pendahuluan revisi

120
1. P E N D A H U L U A N 1.1. Bahan, teknologi, dan manusia Sejak zaman purbakala manusia selalu membutuhkan bahan untuk menjadikan peralatan yang akan membantunya dalam mengarungi kehidupan. Mulanya manusia hanya mengenal batu, tulang, dan kayuuntuk membuat peralatan, misalnya kampak, pisau, tombak, dsb. Orang menamakan zaman itu zaman batu. Kebudayaan manusia yang lebih tinggi diperoleh setelah ditemukan dan digunakannya logam, yaitu logam- logam yang cukup banyak terdapat di alam sebagai logam “bebas”, seperti emas, perak, tembaga, timah hitam, mungkin juga sedikit besi yang diperkirakan berasal dari benda-benda meteorit. Pada masa itu batu, tulang dan kayu mulai digantikan oleh bahan-bahan logam, terutama tembaga, dan karenanya zaman itu dinamai juga Zaman Tembaga. Sementara itu kehidupan manusia berkembang terus, manusia telah meninggalkan hidup di gua-gua, yang hidup dari berburu, mulai menjadi “peternak”, dan bahkan mulai menjadi petani. Manusia sebagai makhluk yang berpikir, telah mengembangkan berbagai ilmu dan teknologi yang kemudian nantinya menunjang lahirnya Revolusi Industri. Revolusi Industri telah banyak merubah kehidupan manusia, karena pola tingkah laku dan kehidupan dalam masyarakat industri sangat berbeda

Upload: apprilian-kurniawan

Post on 14-Aug-2015

140 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: pendahuluan revisi

1. P E N D A H U L U A N

1.1. Bahan, teknologi, dan manusia

Sejak zaman purbakala manusia selalu membutuhkan bahan untuk

menjadikan peralatan yang akan membantunya dalam mengarungi kehidupan.

Mulanya manusia hanya mengenal batu, tulang, dan kayuuntuk membuat

peralatan, misalnya kampak, pisau, tombak, dsb. Orang menamakan zaman itu

zaman batu.

Kebudayaan manusia yang lebih tinggi diperoleh setelah ditemukan dan

digunakannya logam, yaitu logam-logam yang cukup banyak terdapat di alam

sebagai logam “bebas”, seperti emas, perak, tembaga, timah hitam, mungkin

juga sedikit besi yang diperkirakan berasal dari benda-benda meteorit. Pada

masa itu batu, tulang dan kayu mulai digantikan oleh bahan-bahan logam,

terutama tembaga, dan karenanya zaman itu dinamai juga Zaman Tembaga.

Sementara itu kehidupan manusia berkembang terus, manusia telah

meninggalkan hidup di gua-gua, yang hidup dari berburu, mulai menjadi

“peternak”, dan bahkan mulai menjadi petani.

Manusia sebagai makhluk yang berpikir, telah mengembangkan berbagai

ilmu dan teknologi yang kemudian nantinya menunjang lahirnya Revolusi

Industri. Revolusi Industri telah banyak merubah kehidupan manusia, karena

pola tingkah laku dan kehidupan dalam masyarakat industri sangat berbeda

dengan pola tingkah laku masyarakat sebelumnya, masyarakat petani/agraris.

Kehidupan manusia makin kompleks, kebutuhannya makin kompleks dan

kebutuhan akan bahan/peralatan juga makin besar dan kompleks.

Revolusi industri telah melahirkan berbagai teknologi pengolahan bahan. Di

masa itu dicapai banyak kemajuan dalam bidang teknologi pembuatan besi/baja

secara besar-besaran dan murah. Tersedianya bahan dalam jumlah besar dan

murah ini mendorong pula perkembangan berbagai ilmu dan teknologi.

Ditemukannya teknologi pembuatan alumunium telah ikut memperlancar

berkembangnya teknologi transportasi, terutama teknologi penerbangan.

Berkembangnya berbagai ilmu dan teknologi ini disatu pihak menuntut

tersedianya berbagai bahan dengan persyaratan-persyaratan /jumlah yang makin

Page 2: pendahuluan revisi

tinggi, di pihak lain pemakaian/pemanfaatan teknologi itu menuntut pula

penyesuaian-penyesuaian/ perubahan-perubahan perilaku dan pola kehidupan

masyarakat manusia. Antara manusia dan teknologi ada interaksi yang kuat.

Manusia menciptakan teknologi-teknologi, tetapi manusia sendiri harus

menyesuaikan diri dengan teknologi hasil ciptaannya itu.

Untuk memenuhi kebutuhan, manusia mengembangkan teknologi yang

menghasilkan berbagai macam paduan logam, terutama besi, sehingga orang

menamakan masa itu Zaman Besi. Ternyata logam dan segala macam paduannya

itu masih belum cukup, manusia masih harus mengembangkan berbagai macam

plastik, berbagai jenis keramik dan juga campuran dari berbagai jenis bahan

menjadi komposit.

Sementara itu persediaan bahan-bahan yang diperlukan manusia untuk

mengembangkan kehidupannya melalui teknologi-teknologi hasil ciptaannya

makin terasa keterbatasannya. Tembaga sudah tidak lagi dapat diperoleh di alam

sebagai tembaga bebas, bijih besi berkadar tinggi makin langka, dsb. Tentu saja

ini akan menyebabkan biaya untuk memperoleh bahan-bahan itu jadi semakin

tinggi. Ini akan menuntut pemakaian/penggunaan bahan menjadi lebih efektif

dan efisien. Untuk dapat menggunakan bahan dengan efektif dan efisien maka

perlu dikenali dengan baik segala macam sifat baha, disamping juga perlu

memiliki wawasan yang lebih luas mengenai bahan yang tersedia, tidak hanya

mengandalkan pemakain salah satu jenis bahan saja tetapi juga perlu melihat

kemungkinan digunakannya jenis bahan yang lain. Manusia dituntut untuk tidak

“fanatik” terhadap salah satu bahan dan juga tidak “a priori” terhadap suatu

bahan. Bahkan juga dituntut untuk lebih “kreatif” dalam memilih dan

menggunakan bahan.

Dunia Teknik Mesin akan sangat erat kaitannya dengan berbagai peralatan,

mesin, konstruksi dll, mulai dari perencanaan, pembuatan/produksi, perakitan

sampai pengoperasian, perawatan dan perbaikan. Dalam proses perncanaan akan

ditentukan bukan saja mekanisme kerja tetapi juga bahan dari setiap komponen

suatu peralatan/mesin. Untuk itu perlu dimilki wawasan yang cukup luas tentang

bahan, macam yang tersedia dari sifat masing-masing. Demikian juga dalam

proses perencanaan akan ditentukan bukan saja mekanisme kerja tetapi juga

Page 3: pendahuluan revisi

bahan dari setiap komponen suatu peralatan/mesin. Untuk itu perlu dimilki

wawasan yang cukup luas tentang bahan, macam yang tersedia dan sifat masing-

masing. Demikian juga dalam proses pembuatan/produksi, pengetahuan tentang

bahan mutlak diperlukan agar dapat diperoleh proses produksi yang efisien dan

mutu/sifat dari produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dari

perencanaan. Bahkan dalam pengoperasian dan perawatan/perbaikan

pengetahuan tentang bahan ini tetap diperlukan agar tidak salah memperlakukan

bahan, yang mungkin dapat berakibat buruk.

Untuk itu pada mata kuliah Pengetahuan Bahan (dan Ilmu Logam) akan

dibicarakan macam-macam bahan keperluan teknik, sifat-sifatnya (terutama sifat

mekanik) sebagai faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tersebut, struktur

paduan dan sedikit mengenai teknologi pembuatan bahan-bahan tersebut.

1.2. Klasifikasi Bahan Teknik.

Secara garis besar bahan teknik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Bahan Logam, yang dapat dibagi menjadi :

a. Logam Ferrous

b. Logam Non-Ferrous

2. Bahan Non-Logam, yang dapat dibagi menjadi :

a. Plastik (polimer)

b. Keramik (ceramic)

c. Komposit (composite)

Dalam dunia Teknik Mesin pada umumnya memang bahan logam, terutama

logam ferrous, memegang peranan yang sangat penting, tetapi bahan-bahan lain

tetap tidak dapat diabaikan. Bahan-bahan non-logam seringkali juga

dipergunakan karena bahan-bahan tersebut memiliki sifat khas yang tidak

dimiliki oleh bahan-bahan logam. Juga perkembangan teknologi sering menuntut

digantikannya logam dengan bahan lain, seperti plastik misalnya yang sudah

banyak mendapat tempat dalam konstruksi mesin.

Bahan – bahan dari jenis keramik makin banyak mendapat tempat, mulai

dari berbagai abrasive, pahat potong, batu tahan api, kaca dll, bahkan juga

teknologi roket dan penerbangan angkasa luar sangat memerlukan keramik.

Page 4: pendahuluan revisi

Perkembangan bahan logam ferrous telah mencapai kemajuan sangat tinggi,

terlihat dengan banyaknya jenis baja/besi yang telah diproduksi dan denga

kualitas yang makin tinggi. Tetapi perkembangan teknologi menuntut pula

penggunaan berbagai jenis logam non-ferrous, baik yang sudah “tradisional”,

seperti tembaga, seng, timah dll, juga yang relatif baru, seperti alumunium,

magnesium, titanium dll.

Manusia mengetahui bahwa bahan-bahan yang digunakannya seperti logam,

keramik dll, seharusnya dapat lebih kuat, karena menurut teori bahan-bahan

tersebut seharusnya mempunyai kekuatan yang jauh diatas kekuatannya dalam

keadaan seperti yang biasa dipergunakan. Dan memang orang juga akhirnya

menemukan sebab mengapa kekuatan bahan-bahan tersebut sangat rendah, dan

bahkan orang juga akhirnya menemukan cara membuat bahan-bahan itu dapat

mencapai kekuatan yang lebih mendekati kekuatan teoritisnya, hanya saja masih

tidak dalam bentuk yang besar, tetapi dalam bentuk yang halus, sebagai serat

(fiber), seperti dikenal sekarang sudah ada serat grafit (grafit fiber), serat gelas

(glass fiber) dan beberapa serat logam. Serat-serat tersebut mempunyai kekuatan

yang lebih tinggi daripada yang berbentuk massif.

Ditemukannya berbagai serat inimendorong timbulnya berbagai bahan-

bahan komposit, yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih bahan-bahan

dengan sifat yang berbeda dan menghasilkan bahan yang memilki sifat lebih bail

dari bahan-bahan asalnya. Komposit dapat merupakan kombinasi dari logam

dengan keramik, logam dengan plastik, keramik dengan plastik, dsb. Boleh

dikatakan apapun dapat dibuat menjadi komposit ( beton adalah juga komposit ).

Bahan-bahan dalam bentuk komposit ini merupakan suatu alternatif yang perlu

diperhitungkan.

1.3. Pemilihan Bahan

Memilih bahan untuk suatu keperluan sebenarnya bukan suatu hal yang

sulit, asalkan tidak disertai dengan berbagai persyaratan, seperti misalnya harus

mudah diperoleh, dapat diolah/dikerjakan dengan teknologi yang tersedia dan

menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan spesifikasi dan harga

yang murah.

Page 5: pendahuluan revisi

Sebenarnya prinsip pemilihan bahan sederahana saja, hanya sekedar

mempertemukan persyaratan/sifat-sifat yang diminta oleh suatu desain

peralatan/konstruksi, dengan sifat-sifat dan kemampuan-kemampuan bahan yang

dapat dipergunakan. Cuma saja dalam menentukan persyaratan/sifat-sifat apa

yang harus dipenuhi suatu bahan, seringkali tidak mudah. Kemudian kalaupun

syarat-syarat dan sifat yang akan diminta sudah dapat ditentukan, masih ada

kesulitan lain, mungkin informasi tentang bahan apa yang tersedia tidak lengkap,

atau informasi tentang sifat bahan yang tersedia tidak lengkap.

Seandainya pun informasi itu sudah lengkap, mungkin sekali akan dijumpai

bahwa tidak ada bahan yang mampu memenuhi semua persyaratan, atau ternyata

ada banyak jenis bahan yang memenuhi semua persyaratan. Dalam hal ini akan

diperlukan pemilihan ulang dengan mengurangi/menambah persyaratan lagi,

sehingga dapat diperoleh suatu pilihan yang optimum.

Biasanya persyaratan yang diminta oleh suatu desain/konstruksi antara lain :

- Sifat mekanik, seperti kekuatan, kekakuan, keuletan, ketangguhan,

kekerasan dll

- Sifat fisik, seperti heat conductivity, electrical conductivity, heat

expansion, bentuk dan dimensi, strukturmikro dll.

- Sifat kimia, seperti aktifitas terhadap bahan kimia tertentu sifat tahan

korosi dll.

- Dan lain-lain

Faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan dalam pemilihan bahan

untuk suatu desain/konsttruksi, antara lain :

- Availability dari bahan, apakah bahan tersedia di pasaran, di mana dapat

diperoleh, seberapa banyak bahan yang dapat diperoleh dll.

- Teknologi yang tersedia untuk mengolah bahan tersebut sampai menjadi

produk yang siap dipasarakan.

- Berbagai faktor ekonomis, misalnya harga bahan, harga produk dll.

- Dan lain-lain

Perlu pula diketahui bahwa suatu bahan dengan komposisi kimia yang sama

mungkin akan memilki sifat yang berbeda, sifat bahan tidak hanya tergantung

pada komposisi kimia saja, tapi struktur dari bahan juga ikut berpengaruh.

Page 6: pendahuluan revisi

Misalnya saja baja dengan suatu komposisi kima tertentu, pada suatu kondisi

akan bersifat ulet, tetapi pada kondisi yang lain mungkin akan dapat bersifat

getas, perubahan sifat ini terjadi karena adanya perubahan struktur pada susunan

atom kristalnya.

Proses pemilihan bahan kadang-kadang memang cukup sulit, tetapi

seringkali juga dapat disederhanakan. Misalnya saja dengan mempersempit

daerah pemilihan, dengan memberi prioritas pada bahan yang biasa digunakan

untuk konstruksi yang sejenis. Seperti misalya dalam dunia Teknik Mesin,

biasanya baja karbon akan mendapat prioritas pertama untuk dipertimbangkan

(karena dalam konstruksi biasanya orang banyak menggunakan baja karbon,

mudah doperoleh, harga relatif murah), baru kemudian bila saja karbon tidak

memenuhi syarat dicoba mempertimbangkan pengunaan bahan-bahan lain

seperti baja paduan, paduan non-ferrous dll.

Page 7: pendahuluan revisi

KATA PENGANTAR

Diktat ini dimaksudkan sebagai pelengakap bahan kuliah Pengetahuan Bahan

(TM 1461) di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS. Diharapkan diktat ini dapat memabantu

para mahasiswa lebih menghayati materi kuliah yang diberikan pada tatap muka dan

kuliah dapat berlangsung lebih lancar. Tentunya diktat ini tidak dapat menggantikan

fungsi dari tatap muka yang seharusnya diikuti oleh semua mahasiswa.

Diktat ini terdiri dari beberapa bab, dan banyak diantaranya memebicarakan

mengenai bahan-bahan logam, yaitu bahan yang paling banyak digunakan di dunia

Teknik Mesin. Di samping itu juga dibicarakan sedikit mengenai bahan lain yang

mungkin dapat digunakan untuk memperluas wawasan para mahasiswa tentang bahan

yang dapat digunakan di dunia Teknik Mesin.

Beberapa sifat mekanik yang penting dibicarakan agak banyak mengingat bahwa

dunia Teknik Mesin sangat berkepentingan dengan hal itu. Dan karena sifat mekanik

logam banyak ditentukan oleh struktur mikronya maka pembahasan tentang struktur

mikronya maka pembahasan tentang struktur mikro dan perubahan-perubahannya juga

diberikan agak banyak.

Mengingat fungsi dari diktat ini yang hanya sekedar membantu dalam mengikuti

kuliah, maka hendaknya para mahasiswa tidak meninggalkan text book/buku acuan

(reference) yang dianjurkan, jangan menjadi sarjana diktat.

Disadari juga bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis

selalu mengharapkan selalu mengharapkan adanya saran-saran untuk lebih sempurnanya

diktat ini di waktu-waktu yang akan datang.

Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah

membantu terwujudnya diktat ini.

Surabaya, Surabaya 1987

Penulis

Page 8: pendahuluan revisi

D A F T A R I S I

Kata Pengantar

Daftar Isi

1. Pendahuluan .

1.1 Bahan, teknologi, dan manusia .

1.2 Klasifikasi bahan teknik .

1.3 Pemilihan bahan .

2. Sifat mekanik dan pengujiannya .

2.1 Klasifikasi bahan teknik .

2.2 Sifat mekanik .

2.3 Pengujian mekanik .

2.3.1 Pengujian tarik dan sifat tarik .

2.3.2 Kekerasan dan pengujian kekerasan .

2.3.3 Pengujian pukul-takik (impact test) .

2.3.4 Kelelahan .

2.3.5 C r e e p (merangkak) .

3. Struktur kristal dan deformasi .

3.1 Struktur atom .

3.2 Ikatan atom .

3.2.1 Ikatan ionik .

3.2.2 Ikatan kovalen .

3.2.3 Ikatan logam .

3.3 Struktur kristal .

3.4 Bidang kristalografi .

3.5 Kristalisasi .

3.6 Cacat pada kristal (imperfection) .

3.7 Deformasi plastik pada kristal .

3.7.1 Deformasi dengan slip .

3.7.2 Deformasi dengan twinning .

Page 9: pendahuluan revisi

3.7.3 Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik .

3.8 Rekristalisasi .

3.8.1 Recovery .

3.8.2 Recrystallization .

3.8.3 Grain Growth .

4. Susunan paduan .

4.1 Definisi .

4.2 Logam murni .

4.3 Compound .

4.4 Solid Solution (larutan padat) .

4.4.1 Larutan padat substitusional .

4.4.2 Larutan padat interstisial .

5. Diagram fase .

5.1 Introduksi .

5.2 Diagram fase dua komponen yang larut padat tak terbatas .

5.2.1 Transformasi selam pendinginan ekuilibrium .

5.2.2 Diffusi .

5.2.3 Pendinginan non-ekuilibrium .

5.3 Diagram fase untuk dua komponen yang saling tidak melarut padatkan .

5.4 Diagram fase untuk dua komponen dengan kelarutan padatan terbatas .

5.5 Reaksi peritektik .

5.6 Transformasi allotropik .

5.7 Transformasi order .

5.8 Reaksi eutektoid .

5.9 Reaksi peritektoid .

5.10 Diagram kompleks .

Page 10: pendahuluan revisi

6. Diagram keseimbangan besi-karbida besi .

6.1 Allotropi pada besi .

6.2 Diagram fase dapa besi karbon .

6.3 Transformasi pada baja eutektoid .

6.4 Transformasi pada baja hypoeutektoid .

6.5 Transformasi pada baja hypereutektoid .

6.6 Transformasi pada baja tuang putih hypoeutektik .

6.7 Transformasi pada baja tuang kelabu .

6.8 Pengaruh laju pemanasan/pendinginan dua unsur paduan .

7. Besi dan baja .

7.1 Introduksi .

7.2 Besi kasar dan besi spons .

7.3 Dapur tinggi (blast furnance) .

7.4 Pembuatan baja .

7.4.1 Pembuatan besi dengan konvertor .

7.4.2 Pembuatan baja dengan open heart furnance .

7.4.3 Pembuatan baja dengan electric furnance .

7.5 Sifat dan penggunaan baja .

7.6 Besi tuang dan penggunaannya .

8. Logam non ferrous .

8.1 Introduksi .

8.2 Tembaga dan paduaannya .

8.2.1 Kuningan (brass) .

8.2.2 Perunggu (bronze) .

8.3 Alumunium dan paduaannya .

8.3.1 Sifat dan penggunaan alumunium .

8.3.2 Paduan alumunium .

8.3.3 Pengerasan dengan heat treatment .

8.3.4 Alumunium copper alloys .

Page 11: pendahuluan revisi

8.3.5 Alumuniumn mangganese alloys .

8.3.6 Alumunium silicon alloys .

8.3.7 Alumunium magnesium alloys .

8.3.8 Alumunium-silicon-magnesium alloys .

8.4 Seng dan paduan seng .

8.5 Nickel dan paduan nickel .

8.6 Bearing materials .

8.6.1 White metals .

8.6.2 Copper base alloys .

8.6.3 Cost iron (besi tuang kelabu) .

8.6.4 Alumunium base alloys .

8.6.5 Sintered metals .

8.6.6 Plastics materials .

8.7 Cutting-cutting materials .

8.7.1 Carbon steels .

8.7.2 High speed steels .

8.7.3 Cobalt base alloys .

8.7.4 Cemented carbide .

8.7.5 Diamond .

8.7.6 Sintered oxid .

9. Korosi dan pencegahannya .

9.1 Kerusakan karena korosi .

9.2 Mekanisme dan macam-macam bentuk korosi .

9.3 Faktor yang mempengaruhi korosi .

9.4 Pencegahan korosi .

10. Bahan non-logam .

10.1 Keramik (ceramics) .

10.1.1 Refractory (batu tahan api) .

10.1.2 Glass (kaca) .

10.1.3 Abrasives .

Page 12: pendahuluan revisi

10.1.4 Cement (semen) .

10.2 Plastik (polymer) .

10.3 Composite materials .

K e p u s t a k a a n .

Page 13: pendahuluan revisi

P e n g e t a h u a n B a h a n

TM 1461

Page 14: pendahuluan revisi

BAB 2

SIFAT MEKANIK DAN PENGUJIANNYA

2.1 Klasifikasi Bahan Teknik

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka harus dikenali

dengan baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin akan dipilih untuk

dipergunakan. Sifat- sifat ini tentunya sangat banyak macamnya,karena sifat ini

dapat ditinjau dari segi/bidang keilmuan, misalnya ditinjau dari Ilmu Kimia akan

diperoleh sekelompok sifat-sifat kimia, demikian juga bila ditinjau dari segi fisika

dan sebagainya.

Dalam dunia teknik mesin biasanya sifat mekanik memegang peranan sangat

penting, disamping beberapa sifat kimia ( terutama sifat tahan korosi), sifat thermal

dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam dunia teknik,

dan akan dibahas tersendiri.

Dari kelompok sifat fisik, density (berat jenis ) kadang-kadang perlu

dipertimbangkan. Struktur mikro biasanya perlu dipelajari secara khusus karena

struktur mikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat

bahan korosi dan lain lain.

Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal

menjadi penting. Panas jenis ( specific heat ), thermal conductivity dan thermal

expansion seringkali harus diperhitungkan.

2.2 Sifat Mekanik

Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting,karena sifat mekanik

menyatakan kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen yang terbuat dari

bahan tsb ). Untuk menerima beban/ gaya/ energy tanpa menimbulkan kerusakan

pada bahan/ komponen tsb. Seringkali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik

yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain maka diambil langkah untuk

mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai cara , misalnya saja baja, baja

mempunyai sifat mekanik yang baik (memenuhi syarat untuk suatu pemakaian )

tetapi mempunyai sifat tahan korosi yang kurang baik,maka seringkali sifat tahan

Page 15: pendahuluan revisi

korosinya ini diperbaiki dengan pengecatan atau galvanishing dll, jadi tidak harus

mencari bahan lain yang selain kuat juga tahan korosi.

Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain :

- Kekuatan ( strength ) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada

beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan

tarik,kekuatan geser,kekuatan tekan ,kekuatan torsi dan kekuatan lengkung.

- Kekerasan ( hardness ) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan

untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau

penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance).

Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.

- Kekenyalan ( elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen

setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu benda mengalami tegangan maka

akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak

melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi hanya

bersifat sementara, perubahan bentuk itu akan hilang bersama dengan

hilangnya tegangan, tetapi bila tegangan yang bekerja melampaui batas

tersebut maka sebagaian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun

tegangan tetap dihilangkan.

kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastic

yang dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi,

dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali

ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan

deformasi.

- Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

( deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting

daripada kekuatan.

Page 16: pendahuluan revisi

- Plastisitas (plasticity ) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami

sejumlah deformasi plastic ( yang permanen ) tanpa mengakibatkan

terjadinya kerusakan.

Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai

proses pembentukan seperti forging, rolling, extruding dll. Sifat ini sering

juga disebut sebagai keuletan ( ductility).

Bahan yang mampu mengalami deformasi plastic cukup banyak dikatakan

sebagai bahan yng mempunyai keuletan tinggi ( ductile). Sedangkan bahan

yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastic dikatakan sebagai

bahan yang mempunyai keuletan rendah atau getas( brittle )

- Ketangguhan ( toughness ) menyatakan kemampuan bahan untuk

menyerap sejumlah energy tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga

dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energy yang diperlukan untuk

mematahkan suatu benda kerja,pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini

dipengaruhi oleh banyak factor sehingga sifat ini sulit diukur.

- Kelelahan ( fatigue ) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah

bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic strss ) yang besarnya masih

jauh di bawah batas kekuatan elastiknya.

Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin

disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang

sangat penting, tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak factor

yang mempengaruhinya.

- Merangkak ( creep ) merupakan kecenderungan suatu logam untuk

mengalamideformasi plastic yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada

saat bahan tadi menerima beban yang besarnya relative tetap.

Berbagai sifat mekanik yang disebutkan diatas juga dapat dibedakan menurut cara

pembebanannya, yaitu sifat mekanik static, sifat terhadap beban static yang besarnya

tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap

beban yang berubah-ubah atau mengejut. Sifat – sifat ini perlu dibedakan karena

tingkah laku bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang berbeda.

Page 17: pendahuluan revisi

2.3 Pengujian Mekanik

Untuk mengetahui / mengukur sifat logam tersebut perlu dilakukan pengujian.

pengujian biasanya dilakukan terhadap contoh (sample) bahan yang dipersiapkan

menjadi specimen atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang standar.

Demikian juga prosedur pengujia n harus dilakukan dengan cara- cara yang standar

(mengikuti suatu standar tertentu ), baru kemudian dari hasil pengukuran pada

pengujian diambil kesimpulan mengenai sifat mekanik yang diuji.

Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan dapat diperoleh

bila pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan konstruksi dengan

bentuk dan ukuran sebenarnya (full-scale) dan pengujian dilakukan dengan pembebanan

yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Tetapi cara ini terlalu mahal,tidak praktis

dan bahkan kadang- kadang sulit dianalisis.

Beberapa pengujian mekanik yang bayak dilakukan adalah pengujian tarik (tensile

test), pengujian kekerasan (hardness test),pengujian pukul-takik (impact test),kadang-

kadang juga pengujian kelelahan (fatigue test), creep test,bending test, compression test

dan beberapa fabrication test.

2.3.1 Pengujian Tarik dan Sifat Tarik

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap specimen/ batang uji yang standar.

Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai

dengan suatu standar. Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada gambar 2.1 pada

bagian tengah dari batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang

menerima tegangan yang uniform dan pada bagian ini diukurkan “ panjang uji”

Page 18: pendahuluan revisi

(gauge length ), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan,

bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.

Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin

tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik kea rah memanjang secara perlahan. Selama

penarikan setiap saat dicatat/tercatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik,

besarnya gaya tarikyang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi

sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji

putus.

Data yang diperoleh dari mesin tarik biasanya dinyatakan dengan grafik beban-

pertambahan panjang (grafik P-∆L). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena

hanya menggambarkan kemempuan batang uji ( bukan kemempuan bahan) untuk

menerima beban gaya. Untuk dapat digunakan menggambarkan sifat bahan secara

umum,maka grafik P-∆L harus dijadikan grafik lain yaitu suatu diagram Tegangan-

Regangan (Stress-Strain diagram) , kadang-kadang juga disebut Diagram Tarik.

Pada saat batang uji menerima beban sebesar P kg maka batang uji ( yaitu

panjang uji) akan bertambah panjang sebesar ∆L mm.

Pada saat itu batang uji bekerja tegangan yang besarnya :

σ = P/Ao

dimana Ao = luas penampang batang uji mula-mula.

Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :

ε= ∆L / Lo = (L-Lo)/Lo

Dimana Lo = panjang “ panjang uji” mula-mula

L = panjang “ panjang uji” saat menerima beban

Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm2 ,kg/cm2 , psi (pond per square inch)

atau MPa ( Mega Pascal = 106 N/m2 ). Regangan dapat dinyatakan dengan persentase

pertambahan panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm, atau in/in.

Page 19: pendahuluan revisi

Gambar 2.2 dibawah,salah satu contoh bentuk diagram tegangan –regangan

yaitu diagram tegangan – regangan suatu baja yang ulet ( baja karbon rendah ).

Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa

garis lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan

yang kecil tsb berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja ( hukum hook).

Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.

Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan

mula-mula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya

yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P

(proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat

penambahan beban tidak lagi berbanding lurus,pertambahan beban yang sama akan

menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suau saat dapat

terjadi pertambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah

panjang dengan sendirinya. Dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini

berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat

memperoleh pertambahan panjang ( tidak lagi proportional ).

Kenaikan beban ini akan berlangsung teru sampai suatu maksimum, dan untuk

logam yang ulet ( seperti halnya baja karbon rendah ) sesudah itu beban mesin tarik

Page 20: pendahuluan revisi

akan menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya

batang uji putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi

pengecilan penampang setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi

hanya disekitar necking tersebut . Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang

ulet, sedang pada logam –logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu

akan putus pada saat beban maksimum.

Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan

perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai

nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi

sampai nol,demikian terus berilang-ulang,maka kan terlihat bahwa pada beban yang

kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima

beban akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga

akan hilang,batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.

Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic ( elastic limit, titik E ). Jadi untuk

beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP (gambar 2.2)

Bila beban melebihi batas elastic,maka bila beban dihilangkan pertambahan

panjang tidak seluruhnya hilang,masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap,

atau pertambahan panjang yang elastic.

Diagram tegangan- regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah

elastik dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut

seharusnya adalah batas elastik,titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E

cukup sulit. Maka yang dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah

titik luluh (yield point ) Y.

Diagram seperti contoh diatas,dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak

pada beban maksimum ,sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa

logam yang cukup ulet,seperti baja karbon rendahyang dianil. Pada logam yang lebih

getas yield kurang nampak,bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada

beban maksimum.

Page 21: pendahuluan revisi

2.3.1.1 Sifat Mekanik di daerah elastik

1. Kekuatan elastik menyatakan kemampuan untuk menerima

beban/tegangan tanpa berakibat terjadinya eformasi plastik (perubahan

bentuk yang permanen). Kekuatan elastik ini ditunjukkan oleh titik yield

(besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya yield).

Untuk logam-logam yang ulet yang memperlihatkan terjadinya yield dengan

jelas, tentu batas ini mudah ditentukan,tetapi untuk logam-logam yang lebih

getas dimana yield tidak tampak jelas atau sama sekali tak terlihat,maka

yield dapat dicari dengan menggunakan off set method.

Harga yang diperoleh dengan cara ini dinamakan off set yield strength

(kekuatan luluh). Dalam hal ini yirld dianggap mulai terjadi bila sudah

timbul regangan plastik sebesar 0,2 % atau 0,35% (tergantung kesepakatan).

Secara grafik,off set yield strength dapat dicari dengan menarik garis elastik

dari titik regangan 0,2 % atau 3,5 % hingga memotong kurva.

Page 22: pendahuluan revisi

Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena

tegangan yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/

strength dari bahan,supaya tidak terjadi dformasi plastik.

2. Kekakuan ( stiffness ). Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila

mendapat beban(dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik

tetapi hanya sedikit saja.

Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas ( Young’s Modulus,E)

E = σel / ε el

Makin besar harga E,makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama

saja sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi,hatga ini hampir tidak

terpengaruh oleh komposisi kimia,laku-panas dan proses pembentukannya

( sifat mekanik lain akan terpengaruh oleh hal-hal tersebut ).

Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting

daripada kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas,bila rancang bangunnya

kurang kaku maka akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan

dengan mesin tersebut akan kurang akurat.

Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poissons ratio. Bila batang uji

ditarik secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi

regangan ke arah memanjang sebesar ε x ,juga akan mengalami regangan ke

arah melintang yaitu sebesar ε y . Poisson’s ratio didefinisikan sebagai

perbandingan antara regangan kearah melintang dengan regangan ke arah

memanjang,pada tegangan yang masih dalam batas elastik.

V = -ε y / ε x

Harga ngatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga

negatif , sedangkan kearah memanjang mempunyai harga positif. Harga V

untuk logam biasanya berkisar antara 0,25 dan 0,35. Makin besar harga V

suatu logam maka logam itu makin kurang kaku.

3. Resilien (Resilience) menyatakan kemampuan untuk menyerap energi

(kerja) tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi plastik.Jadi dapat

dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mencapai batas

elastik. Resilien dinyatakan dengan modulus resilien (modulus of resilience)

yang didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk

Page 23: pendahuluan revisi

meregangkan satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini

dapat dinyatakan secara grafik sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik

(gambar 2.6).

Dari gambar 2.6 dapat dihitung Besarnya modulus of resilience :

UR = ½ σ E . ε E = σ E 2 / 2E

Dari hubungan diatas dapat dilihat bahwa modulus resilien ditentukan oleh

σ E dan E. Tetapi karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak

berubah maka modulus resilien hanya ditentukan oleh σ E , kekuatan elastik

(yield point/strength ).

Karena harga σ E baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum

σ ult ,maka bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus

resiliennya juga makin tinggi.

Resilien adalah sifat penting bagi bagian –bagian yang harus menerima

tegangan dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya

pegas pada alat transport ,ia harus menerima beban/tegangan dan juga harus

mampu berdeformasi secara elastik cukup banyak.

Page 24: pendahuluan revisi

2.3.1.2 Sifat mekanik di daerah plastik

1. Kekuatan tarik (Tensile strength) menunjukan kemampuan untuk menerima

beban tanpa menjadi rusak / putus. Ini dinyatakan tegangan maksimum

sebelum putus. Kekuatan tarik (Ultimate tensile strength) :

UTS = σ u = P max / Ao

UTS/ Kekuatan tarik inin sering dianggap sebagai data terpenting yang

diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan – perhitungan

kekuatan dihitung atas dasar kekuatan ini (sekarang ada kecenderungan untuk

mendasarkan perhitungan kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield

point/yield strength). Pada baja, kekuatan tarik akan naik seiring dengan

naiknya kadar karbon dan paduan.

2. Keuletan (ducility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara

plastis tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastik

yang terjadi setelah batang uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan

presentase perpanjangan (percentage elongetion).

Do = (L-Lo) / Lo x 100 %

L= panjang gage length setelah putus

Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge

length mula-mula juga harus disebutkan,jadi misalnya dituliskan “persentase

perpanjangan 25 % pada gauge length 50 mm”.

Secara grafik persentase perpanjangan dapat diukur pada diagram σ−ε yaitu

dengan menarik garis dari titik patah (B,pada gambar 2.9) sejajar dengan garis

elastik hingga memotong absis (D). Panjang DC adalah regangan elastik,

panjang OD adalah regangan elastik.

Page 25: pendahuluan revisi

Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas

penampang (percentase reduction in area) :

Dh = (A0 – Af ) / Ao x 100 %

Af = luas penampang batang uji pada patahan.

Pada baja, dan juga pada logam-logam lain,keuletan banyak ditentukan oleh

struktur mikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan,

lakupanas dan tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan

kadar karbon akan menaikkan kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan makin

rendah.

Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :

- Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi

tanpa menjadi patah atau retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya

deformasi yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging,

drawing, dll

- Keretakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya

didahului oleh adanya proses deformasi, sehingga bila dijumpai adanya

Page 26: pendahuluan revisi

deformasi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya

kerusakan lebh lanjut

- Dapat digunakan sebagai indentor dari perubahan komposisi kimia dan

kondisi proses pengerjaan.

3. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa

mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan

untuk mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan

(modulus of toughness atau toughness index number) yang dapat

didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan

satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik, ini dapat diukur dengan luasan

yang berada di bawah kurva tegangan – regangan dari hasil pengujian tarik.

Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan mengukur /

menghitung besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu :

- Untuk bahan yang ulet (ductile) :

UT = σ u . ε f atau

UT = ε f . ¿u + σ y ) / 2

- Untuk bahan yang getas (brittle) :

UT = 2/3 σ u . ε f

Dimana :

UT = modulus ketangguhan (toughness index number)

σ u = ultimate tensile strength

σ y = yield point/strength

ε f = regangan total pada saat putus

Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai,kait krann dan

lain-lain seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield

pointnya,untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi.

Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak

dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit diterapkan seberapa besar sebenarnya

ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit untuk mengukur

Page 27: pendahuluan revisi

seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi yang terbentuk dari bahan

tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ketangguhan. Antara lain adanya

cacat,bentuk dan ukurannya,bentuk dan ukuran benda,kondisi pembebanan/strain rate,

temperatur dan lain-lain yang banyak diantaranya sulit diukur. Ketangguhan ditentukan

oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan bertentangan,

artinya bila kekuatan naik maka keuletan menurun, ini dapat dilihat dengan

membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya rendah tetapi keuletannya

tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih tinggi tetapi keuletannya

lebih rendah) dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat tinggi tetapi juga sangat

getas).

2.3.1.3 Diagram tegangan – regangan sebenarnya

Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan di depan disebut

diagram tegangan – regangan nominal karena perhitungan tegangan dan regangan

tersebut berdasarkan panjanh uji dan luas penampang mula – mula (nominal), padahal

setiap saat selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung.

Seharusnya tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan panjang

uji sesaat itu (bukan yang mula – mula). Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram

tegangan – regangan nominal kurang akurat, namun demikian untuk keperluan teknik

biasanya dianggap sudah memadai,karenanya dinamakan juga diagram tegangan-

regangan teknik (engineering).

Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu,misalnya untuk perhitungan pada

proses pembentukan (rolling,forging,dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail

yang memerlukan ketelitian lebih tinggi akan menggunakan diagram tegangan –

regangan sebenarnya (true stress – true strain diagram).

Definisi:

Tegangan nominal : Tegangan sebenarnya:

σ=¿ P/Ao σ '=¿ P/A

Regangan nominal : Regangan sebenarnya :

Page 28: pendahuluan revisi

ε=¿ (L-Lo)/Lo ε '=¿ (L-Lo)/Lo + (L2-L1)/L1 + (L3-L2)/L2

ε=¿ ∆L/Lo ε '=¿ Lo ∫L dL/L = Lo Ll ln L = ln (L/ Lo )

Hubungan antara tegangan nominal dengan tegangan sebenarnya :

σ '=¿ σ (1 + ε )

Hubungan antara regangan nominal dengan regangan sebenarnya :

ε '=¿ ln (1 + ε )

Gambar 2.1.2. True stress – strain and conventional stress- strain diagrams for mild

steel.

Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu

maka tegangan dan regangan sebenarnya harus diitung berdasarkan pengukuran nyata

pada batang uji, beban dan luas penampang setiap saat.

Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara

tegangan/regangan nominal dengan tegangan/regangan nominal sesudah melampaui

tegangan maksimum akan terjadi penurunan,sedang pada diagram tegangan-regangan

sebenarnya terus naik hingga putus. (gambar 2.1.2).

Page 29: pendahuluan revisi

Dari data yang terkumpul dari berbagai logam/paduan tampak adanya hubungan

yang hampir linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya,yang diplot

pada grafik log-log.

Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan unutk menyatakan hubungan

tsb. Salah satu persamaan yang dianggap cukup representative untuk banyak bahan

teknik adalah :

σ '=k . εn

Dimana : k = strength coefficient

n = strain-hardening exponent

harga k adalah harga true stress σ ' pada true stress strain ε '=1 . harga n dapat diturunkan

dari persamaan diatas :

n = d ¿¿ = d ¿¿ = ε ' d σ '

σ ' d ε '

Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik,dan juga hanya

sampai saat terjadi necking. Diluar itu akan terjadi penyimpangan. Berikut ditunjukkan

grfaik hubungan true stress-strain untuk beberapa bahan dan konstantanya berdasarkan

persamaan matematik diatas.

Pada

operasi

Page 30: pendahuluan revisi

pembentukan seperti rollingdrawing,dll tidak diinginkan terjadinya necking. Karena itu

perlu diketahui dengan pasti kapan necking akan terjadi.necking akan terjadi pada saat

beban maksimum,titik ini dinamakan titik instabilitas.

Pada titik ini berlaku dP = 0. Karena P= σ ' A dan ε '=ln( Ao

A ) atau A=Ao/eε'

maka

P=σ ' . Ao/eε'

dan dP=−(σ ' . Ao/eε'

) d ε '+( Ao /eε '

) d σ '

Sehingga untuk beban maksimum dimana dP = 0 akan berlakud σ '

u

d ε 'u

=σ 'u .

d σ '

d ε ' =d σ ' dεdεd ε ' =

dσ ' dLLo

dεdLL

=¿ d σ ' Ldε Lo

= d σ '

dε(1+ε )=σ '

Sehingga d σ ' /dε=σo(1+ε ¿.

2.3.2 Kekerasan dan pengujian kekerasan

Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara

tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri sesuai

dengan persepsi dan keperluannya. Dalam engineering yang menyangkut logam,

kekerasan sering dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan

indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang digunakan

untuk menguji kekerasan logam, yaitu :

2.3.2.1 Pengujian Kekerasan Brinell

Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling

banyak digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai

indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan

tertentu selama waktu tertentu pula( antara 10 sampai 30 detik) . Karena penusukan

(indentasi) itu maka pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan.

Kekerasan Brinell dihitung sebagai :

BHN = gaya tekan

luastapak tekan

Page 31: pendahuluan revisi

BHN = P

π D /2. (( D−√ D2−d2 ))

Keterangan :

P = gaya tekan (kg)

D = diameter bola indentor (mm)

d = diameter tapak tekan (mm)

Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standar menggunakan bola baja

yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan

baja) atau 100 kg atau 500 kg (untuk logam non ferrous yang lebih lunak) dengan lama

penekanan 10-15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga tebal

bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal) boleh

digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu

dipenuhi persyaratan P/ D2=konstan.Dengan memenuhi persyaratan tsb,maka hasil

pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola

indentor yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30,unutk tembaga atau

paduan tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.

Untuk pengujian logam yang sangat keras (diatas 500 BHN) bahan indentor dari

baja yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai

terdeformasi, maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur

sampai kekerasan sekitar 650 BHN.

2.3.2.2 Pengujian kekerasan Rockwell

Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan secara

manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran, dan juga

akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung dilakukan oleh mesin,

dan mesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Cara ini lebih

cepat dan akurat.

Page 32: pendahuluan revisi

Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji

ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal(minor load Po),sehingga

ujung indentor menembus permukaan sedalam h. Setelah penekanan diteruskan dengan

pemberian beban utama selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas, hanya

tinggal beban awal. Untuk pemahaman lebih mudah lihat gambar.

kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi ini.

Karena kedalaman yang diukur adalah kedalaman penetrasi,jadi adalah juga panjang

langkah gerakan indentor,maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan dial

indicator,dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya menunjukkan skala

kekerasan Rockwell.

Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada

kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan

jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat pada tabel ini

Page 33: pendahuluan revisi

Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, untuk mengukur

kekerasn logam yang sangat keras biasanya digunakan Rockwell C atau Rockwell A

(untuk yang sangat keras). Disamping Rockwell yang normal ada pula yang disebut

superficial Rockwell yang menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut intan

(diamond cone, brale) dan beban utama 15, 30, atau 45 kg. Biasanya digunakan untuk

spesimen yang tipis.

2.3.2.3 Pengujian kekerasan Vickers

Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini

digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut

puncak antara 2 sisi yang berhadapan 1360. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur

sangkar, dan diukur panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata – ratanya. Perhitungan

angka kekerasn Rockwell sebagai berikut :

HV =¿

Keterangan : P = gaya tekan (kg)

d = diagonal tapak tekan rata-rata (mm)

α=¿ sudut puncak indentor = 136o

Hasil pengujian kekerasan vickers ini tidak bergantung pada besarnya gaya

tekan (tidak seperti pada brinell), dengan demikian Vickers dapat mengukur kekerasan

bahan mulai dari yang lunak (5HV) sampai yang amat keras (1500HV) tanpa perlu

Page 34: pendahuluan revisi

mengganti gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang dipilah antara 1 – 120 kg, tergantung

pada kekerasan / ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah

diukur dan tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis)

2.3.2.4 Kekerasan Meyer

Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell, juga

menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas

permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyek tapak tekan.

Angka kekerasan Meyer :

Pm=4 P/ ( π d2 )

Keterangan : P = gaya tekan (kg)

d = diameter tapak tekan (mm)

Dengan cara ini hasil pengamatan tidak lagi terpengaruh oleh besarnya gaya

tekan yang digunakan untuk menekan indentor (tidak seperti Brinell). Hasilnya akan

sama walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan yang berbeda. Walaupun

demikian ternyata pengujuian Meyer tidak banyak digunakan.

2.3.1.5 Microhardness test

Untuk keperluan metalurgik seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada

daerah yang sangat kecil, misalnya pada salah satu strukturmikro, atau pada lapisan

yang sangat tipis. Untuk itu pengujian dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil,

di bawah 1000 gram, menggunakan mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Cara

yang biasa digunakan adalah Mikro Vickers atau Knoop.

Indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga cara

perhitungan angka kekerasannya, namun gaya tekan yang digunakan kecil sekali, 1 –

1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron.

Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor piramid intan dengan alas

berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7

Page 35: pendahuluan revisi

Angka kekerasan Knoop dihitung sebgai berikut :

HK=14,229 P/ I 2

Keterangan : P = gaya tekan (gr)

l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mikron)

Karena indentornya, maka Knoop akan menghasilkan indentasi yang sangat

dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk pengujian

kekerasan pada lapisan yang sangat tipis atau getas.

2.3.2.6 Perbandingan pemakaian hardness test

Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Cara pengujian yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam

prosedur pengerjaan pengujian, antara lain permukaan benda uji harus cukup halus dan

rata, spesimen harus cukup tebal, spesimen harus dapt ditumpu dengan baik dan

permukaan yang diuji harus horisontal, titik pengujian tidak boleh terlalu dekat dan

tidak terlalu dekat dengan spesimen.

Brinell standar akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar,

karena itu biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda

yang kecil / tipis. Rockwell hanya meningglkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak

mengakibatkan cacat pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil

ini. Rockwell tidak baik digunakan pada bahan-bahan yang tidak homogen,seperti pada

besi tuang kelabu dimana terdapat bagian-bagian yang sangat lunak(grafit). Untuk ini

Page 36: pendahuluan revisi

sebaiknya digunakan Brinell,disamping itu brinell tidak menuntut kehalusan permukaan

yang terlalu tinggi,cukup dengan gerinda kasar.

Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual akan

memakan waktu dan memberi peluan untuk terjadinya kesalahan pengukuran. Kadang –

kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkiinan terjadi

sinking dan ridging. Sinking terjadi pada logam yang dianil sedangkan ridging terjadi

pada logam yang terdeformasi dingin.

Gambar type of diamond-pyramid indentor. (a) perfect indentation.(b) pin-cushion

indentation due to sinking in.(c)barreled indentation due to ridging.

Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang

sangat keras,tidak terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai ,sangat mudah

untuk membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya adasatu

skala saja.Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga

diperlukan persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan. Karenanya

biasanya vickers digunakan dalam laboratorium penelitian.

Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial,

memerlukan persiapan spesimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari

yang kasar sampai yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya pada

persiapan spesimen metallografy. Pengujian ini dapat digunakan untuk benda yang

sangat tipis untuk daerah yang sangat kecil. Ini juga hanya untuk laboratorium.

2.3.2.7 Konversi angka kekerasan

Untuk keperluan praktis kadang – kadang perlu diadakan konversi atas hasil

pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah, karena

Page 37: pendahuluan revisi

adanya perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan.

Karena hubungan konversi ini bersifat empiri, dan juga hanya berlaku untuk satu jenis

logam tertentu saja, sehingga masing – masing logam harus memiliki hubungan

konversi sendiri – sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat adalah

hubungan konversi antara brinell (BHN),rockwell (Ra,Rb,Rc,Superficial), danvickers

(HV atau VHN atau DPHN) untuk baja seperti tertera pada tabel 2.6

Page 38: pendahuluan revisi

2.3.2.8 Hubungan antara kekuatan dan kekerasan

Secara empirik banyak diajukan rumusan untuk menyaakan hubungan antara

kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu

pada kondisi tertentu.misalnya untuk baja karbon(konstruksi) yang dianil. Pada

umumnya kekuatan sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya

kekerasan (tetapi keuletannya menurun)

Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut :

- Untuk baja kabon

UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi)

- Untuk baja paduan

UTS = 0,34 BHN (kg/mm2)

2.3.2 Pengujuan pukul takik (impact test)

Selama perang dunia II banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal,

jembatan, tanki, pipa dan lain-lain) yang menampakkan pola patah getas, padahal

konstruksi tersebut terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet,seperti baja

lunak. Ternyata ada tiga faktor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya

patah getas,yaitu 1. Tegangan yang triaxial, 2. Temperatur rendah dan,3. Laju

peregangan (strain rate) yang tinggi (jadi adalah juga kecepatan pembebanan tinggi).

Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikan.

Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya patah getas yang

dilakukan pada peneliti,salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujian

pukul takik). Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang

dipukul dengan sebuah bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu

metode Charpy (banyak dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode Izod

yang digunakan di Inggris. Pada metode Izod,batang uji dijepit pada satu ujung

sehingga takikan berada didekat penjepitnya. Bandul / pemukul yang diayunkan dari

ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikan.

Page 39: pendahuluan revisi

Pada metode Charpy,batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan

ke arah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul

batang uji tepat di belakang takikan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin

dimana suatu batang dapat berayun denngan bebas. Pada ujung batang dipasang

pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikan

tepat berada pada bidang lintasan pemukul.

Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H.

Pada posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pemukul).

Dari posisi ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas,memukul batang uji hingga

patah, dan pemukul masih terus berayun sampai ketinggian H 1. Pada posisi ini sisa

energi potensial adalah W H 1 . selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah

energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.

Page 40: pendahuluan revisi

Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan

dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji,dengan notasi

IS atau Ct satuannya kg m atau ft lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah

ketangguhan juga,ketangguhan terhadap beban mengejut dan pada batang uji yang

bertakik,notch toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang

rendah.

Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tiodak dapat digunakan untuk

keperluan perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan

sifat suatu bahan dengan bahan lain,apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan

yang lebih baik daripada bahan lain. Hal ini disebebkan karena banyak sekali faktor

yang mempengaruhi impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi

pengujian denagan kondisi pemakaian. Misalnya saja pada pengujian kecepatan

pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat

bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress,yang dipengaruhi oleh

bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja,tentunya semua ini akan

menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena itu

untuk pengujian pukul takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran

takikan harus benar-benar sama. Barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama

lain. Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10x10 mm dengan bentuk

takikan V (V-notched) atau U(U-notched atau key hole). V-notched biasanya digunakan

untuk logam yang dianggap ulet sedang U-notched biasanya digunakan untuk logam

Page 41: pendahuluan revisi

yang getas. Bentuk dan ukuran batang uji yang standar dapat dilihat pada gambar

berikut.

Selain mengukur impact strength,impact test juga digunakan untuk mempelajari

pola perpatahannya,apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture)

atau dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk

mempelajari ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas

tampak berkilat dan berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture)

sedang patahan ulet tampak lebih suram dan berserabut (fibrous fracture atau shear

fracture).

Hal ketiga yang dapat diukur dengan impact test adalah keuletan yang

ditunjukkan dengan persentase pengecilan penampang pada patahan. Suatu impact test

akan bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur pengujian

Page 42: pendahuluan revisi

SUSUNAN PADUAN

4.1 Definisi

Suatu paduan (alloy) adalah campuran bahan yang memiliki sifat-sifat logam,

terdiri dari dua atau lebih komponen (unsur), dan sedikitnya satu komponen utamanya

adalah logam.

Suatu sistem paduan adalah suatu sistem yang terdiri dari semua paduan yang

dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan semua macam komposisi yang mungkin

dapat dibuat.

Paduan dapat diklasifikasikan menurut strukturnya dan sistem paduan

diklasifikasikan menurut Diagram Keseimbangan (Diagram Fasenya).

Suatu paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran (mixture).

Jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase tunggal dan bila

berupa campuran paduan akan terdiri dari beberapa fase.

Fase (phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia dan

strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, daapt dipisahkan secara mekanik dari bagian

lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan

fisiknya, ada fase gas, cair dan padat. Bagian material dengan komposisi kimia yang

berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice juga membedakan satu

fase dengan fase lain. Logam yang memiliki sifat allotropi misalnya, setiap bentuk

allotropinya merupakan fase tersendiri, walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya

sama.

Pada paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase, yaitu

sebagai :

1. Logam Murni

2. Compund (Senyawa)

3. Larutan Padat (Solid Solution)

Page 43: pendahuluan revisi

Suatu paduan dalam keadaan padat, jika homogen, maka ia hanya mungkin berupa

larutan padat atau berupa senyawa. Bila paduan itu merupakan mixture maka ia dapat

terdiri dari komposisi dari fase-fase yang mungkin terjadi pada keadaan padat di atas,

mungkin berupa kombinasi dua logam murni, atau dua larutan padat, atau larutan padat

dan senyawa, dan sebagainya.

4.2 Logam Murni

Pada komposisi ekuilibrium suatu logam murni akan mengalami perubahan fase

pada suatu temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada

temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini berlangsung pada

temperatur yang tetap hingga seluruh perubahan selesai (lihat kurva pendinginan pada

gambar 4.1). Demikian juga halnya dengan perubahan fase yang lain (bila ada),

berlangsung pada suatu temperatur konstan tertentu.

Gambar 4.1 time temperature cooling curve for the solidification of a small

crucible of liquid antimony

Page 44: pendahuluan revisi

4.3 Compund

Compound atau senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan

perbandingan tertentu yang tetap. Compound memiliki sifat dan struktur yang sama

sekali berbeda dari unsur-unsur pembentuknya. Compund juga memiliki titik lebur/beku

tertentu yang tetap, seperti halnya pada logam murni.

Ada tiga macam compound yang sering dijumpai yaitu :

1. Intermetalic compund, biasanya terbentuk dari logam-logam yang sifat

kimianya sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti aturan valensi

kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik atau kovalen), sehingga

sifatnya seperti non-metal, keuletan rendah dan struktur kristalnya

kompleks.

Contoh : CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.

2. Interstitial compound, biasanya terbentuk dari logam-logam transisi

seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta), Wolfram (W) dan

besi (Fe) dengan Hidrogen (H), Oksigen (O), Carbon (C), Boron (B), dan

Nitrogen (N). Kelima unsur ini diameter atomnya sangat kecil sehingga

dapat masuk ke dalam lattice kristal logam di atas secara interstitial.

Senyawa interstitial bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat

bervariasi dalam daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat

keras.

Contoh : Fe3C, TiC, TaC, W2C, Fe4N, CrN, TiH.

3. Electron Compound, senyawa ini dapat terbentuk di antara logam-logam

Tembaga (Cu), Emas (Au), Perak (Ag), Besi (Fe) dan Nickel (Ni) dengan

logam-logam Cadmium (Cd), Magnesium (Mg), Timah putih (Sn), Seng

(Zn) dan Aluminium (Al). Senyawa ini terjadi dengan komposisi kimia

sedemikian rupa sehingga mendekati perbandingan jumlah-elektron-

valensi denan jumlah-atom yang tertentu. Senyawa ini sifatnya sudah

mendekati larutan padat, seperti komposisi yang bervariasi, keuletan

tinggi, kekerasan rendah.

Page 45: pendahuluan revisi

4.4. Solid Solution (Larutan Padat)

Suatu larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut).

Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih

banyak.

Biasanya jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi

temperatur, makin meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan

kondisi larutan yaitu tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh

(supersaturated). Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut masih

dibawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan tekanan yang

dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas kelarutannya dalam

solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh terjadi bila jumlah solute

yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada temperatur dan tekanan tersebut.

Dalam keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak ekuillibrium,

ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan sedikit energi saja

cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuillibrium, dengan terjadinya

pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan jenuh.

Suatu larutan solid solution (larutan padat) adalah larutan dalam keadaan padat,

terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu jenis space lattice.

Biasanya kelarutan (solubility) dalam keadaan padat jauh lebih rendah daripada

kelarutan pada keadaan cair.

Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent yang

murni. Pada umumnya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu tetapi

pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of temperature).

Pembekuannya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan berlangsung

bersamaan dengan penuruna temperatur (lihat gambar 4.2).

Page 46: pendahuluan revisi

Gambar 4.2 Time Temperature cooling curve for the solidification of a small crucible of

50 percent antimony 50 percent bismuth alloy

Dari gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50% Bi

terjadi pada temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 oF) dan lebih

tinggi daripada titik beku bismuth (520 oF). Larutan mulai membeku pada 940 oF dan

selesai pada temperatur 660oF.

Ada dua jenis larutan padat yaitu larutan padat substitusional (substitutional

solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial solid solution).

4.4.1. Larutan padat substitusional

Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi) atom

solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan seri yang

kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan larutan padat.

Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :

1. Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan

membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-padatan

Page 47: pendahuluan revisi

lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute dan solvent, struktur

kristalnya tidak sama. Jadi pada substitutional solid solution kedua unsurnya

harus memiliki struktur kristal sama.

2. Relative size factor. Terbentuknya suatu larutan padat akan mudah terjadi

bila perbedaan diameter atom tidak terlalu besar, tidak lebih dari 15% maka

kelarut-padatannya (solid solubility) akan sangat terbatas. Misalnya timah

hitam dengan perak yang memiliki perbedaan diameter atom 20% maka

kelarut-padatan timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-

padatan perak dalam timah hitam malah hanya 0,1%.

Antimon dan bismuth dapat saling melarutkan pada segala komposisi,

kelarut-padatannya tidak terbatas, karena perbedaan diameter atom hanya

7% dan struktur kristalnya sama, (rhombohedral). Sedang kelarutan antimon

dalam aluminium (fcc), dengan perbedaan diameter atom 2% hanya 0,1%,

kaena struktur kristalnya tidak sama.

3. Chemical affinity factor. Makin besar chemical affinity antara dua logam

maka makin kecil kemungkinannya membentuk suatu larutan padat lebih

cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya makin jauh jarak antara dua unsur

dalam Tabel Periodik maka makin besar pula chemical affinity antara

keduanya.

4. Relative-valence factor. Bila solute metal memiliki valensi berbeda dari

solvent maka jumlah elektron valensi per atom, disebut juga electron ratio,

akan berubah. Dan struktur kristal lebih peka terhadap penurunan electron

ratio daripada terhdap kenaikan electron ratio. Jadi dengan kata lain logam

bervalensi lebih rendah dapat melarutkan lebih banyak logam bervalensi

lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem paduan aluminium-

nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%. Aluminium bervalensi lebih

tinggi, kelarutannya dalam nickel dapat mencapai 5%, tetapi aluminium

hanya mampu melarutkan hanya 0,04% nickel.

Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan estimasi

kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa dengan relative size

Page 48: pendahuluan revisi

factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan bahwa kelarutan akan sangat

terbatas. Bila relative size factor menguntungkan barulah ketiga faktor lain ikut

menentukan derajat kelarutan suatu logam dalam logam lain.

4.3.2. Interstitial solid solution

Larutan ini terbentuk bila atom dengan diameter yang sangat kecil dapat masuk

(menyisip) di rongga antar atom dalam struktur lattice dari solvent dengan diameter

yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur lattice sangat kecil

maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari satu angstrom, yang

dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstitial. Atom tersebut adalah hidrogen

(0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71), dan oksigen (0,60)

Larutan padat interstitial biasanya mempunyai kelarut-padatan sangat terbatas

dan biasanya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi, yang sangat

banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.

Larutan padat, interstitial maupun substitusional mempunyai struktur lattice

yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.

Page 49: pendahuluan revisi

(a) (b)

Gambar 4.3 scematic representation of both types of solid solution (a) Substantional (b)

interestitial

Distorsi ini akan menganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karena

adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan salah

satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.

Berbeda dengan intermetalic dan interstetitial compound, larutan padat mudah

dipisahkan/diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya dipengaruhi

oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat luas, sehingga tidak

dapat dinyatakan dengan suatu rumus imia.

Pada skema di bawah dapa dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu

paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya merupakan

kombinasi dari beberapa fase.

Page 50: pendahuluan revisi
Page 51: pendahuluan revisi

BAB 5

DIAGRAM KESETIMBANGAN Fe – Fe3C

5.1. Allotropi pada besi

Besi dikenal sebagai salah satu logam yang memiliki sifat allotropi, memiliki

bentuk lattice yang berbeda pada temperatur berbeda. Besi memiliki tiga macam

modifikasi allotropik. Besi murni cair yang didinginkan, akan mulai membeku oada

1535oC menjadi besi delta dengan struktur BCC. Pada 1400oC akan mengalami

transformasi allotropik menjadi besi gamma ( ᵞ ) dengan struktur FCC. Besi gamma ini

tetap stabil sampai temperatur 9100C, dimana terjadi lagi transformasi allotropik

menjadi besi alpha (α) non magnetik dengan struktur BCC. Pada pendinginan

selanjutnya tidak lagi terjadi perubahan fase. Pada 768oC terjadi perubahan dari α

magnetik, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal, tidak terjadi perubahan fase.

Pada setiap kali terjadi perubahan ditandai dengan adanya pemberhentian penurunan

temperatur (tampak sebagai garis mendatar pada kurva pendinginan, Gambar 5.1.). Ini

berarti bahwa perubahan fase berlangsung secara isothermal.

Gambar 5.1. Kurva pendinginan untuk besi murni

Page 52: pendahuluan revisi

Semua proses transformasi tersebut berlangsung dengan adanya diffusi, karena

itu proses transformasi ini memerlukan waktu dan selama itu akan dikeluarkan sejumlah

panas laten, sehingga temperatur tertahan, dan tidak menurun.

Masing – masing bentuk allotropik besi ini mempunyai kemampuan melarutkan

karbon yang berbeda – beda :

- Besi delta mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,10% pada +

1500oC

- Besi gamma mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 2,0% pada +

1130oC

- Besi alpha mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,025% pada +

723oC

Kemampuan melarutkkan karbon akan berubah dengan berubahnya temperatur.

Keadaan ini merupakan hal penting pada besi/baja, terutama dalam hal proses laku

panasnya.

5.2. Diagaram fase Besi – Karbon

Dalam besi cair karbon dapat larut, tetapi dalam keadaan padat kelarutan karbon

dalam besi akan terbatas. Selain sebagai larutan padat, besi dan karbon juga dapat

membentuk senyawa interstisial (interstisial compound), eutektik dan juga eutektoid,

atau mungkin juga karbon akan terpisah (sebagai grafit). Diagram keseimbangan sistem

paduan besi – karbon cukup kompleks, tetapi hanya sebagian saja yang penting bagi itu

dunia teknik, yaitu bagian antara besi murni sampai senyawa interstisialnya, karbida

besi Fe3C, yang mengandung 6,67 % C. Dan diagram fase yang banyak digunakan

adalah diagram fase besi – karbida besi, seringkali disebut diagram fase Fe – Fe3C.

Sebenarnya diagram fase besi – karbida besi ini bukan suatu diagram

keseimbangan yang sesungguhnya, karena karbida besi bukanlah struktur yang akan

terjadi pada keadaan yang benar-benar ekuilibrium. Diagram besi – karbida besi ini

dapat dianggap merupakan diagram ekuilibrium karena perubahan-perubahan yang

terjadi berlangsung pada pemanasan dan pendinginan yang cukup lambat.

Page 53: pendahuluan revisi

Pada keadaan yang betul-betul ekuilibrium karbon akan berupa karbon (grafit),

sehingga akan diperoleh diagram keseimbangan besi – grafit. Perubahan – perubahan

dalam keadaan ekuilibrium berlangsung terlalu lama. Seharusnya karbida besi akan

terurai menjadi besi dan grafit, tetapi perubahan ini boleh dikatakan tidak akan terjadi

pada temperatur kamar (pada temperatur sekitar 700 oC pun perubahan ini akan makan

waktu bertahun-tahun. Dalam hal ini karbida besi dikatakan sebagai suatu struktur yang

metastabil. Diagram fase besi-karbida besi dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Dari Gambar 5.2. tampak bahwa diagram fase ini memiliki garis mendatar yang

menandakan adanya reaksi yang berlangsung secara isothermal. Di garis HB

berlangsung reaksi peritektik (daerah ini tidak begitu penting untuk dunia teknik karena

tidak dibahas secara terinci). Pada garis ED berlangsung reaksi eutektik dan pada garis

PK berlangsung reaksi eutektoid. Diagram itu juga sudah diberi label dengan istilah

yang umum dipakai pada suatu diagram fase, label dengan huruf yunani menandakan

Page 54: pendahuluan revisi

Gambar 5.2. Diagram keseimbangan besi – karbida besi

larutan padat. Dan karena pemakaian yang begitu luas, maka setiap struktur yang ada

pada diagram besi-karbida besi memiliki nama khusus yang banyak dikenal. Gambar

5.3. adalah diagram fase Fe-Fe3C dengan label nama yang umum digunakan pada sistem

paduan besi-karbon.

Secara garis besar sistem paduan besi-karbon dapat dibedakan menjadi dua yaitu

baja dan besi tuang (cast iron). Dari diagram tampak bahwa baja tidak mengandung

struktur eutektik, karenanya dapat dimengerti mengapa sifatnya berbeda sama sekali

dengan besi tuang (yang mengandung eutektik). Nama/istilah yang terdapat pada

diagram fase besi-karbida besi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 5.3.Diagram ekuilibrium

Page 55: pendahuluan revisi

1. Cementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa interstisial mengandung

6,67% C. Sangat keras (±650 BHN), getas dan kekuatan rendah (± 350 kg/cm2).

Struktur Kristal orthorhombik.

2. Austenite adalah larutan padat karbon dalam besi γ. Kekuatan tarik ± 1050

kg/cm2, kekerasan 40 Rc, ketangguhan tinggi. Biasanya tidak stabil pada

temperature kamar.

3. Ledeburite adalah suatu eutectic mixture dari austenite dan cementite,

mengandung 4,3%C, berbentuk 1130oC.

4. Ferrite adalah larutan padat karbon dalam besi α. Kelarutan karbon maksimum

0,025% (pada 723%C), dan hanya 0,008% di temperature kamar. Kekuatan

rendah tetapi keuletan tinggi, kekerasan kurang dari 90 RB.

5. Pearlite adalah suatu eutectoid mixture dari sementite dan ferrit. Mengandung

0,8% C, berbentuk pada 723oC.

6. Lower Critical Temperature ( temperature kritis bawah) A1, temperature

eutectoid. Pada diagram Fe – Fe3C tampak berupa garis mendatar di temperature

723o C. Pada temperature ini terjadi reaksi eutectoid.

Austenit Ferrit + sementite

(pearlite)

7. Upper Critical temperature ( temperatu kritis atas) A3, temperature awal

terjadinya perubahan allotropic dari γ ke α (pada pendinginan) atau akhir

perubahan allotropic dari α ke γ (pada pemanasan.

8. Garis solvus Acm merupakan batas kelarutan karbon dalam austennit. Dengan

menggunakan diagram keseimbangan memang mungkin dapat diramalkan

struktur yang akan terjadi pada suatu paduan (asalkan pada kondisi ekuilibrium

atau yang dapat dianggap ekuilibrium), dengan demikian juga akan

dapatdiramalkan sifatnya.

Page 56: pendahuluan revisi

Gambar 5.4. garis komposisi pendinginan pada diagram fase Fe3C

Paduan besi – karbon sangat luas penggunaannya. Karena itu perlu pengetahuan

yang lebih terinci tentang diagram fasenya. Untuk itu berikut ini akan dibahas

mengenai transformasi pada paduan besi – karbon ini pada pendinginan lambat,

yaitu pada baja eutectoid, baja hypo eutectoid, baja hypereutectoid dan besi

tuang hypoeutektik ( lihat gambar 5.4.).

5.3. Transformasi pada baja eutectoid (0,80 % C)

Transformasi yang dibahas berikut ini adalah transformasi yang terjadi pada

kondisi ekuilibrium. Untuk pembahasan ini digunakan diagram fase seperti pada

gambar 5.4.

Baja eutektoid, paduan besi – karbon dengan kadar C = 0,80 % adalah paduan

dengan komposisi eutektoid. Pada temperatur di atas garis liquidus berupa larutan cair

(liquid). Bila temperatur diturunkan secara perlahan, pada saat mencapai garis liquidus

(di titik 1) akan mulai terbentuk inti austenit yang selanjutnya akan tumbuh menjadi

dendrit austenit. Pembekuan selesai di titik 2 (pada garis solidus). Seluruhnya sudah

menjadi austenit. Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga

Page 57: pendahuluan revisi

temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis bawah. Di sini austenit yang

mempunyai komposisi eutektoid ini akan mengalami reaksi eutektoid :

Austenit ferrit + sementit

Terbentuknya perlit ini dimulai dengan terbentuknya inti sementit (biasanya

pada batas butir austenit). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah karbon

dari austenit disekitarnya (sementit, Fe3C, mengandung 6,67 % C sedang austenit

mengandung 0,8 % C). Karenanya austenit di sekitar inti sementit itu akan kehabisan

karbon dan austenit dengan kadar karbon yang sangat rendah ini pada temperature ini

akan menjadi ferrit ( transformasi allotropic ). Ferrit ini juga akan bertumbuh, yaitu

dengan mengambil besi dari austenit di sekitarnya, sehingga austenit di sekitar ferrit itu

akan kelebihan karbon dan mulai membentuk sementit di sebelah ferrit yang ada.

Demikian selanjutnya sampai seluruh austenit habis, dan yang terjadi adalah suatu

struktur yang berlapis – lapis ( lamellar) yang terdiri dari lamel – lamel

sementit – ferrit – sementit - ………… struktur ini dinamakan perlit. Skema

pembentukan perlit dan gambar struktur mikro dari perlit dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Gambar struktur mikro perlit

5.4. Transformasi pada baja hypoeutektoid ( % C < 0,8 )

Page 58: pendahuluan revisi

Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypoeutektoid ini diambil baja

dengan 0,25 %C (gambar 5.4.). Paduan ini akan mulai membeku pada titik 1 dengan

membentuk inti ferrit delta, yang nanti akan tumbuh menjadi dendrite ferrit delta.

Hingga temperature nmencapai titik 2 ( temperatur peritektik ) paduan terdiri dari ferrit

delta dan liquid. Pada titik 2 akan terjadi reaksi peritektik:

Ferrit delta + liquid austenit

pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi itu sehingga pada temperature

dibawah titik 2 struktur terdir dari liquid dan austenit. Semakin rendah temperature

semakin banyak liquid yang menjadi austenit sehingga pada titik 3 seluruhnya sudah

menjadi austenit.

Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4 atau (pada A3), akan mulai

terjadi transformasi allotropic γ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan

terbentuknya inti-inti ferrit pada butir austenit. Austenit pada paduan ini mengandung

0,25%C sedang ferrit di temperature ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon,

karena itu austenit yang akan menjadi ferrit harus mengeluarkan karbonnya sehingga

sisa austenit akan menjadi lebih kaya karbon. Makin rendah temperaturnya makin

banyhak ferrit yang terjadi, makin tinggi kadar karbon pada sisa austenit (komposisi

austenit akan mengikuti garis A3). Pada saat mencapai titik 5 masih ada 0,25/0,80%

austenit, kadar karbonnya 0,8% (komposisi eutectoid). Sisa asutenit ini selanjutnya akan

mengalami reaksi eutectoid menjadi perlit. Pada temperature di bawah A1 paduan akan

terdiri dari ferrit (proeutectoid) dan perlit. Gambar struktur mikro dari setiap tingkatan

transformasi ini digambarkan pada Gambar 5.6.

Setelah selesainya reaksi eutectoid ini, akan terdiri dari ferrit proeutectoid dan

perlit. Ferrit proeutektoid adalah ferrit yang terbentuk sebelum terjadinya reaksi

eutectoid, istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan ferrit yang terbentuk

pada saat reaksi eutectoid (ferrit yang terdapat pada perlit). Pada pendinginan

selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan fase dan strukturnya tetap terdiri dari

butir-butir kristal ferrit dan butir kristal perlit. Pada mikroskop ferrit tampak berwarna

putih sedang perlit berwarna agak kehitaman (lihat gambar 5.7.)

Page 59: pendahuluan revisi

Gambar 5.6.

Gambar 5.7. mikro struktur dari besi hypoeutektoid, terlihat dahulu ferrit ( putih ) dan

pearlite 600x.

Page 60: pendahuluan revisi

5.5 Transformasi pada baja hypereutektoid (0,8 < % C < 2,0)

Perhatikan suatu paduan dengan 1,3 % C (Gambar 5.4.). Paduan mulai

membeku pada titik 1 dengan membentuk austenit dan pembekuan selesai di titik 2,

seluruhnya sudah berupa austenit. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sampai

temperatur mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan batas kelarutan karbon

dalam austenit, dan batas kelarutan ini makin rendah dengan makin rendahnya

temperatur. Pada titik 3 paduan telah mencapai batas kemampuannya melarutkan

karbon untuk temperatur itu. Pada temperatur dibawah titik 3 kemampuan melarutkan

karbon juga turun, berarti harus ada karbon yang keluar dari larutan (austenit) Dan

memang dengan pendinginan lebih lanjut akan terjadi pengeluaran karbon, hanya saja

karbon yang keluar ini akan berupa sementit, dan sementit ini mengendap pada batas

butir aestenit. Makin rendah temperatur paduan makin banyak smentit yang mengendap

pada batas butir austenit dan austenit sendiri makin kaya Fe, dan pada temperatur titik

4 , komposisi austenit tepat mencapai komposisi eutektoid. Pada temperatur eutektoid

ini austenit akan mengalami reaksi eutektoid menjadi perlit.

Sementit yang mengendap pada batas butir austenit tidak mebentuk butiran

seperti halnya ferrit ( yang terbentuk setelah melewati garis a1) , tetapi hanya

mengumpul pada batas butir austenit, menyelubungi butir austenit itu. Pada mikroskop

sementit ini tampak seperti jaringan yang membatasi austenit, karena itu sementit

seperti ini dinamakan cementite network. Secara tiga dimensi jaringan sementit ini

sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan membungkus austenit.

Di temperatur eutektoid butir austenit bertransformasi menjadi perlit sedang sementit

sudah tidak lagi mengalami transformasi, sehingga strukturnya setelah selesainya reaksi

eutektoid akan berupa perlit yang terbungkus oleh jaringan sementit. Struktur ini tidak

lagi berubah pada pendinginan sampai ke temperatur kamar. Gambar 5.8.

memperlihatkan gambar struktur mikro baja hypereutektoid pada temperatur kamar.

Tampak btir-butir kristal perlit dikelilingi lapisan sementit (cementite network berwarna

putih). Gambar 5.9. memperlihatkan strukturmikro yang terjadi pada setiap tahapan

perubahan selama pendinginan baja hypereutektoid.

Page 61: pendahuluan revisi

Gambar 5.8. Struktur mikro baja hypereutektoid

Gambar 5.9.

Page 62: pendahuluan revisi

5.6. Transformasi pada besi tuang hypoeutektoid (2,0 < %C < 4,3)

Paduan ini mualai membeku pada titik 1 (gambar 5.4.) dengan terbentuknya inti

austenit yang selanjutnya bertumbuh jadi dendrit austenit. Austenit yang mula-mula

terjadi mengandung sedikit sekali karbon, makin rendah temperaturnya makin tinggi

kadar karbonnya ( mengikuti garis solidus), sedang likuid juga makin kaya karbon

dengan makin turunnya temperatur ( mengikuti garis liquidus) , sehingga waktu

temperatur paduan mencapai titik 2 (temperatur eutektik) austenit sudah mengandung

2,0% C, sedang liquid mengandung 4,3 % C (komposisi eutektik). Pada saat mencapai

temperatur ini paduan dengan 2,5 % C terdiri dari austenit sebanyak (4,3-2,5) / (4,3-2,0)

bagian dan sisa liquid sebanyak (2,5-2,0) / (4,3-2,0) bagian. Sisa liquid sebanyak itu

kemudian mengalami reaksi eutektik :

Liquid austenit + sementit (eutectic mixture, ledeburite)

Setelah selesainya reaksi eutektik (ingat bahwa reaksi eutektik dan reaksi

eutektoid berlangsung secara isothermal) paduan akan terdiri dari austenit proeutektik

(disebut juga austenit primer, yang terbentuk langsung dari liquid) dan ledeburit. Pada

pendinginan selanjutnya kemampuan austenit melarutkan karbon akan menurun,

sehingga akan ada sementit yang keluar dari austenit. Sementit yang keluar dari austenit

ini dinamakan juga sementit sekunder. Keluarnya sementit dari austenit terus

berlangsung sampai temperatur mencapai titik 3 ( pada garis temperatur kritis bawah A1,

temperatur eutectoid). Kandungan karbon dalam austenit terus menurun karena

keluarnya sementit itu, dan pada saat mencapai titik 3 kadar karbon dalam austenit

menjadi 0,8% ( komposisi eutectoid), dan austenit selanjutnya akan mengalami reaksi

eutektoid menjadi perlit. Di bawah temperatur kritis bawah ini sudah tidak lagi terjadi

perubahan fase.

Pada temperatur kamar paduan ini akan terdiri dari perlit, sementit dan ledeburit

(dengan austenitnya yang sudah bertransformasi menjadi perlit). Gambar mikrografinya

terlihat pada gambar 5.10. Yang berwarna kehitaman adalah perlit ( tampak masih

memperlihatkan bentuk dendritik), yang berwarna putih adalah sementit dan yang putih

dengan bintik-bintik hitam adalah ledeburit.

Page 63: pendahuluan revisi

Gambar 5.10. Besi tuang putih hypoeutektik terdiri dendrit perlit dan cementite network

disela dendrit.

Seringkali terjadi bahwa ledeburit tidak tampak seperti suatu eutectic mixture

seperti Gambar di atas, tetapi sementit dan perlitnya terpisah. Ini terjadi karena reaksi

eutektik berlangsung apada temperatur yang cukup tinggi dan austenit yang terjadi pada

reaksi itu akan bergabung dengan austenit primer yang sudah ada sebelumnya, dan

meninggalkan sejumlah sementit yang terpisah.

Gambar 5.11. Besi tuang putih hypoeutektik.

Dari gambar-gambar di atas terlihat bahwa besi tuang ini mengandung sejumlah

besar sementit, suatu struktur yang sangat keras dan getas. Ini menyebabkan besi tuang

ini sangat keras dan getas sehingga tidak dapat dibentuk dengan forming atau

machining. Karena itu penggunaan besi tuang jenis ini sanagt terbatas. Besi tuang ini

Page 64: pendahuluan revisi

bila dipatahkan maka permukaan patahan akan tampak berwarna putih mengkilat,

karena itu besi tuang ini dinamakan besi tuang putih (white cast iron).

Sementit sebenarnya bukan struktur yang stabil, ia adalah struktur yang

metastabil, yang masih dapat berubah menjadi struktur yang lebih stabil bila mendapat

cukup energi untuk itu. Misalnya sementit yang sudah terjadi ini bila dipanaskan

kembali sampai ke temperatur yang cukup tinggi (tetapi masih di bawah garis solidus)

dan biarkan cukup lama maka sementit akan terurai menjadi besi dan grafit, struktur

yang lebih stabil bagi karbon. Grafit juga dapat terjadi pada paduan besi-karbon bila

pada pembekuannya didinginankan dengan laju pendinginan yang sangat lambat atau

dengan menambahkan unsur paduan tertentu pada besi tuang untuk mendorong

terbentuknya grafit (mencegah terbentuknya sementit). Besi tuang yang karbonnya

berupa grafit dinamakan besi tuang kelabu (gray cast iron) karena patahannya akan

berwarna kelabu. Besi tuang kelabu lebih lunak, dapat di machining dan memiliki

beberapa sifat yang menguntungkan sehingga banyak digunakan.

5.7. Transformasi pada besi tuang kelabu ( Diagram fase Fe-Grafit)

Pada besi tuang kelabu tidak seluruh karbon berupa sementit (senyawa

interstisial Fe3C), sebagian besar dari karbonnya akan berupa karbon bebas, grafit.

Untuk membahas transformasi pada sistem paduan Fe-Grafit ini dipakai diagram fase

yang berbeda yaitu diagram fase Fe – Grafit, (Gambar 5.12.).

Ada beberapa perbedaan antara diagram Fe-Fe3C dengan diagram Fe-Grafit,

antara lain :

- Reaksi eutektik dan eutektoid terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.

- Reaksi eutektik tidak menghasilkan sementit tetapi grafit.

- Pada pendinginan austenit yang keluar bukan sementit tetapi grafit.

- Komposisi eutektik dan eutektoid sedikit bergeser ke kiri (eutektik dan

eutektoid pada sistem Fe-Grafit mengandung karbon lebih sedikit)

Page 65: pendahuluan revisi

Transformasi yang terjadi selama pendinginan besi tuang kelabu hampir sama

dengan yang terjadi pada besi tuang putih, dengan sedikit perbedaan mengingat

perbedaan pada diagram fasenya.

Grafit pada besi tuang kelabu biasa berupa flake (serpih) yang bersambung satu

sama alin menjadi satu kesatuan yang kontinyu, walaupun pada gambar mikrografy

tampaknya terpisah satu sama lain (Gambar 5.13.). Karena grafit sangat lunak, getas,

Gambar 5.12.

Page 66: pendahuluan revisi

Gambar 5.13.

kekuatannya sangat rendah, dan dalam besi tuang ini terbentuk serpih (flake) yang

ujung flake ini akan merupakan takikan yang tajam, maka besi tuang kelabu mempunyai

kekuatan, keuletan dan ketangguhan rendah. Tidak dapat dibentuk dengan rolling,

drawing, forging dsb.

Pada gambar mikrografy (gambar 5.13.), grafit tampak seperti garis-garis tebal

yang terputus/terpisah yang berada dalam suatu matriks. Matriks ini dapat berupa ferrit

(Gambar 5.13a.), perlit (Gambar 5.13b.) atau campuran ferrit + perlit. Matriks Ferrit

dapat diperoleh bila semua karbon berupa grafit, sedang matriks perlit terjadi bila hanya

ada sebagian karbon dapat menjadi sementit ( terdapat pada lamel-lamel dalam perlit).

Page 67: pendahuluan revisi

Gambar 5.13a. Gambar 5.13b.

5.8. Pengaruh laju pemanasan / pendinginan dan unsur paduan

Temperatur kritis A3 dan temperatur kritis bawah A1 pada diagram fase Fe-Fe3C

seperti telah dibahas didepan ternyata akan berbeda bila diterapkan pada pemanasan dan

pendinginan nyata. Ini disebabkan karena laju pemanasan atau pendinginan tidak pada

kondisi ekuilibrium. Pada pemanasan yang tidak ekuilibrium (laju pemanasannya tidak

cukup rendah) maka temperatur kritis akan terjadi apda temperatur yang lebih tinggi,

pada pendinginan temperatur kritis akan terjadi pada temperatur yang lebih rendah dari

pada keadaan ekuilibrium. Makin jauh penyimpangan terhadap keadaan ekuilibrium

makin jauh pula penyimpangan temperatur kritis ini. Untuk keadaan ekuilibrium

temperatur kritis untuk pemanasan maupun untuk pendinginan akan sama dan diberi

notasi A dengan indeks 1 atau 3. Kadang-kadang ada juga yang memberi indeks e di

depan indeks 1 atau 3 itu, sehingga ditulis Ae1 dan Ae3.

Page 68: pendahuluan revisi

Gamabar 5.14. Letak temperatur kritis pada keadaan tidak ekuilibrium.

Untuk pemanasan digunakan notasi Ae1 dan Ae3, sedang untuk pendinginan

digunakan noatasi Ar1 dan Ar3. Lihat Gambar 5.14.

Titik eutectoid juga cenderung bergeser dari tempatnya (0,8 % C) bila

pendinginan tidak ekuilibrium. Untuk baja hypoeutectoid titik eutectoid akan tergeser

ke kiri, berarti eutectoid (perlit) yang diperoleh dari pendinginan yang tidak ekuilibrium

mengandung karbon kurang dari 0,8%. Dan untuk baja hypereutectoid titik eutectoid ini

akan tergeser ke kanan, jadi perlitnya mengandung lebih banyak karbon.

Unsur paduan juga akan menggeser diagram fase ini, pada umumnya ke kiri

atas, jadi temperatur kritis akan naik, eutectoid mengandung karbon lebih sedikit. Tetapi

unsur Ni dan Mn akan menggeser diagram ke kiri bawah, jadi austenit masih akan tetap

stabil pada temperatur yang lebih rendah ( temperatur kritis menurun). Hal ini perlu

diperhitungkan, terutama dalam melakukan proses laku panas. Ini akan dibahas lebih

lanjut pada pembahasan mengenai baja dan proses laku panas.

BAB 6

Page 69: pendahuluan revisi

BESI DAN BAJA

6.1. Pengenalan

Besi merupakan logam yang paling banyak digunakan oleh manusia untuk

berbagai keperluan. Bahan ini telah banyak manfaatnya dalam perkembangan

kebudayaan manusia. Ada beberapa alasan yang membuat logam ini banyak digunakan

oleh manusia, antara lain :

Jumlahnya yang cukup melimpah (availability dari bahan). Di alam terdapat

cukup banyak besi,walaupun tidak sebagai logam murni, sebagai oksida atau

sulfideadalam bijih besi, tetapi teknologi untuk mengelahnya menjadi besi yang

siap digunakan sudah dikuasai.

Mempunyai sifat mekanik (kekuatan, keuletan dll) yang memadai (properties)

Mudah dikerjakan baik dengan forming maupun dengan machining, sehingga

mudah dibuat menjadi barang yang berguna bagi manusia

Harganya relatif murah (fakor ekonomis)

Dan lain-lain

Besi tidak digunakan dalam keadaan murni,tetapi segai paduan,terutama dengan

karbon, dikenal sebagai baja dan besi tuang, Baja dan besi tuang bukan hanya berbeda

kadar karbonnya tetapi juga berbeda struktur mikro dan tentu juga beberapa sifatnya.

Di pasaran terdapat banyak macam baja, untuk berbagai keperluan, sehingga

perlu diadakan klasifikasi untuk memudahkan pengenalan atau pemilihannya. Ada yang

mengelompokkannya menurut kekuatan, dikenal ada St 37, St 42, St 50 dst. Ada juga

yang mengelompokkannya menurut komposisi kimianya, dikelompokkan menjadi baja

karbon rendah, baja karbon menengah, baja karbon tinggi,baja paduan rendah,baja

paduan tinggi. Dapat juga dikelompokkan me nurut strukturnya, baja hypoeutektoid,

baja eutektoid dan baja hypereutektoid. Bahkan ada juga pengelompokkan menurut

penggunaannya, pembuatannya, bentuknya dll.

Di pasaran dapat dijumpai baja dengan berbagai bentuk barang setengah jadi

seperti pelat, strip, sheet, pipa, batang profil dll. Pada gambar 6.1. digambarkan secara

garis besar langkah-langkah pembuatan barang setengah jadi itu mulai dari bahan

asalnya bijih besi.

Page 70: pendahuluan revisi

Gambar 6.1. Pembuatan baja

Keseluruhan proses pada gambar di atas dapat dibagi menjadi beberapa tahapan

pengerjaan : pengolahan bijih besi menjadi besi kasar (pig iron) atau besi spons (sponge

iron, atau direct reduce iron, DRI), pengolahan besi kasar atau besi spons menjadi baja

dalam bentuk antara yaitu ingot atau billet?slab?bloom, pengolahan bentuk antara itu

menjadi barang setengah jadi atau baku berbentuk pelat, strip, skelp, batang kawat,

batang profil dll. Di antara bentuk tersebut ada juga yang masih harus diolah lagi

menjadi bentuk setengah jadi yang lain seperti kawat, pipa, G.I.sheet, tin plated sdheet

dll.

Kadang-kadang seluruh proses diatas dikerjakan dalam satu kompleks pabrik

baja yang besar, tetapi dapat juga dikerjakan dalam beberapa pabrik yang terpisah,

misalnya ada pabrik yang mengerjakan mulai dari billet sampai suatu jenis barang

setengah jadi, dan banyak juga pabrik yang mengerjakan mulai dari tahapan yang lebih

ke hilir lagi mulai dari batang kawat atau kabel dari skelp menjadi pipa dll.

Page 71: pendahuluan revisi

6.2 Besi Kasar dan Besi Spons

Di alam besi tidak terdapat berupa logam murni tetapi berupa oksida, sulfidsa,

karbonat, silikat dll, yang disebut bijih besi. Bijih besi selain merupakan salah satu atau

beberapa senyawa di atas juga mengandung salah satu atau beberapa senyawa di atas

juga mengandung unsur/senyawa lain yang dianggap sebagai pengotoran. Bijih besi

yang banyak diolah adalah berupa oksida, yaitu :

Hematit, Fe2O3 yang bercampur dengan sedikit belerang, phosphor, dll.

Limonit, 2Fe2O3 .3H2O, dengan sejumlah phosphor dan oengotoran lain.

Magnetit, Fe3O4, dengan sejumlah belerang , silikat, seng dll.

Siderit, FeCO3 dengan pengotoran berupa silica, aluminia, magnesia dll.

Untuk memperoleh besi dari bijih besi dilakukan proses reduksi dengan

menggunakan bahan reduktor yang kuat (biasanya karbon) dan fluks dengan

pemanasan, Fluks berfungsi sebagai bahan pengikat kotoran sehingga kotroran mudah

mencair dan menjadi terak (yang akan mudah untuk dipisahkan/dibuang).

Cara yang selama ini banyak digunakan ialah dengan reduksi bertingkat dalam

sebuah daput tinggi (blast furnace). Sebagai bahan reduktor digunakan coke (kokas)

yang juga berfungsi sebagai bahn bakar. Karbon, yang banyak terdapat pada coke akan

terbakar dan menghasilkan kalor untuk memanaskan/mencairkan muatan dapur tinggi.

Selain itu pembakaran karbon juga menghasilkan gas CO, yang akan mereduksi oksid

besi. Besi yang dihasilkan masih belum dapat digunakan untuk membuat suatu barang,

masih perlu diolah lebih lanjut menjadi baja atau besi tuang dll.

Belakangan ini juga dikembangkan cara lain yaitu dengan reduksi langsung

(direct reduction). Pada cara ini bijih besi dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur

denagn sejumlah bahan pengikat dan digumpalkan (pelletizing) menjadi bola-bola kecil

(pellet). Pellet ini dimasukkan ke dalam kilang putar (rotary kiln) yang dilalui oleh gas

panas hasil pembakaran bahan bakar gas (biasanya gas alam). Gas panas ini

menagnadung banyak gas H2 dan CO yang secara langsung akan mereduksi oksida besi

dalam pellet itu. Dengan cara ini tidak terjadi pencairan, dan hasilnya adalah bola-bola

kecil yang porous (berpori-pori) seperti spons, karena itu dinamakan besi spons (sponge

iron) atau disebut juga direct reduced iron, DRI. Besi spons ini selanjutnya dapat diolah

Page 72: pendahuluan revisi

menjadi baja atau besi tuang, yang sama seperti halnya besi kasar. Proses ini

mempunyai prospek cukup cerah karena dapat digunakan untuk bijih besi dengan

kualitas (kadar Fe) yang tidak begitu tinggi dan biaya investasinya jauh lebih murah

daripada biaya investasi dapur tinggi.

Gambar 6.2 Besi Alam

Gambar 6.3 Bijih Besi (Iron Ore)

6.3. Dapur Tinggi (Blast furnace)

Dapur tinggi berbentuk kerucut terpancung denagn tinggi mencapai 25-30 m,

terbuat dari pelat baja dan bagian dalamnya dilapisi batu tahan api.

Page 73: pendahuluan revisi

Gambar 6.4 Dapur tinggi

Lebar di bagian bawah dapat mencapai 9 m. dapur tinggi direncanakan untuk

bekerja secara kontinyu, bekerja terus-menerus sampai saat deperlukan perbaikan pada

bagian-bagian utamanya.

Dapur tinggi digunakan untuk mengolah bijih besi menjadi besi kasar. Bahan

yang dimasukkan ke dapur tinggi ini adalah bijih besi, cokes, batu kapur (sebagai fluks)

dan udar panas. Udara panas dihembuskan ke dalam dapur tinggi melalui lubang-

lubang (tuyeres) yang terdapat di sekeliling bagian bawah dapur. Udara panas ini

seringkali dicampur dengan oksigen untuk mempertinggi effisiensi. Baahn padat yaitu

bijih besi, cokesw dan batu kapur dimasukkan melalui bagian atas (melalui “pintu

bertingkat”), setelah dicampur dengan perbandingan tertentu.

Bagian bawah dapur yang berbentuk silinder, hearth, merupakan daerah yang

paling panas, karena tuyere diletakkan di bagian ini sehingga pembakaran di daerah ini

sangat intens. Di sekitar tuyere, tempat masuknya udar panas, cokes terbakar menjadi

CO2, dan menghasilkan panas yang tinggi. Panas yang tinggi ini akan mencairkan bijih

besi dan batu kapur, menjadi cairan besi dan terak (salg). Cairan besi dan terak ini akan

mengalir ke bawah, dan dikeluarkan secara berkala melalui tap hole (untuk cairan besi)

dan sag hole (untuk terak).

Page 74: pendahuluan revisi

Gas CO2 yang terjadi di sekitar tuyere mengalir ke atas melalui sela-sela bijih

besi, cokes, dan batu kapur. Karenanya CO2 panas ini akn memanaskan bahan-bahan

tadi dan bereaksi sebagai berikut :

CO2 + C 2 CO

Fe2O3 + CO 2 FeO + CO2

FeO + CO Fe + CO2

Karena temperature yang tinggi maka Fe aakn mencair, dan batu kapur akan

berdekomposisi :

CaCO3 CaO + CO2

dan CaO ioni akan bereaksi dengan pengotoran-pengotoran yang ada dalam bijih besi

dan menjadi terak, misalnya :

CaO + SiO2 CaSiO3

Reaksi reduksi terjadi pada bagian stack dari dapur tinggi, dan disempurnakan

di bagian bosh, sehingga di bosh sudah terjadi pencairan. Karena terjadinya pencairan

pada bagian bawah dapur tinggi maka muatan yang ada di atasnya akan turun sedikit

demi sedikit. Dan secara berkala dilakukan pengisian kembali dari bagian atas.

Besi cair yang dikeluarkan dari tap hole kemudian dituang menjadi balok-balok

kecil, yang dinamakn pig iron (besi kasar), atau dibawa/disiapkan untuk dibuat menjadi

baja. Besi kasar masih mengandung karbon dan pengotoran lain dalam jumlah cukup

besar sehingga besi ini sangat getas, tidak dapat langsung digunakan membuat suatu

benda kerja. Besi kasar ini perlu dicairkan kembali diolah menjadi baja atau tuang.

Terak (slag) banyak mengandung unsur-unsur pengotoran, seperti Si, P, S dll,

dapat diolah menjadi bahan bangunan atau bahan pupuk. Sedang gas, yang keluar dari

bagian atas dapur tinggi, tidak dibuang karena masih banyak mengandung CO dan

senyawa lain yang mempunyai nilai bakr. Gas ini, blast furnace gas, disalurakan ke

instalasi pemans udara, instalasi pembangkit tenaga dan atau dijual. Konstruksi instalasi

pemanas udara digambarkan pada Gambar 6.5. Pemanas udara ini terdiri sepasang stove

Page 75: pendahuluan revisi

yang bekerja bergantian. Di dalam stove gas dibakar dan memanasi kisi-kisi pemanas di

dalamnya, setelah cukup panas, aliran gas dihentikan dan udara mulai dialirkan menuju

dapur tinggi untuk digunakan. Sementara stove yang satu memanaskan udara stove yang

lain memanaskan kisi-kisi pemanas, bekerja bergantian.

Gambar 6.6 Konstruksi instalasi pemanas udara

LAKU PANAS KONDISI EKUILIBRIUM

Page 76: pendahuluan revisi
Page 77: pendahuluan revisi

BAB 8

LAKU PANAS KONDISI NON EKUILIBRIUM

8.1 Pengerasan(hardening)

Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium,

laku panas yang pendinginannya berlangsung pada kondisi non –equilibrium,

pendinginan yang sangat cepat, sehingga strukmikro yang. diperoleh adalah struktur

mikro yang tidak equilibrium.

Dalam beberapa hal, terutama bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bangian,

maka sifat kekerasan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung

pada komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon,

makin keras. Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah

mikrostrukturnya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan melakukan

proses laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses inni dinamakan

proses pengerasan(hardening).

Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai temperature

auteni(seperti pada full annealing), dipertahankan beberapa saat pada temperature

tersebut, lalu didinginkan dengan cepat sehingga diperoleh martensit yang keras.

Biasanya sesudah proses hardening selesai segera diikuti oleh proses tempering.

Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening banyak

tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi

kekearasan maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan dengan kadar karbon

rendah kenaikan kekerasan setelah dihardening hampir tidak berarti, karenanya

pengerasan hanya dilakukan pada baja dengan kadar karbon yang memadai., tidak

kurang dari 0,80% G. makin tinggi kadar karbon makin tinggi kekerasan maksimum

yang dapat dicapai, juga kenaikan kekerasannya(dibandingkan dengan kekerasan

sebelum pengerasan), tetapi sampai batas tertentu(sekitar 0.4% G), kenaikan

kekerasan ini mulai menurun. Hal ini dapat terjadi karena dengan kadar karbon

dalam austenite yang makin tinggi, akan menyebabkan retainel austenite makin

banyak. Sehingga akan dapat mengurangi kenaikan kekerasan.

Page 78: pendahuluan revisi

Gambar 3.1. Pengaruh kadar C (dalam austenite) terhadap banyaknya

retained austenite setelah pengerasan.

Pada suatu kondisi pemanasan belum tentu semua karbon dalam baja akan larut

didalam austenite, tergantung juga pada tingginya temperature pemanasan. Karena

itu kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak tergantung pada

beberapa hal yaitu tingginya temperature austenitising, homogeneity dari austenite,

laju pendinginan, kondisi permukaan benda kerja, ukuran/berat benda kerja yang

dikeraskan dan hardenability dari baja itu sendiri.

8.2 Temperatur austenitising

Temperatur austenitising yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah

25-50 C diatas temperature kritis atas A3 untuk baja hypoeutektoid dan 25-50 C di

atas temperature kritis bawah A1 untuk baja hypereutectoid. Temperature

pemanasan yang hanya di bawah temperature eutectoid tidak akan mengahsilkan

kanaikan kekerasan yang berarti, karena pada pemanasan tersebut tidak akan terjadi

austenite. Sehingga pada pendinginan nantinya tidak akan diperoleh martensit(ingat

bahwa yang dapat bertransformasi menjadi martensit hanya austenite).

Pemanasan yang hanya sampai antara temperature A1 dan A3 memang sudah

menghasilkan austenite , tetapi masih ada ferrit, yang bila didinginkan kembali ferrit

ini masih berupa ferrit yang lunak. Kekerasan yang optimum dapat dicapai dengan

pemansan seperti yang dianjurkan. Bila pemanasan diteruskan ke temperature yang

Page 79: pendahuluan revisi

lebih tinggi lagi maka akan diperoleh austenite dengan butiran yang terlalu kasar,

sehingga bila didinginkan kembali akan ada kemungkinan terjadi struktur yang

terlalu getas, dan juga tegangan yang terlalu besar(yang timbul sabagai akibat

perbedaan temperature antara bagian permukaan dengam bagian dalam benda kerja)

yang dapat menimbulkan distorsi bahkan juga retak.

Untuk baja hypereutectoid, bila temperature pemanasan tarlalu tinggi, maka

kadar karbon didalam austenitnya akan terlalu besar, sehingga pada pendinginan

kembali mungkin akan banyak tersisa austenite yang tidak bertransformasi(retained

austenite), yang juga akan mengakibatkan tidak tercapainya kekerasan yang

maksimum, disamping juga kemungkinan terjadinya distorsi/retak akan lebih besar.

8.3 Homogenity austenite

Pada pemanasan secara equilibrium akan dapat diperoleh struktur yang

mempunyai komposisi yang homogeny, karena pada pemanasan yang sangat lambat

ini atom-atom akan dapat berdiffusi secara sempurna untuk mencapai keadaan

homogen. Pada pemanasan yang lebih cepat, diffuse yang terjadi masih belum

sempurna, sehingga keadaan yang homogen masih belum tercapai. Bila keadaan

tidak homogen ini terjadi pada austenite, maka bila asutenit ini didinginkan

cepat(diquench) akan dapat diperoleh martensit dengan kekerasan yang berbeda,

karena masing-masing berasal dari austenite dengan kadar karbon yang berbeda.

Misalnya saja pada baja hypoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai kritis

bawah maka perlit mulai bertransformasi menjadi austenite dengan komposisi

sekitar 0.8% C, dan pada temperature yang lebih tinggi ferrit juga mulai menjadi

austenite, tetapi austenite yang terjadi ini masih mengandung karbon hanya sedikit.

Pada saat temperature pemanasan baru mencapai temperature kritis atas tentu saja

masih aka nada austenite dengan komposisi yang tidak sama satu dengan lainnya.

Kalau sesudah itu dilakukan quenching tentu juga akan didapatkan martensit dengan

kadar karbon yang berbeda, bahkan mungkin saja ada austenite yang tida menjadi

martensit(karena austenite dengan kadar karbon rendah akan memiliki CCR yang

sangat tinggi, yang mungkin tidak akan tercapai oleh kondisi pendinginan yang

digunakan).

Page 80: pendahuluan revisi

Untuk membuat austenite menjadi lebih homogeny maka perlu diberi

kesempatan pada atom-atom untuk berdiffusi secara sempurna, artinya pada saat

pemanasan perlu diberi holding time yang cukup untuk dapat mencapai austenite

yang homogen. Lamanya holding time ini tergantung pada laju pemanasan, makin

tinggi laju pemanasannya(misalnya pemanasan dengan menggunakan salt bath)

maka makin panjang holding time yang harus diberikan. Pemanasan dengan

menggunakan dapur listrik biasa(laju pemanasannya rendah) tidak memerlukan

holding time yang lama, karena diffuse sudah berlangsung cukup banyak selama

pemanasan mendekati temperature austenitising.

8.4 Laju pendinginan

Untuk dapat memeroleh struktur yang sepenuhnya martensit maka laju

pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis(critical cooling rate –

CCR). Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan

terjadinya austenite yang tidak bertransformasi menjadi martensit tetapi menjadi

struktur lain, sehingga kekerasan maksimum tentu tidak akan tercapai.

Laju pendinginan yang terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa

faktor, terutama:

1)Jenis media pendinginnya(panas jenisnya, konduktivitas panasnya,dll)

2)Temperatur media pendingin

3)Kuatnya sirkulasi pada media pendingin

Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening diurut

menurut kekuatan pendinginnya:

Page 81: pendahuluan revisi

Gambar

3.2. Kurva

pendinginan yang terjadi pada suatu specimen baja

tahan karat oleh berbagai media pendingin.

1. Brine(air + 10% garam dapur)

2. Air

3. Salt bath

4. Larutan minyak dalam air

5. Minyak

6. Udara

Gambar grafik diatas menunjukkan perbandingan kemampuan pendinginan dari

berbagai media pendingin tersebut terhadap suatu specimen dari baja tahan karat

dengan diameter dan panjang setengah inchi, tanpa agitasi. Dengan adanya agitasi

tentunya kekuatan pendingian akan bertambah.

8.5 Kondisi permukaan

Bila baja berhubungan dengan atmosfer yang oxydising, karena adanya uap air

atau oksigen di dalam dapur pemanas maka akan terbentuk lapisan kulit yang terdiri

dari oksid besi yang disebut scale. Scale yang tipis tidak menimbulkan masalah,

tetapi scale yang tebal(tebal 0.005 inch) dapat memengaruhi laju pendinginan yang

terjadi. Pendingian akan terhambat, sehingga mungkin menyebabkan tidak

tercapainya CCR. Juga ada kecenderungan dari scale ini untuk pecah dan terlepas,

Page 82: pendahuluan revisi

sehingga menyebabkan laju pendinginan di permukaan yang satu tidak sama dengan

permukaan lain, tentunya juga akan menghasilkan kekerasan yang berbeda-beda.

Karena itu pembentukan scale ini sedapat mungkin dicegah.

Ada beberapa cara mencegah terjadinya scale:

1. Cooper plating, melpiskan tembaga pada permukaan benda kerja sebagai

pelindung terhadap atmosfer, untuk mencegah terbentuknya scale.

2. Protective atmosfer, memasukkan gas yang tidak bereaksi dengan baja ke dalam

dapur pemanas. Biasanya gas yang digunakan adalah gas hydrogen, amoniak

atau gas-gas hasil pembakaran gas hydrocarbon, seperti methan atau propan.

Pembakaran gas ini dilakukan tersendiri, diluar dapur pemanas.

3. Liquid-salt pots(salth bath), pemanasan dilakukan dalam garam yang dicairkan,

yang bersifat netral terhadap baja, sehingga baja yang dipanaskan tercelup

dalam garam cair yang netral dan tidak akan teroksidir.

4. Cast iron chips, baja yang dipanaskan ditimbun dengan keping-keping besi

tuang(cast iron chips), sehingga oksigen yang masuk ke dapur pemanas lebih

dulu bereaksi dengan besi tuang tidak mencapai bajanya.

8.6 Ukuran dan berat benda kerja

Karena hanya permukaan benda kerja saja yang berhubungan langsung dengan

media pendingin, maka rasio antara luas permukaan dengan berat benda kerja akan

menjadi faktor penting yang ikut menentukan laju pendinginan benda kerja. Luas

permukaan ini merupakan fungsi dari bentuk geometris dan ukuran benda kerja.

Ratio yang besar akan menjadikan laju pendinginan benda kerja tinggi. Benda kerja

berbentuk pelat akan lebih cepat menjadi dingin daripada yang berbentuk bola,

Karen plat mempunyai angka perbandingan(ratio) luas permukaan per berat yang

lebih besar.

Bentuk yang sama dengan ukuran yang lebih besar akan memerkecil angka

perbandingan luas permukaan per berat. Dengan demikian bila didinginkan dalam

media pendingin yang sama laju pendinginan yang terjadi akan lebih rendah. Benda

kerja yang lebih kecil lebih mudah menjadi martensit.

Page 83: pendahuluan revisi

Gambar 3.3. Kurva pendinginan permukaan batang berbagai ukuran diplot

pada 1-T diagram baja karbon 0,45 % C.