pendahuluan revisi
TRANSCRIPT
1. P E N D A H U L U A N
1.1. Bahan, teknologi, dan manusia
Sejak zaman purbakala manusia selalu membutuhkan bahan untuk
menjadikan peralatan yang akan membantunya dalam mengarungi kehidupan.
Mulanya manusia hanya mengenal batu, tulang, dan kayuuntuk membuat
peralatan, misalnya kampak, pisau, tombak, dsb. Orang menamakan zaman itu
zaman batu.
Kebudayaan manusia yang lebih tinggi diperoleh setelah ditemukan dan
digunakannya logam, yaitu logam-logam yang cukup banyak terdapat di alam
sebagai logam “bebas”, seperti emas, perak, tembaga, timah hitam, mungkin
juga sedikit besi yang diperkirakan berasal dari benda-benda meteorit. Pada
masa itu batu, tulang dan kayu mulai digantikan oleh bahan-bahan logam,
terutama tembaga, dan karenanya zaman itu dinamai juga Zaman Tembaga.
Sementara itu kehidupan manusia berkembang terus, manusia telah
meninggalkan hidup di gua-gua, yang hidup dari berburu, mulai menjadi
“peternak”, dan bahkan mulai menjadi petani.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir, telah mengembangkan berbagai
ilmu dan teknologi yang kemudian nantinya menunjang lahirnya Revolusi
Industri. Revolusi Industri telah banyak merubah kehidupan manusia, karena
pola tingkah laku dan kehidupan dalam masyarakat industri sangat berbeda
dengan pola tingkah laku masyarakat sebelumnya, masyarakat petani/agraris.
Kehidupan manusia makin kompleks, kebutuhannya makin kompleks dan
kebutuhan akan bahan/peralatan juga makin besar dan kompleks.
Revolusi industri telah melahirkan berbagai teknologi pengolahan bahan. Di
masa itu dicapai banyak kemajuan dalam bidang teknologi pembuatan besi/baja
secara besar-besaran dan murah. Tersedianya bahan dalam jumlah besar dan
murah ini mendorong pula perkembangan berbagai ilmu dan teknologi.
Ditemukannya teknologi pembuatan alumunium telah ikut memperlancar
berkembangnya teknologi transportasi, terutama teknologi penerbangan.
Berkembangnya berbagai ilmu dan teknologi ini disatu pihak menuntut
tersedianya berbagai bahan dengan persyaratan-persyaratan /jumlah yang makin
tinggi, di pihak lain pemakaian/pemanfaatan teknologi itu menuntut pula
penyesuaian-penyesuaian/ perubahan-perubahan perilaku dan pola kehidupan
masyarakat manusia. Antara manusia dan teknologi ada interaksi yang kuat.
Manusia menciptakan teknologi-teknologi, tetapi manusia sendiri harus
menyesuaikan diri dengan teknologi hasil ciptaannya itu.
Untuk memenuhi kebutuhan, manusia mengembangkan teknologi yang
menghasilkan berbagai macam paduan logam, terutama besi, sehingga orang
menamakan masa itu Zaman Besi. Ternyata logam dan segala macam paduannya
itu masih belum cukup, manusia masih harus mengembangkan berbagai macam
plastik, berbagai jenis keramik dan juga campuran dari berbagai jenis bahan
menjadi komposit.
Sementara itu persediaan bahan-bahan yang diperlukan manusia untuk
mengembangkan kehidupannya melalui teknologi-teknologi hasil ciptaannya
makin terasa keterbatasannya. Tembaga sudah tidak lagi dapat diperoleh di alam
sebagai tembaga bebas, bijih besi berkadar tinggi makin langka, dsb. Tentu saja
ini akan menyebabkan biaya untuk memperoleh bahan-bahan itu jadi semakin
tinggi. Ini akan menuntut pemakaian/penggunaan bahan menjadi lebih efektif
dan efisien. Untuk dapat menggunakan bahan dengan efektif dan efisien maka
perlu dikenali dengan baik segala macam sifat baha, disamping juga perlu
memiliki wawasan yang lebih luas mengenai bahan yang tersedia, tidak hanya
mengandalkan pemakain salah satu jenis bahan saja tetapi juga perlu melihat
kemungkinan digunakannya jenis bahan yang lain. Manusia dituntut untuk tidak
“fanatik” terhadap salah satu bahan dan juga tidak “a priori” terhadap suatu
bahan. Bahkan juga dituntut untuk lebih “kreatif” dalam memilih dan
menggunakan bahan.
Dunia Teknik Mesin akan sangat erat kaitannya dengan berbagai peralatan,
mesin, konstruksi dll, mulai dari perencanaan, pembuatan/produksi, perakitan
sampai pengoperasian, perawatan dan perbaikan. Dalam proses perncanaan akan
ditentukan bukan saja mekanisme kerja tetapi juga bahan dari setiap komponen
suatu peralatan/mesin. Untuk itu perlu dimilki wawasan yang cukup luas tentang
bahan, macam yang tersedia dari sifat masing-masing. Demikian juga dalam
proses perencanaan akan ditentukan bukan saja mekanisme kerja tetapi juga
bahan dari setiap komponen suatu peralatan/mesin. Untuk itu perlu dimilki
wawasan yang cukup luas tentang bahan, macam yang tersedia dan sifat masing-
masing. Demikian juga dalam proses pembuatan/produksi, pengetahuan tentang
bahan mutlak diperlukan agar dapat diperoleh proses produksi yang efisien dan
mutu/sifat dari produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dari
perencanaan. Bahkan dalam pengoperasian dan perawatan/perbaikan
pengetahuan tentang bahan ini tetap diperlukan agar tidak salah memperlakukan
bahan, yang mungkin dapat berakibat buruk.
Untuk itu pada mata kuliah Pengetahuan Bahan (dan Ilmu Logam) akan
dibicarakan macam-macam bahan keperluan teknik, sifat-sifatnya (terutama sifat
mekanik) sebagai faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tersebut, struktur
paduan dan sedikit mengenai teknologi pembuatan bahan-bahan tersebut.
1.2. Klasifikasi Bahan Teknik.
Secara garis besar bahan teknik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bahan Logam, yang dapat dibagi menjadi :
a. Logam Ferrous
b. Logam Non-Ferrous
2. Bahan Non-Logam, yang dapat dibagi menjadi :
a. Plastik (polimer)
b. Keramik (ceramic)
c. Komposit (composite)
Dalam dunia Teknik Mesin pada umumnya memang bahan logam, terutama
logam ferrous, memegang peranan yang sangat penting, tetapi bahan-bahan lain
tetap tidak dapat diabaikan. Bahan-bahan non-logam seringkali juga
dipergunakan karena bahan-bahan tersebut memiliki sifat khas yang tidak
dimiliki oleh bahan-bahan logam. Juga perkembangan teknologi sering menuntut
digantikannya logam dengan bahan lain, seperti plastik misalnya yang sudah
banyak mendapat tempat dalam konstruksi mesin.
Bahan – bahan dari jenis keramik makin banyak mendapat tempat, mulai
dari berbagai abrasive, pahat potong, batu tahan api, kaca dll, bahkan juga
teknologi roket dan penerbangan angkasa luar sangat memerlukan keramik.
Perkembangan bahan logam ferrous telah mencapai kemajuan sangat tinggi,
terlihat dengan banyaknya jenis baja/besi yang telah diproduksi dan denga
kualitas yang makin tinggi. Tetapi perkembangan teknologi menuntut pula
penggunaan berbagai jenis logam non-ferrous, baik yang sudah “tradisional”,
seperti tembaga, seng, timah dll, juga yang relatif baru, seperti alumunium,
magnesium, titanium dll.
Manusia mengetahui bahwa bahan-bahan yang digunakannya seperti logam,
keramik dll, seharusnya dapat lebih kuat, karena menurut teori bahan-bahan
tersebut seharusnya mempunyai kekuatan yang jauh diatas kekuatannya dalam
keadaan seperti yang biasa dipergunakan. Dan memang orang juga akhirnya
menemukan sebab mengapa kekuatan bahan-bahan tersebut sangat rendah, dan
bahkan orang juga akhirnya menemukan cara membuat bahan-bahan itu dapat
mencapai kekuatan yang lebih mendekati kekuatan teoritisnya, hanya saja masih
tidak dalam bentuk yang besar, tetapi dalam bentuk yang halus, sebagai serat
(fiber), seperti dikenal sekarang sudah ada serat grafit (grafit fiber), serat gelas
(glass fiber) dan beberapa serat logam. Serat-serat tersebut mempunyai kekuatan
yang lebih tinggi daripada yang berbentuk massif.
Ditemukannya berbagai serat inimendorong timbulnya berbagai bahan-
bahan komposit, yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih bahan-bahan
dengan sifat yang berbeda dan menghasilkan bahan yang memilki sifat lebih bail
dari bahan-bahan asalnya. Komposit dapat merupakan kombinasi dari logam
dengan keramik, logam dengan plastik, keramik dengan plastik, dsb. Boleh
dikatakan apapun dapat dibuat menjadi komposit ( beton adalah juga komposit ).
Bahan-bahan dalam bentuk komposit ini merupakan suatu alternatif yang perlu
diperhitungkan.
1.3. Pemilihan Bahan
Memilih bahan untuk suatu keperluan sebenarnya bukan suatu hal yang
sulit, asalkan tidak disertai dengan berbagai persyaratan, seperti misalnya harus
mudah diperoleh, dapat diolah/dikerjakan dengan teknologi yang tersedia dan
menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan spesifikasi dan harga
yang murah.
Sebenarnya prinsip pemilihan bahan sederahana saja, hanya sekedar
mempertemukan persyaratan/sifat-sifat yang diminta oleh suatu desain
peralatan/konstruksi, dengan sifat-sifat dan kemampuan-kemampuan bahan yang
dapat dipergunakan. Cuma saja dalam menentukan persyaratan/sifat-sifat apa
yang harus dipenuhi suatu bahan, seringkali tidak mudah. Kemudian kalaupun
syarat-syarat dan sifat yang akan diminta sudah dapat ditentukan, masih ada
kesulitan lain, mungkin informasi tentang bahan apa yang tersedia tidak lengkap,
atau informasi tentang sifat bahan yang tersedia tidak lengkap.
Seandainya pun informasi itu sudah lengkap, mungkin sekali akan dijumpai
bahwa tidak ada bahan yang mampu memenuhi semua persyaratan, atau ternyata
ada banyak jenis bahan yang memenuhi semua persyaratan. Dalam hal ini akan
diperlukan pemilihan ulang dengan mengurangi/menambah persyaratan lagi,
sehingga dapat diperoleh suatu pilihan yang optimum.
Biasanya persyaratan yang diminta oleh suatu desain/konstruksi antara lain :
- Sifat mekanik, seperti kekuatan, kekakuan, keuletan, ketangguhan,
kekerasan dll
- Sifat fisik, seperti heat conductivity, electrical conductivity, heat
expansion, bentuk dan dimensi, strukturmikro dll.
- Sifat kimia, seperti aktifitas terhadap bahan kimia tertentu sifat tahan
korosi dll.
- Dan lain-lain
Faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan dalam pemilihan bahan
untuk suatu desain/konsttruksi, antara lain :
- Availability dari bahan, apakah bahan tersedia di pasaran, di mana dapat
diperoleh, seberapa banyak bahan yang dapat diperoleh dll.
- Teknologi yang tersedia untuk mengolah bahan tersebut sampai menjadi
produk yang siap dipasarakan.
- Berbagai faktor ekonomis, misalnya harga bahan, harga produk dll.
- Dan lain-lain
Perlu pula diketahui bahwa suatu bahan dengan komposisi kimia yang sama
mungkin akan memilki sifat yang berbeda, sifat bahan tidak hanya tergantung
pada komposisi kimia saja, tapi struktur dari bahan juga ikut berpengaruh.
Misalnya saja baja dengan suatu komposisi kima tertentu, pada suatu kondisi
akan bersifat ulet, tetapi pada kondisi yang lain mungkin akan dapat bersifat
getas, perubahan sifat ini terjadi karena adanya perubahan struktur pada susunan
atom kristalnya.
Proses pemilihan bahan kadang-kadang memang cukup sulit, tetapi
seringkali juga dapat disederhanakan. Misalnya saja dengan mempersempit
daerah pemilihan, dengan memberi prioritas pada bahan yang biasa digunakan
untuk konstruksi yang sejenis. Seperti misalya dalam dunia Teknik Mesin,
biasanya baja karbon akan mendapat prioritas pertama untuk dipertimbangkan
(karena dalam konstruksi biasanya orang banyak menggunakan baja karbon,
mudah doperoleh, harga relatif murah), baru kemudian bila saja karbon tidak
memenuhi syarat dicoba mempertimbangkan pengunaan bahan-bahan lain
seperti baja paduan, paduan non-ferrous dll.
KATA PENGANTAR
Diktat ini dimaksudkan sebagai pelengakap bahan kuliah Pengetahuan Bahan
(TM 1461) di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS. Diharapkan diktat ini dapat memabantu
para mahasiswa lebih menghayati materi kuliah yang diberikan pada tatap muka dan
kuliah dapat berlangsung lebih lancar. Tentunya diktat ini tidak dapat menggantikan
fungsi dari tatap muka yang seharusnya diikuti oleh semua mahasiswa.
Diktat ini terdiri dari beberapa bab, dan banyak diantaranya memebicarakan
mengenai bahan-bahan logam, yaitu bahan yang paling banyak digunakan di dunia
Teknik Mesin. Di samping itu juga dibicarakan sedikit mengenai bahan lain yang
mungkin dapat digunakan untuk memperluas wawasan para mahasiswa tentang bahan
yang dapat digunakan di dunia Teknik Mesin.
Beberapa sifat mekanik yang penting dibicarakan agak banyak mengingat bahwa
dunia Teknik Mesin sangat berkepentingan dengan hal itu. Dan karena sifat mekanik
logam banyak ditentukan oleh struktur mikronya maka pembahasan tentang struktur
mikronya maka pembahasan tentang struktur mikro dan perubahan-perubahannya juga
diberikan agak banyak.
Mengingat fungsi dari diktat ini yang hanya sekedar membantu dalam mengikuti
kuliah, maka hendaknya para mahasiswa tidak meninggalkan text book/buku acuan
(reference) yang dianjurkan, jangan menjadi sarjana diktat.
Disadari juga bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
selalu mengharapkan selalu mengharapkan adanya saran-saran untuk lebih sempurnanya
diktat ini di waktu-waktu yang akan datang.
Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu terwujudnya diktat ini.
Surabaya, Surabaya 1987
Penulis
D A F T A R I S I
Kata Pengantar
Daftar Isi
1. Pendahuluan .
1.1 Bahan, teknologi, dan manusia .
1.2 Klasifikasi bahan teknik .
1.3 Pemilihan bahan .
2. Sifat mekanik dan pengujiannya .
2.1 Klasifikasi bahan teknik .
2.2 Sifat mekanik .
2.3 Pengujian mekanik .
2.3.1 Pengujian tarik dan sifat tarik .
2.3.2 Kekerasan dan pengujian kekerasan .
2.3.3 Pengujian pukul-takik (impact test) .
2.3.4 Kelelahan .
2.3.5 C r e e p (merangkak) .
3. Struktur kristal dan deformasi .
3.1 Struktur atom .
3.2 Ikatan atom .
3.2.1 Ikatan ionik .
3.2.2 Ikatan kovalen .
3.2.3 Ikatan logam .
3.3 Struktur kristal .
3.4 Bidang kristalografi .
3.5 Kristalisasi .
3.6 Cacat pada kristal (imperfection) .
3.7 Deformasi plastik pada kristal .
3.7.1 Deformasi dengan slip .
3.7.2 Deformasi dengan twinning .
3.7.3 Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik .
3.8 Rekristalisasi .
3.8.1 Recovery .
3.8.2 Recrystallization .
3.8.3 Grain Growth .
4. Susunan paduan .
4.1 Definisi .
4.2 Logam murni .
4.3 Compound .
4.4 Solid Solution (larutan padat) .
4.4.1 Larutan padat substitusional .
4.4.2 Larutan padat interstisial .
5. Diagram fase .
5.1 Introduksi .
5.2 Diagram fase dua komponen yang larut padat tak terbatas .
5.2.1 Transformasi selam pendinginan ekuilibrium .
5.2.2 Diffusi .
5.2.3 Pendinginan non-ekuilibrium .
5.3 Diagram fase untuk dua komponen yang saling tidak melarut padatkan .
5.4 Diagram fase untuk dua komponen dengan kelarutan padatan terbatas .
5.5 Reaksi peritektik .
5.6 Transformasi allotropik .
5.7 Transformasi order .
5.8 Reaksi eutektoid .
5.9 Reaksi peritektoid .
5.10 Diagram kompleks .
6. Diagram keseimbangan besi-karbida besi .
6.1 Allotropi pada besi .
6.2 Diagram fase dapa besi karbon .
6.3 Transformasi pada baja eutektoid .
6.4 Transformasi pada baja hypoeutektoid .
6.5 Transformasi pada baja hypereutektoid .
6.6 Transformasi pada baja tuang putih hypoeutektik .
6.7 Transformasi pada baja tuang kelabu .
6.8 Pengaruh laju pemanasan/pendinginan dua unsur paduan .
7. Besi dan baja .
7.1 Introduksi .
7.2 Besi kasar dan besi spons .
7.3 Dapur tinggi (blast furnance) .
7.4 Pembuatan baja .
7.4.1 Pembuatan besi dengan konvertor .
7.4.2 Pembuatan baja dengan open heart furnance .
7.4.3 Pembuatan baja dengan electric furnance .
7.5 Sifat dan penggunaan baja .
7.6 Besi tuang dan penggunaannya .
8. Logam non ferrous .
8.1 Introduksi .
8.2 Tembaga dan paduaannya .
8.2.1 Kuningan (brass) .
8.2.2 Perunggu (bronze) .
8.3 Alumunium dan paduaannya .
8.3.1 Sifat dan penggunaan alumunium .
8.3.2 Paduan alumunium .
8.3.3 Pengerasan dengan heat treatment .
8.3.4 Alumunium copper alloys .
8.3.5 Alumuniumn mangganese alloys .
8.3.6 Alumunium silicon alloys .
8.3.7 Alumunium magnesium alloys .
8.3.8 Alumunium-silicon-magnesium alloys .
8.4 Seng dan paduan seng .
8.5 Nickel dan paduan nickel .
8.6 Bearing materials .
8.6.1 White metals .
8.6.2 Copper base alloys .
8.6.3 Cost iron (besi tuang kelabu) .
8.6.4 Alumunium base alloys .
8.6.5 Sintered metals .
8.6.6 Plastics materials .
8.7 Cutting-cutting materials .
8.7.1 Carbon steels .
8.7.2 High speed steels .
8.7.3 Cobalt base alloys .
8.7.4 Cemented carbide .
8.7.5 Diamond .
8.7.6 Sintered oxid .
9. Korosi dan pencegahannya .
9.1 Kerusakan karena korosi .
9.2 Mekanisme dan macam-macam bentuk korosi .
9.3 Faktor yang mempengaruhi korosi .
9.4 Pencegahan korosi .
10. Bahan non-logam .
10.1 Keramik (ceramics) .
10.1.1 Refractory (batu tahan api) .
10.1.2 Glass (kaca) .
10.1.3 Abrasives .
10.1.4 Cement (semen) .
10.2 Plastik (polymer) .
10.3 Composite materials .
K e p u s t a k a a n .
P e n g e t a h u a n B a h a n
TM 1461
BAB 2
SIFAT MEKANIK DAN PENGUJIANNYA
2.1 Klasifikasi Bahan Teknik
Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka harus dikenali
dengan baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin akan dipilih untuk
dipergunakan. Sifat- sifat ini tentunya sangat banyak macamnya,karena sifat ini
dapat ditinjau dari segi/bidang keilmuan, misalnya ditinjau dari Ilmu Kimia akan
diperoleh sekelompok sifat-sifat kimia, demikian juga bila ditinjau dari segi fisika
dan sebagainya.
Dalam dunia teknik mesin biasanya sifat mekanik memegang peranan sangat
penting, disamping beberapa sifat kimia ( terutama sifat tahan korosi), sifat thermal
dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam dunia teknik,
dan akan dibahas tersendiri.
Dari kelompok sifat fisik, density (berat jenis ) kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Struktur mikro biasanya perlu dipelajari secara khusus karena
struktur mikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat
bahan korosi dan lain lain.
Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal
menjadi penting. Panas jenis ( specific heat ), thermal conductivity dan thermal
expansion seringkali harus diperhitungkan.
2.2 Sifat Mekanik
Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting,karena sifat mekanik
menyatakan kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen yang terbuat dari
bahan tsb ). Untuk menerima beban/ gaya/ energy tanpa menimbulkan kerusakan
pada bahan/ komponen tsb. Seringkali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik
yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain maka diambil langkah untuk
mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai cara , misalnya saja baja, baja
mempunyai sifat mekanik yang baik (memenuhi syarat untuk suatu pemakaian )
tetapi mempunyai sifat tahan korosi yang kurang baik,maka seringkali sifat tahan
korosinya ini diperbaiki dengan pengecatan atau galvanishing dll, jadi tidak harus
mencari bahan lain yang selain kuat juga tahan korosi.
Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain :
- Kekuatan ( strength ) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada
beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan
tarik,kekuatan geser,kekuatan tekan ,kekuatan torsi dan kekuatan lengkung.
- Kekerasan ( hardness ) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan
untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau
penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance).
Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
- Kekenyalan ( elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen
setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu benda mengalami tegangan maka
akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak
melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi hanya
bersifat sementara, perubahan bentuk itu akan hilang bersama dengan
hilangnya tegangan, tetapi bila tegangan yang bekerja melampaui batas
tersebut maka sebagaian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun
tegangan tetap dihilangkan.
kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastic
yang dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi,
dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali
ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan
deformasi.
- Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
( deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting
daripada kekuatan.
- Plastisitas (plasticity ) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastic ( yang permanen ) tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan.
Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai
proses pembentukan seperti forging, rolling, extruding dll. Sifat ini sering
juga disebut sebagai keuletan ( ductility).
Bahan yang mampu mengalami deformasi plastic cukup banyak dikatakan
sebagai bahan yng mempunyai keuletan tinggi ( ductile). Sedangkan bahan
yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastic dikatakan sebagai
bahan yang mempunyai keuletan rendah atau getas( brittle )
- Ketangguhan ( toughness ) menyatakan kemampuan bahan untuk
menyerap sejumlah energy tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga
dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energy yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja,pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini
dipengaruhi oleh banyak factor sehingga sifat ini sulit diukur.
- Kelelahan ( fatigue ) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah
bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic strss ) yang besarnya masih
jauh di bawah batas kekuatan elastiknya.
Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin
disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang
sangat penting, tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak factor
yang mempengaruhinya.
- Merangkak ( creep ) merupakan kecenderungan suatu logam untuk
mengalamideformasi plastic yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada
saat bahan tadi menerima beban yang besarnya relative tetap.
Berbagai sifat mekanik yang disebutkan diatas juga dapat dibedakan menurut cara
pembebanannya, yaitu sifat mekanik static, sifat terhadap beban static yang besarnya
tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap
beban yang berubah-ubah atau mengejut. Sifat – sifat ini perlu dibedakan karena
tingkah laku bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang berbeda.
2.3 Pengujian Mekanik
Untuk mengetahui / mengukur sifat logam tersebut perlu dilakukan pengujian.
pengujian biasanya dilakukan terhadap contoh (sample) bahan yang dipersiapkan
menjadi specimen atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang standar.
Demikian juga prosedur pengujia n harus dilakukan dengan cara- cara yang standar
(mengikuti suatu standar tertentu ), baru kemudian dari hasil pengukuran pada
pengujian diambil kesimpulan mengenai sifat mekanik yang diuji.
Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan dapat diperoleh
bila pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan konstruksi dengan
bentuk dan ukuran sebenarnya (full-scale) dan pengujian dilakukan dengan pembebanan
yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Tetapi cara ini terlalu mahal,tidak praktis
dan bahkan kadang- kadang sulit dianalisis.
Beberapa pengujian mekanik yang bayak dilakukan adalah pengujian tarik (tensile
test), pengujian kekerasan (hardness test),pengujian pukul-takik (impact test),kadang-
kadang juga pengujian kelelahan (fatigue test), creep test,bending test, compression test
dan beberapa fabrication test.
2.3.1 Pengujian Tarik dan Sifat Tarik
Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap specimen/ batang uji yang standar.
Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai
dengan suatu standar. Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada gambar 2.1 pada
bagian tengah dari batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang
menerima tegangan yang uniform dan pada bagian ini diukurkan “ panjang uji”
(gauge length ), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan,
bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.
Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin
tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik kea rah memanjang secara perlahan. Selama
penarikan setiap saat dicatat/tercatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik,
besarnya gaya tarikyang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi
sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji
putus.
Data yang diperoleh dari mesin tarik biasanya dinyatakan dengan grafik beban-
pertambahan panjang (grafik P-∆L). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena
hanya menggambarkan kemempuan batang uji ( bukan kemempuan bahan) untuk
menerima beban gaya. Untuk dapat digunakan menggambarkan sifat bahan secara
umum,maka grafik P-∆L harus dijadikan grafik lain yaitu suatu diagram Tegangan-
Regangan (Stress-Strain diagram) , kadang-kadang juga disebut Diagram Tarik.
Pada saat batang uji menerima beban sebesar P kg maka batang uji ( yaitu
panjang uji) akan bertambah panjang sebesar ∆L mm.
Pada saat itu batang uji bekerja tegangan yang besarnya :
σ = P/Ao
dimana Ao = luas penampang batang uji mula-mula.
Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :
ε= ∆L / Lo = (L-Lo)/Lo
Dimana Lo = panjang “ panjang uji” mula-mula
L = panjang “ panjang uji” saat menerima beban
Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm2 ,kg/cm2 , psi (pond per square inch)
atau MPa ( Mega Pascal = 106 N/m2 ). Regangan dapat dinyatakan dengan persentase
pertambahan panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm, atau in/in.
Gambar 2.2 dibawah,salah satu contoh bentuk diagram tegangan –regangan
yaitu diagram tegangan – regangan suatu baja yang ulet ( baja karbon rendah ).
Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa
garis lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan
yang kecil tsb berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja ( hukum hook).
Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.
Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan
mula-mula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya
yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P
(proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat
penambahan beban tidak lagi berbanding lurus,pertambahan beban yang sama akan
menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suau saat dapat
terjadi pertambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah
panjang dengan sendirinya. Dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini
berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat
memperoleh pertambahan panjang ( tidak lagi proportional ).
Kenaikan beban ini akan berlangsung teru sampai suatu maksimum, dan untuk
logam yang ulet ( seperti halnya baja karbon rendah ) sesudah itu beban mesin tarik
akan menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya
batang uji putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi
pengecilan penampang setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi
hanya disekitar necking tersebut . Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang
ulet, sedang pada logam –logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu
akan putus pada saat beban maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai
nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi
sampai nol,demikian terus berilang-ulang,maka kan terlihat bahwa pada beban yang
kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima
beban akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga
akan hilang,batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic ( elastic limit, titik E ). Jadi untuk
beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP (gambar 2.2)
Bila beban melebihi batas elastic,maka bila beban dihilangkan pertambahan
panjang tidak seluruhnya hilang,masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap,
atau pertambahan panjang yang elastic.
Diagram tegangan- regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah
elastik dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut
seharusnya adalah batas elastik,titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E
cukup sulit. Maka yang dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah
titik luluh (yield point ) Y.
Diagram seperti contoh diatas,dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak
pada beban maksimum ,sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa
logam yang cukup ulet,seperti baja karbon rendahyang dianil. Pada logam yang lebih
getas yield kurang nampak,bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada
beban maksimum.
2.3.1.1 Sifat Mekanik di daerah elastik
1. Kekuatan elastik menyatakan kemampuan untuk menerima
beban/tegangan tanpa berakibat terjadinya eformasi plastik (perubahan
bentuk yang permanen). Kekuatan elastik ini ditunjukkan oleh titik yield
(besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya yield).
Untuk logam-logam yang ulet yang memperlihatkan terjadinya yield dengan
jelas, tentu batas ini mudah ditentukan,tetapi untuk logam-logam yang lebih
getas dimana yield tidak tampak jelas atau sama sekali tak terlihat,maka
yield dapat dicari dengan menggunakan off set method.
Harga yang diperoleh dengan cara ini dinamakan off set yield strength
(kekuatan luluh). Dalam hal ini yirld dianggap mulai terjadi bila sudah
timbul regangan plastik sebesar 0,2 % atau 0,35% (tergantung kesepakatan).
Secara grafik,off set yield strength dapat dicari dengan menarik garis elastik
dari titik regangan 0,2 % atau 3,5 % hingga memotong kurva.
Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena
tegangan yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/
strength dari bahan,supaya tidak terjadi dformasi plastik.
2. Kekakuan ( stiffness ). Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila
mendapat beban(dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik
tetapi hanya sedikit saja.
Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas ( Young’s Modulus,E)
E = σel / ε el
Makin besar harga E,makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama
saja sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi,hatga ini hampir tidak
terpengaruh oleh komposisi kimia,laku-panas dan proses pembentukannya
( sifat mekanik lain akan terpengaruh oleh hal-hal tersebut ).
Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting
daripada kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas,bila rancang bangunnya
kurang kaku maka akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan
dengan mesin tersebut akan kurang akurat.
Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poissons ratio. Bila batang uji
ditarik secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi
regangan ke arah memanjang sebesar ε x ,juga akan mengalami regangan ke
arah melintang yaitu sebesar ε y . Poisson’s ratio didefinisikan sebagai
perbandingan antara regangan kearah melintang dengan regangan ke arah
memanjang,pada tegangan yang masih dalam batas elastik.
V = -ε y / ε x
Harga ngatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga
negatif , sedangkan kearah memanjang mempunyai harga positif. Harga V
untuk logam biasanya berkisar antara 0,25 dan 0,35. Makin besar harga V
suatu logam maka logam itu makin kurang kaku.
3. Resilien (Resilience) menyatakan kemampuan untuk menyerap energi
(kerja) tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi plastik.Jadi dapat
dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mencapai batas
elastik. Resilien dinyatakan dengan modulus resilien (modulus of resilience)
yang didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk
meregangkan satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini
dapat dinyatakan secara grafik sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik
(gambar 2.6).
Dari gambar 2.6 dapat dihitung Besarnya modulus of resilience :
UR = ½ σ E . ε E = σ E 2 / 2E
Dari hubungan diatas dapat dilihat bahwa modulus resilien ditentukan oleh
σ E dan E. Tetapi karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak
berubah maka modulus resilien hanya ditentukan oleh σ E , kekuatan elastik
(yield point/strength ).
Karena harga σ E baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum
σ ult ,maka bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus
resiliennya juga makin tinggi.
Resilien adalah sifat penting bagi bagian –bagian yang harus menerima
tegangan dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya
pegas pada alat transport ,ia harus menerima beban/tegangan dan juga harus
mampu berdeformasi secara elastik cukup banyak.
2.3.1.2 Sifat mekanik di daerah plastik
1. Kekuatan tarik (Tensile strength) menunjukan kemampuan untuk menerima
beban tanpa menjadi rusak / putus. Ini dinyatakan tegangan maksimum
sebelum putus. Kekuatan tarik (Ultimate tensile strength) :
UTS = σ u = P max / Ao
UTS/ Kekuatan tarik inin sering dianggap sebagai data terpenting yang
diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan – perhitungan
kekuatan dihitung atas dasar kekuatan ini (sekarang ada kecenderungan untuk
mendasarkan perhitungan kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield
point/yield strength). Pada baja, kekuatan tarik akan naik seiring dengan
naiknya kadar karbon dan paduan.
2. Keuletan (ducility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara
plastis tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastik
yang terjadi setelah batang uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan
presentase perpanjangan (percentage elongetion).
Do = (L-Lo) / Lo x 100 %
L= panjang gage length setelah putus
Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge
length mula-mula juga harus disebutkan,jadi misalnya dituliskan “persentase
perpanjangan 25 % pada gauge length 50 mm”.
Secara grafik persentase perpanjangan dapat diukur pada diagram σ−ε yaitu
dengan menarik garis dari titik patah (B,pada gambar 2.9) sejajar dengan garis
elastik hingga memotong absis (D). Panjang DC adalah regangan elastik,
panjang OD adalah regangan elastik.
Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas
penampang (percentase reduction in area) :
Dh = (A0 – Af ) / Ao x 100 %
Af = luas penampang batang uji pada patahan.
Pada baja, dan juga pada logam-logam lain,keuletan banyak ditentukan oleh
struktur mikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan,
lakupanas dan tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan
kadar karbon akan menaikkan kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan makin
rendah.
Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :
- Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi
tanpa menjadi patah atau retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya
deformasi yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging,
drawing, dll
- Keretakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya
didahului oleh adanya proses deformasi, sehingga bila dijumpai adanya
deformasi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kerusakan lebh lanjut
- Dapat digunakan sebagai indentor dari perubahan komposisi kimia dan
kondisi proses pengerjaan.
3. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa
mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan
untuk mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan
(modulus of toughness atau toughness index number) yang dapat
didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan
satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik, ini dapat diukur dengan luasan
yang berada di bawah kurva tegangan – regangan dari hasil pengujian tarik.
Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan mengukur /
menghitung besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu :
- Untuk bahan yang ulet (ductile) :
UT = σ u . ε f atau
UT = ε f . ¿u + σ y ) / 2
- Untuk bahan yang getas (brittle) :
UT = 2/3 σ u . ε f
Dimana :
UT = modulus ketangguhan (toughness index number)
σ u = ultimate tensile strength
σ y = yield point/strength
ε f = regangan total pada saat putus
Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai,kait krann dan
lain-lain seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield
pointnya,untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi.
Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak
dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit diterapkan seberapa besar sebenarnya
ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit untuk mengukur
seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi yang terbentuk dari bahan
tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ketangguhan. Antara lain adanya
cacat,bentuk dan ukurannya,bentuk dan ukuran benda,kondisi pembebanan/strain rate,
temperatur dan lain-lain yang banyak diantaranya sulit diukur. Ketangguhan ditentukan
oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan bertentangan,
artinya bila kekuatan naik maka keuletan menurun, ini dapat dilihat dengan
membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya rendah tetapi keuletannya
tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih tinggi tetapi keuletannya
lebih rendah) dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat tinggi tetapi juga sangat
getas).
2.3.1.3 Diagram tegangan – regangan sebenarnya
Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan di depan disebut
diagram tegangan – regangan nominal karena perhitungan tegangan dan regangan
tersebut berdasarkan panjanh uji dan luas penampang mula – mula (nominal), padahal
setiap saat selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung.
Seharusnya tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan panjang
uji sesaat itu (bukan yang mula – mula). Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram
tegangan – regangan nominal kurang akurat, namun demikian untuk keperluan teknik
biasanya dianggap sudah memadai,karenanya dinamakan juga diagram tegangan-
regangan teknik (engineering).
Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu,misalnya untuk perhitungan pada
proses pembentukan (rolling,forging,dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail
yang memerlukan ketelitian lebih tinggi akan menggunakan diagram tegangan –
regangan sebenarnya (true stress – true strain diagram).
Definisi:
Tegangan nominal : Tegangan sebenarnya:
σ=¿ P/Ao σ '=¿ P/A
Regangan nominal : Regangan sebenarnya :
ε=¿ (L-Lo)/Lo ε '=¿ (L-Lo)/Lo + (L2-L1)/L1 + (L3-L2)/L2
ε=¿ ∆L/Lo ε '=¿ Lo ∫L dL/L = Lo Ll ln L = ln (L/ Lo )
Hubungan antara tegangan nominal dengan tegangan sebenarnya :
σ '=¿ σ (1 + ε )
Hubungan antara regangan nominal dengan regangan sebenarnya :
ε '=¿ ln (1 + ε )
Gambar 2.1.2. True stress – strain and conventional stress- strain diagrams for mild
steel.
Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu
maka tegangan dan regangan sebenarnya harus diitung berdasarkan pengukuran nyata
pada batang uji, beban dan luas penampang setiap saat.
Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara
tegangan/regangan nominal dengan tegangan/regangan nominal sesudah melampaui
tegangan maksimum akan terjadi penurunan,sedang pada diagram tegangan-regangan
sebenarnya terus naik hingga putus. (gambar 2.1.2).
Dari data yang terkumpul dari berbagai logam/paduan tampak adanya hubungan
yang hampir linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya,yang diplot
pada grafik log-log.
Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan unutk menyatakan hubungan
tsb. Salah satu persamaan yang dianggap cukup representative untuk banyak bahan
teknik adalah :
σ '=k . εn
Dimana : k = strength coefficient
n = strain-hardening exponent
harga k adalah harga true stress σ ' pada true stress strain ε '=1 . harga n dapat diturunkan
dari persamaan diatas :
n = d ¿¿ = d ¿¿ = ε ' d σ '
σ ' d ε '
Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik,dan juga hanya
sampai saat terjadi necking. Diluar itu akan terjadi penyimpangan. Berikut ditunjukkan
grfaik hubungan true stress-strain untuk beberapa bahan dan konstantanya berdasarkan
persamaan matematik diatas.
Pada
operasi
pembentukan seperti rollingdrawing,dll tidak diinginkan terjadinya necking. Karena itu
perlu diketahui dengan pasti kapan necking akan terjadi.necking akan terjadi pada saat
beban maksimum,titik ini dinamakan titik instabilitas.
Pada titik ini berlaku dP = 0. Karena P= σ ' A dan ε '=ln( Ao
A ) atau A=Ao/eε'
maka
P=σ ' . Ao/eε'
dan dP=−(σ ' . Ao/eε'
) d ε '+( Ao /eε '
) d σ '
Sehingga untuk beban maksimum dimana dP = 0 akan berlakud σ '
u
d ε 'u
=σ 'u .
d σ '
d ε ' =d σ ' dεdεd ε ' =
dσ ' dLLo
dεdLL
=¿ d σ ' Ldε Lo
= d σ '
dε(1+ε )=σ '
Sehingga d σ ' /dε=σo(1+ε ¿.
2.3.2 Kekerasan dan pengujian kekerasan
Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara
tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri sesuai
dengan persepsi dan keperluannya. Dalam engineering yang menyangkut logam,
kekerasan sering dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan
indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang digunakan
untuk menguji kekerasan logam, yaitu :
2.3.2.1 Pengujian Kekerasan Brinell
Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling
banyak digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai
indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan
tertentu selama waktu tertentu pula( antara 10 sampai 30 detik) . Karena penusukan
(indentasi) itu maka pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan.
Kekerasan Brinell dihitung sebagai :
BHN = gaya tekan
luastapak tekan
BHN = P
π D /2. (( D−√ D2−d2 ))
Keterangan :
P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor (mm)
d = diameter tapak tekan (mm)
Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standar menggunakan bola baja
yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan
baja) atau 100 kg atau 500 kg (untuk logam non ferrous yang lebih lunak) dengan lama
penekanan 10-15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga tebal
bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal) boleh
digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu
dipenuhi persyaratan P/ D2=konstan.Dengan memenuhi persyaratan tsb,maka hasil
pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola
indentor yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30,unutk tembaga atau
paduan tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.
Untuk pengujian logam yang sangat keras (diatas 500 BHN) bahan indentor dari
baja yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai
terdeformasi, maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur
sampai kekerasan sekitar 650 BHN.
2.3.2.2 Pengujian kekerasan Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan secara
manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran, dan juga
akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung dilakukan oleh mesin,
dan mesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Cara ini lebih
cepat dan akurat.
Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji
ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal(minor load Po),sehingga
ujung indentor menembus permukaan sedalam h. Setelah penekanan diteruskan dengan
pemberian beban utama selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas, hanya
tinggal beban awal. Untuk pemahaman lebih mudah lihat gambar.
kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi ini.
Karena kedalaman yang diukur adalah kedalaman penetrasi,jadi adalah juga panjang
langkah gerakan indentor,maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan dial
indicator,dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya menunjukkan skala
kekerasan Rockwell.
Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada
kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan
jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat pada tabel ini
Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, untuk mengukur
kekerasn logam yang sangat keras biasanya digunakan Rockwell C atau Rockwell A
(untuk yang sangat keras). Disamping Rockwell yang normal ada pula yang disebut
superficial Rockwell yang menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut intan
(diamond cone, brale) dan beban utama 15, 30, atau 45 kg. Biasanya digunakan untuk
spesimen yang tipis.
2.3.2.3 Pengujian kekerasan Vickers
Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini
digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut
puncak antara 2 sisi yang berhadapan 1360. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur
sangkar, dan diukur panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata – ratanya. Perhitungan
angka kekerasn Rockwell sebagai berikut :
HV =¿
Keterangan : P = gaya tekan (kg)
d = diagonal tapak tekan rata-rata (mm)
α=¿ sudut puncak indentor = 136o
Hasil pengujian kekerasan vickers ini tidak bergantung pada besarnya gaya
tekan (tidak seperti pada brinell), dengan demikian Vickers dapat mengukur kekerasan
bahan mulai dari yang lunak (5HV) sampai yang amat keras (1500HV) tanpa perlu
mengganti gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang dipilah antara 1 – 120 kg, tergantung
pada kekerasan / ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah
diukur dan tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis)
2.3.2.4 Kekerasan Meyer
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell, juga
menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas
permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyek tapak tekan.
Angka kekerasan Meyer :
Pm=4 P/ ( π d2 )
Keterangan : P = gaya tekan (kg)
d = diameter tapak tekan (mm)
Dengan cara ini hasil pengamatan tidak lagi terpengaruh oleh besarnya gaya
tekan yang digunakan untuk menekan indentor (tidak seperti Brinell). Hasilnya akan
sama walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan yang berbeda. Walaupun
demikian ternyata pengujuian Meyer tidak banyak digunakan.
2.3.1.5 Microhardness test
Untuk keperluan metalurgik seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada
daerah yang sangat kecil, misalnya pada salah satu strukturmikro, atau pada lapisan
yang sangat tipis. Untuk itu pengujian dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil,
di bawah 1000 gram, menggunakan mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Cara
yang biasa digunakan adalah Mikro Vickers atau Knoop.
Indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga cara
perhitungan angka kekerasannya, namun gaya tekan yang digunakan kecil sekali, 1 –
1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron.
Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor piramid intan dengan alas
berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7
Angka kekerasan Knoop dihitung sebgai berikut :
HK=14,229 P/ I 2
Keterangan : P = gaya tekan (gr)
l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mikron)
Karena indentornya, maka Knoop akan menghasilkan indentasi yang sangat
dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk pengujian
kekerasan pada lapisan yang sangat tipis atau getas.
2.3.2.6 Perbandingan pemakaian hardness test
Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Cara pengujian yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam
prosedur pengerjaan pengujian, antara lain permukaan benda uji harus cukup halus dan
rata, spesimen harus cukup tebal, spesimen harus dapt ditumpu dengan baik dan
permukaan yang diuji harus horisontal, titik pengujian tidak boleh terlalu dekat dan
tidak terlalu dekat dengan spesimen.
Brinell standar akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar,
karena itu biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda
yang kecil / tipis. Rockwell hanya meningglkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak
mengakibatkan cacat pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil
ini. Rockwell tidak baik digunakan pada bahan-bahan yang tidak homogen,seperti pada
besi tuang kelabu dimana terdapat bagian-bagian yang sangat lunak(grafit). Untuk ini
sebaiknya digunakan Brinell,disamping itu brinell tidak menuntut kehalusan permukaan
yang terlalu tinggi,cukup dengan gerinda kasar.
Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual akan
memakan waktu dan memberi peluan untuk terjadinya kesalahan pengukuran. Kadang –
kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkiinan terjadi
sinking dan ridging. Sinking terjadi pada logam yang dianil sedangkan ridging terjadi
pada logam yang terdeformasi dingin.
Gambar type of diamond-pyramid indentor. (a) perfect indentation.(b) pin-cushion
indentation due to sinking in.(c)barreled indentation due to ridging.
Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang
sangat keras,tidak terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai ,sangat mudah
untuk membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya adasatu
skala saja.Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga
diperlukan persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan. Karenanya
biasanya vickers digunakan dalam laboratorium penelitian.
Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial,
memerlukan persiapan spesimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari
yang kasar sampai yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya pada
persiapan spesimen metallografy. Pengujian ini dapat digunakan untuk benda yang
sangat tipis untuk daerah yang sangat kecil. Ini juga hanya untuk laboratorium.
2.3.2.7 Konversi angka kekerasan
Untuk keperluan praktis kadang – kadang perlu diadakan konversi atas hasil
pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah, karena
adanya perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan.
Karena hubungan konversi ini bersifat empiri, dan juga hanya berlaku untuk satu jenis
logam tertentu saja, sehingga masing – masing logam harus memiliki hubungan
konversi sendiri – sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat adalah
hubungan konversi antara brinell (BHN),rockwell (Ra,Rb,Rc,Superficial), danvickers
(HV atau VHN atau DPHN) untuk baja seperti tertera pada tabel 2.6
2.3.2.8 Hubungan antara kekuatan dan kekerasan
Secara empirik banyak diajukan rumusan untuk menyaakan hubungan antara
kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu
pada kondisi tertentu.misalnya untuk baja karbon(konstruksi) yang dianil. Pada
umumnya kekuatan sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya
kekerasan (tetapi keuletannya menurun)
Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut :
- Untuk baja kabon
UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi)
- Untuk baja paduan
UTS = 0,34 BHN (kg/mm2)
2.3.2 Pengujuan pukul takik (impact test)
Selama perang dunia II banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal,
jembatan, tanki, pipa dan lain-lain) yang menampakkan pola patah getas, padahal
konstruksi tersebut terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet,seperti baja
lunak. Ternyata ada tiga faktor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya
patah getas,yaitu 1. Tegangan yang triaxial, 2. Temperatur rendah dan,3. Laju
peregangan (strain rate) yang tinggi (jadi adalah juga kecepatan pembebanan tinggi).
Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikan.
Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya patah getas yang
dilakukan pada peneliti,salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujian
pukul takik). Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang
dipukul dengan sebuah bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu
metode Charpy (banyak dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode Izod
yang digunakan di Inggris. Pada metode Izod,batang uji dijepit pada satu ujung
sehingga takikan berada didekat penjepitnya. Bandul / pemukul yang diayunkan dari
ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikan.
Pada metode Charpy,batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan
ke arah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul
batang uji tepat di belakang takikan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin
dimana suatu batang dapat berayun denngan bebas. Pada ujung batang dipasang
pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikan
tepat berada pada bidang lintasan pemukul.
Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H.
Pada posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pemukul).
Dari posisi ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas,memukul batang uji hingga
patah, dan pemukul masih terus berayun sampai ketinggian H 1. Pada posisi ini sisa
energi potensial adalah W H 1 . selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah
energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan
dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji,dengan notasi
IS atau Ct satuannya kg m atau ft lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah
ketangguhan juga,ketangguhan terhadap beban mengejut dan pada batang uji yang
bertakik,notch toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang
rendah.
Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tiodak dapat digunakan untuk
keperluan perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan
sifat suatu bahan dengan bahan lain,apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan
yang lebih baik daripada bahan lain. Hal ini disebebkan karena banyak sekali faktor
yang mempengaruhi impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi
pengujian denagan kondisi pemakaian. Misalnya saja pada pengujian kecepatan
pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat
bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress,yang dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja,tentunya semua ini akan
menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena itu
untuk pengujian pukul takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran
takikan harus benar-benar sama. Barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama
lain. Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10x10 mm dengan bentuk
takikan V (V-notched) atau U(U-notched atau key hole). V-notched biasanya digunakan
untuk logam yang dianggap ulet sedang U-notched biasanya digunakan untuk logam
yang getas. Bentuk dan ukuran batang uji yang standar dapat dilihat pada gambar
berikut.
Selain mengukur impact strength,impact test juga digunakan untuk mempelajari
pola perpatahannya,apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture)
atau dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk
mempelajari ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas
tampak berkilat dan berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture)
sedang patahan ulet tampak lebih suram dan berserabut (fibrous fracture atau shear
fracture).
Hal ketiga yang dapat diukur dengan impact test adalah keuletan yang
ditunjukkan dengan persentase pengecilan penampang pada patahan. Suatu impact test
akan bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur pengujian
SUSUNAN PADUAN
4.1 Definisi
Suatu paduan (alloy) adalah campuran bahan yang memiliki sifat-sifat logam,
terdiri dari dua atau lebih komponen (unsur), dan sedikitnya satu komponen utamanya
adalah logam.
Suatu sistem paduan adalah suatu sistem yang terdiri dari semua paduan yang
dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan semua macam komposisi yang mungkin
dapat dibuat.
Paduan dapat diklasifikasikan menurut strukturnya dan sistem paduan
diklasifikasikan menurut Diagram Keseimbangan (Diagram Fasenya).
Suatu paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran (mixture).
Jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase tunggal dan bila
berupa campuran paduan akan terdiri dari beberapa fase.
Fase (phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia dan
strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, daapt dipisahkan secara mekanik dari bagian
lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan
fisiknya, ada fase gas, cair dan padat. Bagian material dengan komposisi kimia yang
berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice juga membedakan satu
fase dengan fase lain. Logam yang memiliki sifat allotropi misalnya, setiap bentuk
allotropinya merupakan fase tersendiri, walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya
sama.
Pada paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase, yaitu
sebagai :
1. Logam Murni
2. Compund (Senyawa)
3. Larutan Padat (Solid Solution)
Suatu paduan dalam keadaan padat, jika homogen, maka ia hanya mungkin berupa
larutan padat atau berupa senyawa. Bila paduan itu merupakan mixture maka ia dapat
terdiri dari komposisi dari fase-fase yang mungkin terjadi pada keadaan padat di atas,
mungkin berupa kombinasi dua logam murni, atau dua larutan padat, atau larutan padat
dan senyawa, dan sebagainya.
4.2 Logam Murni
Pada komposisi ekuilibrium suatu logam murni akan mengalami perubahan fase
pada suatu temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada
temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini berlangsung pada
temperatur yang tetap hingga seluruh perubahan selesai (lihat kurva pendinginan pada
gambar 4.1). Demikian juga halnya dengan perubahan fase yang lain (bila ada),
berlangsung pada suatu temperatur konstan tertentu.
Gambar 4.1 time temperature cooling curve for the solidification of a small
crucible of liquid antimony
4.3 Compund
Compound atau senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan
perbandingan tertentu yang tetap. Compound memiliki sifat dan struktur yang sama
sekali berbeda dari unsur-unsur pembentuknya. Compund juga memiliki titik lebur/beku
tertentu yang tetap, seperti halnya pada logam murni.
Ada tiga macam compound yang sering dijumpai yaitu :
1. Intermetalic compund, biasanya terbentuk dari logam-logam yang sifat
kimianya sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti aturan valensi
kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik atau kovalen), sehingga
sifatnya seperti non-metal, keuletan rendah dan struktur kristalnya
kompleks.
Contoh : CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.
2. Interstitial compound, biasanya terbentuk dari logam-logam transisi
seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta), Wolfram (W) dan
besi (Fe) dengan Hidrogen (H), Oksigen (O), Carbon (C), Boron (B), dan
Nitrogen (N). Kelima unsur ini diameter atomnya sangat kecil sehingga
dapat masuk ke dalam lattice kristal logam di atas secara interstitial.
Senyawa interstitial bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat
bervariasi dalam daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat
keras.
Contoh : Fe3C, TiC, TaC, W2C, Fe4N, CrN, TiH.
3. Electron Compound, senyawa ini dapat terbentuk di antara logam-logam
Tembaga (Cu), Emas (Au), Perak (Ag), Besi (Fe) dan Nickel (Ni) dengan
logam-logam Cadmium (Cd), Magnesium (Mg), Timah putih (Sn), Seng
(Zn) dan Aluminium (Al). Senyawa ini terjadi dengan komposisi kimia
sedemikian rupa sehingga mendekati perbandingan jumlah-elektron-
valensi denan jumlah-atom yang tertentu. Senyawa ini sifatnya sudah
mendekati larutan padat, seperti komposisi yang bervariasi, keuletan
tinggi, kekerasan rendah.
4.4. Solid Solution (Larutan Padat)
Suatu larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut).
Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih
banyak.
Biasanya jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi
temperatur, makin meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan
kondisi larutan yaitu tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh
(supersaturated). Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut masih
dibawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan tekanan yang
dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas kelarutannya dalam
solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh terjadi bila jumlah solute
yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada temperatur dan tekanan tersebut.
Dalam keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak ekuillibrium,
ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan sedikit energi saja
cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuillibrium, dengan terjadinya
pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan jenuh.
Suatu larutan solid solution (larutan padat) adalah larutan dalam keadaan padat,
terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu jenis space lattice.
Biasanya kelarutan (solubility) dalam keadaan padat jauh lebih rendah daripada
kelarutan pada keadaan cair.
Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent yang
murni. Pada umumnya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu tetapi
pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of temperature).
Pembekuannya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan berlangsung
bersamaan dengan penuruna temperatur (lihat gambar 4.2).
Gambar 4.2 Time Temperature cooling curve for the solidification of a small crucible of
50 percent antimony 50 percent bismuth alloy
Dari gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50% Bi
terjadi pada temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 oF) dan lebih
tinggi daripada titik beku bismuth (520 oF). Larutan mulai membeku pada 940 oF dan
selesai pada temperatur 660oF.
Ada dua jenis larutan padat yaitu larutan padat substitusional (substitutional
solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial solid solution).
4.4.1. Larutan padat substitusional
Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi) atom
solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan seri yang
kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan larutan padat.
Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :
1. Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan
membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-padatan
lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute dan solvent, struktur
kristalnya tidak sama. Jadi pada substitutional solid solution kedua unsurnya
harus memiliki struktur kristal sama.
2. Relative size factor. Terbentuknya suatu larutan padat akan mudah terjadi
bila perbedaan diameter atom tidak terlalu besar, tidak lebih dari 15% maka
kelarut-padatannya (solid solubility) akan sangat terbatas. Misalnya timah
hitam dengan perak yang memiliki perbedaan diameter atom 20% maka
kelarut-padatan timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-
padatan perak dalam timah hitam malah hanya 0,1%.
Antimon dan bismuth dapat saling melarutkan pada segala komposisi,
kelarut-padatannya tidak terbatas, karena perbedaan diameter atom hanya
7% dan struktur kristalnya sama, (rhombohedral). Sedang kelarutan antimon
dalam aluminium (fcc), dengan perbedaan diameter atom 2% hanya 0,1%,
kaena struktur kristalnya tidak sama.
3. Chemical affinity factor. Makin besar chemical affinity antara dua logam
maka makin kecil kemungkinannya membentuk suatu larutan padat lebih
cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya makin jauh jarak antara dua unsur
dalam Tabel Periodik maka makin besar pula chemical affinity antara
keduanya.
4. Relative-valence factor. Bila solute metal memiliki valensi berbeda dari
solvent maka jumlah elektron valensi per atom, disebut juga electron ratio,
akan berubah. Dan struktur kristal lebih peka terhadap penurunan electron
ratio daripada terhdap kenaikan electron ratio. Jadi dengan kata lain logam
bervalensi lebih rendah dapat melarutkan lebih banyak logam bervalensi
lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem paduan aluminium-
nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%. Aluminium bervalensi lebih
tinggi, kelarutannya dalam nickel dapat mencapai 5%, tetapi aluminium
hanya mampu melarutkan hanya 0,04% nickel.
Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan estimasi
kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa dengan relative size
factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan bahwa kelarutan akan sangat
terbatas. Bila relative size factor menguntungkan barulah ketiga faktor lain ikut
menentukan derajat kelarutan suatu logam dalam logam lain.
4.3.2. Interstitial solid solution
Larutan ini terbentuk bila atom dengan diameter yang sangat kecil dapat masuk
(menyisip) di rongga antar atom dalam struktur lattice dari solvent dengan diameter
yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur lattice sangat kecil
maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari satu angstrom, yang
dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstitial. Atom tersebut adalah hidrogen
(0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71), dan oksigen (0,60)
Larutan padat interstitial biasanya mempunyai kelarut-padatan sangat terbatas
dan biasanya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi, yang sangat
banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstitial maupun substitusional mempunyai struktur lattice
yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.
(a) (b)
Gambar 4.3 scematic representation of both types of solid solution (a) Substantional (b)
interestitial
Distorsi ini akan menganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karena
adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan salah
satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetalic dan interstetitial compound, larutan padat mudah
dipisahkan/diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya dipengaruhi
oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat luas, sehingga tidak
dapat dinyatakan dengan suatu rumus imia.
Pada skema di bawah dapa dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu
paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya merupakan
kombinasi dari beberapa fase.
BAB 5
DIAGRAM KESETIMBANGAN Fe – Fe3C
5.1. Allotropi pada besi
Besi dikenal sebagai salah satu logam yang memiliki sifat allotropi, memiliki
bentuk lattice yang berbeda pada temperatur berbeda. Besi memiliki tiga macam
modifikasi allotropik. Besi murni cair yang didinginkan, akan mulai membeku oada
1535oC menjadi besi delta dengan struktur BCC. Pada 1400oC akan mengalami
transformasi allotropik menjadi besi gamma ( ᵞ ) dengan struktur FCC. Besi gamma ini
tetap stabil sampai temperatur 9100C, dimana terjadi lagi transformasi allotropik
menjadi besi alpha (α) non magnetik dengan struktur BCC. Pada pendinginan
selanjutnya tidak lagi terjadi perubahan fase. Pada 768oC terjadi perubahan dari α
magnetik, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal, tidak terjadi perubahan fase.
Pada setiap kali terjadi perubahan ditandai dengan adanya pemberhentian penurunan
temperatur (tampak sebagai garis mendatar pada kurva pendinginan, Gambar 5.1.). Ini
berarti bahwa perubahan fase berlangsung secara isothermal.
Gambar 5.1. Kurva pendinginan untuk besi murni
Semua proses transformasi tersebut berlangsung dengan adanya diffusi, karena
itu proses transformasi ini memerlukan waktu dan selama itu akan dikeluarkan sejumlah
panas laten, sehingga temperatur tertahan, dan tidak menurun.
Masing – masing bentuk allotropik besi ini mempunyai kemampuan melarutkan
karbon yang berbeda – beda :
- Besi delta mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,10% pada +
1500oC
- Besi gamma mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 2,0% pada +
1130oC
- Besi alpha mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,025% pada +
723oC
Kemampuan melarutkkan karbon akan berubah dengan berubahnya temperatur.
Keadaan ini merupakan hal penting pada besi/baja, terutama dalam hal proses laku
panasnya.
5.2. Diagaram fase Besi – Karbon
Dalam besi cair karbon dapat larut, tetapi dalam keadaan padat kelarutan karbon
dalam besi akan terbatas. Selain sebagai larutan padat, besi dan karbon juga dapat
membentuk senyawa interstisial (interstisial compound), eutektik dan juga eutektoid,
atau mungkin juga karbon akan terpisah (sebagai grafit). Diagram keseimbangan sistem
paduan besi – karbon cukup kompleks, tetapi hanya sebagian saja yang penting bagi itu
dunia teknik, yaitu bagian antara besi murni sampai senyawa interstisialnya, karbida
besi Fe3C, yang mengandung 6,67 % C. Dan diagram fase yang banyak digunakan
adalah diagram fase besi – karbida besi, seringkali disebut diagram fase Fe – Fe3C.
Sebenarnya diagram fase besi – karbida besi ini bukan suatu diagram
keseimbangan yang sesungguhnya, karena karbida besi bukanlah struktur yang akan
terjadi pada keadaan yang benar-benar ekuilibrium. Diagram besi – karbida besi ini
dapat dianggap merupakan diagram ekuilibrium karena perubahan-perubahan yang
terjadi berlangsung pada pemanasan dan pendinginan yang cukup lambat.
Pada keadaan yang betul-betul ekuilibrium karbon akan berupa karbon (grafit),
sehingga akan diperoleh diagram keseimbangan besi – grafit. Perubahan – perubahan
dalam keadaan ekuilibrium berlangsung terlalu lama. Seharusnya karbida besi akan
terurai menjadi besi dan grafit, tetapi perubahan ini boleh dikatakan tidak akan terjadi
pada temperatur kamar (pada temperatur sekitar 700 oC pun perubahan ini akan makan
waktu bertahun-tahun. Dalam hal ini karbida besi dikatakan sebagai suatu struktur yang
metastabil. Diagram fase besi-karbida besi dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Dari Gambar 5.2. tampak bahwa diagram fase ini memiliki garis mendatar yang
menandakan adanya reaksi yang berlangsung secara isothermal. Di garis HB
berlangsung reaksi peritektik (daerah ini tidak begitu penting untuk dunia teknik karena
tidak dibahas secara terinci). Pada garis ED berlangsung reaksi eutektik dan pada garis
PK berlangsung reaksi eutektoid. Diagram itu juga sudah diberi label dengan istilah
yang umum dipakai pada suatu diagram fase, label dengan huruf yunani menandakan
Gambar 5.2. Diagram keseimbangan besi – karbida besi
larutan padat. Dan karena pemakaian yang begitu luas, maka setiap struktur yang ada
pada diagram besi-karbida besi memiliki nama khusus yang banyak dikenal. Gambar
5.3. adalah diagram fase Fe-Fe3C dengan label nama yang umum digunakan pada sistem
paduan besi-karbon.
Secara garis besar sistem paduan besi-karbon dapat dibedakan menjadi dua yaitu
baja dan besi tuang (cast iron). Dari diagram tampak bahwa baja tidak mengandung
struktur eutektik, karenanya dapat dimengerti mengapa sifatnya berbeda sama sekali
dengan besi tuang (yang mengandung eutektik). Nama/istilah yang terdapat pada
diagram fase besi-karbida besi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 5.3.Diagram ekuilibrium
1. Cementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa interstisial mengandung
6,67% C. Sangat keras (±650 BHN), getas dan kekuatan rendah (± 350 kg/cm2).
Struktur Kristal orthorhombik.
2. Austenite adalah larutan padat karbon dalam besi γ. Kekuatan tarik ± 1050
kg/cm2, kekerasan 40 Rc, ketangguhan tinggi. Biasanya tidak stabil pada
temperature kamar.
3. Ledeburite adalah suatu eutectic mixture dari austenite dan cementite,
mengandung 4,3%C, berbentuk 1130oC.
4. Ferrite adalah larutan padat karbon dalam besi α. Kelarutan karbon maksimum
0,025% (pada 723%C), dan hanya 0,008% di temperature kamar. Kekuatan
rendah tetapi keuletan tinggi, kekerasan kurang dari 90 RB.
5. Pearlite adalah suatu eutectoid mixture dari sementite dan ferrit. Mengandung
0,8% C, berbentuk pada 723oC.
6. Lower Critical Temperature ( temperature kritis bawah) A1, temperature
eutectoid. Pada diagram Fe – Fe3C tampak berupa garis mendatar di temperature
723o C. Pada temperature ini terjadi reaksi eutectoid.
Austenit Ferrit + sementite
(pearlite)
7. Upper Critical temperature ( temperatu kritis atas) A3, temperature awal
terjadinya perubahan allotropic dari γ ke α (pada pendinginan) atau akhir
perubahan allotropic dari α ke γ (pada pemanasan.
8. Garis solvus Acm merupakan batas kelarutan karbon dalam austennit. Dengan
menggunakan diagram keseimbangan memang mungkin dapat diramalkan
struktur yang akan terjadi pada suatu paduan (asalkan pada kondisi ekuilibrium
atau yang dapat dianggap ekuilibrium), dengan demikian juga akan
dapatdiramalkan sifatnya.
Gambar 5.4. garis komposisi pendinginan pada diagram fase Fe3C
Paduan besi – karbon sangat luas penggunaannya. Karena itu perlu pengetahuan
yang lebih terinci tentang diagram fasenya. Untuk itu berikut ini akan dibahas
mengenai transformasi pada paduan besi – karbon ini pada pendinginan lambat,
yaitu pada baja eutectoid, baja hypo eutectoid, baja hypereutectoid dan besi
tuang hypoeutektik ( lihat gambar 5.4.).
5.3. Transformasi pada baja eutectoid (0,80 % C)
Transformasi yang dibahas berikut ini adalah transformasi yang terjadi pada
kondisi ekuilibrium. Untuk pembahasan ini digunakan diagram fase seperti pada
gambar 5.4.
Baja eutektoid, paduan besi – karbon dengan kadar C = 0,80 % adalah paduan
dengan komposisi eutektoid. Pada temperatur di atas garis liquidus berupa larutan cair
(liquid). Bila temperatur diturunkan secara perlahan, pada saat mencapai garis liquidus
(di titik 1) akan mulai terbentuk inti austenit yang selanjutnya akan tumbuh menjadi
dendrit austenit. Pembekuan selesai di titik 2 (pada garis solidus). Seluruhnya sudah
menjadi austenit. Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga
temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis bawah. Di sini austenit yang
mempunyai komposisi eutektoid ini akan mengalami reaksi eutektoid :
Austenit ferrit + sementit
Terbentuknya perlit ini dimulai dengan terbentuknya inti sementit (biasanya
pada batas butir austenit). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah karbon
dari austenit disekitarnya (sementit, Fe3C, mengandung 6,67 % C sedang austenit
mengandung 0,8 % C). Karenanya austenit di sekitar inti sementit itu akan kehabisan
karbon dan austenit dengan kadar karbon yang sangat rendah ini pada temperature ini
akan menjadi ferrit ( transformasi allotropic ). Ferrit ini juga akan bertumbuh, yaitu
dengan mengambil besi dari austenit di sekitarnya, sehingga austenit di sekitar ferrit itu
akan kelebihan karbon dan mulai membentuk sementit di sebelah ferrit yang ada.
Demikian selanjutnya sampai seluruh austenit habis, dan yang terjadi adalah suatu
struktur yang berlapis – lapis ( lamellar) yang terdiri dari lamel – lamel
sementit – ferrit – sementit - ………… struktur ini dinamakan perlit. Skema
pembentukan perlit dan gambar struktur mikro dari perlit dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Gambar struktur mikro perlit
5.4. Transformasi pada baja hypoeutektoid ( % C < 0,8 )
Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypoeutektoid ini diambil baja
dengan 0,25 %C (gambar 5.4.). Paduan ini akan mulai membeku pada titik 1 dengan
membentuk inti ferrit delta, yang nanti akan tumbuh menjadi dendrite ferrit delta.
Hingga temperature nmencapai titik 2 ( temperatur peritektik ) paduan terdiri dari ferrit
delta dan liquid. Pada titik 2 akan terjadi reaksi peritektik:
Ferrit delta + liquid austenit
pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi itu sehingga pada temperature
dibawah titik 2 struktur terdir dari liquid dan austenit. Semakin rendah temperature
semakin banyak liquid yang menjadi austenit sehingga pada titik 3 seluruhnya sudah
menjadi austenit.
Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4 atau (pada A3), akan mulai
terjadi transformasi allotropic γ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan
terbentuknya inti-inti ferrit pada butir austenit. Austenit pada paduan ini mengandung
0,25%C sedang ferrit di temperature ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon,
karena itu austenit yang akan menjadi ferrit harus mengeluarkan karbonnya sehingga
sisa austenit akan menjadi lebih kaya karbon. Makin rendah temperaturnya makin
banyhak ferrit yang terjadi, makin tinggi kadar karbon pada sisa austenit (komposisi
austenit akan mengikuti garis A3). Pada saat mencapai titik 5 masih ada 0,25/0,80%
austenit, kadar karbonnya 0,8% (komposisi eutectoid). Sisa asutenit ini selanjutnya akan
mengalami reaksi eutectoid menjadi perlit. Pada temperature di bawah A1 paduan akan
terdiri dari ferrit (proeutectoid) dan perlit. Gambar struktur mikro dari setiap tingkatan
transformasi ini digambarkan pada Gambar 5.6.
Setelah selesainya reaksi eutectoid ini, akan terdiri dari ferrit proeutectoid dan
perlit. Ferrit proeutektoid adalah ferrit yang terbentuk sebelum terjadinya reaksi
eutectoid, istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan ferrit yang terbentuk
pada saat reaksi eutectoid (ferrit yang terdapat pada perlit). Pada pendinginan
selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan fase dan strukturnya tetap terdiri dari
butir-butir kristal ferrit dan butir kristal perlit. Pada mikroskop ferrit tampak berwarna
putih sedang perlit berwarna agak kehitaman (lihat gambar 5.7.)
Gambar 5.6.
Gambar 5.7. mikro struktur dari besi hypoeutektoid, terlihat dahulu ferrit ( putih ) dan
pearlite 600x.
5.5 Transformasi pada baja hypereutektoid (0,8 < % C < 2,0)
Perhatikan suatu paduan dengan 1,3 % C (Gambar 5.4.). Paduan mulai
membeku pada titik 1 dengan membentuk austenit dan pembekuan selesai di titik 2,
seluruhnya sudah berupa austenit. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sampai
temperatur mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan batas kelarutan karbon
dalam austenit, dan batas kelarutan ini makin rendah dengan makin rendahnya
temperatur. Pada titik 3 paduan telah mencapai batas kemampuannya melarutkan
karbon untuk temperatur itu. Pada temperatur dibawah titik 3 kemampuan melarutkan
karbon juga turun, berarti harus ada karbon yang keluar dari larutan (austenit) Dan
memang dengan pendinginan lebih lanjut akan terjadi pengeluaran karbon, hanya saja
karbon yang keluar ini akan berupa sementit, dan sementit ini mengendap pada batas
butir aestenit. Makin rendah temperatur paduan makin banyak smentit yang mengendap
pada batas butir austenit dan austenit sendiri makin kaya Fe, dan pada temperatur titik
4 , komposisi austenit tepat mencapai komposisi eutektoid. Pada temperatur eutektoid
ini austenit akan mengalami reaksi eutektoid menjadi perlit.
Sementit yang mengendap pada batas butir austenit tidak mebentuk butiran
seperti halnya ferrit ( yang terbentuk setelah melewati garis a1) , tetapi hanya
mengumpul pada batas butir austenit, menyelubungi butir austenit itu. Pada mikroskop
sementit ini tampak seperti jaringan yang membatasi austenit, karena itu sementit
seperti ini dinamakan cementite network. Secara tiga dimensi jaringan sementit ini
sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan membungkus austenit.
Di temperatur eutektoid butir austenit bertransformasi menjadi perlit sedang sementit
sudah tidak lagi mengalami transformasi, sehingga strukturnya setelah selesainya reaksi
eutektoid akan berupa perlit yang terbungkus oleh jaringan sementit. Struktur ini tidak
lagi berubah pada pendinginan sampai ke temperatur kamar. Gambar 5.8.
memperlihatkan gambar struktur mikro baja hypereutektoid pada temperatur kamar.
Tampak btir-butir kristal perlit dikelilingi lapisan sementit (cementite network berwarna
putih). Gambar 5.9. memperlihatkan strukturmikro yang terjadi pada setiap tahapan
perubahan selama pendinginan baja hypereutektoid.
Gambar 5.8. Struktur mikro baja hypereutektoid
Gambar 5.9.
5.6. Transformasi pada besi tuang hypoeutektoid (2,0 < %C < 4,3)
Paduan ini mualai membeku pada titik 1 (gambar 5.4.) dengan terbentuknya inti
austenit yang selanjutnya bertumbuh jadi dendrit austenit. Austenit yang mula-mula
terjadi mengandung sedikit sekali karbon, makin rendah temperaturnya makin tinggi
kadar karbonnya ( mengikuti garis solidus), sedang likuid juga makin kaya karbon
dengan makin turunnya temperatur ( mengikuti garis liquidus) , sehingga waktu
temperatur paduan mencapai titik 2 (temperatur eutektik) austenit sudah mengandung
2,0% C, sedang liquid mengandung 4,3 % C (komposisi eutektik). Pada saat mencapai
temperatur ini paduan dengan 2,5 % C terdiri dari austenit sebanyak (4,3-2,5) / (4,3-2,0)
bagian dan sisa liquid sebanyak (2,5-2,0) / (4,3-2,0) bagian. Sisa liquid sebanyak itu
kemudian mengalami reaksi eutektik :
Liquid austenit + sementit (eutectic mixture, ledeburite)
Setelah selesainya reaksi eutektik (ingat bahwa reaksi eutektik dan reaksi
eutektoid berlangsung secara isothermal) paduan akan terdiri dari austenit proeutektik
(disebut juga austenit primer, yang terbentuk langsung dari liquid) dan ledeburit. Pada
pendinginan selanjutnya kemampuan austenit melarutkan karbon akan menurun,
sehingga akan ada sementit yang keluar dari austenit. Sementit yang keluar dari austenit
ini dinamakan juga sementit sekunder. Keluarnya sementit dari austenit terus
berlangsung sampai temperatur mencapai titik 3 ( pada garis temperatur kritis bawah A1,
temperatur eutectoid). Kandungan karbon dalam austenit terus menurun karena
keluarnya sementit itu, dan pada saat mencapai titik 3 kadar karbon dalam austenit
menjadi 0,8% ( komposisi eutectoid), dan austenit selanjutnya akan mengalami reaksi
eutektoid menjadi perlit. Di bawah temperatur kritis bawah ini sudah tidak lagi terjadi
perubahan fase.
Pada temperatur kamar paduan ini akan terdiri dari perlit, sementit dan ledeburit
(dengan austenitnya yang sudah bertransformasi menjadi perlit). Gambar mikrografinya
terlihat pada gambar 5.10. Yang berwarna kehitaman adalah perlit ( tampak masih
memperlihatkan bentuk dendritik), yang berwarna putih adalah sementit dan yang putih
dengan bintik-bintik hitam adalah ledeburit.
Gambar 5.10. Besi tuang putih hypoeutektik terdiri dendrit perlit dan cementite network
disela dendrit.
Seringkali terjadi bahwa ledeburit tidak tampak seperti suatu eutectic mixture
seperti Gambar di atas, tetapi sementit dan perlitnya terpisah. Ini terjadi karena reaksi
eutektik berlangsung apada temperatur yang cukup tinggi dan austenit yang terjadi pada
reaksi itu akan bergabung dengan austenit primer yang sudah ada sebelumnya, dan
meninggalkan sejumlah sementit yang terpisah.
Gambar 5.11. Besi tuang putih hypoeutektik.
Dari gambar-gambar di atas terlihat bahwa besi tuang ini mengandung sejumlah
besar sementit, suatu struktur yang sangat keras dan getas. Ini menyebabkan besi tuang
ini sangat keras dan getas sehingga tidak dapat dibentuk dengan forming atau
machining. Karena itu penggunaan besi tuang jenis ini sanagt terbatas. Besi tuang ini
bila dipatahkan maka permukaan patahan akan tampak berwarna putih mengkilat,
karena itu besi tuang ini dinamakan besi tuang putih (white cast iron).
Sementit sebenarnya bukan struktur yang stabil, ia adalah struktur yang
metastabil, yang masih dapat berubah menjadi struktur yang lebih stabil bila mendapat
cukup energi untuk itu. Misalnya sementit yang sudah terjadi ini bila dipanaskan
kembali sampai ke temperatur yang cukup tinggi (tetapi masih di bawah garis solidus)
dan biarkan cukup lama maka sementit akan terurai menjadi besi dan grafit, struktur
yang lebih stabil bagi karbon. Grafit juga dapat terjadi pada paduan besi-karbon bila
pada pembekuannya didinginankan dengan laju pendinginan yang sangat lambat atau
dengan menambahkan unsur paduan tertentu pada besi tuang untuk mendorong
terbentuknya grafit (mencegah terbentuknya sementit). Besi tuang yang karbonnya
berupa grafit dinamakan besi tuang kelabu (gray cast iron) karena patahannya akan
berwarna kelabu. Besi tuang kelabu lebih lunak, dapat di machining dan memiliki
beberapa sifat yang menguntungkan sehingga banyak digunakan.
5.7. Transformasi pada besi tuang kelabu ( Diagram fase Fe-Grafit)
Pada besi tuang kelabu tidak seluruh karbon berupa sementit (senyawa
interstisial Fe3C), sebagian besar dari karbonnya akan berupa karbon bebas, grafit.
Untuk membahas transformasi pada sistem paduan Fe-Grafit ini dipakai diagram fase
yang berbeda yaitu diagram fase Fe – Grafit, (Gambar 5.12.).
Ada beberapa perbedaan antara diagram Fe-Fe3C dengan diagram Fe-Grafit,
antara lain :
- Reaksi eutektik dan eutektoid terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.
- Reaksi eutektik tidak menghasilkan sementit tetapi grafit.
- Pada pendinginan austenit yang keluar bukan sementit tetapi grafit.
- Komposisi eutektik dan eutektoid sedikit bergeser ke kiri (eutektik dan
eutektoid pada sistem Fe-Grafit mengandung karbon lebih sedikit)
Transformasi yang terjadi selama pendinginan besi tuang kelabu hampir sama
dengan yang terjadi pada besi tuang putih, dengan sedikit perbedaan mengingat
perbedaan pada diagram fasenya.
Grafit pada besi tuang kelabu biasa berupa flake (serpih) yang bersambung satu
sama alin menjadi satu kesatuan yang kontinyu, walaupun pada gambar mikrografy
tampaknya terpisah satu sama lain (Gambar 5.13.). Karena grafit sangat lunak, getas,
Gambar 5.12.
Gambar 5.13.
kekuatannya sangat rendah, dan dalam besi tuang ini terbentuk serpih (flake) yang
ujung flake ini akan merupakan takikan yang tajam, maka besi tuang kelabu mempunyai
kekuatan, keuletan dan ketangguhan rendah. Tidak dapat dibentuk dengan rolling,
drawing, forging dsb.
Pada gambar mikrografy (gambar 5.13.), grafit tampak seperti garis-garis tebal
yang terputus/terpisah yang berada dalam suatu matriks. Matriks ini dapat berupa ferrit
(Gambar 5.13a.), perlit (Gambar 5.13b.) atau campuran ferrit + perlit. Matriks Ferrit
dapat diperoleh bila semua karbon berupa grafit, sedang matriks perlit terjadi bila hanya
ada sebagian karbon dapat menjadi sementit ( terdapat pada lamel-lamel dalam perlit).
Gambar 5.13a. Gambar 5.13b.
5.8. Pengaruh laju pemanasan / pendinginan dan unsur paduan
Temperatur kritis A3 dan temperatur kritis bawah A1 pada diagram fase Fe-Fe3C
seperti telah dibahas didepan ternyata akan berbeda bila diterapkan pada pemanasan dan
pendinginan nyata. Ini disebabkan karena laju pemanasan atau pendinginan tidak pada
kondisi ekuilibrium. Pada pemanasan yang tidak ekuilibrium (laju pemanasannya tidak
cukup rendah) maka temperatur kritis akan terjadi apda temperatur yang lebih tinggi,
pada pendinginan temperatur kritis akan terjadi pada temperatur yang lebih rendah dari
pada keadaan ekuilibrium. Makin jauh penyimpangan terhadap keadaan ekuilibrium
makin jauh pula penyimpangan temperatur kritis ini. Untuk keadaan ekuilibrium
temperatur kritis untuk pemanasan maupun untuk pendinginan akan sama dan diberi
notasi A dengan indeks 1 atau 3. Kadang-kadang ada juga yang memberi indeks e di
depan indeks 1 atau 3 itu, sehingga ditulis Ae1 dan Ae3.
Gamabar 5.14. Letak temperatur kritis pada keadaan tidak ekuilibrium.
Untuk pemanasan digunakan notasi Ae1 dan Ae3, sedang untuk pendinginan
digunakan noatasi Ar1 dan Ar3. Lihat Gambar 5.14.
Titik eutectoid juga cenderung bergeser dari tempatnya (0,8 % C) bila
pendinginan tidak ekuilibrium. Untuk baja hypoeutectoid titik eutectoid akan tergeser
ke kiri, berarti eutectoid (perlit) yang diperoleh dari pendinginan yang tidak ekuilibrium
mengandung karbon kurang dari 0,8%. Dan untuk baja hypereutectoid titik eutectoid ini
akan tergeser ke kanan, jadi perlitnya mengandung lebih banyak karbon.
Unsur paduan juga akan menggeser diagram fase ini, pada umumnya ke kiri
atas, jadi temperatur kritis akan naik, eutectoid mengandung karbon lebih sedikit. Tetapi
unsur Ni dan Mn akan menggeser diagram ke kiri bawah, jadi austenit masih akan tetap
stabil pada temperatur yang lebih rendah ( temperatur kritis menurun). Hal ini perlu
diperhitungkan, terutama dalam melakukan proses laku panas. Ini akan dibahas lebih
lanjut pada pembahasan mengenai baja dan proses laku panas.
BAB 6
BESI DAN BAJA
6.1. Pengenalan
Besi merupakan logam yang paling banyak digunakan oleh manusia untuk
berbagai keperluan. Bahan ini telah banyak manfaatnya dalam perkembangan
kebudayaan manusia. Ada beberapa alasan yang membuat logam ini banyak digunakan
oleh manusia, antara lain :
Jumlahnya yang cukup melimpah (availability dari bahan). Di alam terdapat
cukup banyak besi,walaupun tidak sebagai logam murni, sebagai oksida atau
sulfideadalam bijih besi, tetapi teknologi untuk mengelahnya menjadi besi yang
siap digunakan sudah dikuasai.
Mempunyai sifat mekanik (kekuatan, keuletan dll) yang memadai (properties)
Mudah dikerjakan baik dengan forming maupun dengan machining, sehingga
mudah dibuat menjadi barang yang berguna bagi manusia
Harganya relatif murah (fakor ekonomis)
Dan lain-lain
Besi tidak digunakan dalam keadaan murni,tetapi segai paduan,terutama dengan
karbon, dikenal sebagai baja dan besi tuang, Baja dan besi tuang bukan hanya berbeda
kadar karbonnya tetapi juga berbeda struktur mikro dan tentu juga beberapa sifatnya.
Di pasaran terdapat banyak macam baja, untuk berbagai keperluan, sehingga
perlu diadakan klasifikasi untuk memudahkan pengenalan atau pemilihannya. Ada yang
mengelompokkannya menurut kekuatan, dikenal ada St 37, St 42, St 50 dst. Ada juga
yang mengelompokkannya menurut komposisi kimianya, dikelompokkan menjadi baja
karbon rendah, baja karbon menengah, baja karbon tinggi,baja paduan rendah,baja
paduan tinggi. Dapat juga dikelompokkan me nurut strukturnya, baja hypoeutektoid,
baja eutektoid dan baja hypereutektoid. Bahkan ada juga pengelompokkan menurut
penggunaannya, pembuatannya, bentuknya dll.
Di pasaran dapat dijumpai baja dengan berbagai bentuk barang setengah jadi
seperti pelat, strip, sheet, pipa, batang profil dll. Pada gambar 6.1. digambarkan secara
garis besar langkah-langkah pembuatan barang setengah jadi itu mulai dari bahan
asalnya bijih besi.
Gambar 6.1. Pembuatan baja
Keseluruhan proses pada gambar di atas dapat dibagi menjadi beberapa tahapan
pengerjaan : pengolahan bijih besi menjadi besi kasar (pig iron) atau besi spons (sponge
iron, atau direct reduce iron, DRI), pengolahan besi kasar atau besi spons menjadi baja
dalam bentuk antara yaitu ingot atau billet?slab?bloom, pengolahan bentuk antara itu
menjadi barang setengah jadi atau baku berbentuk pelat, strip, skelp, batang kawat,
batang profil dll. Di antara bentuk tersebut ada juga yang masih harus diolah lagi
menjadi bentuk setengah jadi yang lain seperti kawat, pipa, G.I.sheet, tin plated sdheet
dll.
Kadang-kadang seluruh proses diatas dikerjakan dalam satu kompleks pabrik
baja yang besar, tetapi dapat juga dikerjakan dalam beberapa pabrik yang terpisah,
misalnya ada pabrik yang mengerjakan mulai dari billet sampai suatu jenis barang
setengah jadi, dan banyak juga pabrik yang mengerjakan mulai dari tahapan yang lebih
ke hilir lagi mulai dari batang kawat atau kabel dari skelp menjadi pipa dll.
6.2 Besi Kasar dan Besi Spons
Di alam besi tidak terdapat berupa logam murni tetapi berupa oksida, sulfidsa,
karbonat, silikat dll, yang disebut bijih besi. Bijih besi selain merupakan salah satu atau
beberapa senyawa di atas juga mengandung salah satu atau beberapa senyawa di atas
juga mengandung unsur/senyawa lain yang dianggap sebagai pengotoran. Bijih besi
yang banyak diolah adalah berupa oksida, yaitu :
Hematit, Fe2O3 yang bercampur dengan sedikit belerang, phosphor, dll.
Limonit, 2Fe2O3 .3H2O, dengan sejumlah phosphor dan oengotoran lain.
Magnetit, Fe3O4, dengan sejumlah belerang , silikat, seng dll.
Siderit, FeCO3 dengan pengotoran berupa silica, aluminia, magnesia dll.
Untuk memperoleh besi dari bijih besi dilakukan proses reduksi dengan
menggunakan bahan reduktor yang kuat (biasanya karbon) dan fluks dengan
pemanasan, Fluks berfungsi sebagai bahan pengikat kotoran sehingga kotroran mudah
mencair dan menjadi terak (yang akan mudah untuk dipisahkan/dibuang).
Cara yang selama ini banyak digunakan ialah dengan reduksi bertingkat dalam
sebuah daput tinggi (blast furnace). Sebagai bahan reduktor digunakan coke (kokas)
yang juga berfungsi sebagai bahn bakar. Karbon, yang banyak terdapat pada coke akan
terbakar dan menghasilkan kalor untuk memanaskan/mencairkan muatan dapur tinggi.
Selain itu pembakaran karbon juga menghasilkan gas CO, yang akan mereduksi oksid
besi. Besi yang dihasilkan masih belum dapat digunakan untuk membuat suatu barang,
masih perlu diolah lebih lanjut menjadi baja atau besi tuang dll.
Belakangan ini juga dikembangkan cara lain yaitu dengan reduksi langsung
(direct reduction). Pada cara ini bijih besi dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur
denagn sejumlah bahan pengikat dan digumpalkan (pelletizing) menjadi bola-bola kecil
(pellet). Pellet ini dimasukkan ke dalam kilang putar (rotary kiln) yang dilalui oleh gas
panas hasil pembakaran bahan bakar gas (biasanya gas alam). Gas panas ini
menagnadung banyak gas H2 dan CO yang secara langsung akan mereduksi oksida besi
dalam pellet itu. Dengan cara ini tidak terjadi pencairan, dan hasilnya adalah bola-bola
kecil yang porous (berpori-pori) seperti spons, karena itu dinamakan besi spons (sponge
iron) atau disebut juga direct reduced iron, DRI. Besi spons ini selanjutnya dapat diolah
menjadi baja atau besi tuang, yang sama seperti halnya besi kasar. Proses ini
mempunyai prospek cukup cerah karena dapat digunakan untuk bijih besi dengan
kualitas (kadar Fe) yang tidak begitu tinggi dan biaya investasinya jauh lebih murah
daripada biaya investasi dapur tinggi.
Gambar 6.2 Besi Alam
Gambar 6.3 Bijih Besi (Iron Ore)
6.3. Dapur Tinggi (Blast furnace)
Dapur tinggi berbentuk kerucut terpancung denagn tinggi mencapai 25-30 m,
terbuat dari pelat baja dan bagian dalamnya dilapisi batu tahan api.
Gambar 6.4 Dapur tinggi
Lebar di bagian bawah dapat mencapai 9 m. dapur tinggi direncanakan untuk
bekerja secara kontinyu, bekerja terus-menerus sampai saat deperlukan perbaikan pada
bagian-bagian utamanya.
Dapur tinggi digunakan untuk mengolah bijih besi menjadi besi kasar. Bahan
yang dimasukkan ke dapur tinggi ini adalah bijih besi, cokes, batu kapur (sebagai fluks)
dan udar panas. Udara panas dihembuskan ke dalam dapur tinggi melalui lubang-
lubang (tuyeres) yang terdapat di sekeliling bagian bawah dapur. Udara panas ini
seringkali dicampur dengan oksigen untuk mempertinggi effisiensi. Baahn padat yaitu
bijih besi, cokesw dan batu kapur dimasukkan melalui bagian atas (melalui “pintu
bertingkat”), setelah dicampur dengan perbandingan tertentu.
Bagian bawah dapur yang berbentuk silinder, hearth, merupakan daerah yang
paling panas, karena tuyere diletakkan di bagian ini sehingga pembakaran di daerah ini
sangat intens. Di sekitar tuyere, tempat masuknya udar panas, cokes terbakar menjadi
CO2, dan menghasilkan panas yang tinggi. Panas yang tinggi ini akan mencairkan bijih
besi dan batu kapur, menjadi cairan besi dan terak (salg). Cairan besi dan terak ini akan
mengalir ke bawah, dan dikeluarkan secara berkala melalui tap hole (untuk cairan besi)
dan sag hole (untuk terak).
Gas CO2 yang terjadi di sekitar tuyere mengalir ke atas melalui sela-sela bijih
besi, cokes, dan batu kapur. Karenanya CO2 panas ini akn memanaskan bahan-bahan
tadi dan bereaksi sebagai berikut :
CO2 + C 2 CO
Fe2O3 + CO 2 FeO + CO2
FeO + CO Fe + CO2
Karena temperature yang tinggi maka Fe aakn mencair, dan batu kapur akan
berdekomposisi :
CaCO3 CaO + CO2
dan CaO ioni akan bereaksi dengan pengotoran-pengotoran yang ada dalam bijih besi
dan menjadi terak, misalnya :
CaO + SiO2 CaSiO3
Reaksi reduksi terjadi pada bagian stack dari dapur tinggi, dan disempurnakan
di bagian bosh, sehingga di bosh sudah terjadi pencairan. Karena terjadinya pencairan
pada bagian bawah dapur tinggi maka muatan yang ada di atasnya akan turun sedikit
demi sedikit. Dan secara berkala dilakukan pengisian kembali dari bagian atas.
Besi cair yang dikeluarkan dari tap hole kemudian dituang menjadi balok-balok
kecil, yang dinamakn pig iron (besi kasar), atau dibawa/disiapkan untuk dibuat menjadi
baja. Besi kasar masih mengandung karbon dan pengotoran lain dalam jumlah cukup
besar sehingga besi ini sangat getas, tidak dapat langsung digunakan membuat suatu
benda kerja. Besi kasar ini perlu dicairkan kembali diolah menjadi baja atau tuang.
Terak (slag) banyak mengandung unsur-unsur pengotoran, seperti Si, P, S dll,
dapat diolah menjadi bahan bangunan atau bahan pupuk. Sedang gas, yang keluar dari
bagian atas dapur tinggi, tidak dibuang karena masih banyak mengandung CO dan
senyawa lain yang mempunyai nilai bakr. Gas ini, blast furnace gas, disalurakan ke
instalasi pemans udara, instalasi pembangkit tenaga dan atau dijual. Konstruksi instalasi
pemanas udara digambarkan pada Gambar 6.5. Pemanas udara ini terdiri sepasang stove
yang bekerja bergantian. Di dalam stove gas dibakar dan memanasi kisi-kisi pemanas di
dalamnya, setelah cukup panas, aliran gas dihentikan dan udara mulai dialirkan menuju
dapur tinggi untuk digunakan. Sementara stove yang satu memanaskan udara stove yang
lain memanaskan kisi-kisi pemanas, bekerja bergantian.
Gambar 6.6 Konstruksi instalasi pemanas udara
LAKU PANAS KONDISI EKUILIBRIUM
BAB 8
LAKU PANAS KONDISI NON EKUILIBRIUM
8.1 Pengerasan(hardening)
Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium,
laku panas yang pendinginannya berlangsung pada kondisi non –equilibrium,
pendinginan yang sangat cepat, sehingga strukmikro yang. diperoleh adalah struktur
mikro yang tidak equilibrium.
Dalam beberapa hal, terutama bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bangian,
maka sifat kekerasan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung
pada komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon,
makin keras. Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah
mikrostrukturnya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan melakukan
proses laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses inni dinamakan
proses pengerasan(hardening).
Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai temperature
auteni(seperti pada full annealing), dipertahankan beberapa saat pada temperature
tersebut, lalu didinginkan dengan cepat sehingga diperoleh martensit yang keras.
Biasanya sesudah proses hardening selesai segera diikuti oleh proses tempering.
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening banyak
tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi
kekearasan maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan dengan kadar karbon
rendah kenaikan kekerasan setelah dihardening hampir tidak berarti, karenanya
pengerasan hanya dilakukan pada baja dengan kadar karbon yang memadai., tidak
kurang dari 0,80% G. makin tinggi kadar karbon makin tinggi kekerasan maksimum
yang dapat dicapai, juga kenaikan kekerasannya(dibandingkan dengan kekerasan
sebelum pengerasan), tetapi sampai batas tertentu(sekitar 0.4% G), kenaikan
kekerasan ini mulai menurun. Hal ini dapat terjadi karena dengan kadar karbon
dalam austenite yang makin tinggi, akan menyebabkan retainel austenite makin
banyak. Sehingga akan dapat mengurangi kenaikan kekerasan.
Gambar 3.1. Pengaruh kadar C (dalam austenite) terhadap banyaknya
retained austenite setelah pengerasan.
Pada suatu kondisi pemanasan belum tentu semua karbon dalam baja akan larut
didalam austenite, tergantung juga pada tingginya temperature pemanasan. Karena
itu kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak tergantung pada
beberapa hal yaitu tingginya temperature austenitising, homogeneity dari austenite,
laju pendinginan, kondisi permukaan benda kerja, ukuran/berat benda kerja yang
dikeraskan dan hardenability dari baja itu sendiri.
8.2 Temperatur austenitising
Temperatur austenitising yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah
25-50 C diatas temperature kritis atas A3 untuk baja hypoeutektoid dan 25-50 C di
atas temperature kritis bawah A1 untuk baja hypereutectoid. Temperature
pemanasan yang hanya di bawah temperature eutectoid tidak akan mengahsilkan
kanaikan kekerasan yang berarti, karena pada pemanasan tersebut tidak akan terjadi
austenite. Sehingga pada pendinginan nantinya tidak akan diperoleh martensit(ingat
bahwa yang dapat bertransformasi menjadi martensit hanya austenite).
Pemanasan yang hanya sampai antara temperature A1 dan A3 memang sudah
menghasilkan austenite , tetapi masih ada ferrit, yang bila didinginkan kembali ferrit
ini masih berupa ferrit yang lunak. Kekerasan yang optimum dapat dicapai dengan
pemansan seperti yang dianjurkan. Bila pemanasan diteruskan ke temperature yang
lebih tinggi lagi maka akan diperoleh austenite dengan butiran yang terlalu kasar,
sehingga bila didinginkan kembali akan ada kemungkinan terjadi struktur yang
terlalu getas, dan juga tegangan yang terlalu besar(yang timbul sabagai akibat
perbedaan temperature antara bagian permukaan dengam bagian dalam benda kerja)
yang dapat menimbulkan distorsi bahkan juga retak.
Untuk baja hypereutectoid, bila temperature pemanasan tarlalu tinggi, maka
kadar karbon didalam austenitnya akan terlalu besar, sehingga pada pendinginan
kembali mungkin akan banyak tersisa austenite yang tidak bertransformasi(retained
austenite), yang juga akan mengakibatkan tidak tercapainya kekerasan yang
maksimum, disamping juga kemungkinan terjadinya distorsi/retak akan lebih besar.
8.3 Homogenity austenite
Pada pemanasan secara equilibrium akan dapat diperoleh struktur yang
mempunyai komposisi yang homogeny, karena pada pemanasan yang sangat lambat
ini atom-atom akan dapat berdiffusi secara sempurna untuk mencapai keadaan
homogen. Pada pemanasan yang lebih cepat, diffuse yang terjadi masih belum
sempurna, sehingga keadaan yang homogen masih belum tercapai. Bila keadaan
tidak homogen ini terjadi pada austenite, maka bila asutenit ini didinginkan
cepat(diquench) akan dapat diperoleh martensit dengan kekerasan yang berbeda,
karena masing-masing berasal dari austenite dengan kadar karbon yang berbeda.
Misalnya saja pada baja hypoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai kritis
bawah maka perlit mulai bertransformasi menjadi austenite dengan komposisi
sekitar 0.8% C, dan pada temperature yang lebih tinggi ferrit juga mulai menjadi
austenite, tetapi austenite yang terjadi ini masih mengandung karbon hanya sedikit.
Pada saat temperature pemanasan baru mencapai temperature kritis atas tentu saja
masih aka nada austenite dengan komposisi yang tidak sama satu dengan lainnya.
Kalau sesudah itu dilakukan quenching tentu juga akan didapatkan martensit dengan
kadar karbon yang berbeda, bahkan mungkin saja ada austenite yang tida menjadi
martensit(karena austenite dengan kadar karbon rendah akan memiliki CCR yang
sangat tinggi, yang mungkin tidak akan tercapai oleh kondisi pendinginan yang
digunakan).
Untuk membuat austenite menjadi lebih homogeny maka perlu diberi
kesempatan pada atom-atom untuk berdiffusi secara sempurna, artinya pada saat
pemanasan perlu diberi holding time yang cukup untuk dapat mencapai austenite
yang homogen. Lamanya holding time ini tergantung pada laju pemanasan, makin
tinggi laju pemanasannya(misalnya pemanasan dengan menggunakan salt bath)
maka makin panjang holding time yang harus diberikan. Pemanasan dengan
menggunakan dapur listrik biasa(laju pemanasannya rendah) tidak memerlukan
holding time yang lama, karena diffuse sudah berlangsung cukup banyak selama
pemanasan mendekati temperature austenitising.
8.4 Laju pendinginan
Untuk dapat memeroleh struktur yang sepenuhnya martensit maka laju
pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis(critical cooling rate –
CCR). Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan
terjadinya austenite yang tidak bertransformasi menjadi martensit tetapi menjadi
struktur lain, sehingga kekerasan maksimum tentu tidak akan tercapai.
Laju pendinginan yang terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa
faktor, terutama:
1)Jenis media pendinginnya(panas jenisnya, konduktivitas panasnya,dll)
2)Temperatur media pendingin
3)Kuatnya sirkulasi pada media pendingin
Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening diurut
menurut kekuatan pendinginnya:
Gambar
3.2. Kurva
pendinginan yang terjadi pada suatu specimen baja
tahan karat oleh berbagai media pendingin.
1. Brine(air + 10% garam dapur)
2. Air
3. Salt bath
4. Larutan minyak dalam air
5. Minyak
6. Udara
Gambar grafik diatas menunjukkan perbandingan kemampuan pendinginan dari
berbagai media pendingin tersebut terhadap suatu specimen dari baja tahan karat
dengan diameter dan panjang setengah inchi, tanpa agitasi. Dengan adanya agitasi
tentunya kekuatan pendingian akan bertambah.
8.5 Kondisi permukaan
Bila baja berhubungan dengan atmosfer yang oxydising, karena adanya uap air
atau oksigen di dalam dapur pemanas maka akan terbentuk lapisan kulit yang terdiri
dari oksid besi yang disebut scale. Scale yang tipis tidak menimbulkan masalah,
tetapi scale yang tebal(tebal 0.005 inch) dapat memengaruhi laju pendinginan yang
terjadi. Pendingian akan terhambat, sehingga mungkin menyebabkan tidak
tercapainya CCR. Juga ada kecenderungan dari scale ini untuk pecah dan terlepas,
sehingga menyebabkan laju pendinginan di permukaan yang satu tidak sama dengan
permukaan lain, tentunya juga akan menghasilkan kekerasan yang berbeda-beda.
Karena itu pembentukan scale ini sedapat mungkin dicegah.
Ada beberapa cara mencegah terjadinya scale:
1. Cooper plating, melpiskan tembaga pada permukaan benda kerja sebagai
pelindung terhadap atmosfer, untuk mencegah terbentuknya scale.
2. Protective atmosfer, memasukkan gas yang tidak bereaksi dengan baja ke dalam
dapur pemanas. Biasanya gas yang digunakan adalah gas hydrogen, amoniak
atau gas-gas hasil pembakaran gas hydrocarbon, seperti methan atau propan.
Pembakaran gas ini dilakukan tersendiri, diluar dapur pemanas.
3. Liquid-salt pots(salth bath), pemanasan dilakukan dalam garam yang dicairkan,
yang bersifat netral terhadap baja, sehingga baja yang dipanaskan tercelup
dalam garam cair yang netral dan tidak akan teroksidir.
4. Cast iron chips, baja yang dipanaskan ditimbun dengan keping-keping besi
tuang(cast iron chips), sehingga oksigen yang masuk ke dapur pemanas lebih
dulu bereaksi dengan besi tuang tidak mencapai bajanya.
8.6 Ukuran dan berat benda kerja
Karena hanya permukaan benda kerja saja yang berhubungan langsung dengan
media pendingin, maka rasio antara luas permukaan dengan berat benda kerja akan
menjadi faktor penting yang ikut menentukan laju pendinginan benda kerja. Luas
permukaan ini merupakan fungsi dari bentuk geometris dan ukuran benda kerja.
Ratio yang besar akan menjadikan laju pendinginan benda kerja tinggi. Benda kerja
berbentuk pelat akan lebih cepat menjadi dingin daripada yang berbentuk bola,
Karen plat mempunyai angka perbandingan(ratio) luas permukaan per berat yang
lebih besar.
Bentuk yang sama dengan ukuran yang lebih besar akan memerkecil angka
perbandingan luas permukaan per berat. Dengan demikian bila didinginkan dalam
media pendingin yang sama laju pendinginan yang terjadi akan lebih rendah. Benda
kerja yang lebih kecil lebih mudah menjadi martensit.
Gambar 3.3. Kurva pendinginan permukaan batang berbagai ukuran diplot
pada 1-T diagram baja karbon 0,45 % C.