pendahuluan - palanghitam.noblogs.org · timur, 218% di riau, dan 190% di jakarta. ... tahanan yang...
TRANSCRIPT
2
Pendahuluan
Palang Hitam Indonesia (Indonesia Anarchist Black Cross -ABC)
adalah kelompok kerja bantuan tahanan anarkis dan aktivis anti-
otoritarian dan pendukung gerakan penghapusan penjara (prison
abolition). Kita punya banyak perbedaan pendapat, tentu saja, soal
bagaimana kita menyelesaikan permasalahan sosial. Tapi kami akan terus
mengkampanyekan, dan mungkin berdebat dengan argumentasi yang
terkadang sangat keras, mengapa kami merasa bahwa pilihan pemikiran
dan tindakan yang kami lakukan adalah benar. Untuk sementara waktu,
kami mengesampingkan dulu perdebatan itu untuk menghasilkan sebuah
gerakan populer untuk membantu tahanan dan mencegah Indonesia
menjadi negara karseral (carceral states), yang lebih mengutamakan
pemenjaraan massal sebagai akibat buruk dari konsekuensi ekonomi-
politik yang menjadi bagian integral dari logika kekuasaan itu sendiri.
Seperti di banyak negara Eropa dan Amerika, ABC terkadang dapat
mengejar tujuan reformasi dalam jangka pendek sebagai bagian
dari/untuk membangun gerakan yang berkelanjutan dalam jangka
panjang. Lagi pula, hanya ada dua cara untuk membuat orang keluar dari
penjara: kami dapat menghancurkan penjara dan mengeluarkan tahanan
atau kami dapat meyakinkan, menekan, atau memaksa negara untuk
membiarkan mereka keluar. Jika kami kekurangan kapasitas untuk
melakukan yang pertama, kami harus melakukan yang kedua. Ini berarti
juga harus bekerja untuk mengurangi beban dinding penjara, meskipun
kami belum mampu menghancurkannya secara fisik. Kami menyusun
proposal singkat dan sederhana ini sebagai undangan bagi berbagai
individu, afinitas, kolektif dan organisasi baik gerakan perempuan, agraria
dan lingkungan hidup, legalisasi ganja, lembaga bantuan hukum maupun
lainnya untuk terlibat dan mendukung Mogok Penjara Nasional 2018, yang
selanjutnya kami singkat MPN.
Palang Hitam Indonesia/Indonesia Anarchist Black Cross
3
Apa yang Sedang Kita Hadapi?
Presiden RI Joko Widodo menyatakan pada awal periode
kepemimpinannya bahwa Indonesia akan melakukan pengetatan
anggaran. Sayang, anggaran yang digunakan seringkali tidak dialokasi
kepada sektor yang memberikan dampak langsung terhadap masyarakat,
seperti pendidikan dan kesehatan. Pada 2017, Kementrian Keuangan RI
malah memperbesar anggaran operasional penjara di bawah naungan
Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Narapidana dijatah makan
Rp 14 ribu per hari atau ± Rp 5 ribu per sekali makan. Tapi dengan jumlah
tahanan/narapidana mencapai 243 ribu orang pada April 2018, dalam
setahun APBN yang dikeluarkan mencapai Rp 1,3 triliun. Selain itu, banyak
lapas/rutan perkanwil yang melampaui kapasitas tahanan, kecuali di tiga
provinsi: DIY, Maluku Utara dan Papua. Pada Juli 2018, persentase over-
kapasitas tahanan di tiga provinsi tertinggi adalah 294% di Kalimantan
Timur, 218% di Riau, dan 190% di Jakarta.
Tapi bukannya menekan jumlah populasi penjara dengan
memperbaiki peraturan yang ada, pada 2017, Direktorat Jenderal
Pemasyarakan (Ditjen PAS) menambah 14 ribu sipir, serta berencana
menambah lapas/rutan baru. Tantangan tambah berat manakala Kapolri
membuat pernyataan bahwa simpatisan teroris juga dapat dipidana.
Pemerintah lebih tertarik untuk membuat lebih banyak orang untuk masuk
penjara ketimbang mencegah dan mengurangi populasi penjara, dan
berpikir bahwa penjara akan mengurangi angka kriminalitas dan
bukannya mencegah dengan mencari tahu mengapa orang-orang
melakukannya atau menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya
(negara itu sendiri).
1. Tahanan Politik dan Aktivis Pergerakan
Sebagian besar tahanan politik Indonesia dihukum dengan pasal
makar dari pasal 106 dan 110 KUHP. Peraturan Pemerintah nomor 77/2007,
yang mengatur simbol daerah, melarang bendera atau logo yang sama
dengan “organisasi, kelompok, lembaga atau gerakan separatis.” Ada tiga
bendera dimasukkan oleh aturan tersebut: Bintang Kejora; bendera
Republik Maluku Selatan; Gerakan Aceh Merdeka. Direktorat Jenderal
4
Pemasyarakan (Ditjen PAS) tidak punya data yang baik dan valid mengenai
jumlah tahanan berdasarkan kategorisasinya, khususnya tahanan politik.
Jumlah tapol Papua yang sesungguhnya belum bisa dipastikan karena
Kemenkumham tak menjawab permintaan data resmi tapol yang
dimohonkan oleh Human Rights Watch (HRW), organisasi pemantau hak
asasi manusia berbasis di New York.
Kami memperluas definisi tahanan politik sebagai mereka yang
dikriminalisasi akibat dari keterlibatan mereka dalam advokasi dan
gerakan masyarakat. Jumlah tahanan yang masuk dalam definisi ini cukup
besar daripada tahan politik dalam pengertian konvensional. Kami
mendapatkan data yang memprihatinkan dari laporan tahunan
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA). Sepanjang 2017, konflik tejadi
menyeluruh di berbagai wilayah di Indonesia, membentang dari Aceh
hingga Papua. Di Sumatera, sedikitnya 266 konflik meletus. Di Jawa, konflik
merentang dari Banten hingga Jawa Timur dengan 198 kasus. Secara
berurutan, lima besar provinsi konflik agraria ialah Jawa Timur (60) atau
9,10%, Sumatera Utara 59 kasus (8,95%), Jawa Barat 55 (8,34%), Riau 47
(7,13%), dan Lampung dengan 35 (5,3%). Konflik agraria memicu kekerasan
brutal kepada para korban. Sepanjang 2017, 13 warga tewas, enam
tertembak. Sebanyak 612 warga jadi korban kekerasan, 369 dikriminalisasi
dan ditahan, terdiri dari 351 laki-laki dan 18 perempuan. Konflik agraria,
dilaporkan 224 orang dianiaya (170 laki-laki dan 54 perempuan). Dari 659
kasus, 289 konflik antara perusahaan swasta dengan masyarakat.
Berikutnya konflik antara pemerintah dengan masyarakat 140, diikuti
antarwarga 112.
Berdasarkan penelusuran, kami mendapatkan jumlah sebagai
berikut:
1. Menurut HRW, saat ini hanya ada antara satu sampai enam
tahanan politik (tapol) Papua di balik jeruji besi, turun dari angka
37 orang pada akhir Agustus 2016.
2. Menurut KPA, sepanjang 2017 ada 369 orang dikriminalisasi dan
ditahan, terdiri dari 351 laki-laki dan 18 perempuan dalam sektor
konflik agraria.
5
3. Palang Hitam dan berbagai organisasi gerakan lain (Sukoharjo
Melawan Racun dan For Banyuwangi) sedang mengadvokasi 14
aktivis anti-otoritarian yang ditahan pada 2017-2018.
2. Tahanan Aborsi
Aborsi hanya boleh dilakukan untuk dua kondisi kehamilan saja,
yaitu kehamilan karena perkosaan (itupun sebelum janin berumur 40 hati)
dan aborsi karena darurat medis. Karena itu, aborsi baik di luar nikah dan
pasangan nikah atau gagal KB termasuk aborsi ilegal. Karena menghindari
penegakan hukum (juga karena malu dan miskin), banyak perempuan yang
terpaksa melakukan aborsi ilegal tanpa perlakuan medis yang memadai
(dan terkadang tanpa didampingi pasangan) dengan resiko kematian yang
6
tinggi akibat infeksi dan pendarahan. Menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 30 persen angka kematian ibu
disebabkan oleh aborsi atas kehamilan di luar nikah.
Jumlah tahanan perempuan akibat aborsi ilegal belum didata oleh
Ditjen PAS. Namun, berdasarkan UU Kesehatan pasal 194 orang yang
sengaja melakukan aborsi ilegal diancam dengan hukuman penjara paling
lama 10 tahun dan denda 1 milyar rupiah. Sialnya lagi, pendidikan seksual
yang sudah diterapkan dengan nama pendidikan kesehatan reproduksi
tidak dijalankan dengan baik di Indonesia. Masih ada anggapan bahwa
kesehatan reproduksi, masturbasi dan seks sebagai sesuatu yang tabu.
Banyak orang tua yang juga tidak terlibat pendidikan seksual.
Kami memandang bahwa dalam hal ini, perempuan empat kali
menjadi korban. Pertama, perempuan sebagai korban pembodohan yang
tidak mengetahui fungsi tubuh dan aktivitas seksual. Kedua, korban
kekangan seksual karena kehilangan otoritas dan independensi atas
tubuh. Ketiga, korban pemenjaraan karena melanggar UU Kesehatan.
Keempat, korban akibat tekanan sosial, terisolasikan, disalahkan, dan
depresi (salah satu penyebab bunuh diri). Hak untuk aborsi berarti
diharapkan dapat mencegah 30% kematian akibat perempuan yang
melakukan aborsi dengan penanganan medis yang buruk, mencegah
pembuangan bayi yang baru lahir atau kekerasan terhadap anak yang tidak
diinginkan lahir, mencegah beban finansial bagi pasangan yang tidak siap,
serta mencegah pernikahan paksa terhadap pasangan muda yang baru
saja mengalami kehamilan.
7
3. Tahanan Ganja
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pada akhir tahun
lalu bahwa ganja aman untuk dikonsumsi. Selain itu, 18 negara di dunia (2
negara bagian di AS) sudah melakukan legalisasi ganja. Negara-negara
lain juga sedang menyusul karena melihat potensi ekonomi yang ada
didalamnya. Jumlah tahanan narkoba mencapai 220 ribu (2017), naik 70
ribu tahanan sejak 2015. Ganja masuk dalam golongan 1 narkotika, yang
bahkan penyusunannya tidak melampirkan naskah akademik apapun
dalam UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika. Sekali lagi, Ditjen PAS juga
tidak memiliki data jumlah tahanan narkoba berdasarkan kategorinya.
Sampai sekarang kita tidak mengetahui jumlah tahanan akibat penjualan
dan konsumsi ganja. Beberapa pasal yang digunakan dalam narkotika
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengedar Narkotika, terdapat beberapa penyebutan sesuai dengan
perannya masing-masing, yakni:
1. Pihak yang memproduksi Narkotika secara melawan hukum
(Pasal 1 angka 3 jo Pasal 113);
8
2. Pihak yang mengimpor Narkotika secara Melawan Hukum
(Pasal 1 angka 4 jo Pasal 113);
3. Pihak yang mengekspor Narkotika scara melawan hukum
(Pasal 1 angka 5 jo Pasal 113);
4. Pihak yang melakukan Pengangkutan atau Transito Narkotika
secara melawan hukum (Pasal 1 angka 9, 12 jo Pasal 115);
5. Pihak yang melakukan Peredaran Gelap Narkotika dan
Preskusor Narkotika (Pasal 1 angka 6 jo 111,112, 129).
2. Pengguna Narkotika juga terdapat beberapa penyebutan, yakni:
1. Pecandu narkotika (Pasal 1 angka 13 jo Pasal 54 jo Pasal 127);
2. Penyalahguna narkotika (Pasal 1 angka 15 jo Pasal 54 jo Pasal
127).
Mendukung hak konsumsi ganja berarti membuka akses terhadap
obat-obatan herbal yang tidak berbahaya dan mengurangi konsumsi
narkotika berbahaya yang lain, seperti sabu atau ganja sintetis (gorilla).
Dekarserasi
Salah satu pendekatan yang telah mendapatkan beberapa daya
tarik dalam beberapa tahun terakhir (khusus di AS dan Belanda) adalah
strategi “dekarserasi –decarceration.” Dekarserasi termasuk didalamnya
upaya memotong kebijakan dan praktik yang membangun sistem hukum
pidana. Upaya untuk memutar kembali kewajiban minimum, menulis ulang
kebijakan hukuman, mendekriminalisasi penggunaan narkoba dan
mereformasi praktik pembebasan bersyarat, semuanya jatuh dalam
kategori dekarserasi ini. Pada saat terbaik, strategi dekarserasi ini
membawa kemenangan nyata yang membawa orang pulang dari penjara
atau menjauhkan orang dari penjara, dan di saat yang bersamaan
membangun gerakan yang lebih besar dan lebih kuat yang dapat
meningkatkan tantangan yang lebih besar terhadap sistem penjara itu
sendiri.
Kami mendasari perjuangan kami dalam perjuangan kelas. Ini
artinya bersifat interseksional, bahwa penindasan terjadi pada berbagai
identitas dan bahwa nyaris sebagian besar tahanan adalah korban dari
sistem negara-kapitalisme. Jika kita memang serius melakukan
9
dekarserasi, maka kita membutuhkan sebuah gerakan yang kuat, tersebar
dan massif. Ini juga bisa kita lakukan jika kita berhasil merangkul
solidaritas dari berbagai macam jenis tahanan, khususnya tiga jenis
tahanan yang baru saja kami jelaskan.
Tujuan Kami
Palang Hitam menetapkan bahwa tujuan Mogok Penjara Nasional
sebagai berikut:
1. Menghemat angaran negara, yang dapat diarahkan untuk
layanan sosial, pendidikan, kesehatan, dan bantuan bagi petani,
nelayan dan buruh;
2. Mencegah lebih banyak orang dipenjara dan menekan populasi
tahanan penjara;
3. Mendukung terciptanya kebebasan sipil, yang memungkinkan
lahirnya gerakan demokrasi yang berkelanjutan dan jangka
panjang.
Tuntutan Kami
1. Untuk mencegah pemenjaraan massal, kami menuntut:
a. Hak untuk aborsi (hapus UU Kesehatan pasal 194);
b. Hak konsumsi ganja untuk medis dan rekreasi (hapus ganja
sebagai narkotika golongan I dalam UU UU No.35 tahun 2009
tentang Narkotika);
c. Hentikan perampasan tanah (cabut UU No.2/2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum);
d. Kebebasan berekspresi dan berserikat;
2. Perbaikan secepat mungkin pada kondisi penjara dan kebijakan
penjara yang menyadari kemanusiaan para tahanan:
a. Kebebasan untuk membuat serikat tahanan;
b. Menghentikan tindak kekerasan terhadap tahanan;
c. Transparansi data kepenjaraan berdasarkan kategori jenis
tahanan.
3. Perbaikan pendidikan kesehatan reproduksi untuk mencegah
kehamilan dan pemahaman atas fungsi tubuh dan aktivitas seksual;
10
4. Pelepasan massal tahanan politik, aktivis dan petani, tahanan
dokter/pelaku aborsi dan tahanan pengguna/penjual ganja.
Dukung Pemogokan
Palang Hitam tidak menyerukan pembentukan organisasi baru
yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan dana dari
lembaga donor asing, dimana kita menghabiskan banyak waktu, tenaga
dan sumber daya kita untuk konferensi akademis di hotel dan kampus. Tapi
kami mengusulkan ada baiknya membentuk komite kerja dengan nama
Jaringan Anti-Penjara Indonesia (Jaringan Api). Kami menginginkan
inisiatif-inisiatif individu dan organisasi, sesuai visi/misi dan pandangan,
program kerja dan metodenya, untuk melakukan berbagai aksi, petisi,
judicial review, lobi dan aksi langsung, demonstrasi dan solidaritas yang
luas untuk mendukung MPN dan mengkampanyekan tuntutan di atas.
Prinsip gerakan ini adalah inisiatif, otonomi, keberagaman metode,
terdesentralisasi, non-formal dan non-hierakis.
Pemogokan dilakukan pada 30 Juli 2018 dan berakhir hingga batas
waktu yang ditentukan, sesuai dengan kemampuan mogok para tahanan
dan keberlangsungan gerakan solidaritas di luar penjara. Sudah terlalu
lama gerakan kita mengandalkan aspek legal yang sangat elitis dan
membuat rakyat tergantung pada segelintir orang. Gerakan ini
membangun kesadaran bahwa perubahan ada di tangan rakyat sendiri,
dan kebebasan tahanan juga tergantung pada kekuatan tahanan sendiri.
Apa yang kita semua bisa lakukan adalah :
1. Memobilisasi tahanan (bisa jadi keluarga atau kawanmu) seluas
mungkin untuk melakukan pemogokan penjara yang terdiri dari 1)
pemogokan makan, dan 2) pemogokan kerja/aktivitas penjara pada
tahanan politik, aktivis dan petani, tahanan dokter/pelaku aborsi dan
tahanan pengguna/penjual ganja;
2. Memproduksi sendiri konten kampanye gerakan MPN dan
tuntutannya di akun media sosial masing-masing dengan tagar
#mogokpenjara dan #30juli;
3. Aksi solidaritas dan pemogokan untuk tiga jenis tahanan tersebut;
4. Mengunduh, mencetak dan menyebarluaskan selebaran ini;
11
5. Melakukan dan mendukung judicial review berdasarkan tuntutan
yang kami sampaikan.
Kita punya banyak waktu untuk katakanlah, melakukan reformasi
penjara atau mengadvokasi kebijakan publik. Tapi para tahanan tidak
mempunyai banyak waktu untuk membiarkan beberapa bulan dan tahun
lagi untuk menghirup udara bebas, berkumpul bersama keluarga, atau
terlibat dalam gerakan untuk memperbaiki apa yang salah dengan situasi
hari ini. Kami mengharapkan dukungan dan keterlibatan kalian semua.
Untuk menyatakan secara terbuka dukungan dan keterlibatan kelompok
atau organisasimu dalam gerakan ini, silahkan kirimkan konfirmasi
dukungan melalui email [email protected] atau melalui pesan
langsung ke akun Instagram @palang__hitam.
Kelompok atau Organisasi
Berikut adalah organisasi yang kami ajak mendukung dan terlibat
dalam MPN:
1. Amnesty International
2. Human Right Watch
3. Aliansi Jurnalis Independen
(AJI)
4. Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI)
5. Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI)
6. Pamflet Generasi
7. Lingkar Ganja Nasional
8. Walhi Indonesia
9. Konsorsium Pembaharuan
Agraria
10. Indonesia Feminis
11. Yayasan Jurnal Perempuan
12. Voice of Papuan
13. Sukoharjo Melawan Racun
14. Jogja Darurat Agraria
15. Kendeng Melawan
16. For Banyuwangi
17. FNKSDA
18. Pembebasan Indonesia
12