, Tentang Kepolisian
republic Indonesia;
2. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
C. Hasil Wawancara
P. Pantja R., S.H., M.H., Kanit
Idik I Reskrim Polrestabes
Semarang;
Catur Gatot efendi, Kasat Lantas
Polrestabes Semarang;
Meilyan Rahmadi, Kapolsek
Gajah Mungkur Kota Semarang;
Restiana Pasaribu, Kasat Binmas
Polrestabes Semarang;
Naim umur 35 tahun, selaku
Korban penipuan.