nilai-nilai multikultural: perspektif falsafah pancasila

7
79 Nilai-Nilai Multikultural: Perspektif Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara - Slamet Volume 2 Tahun 2019 I. PENDAHULUAN Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya yang kerap terjadi di negara- bangsa Indonsia yang secara realitas plural. Dengan lain kata lain, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial budaya. Spektrum kultur masyarakat Indonsia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia pendidikan guna “mengolah” perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber perpecahan. Saat ini, pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu: menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar, dan ‘menyatukan’ bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya, suku/etnis, bahasa, agama, kewilayahan, dan sebagainya. Pendidikan kebangsaan dan ideologi telah banyak diberikan di Perguruan Tinggi (PT), namun pendidikan multikultural belum diberikan dengan proporsi yang tepat. Oleh karenanya, sekolah dan perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan dapat mengembangkan pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai azas otonomi pendidikan atau sekolah. Menurut hemat penulis, pendidikan multikultural sebaiknya lebih ditekankan pada mata pelajaran kebangsaan dan moral, seperti halnya mata pelajaran: Sejarah, PKn, dan Agama. NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Slamet Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas IVET Semarang-Jawa Tengah E-Mail: [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1) urgensi pendidikan multikultur dalam negara-bangsa yang plural; 2) kebijakan implementasi multikulturalisme dalam institusi pendidikan; dan 3) nilai-nilai multikultural sebagai penjabaran dari falsafah Pancasila sebagai dasar negara. Jenis penelitian didesain menggunakan penelitian deskriptif, sedangkan bentuk penelitian digunakan analisis isi (content analysis), sehingga pelaksanaannya mengacu pada prosedur analisis isi. Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai multikultural dalam institusi pendidikan dapat “dititipkan” pada mata pelajaran Sejarah, PPKn, dan Agama, selain melalui kegikatan ekstrakurikuler. Pendidikan multikultural perlu terus dilakukan pendalamannya secara komprehensif, sehingga tidak stagnan hanya terbatas pada sebuah wacana tetapi dapat diimplementasikan ke dalam institusi pendidikan. Keyword: Nilai-nilai multikultural, Pancasila dasar negara. Pada dasarnya model-model pembelajaran sebelumnya yang terkait dengan kebangsaan telah ada. Namun masih kurang memadai sebagai sarana pendidikan guna menghargai perbedaan masing- masing: suku/ etnis, budaya, agama, bahasa, dan keberagaman lainnya. Hal itu terlihat dengan munculnya konflik yang kerap terjadi pada realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, hal bukti bahwa pemahaman toleransi masih sangat kurang. Hingga saat ini, jumlah peserta didik dan mahasiswa yang memahami sesuatu yang sebenarnya ada di balik budaya suatu bangsa masih sangat sedikit. Menurut Drajat,dkk. (2011); masyarakat justru mengetahui lebih dalam mengenai stereotip suatu suku bangsa dibandingkan mengenal sesuatu yang sebenarnya dimiliki suku itu. Padahal, dalam konteks diskursus pendidikan multikultural, memahami makna dibalik realitas budaya suatu suku bangsa, itu merupakan hal yang esensial. Oleh karenanya, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakan berhasil bila terbentuk pada diri peserta didik dan mahasiswa sikap hidup saling toleran, tidak bermusuhan dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku/ras, bahasa, adat istiadat agama, dan yang lainnya. Hal itu senada yang disampaikan Stephen Hill, Direktur Perwakilan Badan PBB Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya, UNESCO untuk kawasan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Timor Leste; bahwa pendidikan multikultural dapat dikatakan berhasil bila prosesnya

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

79

Nilai-Nilai Multikultural: Perspektif Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara - Slamet

Volume 2 Tahun 2019

I. PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan multikultural didunia pendidikan diyakini dapat menjadi solusi nyatabagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi dimasyarakat, khususnya yang kerap terjadi di negara-bangsa Indonsia yang secara realitas plural. Denganlain kata lain, pendidikan multikultural dapat menjadisarana alternatif pemecahan konflik sosial budaya.Spektrum kultur masyarakat Indonsia yang amatberagam menjadi tantangan bagi dunia pendidikanguna “mengolah” perbedaan tersebut menjadi suatuaset, bukan sumber perpecahan. Saat ini, pendidikanmultikultural mempunyai dua tanggung jawab besar,yaitu: menyiapkan bangsa Indonesia untuk siapmenghadapi arus budaya luar, dan ‘menyatukan’bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macambudaya, suku/etnis, bahasa, agama, kewilayahan,dan sebagainya.

Pendidikan kebangsaan dan ideologi telahbanyak diberikan di Perguruan Tinggi (PT), namunpendidikan multikultural belum diberikan denganproporsi yang tepat. Oleh karenanya, sekolah danperguruan tinggi sebagai institusi pendidikan dapatmengembangkan pendidikan multikultural denganmodel masing-masing sesuai azas otonomi pendidikanatau sekolah. Menurut hemat penulis, pendidikanmultikultural sebaiknya lebih ditekankan pada matapelajaran kebangsaan dan moral, seperti halnya matapelajaran: Sejarah, PKn, dan Agama.

NILAI-NILAI MULTIKULTURAL:PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

SlametProgram Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan

Universitas IVET Semarang-Jawa TengahE-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1) urgensi pendidikan multikultur dalamnegara-bangsa yang plural; 2) kebijakan implementasi multikulturalisme dalam institusi pendidikan; dan 3)nilai-nilai multikultural sebagai penjabaran dari falsafah Pancasila sebagai dasar negara. Jenis penelitian didesainmenggunakan penelitian deskriptif, sedangkan bentuk penelitian digunakan analisis isi (content analysis),sehingga pelaksanaannya mengacu pada prosedur analisis isi. Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa penanamannilai-nilai multikultural dalam institusi pendidikan dapat “dititipkan” pada mata pelajaran Sejarah, PPKn, danAgama, selain melalui kegikatan ekstrakurikuler. Pendidikan multikultural perlu terus dilakukan pendalamannyasecara komprehensif, sehingga tidak stagnan hanya terbatas pada sebuah wacana tetapi dapatdiimplementasikan ke dalam institusi pendidikan.

Keyword: Nilai-nilai multikultural, Pancasila dasar negara.

Pada dasarnya model-model pembelajaransebelumnya yang terkait dengan kebangsaan telahada. Namun masih kurang memadai sebagai saranapendidikan guna menghargai perbedaan masing-masing: suku/ etnis, budaya, agama, bahasa, dankeberagaman lainnya. Hal itu terlihat denganmunculnya konflik yang kerap terjadi pada realitaskehidupan berbangsa dan bernegara, hal buktibahwa pemahaman toleransi masih sangat kurang.Hingga saat ini, jumlah peserta didik dan mahasiswayang memahami sesuatu yang sebenarnya ada dibalik budaya suatu bangsa masih sangat sedikit.Menurut Drajat,dkk. (2011); masyarakat justrumengetahui lebih dalam mengenai stereotip suatusuku bangsa dibandingkan mengenal sesuatu yangsebenarnya dimiliki suku itu. Padahal, dalam konteksdiskursus pendidikan multikultural, memahami maknadibalik realitas budaya suatu suku bangsa, itumerupakan hal yang esensial. Oleh karenanya,penyelenggaraan pendidikan multikultural dapatdikatakan berhasil bila terbentuk pada diri peserta didikdan mahasiswa sikap hidup saling toleran, tidakbermusuhan dan tidak berkonflik yang disebabkan olehperbedaan budaya, suku/ras, bahasa, adat istiadatagama, dan yang lainnya. Hal itu senada yangdisampaikan Stephen Hill, Direktur Perwakilan BadanPBB Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan danBudaya, UNESCO untuk kawasan Indonesia,Malaysia, Filipina, dan Timor Leste; bahwa pendidikanmultikultural dapat dikatakan berhasil bila prosesnya

Page 2: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

80

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

melibatkan semua elemen masyarakat. Secarakonkrit, pendidikan ini tidak hanya melibatkan guruatau pemerintah saja, namun seluruh elemenmasyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensiaspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikanmultikultural.

Perubahan yang diharapkan dalam kontekspendidikan multikultural ini tidak terletak pada justifikasiangka atau statistik dan berorientasi kognitif ansichsebagaimana lazimnya penilaian keberhasilan dalampelaksanaan pendidikan di negeri ini. Namun lebih dariitu, pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai,toleran, dalam kehidupan bermasyarakat, dan tidakselalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaanbudaya dan SARA. Bahkan ada sebagian kalanganyang mengatakan bahwa hasil dari pendidikanmultikultural tidak dapat ditentukan dengan standarwaktu tertentu. Oleh sebab itu dalam konteks duniapendidikan Indonesia sudah saatnya memberikanperhatian besar terhadap pendidikan multikultural.Secara tidak langsung, hal itu dapat memberikansolusi bagi sejumlah permasalahan sosial yangdihadapi negara-bangsa Indonesia ke depan.

Terkait dengan multikultural pada pembelajaransejarah, sebenarnya nilai-nilai multikultural tersebuttelah dimiliki oleh leluhur dan nenek moyang kita.Bahkan nilai-nilai multikultural itu jauh sebelum bangsaIndonesia mengenal tulisan yang dikenal dari matapelajaran sejarah sebagai pra-aksara. Sistemkegotongroyongan, sosial kemasya-rakatan, sistemkepercayaan, budaya, dan sebagainya merupakancontoh nyata nilai-nilai multikultural yang telah dimilikioleh leluhur. Nilai-nilai multikultural tersebut menjadidasar pada perkembangan dan periodesasiatau pembabakan sejarah berikutnya, makaperiodesasi sebelumnya menjadi dasar dan takterpisahkan dengan nilai-ni lai multikulturalselanjutnya, begitu seterusnya, sehingga nilai-nilaimultikultural tersebut tidak dapat berdiri sendiri.Nilai-nilai multikultural yang lalu masih digunakan danterus hidup pada periodesasi berikutnya, begitu puladengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasilasebagai falsafah dan pandangan hidup serta dasarnegara Indonesia (Slamet, 2017). Atas dasar pemikirandi atas, maka tujuan dari kajian ini terkait dengan: 1)urgensi pendidikan multi-kultur dalam negara-bangsayang plural; 2) kebijakan implementasimultikulturalisme dalam institusi pendidikan; dan 3)nilai-nilai multikultural dalam negara yang berdasarPancasila.

II. KAJIAN LITERATUR

Banks (1993) mendefinisikan pendidikanmultikultural sebagai pendidikan untuk people of color,yang ingin mengeksplor perbedaan sebagaikeniscayaan dari anugerah Tuhan. Multikulturalimeadalah paham tentang kultur (budaya) yang beragam,dalam keberagaman kultur itu keniscayaan adanyapemahaman, saling pengertian, toleransi, dansebagainya, agar tercipta suatu kehidupan damai dansejahtera serta terhindar dari konf l ik yangberkepanjangan (Naim & Sauqi, 2011). Anderen &Cuher (dalam Parekh, 2012) mengemukakan bahwapendidikan multikultural dapat diartikan sebagaipendidi-kan mengenai keberagaman kebudayaan.Berdasarkan beberapa pendapat di atas dikemukakanbahwa pendidikan multikul-tural adalah sebuahpendidikan tentang keberagaman kebudayaan dalammerespon perubahan demografi dan kultur lingkunganmasyarakat yang serba plural, seperti halnya negara-bangsa Indoneia. Hal tersebut menunjukkan bahwaruang lingkup pendidi-kan sebagai ruang tranformaiilmu pengetahuan (tranfer of knowledge) hendaknyamampu memberikan nilai-nilai multikulturalismedengan cara saling menghargai dan menghormati atasrealita yang beragam (plural) dari latar belakang dansoial budaya yang melingkupinya.

Konsep pendidikan multikultur di negara-negara yang menganut paham demokrasi sepertiKanada dan Amerika Serikat, bukan merupakansesuatu hal yang baru lagi. Kedua negara itu berusahamelenyapkan deskriminasi rasial antara orang kulitputih dan kulit hitam. Tujuan utamanya adalahmemajukan dan memelihara integritas nasional dinegaranya (Suparlan, 2002). Amerika Serikat ketikaingin membentuk masyarakat pasca kemerdekaan (4Juli 1776) baru disadari bahwa masyarakatnya terdiridari berbagai ras dan asal negara yang berbeda. Olehkarenanya Amerika mencoba mencari terobosan baru,yaitu dengan menempuh strategi menjadikan sekolahsebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilaibaru yang dicita-citakan. Melalui pendekatan inilah,dari SD sampai Perguruan Tinggi Amerika Serikatberhasil membentuk bangsanya yang dalamperkembangan melampaui masyarakat induknya yaituEropa. Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yangperlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistempendidikan pada suatu masyarakat, Amerika Serikatmenggunakan sistem demokrasi dalam pendidikanyang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalahtoleransi tidak hanya diperuntukkan bagi kepentingan

Page 3: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

81

Nilai-Nilai Multikultural: Perspektif Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara - Slamet

Volume 2 Tahun 2019

bersama, tetapi juga menghargai kepercayaan danberinteraksi dengan anggota masyarakat (Tilaar,2002).

Tahun 1980-an dianggap sebagai kemunculanlembaga sekolah yang berlandaskan pendidikanmultikultur yang didirikan oleh para peneliti dan aktivispendidikan progresif. James Bank adalah salahseorang pioner dari pendidikan multikultur. Bank yangmembumikan konsep pendidikan multikultur menjadiide persamaan pendidikan. Pada pertengahan danakhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, diantaranya:Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay, dan SoniaNieto yang memberikan wawasan lebih luas soalpendidikan multikultur, memperdalam kerangka kerjayang membumikan ide persamaan pendidikan danmenghubung-kannya dengan transformasi danperubahan sosial (Stavenhagen, 1996). Didorongtuntutan warga Amerika keturunan Afrika Latin/His-panic, warga pribumi dan kelompok marjinal lainterhadap persamaan kesempatan pendidikan sertadidorong oleh usaha komunitas pendidikan profesionaluntuk memberikan solusi terhadap masalahpertentangan ras dan rendahnya prestasi kaumminoritas di sekolah, menjadikan pendidikanmultikultur sebagai slogan yang sangat populer padatahun 1990-an, bahkan selama dua dekade konseppendidikan multikultur menjadi slogan yang sangatpopuler di sekolah-sekolah Amerika Serikat. Secaraumum, konsep ini diterima sebagai strategi pentingdalam pengembangan toleransi dan sensitivitasterhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yangberaneka ragam.

Ide pendidikan multikultural akhirnya menjadikomitmen global seperti direkomendasi UNESCO padaOktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu diantaranyamemuat 4 (empat) pesan. Pertama, pendidikanhendaknya mengembangkan kemampuan untukmengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalamkebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat, danbudaya serta mengembangkan kemampuan untukberkomunikasi, berbagi dan bekerjasama dengan or-ang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkanjati diri dan mendorong konvergensi gagasan danpenyelesaian-penyelesaian yang memperko-kohperdamaian, persaudaraan dan solidaritas antarapribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikanhendaknya meningkatkan kemampuanmenyelesaikan konflik secara damai dan tanpakekerasan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknyajuga meningkatkan pengembangan kedamaian dalamdiri pikiran peserta didik, sehingga peserta didik

mampu membangun secara lebih kokoh, berkualitas,toleransi, kesabaran, dan kemauan untuk berbagiserta mampu memelihara kerja sama dengan temanlain.

Konsep pendidikan multikultur dalamperjalanannya menyebar luas ke kawasan di luarAmerika Serikat, khususnya di negara-negara yangmemiliki keragaman etnis, ras, agama dan budayaseperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultursecara umum mencakup ide pluralisme budaya. Temaumum yang dibahas meliputi pemahaman budaya,penghargaan budaya dari kelompok yang beragam danpersiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik(Kuper & Kuper, 2000). Hasil penelitian Slamet, dkk.(2017) memberikan gambaran bahwa wacanapendidikan multikultural isme di Indonesiamenemukan momentumnya ketika sistem nasionalyang otoriter militeristik tumbang seiring denganjatuhnya rezim Soeharto. Saat itu keadaan negaramenjadi kacau-balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkanketerkejutan dan kengerian pada anggota masyarakat.Kondisi demikian membuat berbagai pihak semakinmempertanyakan kembali sistem nasional yangcocok bagi Indonesia yang sedang berubah, dan suatusistem yang dapat membuat masyarakat Indonesiahidup damai dengan meminimalisir potensi konflik.

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian didesain menggunakanpenelitian deskriptif, sedangkan bentuk penelitiandigunakan analisis isi (content analysis), makapelaksanaannya mengacu pada prosedur analisis isi(Creswell, 2009). Oleh karena itu penelit imengembangkan dua langkah atau prosedur, yaitu:1) pengadaan data meliputi (1) penentuan unit analisismelalui pembacaan secara cermat dan berulang, (2)perekaman dan/atau pencatatan data menjadi masalahpokok karena analisis konten berupa data simbolikyang tidak terstruktur; 2) validasi data yaitu menggu-nakan pola validasi semantik untuk mengukur tingkatkesensitifan makna simbolik yang terkait dengankonteks; dan 3) proses inferensi dan analisis sebagaisalah satu prosedur analisis konten. Inferensi inidimaksudkan untuk menarik simpulan yang bersifatabstrak, untuk kemudian dilakukan penyajian danpembahasan data.

Page 4: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

82

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Urgensi Pendidikan Multikultur dalam Negara-Bangsa yang Plural

Sejak kemunculannya sebagai disiplin ilmupada dekade 1960-an dan 1970-an, pendidikanberbasis multicultural (Multicul-tural Based Education= MBE) telah didefinisikan dalam banyak cara dariberbagai perspektif. Dalam terminologi i lmupendidi-kan dikenal peristilahan yang hampir samadengan MBE, yaitu pendidikan multikultural(multicultural education) seperti yang digunakan dalamkonteks kehidupan multikultural negara-negara Barat.Sejumlah definisi terikat dalam disiplin ilmu tertentu,seperti: pendidikan antropologi, sosiologi, psikologi,dan lain sebagainya. Hernandez (dalam Sunarto, 2004)mengemukakan definisi klasik untuk menekankandimensi konseptual MBE yang penting bagi pendidik.Definisi pertama; menekankan esensi MBE sebagaiperspektif yang mengakui realitas politik, sosial, danekonomi yang dialami individu dalam pertemuanmanusia kompleks dan beragam (plural) secara kultur.Definisi itu bermaksud merefleksikan pentingnyabudaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial,ekonomi, kewilayahan, dan pengecua-lian dalamproses pendidikan. Dalam konseptualisasinya, MBEadalah sebuah kegiatan pendidikan yang bersifatempowering. Oleh karenanya MBE adalah sebuah visitentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnyadapat diterapkan dan dipahami semua peserta didik.

Terkait dengan peserta didik, MBEmenyoalkan tentang etnisitas, gender, kelas, bahasa,agama, dan perkecualian yang mempengaruhi,membentuk, dan mempola tiap-tiap individu sebagaimakhluk budaya. MBE adalah hasil perkembanganseutuhnya dari konstelasi atau interaksi unik masing-masing indiv idu yang memil iki kecerdasan,kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anakdidik bagi kewarganegaraan dalam komunitas budayadan bahasa yang majemuk dan saling terkait. MBEjuga berkenaan perubahan pendidikan yang signifikan.MBE menggambarkan realitas budaya, politik, sosial,dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dansistematis mempengaruhi segala sesuatu yang terjadidi dalam sekolah dan luar ruangan. MBE jugamenyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifes-tasikan melalui konteks, proses, dan muatan (con-tent). MBE menegaskan dan memperluas kembalipraktik yang patut dicontoh, dan berupayamemperbaiki berbagai kesempatan pendidikan opti-mal yang tertolak. Ia memperbincangkan seputarpenciptaan lembaga pendidikan yang menyediakan

lingkungan pembelajaran yang dinamis, yangmencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan, dankeunggulan. Paparan di atas menggambarkanepistemologi pendidikan multikultural dan konseppendidikan multikultural. Konteks pendidikan multikul-turalisme di Indonesia perlu dimasukkan ke dalamkurikulum nasional yang pada akhirnya dapatmenciptakan tatanan masyarakat Indonesia yangmultikultur, serta upaya-upaya lain yang dapatdilakukan guna perwujudan tersebut.

Uraian di atas senada pendapat Supardan(2005) bahwa dalam mewujudkan pendidikanmultikultural di Indonesia perlu diperhatikan, karena:1) berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahankonflik; 2) peserta didik tidak tercerabut dari akarbudayanya: dan 3) pendidikan multikultural diterapkandalam kurikulum nasional dan sangat relevan di alamdemokrasi seperti negara-bangsa Indonesia yangplural.

Urgensinya pendidikan multikultur itu dapatdi l ihat dari berbagai peristiwa yang belummenunjukkan kesadaran dan pemahaman sebagainegara-bangsa yang plural. Berbagai indikator yangmemperlihatkan adanya tanda-tanda perpecahanbangsa tersebut seperti konflik di Ambon, Papua,maupun Poso, seperti api dalam sekam sewaktu-waktu bisa meledak, walaupun berkali-kali bisadiredam. Kejadian tersebut bukan saja merenggutkorban jiwa, tetapi juga telah menghancurkan ratusantempat ibadah (masjid dan gereja).

4.2 Kebijakan Implementasi Multikul-turalismedalam Institusi Pendidikan

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalammelaksanakan pendidikan multikultur dalam struktursekolah adalah tidak adanya kebijakan yangmenghambat toleransi, termasuk tidak adanyapenghinaan terhadap: ras, etnis, budaya, agama, dangender. Juga harus menumbuhkan kepekaan terhadapperbedaan budaya, diantaranya mencakup pakaian,musik, makanan kesukaan dan lain sebagainya yangsecara struktur memiliki perbedaan. Selain itu, jugamemberikan kebebasan bagi anak dalam merayakanhari-hari besar umat beragama serta memperkokohsikap anak agar merasa utuh terl ibat dalampengambilan keputusan secara demokratis (Slamet,2016).

Memperhatikan uraian di atas, kebijakan yangperlu dilakukan dalam proses pendidikan multikulturaladalah: 1) tidak lagi terbatas pada menyamakanpandangan pendidikan dengan persekolahan ataupendidikan multikultural dengan program sekolah for-

Page 5: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

83

Nilai-Nilai Multikultural: Perspektif Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara - Slamet

Volume 2 Tahun 2019

mal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikansebagai transmisi kebudayaan membebaskanpendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primermengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangansiswa semata-mata berada di tangan guru dan justrusemakin banyak pihak yang bertanggungjawab karenaprogram sekolah seharusnya terkait denganpembelajaran informal di luar sekolah; 2) menghindaripandangan yang menyamakan kebudayaan dengankelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagimengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengankelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini.Secara tradisional, para pendidik mengasosiasikankebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosialyang relatif self-sufficient dari pada dengan sejumlahorang yang secara terus-menerus dan berulang-ulangterlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan.Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatanini diharapkan dapat mengilhami para penyusun pro-gram pendidikan multikultural untuk melenyapkankecende-rungan memandang siswa secara stereotipmenurut identitas etnik dan akan meningkatkaneksplorasi pemahaman yang lebih besar tentangkesamaan dan perbedaan di kalangan siswa dariberbagai kelompok etnik; 3) karena pengembangankompetensi dalam suatu “kebudayaan baru” biasanyamembutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orangyang sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihatlebih jelas bahwa uapaya-upaya untuk mendukungsekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesisterhadap tujuan pendidikan multikultural.Mempertahankan dan memperluas solidaritaskelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalamkebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budayadan pendidikan multikultural tidak dapat disamakansecara logis; 4) pendidikan multikultural meningkat-kan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.Kebudayaan yang akan diadopsi ditentukan olehsejarah dan situasi kondisi lingkungan sekitar; dan 5)kemungkinan bahwa pendidi-kan (dalam dan luarsekolah) meningkatkan kesadaran kompetensi dalambeberapa kebudayaan (Hasan, 2000).

Uraian di atas merespon berbagai masalahyang muncul karena keberagaman latar belakangsosial budaya meliputi ras, suku, agama, statussosial, mata pencaharian, kewilayahan, dan lain-lain.Berbagai masalah yang muncul itulah yang akhirnyamenjadi konflik berkepanjangan dan tidak (baca:belum) dapat menemui titik terang sebagai jalan keluaruntuk masalah yang menyangkut sosial budaya. Olehkarenanya pendidikan multikultural sebagai usahasadar untuk pengembangan kepribadian di dalam dan

di luar sekolah bagi peserta didik perlu diperkuatdengan sebuah aturan dari pemangku kebijakan.

4.3 Nilai-nilai Multikultural dalam Negara yangBerdasar Pancasila

Corak kehidupan masyarakat modern menurutperspektif sejarah dalam bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara didasarkan pada Pancasila sebagaidasar negara dan falsafah hidup bangsa, maka dalamkeberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara, nilai-nilai multikultural menjadi rujukan penting agar tidakterjadi gesekan kepentingan dalam bermasyarakat.Apalagi negara Indonesia sebagai negara kepulauan,sehingga secara: ras/etnis, budaya, bahasa, agama,hingga pada kondisi sosial ekonomi masyarakat/golongan yang berbeda-beda tepat bersatu jikaPancasila dijadikan satu-satunya sumber dan dasardalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara, sebab setiap sila dari Pancasila terdapatnilai-nilai multikultural (Slamet, 2017).

1) Sila Ketuhanan Yang Maha EsaNilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama

terkait dengan soal hubungan antara negara denganagama serta hubugan antar umat beragama. Nilai-nilaiitu antara lain: takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,menghormati pada agama/kepercayaan lain,kerukunan dan kerjasama antar umat beragama. Bagiwarga negara, nilai-nilai tersebut membawa akibat,antara lain lernbaga-lembaga dan komunitaskeagamaan serta para pemeluk agama dankepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa memilikikewajiban untuk secara proaktif meningkatkanketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,menjunjung tinggi kebebasan beribadah bagipemeluknya, menghormati agama/ kepercayaan lain,membina sikap toleransi, kerukunan dan kerja samaantar umat beragama.

2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan BeradabNilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua

adalah terkait soal hubungan antara negara denganwarga negara serta hubungan antara negara denganbangsa lain. Nilai-nilai ini seperti: persamaan derajat,penghargaan hak asasi manusia, solidaritas antarbangsa, keadilan, keberadaban, dan perdamaian. Bagiwarga negara, nilai-nilai tersebut membawa akibatpada warga negara untuk memiliki kewajiban moraldalam pengembangan terhadap hak asasi manusia;pengembangan budaya kesamaderajatan, dandeskriminasi, saling menghormati, kerjasama,solidaritas, perdamaian, dan kerja sama dengan

Page 6: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

84

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

sesama warga negara serta dengan negara lain; sertapengembangan sikap dan perilaku yang adil danberadab.

3) Sila Persatuan IndonesiaNilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga

terkait soal keberlangsungan tanah air dan bangsaIndonesia. Nilai-nilai ini antara lain: cinta bangsa, cintatanah air, persatuan bangsa, penghargaan terhadapkemajemukan, keselarasan dalam kemajemukan, dangotong-royong. Bagi warga negara, nilai-nilai tersebutmembawa akibat sebagai warga negara memilikikewajiban moral untuk mengembangkan sikapnasionalisme dan patriotisme; menghargaikemajemukan dan mengembang-kan kerja sama lintassuku ras, agama, dan golongan; mengedepankankepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dankelompok demi terpeliharanya kesatuan bangsa.

4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh HikmatKebijaksanaan dalam Per-musyawaratan/Perwakilan

Nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempatterkait pengelolaan pemerintahan negara. Nilai-nilaiitu seperti: kebijaksanaan, musyawarah, mufakat,demokrasi, partisipasi, desentralisasi, transparansi,akuntabilitas. Bagi warga negara, nilai-nilai tersebutmembawa akibat warga negara memiliki kewajibanmoral untuk berpartisipasi aktif dalam prosespenyelenggaraan negara guna pengembanganpemerintahan demokratis; bersikap proaktif dalarnberbagai kegiatan kemasyarakatan demipengembangan budaya demokrasi.

5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat In-donesia

Nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelimaterkait dengan upaya mewujudkan tujuan bersamahidup bernegara. Nilai-nilai itu anrara lain: keadilansosial, kesejahteraan sosial, pemerataan, jaminansosial. Bagi warga negara, nilai-nilai tersebutmembawa akibat sebagai warga negara memilikikewajiban moral untuk berpartisipasi secara aktif dalammewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial,mewujudkan jaminan sosial dan pemberdayaankelompok masyarakat miskin.

V. SIMPULAN

Indonesia sebagai negara majemuk baikdalam segi: agama, suku bangsa, budaya, etnik,dan kewilayahan, maka diperlukan konsep pendidikan

multikultural sehingga menjadi pegangan untukmemperkuat identitas nasional. Mata pelajaranPendidikan Kewarganegaraan, Agama dan Sejarahyang telah diajarkan di SD hingga Perguruan Tinggiperlu disempurnakan dalam pengemasannya untukmemasukan pendidikan multikultural, seperti budayalokal antar daerah, agar generasi muda banggasebagai bangsa Indonesia yang selanjutnya dapatmeningkatkan rasa nasionalisme. Hal itu dipandangperlu, agar siswa/ mahasiswa memiliki persepsidan sikap multikul-tural istik, dapat hidupberdampingan dalam keberagaman watak kultur,agama dan bahasa, menghormati hak setiap warganegara tanpa membedakan etnik mayoritas atauminoritas, dan dapat bersama membangun kekuatanbangsa sehingga diperhitungkan dalam percaturanglobal yang kuat.

Pendidikan multikultural sebagai wacana barudi Indonesia, namun urgensi implementasinya sangattinggi. Melihat fenomena dan fakta yang begitukompleks, sehingga penerapannya tidak hanyamelalui pendidikan formal, namun juga pendidikan in-formal dan pendidikan non-formal yang dapatdiimplementasikan kedalam kehidupan bermasyarakatdan berkeluarga. Dalam pendidikan formal, pendidikanmultikultur dapat diintegrasikan dalam sistempendidikan melalui kurikulum mulai dari PAUD hinggaPerguruan Tinggi. Implementasi pendidikanmultikultural dapat dilakukan melalui kurikulum tiapjenjang pendidikan, program-program kesiswaanmaupun dalam pembiasaan pada prosespembelajaran sehari-hari baik di lingkungan sekolahmaupun keluarga. Penyisipan pendidikan multikulturdapat dilakukan dalam penanaman nilai-nilai multikulturke dalam kurikulum ataupun kegiatan pembelajaranyang responsive multikultur dengan mengedepankanpenghor-matan terhadap perbedaan ras, suku, budaya,agama, dan kewilayahan antar anggota masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Banks, A. James. 1993. Multicultural Eeducation:Historical, Development, Dimension, andPractice. Review of Research in Education.

Creswell W. John. 2009. Research Design: Qualita-tive, Quantitative, and Mixed Methods Ap-proaches. Third Edition. California: ThousandOaks.

Drajat, Hari Untoro, dkk. 2011. Multikulturalisme danIntegrasi Bangsa: Memperkuat Karakter

Page 7: NILAI-NILAI MULTIKULTURAL: PERSPEKTIF FALSAFAH PANCASILA

85

Nilai-Nilai Multikultural: Perspektif Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara - Slamet

Volume 2 Tahun 2019

Masyarakat Multikultural. Jakarta:Kementarian Kebudayaan dan Pariwisata.

Hasan, Hamid. 2000. Multikulturalisme untukPenyempurnaan Kurikulum Nasional,Jakarta: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.

Kuper, Adam dan Kuper, Jessica. 2000. EnsiklopediIlmu-ilmu Sosial, Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Naim, Ngainun dan Sauqi, Achmad. 2011. PendidikanMultikultural: Konsep dan Aplikasi.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Parekh. 2012. Rethinking Multiculturalism:Keberagaman Budaya dan Teori Polotik.Yogyakarta: Kanisius.

Slamet. 2016. Penerapan Nilai-nilai Multikultural dalamInstitusi Pendidikan. Majalah Pawiyatan,Vol:XXIII, No. I, Mei 2016.

Slamet. dkk, 2017. The Implementation of MulticulturalValues in The Education Institution. Journalof Education Development, Vol: 5, No. I,2017.

Slamet. 2017. Pengembangan Model ManajemenPelatihan Penyusunan Bahan Ajar BerbasisNilai-nilai Multikultural bagi Guru Sejarah

SMA, Disertasi. Semarang: UniversitasNegeri Semarang. Tidak dipublikasikan.

Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indone-sia yang Multikultural, dalam Makalah yangdiseminarkan pada SimposiumInternasional ke-3, Jurnal Antropologi Indo-nesia, Bali-Denpasar, 16-21 Juli.

Sunarto, Kamanto. dkk (Editor). 2004. MulticulturalEducation in Indonesia and Southeast Asia:Stepping Into the Unfamiliar. Jakarta: FISIP-Universitas Indonesia.

Supardan, Dadang. 2005. Pembelajaran SejarahBerbasis Pendekatan Multikultural danPerspektif Sejarah Lokal, Nasional, danGlobal dalam Integrasi Bangsa, Disertasi.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak dipublikasikan.

Stavenhagen, Rudolfo. 1996, Education for aMultikultural World, in Jasque Delors (et all),Learning: the treasure within, Paris,UNESCO.

Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial danPendidikan: Pengantar PedagogikTransformatif untuk Indonesia, Jakarta:Grasindo.