pendidikan karakter dalam novel sang penceraheprints.ums.ac.id/66867/2/publikasi ilmiah.pdf · rosi...
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PENCERAH
RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER
DI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM ASSALAAM
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
Pada Jurusan Magister Administrasi pendidikan Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh
ROSI DIANA SARI
Q 100 100 027
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PENCERAH
RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK
PESANTREN MODERN ISLAM ASSALAAM
Abstract
The purpose of this study is to examine and describe : (1) Character Education in Sang Pencerah Novel, (2) Character education in PPMI Assalaam (3) The relevance between Character Education in Sang Pencerah and Character Education in PPMI Assalaam. This research uses qualitative approach with phenomenology design. The subjects of this study are students, teachers and principal in PPMI Assalaam. Techniques Data collection uses in-depth interviews, observation, and documentation. Technique validity of data in this research use triangulation of source with triangulation technique. Data analysis using Phenomenology Perspective model with data collection process, data reduction, data presentation, and conclusion. The results of this study are (1) there are 18 characters are found in Sang Pencerah Novel and also in PPMI Assalaam. Those characters are religius, honest, tolerance, discipline, work hard, creative, independent, democratic, curiosity, the spirit of nationality, love homeland, rewarding achievement, friendly/communicative, love peace, joy of reading, environmental care, social care, responsibility. (2) there are four relevances are found between Character Education in Sang Pencerah and Character Education in PPMI Assalaam. First, Principles relevance, there are three same principles the principle that said Allah is the only God, modern means adaptive and accomodating to new ideas both from within and outside the community, egalitarian means all people are equal which distinguishes each other is the devotion to Allah. Second, goal relevance, both have the same goal that is to create islamic generation that has a good moral based on Al-Quran and As-Sunnah. Third, content relevance, means the character education found in both almost the same. Fourth, method relevance, the way they educate the students are the same. For example, giving advice through lecturing, dialogue or discussion, habituation, giving a good example and problem based learning.
Keywords : Character, Novel, Pondok Pesantren
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mendeskripsikan: 1) Pendidikan Karakter dalam Novel Sang Pencerah; 2) Pendidikan Karakter di PPMI Assalaam; 3) Relevansi antara Pendidikan Karakter dalam Sang Pencerah dan Pendidikan Karakter di PPMI Assalaam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain phenomenology. Subjek penelitian ini adalah siswa, guru, dan Kepala Sekolah di PPMI Assalaam.Teknik Pengumpulan Data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik
2
keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dengan triangulasi teknik. Analisis data menggunakan model perspektif fenomenologi dengan proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian adalah (1) ada 18 karakter yang ditemukan pada Novel Sang pencerah dan juga di PPMI Assalaam. Karakter-karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. (2) Ada empat relevansi yang ditemukan antara pendidikan karakter dalam Sang Pencerah dan pendidikan karakter di PPMI Assalaam: Pertama Relevansi prinsip, ada tiga kesamaan prinsip. Pertama Prinsip Tauhid, yang menyatakan keesaan Allah. Kedua Modern, yang berarti adaptif dan akomdatif terhadap ide-ide baru, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar komunitas. Ketiga egaliterian yang berarti manusia semua sama yang membedakan adalah ketaqwaan terhadap Allah. Kedua Relevansi tujuan, keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan generasi islam yang mempunyai ahlak berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah. Ketiga Relevansi isi, berarti Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang ditemukan dalam keduanya hampir sama. (4) Relevansi Cara. Cara pengajaran pendidikan karakter keduanya sama. Antara lain melalui pemberian nasihat berupa ceramah, dialog atau diskusi, pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran berbasis penyelesaian masalah.
Kata Kunci : Karakter, Novel, Pondok Pesantren
1. PENDAHULUAN
Pada usianya yang ke-73 tahun, bangsa Indonesia memiliki sejumlah
persoalan mendasar yang belum terselesaikan. Salah satu masalah mendasar
tersebut adalah cenderung menurunnya kondisi moral generasi muda. Hal ini
ditandai dengan munculnya berbagai perilaku menyimpang seperti penggunaan
narkoba, tindak kekerasan, dan maraknya seks bebas di kalangan remaja. Realitas
itu menunjukkan bahwa karakter generasi muda Indonesia memerlukan perhatian
lebih dari berbagai kalangan.
Pengangguran terdidik (lulusan SMA, SMK dan perguruan tinggi) cukup
mengkhawatirkan. Data BPS menunjukkan bahwa lulusan SMK masuk peringkat
tertinggi yakni 17,26%, berikutnya SMA 14,31%, lulusan perguruan tinggi
12,59%, serta diploma I/II/III 11,21%. Tamatan SD kebawah hanya 4,7%. Selain
pada generasi muda, permasalahan moral juga dapat ditemukan pada generasi
yang lebih senior. Kondisi ini dapat dilihat dari berbagai tindak kejahatan yang
terjadi di masyarakat. Dari waktu ke waktu kuantitas dan kualitas kejahatan terus
3
bertambah. Tidak hanya melibatkan masyarakat kelas bawah kurang terdidik, saat
ini kejahatan juga melibatkan masyarakat kelas atas terdidik. Salah satu
bentuknya adalah kejahatan kerah putih seperti korupsi.
Berbagai masalah di atas memiliki relevansi dengan moralitas. Moralitas
di sini diartikan sebagai seperangkat nilai yang diyakini dan dijadikan pedoman
berperilaku. Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai persoalan sosial di atas,
aspek moral harus mendapat perhatian secara serius. Untuk mengulas masalah
moral tentu saja perlu membahas masalah pendidikan.
Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang
strategis untuk membentuk karakter. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik
dan kuat (Furqon, 2010: 3).Untuk itulah, urusan moral dan pendidikan menjadi
pekerjaan rumah semua pihak agar pembentukan karakter yang dirasa sebagai
cara yang tepat untuk memperbaiki moral bangsa dapat berjalan dengan baik.
Melalui konstitusinya, Indonesia mengamanatkan pemerintah agar
menyediakan minimal 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dialokasikan untuk pembangunan bidang pendidikan.
Harapannya sangat jelas, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan. Yang harus
dipikirkan setelah ini adalah menentukan arah pendidikan indonesia akan dibawa
kemana. Dan pendidikan yang berorientasi pada pendidikan karakterlah yang
sekarang ini dibutukan oleh masyarakat Indonesia.
Komponen utama modal sosial, modal etika, dan semangat adalah
karakter. Bahkan, modal intelektual pun hanya akan terbentuk dengan cepat
apabila ada semangat belajat yang tinggi, yang pada dasarnya adalah karakter.
Tanpa semangat belajar yang tinggi, kemampuan intelektual tidak akan
berkembang. Jadi, pendidikan karakter merupakan bagian yang sangat penting
dari pembangunan masyarakat Indonesia.
Di tengah berbagai masalah itu, bangsa Indonesia memiliki modal sosial
yang sangat berharga karena memiliki lembaga pendidikan khas yang sudah teruji
keampuhannya dalam mendidik generasi muda sehingga memiliki karakter yang
baik, yaitu pondok pesantren. Lembaga pendidikan ini telah berdiri bahkan
4
sebelum Indonesia merdeka. Dibangun dan dikelola dengan inisiatif masyarakat,
pondok pesantren biasanya dikelola dengan memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki masyarakat sekitar.
Berbeda dengan lembaga pendidikan formal seperti sekolah, pada awalnya
pesantren didirikan tanpa campur tangan pemerintah. Prinsip tata kelolanya benar-
benar dari, oleh, dan untuk masyarakat. Orientasi utama pendidikan pondok
pesantren adalah menjadikan santri menjadi Muslim sejati yang dapat
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, aspek
moral atau nilai sangat diprioritaskan. Nilai-nilai Islam dijadikan sendi utama
dalam penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
Dengan jumlah dan jangkauan wilayah yang tersebar di hampir seluruh
Indonesia, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat berperan dalam
membentuk karakter anak muda Muslim di Indonesia. Namun keunggulan
pesantren tidak hanya terletak padajumlah dan jangkauan. Keunggulan lain yang
tidak dapat diabaikan adalah prinsip-prinsip pendidikan yang senantiasa
mengutamakan aspek nilai dibandingkan aspek pengetahuan dan keterampilan.
Dalam hierarki pendidikan pesantren, nilai adalah prioritas tertinggi karena
dianggap menjadi penentu bagi pengetahuan dan keterampilan. Karakter
demikian, tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan karakter agama Islam yang
menjadikan nilai sebagai panduan hidup.
Pesantren memiliki metode pembelajaran yang khas dalam membelajarkan
nilai. Zarkasy (2013) menyebutkan, dalampesantrenterdapatkonseppancajiwa atau
lima nilai utama yang meliputi (1) keikhlasan, (2) kesederhanaan, (3) berdikari,
(4) ukhuwah islamiah, dan (5) bebas. Panca jiwa ini telah menjadi konsep umum
yang dijadikan rujukan di hampir seluruh pesantren di Indonesia, seperti di
Pesantren Agro El Nur Falah Salatiga (Juliono, 2005), Pesantren Putri Al-
Mawadah Ponorogo (Dermawan, 2016), Pesantren Mu’adhalah Pamekasan
(Bukhory, 2011), dan pesantren-pesantren lain di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, kelima nilai dalam panca jiwa pondok pesantren
melandasi proses pendidikan di pesantren, sehingga lembaga pendidikan itu dapat
melahirkan intelektual, pemikir, ulama, dan anggota masyarakat yang memiliki
5
jasa besar membangun peradaban. Lima nilai dasar itu pula yang membuat
pesantren di Indonesia tetap eksis menjadi lembaga yang dihormati dan
diperhitungan.
Selain pancajiwa, untuk mewujudkan generasi yang berakhlakul karimah,
pesantren menggunakan enam strategi pendidikan yang khas. Mu'minah (2015)
menyebutkan enam strategi tersebut adalah peneladanan, pembentukan
lingkungan, pembiasaan, pembimbingan, perhatian, dan penghukuman.
Peneladanan menjadi sangat penting karena pendidikan akhlak di
pesantren tidak cukup dengan kata-kata dan anjuran. Dalam hal ini keteladanan
merupakan karakter paling utama. Pembentukan lingkungan (milieu).Diacu pada
nasihat “kullumaasamiuhu min harokatin au ashwatinfihadzal-ma'hadyakunu
'amilan min 'awamilitarbiyah”. Artinya, pendidikan berlangsung secara total
dengan memanfaatkan setiap momen untuk menanamkan karakter yang mulia dan
moral yang baik kepada anak didik”.
Pembiasaan (training and habit) diterapkan dengan menjadikan semua
aktivitas di pondok pesantren sebagai pendidikan dan pelatihan dan disiplin untuk
hidup di masyarakat kelak. Pembimbingan (guidance) dalam pembentukan
karakter dan moral santri antara lain dilakukan dengan memberikan nasihat,
arahan, semangat, dan seterusnya. Perhatian (care and interest) mensyaratkan
pendidik memahami betul suasana dan kondisi anak didiknya, kelebihan dan
kekurangannya, sehingga anak didik merasa betul-betul dibimbing pendidiknya,
dan ini menciptakan hubungan harmonis antara kyai dan santri. Terakhir,
penghukuman (punishment) diberikan sebagai mekanisme mendidik bagi santri
yang melanggar.
Dalam novel Sang Pencerah karya AkmalNaseryBasral, berbagai nilai
pendidikan karakter khas pesantren diungkapkan. Novel Sang Pencerah adalah
novel biografi tentang kehidupan KH Ahmad Dahlan, pendiri Perkumpulan
Muhammadiyah. Oleh pembaca Indonesia, novel ini cukup diperhitungkan,
terlihat dari angka penjualan yang cukup tinggi, ulasan positif di berbagai forum,
dan diraihnya penghargaan Indonesia Islamic Book Fair Award pada 2011.
6
Salah satu aspek yang membuat Sang Pencerah mendapat apresiasi secara
luas adalah kualitas intrinsik yang dimilikinya, salah satunya kekuatan amanat.
Novel ini memiliki berbagai amanat tentang bagaimana menjadi Muslim yang
baik dalam berbagai situasi. Melalui tokoh Darwis atau KH Ahmad Dahlan,
penulis novel ini menunjukkan sejumlah karakter utama seorang Muslim. Tokoh
KH Ahmad Dahlan yang menjadi pusat penceritaan dalam novel ini dikisahkan
mendirikan dan mengelola lembaga pendidikan. Oleh karena itu, penulis juga
menarasikan berbagai metode pembelajaran termasuk nilai-nilai utama yang
diajarkan tokoh KH Ahmad Dahlan.
Meskipun karya fiksi, keunggulan nilai yang disampaikan penulis melalui
karyanya merupakan nilai yang berharga dan dapat diadaptasi dalam kehidupan
yang sebenarnya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti bermaksud
mendeskripsikan pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah kemudian
menemukan relevansinya dengan pendidikan karakter di pondok pesantren,
khususnya di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam. Penelitian ini akan
memiliki kegunaan praktis yang besar untuk mengembangkan pendidikan karakter
sesuai dengan gagasan-gagasan KH Ahmad Dahlan sebagaimana dikisahkan
dalam novel Sang Pencerah.
2. METODE
Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain
penelitian fenomenologi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap
pertama adalah penelitian novel. Tahap kedua dilaksanakan di Pondok Pesantren
Modern Islam Assalaam. Pelaksanaan penelitian pada bulan Oktober 2017 sampai
dengan Januari 2018. Sumber data penelitian ini yaitu data yang berhubungan
dengan pendidikan karakter di PPMI Assalaam, hasil wawancara langsung dengan
santri, pengajar dan Kepala Sekolah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian pustaka,simak dan
catat, teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data
menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data ini
menggunakan analisis model interaktif. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
7
2010:247) menjelaskan bahwa dalam proses analisis data kualitatif terdapat empat
kegiatan utama yang saling berkaitan dan terjadi secara bersamaan, yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
Reduksi data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah memilih
data-data yang sudah dipilih dari Novel Sang Pencerah. Tahap kedua adalah
merangkum kembali catatan-catatan lapangan dengan memilih hal-hal yang pokok
dan difokuskan kepada hal-hal penting yang berhubungan dengan penanaman
pendidikan karakter di PPMI Assalaam. Rangkuman catatan lapangan tersebut
disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam tentang
hasil yang diperoleh serta mempermudah pelacakan kembali terhadap data yang
diperoleh.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pendidikan Karakter dalam Novel Sang Pencerah
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia
diidentifikasikan berasal dari empat sumber, yaitu agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut,
teridentifikasi sejumlah nilai pendidikan karakter seperti berikut: religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut menjadi
landasan untuk meneliti nilai-nilai pendidikan karakter yang ada pada novel Sang
Pencerah.
Berdasarkan penelitian pustaka dalam novel Sang Pencerah ditemukan
nilai-nilai pendidikan karakter sebagai berikut:
Tabel 1 Pendidikan Karakter dalam Novel Sang Pencerah
NoKarakter Wujud Karakter No Data
Jumlah Data
a. Salat 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 15
1 Religius
b. Berdakwah 16, 17, 18, 19, 20 5
8
c. Menyebut Nama Allah 21, 22, 23, 24 4d. Meneladani Rasullulah 25, 26, 27 3e. Ibadah Haji 28, 29 2f. Berdoa 30 1g. Percaya kepada Allah 31 1h. Puasa 32 1i. Membaca Al Quran 33, 34, 35 3
2 Jujur a. Mengakui kesalahan 36 1a. Menghargai Perbedaan agama/Kepercayaan orang lain 37, 38, 39, 40, 41 5
3 Toleransi
b. Menghargai Perbedaan Pendapat 42 1a. Disiplin Belajar 43 14 Disiplin
b. Disiplin Administrasi 44, 45 2a. Sungguh-sungguh belajar 46, 47, 48, 49, 50 5
5 Kerja Keras
b. Sungguh-sungguh beribadah 51 1a. Metode pengajaran baru 52, 53, 54, 55, 56, 57 6b. Pemakaian hal-hal baru 58, 59, 60, 61, 62, 5
6 Kreatif
c. Mempelajari sesuatu yang baru 63, 64 2
7 Mandiri a. Melakukan perjalanan Haji sendiri
65, 66
2a. Menilai diri sendiri dan orang lain sama 67, 68 2
8 Demokratis
b. Memberikan kesempatan untuk berpendapat 69 1
9 Rasa Ingin Tahu
a. Selalu menanyakan hal-hal yang belum diketahui
70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84 15
10 Semangat Kebangsaan 85, 86 2
11 Cinta Tanah Air 87, 88 2
a. Mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain
89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99 11
12 Menghargai Prestasi
b. Menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat 100, 101 2
9
a. Memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan saudara 102, 103 2b. Memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain yang berbeda pandangan dan berbeda organisasi 104, 105, 106, 107 4
13 Bersahabat/ Komunikatif
c. Memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain yang berbeda agama 108 1
14 Cinta Damai a. Tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman
109, 110, 111 3
a. Mengutip Buku 112 1b. Membaca Buku 113, 114 2
15 Gemar Membaca
c. Mengoleksi Majalah 116 1a. Melestarikan lingkungan 117 1
16 Peduli Lingkungan
b. Membersihkan lingkungan 118 1a. Memberi bantuan biaya haji 119 1
b. Membantu Fakir Miskin
120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129 10
c. Memberi sumbangan membangun langgar 130, 131, 132 3
17 Peduli Sosial
d. Bergabung dengan organisasi kesehatan dan pendidikan 133 1
a. Membaktikan diri dalam pengajaran agama 134 1b. Bertanggung jawab belajar 135 1
18 Tanggung Jawab
c. Bertanggung jawab dalam perdagangan 136 1
3.2 Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam
10
Dalam penelitian di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam peneliti
menemukan ada 18 karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semngat kebangsaan, cinta tanah air,
tanggung jawab
Pertama karakter religius, penanaman karakter religius ditanamkan dengan
mewajibkan seluruh santri untuk melaksanakan shalat lima waktu dengan
berjama`ah tepat waktu. Selain itu pembiasaan puasa sunnah senin kamis juga
puasa daud yang difasilitasi dengan baik oleh pihak pondok membuat santri
banyak yang melaksanakan puasa sunnah. Pembiasaan mengikuti kajian
keagamaan dalam lingkup kecil sampai lingkup yang lebih luas seperti halaqoh
hujroh (kajian dengan wali kamar), halaqoh mantiqoh (kajian dengan wali
asrama), dan kajian rutin dua kali seminggu seluruh santri di masjid Assalaam.
Kedua karakter jujur, ditanamkan dengan memberikan konsekuensi untuk
santri yang mencontek ketika ujian yaitu meninggalkan ruang kelas dan
mengerjakan ujian diluar ruang ujian. Selain itu dalam Buku Tata Tertib Dasar
Santri terdapat beberapa aturan yang tidak membenarkan santri melakukan hal-hal
yang tidak jujur. Seperti pada Bab 7 tentang Kebersihan, keindahan, keamanan,
ketertiban, ukhuwah dan kesehatan pasal 21 ayat 2 poin r santri tidak dibenarkan
memberikan keterangan dan tanda tangan palsu, juga pada poin u mencuri,
menipu, memalak (meminta dengan paksa), menggelapkan dan atau melakukan
kejahatan lain atau sejenis. Kedua poin dalam pasal 21 tersebut jika dilakukan
maka akan masuk pada pelanggaran kategori c. Yang berarti pelanggaran berat.
Ketiga karakter toleransi, ada tiga kategori toleransi, menghargai
perbedaan agama, menghargai perbedaan suku dan etnis, menghargai perbedaan
pendapat, sikap dan tindakan. Menghargai perbedaan agama diperlihatkan saat
menerima tamu dengan perbedaan agama, dari dokumentasi yang ditemukan pada
tahun 2017 Assalaam pernah dikunjungi Duta Besar Amerika untuk indonesia
Joseph R Donovan. Hal ini menjadi contoh menghormati tamu dari kalangan dan
agama apapun perlu disambut dan dihormati dengan baik. Menghargai perbedaan
suku dan etnis, santri yang bersekolah di Assalaam berasal dari berbagai daerah di
indonesia dan pastinya terdiri dari beberapa suku dan etnis. Dengan tinggal
11
bersama dan hidup rukun itu artinya semua bisa menghargai perbedaan satu sama
lain.
Keempat karakter disiplin, penegakan aturan kedisiplinan di PPMI
Assalaam mengacu pada Buku Tata Tertib Dasar Santri. Menurut santri
penegakan kedisiplinan sangat baik di Assalaam. Terutama penegakan
kedisiplinan salat jamaah lima waktu ke masjid. Untuk santri kelas 7 sampai kelas
9 MTs penegakan kedisiplinan dibawah Organisasi Pelajar Pondok Pesantren
Modern Islam Assalaam. Sedangkan untuk kelas 10 sampai kelas 12 dibawah
wewenang Ustadz dan Ustadzah. Penegakan kedisiplinan santri dimulai dari
bangun tidur sampai tidur kembali.
Kelima karakter kerja keras, kerja keras Sifat kerja keras dapat dilihat dari
kesungguhan santri dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan mengikuti
kegiatan-kegiatan yang menunjang pembelajaran. Kehidupan berasrama di
pondok membuat kehidupan santri berbeda dengan mereka yang tidak tinggal di
Pondok Pesantren. Tantangan yang dihadapi lebih berat. Salah satunya karena
jauh dari orang tua. Di tahun awal santri belajar di Assalaam kebanyakan masih
kesulitan untuk membiasakan diri belajar dengan 20 pelajaran. Dan harus
mengikuti pola kehidupan di asrama yang berbeda dengan saat mereka masih di
rumah. Dengan semangat dan kerja keras mereka bisa tetap bertahan dan
beradaptasi dengan lingkungan barunya
Keenam karakter kreatif, Di Pondok Pesantren Assalaam ada beberapa
kegiatan besar diluar kegiatan rutin sehari-hari. Beberapa kegiatan besar tersebut
adalah Mahakarsa, Art Festival, POSA (Pekan Olahraga Santri Assalaam),
Festival rayon, Language Festival dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut di
laksanakan oleh santri sendiri. Mulai dari pembuatan proposal, penyusunan tema
kegiatan, dan pelaksanaan kegiatan. Guru atau Ustadzah berperan sebagai
pembimbing kegiatan. Dari kegiatan-kegiatan inilah muncul karakter kreatif dari
diri santri.
Ketujuh karakter mandiri, Santri yang tinggal di Pondok Assalaam berusia
mulai 12 sampai 18 tahun. Mereka tinggal 24jam di dalam asrama dan jauh dari
orang tua. Santri dituntut untuk dapat mengurusi kehidupannya sendiri dan
12
menjalankan aktifitasnya sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Mereka harus
menyiapkan keperluan belajarnya, mengerjakan tugas-tugas, mencuci, dan
membersihkan kamar sendiri. Dari gambaran kehidupan sehari-hari ini sudah
nampak karakter mandiri santri Pondok Assalaam.
Kedelapan demokratis, Beberapa kegiatan yang menunjukkan karakter
demokratis adalah Pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua kamar dan pemilihan
ketua OP3MIA. OP3MIA adalah Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Modern
Islam Assalaam. Pemilihan ketua kelas dan pemilihan ketua kamar dilaksanakan
di kelas dan di kamar. Namun untuk pemilihan ketua OP3MIA dilaksanakan di
area Pondok dan disaksikan oleh seluruh santri. Proses pemilihan ketua OP3MIA
sendiri ada beberapa tahapan. Salah satu dari tahapan tersebut adalah orasi. 5
besar ketua OP3MIA yang telah lolos seleksi akan berorasi di depan seluruh santri
untuk menyampaikan visi misinya jika kedepan akan terpilih menjadi ketua
OP3MIA.
Kesembilan rasa ingin tahu, Di pondok Assalaam ada beberapa club santri
diluar kegiatan ekstrakulikuler. Beberapa diantaranya adalah Triple-I, Karnisa,
language club dan Casa. Triple-I adalah klub untuk anak-anak tingkat mts yang
menyukai pelajaran IPA. Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali. Kegiatannya
biasanya melakukan praktikum di laboratorium IPA. Selain praktikum, santri juga
diajari membuat laporan praktikum dan karya tulis ilmiah. Satu semester sekali
santri akan melakukan penelitian keluar pondok. Selanjutnya adalah karnisa.
Karnisa sendiri adalah nama majalah. Maka dari itu santri yang tergabung dalam
karnisa adalah tim penulisan majalah. Mereka meluangkan waktunya untuk
mengerjakan majalah, liputan, membuat laporan, editing dan layout. Kemudian
adalah CASA, Club Astronomi Santri Assalaam. Ini adalah club paling terkenal di
Assalaam bahkan mungkin di Indonesia. Pondok Pesantren Assalaam adalah satu-
satunya Pondok Pesantren yang mempunyai observatorium di Indonesia.
Kesepuluh dan Kesebelas cinta tanah air dan semangat kebangsaan, untuk
menumbuhkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air, diadakan upacara
peringatan 17 Agustus, memutarkan lagu-lagu kebangsaan di hari-hari tertentu.
13
Dan di mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan santri diminta menyanyi lagu
kebangsaan.
Keduabelas menghargai prestasi, Karakter menghargai prestasi
dicontohkan oleh berbagai kalangan di Pondok Pesantren Assalam. Menghargai
prestasi dicontohkan dengan cara memberikan hadiah untuk santri yang
berprestasi. Seperti pemberian hadiah untuk santri yang mendapat peringkat satu
paralel di semua unit sekolah. Selain unit sekolah, dari unit kesantrian juga
memberikan hadiah untuk santri-santri berprestasi. Beberapa kategori santri yang
mendapat hadiah adalah santri terajin se asrama, santri teladan se asrama, dan
kamar terbersih se asrama. Untuk santri-santri yang telah berprestasi di luar
pondok, akan di buatkan pamflet oleh bagian sekretariat pondok kemudian akan di
pasang di website Assalaam dan dicetak untuk kemudian di pasang di area
Pondok.
Ketigabelas bersahabat/komunikatif, Santri Assalaam berasal dari berbagai
latar belakang suku dan keluarga. Ketika sudah menjadi satu di Pondok menjadi
santri, maka akan menjadi santri yang sama santri Assalaam. Hal tersebut
membuat santri Assalaam menjadi lebih mudah bergaul dengan teman-teman
yang lainnya.
Keempatbelas cinta damai, Cinta damai identik dengan tidak ada
permusuhan. Namun dalam kehidupan sehari-hari santri, banyak terjadi
ketidakcocokan santri satu dengan yang lainnya. Hal ini lazim terjadi karena
perbedaan latar belakang, pendapat dan lain-lain. Ketika terjadi ketidakcocokan
pengasuh akan menyelesaikan masalah dengan mediasi.
Kelimabelas gemar membaca, Kegiatan pembiasaan membaca di
Assalaam dilakukan rutin adalah membaca Al Quran. Untuk jadwal yang sudah
pasti adalah setelah salat subuh dan setelah salat maghrib. Selain itu membaca Al
Quran dilaksanakan mandiri. Selain membaca Al Quran santri juga sering
membaca buku di perpustakaan. Perpustakaan Assalaam buka siang sampai pukul
15.00. Kemudian buka lagi malam hari setelah salat isya. Banyak santri yang
mengunjungi perpustakaan di malam hari.
14
Keenambelas peduli lingkungan, Untuk menumbuhkan karakter peduli
lingkungan untuk santri adalah menjaga kebersihan area kamarnya masing-
masing. Santri di Pondok Assalaam tinggal di dalam asrama. Ada 5 asrama di area
lingkungan komplek santriwati. Yang menjadi tanggung jawab santri adalah
kamarnya masing-masing dan lingkungan asramanya. Untuk kamar, santri
membagi jadwal piket kamarnya masing-masing. Lalu untuk lingkungan asrama,
santri membagi piket asrama. Untuk kebersihan selain lingkungan asramanya
menjadi tanggung jawab bagian kebersihan. Selain bertanggung jawab dengan
kebersihan lingkungannya, santri juga diharapkan membuang sampah pada
tempatnya. Setiap dua minggu satu kali diadakan kebersihan umum. Menjelang
perpulangan santriwati juga di adakan kebersihan umum.
Ketujuhbelas peduli sosial, Karakter peduli sosial ditanamkan kepada
santri Assalaam melalui penggalangan dana jika ada orangtua santri yang
meninggal, terjadi bencana alam atau musibah. Jika ada orangtua santri yang
meninggal maka dana sosial tersebut akan diberikan langsung kepada keluarga
santri. Jika terjadi bencana alam atau musibah, dana yang sudah digalang akan
diserah terimakan melalui lembaga penyalur bantuan seperti ACT (Aksi Cepat
Tanggap).
Kedelapanbelas tanggung jawab, Penanaman nilai tanggung jawab yang
ditanamkan di Pondok Pesantren Assalaam pada dasarnya menyatu pada
kehidupan santri sehari-hari. Pertama, bertanggung jawab pada diri sendiri. Santri
diwajibkan bertanggung jawab atas segala kebutuhannya sendiri. Santri
melaksanakan segala rutinitas mulai bangun tidur, makan, salat, mencuci baju dan
kegiatan yang bersifat pribadi sendiri. Selain itu kegiatan-kegiatan yang ada di
dalam pondok juga wajib dilaksanakan oleh santri. Dengan adanya kewajiban
tersebut santri dituntun untuk dapat bertanggung jawab dalam menjalankan setiap
kegiatan dan dapat menerima segala konsekuensi atas segala sikap dan
perilakunya selama menjalankan kegiatan tersebut. Penanaman nilai tanggung
jawab tidak hanya mengajarkan santri untuk bertanggung jawab pada diri sendiri
tapi juga bertanggung jawab pada orang lain.
15
3.3 Relevansi Pendidikan Karakter dalam Novel Sang Pencerah dan
Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “relevansi” dimaknai
sebagai hubungan atau kaitan. Merujuk pada makna leksikal tersebut, pada sub
bab ini peneliti akan mengulas hubungan, kaitan, persamaan, dan perbedaan
antara pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah dengan pendidikan
karakter di PPMI Assalaam. Berdasarkan uraian pada bagian-bagian sebelumnya,
ditemukan bahwa relevansi dua variabel tersebut dapat diuraikan dalam empat
jenis relevansi, yaitu relevansi prinsip, tujuan, isi, dan cara.
3.3.1 Relevansi Prinsip
Dengan membandingkan prinsip pendidikan karakter dalam novel Sang
Pencerah yang telah diuraikan dengan lima prinsip pendidikan di PPMI
Assalaam, dapat dikemukakan bahwa keduanya relevan. Prinsip-prinsip yang
relevan adalah ketauhidan (berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah), berkemajuan
(modern), dan berdiri di atas semua golongan (egaliter).Meskipun dalam teks
ketiga prinsip itu dituliskan dengan diksi yang berbeda, namun ketiga prinsip
berpangkal pada keyakinan dasar yang sama.
Prinsip ketauhidan dengan prinsip berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah
adalah prinsip yang sama dan sebangun karena tauhid merupakan dasar ajaran Al-
Quran dan As-Sunnah. Mengimani ke-Esa-an Allah SWT berarti juga mengimani
Al-Quran dan As-Sunnah sebagai kitab suci yang sempurna sebagai pedoman
bertindak dan berperilaku. Tauhid dan Al-Quran dan As-Sunnah merupakan satu
kesatuan konsep. Tauhid adalah nilai, adapun Al-Quran dan As-Sunnah adalah
dalilnya. Setiap perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Quran dan As-
Sunnah merupakan pandangan yang berpangkal pada tauhid.
Modernitas adalah prinsip kedua yang relevan. Baik tokoh KH Ahmad
Dahlan maupun PPMI Assalaam sangat adaptif dan akomodatif terhadap gagasan-
gagasan baru, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar komunitas. Sikap
ini berpangkal pada kesadaran bahwa dunia terus berubah dan manusia juga harus
berubah. Modernitas yang tercermin dalam sikap tokoh KH Ahmad Dahlan dan
prinsip yang dikembangkan PPMI Assalam tercermin dalam sikap yang
16
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian
yang penting untuk dipelajari. Baik dalam novel Sang Pencerah maupun PPMI
Assalaam, modernitas tidak dihadap-hadapkan secara berseberangan dengan
tradisi. Sejumlah tradisi yang dinilai relevan dan bernilai baik dipandang tetap
perlu dipertahankan.
Prinsip ketiga yang relevan adalah prinsip egaliterian yang oleh PPMI
Assalam disebut dengan istilah “berdiri di atas semua golongan”. Egaliterianisme
yang dibawa tokoh KH Ahmad Dahlan berkutat pada keyakinan bahwa manusia
memiliki kedudukan yang sama. Kemuliaan manusia tidak diukur berdasarkan
harta, pangkat, dan jabatannya melainkan berdasarkan ketaqwaannya kepada
Allah SWT. Adapun di PPMI Assalaam, prinsipegaliter tercermin dalam sikap
moderat yang menentang fanatisme, eksklusivitas, dan sekterianisme. Meskipun
disusun dengan redaksional yang berbeda, kedua prinsip ini berpijak pada
anggapan bahwa kedudukan manusia tidakditentukan oleh atribusi ekonomi dan
sosialnya, melainkan oleh ketaqwaannya terhadap Allah SWT.
3.3.2 Relevansi Tujuan
Pendidikan karakter dipahami sebagai proses pendidikan yang berorientasi
pada terbentuknya karakter positif pada peserta didik. Dari definisi sederhana
tersebut dapat diperoleh bahwa tujuan pendidikan karakter adalah membentuk
karakter positif peserta didik. Karakter positif dapat meliputi berbagai karakter
yang ditetapkan oleh masing-masing lembaga pendidikan sesuai dengan visi dan
misi lembaga bersangkutan.
Dalam novel Sang Pencerah disebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter
adalah terbentuknya akhlak manusia Islam yang sesuai Al-Quran dan Al-Hadis.
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa manusia memiliki peran sebagai khalifah di
muka bumi. Agar bisa menjalankan tugas besar tersebut, manusia harus memiliki
seperangkat nilai, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan tuntutan Islam.
Nilai dasar Islam telah disebutkan dalam Al-Quran, untuk memiliki pengetahuan
yang baik manusia perlu belajar dari berbagai sumber, adapun keterampilan bisa
diperoleh melalui berbagai proses latihan.
17
Tujuan besar pendidikan tersebut dirinci dalam berbagai bagian novel
Sang Pencerah, terutama dalam adegan yang mengisahkan kemuliaan akhlak KH
Ahmad Dahlan. Misalnya, agar menjadi manusia yang memiliki akhlak yang
terpuji, pedoman yang harus digunakan adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Jika ada
tradisi yang bertentangan dengan dua sumber hukum Islam tersebut, maka
seorang Muslim harus memiliki keberanian untuk menyatakan ketidaksetujuan
dan keberanian untuk memperbaikinya. Dengan demikian, ia tidak larut dalam
arus tradisi yang kurang baik.
Dalam buku Keassalaaman: Pedoman Bermuamalah di Lingkungan
Yayasan Majelis Pengajian Islam Surakarta disebutkan bahwa tujuan
penyelenggaraan pendidikan di PPMI Assalaam meliputi tiga hal, yaitu (1)
membentuk kader-kader ulul albab yang ikut aktif dalam usaha amar maruf nahi
mungkar; (2) mengembangkan sikap hidup modern berdasarkan Al-Quran dan
As-Sunnah Al-Maqbullah dalam keihlasan, kedisiplinan, ketertiban, kebersihan,
kedamaian, dan keteladanan; dan (3) menjadikan santri sebagai generasi muda
yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
dalam novel Sang Pencerah dan pendidikan karakter di PPMI Assalam memiliki
relevansi dalam tujuan, yaitu terciptanya generasi yang memiliki akhlak sesuai
dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Salah satu karakter manusia yang ingin
diciptakan dalam keduanya adalah manusia yang berpikir maju dan modern
dengan tetap berpegang teguh pada ajaran Al-Quran dan As-Sunnah. Namun
demikian, keduanya juga mengakomodasi perubahan dan perkembangan,
sehingga akhlak berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah diterjemahkan pada
konteks yang berbeda-beda.
3.3.3 Relevansi Isi
Berdasarkan kajian sosiologi sastra terhadap teks novel Sang pencerah
ditemukan bahwa dalam novel tersebut ditemukan 18 jenis pendidikan karakter.
Sementara itu, juga telah dikemukakan pendidikan karakter di PPMI Assalaam.
Berdasarkan hasil wawancara, melihat dokumentasi, dan observasi di lapangan
ditemukan bahwa terdapat 18 pendidikan karakter sebagaimana tercantum dalam
18
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter.
Meskipun nilai pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah dan
implementasinya dalam pendidikan karakter di PPMI Assalaam dikatakan sama-
sama memuat 18 nilai pendidikan karakter, namun porsi dan intensitasnya
berlainan. Selain itu, antara nilai yang digambarkan dalam novel dengan nilai
yang diamalkan dalam PPMI Assalaam juga memiliki perbedaan dalam aspek
teknis. Perbedaan tersebut terjadi karena setting waktu dalam novel berbeda
dengan waktu pengambilan data di PPMI Assalam. Kisah dalam novel Sang
Pencerah terentang pada akhir abad 18 hingga abad 19 yaitu ketika KH Ahmad
Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 23 Februari 1923. Adapun
pengambilan data di PPMI Assalam dilakukan pada 2017 dan 2018. Perbedaan
era atau seting waktu tersebut tentu membawa implikasi yang berbeda karena
perkembangan zaman, struktur sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkret, relevansi isi antara
pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah dengan pelaksanaannya di PPMI
Assalam disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Pendidikan Karakter dalam Novel Sang Pencerah dan
Implementasi Pendidikan Karakter di PPMI Assalaam
No Nilai Pendidikan
Karakter
Penggambaran dalam
novel Sang Pencerah
Implementasi di PPMI
Assalam
1. Religius Melaksanakan salat,
zakat, puasa, haji
Salat berjamaah, zakat,
puasa, berkurban, umrah
bersama
2. Jujur Mengakui kesalahan
yang dilakukan.
- Mengerjakan tes atau ujian
tanpa mencontek.
- Memberikan sanksi kepada
siswa yang mencontek,
berbohong, mencuri, dll.
3. Toleransi - Menghormati orang
lain yang
mempercayai ramalan
- Menghormati teman
yang berbeda suku.
- Menghormati teman
19
No Nilai Pendidikan
Karakter
Penggambaran dalam
novel Sang Pencerah
Implementasi di PPMI
Assalam
Jayabaya.
- Mempelajari agama
orang lain.
yang berbeda pendapat.
4. Disiplin - Terdapat nasihat,
disiplin dalam
mengerjakan sesuatu
akan membuat urusan
menjadi lebih lancar.
- Melaksanakan salat lima
waktu tepat pada
waktunya.
- Berangkat ke sekolah
sesuai waktu yang telah
ditentukan.
5. Kerja Keras - Menggunakan waktu
luang untuk belajar
bahasa Arab.
- Bersungguh-sungguh
dalam mengikuti
pembelajaran di kelas.
- Bersungguh-sungguh
menyelesaikan target-
target kelulusan.
6. Kreatif Mengambil siasat untuk
menghadapi situasi sulit.
Menempuh cara baru
untuk menyelesaikan
perselisihan.
- Munculnya karakter
kreatif karena kegiatan-
kegiatan yang disusun
mengharuskan santri
membuat sesuatu yang
baru.
7. Mandiri - Sejak usia 13 tahun
Kiai Dahlan sudah
pergi haji sendiri dan
harus mengurus
semua keperluannya
sendiri.
Mengurus keperluan pribadi
seperti baju, kebersihan
kamar, secara mandiri.
8. Demokratis KH Ahmad Dahlan
berunding untuk
menentukan materi yang
akan dipelajari.
- Memilih ketua organisasi
pelajar (op) secara
bersama-sama.
- Merencanakan kegiatan
20
No Nilai Pendidikan
Karakter
Penggambaran dalam
novel Sang Pencerah
Implementasi di PPMI
Assalam
Meminta saran santri saat
akan menentukan nama
persarikatan yang dirikan.
melalui musyawarah.
9. Rasa Ingin Tahu - Santri bertanya
tentang hal-hal yang
belum dipahaminya
kepada KH Ahmad
Dahlan.
- Santri melakukan
pengamatan astronomi
menggunakan teropong
bintang.
- Santri melakukan
penelitian dalam klub
karya ilmiah remaja
10. Semangat
Kebangsaan
Mendirikan perkumpulan
pembaharu dalam bidang
pendidikan.
Mengabdikan dirinya
supaya kehidupan
masyarakat lebih baik
lagi.
11 Cinta Tanah Air Mengikuti Organisasi
kebangsaan Budi Utomo.
- Melaksanakan upacara
bendera, menyanyikan
lagu kebangsaan,
memperkenalkan
pahlawan nasional.
12 Menghargai Prestasi Memberikan pujian jika
ada hal baik yang
dilakukan oleh orang
lain.
Memberikan hadiah untuk
santri berprestasi, santri
teladan, santri terajin.
Memberikan beasiswa untuk
rangking 10 paralel santri
MTs yang akan melajutkan
ke jenjang SMA
Memberikan hadiah ibadah
umroh gratis bagi santri yang
21
No Nilai Pendidikan
Karakter
Penggambaran dalam
novel Sang Pencerah
Implementasi di PPMI
Assalam
hafal 30 juz
13 Bersahabat/Komunik
atif
Bergaul dengan banyak
kalangan. Dengan bangsa
belanda, kalangan
nasionalis, kalangan kiai,
kalangan rakyat miskin.
Membina hubungan baik
dengan seluruh santri.
Walaupun berbeda tingkat,
berbeda asal daerah, berbeda
suku.
14 Cinta Damai Kiai Dahlan mengalah
dengan orang yang
memusuhinya, tidak
berusaha untuk membalas
dendam.
Penyelesaian konflik
antarsantri melalui mediasi.
15 Gemar Membaca Kiai Dahlan sudah
membaca hampir semua
kitab karangan Kiai
Sholeh Darat dan juga
membaca berbagai jenis
buku dan majalah.
Menggunakan waktu luang
untuk membaca buku di
perustakaan atau
menghafalkan kitab.
16 Peduli lingkungan Menjaga kebersihan
kompleks masjid Gede
Menjaga kebersihan
lingkungan sekitar asrama
dimana santri tinggal.
17 Peduli sosial Sering memberi makan
orang-orang miskin.
Mengajak orang-orang
kaya untuk ikut
menyumbangkan baju
bekas dan makanan untuk
orang miskin
Mengadakan penggalangan
dana saat terjadi bencana
alam.
Melakukan bakti sosial untuk
desa yang membutuhkan
bantuan.
18 Tanggung jawab Kyai Dahlan bertanggung
jawab sebagai anak kai
harus belajar agama lebih
banyak daripada yang
Santri bertanggung jawab
atas dirinya sendiri selama
hidup di dalam pondok.
22
No Nilai Pendidikan
Karakter
Penggambaran dalam
novel Sang Pencerah
Implementasi di PPMI
Assalam
lain karena akan menjadi
penerus ayahnya.
3.3.4 Relevansi Cara
Pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain melalui pemberian nasihat berupa ceramah, dialog atau
diskusi, pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran berbasis penyelesaian
masalah. Cara-cara tersebut juga digunakan PPMI Assalaam dalam pelaksanaan
pendidikan karakter bagi santri.
Metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang sangat umum
dipraktikkan dalam berbagai lembaga pendidikan dan di berbagai kesempatan.
Metode ini relatif mudah dan murah karena tidak menuntut prasyarat kondisi dan
alat tertentu. Model pembelajaran ini hanya mempersyaratkan kehadiran guru atau
ustad yang memiliki pengetahuan dan santri yang mendengarkan. Meskipun kerap
dipandang sebagai metode pembelajaran yang kuno, metode ini masih tetap
digunakan baik di sekolah, pesantren, perguruan tinggi, maupun lembaga-lembaga
pendidikan lain.
Dalam berbagai adegan dalam novel Sang Pencerah digambarkan KH
Ahmad Dahlan memberikan ceramah kepada murid-muridnya ketika mereka
mengaji di langgar. Dalam kesempatan ini murid-murid duduk untuk
mendengarkan penjelasan KH Ahmad Dahlan mengenai berbagai persoalan hidup
dan nilai yang akan diajarkan. Di berbagai kesempatan KH Ahmad Dahlan juga
menceritakan kisah-kisah teladan agar hikmahnya atau amanatnya dapat dipahami
dan diamalkan oleh santri.
Di PPMI Assalam, model ceramah juga digunakan di berbagai
kesempatan, baik dalam pembelajaran dalam kelas maupun proses pembelajaran
di luar kelas. Di dalam kelas guru memberikan penjelasan tertentu mengenai hal-
hal baik dan buruk berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam hal ini cermah
guru atau ustad menjadi penting karena ustad mewakili institusi yang memiliki
23
legitimasi untuk mendidik. Sebagai orang yang lebih dewasa, berpendidikan lebih
tinggi, dan memiliki legitimasi keilmuan, cermah dari guru atau ustad memiliki
bobot didaktis yang tinggi.
Metode diskusi juga digunakan tokoh KH Ahmad Dahlan dalam berbagai
kesempatan pembelajaran bersama santri. Salah satu adegan menunjukkan tokoh
KH Ahmad Dahlan bertanya kepada santrinya tentang topik apa yang akan
dipelajari pada kesempatan tersebut. Pertanyaan ini merupakan pintu pembuka
diskusi yang memungkinkan santri dapat menyatakan gagasannya secara leluasa.
Melalui pertanyaan ini, tokoh KH Ahmad Dahlan memberi kesempatan kepada
santri untuk mengungkapkan pendapat mengenai hal-hal yang menarik minatnya,
juga tanggapan mereka terhadap persoalan yang dihadapi.
Saat tokoh KH Ahmad Dahlan berencana mendirikan perkumpulan, ia
juga membuka diskusi dengan santri-santrinya. Nama Muhammadiyah yang
kemudian hari menjadi nama persarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan
merupakan nama yang diperoleh dari usulan Sangidu, salah satu muridnya. Dalam
proses pemilihan nama tersebut terdapat diskusi antara santri dengan KH Ahmad
Dahlan tanpa adanya jarak yang memisahkan keduanya.
Metode diskusi dipraktikkan oleh seluruh guru atau ustad di PPMI
Assalam di berbagai kesempatan. Selain dalam kegiatan intrakurikuler dalam
kelas, metode ini juga digunakan dalam kegiatan halaqoh mantiqoh, halaqoh
hujroh, dan konsultasi pengurus organisasi pelajar dengan pembimbing dalam
penyusunan progam dan perencanaan kegiatan. Dalam halaqoh mantiqoh santri
dalam satu rayon berkumpul untuk mendiskusikan dinamika kehidupan asrama,
seperti tentang kebersihan, ketertiban, aturan baru, dan penetapan sanksi bagi
pelanggar. Adapun dalam halaqoh hujroh santri dan ustad membahas hal-hal yang
lebih personal dalam lingkup penghuni kamar, seperti hubungan antarsantri dalam
satu kamar, kebersihan, dan lainnya. Adapun dalam proses bimbingan antara
pengurus organisasi pelajar dan pembimbingnya, santri biasanya mengusulkan
program-program kegiatan yang diminati. Ustad atau Ustdzah memberikan
pertimbangan kebaikan dan keburukan usulan santri tersebut untuk
ditindaklanjuti.
24
Metode pendidikan karakter lain yang terdapat dalam novel Sang
Pencerah adalah pembiasaan (habituasi) dalam melaksanakan hal-hal baik. Dalam
novel Sang Pencerah salah satu proses pendidikan ini ditunjukkan dalam
pelaksanaan salat berjamaah di masjid secara rutin. Salat berjamaah merupakan
salah satu ritual utama dalam agama Islam, terutama bagi laki-laki. Pembiasaan
melaksanakan salat berjamaah bukan hanya berguna membantuk karakter disiplin,
tetapi juga menjadi sarana membangun hubungan baik antarumat.
Di lingkungan PPMI Assalaam, habituasi juga menjadi metode yang
sangat diandalkan. Untuk mengembangkan karakter relijius, setiap santri
dibiasakan bangun pagi dan segera melaksanakan salat Subuh berjamaah di
masjid. Demikian pula pada waktu salat yang lain, setiap santri yang sedang tidak
berhalangan diwajibkan melaksanakan salat berjamaah di masjid. Kebiasaan yang
secara terus-menerus ini sangat berguna agar karakter relijius dan disiplin terpatri
dalam setiap santri.
Selain pembiasaan, peneladanan adalah metode lain yang dapat dijumpai
dalam novel Sang Pencerah sekaligus dilaksanakan di PPMI Assalaam. Dalam
novel Sang Pencerah dapat ditemukan berbagai kebaikan yang dilakukan oleh
tokoh KH Ahmad Dahlan dan kemudian ditirukan oleh murid-muridnya. Pada
halaman 103 diceritakan tokoh KH Ahmad Dahlan memberikan kain kepada tiga
orang penjual sapi yang miskin. Ibadah sosial yang dilakukan oleh KH Ahmad
Dahlan menjadi model perilaku yang ditiru oleh murid-muridnya. Bahkan pada
kemudian hari ketika Persarikatan Muhammadiyah terbentuk, amal sosial menjadi
salah satu visi organisasi.
Di PPMI Assalam keteladanan dari pengelola dan ustad dan ustazah
ditunjukkan dalam berbagai bentuk perilaku. Selain salat berjamaah, guru
memberikan teladan dalam berbicara, berpakaian, dan menjaga kebersihan
lingkungan. Dalam hal berbicara, misalnya, pengelola dan guru membiasakan diri
berbahasa secara santun dalam tiga bahasa agar ditiru oleh para santri. Dalam hal
berpakaian, pengelola dan guru menggunakan pakaian panjang yang menutup
aurat serta dalam kondisi rapi dan bersih. Adapun dalam menjaga kebersihan
25
lingkungan, para guru membersihkan lingkungan tempat tinggalnya agar ditiru
oleh santri.
4. Penutup
Berdasarkan uraian hasil penelitian yang dipaparkan pada penelitian ini, dapat
simpulkan hal-hal sebagai berikut:
4.1 Dalam novel Sang Pencerah terdapat berbagai amanat yang substansinya
sesuai dengan 18 nilai pendidikan karakter sebagaimana tersebut dalam Surat
Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:384/MPN/LL/2011
tentang Pendidikan Karakter.Nilai pendidikan karakter dalam novel tersebut
disampaikan secara tersurat dan tersirat melalui narasi, dialog, dan konflik
yang dialami tokoh.
4.2 PPMI Assalam telah mengimplementasikan 18 nilai pendidikan karakter
dalam proses pendidikan terhadap santri, baik dalam kegiatan intrakurikuler
maupun ekstrakrukuler. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya pesantren dan dengan porsi
yang beragam sesuai dengan kebutuhan dan situasi.
4.3 Nilai pendidikan karakter dalam novel Sang Pencerah memiliki relevansi
dengan pendidikan karakter di PPMI Assalaam dalam empat hal, yaitu
relevansi prinsip, relevansi tujuan, relevansi isi, dan relevansi cara. Meskipun
relevan, nilai pendidikan karakter dalam Sang Pencerah dengan nilai
pendidikan karakter yang diajarkan di PPMI Assalaam memiliki perbedaan
karena perbedaan setting waktu dan perkembangan zaman di berbagai bidang.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia. 2011. Pangkalan Data Pondok Pesantren. (http://pbsb.ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/Diakses pada 6 Januari 2018
Dhofier, Zamakhsyari, 2011. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta. Yuma Pustaka.
H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
26
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung; Alfabeta
Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor. Ponorogo; Trimurti Press