pendidikan islam dan problematika kebangkitannya

36
PENDIDIKAN ISLAM DAN PROBLEMATIKA KEBANGKITANNYA (Sebuah Pemikiran Epistemologi) DRS. ABDUL KADIR, M.Si WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH ABSTRAK Tulisan ini merumuskan pemikiran secara epistemologi sebagai salah satu upaya merancang pendidikan Islam di masa mendatang, perubahan paradigma pendidikan Islam ke arah yang lebih baik. Sebuah pemikiran pengembangan pengetahuan di dunia filsafat pendidikan Islam secara pemikiran-pemikiran yang konstruktif bagi dunia pendidikan Islam. Kajian epistemologi secara etimologi berarti kajian tentang teori pengetahuan, mekanisme berpikir dan metode produksi teoritis, yang diharapkan meminimalkan problematika pendidikan Islam, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari kajian terhadap pendidikan Islam, untuk dimanfaatkan terhadap kebangkitan dan peningkatkan kualitas pendidikan. Bahasan-bahasan seputar epistemologi disini akan dikaitkan dengan ajaran Islam sebagai landasan mendasar dari pendidikan Islam dan segala kemungkinannya dilihat dari aspek ajaran Islam. Dari sini diharapkan akan lahir pemikiran yang mengantar pada kajian epistemologi pendidikan Islam. Mengukur kebangkitan Islam dengan hilangnya khurafat atau dengan semakin banyak perguruan tinggi yang menelorkan para sarjana tidaklah tepat. Karena Islam tidak bisa diukur hanya dengan minimnya khurafat dan banyaknya orang berpendidikan. Tetapi bagaimana kemampuan umat Islam menjadikan Islam dengan al-Qur’an memberikan jawaban sesuai perkembangan zaman dan menjadikan Islam sebagai referensi bagi semua permasalahan yang dihadapi umat manusia dewasa ini. Dan mengapa kondisi ini belum juga mampu diwujudkan umat Islam. Penjawabannya secara konseptual dan Substansial yang dikedepankan disini adalah mengakaji ulang keunggulan dan kemasyhuran pendidikan Islam pada beberapa abad lalu. Pendidikan Islam harus mampu mengimbangi perkembangan zaman yang serba canggih dan serba modern. Maka, semua aspek pendidikan mulai dari sumber, struktur, metode, validitas, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas dan sasaran, bahkan seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan yang menjadi cakupan epistemologi. Dari pemikiran, bahwa metodologi kritis dalam paradigma yang berkembang dalam dunia pendidikan Islam perlu dijawab dengan kajian epistemology, untuk membuka pintu dan wajah baru pendidikan di dunia Islam. Sekaligus jawaban terhadap problematika dan upaya kebangkitan Islam sangat ditentukan dengan bangkitnya dunia pendidikan Islam itu sendiri. 1. PENDAHULUAN

Upload: sal-sabille

Post on 01-Feb-2016

56 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah tentang MSI

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

PENDIDIKAN ISLAM DAN PROBLEMATIKA

KEBANGKITANNYA

(Sebuah Pemikiran Epistemologi)

DRS. ABDUL KADIR, M.Si

WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH

ABSTRAK

Tulisan ini merumuskan pemikiran secara epistemologi sebagai salah satu upaya merancang pendidikan

Islam di masa mendatang, perubahan paradigma pendidikan Islam ke arah yang lebih baik. Sebuah

pemikiran pengembangan pengetahuan di dunia filsafat pendidikan Islam secara pemikiran-pemikiran

yang konstruktif bagi dunia pendidikan Islam. Kajian epistemologi secara etimologi berarti kajian tentang

teori pengetahuan, mekanisme berpikir dan metode produksi teoritis, yang diharapkan meminimalkan

problematika pendidikan Islam, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari kajian terhadap

pendidikan Islam, untuk dimanfaatkan terhadap kebangkitan dan peningkatkan kualitas pendidikan.

Bahasan-bahasan seputar epistemologi disini akan dikaitkan dengan ajaran Islam sebagai landasan

mendasar dari pendidikan Islam dan segala kemungkinannya dilihat dari aspek ajaran Islam. Dari sini

diharapkan akan lahir pemikiran yang mengantar pada kajian epistemologi pendidikan Islam.

Mengukur kebangkitan Islam dengan hilangnya khurafat atau dengan semakin banyak perguruan

tinggi yang menelorkan para sarjana tidaklah tepat. Karena Islam tidak bisa diukur hanya dengan

minimnya khurafat dan banyaknya orang berpendidikan. Tetapi bagaimana kemampuan umat Islam

menjadikan Islam dengan al-Qur’an memberikan jawaban sesuai perkembangan zaman dan menjadikan

Islam sebagai referensi bagi semua permasalahan yang dihadapi umat manusia dewasa ini. Dan

mengapa kondisi ini belum juga mampu diwujudkan umat Islam. Penjawabannya secara konseptual dan

Substansial yang dikedepankan disini adalah mengakaji ulang keunggulan dan kemasyhuran pendidikan

Islam pada beberapa abad lalu. Pendidikan Islam harus mampu mengimbangi perkembangan zaman yang

serba canggih dan serba modern. Maka, semua aspek pendidikan mulai dari sumber, struktur, metode,

validitas, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas dan sasaran, bahkan seluruh permasalahan yang

berkaitan dengan pengetahuan yang menjadi cakupan epistemologi. Dari pemikiran, bahwa metodologi

kritis dalam paradigma yang berkembang dalam dunia pendidikan Islam perlu dijawab dengan kajian

epistemology, untuk membuka pintu dan wajah baru pendidikan di dunia Islam. Sekaligus jawaban

terhadap problematika dan upaya kebangkitan Islam sangat ditentukan dengan bangkitnya dunia

pendidikan Islam itu sendiri.

1. PENDAHULUAN

Page 2: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

1.1. Latar Belakang Pemikiran

Sejak zaman klasik pada priode awal Islam dilahirkan di Makkah, Pendidikan Islam telah

mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan dari satu bidang ke bidang lainnya bahkan

dari satu tempat ke tempat lainnya. Agama Islam telah memberi inspirasi besar bagi

pengembangan ilmu pengetahuan mulai dari diturunkannya ayat pertama “iqra” (Bacalah)

sampai dengan puncak kejayaan ilmu-ilmu ke-Islam-an pada masa ‘Abbasiyah, yang membawa

konsekuensi bahwa ilmu yang semula bermazhab ke Barat beralih arah berkiblat ke dunia Islam

di Timur.

Pemahaman umum seperti itu telah pula mengikis secara perlahan pemahaman bahwa

kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat Barat (Yunani) sebenarnya berasal dari Timur juga

seperti ilmu ukur yang berasal dari Mesir kemudian berkembang hingga ke Yunani1, proses ini

oleh Durant dianalogikan seperti pasukan Marinir yang mengantarkan pasukan Infantri untuk

mencapai garis pantai untuk selanjutnya melakukan tugasnya2 dan dari sinilah berbagai ilmu

lainnya berkembang melalui para pemikir Yunani seperti Plato (384 SM), Aristoteles (322 SM),

Herakleitos (500 SM) dan lain sebagainya.

Ilmu tidak pernah berhenti bereksperimen dan filsafat telah mengantarkan ilmu ke pantai

akan kembali ke lautan untuk melakukan eksplorasi yang lebih jauh, hingga berhasil

mengembangkan dirinya ke dalam spesialisasi sektoral.3 Artinya semakin tajam dan

mengembang ke berbagai pemahaman yang semakin luas.

Tarik menarik antara Timur dan Barat dalam bidang ilmu pengetahuan telah membawa

dampak positif semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan secara epistemologi telah

melahirkan banyak cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Ini merupakan sutu wujud dari

keterbukaan dunia Islam dimasa jayanya, yang dilengkapi dengan berbagai unsur budaya yang

beraneka ragam dan dapat menambah daya tarik bagi siapa saja yang melihat dunia Islam saat itu.

Tak terkecuali Barat, berusaha untuk merembeskan kekayaan dunia Islam ini ke Barat, saat mana

bersamaan dengan datangnya bangsa Timur (Moghol) untuk menghancurkan dan memusnahkan

1 Bertens K. Sejarah Filsafat Yunani, Cet, XV,(Yogyakarta, Kanisius, 1999) hal. 21 2 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 2 3 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) hal. 24.

Bandingkan, Amsal Bakhtiar, Filsafat…, hal. 3

Page 3: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

kejayaan dunia Islam.4 Dari sinilah berawal catatan-catatan suram tentang dunia pendidikan

Islam,

Spanyol dari bukti sejarah, dikuasai Islam harus menyerahkannya kepada orang lain,

Baghdad yang dibanggakan sebagai mersucuar Islam harus runtuh di depan mata. Perjalanan

panjang dunia pendidikan Islam memerlukan kajian-kajian ilmiah untuk mencari dan menemukan

format dan ide-ide cemerlang untuk mengembalikan kejayaan Islam ke tempatnya semula sebagai

mercusuar dunia ilmu pengetahuan secara global.

Dari sudut pandang yang lain dinyatakan, bahwa Islam adalah agama yang berasal dari

Allah (ad-Din) dan ajarannya dikembangkan oleh para (Rasul). Agama merupakan ajaran yang

mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia dan

lingkungannya (Bandingkan QS. (3) 112. Dalam pelaksanaannya tidak semata-mata doktriner

kaku melainkan menggunakan akal sebagai alat memahami ajaran agama. Hal ini dapat dilihat

dari unsur-unsur keberagaman manusia seperti rasa ingin disayang Allah, rasa aman, harga diri,

ingin tahu, rasa ingin sukses, untuk mencapai kebaikan hidup5. Maka, terlihat dengan jelas,

bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan

tujuan memperbaiki kehidupan manusia di masa sekarang dan yang akan datang. Untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan tentu bagian terpenting dari pengembangannya adalah

lembaga yang menjadi tempat mengasah dan mengolah ilmu pengetahuan hingga bisa

berkembang dengan baik, diantaranya adalah pendidikan.

Al-Qur’an sebagai kitab pedoman bagi umat Islam, mengingatkan agar manusia

menggunakan akal fikirannya untuk dapat memahami ayat-ayat Allah baik yang tertulis maupun

tidak tertulis. Ayat-ayat Allah yang tertulis harus diterjemahkan ke dalam bahasa selain bahasa

al-Qur’an (baca: Bahasa Arab) karena umat Islam tidak seluruhnya mampu memahami arti

bacaan al-Qur’an, baik karena ia bukan berbangsa Arab maupun orang yang memahami bahasa

arab namun masih saja tidak memahami secara utuh arti dan makna yang terkandung dalam al-

Qur’an. Oleh karena itu, Allah telah mengingatkan manusia agar mereka menggunakan akal

fikiran, mau belajar dan mau mencari ilmu pengetahuan, dengan banyaknya ayat yang diakhiri

4 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 109 5 Aaayusran Asmuni, Dirasah Islamiyah I, Cet. I. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal 4. Bandingkan

dengan Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I,(Jakarta: UI Press, 1979), hal. 10 dan taib

Abdul Muin, Ilmu Kalam, cet. II, (Jakarta: Wijaya, 1975), hal. 121.

Page 4: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

dengan peringatan penggunaan akal, seperti kalimat “Afala ta’qilun” afala tadabbarun” dan

beberapa kalimat lainnya. Hal ini mengeindikasikan adanya pewarisan pengetahuan dari satu

generasi ke generasi berikutnya, salah satu metode pewarisan itu adalah dengan pendidikan.

Sebagaimana diketahui bahwa ajaran Islam sejak awal turunnya di Makkah hingga

berkembang ke seluruh pelosok bumi ini, salah satu diantara faktor penentunya adalah melalui

pendidikan. Muhammad SAW, sebagai soko guru pendidikan Islam telah banyak memberikan

contoh tauladan di bidang pendidikan. Meski diketahui bahwa Muhammad SAW adalah seorang

yang tidak pandai membaca dan menulis huruf, tetapi kecerdasarnya boleh jadi melebihi orang-

orang yang mampu tulis baca ketika itu. Raja yang berpengaruh sekalipun, tunduk dan mengakui

kejeniusan Muhammad SAW dalam berbagai bidang keilmuan. Bahkan hingga saat ini masih

banyak rahasia pendidikan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW yang masih perlu

diteliti dan dikembangan di dunia modern saat ini, seperti pendidikan perang yang telah

mengantarkan umat Islam pada saat itu, seperti Romawi dan Persia. Gambaran kesuksesan-

kesuksesan seperti itu, rasanya semakin jauh dari kenyataan bila melihat kondisi umat Islam saat

ini terutama di bidang ajarannya.

1.2. Pendidikan dan Kebangkitan Islam

Dalam perjalanan sejarahnya dunia Islam pernah mencapai suatu masa kejayaan yang

dibuktikan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diajarkan oleh al-

Qur’an. Dalam rentang waktu yang cukup lama kejayaan ini berada di dunia Islam namun waktu

telah mencatat bahwa kejayaan itu harus beralih ke Barat dan duniapun menyatakan bahwa Islam

mengalami kemunduran yang titik beratnya adalah dunia pendidikan.6 Menurut penulis, statemen

ini adalah statemen yang terburu-buru apalagi dikatakan bahwa Nejed, yang melahirkan gerakan

Wahabi oleh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman, dianggap sebagai bibit lahirnya

kebangkitan Islam. Sebab argumentasi yang dikemukakannya, bahwa awal mundurnya Islam

adalah semakin minimnya khurafat di kalangan umat Islam. Pendidikan Islam masih tetap berada

pada ruhnya, yaitu melaksanakan pengajaran agama baik secara tradisional maupun dengan cara

yang rasional.

6 Stoddard. L. Dunia baru Islam,(Jakarta: tp. 1996), hal. 29-45

Page 5: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Pendidikan Islam yang mengalami pasang surut (akan dijelaskan secara rinci pasang

surutnya pada bab tersendiri) perlu dan sudah waktunya dipacu dan digenjot dengan lompatan-

lompatan yang dapat mengimbangi perkembangan zaman yang sudah memasuki era yang serba

canggih atau serba modern. Lompatan-lompatan itu harus mencakup semua aspek pendidikan

mulai dari sumber, struktur, metode, validitas, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas dan

sasaran, bahkan seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan yang menjadi cakupan

epistemologi.7 Dari disinilah berangkat sebuah pemikiran bahwa metodologi kritis dalam

paradigma yang berkembang dalam dunia pendidikan harus dijawab dengan kajian epistemology,

yang diharapkan dapat membuka pintu dan wajah baru pendidikan di dunia Islam. Sekaligus akan

memberi jawaban bahwa kebangkitan Islam sangat ditentukan dengan bangkitnya dunia

pendidikan Islam.

1.3. Kaji Ulang Pendidikan Islam

Seperti telah dungkapkan di awal bahwa secara historis pendidikan Islam telah mengalami

pasang surut yang cukup variatif , artinya pendidikan Islam sudah pernah mencapai masa

keemasannya dan menjadi matahari ilmu pengetahuan dunia serta menjadi sumber lahirnya

berbagai ilmu pengetahuan dan melahirkan banyak pemikir dan pakar dalam bidang berbagai

disiplin ilmu. Dunia mengakui keberhasilan islam merubah peradaban manusia menjadi lebih

baik. Keberhasilan yang dimulai dari upaya Nabi Muhammad SAW mengembangkan Islam di

tanah Arabia, selanjutnya diwariskan kepada generasi sesudahnya secara priodik. Para pewaris ini

dituntut untuk mampu mempertahankan atau mungkin untuk meningkatkan peran islam sebagai

ajaran yang dapat dijadikan referensi terbaik bagi umat manusia. Dari satu generasi kepada

generasi berikutnya, perkembangan Islam sangat fluktuatif, bahkan sebahagian berpendapat

bahwa Islam mundur, stagnan atau mandeg dalam berbagai ihwal hidup dan kehidupan umatnya.

Sejak kemundurannya atau sejak kemandegannya, dunia pendidikan islam seperti tertidur

lelap dan sulit untuk bangun. Analogi terhadap tidur pulas ini mengibaratkan bahwa kemandegan

adalah mimpi panjang. Oleh karenanya, kita tidak boleh lupa dan lalai bahawa dalam tidur

panjang dunia pendidikan Islam, masih terdapat mimpi-mimpi yang berantai dan menunggu

7 Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, dari Metode Rasional Hingga metode Kritik, cet. I,. (Jakarta:

Erlangga, 2005), hal. 5. Bandingkan dengan Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistemologi Tafsir, cet.I, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008), hal. 167.

Page 6: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

untuk dikaji dan dibahas makna dan takwil mimpi yang ada dalam tidur panjang. Untuk

mengetahui takwil mimpi maka langkah awal yang harus dilakukan adalah membangunkan orang

yang bermimpi agar ia bercerita tentang mimpi yang dilihatnya dalam tidur panjang itu. Lalu

semua memutar otak untuk mencari takwil mimpi yang sudah dipaparkannya secara terbuka. Dari

paparannya ini kemudian dirumuskan langkah-langkah untuk menjawab takbir mimpi dalam

dunia nyata bukan mimpi.

Meski harus diakui bahwa mimpi yang dipikirkan oleh banyak orang bukan merupakan

jaminan bagi tegaknya kembali zaman keemasan pendidikan Islam, namun secara perlahan tapi

pasti, realitas yang berpijak pada kebenaran hakiki dan telah menjadi pijakan pendidikan Islam,

akan mampu menjawab takwil mimpi yang beragam dan di tampung dalam bejana keaneka

ragaman pemahaman umat Islam terhadap dunia pendidikan islam. Maka secara empiris akan

terjawab bahwa dunia Islam akan maju kembali ke kancah pertarungan kebenaran lmu

pengetahuan untuk mengembalikan harga diri yang pernah hilang dicaplok oleh Barat. Jalan yang

harus ditempuh salah satunya adalah mengkaji ulang atau merefleksi kembali pendidikan Islam

secara terbuka untuk mendapat kritisasi yang rekonstruksi dari berbagai elemen yang melihatnya

sebagai sesuatu yang harus direkonstruksi. Untuk melakukan perubahan besar ini harus pula

diketahui dan dikaji secara seksama persoalan-persoalan yang menjadi penyebab kemandegan

mimpi panjang itu.

1.4. Mandengnya Pendidikan Islam

Istilah mundur yang sering digunaan nutuk menjelaskan kondisi umat Islam pasca

kejayaan bani Abbasiyah sungguh mengelitik pemikiran umat Islam. Sebab mundur berarti

bergerak kebelakang ke masa pra Islam atau masa-masa Islam mulai menapaki kehidupan

masyarakat Arab. Bila yang dimaksudkan mudur itu adalah sesuatu dibidang sosial budaya, maka

mundur merupakan kondisi yang buruk atau semakin tidak baik dari kondisi sebelumnya. Namun

bila yang dimaksudkan adalah tidak mengelami perkembangan yang berarti, stagnan atau dengan

sebutan jalan di tempat, maka penyebutan yang tepat bukanlah mundur atau kemunduran

pendidkan Islam misalnya, tetapi lebih tepat bila disebut sebagai mandeg atau kemandegan.

Karena yang tejadi sesungguhnya adalah pergerakan yang dinamis sebelumnya menjadi terhenti

atau berjalan dengan sangat perlahan. Ibarat mobil yang tengah berada di sebuah tanjakan, ia

berjalan dengan sangat perlahan karena tidak mampunya mnghadapi medan terjal. Mobilnya

Page 7: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

tidak mundur, hanya berjalan perlahan dan tidak mampu melaju kencang karena bebannya yang

cukup berat. Demikian juga halnya dengan Islam, tanjakan yang terjal membuat ia berjalan

perlahan. Agar perjalanannya lebih cepat tentu ia harus memilih alternatif lain, diantaranya

mencari jalan alternatif yang lebih landai agar sesegera mungkin ia mampu berjalan kencang

untuk mengejar kepentingannya selama ini.

Isu-isu pokok seputar pertanyaan mengenai kemunduran Islam atau pencarian terhadap

hal-hal yang membuat stagansi dalam perkembangan Islam sudah banyak dikemukakan para

pemikir islam. Ada yang melihat dari aspek manusianya, ada pula yang melihat dari pengaruh

kultur, budaya, geografis, maupun dari ajaran atau syari’ah Islam itu sendiri. Misalnya

mengemukakan sebuah pertanyaan, mengapa perangkat pengetahuan (konsep, metode,

perspektif) dalam kebudayaan Arab selama kebangkitannya pada “abad tengah” tidak mengalami

perkembangan sehingga memunginkannya mewujudkan kebangkitan pemikiran ilmah dan

kemajuan seperti yang terjadi di Eropa yang berawal dari abad lima belas dan apakah pendidikan

Islam mampu memberi jawaban untuk itu?8 Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini tidak

boleh hanya dengan melihat relitas dunia Islam hari ini. Perlu ada kajian mendalam tentang

berbagai aspek yang menjadi penyebab mengapa Islam mengalami kemunduran sedemikian rupa,

diantaranya kajian secara historis.

Sepanjang sejarah perjalanan Islam sejak awal hingga abad pertengahan terlihat dengan

jelas bahwa pemikiran Islam dibagi menjadi dua pola pendidikan, yaitu pola tradisional dan pola

rasional. Kedua pola ini cukup popular di kalangan umat Islam dan hingga hari inikedua pola ini

masih terus berpacu dan berlomba saling mengembangkan diri masing-masing, dan keduanya

mempunyai pengaruh besar dalam dunia pendidikan Islam. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi

berbagai aspek pendidkan mulai dari pola, cara, kurikulum dan corak pendidikan yang

digagasnya.

Pola tradisional sangat kuat dengan tradisinya yang selalu mendasarkan pola

pemikirannya pada wahyu, al-Qur’an maupun al-Hadist. Salah satu tokoh yang berpegang teguh

dengan pola ini adalah al-Qabisi9 dengan karyanya yang terkenal dalam bidang pendidikan

8 Abdul Mujib dan Jusuf Muszakir, Ilmu Pendidikan Islam, cet.II, (Jakarta: Kencana, 2008) hal. 1. 9 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003), hal. 27-

28

Page 8: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

“Ahwal al-Muta’alamin wa Ahkam al-Muta’alamin wa al-Muta’alamin”, menurutnya kurikulum

Ijbari (pokok) adalah mempelajari al-Qur’an sebagai dasar untuk belajar yang lainnya seperti

shalat dan doa-doa di dampingi penguasaan ilmu nahwu dan ilmu ilmu bahasa Arab, sejarah,

sya’ir, ilmu hitung dan sebagainya sebagai kurikulum Ikhtiyari (pilihan). Sepintas terlihat betapa

pentingnya pandangan al-Qabisi tentang dasar-dasar pendidikan al-Qur’an, namun dalam

pelaksanaannya mulai dibedakan adanya mata pelajaran yang dianggap pokok sedang yang lain

sebagai pilihan atau pendukung saja. Boleh jadi pemahaman ini yang kemudian berkembang

dikalangan umat Islam bahwa pendidikan harus dibagi dua, yakni pendidikan agama dengan al-

Qur’an dan hadisnya dan pendidikan umum yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan

praktis. Padahal disadari sendiri oleh umat Islam bahwa al-Qur’an adalah sumbernya ilmu

pengetahuan. Namun dalam prakteknya pengembangan ilmu pengetahuan semakin hari semakin

dijauhkan dari Islam dan al-Qur’an. Akibatnya berkembanglah faham yang menyatakan bahwa

pendidikan yang mengajarkan berbagai ilmu prektis dianggap sebagai ilmu dunia dan tidak

bersumber dari ajaran al-Qur’an. Islam akhirnya semakin sempit di mata umatnya.

Selain pola tradisional, ada pula pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal

pikiran. Pola ini sepintas adalah pola yang memberi keleluasaan bagi akal dan pikiran untuk

melakukan kajian-kajian nyata sesuai perkembangan yang ada. Hal ini sebenarnya akan

mendorong pendidikan islam seharusnya kearah yang lebih maju. Pola ini telah membuka jalan

bagi islam untuk menerima arus luar baik yang berasal dari perkembangan ilmu di Barat maupun

perkembangan situasi empiris yang dihadapinya. Peluang ini menjadikan islam mampu

memadukan antara ajaran islam dengan Barat secara empiris. Ilmu pengetahuan islampun

berkembang pesat hingga mencapai puncaknya dan salah satu unsur pendukungnya adalah bahwa

kemajuan ini dicapai pada saat pemerintahan islam juga oleh kekuasaan sebagai faktor yang

mendominasi. Dengan kata lain, bahwa pendidikan yang mendapatkan dukungan atau bantuan

dari pemerintah pada akhirnya terjadi proses saling mempengaruhi.10 Dari satu sisi, situasi

pemerintahan akan dipengaruhi oleh corak dari lulusan pendidikan, sedang dipihak lain

pemerintah juga mempengaruhi dunia pendidikan. Namun atas dorongan berbagai unsure

10 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, ed. III, Cet IV,

(Jakarta: Kencana, 2010), hal. 5. Bandingkan Zuhairini , Sejarah Pendidikan…,hal.92

Page 9: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

lainnya, saling mempengaruhi menjadi pola pengembangan pendidikan yang dapat menimbulkan

pola pendidikan empiris rasional.

Dorongan yang begitu besar dari kekuasaan terhadap dunia pendidikan tidak bisa

diabaikan, meski dorongan-dorongan yang berasal dari dalam istana kekuasaan akan

dikhawatirkan menjadi suatu yang dapat menganjal atau menghambat proses pengembangan

pendidikan itu sendiri, karena beberapa alasan diantaranya, pertama; adanya eklusifisme

pendidikan bagi putri-putri istana yang melahirkan jurang pemisah antara klas-klas dalam

masyarakat, sehingga pendidikan mejadi barang rebutan yang tidak seimbang. Kedua; proses

belajar mengajar akan terganggu dengan adanya dominasi istana terhadap guru dan tenaga

pendidik yang berkualitas, dimana masyarakat luas akan dilayani oleh pendidik yang

berkemampuan dan berwawasan yang tidak jauh dari kondisi empiris masyarakatnya. Ketiga;

kesatuan dan ukhuah islamiyah yang menyemangati umat islam akan mulai terjadi pemisahan-

pemisahan yang tidak perlu terjadi yang mengakibatkan adanya tekanan psikologis bagi

masyarakat awam. Akibatnya, dunia pendidikan islam tidak akan sampai pada harapan

tertingginya menumbuhkan kesadaran ke-islam-an tanpa harus mengedepankan perbedaan yang

bersifat primordialis.

Dua gambaran yang baru saja di sebutkan diatas adalah bagian dari gambaran masa suram

pendidikan islam. Padahal pada masa keemasannya pendidikan islam pola tradisional dan

rasional seakan larut dalam kompetisi yang tiada henti dan mampu mewarnai dunia islam, karena

kehadiran kedua pola ini pada awalnya adalah dua pola yang saling mendukung dan saling

menutupi. Namun tanpa terasa, kompetisi ini telah disusupi dan komandonya diambil alih oleh

Barat, pola ini akhirnya bias kepada pola-pola baru dengan pemikran sufistis yang sangat peduli

terhadap perasaan batiniyah dan akhirnya mulai meninggalkan perkembangan dunia material

yang diantaranya bersifat empiris dan nyata. Alih komando yang dilakukan Barat terhitung

sukses dan mengantar pemikiran mereka ke puncak kejayaannya hingga sekarang.

Salah satu dari titik suram pendidikan islam dapat dilihat dari perubahan pandangan

diantara para pemikir islam. Sebut saja al-Ghazali misalnya, setelah ia memasuki dunia sufisme,

justru membuat fatwa yang mengkafirkan para pemikir islam lainnya, dan menurutnya para

Page 10: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

filosof muslim itu harus dihukum mati Karena meraka telah dihukumkan kafir.11 Pandangan al-

Ghazali ini tentunya mendapat tanggapan beragam dari kaum muslimin, karena penyebutan kafir

berarti telah keluar dari islam. Pro kontra tentu juga bermunculan diantaranya berpendapat bahwa

penyebutan kafir adalah hak Allah Sang Pencipta, dan ada juga sebaliknya. Khusus dalam dunia

pendidikan hal ini sangat berpengaruh. Pengaruh yang paling dominan adalah semakin

banyaknya orang yang takut berfilsafat maupun berijtihad,12 karena takut akan di cap dengan

kafir. Atau setidak-tidaknya telah terjadi pendangkalan pemikiran dikalangan kaum muslimin

saat itu yang berujung kepada kemandegan dalam dunia pemikiran islam. Bahkan pada era Turki

Utsmaniyah, tak satupun lahir ulama atau pemikir islam yang namanya menyaingi al-Ghazali,

Ibnu Sina, al-Kindi dan sebagainya, tetapi justru yang lahir adalah ahli-ahli sufi sekelas

Jalaluddin Rumi dan yang lainnya.

I. PEMBAHASAN

2.1. Daur Ulang Pemikiran Pendidikan Islam

Kemandegan tidak sepantasnya dipelihara dan dijaga oleh kaum muslimin secara

permanen. Sudah tiba saatnya untuk membangun (mendaur ulang) pemikiran islam untuk segera

menutup abad kebangkitan islam yang mandeg ini dengan melahirkan konsep-konsep jitu yang

aplikatif. Daur ulang yang dimaksud dalam pemikiran ini adalah melahirkan pemikiran baru yang

segar tanpa melupakan sumber dasar yang menjadi bahan pokok pemikiran islam. Artinya,

pendidikan islam yang mencapai kemajuannya pada saat kompetisi pola tradisional dengan pola

rasional dikaji ulang secara epistemology. Belajar dari sejarah pendidikan islam, akan diketahui

bahwa hingga sekarang belum ada suguhan konseptual jitu yang ditawarkan umat islam

mengenai bangunan epistemology pendidikan islam yang mampu mengembangkan pendidikan

islam, untuk melakukan lompatan-lompatan strategis. Yang terjadi justru sebaiknya sarana dan

media pendidikan yang mengantarkan islam ke puncak kejayaannya, sudah mulai ditinggalkan

secara sosio kultural oleh umat islam itu sendiri. Misalnya, mesjid sebagai sentral kegiatan umat

11 Sirajuddin Zar,Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, ed.II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 182 12 Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual islam,cet I. (Jakarta: Bulan Bintang, 1984) hal. 33 lihat, Musyrifah

Susanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet.II, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal.

238.

Page 11: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

islam dari dahulu kala, karena pada awalnya umat islam sangat menggantungkan hidupnya

dengan mesjid mulai dari kebutuhan mandi, cuci dan buang air serta aktifitas sosial lainnya, telah

bergeser pada tatanan kemajuan teknologi seperti pembuatan MCK dirumah-rumah penduduk

telah menjauhkan mereka dari ketergantungan sosialnya terhadap mesjid gedung sekolah yang

didirikan di damping mesjid, dibalik menjadi bangunan sekolah dilengkapi dengan mushola, dan

seterusnya.

Pergeseran menuju arah perkembangan yang positif adalah sesuatu yang mutlak

dibutuhkan. Seperti kata orang bijak bahwa perubahan adalah sesuatu yang abadi. Maka

perubahan-perubahan juga harus merambah dunia pendidikan islam sebelum lebih lama lagi

ditelan oleh kemajuan Barat. Sudah menjadi kebiasaan bahwa ramalan orang tetap pada abad 21

sebagai abad modern sudah terbukti. Era sekarang adalah semua era dimana ekonomi global dan

informasi merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Era sekarang digambarkan sebagai era

yang menggeser relasi menjadi hierarki untuk mengatur semua aspek kehidupan dan

menjadikannya sebagai power dan modal utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan

duniawi. Era ini juga di identikan dengan era yang menggunakan daya magnetisnya untuk

memperbesar emosi sehingga mudah tersulut konflik, mempercepat perubahan di segala bidang

dan meningkatkan kesadaran serta memaksa kita untuk melakukan penilaian diri dan institusi,

termasuk dunia pendidikan Islam.

Dihadapkan dengan persoalan pergeseran paradigma seperti ini, mau tidak mau

pendidikan Islam harus melakukan koreksi diri atau comparasi terhadap berbagai pergeseran di

sekitarnya. Misalnya, kemajuan di bidang teknologi informasi yang mampu mereduksi batas

teritorium kewilayahan, selain member manfaat penghematan disegala bidang, juga berimplikasi

kepada hal-hal mendasar yang dahulunya menjadi penguat dan penyokong majunya pendidikan

islam. Hal ini dapat dilihat pada semakin hilangnya nilai-nilai persahabatan ditengah kehidupan

masyarakat baik dalam skala kecil maupun dalam hubungan yang lebih besar. Merosotnya

identitas silaturrahmi dan tatap muka yang digantikan oleh silaturrahmi non tatap muka seperti

penggunaan hp, seluler dan short message system (sms), semua ini mempengaruhi pemahaman

hukum dan hubungan sosial antar umat islam termasuk dunia pendidikan. Akhirnya semua akan

bermula pada masalah pendidikan, sebab terjadinya berbagai pergeseran nilai tadi tidak terlepas

dari hubungannya dengan dunia pendidikan. Walhasil, jika tidak dilakukan pengembangan

Page 12: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

paradigma pendidikan islam, maka umat islam akan terjebak pada mitos mimpi bahwa

pendidikan islam telah mengantarkan dunia pada satu tahapan mementukan dengan majunya

pendidikan islam, sehingga mampu merubah warna dunia di masa lalu.

Jelaslah bahwa salah satu persoalan mendasar sebenarnya adalah pada terjebaknya umat

islam pada paradigma masa lalu. Mungkin mereka lupa atau terlena pada puncak kesuksesan

serta berhenti pada titik kejayaan itu. Padahal islam adalah agama yang dinamis berkembang

sesuai dengan kemajuan zaman dan tuntutan perubahan. Sepintas dapat dilihat bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan pada hidup dan kehidupan umat islam dari masa lalu hingga sekarang,

khususnya dalam pengalaman ajaran agama. Dahulu banyak ulama yang mengajarkan ilmu

keagamaan namun pelanggaran ajaran agama tetap saja ada. Demikian juga halnya sekarang ini

semakin banyak ulama yang bergelar sarjana dan guru besar tetap saja banyak umat islam yang

tidak patuh pada ajaran agama yang dianut dan diyakininya. Disinilah semakin terasa bahwa ada

hal yang kurang tepat dalam proses transformasi ajaran agama islam kepada umatnya, dimana

salah satu media transformasi masa lalu yang pernah sukses adalah dunia pendidikan.

2.2. Daur Ulang Yang Mendasar

Apa yang harus dilakukan terhadap pendidikan Islam merupakan pertanyaan serius yang

memerlukan konsep-konsep jitu untuk melakukan berbagai tindakan pengembangan pendidikan

Islam. Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

perkembangan situasi global yang dapat mempengaruhi pendidikan Islam. Bila dilihat dengan

cara saksama setidaknya ada lima cirri perkembangan global13 yang dapat mempengaruhi

kemajuan pendidikan Islam. Pertama, terjadinya pergeseran dari konflik ideology dan politik ke

arah persaingan ekonomi dan informasi serta dari keseimbangan kekuatan (Balance of power)

kepada keseimbangan kepentingan (balance of interest). Pergeseran ini akan membawa

pendidikan islam pada posisi yang dilematis, yakni di satu sisi pergeseran ini boleh jadi sebuah

peluang untuk mengembangkan pendidikan islam menuju perubahan sesuai tuntutan zaman,

namun disisi lain pergeseran ini akan menyeret pendidikan islam ke dalam posisi sulit karena

gerakan pengembangannya ditentukan oleh faktor-faktor politis yang berbau kepentingan,

sehingga pengembangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

13 Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi

Keilmuan Pendidikan Islam, cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 2-3

Page 13: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Kedua, adanya kecenderungan dunia melalui hubungan antar bangsa dewasa ini struktur

menjadi hubungan saling bergantung (interdependency) dan dari hubungan bersifat primordial

menjadi sifat bergantung pada sisi tawar menawar (bargaining position) bila tawaran islam

berada pada puncaknya dengan kondisi pendidikan yang mejadi referensi dunia, maka tawar

menawar ini akan akan menguntungkan islam, namun bila daya saingnya lemah kemungkinan

besar dunia pendidikan islam akan mengalami stagnansi kembali dan tidak mampu untuk

berkembang. Ketiga, dalam situasi tawar menawar seprti ini, batas geografi antar bangsa sudah

semakin tak berarti secara operasional dalam mengatur kekuatan dan membangun daya saing.

Jawaban yang dapat diandalkan dalam menghadapipersoalan ini hanyalah kemampuan umat

islam membangun keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif

(competitive advantage). Keunggulan ini dapat diperoleh diantaranya melalui keunggulan dunia

pendidikan.

Keempat, persaingan antar Negara diwarnai dengan perang teknologi, seperti yang terjadi

antara Cina dengan Amerika, antara Korea Utara dan Korea Selatan sampai kepada pembocoran

rahasia, sebuah Negara melalui situs Wikilake didunia maya kepada public secara pulgar.

Persainagan seperti ini juga akan menjadi tantangan berat bagi dunia pendidikan islam, karena

bila tidak masuk pada persaingan dunia maya secara terbuka, maka pendidikan islam hanya

menjadi penonton kemajuan teknologi saja. Padahal islam adalah agama yang mempunyai ajaran

yang penuh dengan tekateki yang belum terpecahkan hingga saat ini. Kelima, kecenderungan

dunia pada budaya mekanistis efesien yang tiadak menghargai nilai dan norma yang secara

ekonomi dianggap tidak menguntungkan. Perikalu negatif oknum umat islam yang membawa

nama islam pada kepentingan kelompoknya, telah membawa dampak negatif pada pendidikan

islam. Telah membawa dampak negatif bagi pendidikan islam. Seperti peristiwa 11 September di

Amerika yang oleh sebagian warganya digambarkan bahwa ini adalah aksi terorisme yang

mengidentikkannya dengan islam. Akhirnya, semakin kuat opini yang menyamakan terorisme

dengan islam. Akibatnya, pembangunan mesjid menjadi masalah, madrasah umat islam dihujat

dan ditolak keberadaannya. Mereka demostrasi pada peringatan tragedi 11 September tahun 2010

dengan membawa poster “madrasah is terroris”.

Berbagai persoalan yang dilematis-kontradiktif ini menjadi peluang sekaligus tantangan

bagi sistem pendidikan Islam untuk tampil sebagai subsistem pendidikan yang universal yang

Page 14: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan dunia sebagai salah satu bukti

kebangkitannya. Seperti telah terdahulu bahwa kemajuan dunia islam telah dicaplok oleh

kepintaran Barat melihat peluang untuk bisa memindahkan kemajuan peradaban islam mejnadi

peradaban barat. Secara harfiah sebenarnya telah diketahui bahwa pemindahan kemajuan

peradaban dari islam ke barat boleh dikatakan illegal. Bagi kaum fanati boleh jadi illegal ini

harus dirampas kembali. Namun secara sederhana pula dapat dijawab bahwa untuk merebut

kembali peradaban tertinggi itu dibutuhkan lompatan-lompatan strategis yang harus digagas

dengan cermat dan baik agar bisa mengantarkan umat islam kedalam kemajuan peradaban yang

tinggi dan lebih bermartabat. Disaat kebangkitan islam mulai menampakkan dirinya belakangan

ini, berbagai peristiwa kembali mengusik hubungan barat dan islam mulai dari peran teluk I dan

II, peristiwa 11 September 2001 di Amerika14 bahkan kunjungan Obama ke beberapa Negara

islam, bisa menjadi batu sandungan bagi pengembangan pendidikan islam.

Dari mana harus dimulai? Sebuah pertanyaan singkat yang memerlukan jawaban panjang.

Ibarat sebuah rumah, maka yang pertama harus diperkokoh dan diperkuat adalah pondasi yang

mendasari bangunan rumah tersebut. Pondasi yang kokoh dan kuat diyakini akan memberi

jaminan bagi tegaknya bangunan rumah diatasnya. Maka pondasi dasar tersebut terdiri dari

berbagai elemen diantaranya batu cadas yang kuat, semen yang bagus, pasir yang bersih dari

campuran, adukan yang sempurn dengan perimbangan kebutuhan air yang cukup. Semuanya

menjadi satu sistem yang menjadikan pondasi yang di bangun menjadi kokoh dan kuat. Analogi

ini di ramu dari berbagai sudut pandang agar perubahan yang diinginkan dapat di capai dengan

memuaskan dan akan mampu menjawab ke tertingglan Islam sejak abad ke delapan belas hingga

saat ini.

Pelajaran yang dapat di daur ulang dari kemunduran Islam adalah ; pertama : pecahnya

umat Islam kedalam bagian-bagian pemerintahan (kekuasaan) menjadi Utsmaniyah, Safwiyah

dan Mughol merupakan pertanda bahwa islam telah di hadang oleh kehancuran yang

menyebabkan terjadinya pertentangan antar bangsa bahkan antar suku. 15 kedua; kejayaan yang

diperoleh Utsmaniyah dalam bidang kekuasaan militer yang disegani tidak dapat dipertahankan

14 http://books.google.co.id/books?id=70PjoHm8LCMC&pg=PAI42&dq+Pendidikan+dan+Kebangkitan+Islam

tanggal 13 Januari 2011, hal. 147 15http://books.google.co.id/books?id=70PjoHm8LCMC&pg=PAI42&dq+Pendidikan+dan+Kebangkitan+Islam,

tanggal 13 Januari 2011, hal. 144

Page 15: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

karena penyakit taklid yang mendera umat islam menyebabkan kurang kreasi untuk

mengembangkan kekuatan militernya. Ketiga; matinya ijtihad nasionalis yang merupakan mesin

ilmu bagi kejayaan islam, dijadikan oleh Barat sebagai model untuk mengangkat keterpurukan

mereka, kebodohan dan ketertinggalan menjadi peluang untuk maju. Melalui terobosan-terobosan

baru Barat menggagas pengembangan ekonomi dunia melalui lautan, sehingga mereka

menemukan Amerika. Melalui rasionalis yang dipakai dalam pengembangan ilmu, mereka

menemukan mesin uap yang menggenjot industri barat menjadi sokoguru perekonomian dunia.

Dengan demikian jelaslah sudah bahwa salah satu menjadi penyebab kemunduran islam

adalah terjadinya pengingkaran terhadap ajaran islam yang memprsatukan umat islam dalam

ikatan yang kokoh dalam ukhuwah islamiyah. Ukhuwah Islam saat ini hanyalah ibarat makanan

tambahan yang hanya akan disantap pada saat-saat perlu gengsi atau jargon politik agar di

permukaan terlihat bahwa umat islam adalah “ummatan wahidatan” (umat yang bersatu),

padahal didalam terbangun emosi-emosi antagonis yang lahir dan terbentuk oleh lemahnya

penanaman wawasan ilmu keislaman kepada umat islam sendiri. Yang lebih parah, akibat

sempitnya wawasan keagamaannya tidak jarang umat islam terbawa kepada kondisi-kondisi yang

merugikan dan mencoreng nama baik islam, seperti menjadi teroris atau kelompok-kelompok

keras yang mengabaikan nilai-nilai ke-islam-an sebagai agama yang damai, sejahtera dan

bermartabat

Menurut Badri Yatim,16 banyak faktor yang menjadi penyebab kemunduran islam,

diantaranya konflik islam-kristen, tidak adanya ideologi pemersatu bagi multi etnis, kesulitan

ekonomi, perebutan kekuasaan dan keterpencilan. Faktor-faktor ini menambah semakin tajamnya

jurang yang dapat memisahkan umat islam secara sosiokultural termasuk para ulamanya.

Walhasil, untuk membangun kembali ilmu-ilmu ke-islam-an masih memerlukan tangan-tangan

terampil tokoh-tokoh islam merancang dan melahirkan terobosan-terobosan baru dalam

kehidupan umat islam. Meminjam istilah ”kualitas”17 adalah salah satu kata kunci dan jawaban

bagi kemajuan dalam berbagai hal. Dalam merancang berbagai terobosan pendidikan islam di

16 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 107-108. Bandingkan

Musyrifah Susanto, Sejarah Islam…,hal. 238-239. 17http://books.google.co.id/books?id=fdxZ610TEysC&printsec=frontcover&dq=Quality+and+education&hl=id&

ei=4mEyTfiJBYTCcZ3unfQH&sa=X&oi=book_result&ct=book-preview tanggal 16 Januari 2011. Bandingkan dengan

istilah “Despotisme” dalam, Stoddart, Dunia…., hal. 115.

Page 16: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Indonesia misalnya pertarungan mencari dan mempertahankan kualitas terjadi antara pasantren

dan madrasah. Hasilnya masing-masing masih mempertahankan jati dirinya sebagai lembaga

Pendidikan Islam Indonesia yang boleh dikatakan masih jalan ditempat. Harus diakui bahwa

madrasah dengan kualifikasi unggul merupakan kebangkitan secara kurikulum dan kelambagaan.

Namun bila dilihat dari kacamata epistemology pendidikan dalam lingkup yang lebih luas, ini

belum berarti apa-apa. Karena pada dasarnya islam mempunyai acuan yang mengharuskan

apresiasi akan ilmu-ilmu baru dan meninggalkan ilmu-ilmu yang dinilai usang.18 Pada tataran ini

saja semakin terlihat tuntutan yang ingin dicapai dari epistemology pendidikan islam untuk

menerobos pertahanan yang kuat dari ide-ide usang di madrasah dan pasanten dan merubahnya

menjadi lembaga pendidikan yang dinamis dan berwawasan masa depan yakni merebut kembali

kejayaan yangpernah diraih pada masa silam.

Salah satu pengalaman pahit dalam sejarah islam di masa kekuasaan Turki Utsmani

adalah kekuasaan pemerintahan islam yang menggunakan kekuatan militer yang dihadapkan

kepada rakyatnya. Perpecahan antar umat islam semakin parah dan puncaknya adalah lahirnya

kekuasaan bermutu rendah (mengandalkan kuantitas) yang turut mengantarkan islam pada

jenjang keruntuhan khususnya dalam bidang pemerintahan. Demikian juga dalam pengembangan

ekonomi dan ilmu pengetahuan yang semakin anjlok sesudahnya. Jadi, kualitas kekuasaan

menjadi faktor yang paling penting dari runtuhnya khalifah Turki Utsmani yang juga

mempengaruhi Negara-negara islam lainnya.

Kekuasaan dalam arti luas, misalnya kekuasaan ekonomi haruslah mengandalkan kualitas

dari pada kuantitas. Apa yang dilakukan oleh Barat dengan penemuan-penemuannya di awal

kebangkitannya juga adalah penemuan berkualitas. Penemuan benua Amerika adalah salah satu

penemuan berkualitas bagi pengembangan penguasaan kelautan yang dapat menunjang

pertumbuhan ekonomi Barat sekaligus membuka jalan bagi pengembangan pengaruh

kekuasaannya ke wilayah yang di datanginya. Islam sesungguhnya mempunyai dokrin

pengembangan seperti ini, misalnya gerakan dakwah merupakan gerakan yang dapat

mengantarkan umat islam ke dalam pengaruh besar yang global. Namun gerakan dakwah ini

kembali menemui jalan buntu ketika para pendakwah menyodorkan islam dalam bentuk yang

18 Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, cet.I, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004),

hal. 43

Page 17: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

mengerikan dan menakutkan, seperti segelincir umat islam yang dikenal dengan teoritis.

Semuanya bermuara pada kekeliruan pemahaman umat terhadap ajaran agama yang dianut dan

diyakininya. Ujung-ujungnya kembali kepada dunia pendidikan islam yang sudah kusut baik

disektor penyelenggara maupun di sektor sumberdayanya. Semua ini memerlukan daur ulang

yang serius mengembalikan islam pada posisinya yang mulia sebagai agama rahmatan lil alamin.

Bernjak dari pemikiran ini, maka daur ulang yang perlu dicari epistemologinya adalah

daur ulang persoalan-persoalan mendasar yang menguasai hajat hidup masyarakat muslim dunia.

Untuk merumuskan persoalan mendasar ini tentu ada cara yang harus ditempuh melalui

kerjasama regional umat islam, kerjasama antar Negara-negara islam yang lebih konkrit, seperti

kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan yang diharapkan melahirkan kekuatan defens

bagi keberadaan Negara-negara islam diperaturan politik dunia. Kerjasama ekonomi yang selama

ini telah terjalin perlu dikaji metode dan penerapannya di antar benua. Penguatan posisi Negara-

negara islam menjadi prioritas sebagai langkah pendahuluan memasuki percaturan politik dunia.

Langkah-langkah strategis lainnya akan lebih memungkinkan didapatkan di atas pondasi yang

kokoh, tanpa harus didikie oleh kepantingan politik global yang akan menyumbat lubang-lubang

kemajuan islam.

Persoalan pokoknya bukanlah pada ekonomi, pertahanan dan kerjasama regional dan

internasional semata. Inti persoalannya adalah menjawab mengapa hubungan antar umat atau

antar bangsa-bangsa islam menjadi retak, mengapa ekonomi islam tidak mampu mengangkat

nasib kaum miskin di Negara-negara islam dan mengapa modernisasi pemikiran sulit menembus

pola pikir umat islam. Disinilah akan ditemukan jawabannya bahwa muaranya bersumber pada

lemahnya pengembangan keilmuan dalam islam. Kelemahan ini lebih disebabkan oleh dunia

pendidikan islam yang diabaikan pengembangannya oleh umat islam itu sendiri. Untuk

menuntaskan persoalan ini perlu kajian mendalam hingga ke akar permasalahannya dan masih

perlu dikaji perubahan-perubahan penting secara epistemologis terutama terhadap dunia

pendidikan Islam.

2.3. Daur Ulang pendidikan Islam

Bergesernya kiblat ilmu pengetahuan dari Timur ke Barat sudah tidak dapat disangkal

lagi, karena sudah menjadi kenyataan bahwa sejak Barat mampu menaklukkan daulah/khilafah

Islam di Timur, arah jarum kiblat ilmu pengetahuan ikut bergeser. Karenanya, warna pendidikan

Page 18: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Islam saat ini juga tidak terlepas dari aroma Barat, yang sudah membuka diri sedemikian rupa

untuk dapat diakses oleh dunia secara terbuka pula. Pengaruh pendidikan Barat terhadap

pendidikan yang berkembang di berbagai belahan dunia sungguh sangat kuat, termasuk dunia

pendidikan Islam yang berasal muasal dari penerjemahan ilmu-ilmu Yunani ke dalam bahasa

Arab pada masa Abbasiyah.19 Bahkan kajian-kajian ke-islam-an (terutama di perguruan tinggi)

sudah terdapat diberbagai Negara yang notabane pada awalnya berseberangan dengan islam.

Dapat diyakini, bahwa kondisi ini akan memasukkan nilai ke-Barat-an masuk ke dalam roses

pendidikan Islam.

Untuk mengatasi berbagai persoalan yang sudah menjadi kelemahan-kelemahan dalam

pendidikan Islam, maka para pengambil keputusan di dunia islam harus melakukan

pembaharuan-pembaharuan secara komprehensif dan simultan untuk mencari solusi-solusi

terbaik merubah pendidikan islam kea rah yang lebih ideal dari saat ini. Upaya-upaya yang

dilakukan ke arah ini haruslah dengan mendaur ulang pendidikan islam, bukan merubah total

pendidikan yang ada sekarang, kecuali harus melakukan pengembangan berbagai hal yang

menyangkut dengan pendidikan islam dengan membangun epistemologinya. Cara yang dapat

ditempuh adalah mencari jalan keluar dari kemandegan pendidikan islam dengan metode-metode

yang dapat mengakomodasi perubahan-perubahan berarti dalam dunia pendidikan islam, menuju

pendidikan yang ideal. Sebagai contoh yang komparatif apa yang dilakukan oleh Alexander

Sutherland Neil20 dalam merubah pandangan pendidikan di Barat bahwa intelektual bukanlah

segalanya. Heart, not head in the Schools (hati, bukan otak yang diutamakan di sekolah). Pola

pendidikan yang ia kembangkan mengarah pada emotional well-being (kenyamanan emosi),

sebab menurutnya, dengan kenyamanan emosi peningkatan intelektual akan mudah diperoleh.

Terjadinya perubahan pandangan seperti ini adalah sesuatu yang logis sebagai

konsekwensi dari perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa yang saling bertautan dan

tidak bisa dipisahkan.21 Dengan analisa singkat dapat dipahami bahwaapa yang dilakukan Neill

19 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam…., hal. 34-35. Lihat Zuhairini, dkk,Sejarah Pendidikan….,hal.106 20 Joy A. Palmer (ed) 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern, cet.I. (Jogjakarta:

Laksana, 2010), hal. 9. Bandingkan dengan Concience of Man Umar Tirtahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar

Pendidikan, edisi revisi , cet.II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 6 21 Amsal Bakhtiar, Filsafat…, hal. 68-69.

Page 19: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

bukanlah sesungguhnya sesuatu yang baru, melainkan hanya pengulangan dari apa yang pernah

disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW lima belas abad silam. Neill hanya sedikit mengadopsi

dan sedikit menelikungkan sabda Nabi kedalam proses pendidikan yang dilaksanakan nya

diskotlandia pada abad Sembilan belas. Sabda Nabi Muhammad SAW yang sangat terkenal

“Ingatlah bahwa dalam dirimu terdapat segumpal darah, yang apabila ia baik maka baiklah

sekujur tubuh manusia, dan apabila ia jelek maka jeleklah sekujur tubuh manusia, ketahuilah

bahwa segumpal darah itu adalah Qalb (hati)”. Terlihat dengan jelas bahwa Neill

menterjemahkan ajran Nabi ini kedunia pendidikan serta dipratekkannya dalam proses belajar

mengajar dan dalam pengembangan dunia pendidikan Barat. Artinya, prinsip, metode dan ilmu-

ilmu lainnya yang terdapat dalam dunia ke-islam-an masih membutuhkan tangan-tangan terampil

para cendikiawan muslim untuk mengkaji dan mendaur ulangnya dan memasukkannya kedalam

proses pendidikan islam.

Oleh karena itu tekanan pembahasan daur ulang pendidikan harus dimaknai bahwa

epistemologi pendidikan islam adalah ilmu yang mempelajari metode atau pendekatan untuk

membangun pendidikan islam adalah ilmu yang mempelajari metode atau pendekatan untuk

membangun pendidikan islam dengan segala persyaratan yang dibutuhkannya sesuai dengan

ajaran-ajaran islam serta dapat dipertanggungjawabkan.22 Syarat-syarat yang dibutuhkan

merupakan kunci dalam memasuki kajian pendidikan islam, karena tanpa menemukan sysrat-

syarat itu akan kesulitan memasuki ranah pendidikkan islam yang hakiki sebab syarat-syarat yang

dimaksud merupakan tahapan yang harus dipenuhi dalam upaya memahami pendidikan islam

secara epistemology. Setelah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan barulah kajian

epistemology ini mampu menangkap berbagai persoalan yang menjadi misteri runtuhnya

pendidikan islam. Yaitu, menyiapkan segala sesuatu baik sarana dan potensi yang dimiliki para

intelektual muslim untuk melakukan penggalian secara mendalam terhadap plobematika

pendidikan islam.

Beranjak dari pemahaman ini terlihat jelas bahwa epistemologi pendidikan islam sangat

menentukan dan menjadi garda terdepan untuk meretas jalan bagi penemuan-penemuan khazanah

pendidikan islam yang kemudian diramu secara teoritis dan konseptual sebagai dasar mencapai

puncak daur ulang pendidikan islam. Upaya ke arah ini akan menjadi jalan yang aman dan

22 Mujamil Qomar, Epistemologi…,hal. 249. Bandingkan Amsal Bakhtiar, Filsafat…,hal. 148

Page 20: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

kondusif apabila epistemologi pendidikan islam telah dikuasai sepenuhnya oleh para ilmuan,

pemikir dan intelektual muslim karena merekalah yang diharapkan sebagai peneliti, penggagas

dan penggali daur ulang pendidikan islam, karena upaya pengembangan pendidikan tentu saja

sangat banyak terhantung pada jumlah dan kemampuan para ahli.23 Bila analisanya diarahkan

pada peran intelektual dengan kondisi pendidikan islam yang terpinggirkan, mungkin saja

pendidikan islam sedang membutuhkan karya-karya mereka untuk menyempurnakan atau

merubah sama sekali hal-hal mendasar dalam pendidikan islam. Dari sudut pandang ini, terlihat

juga bahwa persoalan pokoknya akan terjawab bila para intelektual ini mampu menguasai dan

menemukan hakikat epistemologi pendidikan islam. Dengan demikian, penyempurnaan yang

dimaksudkan disini bukanlah merubah prinsip dasar kecuali harus meninjau kembali unsur-unsur

pendidikan islam sebagai sub-sistem dalam penguasaan epistemologinya.

Sampai pada tataran ini terlihat bahwa epistemologi pendidikan islam memiliki fungsi

ganda sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu dan pengembang. Dalam melakukan tugas-

tugasnya ini, epistemology dapat memberikan atribut pendekatan yang dimilikinya untuk

melakukan kritisi terhadap berbagai aspek pendidikan yang mengaku sebagai pendidikan berlebel

islam. Ibarat air keruh ia tampil sebagai pejernih air untuk mengetahui lebih dalam dan benar

tentang hakikat pendidikan islam. Bukan itu saja, epistemologi juga mampu memberikan wacana

pemecahan terhadap problematika pendidikan, sebab epistemology akan melahirkan pengetahuan

teoritis yang siap untuk dipraktekkan. Pengetahuan teoritis yang dilahirkannya pasti akan

menambah khazanah pendidikan islam dengan teori baru dan konsep-konsep yang uptodate

dalam pendidikan islam. Temuan-temuan inilah yang kemudian diramu menjadi wajah baru bagi

pendidikan islam di masa akan mendatang.

Mendapatkan kajian epistemologi pada prioritas utama tulisan ini tentu dengan alasan

yang logis. Pertama, kajian epistemologi merupakan kajian yang dapat memberi warna

pembaruan dalam objek yang dibahasnya. Kedua, pendidikan merupakan program pokok yang

sangat strategis dalam melaksanakan pembaruan dalam menyiapkan masa depan islam, sebagai

masa depan yang mempengaruhi dunia pendidikan.24 Alasan-alasan yang dikemukakan ini pada

23 Harsja W. Bachtiar, dalam kata pengantar Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Pengertian,

Pengembangan dan Pemanfaatannya. (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hal. V 24 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I (Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2006), hal. 171 bandingkan Abuddin Nata,

Manajemen Pendidikan, edisi ketiga, cet. IV, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 92

Page 21: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

gilirannya akan berpengaruh terhadap dunia pendidikan baik lembaga, materi pendidikan, guru,

metode, sarana, prasarana dan berbagai aspek yang masih berada dalam genggaman kajian

epistemologi. Hal ini tentu pada gilarannya akan menjadi tantangan yang harus dijawab oleh

dunia pendidikan khususnya pendidikan islam melalui epistemologi pendidikan islam. Alasan-

alasan ini juga telah menjelaskan argunentasi konkrit bahwa pendidikan islam tidak hanya

sekedar ditujukan pada pemberatasan pemberatasan buta aksara semata. Lebih dari itu,

pendidikan islam diharapkan mampu melakukan perubahan dalam dunia pendidikan islam

menjadi tuntutan yang tidak bisa ditunda lagi. Karena perubahan dalam pendidikan akan

mempermudah dan memperlancar terjadinya perubahan di segala bidang.

Teori lain yang menjadi buah pemikiran adalah tentang ajaran islam yang bersifat

universal. Universitas islam yang selalu menuntut warganya untuk melakukan aktualisasi nilai-

nilai islami dalam kehidupan nyata, dan saat ini tuntutan itu sangat kental karena kemandegan

“Islam” dihadapkan dengan kemajuan peradaban manusia dewasa ini, mengharuskan kaum

muslimin melakukan kajian epistemologi pendidikan islam, karena permasalahan pendidikan

adalah sangat urgen dalam menentukan langkah maju berbagai bidang lainnya. Perlunya

epistemologi pendidikan islam ini juga merupakan jawaban bahwa pendidikan harus

diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural,25 yang secara

empiris terdapat didalam kehidupan manusia saat itu. Berarti epistemologi pendidikan islam

menjadi sebuah kebutuhan mendesak.

Meyakini epistemologi sebagai sebuah solusi adalah sebuah pemikiran bahwa dalam

menjawab persoalan-persoalan penting dalam pendidikan yang didasarkan pada otoritas, wahyu

Tuhan, empirisme, nalar dan intuisi untuk memahami sebuah epistemologi. Sebagaimana

pandangan imam Barnadib yang digunakan Uyoh Sadulloh26 yang menganalogikan epistemologi

seperti sebuah jalan raya sebagai sarana yang harus dilalui dalam mencapai sebuah tujuan. Secara

logika dapat diterima, karena analoginya menggambarkan bahwa proses epitemologi pendidikan

islam harus melewati jalan yang berliku untuk sampai ke kota tujuan. Maka jalan yang dilalui

sangat menentukan kelancaran perjalanan epistemologinya. Bila jalan yang dilalui adalah jalan

lurus beraspal bagus dengan rambu-rambu yang jelas, maka perjalanan akan dapat dilakukan

25 Umar Tirtahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar…., hal. 82 26 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat…, hal 86-87

Page 22: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

dengan baik, namun bila jalan yang dilewati adalah jalan berlubang penuh dengan kubangan dan

tanpa rambu-rambu, ada kemungkinan bahwa kendaraan yang ditumpangi akan mogok dan boleh

jadi harus kembali ke pangkalan. Oleh karena itu penyiapan dan pemilihan jalan yang harus

dilalui harus pada pilihan yang tepat seperti jalan epistemologi. Islam memberi peluang untuk itu,

Karena islam memberikan kebebasan berfikir dan berkreasi adalah dua pekerjaan yang saling

berkaitan, karena hasil dari sebuah pemikiran adalah sebuah kreasi. Demikian juga dalam hal

epistemologi pendidikan islam. Bahkan islam sendiri member prioritas pada dimensi kreatifitas

melebihi sekedar manfaatnya.27 Artinya Islam memberi peluang seluas-luasnya bagi upaya

epistemologi pendidikan islam.

2.4. Strategi Epistemologi Pendidikan Islam

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa pemikiran tentang epistemologi pendidikan

islam adalah hal penting yang perlu segera terwujud. Namun untuk mewujudkannya perlu ada

langkah-langkah strategis berupa lompatan-lompatan jitu untuk merubah wajah pendidikan Islam

ke arah yang lebih baik. Menempatkan kajian epistemologi pada prioritas utama, bukan berarti

meninggalkan ontologi dan Aksiologi pendidikan Islam. Apa yang menjadi topik bahasan sudah

sangat jelas dan untuk apa pembahasan pendidikan islam juga sudah jelas arahnya. Akan tetapi

bagaimana pendidikan Islam dilaksanakannya, ini yang menjadi sorotan tajam dalam perspektif

kemajuan umat islam ke depan. Oleh karena itu, tepatlah bila kajian pemikiran ini lebih

difokuskan pada epistemologi saja.

Luasnya cakupan epistemologi menjadi hal yang sulit untuk dipaksakan masuk dalam

tulisan singkat ini. Oleh karenanya, dibatasi persoalan yang dibahas pada koridor epistemologi

dari aspek sumber, struktur, dan metode saja. Pemilihan topik bahasan ini untuk menggambarkan

tiga aspek penting dalam epistemologi tanpa merendahkan aspek yang lainnya. Harapannya agar

bahasan yang dibatasi ini sudah cukup meyakinkan bahwa epistemologi pendidikan adalah

sesuatu yang menjadi tanggungjawab para pelaku pendidikan dan para pakar yang bergelut di

bidang ini.

2.5. Epistemologi Sumber

27http://books.google.co.id/books?id=sHCMAAAACAAJ&dq=inauthor:”Jamal+Ibn+Bashir+Badi&hl=id&ei=IVgyT

erxB5GwcdaP8d8H&sa=X&oi=book_ tanggal16 Januari 2011, hal. 94

Page 23: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Sudah menjadi kesepakatan bahwa sumber pendidikan islam adalah semua atau rujukan

yang darinya memancar ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditranssinternalisasikan

dalam pendidikan islam.28 Artinya bahwa sumber-sumber pendidikan Islam adalah bahan baku

yang siap olah, berasal dari beberapa sumber yang dapat dijadikan sebagai rujukannya juga

sudah baku, sehingga tidak perlu diragukan kebenarannya apabila telah dirujuk dari sumber

utamanya. Hasan Langgulung mengutip pendapat Sa’id Isma’il Ali,29 menyebutkan bahwa

sumber pendidikan islam ada enam macam yaitu; al-Qur’an, al-Sunnah, pendapat Sahabat Nabi,

kemasalahatan umat, ‘Uruf, dan ijtihad. Kajian epistemology yang dimaksud disini bukanlah

dengan menambah sumber pendidikan Islam, melainkan mempertajam penggunaan sumber atau

menambah sumbernya secara empiris dan komperatif terhadap berbagai sumber ilmu

pengetahuan. Misalnya penajaman sumber al-Qur’an pada hal-hal baru yang selama ini belum

ditemukan tema bahasannya dalam tafsir maupun ijtihad padahal ia merupakan kebutuhan umat

Islam, antara lain masalah tranfusi darah, cloning, identifikasi sidik jari dan sebagainya. Dengan

demikian kajian ke-Islam-an di dunia pendidikan Islam akan menjawab berbagai perkembangan

kebutuhan umat secara empiris dan kontemporer.

2.5.1. Sumber al-Qur’an

Kajian terhadap sumber utama ajaran Islam harus pula dijadikan konsumsi awal bagi

semua jenjang pendidikan Islam, agar pendalaman materi yang menjadi sumber pendidikan Islam

bukan menjadi hal baru bagi setiap peserta didik. Sudah waktunya dirubah paradigma kuantitas

mahasiswa perguruan tinggi islam kearah kuantitas dengan barometer sumber-sumber utama

pendidikan Islam, minimal al-Qur’an dan al-Sunnah. Setiap peserta didik pendidikan Islam

adalah warga muslim yang sudah memiliki penguasaan membaca, menerjemah, memahami dan

berwawasan al-Qur’an. Tujuannya agar pada saatnya mereka mampu melakukan kajian al-Qur’an

dari berbagai sudut pandang tanpa merubah aqidah dan keyakinan mereka terhadap al-Qur’an.

Kajian hermenetika al-Qur’an seperti yang dikembangkan nashr Abu Zayd,30 adalah contoh

bagaimana respon berlebihan umat islam mesir terhadap gerbakannya ini.

28 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam. Cet.II, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 31. Lihat, Toto

Suharto, Filsafat Pendidikan…, hal. 39 29Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), hal. 35. 30 Moch. Nur Ichwan, Meretas Keserjanaan Kritis al-Qur’an, cet.I, (Jakarta: Teraju, 2003), hal. 2

Page 24: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Menggali kandungan al-Qur’an tidak akan pernah habis-habisnya, sebab al-Qur’an

merupakan kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil

‘alamin yang diharapkan mampu merubah wajah dunia. Faktanya, al-Qur’an telah merubah wajah

dunia, namun umat islam belum mampu merubah wajah dirinya sendiri dengan kehebatan dan

arogansi kejayaan masa lalu serta Fanatisme primodialis yang mengantarkan umat Islam pada

keterbelakangan di segala bidang. Pada era kejayaan Islam, al-qur’an telah diterjemahkan ke

dalam berbagai bahasa sehingga al-qur’an dapat dibaca dan dipahami sesuai dengan kadar dan

wawasan para penterjemahnya. Bahkan muncul sesuatu yang keliru, sebagian umat malah

menganggap tafsir atau terjemahan sama derajatnya dengan al-qur’an. Inilah contoh

terbelenggunya umat Islam dalam fanatisme yang sempit, karena mereka mendewakan hasil

pemikiran orang, sementara al-qur’an menganjurkan agar umat islam selalu menggunakan akal

pikirannya baik siang maupun malam dalam memikirkan semua makhluk ciptaan allah.

“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera

yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan

dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia

sebarkan dibumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara

langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang

memikirkan.”(Q.S.(2):164).

Al-Qur’an sebagai salah satu tanda kemaha besaran Allah adalah juga objek yang harus

dipikirkan dan dikaji, tidak hanya sekedar dibaca dan diterjemahkan tetapi harus dikembangkan

dalam bentuk nyata baik dalam bidang teknologi, informasi, seni, budaya, sains, ilmu

pengetahuan dan semua bidang kehidupan. Kedudukan penting al-qur’an sebagai kitab suci

seharusnya tidak menjebak umat islam dalam bingkai fanatisme sempit, tetapi justru diharapkan

mampu memberi pencerahan pada setiap generasi kejenjang kajian yang lebih akomodotif

terhadap perkembangan zaman. Pada era kebangkitannya yang diharapkan, al-qur’qn harus

mampu diolah dan dijabarkan oleh para ilmuwan islam sebagai sumber yang “closed corpus”

untuk memberi solusi terhasap berbagai persoalan umat.

2.5.2. Sumber al-Hadist.

Al-Hadist sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an, juga memiliki andil penting dalam

upaya mengepistemologi pendidikan islam. Bukan hanya sekedar sumber hukum al-Hadist dapat

Page 25: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

memberi inspirasi pengembangan pendidikan islam. Banyak hal-hal yang dapat dikembangkan

dari al-Hadist mulai dari pemahaman umat terhadap al-Hadist, baik kandungan, dirayah maupun

matan, sanat dan riwayatnya. Sebahagian umat islam juga masih terbelenggu pada pensakralan

al-Hadist yang membawa mereka pada penyempitan pembuluh pemikiran. Padahal

kedudukannya masih berstatus Zhanni bukan Qath’i. oleh karenanya, al-Hadist berfungsi sebagai

penjelas dan penjabar terhadap al-Qur’an.

Fungsi yang diemban hadist sebagai sumber hukum kedua dan merupakan pejelas dan

penjabar dari ayat-ayat al-Qur’an tidak serta merta menempetkan hadist menjadi teranuiir begitu

saja. Karena al-Qur’an sendiri bercerita tentang hadist bahwa hadist yang bersumber dari Nabi

adalah sesuatu yang benar dan bersumber dari Allah SWT (lihat Q.S.(53):4). Bahasa al-Qur’an

walau hanya sedikit, namun berbeda dengan bahasa Arab yang digunakan masyarakat Arab

sehari-hari.nuntuk menterjemahkan dan memberi pemahaman tentang ayat-ayat al-Qur’an Nabi

mengeluarkan hadist-hadistnya sesuai dengan kondisi turunnya ayat, sehingga cara yang

digunakan Nabi dalam menyampaikan hadist tentu mengandung metode dan teknik

memahamkan materi hadist tersebut kepada para sahabat. Kajian terhadap metode-metode

produksi hadist Nabi sedikit banyak akan menemukan berbagai teori-teori pendidikan.

Pada umumnya umat islam memahami hadist secara tekstual sebagai jabaran dari ayat-

ayat al-Qur’an. Dalam pemahamannya sering dipadanka dengan ayat-ayat yang meskipun bukan

sebagai asbabun nuzul ayat dijadikan sebagai hujjah menguatkan ayat-ayat al-Qur’an. Dari

kacamata pendidikan, hadist memiliki rahasia yang cukup banyak dan menyimpan rumus-rumus

keilmuan. Diawal tulisan ini telah diangkat salah satu contih yang digunakan Neill sebagai teori

Heart, not head in the schools (Hati, bukan otak yang diutamakan disekolah). Terhadap hadist ini

pada umumnya umat islam memahami secara tekstual yang menyatakan bahwa baik buruknya

manusia sangat ditentukan oleh qalbunya, karenanya umat islam dianjurkan untuk berbaik hati

serta menghindarkan diri dari penyakit hati seperti hasad, dengki dan khianat. Neill melihat hadist

ini dari dari sorotan yang lain yakni menjadikan esensi hadist ini sebagai teori pendidikan yang

menempatkan pedidikan hati dibandingkan dengan pendidikan yang menggunakan otak sebagai

sasaran utamanya, maka jadilah teori ini sebuah model pendidikan ala barat yang diadopsi dari

hadist Nabi.

Page 26: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Problematika lain yang masih menempel pada pemahaman hadist yang tekstual adalah

pada kajian mantiq dan balaghohnya sebuah hadist. Terdapat teks hadist yang cukup popular

yang dipahami secara tekstual oleh umat islam. Misalnya hadist Nabi yang mengatakan : Siapa

diantara kamu melihat terjadi kemungkaran, hendalah ia cegah dengan tangan, bila ia tidak

mampu ia cegah dengan lidah, bila ia tidak mampi juga ia cegah dengan hati. Ketahuilah, itulah

selemah-lemah iman. Penterjemahan seperti ini dan diaplikasikan di lapangan sesuai dengan teks

hadist maka munculah radikalisme atau pemahaman represif umat islam terhadap setiap bentuk

yang oleh kelompoknya sesuatu yang dikategorikan munkarat seperti tidak kekerasan, pemaksaan

kehendak, arogansi umat hingga terorisme. Padahal hadist yang diterjemahkan seperti itu boleh

jadi bertentangan dengan ayat-ayat al-qur’an yang memerintahkan umat islam untuk berbuat

lemah lembut, sopan dan satun, silaturahmi dan kebersamaan. Menurut hemat penulis, hdist

tersebut haruslah secara terbalik yakni dimulai dari tindakan yang lemah(qalbu) kemudian

dilanjutkan dengan dakwah dan bila diperlukan barulah dengan tinakan yang tegas. Memahami

hadist ini dengan cara terbalik lebih dekat denagn esensi ajaran islam sebagai agama yang

selamat, sejahtera dan rukun umat pemeluknya.

Dilain pihak hadist cenderung dimaknai secara sempit sebatas hadist qauli, hadist fi’li dan

hadist taqriri. Kenyataan ditengah masyarakat islam masi terdapat bentuk hadist lain yang

dipercayai seperti hadist ahwaliyah (sesuatu yang terjadi pada diri Nabi), tarkiyah ( perbuatan

sahabat di depan Nabi tapi tidak pernah dikerjakan Nabi dan tidak pernah dilarang Nabi) dan

hamiyah (forkes prediction). Antara keyakinan umat dan pemahaman umat masih terdapat

perbedaan yang mungkin salah satu penyebabnya adalah faktor pendidikan ilmu-ilmu hadist

kepada umat Islam.

2.5.3. Sumber-Sumber Lainnya

Selain ‘uruf dan maslahah umat terdapat sumber ijtihad yang menjadi sosrotan kajian

epistemilogi. Untuk simpelnya pemahaman terhadap sumber-sumber lainnya ini perlu ada kunci

yang memadukan ketiga sumber tersebut yaitu “Penelitian”. Kata penelitian merupakan kata yang

dekat pemaknaannya denga uruf, maslahah umat dan ijtihad. Kedekatannya terutama pada nuansa

operasionalnya karena ‘uruf adalah hasil penelitian sekelompok orang yang kemudian menjadi

kebiasaan bagi masyarakat setempat. Demikian hal dengan maslahah umat dan ijtihad adalah

Page 27: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

berkaitan erat dengan penelitian. Lebih dari itu, penelitian adalah salah satu jawaban terhadap

mendegnya pendidikan Islam.

Menurut Azyumardi Azra31 pengembangan ilmu-ilmu keislaman tidak berkembang dari

madrasah kecuali dari hasil eksperimen dan uji coba keilmuan yang digali oleh pakarnya sendiri

dari al-Qur’an, kemudian menjadi sebuah temuan dan diangkat sebagai sebuah ilmu.

Kenyataannya sekarang pintu-pintu ke arah itu seakan tertutup rapat, sehingga dunia keislaman

tidak lagi mendengar pakar-pakar ilmu sekaliber al-Ghazali, al-Farabi, Ibnu Sina dan sebagainya.

Persoalan mendasarnya adalah pada kreatifitas dan imajinasi pengembangan ilmu-ilmu

keislaman. Sekalipun islam didominasi oleh pemahaman bahwa islam sangat identik dengan fiqh

dan syari’ah saja, namun bila kreatifitas dan imajinasi tertantang oleh kemajuan zaman. Maka

akan cepat muncul penemu-penemu baru dan ilmuwan-ilmuwan modern dari kalangan umat

islam, seprti kajian terhadap donor darah, DNA, sidik jari dan sebagainya.

2.6. Epistemologi Struktur

Salah satu kritisi terhadap pendidikan Islam tentu dialamatkan kepada struktur pendidikan

Islam. Alasannya, salah satu penyebab runtuhnya dunia pendidikan islam adlah masuknya

struktur politik ke dalam struktur pendidikan islam. Saat dunia politik Islam menjamah dan

menggarap pendidikan, tidak bisa dinafikan bahwa kemajuan dunia pendidikan Islam berada

pada puncaknya, seperti pada era ‘Abbasiyah. Efek positif ini tidak selamanya dapat

dipertahankan, karena ternyata juga berdmpak negatif yaitu runtuhnya pendidikan Islam tidak

terlepas dari tarik menarik politik dengan dunia pendidikan Islam. Praktek seperti ini hingga

sekarang masih menjarah kebebasan penddikan dan masih mengungkung gerakan pengembangan

pendidikan di berbagai tempat, di satu sisi, serta pemarjinalan berbagai lembaga pendidikan

Islam karena keterbatasan kemampuannya untuk mengmbangkan diri. Bukankah pendidikan

dalam Islam menjdi milik umat yang diawali dari rumah tangga dan dilanjutan di lembaga

pendidikan. Sedang peran biokrasi tidak secara langsung mempengaruhi proses pendidikan,

melainkan tampil sebagai pendukung atau bahkan sebagai lembaga yang melakukan intervensi.

Langkah yang harus dilakukan pada sektor ini adalah memurnikan pendidian dari

pengaruh-prngaruh politik yang dapat merugikan pendidikan itu sendiri. Alasan pemisahan dunia

31 Azyumardi Azra¸ Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, cet. I,(Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999), hal. xi

Page 28: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

pendidikan dengan politik menurut Sudarwan Danim32 dialatarbelakangi oleh praktik institusi

pendidikan sebagai agen biokrasi sering menimbulkan konflik berbagai pihak seperti antara

tenaga profesional kependidikan (yang diharapkan menjadi soko guru epistemology pendidikan)

dengan manajemen pendidikan yang biokratif. Pemurnian pendidikan dari pengaruh politik

diharapkan berimplikasi pada pengembangan pendidikan secara wajar, sehingga pendidikan

islam dapat berkembang dari sumbernya yang asli tanpa tekanan dan dikte biokratif yang dapat

memaksa dan memasung pendidikan.

Modernisasi struktur pendidikan khususnya di Indonesia terus bergulir dari masa ke masa.

Warisan pendidikan Belanda saja masih menyisakan persoalan serius bagi umat islam yang

membedakan pendidikan umum dan pendidikan agama. Lembaga pendidikan yang beraneka

ragam juga turut menghiasi dinamika pendidikan islam di Indonesia. Sebut saja pasantren atau

madrasah yang dahulu sangat alot dengan kitab kunngnya, secara perlahan berkambang menjadi

berbagai lembaga pendidikan yang memadukan antara pendidikan agama dengan pendidikan

umum. Hal ini dapat dilihat dari bentuk struktur pendidikan yang dibangun oleh berbagai

organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Al-Walsiyah, al-Irsyad dan sebagainya.

Substansi terpenting dari persoalan ini adalah menempatkan pendidikan islam pada posisi

yang memiliki daya tawar tinggi. Daya tawar ini akan dapat diperolah dari output lembaga

pendidikan yaitu para sarjana, santri atau siswa yang memiliki daya saing tinggi di pasar. Seorang

lulusan pasantren misalnya tidak dituntut mampu memimpin shalat dan bisa baca doa saja, tetapi

ia harus tampil sebagai lulusan pesantren yang mampu bersaing secara fisik dengan lulusan MAN

model baik dari aspek keilmuan maupun dari aspek skilnya. Pada prinsip awal pendidikan islam

diharapkan mampu memberi jawaban akan adanya tuntutan masyarakat akan tenaga kerja pada

lapangan kerja yang hanya dapat dimasuki jika seseorang memiliki ilmu, teknologi, dan

keterampilan yang sesuai.33 Dengan epistemologi ini orientasi pendidikan islam tidak semata-

mata hanya untuk mengisi lapangan pekerjaan tetapi justru menjadi pencipta lapangan pekerjaan.

Dengan demikian struktur pendidikan islam harus mengalami perubahan yang signifikan

mulai dari bentuk, lembaga, kurikulum dan organisasi serta target yang ingin dicapai dari sebuah

32 Sudarwan Danim, innovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan,

Cet.I (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 113 33 Jusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, cet.I (Jakarta: Gema Insani Press, 1995). Hal. 93

Page 29: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

proses pendidikan. Singkat kata, struktur pendidikan islam harus dikembalikan pada posisi yang

benar secara berimbang antara struktur politik pemerintahan dengan struktur partisipasi

masyarakat dalam mengurusi pendidikan, sehingga output pendidikan tidak diintervensi oleh

kepentingan yang sempit dibandingkan dengan kepentingan yang lebih besar. Salah satu wujud

nyata dari epistemologi pendidikan islam adalah desentralisasi dan otonomisasi penyelenggaraan

pendidikan islam.

2.7. Epistemologi Metode

Cara pengembangan ilmu pendidikan islam bisa menggunakan metode penelitian ilmiah

(saintifik), metode penelitian filosofis (kefilsafatan), dan juga bisa menggunakan metode misuk

(sufistik). Hal ini tergantung pada apa yang diteliti.34 Artinya metode dalam kajian keislaman

sangat variatif dan cukup akomodatif pada aspek yang dikaji, termasuk dunia pendidikan islam.

Pendidikan islam juga bukan materi yang simpel dan sempit melainkan ahasan yang cukup luas.

Boleh jadi ketiga metode ini dapat digunakan dalam satu kajian diantaranya dalam kajian

pendidikan islam. Sebab pendidikan islam tidak hanya sains semata kecuali pada bagian-bagian

tertentu memerlukan metode filosofis atau bahkan mistis sufistik teutama pada kajian-kajian

nonempirik yang tidak terjangkau logika.

Untuk membangun pendidikan islam banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari

sarana, sumber daya manusia dan pendukung lainnya termasuk metode pendidikan islam. Metode

pendidikan islam seperinya stagnan dan berputar itu ke itu juga. Orang banyak beranggapan

bahwa pendidikan islam masih hanya sebatas pelajaran mengenal Tuhan (teologi) dan tafsir.

Padahal kurang mereka sadari bahwa dari sinilah mulainya pengenalan ilmu pengetahuan dan

saisn yang membawa manusia ke jenjang kejayaan. Sepintas statemen mereka ada benarnya bila

tidak jeli membaca fenomena keislaman yang mencakup semua aspek kehidupan manusia.

Masalahnya adalah umat islam saat ini masih memerlukan perubahan-perubahan besar dalam

bidang pendidikan termasuk metodenya.

Boleh jadi metode pendidikan islam termasuk metode pendidikan yang banyak ditiru dan

digunakan bukan hnaya dikalangan pendidik muslin termsuk juga para pendidik non muslim.

34 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, ed. I. (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 34

Page 30: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

Bahkan kajian-kajian ke-islam-an (diantaranya metodologi islam) sudah menjadi bagian dari

pendidikan modern dewasa ini seperti di Leiden University.35 Studi Islam di Jerman misalnya,

diawali dari keinginan seorang Teolog (karl Henseg Bergher) melakukan kajian bahasa

(Filologi).36 Kajian-kajian kritis yang dilakukan oleh para pakar telah membuka mata banyak

pengamat bahwa metode pendidikan islam masih memerlukan sentuhan tangan tampil trampil

para pakar metodologi untu merumuskan epistemologinya. Maka pendidik dalam proses

pendidikan islam kepada peserta didik, tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan teknik

pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi mata pelajaran. Hal ini dikarenakan

metode dan teknik pendidikan islam berbeda dengan metode dan teknik pendidikan yang lain.

Jadi, persoalan metode bukan hanya pada metode sebagai materi melainkan juga berkaitan

dengan manusia sebagai pengguna metode, berupa penguasaan metode dan teknik pendidikan

islam. Epistemologi metologi pendidikan islam ini dimaksudkan untuk menjadikan proses dan

hasil belajar mengajar ajaran islam lebih berdaya guna. Selain itu penerapan metode secara tepat

dan empiris adalah juga bagian tak terpisahkan dari metode. Sebagai contoh, pendidikan sholat

bagi anak usia dini, dalam Islam telah diatur sesuai dengan perkembangan umur si anak. Pada

usia tujuh tahun hendaklah anak disuruh untuk sholat dan pukullah ia bila tidak sholat pada usia

sepuluh tahun. Secara sederhana dan umum di pahami umat islam bahwa ada kewajiban orangtua

melakukan tindak kekerasan dalam menegakkan aturan dan kewajiban agama (sholat) bagi si

anak. Karenanya tumbuhlah kesadaran si anak bahwa shalat adalah doktrin atau ajaran agama

yang keras dan haraus di tegakkan dengan “main pukul”. Persepsi ini berkembang dan tertanam

dengan mantap di benak si anak, dan terhadap hal-hal yang tidak di senangi, tidak di butuhkan

atau yang bersifat ancaman individu, maka si anak akan melakukan usaha-usaha penolakan.37

sikap yang bekembang pada anak didik seperti ini akan berdampak negatif bagi pendidikan

Islam. Pada hal persoalannya sebenarnya hanya sepele, yaitu pada kata “dharaba” yang di artikan

dengan “pukul”. Pengertian seperti hampir merata di pahami umat Islam. Al-qur’an sendiri tidak

selamanya mengartikanya sebagai pukul, kecualai diartikan sebagai “membuat contoh”

(Q.S.2:26), ditimpakan (Q.S.2:61), berusaha (Q.S.2:273), diliputi (Q.S.3:112), perjalanan

35 Gerarrd W. Wiegers dalam kata pengantar Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan…., hal XVI 36 Annable Boettcher pada stadium general di pascasarjana IAIN Ar-Raniry tanggal 22 Maret 2008 37 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, cet .I V, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009) hal. 60

Page 31: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

(Q.S.3:156), pergi berperang (Q.S.4:94), perumpamaan (Q.S.13:17) dan lain-lain. Maka dengan

penisbahan kata dharaba dalam arti memberi contoh, akan lebih dapat diterima oleh akal sehat,

baik bilihat dari sisi pendidik maupun si terdidiknya.

Pada sisi lain dapat dikatan bahwa epistemology metode pendidikan Islam menurut

adanya perubahan aspek metodelogi pembelajaran dari yang bersifat dogmatis-dogtriner dan

tradisional menuju kepada pembelajaran yang lebih dinamis aktual dan kontekstual.38 Untuk

mengimplementasikan pendekatan konteksual inilah diperlikan kajian-kajian epistemology yang

diharapkan dapat memberi jawaban bagi para pelaku pendidikan untuk melakukan sesuatu yang

besar terhadap metode pendidikan Islam.

Memang diakui bahwa respon masyarakat terhadap sistem pendidikan Islam semakin

lama semakin meningkat. Kondisi struktur sosial-historis masyarakat muslim yang mengalami

kemajuan membangkitkan kesadaran mereka akan arti pentingnya pendidikan. Masyarakat

muslim yang mengalami pencerahan dalam berbagai hal Termasuk dalam bidang teknologi

komunikasi, politik , ekonomi dan budaya, mereka menyadari bagaimana membangun sistem

pendidikan islam yang mampu berafiliasi dengan kemajuan zaman. Ini merupakan kesadaran

akan kesetaraan kelas akademisi dengan karakter instrumental yang dimilikinya untuk

disejajarkan, atau bahkan melampaui kelas sosial yang berkembang relasi kesadaran metodologi

yang berorientasi pada kebangkitan pendidikan islam.

Harus diakui pula bahwa kebangkitan pendidikan islam yang ditandai semakin banyaknya

lembaga pendidikan yang menunjukan daya saing yang tinggi, baik ditingkat menengah maupun

ditingkat perguruan tinggi. Bahkan kajian-kajian keislaman telah pula mewarnai perguruan tinggi

ternama di barat dan telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim berkalier internasional,

seperti Said Hawa, Muhammad Arkoun dan yang lainnya. Hanya saja kebangkitan mereka ini

belum mampu menjawab persoalan substansi dari pentingnya epistemology pendidikan islam. Di

sisi lain, luasnya cakupan pendidikan islam menuntut pula kuantitas penggerak epistemologinya.

Ibarat sebuah kendaraan yang sedang mengalami gangguan, maka kendaraan ini akan menjadi

baik bila bengkel tempat memperbaikinya sesuai dengan merk mobilnya, kerusakan yang dialami

ditangani oleh ahli yang sesuai dengan profesinya, bila kerusakan pada radiator maka ahli

radiatorlah yang akan memperbaikinya dan bila wayernya yang bermasalah tidak mungkin bagus

38 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hal. 49

Page 32: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

bila ditangani oleh tukag tambal ban. Demikian seterusnya problematika epistemology

pendidikan islam akan bergulir bila masing-masing ahli tidak melakukan kajian secara

epistemology terhadap spesialisasinya dan memasukkannya kedalam dunia pendidikan islam.

Cara ini diharapkan mampu memberi jawaban kepda dunia islam bahwa kebangkitan

islam hanya beralihnya kembali matahari ilmu pengetahuan dari barat ke timur, dan seharusnya

matahari terbitnya dari timur ke barat sesuai sannatullah dan hukum alam. Meski sebahagian

orang berpendapat bahwa kebangkitan pendidikan islam diukur dari baik buruknya akhlak umat

penganutnya, namun menurut Muhaimin timbulnya krisis akhlak atau moral bukan hanya

disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.39 Artinya tolak ukur dari kebangkita pendidikan

islam hanyalah berkibarnya bendera ilmu pengetahuan dari hasil karya para sarjana muslim dari

berbagai disiplin ilmu.

Sesuatu yang keliru pula bila ada orang yang berpendapat bahwa kajian keislaman

hanyalah kajian teologia yang bersifat regional atau etnik. Sesunggguhnya islam adalah agama

yang universal dan dari keuniversalannya tumbuh dan berkembang beraneka ragam budaya yang

meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, alam semesta dan makhluk ciptaannya. Mengapa

harus melakukan kajian epistemologi metode pendidikan islam seperti yang diharapka dari

tulisan ini, menurut Azra, banyak pemikir dnia yang menjelaskan bahwa krisis yang ada sekarang

ini di sebabkan oleh ilmu pengetahuan modern yag penerapan teknologi tinggi.40 Mengapa

pendidikan islam tidak mampu menghadapi krisis ini, tentu karena kompleknya yang

permasalahan pendidikan islam, diantaranya metodologi pendidikan islam. Oleh karena itu,

pendidikan islam yang dari agama islam yang pernah memiliki otoritas sumber ilmu pengetahuan

ilmu dunia, harus memberi sumbangan untuk membawa manusia kejalan keselamatan dimasa

depan. Disinilah pentingnya kehadiran lembaga-lembaga pendidikan islam dan kehadirannya ini

akan segera dirasakan oleh dunia setelah mampu melakukan kajian dan menerapkan hasil

epistemologinya sehingga umat ialam benar-benar berada pada era kebangkitan yang

sesungguhnya.

39 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, ed. I (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007),

hal. 19 40 Azra, Pendidikan…, hal. 27.

Page 33: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

III. PENUTUP

Ketika seorang dokter menerima seorang pasien, hendaklah ia memeriksa dan mengenali

penyakit yang diderita pasiennya. Bila hal ini tidak mampu ia lakukan, ada kemungkinan bahwa

dokter akan memberikan resep obat yang tidak sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Hal

ini akan berakibat fatal bagi pasien. Atau mungkin saja si dokter dengan jujur mengatakan

bahwa ia belum bisa menganalisa penyakit yang diderita pasien, maka kekecewaanlah yang akan

Page 34: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

dirasakan pasien, dan mungkin saja si pasien menterjemahkan penjelasan dokter bahwa penyakit

yang dideritanya adalah jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi, streslah pasien ini dan

menambah parah penyakit yang dideritanya.

Demikianlah sebuah analogi pendidikan islam, dimana umat islam terlabih-lebih para

pakar dan pemikir pendidikan islam perlu menyadari sepenuhnya terhadap keberadaan, fungsi,

peran dan pengaruh epistemologi pendidikan islam terhadap masa depan pendidikan islam. Perlu

upaya yang serius untuk menggarap epistomologi pendidikan islam. Upaya yang dilakukan

selama ini dinilai belum sampai pada tataran diagnosa epistemologi karena tidak didasari proses,

tahapan dan arah yang jelas. Dalam mengatasi problematika pendidikan islam hendaknya

ditempuh langkah yang tepat dan benar . sehingga sesuatu yang menjadi akar permasalah itulah

yang harus ditangani lebih dahulu. Akar permasalahan pendidikan islam sekarang ini adalah

epistemologi pendidikan islam. Denagn demikian, dianogsa dokter dapat diarahkan pada penyakit

ini sehingga resep dan obat yang diberikan juga adalah resep dan obat epistemology pendidikan

Islam itu sendiri.

Dalam kilas balik pengamatan tentang dunia pendidikan islam, agaknya kajian

epistemology pendidikan Islam belum mendapatka porsi yang benar atau malah belum pernah

menjadi perhatian serius para pakar pendidikan atau pemikir Islam. Masih sangat sulit rasanya

mencari kajian epistemology pendidikan Islam dari para ulama terdahulu dan ternama, meski

pada masanya mereka adalah penemu dan penggagas berbagai kemajuan diberbagai bidang

keilmuan. Sudah saatnya bagi para pakar dan pemikir pendidikan Islam untuk merumuskan

epistemologi pendidikan islam untuk dijadikan sebagai sarana pengembangan dan kemajuan

pendidikan Islam. Mungki saja karya-karya besar mereka selama ini belum mampu menjangkau

perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat. Oleh karena itu permasalahan epistemologi

pendidikan islam adalah persoalan yang sudah harus dimulai sekarang, meski usaha ke arah ini

boleh jadi sudah terlambat. Terlambat masih lebih baik dari pada tidak berbuat sama sekali.

Semuanya harus menyadari bahwa epistemologi pendidikan Islam harus menjadi

perhatian utama. Langkah strategisnya adalah dengan membuyakan dan mentradisikan

epistemologi dalam dunia pendidikan islam. Langkah ini membawa umat islam kepada sebuah

perkiraan kalkulasi, seandainya pendekatan epistemologi ini benar-benar diterapkan, maka

Page 35: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

dalam waktu yang tidak terlalu lama hasilnya akan melahirkan para peserta didik yang mampu

memproses suatu ilmu pengetahuan mulai dari awal hingga tuntas.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II, Jakarta: Kencana,2008.

2. Abdul Mustaqim, pergeseran Epistemologi Tafsir, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003.

3. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet, III, Jakarta: RajaGrafido

Persada.

4. ---------, Manajemen Pendidikan, edisi ketiga, cet IV, Jakarta: Kencana, 2010

5. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, edisi revisi, Jakarta: Rajawali Pers, 2010

6. Azuyumardy Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru,

cet.I. Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999

7. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

Page 36: Pendidikan Islam Dan Problematika Kebangkitannya

8. Bertens K. Sejarah Filsafat Yunanii, cet. XV, Yogyakarta, Kanisius, 1999

9. Durant, Will, The Story of Philosophy, New York, Simon & Schuter, 1993.

10. Hasrja W. Bachtiar, dalam kata pengantar Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan,

Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta: Rajawali Pres, 2009.

11. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Pres, 1979.

12. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif,

1980

13. http://books.google.co.id/books?id=sHCMAAAACAAJ&dq=inauthor:”Jamal+Ibn+Bashir+Badi&

hl=id&ei=IVgyTerxB5GwcdaP8d8H&sa=X&oi=book_

14. http://books.google.co.id/books?id=sHCMAAAACAAJ&dq=inauthor:”Jamal+Ibn+Bashir+Badi&

hl=id&ei=IVgyTerxB5GwcdaP8d8H&sa=X&oi=book_ tanggal 16 Januari 2011

15. Imam Tolhah, Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, cet. I, RajaGrafindo Persada, 2004.