pendidikan multikultural dalam kehidupan … · point in struggle understand the ideology of each...

43
271 PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA, BERNEGARA, DAN BERAGAMA DALAM PERSEPEKTIF ISLAM. Oleh: Abdul Muid [email protected] Direktur dan Dosen pascasarjana IAI Qomaruddin Bungah Gresik Jawa Timur Indonesia Abstract The diversity of social relations, culture, religion, ethnicity and dialects (languages) regionalbecome reality national- ity undeniable existence. The existence of this plurality must be expressed in a mutual symbiotic relationship building in- terfaith living in a large community like Indonesia. Accord- ing to AinulYaqin (2007: 3-4) that Indonesia is one of the largest multicultural state in Indonesia. This fact is evident from the socio-cultural and geographical so diverse and ex- tensive. HajjahBainar, et. al. (2006: 98-99) writes that the structure of Indonesian society is a society that is diverse and dynamic. It marked the diversity of ethnicity, religion, race, language, and culture. Pluralism became cultural property into power but it also contains the potential for conflict. Homeland is a portrait of a pluralist State which inhabit about 17 667 islands terbentung from Sabang to Merauke concatenated into one. Indonesia comprises around 962 eth- nic groups with diverse cultures, religions, languages (dia-

Upload: hacong

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

271

PENDIDIKAN MULTIKULTURALDALAM KEHIDUPAN BERBANGSA,

BERNEGARA, DAN BERAGAMADALAM PERSEPEKTIF ISLAM.

Oleh: Abdul [email protected]

Direktur dan Dosen pascasarjana IAI Qomaruddin BungahGresik Jawa Timur Indonesia

AbstractThe diversity of social relations, culture, religion, ethnicity

and dialects (languages) regionalbecome reality national-ity undeniable existence. The existence of this plurality mustbe expressed in a mutual symbiotic relationship building in-terfaith living in a large community like Indonesia. Accord-ing to AinulYaqin (2007: 3-4) that Indonesia is one of thelargest multicultural state in Indonesia. This fact is evidentfrom the socio-cultural and geographical so diverse and ex-tensive. HajjahBainar, et. al. (2006: 98-99) writes that thestructure of Indonesian society is a society that is diverse anddynamic. It marked the diversity of ethnicity, religion, race,language, and culture. Pluralism became cultural propertyinto power but it also contains the potential for conflict.Homeland is a portrait of a pluralist State which inhabitabout 17 667 islands terbentung from Sabang to Meraukeconcatenated into one. Indonesia comprises around 962 eth-nic groups with diverse cultures, religions, languages (dia-

272

International Seminar on Islamic Civilization

lects). These elements prove their pluripotency. Understand-ing of Multicultural education is a necessity that must becommunicated to all elements of the nation’s very diverse.On one hand keeping the state ideology is a must, on theother Indonesia with the largest Muslim country Indonesiaoften once identified terrorist states cap, because the act of afew community that irresponsible with on behalf of Mus-lims, even though the action was not justified by religion.aquí es donde importance initiated a dialogue between thecommunity of faith to answer the problem to date with is-sues that are so complex, so it will be realized a meetingpoint in struggle understand the ideology of each that shouldnot be hands-on with each Ideology every community of re-ligion, because each religion is guaranteed by law OF basisin the frame Bennika Tunggal Ika, Republic of Indonesia,Pancasila and the 1945 Constitution (Article 29: 1,2 1945)

Key Word: Understanding Multiculturalism, Pluralism, Islamicperspective, and Religious Dialogue

273

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

274

International Seminar on Islamic Civilization

Keberagaman hubungan sosial, budaya, agama, sukubangsa dan dialek (bahasa) kedaerahan menjadi realitaskebangsaan yang tak terbantahkan eksistensinya. Eksistensikemajemukan ini harus diekspresikan dalam membangunrelasi mutualis simbiosis antarumat yang hidup dalam satukomunitas besar seperti bangsa Indonesia. Menurut AinulYaqin (2007:3-4) bahwa Indonesia adalah salah satu negaramultikultural terbesar di Indonesia. Kenyataan ini terlihatdari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begituberagam dan luas. Hajjah Bainar, et. al. (2006:98-99)menulis bahwa struktur masyarakat Indonesia merupakanmasyarakat yang majemuk dan dinamis. Ini ditandaikeragaman suku bangsa, agama, ras, bahasa, dankebudayaan. Kemajemukan itu menjadi kekayaan budayayang menjadi kekuasan sekaligus mengandung potensikonflik. NKRI merupakan potret Negara yang pluralis yangmendiami sekitar 17.667 pulau yang terbentung dari Sabangsampai Merauke sambung menyambung menjadi satu. In-donesia terdiri dari sekitar 962 suku bangsa dengan beragambudaya, agama, bahasa (dialek). Unsur tersebutmembuktikan adanya kemajemukan. Pemahamanpendidikan Multikultural adalah suatu keharusan yang

275

harus disampaikan kepada semua elemen bangsa yangsangat majemuk ini. Disatu sisi menjaga idiologi Negaraadalah suatu keharusan, disisi yang lain Indonesia denganjumlah Negara Muslim terbesar di Indonesia kerap sekalidiidentikkan negara cap teroris, karena ulah segelintirummat yang tidak bertanggungjawab denganmengatasnakan ummat Islam, padahal perbuatan itu tidakdibenarkan oleh agama. Dinilah pentingnya digagas ruangdialog antar ummat beragama untuk menjawabpermasalahan terkini dengan masalah yang begitu komplek,sehingga akan terealisasi titik temu dalam perjuanganmemahami idiologi masing-masing yang tidak bolehmengutak atik masing-masing Idiologi setiap ummatberagama, karena setiap pemeluk agama dijamin olehundang-undang dasar dalam bingkai Bennika Tunggal Ika,NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.(Pasal 29: 1,2 UUD 1945)

Key Word: Pemahaman Multikultural, Pluralisme, PersepektifIslam, dan Dialog Keagamaan

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Negara Indonesia adalah salah satu negara yangmultikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat

dilihat dari sosiokultural maupun geografis yang begituberagam dan luas. Dengan jumlah yang ada di wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar kuranglebih 13.000 pulau besar dan kecil, dan jumlah pendudukkurang lebih sekitar 254,9 juta jiwa, (Hidayatullah.com,19:1:2017) terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

276

International Seminar on Islamic Civilization

200 bahasa yang berbeda. Selain itu, juga menganut agamadan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katholik,Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, serta berbagaimacam kepercayaan dan aliran keyakinan lainnya.

Keragaman ini diakui atau tidak, akan dapatmenimbulkan berbagai macam persoalan yang sekarang inidihadapi bangsa ini, seperti KKN (korupsi, kolusi dannepotisme), premanisme, perseteruan politik, kemiskinan,kekerasan, separatisme, perusakan lingkungan dan hilangnyakemanusiaan untuk selalu menghargai hak-hak orang lainadalah bentuk nyata dari multikulturalisme itu. Salah satupermasalahan yang pernah terjadi adalah kekerasan etnisChina di Jakarta pada bulan Mei 1998, dan perang antaraIslam - Kristen di Maluku Utara sejak 1999 sampai 2003,terjadinya pengeboman di Bali, JW Mariot dan lainnya.

Sebagai pemeluk agama yang mayoritas penduduknyamuslim, maka lembaga pendidikan Islam cukup mendapattempat di negeri ini. Namun permasalahan yang mendasardalam hal ini adalah sejauhmana orientasi pendidikan Islamdalam mengakomodir permasalahan-permasalahan yangmuncul di tengah-tenagah masyarakat. Mengingat dalamkondisi masyarakat yang multikultural ini, sangat rentanterhadap disintegrasi dan gap di tengah masyarakat, jikaorientasi dan pemahaman keagamaan masyarakat tidakmampu menerima fakta sosial di tengah-tengah mereka.

Dalam upaya menjembatani harapan tersebut makakonsep pendidikan multikultural menjadi salah satu solusidalam menghadapi permasalahan tersebut. Namundemikian, isu pendidikan ini masih relatif baru dalam kancah

277

pendidikan di Indonesaia, terutama dalam lingkupmasyarakat muslim. Hal ini mengingat, multikulturalismemerupakan suatu perkembangan yang relatif baru dalamkhasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu-ilmusosial. Namun dengan demikian multikulturalisme terusberkembang sesuai dengan perubahan sosial yang dihadapioleh umat manusia khususnya di dalam era dunia terbukadan era demokratisasi kehidupan. Untuk mewujudkan dalampemahaman multikultural itu, maka pentingnya ruang dia-log sebagai salah satu untuk mengatasi kebuntuhan.

B. PENTINGNYA MEMBEKALI PENDIDIKANMULTIKULTURALDalam Studi sosiologi dan antropologi tentang

masyarakat majemuk (atau dalam konstruksi ilmu politikdisebut plural society) menggambarkan multikulturalismesebagai “ideologi” sebuah masyarakat multikultural.Masyarakat multikultural sebagai masyarakat yang tersusunoleh keragaman etnik dan kebudayaan dalam arti luas.Sejumlah pengertian operasional multi-kulturalisme bahwa:Pertama, multi-kulkturalisme adalah konsep yangmenjelaskan dua perbedaan dengan makna yang salingberkaitan. (1) multikulturalisme sebagai kondisikemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya darisuatu masyarakat. Kondisi ini dapat diasumsikan dapatmembentuk sikap tolaransi. (2) multikulturalisme merupakanseperangkat kebijakan pemerintah pusat yang dirancangsedemikian rupa agar seluruh masyarakat dapat memberikanperhatian kepada kebudayaan dari semua kelompok etnikatau suku bangsa.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

278

International Seminar on Islamic Civilization

Kedua, di hampir sebagian besar negara, multikultural-isme merupakan konsep sosial yang diintroduksi ke dalampemerintahan agar pemerintah dapat dijadikan sebagaikebijakan pemerintah. Rasionalisasi masuknyamultikulturalisme dalam rumusan kebijakan pemerintahan,karena hanya pemerintah yang dianggap sangatrepresentatif di tempatkan di atas kepentingan maupunpraktik budaya dari semua kelompok etnik dari suku bangsa.Akibatnya, setiap kebijakan pemerintah diharapkan mampumendorong lahirnya sikap apresiatif, toleransi, prinsipkesetaraan antara pelbagai etnik, termasuk kesetaraanbahasa, agama, maupun praktik budaya lainnya. Ketiga, jikadikaitkan dengan pendidikan multikultural (multikulturaleducation), multikulturalisme merupakan strategi pendidikanyang memanfaatkan keragaman latar belakang kebudayaandari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untukmembentuk sikap multikultural. Keempat, multikulturalismesebagai sebuah ideologi dapat dikatakan sebagai gagasanbertukar pengetahuan dan keyakinan yang dilakukan melaluipertukaran kebudayaan atau prilaku budaya setiap hari.Melalui ideologi multikulturalisme itulah, kita semua diajakuntuk menerima standar umum kebudayaan yang dapatmembimbing kehidupan kita dalam sebuah masyarakat yangmajemuk (baca, Sleeter dalam Liliweri, 2005:68-69).

Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) PerserikatanBangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang Universal Declara-tion of Human Rights telah mengubah pandangan umatmanusia terutama negara-negara eks kolonial yang terkaitmasyarakat dan kebudayaan. Masyarakat dunia menyadari

279

bahwa kesetaraan kebudayaan hanya dapat dilaksanakanmelalui pendidikan. Pendidikan salah satu lembaga yangmenyelenggarakan HAM, pemerintah juga ikut menentukanproses dan isinya. Idealnya pendidikan nasional dapatmengedepankan pendidikan multikultural. Lewat pendidikanidealnya dapat mengeliminir perbedaan antara mayoritas danminoritas. Pendidikan multikultural ini telah berkembang dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat, dan Eropalainnya, karena relasi mutualis simbiosis antarnegara kianterbuka.

Pemahaman lintas budaya akan menyadarkan kita akanpentingnya kearifan budaya lokal dalam memahamikeragaman bangsa ini. Dalam realitasnya, setiap kebudayaansuku bangsa terdapat perbedaan, namun harus mencari titiksinggung persamaan. Untuk menjalankan misi tersebut jalanalternatifnya lewat pendidikan untuk mengembangkanpotensi manusia khususnya bagi peserta didik (generasimuda). Mereka perlu diberikan pemahaman integral danmenyeluruh agar terbiasa mewujudkan kebersamaan untukmempertahankan kehidupan masyarakat yang harmonis.Beberapa alasan perlunya pendidikan multikultural di Indo-nesia. Pertama, Memberi-kan jawaban nyata bahwa Indone-sia negara pluralis yang menghargai perbedaan untukmencari kesamaannya. Melalui pendidikan diharapkanmampu menjawab tuduhan negara maju, Indonesia bukannegara radikalis dan ekstrim. Indonesia, negara yang cintadamai. Prinsip toleransi dan perikemanusiaan merupakanlandasan kokoh yang terus terjaga. Kedua, MempersiapkanSumber Daya Manusia (SDM) di masa datang yang

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

280

International Seminar on Islamic Civilization

berpegang teguh pada nilai dan norma. Dengan pemahamandan pengetahuan yang mendalam tentang pendidikan multiculture mampu menanggapi secara cerdas dan empiristuduhan miring tersebut.

Strategi pendidikan multikultural memang sudah lamaterjadi khususnya di Eropa. Strategi pendidikan merupakanpengembangan dari studi intercultural dan multikultural.Tujuan politis pendidikan multikultural yang ruh dannafasnya adalah demokrasi, humanisme dan pluralisme yanganti terhadap adanya kontrol dan tekanan yang membatasidan mengilangkan kebebasan manusia. Pendidikanmultikultural ini sebagai motor penggerak dalammenegakkan demokrasi, humanisme dan pluralisme yangdilakukan melalui sekolah, kampus dan institusi-institusipendidikan lainnya.

Negara Indonesia negara pluralis sejati, suku bangsa, ras,golongan, agama dan budaya membaur dan menyatu. Secaramendasar pendidikan multi culture sebagai kritik terhadapEurosentris. Pertama, peradaban modern, akhir abad XVII.Peradaban Eropa tertinggi bagi kehidupan manusia yangmenyediakan standar lainnya. Kedua, isi peradaban merekadianggap kemuliaan dari yang lain, peradaban non-Eropa.Formasi ini mempengaruhi dasar intelektual dan politik yangdiletakkan para ilmuwan Athena dan Romawi klasik,dianggap peradaban Eropa. Nilai dasar moral dan agamaKristen, miskipun nilai itu bukan Eropa asli. Secara radikalmempertajam kembali warisan Greco-Roman dan maju darifilter kebudayaan Eropa. Masalah ini meningkat lagi sebagaisistem individualisme, sekularisme, ilmu pengetahuan,

281

teknologi dan sebagainya, semuanya diasumsikan sebagaicapaian unik dari Eropa modern dan warisan zaman sebelummodern (Parekh, 2000:225). Dalam kehidupan masyarakatmodern kemajemukan merupakan realitas dan trend yangmustahil terhindarkan. Realita yang berkembangbelakangan, memerlukan pendidikan multi kulturalsecaramenyeluruh dan sistimatis.

Dalam masyarakat modern intensitas hubungan lintasbudaya sangat besar dengan menyusupkan “kepentingan”masing-masing. Relasi interpersonal akan berpengaruh secarasignifikan dengan mengedepankan kekuatan ideologi danekonomi. Dalam konteks relasi antarnegara, maka negaramaju memberikan keuntungan tersendiri denganmemanfaatkan kekuatan yang dimilikinya. Sementaranegara yang minus kekuatan sumber daya cenderungmenerima keinginan negara maju dan siap menghadapiberbagai persoalan. Hal sama, pada daerah yang memilikisumber daya lebih baik cenderung “menghegemoni” daerahyang minus sumber daya. Hukum ini sunatullah.

Pendidikan multikultural diharapkan sebagai salah satumedia untuk mengatasi berbagai kampanye negatif yangdituduhkan terhadap bangsa Indonesia, oleh negara-negaramaju seperti: Amerika, Inggris, Denmark, Prancis dan lainnya.Diakui atau tidak, Indonesia sebagai negara yang mayoritasmuslim terbesar seringkali dicitrakan negatif dengan sebutanIslam radikalis, ekstrimis dan teroris. Untuk mengeliminirpencitraan negatif itu, selain pendidikan maka diperlukanwadah untuk menggali berbagai informasi berkelanjutantentang pemahaman multikultural. Hal ini penting dilakukan

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

282

International Seminar on Islamic Civilization

adanya langkah antipasi yang optimistis dalam membangunkerjasama dengan negara lain. Bentuk kerjasama itu lewatdialog sosial budaya, ekonomi dan lainnya dalam rangkamencari titik temu. Dengan adanya pendidikan multikulturalkita dapat menepis, mengurangi serta meredam citra negatifyang dilontarkan negara-negara maju.

BAB IIPEMBAHASAN

A. MULTIKULTURALISME SEBAGAI SOLUSIMEMBANGUN KEBERAGAMAN

1. Pengertian MultikulturalismeSecara sederhana multikulturalisme berarti ”kebera-

gaman budaya”. Istilah multikultural ini sering digunakanuntuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yangterdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budayayang berbeda.Selanjutnya dalam khasanah keilmuan, istilahmultikultural ini dibedakan ke dalam beberapa ekspresi yanglebih sederhana, seperti pluralitas (plurality), keragaman (di-versity) dan multikultural (multicultural) itu sendiri. Konseppluralis mengandaikan adanya “hal-hal yang lebihn dari satu(many)”, sedangkan keragaman menunjukkan bahwakeberadaan yang “lebih dari satu” itu berbeda-beda,heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan. Sedangkanmultikulturalisme, sebenarnya masih tergolong relatif baru.Secara konseptual terdapat perbedaan signifikan antarapluralitas, keragaman, dan multikultural.

283

Sebagai terminologi baru, multikultiralisme, menurutHAR. Tilaar, masih belum banyak dipahami orang. Karenamemang istilah multikulturalisme itu sendiri ternyatabukanlah hal yang mudah. Di dalamnya mengandung duapengertian yang sangat kompleks, yaitu “multi” yang beratijamak atau plural, dan “kulural” yang berarti kultur ataubudaya.

Pada tahap pertama multikulturalisme baru mengan-dung hal-hal yang esensial di dalam perjuangan kelakuanbudaya yang berbeda (the other). Dan pada tahap perkem-bangan berikutnya yang disebut gelombang kedua (secondwave), dari paham multikulturalisme telah menampungberbagai jenis pemikiran baru sebagai berikut; Pertama, pengaruh studi kultural. Studi kultural (cultural studies)antara lain melihat secara kritis masalah-masalah esensial didalam kebudayaan kontemporer seperti identitas kelompok,distribusi kekuasaan di dalam masyarakat yang diskriminatif,peranan kelompok-kelompok masyarakat yang termarji-nalisasi, feminisme, dan maslah-maslah kontemporer sepertitoleransi antarkelompok dan agama.

Kedua, postkolonialisme. Pemikiran postkolonialismemeloihat kembali hubungan antara eks penjajah dengandaerah jajahannya yang telah meninggalkan banyak stigmayang biasanya merendahkan kaum terjajah. Pandangan-pandangan postkolonialisme antara lain ingin mengungkitkembali nilai-nilai indigenous di dalam budaya sendiri danberupaya untuk melahirkan kembali kebanggaan terhadapbudaya asing.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

284

International Seminar on Islamic Civilization

Ketiga, globalisasi. Globalisasi ternyata telah melahirkanbudaya global yang memiskinkan potensi-potensi budaya asli.Untuk itu timbul suatu upaya untuk menentang globalisasidengan melihat kembali peranan budaya-budaya yangberjenis-jenis di dalam masyarakat. Revitalisasi budaya localmerupakan upaya menentang globalisasi yang mengarahkepada monokultural budaya dunia.

Keempat, feminisme dan post peminisme. Gerakanfeminisme yang semula berupaya untuk mencarikesejahteraan antara perempuan dan laki-laki kini meningkatkea rah kemitraan antara laki-laki dan perempuan. Kaumperempuan bukan hanya menuntut penghargaan yang samadengan fungsi yang sama dengan laki-laki tetapi juga sebagaimitra yang sejajar dalam melaksanakan semua tugas danpekerjaan di dalam masyarkat.

Kelima, Post-strukturalisme. Pandangan ini mengemuka-kan mengenai perlunya dekonstruksi dam rekonstruksimasyarakat yang telah mempunyai struktur-struktur yangtelah mapan yang bisanya hanya untuk melanggengkanstruktur kekuasaan yang ada.

Dari gambaran pemahaman tentang multikultural yangdikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa inti darikonsep multikulturalisme adalah kesediaan menerimakelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpamemperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa,ataupun agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasi-kan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu), makamultikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan

285

segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruangpublic. Multikulturalisme menjadi semacam responskebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain,adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup;sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas-komunitasitu diperlakukan sama oleh Negara. Oleh karena itu,multikulturalisme sebagai sebuah gerakan menuntutpengakuan (politics of recognition) terhadap semua perbedaansebagai entitas dalam masyarakat yang harus diterima,dihargai, dilindungi serta dijamin eksistensinya. Diversitasdalam masyarakat modern bias berupa banyak hal, termasukperbedaan yang secara alamiah diterima oleh individumaupun kelompok dan yang dikonstruksikan secara bersamadan menjadi semacam common sense.

Perbedaan tersebut menurut Bikhu Parekh bias dikate-gorikan dalam tiga hal, yaitu; Pertama, perbedaan subkultur(subculture diversity), yaitu individu atau sekelompokmasyarakat yang hidup dengan cara pandang dan kebiasaanyang berbeda dengan komunitas besar dengan sistem nilaiatau budaya pada umumnya yang berlaku.

Kedua, perbedaan dalam perspektif (perspective diversity),yaitu individu atau kelompok dengan perspektif kritisterhadap mainstream nilai atau budaya mapan yang dianutoleh mayoritas masyarakat di sekitarnya.

Ketiga, perbedaan komunitas (communal diversity), yakniindividu atau kelompok yang hidup dengan gaya hidup yanggenuine sesuai dengan identitas komunal mereka (indigeneouspeople way of life).

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

286

International Seminar on Islamic Civilization

2. Sejarah MultikulturalismeSebagai sebuah gerakan, menurut Bhiku Parekh,

multikulturalisme baru sekitar tahun 1970-an mulai muncuilpertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di AmerikaSerikat, Inggris, Jerman, dan lainnya.(5) Setelah itu, diskursusmeultikulturalisme berkembang dengan sangat cepat. Setelahtiga decade sejak digulirkan, multikulturalisme sudahmengalami dua gelombang penting, yaitu; Pertama,multikulturalisme dalam konteks perjuangan pengakuanbudaya yang berbeda. Prinsip kebutuhan terhadappengakuan (needs of recognition) adalah ciri utama darigelombang pertama ini. Kedua, yaitu yang disebut gelombangkedua, adalah multikulturalisme yang melegitimasikeragaman budaya, yang mengalami beberapa tahapan,diantaranya: kebutuhan atas pengakuan, melibatkanberbagai disiplin akademik lain, pembebasan melawanimperealisme dan kolonialisme, gerakan pembebasankelompok identitas dan masyarakat asli atau masyarakat adat(indigeneous people), post-kolonialisme, globalisasi, post-nasionalisme, post-modernisme, dan post-strukturalisme yangmendekonstruksi struktur kemapanan dalam masyarakat.(6)

Multikulturalisme gelombang kedua ini, menurut SteveFuller pada gilirannya memunculkan tiga tantangan yangharus diperhatikan sekaligus harus diwaspadai, yaitu, pertama,adanya hegemoni Barat dalam bidang politik, ekonomi, sosialdan ilmu pengetahuan. Komunitas, utamanya Negara-negaraberkembang perlu mempelajari sebab-sebab dari hegemoniBarat dalam bidang-bidang tersebut dan mengambil langkah-

287

langkah seperlunya dalam mengatasinya, sehingga dapatsejajar dengan dunia Barat. Kedua, esensialisme budaya.Dalam hal ini multikulturalisme berupaya mencari esensibudaya tanpa harus jatuh ke dalam pandangan yang xeno-phobia dan etnosentrisme. Multikulturalisme dapatmelahirkan tribalisme yang sempit yang pada akhirnyamerugikan komunitas itu sendiri di dalam era globalisasi.Ketiga, proses globalisasi, bahwa globalisasi biasmemberangus identitas dan kepribadian suatu budaya.

Oleh kaena itu, untuk menghindari kekeliruan dalamdiskursus tentang multikulturalisme, Bikhu Parekhmenggarisbawahi tiga asumsi yang harus diperhatikan dalamkajian ini, yaitu; Pertama, pada dasarnya manusia akan terikatdengan struktur dan sistem budayanya sendiri dimana diahidup dan berinteraksi. Keterikatan ini tidak berarti bahwamanusia tidak bisa bersikap kritis terhadap sistem budayatersebut, akan tetapi mereka dibentuk oleh budayanya danakan selalu melihat segala sesuatu berdasarkan budayanyatersebut.

Kedua, perbedaan budaya merupakan representasi darisistem nilai dan cara pandang tentang kebaikan yang berbedapula. Oleh karena itu, suatu budaya merupakan suatu entitasyang relative sekaligus partikal dan memerlukan budayalainuntuk memahaminya. Sehingga, tidak satu budaya punyang berhak memaksakan budayanya kepada sistem budayalain.

Ketiga, pada dasarnya, budaya secara internalmerupakan entitas plural yang merefleksikan interaksi

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

288

International Seminar on Islamic Civilization

antarperbedeaan tradisi dan untaian cara pandang. Hal initidak berarti menegaskan koherensi dan identitas budaya,akan tetapi budaya pada dasarnya adalah sesuatu yangmajemuk, terus berproses dan terbuka.

Dalam sejarahnya, melani Budianata menyatakanbahwa multikulturalisme diawali dengan teori melting potyang diwacanak oleh J. Hector St. John de Crevecour seorangimigran asal Normandia yang menggambarkanbercampurnya berbagai manusia dari latar belakang berbedamenjadi bangsa baru “manusia baru”.(9) Dalam hal ini Hec-tor ingin menekankan penyatuan bangsa dan ‘melelehkan”budaya asal, sehingga seluruh imigran amerika hanyamemiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika. Dalamhal ini bagaimanapun juga, konsep melting pot masihmenunjukkan perspektif yang bersifat monokultur, karenaacuan atau “cetakan budaya” yang dipakai untuk “meleleh-kan” berbagai asal budaya tersebut mempunyai karakteristikyang secara umum diwarnai oleh kelompok berkulit putih,berorientasi budaya anglo-saksos dan bernuansa Kristenprotestan (White Anglo Saxson Protestan)-biasa disebutWASP- sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.

Wacana multikultural di Barat, pada gilirannya akanmenjadi isu global seiring dengan berjalannya prosesglobalisasi yang tidak mengenal demarkasi antarnegara.Terlebih lagi dengan semakin berkembangnya ilmupengetahuan dan teknologi yang memungkinkan terjadinyainteraksi antarbudaya di tengah masyarakat dunia.

289

B. PENDIDIKAN MULTIKULTURALMinggu (25/9/2011), publik Indonesia kembali

dikagetkan dengan peristiwa bom bunuh diri di Gereja BethelInjil Sepenuh (GBIS), Keputon, Solo, Jawa Tengah. bombunuh diri yang menewaskan satu orang yang didugasebagai pelakunya dan melukai puluhan jamaat Gereja GBISSolo tersebut mencabik-cabik perasaan jutaan umat Islam diIndonesia yang terkenal dengan keramahnya karenapelakunya kuat diduga sebagai seorang Muslim yang salahdalam memaknai “jihad”. kita kaget karena ternyata sebagianumat Islam di Indonesia belum mau menerima pluralitas dankeberagaman suku, budaya, bahasa, dan agama sebagaisebuah keniscayaan yang memang di-setting oleh Allah SWTsebagai sebuah sunnat Allah. berangkat dari sinilah makamenurut Penulis sudah saatnya kita mengembangkanpendidikan agama yang berwawasan multikultural agartercipta harmonisasi dalam kehidupan berbangsa danbernegara.

Wacana pendidikan multikultural di Indonesia agaknyamasih asing di kalangan sebagaian pendidik, ataupun jikatidak, wacana tersebut sebatas wacana yang “melangit”dikalangan para praktisi pendidikan dan belum diimplemen-tasikan pada lembaga pendidikan dengan segenap perangkat(kurikulum)nya. Tulisan ini dimaksudkan memberikansebuah tawaran gagasan penerapan pendidikan multikulturaldalam konteks pendidikan agama Islam (PAI) di Indonesia.

Secara garis besar multikulturalisme dapat dipahamisebagai sebuah paham yang menekankan pada kesederajatandan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

290

International Seminar on Islamic Civilization

hak-hak dan eksistensi budaya lain. Sebagai sebuah ide,pendidikan multikultural dibahas dan diwacanakan pertamakali di Amerika dan negara-negara Eropa Barat pada tahun1960-an oleh gerakan yang menuntut diperhatikannya hak-hak sipil (civil right movement). Tujuan utama dari gerakanini adalah untuk mengurangi praktik diskriminasi di tempat-tempat publik, di rumah, di tempat-tempat kerja, dan dilembaga-lembaga pendidikan yang dilakukan oleh kelompokmayoritas terhadap kelompok minoritas.

Gerakan hak-hak sipil ini, menurut James A. Bank,berimplikasi pada dunia pendidikan, dengan munculnyabeberapa tuntutan untuk melakukan reformasi kurikulumpendidikan yang sarat dengan diskriminasi. Sehingga padaawal tahun 1970-an bermunculan sejumlah kursus dan pro-gram pendidikan yang menekankan pada aspek-aspek yangberhubungan dengan etnik dan keragaman budaya (culturaldiversity). Begitu juga keberadaan masyarakat denganindividu-individu yang beragam latar belakang bahasa dankebangsaan (nationality), suku (race or etnicity), agama (reli-gion), gender, dan kelas sosial (socialclass) dalam suatumasyarakat juga berimplikasi pada keragaman latar belakangpeserta didik dalam suatu lembaga pendidikan sehingga turutmelatarbelakangi berkembangnya pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural menurut Prudence Crandall(1803-1890) adalah pendidikan yang memperhatikan secarasungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspekkeragaman suku, etnis, ras, agama, aliran kepercayaan danbudaya (kultur). Salah satu yang hendak dituju daripendidikan multikultural adalah terpenuhinya kebebasan

291

masing-masing peserta didik untuk mendapatkan haknyatanpa ada yang menghalangi. Melaksanakan hak tidakberarti sama dengan berbuat bebas (liberal) sebebas-bebasnyakarena di sana terdapat orang lain yang juga berhakmelakukan sesuatu (Abdurrahman Assegaf: 2011: 18).

Pendidikan multikultural membantu siswa mengerti,menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, nilai,dan agama berbeda sehingga tumbuh sikap salingmenghargai perbedaan (agree in disagreement), dan dapathidup saling berdampingan satu dengan yang lain (to livetogether). Dengan kata yang lain, siswa diajak untukmenghargai – bahkan menjunjung tinggi-pluralitas danheterogenitas. Menurut Syafiq A. Mughni (2003: ix),paradigma pendidikan multikultural mengisyaratkan bahwaindividu siswa belajar bersama dengan individu lain dalamsuasana saling menghormati, saling toleransi dan salingmemahami, untuk mengembangkan: 1) transformasi diri; 2)transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan; 3)transformasi masyarakat.

Dalam pandangan Abdullah Aly, tujuan pendidikanmultikultural mencakup: (1). Tujuan attitudinal (sikap), yaitumembudayakan sikap sadar, sensitif, toleran, respek terhadapidentitas budaya, responsif terhadap berbagai permasalahanyang timbul di masyarakat. (2). Tujuan kognitif, yaitu terkaitdengan pencapaian akademik, pembelajaran berbagaibahasa, memperluas pengetahuan terhadap kebudayaanyang spesifik, mampu menganalisa dan menginterpretasitingkah laku budaya dan menyadari adanya perspektifbudaya tertentu. (3). Tujuan instruksional, yaitu

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

292

International Seminar on Islamic Civilization

menyampaikan berbagai informasi mengenai berbagaikelompok etnis secara benar di berbagai buku teks maupundalam pengajaran, membuat strategi tertentu dalammenghadapi masyarakat yang plural, menyiapkan alat yangkonseptual untuk komunikasi antarbudaya dan untukpengembangan ketrampilan, mempersiapkan teknik evaluasidan membuka diri untuk mengklarifikasi dan peneranganmengenai nilai-nilai dan dinamika budaya

Secara konseptual, menurut Gorsky (dikutip dari HamidHasan: 2000: 102), pendidikan multikultural mempunyaitujuan sebagai berikut: (a). setiap siswa mempunyaikesempatan untuk mengembangkan prestasi mereka; (b).Siswa belajar bagaimana belajar dan berpikir secara kritis;(c). mendorong siswa untuk mengambil peran aktif dalampendidikan, dengan menghadirkan pengalaman-pengalamanmereka dalam konteks belajar; (d). mengakomodasi semuagaya belajar siswa; (e). mengapresiasi kontribusi darikelompok-kelompok yang berbeda; (f). mengembangkansikap positif terhadap kelompok-kelompok yang mempunyailatar belakang berbeda; (g). untuk menjadi warga negarayang baik di sekolah maupun di masyarakat; (h). belajarbagaimana menilai pengetahuan dari perspektif yangberbeda; (i). untuk mengembangkan identitas etnis, nasionaldan global, dan; (j). mengembangkan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan dan analisis secara kritissehingga siswa dapat membuat pilihan yang lebih baik dalamkehidupan sehari-hari.

293

C. PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DALAMKONTEKS KEINDONESIAANIsmail Faruqi menyebutkan, sebagaimana dikutif oleh

Sangkot, bahwa setidaknya ada empat isu pokok yangdipandang sebagai landasan normative pendidikan Islammultikultural, khususnya di bidang keagamaan, yaitu: 1)kesatuan dalam aspek ketuhanan dan pean-Nya (wahyu), 2)kesatuan kenabian, 3) tidak ada paksaan dalam beragama,dan 4) pengakuan terhadap eksistensi agama lain. Semuayang demikian disebut normatif karena sudah merupakanketetapan Tuhan. Masing-masing klasifikasi didukung olehteks (wahyu), kendati satu ayat dapat saja berfungsi untukjustifikasi yang lain.Sedangkan masalah-maslah yang munculdari pendidikan multicultural di Indonesia secara umum adadua hal, yaitu; pertama, pendidikan multicultural merupakansuatu proses. Artinya, konsep pendidikan multicultural yangbaru dimulai dalam dunia pendidikan khususnya di Indone-sia memerlukan proses perumusan, refleksi dan tindakan dilapangan sesuai dengan perkembangan konsep-konsep yangfundamental mengenai pendidikan dan hak-hak asasimanusia.Kedua, pendidikan multicultural merupakan suatuyang multifaset. Oleh sebab itu meminta suatu pendekatanlintas disiplin (border crossing) dari para pakar dan praktisipendidikan untuk semakin memperhalus dan mempertajamkonsep pendidikan multicultural yang dibutuhkan olehmasyarakat yang dalam hal ini masyarakat Indonesia.

Konsep dasar dari pendidikan multicultural itu memilikiempat nilai ini (core values), yaitu:

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

294

International Seminar on Islamic Civilization

1. Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasimanusia

2. Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budayadalam masyarakat

3. Pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia.4. Pengembangan tanggung jawab manusia dan terhadap

planet bumi.

Berdasarkan nilai-nilai inti di atas, maka dapat dirumus-kan beberapa tujuan yang berkaitan dengan nilai-nilai intitersebut, yaitu:1. Mengembangkan perspektif sejarah yang beragam dari

kelompok-kelompok masyarakat.2. Memperkuat kesadaran budaya yang hidup di

masyarakat.3. Memperkuat kompetensi intelektual dan budaya-budaya

yang hidup di masyarakat4. Membasmi rarisme, seksisme, dan berbagai jenis

prasangka (prejudice).5. Mengembangkan kesadaran atas kepemilikan planet

bumi, dan6. Mengembangkan ketrampilan aksi social (social action).

Dari uraian di atas kiranya ada beberapa hal yang perludikaji dalam penerapan pendidikan Islam multicultural diIndoneisa, yaitu; Pertama, pendidikan multicultural secarainheren sudah ada sejak bangsa Indonesa ini ada. Falsafahbangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suku gotongroyong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang

295

lainnya, betapa dapat dilihat dalam potret kronologis bangsaini yang sarat dengan masuknya berbagai suku bangsa asingdan terus berakulturasi dengan masyarakat pribumi.

Kedua, pendidikan multicultural memberikan secercahharapan dalam mengatasi berbagai gejolak maryarakat yangterjadi akhir-akhir ini. Pendidikan multikulural adlahpendidikan ysenantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai,keyakinan, heterogenitas, pluralitas, dan keragaman, apapunaspeknya dalam masyarakat.

Ketiga, pendidikan multicultural menentang pendidikanyang berorientasi bisnis. Pada saat ini, lembaga pendidikanbaik sekolah atau perguruan tinggi berlomba-lombamenjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah institusiyang mampu menghasilkan income yang besar.

Keempat, pendidikan multicultural sebagai resistensifanatisme yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan.Kekerasan muncul ketika saluran kedamaian sudah tidak adalagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinyaberbagai persoalan masyarakat yang tidak diselesaikan secaratuntas dan saling menerima.

D. MAKNA KONSEP DASARDIALOGMakna dialog secara terminologi artinya percakapan

antara dua orang atau lebih. Dialogue-berasal dari bahasaLatin berarti percakapan (di sandiwara-cerita) antara duaorang atau lebih (dwicakap). Dalam pepatah klasik “jika Andamelalui dialog, maka Anda telah sampai pada pemecahan”.Konsep dasardialog dalam kehidupan antarumat sebagaikerangka menjaga kerukunan bersama. Menurut teori

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

296

International Seminar on Islamic Civilization

kontrak sosial John Locke (1632-1704) dalam Kartasapoetra,G dan R.G. Widyaningsih (1992;42) menggambarkanmanusia hidup serba rukun, damai dan saling hargamenghargai. Pandangan Locke berbeda dengan teori Tho-mas Hobbes (1588-1679) dalam (Kartasapoetra, G dan R.G.Widyaningsih, 1992:41) yang menggambarkan manusiabersifat sebagai srigala (homo homini lupus), satu sama lainsaling cakar mencakar (bellum omnium contra omnes). AntaraLocke dan Hobbes menunjukan dua hal yang berbeda, tetapidalam realitas sosial kedua teori itu sering mengemuka dalamkehidupan umat manusia. Persoalan kekerasan danradikalisme mengancam kerukunan umat beragama.

Hannah Arendt dalam Saraswati (2006:341) menulisbahwa kekerasan merupakan syarat utama untuk mencapaikekuasaan. Kekerasan adalah instrument dalam menjalankanpolitik kekuasaan, instrument utamanya adalah diplomasiatau dialog. Hassan Hanafi (2001:38) menulis bahwa yangpasti kekerasan mengarah pada pertumpahan darah sebagaibagian dari kejahatan, lebih cenderung dikonotasikan sebagaikelompok oposisi atau kelompok-kelompok frustrasi.Idealnya, membangun kerukunan antarumat beragama lewatdialog anti kekerasan lebih manusiawi, lebih damai untukmempertahankan peraturan dan kebijakan. Untukmembangun kehidupan antarumat beragama diperlukanadanya konsep hidup yang rukun dan damai seperti teorikontrak sosial melalui dialog dengan mengajar umat lainberpikir sesuai nurani tanpa mengedepankan kekerasan.

297

E. Menjaga Realitas Kemajemukan IndonesiaUntuk menjaga kesamaan tersebut tercerminkan pada

cara pandang dalam menjaga kemajemukan. Menurut AmienRais dalam Pengantar Living TogetherIn Plural Societies (2002:xxvii-xxix) merangkai empat prinsip untuk menjagaperdamaian dan kerukunan, antara lain: Pertama, mayoritastidak bisa mendiktekan keinginan dan cita-citanya padaminoritas. Sebaliknya, minoritas tidak boleh mencobamendominasi, memonopoli atau menghendaki kebijakanyang bertentangan dengan keinginan mayoritas sehinggasemua kelompok bisa berjalan bersama dengan baikberdasarkan prinsip saling menghormati, pengertian dankasih sayang. Kedua, setiap warga Negara tanpa melihat latarbelakang etnis, ras, kepercayaan harus mendapatkanperlakukan hukum yang adil tanpa diskriminasi. Inimerupakan prinsip yang sederhana, normal dan etis. Ketiga,setiap warga tanpa meperhatikan latar belakangkepercayaan, ras, etnis dan lain-lain mesti diberi kesempatanyang sama memperoleh pekerjaan, mendirikan perusahaandan lain-lain. Pada dasarnya masyarakat diberi kesempatanuntuk menempuh kegiatan ekonomi, sosial dan pendidikan.Keempat, pimpinan nasional yang bijaksana. Hal ini pentingkarena sangat menentukan, mewarnai segala yang terjadi ditingkat yang rendah dalam piramida kepemimpinan. Artinyapimpinan nasional harus benar-benar bijak dalam mengaturdan menjalin hubungan yang adil antara kelompok etnis danagama di Indonesia.

Keempat prinsip tersebut membutuhkan indigenuine lo-cal mengatur dan menata kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

298

International Seminar on Islamic Civilization

Memperjuangkan akan perbaikan kondisi ekonomi, sosial,budaya dan penegakkan hukum dalam kehidupan berbangsadan bernegara amat sangat penting. Signifikansi perjuangantersebut sebagai upaya menyata untuk menjaga kerukunanumat beragama sehingga terjadi tindakan kekerasan hori-zontal.

Kemajemukan membawa dua sisi positif dan negatif. Sisipositif kemajemukan adalah memperkaya khasanahkebudayaan local sebagai bagian dari kebudayaan.Sedangkan sisi negatifnya dapat menyulut perselisihanantarkelompok. Ketidakmampuan menjaga kemajemuk-anakan memunculkan permusuhan sehingga mengalamikekacauan (chaos) yang berimplikasi pada instabilitas yangmengancam kerukunan antarumat beragama. Untukmengawetkan kerukunan umat beragama diperlukan adanyapemahaman yang integral tentang lintas budaya-cross cul-ture. Pemahamanitu diharapkan memiliki visi praktis danpragmatis dalam kehidupan berbangsa. Realitas kehidupanlintas budaya memerlukan adanya kesiapan menerima danmengakui adanya perbedaan. Di masa lalu, Indonesia salahsatu Negara yang teguh menjaga harmonisasi hubunganantar agama, sukubangsa dan ras. Saatu itu, Indonesia bolehjadi tauladannya. Namun, sejak euforia “reformasi” bergaungkencang memekakan telinga para penganut agama yangberbeda justru memunculkan kekerasan horizontal. Jika kitamembuka kembali lembaran “sejarah kelabu” bangsa lainyang digoncang prahara kekerasan horizontal sebagaiimplikasi ketidakmampuan menjaga pluralisme seperti: UniSoviet dan negera bekas Yugoslavia, Serbia-Bosnia.

299

F. Multikultural dalam persepektif IslamMenjaga hubungan baik antar umat beragama dengan

saling menghargai dan tidak saling mencaci sertamengadakan dialog yang membangun dan bermanfaat bagikebanyakan. Membina saling pengertian yang baik denganumat agama lain dengan meningkatkan frekuensi dialogkonstruktif untuk menjelaskan posisi masing-masing danmemahami posisi pihak lain. Menurut Ibnu al-Qayyimmenggambarkan perjalanan hubungan Muslim dan Non-Muslim pada zaman Rasulullah sebagai berikut: ketika Nabidatang ke Madinah, orang-orang Non-Muslim dalamhubungan dengan beliau terbagi kepada tiga golongan:Pertama, golongan yang mempunyai hubungan damaindengan Nabi dan berjanji tidak akan memerangi beliau atautidak mendukung orang-orang yang memerangi beliau sertatidak menjalin persahabatan dengan musuh-musuh beliau,meskipun tetap dalam kekafiran, merek dijalin keamanan diridan harta bendanya. Kedua, golongan yang memerangi danmenunjukkan permusuhan kepada beliau. Ketiga, golonganyang tidak memiliki perjanjian damai, tetapi juga tidakmemerangi beliau, tetapi mengganggu bagaimanaperkembangan situasi. Keempat, golongan orang-orangyang hatinya menginginkan kemenangan Nabi MuhammadSAW, golongan yang secara lahir menyatakan bergabungdengan Nabi SAW tetapi dalam batinnya memberikanloyalitas kepada golongan yang memusuhi Nabi agar tidakmendapat ancaman dari keduakelompok tersebut, merekaitulah yang dikenal dengan kaum Munafik. Nabimengadakan perdamaian dengan orang-orang Yahudi dan

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

300

International Seminar on Islamic Civilization

menandatangani suatu dokumen keamanan. Mereka terdiridari tiga kelompok di sekitar Madinah yaitu Bani Qainuqa,Bana Nadhir dan bani Quraidhah (Majelis Tarjih danPengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah (2000:94-95).

Dalamperjalanan sejarah bangsa dan negara ini, warnawarni hubungan antarumat bereagama mengalami dinamikadan corak yang dari waktu ke waktu terkadang terjadifluktuasi. Intensitas hubungan itu harus dikelola dalambingkai “budaya dialog”. Lewat budaya dialog itulah prinsip-prinsip menyampaikan pendapat dengan hikmah yaituperkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakanyang hak dan bathil. Dengan cara hikmah itu tentudiharapkan dapat berdialog dengan cara yang lebih santundan baik sehingga hasil yang ingin dicapai tercapai (baca,QS. Al-Nahl [16: 125), dan (baca, Qs.Al-Hujrat{49-13}.

Membangun komunikasi yang intens antarumatberagama menjadi persoalan penting di komunitasmasyarakat plural. Nilai kemajemukan harus tetapdibudidayakan tanpa membesar-besarkan perbedaan yangmenyebabkan keretakan hubungan antarumat. Keretakanhubungan dan tidak adanya kesepahaman antarumat yangmenyebabkan kelompok tertentu didikreditkan jelasmenimbulkan gesekan baru. Adanya “anggapan”ketidakadilan dan memarginalkan kelompok lainmemunculkan lahirnya kelompok militan yang berjuangmembelanya. Hal itulah tidak sedikit melatari lahirnyakelompok yang dianggap radikal.

301

Harapan dan impian organisasi tersebut merupakanharapan ideal, tetapi harus diingat bahwa bangsa Indonesianegara pluralisme yang memiliki keragaman cara pandangterhadap kemajemukan tersebut. Dalam kehidupan sosialkeagamaan realitasnya sering terjadi sentimen keagamaanyang memimbulkan konflik dan kekerasan bila tidak dikelolasecara baik. Beragam budaya, etnis, suku bangsa, ras danagama sebagai bentuk keragamam bangsa yang harus dijagadan dikelola secara baik.

Mencermati fakta tersebut tentunya tidak akan berujung.Untuk itu pemerintah dituntut membudidayakan kearifandan kemauan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa.Pemerintah harus tegas menyikapi persoalan bangsa. Janganbiarkan warga negara saling menyerang dan balas membalasdengan dendam kusumat yang memperkeruh suasana.Idealnya semangat nasionalisme dibangun di atas landasanpersatuan dan kesatuan antarumat. Untuk itu, semua anakbangsa ini saatnya untuk sama-sama instropeksi diri agartidak melakukan kekerasan yang merugikan orang lain. Danjuga tidak memperkeruh suasana yang memancingmunculnya kekerasan lainnya. Kekerasan atas nama apapuntermasuk agama tidak dibenarkan. Jangan biarkan simbol-simbol keagamaan menyulut lidah api dendam yangmelumat ketenangan dan kedamaian anak bangsa ini.Agama anti kekerasan tidak boleh bertekuk lutut akibat nafsukeserakahan. Pemerintah harus menegakkan hukum demiperlindungan dan keamanan untuk semua warga. Mari! Kitasemua instropeksi diri untuk membangun sebuah bangsayang besar. Jauhi kekerasan berbaju anarkis.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

302

International Seminar on Islamic Civilization

Tuduhan kekerasan agama nyaris sempurna ketikatragedi 911 (11 September 2001). Serangan teroris mematikanterhadap gedung kembar World Trade Center (WTC) danpertanahan Pentagon Amerika Serikat. Tragedi itumeruntuhkan wibawa negara superpower itu yang terkadangbertindak tidak adil terhadap Negara lain. Tragedi yangmenewaskan ribuan orang itu melahirkan sentimenkeagamaan yang sangar dan kejam terhadap Islam.Kelompok radikal Al-Qaedah pimpinan Osama Bin Ladendianggap biang kerok di balik tragedi itu, walaupun tuduhanitu belum terbukti. Tragedi tersebut memunculkan sentimenkeagamaan luar biasa. Kebencian bertambah ketika bom Bali(12 Oktober 2002) menguncang Bali dan dunia internasional.Tragedi yang menelan 200 orang yang kebanyakan wargaAustralia menyisakan trauma dan pilu yang mendalam. Lukalama belum sembuh betul ledakan bom Bali II, dan hotel J.W.Marriot menambah menganga luka dan trauma itu. Tidaksemua radikalisme dikaitkan dengan kekerasan. Kekerasan,pelan tapi pasti akan merupakan merusak kemapanan sosialyang cinta damai, saling menghargai dan saling menghor-mati. Radikalisme dalam tataran praktis ini bermetamorfosisdalam tindakan anarkisme yang menyebabkan kekacauandi dalam Negeri dan akan merugikan banyak pihak. Hal Iniharus dihindari.

G. Merajuk dan menjaga Kerukunan Umat BeragamaPada dasarnya prinsip kerukunan umat beragama ini

sebagai kerangka untuk menjaga stabilitas pembangunannasional. Nuansa toleransi kerukunan hidup antarumat

303

beragama sering mereka sebut dengan “Trilogi KerukunanUmat Peragama” yaitu kerukunan intern dan antarumatberagama serta kerukunan antara umat beragama denganpemerintah. Triologi kerukunan umat beragama inilah yangperlu ditegakkan melalui koordinasi dan dialog baik dialogkehidupan, dialog perbuatan, dialog teologis, maupun dia-log pengalaman agamis. Dialog tersebut dapat dilakukansecara terbuka dengan saling lapang dada serta salingmenghormati perbedaan masing-masing. Dalam relasi ini,Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menegaskanbahwa pembangunan nasional dan pembinaan kerukunanumat beragama merupakan bagian yang esensial daripembinaan persatuan dan kesatuan nasional.

Masalah kemajemukan dalam NKRI yang multietnis danstruktur masyakarat yang beraneka ragam boleh jadi seperti’srigala berbulu musang’. Potensinya terkadang menyimpangkonflik bila anak-anak bangsa yang berbeda latar belakangbudaya, agama, ras dan golongan. Untuk itu, kita harusmampu menjaga keseimbangan dalam struktur sosial, politikdan kebudayaan agar tidak terjadi intrik, ketidakpuasan,stereotipisme dan prejudice.

Sejatinya cita-cita masyarakat majemuk adalahmembangun kembali kejayaan bangsa dengan tetap menatakembali kerukunan umat beragama. Titik fokusnya adalahmenekankan pada kesederajatan dalam perbedaan dengantetap melindungi keanekaragaman budaya termasukkelompok minoritas. Hanya saja, jangan kelompok minoritasmendominasi kelompok mayoritas.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

304

International Seminar on Islamic Civilization

Untuk menjaga kerukunan umat beragama diperlukankerja kolektif, sinergi berbagai pihak dalam mengambillangkah yang arif, sistimatis dan utuh. Persoalan pentingdalam menjaga kemajemukan bangsa ini adalah menjagaprinsip agree in disagree (setujuan dengan perbedaan)diharapkan sebagai obat manjur menekan terjadinyapertentangan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yangmajemuk. Dalam mengembangkan nilai-nialai yang prinsipildalam menjaga kerukunan diperlukan adanya peningkatankeharmonisan hubungan antarumat terkadang mengalamidistorsi, sehingga terjadi semacam kesenjangan antarakenyataan (das sollen) dan harapan ideal (das sein). Untukmemediasi kesenjangan tersebut, pemerintah harus ikutcampur menyediakan wadah dialog antarumat untukmencari titik temu terhadap perbedaan yang dihadapinya.Idealnya pemerintah baik pusat maupun daerah harusmewadahi berbagai perbedaan dengan mengusung jalansolusi terbaik.

Sejak orde lama, orde baru, orde reformasi atau sampaikapanpun kederajatan dalam perbedaan tetap diperlukan.Antarumat harus diinjeksi dengan saling pengertian,pemahaman serta saling menghormati lewat dialog budayauntuk menemukan titik temu persoalan bangsa. Sebenarnyadalam masyarakat manapun telah tercipta sistem sosial dalammengatasi persoalannya. Mekanisme budaya ini harusdipertahankan dan dikembangkan dalam rangkamempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa.

Di sejumlah daerah memiliki lembaga sosial-budayaseperti: pela gandong di Maluku Ambon, Mapalus di Sulawesi

305

Utara, rumah bentang di Kalimantan Tengah, Marga diTapanuli, Sumatera Utrara dan lainnya harus tetapdipertahankan. Di Maluku Ambon paradigma dan prinsipPela gandong yang diagung-agungkan itu hanya basa-basidan lips service, yang telah lama kehilangan maknanya dandiperlakukan secara taken of granted (Azra, 1999: 13).Mekanisme sosial diyakini sebagai sarana yang ampuh untukmenggalang persaudaraan dan solidaritas antarwarga,terlepas dari dari perbedaan-perbedaan sosial-keagamaanyang mereka miliki ternyata kurang manjur mengatasiperbedaan. Padahal prinsip tersebut merupakan mekanismebudaya lokal untuk menjaga kerukunan umat beragama disetiap daerah.

Diakui atau tidak, Indonesia merupakan salah satuNegara yang sangat toleran dan rukun secara agama. Selamaini, bangsa ini sangat toleran dan rukun. Kerukunan umatberagama akan lengkap sempurna dilakukan dalam sisiajaran agama yang merupakan pangkal keharusan-keharusan dan tinjauan sosial-historis yang merupakan wadahnyata. Kesulitannya adalah faktor penerimaannya olehmasyarakat umum, khususnya telah terkungkung olehstereotip keagamaan sebagai kristalisasi dari pengalamanpahit getirnya kesenjagangan sosial atau mungkinketidakpedulian intelektual dalam memberikan penyadaranterhadap persoalan sosial keagamaan.

Persoalan SARA ini mengandung kepekaan emosionlyang luar biasa. Pembiaraan persoalan sosial keagamaanmenimbulkan bahaya laten yang membuat kerukunan kiankisruh dan memperkeruh suasana sosial-keagamaan. Relasi

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

306

International Seminar on Islamic Civilization

sosial-keagamaan harus saling menguntungkan, jangansampai menjadi masalah, hanya bangsa-bangsa heterogenitasagama yang memiliki kearifan lokallah yang mampumenjaga keutuhan dalam kamajemukan.

Bila kita cermati secara seksama, kerusukan dan konflikdalam suatu daerah sentimen SARA “dilibatkan”. Hasilpenelitian Loekman Sutrisno dari UGM dan Sarlito Wirawandari UI dikutip (Azra, 1999: 10-11) bahwa kerusuhan “berbauagama” itu ternyata lebih disebabkan oleh rasa frustrasi, alienasi,dan deprivasi ekonomi serta politik. Marginalisasi, periferalisasi,dan deprevasi ekonomi serta politik yang dialami banyak massayang kebetulan beragama Islam- menjadi kepahitan dankemarahan yang siap meledak sewaktu-waktu menjadikekerasan politik (political violence) menunggu adanya faktorpemicu (triggering factor) yang sering sangat sepele.

Idealnya agama menjadi bahan empuk sebagai faktorpemersatu (ralling factor) massa yang histeris dan anarkis dansimbol-simbol agama menjadi crying banner, teriakan-teriakanpembangkit semangat belaka. Persoalan antarumatseharusnya diselesaikan lewat dialog untuk mencapaimufakat, bukan media kekerasan yang dapat merusaktatanan sosial.

Dalam menjaga keutuhan NKRI melalui kerukunanantarumat beragama bersentuhan langsung pada persoalan,Pertama, wawasan kebangsaan atau nasionalisme. Wawasankebangsaan sebagai unsur penting bagi terciptanyakesamaan hak manusiawi untuk membangun masa depanbangsa yang diinginkan. Secara individual maupun kolektifperlu membangun kesadaran dan kemauan menjaga

307

keragaman etnik, ras, suku bangsa dan golongan. Denganwawasan kebangsaan antarumat perlu dilakukan dialog yangintensif dengan menolak diskriminasi dalam bentuk apapun.Paham superioritas antarumat tertentu akan memunculkansuperioritas suatu golongan.

Kedua, proses perkembangan wawasan nusantaratentang hubungan antara Negara dengan umat beragama.Wawasan nusantara sebagai bagian penting untukmemahami hubungan antara pemerintah dan umatberagama. Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa filosofipendirian Negara ini serta mengakomodir pandangan yangmerepresentasi kepentingan semua kalangan. Ketika thefounding father mendialogkan tentang dasar Negara ini yangmenetapkan adanya hubungan antara agama, umatberagama dan Negara. Kearifan para pendidikan Negara inimemang patung mendapat apresiasi positif denganmenampilkan rasa tanggung jawab yang cukup besar danwawasan yang cukup luas.

Disadari atau tidak, adanya dikotomi antara mayoritasdan minoritas akan memunculkan gesekan yang bakalmenjadi boom waktu bagi penyelesaian bangsa. Penyelesaianpersoalan bangsa tidak cukup dengan menyandalkan otakdan otot, juga mengedepankan dialog hati. Hati nurani dapatmeilihat persoalan bangsa dengan hati yang jernih.

Ketiga, manfaat timbal balik dari kerukunan umatberagama bagi umat beragama dan bagi NKRI. Untukmewujudkan kerukunan umat beragama memiliki manfaatbesar dari kelangsungan NKRI. Manfaatnya untukmeletakkan landasan moral, etik dan spiritual bagi

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

308

International Seminar on Islamic Civilization

kelangsungan pembangunan nasional. Mewujudkankerukunan umat beragama merupakan bukti dasar Negaradan pandangan hidup bangsa, dalam mewujudkan stabilitasnasional yang mantap dan dinamis. Ketiga hal tersebut, sangatdiperlukan untuk memperkuat ikatan emosional antarapemeluk agama. Di samping itu, masing-masing umatberagama dapat saling memahami dan mengetahui persoalanumat secara menyeluruh.

H. SimpulanDalam upaya langkah-langkah untuk menjaga

kerukunan umat beragama dalam kapal raksasa NKRI.Pertama, menghilangkan sikap prejudis dan stereotip untukmenjaga harmonisai antarumat dan kelompok umat. Sikaptersebut seringkali mengeneralisasi sebagai sebuah penilaianakir tanpa yang tidak dilandasi dengan bukti-bukti terlebihdahulu. Pada masyarakat multikultural sangat mudahtumbuh sikap prejudis dan streotipe. Untuk itu, kita berharappemerintah khususnya Departemen Agama Cq. PusatKerukunan Umat Beragama (PKUB) salah satu cara misalnyamengaktifkan dialog kebudayaan pemuda lintas agama.Peran negara sebagai “pengatur” umat beragama digantidengan peran “fasilitator”. Artinya Depag harus mampumemfasilitasi seluruh agama dan kepercayaan (termasukkepercayaan lokal yang ada) agar berkembang sesuaikeadaan yang sebenarnya dalam masyarakat. Depag tidakhanya terjebak pada membangun fasilitas fisik belaka, namunyang terpenting adalah membangun pemahamankeagamaan masyarakat yang inklusif dan moderat (Ainul

309

Yaqin, 2007:51).Kedua, pendidikan multikultural sebagaiwahana sentral dalam relasi mutualis simbiosis antar budaya.Pendidikan kebudayaan terhadap pembinaan generasi muda.Cara ini menurut Penulis efektif dengan peran esensial untukmendengar suara rakyat. Dengan media pendidikan dimanaseorang guru dapat mentransfer ilmu pengetauan,ketrampilan dan nilai dengan menawarkan alternatif melaluipenerapan strategi dan pendidikan yang berbasis keragaman.Tujuannya bukan hanya untuk memahami pelajaran, tetapiuntuk meningkatkan kesadaran mereka agar dapatberprilaku humanis, pluralis dan demokratis. Ketiga,mengefektifkan dialog budaya lokal untuk meredam setiapperbedaan antarumat. Hal ini, dilakukan untuk mengeliminirbalapan antarumat yang bermotif sosial-politik, budaya,agama maupun ras. Secara ideal sebenarnya seluruh anggotamasyarakat mengambil peran aktif dalam melayanikebutuhan masyarakat. Elemen penting untuk mengatasipersoalan kerukunan umat beragama melalui organisasi-organisasi masyarakat, yayasan-yayasan, lembaga swadayamasyarakat (LSM) dan peguyuban sebagai elemen yangberbasis masyarakat majemuk demi masyarakatsipil.Keempat, proses penguatan anggota masyarakat untukmembangun harmonisasi antar agama dan antar sukubangsa. Pemerintah harus cukup bijak dalam mengelolakemajemukan agar masa depan negara tetap eksis sebagainegara besar. Melalui proses sebagai upaya membangunoptimisme di tengah pesimisme dan keputusasaanmasyarakat dalam menapaki bangsa pluralis terbesar duniadalam merajut kerukunan umat beragama.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

310

International Seminar on Islamic Civilization

Hal penting yang diusung ke depan adalah menolakkekerasan dalam bentuk apapun, mengedepankan dialogkebudayaan, penegakkan hukum dan keadilan untukmenggapai kedamaian hidup pada masyarakat plural.Semoga Bermanfaat dalam kehidupan berbangsa danbernegara dalam bingkai masyarakat indonesia yang adil,makmur, sejahtera, tentram, toleran, aman di negara kesatuanRepublik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945.

KAJIAN DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, 2000. Pendidikan Islam: TradisidanModernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: LogosWacanaIlmu.

Abdullah M. Amin, Pendidikan Agama Era Multi KulturalMulti Religius, Jakarta: PSAP Muhammadiyah,2005.

H.A.R, Tilaar, 2002.Perubahan Sosial dan Pendidikan:Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia.Jakarta: Grasindo.

Choirul, Mahfud, 2011. Pendidikan Multikultural, Bandung:penerbit pustaka pelajar.

Freire, Paulo, 1994. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan,terj. Alois A. Nugroho, Jakarta: Gramedia.

Hilmy, 2003. Menggagas Paradigma Pendidikan BerbasisMultikulturalisme Jurnal Ulumuna. Mataram:STAIN. Vol. VII. Edisi 12 No. 12 (Juli-Desember).

311

http://www.uin-alauddin.ac.id/download-Pendidikan-Multikultural-Sitti-Mania.pdf

Mashadi, Imron, 2009. Pendidikan Agama Islam DalamPersepektif Multikulturalisme. Jakarta: Balai LitbangAgama.

Muhammad, AR. 2003. Pendidikan di Alaf Baru” Rekonstruksiatas Moralitas Pendidikan” Jogyakarta: Prismashophie.

Mundzier, Suparta, 2008. Islamic Multicultural Education:Sebuah Refleksi atas Pendidikan Agama Islam di In-donesia, Jakarta: Al-Ghazali Center. cet. ke-1.

Umaedi, 2004. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah(MMBS/M), CEQM.

UU RI No 20 Thn 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasionaldan Penjelasannya. Jogjakarta: Media Wacana.

http://www.uin-alauddin.ac.id/download-Pendidikan-Multikultural-Sitti-Mania.pdf

Muhammad. AR. Pendidikan di alafbaru “Rekonstruksi atasmoralitas pendidikan” (Prisma shophie, Jogyakarta,2003), hal. 63.

Mundzier Suparta, Islamic Multicultural Education: SebuahRefleksi atas Pendidikan Agama Islam di Indonesia,cet. ke-1 (Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008), hlm. 5.

Umaedi, ManajemenMutuBerbasisSekolah/Madrasah (MMBS/M),CEQM. 2004, hal. 1.: Logos WacanaIlmu 2000).hlm. 13-14

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...

312

International Seminar on Islamic Civilization

Ali Maksum, dkk (ed.), Pendidikan Kewarganegaraan:Demokrasi, HAM, Civil Society dan Multikultural-isme, Malang: PuSAPoM, 2007.

Bambang Sugiharto, Posmodernisme Tantangan Bagi Filsafat,Yogyakarta: kanisius, 1996.

Bikhu Parekh, Rethingking Multiculturalism: Cultural Di-versity and Political Theory, Cambridge: HarvardUniversity Press, 2000.

Charles Taylor, “The Politics of Recognation” dalam AmyGutman, Multiculturalism, Examining the Politicsof Recognation, Princenton: Princenton UniversityPress, 1994.

Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006.

Donna M. Gollnick dan Philip C. Chinn, Multicultural Edu-cation in a Pluralistic Society, New Jersey: PrenticeHill, 1998.

H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Glo-bal Masa Depan dalam Transformasi PendidikanNasiona, Jakarta: Grasindo, 2002.

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta:Pustaka al-Husna, 1993.

K.H.Q. Shaleh H.A.A. Dahlan, dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an,Bandung: CV. Diponegoro, 2001.

Kartini Kartono & Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung:Pionir Jaya, 1987.

313

M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural (Cross-CulturalUnderstanding untuk Demokrasi dan Keadilan),Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atasPelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998.

Muhaimin, et. al., Manajemen Pendidikan: Aplikasi dalamPenyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta: Kencana, 2009.

Rizal Muntasyir, dkk, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2004.

Pendidikan Multikultural dalam Kehidupan Berbangsa, Bernegara, Dan ...