pendidikan pancasila 2011 - bung hatta · bab vi pancasila sebagai sistem etika 98 1. pengertian...

164
HASAN BASRI NST PENDIDIKANPANCASILA BUNG HATTA UNIVERSITY PRESS

Upload: others

Post on 13-Sep-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

HASAN BASRI NST

PENDIDIKANPANCASILA

BUNG HATTA UNIVERSITY PRESS

Page 2: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

ii

PENDIDIKAN PANCASILA

BUNG HATTA UNIVERSITY PRESS

Page 3: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

iii

Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang No. 7 Tahun1987 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun1982 tentang hak cipta.

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hakmengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau

memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjarapaling lamaT (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyakRp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaanatau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana

dimaksud dalam ayat | (satu), dipidana dengan pidanapenjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Page 4: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

iv

PENDIDIKAN PANCASILA

Hasan Basri Nst

PenerbitBung Hatta University Press

2011

Page 5: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

v

Judul : PENDIDIKAN PANCASILA

Penulis : Hasan Basri NstSampul : Hasan Basri NstPerwajahan: Bung Hatta University PressDiterbitkan oleh Bung Hatta University Press Juni 201IAlamat Penerbit:Badan Penerbit Universitas Bung HattaBung Hatta University Press Gedung Rektorat LI.III(LPPM) Universitas Bung HattaJl. Sumatra Ulak Karang Padang, Sumbar, IndonesiaTelp. (075 I ) 7 05 I 67 8 8xt.323, Fax. (075 I ) 7 0 5 547 5e-mail: [email protected] Cipta dilindungi Undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atauseluruhnya isi buku ini tanpa izin tertulis penerbitIsi diluar tanggung jawab percetakan

Cetakan Pertama : Juni 20l lPerpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Hasan Basri NstPENDIDIKAN PANCASILAoleh :Hasan Basri NstBung Hatta University Press, Juni 2011

218 Hlm + xii; 14,8 cm

ISBN 978 - 602 - 8899 - 47 - 5

Page 6: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

vi

SAMBUTAN REKTORUNIVERSITAS BUNG HATTA

Visi Universitas Bung Hatta adalah Menjadikan

Universitas Bung Hatta Bermutu dan Terkemukadengan Misi utamanya meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang berada dalam jangkauan fungsinya.Mencermati betapa beratnya tantangan Universitas BungHatta terhadap dampak globalisasi, baik yang bersumber darituntunan internal maupun eksternal dalam meningkatkan dayasaing lulusan perguruan tinggi, maka upaya peningkatankualitas lulusan Universitas Bung Hatta adalah suatu hal yangharus dilakukan dengan terencana dan terukur. Untukmewujudkan hal itu, Universitas Bung Hatta melalui LembagaPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat merancangprogram kerja dan memberikan dana kepada dosen untukmenulis buku, karena kompetensi seorang dosen tidak cukuphanya menguasai bidang ilmunya dengan kualifikasi 52 dan53. Kita dituntut untuk memahami elemen kompetensi yangbisa diaplikasikan dalam proses pembelajaran, melakukanriset dan menuangkan dalam bentuk buku.

Saya ingin menyampaikan penghargaan kepada saudara

Hasan Basri Nst yang telah menulis buku "PENDIDIKANPANCASILA' Harapan saya buku ini akan tetap eksissebagai wahana komunikasi bagi kelompok dosen dalambidang "PPKN" sehingga dapat dijadikan sebagai sumberbahan ajar untuk mata kuliah yang diampu dan menambahkhasanah ilmu pengetahuan mahasiswa.

Page 7: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

vii

Tantangan ke depan tentu lebih berat lagi, karenakendala yang sering dihadapi dalam penulisan buku adalahtidak dipunyai hasil-hasil riset yang bernas. Kesemuanya itu

menjadi tantangan kita bersama terutama para dosen diUniversitas Bung Hatta.

Demikian sambutan saya, sekali lagi saya ucapkanselamat atas penerbitan buku ini. Semoga Tuhan yang Maha

Kuasa meridhoi segala upaya yang kita perbuat bagimemajukan pendidikan di Universitas Bung Hafta.

Padang, Juni 2011Rektor

Prof. Dr. lr. Hafrizal Syandri, MS

Page 8: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

i

KATA PENGANTAR

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menetapkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan

Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/ U/ 2000 tentang

Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar

Mahasiswa. Kemudian keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa

Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib

diberikan dalam kurikulum setiap Program Studi/ Kelompok Program Studi.

Kurikulum baru yang diterapkan di Jurusan PSP dan BDP Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta sejak Tahun Ajaran 2010/

2011, khusus untuk kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian

mengintegrasikan mata kuliah Pancasila ke dalam mata kuliah Pendidikan

Kewarganegaraan dengan beban 3 SKS. Realita ini mengakibatkan pembahasan

Pancasila dalam perkuliahan waktunya semakin terbatas.

Oleh karena itu penyusun berinisiatif untuk menyajikan buku Pendidikan

Pancasila ini sebagai pengkayaan materi bagi para mahasiswa khususya di Jurusa

PSP dan BDP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta.

Terima kasih untuk para senior yang pemikirannya menjadi sumber bagi

penulisan buku ini. Semoga hasil karyanya berguna dan menjadi kebajikan disisi

Allah SWT.

Semoga Bermanfaat

Padang, Maret 2011

Penyusun,

Hasan Basri Nst.

Page 9: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I LANDASAN DAN TUJUAN

PENDIDIKAN PANCASILA 1

1. Landasan Pendidikan Pancasila 1

1.1. Landasan Historis 1

1.2. Landasan Kultural 6

1.3. Landasa Yuridis 7

1.4. Landasan Filosofis 8

2. Tujuan Pendidikan Pancasila 8

2.1. Tujuan Nasional 8

2.2. Tujuan Pendidikan Nasional 9

2.3. Tujuan Pendidikan Pancasila 9

BAB II PERTUMBUHAN PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA 12

1. Masa Kejayaan Nasional 12

1.1. Masa Kejayaan Sriwijaya 12

1.2. Kerajaan Majapahit 13

2. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan 14

2.1. Perjuangan Sebelum Abad XX 14

2.2. Kebangkitan Nasional 16

2.3. Sumpah Pemuda 1928 17

2.4. Perjuangan Bangsa Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang 17

3. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 26

3.1. Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945 26

3.2. Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya 29

3.3. Proses Pengesahan Pancasila Dasar Negara

dan UUD 1945 Sidang PPKI 31

4. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan

Indonesia 34

Page 10: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

iii

4.1. Masa Revolusi Fisik 34

4.2. Masa Demokrasi Liberal 35

4.3. Masa Orde Lama 37

4.4. Masa Orde Baru 39

4.5. Masa Reformasi 40

BAB III SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945 43

1. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Fungsi UUD 1945 43

1.1.Pengertian Hukum Dasar 43

1.2.Pengertian UIID 1945 45

1.3.Kedudukaan UUD l945 46

1.4.Sifat UUD 1945 48

1.5.Fungsi UUD 1945 49

2. Pembukaan UUD 1945 49

2.1. Makna dari Pembukaan UUD 1945 49

2.2. Makna Alinea-alinea dalam Pembukaan UUD 1945 50

2.3. Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 53

2.4. Hubungan Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan

UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 55

3. Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945 57

3.1. Sistem Pemerintahan Negara RI 57

3.2. Kelembagaan Negara 62

3.3. Hubungan Negara dengan Warga Negara dan

HAM menurut UUD 1945 66

3.4. Lambang-Lambang Persatuan Indonesia 70

3.5. Perubahan UUD 1945 75

3.6. Kedudukan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 76

BAB IV DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 77

1. Awal Kemerdekaan 77

2. Masa Orde Lama 79

3. Masa Orde Baru 81

4. Masa Reformasi 86

Page 11: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

iv

BAB V PANCASILA SEBAGAI SISTEM F1LSAFAT 89

1. Pengertian Sistem 89

2. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Asal Istilah Filsafat 89

BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98

1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98

2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

3. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan

Negara RI 104

4. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila 107

BAB VII PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI 129

1. Pengertian Ideologi 129

2. Makna Ideologi bagi Negara 130

3. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain 132

3.1. Liberalisme 134

3.2. Sosialisme 135

4. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka 135

BAB VIII PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN

BERMASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA 139

1. Pengertian Paradigma 135

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional 140

2.1. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum 140

2.2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasl Politik 143

2.3. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi 140

DAFTAR PUSTAKA 152

Page 12: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

1

BAB I

LANDASAN DAN TUJUAN

PENDIDIKAN PANCASILA

1. Landasan Pendidikan Pancasila

1.1.Landasan Historis

a. Ideologi Liberalisme

Perjanjian luhur bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri

Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 belum sempat

dijelaskan ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena sebagian

wilayah Republik Indonesia masih berada di bawah kekuasaan pemerintah

pendudukan asing, yakni Jepang dan Sekutu yang menerima penyerahan

pasukan-pasukan Jepang itu. Pemerintah Sekutu sendiri belum mengakui

eksistensi Negara RI, bahkan menganggap pemerintah RI sebagai boneka-

boneka atau kaki-tangan Jepang yang mendukung fasisme. Padahal,

sesungguhnya faham fasisme justru merupakan musuh besar negara yang

berkedaulatan rakyat.

Kesalah pengertian pemerintah Sekutu tersebut tidak dapat

dipandang remeh karena dapat menghilangkan legitimasi Republik

Indonesia sebagai negara nasional baru. Pemerintah harus mengeluarkan

pernyataan politik resmi mengenai sifat negaranya ini. Dalam proses

diplomasi untuk mendapat pengakuan internasional atas eksistensi negara

RI, dikeluarkan Maklumat Politik tanggal 1 November 1945 yang memuat

kebijaksanaan pemerintah, baik tentang politik luar negeri, khususnya

terhadap kerajaan Jepang dan Belanda, maupun mengenai politik dalam

negeri tentang berbagai suku dalam bangsa Indonesia.

Untuk memperoleh citra demokratis yang baik terhadap dunia luar,

pemerintah Republik Indonesia selanjutnya mengeluarkan maklumat lain,

pada tanggal 3 November sebagai kelanjutan dari Maklumat X tanggal

16 Oktober, yang mengizinkan terbentuknya partai-partai politik, asalkan

tetap bertujuan untuk memelihara persatuan dan kesatuan. Kesempatan

membentuk partai-partai politik tersebut menyebabkan bangkitnya

Page 13: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

2

berbagai partai politik yang didasarkan kepada ideologi golongan. Adanya

berbagai ideologi golongan itu sendiri sesungguhnya mencerminkan aneka

ragam orientasi dan cita-cita politik dalam masyarakat Indonesia, seperti

tradisi leluhur, tradisi Islam, tradisi Jawa Hindu, nasionalisme radikal,

komunisme, sosialisme, demokrat, modernis dan sekular.

Secara perlahan, sejak diberlakukannya sistem partai banyak

tersebut, telah berubah pula titik berat kekuasaan. Pusat kekuasaan tidak

lagi berada dalam tangan Presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar

1945, tetapi pada parlemen. Dalam pemerintahan diadakan jabatan

perdana menteri. Presiden tidak lagi langsung menjalankan kekuasaan

eksekutif melainkan hanya berfungsi sebagai tokoh pemersatu.

Sementara itu, berbagai golongan mulai menafsirkan sendiri

Pancasila menurut pandangannya masing-masing. Hal itu dimungkinkan

oleh karena belum adanya proses pendidikan politik dengan bahan yang

baku, yang berorientasi pada wawasan kebangsaan, seperti yang telah

disepakati para pendiri negara kesatuan Republik Indonesia.

Pengalaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam

periode demokrasi parlementer tersebut telah menimbulkan benturan dan

pergolakan yang sangat mengganggu stabilitas kehidupan nasional.

Pelbagai tafsiran golongan terhadap Pancasila telah semakin jauh dari

konsensus para pendiri Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.

Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan negara merdeka

mengalami pasang-surut.

Dalam mengarungi pasang-surut itu bangsa Indonesia pernah

mempraktikkan tiga Undang-Undang Dasar (UUD), yaltu UUD 1945,

Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat), dan UUD Sementara 1950.

Untuk mempersiapkan UUD) yang tetap, telah diadakan Pemilu tahun

1955, yang berhasil membentuk konstituante pada tahun 1956 untuk

menentukan dasar negara.

Namun, pembicaraan mengenai dasar negara dalam Konstituante

tersebut seakan-akan merupakan pengulangan pembahasan tentang topik

serupa dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI periode Mei sampai

Page 14: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

3

dengan Agustus 1945. Sama sekali tidak terdapat kesan bahwa masalah

dasar negara sesungguhnya sudah selesai disepakati pada tanggal 18

Agustus 1945. Suasana sidang konstituante seakan-akan bendak

membentuk negara baru.

Konstituante ini berhasil merumuskan kesepakatan mengenai hak

asasi manusia dan beberapa masalah lainnya, tetapi mengalami kemacetan

sewaktu membahas dasar negara, antara dasar negara Islam dengan

Pancasila atau nasionalisme. Dalam pemungutan suara, jumlah suara yang

diperoleh ternyata relatif seimbang, pada hal tata tertib rapat

mengharuskan adanya dua pertiga suara agar dapat diambil keputusan

yang sah. Oleh karena masing-masing golongan tidak bersedia

berkompromi lebih lanjut, terjadilah kemacetan dalam proses pengambilan

keputusan. Kemacetan dalam pengambilan keputusan tentang dasar negara

dapat menimbulkan krisis ekonomi Negara Republik Indonesia.

Itulah pengalaman berpolitik yang mewarnai kehidupan masyarakat dan

bangsa Indonesia sampai tahun 1959, sebagai konsekuensi dari pilihan

sistem demokrasi liberal, yang pada dasarnya diambil pada bulan Oktober

1945 untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah

Indonesia bukan pendukung fasisme Jepang yang bertentangan dengan

semangat demokrasi zaman baru. Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD

1945 dan membubarkan konstituante membawa kehidupan kenegaraan

memasuki periode baru, periode demokrasi terpimpin antara tahun 1959-

1965, yang memberi peranan mengemuka kepada ideologi komunisme.

b. Ideologi Komunisme

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, diberlakukan kembali UUD

1945, yang memuat Pancasila sebagai dasar negara. Seyogiyanya, sejak

saat itu Pancasila dapat kita hayati dan kita amalkan secara murni dan

konsekwen.

Namun, justru selama periode 1959-1965 terjadilah penafsiran baru

serta terhadap Pancasila dan UUD 1945, yang juga menyimpang dan

konsensus nasional 18 Agustus 1945. Penyimpangan tersebut bersumber

dari konsepsi Nasakom, singkatan dari nasionalisme, agama, dan

Page 15: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

4

komunisme, yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan dimanfaatkan

oleh Partai Komunis Indonesia dengan menafsirkan Pancasila sebagai

marxisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi Indonesia. Pancasila

dipandang sekedar sebagai alat pemersatu, yang berarti bahwa kalau

persatuan sudah terbentuk Pancasila tidak diperlukan lagi.

Pandangan seperti itu jelas tidak sesuai dengan konsensus bangsa

ketika pertama kali Pancasila disepakati. Betapapun orang Indonesia sudah

bersatu, selama bangsa Indonesia masih majemuk, selama itu alat

pemersatu masih diperlukan. Kalaupun sudah bersatu, persatuan harus

dijaga dan dipertahankan.

Tantangan besar menjelang tahun 1966 sebagai puncak gerakan anti

Pancasila adalah pemberontakan Gerakan 30 September/Partai Komunis

Indonesia. Partai Komunis Indonesia sekali lagi mencoba mendirikan

suatu Republik Indonesia. Dengan menggunakan oknum-oknum militer

yang dapat dipengaruhinya, PKI melakukan pembunuhan terhadap tokoh-

tokoh pimpinan TNI Angkatan Darat di Jakarta dan Yogyakarta dini hari

tanggal 1 Oktober 1965, yang mereka nilai menghalangi niatnya.ABRI

dan rakyat Indonesia yang Pancasilais berhasil menumpas pemberontakan

itu dan menyelamatkan negara Pancasila.

c. Penyalahgunaan Agama

Selain paham liberalisme dan komunisme tersebut, penyimpangan

terhadap Pancasila juga dilakukan oleh berbagai pihak yang

menyalahgunakan ajaran agama. Golongan ekstrim keagamaan cenderung

mengartikan Pancasila dengan sila pertama saja dan selanjutnya

menganggap sila pertama identik dengan agama. Pandangan ini dapat

menyesatkan karena dengan menekankan satu sila semata-mata, maka sila-

sila yang lain akan dilupakan dan menjurus ke arah negara teokrasi.

Para penganut paham ini bukan saja tidak toleran

terhadap penganut agama lainnya tetapi juga bisa tidak toleran terhadap

sesama penganut agama itu sendiri.

Pandangan keagamaan yang sempit seperti itu tidaklah sesuai dengan

paham kebangsaan. Untuk mencegah berlanjutnya penyalahgunaan ajaran

Page 16: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

5

agama itu sebagai warga negara Republik Indonesia yang bertanggung

jawab, seluruh umat beragama mengambil langkah-langkah yang jelas

untuk mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Yang justru bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang disepakati

oleh para pendiri negara. Keadaan tersebut bukan saja telah menimbulkan

kesengsaraan rakyat banyak, dan munculnya konflik ideologi melainkan

juga telah menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan. Pengalaman

berkonflik selama dua puluh tahun antar berbagai ideologi golongan telah

menyadarkan bangsa kita tentang pentingnya pendidikan politik yang

diupayakan oleh para pendiri Republik Indonesia, serta langkah-langkah

yang perlu diambil untuk masa depan. Salah satu pusat perhatian para

pendiri negara yang perlu tetap dipelihara adalah proses modernisasi

politik Indonesia. Masyarakat mulai menerima dan menghayati wawasan

bahwa sumber legitimasi kekuasaan negara bukanlah berasal dari sumber

kekuasaan sakral yang tidak dapat diganggu gugat, seperti diyakini dalam

sistem feodalisme masa silam, tetapi dari kesepakatan bersama seluruh

rakyat itu sendiri. Dalam kenyataannya, dalam bidang politik rakyat

mengorganisasi diri dalam pelbagai kekuatan sosial-politik, yang

berwenang melahirkan rangkaian konsensus nasional.

Kesadaran politik masyarakat tentang sumber kekuasaan negara yang

bercorak konstitusional ini bisa kita pandang sebagai hasil pendidikan

politik selama dua puluh tahun pertama berdirinya Republik Indonesia dan

merupakan kekayaan rohani bangsa Indonesia. Modernisasi kehidupan

politik yang menggerakan mentalitas budaya politik masyarakat seperti itu

pada gilirannya akan menyumbangkan kesadaran politik yang lebih

modem lagi dalam langkah menuju penghayatan nilai-nilai Pancasila pada

periode sesudahnya.

d. Tantangan Masa Depan dan Pergantian Generasi

Selain adanya kebutuhan untuk mencegah berulangnya paham

golongan yang sempit tersebut, kita juga menghadapi tantangan besar dan

masa depan, yaitu dunia yang semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar

Page 17: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

6

serta timbulnya generasi baru yang sama sekali tidak pernah mengalami

pahit getirnya mendirikan serta mempertahankan Republik Indonesia dan

berbagai jenis ancaman ideologis tersebut. Dalam suasana baru ini, bahkan

paham negara kebangsaan itu sendiri dapat menjadi surut karena proses

globalisasi.

Dalam suasana yang semakin melonggar tersebut, jika semangat

persatuan dan kesatuan serta kebersamaan tidak dipelihara dengan sebaik-

baiknya, dan jika persatuan, kesatuan, serta kebersamaan itu tidak

terwujud dan berbuah dalam kesejahteraan serta keadilan, negara nasional

dapat terancam bahaya perpecahan dalam proses disintegrasi nasional

yang amat berbahaya. Karena itu, pembangunan nasional yang bertumpu

pada trilogi pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas nasional (stabilitas

politik dan stabilitas ekonomi) harus benar-benar berhasil. Pendidikan

politik yang berdasarkan Pancasila merupakan bagian dalam rangka

mewujudkan Trilogi Pembangunan itu.

1.2.Landasan Kultural

Terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia dan pembangunan

politik yang mengikutinya tidak hanya merupakan peristiwa politik, tetapi

juga merupakan peristiwa budaya. Aspek budaya pertama, ialah bahwa

perubahan dan kesatuan-kesatuan etnis kepada kesatuan baru, yaitu negara

kebangasan mengimplikasikan perubahan identitas masyarakat. Individu harus

mendefinisikan dirinya secara baru daläm suatu sistem politik yang baru.

Identitas dengan basis kesukuan, agama, atau sistem budaya tertentu barulah

menjadi identitas berdasarkan nasionalisme. Ia harus commited kepada

kepentingan yang lebih luas: bangsa dan negara. Oleh C. Geertz proses ini

disebut “revolusi integrative”.

Pancasila sebagai ideologi di sini berperan sebagai referensi bagi

pembentukan identitas baru sebagai warga negara. Sila pertama, Ketuhanan

Yang Maha Esa merupakan kategori baru yang mengatasi batasan-batasan

berdasarkan agama tertentu. Kemanusiaan menunjukkan pada nilai universal.

Kedua prinsip ini mencerminkan peralihan dari lingkup yang partikularistik

Page 18: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

7

kepada yang universalistik, sebagai gejala dari modernisasi. Prinsip persatuan

Indonesia menunjuk kepada referensi kelompok yang baru dan ikatan yang

baru. Sedangkan kerakyatan dan keadilan sosial merupakan prinsip yang

dituntut dan status baru sebagai warga negara yang sama.

1.3.Landasa Yuridis

Dalam wacana politik Indonesia interpretasi terhadap Pancasila

mengalami berbagai macam perkembangan serta dinamika yang sebenarnya

justru hal tersebut menunjukkan sifat Pancasila yang terbuka, aktual, dinamis

serta reformatif yang senantiasa dikembangkan selaras dengan aspirasi

masyarakat sebagai kausa materialis Pancasila itu sendiri. Perkembangan

tersebut bukan berarti hilangnya dasar yuridis perkuliahan Pancasila

melainkan justru sebagai dasar yang memperkuat atas pelaksanaan

perkuliahan Pancasila.

a. Undang-Undang Dasar 1945

Sesuai dengan isi yang terkandung dalam UUD 1945, bahwa setiap

warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran (Pasal 31) ayat (1)

serta pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan Pendidikan

Nasional dalam suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dalam

undang-undang, ayat (2). Selain itu yang terpenting lagi adalah berkaitan

dengan tujuan negara secara khusus yaitu “Pemerintah negara Indonesia.

memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa”

sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional

Pelaksanaan Pendidikan Nasional diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 tahun 1989, yang memuat tentang sistem pendidikan nasional

Indonesia. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa

“…..Pendidikan nasiona1 adalah pendidikan yang berakar pada

kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-

Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2). Berdasarkan ketentuan Undang-

Undang tersebut sudah seharusnya dalam sistem pendidikan nasional itu

Page 19: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

8

sendiri wajib mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai Pancasila

secara ilmiah dan objektif.

1.4.Landasan Filosofis

a. Membentuk keseimbangan kepribadian yaitu unsur mental spntual

(kerohanian), religius (Ketuhanan) serta kemanusiaan dengan unsur di

bidang kemampuan intelektualnya di bidangnya masing-masing

termasuk kecerdasan dan keterampilannya.

b. Membentuk manusia susila, berjiwa Pancasila, bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berjiwa ksatria,

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, serta

bertanggungjawab atas kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa

Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.

c. Menumbuhkan kecerdasan berfikir serta mengembangkan kesadaran

tentang kedudukan ilmu pengetahuan dalam hidup kemanusiaan.

d. Menumbuhkan kesadaran untuk mengabdikan diri kepada kebenaran

dan kenyataan. Maka hal ini sesuai dengan semangat kebebasan

mimbar dan kebebasan akademis yang dijiwai oleh hikmat

kebijaksanaan. Maka dengan pengetahuan filsafat Pancasila secara

ilmiah akan membentuk rasa tanggungjawab moral terhadap ilmu

pengetahuan demi kebahagiaan dan kemanfaatan masyarakat, bangsa

dan umat manusia.

e. Dengan pengetahuan filsafat Pancasila maka akan memperdalam

kesadaran akan persatuan Indonesia, kesadaran kemanusiaan,

kesadaran tentang Ketuhanan serta kesadaran dan kehormatan yang

sama terhadap keyakinan agama demi kepentingan inasyarakat, bangsa

dan kemanusiaan.

2. Tujuan Pendidikan Pancasila

2.1.Tujuan Nasional

Dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan

tujuan nasional negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17

Page 20: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

9

Agustus 1945 yaitu: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka

disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam bentuk suatu

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terbentuk dalam

suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan

beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan dalam permusyawaratan/

perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

2.2.Tujuan Pendidikan Nasional

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hubungan

langsung dengan Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri ialah bahwa

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung pokok-pokok pikiran

yang dijelmakan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu di

dalam pasal-pasalnya.

Sehubungan dengan kehendak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

dapat dilihat penjelmaannya dalam pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang

Dasar 1945.

1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pengajaran

nasional yang diatur dengan undang-undang.

2.3.Tujuan Pendidikan Pancasila

Dalam penjelasan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada

moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu

perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang

Page 21: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

10

bersifat kemanusiaan yang adil dan beradap, perilaku yang mendukung

persatuan bangsa daiam masyarakat yang beraneka agama kebudayaan dan

beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang

mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan

golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan

diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung

upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kalau kita artikan kompetensi sebagai seperangkat tindakan inteligen,

penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk

dapat dianggap mampu melaksanàkan tugas-tugas dalam bidang okupasi

tertentu, maka kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat

tindakan inteligen, penuh tanggung jawab seorang warga negara dalam

memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

dengan menerapkan pemikiran yang berlandasarkan Pancasila. Sifat inteligen

yang dimaksud tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak,

sedangkan sifat penuh tanggungjawab diperlihatkan sebagai kebenaran

tindakan ditilik dari nilai iptek, etik ataupun kepatutan agama dan budaya.

Pendidikan Pancasila yang berhasil, akan membuahkan sikap mental

bersifat inteligen, penuh tanggung jawab dari peserta didik dengan perilaku

yang:

a. beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. berperikemanusiaan yang adil dan beradab.

c. mendukung persatuan bangsa.

d. mendukung kerakyatan. yang mengutamakan kepentingan bersama

di atas kepentingan perorangan.

e. mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial.

Warga negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersikap mental seperti

tersebut di atas melalui Pendidikan Pancasila diharapkan mampu:

Memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh

masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-

cita dan tujuan nasional yang digariskan dalam UUD 1945.

Page 22: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

11

Pada saatnya dapat menghayati filsafat dan pandangan hidup Pancasila,

sehingga menjiwai tingkah lakunya selaku warga negara Republik Indonesia.

Diharapkan melalui Pendidikan Pancasila warga negara Republik Indonesia,

akan menjadi manusia Indonesia terlebih dahulu, sebelum menguasai,

memiliki Iptekkes yang dipelajarinya. Kita mendambakan warga negara

Indonesia yang unggul dalam penguasaan iptekkes, namun kita tidak

mengingini warga Negara Kesatuan Republik Indonesia kehilangan jati

dirinya (Pancasila) apalagi tercabut dari akar budayanya.

Page 23: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

12

BAB II

PERTUMBUHAN PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA

1. Masa Kejayaan Nasional

1.1.Masa Kejayaan Sriwijaya

Sebelum negara kebangsaan modern yaitu negara Indonesia merdeka

(sekarang negara Proklamasi 17 Agustus 1945) diproklamirkan,pada abad ke

VII muncullah suatu kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan Sriwijaya, di bawah

kekuasaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam Prasasti Kedukan Bukit

di kaki bukit Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683

M, dalam bahasa Melayu kuno dan huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah

kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalulintas

laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat

Malaka (775). Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan

besar yang cukup disegani di kawasan Asia Selatan. Perdagangan dilakukan

dengan mempersatukan pedagang dengan pengrajin dan pegawai raja yang

disebut Tuha An Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam

koperasi sehingga rakyat mudah untuk memasarkan barang dagangannya.

Demikian pula dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus

pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis

pembangunan gedung-gedung dan patung patung suci sehingga pada saat itu

kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan

nilai Ketuhanan.

Agama dan kebudayaan dikembangkannya dengan mendirikan suatu

Universitas Agama Büdha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia.

Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di

Universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sanskerta

sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar

tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita

tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada

kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua Criwijaya

siddhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur) .

Page 24: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

13

1.2.Kerajaan Majapahit

Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman

keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah

Mada yang dibantu oleh laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk

menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu

membentang dari semenanjung melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian

Barat melalui Kalimantan Utara.

Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan

damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365).

Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular

mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka

persatuan nasional yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya

“Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun

berbeda, namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan

yang berbeda. Hal mi menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada

saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu bawahan

kekuasaannya yaitu Pasai justru telah memeluk agama Islam. Toleransi positif

dalam bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari yang telah silam.

Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam

sidang Ratu dan Menteri-menteri di Paseban Keprabuan Majapahit pada tahun

1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai

berikut:

“Saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara

bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru,

Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan ”.

Selain itu dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk

senantiasa mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan

Tiongkok, Ayodya, Champa dan Kamboja. Menurut prasasti Brumbung (l329)

dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat

seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan

Page 25: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

14

nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang

dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.

Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan

banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara

kebangsaan Indonesia 17 Agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh faktor

keadaan dalam negeri sendiri seperti perselisihan dan perang saudara pada

permulaan abad XV, maka sinar kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai

memudar dan akhirnya mengalami keruntuhan dengan “Sinar Hilang

Kertaning Bumi” pada permulaan abad XVI (1520).

2. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan

2.1.Perjuangan Sebelum Abad XX

Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka

berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan

dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan

Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa ke nusantara. Mereka

itu antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang orang Spanyol

yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah.

Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang

adalah orang-orang bangsa Portugis. Namun lama kelamaan bangsa Portugis

mulai menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat

menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh

Portugis.

Pada akhir abad ke XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia

dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan. Untuk menghindarkan

persaingan di antara mereka sendiri (Belanda), kemudian mereka mendirikan

suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C., (Verenigde Oost Indische

Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah “Kompeni’.

Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan

sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataram di bawah

pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan

dan menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidak

Page 26: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

15

berhasil meruntuhkan Batavia namun Gubemur Jenderal J.P. Coen tewas

dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.

Beberapa saat setelah Sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi

bagian kekuasaan kompeni, bangsa Belanda mulai memainkan peranan

politiknya dengan licik di Indonesia. Di Makasar yang memiliki kedudukan

yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan

timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanuddin. Menyusul

pula wilayah Banten (sultan Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukkan pula oleh

kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa

Timur pada akhir abad ke XVII nampaknya tidak mampu meruntuhkan

kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar

pimpinan armada dari Minangkabau untuk mengadakan perlawanan bersama

terhadap kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat. Perlawanan

bangsa Indonesia terhadap penjajah yang terpencar-pencar dan tidak memiliki

koordinasi tersebut banyak mengalami kegagalan sehingga banyak

menimbulkan korban bagi anak-anak bangsa. Demikianlah Belanda pada

awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis dan kaya akan hasil rempah-

rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat

kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.

Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras

untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia.

Mereka ingin membulatkan hegemoninya sampai ke pelosok-pelosok

nusantara kita. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka

meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain :

Patimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di

Minangkabau (1821- 1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-

1830), Jlentik, Panglima Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam

perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894- 1895).

Sisingamangaraja di tanah Batak (1900), dan masih banyak perlawanan rakyat

di berbagai daerah di nusantara. Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan

semangat untuk melawan penindasan dari bangsa Belanda, namun sekali lagi

karena tidak adanya kesatuan dan persatuan di antara mereka dalam

Page 27: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

16

perlawanan melawan penjajah, maka perlawanan tersebut senantiasa kandas

dan menimbulkan banyak korban.

Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan

sistem monopoli melalui tanam paksa (1830- 1870) dengan memaksakan

beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa. Penderitaan rakyat

semakin menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak peduli lagi dengan ratap

penderitaan tersebut, bahkan mereka semakin gigih dalam menghisap rakyat

untuk memperbanyak kekayaan bangsa Belanda.

2.2.Kebangkitan Nasional

Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan

kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri

Republik Filipina (1898), yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas

Rusia di Tsunia (1905), gerakan Sun Yat Sen dengan Republik Cinanya

(1911). Partai Kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di

Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu

kebangkitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo

dengan Budi Utomonya. Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan

nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan

kemerdekaan dan kekuatannya sendiri.

Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 inilah yang

merupakan pelopor pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu

muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi

pergerakan nasional itu antara lain: Serikat Dagang Islam (SDI) (1909), yang

kemudian dengan cepat mengubah bentuknya inenjadi gerakan politik dengan

mengganti namanya menjadi Serikat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S.

Cokroaminoto.

Berikutnya muncullah Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh tiga

serangkai yaitu: Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat

(yang kemudian lebih dilcenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro). Sejak

semula partai ini menunjukkan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur

panjang karena pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913).

Page 28: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

17

2.3.Sumpah Pemuda 1928

Dalam situasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional

Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Ciptomangunkusumo,

Sartono, dan tokoh lainnya. Mulailah kini perjuangan nasional Indonesia

dititik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas yaitu

Indonesia merdeka. Tujuan itu diekspresikannya dengan kata-kata yang jelas,

kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya

antara lain: Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto, serta tokoh-

tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan kesatuan nasional kemudian diikuti

dengan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa,

satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini

pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan

kesadaran berbangsa.

Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti

bentuknya dengan Partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931).

Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir

mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan

semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

2.4.Perjuangan Bangsa Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang

Setelah Netherland diserbu oleh tentara Nazi Jerman pada tanggal 5

Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina dengan

segenap aparat pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga

pemerintahan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan pemerintahan

jajahan di Indonesia.

Janji Belanda tentang Indonesia merdeka dikelak kemudian hari dalam

kenyataannya hanya suatu kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi

kenyataan. Bahkan sampai akhir pendudukan pada tanggai 10 Maret 1940,

kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.

Page 29: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

18

Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang

Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Akan tetapi dalam

perang melawan Sekutu Barat yaitu (Amerika, Inggris, Rusia, Perancis,

Belanda, dan negara Sekutu lainnya) nampaknya Jepang semakin terdesak.

Oleh karena itu agar mendapat dukungan dari bangsa Indonesia, maka

pemerintah Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia, yaitu

menjanjikan Indonesia merdeka di kelak kemudian hari.

Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari Ulang Tahun

Kaisar Jepang beliau memberikan hadiah ‘ulang tahun’ kepada bangsa

Indonesia yaitu janji kedua pemerintah Jepang berupa ‘kemerdekaan tanpa

syarat’. Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum

bangsa Jepang menyerah dengan Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi

Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di seluruh Jawa dan Madura), No. 23

dalam janji kemerdekaan yang kedua tersebut bangsa Indonesia

diperkenankan untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Bahkan dianjurkan

kepada bangsa Indonesia untuk berani mendirikan negara Indonesia merdeka

di hadapan musuh-musuh Jepang yaitu Sekutu termasuk kaki tangannya Nica

(Netherlands Indie Civil Administration), yang ingin mengembalikan

kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Bahkan Nica telah melancarkan

serangannya di pulau Tarakan dan Morotai.

Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka

sebagai realisasi janji tersebut dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk

menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau

Dokuritu Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan nama-nama ketua,

wakil ketua serta para anggota sebagai berikut:

Pada waktu itu susunan Badan Penyelidik itu adalali

sebagai berikut:

Ketua (Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat

Ketua Muda : Iclubangse (seorang anggota luar biasa) (Fuku Kaicoo

Tokubetsu Iin)

Page 30: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

19

Ketua Muda : R.P. Soeroso (Merangkap Kepala) (Fuku Kaicoo atau

Zimukyoku Kucoo)

Enampuluh (60) orang anggota biasa (Iin) bangsa Indonesia (tidak

termasuk ketua dan ketua muda), yang kebanyakan berasal dan pulau Jawa,

tetapi terdapat beberapa dari Sumatera, Maluku, Sulawesi dan beberapa orang

peranakan Eropa, Cina, Arab. Semuanya itu bertempat tinggal di Jawa, karena

Badan Penyelidik itu diadakan oleh Saikoo Sikikan Jawa.

Nama para anggota itu menurut nomor tempat duduknya dalam sidang

adalah sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno

2. Mr. Muh. Yamin

3. Dr. R. Kusumah Atmaja

4. R. Abdulrähim Pratalykrama

5. R. Aris

6. K. H. Dewantara

7. K. Bagus H. Hadikusuma

8. M.P.H. Bintoro

9. A.K. Moezakir

10. B.P.H. Poerbojo

11. R.A.A Wiranatakoesoema

12. Ir. R. Asharsoetedjo Moenandar

13. Oeij Tjiang Tjoei

14. Drs. Muh. Hatta

15. Oei Tjong Hauw

16. H. Agus Salim

17. M. Soetardjo Kartohadikusumo

18. R.M. Margono Djojohadikusumo

19. K.H. Abdul Halim

20. K.H. Masjkoer

21. R. Soedirman

22. Prof. Dr. P.A.H. Djayadiningrat

23. Prof. Dr. Soepomo

24. Prof. Ir. Roeseno

25. Mr. R.P. Singgih

31. Dr. R. Boentaran M

32. Liem Koen Hian

33. Mr. J. Latuharhary

34. Mr. R. Hindromartono

35. R. Soekarjo Wirjopranoto

36. Hadji Ah. Sanoesi

37. A.M. Dasaat

38. Mr. Tan Eng Hoa

39. Ir. R.M.P. Soerachman

Tjokroadisurjo

40. R.A.A.Soemitro Kolopaking

Poerbonegoro

41. K.R.M.T.H. Woeiyaningrat

42. Mr. A. Soebardjo

43. Prof. Dr. R. Djenal Asiki

Widjayakoesoema

44. Abikoesno

45. Parada Harahap

46. Mr. R.M. Sartono

47. K.H.M. Mansoer

48. K.R.M.A. Sosrodiningrat

49. Mr. Soewandi

50. K.H.A. Wachid Hasyim

51. P.F. Dahier

52. Dr. Soekiman

Page 31: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

20

26. Mr. Ny. Maria Ulfah Santoso

27. R.M.T. A. Soejo

28. R. Ruslan Wongsokusumo

29. R. Soesanto Tirtoprodjo

30. Ny. R.S.S. Soemario

Mangunpoespito

53. Mr.K.R.M.T. Wongsonegoro

54. R. Oto Iskandar Dinata

55. A. Baswedan

56. Abdul Kadir

57. Dr. Samsi

58. Mr. A.A. Maramis

59. Mr. Samsoedin

60. Mr. R. Sastromoeljono

(Sekretariat Negara, 1995 )

Sidang BPUPKI Pertama

Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari, berturut-

turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai

berikut (a) tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin, (b) tanggal 31 Mei 1945

Prof. Soepomo dan (c) tanggal 1 Juni 1945 Jr. Soekarno.

a) Mr. Muh. Yamin (29 Mel 1945).

Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan

calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut : I. Peri Kebangsaan, II.

Peri Kemanusiaan, III. Peri Ketuhanan, IV. Peri Kerakyatan (A.

Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan) dan V Kesejahteraan

rakyat (Keadilan Sosial).

Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin

menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan

sementara berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan

Pembukaan yang bunyinya adalah sebagai berikut: “Untuk membentuk

Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut

serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan

keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam

suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu

susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

Page 32: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

21

berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Persatuan

Indonesia, dan rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab, Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

b) Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)

Berbeda dengan usulan Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo

mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut:

1) Teori negara perseorangan (Individualis), sebagaimana diajarkan oleh

Thomas Hobbes (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18), Herbert

Spencer (abad 19), H.J. Laski (abad 20). Menurut paham ini, negara

adalah masyarakat hukum (Legal society) yang disusun atas kontrak

antara seluruh individu (contract social). Paham negara ini banyak

terdapat di Eropa dan Amerika.

2) Paham negara kelas (Class theory) atau teori ‘golongan’. Teori ini

sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara adalah

alat dari suatu golongan (suatu klas) untuk menindas klas lain. Negara

kapitalis adalah alat dari kaum borjuis, oleh karena itu kaum Marxis

menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum buruh dapat ganti

menindas kaum borjuis.

3) Paham negara integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, Adam

Muller, Hegel (abad 18 dan 19). Menurut paham ini negara bukanlah

untuk menjamin perseorangan atau golongan akan tetapi menjamin

kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara

adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau

anggotanya saling berhubungan erat satu dengan lainnya dan

merupakan kesatuan organis. Menurut paham ini yang terpenting

dalam negara adalah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak

memihak kepada golongan yang paling kuat atau yang paling besar,

tidak memandang kepentingan seseorang sebagai pusat akan tetapi

negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu

persatuan .

Page 33: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

22

Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia

Soepomo mengusulkan hal-hal sebagai berikut:

2) Saya mengusulkan pendirian negara nasional yang bersatu dalam arti

totaliter sebagaimana yang saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak

akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, akan tetapi yang

mengatasi semua golongan, baik golongan besar atau kecil. Dalam

negara yang bersatu itu urusan agama diserahkan kepada golongan-

golongan agama yang bersangkutan.

3) Kemudian dianjurkan supaya para warga negara takluk kepada Tuhan,

supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan.

4) Mengenai kerakyatan disebutkan sebagai berikut: untuk menjamin

supaya pimpinan negara, terutama kepala negara terus-menerus bersatu

jiwa dengan rakyat dalam susunan pemerintahan negara Indonesia

harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan

terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senantiasa

mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan cita cita rakyat.

5) Menurut Prof. Soepomo dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat

kekeluargaan juga, oleh karena kekeluargaan itu sifat masyarakat timur

yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. Sistem tolong-menolong,

sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi

negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, adil.

6) Mengenai hubungan antar bangsa, Prof. Soepomo membatasi diri dan

menganjurkan supaya negara Indonesia bersifat negara Asia Timur

raya, anggota dan kekeluargaan Asia Timur Raya.

c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)

Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah

pidato dari Ir. Soekarno, yang disampaikannya dalam sidang tersebut secara

lisan tanpa teks. Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima

prinsip yang rumusannya adalah sebagai berikut:

1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)

2) Internasionalisme (perikemanusiaan)

3) Mufakat (demokrasi)

Page 34: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

23

4) Kesejahteraan sosial

5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

Lima prinsip sebagai dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno

diusulkan agar diberi nama “Pancasila” atas saran salah seorang teman beliau

ahli bahasa. Berikutnya menurut Soekarno kelima sila tersebut dapat diperas

menjadi “Tri Sila” yang meliputi (1) Sosio nasionalisme yang merupakan

sintesa dari “Kebangsaan (nasionalisme) dengan Peri Kemanusiaan

(internasionalisme), (2) Sosio demokrasi yang merupakan sintesa dari

“Mufakat (demokrasi), dengan Kesejahteraan sosial, serta (3) Ketuhanan.

Berikutnya beliau juga mengusulkan bahwa “Tri Sila.” tersebut juga dapat

diperas menjadi “Eka Sila” yang intinya adalah “gotong royong”.

Beliau mengusulkan bahwa Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan

pandangan hidup bangsa Indonesia atau “Philosophische grondslag” juga

pandangan dunia yang setingkat dengan aliran-aliran besar dunia atau sebagai

‘weltanschauung’ dan di atas dasar itulah kita dirikan negara Indonesia.

Sangat menarik untuk dikaji bahwa beliau dalam mengusulkan dasar

negara tersebut selain secara lisan juga dalam uraiannya juga membandingkan

dasar filsafat negara

“Pancasila” dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti liberalisme,

komunisme, chauvinisme, kosmopolitisme, San Min Chui dan ideologi besar

dunia lainnya .

Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)

Hari pertama sebelum sidang BPUPKI Kedua dimulai, diumumkan oleh

ketua penambahan 6 anggota baru Badan Penyelidik yaitu: (1) Abdul Fatah

Hasan, (2) Asikin Natanegara, (3) Soerjo Hamidjojo, (4) Muhammad Noor,

(5) Besar, dan (6) Abdul Kaffar.

Selain tambahan anggota BPUPKI Ir. Soekarno sebagai Ketua Panitia

Kecil melaporkan hasil pertemuannya yang dilakukan sejak tanggal 1 Juni

yang telah lalu. Menurut laporan itu pada tanggal 22 Juni 1945 Ir. Soekarno

mengadakan pertemuan antara Panitia Kecil dengan anggota-anggota badan

Penyelidik. Yang hadir dalam pertemuan itu berjumlah 38 anggota, yaitu

Page 35: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

24

anggota-anggota yang bertempat tinggal di Jakarta dan anggota-anggota

Badan Penyelidik yang merangkap menjadi anggota Tituoo Sangi In dari luar

Jakarta, dan pada waktu itu Jakarta menjadi tempat rapat Tituoo Sangi In.

Pertemuan antara 38 orang anggota itu diadakan di gedung kantor besar Jawa

Hooko Kai (Kantornya Bung Karno sebagai Honbucoo/ Sekretaris Jenderal

Jawa Hooko Kai). Mereka membentuk panitia kecil yang terdiri atas 9 orang,

dan populer disebut “Panitia Sembilan” yang anggotanya adalah sebagai

berikut:

1. Ir. Soekarno 6. Mr. Soebardjo

2. Wachid Hasyim 7. Kyai Abdul Kahar Moezakir

3. Mr. Muh. Yamin 8. Abikoesno Tjokrosoejoso

4. Mr. Maramis 9. Haji Agus Salim

5. Drs. Moh. Hatta

Panitia sembilan ini setelah mengadakan pertemuan secara masak dan

sempurna telah mencapai suatu hasil yang baik yaitu suatu modus atau

persetujuan antara golongan Islam dengan golongan kebangsaan. Modus atau

persetujuan tersebut tertuang dalam suatu rancangan Pembukaan Hukum

Dasar, rancangan Preambul Hukum Dasar yang dipermaklumkan oleh Panitia

kecil Badan Penyelidik dalam rapat BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945.

Panitia Kecil Badan Penyelidik menyetujui sebulat-bulatnya rancangan

Preambule yang disusun oleh panitia sembilan tersebut. Adapun bagian

terakhir naskah Preambule tersebut adalah sebagai berikut:

“……….maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalamsuatu hukum dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negaraRepublik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkankepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagipemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil danberadab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta denganmewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Terdapat hal yang sangat menarik perhatian juga yaitu pemakaian istilah

‘hukum dasar’ yang kemudian diganti dengan istilah Undang-Undang Dasar.

Hal mi menurut keterangan Prof. Soepomo dalam rapat tanggal 15 Juli 1945,

Page 36: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

25

bahwa istilah hukum dalam bahasa Belanda ‘recht’ itu meliputi yang tertulis

dan tidak tertulis. Sedangkan Undang-Undang Dasar adalah hukum yang

tertulis. Oleh karena itu tidak lagi digunakan istilah hukum dasar untuk

rancangan yang harus disusun oleh Panitia Perancang yang dibentuk dalam

rapat 11 Juli, adapun istilah yang benar adalah Undang-Undang Dasar.

Beberapa keputusan penting yang patut diketahui dalam rapat BPUPKI kedua

adalah sebagai berikut: dalam rapat tanggal 10 Juli antara lain diambil

keputusan tentang bentuk negara. Dari 64 suara (ada beberapa anggota yang

tidak hadir) yang pro Republik 55 orang yang meminta kerajaan 6 orang

adapun bentuk lain dan blanko 1 orang.

Pada tanggal 11 Juli 1945 keputusan yang penting adalah tentang luas

wilayah negara baru, terdapat tiga usul, yaitu (a) Hindia Belanda yang dulu,

(b) Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (Borneo Inggris),

Irian Timur, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya, dan (c) Hindia

Belanda ditambah Malaya, akan tetapi dikurangi dengan Irian Barat.

Berdasarkan hasil pemungutan suara dari 66 orang suara yang memilih

(a) Hindia Belanda ada 19, yang memilih (b) yaitu daerah yang terbesar yaitu

jumlah yang terbanyak yaitu 39, sedangkan yang naemilih (c) ada 6 lain-lain

daerah I serta blangko 1. Jadi pada waktu itu angan-angan sebagian besar

anggota Badan Penyelidik adalah menghendaki Indonesia Raya yang

sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan Indonesia yang pada

bulan Juli 1945 itu sebagian besar wilayah Indonesia kecuali Irian, Tarakan

dan Morotai yang masih dikuasai Jepang.

Page 37: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

26

Keputusan-keputusan lain adalah untuk membentuk panitia kecil yaitu:

(1) Panitia perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno,

(2) Panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta, dan (3)

Panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso. Pada

tanggal 14 Juli Badan Penyelidik bersidang lagi dan Panitia Perancang

Undang-Undang Dasar melaporkan hasil pertemuannya. Susunan Undang-

Undang Dasar yang diusulkan terdiri atas 3 bagian, yaitu (a) Pernyataan

Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan di muka dunia atas penjajahan

Belanda, (b) Pembukaan yang di dalamnya terkandung dasar negara Pancasila

dan (c) Pasal-pasal Undang-Undang Dasar .

3. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

3.1.Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945

Kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia membawa hikmah bagi bangsa

Indonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (Pemerintah Tentara Jepang

untuk seluruh daerah Selatan), tanggal 7 Agustus akan dibentuk Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau ‘Dokuritu Zyunbi Iinkai’.

Untuk keperluan membentuk panitia itu pada tanggal 8 Agustus Ir.

Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas

panggilan Jenderal Besar Terauchi, Saiko Sikikan untuk Daerah Selatan

(Nanpoo Gun), jadi penguasa tersebut juga meliputi kekuasaan wilayah

Indonesia. Menurut Soekarno, Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus

memberikan kepadanya 3 cap yaitu:

1) Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan,

Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, Radjiman sebagai Anggota.

Page 38: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

27

2) Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus itu.

3) Cepat atau tidaknya pekerjaan Panitia diserahkan sepenuhnya kepada

Panitia

Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritu Zyunbi Iinkai itu terdiri

atas 21 orang, termasuk Ketua dan Wakil Ketua. Adapun susunan keanggotaan

PPKI tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ir. Soekarno (Ketua)

2) Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)

Adapun anggota-anggotanya sebagai berikut:

3) dr. Rajidman Widiodiningrat

4) Ki Bagus Hadikoesoemo

5) Oto Iskandardinata

6) Pangeran Purbojo

7) Pangeran Soerjohamodjojo

8) Soetardjo Kartohamidjojo

9) Prof. Dr. Mr. Soepomo

10) Abdul Kadir

11) Drs. Yap Tjwan Bing

12) Dr. Mohammad Amir (didatangkan dari Sumatera)

13) Mr. Abdul Abbas (didatangkan dari Sumatera)

14) Dr. Ratulangi (didatangkan dari Sulawesi)

15) Andi Pangerang (didatangkan dari Sulawesi)

16) Mr. Latuharhary

17) Mr. Pudja (didatangkan dari Bali)

Page 39: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

28

18) A.H. Hamidan (didatangkan dari Kalimantan)

19) R.P. Soeroso

20) Abdul Wachid Hasyim

21) Mr. Mohammad Hassan (didatangkan dari Sumatera)

Berbeda dengan Badan Penyelidik (Dokuritu Zyunbi Tioosakai), dalam

susunan kepanitiaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritu

Zyunbi Iinkai) tidak duduk seorangpun bangsa Jepang, demikian pula dalam

kantor tata usahanya.

Sekembalinya dari Saigon pada tanggal 14 Agustus 1945 di Kemayoran

Ir. Soekarno mengumumkan di muka orang banyak bahwa bangsa Indonesia

akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin), dan kemerdekaan

bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah dari Jepang melainkan merupakan

hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itulah maka ketua

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kemudian menambahkan sejumlah

anggota atas tanggung jawabnya sendiri. Agar dengan demikian sifat Panitia

Persiapan Kemerdekaan itu berubah menjadi badan pendahuluan bagi Komite

Nasional. Dalam bathinnya sebagai Komite Nasional, Panitia Persiapan

Kemerdekaan itu menyelenggarakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia dan kemudian memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal ini

untuk tidak dilupakan bahwa anggota-anggotanya datang dan seluruh

kepulauan Indonesia sebagai wakil-wakil daerah masing-masing, kemudian

ditambah dengan enam orang lagi sebagai wakil golongan yang terpenting

dalam masyarakat lndonesia. Oleh karena itu Panitia Persiapan Kemerdekaan

Page 40: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

29

Indonesia yang pada hakikatnya juga sebagai Komite Nasional memiliki sifat

representif, sifat perwakilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan fakta sejarah tersebut bahwa Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia yang semula adalah merupakan badan bentukan

Pemerintah Tentara Jepang, kemudian sejak Jepang jatuh dan kemudian

ditambahnya enam anggota baru atas tanggungan sendiri maka berubahlah

sifatnya dari badan Jepang menjadi badan nasional sebagai badan pendahuluan

bagi Komite Nasional. Adapun enam anggota baru tambahan tersebut adalah :

(1) Wiranatakusuma, (2) Ki Hadjar Dewantara, (3) Kasman Singodimejo, (4)

Sajuti Melik, (5) Mr. Iwa Kusuma Sumantri, dan (6) Mr. Achmad Soebardjo.

3.2. Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, maka kesempatan itu

dipergunakan sebaik-baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa

Indonesia. Namun terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaan serta

waktu Proklamasi. Perbedaan itu terjadi antara golongan pemuda antara lain:

Sukarni, Adam Malik, Kusnaini, Syahrir, Soedarsono, Soepomo, dkk. Dalam

masalah ini golongan pemuda lebih bersikap agresif yaitu untuk menghendaki

kemerdekaan secepat mungkin. Perbedaan itu memuncak dengan

diamankannya Ir. soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok, agar tidak

mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan pertemuan di Pejambon

Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 dan diperoleh kepastian bahwa Jepang

telah menyerah maka Dwitunggal Soekarno-Hatta setuju untuk

dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan, akan tetapi dilaksanakan di

Jakarta.

Page 41: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

30

Untuk mempersiapkan proklamasi tersebut maka pada tengah malam,

Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau

Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1) di mana telah berkumpul di sana;

B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, dkk.,

untuk menegaskan bahwa pemerintah Jepang tidak campur tangan tentang

prokramasi. Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan

pertemuan pada larut malam dengan Mr. Achmad soebadjo, Soekarni, Chaerul

Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusumasumantri dan

beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah proklamasi. Pada

pertemuan tersebut akhirnya konsep Soekarnolah yang diterima dan diketik

oleh Sayuti Malik.

Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan

Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum'at legi, jam 10 pagi waktu Indonesia

Barat (jam 11.30 waktu Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta

membacakan naskah Proklamasi dengan khidmat dan diawali dengan pidato,

sebagai berikut :

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-

hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan

dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 2605Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno Hatta

Makna proklamasi sebagai titik kulminasi perjuangan kemerdekaan

bangsa Indonesia dan titik tolak bagi pertumbuhan bangsa Indonesia

Page 42: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

31

selanjutnya. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan mengandung pengertian

sebagai berikut:

a. Dari sudut ilmu hukum (secara Yuridis) merupakan saat tidak

berlakunya lagi tertib-tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya

tertib hukum nasional.

b. Secara politis ideologis mengandung arti bahwa bangsa Indonesia

terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk

menentukan nasib sendiri dalam suatu negara proklamasi Republik

Indonesia.

3.3.Proses Pengesahan Pancasila Dasar Negara dan UUD 1945

Sidang PPKI

Sehari setelah Proklamasi keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus

1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Sebelum sidang resmi

dimulai, kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa

perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD

1945 yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang

menyangkut perubahan sila pertama Pancasila. Dalam pertemuan tersebut

syukur Alhamdulillah para pendiri negara kita bermusyawarah dengan moral

yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan, dan akhirnya

disempurnakan sebagaimana naskah Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.

1) Sidang Pertama (18 Agustus 1945)

Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan

keputusan-keputusan sebagai berikut :

a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi :

Page 43: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

32

a. Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang

kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945.

b. Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari

Badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami

berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan Piagam

Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945.

b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.

c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai

badan musyawarah darurat.

Tentang pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat, dalam masa

transisi dari pemerintahan jajahan kepada pemerintahan nasional, hal itu

telah ditentukan dalam pasal IV Aturan Peralihan. Adapun keanggotaan

Komite Nasional adalah PPKI sebagai intinya ditambah dengan

pemimpin-pemimpin rakyat dari semua golongan, aliran dan lapisan

masyarakat, seperti : Pamong, Praja, Alim ulama, Kaum Pergerakan,

Pemuda, Pengusaha/pedagang, cendikiawan, wartawan dan golongan

lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945

dan diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo. Komite Nasional ini

kemudian dinamakan dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Adapun perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:

Piagam Jakarta Pembukaan UUD 1945

1. Kata mukaddimah

2. Dalam suatu hukum dasar

3. ...... dengan berdasarkepada Ketuhanan dengankewajiban menjalankansyariat Islam bagipemeluk-pemeluknya

4. ..... menurut dasarkemanusiaan yang adildan beradap

Diganti

-------

-------

-------

Pembukaan

dalam suatu UUD negara

...... dengan berdasarkankepada Ketuhanan YangMaha Esa

..... kemanusiaan yangadil dan beradap

Page 44: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

33

Adapun perubahan yang menyangkut pasal pasal UUD sebagai

berikut :

Rancangan Hukum Dasar UUD 1945

(1) Istilah "Hukum Dasar"

(2) dalam rancangan dua orangWakil Fresiden

(3) Presiden harus orangIndonesia Asli yangberagama Islam.

(4) Dalam rancangandisebutkan selama perangpimpinan perang, dipegangoleh Jepang denganpersetujuan PemerintahanIndonesia.

diganti

diganti

diganti

Undang-Undang Dasaratas usul Soepomoseorang Wakil Presiden

Presiden harus orangIndonesia asli

dihapuskan

Demikianlah berbagai perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta

menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta pasal-pasalnya.

2) Kedua (19 Agustus 1945)

Pada sidang kedua PPKI berhasil menentukan ketetapan berikut:

(1) Tentang daerah Propinsi, dengan pembagian sebagai berikut:

a. Jawa Barat

b. Jawa Tengah

c. Jawa Timur

d. Sumatera

e. Borneo

f. Sulawesi

g. Maluku

h. Sunda Kecil

(2) Untuk sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskan

seperti sekarang.

(3) Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan

seperti sekarang.

Page 45: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

34

Hasil yang ketiga dalam sidang tersebut adalah dibentuknya

Kementerian, atau Departemen yang meliputi 12 Departemen, sebagai

berikut:

a) Departemen Dalam Negeri

b) Departemen Luar Negeri

c) Departemen Kehakiman

d) Departemen Keuangan

e) Departemen kemakmuran

f) Departemen Kesehatan

g) Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan

h) Departemen Sosial

i) DepartemenPertahanan

j) DepartemenPenerangan

k) Departemen Perhubungan

l) Departemen Pekerjaan Umum.

3) Sidang Ketiga (12 Agustus 1945)

Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap agenda

tentang "Badan Penolong Keluarga Korban Perang". Adapun keputusan

yang dihasilkan adalah terdiri atas delapan pasal. Salah satu dari pasal

tersebut yaitu pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut "Badan

Keamanan Rakyat" {BKR).

4) Sidang Keempat (22 Agustus 1945)

Pada sidang keempat PPKI membahas agenda tentang Komite

Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di

Jakarta.

4. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia

4.1.Masa Revolusi Fisik

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa

Indonesia masih menghadapi kekuatan Sekutu yang berupaya untuk

menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan

untuk mengakui pemerintah NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Page 46: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

35

Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan kepada dunia luar bahwa

negara proklamasi RI hadiah Fasis Jepang.

Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia Internasional, maka

pemerintah RI mengeluarkan 3 buah maklumat:

1. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang

menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya

(seharusnya berlaku selama 6 bulan). Kemudian Maklumat tersebut

memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh

Presiden kepada KNIP.

2. Maklumat pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan

partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat

dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi

partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia Barat menilai

bahwa Negara Proklamasi sebagai negara Demokratis.

3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya Maklumat

itu mengubah sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer

berdasarkan asas demokrasi liberal.

Keadaan yang demikian ini telah membawa ketidak stabilan di bidang

politik. Berlakunya sistem demokrasi liberal adalah jelas-jelas merupakan

penyimpangan secara konstitusional terhadap UUD 1945, serta secara

ideologis terhadap Pancasila. Akibat penerapan sistem kabinet Parlementer

tersebut maka pemerintahan Negara Indonesia mengalami jatuh bangunnya

kabinet sehingga membawa konsekuensi yang sangat serius terhadap

kedaulatan negara Indonesia saat itu.

4.2. Masa Demokrasi Liberal

Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Sebagai hasil dari Konferensi Meja Bunda (KMB) maka

ditandatangani suatu persetujuan (Mantelresolusi) oleh Ratu Belanda

Yuliana dan Wakil Pemerintah RI di kota Den Haag pada tanggal 27

Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak

persetujuan hasil KMB lainnya dengan Konstitusi RIS, antara lain :

Page 47: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

36

a. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16

negara bagian {pasal 1 dan 2).

b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas

demokrasi liberal dimana menteri-menteri bertanggungjawab atas

seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada Parlemen (Pasal 118 ayat 2).

c. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan

semangat maupun isi Pembukaan UUD 1945, Proklamasi

Kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.

Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki

kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut

bukannya penyerahan kedaulatan melainkan 'pemulihan kedaulatan' atau

'pengakuan kedaulatan'.

Terbentuknya Negara Kesatuan RI Tahun 1950

Berdirinya negara RIS dalam sejarah Ketatanegaraan Indonesia

adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap

deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu

negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV,

bahwa Pemerintahan Negara .....' yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia .....' yang

berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis

secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu dengan

menggabungkan diri dengan negara Proklamasi RI yang berpusat di

Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu

ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu:

1. Negara bagian RI Proklamasi

2. Negara Indonesia Timur [NIT)

3. Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19

Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan

Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.

Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-

cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyatannya masih

Page 48: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

37

berorientasi kepada pemerintah yang berasas demokrasi liberal sehingga

isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Sistem multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya

kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 bulan. Ha1 ini berakibat

tidak mampunya pemerintah untuk menyusun program serta tidak

mampu menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan,

bahkan menimbulkan pertentangan-pertentangan, gangguan-gangguan

keamanan serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.

b. Secara ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak

berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang

dikenal sebagai Declaratian of Independence bangsa Indonesia.

Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi

penyimpangan. Namun bagaimanapun juga UUDS 1950, adalah

merupakan suatu strategi ke arah negara RI yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.

4.3.Masa Orde Lama

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi

harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan

pada bidang politik, ekonomi, sosial, maupun hankam. Keadaan seperti itu

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian

Indonesia.

2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka Pemerintah tidak mampu

menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan terutama

pembangunan bidang ekonomi.

3. Sistem Liberal yang berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet

jatuh bangun, sehingga pemerintah tidak stabil.

4. Pemilu 1955 ternyata tidak mampu mencerminkan dalam DPR suatu

perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam

Page 49: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

38

masyarakat. Misalnya masih banyak kekuatan-kekuatan sosial politik

dari daerah-daerah dan golongan yang belum terwakili dalam DPR.

5. Faktor yang paling menentukan adanya Dekrit Presiden adalah karena

Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang tetap bagi negara

RI, ternyata gagal, walaupun telah bersidang selama dua setengah

tahun. Bahkan separoh anggota sidang menyatakan tidak akan hadir

dalam pertemuan-pertemuan Konstituante. Hal ini disebabkan

Konstituante yang seharusnya bertugas untuk membuat UUD negara

RI ternyata membahas kembali dasar negara. Atas dasar hal-hal

tersebut maka Presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab

menyatakan bahwa hal-hal yang demikian ini mengakibatkan keadilan

ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan serta

keselamatan negara, nusa dan bangsa. Atas dasar inilah maka Presiden

akhirnya mengeluarkan Dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli

1959, yang isinya :

1. Membubarkan Konstituante

2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945. Tidak berlakunya

lagi UUDS tahun 1950.

3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya.

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku

kembali di Negara Republik Indonesia hingga saat ini.

Pengertian Dekrit

Dekrit adalah suatu putusan dari organ tertinggi (kepala negara atau

organ lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak.

Dekrit dilakukan bilamana negara dalam keadaan darurat, keselamatan

bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Iandasan hukum Dekrit adalah

'Hukum Darurat'.

Puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan Gestapu

PKI atau dikenal dengan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965

untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI yang diproklamasikan

tanggal 17 Agustus 1945, disertai dengan pembunuhan yang keji dari para

Page 50: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

39

Jenderal yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut berupaya untuk

mengganti secara paksa ideologi dan dasar filsafat negara Pancasila

dengan ideologi komunis Marxis.

Berkat lindungan Allah yang Maha Kuasa maka bangsa Indonesia

tidak goyah walaupun akan diganti dengan ideologi komunis secara paksa.

Hal ini dikarenakan Pancasila telah merupakan pandangan hidup bangsa

serta sebagai jiwa bangsa. Atas dasar peristiwa tersebut maka 1 Oktober

1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai "Hari Kesaktian Pancasila".

4.4.Masa Orde Baru

Suatu tatanan masyarakat serta pemerintah sampai saat meletusnya

pemberontakan G 30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut sebagai masa

"orde Lama". Maka tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah

meletusnya G 30 S PKI sampai tahun 1998 disebut sebagai "Orde Baru",

yaitu suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan yang menuntut

dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen-

Munculya "Orde Baru" diawali dengan munculnya aksi-aksi dari seluruh

masyarakat antara lain Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI),

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia [KAMI), Kesatuan Aksi Guru

Indonesia (KAGI), dan lain sebagainya. Gelombang aksi rakyat tersebut

muncul di mana-mana dengan suatu tuntutan yang terkenal dengan

"Tritura" atau {Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat), sebagai perwujudan

dari tuntutan rasa keadilan dan kebenaran. Adapun isi "Tritura" tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.

2. Pembersihan Kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI

3. Penurunan harga.

Karena Orde lama akhirnya tidak mampu lagi, menguasai pimpinan

negara, maka presiden/panglima Tertinggi memberikan kekuasan penuh

kepada panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam

bentuk suatu "Surat Perintah 11 Maret 1966" (Super Semar). Tugas

Page 51: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

40

pemegang Super Semar cukup berat, yaitu untuk memulihkan keamanan

dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI

beserta ormas-ormasnya, membubarkan PKI dan ormas-ormasnya serta

mengamankan 15 menteri yang memiliki indikasi terlibat G 30 S PKI dan

lain-lainnya .

Sidang MPRS lV/ 1966, menerima dan memperkuat Super Semar

dengan dituangkan dalam Tap No. IX/MPRS/1966. Hal ini berarti

semenjak itu Super Semar tidak lagi bersumberkan Hukum Tata Negara

Darurat akan tetapi bersumber pada kedaulatan rakyat (Pasal I ayat 2 UUD

1945). Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan Pemilu pada tahun

1971 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Adapun misi yang harus

diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:

1. Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta

melaksanakan Rencana Lima Tahun II dalam rangka GBHN.

2. Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi

Pancasila.

3. Melaksanakan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif dengan

orientasi pada kepentingan nasional.

Demikianlah Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan program-

programnya dalam upaya untuk merealisasikan pembangunan nasional

sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni

dan konsekuen.

4.5.Masa Reformasi

Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa

Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia

terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi

goyah. Terutama praktek-praktek pemerintahan di bawah orde baru hanya

membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk

sistem ekonomi menjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di

Indonesia hanya berada pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.

Terlebih lagi merajalelanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

pada hampir seluruh instansi serta lembaga pemerintahan, serta

Page 52: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

41

penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang di kalangan para pejabat dan

pelaksana pemerintahan negara membawa rakyat semakin menderita.

Para wakil-wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat

dalam kenyataannya tidak dapat berfungsi secara demokatis, DPR serta

MPR menjadi mandul karena sendi-sendi demokrasi telah dijangkiti

penyakit nepotisme. Sistem politik dikembangkan ke arah sistem

"Birokratik Otoritarian" dan suatu sistem "Korporatik". Sistem ini ditandai

dengan konsentrasi kekuasaan dan paritisipasi di dalam pembuatan

keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan

penguasa negara, kelompok militer, keiompok cerdik cendekiawan dan

kelompok wiraswastawan oligopolistik dan bekerjasama dengan

masyarakat bisnis internasional. Keadaan yang demikian membawa

ekonomi rakyat menjadi tidak tersentuh dan semakin parah. Pada sisi lain

rakyat dikelabui dengan berbagai macam program yang mengatas

namakan rakyat, namun dalam kenyataannya hanya menguntungkan

sekelompok kecil yaitu para elit ekonomi dan para pejabat, sehingga

hampir di seluruh tanah air banyak pejabat melakukan praktek KKN untuk

kepentingan pribadi.

Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik

bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam kenyataannya digunakan

sebagai alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan dan tindakan penguasa

mengatas namakan Pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan yang

bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan Pancasila yang

murni dan konsekuen. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan

hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan

masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat

sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya "Reformasi” di

segala bidang terutama bidang politik, ekonomi dan hukum.

Awal keberhasilan gerakkan Reformasi tersebut ditandai dengan

mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian

disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie

menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan

Page 53: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

42

pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie

inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan

rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama

pengubahan 5 paket uu Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan

reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu

diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU

Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU

Perlindungan Buruh dan lain sebagainya. Dengan demikian reformasi

harus diikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya

serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.

Yang lebih mendasar lagi reformasi dilakukan pada kelembagaan

tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang

dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya dan diawali

dengan pengubahan:

a. UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU

No./1969 jis. UU No. 5/ 1975 dan UU No. 2/1985)

b. UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya (UU No. 3/1975,jo, UU

No. 3/ 1985).

c. UU tentang Pemilihan Umum UU No. 1611969 jis UU No.4/ 1975,

UU No. 2/1980, dan UU No. 1/ 1985).

Reformasi terhadap UU Politik tersebut di atas harus benar-benar

dapat mewujudkan iklim politik yang demokratis sesuai dengan kehendak

pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa "kedaulatan adalah di tangan rakyat dan

dilakukan sepenuhnya oleh MPR .

Page 54: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

43

BAB III

SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945

1. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Fungsi UUD 1945

1.1.Pengertian Hukum Dasar

Undang-Undang Dasar dari sesuatu Negara hanyalah merupakan

sebagian saja dari hukum dasar negara itu dan bukanlah merupakan satu-

satunya sumber hukum. Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar tertulis,

sedang di samping Undang-Undang Dasar berlaku juga hukum dasar yang

tidak tertulis yang merupakan sumber hukum lain, misalnya kebiasaan-

kebiasaan, traktat-traktat dan sebagainya.

Oleh karena itulah di dalam ketatanegaraan dikenal dua macam hukum

dasar yaitu :

a. Hukum dasar tertulis yaitu Undang-Undang Dasar;

b. Hukum dasar yang tidak tertulis (umumnya disebut "konvensi").

Hukum dasar tertulis (UUD) adalah piagam-piagam tertulis yang

sengaja diadakan dan memuat segala apa yang dianggap oleh pembuatnya

menjadi asas fundamental dari pada negara pada waktu itu.

Berhubung karena hukum dasar tertulis ini dengan sengaja diadakan,

maka Undang-Undang Dasar ini lebih terang dan tegas daripada hukum dasar

tidak tertulis. Selain itu hukum dasar tertulis lebih menjamin kepastian hukum

daripada yang tidak tertulis. Oleh karena cara pembuatannya melalui suatu

badan tertentu yang mempunyai tingkat tertinggi dalam suatu negara,

menyebabkan sulitnya untuk mengadakan perubahan terhadap Undang-

Undang Dasar, sehingga dengan demikian Undang-Undang Dasar adalah

bersifat lebih kaku (rigid) jika dibandingkan dengan hukum dasar tak tertulis.

Oleh karenanya hukum. dasar tak tertulis adalah lebih luwes (soepel) dan

mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Negara-negara yang mempunyai

Undang-Undang Dasar tertulis misalnya : Amerika Serikat (1789), Perancis

(1791), Uni Sovyet (1918), Indonesia (1945), dan lain-lain. Pada waktu

sekarang hampir semua negara di dunia mempunyai Undang-Undang Dasar.

Page 55: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

44

Suatu pengecualian adalah negara Inggris yang tidak mempunyai

Undang-Undang Dasar tertulis. Pemerintahan negara ini didasarkan kepada

hukum dasar tak tertulis yang disebut "konvensi" yaitu kebiasaan

ketatanegaraan yang pada umumnya sudah tua sekali, misalnya:

a. Piagam Magna Charta, tahun 1215;

b. Petition of Right, tahun 1628;

c. The Habeas Corpus Act, tahun 1679;

d. Bill of Rights, tahun 1689;

e. Piagam Weshminster, tahun 1931;

Walaupun induk Negara Commonwealth Inggris ini tidak mempunyai

Konstitusi Tertulis, namun tidaklah berarti bahwa negara-negara anggota

commonwealth juga tidak mempunyai undang-undang Dasar; Negara India

bahkan mempunyai Undang-Undang Dasar yang amat panjang isinya (395

pasal).

Seperti telah dijelaskan, konstitusi tak tertulis itu bersifat kurang

tegas/terang dan juga tidak sistematis. Tetapi sebaliknya ia tidak kaku

(soepel=elastic atau flexible) seperti Undang-Undang Dasar (tertulis) yang

bersifat kaku (rigid) melainkan bersifat luwes, mudah diubah sehingga mudah

menyesuaikan diri dengan keadaan.

Cara Timbulnya Undang-Undang Dasar

Negara-negara modern memperoleh undang-undang Dasar mereka

dengan melalui beberapa cara seperti berikut:

Cara Pemberian (Grants)

Undang-Undang Dasar yang diperoleh dengan cara pemberian terdapat

pada negara-negara yang berbentuk Kerajaan. Negara-negara monarkhi yang

mula-mula bersifat mutlak, lambat laun sebagai akibat faham demokrasi

berubah sifatnya menjadi negara monarkhi yang konstitusional.

Raja-raja dari negara-negara monarkhi kemudian seorang demi

seorang memberikan undang-undang dasar kepada rakyatnya, dimana ia

berjanji akan menjalankan kekuasaannya dalam batas-batas yang

diperkenankan oleh Undang-Undang Dasar yang diberikannya itu. Undang-

Page 56: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

45

Undang Dasar yang diberikan Raja itu disebut Undang-Undang Dasar Oktroi

(misalnya UUD Kerajaan Jepang).

Cara Pembuatan Dengan Sengaja (Deliberate Creation)

Dalam hal ini pembuatan suatu undang-undang Dasar dilakukan

setelah sesuatu negara baru didirikan. Negara Amerika serikat adalah negara

yang pertama membuat Undang-Undang Dasar tertulis. Konstitusi Amerika

serikat disusun oleh Majelis Konstituante di kota Philadelphia pada 1 Maret

1781 dan disahkan pada 17 September 1787 oleh sidang Konstituante

tersebut.Negara-negara baru banyak pula yang mengikuti jejak Amerika

serikat membuat Undang-Undang Dasar sendiri, misalnya negara R.I dengan

UUD 1945.

Cara Revolusi (Revolution)

Salah satu cara untuk menggulingkan suatu pemerintahan Negara yang

tidak disenangi rakyatnya ialah mengadakan revolusi melalui suatu perebutan

kekuasaan (coup d'Etat). Pemerintah baru yang lahir akibat revolusi lalu

membuat Undang-Undang Dasar yang diusahakan mendapat persetujuan

rakyatnya. Negara-negara ,yang membuat Undang-Undang Dasar setelah

melalui suatu revolusi adalah misalnya: Perancis (1791), Uni Soviet (1918),

dan Spanyol (1932).

1.2.Pengertian UUD 1945

Bila kita menyebut UUD 1945, tentu yang kita maksudkan ialah

keseluruhan naskah yang meliputi:

1. Pembukaan

2. Pasal 1 sampai dengan 37, Aturan peralihan yang terdiri dari 4 pasal,

dan 2 ayat Aturan Tambahan.

3. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

Naskahnya yang resmi pernah dimuat dalam“Berita Republik Indonesia"

suatu penerbitan resmi pemerintah Republik Indonesia yang terbit pada

tanggal 15 Februari 1946. Undang-Undang Dasar 1945 ini disahkan oleh

sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus

Page 57: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

46

1945 dan mulai berlaku untuk pertama kali pada tanggal 18 Agustus 1945

tersebut. Undang-Undang Dasar inilah yang kini berlaku di Tanah Air kita.

Di samping hukum dasar yang tertulis terdapat juga hukum dasar yang

tidak tertulis. Menurut penjelasan UUD 1945, yang dimaksud dengan hukum

dasar yang tidak tertulis ialah "aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara

dalam praktek penyelenggaraan negara". Aturan-aturan dasar ini biasanya

disebut konvensi.

Dari uraian di atas kini anda semakin jelas, bukan? Kini kita telah

mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang dimaksud dengan

Undang-Undang Dasar 1945 itu. Pengertian ini sesuai dengan sumbernya yang

resmi (otentik).

Kini kita telah mempunyai bahasa yang sama tentang pengertian UUD

1945. Jadi yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 ialah hukum

dasar tertulis yang diwujudkan dalam naskah resmi, yang lengkapnya meliputi

pembukaan, pasal-pasal 1 sampai dengan 37, Aturan peralihan, dan Aturan

Tambahan serta Penjelasannya.

1.3.Kedudukaan UUD l945

Sebagai hukum dasar, UUD 1945 ini mengikat, mengikat pemerintah,

mengikat setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, serta mengikat

setiap warganegara Indonesia. Jadi kita semua tanpa kecuali harus tunduk dan

patuh pada UUD 1945. Undang-undang Dasar ini berisi norma-norma dasar

kenegaraan. Norma-norma ini merupakan petunjuk hidup atau ketentuan-

ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati. UUD 1945 ini dapat

diibaratkan sebagai rel di atas mana kita semua harus berjalan. Siapapun yang

keluar dan rel ia akan mengalami bahaya. Tidak beda dengan kereta api yang

keluar dari relnya.

Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum "tertinggi"

yang resmi. Artinya, segala peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus

bersumber pada UUD 1945. Oleh kerena itu tata tertib kerja, tata tertib

Perguruan Tinggi, tata tertib keluarga, masyarakat dan negara harus

mencerminkan isi UUD 1945.

Page 58: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

47

Bagi kita, UUD1945 berfungsi sebagai alat pengontrol. Apakah

peraturan lain yang lebih rendah sesuai atau tidak, apakah kita termasuk warga

negara yang baik atau bukan dapat diukur dari hakekat isi UUD 1945.

Jadi UUD 1945 mempunyai kedudukan tertinggi dalam tata urutan

peraturan perundangan di negara Republik Indonesia. Ia merupakan hukum

dasar yang mengikat kita semua. Tidak ada kecualinya, siapapun harus tunduk

dan melaksanakan UUD ini.

Seperti telah dijelaskan UUD 1945 ditetapkan dan disahkan oleh PPKI

pada 18 Agustus 1945. Dalam ayat 2 Aturan Tambahan UUD 1945 disebutkan

bahwa dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk,

Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar. Dari Aturan

Tambahan ini dapatlah disimpulkan bahwa status UUD 1945 adalah

sementara. Sesungguhnya menurut rencana pembuat UUD 1945, sebelum 17

Agustus 1946 kiranya dapat diharapkan akan telah tersusun suatu Undang-

Undang Dasar tetap yang disusun oleh badan yang berwenang, yaitu Majelis

Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum sebagairnana ditetapkan

dalam UUD 1945 itu sendiri. Amatlah disayangkan suasana politik waktu itu

tidaklah memungkinkan pelaksanaan rencana tersebut.

Pada tanggal 5 Juli 1959 dengan Dekrit Presiden, UUD 1945 telah

dinyatakan berlaku kembali dan tidak berlakunya lagi UUDS-1950 di

Indonesia. Ketentuan ayat 2 Aturan Tambahan UUD-1945 tidak juga dapat

dilaksanakan dengan segera, karena MPR belum dapat dibentuk. MPRS yang

dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kemudian dengan

Ketetapannya No. XX\MPRS/1966 telah menyatakan Dekrit Presiden tersebut

sebagai sumber tertib hukum bagi beriakunya kembali UUD-1945.

Akhirnya pada tanggal 1 Oktober 1972 MPR hasil Pemilihan Umum (3

Juli 1971) baru dapat dibentuk setelah pelantikan anggota-anggotanya oleh

Presiden RI. Dalam Sidang Umum tanggal 22 Maret 1973. MPR telah

menetapkan Ketetapan MPR No. V/MPR/ 1973. Pasal 3 TAP MPR No.

V/MPR/ 1973 mengatakan tetap berlaku TAP MPRS No. XX\ MPRS\1966.

Dengan demikian MPR hasil Pemilu telah menetapkan UUD 1945 menjadi

UUD Negara Republik Indonesia.

Page 59: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

48

1.4. Sifat UUD 1945

Undang-Undalg Dasar 1945 bersifat singkat dan kenyal. Apa artinya?

Mengapa dibuat demikian? Apakah keuntungannya dari sifat ini? Memang

benar UUD 1945 ini termasuk UUD yang singkat karena isinya hanya 37

pasal ditambah dengan empat pasal Aturan Peralihan, dan dua ayat Aturan

Tambahan. Aturan-aturan yang dimuat di dalamnya hanyalah yang pokok-

pokok saja, atau hanyalah merupakan garis-garis besar saja. Dapatkah kita

mengatakan karena singkatnya itu berarti tidak lengkap? Atau tidak

sempurna? Tentu tidak! Meskipun isinya singkat tetapi sangat padat. Aturan-

aturan yang pokok ini cukup berisi prinsip-prinsip yang dasar. Ia dapat

dijabarkan ke dalam peraturan-peraturan lain yang lebih rendah secara lengkap

dan terperinci.

Sebagai suatu negara yang masih harus berkembang, Negara Republik

Indonesia harus hidup dinamis. Dalam keadaan ini diperlukan UUD yang

mampu menyesuaikan diri dengan segala kondisi dan situasi, sehingga ia tetap

dapat dijadikan rel yang tidak kunjung akhir. Artinya meskipun masyarakat

terus berubah dengan cepat, tetapi selalu berjalan di atas rel yang tetap. Untuk

ini Undang-Undang Dasar 1945 lah yareg paling sesuai untuk kita bangsa

Indonesia.

Diandaikan sebagai rel kereta api, UUD 1945 rnerupakan re1 yang tepat.

ia dapat dijalani oleh segala jenis kereta api. Kalau kita sekarang belum

mempunyai kereta api tercepat dan satu saat akan memilikinya, relnya tidak

perlu diubah.

Sifat UUD 1945 yang singkat dan kenyal ini banyak membawa

keuntungan. Yang jelas, dengan berdasar pada aturan-aturan yang sangat

pokok itu sejumlah peraturan lain yang lebih rendah dapat dibuat. Peraturan-

peraturan yang lebih rendahlah yang akan menterjemahkannya lebih panjang;

ini mudah dibuat. Berlainan dengan peraturan perundangan yang lebih rendah

tingkatnya, yang lebih mudah dibuat dan diubah, undang-undang dasar tidak

mudah dapat diubah. Demikian pemikiran yang berkembang dimasa Orde

Baru.

Page 60: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

49

MPR bahkan dalam Ketetapan MPR No. I/MPR/ 1983 pasal 104

menegaskan, bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945,

tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta

akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.

Tentu kita dapat menyimpulkan bahwa UUD 1945 benar-benar bersifat

singkat dan kenyal. sifat ini sesuai sekali dengan gerak kehidupan bangsa

Indonesia. Dengan UUD 1945 kita dapat menyesuaikannya dalam segala

zaman. UUD 1945 akan dapat berlaku pada zaman apapun nanti. Kepastian

hukumnya akan tetap dapat dijamin.

1.5.Fungsi UUD 1945

Konstitusi Negara atau Undang-Undang Dasar adalah peraturan Negara

dan merupakan batang tubuh sesuatu negara yang memuat ketentuan-

ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari pada peraturan-

perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh Negara itu.

2. Pembukaan UUD 1945

2.1.Makna dari Pembukaan UUD 1945

Di muka telah dikemukakan dengan jelas bahwa UUD 1945 merupakan

Sumber hukum tertinggi dalam Negara Republik Indonesia. Pembukaan UUD

1945 rnerupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan isi

UUD 1945, pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari daya pendorong

dan cita-cita serta tekad perjuangan bangsa Indonesia. Ia juga merupakan

sumber cita-cita hukum dan cita-cita moral dalam kehidupan bernegara

Indonesia dan dalam pergaulan masyarakat dunia.

Jika anda membaca pembukaan UUD 1945, tentu akan anda temukan

rumusan kata-kata yang padat, penuh dan khidmat. Memang isinya hanya

meliputi empat alinea saja. Akan tetapi isi empat alinea (bait) itu penuh

dengan rumusan nilai-nilai yang berlaku umum dan tahan lama.

Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai yang juga

dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di dunia ini. Bagi bangsa

Indonesia sendiri nilai-nilai ini akan dapat menampung gerak maju kehidupan

masyarakat.

Page 61: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

50

Oleh karena begitu tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan

UUD 1945 ini, ia akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa Indonesia

sepanjang masa. Untuk membuktikan betapa indahnya dan khidmatnya

rumusan-rumusan kata-kata dalam pembukaan tersebut, anda diharapkan

membacanya dengan cermat. Resapkanlah hakekat dari rumusan kata-kata itu.

pada akhirnya, anda akan sampai pada kesimpulan betapa luhur cita-cita yang

terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut.

2.2.Makna Alinea-alinea dalam Pembukaan UUD 1945

Alinea Pertama dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang

berbunyi: "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa

dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena

tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" menunjukkan

keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah

"kemerdekaan lawan penjajahan". Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa

Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang

paling depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.

Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan

tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan oleh karenanya

harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat

menjalankan hak kemerdekaannya yang merupakan hak asasinya. Di situlah

letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.

Alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi

bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil

tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban kepada bangsa/pemerintah

Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan

mendukung kemerdekaan setiap bangsa.

Sudah jelas pendirian yang sedemikian itu yang tercantum dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar akan tetap menjadi landasan pokok dalam

mengendalikan politik luar negeri kita.

Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan, karena bertentangan

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti bahwa setiap hal atau

Page 62: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

51

sifat, yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia.

Alinea Kedua yang berbunyi : "Dan perjuangan pergerakan

kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan

selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang

kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

makmur" menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita atas perjuangan

bangsa Indonesia selama itu. Ini juga berarti adanya kesadaran bahwa keadaan

sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita

ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang.

Dalam alinea itu jelas apa yang dikehendaki, atau diharapkan oleh para

"pengantar" kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap

bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.

Alinea ini menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian:

a. bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang

menentukan;

b. bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk

menyatakan kemerdekaan ;

c. bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih

harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur.

Alinea Ketiga yang berbunyi : "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha

Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaanya", bukan saja menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil

dan materiil bangsa Indonesia untuk mengatakan kemerdekaannya, tetapi juga

menjadi keyakinan/ kepercayaan, menjadi motivasi spritualnya, bahwa

maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah

yang Maha Kuasa.

Page 63: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

52

Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan

kehidupan yarg berkeseimbangan, keseimbangan kehidupan materiil dan

spritual, keseimbangan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Alinea ini memuat motivasi spritual yang luhur serta suatu pengukuhan

dari proklamasi Kemerdekaan.

Alinea ini menunjukkan pula ketakwaan bangsa Indonesia terhadap

Tuhan yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam

perjuangan kemerdekaannya.

Alinea Keempat berbunyi : "Kemudian daripada itu untuk membentuk

suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Alinea ini merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip

dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya

merdeka itu.

Tujuan perjuangan negara Indonesia dirumuskan dengan "Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia seluruh tumpah darah

Indonesia" dan untuk "memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan

kehidupan bangsa", dan "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". Sedangkan

prinsip dasar yang harus dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah

dengan : menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Page 64: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

53

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan

kepada Pancasila.

Dengan rumusan yang panjang dan padat, alinea keempat Pembukaan

Undang-Undang Dasar sekaligus menegaskan:

1) Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi

tujuannya, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksalakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial;

2) Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan Rakyat;

3) Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila, yaitu:

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat

kebijaksanaan dan permusyawaratan/ perwakilan dan Keadilan sosial

bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Itulah uraian penjelasan mengenai Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 yang menjiwai batang tubuh Undang-Undang Dasar dan harus menjiwai

para penyelenggara negara.

2.1. Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945

1. Pokok Pikiran Pertama: Negara melindungi segenap bangsa

Indonesia dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam "pembukaan"

diterima aliran pengertian negara persatuan. Negara yang melindungi dan

meliputi segenap bangsa dan wilayah seluruhnya. Jadi negara mengatasi

segala faham golongan, mengatasi segala faham perorangan, negara

menurut pengertian Pembukaan UUD 1945 tersebut menghendaki

persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal ini

menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim,

negara penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib

mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun

Page 65: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

54

perorangan. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Ketiga

Pancasila.

2. Pokok Pikiran Kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin

dicapai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu kausa finalis (sebab

tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang

harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada

tujuan itu yang didasari dengan bekal persatuan. Ini merupakan pokok

pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia

mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan

sosial dalam kehidupan masyarakat. Pokok pikiran ini merupakan

penjabaran Sila Kelima pancasila.

3. Pokok Pikiran Ketiga : Negara yang berkedaulatan rakyat,

berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.

Pokok pikiran ini dalam "Pembukaan” mengandung konsekuensi logis

bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus

berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan permusyawaratan/

perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat bahwa

kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

permusyawaratan Rakyat. Pokok pikiran yang merupakan Dasar Politik

Negara. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Keempat, Pancasila.

4. Pokok Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan

Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pokok pikiran keempat dalam "Pembukaan" ini mengandung konsekuensi

logis Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan

pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi

pekerti kemanusiaan yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran

Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung pengertian taqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan

beradab yang mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran

Page 66: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

55

keempat ini merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya

merupakan suatu penjabaran dari Sila Pertama dan Sila Kedua Pancasila.

Empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,

menurut Penjelasan Undang-Undang Dasar ini, merupakan penjelasan logis

dari inti alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Atau dengan lain perkataan

bahwa keempat pokok pikiran tersebut tidak lain adalah merupakan

penjabaran dari Dasar Filsafat Negara Pancasila.

Dalam pokok pikiran yang pertama ditekankan tentang aliran bentuk

negara persatuan, pokok pikiran kedua tentang cita-cita negara yaitu keadilan

sosial dan pokok pikiran ketiga adalah merupakan dasar politik negara

berkedaulatan rakyat. Bilamana kita pahami secara sistematis maka pokok

pikiran I, II dan III memiliki makna kenegaraan sebagai berikut: negara ingin

mewujudkan suatu tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia (pokok pikiran I). Agar terwujudnya tujuan

negara tersebut maka dalam pelaksana negara harus didasarkan pada suatu

kedaulatan rakyat (pokok pikiran II dan III).

Dalam kehidupan kenegaraan mendasarkan pada suatu dasar moral yaitu

negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan yang adil

dan beradab (pokok pikiran IV). Sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu

negara sudah semestinya memiliki suatu cita-cita yang. ingin dicapai yaitu

suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pokok pikiran keempat)

sehingga pokok pikiran ini merupakan suatu dasar cita-cita. Negara. Maka

untuk mencapai cita-cita kenegaraan yaitu suatu keadilan dalam hidup

bersama (keadilan sosial), negara mewujudkan dalam suatu dasar tujuan

negara yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia

(pokok pikiran I).

2.2. Hubungan Pokok-pokok Pikiran dalamn Pembukaan UUD 1945

dengan Batang Tubuh UUD 1945

Karena pokok-pokok pikiran itu menurut penjelasan Undang-Undang

Dasar 1945, ”meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara

Indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar

Page 67: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

56

negara, baik yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis", sedangkan

pokok-pokok pikiran itu dijelmakan dalam pasal-pasalnya oleh Undang-

Undang Dasar 1945, maka dapatlah disimpulkan bahwa suasana kebatinan

Undang-Undang Dasar 1945 bersumber atau dijiwai oleh dasar fatsafah

Pancasila. Di sinilah arti dan fungsi pancasila sebagai dasar negara.

Selain dari apa yang diuraikan di muka dan sesuai pula dengan

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh

Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri, ialah bahwa : Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam

pasal-pasal Undang-Undang Dasar .

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pembukaan UUD 1945

dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

1. Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila dan dengan memperhatikan hubungan antara Pembukaa''

dengat Batang Tubuh Undang-Undang Dasar sendiri, maka dapatlah

disimpulkan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah

satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan; bahkan merupakan rangkaian

kesatuan nilai dan norma yang terpadu.

2. Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang

merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang tidak lain adalah

pokok-pokok pikiran, yaitu : Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial,

Kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan

perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar

Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang tidak lain adalah sila-sila

dari Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-

nilai yang luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada dan

terpancang dengan khidmat dalam perangkat Undang-Undang Dasar

1945.

3. Semangat (Pembukaan) dan yang disemangati (pasal-pasal Undang-

Undang Dasar 1945 serta Penjelasannya) pada hakekatnya merupakan

Page 68: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

57

satu rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan Kesatuan serta

semangat yang demikian itulah yang harus diketahui, dipahami, dan

dihayati oleh setiap insan Indonesia.

3. Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945

3.1. Sistem Pemerintahan Negara RI

Sebelum diamandemen Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

dijelaskan dengan terang dan sistematis dalam Penjelasan Undang-Undang

Dasar 1945. Di dalam Penjelasan itu dikenal 7 {tujuh) buah kunci pokok.

1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat).

2. Sistem Konstitusional

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR

4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di

bawah MPR.

5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR.

6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, dan mereka tidak

bertanggung jawab kepada DPR.

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas (kekuasaan terbatas).

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa

negara termasuk di dalamnya. Pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang

lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh

hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan

pada hukum (recht) di sini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht).

prinsip dan sistem ini di samping akan tampak dalamn rumusan pasal-

pasalnya, jelas terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

yang diwujudkan oleh cita-cita hukum (rechtsidee) yang memakai Undang-

Undang Dasar 1945 dan hukum dasar yang tidak tetulis.

Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945, jelas bahwa negara hukum yang dimaksud bukanlah sekedar

sebagai negara hukum dalam arti formal, lebih-lebih bukanlah negara hanya

sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam, yang menjaga jangan sampai

Page 69: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

58

terjadi pelanggaran dan menindak para pelanggar hukum. Pengertian negara

hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum dalam arti

luas, yaitu negara hukum dalam arti material.

Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam arti material itu,

setiap tindakan negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan ataupun

landasan, ialah kegunaannya (doelmatigheid) dan lain dasar hukum

(rechtmatigheid). Harus selalu diusahakan agar setiap tindakan negara

(pemerintah) itu selalu memenuhi kedua kepentingan atau landasan tersebut.

Adalah suatu seni tersendiri untuk mengambil keputusan yang tepat apabila

ada pertentangan kepentingan atau salah satu kepentingan atau landasan itu

tidak dipenuhi.

Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat

absolutisme (kekuasaan yaang tidak terbatas). Sistem ini memberikan

ketegasan bahwa cara pengendalian Pemerintah dibatasi oleh ketentuan-

ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan

dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti garis-garis

besar dari haluan negara, undang-undang, dan sebagainya.

Dengan demikian system ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem

negara hukum seperti yang dikemukakan di muka. Dengan landasan kedua

sistem itu sistem negara hukum dan sistem konstitusional diciptakanlah

sistem mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga

negara, yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan

sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita

nasional.

"Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis

Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia

(Vetretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan

Undang-Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.

Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara

(Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang

tertinggi, sedang presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-

garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh

Page 70: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

59

Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah

"mandataris" dari Majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan majelis.

Presiden tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet" kepada "Majelis".

Demikian diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.

Di sinilah terjelmanya pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai pemegang

kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat

menentukan jalannya negara dan bangsa, yaitu berupa :

menetapkan Undang-Undang Dasar;

menetapkan garis-garis besar dari haluan negara;

mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan kewenangan yang demikian itu, menetapkan Undang-Undang

Dasar dan Garis-Garis Besar dari Haluan Negara, maka kekuasaan MPR luas

sekali. Ini adalah logis, karena MPR adalah pemegang kedaulatan Negara.

Sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat, maka segala

keputusan yang diambil haruslah mencerminkan keinginan dan aspirasi

seluruh rakyat.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan : "Di bawah Majelis

Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara

yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan

tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concenration of power and

responsibily upon the President)".

Sistem ini logis, karena Presiden diangkat oleh Majelis Presiden bukan

saja diangkat oleh Majelis, tetapi ia dipercaya dan diberi tugas untuk

melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan

Negara ataupun ketetapan lairnya. Oleh karena itu presiden adalah

Mandataris Majelis. Presidenlah yang memegang tanggungjawab atas

jalannya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan tanggungiawab itu

adalah kepada Majelis, bukan kepada badan lain.

Namun berdasarkan amandemen UUD 1945 tahun 2002 dijelaskan

bahwa kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD

(Pasal 1 ayat 2).MPR hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD,

Page 71: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

60

melantik Presiden dan Wakil presiden serta menghentikan Presiden/Wakil

Presiden sesuai masa jabatan atau jika melanggar konstitusi.

Dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan sebagai

berikut :

"Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus

mendapat persetujuan Dewan perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-

Undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan

belanja negara (Staatsbegrooting). Oleh karena itu, presiden harus bekerja

bersarna-sama dengan Dewan, akan tetapi presiden tidak bertanggung jawab

kepada Dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung dari Dewan".

Menurut sistem pemerintahan kita, presiden tidak bertanggungjawab

kepada DPR. Tetapi Presiden bekerjasama dengan Dewan. Dalam ha1

penbuatan undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR, presiden tidak

dapat membubarkan DPR seperti pada sistem Parlementer, namun DPR pun

tidak dapat menjatuhkan Presiden, karena Presiden tidak bertanggungjawab

kepada DPR.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan : "Presiden

mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara, Menteri-menteri

itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukannva tidak tergantung dari Dewan, akan tetapi tergantung dari

Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden".

Pengangkatan dan pemberhentian Menteri-menteri Negara adalah

sepenuhnya wewenang Presiden. Menteri-menteri tersebut tidak

bertanggungjawab kepada DPR, tetapi bertanggungjawab kepada Presiden.

oleh karenanya status mereka adalah sebagai pembantu presiden. Meskipun

demikian tidak dapat dikatakan bahwa menteri-menteri Negara itu adalah

pegawai tinggi biasa oleh karena dengan petunjuk dan persetujuan Presiden,

Menteri-menteri inilah yang pada kenyataannya menjalankan kekuasaan

pemerintahan di bidangnya masing-masing. Inilah yang disebut sistem

Kabinet Presidensial.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :

Page 72: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

61

"Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan

Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator" artinya kekuasaan tidak tak terbatas".

Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggungjawab kepada Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-

sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat”.

Dalam UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002, pasal 17 ayat 1

dijelaskan : ”Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu

oleh menteri-menteri negara.Kemudian pada pasal 2 berbunyi sebagai berikut

:”Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri

negara.Menteri-menteri negara itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan

Perwakilan Rakyat.Kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan

Perwakilan Rakyat”.

Menurut sistem ini kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan lagi

di samping sudah tegas dalam kunci sistem yang ke-2- sistem pemerintahan

Konstitusional, bukan bersifat absolut dengan menunjukkan fungsi/peranan

Dewan Perwakilan Rakyat dan fungsi/peranan para Menteri sebagai

pembantu presiden, yang dapat mencegah kemungkinan kemerosotan

kekuasaan pemerintahan di tangan Presiden ke arah kekuasaan mutlak

(absolutisme).

Sesuai dengan sistem ini, maka kedudukan dan peranan DPR adalah

kuat. Bukan saja ia tidak dapat dibubarkan oleh Presiden (seperti halnya

dalam sistem parlementer) dan juga bukan saja ia memegang wewenang

memberikan persetujuan kepada Presiden dalam membentuk undang-undang

dan menetapkan APBN, tetapi DPR adalah juga badan yang rnemegang

pengawasan terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden yang efektif.

1. DPR yang anggota-anggotanya adalah anggota MPR mempunyai

wewenang memanggil MPR untuk mengadakan persidangan istimewa

untuk meminta pertanggung jawaban Presiden. Apabila DPR menganggap

presiden sungguh melanggar haluan negara yang ditetapkan oleh Undang-

Undang Dasar atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2. Jadi sesuai dengan sistem ini, maka kebijaksanaan atau tindakan Presiden

dibatasi oleh adanya pengawasan yang efektif oleh DPR. Sistem atau

Page 73: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

62

mekanisme ini merupakan sarana preventif untuk mencegah pemerosotan

sistem konstitusional menjadi absolutisme.

Demikian juga sistem "kekuasaan presiden tidak tak terbatas" itu,

ditunjukkan dengan adanya fungsi dan peranan para Menteri Negara sebagai

pembantu presiden yang cukup besar pula.

Seperti dijelaskan di muka Menteri bukan pegawai tinggi biasa, tetapi

Menteri-menteri adalah yang terutama menjalankan kekuasaan/pemerintah di

bidangnya. Di bidangnya, Menteri dianggap mengetahui seluk beluk masalah

yang dihadapinya, sehingga Menteri mempunyai pengaruh besar terhadap

Presiden dalam menentukan politik negara yang rnengenai departemennya".

Dengan penjelasan yang demikian itu tidaklah berarti mengurangi wewenang

dan tanggungjawab Presiden dan juga tidak berarti bahwa dengan demikian

Presiden hanya didikte saja oleh Menteri-menteri. Dengan sistem ini yang

ingin ditonjolkan adalah bahwa Menteri-menteri itu adalah juga "pemimpin-

pemimpin negara", yang membantu Presiden agar dalam sistem pemerintahan

sesuai Undang-Undang Dasar-Negara Hukum, Pemerintahan Konstitusional,

dan sebagainya, sehingga dapat dicegah agar jalannya pemerintahan negara

yang terletak pada satu orang ialah Presiden tidak cenderung menjurus ke

absolutisme.

Dalam sistem ini sekaligus juga ingin ditekankan perlunya daya guna dan

hasil guna kerja pemerintah, dengan menyatakan dalam Penjelasan sebagai

berikut:

"Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam

pemerintahan negara para Menteri bekerjasama satu sama lain seerat-eratnya

di bawah pimpinan presiden".

Dalam kerangka inilah sistem pemerintahan negara lndonesia memiliki

kabinet yang dipimpin oleh presiden.

3.2. Kelembagaan Negara

Hubungan tata kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan lembaga-

lembaga Tinggi Negara menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/ 1978, adalah

sebagai berikut :

Page 74: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

63

1. Lembaga Tertinggi Negara adalah Majelis permusyawaratan Rakyat

(MPR). MPR sebagai lembaga penjelmaan seluruh rakyat Indonesia

adalah pemegang kekuasaan Negara Tertinggi dan pelaksana dari

Kedaulatan Rakyat. MPR memilih dan mengangkat presiden/

mandataris dan wakil Presiden untuk membantu presiden. MPR

memberikan mandat kepada Presiden untuk melaksanakan Garis-garis

Besar Haluan Negara dan putusan-putusan MPR lainnya. MPR dapat

memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya karena :

a. Atas permintaan sendiri

b. Berhalangan tetap (mangkat, berhenti atau tidak dapat

melaksanakan kewajiban dalam masa jabatan).

c. Sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara.

Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR dan pada

akhir jabatannya memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan

Haluan Negara yang ditetapkan oleh UUD 1945 di hadapan Sidang

MPR. Presiden wajib memberikan pertanggungjawaban di hadapan

Sidang Istimewa MPR yang khusus diadakan untuk meminta

pertanggungjawaban Presiden dalam rnelaksanakan haluan Negara

yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan MPR.

Apabila Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Presiden dan

atau Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta MPR inengadakan

Sidang Istimewa untuk memilih Wakil Presiden. Dalam pidato

pertanggungjawaban Presiden/ Mandataris MPR pada tanggal 12

Maret 1973 ditegaskan, bahwa baik MPRS dahulu maupun MPR hasil

Pemilu tahun 1971 adalah Lembaga Tertinggi Negara, penjelmaan

seluruh rakyat Indonesia.

Menurut UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002, Presiden

merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR

dan DPR oleh karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat ( pasal 6 A

ayat 1).Presiden tidak lagi sebagai mandataris MPR tetapi dipilih

langsung oleh rakyat.

Page 75: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

64

2. Lembaga-lembaga Tinggi Negara yang sesuai dengan urutan-urutan

yang terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut.

a. Presiden

Presiden adalah penyelenggara Kekuasaan Pemerintahan

Negara Tertinggi di samping MPR, yang dalam melakukan

kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. Hubungan kerjasama

antara Presiden dengan lembaga-lembaga lainnya dibantu oleh

Wakil Presiden. Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat membentuk Undang-Undang termasuk menetapkan

Undang-Undang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, dan Presiden juga

tidak dapat membubarkan DPR. Presiden harus memperhatikan

sungguh-sungguh suara DPR.

b. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

DPA adalah Badan Penasehat pemerintah yang berkewajiban

memberikan jawaban atas pertanyaan Presiden. Di samping itu

DPA berhak mengajukan usul dan wajib memajukan pertimbangan

kepada presiden. Dalam UUD 1945 hasil amandemen DPA tidak

ada lagi.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DPR yang seluruh anggotanya adalah juga anggota MPR

berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden

dalam rangka pelaksanaan haluan negara. Apabila DPR

menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara,

maka DPR menyampaikan Memorándum untuk mengingatkan

Presiden. Jikalau dalam waktu tiga bulan presiden tidak

memperhatikan memorándum DPR tersebut, maka DPR

menyampaikan Memorandum yang kedua. Apabila dalam waktu

satu bulan Memorandum yang kedua tersebut tidak diindahkan

Page 76: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

65

oleh presiden, maka DPR dapat meminta MPR mengadakan

Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.

d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah Badan yang memeriksa tentang tanggungjawab

keuangan negara, yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari

pengaruh kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas

pemerintah.

BPK memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara. Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada

DPR. Cara-cara pemberitahuan itu lebih lanjut ditentukan bersama

oleh pimpinan BPK dengan pimpinan DPR dengan memperhatikan

ketentuan-ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

Dalam UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 pasal 23 E

ayat (1) disebutkan bahwa “ Untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab tentang keuangan negara, diadakan satu Badan

Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri “.Hasil pemeriksaan

keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD dan Dewan

Perwakilan Daerah, sesuai dengan kewenangannya pasal 23 E ayat

(2).Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang pasal 23

E ayat (3).Fungsi BPK menjadi sangat penting oleh karena agenda

utama reformasi adalah memberantas KKN.

e. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah suatu Badan yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas

dari pengaruh kekuasaan Pemerintah dan pengaruh-pengaruh

Iainnya. Mahkamali Agung dapat memberikan pertimbangan-

pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak,

kepada lembaga-lembaga tinggi negara.

Mahkamah Agung juga memberikan nasihat hukum kepada

Presiden sebagai Kepala Negara untuk pemberian/penolakan grasi.

Di samping itu Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji

Page 77: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

66

secara material hanya terhadap peraturan-peraturan

perundangundangan di bawah Undang-Undang.

3.3. Hubungan Negara dengan Warga Negara dan HAM Menurut UUD

1945

Dalam pasal 26 UUD 1945 disebutkan, bahwa yang menjadi warga

negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain

yang disyahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Hal ini berarti

bahwa yang dapat menjadi warga negara Indonesia ialah juga orang-orang

dan keturunan bangsa asing. Hal tersebut diatur dalam suatu Undang-Undang

Kewarganegaraan (antara lain, Undang-Undang No. 62 tahun 1958).

Selanjutnya pasal 27 UUD 1945 menjelaskan hak-hak azasi manusia. Dalam

pasal ini ditegaskan sebagai berikut: Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan tidak ada kecualinya.

Ketentuan inipun mengandung asas demokrasi dalam negara, yang

berarti tidak membeda-bedakan warga negara yang satu dengan yang lain,

tanpa memandang kedudukan, jabatan, keturunan ataupun kekayaannya.

Semuanya berhak menikmati perlindungan hukum atas diri pribadi, jiwa,

kehormatan dan harta bendanya. Sebaliknya tiap warga negara dibebankan

kewajiban untuk menaati peraturan yang dikeluarkan oleh Negara. Tertib

hukum harus dilaksanakan tanpa kecuali.

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupanyanglayak bagi kemanusiaan ( pasal 27 ayat 2 ).

Ketentuan ini adalah sesuai dengan sila ke-5 dan

Dasar Negara Pancasila yakni Keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Adapun hak-hak warga negara lainnya yang merupakan hak azasi

manusia tercantum dalam pasal 28 UUD 1945 yang mengatakan:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.

Page 78: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

67

Rincian hak-hak asasi manusia dalam pasal-pasal UUD 1945 adalah

sebagai berikut:

a. Hak atas Kebebasan untuk Mengeluarkan Pendapat Undang-Undang

Dasar 1945, Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan undang-undang.

Declaration of Human Right, Pasal 19:

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan

pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-

pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari,

menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-

pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas.

Convenant on Civil and Political Right, Pasal 19.

b. Hak atas Kedudukan yang Sama di dalam Hukum Undang-Undang

Dasar 1945 , Pasal 27 ayat (1)

Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.

Declaration of Human Right, Pasal 7:

Sekalian orang adalah sama terhadap Undang-Undang dan berhak atas

perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian

orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan

yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala

hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini. Convenant on

Civil and Political Right, Pasal 26.

c. Hak atas Kebebasan Berkumpul Undang-Undang Dasar 1945, Pasal

28:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Declaration of Human Right, Pasal 20:

1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan

berapat.

Page 79: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

68

2) Tiada seorang juapun dapat dipaksakan memasuki salah satu

perkumpulan.

Convenant on Civil and Political Right, Pasal 21.

d. Hak atas Kebebasan Beragama Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29:

1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya

dan kepercayaannya itu.

Declaration of Human Right, Pasal 18:

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan

agamanya, dalam hal mi termasuk kebebasan untuk menyatakan agama

atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya

beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan

orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.

e. Hak atas Penghidupan yang Layak Undang-Undang Dasar 1945, Pasal

27 (2), Pasal 34

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2).

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34

ayat 2).

Declaration of Human Right, Pasal 25:

1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan

dan keadaan baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya, terrnasuk

soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya,

serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan

di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau

mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan di luar

kekuasaannya.

2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan

istimewa, semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun

di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama

Page 80: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

69

Convenant on Economic, Social and Cultural Right,

Pasal 11.

f. Hak atas Kebebasan Berserikat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Declaration of Human Right , Pasal 23 ayat (4):

Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat sekerja

untuk melindungi kepentingannya.

Convenant on Economic, Social and Cultural Right, Pasal 8

Convenant on Civil and Political Right, Pasal 22.

g. Hak atas Pengajaran

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31:

1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem

pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang.

Declaration of Human Right, Pasal 26:

Convenant on Economic, Social and Cultural Right, Pasal 13.

h. Hak atas Kewarganegaraan

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 26:

1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia

asli, dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-

undang sebagai warga negara.

2) Hal hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan

undang-undang.

Declaration of Human Right, Pasal 15:

(1) Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.

Declaration of Human Rights, Pasal 29 termuat

pernyataan:

Page 81: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

70

(1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap sesuatu masyarakat

di mana ia mendapat kemungkinan untuk mengembangkan

pribadinya dengan penuh dan bebas.

Convenant on Civil and Political Rights, Pasal 24.

Dalam proses reformasi dewasa ini perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia merupakan target vital, karena pada masa orde baru banyak

pelanggaran hak hak asasi manusia yaitu pembatasan atas hak asasi bidang

politik misalnya dengan asas tunggal, hak asasi dalam mengemukakan

pendapat dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk merealisasikan

reformasi dalam hal perlindungan atas hak-hak asasi manusia MPR

melalui Sidang Istimewa menetapkan suatu ketetapan No. XVII/MPR/

1998 tentang hak-hak asasi manusia yang akhirnva akan diwujudkan

dalam suatu Undang-Undang.

3.4. Lambang-Lambang Persatuan Indonesia

PERATURAN PEMERINTAR No. 66 TAHUN 1951

TENTANG

LAMBANG NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENIMBANG : bahwa menurut Undang-Undang Dasar perlu ditetapkan

Lambang Negara untuk Republik Indonesia;

MENGINGAT : Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Dasar Sementara

Republik Indonesia;

MENDENGAR : Dewan Menteri dalam rapatnya tanggal 10 Juli 1951.

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN: Peraturan Pemerintah tentang Lambang Negara.

Pasal 1

Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas 3 bagian, yaitu

1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah

kanannya.

Page 82: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

71

2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher

Garuda.

3. Semboyan ditulis pada pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Pasal 2

Perbandingan-perbandingan ukuran adalah menurut gambar tersebut dalam

pasal 6. Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih, dan

kuning-emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang

sebenarnya pada alam. Warna emas dipakai untuk seluruh burung

garuda,dan Merah Putih di dapat pada ruangan perisai di tengah-tengah.

Pasal 3

Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan

cakar mewujudkan lambang tenaga pembangunan.

Sayap Garuda berbulu 17 dan ekornya berbulu 8.

Warna, perbandingan-perbandingan ukuran dan bentuk Garuda adalah

seperti dilukiskan dalam gambar tersebut dalam pasal 6.

Pasal 4

Di tengah perisai yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam

tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (equator).

Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar

Pancasila.

I. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan nur cahaya di ruang

tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.

II. Dasar Kerakyatan dilukiskan dengan kepala banteng

sebagai lambang tenaga rakyat.

III. Dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin, tempat

berlindung.

IV. Dasar Perikemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan

dan persegi.

V. Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda

tujuan kemakmuran.

Page 83: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

72

Pasal 5

Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam

bahasa Jawa Kuno, yang berbunyi BHINNEKA TUNGGAL IKA.

Pasal 6

Bentuk warna dan perbandingan ukuran Lambang Negara Republik

Indonesia adalah seperti terlukis dalam lampiran ini.

Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan ini dengan penetapan dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 17 Oktober 1951

Diundangkan

Pada tanggal 28 Nop. 1951

MENTERI KEHAKIMAN,

ttd

(M. NASROEN)

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

(SOEKARNO)

PERDANA MENTERI,

ttd

(SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO)

Page 84: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

73

LAMPIRAN PADA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66

TAHUN 1951

(Lembaran Negara Nomor 111 Tahun 1951)

WARNA PERBANDINGAN UKURAN

Seluruh burung Garuda, bintang Nur Cahaya,

kapas, padi dan rantai = kuning-emas Jarak a - b = 5

Ruangan perisai di tengah-tengah = merah-putih c - d = 12

(kiri atas dan kanan bawah) = merah “ e - f = 13 ½

(kanan atas dan kiri bawah) = putih ” g - h = 16

Dasar atas dan kiri bawah = hitam “ i - j = 41/2

Kepala Banteng = hitam “ k -1 = 5

Pohon beringin = hijau “ l- m = 6

Pita = hitam “ p – q = 17

JUMLAH BULU:

Pada tiap-tiap sayap = 17 Kecil di bawah perisai = 19

Pada ekor = 8 Kecil di leher = 45

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang Lambang

Negara.

Menurut Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Sementara Republik Indonesia,

maka Pemerintahlah yang menetapkan Lambang Negara.

Penjelasan pasal demi pasal:

P.1. Mengambil gambar hewan untuk Lambang Negara bukanlah sesuatu

yang aneh. Misalnya untuk Lambang Republik India diambil lukisan

singa, lembu, kuda dan gajah, seperti tergambar pada tiang Maharaja

Priyadafsi Asyeka berasal dari Sarnath dekat Benares.

Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti

hidup dalam mythologi, symbologi dan kesusasteraan Indonesia dan

seperti pula tergambar pada beberapa candi sejak abad ke-6 sampai

abad ke-16. Perisai adalah asli, sedangkan arti semboyan yang

dituliskan dengan huruf Latin berbahasa Jawa Kuno menunjukkan

peradaban klasik.

Page 85: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

74

P.2. Warna kemegahan emas bermaksud kebesaran bangsa atau

keluhuran Negara. Warna-warna pembantu dilukiskan dengan hitam

atau meniru seperti yang sebenarnya dalam alam.

P.3. Burung Garuda, yang digantung perisai itu, ialah lambang tenaga

pembangunan (Creatief vermogen) seperti dikenal pada peradaban

Indonesia.

Burung Garuda dan mythologi menurut perasaan Indonesia

berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan di

candi Dieng, Prambanan dan Penataran. Adakalanya dengan

memakai lukisan berupa manusia dengan berparuh burung dan

bersayap (Dieng); di candi Prambanan dan di candi Jawa Timur

rupanya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa

dan bercakar. Lihatlah lukisan di candi Mendut, Prambanan dan di

candi Sukuh, Kendal di Jawa Timur.

Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan

dan mythologi Indonesia.

Lencana garuda pernah dipakai oleh prabu Airlangga pada abad

kesembilan, dengan bernama GARUDAMUKHA. Menurut patung

Belahan beliau dilukiskan dengan mengendarai garuda.

Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji

sayap garuda yang di tengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas

tiga girisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya

berbulu 8 (bulan 8= Agustus).

P.4. Perisai atau tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban

Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan

melindungi diri. Perkakas perjuangan yang sedemikian dijadikan

lambang, wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah yaitu lambang

perjuangan dan perlindungan. Dengan mengambil bentuk perisai itu,

maka Republik Indonesia berhubungan Iangsung dengan peradaban

Indonesia asli.

Dengan garis yang melukiskan katulistiwa (equator) itu, maka

ternyatalah bahwa Republik Indonesia satu satunya Negara Asli

Page 86: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

75

yang merdeka berdaulat di permukaan bumi berhawa panas; garis

khatulistiwa melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian.

3.5. Perubahan UUD 1945

Pasal terakhir dari UUD 1945 yaitu pasal 37 berbunyi

sebagai berikut:

1. Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3

daripada jumlah anggota MPR harus hadir.

2. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada

jumlah anggota yang hadir.

Dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/ 1983 tentang Referendum

ditegaskan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945,

tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta

akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen (Pasal 1).

Namun apabila MPR berkehendak untuk merubah UUD 1945, maka

terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui Referendum (Pasal 2).

Referendum dilaksanakan oleh Presiden/Mandataris MPR yang diatur dengan

Undang-Undang (Pasal 3).

Ketetapan MPR No. I/MPR/ 1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR

dalam Pasal 105 menjelaskan bahwa, apabila ada kehendak MPR untuk

mengajukan usul perubahan UUD 1945, maka usul tersebut harus diajukan

oleh sekurang-kurangnya 4 Fraksi seutuhnya (dalam MPR terdapat 5 Fraksi)

dengan daftar nama dan tanda tangan seluruh anggotanya. Untuk

pengambilan Keputusan secara mufakat terhadap kehendak untuk

mengusulkan perubahan UD 1945 sebagaimana dimaksud di atas, maka

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari seluruh

Fraksi harus hadir.

Untuk pengambilan Keputusan dengan suara terbanyak terhadap

kehendak untuk mengusulkan perubahan UndangUndang Dasar 1945, maka

sekurang-kurangnya 2/3 dan jumlah anggota Majelis harus hadir.

Putusan terhadap kehendak untuk mengusulkan perubahan Undang-Undang

Dasar 1945, diambil:

a. Secara mufakat dalam Rapat yang dihadiri oleh seluruh Fraksi, atau

Page 87: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

76

b. Atas persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir.

3.6. Kedudukan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan

Aturan Peralihan dari UUD 1945 terdiri dan 4 pasal yang berikut:

Pasal I : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan

menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah

Indonesia;

Pasal II : Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung

berlaku, selama belum diadakan yang baru rnenurut Undang-

Undang Dasar ini;

Pasal III : Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden

dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia;

Pasal IV : Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut

Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh

Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.

Pada akhir UUD 1945 dicantumkan Aturan Tambahan yang terdiri dari 2 ayat

yang berbunyi sebagai berikut:

1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya,

Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang

ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.

2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk,

Majelis ini bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

Adapun Aturan Peralihan itu adalah termasuk dalam lingkungan Hukum

Transitoir, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu masa peralihan (peralihan

dari suatu Pemerintahan Negara kepada Pemerintahan Negara yang lain).

Page 88: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

77

BAB IV

DINAMIKA PELAKSAAAN UUD 1945

1. Awal Kemerdekaan

Undang-Undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu.

Yang pertama antara 1945 sampai tanggal 17 Agustus 1950, yaitu sejak

ditetapkannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada

tanggal 18 Agustus 1945 sampal dengan mulai berlakunya UUDS 1950. Pada

tanggal 27 Desember 1949 sampal 17 Agustus 1950, UUD 1945 berlaku dalam

Negara Bagian RIS (yakni RI Yogyakarta). Yang kedua adalah dalam kurun

waktu 1959 sampai sekarang, yaitu sejak diumumkannya Dekrit Presiden tanggal

5 Juli 1959.

Dalam kedua kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 itu kita

telah dapat mencatat dan menarik pengalaman-pengalaman tentang gerak

pelaksanaan dari UndangUndang Dasar 1945 itu, termasuk juga penyimpangan-

penyimpangan dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 itu.

Dalam kurun waktu 1945-1949, jelas Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat

dilaksanakan dengan baik, karena kita memang sedang dalam pancaroba, dalam

usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja kita

proklamasikan, sedangkan pihak kolonialis Belanda justru ingin menjajah kembali

bekas jajahannya yang telah merdeka itu. Segala perhatian bangsa dan negara

diarahkan untuk memenangkan perang kemerdekaan.

Sistem Pemerintahan dan kelembagaan yang ditentukan dalam Undang-

Undang 1945 jelas belum dapat dilaksanakan. Dalam kurun waktu ini sempat

diangkat Anggota DPA Sementara, sedangkan MPR dan DPR belum dapat

dibentuk. Waktu itu masih terus diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan pasal IV

yang menyatakan bahwa:

Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala

kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional”.

Namun ada satu penyimpangan konstitusional yang prinsipil yang dapat dicatat

Page 89: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

78

dalam kurun waktu 1945 - 1949 itu, ialah perubahan sistem Kabinet Presidensial

menjadi sistem Kabinet Parlementer.

Berdasarkan usul Badan Pekeija Komite Nasional Indonesia Pusat

(BPKNIP) pada tanggai 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh

Presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember

1945, sistem Kabinet Presidensial tersebut diganti dengan sistem Kabinet

Parlementer.

Sejak saat itu kekuasaan Pemerintah (eksekutif) dipegang oleh Perdana

Menteri sebagai pimpinan Kabinet dengan para Menteri sebagai anggota Kabinet.

Secara bersama-sama atau sendiri, Perdana Menteri dan para Menteri

bertanggungjawab kepada KNIP, yang berfungsi sebagai DPR, tidak bertanggung

jawab kepada Presiden sesuai dengan sistem Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan penyimpangan sistem ini jelas pengaruhnya terhadap stabilitas poitik dan

stabilitas Pemerintah.

Akhirnya Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia, namun pihak

“Republik Proklamasi” terpaksa menerima berdirinya Negara Indonesia yang lain

dan yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus dan didirikan berdasarkan

Undang-Undang Dasar 1945 yang di tetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Negara Kesatuan Republik Indonesia terpaksa menjadi Negara Federasi RIS

berdasarkan pada konstitusi RIS. UndangUndang Dasar 1945 berlaku hanya di

Negara Bagian RI yang meliputi sebagian pulau Jawa dan Sumatera dengan

Ibukota Yogyakarta.

Untunglah Negara Federasi RIS ini hanya berlangsung sangat sementara.

Berkat kesadaran para pemimpin RIS dengan dipelopori oleh pimpinan-pimpinan

yang “republikan”, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, Negara Federasi RIS

kembali menjadi Negara Kesatuan RI, tetapi dengan landasan Undang-Undang

Dasar yang lain dari Undang-Undang Dasar 1945. Negara Kesatuan Republik

Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Dasar Sementara yang diberii nama

Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Menurut Undang-Undang Dasar ini

sistem Pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Parlementer bukan

sistem kabinet Presidensial. Menurut sistem Pemerintahan Parlementer ini maka

Presiden dan Wakil Presiden adalah sekedar Presiden konstitusional dan “tidak

Page 90: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

79

dapat diganggu gugat”. Yang bertanggungjawab adalah Perdana Menteri, ialah

bertanggungjawab kepada Parlemen.

Penentuan sistem yang demikian ini sebenarnya bersumber pada landasan

pemikiran yang lain dari yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang menganut sistem Parlementer

berpijak pada landasan pemikiran demokrasi liberal yang mengutamakan pada

kebebasan individu, sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 yang menganut

sistem Presidensial berpijak pada landasan demokrasi Pancasila, yang berintikan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, di mana Presiden bertanggungjawab kepada

pemberi mandat, MPR, tidak kepada Parlemen.

2. Masa Orde Lama

Konstituante yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950

bertugas rnenyusun Undang-Undang Dasar yang tetap, ternyata telah mengalami

kemacetan total dan bahkan mempunyai akibat yang sangat membahayakan

keutuhan bangsa dan negara. Maka dengan dasar alasan yang kuat dan dengan

dukungan dari sebagian terbesar rakyat Indonesia dikeluarkan Dekrit Presiden

tanggal 5 Juli 1959 tentang kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.

Diktum Dekrit Presiden itu adalah:

1) Menetapkan pembubaran Konstituante;

2) Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari

tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang

Dasar Sementara 1950;

3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri

atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-

utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan

Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya.

Dalam Orde Lama, Lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR, DPA

dan BPK belum dibentuk berdasarkan Undang-Undang seperti yang

Page 91: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

80

ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karenanya lembaga-lembaga

tersebut masih dalam bentuk sementara. Belum lagi kita kupas mengenai

berfungsinya lembaga-lembaga tersebut sesuai atau tidak dengan ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945.

Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang

kekuasaan legislatif bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah

menggunakan kekuasaan itu dengan tidak semestinya. Presiden telah

mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya berbentuk Undang-

Undang (artinya dengan persetujuan DPR) dalam bentuk Penetapan Presiden

tanpa persetujuan DPR.

MPRS telah mengambil keputusan untuk mengangkat seseorang

sebagai Presiden seumur hidup, yang jelas bertentangan dengan ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan masa jabatan Presiden 5 tahun.

Hak Budget DPR tidak berjalan, artinya Pemerintah tidak mengajukan

Rancangan Undang-Undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR

sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan. Bahkan dalam tahun

1960 Presiden waktu itu telah membubarkan DPR, karena DPR tidak dapat

menyetujui RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah.

Itulah beberapa kasus penyimpangan yang serius terhadap Undang-

Undang Dasar 1945. Penyimpangan-penyhnpangan ini jelas bukan saja telah

mengakibatkan tidak berjalannya sistem yang ditetapkan dalam Undang-

Undang Dasar 1945, melainkan ternyata telah mengakibatkan memburuknya

keadaan politik dan keamanan serta kemerosotan di bidang ekonomi, yang

mencapai puncaknya dengan pemberontakan yang gagal oleh G 30 S/PKI.

Pemberontakan G 30 S/PKI yang dapat digagalkan berkat kewaspadaan dan

kesigapan ABRI dengan dukungan kekuatan rakyat, telah mendorong lahirnya

Orde Baru yang bertekad untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945

dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Dengan gagalnya perebutan

kekuasan 030 S/PKI itu telah dapat diungkapkan dan dibuktikan - baik melalui

sidang-sidang pengadilan maupun bahan-bahan keterangan lainnya bahwa

PKI-lah yang mendalangi secara sadar dan terencana “Coup d’etat” itu.

Perbuatan jahat tersebut bukan saja telah menimbulkan korban jiwa dan benda

Page 92: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

81

yang cukup besar, bukan saja bertentangan dan melanggar ketentuan Undang-

Undang Dasar dan hukum yang berlaku, tetapi jelas mempunyai tujuan untuk

merubah dan meniadakan dasar falsafah negara Pancasila dengan dasar

falsafah yang lain.

Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, PKI telah dua kali

mengkhianati negara, bangsa dan dasar negara yang sama-sama kita cintai dan

kita agungkan bersama. Atas dasar itulah maka rakyat menghendaki dan

menuntut dibubarkannya PKI. Namun Pimpinan Negara waktu itu, tidak mau

mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga timbullah

apa yang disebut: “situasi konflik” antara rakyat di satu pihak dan Presiden di

lain pihak. Keadaan semakin meruncing, keadaan ekonomi dan keamanan

makin tidak terkendalikan.

3. Masa Orde Baru

Dengan dipelopori oleh Pemuda/Mahasiswa, rakyat menyampaikan

“Tri Tuntutan Rakyat” (Tritura), yaitu:

1) Bubarkan PKI,

2) Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI;

3) Turunkan harga-harga/perbaikan ekonomi.

Gerakan memperjuangkan TRITURA ini makin hari

semakin meningkat sehingga Pemerintah/Presiden waktu itu boleh dikatakan

tidak dapat menguasai keadaan lagi.

Dalam situasi yang demikian itulah Presiden waktu itu pada tanggal 11

Maret 1966 mengeluarkan Surat Perintah kepada Letnan Jenderal TNI

Soeharto, Menteri/Panglima Angkatan Darat yang intinya memberikan

wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk

menyelamatkan keadaan. Lahirnya Surat Penintah Sebelas Maret

(SUPERSEMAR) ini dianggap oleh rakyat sebagai lahirnya ORDE BARU.

SUPERSEMAR pada tahun 1966 dikukuhkan dengan Ketetapan MPRS No.

IX/MPRS/ 1966 dan Jenderal Soeharto menjadi pengemban TAP. IX/MPRS/

1966.

Page 93: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

82

Dengan berlandaskan kepada SUPERSEMAR itu, pengemban

SUPERSEMAR telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya yang

ditanggapi dan disambut dengan penuh kelegaan oleh seluruh rakyat. Dan

dengan semangat SUPERSEMAR itu pula Orde Baru mengambil langkah-

langkah, koreksi dengan cara-cara yang konstitusional terutama dalam

menegakkan, mengamankan dan mengamalkan Undang-Undang Dasar 1945

dan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Sungguh telah banyak langkah-langkah yang dilakukan dan berhasil

dilakukan oleh Orde Baru dalam rangka menegakkan Undang-Undang Dasar

1945 selama 10-12 tahun terakhir ini (1966-1978). Orde Baru telah berhasil

menyalurkan aspirasi rakyat dalam mengadakan koreksi-koreksi terhadap

penyimpangan-penyimpangan, kekacauan-kekacauan dan keadaan-keadaan

buruk diberbagai bidang selama Orde Lama melalui cara yang konstitusional,

artinya melalui Sidang-sidang MPR, yaitu Sidang Umum MPR(S) ke 1V

tahun 1966 dan Sidang Istimewa tahun 1967.

Sejumlah Ketetapan yang bersifat prinsipil telah dihasilkan dalam

Sidang Umum MPR(S) tahun 1966 itu, seperti TAP IX/ MPRS/66 yang

mengukuhkan SUPERSEMAR, TAP XXV/MPRS/ 66 mengenai pembubaran

PKI dan ormas-ormasnya (semacam pengukuhan keputusan Pengemban

Supersemar), TAP XII/ MPRS/66 tentang pembaharuan landasan politik luar

negeri, TAP XXIII/MPRS/66 tentang pembaharuan landasan di bidang

ekonomi dan pembangunan, dan sejumlah TAP-TAP lainnya yang

menyangkut atau berisi masalah-masalah yang sifatnya koreksi dan

pembaharuan terhadap keadaan yang lama.

Sidang Istimewa MPR(S) tahun 1967 diadakan atas perrnintaan DPR

yang menganggap bahwa Presiden waktu itu telah dengan sungguh-sungguh

melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Kenaudian Sidang

Istimewa MPR(S) telah memutuskan menarik kembali mandat MPR(S) dari

Presiden Soekarno waktu itu, karena dianggap telah tidak dapat menjalankan

haluan negara dan keputusan-keputusan Majelis sebagai layaknya dan

mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Page 94: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

83

Kemudian pada Sidang Umum MPR(S) tahun 1968, MPR(S) telah

mengangkat Jenderal Soeharto Pengemban TAP IX sebagai Presiden (tetap)

sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.

Sejak itulah pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 diusahakan untuk dapat

berlangsung sebaik-baiknya secara mumi dan konsekuen. Dalam rangka ini

diusahakan pembentukan kelembagaan negara MPR, DPR, DPA, BPK dan

Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pembentukan lembaga-

lembaga tersebut harus dilakukan dengan Undang-Undang. Karenanya

Pemerintah bersama DPR berusaha keras dan berhasil dalam waktu yang

ditentukan membuat Undang-undangnya.

Terbentuklah berbagai Undang-Undang yang mengatur pembentukan

MPR, DPR, DPA, BPK dan juga Mahkamah Agung, yaitu:

1) Undang-Undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwkilan Rakyat Daerah, yang kemudian dirubah dengan Undang-

undang No. 5 tahun 1975;

2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan

Agung, yang kemudian dirubah dengan UndangUndang No. 4 Tahun

1978;

3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1973 tentang Susunan dan Kedudukan

Badan Pemeriksa Keuangan;

4) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan

Kehakiman dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1965, yang menjadi

landasan kerja bagi Mahkamah Agung dan Badan-badan Pengadilan

lainnya.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, maka

penyusunan/pembentukan badan-badan perwakilan rakyat serta DPR RI,

DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II harus dilakukan melalui pemilihan

umum. Undang-Undang Pemilihan Umum itu juga telah dapat dihasilkan.

Berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Umum tadi telah diadakan pemilihan

umum pada tahun 1971 (yang pertama dalam Orde Baru), untuk memilih

Page 95: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

84

anggota-anggota DPR-RI, DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II.

Dengan hasil pemilihan umum tahun 1971 itu terbentuklah DPR-RI, DPRD

tingkat I dan DPRD tingkat II , kemudian terbentuklah MPR pada tahun

1972, yang anggota-anggotanya terdiri dan seluruh anggota DPR hasil

Pemilihan Umum, utusan-utusan daerah yang dipilih oleh DPRD tingkat I dan

utusan-utusan golongan-golongan baik dan ABRI maupun non ABRI yang

mewakili berbagai golongan fungsionil, termasuk koperasi dan organisasi

yang berkecimpung di bidang ekonomi, seperti yang dikehendaki oleh

Undang-Undang Dasar 1945.

MPR hasil Pemilu tahun 1971 telah mengadakan Sidang Umumnya

pada tahun 1973 dan telah berhasil melaksanakan tugasnya sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dengan baik yaitu: membuat GBHN

tahun 1973-1978 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk lima tahun.

Demikian pula DPA telah dibentuk berdasarkan UndangUndang DPA yang

pertama kali pada tahun 1967 sebagai badan pertimbangan Presiden yang

(sesuai dengan Undang-undangnya) mempunyai masa jabatan sama dengan

masa jabatan Presiden.

BPK akhirnya pada tahun 1973 telah dapat dibentuk berdasarkan

Undang-Undang BPK yang dihasilkan pada tahun 1973 itu. Pelaksanaan

ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang lain juga diusahakan berjalan

sebaik-baiknya , menyangkut anggaran belanja. Orde Baru sudah sejak 1967

melaksanakan ketentuan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu,

dan telah berlaku setiap tahun sampai sekarang. Mungkin telah dapat dianggap

sebagai konvensi (hukum dasar tidak tertulis, sebagai pelengkap Undang-

Undang Dasar) bahwa RAPBN itu diajukan oleh pemerintah kepada DPR

pada permulaan bulan Januari, 3 bulan sebelum berlakunya tahun anggaran

baru. Dan DPR dapat menyelesaikan tugasnya (memberikan persetujuan) satu

bulan, sebelum mulainya tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam bidang kegiatan legislatif (pembentukan UndangUndang juga

telah berjalan dengan baik melalui “partnership” yang lugas antara pemerintah

dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan dan semangat

Undang-Undang Dasar 1945.

Page 96: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

85

Dewan Perwakilan Rakyat ternyata telah dapat berfungsi dengan

intensif dan efektif, baik dalam melaksanakan “kekuasaan” legislatifnya

maupun hak budgetnya. DPR yang menurut ketentuan Undang-Undang Dasar

bersidang sedikitnya sekali dalam 1 tahun, ternyata telah menggunakan

waktunya hampir seluruh tahun (4 kali masa sidang dalam setahun) untuk

persidangan.

Dalam hubungan ini dapat dicatat juga bahwa selama Orde Baru ini

telah banyak dihasilkan Undang-Undang dalam rangka rnelaksanakan

ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Di samping Undang-

undang mengenai Lembaga-lembaga Negara seperti yang telah disebutkan

tadi, dapat dikemukakan misalnya Undang-Undang Partai Politik dan

Golongan Karya dan UndangUndang Pokok Pers sebagai pelaksanaan pasal

28 UndangUndang Dasar 1945. Demikian juga Undang-Undang mengenai

pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Pokok Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Perkawinan dan lain-lain adalah pelaksanaan dari ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945.

Namun selama Orde Baru ini baik pemerintah maupun DPR telah

melaksanakan fungsinya dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Dasar

itu dalam 12 tahun (1966-1978) telah mulai terbina dan terpelihara dengan

baik. Mekanisme kepemimpinan nasional yang lima tahunan telah dapat

berjalan dengan baik (dua kali dalam 12 tahun terakhir ).

Mekanisme lima tahunan itu secara garis besar meliputi kegiatan-

kegiatan kenegaraan sebagai berikut:

1) MPR yang terdiri dari seluruh anggota DPR, utusan-utusan daerah dan

golongan-golongan sebagai hasil Pemilu berdasarkan Undang-

Undang, mengadakan Sidang Umum sekali dalam 5 tahun (demikian

juga Pemilu diadakan sekali dalam 5 tahun).

2) Dalam Sidang Umum tersebut, MPR melaksanakan tugasnya:

- menetapkan GBHN;

- memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk masa 5 tahun dengan

tugas untuk melaksanakan GBHN yang ditetapkan oleh MPR.

Page 97: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

86

4. Masa Reformasi

Makna “Reformasi secara etimologis berasal dan kata ‘reformation’

dengan akar kata ‘reform’ yang secara semantik bermakna ‘make or become

better by removing or putting right what is bad or wrong” (Oxford Advanced

Learner’s Dictionary of Current English,, 1980). Secara harfiah reformasi

memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau

menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau

bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat .

Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-

penyimpangan. Masa pemerintahan Orde Baru banyak terjadi

penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi ‘nepotisme, kolusi,

dan korupsi’ yang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pembukaan

UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.

b. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas

(landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi

bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan

untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita-

citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan ideologis yang jelas maka

gerakan reformasi akan mengarah kepada anarkisme, disintegrasi bangsa

dan akhirnya jatuh pada suatu kehancuran bangsa dan negara Indonesia,

sebagaimana yang telah terjadi di Uni Sovyet dan Yugoslavia.

c. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu

kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan

reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu

perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada

karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan

pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di

tangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi

harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara

Page 98: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

87

hukum dalam arti yang sebenamya sebagairnana terkandung dalam

penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi

manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti

hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka

hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu

perubahan ke arah transparansi dalam setiap kebijaksanaan dalam

penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manifestasi bahwa

rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan untuk rakyatlah segala

aspek kegiatan negara.

d. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta

keadaan yang lebih baik. Perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus

mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam

segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta

kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan

ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai

manusia.

e. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia

yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan

kesatuan bangsa.

Pada masa reformasi telah terjadi dua kali perubahan terhadap UUD

1945 oleh MPR. Perubahan pertama tanggal 19 Oktober 1999. Pasal-pasal

yang dirobah ialah Pasal 5 (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 (2), pasal 14, pasal

15, pasal 17 (2) dan pasal 17 (3), pasal 20 dan pasal 21.

Perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000. Yang dirobah ialah : Pasal

18, pasal 18 A, pasal 18 B, pasal 19, pasal 20 (5), pasal 20 A, pasal 22 A,

pasal 22 B, Bab LX A, pasal 25 E, Bab X, pasal 26 (2) dan pasa1 26 (3), pasal

27 (3), Bab X A, Pasal 28 A, pasal 28 B, pasal 28 C, pasal 28 D, pasal 28 E,

pasal 28 F, pasal 28 G, pasal 28 H, pasal. 28 I, pasal 28 3, Bab XII, Pasal 30,

Bab XV, Pasal 36 A, pasal 36 B dan pasal 36 C.

Perubahan ketiga tanggal 10 November 2001.Yang dirobah ialah : Pasal

1 (2), pasal 1 (3), pasal 3 (1), pasal 3 (2), pasal 3 (3), pasal 6 (1), pasal 6 (2),

pasal 6A (1), pasal 6A (2), pasal 6A (3), pasal 6A (5), pasal pasal 7A, pasal

Page 99: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

88

7B (1), pasal 7B (2), pasal 7B (3), pasal 7B (4), pasal 7B (5), pasal 7B (6),

pasal 7B (7), pasal 7C, pasal 8 (1), pasal 8 (2), pasal 11 (2), pasal 11 (3), pasal

17 (3), Bab VIIA, pasal 22C (1), pasal 22C (2), pasal 22C (3), pasal 22C (4),

pasal 22D (1), pasal 22D (2), pasal 22D (3), pasal 22D (4), pasal 22E (1),

pasal 22E (2), pasal 22E (3), pasal 22E (4), pasal 22E (5), pasal 22E (6), pasal

23 (1), pasal 23 (2), pasal 23 (3), pasal 23A, pasal 23C, pasal 23E (1), pasal

23E (2), pasal 23E (3), pasal 23F (1), pasal 23F (2),pasal 23G (1), pasal 23G

(2), pasal 24 (1), pasal 24 (2), pasal 24A (1), pasal 24A (2), pasal 24A (3),

pasal 24A (4), pasal 24A (5), pasal 24B (1), pasal 24B (2), pasal 24B (3),

pasal 24B (4), pasal 24C (1), pasal 24C (2), pasal 24C (3), pasal 24C (4),

pasal 24C (5) dan pasal 24C (6).

Perubahan keempat tanggal 10 Agustus 2002.Yang dirobah ialah : Pasal

2 (1), pasal 3 (2), pasal 3 (3), pasal 8 (3), pasal 11 (1), pasal 16, Bab IV, pasal

23B, pasal 23D, pasal 25A, pasal 31 (1), pasal 31 (2), pasal 31 (3), pasal 31

(4), pasal 31 (5), pasal 32 (1), pasal 32 (2), Bab XIV, pasal 33 (4), pasal 33

(5), pasal 34 (1), pasal 34 (2), pasal 34 (3), pasal 34 (4), pasal 37 (1), pasal

37 (2), pasal 37 (3), pasal 37 (4), pasal 37 (5), Aturan Peralihan pasal I, pasal

II, pasal III dan Aturan Tambahan pasal I, pasal II.

Page 100: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

89

BAB V

PANCASILA SEBAGAI SISTEM F1LSAFAT

1. Pengertian Sistem

Berfikir secara kefilsafatan pada hakikatnya tidak bersifat fragmentaris dan

acak. Perenungan kefilsafatan yang dicirikan secara komprehensif, universal serta

runtut senantiasa merupakan suatu keseluruhan yang bersistem. Hal ini

dimaksudkan bahwa pemikiran kefilsafatan senantiasa memiliki bagian-bagian

dan di antara bagian-bagian tersebut senantiasa berhubungan antara satu dengan

lainnya. Hubungan tersebut terjalin dalam suatu kerjasama yang saling

ketergantungan. Maka bilamana dirinci ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut:

a. Suatu kesatuan bagian-bagian.

b. Bagian-bagian tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri.

c. Saling berhubungan (saling ketergantungan).

d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan

sistem.

e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Jadi pemikiran kefilsafatan yang bersifat rasional dan runtut pastilah

merupakan suatu sistem. Pemikiran-pemikiran kefilsafatan memiliki bagian-

bagian, yang berada dalam suatu jalinan hubungan, terdapat fungsi-fungsi bagian,

bersifat kompleks serta empiris. John Locke (1632-1704), yang membagi

pengalaman menjadi dua macam aliran yaitu: Pengalaman lahiriah (‘sensation’)

dan pengalaman batiniah (‘reflexion’). Kedua sumber pengalaman itu

menghasilkan idea-idea tunggal (‘simple ideas’), namun roh membentuk idea

majemuk.

2. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Asal Istilah Filsafat

Perkataan dan istilah di dalam bahasa Arab ialah falsafah. Secara etimologi

perkataan falsalah berasal dan bahasa Yunani philosophia, yang terdiri atas dua

suku kata, yakni philen artinya: “mencari” atau “mencintai” dan sophia artinya

“kebenaran” atau “kebijaksanaan”.

Page 101: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

90

Jadi kata majemuk “philophia” berarti “daya upaya pemikiran manusia

untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”. Dan istilah tersebut jelas bahwa

orang yang berfilsafat ialah orang yang mencintai kebenaran atau mencari

kebenaran dan bukan memiliki kebenaran. Bila kita kaji bahwa kebenaran itu

adalah relatif sifatnya, karena ada yang dianggap benar pada waktu sekarang ini,

mungkin pada masa datang hal itu tidak benar lagi. Jadi kebenaran mutlak adalah

di tangan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Prof. H. Muhammad Yamin, S.H bahwa perkataan Yunani

philosophos itu mula-mula dibentuk karena hendak menandingi kata sophos, yang

berarti “Si tahu” atau “Si pandai” karena merasa telah memegang kebenaran

dalam genggamannya. Sedangkan philo-sophos dalam segala kerendahan hati

hanya mencintai dan masih bergerak di tengah jalan menuju kebenaran.

Mencari kebenaran dan tidak memiliki kebenaran itulah tujuan semua filsafat, dan

akhirnya mendekati kebenaran sebagai kesungguhan. Tetapi kebenaran yang

sesungguhnya atau mutlak hanya ada pada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam arti praktis, filsafat ialah alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat ialah

berpikir, tetapi. berpikir secara mendalam, artinya berpikir sampai ke akar-

akarnya dan dengan sungguh-sungguh tentang hakikat sesuatu.

Ilmu filsafat merupakan induk dari ilmu-ilmu vak, dapat mengatur dan

menyelesaikan masalah hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu vak

lainnya.

Beberapa Definisi Filsafat

a. Plato (427 SM - 348 SM), Ahli filsafat Yunani:

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.

b. Aristoteles (382 SM - 322 SM), murid Plato: Filsafat ialah ilmu

pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-

iimu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi politik dan estetika.

c. Al-Farabi (870 - 950 SM), ahli Filsafat Islam: Filsafat ialah ilmu

pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.

d. Immanuel Kant (1724 - 1804) ahli filsafat Katolik: Filsafat ialah ilmu

pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dan segala pengetahuan yang

di dalamnya tercakup empat persoalan:

Page 102: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

91

1) Apakah yang dapat kita ketahui? (jawabnya: “metafisika”)

2) Apakah yang seharusnva kita kerjakan? (jawabnya: “etika”)

3) Sampai di manakah harapan kita? (jawabnya: “agama”)

4) Apakah yang dinamakan manusia? (jawabnya: “antropologi”).

Dari bermacam-macam definisi filsafat yang dikemukakan oleh para

ahli, seorang ahli filsafat Indonesia, Drs. Hasbullah Bakry, mengambil

kesimpulan sebagai berikut : “Ilmu filsafat ialah ilmu yang menyelidiki

segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ketuhanan,alam semesta dan

manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana

sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu”.

Prof. H. Muhammad Yamin, S.H, berpendapat: “Filsafat ialah

pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya dan dalam

kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan”.

Jadi, jelaslah bagi kita tiap-tiap manusia mendapatkan

kepribadiannya dan dapat mengalami kesungguhan karena menempuh jalan

memusatkan pikiran dalam segala hubungan cabang pikiran, pada

hakikatnya sudah ikut membentuk philosophie, juga menolak atau tidak

menerima pemusatan pemikiran orang lain sekalipun juga sudah ikut pula

membentuk filosofi. Kedua-duanya adalah cara perjalanan atau pemakaian

hikmah yang ada pada manusia. Dengan demikian dapatlah kita simpulkan,

bahwa apa yang disebut: filsafat ialah suatu usaha pemikiran manusia yang

sungguh-sungguh, secara sistematis dan radikal untuk mencari kebenaran

sesuai dengan ruang dan waktu.

Jadi makna filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni segi etimologis

yang terdiri atas kata philos artinya “sahabat”, dan sofia artinya:

kebijaksanaan. Filsafat artinya ajaran atau orang yang mencapai taraf

persahabatan dan mencintai kebijaksanaan. Makna kedua ialah suatu

aktivitas pikir yang rnenghasilkan kebenaran atau kebijaksanaan yang

kemudian menjadi keyakinan atau pandangan hidup orang itu atau suatu

bangsa.

Sumber dan filsafat yang ada di dunia mi sesuai dengan istilahnya

ialah manusia; dalam hal ini akal dan pikiran manusia yang sehat, yang

Page 103: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

92

berusaha keras dengan sungguh-sungguh mencari kebenaran dan akhirnya

mendekati kebenaran.

Oleh karena manusia itu adalah makhluk Tuhan, meskipun manusia

itu tinggi martabatnya, mempunyai dignity akan tetapi tidak sempurna;

maka kebenaran yang dapat dicapai oleh akal pildran manusia itu tidak

sempurna adanya. Kebenaran yang dicapai manusia bersifat relatif atau

nisbi. ini tidak berarti bahwa setiap hasil pemikiran manusia itu tak ada yang

benar, semuanya serba salah. Tidak! Hasil pemikiran manusia itu

kebenarannya tidak mutlak.

Sedangkan ajaran agama atau agama-agama samawi mempunyai

kitab suci bersumber dan Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada

seluruh umat manusia untuk menjadi pedoman hidupnya melalui wahyu

dengan perantara Rasul-rasulNya atau utusan Tuhan. Ajaran-ajaran agama

mengandung kebenaran mutlak bersifat sempurna dan lengkap isinya serta

berlaku secara universal, tidak terikat dengan ruang dan waktu. Ajaran

agama lebih luas dan lengkap isinya, baik kaidah-kaidah pokok, norma-

norma kebenaran, petunjuk-petunjuk pelaksanaannya secara teknik maupun

sanksi-sanksinya yang tegas dan jelas atau pahala dan dosa serta siksa

tercantum di dalamnya.

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila Sebagai Filsafat Negara.

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak

di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat

dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berdiri di puncak

tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak

kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Karakter berpikir

filsafat yang pertama adalah filsafat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak

puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandangan ilmu itu sendiri. Dia

ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia

ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin

yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.

Page 104: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

93

Dari contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa filsafat dalam

kehidupan manusia tidak dapat terpisahkan, bukan saja karena sejarahnya

yang panjang ke belakang dalam catatan-catatan yang ada. Melainkan juga

karena ajaran filsafat malahan telah menguasai kehidupan manusia masa

kini, bahkan telah menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-

bentuk ideologi. Manusia, bangsa-bangsa dan negara-negara yang ada dalam

zaman modem ini semuanya hidup sebagai pengabdi setia nilai-nilai filsafat

tertentu, sebagai ideologi nasional masing-masing.

Demikian pula bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai

dengan sejarah perjuangan yang cukup panjang. Bangsa Indonesia sudah

ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit dalam satu kesatuan.

Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa Barat persatuan dan kesatuan itu

dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya

raya ini.

Perjalanan sejarah yang sangat panjang ini menempa bangsa

Indonesia untuk membangun suatu bangsa yang merdeka. Berkat

perjuangan yang gigih dari seluruh rakyat Indonesia pada zaman penjajahan

Jepang dibentuk suatu badan yang berusaha untuk mempersiapkan

kemerdekaan Indonesia. Badan mi diberi nama Dokuritsu Junbi Cosakai

atau dalam bahasa Indonesia diartikan Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia, atau disingkat BPUPKI. Badan ini

diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintahan Jepang. Pada

tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin diminta oleh ketua Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan untuk menyampaikan pidatonya.

Mr. Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar negara yang sekaligus

sesudah berpidato menyerahkan teks pidatonya beserta rancangan undang-

undang dasar.

Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara.

Kita kutip sebagian kecil dari pidato beliau mengenai filsafat negara

Indonesia. “Menurut anggapan saya yang diminta Paduka tuan Ketua yang

mulia ialah, dalam bahasa Belanda, Philosofische grondslag dan pada

Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen filsafat,

Page 105: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

94

pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk

didirikan di atasnya gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi”.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang

diberi nama Undang-Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar sila-sila Pancasila ditetapkan. Jadi Pancasila sebagai

filsafat bangsa Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya

Undang-Undang Dasar 1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia.

Sebagai dasar filsafat atau dasar kerohanian negara, yang merupakan cita-

cita bangsa, Pancasila harus dilaksanakan atau diamalkan yang mewujudkan

kenyataan dalam penyelenggaraan hidup kenegaraan, kebangsaan, dan

kemasyarakatan kita.

Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak

bagi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat

bagi warga negara Indonesia untuk pro dan kontra, karena Pancasila sudah

ditetapkan sebagai filsafat bangsa Indonesia. Setelah kita memahami

pengertian filsafat secara umum dan membandingkannya dengan filsafat

Pancasila, marilah kita kutip beberapa pendapat para ahli mengenai definisi

filsafat sebagai dasar pemikiran selanjutnya. Definisi tentang filsafat itu

banyak sekali, berbeda menurut rumusan dan tekanan yang diberikan oleh

setiap filsuf. Namun persamaan yang umum dapat kita temukan.

Fungsi Filsafat Pancasila

Bagian terdahulu telah kita uraikan pengertian dan bagian dari

berbagai sistem filsafat Pancasila. Dalam bagian mi akan kita lanjutkan

tentang fungsi dan filsafat Pancasila itu dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Untuk itu perlu kita kaji tentang ilmu-ilmu yang erat kaitannya

dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini lebih dahulu diuraikan,

karena untuk terus menguraikan fungsi filsafat maka harus diketahui tentang

arti dari ilmu-ilmu apa saja yang harus diikat dan disatukan oleh filsafat itu

dalam kehidupan bernegara.

Pengertian fungsi filsafat secara umum, dapat kita

simpulkan sebagai berikut:

Page 106: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

95

a) memberi jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental atau

mendasar dalam kehidupan bernegara;

b) mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang hakikat negara, ide

negara atau tujuan bernegara; dan

c) berusaha menempatkan dan menjadi perangka dari berbagai ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan bernegara.

1) Pertanyaan apa saja yang bersifat fundamental dalam kehidupan

bernegara itu? Kira-kira jawabannya ialah segala aspek yang erat

kaitannya dengan kehidupan masyarakat bangsa tersebut dan yang

berkaitan dengan kelangsungan hidup dari negara bersangkutan.

Oleh karena itu, fungsi Pancasila sebagai filsafat dalam kehidupan

bernegara, haruslah memberikan jawaban yang mendasar tentang

hakikat kehidupan bernegara. Hal yang fundamental dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, susunan politik atau sistem

politik dari negara, bentuk negara/ susunan perekonomian dan dasar-

dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Semua yang tersebut di atas

haruslah mampu dijelaskan oleh filsafat. Dalam hal ini Pancasila

yang dikaji dari sudut fungsinya telah mampu memberikan

jawabannya. Semua yang di atas itu sudah tertuang dalam berbagai

ketentuan kita bernegara.

2) Filsafat Pancasila harus mampu memberikan dan mencari kebenaran

yang substansi tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara.

Dasar negara kita adalah lima dasar dalam mana setiap silanya

berkaitan dengan sila yang lain. Kelima sila itu merupakan kesatuan

yang utuh, dan tidak terbagi dan tidak terpisahkan. Saling

memberikan arah dan dasar kepada sila yang lainnya. Karenanya

Pancasila sebagai dasar negara. Misalnya kita lihat sila pertama:

Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan sinar dan pedoman pada

sila yang empat di bawahnya. Begitu seterusnya kalau kita bicarakan

fungsi Pancasila sebagai pemberi dasar yang menjawab pertanvaan

“hakikat negara’.

Page 107: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

96

Tujuan negara akan selalu kita temukan dalam setiap konstitusi

negara bersangkutan. Karenanya tidak selalu sama dan bahkan ada

kecenderungan perbedaan yang jauh sekali antara tujuan di satu

negara dengan negara lain. Sebagai contoh tujuan negara-negara di

Eropa Barat sudah barang tentu sangat berbeda dengan tujuan

negara-negara di Eropa Timur. Begitu juga tujuan negara Indonesia

tidak akan sama dengan tujuan negara tetangga dekat kita misalnya

Malaysia dan Singapura. Karena filsafat negara harus mampu

memberikan jawaban tentang tujuan negara itu. Bagi Indonesia

secara fundamental tujuan itu ialah Pancasila dan sekaligus menjadi

dasar berdirinya negara ini.

3) Pancasila sebagai filsafat bangsa harus mampu memberikan

perangka dan pemersatu dari berbagai ilmu yang dikembangkan di

Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihat jelas, kalau di negara itu

sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara. Sebagai contoh di

dunia Barat yang liberal, kita menemukan pengembangan ilmu

pengetahuan yang didasari dan bertujuan pengembangan liberalisme

itu dalam semua aspek kehidupan manusia. Begitu juga di negara-

negara komunis, kita menemukan pengembangan ilmu pengetahuan

yang bertujuan untuk mengembangkan filsafat komunis itu sendiri

dan setiap ilmu itu haruslah mendasari dirinya dengan filsafat

negaranya.

Bagi kita Pancasila harus mampu menjawab fungsi filsafat

Pancasila itu sebagai perangka dan pemersatu ilmu pengetahuan. Untuk

itu, permasalahannya terletak di atas pundak para ilmuwan dan

pengendali kekuasaan negara. Dua kutub ini haruslah menjalin dirinya

menjadi satu dasar dan satu arah. Di satu pihak ilmuwan haruslah

rnenggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan mendasarkan diri dan

bertujuan untuk inemfungsikan Pancasila sebagai filsafat pemersatu dari

ilmu pengetahuan; Di sisi lain penguasa negara atau pemerintahan

haruslah berketepatan hati dan selalu bijaksana dalam memberikan arah,

bimbingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan

Page 108: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

97

bernegara. Hal ini perlu kita telaah, karena negara tidak mungkin

terpisahkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan

yang selalu dikaji dan dikembangkan oleh para ilmuwan haruslah

seirama dan sejalan dengan kebijaksanaan pemerintahan dan kekuasaan

politik yang sedang berjalan. Dalam hal ini ilmuwan dan pemegang

kendali kekuasaan harus menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah

tulang punggung kemajuan negara jangan sampai salah arah dan salah

bimbingan, sehingga pengembangan ilmu itu menjauh dari dasar negara

atau filsafat negara. Ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk

mensejahterakan manusia itu haruslah selalu di bawah kendali filsafat

negara. Jangan hanya filsafat negara itu bagaikan dasar substansi yang

statis, dia adalah dinamis dan dia adalah pedoman dan cermin

pengembangan ilmu pengetahuan.

Di dunia sekarang ini banyak kita temukan kepincangan antara

dasar negara dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Dasar negaranya

tinggal secara konstitusional dalam undang-undang dasar negara,

sedangkan ilmu pengetahuan berjalan menurut arah dan dasar di mana

ilmu itu dikajinya. Karenanya banyak para ilmuwan kurang bijaksana

dalam penggalian iimu pengetahuan, mereka hanya berorientasi pada

ilmu itu sendiri. Mereka lupa dan memandang tidak relevan untuk

menyesuaikan dan mengkaji ilmu itu dengan filsafat negaranya. Dalam

hal ini terlihat kepincangan dalam berbagai aspek kehidupan sosial ini

sangat buruk akibatnya untuk masa yang panjang. Akhirnya keadaan ini

akan membawa negara pada keadaan serba dilematis; dalam kehidupan

sosial dari negara tersebut.

Page 109: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

98

BAB VI

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma

Pengertian Nilai

Menilai artinya menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan

sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan

ini dapat mengatakan, berguna atau tidak berguna benar atau tidak benar,

indah atau tidak indah, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Ini

semua dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia yaitu

jasmani, cipta, karsa, dan rasa serta kepercayaan.

Dikatakan mempunyai nilai, apabila berguna (nilai kegunaan), benar

(nilai kebenaran/logis), baik (nilai moral dan ethis) dan nilai religus (nilai

agama).

Dengan demikian dapat pula dibedakan nilai material (nilai kebendaan)

dan nilai spritual (nilai keroharian). Kalau kita perhatikan inti isi Pancasila

sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara, maka terkandung nilai-

nilai:

a. “Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan

nilai keadilan”.

b. “Nilai Ideal, nilai material, nilai spritual, nilai pragmatis dan nilai positif.

c. ”Nilai Logis, nilai estetis, nilai etis, nilai sosial, dan nilai religius”.

Nilai-nilai Luhur yang Terkandung dalam Pancasila

Dalam pandangan hidup suatu bangsa terkandung konsep dasar

mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa itu, terkandung pikiran-

pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa rnengenai wujud kehidupan

yang dianggp baik. Pandangan hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi

dan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini

kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.

Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah Pancasila.

Page 110: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

99

Pengertian Moral

Moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan

(akhlak). Moral, mengenai moral artinya bantuan berupa sokongan bathin

(bukan berupa uang atau benda). Jadi, moral adalah membicarakan tingkah

laku manusia yang dilakukan dengan sadar dari sudut baik dan buruk. Moral

dihubungkan dengan etik dan etiket yang membicarakan tentang tata susila

dan tata sopan santun.

Tata susila adalah budi pekerti manusia tentang budi baik dan buruk,

salah dan benar dari sikap, perbuatan dan kelakuan. Dengan perkataan lain

adalah falsafah tentang praktek kehidupan manusia. Tata sopan santun adalah

penilaian baik dan buruk, benar dan salah digantungkan pada pihak lain.

Tata susila berusaha berbuat baik karena hati kecilnya menganggap baik dan

bersumber dalam hati nuraninya lepas hubungan dari pengaruh orang lain

berarti tata sopan santun adalah berbuat baik sekedar lahir saja tidak

bersumber dan perasaan hati, hanya sekedar menghargai orang lain dalam

pergaulan.

Jadi tata susila berasal dari dalam diri manusia dan memberi pengaruh

ke luar sedangkan tata kesopanan berasal dari luar manusia dan memberi

pengaruh ke dalam. Moral meliputi hidup manusia seluruhnya, hidup manusia

dalam diri sendiri dan dalam hidup bersama yaitu dalam keluarga, masyarakat,

bangsa dan dalam negara serta duniapun meliputi hidup manusia terhadap

Tuhan sebagai makhluk-Nya.

Pengertian Norma

Norma (kaedah) adalah petunjuk tingkah laku/ prilaku yang harus

dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan

suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah

ancaman/ akibat yang akan diterima apabila norma (kaedah) tidak dilakukan.

Dari hubungan nilai, norma, dan sangsi dalam pengalaman Pancasila

dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Bahwa sebelum dilaksanakan pengamalan perlu diperhatikan terlebih

dahulu pengertian dari Pancasila. Untuk tidak menimbulkan keraguan dan

kekaburan, maka perlu pengertian yang jelas dan harus

Page 111: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

100

dipertanggungjawabkan. Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan

pokok kaedah negara yang fundamental, harus dipertanggungjawabkan

secara juridis konstitusional, artinya dalam pengamalannya harus sesuai

dengan peraturan perundangan yang ada dan yang berlaku, yang

merupakan tertib hukum (hukum positif) negara. Pelaksanaannya bersifat

perintah (imperatif) dalam pengertian harus bersumber dan tidak boleh

menyimpang atau melampaui peraturan perundangan tersebut. Bila

bertentangan atau menyimpang akan mendapat ganjaran atau sanksi

berupa hukuman. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menjamin objektivitasnya.

Segalanya harus berdasarkan dan berorientasi bukan menyimpang atau

membuat tafsiran sendiri.

Pancasila harus dipertanggungjawabkan secara religius, karena

Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila dasar yang meliputi dasar

keroharian dan keduniawian, sifat religius lebih menonjol. Pancasila harus

dipertanggungjawabkan secara filosofis karena sebagai filsafat negara dan

bangsa untuk mencari kebenaran. Kebenaran yang dituntut di sini adalah

kebenaran yang relatif (nisbi) bukan kebenaran mutlak (absolut).

Kebenaran yang mutlak ada pada Tuhan sesuai dengan sifat Tuhan itu

sendiri. Pancasila dipertanggungjawabkan secara sosiologis karena

mengatur dan menyangkut manusia dalam segala aspek sesuai dengan

kemanusiaan yang merupakan identitas dan manusia itu sendiri.

Sebaliknya Pancasila dapat juga dipertanggungjawabkan secara moral/

etis, karena Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk-petunjuk hidup

sehari-hari sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan.

Oleh sebab itu pengamalan Pancasila sebagai pandangan hidup

bangsa berarti melaksanakan Pancasila dalam hidup sehari-hari.

Pengamalan dalam hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan

pengamalan dalam kehidupan kenegaraan dan hidup kemasyarakatan

dalam negara. Jadi harus serasi dan harmonis.

Karena corak dan ragam dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat

jamak (pluralistis), bermacam ragam maka sukar dibuat peraturan-

Page 112: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

101

peraturan secara terperinci dan menyeluruh, sebagaimana peraturan

perundangan negara. Oleh sebab itu pengamalannya diserahkan kepada

kesadaran dari masyarakat itu sendiri terhadap Pancasila asal tidak

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku (norma hukum, norma

agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan adat kebiasaan yang ada).

Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara disebut pengamalan

Pancasila secara obyektif, sedangkan pengamalan Pancasila sebagai

pandangan hidup bangsa disebut pengamalan secara subyektif.

Pengamalan Pancasila secara subyektif meliputi bidang yang luas antara

lain ekonomi politik, sosial budaya, hankam, agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Meliputi juga lingkungan hidup pribadi,

hidup keluarga, hidup kemasyarakatan dan lain-lain.

Kesemuanya harus dipertanggung jawabkan secara obyektif, secara

filosofis, secara sosiologis dan secara moral dan etis sesuai dengan

keadaan dan kapan dilaksanakan, ditentukan waktu dan tempat, baik

sendiri maupun bersama-sama.

b. Pancasila sebagai dasar dan arah dalam menyelesaikan masalah-masalah

konkrit menggambarkan adanya lompatan dari nilai-nilai filosofis ke nilai

praktis. Untuk itu kita menyebutnya sebagai pengamalan Pancasila. Dalam

kehidupan sehari-hari kita dapat melihat bahwa suatu pengamalan nilai

fillosofis itu, memerlukan bentuk-bentuk yang sesuai dengan kebutuhan

tempat dan waktu serta keadaan, tanpa menyimpang dari pengertian

filosofis yang dijadikan dasar dan arah. Di dalam pengamalan Pancasila ini

dibedakan antara:

1) Pengamalan obyektif: pengamalan di bidang kehidupan

negara/masyarakat yang penjelmaannya berupa ketentuan-ketentuan

hukum positif yaitu : pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-

Undang Organik serta peraturan dan pelaksanaannya termasuk pula

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dianut dalam kehidupan

masyarakat.

Page 113: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

102

2) Pengamalan subyektif: pengamalan yang dilakukan oleh manusia,

manusia sebagai pribadi, warga negara, warga

rnasyarakat dan penyelenggara negara/ pemerintahan.

Pengamalan secara subyektif inilah yang utama (primer). Bahkan

yang menentukan artinya pengamalan obyektif hanya dapat berlangsung

dengan baik apabila terlebih dahulu pengamalan subyektif dapat baik.

Untuk menuju terwujudnya pengamalan subyektif yang baik, maka secara

bertahap sebaiknya ditempuh melalui pendidikan.

Sebab melalui pendidikan inilah, kepada para subyektif (manusia-

manusianya) akan dapat diberikan pengertian dan pengetahuan yang tepat

mengenai arti dan makna daripada Pancasila.

Dan hanya dengan pengetahuannya yang tepat atau yang baik,

barulah dapat dtharapkan tumbuhnya kesadaran, dan kemudian dan rasa

kesadaran dtharapkan adanya rasa ketaatan dan kemampuan untuk

mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kenyataan hidup sehari-.hari.

Situasi ideal dalam pengamalan Pancasila yang seharusnya dapat

kita capai adalah, bagaimana kita semua dalam mengamalkan Pancasila itu

tidak hanya sekedar didasarkan pada kewajiban hukum saja melainkan

juga berdasarkan pada kewajiban moral atau etis.

Kewajiban moral atau etis di dalam mengamalkan Pancasila

mengandung makna bahwa hati nurani kita sendirilah yang mewajibkan

diri kita masing-masing untuk selalu berorientasi kepada nilai-nilai

Pancasila itu, yaitu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut

agama/ kepercayaan kita masing-masing, memandang sesama manusia

sebagai makhluk yang sama harkat dan derajatnya, mendahulukan

persatuan dan kesatuan masyarakat/bangsa, segala sesuatu

dimusyawarahkan demi tercapainya keadilan di mana masing-masing

dapat memiliki apa yang memang menjadi haknya.

2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis

Ada tatanan nilai dalam kehidupan bernegara: yaitu yang disebut sebagai (1)

nilai dasar; (2) nilai instrumental dan (3) nilai praksis. Kelihatannya konsep ini

Page 114: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

103

berguna untuk menata pemahaman kita. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita

terima sebagai dalil yang bersifat banyak sedikitnya mutlak. Kita menerima nilai

dasar sebagai suatu hal yang tidak dipertanyakan lagi. Semangat kekeluargaan

bisa kita sebut sebagai nilai dasar, sifatnya mutlak, dan tidak akan berubah lagi.

Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum dari nilai dasar itu, biasanya dalam

wujud norma sosial ataupun norma hukum, yang selanjutnya akan terkristalisasi

dalam lembaga-lembaga. Sifatnya dinamis dan dalam istilah sekarang,

kontekstual, yaitu sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu. Nilai instrumental

ini walaupun lebih rendah dari nilai dasar, namun tidak kalah pentingnya, karena

nilai instrumental inilah yang menjabarkan nilai dasar yang umum itu dalam

wujud yang konkrit serta sesuai dengan zaman. Nilai instrumental merupakan

semacam tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum itu.

Betapapun pentingnya nilai-nilai dasar tersebut, namun sifatnya belum

operasional, artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam

kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk pada adanya

undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar

yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lanjut,

sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran lanjut mi kita namakan nilai

instrumental.

Nilai instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang

dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam

bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas

yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh

berten.tangan dengan nilai-nilai dasar yang dijabarkannya.

Dokumen konstitusional yang disediakan untuk penjabaran secara kreatif dan

nilai-nilai dasar itu adaiah GBHN, yang merupakan kewenangan MPR, peraturan

perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya.

Apapun bentuknya, ada satu syarat yang merupakan conditio sine qua non

yang harus dipenuhi penjabaran ini, yaitu dimufakati seluruh bangsa. Tolok ukur

kebenaran dalam nilai dasar Pancasila adalah kebersamaan, kekeluargaan,

persatuan, dan kesatuan. Gagasan-gagasan perseorangan dan golongan sampai ia

menjadi kesepakatan bersama, baik secara formal maupun secara informal. Dalam

Page 115: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

104

Orde Baru, disebut sebagai “konsensus nasional”. Pengamalan Pancasila itu

melalui rangkaian konsensus nasional yang tidak putus-putusnya.

Kehidupan ber Pancasila itu memang merupakan kehidupan yang penuh

dengan dialog, dengan musyawarah, dengan mufakat. Diperlukan kesabaran,

keterbukaan, kearifan dan ketekunan, yang juga dituntut pada setiap bentuk

negara yang hendak menegakkan demokrasi. Nilai yang sudah memperoleh

kesepakatan rnasyarakat, perlu kita bakukan, untuk kita masyarakatkan serta kita

budayakan selanjutnya. Nilai-nilai yang masth belum memperoleh kesepakatan

masyarakat, kita kaji kembali untuk kemudian kita ajukan kembali dalam

bentuknya yang sudah disempurnakan.

Cepatnya perkembangan nilai-nilai instrumental ini bisa mempunyai suatu

dampak negatif, yaitu timbulnya rasa tidak pasti mengenai konsep-konsep yang

kita anut. Namun memang demikianlah suatu resiko masyarakat yang sedang

berubah.

Nilai praksis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam

kenyataan. Nilai praksis mi seyogyanya sama semangatnya dengan nilai dasar dan

nilai instrumental di atásnya. Lebih dari itu, nilai praksis inilah yang

sesungguhnya akan merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai

instrumental itu sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat ataukah tidak.

Jika kita renungkan, maka dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya

Soepomo menghendaki agar semangat kekeluargaan itu terwujud, baik sebagai

nilai dasar, sebagai nilai instrumental maupun sebagai nilai praksis. Untuk itu kita

memerlukan penjabarannya, dan beliau menghendakinya dalam wujud undang-

undang. Dengan lain perkataan, menegakkan semangat kekeluargaan adalah

melalui penegakkan hukum, melalui, “rule of law” dalam suatu negara yang

bersifat kekeluargaan.

3. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara RI

Dari demikian banyak pembahasan yang berkenaan dengan Pancasila

sebagai pandangan hidup dan sebagai dasar negara, masalah yang kita hadapi

Page 116: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

105

sehubungan dengan nilai dasarnya adalah nilai-nilai mana yang merupakan niiai

dasar yang tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi?

Nilai dasar Pancasila yang abadi itu kita temukan dalam empat alinea

Pembukaan UUD 1945.

Alinea pertama memuat keyakinan kita kepada kemerdekaan sebagai hak segala

bangsa, sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Penghapusan

penjajahan adalah merupakan suatu konsekuensi logis dari keyakinan kita ini.

Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan adalah rangkai aksioma tempat

bertumpunya seluruh wawasan kenegaraan pada tataran formal, serta seluruh

wawasan kita tentang kehidupan kebangsaan secara substantial.

Ada perbedaan arti antara “negara” dan “bangsa”. “Negara adalah suatu

organisasi kekuasaan yang meliputi unsur-unsur rakyat, wilayah, pemerintah serta

kedaulatan. Sedangkan “bangsa” adalah kesatuan tekad dari rakyat untuk hidup

bersama mencapai cita-cita dan tujuan bersama, terlepas dari perbedaan etnik, ras,

agama ataupun golongan asalnya. Kesadaran kebangsaan adalah perekat yang

akan mengikat batin seluruh rakyat.

Alinea kedua memuat cita-cita nasional sekaligus cita-cita kemerdekaan kita itu;

yaitu suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Pengertian-pengertian singkat yang terdapat dalam alinea ini harus diberi makna

filsafati yang rnendasar. Rakvat Indonesia dalam negara Indonesia yang kita

bentuk itu ingin hidup dalam suasana yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

makmur. Inilah nilai yang merupakan tolok ukur terakhir apakah negara yang kita

bentuk itu sudah sesuai dengan apa yang kita harapkan apa belum.

Alinea ketiga, memuat watak aktif dari rakyat Indonesia menyatakan

kemerdekaan, untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas, bukan dengan

keangkuhan yang bersifat chauvinistis, tetapi dengan sikap religius, dengan

kesadaran akan rahmat Allah Yang Maha Kuasa serta didorongkan oleh keinginan

luhur. Bangsa yang ingin kita bangun bukanlah bangsa yang pasif, yang pasrah

kepada nasibnya, tetapi bangsa yang aktif, yang percaya kepada dirinya serta

berbuat secara nyata untuk mengubah nasibnya itu.

Namun nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang sekular, yang hanya

tahu dengan apa yang nyata kelihatan. Nasionalisme kita adalah nasionalisme

Page 117: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

106

yang sarat dengan niiai religi serta kemanusiaan. Nasionalisme kita bukanlah

nasionalisme yang berkehendak mengagresi bangsa lain, tetapi nasionalisme yang

terbatas pada tuntutan pengakuan akan eksistensi dirinya sebagai bangsa.

Alinea keempat memberi arahan mengenai tujuan negara, susunan negara, sistem

pemerintahan dan dasar negara.

Tujuan negara kita jelas: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

turnpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan

kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Susunan Negara Republik

Indonesia jelas-jelas disebutkan berkedaulatan rakyat, yang berarti sumber dan

seluruh otoritas kenegaraan dalam Republik ini adalah Rakyat.

Sistem Pemerintahan kita juga jelas, yaitu sistem pemerintahan

konstitusional, yang secara padat dirumuskan sebagai “disusunlah kemerdekaan

kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.

Kemerdekaan bukanlah sekedar suatu konsep filosofis, tetapi juga suatu konsep

yuridis dengan pengertian yang pasti dan dirumuskan dalam konstitusi. Semua

kegiatan pemerintah harus mempunyai alasan pembenar dalam konstitusi sebagai

hukum dasar tertulis, yang dapat dikembangkan dalam hukum tidak tertulis yang

tumbuh praktek penyelenggaraan negara. Akhirnya. Dasar Negara kita tercantum

dalam lima sila, yang rumusannya sudah kita kenal benar.

Makna nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu dapat

kita cari dalam berbagai sumber. Sumber pertama jelas adalah Penjelasan UUD

1945. Jika kita ingin lebih dalam memahaminya, kita harus membaca risalah

sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.

Dan jika ingin mempunyai perspektif kesejarahan yang lebih lengkap, kita

harus mendalami keseluruhan gerakan kemerdekaan nasional, khususnya sejak

awal abad ke 20. Rumusan-rumusan dalam UUD 45 tidaklah timbul mendadak

dalam ruang sidang BPUPKI di Jalan Pejambon Jakarta dalam tahun 1945 itu.

Seperti halnya dengan sejarah pemikiran filsafati lainnya, ada akar sejarah, akar

sosiologis serta akar kulturalnya.

Itulah nilai-nilai dasar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

yang kita anut, yang tidak ingin dan tidak boleh kita ubah lagi. Mengutip

Page 118: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

107

terminologi para ahli hukum, mengubah nilai-nilai dasar itu berarti membubarkan

negara.

4. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila

Nilai Ketuhanan YME

Prof. Dr. Notonegoro, membagi riilai menjadi 3 yakni:

a. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.

b. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat

mengadakan kegiatan dan aktivitas.

c. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 macam yakni:

a. Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia

(ratio, budi, cipta);

b. Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa manusia (gevoels, dan

aesthetis);

c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak/

kemauan manusia (will, karsa, ethic);

d. Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi

dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada

kepercayaan/ keyakinan manusia.

Jadi yang mempunyai nilai itu tidak hanya sesuatu yang berwujud

benda material saja, tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud benda material.

Bahkan sesuatu yang bukan benda material itu dapat menjadi nilai yang sangat

tinggi dan mutlak bagi manusia.

Nilai material secara relatif lebih mudah diukur dengan alat-alat

pengukur, misalnya alat pengukur berat (gram), alat pengukur panjang

(meter), alat pengukur luas (meter persegi), alat pengukur isi (liter), dan

sebagainya.

Sedangkan nilai rohari tidak dapat diukur dengan menggunakan alat-

alat pengukur tersebut di atas, tetapi diukur dengan “budi nurani manusia”,

karena itu lebih sulit dilakukan. Hal ini terlebih lagi apabila dipermasalahkan

apakah ada perwujudan budi nurani yang universal.

Page 119: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

108

Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat

keroharian menggunakan budi nurani dengan dibantu oleh indera, akal,

perasaan, kehendak, dan oleh keyakinan. Sampai sejauh mana kemampuan

dan alat-alat bantu ini bagi manusia dalam memantulkan penilaiannya tidak

sama bagi manusia yang satu dengan yang lain, dipengaruhi situasi dan

keadaan manusia yang bersangkutan.

Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam

segala perbuatannya. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa ada orang-orang

yang dengan sadar berbuat lain daripada kesadaran nilai dengan alasan yang

lain pula. Dalam bidang pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam

bentuk/norma/ukuran (normatif), sehingga merupakan suatu perintah/

keharusan, anjuran atau merupakan larangan, tidak diinginkan atau celaan.

Segala sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, keindahan, kebaikan dan

sebagainya, diperintahkan/ dianjurkan. Sedangkan segala sesuatu yang

sebaliknya (tidak benar, tidak indah, tidak baik dan sebagainya) dilarang/tidak

diinginkan atau dicela. Dan uraian yang telah dikemukakan kiranya, jelas

bahwa nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan kehidupan

setiap manusia.

Nilai berada dalam hati nurani, suatu hati atau kata kati

dan pikiran sebagai sesuatu keyakinan/kepercayaan yang bersumber dari

berbagai dasar, aspek atau sumber.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Dengan adanya dasar Ketuhanan maka Indonesia mengakui dan percaya

kepada adanya Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sebab adanya

manusia dan alam semesta serta segala hidup dan kehidupan di dalamnya.

Dasar ini menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Indonesia untuk

memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya/

kepercayaannya, sebagai tercantum dalam pasal 29 UUD 1945. Hal ini berarti,

bahwa negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dengan lebih kurang

230 juta penduduk yang menganut beberapa agama (Islam, Kristen-Protestan,

Kristen-Katolik, Hindu dan Budha) menghendaki semua agama itu hidup

tenteram, rukun dan saling menghormati.

Page 120: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

109

Dengan demikian, semua agama yang diakui di RI dapat bergerak dan

berkembang dengan leluasa.

Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan

kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh

karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab.

Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap

hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan

penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu

dibina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sadar bahwa agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan

pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya, maka

dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah

sesuai agama dan kepercayaannya dan tidak memaksakan suatu agama dan

kepercayaannya itu kepada orang lain.

Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tersebut di

atas tidak berarti bahwa negara memaksa agama atau suatu kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebab agama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan hingga tidak dapat

dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk agama dan

kepercayaan tertentu.

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untiik memeluk agamanya masing-masing dan beribadat

rnenurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah

merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia,

karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia

sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian

negara atau bukan pemberian golongan.

Page 121: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

110

Sila pertama Pancasila berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa’. Sila ini

mengandung dua pengertian pokok yaitu pengertian tentang Ketuhanan dan

tentang Yang Maha Esa.

Ketuhanan

Ketuhanan berasal dan kata Tuhan yakni Allah, zat Yang Maha Esa,

Pencipta segala kejadian termasuk Pencipta semua Makhluk. Oleh karena itu,

Tuhan sering disebut juga Sebab Yang Pertama yang tidak disebabkan lagi.

Alam beserta kekayaannya seperti sumber-sumber minyak bumi, batubara,

besi, air, udara dan lain-lainnya merupakan ciptaan-Nya. Demikian pula

makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan juga manusia,

semuanya berasal dan Tuhan dan nantinya akan kembali kepada Tuhan.

Yang Maha Esa

Yang Maha Esa berarti Yang Maha Satu atau Yang Maha Tunggal dan

tidak ada yang mempersekutukannya. Dia esa dalam zat-Nya, esa dalam sifat-

Nya dan esa dalam perbuatan-Nya. Oleh karena kekhususan-Nya itu, maka

tidak ada yang menyamai-Nya. Dia Maha Sempurna.

Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa kita

bangsa Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta

Alam Semesta beserta isinya, baik benda mati maupun makhluk hidup.

Kepercayaan dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa itu bersifat

aktif. Artinya kita harus selalu berusaha menjalankan segala perintah-Nya dan

menjauhi segala laranganNya menurut ajaran agama dan kepercayaan kita

masing-masing.

Seluruh warga negara Indonesia apakah dia si A dari Tapanuli ataukah

Si B dari puncak pegunungan Jaya Wijaya, bebas mengikuti agama dan

kepercayaan masing-masing dengan saling menghormati serta penuh toleransi.

Dalam hidup kenegaraan kita, arti sila pertama yang demikian itu tergambar

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ketiga yang berbunyi

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat

Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Selanjutnya hal itu

Page 122: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

111

dijabarkan dalam pasal 29 batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang

berbunyi:

1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Apabila dirinci sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setidaknya ada

beberapa kewajiban moral dan tingkah laku yang harus ditunjukkan ditengah –

tengah masyarakat antara lain :

a) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab.

b) Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan

penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan

hidup.

c) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaannya.

d) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Internasionalisme ataupun perikemanusiaan adalah penting sekali bagi

kehidupan suatu bangsa dalam negara yang merdeka dalam hubungannya

dengan bangsa-bangsa lain.

Manusia adalah makhluk Tuhan, dan Tuhan tidak mengadakan

perbedaan antara sesama manusia. Pandangan hidup demikian menimbulkan

pandangan yang luas, tak terikat oleh batas-batas negara atau bangsa sendiri,

melainkan negara selalu harus membuka pintu bagi persahabatan dunia atas

dasar persamaan derajat. Manusia mempunyai hak-hak yang sama; oleh

karena itu tidaklah dibenarkan manusia yang satu menguasai manusia lain,

ataupun bangsa yang satu menguasai bangsa yang lain. Berhubung dengan itu

maka dasar itu tidak membenarkan adanya penjajahan di atas bumi, karena hal

yang demikian bertentangan dengan perikemanusiaan serta hak setiap bangsa

menentukan nasibnya sendiri.

Page 123: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

112

Sesungguhnya manusia itu sejak dilahirkan mempunyai hak yang tidak

dapat dirampas dan dihilangkan. Hak-hak itu harus dihormati oleh siapapun.

Golongan manusia yang berkuasa tidaklah diperkenankan memaksakan

kehendaknya yang bertentangan dengan hak seseorang. Juga pemerintah

sesuatu negara harus menjunjung tinggi hak-hak manusia itu. Tidak seorang

penduduk pun dapat diperlakukan melampaui batas perikemanusiaan,

misalnya dipidana secara ganas, keji atau dihina. Manusia harus bebas dari

rasa ketakutan/kesengsaraan.

Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam

buminya nasionalisme. Juga nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak

hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Kebangsaan dan

perikemanusiaan mempunyai hubungan yang erat.

“Dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dandiperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk TuhanYang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku, warna kulit, dansebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesamamanusia, sikap tenggang rasa dan “tepo seliro”, serta sikap tidak semena-menaterhadap orang lain”.

Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-

nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan

berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah

sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh

umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat menghormati dan

bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain”.

Sila kedua Pancasila berbunyi: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Sila ini terdiri atas tiga pengertian pokok yaitu pengertian tentang

kemanusiaan, adil dan tentang beradab.

Kemanusiaan

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yang merupakan makhluk

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh Tuhan manusia dikarunia jasmani dan

rohani, yang keduanya merupakan satu kesatuan serasi, yang sering disebut

pribadi manusia. Artinya dalam pribadi manusia terdapat jasmani dan rohani

Page 124: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

113

yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Salah satu tidak ada,

berarti bukan manusia.

Jasmani memiliki kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur,

dan nafsu-nafsu jasmaniah. Jasmani juga mempunyai indera yang

menyebabkan kita dapat melihat, mencium, mendengar, mengecap dan

meraba.

Rohani memiliki akal, perasaan, kemauan dan kepercayaan. Dengan

akal, perasaan dan kemauan, manusia dapat memecahkan dan menimbang-

nimbang persoalan yang dihadapinya, dan sekaligus melaksanakan hasil

pertimbangan itu dengan alat rohani ini, manusia sebagai warga masyarakat

dapat maju dan berkembang. Di samping itu manusia masih memiliki

kepercayaan. Dengan kepercayaan ini, manusia dapat menjangkau hal-hal

yang tidak dapat dicapai oleh akal dan kemampuan yang lain seperti misalnya

percaya terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Adil

Adil mengandung arti objektif atau sesuai dengan adanya, misalnya kita

memberikan sesuatu kepada orang karena memang sesuatu itu merupakan

haknya. Jadi kita tidak subjektif, tidak berat sebelah, tidak pilih kasih. lebih-

lebih lagi, seorang yang bersifat adil tidak akan sewenang-wenang. Orang

yang demikian akan memperlakukan orang lain dengan penuh kebijaksanaan.

Sifat adil ini tidak hanya untuk orang lain, tetapi juga untuk diri kita sendiri.

Sering kita terlalu mudah menunjuk kesalahan orang lain dan sering lupa

menunjuk kekurangan diri sendiri.

Beradab

Beradab berasal dari kata adab yang secara bebas berarti budaya,

beradab berarti berbudaya. Manusia yang beradab berarti manusia yang

tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai kebudayaan. Nilai-nilai budaya

tidak lain ialah hal-hal yang luhur, yang dijunjung tinggi oleh manusia, yang

karena luhurnya itu dijadikan pedoman, ukuran, atau tuntutan untuk diikuti.

Kalau sesuai, berarti baik, kalau tidak sesuai, berarti tidak baik.

Kebudayaan merupakan hasil yang luhur dari manusia selama berabad-abad.

Oleh karena itu, wujudnya sering juga disebut peradaban manusia. Misalnya,

Page 125: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

114

kesenian, candi, sampai kebiasaan-kebiasaan hidup merupakan wujud dari

kebudayaan. Demikian pula nilai-nilai yang mendasari sikap yang luhur dan

terpuji, seperti sikap berani karena benar, berani berkorban untuk negara, itu

semua juga merupakan wujud kebudayaan, wujud peradaban. Demikian pula

orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan, mereka adalah

orang yang berbudaya, orang yang beradab. Apabila ia membandingkan orang

yang mengutamakan kepentingan masyarakat, maka orang yang

mengutamakan masyarakat itulah yang lebih beradab, lebih berbudaya.

Sebabnya ialah karena ia memenangkan kepentingan yang lebih besar (lebih

luas) daripada kepentingan yang lebih kecil (lebih sempit).

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Keseluruhan pengertian tentang sila kedua dari Pancasila ini, dengan

rnemperhatikan uraian di muka, jelaslah merupakan suatu kebulatan

pengertian yang lengkap tentang manusia. Secara lain dapat dikatakan bahwa

manusia bebas keinginannya, tetapi terikat oleh keterbatasan dan tanggung

jawabnya kepada masyarakat dan negara, dibatasi juga oleh lingkungannya.

Itu semua disebabkan manusia tidak hidup sendiri. Walaupun dia ingin hidup

sendiri, tetapi hal itu tidak mungkin. Dia akan selalu bergantung pada

lingkungannya, baik berupa orang-orang lain ataupun alam sekitarnya.

Sebagai bangsa, kita juga selalu bergantung pada bangsa-bangsa lain di

dunia. Demikian halnya bangsa lain, sebagian bergantung pada bangsa kita.

Misalnya kita memerlukan mesin dari Jerman, sebaliknya bangsa itu perlu

bahan mentah dari Indonesia. Oleh karena itu, selain manusia pada hakikatnya

sama, maka bangsa-bangsa di dunia pada hakikatnya juga sama derajatnya.

Sampai di sini dapat kita mengerti mengapa dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 dinyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu

adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia

harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri

keadilan”. Begitu pula dalam pasal-pasal pada batang tubuh Undang-Undang

Dasar 1945, banyak diungkapkan hal-hal yang menunjukkan bahwa manusia

di bumi Indonesia itu pada hakikatnya sama. Persamaan itu antara lain

diungkapkan dalam hal berkumpul, menerima pendidikan, hubungannya

Page 126: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

115

dengan hukum, dan dalam mengusahakan kesejahteraan, di samping sama

pula dalam menjalankan kewajiban untuk membela negara dan bangsa

Indonesia yang sangat beraneka ragam ini.

Akan kita jabarkan isi sila kedua ini lebih rinci agar jelas pengertiannya.

Sehingga, akan mudah mewujudkannya dalam sikap di dalam praktek. Hal itu

berarti, sebagai nilai luhur, dapat diamalkan dalam hidup sehari-hari.

Apabila dirinci, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab itu dapat dijabarkan

lebih kurang menjadi beberapa kewajiban moral atau tuntunan tingkah laku.

Petunjuk-petunjuk nyata dan wujud pengamalan sila Kemanusiaan yang

adil dan beradab adalah:

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban

antara sesama manusia;

b. Saling mencintai antara sesama manusia;

c. Mengembangkan sikap tenggang rasa;

d. Tidak semena-mena terhadap orang lain;

e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;

f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;

g. Berani membela kebenaran dan keadilan;

h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian dari seluruh umat manusia,

karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama

dengan bangsa lain.

Nilai Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia

Dengan dasar kebangsaan (nasionalisme) dimaksudkan bahwa bangsa

Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama

warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan

satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama. Prinsip kebangsaan itu

merupakan ikatan yang erat antara golongan dan suku bangsa. Atas prinsip itu

pembinaan bahasa dan kesenian daerah akan maju, memperkaya hidup kita

dan mengisi perkembangan kebudayaan Indonesia seluruhnya.

Page 127: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

116

Kebangsaan meliputi seluruh golongan dan daerah di Indonesia serta

unsur-unsur kebudayaan dan tata hidupnya. Dasar kebangsaan mi adalah

penting sekali dan harus dibina, tanpa melupakan bahwa di dunia ada bangsa

lain yang terdiri atas semua manusia dan seluruhnya membentuk satu keluarga

umat manusia.

Kebangsaan Indonesia itu bukanlah paham kebangsaan yang sempit,

yang hanya mengagungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain.

Paham kebangsaan kita adalah satu dasar kebangsaan yang menuju kepada

persaudaraan dunia, yang menghendaki bangsa-bangsa itu saling hormat-

menghormati dan harga-menghargai. Paham kebangsaan yang dianut bangsa

Indonesia ialah:

a. Ke dalam menggalang kepentingan seluruh rakyat dengan tidak membeda-

bedakan suku atau golongan;

b. Ke luar: tidak mengagungkan bangsa sendiri, namun dengan berdiri tegas

atas dasar kebangsaan sendiri juga menuju ke arah hidup berdampingan

secara damai, berdasar atas persamaan derajat antar bangsa serta berdaya

upaya untuk melaksanakan terciptanya perdamaian dunia yang kekal dan

abadi, serta membina kerjasama untuk kesejahteraan umat manusia.

Oleh karena paham kebangsaan ini mengandung pengakuan hak hidup

dan perkembangan setiap bangsa di dunia, maka paham ini menentang segala

macam penjajahan dalam bentuk apapun juga, baik penjajahan politik,

ekonomi maupun penjajahan dalam bentuk lainnya.

Dengan sila Persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan

persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di

atas kepentingan pribadi atau golongan.

Menurut kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi,

berarti bahwa manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk

kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena sikap rela

berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta

kepada tanah air dan bangsanya, maka dikembangkanlah rasa kebangsaan

berkebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara

Page 128: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

117

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika,

dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.

Sila ketiga Pancasila berbunyi: “Persatuan Indonesia”. Sila

ini mengandung dua pokok pengertian yaitu pengertian tentang persatuan dan

tentang Indonesia.

Persatuan

Persatuan berasal dan kata satu yang berarti utuh, tidak pecah belah,

persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang

beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Dengan perkatan lain, hal-hal yang

beraneka ragam itu, setelah disatukan, menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan

tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

Indonesia

Yang dimaksud dengan Indonesia ialah Indonesia dalam

pengertian geografis dan bangsa. Indonesia dengan pengertian geografis

berarti bagian bumi yang membentang dari 950 - 1410 Bujur Timur dan dari 6°

Lintang Utara sampai 110 Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam arti

bangsa ialah bangsa yang secara politis hidup dalam wilayah tersebut.

Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia mengandung arti persatuan bangsa yang

mendiami wilayah Indonesia. Persatuan ini didorong untuk mencapai

kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

Sebagaimana arti sila yang lain, sila ini mempunyai sifat yang dinamis yaitu

sifat yang bertujuan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa serta ikut mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia bersuku-suku dan

berbangsa-bangsa, masing-masing menempati wilayahnya. Demikian pula

manusia yang mendiami kepulauan nusantara ini, lambat-laun berkembang

menjadi bangsa Indonesia. Sedangkan yang bermukim di wilayah bumi yang

lain menjadi bangsa-bangsa lain seperti misalnya bangsa Malaysia, Jepang,

Prancis, dan sebagainya.

Page 129: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

118

Secara khusus pertumbuhan tersebut berkembang menjadi

persatuan bangsa Indonesia, yang tahap-tahapnya seperti berikut:

Kebangkitan Nasional

Kesadaran nasional bangkit pada tahun 1908, dirintis oleh Budi Utomo.

Tokoh-tokohnya berasal dan berbagai suku dan berjuang untuk

mengembangkan berbagai bidang kehidupan secara keseluruhan, baik bidang

ekonomi, politik, sosial budaya maupun bidang-bidang lain. Itulah sebabnya

gerakan itu memiliki sifat nasional.

Sumpah Pemuda

Proses kebangkitan nasional itu berkembang terus dan salah satu

hasilnya adalah Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober

1928 di Jakarta. Bunyi sumpah itu ialah:

a. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu,

tanah Indonesia.

b. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa

Indonesia.

c. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa

Indonesia.

Kesadaran sebagai satu bangsa adalah pangkal kesadaran akan harga

diri sebagai bangsa Indonesia yang memiliki dan bersatu dengan wilayah

Indonesia. Demikian pula halnya dengan bahasa Indonesia, antara ketiganya

tidak dapat dipisahkan.

Proklamasi Kemerdekaan RI

Sejarah perjuangan yang panjang akhirnya meledak dalam bentuk

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan itu, bangsa Indonesia

memberitahukan kepada dunia akan kemerdekaannya setelah berjuang lama

dan memakan banyak korban. Pemberitahuan itu berisi tiga hal yaitu:

a. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu, maka

penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan.

b. Bangsa Indonesia mendirikan negara Republik Indonesia.

Page 130: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

119

c. Bangsa Indonesia akan mewujudkan kesejahteraan hidup, serta akan

mencapai terselenggaranya perdamaian dunia yang abadi.

Ketiga hal itu tidak lain merupakan wujud dari persatuan Indonesia

yang harus kita pertahankan dan perjuangkan. Apabila dikaji lebih lama hal-

hal yang berhubungan dengan makna persatuan Indonesia itu, terdapat

beberapa prinsip lagi yang harus dikemukakan yaitu:

Prinsip Bhineka Tunggal Ika

Prinsip ini mengharuskan kita untuk mengakui bahwa bangsa

Indonesia, baik segi suku, bahasa, agama, dan lain-lain sungguh sangat

beragam, sangat bhineka. Hal itu mewajibkan kita untuk tetap bersatu

(tunggal ika) sebagai Indonesia. Membina persatuan bangsa ini benar-

benar tugas yang berat tetapi mulia.

Prinsip Nasionalisme Indonesia

Kita mencintai bangsa kita, Indonesia. Itu tidak berarti kita

mengagung-agungkan bangsa sendiri, tidak. Kita tetap mencintai bangsa

kita. Di samping kita itu juga menghargai bangsa-bangsa lain. Mereka

mempunyai hak hidup yang sama seperti Indonesia. Oleh karena itu kita

harus saling menghargai antara semua bangsa. Di dunia yang luas ini,

bangsa Indonesia, merupakan satu bagiannya. Demikian pula bangsa-

bangsa lain.

Prinsip Kebebasan Warga Negara dalam Rangka Persatuan Bangsa

Manusia Indonesia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa adalah

bebas.

Kebebasan itu dibatasi oleh keadaannya sendiri. Misalnya

kemampuan jasmani dan roharinya terbatas. Di samping itu juga,

kebebasan dibatasi oleh alam lingkungan yang menjadi sumber

kebutuhannya. Misalnya, kita ingin makan, sangat bergantung pada adanya

makanan. Ada lagi yang membatasi kebebasan yaitu tuntutan masyarakat,

bangsa dan negara di mana kita menjadi warganya, seperti misalnya pasal

30 ayat I Undang-Undang Dasar 1945 yang bunyinya : “Tiap-tiap warga

negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

Page 131: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

120

Demikianlah kita mengakui kebebasan perseorangan, tetapi

kebebasan itu harus teratur dengan baik, artinya bertanggung jawab

kepada kepentingan bersama. Di dalam menuntut hak, kita harus ingat

akan kewajiban.

Prinsip Wawasan Nusantara

Dan seluruh uraian di muka, pada dasarnya dapat dirangkum

menjadi satu dalam bentuk prinsip Wawasan Nusantara. Pokok pengertian

dan Wawasan Nusantara ialah bahwa Indonesia merupakan (1) kesatuan

politik, (2) kesatuan sosial-budaya, (3) kesatuan ekonomi, dan (4) kesatuan

pertahanan dan keamanan.

Demikianlah uraian tentang persatuan Indonesia. Di dalam

persatuan itu terkandung bagian-bagian yang saling bertemu secara serasi

sehingga merupakan kebulatan yang utuh. Sebagaimana sila-sila

sebelumnya, sila Persatuan Indonesia merupakan nilai yang luhur dari

bangsa kita. Karena itu, nilai luhur itu hendaknya menjadi tuntunan dalam

praktek tingkah laku kita sehari-hari.

Petunjuk-petunjuk nyata dan wujud pengamalan sila Persatuan

Indonesia antara lain adalah:

a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan

bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;

c. Cinta tanah air dan bangsa;

d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia;

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber

Bhineka Tunggal Ika.

Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan

Dasar mufakat, kerakyatan atau demokrasi menunjukkan bahwa negara

Indonesia menganut paham demokrasi. Paham demokrasi berarti bahwa

kekuasaan tertinggi (kedaulatan) untuk mengatur negara dan rakyat terletak di

tangan seluruh rakyat. Dalam UUD 1945 dinyatakan “Kedaulatan adalah di

tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Page 132: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

121

Rakyat” (dalam UUD 1945 sebelum diamandemen). Kerakyatan yang

dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Demokrasi Indonesia seperti yang

dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 adalah demokrasi yang tercantum

dalam Pancasila sebagai sila ke-4 dan dinamakan Demokrasi Pancasila.

Menurut Ketetapan MPR No. II/MPR/ 1988, asas demokrasi di

Indonesia ialah demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-

bidang politik, sosial dan ekonomi, serta yang dalam penyelesaian masalah-

masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan

permusyawaratan untuk mencapai mufakat.

Selanjutnya dalam Ketetapan MPR No. I/MPR/ 1983, ditegaskan

bahwa pengambilan keputusan pada asasnya diusahakan sejauh mungkin

dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dan apabila hal ini tidak

mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Mufakat dan/atau putusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak

sebagai hasil musyarawah, haruslah bermutu tinggi yang dapat

dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan dasar negara

Pancasila dan Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

sebagai termaktub dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan Undang

Undang Dasar 1945.

Musyawarah menuju ke arah persatuan dengan mengutamakan ikut

sertanya semua pihak serta berpangkal tolak pada sikap harga-menghargai

setiap pendirian para peserta. Setiap peserta musvawarah mempunyai hak dan

kesempatan yang sama bebas untuk mengemukakan pendapat, melahirkan

kritik yang bersifat membangun tanpa tekanan dari pihak manapun.

Rapat untuk dapat mengambil keputusan, memerlukan quorum; apabila

quorum tidak tercapai, maka rapat ditunda sampai paling banyak 2 (dua) kali

dengan selang waktu paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam.

Apabila setelah dua kali penundaan masih juga quorum belum tercapai

maka:

a. Jika terjadi di dalam Rapat Panipurna permasalahannya menjadi batal.

Page 133: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

122

b. Jika terjadi dalam Rapat Badan Pekerja, Komisi dan Panitia Ad Hoc,

pemecahannya diserahkan pada pemimpin.

Setelah dipandang cukup diberikan kesempatan kepada Para anggota

mengemukakan pendapat serta saran sebagai sumbangan pendapat dan

pikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan, maka

pemimpin rapat mengusahakan secara bijaksana agar rapat segera dapat

mengambil putusan. Untuk mencapai apa yang dimaksud, maka pemimpin

rapat ataupun panitia yang diberi tugas untuk itu wajib membuat kesimpulan

dan rumusan/naskah putusan yang mencerminkan pendapat-pendapat yang

hidup dalam rapat.

Keputusan Berdasarkan Mufakat

Hakikat dan musyawarah untuk mufakat dalam kemurniannya adalah

suatu tata ciri khas yang bersumber pada inti paham Kerakyatan yang

dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

untuk merumuskan dan/ atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak

rakyat, dengan jalan mengemukakan hikmat kebijaksanaan yang tiada lain

daripada pikiran (ratio) yang sehat yang mengungkapkan dan

mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat

sebagaimana yang menjadi tujuan pembentukan pemerintah negara

terrnaksud dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

pengaruh-pengaruh waktu, oleh semua wakil/utusan yang mencerminkan

penjelmaan seluruh rakyat, untuk mencapai keputusan berdasarkan kebulatan

pendapat (mufakat) yang diiktikadkan untuk di1aksankn secara jujur dan

bertanggungjawab.

Segala keputusan diusahakan dengan cara musyawarah untuk mufakat

di antara semua piliak. Apabila hal tersebut tidak dapat segera terlaksana,

maka pemimpin rapat dapat mengusahakan/berdaya-upaya agar rapat dapat

berhasil mencapai mufakat.

Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah bilamana diambil dalam

rapat dihadiri oleh lebih dan separuh jumlah anggota rapat. Pengambilan

Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak (quorum). Keputusan berdasarkan

suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak

Page 134: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

123

mungkin diusahakan karena adanya pendirian dari sebagian peserta

musyawarah yang tidak dapat didekatkan lagi atau karena faktor waktu yang

mendesak.

Dengan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, manusia Indonesia sebagai warga

negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan

kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari

perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan

kepentingan masyarakat.

Karena mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka

pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak

lain. Sebelum diambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama

terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat.

Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat

kekeluargaan yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Sila keempat dari

Pancasila berbunyi: ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Sila ini mengandung empat pengertian

pokok yaitu pengertian tentang kerakyatan, hikmat kebijaksanaan,

permusyawaratan dan tentang perwakilan.

Kerakyatan

Kerakyatan berasal dari kata rakyat yang berarti sekelompok manusia

yang mendiami suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti suatu prinsip yang

mengakui bahwa kekuasan tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan

disebut juga kedaulatan rakyat, artinya rakyat yang berdaulat, berkuasa. Hal

ini disebut juga demokrasi yang berarti rakyat yang memerintah.

Hikmat Kebijaksanaan

Hikmat kebijaksanaan berarti suatu sikap yang dilandasi dengan

penggunaan pikiran sehat dengan selalu mempertimbangkan kepentingan

persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan rakyat akan dijamin dengan

sadar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai

dengan hati nurani yang murni. Dengan uraian di atas, maka hasil dan suatu

Page 135: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

124

perbuatan atau kebijaksanaan akan baik dan benar karena dihadapi dengan

mempergunakan seluruh daya manusia yang tinggi.

Permusyawaratan

Permusyawaratan. berarti suatu tata cara yang khas Indonesia untuk

merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat

sehingga tercapai keputusan berdasarkan mufakat. Pelaksanaan dan

kebenaran ini, memerlukan semangat mengutamakan kepentingan nasional

dibandingkan dengan kepentingan daerah, golongan, dan pribadi. Hal ini

memerlukan pula itikad yang baik dan ikhlas, dilandasi oleh pikiran yang

sehat serta ditopang oleh kesadaran bahwa kepentingan bangsa dan negara

mengalahkan kepentingan yang lain. Oleh karena itu, diperlukan kesediaan

untuk mengembangkan sebagian pamrih-pamrih tertentu agar kepentingan

nasional dapat terpenuhi. Kemudian dituntut pula tanggung jawab yang tinggi

dan semua pihak untuk melaksanakan semua keputusan yang telah diambil

bersama.

Perwakilan

Perwakilan berarti suatu tata cara untuk mengusahakan ikut sertanya

rakyat mengambil bagian urusan bernegara. Bentuk keikutsertaan itu ialah

badan-badan perwakilan, baik di pusat seperti MPR dan DPR maupun di

daerah yang berwujud DPRD. Keanggotaan badan-badan perwakilan itu

ditentukan melalui suatu pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan

rahasia. Di sinilah diperlukan kedewasaan dan kesadaran warga masyarakat

agar dapat memilih wakil-wakilnya dengan tepat. Hal itu sangat penting agar

kepentingannya dapat terpenuhi.

Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan

Sila keempat ini mengandung arti bahwa rakyat dalam menjalankan

kekuasaannya, dilakukan melalui perwakilan, jadi tidak langsung. Keputusan-

keputusan yang diambil oleh wakil-wakil itu dilakukan melalui musyawarah

yang dipimpin oleh akal sehat serta penuh rasa tanggung jawab baik kepada

Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.

Page 136: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

125

Hal itu semua sumbernya dapat diperiksa pada Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa:

“maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. ..“

Petunjuk-petunjuk yang nyata dan wujud pengamalan sila Kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, antara lain adalah:

a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat;

b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk

kepentingan bersama;

d. Musyawarah untuk mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;

e. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan

melaksanakan hasil keputusan musyawarah;

f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani

yang luhur;

g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sila Keadilan

Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam pidato 1 Juni 1945 ditegaskan bahwa prinsip kesejahteraan

adalah prinsip tidak adanya kemiskinan di alam Indonesia Merdeka. Keadilan

sosial adalah sifat masyarakat adil dan makmur kebahagiaan buat semua

orang, tidak ada penghisapan, tidak ada penindasan dan penghinaan;

semuanya bahagia, cukup sandang pangan. Tidak dengan sendirinya kita

dapat mencapai kesejahteraan ini, walau telah ada perwakilan rakyat. Di

negara-negara Eropa dan Amerika telah ada Badan Perwakilan,

Parlementaire Democratie, tetapi justru di sanalah kapitalis merajalela. Hal

ini disebabkan yang dinamakan demokrasi di sana hanyalah demokrasi politik

Page 137: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

126

saja, tak ada keadilan sosial, tak ada demokrasi ekonomi. Seorang pemirnpin

Prancis, Jean Jaures menggambarkan tentang demokrasi politik itu sebagai

berikut: Di dalam Demokrasi Parlementer tiap orang boleh memilih, boleh

menjadi anggota parlemen. Tetapi adakah sociale rechtvaardigheid, adakah

kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat?

Wakil kaum buruh mempunyai hak politik itu di dalam parlemen, ia

dapat menjatuhkan Menteri; akan tetapi jika hari ini ia berhasil menjatuhkan

Menteri, besok pagi di tempat ia bekerja, di dalam pabrik, ia dapat dilempar

keluar jalan raya, dijadikan penganggur yang tidak mendapat makanan suatu

apapun.

Oleh karena itu dalam Pidato 1 Juni 1945 diusulkan kepada sidang

‘supaya mencari demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi

permusyawaratan yang memberi hidup, yakni demokrasi politik dan ekonomi

yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat Indonesia sudah

lama mengharapkan kedatangan Ratu Adil. Yang dimaksud dengan paham

Ratu Adil; ialah keadilan sosial, rakyat ingin hidup sejahtera, rakyat yang

tadinya nierasa dirinya kurang makan dan kurang pakaian, menciptakan dunia

baru yang di dalamnya ada keadiian, di bawah pimpinan Ratu Adil.

Oleh karena itu jika memang benar-benar kita mengerti, mengingat dan

mencintai rakyat Indonesia, kita harus terima prinsip keadilan sosial, yang

bukan saja persamaan politik, tetapi juga di atas lapangan ekonomi kita harus

mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-

baiknya”.

Prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat diwujudkan dalam Bab XIV

UUD 1945 yang berjudul: “Kesejahteraan Sosial” yang terdiri atas pasal 33

dan 34.

Dalam pasal 33 ditegaskan bahwa:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas-asas

kekeluargaan;

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Page 138: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

127

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Sedangkan dalam pasal 34 ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak-

anak terlantar dipelihara oleh negara. Sila kelima dari Pancasila berbunyi:

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila mi mengandung dua

pengertian pokok yaitu pengertian tentang keadilan sosial dan tentang seluruh

rakyat Indonesia.

Keadilan Sosial

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di

segala bidang kehidupan baik material maupun spritual. Artinya keadilan itu

tidak untuk golongan kaya saja tetapi juga untuk si miskin; bukan hanya

untuk para pemimpin juga untuk rakyat yang dipimpin; tidak hanya untuk

orang Jawa tetapi untuk orang Mentawai. Demikian pula yang kita usahakan,

tidak hanya makanan dan pakaian tetapi juga sampai kepada kebutuhan untuk

menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Seluruh Rakyat Indonesia

Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat

Indonesia baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia

maupun warga negara Indonesia yang berada di negara lain.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila inii secara bulat berarti bahwa setiap rakyat Indonesia mendapat

perlakuan yang adil dalam bidang hukum, poitik, ekonomi, sosial budaya, dan

pertahanan keamanan. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945,

pengertian keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan makmur.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain tersirat bahwa

cita-cita bangsa Indonesia ialah untuk mewujudkan masyarakat adil dan

makrnur, material dan spritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara

kesatuan Republik Indonesia.

Seperti halnya sila-sila yang lain, sila kelima juga merupakan nilai

luhur dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, merupakan tuntutan tingkah

Page 139: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

128

laku kita semua. Petunjuk-petunjuk nyata dan wujud pengamalan sila

Keadilan Sosiai bagi Seluruh Rakyat Indonesia antara lain adalah:

a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan

sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan.

b. Bersikap adil;

c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;

d. Menghormati hak-hak orang lain;

e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain;

f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain;

g. Tidak bersifat boros;

h. Tidak bergaya hidup mewah;

i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum;

j. Suka bekerja keras;

k. Menghargai karya orang lain;

l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan

berkeadilan sosial.

Page 140: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

129

BAB VII

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

1. Pengertian Ideologi

Filsafat merupakan suatu ajaran nilai atau kebenaran yang dijadikan

keyakinan atau pandangan hidup suatu bangsa. Bagi suatu bangsa, kebenaran ini

dijadikan dasar negara atau ideologi negara.

Setelah kita mengkaji pengertian filsafat dari uraian di atas, selanjutnya marilah

kita kaji pengertian tentang ideo1ogi dan ideologi Pancasila.

Ideologi berasal dan kata ideo artinya: cita-cita dan logy berarti: “pengetahuan,

ilmu dan paham”. Menurut W. White definisi dari ideologi ialah: The sun of

political ideas or doctrines of a distinguishable class or group of people; artinya:

Ideologi ialah soal cita-cita politik atau doktrin atau ajaran dari suatu lapisan

masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan.

Sedangkan Menurut pendapat Harol H. Titus, definisi dari ideologi itu

adalah: A term used for amy group of ideas concerning various political and

economic issues and social philosphies often applied to a systematic scheme of

ideas held by groups or classes; artinya: suatu istilah yang dipergunakan untuk

sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi,

filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang

cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau lapisan masyarakat.

Adapun ideologi negara itu termasuk dalam golongan Ilmu Pengetahuan

Sosial, dan tepatnya dapat digolongkan ke dalam ilmu politik atau Political

Sciences sebagai anak cabangnya.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara dihubungkan dengan fungsinya

sebagai dasar negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan negara

Republik Indonesia dapatlah disebut pula sebagai ideologi nasional atau lebih

tepat ideologi negara. Artinya Pancasila merupakan satu ideologi yang dianut oleh

negara atau pemerintah dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau

monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan masyarakat tertentu.

Page 141: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

130

2. Makna Ideologi bagi Negara

Berbagai literatur menunjukkan kepada kita bahwa fikiran hidup bernegara

bisa ditata secara hirarkis dari tataran yang paling abstrak dan merupakan

aksioma, sampai pada yang paling konkrit yang bersifat praktek empirik yang

dapat diuji. Hal ini penting untuk kita kaji sejenak, agar kita bisa menempatkan di

mana posisi ideologi.

Ada berbagai pilihan dalam menata fikiran secara hirarkis itu. Salah satu

pilihan, yang cukup sederhana, adalah jika kita menatanya secara berurutan:

falsafah, ideologi, politik dan strategi. Falsafah dan ideologi termasuk dalam

tataran nilai dasar, sedangkan politik dan strategi termasuk dalam tataran nilai

instrumental.

Falsafah merupakan hasil pemikiran manusia yang paling tinggi, yang

timbul dari upaya yang tidak kenal henti mencari kebenaran yang paling dasar.

Kebenaran itu dicari karena kecintaan kepada kebenaran itu sendiri. Manusia

menemukan berbagai kebenaran abadi melalui upaya berfilsafat ini, seperti

kejujuran, kebahagiaan, kesetiakawanan ataupun cintakasih. Berdasarkan hakikat

kebenaran tertinggi yang diperoleh, disusunlah sistem filsafat yang sesuai.

Falsafah berbeda dari agama, yang nilai-nilai tertingginya tidak diperoleh melalui

upaya refleksi kritis manusia, tetapi dari keimanan terhadap wahyu supranatural.

Falsafah dapat mendukung agama. Ideologi adalah berada satu tingkat lebih

rendah dan falsafah. Berbeda dengan falsafah, yang digerakkan oleh kecintaan

kepada kebenaran, dan sering tanpa pamrih apapun juga, maka ideologi

digerakkan oleh tekad untuk mengubah keadaan yang tidak diinginkan, menuju ke

arah keadaan yang diinginkan. Dalam ideologi sudah ada suatu komitmen, sudah

terkandung wawasan masa depan yang dikehendaki dan hendak diwujudkan

dalam kenyataan.

Jika falsafah merupakan kegemaran dari sebagian kecil orang saja, karena

memang tidak semua orang mempunyai kecenderungan pribadi mencari

kebenaran tertinggi itu, maka ideologi diminati oleh lebih banyak manusia.

Menurut Edward Shils, salah seorang pakar mengenai ideologi ini, jika manusia

sudah mencapai suatu taraf perkembangan intelektual tertentu, maka

kecenderungan menyusun ideologi ini merupakan suatu ciri dasar

Page 142: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

131

kemanusiaannya.Hal ini ada benarnya, karena manusia adalah makhluk yang

berfikir, yang selalu bertanya: mengapa? Dengan lain perkataan, semakin cerdas

dan semakin terdidik warga masyarakat, semakin meningkat kebutuhannya akan

wawasan ideologis ini.

Oleh karena ideologi merupakan wawasan yang hendak diwujudkan, maka

ideologi selalu berkonotasi politik. Ideologi hampir selalu bersumber dari nilai

falsafah yang mendahuluinya dan menghubungkannya dengan politik yang

menangani dunia nyata yang hendak diubah.

Menurut Frans Magnis Suseno ideologi sebagai suatu sistem pemikiran

dapat dibedakan kepada ideologi tertutup dan ideologi terbuka.Ideologi tertutup

ciri-cirinya sebagai berikut : Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk

mengubah dan memperbarui masyarakat.Atas nama ideologi dibenarkan

pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.Isinya bukan

hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan

kongkrit dan operasional yang keras yang diajukan dengan mutlak.Ideologi

terbuka mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya

tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya

masyarakat itu sendiri.Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang

melainkah hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut.Nilai-nilai itu

sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.

Politik, yang juga bisa kita terjemahkan sebagai kebijaksanaan, menyangkut

asas serta dasar bagaimana mewujudkan ideologi itu ke dalam kenyataan,

khususnya dengan membangun kekuatan yang diperlukan, serta untuk

mempergunakan kekuatan itu untuk mencapai tujuan.

Tingkat terakhir, strategi menyangkut upaya untuk secara berencana

mencapai tujuan yang ditetapkan ideologi ke dalam kenyataan, yang berubah

secara terus-menerus. Strategilah yang menjembatani falsafah-ideologi dan

kebijaksanaan, yang sifatnya abstrak, dengan kenyataan konkrit.

Dalam masyarakat yang stabil, empat tataran fikir manusia ini berhubungan secara

dinamis dan tersusun hirarkis. Dari falsafah dan ideologi diperoleh apa yang kita

sebut sebagai stabilitas, sedang dari kebijaksanaan dan strategi kita peroleh yang

kita sebut sebagai dinamika. Edward Shils, mengungkapkan adanya keuntungan

Page 143: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

132

tatanan berfikir demikian, yaitu adanya “a constant process of orderly

selfrevision’, atau suatu proses berkesinambungan dan upaya memperbaharui diri

secara tertib.

Selanjutnya, menurut Edward Shils, ada lima syarat teoretikal yang harus

dipenuhi, jika tatanan demikian akan kita wujudkan, yaitu:

a. Adanya taraf konsensus yang tinggi mengenai nilai-nilai sosial bersama

yang hendak diwujudkan itu. Tanpa konsensus jelas tidak mungkin ada

ketertiban yang mantap.

b. Pembedaan yang jelas antara nilai dan norma yang melaksanakannya, agar

supaya pelanggaran norma dalam kenyataan tidak sekaligus dianggap

sebagai pelanggaran nilai, yang mendasarinya.

c. Relatif tidak adanya perpecahan dan kesenjangan di antara golongan yang

ada dalam masyarakat.

d. Adanya stabilitas pola kelembagaan untuk proses legislatif, yang

menjabarkan norma-norma itu dalam peraturan perundangan yang mengikat

seluruh warga masyarakat secara adil.

e. Akhirnya, adanya stabilitas pola kelembagaan untuk menampilkan keluhan

serta menyelesaikan masalah yang melatar belakanginya.

3. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada

hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau permikiran

seseorang atau sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia,

namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta

nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum

membentuk negara. Dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi

(bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia

sendiri, sehingga bangsa Indonesia merupakan kausa materialis (asal bahan)

Pancasila.

Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh

para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan

ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai

Page 144: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

133

ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya

bangsa, dan bukan mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain.

Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan

gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan serta kepercayaan-kepercayaan

yang bersifat sistematis yang memberikan arah dan menyangkut tingkah laku

sekelompok manusia tertentu, dalam pelbagai bidang kehidupan. Hal ini

menyangkut berbagai bidang kehidupan yaitu:

a. Bidang politik, termasuk di dalamnya bidang hukum, pertahanan dan

keamanan.

b. Bidang sosial

c. Bidang kebudayaan

d. Bidang keagamaan.

Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau citacita yang

menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan

bangsa yang bersangkutan, pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang

antara lain memiliki ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan

kenegaraan.

b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia,

pandangan hidup, pegangan hidup yang harus dipelihara dikembangkan,

diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan

dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Namun hendaklah diketahui bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa

dan negara adalah diangkat dan pandangan hidup masyarakat Indonesia,

kemudian menjadi pandangan hidup bangsa dan pada gilirannya menjadi

suatu dasar filsafat negara yang sekaligus sebagai suatu ideologi bangsa dan

negara. Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara tumbuh dan

berkembang melalui dan dalam pandangan hidup masyarakat dan bangsa

Indonesia sendiri dan melalui wakil-wakil bangsa dalam lembaga pembentuk

negara dengan suatu kesepakatan serta perjanjian yang luhur diangkat

menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu ideologi

Pancasila berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa itu sendiri

Page 145: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

134

sehingga antara Pancasila dengan bangsa Indonesia merupakan suatu

kesatuan yang mutlak karena menyangkut kehidupan bangsa. Sebagai suatu

ideologi, maka Pancasila merupakan sumber cita-cita, harapan nilai-nilai serta

norma-norma yang dianggap baik, sehingga ideologi Pancasila pada

hakikatnya demi kesejahteraan hidup bangsa Indonesia.

Dasar yuridis formal ideologi Pancasila tersimpul dalam Pembukaan UUD

1945, dalam suatu kalimat “…. dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha

Esa, dst “. pada hakikatnya memiliki makna dasar filsafat negara yang sekaligus

sebagai asas kerokhanian negara dan konsekuensinya sebagai ideologi bangsa dan

negara Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara menyatakan suatu cita-cita

yang ingin dicapai sebagai titik tekanannya dan mencakup nilai-nilai yang

menjadi dasar dan pedoman negara dan kehidupannya. Pancasila sebagai ideologi

negara memiliki konsekuensi bahwa segala sesuatu tujuan dalam bidang

pemerintah ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus

dilandasi dalam hal titik tolak pelaksanaannya, dibatasi dalam gerak

pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya yaitu dengan asas

kerokhanian Pancasila. Dengan menyatakan cita-cita yang ingin dicapai ini

sumbernya adalah pada sila kelima yaitu untuk mewujudkan suatu keadilan sosial

bagi seluruh rakyat yang dengan sendirinya diliputi dan dijiwai oleh keempat sila

lainnya.

Selanjutnya dalam rangka penerapan ideologi di bidang kenegaraan adalah

politik, karena ideologi merupakan suatu asas kerokhanian dan bersifat asasi,

sedangkan politik adalah suatu kebijaksanaan yaitu pelaksanaan ideologi selaras

dengan keadaan, kondisi, waktu serta tempat. Oleh karena itu dengan bersumber

pada ideologi Pancasila dapat dikembangkan berbagai macam kebijaksanaan

bidang politik..

3.1 Liberalisme

Teori individualistik mengajarkan bahwa negara adalah masyarakat

hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh perorangan

dalam masyarakat itu (contract social).

Page 146: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

135

Teori individualistik ini diterapkan di negara-negara Eropa Barat dan

Amerika. Teori individualistik dipelopori oleh Thomas Hobbes (1988-1978),

John Locke (1632-1704), Jean Jacques Rousseau (1712-1778), Herbert

Spencer (1820-1903) dan Harold Joseph Laski (1893-1950). Susunan negara

yang berdasar individualisme terdapat di negeri Eropa Barat dan Amerika.

3.2 Sosialisme

Teori golongan/teori kelas dipelopori Karl Marx (1818-1883), Friedrich

Engels (1820-1895) dan Lenin (1870-1924). Teori golongan menganggap

bahwa negara adalah alat dari suatu golongan/kelas untuk menindas kelas

yang lain. Kelas/golongan ekonomi kuat menindas golongan/ekonomi lemah.

Golongan borjuis menindas golongan proletar (kaum buruh). Marx

menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh untuk merebut kekuasaan

negara agar kaum buruh dapat ganti menindas kaum borjuis. Teori ini

diterapkan di Negara-negara komunis dalam bentuk diktator proletariat.

4. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun

bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi

Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu

menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi

serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi

Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya,

namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki

kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang

senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat.

Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang

bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh

karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplitasi dilakukan dengan

menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui

refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan

demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan

Page 147: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

136

rasional. Sebagai suatu contoh keterbukaan ideologi Pancasila antara lain dalam

kaitannya dengan kebebasan berserikat berkumpul sekarang terdapat 48 partai

politik, dalam kaitan dengan ekonomi (misalnya ekonomi kerakyatan), demikian

pula dalarn kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, Iptek, hankam dan

bidang lainnya.

Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang

terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai

berikut:

Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan,

kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah

merupakan essensi dari sila-sila Pancasila yang sifatnya universal, sehingga dalam

nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan

benar. Nilai dasar ideologi tersebut tertuang dalam Pembukaan UUD 1945,

sehingga oleh karena Pembukaan memuat nilai-nilai dasar ideologi Pancasila

maka Pembukaan UUI) 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan

tertib hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga dalam negara

memiliki kedudukan sebagai ‘Staatsfundamentalnorm’ atau Pokok Kaidah Negara

yang Fundamental yang terlekat pada kelangsungan hidup negara. Sebagai

ideologi terbuka nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan oleh karena Pembukaan

UUD 1945 juga memuat sifat yang tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup

negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar

ideologi Pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran negara. Adapun nilai

dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang di

dalamnya terkandung lembaga-lembaga penyelenggara negara, hubungan antar

lembaga penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.

Nilai Instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran

serta lembaga pelaksananya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi,

penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar dalam rangka penyesuaian dalam

pelaksanaan nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misainva GBHN yang lima tahun

sekali senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi

masyarakat, undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana

dan lain sebagainya.

Page 148: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

137

Nilai Praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu

realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam pengamalan praksis inilah maka

akan nampak apakah penjabaran serta eksplisitasi nilai-nilai dasar ideologi

Pancasila itu sesuai atau tidak dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan

dan teknologi serta dinamika masyarakat.

Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa

cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus

memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam

kehidupan praksis yang merupakan suatu pengalaman nyata. Oleh karena itu

Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi

yaitu:

1) Dimensi Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila

yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai

yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan,

persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut

bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis yang terkandung

dalam Pancasila). . Kadar serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila

mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu menggugah motivasi

para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan .

2) Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu

dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam

norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam

Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi

dalam negara Indonesia serta merupakan Staatsfundamentalnorm (Pokok

Kaidah negara yang Fundamental). Dalam pengertian ini ideologi Pancasila

agar mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki

norma yang jelas .

3) Dimensi Relistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas

yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila

selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus

mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit)

Page 149: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

138

baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.

Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ‘utopis’

yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang, melainkan suatu

ideologi yang bersifat ‘realistis’ artinya mampu dijabarkan dalam segala

aspek kehidupan nyata.

Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka,

maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ‘utopis’ yaitu hanya merupakan sistem

ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Demikian pula

ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ‘doktrin’ belaka yang bersifat

tertutup yang merupakan norma-norma yang beku, melainkan di samping

memiliki idealisme Pancasila juga bersifat nyata dan dinamis. Akhirnya Pancasila

juga bukan merupakan suatu ideologi yang ‘pragmatis yang hanya menekankan

segi praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang

bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar (hakikat sila-sila Pancasila)

yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa

dieksplisitkan secara dinamis, terbuka dan senantiasa mengikuti perkembangan

zaman serta dinamika aspirasi para pendukungnya.

Page 150: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

139

BAB VIII

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN

BERMASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Pengertian Paradigma

Secara terminologis yang dimaksud dengan pengertian Paradigma berasal

dari Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific

Revolution (1970: 94), yang inti sarinya bahwa paradigma adalah suatu asumsi-

asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum (sumber nilai) sehingga merupakan

suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan. Sehingga

dengan demikian paradigrna merupakan suatu dasar yang fundamental (suatu

dasar ontologis) dari suatu ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,

ciri serta karakter ilmu itu sendiri. Oleh karena itu dalam pengertian yang lebih

populer yang digunakan dalam berbagai bidang termasuk dalam hukum, politik,

ekonomi, budaya serta bidang-bidang lainnya yang dimaksud dengan pengertian

Paradigma yaitu suatu sumber nilai, kerangka berfikir, orientasi dasar, sumber

asas serta dasar arah dan tujuan dan pengembangan, perubahan serta proses suatu

bidang tertentu, termasuk proses reformasi.

Secara historis telah kita pahami bersama bahwa para pendiri negara telah

menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari

negara Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh

bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup

sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,

Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara objektif dan melekat pada bangsa

Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-hari.Maka

dalam kehidupan politik kenegaraan dewasa ini yang sedang melakukan reformasi

bukan berarti kita akan mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandangan hidup

bangsa melainkan melakukan perubahan dengan menata kembali dalam suatu

platform yang bersumber pada nilai-nilai dan sila-sila tersebut dalam segala

bidang , antara lain dalam bidang hukum, politik, ekonomi, serta bidang-bidang

lainnya.

Page 151: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

140

Reformasi dengan melakükan perubahan dalam berbagai bidang yang sering

diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan

terhadap sumbernya itu sendiri. Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan

mengubah kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak

berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak berkerakyatan serta tidak berkeadilan,

dan kiranya hal itu tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu justru sebaliknya

reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan

bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma

Reformasi Total tersebut.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional

2.1. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap

pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses

reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa

melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundangan-undangan.

Agenda yang lebih kongkret yang diperjuangkan oleh para pelaku reformasi

yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum. Hal ini berdasarkan

pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya

kekuatan Orde Baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah

selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun

penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilái-nilai kemanusiaan,

kerakyatan serta keadilan. Subsistem hukum nampaknya tidak mampu

menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya

bersifat imperatif bagi penyelenggara pemerintahan.

Oleh karena kerusakan atas subsistem hukum akan sangat menentukan

terhadap berbagai bidang lainnya misalnya: politik, ekonomi maka bangsa

Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang

mengalami kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa

dalam melakukan reformasi tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja

melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan

Page 152: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

141

dalam masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang

merupakan dasar cita-cita reformasi.

Pancasila Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang

merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut

“Staatsfundamentalnorm”. Dalam negara Indonesia “Staatsfundamentalnorm”

tersebut intinya tidak lain adalah Pancasila. Maka Pancasila merupakan cita-

cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan

perubahan hukum positif di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka

Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya

dengan berbagai macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus

merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Materi-materi dalam

suatu produk hukum atau perubahan hukum dapat senantiasa berubah dan

diubah sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan Iptek serta

perkembangan aspirasi masyarakat namun sumber nilai (yaitu nilai-nilai

Pancasila) harus senantiasa tetap. Hal ini mengingat kenyataan bahwa hukum

itu tidak berada pada situasi vacum.

Oleh karena itu agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan

masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai

dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam

pembaharuan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus tetap

sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.

Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatanan hukum Pancasila itu

dapat dipandang sebagai “Cita-cita hukum” yang berkedudukan sebagai

Staatsfundamentalnorm dalam negara Indonesia. Sebagai cita-cita hukum

Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun sebagai regulatif.

Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum

yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar

yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan nilainya

sebagai hukum itu sendiri. Demikian juga dengan fungsi regulatifnya

Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang

adil ataukah tidak adil. Sebagai Staatsfundamentalnorm Pancasila merupakan

Page 153: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

142

pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia

termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum

disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di

Indonesia .

Sumber hukum meliputi dua macam pengertian ;

(1) Sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata

cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya

Undang-undang, Permen, Perda; dan

(2) sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan

materi atau isi suatu norma hukum . Pancasila yang di dalamnya terkandung

nilai-nilai religius, nilai hukum kodrat, nilai hukum moral pada haklkatnya

merupakan suatu sumber material hukum positif di Indonesia. Dengan

demikian Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan

Indonesia yang tersusun secara hierarkis.

Dalam susunan yang hierarkis ini Pancasila menjamin keserasian atau

tiadanya kontradiksi antara berbagai peraturan perundang-undangan baik

secara vertikal maupun horizontal. ini mengandung konsekuensi jikalau terjadi

ketidak serasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum

lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai

sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan

ketidaklegalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu

batal demi hukum .

Selain sumber nilai yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan

pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada

dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang

dikehendakinya. Menurut Johan Galtung suatu perubahn serta pengembangan

secara ilmiah harus mempertimbangkan tiga unsur (1) nilai, (2) teori (norma),

dan (3) fakta atau realitas empiris .

Oleh karena itu dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila

sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan

sumber nilai, terdapat unsur pokok yang justru tidak kalah pentingnya yaitu

kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat. Oleh karena masyarakat

Page 154: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

143

bersifat dinamis baik menyangkut aspirasinya, kemajuan peradaban serta

kemajuan Iptek maka perubahan dan pembaharuan hukum harus mampu

mengakomodasikannya dalam norma-norma hukum dengan sendirinya selama

hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai hakiki yang terkandung dalam

sila-sila Pancasila. Dengan demikin maka upaya untuk reformasi hukum akan

benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkatan harkat dan martabat

yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.

2.2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasl Politik

Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah

sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu Pembukaan

UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “. . . . maka disusunlah kemerdekaan

kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara

Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia

yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha

Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjjaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Jikalau dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan

kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil) dan (makmur)

kemakmuran dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan

bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila 1V),

berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-

dasar moral Ketuhanan dan kemanusiaan.

Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila

sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara

kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian

berdasarkan nilai-nilai tersebut. Dalam realisasinya baik pada masa orde lama

maupun masa orde baru, negara mengarah pada praktek otoritarianisme yang

mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada Presiden.

Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabarkan dalam

Pasal-pasal UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat (2) menyatakan “Kedaulatan adalah

Page 155: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

144

di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya dalam Majelis Permusyawaratan

Rakyat”.

Pasal 2 ayat (2) menyatakan,

“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dan daerah-daerah dan

golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”.

Pasal 5 ayat (1) menyatakan,

“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Pasal 6 ayat (2) menyatakan,

“Presiden dan Wakil Presiden dipilIh oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

dengan suara terbanyak”.

Rangkaian keempat pasal tersebut terkesan sangat unik, karena

berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat

merupakan lembaga tertinggi negara untuk menjalankan kedaulatan rakyat,

serta berdasarkan Pasal 6 ayat (2) berkuasa memilhi Presiden. Akan tetapi

berdasarkan Pasal 2 ayat (1) susunan dan kedudukannya justru diatur dengan

undang-undang yang ditetapkan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan

Rakyat. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut terdapat suatu pertanyaan

mendasar berkaitan dengan mekanisme demokrasi yaitu bagaimana MPR

sebagai lembaga tertinggi negara yang memiliki kekuasaan tertinggi, namun

ditentukan oleh Presiden bersama-sama dengan DPR yang kekuasaannya di

bawah MPR. Hal ini bilamana dipahami secara harfiah akan menimbulkan

interpretasi negatif. Oleh karena itu harus dipahami berdasarkan semangat dari

UUD 1945 yang merupakan esensi pasal-pasal itu:

a. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.

b. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat.

c. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada

Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Page 156: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

145

d. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri

maupun bersama-sama lembaga lain, kekuatannya berada di bawah

Majelis Permusyawaratan Rakyat atau produk-produknya.

Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai

esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara

adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan

negara. Oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijak dalam

reformasi politik.

Reformasi atas Sistem Politik

Sistem mekanisme demokrasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang

Politik yang berlaku selama Orde Baru yaitu:

a. UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU No.

16/1969 jis UU No. 5/1975 dan UU No. 2/1985).

b. UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya (UU No. 3/ 1975, jo. UU

No. 3/ 1985).

c. UU tentang Pemilihan Umum (UU No. 16/1969 jis UU No.4/1975. UU

No. 2/1980, dan UU No. 1/1985).

Oleh karena itu untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus

juga melalui reformasi pada UndangUndang yang mengatur sistem politik

tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan

sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

Susunan Keanggotaan MPR

Target yang sangat vital dalam proses reformasi dewasa ini adalah

menyangkut penjabaran sistem kekuasaan rakyat dalam sistem politik

Indonesia. Walaupun gelombang protes dari masyarakat yang merupakan

aspirasi murni dari rakyat untuk melakukan perubahan terhadap susunan

keanggotaan DPR, MPR tidak mungkin dilakukan hanya dengan sekedar

copot dan diganti dengan orang lain yang dianggap aspiratif tanpa melalul

dasar-dasar aturan normatif dan konstitusional. Oleh karena itu untuk

melakukan perubahan terhadap susunan keanggotan MPR, DPR maka terlebih

dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundangan yang

merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR, DPR.

Page 157: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

146

Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan

DPRD pada masa Orde Baru termuat dalam UU No. 2/1985 sebagai berikut:

a. Susunan keanggotaan MPR terdiri atas keseluruhan anggota DPR,

ditambah dengan anggota utusan daerah dan utusan golongan “sebagai

kelompok yang lain” dalam jumlah yang sama.

b. Utusan golongan diangkat oleh Presiden, sedangkan utusan daerah

ditetapkan oleh DPRD Tingkat I yang didalamnya harus termasuk

Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I.

c. Susunan keanggotaan DPR dan DPRD Tingkat I dan

Tingkat II tidak seluruhnya dipilih oleh rakyat melalui

Pemilu, melainkan sebagian dipilih dan diangkat oleh

Presiden.

d. Kata “ditambah” seperti termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945

secara matematis menunjukkan perbandingan jumlah anggota MPR

Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang notabene diangkat dan sekedar

sebagai tambahan akan lebih besar dibandingkan jumlah anggota MPR

yang dipilih langsung oleh rakyat, bahkan ditambah lagi anggota DPR dan

fraksi ABRI yang juga tidak dipilih melalui Pemilu.

Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam Undang-

Undang Politik No. 2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak

mencerminkan nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat

sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.

Berdasarkan kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dan DPRD

tersebut di atas maka rakyat bertekad melakukan reformasi dengan mengubah

sistem politik tersebut melalui Sidang Istimewa MPR tahun 1998, yang

kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Politik Tahun 1999. Undang-

Undang No. 4 Tahun 1999 yang mengatur tentang Susunan dan Kedudukan

MPR, DPR dan DPRD.

Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2 ayat (2) yang

menyatakan bahwa jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota

DPR hasil Pemilu sebanyak 500 orang. Utusan Daerah sebanyak 135

Page 158: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

147

orang, yaitu 5 orang dan setiap Daerah Tingkat I. Utusan Golongan

sebanyak 65 orang.

Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya adalah pada Pasal 2,

ayat (3) yaitu Utusan daerah dipilih oleh DPR, dan sebagaimana diketahui

bahwa DPR adalah merupakan hasil Pemilu jadi bersifat demokratis. Kalau

pada UU No. 2/1985 dipilih dan diangkat oleh Presiden.

Demikian pula perubahan atas penentuan Utusan Golongan tertuang

dalam Pasal 2, ayat (6) bahwa Utusan Golongan diusulkan oleh golongan

masing-masing kepada DPR untuk ditetapkan. Adapun jenis dan jumlah wakil

dan masing-masing golongan ditetapkan oleh DPR Pasal 2, ayat (5).

Susunan Keanggotaan DPR

Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam

Undang-Undang No. 4 Pasal 11 sebagai berikut:

Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:

a. Anggota partai politik hasil Permilu

b. Anggota ABRI yang diangkat.

Pasal 11 ayat (3) menjelaskan:

a. Anggota partai politik hasil Pemilu sebanyak 462 orang.

b. Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.

Berdasarkan Sidang Istimewa MPR tahun 1998, untuk keanggotaan

ABRI akan dikurangi secara bertahap. Berdasarkan pertimbangan dan hasil

musyawarah saat itu masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi

demi persatuan dan kesatuan bangsa.Saat ini tidak ada lagi anggota aktif

ABRI di DPR.maupun DPRD.

Susunan Keanggotn DPRD Tingkat I

Reformasi atas Undang-Undang Politik yang mengatur Susunan

Keanggotaan DPRD Tingkat I, tertuang dalam Undang-Undang Politik No. 4

Tahun 1999, sebagai berikut:

Pasal 18 ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD I dilakukan melalui

Pemilu dan pengangkatan.

Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:

a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum.

Page 159: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

148

b. anggota ABRI yang diangkat.

Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa jumlah anggota DPRD I

ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100

orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

Demikianlah kiranya upaya untuk mengembalikan tatanan demokrasi

pada dasar nilai kedaulatan di tangan rakyat dituangkan dalam Undang-

Undang Politik Tahun 1999.

Susunan Keanggotaan DPRD II

Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam Undang-

Undang Politik No. 4 Tahun 1999, sebagai berikut:

Pasal 25 ayat (1) menyatakan : pengisian anggota DPRD II dilakukan

berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.

Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:

a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum.

b. anggota ABRI yang diangkat.

Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa jumlah anggota DPRD II

ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45

orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

Dalam rangka peningkatan peran dan tanggung jawab lembaga lembaga

perwakilan rakyat sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen 4 kali,

maka telah dilakukan perubahan terhadap undang-undang Susunan dan

Kedudukan Majelis Permusyawaratn Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang kemudian dirubah lagi dengan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 pada tanggal 29 Agustus 2009.Dalam

undang-undang ini MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang

dipilih melalui pemilihan umum.Dimasa orde baru lembaga DPD ini belum

dikenal.Pada masa itu anggota “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas

anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan

daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan

dengan undang-undang” ( pasal 2 ayat 2 ).

Page 160: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

149

Setelah 4 kali amandemen UUD 1945, maka anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dipilih langsung oleh rakyat (pasal 22E).Demikian

pula Gubernur, Bupati dan Walikota juga dipilih langsung oleh rakyat pada

Pemilukada.Pada pasal 18 (4), berbunyi : “ Gubernur, Bupati dan Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan

kota dipilih secara demokratis.

Demikianlah perubahan atas Undang-undang tentang Susunan

Keanggotaan MPR, DPR, DPD dan DPRD agar benar-benar mencerminkan

nilai Kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila yang

merupakan paradigma demokrasi.

2.3 Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Tidak terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis,

mengakibatkan hubungan pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan

sosial, politik dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan

kelembagaan demokratis tersebut memberikan peluang bagi tumbuh

berkembangnya hubungan antara penguasa politik dengan pengusaha, bahkan

antara birokrat dengan pengusaha . Terlebih lagi karena lemahnya sistem kontrol

kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus sebagai pengusaha, yang

didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga penguasa. Kondisi yang demikian

ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai Pancasila yang meletakkan

kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa sebagai

unsur pokok serta subjek dalam negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat

manusia individu makhluk sosial, adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh

karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada

peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu

keluarga. Sistem ekonomi yang berbasis pada kesejahteraan rakyat menurut Moh.

Hatta, adalah rnerupakan pilar (soko guru) ekonomi Indonesia.

Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru bersifat “birokratik

otoritarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam

membuat keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya berada di tangan

penguasa bekerjasama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun

Page 161: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

150

kelompok pengusaha oligopolistik didukung oleh pemerintah bekerjasama dengan

masyarakat bisnis internasional, dan terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas

kekuasaan keluarga pejabat negara termasuk Presiden .

Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya

mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan

bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan

sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini

dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia

dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga

kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.

Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada

masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis

pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada

kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu

oleh sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan

seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi

pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak

membantu pengusaha yang sedang terpuruk.

Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang

berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang

mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut: (1)

Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan

program “social safety net” yang populer dengan program Jaringan Pengaman

Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap

pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta

mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran.

Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha. (2) Program

rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan perlindungan

hukum serta Undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan

penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan

merupakan jantung perekonomian. (3) Transformasi struktur, yaitu guna

memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong

Page 162: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

151

percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi

struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi

modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem

ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam

negeri ke orientasi ekspor . Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan

yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi

harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya

terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan

dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan

ekonomi.

Page 163: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

152

DAFTAR PUSTAKA

BP-7 Pusat. 1993. Pancasila Sebagai Ideologi.

Dirjen Dikti. 1995. UUD 1945, P4, GBHN.

El- Muhtaj Majda 2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia :

Kencana.

Kaelan. 1999. Filsafat Pancasila. Penerbit: Paradigma.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Penerbit:Paradigma.

Kansil, 1984. Pancasila dan UUD 1945. Penerbit : Pradnya Paramita.

Notonagoro, 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pancuran Tujuh.

Sekretariat Negara R.I 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-UsahaPersiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI ).

Usman Oetojo, 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dalam Berbagai BidangKehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara : BP-7 Pusat.

Wijaya, A.W. 1985. Pedoman Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila PadaPerguruan Tinggi. Penerbit: Akademi Presindo.

...................... 1989. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan UUD Negara IndonesiaDalam Lintasan Sejarah Dua Dasawarsa. Penerbit C.V. Fajar Agung.

Winarno, 2010. Pendidikan Kewarganegaraan : Sinar Grafika Offset.

Zaelani Sukaya Endang dkk, 2002. Pendidikan Kewarganegaraan.PenerbitParadigma.

Page 164: Pendidikan Pancasila 2011 - Bung Hatta · BAB VI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA 98 1. Pengertian Nilai, Moral dan Norma 98 2. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 103

BIOGRAFI PENULIS

Hasan Basri Nst, lahir di Kotonopan tanggal 28September 1949, dari seorang Ibu bernama Hj. SitiMaryam Lubis dan ayah H. Baginda Mangaraja MuliaNasution. Menyelesaikan Pendidikan Dasar danMenengah , SR, SMP dan SMA di Panyabungan.Tahun 1969 melanjutkan pendidikan di FakultasPeternakan Universitas Andalas, Padang. Semasamahasiswa aktif pada berbagai kegiatankemahasiswaan dan kemasyarakatan. Di antaranya

tahun 1971 – 1972 menjadi Ketua Senat Mahasiswa Faterna Unand. Tahun 1973 -1974 Ketua I Dewan Mahasiswa Unand.Tahun 1974 – 1978 menjadi Ketua KNPISumatera Barat. Tahun 1977 – 1992 menjadi Anggota DPRD Tk I SumateraBarat. Menyelesaikan pendidikan sarjana tahun 1980. Diangkat sebagai dosenKopertis Wilayah X pada tahun 1985. Mengajar mata kuliah Kewiraan/Pendidikan Kewarganegaraan setelah mengikuti Kursus Dosen Kewiraan yangdilaksanakan Lemhanas tahun 1994/ 1995. Juga mengajar mata kuliah Pancasilasetelah mengikuti Kursus Dosen Pancasila yang dilaksanakan Dikti Tahun 1995.Di samping mata kuliah tersebut di atas juga mengajar mata kuliah PendidikanKoperasi dan mata kuliah Klimatologi di Fakultas Perikanan Universitas BungHatta. Menulis beberapa diktat, hasil penelitian dan lain-lain. Di tengah-tengahmasyarakat aktif berkoperasi, membangun sarana ibadah, perkumpulan sosial dansebagainya.Bersama dengan istri melaksanakan ibadah haji sebagai rukun Islamyang kelima tahun 2010.